Anda di halaman 1dari 24

TUGAS FARMAKOEKONOMI

“ Metode Analisis dalam Faramakoekonomi”


Dosen: apt. Elvina Triana Putri M,Farm

Kelas Reguler C
Kelompok 1

Disusun Oleh :
Muhammad Haiqal Maulana (23340220)
Harsyah Fitri Ramadani (23340223)
Usi Dwi Meika (23340231)
Reny Listyowati (23340258)
Revlyana Pakaya (23340265)

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL
JAKARTA
2024
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur kami panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
limpahan dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyusun makalah ini dengan
baik dan tepat pada waktunya. Dalam makalah ini kami membahas mengenai
“METODE ANALISIS DALAM FARMAKOEKONOMI”.
Adapun penulisan dalam makalah ini, disusun secara sistematis dan
berdasarkan metode metode yang ada, agar mudah dipelajari dan dipahami
sehingga dapat menambah wawasan pemikiran pembaca.
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada
makalah ini. Oleh karena itu para pembaca untuk memberikan saran serta kritik
yang membangun makalah ini. Kritik konstruktif dari pembaca sangat kami
harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya. Akhir kata semoga makalah
ini dapat memberikan manfaat bagi semua pembaca.

Jakarta, 1 Maret 2024

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................2
DAFTAR ISI...........................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................4
1.1 Latar Belakang..........................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................5
1.3 Tujuan........................................................................................................5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................6
2.1 Definisi Farmakoekonomi.........................................................................6
2.2 Tujuan Analisis Farmakoekonomi.............................................................6
2.3 Manfaat Farmakoekonomi........................................................................7
2.4 Metode Analisis Farmakoekonomi............................................................7
2.5 Keuntungan dan Kerugian Metode Analisis Farmakoekonomi..............10
BAB III PEMBAHASAN....................................................................................12
3.1 Jurnal “Analisis Perbedaan Biaya Rill Dengan Tarif Ina Cbg’s Rumah
Sakit Pada Pasien Asma Peserta Jkn Di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit
Umum Xyz Jember”..........................................................................................12
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN..............................................................13
4.1 Hasil.........................................................................................................13
BAB V....................................................................................................................22
PENUTUP.............................................................................................................22
5.1 Kesimpulan..............................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................23

3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Manusia dalam menunjang kesehatannya diperlukan obat dalam
memperbaiki kualitas hidup, berbagai macam macam penyakit manusia
diantaranya : hipertensi, diabetes mellitus, kolesterol dan sebagainya
diperlukan obat yang tepat untuk penyembuhan penyakit tersebut. Obat bisa
diperoleh dari resep doketr atau tanpa resep dokter yang ditebus ke apotek
dan klinik terdekat. Biaya pelayanan kesehatan, khususnya biaya obat, telah
meningkat tajam beberapa dekade terakhir, dan kecenderungan ini tampaknya
akan terus berlanjut. Hal ini antara lain disebabkan populasi pasien usia lanjut
yang semakin banyak dengan konsekuensi meningkatnya penggunaan obat,
adanya obat-obat baru yang lebih mahal, dan perubahan pola pengobatan. Di
sisi lain, sumber daya yang dapat digunakan terbatas, sehingga harus dicari
cara agar pelayanan kesehatan menjadi lebih efisien dan ekonomis.
Perkembangan farmakoepidemiologi saat ini tidak hanya meneliti
penggunaan dan efek obat dalam hal khasiat (efficacy) dan keamanan (safety)
saja, tetapi juga menganalisis dari segi ekonominya. Studi khusus yang
mempelajari hal ini dikenal dengan nama farmakoekonomi.
Farmakoekonomi berperan penting dalam deskripsi dan analisis biaya
terapi suatu sistem pelayanan kesehatan, atau yang lebih spesifik
farmakoekonomi adalah suatu penelitian tentang proses identifikasi,
membandingkan dan mengukur biaya, keuntungan dan resiko suatu program
pelayanan dan terapi, serta menentukan alternatif yang terbaik (Andayani,
2013). Penerapan farmakoekonomi dapat dilakukan untuk membandingkan
kelebihan suatu obat dengan obat lain berdasarkan salah satu metode analisis
farmakoekonomi. (Putera, 2008). Analisis efektivitas biaya telah diterapkan
dalam masalah kesehatan, dengan program terapi yang ada maka dapat
dengan mudah diukur dalam uang dan outcome terapi diharapkan nantinya
adalah meningkatnya kesehatan pasien (Dipiro et al., 2005).

4
Farmakoekonomi juga dapat membantu pembuat kebijakan dan
penyedia pelayanan kesehatan dalam membuat keputusan dan mengevaluasi
keterjangkauan dan akses pengunaan obat yang rasional. Kunci utama dari
kajian farmakoekonomi adalah efisiensi dengan berbagai strategi yang dapat
dilakukan untuk mendapatkan manfaat semaksimal mungkin dengan sumber
daya yang digunakan. Terdapat empat jenis utama analisis farmakoekonomi
yaitu Cost Effectiveness Analysis (CEA); Cost Minimization Analysis
(CMA); Cost Utility Analysis (CUA) dan Cost Benefit Analysis (CBA).
Farmakoekonomi yang memiliki peran penting dalam
mendeskripsikan dan menganalisis biaya terapi pada suatu sistem pelayanan
kesehatan. Farmakoekonomi merupakan multidisiplin ilmu yang mencakup
ilmu ekonomi dan kesehatan yang bertujuan meningkatkan taraf kesehatan
dengan meningkatkan efektivitas perawatan kesehatan. Pemahaman tentang
konsep farmakoekonomi sangat dibutuhkan oleh banyak pihak seperti industri
farmasi, farmasi klinik, pembuat kebijakan. Pemahaman mengenai
farmakoekonomi dapat membantu apoteker membandingkan input (biaya
untuk produk dan layanan farmasi) dan output (hasil pengobatan). Analisis
farmakoekonomi memungkinkan apoteker untuk membuat keputusan penting
tentang penentuan formularium, manajemen penyakit, dan penilaian
pengobatan(2) .
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Farmakoekonomi?
2. Apa saja tujuan dari metode analisis farmakoekonomi?
3. Apa saja manfaat dari metode analisis farmakoekonomi?
4. Apa saja metode analisis farmakoekonomi?
5. Apa saja keuntungan dan kerugian dari masing masing metode analisis?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui Farmakoekonomi dalam dunia bisnis.
2. Untuk mengetahui tujuan dari metode analisis farmakoekonomi.
3. Untuk mengetahui tujuan dari metode analisis farmakoekonomi.
4. Untuk mengetahui proses metode analisis farmakoekonomi.

5
5. Untuk mengetahui apa saja keuntungan dan kerugian dari masing masing
metode analisis.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Farmakoekonomi
Farmakoekonomi adalah studi yang mengukur dan membandingkan
antara biaya dan hasil/konsekuensi dari suatu pengobatan. Tujuan
farmakoekonomi adalah untuk memberikan informasi yang dapat membantu
para pembuat kebijakan dalam menentukan pilihan atas alternatif-alternatif
pengobatan yang tersedia agar pelayanan kesehatan menjadi lebih efisien dan
ekonomis.
Farmakoekonomi adalah ilmu yang digunakan untuk menghitung
biaya dan hasil yang didapatkan dari penggunaan obat dalam peningkatan
derajat kesehatan. Tujuan pemberian obat selain untuk mencapai target terapi,
juga harus memperhatikan latar belakang pasien, di mana penyedia pelayanan
kesehatan harus memaksimalkan efek terapi dan meminimalisir biaya yang
dikeluarkan oleh pasien.
Farmakoekonomi memiliki prinsip yaitu mengkaji dan menganalisa
pengobatan mana yang paling efektif tapi harganya seminimal mungkin,
namun memberikan outcome klinis dengan baik (ada unsur pertimbangan
kualitas hidup pasien).
Ekonomi kesehatan adalah studi mengenai permintaan dan penawaran
dari sumber daya sumber daya yang terlibat dalam perawatan kesehatan dan
dampak perawatan kesehatan pada masyarakat.
2.2 Tujuan Analisis Farmakoekonomi
Analisis farmakoekonomi bertujuan untuk memberikan informasi
yang dapat membatu para pembuat kebijakan dalam menentukan pilihan atas
alternatif-alternatif pengobatan yang tersedia agar pelayanan kesehatan
menjadi lebih efisien dan ekonomis. Dimana hasilnya bisa dijadikan
informasi yang dapat membantu para pembuat kebijakan dalam menentukan
pilihan atas alternatif-alternatif pengobatan yang tersia agar pelayanan

6
kesehatan menjadi lebih efisien dan ekonomis. Dan untuk membandingkan
obat yang berbedauntuk pengobatan pada kondisi yang sama, selain itu juga
dapat membandingkan pengoobatan (treatment) yang berbeda untuk kondisi
yang berbeda

2.3 Manfaat Farmakoekonomi


a. Memberikan informasi mengenai pengobatan yang paling efektif, efisien,
utilitas dan bermanfaat diantaranya banyak pengobatan.
b. Membantu pengambilan keputusan dalam memilih obat yang efektif secara
manfaat dan biaya (CEA)
c. Membantu organisasi agar dapat memutuskan opsi terbaik dari suatu
perlakuan resiko yang dapat dipilih oleh suatu organisasi.
d. Mempertajam pemikiran strategi dalam mengelola biaya dan
melipatgandakan kinerja bisnis (CMA)
e. Untuk memastikan bahwa proyek tersebut bisa menghasilkan return of
investment (ROI) yang tinggi (CBA).

2.4 Metode Analisis Farmakoekonomi


Berikut adalah beberapa metode analisis yang umum digunakan dalam
farmakoekonomi:

a. Cost-Minimization Analysis (CMA):


Analisis minimalisasi biaya adalah metode untuk mengukur kisaran biaya
terapi aau program terendah , yang berlaku jika manfaat yang diperoleh
sama.
Analisis ini dilakukan dengan cara membandingkan dua atau lebih
alternative dengan kesetaraan alternative terapi yang dibandingkan
tersebut sama sehingga alternative harus menunjukkan kesetaraan dalam
keamanan dan keefektifan(dua alternative harus setara terapi).
Tujuan: Membandingkan biaya dari dua atau lebih strategi perawatan
yang dianggap setara dalam hal efektivitas klinis. Contoh:
Membandingkan biaya pengobatan dua antibiotik dengan asumsi tingkat
keberhasilan pengobatan yang setara.
b. Cost-Effectiveness Analysis (CEA):

7
Analisis efektifitas biaya adalah metode yang menganalisis manfaat
kesehatan dan sumber daya yang digunakan oleh program perawatan
kesehatan yang bersaing sehingga para pembuat kebijakan dapat memilih
diantaranya program kesehatan tersebut.
CEA membandingkan program atau pengobatan alternative dengan
keselamatan yang berbeda dan kemanjuran profil biaya diukur dalam
bentuk uang sedangkan hasil diukur dalam hal mendaptkan hasil terapi.
Hasil CEA biaya juga dinyatakan sebagai rasio , baik sebagai Average
Cost Effectiviness Rasio (ACER) atau sebagai Inceremental Cost
Effectiviness (ICER)yang menunjukkan biaya tambahan yang
membebankan pengobatan alternative dan pengobatan lain dibandingkan
dengan efek tambahan, manfaat, atau memberikan hasil. Namun CEA
dapat menilai membandingkan alternative pengobatan dengan hasil terapi
yang sama.
Tujuan: Menilai biaya suatu intervensi perawatan terhadap parameter
hasil klinis tertentu (seperti perbaikan gejala atau perpanjangan harapan
hidup). Contoh: Menghitung biaya per tahun hidup yang diselamatkan
dengan menggunakan terapi baru dibandingkan dengan terapi
konvensional.
c. Cost-Benefit Analysis (CBA):
Analisis Manfaat Biaya membandingkan antara biaya dari suatu penyakit
dengan output atau keuntungan dari pengobatan. Keuntungan dari
pengobatan ialah hasil dari sebua pengobatan/ terapi. Tujuan: Menilai
keuntungan moneter dari suatu intervensi perawatan dan
membandingkannya dengan biaya yang terlibat. Contoh: Mengukur nilai
moneter dari mengurangi jumlah rawat inap atau menghindari efek
samping.
Perhitungan antara cost dan benefit (dalam nilai uang) dapat dilakukan:
1.
2.
d. Cost-Utility Analysis (CUA):

8
Analisis Kegunaan Biaya yaitu membandingkan pengobatan yang
mengintegrasikan prefensi pasien
Tujuan: Menilai biaya suatu intervensi perawatan terhadap parameter
hasil kesehatan yang diukur dalam bentuk satuan utilitas, seperti QALYs
(Quality-Adjusted Life Years). Contoh: Mengukur biaya per QALY dari
dua metode pengobatan yang berbeda.
e. Budget Impact Analysis (BIA):
Tujuan: Menilai dampak finansial suatu intervensi terhadap anggaran
kesehatan. Contoh: Menghitung peningkatan biaya yang terkait dengan
penggunaan obat baru dalam suatu formularium.
f. Markov Model:
Tujuan: Menggunakan model matematika untuk menggambarkan
perkembangan penyakit dan efek dari suatu intervensi terhadap populasi.
Contoh: Model Markov dapat digunakan untuk memprediksi hasil jangka
panjang dan biaya terkait untuk pengobatan penyakit kronis.

Pemilihan metode analisis farmakoekonomi tergantung pada


pertanyaan penelitian, data yang tersedia, dan konteks spesifik dari evaluasi
kesehatan yang dilakukan. Setiap metode memiliki kelebihan dan keterbatasan
masing-masing.

Pilihan Jenis Analisis Ekonomi

No Jenis Analisis
Jenis Analisis Ekonomi Spesifik Keterangan
Ekonomi
Bila teknologi yang dibandingkan
1 CMA setara (equally effective) Hanya
membutuhkan
data biaya
Bila teknologi yang dibandingkan Biaya yang
berbeda (different) berbeda dinilai
Salah satu teknologi mendominasi yang untuk efektifitasan
2 CEA lain Aktifitas-aktifitas memiliki tujuan berbeda
yang sama, effektifitas dibandin kan Kemungkinan
lebih efektif dan
lebih murah dari
yang lain

9
Bila quality of life penting sebagai
hasil keluaran
3 CUA
Bila aktifitas lintas spesialisasi
dibandingkan
Bila effek non-health juga
penting Bila hanya satu
teknologi an di assess Proses pengobatan
4 CBA Bila kehidupan individu dinilai secara dan informasi
moneter Bila aktifitas sosial utilisasi
lintas sosial
diperbandingkan

2.5 Keuntungan dan Kerugian Metode Analisis Farmakoekonomi


Kajian Kriteria Kerugian Keuntungan
Farmakoekonomi
Cost Effectiveness Biaya Efek pengobatan - Pengobatan atau
Analysis (CEA) dinyatakan tidah dinyatakan program
dalam nilai dalam nilai moneter kesehatan yang
moneter dibandingkan
(rupiah). Efek harus memiliki
dari salah satu hasil yang sama
pengobatan atau atau berkaitan.
program - Pengobatan atau
kesehatan lebih program
tinggi kesehatan yang
dibandingkan dibandingkan
dengan dapat diukur
pengobatan atau dengan unit
program kesehatan yang
kesehatan sama
lainnya.
Efek
pengobatan
dinyatakan
dalam unit
ilmiah atau
indikator
kesehatan
lainnya.
Cost Minimization Biaya - Jika Outcome yang Metode
Analysis (CMA) dinyatakan diasumsikan sama farmakoekonomi
dalam nilai ternyata memiliki paling sederhana
moneter Outcome yang
(rupiah), efek berbeda dapat
dari pengobatan menyebabkan hasil
atau program analisis yang tidak
10
kesehatan yang akurat dan tidak
dibandingkan bernilai.
sama atau - Kenaikan harga
dianggap sama. obat, penurunan
daya beli pasien dan
diskon tidak
diperhitungkan

Cost Utility Biaya Tidak adanya Satu-satunya


Analysis (CUA) dinyatakan standarisasi, memicu metode
dalam nilai inkonsistensian pada farmakoekonomi
moneter penyajian data yang
(rupiah). Efek memperhatikan
dari salah satu kualitas hidup
pengobatan atau dalam metode
program analisisnya.
kesehatan lebih
tinggi
dibandingkan
dengan
pengobatan atau
program
kesehatan
lainnya. Efek
pengobatan
dinyatakan
dalam quality
adjusted life
years (QALY

Cost Benefit Biaya - Sulitnya Dapat digunakan


Analysis (CBA) dinyatakan mengkonversi untuk
dalam nilai manfaat dari pembandingkan
moneter suatu pengobatan pengobatan yang
(rupiah). Efek dalam nilai tidak saling
dari salah satu moneter. Sulitnya berhubungan dan
pengobatan kenguantifikasi outcome berbeda
nilai kesehatan dan
atau program hidup manusia
kesehatan lebih maka metode ini
tinggi memicu
dibandingkan kontroversi
dengan sehingga metode
pengobatan atau ini jarang dilakukan
program
kesehatan
lainnya. Efek
pengobatan
11
dinyatakan
dalam rupiah

12
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Jurnal “Analisis Perbedaan Biaya Rill Dengan Tarif Ina Cbg’s Rumah
Sakit Pada Pasien Asma Peserta Jkn Di Instalasi Gawat Darurat Rumah
Sakit Umum XYZ Jember”
3.1.1 Tujuan Penelitian
Mengkaji biaya pengobatan serangan asma di Rumah Sakit Umum
“XYZ”, dimana sebelumnya pasien asma mendapat perawatan di IGD
mengetahui apakah terdapat perbedaan biaya riil dibandingkan dengan INA Tarif
CBG untuk pasien asma peserta JKN di IGD RSUD “XYZ

3.1.2 Jenis Penelitian


Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
desain penelitian non-eksperimental dengan metode retrospektif.
Penelitian retrospektif digunakan dengan mengikuti data rekam medis
pasien. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini
adalah purposive sampling. Dalam penelitian ini dengan jumlah sampel
minimal sebanyak 97 orang. Penelitian ini membandingkan 2 (dua) biaya
pengobatan yaitu biaya riil RSUD “XYZ” dengan tarif INA CBGs pasien
asma JKN di IGD RSUP “XYZ”.

13
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Tingkat keparahan dan kelas pelayanan merupakan faktor yang
mempengaruhi biaya riil, semakin tinggi tingkat keparahan maka biaya yang
mempengaruhi biaya riil juga semakin besar. Semakin tinggi golongan biaya
pengobatan yang mempengaruhi biaya riil juga tinggi. Rumah Sakit
diharapkan dapat mengoptimalkan pelayanan kesehatan yang efektif dan
efisien khususnya bagi pasien serangan asma. Sehingga tujuan penerapan tarif
INA-CBG untuk mengendalikan biaya kesehatan, mendorong mutu
pelayanan kesehatan tetap sesuai standar, membatasi pelayanan kesehatan
yang tidak perlu, memudahkan administrasi klaim dan mendorong penyedia
untuk mengendalikan biaya dapat tercapai42. Pada penelitian sebelumnya
yang dilakukan oleh Satilbi tahun 2019 yang membandingkan pasien kanker
dengan pengobatan non kemoterapi ditemukan bahwa biaya riil lebih rendah
dibandingkan biaya yang ditetapkan oleh INA CBG’s, dimana data yang
diambil merupakan data biaya langsung yang diperoleh dari data invoice
pembiayaan yang diberikan oleh bagian keuangan. (Tabel 4.5)

14
Selisih tarif riil dengan paket INA-CBG pada RS “XYZ” dihitung tarif
riil secara rinci jenis pelayanannya, dalam hal ini standar tarif telah
ditentukan berdasarkan Peraturan Bupati No.57 Tahun 2013 tentang Tarif
Pelayanan Pada Rumah Sakit “XYZ”. Dimana biaya pelayanan kesehatan
dihitung secara riil (real unit cost) pada Rumah Sakit “XYZ” dengan
memperhatikan kemampuan sosial ekonomi masyarakat dan tarif rumah sakit
daerah lainnya serta kebijakan pemerintah dan pemerintah daerah Jember.

15
Profil selisih biaya riil dibandingkan dengan biaya INA CBG
berdasarkan perbedaan kelas BPJS
Selisih tarif riil dengan paket INA-CBG di RS “XYZ” dihitung tarif riil
berdasarkan jenis pelayanan. Tarif pelayanan kesehatan di RS “XYZ” sudah
termasuk komponen fasilitas, pelayanan, kebutuhan dan pelayanan medis
menurut masing-masing pelayanan, komponen dan besaran biaya rawat inap
terdiri atas fasilitas, pelayanan, dan pelayanan medis Tarif rawat inap di luar
obat-obatan, penggunaan alat kesehatan, tindakan medis, tindakan
keperawatan, tindakan penunjang medis, dan jasa konsultasi spesialis akan
dibayar terpisah oleh pasien. Sedangkan penghitungan tarif INA-CBG
dihitung berdasarkan akumulasi atau penggabungan kode diagnostik dan kode
prosedur/tindakan menjadi kode INA-CBG yang telah ditetapkan tarif
standarnya oleh pemerintah. Sedangkan pada tabel dibawah ini perbandingan
derajat keparahan serangan asma pasien dibandingkan berdasarkan kelas
BPJS. Diketahui bahwa biaya Rill tingkat keparahan asma ringan derajat 1, 2
dan 3 serta tingkat keparahan asma sedang dan berat derajat 1,2 dan 3 sangat
rendah dibandingkan dengan biaya INA CBG’s (Tabel 4.6)

Perbedaan nyata profil biaya dibandingkan dengan biaya INA CBG


berdasarkan perbedaan kelas kamar. Pada tabel dibawah ini dilakukan uji
normalitas dengan nilai P*0,863 untuk pasien asma ringan derajat 1 yang
dibandingkan antara rata-rata biaya riil dengan rata-rata biaya INA CBG’S,
kemudian diperoleh pula uji P value*0,516 untuk asma ringan derajat 2 yang
dibandingkan antara rata-rata biaya biaya sebenarnya dengan rata-rata biaya
INA CBG'S dan diperoleh juga nilai P*0,173 untuk asma ringan derajat 3
yang dibandingkan antara rata-rata biaya nyata dengan rata-rata biaya INA
CBG'S. dan nilai P value sebesar 0,173 pada pasien asma sedang dan berat
pada grade 1 dan grade 2.

16
Tabel 3. Hasil Uji Normalitas Nilai selisih biaya riil dibandingkan dengan
biaya INA CBG berdasarkan perbedaan ruang kelas

Pada dasarnya nilai P dilakukan uji beda dengan menggunakan SPSS

1. Uji perbandingan bilangan real VS INA CBG's


2. Uji normalitas menggunakan Kolmoygorov Smirnoff karena sampelnya
lebih dari 50 pasien
3. Uji selanjutnya yang digunakan adalah uji parametrik dengan uji beda
yaitu uji t independen (Free t-test)

Gambar 4. Hasil Uji Perhitungan Distribusi Data Pasien Asma Kelas 1


Ringan Menggunakan Uji Kolmogorov-Smirnov antara Real Cost dan INA
CBG'S Cost

Gambar 5. Hasil Uji Perhitungan Distribusi Data Pasien Asma Ringan


Kelas 2 Menggunakan Uji Kolmogorov-Smirnov antara Real Cost dan
Cost INA CBG'S

17
Gambar 6. Hasil Uji Perhitungan Distribusi Data Pasien Asma Ringan
Kelas 3 Menggunakan Uji Kolmogorov-Smirnov antara Real Cost dan
INA CBG'S Cost

4.2 Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan analisis hubungan jenis
kelamin dengan serangan asma yaitu pasien laki-laki sebanyak 23 orang,
dimana hasil data jenis kelamin laki-laki lebih rendah dibandingkan
perempuan yang berjumlah 47 orang. Hal ini sesuai dengan data sumber
statistik asma CDC, WHO, dan NCHS yang menyebutkan bahwa prevalensi
morbiditas asma bronkial lebih tinggi pada wanita dibandingkan pada pasien
pria dengan persentase mencapai 60 persen.14-16 Hasil penelitian Wibowo
tahun 2010 di RSUD dr. Soedarso Pontianak bahwa jumlah perempuan
terbanyak sebanyak 36 orang (72%) sedangkan laki-laki sebanyak 14 orang
(28%).
Berbagai sumber literatur menyebutkan bahwa penyebab tingginya
prevalensi asma bronkial pada wanita, masih belum diketahui secara pasti
karena berkaitan dengan multifaktorial. Wanita disebut lebih rentan terhadap

18
paparan yang dapat memicu reaksi hipersensitivitas, dan respons terhadap
reaksi lebih buruk dibandingkan pada pria.
Faktor stres psikologis dan aktivitas juga berperan dalam
memburuknya dan tingkat kekambuhan asma bronkial, yang lebih rentan
terjadi pada wanita. Berdasarkan penelitian Anissa ada beberapa hal yang
menyebabkan peningkatan kejadian asma bronkial pada wanita dibandingkan
pria, yaitu perbedaan hormon antara pria dan wanita, kecemasan dan depresi
yang sering menyerang wanita dan obesitas. Anissa dari Universitas
Tanjungpura Pontianak, menemukan tingginya prevalensi asma bronkial pada
wanita yang disebabkan oleh kadar estrogen yang beredar dalam tubuh dapat
meningkatkan degranulasi eosinofil sehingga memudahkan serangan asma
bronkial. Kadar estrogen yang tinggi dapat berperan sebagai zat proinflamasi
(membantu/memicu peradangan) terutama mengenai sel mast, dimana sel
mast merupakan sel yang berperan dalam memicu reaksi hipersensitivitas
dengan melepaskan histamin dan mediator inflamasi lainnya sehingga
memperparah angka kesakitan asma bronkial pada wanita. pasien. Selain
kadar estrogen yang tinggi, fluktuasi kadar estrogen yang besar pada saat
menstruasi dan penggunaan alat kontrasepsi serta terapi penggantian hormon
pascamenopause juga mempengaruhi keadaan asma bronkial pada wanita.
Fluktuasi kadar estrogen memicu reaksi peradangan dan meningkatkan kadar
zat proinflamasi dalam tubuh sehingga dapat memperburuk asma bronkial.
Berdasarkan kriteria umur pasien yang menderita serangan asma pada
orang dewasa, maka pada penelitian ini didapatkan pasien dengan rentang
tertinggi pada usia 46-55 tahun dan rentang terendah pada usia 26-35 tahun
baik dari tingkat keparahan serangan asma. , penderita asma bronkial dengan
usia 20-55 tahun merupakan penderita terbanyak yaitu 51 orang (72,9%).
Sedangkan kelompok umur pasien >55 tahun sebanyak 19 orang (27,1%).
Rerata usia penderita asma bronkial dari 70 subjek penelitian adalah 49,21
tahun.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Wibowo: pasien dewasa
terbanyak berjumlah 29 orang (58%), disusul pasien lanjut usia sebanyak 21
orang (42%).46 Penelitian Atmoko yang dilakukan di Poliklinik Asma RS

19
Persahabatan Jakarta pada tahun 2009, yaitu orang dewasa menempati
sebaran terbesar sebesar 67,3%, dan lanjut usia sebesar 27,1%.46 Hal ini
menunjukkan bahwa asma bronkial lebih banyak terjadi pada pasien dewasa,
berusia 20-55 tahun. Adanya perubahan hormonal yang terjadi pada masa
dewasa berkontribusi terhadap berkembangnya asma bronkial. Penelitian
yang dilakukan oleh Lange dkk pada tahun 2001 melaporkan bahwa hormon
estrogen dapat meningkatkan produksi kortikosteroid yang berikatan dengan
globulin, sedangkan hormon progesteron bersaing dengan hormon kortisol
untuk berikatan dengan sisi globulin. Hormon estrogen dan progesteron dapat
mempengaruhi kadar bebas kortisol sehingga menyebabkan penurunan
jumlah kortisol. Akibat penurunan kortisol dapat menyebabkan penyempitan
bronkus yang pada akhirnya berujung pada serangan asma bronkial. Hormon
estrogen meningkatkan adhesi sel endotel di pembuluh darah dan kombinasi
hormon estrogen dan progesteron dapat meningkatkan degranulasi eosinofil
sehingga memudahkan serangan asma bronkial.
Berdasarkan kriteria beratnya serangan asma pada penelitian ini
didapatkan pasien dengan serangan asma ringan sebanyak 85 pasien, pada
pasien dengan serangan asma sedang sebanyak 8 pasien dan pada pasien
dengan serangan asma berat sebanyak 6 pasien. Distribusi responden menurut
tingkat keparahan asma terlihat bahwa data terbanyak adalah responden yang
memiliki tingkat keparahan asma derajat ringan sebanyak 50 responden dari
total 105 responden.
Berdasarkan kriteria penyakit penyerta yang diderita pasien serangan
asma pada penelitian ini didapatkan pasien dengan serangan tanpa penyakit
penyerta sebanyak 10 pasien, pasien dengan penyakit penyerta sebanyak 37
pasien, pasien dengan penyakit penyerta serangan asma sebanyak 2 orang,
dan pasien dengan penyakit penyerta lebih dari 10 orang. 3, sebanyak 17
pasien. Berbeda jauh dengan penelitian Dewi pada tahun 2016 yang
berjumlah 32 pasien penderita serangan asma tanpa penyakit penyerta lain
dan 24 pasien penderita asma.
Berdasarkan kriteria umur pasien yang menderita serangan asma pada
orang dewasa, maka pada penelitian ini didapatkan pasien dengan rentang

20
tertinggi pada usia 46-55 tahun dan rentang terendah pada usia 26-35 tahun
baik dari tingkat keparahan serangan asma. , penderita asma bronkial dengan
usia 20-55 tahun merupakan penderita terbanyak yaitu 51 orang (72,9%).
Sedangkan kelompok umur pasien >55 tahun sebanyak 19 orang (27,1%).
Rerata usia penderita asma bronkial dari 70 subjek penelitian adalah 49,21
tahun. Faktor stres psikologis dan aktivitas juga berperan dalam
memburuknya dan tingkat kekambuhan asma bronkial, yang lebih rentan
terjadi pada wanita. Berdasarkan penelitian Anissa ada beberapa hal yang
menyebabkan peningkatan kejadian asma bronkial pada wanita dibandingkan
pria, yaitu perbedaan hormon antara pria dan wanita, kecemasan dan depresi
yang sering menyerang wanita dan obesitas. Anissa dari Universitas
Tanjungpura Pontianak, menemukan tingginya prevalensi asma bronkial pada
wanita yang disebabkan oleh kadar estrogen yang beredar dalam tubuh dapat
meningkatkan degranulasi eosinofil sehingga memudahkan serangan asma
bronkial. Kadar estrogen yang tinggi dapat berperan sebagai zat proinflamasi
(membantu/memicu peradangan) terutama mengenai sel mast, dimana sel
mast merupakan sel yang berperan dalam memicu reaksi hipersensitivitas
dengan melepaskan histamin dan mediator inflamasi lainnya sehingga
memperparah angka kesakitan asma bronkial pada wanita. pasien. Selain
kadar estrogen yang tinggi, fluktuasi kadar estrogen yang besar pada saat
menstruasi dan penggunaan alat kontrasepsi serta terapi penggantian hormon
pascamenopause juga mempengaruhi keadaan asma bronkial pada wanita.
Fluktuasi kadar estrogen memicu reaksi peradangan dan meningkatkan kadar
zat proinflamasi dalam tubuh sehingga dapat memperburuk asma bronkial.
Berdasarkan kriteria ruang kelas pada pasien serangan asma diketahui bahwa
kelas III banyak pasien serangan asma sebanyak 43 orang dan pada kelas II
dan I sebanyak 28 pasien, pasien asma berdasarkan bangsal dibagi menjadi
bangsal Melati I, Melati III, dan Anggrek II. Dari ketiga kelurahan tersebut,
jumlah pasien asma terbanyak yang dijadikan sampel di bangsal Anggrek II
sebanyak 22 pasien (67%). Hal ini disesuaikan dengan kondisi bangsal
Anggrek II yang merupakan bangsal khusus paru, salah satunya pasien asma
di RSUD Dr. Moewardi Surakarta. dibedakan dari bangsal Melati I, Melati

21
III, dan Anggrek II. Dari ketiga kelurahan tersebut, jumlah pasien asma
terbanyak yang dijadikan sampel di bangsal Anggrek II sebanyak 22 pasien
(67%). Hal ini disesuaikan dengan kondisi bangsal Anggrek II yang
merupakan bangsal khusus paru, salah satunya pasien asma di RSUD Dr.
Moewardi Surakarta. Faktor-faktor yang mempengaruhi derajat keparahan
asma yaitu kontrol, genetik, penyakit penyerta dalam GINA 2019 adalah
dijelaskan klasifikasi ringan hingga berat dan mengancam nyawa, hal ini
sangat sulit diterapkan oleh BPJS, karena di BPJS hanya dibedakan menjadi 3
klasifikasi yaitu, asma ringan, asma sedang, dan asma berat
Penelitian ini membandingkan biaya serangan asma pada kelas terapi
dengan kelas yang telah ditentukan oleh INA CBG’S. Berdasarkan hasil
analisis data uji distribusi normal menggunakan Kolmogorov-Smirnov
diperoleh nilai P = 0,863 untuk asma serangan ringan grade 1 yang berarti
data berdistribusi normal, maka pada pasien asma ringan kelas 2 nilai P =
0,516 berarti data yang dimiliki berdistribusi normal dan nilai P = 0,138
untuk serangan asma ringan grade 3 yang berarti data yang dimiliki
berdistribusi normal dan analisis data menggunakan uji Independent Samples
t-test untuk mengetahui ada tidaknya data yang dimiliki. terdapat perbedaan
yang signifikan antara total biaya riil dengan kelompok biaya CBG’S INA,
dengan nilai P = 0,002 hal ini membuktikan terdapat perbedaan total biaya
yang signifikan.

22
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian terkait analisis biaya riil dibandingkan
dengan biaya INA CBG’S pada pasien asma yang dirawat di RSUD “XYZ”
periode Januari 2017–Desember 2018, dapat disimpulkan:
1. Rata-rata total biaya pengobatan langsung pasien asma ringan derajat 1
sebesar Rp 3.711.753 / pasien, pasien asma ringan derajat 2 sebesar Rp
3.451.968 / pasien, pasien asma ringan derajat 3 sebesar Rp 4.961.418 /
pasien.
2. Rata-rata total biaya pengobatan langsung pasien asma derajat 1 sedang
sebesar Rp 1.912.000/pasien, pasien asma derajat 2 sedang sebesar Rp
1.942.512/pasien dan tidak ditemukan data pada pasien asma derajat 3
sedanG.
3. Rata-rata total biaya pengobatan langsung pada pasien asma berat derajat
1 sebesar Rp 2.100.000/pasien dan tidak ada data yang ditemukan pada
pasien asma derajat 2 dan 3 berat.
4. Hasil pengolahan data dari bantuan program SPSS for Windows versi 25
dengan uji t independen diperoleh data nilai P value sebesar 0,002 lebih
kecil dari nilai alpha sebesar 0,05 (P value < Nilai ÿ). Dapat disimpulkan
bahwa terdapat perbedaan yang signifikan total biaya pengobatan
langsung antara kelompok Real cost dengan INA CBG’s Cost.

23
DAFTAR PUSTAKA

24

Anda mungkin juga menyukai