Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH FARMAKOLOGI

BATUK

DOSEN PEMBIMBING:
Apt. Irma Susanti., S, Farm., M. Farm.

DISUSUN OLEH:
Nama : Devi Sujanah
NIM : 1902050276
Prodi : D3 FARMASI
Kelas : 4A / A-209

PROGRAM STUDI D3 FARMASI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH LAMONGAN
2021
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan


rahmat dan inayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan FARMAKOLOGI
yang berjudul BATUK
Terimakasih saya ucapkan kepada ibu Apt. Irma Susanti., S, Farm., M.
Farm. Selaku dosen pembimbing yang telah membantu kami baik secara moral
maupun materi. Terima kasih juga saya ucapkan kepada teman-teman
seperjuangan yang telah mendukung kami, sehingga kami bisa menyelesaikan
tugas ini tepat waktu.
Kami menyadari bahwa laporan FARMAKOLOGI yang kami buat ini masih jauh
dari kata sempurna, baik dari segi penyusunan, bahasa, maupun penulisanya. Oleh
karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
semua pembaca guna menjadi acuan agar penulis bisa menjadi lebih baik lagi
dimasa mendatang.
Semoga laporan FARMAKOLOGI ini bisa menambah wawasan para
pembaca dan bisa bermanfaat untuk perkembangan dan peningkatan ilmu
pengetahuan.

Lamongan, 17 Mei 2021

Penulis
Devi Sujanah

ii
DAFTAR ISI

COVER .......................................................................................................... i
KATA PENGANTAR.................................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................... iii
BAGIAN 1 : PENDAHULUAN..................................................................... 1
1.1 Pengertian Larutan................................................................................ 1
1.2 Pengertian Ibuprofen............................................................................. 3
BAGIAN 2 :FORMULA................................................................................ 5
2.1 Formula 2.............................................................................................. 5
2.2 Alat dan Bahan...................................................................................... 5
BAGIAN 3 :TINJAUAN BAHAN................................................................. 7
3.1 Tinjauan Bahan Aktif............................................................................ 7
3.2 Tinjauan Bahan Eksipien...................................................................... 9
BAGIAN 4 : PENGUJIAN............................................................................. 18
4.1 Karakteristik Fisika............................................................................... 18
4.2 Karakteristik Kimia............................................................................... 20
4.3 Karakteristik Mikrobiologi................................................................... 20
KESIMPULAN............................................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 23

iii
BAGIAN 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Para orang tua menjadi khawatir ketika anak menderita sakit. Ibu
merupakan peran penting dalam menjaga kesehatan anak. Tidak bisa dipungkiri
anak–anak mudah sakit. Kondisi ini sebagian dapat diupayakan
pencegahannya. Sebagai orang tua sudah seharusnya untuk senantiasa siap
menghadapi saat–saat ketika anak terserang penyakit (Widodo, 2009).
Batuk merupakan salah satu penyakit yang lazim pada anak. Batuk
memiliki ciri khas sehingga dapat dikenali. Satu hal yang perlu diingat bahwa
batuk hanyalah sebuah gejala, bukan suatu penyakit. Batuk baru bisa ditentukan
sebagai tanda suatu penyakit jika ada gejala lain yang menyertainya. Seperti
dalam penelitian di Propinsi Jawa Barat Prevalensi tertinggi ditemukan
khususnya dipedesaan, yaitu tercatat 36% kematian bayi dan balita akibat
penyakit Infeksi Saluran pernapasan pada tahun 1993 (Depkes RI 1993).
Hasil survei data anak sakit batuk dari Puskesmas Sidoharjo sebagai
berikut : Tahun 2007 = 1701 anak, Tahun 2008 = 1706 anak, tahun 2009 =
1725 anak, Tahun 2010 = 1778 anak. Dari data diatas dapat dilihat rata-rata
anak sakit batuk setiap bulan mencapai angka 100 lebih dan setiap tahun terus
meningkat. Beberapa diantara kita mungkin akan langsung membawa anak ke
dokter ketika anak sakit. Sebagian yang lain akan berusaha mengobati sendiri
terlebih dahulu bila memungkinkan. Berbeda dengan makanan maupun
suplemen, 1 2 penggunaan obat memerlukan kehati-hatian yang lebih besar.
Penggunaan obat adalah salah satu cara dalam menangani penyakit. Obat sering
dianggap cara yang lebih praktis dan efektif. Akan tetapi, ketepatan dalam
penggunaan obat menjadi syarat wajib karena kesalahan penggunaannya dapat
mengakibatkan berbagai efek yang justru membahayakan anak (Widodo,
2009).
Melihat kondisi demikian kita perlu memahami pemilihan obat batuk.
Obat batuk bebas yang beredar dipasaran hadir dalam berbagai jenis sehingga

1
2

kita memiliki banyak pilihan untuk mengatasi batuk. Namun harus dipastikan
bahwa obat batuk bebas yang digunakan adalah aman dan baik untuk anak-
anak. Pengetahuan merupakan hal yang sangat penting untuk terbentuknya
tindakan seseorang. Apabila penerimaan perilaku didasari oleh pengetahuan,
maka perilaku dapat bersifat langgeng (Notoatmodjo, 2007).
Penelitian berskala besar juga menemukan bahwa prevalensi batuk pada
negara USA sebanyak (18%) dari 1109 orang batuk kronis yang disebabkan
kebiasaan merokok. Survei berskala besar juga dilaporkan di negara Sweden
sebanyak (11%) batuk tidak produktif; (8%) batuk produktif; (38%) batuk yang
terjadi malam hari, dari ketiga hal tersebut diperoleh sebanyak 623 orang (usia
31 tahun) yang disebabkan asma, rhinitis alergi, relux lambung, dan merokok
(Chung and Pavord, 2008).
Data survey European Respiratory Society terhadap 18.277 subyek dengan
usia 20-48 tahun, dimana dilaporkan batuk nokturnal sebanyak 30%, batuk
produktif 10% dan batuk non produktif 10%. Beberapa penelitian telah
dilakukan tentang hubungan antara batuk kronis dengan polusi udara. Batuk
kronis menjadi perhatian utama di negara berkembang, sebagai tanda gangguan
saluran pernafasaan, seperti tuberkolosis paru (TB). Gejala batuk terus menerus
yang berlangsung selama 2-3 minggu dapat diduga sebagai indikasi penyakit
TB di beberapa negara Asia Tenggara (Song et al., 2015).

1.2 Rumusan Masalah


1.3 Tujuan
BAGIAN 2
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Batuk


Batuk merupakan upaya pertahanan paru terhadap berbagai
rangsangan yang ada dan refleks fisiologis yang melindungi paru dari
trauma mekanik, kimia dan suhu. Refleks batuk umumnya diakibatkan
oleh rangsangan dari selaput lendir saluran pernapasan, yang terletak di
beberapa bagian di tenggorokan. Bagian ini sangat peka terhadap berbagai
zat perangsang yang dapat mencetuskan batuk. Karena rangsangan saluran
pernapasan, maka terjadilah pengeluaran napas secara tiba-tiba dengan
kekuatan besar, otot dalam dinding perut dan sekat rongga badan ditekan
dengan tiba-tiba ke atas, sehingga angin yang dikeluarkan menggetarkan
selaput suara, maka terjadilah batuk. Maka dari itu Batuk bermanfaat
untuk mengeluarkan dan membersihkan saluran pernapasan dari dahak,
zat-zat perangsang asing, dan unsur infeksi. Dengan demikian batuk
merupakan suatu mekanisme perlindungan. Batuk menjadi patologis bila
dirasakan sebagai gangguan. Batuk seperti itu sering merupakan tanda
suatu penyakit di dalam atau diluar paru dan kadang berupa gejala awal
dari suatu penyakit. Batuk merupakan gejala tersering penyakit pernapasan
dan masalah yang sering kali dihadapi dokter dalam praktik sehari-hari
(Tamaweol et al., 2016).
Batuk dalam bahasa latin disebut tussis adalah refleks yang dapat
terjadi secara tiba-tiba dan sering berulang-ulang yang bertujuan untuk
membantu membersihkan saluran pernapasan dari lendir besar, iritasi,
partikel asing dan mikroba. Batuk dapat terjadi secara sukarela maupun
tanpa disengaja (Tamaweol et al., 2016).
Batuk merupakan salah satu gejala merokok paling umum dan dapat
diamati. Frekuensi batuk pada perokok sangat besar karena merokok
menyebabkan hampir semua penyakit pernafasan yang dimulai gejala
batuk yang akhirnya dapat menyebabkan peradangan saluran pernapasan,

7
4

hipersekresi lendir, dan disfungsional pada silia (Global Initiative for


Chronic Obstructive Lung Disease, 2018).
Batuk adalah sebuah refleks fisiologi untuk melindungi tubuh
dari benda-benda asing yang masuk ke tenggorokkan. Dalam jalan
udara ditenggorokan ada banyak rambut getar yang terus bergerak dan
berfungsiuntuk menyapu bersih benda-benda asing yang masuk ke
tenggorokan,tubuh akan berusaha mengeluarkannya dengan cara batuk.
Tapi batuk juga bisa menjadi gejala dari sesuatu penyakit (Uthari, 2015).
Batuk merupakan respon alami dengan meningkatkan pembersihan
sekresi dan partikel dari lendir, iritasi, partikel asing, dan mikroba,
sehingga menjadi mekanisme pertahanan tubuh. Terkadang batuk menjadi
masalah serius dan dapat menjadi gejala berbagai penyakit pernapasan dan
paru-paru (Blasio dkk, 2011)
Batuk adalah tindakan refleks dari saluran pernapasan yang
digunakan untuk membersihkan saluran napas atas. Batuk yang
berlangsung selama lebih dari 8 minggu disebut batuk kronis. Penyebab
batuk bisa berasal dari kebiasaan merokok, paparan asap rokok, dan
paparan polusi lingkungan (Pavort et al., 2008).
Refleks batuk terjadi akibat terangsangnya reseptor batuk yang
terdapat di saluran nafas ataupun di luar saluran nafas,oleh rangsangan
yang bersifat kimiawi maupun mekanis. Reseptor batuk yang merupakan
ujung nervus vagus terdapat diantara sel-sel telinga dan selaput gendang,
pleura, lambung, pericard dan diafragma (Lubis, 2005).
Batuk kronis seringnya disebabkan oleh kekurangan gizi dan alergi
terhadap makanan atau bahan kimia (Rona, 1997).
Alergi merupakan keadaan yang disebabkan oleh reaksi
imunologik spesifik yang ditimbulkan oleh alergen. Reaksi alergi terjadi
akibat peran mediator-mediator alergi. Mediator tersebut adalah histamin,
newly synthesized mediator, ECF-A, PAF, dan heparin (Uthari, 2015).
Terapi simptomatik umumnya terdiri dari obatobatan seperti
ekspektoran, antitusif, mukolitik, dan antihistamin (Lubis, 2005). Menurut
5

ilmu Traditional Chinese Medicine (TCM), batuk adalah gejala penyakit


pada organ paru. Batuk merupakan gejala umum dari banyak macam
penyakit serta penyakit yang independen. Dilihat dari sudut etiologi, batuk
dapat dibagi menjadi 2 tipe yaitu eksogen dan endogen. Faktor eksogen
seperti angin dingin dan angin panas. Dalam TCM, batuk diklasifikasikan
menjadi ‘Ke’ (batuk disertai dengan suara yang keras tanpa menghasilkan
sputum) dan ‘Sou’ (batuk disertai suara yang lemah tapi menghasilkan
sputum). Sementara itu, faktor patogen eksogen atau endogen, akan
mengganggu memurnikan dan menurunkan fungsi dari paru-paru dan
menyebabkan meningkatnya abnormal Qi pada paru-paru, sehingga
menyebabkan batuk (Yanfu, 2000).
Metode penanganan batuk kronis dapat dilakukan dengan
pemberian terapi herbal dan akupunktur. Akupunktur merupakan jenis
pengobatan tradisional cina dengan cara menusukkan jarum ke “titik-titik
meridian”. Titik meridian adalah jalur yang sangat penting dalam tubuh
manusa sebagai tempat mengalirnya Qi. Oleh karena itu, batuk bisa diatasi
menggunakan akupunktur menurut teori meridian (Allianto, 2014).
Selain terapi dengan menggunakan akupunktur, digunakan terapi
herbal dengan kombinasi kunyit dan akar manis. Rimpang kunyit
(Curcuma domestica Val.) merupakan salah satu herbal yang berkhasiat
sebagai immunomodulator. Kandungan bahan aktif yang berkhasiat
sebagai imunnomodulator yaitu kurkumin yang merupakan komponen
berwarna kuning dalam kunyit. Didapatkan hasil penelitian kurkumin pada
dosis rendah juga dapat meningkatkan respon antibodi. Tanaman akar anis
dalam bahasa latin disebut Glycyrrhiza glabra L., sedangkan dalam bahasa
inggris disebut liquorice. Akar manis berkhasiat untuk mengatasi batuk,
sakit tenggorokan dan masalah pada pernafasan (Ramani et al., 2015).
Kandungan bahan aktif yang berkhasiat untuk meringankan gejala batuk
adalah kandungan glycyrrhizin dan glycyrrhetenic acid.
Menurut (Junaidi, 2010) ada 2 definisi tentang batuk yaitu:
6

a. Batuk merupakan cara tubuh melindungi paru-paru dari masuknya zat


atau benda asing yang mengganggu.
b. Batuk merupakan refleks alami tubuh, dimana saluran pernapasan
berusaha untuk mengeluarkan benda asing atau produksi lendir yang
berlebihan.

2.2 Jenis-jenis Batuk


1. Jenis batuk berdasarkan produktivitasnya
a. Batuk produktif
Batuk produktif adalah batuk yang menghasilkan dahak
atau lendir (sputum) sehingga lebih dikenal dengan sebutan batuk
berdahak. Batuk produktif memiliki ciri khas yaitu dada terasa
penuh dan berbunyi. Mereka yang mengalami batuk produktif
umumnya mengalami kesulitan bernapas dan disertai pengeluaran
dahak. Batuk produktif sebaiknya tidak diobati dengan obat
penekan batuk karena lendir akan semakin banyak terkumpul di
paru-paru (Junaidi, 2010).
b. Batuk tidak produktif
Batuk tidak produktif adalah batuk yang tidak
menghasilkan dahak (sputum), yang juga disebut batuk kering.
Batuk tidak produktif sering membuat tenggorokan terasa gatal
sehingga menyebabkan suara menjadi serak atau hilang. Batuk ini
sering dipicu oleh kemasukan partikel makanan, bahan iritan, asap
rokok (baik oleh perokok aktif maupun pasif), dan perubahan
temperatur. Batuk ini dapat merupakan gejala sisa dari infeksi virus
atau flu (Junaidi, 2010).
2. Jenis batuk berdasarkan waktu berlangsungnya
a. Batuk akut
Batuk akut adalah batuk yang berlangsung kurang dari 3
minggu, serta terjadi dalam 1 episode. Batuk jenis ini umumnya
disebabkan oleh flu dan alergi. Bentuk batuk yang sering ditemui,
7

merupakan jenis batuk akut ringan yang disertai demam ringan


dan pilek (Junaidi, 2010).
b. Batuk kronis
Batuk kronis adalah batuk yang berlangsung lebih dari 3
minggu atau terjadi dalam 3 episode selama 3 bulan berturut-turut.
Batuk jenis ini biasanya disebabkan oleh bronchitis, asma, dan
tuberkolosis (Junaidi, 2010).
3. Jenis batuk pada anak-anak
a. Batuk menggonggong
Batuk seperti menyalak (menggonggong) umumnya
disebabkan oleh inflamasi atau pembengkakan pada saluran napas
atas. Kebanyakan batuk ini disebabkan oleh croup, yakni
inflamasi pada laring (pangkal tenggorok) dan trakea (batang
tenggorok). Croup dapat disebabkan oleh alergi, perubahan suhu
pada malam hari dan infeksi saluran napas atas. Anak dibawah 3
tahun cenderung terserang croup karena batang tenggoroknya
sempit.
b. Pertusis/batuk rejan
Batuk rejan atau pertusis adalah infeksi pada saluran napas,
yang terjadi akibat bakteri bordetella pertusis. Penyakit ditandai
oleh batuk yang diakhiri dengan suara keras saat anak menarik
napas. Gejala lainnya adalah hidung berair, bersin, batuk dan
sedikit demam (Junaidi, 2010).
Penyakit ini biasanya menyerang anak yang berusia
diantara 3 bulan dan 3 tahun, batuk rejan dapat mengancam
kehidupan jika tidak ditangani. Terapi biasanya meliputi
pemberian antibiotik dan cairan 6 serta anak dipajankan terhadap
udara yang dilembapkan, untuk mempertahankan fungsi
pernapasan (Speer, 2009).
c. Batuk disertai napas berbunyi
8

Batuk disertai dengan napas berbunyi saat anak


mengembuskan napas merupakan tanda saluran napas bagian
bawah mengalami peradangan/inflamasi. Pada anak yang masih
kecil, saluran bagian bawah terhalang oleh benda asing atau lendir
karena infeksi pernapasan.
d. Batuk di malam hari
Batuk ini kebanyakan bertambah buruk ketika malam hari
karena penyumbatan dalam hidung dan sinus mengalir
disepanjang tenggorokan serta menyebabkan iritasi saat anak
berbaring. Ini menimbulkan masalah karena anak menjadi sulit
tidur. Asma juga dapat memicu batuk dimalam hari karena saluran
napas cenderung menjadi sensitif dan mudah teriritasi pada malam
hari (Junaidi, 2010).
e. Batuk di siang hari
Batuk di siang hari disebabkan alergi, asma, kedinginan,
dan infeksi pernapasan. Udara dingin dan aktivitas yang berat
dapat memperparah batuk ini, tetapi biasanya akan mereda
dimalam hari ketika anak beristirahat. Perlu dipastikan bahwa
dirumah tidak ada faktor pencetus batuk seperti pengharum
ruangan, binatang peliharaan, dan asap terutama asap rokok
(Junaidi, 2010).
f. Batuk disertai demam
Jika anak batuk disertai demam dan hidung meler,
kemungkinan anak terserang flu. Namun batuk disertai demam
tinggi (39o C) atau lebih mungkin disebabkan oleh pneumonia,
terutama jika anak terlihat lesu dan bernapas tidak cepat. Bila ini
terjadi, segera bawa anak ke dokter (Junaidi, 2010).
g. Batuk disertai muntah
Umumnya anak batuk karena dipicu oleh reflex
penyumbatan. Anak yang menderita batuk disertai flu atau asma
9

dapat muntah jika terlalu banyak lendir yang mengalir ke dalam


perut dan menimbulkan rasa mual (Junaidi, 2010).
h. Batuk menetap
Batuk yang disebabkan flu dapat hilang dalam seminggu.
Asma, alergi, atau infeksi kronis di sinus atau saluran napas
mungkin penyebab pada batuk yang menetap (persisten). Jika
batuk terjadi selama seminggu, segera hubungi dokter (Junaidi,
2010).

2.3 Etiologi dan Manifestasi Batuk


1. Manifestasi Batuk
a. Demam yang tinggi disertai otot tubuh yang kaku.
b. Bersin-bersin dan hidung tersumbat.
c. Sakit tenggorokan.
2. Etiologi Batuk
a. Umumnya disebabkan oleh infeksidi saluran pernapasan bagianatas
yang merupakan gejala flu.
b. Infeksi saluran pernapasan bagian atas(ISPA).
c. Alergi.
d. Asma atau tuberculosis.
e. Benda asing yang masuk kedalam saluran napas.
f. Tersedak akibat makan atau minumg.
g. Menghirup asap rokokdari orang sekitar.
Pemicu batuk adalah adanya berbagai iritan yang memasuki
saluran nafas melaluiinhalasi (asap, debu, atau asap rokok) atau
melalui inhalasi (sekresi jalan nafas, benda asing, atau isi lambung).
Batuk karena iritasi karena sekresi jalan nafas (seperti postnasal drip)
atau isi lambung biasanya faktor pemicunya tidak dikenal dan
batuknya bersifat persisten. Jika terus terpapar oleh iritan maka dapat
memicu batuk dan sensitifitas jalan nafas meningkat. Infeksi
pernafasan karena virus maupun bakteri yang menyebabkan inflamasi,
10

konstriksi, dan kompresi jalan nafas juga dapat menyebabkan batuk.


Adanya kelainan pada jantung, yaitu gagal jantung kongestif, juga
dapat menimbulkan batuk karena adanya edema di daerah peribronkial
dan interstisial. Penggunaan obat golongan ACE I juga sering
dihubungkan dengan kejadian batuk, diduga berhubungan dengan
akumulasi bradikinin atau substance P yang juga didegradasi oleh
enzim ACE (Ikawati,Z 2011)

2.4 Patofisiologi Batuk


Batuk membantu membersihkan jalan nafas saat ada banyak
partikel-partikel asing yang terhirup, lendir dalam jumlah yang
berlebihan, dan jika ada substansi abnormal pada jalan nafas, seperti
cairan edema atau nanah. Refleks batuk dimulai dengan adanya stimulasi
pada reseptor, dimana reseptor batuk merupakan golongan reseptor yang
secara cepat beradaptasi terhadap adanya iritan. Ada ujung syaraf yang
berlokasi di dalam epitelium di hampir sepanang saluran nafas yang
paling banyak dijumpai pada dindng posterior trakea, karina, dan daerah
percabangan saluran nafas utama. Pada bagian faring juga terdapat
reseptor batuk yang dapat dipicu oleh adanya stimulus kimia maupun
mekanis. Reseptor mekanis sensitif terhadap sentuhan an perubahan;
terkonsentrasi di laring, trakea, dan karina. Reseptor kimia sensitif pada
adanya gas dan bau-bauan berbahaya; terkonsentrasi di laring, bronkus,
dan trakea (Ikawati,Z 2011)

2.5 Faktor Penyebab Batuk


Reflek batuk dapat ditimbulkan oleh :
1. Rangsangan mekanis, misalnya asap rokok, debu, tumor
2.  Adanya perubahan suhu mendadak
3. Rangsangan kimiawi, misalnya gas dan bau-bauan
4. Adanya peradangan / infeksi
5. Reaksi alergi
11

(Waisya, R. 2008)
Disamping infeksi saluran pernafasan atas (ISPA) seperti influenza,
penyebab batuk yang paling sering adalah:
1. Alergi dan asthma
2. Infeksi paru-paru seperti pneumonia atau bronkitis akut.      
3. Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) atau bronkitis kronik,
emphysema
4. Sinusitis yang menyebabkan postnasal drip.  
5. Penyakit paru seperti bronkiektasis, tumor paru.       
6. Gastroesophageal reflux disease (GERD) ini artinya cairan lambung
balik ke tenggorokan, orangnya suka bertahak asam atau pahit.      
7. Merokok        
8. Terpapar asap rokok (perokok pasif), polutan udara  
9. Obat darah tinggi golongan ACE Inhibito
(Nadesui, H. 2008)

2.6 Reflek dan Mekanisme Batuk


Batuk dapat dipicu secara refleks ataupun disengaja. Sebagai
refleks pertahanan diri, batuk dipengaruhi oleh jalur sarad aferen dan
eferen. Batuk diawali dengan inspirasi dalam diikuti dengan penutupan
glotis, relaksasi diafragma, dan kontraksi otot melawan glotis yang
menutup. Hasilnya akan terjadi tekanan positif pada intratoraks yang
menyebabkan penyempitan trakea. Sekali glotis terbuka, perbedaan
tekanan yang besar antara saluran napas dan udara luar bersama dengan
penyempitan trakea akan menghasilkan aliran udara yang melalui trakea.
Kekuatan eksplosif ini akan ”menyapu” sekret dan benda asing yang ada
di saluran napas. (Ikawati, 2008)
1. Reflek Batuk
Batuk dimulai dari suatu rangsangan pada reseptor batuk. Reseptor
ini berupa serabut saraf non mielin halus yang terletak baik di dalam
maupun di luar rongga toraks. Yang terletak di dalam rongga toraks
12

antara lain terdapat di laring, trakea, bronkus, dan di pleura. Jumlah


reseptor akan semakin berkurang pada cabang-cabang bronkus yang
kecil, dan sejumlah besar reseptor di dapat di laring, trakea, karina dan
daerah percabangan bronkus. Reseptor bahkan juga ditemui di saluran
telinga, lambung, hilus, sinus paranasalis, perikardial, dan diafragma.
Serabut afferen terpenting ada pada cabang nervus vagus yang
mengalirkan rangsang dari laring, trakea, bronkus, pleura, lambung,
dan juga rangsangan dari telinga melalui cabang Arnold dari nervus
vagus. Nervus trigeminus menyalurkan rangsang dari sinus
paranasalis, nervus glosofaringeus, menyalurkan rangsang dari faring
dan nervus frenikus menyalurkan rangsang dari perikardium dan
diafragma.     
Oleh serabut afferen rangsang ini dibawa ke pusat batuk yang
terletak di medula, di dekat pusat pernafasan dan pusat muntah.
Kemudian dari sini oleh serabut-serabut efferen nervus vagus, nervus
frenikus, nervus interkostalis dan lumbar, nervus trigeminus, nervus
fasialis, nervus hipoglosus, dan lain-lain menuju ke efektor. Efektor ini
berdiri dari otot-otot laring, trakea, bronkus, diafragma,otot-otot
interkostal, dan lain-lain. Di daerah efektor ini mekanisme batuk
kemudian terjadi.  (Wirjodiarjo, Muljono. 2008)
2. Mekanisme Batuk 
Dapat dibagi menjadi empat fase yaitu :
a. Fase iritasi
Iritasi dari salah satu saraf sensoris nervus vagus di laring, trakea,
bronkus besar, atau serat afferen cabang faring dari nervus
glosofaringeus dapat menimbulkan batuk. Batuk juga timbul bila
reseptor batuk di lapisan faring dan esofagus, rongga pleura dan
saluran telinga luar dirangsang. 
b. Fase inspirasi
Pada fase inspirasi glotis secara refleks terbuka lebar akibat
kontraksi otot abduktor kartilago aritenoidea. Inspirasi terjadi
13

secara dalam dan cepat, sehingga udara dengan cepat dan dalam
jumlah banyak masuk ke dalam paru. Hal ini disertai terfiksirnya
iga bawah akibat kontraksi otot toraks, perut dan diafragma,
sehingga dimensi lateral dada membesar mengakibatkan
peningkatan volume paru. Masuknya udara ke dalam paru dengan
jumlah banyak memberikan keuntungan yaitu akan memperkuat
fase ekspirasi sehingga lebih cepat dan kuat serta memperkecil
rongga udara yang tertutup sehingga menghasilkan mekanisme
pembersihan yang potensial.
c. Fase kompresi
Fase ini dimulai dengan tertutupnya glotis akibat kontraksi otot
adduktor kartilago aritenoidea, glotis tertutup selama 0,2 detik.
Pada fase ini tekanan intratoraks meninggi sampai 300 cm H2O
agar terjadi batuk yang efektif. Tekanan pleura tetap meninggi
selama 0,5 detik setelah glotis terbuka . Batuk dapat terjadi tanpa
penutupan glotis karena otot-otot ekspirasi mampu meningkatkan
tekanan intratoraks walaupun glotis tetap terbuka.  
d. Fase ekspirasi/ ekspulsi
Pada fase ini glotis terbuka secara tiba-tiba akibat kontraksi aktif
otot ekspirasi, sehingga terjadilah pengeluaran udara dalam jumlah
besar dengan kecepatan yang tinggi disertai dengan pengeluaran
benda-benda asing dan bahan-bahan lain. Gerakan glotis, otot-otot
pernafasan dan cabang-cabang bronkus merupakan hal yang
penting dalam fase mekanisme batuk dan disinilah terjadi fase
batuk yang sebenarnya. Suara batuk sangat bervariasi akibat
getaran sekret yang ada dalam saluran nafas atau getaran pita suara.
(Guyton. 2008)
2.7 Penggolongan Obat Batuk
1. Antitusif
Antitusif bekerja untuk menekan batuk. Contohnya adalah
dekstrometorfan, naskapin, etilmorfin, dan kodein. Obat-obat ini
14

merupakan derivat senyawa opioid, sehingga juga memiliki efek


samping seperti senyawa opiat, meliputi konstipasi, sedatif, dll. perlu
diketahui bahwa antitusif sebaiknya tidak digunakan pada batuk
berdahak, karena batuk yang tertahan pada cabang trakea bronkial
dapat mengganggu ventilasi dan bisa saja meningkatkan kejadian
infeksi, misalnya pada penyakit bronkitis kronis dan bronkiektasis
(Ikawati, 2008).
2. Ekspektoran
Ekspektoran (dari bahassa latin ex = keluar dan pectoris = dada)
ditujukan untuk merangsang batuk sehingga memudahkan untuk
mengeluarkan dahak ekspektorasi. Obat bebas yang paling
seringdigunakan adalah gilseril gualkolat atau guaifenesin. Namun
dalam beberapa studi, efektivitas ekspektoran ini masih dipertanyakan
(IONI, 2000; Schroeder dan Fehey, 2002). Bahkan sebuah studi
menyarankan menggunakaan air saja sebagai ekspektoran, karena air
dapat membantu mengencerkan dahak sehingga dahak dapat dibatukan
dengan mudah (Ikawati, 2008).
3. Mukolitik
Golongan mukolitik bekerja menurunkan viskositas mucus/dahak,
sehingga mendapatkan ekspetorasi. Biasanya digunakan pada kondisi
dimana dahak cukup kental dan banyak, seperti pada penyakit paru
kronik (PPOK), asama, bronsifektosis, dan sistik fibrosis. Beberapa
contoh mukolitik adalah : N-asetilsistein, karbosistein, ambroksol,
bromheksin (Ikawati, 2008).
4. Demulsen
Memperlunak rangsangan batuk dan memperlicin tenggorokan
agar tidak kering, serta memperlunak selaput lendir yang teriritasi. Zat-
zat yang sering digunakan adalah sirup (thymi dan altheae), zat-zat
lendir (infus carrageen), dan gula-gula, seperti drop (akar manis),
permen, pastilles isap, dan sebagainya.
15

2.8 Contoh Obat Batuk


1. Antitusif
a. Dekstrometorfan (Pionas, 2015)
Komposisi Tiap tablet mengandung 15 mg tablet DMP
Penggunaan sirup sekali minum 10mg/ml.
Indikasi Batuk kering tidak produktif dan analgetika.
Peringatan Kehamilan dan menyusui, data keamanan pada
Interaksi antibiotik tertentu seperti Linezolid, dan
Sibuteramin (Navarro, et al., 2006). Penggunaan
bersama obat-obatan lain yang secara substansial
memberi efek rekreasi termasuk
methylenedioxymetham-phetamine (MDMA atau
ekstasi), alkohol, dan litium dapat meningkatkan
efek depresan dari jenis obat-obatan ini (Schwartz,
2005).
Kontraindikasi Asma, batuk produktif, gangguan fungsi hati,
sensitif terhadap dekstrometorfan, ibu hamil dan
menyusui.
Efek Samping Psikosis (hiperaktif dan halusinasi) pada dosis
besar, depresi pernapasan pada dosis besar.
Dosis Dewasa 10-20 mg tiap 4 jam atau 30 mg tiap 6-8
Jam maksimal 120 mg/hari Anak 1 mg/kg bb/hari
dalam 3-4 dosis terbagi.
Tablet
Dewasa dan anak >12 tahun,3 kali sehari 1 tablet
Anak 6-12 tahun 3 kali sehari ½ tablet
Sirup
Dewasa 3-4 kali sehari 1-2 sendok takar
Anak 6-12 tahun 3-4 kali sehari ½ - 1 sendok takar.

Dekstrometorfan merupakan enansiomer dextrorotatory dari


levometorfan, yang merupakan metil eter levorfanol, keduanya
merupakan analgesik opioid. Nama IUPAC untuk dekstrometorfan
16

adalah (+)-3-methoxy17-methyl-9α, 13α, 14α-morphinan


(Jayachandra, et al., 2018).

Meskipun dekstrometorfan memiliki struktur yang mirip dengan


narkotika, tetapi tidak bertindak sebagai agonis reseptor opioid seperti
halnya morfin atau oksikodon (Gershman dan Fass, 2013).

Dekstrometorfan berupa serbuk putih dan tidak berbau. Obat ini


memiliki kelarutan mudah larut dalam kloroform dan tidak larut dalam
air; dekstrometorfan dalam bentuk garam hidrobromida larut dalam air
hingga 1,5 g/100 mL pada 25°C. Biasanya, dalam sediaan obat batuk
digunakan sebagai garam hidro bromida monohidrat (Jayachandra, et
al., 2018).

Aspek Farmakologi Dekstrometorfan mencapai konsentrasi serum


maksimum dalam 2,5 jam setelah pemberian. Metabolit utamanya,
dekstrorfan, mencapai konsentrasi puncak plasma pada 1,6 hingga 1,7
jam setelah pemberian. Volume distribusi dekstrometorfan pada
manusia diperkirakan 5,0-6,7 L/kg (Burns dan Boyer, 2013).

Dekstrometorfan mengalami first-pass metabolism yang cepat di


hati setelah pemberian oral. Dekstrometorfan dimetabolisme menjadi
dekstrorfan melalui demetilasi O oleh CYP2D6 dan menjadi 3-
metoksimorfinan oleh demetilasi N dengan enzim sitokrom P450 3A4
(CYP3A4), dan menjadi 3-hidroksimorfinan melalui didemetilasi N,O.
Dalam proses tersebut, terdapat keterlibatan enzim CYP2D6 dan
CYP3A4 (Ziesenitz dan Van Den Anker, 2018).

Oleh karena dekstrometorfan merupakan substrat bagi enzim 2D6


sitokrom P450 dan dimetabolisme dengan cepat, maka pemberian
dekstrometorfan secara oral akan mencapai tingkat puncak obat yang
cepat dan tidak bertahan lama dengan durasi kerja yang pendek (Stahl,
2013).
17

Dekstrometorfan dan metabolitnya mengalami eliminasi ginjal,


dengan < 0,1% obat dieliminasi melalui feses (Burns dan Boyer,
2013). Dekstrometorfan memiliki waktu paruh selama 2 hingga 4 jam
pada pasien normal, dan durasi pemberian 5 hingga 6 jam tergantung
pada status enzim hati CYP2D6 pasien (Schwartz, 2005).

b. Codein (Pionas, 2015)


Indikasi Batuk kering atau batuk dengan nyeri.
Peringatan Asma, gangguan fungsi hati dan ginjal, riwayat
penyalahgunaan obat.
Kontraindikasi Batuk berdahak, penyakit hepar, gangguan
ventilasi.
Efek Samping Konstipasi, depresi pernafasan pada pasien yang
sensitif atau pada dosis besar.
Mekanisme Kodein merupakan analgesic agonis opioid. Efek
kerja farmakologi terjadi apabila kodein berikatan secara
agonis dengan reseptor opioid diberbagai tempat
disusunan saraf pusat. Kodein merupakan antitusif
yang bekerja pada susunan saraf pusat dengan
menekan pusat batuk (BPOM, 2016).
Interaksi  Obat penghambat enzim seperti monoamine
oxidase inhibitor (MAOI) dapat menimbulkan
terjadinya efek samping yang cukup fatal jika
dikonsumsi secara bersamaan dengan Codeine.
 Obat-obatan anestesi dan antihistamin jika
dikonsumsi secara bersamaan dengan codein akan
membuat resiko efek samping berupa depresi pada
sistem pernapasan menjadi meningkat.
 Cimetidine tidak disarankan dikonsumsi
dengan codeine karena dapat membuat kadar
codeine dalam darah menjadi lebih meningkat.
 Obat golongan antikolinergik serta antidiare
yang dikonsumsi secara bersamaan dengan codeine
18

dapat menyebabkan konstipasi


 Domperidone, serta metoclopramide juga
tidak disarankan untuk dikonsumsi dengan codeine
karena dapat menimbulkan obat codeine menjadi
memiliki efek yang justru berlawanan.
Dosis Dewasa: 10-20 mg tiap 4-6 jam maksimal 120
mg/hari; jarang diberikan sebagai obat batuk pada
anak-anak. Anak: 6-12 tahun 5-10 mg atau 0,5-1,5
mg/kg bb tiap 4-6 jam maksimal 60 mg/hari; 2-6
tahun 0,5-1 mg/kg bb/hari dalam dosis terbagi tiap
4-6 jam maksimal 30 mg/hari.

2. Ekspektoran
a. Glyceryl Guaiacolate
Indikasi Ekspektoransia
Peringatan
Kontraindikasi
Efek Samping
Dosis

b. Ammonium Klorida
Indikasi
Peringatan
Kontraindikasi
Efek Samping
Dosis

3. Mukolitik
a. Ambroxol
Indikasi
Peringatan
Kontraindikasi
Efek Samping
Dosis

b. Bromheksin
19

Indikasi
Peringatan
Kontraindikasi
Efek Samping
Dosis

4. Demulsen
a. Laserin
Indikasi
Peringatan
Kontraindikasi
Efek Samping
Dosis

b. OB Herbal
Indikasi
Peringatan
Kontraindikasi
Efek Samping
Dosis

2.9 Terapi Non Farmakologi


Batuk yang tanpa gejala akut dapat sembuh sendiri dan biasanya
tidak perlu obat. Untuk mengurangi batuk biasanya dengan cara:
1. Sering minum air putih, untuk membantu mengencerkan dahak,
mengurangi iritasi atau rasa gatal. Air mineral dapat meningkatkan
metabolisme tubuh yang akan berdampak pada meningkatnya daya
tahan tubuh. Air putih atau air mineral juga sangat baik untuk
tenggorokan dan dapat mencegah terjadinya radang dan iritasi pada
tenggorokan akibat kondisi tenggorokan yang kering. Minumlah air
paling tidak 6-8 gelas perhari untuk metabolisme tubuh yang optimal.
2. Meningkatkan daya tahan tubuh
Untuk meningkatkan daya tahan tubuh agar tidak mudah terserang
faktor-faktor yang dapat menyebabkan batuk, konsumsilah berbagai
jenis makanan bergizi dan mengandung vitamin C. Olaharaga dan
20

istirahat yang cukup juga perlu dilakukan untuk meningkatkan


kebugaran dan daya tahan tubuh.
3. Menggunakan masker saat bepergian
Menggunakan masker atau pelindung dapat membantu mencegah
masukanya bakteri, kuman, dan virus yang dapat menyebabkan batuk.
Masker juga dapat melindungi diri saat berada di lokasi yang
mengandung banyak polutan dan faktor pemicu alergi, ataupun saat
berinteraksi dengan orang yang sudah menderita batuk agar tidak
tertular.
4. Hindari paparan debu, minuman atau makanan yang merangsang
tenggorokan, dan udara malam yang dingin
5. Menghirup uap air panas, uap mentol
6. Permen obat batuk atau permen pedas dapat menolong pada batuk
yang kering dan menggelitik.
(Tjay, HT. Rahardja, K. 2003)
BAGIAN 3
PENUTUP

22
22

DAFTAR PUSTAKA
Burns, J. M. dan Boyer, E. W. 2013. Antitussives and Substance Abuse.
Substance Abuse and Rehabilitation. 4: 75-82
Gershman, J. A. dan Fass, A. D. 2013. Dextromethorphan Abuse: A Literature
Review. Journal of Pharmacy Technology. 29: 66-71.
Jayachandra, S. et al. 2018. Preparation of Morphine Derivatives Using Ionic
Liquids. Archives of Organic and Inorganic. 3(2): 318-323.
Navarro, A., Perry, C. dan Bobo, W. V., 2006. A Case of Serotonin Syndrome
Precipitated by Abuse of the Anticough Remedy Dextromethorphan in a
Bipolar Patient Treated with Fluoxetine and Lithium. Gen Hosp Psychiatry.
28(1): 78–80
Schwartz, R. H. 2005. Adolescent Abuse of Dextromethorphan. Clinical Pediatric
(Phila). 44(7): 565 -568.
Song, W.J., Faruqi, S., Klaewsongkram, J., Lee, S.E., Chang, Y.S. 2015. Chronic
Cough: an Asian Perspective. Part 1: Epidemiology. Asia Pacific allergy.
Vol.5. pp.136-144.
Stahl, S. M. 2013. Mechanism of Action of Dextromethorphan/Quinidine:
Comparison with Ketamine. CNS Spectrums. 18(5): 225 -227.
Tamaweol, D., Ali, R.H., Simanjuntak, M.L. 2016. Gambaran Foto Toraks Pada
Penderita Batuk Kronis di Bagian/SMF Radiologi FK Unsrat/RSUP Prof. Dr.
R. D. Kandou Manado. Jurnal e-Clinic (eCl).Vol. 4, No.1
Uthari, L.P. 2015. Hubungan Metode Persalinan Dengan Angka Kejadian Alergi
Pada Bayi. Disertasi (Tidak diterbitkan). Program Pendidikan Sarjana
Kedokteran Universitas Diponegoro.
Ziesenitz, V. C. dan Van Den Anker, J. N. 2018. Psychiatric Disorder or Adverse
Drug Reaction? – How CYP2D6 Metabolizing Activity Can Result in
Dextromethorphan Intoxication. Klin Padiatr .
23

Anda mungkin juga menyukai