Anda di halaman 1dari 99

PERBANDINGAN METODE KLASIFIKASI TUTUPAN LAHAN

BERBASIS SPECTRAL INDICES DAN CLASS SIGNATURE TERHADAP


PEMBENTUKAN UHI DI PERKOTAAN KABUPATEN MUNA

Skripsi

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana (S-1)

Oleh:
Alan Apriyanto
R1B118082

PROGRAM STUDI GEOGRAFI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2023
ii
iii
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin, dengan memanjatkan puji syukur kehadirat

Allah Subhanahu Wa Ta'ala yang telah melimpahkan rahmat, taufik, dan hidayah-

Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul

“Perbandingan Metode Klasifikasi Tutupan Lahan Berbasis Spectral Indices Dan

Class Signature Terhadap Pembentukan UHI Di Perkotaan Kabupaten Muna”.

Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita Nabi

Muhammad SAW, beserta para keluarga, sahabat dan semua pengikutnya yang

tetap istiqomah di jalan-Nya hingga akhir zaman, Aamiin. Skripsi ini ditulis dan

diajukan sebagai salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh mahasiswa dalam

memperoleh gelar Sarjana Geografi (S.Geo) dari Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam Strata 1 (S-1) Universitas Halu Oleo.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua

orang tua, terkhusus Bapak La Ode Tasrun dan Ibu Afnina sebagai orang tua

penulis yang sangat cintai dan banggakan, terimakasih atas semua doa yang telah

dipanjatkan, dukungan, kerja keras, motivasi dan kasih sayangnya kepada penulis

hingga saat ini. Terima kasih kepada Bapak Nurgiantoro, S.T., MT., selaku

Pembimbing I yang sangat banyak membantu, mengarahkan penulis dan

memotivasi penulis dan Bapak Fitra Saleh, S.Pi., M.Sc., selaku Pembimbing II

yang telah memberikan dan meluangkan waktu dan tenaganya dalam memberikan

arahan terkait penyusunan skirpsi kepada penulis hingga skripsi ini dapat

terselesaikan tepat waktu. Ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah

iv
memberikan dukungan dan bantuan dalam menyelesaikan skripsi ini. Dengan

segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Muhammad Zamrun Firihu, S.Si., M.Si., M.Sc., selaku

Rektor Universitas Halu Oleo Kendari.

2. Bapak Dr. Ida Usman, S.Si., M.Si., selaku Dekan Fakultas Matematika dan

Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Halu Oleo.

3. Bapak Sawaludin, S.Pi., M.Sc., dan Bapak Ahmad Hidayat, S.Pd., M.Sc.,

selaku Ketua Jurusan Geografi serta Ketua tim penguji dan Sekretaris

Jurusan Geografi.

4. Bapak Jamal Harimudin S.Si., M.Si., sekertaris tim penguji yang banyak

memberikan saran dan masukan dalam penyusunan skripsi.

5. Ibu Noor Husna Khairisa S.Pd., M.Sc., selaku anggota tim penguji yang

banyak memberikan saran dan masukan dalam penyusunan serta penulisan

skripsi.

6. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Geografi yang memberikan ilmu, bimbingan

dan arahan selama penulis menjadi mahasiswa di Jurusan Geografi.

7. Untuk adik-adik saya Joys Febriyanto, Vandy Novriyanto, Vino Ardiyanto,

Cindy Chesilya dan Fathan Verdiyanto terima kasih atas segala doa dan

dukunganya.

8. Teman-Teman di Jurusan Geografi angkatan 2018 yang tidak dapat

disebutkan satu persatu. Terima kasih atas semua hal yang telah dilalui

bersama serta bantuan dan motivasi yang telah diberikan kepada penulis

v
9. Kepada Moh Nur Ihsan Manaf S.Geo, Rahmat Hidayat Rauf, Iflan Rizky

Ananda, Arsalin A, Khaerul Alaudin dan Muh Obin Rembasolo, terima

kasih untuk menjadi teman yang selalu memotivasi untuk penyelesaian

skripsi ini. Semoga kelak kita bertemu kembali dengan kabar kesuksesan

masing-masing..

10. Senior-senior mahasiswa Jurusan Geografi Angkatan 2013, 2014, 2015,

2016, dan 2017.

11. Adik-adik mahasiswa Jurusan Geografi angkatan 2019, 2020, 2021 dan

2022.

Akhir kata, penulis memanjatkan doa kepada Allah Subhanahu Wata’ala

atas segala bantuan, dukungan dan bimbingan baik dalam bentuk nasehat maupun

materi, semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan bernilai ibadah Aamiin Ya

Rabbal Alamin.

Kendari, Oktober 2023

Penulis

vi
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PERSETUJUAN ii
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS SKRIPSI iii
KATA PENGANTAR iv
DAFTAR ISI vii
DAFTAR TABEL x
DAFTAR GAMBAR xi
DAFTAR LAMPIRAN xii
ABSTRAK xiii
ABSTRACT xiv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 3
C. Tujuan Penelitian 4
D. Batasan Masalah 4
E. Manfaat Penelitian 5
F. Keaslian Penelitian 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Perkotaan 9
B. Urban Heat Island 11
C. Penginderaan Jauh 15
D. Tutupan Lahan 16
E. Indeks spektral 18
1. Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) 18
2. Normalized Difference Built-up Index (NDBI) 19
3. Normalized Difference Water Index (NDWI) 20
F. Class Signature 20
G. Kerangka Pikir Penelitian 22

vii
BAB III METODE PENELITIAN
A. Waktu Dan Tempat Penelitian 23
B. Alat dan Bahan Penelitian 25
1. Alat Penelitian 25
2. Bahan Penelitian 25
C. Populasi Dan Sampel Penelitian 25
1. Populasi 25
2. Sampel 26
D. Tahapan Penelitian 26
1. Tahap Persiapan/Pra-Lapangan 27
a. pengumpulan data 27
b. pembuatan peta lokasi penelitian 27
2. Tahap Lapangan 28
3. Tahap Pasca Lapangan 28
F. Teknik Pengumpulan Data 28
1. Data Primer 28
2. Data sekunder 28
G. Teknik Pengolahan Data 29
1. Koreksi Radiometrik 29
2. Pemotongan Citra (Cropping Image) 30
H. Teknik Analisis Data 30
1. Analisis UHI 30
2. Uji Akurasi 32
3. Perbandingan Metode Berbasis Spectral Indices Dan Class
Signature 34
I. Diagram Alir Penelitian 37
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian 38
1. Kondisi Geografis 38
2. Koreksi Radiometrik 40
3. Pemotongan Citra (Cropping Image) 43

viii
4. Penentuan Area Tutupan Lahan 44
5. Analisi Spectral Indices 47
a. Analisis Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) 48
b. Analisis Normalized Difference Built-Up Index (NDBI) 49
c. Analisis Normalized Difference Water Index (NDWI) 53
d. Uji Akurasi Spectral Indices 56
6. Analisis Analisis Class Signature 57
a. Uji Akurasi Class Signature 59
7. Analisis Land Surface Temperature (LST) 60
8. Urban Heat Island 62
B. Pembahasan 65
1. Perbandingan Klasifikasi Tutupan Lahan Berbasis Spectral
Indices Dan Class Signature sebagai pembentuk UHI 65
2. persebaran Urban Heat Island di wilayah perkotaan Raha
Kabupaten Muna 69
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan 73
B. Saran 73
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

ix
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 1.1 Keaslian Penelitian 6
Tabel 2.1 Karakteristik Saluran Landsat 9 OLI-2/TIRS-2 16
Tabel 3.1 Alat Penelitian 25
Tabel 3.2 Bahan Penelitian 25
Tabel 3.3 Matriks Kesalahan (Confusion Matrix) 33
Tabel 3.4 Klasifikasi Nilai NDVI 35
Tabel 3.5 Klasifikasi Nilai NDBI 36
Tabel 3.6 Klasifikasi Nilai NDWI 36
Tabel 4.1 Luas wilayah dan jumlah penduduk Kecamatan Kota Raha 38
Tabel 4.2 Rata Rata suhu udara perkotaan raha tahun 2021 39
Tabel 4.3 Intensitas Curah Hujan Perkotaan Raha 39
Tabel 4.4 Hasil Klasifikasi NDVI di Perkotaan Raha 50
Tabel 4.5 Hasil Klasifikasi NDBI di Perkotaan Raha 53
Tabel 4.6 Hasil Klasifikasi NDWI di Perkotaan Raha 56
Tabel 4.7 Hasil Uji Akurasi Spectral Indices 57
Tabel 4.8 Hasil Klasifikasi Class Signature di Perkotaan Raha 59
Tabel 4.9 Hasil Uji Akurasi Class Signature 60
Tabel 4.10 Hasil Klasifikasi LST di Perkotaan Raha 62
Tabel 4.11 Hasil Klasifikasi UHI di Perkotaan Raha 65

x
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 2.1 Ilustrasi Urban Heat Island (UHI) 14
Gambar 2.2 Kerangka Pikir 22
Gambar 3.1 Peta Lokasi Penelitian 24
Gambar 3.2 Diagram Alir 37
Gambar 4.1. Hasil Koreksi Radiometrik Landsat 8 OLI/TIRS 42
Gambar 4.2. Statistik Koreksi Radiometrik 43
Gambar 4.4 Hasil pemotongan citra (Cropping image) 44
Gambar 4.5 Objek Kelas Hutan 45
Gambar 4.6 Objek Kelas Lahan Terbangun 46
Gambar 4.7 Objek Kelas Tubuh Air 47
Gambar 4.8 Hasil Klasifikasi NDVI 49
Gambar 4.9 Hasil Klasifikasi NDBI 52
Gambar 4.10 Hasil Klasifikasi NDWI 55
Gambar 4.11 Hasil Klasifikasi Metode Terbimbing (Class Signature) 58
Gambar 4.12 Hasil Land Surface Temperature 61
Gambar 4.13 Hasil Klasifikasi Urban Heat Island 64

xi
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
Lampiran 1. Peta Titik Sampel Spectral Indices 78
Lampiran 2. Tabel Titik Kordinat Sampel Spectral Indices 79
Lampiran 3. Peta Titik Sampel Class Signature 80
Lampiran 4. Tabel Titik Kordinat Sampel Class Signature 81
Lampiran 5. Hasil Dokumentasi Lapangan 82

xii
PERBANDINGAN METODE KLASIFIKASI TUTUPAN LAHAN
BERBASIS SPECTRAL INDICES DAN CLASS SIGNATURE TERHADAP
PEMBENTUKAN UHI DI PERKOTAAN KABUPATEN MUNA

Alan Apriyanto1*, Fitra Saleh 1, Nurgiantoro 1

1
Jurusan Geografi, FMIPA, Universitas Halu Oleo, Kendari 93232, Indonesia

ABSTRAK

Daerah perkotaan Kabupaten Muna mengalami perkembangan


pembangunan yang sangat pesat, hal ini memicu berbagai permasalahan yaitu
Meningkatnya populasi dan pembangunan kota, meningkatnya kendaraan yang
mempengaruhi polusi udara dan kurangnya penyediaan ruang terbuka hijau
dikawasan perkotaan, sehingga permasalahan tersebut memicu meningkatnya
Urban Heat Island (UHI) diperkotaan Raha. Penelitian ini bertujuan untuk
membandingkan metode klasifikasi tutupan lahan berbasis spectral indices dan
class signature terhadap pembentukan UHI dan juga untuk mengetahui
bagaimana sebaran Urban Heat Island di wilayah perkotaan Kabupaten Muna.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah SHP Kabupaten Muna, data
BPS tahun 2022, Citra Landsat 8 OLI/TIRS, dan data citra Google Earth. Metode
yang digunakan dalam penelitian ini yakni Spectral Indices dan class signature.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa luasan analisis spectral indices berupa
Normalized Difference Built-Up Index (NDBI) yaitu seluas 2052,29 ha.
Sedangkan untuk class signature dapat dilihat pada luasan lahan terbangun yakni
seluas 1533,65 ha. Area tersebut merupakan area perkotaan yang memiliki banyak
bangunan yang merupakan area distribusi UHI. Persebaran UHI di Perkotaan
Raha menunjukan area yang terdampak UHI didominasi oleh area Kecamatan
Katobu yang merupakan pusat Perkotaan Raha dengan suhu 25,92 – 32,36°C.

Kata Kunci: Tutupan Lahan, Spectral Indices,Class Signature, UHI

xiii
COMPARISON OF LAND COVER CLASSIFICATION METHODS BASED
ON SPECTRAL INDICES AND CLASS SIGNATURE ON THE FORMATION
OF UHI IN URBAN AREAS OF MUNA REGENCY

Alan Apriyanto1*, Fitra Saleh 1, Nurgiantoro 1

1
Department of Geography, FMIPA, Halu Oleo University, Kendari 93232,
Indonesia

ABSTRACT

The urban area of Muna Regency is experiencing very rapid development,


this triggers various problems, namely increasing population and urban
development, increasing vehicles that affect air pollution and lack of provision of
green open space in urban areas, so that these problems trigger the increase of
Urban Heat Island (UHI) in Raha. This study aims to compare land cover
classification methods based on spectral indices and class signature to the
formation of UHI and also to find out how the distribution of Urban Heat Island
in urban areas of Muna Regency. The materials used in this research are SHP of
Muna Regency, BPS data in 2022, Landsat 8 OLI/TIRS image, and Google Earth
image data. The methods used in this research are Spectral Indices and class
signature. The results of this study show that the area of spectral indices analysis
in the form of Normalized Difference Built-Up Index (NDBI) is 2052.29 ha. As for
the class signature, it can be seen in the area of built-up land, which is 1533.65
ha. The area is an urban area that has many buildings which are UHI distribution
areas. The distribution of UHI in Raha Urban Area shows that the area affected
by UHI is dominated by the Katobu Sub-district area which is the center of Raha
Urban Area with a temperature of 25.92 - 32.36°C.

Keywords: Land Cover, Spectral Indices, Class Signature, UHI

xiv
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kawasan perkotaan di Indonesia mengalami pertumbuhan dalam setiap

tahunnya, Hal ini terindikasi oleh semakin meluasnya wilayah perkotaan,

munculnya pusat-pusat pertumbuhan baru dan semakin bertambahnya jumlah

penduduk yang tinggal dan beraktivitas di kawasan perkotaan. Perkotaan

merupakan kata sifat dari jenis kualifikasi yang digunakan untuk menunjuk segala

sesuatu yang berkaitan dengan kota. Perkotaan merupakan kebalikan dari desa

karena di dalam ruang kotalah segala aktivitas dan fenomena yang berkaitan

dengan kota dan kehidupan modern berlangsung. Peningkatan jumlah penduduk

di perkotaan dipicu oleh pertumbuhan penduduk alami dan angka migrasi masuk

yang terus meningkat. Intensitas alih fungsi lahan terus meningkat sebagai wujud

pemenuhan kebutuhan ruang untuk mendukung aktivitas di Perkotaan (Taridala

Dkk, 2017). Perkembangan kota yang begitu pesat akan menyebabkan perubahan-

perubahan di segala bidang. Sebagai contoh, pembangunan-pembangunan yang

berkembang dengan begitu cepat disertai dengan aktifitas manusia yang secara

terus menerus akan mengakibatkan peningkatan permasalah di perkotaan, salah

satunya adalah Urban Heat Island (UHI).

Fenomena Urban Heat Island terjadi di mana kondisi suhu di daerah

perkotaan dan pusat kota khususnya, lebih tinggi daripada suhu daerah sekitarnya.

Beberapa dampak negatif dari UHI antara lain dapat mempengaruhi flora

perkotaan, iklim, konsentrasi polutan, kualitas udara, kesehatan manusia, dampak

1
2

lingkungan dan ekonomi, kenyamanan termal, dan pemanasan global. Hal ini

memainkan peran besar pada kualitas kehidupan perkotaan . Urban Heat Island

(UHI) merupakan karakteristik panas daerah urban dibandingkan dengan daerah

non-urban yang mengelilinginya. Urban Heat Island dicirikan seperti pulau udara

permukaan panas yang terpusat di wilayah kota terutama pada daerah pusat kota

dan akan semakin turun temperaturnya di daerah sekelilingnya yakni pada daerah

pinggir kota. Hal ini dikarenakan terdapat dominasi material buatan yang

menampung panas (heat storage) di wilayah kota. Dominasi material buatan

menyebabkan terperangkap radiasi matahari sehingga suhu disekitarnya semakin

tinggi (Badriyah, 2014 dalam Darlina Dkk, 2018). Analisis mengenai Urban Heat

Island (UHI) perlu dilakukan pendalaman lebih mendalam, mengingat semakin

meningkatnya suhu udara di daerah perkotaan sehingga menciptakan lingkungan

yang tidak nyaman bagi masyarakat. Hal tersebut dapat dijadikan perhatian utama

bagi perencana kota untuk memahami pola pengembangan lahan dan wilayah

distribusi spasial yang memengaruhi pembentukan Urban Heat Island di kota-

kota besar khususnya di Indonesia. Untuk mengetahui sebaran UHI maka kita

dapat menganalisisnya melalui citra satelit, dimana citra dapat menyajikan data

Urban Heat Island (UHI), salah satunya adalah spectral indices dan class

signature.

Indeks spektral adalah alat ukur yang mencerminkan keadaan objek di

permukaan bumi. Beberapa indeks spectral yang dapat digunakan yaitu

Normalized Difference Vegetation Index (NDVI ) adalah perhitungan citra yang

digunakan untuk mengetahui tingkat kehijauan. Normalized Difference Built-up


3

Index (NDBI) atau indek lahan terbangun merupakan suatu algoritma untuk

menunjukkan kerapatan lahan terbangun/bare soil. Normalized Difference

Wetness Index (NDWI) adalah suatu algoritma yang digunakan untuk deteksi

badan air. Class signature merupakan satu set data yang diperoleh dari suatu

training area dimana peneliti mengklasifikasikan data kelas tutupan lahan,

misalnya vegetasi, badan air, dan kawasan terbangun. Dari penyajian data tersebut

maka akan di dapatkan hasil untuk mengetahui sebaran Urban Heat Island di

perkotaan Kabupaten Muna.

Kabupaten Muna merupakan kabupaten yang berada di bawah

administrasi pemerintahan Provinsi Sulawesi Tenggara. Ibukota Kabupaten Muna

adalah Raha yang merupakan pusat pemerintahan Kabupaten Muna. Kabupaten

Muna mempunyai iklim tropis seperti sebagian besar daerah di Indonesia, dengan

suhu rata-rata sekitar 26oC-30oC. Demikian juga dengan musim, Kabupaten Muna

mengalami dua musim, yaitu musim hujan dan musim kemarau. Wilayah

Kabupaten Muna memiliki jumlah penduduk sebanyak 218,956 jiwa, Kecamatan

Katobu memiliki 27,295 jiwa sedangkan Kecamatan Batalaiworu memiliki 15,593

jiwa. Tentunya perkotaan raha juga memiliki berbagai permasalahan, yaitu

Meningkatnya populasi dan pembangunan kota, meningkatnya kendaraan yang

mempengaruhi polusi udara dan kurangnya penyediaan ruang terbuka hijau

dikawasan perkotaan, sehingga permasalahan tersebut dapat memicu

meningkatnya Urban Heat Island (UHI) di perkotaan Raha .


4

B. Rumusan Masalah

Kawasan perkotaan Kabupaten Muna memiliki jumlah penduduk yang

terus meningkat setiap tahunya. Peningkatan populasi penduduk di wilayah

perkotaan dapat mengubah pola ruang kawasan perkotaan. Penggunaan lahan

akan bergeser dari keperluan pertanian menjadi keperluan tempat tinggal,

kawasan bisnis/industri dan aktivitas lainnya. Perubahan tutupan lahan ini akan

berdampak pada kondisi iklim dan cuaca di kawasan perkotaan sehingga

menyebabkan terjadinya fenomena Urban Heat island dimana UHI bisa di

identifikasi melalui spectral indices dan class signature, sehingga yang menjadi

rumusan masalah penelitian ini yaitu sebagai berikut?

1. Bagaimana perbandingan metode klasifikasi tutupan lahan berbasis

spectral indices dan class signature terhadap pembentukan UHI?

2. Bagaimana persebaran Urban Heat Island di wilayah perkotaan

Kabupaten Muna ?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka didapatkan tujuan penelitian

sebagai berikut :

1. Untuk membandingkan metode klasifikasi tutupan lahan berbasis

spectral indices dan class signature terhadap pembentukan UHI .

2. Untuk mengetahui bagaimana sebaran Urban Heat Island di wilayah

perkotaan Kabupaten Muna.

D. Batasan Masalah

Batasan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut :


5

1. Wilayah kajian yang digunakan adalah seluruh wilayah yang ada di

perkotaan raha, yang terbagi menjadi dua wilayah Kecamatan yaitu

Kecamatan Katobu dan Kecamatan Batalaiworu.

2. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode indeks spektral

dan class signature.

3. Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data Citra Landsat 8

OLI/TIRS.

E. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang didapatkan dalam penelitian ini sebagai berikut :

1. Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan bagi masyarakat

tentang dampak Urban Heat Island di wilayah perkotaan.

2. Diharapkan dapat membantu pemerintah dan masyarakat sebagai acuan

untuk menciptakan strategi meminimalisir pengurangan urban heat island.


6

F. Keaslian Penelitian

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian


N Nama Peneliti Tahun Judul Metode Hasil
o. Penelitian

1. S. Effendy, A. Bey, 2006 Peranan ruang Penelitian mengestimasi hubungan Estimasi hubungan suhu udara
A.F.M. Zain, I. terbuka hijau dalam suhu udara dan ruang terbuka hijau dan RTH menghasilkan
Santosa mengendalikan suhu (RTH) menggunakan data Landsat; persamaan terpilih nonlinier
udara dan urban heat mengkaji kontribusi RTH, kepadatan (kubik) untuk Jakarta, kota dan
island wilayah populasi, luasan urban dan kepadatan kabupaten Bogor, Tangerang
jabotabek. kendaraan terhadap urban heat island serta Bekasi. Pola hubungan
(UHI) dan mengkuantifikasi dampak terbalik di mana setiap laju
UHI terhadap perubahan indeks pengurangan RTH
kenyamanan (THI), dan neraca energi menyebabkan peningkatan
permukaan Jakarta, kota dan suhu udara dan sebaliknya.
kabupaten Bogor, Tangerang dan
Bekasi (Jabotabek).

2. Reeman Mohammed 2014 Kota sejuk sebagai Metodologi penelitian didasarkan pada Dalam beberapa dekade
Rehan contoh berkelanjutan tiga pendekatan: studi teoretis, analitis, terakhir, urbanisasi dan
studi kasus dan terapan. Tahap pertama dalam perubahan iklim regional telah
pengelolaan pulau metodologi yang diadopsi untuk terjadi dengan cepat dalam
panas kota terkeren makalah ini adalah mengurangi skala dunia. Dari sekian
di dunia. pelepasan panas perkotaan, banyak aspek yang
menciptakan solusi perubahan iklim di mempengaruhi kualitas
masa depan dengan mengurangi kehidupan perkotaan, salah
7

volume emisi global, dan menciptakan satu aspek yang paling esensial
skenario pertumbuhan yang cerdas dan adalah iklim mikro suatu
komunitas yang keren. kawasan perkotaan.

3. Nurfajrin Dhuha 2018 Pengaruh perubahan Analisis dilakukan dengan pendekatan Hasil penelitian menunjukkan
Andani, Bandi tutupan lahan data penginderaan jauh melalui bahwa perubahan tutupan
Sasmito, Hani’ah. terhadap fenomena beberapa ekstraksi data, yaitu lahan memiliki hubungan
urban heat island penggunaan klasifikasi terbimbing, dengan suhu permukaan dan
dan keterkaitannya indeks NDVI, pengolahan suhu suhu udara. Dengan
dengan tingkat permukaan, suhu udara, kelembaban bertambahnya luasan lahan
kenyamanan termal udara relatif serta tingkat kenyamanan terbangun, berkurangnya
(temperature termal. Pengolahan data dilakukan luasan lahan vegetasi dan
humidity index) di menggunakan citra satelit Landsat 5 lahan terbuka dapat
kota semarang. Tahun 2009, Landsat 8 Tahun 2013 menyebabkan perubahan sifat
dan 2017. Korelasi dilakukan dengan fisik permukaan yang
menggunakan uji regresi linear. berimplikasi pada peningkatan.
sederhana. Suhu permukaan dan suhu
udara.

4. A Aris, H Syaf, DN 2019 Analisis intensitas Penelitian ini dianalisis melalui Hasil penelitian menunjukkan
Yusuf dan Nurgiantoro pulau panas thermal infrared (TIRS) dan intensitas UHI selama periode
perkotaan operational land imager (OLI). ) 2001 hingga 2014 meningkat
menggunakan data sensor onboard Landsat-7 dan sebesar 2,44 °C, sedangkan
landsat multi Landsat-8, masing-masing gambar pada tahun 2019 intensitasnya
temporal memiliki koreksi atmosfer dan suhu menurun sebesar 2,27 °C dari
kecerahan. periode sebelumnya. Fluktuasi
ini terkait erat dengan
8

perubahan tutupan lahan (LC)


terutama pada area terbangun,
vegetasi, dan tanah kosong
sebagai efek dari proses
urbanisasi, dan parameter
indeks perbedaan vegetasi
yang dinormalisasi (NDVI).
5. Alan Apriyanto 2023 Perbandingan Metode yang digunakan 3. pada Dapat membandingkan metode
metode klasifikasi penelitian ini adalah metode indeks klasifikasi tutupan lahan
tutupan lahan spektral yaitu NDVI, NDBI dan berbasis spectral indices dan
berbasis spectral NDWI serta metode class signature class signature terhadap
indices dan class dimana peneliti mengklasifikasikan pembentukan UHI, serta
signature terhadap data kelas tutupan lahan, misalnya mengetahui bagaimana sebara
pembentukan uhi di hutan, sawah, badan air, dan kawasan Urban Heat Island di wilayah
perkotaan kabupaten terbangun. Study di area perkotaan
muna Kabupaten Muna.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Perkotaan

Penggunaan lahan kawasan perkotaan dewasa ini semakin meningkat,

dengan pertambahan penduduk yang dinamis. Pertambahan penduduk yang terjadi

secara dinamis, menghasilkan konsekuensi spasial yang serius bagi kehidupan

manusia yaitu, adanya tuntutan akan space untuk pemenuhan kebutuhan.

Konsekuensi yang terjadi akibat laju pertumbuhan penduduk yang tidak terkendali

yakni, kebutuhan akan lahan menJadi semakin tinggi. Meningkatnya kebutuhan

lahan akan berdampak pada penggunaan dan pemanfaatan lahan kawasan

perkotaan. Kebutuhan akan lahan yang terus meningkat, haruslah memperhatikan

daya dukung dan fungsi alamiah dari lahan. Masalah-masalah bencana ekologis

yang terjadi seperti banjir, tanah longsor, dan kekeringan merupakan faktor

penyebab kegiatan manusia dalam pemanfaatan lahan yang tidak memperhatikan

kaidah-kaidah lingkungan dan kelestariannya. Dinamika pemanfaatan lahan di

kawasan perkotaan cenderung mengabaikan aspek-aspek kualitas lingkungan

hidup yang berakibat pada menurunnya daya dukung lahan (Misa dkk, 2018).

Perkembangan kota yang begitu pesat akan menyebabkan perubahan-

perubahan di segala bidang. Sebagai contoh, pembangunan-pembangunan yang

berkembang dengan begitu cepat disertai dengan aktivitas manusia yang secara

terus menerus akan mengakibatkan peningkatan permasalah kota. Jumlah

penduduk yang besar secara tak langsung akan menimbulkan panas. Panas ini

9
10

terjadi akibat kegiatan-kegiatan penduduk yang berlangsung siang dan malam

(Aprianto dan Amir, 2020).

Peningkatan suhu di kawasan perkotaan adalah salah satu dampak dari

urbanisasi. Urban Heat Island (UHI) atau pulau panas perkotaan merupakan

fenomena yang terjadi akibat perubahan kualitas lingkungan (Hermawan, 2015).

Pulau panas perkotaan merupakan peningkatan temperatur permukaan maupun

temperatur udara. Pulau panas perkotaan mempunyai dampak negatif antara lain

meningkatkan konsumsi energi, meningkatkan emisi polutan udara dan gas rumah

kaca, memengaruhi kesehatan dan kenyamanan, memengaruhi kualitas air, dan

berdampak secara langsung dan tidak langsung bagi sosial ekonomi dan

lingkungan hidup (Limas, 2014; Bhargava, 2017). Selain itu, Syamsudin, dkk.

(2017) mendapatkan kesimpulan tentang dampak UHI menjadi pemicu adanya

peningkatan curah hujan ekstrem yang berdampak pada intensitas banjir yang

semakin meningkat (Rumengan dkk, 2019).


11

Pengukuran UHI dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu pengukuran

secara langsung melalui stasiun cuaca atau survei lapangan (in situ), dan

pengukuran menggunakan teknik penginderaan jauh. Penggunaan metode

penginderaan jauh menjadi kebutuhan yang tidak dapat dihindarkan di masa

depan, terutama terkait dengan efisiensi dan keefektifan analisis perkotaan (Weng,

2009). Hasil studi penggunaan penginderaan jauh memberi informasi mengenai

perubahan tutupan lahan yang berkaitan dengan suhu permukaan pada perbedaan

skala dan jenis data yang digunakan, seperti NOAA-AVHRR dengan resolusi

spasial 1,1 km, Landsat TM dan ETM+ dengan resolusi spasial masing-masing

120 m dan 60 m, dan Landsat 8 dengan resolusi spasial 100 m (Fawzi, 2017).

B. Urban Heat Island

Urban Heat Island (UHI) yang didefinisikan sebagai fenomena suhu

perkotaan sekitar 2-5 °C lebih tinggi dari daerah pedesaan sekitarnya. efek UHI

dalam beberapa kasus bahkan dapat lebih tinggi dari 10 °C dari suhu daerah non-

perkotaan. Pada kondisi optimum, UHI dapat meningkat hingga 10-15 °C.

Meningkatnya suhu perkotaan disebabkan oleh adanya struktur perkotaan dan

material infrastruktur. Struktur dan material perkotaan mengubah geometri

tutupan lahan dan sifat iradiasi seperti albedo dan emisivitas dan hal-hal tersebut

terkait erat dalam mempengaruhi besarnya intensitas UHI di suatu wilayah

perkotaan (Aris dkk 2019).

Urban Heat Island (UHI) atau Pulau Bahang adalah suatu fenomena

dimana daerah perkotaan memiliki suhu yang lebih tinggi dibandingkan dengan

daerah pedesaan. UHI ini ibarat sebagai kubah raksasa yang memerangkapkan
12

panas pada suatu kota. Pemakaian AC serta alat-alat listrik lain untuk

mendinginkan suhu dalam ruangan, sesungguhnya menjadi salah satu faktor

pembentuk UHI. Kubah raksasa ini terbentuk dari beberapa elemen yang terdapat

di dalam kota tersebut (Mukmin dkk, 2016).

UHI memiliki ciri-ciri yaitu Ketika sebuah pulau memiliki udara

permukaan yang panas di pusat wilayah dan pada wilayah pinggir memiliki suhu

yang semakin turun. Dampak negatif UHI antara lain berpengaruh terhadap

tanaman, konsentrasi polutan, kualitas udara, kesehatan manusia, dampak secara

lingkungan dan ekonomi, kenyamanan termal, serta pemanasan global. UHI

sebagai bentuk kerusakan lingkungan akan mempengaruhi kualitas kehidupan

masyarakat perkotaan dengan rusaknya kualitas udara, eksploitasi energi dan

pengaruhnya terhadap iklim (Darlina dkk., 2018; Pratiwi & Jaelani, 2021 dalam

Astuti 2022).

Dunia semakin urban. Lebih dari separuh penduduk dunia tinggal di

daerah perkotaan. Jumlah penduduk perkotaan diperkirakan akan terus bertambah,

terutama di negara-negara berkembang. Pertumbuhan penduduk perkotaan akan

membutuhkan berbagai macam infrastruktur, layanan, perumahan, dan pekerjaan,

belum lagi lahan. Perluasan lahan perkotaan dapat mengancam pasokan lahan,

menyebabkan pertumbuhan volume lalu lintas dan meningkatkan tekanan pada

lingkungan, dan secara besar-besaran tidak berkelanjutan untuk kota mana pun.

Oleh karena itu, ada kebutuhan mendesak untuk menindaklanjuti sejumlah

indikator yang telah mencapai tingkat kritis, terutama UHI, gas rumah kaca, air,

dan keanekaragaman hayati, yang sumber utamanya adalah kota. perkotaan Pulau
13

panas perkotaan (UHI) didefinisikan sebagai ''daerah perkotaan di mana suhu

permukaan, bawah permukaan, atau udara lebih tinggi daripada suhu yang sesuai

di pedesaan sekitarnya. Secara khusus, efek ini disebabkan oleh kurangnya

permukaan penguapan alami (vegetasi), karakteristik fisik permukaan, sepert i

beton dan aspal, yang menyerap daripada memantulkan radiasi matahari, aktivitas

manusia yang menghasilkan panas yang dihasilkan terutama melalui tindakan

pemanasan dan pendinginan tanaman dan bangunan, kegiatan industri, kendaraan,

dll. ''Fenomena ini menyebabkan tingkat polutan yang tinggi yang mengubah sifat

radiasi atmosfer dan mengakibatkan perubahan suhu permukaan dan suhu

atmosfer''. Sebagai tanggapan, ada serangkaian strategi yang dapat diterapkan

untuk meminimalkan efek negatif UHI, yang dapat didefinisikan sebagai

manajemen panas perkotaan; salah satu solusi berkelanjutan tersebut adalah

konsep kota sejuk. Kota sejuk merupakan salah satu solusi perkotaan

berkelanjutan untuk kota masa depan yang bergantung pada penerapan prinsip-

prinsip manajemen panas perkotaan. Ini adalah faktor kunci untuk mengurangi

pelepasan panas perkotaan, menciptakan solusi perubahan iklim di masa depan

dengan mengurangi volume emisi global, dan menciptakan skenario pertumbuhan

yang cerdas dan komunitas yang keren (Rehan, 2014).

Fenomena UHI merupakan bentuk dari adanya perubahan iklim lokal.

menurut EPA (Environmental Protection Agency) pada tahun 2005, UHI

merupakan permasalahan utama kota kota di dunia. UHI dapat menyebabkan

lingkungan menjadi tidak nyaman, kualitas udara menjadi buruk, kesehatan

manusia terganggu dengan adanya gelombang panas, dan juga pencemaran air
14

serta lingkungan. Untuk menganilisis UHI dan persebarannya dapat dilakukan

analisis secara spasial dengan memanfaatkan citra satelit. Era digital saat ini

memberikan dampak positif bagi pengolahan data secara spasial (Ferdiansyah dan

Penggalih, 2022).

Gambar 2.1 Ilustrasi Urban Heat Island (UHI)

Proses Identifikasi Untuk mengetahui sebaran urban heat island, perlu

dilakukan identifikasi land surface temperature (LST) atau suhu permukaan

tanah. Proses perhitungan algoritma land surface temperature (LST) dapat

dilakukan dengan merubah nilai pixel dalam suatu citra menjadi nilai radian,

kemudian nilai radian ini diubah menjadi bentuk satuan kelvin. Satuan suhu

derajat kelvin ini dikonversi ke dalam derajat celcius yang lebih umum diketahui

masyarakat. Hasil identifikasi land surface temperature, kemudian dikelaskan

untuk mempermudah interpretasi citra (Alwi dkk, 2022).


15

C. Penginderaan Jauh

Penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi

tentang suatu objek, daerah atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh

dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan objek, atau fenomena yang

dikaji. Sebelum digunakan untuk data informasi, citra satelit perlu dikoreksi

geometrik agar data yang dihasilkan sesuai dengan obyek yang ada di permukaan

bumi. Menurut amanah Undang–Undang Nomor 21 tahun 2013 tentang

Keantariksaan bahwa perlu adanya metode dan kualitas pengolahan data

penginderaan jauh yang meliputi koreksi geometrik dan radiometrik untuk

mengolah data primer menjadi data proses (Lukiawan dkk, 2016).

Dengan semakin berkembangnya teknologi penginderaan jauh yang saat

ini dapat menghasilkan citra satelit dengan resolusi yang cukup tinggi, maka salah

satu implementasinya adalah dapat digunakan untuk menghitung perubahan

luasan tutupan lahan, indeks vegetasi dan distribusi suhu permukaan Kota serta

menganalisis keterkaitannya dengan fenomena Urban Heat Island. Penggunaan

data penginderaan jauh memungkinkan untuk mendapatkan data spasial yang

akurat dan cepat dalam waktu yang relatif singkat (Mukmin dkk, 2016).

Citra Landsat 8 adalah generasi terbaru menggantikan Landsat 7 yang

memiliki sensor Onboard Operational Land Imager (OLI) dan Thermal Infrared

Sensor (TIRS) dengan jumlah kanal sebanyak 11 dengan kanal 1 sampai 9 berada

pada OLI dan kanal 10, 11 pada kanal TIRS. Data citra Landsat 8 memiliki

resolusi spasial 30 m untuk kanal 1 sampai 9, sedangkan kanal panchromatic

memiliki resolusi spasial 15 m. Selain beresolusi spasial 30 m dan 15 m, pada


16

kanal 10 dan 11 yang merupakan kanal TIR-1 dan TIR-2 memiliki resolusi spasial

100 m (Irawan dan Sirait, 2017).

Tabel 2.1 Karakteristik Landsat 8


Sensor Band Nama Band Panjang Aplikasi Band
Gelombang
OLI 1 Coastal O,43-0,45 Studi pesisir dan aerosol
OLI 2 Biru 0,45 – 0,51 Pemetaan bathimetri,
membedakan tanah dari
vegetasi, dan deciduous
dari vegetasi, konifera
OLI 3 Hijau 0,53 – 0,59 Menekankan puncak
vegetasi
OLI 4 Merah 0,63 – 0,67 Membedakan lereng
vegetasi
OLI 5 NIR 0,85 – 0,88 Menekankan konten
biomassa dan garis pantai
OLI 6 SWIR 1 1,57 – 1,65 Diskriminasi kadar air
tanah dan tumbuhan
menembus awan tipis
OLI 7 SWIR 2 2,11 – 2,29 Peningkatan kadar air
tanah dan vegetasi dari
penetrasi awan tipis
OLI 8 Panchromati 0,50 – 0,68 Definisi gambar lebih
c tajam

OLI 9 Cirus 1,36 – 1,38 Peningkatan deteksi


kontaminasi awan cirus

TIRS 10 Band 1 10, 60 – 11,19 Pemetaan thermal dan


perkiraan kelmebaban
tanah
TIRS 11 Band 2 11,50 -12,51 Pemetaan thermal dan
perkiraan kelebaban tanah

Sumber:Landsat-8 (L8) Data User Handbook, USGS 2018

D. Tutupan Lahan

Suatu wilayah akan mengalami perkembangan yang akan membawa

perubahan penampakan secara fisik. Perkembangan fisik tersebut merupakan

perkembangan lahan yang dipengaruhi oleh faktor alam maupun manusia.


17

Wilayah yang berkembang memerlukan adanya perencanaan untuk mengarahkan

peruntukan lahan secara tepat. Dibutuhkan suatu metode yang akurat dan efektif

untuk memperoleh informasi tutupan lahan. Salah satu teknologi yang efektif

untuk memetakan tutupan lahan adalah teknologi penginderaan jauh. Terdapat

berbagai macam teknik pengolahan data dalam penginderaan jauh untuk

memperoleh informasi tutupan lahan. Li dkk. (2014) menjelaskan mengenai

teknik klasifikasi citra dalam penginderaan jauh dibagi menjadi tiga bagian teknik

klasifikasi yaitu teknik berbasis piksel, teknik berbasis subpiksel, dan teknik

berbasis objek (Maksum dkk, 2016).

Tutupan lahan dapat di definisikan berdasarkan jenis dan

karakternya, salah satu kemudahan penetapan kelas tutupan lahan adalah

dengan memberikan indikasi dari citra satelit yang divalidasi data

lapangan.(Crist et al., 2000) mendefinisikan klasifikasi lahan berdasarkan

tampilan visual dari peta dan validasi (Fitrianto dkk, 2022).

Tutupan lahan membahas tentang perwujudan fisik obyek-obyek yang

menutupi lahan tanpa mempersoalkan kegiatan manusia terhadap obyek-obyek

tersebut. Informasi ini sangat penting, karena berhubungan langsung dalam

perumusan kebijakan keruangan di suatu wilayah. Data yang dibutuhkan untuk

melakukan analisa terhadap tutupan lahan dapat diperoleh dengan berbagai

macam cara, salah satunya dengan melakukan koreksi citra satelit atau bahkan

mendigitasi citra, gambar atau foto dengan mempergunakan GIS. Selain untuk

koreksi dan digitasi, GIS juga dapat dipergunakan untuk analisa dan visualisasi

hasil analisa tersebut (Wahyuni dkk, 2017).


18

Lahan merupakan material dasar dari suatu lingkungan (situs) yang

diartikan berkaitan dengan sejumlah karakteristik alami yaitu iklim, geologi,

tanah, topografi, hidrografi, hidrologi, dan biologi. Pengguaan lahan telah dikaji

dari berbagai sudut pandang yang berbeda sehingga tidak adanya satu definisi

yang tepat, misalnnya melihat penggunaan lahan dari sudut pandang kemampuan

lahan dengan mengevaluasi lahan dalam berbagai macam hubungan karakteristik

alaminya. Penggunaan lahan merupakan pemanfaatan lahan dan lingkungan alam

guna memenuhi kebutuhan hidup manusia. Dengan menggunakan pengolahan

citra digital berdasarkan citra yang diperoleh dari Google Earth untuk mendeteksi

dan mengklasifikasi daerah tutupan lahan sehingga dapat membantu serta

memudahkan dalam mengidentifikasi penggunaan lahan di suatu wilayah

(Veriana dkk, 2018).

E. Indeks spektral

Indeks spektral merupakan alat ukur kuantitatif yang mencerminkan

keadaan objek dipermukaan bumi dan diturunkan dari operasi aritmatik dari kanal

satelit inderaja sccara umum. Berikut beberapa indeks spektral yang sering

digunakan yaitu :

1. Normalized Difference Vegetation Index (NDVI)

Indeks vegetasi atau Normal Difference Vegetation Index (NDVI)

merupakan suatu nilai yang memiliki interval tertentu dimana nilai tersebut

merepresentasikan tingkat kehijauan vegetasi. Tingkat kehijauan suatu vegetasi

dipengaruhi oleh kondisi klorofil yang terkandung didalam tumbuhan. Indeks


19

vegetasi ini sering digunakan untuk mengindetifikasi kerapatan

vegetasi(Driptufany Dkk, 2019).

Berikut adalah persamaan untuk menghitung NDVI :


(ρNIR)−(ρRed) 𝐵𝑎𝑛𝑑 5−𝐵𝑎𝑛𝑑 4
NDVI = = 𝐵𝑎𝑛𝑑 5+𝐵𝑎𝑛𝑑 4 … … … … … … … … … … (1)
(ρ𝑁𝐼𝑅+(ρ𝑅𝑒𝑑)

Di mana:
(𝜌𝑁𝐼𝑅) = Nilai reflektan kanal inframerah
(𝜌R𝑒𝑑) = Nilai reflektan kanal merah

2. Normalized Difference Built-up Index (NDBI)

Normalized Difference Built-up Index (NDBI) adalah sebuah algoritma

untuk estimasi tingkatan pada area terbangun. Prinsip dari algoritma ini adalah

penajaman objek bangunan dengan menghitung rasio antara saluran inframerah

tengah (MIR) dan saluran inframerah dekat (NIR). Penggunaan kedua saluran ini

karena pada saluran tersebut memiliki perbedaan yang jelas dalam membedakan

objek bangunan dengan objek lain. Berdasarkan karakteristik tersebut, objek area

terbangun akan tergambarkan lebih tinggi pada saluran MIR dibandingkan NIR.

Namun, dalam beberapa kasus, lahan kering dan area terbangun memiliki

kesamaan karakteristik sehingga nilai saluran MIR akan lebih tinggi dibandingkan

NIR (Rosyadi dan Azahra, 2020).

Berikut adalah persamaan untuk menghitung NDBI :

ρSWIR − ρNIR 𝐵𝑎𝑛𝑑 6 − 𝐵𝑎𝑛𝑑 5


NDBI = = 𝐵𝑎𝑛𝑑 6 + 𝐵𝑎𝑛𝑑 5 … … … … … … … … … … (2)
ρSWIR + ρNIR

Di mana :

𝜌NIR = Kanal near infra red


𝜌SWIR= Kanal short infra red.
20

3. Normalized Difference Water Index (NDWI)

Water Index (NDWI) menggunakan Near Infrared (NIR) dan panjang

gelombang hijau dapat menyoroti fitur perairan terbuka, yang dimodifikasi oleh

Xu (2006) dengan mengganti pita inframerah tengah untuk pita NIR dan

menyebutnya MNDWI. Indeks NDWI dirancang untuk memaksimalkan pantulan

air dengan menggunakan warna hijau yang sesuai, meminimalkan reflektansi

rendah NIR oleh fitur air, dan reflektansi tinggi NIR oleh fitur vegetasi dan tanah

(Xu, 2006, dalam Soltanian Dkk 2019).

Berikut adalah persamaan untuk menghitung NDWI :

(𝐺𝑅𝐸𝐸𝑁−𝑆𝑊𝐼𝑅) 𝐵𝑎𝑛𝑑 3−𝐵𝑎𝑛𝑑 5


NDWI=(𝐺𝑅𝐸𝐸𝑁+𝑆𝑊𝐼𝑅) = 𝐵𝑎𝑛𝑑 3+𝐵𝑎𝑛𝑑 5 … … … … … … … … … . … . … . (3)

Di mana:

GREEN = Nilai reflektan kanal hijau


SWIR = Nilai reflektan kanal inframerah

F. Class Signature

Penciri kelas diperlukan dalam proses klasifikasi. Penciri kelas merupakan

satu set data yang diperoleh dari suatu training area, feature space, atau cluster.

Training area atau area contoh digunakan untuk mendapatkan penciri kelas.

Sekelompok training area mewakili satu kelas tutupan lahan, misalnya hutan,

sawah, badan air, dan kawasan terbangun. Menurut Jaya (2010), secara teoritis

jumlah piksel yang harus diambil perkelas adalah sebanyak jumlah band yang

digunakan ditambah satu (N+1). Training area dibuat dengan memanfaatkan data

pendukung yang diperoleh dari data lapang, peta Google Earth dan citra satelit
21

World View 2 tanggal perekaman 9 September 2016 guna meningkatkan akurasi

klasifikasi (Sampurno dan Thoriq, 2016).

Kriteria pengelompokan kelas ditetapkan berdasarkan penciri kelas (kelas

signature) yang diperoleh analis melalui pembuatan training area. Training area

diperoleh dengan menggunakan tools AOI pada Erdas dengan menetukan area

contoh pada masing-masing kelas tutupan lahan dengan mempertimbangan

kesamaan piksel di sekitarnya (Febriani dkk, 2017).

Penentuan penciri kelas dapat menggunakan klasifikasi terbimbing yang

merupakan metode yang diperlukan untuk mentransformasikan data citra

multispektral ke dalam kelas-kelas unsur spasial dalam bentuk informasi tematis.

Klasifikasi terbimbing adalah klasifikasi yang dilakukan dengan arahan analis

(supervised), dimana kriteria pengelompokkan kelas ditetapkan berdasarkan

penciri kelas (class signature) yang diperoleh melalui pembuatan area contoh

(training area). Pada analisis sistem kerja metode terbimbing (Supervised),

terlebih dahulu diharuskan menetapkan beberapa training area (daerah contoh)

pada citra sebagai kelas lahan tertentu. Penetapan ini berdasarkan pengetahuan

analis terhadap wilayah dalam citra mengenai daerah-daerah penelitian. NIlai-nilai

piksel dalam daerah contoh tersebut kemudian digunakan oleh komputer sebagai

kunci untuk mengenai piksel yang lain. Daerah yang memiliki nilai piksel sejenis

akan dimasukan kedalam kelas lahan yang telah ditetapkan sebelumnya.

(Purwanto dan Lukiawan, 2019).


22

G. Kerangka Pikir

Gambar 2.2 Kerangka Pikir


BAB III
METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada Mei 2023 sampai dengan Oktober 2023,

Penelitian ini dilakukan di Perkotaan Raha Kabupaten Muna. Secara astronomis,

Perkotaan Raha terletak di pesisir Selat Buton , di antara 04 o 54’ 05’’ Lintang

Selatan dan di antara 122o 37’ 13’’ Bujur Timur. Secara geografis, Perkotaan

Raha di sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Lasalepa , di sebelah Selatan

dengan Kecamatan Duruka, di sebelah Timur berbatasan dengan Selat Buton dan

sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Watopute.

23
24

Gambar 3.1 Peta Lokasi Penelitian


25

B. Alat dan Bahan Penelitian

1. Alat Penelitian

Alat yang akan digunakan pada penelitian ini sebagai berikut:

Tabel 3.1 Alat Penelitian


No. Alat Kegunaan

1. GPS (Global Positioning Digunakan untuk pengambilan titik kordinat


System) Garmin 64S garis pantai di lokasi penelitian.

2. Kamera android Digunakan untuk pengambilan gambar


dokumentasi lapangan

3. Laptop Digunakan untuk mengolah data dan


pembuatan peta penelitian.

4. Software ArcGIS 10.8 Diguankan untuk mengolah data spasial dan


pembuatan peta.

5. Software ENVI 4.5 Digunakan untuk mengolah data citra


Landsat.

2. Bahan Penelitian

Adapun bahan yang akan digunakan pada penelitian ini sebagai berikut:

Tabel 3.2 Bahan Penelitian


No Bahan Kegunaan

1. Citra Landsat 8 OLI/TIRS Digunakan untuk menganalisis dan pembuatan


tahun 2022 peta sebaran daerah Urban Heat Island
2. Peta lokasi penelitian Digunakan untuk membuat peta lokasi
penelitian

C. Populasi Dan Sampel Penelitian

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini merupakan wilayah kajian penelitian yang

ingin di teliti. Populasi merupakan seluruh data yang menjadi pusat perhatian

seorang peneliti dalam ruang lingkup & waktu yang telah ditentukan. Populasi

yang digunakan oleh peneliti adalah seluruh wilayah Perkotaan Raha.


26

2. Sampel

Sampel adalah obyek atau bagian dari populasi yang akan diteliti dan

dimanfaatkan untuk memperoleh gambaran mengenai karakter populasi.. Pada

penelitian ini, sampel yang digunakan ada 3 yaitu air yang memiliki sampel

NDWI. Nilai NDWI diklasifikasikan menjadi tiga kelas yaitu kebasahan rendah,

kebasahan sedang dan kebasahan tinggi. lahan terbangun yang memiliki sampel

NDBI. NDBI akan fokus untuk menyoroti daerah perkotaan atau kawasan

terbangun di mana biasanya ada pemantulan yang lebih tinggi pada area

Shortwave Infrared (SWIR), jika dibandingkan dengan area Near-Infrared (NIR).

NDBI memanfaatkan band inframerah dekat dan inframerah tengah. Nilai rentang

spektral NDBI berkisar 0,1 – 0,3. dan vegetasi yang memiliki sampel NDVI.

Indeks NDVI sendiri dihasilkan melalui kombinasi antara dua kanal (band) citra

satelit yakni merah (red) dan inframerah dekat atau Near-Infrared

Radiation (NIR). Nilai NDVI adalah berkisar -1 sampai dengan 1. Sampel ini

digunakan pada penelitian berfokus pada area Urban Heat Island (UHI) di

perkotaan Kabupaten Muna.

D. Tahapan Penelitian

Tahapan penelitian merupakan langkah-langkah dalam melakukan proses

penelitian di lapangan. Dalam tahapan penelitian terdiri dari 3 tahap yaitu tahap

pra lapangan, tahap lapangan dan tahap pasca lapangan.

1. Tahap Persiapan/Pra-Lapangan

Tahap pra lapangan merupakan tahapan awal dalam penelitian Tahapan

persiapan merupakan rangkaian kegiatan awal sebelum memulai pengumpulan


27

dan pengelolahan data. Pada tahap persiapan ini, disusun hal-hal yang harus

dilakukan agar tujuan penulisan tugas akhir ini menjadi teratur dan terstruktur,

sehingga waktu penulisan tugas akhir ini berjalan efektif dan efisien. dimana Pada

tahap ini peneliti melakukan persiapan-persiapan seperti pengumpulan data-data

sekunder yang berkaitan dengan penelitian ini. Data-data yang dikumpulkan bisa

berasal dari jurnal, buku, dan referensi lainnya yang menunjang penelitian

tersebut.

a. pengumpulan data

Pada tahap ini penelitian melakukan persiapan-persiapan seperti

pengumpulan data-data sekunder yang berkaitan dengan penelitian ini. Data-data

yang dikumpulkan bisa berasal dari jurnal, buku, dan referensi lainnya yang

menunjang penelitian tersebut.

b. pembuatan peta lokasi penelitian

Pada tahap ini peneliti membuat peta sebagai acuan dasar untuk penentuan

lokasi penelitian, dalam hal ini lokasi yang dimaksud merupakan daerah Urban

Heat Island di perkotaan Kabupaten Muna. Data yang digunakan untuk

pembuatan peta lokasi penelitian in diperoleh dari data citra SAS Planet dan SHP

(Shapefile) batas administrasi perkotaan kabupaten Muna.

2. Tahap Lapangan

Tahap ini adalah tahap dimana kegiatan penelitian sudah mulai berjalan

dengan mencari dan menggali data-data yang ada di lapangan. Pada penelitian ini

tahapan yang di lakukan adalah dengan melakukan pengambilan titik kordinat

pada area yang di duga mengalami Urban Heat Island selain itu tahapan
28

dokumentasi perlu di lakukan sebagai data-data pendukung pada lokasi yang di

teliti.

3. Tahap Pasca Lapangan

Tahap pasca lapangan merupakan tahap dimana peneliti mengumpulkan

semua data-data yang di dapatkan di lapangan sebelum dilakukan proses analisis

data. Data-data yang dimaksudkan dalam penelitian ini merupakan data hasil

observasi dan dokumentasi area-area yang diduga mengalami Urban Heat Island.

E. Teknik Pengumpulan Data

1. Data Primer

Data Primer yang digunakan pada penelitian ini adalah data citra Landsat

8 OLI/TIRS tahun 2022 yang diakses dan di unduh pada situs

(https://earthexplorer.usgs.gov/) pada wilayah kajian penelitian wilayah Urban

Heat Island di Perkotaan Kabupaten Muna.

2. Data sekunder

Data sekunder merupakan berbagai informasi yang telah ada sebelumnya

dan dengan sengaja dikumpulkan oleh peneliti yang digunakan untuk melengkapi

kebutuhan data penelitian. Data sekunder yang digunakan pada penelitian inia

dalah:

1. Data RBI (rupa bumi Indonesia) digunakan sebagai pembatasan wilayah

kajian seperti wilayah administrasi kecamatan dan wilayah administrasi

kelurahan.

2. Data jumlah penduduk digunakan untuk melihat jumlah dan kepadatan

penduduk di wilayah kajian.


29

3. Data iklim yang digunakan pada penelitian ini adalah data suhu dan data

curah hujan yang terjadi di area kajian.

G. Teknik Pengolahan Data

1. Koreksi Radiometrik

Koreksi Radiometrik merupakan suatu proses pengolahan untuk

memperbaiki kualitas visual dan memperbaiki nilai-nilai piksel yang tidak sesuai

dengan nilai pantulan atau pancaran spektral objek yang sebenarnya (Adiningsih,

2015 dalam Nilasari dkk, 2017). Pada penelitian ini data yang akan dikoreksi

adalah citra Landsat 8 OLI/TIRS dengan cara mengubah nilai digital number

(DN) menjadi nilai reflektan kemudian mengoreksi nilai top of atmospheric

(TOA).

ρλ′ = 𝑀𝜌𝑄𝑐𝑎𝑙 + 𝐴𝜌 (Persamaan 4)

Keterangan :

ρλ' = TOA planetary reflectance (tanpa unit)

Qcal = Nilai piksel (DN) pada citra

Mρ = Nilai Radian Multiplicatif

Aρ = Radiance Addictiv

2. Pemotongan Citra (Cropping Image)

Pemotongan Citra (cropping citra) merupakan cara mendapatkan area

warna tomat tertentu yang diamati (area of interest), yang bertujuan untuk

mempermudah penganalisaan citra dan memperkecil ukuran penyimpangan citra.

Pemotongan citra dilakukan untuk mendapatkan daerah penelitian dengan maksud

untuk melakukan pengolahan data yang lebih fokus, terperinci dan teroptimal.
30

Pemotongan citra ini juga menggunakan file SHP batas administrasi sebagai batas

daerah pemotongan citra yang akan digunakan.

H. Teknik Analisis Data


1. Analisis UHI

Deteksi UHI umumnya dilakukan melalui pengamatan lapangan pada suhu

udara (in-situ) dan melalui penginderaan jauh pada suhu permukaan tanah yang

dikenal dengan istilah Land Surface Temperature (LST). Pengukuran LST dengan

satelit penginderaan jauh memiliki banyak keunggulan antara lain cakupan spasial

dan temporalnya yang konsisten, serta dapat mengatasi kelemahan pengamatan

permukaan tanah in- situ yang berkaitan dengan distribusi tapak. Konsep deteksi

UHI adalah mengintegrasikan heterogenitas permukaan perkotaan yang

menunjukkan hubungan antara suhu udara dan fraksi (bagian) perkotaan.

Secara teknis, deteksi UHI dapat dilakukan dengan analisis LST yang

memanfaatkan thermal band pada citra satelit. Analisis LST merupakan rangkaian

konversi nilai-nilai Digital Number (DN) pada band thermal menjadi nilai suhu

permukaan. Output-nya yaitu berupa peta distribusi/sebaran suhu permukaan..

Pada prinsipnya, analisis LST memanfaatkan keunikan sifat bahan permukaan

bumi dalam menyerap dan memantulkan energi elektromagnetik matahari.

Permukaan bumi yang berbeda menghasilkan nilai surface temperature yang

berbeda, sehingga LST sangat terkait dengan penggunaan/penutupan lahan (Aris

dkk, 2019).

Land Surface Temperature atau suhu permukaan tanah dihitung dengan

menggunakan persamaan berikut:


31

𝑇𝑠𝑒𝑛𝑠𝑜𝑟
𝐿𝑆𝑇 = 1+(𝜆.𝑇𝑠𝑒𝑛𝑠𝑜𝑟/𝜌) 1𝑛 Ɛ (5)

Dimana:
Ƭ𝑠𝑒𝑛𝑠𝑜𝑟 = sensor brightness temperature (K)
λ = effective band wavelength (11,5 µm)
𝝆 = h × c/σ (1,438 × 10–2 m K)
h = konstanta Planck (6,626 × 10–34 Js)
c = kecepatan cahaya (2,998 × 108 m/s)
σ = konstanta Boltzmann (1,38 × 10–23 J/K)
Ɛ = land surface emissivity

brightness temperature menggunakan data TIRS band yang dapat

dikonversi dari spectral radiance ke brightness temperature menggunakan

konstanta thermal yang disediakan dalam file metadata. Berikut adalah

persamaanya:
𝐾₂
𝑇= 𝐾₁ (6)
𝑙𝑛( +1)+1
𝐿𝜆

Dimana :

T = Sensor brightness temperature (K)


Lλ = Nilai spektral radian ToA
K₂ = Konstanta konversi termal setiap band (K₁_Constant_Band_x)
K₁ = Konstanta konversi termal setiap band (K₁_Constant_Band_x)

Koreksi emissivitas, Estimasi Land Surface Emissivity (LSE) dari

normalized difference vegetation index (NDVI) yang dikenal dengan istilah Land

surface emissivity (Ɛ) dihitung menggunakan metode thresholds NOVI yang

dikemukakan oleh (Sobrino et al., 2004) melalui persamaan berikut:

Ɛ = 0,986+0,004Pᵥ (7)
32

melalui klasifikasi citra LST, UHI dapat diidentifikasi dengan cara sebagai

berikut:

LST > μ + 0.5 × δ , merujuk ke area UHI (8)

0 < LST ≤ μ + 0.5 × δ dilambangkan dengan area non-UHI atau pedesaan (9)

di mana μ dan δ adalah mean dan standar deviasi suhu di area studi,

masing-masing. Selanjutnya, intensitas UHI didefinisikan sebagai perbedaan

antara suhu rata-rata wilayah UHI dan pedesaan (non-UHI).

Pv adalah proporsi vegetasi dan dapat diestimasi sebagai berikut :

NVDI−NDVImi𝑛
P𝑣 = (NDVImaks−NDVImi𝑛 ) ² (10)

2. Uji Akurasi

Uji akurasi hasil klasifikasi dilakukan untuk menguji tingkat akurasi peta

penggunaan yang dihasilkan dari proses klasifikasi digital dengan sampel uji dari

hasil kegiatan lapangan. Antara sampel yang digunakan sebagai training area

dengan sampel yang digunakan untuk uji akurasi bukan sampel yang sama tetapi

sampel uji akurasi diambil di tempat yang berbeda, hal ini agar lebih diterima

keakuratannya (Wulansari, 2017).

Evaluasi akurasi digunakan untuk melihat tingkat kesalahan yang terjadi

pada klasifikasi area contoh sehingga dapat ditentukan besarnya persentase

ketelitian pemetaan. Evaluasi ini menguji tingkat keakuratan secara visual dari

klasifikasi terbimbing. Akurasi ketelitian pemetaan dilakukan dengan membuat

matrik kontingensi atau matrik kesalahan (confusion matrix). Akurasi yang bisa

dihitung antara lain, User’s accuracy, Producer’s Accuracy dan Overall accuracy

.
33

Tabel 3.3 Matriks Kesalahan (Confusion Matrix)


Class / A B C D Jumlah Producer’
Sampe s
l accuracy
A Xii Xi+ Xii/X˖i

B Xii

C Xii

D Xii

Kolom X˖i

User’s Xii/Xi˖
accurac
y
Sumber : Sampurno dan Thoriq, 2016

Secara matematis akurasi diatas dapat dinyatakan sebagai berikut:

Xii
User’s accuracy = Xi˖ × 100% (11)
Xii
𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑐𝑒𝑟’𝑠 𝑎𝑐𝑐𝑢𝑟𝑎𝑐y = X˖i × 100% (12)
∑𝑟𝑖 Xii
Ove𝑒𝑟𝑎𝑙𝑙 𝑎𝑐𝑐𝑢𝑟𝑎𝑐y = × 100% (13)
N

Keterangan:
Xii = nilai diagonal matriks kontingensi baris ke-i dan kolom ke-i
Xi˖ = jumlah piksel dalam baris ke-i
X˖i = jumlah piksel dalam kolom ke-i
Secara matematis akurasi kappa disajikan sebagai berikut:
N ∑𝑟𝑖 Xii− ∑𝑟𝑖 Xi˖ X˖i
Kappa (k) = 𝑥 100% (14)
N²− ∑𝑟𝑖 Xi˖ X˖i

Keterangan :

N = banyaknya piksel dalam contoh


X = nilai diagonal dari matriks kontingensi baris ke-i dan Kolom ke-i
Xii = jumlah piksel dalam baris ke-i
X˖i = jumlah piksel dalam kolom ke-i
34

3. Perbandingan Metode Berbasis Spectral Indices Dan Class Signature

Urban heat island ditandai dengan terjadinya peningkatan suhu di kota, di

mana pusat kota mempunyai suhu yang lebih tinggi dibandingkan daerah di

sekitarnya. Sehingga, di wilayah yang mengalami urban heat island, suhu

udaranya berbeda beberapa derajat dengan daerah di sekitarnya. Pada penelitian

ini penentuan area Urban Heat Island dapat menggunakan teknik penginderaan

jauh dengan melakukan perbandingan klasifikasi tutupan lahan dengan

membandingkan hasil dari metode Class Signature dan Indeks Spektral.

Class signature merupakan satu set data yang diperoleh dari suatu training

area dimana peneliti mengklasifikasikan data kelas tutupan lahan, misalnya hutan,

sawah, badan air, dan kawasan terbangun. Penentuan penciri kelas dapat

menggunakan klasifikasi terbimbing yang merupakan metode yang diperlukan

untuk mentransformasikan data citra multispektral ke dalam kelas-kelas unsur

spasial dalam bentuk informasi tematis. Kelas tutupan lahan untuk indeks vegetasi

terbagi menjadi Perkebunan, Hutan, Semak dan belukar, Padang rumput alang –

alang dan sabana sedangkan untuk Lahan terbangun terbagi menjadi Permukiman,

Jaringan Jalan, perkantoran, industri,sarana/fasilitas, dan pertokoan/bisnis dan

untuk air dan lahan basah berupa laut/muara, Danau atau waduk, Rawa, dan

Sungai.

Indeks spektral mengubah data satelit multi-spektral menjadi satu

komponen, sehingga piksel individu dapat dilacak sepanjang waktu. Indeks

spektral juga memiliki keunggulan dibandingkan pita tunggal dengan memperkuat

efek yang diinginkan (misalnya, perubahan kondisi vegetasi) dan mengurangi fitur
35

yang tidak diinginkan, ada banyak indeks spektral dalam literatur. Namun, ketika

mempertimbangkan yang umum digunakan dalam deret waktu berbasis piksel

turunan Landsat, bidang tersebut menyempit secara signifikan.

NDVI adalah salah satu parameter yang digunakan untuk menganalisis

keadaan vegetasi dari suatu wilayah. Tingkat kerapatan vegetasi dapat dikaji

melalui penggunaan teknologi yang saat ini terus berkembang. Perhitungan NDVI

yang dilakukan adalah sebagai berikut:

(ρNIR)−(ρRed) 𝐵𝑎𝑛𝑑 5−𝐵𝑎𝑛𝑑 4


NDVI = = 𝐵𝑎𝑛𝑑 5+𝐵𝑎𝑛𝑑 4 … … … … … … … … … … (1)
(ρ𝑁𝐼𝑅+(ρ𝑅𝑒𝑑)

Di mana:

(𝜌𝑁𝐼𝑅) = Nilai reflektan kanal inframerah


(𝜌R𝑒𝑑) = Nilai reflektan kanal merah

Tabel 3.4 Klasifikasi Nilai NDVI


Kelas Nilai NDVI Klasifikasi
1 -1 s/d -0.03 Lahan tidak bervegetasi
2 -0.03 s/d 0.15 Tingkat Kehijauan Sangat rendah
3 0.15 s/d 0.25 Tingkat kehijauan rendah
4 0.26 s/d 0.35 Tingkat kehijauan sedang
5 0.36 s/d 1.00 Tingkat kehijauan tinggi
Sumber : Yumanda dan Pakereng, 2021

NormalizedDifferenceBuilt-upIndex (NDBI) adalah sebuah algoritma untuk

estimasi tingkatan pada area terbangun Perhitungan NDBI yang dilakukan

adalah sebagai berikut:

ρSWIR − ρNIR 𝐵𝑎𝑛𝑑 6 − 𝐵𝑎𝑛𝑑 5


NDBI = = 𝐵𝑎𝑛𝑑 6 + 𝐵𝑎𝑛𝑑 5 … … … … … … … … … … (2)
ρSWIR + ρNIR

Di mana :

𝜌NIR = Kanal near infra red


𝜌SWIR = Kanal short infra red.
36

Tabel 3.5 Klasifikasi Nilai NDBI


Kelas Nilai NDBI Klasifikasi
1 -1 s/d 0 Non pemukiman
2 0 s/d 0.1 Pemukiman jarang
3 0.1 s/d 0.2 Pemukiman rapat
4 0.2 s/d 0.3 Pemukiman sangat rapat
Sumber : Yumanda dan Pakereng, 2021

Normalized Difference Water Index (NDWI) merupakan metode yang

digunakan untuk membandingkan tingkat kebasahan pada citra satelit. Metode

NDWI menggunakan band 8 (NIR) dan band 8 (SWIR). Perhitungan NDWI yang

dilakukan adalah sebagai berikut:

(𝐺𝑅𝐸𝐸𝑁−𝑆𝑊𝐼𝑅) 𝐵𝑎𝑛𝑑 3−𝐵𝑎𝑛𝑑 5


NDWI=(𝐺𝑅𝐸𝐸𝑁+𝑆𝑊𝐼𝑅) = 𝐵𝑎𝑛𝑑 3+𝐵𝑎𝑛𝑑 5 … … … … … … … … … . … . … . (3)

Di mana:

GREEN = Nilai reflektan kanal hijau


SWIR = Nilai reflektan kanal inframerah

Tabel 3.6 Klasifikasi Nilai NDWI


Kelas Nilai NDWI Klasifikasi
1 -0.732996 s/d 0 Non-badan air
2 0 s/d 0.33 Kebasahan sedang
3 0.33 s/d 1 Kebasahan tinggi
Sumber : Yumanda dan Pakereng, 2021
37

I. Diagram Alir

Gambar 3.2 Diagram Alir


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Kondisi Geografis

Perkotaan Raha sebagai pusat pemerintahan Kabupaten Muna saat ini

terdiri atas 2 wilayah Kecamatan yaitu Kecamatan Katobu dan Kecamatan

Batalaiworu. Kota Raha adalah ibukota Kabupaten Muna. Kota ini juga salah

satu kota di provinsi Sulawesi Tenggara, Indonesia. Kota Raha terletak di pesisir

Selat Buton, merupakan ibu kota Kabupaten Muna, Provinsi Sulawesi Tenggara.

Total area dari kota ini adalah 3191,50 ha terdiri dari 12 kelurahan, dan 15 Desa,

dengan jumlah penduduk pada tahun 2021 sebesar 42.890 jiwa, dengan kepadatan

2805,8/km2.

Berdasarkan luas wilayah masing-masing kecamatan dan jumlah penduduk

di Perkotaan Raha dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.1. Luas wilayah dan jumlah penduduk masing-masing Kecamatan Kota
Raha.
Kecamatan Luas Wilayah (Ha) Jumlah Penduduk Laju pertumbuhan
penduduk
Katobu 980,20 27,30 0,26
Batalaiworu 2211,30 15,59 1,88
Luas Total 3191,50 42,89 2,14
Sumber : Kabupaten muna dalam angka ( 2022)

Berdasarkan tabel diatas kecamatan terluas di perkotaan Raha adalah

Batalaiworu dengan luas 2211,30 ha dengan jumlah penduduk 15,59 ribu jiwa

sedangkan kecamatan dengan luas wilayah paling kecil adalah Katobu seluas

980,20 ha akan tetapi memiliki jumlah penduduk lebih banyak dibandingkan

dengan Batalaiworu yakni 27,30 Jiwa

38
39

Berdasarkan hasil pengamatan suhu udara di perkotaan raha dapat dilihat

pada tabel dibawah ini.

Tabel 4.2. Rata Rata suhu udara perkotaan raha tahun 2022
Bulan (Month) Suhu Min (Bulan) Suhu Maks (Bulan)
Januari/January 23,2 32,8
Februari/ February 23.8 33,0
Maret/ March 23,0 32,8
April/ April 21,2 34,0
Mei/ May 22,0 33,7
Juni/ June 22,0 33,8
Juli/ July 21,2 32,8
Agustus/ August 21,2 33,8
September/ September 21,8 34,2
Oktober/ October 20,8 34,8
November/ November 23,2 33,6
Desember/ December 22,4 33,2
Sumber : Kabupaten muna dalam angka ( 2022)

Berdasarkan tabel 4.2 pada tahun 2021, kondisi suhu perkotaan raha dapat

diketahui suhu minimumnya yang berkisar antara 20,8 – 23,8 dimana suhu

minimum ini terjadi pada bulan oktober dan suhu maksimum perkotaan raha

berkisar antara 32,8 -34,8 yang juga terjadi pada bulan oktober.

Curah hujan dan hari hujan menurut bulan di Kota Kendari pada tahun 2021
dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 4.3. Intensitas Curah Hujan Perkotaan Raha
Bulan Curah Hujan (Mm) Hari Hujan
Januari/January 348,7 21
Februari/ February 142,0 15
Maret/ March 237,5 15
April/ April 88,4 9
Mei/ May 155,6 16
Juni/ June 141,2 19
Juli/ July 101,3 14
Agustus/ August 121,0 14
September/ September 202,5 16
Oktober/ October 62,1 11
November/ November 289,5 20
Desember/ December 437,5 23
Tahun 2022 2.327,3 193
Sumber : Kabupaten muna dalam angka ( 2022)
40

Berdasarkan tabel diatas, intensitas curah hujan Perkotaan Raha pada tahun

2022 yaitu sebesar 2.327,3 mm dimana intensitas dengan curah hujan tertinggi terjadi

pada bulan Desember yaitu sebesar 437,5 mm dengan hari hujan sebanyak 23 hari

dari total 193 hari hujan per tahunnya.

2. Koreksi Radiometrik

Koreksi radiometrik dilakukan untuk memperbaiki nilai piksel pada citra 8

OLI/TIRS tahun 2022. Efek atmosfer menyebabkan nilai pantulan objek di

permukaan bumi yang terekam oleh sensor menjadi bukan merupakan nilai

aslinya, tetapi menjadi lebih besar oleh karena adanya hamburan atau lebih kecil

karena proses serapan. Metode-metode yang sering digunakan untuk

menghilangkan efek atmosfer antara lain metode pergeseran histogram (histogram

adjustment), metode regresi dan metode kalibrasi bayangan Pada tahapan

pengolahan koreksi radiometrik, dilakukan dengan mengoreksi nilai ToA (Top of

Atmosphere). Setelah melakukan koreksi pada nilai ToA.


41

(a) (b)

(c) (d)

(e) (f)
42

(g) (h)

Gambar 4.1. Hasil Koreksi Radiometrik Landsat 8 OLI/TIRS

Gambar (a) diatas merupakan Band 4 citra Landsat 8 OLI/TIRS sebelum

dikoreksi dan Gambar (b) Band 4 citra Landsat 8 OLI/TIRS setelah dikoreksi,

Gambar (c) Band 5 citra Landsat 8 OLI/TIRS sebelum dikoreksi dan Gambar (d)

Band 5 citra Landsat 8 OLI/TIRS setelah dikoreksi, Gambar (e) Band 10 citra

Landsat 8 OLI/TIRS sebelum dikoreksi dan Gambar (f) Band 10 citra Landsat 8

OLI/TIRS setelah dikoreksi, Gambar (g) Band 11 citra Landsat 8 OLI/TIRS

sebelum dikoreksi dan Gambar (h) Band 11 citra Landsat 8 OLI/TIRS setelah

dikoreksi.

Selanjutnya dilakukan koreksi sudut matahari citra Landsat 8 OLI/TIRS

tahun 2022. Hasil klasifikasi menunjukan Hasil dari koreksi radiometrik dapat

dilihat pada gambar dibawah ini.


43

(a) (b)

Gambar 4.2. Statistik Koreksi Radiometrik

Gambar (a) merupakan gambar citra Landsat 8 OLI/TIRS sebelum dilakukan koreksi

radiometrik sedangkan. Gambar (b) merupakan gambar citra Landsat 8 OLI/TIRS setelah

dilakukan koreksi radiometrik.

3. Pemotongan Citra (Cropping Image)

Pemotongan citra, atau disebut juga cropping image, adalah proses

mengubah ukuran atau bentuk dari sebuah citra dengan menghilangkan bagian

yang tidak diinginkan. Biasanya, pemotongan dilakukan untuk memfokuskan

perhatian pada objek tertentu dalam citra atau untuk menghilangkan bagian yang

tidak relevan. Pemotongan citra melibatkan penghapusan piksel di sekitar batas

citra yang diinginkan. Ini dapat dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak

pengolahan gambar atau pemrograman komputer. Pada penelitian ini pemotongan


44

citra dilakukan untuk membatasi wilayah administrasi yang akan di teliti di

wilayah perkotaan Raha. Berikut hasil dari gambar pemotongan citra.

Gambar 4.4. Hasil pemotongan citra (Cropping image)

4. Penentuan Area Tutupan Lahan

Tutupan lahan mengacu pada jenis dan kondisi fisik yang meliputi

permukaan tanah pada suatu daerah tertentu. Ini mencakup semua jenis

penggunaan lahan, seperti hutan, pertanian, padang rumput, kawasan perkotaan,

perairan, dan lain-lain. Tutupan lahan adalah hasil dari interaksi antara faktor

alami, seperti iklim, topografi, dan jenis tanah, serta aktivitas manusia seperti

pertanian, perubahan penggunaan lahan, dan urbanisasi. Tutupan lahan perkotaan


45

umumnya terdiri dari beton, aspal, dan bahan bangunan lainnya yang memiliki

kemampuan termal yang tinggi untuk menyerap dan mempertahankan panas. Di

sisi lain, di daerah pedesaan, tutupan lahan seringkali terdiri dari tanah terbuka,

vegetasi, dan air, yang cenderung memiliki kemampuan pendinginan alami.

Dengan memperhatikan dan mengelola tutupan lahan perkotaan secara bijaksana,

dapat membantu mengurangi dampak UHI dan menciptakan lingkungan

perkotaan yang lebih sejuk dan berkelanjutan. Pada penelitian ini tutupan lahan

yang di identifikasi yaitu berupa vegetasi, lahan terbangun dan air.

Vegetasi merupakan sekumpulan tumbuhan yang tumbuh dan hidup di

suatu wilayah atau ekosistem tertentu. Vegetasi mencakup berbagai jenis

tanaman, termasuk pohon, semak, rumput, lumut, ganggang, dan spesies

tumbuhan lainnya.Vegetasi dapat dilihat pada gambar berikut.

(1) (2)

Gambar 4.5. Objek Kelas Hutan (1) Kenampakan pada Citra (2) Keadaan di

lapangan (X = 122.721795 Y = -4.815139)

Lahan terbangun (built up area) merupakan lahan yang sudah mengalami

proses pembangunan atau perkerasan yang terjadi di atas lahan tersebut


46

(Yuliastuti & Fatchurochman, 2011).Lahan terbangun dapat dilihat pada gambar

berikut.

(1) (2)

Gambar 4.6. Objek Kelas Lahan Terbangun (1) Kenampakan pada Citra (2)
Keadaan di lapangan (X = 122.721651 Y = -4.8238)

Tubuh air merupakan kawasan yang sebagian besar tertutup oleh air yang

terbagi menjadi perairan dalam dan perairan dangkal. Pada kondisi di lapangan,

tubuh air memiliki air keruh dan nampak sedang surut. Tubuh air dapat dilihat

pada gambar berikut.


47

(1) (2)

Gambar 4.7. Objek Kelas Tubuh Air (1) Kenampakan pada Citra (2) Keadaan di

lapangan (X = 122.735794 Y = -4.821103)

Selanjutnya ialah dilakukan klasifikasi tutupan lahan dengan menggunakan indeks

spektral dan Class Signature.

5. Analisi Spectral Indices

Spectral indices atau indeks spektral adalah metode yang digunakan untuk

menganalisis data citra satelit atau citra udara yang dikumpulkan dari berbagai

saluran spektral. Indeks spektral dapat memberikan informasi tentang kondisi dan

karakteristik permukaan lahan, termasuk analisis Urban Heat Island (UHI).

Penggunaan indeks spektral ini dalam analisis UHI memungkinkan untuk

pemetaan dan pemahaman yang lebih baik tentang distribusi suhu dan tutupan

lahan di wilayah perkotaan. Informasi ini dapat digunakan untuk merencanakan

strategi mitigasi dan pengelolaan UHI yang lebih efektif, seperti penghijauan,

perencanaan tata ruang yang lebih baik, dan penerapan bahan bangunan yang
48

lebih efisien energi. Berikut ini adalah beberapa indeks spektral yang digunakan

untuk penelitian ini:

a. Analisis Normalized Difference Vegetation Index (NDVI)

NDVI adalah indeks yang menggabungkan perbedaan reflektansi antara

daerah inframerah dekat (IR) dan merah jauh (R) dari spektrum elektromagnetik.

Indeks ini digunakan untuk mengukur keberadaan dan kepadatan vegetasi. Di

wilayah perkotaan, NDVI dapat digunakan untuk mengidentifikasi daerah dengan

tingkat vegetasi yang lebih tinggi, yang pada gilirannya dapat memberikan efek

penyejuk dan mengurangi UHI. Berikut ini adalah hasil klasifikasi NDVI

menggunakan persamaan (1), dimana hasil analisis ini menunjukan bahwa NDVI

tertinggi berada pada nilai indeks 0,575 dengan simbol warna hijau tua dan

terendah -0,12 dengan simbol warna abu-abu yang dapat di lihat pada gambar

berikut.
49

Gambar 4.8. Hasil Klasifikasi NDVI


50

Tabel 4.4. Hasil Klasifikasi NDVI di Perkotaan Raha


Kelas Keterangan Interval Indeks Luas_Ha Presentasi
1 Non NDVI -0,12 - 0,335 114,1235 4%
2 NDVI Sangat Rendah 0,336 - 0,395 344,4705 11%
3 NDVI Rendah 0,396 - 0,455 435,8136 14%
4 NDVI Sedang 0,456 - 0,515 646,6093 20%
5 NDVI Tinggi 0,516 - 0,575 1650,484 52%
Total 3191,50 100%
(Sumber : Analisis Data, 2023)

Tabel diatas menyajikan informasi mengenai hasil klasifikasi NDVI di

Perkotaan Raha, dimana kelas NDVI terbagi menjadi 5 kelas yaitu non NDVI

berada pada nilai indeks -0,12 - 0,335 yang teridentifikasi seluas 114,1235 ha

atau 4 % dari total luas wilayah kajian, NDVI sangat rendah berada pada nilai

indeks 0,336 - 0,395 yang teridentifikasi seluas 344,4705 ha atau 11% dari total

luas wilayah kajian, NDVI rendah berada pada nilai 0,396 - 0,455 yang

teridentifikasi seluas 435,8136 atau 14%, dari total luas wilayah kajian, NDVI

sedang berada pada nilai 0,456 - 0,515 yang teridentifikasi seluas 646,6093 ha

atau 20%, dari total luas wilayah kajian dan NDVI tinggi berada pada nilai 0,516 -

0,575 yang teridentifikasi seluas 1650,484 ha atau 52%, dari total luas wilayah

kajian.

b. Analisis Normalized Difference Built-Up Index (NDBI)

NDBI adalah indeks yang memanfaatkan perbedaan reflektansi antara

daerah inframerah dekat (IR) dan daerah merah dekat (R) untuk mengidentifikasi

wilayah perkotaan yang padat bangunan. NDBI digunakan untuk mengukur dan

memetakan distribusi bangunan dan infrastruktur perkotaan yang mempengaruhi

UHI. Berikut ini adalah hasil klasifikasi NDBI menggunakan persamaan (2),

dimana hasil analisis ini menunjukan bahwa NDBI sangat rapat berada pada nilai
51

indeks 0,16 yang ditandai dengan warna kuning dan non NDBI -0,43 berwarna

hijau yang dapat di lihat pada gambar berikut.


52

Gambar 4.9. Hasil Klasifikasi NDBI


53

Tabel 4.5. Hasil Klasifikasi NDBI di Perkotaan Raha


Kelas Keterangan Interval Indeks Luas_Ha Presentasi
1 Non NDBI -0,43 - -0,056 1139,215 36%
2 NDBI Sedang -0,055 - 0,053 1076,163 34%
3 NDBI Tinggi 0,054 - 0,11 649,6988 20%
4 NDBI Sangat Tinggi 0,12 - 0,16 326,4311 10%
Total 3191,50 100%
(Sumber : Analisis Data, 2023)

Tabel diatas menyajikan informasi mengenai hasil klasifikasi NDBI di

Perkotaan Raha, dimana kelas NDBI terbagi menjadi 4 kelas yaitu non NDBI

berada pada nilai indeks -0,43 - -0,056 yang teridentifikasi seluas 1139,215 ha

atau 36% dari total luas wilayah kajian, NDBI sedang berada pada nilai indeks -

0,055 - 0,053 yang teridentifikasi seluas 1076,163 ha atau 34% dari total luas

wilayah kajian, NDBI tinggi berada pada nilai 0,054 - 0,11 yang teridentifikasi

seluas 649,6988 atau 20% dari total luas wilayah kajian, dan NDBI sangat tinggi

berada pada nilai 0,12 - 0,16 yang teridentifikasi seluas 326,4311 ha atau 10%,

dari total luas wilayah kajian.

c. Analisis Normalized Difference Water Index (NDWI)

NDWI diperoleh dengan membandingkan perbedaan reflektansi antara

daerah inframerah dekat (IR) dan daerah hijau (G) dari spektrum elektromagnetik.

Indeks ini digunakan untuk mengukur keberadaan air, seperti sungai, danau, dan

vegetasi yang lembab. Penggunaan NDWI dalam analisis UHI dapat memberikan

wawasan tambahan tentang distribusi air dan keberadaan vegetasi yang lembab di

wilayah perkotaan. Informasi ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi area

yang mungkin mempengaruhi UHI dan merencanakan tindakan mitigasi yang

sesuai, seperti peningkatan vegetasi, penciptaan area hijau, atau pengelolaan air

yang lebih baik. Berikut ini adalah hasil klasifikasi NDBI menggunakan
54

persamaan (3), dimana hasil analisis ini menunjukan bahwa NDWI tinggi berada

pada nilai indeks 0,226 ditandai dengan warna biru dan non NDWI -0,503

berwarna biru yang dapat di lihat pada gambar berikut.


55

Gambar 4.10. Hasil Klasifikasi NDWI


56

Tabel 4.6. Hasil Klasifikasi NDWI di Perkotaan Raha


Kelas Keterangan Interval Indeks Luas_Ha Presentase
1 Non NDWI -0,503 - -0,0741 2314,795 73%
2 NDWI Sedang -0,074 - 0,113 745,8492 23%
3 NDWI Tinggi 0,114 - 0,226 130,8647 4%
Total 3191,50 100%
(Sumber : Analisis Data, 2023)

Tabel diatas menyajikan informasi mengenai hasil klasifikasi NDWI di

Perkotaan Raha, dimana kelas NDWI terbagi menjadi 4 kelas yaitu non NDWI

berada pada nilai indeks -0,43 - -0,056 yang teridentifikasi seluas 2314,795 ha

atau 73% dari total luas wilayah kajian, NDWI sedang berada pada nilai indeks -

-0,074 - 0,113 yang teridentifikasi seluas 745,8492 ha atau 23% dari total luas

wilayah kajian, dan NDWI tinggi berada pada nilai 0,114 - 0,226 yang

teridentifikasi seluas 130,8647 ha atau 4% dari total luas wilayah kajian.

d. Uji Akurasi Spectral Indices

Setelah dilakukan klasifikasi sperctral indices berupa NDVI, NDWI, dan

NDWI selanjutnya dilakukan uji akurasi untuk membantu menilai sejauh mana

ketiga indeks ini mencerminkan kondisi sebenarnya di lapangan. Setelah

dilakukan uji akurasi, tingkat akurasi yang diperoleh sebesar 93,02. Untuk lebih

jelasnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Adapun titik sampel untuk uji

akurasi spectral indices dapat dilihat pada lampiran 1.


57

Tabel 4.7. Hasil Uji Akurasi Spectral Indices


Hasil
Data Lapangan Komisi
Klasifikasi Akurasi
Jumlah kesalaha
Lahan Objek
Class/Sampel Vegetasi Air n
Terbangun
Vegetasi 15 1 16 93,75 6
Lahan
2 15 17 88,23 11
Terbangun
Air 10 10 100 0
Jumlah 17 16 10 43 40
Akurasi
88,23 93,75 100
Objek
Omisi
11 6 0
kesalahan
Akurasi 93,02

6. Analisis Class Signature

Proses klasifikasi tutupan lahan dilakukan untuk mengidentifikasi

penggunaan lahan didaerah yang diteliti dengan menggunakan metode Class

Signature dengan citra Landsat 8 OLI TIRS yang telah dilakukan proses

penajaman citra atau fusi citra sebagai bahan yang diteliti. Dalam konteks Urban

Heat Island (UHI), analisis penciri kelas dapat melibatkan pemahaman dan

penilaian terhadap atribut-atribut yang digunakan untuk menggambarkan dan

memahami fenomena UHI. Analisis penciri kelas untuk Urban Heat Island

membantu dalam memahami dan menganalisis faktor-faktor yang berkontribusi

pada fenomena UHI. Hal ini dapat mendukung perencanaan perkotaan yang

berkelanjutan, pengelolaan tata guna lahan, serta upaya mitigasi dan adaptasi

terhadap dampak UHI pada kesehatan manusia dan lingkungan. Dalam penelitian

ini hasil analisis Class Signature berupa vegetasi, lahan terbangun dan air dapat di

lihat pada gambar dibawah ini.


58

Gambar 4.11. Hasil Klasifikasi Metode Terbimbing (Class Signature)


59

Tabel 4.8. Hasil Klasifikasi Class Signature di Perkotaan Raha


Kelas Keterangan Luas_Ha Presentase
1 Vegetasi 1502,035 47%
2 Lahan Terbangun 1533,65 48%
3 Air 121,1329 4%
4 Awan 20,63561 1%
5 Bayangan Awan 14,04683 0%
Total 3191,50 100%
(Sumber : Analisis Data, 2023)

Tabel diatas menyajikan informasi mengenai hasil klasifikasi Class

Signature (metode terbimbing) di perkotaan Raha yang terbagi menjadi 5 kelas

yaitu vegetasi yang memiliki luas 1502,035 ha setara dengan 47% dari luas

wilayah yang dikaji, lahan terbangun memiliki luas 1502,035 ha setara dengan

47% dari luas wilayah yang dikaji, Air yang memiliki luas 121,1329 ha setara

dengan 4% dari luas wilayah yang dikaji, Awan yang memiliki luas 20,63561 ha

setara dengan 1% dari luas wilayah yang dikaji, dan bayangan yang memiliki luas

14,04683 ha setara dengan 0% dari luas wilayah yang dikaji. Tutupan lahan yang

telah diperoleh dari hasil klasifikasi kemudian akan di uji dengan pengambilan

titik sampel dilapangan untuk melihat tingkat akurasi atau ketepatan hasil

klasifikasi penggunaan lahan dengan kondisi di lapangan.

a. Uji Akurasi Class Signature

Setelah dilakukan klasifikasi tutupan lahan kemudian akan di uji dengan

pegambilan titik sampel dilapangan untuk melihat tingkat akurasi atau ketepatan

hasil klasifikasi penggunaan lahan dengan kondisi di lapangan. Setelah dilakukan

uji akurasi, tingkat akurasi yang diperoleh sebesar 89,28 %. Untuk lebih jelasnya

dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Adapun titik sampel untuk uji akurasi class

signature dapat dilihat pada lampiran 3.


60

Tabel 4.9. Hasil Uji Akurasi Class Signature


Hasil
Data Lapangan Komisi
Klasifikasi Akurasi
Jumlah kesalaha
Lahan Objek
Class/Sampel Vegetasi Air n
Terbangun
Vegetasi 20 1 21 95,23 4,7
Lahan
5 20 25 80 20
Terbangun
Air 10 10 100 0
Jumlah 25 21 10 56 50
Akurasi
80 95,23 100
Objek
Omisi
20 4,7 0
kesalahan
Akurasi 89,28
(Sumber : Analisis Data, 2023)

7. Analisis Land Surface Temperature (LST)

LST adalah parameter yang mengukur suhu permukaan lahan. Dalam

konteks UHI, LST dapat digunakan untuk mengukur suhu udara di wilayah

perkotaan dan membandingkannya dengan suhu udara di daerah sekitarnya.

Perbedaan suhu yang signifikan dapat menunjukkan adanya UHI. Berikut ini

adalah hasil analisis LST dengan menggunakan persamaan (5) dimana hasil

analisis ini menunjukan bahwa suhu permukaan tanah tertinggi berada pada suhu

32 ºC dengan simbol berwarna merah dan suhu terendah 18 ºC dengan simbol

berwarna hijau tua yang dapat dilihat pada gambar berikut.


61

Gambar 4.12. Hasil Land Surface Temperature


62

Tabel 4.10. Hasil Klasifikasi LST di Perkotaan Raha


Kelas Suhu Permukaan (°C) Luas_Ha Presentase
1 18,07 - 21,43 35,24573 1%
2 21,44 - 24,07 1216,794 38%
3 24,08 - 25,91 1215,594 38%
4 25;92 - 28,1 386,4336 12%
5 28,11 - 32,36 337,442 11%
Total 3191,50 100%
(Sumber : Analisis Data, 2023)

Tabel diatas menyajikan informasi mengenai hasil klasifikasi land surface

temperature di perkotaan Raha, degradasi warna, luasan serta presentase dari

wilayah penelitian. Berdasarkan hasil analisis, gradasi warna hijau tua

menunjukkan suhu permukaan yang lebih rendah sedangkan warna merah

merupakan suhu permukaan yang lebih tinggi. Kelas suhu permukaan dibagi

menjadi lima kelas. Selain kelas terendah (>18 °C) dan tertinggi (>32 °C), rentang

nilai tiap kelas yakni dua derajat Celcius.

8. Urban Heat Island

Klasifikasi urban heat island (UHI) adalah proses untuk mengidentifikasi,

memetakan dan menganalisis distribusi suhu permukaan daerah perkotaan dan

daerah pedesaandalam kaitannya dengan pengaruh panas urbanisasi. Proses

klasifikasi urban heat island dilakukan untuk mengetahui sebaran UHI

diperjotaan Raha. Tahapan klasifikasi UHI dilakukan dengan menentukan nilai

ambang batas suhu (threshold temperature) untuk area yang terjadi UHI, dengan

persamaan (8).

LST > μ + 0.5 × δ , merujuk ke area UHI (8)

Persamaan (8) menunjukkan area terjadinya UHI. Adapun untuk area yang tidak
terjadi UHI didapat melalui persamaan (9) sebagai berikut:
63

0 < LST ≤ μ + 0.5 × δ dilambangkan dengan area non-UHI atau pedesaan (9)

Dari hasil klasifikasi dapat diketahui bahwa area UHI berada pada

temperatur suhu 25,92 - 32,36 ºC yang ditandai dengan degradasi warna merah

dan area UHI terendah berada pada temperatur 18,07 - 25,91 suhu dengan gradasi

warna putih, yang dapat dilihat pada gambar berikut.


64

Gambar 4.13. Hasil Klasifikasi Urban Heat Island


65

Tabel 4.11. Hasil Klasifikasi UHI di Perkotaan Raha


No Keterangan LST Area UHI Luas_Ha Presentase
1 Non UHI 18,07 - 25,91 2652,518 83%
2 UHI 25,92 - 32,36 538,9821 17%
Total 3191,50 100%
(Sumber : Analisis Data, 2023)

Tabel diatas menyajikan informasi mengenai hasil klasifikasi urban heat

island, area, luasan serta presentase dari wilayah penelitian. Berdasarkan hasil

analisis, area non UHI pada bagian 1 dengan simbol berwarna putih pada peta

berada pada nilai 18,07 - 25,91, yang teridentifikasi seluas 2652,518 ha atau 83%

dari total luas wilayah kajian, sedangkan kelas 2 merupakan area terjadinya UHI

yang diberi gradasi warna merah dengan nilai intensitas 25,92 - 32,36 yang

teridentifikasi seluas 538,9821 ha atau 17% dari total luas wilayah kajian.

B. Pembahasan

1. Perbandingan Klasifikasi Tutupan Lahan Berbasis Spectral Indices Dan


Class Signature sebagai pembentuk UHI

Analisis tutupan lahan perkotaan Raha di lakukan dengan menggunakan

spectral indices berupa analisis normalized difference vegetation index (NDVI),

normalized difference built-up index (NDBI), normalized difference water index

(NDWI) dan metode Class signature yang dianalisis menggunakan klasifikasi

terbimbing. Klasifikasi tutupan lahan dilakukan untuk mengidentifikasi keadaan

vegetasi, lahan terbangun, serta air yang merupakan faktor-faktor pembentuk

terjadinya Urban Heat Island.

Dari hasil klasifikasi normalized difference vegetation index (NDVI) di

Perkotaan Raha terdapat 5 kelas nilai indeks,yang dapat dilihat pada gambar 4.5

dimana kelas pertama yaitu non NDVI, yang merupakan area yang tidak terdapat
66

vegetasi berada pada kisaran nilai indeks -0,12 - 0,335 yang memiliki luas

114,1235 ha atau 4% dari wilayah yang dikaji, NDVI Sangat Rendah yang

memiliki nilai indeks 0,336 - 0,395 yang memiliki luas 344,4705 ha atau 11% dari

wilayah yang dikaji, NDVI rendah yang memiliki nilai indeks 0,396 - 0,455 yang

memiliki luas 435,8136 ha atau 14%, dari wilayah yang dikaji, NDVI sedang

yang memiliki nilai indeks 0,456 - 0,515 yang memiliki luas 646,6093 ha atau

20%, dari wilayah yang dikaji, dan NDVI tinggi yang memiliki nilai indeks 0,516

- 0,575 yang memiliki luas 1650,484 ha atau 52%, dari wilayah yang dikaji

sehingga total keseluruhan dari area NDVI adalah 3077,3774 ha. Pada klasifikasi

diatas dapat diketahui bahwa area NDVI yang paling mendominasi terdapat pada

area kecamatan Batalaiworu sedangkan kecamatan katobu sudah minim vegetasi

bahkan di daerah perkotaan hampir tidak memiliki vegetasi. Dengan informasi

dari klasifikasi diatas kita dapat memahami serta mengetahui area-area yang

terdapat vegetasi di mana vegetasi berperan dalam mengurangi efek pemanasan

kota dan menciptakan lingkungan yang lebih nyaman bagi penduduknya.

selanjutnya adalah klasifikasi Normalized Difference Built-Up Index

(NDBI) yang terdapat 4 kelas nilai indeks yang dapat dilihat pada gambar 4.6

dimana kelas pertama yaitu non NDBI, yang merupakan non built-Up area berada

pada nilai indeks -0,43 - -0,056 yang memiliki luas 1139,215 ha atau 36% dari

wilayah yang dikaji, , NDBI Jarang yang memiliki nilai indeks -0,055 - 0,053

yang memiliki luas 1076,163 ha atau 34% dari wilayah yang dikaji, NDBI Rapat

yang memiliki nilai 0,054 - 0,11 yang memiliki luas 649,6988 ha atau 20% dari

wilayah yang dikaji, dan NDBI Sangat Rapat yang memiliki nilai indeks 0,12 -
67

0,16 yang memiliki luas 326,4311 ha atau 10% dari wilayah yang dikaji sehingga

total keseluruhan dari area NDVI adalah 2052,292612 ha. Klasifikasi diatas

menujukan bahwa Built-Up area didominasi oleh Kecamatan Katobu yang

merupakan area yang minim vegetasi yang dapat disimpulkan bahwa area tersebut

merupakan area yang memiliki suhu yang paling tinggi dikarenakan tingkat

aktivitas manusia yang berlangsung secara terus menerus, pembangunan yang

tinggi seperti jalan raya, bangunan, dan infrastruktur lainnya.

Analisis selanjutnya adalah klasifikasi Normalized Difference Water

Index (NDWI) yang terdapat 3 kelas nilai indeks, yang dapat dilihat pada gambar

4.7 dimana kelas pertama yaitu non NDWI yang merupakan area yang tidak

terdapat air berada pada nilai indeks indeks -0,503 - -0,0741 yang memiliki luas

2314,795 ha atau 73% dari wilayah yang dikaji, NDWI Sedang yang memiliki

nilai indeks -0,074 - 0,113 yang memiliki luas 745,8492 ha atau 23% dari

wilayah yang dikaji, Dan NDWI Tinggi yang memiliki nilai indeks 0,114 - 0,226

yang memiliki luas 130,8647 ha atau 4% dari wilayah yang dikaji sehingga total

keseluruhan dari area NDVI adalah 876,713839 ha. Pada klasifikasi NDWI diatas

menunjukan bahwa area air lebih sedikit dan non air sangat mendominasi.

Klasifikasi NDWI perlu dilakukan untuk mengetahui area air yang ada di wilayah

penelitian dimana air berfungsi memberikan pendinginan alami melalui evaporasi

dan efek penyejukan untuk distribusi UHI. Dengan memanfaatkan klasifikasi

NDVI, NDBI, dan NDWI secara bersama-sama, kita dapat mendapatkan

pemahaman yang lebih lengkap tentang Urban Heat Island. Informasi dari ketiga

indeks ini membantu dalam merencanakan langkah-langkah mitigasi dan adaptasi


68

yang lebih efektif untuk mengurangi efek pemanasan kota dan menciptakan

lingkungan perkotaan yang lebih berkelanjutan dan nyaman.

Hasil analisis Class Signature (metode terbimbing) dapat dilihat pada

gambar 4.9 dan tabel 4.8 dimana wilayah penelitian didominasi oleh lahan

tebangun yang berada pada kelas 2 yakni seluas 1533,65 ha atau setara dengan

48% dari total luas wilayah kajian, disusul oleh kelas 1 yang merupakan area

vegetasi seluas 1502,035 ha atau setara dengan 47% dari total wilayah kajian,

selanjutnya adalah air, yang terdapat pada kelas 3 memiliki luas 121,1329 ha atau

setara dengan 4% dari wilayah kajian, dan pada anilisis yang memiliki luasan

terendah berada pada kelas 4 sampai 5 masing masing kurang dari 2 persen

dimana luas terkecil berada pada kelas 5 yang merupakan bayangan awan yakni

seluas 14,04683 ha atau 0% dari total luas wilayah yang dikaji. Dari hasil analisis

diatas dapat diketahui area tutupan lahan yang berdampak terhadap pembentukan

urban heat island.

Kedua metode diatas (spectral indices dan class signature) merupakan

metode yang digunakan untuk mengidentifikasi dan memetakan tutupan lahan

dalam citra satelit yang dapat digunakan untuk mengetahui area yang terdampak

dan tidak terdampak Urban Heat Island (UHI). Perbandingan dari kedua metode

diatas berupa spectral indices dapat dilihat pada presentase analisis NDBI yang

merupakan area yang terdampak UHI dan presentase anailisis NDVI dan NDWI

yang merupakan area yang tidak terdampak UHI begitupun Metode Class

Signature yang dapat dilihat pada presentase lahan terbangun (Area UHI) dan area

lainya yang merupakan area non UHI. Kedua metode diatas memiliki kekurangan
69

dan kelebihan masing masing akan tetapi Secara keseluruhan, kedua metode

tersebut dapat digunakan dalam pembentukan UHI tergantung pada tujuan dan

karakteristik data yang tersedia. Metode klasifikasi tutupan lahan berbasis spectral

indices lebih cocok untuk membedakan tipe tutupan lahan secara spektral,

sementara metode class signature lebih cocok untuk mengklasifikasikan piksel

berdasarkan kesamaan dengan pengambilan sampel kelas yang sudah ditentukan.

2. persebaran Urban Heat Island di wilayah perkotaan Raha Kabupaten


Muna

UHI adalah fenomena meningkatnya suhu kawasan pusat kota

dibandingkan dengan kawasan di sekitarnya. Pembahasan mengenai fenomena

Urban Heat Island merupakan adanya adanya perbedaan antara besaran

kemampuan menghantarkan energi termal dari area urban ke suburban.

Berdasarkan hasil penelitian ini, fenomena urban heat island Perkotaan Raha

terpusat di Kecamatan Katobu. Suhu permukaan di area perkotaan menunjukkan

kondisi yang lebih hangat ketimbang area pedesaan di Perkotaan Raha. Hal ini

dapat dilihat dari hasil perbandingan terhadap kelas suhu permukaan di perkotaan

Raha. Wilayah Perkotaan Raha didominasi suhu permukaan tinggi sedangkan area

pedesaan didominasi suhu permukaan rendah. Artinya Perkotaan Raha memiliki

suhu permukaan yang tinggi dan semakin menurun ke area pedesaan yang masih

memiliki banyak vegetasi. Untuk mengetahui hasil analisis yang terdampak UHI

dan non UHI terlebih dahulu dilakukan analisis Land Surface Temperature untuk

memperoleh nilai intensitas UHI.

Dari hasil analisis land surface temperature pada gambar 4.12 dan tabel

4.10 menunjukan bahwa suhu permukaan di perkotaan Raha pada kelas 1 (18,07 -
70

21,43 °C ) seluas 35,24573 ha kurang lebih 1% dari total luas wilayah kajian.

Suhu pada kelas 1 merupakan suhu yang paling rendah dari hasil analisis

dikarenakan area tersebut merupakan area yang yang didominasi tutupan awan

pada citra. Kelas 2 berada pada nilai suhu 21,44 - 24,07 °C yakni seluas 1216,794

ha kurang lebih 38% dari total luas wilayah kajian. Suhu pada kelas 2 merupakan

area yang memiliki vegetasi yang tinggi dimana area tersebut merupakan area

yang didominasi oleh hutan dan air. Daun-daun pepohonan di hutan memberikan

perlindungan dari sinar matahari langsung, sehingga mengurangi pemanasan

permukaan tanah sedangkan Air mempunyai kapasitas termal yang tinggi, artinya

memerlukan energi panas yang lebih besar untuk mengubah suhunya. Suhu dalam

hutan dapat lebih stabil sepanjang hari karena adanya perlindungan dari sinar

matahari sehingga suhu permukaannya relatif rendah. Kelas 3 berada pada suhu

24,08 - 25,91°C yakni seluas 1215,594 ha (38%) dari total wilayah kajian. Suhu

pada kelas 3 merupakan area di bagian pesisir yang disekitarnya terdapat hutan

dan air dimana Pohon-pohon menguapkan air melalui proses transpirasi, yang

membantu mendinginkan lingkungan sekitar sedangkan air dapat berfungsi

sebagai tempat penyerapan panas, sehingga daerah di sekitarnya bisa sedikit lebih

dingin. Kelas 4 berada pada suhu 25;92 - 28,1 °C yakni seluas 386,4336 ha (12%)

dari total luas wilayah kajian. Suhu pada kelas 4 merupakan area pesisir di sekitar

perkotaan yang memiliki suhu permukaan paling tinggi yang diakibatkan dari

sebaran bangunan pemukiman. Kelas 5 berada pada suhu 28,11 - 32,36 °C yakni

seluas 337,442 ha (11%) dari total luas wilayah kajian. Suhu pada kelas 5

merupakan area yang sangat padat akan pemukiman sehingga cenderung memiliki
71

suhu permukaan yang lebih tinggi daripada area lainnya. pada hasil analisis LST

dapat dilihat bahwa Kecamatan Katobu merupakan pusat Perkotaan Raha yang

memiliki kepadatan populasi paling tinggi diantaranya Banyaknya orang,

kendaraan, dan aktivitas industri di daerah perkotaan menghasilkan lebih banyak

panas buangan, seperti panas kendaraan dan pemanasan bangunan yang

menyebabkan suhu permukaan menjadi tinggi di kawasan tersebut. Suhu

perkotaan yang tinggi dapat berdampak bagi kesehatan masyarakat diantaranya

meningkatkan risiko penyakit terkait panas. Dampak lain juga seperti konsumsi

energi dimana Suhu yang tinggi menyebabkan peningkatan penggunaan pendingin

udara di bangunan perkotaan, yang mengakibatkan peningkatan konsumsi energi

dan emisi gas rumah kaca. Oleh sebab itu dibutuhkan strategi penanggulangan

seperti penanaman pohon yang dapat membantu mengurangi suhu perkotaan

dengan memberikan naungan dan efek pendinginan melalui proses transpirasi.

Keberadaan area yang terdampak Urban Heat Island di Perkotaan Raha

dapat di lihat melalui analisis suhu permukaan pada peta LST. Area perkotaan

raha merupakan pusat terjadinya UHI bila melihat persebaran suhu permukaan

yang di lihat dari hasil analisis LST. Dalam penelitian ini klasifikasi UHI di bagi

menjadi 2 kelas untuk mengetahui area suhu antara kawasan yang terdampak UHI

dan non UHI. Hasil analisis UHI dapat dilihat pada gambar 4.13 dan tabel 4.10.

Setelah di lakukan analisis perhitungan area UHI ditemukan bahwa pada nomor 1

yang merupakan area non UHI yang berada pada suhu temperature suhu 18,07 -

25,91 °C ditandai dengan degradasi warna putih pada peta yakni seluas 2652,518

ha setara dengan 83% dari total wilayah kajian. Untuk area UHI pada hasil
72

klasifikasi berada di area suhu 25,92 - 32,36 °C (warna merah) yakni seluas

538,9821 ha setara dengan 17% dari total wilayah kajian. Berdasarkan hasil

klasifikasi tersebut dapat diketahui bahwa area dengan temperatur suhu rendah

merupakan area yang tidak terdampak UHI dan nilai intensitasnya semakin tinggi

yang berarti area tersebut merupakan pusat kota yang merupakan area yang

terdampak UHI. Area non uhi ini merupakan area pedesaan yang tidak mengalami

aktivitas perkotaan yang padat dan memiliki banyak vegetasi, seperti hutan, lahan

pertanian, dan ladang terbuka, cenderung mengalami suhu yang lebih rendah

daripada kawasan perkotaan. Sedangkan area UHI merupakan area dengan

kawasan perkotaan yang padat dengan kepadatan bangunan tinggi, jalan-jalan

yang luas, dan minimnya vegetasi akan memiliki kemampuan penyerapan dan

pelepasan panas yang lebih rendah. Akibatnya, suhu di kawasan perkotaan padat

cenderung lebih tinggi, terutama selama periode panas dan cuaca kering yang

berdampak negatif bagi lingkungan dan kesehatan masyarakat di kawasan

perkotaan.
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Berdasarkan perbandingan kedua metode di atas berupa spectral indices

dan class signature dalam mengidentifikasi Urban Heat Island dapat di

lihat melalui luasan analisis spectral indices berupa NDBI yaitu 2052,2929

ha, sedangkan untuk class signature dapat di lihat pada luasan lahan

terbangun yakni seluas 1533,65 ha. Berdasarkan hasil dari kedua metode

tersebut dapat di ketahui area terluas yaitu area NDBI berupa spectral

indices karena analisis tersebut menggunakan 3 kelas yaitu NDBI sedang,

NDBI tinggi, dan NDBI sangat tinggi. Area tersebut merupakan area

perkotaan yang memiliki banyak bangunan yang merupakan area

konsentrasi Urban Heat Island (UHI).

2. Persebaran UHI di Perkotaan Raha menunjukan area yang terdampak UHI

paling luas merupakan area Kecamatan Katobu yang merupakan pusat

perkotaan Raha. UHI terbentuk dari suhu 25,92 - 32,36 °C yang tersebar di

area padat bangunan atau pusat kota.

B. Saran

Adapun saran dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Masyarakat dan pemerintah berkewajiban untuk melakukan pengembangan

kawasan hijau perkotaan Raha untuk membantu mengurangi efek UHI

dengan meningkatkan vegetasi dan daerah penyerapan panas.

73
74

2. Peneliti menyarankan agar penelitian selanjutnya yang serupa dapat meneliti

faktor lain yang dapat mempengaruhi UHI seperti tata guna lahan, kerapatan

penduduk, dan aktivitas industri dapat memiliki pengaruh yang berbeda

terhadap UHI serta dapat memilih citra dengan tutupan awan yang sedikit

agar hasil klasifikasi dapat sesuai dengan kondisi sebenarnya.


DAFTAR PUSTAKA

Alwi L. O., Gandri L., Hidayat H., Tuwu E. R., Irawati., Bana S., Fitriani V., &
Indriyani L. (2022). Analisis Spasial Fenomena Urban Heat Island
Menggunakan Algoritma Land Surface Temperature Kota Kendari. Jurnal
Meteorologi Dan Geofisika, 23(2), P. 109-118.

Andani, N. D., Sasmito, B., & Hani’ah. (2018). Pengaruh Perubahan Tutupan
Lahan Terhadap Fenomena Urban Heat Island dan Keterkaitannya dengan
Tingkat Kenyamanan Termal (Temperature Humidity Index) di Kota
Semarang. Jurnal Geodesi Undip, 7(3), P. 53–65.
Aprianto, M. C. (2020). Model Temperatur Lingkungan untuk Gedung di Wilayah
Perkotaan. Jurnal Rekayasa Teknologi Dan Sains Terapan, 3(1), P. 1–6.
Aris, A., Syaf, H., D N Yusuf, D, N., & Nurgiantoro (2019). Analysis of urban
heat island intensity using multi temporal landsat data ; case study of
Kendari City , Indonesia,1-14.
Astuti, W., Ludmila, B., Putri, R., Anwar, K., Yanti, N., & Pambudi, P. (2022).
Estimasi Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau ( RTH ) Berdasarkan Urban
Heat Island ( UHI ) di Kota Semarang. Jurnal Riptek 6(2), P. 97–100.
Darlina, S. P., Sasmito B., Yuwono B. D., (2018). Analisis Fenomena Urban
Heat Island Serta Mitigasinya (Studi Kasus : Kota Semarang). Jurnal
Geodesi Undip, 7 (3) P. 77-87.
Dirk P. P. Misa1, Ingerid L. Moniaga2, & V. L., & 1Mahasiswa. (2018). 1 , 3 1.
Penggunaan Lahan Kawasan Perkotaan Berdasarkan Fungsi Kawasan
(Studi Kasus : Kawasan Perkotaan Kecamatan Airmadidi), 5(2), P. 171–
178.
Driptufany, D. M., Guvil, Q., & Mardiani. (2019). Ketersediaan Ruang Terbuka
Hijau di Kawasan Resapan Air Kota Padang. Seminar Nasional SPI-4, P
15–19.
Effendy, S., Bey, A., Zain, A. F. M., & Santoso, I. (2006). Peranan Ruang
Terbuka Hijau Dalam Mengendalikan Suhu Udara Dan Urban Heat Island
Wilayah Jabotabek (The Role Of Urban Green Space In Harnessing Air
Temperature And Urban Heat Island. Exemplified By Jabotabek Area).
Agromet, 20 (1), P 23.
Fawzi, N. I. (2017). Mengukur Urban Heat Island Menggunakan Penginderaan
Jauh , Kasus Di Kota Yogyakarta ( Measuring Urban Heat Island using
Remote Sensing , Case of Yogyakarta City ). P. 195–206.
Febriani, I., Prasetyo, L. B., & Dharmawan, A. H. (2017). Deforestation in

75
76

Tahura Sekitar Tanjung Province Jambi. Journal of Natural Resources


and Environmental Management, 7(3), P. 195–203.
Ferdiansyah, E., & Penggalih, W. R,. (2022). Identifikasi Urban Heat Island dan
Faktor yang Mempengaruhinya Menggunakan Google Earth Engine. The
Climate of Tropical Indonesia Maritime Continent Journal, 1(1), P. 5–11.
Fitrianto, A., Devi, S. M., Rachmawati, R., (2022). Karakteristik Penggunaan
Lahan Kelurahan Manggar Baru Kota Balikpapan. Jurnal Arsitektur
Display, 1(1), P. 39–48.
Irawan, S., & Sirait, J. (2018). Perubahan Kerapatan Vegetasi Menggunakan Citra
Landsat 8 Di Kota Batam Berbasis Web. Jurnal Kelautan: Indonesian
Journal of Marine Science and Technology, 10(2), P. 174.

Lukiawan, R., Purwanto, E. H., & Ayundyahrini, M. (2019). Analisis Pentingnya


Standar Koreksi Geometrik Citra Satelit Resolusi Menengah Dan
Kebutuhan Manfaat Bagi Pengguna. Jurnal Standardisasi, 21(1), P. 45.

Maksum, Z. U., Prasetyo, Y., & Haniah. (2016). Perbandingan Klasifikasi


Tutupan Lahan Menggunakan Metode Klasifikasi Berbasis Objek Dan
Klasifikasi Menengah. Jurnal Geodesi Undip,5(2), P. 97-107.

Mukmin, S. A. A., Wijaya, A, P., & Sukmono, A.(2016). Analisis Pengaruh


Perubahan Tutupan Lahan Terhadap Distribusi Suhu Permukaan Dan
Keterkaitannya Dengan Fenomena Urban Heat Island. Jurnal Geodesi
Undip, 5(1), P. 224–233.
Nilasari, M., Sasmito, B., & Sukmono, A., (2017) Aplikasi Penginderaan Jauh
Untuk Memetakan Kekeringan Lahan Pertanian Dengan Metode Thermal
Vegetation Index (Studi Kasus : Kabupaten Kudus, Jawa Tengah). Jurnal
geodesi Undip,6(3), P. 100-105

Purwanto, E. H., & Lukiawan, R. (2019). Parameter Teknis Dalam Usulan


Standar Pengolahan Penginderaan Jauh: Metode Klasifikasi Terbimbing.
Jurnal Standardisasi, 21(1), P. 67.

Rehan, R. M. (2016). Cool city as a sustainable example of heat island


management case study of the coolest city in the world. HBRC Journal,
12(2), P. 191–204.

Rosyadi, A., & Azahra, M. F. (2020). Pemetaan Presentase Kepadatan Bangunan


Menggunakan Model Regresi Berdasarkan Citra Landsat 8 (Studi Kasus
Kota Bandung). Jurnal Penginderaan Jauh Indonesia, 02(01), P. 7–12.
Sampurno, R., & Thoriq, A. (2016). Klasifikasi Tutupan Lahan Menggunakan
Citra Landsat 8 Operational Land Imager (Oli) Di Kabupaten Sumedang.
Jurnal Teknotan, 10(2), P. 61–70.
77

Soltanian, K. F., Abbasi, M., & Riyahi Bakhtyari, H. R. (2019). Flood monitoring
using ndwi and mndwi spectral indices: A case study of aghqala flood-
2019, Golestan Province, Iran. International Archives of the
Photogrammetry, Remote Sensing and Spatial Information Sciences -
ISPRS Archives, 42(4/W18), 605–607.

Veriana, K., Hidayat, I. B., & Sa, S. (2018). Pengolahan Citra Google Earth
Dengan Metode Singular Value Decomposition Dan Klasifikasi K-Nearest
Neighbor Identification And Classification Of Land Cover Through
Google Earth Image Processing With A Singular Value Decomposition
Method And K-Nearest Neig. 5(3), P. 4797–4804.
Wahyuni, E. D., Mukaromah, S., & Widodo, L. U. (2017). Web Gis Tutupan
Lahan Dengan Menggunakan Google Map Dan Google Earth. Jurnal
Sistem Informasi Dan Bisnis Cerdas (SIBC), 10(2), P. 1–11.

Wulansari, H. (2017). Uji Akurasi Klasifikasi Penggunaan Lahan dengan


Menggunakan Metode Defuzzifikasi Maximum Likelihood Berbasis Citra
Alos Avnir-2. BHUMI: Jurnal Agraria Dan Pertanahan, 3(1), P. 98.

Yumanda, E., & Pakereng, M. A. I. (2021). Klasifikasi Resiko Kerusakan Lahan


Akibat Tsunami Menggunakan Citra Landsat 8 Di Kabupaten Bantul.
JATISI (Jurnal Teknik Informatika Dan Sistem Informasi), 8(3), P. 1496–
1507.
LAMPIRAN

78
79

Lampiran 1. Gambar Titik Sampel Spectral Indices

Lampiran 2. Tabel Titik Kordinat Sampel Spectral Indices

Titik Kordinat (Decimal Degrees)


No Keterangan
X Y
122,7274 -4,82952
122,727 -4,82697
122,7212 -4,8405
1 NDVI 122,7168 -4,84273
122,7148 -4,84014
122,7143 -4,83358
122,7257 -4,82194
122,7231 -4,811
80

122,7195 -4,81701
122,7148 -4,81659
122,7188 -4,80701
122,7244 -4,80263
122,7266 -4,8101
122,7138 -4,80782
122,7124 -4,80098
122,7238 -4,84359
122,7226 -4,84048
122,7203 -4,83783
122,7224 -4,8351
122,7249 -4,83282
122,7246 -4,82967
122,7165 -4,83022
NDBI
2 122,7162 -4,84034
122,7161 -4,83614
122,7203 -4,82631
122,734 -4,81802
122,7347 -4,81479
122,7392 -4,80747
122,7271 -4,80281
122,7204 -4,83136
122,7291 -4,8483
122,7284 -4,84032
122,7296 -4,8348
122,7313 -4,82872
NDWI 122,733 -4,82408
3
122,7374 -4,80833
122,7308 -4,80175
122,7254 -4,7996
122,7174 -4,80974
122,7307 -4,80822
81

Lampiran 3. Gambar Titik Sampel Class Signature


82

Lampiran 4. Tabel Titik Kordinat Sampel Class Signature

Titik Kordinat (Decimal Degrees)


No Keterangan
X Y
122,7271 -4,83197
122,7268 -4,82713
122,7263 -4,82164
122,7282 -4,82146
122,7158 -4,84482
122,7136 -4,83522
122,7149 -4,82903
122,7312 -4,81719
122,7319 -4,81176
1 Vegetasi 122,7225 -4,81154
122,7196 -4,81716
122,7146 -4,82646
122,7244 -4,80234
122,7281 -4,80285
122,7191 -4,80135
122,7187 -4,80635
122,706 -4,80766
122,7138 -4,80797
122,7113 -4,8221
122,7127 -4,81392
122,7235 -4,84647
122,7241 -4,84391
122,7243 -4,83417
122,7196 -4,83833
122,7186 -4,83449
122,7204 -4,82898
122,7185 -4,82618
122,7238 -4,83051
122,7232 -4,82602
Lahan Terbangun
2 122,7222 -4,81955
122,7254 -4,81726
122,7338 -4,81547
122,7327 -4,82015
122,7167 -4,82213
122,7198 -4,81228
122,7268 -4,81195
122,7263 -4,80732
122,7336 -4,8085
122,7389 -4,80867
122,7293 -4,84803
122,7282 -4,83999
NDWI
122,7298 -4,83495
3
122,7312 -4,82882
122,7327 -4,82996
83

Titik Kordinat (Decimal Degrees)


No Keterangan
X Y
122,7331 -4,82384
122,7374 -4,80837
122,7308 -4,80821
122,7308 -4,80167
122,717 -4,80983

Lampiran 5. Hasil Dokumentasi Lapangan

(1) (2)

(3) (4)

Area Lahan Terbangun Gambar 1 (X= 122.733625 Y= -4.8183) Gambar 2 (X=


122.734278 Y= -4.817257) Gambar 3 (X= 122.721651 Y= -4.8238)
Gambar 4 (X= 122.71821 Y= -4.836933).
84

(1) (2)

(3) (4)

Area Hutan Gambar 1 (X= 122.7144806 Y= -4.8027160) Gambar 2 (X=


122.7145744 Y= -4.8398621) Gambar 3 (X= 122.7217088 Y= -4.804453)
Gambar 4 (X= 122.721502 Y= -4.799184)
85

(1) (2)

(2) (4)

Area Air Gambar 1 (X = 122.716301 Y= -4.809378) Gambar 2 (X= 122.735506


Y= -4.818363) Gambar 3 (X= 122.7278344 Y= -4.841237) Gambar 4 (X=
122.734911 Y= -4.820472).

Anda mungkin juga menyukai