FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS AL-KHAIRAAT
PALU
2018
ii
PROPOSAL
14 777 015
Menyetujui
Pembimbing 1 Pembimbing 2
Tanggal: …. Tanggal: ….
dr. Ruslan Ramlan Ramli, Sp.S dr. A.M. Mukraimin Amran, Sp.Rad
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Muka i
Halaman Persetujuan ii
Daftar Isi iii
Daftar Tabel v
Daftar Gambar vi
Daftar Singkatan vii
BAB I PENDAHULUAN 1
1. Latar Belakang 1
2. Perumusan Masalah 2
3. Pertanyaan Penelitian 2
5. Tujuan Penelitian 3
A. Tujuan Umum 3
B. Tujuan Khusus 3
6. Manfaat Penelitian 3
A. Manfaat Keilmuan 3
B. Manfaat Aplikasi 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5
Judul: Gambaran Faktor Terjadinya Keterlambatan
Penyembuhan Luka Pada Pasien Bedah yang Dirawat di
Bagian Bedah RSUD Undata
1. Landasan Teori 5
A. Anatomi Kulit 5
B. Luka 13
1) Faktor Ekstrinsik 14
2) Faktor Instrinsik 16
C. Penyembuhan Luka 21
1) Tipe Penyembuhan Luka 21
2) Fase Penyembuhan Luka 22
D. Pembedahan 25
1) Jenis Bedah Berdasarkan Lokasi 25
2) Jenis Bedah Berdasarkan Tujuannya 26
3) Perawatan Perioperatif 26
E. Luka Bedah 31
3. Kerangka Teori 32
4. Kerangka Konseptual 33
5. Definisi Operasional 34
DAFTAR PUSTAKA 37
BAB III. METODE PENELITIAN 39
1. Desain Penelitian 40
iv
DAFTAR TABEL
No. Halaman
1. Klasifikasi Luka 15
vi
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Kerangka Teori 32
2. Kerangka Konsep 33
3. Desain Penelitian 38
4. Alur Penelitian 42
vii
DAFTAR SINGKATAN
Singkatan Keterangan
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Luka adalah cedera yang disebabkan oleh trauma eksternal dan dapat
melibatkan jaringan maupun organ. Luka juga dapat didefinisikan sebagai
rusaknya struktur dan fungsi anatomis kulit normal akibat proses patologis
yang berasal dari eksternal maupun internal dan dapat mengenai organ
tertentu. Sumber dari cedera dapat berupa mekanik, kimiawi, radiasi,
maupun gabungan. (Gyorgy Szabo, 2016)
Luka bedah adalah sayatan yang pada kulit yang dilakukan dokter
bedah selama proses operasi. Pada akhir operasi, kedua pinggir ditautkan
kembali agar dapat terjadi penyembuhan luka. Klasifikasi luka bedah
terbagi menjadi clean wound, clean contaminated wound, contaminated
wound, dan infected wound. (WHO, 2009). Penyembuhan luka bedah
dapat dipengaruhi beberapa faktor, yaitu status gizi, perilaku merokok,
konsumsi kortikosteroid, dan penyakit metabolik. (Waqar S H, 2005. Kenig
Jakub, 2012)
Komplikasi luka bedah masih memiliki tingkat morbiditas dan mortalitas
yang tinggi. Salah satu komplikasi yang dapat menyebabkan masalah
pada pasien post-surgical adalah dehisensi luka bedah. Dehisensi luka
bedah merupakan terbukanya kembali jahitan luka pada pasca
pembedahan yang dapat disebabkan oleh berbagai macam etiologi, salah
satunya adalah infeksi akibat lama rawat pasien bedah. (Waqar S H,
2005. Yadi Muhammad 2005)
Pasien yang mengalami komplikasi luka bedah dapat menimbulkan
berbagai kerugian, contohnya dapat meningkatkan lama rawat, biaya, dan
risiko infeksi berat dengan akibat kematian. (Waqar S H, 2005)
2
B. Rumusan Masalah
Luka bedah merupakan sayatan pada kulit yang dilakukan oleh dokter
selama tindakan bedah. Keterlambatan penyembuhan luka bedah
merupakan suatu masalah karena dapat menimbulkan berbagai kerugian
contohnya dapat meningkatkan lama rawat, biaya, dan risiko infeksi berat
dengan akibat kematian. Keterlambatan ini dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor. Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan
masalah ini adalah :
C. Pertanyaan Penelitian
D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui gambaran faktor keterlambatan
penyembuhan luka pada pasien bedah yang dirawat di bagian bedah
RSUD Undata Palu Januari-Desember 2018.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui gambaran umur pada pasien dengan
keterlambatan penyembuhan luka bedah
b. Untuk mengetahui gambaran status gizi pada pasien dengan
keterlambatan penyembuhan luka bedah
c. Untuk mengetahui gambaran perilaku merokok pada pasien dengan
keterlambatan penyembuhan luka bedah
d. Untuk mengetahui distribusi penyakit Diabetes Mellitus pada pasien
dengan keterlambatan luka bedah
e. Untuk mengetahui gambaran penggunaan kortikosteroid pada pasien
dengan keterlambatan penyembuhan luka bedah
E. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Keilmuan
Menambah wawasan keilmuan dari peneliti, dapat dipakai sebagai
bahan rujukan untuk penelitian selanjutnya dan digunakan dalam
pengembangan Ilmu Pengetahuan di Universitas Alkhairaat Palu
khususnya di Fakultas Kedokteran.
4
2. Manfaat Aplikasi
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan bagi masyarakat untuk
meningkatkan pengetahuan tentang hal-hal yang dapat menjadi faktor
terjadinya kasus keterlambatan penyembuhan luka bedah.
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan Pemerintah Dinas
Kesehatan, sebagai masukan dalam membuat kebijakan dan
penyelesaian masalah dalam keterlambatan penyembuhan luka
bedah.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Landasan Teori
A. Anatomi Kulit
Kulit adalah lapisan atau jaringan yang menutup seluruh tubuh dan
melindungi tubuh dari bahaya yang datang dari luar. Bagi seorang dokter
apayang terihat pada kulit dapat membantu untuk menemukan penyakit
yang diderita pasiennya.
Lapisan kulit pada dasarnya sama di semua bagian tubuh, kecuali
telapak tangan, telaak kaki, dan bibir. Tebalnya bervariasi dari 0,5 mm di
kelpoak mata hingga 4 mm di telapak kaki.
Kulit wajah sedikit berbeda karena lapisan bawahnya terdapat lebih
banyak pembuluh darah. Itu sebabnya, goresan sedikit saja pada
mencukur dapat menyebabkan banyak darah yang keluar. Selain itu,
berbeda dengan bagian tubuh lain, pembuluh darah di wajah dan telinga
sangat sensitif terhadap pengaruh emosi. Akibatnya wajah seseorang
akan mudah menjadi merah apabila emosinya terganggu, contohnya
karena malu. Warna merah ini disebabkan oleh dilatasi dari pembuluh
darah. Dengan banyaknya embuluh darah, kulit wajah juga biasanya
cenderung lebih halus dibandingkan kulit di daerah yang lain.
Sebaliknya, seorang yang kekurangan darah dapat terlihat dari warna
kulit wajahnya yang lebih pucat. Warna kulit wajah yang pucat dapat
disebabkan oleh sebagian pembuluh darah yang alirannya terganggu atau
karena kadar hemoglobin yang rendah.
Telapak tangan dan telapak kaki mempunyai kulit yang lebih tebal
daripada bagian tubuh yang lain. ketebalan ini disebabkan oleh lebih
tebalnya lapisan korneum. Hal ini penting karena kulit telapak tangan
6
1) Epidermis
Lapisan epidermis merupakan lapisan terluar dari kulit. Epidermis
mengandung epitel stratified squamous. Epidermis berfungsi untuk
melindungi tubuh dari gangguan fisik maupun kimia.
Tidak seperti epitel yang lain, epidermis merupakan lapisan yang
avaskular. Karena kurangnya pembuluh darah, epidermis mendapatkan
nutrisi dari difusi nutrien dan oksigen melalui dermis. Akibatnya, sel-sel
epidermal dengan metabolisme tertinggi berada pada lapisan basal atau
lapisan terdalam dari epidermis. Lapisan terluar jauh dari sumber nutrisi,
sehingga terkadanya didapatkan epitel yang sudah mati.
Sel terbanyak yang dapat ditemukan pada epitel, yaitu keratinosit, dan
berada pada beberapa lapisan epidermis. Batas pemisah antar lapisan
epidermis akan sulit terlihat padaa cahaya micrograph. Pada kulit yang
tebal, seperti bagian telapak tangan dan kaki, lima lapisan dapat terlihat
dengan jelas, sedangkan pada bagian kulit yang lebih tipis hanya akan
jelas terlihat empat lapisan. Kulit yang tebal artinya kulit yang memiliki
epidermis yang tebal, begitu pula sebaliknya.
Sinar matahari dapat merusak struktur kulit, namun sinar ultraviolet dari
matahari juga dapat menjadi manfaat bagi kulit. Ketika terpapar sinar
ultraviolet, sel-sel epidermal yang berada pada stratum spinosum dan
stratum germinativum akan merubah provitamin D menjadi vitamin D. Lalu
hati akan mengubahnya menjadi produk yang dapat digunakan pada ginjal
untuk sintesis hormon kalsitriol. Hormon ini berguna untuk penyerapan
kalsium dan fosfor pada usus halus. Defisiensi hormon ini dapat
menyebabkan gangguan pertumbuhan tulang.
Lapisan epidermis terbagi menjadi lima lapisan, yang dinamakan
menggunakan bahasa latin. Kata stratum artinya lapisan, sedangkan
bagian nama yang lainnya di namakan berdasarkan fungsi atau
8
b. Stratum spinosum
Setiap kali sel-sel membelah, salah satu hasil pembelahannya akan
didorong ke arah permukaan dari stratum germinativum menuju stratum
spinosum. Lapisan ini terdiri dari 8 hingga 10 lapis, dengan keratinosit
yang melekat pada tiap desmosom. Ketika dilakukan prosedur untuk
mengeringkan sitoplasma, sitoskeletal dan desmosom akan tetap intak,
sehingga sel akan tampak seperti miniatur. Beberapa sel masuk pada
lapisan ini melalui lapisan basalis dan akan terus membelah dan menebal
yang akhirnya menyatu pada lapisan luar kulit. Lapisan ini juga
mengandung sel-sel Langerhans, yang berfungsi pada respon imun. Sel
Langerhans bertugas untuk menjaga terhadap mikroorganisme yang
menembus lapisan luar, dan kanker pada lapisan luar.
c. Stratum granulosum
Regio permukaan dari stratum spinosum dinamakan stratum spinosum.
Lapisan ini mengandung tiga hingga lima lapis keratinosit yang dilepaskan
dari lapisan dibawahnya. Setiap sel-sel yang membelah dan mencapai
lapisan ini, sebagian besar akan berhenti untuk membelah. Sel-sel tadi
akan membentuk protein keratin dan keratohyalin. Pada manusia, keratin
merupakan protein fibrous yang kuat. Pada lapisan ini juga terdapat
profilaggrin yang nanti akan membentuk fiaggrin, yang merupakan protein
yang sangat diperlukan integritas dari kulit.
d. Stratum lucidum
Lapisan ini hanya terdapat pada kulit yang tebal, yaitu telapak kaki dan
telapak tangan. Lapisan ini merupakan lapisan yang eosinofilik,
translusen, dan terdiri dari keratinosit berbentuk skuamous yang saling
10
berdempetan. Inti sel dari lapisan ini sangat sedikit, sehingga dapat
dibedakan dari lapisan lainnya namun tetap sulit terlihat karena sifatnya
yang translusen.
e. Stratum corneum
Lapisan ini adalah lapisan kelima dan merupakan lapisan terluar dari
kulit. Semua inti sel dan organel lainnya tidak akan ditemukan pada
lapisan ini.
Stratum corneum umumnya memiliki sel gepeng yang telah mati dan
terisi dengan filamen keratin. Sel-sel yang telah terisi keratin akan
berfungsi sebagai pelindung terluar yang utama, dan ketika telah terlepas
akan digantikan dengan sel yang baru dari lapisan bawahnya. Selama
proses keratinisasi, enzim hidrolitik akan menghancurkan inti sel dan
organel lainnya selama pengisian keratin.
2) Dermis
Dermis merupakan lapisan besar kedua yang mengandung kolagen,
elastin, garam, air, dan glikosamin proteoglikan. Seluruh protein dan
molekul-molekul lainnya memberikan densitas yang signifikan pada
lapisan dermal kulit. Dermis memiliki ketebalan yang bervariasi dari lokasi
ke lokasi lain. dermis dapat setipis 200 µm pada kelopak mata dan dapat
setebal 3 mm pada kulit punggung. Dermis berfungsi sebagai pelindung
terhadap tekanan dan regangan oleh trauma eksternal maupun internal.
Folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea, dan pembuluh darah
umumnya banyak pada lapisan dermis.
Fibroblas dermal membantu untuk mengatur produksi dan
keseimbangan dari struktural dominan pada komponen lapisan dermis.
fibroblas membentuk sebgian besar sel-sel pada dermis bersamaan
dengan sel mast dan jaringan makrofag.
Kekuatan tarikan pada dermis berasal dari kolagen, yang secara
signifikan mengandung lemak bebas pada kulit. Sebagian besar kolagen
11
pada dermis merupakan kolgen tipe I dan merupakan total 80% dari tipe
kolagen tersebut. Kolagen tipe III sebanyak 15% sedangkan sisanya
merupakan tipe IV dan V. Perbandingan antara kolegen tipe I dan tipe II
pada lapisan ini adalah 4:1, rasio ini tetap dan tidak akan berubah
walaupun kulit telah terjadi luka dan pembentukan jaringan baru
setelahnya.
Kolagen adalah protein yang paling berlimpah pada mamalia dan
umumnya ditemukan pada jaringan ikat. Serat kolagen berfungsi untuk
menjaga struktur sel dan jaringan di sekitarnya. Kolagen memiliki
kekuatan tarikan yang sangat kuat, dan dapat ditemukan pada permukaan
tubuh seperti pada ligamen, tendon, tulang, gigi, dan kartilago. Kolagen
menjaga kulit tetap elastis dan kuat. Perkembangan jaringan juga
terkadang membutuhkan bantuan kolagen melalui pembuluh darah.
Defisiensi dari kolagen seperti pada proses penuaan, dapat menyebabkan
kulit kehilangan elastisitas dan mengalami penipisan.
Dermis berada pada lapisan yang terletak di antara epidermis dan
subkutan. Dermis memiliki dua komponen utama yaitu superficial papillari
layer dan deeper reticular layer. (Siemionow, 2010. Anderson, 2012)
a. Lapisan papiler
Lapisan papiler merupakan lapisan yang lebih tipis dan lebih superfisial.
Lapisan ini memiliki peninggian papila yang sehingga meningkatkan
integritas dan area permukaan ikatan dermal-epidermal. peninggian yang
berbentuk bantalan ini akan berkurang bahkan hilang sepanjang proses
penuaan. Bentuk bantalan ini dapat ditemukan sangat signifikan pada
telapak tangan dan telapak kaki yang berguna untuk menahan gaya
gesekan sehingga tidak mudak terjadi perlukaan.
Serat elastin dan kolagen tersebarh lebih secara terpisah dan teratur
pada lapisan papiler jika dibandingkan dengan lapisan retikularis. Lapisan
papiler memiliki jaringan ikat yang lebih banyak. Pembuluh darah dan
12
aliran limfe dapat ditemukan pada regio papiler tepat dibawah papillary
ridge.
b. Lapisan retikularis
3) Lapisan subkutan
Walaupun kadang lapisan subkutan tidak dimasukkan sebagai lapisan
kulit, namun lapisan ini penting untuk stabilitas posisi kulit terhadap
jaringan dibawahnya, seperti otot skelet, maupun organ lain ketika
manusia melakukan pergerakan.
Lapisan subkutan terdiri dari jaringan ikat longgar dan jaringan lemak
yang cenderung bersifat elastis. Arteri dan vena besar hanya terdapat
pada bagian superfisial. Sirkulasi vena ini sangat banyak mengandung
darah. Walaupun dengan volume sebanyak ini vena dapat menjadi
kontriksi untuk mengurangi alirannya, sehingga kulit dapat disebut sebagai
reservoir darah. Lapisan subkutan memiliki kapiler yang sangat terbatas
dan tidak terdapat organ vital, sehingga inilah alasan mengapa injeksi
subkutan atau hipodermik aman digunakan untuk pengobatan.
b. Kelenjar sebasea
Kelenjar sebasea atau kelenjar minyak merupakan kelenjar holokrin
yang melepaskan hasil sekresi yang lunak dan berminyak melalui folikel
rambut. Satu kelenjar sebasea terdapat dalam satu folikel rambut.
Kelenjar ini akan melepaskan banyak minyak ketika telah menjadi kelenjar
dewasa.
c. Kelenjar keringat
Kulit memiliki dua tipe kelenjar keringat atau sudoriferous yaitu kelenjar
apokrin dan ekrin. Kelenjar keringat berfungsi sebagai regulasi temperatur
dan ekskresi air, garam, dan nitrogen pada manusia. Kelenjar keringat tipe
ekrin dapat ditemukan pada telapak tangan dan telapak kaki. Sedangkan
kelenjar apokrin terdapat pada axila, anus, dan areola mammae.
B. Luka
Luka adalah gangguan pada keutuhan kulit atau jaringan yang akan
mengarah ke proses penyembuhan. Luka merupakan cedera yang
memiliki batas yang disebabkan oleh trauma eksternal maupun internal
dengan atau tanpa melibatkan organ. (Gyorgy Szabo, 2016)
penyembuhan luka dapat dipengaruhi beberapa faktor yaitu:
14
1) Faktor Ekstrinsik
Faktor ekstrinsik penyembuhan luka merupakan faktor yang berada
pada lingkup luar tubuh pasien, faktor faktor ini dibagi menjadi tiga bagian
yaitu faktor preoperatif, intraoperatif dan pascaoperatif. (Carrie Sussman,
Jensen Barbara M Bates. 2007)
a. Faktor preoperatif
Merupakan faktor yang berada pada periode sebelum dilakukannya
operasi. Faktor ini merupakan faktor yang dapat dimodifikasi sehingga
dapat meminimalisir kemungkinan terjadinya komplikasi yang tidak
diinginkan pascabedah. Durasi dari perawatan preoperatif juga dapat
berperan sebagai salah satu faktor, karena dengan lamanya pasien di
rumah sakit akan memungkinkan terjadinya infeksi pada daerah yang
akan dilakukan tindakan. Pada periode ini pasien akan dirawat dimana
daerah yang akan di lakukan tindakan dijaga kebersihannya, sehingga
dapat mencegah adanya komplikasi infeksi pada luka bedah. (Carrie
Sussman, Jensen Barbara M Bates. 2007)
b. Faktor Intraoperatif
Merupakan faktor yang berada pada periode saat berlangsungnya
proses pembedahan. Faktor intraoperatif sangat dipengaruhi oleh jenis
dari luka bedah, yaitu clean wound, clean-contaminated wound,
contaminated wound, dirty/infected wound. Jenis pembagian ini dibagi
berdasarkan derajat kontaminasi dari luka bedah dan akan dijelaskan
pada tabel 1. (Dunn, 2007)
Derajat stress/tekanan yang ditimbulkan pada saat pembedahan juga
dapat memperngaruhi kecepatan penyembuhan dari luka bedah. Semakin
‘keras’ trauma yang diberikan, maka semakin lama pula fase inflamasi
penyembuhan luka, dan bahkan dapat meningkatkan risiko infeksi. Teknik
penjahitan merupakan faktor yang dapat meningkatkan kualitas
penyembuhan luka, dengan teknik yang baik maka akan menghasilkan ke
15
c. Faktor pascaoperasi
Faktor ini merupakan faktor pada periode setelah dilakukannya
tindakan. Faktor ini lebih mengarah ke perawatan pasca tindakan,
contohnya adalah hidrasi yang cukup, kontrol nyeri, pastikan kondisi luka
pada keadaan yang hangat, dan pemberian oksigen jika diperlukan.
Kondisi hangat diperlukan pada area luka bedah karena dapat mencegah
adanya vasokontriksi yang akan mengakibatkan gangguan vaskularisasi
ke arah perlukaan. Adanya tekanan dari dalam luka juga dapat
mempengaruhi penyembuhan, contohnya pada pasien pasca bedah
dengan kondisi sering batuk, bahkan dapat mengakibatkan terlepasnya
16
2) Faktor Intrinsik
Faktor intrinsik merupakan faktor bawaan dari pasien yang dapat
mempengaruhi kecepatan penyembuhan luka. Faktor ini termasuk umur,
kondisi penyerta, status gizi, nyeri pasca bedah, serta oksigenasi dan
perfusi jaringan.
a. Umur
Umur merupakan salah satu faktor yang berpengaruh pada
penyembuhan luka. Perubahan fisiologi didapatkan pada pasien bedah
dengan umur yang tua karena kondisi ini merupakan risiko tinggi untuk
prognosis penyembuhan luka bedah. Peningkatan umur berpengaruh
pada perubahan struktur kulit, termasuk penurunan elastin pada kulit
dengan penipisan pada hubungan dermoepidermal dan penurunan
kolagen pada kulit. Perubahan pada tingkat seluler juga terjadi, netrofil
dan makrofag mengalami penurunan growth factor (faktor perkembangan),
migrasi, dan fagositosis. Faktor perkembangan dari makrofag merupakan
penyebab dari penurunannya. Beberapa perubahan yang terdapat faktor
umur dapat dilakukan modifikasi, contohnya pada perempuan dengan
terapi hormon estrogen pasca menopause.
c. Status gizi
Nutrisi yang adekuat merupakan faktor yang sangat dibutuhkan dalam
penyembuhan luka. Pada pasien bedah yang sehat, malnutrisi mungkin
bukan merupakan masalah. Salah satu unsur nutrisi yang penting pada
penyembuhan adalah karbohidrat. Karbohidrat merupakan sumber energi
primer seluruh metabolisme tubuh. Bentuk karbohidrat yang paling umum
pada metabolisme adalah glukosa darah. Glukosa merupakan sumber
utama dari metabolisme energi dalam bentuk adenosin trifosfat (ATP),
yang kemudian ATP ini akan digunakan sebagai energi dalam proses
penyembuhan luka. Apabila terjadi kekurangan dalam penyediaan gula
darah maka sumber energi aan dialirkan melalui glukoneogenesis dari
19
C. Penyembuhan Luka
Kulit merupakan organ yang paling luar dari tubuh. Kerusakan jaringan
kulit merupakan konsekuensi yang tidak dapat dihindari apabila suatu
organisme berusaha bertahan hidup dari musuhnya. Fisiologi
penyembuhan luka sangatlah kompleks dan rumit, juga melibatkan proses
perbaikan jaringan yang rusak dan regenerasi kulit. Proses penyembuhan
luka secara normal sangat penting untuk diketahui, karena dapat
membantu kita dalam melakukan manajemen klinis yang efektif pada luka.
(Madeleine Flanagan, 2013)
b. Secondary closure
Jika penyembuhan primer tidak memungkinkan, luka sebaiknya
dibiarkan tetap terbuka untuk penyembuhan spontan melalui proses
kontraksi dan reepitelisasi, hal ini dinamakan secondary closure
(penyembuhan sekunder). Contoh penyembuhan luka ini adalah luka
trauma besar dan drainase abses. Penyembuhan luka sekunder berkaitan
22
a) Fase Inflamasi
Fase inflamasi berlangsung segara sesaat terjadinya trauma, berfungsi
meminimalisir kerusakan, melindungi dari infeksi, menghilangkan debris
23
b) Fase Proliferasi
Fase ini merupakan fase kedua dari penyembuhan luka, yang terjadi
pembentukan kembali dari jaringan yang rusak, melibatkan fibroblast, sel
sel epitel, dan sel sel endotel. Fase ini bermula dari proliferasi dan migrasi
dari sel epitel skuamosa sepanjang pinggiran luka, diikuti dengan
proliferasi fibroblas disekitar luka. Fibroblas menyimpan fibronektin dalam
jumlah besar yang penting untuk proses migrasi dan adhesi sel. Fibroblas
juga memproduksi kolagen, asam hyaluronat, elastin dan komponen
lainnya yang membentuk matriks ekstraseluler. Jaringan yang baru ini
disebut dengan jaringan granulasi. Fibroblas yang lainnya akan bermigrasi
menuju pinggiran luka, membutuhkan kontraksi fenotip dan merubah
bentuk menjadi myofibroblas. Sel-sel ini memiliki peran penting dalam
kontraksi luka yang akan mengurangi area perbaikan dan meminimalisir
kebutuhan pembentukan matriks baru.
Kebutuhan oksigen pada jaringan akan meningkat selama penutupan
luka disertai terjadinya respon terhadap angiogenesis. Sel-sel endotel
akan bermigrasi menuju lokasi luka, berproliferasi, dan membentuk
pembuluh darah baru. Derajat vaskularisasi akan melebihi dari yang
dibutuhkan jaringan normal, lalu akan menurun kembali apabila
selesainya proses penyembuhan luka.
Keratinosit yang terus bekerja disertai epitelisasi pada permukaan luka
akan seiring dengan pengiriman signal untuk menghambat atau
menghentikan fase inflamasi. Setelah luka sembuh, epitel akan menebal
dan mengsekresikan berbagai protein seperti involucrin dan keratin untuk
menyempurnakan fungsi pelindung kulit.
c) Fase Remodeling
Serupa dengan perubahan vaskularisasi, pada proses penyembuhan
luka jaringan ikat juga memproduksi sel-sel yang lebih banyak
(hypercellular) jika dibandingkan dengan jaringan ikat normal, akibatnya
pembentukan jaringan ikat ini akan membutuhkan waktu yang lama
25
D. Pembedahan
Pembedahan atau operasi adalah tindak pengobatan yang
menggunakan cara invasif dengan membuka atau menampilkan bagian
tubh yang akan ditangani. Operasi bedah merupakan tindakan
pembedahan pada suatu bagian tubuh. Pembukaan bagian tubuh ini
umunya dilakukan dengan membuka sayatan. Setelah bagian yang
ditangani ditampilkan, dilakukan tindak perbaikan yang diakhiri dengan
penutupan dan penjahitan luka. Perawatan selanjutnya kan termasuk
dalam perawatan pascabedah. (Smeltzer & Bare, 2002)
3) Perawatan perioperatif
Pada tindakan bedah terdiri dari beberapa fase perawatan bedah
(perioperatif), yaitu terdiri dari fase preoperatif, intraoperatif, dan pasca
operatif. Association of Perioperative Practice (AfPP 2005)
mendeskripsikan perioperative sebagai pemanfaatan periode sebelum,
saat, dan sesudah tindakan dari intervensi klinis atau prosedur yang
invasif. Saat ini pemanfaatan bidang perioperatif jauh lebih baik dibanding
masa lampau sehingga komplikasi dan penyulit tindakan bedah lebih
mudah ditangani bahkan dapat dicegah. Kata ‘peri’ berasal dari bahasa
27
latin yang artinya ‘sekitar’, jadi perioperatif dapat diartikan sebagai periode
atau waktu yang berada disekitar tindakan bedah, baik sebelum, saat,
maupun sesudah tindakan. (Kate woodhead 2012, Hamlin Lois 2009)
a. Preoperatif
Preoperatif merupakan periode sebelum tindakan bedah. Tidak ada
tindakan bedah baik dengan maupun tanpa anastesi yang tidak memiliki
risiko, risiko ini ditentukan berdasarkan komorbiditas dari pasien. Hal yang
dilakukan dalam tindakan preoperatif adalah untuk menentukan status
kesehatan pasien preoperatif, dan menangani yang dapat menjadi risiko
saat pembedahan agar dapat meminimalisir komplikasi dari tindakan yang
dilakukan. Dalam kasus ini, informed consent (penjelasan dan
persetujuan) sangat diperlukan agar pasien dapat mengetahui bahwa
tindakan bedah bukan merupakan pilihan terbaik dari semua penyakit.
Pada perawatan preoperatif, petugas kesehatan akan memeriksa seluruh
komorbid pasien yang berpengaruh pada tindakan bedah, sehingga dapat
memutuskan pilihan terapi yang terbaik.
Pasien harus diberikan informasi tentang keuntungan dan kerugian
yang akan terjadi akibat tindakan bedah yang akan dilakukan, dan
memberikan pilihan cara untuk mengatasi penyakitnya. Informed consent
akan menjadi akhir dari tahap persiapan bedah atau masa preoperatif dari
pembedahan. Inti dari tujuan preoperatif adalah untuk memastikan
perencanaan pelayanan yang diberikan telah dipersiapkan dengan
matang dan sesuai dengan kebutuhan pasien. Tindakan yang akan
dilakukan harus di pertimbangkan dengan bijak oleh kedua belah pihak
yakni pasien dan pelayan kesehatan. (Kate woodhead 2012)
b. Intraoperatif
Intraoperatif merupakan fase perioperatif dimana merupakan periode
saat tindakan pembedahan. Fase ini merupakan fase yang sangat
penting, hal ini dikarenakan dokter dan petugas kesehatan lain yang
28
c. Pascaoperatif
Pascaopreatif merupakan mulainya pemindahan pasien dari kamar
bedah ke unit pascaoperasi dan berakhir dengan pulangnya pasien. fokus
intervensi pada tahap ini adalah memulihkan pasien seoptimal mungkin
dan secepat mungkin.
Dengan adanya unit yang memiliki kemampuan dan keterampilan
pascaoperatif yang efisien dan efektif, angka kematian dan morbiditas
menurun serta perawatan pasien dirumah sakit menjadi lebih pendek
sehingga pasien dapat tercegah dari penyakit infeksi nosokomial maupun
peningkatan pengeluaran biaya. Selain itu diketahui bahwa mortalitas 24
jam pertama setelah pemberian anastetik biasanya disebabkan oleh
obstruksi saluran nafas, laringospasme, perdarahan, henti jantung, dan
kesalahan yang terkait pemberian obat (medication errors). Contoh dari
perawatan pasca operatif adalah perawatan bagian respirasi,
kardiovaskular dan termoregulasi. Pada respirasi atau pernapasan yang
harus diperiksa adalah ada tidaknya obstruksi jalan napas, hipoksemia,
aspirasi dan laringospasme. Jalan napas sangat erat kaitannya dengan
suplai oksigen, apabila suplai oksigen terganggu maka penyembuhan luka
juga turut mengalami gangguan. Pada kardiovaskular yang perlu
diperhatikan yakni hipotesi, hipertensi dan disaritmia jantung. Pada bagian
ini sangat erat kaitannya pada perfusi jaringan untuk nutrisi dan oksigen,
apabila perfusi terganggu maka aliran darah yang mengantarkan nutrisi
dan oksigen guna penyembuhan luka akan mengalami keterlambatan
bahkan mudah terjadi infeksi. Sedangkan pada termoregulasi yang perlu
diperhatikan yaitu kondisi hipotermia maupun hipertermia. Keadaan suhu
pasien sangat penting contohnya dalam mengawasi pasien jika terjadi
infeksi pada luka bedah, selain itu suhu hipotermia juga dapat
mengganggu fungsi enzim dan metabolise tubuh sehingga dapat
menyebabkan keterlambatan penyembuhan luka bedah. (Baradero Mary,
2009) (Wicker Paul, 2017)
31
E. Luka Bedah
Luka bedah adalah sayatan yang dengan sengaja dibuat oleh dokter
selama melakukan operasi. Pada akhir dari operasi, sayatan yang telah
dibuat akan disambungkan kembali menggunakan jahitan agar kedua
pingggiran kulit yang terpisah akibat sayatan dapat bertaut kembali dan
sembuh. Terkadang staples (pengapit) digunakan untuk menjaga
pinggiran kulit tetap bertaut. Pinggiran kulit biasanya membentuk ikatan
dalam satu atau dua hari dari waktu operasi. Waktu yang dibutuhkan
bervariasi bergantung dari personal dan operasi yang dilakukan. (Essie
Sibanda 2011)
Luka bedah dapat dikatan sembuh dengan baik apabila pinggiran luka
telah bertaut dan membentuk jaringan baru jika ada jaringan yang rusak.
Penyembuhan luka bedah bergantung pada beberapa faktor seperti umur,
status gizi, perilaku merokok, konsumsi steroid, penyakit metabolik dan
intensitas nyeri yang dirasakan pasien pasca bedah. Ketika pinggiran luka
telah bertaut tanpa komplikasi seperti infeksi atau lainnya, biasanya
dokter dapat melepas jahitannya. Pelepasan jahitan bukan hanya
dipengaruhi oleh faktor diatas saja, namun lokasi dari luka bedah juga
dapat menentukan waktu pelepasan jahitan. Biasanya, jahitan pada
wajahs dan leher membutuhkan waktu yaitu 3-5 hari setelah penjahitan,
toraks dan abdomen 5-7 hari setelah penjahitan, ekstremitas atas 7-10
hari setelah penjahitan, ekstremitas bawah 8-10 hari setelah penjahitan,
dan organ genital 7-10 hari setelah penjahitan. (Kowalak, 2009. Falco,
2000. William, 2008)
32
2. Kerangka Teori
3. Kerangka Konsep
4. Definisi Operasional
C. Status gizi
Nutrisi yang adekuat merupakan faktor yang sangat dibutuhkan dalam
penyembuhan luka. Pada pasien bedah yang sehat, malnutrisi mungkin
bukan merupakan masalah. Unsur gizi yang berperan penting dalam
penyembuhan luka adalah karbohidrat dan protein. Karbohidrat
merupakan sumber energi utama dalam pembentukan jaringan,
35
D. Perilaku merokok
Rokok mengandung unsur-unsur berbahaya terkait proses
penyembuhan luka. Nikotin dan karbon monoksida merupakan unsur yang
terkandung dalam rokok, keduanya dapat menyebabkan gangguan
sirkulasi untuk ke jaringan yang mengalami penyembuhan luka melalui
vasokontriksi, kerusakan endotel pembuluh darah, dan menghambat
pembentukan matriks jaringan baru pada luka.
Informasi perilaku merokok pada pasien dapat diperoleh melalui
pertanyaan pada kuesioner. Kriteria objektifnya adalah:
a. Pasien merupakan perokok aktif
b. Pasien bukan perokok aktif
E. Diabetes Mellitus
Diabetes Mellitus adalah salah satu kondisi yang memperlambat
penyembuhan luka. Diabetes berhubungan dengan penyakit pada
mikrovaskular, neuropati, dan semua gangguan yang diakibatkan dari
peningkatan level glukosa darah yang berlebihan yang berakibat
penurunan kemampuan penyembuhan luka. Informasi penyakit ini dapat
diperoleh melalui pertanyaan pada kuesioner. Kriteria objektifnya adalah:
a. Pasien dengan penyakit DM
b. Bukan pasien dengan penyakit DM
36
F. Penggunaan kortikosteroid
Penggunaan steroid dapat menghambat semua fase dalam
penyembuhan luka, mempengaruhi fagositosis, sintesis kolagen, dan
angiogenesis (pembentukan pembuluh darah). Informasi mengenai
penggunaan obat ini dapat diperoleh melalui pertanyaan pada kuesioner.
Kriteria objektifnya adalah:
a. Pasien dalam penggunaan kortikosteroid
b. Pasien tidak dalam penggunaan kortikosteroid
37
DAFTAR PUSTAKA
BAB III
METODE PENELITIAN
1. Desain Penelitian
A. Waktu
Penelitian ini dilakukan setelah mendapatkan rekomendasi etik hingga
jumlah sampel terpenuhi.
B. Tempat
Penelitian ini dilakukan di ruang bedah RSUD Undata Palu.
a. Populasi Penelitian
Populasi penelitian ini adalah semua pasien bedah yang mengalami
keterlambatan penyembuhan luka di ruang bedah RSUD Undata Palu
pada tahun 2018.
b. Subyek Penelitian
Subyek penelitian pada penelitian ini adalah semua pasien bedah yang
mengalami keterlambatan penyembuhan luka di RSUD Undata Palu pada
tahun 2018 yang memenuhi kriteria penelitian.
4. Kriteria Penelitian
a. Kriteria Inklusi
1) Pasien bedah yang mengalami keterlambatan penyembuhan luka
bedah
2) Pasien dan keluarga pasien menyetujui untuk ikut serta dalam
penelitian tanpa paksaan, setelah mendapatkan penjelasan
b. Kriteria Eksklusi
1) Pasien bedah dan keluarga tidak dapat berkomunikasi dengan peneliti
41
5. Besar Sampel
(1 − )
= =
Z = Deviat Baku
q=1–p
d = Presisi Absolut
Penyelesaian :
Z = 1,96
p = 0,18
q = 1 – 0,58 = 0,42
d = 0,1
= 56
42
7. Alur Penelitian
Kasus Keterlambatan
Penyembuhan Luka
Inform Consent
Kriteria Inklusi
Pengambilan Data
Pemeriksaan Pertanyaan
Langsung Kuesioner
Pengumpulan Data
Analisis Data
Penyajian Hasil
8. Prosedur Penelitian
BAB IV
LAMPIRAN
I PERSIAPAN
1 Pembuatan Proposal
2 Pengurusan Izin
Pengurusan Rekomendasi
3
Etik
4 Persiapan Alat
5 Pelatihan
49
6 Seminar Proposal
II PELAKSANAAN
1 Pengambilan Data
2 Pemasukan Data
3 Analisa Data
III PELAPORAN
1 Progres Report
2 Seminar Hasil
3 Perbaikan Laporan
50
5 Perbaikan Skripsi
51
Penjelasan
Kedudukan
Penelitian
Mahasiswa Fakultas
Alkhairaat Palu
BIODATA PENELITI
A. Data Pribadi
Agama : Islam
Pekerjaan : Mahasiswa
B. Riwayat Keluarga
C. Riwayat Pendidikan
Riwayat Penelitian
-
58
1. Formulir Kuesioner
Subyek Penelitian
Kuesioner Penelitian
1. REGISTRASI
Pewawancara : …………………………………………………
Tanggal : …………………………………………………
2. DATA RESPONDEN
1. No. Kode
Responden
60
No Pernyataan Ya Tidak
Diabetes Mellitus?
Dana
rekomendasi etik
Sekunder
kuesioner
pembantu peneliti