Anda di halaman 1dari 27

Makalah Farmakoekonomi

Cost Minimization Analysis

Disusun oleh :

FARIDA HASIATI RATNA H 19340211


MUSTIKA BONTONG 19340231
IGA KUSUMADEWI 19340233
DARILA FLORENSIANA KORAIN 19340238
LIA WIDIYATI SELMURI 19340239

Dosen Pengampu: Ainun Wulandari, S.Farm., M.Sc, Apt

FAKULTAS FARMASI
PROGRAM STUDI APOTEKER
INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL
2020

i
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha
Esa, karena atas rahmat dan karunia yang telah diberikan, sehinga kami dapat menyusun
tugas farmakoekonomi ini dibuat agar teman-teman dapat mengerti dan memahami tentang
“Cost Minimization Analysis”.
Tugas ini disusun dengan baik dan sistematis, besar harapan penulis agar tugas ini
dapat memotivasi teman-teman sehingga mampu menerima segala informasi yang berkaitan
dengan pembelajaran.
Kami juga mengucapkan banyak terima kasih kepada teman-teman kelompok yang
telah banyak membantu dan bekerja sama dalam menyelesaikan tugas ini. Adapun kritik dan
saran yang membangun sangat kami harapkan guna kelancaran dan kesempurnaan dalam
proses belajar.

Jakarta, Maret 2020

Penulis

DAFTAR ISI

ii
KATA PENGANTAR................................................................................ i
DAFTAR ISI............................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................. 3
1.3 Tujuan................................................................................................ 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Cost Minimization Analysis ............................................... 4
2.2 Tujuan Cost Minimization Analysis ................................................ 4
2.3 Keunggulan dan Kelemahan Cost Minimization Analysis .............. 5
2.3.1 Keunggulan Cost Minimization Analysis .............................. 5
2.3.2 Kelemahan Cost Minimization Analysis................................. 6
2.4 Kegunaan Cost Minimization Analysis ............................................ 6
2.5 Contoh Penggunaan Cost Minimization Analysis di Bidang
Kesehatan ........................................................................................ 6
2.6 Tinjauan Diare………………………………………………….. 7
2.6.1 Pengertian Diare…………………………………………… 7
2.6.2 Etiologi……………………………………………………. 8
2.6.3 Patofisiologi……………………………………………….. 9
2.6.4 Manifestasi klinik………………………………………..... 9
2.6.5 Pemeriksaan Diagnostik…………………………………… 10
2.6.6 Pencegahan………………………………………………… 11
2.6.7 Penatalaksanaan…………………………………………… 12
2.8 Ceftriaxone ....................................................................................... 13
2.9 Cefotaxime ....................................................................................... 16
BAB III PEMBAHASAN
3.1 Pembahasan Cost Minimization Analysis ........................................ 19
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan ....................................................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Farmakoekonomi merupakan studi yang mengukur dan membandingkan antara biaya dan
hasil/konsekuensi dari suatu pengobatan. Tujuan farmakoekonomi adalah untuk memberikan
informasi yang dapat membantu para pembuat kebijakan dalam menentukan pilihan atas
alternatif - alternatif pengobatan yang tersedia agar pelayanan kesehatan menjadi lebih efisien
dan ekonomis.
Seiring dengan berkembangnya pelayanan farmasi klinik yang dilakukan oleh apoteker di
berbagai belahan dunia, maka ruang lingkup farmakoekonomi juga meliputi studi tentang
manfaat pelayanan farmasi klinik secara ekonomi. Hasil studi semacam ini bisa dimanfaatkan
untuk menjustifikasi apakah suatu bentuk pelayanan farmasi klinik dapat disetujui untuk
dilaksanakan di suatu unit pelayanan, ataukah suatu pelayanan farmasi klinik yang sudah
berjalan dapat terus dilanjutkan. Pihak-pihak yang berkepentingan dalam upaya menjadikan
pelayanan kesehatan lebih efisien dan ekonomis ditantang untuk mampu melakukan penilaian
menyeluruh terhadap suatu obat baik dari segi efektivitas obat maupun dari segi nilai
ekonomisnya. Untuk itu diperlukan bekal pengetahuan tentang prinsip prinsip farmakoekonomi
dan keterampilan yang memadai dalam melakukan evaluasi hasil studi farmakoekonomi.
Metode - metode analisis yang digunakan dalam farmakoekonomi meliputi Cost
Minimization Analysis, Cost Effectiveness Analysis, Cost Utility Analysis dan Cost Benefit
Analysis. Dalam makalah ini akan dijelaskan lebih lanjut mengenai pengertian, kegunaan,
kelebihan, kekurangan, dan contoh penggunan dari Cost Minimization Analysis.

Diare adalah suatu kondisi dimana seseorang buang air besar dengan konsistensi lembek
atau cair bahkan dapat berupa air saja dan frekuensinya lebih sering( biasanya tiga kali sehari
atau lebih) dalam satu hari. Diare dibedakan menjadi diari akut dan diare kronis. Diare akut lebih
sering terjadi pada bayi dari pada anak yang lebih besar. Penyebab terpenting diare cair akut
pada anak-anak di negara berkembang adalah rotavirus,Escherichia coli enterotoksigenik,
shigella, campylobacter jejuni dan cryptosporidium. Pengobatan empirik diindikasikan pada
pasien yang mengalami infeksi bakteri invasive, diare atau imunosupresif dengan obat pilihan

1
utama yaitu florokuinolon, namun penggunaan florokuinolon dapat menyebabkan artropati pada
anak dan remaja.

Golongan antibiotik yang paling sering digunakan adalah sefalosporin generasi ke III
dimana ceftriaxone dan cefotaxime. Ceftriaxone dan cefotaxime adalah obat antibiotic beta-
laktam golongan sefalosporin generasi ketiga berspektrum luas yang efek kerjanya dapat
mencapai system saraf pusat, keduanya dapat digunakan secara intravena ataupun intramuskuler.
Obat golongan ini dapat melakuan penetrasi ke dalam jaringan, cairan tubuh, cairan serebrosinal
serta dapat menghambat bakteri patogen Gram negatif dan positif. Cara kerja ceftriaxone dan
cefotaxime analog dengan penisilin yakni menghambat sintesis dinding sel bakteri dengan cara
menghambat transpeptidasi peptidoglikan dan mengaktifkan enzim autoloitik dalam dinding sel
yang menyebabkan rudapaksa sehingga bakteri mati.

Minimnya penelitian efektivitas antibiotik untuk penatalaksanaan diare akut di Indonesia


membuat banyaknya kandidat obat untuk mengatasi penyakit tersebut. Alternatif dalam
pemilihan obat yang sangat beragam, menyebabkan pengetahuan dalam farmakologi harus
diiringi dengan aspek ekonomi yang berperan dalam pemilihan obat yang terjangkau sehingga
memberikan hasil terapi yang optimal. Biaya kesehatan yang semakin meningkat akan membuat
sisi ekonomi penting untuk dipertimbangkan dalam memunculkan inovasi baru. Sampai saat ini
belum ada penelitian analisis biaya terkait strategi pemilihan obat untuk diare akut di Indonesia.
Analisis yang digunakan untuk membandingkan biaya dari dua atau lebih program dimana
tujuannya adalah untuk mengidentifikasi alternatif dengan biaya yang terendah dengan outcome
sama ialah Cost Minimization Analysis (CMA) atau Analisis Minimalisasi Biaya. Oleh karena
itu pada penelitian ini, akan dikaji terapi antibiotik mana diantara Ceftriaxone dan cefotaxime
yang mempunyai biaya terendah dengan asumsi outcome sama pada pasien diare akut.

1.2 Rumusan masalah


a. Apa yang dimaksud dengan Cost Minimization Analysis?
b. Apa tujuan dilakukan Cost Minimization Analysis?
c. Apa saja kelebihan dan kekurangan Cost Minimization Analysis?
d. Apa yang dimaksud dengan diare akut?
e. Terapi farmakologi seperti apakah untuk kasus tersebut?
1.3 Tujuan Penulisan

2
a. Memahami apa yang dimaksud dengan Cost Minimization Analysis
b. Memahami tujuan Cost Minimization Analysis
c. Memahami kelebihan dan kekurangan dari Cost Minimization Analysis
d. Mengetahui apa yang dimaksud dengan diare akut
e. Mengetahui terapi pengobatan yang digunakan pada jurnal yang diteliti

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Cost Minimization Analysis


Analisis minimalisasi biaya (cost-minimization analysis) adalah teknik analisis ekonomi
untuk membandingkan dua pilihan (opsi, option) intervensi atau lebih yang memberikan hasil
(outcomes) kesehatan setara untuk mengidentifikasi pilihan yang menawarkan biaya lebih
rendah.
Analisis minimalisasi biaya merupakan teknik yang menentukan intervensi mana yang
lebih murah biayanya berdasarkan studi-studi terdahulu, walaupun dari segi output (efektivitas)
belum tentu maksimal (fokus pada input). Teknik ini merupakan teknik yang paling sederhana.
Dapat disebut juga analisis biaya minimal. Merupakan teknik yang didesain untuk melakukan
pilihan diantara beberapa alternatif yang mungkin dilakukan dengan mendapatkan outcome yang
setara dengan melakukan identifikasi biaya yang dibutuhkan atau dikeluarkan dari alternative-
alternatif tersebut.
Cost Minimization Analysis (CMA) biasanya digunakan dalam industri kesehatan dan
merupakan metode yang digunakan untuk mengukur dan membandingkan biaya intervensi medis
yang berbeda.
2.2 Tujuan Cost Minimization Analysis
Analisis minimalisasi-biaya (CMA) hanya dapat digunakan untuk membandingkan dua
atau lebih intervensi kesehatan, termasuk obat, yang memberikan hasil yang sama, serupa, atau
setara atau dapat diasumsikan setara secara klinis. Karena hasil pengobatan dari intervensi
(diasumsikan) sama, yang perlu dibandingkan hanya satu sisi, yaitu biaya.
Dengan demikian, langkah terpenting yang harus dilakukan sebelum melakukan CMA
adalah menentukan kesetaraan (equivalence) dari intervensi (misalnya obat) yang akan dikaji.
Tetapi, karena jarang ditemukan dua terapi, termasuk obat, yang setara atau dapat dengan mudah
dibuktikan setara, penggunaan CMA agak terbatas, misalnya untuk membandingkan obat generik
berlogo (OGB) dengan obat generik bermerek dengan bahan kimia obat sejenis dan telah
dibuktikan kesetaraannya melalui uji bioavailabilitas-bioekuivalen (BA/BE). Atau
membandingkan obat standar dengan obat baru yang memiliki efek setara.

4
2.3 Keunggulan dan Kelemahan Cost Minimization Analysis
2.3.1 Keunggulan Cost Minimization Analysis

Keunggulan cost-minimization analysis adalah metode yang relatif mudah dan sederhana
untuk membandingkan alternatif pengobatan selama ekuivalen terapeutik dari alternatif telah
dibandingkan. Cost minimisasi adalah yang paling simpel dari semua perangkat
farmakoekonomi yang mana membandingkan dua jenis obat yang sama efikasi dan toleransinya
terhadap satu pasien. Ekivalen terapeutik harus direferensikan olehpeneliti dalam melaksanakan
studi ini, yang mana harus dilampirkan sebelum cost-minimization analysis itu diterapkan. Oleh
karena efikasi dan toleransi adalah sama, maka tidak diperlukan efikasiumum sebagai titik tolak
pertimbangan (yang mana biasa sering dipakai dalam studicost effectiveness). Peneliti disini
boleh mengesampingkan harga/kesembuhan ataupun harga/tahun karena hal ini tidak begitu
berpengaruh. Yang penting dalamstudi cost-minimization analysis ini adalah menghitung semua
harga termasuk penelitian dan penelusuran yang berhubungan dalam pengantaran intervensi
terapeutik tersebut.

Secara historis cost-minimization analysis direkomendasikan untuk evaluasi percobaan


ekonomidalam menemukan adanya suatu perbedaan yang signifikan dalam suatu efektivitas.
kemudahan dalam analisis, dan interpretasi. Cost-minimization analysisakan sesuai bila
digunakan untuk percobaan acak yang dirancang untuk menguji hipotesis kesetaraan eksplisit
atau non-inferiorityantara dua terapi. cost-minimization analysis juga dibenarkan untuk suatu
perbandingan antar obat dalam kelas farmakologis yang sama, sesuai dengan penelitian
sebelumnyaatau efektivitas yang sama. Bias yang minimal pada cost-minimization analysis dapat
diprediksi di awaluntuk beberapa percobaan non-inferioritas di mana ada perbedaan substansial
dalambiaya pengobatan yang mungkin untuk melihat perbedaan yang masuk akal dalam
keberhasilan atau biaya lainnya. Cost minimisasi analisis adalah yang paling simpel dari semua
perangkat farmakoekonomi yang mana membandingkan dua jenis obat yang sama efikasi
dantoleransinya terhadap satu pasien.

5
2.3.2 Kelemahan Cost Minimization Analysis

Kekurangan yang nyata dari cost minimization analysis yang mendasari sebuah analisis
adalah pada asumsi pengobatan dengan hasil yang ekivalen. Jika asumsi tidak benar, dapat
menjadi tidak akurat, pada akhirnya studi menjadi tidak bernilai. Pendapat kritis cost
minimization analysis hanya digunakan untuk prosedur hasil pengobatan yang sama.Cost-
minimization analysis hanya menunjukkan biaya yang diselamatkan dari satu pengobatan atau
program terhadap pengobatan ataupun program yang lain. cost-minimization analysis tidak
berfungsi ditandai dengan adanya situasi yang jarang.

2.4 Kegunaan Cost Minimization Analysis


Cost minimization analysis digunakan untuk menguji biaya relatif yang
dihubungkan dengan intervensi yang sama dalam bentuk hasil yang diperoleh. Cost-
minimization analysis digunakan ketika dua intervensi telah terbukti untuk menghasilkan sama,
atau serupa. Jika dua terapi dianggap setara, maka hanya biaya intervensi yang perlu
dipertimbangkan.

2.5 Contoh Penggunaan Analisis di Bidang Kesehatan


 Perbandingan Analisis Biaya Minimalisasi Pasien Rawat Jalan dan Rawat Inap
Berdasarkan pada studi yang dilakukan oleh Farmer et al. memperkirakan biaya yang
berkaitan dengan pemberian gel prostaglandin E2 intracervical untuk ibu hamil pada hari
sebelum bersalin yang digunakan untuk induksi (membantu pematangan leher rahim). Mereka
membandingkan biaya 1) Aplikasi gel dengan periode pemantauan selama 2 jam kemudian
mengirim kembali ibu untuk bermalam dirumah dan dibandingkan dengan 2) aplikasi gel dengan
periode pemantauan selama 2 jam dan kemudian ibu hamil bermalam di rumah sakit. Kedua
kelompok menerima oksitosin keesokan harinya untuk merangsang terjadinya persalinan.
Sudut pandang yang dilihat adalah dari pembayar. Jadi, hanya biaya medis yang
disertakan. Penulis mengumpulkan dan membandingkan biaya yang terkait dengan persalinan
dan kelahiran tetapi tidak termasuk biaya perawatan bayi yang baru lahir antara dua kelompok
tersebut. Karena obat yang sama diberikan dengan dosis yang sama, penulis mengharapkan hasil
dari kedua kelompok harus sama. Selain itu, mereka mengukur hasil pada ibu (misalnya, persen

6
Caesar dilakukan, jumlah oxytosin diperlukan) dan tidak menemukan perbedaan statistik antara
kelompok tersebut.
2.6 Tinjauan Diare
2.6.1 Pengertian Diare
Diare didefenisikan sebagai suatu kondisi di mana terjadi perubahan dalam kepadatan
dan karakter tinja dan tinja air di keluarkan tiga  kali atau lebih per hari (Ramaiah, 2007:13).
Diare tejadi akibat pencernaan bakteri E.COLI terhadap makanan. Bakteri ini sangat senang
berada dalam tinja manusia, air kotor, dan makanan basi. Untuk mencegah terjadinya diare,
makanan yang diberikan kepada anak harus hygenis. Jangan lupa juga untuk selalu mencuci
tangan dengan bersih (Widjaja. 2005:26). Menurut Suradi, dan Rita (2001), diare diartikan
sebagai suatu keadaan dimana terjadinya kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan yang
terjadi karena frekuensi buang air besar satu kali atau lebih dengan bentuk encer atau cair.
Enteritis adalah infeksi yang disebabkan virus maupun bakteri pada traktus intestinal (misalnya
kholera, disentri amuba). Diare psikogenik adalah diare yang menyertai masa ketegangan saraf /
stress. Jika ditilik definisinya, diare adalah gejala buang air besar dengan konsistensi feses (tinja)
lembek, atau cair, bahkan dapat berupa air saja. Frekuensinya bisa terjadi lebih dari dua kali
sehari dan berlangsung dalam jangka waktu lama tapi kurang dari 14 hari. Seperti diketahui,
pada kondisi normal, orang biasanya buang besar sekali atau dua kali dalam sehari dengan
konsistensi feses padat atau keras. Jadi diare dapat diartikan suatu kondisi, buang air besar yang
tidak normal yaitu lebih dari 3 kali sehari dengan konsistensi tinja yang encer dapat disertai atau
tanpa disertai darah atau lendir sebagai akibat dari terjadinya proses inflamasi pada lambung atau
usus.
2.6.2 Etiologi Diare
Menurut Dr. Haikin Rachmat, MSc., penyebab diare dapat diklasifikasikan menjadi enam
golongan:
1. Infeksi yang disebabkan bakteri, virus atau parasit.
2. Adanya gangguan penyerapan makanan atau disebut malabsorbsi.
3. Alergi.
4. Keracunan bahan kimia atau racun yang terkandung dalam makanan.
5. Imunodefisiensi yaitu kekebalan tubuh yang menurun.
6. Penyebab lain.

7
        Direktur Pemberantasan Penyakit Menular Langsung (PPML), Ditjen Pemberantasan
Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan (P2MPL) Depkes yang sering ditemukan di
lapangan adalah diare yang disebabkan infeksi dan keracunan. Setelah melalui pemeriksaan
laboratorium, sumber penularannya berasal dari makanan atau minuman yang tercemar virus.
Konkretnya, kasus diare berkaitan dengan masalah lingkungan dan perilaku. Perubahan dari
musim kemarau ke musim penghujan yang menimbulkan banjir, kurangnya sarana air bersih, dan
kondisi lingkungan yang kurang bersih menyebabkan meningkatnya kasus diare. Fakta yang ada
menunjukkan sebagian besar pasien ternyata tinggal di kawasan kurang bersih dan tidak sehat.
            Saat persediaan air bersih sangat terbatas, orang lantas menggunakan air sungai yang
jelas-jelas kotor oleh limbah. Bahkan menjadi tempat buang air besar. Jelas airnya tak bisa
digunakan. Jangan heran kalau kemudian penderita diare sangat banyak karena menggunakan air
yang sudah tercemar oleh kuman maupun zat kimia yang meracuni tubuh. Masalah perilaku juga
bisa menyebabkan seseorang mengalami diare. Misalnya, mengkonsumsi makanan atau
minuman yang tidak bersih, sudah tercemar, dan mengandung bibit penyakit. Jika daya tahan
tubuh ternyata lemah, alhasil terjadilah diare.
            Diare dapat disebabkan dari faktor lingkungan atau dari menu makanan. Faktor
lingkungan dapat menyebabkan anak terinfeksi bakteri atau virus penyebab diare. Makanan yang
tidak cocok atau belum dapat dicerna dan diterima dengan baik oleh anak dan keracunan
makanan juga dapat menyebabkan diare.
Kadang kala sulit untuk mengetahui penyebab diare. Diare dapat disebabkan oleh infeksi pada
perut atau usus. Peradangan atau infeksi  usus oleh agen penyebab :
1. Faktor infeksi : Bakteri, virus, parasit, kandida
2. Faktor parenteral : infeksi di bagian tubuh alin (OMA sering terjadi pada anak-anak)
3. Faktor malbabsorpsi : karbohidrat, lemak, protein
4. Faktor makanan : makanan basi, beracun, terlampau banyak lemak, sayuran yang
dimasak kurang matang, kebiasaan cuci tangan
5. Faktor psikologis : rasa takut, cemas

8
2.6.3 Patofisiologi
Penyakit ini dapat terjadi karena kontak dengan tinja yang terinfeksi secara langsung,
seperti:
1. Makan dan minuman yang sudah terkontaminasi, baik yang sudah dicemari oleh serangga
atau terkontaminasi oleh tangan kotor.
2. Bermain dengan mainan terkontaminasi apalagi pada bayi sering memasukkan
tangan/mainan/apapun kedalam mulut. Karena virus ini dapat bertahan dipermukaan
udara sampai beberapa hari.
3. Penggunaan sumber air yang sudah tercemar dan tidak memasak air dengan air yang
benar.
4. Tidak mencuci tangan dengan bersih setelah selesai buang air besar.
Mekanisme dasar penyebab timbulnya diare adalah adanya peningkatan bising usus dan
sekresi isi usus sebagai upaya tubuh untuk mengeluarkan agen iritasi atau agen infeksi. Selain itu
menimbulkan gangguan sekresi akibat toksin di dinding usus, sehingga sekresi air dan elektrolit
meningkat kemudian terjadi diare dan absorpsi air serta elektrolit terganggu. Sebagai
homeostasis tubuh, sebagai akibat dari masuknya agen pengiritasi pada kolon, maka ada upaya
untuk segera mengeluarkan agen tersebut. Sehingga kolon memproduksi mukus dan HCO3 yang
berlebihan yang berefek pada gangguan mutilitas usus yang mengakibatkan hiperperistaltik dan
hipoperistaltik. Akibat dari diare itu sendiri adalah kehilangan air dan elektrolit (dehidrasi) yang
mengakibatkan gangguan asam basa, gangguan gizi, dan gangguan sirkulasi darah.
2.6.4 Manifestasi Klinik
1. Bising usus meningkat, sakit perut atau mules
2. Diare, vomitus, tanda dehidrasi (+)
3. Asidosis, hipokalemia, hipotensi, oliguri, syok, koma
4. Pemeriksaan mikro organisme (+) ( misalnya amoeba)
5. Bisa ada darah dan mukus (lendir) dalam feses (misalnya pada disentri amuba)
6. Sering buang air besar dengan konsistensi tinja cair atau encer. 
7. Terdapat tanda dan gejala dehidrasi; turgor kulit jelek (elastisitas kulit menurun), ubun-
ubun dan mata cekung, membran mukosa kering
8. Kram abdominal
9. Demam

9
10. Mual dan muntah
11. Anoreksia
12. Lemah
13. Pucat
14. Perubahan tanda-tanda vital; nadi dan pernapasan cepat
15. Menurun atau tidak ada pengeluaran urine
                Diare akut karena infeksi dapat disertai muntah-muntah, demam, tenesmus,
hematoschezia, nyeri perut dan atau kejang perut. Akibat paling fatal dari diare yang berlangsung
lama tanpa rehidrasi yang adekuat adalah kematian akibat dehidrasi yang menimbulkan renjatan
hipovolemik atau gangguan biokimiawi berupa asidosis metabolik yang berlanjut. Seseoran yang
kekurangan cairan akan merasa haus, berat badan berkurang, mata cekung, lidah kering, tulang
pipi tampak lebih menonjol, turgor kulit menurun serta suara menjadi serak. Keluhan dan gejala
ini disebabkan oleh deplesi air yang isotonik.
2.6.5 Pemeriksaan Diagnostik
1. Riwayat alergi pada obat-obatan atau makanan
2. Kultur tinja
3. Pemeriksaan elektrolit, BUN, creatinin, dan glukosa
4. Pemeriksaan tinja; pH, lekosit, glukosa, dan adanya darah
2.6.6 Pencegahan
Penyakit diare dapat dicegah melalui ( Widoyono, 2005: 151 )
1. Menggunakan air bersih
Tanda-tanda air bersih :
 Tidak berwarna
 Tidak berbau
 Tidak berasa
2. Memasak air sampai mendidih sebolum diminum untuk mematikan sebagian besar
kuman penyakit
3. Membuang tinja bayi dan anak-anak dengan benar.
4. Pencegahan muntaber bisa dilakukan dengan mengusahakan lingkungan yang bersih dan
sehat.
 Usahakan untuk selalu mencuci tangan sebelum menyentuh makanan.

10
 Usahakan pula menjaga kebersihan alat-alat makan.
 Sebaiknya air yang diminum memenuhi kebutuhan sanitasi standar di lingkungan tempst
tinggal. Air dimasak benar-benar mendidih, bersih, tidak berbau, tidak berwarna dan
tidak berasa.
 Tutup makanan dan minuman yang disediakan di meja.
 Setiap kali habis pergi usahakan selalu mencuci tangan, kaki, dan muka.
2.6.7 Penatalaksanaan
           Penanggulangan kekurangan cairan merupakan tindakan pertama dalam mengatasi pasien
diare. Hal sederhana seperti meminumkan banyak air putih atau oral rehidration solution (ORS)
seperti oralit harus cepat dilakukan. Pemberian ini segera apabila gejala diare sudah mulai timbul
dan kita dapat melakukannya sendiri di rumah. Kesalahan yang sering terjadi adalah pemberian
ORS baru dilakukan setelah gejala dehidrasi nampak.
           Pada penderita diare yang disertai muntah, pemberian larutan elektrolit secara intravena
merupakan pilihan utama untuk mengganti cairan tubuh, atau dengan kata lain perlu diinfus.
Masalah dapat timbul karena ada sebagian masyarakat yang enggan untuk merawat-inapkan
penderita, dengan berbagai alasan, mulai dari biaya, kesulitam dalam menjaga, takut bertambah
parah setelah masuk rumah sakit, dan lain-lain. Pertimbangan yang banyak ini menyebabkan
respon time untuk mengatasi masalah diare semakin lama, dan semakin cepat penurunan kondisi
pasien kearah yang fatal.
             Diare karena virus biasanya tidak memerlukan pengobatan lain selain ORS. Apabila
kondisi stabil, maka pasien dapat sembuh sebab infeksi virus penyebab diare dapat diatasi sendiri
oleh tubuh (self-limited disease).
             Diare karena infeksi bakteri dan parasit seperti Salmonella sp, Giardia lamblia,
Entamoeba coli perlu mendapatkan terapi antibiotik yang rasional, artinya antibiotik yang
diberikan dapat membasmi kuman.
Oleh karena penyebab diare terbanyak adalah virus yang tidak memerlukan antibiotik, maka
pengenalan gejala dan pemeriksaan laboratorius perlu dilakukan untuk menentukan penyebab
pasti. Pada kasus diare akut dan parah, pengobatan suportif didahulukan dan terkadang tidak
membutuhkan pemeriksaan lebih lanjut kalau kondisi sudah membaik.
Adapun  penatalaksanaan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:

11
1. Banyak minum
2. Rehidrasi perinfus
3. Antibiotika yang sesuai
4. Diit tinggi protein dan rendah residu
5. Obat anti kolinergik untuk menghilangkan kejang  abdomen
6. Tintura opium dan paregorik  untuk mengatasi diare (atau obat lain)
7. Transfusi bila terjadi perdarahan
8. Pembedahan bila terjadi perforasi
9. Observasi keseimbangan cairan
10. Cegah komplikasi

2.8 Ceftriaxone
Ceftriaxone adalah obat yang digunakan untuk mengatasi berbagai infeksi bakteri. Obat
ini bekerja dengan cara menghambat pertumbuhan bakteri atau membunuh bakteri dalam tubuh.
Contoh infeksi bakteri yang dapat disembuhkan ceftriaxone adalah penyakit gonore dan infeksi
bakteri lainnya. Selain itu, obat ini juga dapat digunakan untuk mencegah infeksi pada luka
operasi. Karena ceftriaxone merupakan antibiotik, maka obat ini tidak dapat digunakan untuk
mengatasi infeksi akibat virus, seperti  flu .

Merek dagang: Betrix, Bioxon, Broadced, Cefriex. Cefsix, Ceftricor, Ceftrimax, Cefxon,
Criax, Elpicef, Foricef, Futaxon, Gracef, Intricef, Intrix, Racef, Renxon, Rixone, Solafexone,
Terfacef, Tricefin, Trijec

Tentang Ceftriaxone

Golongan  Antibiotik sefalosporin

Kategori Obat resep


Manfaat  Mengobati dan mencegah infeksi bakteri
Digunakan oleh  Dewasa dan anak-anak
Bentuk obat Suntik
Kategori kehamilan Kategori B: Studi pada binatang percobaan tidak memperlihatkan
dan menyusui adanya risiko terhadap janin, namun belum ada studi terkontrol pada

12
wanita hamil.Studi pada wanita memperlihatkan risiko yang kecil
pada bayi jika digunakan

Peringatan:

 Beri tahu dokter jika mengalami alergi terhadap obat atau bahan tertentu, terutama obat
yang mengandung ceftriaxone.
 Harap berhati-hati jika menderita penyakit liver, ginjal, gangguan pencernaan (seperti
colitis), serta penyakit kantong empedu.
 Obat ini tidak disarankan untuk bayi yang baru lahir dengan kadar bilirubin darah yang
tinggi dan bayi prematur karena dapat meningkatkan risiko terjadinya efek samping dari
obat.
 Beri tahu dokter sebelum melakukan vaksinasi karena obat ini dapat berpengaruh pada
vaksinasi bakteri hidup, seperti vaksin tifus.
 Konsultasikan pada dokter jika sedang menggunakan obat lainnya, termasuk obat bebas
dan produk herbal, terutama sebelum menjalankan prosedur operasi atau tindakan medis
lainnya.
 Obat ini juga dapat mengacaukan hasil tes laboratorium, terutama tes glukosa pada urine.
 Jika terjadi reaksi alergi atau overdosis, segera temui dokter.

Dosis Ceftriaxone

Dosis akan disesuaikan dengan jenis dan tingkat keparahan infeksi serta kondisi kesehatan
pasien. Berikut ini adalah dosis penggunaan ceftriaxone:

Kondisi Dosis
Gonore Dewasa: 250 mg sebagai dosis tunggal yang disuntikan ke
dalam otot.
Infeksi bakteri Anak-anak sampai usia 12 tahun: 20-50 mg/kg berat badan
(BB) satu kali sehari, yang disuntikkan ke dalam pembuluh
darah vena secara perlahan melalui infus selama 30 menit.
Dosis dapat ditingkatkan sampai 80 mg/kgBB.Bayi baru
lahir: dosis maksimal 50 mg/kgBB melalui infus selama 60
menit.Dewasa: 1 g satu kali sehari yang disuntikkan ke

13
dalam otot atau pembuluh darah vena selama 2-4 menit.
Dosis dapat ditingkatkan sampai 2-4 g per hari.
Pencegahan infeksi luka operasi Dewasa: 1 gram sebagai dosis tunggal yang disuntikkan ke
dalam pembuluh darah vena atau otot, 30 menit - 2 jam
sebelum operasi.

Interaksi Obat

Ceftriaxone dapat berinteraksi jika digunakan bersama dengan obat lain. Contoh interaksi yang
dapat terjadi, antara lain adalah:

 Dapat menyebabkan pegendapan kristal pada paru-paru dan ginjal jika digunakan
bersama dengan cairan infus yang mengandung kalsium.
 Menghilangkan efek dari vaksin BCG dan tifus.
 Meningkatkan efek warfarin.
 Kadarnya dapat meningkat bila digunakan bersama probenecid.
 Dapat meningkatkan efek racun dari aminoglikosida terhadap ginjal

Kenali Efek Samping dan Bahaya Ceftriaxone

Sama seperti obat-obat lain, ceftriaxone juga berpotensi menyebabkan efek samping.
Beberapa efek samping yang mungkin terjadi setelah menggunakan antibiotik ini adalah:

 Nyeri tenggorokan
 Nyeri perut.
 Mual.
 Muntah.
 Diare.
 Feses menjadi hitam.
 Napas pendek.

2.9 Cefotaxim

Cefotaxim adalah salah satu obat antibiotik sefalosporin yang berfungsi untuk membunuh
bakteri penyebab infeksi. Obat ini bekerja dengan membunuh bakteri dan mencegah
14
pertumbuhannya. Karena manfaatnya untuk membasmi bakteri, antibiotik ini tidak efektif untuk
mengobati infeksi akibat virus, seperti flu. Jenis infeksi yang bisa ditangani dengan cefotaxim
beragam. Di antaranya adalah sepsis (infeksi dalam darah), meningitis, peritonitis (infeksi pada
selaput yang melapisi rongga perut), gonore (kencing nanah), serta osteomielitis (infeksi pada
tulang). Penggunaan antibiotik ini juga bisa untuk mencegah infeksi pada luka operasi.

Merek dagang: Biocef, Cefotaxime, Cepofion, Clatax, Fobet, Goforan, Kalfoxim, Procefa,
Simexim, Quofota

Tentang Cefotaxim

Golongan Antibiotik sefalosporin


Kategori Obat resep
Manfaat  Menangani infeksi akibat bakteri
 Mencegah infeksi luka operasi

Digunakan oleh Dewasa dan anak-anak


Kategori kehamilan Kategori B: studi pada binatang percobaan tidak memperlihatkan adanya
dan menyusui risiko terhadap janin, namun belum ada studi terkontrol pada wanita
hamil.Cefotaxim dapat diserap ke dalam ASI. Bagi ibu menyusui,
konsultasikan terlebih dahulu kepada dokter sebelum menggunakan obat
ini agar dokter dapat mempertimbangkan manfaat dan risikonya.
Bentuk obat Suntik

Dosis Cefotaxim

Kondisi Usia Dosis


Gonore Dewasa 0,5-1 g sekali suntik melalui otot
(intramuskular), selama 3-5 menit secara
perlahan melalui pembuluh darah
(intravena), atau selama 20-60 menit
melalui infus.
Infeksi tulang dan otot, sistem saraf Dewasa 1-2 g tiap 8-12 jam, tergantung dari
pusat, area kelamin, panggul, perut, tingkat keparahan. Suntikan dapat
saluran pernapasan, atau infeksi kulit diberikan melalui otot, melalui pembuluh
darah selama 3-5 menit secara perlahan,
atau melalui infus selama 20-60 menit.
Dosis maksimal per hari adalah 12 g.
Anak-anak (usia 0- 50 mg/kgBB badan, tiap 12 jam, melalui
1 minggu) pembuluh darah.
Anak-anak (usia di 50 mg/kgBB badan, tiap 8 jam, melalui

15
atas 1-4 minggu) pembuluh darah. 
Anak-anak (usia 1 50-180 mg/kgBB, dibagi dalam 4-6 kali
bulan-12 tahun) pemberian, melalui suntikan otot atau
dengan berat badan pembuluh darah.
di  atas 50kg
Sepsis Dewasa  6-8 g per hari, dibagi dalam 3-4 kali
pemberian, dan diberikan melalui otot,
melalui pembuluh darah secara perlahan
selama 3-5 menit, atau melalui infus
selama 20-60 menit.
Pencegahan infeksi luka operasi Dewasa 1 g, 30-90 menit sebelum tindakan
operasi. Dapat diberikan sekaligus melalui
otot, secara perlahan selama 3-5 menit
melalui pembuluh darah, atau selama 20-
60 menit melalui infus.Untuk operasi
caesar, suntikan sebanyak 1 g akan
dilakukan setelah tali pusat dijepit. Disusul
dengan 2 suntikan melalui otot atau
pembuluh darah, 6-12 jam setelahnya.

Interaksi Obat

Efek toksik pada ginjal akan meningkat jika cefotaxim digunakan bersama dengan
aminoglikosida. Selain itu, kadar cefotaxim dalam darah juga dapat meningkat jika
dikombinasikan dengan probenecid.

Kenali Efek Samping dan Bahaya Cefotaxim

Tiap obat berpotensi menyebabkan efek samping, demikian pula dengan cefotaxim. Beberapa
efek samping yang mungkin timbul setelah menggunakan antibiotik ini meliputi:

 Diare
 Pusing
 Nyeri atau pembengkakan di bagian yang disuntik
 Ruam kulit
 Demam.

16
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Analisis Minimalisasi Biaya Penggunaan Antibiotik ceftriaxone dan cefotaxime pada
pasien diare akut.

17
Terapi utama pada diare akut anak di RSUD dr. Chasbullah Abdulmadjid menggunakan
cairan infus yaitu Ringer Lactate, Ka-En 3B, NaCl 0,9%, Dextrose 5%, Asering, Tridex 27A
(Tabel 1). Hal ini ditujukan untuk mengganti cairan tubuh yang hilang akibat dehidrasi selama
berlangsungnya diare. Terapi cairan intravena berguna untuk memperbaiki keadaan seperti
asidosis metabolik, sedangkan pemerian dextrosa berfungsi sebagai sumber energi bagi tubuh,
dimana dextrosa disimpan dalam tubuh sebagai lemak, serta di otot dan hati sebagai glikogen.
Dextrosa dimetabolisme menjadi karbondioksida dan air yang bermanfaat untuk hidrasi tubuh
(Siswidiasari et al., 2014).

Tabel 1. Gambaran Terapi Pasien Diare Akut Anak di RSUD dr. Chasbullah Abdulmadjid
Periode Januari – Desember 2017

Pasien dengan Pasien dengan


Ceftriaxone % Cefotaxime %
Infus
NaCl 0,9% 100 ml 12 60% 5 25%

Ringer Lactate 10 50% 7 35%

Ka-En 3B 7 35% 9 45%

NaCl 0,9% 500 ml 1 5% 1 5%

Dextrose 5% 100 ml 1 5%

Asering 1 5% 2 10%

Tridex 27A 1 5% 5 25%

Injeksi

Ranitidine 11 55% 4 20%

Dexamethasone 6 30% 2 10%

Sibital 1 5%

Ondansetron 2 10% 6 30%

Grant 1mg 1 5% 1 5%

Paracetamol 1 5% 5 25%

Rectal

Stesolid Rectal 1 5%

Oral

L-Bio 11 55% 18 90%

Zink Syrup 10mg/5ml 6 30% 1 5%

Paracetamol Syrup 4 20% 6 30%

Zink 20 mg tablet 6 30% 10 50%

Domperidone Syrup 1 5%

18
Paracetamol 500 mg tablet 2 10%

Nystatin Drop 1 5%

Pada saat diare tubuh akan kehilangan zink, sehingga perlu diberikan terapi zink. Zink
dapat membantu penyembuhan diare serta menjaga agar anak tetap sehat. Zink merupakan salah
satu zat gizi mikro yang penting untuk kesehatan dan pertumbuhan anak. Zink sebagai obat diare
memberikan manfaat diantaranya, 20% lebih cepat sembuh jika anak diare diberi zink, 20%
risiko diare lebih dari 7 hari berkurang, 18-59% mengurangi jumlah tinja dan mengurangi risiko
diare berikutnya 2-3 bulan kedepan (Udayani, 2015).

Antiemetik (ondansetron, domperidone, grant) yang diberikan pada pasien diare


ditujukan untuk mengurangi efek mual dan muntah yang ditimbulkan akibat diare akut anak.
Penggunaan antipiretik (paracetamol) pada pasien diare ditujukan untuk analgetik dan antipiretik
yakni sebagai penurun suhu tubuh pasien dengan gejala demam yang timbul akibat diare akut
anak yang biasa disebabkan oleh aktivitas invasif patogen. Penggunaan antasida dan H2 bloker
(ranitidine) pada pasien diare ditujukan untuk menetralkan asam lambung sehingga berguna
untuk menghilangkan nyeri, antasida tidak mengurangi volume HCl yang dikeluarkan lambung,
tetapimampu menetralisir atau meningkatkan pH lambung, sedangkan H2 bloker merupakan
suatu histamin antagonis reseptor H2 dan mengurangi sekresi asam lambung (Siswidiasari et al.,
2014).

Pengobatan empirik diindikasikan pada pasien yang mengalami infeksi bakteri invasif,
diare atau imunosupresif dengan obat pilihan utama yaitu florokuinolon, namun penggunaan
florokuinolon dapat menyebabkan artropati pada sendi sehinga tidak boleh digunakan pada anak
dan remaja. Penggunaan fluorokuinolon harus dilakukan secara sangat hati-hati, hanya
digunakan untuk infeksi berat yang mengancam kehidupan, Multi Drug Resistance atau gagal
terapi dengan antibiotik lain atau infeksi bakteri yang mempunyai respons baik dengan
fluorokuinolon (Sudoyo et al., 2006).

Pada penelitian lain golongan antibiotik yang paling sering digunakan adalah sefalosporin
generasi ke III (69,23%). Hasil temuan penelitian ini serupa dengan hasil penelitian yang
dilakukan di India menyatakan penggunaan sefalosporin generasi 3 pada diare akut anak yang
cukup besar yaitu 40%.

19
Ceftriaxone dan cefotaxime adalah obat antibiotik beta-laktam golongan sefalosporin
generasi ketiga berspektrum luas yang efek kerjanya dapat mencapai sistem saraf pusat,
keduanya dapat digunakan secara intravena ataupun intramuskuler. Obat golongan ini dapat
melakuan penetrasi ke dalam jaringan, cairan tubuh, cairan serebrosinal serta dapat menghambat
bakteri pathogen gram negatif dan positif. Cara kerja ceftriaxone dan cefotaxime analog dengan
penisilin yakni menghambat sintesis dinding sel bakteri dengan cara menghambat transpeptidasi
peptidoglikan dan mengaktifkan enzim autoloitik dalam dinding sel yang menyebabkan
rudapaksa sehingga bakteri mati (Triono & Purwoko, 2012).

Tabel 2. Distribusi Pasien Diare Akut Anak di RSUD dr.Chasbullah Abdulmadjid


Berdasarkan Lama Hari Rawat Periode Januari – Desember 2017

Pasien dengan Ceftriaxone Pasien dengan Cefotaxime


Lama Rawat Inap
(hari) n % Jumlah Hari n % Jumlah Hari
1 0 0 0 0 0 0
2 1 5% 2 1 5% 5
3 6 30% 18 4 20% 12
4 6 30% 24 5 25% 20
5 5 25% 25 3 15% 15
6 1 5% 6 2 10% 12
7 0 0% 0 2 10% 14
8 0 0% 0 2 10% 16
9 0 0% 0 1 5% 9
10 1 5% 10 0 0 0
Total 20 100% 85 20 100% 103
Rata-rata 4,25 5,15

Berdasarkan Tabel 2 jumlah pasien dengan terapi antibiotik ceftriaxone berjumlah 20


pasien dengan rata-rata lama hari rawat 4 hari, dan pasien dengan terapi antibiotik
cefotaxime berjumlah 20 pasien dengan rata-rata lama hari rawat 5 hari. Pada penelitian
tersebut terdapat dua jenis antibiotik yang digunakan dalam pengobatan yaitu ceftriaxone
dan cefotaxime. Setelah diuji dengan menggunakan uji statistik non-parametrik test dimana
nilai Sig. sebesar 0,213 dimana asumsi pada uji tersebut jika nilai Sig. < 0,05 maka tidak
terdapat perbedaan signifikan antara lama rata-rata rawat inap antara pasien dengan terapi
antibiotik ceftriaxone dengan cefotaxime. Rata-rata lama hari rawat inap yang paling cepat
adalah pasien dengan terapi antibiotik ceftriaxone.

20
Tabel 3. Perbandingan Rata-rata Total Biaya Langsung Medis Pada Diare Akut Anak
di RSUD dr.Chasbullah Abdulmadjid Periode Januari – Desember 2017

Terapi Antibiotik Ceftriaxone Terapi Antibiotik Cefotaxime


Komponen Biaya (n=20) (n=20)
Total (Rp) Rata-rata (Rp) Total (Rp) Rata-rata (RP)
Biaya Antibiotik 696,807 34,840 375,166 18,758
Biaya Obat Lain 3,423,488 171,174.40 3,041,134 152,057
Biaya Rawat Inap 6,093,750 304,688 6,769,750 338,488
Biaya Visite Dokter 2,715,000 135,750 3,119,500 155,975
Biaya Penunjang 14,097,850 704,893 16,486,600 824,330
Biaya Alat Kesehatan 1,399,891 69,994.55 1,703,497 85,175
BHP 1,068,720 53,436 1,365,000 68,250
Jumlah Total 29,495,506 1,474,775 32,860,647 1,643,032

Biaya yang dianalisis dalam penelitian ini adalah biaya medis langsung. Bedasarkan
Tabel 3 diketahui total biaya medis langsung dan rata-rata biaya medis langsung pasien dengan
menggunakan terapi antibiotik cefotaxime lebih besar dibandingkan dengan pasien yang
menggunakan terapi antibiotik ceftriaxone. Akan tetapi, berdasarkan analisis menggunakan uji
statistik non-parametrik didapatkan hasil p-Value 0,766 (Sig. > 0,05) yang berarti tidak tidak
terdapat perbedaan antara rata-rata total biaya terapi pasien diare akut anak yang menggunakan
antibiotik ceftriaxone dengan cefotaxime.

Dilihat dari perbandingan tabel diatas biaya rata-rata yang didapat pada kelompok
ceftriaxone (Rp 1,474,775) lebih rendah dibandingkan dengan kelompok cefotaxime (Rp
1,643,032), hal ini menunjukkan bahwa hasil pengobatan antibiotik ceftriaxone lebih rendah
dibandingkan kelompok cefotaxime, dan lama hari rawat (LOS) pada kategori kelompok
antibiotik ceftriaxone lebih singkat.

Menurut Sudra (2009), lama hari rawat dilihat dari aspek medis dan aspek ekonomis.
Aspek medis dinyatakan bahwa semakin panjang lama dirawat maka dapat menunjang kualitas
kerja medis kurang baik karena pasien harus dirawat lebih lama. Sebaliknya bila lama dirawat
semakin pendek dapat diambil pengertian bahwa kualitas kinerja medis baik. Aspek ekonomis
dinyatakan bahwa semakin panjang lama dirawat berarti semakin tinggi biaya yang nantinya
harus dibayar oleh pasien atau pihak keluarga. Lama hari rawat inap yang terlalu panjang akan
menimbulkan kerugian, antara lain, menambah beban biaya perawatan pasien atau keluarga
pasien, mengurangi cakupan pelayanan kesehatan rumah sakit, BOR (Bed Occupancy Rate)
menjadi meningkat dan menjadi pemborosan bagi rumah sakit (biaya operasional dari rumah
sakit akan lebih besar (Depkes RI, 2011). Lama hari rawat pasien juga turut dipengaruhi oleh
21
ketaatan diet pasien yang nantinya akan memberikan dampak terhadap intake dan status gizi
pasien. Ada beberapa pasien yang tidak patuh terhadap anjuran diet yang diberikan oleh ahli gizi.
Ketidak patuhan ini seperti pasien tidak memakan makanan yang diberikan oleh pihak rumah
sakit, akan tetapi intake pasien dipenuhi dari makanan yang dibeli atau dari luar rumah sakit
(selain diet yang diberikan) (Siswidiasari et al., 2014). Adapun hasil dari penelitian ini :

a. Biaya total langsung medis pada pasien penderita diare akut anak yang di rawat inap di
RSUD dr. Chasbullah Abdulmadjid periode Januari – Desember 2017 pada kelompok
antibiotik ceftriaxone Rp 29,460.506 dengan rata-rata biaya antibiotik Rp 34,840, biaya
obat lain Rp 171,174.40, biaya rawat inap Rp 304,688, biaya visite dokter Rp 135,750,
biaya penunjang Rp 704,893, biaya alat kesehatan Rp 69,994.55, BHP Rp 53,436. Pada
kelompok antibiotik cefotaxime Rp 32,860,647 dengan rata-rata biaya antibiotik Rp
18,758, biaya obat lain Rp 152,057, biaya rawat inap Rp 338,488, biaya visite dokter Rp
155,975, biaya penunjang Rp 824,330, biaya alat kesehatan Rp 85,175, BHP Rp 68,250.
b. Rata-rata lama rawat inap pasien penderita diare akut anak dengan antibiotik ceftriaxone
yaitu 4 hari dan pasien dengan antibiotik cefotaxime 5 hari, setelah diuji dengan statistik
non parametrik Mann-Whitney dimana nilai sig. >0,05 (0,213) yang dapat diasumsikan
bahwa tidak adanya perbedaan rata-rata lama hari rawat antara pasien diare akut anak
terapi antibiotik ceftriaxone dengan cefotaxime.
c. Tidak terdapat perbedaan signifikan (P=0,766) antara rata-rata total biaya terapi pasien
diare akut anak yang menggunakan antibiotik ceftriaxone (Rp 1,474,775) dengan
cefotaxime (Rp 1,643,032).

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Diare akut adalah suatu kondisi dimana seseorang buang air besar dengan
konsistensi lembek atau cair biasanya tiga kali atau lebih dalam satu hari, dengan
durasi kurang dari 2 minggu. Di negara berkembang, anak- anak menderita diare
lebih dari 12 kali per tahun dan hal ini yang menjadi penyebab kematian sebesar 15-

22
43% dari semua penyebab kematian. Penyebab utama kematian akibat diare karena
tata laksana yang tidak tepat. Diare yang diikuti dengan demam dan peningkatan
jumlah leukosit perlu diberikan antibiotik. Ceftriaxone dan cefotaxime merupakan
antibiotik sefalosporin generasi 3 yang paling banyak digunakan pada diare akut anak
dengan harga yang berbeda, sehingga diperlukan kajian farmakoekonomi untuk
menentukan terapi yang lebih efektif dan efisien. Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk mengetahui antibiotik yang lebih efisien dari segi biaya, yang digunakan dalam
terapi diare akut pada anak di RSUD dr. Chasbullah Abdulmadjid Bekasi periode
Januari – Desember 2017. Penelitian ini merupakan studi deskriptif dengan
menggunakan data rekam medis pasien rawat inap diare akut anak yang mendapatkan
antibiotik ceftriaxone atau cefotaxime. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara
statistik tidak ada perbedaan bermakna, rata-rata total biaya terapi menggunakan
ceftriaxone Rp. 1.474.775 dan cefotaxime Rp. 1.643.032.

DAFTAR PUSTAKA

Ainun Wulandari, Ester Marintan Purba. 2019. Analisis Biaya Minimum Penggunaan Antibiotik
Ceftriaxone dan Cefotaxime Pada Penderita Diare Akut Anak di RSUD dr.Chasbullah
Abdulmadjid Periode Januari – Desember 2017. Jurnal Fakultas Farmasi, Institut Sains
dan Teknologi Nasional, Jakarta Selatan
Behre, G.; Link, H.; Maschmeye, G.; P. U. Paaz, Meyer; Wilhelm, M.; Hiddemann,W., 1998,
Meropenem monotherapy versus combination therapy with ceftazidime and amikacin

23
for emprical treatment of febrile neutropenic patients, journal of Department of
Hematology/Oncology, University of Göttingen, Germany.
Cost Minimization Analysis. Encyclopedia of Behavioral Medicine. Available at
http://www.springerreference.com/docs/html/chapterdbid/346185.html
Depkes RI. (2011). Buku saku petugas kesehatan lintas diare. Departemen kesehatan RI, Jakarta
Farmer KC, Schwartz WJ, Rayburn WF, Turnbull G. A, 996. costminimization analysis of
intracervical PGE2 for cervical ripening in an outpatient versus inpatient setting.
Clinical Therapeutics
Helen Dakin, Sarah Wordsworth. 2013. Cost-Minimization analysis versus cost- effectiveness
analysis, revisited. Health economics Research Centre, University of Oxford,
UK.
McGraw-Hill. Pharmacoeconomics, 2011. Principles, Methods and Application.
Andrew HB, Bernie J. 2001. The Death of Cost Minimization Analysis. Health Economics
Newby D, Hill S. Use of pharmacoeconomics in prescribing research. 2003. Part 2: Cost
Minimization analysis—When are two therapies equal? Journal of Clinical
Pharmacy and Therapeutics
Taylor, Moira; Mutton, Ken; Mutton, Ken, 2007, Guidelines for the management of
neutropenic sepsis, Guidelines, Consultant Microbiologist, Stepping Hill
Hospital, Consultant Virologist, Christie Hospital & MRI.
Vogenberg R.F. 2001. Introduction to Applied Pharmacoeconomics. New York: McGraw-Hill.
Medical Publishing Division.

24

Anda mungkin juga menyukai