Anda di halaman 1dari 27

FARMAKOEKONOMI

“COST EFFECTIVENESS ANALYSIS”

Dosen Pengampu : Apt. Yulian Wahyu Permadi, S.Farm., M.Si

Disusun oleh :
Aidin Nadiya (18.0332.F)
Arista Safitri (18.0334.F)
Farry Mushab Usaidy A (18.0348.F)
Fitri Oktaviani (18.0351.F)
Lutfiani Arifa Rodina (18.0365.F)
M. Syahrian Huda (18.0367.F)
Rizki Damayanti (18.0388.F)
Salsa Fatikhatur R (18.0391.F)
Vania Savabela (18.0398.F)
Vira Septiya (18.0400.F)

SEMESTER VII FAA


PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PEKAJANGAN PEKALAONGAN
2021

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karuniaNya, sehingga
kami dapat menyelesaikan Makalah Farmakoekonomi “ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA
(COST EFFECTIVENESS ANALYSIS) PADA PENGOBATAN PASIEN MALARIA
FALCIPARUM DI RSUD NABIRE” dengan tepat waktu.
Makalah ini berisi tentang perbandingan biaya yang paling efektif pada pengobatan pasien
malaria dengan kombinasi kina-primakuin dan kombinasi artesunat-primakuin diharapkan dapat
dipergunaan sebagai acuan dasar dalam pengembangan ilmu farmakoekonomi tersebut.
Selanjutnya penyusun mengucapkan terimakasih kepada bapak Yulian Wahyu Permadi
sebagai dosen Farmakoekonomi kami yang telah membimbing kami agar dapat memahami dan
mengerti tentang ilmu Farmakoekonomi.
Saran dan kritik sangat penyusun harapkan untuk perbaikan maupun pengembangan
sehingga makalah ini lebih bermanfaat. Amin

Pekalongan, 11 November 2021

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................... i
DAFTAR ISI......................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................................ 2
1.3 Tujuan .............................................................................................................................. 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................... 3


2.1 Pengertian Cost Effectiveness Analysis (CEA) ............................................................... 3
2.2 Tujuan CEA .................................................................................................................... 4
2.3 Manfaat CEA .................................................................................................................. 4
2.4 Prinsip Dasar Cost Effectiveness Analysis ...................................................................... 4
2.5 Kelebihan dan Kelemahan Cost Effectiveness Analysis ................................................. 6
2.6 Perhitungan dalam CEA ................................................................................................. 7
2.7 Biaya Pelayanan Kesehatan ............................................................................................ 8
2.8 Penyakit Malaria ............................................................................................................. 9
2.8.1 Definisi ................................................................................................................... 9
2.8.2 Anatomi & Fisiologi Plasmodium ......................................................................... 9
2.9 Pengobatan Malaria ........................................................................................................ 10
2.9.1 Obat Kina ............................................................................................................... 10
2.9.2 Obat Artesunat ....................................................................................................... 11
2.9.3 Obat Primakuin ...................................................................................................... 12
BAB III STUDY KASUS DAN PEMBAHASAN.............................................................. 13
3.1 Obat Yang Digunakan...................................................................................................... 13
3.2 Efektivitas Terapi ............................................................................................................ 16
3.3 Analisis Biaya ................................................................................................................. 17
3.4 Pembahasan ..................................................................................................................... 19
3.4.1 Efektivitas .............................................................................................................. 19
3.4.2 Analisis Biaya ........................................................................................................ 20

iii
BAB IV PENUTUP .............................................................................................................. 21
4.1 Kesimpulan ..................................................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................... 22

iv
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kesehatan adalah salah satu unsur utama dalam setiap kehidupan. Kesehatan sangat
menunjang aktivitas setiap manusia. Pembangunan kesehatan dalam kehidupan berbangsa
sangat besar nilai investasinya. Selain itu pembiayaan kesehatan suatu negara juga merupakan
aspek penting yang sangat menunjang pencapaian target Indeks Pembangunan Manusia
(Human Development Index / HDI).
Upaya peningkatan kesehatan masyarakat meningkat secara signifikan selama beberapa
dekade terakhir, namun masih terdapat kendala dalam pemerataan kesehatan. Terdapat
tantangan yang cukup besar untuk membuat kemajuan dibidang kesehatan. Dibutuhkan
pengetahuan tentang bagaimana membuat suatu program atau intervensi, informasi tentang
banyaknya biaya yang dibutuhkan, dan pengelolaan sumber daya secara efektif.
Pengambil keputusan seringkali dihadapkan pada tantangan dalam mengelola sumber daya
yang ada. Sumber daya adalah barang yang terbatas, oleh karena itu mereka harus dapat
mengalokasikan sumber daya dengan bijaksana. Alokasi sumber daya khususnya di bidang
kesehatan harus memenuhi dua kriteria etika utama. Etika pertama yaitu dengan biaya yang
terbatas dapat memaksimalkan manfaat kesehatan bagi masyarakat. Etika kedua adalah alokasi
dan distribusi sumber daya harus adil pada setiap individu atau kelompok.
Salah satu sumber daya yang cukup penting untuk meningkatkan kesehatan masyarakat
adalah biaya. Efektivitas biaya tidak sekedar menjadi perhatian bidang keekonomian, karena
meningkatkan kesehatan masyarakat dan kesejahteraan merupakan masalah moral. Alokasi
sumber daya yang tidak efektif menghasilkan manfaat yang lebih sedikit daripada yang
mungkin terjadi dengan alokasi yang berbeda
Biaya (cost) dari terapi obat merupakan konsep dari biaya yang menawarkan sumber
daya barang atau jasa/pelayanan. Untuk mengalokasikan sumber daya yang tersedia, perlu
dilakukan analisis ekonomi yang terkait dengan pelayanan kesehatan. Cara komprehensif untuk
menentukan pengaruh ekonomi dari alternatif terapi obat atau intervensi kesehatan lain yaitu
dengan analisis farmakoekonomi yang berupa cost effectiveness analysis (CEA) atau analisis

1
efektivitas biaya. CEA dapat memperkirakan biaya tambahan keluaran atau outcome, karena
tidak ada ukuran sejumlah uang atau outcome klinik yang menggambarkan nilai dari outcome
tersebut. CEA merupakan metode evaluasi ekonomi yang dapat digunakan untuk pengambilan
keputusan dalam memilih alternatif terbaik (Andayani, 2013).
Penelitian farmakoekonomi sebelumnya yang dilakukan oleh Noor Hafizah dan mustof
(2001) tentang analisis biaya dan tatalaksana pengobatan malaria pada pasien rawat inap di
RSUD Ulin Banjarmasin Kalimantan Selatan Periode Tahun 2006-2009. Berdasarkan uraian
tersebut, maka perlu dilakukan penelitian tentang analisis efektivitas biaya pengobatan dan
perawatan pada pasien malaria falciparum rawat inap di RSUD Nabire.

1.2. Rumusan Masalah


1) Apa pengertian CEA (Cost Effectiveness Analysis)?
2) Apa tujuan dan manfaat dilakukan Cost Effectiveness Analysis?
3) Bagaimana perbandingan efektivitas biaya penggunaan kombinasi kina-primakuin dan
kombinasi artesnuat-primakuin pada pasien malaria Falciparum di RSUD Nabire?

1.3. Tujuan Masalah


a. Mengetahui pengertian CEA (Cost Effectiveness Analysis).
b. Memahami tujuan dan manfaat Cost Effectiveness Analysis
c. Mengetahui perbandingan efektivitas biaya penggunaan kombinasi kina-primakuin dan
kombinasi artesnuat-primakuin pada pasien malaria Falciparum di RSUD Nabire.

2
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Cost Effectiveness Analysis (CEA)


Cost-Effectiveness Analysis (CEA) adalah tipe analisis yang membandingkan biaya suatu
intervensi dengan beberapa ukuran non-moneter, dimana pengaruhnya terhadap hasil perawatan
kesehatan. Analisis efektivitas biaya membandingkan berbagai cara untuk mencapai tujuan yang
sama. CEA merupakan metode yang paling sering digunakan. Metode ini cocok untuk
membandingkan obat-obat yang pengukuran hasil terapinya dapat dibandingkan (Trisna, 2010).
Pada analisis cost-effectiveness, hasil pengobatan tidak diukur dalam unit moneter, melainkan
didefinisikan dan diukur dalam unit alamiah, baik yang secara langsung menunjukkan efek suatu
terapi atau obat (Newby dan Hill, 2003).
Menurut Henry M. Levin, analisis efektifitas biaya adalah evaluasi yang mempertimbangkan
aspek biaya dan konsekuensi dari sebuah alternatif pemecahan masalah. Ini adalah sebuah alat
bantu pembuat keputusan yang dirancang agar pembuat keputusan mengetahui dengan pasti
alternatif pemecahan mana yang paling efisien. Menurut Diana B. Petitti, analisis efektifitas biaya
adalah model yang digunakan untuk menilai alternatif keputusan yang paling tepat dengan cara
membandingkan alternatif tersebut dalam hubungannya dengan keuangan yang harus
dikorbankan. Menurut Shepard (1979) dalam First Principles Of Cost-Effectiveness Analysis in
Health, CEA adalah suatu metode untuk menentukan program mana yang dapat menyelesaikan
tujuan tertentu dengan biaya minimum.
Cost effectiveness analysis atau CEA merupakan suatu metoda yang didesain untuk
membandingkan antara outcome kesehatan dan biaya yang digunakan untuk melaksanakan
program tersebut atau intervensi dengan alternatif lain yang menghasilkan outcome yang sama
(Vogenberg, 2001). Outcome kesehatan diekspresikan dalam terminologi yang obyektif dan
terukur seperti jumlah kasus yang diobati, penurunan tekanan darah yang dinyatakan dalam
mmHg, dan lain-lain dan bukan dalam terminologi moneter (Vogenbeg, 2001). Analisis cost-
effectiveness merupakan salah satu cara untuk memilih dan menilai program yang terbaik bila
terdapat beberapa program yang berbeda dengan tujuan yang sama tersedia untuk dipilih.

3
2.2 Tujuan CEA
Tujuan dari metode Cost Effectiveness Analysis yaitu :
a. Menentukan apakah suatu proyek merupakan suatu investasi yang baik.
b. Menentukan jika nilai suatu intervensi sangat ditentukan oleh biayanya. Tidak hanya
meliputi penentuan biaya, tapi juga penentuan nilai dari outcome.
c. Memastikan program atau kombinasi dari program dapat mencapai tujuan tertentu pada
biaya terendah.

2.3 Manfaat CEA


Manfaat Cost Effectiveness Analysis yaitu membantu penentuan prioritas dari sumber daya
yang terbatas. CEA merupakan alat bantuan pengambilan keputusan yang paling efisien untuk
memenuhi tujuan. Bidang kesehatan sering menggunakan CEA terutama dalam menganalisis
biaya intervensi kesehatan seperti pencegahan penyakit. Hal ini ditujukan untuk memecahkan
berbagai masalah pada populasi target.

2.4 Prinsip Dasar Cost Effectiveness Analysis


Prinsip dasar CEA meliputi beberapa langkah (Trask, 2011), yaitu:
a. Mengidentifikasi tujuan dan obyektivitas penelitian
b. Mengidentifikasi perspektif penelitian
c. Mengidentifikasi metode farmakoekonomi yang digunakan
d. Mengidentifikasi desain penelitian yang digunakan
e. Melakukan pemilihan intervensi
f. Mengidentifikasi biaya dan luaran penelitian
g. Melakukan perhitungan diskonto (untuk data yang lebih dari satu tahun)
h. Menginterpretasikan hasil penelitian
i. Menggunakan analisis sensitivitas
j. Membuat rekomendasi dan kesimpulan penelitian
Menurut Gani (1994) dalam Nursyafrisda (2012), karakteristik dari Cost Effectiveness
Analysis adalah:
- Mempunyai tujuan yang sama
- Setiap alternatif harus dapat dibandingkan

4
- Biaya dan efek atau hasil dari setiap alternatif harus dapat diukur
Beberapa ciri pokok CEA menurut Azwar, A (1989) adalah sebagai berikut :
a. Bermanfaat untuk mengambil keputusan.
CEA berguna untuk membantu pengambilan keputusan dalam menetapkan program
terbaik yang akan dilaksanakan. Dengan ciri ini jelaslah bahwa CEA terutama diterapkan
sebelum suatu program dilaksanakan, jadi masuk dalam tahap perencanaan.
b. Berlaku jika tersedia dua atau lebih program.
CEA merupakan suatu metode analisis biaya dimana didalam mpetode tersebut tidak dapat
hanya menggunakan satu program dalam pelaksanaannya, namun harus lebih dari satu
program. Sehingga program tersebut dapat menjadi pembanding yang kemudian dapat
dilihat mana yang lebih efektif untuk digunakan didalam suatu organisasi dengan
pengeluaran biaya yang sama di tiap program. Misalnya program A butuh biaya Rp
1.000.000,- yang apabila dilaksanakan akan berhasil menyembuhkan 300 pasien.
Program B butuh biaya Rp 1.000.000,- yang apabila dilaksanakan akan berhail
menyembuhkan 500 pasien. Dengan adanya program B sebagai pembanding akan
tampak bahwa program B lebih tepat dari program A karena dengan biaya yang sama
berhasil menyembuhkan pasien lebih banyak.
c. Mengutamakan unsur input (masukan) dan unsur output (keluaran).
Pada CEA yang diutamakan hanya unsur masukan yang dibutuhkan oleh program serta
unsur keluaran yang dihasilkan oleh program. Unsur lainnya, seperti proses, umpan
balik dan lingkungan agak diabaikan.
d. CEA terdiri dari tiga proses, yaitu :
1. Analisis biaya dari setiap alternatif atau program.
2. Analisis efektifitas dari tiap alternatif atau program.
3. Analisis hubungan atau ratio antara biaya dan efektifitas alternatif atau program.
Untuk melaksanakan CEA, harus ada satu atau beberapa kondisi di bawah ini:
a. Ada satu tujuan intervensi yang tidak ambigu, sehingga ada ukuran yang jelas dimana
efektifitas dapat diukur.
Contohnya adalah dua jenis terapi bisa dibandingkan dalam hal biayanya per year of life yang
diperoleh, atau, katakanlah, dua prosedur screening dapat dibandingkan dari segi biaya per
kasus yang ditemukan. Atau;

5
b. Ada banyak tujuan, tetapi intervensi alternatif diperkirakan memberikan hasil yang sama.
Contohnya adalah dua intervensi bedah memberikan hasil yang sama dalam hal komplikasi
dan kekambuhan. Dalam evaluasi ekonomi, pengertian efektivitas berbeda dengan
penghematan biaya, dimana penghematan biaya mengacu pada persaingan alternatif program
yang memberikan biaya yang lebih murah, sedangkan efektivitas biaya tidak semata-mata
mempertimbangkan aspek biaya yang lebih rendah (Grosse, 2000).
CEA membantu memberikan alternatif yang optimal yang tidak selalu berarti biayanya lebih
murah. CEA membantu mengidentifikasi dan mempromosikan terapi pengobatan yang paling
efisien (Grosse, 2000). CEA sangat berguna bila membandingkan alternatif program atau
alternatif intervensi dimana aspek yang berbeda tidak hanya program atau intervensinya,
tetapi juga outcome klinisnya ataupun terapinya. Dengan melakukan perhitungan terhadap
ukuran-ukuran efisiensi (cost effectiveness ratio), alternatif dengan perbedaan biaya, rate
efikasi dan rate keamanan yang berbeda, maka perbandingan akan dilakukan secara
berimbang (Grosse, 2000).

2.5 Kelebihan dan Kelemahan Cost Effectiveness Analysis


a. Keuntungan
1. Mengatasi kekurangan dalam Cost Benefit Analysis saat benefit sulit ditransformasikan
dalam bentuk uang sebab dalam CEA dilakukan perhitungan perbandingan outcome
kesehatan dan biaya yang digunakan jadi tetap dapat memilih program yang lebih efektif
untuk dilaksanakan meskipun benefitnya sulit untuk diukur.
2. Hemat waktu dan sumber daya intensif
CEA memiliki tahap perhitungan yang lebih sederhana sehingga lebih dapat menghemat
waktu dan tidak memerlukan banyak sumber daya untuk melakukan analisis.
3. Lebih mudah untuk memahami perhitungan unsur biaya dalam CEA lebih sederhana
sehingga lebih mudah untuk dipahami. Meskipun demikian CEA masih cukup peka sebagai
salah satu alat pengambil keputusan.
4. Cocok untuk pengambilan keputusan dalam pemilihan program. CEA merupakan cara
memilih program yang terbaik bila beberapa program yang berbeda dengan tujuan yang
sama tersedia untuk dipilih. Sebab, CEA memberikan penilaian alternatif program mana

6
yang paling tepat dan murah dalam menghasilkan output tertentu. Dalam hal ini CEA
membantu penentuan prioritas dari sumber daya yang terbatas.
5. Membantu penentuan prioritas dari sumber daya

b. Kelemahan
1. Alternatif tidak dapat dibandingkan dengan tepat
Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa sulitnya ditemui CEA yang ideal, dimana tiap-
tiap alternatif identik pada semua kriteria, sehingga analisis dalam mendesain suatu CEA, harus
sedapat mungkin membandingkan alternatif- alternatif tersebut.
2. CEA terkadang terlalu disederhanakan.
Pada umumnya CEA berdasarkan dari analisis suatu biaya dan suatu pengaruh misalnya
rupiah/anak yang diimunisasi. Padahal banyak program-program yang mempunyai efek
berganda. Apabila CEA hanya berdasarkan pada satu ukuran keefektifan (satu biaya dan satu
pengaruh) mungkin menghasilkan satu kesimpulan yang tidak lengkap.
3. Belum adanya pembobotan terhadap tujuan dari setiap program.
Akibat belum adanya pembobotan pada tujuan dari setiap program sehingga muncul
pertanyaan “biaya dan pengaruh mana yang harus diukur?”. Pertanyaan ini timbul mengingat
belum adanya kesepakatan diantara para analis atau ahli. Disatu pihak menghendaki semua
biaya dan pengaruh diukur, sedangkan yang lainnya sepakat hanya mengukur biaya dan
pengaruh-pengaruh tertentu saja. Seharusnya ada pembobotan terhadap tujuan dari setiap
proyek karena beberapa tujuan harus diprioritaskan.

2.6 Perhitungan dalam CEA


Hasil dari CEA dinyatakan dalam bentuk rasio, yaitu average cost-effectiveness ratio (ACER) atau
rasio efektivitas-biaya (REB) dan incremental cost-effectiveness ratio (ICER) atau rasio inkremental
efektivitas-biaya (RIEB). ACER sebagai pembanding independen merupakan perhitungan unuk
setiap intervensi, yaitu total biaya dari suatu program atau alternatif (berupa mata uang) dibagi
dengan total luaran klinis. Berikut rumus ACER (Trask, 2011):
total biaya pengobatan
ACER =
total luaran klinis

7
Incremental cost-effectiveness ratio (ICER) adalah rasio atau perbedaan biaya antara dua
alternatif terhadap perbedaan efektivitas antara dua alternative yang sama. Rumus ICER
berikut akan menghasilkan biaya tambahan yang dibutuhkan untuk mendapatkan biaya
tambahan yang diperoleh dengan beralih dari terapi A ke terapi B (Trask, 2011).

Biaya A − Biaya B
ICER =
Efek A − Efek B

2.7 Biaya Pelayanan kesehatan

Biaya pelayanan kesehatan dapat dikelompokan menjadi enam kategori (Vogenberg, 2001)
yaitu :
a. Biaya langsung medis (direct medical cost)
Biaya langsung medis adalah biaya yang dikeluarkan oleh pasien terkait dengan jasa pelayana
medis, yang digunakan untuk mencegah atau mendeteksi suatau penyakit seperti kunjungan
pasien, obat-obat yang diresepkan, lama perawatan.
b. Biaya langsung non-medis (direct non-medical cost )
Biaya lansung non-medis adalah biaya yang dikeluarkan pasien tidak terkait lansung dengan
pelayanan medis, seperti transportasi pasien ke rumah sakit, makanan, jasa pelayanan lainnya
yang diberikan pihak rumah sakit.
c. Biaya tidak langsung (indirect cost )
Biaya tidak langsung adalah biaya yang dapat mengurangi produktivitas pasien, atau biaya yang
hilang akibat waktu produktif yang hilang.
d. Biaya tak terwujud (intangible cost)
Biaya tak terduga merupakan biaya yang dikeluarkan bukan hasil tindakan medis, tidak dapat
diukur dalam mata uang. Biaya yang sulit diukur seperti rasa nyeri/cacat, kehilangan kebebasan,
efek samping. Sifatnya psikologis, sukar dikonversikan dalam nilai mata uang.
e. Opportunity Cost
Jenis biaya ini mewakili manfaat ekonomi bila menggunakan suatu terapi pengganti
dibandingkan dengan terapi terbaik berikutnya. Oleh karena itu, jika sumber telah digunakan
untk membeli program atau alternatif pengobatan, maka Opportunity Cost menunjukan
hilangnya kesempatan untuk menggunakannya pada tujuan yang lain.

8
f. Incremental Cost
Disebut juga biaya tambahan, merupakan biaya tambahan atas alternatif atau perawatan
kesehatan dibandingkan dengan pertambahan manfaat, efek ataupun hasil (outcome) yang
ditawarkan. Incremental Cost adalah biaya tambahan yang diperlukan untuk mendapatkan efek
tambahan dari suatu alternatif dan menyediakan cara lain untu menilai dampak
farmakoekonomi dari layanan kesehatan ataupun pillihan pengobatan dalam suatu populasi.

2.8 Penyakit Malaria

2.8.1 Definisi
Malaria merupakan penyakit infeksi parasit golongan plasmodium yang hidup berkembang
dalam sel darah merah manusia dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles betina. Malaria
tergolong sebagai salah satu penyakit menular yang sangat berbahaya yang dapat menyebabkan
kematian (Hassan, 2006).

2.8.2 Anatomi & Fisiologi Plasmodium

Plasmodium falciparum berbeda dengan plasmodium lain pada manusia dalam hal
ditemukannya hanya bentuk-bentuk cincin dan gametosit dalam dara tepi, juga didalam jantung,
dan hanya beberapa sizon (trozoit dalam sel darah merah yang tumbuh menjadi sizon, dan sizon
akan membelah menjadi merozoit) terdapat didalam darah. Sel darah merah yang di infeksi tidak
membesar. Infeksi multipel dalam sel darah merah sangat khas. Adanya bentuk-bentuk cicin halus
yang khas, dengan titik kromatin rangkap, walaupun tidak ada gametosit kadang-kadang cukup
untuk identifikasi spesies ini. Dua titik kromatin (nukleus) sering dijumpai pada bentuk cincin
plasmodium falciparum, sedang pada plasmodium vivax dan plasmodium malariae hanya kadang-
kadang. Sizonya lonjong atau bulat, jarang sekali ditemukan didalam darah. Sizon ini menyerupai
sizon plasmodium vivax, tetapi tidak mengisi seluruh eritrosit. Sizing matang biasanya
mengandung 16-24 merozoit kecil. Gametosit yang muda mempunyai bentuk lonjong sehingga
memanjangkan dinding sel. Setelah mencapai perkembangan akhir ini mempunyai pisang yang
khas, yang disebut “Sabit” (crescent). Di dalam sel yang dihinggapi Plasmodium falciparum sering
tampak titik-titik basophil yang biru dan presipitat sitoplasma yang disebut titik-titik Maurer. Titik-

9
titik ini tampak sebagai bercak-bercak merah yang bentuknya tidak teratur, sebagai keping-keping
atau batang-batang didalam sitoplasma.

2.9 Pengobatan Malaria

Pengobatan yang diberikan adalah pengobatan radikal malaria dengan membunuh semua
stadium parasite yang ada didalam tubuh manusia, termasuk stadium gametosit. Adapun tujuan
pengobatan radikal untuk mendapat kesembuhan klinis dan parasitologik serta memutuskan rantai
penularan.
Pengobatan malaria falciparum saat ini menggunakan ACT (Artemisin Combination
Therapy) ditambah primakuin.
Lini pertama: ACT - Primakuin
Artesunat, amidokain - primakuin
Lini kedua: kina, doksisiklin - primakuin
Kina, Tetrasiklin - primakuin
Klasifikasi antimalaria berdasarkan perkembangan plasmodium adalah sebagai berikut:
a. Skizontosid jaringan
b. Skizontosid darah
c. Gametosid
d. sporontosid

Antimalaria dipilih sesuai tujuan pengobatan spesies plasmodium yang menyebabkan


malaria yaitu plasmodium falciparum, plasmodium vivax, plasmodium malaria, plasmodium
ovale. Semuanya mungkin menyebabkan sakit berat, tetapi plasmodium falciparum bertanggung
jawab atas hampir seluruh komplikasi yang serius dan mematikan. Efektivitas agen antimalaria
bervariasi yang mana resistensi obat merupakan masalah terapeutik yang penting khususnya
dengan plasmodium falciparum. (Koes Irianto, 2013).

2.9.1 Obat Kina

Kina atau Kuinin merupakan alkaloid penting dari kulit pohon Chincona spesies, telah
digunakan pendudduk asli Amerika selatan sebagai obat tradisional. Di Indonesia hanya jenis

10
Chincona ledgeriana dan Chincoa succirubra. Pohon kina mengadung lebih 20 alkaloid, namun
yang bermanfaat klinik hanya kuinin-kuinidin, sinkona-sinkonidin. Semua alkaloid sinkona dan
turunanya mempunyai sifat farmakologi yang sama tetapi berbeda secara kuantitatif. Khasiat
khusus dari kinin sebagaian besar tergantung dari kadar kina yang dihasilkan. Kina dianjurkan
bersama antimalaria lain karena kurang efektif dan lebih toksik dari pada antimalaria sintesis,
sebaiknya digunakan setelah makan untuk mengurangi iritasi lambung (Koes Irianto, 2013).
Obat diberikan dengan loading dose 20 mg/kg BB yang dilarutkan dalam 500 ml larutan
dektrose 5% atau NaCl 0,9% , diberikan selama 4 jam. Selanjutnya selama 4 jam berikutnya hanya
diberikan larutan larutan dektrose 5% atau NaCl 0,9%. Setelah itu berikan dosis maintenance 10
mg/kg BB dalam larutan dektrose 5% atau NaCl 0,9% selama 4 jam. Selanjutnya selama 4 jam
berikutnya hanya diberikan larutan dektrose 5% atau NaCl 0,9%. Berikan dosis maintenance
sampai penderita dapat minum kina per oral dengan dosis 10 mg/kg BB/kali, 3 kali sehari, dengan
total dosis 7 hari dihitung sejak pemberian kina per infuse yang pertama. Dosis anak kina; 10
mg/kg BB ( bila umur , 2 bulan 6-8 mg/kg BB) diencerkan dalam 5-10 ml/kg BB larutan dektrose
5% atau NaCl 0,9%, diberikan selama 4 jam.Pemberian diulang setiap 8 jam sampai penderita
sadar dan dapat minum obat (Depkes RI, 2008).
Apabila tidak dimungkinkan pemberian kina per infuse, maka dapat diberikan kina
dihidroklorida 10 mg/kg BB intramuskuler dengan menyuntikkan ½ dosis pada masing-masing
paha depan (kiri dan kanan), jangan diberikan pada bokong. Untuk pemakaian i.m., kina
diencerkan untuk mendapatkan konsentrasi 60-100 mg/ml dengan 5-8 ml larutan NaCl 0,9%
(Depkes RI, 2008).

2.9.2 Obat Artesunat

Artesunat adalah garam suksinil natrium artemisin yang larut baik dalam air tetapi tidak
stabil dalam larutan. Artemisin adalah obat paling efektif, aman, dan kerjannya cepat untuk khasus
malaria berat terutama yang disebabkan oleh plasmodium falciparum yang resisten terhdapa
klorokuin dan obat-obat lainnya. Analog-analog yang terpenting adalah artesunat (larut dalam air,
pemberian dapat oral, intravena, intramuscular dan perektal) (Koes Irianto, 2013).

Artesunat intravena atau intramuskuler Artesunat parenteral direkomendasikan untuk


digunakan di rumah sakit atau puskesmas perawatan. Artesunat parenteral tersedia dalam vial

11
berisi 60 mg serbuk kering asam artesunik dan pelarut dalam ampul yang berisi 0,6 ml natrium
bikarbonat. Larutan injeksi artesunat dibuat dengan melarutkan serbuk kering dalam pelarut dan
tambahkan larutan dextrose sebanyak 3-5 ml. Artesunat diberikan dengan loading dose secara
bolus 2,4 mg/kg BB intravena selama 2 menit, dan diulang setelah 12 jam dengan dosis sama.
Selanjutnya artesunat diberikan 2,4 mg/kg BB intravena satu kali sehari sampai penderita mampu
minum obat . Larutan artesunat juga dapat diberikan secra i.m. dengan dosis yang sama. Bila
penderita sudah dapat minum obat, maka pengobatan dilanjutkan regimen artesunat + amodiakuin
+ primakuin (Depkes RI, 2008).

2.9.3 Primakuin

Turunan 8-amonokuinolon yang pertama kali digunakan adalah pamakuin yang


mempunyai indeks terapi rendah. Sedangkan primakuin yang paling aktif, disusl pentakuin dan
isopentakuin. Berbeda dengan kina, primakuin pada dosis terapi tidak efek lain selain efek
antimalaria. Primakuin merupakan obat berharga ditinjau dari potensi dan rendahnya toksisitas dan
telah dicoba secara ekstensif pada serdadu Amerika di korea. Golongan 8-aminokuinolin
mempunyai efek gametosidal terhadap 4 jenis plasmodium terutama plasmodium falciparum
(Koes Irianto, 2013).

12
BAB 3

STUDY KASUS DAN PEMBAHASAN

3.1 Obat Yang Digunakan

Penelitian terkait karakteristik pasien berdasarkan terapi menggunakan obat kombinasi


kina-primakuin dan kombinasi artesunat-primakuin pada 36 pasien penderita malaria falciparum
di rawat inap RSUD Nabire dapat dilihat pada Tabel 1

Tabel 1 Data Karakteristik berdasarkan obat yang di gunakan pada pasien malaria
falciparum di RSUD Nabire

Obat Malaria Jumlah Pasien Presentase (%)


Kombinasi Kina-primakuin 23 63.89

Kombinasi Artesunat-primakuin 13 36.11

Total 36 100

Pada tabel 1, diperoleh jumlah pasien yang menggunakan kombinasi kina-primakuin


sebanyak 23 pasien sekitar 63,86% dan 13 pasien lainnya yaitu sekitar 36,11% menggunakan
kombinasi artesunat-primakuin.

Tabel 2 Data Pasien Malaria falciparum yang menggunakan obat kombinasi kina-
primakuin di RSUD Nabire

No Nama Umur Obat Lama Perawatan


(Tahun) (Hari)
1. YM 30 Kina injeksi, primakuin, ranitidine, 8
antrain, natrium klorida
2. TE 18 Kina injeksi, primakuin,ranitidine, 5
antrain, natrium klorida
3. IS 29 Kina injeksi, primakuin, ranitidine, 3
antrain, natrium klorida

13
4. OL 32 Kina injeksi, Primakuin, ranitidine, 4
paracetanol, natrium klorida
5. WT 60 Kina injeksi, primakuin, ranitidine, 6
antrain, natrium klorida
6. YD 48 Kina injeksi, primakuin, ranitidine, 2
antrain, paracetamol,natrium klorida
7. KT 19 Kina injeksi, Primakuin, ranitidine, 5
antrain, natrium klorida
8. MF 26 Kina injeksi, primakuin, ranitidine, 4
paracetamol, natrium klorida
9. DA 18 Kina injeksi, primakuin ranitidine, 4
paracetamol, natrium klorida
10. HJ 30 Kina injeksi, primakuin, ranitidine, 6
paracetamol, natrium klorida
11. AS 66 Kina injeksi, primakuin, ranitidine, 4
paracetamol, natrium klorida
12. HA 26 Kina injeksi, primakuin, natrium klorida 4
13. LM 58 Kina injeksi, primakuin, ranitidine, 4
antrain, natrium klorida
14. YS 29 Kina injeksi, primakuin, ranitidine, 4
antrain, natrium klorida
15. SL 67 Kina injeksi, primakuin, ranitidine, 5
antrain, natrium klorida
16. JA 21 Kina injeksi, primakuin, ranitidine, 6
paracetamol, natrium klorida
17. YD 18 Kina injeksi, primakuin, ranitidine, 7
antrain, natrium klorida
18. EU 24 Kina injeksi, primakuin, ranitidine, 2
paracetamol, natrium klorida

14
19. AR 36 Kina injeksi, primakuin, ranitidine, 5
antrain, natrium klorida
20. AS 25 Kina injeksi, primakuin, ranitidine, 3
paracetamol, natrium klorida
21. MP 38 Kina injeksi, primakuin, ranitidine, 2
antrain, natrium klorida
22. JM 31 Kina injeksi, Primakuin, ranitidine, 3
paracetamol, natrium klorida
23. YE 21 Kina injeksi, primakuin, ranitidine, 4
paracetamol, natrium klorida

Berdasarkan Tabel diatas, diketahui pasien malaria falciparum yang menggunakan obat
kombinasi kina-primakuin dari 36 pasien yaitu ada 23 pasien.

Tabel 3 Data Pasien Malaria falciparum yang menggunakan obat kombinasi artesunat-
primakuin di RSUD Nabire

No Nama Umur Obat Lama Perawatan


(Tahun) (Hari)
1. OB 18 Artesunat injeksi, primakuin, ranitidine, 5
antrain, natrium klorida
2. DN 28 Artesunat injeksi, primakuin ranitidine, 3
antrain, natrium klorida
3. TW 18 Artesunat injeksi, primakuin, ranitidine, 5
antrain, natrium klorida
4. MC 25 Artesunat injeksi, primakuin ranitidine, 4
antrain, natrium klorida
5. TK 21 Artesunat injeksi, primakuin, ranitidine, 4
antrain, natrium klorida
6. LR 46 Artesunat injeksi, primakuin, ranitidine, 6
paracaetamol, natrium klorida

15
7. NT 21 Artesunat injeksi, primakuin ranitidine, 3
paracetamol, natrium klorida
8. TH 35 Artesunat injeksi, primakuin, paracetamol, 3
natrium klorida
9. SA 43 Artesunat injeksi, primakuin ranitidine, 3
antrain, natrium klorida
10. IM 20 Artesunat injeksi, primakuin, ranitidine, 4
antrain, natrium klorida
11. NM 40 Artesunat injeksi, primakuin ranitidine, 4
antrain, natrium klorida
12. HN 50 Artesunat injeksi, primkauin, ranitidine, 2
paracetamol, natrium klorida
13. MD 29 Artesunat injeksi, primakuin, ranitidine, 2
antrain, natrium klorida

Pada Tabel 3, diketahui pasien malaria falciparum yang menggunakan obat kombinasi
artesunat-primakuin adalah sebanyak 13 pasien dari 36 pasien.

3.2 Efektivitas Terapi

Efektivitas terapi obat malaria yang digunakan oleh pasien malaria falciparum rawat inap
dilihat dari pasien yang diperbolehkan pulang oleh dokter.

Tabel 4 Persentase Efektivitas Terapi Pasien Malaria Falciparum di RSUD Nabire

Obat Malaria Jumlah Jumlah pasien yang Efektifitas


pasien dinyatakan membaik (%)
Kombinasi kina-primakuin 23 17 73.91

Kombinasi artesnuat-primakuin 13 11 84.62

16
3.3 Analisis Biaya

Biaya yang dibutuhkan dalam penelitian ini berupa direct medical cost (biaya medis
langsung) per pasien dan cost-effectiveness ratio. Direct medical cost yang dikeluarkan pasien
yang menggunakan kombinasi kina-primakuin dapat dilihat pada Tabel 5 dan yang menggunakan
kombinasi artesunat-primakuin dapat dilihat pada tabel 6.

Tabel 5 Direct medical cost penggunaan obat kombinasi kina-primakuin pada pasien
malaria falciparum di RSUD Nabire

No Nama Biaya Pengobatan (Rp) Biaya Rawat Inap (Rp) Total Biaya (Rp)
1. YM 217.400 1.914.000 2.131.400
2. TE 170.270 1.200.000 1.370.270
3. IS 78.420 724.000 802.420
4. OL 59.520 962.000 1.021.520
5. WT 155.270 1.438.000 1.593.270
6. YD 40.720 486.000 526.720
7. KT 170.270 1.200.000 1.370.270
8. MF 51.440 962.000 1.013.440
9. DA 83.870 962.000 1.045.870
10. HJ 112.260 1.438.000 1.550.260
11 AS 96.340 962.000 1.058.340
12. HA 47.410 962.000 1.009.410
13. LM 123.700 962.000 1.085.700
14. YS 123.700 962.000 1.085.700
15. SL 138.980 1.200.000 1.338.980
16. JA 125.550 1.438.000 1.563.550
17. YD 186.260 1.676.000 1.862.260
18. EU 25.720 486.000 511.720
19. AR 131.480 1.200.000 1.331.480
20. AS 49.830 724.000 773.830

17
21. MP 53.920 486.000 539.920
22. JM 49.830 724.000 773.830
23. YE 66.440 962.000 1.028.440
Total direct medical cost Rp. 26.388.600

Direct medical cost per pasien Rp. 1.147.330

Tabel 6 Direct medical cost penggunaan obat kombinasi artesunat-primakuin pada pasien
malaria falciparum di RSUD Nabire

No Nama Biaya Pengobatan (Rp) Biaya Rawat Inap (Rp) Total Biaya (Rp)
1. OB 241.400 1.200.000 1.441.400
2. DN 123.540 724.000 847.540
3. TW 211.400 1.200.000 1.411.400
4. MC 166.720 962.000 1.128.720
5. TK 196.400 962.000 1.158.400
6. LR 364.680 1.438.000 1.802.680
7. NT 108.540 724.000 832.540
8. TH 93.540 724.000 817.540
9. SA 135.840 724.000 859.540
10. IM 151.720 962.000 1.113.720
11 NM 153.320 962.000 1.115.320
12. HN 114.860 486.000 600.860
13. MD 113.060 486.000 599.060
Total direct medical cost Rp. 13.728.720

Direct medical cost per pasien Rp. 1.056.055

Evaluasi dari segi analisis biaya pada penilitian ini untuk mengetaahui cost-effectivenes
ratio penggunaan kombinasi kina-primakuin dan kombinasi artesunat-primakuin pada pasien

18
malaria falciparum di RSUD Nabire. Cost effectiveness ratio diperoleh dari perhitungan ACER
yang dapat dilihat pada Tabel 6 dan perhitungan ICER pada Tabel 7

Tabel 7 Perhitungan ACER penggunaan kombinasi kina-primakuin dan kombinasi


artesunat-primakuin pada pasien malaria falciparum di RSUD Nabire

Obat Malaria Rata-rata direct Efektivitas (E) ACER ( C/E)


medical cost ( C ) (%)
(Rp)
Kombinasi kina-primakuin 1.147.330 73.91 15.523

Kombinasi artesunat-primakuin 1.056.055 84.62 12.479

Tabel 8 Perhitungan ICER penggunaan kombinasi kina-priakuin dan kombinasi artesunat-


primakuin pada pasien malaria falciparum di RSUD Nabire

𝚫𝐂 𝚫𝐄 ICER (𝚫𝐂/𝚫𝐄 )

12.479 – 15.523 = 84.62 – 73.91 = 10.71 -3.044 / 10.71 =


-3.044 - 0.284

3.4 Pembahasan

3.4.1 Efektivitas

Efektivitas untuk penyakit malaria dilihat dari menurunnya parasit dalam darah,namun
karena kurang lengkapnya catatan rekam medik diRSUD Nabire,maka dilihat dari pasien yang
dinyatakan pulang membaik oleh dokter seperti pada Tabel 4.6 menunjukan bahwa pasien malaria
falciparum yang pulang membaik menggunakan obat kombinasi artesunat-primakuin lebih tinggih
dari pada kombinasi kina-primakuin. Hal ini dikarenakan pengobatan ACT (Artemisin
Combination Therapy) merupakan kombinasi yang memiliki kemapuan untuk menurunkan
parasite dengan cepat, menghilangkan simtom dengan cepat, efektif terhadap parasite resisten
multi-drug semua bentuk/stadium parasit dari bentuk bentuk muda sampai tua yang berkuestrasi

19
pada pembuluh kapiler, menurunkan pembawa gamet, menghambat transmisi, belum ada
resistensi terhadap artemisin, serta efek samping yang minimal (Harijamto, 2011).

3.4.2 Analisis Biaya

Biaya yang dihitung dalam penelitian ini adalah biaya medik langsung (direct medical cost)
yang meliputi biaya pengobatan, biaya perawatan dan biaya laboratorium. Pada kombinasi kina-
primakuin diperoleh direct medical cost per pasien sebesar Rp.1.147.330 dan untuk kombinasi
artesunat-primakuin sebesar Rp 1.056.055. Semua pasien malaria di RSUD Nabire mendapat
bantuan dari pemerintah akan tetapi lebih banyak yang diberikan obat kina dibanding artesunat.
Menurut Koes Irianto (2013) menunjukkan bahwa penggunaan obat kina untuk pengobatan
penyakit malaria sudah resisten.
Berdasarkan hasil yang didapat dari perhitungan ACER, kombinasi kina-primakuin didapat
sebesar Rp.15.523. sedangkan kombinasi artesunat-primakuin didapat sebesar Rp.12.479.
Semakin kecil nilai ACER maka obat tersebut semakin cost-effective,hal ini menunjukkan bahwa
kombinasi artesunat-primkauin lebih cost-effective atau memiliki biaya paling efektif dibanding
kombinasi kina-primakuin. Maksud dari angka-angka ACER adalah setiap peningkatan 1%
efektivitas dibutuhkan biaya sebesar ACER (Tri Murti, 2013). Setiap penigkatan efektivitas pasien
yang menggunakan kombinasi artesunat-primakuin membutuhkan biaya sebesar Rp. 12.479
Selanjutnya untuk perhitungan ICER, didapat hasil negatif yaitu -0.284. Perhitungan ICER
menunjukkan hasil negative atau semakin kecil, maka suatu alternatif obat dianggap lebih efektif
dan lebih murah, sehigga dapat dijadikan rekomendasi pilihan terapi. Hal ini tidak dapat dijadikan
acuan, karena alternatif yang paling cost effective tidak selalu alternatif yang biayanya paling
murah untuk mendapatkan tujuan terapi yang spesifik (Tri Murti, 2013).

20
BAB 4

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa terapi yang lebih cost-effective antara
penggunan antimalaria kombinasi kina-primakuin dan kombinasi artesunat-primakuin pada
pengobatan malaria falciparum di RSUD Nabire yaitu terapi dengan kombinasi artesnuat-
primakuin. Hal ini dapat dilihat dari perbandingan nilai ACER kombinasi artesunat- primakuin
(12.479) lebih kecil dari nilai ACER kombinasi kina-primakuin (15.523), serta dapat dilihat juga
pada hasil perhitungan nilai ICER yaitu -0.284.

21
DAFTAR PUSTAKA

Andayani, Tri Murti. 2013. Farmakoekonomi Prinsip dan Metodologi. Yogyakarta : Bursa Ilmu.
Adjuik M, dkk., 1999. Amodiaquin-artesunat versus amodiaquin for uncomplicated Plasmodium
falciparum malaria in Afrika children.
Bootman, J.L., Townsend R.J., McGhan W.F. 2005. Principles of pharmacoeconomics, 3rd edition.
US : Harvey Whitney Books company.
Depkes RI, 2008. Buku Saku pelayanan kefarmasian untuk penyakit malaria. Jakarta : Direktorat
jendral Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
Depkes RI, 2009. Buku Saku Pengendalian dan Pencegahan Malaria : Pedomanan
Penatalaksanaan Kasus Malaria Di Indonesia. Ditjen PP & PL. Jakarta : Depkes RI.
Harijanto PN dkk. 2010. Malaria dari Molekuler ke Klinis. Edisi Kedua. Jakarta : EGC.
Harijanto, PN. 2012. Gejala klinik Malaria Dalam Malaria, Epidemiologi, patogenesis,
manifekstasi klinis & penanganan, Ed P.N Harijanto, 2000,cetakan I. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Hassan. 2006. Rasio Efektivitas Biaya Obat Antimalaria Kombinasi Artesunate-Amodiakuin Dan
Kombinasi Sulfadoksin + Pirimetamin Dalam Terapi Malaria Falsiparum. Jakarta :
Universitas Indonesia.
Hurlock Elizabeth B. 2008. Psikologi Perkembangan. Jakarta : Erlangga.
Koes Irianto. 2013. Parasitologi Medis. Bandung : Alfabeta.
Lorensia, A., dan Doddy, D.Q. 2016. Farmakoekonomi Edisi Kedua. Surabaya : UBAYA.
Prabowo A. 2004. Malaria, Mencegah dan Mengatasinya. Cetakan 1. Jakarta : Puspa Swara
Siregar, R. 2011. Farmasi rumah sakit : Terapi dan Penerapan. Jakarta : Buku kedokteran EGC.
Tjiptoherijanto P, & Soesetyo B. 1994. Ekonomi Kesehatan. Jakarta : Penerbit Rhineka Cipta.
Tri Murti, A. 2013. Farmakoekonomi Prinsip dan Metodologi. Jogyakarta : Bursa Ilmu.
Trisna, Yilia. 2010. Aplikasi Farmakoekonomi. Materi Perkembangan Farmasi Nasional. Jakarta :
Ikatan Apoteker Indonesia.
Vongenberg, FR. 2001. Introduction To Applied Pharmacoeconomics. USA : Editior: Zollo S.
McGraw-Hill Companies.

22
23

Anda mungkin juga menyukai