Anda di halaman 1dari 71

1

Makalah

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN


SISTEM PERNAPASAN : PPOK DI RUANG SHAFA RSUD DR
ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
TAHUN 2017

Oleh

NIP.

PEMERINTAH ACEH
2017
2

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, Shalawat beserta salam dilimpahkan kepada
Junjungan besar Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa manusia dari alam Jahiliyah
dengan tuntunannya menuju masyarakat baldatun thoyibal warobbul ghofur.
Judul dari penulisan makalah ini adalah: “Asuhan Keperawatan pada Klien dengan
Gangguan Sistem Pernapasan : PPOK di Ruang Shafa Rsud Dr Zainoel Abidin Banda
Aceh”.
Dalam makalah ini menjelaskan tentang, pengertian penyakit PPOK, klasifikasi PPOK,
etiologi PPOK, manifestasi klinis, patofisiologi, komplikasi, pemeriksaan penunjang,
pencegahan, penatalaksanaan penyakit PPOK dan asuhan keperawatan penyakit PPOK.
Disadari bahwa makalah ini masih banyak yang perlu disempurnakan, dengan harapan
penyusun mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat khususnya untuk penyusun dan
umumnya bagi orang lain.

Banda Aceh, Oktober 2017

Penyusun
3

DARTAR ISI

KATAPENGANTAR ..................................................................... 2
DAFTAR ISI ..................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................... 4
1.1 Latar Belakang ..................................................................... 5
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................... 5
1.3 Tujuan Penulisan ..................................................................... 5
1.3.1 Tujuan Umum ..................................................................... 5
1.3.2 Tujuan Khusus ..................................................................... 5
1.4 Metode Penulisan ..................................................................... 5
1.5 Manfaat Penulisan ..................................................................... 5
BAB II TINJAUAN TEORI ..................................................................... 7
2.1 Definisi ..................................................................... 7
2.2 Etiologi ..................................................................... 7
2.3 Manifestasi ..................................................................... 8
2.4 Patofisiologi ..................................................................... 8
2.5 Pemeriksaan Penunjang ..................................................................... 10
2.6 Komplikasi ..................................................................... 11
2.7 Penatalaksanaan ..................................................................... 13
2.8 Asuhan Keperawatan ..................................................................... 16
2.8.1 Pengkajian ..................................................................... 16
2.8.2 Diagnosa Keperawatan ..................................................................... 19
2.8.3 Intervensi Keperawatan ..................................................................... 19
BAB III TINJAUAN KASUS ..................................................................... 26
3.1 Pengkajian ..................................................................... 27
3.1.1 Format Analisa Data ..................................................................... 27
3.2 Diagnosa Keperawatan ..................................................................... 31
3.3 Intervensi Keperawatan ..................................................................... 31
3.4 Impementasi ..................................................................... 35
3.5 Evaluasi ..................................................................... 38
BAB IV PEMBAHASAN ..................................................................... 59
4.1 Pengkajian Keperawatan ..................................................................... 59
4.2 Diagnosa Keperawatan ..................................................................... 62
BAB V PENUTUP ..................................................................... 67
5.1 Kesimpulan ..................................................................... 67
5.2 Saran ..................................................................... 68
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................... 69
4

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Terwujudnya keadaan sehat adalah kehendak semua pihak, tidak hanya oleh
perorangan, tetapi juga oleh kelompok dan bahkan oleh masyarakat. Sehat adalah suatu
keadaan sejahtera badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif
secara sosial dan ekonomi.
Data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan, pada tahun 2010
diperkirakan penyakit ini akan menempati urutan keempat sebagai penyebab kematian.
Prevalensi terjadinya kematian akibat rokok pada penyakit penyakit paru obstruksi kronis pada
tahun 2010 sebanyak 80-90 % (Kasanah, 2011). World Health Organization (WHO)
memprediksikan pada tahun 2020, PPOK akan berada pada peringkat ke-3 penyebab kematian
di dunia.
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar 2013, PPOK merupakan salah satu dari 10
penyakit yang paling sering menyebabkan kematian di Indonesia. Prevalensi PPOK di
Indonesia sebanyak 3,7% per 100.000 penduduk sedangkan di Aceh angka kejadian PPOK
sebanyak 4,3% per 100.000 penduduk.
Kebanyakan pasien PPOK adalah laki-laki. Hal ini disebabkan lebih banyak
ditemukan perokok pada laki-laki dibandingkan pada wanita. Hasil Susenas (Survei Sosial
Ekonomi Nasional) tahun 2001 menunjukkan bahwa sebanyak 62,2% penduduk laki-laki
merupakan perokok dan hanya 1,3% perempuan yang merokok. Sebanyak 92,0% dari perokok
menyatakan kebiasaannya merokok di dalam rumah, ketika bersama anggota rumah tangga
lainnya, dengan demikian sebagian besar anggota rumah tangga merupakan perokok pasif.
Maka dari itu, penulis tertarik untuk mengangkat kasus ini dalam suatu asuhan
keperawatan yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem
Pernafasan : Penyakit Paru Obstruksi Kronis Di Ruang Shafa RSUD Dr. Zainoel Abidin Banda
Aceh”. Alasan penulis tertarik untuk mengambil kasus ini adalah karena penyakit ini
memerlukan pengobatan dan perawatan yang optimal sehingga perawat memerlukan
ketelatenan untuk dapat memelihara, mengembalikan fungsi paru dan kondisi pasien sebaik
mungkin. Penyakit ini akan terus mengalami perkembangan yang progresif dan belum ada
penyembuhan secara total. Maka dari itu, perawat terfokus untuk melakukan perawatan yang
5

meliputi terapi obat, perubahan gaya hidup, terapi pernafasan dan juga dukungan emosional
bagi penderita penyakit paru obstruksi kronis (Reeves, 2001).

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah pada laporan kasus ini adalah “Bagaimana Asuhan Keperawatan
Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Pernafasan : Penyakit Paru Obstruksi Kronis Di Ruang
Shafa RSUD Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh”.

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Tujuan Umum
Mampu melakukan asuhan keperawatan secara komprehensif pada klien
dengan PPOK.
1.3.2 Tujuan Khusus
Penulisan makalah tentang Asuhan Keperawatan pada Klien dengan PPOK ini
diharapkan dapat membantu perawat untuk:
a. Memahami tentang definisi, etiologi, manifestasi klinis, patofisiologi, pemeriksaan
diagnosa dan penatalaksanaan pada klien PPOK.
b. Memahami asuhan keperawatan pada klien dengan PPOK.
c. Mampu menganalisa dan mempraktekkan tindakan yang tepat, yang dapat
dilakukan pada klien PPOK.

1.4 Metode Penulisan


Dalam penyusunan makalah ini penulis menggunakan metode deskriptif dalam bentuk
studi kasus dengan pendekatan proses keperawatan yang dilakukan pada klien dengan
gangguan Sistem Respirasi, sedangkan tekhnik pengumpulan data dilakukan melalui Studi
Kepustakaan, yaitu studi melalui literatur dengan melihat dari buku sumber yang berkaitan
dengan kasus yang diambil dalam pembuatan makalah.

1.5 Manfaat Penulisan


1.5.1 Rumah Sakit
Laporan kasus ini dapat menjadi masukan untuk meningkatkan pelayanan asuhan
keperawatan pada pasien dengan PPOK
6

1.5.2 Institusi Pendidikan


Laporan kasus ini di harapkan dapat menjadi bahan pustaka yang dapat memberikan
gambaran pengetahuan mengenai PPOK.

1.5.3 Profesi Perawat


Laporan kasus ini diharapkan dapat dijadikan bahan acuan bagi tenaga kesehatan untuk
praktek asuhan keperawatan langsung kepada klien dan mengadakan penyuluhan tentang
kesehatan mengenai PPOK dan bahayanya.
7

BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi
Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) merupakan suatu kelainan dengan ciri-ciri
adanya keterbatasan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversible (Lyndon Saputra, 2010).
Pada klien PPOK paru-paru klien tidak dapat mengembang sepenuhnya dikarenakan adanya
sumbatan dikarenakan sekret yang menumpuk pada paru-paru.
PPOK adalah penyakit paru kronik dengan karakteristik adanya hambatan aliran udara
di saluran napas yang bersifat progresif non reversibel atau reversibel parsial, serta adanya
respons inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang berbahaya (GOLD, 2009). Selain itu
menurut Arita Murwani (2011) Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) merupakan satu
kelompok penyakit paru yang mengakibatkan obstruksi yang menahun dan persisten dari jalan
napas di dalam paru, yang termasuk dalam kelompok ini adalah : bronchitis, emfisema paru,
asma terutama yang menahun, bronkiektasis.
PPOK/COPD (CRONIC OBSTRUCTION PULMONARY DISEASE) merupakan
istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru yang berlangsung lama dan
ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi
utamanya (Price, Sylvia Anderson : 2005). Sedangkan menurut T.M.Marrelli, Deborah
S.Harper (2008), Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) adalah suatu kondisi kronis yang
berkaitan dengan sekelompok penyakit : emfisema, asma dan bronchitis.
Dari beberapa pengertian di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa penyakit paru
obstruktif kronis adalah suatu kelainan penyakit paru dengan ciri-ciri adanya keterbatasan
udara yang mengakibatkan obstruksi yang menahun dan persisten dari jalan napas di dalam
paru, yang termasuk dalam kelompok ini adalah : bronkhitis kronis, asma dan emfisema.

2.2 Etiologi
Faktor – faktor yang menyebabkan timbulnya Penyakit Paru Obstruksi Kronis menurut
Brashers (2007) adalah :
a. Merokok merupakan > 90% resiko untuk PPOK dan sekitar 15% perokok menderita
PPOK. Beberapa perokok dianggap peka dan mengalami penurunan fungsi paru secara
cepat. Pajanan asap rokok dari lingkungan telah dikaitkan dengan penurunan fungsi
paru dan peningkatan resiko penyakit paru obstruksi pada anak.
8

b. Terdapat peningkatan resiko PPOK bagi saudara tingkat pertama perokok. Pada kurang
dari 1% penderita PPOK, terdapat defek gen alfa satu antitripsin yang diturunkan yang
menyebabkan awitan awal emfisema.
c. Infeksi saluran nafas berulang pada masa kanak – kanak berhubungan dengan
rendahnya tingkat fungsi paru maksimal yang bisa dicapai dan peningkatan resiko
terkena PPOK saat dewasa. Infeksi saluran nafas kronis seperti adenovirus dan klamidia
mungkin berperan dalam terjadinya PPOK.
d. Polusi udara dan kehidupan perkotaan berhubungan dengan peningkatan resiko
morbiditas PPOK.

2.3 Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis pada pasien dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronis menurut Reeves
(2001) adalah :
Perkembangan gejala-gejala yang merupakan ciri dari PPOK adalah malfungsi kronis
pada sistem pernafasan yang manifestasi awalnya ditandai dengan batuk-batuk dan produksi
dahak khususnya yang makin menjadi di saat pagi hari. Nafas pendek sedang yang berkembang
menjadi nafas pendek akut. Batuk dan produksi dahak (pada batuk yang dialami perokok)
memburuk menjadi batuk persisten yang disertai dengan produksi dahak yang semakin banyak.
Biasanya pasien akan sering mengalami infeksi pernafasan dan kehilangan berat badan
yang cukup drastis, sehingga pada akhirnya pasien tersebut tidak akan mampu secara maksimal
melaksanakan tugas-tugas rumah tangga atau yang menyangkut tanggung jawab pekerjaannya.
Pasien mudah sekali merasa lelah dan secara fisik banyak yang tidak mampu melakukan
kegiatan sehari-hari.
Selain itu pada pasien PPOK banyak yang mengalami penurunan berat badan yang
cukup drastis, sebagai akibat dari hilangnya nafsu makan karena produksi dahak yang makin
melimpah, penurunan daya kekuatan tubuh, kehilangan selera makan (isolasi sosial) penurunan
kemampuan pencernaan sekunder karena tidak cukupnya oksigenasi sel dalam sistem (GI)
gastrointestinal. Pasien dengan PPOK lebih membutuhkan banyak kalori karena lebih banyak
mengeluarkan tenaga dalam melakukan pernafasan.

2.4 Patofisiologi
Saluran napas dan paru berfungsi untuk proses respirasi yaitu pengambilan oksigen
untuk keperluan metabolisme dan pengeluaran karbondioksida dan air sebagai hasil
metabolisme. Proses ini terdiri dari tiga tahap, yaitu ventilasi, difusi dan perfusi. Ventilasi
9

adalah proses masuk dan keluarnya udara dari dalam paru. Difusi adalah peristiwa pertukaran
gas antara alveolus dan pembuluh darah, sedangkan perfusi adalah distribusi darah yang sudah
teroksigenasi. Gangguan ventilasi terdiri dari gangguan restriksi yaitu gangguan
pengembangan paru serta gangguan obstruksi berupa perlambatan aliran udara di saluran
napas. Parameter yang sering dipakai untuk melihat gangguan restriksi adalah kapasitas vital
(KV), sedangkan untuk gangguan obstruksi digunakan parameter volume ekspirasi paksa detik
pertama (VEP1), dan rasio volume ekspirasi paksa detik pertama terhadap kapasitas vital paksa
(VEP1/KVP) (Sherwood, 2001).
Faktor risiko utama dari PPOK adalah merokok. Komponen-komponen asap rokok
merangsang perubahan pada sel-sel penghasil mukus bronkus. Selain itu, silia yang melapisi
bronkus mengalami kelumpuhan atau disfungsional serta metaplasia. Perubahan-perubahan
pada sel-sel penghasil mukus dan silia ini mengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan
menyebabkan penumpukan mukus kental dalam jumlah besar dan sulit dikeluarkan dari saluran
napas. Mukus berfungsi sebagai tempat persemaian mikroorganisme penyebab infeksi dan
menjadi sangat purulen. Timbul peradangan yang menyebabkan edema jaringan. Proses
ventilasi terutama ekspirasi terhambat. Timbul hiperkapnia akibat dari ekspirasi yang
memanjang dan sulit dilakukan akibat mukus yang kental dan adanya peradangan (GOLD,
2009).
Komponen-komponen asap rokok juga merangsang terjadinya peradangan kronik pada
paru.Mediator-mediator peradangan secara progresif merusak struktur-struktur penunjang di
paru. Akibat hilangnya elastisitas saluran udara dan kolapsnya alveolus, maka ventilasi
berkurang. Saluran udara kolaps terutama pada ekspirasi karena ekspirasi normal terjadi akibat
pengempisan (recoil) paru secara pasif setelah inspirasi. Dengan demikian, apabila tidak
terjadi recoil pasif, maka udara akan terperangkap di dalam paru dan saluran udara kolaps
(GOLD, 2009).
Berbeda dengan asma yang memiliki sel inflamasi predominan berupa eosinofil,
komposisi seluler pada inflamasi saluran napas pada PPOK predominan dimediasi oleh
neutrofil. Asap rokok menginduksi makrofag untuk melepaskan Neutrophil Chemotactic
Factors dan elastase, yang tidak diimbangi dengan antiprotease, sehingga terjadi kerusakan
jaringan (Kamangar, 2010). Selama eksaserbasi akut, terjadi perburukan pertukaran gas
dengan adanya ketidakseimbangan ventilasi perfusi. Kelainan ventilasi berhubungan dengan
adanya inflamasi jalan napas, edema, bronkokonstriksi, dan hipersekresi mukus.Kelainan
perfusi berhubungan dengan konstriksi hipoksik pada arteriol (Chojnowski, 2003).
10

Sumber : http://dokumen.tips/documents/patofisiologi-55cac88875ac1.html

2.5 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan diagnostik untuk pasien dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronis menurut
Doenges (2012) antara lain :
a. Sinar x dada dapat menyatakan hiperinflasi paru-paru, mendatarnya diafragma,
peningkatan area udara retrosternal, penurunan tanda vaskularisasi atau bula
(emfisema), peningkatan tanda bronkovaskuler (bronkhitis), hasil normal selama
periode remisi (asma).
b. Tes fungsi paru untuk menentukan penyebab dispnea, untuk menentukan apakah
fungsi abnormal adalah obstruksi atau restriksi, untuk memperkirakan derajat
disfungsi dan untuk mengevaluasi efek terapi misalnya bronkodilator.
c. Peningkatan pada luasnya bronkhitis dan kadang-kadang pada asma, penurunan
emfisema.
11

d. Kapasitas inspirasi menurun pada emfisema.


e. Volume residu meningkat pada emfisema, bronchitis kronis dan asma.
f. Forced Expiratory Volume (FEV1) atau FVC. Rasio volume ekspirasi kuat dengan
kapasitas vital kuat menurun pada bronchitis dan asma.
g. Analisa Gas Darah (AGD) memperkirakan progresi proses penyakit kronis
misalnya paling sering PaO2 menurun, dan PaCO2 normal atau meningkat
(bronkhitis kronis dan emfisema) tetapi sering menurun pada asma, pH normal atau
asidosis, alkalosis respiratorik ringan sekunder terhadap hiperventilasi (emfisema
sedang atau asma).
h. Bronkogram dapat menunjukkan dilatasi silindris bronkus pada inspirasi, kolaps
bronkhial pada ekspirasi kuat (emfisema), pembesaran duktus mukosa yang terlihat
pada bronkus.
i. Hemoglobin meningkat (emfisema luas), peningkatan eosinofil (asma).
j. Kimia darah antara lain alfa satu antitripsin dilakukan untuk meyakinkan defisiensi
dan diagnosa emfisema primer.
k. Sputum, kultur untuk menentukan adanya infeksi, mengidentifikasi patogen,
pemeriksaan sitolitik untuk mengetahui keganasan atau gangguan alergi.
l. Elektrokardiogram (EKG). Deviasi aksis kanan, peninggian gelombang P (asma
berat), disritmia atrial (bronchitis), peninggian gelombang P pada lead II, III, AVF
(bronchitis, emfisema), aksis vertikal QRS (emfisema).
m. Elaktrokardiogram (EKG) latihan, tes stress membantu dalam mengkaji derajat
disfungsi paru, mengevaluasi keefektifan terapi bronkodilator, perencanaan atau
evaluasi program latihan.

2.6 Komplikasi
Komplikasi Penyakit Paru Obstruksi Kronis menurut Mansjoer (2002) adalah
infeksi nafas yang berulang, pneumotoraks spontan, eritrositosis karena keadaan hipoksia
kronik, gagal nafas dan kor pulmonal.
Reeves (2001) menambahkan komplikasi pernafasan utama yang bisa terjadi pada
pasien dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronis yaitu gagal nafas akut (Acute Respiratory
Failure), pneumotoraks dan giant bullae serta ada satu komplikasi kardiak yaitu penyakit
cor-pulmonale.
12

a. Acute Respiratory Failure (ARF).


ARF terjadi ketika ventilasi dan oksigenasi tidak cukup untuk memenuhi
kebutuhan tubuh saat istirahat. Analisa gas darah bagi pasien penyakit paru
obstruksi menahun menunjukkan tekanan oksigen arterial PaO2 sebesar 55 mm Hg
atau kurang dan tekanan karbondioksida arterial (PaCO2) sebesar 50 mm Hg atau
lebih besar. Jika pasien atau keluarganya membutuhkan alat-alat bantu kehidupan
maka pasien tersebut dilakukan intubasi dan diberi sebuah respirator untuk
ventilasi secara mekanik.
b. Cor Pulmonale.
Cor pulmonale atau dekompensasi ventrikel kanan merupakan pembesaran
ventrikel kanan yang disebabkan oleh overloading akibat dari penyakit pulmo.
Komplikasi jantung ini terjadi sebagai mekanisme kompensasi sekunder bagi paru-
paru yang rusak pada penderita penyakit paru obstruksi menahun.
Cor pulmonary merupakan contoh yang tepat dari sistem kerja tubuh secara
menyeluruh. Apabila terjadi malfungsi pada satu sistem organ maka hal ini akan
merembet ke sistem organ lainnya. Pada penderita dengan penyakit paru obstruksi
menahun, hipoksemia kronis menyebabkan vasokonstriksi kapiler paru-paru yang
kemudian akan meningkatkan resistensi vaskuler pulmonari. Efek domino dari
perubahan ini terjadi peningkatan tekanan dalam paru-paru mengakibatkan
ventrikel kanan lebih kuat dalam memompa sehingga lama-kelamaan otot ventrikel
kanan menjadi hipertrofi atau membesar.
Perawatan penyakit jantung paru meliputi pemberian oksigen dosis rendah
dibatasi hingga 2 liter per menit, diuretik untuk menurunkan edema perifer dan
istirahat. Edema perifer merupakan efek domino yang lain karena darah balik ke
jantung dari perifer atau sistemik dipengaruhi oleh hipertrofi ventrikel kanan.
Digitalis hanya digunakan pada penyakit jantung paru yang juga menderita gagal
jantung kiri.
c. Pneumothoraks.
Pneumotoraks merupakan komplikasi PPOM serius lainnya. Pnemo berarti
udara sehingga pneumotoraks diartikan sebagai akumulasi udara dalam rongga
pleural. Rongga pleural sesungguhnya merupakan rongga yang khusus yakni
berupa lapisan cairan tipis antara lapisan viseral dan parietal paru-paru Fungsi
cairan pleural adalah untuk membantu gerakan paru-paru menjadi lancar dan mulus
selama pernafasan berlangsung. Ketika udara terakumulasi dalam rongga pleural,
13

maka kapasitas paru-paru untuk pertukaran udara secara normal, menjadi melemah
dan hal ini menyebabkan menurunnya kapasitas vital dan hipoksemia.
d. Giant Bullae.
Pneumotoraks seringkali dikaitkan dengan komplikasi PPOM lainnya yaitu
pembentukan giant bullae. Jika pneumotoraks adalah udara yang terakumulasi di
rongga pleura. Tetapi bullae adalah timbul karena udara terperangkap di parenkim
paru-paru. Sehingga alveoli yang menjadi tempat menangkapnya udara untuk
pertukaran gas menjadi benar-benar tidak efektif. Bullae dapat menyebabkan
perubahan fungsi pernafasan dengan cara 2 hal yaitu dengan menekan jaringan
paru-paru, mengganggu berlangsungnya pertukaran udara. Jika udara yang
terperangkap dalam alveoli semakin meluas maka semakin banyak pula kerusakan
yang terjadi di dinding alveolar.

2.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronis menurut
Mansjoer (2002) adalah :
1. Pencegahan yaitu mencegah kebiasaan merokok, infeksi, polusi udara.
2. Terapi eksasebrasi akut dilakukan dengan :
a. Antibiotik, karena eksasebrasi akut biasanya disertai infeksi. Infeksi ini
umumnya disebabkan oleh H. Influenzae dan S. Pneumonia, maka
digunakan ampisillin 4 x 0,25-0,5 g/hari atau eritromisin 4 x 0,5 g/hari.
b. Augmentin (amoksisilin dan asam kluvanat) dapat diberikan jika kuman
penyebab infeksinya adalah H. Influenzae dan B. Catarhalis yang
memproduksi beta laktamase.
c. Pemberian antibiotik seperti kotrimoksasol, amoksisilin, atau doksisilin
pada pasien yang mengalami eksasebrasi akut terbukti mempercepat
penyembuhan dam membantu mempercepat kenaikan peak flow rate.
Namun hanya dalam 7-10 hari selama periode eksasebrasi. Bila terdapat
infeksi sekunder atau tanda-tanda pneumonia, maka dianjurkan antibiotic
yang lebih kuat.
d. Terapi oksigen diberikan jika terdapat kegagalan pernafasan karena
hiperkapnia dan berkurangnya sensitivitas terhadap CO2.
e. Fisioterapi membantu pasien untuk mengeluarkan sputum dengan baik.
14

f. Bronkodilator untuk mengatasi, termasuk didalamnya golongan adrenergik.


Pada pasien dapat diberikan salbutamol 5 mg dan atau ipratorium bromide
250 mikrogram diberikan tiap 6 jam dengan nebulizer atau aminofilin 0,25-
0,5 g iv secara perlahan.
3. Terapi jangka panjang dilakukan dengan :
a. Antibiotik untuk kemoterapi preventif jangka panjang, ampisillin 4 x 0,25-
0,5/hari dapat menurunkan kejadian eksasebrasi akut.
b. Bronkodilator, tergantung tingkat reversibilitas obstruksi saluran nafas tiap
pasien maka sebelum pemberian obat ini dibutuhkan pemeriksaan obyektif
dari fungsi faal paru.
c. Fisioterapi.
d. Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi aktivitas fisik.
e. Mukolitik dan ekspektoran.
f. Terapi jangka penjang bagi pasien yang mengalami gagal nafas tipe II
dengan PaO2<7,3kPa (55 mmHg).
g. Rehabilitasi, pasien cenderung menemui kesulitan bekerja, merasa sendiri
dan terisolasi, untuk itu perlu kegiatan sosialisasi agar terhindar dari depresi.
Rehabilitasi pada pasien dengan penyakit paru obstruksi kronis adalah
fisioterapi, rehabilitasi psikis dan rehabilitasi pekerjaan.
Asih (2003) menambahkan penatalaksanaan medis pada pasien dengan
Penyakit Paru Obstruksi Kronis adalah
a. Penatalaksanaan medis untuk asma adalah penyingkiran agen penyebab dan
edukasi atau penyuluhan kesehatan. Sasaran dari penatalaksanaan medis asma
adalah untuk meningkatkan fungsi normal individu, mencegah gejala
kekambuhan, mencegah serangan hebat, dan mencegah efek samping obat. Tujuan
utama dari berbagai medikasi yang diberikan untuk klien asma adalah untuk
membuat klien mencapai relaksasi bronkial dengan cepat, progresif dan
berkelanjutan. Karena diperkirakan bahwa inflamasi adalah merupakan proses
fundamental dalam asma, maka inhalasi steroid bersamaan preparat inhalasi beta
dua adrenergik lebih sering diresepkan. Penggunaan inhalasi steroid memastikan
bahwa obat mencapai lebih dalam ke dalam paru dan tidak menyebabkan efek
samping yang berkaitan dengan steroid oral. Direkomendasikan bahwa inhalasi
beta dua adrenergik diberikan terlebih dahulu untuk membuka jalan nafas,
kemudian inhalasi steroid akan menjadi lebih berguna.
15

b. Penatalaksanaan medis untuk bronkhitis kronis didasarkan pada pemeriksaan fisik,


radiogram dada, uji fungsi pulmonari, dan analisis gas darah. Pemeriksaan ini
mencerminkan sifat progresif dari penyakit. Pengobatan terbaik untuk bronkitis
kronis adalah pencegahan, karena perubahan patologis yang terjadi pada penyakit
ini bersifat tidak dapat pulih (irreversible). Ketika individu mencari bantuan medis
untuk mengatasi gejala, kerusakan jalan nafas sudah terjadi sedemikian besar.
Jika individu berhenti merokok, progresif penyakit dapat ditahan. Jika merokok
dihentikan sebelum terjadi gejala, resiko bronkhitis kronis dapat menurun dan pada
akhirnya mencapai tingkat seperti bukan perokok. Bronkodilator, ekspektoran, dan terapi
fisik dada diterapkan sesuai yang dibutuhkan. Penyuluhan kesehatan untuk individu
termasuk konseling nutrisi, hygiene respiratory, pengenalan tanda-tanda dini infeksi, dan
teknik yang meredakan dispnea, seperti bernafas dengan bibir dimonyongkan, beberapa
individu mendapat terapi antibiotik profilaktik, terutama selama musim dingin.
Pemberian steroid sering diberikan pada proses penyakit tahap lanjut.
Penatalaksanaan medis bronkhiektasis termasuk pemberian antibiotik, drainase
postural untuk membantu mengeluarkan sekresi dan mencegah batuk, dan bronkoskopi
untuk mengeluarkan sekresi yang mengental. Pemeriksaan CT Scan dilakukan untuk
menegakkan diagnosa. Terkadang diperlukan tindakan pembedahan bagi klien yang terus
mengalami tanda dan gejala meski telah mendapat terapi medis. Tujuan utama dari
pembedahan ini adalah untuk memulihkan sebanyak mungkin fungsi paru. Biasanya
dilakukan segmentektomi atau lubektomi. Beberapa klien mengalami penyakit dikedua
sisi parunya, dalam kondisi seperti ini, tindakan pembedahan pertama-tama dilakukan
pada bagian paru yang banyak terkena untuk melihat seberapa jauh perbaikan yang
terjadi sebelum mengatasi sisi lainnya.
Penatalaksanaan medis emfisema adalah untuk memperbaiki kualitas hidup,
memperlambat progresi penyakit, dan mengatasi obstruksi jalan nafas untuk
menghilangkan hipoksia. Pendekatan terapeutik menurut Asih (2003) mencakup
tindakan pengobatan dimaksudkan untuk mengobati ventilasi dan menurunkan upaya
bernafas, pencegahan dan pengobatan cepat infeksi, terapi fisik untuk memelihara dan
meningkatkan ventilasi pulmonal, memelihara kondisi lingkungan yang sesuai untuk
memudahkan pernafasan dan dukungan psikologis serta penyuluhan rehabilitasi yang
berkesinambungan.
2.8 Asuhan Keperawatan
2.8.1 Pengkajian
16

Menurut Doenges (2012) pengkajian pada pasien dengan PPOK ialah :


1. Aktivitas dan istirahat :
Gejala :
a. Keletihan, kelemahan, malaise.
b. Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari karena sulit bernafas.
c. Ketidakmampuan untuk tidur, perlu tidur dalam posisi duduk tinggi.
d. Dispnea pada saat istirahat atau respons terhadap aktivitas atau latihan.
Tanda :
a. Keletihan.
b. Gelisah, insomnia.
c. Kelemahan umum atau kehilangan masa otot.
2. Sirkulasi
Gejala :
a. Pembengkakan pada ekstrimitas bawah.
Tanda :
a. Peningkatan tekanan darah.
b. Peningkatan frekuensi jantung atau takikardia berat atau disritmia.
c. Distensi vena leher atau penyakit berat.
d. Edema dependen, tidak berhubungan dengan penyakit jantung.
e. Bunyi jantung redup (yang berhubungan dengan diameter AP dada)
f. Warna kulit atau membrane mukosa normal atau abu-abu atau sianosis, kuku
tabuh dan sianosis perifer.
g. Pucat dapat menunjukkan anemia.
3. Integritas Ego
Gejala :
a. Peningkatan faktor resiko.
b. Perubahan pola hidup.
Tanda
a. Ansietas, ketakutan, peka rangsang
4. Makanan atau Cairan
Gejala :
a. Mual atau muntah.
b. Nafsu makan buruk atau anoreksia (emfisema).
c. Ketidakmampuan untuk makan karena distress pernafasan.
17

d. Penurunan berat badan menetap (emfisema), peningkatan berat badan


menunjukkan edema (bronchitis).
Tanda :
a. Mual atau muntah.
b. Nafsu makan buruk atau anoreksia (emfisema).
c. Ketidakmampuan untuk makan karena distress pernafasan.
d. Penurunan berat badan menetap (emfisema), peningkatan berat badan
menunjukkan edema (bronchitis).
5. Hygiene
Gejala :
a. Penurunan kemampuan atau peningkatan kebutuhan bantuan melakukan
aktivitas sehai-hari.
Tanda :
a. Kebersihan buruk, bau badan.
6. Pernafasan
Gejala :
a. Nafas pendek, umumnya tersembunyi dengan dispnea sebagai gejala menonjol
pada emfisema , khususnya pada kerja, cuaca atau episode berulangnya sulit
nafas (asma), rasa dada tertekan, ketidakmampuan untuk bernafas (asma).
b. Lapar udara kronis.
c. Batuk menetap dengan produksi sputum setiap hari terutama saat bangun
selama minimal 3 bulan berturut-turut tiap tahun sedikitnya 2 tahun. Produksi
sputum (hijau, putih atau kuning) dapat banyak sekali (bronkhitis kronis).
d. Episode batuk hilang-timbul, biasanya tidak produktif pada tahap dini meskipun
dapat menjadi produktif (emfisema).
e. Riwayat pneumonia berulang, terpajan oleh polusi kimia atau iritan pernafasan
dalam jangka panjang misalnya rokok sigaret atau debu atau asap misalnya
asbes, debu batubara, rami katun, serbuk gergaji.
f. Faktor keluarga dan keturunan misalnya defisiensi alfa antritipsin (emfisema).
g. Penggunaan oksigen pada malam hari atau terus menerus.

7. Penggunaan oksigen pada malam hari terus menerus


Tanda :
18

a. Pernafasan biasanya cepat, dapat lambat, fase ekspirasi memanjang dengan


mendengkur, nafas bibir (emfisema).
b. Lebih memilih posisi 3 titik (tripot) untuk bernafas khususnya dengan
eksasebrasi akut (bronchitis kronis).
c. Penggunaan otot bantu pernafasan misalnya meninggikan bahu, retraksi fosa
supraklavikula, melebarkan hidung.
d. Dada dapat terlihat hiperinflasi dengan peninggian diameter AP (bentuk barrel
chest), gerakan diafragma minimal.
e. Bunyi nafas mungkin redup dengan ekspirasi mengi (emfisema), menyebar,
lembut, atau krekels lembab kasar (bronkhitis), ronki, mengi, sepanjang area
paru pada ekspirasi dan kemungkinan selama inspirasi berlanjut sampai
penurunan atau tak adanya bunyi nafas (asma).
f. Perkusi ditemukan hiperesonan pada area paru misalnya jebakan udara dengan
emfisema, bunyi pekak pada area paru misalnya konsolidasi, cairan, mukosa.
g. Kesulitan bicara kalimat atau lebih dari 4 sampai 5 kata sekaligus.
h. Warna pucat dengan sianosis bibir dan dasar kuku. Keabu-abuan keseluruhan,
warna merah (bronkhitis kronis, biru menggembung). Pasien dengan emfisema
sedang sering disebut pink puffer karena warna kulit normal meskipun
pertukaran gas tak normal dan frekuensi pernafasan cepat.
i. Tabuh pada jari-jari (emfisema).
8. Keamanan
Gejala :
a. Riwayat reaksi alergi atau sensitive terhadap zat atau faktor lingkungan.
b. Adanya atau berulangnya infeksi.
c. Kemerahan atau berkeringan (asma)
9. Seksualitas
Gejala :
a. Penurunan libido.
10. Interaksi Sosial
Gejala :
a. Hubungan ketergantungan.
b. Kurang sistem pendukung.
c. Kegagalan dukungan dari atau terhadap pasangan atau orang terdekat.
d. Penyakit lama atau kemampuan membaik.
19

Tanda :
a. Ketidakmampuan untuk membuat atau mempertahankan suara karena distress
pernafasan.
b. Keterbatasan mobilitas fisik.
c. Kelalaian hubungan dengan anggota keluarga lain.
11. Penyuluhan atau pembelajaran
Gejala :
a. Penggunaan atau penyalahgunaan obat pernafasan.
b. Kesulitan menghentikan merokok.
c. Penggunaan alkohol secara teratur.
d. Kegagalan untuk membaik

1.8.2 Diagnosa Keperawatan


Diagnosa Keperawatan pada pasien dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronis
menurut Doenges (2012) adalah :
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan bronkospasma, peningkatan
produksi sekret, sekresi tertahan, tebal, sekresi kental, penurunan energi atau
kelemahan.
b. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan ganguan oksigenasi (obstruksi jalan
nafas oleh sekresi, spasma bronkus, jebakan udara), kerusakan alveoli.
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dispnea,
kelemahan, efek samping obat, produksi sputum, anoreksia, mual atau muntah.
d. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan
utama (penurunan kerja silia, menetapnya sekret), tidak adekuatnya imunitas
(kerusakan jaringan, peningkatan pemajanan pada lingkungan), proses penyakit
kronis, malnutrisi.

1.8.3 Intervensi Keperawatan


Intervensi Keperawatan pada pasien dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronis
menurut Doenges (2012) adalah :
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan bronkospasma,
peningkatan produksi sekret, sekresi tertahan, tebal, sekresi kental,
penurunan energi atau kelemahan.
20

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan


pasien akan mempertahankan jalan nafas yang paten dengan bunyi nafas
bersih atau jelas dengan kriteria hasil pasien akan menunjukkan perilaku
untuk memperbaiki bersihan jalan nafas misalnya batuk efektif dan
mengeluarkan sekret.
Intervensi :
Mandiri :
1. Auskultasi bunyi nafas. Catat adanya bunyi nafas misalnya mengi, krekels,
ronkhi.
R/ mengetahui ada tidaknya obstruksi jalan nafas dan menjadi manifestasi
adanya bunyi nafas adventisius.
2. Kaji atau pantau frekuensi pernafasan. Catat rasio inspirasi atau ekspirasi.
R/ takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada
penerimaan atau selama stress/adanya proses infeksi akut.
3. Catat adanya derajat dispnea, misalnya keluhan lapar udara, gelisah, ansietas,
distress pernafasan, penggunaan otot bantu.
R/ mengetahui disfungsi pernapasan.
4. Kaji pasien untuk posisi yang nyaman, misalnya peninggian kepala tempat
tidur, duduk pada sandaran tempat tidur.
R/ mempermudah fungsi pernapasan dengan menggunakan gravitasi.
5. Dorong atau bantu latihan nafas abdomen atau bibir.
R/ mengatasi dan mengontrol dispnea dan menurunkan jebakan udara.
6. Observasi karakteristik batuk, misalnya batuk menetap, batuk pendek, basah.
Bantu tindakan untuk memperbaiki keefektifan upaya batuk.
R/ batuk dapat menetap tetapi tidak efektif.
7. Tingkatkan masukan cairan sampai 3000 ml/hari sesuai toleransi jantung.
Memberikan air hangat. Anjurkan masukan cairan antara sebagai pengganti
makanan.
R/ hidrasi membantu menurunkan kekentalan sekret, mempermudah
pengeluaran.

Kolaborasi :
1. Berikan obat sesuai indikasi.
a. Bronkodilator misalnya albuterol (ventolin).
21

b. Analgesik, penekan batuk atau antitusif misalnya dextrometorfan.


c. Berikan humidifikasi tambahan misalnya nebulizer ultranik, humidifier
aerosol ruangan.
d. Bantu pengobatan pernafasan misalnya fisioterapi dada.
R/ merilekskan otot halus dan menurunkan kongesti lokal, menurunkan
spasme jalan napas, mengi, dan produksi mukosa

b. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan ganguan supply oksigen


(obstruksi jalan nafas oleh sekresi, spasma bronkus, jebakan udara),
kerusakan alveoli.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan
pasien menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat
dengan GDA dalam rentang normal dan bebas gejala distress pernafasan dengan
kriteria hasil pasien akan berpartisipasi dalam program pengobatan dalam
tingkat kemampuan atau situasi.
Intervensi :
Mandiri :
1. Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan. Catat penggunaan otot aksesori, nafas
bibir, ketidakmampuan berbicara atau berbincang.
R/ berguna dalam evaluasi derajat distres pernapasan dan kronisnya proses
penyakit.
2. Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk memilih posisi yang
mudah untuk bernafas. Dorong nafas dalam perlahan atau nafas bibir sesuai
kebutuhan atau toleransi individu.
R/ posisi duduk tinggi dan latihan nafas untuk menurunkan kolaps jalan
napas, dispnea, dan kerja napas.
3. Kaji atau awasi secara rutin kulit dan warna membran mukos.
R/ Keabu-abuan dan sianosis sentral mengidentifikasikan beratnya
hipoksemia.
4. Dorong mengeluarkan sputum, penghisapan bila di indikasikan.
R/ banyaknya sekret menjadi sumber utama gangguan pertukaran gas pada
jalan nafas.
5. Auskultasi bunyi nafas, catat area penurunan aliran udara dan atau bunyi
tambahan.
22

R/ bunyi nafas mungkin redup karena penurunan aliran udara atau area
konsolidasi.
6. Palpasi fremitus.
R/ penurunan getaran vibrasi diduga ada pengumpulan cairan atau udara
terjebak.
7. Awasi tingkat kesadaran atau status mental. Selidiki adanya perubahan.
R/ gelisah dan ansietas adalah manifestasi umum pada hipoksia.
8. Evaluasi tingkat toleransi aktivitas. Berikan lingkungan tenang dan kalem.
Batasi aktivitas pasien atau dorong untuk tidur atau istirahat di kursi selama
fase akut. Mungkinkan pasien melakukan aktivitas secara bertahap dan
tingkatkan sesuai toleransi individu.
R/ program latihan ditujukan untuk meningkatkan ketahanan dan kekuatan
tanpa menyebabkan dispnea berat, dan dapat meningkatkan rasa sehat.
9. Awasi tanda vital dan irama jantung.
R/ takikardia, disritmia dan perubahan TD dapat menunjukkan efek
hipoksemia sistemik pada fungsi jantung.
Kolaborasi :
1. Awasi dan gambarkan seri GDA dan nadi oksimetri.
R/ PaCO2biasanya meningkat dan PaCO2 secara umum menurun, sehingga
hipoksia terjadi dengan derajat lebih kecil atau lebih besar.
2. Berikan oksigen tambahan yang sesuai dengan indikasi hasil GDA dan
toleransi pasien.
R/ dapat memperbaiki/mencegah memperburuknya hipoksia
3. Berikan penekan SSP (antiansietas, sedative, atau narkotik) dengan hati-hati.
R/ digunakan untuk mengontrol ansietas/gelisah yang meningkatkan
konsumsi oksigen/kebutuhan, eksaserbasi dispnea.
4. Bantu intubasi, berikan atau pertahankan ventilasi mekanik dan pindahkan
ke ICU sesuai instruksi untuk pasien.
R/ terjadinya kegagalan nafas yang akan datang memerlukan upaya tindakan
penyelamatan hidup.

c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


dispnea, kelemahan, efek samping obat, produksi sputum, anoreksia, mual
atau muntah.
23

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan


pasien menunjukkan peningkatan berat badan menuju tujuan yang tepat dengan
kriteria hasil pasien akan menunjukkan perilaku atau perubahan pola hidup
untuk meningkatkan dan atau mempertahankan berat yang tepat.
Intervensi :
Mandiri :
1. Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini. Catat derajat kesulitan
makanan.
R/ pasien distres pernapasan akut sering anoreksia karena dispnea, produksi
sputum, dan obat.
2. Evaluasi berat badan dan ukuran tubuh.
R/ meskipun kegagalan pernapasan membuat status hipermetabolik dengan
peningkatan kebutuhan kalori.
3. Auskultasi bunyi usus.
R/ penurunan bising usus menunjukkan penurunan motilitas gaster dan
konstipasi.
4. Berikan perawatan oral sering, buang sekret, berikan wadah khusus untuk
sekali pakai dan tissu.
R/ mencegah utama terhadap tidak nafsu makan dan dapat membuat mual
dan muntah dengan peningkatan kesulitan nafas.
5. Dorong periode istirahat selama 1 jam sebelum dan sesudah makan. Berikan
makan porsi kecil tapi sering.
R/ membantu menurunkan kelemahan selamawaktu makan dan memberikan
kesempatan untuk meningkatkan masukan kalori total.
6. Hindari makanan penghasil gas dan minuman karbonat.
R/ dapat menghasilkan distensi abdomen yang mengganggu nafas abdomen
dan gerakan diafragma, dapat meningkatkan dispnea.
7. Hindari makanan yang sangat panas atau yang sangat dingin.
R/ suhu ekstrem dapat mencetuskan/meningkatkan spasme batuk.
8. Timbang berat badan sesuai indikasi.
R/ berguna untuk menentukan kebutuhan kalori, menyusun tujuan berat
badan, dan evaluasi keadekuatan rencana nutrisi.
Kolaborasi :
24

1. Konsul ahli gizi atau nutrisi pendukung tim untuk memberikan makanan
yang mudah dicerna, secara nutrisi seimbang, misalnya nutrisi tambahan oral
atau selang, nutrisi parenteral.
R/ memberikan nutrisi maksimal dengan upaya minimal pasien/ penggunaan
energi.
2. Kaji pemeriksaan laboratorium misalnya glukosa, elektrolit. Berikan vitamin
atau mineral atau elektrolit sesuai indikasi.
R/ mengevaluasi kekurangan dan mengawasi keefektifan terapi nutrisi.
3. Berikan oksigen tambahan selama makan sesuai indikasi.
R/ menurunkan dispnea dan meningkatkan energi untuk makan
meningkatkan masukan.

d. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya


pertahanan utama (penurunan kerja silia, menetapnya sekret), tidak
adekuatnya imunitas (kerusakan jaringan, peningkatan pemajanan pada
lingkungan), proses penyakit kronis, malnutrisi.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan
pasien menyatakan pemahaman penyebab atau faktor resiko individu dengan
kriteria hasil pasien akan mengidentifikasi intervensi untuk mencegah atau
menurunkan resiko infeksi dan pasien akan menunjukkan teknik, perubahan
pola hidup untuk meningkatkan lingkungan yang aman.
Intervensi :
Mandiri :
1. Awasi suhu.
R/ demam dapat terjadi karena infeksi atau dehidrasi.
2. Kaji pentingnya latihan nafas, batuk efektif, perubahan posisi sering, dan masukan
cairan adekuat.
R/ aktivitas ini meningkatkan mobilisasi dan pengeluaran sekret untuk menurunkan
resiko terjadinya infeksi paru.
3. Observasi warna, karakter, bau sputum.
R/ sekret berbau, kuning tau kehijauan menunjukan adanya infeksi paru.
4. Tunjukkan dan bantu pasien tentang pembuangan tisu dan sputum. Tekankan cuci
tangan yang benar (perawat dan pasien) dan penggunaan sarung tangan bila
memegang atau membuang tisu, wadah sputum.
25

R/ mencegah penyebaran patogen melalui cairan.


5. Awasi pengunjung, berikan masker sesuai indikasi.
R/ menurunkan potensial terpajan pada penyakit infeksius.
6. Dorong keseimbangan antara aktivitas dan istirahat.
R/ menurunkan kebutuhan keseimbangan oksigen dan memperbaiki pertahanan
pasien terhadap infeksi, meningkatkan penyembuhan.
7. Diskusikan kebutuhan masukan nutrisi adekuat.
R/ malnutrisi dapat mempengaruhi kesehatan umum dan menurunkan tahanan
terhadap infeksi.
Kolaborasi:
1. Dapatkan spesimen sputum dengan batuk atau penghisapan untuk pewarnaan
kuman gram, kultur atau sensitivitas.
R/ dilakukan untuk mengidentifikasi organisme penyebab dan kerentanan terhadap
berbagai antimikrobial.
2. Berikan antimikrobial sesuai indikasi.
R/ dapat diberikan untuk organisme khusus yang teridentifikasi dengan kultur dan
sensitifitas, atau diberikan secara profilaktif karena resiko tinggi.
26

BAB III
TINJAUAN KASUS

Klien Tn. E (67 tahun) masuk RS melalui IGD pada hari senin tanggal 01 Oktober 2017,
dengan keluhan sesak nafas sudah seminggu SMRS. Saat dilakukan pengkajian pada tanggal
05 Oktober 2017 klien mengatakan nafas terasa berat, dada terasa sesak, batuk-batuk namun
dahak tidak bisa keluar, sakit di tenggorokan dan dada, skala nyeri 5, sakit saat bernafas dan
batuk, sakit di bagian dada saja, nafas terasa capek, klien mampu tidur malam 5 jam hanya
terbangun bila batuk saja, klien merasa sedih akan penyakitnya dan ingin cepat sembuh.
Keluarga mengatakan klien pernah dilakukan operasi dan radiasi tiroid bulan juni 2017 lalu,
klien riwayat DM tipe 2 dengan sudah meminum obat DM 4 bulan lalu dan meminum obat-
obatan rutin (Glimepiride, Actalipid, Metformin, LPG), saat klien ke kamar mandi klien
tampak ngos-ngosan, porsi makan klien habis setengah porsi tidak ada mual atau muntah, klien
nafsu makan menurun, BB menurun 2 kg sejak sakit, BB saat ini 44 kg dengan TB 167 cm,
klien tampak sulit saat bernafas dan memegangi dada saat bernafas, klien tampak cemas, klien
sering memainkan kakinya ketika sulit bernafas, suara pernafasan klien wheezing, pernafasan
klien dalam dan cepat, ronchi +, batuk +, TTV klien TD 140/90 mmHg, RR 27 x/menit, N 88
x/menit, S 36,80C, klien terpasang IVFD asering 20 tpm.
Terapi obat yang klien dapatkan Bricasma 2 amp, Metyl Prednisolon 3x62,5 gram, Lasal
ekspektoran syrup 3x1, Cefriaxon 1x2 amp, Amlodipin 1x5 mg, Inhalasi pilmicont 2xsehari.
Klien di diagnosa Medis dengan PPOK Eksaserbasi + atelektaksis lobus atas paru kanan + Ca
tiroid pasca radiasi dengan suspek metastasis tumor di paru.
Hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan:
- Hematologi
Hemoglobin 11,7 g/dL
Hematokrit 37 %
Eritrosit 54 juta/mL
Leukosit 9160 /mL
Trombosit 363 000 /mL
MCV 68 /L
MCH 22 pg
MCHC 32 g/Dl
27

- Kimia klinis
Ureum 29 mg/dL
Kreatinin 1.1 mg/dL
GDS 184 mg/dL
Natrium 142 mmol/L
Kalium 3,8 mmol/L
Klorida 97 mmol/L
- Analisa darah
PH 7,362
PCO2 26,5 mmHg
PO2 137,7 mmHg
HCO3- 15,2 mmol/L
BE -8,6 mmol/L
Saturasi O2 99,1 %
Hasil Rontgen AP thoraks
- Atelektaksis lobus atas paru kanan
- Penyempitan saluran pernafasan (sisa 1cm) dengan susp,metastasis tumor di paru
- PPOK eksaserbasi akut

3.1 Pengkajian
3.1.1 Analisa Data
Data Fokus Problem Etiologi
DS : Perubahan pola nafas Obstruksi jalan nafas oleh
- Klien mengatakan sekret dan tumor paru
nafas terasa berat
- Klien mengatakan
dada terasa sesak
- Klien mengatakan
nafas terasa capek
DO:
- Keluarga
mengatakan saat
klien ke kamar
28

mandi klien
tampak ngos-
ngosan
- Klien tampak sulit
saat bernafas
- Suara pernafasan
klien wheezing
- Pernafasan klien
dalam dan cepat
- Ronchi (+)
- TTV klien:
TD :140/90 mmHg
RR 27 x/menit
N 88 x/menit
S 36,8oC
- Hasil Rontgen AP
thoraks
Atelektaksis lobus
atas paru kanan,
Penyempitan
saluran pernafasan
(sisa 1cm) dengan
susp,metastasis
tumor di paru,
PPOK eksaserbasi
akut
DS: Bersihan jalan nafas tidak Peningkatan produksi
- Klien mengatakan efektif sekret
batuk-batuk namun
dahak tidak bisa
keluar
DO:
29

- Suara pernapasan
klien ronchi
- Batuk (+)
- TTV
TD 140/90 mmHg
RR 27 x/menit
N 88 x/menit
S 36,80C
DS: Gangguan rasa nyaman: Obstruksi jalan nafas oleh
- Klien mengatakan nyeri sekret dan tumor paru
tenggorokan terasa
sakit
- Klien mengatakan
sakit saat bernafas
dan batuk
- Klien mengatakan
sakit di bagian
dada saja
DO:
- Skala nyeri 5
- Klien memegangi
dada saat bernafas
- TTV
TD 140/90 mmHg
RR 27 x/menit
N 88 x/menit
S 36,80C
- Hasil Rontgen AP
thoraks :
Atelektaksis lobus
atas paru kanan,
Penyempitan
saluran pernafasan
30

(sisa 1cm) dengan


susp,metastasis
tumor di paru,
PPOK eksaserbasi
akut
DS: Ansietas Ketidakmampuan untuk
- Klien mengatakan bernafas dengan normal :
merasa sedih akan proses penyakit
penyakitnya
- Klien mengatakan
ingin cepat sembuh
DO:
- Klien tampak
cemas
- Klien sering
memainkan
kakinya ketika sulit
bernafas
- TTV
TD 140/90 mmHg
RR 27 x/menit
N 88 x/menit
S 36,80C
DS: Resiko perubahan nutrisi Meningkatnya kebutuhan
- Keluarga klien kurang dari kebutuhan energi metabolik : Dispnea
mengatakan porsi tubuh
makan klien habis
setengah porsi
- Keluarga
mengatakan tidak
ada mual dan
muntah
31

- Keluarga klien
mengatakan BB
menurun 2 kilo
sejak sakit
DO:
- BB sebelum sakit =
47 kg
- BB sesudah sakit =
44 kg
- IMT = 15, 77
- TTV
TD 140/90 mmHg
RR 27 x/menit
N 88 x/menit
S 36,80C

3.2 Diagnosa Keperawatan


a. Perubahan pola nafas berhubungan dengan obstruksi jalan nafas oleh sekret dan tumor
paru
b. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sekret
c. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan obstruksi jalan nafas oleh sekret
dan tumor paru
d. Ansietas berhubungan dengan ketidakmampuan untuk bernafas dengan normal : proses
penyakit
e. Resiko perubahan nutrisi berhubungan dengan meningkatnya kebutuhan energi
metabolik : Dispnea

3.3 Intervensi Keperawatan


Diagnosa
No Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
Keperawatan
1. Perubahan pola Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi TTV klien
nafas keperawatan selama 3x24 jam
32

berhubungan masalah keperawatan 2. Kaji frekuensi, irama dan


dengan obstruksi perubahan pola nafas sedikit kedalaman pernapasan
jalan nafas oleh teratasi. 3. Auskultasi bunyi napas dan
sekret dan tumor KH : catat adanya bunyi napas
paru - Klien mengatakan sesak klien
hilang/berkurang 4. Bantu ubah posisi klien dan
- Menunjukkan pola tinggikan kepala klien 450
nafas normal/efektif 5. Observasi pola batuk dan
- Pernapasan vesikuler karakteristik sekret
- RR = 18-22 x/menit 6. Lakukan kolaborasi untuk
- Bebas sianosis dan pemberian terapi oksigen 3
tanda/gejala hipoksia L/menit
- GDA dalam rentang 7. Ajarkan klien untuk batuk
normal efektif
- TTV normal 8. Lakukan kolaborasi untuk
TD : 120/80 -140/90 dilakukan nebulizer
mmHg (pulmicont 1cc )
N : 60-100 x/menit 9. Lakukan kolaborasi untuk
RR :18-22 x/menit pemberian terapi obat
S : 36,5 -37,5oC bricasma 2amp, ceftriaxon
1x2gr, amlodipin 1x5mg
2. Bersihan jalan Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi TTV klien
nafas tidak efektif keperawatan selama 3x24 jam 2. Auskultasi dada untuk
berhubungan masalah keperawatan bersihan karakteristik bunyi nafas
dengan jalan nafas sedikit teratasi. dan adanya sekret
peningkatan KH : 3. Ajarkan klien untuk
produksi sekret - Klien mengatakan melakukan batuk efektif
sudah dapat 4. Anjurkan klien untuk
mengeluarkan dahak meminum air putih
- Klien mengatakan batuk hangat
berkurang 5. Lakukan kolaborasi
- Batuk efektif dan untuk dilakukan
mengeluarkan sekret nebulizer (pulmicont 1cc)
33

- TTV 6. Lakukan kolaborasi


TD : 120/80 -140/90 untuk pemberian terapi
mmHg obat lasal ekspektoran
N : 60-100 x/menit syrup 3x1
RR :18-22 x/menit
S : 36,5 -37,5oC
3. Gangguan rasa Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi TTV klien
nyaman : nyeri keperawatan selama 3x24 jam 2. Kaji karakteristik nyeri
berhubungan masalah gangguan rasa nyaman klien (PQRST)
dengan obstruksi nyeri berkurang 3. Dorong klien untuk
jalan nafas oleh KH : menyatakan perasaan
sekret dan tumor - Klien mengatakan nyeri perasaan tentang nyeri
paru berkurang 4. Ajarkan klien teknik
- Klien mengatakan nyeri relaksasi nafas dalam.
jika batuk jarang 5. Ajarkan klien teknik
muncul distraksi.
- Skala nyeri <5 6. Berikan tindakan
- Klien tidak kenyamanan : sokongan
meringis/tenang bantal didada klien saat
- TTV batuk
TD : 120/80 -140/90 7. Lakukan kolaborasi
mmHg untuk pemberian terapi
N : 60-100 x/menit obat metyl prednisolon
RR :18-22 x/menit 3x62,5 gr
S : 36,5 -37,5oC
4. Ansietas Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi TTV klien
berhubungan keperawatan selama 3x24 jam 2. Kaji tingkat pemahaman
dengan masalah keperawatan ansietas klien dan orang terdekat
ketidakmampuan teratasi. tentang
untuk bernafas KH: diagnosa/penyakit
dengan normal : - Klien mengatakan dan 3. Dorong klien untuk
proses penyakit mengakui masalah yang mengungkapkan ansietas
membuat cemas
34

- Klien mengatakan dan mengekspresikan


ansietas hilang/menurun perasaannya
sampai rentang yang 4. Berikan kesempatan klien
dapat ditangani untuk bertanya dan
- Klien menunjukkan menjawab tentang
rentang perasaan penyakit dengan jujur
menerima penyakit 5. Berikan penguatan atau
- Klien tampak semangat dalam
rileks/istirahat penyembuhan klien
- TTV
TD : 120/80 -140/90
mmHg
N : 60-100 x/menit
RR :18-22 x/menit
S : 36,5 -37,5oC
5. Resiko perubahan Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi TTV klien
nutrisi keperawatan selama 5x24 jam 2. Kaji adanya mual/muntah
berhubungan masalah keperawatan resiko 3. Kaji masukan makan saat
dengan perubahan nutrisi tidak terjadi ini
meningkatnya KH: 4. Auskultasi bunyi usus
kebutuhan energi - Klien mengatakan 5. Berikan perawatan oral
metabolik : peningkatan nafsu dan buang sekret kedalam
Dispnea makan wadah khusus
- Mempertahankan/meni 6. Anjurkan klien untuk
ngkatkan BB makan porsi kecil tapi
- BB stabil 44 atau lebih sering
- IMT 18,5-25 7. Anjurkan klien untuk diit
- Porsi makan habis ½ DM
atau 1 porsi 8. Anjurkan klien untuk
- Tidak ada mual dan menghindari makanan
muntah penghasil gas
9. Anjurkan klien untuk
menghindari makanan
35

yang sangat panas atau


sangat dingin
10. Lakukan timbang BB 3
hari sekali
11. Kaji IMT klien
12. Lakukan kolaborasi
dengan ahli gizi untuk diit
DM dan makanan yang
dianjurkan

3.4 Implementasi Keperawatan


Hari/
Implementasi Keperawatan Paraf
Tanggal
1. Mengobservasi TTV klien
2. Mengkaji frekuensi, irama dan
kedalaman pernapasan klien
3. Mengauskultasi bunyi nafas dan
mencatat bunyi nafas klien
4. Mengkaji tingkat pemahaman klien
tentang penyakit
5. Mendorong klien untuk
mengungkapkan ansietas dan
Kamis, 05
perasaannya
Oktober 2017
6. Mengkaji adanya mual/muntah
7. Mengkaji masukan makan klien saat
ini
8. Mengkaji bunyi usus klien
9. Menganjurkan klien untuk
menghindari makanan penghasil gas
10. Membantu ubah posisi klien
supinasi dan meninggikan kepala
klien 450
36

11. Mengobservasi batuk klien


12. Mengajarkan klien batuk efektif
13. Menganjurkan klien untuk
meminum air putih hangat
14. Memberikan tindakan kenyamanan
:sokongan bantal saat batuk
15. Melakukan kolaborasi untuk
pemberian terapi oksigen 3 L/menit
16. Melakukan kolaborasi untuk
melakukan nebulixer dengan
pulmicont 2x1 hari
17. Melakukan kolaborasi untuk
pemberian terapi obat bricasma 2
amp, metyl prednisolon 3x62,5 gr,
lasal ekspektoral syrup 3x1,
ceftriaxon 1x2 gr, amlodipin 1x5 gr
1. Mengobservasi TTV klien
2. Mengobservasi frekuensi, irama dan
kedalaman pernapasan klien
3. Mengkaji karakteristik batuk
4. Mempertahankan oksigenasi
tambahan klien
5. Mengkaji karakteristik nyeri klien
Jum’at, 06 (PQRST)
Oktober 2017 8. Memberikan tindakan kenyamanan :
sokongan bantal didada klien saat
batuk
6. Menganjurkan klien untuk
perawatan oral dan membuang
sekret kedalam wadah khusus
7. Mendorong klien dalam
mengungkapkan perasaannya
37

8. Memberi kesempatan klien untuk


bertanya dan menjawab pertanyaan
9. Mengkaji pola makan klen saat ini
10. Menganjurkan klien untuk
menghindari makanan yang sangat
panas atau sangat dingin
11. Melakukan kolaborasi dengan ahli
gizi untuk diit DM dan makanan
yang dianjurkan
12. Melakukan kolaborasi untuk
dilakukan nebulizer (pulmicont 2x1
hari)
13. Melakukan kolaborasi untuk
pemberian terapi obat bricasma 2
amp, metyl prednisolon 3x62,5 gr,
lasal ekspektoral syrup 3x1,
ceftriaxon 1x2 gr, amlodipin 1x5 gr
1. Mengobservasi TTV klien
2. Mengobservasi frekuensi, irama dan
bunyi nafas klien
3. Mempertahankan oksigenasi
tambahan klien
4. Mengkaji pola makan klien saat ini
5. Mengkaji karakteristik nyeri klien
Sabtu, 07
(PQRST)
Oktober 2017
9. Memberikan tindakan kenyamanan :
sokongan bantal didada klien saat
batuk
6. Mengkaji pola batuk dan
karakteristik batuk klien
7. Mengobservasi ansietas dan
perasaan klien
38

8. Memberikan penguatan atau


semangat dalam penyembuhan
9. Melakukan kolaborasi dilakukan
nebulizer (pulmicont 2x1 hari)
10. Melakukan kolaborasi untuk
pemberian terapi obat bricasma 2
amp, metyl prednisolon 3x62,5 gr,
lasal ekspektoral syrup 3x1,
ceftriaxon 1x2 gr, amlodipin 1x5 gr
1. Mengobservasi TTV klien
2. Mengobservasi frekuensi, irama dan
bunyi nafas klien
3. Mengkaji karakteristik nyeri
(PQRST)
4. Menganjurkan klien sokongan
bantal didada klien saat batuk
5. Mengkaji pola makan klien saat ini
6. Melakukan timbang BB
7. Mengkaji IMT klien
Minggu, 08
8. Mengkaji ansietas dan perasaan
Oktober 2017
klien
9. Menganjurkan klien untuk tetap
berdoa dan beribadah
10. Melakukan kolaborasi dilakukan
nebulizer (pulmicont 2x1 hari)
11. Melakukan kolaborasi untuk
pemberian terapi obat bricasma 2
amp, metyl prednisolon 3x62,5 gr,
lasal ekspektoral syrup 3x1,
ceftriaxon 1x2 gr, amlodipin 1x5 gr

3.5 Evaluasi Keperawatan

Hari, Tanggal Diagnosa Keperawatan Evaluasi


39

S:
- Klien mengatakan sesak sedikit
berkurang setelah diuap
O:
- Klien composmentis
- KU lemah
- Klien masih terlihat sesak
- Saat diauskultasi ronchi di
bronkus masih ada
- Klien bernafas dalam dan cepat
- Klien diposisikan semifowler
dengan 450
- Klien mampu mempraktekkan
batuk efektif
- Sekret tidak keluar
Perubahan pola nafas
- Oksigen masuk 3L/menit
Kamis, 05 berhubungan dengan obstruksi
- Suara nafas whezing dan ronchi
Oktober 2017 jalan nafas oleh sekret dan
+
tumor paru
- Nebulizer masuk dengan
pulmicont 1 cc
- Obat masuk bricasma 2 amp,
ceftriaxon 1x2 gr, amlodipin
1x5gr
- TTV : TD 140/80 mmHg, N 76
x/menit RR 24 x/menit, S 360C
A:
- Masalah keperawatan perubahan
pola nafas belum teratasi
P:
Lanjutkan intervensi
- Observasi TTV klien
- 0bservasi frekuensi, irama dan
kedalaman pernapasan klien
40

- Pertahankan oksigenasi
tambahan klien
- Lakukan kolaborasi untuk
dilakukan nebulizer (pulmicont
2x1 hari)
- Lakukan kolaborasi untuk
pemberian terapi obat bricasma
2 amp, metyl prednisolon 3x62,6
gr, lasal ekspektoral syrup 3x1,
ceftriaxon 1x2 gr, amlodipin 1x5
gr
S:
- Klien mengatakan dahak masih
susah dikeluarkan
- Klien mengatakan masih suka
batuk
O:
- Bunyi nafas klien whezing dan
ronchi +
- Klien mampu mempraktekkan
batuk efektif
Bersihan jalan nafas tidak
- Sekret tidak keluar
efektif berhubungan dengan
- Nebulizer masuk dengan
peningkatan produksi sekret
pulmicont 1 cc
- Obat masuk lasal ekspektoral
syrup 3x1
- TTV : TD 140/80 mmHg, N 76
x/menit RR 24 x/menit, S 360C
A:
- Masalah keperawatan bersihan
jalan nafas belum teratasi
P:
Intervensi dilanjutkan
41

- Observasi TTV klien


- Mengkaji karakteristik batuk
- Anjurkan klien untuk melakukan
batuk efektif yang telah
diajarkan
- Melakukan kolaborasi untuk
dilakukan nebulizer (pulmicont
2x1 hari)
- Melakukan kolaborasi untuk
pemberian terapi obat bricasma
2 amp, metyl prednisolon 3x62,6
gr, lasal ekspektoral syrup 3x1,
ceftriaxon 1x2 gr, amlodipin 1x5
gr
S:
- Klien mengatakan masih sakit
ketika batuk
- Klien mengatakan sakit dibagian
dada saja
O:
- Skala nyeri 5
- Klien tampak memegangi
Gangguan rasa nyaman : nyeri
dadanya
berhubungan dengan obstruksi
- Klien tampak meringis
jalan nafas oleh sekret dan
- Obat masuk metyl prednisolon
tumor paru
3x62,6 gr
- TTV : TD 140/80 mmHg, N 76
x/menit RR 24 x/menit, S 360C
A:
- Masalah keperawatan gangguan
rasa nyaman:nyeri belum teratasi
P:
Intervensi dilanjutkan
42

- Observasi TTV
- Kaji karakteristik nyeri klien
(PQRST)
- Melakukan kolaborasi untuk
pemberian terapi obat metyl
prednisolon 3x62,6 grm,
ceftriaxon 1x2 gr, amlodipin 1x5
gr
S:
- Klien mengatakan cemas karna
susah bernafas
- Klien mengatakan sedih karena
penyakitnya dan kondisi saat ini
- Keluarga mengatakan belum
paham tentang sesak klien
karena penyakit yang mana
O:
- Klien tampang tegang
Ansietas berhubungan dengan - Raut wajah klien tampak sedih
ketidakmampuan untuk - TTV : TD 140/80 mmHg, N 76
bernafas dengan normal : x/menit RR 24 x/menit, S 360C
proses penyakit A:
- Masalah keperawatan ansietas
belum teratasi
P:
Intervensi dilanjutkan
- Observasi TTV
- Dorong klien dalam
mengungkapkan perasaannya
- Beri kesempatan klien untuk
bertanya dan menjawab
pertanyaan
43

S:
- Klien mengatakan malas untuk
makan banyak karena capek
nafas
O:
- Porsi makan klien habis ½ porsi
- Tidak ada mual dan muntah
- BB 44 kgbising usus klien 10
x/menit
- IMT klien 15,77 (gizi kurang)
- TTV : TD 140/80 mmHg, N 76
x/menit RR 24 x/menit, S 360C
Resiko perubahan nutrisi
A:
berhubungan dengan
- Masalah keperawatan resiko
meningkatnya kebutuhan energi
perubahan nutrisi belum teratasi
metabolik : Dispnea
P:
Intervensi dilanjutkan
- Anjurkan klien untuk perawatan
oral dan membuang sekret
kedalam wadah khusus
- Kaji pola makan klen saat ini
- Anjurkan klien untuk
menghindari makanan yang
sangat panas atau sangat dingin
- Lakukan kolaborasi dengan ahli
gizi untuk diit DM dan makanan
yang dianjurkan
S:
Perubahan pola nafas - Klien mengatakan sesak sedikit
Jum’at, 06 berhubungan dengan obstruksi berkurang
Oktober 2017 jalan nafas oleh sekret dan - Klien mengatakan setelah diuap
tumor paru nafas lebih sedikit enteng
O:
44

- Suara nafas klien wheezing dan


ronkhi +
- Saat diauskultasi sekret masih
terdengar dibronkus
- Klien tampak lebih ringan
bernafas
- Klien bernafas dalam dan cepat
- Oksigen tambahan masuk
3L/menit
- Obat bricasma masuk 2 amp
- Nebulizer masuk dengan
pulmicont 1cc
- TTV
TD 140/90 mmHg
N 100 x/menit
RR 25 x/menit
S 360C
A:
- Masalah keperawatan perubahan
pola nafas sedikit teratasi
P:
Intervensi dilanjutkan
- Observasi TTV klien
- Observasi frekuensi, irama dan
bunyi nafas klien
- Pertahankan oksigenasi
tambahan klien
- Lakukan kolaborasi dilakukan
nebulizer (pulmicont 2x1 hari)
- Lakukan kolaborasi untuk
pemberian terapi obat bricasma
2 amp, metyl prednisolon 3x62,6
gr, lasal ekspektoral syrup 3x1,
45

ceftriaxon 1x2 gr, amlodipin 1x5


gr
S:
- Klien mengatakan dahak banyak
keluar
- Klien mengatakan batuk sudah
jarang
O:
- Batuk dengan sekret berwarna
putih dan tidak berdarah
- Klien membuang sekret diwadah
kusus/kom sputum
- Obat masuk lasal ekspektoran
syrup 3x1
- Nebulizer masuk dengan
pulmicont 2x1cc
Bersihan jalan nafas tidak - TTV
efektif berhubungan dengan TD 140/90 mmHg
peningkatan produksi sekret N 100 x/menit
RR 25 x/menit
S 360C
A:
- Masalah keperawatan bersihan
jalan nafas sedikit teratasi
P:
Intervensi dilanjutkan
- Observasi TTV klien
- Kaji pola batuk dan karakteristik
batuk klien
- Lakukan kolaborasi dilakukan
nebulizer (pulmicont 2x1 hari)
- Lakukan kolaborasi untuk
pemberian terapi obat bricasma
46

2 amp, metyl prednisolon 3x62,6


gr, lasal ekspektoral syrup 3x1,
ceftriaxon 1x2 gr, amlodipin 1x5
gr
S:
- Klien mengatakan nyeri masih
terasa bila batuk dan bernafas
kuat
- Klien mengatakan nyeri di dada
dan tenggorokan
O:
- Skala nyeri 4
- Klien tampak memegangi dada
dan leher saat batuk atau
bernafas
- Klien tampak sedikit meringis
- TTV
Gangguan rasa nyaman : nyeri
TD 140/90 mmHg
berhubungan dengan obstruksi
N 100 x/menit
jalan nafas oleh sekret dan
RR 25 x/menit
tumor paru
- S 360C
A:
- Masalah keperawatan gangguan
rasa nyaman nyeri sedikit
teratasi
P:
Intervensi dilanjutkan
- Observasi TTV klien
- Kaji karakteristik nyeri klien
(PQRST)
- Lakukan kolaborasi untuk
pemberian terapi obat metyl
prednisolon 3x62,6 gr
47

S:
- Klien mengatakan ingin cepat
sembuh dan bernafas normal
karena capek nafas seperti ini
- Klien mengatakan sedih dan
takut karena untuk bernafas aja
sulit
O:
- Klien mengungkapkan
perasaanya
- Klien menjawab pertanyaan
yang diajukan tentang
perasaannya
Ansietas berhubungan dengan - Klien menanyakan kenapa sulit
ketidakmampuan untuk bernafas
bernafas dengan normal : - TTV
proses penyakit TD 140/90 mmHg
N 100 x/menit
RR 25 x/menit
S 360C
A:
- Masalah keperawatan ansietas
sedikit teratasi
P:
Intervensi dilanjutkan
- Observasi TTV klien
- Observasi ansietas dan perasaan
klien
- Berikan penguatan atau
semangat dalam penyembuhan
S:
Resiko perubahan nutrisi
- Klien mengatakan makan
berhubungan dengan
banyak
48

meningkatnya kebutuhan energi - Klien mengatakan tidak mual


metabolik : Dispnea dan muntah
- Keluarga mengatakan klien juga
makan makanan cemilan
O:
- Tidak ada mual dan muntah
- Porsi makan klien habis 1 porsi
- IMT klien 15,77
- TTV
TD 140/90 mmHg
N 100 x/menit
RR 25 x/menit
S 360C
A:
- Masalah keperawatan resiko
perubahan nutrisi sedikit teratasi
P:
Intervensi dilanjutkan
- Observasi TTV klien
- Kaji pola makan klien saat ini
- Lakukan kolaborasi dengan ahli
gizi untuk nutrisi yang baik
untuk klien
S:
- Klien mengatakan sesak makin
Perubahan pola nafas teratas berat hari ini
Sabtu, 07 berhubungan dengan obstruksi - Klien mengatakan setelah
Oktober 2017 jalan nafas oleh sekret dan dilakukan uap masih terasa sesak
tumor paru dan sesak tidak berkurang
- Klien mengatakan nafas terasa
berat dan susah
49

- Klien mengatakan dahak sudah


banyak keluar tapi tetap terasa
sesak
O:
- Klien bernafas dalam dan cepat
- Klien bernafas wheezing
- Klien tampak sulit bernafas
- Oksigen masuk 3L/menit
- Nebulizer masuk masuk dengan
pulmicont 1cc
- Obat bricasma masuk 2amp
- TTV
TD 150/80 mmHg
N 96 x/menit
RR 25 x/menit
S 37,30C
A:
- Masalah keperawatan perubahan
pola nafas sedikit teratasi
P:
Intervensi dilanjutkan
- Observasi TTV klien
- Observasi frekuensi, irama dan
bunyi nafas klien
- Pertahankan oksigenasi
tambahan klien
- Lakukan kolaborasi dilakukan
nebulizer (pulmicont 2x1 hari)
- Lakukan kolaborasi untuk
pemberian terapi obat bricasma
2 amp, metyl prednisolon 3x62,6
gr, lasal ekspektoral syrup 3x1,
50

ceftriaxon 1x2 gr, amlodipin 1x5


gr
S:
- Klien mengatakan masih sering
batuk
- Klien mengatakan sudah banyak
dahak yang keluar
- Klien mengatakan setelah di
nebulizer dahak mudah keluar
- Klien mengatakan setelah
minum oabat lasal ekspektoran
syrup 3x1 sdm batuk berkurang
O:
- Klien melakukan batuk efektif
yang pernah diajarkan
- Sekret berwarna putih cair dan
Bersihan jalan nafas tidak tidah ada darah
efektif berhubungan dengan - Klien membuang dahak di
peningkatan produksi sekret tempat khusus
- Nebulizer masuk dengan
pulmicont 1 cc
- Obat lasal ekspektoran syrup
masuk 3x1 sdm
- TTV
TD 150/80 mmHg
N 96 x/menit
RR 25 x/menit
S 37,30C
A:
- Masalah keperawatan bersihan
jalan nafas sedikit teratasi
P:
Intervensi dilanjutkan
51

- Observasi TTV
- Kaji karakteristik batuk klien
- Lakukan kolaborasi dilakukan
nebulizer (pulmicont 2x1 hari)
- Lakukan kolaborasi untuk
pemberian terapi obat bricasma
2 amp, metyl prednisolon 3x62,6
gr, lasal ekspektoral syrup 3x1,
ceftriaxon 1x2 gr, amlodipin 1x5
gr
S:
- Klien mengatakan nyeri masih
terasa di dada dan tenggorokan
- Klien mengatakan nyeri seperti
tertekan
O:
- Klien memeluk bantal menahan
dada seperti yang pernah
diajarkan
Gangguan rasa nyaman : nyeri
- Skala nyeri 5
berhubungan dengan obstruksi
- Klien tampak meringis
jalan nafas oleh sekret dan
- Klien ketika batuk atau bernafas
tumor paru
kuat memegangi dada
- Obat masuk metyl prednisolon
3x62,6 grm
- TTV
TD 150/80 mmHg
N 96 x/menit
RR 25 x/menit
S 37,30C
A:
52

- Masalah keperawatan gangguan


rasa nyaman nyeri sedikit
teratasi
P:
Intervensi dilanjutkan
- Observasi TTV klien
- Kaji karakteristik nyeri
(PQRST)
- Anjurkan klien untuk memeluk
bantal didada ketika batuk dan
nyeri
- Lakukan kolaborasi untuk
pemberian terapi obat metyl
prednisolon 3x62,5 gr
S:
- Klien mengatakan masih
semangat untuk ingin sembuh
- Klien mengatakan minta segera
diobati agar bernafas normal
O:
- Klien mengungkapkan perasaan
Ansietas berhubungan dengan klien
ketidakmampuan untuk - Klien tampak cemas
bernafas dengan normal : - Saat diberikan penguatan dan
proses penyakit semangat klien mendengarkan
dan memperhatikan dengan baik
- TTV
TD 150/80 mmHg
N 96 x/menit
RR 25 x/menit
S 37,30C
A:
53

- Masalah keperawatan ansietas


sedikit teratasi
P:
Intervensi dilanjutkan
- Observasi TTV
- Kaji ansietas dan perasaan klien
- Anjurkan klien untuk tetap
berdoa dan beribadah
S:
- Klien mengatakan hari ini
makan sedikit
- Klien mengatakan tidak nafsu
makan

O:
- Klien habis ½ porsi
- Tidak ada mual dan muntah
- IMT klien 15,77
Resiko perubahan nutrisi - TTV
berhubungan dengan TD 150/80 mmHg
meningkatnya kebutuhan energi N 96 x/menit
metabolik : Dispnea RR 25 x/menit
S 37,30C
A:
- Masalah keperawatan resiko
perubahan nutrisi sedikit teratsi
P:
Intervensi dilanjutkan
- Observasi TTV klien
- Kaji pola makan klien saat ini
- Lakukan timbang BB
- Kaji IMT klien
54

- Kolaborasi dengan ahli gizi


untuk makanan yang baik untuk
klien
S:
- Klien mengatakan sesak makin
terasa berat
- Klien mengatakan makin sulit
bernafas
- Klien mengatakan dinebulizer
tidak ada perubahan
- Klien mengatakan sudah tidak
mau dinebulizer sebab tidak ada
perubahan
O:
- Klien tampak sulit bernafas
- Suara nafas klien wheezing
Perubahan pola nafas - Saat diauskultasi masih
Minggu, 08
berhubungan dengan obstruksi terdengar ronkhi di bronkus
Oktober
jalan nafas oleh sekret dan - Klien bernafas dalam dan cepat
2017
tumor paru - Klien menghentikan tindakan
nebulizer saat dinebulizer
- Oksigen masuk 3L/menit
- Obat masuk bricasma 2 amp,
ceftriaxon 1x2 gr, amlodipin 1x5
gr
- TTV
TD 150/90 mmHg
N 103 x/menit
RR 26 x/menit
S 36,80C
A:
- Masalah keperawatan perubahan
pola nafas sedikit teratasi
55

P:
Intervensi dilanjutkan
- Observasi TTV klien
- Observasi frekuensi, irama dan
bunyi nafas klien
- Pertahankan oksigen tambahan
klien
- Lakukan kolaborasi untuk
pemberian terapi obat bricasma
2 amp, metyl prednisolon 3x62,6
gr, lasal ekspektoral syrup 3x1,
ceftriaxon 1x2 gr, amlodipin 1x5
gr
- Antar klien ke ruang OK untuk
dilakukan trakeostomi
S:
- Klien mengatakan masih batuk
- Klien mengatakan dahak sudah
sedikit keluar
O:
- Saat auskultasi masih terdengar
sekret di bronkus
- Obat masuk lasal ekspektoran
Bersihan jalan nafas tidak
syrup 3x1 sdm
efektif berhubungan dengan
- Klien menghentikan saat
peningkatan produksi sekret
nebulizer dilakukan
- Ronkhi +
- TTV
TD 150/90 mmHg
N 103 x/menit
RR 26 x/menit
S 36,80C
A:
56

- Masalah keperawatan bersihan


jalan nafas sedikit teratasi
P:
Intervensi dilanjutkan
- Observasi TTV klien
- Kaji karakteristik batuk
- Lakukan kolaborasi dilakukan
nebulizer (pulmicont 2x1 hari)
- Lakukan kolaborasi untuk
pemberian terapi obat bricasma
2 amp, metyl prednisolon 3x62,6
gr, lasal ekspektoral syrup 3x1,
ceftriaxon 1x2 gr, amlodipin 1x5
gr
- Antar klien ke ruang OK untuk
dilakukan trakeostomi
S:
- Klien mengatakan nyeri masih
terasa
- Klien mengatakan nyeri terasa
terus-menerus di dada dan
tenggorokan
- Klien mengatakan nyeri terasa
Gangguan rasa nyaman : nyeri
bukan saat batuk dan bernafas
berhubungan dengan obstruksi
saja
jalan nafas olehsekret dan
O:
tumor paru
- Klien tampak kesakitan
- Klien tampak meringis
- Skala nyeri 5
- Klien memegangi atau memeluk
bantal
- Klien berulang kali mengatakan
capek dan sakit bernafas
57

- Obat masuk metyl prednisolon


3x62,6 grm
- TTV
TD 150/90 mmHg
N 103 x/menit
RR 26 x/menit
S 36,80C
A:
- Masalah keperawatan gangguan
rasa nyaman nyeri sedikit
teratasi
P:
Intervensi dilanjutkan
- Observasi TTV klien
- Kaji karakteristik nyeri
(PQRST)
- Anjurkan klien untuk teknik
relaksasi nafas dalam
- Anjurkan klien tekhnik relaksasi
distraksi
- Lakukan kolaborasi untuk
pemberian obat metyl
prednisolon 3x62,5 grm
- Antar klien ke ruang OK untuk
dilakukan trakeostomi
S:
- Klien mengatakan takut jika
Ansietas berhubungan dengan makin sulit bernafas
ketidakmampuan untuk - Klien mengatakan ingin cepat
bernafas dengan normal : dilakukan operasi agar dapat
proses penyakit bernafas normal
O:
- Klien mengatakan perasaannya
58

- Klien tampak gelisah


- Klien mering kanan dan kiri
terus menerus
- Klien memeluk bantal
- TTV
TD 150/90 mmHg
N 103 x/menit
RR 26 x/menit
S 36,80C
A:
- Masalah keperawatan ansietas
sedikit teratasi
P:
Intervensi dilanjutkan
- Observasi TTV klien
- Kaji tingkat kecemasan klien
- Kaji perasaan dan pandangan
klien terhadap penyakit
- Beri semangat klien dalam
proses penyembuhan
- Antar klien ke ruang OK untuk
dilakukan trakeostomi
S:
- Klien mengatakan makan sedikit
- Klien mengatakan nafsu makan
berkurang
Resiko perubahan nutrisi
O:
berhubungan dengan
- Porsi makan klien habis ½ porsi
meningkatnya kebutuhan energi
- Tidak ada mual dan muntah
metabolik : Dispnea
- BB klien stabil 44 kg
- IMT 15, 77
- TTV
TD 150/90 mmHg
59

N 103 x/menit
RR 26 x/menit
S 36,80C
A:
- Masalah keperawatan resiko
perubahan nutrisi sedikit teratasi
P:
Intervensi dilanjutkan
- Observasi TTV
- Kaji pola makan klien setiap hari
- Kaji ada mual atau muntah
- BB stabil atau penaikan
- IMT stabil atau dalam batas
normal
- Antar klien ke ruang OK untuk
dilakukan trakeostomi
60

BAB IV
PEMBAHASAN

Pada bab ini penulis akan membahas masalah yang muncul dalam Asuhan Keperawatan
pada Tn. E dengan Gangguan Sistem Pernafasan Penyakit Paru Obstruksi Kronis di Ruang
Shafa RSUD Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. Adapun yang menjadi lingkup pembahasan
meliputi pengkajian, diagnose keperawatan, intervensi, implementasi, dan evaluasi. Penulis
mengelola Tn. E selama 6 hari yaitu dari tanggal 5 Oktober sampai 10 Oktober 2017. Penulis
menggunakan pengkajian langsung pada klien dengan metode wawancara, observasi,
pemeriksaan fisik pada Tn. E serta studi dokumentasi dengan pembelajaran rekam medis dan
studi kepustakaan. Penulis menemukan adanya kesenjangan antara teori dan resume kasus yang
terjadi pada klien sabagai berikut :

4. 1 Pengkajian Keperawatan
Pengkajian adalah tahap awal dari proses sistematis dalam mengumpulkan data dari
berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien
(Nursalam, 2001). Dalam pengkajian ini penulis menggunakan beberapa cara untuk
memperoleh data yang digunakan sebagai berikut :
a. Wawancara
Pengertian wawancara menurut Nazir (2000) adalah proses memperoleh
keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka
antara si penanya atau pewawancara dengan si penjawab atau responden dengan
menggunakan alat yang dinamakan interviev guide (panduan wawancara).
Dari hasil pengkajian pada tanggal 5 Oktober 2017 dengan metode wawancara
penulis mendapatkan kesulitan karena pasien sulit bicara, sulit mengeluarkan kata atau
kalimat, sehingga penulis tidak hanya melakukan wawancara terhadap pasien, tetapi
juga ke anggota keluarga pasien seperti ke istri dan anak nya serta anggota keluarga
lain yang kooperatif. Saat dilakukan pengkajian istri klien mengatakan bahwa klien
mengeluh nafas terasa berat, dada terasa sesak, batuk-batuk namun dahak tidak bisa
keluar, sakit di tenggorokan dan dada.
Berdasarkan data diatas terdapat kesamaan antara teori dengan kasus. Menurut
teori Doenges (2012) pada pengkajian pernafasan pasien mengalami rasa dan tertekan,
ketidakmampuan untuk bernafas, batuk yang menetap, adanya produksi sputum
61

(hijau,putih,kuning) adanya penggunaan otot bantu pernafasan seperti meninggikan


bahu.
Pada pola fungsional Gordon pada pola aktivitas latihan pasien mengatakan
letih dan lemah setelah melakukan aktivitas sehari-hari karena kesulitan benafas.
Menurut teori Doengoes (2012) pada pengkajian aktivitas atau latihan pasiemengalami
keletihan, kelemahan, ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari karena
kesulitan bernafas.
Pada pola fungsional Gordon pada pola istirahat tidur pasien mengatakan
kesulitan untuk tidur karena batuk yang bertambah di malam hari, pasien mengatakan
tidak dapat beristirahat dengan baik.
Dari pengkajian pada pola istirahat tidur terdapat kesamaan anatar teori dengan
kasus, klien terganggu dengan batuk yang terkadang muncul ketika tidur. Menurut teori
Engram ( 2000) pasien mengalami batuk yang menetap dan bertambah saat malam hari,
batuk selama waktu tidur, keluhan ketidakmampuan untuk tidur karena batuk.
b. Observasi
Observasi menurut Nursalam (2001) adalah mengamati perilaku dan keadaan
pasien untuk memperleh data tentang masalah kesehatan dan keperawatan pasien.
Kegiatan tersebut mencakup aspek fsik mental, social dan spiritual. Pedoman observasi
ini penulis mengembangkan dari pola fungsional Gordon.
Dari hasil observasi pada tanggal 5 Oktober 2017 penulis mendapatkan data
yaitu pasien terlihat kesulitan bernafas, batuk yang disertai dengan sputum, warna
sputum putih, pasien terlihat kesulitan berbicara. Pasien juga terlihat letih, pasien
dibantu oleh anggota keluarganya untuk melakukan aktivitas seperti untuk ambulasi
atau berpindah temapat, mandi, dan toileting.
Berdasarkan data diatas terdapat kesamaan antara teori dengan kasus. Menurut
teori Doengoes (2012) pada pengkajian pernafasan pasien mengalami batuk dengan
produksi sputum (putih, kuning, hijau) kesulitan bicara kalimat atau lebih dari 4atau 5
kata sekaligus pada pengkajian aktivitas atau istirahat pasien mengalam keletihan dan
kelemahan umum.
Dari hasil observasi yang penulis lakukan penulis menemukan pasien sering
terbangun saat tidur di malam hari, pasien terbangun 4 kali di malam hari, pasien tidur
selama 5 jam sehari. Berdasarkan data tersebut didapat kesamaan antara teori dengan
kasus. Menurut teori Engram (2000) pasien mengalami batuk yang menetap pada waktu
tidur.
62

Dari hasil observasi pada tanggal 5 Oktober 2017 penulis juga mendapakan data
yaitu tidak ditemukan tanda-tanda anoreksia seperti mual, muntah, nafsu makan buruk,
penurunan berat badan menetap dan turgor kulit buruk.
Berdasarkan data diatas terdapat kesenjangan antara teori dengan kasus.
Menurut Doengoes (2012) pasien dapat mengalami penurunan berat badan, mengeluh
gangguan sensasi pengecap dan keengganan untuk makan atau kurang tertarik pada
makanan. Pada saat dilakukan pengkajian pasien tidak mengalami mual dan muntah,
Pasien juga dberikan injeksi ranitidin 30mg untuk mencegah terjadi nya anoreksia.
c. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik menurut Nursalam (2001) adalah melakukan pemeriksaan
fisik pasien untuk menentukan masalah kesehatan pasien. Pemeriksaan fisik dapat
dilakukan dengan menggunakan 4 tekhnik yaitu :
1) Inspeksi yaitu proses observasi yang dilaksanakan secara sistematik
dilaksananakan dengan menggunakan indera penglihatan, pendengaran dan
penciuman. Dari hasil pengkajian pada tanggal 5 Oktober 2017 dengan tekhnik
inpeksi penulis mendapatkan data yaitu adanya bentuk dada seperti tong terlihat
meninggikan bahu untuk bernafas.
d. Studi Dokumentasi
Studi dokumentasi menurut Arikunto (2002) adalah mencari data mengenai hal-
hal atau variable yang berupa catatan, transkrip, buku dan sebagainya sebagai data
penunjang.
Pada studi dokumentasi diperoleh identitas pasien, pemeriksaan laboratorium.
Hasil pemeriksaan yang dilakukan meliputi pemeriksaan laboratorium yaitu
Hemoglobin:11,7 g/dL, Hematokrit 37 %, Eritrosit : 54 juta/mL, Leukosit : 9160 /mL,
Trombosit 363 000 /mL,MCV : 68 /L,MCH :22 pg, MCHC : 32 g/Dl, Ureum : 29
mg/dl,Kreatinin : 1.1 mg/dL,GDS :84 mg/dL, Natrium : 142mmol/L, Kalium : 3,8
mmol/L, Klorida: 97 mmol/L.
Analisa darah
PH 7,362
PCO2 26,5 mmHg
PO2 137,7 mmHg
HCO3- 15,2 mmol/L
BE -8,6 mmol/L
Saturasi O2 99,1 %
63

Hasil Rontgen AP thoraks


- Atelektaksis lobus atas paru kanan
- Penyempitan saluran pernafasan (sisa 1cm) dengan susp,metastasis tumor di paru
- PPOK eksaserbasi akut
Terapi yang didapatkan pasien pada tanggal 5-10 Oktober 2017 selama di rawat di
ruang Shafa RSUD Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh antara lain Terapi obat yang klien dapatkan
Bricasma 2 amp, Metyl Prednisolon 3x62,6 gram, Lasal ekspektoran syrup 3x1, Cefriaxon 1x2
amp, Amlodipin 1x5 mg, Inhalasi pilmicont 2xsehari.
Dalam melakukan pengkajian penulis memperoleh faktor pendukung dalam melakukan
pengkajian yaitu pasien dan keluarga kooperatif dan bersedia menjawab semua pertanyaan
penulis, adanya rekam medis atau status klien yang membantu penulis dalam melengkapi data
dan perawat ruangan yang membantu dalam proses pengumpulan data.
Sedangkan factor penghambat dalam melakukan pengkajian karena pasien sulit bicara,
sulit mengeluarkan kata atau kalimat, sehingga penulis tidak hanya melakukan wawancara
terhadap pasien, tetapi juga ke anggota keluarga pasien seperti istri dan anak, serta kendala
yang timbul selama dilakukan keperawatan kepada klien.

4. 2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan menurut Doenges (2012) yaitu cara mengidentifikasikan,
memfokuskan dan mengatasi kebutuhan spesifik pasien serta respon terhadap masalah actual
dan resiko tinggi serta untuk mengekspresikan bagian identifikasi maslaah dari proses
keperawatan.
Diagnosa keperawatan menurut teori Doenges (2012) untuk kasus penykit paru
obstruksi kronis ada 4 diagnosa yaitu Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan
bronkospasma, peningkatan produksi sekret, sekresi tertahan, tebal, sekresi kental, penurunan
energi atau kelemahan.Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan ganguan supply oksigen
(obstruksi jalan nafas oleh sekresi, spasma bronkus, jebakan udara), kerusakan
alveoli.Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dispnea,
kelemahan, efek samping obat, produksi sputum, anoreksia, mual atau muntah.Resiko tinggi
terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan utama (penurunan kerja
silia, menetapnya sekret), tidak adekuatnya imunitas (kerusakan jaringan, peningkatan
pemajanan pada lingkungan), proses penyakit kronis, malnutrisi. Untuk itu penulis
64

menjelaskan mengapa hal ini terjadi dan diagnosa keperawatan tersebut diidentifikasi sebagai
masalah yang perlu dipecahkan.
a. Diagnosa keperawatan yang tercantum pada teori dan ditemukan dalam kasus
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi
sekret
Bersihan jalan napas tidak efektif adalah ketidakmampuan untuk membersihkan
sekresi atau obstruksi dari saluran pernafasan untuk mempertahakan kebersihan
jalan napas (Amin,2013). Batasan karakteristiknya antara lain pernyataan
kesulitan bernapas, perubahan kedalaman atau kecepatan pernafasan,
penggunaan otot aksesori bunti nafas tidak normal misalnya mengi, ronchi,
krekels, batuk (menetap) dengan atau tanpa produksi sputum (Doenges,2012).
Diagnosa ini muncul karena adanya data penunjang yaitu Klien mengatakan
batuk-batuk namun dahak tidak bisa keluar, Batuk (+), TTV : TD 140/90
mmHg, RR 27 x/menit, N 88 x/menit, S 36,80C. Klien mendapat terapi obat
Lasal ekspektoran syrup 3x1. Klien mengatakan riwayat merokok, klien terlihat
mengalami kesulitan bernafas, klien terlihat kesulitan berbicara, adanya bentuk
dada seperti tong, terlihat meninggikan bahu untuk bernafas, auskultasi : ronchi
pada paru bagian kanan, terpasang oksigen 3-5 liter permenit, respirasi
28x/menit. Penulis mengambil diagnosa keperawatan bersihan jalan tidak
efektif berhubungan dengan peningkatan sputum sebagai diagnosa kedua.
Penulis lebih memprioritaskan perubahan pola nafas berhubungan dengan
obstruksi jalan nafas oleh sekret dan tumor paru. Karena pada klien terjadi
perubahan pola nafas yang disebabkan oleh adanya tumor, selain itu klien juga
membutuhkan oksigen dan salah satu kebutuhan fisiologis manusia menurut
Hidayat (2008) adalah oksigen dan bernafas. Dan apabila diagnosa ini tidak
diatasi maka dapat mengancam nyawa klien.
Tujuan dari rencana tindakan keperawatan menurut Doenges (2012) tindakan
keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan pasien akan mempertahankan jalan
nafas yang paten dengan bunyi nafas bersih atau jelas dengan kriteria hasil
pasien akan menunjukkan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan nafas
misalnya batuk efektif dan mengeluarkan sekret. Intervensi yang
diimplementasikan oleh penulis pada tanggal 5-10 Oktober 2017 antara lain :
Mengkaji frekuensi, irama dan kedalaman pernapasan klien, rasional : takipnea
biasanya ada pada beberapa derajat obstruksi jalan nafas, pernafasan dapat
65

melambat dan frekuensi ekspirasi memanjang disbanding inspirasi,


Mengauskultasi bunyi nafas dan mencatat bunyi nafas klien catat adanya bunyi
nafas misalnya mengi, ronchi, krekels. Rasional : obstruksi jalan jalan nafas
redup ditandai dengan bunyi nafas krekels, bunyi nafas redup dengan ekspirasi
mengi. Mencatat adanya penggunaan otot bantu pernafasan, rasional
menandakan adanya infeksi atau reaksi alergi. Memberikan posisi semi fowler,
rasional pasien merasa nyaman dan memudahkan pengembangan paru untuk
bernafas. Membantu latihan nafas dengna bibir dimonyongkan, rasional
mengatasi sesak nafas. Mengobservasi karakteristik batuk dan mengajarkan
batuk efektif, rasional membantu mengeluarkan sekret dan mempermudah
pengeluaran sekret.
Kekuatan dalam pelaksanaan tindakan keperawatan adalah pasien dan keluarga
sangat kooperatif terhadap semua tindakan keperawatan yang dilakukan untuk
mengatasi sesak nafasnya. Kelemahannya penulis membutuhkan ketelatenan,
ketelitian dan kesabaran untuk mengatasi sesak nafas yang dialami pasien.
Evaluasi untuk diagnosa keperawatan bersihan jalan nafas tidak efektif
berhubungan dengan peningkatan produksi secret pada hari Minggu, 8 Oktober
2017 adalah :
S : Klien mengatakan sesak nafas berkurang, klien mengatakan lega setelah
dilakukan nebulizer karena pasien dapat mengeluarkan dahak, pasien
mengatakan batuk berkurang setelah minum obat Lasal exp syp 3x1, respirasi
24x/menit.
O : Nebulizer pulmicort 1 ampul masuk via inhalasi, secret keluar berwarna
putih purulent, suara nafas mengi dan ronchi pada paru kanan nasih ada, pasien
dapat mempraktekkan batuk efektif.
A : Diagnosa keperawatan bersihan jalan nafas belum teratasi.
P : Lanjutkan intervensi dengan auskultasi suara nafas tambahan, berikan terapi
nebulizer dan anjurkan untuk meningkatkan intake cairan dengan minum air
matang hangat agar sekret dapat keluar.

2. Resiko perubahan nutrisi berhubungan dengan dyspnea


Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh menurut Amin (2013) adalah
asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik. Batasan
66

karakteristik menurut Doenges (2012) adalah penurunan berat badan,


kehilangan masa otot, tonus otot buruk, kelemahan, mengeluh gangguan sensasi
pengecap, keengganan untuk makan, kurang tertarik pada makanan. Diagnosa
keperawatan ini muncul karena didukung adanya Keluarga klien mengatakan
porsi makan klien habis setengah porsi, Keluarga mengatakan tidak ada mual
dan muntah, Keluarga klien mengatakan BB menurun 2 kilo sejak sakit, BB
sebelum sakit = 47 kg, BB sesudah sakit = 44 kg , IMT = 15,77. TTV : TD
140/90 mmHg, RR 27 x/menit, N 88 x/menit, S 36,80C.
Tujuan dari rencana tindakan keperawatan menurut Doenges (2012) tindakan
keperawatanyaitu Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam
diharapkan pasien menunjukkan peningkatan berat badan menuju tujuan yang
tepat dengan kriteria hasil pasien akan menunjukkan perilaku atau perubahan
pola hidup untuk meningkatkan dan atau mempertahankan berat yang tepat.
Penulis memprioritaskan diagnosa kelima karena pada saat dilakukan
pengkajian diagnosa ini baru resiko belum terjadi perubahan berat badan yang
signifikan oleh klien, namun sebagai perawat harus mencegah hal ini jangan
sampai terjadi.
Intervensi yang dimplementasikan antara lain Mengkaji pola makan klien saat
ini, Melakukan timbang BB, Mengkaji IMT klien.
Evaluasi untuk diagnosa keperawatan resiko perubahan nutrisi pada Selasa, 10
Oktober 2017
S : Klien mengatakan makan sedikit, Klien mengatakan nafsu makan berkurang.
O : Porsi makan klien habis ½ porsi, Tidak ada mual dan muntah, BB klien
stabil 44 kg, IMT 15, 77, TTV : TD 150/90 mmHg, N : 103 x/menit, RR 26
x/menit, S 36,80C
A:Masalah keperawatan resiko perubahan nutrisi sedikit teratasi
P:Intervensi dilanjutkan dengan Kaji pola makan klien setiap hari, kaji ada mual
atau muntah, BB stabil atau penaikan, IMT stabil atau dalam batas normal.

b. Diagnosa keperawatan yang tercantum dalam teori tetapi tidak muncul dalam kasus
1. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan oksigenasi (obstruksi
jalan nafas oleh sekresi, spasme bronkus, jebakan udara), kerusakan alveoli.
Kerusakan pertukaran gas adalah kelebihan atau deficit pada oksigenasi dan
atau eliminasi karbondioksida pada membrane alveolar-kapiler (Amin,2013).
67

Batasan karakteristik menurut Doenges (2012) antara lain dyspnea, bingung,


gelisah, ketidakmampuan membuang secret, nilai AGD tidak normal,
perubahan tanda vital, penurunan toleransi terhadap aktivitas.
Diagnosa keperawatan ini tidak muncul dalam kasus karena didalam kamus
tidak peroleh data-data pendukung untuk menegakkan diagnose ini antara lain
pada pasien tidak mengalami bingungdan gelisah, pasien mampu membuang
secret walaupun dengan usaha minimal, tidak ada perubahan pada tanda-tanda
vital pasien.
2. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan utama
(penurunan kerja silia, menetapnya sekret), tidak adekuatnya imunitas
(kerusakan jaringan, peningkatan pemajanan pada lingkungan), proses penyakit
kronis, malnutrisi.
Resiko tinggi terhadap infeksi menurut Amin (2013) adalah mengalami
peningkatan resiko tentang organisme patogenik. Batasan karakteristik menurut
Doenges (2012) adalah tidak ada tanda-tanda dan gejala resiko infeksi.
Diagnose keperawatan ini tidak muncul dalam kasus karena tidak diperoleh data
pendukung untuk diagnose keperawatan ini. Pengkajian yang dilakukan penulis
yaitu paisen tidak mengalami tanda dan gejala infeksi, leukosit 9160/UL, suhu
tubuh selama 7hari dalam batas normal (36,5-37,5oC)
68

BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Dari hasil asuhan keperawatan Tn. E dengan PPOK, maka dapat diambil kesimpulan
bahwa :
5.1.1 Melakukan pengkajian pada Tn. E terkait dengan PPOK
Dalam melakukan pengkajian pada Tn. E, penulis mengalami kesulitan dalam
melakukan komunikasi dengan Tn. E karena Tn. E kesulitan berbicara. Maka dari
itu, penulis tidak hanya melakukan wawancara pada pasien saja, tetapi juga pada
anggota keluarga Tn. E
5.1.2 Merumuskan diagnosa keperawatan pada Tn. E
Dari hasil pengkajian yang dilakukan oleh penulis, penulis memprioritaskan 3
diagnosa yaitu Perubahan pola nafas berhubungan dengan obstruksi jalan nafas oleh
sekret dan tumor paru. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan
peningkatan produksi sekret. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan
obstruksi jalan nafas oleh sekret dan tumor paru
5.1.3 Melakukan perencanaan terhadap Tn. E
Perencanaan yang dibuat disesuaikan dengan kondisi pasien. Sehingga intervensi
yang dilakukan dapat terlaksana dengan baik terkait dukungan dan kerjasama dari
Tn. E dalam mengatasi penyakit yang dideritanya. Saat penulis melakukan kontrak
waktu untuk pemberian asuhan keperawatan yang akan dilakukan selanjutnya, klien
dan keluarga klien juga kooperatif.
5.1.4 Melakukan tindakan keperawatan pada Tn. E terkait penyakit PPOK yang dialami
Tn. E
Saat dilakukan tindakan keperawatan, Tn. E sangat kooperatif saat dilakukan
injeksi, fisioterapi dada, diajarkan tekhnik mengeluarkan sekret dengan batuk
efektif dan pasien juga memperhatikan saran yang diberikan oleh penulis antara lain
minum air hangat matang untuk memudahkan keluarnya sekret.
5.1.5 Melakukan evaluasi keperawatan pada keluarga Tn. E
Evaluasi setelah memberikan tindakan keperawatan selama 7 hari, untuk diagnosa
pertama sampai ketiga belum teratasi sedangkan diagnosa keempat sedikit teratasi.
5.1.6 Melakukan dokumentasi keperawatan pada keluarga Tn. E
69

Setelah melakukan tindakan keperawatan, penulis mendokumentasikan tindakan


tersebut dalam catatan yang penulis buat.

5.2 Saran
9.2.1 RSUD Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh
Penulis memberikan saran kepada Rumah Sakit agar dapat meningkatkan dan
mempertahankan standar asuhan keperawatan sehingga mutu pelayanan rumah
sakit dapat terjaga.
9.2.2 Institusi Pendidikan
Penulis berharap Institusi Pendidikandapat menyediakan sumber buku dengan
tahun dan penerbit terbaru sebagai bahan informasi yang penting dalam pembuatan
seminar kecil dan dapat meningkatkan kualitas pendidikan teruatama dengan
pembuatan asuhan keperawatan dalam praktek maupun teori.
9.2.3 Profesi Perawat
Penulis berharap agar perawat ruangan dapat meningkatkan mutu pelayanan, lebih
ramah lagi tehadap pasien dan dapat memberikan asuhan keperawatan dengan
sebaik-baiknya.
70

DAFTAR PUSTAKA

Amin, Hardhi. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan berdasarkan Diagnosa Medis NANDA

NIC NOC. Yogyakarta : Media Action.

Arikunto. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Yogyakarta : FIP. IKIP.

Asih, Niluh Gede Yasmin. 2003. Keperawatan Medikal Bedah Klien dengan Gangguan Sistem

Pernafasan. Jakarta : EGC Buku Kedokteran.

Brashers, Valentina L. 2007. Aplikasi Klinis Patofisiologi Pemeriksaan dan Manajemen Edisi

2. Jakarta : EGC Buku Kedokteran.

Doenges, Marilynn E. 2012. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan dan

Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta : EGC Buku Kedokteran.

Engram, Barbara. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Volume 1. Jakarta :

EGC Buku Kedokteran.

Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease. 2009. Global Strategy for The

Diagnosis, Management, and Prevention of Chronic Obstructive Pulmonary

Disease. Barcelona: Medical Communications Resources. Available

from: http://www.goldcopd.org

Hidayat, Azis Alimul. 2008. Kebutuhan Dasar Manusia Aplikasi Konsep dan Proses

Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.

Kasanah. 2011. Analisis Keakuratan Kode Diagnosis Penyakit Paru Obstruksi Kronis

Eksasebrasi Akut Berdasarkan ICD 10 Pada Dokumen Rekam Medis Pasien Rawat

Inap Di RSUD SRAGEN. Sragen : Jurnal Keperawatan.

Lyndon,Saputra,(2010), Buku Kapita Selekta Kedokteran Klinik, BinaRupa Aksara Publiser.

Tangerang

Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : EGC Buku Kedokteran.

Nazir. 2000. Metode Penelitian. Jakarta : EGC Buku Kedokteran.


71

Nursalam. 2001. Proses dan Prinsip Keperawatan : Konsep dan Praktik. Jakarta : Salemba

Medika.

Price, Sylvia A. Dkk. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6

Volume 1. Jakarta: EGC.

Reeves, Charlene J. 2001. Buku Satu Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Salemba Medika.

Sherwood, L., 2001. Sistem Pernapasan. Fisiologi Manusia dari sel ke sistem edisi 2. Jakarta:

EGC, 410-460.

Anda mungkin juga menyukai