Anda di halaman 1dari 68

ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM INTERAKSI MASYARAKAT

GALESONG UTARA KABUPATEN TAKALAR

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Ujian Guna Memperoleh Gelar
Sarjana pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

NURHIKMAH
105331104817

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2021
MOTO

MOTO

ii
MOTO DAN PERSEMBAHAN

“Ujung usaha adalah takdir”

(Marwah Daud)

“Orang-orang yang bijaksana adalah orang yang tahu bahwa dirinya benar-benar

tidak tahu”

(Socrales)

“Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?”

(Qs. Ar-Rahman, ayat 21)

Kupersembahkan untuk Ibunda dan Ayahanda tercinta, Nenekku tersayang

Kakak dan Adikku, yang tidak pernah berhenti berdoa dan saling mendoakan,

Selalu memotivasi dan memberi kekuatan.

iii
ABSTRAK

Nurhikmah. 2021. Alih Kode dan Campur Kode dalam Interaksi Masyarakat
Galesong Utara, Kabupaten Takalar. Skripsi. Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia Fakultas akeguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah
Makassar. Pembimbing I Siti Suwadah Rimang dan Pembimbing II Nur Khadijah
Razak.
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bentuk alih kode dan campur
kode dalam interaksi masyarakat Galesong Utara, Kabupaten Takalar. Subjek dari
penelitian ini adalah masyarakat Galesong Utara. Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Teknik pengumpulan data yaitu, teknik
merekam, teknik mencatat, pengamatan dan teknik dokumentasi. Adapun teknik
analisis data yang digunakan yaitu reduksi data, penyajian data dan menarik
kesimpulan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa bentuk alih kode dalam interaksi
masyarakat Galesong Utara, Kabupaten Takalar dapat dibedakan menjadi dua macam
yaitu: Alih kode dari bahasa Indonesia ke bahasa Makassar dan alih kode dari bahasa
Makassar kebahasa Indonesia. Sementara bentuk campur kode dalam interaksi
masyarakat Galesong Utara, Kabupaten Takalar yaitu: campur kode berbentuk
penyisipan kata dan campur kode berbentuk penyisipan frasa.

Kata kunci : Sosiolinguistik, Dwibahasa, Campur Kode, Alih Kode

iv
KATA PENGANTAR

Bismillahirahmanirrahim

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT. Rahmat-Nya menyelimuti

seluruh semesta, untaian rasa, gerak langkah, waktu, dan kesehatan dari-Mu, Sang

pengasih dan Penyayang. Skripsi ini adalah rangkaian berkah-Mu.

Salawat serta salam tak lupa peneliti kirimkan kepada baginda Nabiyullah

Muhammad Shallalahu’alaihi Wasallam. Nabi yang telah memperjuangkan dan

menegakkan panji-panji Islam. Menjadi suri tauladan bagi semua muslim dialah nabi

yang telah membawa manusia dari jalan kegelapan menuju jalan yang terang

benderang seperti saat ini.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan penelitian pada Program Studi

Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Muhammadiyah Makassar. Penulis mengucapkan terima kasih kepada

Ayah Muslimin dan Ibu Suriaty tercinta, untuk semua kasih sayang dan dukungan

yang selalu diberikan, nasihat serta doa yang tak pernah ada habisnya.

Tidak lupa pula ucapkan terima kasih kepada Dr. Siti Swadah Rimang, M.

Hum. Pembimbing I dan Nur Khadijah Razak, S.Pd., M.Pd. Pembimbing II yang

telah meluangkan waktunya dengan penuh keikhlasan membimbing, memberikan

arahan, kritikan, motivasi dan saran yang membangun hingga penyusunan akhir

skripsi ini.

v
Ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada: Prof. Dr. H.

Ambo Asse, M.Ag. selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar, Erwin

Akib, M.Pd., Ph.D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Muhammadiyah Makassar, Dr. Munirah, M.Pd. Ketua Prodi Pendidikan

Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas

Muhammadiyah Makassar.

Ucapan terima kasih juga kepada teman-teman seperjuangan, mahasiswa

Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia Angatan 2017 khususnya kelas B atas segala

cerita indah, bahagia, sedih yang telah terangkai selama perkuliahan. Segala hal yang

telah dilewati bersama menjadi kenangan yang paling penting yang tak akan pernah

terlupa.

Akhirnya dengan segala kerendahan hati, penulis senantiasa mengharapkan

kritikan dan saran dari berbagai pihak, penulis meyakini bahwa satu persoalan tidak

akan berarti sama sekali tanpa adanya kritikan. Mudah-mudahan skripsi ini memberi

manfaat kepada pembaca terutama bagi diri pribadi penulis.

Makassar, 17 Juli 2021

Penulis

vi
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL i
KARTU KONTROL I ii
KARTU KONTROL II iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING iv
SURAT PERNYATAAN v
SURAT PERJANJIAN vi
MOTO DAN PERSEMBAHAN vii
ABSTRAK viii
KATA PENGANTAR ix
DAFTAR ISI xi
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 5
C. Tujuan Penelitian 6
D. Manfaat Penelitian 6
BAB II KAJIAN PUSTAKA 8
A. Kajian Pustaka 8
1. Penelitian yang Relevan 8
2. Kajian Teori 11
a. Sosiolinguistik 11
b. Peristiwa Tutur 14
c. Dwibahasa 17
1) Kode 18
2) Alih Kode 22
3) Campur Kode 22
4) Persamaan dan Perbedaan Alih Kode dan Campur Kode 22
d. Keadaan Masyarakat Galesong Utara 23

vii
B. Kerangka Pikir 24
BAB III METODE PENELITIAN 27
A. Jenis Penelitian 27
B. Sumber Data 27
C. Teknik Pengumpulan Data 28
D. Teknik Analisis Data 28
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 30
A. Hasil Penelitian 30
B. Pembahasan 42
BAB V SIMPULAN DAN SARAN 54
A. Simpulan 54
B. Saran 54
DAFTAR PUSTAKA 56
LAMPIRAN 58
RIWAYAT HIDUP 65

viii
1

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1. Korpus Data 60

2. Data Informan 61

2. Dokumentasi Surat Penelitian 62

3. Dokumentasi Penelitian 63
2

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kehidupan manusia sejatinya tidak akan lepas dari bahasa. Bahasa

merupakan alat komunikasi yang digunakan untuk saling berinteraksi didalam

suatu masyarakat, hubungan antara masyarakat dan bahasa ini dijelaskan dalam

tataran sosiolinguistik. Sosiolinguistik adalah bidang ilmu antar disiplin yang

mempelajari bahasa dalam kaitannya dengan penggunaan bahasa itu di dalam

masyarakat. Dapat juga dikatakan bahwa sosiolinguistik mempelajari dan

membahas aspek-aspek kemasyarakatan, Saleh dan Mahmudah (Munandar, 2018).

Penggunaan bahasa untuk berinteraksi dalam proses terjadinya komunikasi disebut

peristiwa tutur.

Peristiwa tutur ialah terjadinya atau berlangsungnya interaksi linguistik

dalam satu bentuk ujaran atau lebih yang melibatkan dua pihak yaitu penutur dan

mitra tutur dengan satu pokok tuturan dalam waktu, tempat, dan situasi tertentu

Chaer (2010). Peristiwa tutur merupakan sebuah gejala yang bersifat sosial dengan

konteks tuturan yang bersifat terkontrol oleh sejumlah norma maupun kaedah yang

digunakan pada saat berbicara. Jadi interaksi yang berlangsung antara pedagang

dan pembeli di pasar pada waktu tententu menggunakan bahasa sebagai alat

komunikasinya adalah sebuah peristiwa tutur. Peristiwa serupa juga kita dapati

dalam acara diskusi ruang kuliah, rapat dinas di kantor, sidang di pengadilan dan

sebagainya. Dalam peristiwa tutur yang terjadi, tidak jarang seorang penutur
3

maupun lawan tutur saling mempengaruhi penggunaan bahasa sehingga sangat

mungkin para penutur memakai lebih dari satu bahasa hal tersebut disebut

dwibahasa.

Dwibahasa merupakan pemakaian dua bahasa yang terjadi secara

bersamaan pada saat bertutur. Dwibahasa atau bilingualisme adalah karakteristik

pemakaian bahasa yakni praktik pemakaian bahasa secara bergantian yang

dilakukan oleh penutur. Pergantian dalam pemakaian bahasa tersebut

dilatarbelakangi oleh situasi dan kondisi yang dihadapi oleh penutur dalam

tindakan bertutur Mackey (Rian, 2013). Untuk dapat menggunakan dua bahasa

tentunya seseorang harus menguasai kedua bahasa tersebut. Pertama, bahasa

ibunya sendiri atau bahasa pertamanya (BI) yang kedua adalah bahasa lain yang

disingkat (B2). Orang yang dapat menggunakan kedua bahasa itu disebut orang

yang bilingual atau dwibahasawan sementara kemampuan untuk menggunakan

dua bahasa disebut bilingualitas atau kedwibahasawan. Apabila dua bahasa atau

lebih digunakan oleh seorang penutur maka dipastikan orang tersebut dalam

keadaan beralih kode dan campur kode.

Alih kode adalah peralihan penggunaan kode satu ke kode bahasa lainnya,

sedangkan campur kode adalah penggunaan satuan bahasa dari satu bahasa

kebahasa lain untuk memperluas gaya bahasa atau ragam bahasa Kridalaksana

(2008). Alih kode dan campur kode merupakan peristiwa yang sering terjadi pada

tempat rutinitas dimana didalamnya mempertemukan orang-orang dari daerah dan

bahasa yang berbeda-beda baik secara langsung maupun dimedia sosial.


4

Masyarakat Galesong Utara cenderung menggunakan bahasa Makassar dalam

kehidupan dikeseharian, tetapi penggunaan bahasa Indonesia juga mulai eksis

digunakan dikalangan masyarakat Galesong Utara. Penggunaan bahasa tersebut

lumrah memunculkan peristiwa alih kode dan campur kode.

Kegiatan berkomunikasi yang dilakukan secara bergantian dapat

memunculkan penggunaan dua bahasa. Wilayah Galesong Utara sebagian besar

warga masyarakatnya penutur bahasa Makassar (BI) disamping bahasa Indonesia

(B2). Penulis sering mendengar atau menyaksikan fenomena alih kode dan campur

kode dari bahasa Makassar ke bahasa Indonesia, dikarenakan bahasa Indonesia

telah menjadi bahasa pergaulan yang berdampingan dengan bahasa daerah. Hal

tersebut karena tidak adanya aturan yang mengikat dan melarang penggunaan dua

bahasa secara bergantian dalam peristiwa tutur dalam konsep berkomunikasi.

Masyarakat Galesong Utara Nampak merasakan fenomena campur kode

dan alih kode tersebut. Hal inilah yang mendasari penulis tertarik pada penelitian

ini, karena peneliti ingin mengkaji lebih jauh mengenai alih kode dan campur kode

dari proses interaksi masyarakat Galesong Utara Kabupaten Takalar.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian, sebelumnya maka dirumuskan masalah dalam penelitian

ini yaitu: “Bagaimanakah Bentuk Alih Kode dan Campur Kode dalam Interaksi

Masyarakat Galesong Utara, Kabupaten Takalar ?”.


5

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan Bentuk Alih Kode dan

Campur Kode Dalam Interaksi Masyarakat Galesong Utara, Kabupaten Takalar.

D. Manfaat Penelitian

Berdasarkan penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat baik secara teoritis

maupun praktis. Adapun manfaat tersebut adalah sebagai berikut ini.

1. Manfaat teoritis

Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat menambah dan

memperkaya khazanah pengetahuan ilmu kebahasaan khususnya yang dengan

sosiolinguistik mengenai bentuk alih kode dan campur kode dalam interaksi

masyarakat Galesong Utara, Kabupaten Takalar.

2. Manfaat Praktis

a. Sebagai bahan informasi, terutama bagi mahasiswa Program Studi

Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Muhammadiyah

Makassar.

b. Bagi remaja dan masyarakat, diharapkan dapat memberikan sumbangsi ilmu

pengetahuan mengenai bentuk alih kode dan campur kode.

c. Bagi peneliti lain, dapat menjadi sumber referensi terhadap penelitian yang

berhubungan dengan Sosiolinguistik dan dapat dijadikan sebagai bahan

masukan yang berkenaan dengan bentuk alih kode dan campur kode dalam

interaksi masyarakat Galesong Utara, Kabupaten Takalar.


6

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Pustaka

1. Penelitian Relevan

Penelitian relevan atau yang berhubungan dengan penelitian ini telah

dilakukan sebelumnya oleh beberapa peneliti, diantaranya:

Aris Munandar, 2018. Skripsi Bahasa dan Sastra dengan judul “Alih Kode

dan Campur Kode dalam Interaksi Masyarakat Terminal Mallengkeri Kota

Makassar”. Hasil Penelitian ini menunjukkan Alih kode dalam wacana interaksi

masyarakat terminal Mallengkeri kota Makassar yaitu alih kode yang berwujud

alih bahasa meliputi alih kode dari bahasa Makassar ke bahasa Indonesia dan

alih kode dari bahasa Indonesia kebahasa Makassar. Sementara campur kode

dalam wacana interaksi masyarakat terminal Mallengkeri kota Makassar yaitu

campur kode penyisipan bentuk kata dan bentuk frasa bahasa Makassar dan

penghubung bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi pemersatu bahasa

diterminal.

Dwi Kurniasih dan Siti Aminataz Zuhriyah, 2017. Jurnal Indonesian

Language and Literature. Dengan judul “Alih Kode dan Campur Kode di

Pondok Pesantren Mahasiswa Darussalam”. Fenomena alih kode dan campur

kode di PPMD berupa pergantiam bahasa secara sadar atau pengguanaan

bahasa lain ketika berkomunikasi.berdasarkan data data yang ada da[pat

diketahui bahwa terdapat dua jenis alih kode yang terdapat di PPMD, yaitu alih
7

kode internal dan alih kode eksternal. Faktor yang menyebabkan terjadimya

alih kode dan campur kode yakni: (1) kebiasaan berinteraksi menggunakan

bahasa daerah, (2) kebijakan departemen di lingkungan pondok, (3) peserta

bicara atau penutur, (4) topic atau pokok pembicaraan yang disebabkan oleh

faktor bahasa itu sendiri, (5) situasi, (6) sosial kebahasaan. Hal ini

membuktikan bahwa program penggunaan bahasa Asing berada pada kategori

gagal. Santri yang ditargetkan mampu menguasai bahas Asing, dalam

praktiknya tidak menjalankan kebijakan departemen bahasa secara baik.

Munirah Hasyim, 2008. Program Studi Sastra Indonesia Fakultas Sastra

Universitas Hasanuddin, Makassar. Dengan judul “Faktor Penentu Penggunaan

Bahasa Pada Masyarakat Tutur Makassar: Kajian Sosiolinguistik di Kabupaten

Gowa”. Masyarakat etnik Makassar yang berada di Kabupaten Gowa adalah

sekelompok masyarakat tutur yang dwibahasa ataupun multibahasa. Hal

tersebut dapat dilihat dari beragamnya bahasa yang digunakan, baik dari segi

penggunaan bahasa daerah Makassar sebagai bahasa pertama, bahasa Indonesia

sebagai bahasa kedua dan bahasa Melayu Makassar yang berperan sebagai

lingua franca antar kelompok etnis yang ada di daerah tersebut.

Penggunaan bahasa oleh masyarakat tutur Makassar yang berada di

Kabupaten Gowa, dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai penentunya.

Adapun faktor penentu yang dimaksud adalah (a) kemampuan bahasa penutur

dan lawan tutur, apabila penutur tidak dapat menggunakan BI maka ia

menggunakan BM atau BMM, (b) tempat situasi tutur dinas menggunakan BI


8

dan BM, sedangkan tempat situasi tak dinas menggunakan BM dan BMM,

(c) Partisipan dalam interaksi apabila yang diajak berbicara adalah teman dekat

atau keluarga maka ia mengguanakan BM, tetapi jika tidak saling kenal maka

menggunakan BI atau BMM, (d) Fungsi maksud dan kehendak tutur adalah

apabila tujuannya melestarikan budaya, mengajari dan menawar mereka

menggunakan BM, atau BMM.


9

2. Kajian Teori

a. Sosiolinguistik

Pengertian Sosiolinguistik

Sosiolinguistik berasal dari bahasa “Sosio” dan “Linguistik” sosio

yang berarti sosial yaitu hubungannya dengan masyarakat dan linguistik

yang berarti bahasa, Hymes (Abdurrahman, 2011) mengemukakan

sosiolinguistik menghubungkan antara bahasa, masyarakat dan peristiwa-

peristiwa yang terjadi. Sementara itu Sosiolinguistik juga sering

didefinisikan menjadi ilmu yang menyelidiki karakteristik dan aneka macam

variasi bahasa dan interaksi diantara bahasawan menggunakan karakteristik

dan kegunaannya pada suatu masyarakat, Fishman (Pateda, 2015). Sehingga

dapat disimpulkan bahwa sosiolinguistik mempelajari mengenai penggunaan

bahasa dalam suatu daerah dan dialek tertentu.

Sosiolinguistik tidak terlepas dari pemahaman kebudayaan suatu

masyarakat bahasa yang terdapat disuatu daerah sehingga Rene Panel

(Pateda, 2015) mengungkapkan sosiolinguistik merupakan ilmu yang

menyelidiki bahasa dan pemakaian bahasa pada konteks sosial dan

kebudayaan. Sama halnya yang diungkapkan oleh Chaer dan Agustina

(2010) bahwa sosiolinguistik adalah bidang ilmu antar disiplin yang meneliti

bahasa yang berkaitan dengan penggunaannya dalam suatu masyarakat.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa sosiolinguistik termasuk antardisipliner

dimana mempelajari bahasa serta kaitannya dengan bahasa yang digunakan


10

dilingkungan suatu masyarakat. Sedangkan Hudson (Abdurrahman, 2011)

juga mengungkapkan bahwa sosiolinguistik sebagai kajian bahasa yang

berhubungan dengan masyarakat mengimplikasikan bahwa sosiolinguistik

merupakan bagian dari ilmu bahasa.

Sehingga dapat disimpulkan sosiolinguistik termasuk dalam kajian

interdisipliner dimana sosiolinguistik mengkaji masalah kebahasaan dan

hubungannya dengan aspek-aspek sosial, situasi dan budaya.

b. Peristiwa Tutur

Peristiwa tutur merupakan gejala sosial dikarenakan terjadi interaksi

linguistik berbentuk ujaran yang melibatkan penutur dan lawan tutur dengan

satu pokok tuturan terjadi pada waktu, tempat, dan situasi tertentu, Chaer

dan Leonie agustina (Purba, 2011).

Peristiwa tutur dapat pula dikatakan sebagai kejadian dimana peristiwa

tutur terjadi, hal ini sejalan dengan Rustono (Susanto, 2016) bahwa situasi

tutur melahirkan tuturan hal tersebut berkaitan dengan adanya pendapat yang

menyatakan bahwa tuturan merupakan akibat, sudangkan situasi merupakan

sebab terjadinya tuturan.

Adapun peristiwa tutur menurut Hymes (Munandar, 2018), harus

memenuhi delapan komponen yaitu “SPEAKING”.


11

S : Setting (tempat dan situasi tutur)

Dipakai untuk menunjuk kepada aspek tempat dan waktu dan

situasi terjadinya sebuah tuturan. Suasana tutur berkaitan erat dengan

faktor psikologis sebuah tuturan.

P : Participants (peserta tutur)

Dipakai untuk menunjuk kepada minimal dua pihak dalam

bertutur. Antara penutur dan dan petutur tentu saling berinteraksi dan

bertukar peran. Dalam waktu dan situasi tertentu dapat pula terjadi

bahwa jumlah peserta tutur lebih dari dua, yakni dengan hadirnya pihak

ketiga.

E : Ends (tujuan tutur)

Sebuah tuturan mungkin sekali dimaksudkan untuk

menyampaikan informasi atau sebuah pikiran. Orang yang bertutur

pastilah memiliki tujuan dan sedapat mungkin penutur akan berupaya

untuk bertutur sejalan dengan tujuan dari anggota masyarakat tutur itu.

A : Act sequences (pokok tuturan)

Pokok tuturan merupakan bagian dari komponen tutur yang tidak

pernah tetap, artinya bahwa pokok pikiran itu akan selalu berubah dalam

deretan pokokpokok tuturan dalam peristiwa tutur.

K : Keys (nada tutur)

Nada tutur dapat dibedakan menjadi nada tutur yang sifatnya

verbal dan non verbal. Nada tutur verbal dapat berupa nada, cara, dan
12

motivasi yang menunjuk pada warna santai, serius, tegang, cepat yang

telah disebutkan. Adapan nada tutur non verbal dapat berupa tindakan

yang bersifat para linguistik yang melibatkan segala macam bahasa

tubuh (body language), kial (gesture), dan juga jarak selama bertutur

(proximis).

I : Instrumentalities (sarana tutur)

Sarana tutur menunjuk kepada saluran tutur yaitu bahasa apa yang

digunakan dan bentuk tutur bisa berupa kode ujaran tertentu.

N : Norms (norma tutur)

Norma tutur dibedakan atas dua hal yakni norma interaksi

(interaction norm) dan norma interpretasi (interpretation norms) dalam

bertutur.

G : Genre (jenis tuturan)

Maksudnya adalah bahwa jenis tutur ini akan menyangkut

kategori wacana seperti percakapan, cerita, pidato, dan semacamnya.

Berbeda jenis tuturnya akan berbeda pula kode yang dipakai dalam

bertutur. Orang berpidato tentu menggunakan kode yang berbeda

dengan kode yang bercerita.

c. Dwibahasa

Adanya interaksi dan komunikasi yang berbeda suku dan bahasa

dalam suatu masyarakat akan menimbulkan kontak bahasa sehingga hal

tersebut dapat saling mempengaruhi antar individu maupun kelompok


13

masyarakat, Sama halnya seperti yang diungkapkan oleh Hartadi

(Abdurrahman, 2011) bahwa dampak dari sebuah masyarakat tutur yang

terbuka tentu akan mengalami kontak bahasa dengan segala fenomena

kebahasaan. Peristiwa kebahasaan bisa terjadi akibat kontak bahasa itu

disebut dwibahasa. Nababan (1993) menjelaskan apabila suatu masyarakat

atau daerah yang menggunakan dua bahasa, maka masyarakat atau daerah

tersebut disebut berwibahasa atau bilingual. Sehingga dapat disimpulkan

bahwa pemakaian dua bahasa yang dilakukan oleh seseorang disebut

peristiwa bilingualisme.

Dwibahasa biasa diartikan sebagai penggunaan dua bahasa oleh

seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara bergantian

Mackey (Abdurrahman, 2011).

1) Kode

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kode adalah kata dan tulisan

yang disepakati untuk maksud tertentu. Kode merupakan varian suatu

bahasa yang digunakan oleh masyarakat untuk berkomunikasi. Hal serupa

dikemukakan oleh Kridalaksana (2008) yang mendefinisikan kode

sebagai sebuah sistem bahasa dalam masyarakat, lambang atau sistem

ungkapan yang dipakai untuk menggambarkan makna tertentu dan variasi

tertentu dalam bahasa. Sedangkan menurut Poedjosodarmo (Munandar,

2018) mengungkapkan kode adalah suatu sistem struktur yang penerapan


14

usur-unsurnya mempunyai ciri khas sesuai dengan latar belakang penutur,

relasi penutur dan mitra tutur dan situasi yang ada.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa kode adalah sebuah sistem yang

terstruktur disepakati oleh masyarakat sehingga menghasilkan ungkapan

bahasa yang digunakan untuk saling berkomunikasi antara satu sama lain.

2) Alih Kode

a) Pengertian Alih Kode

Alih kode merupakan salah satu aspek ketergantungan bahasa

dalam masyarakat bilingual atau multilingual, artinya dalam suatu

masyarakat bilingual atau multilingual mungkin sekali seorang penutur

menggunakan berbagai kode dalam tindak tuturnya sesuai dengan

situasi dan berbagai aspek yang melingkupinya Rohmani (2013).

Selanjutnya Ohoiwutun (Susmita, 2015) menyatakan bahwa alih kode

pada hakikatnya merupakan pergantian pemakaian bahasa atau dialek.

Rujukannya adalah komunitas bahasa (dialek) dapat dikatakan bahwa

alih kode (bahasa atau dialek) dapat dilakukan oleh dua pihak yang

memiliki dua komunitas bahasa yang sama.

Sama halnya seperti yang dikemukakan oleh Jendra (Rohmani,

2013) bahwa alih kode adalah situasi dimana seorang pembicara

dengan sengaja mengganti kode bahasa yang sedang ia gunakan karena

suatu alasan. Sementara itu Kitu (2014) menjelaskan alih kode

merupakan salah satu aspek tentang saling ketergantungan bahasa di


15

dalam masyarakat multilingual hampir tidak mungkin seorang penutur

menggunakan bahasa secara murni tanpa sedikitpun memanfaatkan

bahasa atau unsur bahasa yang lain.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa alih kode adalah peralihan

pemakaian bahasa atau dialek yang sengaja dilakuka sesuai dengan

situasi yang terjadi dalam masyarakat multilingual.

b) Bentuk-bentuk Alih Kode

` Menurut Jendra (Munandar, 2018) yang mengacu pada

perubahan bahasa yang terjadi, alih kode terbagi menjadi alih kode

kedalam (Internal Code Switching) dan alih kode keluar (Eksternal

Code Switching). Sementara itu Suwito (Chaer dan Agustina 2010)

juga membedakan adanya dua macam alih kode, yaitu alih kode intern

dan alih kode ekstern. Alih kode intern terjadi antara bahasa bahasa

daerah dalam suatu bahasa nasional, antardialek dalam satu bahasa

daerah atau beberapa ragam dan gaya yang terdapat dalam suatu

dialek. Adapun yang dimaksud dengan alih kode ekstern adalah

apabila terjadi adalah antara bahasa asing dengan bahasa asing. Alih

kode intern misalnya dari bahasa Indonesia beralih ke bahasa Inggris.

c) Faktor Penyebab Terjadinya Alih Kode

Menurut Fishman (Chaer dan Agustina, 2010) faktor terjadinya

alih kode (1) penutur, (2) lawan tutur, (3) perubahan situasi, (4)

perubahan dari formal keinformal atau sebaliknya, (5) perubahan topik


16

pembicaraan. Penyebab terjadinya alih kode dapat ditelusuri melalui

keterkaitan suatu pembicaraan dengan konteks dan situasi berbahasa.

Sementara menurut Widjajakusumah (Munandar, 2018) alih

kode terjadi karena (1) orang ketiga, (2) perpindahan topik, (3)

beralihnya suasana bicara, (4) ingin dianggap terpelajar, (5) ingin

menjauhkan jarak, (6) menghindarkan adanya bentuk kasar dan halus

dalam bahasa daerah, (7) mengutip pembicaraan orang lain, (8)

terpengaruh lawan bicara, (9) berada di tempat umum, (10)

menunjukkan bahasa pertamanya bukan bahasa daerah, (11) Mitra

berbicaranya lebih mudah, dan (12) beralih media atau sarana bicara.

3. Campur kode

a) Pengertian Campur Kode

Campur kode adalah situasi berbahasa lain apabila seseorang

mencampur dua atau lebih bahasa atau ragam dalam suatu tindak

bahasa tanpa ada situasi dalam berbahasa tersebut yang menuntut

pencampuran bahasa Nababan (Munandar 2018). Kemudian dalam hal

tersebut campur kode memiliki ciri yang menonjol yaitu santai,

kesantaian atau situasi informal Nababan (rian dan sumarwati, 2013).

Artinya dalam situasi yang formal jarang terjadi campur kode.

Hal serupa juga dijelaskan Kridalaksana (2008) menyatakan

bahwa campur kode adalah penggunaan kesatuan bahasa dari satu

bahasa kebahasa lain untuk memperluas gaya bahasa atau ragam


17

bahasa. Sementara menurut Chaer (2010) campur kode ialah sebuah

kode utama atau kode dasar yang digunakan dan memiliki fungsi dan

keotonomiannya. Kode-kode lain yang terlibat dalam peristiwa tutur

hanyalah berupa serpihan-serpihan saja tanpa fungsi keotonimian

sebagai sebuah kode. Rokhman (Munandar, 2018) campur kode

merupakan pemakaian dua bahasa atau lebih dengan saling

memasukkan unsur bahasa yang satu kedalam bahasa yang lainuntuk

memprluas gaya bahasa.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa campur kode adalah

pencampuran dua bahasa yang digunakan dari bahasa satu kebahasa

yang lain dan penggunaannya pada saat santai atau informal.

b) Bentuk-bentuk Campur Kode

Menurut Saddhono (Rian, 2013) menyatakan bahwa campur

kode merupakan wujud dari komponen tutur kode tidak pernah

berwujud kalimat, melainkan hany berwujud kata, frasa, idiom, bentuk

baster, perulangan kata dan klausa. Sama seperti yang dikemukakan

Jendra (Arismunandar, 2018) campur kode campur kode

diklasifikasikan berdasarkan tingkat kebahasaan yaitu campur kode

pada tataran klausa, campur kode pada tataran frasa, dan campur kode

pada tataran kata.

Sedangkan suwito (Munandar, 2018) berpendapat berdasarkan

unsur-unsur kebahasaan yang terlibat di dalamnya campur kode dapat


18

dibedakan menjadi penyisipan unsur-unsur yang berwujud frasa, dan

penyisipan unsur-unsur yang berwujud klausa.

c) Faktor Penyebab Terjadinya Campur Kode

Menurut suandi (2014) faktor penyebab terjadinya campur

kode yaitu, keterbatasan penggunaan kode, penggunaan istilah yang

lebih popular, pembicara dan pribadi pembicara, mitra bicara, tempat

tinggal dan waktu pembicaraan berlangsung, modus pembicaraan,

topik, fungsi dan tujuan, ragam dan tingkat tutur bahasa, hadirnya

penutur ketiga, pokok pembicaraan, untuk membangkitkan rasa

humor, dan untuk sekedar bergengsi.

Sementara menurut suwito (Arismunandar, 2018) terjadinya

campur kode karena adanya hubungan timbal balik antara peranan

(penutur), bentuk bahasa dan fungsi bahasa. Artinya penutur yang

mempunyai latar belakang sosial tertentu cenderung memilih bentuk

campur kode tertentu untuk mendukung fungsi-fungsi tertentu.

4. Persamaan dan Perbedaan Alih Kode dan Campur Kode

Persamaan alih kode dan campur kode adalah kedua peristiwa

tersebut terjadi pada masyarakat yeng memiliki kemampuan bilingual dan

multilingual yaitu penggunaan dua bahasa atau lebih. Meskipun demikian

terdapat perbedaan antara keduanya Thelander (Arismunandar, 2018)

membedakan campur kode dan alih kode, apabila dalam sebuah peristiwa

tutur terjadi peralihan dari satu klausa suatu bahasa ke klausa bahasa lain
19

disebut sebagai alih kode. Akan tetapi apabila dalam suatu peristiwa tutur

klausa atau frasa yang digunakan terdiri atas klausa atau frasa campuran

dan masing-masing klausa atau frasa itu tidak lagi mendukung fungasinya

sendiri disebut sebagai campur kode.

Sementara itu Arindra (2011) menyatakan bahwa alih kode terjadi

dengan masing-masing bahasa yang digunakan masih memiliki otonomi

masing-masing, dilakukan dengan sadar dan disengaja, karena sebab-

sebab tertentu, sedangkan campur kode adalah sebuah kode utama atau

kode dasaryang digunakan memiliki fungsi dan otonomi, sedangkan kode

yang lain yang terlibat dalam penggunaan bahasa tersebut hanyalah

serpihan saja, tanpa fungsi dan otonomi sebagai sebuah kode.

d. Keadaan Masyarakat Galesong Utara

Dari segi bahasa generasi milenial di Galesong Utara cenderung

menggunakan bahasa Makassar dan bahasa Indonesia dikehidupan sehari-

hari. Penggunaan bahasa Indonesia generasi milenial masih sangat kental

dengan dialek Makassar. Bahasa ibu yang dahulunya hanya menggunakan

bahasa Makassar kini tercampur dengan bahasa Indonesia. Hal ini

menunjukkan secara perlahan bahasa Indonesia mulai eksis di daerah

Galesong Utara.

Pengaruh bahasa Indonesia juga sangat berdampak di media sosial

kebanyakan generasi milenial menggunakan bahasa Indonesia di media

soaial. Penggunaan bahasa Indonesia juga biasanya bergantung pada situasi


20

dan tempat seseorang bertutur, misalnya di lingkungan keluarga kebanyakan

menggunakan bahasa Makassar dalam berkomunukasi sehari-hari, namun

apabila sedang berada di pasar bahasa Indonesia dan bahasa Makassar

penggunaannya cenderung lebih seimbang. Berbeda lagi apabila

dilingkungan sekolah dimana setiap guru menyampaikan pelajarannya

dengan menggunakan bahasa Indonesia.

B. Kerangka Pikir

Kerangka pikir merupakan suatu proses tentang sumber analisis alur pikir

seseorang dalam menganalisis mencari solusi dan memecahkan masalah-masalah

yang akan dihadapi, serta proses pikir dari masalah yang diajukan dirumusan

masalah.

Penelitian ini terfokus pada kajian sosiolinguistik yang secara umum

mengkaji hubungan antara bahasa dan masyarakat, bagaimana penggunaan bahasa

yang terjadi di masyarakat galesong yang tidak hanya menggunakan bahasa

Makassar juga menggunakan bahasa Indonesia dikeseharian, dengan mengamati

bentuk campur kode dan alih kode dalam interaksi masyarakat Galesong Utara.

Masyarakat Galesong Utara dikehidupan sehari-hari menggunakan dua

bahasa dalam berkomunikasi, bahasa Indonesia dan bahasa Makassar. Peneliti

bermaksud mengkaji fenomena kebahasaan tersebut dengan melihat campur kode

dan alih kode masyarakat di Galesong utara.


21

Sosiolinguistik

Dwibahasa

Alih kode Campur Kode

Masyarakat Galesong Utara

Analisis

Hasil

Hasil

Gambar 2.1 Bagan Kerangka Pikir


22

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian ini

dirancang untuk penelitian yang bersifat deskriptif. Pada prinsip metode deskriptif

kualitatif yang mengolah, mengumpulkan, menganalisa dan menyajikan data

secara objektif dan sesuai dengan kenyataan. Metode penelitian ini dipilih oleh

peneliti untuk mengetahui bentuk alih kode dan campur kode dalam interaksi

masyarakat Galesong Utara, Kabupaten Takalar. Dalam hal ini menggunakan teori

sosiolinguistik, campur kode dan alih kode.

B. Sumber Data

1. Data

Data dalam penelitian ini adalah bentuk alih kode dan campur kode dalam

interaksi masyarakat Galesong Utara, Kabupaten Takalar dan diklasifikasikan

sebagai berikut.

a. Jumlah informan sebanyak 43 orang

b. Laki-laki 14 orang dan perempuan 29 orang

c. anak- anak 1 orang, remasa 10 orang dan dewasa 32 orang

2. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini yaitu:

a. Data Primer berasal dari informan atau narasumber masyarakat Galesong

Utara yaitu dalam bentuk rekaman percakapan dan dokumentasi.


23

b. Sekunder berasal dari buku-buku, tesis, karya ilmiah, artikel jurnal

elektronik, dan skripsi elektronik.


24

C. Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik yang akan digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Teknik Rekam

Merekam kemudian mendengarkan dan memahami bentuk alih kode dan

campur kode dalam interaksi masyarakat Galesong Utara, Kabupaten Takalar.

Teknik ini dilakukan secara berulang-ulang untuk memperoleh data yang

akurat.

2. Teknik Catat

Dalam hal ini, mencatat data-data bentuk alih kode dan campur kode dalam

interaksi masyarakat Galesong Utara, Kabupaten Takalar yang telah

dikumpulkan sebelumnya.

3. Pengamatan

Mengamati data-data yang telah diperoleh serta hubungannya dengan

kajian sosiolinguistik, hasil yang diperoleh kemudian diidentifikasi.

4. Teknik Dokumentasi

Mendokumentasikan data-data berupa gambar dan teks yang diperoleh

sebagai kegiatan akhir pada pengumpulan data penelitian.

D. Teknik Analisis Data

Berdasarkan teknik pengumpulan data yang dilakukan maka data akan

dianalisis secara kualitatif. Selanjutnya data tersebut dideskripsikan berdasarkan

kajian sosiolinguistik.
25

Adapun teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

teknik analisis model interaktif yang terdiri atas.

1. Reduksi Data

Reduksi data adalah teknik analisis data dengan merangkum, memilah hal-

hal yang bersifat pokok, reduksi data dilakukan dengan tujuan agar dapat

memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai data yang diperoleh dari

lokasi penelitian sehingga mempermudah peneliti untuk mengumpulkan lebih

banyak informasi serta mencari jika diperlukan.

2. Penyajian Data

Penyajian data adalah kumpulan informasi terstruktur yang memberikan

kemungkinan untuk menarik kesimpulan dan mengambil tindakan selanjutnya.

Bentuk penyajian data antara lain berupa teks.

3. Menarik Kesimpulan

Teknik analisis data yang terakhir ialah penarikan kesimpulan. Semua data

yang direduksi, digambarkan secara rinci sehingga lebih mudah dipahami oleh

peneliti ataupun orang lain. Data yang dirincikan tersebut diperoleh dari hasil

pengumpulan melalui observasi langsung, rekam dan wawancara.


26

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Galesong Utara adalah sebuah kecamatan yang terletak disebelah utara

dan berjarak kurang lebih 27 kilometer dari ibu kota Kabupaten Takalar. Ibu kota

Kecamatan Galesong Utara terletak di Kelurahan Bontolebang, berbatasan

dengan:

 Sebelah Utara : Kota Makassar

 Sebelah Timur : Kabupaten Gowa

 Sebelah Selatan : Kecamatan Galesong

 Sebelah Barat : Selat Makassar

Masyarakat Galesong Utara dalam keseharian cenderung menggunakan

bahasa daerah Makassar, meskipun demikian tidak sedikit pula yang mulai

menggunakan bahasa Indonesia dalam berkomunikasi.

Pengetahuan akan bahasa tentu tidak terlepas dari pengaruh orang-orang

disekitarnya, tempat bergaul dan cara komunikasi menentukan bagaimana

karakter dan kebiasaan. Banyaknya kemungkinan berkomunikasi dengan orang-

orang dengan daerah yang berbeda-beda baik secara langsung maupun dari

media sosial memungkinkan seseorang untuk menggunakan bahasa Makassar

(BI) dan bahasa Indonesia (B2).

Subjek pada penelitian ini adalah masyarakat Galesong Utara Kabupaten

Takalar. Seiring berjalannya waktu pengetahuan akan bahasa saat ini sudah tidak
27

hanya dipengaruhi oleh faktor lingkungan, akan tetapi juga dipengaruhi oleh

teknologi yang memudahkan seseorang untuk mengetahui hal-hal yang ada di

dunia termasuk bahasa itu sendiri. Hal inilah yang akan penulis analisis yaitu

bentuk alih kode dan campur kode dalam interaksi masyarakat Galesong Utara,

Kabupaten Takalar.

Adapun tahap-tahap dalam menganalisis data adalah: (1) Transkip data,

yaitu memindahkan data rekaman percakapan ke data tulis. (2) Klasifikasi data

yaitu mengumpulkan data sesuai dengan bentuknya. (3) Analisis data, pada tahap

ini peneliti berusaha untuk menganalisis semua data yang terkumpul. (4)

Deskripsi data, pada tahap ini peneliti memaparkan data yang ditemukan

dilapangan pada pembahasan. Keempat data tersebut diuraikan sebagai berikut

ini.

1. Bentuk Alih Kode yang Terjadi dalam Interaksi Masyarakat Galesong


Utara, Kabupaten Takalar

a. Alih Kode dari Bahasa Indonesia ke Bahasa Makassar

Data 1

Lokasi : Pasar Aeng Towa

Penutur : Penjual Ibu Fitriani (42 tahun) dan Pembeli Tayu’ (47 tahun)

Topik : Membeli tas

Tayu’ : “Tassiapa anne tasa’-tasa’ kammaya anne?”


‘Berapa harga tas ini?’
Fitriani : “Yang mana ibu?”
Tayu’ : (Menunjuk tas yang dimaksud)
Fitriani : “Rajut itu, tiga lima itu”
Tayu’ : “Kurangngimi anne”
28

‘Turunkan harganya’
Fitriani : “Patang pulo ballinna, kusare maki tallung pulo lima”
‘Harganya empet puluh, kukasih tiga puluh lima”
Tayu’ : “Edede, nia’ pode limang-limang na”
‘Eh, ada lagi limanya’

Pada data (1) dapat diketahui bahwa terjadi percakapan alih

kode. Misalnya pada saat Tayu’ bertanya mengenai harga tas kepada

Fitriani, Tayu’ menggunakan bahasa Makassar, kemudian penjual

Fitriani menjawab pertanyaan Tayu’ dengan menggunakan bahasa

Indonesia. Pada saat Tayu’ menawar harga menggunakan bahasa

Makassar Fitriani kemudian menjawab dengan bahasa Makassar.

Sehingga dapat disimpulkan dalam percakapan tersebut terjadi alih

kode yaitu alih kode dari bahasa Indonesia ke bahasa Makassar.

Data 2

Lokasi : Desa Kaballokang

Penutur : A (Pria 27 Tahun) dan B (pria 14 Tahun)

Topik : Fotokopi

Riswan : “Yang mana mau di fotokopi?”


Wawan : “Ini Kak (memberikan buku)”
Riswan : “Tayangi di’ mempo mako rong”
‘Tunggu ya, bisa duduk dulu’
Wawan : “Iye katte”
‘Iya kak’

Pada data (2) dapat diketahui bahwa terjadi percakapan alih

kode. Alih kode yang terjadi yaitu alih kode dari bahasa Indonesia

kebahasa Makassar. Riswan bertanya kepada Wawan dengan


29

menggunakan bahasa Indonesia, kemudian Wawan menjawab

pertanyaan Riswan dengan menggunakan bahasa Indonesia. Pada saat

Riswan mempersilahkan Wawan untuk duduk menggunakan bahasa

Makassar Wawan kemudian secara spontan menjawab dengan bahasa

Makassar. Jadi dapat disimpulkan sesuai dengan percakapan tersebut

terjadi alih kode penggunaan bahasa Indonesia ke bahasa Makassar

dimana percakapan awal menggunakan bahasa Indonesia di

percakapan kedua menggunakan bahasa Makassar.

Data 3

Lokasi : Desa pakkabba

Penutur : Uni (16 tahun) dan Reski (22 tahun)

Topik : Percakapan karena tidak sempat berfoto

Reski : “Kemarin tidak ada yang foto disini (sambil memperlihatkan


gawainya ke Uni)
Uni : “Astaga tidak sempat karna buru-buru semua mau pulang”
Reski : “Mangngang ngasengmi tawwa, nampa na’biringmi bangngi”
‘Mereka semua sudah capek, dan sudah hampir malam’
Uni : “Siratang nia’mo fotota anjoeng”
‘Harusnya sudah ada foto di tempat itu’

Pada data (3) dapat diketahui bahwa terjadi percakapan alih

kode. Misalnya pada saat Reski memperlihatkan foto tempat yang

pernah mereka kunjungi namun tidak sempat berfoto dengan

menggunakan bahasa Indonesia, kemudian Uni menanggapi Reski

dengan menggunakan bahasa Indonesia. Selanjutnya Reski

menanggapi perkataan Uni menggunakan bahasa Makassar. Uni


30

kemudian secara spontan menjawab dengan menggunakan bahasa

Makassar. Sehingga dapat disimpulkan dalam percakapan tersebut

terjadi alih kode yaitu alih kode dari bahasa Indonesia ke bahasa

Makassar.

Data 4

Lokasi : Bakso Kaget

Penutur : Aulia (22 tahun) dan Ica (22 tahun)

Topik : Membungkus makanan

Aulia : “Bisa dibungkus ini? (menunjuk bakso yang belum habis)”


Ica : “Iya bisa”
Aulia : “Dimana pelayannya?”
Ica : “Tidak tahu, kenapa tidak dihabisi?”
Aulia : “Bassoroka”
‘Saya sudah kenyang’
Ica : “Mae maki ampawwangi kana eroki dibungkus”
‘Langsung kedepan kasih tau untuk minta bungkus’
Auli : “iye sallo dudui ditayangngi anjo pelayanna”
‘Iya lama sekali kalau pelayannya ditunggu’

Pada data (4) dapat diketahui bahwa terjadi percakapan alih

kode. Misalnya pada saat Aulia bertanya apakah baksonya bisa

dibungkus dengan menggunakan bahasa Indonesia, selanjutnya Ica

menjawab pertanyaan Aulia dengan menggunakan bahasa Indonesia.

Saat Ica bertanya kenapa tidak menghabisi makanannya Aulia

menjawab menggunakan bahasa Makassar, kemudian Ica juga

menanggapi dengan menggunakan bahasa Makassar. Sehingga dapat


31

disimpulkan dalam percakapan tersebut terjadi alih kode yaitu alih

kode dari bahasa Indonesia ke bahasa Makassar.

Data 5

Lokasi : Pelelongan ikan di galesong Utara

Penutur : Aris (23 tahun), Rama (23 tahun) dan Dandi (23 tahun)

Topik : Meminta nasi

Aris : “We minta dulu nasi”


Rama : “Iya habis nasi mintako dulu Dani!”
Dandi : “Berapa tempat nasi diminta?”
Aris : “Rua, njo’ tawwa ero’ ngaseng injapi angnganre”
‘Dua, itu masih banyak yang mau tambah’
Dandi : “Rua tojeng anne kupesan”
‘Aku beneran pesan dua ya’
Rama : “Iyo sodara”
‘Iya saudara’

Pada data (5) dapat diketahui bahwa terjadi percakapan alih

kode. Misalnya pada saat Aris mengatakan kepada temannya untuk

meminta nasi dengan menggunakan bahasa Indonesia, kemudian Rama

menyuruh Dandi untuk meminta nasi dengan menggunakan bahasa

Indonesia. Selanjutnya Dandi bertanya memesan nasi berapa tempat

menggunakan bahasa Indonesia Aris menanggapi perkataan Dandi

menggunakan bahasa Makassar. Kemudian Dandi dan Rama secara

spontan menggunakan bahasa Makassar. Sehingga dapat disimpulkan

dalam percakapan tersebut terjadi alih kode yaitu alih kode dari bahasa

Indonesia ke bahasa Makassar.


32

b. Alih Kode dari Bahasa Makassar ke Bahasa Indonesia

Data 6

Lokasi : Desa Pakkabba

Penutur : Muntu (pria 30 tahun) dan Daya (pria 24 tahun)

Topik : Sepak bola, Indonesia vs Vietnam

Muntu : “Accinik-cinikko pagolo ri bangngia?”


‘Tadi malam kamu nonton bola?’
Daya : “E iye e dede paccena”
‘Iya saya miris’
Muntu : “Tidak ada harapan”
Daya : “Bayangkan empat kosong”
Muntu : “Padahal Egi hampir cetak gol”

Pada data (6) dapat diketahui bahwa terjadi percakapan alih

kode. Misalnya pada saat Muntu bertanya apakah Daya menonton

sepak bola dengan menggunakan bahasa Makassar, kemudian Daya

menjawab pertanyaan Muntu dengan menggunakan bahasa Makassar.

Pada saat Muntu mengungkapkan kekecewaannya ia menggunakan

bahasa Indonesia Daya kemudian secara spontan menjawab dengan

bahasa Indonesia. Sehingga dapat disimpulkan dalam percakapan

tersebut terjadi alih kode yaitu alih kode dari bahasa Makassar ke

bahasa Indonesia.

Data 7

Lokasi : Desa Bontolanra

Penutur : Pembeli (Wanita 25 tahun) dan Penjual sayur (Pria 35 tahun)

Topik : Membeli ikan


33

Pembeli : “Nia’ juku bolu?”


‘Ada ikan bolu?’
Penjual : “La’busumi, sike’deji kuerang ka ka’jalaki seng bolua”
‘Sudah habis, sedikit kubawa karna ikan bolunya mahal’
Pembeli : “Kalau udang masih ada?”
Penjual : “Ada”
Pembeli : “berapa harganya?”
Penjual : “sepuluh ribu 3 ekor, besar ki ini udangnya”

Pada data (7) dapat diketahui bahwa terjadi percakapan alih

kode. Misalnya pada tuturan saat Pembeli bertanya kepada penjual

dengan menggunakan bahasa Makassar, kemudian Penjual menjawab

pertanyaan Pembeli dengan menggunakan bahasa Makassar.

Selanjutnya Pembeli kembali bertanya kepada Penjual menggunakan

bahasa Indonesia. Penjual kemudian secara spontan menjawab dengan

bahasa Indonesia. Sehingga dapat disimpulkan dalam percakapan

tersebut terjadi alih kode yaitu alih kode dari bahasa Makassar ke

bahasa Indonesia.

Data 8

Lokasi : Desa Kaballokang

Penutur : Ciya (21 tahun), Mita (22 Tahun) dan Rina (22 tahun)

Topik : Mencari coklat batang

Ciya : “Battu mako a’boya ri A’ji Sayang?”


‘Kamu sudah cari di took Hj. sayang?”
Mita : “Tattongko’mi ga’dena A’ji Sayang”
‘Toko Hj. Sayang sudah tertutup’
Ciya : “Jari kemai jaki na’boya coklat batang?”
‘Jadi dimana cari coklat batang?’
Rina : “Ayo pergi cari di alfamart batu-batu”
Mita : “Masih buka jam segini?”
34

Rina : “Coba dulu kesitu, sempat masih buka”


Ciya : “iya semoga masih buka”

Pada data (8) dapat diketahui bahwa terjadi percakapan alih

kode. Misalnya pada saat Ciya bertanya kepada Mita apakah Rina

sudah mencari coklat batang di toko Hj. Sayang dengan menggunakan

bahasa Makassar, kemudian Mita menanggapi Ciya dengan

menggunakan bahasa Makassar. Selanjutnya Rina menyarankan untuk

pergi ke Alfamart dengan menggunakan bahasa Indonesia. Perkataan

Rina ditanggapi oleh Mita dan Ciya menggunakan bahasa Indonesia.

Faktor yang mempengaruhi alih kode pada percakapan tersebut karena

adanya pihak ketiga yang berbicara menggunakan bahasa Indonesia.

Sehingga dapat disimpulkan dalam percakapan tersebut terjadi alih

kode yaitu alih kode dari bahasa Makassar ke bahasa Indonesia.

Data 9

Lokasi : Desa Soreang

Penutur : Hilda (22 tahun), Ana (20 Tahun) dan Rahma (22 tahun)

Topik : Memperkenalkan diri

Hilda : “Oe nai nu agang?”


‘Sama siapa?”
Rahma : “Cikalingku”
‘Sepupuku’
Hilda : “Oh antamakki mae”
‘ayo masuk’
Rahma : “Tidak tauki bahasa Makassar”
Hilda : “Oh namanya siapa dek?”
Ana : “Ana kak”
Hilda : “Masuk Ana”
35

Pada data (9) dapat diketahui bahwa terjadi percakapan alih

kode. Hilda bertanya kepada Rahma perihal dengan siapa Rahma

datang dengan menggunakan bahasa Makassar, kemudian Rahma

menanggapi Hilda dengan menggunakan bahasa Makassar. Kemudian

Rahma memberitahu Hilda bahwa Ana tidak bisa berbahasa Makassar

maka Hilda mempersilahkan Ana masuk dengan menggunakan Bahasa

Indonesia. Faktor yang mempengaruhi alih kode pada percakapan

tersebut karena adanya peralihan pokok pembicaraan dari Hilda

kepada Ana yang tidak tahu menggunakan bahasa Makassar. Sehingga

dapat disimpulkan dalam percakapan tersebut terjadi alih kode yaitu

alih kode dari bahasa Makassar ke bahasa Indonesia.

Data 10

Lokasi : Desa Pakkabba

Penutur : Te’ne (36 Tahun) dan Imran (16 Tahun)

Topik : Antar pesanan kue

Te’ne : “Imran maiki rong Nak”


‘Imran sini dulu Nak’
Imran : “Iye angngapaki?”
‘Iya kenapa?’
Te’ne : “Bawakan dulu kuenya Hj. Ratu Nak”
Imran : “Apa kubilang”
Te’ne : “Tanyaki bilang kue ta A’ji sudah dibayar itu nak”

Pada data (10) dapat diketahui bahwa terjadi percakapan alih

kode. Misalnya pada saat Te’ne memanggil Imran dengan


36

menggunakan bahasa Makassar, kemudian Imran menyahut dengan

menggunakan bahasa Makassar. Selanjutnya Te’ne menyuruh Imran

untuk membawa kue Hj. Ratu menggunakan bahasa Makassar Imran

kemudian secara spontan menjawab dengan bahasa Makassar.

Sehingga dapat disimpulkan dalam percakapan tersebut terjadi alih

kode yaitu alih kode dari bahasa Makassar ke bahasa Indonesia.

2. Bentuk Campur Kode yang Terjadi dalam Interaksi Masyarakat


Galesong Utara, Kabupaten Takalar

a. Penyisipan Unsur yang Berwujud Kata

Data 11

Lokasi : Peristiwa tutur terjadi didalam rumah Salam

Penutur : Salam (17 tahun) dan Kia (15 tahun)

Topik : Ingin meminjam pensil warna

Kia : “Dimana itu pensil warna disimpan?”


‘Pensil warnanya disimpan dimana?’
Salam : “Timbaki itu buku, di bawahnya itu”
‘Buka buku itu, ada dibawah buku’
Kia : “Sisa warna orange”
Salam : “Ada semua disitu, cari baik-baik”

Pada data (11) dapat diketahui bahwa terjadi percakapan campur

kode. Dalam tuturan terdapat dua peristiwa campur kode yaitu campur

kode intern dan campur kode ekstern. Campur kode intern terjadi

dengan penyisipan bahasa Makassar pada kata “Timbaki” dalam

percakapan bahasa Indonesia, sedangkan campur kode ekstern terjadi

penyisipan kata asing “Orange” dalam percakapan bahasa Indonesia.


37

Sehingga dapat disimpulkan bahwa percakapan tersebut merupakan

campur kode penyisipan unsur yang berwujud kata.

Data 12

Lokasi : Pasar Aeng Towa

Penutur : Intang (35 tahun) dan Lino (40 tahun)

Topik : Bertemu di pasar

Intang : “Ih, Dg Lino apa diballi?”


‘Ih, Dg Lino beli apa?’
Lino : “Iye Ba’ra, lama maki?”
‘Iya bedak, sudah lama disini?’
Intang : “Silalongku battu, pagandenga sanna sallona bangun”
‘Barusan sampai, pemboncengku lama sekali bangun’

Pada data (12) dapat diketahui bahwa terjadi percakapan campur

kode. Dalam tuturan terdapat peristiwa campur kode intern. Campur

kode intern terjadi dengan penyisipan kata. Campur kode intern yang

terjadi yaitu dengan penyisipan bahasa Indonesia pada kata “apa, lama

dan bangun” ke dalam percakapan bahasa Makassar. Sehingga dapat

disimpulkan bahwa percakapan tersebut merupakan campur kode

penyisipan unsur yang berwujud kata.

Data 13

Lokasi : Desa Batu-Batu (Alfamart)

Penutur : Ayu (17 tahun) dan Bayu (24 Tahun)

Topik : Mencari lem tikus

Ayu : “Kak ada lem tikus?”


Bayu : “Iye Dek di sebelah sana terus maki baru belok kiri”
38

‘Iya Dek di sebelah sana, terus saja baru belok kiri’


Ayu : “Iye makasih Kak”
‘Iya terima kasih Kak’

Pada data (13) dapat diketahui bahwa terjadi percakapan campur

kode. Dalam tuturan terdapat peristiwa campur kode intern. Campur

kode intern terjadi dengan penyisipan kata. Campur kode intern yang

terjadi dengan penyisipan bahasa Makassar pada kata “iye dan maki”

ke dalam percakapan bahasa Indonesia. Sehingga dapat disimpulkan

bahwa percakapan tersebut merupakan campur kode penyisipan unsur

yang berwujud kata.

Data 14

Lokasi : Di belakang rumah

Penutur : Pati (37 tahun) dan Qaila (5 tahun)

Topik : Larangan bermain

Pati : “Qaila.. nakemaiki? (teriak Pati)”


‘Qaila mau kemana?’
Qaila : “Anjoeng sagang Paiz”
‘Kesitu sama Paiz’
Pati : “Ammotereki, kotorki”
‘Pulang ya, disitu kotor’
Qaila : “Ih tidak tenaja kumempo”
‘Ih tidak, saya tidak akan duduk’

Pada data (14) dapat diketahui bahwa terjadi percakapan campur

kode. Dalam tuturan terdapat peristiwa campur kode intern. Campur

kode intern terjadi dengan penyisipan kata. Campur kode intern yang

terjadi dengan penyisipan bahasa Indonesia pada kata “kotor dan


39

tidak” ke dalam percakapan bahasa Makassar. Sehingga dapat

disimpulkan bahwa percakapan tersebut merupakan campur kode

penyisipan unsur yang berwujud kata.

Data 15

Lokasi : Peristiwa tutur terjadi di warung campuran

Penutur : Inna (16 tahun) dan Dani (16 tahun)

Topik : Membeli mie

Inna : “Mallia…”
‘Beli’
Dani : “Iyee”
‘Iyaa’
Inna : “Ada mie sedap goreng?”
Dani : “Ada, berapa?”
Inna : “Hmm satu, sigang telur satu”
Dani : “Oke”

Pada data (15) dapat diketahui bahwa terjadi percakapan campur

kode. Dalam tuturan terdapat peristiwa campur kode intern. Campur

kode intern terjadi dengan penyisipan kata. Campur kode intern yang

terjadi dengan penyisipan bahasa Makassar pada kata “mallia dan

sigang” ke kedalam percakapan bahasa Indonesia. Sehingga dapat

disimpulkan bahwa percakapan tersebut merupakan campur kode

penyisipan unsur yang berwujud kata.

b. Penyisipan Unsur Berwujud Frasa

Data 16

Lokasi : Peristiwa tutur terjadi dirumah Nisa


40

Penutur : Hairun (16 tahun) dan Nisa (21 tahun)

Topik : Menanyakan jam tangan yang sudah dipesan

Hairun : “Kemaimi antu jam tanganka na tenapa battu”


‘Dimana jam tangan, sudah lama tidak sampai’
Nisa : “Sa’barakko cika’ ammuko nia’mi antu”
‘Sabar saudara besok sudah ada itu’
Hairun : “tojengko? Muko seng nakana ammukopi podeng”
‘Serius? Besok bilangnya besoknya lagi’

Pada data (16) dapat diketahui bahwa terjadi percakapan campur

kode. Dalam tuturan terdapat peristiwa campur kode intern. Campur

kode intern terjadi dengan penyisipan frasa. Campur kode intern yang

terjadi dengan penyisipan frasa bahasa Indonesia “jam tangan” ke

dalam percakapan bahasa Makassar. Sehingga dapat disimpulkan

bahwa percakapan tersebut merupakan campur kode penyisipan unsur

yang berwujud frasa.

Data 17

Lokasi : Peristiwa tutur terjadi didepan Indomaret Bontolebang

Penutur : Adel (20 tahun) dan Tasya (20 tahun)

Topik : Kepala Pusing

Tasya : “Kemana lagi ini?”


Adel : “Singgah beli sayur’”
Tasya : “Wee pelan-pelan nah naik motor dangngalaki ulungku”
‘Wee pelan-pelan naik motor kepalaku pusing’
Adel : “iyaa”

Pada data (17) dapat diketahui bahwa terjadi percakapan campur

kode. Dalam tuturan terdapat peristiwa campur kode intern. Campur


41

kode intern terjadi dengan penyisipan frasa. Campur kode intern yang

terjadi dengan penyisipan frasa bahasa Makassar “dangngalaki

ulungku” ke dalam percakapan bahasa Indonesia. Sehingga dapat

disimpulkan bahwa percakapan tersebut merupakan campur kode

penyisipan unsur yang berwujud frasa.

Data 18

Lokasi : Peristiwa tutur terjadi halaman rumah depan

Penutur : Tuti (19 tahun) dan Niar (23 tahun)

Topik : Bentuk wajah

Tuti : “Angngapa anjo na lompo kamma nakke pipiku padahal ca’diji


kalengku”
‘Kenapa besar pipiku padahal badanku kecil’
Niar : “punna kucini toh tulang pipinu mentong la’ba”
‘Kalau kulihat tulang pipimu juga lebar
Tuti : “Issengi deh”
‘Tidak tau’
Niar : “Haha na memang”
‘Kenyataannya’

Pada data (18) dapat diketahui bahwa terjadi percakapan campur

kode. Dalam tuturan terdapat peristiwa campur kode intern. Campur

kode intern terjadi dengan penyisipan frasa. Campur kode intern yang

terjadi dengan penyisipan frasa bahasa Indonesia “Tulang pipinu” ke

dalam percakapan bahasa Makassar. Sehingga dapat disimpulkan

bahwa percakapan tersebut merupakan campur kode penyisipan unsur

yang berwujud frasa.


42

Data 19

Lokasi : Peristiwa tutur terjadi di dalam rumah Hairun

Penutur : Hapsi (12 tahun) dan Ibu (49 tahun)

Topik : Kaki Ayam

Hapsi : “Tiknokmi janganta?”


‘Ayamnya sudah masak?
Ibu : “Sikekdeppi”
‘Tinggal sedikit’
Hapsi : “Bolikkanga bangkenna”
‘Simpankan kakinya’
Ibu : “….”
Hapsi : “Bolikkanga kaki ayamta”
‘simpankan kaki ayamnya’
Ibu : “Tiknoppi nampa kusaklakkangko”
‘Kalau sudah masak barus disimpankan’
Hapsi : “Yes iyee”
‘Yess iyaa’

Pada data (19) dapat diketahui bahwa terjadi percakapan campur

kode. Dalam tuturan terdapat peristiwa campur kode intern. Campur

kode intern terjadi dengan penyisipan frasa. Campur kode intern yang

terjadi dengan penyisipan frasa bahasa Indonesia ”Kaki ayam” ke

dalam percakapan bahasa Makassar. Sehingga dapat disimpulkan

bahwa percakapan tersebut merupakan campur kode penyisipan unsur

yang berwujud frasa.

Data 20

Lokasi : Peristiwa tutur terjadi di

Penutur : Juju (20 tahun) dan Sita (20 tahun)

Topik : Makan nasi kuning


43

Juju : “Apa ero nukanre?”


‘Mau makan apa?’
Sita : “Sambarangji nakke?”
‘Saya sembarang’
Juju : “Nasi kuning mo pade”
‘Nasi kuning saja’
Sita : “Oke”

Pada data (20) dapat diketahui bahwa terjadi percakapan campur

kode. Dalam tuturan terdapat peristiwa campur kode intern. Campur

kode intern terjadi dengan penyisipan frasa. Campur kode intern yang

terjadi dengan penyisipan frasa bahasa Indonesia “Nasi kuning” ke

dalam percakapan bahasa Makassar. Sehingga dapat disimpulkan

bahwa percakapan tersebut merupakan campur kode penyisipan unsur

yang berwujud frasa.

B. PEMBAHASAN

Setelah menganalisis dan mengidentifikasi data dan hasil penelitian ditemukan

fakta bahwa masyarakat di Galesong Utara Kab. Takalar yang menjadi fokus

penelitian, telah menjadi masyarakat dwibahasa karena melakukan percakapan

bahasa Indonesia dan bahasa Makassar yang merupakan bagian dari campur kode

dan alih kode.

Situasi kedwibahasaan pada Masyarakat Galesong Utara terjadi karena adanya

kontak bahasa antara bahasa Indonesia dan bahasa Makassar. Penggunaan

bilingualisme yang diidentifikasi bukan karena faktor kesengajaan penutur,

melainkan faktor penguasaan bahasa daerah dan bahasa Indonesia sehingga


44

penutur terbiasa menggunakan kedua bahasa tersebut secara bersamaan

menyebabkan terjadi istilah dwibahasa.

Berdasarkan hasil penelitian sehingga dapat membandingkan penelitian ini

dengan sebelumnya yang relevan yakni penelitian yang dilakukan Arismunandar

(2018), kesamaan yang yang terdapat pada penelitian arismunandar (2018) dengan

penelitian ini, sama-sama menemukan alih kode yang berbentuk alih kode dari

bahasa Makassar ke bahasa Indonesia dan alih kode dari bahasa Indonesia ke

bahasa Makassar . begitupun dengan bentuk campur kode seperti campur kode

penyisipan frasa dan campur kode penyisipan kata. Sementara perbedaan

penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu, penelitian sebelumnya meneliti

fungsi alih kode dan campur kode sementara pada penelitian ini tidak meneliti

fungsi campur kode dan alih kode. Peneliti sebelumnya meneliti Interaksi

masyarakat terminal Mallengkeri kota Makassar, penelitian ini mengambil subjek

interaksi masyarakat Galesong Utara.

Penelitian selanjutnya diteliti oleh Kurniasih dan Siti (2020). Berdasarkan

hasil penelitian, dapat dibandingkan penelitian ini dan penelitian sebelumnya yaitu

sama-sama meneliti campur kode dan alih kode sementara yang membedakan

yaitu subjek kajiannya. Peneliti sebelumnya meneliti di Pondok Pesantren

Mahasiswa Darussalam, penelitian ini mengambil subjek interaksi masyarakat

Galesong Utara.

Penelitian relevan selanjutnya diteliti oleh Munirah Hasym (2008).

Berdasarkan hasil penelitian, dapat dibandingkan penelitian ini dan penelitian


45

sebelumnya yaitu sama-sama meneliti tentang penggunaan bahasa dan penutur

bahasa bahasa Makassar dengan kajian sosiolinguistik sementara yang

membedakan yaitu subjek kajian dan metode penelitiannya. Peneliti sebelumnya

meneliti penggunaan bahasa pada masyarakat tutur Makassar yang ada di Gowa,

penelitian ini mengambil subjek masyarakat Galesong Utara.

Bentuk alih kode dalam interaksi masyarakat Galesong Utara, Kabupaten

Takalar dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu (1) Alih kode dari bahasa

Indonesia kebahasa Makassar, dan (2) alih kode dari bahasa Makassar kebahasa

Indonesia.

Bentuk campur kode dalam interaksi masyarakat Galesong Utara, Kabupaten

Takalar yaitu: (1) campur kode berbentuk penyisipan kata dan (2) campur kode

berbentuk penyisipan frasa.

Teori yang mendasari yaitu, Nababan (1993), Bilingualisme merupakan

kebiasaan atau perilaku untuk menggunakan dua bahasa dalam suatu masyarakat

bahasa. Sedangkan bilingualitas adalah kemampuan seseorang memahami dua

bahasa. Bilingualisme terjadi pada masyarakat bilingual atau bahkan multilingual

yaitu masyarakat yang menggunakan dua bahasa atau lebih mengacu kepada

perseorangan yaitu kemampuan seseorang dalam mengguanakan dua bahasa yang

berbeda.

Berdasarkan pendapat Nababan, maka dapat dipastikan teori tersebut sejalan

dengan apa yang telah ditemukan dilapangan dengan melibatkan beberapa subjek

yang dianggap telah memenuhi kebutuhan data yang diperlukan untuk


46

mengidentifikasi bentuk alih kode dan campur kode dalam interaksi masyarakat

Galesong Utara, Kabupaten Takalar.


47

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan analisis dari penelitian tersebut dapat di sempulkan bahwa :

1. Bentuk alih kode dalam interaksi masyarakat Galesong Utara, Kabupaten

Takalar dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu:

a) Alih kode dari bahasa Indonesia kebahasa Makassar.

b) alih kode dari bahasa Makassar kebahasa Indonesia.

2. Bentuk campur kode dalam interaksi masyarakat Galesong Utara, Kabupaten

Takalar yaitu:

a) campur kode berbentuk penyisipan kata.

b) campur kode berbentuk penyisipan frasa.

B. Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka saran yang dapat

dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Bagi mahasiswa, dapat termotivasi untuk melakukan penelitian bahasa dalam

hal ini kajian ilmu sosiolinguistik (bilingualisme) karena keberagaman bahasa

daerah di Indonesia menjadi fenomena yang menarik untuk diteliti.

2. Bagi masyarakat hendaknya penelitian ini berguna sebagai informasi mengenai

alih kode dan campur kode

3. Bagi peneliti lain, hendaknya hasil penelitian ini bisa menjadi referensi

tambahan dalam melakukan penelitian bilingualisme.

54
48
56

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman. 2011. Sosiolinguistik: Teori, Peran dan Fungsinya Terhadap Kajian


Bahasa Sastra. Jurnal Ilmu Bahasa dan Sastra.
Arindra, Azhar. 2011. “Alih Kode Campur Kode”. Online.
http://azharchaririahmad.wordpress.com/2011/05/12/alih-kode-
kodedancampurkode/. Diakses 6 maret 2021.
Chaer, Abdul dan Agustina. 2010. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka
Cipta.
Hasyim, Munirah. 2008. “Faktor Penentu Penggunaan Bahasa Pada Masyarakat
Tutur Makassar: Kajian Sosiolinguistik di Kabupaten Gowa”. Jurnal Sastra
Indonesia, Vol 20. No 1, 75-88.
Kitu, N. Cristina. 2014. “Alih Kode Dan Campur Kode Dalam Interaksi
Pembelajaran Pada Kelas VII A SMP Negeri 1 Jawai” (Online).
https://nelack.files.wordpress.com./2014/06/alih-kode-dan-campur-kode-
dalam-interaksi.pdf. Diakses 5 Maret 2021.
Kridalaksana, Harimurti. 2008. “Kamus Linguistik”. Jakarta: Gramedia Pustaka.
Kurniasih, S.A Zuhriyah. 2017. “Alih Kode dan Campur Kode di Pondok Pesantren
Mahasiswa Darussalam”. Jurnal Indonesian Language and Literature. Vol,
3. No, 1.
Munandar, Aris. 2018. “Alih Kode dan Campur Kode dalam Interaksi Masyarakat
Terminal Mallengkeri Kota Makassar”. Online.
http://eprints.unm.ac.id/19388/1/ARTIKEL.pdf. Diakses 12 Juni 2021.
Mutmainnah, Ery, Munirah. 2018. “Penggunaan Bahasa Indonesia Dialek Makassar
Dalam Kegiatan Pembelajaran di SMA Negeri 6 Maros: Kajian
Sosiolinguistik”. Jurnal Ilmu Budaya. Vol 6. No.2, 230-239.
Nababan. 1993. Sosiolinguistik Suatu Pengantar. Jakarta: Gramedia Pustaka.
Pateda, Mansoer .2015. Sosiolinguistik. Bandung: Angkasa.
Purba, Andiopenta. 2011. “Tindak Tutur dan Peristiwa Tutur”. Jurnal Bahasa
Indonesia. Vol. 1, No. 1.
Rian, Sumarwati. 2013.” Bentuk dan Fungsi Campur Kode dan Alih Kode Pada
Rubrik ‘Ah… Tenate’ dalam Haria Solopos”. Jurnal Penelitian Bahasa,
Sastra Indonesia dan Pengajarannya. Vol.2, No.1.
Rohmani, Fuady, dkk. 2013. “Analisis Alih Kode dan Campur Kode Pada Novel
Negeri 5 Menara Karya Ahmad Fuady” Jurnal Penelitian Bahasa
Indonesia. Vol.2, No.1.
Suandi, I Nengah. 2014. “Sosiolinguistik”. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Susanto, Hadi. 2016. “Konteks Tutur, Situasi Tutur, Peristiwa Tutur dan Tindak
Tutur”. Wong Kapetakan’s Blog.
http://www.google.com/amp/s/bagawanabiyasa.wordpress.com/2016/08/14
/konteks-tutur-situasi-tutur-peritiwa-tutur-dan-tindak-tutur/amp/. Diakses 8
Maret 2021.
49

Susumita, Nelvia. 2015. “Alih Kode dan Campur Kode dalam Pembelajaran Bahasa
Indonesia di SMP Negeri 12 Kerinci”. Jurnal Penelitian Universitas Jambi
Seri Humoniora. Vol.17, No.2.
50

Lampiran 1

Korpus Data

N Topik Percakapan Keterangan


O
1 Membeli tas Tayu’: “Tassiapa anne tasa’-tasa’ Data 1
kammaya anne?”
Fitriani : “Yang mana ibu?”
Tayu’: (Menunjuk tas yang dimaksud)
Fitriani : “Rajut itu, tiga lima itu”
Tayu’ : “Kurangngimi anne”
Fitriani : “Patang pulo ballinna, kusare
maki tallung pulo lima”
Tayu’: “Edede, nia’ pode limang-limang
na”
2 Fotokopi Riswan : “Yang mana mau di fotokopi?” Data 2
Wawan : “Ini Kak (memberikan buku)”
Riswan : “Tayangi di’ mempo mako rong”
Wawan : “Iye katte”
3 Percakapan Reski : “Kemarin tidak ada yang foto disini Data 3
(sambil memperlihatkan gawainya ke Uni)
karena tidak Uni : “Astaga tidak sempat karna buru-buru
semua mau pulang”
sempat berfoto Reski : “Mangngang ngasengmi tawwa,
nampa na’biringmi bangngi”
Uni : “Siratang nia’mo fotota anjoeng”
4 Membungkus Aulia : “Bisa dibungkus ini? (menunjuk Data 4
bakso yang belum habis)”
makanan Ica : “Iya bisa”
Aulia : “Dimana pelayannya?”
Ica : “Tidak tahu, kenapa tidak dihabisi?”
Aulia : “Bassoroka”
Ica : “Mae maki ampawwangi kana eroki
dibungkus”
Aulia : “iye sallo dudui ditayangngi anjo
pelayanna”
5 Meminta nasi Aris : “We minta dulu nasi” Data 5
Rama : “Iya habis nasi mintako dulu Dani!”
Dandi : “Berapa tempat nasi diminta?”
Aris : “Rua, njo’ tawwa ero’ ngaseng injapi
51

angnganre”
Dandi : “Rua tojeng anne kupesan”
Rama : “Iyo sodara”
6 Sepak bola, Muntu : “Accinik-cinikko pagolo ri Data 6
bangngia?”
Indonesia vs Daya : “E iye e dede paccena”
Muntu : “Tidak ada harapan”
Vietnam Daya : “Bayangkan empat kosong”
Muntu : “Padahal Egi hampir cetak gol”

7 Membeli ikan Pembeli : “Nia’ juku bolu?” Data 7


Penjual : “La’busumi, sike’deji kuerang ka
ka’jalaki seng bolua”
Pembeli : “Kalau udang masih ada?”
Penjual : “Ada”
Pembeli : “berapa harganya?”
Penjual : “sepuluh ribu 3 ekor, besar ki ini
udangnya”

8 Mencari coklat Ciya : “Battu mako a’boya ri A’ji Sayang?” Data 8


Mita : “Tattongko’mi ga’dena A’ji Sayang”
batang Ciya : “Jari kemai jaki na’boya coklat
batang?”
Rina : “Ayo pergi cari di alfamart batu-
batu”
Mita : “Masih buka jam segini?”
Rina : “Coba dulu kesitu, sempat masih
buka”
Ciya : “iya semoga masih buka”
9 Mempersilahkan Hilda : “Oe nai nu agang?” Data 9
Rahma : “Cikalingku”
masuk Hilda : “Oh antamakki mae”
Rahma : “Tidak tauki bahasa Makassar”
Hilda : “Oh siapa namata dek?”
Ana : “Ana kak”
Hilda : “Masuk ki Ana”
10 Antar pesanan Te’ne : “Imran maiki rong Nak” Data 10
Imran : “Iye angngapaki?”
kue Te’ne : “Bawakan dulu kuenya Hj. Ratu
Nak”
Imran : “Apa kubilang?”
Te’ne : “Tanyaki bilang kue ta A’ji sudah
52

dibayar itu nak”


11 Ingin meminjam Kia : “Dimana itu pensil warna disimpan?” Data 11
Salam : “Timbaki itu buku, di bawahnya
pensil warna itu”
Kia : “Sisa warna orange”
Salam : “Ada semua disitu, cari baik-baik”
12 Bertemu di pasar Intang : “Ih, Dg Lino apa diballi? Data 12
Lino : “Iye Ba’ra, lama maki?”
Intang : “Silalongku battu, pagandenga
sanna sallona bangun”

13 Mencari lem Ayu : “Kak ada lem tikus?” Data 13


Bayu : “Iye Dek di sebelah sana terus maki
tikus baru belok kiri”
Ayu : “Iye makasih Kak”
14 Larangan Pati : “Qaila.. nakemaiki? (teriak Pati)” Data 14
Qaila : “Anjoeng sagang Paiz”
bermain Pati : “Ammotereki, kotorki”
Qaila : “Ih tidak tenaja kumempo”

15 Membeli mie Inna : “Mallia…” Data 15


Dani : “Iyee”
Inna : “Ada mie sedap goreng?”
Dani : “Ada, berapa?”
Inna : “Hmm satu, sigang telur satu”
Dani : “Oke”
16 Menanyakan jam Hairun : “Kemaimi antu jam tanganka na Data 16
tenapa battu”
tangan yang Nisa : “Sa’barakko cika’ ammuko nia’mi
antu”
sudah dipesan Hairun : “tojengko deh? Muko seng nakana
ammukopi podeng”

17 Kepala Pusing Tasya: “Kemana lagi ini?” Data 17


Adel : “Singgah beli sayur’”
Tasya : “Wee pelan-pelan nah naik motor
dangngalaki ulungku”
Adel : “iyaa”
18 Bentuk wajah Tuti : “Angngapa anjo na lompo kamma Data 18
nakke pipiku padahal ca’diji kalengku”
Niar : “punna kucini toh tulang pipinu
mentong la’ba”
53

Tuti : “Issengi deh”


Niar : “Haha na memang”
19 Kaki Ayam Hapsi : “Tiknokmi janganta?” Data 19
Ibu : “Sikekdeppi”
Hapsi : “Bolikkanga bangkenna”
Ibu : “….”
Hapsi : “Bolikkanga kaki ayamta”
Ibu : “Tiknoppi nampa kusaklakkangko”
Hapsi : “Yes iyee”

20 Membeli nasi Juju : “Apa ero nukanre?” Data 20


kuning Sinta : “Sambarangji nakke?”
Juju : “Nasi kuning mo pade”
Sinta: “Oke”
54

Lampiran 2

Data Informan
55

N NAMA GENDER USIA


O
1 Fitriani P 42 tahun
2 Tayu’ P 47 tahun
3 Riswan L 27 tahun
4 Wawan L 14 tahun
5 Uni P 16 tahun
6 Reski P 22 tahun
7 Aulia P 22 tahun
8 Ica P 22 tahun
9 Muntu L 30 tahun
10 Daya L 24 tahun
11 Pembeli P 25 tahun
12 Penjual L 35 tahun
13 Ciya P 21 tahun
14 Mita P 22 tahun
15 Rina P 22 tahun
16 Hilda P 22 tahun
17 Rahma P 22 tahun
18 Ana P 20 tahun
19 Te’ne P 36 tahun
20 Imran L 16 tahun
21 Salam L 17 tahun
22 Kia P 15 tahun
23 Intang P 35 tahun
24 Lino P 40 tahun
25 Ayu P 17 tahun
26 Bayu L 24 tahun
27 Pati P 37 tahun
28 Qaila P 5 tahun
29 Inna P 16 tahun
30 Dani L 16 tahun
31 Hairun L 16 tahun
32 Nisa P 21 tahun
33 Adel P 20 tahun
34 Tasya P 20 tahun
35 Tuti P 19 tahun
36 Niar P 23 tahun
37 Hapsi L 12 tahun
38 Ibu P 49 tahun
39 Juju P 20 tahun
40 Sinta P 20 tahun
41 Aris L 23 tahun
42 Rama L 23 tahun
43 Dandi L 23 tahun
Jumlah : 43 Orang L :14 orang Dewasa : 32 orang
P : 29 orang Remaja : 10 orang
Anak-anak : 1 orang
56

Lampiran 3

Surat
57

Lampiran 4

Dokumentasi Gambar

Gambar 2. Penyerahan Surat Penelitian

Gambar 3
58

Gambar 4

Gambar 5
59

Gambar 6

Gambar 7
60

Gambar 8
61

RIWAYAT HIDUP

Nurhikmah lahir di kota Takalar, Provinsi Sulawesi Selatan pada

tanggal 30 September 1999. Penulis merupakan anak ke 2 dari 3

bersaudara, dari pasangan Muslimin dan Suryati.

Penulis pertama kali bersekolah di SDN. No.131 Pincepute tahun

2005, kelas 5 SD penulis pindah sekolah ke SDN. 89 Pakkabba

dan lulus pada tahun 2011. Kemudian melanjutkan sekolah tingkat pertama pada

tahun yang sama di MTS Nurul Rahmat Bontolanra dan lulus tiga tahun kemudian

pada tahun 2014. Penulis melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 1 Galesong Utara

yang kini berganti nama menjadi SMA Negeri 3 Takalar Pada tahun 2014 dan

akhirnya lulus pada tahun 2017. Pada tahun yang sama penulis terdaftar menjadi

mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Universitas

Muhammadiyah Makassar. Selesai dengan menyusun skripsi yang berjudul “Alih

Kode dan Campur Kode dalam Interaksi Masyarakat Galesong Utara Kabupaten

Takalar”.

Anda mungkin juga menyukai