Anda di halaman 1dari 34

MAKALAH

FARMAKOTERAPI III

ANTIBIOTIK DAN ANTI INFEKSI

DOSEN PENGAMPU:
Apt. HELMICE AFRIYENI,M.Farm

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 4
1. YUNITA AMELIA 19160017
2. CINTYA NURIZA 19160026
3. YOHANDA TRI DHARMA PUTRA 19160035
4. CINDY PARADITHA KASANDRA 19160047
5. YULIA ISMATUTI 19160059
6. AZRA NADILA PUTRI 19160061
7. RENO NURVI WAHYUNI 19160072
8. NUR HIDAYAH 19160079
9. THALIA AMANDA 19160087

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


UNIVERSITAS DHARMA ANDALAS
PADANG
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah laporan tugas sebagai salah satu
syarat guna memenuhi proses pembelajaran di Fakultas Farmasi Universitas Dharma
Andalas.

Dalam kesempatan ini dengan tulus dan segala kerendahan hati penulis
menyampaikan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya khususnya kepada yang terhormat
Ibuk Helmice Afriyeni, M.Farm.,Apt, selaku dosen Farmakoterapi III dalam memberikan
bimbingan, waktu, perhatian, saran-saran serta dukungan sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah ini.

Akhir kata penulis mengharapkan Allah SWT melimpahkan berkah-Nya kepada kita
semua dan semoga makalah ini dapat bermanfaat serta dapat memberikan sumbangan
pemikiran yang berguna bagi semua pihak yang memerlukan.

Padang, 24 Mei 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
BAB I.........................................................................................................................................5
PENDAHULUAN......................................................................................................................5
1.1. LATAR BELAKANG....................................................................................................5
1.2. RUMUSAN MASALAH...............................................................................................6
1.3. TUJUAN........................................................................................................................6
BAB II........................................................................................................................................7
PEMBAHASAN........................................................................................................................7
2.1. INFEKSI..........................................................................................................................7
2.1.1. DEFINISI INFEKSI..................................................................................................7
2.1.2. PENYEBAB INFEKSI.............................................................................................7
2.2. ANTIBIOTIK..................................................................................................................8
2.2.1. DEFINISI ANTIBIOTIK..........................................................................................8
2.2.2. MEKANISME AKSI ANTIBIOTIK......................................................................10
2.2.3. PEMBUATAN ANTIBIOTIKA.............................................................................12
2.2.4. PENGGOLONGAN ANTIBIOTIK........................................................................12
2.2.5.GOLONGAN ANTIBIOTIK ..................................................................................14
2.2.6.EFEK SAMPING ANTIBIOTIK.............................................................................27
2.2.8.PRINSIP PENGGUNAAN DAN PEMILIHAN ANTIBIOTIK YANG SESUAI..28
2.3. GENETIKA RESISTENSI BAKTERI........................................................................30
2.4. RESISTENSI TERHADAP AGEN ANTIMIKROBA................................................31
BAB III.....................................................................................................................................33
PENUTUP................................................................................................................................33
1.1. KESIMPULAN............................................................................................................33
1.2. SARAN...........................................................................................................................33
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................34

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG


Penyakit infeksi di Indonesia masih termasuk dalam sepuluh penyakit terbanyak.
Peresepan antibiotik di Indonesia yang cukup tinggi dan kurang bijak aan meningkatkan
kejadian resistensi. Menurut Centers for Disease Control and Prevention, setiap tahun di
Amerika Serikat terdapat dua juta orang terinfeksi oleh bakteri yang telah resisten
terhadap antibiotic dan setidaknya 23.000 orang meninggal setiap tahun sebagai akibat
langsung dari resistensi ini. Tahun 2013 kurang lebih terjadi 700.000 kematian di selur
dunia akibat resistensi antibiotika. Pada tahun 2050 diperkirakan terjadi 10 juta kematian
akibat resistensi antimikroba dengan 4,7 juta diantaranya merpakan penduduk Asia.

Antibiotik adalah obat yang digunakan untuk mencegah dan mengobati infeksi
bakteri. Resistensi antibiotik terjadi ketika bakteri berubah sebagai respons terhadap
penggunaan obat-obatan ini.

Bakteri, bukan manusia atau hewan, menjadi kebal antibiotik. Bakteri ini dapat
menginfeksi manusia dan hewan, dan infeksi yang disebabkannya lebih sulit diobati
daripada yang disebabkan oleh bakteri yang tidak resisten. Resistensi antibiotik
menyebabkan biaya medis yang lebih tinggi, lama tinggal di rumah sakit, dan
peningkatan kematian.

Dunia sangat perlu mengubah cara meresepkan dan menggunakan antibiotik.


Bahkan jika obat-obatan baru dikembangkan, tanpa perubahan perilaku, resistensi
antibiotik akan tetap menjadi ancaman utama. Perubahan perilaku juga harus mencakup
tindakan untuk mengurangi penyebaran infeksi melalui vaksinasi, mencuci tangan,
mempraktikkan seks yang lebih aman, dan kebersihan makanan yang baik (WHO, 2020).

3
Antibiotik (yaitu, obat anti infeksi atau antimikroba) dapat diarahkan pada salah
satu dari beberapa organisme penyebab penyakit termasuk bakteri, virus, jamur, cacing,
dll. Sebagian besar antibiotik adalah pejuang bakteri; meskipun ada jutaan virus, hanya
ada sekitar setengah lusin obat antivirus. Bakteri lebih kompleks daripada virus
(sementara virus harus "hidup" di inang (kita), bakteri dapat hidup secara mandiri)
sehingga lebih mudah untuk dibunuh. Dampak antibiotik pada kesehatan manusia tidak
sulit untuk dinilai. Tingkat kematian keseluruhan dari penyakit seperti pneumonia dan
tuberkulosis telah menurun dari 79,7 per 100.000 pada tahun 1900 menjadi 59 per
100.000 pada tahun 1996, menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC).
Akibatnya, harapan hidup selama periode itu meningkat dari 47,3 hingga 76,1 tahun.
Korelasi lebih lanjut antara pengenalan antibiotik dan penurunan angka kematian dapat
diapresiasi dengan membandingkan penurunan angka kematian di Amerika Serikat
dengan pengenalan antibiotik setelah Perang Dunia II. Sedangkan penurunan angka
kematian tidak diragukan lagi multifaktorial (gizi, sanitasi, dll), antibiotik jelas telah
memberikan kontribusi besar bagi umat manusia. Infeksi seperti pneumonia,
tuberkulosis, dan diare/enteritis merupakan penyebab utama kematian di 1900. Saat ini,
penyebab utamanya adalah penyakit jantung, kanker, dan stroke (Taylor & Francis,
2003).

1.2. RUMUSAN MASALAH


1. Apa itu infeksi?
2. Apa penyebab terjadinya infeksi?
3. Apa itu antibiotik?
4. Bagaimana mekanisme aksi antibiotik?
5. Bagaimana pembuatan antibiotik?
6. Apa saja penggolongan antibiotik?
7. Bagaimana prinsip penggunaan dan pemilihan antibiotik?
8. Bagaimana jenis terapi antibiotika?
9. Bagaimana efek samping antibiotika?

1.3. TUJUAN
Untuk mengetahui dan memahami prinsip umum dalam pemilihan dan penggunaan
obat-obat antibiotik dan antiinfeksi

4
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. INFEKSI

2.1.1. DEFINISI INFEKSI

Infeksi adalah adanya suatu


organisme pada jaringan atau
cairan tubuh yang disertai
suatu gejala klinis baik
lokal maupun sistemik.
Infeksi yang muncul
selama seseorang
tersebut dirawat di rumah sakit
dan mulai menunjukkan suatu
gejala selama seseorang itu
dirawat atau setelah selesai
dirawat disebut infeksi
nosokomial.
5
Infeksi adalah adanya suatu
organisme pada jaringan atau
cairan tubuh yang disertai
suatu gejala klinis baik
lokal maupun sistemik.
Infeksi yang muncul
selama seseorang
tersebut dirawat di rumah sakit
dan mulai menunjukkan suatu
gejala selama seseorang itu
dirawat atau setelah selesai
dirawat disebut infeksi
nosokomial.
Infeksi adalah adanya suatu organisme pada jaringan atau cairan tubuh yang
disertai suatu gejala klinis baik lokal maupun sistemik. Infeksi yang muncul selama
seseorang tersebut dirawat di rumah sakit dan mulai menunjukkan suatu gejala
selama seseorang itu dirawat atau setelah selesai dirawat disebut infeksi
nosokomial.

Infeksi nosokomial ini dapat berasal dari dalam tubuh penderita maupun
luar tubuh. Infeksi endogen disebabkan oleh mikroorganisme yang semula

6
memang sudah ada didalam tubuh dan berpindah ke tempat baru yang kita sebut
dengan self infection atau auto infection, sementara infeksi eksogen (cross
infection) disebabkan oleh mikroorganisme yang berasal dari rumah sakit dan dari
satu pasien ke pasien lainnya (Olmsted RN,1996).

2.1.2. PENYEBAB INFEKSI


Kuman-kuman penyebab infeksi secara umum dapat dikategorikan secara
besar sebagai berikut:

1. Kuman Gram positif

Kuman Gram positif dibedakan menjadi dua kelompok, yakni kuman aerob dan
kuman anaerob. Kuman Gram positif aerob: meliputi kuman-kuman koken
(streptokokus, stafilokokus), basilus (saprofit), spiral (treponema dan
leptospira), batang (korinebakteria) dan lain-lain. Jadi secara sederhana kuman-
kuman yang sering dihadapi dalam praktek dari golongan ini misalnya kuman
stafilokokus, streptokokus. Untuk kuman-kuman Gram positif aerob ini,
antibiotika pilihan utama adalah penisilin spektrum sempit (asalkan tidak ada
resistensi karena produksi enzim penilisinase). Penisilin spektrum luas,
eritromisin, sefalosporin, mempunyai aktifitas antikuman terhadap golongan
Gram positif aerob, tetapi tidak sekuat penisilin spektrum sempit di atas.
Contoh yang gampang adalah infeksi saluran nafas oleh streptokokus maupun
infeksi-infeksi piogenik dengan pernanahan. Kuman Gram positif anaerob:
yang paling penting di sini kemungkinan adalah kuman-kuman batang positif,
yakni klostridia, misalnya C. tetani, C. botulinum, C. gas gangren dan lain-lain.
Untuk kuman-kuman ini penisilin dengan spektrum sempit tetap merupakan
obat pilihan utama, juga metronidazol.

2. Kuman Gram negatif


Kuman gram negatif juga terbagi menjadi kuman yang bersifat aerob dan
anaerob. Gram negatif aerob: termasuk koken (N. gonorrhoeae, N. meningitidis
atau pnemokokus), kuman-kuman enterik (E. coli, klebsiela dan enterobakter),
salmonela, sigela, vibrio, pseudomonas, hemofilus dan lain-lain. Untuk
kumankuman kelompok ini, pilihan antibiotik dapat berupa penisilin spektrum

7
luas, tetrasiklin, kloramfenikol, sefalosporin dan lain-lain. Sebagai contoh,
antibiotik pilihan untuk kuman vibrio adalah tetrasiklin, untuk salmonela
adalah kloramfenikol, untuk hemofilus adalah kloramfenikol. Gram negatif
anaerob: yang termasuk di sini yang penting adalah golongan bakteroides dan
fusobakterium. Linkomisin dan klindamisin, beberapa sefalosporin,
metronidazol, kombinasi amoksisilin dengan asam klavulanat. Pembagian
kuman penyebab infeksi ini sangat disederhanakan, oleh karena spektrum
kuman penyebab infeksi pada masing-masing organ tubuh atau lokasi tubuh
masih sangat bervariasi. Sehingga dalam prakteknya jenis infeksi, kuman
spesifik penyebabnya harus dicari dan dipertimbangkan termasuk spektrum
kepekaan kuman pada umumnya yang menentukan antibiotika pilihan untuk
infeksi yang bersangkutan.

2.2. ANTIBIOTIK

2.2.1. DEFINISI ANTIBIOTIK


Antibiotika ialah zat yang dihasilkan oleh mikroba terutama fungi, yang dapat
menghambat pertumbuhan atau membasmi jenis mikroba lain.
Antibiotika ( latin : anti = lawan, bios = hidup ) adalah zat-zat kimia yang
dihasilkan miro organisme hidup terutama fungi dan bakteri tanah. Yang memiliki
kahsiat mematikan atau mengahambat pertumbuahn banyak bakteri dan beberapa
virus besar, sedangkan toksisitasnya bagi manusia relative kecil.

Antibiotic pertama kali ditemukan oleh sarjana inggris dr. Alexander fleming
( penisilin) pada tahun 1928. Tetapi penemuan ini baru di kembangkan dan
digunakan dalam terapi di tahun 1941 oleh dr. Florey. Kemudian banyak zat
dengan khasiat antibiotic diisolir oleh penyelidik-penyelidik lain di seluruh dunia,
namun toksisitasnya hanya beberapa saja yang dapat digunakan sebagai
obat.Antibiotic jugadapat dibuat secara sintetis atau semisintetis.

Antibiotik adalah obat yang digunakan untuk mencegah dan mengobati infeksi
bakteri. Antibiotik (yaitu, obat anti infeksi atau antimikroba) dapat diarahkan pada
salah satu dari beberapa organisme penyebab penyakit termasuk bakteri, virus,
jamur, cacing, dll. Sebagian besar antibiotik adalah pejuang bakteri; meskipun ada

8
jutaan virus, hanya ada sekitar setengah lusin obat antivirus (Taylor & Francis,
2003).

2.2.2. MEKANISME AKSI ANTIBIOTIK

Ada beberapa cara di mana antibiotik dapat secara selektif mengganggu proses
biokimia dalam mikroba. Bagian bab ini membahas lebih rinci dengan mekanisme
masing-masing. Ini termasuk dinding dan membran sel, asam nukleat dan sintesis
protein, dan metabolisme perantara.

Penisilin, sefalosporin, dan obat-obatan terkait dikenal sebagai beta-laktam


karena mereka berbagi cincin beta laktam beranggota empat. Mekanisme kerja obat
jenis beta laktam lebih kompleks dari yang diperkirakan semula. Penisilin dan
sefalosporin tampaknya merupakan analog dari unit struktural alami (d-alanil-d
alanin) di dinding sel bakteri gram positif. Antibiotik ini menjadi terikat secara
kovalen dengan keluarga enzim yang dikenal sebagai protein pengikat penisilin
(PBPs), yang bertanggung jawab untuk membangun kisi peptidoglikan dinding sel
bakteri. Kegagalan untuk mencapai yang memadai sintesis dinding sel
menghasilkan peningkatan permeabilitas sel, kebocoran, dan kematian. Penisilin
tidak akan merusak dinding sel yang sudah dibuat tetapi akan mengganggu sel baru
pembentukan dinding.
Mikroba juga memiliki membran plasma yang bersebelahan dengan dinding
selnya. Polimiksin adalah agen amfipatik (mengandung nonpolar, lipofilik dan
polar, kelompok lipofobia) yang berinteraksi dengan fosfolipid dalam membran sel
mikroba. Hasilnya adalah gangguan membran dan peningkatan permeabilitas.
Namun, karena membran sel mikroba dan mamalia tidak terlalu berbeda,
polymixin dapat menghasilkan toksisitas yang signifikan pada manusia (yaitu,
mereka memiliki selektifitas yang rendah) toksisitas). Hal ini juga berlaku untuk
obat terkait nistatin. Inilah sebabnya mengapa ini khusus antibiotik umumnya tidak
digunakan secara sistemik dan biasanya terbatas pada topikal aplikasi. Beberapa
antibiotik diketahui mengganggu fungsi asam nukleat mikroba. Rifampisin,
misalnya, menghambat RNA polimerase yang bergantung pada DNA,
menyebabkan penekanan inisiasi pembentukan rantai RNA. RNA polimerase inti
dari berbagai sel eukariotik tidak mengikat rifampisin, dan sintesis RNA juga tidak

9
terpengaruh. Obat-obatan yang termasuk dalam kelompok kuinolon mengganggu
DNA girase, enzim yang bertanggung jawab untuk DNA mikroba "supercoiling"
menjadi bentuk yang kompak sementara mempertahankan fungsinya. Sel
eukariotik tidak mengandung DNA girase (DNA tipe II) topoisomerase adalah
setara dan beberapa kali lipat kurang sensitif).

Ada sejumlah situs dalam urutan sintesis protein di mana antibiotik dapat
bertindak. Ini termasuk (1) penghambatan perlekatan mRNA ke ribosom 30S oleh
aminoglikosida; (2) penghambatan pengikatan tRNA ke ribosom 30S oleh
tetrasiklin; (3) penghambatan perlekatan mRNA pada ribosom 50S oleh
kloramfenikol; dan (4) penghambatan eritromisin pada langkah translokasi dengan
mengikat ribosom 50S, sehingga mencegah tRNA peptidil yang baru disintesis
bergerak dari akseptor ke situs donor.

Akhirnya, sulfonamid dapat mengganggu metabolisme perantara. Karena


kesamaan struktural mereka dengan asam para-aminobenzoat (PABA), mereka
dapat berfungsi sebagai: inhibitor kompetitif untuk sintase dihidropteroat. Hasilnya
adalah gangguan sintesis mikroba asam folat dengan menghalangi pembentukan
prekursor asam folat asam dihidropteroat. Mikroorganisme sensitif adalah mereka
yang harus mensintesis asam folat sendiri. Sebaliknya, bakteri resisten dan sel
mamalia normal terpengaruh karena mereka tidak mensintesis asam folat tetapi
menggunakan vitamin yang telah dibentuk sebelumnya (Taylor & Francis, 2003).

Beberapa antibiotika bekerja terhadap dinding sel (penisilin dan


sefalosforin) atau membran sel (kleompok polimiksin), tetapi mekanisma kerja
yang terpenting adalah perintangan selektif metabolisme protein bakteri sehingga
sintesis protein bakteri, sehingga sintesis protein dapat terhambat dan kuman
musnah atau tidak berkembang lagi misalnya kloramfenikol dan tetrasiklin.

Diluar bidang terapi, antibiotik digunakan dibidang peternakan sebagai zat


gizi tambahan guna mempercepat pertumbuhan ternak, dan unggas yang diberi
penisilin, tetrasiklin erithomisin atau basitrasin dalam jumlah kecil sekali dalam
sehari harinya, bertumbuh lebih besar dengan jumlah makanan lebih sedikit.

Mekanisme kerja antibiotic antara lain :

10
1. Menghambat sintesa dinding sel, akibatnya pembentukan dinding sel tidak
sempurna dan tidak dapat menahan tekanan osmosa dari plasma, akhirnya sel
akan pecah seperti penisilin dan sefalosporin
2. Menghambat sintesa membrane sel, molekul lipoprotein dari membrane sel
dikacaukan pembentukannya, hingga bersifat lebih permeable akibatnya zat zat
penting dari isi sel dapat keluar seperti kelompok polipeptida
3. Menghambat sintesa protein sel, akibatnya sel tidak sempurna terbentuk seperti
klindamisin, linkomisin, klorampenikol, makrolida, tetrasiklin, gentamisin.
4. Mengganggu pembentukan asam-asam inti(DNA dan RNA) akibatnya sel tidak
dapat berkembang seperti metronidasol, kinolon, novobiosin, rifampisin
5. Menghambat sintesa folat seperti sulfonamide dan trimetropin.

2.2.3. PEMBUATAN ANTIBIOTIKA


Pembuatan antibiotika lazimnya dilakukan dengan jalan mikrobiologi dimana
mikro organisme dibiak dalam tangki-tangki besar dengan zat-zat gizi khusus.
Kedalam cairan pembiakan disalurkan oksigen atau udara steril guna mempercepat
pertumbuhan jamur sehingga produksi antibiotiknya dipertinggi setelah diisolasi
dari cairan kultur, antibiotika dimurnikan dan ditetapkan aktifitasnya beberapa
antibiotika tidak dibuat lagi dengan jalan biosintesis ini, melakukan secara
kimiawi, antara lain kloramfenikol

Aktivitas Umumnya dinyatakan dalam suatu berat (mg),kecuali zat yang


belum sempurna pemurniannya dan terdiri dari campuran beberapa zat misalnya
polimiksin B basitrasin, atau karena belum diketahui struktur kimianya, seperti,
nistatin.

2.2.4. PENGGOLONGAN ANTIBIOTIK


a. Penggolongan Berdasarkan Luas Aktivitas Kerjanya

1. Zat-zat dengan aktivitas sempit( narrow spectrum) zat yang aktif terutama
terhadap satu atau beberapa jenis bakteri saja (bakteri gram positif atau
bakteri gram negatif saja)Contohnya eritromisin, kanamisin, klindamisin,
(hanya terdapat bakteri gram positif) streptomisin, gentamisin( hanya
terdapat bakteri gram negatif saja).

11
2. Zat dengan aktivitas luas (broad spectrum) zat yang berkhasiat terhadap
semua jenis bakteri baik jenis bakteri gram positif maupun negatif contohnya
ampisilin, sefalosporin, dan kloramfenikol.

b. Penggolongan Berdasarkan Mekanisme Kerjanya

1. Penghambat sintesis dinding bakteri

2. Penghambat membran sel

3. Penghambatan sintesis protein di ribosom

4. Penghambatan sintesis asam nukleat

5. Penghambatan metabolik atau antagonis folat

Dari masing-masing golongan terdapat mekanisme kerja farmakokinetik,


farmakodinamik, serta aktivitas mikroba yang berbeda-beda.Perbedaan ini
menyebabkan perbedaan kegunaan di dalam klinik karena perbedaan ini juga maka
mekanisme resistensi dari masing-masing golongan juga mengalami perbedaan.

c. Penggolongan Berdasarkan Daya Kerjanya


1. Bakterisid
antibiotika yang bakterisid secara aktif membasmi kuman termasuk dalam
golongan ini adalah penisilin, sefalosporin, aminoglikosida, (dosis besar)
kotrimoksazol, polipeptida, rifampisin, isoniazid, dan lain-lain
2. Bakteriostatik
Bekerja dengan mencegah atau menghambat pertumbuhan kuman, tidak
membunuh, sehingga pembasmian kuman sangat tergantung pada daya
tahan tubuh. Termasuk dalam golongan ini adalah sulfonamide, tetrasiklin,
kloramfenikol, eritromisin, trimetropin, linkomisin, makrolida, klindamisin,
asam paraaminosalisilat, dll

d. Penggolongan Berdasarkan Struktur Kimianya


1. Golongan aminoglikosida
diantara nya amikasin, dibekasin, gentamisin, kanamisin, neomisin,
netilmicin, paromomisin, sisomicin, streptomisin,
2. Golongan Beta-laktam

12
diantaranya golongan karbapenem,(ertapenem, imipenem, meropenem),
golongan sefalosporin (sefalexin, sefazolin, sefadroksim,) golongan Beta-
laktam monosiklik dan golongan penisilin (penisilin dan amoksisilin)
3. Golongan Glikopeptida
Diantaranya vankomisin,teikoplanin, ramoplanin, dan dekaplanin.
4. Golongan poliketida
Diantaranya golongan makrolida (eritromisin, azitromisin, klaritromisin, )
golongan ketolida (telitromisin), golongan tertrasiklin (dekosisiklin,
oksitetrasiklin)
5. Golongan polimiksin
Diantaranya polimiksin dan kolistin
6. Golongan kinolon (fluorokinolon )
Diantaranya asam nalidiksat, siprofloksasin,ofloksasin,levofloksasin
7. Golongan streptogramin
Diantaranya pristinamycin, virginiamycin, mikamycin
8. Golongan oksazolidinon
Diantaranya linezolid
9. Golongan sulfonamida
Diantaranya kotrimoksazol dan trimetropim
10. Antibiotika lain yang penting seperti klrampenikol, klindamisin dan
fusidat

2.2.5. GOLONGAN ANTIBIOTIK


1. Penisilin
Penisilin diperoleh dari jamur Penicilium chrysogeneum dari
bermacam-macam jemis yang dihasilkan (hanya berbeda mengenai gugusan
samping R ) benzilpenisilin ternyata paling aktif. Sefalosforin diperoleh dari
jamur cephalorium acremonium, berasl dari sicilia (1943) penisilin bersifat
bakterisid dan bekerja dengan cara menghambat sintesi dinding sel.
Pensilin terdiri dari :
a. Benzil Penisilin Dan Fenoksimetil Penisilin
1) Benzil Penisilin

13
Indikasi : infeksi saluran kemih, otitis media, sinusitis, bronchitis
kronis, salmonelosis invasive, gonore.
Kontraindikasi : hipersensitivitas ( alergi ) terhadap penisilin.
Efek samping : reaksi alergi berupa urtikaria, demam, nyeri sendi,
angioudem, leukopoia, trombositopenia, diare pada pemberian per oral.

2) Fenoksimetilpenisilin
Indikasi : tonsillitis, otitis media, erysipelas, demam rematik,
prpopiliaksisinfeksi pneumokokus.

b. Pensilin Tahan Penisilinase


1) Kloksasilin
Indikasi : infeksi karena stapilokokus yang memproduksi pensilinase.
Peringatan : riwayat alergi, gangguan fungsi ginjal, lesi eritematous
pada glandular fever, leukemia limfositik kronik, dan AIDS.
Interaksi : obat ini berdifusi dengan baik dengan jaringan dan cairan
tubuh. Tapi penetrasi ke dalam cairan otak kurang baik kecuali jika
selaput otak mengalami infeksi.
Kontraindikasi : hipersensitivitas ( alergi ) terhadap penisilin.
Efek samping : reaksi alergi berupa urtikaria, demam, nyeri sendi,
angioudem, leukopoia, trombositopenia, diare pada pemberian per oral.

2) Flukoksasilin
Indikasi : infeksi karena stapilokokus yang memproduksi pensilinase.
Peringatan : riwayat alergi, gangguan fungsi ginjal, lesi eritematous
pada glandular fever, leukemia limfositik kronik, dan AIDS.
Interaksi : obat ini berdifusi dengan baik dengan jaringan dan cairan
tubuh. Tapi penetrasi ke dalam cairan otak kurang baik kecuali jika
selaput otak mengalami infeksi.
Kontraindikasi : hipersensitivitas ( alergi ) terhadap penisilin.
Efek samping : reaksi alergi berupa urtikaria, demam, nyeri sendi,
angioudem, leukopoia, trombositopenia, diare pada pemberian per oral.

c. Pensilin Spectrum Luas

14
1) Ampisilin
Indikasi : infeksi saluran kemih, otitis media, sinusitis, bronchitis
kronis, salmonelosis invasive, gonore.
Peringatan : riwayat alergi, gangguan fungsi ginjal, lesi eritematous
pada glandular fever, leukemia limfositik kronik, dan AIDS.
Interaksi : obat ini berdifusi dengan baik dengan jaringan dan cairan
tubuh. Tapi penetrasi ke dalam cairan otak kurang baik kecuali jika
selaput otak mengalami infeksi.
Kontraindikasi : hipersensitivitas ( alergi ) terhadap penisilin.
Efek samping : reaksi alergi berupa urtikaria, demam, nyeri sendi,
angioudem, leukopoia, trombositopenia, diare pada pemberian per oral.

2) Amoksisilin
Indikasi : infeksi saluran kemih, otitis media, sinusitis, bronchitis
kronis, salmonelosis invasive, gonore.
Peringatan : riwayat alergi, gangguan fungsi ginjal, lesi eritematous
pada glandular fever, leukemia limfositik kronik, dan AIDS.
Interaksi : obat ini berdifusi dengan baik dengan jaringan dan cairan
tubuh. Tapi penetrasi ke dalam cairan otak kurang baik kecuali jika
selaput otak mengalami infeksi.
Kontraindikasi : hipersensitivitas ( alergi ) terhadap penisilin.
Efek samping : reaksi alergi berupa urtikaria, demam, nyeri sendi,
angioudem, leukopoia, trombositopenia, diare pada pemberian per oral.

d. Penisilin Anti Pseudomona


1) Tikarsilin
Indikasi : infeksi yang disebabkan oleh pseoudomonas dan proteus.
2) Piperasilin
Indikasi : infeksi yang disebabkan oleh pseoudomonas aerugenosa.
3) Sulbenisilin
Indikasi : infeksi yang disebabkan oleh pseoudomonas aerugenosa.

2. Sefalosforin

15
Sefalosforin merupakan antibiotic betalaktam yang bekerja dengan
cara menghambat sintesis dinding mikroba. Farmakologi sefalosforin mirip
dengan penisilin, ekseresi terutama melalui ginjal dan dapat di hambat
probenisid.

            Sefalosforin terbagi atas :

a. Sefadroksil
Indikasi : infeksi baktri gram (+) dan (-)
Interaksi : sefalosforin aktif terhadap kuman garm (+) dan (-) tetapi
spectrum anti mikroba masing-masng derrivat bervariasi.
efek samping : diare dan colitis yang disebabkan oleh antibiotic
( penggunaan dosis tinggi) mual dan mumtah rasa tidak enak pada saluran
cerna sakit kepala, Dll
Kontra indikasi : hipersensitivitas terahadap sefalosforin, porfiria
1) Sefrozil
Indikasi : ISPA, eksaserbasi akut dari bronchitis kronik dan otitis
media.
2) Sefotakzim
Indikasi : profilaksis pada pembedahan, epiglotitis karena hemofilus,
meningitis.
3) Sefuroksim
Indikasi : profilaksis tindakan bedah,lebih aktif terhadap H. influenzae
dan N gonorrhoeae.
4) Sefamandol
Indikasi: profilaksis pada Tindakan 1 pembedahan.
5) Sefpodoksim
Indikasi: infeksi saluran napas tetapi. Penggunaan ada faringitis dan
tonsillitis, hanya yang kambuhan, infeksi kronis atau resisten terhadap
antbiotika lain.

3. Tetrasiklin
Tetrasiklin merupakan antibiotik dengan spectrum luas.
Penggunaannya semakin lama semakin berkurang karena masalah resistansi.

16
Tetrasiklin terbagi atas :

1) Tetrasiklin.
Indikasi: eksaserbasi bronkitri kronis, bruselosis (lihat juga keterangan
diatas) klamidia, mikoplasma, dan riketsia, efusi pleura karena keganasan
atau sirosis, akne vulganis.
Peringatan: gangguan fungsi hati (hindari pemberian secara i.v), gangguan
fungsi ginjal (lihat Lampiran 3), kadang-kadang menimbulkan
fotosintesis.
Efek samping: mual, muntah, diare, eritema.
2) Demeklosiklin Hidroklorida
Indikasi: tetrasiklin. Lihat jugas gangguan sekresi hormone antidiuretik
Perhatinak : kontaindikasi; efek samping lihat tetrasiklin. Fotositivtas
lebih sering terjadi pernah dilaporkan terjadinya diabeters indipidus
nefrogenik.
3) Doksisiklin
Indikasi: tetrasiklin.bruselosis (kombniasi dengan tetrasiklin), sinusitis
kronis , pretatitis kronis, penyakit radang perlvis (bersama metronidazo)
4) Oksitetrasiklin
Indikasi ; peringatan; kontaindikasi; efek samping; lihat tetrasilin; hindari
pada porfiria.
Dosis: 250-500 mg tiap 6 jam
Oxytetracycline ( generic ) cairan Inj. 50 mg/ vial (K)
Teramycin (Pfizer Indonesia) cairan inj. 50 mg/ vial. Kapsul 250 mg (K).

4. Aminoglikosida
Aminoglokosida bersifat bakterisidal dan aktif terhadap bakteri gram
posistif dan gram negative. Aminasin, gentamisin dan tobramisin d juga aktif
terhadap pseudomonas aeruginosa. Streptomisin aktif teradap mycobacterium
tuberculosis dan penggunaannya sekarang hamper terbatas untuk tuberkalosa.
1) Amikasin
Indikasi : infeksi generatif yang resisten terhadap gentamisin.

17
2) Gentamisin
Indikasi : septicemia dan sepsis pada neonatus, meningitis dan infeksi SSP
lainnya. Infeksi bilier, pielonefritis dan prostates akut, endokarditis karena
Str viridans. Atau str farcalis (bersama penisilin, pneumonia nosokomial,
terapi tambahan pad meningitis karena listeria.
Peringatan : gangguan funsi ginjal, bayi dan usia lanjut ( (sesuaikan dosso,
awasi fungsi ginjal, pendengaran dan vestibuler dan periksa kadar
plasma), hindari penggunaan jangka panjang.
Kontraindikasi: kehamilan, miastenia gravis.
Efek samping : gangguna vestibuler dan pendengaran, netrotoksista,
hipomagnesemia pada pemberian jangka panjang colitis karena antibiotic.
Dosis : injeksi intramuskuler, intravena lambat atau infuse, 2-5 mg/ kg/
hari ( dalam dosis terbagai tiap 8 jam) lihat juga keterangan diatas
sesuaikan dosis terbagi tiap 8 jam ) lihat juga keterangan fungsi ginjal dan
ukur kadar dalam plasma.

3) Neomisin Sulfat
Indikasi: Sterilisasi usus sebelum operasi

4) Netilmisin
Indikasi: infeksi berat kuman gram negative yang resisten terhadap
gentainisin.

5. Kloramfenikol

Kloramfenikol merupakan antibiotic dengan spectrum luas, namun


bersifat toksik. Obat ini seyogyanya dicadangkan untuk infeksi berat akibat
haemophilus influenzae, deman tifoid, meningitis dan abses otak, bakteremia
dan infeksi berat lainnya. Karena toksisitasnya, obat ini tidak cocok untuk
penggunaan sistemik.

Kontraindikasi: wanita hamil, penyusui dan pasien porfiria


Efeks samping : kelainan darah yang reversible dan irevesibel seperti anemia
anemia aplastik ( dapat berlanjut mejadi leukemia), neuritis perifer, neuritis

18
optic, eritem multiforme, mual, muntah, diare, stomatitis, glositits,
hemoglobinuria nocturnal.

6. Makrolid

Eritromisin memiliki spectrum antibakteri yang hamper sama dengan


penisilin, sehingga obat ini digunakan sebagai alternative penisilin. Indikasi
eritremisin mencakup indikasi saluran napas, pertusis, penyakit gionnaire dan
enteritis karena kampilo bakteri.

1) Eritromisin
Indikasi: sebagai alternative untuk pasien yang alergi penisilin untuk
pengobatan enteritis kampilobakter, pneumonia, penyakit legionaire, sifilis,
uretritis non gonokokus, protatitis kronik, akne vulgaris, dan rpofilaksis
difetri dan pertusis.
2) Azitromisin
Indikasi: infeksi saluran napas, otitis media, infeksi klamida daerah genital
tanpa kompliasi.
3) Klaritromisin
Indikasi : infeksi saluran napas, infeksi ringan dan sedang pada kulit dan
jaringan lunak; terapi tambahan untuk eradikasi helicobacter pylori pada
tukak duodenum

7.  Polipeptida
Kelompok ini terdiri dari polimiksin B, polimiksin E (= kolistin), basi-
trasin dan gramisidin, dan berciri struktur polipeptida siklis dengan gugusan-
gugusan amino bebas. Berlainan dengan antibiotika lainnya yang semuanya
diperoleh dari jamur, antibiotika ini dihasilkan oleh beberapa bakteri tanah.
Polimiksin hanya aktif terhadap basil Gram-negatif termasuk Pseudomonas,
basitrasin dan gramisidin terhadap kuman Gram-positif.

Khasiatnya berupa bakterisid berdasarkan aktivitas permukaannya


(surface-active agent) dan kemampuannya untuk melekatkan diri pada
membran sel bakteri, sehingga permeabilitas sel diperbesar dan akhirnya sel
meletus. Kerjanya tidak tergantung pada keadaan membelah tidaknya bakteri,
maka dapat dikombinasi dengan antibiotika bakteriostatik seperti

19
kloramfenikol dan tetrasiklin. Resorpsinya dari usus praktis nihil, maka hanya
digunakan secara parenteral, atau oral untuk bekerja di dalam usus. Distribusi
obat setelah" injeksi tidak merata, ekskresinya lewat ginjal.

Antibiotika ini sangat toksis bagi ginjal, polimiksin juga untuk organ
pendengar. Maka penggunaannya pada infeksi dengan Pseu¬domonas kini
sangat berkurang dengan munculnya antibiotika yang lebih aman (gentamisin
dan karbenisilin).

8. Golongan Antimikobakterium
Golongan antibiotika dan kemoterapetka ini aktif te rhadap kuman
mikobakterium. Termasuk di sini adalah obat-obat anti TBC dan lepra,
misalnya rifampisin, streptomisin, INH, dapson, etambutol dan lain-lain.

9. Obat Betalaktam Lainnya


1) Monobaktam
Obat ini stabil terhadap banyak β-laktamase, kecuali β-laktamase
AmpC dan β-laktamase spektrum-luas.Aztreonam masuk ke dalam cairan
serebrospinal dengan baik. Obat ini diberikan secara intravena setiap 8jam
dalam dosis 1-2g, menghasilkan kadar serum puncak 100 mcg/ mL.
Waktu-paruh adalah 1-2 jam dan sangat memanjang pada gagal
ginjal.Pada pemberian obat ini kadang timbul ruam kulit dan peningkatan
aminotransferase serum, tetapi jarang terjadi toksisitas mayor.Pada pasien
dengan riwayat anafilaksis terhadap penisilin, aztreonam dapat diberikan
untuk mengobati infeksi serius, misalnya pneumonia, meningitis, dan
sepsis akibat patogen gram-negatif yang rentan.

2) Inhibitor Beta-Laktamase (Asam Klavulanat, Sulbaktam, Dan


Tazobaktam)
Indikasi penggunaan kombinasi inhibitor penisili-β-laktamase
adalah terapi empirik untuk infeksi yang di-sebabkan oleh suatu spektrum
luas patogen potensial pada pasien imunodefisiensi dan pasien
imunokompeten serta tatalaksana infeksi campuran aerobik dan anaerobik.
Dosis yang digunakan sama dengan yang digunakan pada obat tunggal
kecuali bahwa dosis yang dianjurkan untuk piperasilin dalam kombinasi

20
peiperasilin-tazobaktam adalah 3-49 setiap 6 jam. Penyesuaian untuk
insufisiensi ginjal dibuat berdasarkan pada komponen penisilin.

3) Karbapenem
Karbapenem menembus dengan baik jaringan dan cairan tubuh,
termasuk cairan serebrospinal.Semua dibersihkan oleh ginjal, dan dosis
harus dikurangi pada pasien dengan insufisiensi ginjal. Dosis lazim
imipenem adalah 0,25-0,5 g yang diberikan secara intravena setiap 6-8
jam (waktu-paruh 1 jam). Dosis lazim meropenem untuk dewasa adalah
0,5-1 g intravena setiap 8 jam. Dosis lazim doripenem untuk dewasa
adalah 0,5 g yang diberikan sebagai infos 1-4jam setiap 8 jam. Ertapenem
memiliki waktu-paruh paling lama (4 jam) dan diberikan sebagai dosis
sekali sehari 1 g secara intravena atau intramuskulus. Ertapenem
intramuskulus menimbulkan iritasi sehingga ertapenem diformulasikan
dengan lidokain 1% untuk pemberian melalui rute ini.
Karbapenem diindikasikan untukinfeksi oleh organisme rentan
yang resisten terhadap obat lain yang ada, mis. P aeruginosa , serta untuk
mengobati infeksi campuran aerob dan anaerob. Karbapenem aktif
terhadap banyak galur pneumokokus yang tak-rentan
penisilin.Karbapenem sangat aktif dalam pengobatan infeksi enterobakter
karena mereka resisten terhadap destruksi oleh β-laktamase yang
dihasilkan oleh organisme-organisme ini.Pengalaman klinis menyarankan
bahwa karbapenem juga merupakan obat pilihan untuk infeksi akibat
bakteri negatif-gram penghasil β-laktamase spektrum luas.Ertapenem
kurang aktif terhadap Paeru ginosa dan seyogianya tidak digunakan untuk
mengobati infeksi akibat organisme tersebut. Imipenem, meropenem, atau
doripenem, dengan atau tanpa aminoglikosida, mungkin efektif untuk
pasien neutropenia dengan demam.

10. Antibiotik Glikopeptida


1) Vankomisin
Vankomisin adalah suatu antibiotik yang dihasilkan oleh
Streptococcus ori e ntalis dan Amycolatopsis orientalis. Kecuali
Flavobacterium, obat ini hanya aktif terhadap bakteri gram-positif.

21
Vankomisin adalah suatu glikopeptida dengan berat molekul 1500.Obat ini
larut air dan cukup stabil.

Mekanisme Kerja & Dasar Resistensi

Vankomisin menghambat pembentukan dinding sel dengan


mengikat secara kuat ujung akhir D-Ala-D-Ala pentapeptida
peptidoglikan.Hal ini menghambat transglikosilase, mencegah pemanjangan
lebih lanJut peptidoglikan dan pembentukan ikatan-silang.Karena itu
peptidoglikan melemah, dan sel menjadi rentan terhadap lisis.Membran sel
juga rusak yang ikut berperan dalam efek antibakteri.
Resistensi terhadap vankomisin pada enterokokus adalah modifikasi
tempat pengikatan D-Ala-D-Ala peptidoglikan, dengan D-Ala terminal
diganti oleh D-laktat.Hal ini menyebabkan hilangnya ikatan hidrogen
penting yang mempermudah pengikatan vankomisin ke sasarannya dan
hilangnya aktivitas.Mekanisme ini juga terdapat pada galur-galur S. aureus
resisten vankomisin (KHM ≥16 mcg/mL), yang memperoleh determinan
resistensi enterokokus. Mekanisme yang mendasari berkurangnya
kerentanan galur-galur S. aureus intermediat-vankomisin terhadap
vankomisin (KHM=4-8 mcg/mL) belum sepenuhnya dipahami. Namun,
galur-galur ini memperlihatkan perubahan metabolisme dinding sel yang
menyebabkan penebalan dinding sel disertai peningkatan residu D-Ala-D-
Ala, yang berfungsi sebagai tempat pengikatan buntu untuk
vankomisin.Vankomisin dimasukkan ke dalam dinding sel oleh sasaran
semu ini dan mungkin tidak dapat mencapai tempat pengikatannya.

Aktivitas Antibakteri

Vankomisin membunuh stafilokokus secara relatif perlahan dan


hanya jika sel aktif membelah; kecepatan nya lebih rendah daripada
kecepatan penisilin, baik in vitro maupun in vivo.Vankomisin bersifat
sinergestik in vitro dengan gentamisin dan streptomisin terhadap galur-
galur Enterococcusfaeciu m dan Enterococcusfaecalis yang tidak
menunjukkan tingkat resistensi aminoglikosida yang tinggi.

Pemakaian Klinis

22
Indikasi penting untuk vankomisin parenteral adalah infeksi aliran
darah dan endokarditis akibat stafilokokus resisten-metisilin. Namun,
vankomisin tidak seefektif penisilin antistafilokokus untuk mengobati
infeksi serius seperti endokarditis akibat galur-galur rentan-
metisilin.Vankomisin dalam kombinasi dengan gentamisin adalah rejimen
alternatif untuk mengobati endokarditis enterokokus pada pasien dengan
alergi penisilin yang serius.Vankomisin (dalam kombinasi dengan
sefotaksim, seftriakson, atau rifampin) juga dianjurkan untuk mengobati
meningitis yang dicurigaiatau diketahui disebabkan oleh galur
pneumokokus resisten-penisilin (mis.KHM penisilin > l mcg/mL).Dosis
anjuran pada pasien dengan fongsi ginjal normal adalah 30-60 mg/kg/hari
dalam dosis terbagi dua atau tiga. Rejimen dosis tradisional pada dewasa
dengan fungsi ginjal normal adalah 1 g setiap 12 jam (sekitar 30
mg/kg/hari), namun, dosis ini biasanya tidak mencapai kadar terendah
( through concentration )l 5-20 mcg/mL yang dianjurkan untuk infeksi
serius. Untuk infeksi serius (lihat selanjutnya), dosis awal 45-60 mg/kg/
hari perlu diberikan dengan titrasi dosis untuk mencapai kadar terendah 15-
20 mcg/mL. Konsentrasi terendah yang dianjurkan adalah 10-15 mcg/mL
untuk infeksi ringan sampai sedang, misalnya selulitis dan 15-20 mcg/ mL
untuk infeksi yang lebih serius, seperti endokarditis, meningitis, dan
pneumonia nekrotikans.

Vankomisin oral, 0,125-0,25 g setiap 6 jam, digunakan untuk


mengobati kolitis terkait-antibiotik yang disebabkan oleh C. difficile.
Karena munculnya enterokokus resisten-vankomisin dan kemungkinan
tekanan selektif vankomisin oral untuk organisme-organisme resisten ini,
selama dua dekade terakhir yang dianjurkan sebagai terapi awal adalah
metronidazol.Namun, pemberian vankomisin oral tampaknya bukan
merupakan faktor risiko signifikan untuk berjangkitnya enterokokus
resisten-vankomisin.Selain itu, data-data klinis terakhir menyarankan
bahwa vankomisin menghasilkan respons klinis yang lebih baik daripada
metronidazol untuk kasuskasus kolitis C. difficile yang parah.Karenanya,
vankomisin oral dapat digunakan sebagai terapi lini pertama untuk kasus
berat atau kasus yang gagal berespons terhadap metronidazol.

23
2) Teikoplanin
Teikoplanin adalah suatu antibiotik glikopeptida yang sangat mirip
dengan vankomisin dalam mekanisme kerja dan spektrum
antibakterinya.Tidak seperti vankomisin, obat ini dapat diberikan secara
intramuskulus serta intravena.Teikoplanin memiliki waktu-paruh panjang
(45-70 jam) yang memungkinkan Pemberian sekali sehari.

3) Televansin
Telavansin adalah suatu lipoglikopeptida semisintetik yang berasal
dari vankomisin.Telavansin aktif terhadap bakteri positif-gram, termasuk
galur-galur yang kerentanannya terhadap vankomisin berkurang.Telavansin
memiliki dua mekanisme kerja.Seperti vankomisin, telavansin menghambat
pembentukan dinding sel dengan mengikat terminal -Ala-D-Ala
D

peptidogilkan di dinding sel yang sedang terbentuk.Selain itu, obat ini


mengganggu potensial membran sel bakteri dan meningkatkan
permeabilitas membran.Waktu-paruh telavansin adalah sekitar 8 jam, yang
menunjang pemberian intravena sekali sehari.Telavansin telah disetujui
untuk mengobati infeksi kulit dan jaringan lunak komplikata dengan dosis
10 mg/kg/hari IV. Tidak seperti pemberian vankomisin, tidak diperlukan
pemantauan kadar telavansin serum. Telavansin berpotensi teratogenik
sehingga pemberian kepada wanita hamil sebaiknya dihindari.

4) Dalbavansin
Dalbavansin adalah lipoglikopeptida semisintetik yang berasal dari
teikoplanin. Dalbavansin memiliki mekanisme kerja yang sama dengan
vankomisin dan teikoplanin, tetapi aktivitasnya terhadap banyak bakteri
positif-gram lebih baik termasuk S. aureus resistenmetisilin dan resisten-
vankomisin. Obat ini tidak aktif terhadap sebagian besar galur enterokokus
resisten-vankomisin. Dalbavansin memiliki waktu-paruh sangat lama, yaitu
6-11 hari, yang memungkinkan pemberian intravena seminggu sekali.

11. Obat Lain Yang Aktif Terhadap Dinding Sel Atau Aktif-Membran
1) Daptomisin

24
Daptomisin adalah suatu produk fermentasi lipopeptida siklik baru
dari Streptomyces roseosporus.Spektrum aktivitasnya serupa dengan
vankomisin kecuali bahwa obat ini lebih cepat aktivitas bakterisidal in vitro
dan mungkin aktif ter- hadap galur-galur S. aureus dan enterokokus
resistenvan-komisin.Mekanisme kerjanya belum sepenuhnya dipahami,
tetapi obat ini diketahui mengikat membran sel melalui penyisipan
dependenkalsium ekor lemaknya.
Dalam uji-uji klinis, daptomisin ekivalen dalam efikasi dengan
vankomisin. Obat ini dapat menyebabkan miopati, dan kadar kreatin
fosfokinase perlu dipantau setiap minggu. Surfaktan paru mengantagonis
kerja daptomisin dan obat ini jangan digunakan untuk mengobati
pneumonia.Daptomisin juga dapat menyebabkan pneumonitis alergik pada
pasien yang mendapat terapi berkepanjangan (>2 minggu).

2) Fosmomisin
Fosfomisin tromentamol, suatu garam stabiidari fosfomisin
(fosfonomisin), menghambat stadium paling awal pembentukan dinding sel
bakteri Obat ini, yaitu suatu analog fosfoenolpiruvat, secara struktural tidak
berkaitan dengan obat antimikroba lain. Fosfomisin menghambat enzim
sitoplasma enolpiruvat transferase dengan mengikat secara kovalen residu
sistein di tempat aktif dan menghambat penambahan fosfoenolpiruvat ke
UDP-N-asetilglukosamin.Reaksi ini adalah langkah pertama dalam
pembentukan asam UDPN -asetil-muramat, prekursor asam N -
asetilmuramat, yang hanya ditemukan di dinding sel bakteri.Obat ini
diangkut ke dalam sel bakteri oleh sistem transpor gliserofosfat atau
glukosa 6fosfat.Resistensi terjadi karena kurangnya transpor obat ke dalam
sel.

3) Basitrasin
Basitrasin adalah suatu campuran peptida siklik yang pertama kali
diperoleh dari galur Tracy Bacillus subtilis pada tahun 1943.Obat ini aktif
terhadap mikroorganisme gram-positif.Basitrasin menghambat
pembentukan dinding sel dengan mengganggu defosforilasi dalam
pendauran pembawa lemak yang memindahkan subunit-subunit

25
peptidoglikan ke dinding sel yang sedang tumbuh. Basitrasin kurang
diserap.Aplikasi topikal menghasilkan aktivitas antibakteri lokal tanpa
toksisitas sistemik.

4) Sikloserin
Sikloserin adalah suatu antibiotik yang dihasilkan oleh
Streptomyces orchidaceous . Obat ini larut air dan sangat tidak stabil pada
pH asam.Sikloserin menghambat banyak organisme gram-positif dan
gramnegatif, tetapi digunakan secara khusus hanya untuk mengobati
tuberkulosis akibat galur-galur Mycobaterium tuberculosis resisten terhadap
obat-obat lini pertama. Sikloserin adalah analog struktural Dalanin dan
menghambat masuknya D-alanin ke dalam pentapeptida peptidoglikan
dengan menghambat alanin rasemase, yang mengubah L-alanin menjadi D-
alanin, dan D-alanil-D-alanin ligase.

2.2.6. EFEK SAMPING ANTIBIOTIK


Efek samping dari antibiotika yaitu

a. Sensitisasi atau hipersensitif seperti gatal-gatal, kulit kemerahan, bentol-bentol


atau lebih hebat lagi dapat terjadi syok. contohnya penisilin dan kloramfenikol.
b. Resistensi, terjadi bila obat digunakan dengan dosis yang terlalu rendah atau
waktu terapi kurang lama. Untuk mencegah resistensi dianjurkan menggunakan
kemoterapi dengan dosis yang tepat atau dengan menggunakan kombinasi obat.
c. Superinfeksi yaitu infeksi sekunder yang timbul selama pengobatan di mana
sifat dan penyebab infeksi berbeda dengan penyebab infeksi yang pertama.
Selain antibiotik yang menekan sistem kekebalan tubuh yaitu kortikosteroid dan
immunosuppressive lainnya dapat menimbulkan Supra infeksi.

2.2.7. JENIS TERAPI ANTIBIOTIKA


Secara umum, berdasarkan ditemukannya kuman penyebab infeksi atau
tidak, maka terapi antibiotika dapat dibagi menjadi dua, yakni terapi secara
empiris dan terapi pasti.

26
Terapi secara empiris: Pada banyak keadaan infeksi, kuman penyebab
infeksi belum dapat diketahui atau dipastikan pada saat terapi antibiotika dimulai.
Seperti yang diutarakan di muka, pemilihan jenis antibiotika diberikan
berdasarkan perkiraan kemungkinan kuman penyebabnya. Ini dapat didasarkan
pada pengalaman yang layak atau berdasarkan pada pola epidemiologi kuman
setempat. Pertimbangan utama dari terapi empiris ini adalah pengobatan infeksi
sedini mungkin akan memperkecil resiko komplikasi atau perkembangan lebih
lanjut dari infeksinya, misalnya dalam menghadapi kasus-kasus infeksi berat,
infeksi pada pasien dengan kondisi depresi imunologik. Keberatan dari terapi
empirik ini meliputi, kalau pasien sebenarnya tidak menderita infeksi atau kalau
kepastian kuman penyebab tidak dapat diperoleh kemudian karena sebab-sebab
tertentu (misalnya tidak diperoleh spesimen), maka terapi antibiotika seolah-olah
dilakukan secara buta.

Terapi pasti (definitif): Terapi ini dilakukan berdasarkan hasil


pemeriksaan mikrobiologis yang sudah pasti, jenis kuman maupun spektrum
kepekaannya terhadap antibiotika. Dalam praktek sehari-hari, mulainya terapi
antibiotika umumnya dilakukan secara empiris. Baru kalau hasil pemeriksaan
mikrobiologis menunjukkan ketidakcocokan dalam pemilihan antibiotika, maka
antibiotika dapat diganti kemudian dengan jenis yang sesuai (Katzung, ed 3).

2.2.8. PRINSIP PENGGUNAAN DAN PEMILIHAN ANTIBIOTIK YANG SESUAI


1. Penegakan diagnosis infeksi. Hal ini bisa dikerjakan secara klinis ataupun
pemeriksaan-pemeriksaan tambahan lain yang diperlukan. Apakah jenis
infeksinya berdasarkan organ yang terkena? Gejala panas sama sekali bukan
kriteria untuk diagnosis adanya infeksi.
2. Kemungkinan kuman penyebabnya, dipertimbangkan dengan perkiraan ilmiah
berdasarkan pengalaman setempat yang layak dipercaya atau epidemiologi
setempat atau dari informasi-informasi ilmiah lain.
3. Apakah antibiotika benar-benar diperlukan? Sebagian infeksi mungkin tidak
memerlukan terapi antibiotika misalnya infeksi virus saluran pernafasan atas,
keracunan makanan karena kontaminasi kuman-kuman enterik. Jika tidak perlu
antibiotika, terapi alternatif apa yang dapat diberikan?

27
4. Jika diperlukan antibiotika, pemilihan antibiotika yang sesuai berdasarkan, -
spektrum antikuman, - pola sensitifitas, - sifat farmakokinetika, - ada tidaknya
kontra indikasi pada pasien, - ada tidaknya interaksi yang merugikan, - bukti
akan adanya manfaat klinik dari masing-masing antibiotika untuk infeksi yang
bersangkutan berdasarkan informasi ilmiah yang layak dipercaya
5. Penentuan dosis, cara pemberian, lama pemberian berdasarkan sifat-sifat
kinetika masing-masing antibiotika dan fungsi fisiologis sistem tubuh
(misalnya fungsi ginjal, fungsi hepar dan lain-lain).
6. Evaluasi efek obat. Apakah obat bermanfaat, kapan dinilai, kapan harus diganti
atau dihentikan? Adakah efek samping yang terjadi?
Urutan proses-proses ini merupakan pedoman umum mengenai hal-hal yang perlu
dipertimbangkan dalam memilih dan memakai antibiotika dalam klinik. Secara
rinci proses-proses ini dapat berkembang lebih jauh berdasarkan kasus infeksi yang
dihadapi (Grahame-Smith, D.G. & Aronson, J.K. 1985).

28
2.3. GENETIKA RESISTENSI BAKTERI

Banyak bakteri memiliki gen resistensi bahkan sebelum antibiotik komersial


mulai digunakan. Para ilmuwan tidak tahu persis mengapa gen ini berevolusi dan
dipertahankan. Satu argumen adalah bahwa antibiotik alami pada awalnya dielaborasi
sebagai hasil dari mutasi kebetulan. Bakteri yang diberkahi lebih mungkin untuk
bertahan hidup dan berkembang biak.

Bakteri dapat memperoleh berbagai jenis mekanisme resistensi yang dijelaskan


sebelumnya dengan menjalani modifikasi dalam konstitusi genetik mereka. Banyak
bakteri hanya mewarisi gen resistensi mereka dari pendahulunya. Selain itu, mutasi
genetik dapat terjadi yang dapat memberikan sifat baru. Sebagai contoh, diperkirakan
bahwa bakteri mengalami mutasi spontan pada frekuensi sekitar 1 dari 10 sel. Mutasi
ini dapat memberikan sifat resisten kepada keturunan berikutnya. Mutasi diyakini
bertanggung jawab untuk pengembangan resistensi terhadap streptomisin (mutasi
ribosom), kuinolon (mutasi gen girase), dan rifampisin (mutasi gen polimerase RNA).
Hasil akhirnya adalah obat tidak mengikat. Melalui proses Darwinian vertikal inilah
beberapa anggota populasi heterogen yang kebetulan memiliki keunggulan genetik
bereproduksi dengan adanya obat antimikroba dan menjadi galur dominan yang
bertahan. Namun, meskipun mutasi genom mikroba dapat terjadi, mekanisme utama
perkembangan resistensi pada bakteri patogen dimediasi plasmid.

Plasmid secara otonom mereplikasi potongan DNA ekstrakromoso yang ada


pada bakteri. Mereka dikodekan dengan perubahan halus, namun vital, untuk sintesis
protein seluler penting. Karena mereka relatif besar, mereka dapat berisi informasi yang
berkaitan dengan beberapa gen. Salah satu gen ini mengkode beta-laktamase, suatu
enzim yang dapat menghidrolisis empat anggota cincin beta-laktam heterosiklik yang
ada dalam penisilin dan sefalosporin. Ada beberapa mekanisme di mana plasmid dapat
berfungsi sebagai kendaraan untuk mentransfer determinan resistensi ke bakteri
sensitif. Ini termasuk transduksi, transformasi, dan konjugasi. Perlawanan yang
diperoleh oleh jenis transfer horizontal ini dapat menyebar dengan cepat dan luas.

29
Transduksi melibatkan pengenalan informasi genetik baru melalui bakteriofag
(virus yang menginfeksi bakteri). Dalam situasi ini bakteriofag mengandung DNA,
yang dapat membawa gen untuk resistensi obat. Transfer transduktif DNA fag sangat
penting untuk pengembangan resistensi di antara strain S. aureus yang memiliki
kemampuan untuk mensintesis penisilinase. Transformasi adalah proses di mana
fragmen DNA bebas di lingkungan mikroba menjadi dimasukkan ke dalam genomnya
sendiri. Misalnya, pneumokokus yang resisten terhadap penisilin menghasilkan PBP
yang diubah yang memiliki tempat pengikatan penisilin dengan afinitas rendah.
Analisis urutan nukleotida dari gen yang mengkode PBP yang diubah ini menunjukkan
bahwa penyisipan materi genetik asing telah terjadi. Agaknya, fragmen DNA ini
(transposon) berasal dari strain streptokokus yang terkait erat dan menjadi dimasukkan
ke dalam gen PBP penduduk melalui rekombinasi homolog (Taylor & Francis, 2003).

2.4. RESISTENSI TERHADAP AGEN ANTIMIKROBA


Antibiotik biasanya tidak menyebabkan mutasi adaptif; sebaliknya, mereka
bertindak sebagai agen seleksi yang ganas, membunuh semua bakteri kecuali beberapa
bakteri yang disukai yang, secara kebetulan, kebal terhadap antibiotik—strain yang
sebelumnya, karena alasan lain, mungkin tidak berhasil bersaing dengan rekan-
rekannya. Fakta bahwa bakteri dengan cepat mengembangkan resistensi terhadap
antibiotik mencerminkan keragaman bentuk dan kapasitas biokimia yang sangat besar
yang bekerja di dunia mikroba. Di dunia ini ada konflik tindakan dan penanggulangan
yang berkelanjutan, berkecamuk antara inang dan parasit dalam hal ini, antara
perusahaan farmasi, menghasilkan antibiotik baru, dan mikroba, menghasilkan strain
resisten baru untuk menggantikan antibiotik lama mereka yang lebih rentan.

Agar agen antimikroba menjadi manjur, ia harus mencapai patogen target dan
mengikatnya dalam konsentrasi yang cukup untuk mengekspresikan efeknya. Bakteri
dapat mengembangkan resistensi melalui sejumlah mekanisme termasuk (1) mencegah
obat mencapai target. Misalnya, protein saluran "porin" pada bakteri gram negatif dapat
diubah, sehingga mencegah antibiotik tertentu masuk. (2) Bakteri tertentu dapat
meningkatkan kemampuannya untuk memetabolisme antibiotik. Misalnya, bakteri gram
positif (yang tidak memiliki membran sel luar) seperti stafilokokus mengekspor beta
laktamase ke lingkungan terdekatnya dan menghancurkan antibiotik beta-laktam seperti
penisilin dan sefalosporin. Ini adalah masalah utama dengan Haemophilus dan

30
gonococci. Dalam upaya untuk menghindari masalah ini, inhibitor beta-laktamase
kadang-kadang diberikan secara bersamaan untuk melindungi antibiotik. Bakteri gram
negatif juga dapat mengekspor beta laktamase serta memilikinya di ruang periplasma
antara membran dalam dan luar. (3) Perubahan dapat terjadi pada tempat pengikatan
obat. Misalnya, penyebab umum resistensi terhadap inhibitor protease yang digunakan
dalam pengobatan AIDS adalah bahwa gugus fenil di situs aktif "berbalik" keluar dari
jangkauan inhibitor yang mengikat erat. Ini menciptakan celah di mana kontak van der
Waals yang pernah dibentuk oleh inhibitor hilang. Akhirnya, (4) beberapa mikroba
dapat meningkatkan pengangkutan antibiotik keluar sel (Taylor & Francis, 2003).

31
BAB III

PENUTUP

1.1. KESIMPULAN
Infeksi adalah adanya suatu organisme pada jaringan atau cairan tubuh yang
disertai suatu gejala klinis baik lokal maupun sistemik. penyebab infeksi secara umum
dapat dikategorikan secara besar sebagai berikut: Kuman Gram positif dan Kuman Gram
Negatif

Antibiotik adalah obat yang digunakan untuk mencegah dan mengobati infeksi
bakteri. Resistensi antibiotik terjadi ketika bakteri berubah sebagai respons terhadap
penggunaan obat-obatan ini.

1.2. SARAN
Makalah ini masih banyak kekurangan yang terdapat didalamnya, maka
diperlukan kritik serta saran dari pembaca. Pembahasan yang terdapat pada makalah ini
diharapkan dapat membantu pembaca dalam penambahan ilmu.

32
DAFTAR PUSTAKA

Grahame-Smith, D.G. & Aronson, J.K. 1985. Oxford Textbook of Clinical Pharmacology and
Drug Therapy. Oxford University Press, Oxford.

Mills, J., Barriere, S.L., Jawetz, E. 1987. Vaccines, immune globulins & other complex
biologic products, dalam B.G. Katzung (ed.): Basic and Clinical Pharmacology, 3rd ed.
Appleton & Lange, Norwalk.

Olmsted RN. 1996. APIC Infection Control and Applied Epidemiology: Principles and
Practice. St.LouisMosby.

Taylor & Francis. 2003. Introduction to Pharmacology Second Edition. University of


California, Davis.

33

Anda mungkin juga menyukai