(Literatur Review)
Di susun oleh:
Andrew Lie Wibisono
2018.07.1.0034
2.1. Osteoporosis
2.1.1. Definisi Osteoporosis dan Osteopenia
2.1.2. Etiologic Osteoporosis
2.1.3. Manifestasi Osteoporosis pada Rongga Mulut
2.1.4. Pemeriksaan Penunjang Osteoporosis
2.3. Radiomorfometri
4.3. Populasi, Sampel, Besar Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel Rancangan
Penelitian
4.3.1. Populasi
Populasi merupakan sekumpulan mahluk hidup dengan karakteristik dan
tempat tinggal yang sama yang dapat bereproduksi di suatu waktu.
4.3.2. Sampel, Besar Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel
Penelitian dapat lebih menghemat waktu, tenaga, dan biaya jika menggunakan
sampel, besar sampel dan Teknik pengambilan sampel. Sampel adalah subjek atau objek
yang diambil dari populasi yang digunakan untuk menggambarkan seluruh populasi.
Besar sampel adalah banyaknya sampel yang di ambil dari populasi.
4.3.3. Cara Kerja dan Prosedur Pengambilan Data
Cara kerjanya dengan menggunakan data jurnal – jurnal yang diambil dari
pubmed yang sesuai, kemudian prosedur pengambilan data dimulai dengan menentukan
topik, menentukan keyword, screening populasi dan penentuan sampel dengan kriteria
inklusi dan eksklusi.
4.4 Alur Penelitian
4.5. Analisa Data
Analisa data dilakukan dengan metode analisis yaitu Teknik kualitatif yaitu deskriptif
berupa content analysis dan analisi komperatif atau studi komparatif masing – masing
jurnal.
BAB V
HASIL PENELITIAN
Pada ketiga jurnal didapatkan beberapa perbedaan yaitu pada grocholewiez et al.,
2018 ditemukan perbedaan sampel berupa 97 wanita postmenopausal dengan kelompok
control berupa hasil QUS pada seluruh sampel.
Gap pada ketiga jurnal didapatkan rentang umur yang bervariasi. Grocholewicz et al,
2018 sampel memiliki rentang umur 48,5 – 71,5 tahun dengan mean 55,4. Penelitian
Abdinian et al., 2019 menggunakan sampel dengan rentang umur 25-67 dengan mean
38,4 tahun pada pasien CKD dan 24-63 dengan mean 39,2 tahun pada kelompok kontrol.
BAB VI
PEMBAHASAN
Pembahasan didapat setelah membaca jurnal dan didapatkan hasil sesuai dengan
hipotesis dimana terdapat perbedaan deteksi osteoporosis menggunakan PMI dan MCI
pada hasil radiografi panoramic. Hasil Radiografi panoramic yang digunakan oleh dokter
gigi dapat digunakan untuk melakukan screening untuk osteoporosis menggunakan
radiomorfometri PMI dan MCI.
Mandibular cortical Index (MCI) merupakan penilaian porositas pada distal cortex
mandibular inferior sampai foramen mental pada kedua sisi rahang. memiliki tiga
klasifikasi yaitu C1 yaitu inferior mandibular cortex normal, C2 yaitu erosi sedang pada
permukaan endosteal cortex mandibula ditandai dengan adanya gambaran setengah bulan
dan uga adanya gambaran residu pada satu lapisan kortikal, C3 yaitu erosi dan porositas
yang besar.
Sebanyak 60 sampel yang dibagi menjadi 30 pasien CKD dan 30 pasien sehat
digunakan pada penelitian Abdian et al., 2019 sebanyak 30 pasien sehat digunakan sebagi
kelompok control. Didapatkan MCI memiliki perbedaan yang signifikan yaitu C1 pada
pasien sehat signifikan lebih banyak dan klasifikasi C2 dan C3 pada pasien CKD
signifikan lebih banyak, sedangkan PMI didapatkan nilai yang lebih rendah pada pasien
sehat tetapi tidak signifikan antara pasien CKD dan sehat.
Penelitian yang dilakukan oleh Kolte et al., 2017 menggunakan 120 sampel Wanita
yang dibagi menjadi 4 kelompok. Radiomorfometri PMI dan MCI dilakukan pada seluruh
sampel dan dibedakan. Pasien postmenopausal dan pasien periodontitis merupakan
kelompok rawan osteoporosis sehingga digunakan menjadi kelompok control. PMI
kurang akurat karena data yang diperoleh memiliki perbedaan yang tidak signifikan
antara pasien sehat dengan periodontitis dan pasien premenopausal periodontitis dengan
postmenopausal periosontitis.
Terdapat perbedaan pada ketiga jurnal seperti jurnal sampel, jenis kelamin, perbedaan
umur dan kelainan sistemik pasien.
Gap pada ketiga jurnal didapatkan variasi pada jumlah sampel, jenis kelamin,
perbedaan umur, dan kelainan sistemik pada pasien. Jenis kelamin Wanita cenderung
memiliki tingkat BMD yang lebih rendah dibanding laki – laki karena Wanita pada masa
postmenopausal mengalami penurunan hormone estrogen yang berfungsi mengangkut
kalsium ke tulang.
Stadium CKD pada Abdinian et al., 2019 pasien CKD stadium 3-5 juga sebaiknya
tidak bervariasi karena perbedaan stadium menyebabkan perbedaan BMD. Sampel
menggunakan pasien laki-laki dan tidak membagi antara pasien premenopausal dan
postmenopausal.
BAB VII
KESIMPULAN & SARAN
7.1 Simpulan
Penelitian ini didapatkan terdapat perbedaan hasil radiomorfometri panoramic
Mandibular Index kurang akurat dan Mandibular Corticol Index lebih akurat dalam
mendeteksi osteoporosis menggunakan radiografi panoramik.
7.2 Saran
Perlu di teliti dengan menggunakan computed radiography dengan cara
memberikan gambaran dan interprestasi yang lebih baik.
Perbandingan Hasil Deteksi Osteoporosis Antara Mental Index dan Osteometer
Berdasarkan Radiografi Panoramik Pasien Wanita RSGM Universitas Hang Tuah
Surabaya
Disusun oleh:
Elbert Dwi Suma Putra
2010.07.0.0009
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.2. Osteoporosis
2.2.1. Definisi Osteoporosis
2.2.2. Patogenesis Osteoporosis
2.2.3. Faktor Resiko
2.2.3.1. Faktor resiko bawaan
2.2.3.2. Faktor resiko yang di sebabkan oleh gaya hidup
2.2.4. Gejala osteoporosis
2.2.5. Klasifikasi Osteoporosis Berdasarkan Penyebabnya
2.2.5.1. Osteoporosis primer
2.2.5.2. Osteoporosis sekunder
BAB IV
METODE PENELITIAN
7.1 Kesimpulan
Penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang bermakna dari
perbandingan hasil deteksi antara Mental Index dengan Osteomer berdasarkan radiografi
panoramic pasien RSGM Universitas Hang Tuah Surabaya.
7.2 Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan alat gold standart yaitu Dual X-
ray Absorptiomery (DXA) agar kedua perhitungan ini dapat di lakukan di RSGM Universitas
Hang Tuah Surabaya.
Daya Hambat Ektraks Tinta Cumi – Cumi (Loligo sp) Terhadap
Pertumbuhan Bakteri Enterococcus faecalis
Disusun oleh:
Salyo Antoko Putro
2013.07.0.0025
A. Latar Belakang
Perawatan endodontik merupakan salah satu perawatan yang bertujuan
mengembalikan keadaan gigi yang sakit agar dapat diterima secara biologik oleh
jaringan sekitarnya sehingga gigi dapat dipertahankan selama mungkin didalam
mulut. Perawatan endodontik terdiri dari perawatan non bedah yaitu pera watan
kaping pulpa, pulpotomi, mumifikasi, perawatan saluran akar dan perawatan
endodontik bedah. Perawatan saluran akar adalah perawatan dengan mengangkat
jaringan pulp yanG telah terinfeksi dari rang pulpa dan saluran akar. Perawatan
saluran akar memiliki prinsip yaitu membunuh semua mikroorganisme yang dapat
menginfeksi pulpa dan jaringan apeks gig sebelum dilakukan pengisian saluran
akar dengan cara irigasi dan sterilisasi. Pada perawatan saluran akar gigi terdapat
3 tahap , yaitu preparasi, sterilisasi dan pengisian saluran akar (Grossman, 2010;
Walton dan Torabinejad, 2008).
Kegagalan suatu perawatan saluran akar dapat disebabkan karena kesalahan
pada sat diagnosa dan perencanaan perawatan, kebocoran tumpatan, kurangnya
pengetahuan mengenai anatomi pulpa, debridemen dan disinfeksi saluran akar
yang kurang memadai, kesalahan operator, kekurangan pada saat pengisian, dan
fraktur akar vertikal. Namun penyebab utama dari kegagalan perawatan saluran
karena terdapat bakteri yang persisten dan ditandai dengan adanya lesi periapikal
pada gigi yang telah dilakukan perawatan saluran akar (Walton dan Torabinejad,
2008 cit Sundqvist et al. 1998).
Terdapat berbagai macam bakteri di dalam rongga mulut yang dapat
menginfeksi jaringan pulpa, dalam beberapa studi menunjukan bahwa obligat
anaerob merupakan jenis yang mendominasi pada saluran akar yang terinfeksi
(Ercan et al., 2006). Sundqvist (1998) menemukan sejumlah bakteri anaerob
seperti Enterococcus faecalis, Streptococcus anginosus, Bacteroides gracilis dan
Fusobacterium nucleatum pada perawatan saluran akar yang gagal (cit Bodrumlu
dan Semiz, 2006). Hal yang hampir sama dijumpai dari hasil temuan para peneliti
mengenai perawatan endodontik yang gagal, bahwa sebagian bear bakteri yang
ditemukan adalah spesies anaerob fakultatif gram positif, terutama Enterococcus
faecalis (Ercan et al., 2006).
Tinta chepalopoada atau tinta cumi adalah campuran dari co-sekresi dari
kantonh tinta dan organ corong. Akan tetapi belum pernah di laporkan mengenai
analisis kimia dari konten organ corong, sehingga sampai sekarang yang diketahui
tentang komponen kimia dari tinta hanya berasal dari kantong tinta.
Pada kantong tinta cumi biasanya terdapat 1 gram melanin, dan melanin
biasanya sebanyak 15% dari total berat tinta basah dalam kantong tinta, selain
melanin juga terdapat protein sebanyak 5-8% dari berat tinta cumi.
BAB II
TINJAUN PUSTAKA
2.1 Perawatan Saluran Akar
5.1 Deskripsi Data : Memaparkan rata-rata diameter zona hambat dan standar deviasi
ekstrak tinta cumi-cumi (Loligo sp) terhadap pertumbuhan bakteri Enterococcus faecalis.
5.2 Uji Persyaratan Analisis : Data hail penelitian yang menunjukan adanya zona
hambat ekstrak tinta cumi - cumi (Loligo sp) terhadap pertumbuhan bakteri Enterococcus
faecalis.
5.2.1 Uji Normalitas : Sebelum dilakukan uji hipotesis, data hail penelitian diuji
normalitas distribusinya untuk mengetahui apakah distribusi datanya normal atau tidak.
Pengujian normalitas dapat dilakukan dengan cara Shapiro-wilk.
Tabel 5.2 Hasil Uji Shapiro-wilk.
5.3 Uji Hipotesis : Diketahui hasil bahwa data tidak homogen.
BAB VI
PEMBAHASAN
Ektrak Tinta cumi – cumi (Loligo sp) dapat berfungsi sebagai antibakteri
spktrum luas yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri gram positif maupun
gram negative. Pernyataan tersebut di perkuat berdasarkan penelitian yang
dilakukab oleh Posangi et al.
Senyawa aktif dalam ektrak tinta cumi – cumi (Loligo sp) antara lain adalah L
Amino Acid Oxidase (LAAO) yang dijelaskan oleh Derby (2007) dimana LAAO
mengakibatkan peningkatan eksogenus produksi H2O2 dan reaktif oksidatif yang
mengakibatkan kerusakan sel, termasuk lipid peroksidase dan untaian DNA pada
inti atau nucleus bakteri, Polifenol Oksidase ( Tirosinase) yang dijelaskan oleh
Kaoru et al.
Pada penelitian ini ektrak tinta cumi – cumi (Loligo sp) di uji daya hambatnya
terhadap bakteri Enterococcus faecalis yang merupakan bakteri gram positif
anaerob fakultatif.
BHI agar dipilih menjadi media pertumbuhan karena BJI agar merupakan
media pertumbuhan yang efektif untuk bakteri Enterococcus faecalis yang
merupakan bakteri gram positif anaerob.
Control negative yang digunakan pada penelitian ini adalah DMSO 1% karena
DMSO bersifat polar aprotic solvent sehingga dapat melarutkan yang bersifat
polar dan non polar dimana ektrak tinta cumi – cumi (Loligo sp) tidak dapat larus
di aquades dan tidak memiliki sifat antibakteri yang akan mempengaruhi daya
penghambatan bakteri dan ektak yang di uji merupakan bahan alam.
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan
a. berdasarkan hasil penelitian ini, diketahui bahwa ektrak cumi – cumi ( Loligo sp) pada
konsentrasi 1,25 mg/ml: 2,5 mg/ml: 5 mg/ml: 10 mg/ml: dan 20 mg/ml memiliki daya hambat
terhadap pertumbuhan bakteri Enterococcus faecalis.
b. berdasarkan hasil penelitian ini, diketahui bahwa ektrak cumi-cumi ( Loligo sp) pada
konsentrasi 20mg/ml merupakan konsentrasi paling efektif untuk menghambat pertumbuhan
bakteri Enterococcus faecalis.
7.2 Saran
a. Dilakukan penelitian daya hambat ektrak cumi-cumi ( loligo sp ) terhadap bakteri
Enterococcus faecalis dengan konsentrasi lebih tinggi
b. dilakuka penelitian untuk mencari perbedaan efektivitas daya gambat pertumbuhan bakteri
ektrak cumi-cumi ( Loligo sp )
Profil Penderita SAR Minor Rumah Sakit Gigi dan Mulut Nala Husada
Universitas nala Husada Tahun 2016 - 2019
(Penelitian Deskriptif)
Disusun oleh:
Berdasarkan hasil data yang didapatkan penderita yang terdiagnosis SAR Minor
sebanyak 219 orang. Hal ini sesuai dengan penelitian yang telah di lakukan oleh safely dkk
(2017) dan Sulistiani dkk (2018) yang menunjukkan bahwa penderita dengan jenis kelamin
perempuan lebih banyakdibandingkan dengan oenderita SAR yang berjenis kelamin laki –
laki.
Dari hasil data penelitian ini menunjukkan bahwa SAR Minor dapat timbul oleh
beberapa faktor predisposisi seperti termasuk penurunan vitamin B12 trauma ], meroko,
stress, infeksi, sensitivitas makan, siklus menstruasi.
Berdasarkan jumlah ulser pada penelitian ini didapatkan bahwa jumlah ulser single
lebih banyak terjadi sebanyak 159 dengan angka presentase sebesar 72,60% dibandingkan
dengan jumlah ulser yang multiple yang hanya sebesar 60 dengan persentase 26,40%.
Terapi farmakologi yang diberikan kepada penderita seperti yang tercantum pada
tabel 5.7 menunjukkan bahwa pada penelitian ini obat yang paling banyak digunakan adalah
vitamin Becom C sebanyak 197 dengan prevalensi 40,62%.
Pada penelitian ini menunjukkan hasil data yang menunjukkan hasil data bahwa terapi
farmakologi yang paling sedikit digunakan adalah becom zat dan antibiotic amoxyclin sama –
sama berjumlah 1 dengan prevalensi sebesar 0,2%.
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian mengenai profil penderitaa SAR Minor di rumah sakit
gigi dan mulut Nala Husada FKG Universitas Hang Tuah Surabaya dapat disimpulkan
bahwa:
1. Prevalensi terjadinya SAR Minor berdasarkan jenis kelamin sering terjadi pada
perempuan sebanyak 167 (76,26%)
2. Prevalensi terjadinya SAR Minor berdasarkan Terapi farmakologi yang digunakan
paling banyak yaitu becom C sebanyak 197 (40,62%)
7.2 Saran
1. Tingginya prevalensi terjadinya SAR Minor pada perempuan dan stress faktor
predisposisisi tertinggi di sarankan dapat di lakukan penelitian yang lebih lanjut antara
hubungan faktor stress dengan pengaruh hormone yang dapat memicu timbulnya SAR Minor
2. diharapkan adanya oenelitian selanjutnya mengenai Prevalensi SAR Minor dengan data
yang lebih luas dan tempat yang berbeda agar mendaptkan hasil yang didapatkan dapat
digunakan secara umum untuk meningkatkan derajat Kesehatan gigi dan mulut, khusunya
pada penyakit rongga mulut.