Anda di halaman 1dari 28

Pancasila sebagai Dasar Negara dan

Implementasinya dalam bidang


Kebudayaan, Sosial, Politik, Ekonomi
dan Hankam
Pancasila dan UUD 1945
• Terdapat dua fungsi pokok Cita Hukum:
• Fungsi Regulatif, dalam konteks ini dimaksudkan
apakah hukum positif adil atau tidak. Apakah
Pancasila dalam fungsi regulatif mampu
menentukan bahwa hukum positif bersifat adil
atau tidak adil.
• Fungsi Konstitutif, Pancasila dalam konteks fungsi
konstitutif menentukan apakah tata hukum
Indonesia merupakan tata hukum yang benar.
• Pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam
Pembukaan mewujudkan cita hukum, dan pokok-
pokok pikiran dalam pembukaan itu adalah
persatuan dengan mewujudkan keadilan sosial atau
disingkat persatuan, keadilan bagi seluruh rakyat,
kerakyatan dalam permusyawaratan/perwakilan,
dan Ketuhanan yang Maha Esa menurut dasar
kemanusiaan yang adil dan beradab, maka pokok-
pokok pikiran itu tidak lain melainkan Pancasila.
• Kedudukan Pancasila sebagai Norma Hukum
Tertinggi, dalam hal ini sebagai pokok-pokok Pikiran
Pembukaan Hukum Dasar yang menciptakan pasal-
pasal Hukum Dasar tersebut menentukan isi dan
bentuk lapisan-lapisan hukum yang lebih rendah.
• Karena di dalam tata susunan hukum tidak
dibenarkan adanya kontradiksi antara norma
hukum yang rendah dan norma hukum yang tinggi.
• Jika terjadi pertentangan, maka hal tersebut disebut
terjadi ketidakkonstitusionalan (unconstitutionality)
dan ketidaklegalan (illegality);
• Pancasila sebagai Norma Hukum yang menggariskan
pokok-pokok pikiran Pembukaan Hukum Dasar
merupakan jaminan tentang adanya keserasian dan
tiadanya pertentangan antara Pancasila sebagai
norma hukum yang terdapat dalam Hukum Dasar
dan norma-norma hukum yang lebih rendah.
• Keberadaan Pancasila pada Pembukaan UUD
NRI Tahun 1945 diartikan mempunyai fungsi
pokok Pancasila, yakni sebagai dasar negara
sekaligus sebagai sumber dari segala sumber
hukum atau sumber tertib hukum di
Indonesia, sebagaimana tertuang dalam
Ketetapan MPRS No.XX/MPRS/1966 (Jo.
Ketetapan MPR No. IX/MPR/1978)
• Hal ini mengandung konsekuensi yuridis, yaitu
bahwa seluruh peraturan perundang-
undangan Republik Indonesia (Ketetapan
MPR, Undang-undang, Peraturan Pemerintah,
Keputusan Presiden dan Peraturan-peraturan
Pelaksanaan lainnya yang dikeluarkan oleh
negara dan pemerintah Republik Indonesia)
harus sejiwa dan sejalan dengan Pancasila
• Pembukaan disusun, dirumuskan dan ditetapkan oleh PPKI
sebagai pendiri Negara, untuk Negara Proklamasi.
Pembukaan UUD 1945 merupakan staatsfundamentalnorm
(kaidah Negara yang fundamental); sebagai asas
kerohanian negara dan norma dasar (Grundnorm) atau
norma obyektif dan norma tertinggi di dalam Negara.
Pembukaan UUD 1945 tidak dapat diubah (diperbaiki) oleh
siapapun, dan lembaga apapun, dan dengan jalan
bagaimanapun, termasuk dengan jalan hukum (MPR hasil
pemilu), karena merubah Pembukaan berarti merubah
dasar Negara, ini berarti pula membubarkan Negara
Pembukaan dan Batang Tubuh UUD 1945

• Hubungan Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 yang


memuat Pancasila dengan batang tubuh UUD NRI
Tahun 1945 bersifat kausal dan organis. Hubungan
kausal mengandung pengertian Pembukaan UUD
NRI Tahun 1945 merupakan penyebab keberadaan
batang tubuh UUD NRI Tahun 1945, sedangkan
hubungan organis berarti Pembukaan dan batang
tubuh UUD NRI Tahun 1945 merupakan satu
kesatuan yang tidak terpisahkan.
• Menurut Penjelasan UUD 1945, sebagai Penjelasan resmi yang
formal dan imperatif, meliputi (Mohammad Noorsyam, 2000: 50):
• Faham Persatuan: Negara melindungi segenap bangsa Indonesia
dan seluruh tumpah darah Indonesia; Negara mengatasi faham
golongan dan faham perseorangan
• Negara hendak mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat,
maknanya bangsa Indonesia mengutamakan kebersamaan
(kekeluargaan) dan keadilan sosial.
• Negara berkedaulatan rakyat dengan berdasar atas asas
permusyawaratan/perwakilan
• Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar
kemanusiaan yang adil dan beradab.
• MPR RI telah melakukan amandemen UUD
NRI Tahun 1945 sebanyak empat kali yang
secara berturut-turut terjadi pada 19 Oktober
1999, 18 Agustus 2000, 9 November 2001, dan
10 Agustus 2002. Menurut Rindjin (2012: 245-
246), keseluruhan batang tubuh UUD NRI
Tahun 1945 yang telah mengalami
amandemen dapat dikelompokkan menjadi
tiga bagian,
• Pertama; pasal-pasal yang terkait aturan
pemerintahan negara dan kelembagaan negara;
kedua; pasal-pasal yang mengatur hubungan antara
negara dan penduduknya yang meliputi warga
negara, agama, pertahanan negara, pendidikan, dan
kesejahteraan sosial; ketiga; pasal-pasal yang berisi
materi lain berupa aturan mengenai bendera
negara, bahasa negara, lambang negara, lagu
kebangsaan, perubahan UUD, aturan peralihan, dan
aturan tambahan
Implementasi di Bidang Kebudayaan:
Modernitas dan Pancasila
• Modern menujuk pada kondisi kekinian,
model baru;
• Lawan dari: kuno, kolot ,tradisional.
• Modern, dalam term ilmu sosial, menunjuk
pada perubahan kondisi, baik sosial, politik,
budaya dst.
• Modernitas bertolak dari antroposentris dan progress
• Perubahan akan cara pandang sejarah siklis ke arah
sejarah linier
• Kemajuan ilmu dan teknologi berjalan pararel yang saling
mendukung;
• pakah Pancasila hanya sebagai filter?
• Ternyata, filter tidak terlalu efektif
• Ia bersifat pasif
• Mengapa tidak terpikirkan oleh kita untuk melakukan
strategi kebudayaan? Bahkan kritik.
• “Kemodernan sesungguhnya harus bertolak
dari kebudayaan kita sendiri”.
• Bisakah tradisi, adat, dimodernisasi?
• Contoh, kekeluargaan, gotong royong, batik
adalah tradisional dan kearifan , maka:
• Langkah pertama, reinterpretasi atas makna
gotong royong
• Kedua, setelah menemukan makna baru, lalu
dimodifikasi, diubah bentuknya dalam konteks
kekinian (kontekstualisasi), tanpa
menghilangkan spirit gotong
royong,kekeluargaan dll.
• Catatan: perubahan kebudayaan ini akan
tercapai jika ada pergeseran etos, sikap atas
waktu, alam dan kerja dan perubahan cara
pandang atas diri, sejarah dan tujuannya
Implementasi di Bidang Sosial-Politik
• Pengamalan nilai-nilai Pancasila hanya dapat terlaksana
apabila ada ketaatan dari warga Negara. Ketaatan
kenegaraan ini, menurut Notonagoro (1974) dapat dirinci
sebagai berikut:
• Ketaatan hukum, yang terkandung dalam pasal 27 (1) UUD
1945, berdasarkan atas keadilan legal
• Ketaatan kesusilaan, berdasarkan atas sila kedua Pancasila
• Ketaatan keagamaan, berdasarkan atas: sila pertama
Pancasila, pasal 29 (1) UUD 1945, berkat rahmat Allah yang
Maha Kuasa dalam alenia ketiga Pembukaan UUD 1945
• Ketaatan mutlak atau kodrat, atas bawaan kodrat
daripada organisasi hidup bersama dalam bentuk
masyarakat, lebih-lebih dalam bentuk Negara,
organasisasi hidup kesadaran dan berupa segala
sesuatu yang dapat menjadi pengalaman dari
manusia. Baik pengalaman tentang penilaian
hidup yang meliputi lingkungan hidup kebendaan,
kerohanian dan religious, lingkungan hidup sosial
ekonomis, sosial politis dan sosial-kultural.
• Agar Pancasila dikenal dan dipahami oleh
masyarakat umum perlu diadakan usaha
penyebar luasannya, seperti juga untuk falsa­
fah, ideologi, dan ajaran budaya lainnya bagi
Pancasila terbuka salur­an informasi yang
melewati pemerintah, sekolah, masyarakat
dan keluarga.
Di bidang politik
• Untuk mengatasi hal tersebut dibutuhkan landasan umum dalam
pengelolaan politik-kenegaraan yang meliputi:
• Pertama, Setiap pekerja politik dan penyelenggara negara perlu memahami
hakikat politik sebagai seni mengelola kebaikan dan kemaslahatan hidup
bersama lewat jalan-jalan deliberative (permusyawaratan) yang damai;
bukan seni memperjuangkan kepentingan pribadi lewat jalan kekerasan dan
pemaksaan
• Kedua, Pekerja politik dan penyelenggara negara harus mempunyai ‘modal
moral’ (Moral Capital). Moral di sini adalah kekuatan dan kualitas komitmen
pemimpin dalam memperjuangkan nilai-nilai, keyakinan, tujuan, amanat
penderitaan rakyat. Kapital di sini bukan hanya potensi kebajikan sesorang,
melainkan potensi yang secar actual menggerakkan roda politik untuk
menginvestasikan potensi kebijakan perseorangan ini ke dalam mekanisme
politik yang bisa mempengaruhi perilaku masyarakat (Latief, 2013).
• Ada empat sumber utama bagi seseorang pemimpin untuk
mengembangkan, menjaga, dan memobilisasi “moral capital” secara politik:
• Basis moralitas; menyangkut nilai-nilai, tujuan serta orientasi politik yang
menjadi komitmen dan dijanjikan pemimpin politik kepada konsetuennya
• Tindakan politik; menyangkut kinerja pemimpin politik dan menterjemahkan
nilai-nilai moralitasnya ke dalam ukuran-ukuran perilaku, kebajikan dan nilai
keputusan politiknya
• Keteladanan, menyangkut contoh perilaku moral yang konkrit dan efektif
yang menularkan kesan otentik dan kepercayaan kepada komunitas politik.
• Komunikasi politik, kemampuan sesorang pemimpin untuk
mengkomunikasikan gagasan serta nilai-nilai moralitas dalam bentuk bahasa
politik yang efektif, yang mampu memperkuat solidaritas dan moralitas
masyarakat (Latief, 2013).
• Ketiga, pekerja politik dan penyelenggara Negara haris memunyai komitmen pelayanan.
Komitemen pelayanan ini berjejak pada basis legitimasi Negara pelayan yang bersumber pada
empat jenis responsibilitas: perlindungan, kesejahteraan, pengetahuan, serta keadilan-
perdamaian. Para pendiri bangsa secara visioner menempatkan keempat basis legitimasi
Negara pelayan itu pada tujuan Negara sebagaimana tertuang dalam alenia keempat
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
• Keempat, pembuatan kebijakan publik harus memenuhi setidaknya empat prinsip utama:
kemasukakalan, efesiensi, keadilan, dan kebebasan. Kebijakan publik harus
memperimbangkan rasionalitas publik tanpa kesemena-menaan mengambil kebijakan;
adaptabilitas kebijakan dan institusi politik terhadap keadaan; senasib sepenanggungan dan
keuntungan dan beban; serta persetujuan rakyat pada pemerintah.
• Kelima, kebijakan publik harus berpihak pada tiga pokok kemaslahatan publik (public goods);
legitimasi demokrasi, kesejahteraan ekonomi, dan identitas kolektif. Basis legitimasi dari
institusi-institusi demokrasi berangkat dan aspirasi seluruh rakyat secara imparsial. Klaim ini
bisa dipenuhi jika segala keputusan politik yang diambil secara prinsip terbuka bagi proses-
proses perdebatan publik yang bersifat: bebas, imparsial, setara, rasional dan berwawasan
jauh ke depan
Bidang ekonomi dan hankam
• Ekonomi pancasila didefinisikan sebagai sistem
ekonomi yang dijiwai ideologi Pancasila yang
merupakan usaha bersama yang berasaskan
kekeluargaan dan kegotongroyongan nasional.
Sistem ekonomi Pancasila bersumber langsung dari
Pancasila sila kelima; Keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia dan amanat pasal 33 27, 31, 33 34.
Ekonomi Pancasila merupakan sistem ekonomi
integratif yang mengandung pada dirinya ciri-ciri
positif dari kedua sistem ekstrim (Mubyarto, 1980).
Moralitas ekonomi
• Moralitas Ekonomi Pancasila mencakup ketuhanan
(mencakup moral etik dan agama, bukan
materialisme), kemanusiaan (tidak mengenal
pemerasan/eksploitasi manusia), persatuan
(kekeluargaan, kebersamaan, nasionalisme dan
patriotism ekonomi), kerakyatan (mengutamakan
ekonomi rakyat dan hajat hidup orang banyak,
demokrasi ekonomi), dan keadilan sosial
(persamaan, masyarakat yang utama, bukan
kemakmuran orang-perorang).
• Berikut ini ciri-ciri ekonomi Pancasila
• Roda perekonomian digerakkan oleh rangsangan ekonomi, sosial dan
moral
• Kehendak kuat dari seluruh masyarakat ke arah keadaan kemerataan
sosial (egalitarianisme), sesuai asas-asas kemanusiaan.
• Prioritas kebijakan ekonomi adalah penciptaan perekonomian nasional
yang tangguh yang berarti nasionalisme menjiwai tiap kebijakan
ekonomi.
• Kooperasi merupakan saka guru perekonomian dan merupakan bentuk
paling kongkrit dari usaha bersama.
• Adanya imbangan yang jelas dan tegas antara perencanaan di tingkat
nasional dengan desentralisasi dengan pelaksanaan kegiatan ekonomi
untuk menjamin keadilan nasional.
• Kepemilikan sumber daya bersifat kooperasi tercermin dalam pasal 33 (2); 33 (3);
sementara pelaku ekonomi yang bersifat kooperasi tercermin dari pembagian peran
bumn, badan usaha koperasi, dan swasta. Berikut ini hubungan antara ketiganya:
• Negara menguasai lapangan ekonomi dan hajat hidup orang banyak. Produksi,
pengangkutan dan distribusi penting diselenggaraan dan dikuasi negara
• Koperasi dianjurkan bergerak di segala lapangan , terutama sektor distribusi
• Swasta diberi tempat yang layak dalam sektor produksi dan pengangkutan (PSEK
Brawijaya, 2009)
• Dalam mekanisme ekonomi, sifat kekeluargaan dari kooperasi mengatasi paham
perseorangan dan golongan.
• Hak milik perseorang tetap diakui, tetapi dalam dibatasi oleh kepentingan bersama.
• Kooperasi berperan menyingkatkan jalan antara produksi dan konsumsi
• Keseimbangan individualitas dan solidaritas
• Kooperasi mendidik jiwa manusia selalu mempunyai rasa tanggung jawab sosial
Bidang Hankam
Implementasi Pancasila dalam pembuatan kebijakan negara
dalam bidang pertahanan keamanan harus diawali dengan
kesadaran bahwa Indonesia adalah negara hukum. Dengan
demikian dan demi tegaknya hak-hak warga negara,
diperlukan peraturan perundang-undangan negara untuk
mengatur ketertiban warga negara dan dalam rangka
melindungi hak-hak warga negara. Dalam hal ini, segala
sesuatu yang terkait dengan bidang pertahanan keamanan
harus diatur dengan memperhatikan tujuan negara untuk
melindungi segenap wilayah dan bangsa Indonesia
(Mukhtasar Syamsuddin, 2013).
• Pertahanan dan keamanan negara diatur dan dikembangkan menurut dasar
kemanusiaan, bukan kekuasaan. Dengan kata lain, pertahanan dan keamanan
Indonesia berbasis pada moralitas kemanusiaan sehingga kebijakan yang
terkait dengannnya harus terhindar dari pelanggaran hak-hak asasi manusia.
Secara sistematis, pertahanan keamanan negara harus berdasar pada tujuan
tercapaianya kesejahteraan hidup manusia sebagai makhluk Tuhan Yang
Maha Esa (Sila pertama dan kedua), berdasar pada tujuan untuk mewujudkan
kepentingan seluruh warga sebagai warga negara (Sila ketiga), harus mampu
menjamin hak-hak dasar, persamaan derajat serta kebebasan kemanusiaan
(Sila keempat), dan ditujukan untuk terwujudnya keadilan dalam hidup
masyarakat (Sila kelima). Semua ini dimaksudkan agar pertahanan dan
keamanan dapat ditempatkan dalam konteks negara hukum, yang
menghindari kesewenang-wenangan negara dalam melindungi dan membela
wilayah negara dan bangsa, serta dalam mengayomi masyarakat

Anda mungkin juga menyukai