Anda di halaman 1dari 34

STUDI LITERATUR EVALUASI PENGETAHUAN DAN

KEPATUHAN PASIEN DALAM MENGKONSUMSI OBAT


ANTIBIOTIK

PROPOSAL SKRIPSI

OLEH:

PUSPITA WULAN SARI

1648201110088

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN
BANJARMASIN 2020
PERSETUJUAN PEMBIMBING

Proposal ini dengan judul Studi Literatur Pengetahuan dan Kepatuhan Pasien dalam
Mengkonsumi Obat Antibiotik. Oleh Puspita Wulan Sari NPM: 1648201110088. Telah
diperiksa dan disetujui oleh pembimbing dan akan dipertahankan di hadapan Dewan
Penguji Seminar Proposal Program Studi S1 Farmasi Fakultas Farmasi Universitas
Muhammadiyah Banjarmasin.

Banjarmasin, 10 Mei 2020

Pembimbing 1

apt. Mustika Muthaharah, M.Farm


NIDN. 1123039101

Pembimbing 2

apt. Irfan Zamzani M.Farm


NIDN. 1126029201

Mengetahui,
Ketua Program Studi S1 Farmasi

apt. Andika M.Farm


NIDN. 1110068601
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr.wb.

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT, Yang Maha Pengasih dan
Maha Penyayang, kepada setiap hambaNya, atas berkat dan Rahmat Nya jualah usaha
penulis untuk meyelesaikan Proposal ini yang merupakan salah satu syarat yang harus
ditempuh untuk menyelesaikan pendidikan jenjang Strata (S1) pada Jurusan S1 Farmasi,
Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Banjarmasin.
Penulis menyampaikan terima kasih atas bantuan dan kerjasama yang baik dari berbagai
pihak, antara lain:
1. Prof. Dr. H. Ahmad Khairudin, M. Ag selaku Rektor Universitas Muhammadiyah
Banjarmasin.
2. apt. Risya Mulyani, M,Sc, selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas
Muhammadiyah Banjarmasin.
3. apt. Andika M.Farm, selaku Ketua Program Studi S1 Farmasi Universitas
Muhammadiyah Banjarmasin.
4. apt. Mustika Muthaharah, M.Farm, selaku Pembimbing 1 yang telah memberikan
ilmu yang sangat bermanfaat serta bimbingan, teguran, pengarahan serta saran dalam
penulisan skripsi ini di tengah-tengah kesibukannya. Mohon maaf jika selama proses
bimbingan ada kata-kata yang kurang berkenan.
5. apt. Irfan Zamzani M.Farm, selaku pembimbing 2 yang sudah memberikan masukan
dan waktu luang dalam penulisan proposal skripsi ini. Mohon maaf jika selama
proses bimbingan ada kata-kata yang kurang berkenan.
6. Segenap Para Dosen Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Banjarmasin yang
telah memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis selama melaksanakan
pendidikan.
7. Penulis juga mengucapkan terima kasih yang terdalam kepada Kedua Orang Tua, atas
kasih sayang, dukungan, dan pengertiannya selama ini.
8. Serta teman – teman jurusan Farmasi 2016, terima kasih atas kerjasamanya.
9. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu, terima kasih atas bantuan dan

i
doanya yang telah diberikan hingga selesainya proposal ini.

Dalam penulisan proposal skripsi ini, penulis menyadari masih banyak kekurangan dan
kesalahan dalam penulisan ini, sehingga proposal ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu dibalik ketidak sempurnaan ini semoga memberi manfaat bagi yang membaca
serta bagi kajian yang lebih lanjut dan mendapatkan ridho dari Allah SWT.

Wassalamu’alaikum wr.wb.

Banjarmasin, Mei 2020

Puspita Wulan Sari


NPM. 1648201110088

DAFTAR ISI

ii
KATA PENGANTAR....................................................................................................i
DAFTAR ISI...............................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR...................................................................................................v
BAB 1 PENDAHULUAN............................................................................................1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 4
1.3 Tujuan Penelitian 4
1.4 Manfaat Penelitian 4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................5
2.1 Antibiotik 5
2.1 Pengertian Antibiotik 5
2.1.2 Penggolongan Antibiotik 5
2.1.3 Penggunaan Antibiotik 9
2.1.4 Efek Samping Antibiotik 10
2.1.5 Resistensi Antibiotik 11
2.1.6 Penggunaan Antibiotik yang Rasional 12
2.2. Kepatuhan 13
2.2.1 Pengertian Kepatuhan 13
2.2.2 Faktor-faktor yang Dapat Mendukung Kepatuhan 13
2.2.3 Faktor-faktor yang Dapat Mendukung KetidakPatuhan 15
2.2.4 Strategi Untuk Meningkatkan Kepatuhan 15
2.3. Pengetahuan 16
2.3.1 Pengertian Pengetahuan 16
2.3.2 Tingkat Pengetahuan 17
2.3.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan 18
2.4 Kerangka Konsep 19
BAB 3 METODE PENELITIAN.............................................................................20
3.1 Desain Penelitian20
3.2 Waktu Penelitian20
3.3 Pengumpulan Data 20
3.3.1 Studi Pustaka 20

iii
3.3.2 Dokumentasi 21
3.4 Diagram Alir Penelitian 22

DAFTAR GAMBAR

iv
Gambar 2.4 Kerangka Konsep.........................................................................................
19
Gambar 3.4 Skema Diagram Alir Penelitan....................................................................
22

v
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Antibitik adalah obat yang sering di gunakan bagi pasien yang di sebabkan oleh
infeksi bakteri, dan terkadang obat antibiotik membuat pasien resistensi terhadap
obat karena ketidak tahuan dan ketidak patuhan pasien dalam mengkonsumsi
obat antibiotik. Antibiotik merupakan obat yang paling sering di gunakan dalam
pengobatan infeksi yang terjadi karena bakteri, pengobatan dalam penyakit
infeksi bertujuan menghambat perkembangan maupun membunuh bakteri yang
selalu menjadi penyebabnya. Penggunaan dalam mengkonsumsi antibiotik
sangat menguntungkan dan efektif apabila di gunakan secara tepat dan sangat
bermanfaat dalam pengobatan yang sedang di alami (Nuraini, 2019). Pengobatan
dengan antibiotik tanpa resep dokter merupakan salah satu penggunaan antibiotik
yang tidak tepat, tidak hanya terjadi di negara-negara sedang berkembang, tetapi
juga di negara-negara maju. Selebihnya di negara-negara Eropa seperi Romania,
dan Lithuania, juga ditemukan prevalensi yang tinggi pada pengobatan sendiri
dengan antibiotik (Anna & Fernandez, 2013). Antibiotik adalah salah satu obat
yang sering disalah gunakan karena sangat mudah dan harganya murah (WHO,
2014). Karena harga yang murah membuat pasien ingin membeli obat sendiri
tanpa resep dokter.

Penggunaan antibiotik yang berlebihan dan tidak tepat dapat mengakibatkan


masalah kekebalan bakteri terhadap antibiotik, sehingga membuat pasien lebih
lama dalam proses penyembuhannya (Juwono & Prayito, 2003). Kemunculan
resistensi menjadi sumber masalah gelobal bagi dunia kesehatan Studi di Eropa
akibatnya resistensi antibiotik melonjak naik karena adanya peningkatan
konsumsi antibiotik yang terjadi sebab pengetahuan masyarakat mengenai
antibiotik yang kurang memadai serta penggunaan antibiotik yang tidak rasional
(Lim & The, 2012). Berdasarkan data penelitian dari tim AMRIN (Antimicrobial

1
2

Resistance in Indonesia Pravelence and Prevention) di 2 rumah sakit Pendidikan


di Indonesia, hanya di dapat sebanyak 21% peresepan antibiotik yang tergolong
rasional (Duerink et al. 2008).

Kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai penggunaan dalam


mengkonsumsi antibiotik ini memperburuk terjadinya resistensi antibiotik, cara
pasien mengkonsumsi antibiotik tidak rutin dan tidak sampai habis dengan
alasan sembuh serta merasa sehat merupakan faktor pendukung resistensi
(Kemenkes, 2011; Candra, 2011). Terjadinya resistensi antibiotik tersebut terjadi
akibat pasien mengkonsumsi antibiotik yang tidak tepat serta tidak bijak, dan
penerapan kewaspadaan standar (standard precaution) yang tidak benar, di
fasilitas pelayanan kesehatan.

Penggunaan obat dianggap rasional jika memenuhi syarat sesuai dengan indikasi
penyakit, tersedia setiap saat dengan harga yang murah dan terjangkau, diberikan
dengan dosis yang benar, cara pemberian dengan interval waktu yang tepat, lama
pemberian yang tepat, tepat indikasi, tepat pasien dan obat yang diberikan harus
efektif dengan kualitas yang terjamin dan aman (WHO, 2004). Penggunaan obat
yang tidak tepat dan rasional menyebabkan kerugian, seperti pemborosan biaya
kesehatan atau pengobatan menjadi lebih meningkat, resiko efek samping,
perawatan penderitaan akan lebih lama, menurunkan kualitas pelayanan
kesehatan. Pemberian informasi yang diberikan oleh tenaga kesehatan dokter
ataupun apoteker terhadap pasien tentang efek farmakologis, efek samping,
interaksi obat, instruksi pemakaian dan peringatan obat terhadap diagnosanya
merupakan beberapa dasar utama agar pasien mengkonsumsi obat secara
rasional. (Akici et al. 2004).

Pengetahuan dan kepatuhan dalam mengkonsumsi antibiotik sangat penting dan


berkaitan erat dalam membantu meningkatkan proses penyembuhan pasien.
Salah satu contoh yang menguat fakta bahwa pentingnya pengetahuan dan
3

kepatuhan dalam mengkonsumsi antibiotik berdasarkan penelitian menurut


Salihu & Dadari (2019), mengenai pengetahuan dan kepatuahan para ibu
menyususi dalam mengkonsumsi antibiotik di negara Nigeria, Beberapa
responden di berikan kuisioner bertujuan untuk mengukur tingkat pengetahuan
penggunaan antibiotik para responden, beberapa persentase dari survei tersebut
kita bisa mengetahui tingkat pengetahuan responden dapat mempengaruhi
kepatuhan dalam mengkonsumsi antibiotik yaitu, 18,38% beberapa responden
masih percaya bahwa anda harus berhenti mengkonsumsi antibiotik ketika anda
merasa lebih baik. Beberapa fakta-fakta pendukung lainnya pengetahuan
kepatuhan mengkonsumsi antibiotik berdasarkan penelitian menurut Nuraini
(2019), 26,9% menujukan bahwa responden tidak mengetahui bahwa
penggunaan antibiotik yang tidak tepat dapat menyebabkan resistensi, dan
berdasarkan penelitian menurut Yarza (2015), 52% responden mengkonsumsi
antibiotik tanpa resep dokter. Hal ini dapat menunjukan bahwa responden
memiliki kekurangan pengetahuan dalam mengkonsumsi antibiotik, dan
membuat tingkat kepatuhan mengkonsumsi antibiotik menjadi rendah sehingga
banyak terjadinya resistensi. Minimnya informasi dalam pengobatan merupakan
salah satu alasan utama mengapa seseorang pasien salah dan tidak tepat
menggunakan obat seperti yang di resepkan. Informasi yang di berikan dokter
maupun apoteker sangat penting dan di perlukan untuk meningkatkan kepatuhan
pasien, sebab informasi yang kurang dan tidak sesuai, memberikan pengetahuan
yang minim kepada pasien, sehingga dapat menimbulkan ketidak patuhan dalam
mengkonsumsi obat antibiotik dan terapi pengobatan (Akici et al. 2004).

Pengetahuan dan kepatuhan mengkonsumsi antibiotik sangatlah minim bagi


kalangan pasien yang sudah lanjut usia dan yang tak memiliki pengetahuan
mengenai antibiotik, hal ini membuat resistensi semakin meningkat. Sehingga
peneliti merasa perlu melakukan penelitian ini, untuk memberikan informasi
yang sesuai mengenai penggunaan antibiotik. Penelitian ini berjudul
“Pengetahuan dan Kepatuhan Pasien Dalam Mengkonsumsi Obat Antibiotik”
4

pada penelitian ini metode yang di gunakan adalah metode studi literatur yang
dilakukan dengan menganalisis secara mendalam data-data yang di peroleh dari
jurnal terindeks serta membuat kesimpulan dan hasil analisis yang dilakukan.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Bagaimana pengetahuan pasien dalam mengkonsumsi obat antibiotik
berdasarkan studi literatur ?
1.2.2 Bagaimana kepatuhan pasien dalam mengkonsumsi obat antibiotik
berdasarkan studi literatur ?

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Untuk mengevaluasi pengetahuan pasien dalam mengkonsumsi obat
antibiotik melalui studi literatur
1.3.2 Untuk mengevaluasi kepatuhan pasien dalam mengkonsumsi obat
antibiotik melalui studi literatur

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Bagi Profesi Apoteker
Dari studi literatur ini dapat memberikan masukan bagi Apoteker dan
tenaga kesehatan lainnya dan dapat membantu meningkatkan kualitas
pharmaceutical care dan health care khususnya dalam memberi
informasi dan pemahaman kepada pasien tentang antibiotik dan
penggunaanya yang tepat.
1.4.2 Bagi Pasien
Dari studi literatur ini dapat membuat pasien mendapatkan informasi
yang tepat dan benar, serta membuat pasien menjadi lebih paham
mengenai penggunaan obat antibiotik dan membantu agar tercapai efek
yang optimal, dan efek samping seminimal mungkin.
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Antibiotik

2.1.1 Pengertian Antibiotik

Antibiotik merupakan zat-zat kimia yang dihasilkan oleh fungi dan bakteri,
yang memiliki khasiat mnghambat atau mematikan pertumbuhan kuman,
sedangkan toksisitasnya bagi manusia relatif sangat kecil. Turunan zat-zat
ini, yang dibuat secara semi-sintesis, termasuk dalam kelompok ini, begitu
juga senyawa sintesis dengan khasiat antibakteri (Tjay & Rahardja, 2007).
Antibiotik adalah zat biokimia yang diproduksi oleh mikroorganisme,
seperti jumlah kecil dapat menghambat pertumbuhan atau membunuh
pertumbuhan mikroorganisme lain (Harmita & Radji, 2008).

2.1.2 Penggolongan Antibiotika


Penggolongan antibiotik dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Tjay &
Rahardja, 2007) :
2.1.2.1 Berdasarkan struktur kimia antibiotik
a. Golongan Beta-Laktam, antara lain golongan sefalosforin
(sefaleksin, sefazolin, sefuroksim, sefadroksil, seftazidin),
golongan monosiklik, dan golongan penisilin (penisilin,
amoksisilin). Penisilin adalah suatu agen antibakterial alami yang
dihasilkan dari jamur jenis Penicillium chrysognum.
b. Antibiotik golongan aminoglikosida, aminoglikosida dihasilkan
oleh jenis- jenis fungi Streptomyces dan Micromonospora Semua
senyawa dan turunan semi-sintesisnya mengandung dua atau tiga
gula-amino di dalam molekulnya, yang saling terikat secara
glukosidis. Spektrum kerjanya meliputi banyak bacilli gram-
negatif. Obat ini merupakan aktif terhadap gonococci serta

5
6

sejumlah kuman gram-positif. Aktifitasnya merupakan


bakterisid berdasarkan dayanya untuk menembus dinding bakteri
dan mengikat diri pada ribosom di dalam sel. Contohnya
streptomisin, gentamisin, amikasin, neomisin, dan paranomisin.
c. Antibiotik merupakan golongan tetrasiklin khasiatnya bersifat
bakteriostatis, dengan melalui injeksi intravena dapat dicapai
kadar plasma yang bakterisid lemah. Mekanisme kerjanya
berdasarkan diganggunya sintesa protein kuman. Spektrum
antibakterinya luas dan meliputi banyak cocci gram positif dan
gram negatif serta kebanyakan bacilli Tidak efektif
Pseudomonas dan Proteus, tetapi aktif terhadap mikroba khusus
Chlamydia trachomatis (penyebab penyakit mata trachoma dan
penyakit kelamin), dan beberapa protozoa (amuba) lainnya.
Contohnya tetrasiklin, doksisiklin, dan monosiklin.
d. Antibiotik golongan makrolida, bekerja bakteriostatis terhadap
terutama bakteri gram-positif dan spectrum kerjanya mirip
Penisilin-G. Mekanisme kerjanya melalui pengikatan reversibel
pada ribosom kuman, sehingga sintesa proteinnya dirintangi. Bila
digunakan terlalu lama atau sering dapat menyebabkan resistensi.
Absorbinya tidak teratur, agak sering menimbulkan efek samping
lambung-usus, dan waktu paruhnya singkat, maka perlu
ditakarkan sampai 4x sehari.
e. Antibiotik golongan linkomisin, dihasilkan oleh srteptomyces
lincolnensis. Khasiatnya bakteriostatis dengan spektrum kerja
lebih sempit dari pada makrolidan terutama terhadap kuman gram
positif dan anaerob. Berhubung efek sampingnya hebat kini hanya
digunakan bila terdapat resistensi terhadap antibiotika lain.
Contohnya linkomisin.
f. Antibiotik golongan kuinolon, senyawa-senyawa kuinolon
berkhasiat bakterisid pada fase pertumbuhan kuman, berdasarkan
7

inhibisi terhadap enzim DNA-gyrase kuman, sehingga sintesis


DNAnya dihindarkan. Golongan ini hanya dapat digunakan pada
infeksi saluran kemih (ISK) tanpa komplikasi.
g. Antibiotik golongan kloramfenikol, kloramfenikol mempunyai
spektrum luas. Berkhasiat bakteriostatis terhadap hampir semua
kuman gram positif dan sejumlah kuman gram negatif.
Mekanisme kerjanya berdasarkan perintangan sintesa polipeptida
kuman. Contohnya kloramfenikol.

2.1.2.2 Berdasarkan sifat toksisitas selektif, ada antibiotik yang bersifat


bakteriostatik dan ada yang bersifat bakterisid (Anonim, 2008).
Agen bakteriostatik menghambat pertumbuhan bakteri. Sedangkan
agen bakterisida membunuh bakteri. Perbedaan ini biasanya tidak
penting secara klinis selama mekanisme pertahanan pejamu terlibat
dalam eliminasi akhir patogen bakteri. Pengecualiannya adalah
terapi infeksi pada pasien immunocompromised dimana
menggunakan agen-agen bakterisida (Neal, 2006). Kadar minimal
yang diperlukan untuk menghambat pertumbuhan mikroba atau
membunuhnya, masing-masing dikenal sebagai kadar hambat
minimal (KHM) dan kadar bunuh minimal (KBM). Antibiotik
tertentu aktivitasnya dapat meningkat dari bakteriostatik menjadi
bakterisid bila kadar antimikrobanya ditingkatkan melebihi KHM
(Anonim, 2008).

2.1.2.3 Berdasarkan mekanisme kerjanya terhadap bakteri, antibiotik


dikelompokkan sebagai berikut (Stringer, 2006) :
a. Inhibitor sintesis dinding sel bakteri memiliki efek bakterisidal
dengan cara memecah enzim dinding sel dan menghambat enzim
dalam sintesis dinding sel. Contohnya antara lain golongan β-
Laktam seperti penisilin, sefalosporin, karbapenem, monobaktam,
8

dan inhibitor sintesis dinding sel lainnya seperti vancomysin,


basitrasin, fosfomysin, dan daptomysin.
b. Inhibitor sintesis protein bakteri memiliki efek bakterisidal atau
bakteriostatik dengan cara menganggu sintesis protein tanpa
mengganggu sel-sel normal dan menghambat tahap-tahap sintesis
protein. Obat- obat yang aktivitasnya menginhibitor sintesis
protein bakteri seperti aminoglikosida, makrolida, tetrasiklin,
streptogamin, klindamisin, oksazolidinon, kloramfenikol.
c. Mengubah permeabilitas membran sel memiliki efek
bakteriostatik dan bakteriostatik dengan menghilangkan
permeabilitas membran dan oleh karena hilangnya substansi
seluler menyebabkan sel menjadi lisis. Obat- obat yang memiliki
aktivitas ini antara lain polimiksin, amfoterisin B, gramisidin,
nistatin, kolistin.
d. Menghambat sintesa folat mekanisme kerja ini terdapat pada
obat-obat seperti sulfonamida dan trimetoprim. Bakteri tidak
dapat mengabsorbsi asam folat, tetapi harus membuat asam folat
dari PABA (asam para amino benzoat), dan glutamat. Sedangkan
pada manusia, asam folat merupakan vitamin dan kita tidak dapat
menyintesis asam folat. Hal ini menjadi suatu target yang baik
dan selektif untuk senyawa-senyawa antimikroba.
e. Mengganggu sintesis DNA mekanisme kerja ini terdapat pada
obat-obat seperti metronidasol, kinolon, novobiosin. Obat-obat ini
menghambat asam deoksiribonukleat (DNA) girase sehingga
mengahambat sintesis DNA. DNA girase adalah enzim yang
terdapat pada bakteri yang menyebabkan terbukanya dan
terbentuknya superheliks pada DNA sehingga menghambat
replikasi DNA.
9

2.1.2.4 Berdasarkan aktivitasnya, antibiotik dikelompokkan sebagai berikut


(Kee, 1996) :
a. Antibiotik spektrum luas (broad spectrum) contohnya seperti
tetrasiklin dan sefalosporin efektif terhadap organism baik gram
positif maupun gram negatif. Antibiotik berspektrum luas sering
kali dipakai untuk mengobati penyakit infeksi yang menyerang
belum diidentifikasi dengan pembiakan dan sensitifitas.
b. Antibiotika spektrum sempit (narrow spectrum) golongan ini
terutama efektif untuk melawan satu jenis organisme. Contohnya
penisilin dan eritromisin dipakai untuk mengobati infeksi yang
disebabkan oleh bakteri gram positif. Karena antibiotik
berspektrum sempit bersifat selektif, maka obat-obat ini lebih
aktif dalam melawan organisme tunggal tersebut daripada
antibiotik berspektrum luas.

2.1.2.5 Berdasarkan daya hambat antibiotik, terdapat 2 pola hambat


antibiotik terhadap kuman yaitu (Anonim, 2008) :
a. Time dependent killing. Pada pola ini antibiotik akan
menghasilkan daya bunuh maksimal jika kadarnya dipertahankan
cukup lama di atas Kadar Hambat Minimal kuman. Contohnya
pada antibiotik penisilin, sefalosporin, linezoid, dan eritromisin.
b. Concentration dependent killing. Pada pola ini antibiotik akan
menghasilkan daya bunuh maksimal jika kadarnya relatif tinggi
atau dalam dosis besar, tapi tidak perlu mempertahankan kadar
tinggi ini dalam waktu lama. Contohnya pada antibiotik
aminoglikosida, fluorokuinolon, dan ketolid.

2.1.3 Penggunaan Antibiotik


Hasil studi yang dilakukan di Indonesia, Pakistan dan India membuktikan
bahwa lebih dari 70% pasien diberikan resepan antibiotik dan nyaris 90%
10

pasien di berikan suntikan antibiotik yang seharusnya tidak diperlukan.


Hasil sebuah studi pendahuluan di New Delhi tentang persepsi pasien dan
dokter tentang penggunaan antibiotik, 25% responden menghentikan
konsumsi antibiotic saat pasien tersebut mulai merasa sembuh dan lebih
baik, akan tetapi pada kenyataanya penghentian pemberian antibiotik
sebelum waktu yang seharusnya, akan memicu resistensi antibiotik
tersebut. Pada 47% responden, pasien akan segera mengganti dokternya
jika dokter tersebut tidak memberikan resepkan antibiotik, dan 18% orang
menyimpan antibiotik dan akan mereka gunakan lagi untuk dirinya sendiri
atau untuk keluarganya, sedangkan 53% orang akan mengobati dirinya
sendiri dengan antibiotik ketika sakit karena merasa tidak perlu dengan
resep dokter. Dan 16% dokter meresepkan antibiotik pada pasien dengan
demam yang tidak spesifik, 17% dokter merasa jika pasien dengan keluhan
batuk perlu antibiotik, 18% dokter merekomendasikan antibiotik untuk
diare dan 49% dokter mengobati telinga bernanah dengan antibiotik. Oleh
karena itu, penggunaan antibiotik yang terlalu berlebihan tersebut dapat
mengakibatkan terjadinya resistensi antibiotik. (WHO, 2011)

2.1.4 Efek Samping Antibiotik


Penggunaan antibiotik yang berlebihan atau kurang dan tidak tepat dosis,
dapat menurunkan bahkan menggalkan terapi pengobatan yang sedang
dilakukan dapat membahayakan pasien sebab menghambat kesembuhan.
Selain itu dapat menimbulkan bahaya seperti :
a. Resistensi, yang tidak terganggunya sel mikroba oleh antibiotik yang
merupakan suatu mekanisme alami untuk bertahan hidup. Hal Ini dapat
terjadi jika antibiotik diberikan atau dikonsumsi dengan dosis yang
terlalu rendah atau masa terapi yang salah.
b. Suprainfeksi, ialah infeksi sekunder yang timbul saat pengobatan
terhadap infeksi primer sedang berlangsung dimana jenis dan infeksi
yang timbul berbeda dengan infeksi primer (Tjay & Rahardja, 2007).
11

2.1.5 Resistensi Antibiotik


Resistensi antibiotika sangat berbahaya bagi pasien yang terkena infeksi
bakteri sehingga membuat penyembuhan lebih sulit dan lama. Resistensi
antibiotik merupakan resistensi obat-obatan yang terjadi pada
mikrooganisme berkembang agar menahan efek antibiotik atau
didefinisikan sebagai tidak terhambatnya pertumbuhan bakteri dengan
pemberian antibiotik secara sistemik dengan dosis normal yang seharusnya
atau kadar hambat minimalnya. Sedangkan multiple drugs resistance
merupakan sebagai resistensi dengan dua atau lebih obat maupun
klasifikasi obat. Sedangkan cross resistance adalah resistensi suatu obat
yang diikuti dengan obat lain yang belum pernah dipaparkan
(Tripathi,2003). Resistensi terjadi saat bakteri berubah dalam satu atau lain
hal yang menyebabkan turun atau hilangnya efektivitas obat, senyawa
kimia atau bahan lainnya yang digunakan untuk mencegah atau mengobati
infeksi. Bakteri yang berhasil bertahan hidup dan berkembang biak,
mengakibatkan lebih banyak bahaya. Kepekaan bakteri terhadap kuman
ditentukan oleh kadar hambat minimal yang dapat menghentikan
perkembangan bakteri (Bari,2008). Terjadinya resistensi terhadap suatu
antibiotik terjadi karena salah satu atau lebih mekanisme berikut:
a. Bakteri mensintesis suatu enzim inaktivator atau penghancur antibiotik
Misalnya Stafilokoki, resisten terhadap penisilin G menghasilkan beta-
laktamase, yang merusak obat tersebut. Betalaktamase lain dihasilkan
oleh bakteri batang Gram-negatif.
b. Bakteri mengubah permeabilitasnya terhadap obat. Misalnya tetrasiklin,
tertimbun dalam bakteri yang rentan tetapi tidak pada bakteri yang
resisten.
c. Bakteri mengembangkan suatu perubahan struktur sasaran bagi obat.
Misalnya resistensi kromosom terhadap aminoglikosida berhubungan
dengan hilangnya (atau perubahan) protein spesifik pada subunit 30s
12

ribosom bakteri yang bertindak sebagai reseptor pada organisme yang


rentan.
d. Bakteri mengembangkan perubahan jalur metabolik yang langsung
dihambat oleh obat. Misalnya beberapa bakteri yang resisten terhadap
sulfonamid tidak membutuhkan PABA ekstraseluler, tetapi seperti sel
mamalia dapat menggunakan asam folat yang telah dibentuk.
e. Bakteri mengembangkan perubahan enzim yang tetap dapat melakukan
fungsi metabolismenya tetapi lebih sedikit dipengaruhi oleh obat dari
pada enzim pada kuman yang rentan. Misalnya beberapa bakteri yang
rentan terhadap sulfonamid, dihidropteroat sintetase, mempunyai
afinitas yang jauh lebih tinggi terhadap sulfonamid dari pada PABA.

2.1.6 Penggunaan Antibiotika yang Rasional


Agar dapat mengontrol penyebaran bakteri yang resisten adalah dengan
menggunakan antibiotik secara tepat dan rasional. Pengobatan rasional
dilakukan agar pasien mendapatkan pengobatan yang benar dan sesuai
dengan kebutuhan klinisnya, serta dalam dosis yang tepat bagi kebutuhan
individunya, untuk waktu yang cukup dan dengan biaya yang paling
terjangkau bagi diri dan komunitasnya agar tidak mengeluarkan biaya lebih
besar (Darmansjah, 2011).WHO menyatakan bahwa lebih dari setengah
penggunaan dalam mengkonsumsi obat diberikan secara tidak rasional atau
tidak tepat bagi pasien (WHO, 2001). Menurut WHO, kriteria pemakaian
obat yang rasional, antara lain : 
a. Sesuai dengan indikasi penyakit Pengobatan didasarkan atas keluhan
individual dan hasil pemeriksaan fisik.
b. Diberikan dengan dosis yang tepat Pemberian obat memperhitungkan
umur, berat badan dan kronologis penyakit.
c. Cara pemberian dengan interval waktu pemberian yang tepat. Jarak
minum obat sesuai dengan aturan pemakaian yang telah ditentukan.
13

d. Lama pemberian yang tepat. Pada kasus tertentu memerlukan


pemberian obat dalam jangka waktu tertentu.
e. Obat yang diberikan harus efektif dengan mutu terjamin. Hindari
pemberian obat yang kedaluarsa dan tidak sesuai dengan jenis keluhan
penyakit.
f. Tersedia setiap saat dengan harga yang terjangkau. Jenis obat mudah
didapatkan dengan harganya relatif murah.
g. Meminimalkan efek samping dan alergi obat.

2.2 Kepatuhan
2.2.1 Pengertian
Kepatuhan ialah berasal dari kata patuh, yang artinya disiplin dan taat.
Definisi kepatuhan pasien adalah sejauh mana perilaku pasien sesuai
dengan ketentuan yang di berikan oleh petugas kesehatan (Niven, 2002).
Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah suka, menurut
(perintah, dan sebagainya); taat (kepada perintah, aturan dan sebagainya);
berdisiplin. Kepatuhan pasien atas pengobatannya di pengaruhi oleh
beberapa aspek, salah satunya kepercayaan kultural, keterampilan, serta
sikap berkomunikasi dengan petugas kesehatan, dokter, dan apoteker,
waktu yang sangat terbatas membuat konsultasi sangat minim, ketidak
cukupan informasi, dan ketidak percayaan masyarakat tentang kemanjuran
obat.

2.2.2 Faktor – faktor yang dapat mendukung kepatuhan pasien menurut


Feuerstein et al (dalam Niven, 2002) yaitu :
a. Pendidikan
Pendidikan pasien dapat menambah kepatuhan pasien sepanjang
pendidikan tersebut adalah pendidikan yang aktif seperti penggunaan
buku dan lain-lain.
14

b. Akomodasi
Suatu usaha harus di lakukan untuk memahami ciri kepribadian pasien
yang bisa mempengaruhi kepatuhan pasien. Pasien yang lebih mengerti
atau paham harus dilibatkan dengan cara aktif dalam program
pengobatan. Untuk pasien yang ansietasnya kurang meningkat harus di
turunkan terlebih dahulu. Tingkat ansitas yang terlalu tinggi atau
rendah dapat membuat kepatuhan pasien berkurang.
c. Modifikasi faktor lingkungan dan sosial
Menciptakan dukungan sosial dari keluarga dan teman-teman sangat
dibutuhkan. Kelompok pendukung bisa di bentuk untuk membantu
memahami kepatuhan tentang program pengobatan seperti contohnya
pengurangan berat badan dan lainnya.
d. Perubahan model terapi
Program pengobatan dapat dibuat sesederhana mungkin dan pasien
terlibat aktif dalam pembuatan program tersebut. Sehingga pasien lebih
mudah dalam memahami model terapi.
e. Meningkatkan interaksi professional kesehatan dengan pasien
Peningkatan interaksi antara profesional kesehatan dengan pasien
sangat penting untuk memberikan umpan timbal balik pada pasien
setelah memperoleh informasi diagnosis. Sehingga tidak terjadi
kesenjangan dalam informasi.
f. Pendekatan upaya kepatuhan
Pendekatan merupakan praktisi untuk meningkatkan kepatuhan pasien
menurut Di Nicola dan Imattco (Niven, 2002) menjelaskan ada
beberapa pendekatan yang dapat di lakukan dalam meningkatkan
kepatuhan pasien yaitu dengan membuat instruksi tertulis yang mudah
di interpretasikan, berbagi informasi mengenai pengobatan sebelum
menjelaskan hal lain, jika seorang di berikan suatu daftar tertulis
mengenai hal-hal yang harus diingat maka akan ada keunggulan yaitu
15

mereka akan berusaha mengingat hal yang pertama di tulis, instruksi-


instruksi harus di tulis dengan bahasa umum, agar pasien lebih mudah
memahami dan mengingat.

2.2.3 Faktor – Faktor yang dapat mempengaruhi ketidakpatuhan pasien


atau masyarakat :
Faktor – faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan pasien atau masyarakat
dapat di kelompokan menjadi empat macam, (Niven 2002) yaitu :
a. Pemahaman tentang instruksi
Tidak akan ada seorang pasien atau masyarakat yang dapat mematuhi
instruksi jika ia salah paham dengan instruksi yang telah di berikan
kepadanya.
b. Kualitas instuksi
Kualitas instruksi antara kesehatan dengan pasien atau masyarakat
adalah bagian yang penting untuk menentukan derajat kepatuhan
c. Isolasi sosial dan keluarga
Keluarga selalu menjadi faktor yang sangat berpengaruh pada saat
menentukan keyakinan dan nilai kesehatan perorangan dan juga dapat
menentukan dengan program pengobatan yang dapat mereka setujui.
d. Keyakinan, sikap dan kepribadian
Telah melakukan usulan bahwa model keyakinan kesehatan bermanfaat
untuk memperkirakan adanya ketidakpatuhan.

2.2.4 Strategi untuk meningkatkan kepatuhan


Berbagai strategi telah di coba meningkatkan kepatuhan, menurut Smet
(1994) yaitu sebagai berikut :
a. Dukungan profesional kesehatan
Dukungan profesional kesehatan sangat di perukan untuk
meningkatakan kepatuhan, contoh yang paling sederhana dalam hal
dukungan tersebut adalah dengan adanya teknik komunikasi.
16

Komunikasi merupakan peranan penting sebab komunikasi dengan baik


di berikan oleh profesional kesehatan baik dokter atau perawat maupun
apoteker, dapat menanamkan ketaatan bagi pasien.
b. Dukungan sosial
Dukungan sosial yang di maksud adalah keluarga. Para profesional
kesehatan yang dapat meyakinkan keluarga pasien untuk membantu
menunjang peningkatan kesehatan pasien maka ketidakpatuhan dapat di
kurangi.
c. Perilaku sehat
Modifikasi perilaku sehat sangat di butuhkan untuk pasien, tentang
bagaimana caranya untuk menghindari berbagai macam penyakit
infeksi yang di sebabkan oleh bakteri atau penyakit lainnya.
d. Pemberian informasi
Pemberian informasi yang jelas pada pasien dan keluarga mengenai
penyakit yang di deritanya serta cara pengobatanya.

2.3 Pengetahuan
2.3.1 Pengertian
Pengetahuan menurut Notoatmodjo (2010) merupakan hasil dari “tahu”,
dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek
tertentu. Pengindraan ini terjadi melalui panca indra manusia seperti indera
penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar
pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan
merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku
seseorang. Ada juga pengetahuan menurut Hadi (2011) yaitu pengetahuan
adalah peristiwa yang menyebabkan kesadaran manusia memasuki terang
ada. Menurut sunaryo (2004) pengetahuan adalah hasil dari “tahu” yang
terjadi melalui proses sensoris khususnya mata dan telinga terhadap objek
tertentu.
17

2.3.2 Tingkat Pengetahuan


Pengetahuan yang masuk dalam domain pengetahuan atau kognitif sangat
penting menentukan tindakan seseorang. Pengetahuan yang termasuk
dalam domain kogntif mempunyai enam golongan, menurut Notoatmodjo
(2007) yaitu :
a. Tahu (Know)
Diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah di pelajari
sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah
mengingat kembali suatu yang spesifik dari seluruh badan yang di
pelajari atau rangsangan yang telah di terima.
b. Memahami (Comprehension)
Dimaksud sebagai suatu kemampuan untuk menyelesaikan secara benar
tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpresikan materi
tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau
materi baru dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan,
meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang di pelajari.
c. Aplikasi (Application)
Aplikasi di artikan sebagai kemampuan untuk menjabarkan materi atau
suatu objek ke dalam kompnen-komponen, tetapi dalam struktur
organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.
d. Sintesis (synthesi)
Suatu kemampuan untuk meletakan atau menghubungkan bagian-
bagian di dalam satu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain
sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi-formulasi
yang ada.
e. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian
terhadap suatu materi atau objek. Pengukuran pengetahuan dapat
dilakukan dengan wawancara atau angket penilaian atau responden.
18

Kedalam pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita
sesuaikan dengan tingkatan-tingkatan di atas.

2.3.3 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan


Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang, yaitu :
a. Pendidikan
Pendidkan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan
kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur
hidup. Pengetahuan sangat erat kaitanya dengan Pendidikan tinggi,
maka orang tersebut akan semakin luas pula pengetahuannya. Namun
perlu ditekankan bahwa seseorang yang berpendidikan rendah tidak
berarti mutlak berpengetahuan rendah pula (Notoatmodjo, 2007).
Makin tinggi tingkat Pendidikan sesorang, maka makin mudah
menerima informasi sehingga makin banyak pula pengetahuan yang
dimiliki. Sebaliknya Pendidikan yang kurang akan menghambat
perkembangan sikap seseorang terhadap nilai-nilai baru yang di
perkenalkan (Mubarak dkk,2007).
b. Informasi
Informasi yang di peroleh baik dari Pendidikan formal maupun tidak
formal dapat memberikan pengaruh jangka pendek (immediate impact)
sehingga menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan
(Notoatmodjo, 2007).
c. Sosial Budaya dan Ekonomi
Kebiasaan tradisi yang dilakukan orang-orang tanpa melalui penalaran
apakah yang dilakukan baik atau buruk. Dengan demikian sesorang
akan bertambah pengetahuanya walaupun tidak melakukan. Status
ekonomi sesorang juga akan menemukan tersedianya suatu fasilitas
yang di perlukan untuk kegiatan, sehingga status sosial ekonomi ini
akan mempengaruhi ekonomi seseorang (Notoatmodjo, 2007).
19

d. Pengalaman
Pengalaman sebagai sumber pengetahuan merupakan salah satu cara
untuk memproleh kebenaran pengetahuan yang di peroleh dalam
memecahkan maslah yang dihadapi masa lalu (Notoatmodjo, 2007).
e. Usia
Usia mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang
semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap
dan pola pikirnya, sehingga pengetahuannya yang di perolehnya
semakin membaik (Notoatmodjo, 2007).

2.4 Kerangka Konsep

Antibiotik

Tingkat pengetahuan Tingkat kepatuhan

Pemahaman dalam Kedisiplinan dalam


mengkonsumsi mengkonsumsi antibiotik
antibiotik

Tahu Ketidak tahuan Patuh Ketidak patuhan

Gambar 2.4 Kerangka Konsep

Keterangan : = Tidak di teliti


= Diteliti
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Pada penelitian kali ini menggunakan studi literatur dengan melakukan pencarian
berbagai literatur yang telah ada, melalui jurnal terkait dengan permasalahan yang
di kaji. Informasi yang di dapatkan dari studi kepustakaan ini di jadikan tumpuan
untuk memperkuat argumentasi-argumentasi yang ada. Hal ini merupakan
serangkaian kegiatan yang berkenan dengan metode pengumpulan data pustaka,
membaca dan mencatat, serta mengolah bahan penelitian. Hal ini bertujuan untuk
mengungkapkan berbagai teori-teori yang relevan dengan permasalahan yang
sedang diteliti sebagai bahan rujukan dalam pembahasan hasil penelitian. Ada
beberapa keunggulan dalam menggunakan studi literatur yaitu, tersedianya
berbagai macam bahan referensi untuk di gunakan dalam penelitian dengan studi
pustaka, semua topik sudah dikategorikan dalam penelitian dengan studi pustaka,
mudahnya menemukan bahan penelitian yang di cari dalam penelitian dengan
studi pustaka, tersediannya pustakawan untuk memberikan bantuan dalam
penelitian dengan studi pustaka, penelitian dengan studi pustaka mudah
meningkatkan fokus dengan tersediannya lingkungan yang cukup.

3.2 Waktu Penelitian


Waktu penelitian 14 April – 1 Mei 2020

3.3 Pengumpulan Data


3.3.1 Studi Pustaka
Dalam pengumpulan data kali ini, dapat mengumpulkan informasi yang
relevan dengan topik atau masalah yang sedang di teliti melalui beberapa
jurnal, yaitu jurnal Nasional yang telah terindeks Sinta 1 – 4 dan jurnal
Internasional terindeks Scopus. Pengumpulan data melalui studi literatur
dari beberapa jurnal yang menggunakan instrument kuisioner, metode yang
dilakukan adalah metode deskriptif. Dalam menggunakan instrument

20
21

kuisioner memiliki kelebihan, dapat dibagikan secara serentak kepada


responden, dapat di jawab oleh responden menurut kecepatannya masing-
masing menurut waktu senggang responden, dapat dibuat berstandar
sehingga semua responden dapat di beri pertanyaan yang benar-benar sama.
Metode penelitian deskriptif bertujuan untuk menggambarkan, menjelaskan
dan memvalidasi fenomena sosial yang menjadi penelitian. Metode deskritif
diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan
menggambarkan keadaan subjek atau objek dalam penelitian dapat berupa
orang, lembaga, masyarakat, dan lainnya, yang berdasarkan fakta-fakta yang
tampak atau apa adanya. Metode penelitian deskriptif adalah penelitian
narasi yang di gunakan dalam proyek penelitian kualitatif dan kuantitatif.

3.3.2 Dokumentasi
Dokumentasi yang telah di kumpulkan dari jurnal ilmiah, yang di simpan ke
dalam perangkat lunak mendeley yaitu, untuk mengelola atau mencari data
penelitian, penggunaan mendeley perlu menyimpan semua data sitiran dasar
di servernya. Perangkat lunak ini juga sebuah academic social network,
dengan demikian pengguna bisa saling berbagi dengan rekan sesama
mahasiswa atau peneliti lainnya di penjuru dunia terkait dengan referensi
yang digunakan. Pengguna juga dapat mencari berbagai peneliti terbaru
untuk selanjutnya dapat dijadikan referensi dalam karya ilmiah. Serta
berguna untuk mengolah atau menyimpan data base karya ilmiah seperti : e-
journal, e-book, file pdf, dan file lainnya, sehingga memudahkan
penyusunan daftar pustaka. Kelebihan dari perangkat lunak ini dapat
dijalankan pada Linux, Mac, dan MS Word, dapat impor dokumen dari situs
lain, gratis penyimpanan online sebesar 2 GB, pada file PDF dapat di
gunakan anotasi dan highlighting, smart filtering dan tagging, terhubung
dan dapat disingkronkan dalam akun online, sehingga data dapat di-backup
dan dapat menampilakan metadata secara oromatis file PDF.
22

3.4 Diagram Alir Penelitian

Mulai

Studi literatur

Pengumpulan data

Analisa data

Hasil dan pembahasan

Kesimpulan dan saran

selesai

Gambar 3.1 Diagram alir penelitian

Keterangan : = Permulaan / akhir penelitian

= Proses

= Arah alir penelitian


23

DAFTAR PUSTAKA

Anna, B., & Fernandez, m. (2013). Non Eksperimental. Studi Penggunaan Antibiotik
Tanpa Resep di Kabupaten Manggarai Dan Manggarai Barat – NTT Beatrix,
2(2), 1-17.

Bari, S. B., Mahaja, B. M., Suaranaa, S. J. (2008). Resistence to antibiotic: A


challenge in chemotherapy. Indian journal of pharmaceutical education and
research.

Bart, Smet. (1994). Psikologi Kesehatan. PT. Gramedia Widiasarna Indonesia:


Jakarta

Darmansjah I., (2008). Penggunaan Antibiotik pada Pasien Anak, Majalah


Kedokteran Indonesia, 58 (10), 368-369.

Duerink, D.O. et al. (2007). Determinants of carriage of resistant Escherichia coli in


the Indonesia population inside and outside hospital. The Jornal of
Antimicrobial chemotherapy.

Hadi, H. (2011). Epistemologi filsafat pengetahuan. Cetakana 11 Yogyakarta:


Kanisius

Harmita, dan Radji, M., (2008), Buku Ajar Analisis Hayati, Edisi 3, pp.125-9.
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Juwono, R. & Prayitno, A. (2003). Farmasi Klinis: Terapi Antibiotik. Jakarta:


Gramedia

Kee, J.L., dan Hayes. E.R., (1996). Farmakologi Pendekatan Proses Keperawatan,
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Kemenkes. (2011). Pedoman Umum Penggunaan Antibiotik. Jakarta: Kementrian


Kesehatan Republik Indonesia

Lim, K.K., dan The, C.C. (2012). A Cross Sectional Study of Public Knowledge and
Attitude towards Antibiotics in Putrajaya. Malaysia: Southern Med, mkReview

Mouhieddine, T. H., Olleik, Z., Itani, M. M., Kawtharani, S., Nassar, H., Hassoun, R.,
… Tamim, H. (2015). Assessing the Lebanese population for their knowledge,
attitudes and practices of antibiotic usage. Journal of Infection and Public
Health, 8(1), 20–31. https://doi.org/10.1016/j.jiph.2014.07.010
24

Mubarak, W, I, (2007). Buku Ajar Kebutuhan Dasar Teori dan Aplikasi Dalam
Praktik. Jakarta. ECG

Muñoz, E. B., Dorado, M. F., Guerrero, J. E., & Martínez, F. M. (2014). The effect of
an educational intervention to improve patient antibiotic adherence during
dispensing in a community pharmacy. Atencion Primaria, 46(7), 367–375.
https://doi.org/10.1016/j.aprim.2013.12.003

Neal, M.J. (2006). At Glance Farmakologi Medis Edisi Kelima. Jakarta: Penerbit
Erlangga. pp. 85

Niven, Neil (Ed). (2002). Ars Presceribendi Resep Yang Rasional. Edisi 3. Surabaya:
Penerbit. Airlangga Univercity Press

Notoatdmojo, S. (2007). Promosi Kesehatan dan ilmu perilaku.Jakarta: Rineka Cipta

Notoatdmojo, S. (2010). Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta

Nuraini, A., Yulia, R., Herawati, F., & Setiasih, S. (2019). The Relation between
Knowledge and Belief with Adult Patient’s Antibiotics Use Adherence. Jurnal
Manajemen dan Pelayanan Farmasi (Journal of Management and Pharmacy
Practice), 8(4), 165. https://doi.org/10.22146/jmpf.37441

Prihantana, A. S., & Wahyuningsih, S. S. (2016). Hubungan Pengetahuan dengan


Tingkat Kepatuhan Pengobatan pada Pada Pasien Tuberkulosis di RSUD dr.
Soehadi Prijonegoro Sragen. Farmasi Sains Dan Praktis, II(1), 47.

Salihu Dadari, H. I. (2019). Antibiotics use, knowledge and practices on antibiotic


resistance among breastfeeding mothers in Kaduna state (Nigeria). Journal of
Infection and Public Health. https://doi.org/10.1016/j.jiph.2019.05.008

Stinger, J. L. (2006). Basic Concepts in Pharmacology. New York: McGraw

Sunaryo. (2004). Psikologi Untuk Keperawatan. Jakarta. EGC

Tjay, T. H. (2007). Obat-Obat Penting Kasiat, Penggunaan dan Efek-Efek


Sampinganya. Jakarta: PT Elex Media Komputindo

Tong, S., Pan, J., Lu, S., & Tang, J. (2018). Patient compliance with antimicrobial
drugs: A Chinese survey. American Journal of Infection Control, 46(4), e25–
e29. https://doi.org/10.1016/j.ajic.2018.01.008

Tripathi, L., dan Tripathi J.N. (2003). Role of biotechnology in medicinal plants.
Tropical Journal of Pharmaceutical Research.
25

WHO, (2001). Iron Deficiency Anemia Assessment,prevention, and Control : Aguide


For Programme Managers. Geneva: WHO

WHO, (2004). Model Prescribing Information - Drugs Used in Bacterial Infections,


Geneva: WHO

WHO, (2011), Guidelines for the Management of Thypoid Fever. Geneva: WHO

WHO, (2014). Drug Resistance: Antimikrobial use. Geneva: WHO

Widayati, A. (2013). Pengetahuan mengenai antibiotika di kalangan mahasiswa


ilmu-ilmu kesehatan. Jurnal Farmasi Sains Dan Komunitas, 10(2).

Yarza, H. L., Yanwirasti, Y., & Irawati, L. (2015). Hubungan Tingkat Pengetahuan
dan Sikap dengan Penggunaan Antibiotik Tanpa Resep Dokter. Jurnal
Kesehatan Andalas, 4(1), 151–156. https://doi.org/10.25077/jka.v4i1.214

Yezli, S., Yassin, Y., Mushi, A., Maashi, F., Aljabri, N., Mohamed, G., … Alotaibi,
B. (2019). Knowledge, attitude and practice (KAP) survey regarding antibiotic
use among pilgrims attending the 2015 Hajj mass gathering. Travel Medicine
and Infectious Disease, 28(April 2018), 52–58.
https://doi.org/10.1016/j.tmaid.2018.08.004
26
27

Anda mungkin juga menyukai