Makalah
Oleh
NIP.
PEMERINTAH ACEH
2017
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, Shalawat beserta salam dilimpahkan kepada
Junjungan besar Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa manusia dari alam Jahiliyah
dengan tuntunannya menuju masyarakat baldatun thoyibal warobbul ghofur.
Judul dari penulisan makalah ini adalah: “Asuhan Keperawatan pada Klien dengan
Gangguan Sistem Pernapasan : PPOK di Ruang Shafa Rsud Dr Zainoel Abidin Banda
Aceh”.
Dalam makalah ini menjelaskan tentang, pengertian penyakit PPOK, klasifikasi PPOK,
etiologi PPOK, manifestasi klinis, patofisiologi, komplikasi, pemeriksaan penunjang,
pencegahan, penatalaksanaan penyakit PPOK dan asuhan keperawatan penyakit PPOK.
Disadari bahwa makalah ini masih banyak yang perlu disempurnakan, dengan harapan
penyusun mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat khususnya untuk penyusun dan
umumnya bagi orang lain.
Penyusun
3
DARTAR ISI
KATAPENGANTAR ..................................................................... 2
DAFTAR ISI ..................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................... 4
1.1 Latar Belakang ..................................................................... 5
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................... 5
1.3 Tujuan Penulisan ..................................................................... 5
1.3.1 Tujuan Umum ..................................................................... 5
1.3.2 Tujuan Khusus ..................................................................... 5
1.4 Metode Penulisan ..................................................................... 5
1.5 Manfaat Penulisan ..................................................................... 5
BAB II TINJAUAN TEORI ..................................................................... 7
2.1 Definisi ..................................................................... 7
2.2 Etiologi ..................................................................... 7
2.3 Manifestasi ..................................................................... 8
2.4 Patofisiologi ..................................................................... 8
2.5 Pemeriksaan Penunjang ..................................................................... 10
2.6 Komplikasi ..................................................................... 11
2.7 Penatalaksanaan ..................................................................... 13
2.8 Asuhan Keperawatan ..................................................................... 16
2.8.1 Pengkajian ..................................................................... 16
2.8.2 Diagnosa Keperawatan ..................................................................... 19
2.8.3 Intervensi Keperawatan ..................................................................... 19
BAB III TINJAUAN KASUS ..................................................................... 26
3.1 Pengkajian ..................................................................... 27
3.1.1 Format Analisa Data ..................................................................... 27
3.2 Diagnosa Keperawatan ..................................................................... 31
3.3 Intervensi Keperawatan ..................................................................... 31
3.4 Impementasi ..................................................................... 35
3.5 Evaluasi ..................................................................... 38
BAB IV PEMBAHASAN ..................................................................... 59
4.1 Pengkajian Keperawatan ..................................................................... 59
4.2 Diagnosa Keperawatan ..................................................................... 62
BAB V PENUTUP ..................................................................... 67
5.1 Kesimpulan ..................................................................... 67
5.2 Saran ..................................................................... 68
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................... 69
4
BAB I
PENDAHULUAN
meliputi terapi obat, perubahan gaya hidup, terapi pernafasan dan juga dukungan emosional
bagi penderita penyakit paru obstruksi kronis (Reeves, 2001).
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Definisi
Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) merupakan suatu kelainan dengan ciri-ciri
adanya keterbatasan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversible (Lyndon Saputra, 2010).
Pada klien PPOK paru-paru klien tidak dapat mengembang sepenuhnya dikarenakan adanya
sumbatan dikarenakan sekret yang menumpuk pada paru-paru.
PPOK adalah penyakit paru kronik dengan karakteristik adanya hambatan aliran udara
di saluran napas yang bersifat progresif non reversibel atau reversibel parsial, serta adanya
respons inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang berbahaya (GOLD, 2009). Selain itu
menurut Arita Murwani (2011) Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) merupakan satu
kelompok penyakit paru yang mengakibatkan obstruksi yang menahun dan persisten dari jalan
napas di dalam paru, yang termasuk dalam kelompok ini adalah : bronchitis, emfisema paru,
asma terutama yang menahun, bronkiektasis.
PPOK/COPD (CRONIC OBSTRUCTION PULMONARY DISEASE) merupakan
istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru yang berlangsung lama dan
ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi
utamanya (Price, Sylvia Anderson : 2005). Sedangkan menurut T.M.Marrelli, Deborah
S.Harper (2008), Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) adalah suatu kondisi kronis yang
berkaitan dengan sekelompok penyakit : emfisema, asma dan bronchitis.
Dari beberapa pengertian di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa penyakit paru
obstruktif kronis adalah suatu kelainan penyakit paru dengan ciri-ciri adanya keterbatasan
udara yang mengakibatkan obstruksi yang menahun dan persisten dari jalan napas di dalam
paru, yang termasuk dalam kelompok ini adalah : bronkhitis kronis, asma dan emfisema.
2.2 Etiologi
Faktor – faktor yang menyebabkan timbulnya Penyakit Paru Obstruksi Kronis menurut
Brashers (2007) adalah :
a. Merokok merupakan > 90% resiko untuk PPOK dan sekitar 15% perokok menderita
PPOK. Beberapa perokok dianggap peka dan mengalami penurunan fungsi paru secara
cepat. Pajanan asap rokok dari lingkungan telah dikaitkan dengan penurunan fungsi
paru dan peningkatan resiko penyakit paru obstruksi pada anak.
8
b. Terdapat peningkatan resiko PPOK bagi saudara tingkat pertama perokok. Pada kurang
dari 1% penderita PPOK, terdapat defek gen alfa satu antitripsin yang diturunkan yang
menyebabkan awitan awal emfisema.
c. Infeksi saluran nafas berulang pada masa kanak – kanak berhubungan dengan
rendahnya tingkat fungsi paru maksimal yang bisa dicapai dan peningkatan resiko
terkena PPOK saat dewasa. Infeksi saluran nafas kronis seperti adenovirus dan klamidia
mungkin berperan dalam terjadinya PPOK.
d. Polusi udara dan kehidupan perkotaan berhubungan dengan peningkatan resiko
morbiditas PPOK.
2.4 Patofisiologi
Saluran napas dan paru berfungsi untuk proses respirasi yaitu pengambilan oksigen
untuk keperluan metabolisme dan pengeluaran karbondioksida dan air sebagai hasil
metabolisme. Proses ini terdiri dari tiga tahap, yaitu ventilasi, difusi dan perfusi. Ventilasi
9
adalah proses masuk dan keluarnya udara dari dalam paru. Difusi adalah peristiwa pertukaran
gas antara alveolus dan pembuluh darah, sedangkan perfusi adalah distribusi darah yang sudah
teroksigenasi. Gangguan ventilasi terdiri dari gangguan restriksi yaitu gangguan
pengembangan paru serta gangguan obstruksi berupa perlambatan aliran udara di saluran
napas. Parameter yang sering dipakai untuk melihat gangguan restriksi adalah kapasitas vital
(KV), sedangkan untuk gangguan obstruksi digunakan parameter volume ekspirasi paksa detik
pertama (VEP1), dan rasio volume ekspirasi paksa detik pertama terhadap kapasitas vital paksa
(VEP1/KVP) (Sherwood, 2001).
Faktor risiko utama dari PPOK adalah merokok. Komponen-komponen asap rokok
merangsang perubahan pada sel-sel penghasil mukus bronkus. Selain itu, silia yang melapisi
bronkus mengalami kelumpuhan atau disfungsional serta metaplasia. Perubahan-perubahan
pada sel-sel penghasil mukus dan silia ini mengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan
menyebabkan penumpukan mukus kental dalam jumlah besar dan sulit dikeluarkan dari saluran
napas. Mukus berfungsi sebagai tempat persemaian mikroorganisme penyebab infeksi dan
menjadi sangat purulen. Timbul peradangan yang menyebabkan edema jaringan. Proses
ventilasi terutama ekspirasi terhambat. Timbul hiperkapnia akibat dari ekspirasi yang
memanjang dan sulit dilakukan akibat mukus yang kental dan adanya peradangan (GOLD,
2009).
Komponen-komponen asap rokok juga merangsang terjadinya peradangan kronik pada
paru.Mediator-mediator peradangan secara progresif merusak struktur-struktur penunjang di
paru. Akibat hilangnya elastisitas saluran udara dan kolapsnya alveolus, maka ventilasi
berkurang. Saluran udara kolaps terutama pada ekspirasi karena ekspirasi normal terjadi akibat
pengempisan (recoil) paru secara pasif setelah inspirasi. Dengan demikian, apabila tidak
terjadi recoil pasif, maka udara akan terperangkap di dalam paru dan saluran udara kolaps
(GOLD, 2009).
Berbeda dengan asma yang memiliki sel inflamasi predominan berupa eosinofil,
komposisi seluler pada inflamasi saluran napas pada PPOK predominan dimediasi oleh
neutrofil. Asap rokok menginduksi makrofag untuk melepaskan Neutrophil Chemotactic
Factors dan elastase, yang tidak diimbangi dengan antiprotease, sehingga terjadi kerusakan
jaringan (Kamangar, 2010). Selama eksaserbasi akut, terjadi perburukan pertukaran gas
dengan adanya ketidakseimbangan ventilasi perfusi. Kelainan ventilasi berhubungan dengan
adanya inflamasi jalan napas, edema, bronkokonstriksi, dan hipersekresi mukus.Kelainan
perfusi berhubungan dengan konstriksi hipoksik pada arteriol (Chojnowski, 2003).
10
Sumber : http://dokumen.tips/documents/patofisiologi-55cac88875ac1.html
2.6 Komplikasi
Komplikasi Penyakit Paru Obstruksi Kronis menurut Mansjoer (2002) adalah
infeksi nafas yang berulang, pneumotoraks spontan, eritrositosis karena keadaan hipoksia
kronik, gagal nafas dan kor pulmonal.
Reeves (2001) menambahkan komplikasi pernafasan utama yang bisa terjadi pada
pasien dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronis yaitu gagal nafas akut (Acute Respiratory
Failure), pneumotoraks dan giant bullae serta ada satu komplikasi kardiak yaitu penyakit
cor-pulmonale.
12
maka kapasitas paru-paru untuk pertukaran udara secara normal, menjadi melemah
dan hal ini menyebabkan menurunnya kapasitas vital dan hipoksemia.
d. Giant Bullae.
Pneumotoraks seringkali dikaitkan dengan komplikasi PPOM lainnya yaitu
pembentukan giant bullae. Jika pneumotoraks adalah udara yang terakumulasi di
rongga pleura. Tetapi bullae adalah timbul karena udara terperangkap di parenkim
paru-paru. Sehingga alveoli yang menjadi tempat menangkapnya udara untuk
pertukaran gas menjadi benar-benar tidak efektif. Bullae dapat menyebabkan
perubahan fungsi pernafasan dengan cara 2 hal yaitu dengan menekan jaringan
paru-paru, mengganggu berlangsungnya pertukaran udara. Jika udara yang
terperangkap dalam alveoli semakin meluas maka semakin banyak pula kerusakan
yang terjadi di dinding alveolar.
2.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronis menurut
Mansjoer (2002) adalah :
1. Pencegahan yaitu mencegah kebiasaan merokok, infeksi, polusi udara.
2. Terapi eksasebrasi akut dilakukan dengan :
a. Antibiotik, karena eksasebrasi akut biasanya disertai infeksi. Infeksi ini
umumnya disebabkan oleh H. Influenzae dan S. Pneumonia, maka
digunakan ampisillin 4 x 0,25-0,5 g/hari atau eritromisin 4 x 0,5 g/hari.
b. Augmentin (amoksisilin dan asam kluvanat) dapat diberikan jika kuman
penyebab infeksinya adalah H. Influenzae dan B. Catarhalis yang
memproduksi beta laktamase.
c. Pemberian antibiotik seperti kotrimoksasol, amoksisilin, atau doksisilin
pada pasien yang mengalami eksasebrasi akut terbukti mempercepat
penyembuhan dam membantu mempercepat kenaikan peak flow rate.
Namun hanya dalam 7-10 hari selama periode eksasebrasi. Bila terdapat
infeksi sekunder atau tanda-tanda pneumonia, maka dianjurkan antibiotic
yang lebih kuat.
d. Terapi oksigen diberikan jika terdapat kegagalan pernafasan karena
hiperkapnia dan berkurangnya sensitivitas terhadap CO2.
e. Fisioterapi membantu pasien untuk mengeluarkan sputum dengan baik.
14
Tanda :
a. Ketidakmampuan untuk membuat atau mempertahankan suara karena distress
pernafasan.
b. Keterbatasan mobilitas fisik.
c. Kelalaian hubungan dengan anggota keluarga lain.
11. Penyuluhan atau pembelajaran
Gejala :
a. Penggunaan atau penyalahgunaan obat pernafasan.
b. Kesulitan menghentikan merokok.
c. Penggunaan alkohol secara teratur.
d. Kegagalan untuk membaik
Kolaborasi :
1. Berikan obat sesuai indikasi.
a. Bronkodilator misalnya albuterol (ventolin).
21
R/ bunyi nafas mungkin redup karena penurunan aliran udara atau area
konsolidasi.
6. Palpasi fremitus.
R/ penurunan getaran vibrasi diduga ada pengumpulan cairan atau udara
terjebak.
7. Awasi tingkat kesadaran atau status mental. Selidiki adanya perubahan.
R/ gelisah dan ansietas adalah manifestasi umum pada hipoksia.
8. Evaluasi tingkat toleransi aktivitas. Berikan lingkungan tenang dan kalem.
Batasi aktivitas pasien atau dorong untuk tidur atau istirahat di kursi selama
fase akut. Mungkinkan pasien melakukan aktivitas secara bertahap dan
tingkatkan sesuai toleransi individu.
R/ program latihan ditujukan untuk meningkatkan ketahanan dan kekuatan
tanpa menyebabkan dispnea berat, dan dapat meningkatkan rasa sehat.
9. Awasi tanda vital dan irama jantung.
R/ takikardia, disritmia dan perubahan TD dapat menunjukkan efek
hipoksemia sistemik pada fungsi jantung.
Kolaborasi :
1. Awasi dan gambarkan seri GDA dan nadi oksimetri.
R/ PaCO2biasanya meningkat dan PaCO2 secara umum menurun, sehingga
hipoksia terjadi dengan derajat lebih kecil atau lebih besar.
2. Berikan oksigen tambahan yang sesuai dengan indikasi hasil GDA dan
toleransi pasien.
R/ dapat memperbaiki/mencegah memperburuknya hipoksia
3. Berikan penekan SSP (antiansietas, sedative, atau narkotik) dengan hati-hati.
R/ digunakan untuk mengontrol ansietas/gelisah yang meningkatkan
konsumsi oksigen/kebutuhan, eksaserbasi dispnea.
4. Bantu intubasi, berikan atau pertahankan ventilasi mekanik dan pindahkan
ke ICU sesuai instruksi untuk pasien.
R/ terjadinya kegagalan nafas yang akan datang memerlukan upaya tindakan
penyelamatan hidup.
1. Konsul ahli gizi atau nutrisi pendukung tim untuk memberikan makanan
yang mudah dicerna, secara nutrisi seimbang, misalnya nutrisi tambahan oral
atau selang, nutrisi parenteral.
R/ memberikan nutrisi maksimal dengan upaya minimal pasien/ penggunaan
energi.
2. Kaji pemeriksaan laboratorium misalnya glukosa, elektrolit. Berikan vitamin
atau mineral atau elektrolit sesuai indikasi.
R/ mengevaluasi kekurangan dan mengawasi keefektifan terapi nutrisi.
3. Berikan oksigen tambahan selama makan sesuai indikasi.
R/ menurunkan dispnea dan meningkatkan energi untuk makan
meningkatkan masukan.
BAB III
TINJAUAN KASUS
Klien Tn. E (67 tahun) masuk RS melalui IGD pada hari senin tanggal 01 Oktober 2017,
dengan keluhan sesak nafas sudah seminggu SMRS. Saat dilakukan pengkajian pada tanggal
05 Oktober 2017 klien mengatakan nafas terasa berat, dada terasa sesak, batuk-batuk namun
dahak tidak bisa keluar, sakit di tenggorokan dan dada, skala nyeri 5, sakit saat bernafas dan
batuk, sakit di bagian dada saja, nafas terasa capek, klien mampu tidur malam 5 jam hanya
terbangun bila batuk saja, klien merasa sedih akan penyakitnya dan ingin cepat sembuh.
Keluarga mengatakan klien pernah dilakukan operasi dan radiasi tiroid bulan juni 2017 lalu,
klien riwayat DM tipe 2 dengan sudah meminum obat DM 4 bulan lalu dan meminum obat-
obatan rutin (Glimepiride, Actalipid, Metformin, LPG), saat klien ke kamar mandi klien
tampak ngos-ngosan, porsi makan klien habis setengah porsi tidak ada mual atau muntah, klien
nafsu makan menurun, BB menurun 2 kg sejak sakit, BB saat ini 44 kg dengan TB 167 cm,
klien tampak sulit saat bernafas dan memegangi dada saat bernafas, klien tampak cemas, klien
sering memainkan kakinya ketika sulit bernafas, suara pernafasan klien wheezing, pernafasan
klien dalam dan cepat, ronchi +, batuk +, TTV klien TD 140/90 mmHg, RR 27 x/menit, N 88
x/menit, S 36,80C, klien terpasang IVFD asering 20 tpm.
Terapi obat yang klien dapatkan Bricasma 2 amp, Metyl Prednisolon 3x62,5 gram, Lasal
ekspektoran syrup 3x1, Cefriaxon 1x2 amp, Amlodipin 1x5 mg, Inhalasi pilmicont 2xsehari.
Klien di diagnosa Medis dengan PPOK Eksaserbasi + atelektaksis lobus atas paru kanan + Ca
tiroid pasca radiasi dengan suspek metastasis tumor di paru.
Hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan:
- Hematologi
Hemoglobin 11,7 g/dL
Hematokrit 37 %
Eritrosit 54 juta/mL
Leukosit 9160 /mL
Trombosit 363 000 /mL
MCV 68 /L
MCH 22 pg
MCHC 32 g/Dl
27
- Kimia klinis
Ureum 29 mg/dL
Kreatinin 1.1 mg/dL
GDS 184 mg/dL
Natrium 142 mmol/L
Kalium 3,8 mmol/L
Klorida 97 mmol/L
- Analisa darah
PH 7,362
PCO2 26,5 mmHg
PO2 137,7 mmHg
HCO3- 15,2 mmol/L
BE -8,6 mmol/L
Saturasi O2 99,1 %
Hasil Rontgen AP thoraks
- Atelektaksis lobus atas paru kanan
- Penyempitan saluran pernafasan (sisa 1cm) dengan susp,metastasis tumor di paru
- PPOK eksaserbasi akut
3.1 Pengkajian
3.1.1 Analisa Data
Data Fokus Problem Etiologi
DS : Perubahan pola nafas Obstruksi jalan nafas oleh
- Klien mengatakan sekret dan tumor paru
nafas terasa berat
- Klien mengatakan
dada terasa sesak
- Klien mengatakan
nafas terasa capek
DO:
- Keluarga
mengatakan saat
klien ke kamar
28
mandi klien
tampak ngos-
ngosan
- Klien tampak sulit
saat bernafas
- Suara pernafasan
klien wheezing
- Pernafasan klien
dalam dan cepat
- Ronchi (+)
- TTV klien:
TD :140/90 mmHg
RR 27 x/menit
N 88 x/menit
S 36,8oC
- Hasil Rontgen AP
thoraks
Atelektaksis lobus
atas paru kanan,
Penyempitan
saluran pernafasan
(sisa 1cm) dengan
susp,metastasis
tumor di paru,
PPOK eksaserbasi
akut
DS: Bersihan jalan nafas tidak Peningkatan produksi
- Klien mengatakan efektif sekret
batuk-batuk namun
dahak tidak bisa
keluar
DO:
29
- Suara pernapasan
klien ronchi
- Batuk (+)
- TTV
TD 140/90 mmHg
RR 27 x/menit
N 88 x/menit
S 36,80C
DS: Gangguan rasa nyaman: Obstruksi jalan nafas oleh
- Klien mengatakan nyeri sekret dan tumor paru
tenggorokan terasa
sakit
- Klien mengatakan
sakit saat bernafas
dan batuk
- Klien mengatakan
sakit di bagian
dada saja
DO:
- Skala nyeri 5
- Klien memegangi
dada saat bernafas
- TTV
TD 140/90 mmHg
RR 27 x/menit
N 88 x/menit
S 36,80C
- Hasil Rontgen AP
thoraks :
Atelektaksis lobus
atas paru kanan,
Penyempitan
saluran pernafasan
30
- Keluarga klien
mengatakan BB
menurun 2 kilo
sejak sakit
DO:
- BB sebelum sakit =
47 kg
- BB sesudah sakit =
44 kg
- IMT = 15, 77
- TTV
TD 140/90 mmHg
RR 27 x/menit
N 88 x/menit
S 36,80C
S:
- Klien mengatakan sesak sedikit
berkurang setelah diuap
O:
- Klien composmentis
- KU lemah
- Klien masih terlihat sesak
- Saat diauskultasi ronchi di
bronkus masih ada
- Klien bernafas dalam dan cepat
- Klien diposisikan semifowler
dengan 450
- Klien mampu mempraktekkan
batuk efektif
- Sekret tidak keluar
Perubahan pola nafas
- Oksigen masuk 3L/menit
Kamis, 05 berhubungan dengan obstruksi
- Suara nafas whezing dan ronchi
Oktober 2017 jalan nafas oleh sekret dan
+
tumor paru
- Nebulizer masuk dengan
pulmicont 1 cc
- Obat masuk bricasma 2 amp,
ceftriaxon 1x2 gr, amlodipin
1x5gr
- TTV : TD 140/80 mmHg, N 76
x/menit RR 24 x/menit, S 360C
A:
- Masalah keperawatan perubahan
pola nafas belum teratasi
P:
Lanjutkan intervensi
- Observasi TTV klien
- 0bservasi frekuensi, irama dan
kedalaman pernapasan klien
40
- Pertahankan oksigenasi
tambahan klien
- Lakukan kolaborasi untuk
dilakukan nebulizer (pulmicont
2x1 hari)
- Lakukan kolaborasi untuk
pemberian terapi obat bricasma
2 amp, metyl prednisolon 3x62,6
gr, lasal ekspektoral syrup 3x1,
ceftriaxon 1x2 gr, amlodipin 1x5
gr
S:
- Klien mengatakan dahak masih
susah dikeluarkan
- Klien mengatakan masih suka
batuk
O:
- Bunyi nafas klien whezing dan
ronchi +
- Klien mampu mempraktekkan
batuk efektif
Bersihan jalan nafas tidak
- Sekret tidak keluar
efektif berhubungan dengan
- Nebulizer masuk dengan
peningkatan produksi sekret
pulmicont 1 cc
- Obat masuk lasal ekspektoral
syrup 3x1
- TTV : TD 140/80 mmHg, N 76
x/menit RR 24 x/menit, S 360C
A:
- Masalah keperawatan bersihan
jalan nafas belum teratasi
P:
Intervensi dilanjutkan
41
- Observasi TTV
- Kaji karakteristik nyeri klien
(PQRST)
- Melakukan kolaborasi untuk
pemberian terapi obat metyl
prednisolon 3x62,6 grm,
ceftriaxon 1x2 gr, amlodipin 1x5
gr
S:
- Klien mengatakan cemas karna
susah bernafas
- Klien mengatakan sedih karena
penyakitnya dan kondisi saat ini
- Keluarga mengatakan belum
paham tentang sesak klien
karena penyakit yang mana
O:
- Klien tampang tegang
Ansietas berhubungan dengan - Raut wajah klien tampak sedih
ketidakmampuan untuk - TTV : TD 140/80 mmHg, N 76
bernafas dengan normal : x/menit RR 24 x/menit, S 360C
proses penyakit A:
- Masalah keperawatan ansietas
belum teratasi
P:
Intervensi dilanjutkan
- Observasi TTV
- Dorong klien dalam
mengungkapkan perasaannya
- Beri kesempatan klien untuk
bertanya dan menjawab
pertanyaan
43
S:
- Klien mengatakan malas untuk
makan banyak karena capek
nafas
O:
- Porsi makan klien habis ½ porsi
- Tidak ada mual dan muntah
- BB 44 kgbising usus klien 10
x/menit
- IMT klien 15,77 (gizi kurang)
- TTV : TD 140/80 mmHg, N 76
x/menit RR 24 x/menit, S 360C
Resiko perubahan nutrisi
A:
berhubungan dengan
- Masalah keperawatan resiko
meningkatnya kebutuhan energi
perubahan nutrisi belum teratasi
metabolik : Dispnea
P:
Intervensi dilanjutkan
- Anjurkan klien untuk perawatan
oral dan membuang sekret
kedalam wadah khusus
- Kaji pola makan klen saat ini
- Anjurkan klien untuk
menghindari makanan yang
sangat panas atau sangat dingin
- Lakukan kolaborasi dengan ahli
gizi untuk diit DM dan makanan
yang dianjurkan
S:
Perubahan pola nafas - Klien mengatakan sesak sedikit
Jum’at, 06 berhubungan dengan obstruksi berkurang
Oktober 2017 jalan nafas oleh sekret dan - Klien mengatakan setelah diuap
tumor paru nafas lebih sedikit enteng
O:
44
S:
- Klien mengatakan ingin cepat
sembuh dan bernafas normal
karena capek nafas seperti ini
- Klien mengatakan sedih dan
takut karena untuk bernafas aja
sulit
O:
- Klien mengungkapkan
perasaanya
- Klien menjawab pertanyaan
yang diajukan tentang
perasaannya
Ansietas berhubungan dengan - Klien menanyakan kenapa sulit
ketidakmampuan untuk bernafas
bernafas dengan normal : - TTV
proses penyakit TD 140/90 mmHg
N 100 x/menit
RR 25 x/menit
S 360C
A:
- Masalah keperawatan ansietas
sedikit teratasi
P:
Intervensi dilanjutkan
- Observasi TTV klien
- Observasi ansietas dan perasaan
klien
- Berikan penguatan atau
semangat dalam penyembuhan
S:
Resiko perubahan nutrisi
- Klien mengatakan makan
berhubungan dengan
banyak
48
- Observasi TTV
- Kaji karakteristik batuk klien
- Lakukan kolaborasi dilakukan
nebulizer (pulmicont 2x1 hari)
- Lakukan kolaborasi untuk
pemberian terapi obat bricasma
2 amp, metyl prednisolon 3x62,6
gr, lasal ekspektoral syrup 3x1,
ceftriaxon 1x2 gr, amlodipin 1x5
gr
S:
- Klien mengatakan nyeri masih
terasa di dada dan tenggorokan
- Klien mengatakan nyeri seperti
tertekan
O:
- Klien memeluk bantal menahan
dada seperti yang pernah
diajarkan
Gangguan rasa nyaman : nyeri
- Skala nyeri 5
berhubungan dengan obstruksi
- Klien tampak meringis
jalan nafas oleh sekret dan
- Klien ketika batuk atau bernafas
tumor paru
kuat memegangi dada
- Obat masuk metyl prednisolon
3x62,6 grm
- TTV
TD 150/80 mmHg
N 96 x/menit
RR 25 x/menit
S 37,30C
A:
52
O:
- Klien habis ½ porsi
- Tidak ada mual dan muntah
- IMT klien 15,77
Resiko perubahan nutrisi - TTV
berhubungan dengan TD 150/80 mmHg
meningkatnya kebutuhan energi N 96 x/menit
metabolik : Dispnea RR 25 x/menit
S 37,30C
A:
- Masalah keperawatan resiko
perubahan nutrisi sedikit teratsi
P:
Intervensi dilanjutkan
- Observasi TTV klien
- Kaji pola makan klien saat ini
- Lakukan timbang BB
- Kaji IMT klien
54
P:
Intervensi dilanjutkan
- Observasi TTV klien
- Observasi frekuensi, irama dan
bunyi nafas klien
- Pertahankan oksigen tambahan
klien
- Lakukan kolaborasi untuk
pemberian terapi obat bricasma
2 amp, metyl prednisolon 3x62,6
gr, lasal ekspektoral syrup 3x1,
ceftriaxon 1x2 gr, amlodipin 1x5
gr
- Antar klien ke ruang OK untuk
dilakukan trakeostomi
S:
- Klien mengatakan masih batuk
- Klien mengatakan dahak sudah
sedikit keluar
O:
- Saat auskultasi masih terdengar
sekret di bronkus
- Obat masuk lasal ekspektoran
Bersihan jalan nafas tidak
syrup 3x1 sdm
efektif berhubungan dengan
- Klien menghentikan saat
peningkatan produksi sekret
nebulizer dilakukan
- Ronkhi +
- TTV
TD 150/90 mmHg
N 103 x/menit
RR 26 x/menit
S 36,80C
A:
56
N 103 x/menit
RR 26 x/menit
S 36,80C
A:
- Masalah keperawatan resiko
perubahan nutrisi sedikit teratasi
P:
Intervensi dilanjutkan
- Observasi TTV
- Kaji pola makan klien setiap hari
- Kaji ada mual atau muntah
- BB stabil atau penaikan
- IMT stabil atau dalam batas
normal
- Antar klien ke ruang OK untuk
dilakukan trakeostomi
60
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada bab ini penulis akan membahas masalah yang muncul dalam Asuhan Keperawatan
pada Tn. E dengan Gangguan Sistem Pernafasan Penyakit Paru Obstruksi Kronis di Ruang
Shafa RSUD Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. Adapun yang menjadi lingkup pembahasan
meliputi pengkajian, diagnose keperawatan, intervensi, implementasi, dan evaluasi. Penulis
mengelola Tn. E selama 6 hari yaitu dari tanggal 5 Oktober sampai 10 Oktober 2017. Penulis
menggunakan pengkajian langsung pada klien dengan metode wawancara, observasi,
pemeriksaan fisik pada Tn. E serta studi dokumentasi dengan pembelajaran rekam medis dan
studi kepustakaan. Penulis menemukan adanya kesenjangan antara teori dan resume kasus yang
terjadi pada klien sabagai berikut :
4. 1 Pengkajian Keperawatan
Pengkajian adalah tahap awal dari proses sistematis dalam mengumpulkan data dari
berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien
(Nursalam, 2001). Dalam pengkajian ini penulis menggunakan beberapa cara untuk
memperoleh data yang digunakan sebagai berikut :
a. Wawancara
Pengertian wawancara menurut Nazir (2000) adalah proses memperoleh
keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka
antara si penanya atau pewawancara dengan si penjawab atau responden dengan
menggunakan alat yang dinamakan interviev guide (panduan wawancara).
Dari hasil pengkajian pada tanggal 5 Oktober 2017 dengan metode wawancara
penulis mendapatkan kesulitan karena pasien sulit bicara, sulit mengeluarkan kata atau
kalimat, sehingga penulis tidak hanya melakukan wawancara terhadap pasien, tetapi
juga ke anggota keluarga pasien seperti ke istri dan anak nya serta anggota keluarga
lain yang kooperatif. Saat dilakukan pengkajian istri klien mengatakan bahwa klien
mengeluh nafas terasa berat, dada terasa sesak, batuk-batuk namun dahak tidak bisa
keluar, sakit di tenggorokan dan dada.
Berdasarkan data diatas terdapat kesamaan antara teori dengan kasus. Menurut
teori Doenges (2012) pada pengkajian pernafasan pasien mengalami rasa dan tertekan,
ketidakmampuan untuk bernafas, batuk yang menetap, adanya produksi sputum
61
Dari hasil observasi pada tanggal 5 Oktober 2017 penulis juga mendapakan data
yaitu tidak ditemukan tanda-tanda anoreksia seperti mual, muntah, nafsu makan buruk,
penurunan berat badan menetap dan turgor kulit buruk.
Berdasarkan data diatas terdapat kesenjangan antara teori dengan kasus.
Menurut Doengoes (2012) pasien dapat mengalami penurunan berat badan, mengeluh
gangguan sensasi pengecap dan keengganan untuk makan atau kurang tertarik pada
makanan. Pada saat dilakukan pengkajian pasien tidak mengalami mual dan muntah,
Pasien juga dberikan injeksi ranitidin 30mg untuk mencegah terjadi nya anoreksia.
c. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik menurut Nursalam (2001) adalah melakukan pemeriksaan
fisik pasien untuk menentukan masalah kesehatan pasien. Pemeriksaan fisik dapat
dilakukan dengan menggunakan 4 tekhnik yaitu :
1) Inspeksi yaitu proses observasi yang dilaksanakan secara sistematik
dilaksananakan dengan menggunakan indera penglihatan, pendengaran dan
penciuman. Dari hasil pengkajian pada tanggal 5 Oktober 2017 dengan tekhnik
inpeksi penulis mendapatkan data yaitu adanya bentuk dada seperti tong terlihat
meninggikan bahu untuk bernafas.
d. Studi Dokumentasi
Studi dokumentasi menurut Arikunto (2002) adalah mencari data mengenai hal-
hal atau variable yang berupa catatan, transkrip, buku dan sebagainya sebagai data
penunjang.
Pada studi dokumentasi diperoleh identitas pasien, pemeriksaan laboratorium.
Hasil pemeriksaan yang dilakukan meliputi pemeriksaan laboratorium yaitu
Hemoglobin:11,7 g/dL, Hematokrit 37 %, Eritrosit : 54 juta/mL, Leukosit : 9160 /mL,
Trombosit 363 000 /mL,MCV : 68 /L,MCH :22 pg, MCHC : 32 g/Dl, Ureum : 29
mg/dl,Kreatinin : 1.1 mg/dL,GDS :84 mg/dL, Natrium : 142mmol/L, Kalium : 3,8
mmol/L, Klorida: 97 mmol/L.
Analisa darah
PH 7,362
PCO2 26,5 mmHg
PO2 137,7 mmHg
HCO3- 15,2 mmol/L
BE -8,6 mmol/L
Saturasi O2 99,1 %
63
4. 2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan menurut Doenges (2012) yaitu cara mengidentifikasikan,
memfokuskan dan mengatasi kebutuhan spesifik pasien serta respon terhadap masalah actual
dan resiko tinggi serta untuk mengekspresikan bagian identifikasi maslaah dari proses
keperawatan.
Diagnosa keperawatan menurut teori Doenges (2012) untuk kasus penykit paru
obstruksi kronis ada 4 diagnosa yaitu Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan
bronkospasma, peningkatan produksi sekret, sekresi tertahan, tebal, sekresi kental, penurunan
energi atau kelemahan.Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan ganguan supply oksigen
(obstruksi jalan nafas oleh sekresi, spasma bronkus, jebakan udara), kerusakan
alveoli.Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dispnea,
kelemahan, efek samping obat, produksi sputum, anoreksia, mual atau muntah.Resiko tinggi
terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan utama (penurunan kerja
silia, menetapnya sekret), tidak adekuatnya imunitas (kerusakan jaringan, peningkatan
pemajanan pada lingkungan), proses penyakit kronis, malnutrisi. Untuk itu penulis
64
menjelaskan mengapa hal ini terjadi dan diagnosa keperawatan tersebut diidentifikasi sebagai
masalah yang perlu dipecahkan.
a. Diagnosa keperawatan yang tercantum pada teori dan ditemukan dalam kasus
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi
sekret
Bersihan jalan napas tidak efektif adalah ketidakmampuan untuk membersihkan
sekresi atau obstruksi dari saluran pernafasan untuk mempertahakan kebersihan
jalan napas (Amin,2013). Batasan karakteristiknya antara lain pernyataan
kesulitan bernapas, perubahan kedalaman atau kecepatan pernafasan,
penggunaan otot aksesori bunti nafas tidak normal misalnya mengi, ronchi,
krekels, batuk (menetap) dengan atau tanpa produksi sputum (Doenges,2012).
Diagnosa ini muncul karena adanya data penunjang yaitu Klien mengatakan
batuk-batuk namun dahak tidak bisa keluar, Batuk (+), TTV : TD 140/90
mmHg, RR 27 x/menit, N 88 x/menit, S 36,80C. Klien mendapat terapi obat
Lasal ekspektoran syrup 3x1. Klien mengatakan riwayat merokok, klien terlihat
mengalami kesulitan bernafas, klien terlihat kesulitan berbicara, adanya bentuk
dada seperti tong, terlihat meninggikan bahu untuk bernafas, auskultasi : ronchi
pada paru bagian kanan, terpasang oksigen 3-5 liter permenit, respirasi
28x/menit. Penulis mengambil diagnosa keperawatan bersihan jalan tidak
efektif berhubungan dengan peningkatan sputum sebagai diagnosa kedua.
Penulis lebih memprioritaskan perubahan pola nafas berhubungan dengan
obstruksi jalan nafas oleh sekret dan tumor paru. Karena pada klien terjadi
perubahan pola nafas yang disebabkan oleh adanya tumor, selain itu klien juga
membutuhkan oksigen dan salah satu kebutuhan fisiologis manusia menurut
Hidayat (2008) adalah oksigen dan bernafas. Dan apabila diagnosa ini tidak
diatasi maka dapat mengancam nyawa klien.
Tujuan dari rencana tindakan keperawatan menurut Doenges (2012) tindakan
keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan pasien akan mempertahankan jalan
nafas yang paten dengan bunyi nafas bersih atau jelas dengan kriteria hasil
pasien akan menunjukkan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan nafas
misalnya batuk efektif dan mengeluarkan sekret. Intervensi yang
diimplementasikan oleh penulis pada tanggal 5-10 Oktober 2017 antara lain :
Mengkaji frekuensi, irama dan kedalaman pernapasan klien, rasional : takipnea
biasanya ada pada beberapa derajat obstruksi jalan nafas, pernafasan dapat
65
b. Diagnosa keperawatan yang tercantum dalam teori tetapi tidak muncul dalam kasus
1. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan oksigenasi (obstruksi
jalan nafas oleh sekresi, spasme bronkus, jebakan udara), kerusakan alveoli.
Kerusakan pertukaran gas adalah kelebihan atau deficit pada oksigenasi dan
atau eliminasi karbondioksida pada membrane alveolar-kapiler (Amin,2013).
67
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari hasil asuhan keperawatan Tn. E dengan PPOK, maka dapat diambil kesimpulan
bahwa :
5.1.1 Melakukan pengkajian pada Tn. E terkait dengan PPOK
Dalam melakukan pengkajian pada Tn. E, penulis mengalami kesulitan dalam
melakukan komunikasi dengan Tn. E karena Tn. E kesulitan berbicara. Maka dari
itu, penulis tidak hanya melakukan wawancara pada pasien saja, tetapi juga pada
anggota keluarga Tn. E
5.1.2 Merumuskan diagnosa keperawatan pada Tn. E
Dari hasil pengkajian yang dilakukan oleh penulis, penulis memprioritaskan 3
diagnosa yaitu Perubahan pola nafas berhubungan dengan obstruksi jalan nafas oleh
sekret dan tumor paru. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan
peningkatan produksi sekret. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan
obstruksi jalan nafas oleh sekret dan tumor paru
5.1.3 Melakukan perencanaan terhadap Tn. E
Perencanaan yang dibuat disesuaikan dengan kondisi pasien. Sehingga intervensi
yang dilakukan dapat terlaksana dengan baik terkait dukungan dan kerjasama dari
Tn. E dalam mengatasi penyakit yang dideritanya. Saat penulis melakukan kontrak
waktu untuk pemberian asuhan keperawatan yang akan dilakukan selanjutnya, klien
dan keluarga klien juga kooperatif.
5.1.4 Melakukan tindakan keperawatan pada Tn. E terkait penyakit PPOK yang dialami
Tn. E
Saat dilakukan tindakan keperawatan, Tn. E sangat kooperatif saat dilakukan
injeksi, fisioterapi dada, diajarkan tekhnik mengeluarkan sekret dengan batuk
efektif dan pasien juga memperhatikan saran yang diberikan oleh penulis antara lain
minum air hangat matang untuk memudahkan keluarnya sekret.
5.1.5 Melakukan evaluasi keperawatan pada keluarga Tn. E
Evaluasi setelah memberikan tindakan keperawatan selama 7 hari, untuk diagnosa
pertama sampai ketiga belum teratasi sedangkan diagnosa keempat sedikit teratasi.
5.1.6 Melakukan dokumentasi keperawatan pada keluarga Tn. E
69
5.2 Saran
9.2.1 RSUD Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh
Penulis memberikan saran kepada Rumah Sakit agar dapat meningkatkan dan
mempertahankan standar asuhan keperawatan sehingga mutu pelayanan rumah
sakit dapat terjaga.
9.2.2 Institusi Pendidikan
Penulis berharap Institusi Pendidikandapat menyediakan sumber buku dengan
tahun dan penerbit terbaru sebagai bahan informasi yang penting dalam pembuatan
seminar kecil dan dapat meningkatkan kualitas pendidikan teruatama dengan
pembuatan asuhan keperawatan dalam praktek maupun teori.
9.2.3 Profesi Perawat
Penulis berharap agar perawat ruangan dapat meningkatkan mutu pelayanan, lebih
ramah lagi tehadap pasien dan dapat memberikan asuhan keperawatan dengan
sebaik-baiknya.
70
DAFTAR PUSTAKA
Amin, Hardhi. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan berdasarkan Diagnosa Medis NANDA
Arikunto. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Yogyakarta : FIP. IKIP.
Asih, Niluh Gede Yasmin. 2003. Keperawatan Medikal Bedah Klien dengan Gangguan Sistem
Brashers, Valentina L. 2007. Aplikasi Klinis Patofisiologi Pemeriksaan dan Manajemen Edisi
Doenges, Marilynn E. 2012. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan dan
Engram, Barbara. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Volume 1. Jakarta :
Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease. 2009. Global Strategy for The
from: http://www.goldcopd.org
Hidayat, Azis Alimul. 2008. Kebutuhan Dasar Manusia Aplikasi Konsep dan Proses
Kasanah. 2011. Analisis Keakuratan Kode Diagnosis Penyakit Paru Obstruksi Kronis
Eksasebrasi Akut Berdasarkan ICD 10 Pada Dokumen Rekam Medis Pasien Rawat
Tangerang
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : EGC Buku Kedokteran.
Nursalam. 2001. Proses dan Prinsip Keperawatan : Konsep dan Praktik. Jakarta : Salemba
Medika.
Price, Sylvia A. Dkk. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6
Reeves, Charlene J. 2001. Buku Satu Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Salemba Medika.
Sherwood, L., 2001. Sistem Pernapasan. Fisiologi Manusia dari sel ke sistem edisi 2. Jakarta:
EGC, 410-460.