Anda di halaman 1dari 67

PROPOSAL PENELITIAN

GAMBARAN FAKTOR TERJADINYA KETERLAMBATAN


PENYEMBUHAN LUKA PADA PASIEN BEDAH YANG DIRAWAT DI
BAGIAN BEDAH RSUD UNDATA TAHUN 2018

NAMA: ILHAM ARIZALDY ASPAH

NO. REGISTER: 14 777 015

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS AL-KHAIRAAT

PALU

2018
ii

PROPOSAL

GAMBARAN FAKTOR TERJADINYA KETERLAMBATAN


PENYEMBUHAN LUKA PADA PASIEN BEDAH YANG DIRAWAT DI
BAGIAN BEDAH RSUD UNDATA PALU PERIODE JANUARI -
DESEMBER 2018

Disusun dan diajukan oleh

Ilham Arizaldy Aspah

14 777 015

Menyetujui

Pembimbing 1 Pembimbing 2

dr. Alfreth Langitan, Sp.B dr. Moh. Fandy Rahmatu

Tanggal: …. Tanggal: ….

FAKULTAS KEDOKTERAN UNISA

Ketua Program Studi

Pendidikan Dokter Dekan

dr. Ruslan Ramlan Ramli, Sp.S dr. A.M. Mukraimin Amran, Sp.Rad

Tanggal: ….. Tanggal: …..


iii

DAFTAR ISI

Halaman
Halaman Muka i
Halaman Persetujuan ii
Daftar Isi iii
Daftar Tabel v
Daftar Gambar vi
Daftar Singkatan vii
BAB I PENDAHULUAN 1
1. Latar Belakang 1
2. Perumusan Masalah 2
3. Pertanyaan Penelitian 2
5. Tujuan Penelitian 3
A. Tujuan Umum 3
B. Tujuan Khusus 3
6. Manfaat Penelitian 3
A. Manfaat Keilmuan 3
B. Manfaat Aplikasi 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5
Judul: Gambaran Faktor Terjadinya Keterlambatan
Penyembuhan Luka Pada Pasien Bedah yang Dirawat di
Bagian Bedah RSUD Undata
1. Landasan Teori 5
A. Anatomi Kulit 5
B. Luka 13
1) Faktor Ekstrinsik 14
2) Faktor Instrinsik 16
C. Penyembuhan Luka 21
1) Tipe Penyembuhan Luka 21
2) Fase Penyembuhan Luka 22
D. Pembedahan 25
1) Jenis Bedah Berdasarkan Lokasi 25
2) Jenis Bedah Berdasarkan Tujuannya 26
3) Perawatan Perioperatif 26
E. Luka Bedah 31
3. Kerangka Teori 32
4. Kerangka Konseptual 33
5. Definisi Operasional 34
DAFTAR PUSTAKA 37
BAB III. METODE PENELITIAN 39
1. Desain Penelitian 40
iv

2. Waktu dan Tempat Penelitian 40


3. Populasi dan Subyek Penelitian 40
A. Populasi Penelitian 40
B. Subyek Penelitian 40
4. Keriteria Inklusi dan Eksklusi (KI Jangka Panjang: 40
Keriteria Drop Out)
5. Besar Sampel 41
6. Cara Pengambilan Sampel 42
7. Alur Penelitian 43
8. Prosedur Penelitian 44
9. Instrument dan Alat Penelitian 45
10. Rencana Analisis Data 45
11. Aspek Etika 45
BAB IV. LAMPIRAN 48
1. Jadwal Penelitian 48
2. Naskah Penjelasan 51
3. Formulir Persetujuan Subyek 53
4. Daftar Tim dan Biodata Peneliti 56
5. Daftar Alat 58
6. Formulir- Formulir 59
A. Formulir Kuesioner 60
B Data Responden 60
7. Lampiran Lain 61
v

DAFTAR TABEL

No. Halaman
1. Klasifikasi Luka 15
vi

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman
1. Kerangka Teori 32
2. Kerangka Konsep 33
3. Desain Penelitian 38
4. Alur Penelitian 42
vii

DAFTAR SINGKATAN

Singkatan Keterangan

RSUD Rumah Sakit Umum Daerah


RSU Rumah Sakit Umum
ATP Adenosin Triphospate
DNA Deoxyribonucleic Acid
VAS Visual Analog Scale

NRS Numeric Sating Scale


MMPs Matrix Metalloproteinases
TIMPs Ttissue Inhibitors of Metalloproteinases

AfPP Association of Perioperative Practice


IMT Indeks Massa Tubuh
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Luka adalah cedera yang disebabkan oleh trauma eksternal dan dapat
melibatkan jaringan maupun organ. Luka juga dapat didefinisikan sebagai
rusaknya struktur dan fungsi anatomis kulit normal akibat proses patologis
yang berasal dari eksternal maupun internal dan dapat mengenai organ
tertentu. Sumber dari cedera dapat berupa mekanik, kimiawi, radiasi,
maupun gabungan. (Gyorgy Szabo, 2016)
Luka bedah adalah sayatan yang pada kulit yang dilakukan dokter
bedah selama proses operasi. Pada akhir operasi, kedua pinggir ditautkan
kembali agar dapat terjadi penyembuhan luka. Klasifikasi luka bedah
terbagi menjadi clean wound, clean contaminated wound, contaminated
wound, dan infected wound. (WHO, 2009). Penyembuhan luka bedah
dapat dipengaruhi beberapa faktor, yaitu status gizi, perilaku merokok,
konsumsi kortikosteroid, dan penyakit metabolik. (Waqar S H, 2005. Kenig
Jakub, 2012)
Komplikasi luka bedah masih memiliki tingkat morbiditas dan mortalitas
yang tinggi. Salah satu komplikasi yang dapat menyebabkan masalah
pada pasien post-surgical adalah dehisensi luka bedah. Dehisensi luka
bedah merupakan terbukanya kembali jahitan luka pada pasca
pembedahan yang dapat disebabkan oleh berbagai macam etiologi, salah
satunya adalah infeksi akibat lama rawat pasien bedah. (Waqar S H,
2005. Yadi Muhammad 2005)
Pasien yang mengalami komplikasi luka bedah dapat menimbulkan
berbagai kerugian, contohnya dapat meningkatkan lama rawat, biaya, dan
risiko infeksi berat dengan akibat kematian. (Waqar S H, 2005)
2

Jumlah pasien post-surgical di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD)


Undata Palu tahun 2017 yang dirawat pada ruang bedah berjumlah 712
orang, dengan keterlambatan pelepasan jahitan sebesar 20% dari seluruh
pasien. (RSUD Undata, 2017)

B. Rumusan Masalah

Luka bedah merupakan sayatan pada kulit yang dilakukan oleh dokter
selama tindakan bedah. Keterlambatan penyembuhan luka bedah
merupakan suatu masalah karena dapat menimbulkan berbagai kerugian
contohnya dapat meningkatkan lama rawat, biaya, dan risiko infeksi berat
dengan akibat kematian. Keterlambatan ini dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor. Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan
masalah ini adalah :

Bagaimana gambaran faktor keterlambatan penyembuhan luka pada


pasien bedah di RSUD Undata Palu, tahun 2018?

C. Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana gambaran umur pada pasien bedah yang mengalami


keterlambatan penyembuhan luka di ruang bedah RSUD Undata
Palu?
2. Bagaimana gambaran status gizi pada pasien bedah yang mengalami
keterlambatan penyembuhan luka di ruang bedah RSUD Undata
Palu?
3. Bagaimana gambaran perilaku merokok pada pasien bedah yang
mengalami keterlambatan penyembuhan luka di ruang bedah RSUD
Undata Palu?
4. Bagaimana distribusi penyakit Diabetes Mellitus pada pasien bedah
yang mengalami keterlambatan penyembuhan luka di ruang bedah
RSUD Undata Palu?
3

5. Bagaimana gambaran penggunaan kortikosteroid pada pasien bedah


yang mengalami keterlambatan penyembuhan luka di ruang bedah
RSUD Undata Palu?

D. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui gambaran faktor keterlambatan
penyembuhan luka pada pasien bedah yang dirawat di bagian bedah
RSUD Undata Palu Januari-Desember 2018.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui gambaran umur pada pasien dengan
keterlambatan penyembuhan luka bedah
b. Untuk mengetahui gambaran status gizi pada pasien dengan
keterlambatan penyembuhan luka bedah
c. Untuk mengetahui gambaran perilaku merokok pada pasien dengan
keterlambatan penyembuhan luka bedah
d. Untuk mengetahui distribusi penyakit Diabetes Mellitus pada pasien
dengan keterlambatan luka bedah
e. Untuk mengetahui gambaran penggunaan kortikosteroid pada pasien
dengan keterlambatan penyembuhan luka bedah

E. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Keilmuan
Menambah wawasan keilmuan dari peneliti, dapat dipakai sebagai
bahan rujukan untuk penelitian selanjutnya dan digunakan dalam
pengembangan Ilmu Pengetahuan di Universitas Alkhairaat Palu
khususnya di Fakultas Kedokteran.
4

2. Manfaat Aplikasi
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan bagi masyarakat untuk
meningkatkan pengetahuan tentang hal-hal yang dapat menjadi faktor
terjadinya kasus keterlambatan penyembuhan luka bedah.
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan Pemerintah Dinas
Kesehatan, sebagai masukan dalam membuat kebijakan dan
penyelesaian masalah dalam keterlambatan penyembuhan luka
bedah.
5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Landasan Teori

A. Anatomi Kulit
Kulit adalah lapisan atau jaringan yang menutup seluruh tubuh dan
melindungi tubuh dari bahaya yang datang dari luar. Bagi seorang dokter
apayang terihat pada kulit dapat membantu untuk menemukan penyakit
yang diderita pasiennya.
Lapisan kulit pada dasarnya sama di semua bagian tubuh, kecuali
telapak tangan, telaak kaki, dan bibir. Tebalnya bervariasi dari 0,5 mm di
kelpoak mata hingga 4 mm di telapak kaki.
Kulit wajah sedikit berbeda karena lapisan bawahnya terdapat lebih
banyak pembuluh darah. Itu sebabnya, goresan sedikit saja pada
mencukur dapat menyebabkan banyak darah yang keluar. Selain itu,
berbeda dengan bagian tubuh lain, pembuluh darah di wajah dan telinga
sangat sensitif terhadap pengaruh emosi. Akibatnya wajah seseorang
akan mudah menjadi merah apabila emosinya terganggu, contohnya
karena malu. Warna merah ini disebabkan oleh dilatasi dari pembuluh
darah. Dengan banyaknya embuluh darah, kulit wajah juga biasanya
cenderung lebih halus dibandingkan kulit di daerah yang lain.
Sebaliknya, seorang yang kekurangan darah dapat terlihat dari warna
kulit wajahnya yang lebih pucat. Warna kulit wajah yang pucat dapat
disebabkan oleh sebagian pembuluh darah yang alirannya terganggu atau
karena kadar hemoglobin yang rendah.
Telapak tangan dan telapak kaki mempunyai kulit yang lebih tebal
daripada bagian tubuh yang lain. ketebalan ini disebabkan oleh lebih
tebalnya lapisan korneum. Hal ini penting karena kulit telapak tangan
6

maupun kaki lebih sering mengalami gesekan dibandingkan tubuh yang


lain. Namun ketebalan kulit pada telapak tidak menjadikan bagian tersebut
tidak peka. (Wibowo Daniel S, 2006)
Pada kulit, pembuluh darah dan persarafan reseptor sensoris
bercabang melalui dermis dan berfungsi untuk mengamati sentuhan,
tekanan temperatur, dan nyeri untuk memberikan informasi pada sistem
saraf pusat tentang kondisi tubuh. Jauh ke dalam dermis, bagian jaringan
ikat longgar pada lapisan subkutan juga dikenal sebagai superficial fascia
atau hypodermis, berfungsi untuk memisahkan kulit dari organ lain di
bawahnya seperti otot dan tulang. (Martini, 2005. Eroschenko Victor P,
2008)
Fungsi dari lapisan subkutan pada kulit yaitu:
a. Protection, yaitu melindungi jaringan dan organ di bawahnya terhadap
trauma, abrasi, dan bahan kimia.
b. Excretion, yaitu untuk mengeluarkan produk pada tubuh atau melalui
keringat seperti garam, air, dan sisa-sisa organik.
c. Maintenance, yaitu menjaga tubuh pada keadaan normal seperti
mengatur suhu agar sesuai dengan suhu luar tubuh
d. Synthesis, yaitu membentuk vitamin D, merupakan golongan steroid
yang akan di konversi menjadi hormon calcitriol, penting untuk
metabolisme kalsium
e. Storage, yaitu berfungsi untuk menyimpan lemak pada adiposa di
lapisan dermis dan adiposa pada lapisan subkutan..
f. Detection, yaotu berfungsi untuk mendeteksi adanya sentuhan,
tekanan, nyeri, stimulasi suhu, dan informasi lainnnya yang akan
dibawa ke sistem saraf pusat melalui sistem saraf perifer.

Kulit memiliki dua komponen utama yaitu membran kutaneous dan


struktur aksesorius. Membran kutaneus sendiri terbagi menjadi dua yaitu
epidermis pada bagian permukaan, dan dermis yang berada pada daerah
7

jaringan ikat. Struktur aksesorius meliputi rambut, kuku, dan kelenjar


eksokrin multiseluler.

1) Epidermis
Lapisan epidermis merupakan lapisan terluar dari kulit. Epidermis
mengandung epitel stratified squamous. Epidermis berfungsi untuk
melindungi tubuh dari gangguan fisik maupun kimia.
Tidak seperti epitel yang lain, epidermis merupakan lapisan yang
avaskular. Karena kurangnya pembuluh darah, epidermis mendapatkan
nutrisi dari difusi nutrien dan oksigen melalui dermis. Akibatnya, sel-sel
epidermal dengan metabolisme tertinggi berada pada lapisan basal atau
lapisan terdalam dari epidermis. Lapisan terluar jauh dari sumber nutrisi,
sehingga terkadanya didapatkan epitel yang sudah mati.
Sel terbanyak yang dapat ditemukan pada epitel, yaitu keratinosit, dan
berada pada beberapa lapisan epidermis. Batas pemisah antar lapisan
epidermis akan sulit terlihat padaa cahaya micrograph. Pada kulit yang
tebal, seperti bagian telapak tangan dan kaki, lima lapisan dapat terlihat
dengan jelas, sedangkan pada bagian kulit yang lebih tipis hanya akan
jelas terlihat empat lapisan. Kulit yang tebal artinya kulit yang memiliki
epidermis yang tebal, begitu pula sebaliknya.
Sinar matahari dapat merusak struktur kulit, namun sinar ultraviolet dari
matahari juga dapat menjadi manfaat bagi kulit. Ketika terpapar sinar
ultraviolet, sel-sel epidermal yang berada pada stratum spinosum dan
stratum germinativum akan merubah provitamin D menjadi vitamin D. Lalu
hati akan mengubahnya menjadi produk yang dapat digunakan pada ginjal
untuk sintesis hormon kalsitriol. Hormon ini berguna untuk penyerapan
kalsium dan fosfor pada usus halus. Defisiensi hormon ini dapat
menyebabkan gangguan pertumbuhan tulang.
Lapisan epidermis terbagi menjadi lima lapisan, yang dinamakan
menggunakan bahasa latin. Kata stratum artinya lapisan, sedangkan
bagian nama yang lainnya di namakan berdasarkan fungsi atau
8

tampakannya. Diurutkan dari lapisan basalis ke permukaan kulit yakni


stratum germinativum, stratum spinosum, stratum granulosum, stratum
lucidum, dan stratum corneum. (Martini, 2005. Siemionow, 2010)
a. Stratum germinativum
Lapisan ini merupakan lapisan yang paling dalam pada epidermis.
Hemidesmosom, melekat pada tiap sel pada lapisan ini dan berfungsi
sebagai pembatas terhadap jaringan dibawahnya. Stratum germinativum
membentuk epdermal ridge yang berada pada sepanjang dermis,
meningkatkan area kontak antar dua regio. Proyeksi dermal, atau sering
disebut dermal papillae berada sepanjang epidermal ridge. Hal ini
mengakibatkan peningkatan kekuatan ikatan antara epidermis dan dermis.
Kekuatan ini secara merata tersebar pada area permukaan lapisan
basalis.
Bentuk permukaan kulit bergantung pada pola ridge yang disebutkan di
atas, dimana bentuknya bervariasi dari bentuk konus kecil hinga pusaran
yang kompleks seperti terlihat pada sidik jari di ibu jari tangan. Pola pada
telapak tangan dan kaki berfungsi untuk menambah area permukaan pada
telapak, sehingga tangan lebih mudah menggenggam suatu benda. Pola
ridge, berbdea pada tiap manusia, dan bergantung pada genetik sehingga
tidak akan ada yang sama secara persis. Pola ini akan ada pada diri kita
dan tidak akan pernah berubah selama hidup, sehingga hal ini
dimanfaatkan sebagai penanda untuk membedakan seseorang dengan
yang laiinya melalui finger prints (pemeriksaan sidik jari).
Sel-sel basalis yang besar, atau sel germinativum, mendominasi pada
lapisan ini. Sel basalis adalah sel stem yang akan menggantikan
keratinosit atau sel keratin yang berada lebih ke permukaan pada saat
lapisannya terkelupas. Permukaan kulit yang sedikit ditumbuhi rambut
memiliki sel epitel khusus yang dikenal sebagai sel Merkel, yang berada
sepanjang sel-sel pada stratum germinativum. Sel Merkel sensitif terhadap
sentuhan, terutama ketika dilakukan tekanan, hal ini terjadi karena sel
Merkel melepaskan zat kimia yang menstimulasi ujung saraf-saraf
9

sensoris. Warna kecoklatan pada kulit merupakan hasil dari aktifitas


sintetik dari sel-sel pigmen yang disebut melanocyle (melanosit), yang
tersebar diseluruh stratum germinativum.

b. Stratum spinosum
Setiap kali sel-sel membelah, salah satu hasil pembelahannya akan
didorong ke arah permukaan dari stratum germinativum menuju stratum
spinosum. Lapisan ini terdiri dari 8 hingga 10 lapis, dengan keratinosit
yang melekat pada tiap desmosom. Ketika dilakukan prosedur untuk
mengeringkan sitoplasma, sitoskeletal dan desmosom akan tetap intak,
sehingga sel akan tampak seperti miniatur. Beberapa sel masuk pada
lapisan ini melalui lapisan basalis dan akan terus membelah dan menebal
yang akhirnya menyatu pada lapisan luar kulit. Lapisan ini juga
mengandung sel-sel Langerhans, yang berfungsi pada respon imun. Sel
Langerhans bertugas untuk menjaga terhadap mikroorganisme yang
menembus lapisan luar, dan kanker pada lapisan luar.

c. Stratum granulosum
Regio permukaan dari stratum spinosum dinamakan stratum spinosum.
Lapisan ini mengandung tiga hingga lima lapis keratinosit yang dilepaskan
dari lapisan dibawahnya. Setiap sel-sel yang membelah dan mencapai
lapisan ini, sebagian besar akan berhenti untuk membelah. Sel-sel tadi
akan membentuk protein keratin dan keratohyalin. Pada manusia, keratin
merupakan protein fibrous yang kuat. Pada lapisan ini juga terdapat
profilaggrin yang nanti akan membentuk fiaggrin, yang merupakan protein
yang sangat diperlukan integritas dari kulit.

d. Stratum lucidum
Lapisan ini hanya terdapat pada kulit yang tebal, yaitu telapak kaki dan
telapak tangan. Lapisan ini merupakan lapisan yang eosinofilik,
translusen, dan terdiri dari keratinosit berbentuk skuamous yang saling
10

berdempetan. Inti sel dari lapisan ini sangat sedikit, sehingga dapat
dibedakan dari lapisan lainnya namun tetap sulit terlihat karena sifatnya
yang translusen.

e. Stratum corneum
Lapisan ini adalah lapisan kelima dan merupakan lapisan terluar dari
kulit. Semua inti sel dan organel lainnya tidak akan ditemukan pada
lapisan ini.
Stratum corneum umumnya memiliki sel gepeng yang telah mati dan
terisi dengan filamen keratin. Sel-sel yang telah terisi keratin akan
berfungsi sebagai pelindung terluar yang utama, dan ketika telah terlepas
akan digantikan dengan sel yang baru dari lapisan bawahnya. Selama
proses keratinisasi, enzim hidrolitik akan menghancurkan inti sel dan
organel lainnya selama pengisian keratin.

2) Dermis
Dermis merupakan lapisan besar kedua yang mengandung kolagen,
elastin, garam, air, dan glikosamin proteoglikan. Seluruh protein dan
molekul-molekul lainnya memberikan densitas yang signifikan pada
lapisan dermal kulit. Dermis memiliki ketebalan yang bervariasi dari lokasi
ke lokasi lain. dermis dapat setipis 200 µm pada kelopak mata dan dapat
setebal 3 mm pada kulit punggung. Dermis berfungsi sebagai pelindung
terhadap tekanan dan regangan oleh trauma eksternal maupun internal.
Folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea, dan pembuluh darah
umumnya banyak pada lapisan dermis.
Fibroblas dermal membantu untuk mengatur produksi dan
keseimbangan dari struktural dominan pada komponen lapisan dermis.
fibroblas membentuk sebgian besar sel-sel pada dermis bersamaan
dengan sel mast dan jaringan makrofag.
Kekuatan tarikan pada dermis berasal dari kolagen, yang secara
signifikan mengandung lemak bebas pada kulit. Sebagian besar kolagen
11

pada dermis merupakan kolgen tipe I dan merupakan total 80% dari tipe
kolagen tersebut. Kolagen tipe III sebanyak 15% sedangkan sisanya
merupakan tipe IV dan V. Perbandingan antara kolegen tipe I dan tipe II
pada lapisan ini adalah 4:1, rasio ini tetap dan tidak akan berubah
walaupun kulit telah terjadi luka dan pembentukan jaringan baru
setelahnya.
Kolagen adalah protein yang paling berlimpah pada mamalia dan
umumnya ditemukan pada jaringan ikat. Serat kolagen berfungsi untuk
menjaga struktur sel dan jaringan di sekitarnya. Kolagen memiliki
kekuatan tarikan yang sangat kuat, dan dapat ditemukan pada permukaan
tubuh seperti pada ligamen, tendon, tulang, gigi, dan kartilago. Kolagen
menjaga kulit tetap elastis dan kuat. Perkembangan jaringan juga
terkadang membutuhkan bantuan kolagen melalui pembuluh darah.
Defisiensi dari kolagen seperti pada proses penuaan, dapat menyebabkan
kulit kehilangan elastisitas dan mengalami penipisan.
Dermis berada pada lapisan yang terletak di antara epidermis dan
subkutan. Dermis memiliki dua komponen utama yaitu superficial papillari
layer dan deeper reticular layer. (Siemionow, 2010. Anderson, 2012)

a. Lapisan papiler
Lapisan papiler merupakan lapisan yang lebih tipis dan lebih superfisial.
Lapisan ini memiliki peninggian papila yang sehingga meningkatkan
integritas dan area permukaan ikatan dermal-epidermal. peninggian yang
berbentuk bantalan ini akan berkurang bahkan hilang sepanjang proses
penuaan. Bentuk bantalan ini dapat ditemukan sangat signifikan pada
telapak tangan dan telapak kaki yang berguna untuk menahan gaya
gesekan sehingga tidak mudak terjadi perlukaan.
Serat elastin dan kolagen tersebarh lebih secara terpisah dan teratur
pada lapisan papiler jika dibandingkan dengan lapisan retikularis. Lapisan
papiler memiliki jaringan ikat yang lebih banyak. Pembuluh darah dan
12

aliran limfe dapat ditemukan pada regio papiler tepat dibawah papillary
ridge.

b. Lapisan retikularis

Tepat dibawah lapisan papiler dermis terdapat lapisan retikularis. Lebih


tebal jika dibandingkan lapisan diatasnya, bersifat avaskular, dan aselular,
namun tetap memiliki banyak kolagen dan jaringan elastin. Serat kolagen
tipe III dan tipe V banyak ditemukan pada ikatan dermal-epidermal.
Serat-serat kolagen pada lapisan ini diatur dan saling berikatan
berbentuk pola crisscross paralel terhadap dengan kulit. pola ini pertama
kali di lihat oleh Langer (1861). Pola ini berperan penting terutama untuk
ekstensibilitas kulit.

3) Lapisan subkutan
Walaupun kadang lapisan subkutan tidak dimasukkan sebagai lapisan
kulit, namun lapisan ini penting untuk stabilitas posisi kulit terhadap
jaringan dibawahnya, seperti otot skelet, maupun organ lain ketika
manusia melakukan pergerakan.
Lapisan subkutan terdiri dari jaringan ikat longgar dan jaringan lemak
yang cenderung bersifat elastis. Arteri dan vena besar hanya terdapat
pada bagian superfisial. Sirkulasi vena ini sangat banyak mengandung
darah. Walaupun dengan volume sebanyak ini vena dapat menjadi
kontriksi untuk mengurangi alirannya, sehingga kulit dapat disebut sebagai
reservoir darah. Lapisan subkutan memiliki kapiler yang sangat terbatas
dan tidak terdapat organ vital, sehingga inilah alasan mengapa injeksi
subkutan atau hipodermik aman digunakan untuk pengobatan.

4) Struktur aksesorius pada kulit


Struktur aksesorius pada struktur kulit meliputi folikel rambut, kelenjar
sebasea, kelenjar keringat, dan kuku. Selama masa perkembangan
13

embrio, struktur-struktur ini terletak pada epidermis, sehingga folikel


rambut dan lainnya dapat disebut sebagai epidermal derivatives.
a. Rambut dan folikel rambut
Rambut terletak pada permukaan kulit, hampir di semua tempat kecuali
telapak tangan, telapak kaki, sisi jari, bibir, dan beberapa tempat di organ
genitalia eksterna. Manusia memiliki sekitar 2,5 juta rambut, dan 75%
berada pada permukaan tubuh selain rambut. Rambut merupakan benda
mati yang diproduksi oleh organ yang disebut folikel rambut. Produksi
rambut melewati fase-fase yang kompleks dari dermis maupun epidermis.

b. Kelenjar sebasea
Kelenjar sebasea atau kelenjar minyak merupakan kelenjar holokrin
yang melepaskan hasil sekresi yang lunak dan berminyak melalui folikel
rambut. Satu kelenjar sebasea terdapat dalam satu folikel rambut.
Kelenjar ini akan melepaskan banyak minyak ketika telah menjadi kelenjar
dewasa.

c. Kelenjar keringat
Kulit memiliki dua tipe kelenjar keringat atau sudoriferous yaitu kelenjar
apokrin dan ekrin. Kelenjar keringat berfungsi sebagai regulasi temperatur
dan ekskresi air, garam, dan nitrogen pada manusia. Kelenjar keringat tipe
ekrin dapat ditemukan pada telapak tangan dan telapak kaki. Sedangkan
kelenjar apokrin terdapat pada axila, anus, dan areola mammae.

B. Luka
Luka adalah gangguan pada keutuhan kulit atau jaringan yang akan
mengarah ke proses penyembuhan. Luka merupakan cedera yang
memiliki batas yang disebabkan oleh trauma eksternal maupun internal
dengan atau tanpa melibatkan organ. (Gyorgy Szabo, 2016)
penyembuhan luka dapat dipengaruhi beberapa faktor yaitu:
14

1) Faktor Ekstrinsik
Faktor ekstrinsik penyembuhan luka merupakan faktor yang berada
pada lingkup luar tubuh pasien, faktor faktor ini dibagi menjadi tiga bagian
yaitu faktor preoperatif, intraoperatif dan pascaoperatif. (Carrie Sussman,
Jensen Barbara M Bates. 2007)

a. Faktor preoperatif
Merupakan faktor yang berada pada periode sebelum dilakukannya
operasi. Faktor ini merupakan faktor yang dapat dimodifikasi sehingga
dapat meminimalisir kemungkinan terjadinya komplikasi yang tidak
diinginkan pascabedah. Durasi dari perawatan preoperatif juga dapat
berperan sebagai salah satu faktor, karena dengan lamanya pasien di
rumah sakit akan memungkinkan terjadinya infeksi pada daerah yang
akan dilakukan tindakan. Pada periode ini pasien akan dirawat dimana
daerah yang akan di lakukan tindakan dijaga kebersihannya, sehingga
dapat mencegah adanya komplikasi infeksi pada luka bedah. (Carrie
Sussman, Jensen Barbara M Bates. 2007)

b. Faktor Intraoperatif
Merupakan faktor yang berada pada periode saat berlangsungnya
proses pembedahan. Faktor intraoperatif sangat dipengaruhi oleh jenis
dari luka bedah, yaitu clean wound, clean-contaminated wound,
contaminated wound, dirty/infected wound. Jenis pembagian ini dibagi
berdasarkan derajat kontaminasi dari luka bedah dan akan dijelaskan
pada tabel 1. (Dunn, 2007)
Derajat stress/tekanan yang ditimbulkan pada saat pembedahan juga
dapat memperngaruhi kecepatan penyembuhan dari luka bedah. Semakin
‘keras’ trauma yang diberikan, maka semakin lama pula fase inflamasi
penyembuhan luka, dan bahkan dapat meningkatkan risiko infeksi. Teknik
penjahitan merupakan faktor yang dapat meningkatkan kualitas
penyembuhan luka, dengan teknik yang baik maka akan menghasilkan ke
15

arah penyembuhan luka bedah yang optimal. (Carrie Sussman, Jensen


Barbara M Bates. 2007)

Tabel 1. Klasifikasi Luka

Klasifikasi Label jenis Ciri-ciri


Luka Luka
I Clean  Cedera non-trauma
 Tanpa adanya inflamasi
II Clean-  Prosedur melibatkan traktus
contaminated gastrointestinal (GI) atau respirasi
 Tidak ada kontaminasi yang signifikan

III Contaminated  Adanya tumpahan kotor pada traktus GI

IV Dirty or  Ditemukan adanya infeksi bakteri akut


infected  Adanya pus/nanah
 Adanya jaringan yang rusak pada area
luka bedah
(Dunn David L, 2007)

c. Faktor pascaoperasi
Faktor ini merupakan faktor pada periode setelah dilakukannya
tindakan. Faktor ini lebih mengarah ke perawatan pasca tindakan,
contohnya adalah hidrasi yang cukup, kontrol nyeri, pastikan kondisi luka
pada keadaan yang hangat, dan pemberian oksigen jika diperlukan.
Kondisi hangat diperlukan pada area luka bedah karena dapat mencegah
adanya vasokontriksi yang akan mengakibatkan gangguan vaskularisasi
ke arah perlukaan. Adanya tekanan dari dalam luka juga dapat
mempengaruhi penyembuhan, contohnya pada pasien pasca bedah
dengan kondisi sering batuk, bahkan dapat mengakibatkan terlepasnya
16

jahitan atau dehisensi luka bedah. (Carrie Sussman, Jensen Barbara M


Bates. 2007)

2) Faktor Intrinsik
Faktor intrinsik merupakan faktor bawaan dari pasien yang dapat
mempengaruhi kecepatan penyembuhan luka. Faktor ini termasuk umur,
kondisi penyerta, status gizi, nyeri pasca bedah, serta oksigenasi dan
perfusi jaringan.
a. Umur
Umur merupakan salah satu faktor yang berpengaruh pada
penyembuhan luka. Perubahan fisiologi didapatkan pada pasien bedah
dengan umur yang tua karena kondisi ini merupakan risiko tinggi untuk
prognosis penyembuhan luka bedah. Peningkatan umur berpengaruh
pada perubahan struktur kulit, termasuk penurunan elastin pada kulit
dengan penipisan pada hubungan dermoepidermal dan penurunan
kolagen pada kulit. Perubahan pada tingkat seluler juga terjadi, netrofil
dan makrofag mengalami penurunan growth factor (faktor perkembangan),
migrasi, dan fagositosis. Faktor perkembangan dari makrofag merupakan
penyebab dari penurunannya. Beberapa perubahan yang terdapat faktor
umur dapat dilakukan modifikasi, contohnya pada perempuan dengan
terapi hormon estrogen pasca menopause.

b. Faktor yang mempengaruhi


Faktor penyerta merupakan kondisi yang menyertai pasien yang dapat
mempengaruhi kecepatan penyembuhan luka bedah. Faktor penyerta
dapat berupa penyakit pada penderita seperti penyakit metabolik,
kardiovaskular, dan pennggunaan obat-obatan.
i. Diabetes Mellitus (DM)
Diabetes Mellitus adalah salah satu kondisi yang memperlambat
penyembuhan luka. Diabetes berhubungan dengan penyakit pada
mikrovaskular, neuropati, dan semua gangguan yang diakibatkan dari
17

peningkatan level glukosa darah yang berlebihan yang berakibat


penurunan kemampuan penyembuhan luka. Pasien dengan DM akan
merespon tekanan dari tindakan bedah dengan melepaskan beberapa
hormon seperti epinefrin, glukagon, kortisol dan hormon pertumbuhan.
Hormon-hormon ini dapat mengurangi kadar insulin dalam darah
sementara kadar glukosa akan terus meningkat. Peningkatan kadar
glukosa darah pada sirkulasi darah pasien akan mengurangi ke-
efektifan dari fungsi fagositik dari netrofil dan menurunkan deposit
kolagen yang dibentuk oleh fibroblas, akibatnya tarikan antar pinggiran
luka akan berkurang. Peningkatan kadar glukosa darah juga
mengarah ke malnutrisi seluler, karena insulin merupakan kunci untuk
suplai glukosa ke sel. Ketika gula darah tidak dapat masuk ke sel,
maka sumber tenaga lain akan dipakai seperti lemak dan protein.
Dengan berkurangnya protein maka penyembuhan luka akan semakin
buruk.
ii. Penyakit kardiovaskular
Penyakit penyerta lain yang dapat mempengaruhi penyembuhan luka
adalah penyakit jantung dan pembuluh darah (kardiovaskular).
Penyakit kardiovaskular akan menimbulkan risiko untuk keterlambatan
penyembuhan luka karena berhubungan dengan perfusi, gangguan
aliran darah, dan penyakit vaskular. Aterosklerosis atau kekakuan
pembuluh darah adalah penyebab tersering dari terhambatnya perfusi
nutrisi ke jaringan luka. Orang dengan penurunan imunitas dapat
berpengaruh pada penyembuhan luka, gizi, dan kemungkinan
terjadinya infeksi.
iii. Obat-obatan
Penggunaan obat-obatan dan terapi juga dapat mempengaruhi
penyembuhan luka, contohnya kortikosteroid, obat anti-inflamasi, obat
kanker, dan terapi radiasi. Steroid dapat menghambat semua fase
dalam penyembuhan luka, mempengaruhi fagositosis, sintesis
kolagen, dan angiogenesis (pembentukan pembuluh darah). Efek dari
18

steroid dapat diatasi dengan penggunaan vitamin A topikal, karena


bekerja sebagai agen inflamasi. Namun pada luka bedah yang rapih
dengan jahitan saja sudah cukup tanpa diberikan vitamin A topikal.
(Carrie Sussman, Jensen Barbara M Bates. 2007)

iv. Perilaku merokok


Hubungan antara merokok dengan penyembuhan luka masih belum
dipahami secara lengkap, namun terdapat hubungan secara teoritis
terhadap penyembuhan luka. Nikotin yang terkandung dalam rokok
dapat berperan sebagai vasokonstriktor pada pembuluh darah yang
mengakibatkan penurunan alliran darah pada luka sehingga dapat
mengakibatkan iskemik dan gangguan penyembuhan luka. Nikotin
juga meningkatkan perlekatan platelet, meningkatkan risiko oklusi
mikrovaskular, dan iskemik jaringan. Karbon monoksida dan hidrogen
sianida juga berperan dalam terjadinya iskemik pada jaringan dan
disfungsi endotel pada pembuluh darah. Merokok juga dapat
menghambat pembentukan kolagen dan aktivasi enzim pembentuk
kolagen, sehingga dapat menghambat penyembuhan luka. (Lewis,
2010)

c. Status gizi
Nutrisi yang adekuat merupakan faktor yang sangat dibutuhkan dalam
penyembuhan luka. Pada pasien bedah yang sehat, malnutrisi mungkin
bukan merupakan masalah. Salah satu unsur nutrisi yang penting pada
penyembuhan adalah karbohidrat. Karbohidrat merupakan sumber energi
primer seluruh metabolisme tubuh. Bentuk karbohidrat yang paling umum
pada metabolisme adalah glukosa darah. Glukosa merupakan sumber
utama dari metabolisme energi dalam bentuk adenosin trifosfat (ATP),
yang kemudian ATP ini akan digunakan sebagai energi dalam proses
penyembuhan luka. Apabila terjadi kekurangan dalam penyediaan gula
darah maka sumber energi aan dialirkan melalui glukoneogenesis dari
19

substrat asam amino untuk memenuhi kebutuhan glukosa. Namun proses


ini tetap saja tidak menyamai tingkat ke-efektifan dari sumber glukosa
yang murni, akibatnya penyembuhan luka termasuk pembentukan kolagen
akan terganggu. (Marian, 2008)
Selain karbohidrat, protein juga berperan penting dalam penyembuhan
luka. Protein bertanggung jawab dalam pertumbuhan dan
mempertahankan struktur dan fungsi jaringan, keseimbangan cairan,
antibodi, formasi sel T, dan produksi hormon dan enzim. Suplai protein
dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni diet, produksi protein,
metabolic rate (kecepatan metabolisme), maupun keluarnya protein
melalui ginjal, kulit, dan saluran pencernaan. Protein juga dipengaruhi oleh
stress, hormon, infeksi, dan disfungsi organ. Umumnya protein total
dihitung berdasarkan nilai albumin dan globulin pada serum. Pada
keadaan luka, kecepatan metabolisme akan meningkat, hal ini
dikarenakan adanya kebutuhan akan protein untuk penyembuhan luka.
kebutuhan protein ini dapat disalurkan melalui katabolisme protein di hati.
Apabila konsumsi protein tidak cukup oleh pasien, maka akan sangat
mungkin terjadinya defisiensi protein. Peran protein dalam penyembuhan
luka bervariasi, termasuk fungsinya sebagai pertahan tubuh melawan
infeksi. Penyembuhan luka dapat terganggu akibat dari kurangnya protein,
sebab kemampuan pembentukan Deoxyribonucleic Acid (DNA) dan
sintesis kolagen akan menurun. Penurunan protein juga dapat
menyebabkan edema, yang mengakibatkan penurunan aliran oksigen dan
nutrisi ke jaringan luka. (Hess Cathy Thomas, 2008)

d. Nyeri pasca bedah


Nyeri merupakan signal tubuh yang menandakan adanya ancaman
akan kerusakan jaringan bahkan telah terjadinya kerusakan itu sendiri,
oleh karena itu nyeri adalah suatu hal yang menguntungkan bagi pasien
maupun petugas kesehatan dalam menangani penyakit. Namun, apabila
nyeri yang dirasakan pasien berlebihan, dapat memberikan pengaruh
20

terhadap psikologi dan perasaan pasien. Kondisi psikologi pasien


merupakan hal yang sangat penting pada proses penyembuhan luka,
karena ketika pasien sedang mengalami stress akibat nyeri, pembuluh
darah akan mengalami vasokontriksi, sehingga menyulitkan aliran darah
untuk memberikan suplai nutrisi dan oksigen menuju jaringan pada luka
bedah untuk proses penyembuhan. Akibatnya penyembuhan luka akan
terhambat dan dapat terjadi berbagai komplikasi akibat lama rawat luka
bedah di rumah sakit. Intensitas nyeri yang dirasakan pasien berbanding
lurus dengan kondisi psikologi yang dilibatkan. Semakin tinggi intensitas
nyeri, maka semakin tinggi kemungkinan terjadinya stress, akibatnya
semakin terganggu proses penyembuhan luka. intensitas nyeri dapat
diukur dengan berbagai metode, seperti Visual Analog Scale (VAS),
Numeric Rating Scale (NRS), dan Faces Scale. (D Upton, 2012. William,
2008)

e. Oksigenasi dan Perfusi Jaringan


Oksigen merupakan faktor penting dalam pembentukan jaringan baru,
dalam hal ini termasuk penyembuhan luka. oksigen dapat membantu
penumpukan kolagen, melawan infeksi, pembentukan epitel dan
pembentukan pembuluh darah baru. Hipoksia merupakan keadaan
dimana sel dan jaringan tidak disuplai oksigen dengan cukup. Hipoksia
akan mengakibatkan pengalihan dari metabolisme aerob, menjadi
anaerob. Peningkatan asam laktat dapat menjadi acuan untuk
menentukan adanya metabolisme anaerob. Jika kebutuhan oksigen tidak
mencukupi, maka harus dilakukan peningkatan konsentrasi oksigen (PO2)
pada kasus iskemik luka akut maupun kronik. Konsentrasi oksigen pada
jaringan dipengaruhi oleh perfusi jaringan. Perfusi jaringan dapat diganggu
oleh adanya vasokontriksi. Vasokontriksi dapat terjadi oleh respon pasien
terhadap volume darah yang rendah, nyeri, takut, stress, merokok, dan
lainnya. Hal ini dapat diatasi dengan menghilangkan penyebab. (Rovee
David T, Maibach Howard I. 2003, Barash Paul G. 2009)
21

C. Penyembuhan Luka
Kulit merupakan organ yang paling luar dari tubuh. Kerusakan jaringan
kulit merupakan konsekuensi yang tidak dapat dihindari apabila suatu
organisme berusaha bertahan hidup dari musuhnya. Fisiologi
penyembuhan luka sangatlah kompleks dan rumit, juga melibatkan proses
perbaikan jaringan yang rusak dan regenerasi kulit. Proses penyembuhan
luka secara normal sangat penting untuk diketahui, karena dapat
membantu kita dalam melakukan manajemen klinis yang efektif pada luka.
(Madeleine Flanagan, 2013)

1) Tipe penyembuhan luka


Penyembuhan luka dibagi menjadi tiga tipe berdasarkan tingkat
kerusakan kulit pada luka, yaitu:
a. Primary Closure
Ketika integritas kulit telah rusak oleh trauma, primary closure
(penyembuhan primer) dapat diartikan sebagai proses penutupan luka
dalam jangka waktu hitungan jam dan memungkinkan antar pinggiran luka
untuk bertaut dan sangat kecil atau tanpa disertai kehilangan atau
kerusakan jaringan. Selama pinggiran luka dapat disatukan tanpa bantuan
eksternal, penutupan luka dapat menggunakan berbagai teknik termasuk
adhesive strips, sutures, skin adhesives, staples maupun clips. Jenis
penyembuhan luka ini merupakan yang paling cepat untuk sembuh.
Penyembuhan luka ini sering memiliki dampak estetika berupa tarikan luka
maupun bekas luka yang sangat minimal.

b. Secondary closure
Jika penyembuhan primer tidak memungkinkan, luka sebaiknya
dibiarkan tetap terbuka untuk penyembuhan spontan melalui proses
kontraksi dan reepitelisasi, hal ini dinamakan secondary closure
(penyembuhan sekunder). Contoh penyembuhan luka ini adalah luka
trauma besar dan drainase abses. Penyembuhan luka sekunder berkaitan
22

dengan luka dengan kerusakan atau kehilangan jaringan akibat berbagai


etiologi internal dan patologi, seperti insufisiensi vena (ulkus tungkai),
tekanan yang berlangsung lama, atau ulkus akibat tekanan dimana proses
penyembuhan yang dibutuhkan akan memakan waktu yang lebih lama
dibandingkan penyembuhan primer.

c. Delayed Primary Closure


Delayed primary closure atau penyembuhan luka tersier terjadi jika
penyembuhan terhambat hingga 3 – 6 hari akibat dari kondisi lokal
tertentu seperti buruknya vaskularisasi, perdarahan yang tidak terkendali
atau risiko terjadinya infeksi. Apabila ditemukan penyebab penyembuhan
tersier tersebut ditemukan, maka yang pertama dilakukan adalah
mengatasi hal tersebut lalu dilanjutkan dengan penjahitan atau teknik lain
bergantung pada kondisi luka. Jenis penyembuhan luka ini terjadi apabila
adanya gangguan pada penyembuhan luka primer dan terdapat waktu
untuk memperbaiki penyebab tersebut sebelum terjadi keterlambatan
penyembuhan luka.

2) Fase penyumbuhan luka


Fase penyembuhan luka terdiri dari tiga fase yaitu fase inflamasi, fase
proliferasi, dan fase remodelling. Fase fase ini saling berkaitan. Selama
proses inflamasi, berbagai sitokin dan hormon pertumbuhan disekresikan
dan berperan penting untuk persiapan fase proliferasi. Waktu dan aktifitas
dari setiap fase bergantung dari fase sebelumnya, sehingga apabila ada
gangguan pada satu fase maka akan berdampak pada fase selanjutnya.
Umur juga menunjukkan pengaruh terhadap komponen imunitas dari
setiap fase penyembuhan (Katlic Mark R, 2011)

a) Fase Inflamasi
Fase inflamasi berlangsung segara sesaat terjadinya trauma, berfungsi
meminimalisir kerusakan, melindungi dari infeksi, menghilangkan debris
23

dan inisiasi untuk perbaikan jaringan. Beberapa mediator penting


disekresikan pada fase ini melalui platelet, leukosit, dan elemen darah
lainnya yang berperan dalam respon terhadap trauma. Mediator yang
dimaksud yaitu produk komplemen, kinin, fibrin, dan prostaglandin.
Beberapa matriks diproduksi dalam bentuk bekuan darah yang membantu
menutup kebocoran pada dinding pembukuh darah.
Sel-sel yang berada pada lokasi luka memiliki peran penting pada fase
awal inflamasi. Ketika terjadi trauma, interleukin (IL) - 1α (alfa)
disekresikan dari tempat penyimpanan pada sel-sel endotel. Sel-sel
langerhans pada epidermis akan melepaskan mediator inflamasi,
sedangkan sel mast mensekresikan histamin dan tumor necrosis factor
(TNF-α). Mediator-mediator ini akan meningkatkan aliran darah menuju
lokasi luka, dan menginduksi molekul adhesi pada sel-sel endotel serta
melepaskan kemokin dari berbagai sel-sel imun. Secara bersamaan
proses-proses yang diebutkan diatas mengatur migrasi sel-sel inflamasi
menuju jaringan yang terjadi luka melalui sirkulasi perifer. Neutrofil akan
muncul dalam hitungan menit dan makrifag dalam hitungan jam dari waktu
terbentuknya luka, diikuti dengan pembentukan limfosit. Sel-sel ini
membantu dalam melawan bakteri dan proses fagositosis pada jaringan
yang rusak. Berbagai macam sitokin juga diproduksi untuk membantu
proses inflamasi, dan hormon pertumbuhan membantu sel-sel seperti
fibroblast, keratinosit, dan sel endotelial dalam fase proliferasi.
Fase inflamasi merupakan fase yang penting untuk inisiasi fase-fase
lainnya. Proses penyembuhan luka yang normal umumnya memiliki fase
inflamasi yang kuat tapi singkat dalam merespon perlawanan bakteri pada
luka. Terlalu banyak maupun terlalu sedikit fase inflamasi akan berdampak
pada proses fase selanjutnya seperti terhambatnya proses epitelisasi
yang terjadi pada fase proliferasi.
24

b) Fase Proliferasi
Fase ini merupakan fase kedua dari penyembuhan luka, yang terjadi
pembentukan kembali dari jaringan yang rusak, melibatkan fibroblast, sel
sel epitel, dan sel sel endotel. Fase ini bermula dari proliferasi dan migrasi
dari sel epitel skuamosa sepanjang pinggiran luka, diikuti dengan
proliferasi fibroblas disekitar luka. Fibroblas menyimpan fibronektin dalam
jumlah besar yang penting untuk proses migrasi dan adhesi sel. Fibroblas
juga memproduksi kolagen, asam hyaluronat, elastin dan komponen
lainnya yang membentuk matriks ekstraseluler. Jaringan yang baru ini
disebut dengan jaringan granulasi. Fibroblas yang lainnya akan bermigrasi
menuju pinggiran luka, membutuhkan kontraksi fenotip dan merubah
bentuk menjadi myofibroblas. Sel-sel ini memiliki peran penting dalam
kontraksi luka yang akan mengurangi area perbaikan dan meminimalisir
kebutuhan pembentukan matriks baru.
Kebutuhan oksigen pada jaringan akan meningkat selama penutupan
luka disertai terjadinya respon terhadap angiogenesis. Sel-sel endotel
akan bermigrasi menuju lokasi luka, berproliferasi, dan membentuk
pembuluh darah baru. Derajat vaskularisasi akan melebihi dari yang
dibutuhkan jaringan normal, lalu akan menurun kembali apabila
selesainya proses penyembuhan luka.
Keratinosit yang terus bekerja disertai epitelisasi pada permukaan luka
akan seiring dengan pengiriman signal untuk menghambat atau
menghentikan fase inflamasi. Setelah luka sembuh, epitel akan menebal
dan mengsekresikan berbagai protein seperti involucrin dan keratin untuk
menyempurnakan fungsi pelindung kulit.

c) Fase Remodeling
Serupa dengan perubahan vaskularisasi, pada proses penyembuhan
luka jaringan ikat juga memproduksi sel-sel yang lebih banyak
(hypercellular) jika dibandingkan dengan jaringan ikat normal, akibatnya
pembentukan jaringan ikat ini akan membutuhkan waktu yang lama
25

setelah penutupan luka. Waktu yang dibutuhkan bergantung pada ukuran


luka, kedalaman luka, lokasi luka, dan sebagainya. Idealnya sel yang
diproduksi secara berlebihan ini akan mengalami apoptosis (kematian sel)
dan dibersihkan melalui fagositosis. Jika sel-sel ini mengalami lisis atau
nekrosis akan menghasilkan inflamasi disertai kerusakan jaringan dan
scar(bekas luka). Bekas luka lebih sering terjadi apabila produksi sel
sangat banyak, yang bisa terjadi akibat inflamasi yang berkepanjangan
atau hasil dari infeksi. Oleh karena itu, pencegahan scarring
(pembentukan bekas luka) bergantung pada cepatnya resolusi dari fase
awal penyembuhan luka.
Fase ini melibatkan sintesis, degradasi, reorganisasi, dan stabilisasi
dari kolagen. Matrix metalloproteinases (MMPs) dan tissue inhibitors of
metalloproteinases (TIMPs) disintesis dan berfungsi mengatur jarak antar
sel pada proses remodelling.

D. Pembedahan
Pembedahan atau operasi adalah tindak pengobatan yang
menggunakan cara invasif dengan membuka atau menampilkan bagian
tubh yang akan ditangani. Operasi bedah merupakan tindakan
pembedahan pada suatu bagian tubuh. Pembukaan bagian tubuh ini
umunya dilakukan dengan membuka sayatan. Setelah bagian yang
ditangani ditampilkan, dilakukan tindak perbaikan yang diakhiri dengan
penutupan dan penjahitan luka. Perawatan selanjutnya kan termasuk
dalam perawatan pascabedah. (Smeltzer & Bare, 2002)

1) Jenis bedah berdasarkan lokasi


Bedah dapat dilakukan dibagian tubuh manusia sesuai dengan indikasi
yang ada. Berdasarkan lokasinya, bedah terbagi menjadi berbagai jenis
yaitu: (Uliyah Musrifatul 2008)
a. kardiovaskular (jantung dan pembuluh darah)
b. bedah toraks (dada)
26

c. bedah neurologi (saraf), bedah ortopedi (tulang)


d. bedah kepala leher
e. bedah digestif dan lain – lain.

2) Jenis bedah berdasarkan tujuannya


a. Pembedahan diagnosis, merupakan pembedahan yang ditujukan
untuk menentukan sebab terjadinya gejala agar dapat menegakkan
diagnosis. Contohnya biopsi, eksplorasi dan laparatomi.
b. Pembedahan kuratif, merupakan pembedahan yang dilakukan dengan
tujuan mengambil bagian dari penyakit pada tubuh manusia.
Contohnya pada appendectomy (pemotongan usus buntu).
c. Pembedahan restoratif, merupakan pembedahan yang dilakukan
dengan tujuan memperbaiki, menyembuhkan bagian atau seluruh
tubuh yang mengalami deformitas (bentuk abnormal) secara fisik
maupun fungsi
d. Pembedahan paliatif, merupakan pembedahan yang dilakukan
dengan tujuan mengurangi gejala tanpa menyembuhkan penyakit.
Contohnya pada pasien dengan diagnosis kanker
e. Pembedahan kosmetik, merupakan pembedahan yang dilakukan
dengan tujuan memperbaiki atau mengubah bentuk dan tampilan
tubuh. Contoh pada tindakan rhinoplasti (operasi bentuk hidung)

3) Perawatan perioperatif
Pada tindakan bedah terdiri dari beberapa fase perawatan bedah
(perioperatif), yaitu terdiri dari fase preoperatif, intraoperatif, dan pasca
operatif. Association of Perioperative Practice (AfPP 2005)
mendeskripsikan perioperative sebagai pemanfaatan periode sebelum,
saat, dan sesudah tindakan dari intervensi klinis atau prosedur yang
invasif. Saat ini pemanfaatan bidang perioperatif jauh lebih baik dibanding
masa lampau sehingga komplikasi dan penyulit tindakan bedah lebih
mudah ditangani bahkan dapat dicegah. Kata ‘peri’ berasal dari bahasa
27

latin yang artinya ‘sekitar’, jadi perioperatif dapat diartikan sebagai periode
atau waktu yang berada disekitar tindakan bedah, baik sebelum, saat,
maupun sesudah tindakan. (Kate woodhead 2012, Hamlin Lois 2009)

a. Preoperatif
Preoperatif merupakan periode sebelum tindakan bedah. Tidak ada
tindakan bedah baik dengan maupun tanpa anastesi yang tidak memiliki
risiko, risiko ini ditentukan berdasarkan komorbiditas dari pasien. Hal yang
dilakukan dalam tindakan preoperatif adalah untuk menentukan status
kesehatan pasien preoperatif, dan menangani yang dapat menjadi risiko
saat pembedahan agar dapat meminimalisir komplikasi dari tindakan yang
dilakukan. Dalam kasus ini, informed consent (penjelasan dan
persetujuan) sangat diperlukan agar pasien dapat mengetahui bahwa
tindakan bedah bukan merupakan pilihan terbaik dari semua penyakit.
Pada perawatan preoperatif, petugas kesehatan akan memeriksa seluruh
komorbid pasien yang berpengaruh pada tindakan bedah, sehingga dapat
memutuskan pilihan terapi yang terbaik.
Pasien harus diberikan informasi tentang keuntungan dan kerugian
yang akan terjadi akibat tindakan bedah yang akan dilakukan, dan
memberikan pilihan cara untuk mengatasi penyakitnya. Informed consent
akan menjadi akhir dari tahap persiapan bedah atau masa preoperatif dari
pembedahan. Inti dari tujuan preoperatif adalah untuk memastikan
perencanaan pelayanan yang diberikan telah dipersiapkan dengan
matang dan sesuai dengan kebutuhan pasien. Tindakan yang akan
dilakukan harus di pertimbangkan dengan bijak oleh kedua belah pihak
yakni pasien dan pelayan kesehatan. (Kate woodhead 2012)

b. Intraoperatif
Intraoperatif merupakan fase perioperatif dimana merupakan periode
saat tindakan pembedahan. Fase ini merupakan fase yang sangat
penting, hal ini dikarenakan dokter dan petugas kesehatan lain yang
28

melakukan tindakan merupakan penentu keselamatan pasien. khususnya


pada pasien yang sedang dalam pengaruh anastesi, gangguan
kesadaran, koma, tidak dapat terlibat dalam penentuan perlakuan
tindakan medis yang akan ia terima. (Kate woodhead 2012) (Kate
woodhead 2012, Hamlin Lois 2009)
Hal-hal yang harus diperhatikan pada fase intraoperatif yaitu :
i. Patient Safety (keselamatan pasien)
Keselamatan pasien selama prosedur operasi merupakan prioritas
utama bagi seluruh petugas kesehatan yang terlibat. Filosofi ‘First, do no
harm’ (Pertama, jangan merugikan) harus diterapkan disetiap unit
pelayanan kesehatan karena merupakan kunci kesuksesan dalam
pelayanan kesehatan. Tujuan dari pelayanan intraoperatif adalah untuk
membantu memulihkan kesehatan pasien. Adanya efek samping yang
tidak diinginkan oleh pasien merupakan patokan indikator derajat
kerugian. Kerugian yang dimaksud merupakan cedera pada jaringan yang
dilakukan tindakan. Seluruh petugas kesehatan wajib memastikan bahwa
tindakan yang dilakukan aman dan efektif, walaupun demikian kesalahan
pasti dapat sekali-kali terjadi. Untuk inilah dokter yang bertanggung jawab
harus bekerja secara ‘rapih’ untuk meminimalisir terjadinya kesalahan dan
kerugian yang ditimbulkan dari tindakan pembedahan. (Kate woodhead
2012)

ii. Teamwork (kerjasama tim)


Teamwork atau kerjasama merupakan suatu hal yang dilakukan oleh
sebuah tim untuk menghasilkan suatu tujuan bersama, dalam hal ini
adalah kesehatan pasien. Kerjasama merupakan hal yang sangat penting
dalam pelayanan intraoperatif. Anggota tim pada tindakan bedah
merupakan seorang dokter, perawat, bidan, atau petugas kesehatan lain
yang dimana memiliki kemampuan masing-masing sesuai bidanya, dalam
hal ini dapat disebut sebagai pelayanan multidisiplin. Pelayanan
multidisiplin pada pasien bedah merupakan cara yang sangat efektif
29

dalam melakukan tindakan karena dapat mengurangi atau bahkan


sepenuhnya menghindari kesalahan-kesalahan yang akan timbul pada
proses pembedahan. Kunci dari kerjasama ini adalah kolaborasi,
kooperatif, saling percaya, dan apresiasi terhadap sesama anggota
hingga dapat mencapai tujuan bersama. (Kate woodhead 2012)

iii. Communication (komunikasi)


Komunikasi dalam tindakan bedah merupakan hal yang sangat
mempengaruhi ke-efektifan dari tindakan pembedahan. Komunikasi yang
terjalin dapat terjadi antar sesama dokter, perawat, bidan, pasien dan
keluarganya. Komunikasi tidak hanya dapat dilakukan dalam bentuk
verbal, namun juga bisa dalam bentuk tulisan. Komunikasi harus terjalin
antar petugas kesehatan yang terlibat dalam tindakan agar tercapainya
pelayanan secara holistik terhadap pasien. Komunikasi yang baik dapat
mengarah pada terciptanya kepuasan bagi pasien, keluarganya serta
seluruh petugas yang terlibat. Komunikasi tidak hanya berupa antar
petugas yang melayani pasien, namun komunikasi juga harus meliputi
pasien yang dimana hal ini merupakan suatu yang penting, yaitu dengan
memberikan Informed Consent sebagai bukti bahwa pasien dan keluarga
telah mengerti penyakit, tindakan, dan konsekuensi yang mungkin akan
terjadi apabila dilakukan atau tidak dilakukan tindakan dan diakhiri dengan
persetujuan dalam bentuk tertulis. (Kate woodhead 2012)

iv. Care and Dignity (pelayanan dan kenyamanan)


Walaupun tujuan utama dari seluruh pelayanan kesehatan adalah
menyembuhkan dan memulihkan pasien, namun kita tidak boleh
menyampingkan kenyamanan pasien. Kenyamanan yang dimaksud
adalah perasaan pasien ketika petugas kesehatan melakukan tindakan
baik yang bersifat invasif maupun tidak. Contohnya pada pemeriksaan
fisis yang membutuhkan pasien untuk membuka pakaian, tentu saja tidak
semua pasien merasa nyaman. (Kate woodhead 2012)
30

c. Pascaoperatif
Pascaopreatif merupakan mulainya pemindahan pasien dari kamar
bedah ke unit pascaoperasi dan berakhir dengan pulangnya pasien. fokus
intervensi pada tahap ini adalah memulihkan pasien seoptimal mungkin
dan secepat mungkin.
Dengan adanya unit yang memiliki kemampuan dan keterampilan
pascaoperatif yang efisien dan efektif, angka kematian dan morbiditas
menurun serta perawatan pasien dirumah sakit menjadi lebih pendek
sehingga pasien dapat tercegah dari penyakit infeksi nosokomial maupun
peningkatan pengeluaran biaya. Selain itu diketahui bahwa mortalitas 24
jam pertama setelah pemberian anastetik biasanya disebabkan oleh
obstruksi saluran nafas, laringospasme, perdarahan, henti jantung, dan
kesalahan yang terkait pemberian obat (medication errors). Contoh dari
perawatan pasca operatif adalah perawatan bagian respirasi,
kardiovaskular dan termoregulasi. Pada respirasi atau pernapasan yang
harus diperiksa adalah ada tidaknya obstruksi jalan napas, hipoksemia,
aspirasi dan laringospasme. Jalan napas sangat erat kaitannya dengan
suplai oksigen, apabila suplai oksigen terganggu maka penyembuhan luka
juga turut mengalami gangguan. Pada kardiovaskular yang perlu
diperhatikan yakni hipotesi, hipertensi dan disaritmia jantung. Pada bagian
ini sangat erat kaitannya pada perfusi jaringan untuk nutrisi dan oksigen,
apabila perfusi terganggu maka aliran darah yang mengantarkan nutrisi
dan oksigen guna penyembuhan luka akan mengalami keterlambatan
bahkan mudah terjadi infeksi. Sedangkan pada termoregulasi yang perlu
diperhatikan yaitu kondisi hipotermia maupun hipertermia. Keadaan suhu
pasien sangat penting contohnya dalam mengawasi pasien jika terjadi
infeksi pada luka bedah, selain itu suhu hipotermia juga dapat
mengganggu fungsi enzim dan metabolise tubuh sehingga dapat
menyebabkan keterlambatan penyembuhan luka bedah. (Baradero Mary,
2009) (Wicker Paul, 2017)
31

E. Luka Bedah
Luka bedah adalah sayatan yang dengan sengaja dibuat oleh dokter
selama melakukan operasi. Pada akhir dari operasi, sayatan yang telah
dibuat akan disambungkan kembali menggunakan jahitan agar kedua
pingggiran kulit yang terpisah akibat sayatan dapat bertaut kembali dan
sembuh. Terkadang staples (pengapit) digunakan untuk menjaga
pinggiran kulit tetap bertaut. Pinggiran kulit biasanya membentuk ikatan
dalam satu atau dua hari dari waktu operasi. Waktu yang dibutuhkan
bervariasi bergantung dari personal dan operasi yang dilakukan. (Essie
Sibanda 2011)
Luka bedah dapat dikatan sembuh dengan baik apabila pinggiran luka
telah bertaut dan membentuk jaringan baru jika ada jaringan yang rusak.
Penyembuhan luka bedah bergantung pada beberapa faktor seperti umur,
status gizi, perilaku merokok, konsumsi steroid, penyakit metabolik dan
intensitas nyeri yang dirasakan pasien pasca bedah. Ketika pinggiran luka
telah bertaut tanpa komplikasi seperti infeksi atau lainnya, biasanya
dokter dapat melepas jahitannya. Pelepasan jahitan bukan hanya
dipengaruhi oleh faktor diatas saja, namun lokasi dari luka bedah juga
dapat menentukan waktu pelepasan jahitan. Biasanya, jahitan pada
wajahs dan leher membutuhkan waktu yaitu 3-5 hari setelah penjahitan,
toraks dan abdomen 5-7 hari setelah penjahitan, ekstremitas atas 7-10
hari setelah penjahitan, ekstremitas bawah 8-10 hari setelah penjahitan,
dan organ genital 7-10 hari setelah penjahitan. (Kowalak, 2009. Falco,
2000. William, 2008)
32

2. Kerangka Teori

Gambar 1. Kerangka Teori


33

3. Kerangka Konsep

Gambar 2. Kerangka Teori


34

4. Definisi Operasional

A. Keterlambatan penyembuhan luka bedah


Luka bedah dapat dikatan sembuh dengan baik apabila pinggiran luka
telah bertaut dan membentuk jaringan baru jika ada jaringan yang rusak.
Ketika pinggiran luka telah bertaut tanpa komplikasi seperti infeksi atau
lainnya, biasanya dokter dapat melepas jahitannya.
Pada penelitian ini, pasien dengan keterlambatan penyembuhan adalah
pasien dengan lama rawat > 7 hari setelah penjahitan. Informasi ini dapat
diperoloeh dengan pengamatan langsung.
B. Umur
Umur merupakan salah satu faktor yang berpengaruh pada
penyembuhan luka. Perubahan fisiologi didapatkan pada pasien bedah
dengan umur yang tua karena kondisi ini merupakan risiko tinggi untuk
prognosis penyembuhan luka bedah. Umur merupakan salah satu faktor
yang berpengaruh pada penyembuhan luka. Perubahan fisiologi
didapatkan pada pasien bedah dengan umur yang tua karena kondisi ini
merupakan risiko tinggi untuk prognosis penyembuhan luka bedah.
Umur yang berisiko terjadinya keterlambatan penyembuhan luka adalah
≥65 tahun (Gloster, 2008). Informasi umur pada penderita diperoleh
menggunakan pertanyaan kuesioner. Kriteria objektifnya adalah:
a. Pasien dengan umur ≥65 tahun
b. Bukan pasien dengan umur ≥65 tahun

C. Status gizi
Nutrisi yang adekuat merupakan faktor yang sangat dibutuhkan dalam
penyembuhan luka. Pada pasien bedah yang sehat, malnutrisi mungkin
bukan merupakan masalah. Unsur gizi yang berperan penting dalam
penyembuhan luka adalah karbohidrat dan protein. Karbohidrat
merupakan sumber energi utama dalam pembentukan jaringan,
35

sedangkan protein merupakan bahan dasar sintesis DNA untuk


pembentukan sel-sel baru.
Status gizi pada penderita dapat diperoleh melalui pemeriksaan Indeks
Massa Tubuh (IMT). Penderita yang memiliki risiko keterlambatan
penyembuhan luka bedah terkait status gizi adalah pasien dengan IMT <
18,5. Kriteria objektifnya adalah:
a. Pasien dengan IMT < 18,5
b. Bukan pasien dengan IMT < 18,5

D. Perilaku merokok
Rokok mengandung unsur-unsur berbahaya terkait proses
penyembuhan luka. Nikotin dan karbon monoksida merupakan unsur yang
terkandung dalam rokok, keduanya dapat menyebabkan gangguan
sirkulasi untuk ke jaringan yang mengalami penyembuhan luka melalui
vasokontriksi, kerusakan endotel pembuluh darah, dan menghambat
pembentukan matriks jaringan baru pada luka.
Informasi perilaku merokok pada pasien dapat diperoleh melalui
pertanyaan pada kuesioner. Kriteria objektifnya adalah:
a. Pasien merupakan perokok aktif
b. Pasien bukan perokok aktif

E. Diabetes Mellitus
Diabetes Mellitus adalah salah satu kondisi yang memperlambat
penyembuhan luka. Diabetes berhubungan dengan penyakit pada
mikrovaskular, neuropati, dan semua gangguan yang diakibatkan dari
peningkatan level glukosa darah yang berlebihan yang berakibat
penurunan kemampuan penyembuhan luka. Informasi penyakit ini dapat
diperoleh melalui pertanyaan pada kuesioner. Kriteria objektifnya adalah:
a. Pasien dengan penyakit DM
b. Bukan pasien dengan penyakit DM
36

F. Penggunaan kortikosteroid
Penggunaan steroid dapat menghambat semua fase dalam
penyembuhan luka, mempengaruhi fagositosis, sintesis kolagen, dan
angiogenesis (pembentukan pembuluh darah). Informasi mengenai
penggunaan obat ini dapat diperoleh melalui pertanyaan pada kuesioner.
Kriteria objektifnya adalah:
a. Pasien dalam penggunaan kortikosteroid
b. Pasien tidak dalam penggunaan kortikosteroid
37

DAFTAR PUSTAKA

1. Waqar S H, Malik Z I, Abdullah M Tariq, Shaima Aliya, Zahid M A.


2005. Frequency and Risk Factors for Wound Dehiscence/ Burst
Abdomen in Midline Laparotomies. Journal of Ayub Medical College
2. Kenig Jakub, Richter Piotr, Zurawska Sabina, Lasek Anna, Zbierska
Katarzyna. 2012. Risk Factors for Wound Dehiscence After
Laparotomy. Jagiellonian University Collegium Medicum
3. Yadi Muhammad. 2005. Wound Dehiscence Pasca Bedah Caesar.
Universitas Diponegoro
4. Daniel S Wibowo. 2006. Anatomi Tubuh Manusia. Penerbit Grasindo
5. Martini Fredrich H. 2005. Anatomy and Physiologi. Pearson Education
6. Siemionow Maria Z, Eisenmann-Klein Marita. 2010. Plastic and
Reconstructive Surgery. Springer
7. Eroschenko Victor P. 2008. di fiore’s Atlas of Histology with Functional
Correlations: Eleventh Edition. Wolters Kluwer
8. Anderson Bryan E. 2012. The Netter Collection of Medical Illustration:
Integumentary System. Saunders Elsevier
9. Pty Wilkins, Williams Wippincott. 2016. Smeltzer & Bares Textbook of
Medical-surgical Nursing. Wolters Kluwer
10. Essie Sibanda, Karen Fenn. 2011. Caring For Surgical Wound at
Home. Oxford Radcliffe Hospital
11. Uliyah Musrifatul, Hidayat A Azis Alimul. 2008. Keterampilan Dasar
Praktik Klinik untuk Kebidanan, Edisi 2. Salemba Medika
12. Kate Woodhead, Lesley Fudge. 2012. Manual of Perioperative Care
An Essential Guide. Wiley-Blackwell
13. Hamlin Lois, Richardson Marilyn, Davies Menna. 2009. Perioperative
Nursing: An Introductory Text. ELSEVIER
14. Szabo Gyorgyi. 2015. Classification and Management of Wound,
Principle of Wound Healing, Haemorrhage and Bleeding Control.
Semmelweis University
38

15. Carrie Sussman, Jensen Barbara M Bates. 2007. Wound Care.


Wolters Kluwer
16. Marian, Shikora Scott A, Russell Mary. 2008. Clinical Nutrition for
Surgical Patient. Jones and Bartlett Publisher
17. Hess Cathy Thomas. 2008. Skin and Wound Care. Wolters Kluwer
18. Rovee David T, Maibach Howard I. 2003. The Epidermis in Wound
Healing. Taylor & Francis Group
19. Barash Paul G, Cullen Bruce F, Stoelting Robert K, Cahalan Michael
K, Stock M Christine. 2009. Clinical Anesthesia. Wolters Kluwer
20. Baradero Mary, Dayrid Mary Wilfrid, Siswadi Yakobus. 2009. Prinsip
dan Praktik Keperawatan Perioperatif. Penerbit EGC
21. Wicker Paul, Dalby Sara. 2017. RAPID Perioperative Care. WILEY
Blackwell
22. Flanagan Madeleine. 2013. Wound Healing and Skin Integrity:
Principle and Practice. WILEY Blackwell
23. Katlic Mark R. 2011. Cardiothoracic Surgery in the Elderly. Springer
24. Braun Falco Otto, Plewig G, Wolff H H, Burgdorf W H C. 2000.
Dermatology. Springer
25. Kowalak Jennifer P. 2009. Lippincott’s Nursing Procedures. Wolters
Kluwer
26. William Lippincott, Wilkins. 2008. Critical Care Nursing Made
Incredibly Easy!. Wolters Kluwer
27. D Upton, K Solowiej. 2012. Pain and Stress as Contributors to
Delayed Wound Healing. Wound Practice and Research
28. Dunn David L. 2007. Wound Closure Manual. Ethicon Inc
29. Lewis Keir E. 2010. Smoking Cessation. Oxford University Press
30. Gloster Hugh M. 2008. Complications in Cutaneous Surgery. Springer
39

BAB III

METODE PENELITIAN

1. Desain Penelitian

Desain yang digunakan untuk penelitian ini adalah deskriptif observasional


dengan metode cross sectional, dengan desain sebagai berikut.

Gambar 3. Desain Penelitian


40

2. Waktu dan Tempat Penelitian

A. Waktu
Penelitian ini dilakukan setelah mendapatkan rekomendasi etik hingga
jumlah sampel terpenuhi.

B. Tempat
Penelitian ini dilakukan di ruang bedah RSUD Undata Palu.

3. Populasi dan Subjek Penelitian

a. Populasi Penelitian
Populasi penelitian ini adalah semua pasien bedah yang mengalami
keterlambatan penyembuhan luka di ruang bedah RSUD Undata Palu
pada tahun 2018.

b. Subyek Penelitian
Subyek penelitian pada penelitian ini adalah semua pasien bedah yang
mengalami keterlambatan penyembuhan luka di RSUD Undata Palu pada
tahun 2018 yang memenuhi kriteria penelitian.

4. Kriteria Penelitian

a. Kriteria Inklusi
1) Pasien bedah yang mengalami keterlambatan penyembuhan luka
bedah
2) Pasien dan keluarga pasien menyetujui untuk ikut serta dalam
penelitian tanpa paksaan, setelah mendapatkan penjelasan

b. Kriteria Eksklusi
1) Pasien bedah dan keluarga tidak dapat berkomunikasi dengan peneliti
41

2) Pasien bedah dipulangkan sebelum selesainya penyembuhan luka


yang ditandai dengan pelepasan jahitan

5. Besar Sampel

Penentuan besarnya sampel penelitian dengan menggunakan rumus


besar sampel penelitian deskriptif kategorik, yaitu sebagai berikut:

(1 − )
= =

Z = Deviat Baku

p = Proporsi ibu rujukan persalinan tahun sebelumnya

q=1–p

d = Presisi Absolut

Penyelesaian :

Z = 1,96

p = 0,18

q = 1 – 0,58 = 0,42

d = 0,1

1,96 0,18 (1 − 0,18) 1,96 0,18 0,82


= =
0,1 0,1
3,8 0,18 0,82
=
0,01
0,56
=
0,01

= 56
42

Jadi, sampel yang dibutuhkan pada penelitian ini adalah sebanyak 56


orang.

6. Cara Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam pada penelitian


ini adalah Non-Probability Sampling yaitu Accidental Sampling, dengan
cara mengambil sampel atau responden secara aksidental atau kebetulan
ada dan tersedia disuatu tempat. Peneliti akan mengambil subjek pasien
bedah dengan keterlambatan penyembuhan luka di RSUD Undata Palu
berdasarkan kriteria inklusi hingga jumlah subjek yang dibutuhkan peneliti
terpenuhi.
43

7. Alur Penelitian

Kasus Keterlambatan
Penyembuhan Luka

Inform Consent

Kriteria Inklusi

Pengambilan Data

Pemeriksaan Pertanyaan
Langsung Kuesioner

Pengumpulan Data

Analisis Data

Penyajian Hasil

Gambar 4. Gambar Alur Penelitian


44

8. Prosedur Penelitian

1) Populasi yang diteliti adalah semua ibu melahirkan yang dirawat di


RSUD Anutapura dan RSUD Undata Palu
2) Penjelasan kepada subyek penelitian :
a) Peneliti akan memberikan penjelasan kepada subyek penelitian
mengenai latar belakang, tujuan, dan manfaat dari penelitian, serta
diberi penjelasan mengenai perlakuan terhadap subyek selama
penelitian dan jaminan kerahasiaan data serta jaminan keselamatan
selama tindakan penelitian.
b) Peneliti menjelaskan tentang hak – hak dari subyek, yakni hak untuk
menolak dan mengundurkan diri dari penelitian tanpa konsekuensi
kehilangan hak mendapat pelayanan kesehatan yang diperlukannya,
hak untuk bertanya dan mendapat penjelasan bila masih diperlukan.
Subyek juga diberitahu bahwa semua biaya yang dibutuhkan selama
penellitian akan ditanggung oleh peneliti.
3) Setelah subyek penelitian mengerti dengan semua penjelasan, maka
peneliti akan meminta persetujuan dari subyek penelitian untuk terlibat
dalam penelitian dengan menandatangani formulir persetujuan.
4) Subyek penelitian yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak memiliki
kriteria eksklusi akan diikutkan dalam penelitian tanpa paksaan dan
bersifat sukarela.
5) Peneliti melakukan pengambilan data dengan metode kuesioner
dengan subyek penelitian.
6) Semua data yang diperoleh akan ditulis pada lembar kuesioner.
7) Semua data yang telah terkumpul akan diinput kedalam komputer
selanjutnya akan dilakukan pengolahan dan analisis data lebih lanjut
dengan menggunakan program SPSS. Data yang ada akan sangat
dijaga kerahasiaannya.
45

8) Setelah analisis data selesai, peneliti mempersiapkan untuk


melakukan penulisan hasil dan selanjutnya diseminarkan pada
penyajian hasil dan akan ditulis sebagai skripsi.

9. Instrumen dan Alat Penelitian

Instrumen yang digunakan pada penelitian ini yakni lembar checklist


berupa pertanyaan dan hasilnya akan ditulis dalam kuesioner.

10. Rencana Analisis Data

Analisa data yang digunakan untuk mengetahui distribusi faktor


terjadinya kasus rujukan persalinan di RSUD Anutapura dan RSUD
Undata Palu. Data pada penelitian ini diolah menggunakan perangkat
lunak komputer program SPSS 21,0. Adapun analisis statistik yang
digunakan adalah deskriptif kategorik dengan melakukan perhitungan
statistik sederhana. Untuk skala nominal dapat dihitung frekuensi,
proporsi, presentasi atau rate. Hasil berupa frekuensi dan presentasi
(proporsi) yang disajikan dalam bentuk tabel.

11. Aspek Etika

Penelitian yang saya lakukan tidak mempunyai masalah yang dapat


melanggar etik penelitian, karena:
1. Persetujuan secara sukarela dari subyek penelitian diperoleh setelah
dilakukannya penjelasan pada subyek mengenai tujuan penelitian
hingga hak yang ia miliki termasuk hak untuk menolak ikutserta dalam
penelitian.
2. Hak-hak subyek penelitian secara garis besar ialah dalam pengisian
kuesioner dimana adapun pertanyaan yang tidak dapat dijawab oleh
subyek yang berhubungan dengan privasi, maka subyek mempunyai
hak untuk tidak memberikan jawaban atas pertanyaan pada
46

kuesioner, jaminan atas kerahasiaan data yang berhubungan dengan


subyek penelitian tentang informasi kesehatannya.
3. Penelitian ini tidak menimbulkan kerugian dan bahaya karena hanya
menggunakan metode kuesioner yang sangat aman sesuai dengan
yang telah dijelaskan.
4. Peneliti tidak akan mencantumkan nama penderita pada lembar
pengumpulan data (kuesioner) yang akan diisi oleh peneliti dan semua
data disimpan dengan aman dan disajikan secara lisan maupun
tulisan secara anonym.
5. Semua pemeriksaan yang dilakukan sehubungan dengan penelitian
tidak memungut biaya.
.
48

BAB IV

LAMPIRAN

A. Lampiran 1. Jadwal Penelitian

2015 2016 2017 2018


NO. KEGIATAN
↔ ↔ ↔ 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

I PERSIAPAN

1 Pembuatan Proposal

2 Pengurusan Izin

Pengurusan Rekomendasi
3
Etik

4 Persiapan Alat

5 Pelatihan
49

6 Seminar Proposal

II PELAKSANAAN

1 Pengambilan Data

2 Pemasukan Data

3 Analisa Data

Lanjutan Lampiran 1. Jadwal Penelitian

2015 2016 2017 2018


NO. KEGIATAN
↔ ↔ ↔ 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
4 Penulisan Laporan/Skripsi

III PELAPORAN

1 Progres Report

2 Seminar Hasil

3 Perbaikan Laporan
50

4 Seminar Akhir (Ujian Skripsi)

5 Perbaikan Skripsi
51

B. Lampiran 2. Naskah Penjelasan

Assalamu’alaikum Wr. Wb / Selamat pagi/siang bapak/ibu/wali dari


Maaf mengganggu waktunya bapak/ibu, saya Ilham Arizaldy Aspah
mahasiswa Fakultas KedokteranUniversitas Alkhairaat Palu angkatan
2014 yang sedang mengadakan penelitian mengenai Gambaran Faktor
Keterlabatan Penyembuhan Luka Bedah.
Penelitian ini akan sangat bermanfaat, baik untuk peserta penelitian,
keluarga, petugas medis. Dengan mengetahui gambaran faktor
keterlambatan penyembuhan luka bedah dapat menjadi pengetahuan bagi
masyarakat tentang gangguan gizi, penggunaan kortikosteroid, umur,
perilaku merokok, dan diabetes mellitus dapat menyebabkan
keterlambatan penyembuhan luka.
Pada penelitian ini, yang saya harapkan untuk menjadi peserta
penelitian adalah pasien pasca bedah yang dirawat di RSUD Undata Palu
yang mengalami keterlambatan penyembuhan luka bedah yang telah
memenuhi kriteria inklusi.
Semua informasi yang berkaitan dengan nama penderita, orangtua
penderita dalam penelitian akan dirahasiakan dengan aman, baik dalam
bentuk arsip atau alat elektronik komputer dan hanya diketahui oleh
peneliti dan petugas yang berkepentingan. Hasil penelitian ini akan
dipaparkan tanpa nama.
Apakah bapak/ibu mengerti dengan apa yang telah saya jelaskan tadi?
Bila ada hal yang bapak/ibu kurang dimengerti atau kurang jelas, maka
bapak/ibu tetap bisa menanyakan pada saya.
Bila bapak / ibu mengerti, maka apakah bapak / ibu bersedia untuk
menjadi salah satu peserta penelitian ini bila bapak / ibu memenuhi
persyaratan?
Persetujuan bapak/ibu ini bersifat sukarela, tanpa paksaan atau
intervensi dari pihak manapun sehingga bapak/ibu mempunyai hak untuk
menolak untuk ikutserta. Bila bapak/ibu setuju, bapak/ibu dapat
memberikan persetujuan tersebut secara tertulis.
52

Identitas Peneliti DISETUJUI OLEH


Nama : Ilham Arizaldy Aspah KOMISI ETIK PENELITIAN
Alamat : Jln. Dewi Sartika, kec. KESEHATAN
Palu Timur, Palu, Sulawesi FAKULTAS KEDOKTERAN
Tengah UNIVERSITAS ALKHAIRAAT

Telepon : 081245377216 TANGGAL:


53

C. Lampiran 3. Formulir Persetujuan Subyek

Formulir Persetujuan Mengikuti Penelitian Setelah Mendapat

Penjelasan

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:


No. Responden:

Setelah mendengar/membaca dan mengerti penjelasan yang diberikan


mengenai tujuan, manfaat, dan apa yang akan dilakukan pada penelitian
ini serta menyatakan setuju untuk ikut dalam penelitian ini. Saya
dengan ini menyetujui semua data yang dihasilkan pada penelitian ini
disajikan dalam bentuk lisan maupun tulisan.
Saya mengetahui bahwa keikutsertaan saya bersifat sukarela tanpa
paksaan, sehingga saya dapat menolak ikut atau mengundurkan diri dari
penelitian ini tanpa kehilangan hak saya untuk mendapat pelayanan
kesehatan yang semestinya. Saya juga berhak bertanya atau meminta
penjelasan kepada peneliti apabila masih ada hal yang belum jelas atau
masih ada hal yang ingin saya ketahui tentang penelitian ini.
Saya juga mengerti bahwa semua yang dikeluarkan sehubungan
dengan penelitian ini akan ditanggung oleh peneliti.
54

Tanda Tangan Tanggal/Bulan/Tahun

Saksi 1 ……………………. …………………….

Saksi 2 ……………………. …………………….

Identitas Peneliti DISETUJUI OLEH


Nama : Ilham Arizaldy Aspah KOMISI ETIK PENELITIAN
Alamat : Jln. Dewi Sartika, kec. KESEHATAN
Palu Timur, Palu, Sulawesi FAKULTAS KEDOKTERAN
Tengah UNIVERSITAS ALKHAIRAAT

Telepon : 081245377216 TANGGAL:


55

D. Lampiran 4. Daftar Tim dan Biodata Peneliti

DAFTAR TIM PENELITI

Kedudukan

Nama Dalam Keahlian

Penelitian

Mahasiswa Fakultas

Ilham Arizaldy Aspah Peneliti 1 Kedokteran Universitas

Alkhairaat Palu

Dokter spesialis Bedah


dr. Alfreth Langitan,
Pembimbing 1 dan Dosen Pembimbing
Sp.B
di PSPD Unisa Palu

Dokter umum dan


dr. Moh. Fandy
Pembimbing 2 Dosen Pembimbing di
Rahmatu
PSPD Unisa Palu
56

BIODATA PENELITI

A. Data Pribadi

Nama : Ilham Arizaldy Aspah

Tempat tanggal lahir : Palu, 22 April 1997

Agama : Islam

Pekerjaan : Mahasiswa

Alamat :Jl. Dewi Sartika lorong Malioboro 1,

No.12, Kecamatan Birobuli Selatan,

Kota Palu, Sulawesi Tengah.

B. Riwayat Keluarga

Ayah : Aspah R., S.E

Ibu : dr. Maria Rosa Da Lima Rupa

Saudara : Azrief Yunaldy Aspah

Fadhil Trizky Aspah

C. Riwayat Pendidikan

NO NAMA SEKOLAH TEMPAT TAHUN

1. TK Alkhairat Palu 2001-2002

2. SDN Inpres 2 Tanamodindi Palu Palu 2002 - 2008

3. SMPN Model Terpadu Madani Palu 2008 - 2011


57

4. SMAN Model Terpadu Madani Palu 2011 - 2014

Fakultas Kedokteran Univesitas 2014 -


5. Palu
Alkhairaat Palu sekarang

Riwayat Penelitian

-
58

D. Lampiran 5. Daftar Alat

Daftar Alat Yang Digunakan

NAMA ALAT MERK JUMLAH SATUAN

Timbangan Digital 1 Unit

Pita ukur 1 Unit

Lembar kuesioner - 56 Eksamplar


59

E. Lampiran 6. Formulir Formulir

1. Formulir Kuesioner

Subyek Penelitian
Kuesioner Penelitian

1. REGISTRASI

Tempat : RSU Undata Palu

Pewawancara : …………………………………………………

Tanggal : …………………………………………………

2. DATA RESPONDEN

1. No. Kode

Responden
60

No Pernyataan Ya Tidak

1. Apakah Bapak/Ibu berumur ≥ 65 tahun pada saat

dilakukan tindakan bedah?

2. Apakah Bapak/Ibu merupakan perokok aktif?

3. Apakah Bapak/Ibu pernah di diagnosis atau

pernah berobat terkait penyakit gula atau

Diabetes Mellitus?

4. Apakah Bapak/Ibu belakangan ini aktif

mengkonsumsi obat kortikosteroid baik sebelum

atau sesudah tindakan?


61

F. Lampiran 8. Rincian Anggaran dan Sumber Dana

RINCIAN ANGGARAN DAN BIAYA PENELITIAN

No. Anggaran Jumlah Sumber

Dana

1 Biaya administrasi Rp. 250.000,-

rekomendasi etik

2 Biaya Pengambilan Data Rp. 100.000,-

Sekunder

3 Biaya Transportasi Rp. 100.000,-

4 Biaya untuk Alat tulis Rp. 100.000,- Mandiri

5 Biaya Pengadaan Formulir Rp. 120.000,-

kuesioner

6 Honorarium untuk Rp. 500.000,-

pembantu peneliti

7 Lain-lain Rp. 500.000,-

Total Rp. 1.670.000

Anda mungkin juga menyukai