Anda di halaman 1dari 27

GAMBARAN PERESEPAN ANTIBIOTIK DI APOTEK KIMIA

FARMA 146 BUKITTINGGI

PROPOSAL PENELITIAN

Oleh :
GESKI MAHENDRA
2019206

AKADEMI FARMASI

YAYASAN RANAH MINANG

PADANG

2020
PROPOSAL PENELITIAN INI TELAH DISETUJUI UNTUK
DISEMINARKAN PADA UJIAN PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH
AKADEMI FARMASI YAYASAN RANAH MINANG PADANG

GAMBARAN PERESEPAN ANTIBIOTIK DI APOTEK KIMIA


FARMA 146 BUKITTINGGI

PROPOSAL PENELITIAN

Oleh :
GESKI MAHENDRA
2019206

Disetujui oleh :

Pembimbing

Vivaldi Ersil, M. Farm, Apt

i
DAFTAR ISI

Halaman
Halaman Pengesehan i
Daftar Isi ii
Daftar Lampiran
Daftar Gambar iii
Daftar Tabel iv

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Perumusan Masalah 2
1.3 Tujuan Penelitian 2
1.3.1 Tujuan Umum 2
1.3.2 Tujuan Khusus 2
1.4 Manfaat Penelitian 2
1.5 Ruang Lingkup Penelitian 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Defenisi Antibiotik 3
2.2 Resistensi Antibiotik 4
2.3 Klasifikasi Antibiotik 6
2.4 Resep 11
2.5 Apotik Kimia Farma 146 12

BAB III KERANGKA KONSEP


3.1 Kerangka Konsep 14
3.2 Variabel Penelitian 14
3.3 Defenisi Operasional 14
3.4 Hipotesis 15

BAB IV METODE PENELITIAN


4.1 Jenis Penelitian 16
4.2 Populasi Sampel 16
4.3 Cara Pengumpulan Data 16
4.4 Etika Penelitian 16
4.5 Instrumen Penelitian 17
4.6 Rencana Pengolahan data dan Analisa Data 17

Daftar Pustaka 21

ii
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Kerangka Konsep Penelitian 10

iii
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Data Persentase Peresepan Antibiotik 22

iv
v
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakakang Masalah


Penyakit yang disebabkan oleh infeksi masih merupakan salah satu masalah

kesehatan masyarakat yang sering terjadi, khususnya di negara berkembang.

Dalam mengatasi masalah tersebut anti mikroba, anti bakteri/antibiotik, anti

jamur, antivirus dan antiprotozoa masih menjadi andalan dalam terapi

pengobatannya, dan antibiotik merupakan obat yang paling banyak digunakan

pada infeksi yang disebabkan oleh bakteri (Hadi, 2008). Antibiotik adalah

segolongan senyawa, baik alami maupun sintetik, yang mempunyai efek

menekan atau menghentikan suatu proses biokimia di dalam organisme,

khususnya dalam proses infeksi oleh bakteri (PMK RI Nomor 2406, 2011). Akan

tetapi, istilah antibiotik sebenarnya mengacu pada zat kimia yang dihasilkan oleh

satu macam organisme, terutama fungi, yang menghambat pertumbuhan atau

membunuh organisme yang lain.

Sampai saat ini peresepan antibiotik oleh dokter masih menjadi salah satu

pilihan utama, baik pada kondisi dimana terjadinya infeksi maupun pada kondisi

yang bukan disebabkan oleh bakteripun masih banyak ditemukan, baik di rumah

sakit maupun praktek swasta (Hersh., et al, 2013). Ketidaktepatan diagnosis,

indikasi, cara pemberian, frekuensi dan lama pemberian menjadi salah satu

penyebab tidak terhambatnya bakteri dengan penggunaan antibiotik (Depkes RI,

2002). Apotek Kimia Farma 146 Bukittinggi merupakan salah satu Apotek yang

memiliki banyak pelayanan, baik dokter umum maupun dokter spesialis yang

melakukan praktek kedokterannya, peresepan antibiotik tentu menjadi salah satu

1
opsi untuk terapi bagi kondisi - kondisi dari pasien yang datang dan berobat ke

Apotek Kimia Farma 146 Bukittinggi.

Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk melakukan penilitian yang

berjudul “Gambaran Peresepan Antibiotik di Apotek Kimia Farma 146

Bukittinggi”

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan Masalah dari penelitian ini adalah bagaimana gambaran peresepan
antibiotik di Apotek Kimia Farma 146 Bukittinggi?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan umum adalah untuk mengetahui gambaran peresepan antibiotik
di Apotek Kimia Farma 146 Bukittinggi.
1.3.2 Tujuan khusus adalah untuk mengetahui persentase penulisan resep
antibiotik di Apotek Kimia Farma 146 Bukittinggi.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah dapat mengaplikasikan ilmu yang telah di
pelajari di kampus Akademi Farmasi Ranah Minang Padang.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Untuk memperjelas masalah yang akan dibahas dan agar tidak terjadi
pembahasan yang meluas atau menyimpang,maka perlu kiranya dibuat suatu
batasan masalah. Adapun ruang lingkup permasalahan yang akan dibahas dalam
penulisan proposal Laporan Tugas Akhir ini adalah hanya gambaran peresepan
antibiotik saja.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Defenisi Antibiotik


Antibiotik adalah senyawa yang digunakan untuk mencegah dan mengobati

suatu infeksi karena bakteri. Infeksi bakteri terjadi bila bakteri mampu melewati

barrier mukosa atau kulit dan menembus jaringan tubuh. Pada umumnya tubuh

memiliki respon imun untuk mengeliminasi bakteri atau mikroorganisme yang

masuk. Jika perkembangbiakan bakteri lebih cepat dari respon imun yang ada,

maka akan terjadi penyakit infeksi yang ditandai dengan adanya inflamasi

(Permenkes, 2011). Antibiotika, yang pertama kali ditemukan oleh Paul Ehlrich

pada 1910, sampai saat ini masih menjadi obat andalan dalam penanganan

kasus-kasus penyakit infeksi. Pemakaiannya selama 5 dekade terakhir mengalami

peningkatan yang luar biasa, hal ini tidak hanya terjadi di Indonesia tetapi juga

menjadi masalah di negara maju seperti Amerika Serikat. The Center for Disease

Control and Prevention in USA menyebutkan terdapat 50 juta peresepan

antibiotik yang tidak diperlukan (unnescecery prescribing) dari 150 juta

peresepan setiap tahun (Akalin,2002). Menurut Menteri Kesehatan Endang

Rahayu Sedyaningsih, sekitar 92 persen masyarakat di Indonesia tidak

menggunakan antibiotika secara tepat. Ketika digunakan secara tepat, antibiotik

memberikan manfaat yang tidak perlu diragukan lagi. Namun bila dipakai atau

diresepkan secara tidak tepat (irrational prescribing) dapat menimbulkan kerugian

yang luas dari segi kesehatan, ekonomi bahkan untuk generasi mendatang.

Munculnya kuman-kuman patogen yang kebal terhadap satu (antimicrobacterial

resistance) atau beberapa jenis antibiotika tertentu (multiple drug resistance)

3
sangat menyulitkan proses pengobatan. Pemakaian antibiotika lini pertama yang

sudah tidak bermanfaat harus diganti dengan obat-obatan lini kedua atau bahkan

lini ketiga. Hal ini jelas akan merugikan pasien, karena antibiotika lini kedua

maupun lini ketiga masih sangat mahal harganya. Sayangnya, tidak tertutup

kemungkinan juga terjadi kekebalan kuman terhadap antibiotika lini kedua dan

ketiga. Disisi lain, banyak penyakit infeksi yang merebak karena pengaruh

komunitas, baik berupa epidemi yang berdiri sendiri di masyarakat (independent

epidemic) maupun sebagai sumber utama penularan di rumah sakit (nosocomial

infection). Pengunaan antibiotik yang tidak rasional dapat menyebabkan

resistensi. Resistensi merupakan kemampuan bakteri dalam menetralisir dan

melemahkan daya kerja antibiotik. Masalah resistensi selain berdampak pada

morbiditas dan mortalitas, juga memberi dampak negatif terhadap ekonomi dan

sosial yang sangat tinggi. Pada awalnya resistensi terjadi di tingkat rumah sakit,

tetapi lambat laun juga berkembang di lingkungan masyarakat, khususnya

Streptococcus pneumoniae (SP), Staphylococcus aureus, dan Escherichia coli

(Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 2406/MENKES/PER/

XII/2011).

Apabila resistensi terhadap pengobatan terus berlanjut tersebar luas, dunia

yang sangat telah maju dan canggih ini akan kembali ke masa-masa kegelapan

kedokteran seperti sebelum ditemukannya antibiotika (APUA, 2011).

1.2 Resistensi Antibiotik

Resistensi didefinisikan sebagai tidak terhambatnya pertumbuhan bakteri

dengan pemberian antibiotik secara sistemik dengan dosis normal yang

seharusnya atau kadar hambat minimalnya. Sedangkan multiple drugs resistance

4
didefinisikan sebagai resistensi terhadap daua atau lebih obat maupun klasifikasi

obat. Sedangkan cross resistance adalah resistensi suatu obat yang diikuti dengan

obat lain yang belum pernah dipaparkan (Tripathi, 2003). Resistensi terjadi ketika

bakteri berubah dalam satu atau lain hal yang menyebabkan turun atau hilangnya

efektivitas obat, senyawa kimia atau bahan lainnya yang digunakan untuk

mencegah atau mengobati infeksi. Bakteri yang mampu bertahan hidup dan

berkembang biak, menimbulkan lebih banyak bahaya. Kepekaan bakteri terhadap

kuman ditentukan oleh kadar hambat minimal yang dapat menghentikan

perkembangan bakteri (Bari,2008). Timbulnya resistensi terhadap suatu

antibiotika terjadi berdasarkan salah satu atau lebih mekanisme berikut :

1. Bakteri mensintesis suatu enzim inaktivator atau penghancur antibiotika .

Misalnya Stafilokoki, resisten terhadap penisilin G menghasilkan

beta-laktamase, yang merusak obat tersebut. Beta-laktamase lain dihasilkan

oleh bakteri batang Gram-negatif.

2. Bakteri mengubah permeabilitasnya terhadap obat. Misalnya tetrasiklin,

tertimbun dalam bakteri yang rentan tetapi tidak pada bakteri yang resisten.

3. Bakteri mengembangkan suatu perubahan struktur sasaran bagi obat.

Misalnya resistensi kromosom terhadap aminoglikosida berhubungan dengan

hilangnya (atau perubahan) protein spesifik pada subunit 30s ribosom bakteri

yang bertindak sebagai reseptor pada organisme yang rentan.

4. Bakteri mengembangkan perubahan jalur metabolik yang langsung dihambat

oleh obat. Misalnya beberapa bakteri yang resisten terhadap sulfonamid tidak

membutuhkan PABA ekstraseluler tetapi seperti sel mamalia dapat menggunakan

asam folat yang telah dibentuk.

5
5. Bakteri mengembangkan perubahan enzim yang tetap dapat melakukan fungsi

metabolismenya tetapi lebih sedikit dipengaruhi oleh obat dari pada enzim pada

kuman yang rentan. Misalnya beberapa bakteri yang rentan terhadap sulfonamid,

dihidropteroat sintetase, mempunyai afinitas yang jauh lebih tinggi terhadap

sulfonamid dari pada PABA (Jawetz, 1997).

2.3 Klasifikasi Antibiotik

Penggolongan antibiotik dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Wattimena,

2000) :

1. Berdasarkan struktur kimia antibiotik Berdasarkan struktur kimianya,

antibiotik dapat dikelompokkan sebagai berikut:

a. Golongan aminoglikosida, antara lain amikasin, dibekasin, gentamisin,

kanamisin, neomisin, netilmisin, paromomisin, sisomisin, streptomisin, dan

tobramisin.

b. Golongan β-laktam, antara lin karbapenem (ertapenem, imipenem,

meropenem), golongan sefalosporin (sefaleksin, sefazolin, sefuroksim,

sefadroksil, seftazidim), golongan β-laktam monosiklik, dan golongan

penisilin (penisilin, amoksisilin).

c. Golongan glikopeptida, antara lain vankomisin, teikoplanin, ramoplanin

dan dekaplanin.

d. Golongan poliketida, antara lain golongan makrolida (eritromisin,

azitromisin, klaritomisin, roksitromisin), golongan ketolida (telitromisin),

golongan tetrasiklin (doksisiklin, oksitetrasiklin, klortetrasiklin).

e. Golongan polimiksin, antara lain polimiksin dan kolistin.

f. Golongan kinolon (fluorokinolon), antara lain asam nalidiksaat.

6
g. Siprofloksasin, ofloksasin, norfloksasin, levofloksasin dan trovafloksasin.

h.Golongan streptogramin, antara lain pristinamycin, virginiamycin,

mikamycin, dan kinupristin-dalfopristin. 7

i. Golongan oksazolidinon, antara lain linezolid.

j. Golongan sulfonamide, antara lain kotrimoksazol dan trimethoprim.

k. Antibiotik lain seperti kloramfenikol, klindamisin dan asam fusidat.

2. Berdasarkan toksisitas selektif

Berdasarkan sifat toksisitas selektif, ada antibiotik yang bersifat

bakteriostatik dan ada yang bersifat bakterisid. Agen bakteriostatik menghambat

pertumbuhan bakteri,sedangkan agen bakteriosid bekerja dengan membunuh

bakteri.

a. Antibiotik Bakterisid: Definisi dari zat bakterisid yaitu pada dosis biasa

berkhasiat mematikan kuman. Antibiotik yang termasuk dalam kelompok ini

yaitu :

1. Bakterisid yang bekerja terhadap fase tumbuh, misalnya penisilin dan

sefalosporin, polipeptida, rifampisin, asam nalidiksat dan

kuionolon-kuinolon.

2 Bakterisid yang bekerja terhadap fase istirahat, misalnya

aminoglikosida, nitrofurantoin, INH, kotrimoksazol, dan polipeptida.

b. Antibiotik Bakteriostatik: Definisi dari zat bakteriostatik yaitu pada dosis

biasa berkhasiat menghentikan pertumbuhan dan perbanyakan kuman.

Antibiotik yang termasuk dalam kelompok ini yaitu sulfonamid,

kloramfenikol, tetrasiklin, makrolida, linkomisin, PAS, serta asam fisudat.

7
3. Berdasarkan mekanisme kerja antibiotik

Berdasarkan mekanisme kerjanya terhadap bakteri, antibiotik dikelompokkan

sebagai berikut (Lullman et al., 2000).

a. Inhibitor sintesis dinding sel bakteri Efek bakteriosid dengan memecah enzim

dinding sel dan menghambat enzim yang berguna dalam sintesis dinding sel.

Contoh antibiotic yang bekerja dengan cara ini adalah golongan β-laktam seperti

penisilin, sefalosporin, karbapenem, monobaktam, dan inhibitor sintesis dinding

sel lainnya seperti vancomycin, bacistracin, fosfomycin, dan daptomycin.

1. Antibiotik Beta Laktam, mekanisme kerjanya dengan mengganggu

sintesis dinding sel bakteri, dengan menghambat langkah terakhir dalam

sintesis peptidoglikan.

2. Sefalosporin, menghambat sintesis dinding sel bakteri dengan mekanisme

sama dengan penisilin.

3. Karbapenem, mempunyai spektrum aktivitas menghambat sebagian besar

gram positif, gram negatif, dan anaerob.

b. Inhibitor Beta laktamase, mekanismenya dengan cara menginaktivasi beta

laktamase.

c. Inhibitor sintesis protein bakteri Bersifat bakteriosid atau bakteriostatik dengan

mengganggu sintesis protein tanpa mengganggu sel-sel normal dan menghambat

tahap-tahap sintesis protein. Contohnya seperti antibiotik aminoglikosida,

makrolida, tetrasiklin, streptogamin, klindamisin, oksazolidinon, dan

kloramfenikol.

1. Aminoglikosid, dengan cara menghambat bakteri aerob gram negatif

2. Tetrasiklin, dengan cara menghambat berbagai bakteri gram positif, gram

8
negatif, baik aerob maupun anaerob.

3. Kloramfenikol, dengan cara menghambat bakteri gram positif dan gram

negatif aerob dan anaerob.

4. Makrolida, dengan cara mempengaruhi sintesis protein berikatan dengan

sub unit 50S ribosom bakteri, sehingga menghambat translokasi peptide,

aktif terhadap bakteri gram positif, tetapi juga dapat menghambat beberapa

Enterococcus dan basil gram positif.

5. Klindamisin, menghambat sebagian besar kokus gram positif dan

sebagian besar bakteri anaerob, tetapi tidak bisa menghambat bakteri gram

negatif aerob.

d. Menghambat sintesis folat Bakteri tidak dapat mengabsobrsi asam folat,

tetapi harus membuat asam folat dari PABA (asam paraaminobenzoat),

pteridin, dan glutamat. Contohnya antibiotic yang menghambat sintesis folat

adalah sulfonamide dan trimetropin.

e. Mengubah permeabilitas membrane sel Bersifat bakteriostatik dan

bakteriosid dengan menghilangkan permeabilitas membran sehingga bakteri

kehilangan substansi seluler dan sel menjadi lisis. Contohnya adalah

polimiksin, amfoterisin B, dan nistatin.

f. Mengganggu sintesis DNA Bekerja dengan mennghambat asam

deoksiribonukleat (DNA) girase sehingga menghambat sintesis DNA. DNA

girase adalah enzim yang 10 terdapat pada bakteri yang menyebabkan

terbukanya dan terbentuknya superheliks pada DNA sehingga menghambat

replikasi DNA.

9
4. Berdasarkan aktifitas antibiotik Berdasarkan aktifitasnya, antibiotik

dikelompokkan sebagai berikut:

a. Antibiotik spectrum luas (broad spectrum) Antibiotik spektrum luas

sering kali dipakai untuk mengobati penyakit infeksi yang belum

diidentifikasi dengan pembiakan dan sensitifitas. Contohnya adalah

tetrasiklin dan sefalosporin.

b. Antibiotik spektrum kerja sempit Antibiotik jenis ini bekerja hanya pada

salah satu kelompok bakteri terutama terhadap kokus gram positif dan basil

aerob negatif (Setiabudy, 2007).

Berdasarkan indikasi penggunaan antibiotik, terapi antibiotik dibagi

menjadi : (Ullah, 2013).

a. Terapi definitif, antibiotik diberikan untuk mengobati diagnosis

infeksi bakteri setelah diketahui jenis bakteri penyebab. Hal yang paling

penting adalah melakukan pengujian klinis terlebih dahulu dengan

menggunakan sampel darah maupun cairan tubuh yang lain untuk

mengetahui bakteri penyebab terjadinya infeksi. Apabila bakteri

penyebab sudah diketahui maka pasien diberikan antibiotik dengan

spektrum yang sempit, paling tidak toksik, dan murah.

b. Terapi profilaksis, antibiotik harus diberikan kepada pasien yang

memiliki risiko infeksi misalnya obat antiburcular pasien TB, profilaksis

pada pasien penyakit jantung.

c. Terapi empiris, antibiotik harus diberikan kepada pasien dalam

kondisi kritis tertentu sebelum hasil laboratorium keluar dan belum

diketahui penyebabnya, misalnya sepsis, bakterimia, meningkatnya ESR,

10
neutrofilik leukositosis, suhu tubuh yang tidak menentu, kondisi seperti

ini harus diberikan kelas antibiotik yang paling tepat, mayoritas

antibiotik yang digunakan adalah antibiotik spektrum luas seperti

kombinasi amoksisilin dan gentamisin yang dapat melawan bakteri

positif dan negatif.

2.4 Resep

Resep adalah permintaan tertulis dari dokter kepada apoteker/farmasi

pengelola apotek untuk memberikan obat jadi atau meracik obat dalam bentuk

tertentu sesuai dengan keahliannya, takaran dan jumlah obat sesuai dengan yang

diminta, kemudian menyerahkannya kepada yang berhak/pasien (Sari dan Aznan,

2010). Resep merupakan perwujudan akhir dari kompetensi, pengetahuan dan

keahlian dokter dalam menerapkan pengetahuannya dalam bidang farmakologi

dan terapi. Resep juga perwujudan hubungan profesi antara dokter, apoteker dan

pasien.penulisan resep harus ditulis dengan jelas sehingga dapat dibaca petugas di

apotek. Standar penulisan resep yang rasional terdiri dari inscription, invocation,

prescreption, signatura dan subcription. Inscrption meliputi identitas dokter

diantaranya nama dokter, SIP dokter, alamat dokter, nomor telepon, tempat dan

tanggal penulisan resep. Untuk invocation yaitu tiap resep dimulai dengan R/.

Pada prescrption terdiri dari nama obat, kekuatan obat yang diberikan dan

jumlah obat. Dalam signatura adalah nama pasien, jenis kelamin pasien, umur

pasien, berat badan pasien, alamat pasien, dan aturan pakai obat, yang

menjadikan suatu resep tersebut otentik dan diakhiri dengan tanda penutup dan

paraf atau tanda tangan dokter yang disebut dengan subscrption, sehingga resep

menjadi otentik (Anief, 1983; de Vries, et al.,1994).

11
Pola peresepan adalah gambaran penggunaan obat secara umum atas

permintaan tertulis dokter, dokter gigi kepada apoteker untuk menyiapkan obat

pasien. Secara praktis untuk memantau gambaran penggunaan obat secara umum

telah dikembangkan indikator WHO yakni: rata – rata pemberian obat per lembar

resep, persentase obat generik, persentase antibiotika, persentase injeksi, dan

esensial (Sarimanah, et al., 2013).

2.5 Apotek Kimia Farma 146

Apotek Kimia Farma 146 merupakan salah satu Apotek yang cukup besar

dan ramai pengunjung, beralamat di Jl. Sudirman Kelurahan Tarok Dipo

Kecamatan Guguk Panjang Kota Bukittinggi. Menjadi korporasi bidang

kesehatan terintegrasi dan mampu menghasilkan pertumbuhan nilai yang

berkesinambungan melalui konfigurasi dan koordinasi bisnis yang sinergis adalah

merupakan Visi dari Apotek Kimia Farma, sedangkan misi yang diusung Apotek

Kimia Farma adalah menghasilkan pertumbuhan nilai korporasi melalui usaha di

bidang - bidang :

1. Industri dan farmasi dengan basis penelitian dan pengembangan produk

yang inovatif.

2. Perdagangan dan jaringan distribusi.

3. Pelayanan kesehatan berbasis jaringan retail farmasi dan jaringan

pelayanan kesehatan lainnya.

4. Pengelolaan maksimal aset - aset dalam mengembangkan usaha

perusahaan.

12
Apotek Kimia Farma juga memiliki budaya perusahaan yang disingkat dengan

I CARE yaitu :

1. Innovative

2. Custumer First

3. Accountable

4. Responsible

5. Eco - Friendly

Apotek Kimia Farma 146 juga memiliki pelayanan dokter umum dan beberapa

pelayanan dokter spesialis diantaranya:

1. Spesialis Telinga Hidung dan Tenggorokan

2. Spesialis Onkologi

3. Spesialis Syaraf

4. Spesialis penyakit Dalam

5. Spesialis Anak

6. Spesialis Mata

7. dan Spesialis Kandungan

13
BAB III
KERANGKA KONSEP

3.1 Kerangka Konsep

Jumlah Resep Jumlah Resep

keseluruhan Antibiotik

Gambar 1. Kerangka Konsep Penelitian


3.2 Variabel Penelitian
Adapun variabel dalam penelitian ini adalah :

1. Variabel bebas yaitu seluruh resep yang masuk ke Apotek Kimia

Farma 146 Bukittinggi periode Januari - Maret 2020.

2. Variabel terikat yaitu seluruh resep yang mengandung Antibiotika

yang masuk ke Apotek Kimia Farma 146 Bukittinggi periode

Januari - Maret 2020.

3.3 Defenisi Operasional


Agar sesuai dengan fokus penelitian, maka definisi operasional dapat

diuraikan sebagai berikut :

1. Resep adalah permintaan tertulis dari dokter atau dokter gigi, kepada

apoteker, baik dalam bentuk paper maupun elektronik untuk menyediakan dan

menyerahkan obat bagi pasien sesuai peraturan yang berlaku (Permenkes RI No.

58 Tahun 2014).

2. Resep yang diambil adalah semua resep yang mengandung antibiotika

generik maupun nama dagang di Apotek Kimia Farma 146 Bukittinggi periode

Januari - Maret 2020.

14
3.4 Hipotesis
Hipotesis dari penelitian ini adalah persentase atau banyak resep antibiotik

yang masuk ke Apotek Kimia Farma 146 Bukittinggi dari bulan Januari - Maret

2020 melebihi 40 % dari seluruh resep dalam periode tersebut.

15
BAB IV
METODE PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian


Jenis dan Desain Penelitian yang digunakan adalah Penelitian Deskriptif,

yaitu mendeskripsikan atau menguraikan peresepan antibiotik terhadap

seluruh resep yang masuk ke Apotek Kimia Farma 146 Bukittinggi.

4.2 Populasi Sampel


Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh resep yang masuk dari

bulan Januari - Maret 2020, sedangkan sampel dalam penelitian ini adalah

resep yang mengandung antibiotik dari bulan Januari - Maret 2020.

4.3 Cara Pengumpulan Data


Cara pengumpulan data dengan menggunakan metode pengamatan atau

observasi yaitu suatu prosedur yang terencana, meliputi kegiatan melihat dan

mencatat jumlah dari resep. Pengolahan data dengan memilih resep pasien

yang mengandung obat antibiotik.

4.4 Etika Penelitian


Dalam penelitian ini, peneliti telah mendapatkan izin dan rekomendasi

dari institusi tempat penelitian. Penelitian menggunakan etika sebagai berikut

(Loiselle et al., (2004) dalam Palestin (2007):

1. Menghormati privasi dan kerahasiaan subyek penelitian (respect for

privacy and confidentiality) Pada dasarnya penelitian akan memberikan

akibat terbukanya informasi individu termasuk informasi yang bersifat

pribadi, sehingga peneliti memperhatikan hak-hak dasar individu

tersebut.

16
2. Memperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan

(balancing harms and benefits) Peneliti melaksanakan penelitian sesuai

dengan prosedur penelitian guna mendapatkan hasil yang bermanfaat

semaksimal mungkin bagi subyek penelitian dan dapat digeneralisasikan

di tingkat populasi (beneficence). Peneliti meminimalisasi dampak yang

merugikan bagi subyek (nonmaleficence).

4.5 Instrument Penelitian


Instrument atau alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah

1. Format isian pengumpulan data

2. Alat tulis

4.6 Rencana Pengolahan Data dan Analisa Data


Data yang diperoleh diolah kemudian disajikan dalam bentuk tabel

distribusi frekuensi, sehingga di dapat gambaran peresepan antibiotik

terhadap seluruh resep yang masuk di Apotek Kimia Farma 146 Bukittinggi

periode Januari - Maret 2020. Dimana penyajian data ini dilakukan dengan:

a. Mengambil lembar resep perbulan

b. Menghitung Jumlah resep.

c. Mengklasifikasi berdasarkan resep yang mengandung antibiotik .

d. Menuliskan data kedalam tabel distribusi frekuensi.

e. Menghitung persentase resep antibiotik.

17
Bulan Tanggal Jumlah Resep Jumlah Resep Antibiotik Persentase
%
Januari 1

10

11

12

13

14

15

16

17

18

19

20

21

22

23

18
24

25

26

27

28

29

30

Tabel 1. Data persentase peresepan antibiotik

19
DAFTAR PUSTAKA

Kemenkes., 2011.NOMOR 2406/MENKES/PER/XII/2011Pedoman Umum


Penggunaan Antibiotik. Jakarta: Peraturan Menteri Kesehatan RI.

Departemen Kesehatan RI. 2002. Evaluasi Program Kesehatan Badan Penelitian


dan Pengembangan Kesehatan. Departemen Kesehatan RI, Jakarta.

Akalin, E. H. 2002. The evolution of guidelines in an era of cost containment.


Surgical prophylaxis. J Hosp infect.

APUA (Alliance for prudent use of antibiotics). 2011. What is antibiotic


resistance and why is it problem?. https://apua.org/ on 05-04-2020.

Bari, S. B., Mahajan, B. M., Surana, S. J. 2008. Resistance to antibiotic : A


challenge in chemotherapy. Indian journal of pharmaceutical education
and research.

Jawetz, E. 1997. Principle of antimicrobial drug action. Basic and clinical


pharmacology. Third edition. Appleton and Lange, Norwalk.

Hadi U. 2008. Antibiotic usage and antimicrobial resistance in Indonesia.


Surabaya: Airlangga Universty Press.

Lullmann H., Mohr K., Ziegler A. 2000. Antibacterial drugs color atlas of
pharmacology 2nd ed. New York: Thieme. p.267.

Hersh, A. L., Jackson, M., Anne, & Hicks, L. A. 2013. Principles of Judicious
Antibiotic Prescribing for Upper Respiratory Tract Infections in
Pediatrics.Pediatrics, 132, 1146.

Tripathi, K. D. 2003. Antimicrobial drugs: general consideration Essential of


medical pharmacology Fifth edition. Jaypee: Brothers Medical
Publishers.

Setiabudy, Rianto. 2007. Farmakologi dan Terapi Edisi V (cetak ulang dengan
perbaikan). Jakarta: Gaya Baru

Ullah A., Kamal Z., Ullah G., and Hussain H., 2013, To Determine The Rational
Use of Antibiotics : A Case Study Conductedat Medical Unit of
Hayatabad medical Complex, Peshawar, International Journal of
Research in Applied Natural and Social Science (IJRANSS), 1 (2), p. 66.

20
Sari, P.Y., Aznan, L. 2010. Peresepan Obat yang Rasional. Fakultas Kedokteran
(Dept. Farmakologi dan Terapeutik): Universitas Sumatera Utara.

Sarimanah, J, Theresia Neot, Tessa Charisma. 2013. Pola Peresepan Obat di


Apotek Asri, Klaten Tahun 2008. USB. Jawa Tengah.

Anief, M.1983. Perihal resep dalam Ilmu Farmasi. Ghalia Indonesia 2-16.

21

Anda mungkin juga menyukai