Anda di halaman 1dari 85

IDENTIFIKASI AKUIFER BAWAH PERMUKAAN DENGAN

METODE GEOLISTRIK KONFIGURASI WENNER DI


DAERAH KULON PROGO

SKRIPSI

ADILA MIRNA SARI

NIM 11170970000072

PROGRAM STUDI FISIKA


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1443 H / 2022
ABSTRAK

Nama : Adila Mirna Sari

Program Studi : Fisika

Judul Skripsi : Identifikasi Akuifer Bawah Permukaan Dengan Metode

Geolistrik Konfigurasi Wenner Di Daerah Kulon Progo

Pembimbing : 1. Anugrah Azhar, M. Si

2. Nur Hidayat S. T., M. Si

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kondisi geologi bawah permukaan

berdasarkan nilai resistivitas batuan untuk mengetahui adanya akuifer air tanah di

daerah Kulon Progo. Identifikasi ini dilakukan dengan menggunakan metode

geolistrik resistivitas dan konfigurasi Wenner. Pada penelitian ini, data yang

diperoleh 7 lintasan dengan spasi 5 m. Untuk memperoleh model 2D dan 3D

digunakan program Res2Dinv dan Voxler, secara berturut-turut. Berdasarkan hasil

penelitian, pada model 2D, akuifer air tanah terdeteksi berada pada setiap lintasan

pada rentang resistivitas ± 0,5 – 17 m dan teridentifikasi adanya batu gamping,

batu andesit, lanau, batu pasir dan mata air. Selain itu, hasil 3D juga menunjukkan

adanya kemenerusan akuifer air tanah pada lintasan 3 dan 4.

Kata Kunci: Konfigurasi Wenner, Metode Geolistrik Resistivitas, Akuifer Air

Tanah, Res2Dinv, Voxler.

v
ABSTRACT

Name : Adila Mirna Sari

Program : Physics

Title : Identification of Subsurface Aquifers Using Wenner

iiiiiConfiguration Geoelectric Method in Kulon Progo

Adviser : 1. Anugrah Azhar, M. Si

2. Nur Hidayat S. T, M. Si

This study aims to identify subsurface geological conditions based on rock

resistivity values to determine the presence of groundwater aquifers in the Kulon

Progo area. This identification is done by using geoelectric resistivity method and

Wenner configuration. In this study, data were obtained from 7 tracks with a space

of 5 m. To obtain 2D and 3D models, the Res2Dinv and Voxler programs were used,

respectively. Based on the results of the study, in the 2D model, groundwater

aquifers were detected in each track in the resistivity range of ± 0.5 – 17m and

the presence of limestone, andesite, silt, sandstone and springs were identified. In

addition, the 3D results also show the continuity of the groundwater aquifer on

tracks 3 and 4.

Keywords: Geoelectrical Resistivity Method, Groundwater Aquifer, Res2Dinv,

Voxler, Wenner Configuration.

vi
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allahb SWT atas segala rahmat dan

karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Identifikasi Akuifer Bawah Permukaan Dengan Metode Geolistrik

Konfigurasi Wenner Di Daerah Kulon Progo” seusai waktu yang telah di

rencakan. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan

strata satu (S1) pada Jurusan Fisika Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penyusunan skripsi ini tidak lepas dan bantuan berbagai pihak. Oleh karena

itu penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Kedua orang tua, adik-adik, dan keluarga besar yang tidak henti-hentinya

mendo’akan serta memberi dukungan sejak awal hingga penulis dapat

menyelesaikan Skripsi.

2. Ibu Tati Zera, M. Si selaku Ketua Program Studi Fisika, Fakultas Sains dan

Teknologi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Anugrah Azhar, M. Si selaku pembimbing Skripsi yang telah

meluangkan waktu dan memberi dukungan serta do’a kepada penulis

sehingga Skripsi dapat selesai dengan baik

4. Bapak Nur Hidayat S. T., M. Si selaku pembimbing di BRIN yang sudah

meluangkan waktu, perhatian, dan motivasi yang begitu banyak selama

berjalannya Penelitian hingga tersusunya laporan Skripsi.

5. Bapak Nashrul Hakiem, S.Si., M.T, Ph. D selaku dekan Fakultas Sains dan

Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

vii
6. Saudara Claresta Aprila Mahardika selaku sahabat yang selalu memberikan

motivasi, semangat, perhatian, do’a serta dukungan.

7. Teman-teman Fisika 2017 yang sudah menemani dari awal perkuliahan

hingga akhir.

8. Dan untuk seluruh yang sudah membantu penulis dalam mengerjakan

Skripsi ini tanpa mengurangi rasa hormat penulis tidak dapat sebutkan satu-

persatu.

Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini tidak luput dari kesalahan, oleh

karenanya penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari

pembaca agar penelitian ini menjadi lebih baik di masa yang akan dating.

Dengan demikian, penulis juga berharap skripsi ini dapat bermanfaat serta

menginspirsi membaca.

Jakarta, 6 Juli 2022


Penulis

Adila Mirna Sari


NIM. 11170970000072

viii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN iii
LEMBAR PERNYATAAN iv
ABSTRAK v
ABSTRACT vi
KATA PENGANTAR vii
DAFTAR ISI ix
DAFTAR TABEL xi
DAFTAR GAMBAR xii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 4
1.3 Tujuan Penelitian 4
1.4 Manfaat Penelitian 4
1.5 Batasan Masalah 5
1.6 Sistematika Penulisan 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7
2.1 Kondisi Daerah Penelitian 7
2.1.1 Letak Geografis 7
2.1.2 Struktur Geologi 8
2.1.3 Stratigrafi 8
2.2 Air tanah 10
2.3 Akuifer 12
2.4 Metode Geofisika 14
2.5 Metode Geolistrik 17
2.5.1 Metode Geolistrik Resistivitas 18
2.5.2 Resistivitas Semu (Apparent Resistivity) 24
2.5.3 Konfigurasi Elektroda 25
2.5.4 Konfigurasi Wenner 29
2.6 Sifat Kelistrikan Batuan dan Mineral 30

ix
2.7 Porositas dan Pemeabilitas 32
2.8 Resistivitas Batuan 33
2.9 Prinsip Dasar Kelistrikan Bumi 35
BAB III METODE PENELITIAN 37
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 37
3.2 Peralatan Penelitian 38
3.4 Pengolahan Data Penelitian 39
3.5 Tahapan Penelitian 45
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 46
4.1 Analisa Data Geolistrik 46
4.3 Hasil Pemodelan 3D 61
4.3.1 Lintasan 1, Lintasan 2, Lintasan 3, dan Lintasan 4 62
4.3.2 Lintasan 5, Lintasan 6, dan Lintasan 7 65
BAB V PENUTUP 69
5.1 Kesimpulan 69
5.2 Saran 70
DAFTAR REFERENSI 71

x
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Metode Geofisika (Kearey,2002) 16

Tabel 2.2 Aplikasi metode geofisika (Kearey, 2002) 17

Tabel 2.3 Konfigurasi keunggulan dan kekurangan 27

Tabel 2.4 Nilai resistivitas beberapa macam material (Telford, 1990) 34

Tabel 4.1 Titik Koordinat Daerah Penelitian 47

Tabel 4.2 Klasifikasi Material di Bawah Pemukaan Daerah Penelitian 61

Tabel 4.3 Klasifikasi patahan di Bawah Permukaan Daerah Penelitian 61

Tabel 4.4 Hasil Interpretasi Potensi Kemenerusan Akuifer Air Tanah

Berdasarkan Permodelan Penampang 3D 68

xi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Peta Lokasi Penelitian 8


Gambar 2.2 Defini Resistivitas Pada Penampang Silinder (Kearey, 2002) 24
Gambar 2.3 Konfigurasi Elektroda yaitu, (a) konfigurasi wenner, (b)
konfigurasi pole – pole, (c) konfigurasi dipole – dipole, (d)
konfigurasi pole – dipole, (e) konfigurasi schlumberger 26
Gambar 2.4 Susunan Konfigurasi Wenner 30
Gambar 3.1 Peta Lokasi Penelitian 37
Gambar 3.2 Hasil Raw Data Resistivitas (Kiri) dan Data Topografi (Kanan)
pada Notepad 40
Gambar 3.3 Hasil Permodelan 2D Penampang Bawah Permukaan dengan
topografi 43
Gambar 3.4 Susunan Data pada Notepad untuk Permodelan Penampang 3D
di Voxler 43
Gambar 3.5 Hasil Permodelan Penampang 3D di Voxler 44
Gambar 3.6 Diagram Alir Penelitian 45
Gambar 4.1 Peta Lintasan Penelitian 46
Gambar 4.2 Sebaran Data Geolistrik Hasil Pengukuran 48
Gambar 4.3 Kalibrasi – kalibrasi Sebagai Acuan Interpretasi 49
Gambar 4.4 Hasil Permodelan penampang 2D Lintasan 1 50
Gambar 4.5 Hasil Permodelan Penampang 2D Lintasan 1 Beserta
Interpretasi 51
Gambar 4.6 Hasil Permodelan penampang 2D Lintasan 2 52
Gambar 4.7 Hasil Permodelan Penampang 2D Lintasan 2 Beserta
Interpretasi 53
Gambar 4.8 Hasil Permodelan penampang 2D Lintasan 3 53
Gambar 4.7 Hasil Permodelan Penampang 2D Lintasan 2 Beserta
Interpretasi 54
Gambar 4.10 Hasil Permodelan penampang 2D Lintasan 4 55
Gambar 4.11 Hasil Permodelan penampang 2D Lintasan 4 Beserta
Interpretasi 56

xii
Gambar 4.12 Hasil Permodelan penampang 2D Lintasan 5 56
Gambar 4.13 Hasil Permodelan penampang 2D Lintasan 5 Beserta
Interpretasi 57
Gambar 4.14 Hasil Permodelan penampang 2D Lintasan 6 58
Gambar 4.15 Hasil Permodelan penampang 2D Lintasan 6 Beserta
Interpretasi 59
Gambar 4.16 Hasil Permodelan penampang 2D Lintasan 7 60
Gambar 4.17 Hasil Permodelan penampang 2D Lintasan 7 Beserta
Interpretasi 60
Gambar 4.18 Penampang Permodelan 3D dari Arah Barat 62
Gambar 4.19 Penampang Permodelan 3D dari Arah Selatan 63
Gambar 4.20 Penampang Permodelan 3D dari Arah Timur 63
Gambar 4.21 Penampang Permodelan 3D dari Arah Utara 64
Gambar 4.22 Permodelan Penampang 3D Lintasan 1, Lintasan 2, Lintasan
3, Lintasan 4 64
Gambar 4.23 Penampang Permodelan 3D dari Arah Barat 65
Gambar 4.24 Penampang Permodelan 3D dari Arah Selatan 66
Gambar 4.25 Penampang Permodelan 3D dari Arah Timur 66
Gambar 4.26 Permodelan Penampang 3D Lintasan 5, Lintasan 6, dan
Lintasan 7 67

xiii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu sumber daya alam penting yang mendapatkan perhatian khusus

dalam pemanfaatnya sekaligus perlindungan kelestarian adalah sumber daya air.

Sumber daya air merupakan sumber daya alam yang sangat penting dalam

mendukung kehidupan manusia. Air merupakan salah satu sumber daya alam yang

memiliki peranan penting bagi makhluk hidup. Sebagai sumber daya alam

ketersediaan air sangat penting untuk memenuhi kebutuhan domestik, irigasi dan

industri. Oleh karena itu kebutuhan air semakin lama semakin meningkat, maka

bukan tidak mungkin air di muka bumi akan tidak mencukupi karena ketersedian

yang terbatas [1].

Air tanah didefinisikan sebagai air yang terdapat di bawah permukaan bumi.

Salah satu sumber utamanya adalah air hujan yang meresap ke bawah lewat lubang

pori di antara butiran tanah. Air yang berkumpul di bawah permukaan bumi ini

disebut akuifer. Akuifer merupakan kata yang terdiri dari kata aqui atau aqua, yang

bermakna air, dan kata ferre, yang berarti membawa. Selanjutnya, dari beberapa

para ahli pengertian akuifer adalah lapisan bawah tanah yang mengandung air dan

mampu mengalirkan air. Akuifer mengandung air karena lapisan tersebut bersifat

permeable (lolos air) yaitu mampu mengalirkan air baik karena adanya pori-pori

pada lapisan tersebut ataupun memang sifat dari lapisan batuan tertentu [2]. Salah

satu bentuk identifikasi akuifer bawah permukaan yang akan diteliti berada di

daerah Kulon Progo.

1
Kulon progo merupakan salah satu kabupaten yang mengalami

perkembangan di Daerah Istimewa Yogyakarta. Bertambahnya jumlah penduduk

dan perkembangan sector industry membuat pemanfaatan sumberdaya di daerah ini

semakin tinggi. Air tanah adalah salah satu sumberdaya yang paling banyak di

manfaatkan. Di daerah ini memiliki potensi airtanah yang baik dilihat dari litologi

dan akuifer yang dapat menyimpan air dan meloloskan air dengan baik.

Salah satu cara untuk mengetahui keberadaan lapisan pembawa air

(Akuifer), ketebalan lapisan dan kedalaman lapisan pembawa air tanah tersebut

dengan melakukan penelitian secara langsung di lapangan. Pendugaan keberadaan

air tanah dapat dilakukan dengan banyak metode salah satunya metode geolistrik.

Eksplorasi air tanah yang sering dilakukan dengan menggunakan metode

resisitivitas. Metode resistivitas merupakan salah satu metode geofisika yang

dilakukan untuk mengetahui jenis bahan penyusun batuan berdasarkan sifat-sifat

kelistrikan batuannya [3].

Pada Metode resistivitas, arus listrik diinjeksikan ke dalam bumi melalui

elektroda arus dan beda potensial dapat diukur melalui dua elektroda potensial[4].

Berdasarkan hasil pengukuran arus dan beda potensial untuk setiap jarak elektroda

dapat ditentukan variasi harga resistivitas masing-masing lapisan bawah

permukaan. Terdapat beberapa konfigurasi elektroda dalam metode geolistrik

resisitivitas salah satu yang digunakan dalam penelitian ini yaitu, konfigunasi

Wenner. Metode geolistrik resistivitas ini sangat tepat untuk penelitian pada

lapangan dengan metode geolistrik resistivitas telah dikaji untuk survei akuifer

bawah permukaan yaitu diantaranya, Hendri Azwar (2004) melakukan penelitian di

2
daerah rawan air bersih pada musim kemarau daerah Telogorejo, Kecamatan

Mranggen, Kabupaten Demak. Ary Iswahyudi dkk (2017) melakukan penelitian

pengukuran geolistrik tahanan jenis untuk menentukan letak akuifer air bawah

tanah. Sumiati (2015) melakukan penelitian mengidentifikasi akuifer dengan

metode geolistrik schlumberger di kecamaan jetis, kabupaten bantul, daerah

istimewa yogyakarta. Mawali indah (2016) melakukan penelitian kajian geolistrik

dengan menggunakan metode resistivitas. Baso Usman dkk (2017) melakukan

penelitian akuifer air tanah kota palopo menggunakan metode geolistrik jenis

konfigurasi schlumberger. Alfian Nawir dkk (2018) melakukan penelitian analisis

akuifer airtanah kota makassar. Sugito dkk (2019) melakukan penelitian eksplorasi

air tanah menggunakan metode geolistrik resistivitas di kecamatan somagede,

kabupaten banyumas. Febian Dedi Sastrawan (2019) melakukan penelitian dengan

estimasi kedalaman akuifer dangkal daerah TPA manggar dengan menggunakan

metode geolistrik konfigurasi wenner. Mohammad muntaha dkk (2019) melakukan

penelitian dengan mengidentifikasi struktur tanah bawah permukaan dan

kedalaman dengan menggunakan metode resistivitas konfigurasi schlumberger.

Dalam penelitian tersebut, mereka berhasil dalam memetakan akuifer air tanah

dengan menggunakan metode geolistrik resistivitas.

Berdasarkan dari penelitian ini maka peneliti berkeinginan untuk

melakukan penelitian tentang “Identifikasi akuifer bawah permukaan dengan

metode geolistrik konfigurasi Wenner di daerah Kulon Progo”. Metode ini sangat

efektif untuk digunakan.

3
1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang dapat dikemukakan dalam penelitian identifikasi

akuifer metode geolistrik konfigurasi Wenner daerah Kulon Progo:

1. Bagaimana kondisi geologi bawah permukaan di daerah Kulon Progo?

2. Bagaimana memetakan akuifer air tanah dibawah permukaan dengan

pemodelan 2D dan 3D dengan resistivity berdasarkan hasil pengolahan data

yang terdapat pada daerah Kulon Progo?

3. Mengetahui pesebaran dan kedalaman akuifer yang berada di daerah Kulon

Progo?

4. Mengertahui apakah adanya mata air di daerah Kulon Progo?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mendapatkan kondisi geologi bawah permukaan di daerah Kulon Progo.

2. Menentukan dan memetakan akuifer air tanah dibawah permukaan dengan

pemodelan 2D dan 3D dengan resistivity berdasarkan hasil pengolahan data

yang terdapat pada daerah Kulon Progo

3. Mengetahui pesebaran dan kedalaman akuifer yang berada di daerah Kulon

Progo

4. Mengetahui adanya mata air di daerah Kulon Progo

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan penulis dalam penelitisn ini adalah sebagai

berikut.

4
1. Mampu memberikan informasi tentang kondisi geologi bawah permukaan

sebaran akuifer di daerah Kulon Progo.

2. Memberikan pengetahuan mengenai aplikasi metode geolistrik resistivitas

dalam menentukan dan memetakan akuifer air tanah dan pesebaran akuifer

di daerah Kulon Progo.

3. Dapat bermanfaat sebagai referensi awal dalam penelitian lanjutan.

1.5 Batasan Masalah

Batasan-batasan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Penelitian ini berlokasi di Kulon Progo, Jawa Tengah.

2. Data yang digunakan merupakan data sekunder geolistrik yang berasal dari

BRIN.

3. Penelitian ini menggunakan metode geolistrik resistivitas dengan

konfigurasi Wenner di 7 lintasan penelitian. Interpretasi kondisi geologi

bawah permukaan, memetakan akuifer air tanah serta pesebaran dan

kedalaman akuifer menggunakan Software Res2Dinv dan Voxler dengan

parameter besar resistivitas (m) yang terindikasi pada batuan.

1.6 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan skripsi ini tersusun dari lima bab dengan uraian

sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Pada pendahuluan diuraikan latar belakang penelitian, umusan masalah,

tujuan penelitian, batasan masalah, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pada tinjauan pustaka diuraikan mengenai teori-teori yang berhubungan

dengan penelitian.

BAB III METODE PENELITIAN

Pada metode penelitian diuraikan lokasi dan waktu penelitian, peralatan yang

digunakan dalam penelitian, tahapan yang dilakukan dalam penelitian dan cara

pengolahan data hasil pengukuran.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada hasil dan pembahasan diuraikan bagaimana hasil dari penelitian yang

telah dilakukan beserta interpretasi dari hasil penelitian yang telah dilakukan.

BAB V KESIMPULAN

Pada kesimpulan didapatkan dalam penelitian dan berisi saran penelitian

yang telah dilakukan untuk penelitian yang akan dilakukan selanjutnya.

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kondisi Daerah Penelitian

2.1.1 Letak Geografis

Kabupaten Kulon Progo atau Kulon Progo adalah sebuah kabupaten di

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia. Ibu kotanya adalah Wates.

Kabupaten Kulon Progo terletak pada 70 38'42" – 70 59'3" Lintang Selatan dan 1100

1'37" – 1100 16'26" Bujur Timur.

Batas wilayah Kabupaten Kulon Progo meliputi:

A. Utara : Kabupaten Magelang, Propinsi Jawa Tengah

B. Barat : Kabupaten Purworejo, Propinsi Jawa Tengah

C. Selatan : Samudera Hindia

D. Timur : Kabupaten Sleman dan Bantul, D.I. Yogyakarta

Peta lokasi daerah penelitian Kulon Progo, Jawa Tengah disajikan pada Gambar 2.1

dimana dengan ditandai kotak berwarna merah.

7
Gambar 2.1 Peta Lokasi Penelitian.

2.1.2 Struktur Geologi

Van Bemmelen (1949) menyatakan bahwa fisiografi Jawa Tengah dibagi

menjadi tujuh bagian yang membentang dari utara ke selatan, terdiri atas Zona

Dataran Aluvial Jawa utara, Zona Antiklinorium Rembang-Madura, Zona Gunung

Api Kuarter, Zona Antiklinorium Serayu Utara-Kendeng. Zona Depresi Sental,

Zona Kubah dan Perbukitan Dalam Depresi Sentral, dan Zona Pegunungan Selatan.

Pegunungan Kulon progo sendiri menempati satuan Pegunungan Serayu Selatan

[5].

2.1.3 Stratigrafi

Daerah penelitian termasuk dalam Peta Geologi Lembar Yogyakarta, Jawa

Tengah. Adapum stratigrafi Kulon Progo dimulai dari yang paling tua sampai yang

paling muda. Menurut Van Bemmelen sebagai berikut:

8
1. Formasi Nanggulan

Formasi Nanggulan disusun oleh batu pasir dengan sisipan lignit, napal

pasiran, batu lempung dengan konkrensi limonit, sisipan napal dan batu

gamping, batu pasir, tif kaya akan foraminifera dan moluska, diperkirakan

ketebalannya 350 m. wilayah tipe formasi ini tersusun oleh endapan laut

dangkal, batu pasir, serpih dan perselingan.

2. Formasi Andesit Tua

Formasi Andesit Tua disusun oleh breksi volkanik dengan fragmen andesit,

lapilli tuf, tuf, lapilli breksi, sisipan aliran lava andesit, aglomerat, serta batu

pasir volkanik yang tersikap di daerah Kulon Progo. Formasi ini tersikap

baik di bagian tengan, utara, dan barat daya daerah Kulon Progo yang

membentuk morfologi pegunungan bergelombang sedang hingga terjal.

Ketebalan formasi ini kira-kira mencapai 600 m.

3. Formasi Jonggrangan

Formasi Jonggrangan disusun untuk bagian bawah terdiri dari konglomerat,

napal tufan, dan batu pasir gampingan dengan kandungan moluska serta

batu lempung dengan sisipan lignit. Di bagian atas, berupa batu gamping

berlapis dan batu gamping koral. Morfologi yang terbentuk dari batuan

penyusun formasi ini berupa pegunungan dan perbukitan kerucut dan

tersebar dibagian utara Pegunungan Kulon Progo. Ketebalan Batuan

Penyusun Formasi ini 250 – 400 m.

9
4. Formasi Sentolo

Formasi Sentolo disusun oleh batu gamping dan batu pasir napalan. Bagian

bawah terdiri dari konglomerat yang ditumpuki oleh napal tufan dengan

sisipan tuf kaca. Batuan ini ke arah atas berangsur-angsur berubah menjadi

batu gamping berlapis bagus yang kaya akan Foraminifera. Ketebalan

formasi ini sekitar 950 m.

5. Endapan Aluvial dan Gugus Pasir

Endapan Aluvial ini terdiri dari kerakal, pasir, lanau, dan lempung

sepanjang sungai yang besar dan dataran pantai. Alluvial sungai

berdampingan dengan alluvial rombakan batuan vulkanik. Gugus pasir

sepanjang pantai telat di pelajaro sebagai sumber besi [5].

2.2 Air tanah

Air tanah merupakan salah satu jenis sumber daya air yang banyak di

gunakan oleh manusia. Air tanah juga memiliki keunggulan dibandingkan air

permukaan. Keunggulan air tanah yaitu kualitas dan kuantitas yang lebih baik

dalam pemanfaatan oleh manusia. Air tanah memiliki sifat yang lebih sulit untuk

tercemar karena terletak di bawah permukaan tanah [6]. Kebutuhan air akan

semakin meningkat dengan bertambahnya penduduk untuk kehidupan sehari-hari,

seperti peternakan, pertanian, maupun kebutuhan rumah tangga. Oleh kerena itu

persediaan air juga semakin terbatas. Di sisi lain masyarakat masih banyak yang

membutuhkan air bersih untuk kehidupan sehari-hari. Masalah seperti ini

memerlukan penanggulangan berupa pencarian sumber air untuk memenuhi

10
kebutuhan tersebut. Akibat pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat, maka

kebutuhan pun juga semakin meningkat [7].

Air ditemukan diudara dalam bentuk awan dan hujan, dipermukaan bumi

air ada di danau dan sungai, dan proses dalam permukaan bumi sebagai air bawah

tanah [8]. Air tanah yang terbentuk berasal dari air hujan maupun aliran air

permukaan yang meresap (infiltrate) ke zona tak jenuh (zona of aeration) dan

selanjutnya meresap semakin dalam (percolate) sehingga mencapai zona jenuh air

dan menjadi air tanah [2]. Air yang bergerak di dalam tanah yang terdapat di dalam

ruang antara butir-butir tanah yang meresap ke dalam tanah dan bergabung

membentuk lapisan tanah disebut akuifer [9].

Air tanah merupakan salah satu sumber daya air yang mempunyai kualitas

paling baik. Kualitas air tanah sangat dipengaruhi oleh keadaan geologi, jenis

material tanah, dan penggunaan lahan. Air tanah terdapat di suatu lapisan geologi

yang mempunyai kemampuan untuk meloloskan dan menyimpan air tanah dalam

jumlah berarti. Menurut Todd (1980) secara umum formasi geologi penyusun air

tanah dapat dibedakan menjadi 4 jenis, yaitu:

1. Akuifer

Merupakan sebuah formasi dengan material permeable yang mampu

menyimpan serta meneruskan sejumlah air tanah dengan baik. Akuifer

biasanya terdiri dari material pasiran hingga kerikil.

11
2. Akuiklud

Merupakan sebuah formasi dengan lapisan jenuh namun relative

menyerupai lapisan impermeable sehingga kemampuannya dalam

meneruskan air sangat buruk. Contoh material akuiklud berupa lempung.

3. Akuifuge

Merupakan formasi terdiri dari material yang impermeable sehingga tidak

mampu meloloskan air. Contoh material akuifuge seperti batuan granit yang

solid.

4. Akuitard

Merupakan formasi dengan lapisan permeable yang buruk, sehingga tidak

mampu meneruskan air tanah dengan bebas, namun masih mampu

meneruskan air tanah walaupun tidak dalam jumlah yang besar. Contoh

materialnya yaitu lempungan pasiran.

2.3 Akuifer

Akuifer adalah lapisan pembawa air. Akuifer merupakan lapisan bawah tanah

yang mengandung air dan mampu mengalirkan air. Oleh karena itu, Lapisan yang

mudah dilalui oleh air tanah disebut lapisan permeable, seperti lapisan yang

terdapat pada pasir atau kerikil, sedangkan lapisan yang sulit dilalui air tanah

disebut lapisan impermeable [10]. Lapisan impermeable terdiri dari dua jenis yaitu

lapisan kedap air (aquiclude) dan lapisan kebal air (aquifuge). Berdasarkan

litologinya, akuifer di bagi menjadi 4 kelompok macam, yaitu [11]:

12
1. Akuifer Bebas (Akuifer Tidak Tertekan) (Uncofined Aquifer)

Akuifer Bebas (Akuifer Tidak Tertekan) adalah akuifer yang lapisan

pembatasnya (aquitard) hanya dibagian bawah saja dan tidak ada lagi sekat

dengan atasnya, yakni pada muka air tanah. Air tanah dalam akuifer tertutup

oleh lapisan impermeable. Permukaan air tanah di sumur dan air tanah bebas

adalah permukaan air bebas, maka permukaan air tanah bebas adalah batas

antara zona yang jenuh. Akuifer ini disebut Phriatic aquifer atau free

aquifer.

2. Akuifer Tertekan (Confined Aquifer).

Akuifer tertekan atau terkekang merupakan suatu akuifer jenuh air yang

pada lapisan atas dan bawah merupakan lapisan yang kedap air sebagai

pembatasanya. Akuifer ini dipastikan tidak terdapat air yang mengalir. Pada

akuifer ini tekanan air lebih besar dari tekanan atmosfer. Oleh karena itu,

akuifer ini disebut dengan pressure aquifer atau non-leaky aquifer.

3. Akuifer setengah tertekan atau akuifer bocor

Akuifer setengah tertekan (semiconfined aquifer) merupakan suatu akuifer

jenuh air, dengan bagian atas dibatasi oleh lapisan setengah kedap air dan

pada bagian bawah di batasi oleh lapisan kedap air. Pada lapisan

pembatasan dibagian atasnyaa kemungkinan masih ada air yang mengalir

ke akuifer tersebut. Akuifer ini disebut juga dengan leaky-artesianaquifer.

4. Akuifer menggantung

Akuifer menggantung (Percbed Aquifer) merupakan akuifer yang massa air

tanahnya terpisah dari air tanah induk. Di pisahlan dengan suatu lapisan

13
yang relative kedap air yang begitu luas dan terletas di atas daerah jenuh air.

Akuifer ini biasanya terletak di atas lapisan formasi geologi yang kedap air.

Terkadang lapisan bawahnya tidak asli/murni kedap air, namun berupa

akuiter yang bias memberikan distribusi air kepada akuifer di bawahnya.

Menurut Fetter (1988) akuifer memiliki berbeda-beda karakteristik akibat

keragaman geologinya, maka sifat-sifat hidrolik, persebaran dan volumnenya pun

berbeda-beda. Formasi geologi dalam hal ini adalah akuifer dapat di identifikasi

dengan menggunakan metode geofisika. Salah satu metode gosfisika yang banyak

di gunakan yaitu metode geolistrik tahanan jenis. Material atau batuan dengan

rongga atau pori-pori akan banyak memiliki tingkat tahanan jenis (resistivitas) yang

beda dengan material atau batuan yang memiliki sedikit pori-pori [12].

2.4 Metode Geofisika

Geofisika merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari fenomena alam,

pengukuran dan karakterisasi serta penggunaannya untuk pencarian suberdaya

alam, khususnya ditinjau dari aspek-aspek Fisika, geologi dan matematika. Dobrin

(1988) dalam bukunya yang berjudul Introduction to Geophysical Prospecting,

menyatakan bahwa pelacakan geofisika merupakan suatu seni tentang pencarian

depositdeposit tersembunyi. Pengertian Geofisika Ekplorasi menurut Serrif (1973)

merupakan penggunaan metode gravitasi, seismik, kemagnetan, kelistrikan dan

elektromagnetik untuk pencarian sumberdaya geologi [13].

Ilmu geofisika dapat dimanfaatkan dalam penyelidikan kebumian seperti

mitigasi bencana gempa bumi, mitigasi bencana gunung api, eksplorasi minyak

bumi, eksplorasi mineral dan logam, dan juga dapat dimanfaatkan untuk

14
kepentingan pembangunan infrastruktur seperti jalan, jembatan dan bangunan.

Untuk pemanfaatan ilmu geofisika tersebut, maka diperlukan metode yang sesuai.

Hal ini yang membuat terdapat berbagai macam metode Geofisika.

Secara umum, metode geofisika dibagi menjadi dua kategori yaitu metode

pasif dan aktif. Metode pasif dilakukan dengan mengukur medan alami yang

dipancarkan oleh bumi, Misalnya dengan meanfaatkan radiasi gelombang gempa

bumi, medan gravitasi bumi, medan magnetik bumi, medan listrik dan

elektromagnetik bumi serta radiasi radioaktivitas bumi.

Metode aktif dilakukan dengan membuat medan gangguan kemudian

mengukur respons yang dilakukan oleh bumi, Misalnya dengan memanfaatkan

ledakan dinamit, pemberian arus listrik ke dalam tanah, pengiriman sinyal radar dan

lain sebagainya.

Menurut Philip Kearey (2002) dalam bukunya yang berjudul An

Introduction to Geophysical Exploration, metode geofisika dibagi menjadi empat

metode utama, yaitu metode seismik, metode gravitasi, metode magnetik, dan

metode elektrik. Metode elektrik sendiri dibagi lagi menjadi metode resistivitas,

induksi polarisasi, potesial diri, elektromagnetik, dan radar. Perbedaan dari keempat

metode tersebut dapat dilihat pada tabel 2.1 dibawah ini:

15
Tabel 2.1 Metode Geofisika (Kearey, 2002).

Sifat fisika yang


Metode Parameter terukur
digunakan
Densitas dan
Seismik Waktu tempuh gelombang seismik
Modulus Elastisitas
Gravitasi Perbedaan medan gravitasi Densitas
Suseptibilitas
Magnetik Perebedaan nilai medan magnetik magnetik dan
remanen
Elektrik
Konduktivitas
Resistivitas Resistivitas bumi
elektrik
Kapasitansi
Induksi Polarisasi Polaritas tegangan
elektrik
Konduktivitas
Potensial diri Potensial elektrik
elektrik
Konduktivitas
Elektromagnetik Respon dari radiasi elektromegnetik elektrik dan
Induksi
Waktu tempuh dari sinyal radar Konstanta
Radar
yang terefleksi dielektrik

Metode geofisika tersebut di atas dipergunakan sesuai dengan tujuan dari

survey geofisika itu sendiri. Masing-masing metode geofisika memiliki sensitivitas

yang berbeda terhadap parameter fisika yang diukur. Sebagai contoh, jika ingin

melakukan eksplorasi mineral logam, akan jauh lebih efektif menggunakan metode

magnetik dan elektrik dibandingkan dengan menggunakan metode gravitasi.

Beberapa contoh penggunaan metode geofisika dapat dilihat pada Tabel 2.2

dibawah ini:

16
Tabel 2.2 Aplikasi metode geofisika (Kearey, 2002).

Aplikasi metode geofisika Metode geofisika yang sesuai

Eksplorasi bahan bakar fosil Seismik, Gravitasi, Magnetik,

(minyak, gas, batubara) (Elektromagnetik)

Magnetik, Elektromagnetik,
Eksplorasi mineral mengandung
Resistivitas, Potensial Diri, Indksi
logam
Polarisasi, Radiometrik

Eksplorasi deposit mineral dalam


Seismik, (Resistivitas), (Gravitasi)
jumlah besar (contoh: batu pasir)

Resistivitas, Seismik, (Gravitasi),


Eksplorasi air tanah
(Georadar).

Resistivitas, Seismik, Georadar,


Investigasi lokasi konstruksi
(Gravitasi), (Magnetik)

Georadar, Resistivitas, Elektromagnet,


Investigasi arkeologi
Magnetik, (Seismik)

2.5 Metode Geolistrik

Eksplorasi sumber daya alam di bawah permukaan bumi yang relatif

dangkal biasanya dilakukan dengan menggunakan metode geolistrik [14].

Penggunaan metode geolistrik pertama kali dilakukan oleh Conrad Schlumberger

pada tahun 1912. Metode geolistrik adalah salah satu metode yang paling akurat di

gunakan dalam dunia eksplorasi khususnya ekspolrasi batuan mineral, eksplorasi

air tanah maupun dalam penelitian pencemaran air tanah, merancang bangunan, dan

17
penemuan arkeologi pondasi terpendam [15]. Metode geolistrik mempunyai

banyak macam, termasuk di dalam nya yaitu : Metode Potensial Diri/Self Potensial

(SP), Metode Resistivitas / Tahanan Jenis, polarisasi terinduksi (induced

polarization) [4].

2.5.1 Metode Geolistrik Resistivitas

Metode geolistrik resistivitas merupakan salah satu metode geolistrik yang

mempelajari sifat resistivitas dan lapisan batuan yang ada di dalam bumi. Prinsip

kerja metode geolistrik dilakukan dengan cara menginjeksikan arus listrik ke

permukaan tanah melalui sepasang elektroda dan mengukur beda potensial dengan

sepasang elektroda yang lain [16]. Pada keadaan tertentu, pengukuran bawah

permukaan dengan arus yang sama akan di peroleh suatu varisai beda tegangan

yang berakibat akan terdapat variasi kekuatan yang akan membawa suatu informasi

tentang struktur yang akan dilewati [17]. Parameter penting dari resistivitas adalah

menganalisa keadaan bawah permukaan bumi secara fisis, sehingga dapat

dikelompokkan ke dalam bahan material yang ada di bawah permukaan bumi[18].

Metode geolistrik resistivitas tahanan jenis dilakukan dengan cara injeksi

arus lisrik kedalam bumi melalui dua elektroda arus dan potensialnya di ukur

melalui dua elektroda potensial. Permukaan ekipotensial akan terbentuk dibawah

elektroda arus tersebut, pengasumsian bahwa bumi sebagai medium homogen

istropis dilakukan guna mengetahui bagaimana bentuk perjalanan arus pada

permukaan ekipotensialnya[19].

Dalam penelitian, Hendri Azwar (2004) pemodelan lapisan air tanah dalam

(akuifer) berdasarkan nilai resistivitas pada lapisan 1 dan 2 merupakan lapisan

18
akuifer dengan nilai resistivitas antara 9-40 m dengan kedalaman sekitar 5-50m

untuk akuifer permukaan dan sekitar 90-125 m untuk akuifer dalam permukaan

dibawah permukaan tanah sekitar [20].

Menurut, Sumiati (2015) penelitian ini mengenai identifikasi akuifer

dengan metode geolistrik schlumberger dengan tujuan menyelidiki nilai resistivitas

bawah permukaan tanah, hidrostratigrafi, dan mencari daerah yang berpotensi

menyimpan air tanah berdasarkan nilai resistivitas lapisan batuan. Hasil interpretasi

di enam titik pengukuran daerah penelitian dapat dijumpai dua sistem akuifer, yakni

unconfined aquifer mempunyai nilai resistivitas 7.78 m – 41.48 m dengan

lapisan penyusun berupa pasir, terletak pada kedalamanan 0.84 – 12.02 meter dan

lapisan confined aquifer mempunyai nilai resistivitas 5.27 m – 25.19 m dengan

lapisan penyusun material berupa batu pasir, dijumpai pada kedalaman 38.79 meter.

Daerah potensi akuifer dijumpai pada titik pengukuran pertama yakni kelurahan

Trimulyo dengan ketebalan lapisan 9.66 meter untuk jenis uncofined aquifer,

sementara jenis confined aquifer tidak terdeteksi ketebalan lapisannya [21].

Menurut, Mawali Indah (2016) penelitian ini dilakukan untuk mengetahui

struktur dan kondisi lapisan bawah permukaan bumi berdasarkan nilai resistivtas

batuan perencanaan sipil. Secara umum kondisi litologi lapisan bawah permukaan

pada daerah penelitian mengandung alluvium, batupasir tufan baik dengan tekstur

halus dan keras, juga terdapat lapisan akuifer dengan besar nilai resistivitas antara

1.6 – 15,3 m [22].

Menurut, Ary Iswahyudi dkk (2017) penelitian ini dilakukan untuk

menentukan letak akuifer air bawah tanah Dari hasil pengukuran, pengolahan dan

19
interpretasi data didapatkan sebaran nilai resistivitas pada area penelitian berkisar

antara 1 – 262 m. Nilai resistivitas yang dapat diinterpretasikan sebagai akuifer

air tanah adalah 1 – 60 m. Pada Lintasan L01 didapatkan akuifer Bebas, pada

lintasan L-02 didapatkan akuifer terkekang dan pada lintasan L-3 didapatkan

akuifer bebas serta terkekang.[23].

Menurut, Baso Usman dkk (2017) penelitian ini dilakukan untuk

mengidentifikasi akuifer air tanah. Hasil interpretasi memperlihatkan bahwa akuifer

di kecamatan Sendana kota Palopo berupa pasir dan kerikil yang memiliki nilai

tahanan jenis 21,6 – 81,3 Ωm pada kedalaman lebih dari 45 m [24].

Menurut, Syarifullah Bundang (2018) Pada daerah penelitian terdapat dua

jenis lapisan yaitu lapisan Tufa (12.47 Ωm – 75 Ωm) diinterpretasikan sebagai

lapisan akuifer dan lapisan Breksi berselingan Lava (76 Ωm – 2.203,19 Ωm). Posisi

akuifer pada daerah penyelidikan tersebar di setiap lintasan. Jenis akuifer yang ada

pada daerah tersebut yaitu akuifer bebas dan akuifer menggantung [25].

Menurut Alfian Nawir dkk (2018) Penelitian mengenai analisis akuifer

airtanah kota makassar bertujuan untuk mengetahui karakteristik lapisan akuifer

Kota Makassar. Dengan menggunakan metode penelitian resistivity, menunjukkan

bahwa terdapat dua jenis akuifer di lokasi penelitian yang berada pada kisaran <12,3

Ohm.m dan >12,9 Ohm.m yang dimana resistivity dengan nilai <12,3 Ohm.m

diinterpretasikan sebagai lapisan tufa yang mengandung air kualitas rendah (payau)

sedangkan resistivity >12,9 Ohm.m diinterpretasikan sebagai lapisan tufa yang

mengandung air kualitas baik (tawar). Kedua jenis akuifer baik yang mengandung

air tawar atau payau berselang seling berdasarkan level kedalaman yang berbeda.

20
Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa karakteristik lapisan akuifer Kota

Makassar menunjukkan kekhasan lapisan akuifer di Lingkungan Pengendapan

Delta [26].

Menurut, Sugito dkk (2019) Eksplorasi potensi akuifer menggunakan

metode geolistrik resistivitas telah dilakukan di Desa Plana, Kecamatan Somagede,

Kabupaten Banyumas. Konfigurasi elektroda yang digunakan adalah Konfigurasi

Wenner dan Schlumberger. Potensi akuifer berdasarkan Konfigurasi Schlumberger

pada kedalaman lebih dari 40,0 m, yaitu pada titik sounding Sch-L1, diperkirakan

berupa lapisan pasir dengan nilai resistivitas 4,88 Ω.m. Pada titik sounding Sch-L2,

akuifer merupakan lapisan pasir dengan nilai resistivitas 5,15 Ω.m pada kedalaman

≤ 56,0 m, dan pada titik sounding Sch-L3, berupa lapisan pasir dengan nilai

resistivitas 3,14 Ω.m pada kedalaman ≤ 40,0 m [27].

Menurut, Febrian Dedi Sastrawan dkk (2019) Penelitian mengenai estimasi

kedalaman akuifer dangkal sangat berguna untuk mengetahui sebaran potensi

akuifer dangkal yang dapat dimanfaatkan oleh manusia secara mudah dan efisien.

Metode penelitian meliputi studi mengenai kondisi geologi, pengukuran geolistrik

konfigurasi wenner dan interpretasi penampang 2D resistivitas bawah permukaan

untuk mengetahui estimasi kedalaman akuifer dangkal. Berdasarkan variasi nilai

resistivitas dalam penampang 2D dapat diketahui kondisi bawah permukaan daerah

penelitian terdiri darilapisan lempung dengan nilairesistivitas 5 – 20 Ωm, lapisan

pasir dengan resisitivitas 20 – 70 Ωm, lapisan soil dan sisipan batu gamping dengan

resistivitas 70 – 300 Ωm. Lapisan pasir berperan sebagai akuifer karena dapat

menyimpang dan meyoloskan air. Pada lokasi penelitian lapisan pasir berada pada

21
kedalaman 5 – 10 meter yang berpotensi sebagai akuifer dangkal yang tergolong

sebagai akuifer bebas [28].

Menurut Mohammad Muntaha dkk (2019) Penelitian mengenai identifikasi

struktur tanah bawah permukaan dan kedalaman akuifer daerah tempat

pemprosesan akhir (TPA) manggar menggunakan metode resistivitas konfigurasi

schlumberger bertujuan untuk mengidentifikasi kedalaman akuifer dan struktur

bawah permukaan sekitar daerah TPA Manggar dengan menggunakan metode

geolistrik konfigurasi Schlumberger. Dengan menggunakan metode kuantitatif dan

kualitatif menunjukkan hasil bahwa struktur bawah permukaan pada setiap titik

pengukuran memiliki kesamaan, yaitu pada lapisan teratas merupakan lapisan top

soil dengan lapisan kedap air (impermeable). Dibawahnya merupakan lapisan

lempung yang lolos air (permeable), selanjutnya adalah lapisan pasir yang memiliki

fungsi sebagai lapisan akuifer air tanah. Kedalaman lapisan akuifer air tanah

menunjukkan hasil yang berbeda-beda, akuifer terdangkal pada titik pengukuran

kedua yaitu 1,15–7,68 meter dan akuifer terdalam pada titik pengukuran ketiga

yaitu 41,2–61,7 meter. Rentang nilai resistivitas akuifer pada tiap titik pengukuran

bervariasi berkisar 7,33 Ωm–27,4 Ωm [29].

22
Menurut hukum Ohm, hubungan antara arus listrik yang mengalir di sebuah

kawat berbanding lurus dengan beda potensial yang diterapkan. Secara matematis

di tuliskan sebagai:

𝑉=𝐼× 𝑅 (1)

Dimana:

V = Beda Potensial (Volt)

I = Arus Listrik (Ampere)

R = Hambatan (Resistansi) (Ohm)

Aliran arus di dalam batuan dan mineral dapat terjadi jika batuan atau

mineral memiliki banyak ekeltron bebas sehingga arus listrik di alirkan dalam

batuan atau mineral oleh elektron bebas tersebut. Aliran listrik juga di pengaruhi

oleh karakteristik dan sifat masing-masing batuan yang dilewati. Salah satu

karakteristik dan sifat batuan tersebut adalah resistivitas. Resistivitas ini disebut

juga hambatan jenis yang merupakan parameter yang mengalirkan arus listrik [18].

Metode geolistrik resistivitas diaplikasikan dengan memanfaatkan sifat

kelistrikan lapisan bawah [30].Sifat kelistrikan ini diantaranya adalah resistivitas

yang merupakan kemampuan bahan dalam menghambat aliran arus listrik yang

melaluinya. Parameterfisis ini kemudian diasosiasikan dengan material penyusun

(litologi) di bawah permukaan [31]. Resistivitas mempunyai pengertian yang

berbeda dengan hambatan (resistansi), dimana resistivitas bergantung pada factor

geometri atau bentuk bahan tersebut, sedangkan hambatan (resistansi) tidak

bergantung pada faktor geometri.

23
Jika di lihat dari sebuah penampang berbentuk silinder dengan panjang (L),

luas penampang (A) dan resistansi (R), maka hubungan anatar resistansi dan

resistivitas yang diberikan oleh [32] :

𝐿 (2)
𝑅=𝜌
𝐴
Dimana:

R = Resistansi (Ohm)

𝜌 = Resistivitas (Ohm)

L = Perubahan panjang penampang (m)

A = Luas permukaan penampang (m2)

Gambar 2.2 Defini Resistivitas Pada Penampang Silinder (Kearey, 2002).

2.5.2 Resistivitas Semu (Apparent Resistivity)

Pada prinsipnya, pengukuran metode geolistrik resistivtas dilakukan dengan

mengalirkan arus melalui elektroda C1 dan C2 dan pengukuran beda potensial pada

P1 dan P2. Jika diasumsikan bahwa bumi homogen isotropis, maka tahanan jenis

yang diperoleh adalah tahanan jenis yang sebenarnya dan tidak tergantung pada

spasi elektroda. Namun, pada kenyataanya bumi tersusun atas lapisan-lapisan

dengan resisitvitas yang berbeda-beda, sehingga potensial yang terukur merupakan

24
pengaruh lapisan-lapisan tersebut. Harga resisitivitas yang diukur seolah-olah

merupakan harga resistivitas untuk satu lapisan saja, sehingga resistivitas yang

terukur adalah resistivitas semu [4].


∆𝑉
Berdasarkan persamaan 𝜌𝑎 = 𝜋𝑛(𝑛 + 1)𝑎 besar resistivitas semu dapat
𝐼

dinyatakan dalam bentuk:

2∆𝑉 1 (3)
𝜌𝑎 =
𝐼 1 1 1 1
(𝑟1 − 𝑟2) − (𝑟3 − 𝑟4)

Kelompok parameter yang berdimensi jarak dinotasikan sebagai K yang disebut

sebagai factor geometri:

2𝜋
𝐾= 1 1 1 1
[(𝑟1 − 𝑟2) − (𝑟3 − 𝑟4)]

K merupakan suatu teteapan dan nilainya terganting pada susunan elektroda yang

digunakan dalam pengukuran. Demikian persaman dapat ditulis menjadi [33]:

∆𝑉 (4)
𝜌𝑎 = 𝐾
𝐼
Dimana:

K = Faktor Geometri(m) ∆𝑉 = Beda Potensial (V)

a = Resistivitas Semu (m) I = Arus Listrik (A)

2.5.3 Konfigurasi Elektroda


Metode geolistik tahanan jenis konfigurasi elektroda (arus dan potensial)

yang terdiri dari lima jenis yang sesuai dengan factor geometrinya, yaitu:

1. Wenner

2. Pole – Pole

25
3. Dipole – Dipole

4. Pole – Dipole

5. Wenner – Schlumberger

Gambar 2.3 Konfigurasi Elektroda yaitu, (a) konfigurasi wenner, (b)


konfigurasi pole – pole, (c) konfigurasi dipole – dipole, (d) konfigurasi pole –
dipole, (e) konfigurasi schlumberger

Masing-masing konfigurasi mempunyai besar faktor geometri (𝐾) yang berbeda-

beda. Hal ini disebabkan karena letak elektroda arus dan elektroda potensial

konfigurasi mempengaruhi faktor geometri.

26
Tabel 2.3 Konfigurasi keunggulan dan kekurangan.

Konfigurasi Keunggulan dan kekurangan

konfigurasi dipole-dipole yang pada prinsipnya

mempunyai keunggulan dalam pelaksanan yang

dapat menutup beberapa kelemahan konfigurasi

schlumberger dan wenner, terutama kebutuhan


Dipole – dipole
kabel dan waktu untuk perubahan bentangan yang

relatif lebih pendek. konfigurasi ini juga dapat

digunakan untuk pemetaan, yaitu pengukuran yang

memfokuskan hasil secara lateral.

Konfigurasi Pole - dipole, yaitu merupakan

konfigurasi elektroda elementer dimana terdapat

satu titik sumber arus dan satu titik ukur potensial.


Pole – dipole
Konfigurasi pole-dipole cukup baik untuk meng-

cover secara horizontal namun tidak sensitif

terhadap noise telurik seperti konfigurasi pole-pole.

Konfigurasi Pole-Pole memiliki keunggulan untuk

mendeteksi adanya besarnya tahanan jenis

(resistivitas) bawah permukaan tanah. Konfigurasi

Pole - pole Pole-Pole jarang digunakan dalam survei geolistrik

untuk prosedur sounding. Konfigurasi ini bertujuan

mencatat gradien potensial atau intensitas medan

listrik dengan menggunakan pasangan elektroda

27
detektor (potensial) yang berjarak relatif dekat

dibanding dengan jarak elektroda arus.

Konfigurasi ini menggunakan satu elektroda arus

dan satu elektroda potensial. Nilai resistivitas

semunya ditentukan oleh persamaan yang sama

dengan konfigurasi Wenner.

Konfigurasi ini memiliki kelebihan dalam

ketelitian pembacaan karena memiliki nilai

eksentrisitas yang tidak terlalu besar atau bernilai

sebesar 1/3. metode ini juga salah satu metode


Wenner
dengan sinyal yang bagus. Kelemahan dari metode

ini adalah tidak bisa mendeteksi homogenitas

batuan di dekat permukaan yang bisa berpengaruh

terhadap hasil perhitungan

Konfigurasi ini dapat digunakan dalam resistivity

mapping dan resistivity sounding. Perbedaanya

dengan konfigurasi wenner adalah terletak pada

letak elektroda-elektrodanya. Sedangkan cara

Schlumberger pelaksanaanya sama yaitu untuk resistivity

mapping, jarak antar elektroda dibuat tetap untuk

masing-masing titik amat (titik sounding) sedang

untuk resistivity sounding, jarak spasi elektroda

diubah-ubah secara gradual untuk suatu titik amat.

28
Konfigurasi ini menghasilkan resolusi yang tinggi

secara vertikal. Oleh karenanya konfigurasi

Schlumberger digunakan untuk survei sounding.

Konfigurasi ini menggunakan spasi elektroda yang

konstan (digunakan untuk pemodelan resistivity


Wenner - Schlumberger
2D) untuk struktur horizontal maupun vertical

sensitive baik

2.5.4 Konfigurasi Wenner

Konfigurasi Wenner merupakan konfigurasi yang tepat jika digunakan

dalam investigasi bawah permukaan secara horizontal atau lateral. Dalam

konfigurasi Wenner elektroda arus (C1 dan C2) dan potensial (P1 dan P2) terletak

simetris dengan titik sounding dimana jarak antar elektroda arus (C1 dan C2)

besarnya tiga kali jarak antar elektroda potensial. Oleh karena itu, jika jarak masing-

masing potensial terhadap titik sounding merupakan a, maka jarak masing-masing

elektroda arus (C1 dan C2) terhadap titik sounding merupakan 3a dimana dengan

jarak spasi elektroda tersebut tidak berubah-ubah untuk setiap titik sounding yang

diamati.

29
Gambar 2.4 Susunan Konfigurasi Wenner[34] .

Keunggulan dari konfigurasi Wenner ialah tidak membutuhkan peralatan

yang sensitif karena konfigurasi Wenner memiliki lebar spasi elektroda potensial

yang besar lalu memiliki kuat sinyal yang besar, sehingga baik digunakan di daerah

dengan noise yang tinggi. Kelemahannya ialah jika ingin mendapatkan tingkat

sensitivitas yang tinggi untuk daerah dekat permukaan, semua elektroda harus

dipindahkan pada setiap pembacaan data.

Besar faktor geometri (𝐾) dalam konfigurasi Wenner dirumuskan dengan

[35]:

K = 2𝜋𝑎 (5)

2.6 Sifat Kelistrikan Batuan dan Mineral

Sifat kelistrikan batuan adalah kelistrikan batuan jika di alirkan arus

kedalamnya. Aliran arus listrik di pengaruhi oleh porositas batuan dan dipengaruhi

oleh air yang terperangkap dalam pori-pori batuan. Berdasarkan harga

resistivitasnya, batuan digolongkan dalam 3 kategori yakni: Konduktor baik : 10-6

< ρ < 1 Ωm, Konduktor sedang : 1 < ρ < 107 Ωm, dan Isolator : ρ > 107 Ωm [36].

30
Aliran listrik di dalam batuan dan mineral dapat di golongkan menjadi tiga,

yaitu: konduksi elektronik, konduksi elektrolit, dan konduksi dielektrik [18].

1. Konduksi Elektronik

Konduksi Elektronik terjadi jika batuan dan mineral mempunyai banyak

electron bebas. Akibatnya arus listrik mudah mengalir pada batuan ini.

Aliran arus listrik ini juga di pengaruhi oleh sifat atau karakterisrik masing-

masing batuan yang di lewatinya. Salah satu sifat atau karakteristik batuan

adalah resistivitas (tahanan jenis). Resistivitas adalah karakteristik bahan

yang menunjukkan kemampuan bahan tersebut untuk menghantarkan arus

listrik. Semakin besar nilai resistivitas suatu batuan, maka semakin sulit

batuan tersebut menghantarkan arus listrik. Begitu pula sebaliknya, apabila

semakin mudah nilai resistivitas suatu batuan, maka semakin mudah pula

batuan tersebut untuk menghantarkan arus listrik.

2. Konduksi Elektrolit

Sebagian besar batuan merupakan konduktor yang buruk dan memiliki

resistivitas yang tinggi. Konduksi elektrolit banyak terjadi pada batuan atau

materi yang bersifat porous dan pada pori-pori tersebut terisi oleh larutan

elektrolit. Batuan-batuan tersebut menjadi konduktor elektrolik, dimana

konduksi arus listrik dibawa oleh ion-ion elektrolit dalam air. Konduktivitas

dan resistivitas batuan porus bergantung pada volume dan susunan pori-

porinya. Konduktivitas akan semakin besar jika kandungan dalam batuan

bertambah banyak. Begitu pula sebaliknya, resistivitas akan semakin besar

jika kandungan air dalam batuan berkurang.

31
3. Konduksi Dielektrik

Konduksi dielektrik terjadi pada batuan yang bersifat dielektrik, artinya

batuan tersebut mempunyai electron bebas sedikit bahkan tidak sama sekali.

Namun dikarenakan adanya pengaruh medan listrik dari luar, maka elektrin-

elektron dalam atom batuan dipaksa berpindah dan berkumpul terpisah

dengan intinya sehingga terjadi polarisasi. Peristiwa ini tergantung pada

konduksi dielektrik masing-masing batuan yang bersangkutan [18].

2.7 Porositas dan Pemeabilitas

Porositas merupakan ukuran ruang-ruang kosong dalam suatu tanah atau

batuan. Secara definitive porositas merupakan perbandingan antara volume ruang

yang terdapat dalam batuan yang berupa pori-pori terhadap volume batuan secara

keseluruhan dan nilai porositas biasanya dinyatakan dalam persen. Ukuran suatu

batuan akan menentukan kapasitas penyimpangan fluida reservoir[37]. Pori

merupakan ruang di dalam batuan selalu terisi oleh fluida, seperti air tawar atau

asin, udara, atau gas bumi. Porositas efektif adalah apabila bagian rongga pori-pori

didalam batuan berhubungan.

Porositas berdasarkan waktu dan proses terjadi diklasifikasikan menjadi dua jenis,

yaitu:

1. Porositas primer merupakan porositas yang terjadi bersamaan dengan

batuan berubah menjadi sedimen

2. Porositas sekunder merupakan porositas yang terjadi sesudah batuan

berubah menjadi sedimen yang bias berupa laturan (dissolution).

32
Permeabilitas (k) merupakan kemampuan medium berpori untuk

meloloskan atau mengalirkan fluida. Tanah atau batuan yang memiliki

permeabilitas tinggi, mampu meningkatkan laju infiltrasi sehingga menurunkan

laju air didalam tanah. Permeabilitas sangat penting untuk menentukan besarnya

cadangan fluida yang dapat di produksikan [38].

2.8 Resistivitas Batuan

Berdasarkan sifat fisika batuan dan mineral, resistivitas memperlihatkan

variasi harga yang sangat banyak. Konduktor merupakan bahan yang memiliki

resistivitas kurang dari 10 – 5 m sedangkan isolator memiliki resistivitas lebih

dari 107 m. Kondisi didalam konduktor berisi banyak electron bebas dengan

mobilitas yang sangat tinggi. Sedangkan semikonduktor, pada jumlah electron

bebasnya lebih sedikit. Isolator dicirikan oleh ikatan ionic maka electron valensi

tidak bergerak bebas.

33
Tabel 2.4 Nilai resistivitas beberapa macam material (Telford,1990).

Batuan atau mineral Resistivitas (m)

Air asin (Sea water) 0.2

Air Tanah (Ground water) 0.5 - 300

Lempung (Clays) 1 – 100

Alluvium (Alluvium) 10 – 800

Tufa (Tuffs) 2 × 103 (basah) – 105 (kering)

Batu Tulis (Shales) 20 - 2000

Batu Gamping (Limestones) 50 – 107

Batu Pasir (Sandstone) 1 – 1000

Batu Andesit (Andesitestone) 100 – 200

Lanau (Silt) 10 – 200

Pasir (Sands) 1 – 1000

Konglomerat (Conglomerates) 2 × 103 – 104

Resistivas menyatakan pada sifat khas dari suatu bahan, yaitu kemampuan

bahan menghantarkan suatu arus listrik dengan satuan m. Satu m menyatakan

besarnya hambatan suatu bahan yang memiliki panjang 1 m dan luas penampang 1

m2. hal ini berate bahwa untuk bahan tertentu, harga resistivitas juga bernilai

tertentu. Akibatnya suatu bahan dengan mineral penyusun sama tetapi

perbandingannya berbeda, sehingga resistivitasnya akan berbeda pula. Nilai

resistivitas hanya bergantung pada jenis mineral penyusun dan tidak bergantung

pada factor geometri [18]. Jenis mineral tanah memiliki sifat fisik yaitu sifat yang

34
berhubungan dengan elemen penyusun massa tanah yang mengindikasikan jenis

dan kondisi tanah. Tanah terdiri dari elemen fase yaitu: butiran padat (solid), air

dan udara. Fase dan elemen penyusun tanah berpengaruh terhadap resistivitas

tanah.

2.9 Prinsip Dasar Kelistrikan Bumi

Dalam eksplorasi geofisika, metode geolistrik tahanan jenis merupakan

metode yang efektif dan efesian dalam penggunaannya di bidang eksplorasi.

Metode Geolistrik mempelajari sifat resistivitas (Tahanan Jenis) dari lapisan batuan

didalam bumi sifat tahanan jenis sebagai media/alat untuk mempelajari keadaan

bawah permukaan.

Dalam suatu materi, baik itu berupa padatan, cairan maupun gas, terjadi

interaksi antara satu atom dengan atom lainnya. Interaksi ini menyebabkan

beberapa elektron dapat lepas dari ikatannya dan menjadi electron bebas. Banyak

tidaknya electron bebas ini dalam suatu materi menentukan sifat materi tersebut

dalam menghantarkan arus listrik. Makin banyak mengandung electron bebas yang

terdapat di dalamnya maka makin mudah materi tersebut menghantarkan listrik.

Materi yang banyak mengandung electron bebas disebut konduktor, dan yang tidak

mengandung electron bebas disebut isolator, sedangkan yang sedikit mengandung

electron bebas disebut semikonduktor.

35
Batuan merupakan suatu jenis materi sehingga batuan pun mempunyai sifat-

sifat kelistrikan. Sifat listrik batuan adalah karakteristik dari batuan bila dialirkan

arus listrik ke dalamnya. Arus listrik ini dapat berasal dari alam itu sendiri akibat

terjadinya ketidaksetimbangan, atau listrik yang sengaja dimasukkan kedalamnya

[39].

36
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian ini berada di Kulon Progo, Provinsi Daerah Istimewa

Yogyakarta, Jawa Tengah. Data yang digunakan menggunakan data sekunder.

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2021. Data yang digunakan

berasal dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yang dilakukan secara

daring. Peta lokasi daerah penelitian Kulon Progo, Jawa Tengah disajikan pada

Gambar 3.1 dimana dengan ditandai kotak berwarna merah.

Gambar 3.1 Peta Lokasi Penelitian.

37
3.2 Peralatan Penelitian

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah perangkat keras dan

perangkat lunak.

a) Perangkat keras

Perangkat keras yang digunakan dalam penelitian ini berupa 1 buah laptop

HP 245 G7 dan system operasi Window 10 untuk pengaplikasian Software

Microsoft Office guna penulisan laporan.

b) Perangkat lunak

Perangkat lunak yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Software Microsoft Office

Merupakan perangkat lunak paket aplikasi perkantoran buatan

Microsoft. Pada penelitian ini yang digunakan adalah Microsoft

Excel dan Microsoft Word yang digunakan untuk pembuatan

laporan.

2. Notepad

Notepad digunakan untuk menyusun data geolistrik resistivitas yang

didapatkan yang selanjutnya akan di input ke dalam Res2Dinv untuk

dilakukan permodelan penampang 2D dan digunakan untuk

menyusun data hasil inversi menggunakan Res2Dinv yang akan

diinput ke voxler untuk dilakukan permodelan penampang 3D.

3. Res2Dinv

Res2Dinv software yang digunakan para peneliti dalam melakukan

permodelan penampang 2D data geolistrik. Res2Dinv juga

38
digunakan untuk membuat pemodelan penampang 2D bawah

permukaan daerah penelitian yang selanjutnya dapat diidentifikasi

jenis material yang terdapat di bawah permukaan berdasarkan besar

resistivitasnya dan mampu memodelkan permodelan penampang 2D

bawah permukaan dengan baik, mudah dan mempunyai fitur yang

banyak didalamnya.

4. Voxler

Voxler digunakan dalam permodelan penampang 3D bawah

permukaan daerah penelitian. Voxler merupakan salah satu software

yang baik digunakan karena mampu menggambarkan model

animasi 3D dengan tahapan yang mudah.

5. ArcMap 10.6

Arcmap digunakan untuk membuat peta lokasi penelitian yang

sebenarnya. ArcMap digunakan karena memiliki fitur yang lengkap

untuk membuat peta dan mudah.

3.4 Pengolahan Data Penelitian

Tahapan awal yang digunakan sebelum pengolahan data menggunakan

Res2Dinv yaitu dilakukan penyusunan raw data pada Notepad yang kemudian akan

diinput ke pada Res2Dinv. Ketentuan penyusunan raw data pada Notepad

disediakan pada gambar:

39
Gambar 3.2 Hasil Raw Data Resistivitas (Kiri) dan Data Topografi (Kanan) pada Notepad.

Pada penelitain ini ada beberapa tahapan dalam pengolan data penelitian

yaitu sebagai berikut:

1) Pengolahan Data Menggunakan Aplikasi Res2Dinv

Menurut Griffiths dan Barker, Res2Dinv adalah software computer

yang secara otomatis menentukan resistivitas 2 dimensi (2D) untuk

bawah permukaan dari data hasil survei geolistrik [40]. Program ini

dapat di gunakan untuk pengolahan dengan konfigurasi Wenner, pole–

pole, dipole– dipole, schlumberger, Wenner – schlumberger.

1. Line satu= nama lintasan

2. Line dua= jarak spasi elektroda

3. Line tiga= kode konfigurasi elektroda (Wenner = 1, Pole -

Pole = 2, Dipole – Dipole= 3, Pole – Dipole = 6, Wenner –

Shlumberger = 7)

40
4. Line 4= jumlah titik datum.

5. Line 5= lokasi x titik datum (0 jika letak elektroda pertama

diketahui dan 1 jika titik tengah diketahui).

6. Line 6= jenis data (0 untuk resistivitas dan 1 untuk polarisasi

terinduksi (IP).

7. Line 7, 8, 9 dst= lokasi x, spasi elektroda, dan resistivitas

semu.

Sedangkan untuk data topografi, keterangannya yaitu:

8. Line 1 topo= kode topografi.

9. Line 2 topo= jumlah data topografi.

10. Line 3, 4, 5, dst topo= lokasi titik elektroda dan topografi.

11. Line penutup= penutup data topografi.

Proses pengolahan dara dimulai dari pengumpulan data sekunder.

Setelah itu, data tersebut dimasukkan kedalam notepad. Data tersebut

diolah menggunakan software Res2Dinv untuk mendapatkan

pemodelan 2D. Software ini akan secara otomatis untuk mengetahui

besar resistivitas material bawah permukaan didaerah penelitiannya

yang nantinya akan digunakan untuk mengetahui akuifer bawah

permukaan.

Dalam penelitian ini digunakan konfigurasi Wenner dimana jarak

antara elektroda satu dengan yang lainnya sama besar. Konfigurasi

Wenner digunakan karena, konfigurasi Wenner baik dalam investigasi

bawah permukaan sehingga pada penggunaan konfigurasi Wenner ini

41
data yang diihasilkan pada bawah permukaan (dekat dengan

permukaan) lebih baik dibandingkan dengan konfigurasi elektroda

lainnya. Oleh karena itu, dalam penelitian ini digunakan konfigurasi

Wenner untuk identifikasi akuifer bawah permukaan yang terdapat di

daerah penelitian.

Pada penelitian ini dilakukan 7 lintasan dengan jumlah elektroda

sebantak 48 buah. Lintasan 1 sampai 7 dengan panjang 235 m, jarak

elektroda setiap masing–masing lntasan 5 m.

Tahapan pengolahan data pada Res2Dinv yaitu diawali dengan

menginput file data dengan format .dat yang nantinya jika berhasil akan

mumcul informasi–informasi yang terdapat pada data, total elektroda

yang digunakan, dan kedalaman pengukuran. Selanjutnya dilakukan

proses inversi data, dimana pada Res2Dinv ini digunakan proses inversi

carry out invertion. Selanjutnya untuk memasukkan data topografi ke

dalam permodelan dapat dilakukan pada menu display, selanjutnya

memilih include topography in model display. Tampilan setelah

dimasukkan data topografi ke dalam permodelan disajikan pada gambar

3.3.

42
Gambar 3.3 Hasil Permodelan 2D Penampang Bawah Permukaan dengan topografi.

Selanjutnya dilakukan permodelan 3D dengan menggunakan Voxler, yaitu

untuk mengetahui akuifer bawah permukaan untuk lebih detail yang tidak diketahui

pada Res2Dinv. Pada voxler data diinput dengan format .dat. data yang digunakan

pada voxler merupakan data hasil inversi pada Res2Dinv yang disimpan dengan

format .xyz yang selanjutnya disusun pada Notepad dan disimpan dengat format

.dat.

Gambar 3.4 Susunan Data pada Notepad untuk Permodelan Penampang 3D di Voxler.

43
Keterangan pada gambar 3.4:

X: Lokasi Elektroda

Y: Lokasi Lintasan

Z: Kedalaman

RHO: Besar Resistivitas

Tampilan hasil permodelan penampang 3D setelah di-input data hasil

inversi dari Res2Dinv ke dalam Voxler, disajikan pada gambar:

Gambar 3.5 Hasil Permodelan Penampang 3D di Voxler.

44
3.5 Tahapan Penelitian

Alur tahapan penelitian di dapat di gambar dengan diagram alir berikut ini:

Gambar 3.6 Diagram Alir Penelitian.

Penelitian ini dimulai dengan penentuan topik dan melakukan studi literatur

mengenai topik, lokasi daerah penelitian, dan konfigurasi yang digunakan pada

penelitian ini. Selanjutnya, melakukan pengolahan data sekunder geolistrik yang

terdiri dari data resistivitas semu, data koordinat lokasi penelitian dan data

topografi. Setelah dilakukan pengolahan data pada software Res2Dinv untuk 2D

dan Voxler untuk 3D. Terakhir, menginterpretasi hasil permodelan 2D dan 3D,

kemudian selesai.

45
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Analisa Data Geolistrik

Data yang digunakan pada penelitian ini merupakan data sekunder yang

diperoleh dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Lokasi penelitian dan

pengambilan data di daerah Kulon Progo, Jawa Tengah. Data yang diperoleh dari

instansi sebanyak 7 lintasan. Setiap lintasan memiliki panjang lintasan 235 meter

dengan jumlah elektroda sebanyak 48 dan spasi elektroda 5 m. Metode yang

digunakan adalah metode geolistrik resistivitas konfigurasi Wenner. Hasil

pengolahan data setiap lintasan selanjutnya dilakukan interpretasi sebagai berikut

pada Gambar 4.1.

Gambar 4.1 Peta Lintasan Penelitian.

46
Data lokasi pengukuran data geolistrik resistivitas diplot ke dalam Google

Earth Pro sehingga lintasan penelitian dapat dipetakan. Pada gambar 4.1, lintasan

pengukuran terlihat terletak pada tanah kosong, dan dipisahkan oleh jalan yaitu

dikarekana map Google Earth Pro yang digunakan merupakan data citra terbaru

2021 sehingga terdapat perbedaan dengan kondisi pada saat pengambilan data.

Berikut Titik koordinat setiap lintasan pengkuran data geolistrik di dapat

dari Google Earth Pro pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Titik Koordinat Daerah Penelitian.


Titik Awal Titik Akhir

Lintasan 1 406968.02 E 9133068.46 S 406968.86 E 9133294.98 S

Lintasan 2 407012.22 E 9133049.28 S 407051.85 E 9133276.37 S

Lintasan 3 406870.05 E 9133079.81 S 407131.48 E 9133025.22 S

Lintasan 4 406983.40 E 9133066.28 S 407205.38 E 9133004.41 S

Lintasan 5 407005.30 E 9132824.67 S 407012.00 E 9133048.25 S

Lintasan 6 407066.49 E 9132777.94 S 407069.45 E 9133000.08 S

Lintasan 7 406902.20 E 9133064.75 S 407131.55 E 9133025.29 S

Selanjutnya, data pengukuran geolistrik resistivitas yang didapatkan diolah

menggunakan Res2Dinv dengan melakukan inversi data dan diperoleh hasil

permodelan penampang 2D. Data geolistrik hasil pengukuran yang terdapat pada

Notepad, yaitu yang berupa resistivitas semu dan topografi diinput ke pada

Res2Dinv dengan format .dat. Pada Res2Dinv data geolistrik hasil pengukuran di

input dengan memilih read data file. Setelah proses read data file selesai akan

47
terlihat informasi-informasi hasil pengukuran berupa jarak antar elektroda,

konfigurasi yang digunakan, panjang lintasan pengukuran, total elektroda yang

digunakan dan kedalaman pengukuran.

Untuk memilih jumlah iterasi dalam proses inversi diatur pada menu change

settings dan memilih number of iterations. Selanjutnya pada menu inversion untuk

melihat sebaran data geolistrik hasil pengukuran dapat dilihat pada menu display

model blocks. Contoh sebaran data disajikan pada Gambar 4.2:

Gambar 4.2 Sebaran Data Geolistrik Hasil Pengukuran.

Sebelum proses inversi data, pada choose logarithm of apparent resistivity dipilih

use apparent resistivity. Selanjutnya dilakukan inversi data dengan menggunakan

least-square inversion. Setelah proses inversi selesai, akan dihasilkan permodelan

2D. untuk memasukkan data topografi dapat dilakukan pada menu display

selanjutnya show inversion results. Selanjutnya akan tampil tab baru, lalu pada

menu display sections memilih include topography in model display.

Berdasarkan hasil permodelan penampang 2D dapat diketahui material apa

saja yang terdapat dibawah permukaan daerah penelitian dengan melihat

keterangan besar resistivitas yang terdapat pada hasil permodelan dan dicocokkan

48
dengan warna dalam penampang 2D yang dihasilkan. Selanjutnya, untuk hasil

permodelan penampang 2D dikorelasikan dengan kondisi geologi di daerah

penelitian untuk mendapatkan informasi-informasi material apa yang terdapat di

bawah permukaan daerah penelitian. Untuk mengetahui adanya meterial yang

memetakan akuifer air tanah dan kedalaman akuifer yang berada di daerah

penelitian, digunakan acuan beberapa penelitian terdahulu yang sudah berhasil

memetakan akuifer air tanah dan kedalaman akuifer didaerah penelitian tersebut.

Untuk mengetahui potensi kemenerusan akuifer dilakukan permodelan penampang

3D yang mengacu kepada permodelan 2D. permodelan 3D dilakukan dengan

menggunakan software Voxler dengan menggunakan data hasil inversi tiap lintasan

dari Res2Dinv yang disimpan dengan format .xyz. Data yang berbentuk .xyz

disusun dan disimpan pada Notepad dengan format .dat unruk dilakukan

permodelan 3D menggunakan Voxler.

Gambar 4.3 Kalibrasi – kalibrasi Sebagai Acuan Interpretasi.

49
Berdasarkan peta geologi regional Kulon Progo, Jawa Tengah, Yogyakarta

memiliki titik penelitian litologi penyusun formasi alluvium (Qa), yaitu yang

meliputi kerakal, pasir, lanau dan lempung dan formasi sentolo (Tmps), yaitu batu

gamping dan batu pasir napalan. Didaerah penelitian di perkirakan terdapat adanya

banyak akuifer.

4.2 Hasil Permodelan Penampang 2D

Data geolistrik resisitivitas hasil pengukuran di Kulon Progo, Jawa Tengah

diolah menggunakan Res2Dinv untuk mendapatkan hasil permodelan 2D yang akan

di interpretasikan untuk mengetahui akuifer dan kedalaman akuifer di daerah

penelitian. Akuifer di daerah penelitian dapat diketahui dengan melihat besar

resisitivitas bawah permukaan yang dihasilkan pada permodelan penampang 2D,

yaitu akan memiliki besar resistivitas yang rendah.

1. Lintasan 1

Gambar 4.4 Hasil Permodelan penampang 2D Lintasan 1.

Lintasan 1 memiliki panjang lintasan 235 meter dimana terdapat 48

elektroda dengan jarak spasi antar elektroda sebesar 5 meter. Di lintasan 1 terdapat

291 titik datum. Dalam proses inversi lintasan 1 dilakukan iterasi sebanyak 5 kali

dan diperoleh error sebesar 1,2%. Nilai resistivitas maksimal pada lintasan ini

adalah 280 m dengan kedalaman yang diperoleh 65 m dibawah permukaan tanah.

50
Dugaan hasil investigasi struktur bawah permukaan pada lintasan 1 didominasi oleh

lapisan dengan nilai resistivitas antara 3.4 – 11.9 m di kedalaman ± 12,4 – 19,8

m yang ditujukkan oleh warna biru tua hingga biru muda,dimana lapisan tersebut

terdiri dari akuifer air tanah. Untuk lapisan dengan nilai resistivitas antara 22.9 –

79.2 m dikedalaman ± 28,7 yang ditujukkan oleh warna hijau hingga kuning,

dimana lapisan tersebut terdiri dari batu lempung dan batu gamping. Dan untuk

lapisan dengan resistivitas 149 – 280 m dikedalaman ±1,25 – 6,38 dan ±33,8 yang

ditunjukkan oleh warna coklat hingga ungu, dimana lapisan tersebut lanau dan batu

andesit. Di kedalaman sekitar 10 – 15 meter di duga terdapat lapisan dengan nilai

tahanan jenis rendah yang diperkirakan sebagai akuifer menengah dengan ketebalan

lapisan ini mencapai 20 meter.

Gambar 4.5 Hasil Permodelan Penampang 2D Lintasan 1 Beserta Interpretasi.

51
2. Lintasan 2

Gambar 4.6 Hasil Permodelan penampang 2D Lintasan 2.

Lintasan 2 memiliki panjang lintasan 235 meter dimana terdapat 48 elektroda

dengan jarak spasi antar elektroda sebesar 5 meter. Di lintasan 2 terdapat 291 titik

datum. Dalam proses inversi lintasan 2 dilakukan iterasi sebanyak 5 kali dan

diperoleh error sebesar 1,6 %. Nilai resistivitas maksimal pada lintasan ini adalah

214 m dengan kedalaman yang diperoleh 65 m dibawah permukaan tanah.

Dugaan hasil investigasi struktur bawah permukaan lintasan 2 didominasi oleh

lapisan dengan nilai resistivitas antara 1.4 – 12.2 m di kedalaman ± 39,4 m yang

ditunjukkan oleh warna biru tua hingga biru muda, dimana lapisan tersebut terdiri

dari akuifer air tanah. Untuk lapisan dengan nilai resistivitas antara 12.2 – 51.0 m

di kedalaman ±6.38 – 33,8 m yang ditujukkan oleh warna hijau hingga tosca,

dimana lapisan tersebut terdapat batu lempung dan batu gamping. Dan untuk

lapisan dengan nilai resistivitas 104 – 214 m di kedalaman ± 1,25 dan ± 19,8 –

28,7 m yang ditunjukkan oleh warna coklat hingga ungu, dimana lapisan tersebut

terdapat lanau dan batu andesit. Dengan adanya warna biru hingga hijau dapat

diperkirakan adanya nilai tahanan jenis rendah dengan nilai kurang dari 25 m.

52
Lapisan yang diperkirakan sebagai akuifer dangkal pada lintasan ini terdapat di

kedalaman 0 – 5 meter dan di kedalaman 35 meter.

Gambar 4.7 Hasil Permodelan Penampang 2D Lintasan 2 Beserta Interpretasi.

3. Lintasan 3

Gambar 4.8 Hasil Permodelan penampang 2D Lintasan 3.

Lintasan 3 memiliki panjang lintasan 235 meter dimana terdapat 48 elektroda

dengan jarak spasi antar elektroda sebesar 5 meter. Di lintasan 3 terdapat 359 titik

datum. Dalam proses inversi lintasan 3 dilakukan iterasi sebanyak 5 kali dan

diperoleh error sebesar 5.0 %. Nilai resistivitas maksimal pada lintasan ini adalah

53
350 m dengan kedalaman yang diperoleh 65 meter dibawah permukaan tanah.

Dugaan hasil investigasi struktur bawah permukaan lintasan 3 didominasi oleh

lapisan dengan nilai resistivitas antara 0.60 – 10.1 m dikedalaman ± 6,38 – 19,8

dan ± 39,4 m yang ditunjukkan oleh warna biru muda hingga warna biru hingga

hijau, dimana lapisan tersebut terdapat akuifer air tanah. Dan untuk lapisan dengan

resistivitas 33.0 m di kedalaman ± 1,25 dan ± 28,7 m yang ditunjukkan oleh

warna kuning, dimana lapisan tersebut terdapat batu lempung. Dan untuk lapisan

dengan nilai resistivitas 107 – 350 m di kedalaman ± 1,25 san ± 12,4 – 33,8 m

yang ditunjukkan oleh warna coklat hingga ungu, dimana lapisan tersebut terdapat

lanau, batu andesit, dan batu pasir. Lapisan yang di perkirakan sebagai akuifer pada

kedalaman 1 - 5 meter dengan ketebalan 5 -10 meter.

Gambar 4.9 Hasil Permodelan Penampang 2D Lintasan 3 Beserta Interpretasi.

54
4. Lintasan 4

Gambar 4.10 Hasil Permodelan penampang 2D Lintasan 4.

Lintasan 4 memiliki panjang lintasan 235 meter dimana terdapat 48 elektroda

dengan jarak spasi antar elektroda sebesar 5 meter. Di lintasan 4 terdapat 323 titik

datum. Dalam proses inversi lintasan 4 dilakukan iterasi sebanyak 5 kali dan

diperoleh error sebesar 9.6 %. Nilai resistivitas maksimal pada lintasan ini adalah

346 m dengan kedalaman yang di peroleh 55 m dibawah permukaan tanah.

Dugaan hasil investigasi struktur bawah permukaan lintasan 4 didominasi oleh

lapisan dengan nilai resistivitas antara 0.50 – 10.2 m di kedalaman ± 1,25 – 33,8

m yang ditunjukkan oleh warna biru hingga hijau, dimana lapisan tersebut terdapat

akuifer air tanah. Untuk lapisan dengan resistivitas 33.0 m di kedalaman ± 1,25

– 28,7 m yang ditunjukkan oleh warna kuning, dimana lapisan tersebut terdapat

batu lempung. Dan untuk lapisan dengan resistivitas 107 – 346 m di kedalaman

± 1,25 m yang ditunjukkan oleh warna coklat hingga ungu, dimana lapisan tersebut

lanau, batu andesit, dan batu pasir. Lapisan yang diperkirakan sebagai akuifer pada

kedalaman 10 – 40 meter dengan ketebalan di perkirakan 20 meter.

55
Gambar 4.11 Hasil Permodelan Penampang 2D Lintasan 4 Beserta Interpretasi.

5. Lintasan 5

Gambar 4.12 Hasil Permodelan penampang 2D Lintasan 5.

Lintasan 5 memiliki panjang lintasan 235 meter dimana terdapat 48 elektroda

dengan jarak spasi antar elektroda sebesar 5 meter. Di lintasan 5 terdapat 360 titik

datum. Dalam proses inversi lintasan 5 dilakukan iterasi sebanyak 5 kali dan

diperoleh error sebesar 0.74%. Nilai resistivitas maksimal pada lintasan ini adalah

356 m dengan kedalaman yang di peroleh 55 m dibawah permukaan tanah.

Dugaan hasil investigasi struktur bawah permukaan lintasan 5 didominasi oleh

56
lapisan dengan nilai resistivitas antara 5.0 – 17.0 m di kedalaman ± 1,25 – 12,4

dan ± 39,4 m yang ditunjukkan oleh warna biru tua hingga biru muda, dimana

lapisan tersebut terdapat akuifer air tanah. Untuk lapisan dengan resistivitas 31.2 –

57.4 m di kedalaman ± 6,38 dan ± 28,7 – 33,8 m yang ditunjukkan oleh warna

tosca hingga hijau, dimana lapisan tersebut terdapat lempung dan batu gamping.

Dan untuk lapisan dengan resistivitas 105- 356 m di kedalaman ± 1,25 – 12,4

dan ± 19,8 – 33,8 m yang ditunjukkan oleh warna kuning hingga ungu, dimana

lapisan tersebut terdapat lanau, batu andesit, dan batu pasir. Di bagian permukaan

terdapat nilai tahanan jenis rendah yang di duga sebagai akuifer dangkal. Di

kedalaman sekitar 0 – 5 meter di duga terdapat lapisan dengan nilai tahanan jenis

rendah.

Gambar 4.13 Hasil Permodelan Penampang 2D Lintasan 5 Beserta Interpretasi.

57
6. Lintasan 6

Gambar 4.14 Hasil Permodelan penampang 2D Lintasan 6.

Lintasan 6 memiliki panjang lintasan 235 meter dimana terdapat 48 elektroda

dengan jarak spasi antar elektroda sebesar 5 meter. Di lintasan 6 terdapat 360 titik

datum. Dalam proses inversi lintasan 6 dilakukan iterasi sebanyak 5 kali dan

diperoleh error sebesar 0.78 %. Nilai resistivitas maksimal pada lintasan ini adalah

201 m dengan kedalaman yang di peroleh 55 m dibawah permukaan tanah.

Dugaan hasil investigasi struktur bawah permukaan lintasan 6 didominasi oleh

lapisan dengan nilai resistivitas antara 4.4 – 13.0 m di kedalaman ± 12,5 dan ±

12,4 – 39,4 m yang ditunjukkan oleh warna biru tua hingga biru muda, dimana

lapisan tersebut terdapat akuifer air tanah. Untuk lapisan dengan resistivitas 22.6 –

67.4 m di kedalaman ± 6,38 m yang ditunjukkan oleh warna hijau hingga kuning,

dimana lapisan tersebut terdapat batu lempung dan batu gamping. Dan untuk

lapisan dengan resistivtas 116 – 201 m di kedalaman ± 1,25 dan ± 6,38 – 33,8

m yang ditunjukkan oleh warna coklat hingga ungu, dimana lapisan tersebut

terdapat lanau dan batu andesit. Area ini dekat dengan mata ir di elektroda 0 m

Lapisan yang diperkirakan sebagai akuifer menengah terdapat di kedalaman 10 - 20

meter dengan kedalaman diperkirakan sekitar 20 meter. Pada elektroda 45 meter,

58
terdapat adanya ciri patahan turun yang terlihat menggeser dan memotong lapisan

akuifer dangkal dan menengah.

Gambar 4.15 Hasil Permodelan Penampang 2D Lintasan 6 Beserta Interpretasi.

7. Lintasan 7

Gambar 4.16 Hasil Permodelan penampang 2D Lintasan 7.

Lintasan 7 memiliki panjang lintasan 235 meter dimana terdapat 48

elektroda dengan jarak spasi antar elektroda sebesar 5 meter. Di lintasan 7 terdapat

360 titik datum. Dalam proses inversi lintasan 7 dilakukan iterasi sebanyak 5 kali

dan diperoleh error sebesar 2,7 %. Nilai resistivitas maksimal pada lintasan ini

adalah 143 m dengan kedalaman yang di peroleh 60 meter dibawah permukaan

59
tanah. Dugaan hasil investigasi struktur bawah permukaan lintasan 7 didominasi

oleh lapisan dengan nilai resistivitas antara 0.6 – 13.7 m di kedalaman ± 12,4 –

39,4 m yang ditunjukkan oleh warna biru tua hingga hijau, dimana lapisan tersebut

terdapat akuifer air tanah. Dan untuk lapisan dengan resistivitas 30.0 – 65.5 m di

kedalaman ± 1,25 dan ± 12,4 – 33,8 m yang ditunjukkan oleh warna kuning hingga

hijau, dimana lapisan tersebut terdapat batu lempung dan batu gamping. Dan untuk

lapisan dengan nilai resistivitas 143 m di kedalaman ± 1,25 dan ± 19,8 – 28,7

m ditunjukkan oleh warna merah hingga ungu, dimana lapisan tersebut terdapat

lanau dan batu andesit. Di lintasan ini dekat dengan mata air yang melintas pada

elektroda 115 m. Dimana pada elektroda 60 meter terdapat tanda patahan yang

diduga menjadi tempat keluarnya air dan pada lapisan akuifer dibawahnya menjadi

sumber mata air yang yang keluar disekitar elektroda 115 meter. Dapat dilihat

dengan sangat jelas dari penampang resistivity bahwa supply air tanah sebagai

sumber mata air berasal dari akuifer dibawah mata air yang tertutup rapi oleh batuan

yang lebih kedap yaitu bisa berupa tanah lempung.

Gambar 4.17 Hasil Permodelan Penampang 2D Lintasan 7 Beserta Interpretasi.

60
Berdasarkan hasil permodelan 2D ketujuh lintasan penelitian dapat diketahui

klasifikasi material dibawah permukaan daerah penelitian berdasarkan rentang

besar resisistivitas material yang di sajikan dalam Tabel 4.2 dan klasifikasi patahan

dibawah permukaan daerah penelitian di sajikan dalam Tabel 4.3:

Tabel 4.2 Klasifikasi Material di Bawah Pemukaan Daerah Penelitian.

Rentang Resistivitas (m) Material

± 0.5 – 17.0 Akuifer air tanah

± 22.4 – 79.2 Batu Lempung, Batu Gamping

± 104 - 356 Lanau, Batu Andesit, Batu Pasir

Tabel 4.3 Klasifikasi patahan di Bawah Permukaan Daerah Penelitian.

Lintasan Patahan

1 dan 6 terdapat ciri adanya patahan turun yang terlihat

memotong dan menggeser lapisan akuifer.

4.3 Hasil Pemodelan 3D

Data hasil inversi pada Res2Dinv disimpan dalam bentuk .xyz untuk

dilakukan pemodelan 3D menggunakan software Voxler 4. Tujuan dibuatnya

model 3D ini adalah untuk mengetahui distribusi nilai resistivitas secara vertical

dan horizontal. Data yang dimasukkan pada software ini yaitu panjang lintasan,

jarak lintasan, kedalaman, nilai resistivitas dan nama lintasan. Pada voxler

dilakukan permodelan penampang 3D yang dibagi menjadi 2 penampang, yaitu

Lintasan 1, 2, 3, 4 dan Lintasan 5, 6, 7. Permodelan penampang 3D ini dilakukan

umtuk melihat adanya akuifer air tanah. Pada permodelan penampang 3D hasil

61
permodelan dikorelasikan dengan hasil permodelan penampang 2D yang

sebelumnya dikarenakan bagaimanapun permodelan penampang 2D sangat

memiliki peran penting untuk membantu menginterpretasikan hasil permodelan

3D. Pada permodelan penampang 3D di Voxler memfokuskan kepada potensi

kemenerusan akuifer air tanah.

4.3.1 Lintasan 1, Lintasan 2, Lintasan 3, dan Lintasan 4


Lintasan 1, Lintasan 2, Lintasan 3, dan Lintasan 4 masing-masing memiliki

panjang lintasan sepanjang 235 m. Pada permodelan penampang 3D hanya

bertujuan untuk mengetahui kemenerusan, potensi akuifer air tanah dimana besar

resistivitasnya berada di nilai 0,5 – 300 m akan ditandai dengan warna hijau.

Gambar 4.18 Penampang Permodelan 3D dari Arah Barat.

62
Gambar 4.19 Penampang Permodelan 3D dari Arah Selatan.

Gambar 4.20 Penampang Permodelan 3D dari Arah Timur.

63
Gambar 4.21 Penampang Permodelan 3D dari Arah Utara.

Gambar 4.22 Permodelan Penampang 3D Lintasan 1, Lintasan 2, Lintasan 3, Lintasan 4.

Pada permodelan penampang 3D juga dapat diketahui volume dari

gabungan keempat lintasan, yaitu sebesar 983895.4 m 3. Pada permodelan 3D yang

telah dilakukan gabungan lintasan ditemukan adanya kemenerusan potensi akuifer

air tanah pada lintasan 3 dan lintasan 4 yang ditandai berwarna hijau saling

berdekatan.

64
4.3.2 Lintasan 5, Lintasan 6, dan Lintasan 7
Lintasan 5, Lintasan 6, dan Lintasan 7 masing-masing memiliki panjang

lintasan sepanjang 235 m. Pada permodelan penampang 3D hanya bertujuan untuk

mengetahui kemenerusan potensi akuifer air tanah dimana besar resistivitasnya

berada di nilai 0,5 – 300 m akan ditandai dengan warna hijau. Pada permodelan

penampang 3D juga dapat diketahui volume dari gabungan ketiga lintasan, yaitu

sebesar 373334.5 m3.

Gambar 4.23 Penampang Permodelan 3D dari Arah Barat.

65
Gambar 4.24 Penampang Permodelan 3D dari Arah Selatan.

Gambar 4.25 Penampang Permodelan 3D dari Arah Timur.

Pada permodelan 3D yang telah digabungkan dengan ketiga lintasan ini

tidak terlihat adanya kemenerusan akuifer air tanah, dikarenakan pengolahan data

daerah ini dilakukan hanya dengan perkiraan oleh software, sehingga permodelan

66
yang dihasilkan kurang akurat. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengambilan data

pada daerah ini untuk mendapatkan permodelan 3D yang lebih baik atau lebih

akurat untuk mengetahui kemenerusan akuifer air tanah.

Gambar 4.26 Permodelan Penampang 3D Lintasan 5, Lintasan 6, dan Lintasan 7.

Jika pada lintasan 1 sampai lintasan 7 digabungkan menjadi 1 dapat dilihat

bahwa nilai tahanan jenis yang ada di nilai sama kurang dari 20 , tetapi semakin

mengarah ke utara semakin mengecil sebaran akuifer air tanah. Dengan sebaran 250

meter didominasi dengan akuifer dangkal, sebaran akuifer air tanah yang sangat

besar tertutup dengan lapisan batuan yang berada diatasnya. Akuifer ini berada di

dalam kedalaman 10 sampai kurang lebih 45 meter. Dari gambar tersebut terlihat

warna merah muda hingga hijau, hal ini menunjukkan bahwa nilai resistivitas pada

lintasan ini berkisar 0.7 – 306,496 m. Akuifer ini harus dijaga dan dilindungi agar

tidak terganggu dengan segala aktivitas apapun yang berada di sekitarnya.

67
Berdasarkan hasil permodelan penampang 3D antara 2 lintasan, dapat dilihat

secara lebih detail interpretasi potensi adanya akuifer air tanah berdasarkan

permodelan 3D yang telah dilakukan yang dapat disajikan dalam Tabel 4.4:

Tabel 4.4 Hasil Interpretasi Potensi Kemenerusan Akuifer Air Tanah berdasarkan
Permodelan Penampang 3D.

Lintasan Kemenerusan Keterangan

Akuifer Air Tanah

1,2,3, dan 4 Ada Diduga terdapat kemenerusan akuifer air

tanah pada lintasan 3 dan 4.

Diduga terdapat kemenerusan, tetapi tidak

5, 6, dan 7 Kemungkinan Ada terlihat pada hasil permodelan penampang

3D. perlu dilakukan penelitian lebih untuk

mengetahui kemenerusan akuifer air tanah

antara lintasan 5 dan 7.

68
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan yang telah di peroleh dapat disimpulkan bahwa:

1. Hasil permodelan penampang 2D pada ketujuh lintasan menunjukkan

dibawah permukaan daerah penelitian teriidentifikasi lapisan akuifer air

tanah dangkal terletak dekat dengan permukaan dan lapisan akuifer air tanah

menengah berada di kedalaman 10 – 40 meter. Nilai resistivitas akuifer yang

mengandung air 0,29 -17,0 m, nilai resistivitas yang mengandung batu

gamping sebesar 22.4 – 79.2 m, dan nilai resistivitas yang mengandung

batu andesit, lanau, dan batu pasir sebesar 104 – 356 m.

2. Dari hasil permodelan penampang 2D Lintasan 1 dan 6 terindikasi adanya

ciri patahan turun yang terlihat menggeser dan memotong lapisan akuifer

dan lintasan 7 terindikasi adanya patahan yang diduga menjadi tempat

keluarnya air dan pada lapisan akuifer dibawahnya menjadi sumber mata air

yang keluar disekitar elektroda 115 meter.

3. Berdasarkan permodelan penampang 3D, diindentifikasi terdapat indikasi

kemenerusan akuifer air tanah antara lintasan 3 dan lintasan 4 yang menerus

itu berlanjut karna overlapping

4. Dibawah akuifer yang tepat dibawah posisi mata air terdapat sebaran akuifer

air tanah yang cukup besar yang tertutup oleh lapisan batuan yang diatasnya.

69
Akuifer air tanah sangat bermanfaat untuk warga sekitar dan harus di

lindungi agar tidak terganggu oleh aktivitas apapun.

5.2 Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan masih banyak yang dapat dapat

dikembangkan kembali seperti:

1. Penambahan lintasan di beberapa lokasi khususnya yang sejajar dengan

lintasan 3 dan lintasan 4 baik di utara dan selatannya, serta penambahan

beberapa lintasan di lintasan 5 untuk mengkonfirmasi keberadaan akuifer

yang terdeteksi di lintasan tersebut.

2. Dilakukan pemboran dengan beberapa titik dengan tujuan mengkonfirmasi

keberadaan akuifer dan kemenerusan akuifer.

3. Dilakukan uji pompa untuk mengetahui debit air tanah yang berada di

akuifer tersebut.

70
DAFTAR REFERENSI

[1] “Semekto, C. 2016. Potensi Sumber Daya Air di Indonesia. Brisbane.


University of Queensland - Penelusuran Google.” (accessed Nov. 12, 2021).
https://www.google.com/search?q=Semekto%2C+C.+2016.+Potensi+Sum
ber+Daya+Air+di+Indonesia.+Brisbane.+University+of+Queensland&oq=
Semekto%2C+C.+2016.+Potensi+Sumber+Daya+Air+di+Indonesia.+Brisb
ane.+University+of+Queensland&aqs=chrome..69i57.695j0j7&sourceid=c
hrome&ie=UTF-8
[2] Todd, D. K. Ground-water hydrology (Second Edition). John Wiley and
Sons: New York, 1980. pp. 535.
[3] Bahar, H. Metode Geolistrik untuk Mengetahui Potensi Air Tanah di Daerah
Beji Kabupaten Pasuruan Jawa Timur. Skripsi. Surabaya: Institut Teknologi
Adhi Tama Surabaya (ITATS). 2012.
[4] Reynolds, J.M. An Introduction to Applied and Environmental Geophysics.
USA: JhonWiley & Sons, 1997, pp 156-160.
[5] Van Bemmelen, R.W. The Geology of Indonesia, volume 1. A. Haque.
Netherlands. 1970.
[6] R. S. Yuda, F. Anggara, G. W. Purnama, and M. Hatta, “Aplikasi Konsep
Sikuen Stratigrafi dan Pengaruhnya terhadap Kandungan Total Organic
Carbon (TOC) pada Serpih Formasi Belumai dan Baong Bawah sebagai
Potensi Batuan Induk di Lapangan ‘Dewi’, Cekungan Sumatera Utara,”
Proceeding, Semin. Nas. Kebumian Ke-10, no. September, 2017. pp. 815–
834.
[7] Zubaidah, T. dan Kananta, B. Pemodelan Fisika Aplikasi Metode Geolistrik
Konfigurasi Schlumberger Untuk Investigasi Keberadaan Air Tanah. Teknik
Elektro. 7(1): 20-24. 2008
[8] A. M. M. Huda, “PEMETAAN AIR TANAH MENGGUNAKAN
METODE RESISTIVITAS WENNER SOUNDING (Studi Kasus Kampus
II Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang),” J. Neutrino,
vol. 3, no. 2, 2012, pp. 175–188. doi: 10.18860/neu.v0i0.1645.
[9] Mutowal, W. Penentuan Sebaran Akuifer dan Pola Aliran Air Tanah dengan
Metode Resistivitas (Resistivity Method) di Desa Cisalak, Kecamatan
Sukmajaya, Kota Depok, Provinsi Jawa Barat. Skripsi. Bogor: Institut
Pertanian Bogor. 2008.
[10] D. Darsono, “Identifikasi Akuifer Dangkal dan Akuifer Dalam dengan
Metode Geolistrik (Kasus: Di Kecamatan Masaran),” Indones. J. Appl.
Phys., vol. 6, no. 01, 2016, pp. 40. doi: 10.13057/ijap.v6i01.1798.
[11] Kodoatie, R. J. dan Sjarief, R. Tata Ruang Air. Yogyakarta: Penerbit ANDI
Yogyakarta. 2010.

71
[12] Zohdy, A.A.R.; Eaton, G.P. dan Mabey, D.R. Application of Surface
Geophysics to Groundwater Investigation. Washington. 1980.
[13] B. A. B. Pengantar, G. Eksplorasi, B. A. B. Pengantar, B. A. B. Pengantar,
and G. Eksplorasi, “Bab 1. pengantar geofisika eksplorasi 1,” 2021, pp. 1–
20.
[14] D. Hanifa, I. Sota, and S. S. Siregar, “Penentuan Lapisan Akuifer Air Tanah
Dengan Metode Geolistrik Konfigurasi Schlumberger Di Desa Sungai Jati
Kecamatan Mataraman Kabupaten Banjar Kalimantan Selatan,” J. Fis.
FLUX, vol. 13, no. 1, pp. 30–39, 2016, [Online]. Available:
http://ppjp.unlam.ac.id/journal/index.php/f/article/view/1636.
[15] A. Wahyudi, A. Azwar, and M. Muhardi, “Penggunaan Metode Geolistrik
Resistivitas untuk Identifikasi Lapisan Bawah Permukaan Gunung Tujuh
Kabupaten Kayong Utara,” J. Fis. Unand, vol. 10, no. 1, pp. 62–69, 2021.
[16] A. W. Sanggra, “Aplikasi Metode Geolistrik Resistivitas Konfigurasi
Wenner Untuk Menentukan Struktur di Halaman Belakang SCC ITS
Surabaya,” Meteorol. Geophys. Fluid Dyn. a B. to Commem. Centen. birth
Hans Ertel, vol. XIX, p. 5, 2015.
[17] Broto, S., Afifah, S., Pengolahan Data Geolistrik dengan Metode
Schlumberger, Jurnal, Fakultas Teknik, Universitas Jember, Jember. 2008.
[18] Telford, W. M., Geldart, L. P. and SheriffR. E., “Applied Geophysics Second
Edition “, Cambridge University Press, United State of America. 1990.

[19] Hendrajaya, Lilik dan Idham, Arif. Geolistrik Tahanan Jenis, Monografi:
Metoda Eksplorasi, Bandung: Laboratorium Fisika Bumi, ITB. 1990.
[20] H. Azwar, “PEMODELAN LAPISAN AIR TANAH DALAM (AKUIFER )
Hendri Azwar,” 2009.
[21] P. S. Fisika, F. Sains, D. A. N. Teknologi, U. Islam, and N. Sunan,
“Geolistrik Schlumberger Di Kecamatan,” 2015.
[22] M. I. Nurdiniyanti, “Kajian geolistrik dengan menggunakan metode
resistivitas untuk perencanaan bangunan sipil di krui pesisir barat lampung,”
p. 70, 2020, [Online]. Available:
https://repository.uinjkt.ac.id/dspace/handle/123456789/55495.
[23] A. Iswahyudi, S. E. Prabawa, D. D. Warnana, and ..., “Pengukuran Geolistrik
Tahanan Jenis untuk Menentukan Letak Akuifer Air Bawah Tanah (Studi
Kasus: Kecamatan Airmadidi, Kabupaten Minahasa Utara),” … Prasarana
Wil. X …, no. August, 2017, [Online]. Available:
https://www.researchgate.net/profile/Ary_Iswahyudi/publication/31920890
0_Pengukuran_Geolistrik_Tahanan_Jenis_untuk_Menentukan_Letak_Akui
fer_Air_Bawah_Tanah_Studi_Kasus_Kecamatan_Airmadidi_Kabupaten_
Minahasa_Utara/links/599c140ba6fdcc500349dd17/Pengukuran-.

72
[24] B. Usman, R. H. Manrulu, A. Nurfalaq, and E. Rohayu, “Identifikasi Akuifer
Air Tanah Kota Palopo Menggunakan Metode Geolistrik Tahanan Jenis
Konfigurasi Schlumberger,” J. Fis. FLUX, vol. 14, no. 2, p. 65, 2017. doi:
10.20527/flux.v14i2.4091.
[25] F. DIKRIANSYAH, No 主観的健康感を中心とした在宅高齢者におけ
る健康関連指標に関する共分散構造分析Title, vol. 3, no. 2. 2018.
[26] A. Nawir and E. P. Umar, “Analisis Akuifer Airtanah Kota Makassar,” J.
Geomine, vol. 6, no. 1, pp. 30–33, 2018. doi: 10.33536/jg.v6i1.182.
[27] . S., . H., Z. Irayani, and R. F. Abdullatif, “Workshop Metode Geolistrik
Resistivitas Untuk Eksplorasi Air Tanah Di Desa Plana Kecamatan
Somagede Kab. Banyumas,” J. Pengabdi. Kpd. Masy., vol. 4, no. 1, pp. 2–7,
2019. doi: 10.26905/abdimas.v4i1.3234.
[28] F. D. Sastrawan and J. A. Latifan, “Estimasi Kedalaman Akuifer Dangkal
Daerah TPA Manggar Dengan Menggunakan Metode Geolistrik Konfigurasi
Wenner,” JST (Jurnal Sains Ter., vol. 5, no. 2, 2019, pp. 131–136, doi:
10.32487/jst.v5i2.663.
[29] M. Muntaha, J. A. Latifah, and F. D. Sastrawan, “Identifikasi Struktur Tanah
Bawah Permukaan dan Kedalaman Akuifer Daerah Tempat Pemrosesan
Akhir (TPA) Manggar Menggunakan Metode Resistivitas Konfigurasi
Schlumberger,” J. Apl. Tek. Sipil, vol. 17, no. 1, 2019, p. 1, doi:
10.12962/j2579-891x.v17i1.3836.
[30] A. B. Edge, “Applied geophysics,” Nature, vol. 127, no. 3212. pp. 783–785,
1931.
[31] F. Faisal, Y. S. Putra, and M. Muhardi, “Aplikasi Metode Geolistrik
Resistivitas untuk Mengidentifikasi Lapisan Akuifer di Komplek Alam
Mulia Serdam, Kabupaten Kubu Raya,” J. Fis. Unand, vol. 11, no. 1, 2022,
pp. 22–28, . doi: 10.25077/jfu.11.1.22-28.2022.
[32] Kearey, P., Michael, B., Ian, H., An Introduction to Geophysical
Exploration. Blackwell Science Ltd. London. 2002.
[33] K. Ge. F, “Potensi Air Tanah Dengan Metode Geolistrik,” Angew. Chemie
Int. Ed. 6(11), 951–952., no. 2007, pp. 4–25, 1967.
[34] I. H. Santoso, “Metode Tahanan Jenis Konfigurasi Wenner,” pp. 22–26,
2009.
[35] B. Santoso, B. Wijatmoko, E. Supriyana, and A. Harja, “Penentuan
Resistivitas Batubara Menggunakan Metode Electrical Resistivity
Tomography dan Vertical Electrical Sounding,” J. Mater. dan energi
Indones., vol. 06, no. 01, pp. 8–14, 2016.
[36] F. W. Prasmewari, S. B. Ayi, and P. Wahyudi, “Analisa Resistivitas Batuan
Dengan Menggunakan Parameter Dar Zarrouk Dan Konsep Anistropi’,” J.

73
Sains Dan Seni ITS, vol. 1, no. 1, p. 1, 2012.
[37] Christine, M.S. Air Tanah. Skripsi. Bandung: Universitas Kristen
Maranatha. 2012
[38] Irham, M. N., Yustiana, M., dan Widada, S. Pengaruh Ukuran Butir
Terhadap Porositas dan Permeabilitas Pada Batu Pasir. Semarang:
Universitas Diponegoro. 2006.
[39] Hendrajaya L. Metode Geolistrik Tahanan Jenis, ITB, Bandung. 1990.
[40] Loke, M.H. Electrical imaging surveys for environmental and engineering
studies, A practical guide to 2-D and 3-D surveys. 1999.

74

Anda mungkin juga menyukai