Anda di halaman 1dari 32

TUGAS MBA 1 ANALISIS SKRIPSI

Nama : Intan Tri Wulandari


NIM : 20220710104
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI HANG TUAH SURABAYA
Perbedaan Hasil Radiomorfometri Panoramic Mandibular Index dan Mandibular
Cortical Index Dalam Mendeteksi Osteoporosis Menggunakan Radiografi Panoramik

(Literatur Review)

Di susun oleh:
Andrew Lie Wibisono
2018.07.1.0034

Fakultas Kedokteran Gigi


Universitas Hang Tuah Surabaya
2022
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Osteoporosis adalah penyakit yang ditandai dengan massa tulang yang rendah akibat
lambatnya pembentukan tulang dari pada pembuangan jaringan lama. Osteoporosis
diklasifikasikan menjadi dua, yaitu osteoporosis primer dan osteoporosis sekunder.
Osteoporosis primer terbagi menjadi idiopatic juvenine, idiopatic yang adult dan involutional
yang dibagi menjadi tipe I yaitu (postmenopausal) dan tipe II (agerelated) osteoporosis.
Osteoporosis sekunder ditandai dengan adanya penyakit sistemik sedangkan primer tidak.
World Health Organization ( WHO) melaporkan, 1 dari 3 wanita postmenopausal
mengalami osteoporosis. Jumlah Wanita di Indonesia yang mengalami menopause semakin
bertambah dari tahun ke tahun, tahun 2005 terdapat 11% dan 15% pada 2015 dari total
Wanita di Indonesia.
Teknik deteksi osteoporosis yang paling baik digunakan saat ini adalah Dual-energy X-
ray Absorptiomery (DXA) pada tulang belakang, tulang lengan bawah dan leher tulang paha
atas. DXA dapat mengukur densitas mineral tulang secara akurat sehingga dapat mendeteksi
dini osteoporosis.
Radiografi panoramic adalah radiografi ektra oral yang paling banyak digunakan pada
bidang kedokteran gigi. Radiografi panoramic memperlihatkan gambaran struktur wajah
terutama tulang maksila, mandibula, dan struktur pendukungnya.
Penelitian dilakukan sehingga dapat disimpulkan index mana yang lebih baik antara dua
index ini. Penggunaan radiomorfometri untuk mendeteksi osteoporosis radiografi panoramic
yang akurat akan sangat membantu sehingga tidak menyia-nyiakan usaha, waktu, dan biaya.
1.2. Rumusan Masalah
Bagaimana perbedaan hasil radiomorfometri PMI dan MCI dalam mendeteksi
osteoporosis menggunakan radiografi panoramic.
1.3. Tujuan Penelitian
Mengetahui perbedaan hasil radiomorfometri PMI dan MCI dalam mendeteksi
osteoporosis menggunakan radiografi panoramic.
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1. Manfaat Teoritis
Dengan dilakukannya penelitian ini dapat digunakan sebagi dasar teori pada
penelitian mengenai radiomorfometri.
1.4.2. Manfaat Praktis
Manfaat praktis yang didapat yaitu dokter gigi dapat menggunakan metode
radiomorfometrii yang terbaik untuk mendeteksi osteoporosis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Osteoporosis
2.1.1. Definisi Osteoporosis dan Osteopenia
2.1.2. Etiologic Osteoporosis
2.1.3. Manifestasi Osteoporosis pada Rongga Mulut
2.1.4. Pemeriksaan Penunjang Osteoporosis

2.2. Radiografi Panoramik


2.2.1. Definis Radiografi Panoramik
2.2.2. Indikasi Radiografi Panoramik
2.2.3. Persiapan Pasien
2.2.4. Persiapan Alat
2.2.5. Posisi Pasien
2.2.6. Evaluasi Gambaran Radiografi Panoramik
2.2.7. Kelebihan dan Kekurangan Radiografi Panoramik

2.3. Radiomorfometri

2.4. Panoramic Mandibular Index (PMI)

2.5. Mandibular Cortical Index (MCI)

2.6. Teori Jurnal Penelitian


BAB IV
Metode Penelitian

4.1. Jenis Penelitian


Jenis Penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif yang menggunakan jurnal
penelitian sebagi obyek utama studi Pustaka.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan hasil radiomorfometri PMI dan
MCI dalam mendeteksi osteoporosis menggunakan radiografi panoramic.

4.2. Rancangan Penelitian


Search engine yang digunakan adalah pubmed dengan kata kunci “ Panoramic,
Osteoporosis, PMI, dan MCI” kemudian dilakukan penyaringan data untuk menentukan
referensi yang sesuai dengan topik.

4.3. Populasi, Sampel, Besar Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel Rancangan
Penelitian
4.3.1. Populasi
Populasi merupakan sekumpulan mahluk hidup dengan karakteristik dan
tempat tinggal yang sama yang dapat bereproduksi di suatu waktu.
4.3.2. Sampel, Besar Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel
Penelitian dapat lebih menghemat waktu, tenaga, dan biaya jika menggunakan
sampel, besar sampel dan Teknik pengambilan sampel. Sampel adalah subjek atau objek
yang diambil dari populasi yang digunakan untuk menggambarkan seluruh populasi.
Besar sampel adalah banyaknya sampel yang di ambil dari populasi.
4.3.3. Cara Kerja dan Prosedur Pengambilan Data
Cara kerjanya dengan menggunakan data jurnal – jurnal yang diambil dari
pubmed yang sesuai, kemudian prosedur pengambilan data dimulai dengan menentukan
topik, menentukan keyword, screening populasi dan penentuan sampel dengan kriteria
inklusi dan eksklusi.
4.4 Alur Penelitian
4.5. Analisa Data
Analisa data dilakukan dengan metode analisis yaitu Teknik kualitatif yaitu deskriptif
berupa content analysis dan analisi komperatif atau studi komparatif masing – masing
jurnal.
BAB V
HASIL PENELITIAN

Hasil penelitian dapat didapat dokumentasi, identifikasi, membuat ringkasan,


mengungkapkan persamaan dan perbedaan, menemukan konsistensi dan inkonsistensi,
serta identifikasi “gap” dalam 3 jurnal sampel yang digunakan.

Tabel 5.1 menunjukkan tabel hasil ringkasan dari 3 jurnal sampel.

Pada ketiga jurnal didapatkan beberapa perbedaan yaitu pada grocholewiez et al.,
2018 ditemukan perbedaan sampel berupa 97 wanita postmenopausal dengan kelompok
control berupa hasil QUS pada seluruh sampel.

Ketiga jurnal sama – sama menggunakan radiomorfometri PMI dan MCI.


Berdasarkan tiga jurnal di atas diketahui bahwa MCI lebih akurat dalam mendeteksi
osteoporosis menggunakan radiografi panoramic.

Gap pada ketiga jurnal didapatkan rentang umur yang bervariasi. Grocholewicz et al,
2018 sampel memiliki rentang umur 48,5 – 71,5 tahun dengan mean 55,4. Penelitian
Abdinian et al., 2019 menggunakan sampel dengan rentang umur 25-67 dengan mean
38,4 tahun pada pasien CKD dan 24-63 dengan mean 39,2 tahun pada kelompok kontrol.
BAB VI
PEMBAHASAN

Pembahasan didapat setelah membaca jurnal dan didapatkan hasil sesuai dengan
hipotesis dimana terdapat perbedaan deteksi osteoporosis menggunakan PMI dan MCI
pada hasil radiografi panoramic. Hasil Radiografi panoramic yang digunakan oleh dokter
gigi dapat digunakan untuk melakukan screening untuk osteoporosis menggunakan
radiomorfometri PMI dan MCI.
Mandibular cortical Index (MCI) merupakan penilaian porositas pada distal cortex
mandibular inferior sampai foramen mental pada kedua sisi rahang. memiliki tiga
klasifikasi yaitu C1 yaitu inferior mandibular cortex normal, C2 yaitu erosi sedang pada
permukaan endosteal cortex mandibula ditandai dengan adanya gambaran setengah bulan
dan uga adanya gambaran residu pada satu lapisan kortikal, C3 yaitu erosi dan porositas
yang besar.
Sebanyak 60 sampel yang dibagi menjadi 30 pasien CKD dan 30 pasien sehat
digunakan pada penelitian Abdian et al., 2019 sebanyak 30 pasien sehat digunakan sebagi
kelompok control. Didapatkan MCI memiliki perbedaan yang signifikan yaitu C1 pada
pasien sehat signifikan lebih banyak dan klasifikasi C2 dan C3 pada pasien CKD
signifikan lebih banyak, sedangkan PMI didapatkan nilai yang lebih rendah pada pasien
sehat tetapi tidak signifikan antara pasien CKD dan sehat.
Penelitian yang dilakukan oleh Kolte et al., 2017 menggunakan 120 sampel Wanita
yang dibagi menjadi 4 kelompok. Radiomorfometri PMI dan MCI dilakukan pada seluruh
sampel dan dibedakan. Pasien postmenopausal dan pasien periodontitis merupakan
kelompok rawan osteoporosis sehingga digunakan menjadi kelompok control. PMI
kurang akurat karena data yang diperoleh memiliki perbedaan yang tidak signifikan
antara pasien sehat dengan periodontitis dan pasien premenopausal periodontitis dengan
postmenopausal periosontitis.
Terdapat perbedaan pada ketiga jurnal seperti jurnal sampel, jenis kelamin, perbedaan
umur dan kelainan sistemik pasien.
Gap pada ketiga jurnal didapatkan variasi pada jumlah sampel, jenis kelamin,
perbedaan umur, dan kelainan sistemik pada pasien. Jenis kelamin Wanita cenderung
memiliki tingkat BMD yang lebih rendah dibanding laki – laki karena Wanita pada masa
postmenopausal mengalami penurunan hormone estrogen yang berfungsi mengangkut
kalsium ke tulang.
Stadium CKD pada Abdinian et al., 2019 pasien CKD stadium 3-5 juga sebaiknya
tidak bervariasi karena perbedaan stadium menyebabkan perbedaan BMD. Sampel
menggunakan pasien laki-laki dan tidak membagi antara pasien premenopausal dan
postmenopausal.
BAB VII
KESIMPULAN & SARAN

7.1 Simpulan
Penelitian ini didapatkan terdapat perbedaan hasil radiomorfometri panoramic
Mandibular Index kurang akurat dan Mandibular Corticol Index lebih akurat dalam
mendeteksi osteoporosis menggunakan radiografi panoramik.

7.2 Saran
Perlu di teliti dengan menggunakan computed radiography dengan cara
memberikan gambaran dan interprestasi yang lebih baik.
Perbandingan Hasil Deteksi Osteoporosis Antara Mental Index dan Osteometer
Berdasarkan Radiografi Panoramik Pasien Wanita RSGM Universitas Hang Tuah
Surabaya

( Penelitian Observasional Analitik )

Disusun oleh:
Elbert Dwi Suma Putra
2010.07.0.0009

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS HANG TUAH SURABAYA
2014
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Osteoporosis adalah penyakit yang ditandai dengan penurunan kualitas dan kepadatan
massa tulang disertai perubahan mikroarsitektur tulang yang berdampak pada meningkatnya
kerapuhan tulang (WHO).
Alat-alat yang dapat membantu mengidentifikasi osteoporosis saat ini telah banyak
dikembangkan, antara lain Single atau dual photon absorptiometry, quantitative CT, Dual X-
ray Absorptiomery (DXA), dan Ultrasound.
Penelitian yang mengatakan bahwa osteoporosis dapat di identifikasi dengan
menggunakan radiografi panoramic saat ini telah banyak dialkukan. Radiografi panoramic
adalah Teknik untuk memproduksi sebuah gambaran radiografi yang menunjukkan maksila,
mandibula, serta jaringan sekitarnya dalam sebuah gambar radiografi.
Penelitian Agus ZA (2010) menyatakan ada metode lain yang dapat digunakan untuk
mendeteksi seseorang dengan resiko osteoporosis dengan menggunakan program computer
yaitu osteometer.
Berdasarkan latar belakang di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian untuk
membandingkan kedua Teknik deteksi osteoporosis menggunakan Mental Index (MI) dengan
Osteomer pada pasien Wanita RSGM Universitas Hang Tuah Surabaya.

1.2 Rumusan Masalah


Apakah ada perbandingan hasil deteksi osteoporosis antara Mental Index
dengan Osteometer berdasarkan radiografi panoramic pasien Wanita RSGM
Universitas Hang Tuah Surabaya?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Mengetahui perbandingan hasil deteksi osteoporosis antara Mental Index
dengan Osteomer berdasarkan radiografi panoramic pasien Wanita RSGM
Universitas Hang tuah Surabaya.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Mengetahui persentase terjadinya osteoporosis dengan menggunakan
Mental Index.
2. mengetahui persentase terjadinya osteoporosis dengan menggunakan
Osteomer
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1. Manfaat Teoritis
Menambah masukan dalam perkembangan ilmu pengetahuan khususnya
dalam bidang radiografi kedokteran gigi.
1.4.2.Manfaat Praktis
1. Dapat digunakan sebagai dasar penelitian selanjutnya
2. dapat digunakan sebagai informasi tambahan bagi pasien guna melakukan
perawatan lanjutan agar dapat terhindar dari kerusakan lebih parah

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Radiografi Panoramik


2.1.1. Definisi Radigrafi Panoramik
2.1.2. Indikasi Radiografi Panoramik
2.1.3. Keuntungan
2.1.4. Kerugian
2.1.5. Radigrafi panoramic yang layak interpretasi
2.1.6. Radiomorfometri
2.1.6.1 Mental Index
2.1.7. Osteometer

2.2. Osteoporosis
2.2.1. Definisi Osteoporosis
2.2.2. Patogenesis Osteoporosis
2.2.3. Faktor Resiko
2.2.3.1. Faktor resiko bawaan
2.2.3.2. Faktor resiko yang di sebabkan oleh gaya hidup
2.2.4. Gejala osteoporosis
2.2.5. Klasifikasi Osteoporosis Berdasarkan Penyebabnya
2.2.5.1. Osteoporosis primer
2.2.5.2. Osteoporosis sekunder
BAB IV
METODE PENELITIAN

4.1 Jenis penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik

4.2 Populasi, sampel dan Teknik Pengambilan Sampel


4.2.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah radiografi panoramic pasien Wanita 50
tahun ke atas yang dating ke RSGM FKG Universitas Hang Tuah Surabaya sejak
tanggal 20 Maret 2011 sampai tanggal 31 Agustus 2013.
4.2.2. Sampel
Sampel dari penelitian ini adalah seluruh hasil radiografi panoramic yang baik dan
layak diagnose pada pasien Wanita 50 tahun ke atas yang dating ke RSGM FKG
Universitas Hang Tuah Surabaya sejak tanggal 20 Maret 2011 sampai tanggal 31
Agustus 31 agustus 2013
4.2.3. Teknik Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah total sampling, yaitu
Teknik penelitian sampel dengan mengambil seluruh anggota populasi sebagai
responden atau sampel.
4.3 Variabel Penelitian
4.3.1. Klasifikasi Variabel
a. Variabel I hasil Pemeriksaan osteoporosis menggunakan Mental Index
b. Variabel II hasil pemeriksaan osteoporosis menggunakan Osteomer
c. Variabel Kendali
 Osteoporosis dengan Mental Index bila hasil pengukuran korteks
mandibula kurang dari 3,1 mm
 Radiografi yang layak interpretasi
4.3.2 Definisi Operasional Variabel
 Variabel I
Merupakan hasil pemeriksaan menggunakan Mental Index.
 Variabel II
Merupakan hasil pemeriksaan menggunakan Osteomer
4.4 Alat dan Bahan Penelitian
4.4.1 Alat Penelitian
Unit radiografi sinar-x dental merek Vatech paX-400C, apron, Personal
Computer dengan Program Osteomer, kaliper dengan keletian 0,01mm,
busur, kertas kalkir dan pensil.
4.4.2 Bahan Penelitian
Hasil radiografi panoramic pasien Wanita RSGM FKG Universitas Hang Tuah
Surabaya yang berusia di atas 50 tahun sejak tanggal 20 Maret 2011 sampai 31
Agustus 2013.

4.5 Lokasi dan Waktu Penelitian


4.5.1 Lokasi
a. Penelitian dilakukan di Laboratorium Radiologi Rumah Sakit Gigi dan Mulut
Universitas Hang Tuah Surabaya
b. Penelitian di lakukan di Fakultas Teknologi Informasi Institut Teknologi Sepuluh
November Surabaya
4.5.2 Waktu
Penelitian ini di mulai sejak tanggal 13 Maret 2013 – 30 Januari 2014
4.6 Prosedur Penelitian
4.6.1 Pengukuran menggunakan radiomorfometri yaitu mental index
Pengukuran ketebalan korteks mandibula di mulai dengan melapisi atau
menumpuk hasil print radiografi panoramic dengan kertas transparan di usahakan agar
kertas transparan tidak bergeser – geser.
4.6.2 Pengukuran dengan osteometer
Program Osteometer dijalankan, satu hasil radiografi panoramic dipilih kemudian
tahap selanjutnya adalah menentukan region of Interest.
BAB V
HASIL PENELITIAN

5.1 Deskripsi Data


Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan hasil deteksi osteoporosis antara
mental index dan osteometer berdasarkan radiografi panoramic pada pasien Wanita RSGM
Universitas Hang Tuah Surabaya
5.2 Uji Persayaratan Analisis
5.2.1 Uji Kelayakan Chi-Square
Uji kelayakan Chi-Square bertujuan untuk mengetahui apakah data diatas menggunakan uji
Chi-Square atau Uji Fisher
5.3 Uji Hipotesis
5.3.1 Uji Chi-Square
Hasil data di atas di ketahui memiliki nilai Expected Count>5 oleh karena itu uji dilanjutkan
dengan menggunakan uji Chi-Square karena desain penelitian ini menggunakan 2 kelompok
yang tidak berpasangan dengan skala pengukuran kategorik.
BAB VI
PEMBAHASAN

Dalam penelitian ini, peneliti membandingkan hasil deteksi osteoporosis


menggunakan mental index dan ostemeter berdasarkan radiografi panoramic pada pasien
Wanita RSGM Universitas Hang Tuah Surabaya.
Penelitian ini menggunakan radiografi panoramic digital. Radiografi panoramic digital
memiliki banyak keunggulan, yaitu dosis radiasi yang rendah, hasil cepat di dapatkan, mudah
untuk di simpan, peningkatan resolusi gray scale, serta dapat dikirimkan kemana pun.
Densitas merupakan jumlah cahaya yang dapat di pancarkan melalui film. Radigrafi harus
memiliki densitas yang tepat agar dapat di lihat dengan jelas, karena bila terlalu gelap atau
terang maka antar suaty jaringan tidak dapat dibedakan. Short-scale contas dapat di artikan
bila dalam radiografi memiliki perbedaan densitas yang besar pada daerah yang
berdekatan,sedangkan pada long-scale contras terdapat sedikit perbedaan.
Radiografi yang ideal harus memiliki gambaran radiopaque, radiolusen, dan gray area.
Radiografi panoramic di gital menggunakan resolusi warna gray sampai 256, resolusi gray
scale sangat penting karena diagnosis menggunakan radiografi berpedoman pada contrast
discrimination.
Mental Index merupakan cara pengukur ketebalan korteks mandibula yang berada di bawah
foramen mentale yang diamati oleh mata pengamat tanpa alat bantu apapun.
Dilihat dari cara pengukuran yang dilakukan dari kedua pengukuran ini sangatlak berbeda hal
inilah yang akan menimbulkan perbedaan dari hasil deteksi antara kedua cara tersebut. Hasil
dari Uji Chi-square pada program SPSS 19.0 for Windows menghasilkan nilai pearson Chi-
square, dengan hasil tersebut maka tidak terdapat perbedaan yang bermaknsa dari hasil
deteksi osteoporosis antara Mental Index dan Osteomer berdasarkan radiografi panoramic
pada pasien Wanita RSGM Universitas Hang Tuah Surabaya.
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan
Penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang bermakna dari
perbandingan hasil deteksi antara Mental Index dengan Osteomer berdasarkan radiografi
panoramic pasien RSGM Universitas Hang Tuah Surabaya.

7.2 Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan alat gold standart yaitu Dual X-
ray Absorptiomery (DXA) agar kedua perhitungan ini dapat di lakukan di RSGM Universitas
Hang Tuah Surabaya.
Daya Hambat Ektraks Tinta Cumi – Cumi (Loligo sp) Terhadap
Pertumbuhan Bakteri Enterococcus faecalis

(Penelitian Eksperimental Laboratorium)

Disusun oleh:
Salyo Antoko Putro
2013.07.0.0025

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS HANG TUAH SURABAYA
2017
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perawatan endodontik merupakan salah satu perawatan yang bertujuan
mengembalikan keadaan gigi yang sakit agar dapat diterima secara biologik oleh
jaringan sekitarnya sehingga gigi dapat dipertahankan selama mungkin didalam
mulut. Perawatan endodontik terdiri dari perawatan non bedah yaitu pera watan
kaping pulpa, pulpotomi, mumifikasi, perawatan saluran akar dan perawatan
endodontik bedah. Perawatan saluran akar adalah perawatan dengan mengangkat
jaringan pulp yanG telah terinfeksi dari rang pulpa dan saluran akar. Perawatan
saluran akar memiliki prinsip yaitu membunuh semua mikroorganisme yang dapat
menginfeksi pulpa dan jaringan apeks gig sebelum dilakukan pengisian saluran
akar dengan cara irigasi dan sterilisasi. Pada perawatan saluran akar gigi terdapat
3 tahap , yaitu preparasi, sterilisasi dan pengisian saluran akar (Grossman, 2010;
Walton dan Torabinejad, 2008).
Kegagalan suatu perawatan saluran akar dapat disebabkan karena kesalahan
pada sat diagnosa dan perencanaan perawatan, kebocoran tumpatan, kurangnya
pengetahuan mengenai anatomi pulpa, debridemen dan disinfeksi saluran akar
yang kurang memadai, kesalahan operator, kekurangan pada saat pengisian, dan
fraktur akar vertikal. Namun penyebab utama dari kegagalan perawatan saluran
karena terdapat bakteri yang persisten dan ditandai dengan adanya lesi periapikal
pada gigi yang telah dilakukan perawatan saluran akar (Walton dan Torabinejad,
2008 cit Sundqvist et al. 1998).
Terdapat berbagai macam bakteri di dalam rongga mulut yang dapat
menginfeksi jaringan pulpa, dalam beberapa studi menunjukan bahwa obligat
anaerob merupakan jenis yang mendominasi pada saluran akar yang terinfeksi
(Ercan et al., 2006). Sundqvist (1998) menemukan sejumlah bakteri anaerob
seperti Enterococcus faecalis, Streptococcus anginosus, Bacteroides gracilis dan
Fusobacterium nucleatum pada perawatan saluran akar yang gagal (cit Bodrumlu
dan Semiz, 2006). Hal yang hampir sama dijumpai dari hasil temuan para peneliti
mengenai perawatan endodontik yang gagal, bahwa sebagian bear bakteri yang
ditemukan adalah spesies anaerob fakultatif gram positif, terutama Enterococcus
faecalis (Ercan et al., 2006).
Tinta chepalopoada atau tinta cumi adalah campuran dari co-sekresi dari
kantonh tinta dan organ corong. Akan tetapi belum pernah di laporkan mengenai
analisis kimia dari konten organ corong, sehingga sampai sekarang yang diketahui
tentang komponen kimia dari tinta hanya berasal dari kantong tinta.
Pada kantong tinta cumi biasanya terdapat 1 gram melanin, dan melanin
biasanya sebanyak 15% dari total berat tinta basah dalam kantong tinta, selain
melanin juga terdapat protein sebanyak 5-8% dari berat tinta cumi.
BAB II
TINJAUN PUSTAKA
2.1 Perawatan Saluran Akar

2.2 Medikamen Intrakanal


2.2.1 Syarat Medikamen Saluran Akar
2.2.2 Macam Medikamen Saluran Akar
2.2.2.1 ChKM ( Chlorophenol camphor menthol)
2.2.2.2 Cresophene
2.2.2.3 Calcium Hydroxide

2.3 Mikrobiologi Saluran Akar

2.4 Enterococcus faecalis


2.4.2 Faktor Virulensi dan Patogenesis

2.5 Cumi – cumi ( Loligo sp)


2.5.1 Klasifikasi Cumi – cumi (Loligo sp)
2.5.2 Morfologi Cumi – cumi (Loligo sp)
2.5.3 Kandungan Tinta Cumi – cumi (Loligo sp)
2.5.4 Antibakteri tinta Cumi – cumi (Loligo sp)
2.5.5 Metode Ektraksi Tinta Cumi

2.6 Mekanisme Kerja Antibakteri

2.7 Metode Uji Antibakteri


2.7.1 Metode dilusi
2.7.2 Metode difusi
BAB IV
METODE PENELITIAN

• Jenis dan Rancangan Penelitian : True Eksperimental


• Variabel Penelitian :
1) Klasifikasi variabel berupa, a) variabel bebas, b) variabel terikat, c) variabel
terikat.
a. variabel bebas: Ektrak Tinta cumi-cumi (Loligo sp)
b. Variabel terikat : Daya hambat pertumbuhan bakteri Enterococcus faecalis
c. Variabel terkendali : penyimpanan kultur biakan (BHI agar), cara inokulasi
bakteri, suhu inkubasi bakteri Enterococcus faecalis pada media BHI cair
dan BHI agar.
2) Definisi operasional variable
• Maksud dari Definisi Operasional :
a) Menjelaskan cara mendapatkan ekstrak cumi-cumi sebagai bahan penelitian
b) Menjelaskan daya hambat bakteri Enterococcus faecalis
c) Cara mendapatkan bakteri Enterococcus faecalis
• Cara Penuturan dalam Prosedur Penelitian : Baik karena cara penulis
menjelaskan tiap-tiap materi terkait penelitian sudah cukup jelas
BAB V
HASIL PENELITIAN

5.1 Deskripsi Data : Memaparkan rata-rata diameter zona hambat dan standar deviasi
ekstrak tinta cumi-cumi (Loligo sp) terhadap pertumbuhan bakteri Enterococcus faecalis.
5.2 Uji Persyaratan Analisis : Data hail penelitian yang menunjukan adanya zona
hambat ekstrak tinta cumi - cumi (Loligo sp) terhadap pertumbuhan bakteri Enterococcus
faecalis.
5.2.1 Uji Normalitas : Sebelum dilakukan uji hipotesis, data hail penelitian diuji
normalitas distribusinya untuk mengetahui apakah distribusi datanya normal atau tidak.
Pengujian normalitas dapat dilakukan dengan cara Shapiro-wilk.
Tabel 5.2 Hasil Uji Shapiro-wilk.
5.3 Uji Hipotesis : Diketahui hasil bahwa data tidak homogen.
BAB VI
PEMBAHASAN
Ektrak Tinta cumi – cumi (Loligo sp) dapat berfungsi sebagai antibakteri
spktrum luas yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri gram positif maupun
gram negative. Pernyataan tersebut di perkuat berdasarkan penelitian yang
dilakukab oleh Posangi et al.
Senyawa aktif dalam ektrak tinta cumi – cumi (Loligo sp) antara lain adalah L
Amino Acid Oxidase (LAAO) yang dijelaskan oleh Derby (2007) dimana LAAO
mengakibatkan peningkatan eksogenus produksi H2O2 dan reaktif oksidatif yang
mengakibatkan kerusakan sel, termasuk lipid peroksidase dan untaian DNA pada
inti atau nucleus bakteri, Polifenol Oksidase ( Tirosinase) yang dijelaskan oleh
Kaoru et al.
Pada penelitian ini ektrak tinta cumi – cumi (Loligo sp) di uji daya hambatnya
terhadap bakteri Enterococcus faecalis yang merupakan bakteri gram positif
anaerob fakultatif.
BHI agar dipilih menjadi media pertumbuhan karena BJI agar merupakan
media pertumbuhan yang efektif untuk bakteri Enterococcus faecalis yang
merupakan bakteri gram positif anaerob.
Control negative yang digunakan pada penelitian ini adalah DMSO 1% karena
DMSO bersifat polar aprotic solvent sehingga dapat melarutkan yang bersifat
polar dan non polar dimana ektrak tinta cumi – cumi (Loligo sp) tidak dapat larus
di aquades dan tidak memiliki sifat antibakteri yang akan mempengaruhi daya
penghambatan bakteri dan ektak yang di uji merupakan bahan alam.
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan
a. berdasarkan hasil penelitian ini, diketahui bahwa ektrak cumi – cumi ( Loligo sp) pada
konsentrasi 1,25 mg/ml: 2,5 mg/ml: 5 mg/ml: 10 mg/ml: dan 20 mg/ml memiliki daya hambat
terhadap pertumbuhan bakteri Enterococcus faecalis.
b. berdasarkan hasil penelitian ini, diketahui bahwa ektrak cumi-cumi ( Loligo sp) pada
konsentrasi 20mg/ml merupakan konsentrasi paling efektif untuk menghambat pertumbuhan
bakteri Enterococcus faecalis.
7.2 Saran
a. Dilakukan penelitian daya hambat ektrak cumi-cumi ( loligo sp ) terhadap bakteri
Enterococcus faecalis dengan konsentrasi lebih tinggi
b. dilakuka penelitian untuk mencari perbedaan efektivitas daya gambat pertumbuhan bakteri
ektrak cumi-cumi ( Loligo sp )
Profil Penderita SAR Minor Rumah Sakit Gigi dan Mulut Nala Husada
Universitas nala Husada Tahun 2016 - 2019

(Penelitian Deskriptif)

Disusun oleh:

Putu Aditya Pratama Arya Tusan


2017.07.1.0089

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS HANG TUAH SURABAYA
2021
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Stomatitis Aftosa Rekuren atau di singkat SAR, merupakan kondisi ulseratif yang
terjadi di rongga mulut dan umum terjadi, SAR terjadi secara sekuren, tunggal, terasa nyeri,
berbentuk bulat atau oval, ditutupi oleh pseudomembran putih sampai kuning atau abu – abu,
dan berbatas jelas.
Gejala yang terlihat sebelum terjadinya SAR adalah gejala prodromal seperti rasa
yang tidak nyaman dan kemerahan yang berlangsung 1-3 hari. Ulser merupakan suatu kondisi
hilangnya permukaan epitel dan lapisan yang lebih dalam. Kerusakan meluas mengenai
membrane basalis yang menyebabkan timbulnya rasa sakit jika di tekan dan dapat
menimbulkan pendarahan karena kerusaknnya hingga mengenai lamina propia.
SAR dapat dibedakan menjadi 3 tipe berdasarkan ukuran dan jumlahnya yaitu
Stomatitis Aftosa Rekuren Minor, Stomatitis Aftosa Rekuren Mayor, dan Stomatitis
Herpetiformis ukuran dari ulcer dari SAR minor memiliki ukuran yang berbeda kisaran 8
hingga 10 mm.
Prevalensi SAR di dunia cukup tinggi, terbukti dari hasil penelitian yang menujukkan
angka 17%-66%. SAR minor adalah tipe yang paling sering terjadi sekitar 80% pada pasien
penderita SAR, sedangkan SAR mayor 10-15% dan lesi herpetiform yang paling jarang
terjadi.
Hasil penelitian yang dilakukan di Punjab dari 779 sampel yang digunakan SAR
terbanyak di sebabkan oleh stress yaitu sebesar 58,2% di badningkan oleh faktor lainnya.
Prevalensi SAR yang terjadi Indonesia berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap
mahasiswa di Universitas Muhammadiyah Pontianak jenis kelamin yang sering terkena SAR
adalah perempuan sebesar 71% dibandingkan dengan laki – laki sebesar 29%.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana Profil Penderita Stomatitis Aftosa Rekuren Minor pada penderita di
Departemen ilmu penyakit mulut RSGM Nala Husada Universitas Hang Tuah Surabaya?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui profil Penderita Stomatitis Aftosa pada pasien
penyakit mulut di Departemen ilmu penyakit mulut RSGM
Nala Husada FKG Universitas Hangtuah Surabaya periode
tahun 2016-2019
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui prevalensi stomatitis aftosa rekuren minor
berdasarkan jenis kelamin
2. Mengetahui prevalensi stomatitis aftosa rekuren minor
pekerjaan
3. Mengetahui prevalensi stomatitis aftosa rekuren minor
berdasarkan lokasi ulser
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis
Manfaat teoritis penelitian ini adalah dapat sebagai gambaran
bagi dokter gigi dan mahasiswa kedokteran gigi mengenai
gambaran angka terjadinya SAR minor di rumah sakit Gigi dan
Mulut nala Husada.
1.4.2 Manfaat Praktis
Manfaat praktis dari penelitian ini yaitu di harapkann mampu
memberikan edukasi SAR Minor.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Mukosa Rongga Mulut
2.1.1 Fungsi Mukosa Rongga Mulut
2.1.2 Epitel Rongga Mulut
2.1.3 Lamina Propia

2.2 Stomatitis Aftosa Rekuren


2.2.1 Etiologi dan Faktor Predisposisi
2.2.2 Gambaran Klinis Stomatitis Aftosa Rekuren
2.2.3 Klasifikasi Stomatitis Aftosa Rekuren
2.2.4 Histopatologi Stomatitis Aftosa Rekuren
2.2.5 Diagnosis dan Diagnosis banding
2.2.6 Terapi Stomatitis Aftosa Rekuren

2.3 Profil Penderita SAR Minor


2.3.1 Jenis Kelamin
2.3.2 Usia
BAB IV
METODE PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian


Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian non eksperimental yang bersifat
deskriptif.
4.2 Rancangan Penelitian
Rancangan Penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah rancangan cross
sectonal. Rancangan ini digunakan untuk mengetahui prevalensi terjadinya stomatitis Aftosa
Rekuren Minor berdasrakan indentitas pasien ( jenis kelamin, usia, dan pekerjaan), lokasi
lesi, faktor predisposisi, jumlah dan terapi farmakologi yang digunakan.
4.3 Populasi, Sampel, besar sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel
4.3.1 Populasi dan Sampel
Populasi adalah generalisasi yang terdiri dari subyek dan obyek yang memiliki
kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk di pelajari dan
kemudia ditarik kesimpulannya.
Sampel adalah Sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimuliki oleh populasi
tersebut.
4.3.2 Teknik Pengambilan Sampel
Penelitian ini menggunakan Teknik pengambilan sampel adalah Total Sampling yaitu
pengambilan sampel yang sam dengan jumlah populasi yang ada
4.4 Variabel penelitian
4.4.1 Klasifikasi variable penelitian
1. variable bebas
Variable bebas pada penelitian ini adalah profil penderita terdiagnosis SAR Minor di
RSGM Nala Husada
2. Variabel tergantung
Variable tergantung pada penelitian ini adalah stomatitis aftosa rekuren minor.
3. Variable terkendali
Variable terkendali pada penelitian adalah rekam medis terdiagnosis SAR minor pada
departemen penyakit mulut RSGM Nala Husada seperti rekam medis yang layak dan
tidak layak digunakan pada penelitian ini.
4.4.2 Definis operasional variable
1. stomatitis Aftosa Rekuren Minor adalah ulser yang berbentuk bulat kecil yang berulang
dnegan memiliki batas yang jelas dengan tepi kemerahan dan bewarna kuning atau abu dan
memiliki ukuran diameter kurang lebih 5 mm
2. Usia pada penelitian ini membedakan usia berdasarkan tanggal lahir dan di lihat dari rekam
medis pasien dengan skala numerik
3. Rekam medis adalah dokumen medis yang berisikan data identitas pasien, pemeriksaan
klinis dan perawatan pasien yang bersifat rahasia.
4.5 Alat dan Bahan penelitian
4.5.1 Alat
Alat yang digunakan pada penelitian ini berupa alat tulis seperti pensil, ballpoint, dan
penghapus
4.5.2 Bahan
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah Lembar pengumpulan Data
Penelitian dan dummy rekam medis pasien yang terdiagnosis SAR Minor di departemen Ilmu
Penyakit Mulut RSGM Nala Husada periode tahun 2016-2019.
4.6 Lokasi dan Waktu Penelitian
4.6.1 Lokasi Penelitian
Rumah sakit Gigi dan Mulut Nala Husada Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
Hang Tuah Surabaya
4.6.2 Waktu penelitian
` waktu penelitian sampai selesainya pelaporan hasil penelitian di laksanakan mulai
dari setelah uji etik di setujui -Desember 2020
4.7 Prosedur Pengambilan Data
Prosedur pengambilan data dapat dilakukan dengan beberapa Langkah.
4.8 Alur Penelitian
4.9 Analisis Data
Data yang diperoleh akan dilakukan tabulasi data dengan menghitung hasil pencatatan
data sekunder berupa rekam medis pasien dengan diagnosis SAR Minor.
Prevalensi SAR minor: a/b X100%
Keterangan:
A: angka variable tertentu, mislanya laki-laki
B: jumlah variable seluruhnya, misalnya jenis kelamin ( laki – laki dan perempuan )
BAB V
HASIL PENELITIAN

5.1 Data Penelitian


Hasil penelitian mengenai profil SAR minor di RSGM Nala Husada periode tahun
2016-2019 yang didaptkan dari sampel data sekunder berupa dummy rekam medis
5.1.1 Prevalensi SAR Minor berdasarkan jenis kelamin penderita
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.1 yang didapatkan bahwa jumlah pasien
dengan jenis kelamin laki – laki berjumlah 52 orang dengan memiliki persentase 23,74%
5.1.2 Prevalensi SAR Minor berdasarkan usia penderita
Prevalensi SAR Minor berdasarkan usia penderita terbanyak terjadi pada rentang usia
20-24 tahun sejumlah 81 orang dengan persentase 36,98%.
5.1.3 Prevalensi SAR Minor berdasrkan pekerjaan penderita
Prevalensi SAR Minor berdasrkan pekerjaan penderita terbanyak terjadi pada
mahasiswa sejumlah 70 orang dengan persentase 31,96% yang diikuti oleh penderita yang
memiliki pekerjaan sebagai ibu rumah tangga sejumlah 61 orang dengan persentase 27,85%.
5.1.4 Prevalensi SAR Minor berdasarkan faktor presdisposisi
Faktor presdisposisi terbanyak sebagai penyebab munculnya SAR minor adalah stress
sejumlah 105 orang dengan persentase 47,95%
5.1.5 Prevalensi SAR Minor berdasarkan jumlah ulser
Hasil data penelitian yang terdapat pada tabel 5.5 menunjukkan bahwa prevalensi
berdasarkan jumlah ulser pada penderita SAR Minor.
5.1.6 Prevalensi SAR Minor berdasarkan lokasi ulser pada penderita
Berdasarkan hasil data penelitian yang terdapat pada tabel 5.6 menunjukkan bahwa
letak ulser pada penderita terletak di Mukosa labial sebanyak 120 dari semua oenderita SAR
Minor dengan angka persentase 44,28%
BAB VI
PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil data yang didapatkan penderita yang terdiagnosis SAR Minor
sebanyak 219 orang. Hal ini sesuai dengan penelitian yang telah di lakukan oleh safely dkk
(2017) dan Sulistiani dkk (2018) yang menunjukkan bahwa penderita dengan jenis kelamin
perempuan lebih banyakdibandingkan dengan oenderita SAR yang berjenis kelamin laki –
laki.
Dari hasil data penelitian ini menunjukkan bahwa SAR Minor dapat timbul oleh
beberapa faktor predisposisi seperti termasuk penurunan vitamin B12 trauma ], meroko,
stress, infeksi, sensitivitas makan, siklus menstruasi.
Berdasarkan jumlah ulser pada penelitian ini didapatkan bahwa jumlah ulser single
lebih banyak terjadi sebanyak 159 dengan angka presentase sebesar 72,60% dibandingkan
dengan jumlah ulser yang multiple yang hanya sebesar 60 dengan persentase 26,40%.
Terapi farmakologi yang diberikan kepada penderita seperti yang tercantum pada
tabel 5.7 menunjukkan bahwa pada penelitian ini obat yang paling banyak digunakan adalah
vitamin Becom C sebanyak 197 dengan prevalensi 40,62%.
Pada penelitian ini menunjukkan hasil data yang menunjukkan hasil data bahwa terapi
farmakologi yang paling sedikit digunakan adalah becom zat dan antibiotic amoxyclin sama –
sama berjumlah 1 dengan prevalensi sebesar 0,2%.
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian mengenai profil penderitaa SAR Minor di rumah sakit
gigi dan mulut Nala Husada FKG Universitas Hang Tuah Surabaya dapat disimpulkan
bahwa:
1. Prevalensi terjadinya SAR Minor berdasarkan jenis kelamin sering terjadi pada
perempuan sebanyak 167 (76,26%)
2. Prevalensi terjadinya SAR Minor berdasarkan Terapi farmakologi yang digunakan
paling banyak yaitu becom C sebanyak 197 (40,62%)
7.2 Saran
1. Tingginya prevalensi terjadinya SAR Minor pada perempuan dan stress faktor
predisposisisi tertinggi di sarankan dapat di lakukan penelitian yang lebih lanjut antara
hubungan faktor stress dengan pengaruh hormone yang dapat memicu timbulnya SAR Minor
2. diharapkan adanya oenelitian selanjutnya mengenai Prevalensi SAR Minor dengan data
yang lebih luas dan tempat yang berbeda agar mendaptkan hasil yang didapatkan dapat
digunakan secara umum untuk meningkatkan derajat Kesehatan gigi dan mulut, khusunya
pada penyakit rongga mulut.

Anda mungkin juga menyukai