“BATUK”
Disusun oleh :
KELOMPOK 4
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat serta karunia-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan.
Makalah ini tepat pada waktunya yang berjudul “Batuk”.
.Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena
itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami
harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami ucapkan terima kasih kepada Dosen pengampu mata kuliah
Farmakologi yaitu Ibu Apt. Nhadira Nhestricia, S. Farm, MKM. dan semua pihak
yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir.
Semoga Allah SWT senantiasa meridhoi segala usaha kita. Amin.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................2
DAFTAR ISI................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang......................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah.................................................................................................6
1.3 Manfaat Penulisan.................................................................................................7
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi....................................................................................................................8
2.2 Identifikasi..............................................................................................................9
2.3 Tanda dan Gejala................................................................................................10
2.4 Diagnosa...............................................................................................................11
2.5 Mekanisme Batuk................................................................................................13
2.6 Penatalaksanaan / Pengobatan Serta Efek Samping Obat Terkait................15
2.8 Algoritma..............................................................................................................20
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan...........................................................................................................21
3.2 Saran.....................................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................23
ii
BAB I
PENDAHULUAN
4
faktor resiko untuk menderita batuk kronis. Seseorang yang terus menerus terpajan
asap rokok bisa menyebabkan batuk dan kerusakan paru-paru (O’Regan AW, 2004).
Dari data yang didapat konsumsi rokok di Indonesia pada tahun 2002 berjumlah 182
milyar batang yang merupakan urutan kelima di antara 10 negara di dunia dengan
konsumsi tertinggi pada tahun yang sama (Balitbangkes Depkes, 2004).
Penyebab batuk lain adalah karena adanya bakteri Bordetella pertussis yang
merupakan penyebab dari batuk rejan. Batuk rejan atau pertusis adalah suatu penyakit
yang menular. Berdasarkan data WHO menyebutkan bahwa terjadi sekitar 30 sampai
50 juta kasus per tahun, dan menyebabkan kematian pada 300.000 kasus (WHO,
2012).
Terapi untuk mengatasi batuk terdiri dari antitusif, ekspektoran dan mukolitik.
Mukolitik adalah obat yang dapat mengencerkan secret saluran nafas dengan jalan
mencegah benang-benang mukoprotein dan mukopolisakarida dari sputum
(Estuningtyas, 2008). Antitusif adalah obat batuk yang digunakan untuk batuk kering
(batuk yang tidak disertai dengan dahak), sedangkan ekspektoran adalah obat batuk
yang digunakan untuk batuk berdahak (sholekhudin, 2014). Salah satunya obat
mukolitik adalah bromheksin yang sering digunakan untuk obat batuk oleh
masyarakat.
5
Sejak zaman dahulu, sebagian dari masyarakat Indonesia terutama dari
kalangan yang bertempat di pedesaan mangenal dan memakai tanaman yang
berkhasiat obat sebagai salah satu upaya penanggulangan kesehatan yang
dihadapinya. pengobatan menggunakan tanaman berkhasiat obat merupakan warisan
budaya bangsa berdasarkan pengalaman yang secara turun temurun telah diwariskan
oleh generasi terdahulu kepada generasi saat ini (Wijayakusuma, 1994).
6
2. Apa Saja Tanda dan Gejala Batuk ?
3. Macam-macam Diagnose?
4. Mekanisme Batuk?
5. Penatalaksanaan / Pengobatan Serta Efek Samping Obat Terkait?
6. Penanganan Pasien Kondisi Khusus dan Penanganan IGD?
7
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Batuk merupakan suatu rangkaian refleks yang terdiri dari reseptor batuk,
saraf aferen, pusat batuk, saraf eferen,dan efektor. Refleks batuk tidak akan sempurna
apabila salah satu unsurnya tidak terpenuhi. Adanya rangsangan pada reseptor batuk
akan dibawa oleh saraf aferen ke pusat batukyaitu medula untuk diteruskan ke efektor
melalui saraf eferen (Guyton, 2008). Reseptor batuk terdapat pada farings,
larings,trakea, bronkus, hidung (sinus paranasal), telinga, lambung,dan perikardium
sedangkan efektor batuk dapat berupa ototfarings, larings, diafragma, interkostal, dan
lain-lain.
Batuk bukanlah sebuah penyakit melainkan salah satu tanda atau gejala klinis
yang paling sering dijumpai pada penyakit paru dan saluran nafas. Batuk merupakan
8
salah satu cara untuk membersihkan saluran pernafasan dari lendir atau bahan dan
benda asing yang masuk sebagai refleks pertahanan yang timbul akibat iritasi
trakeobronkial (Susanti, 2013). Batuk juga berfungsi sebagai imun dan perlindangan
tubuh terhadap benda asing namun, dapat juga merupakan gejala dari suatu penyakit.
(LM, 2006).
2.2 Identifikasi
Batuk dapat ditimbulkan oleh stimulasi infeksi (peradangan), mekanis,
kimiawi, dan termal (suhu) pada reseptor batuk (Tjay dan Rahardja, 2002). Stimulasi
infeksi ditimbulkan oleh peradangan lapisan mukosa (lendir) saluran pernafasan,
seperti pada penyakit influenza, bronchitis yang disebabkan oleh bakteri atau virus,
dan merokok yang berlebihan (Bryant dan Lombardy, 1990). Batuk yang disebabkan
oleh infeksi oleh bakteri atau virus ini biasanya disertai pilek, hidung tersumbat.
Hingga saat ini belum ditemukan obat-obatan untuk penyakit infeksi saluran
pernafasan yang disebabkan oleh virus, sehingga hanya diberikan pengobatan untuk
menghentikan gejalanya. Pada keadaan ini apabila tidak disertai dengan suhu tubuh
yang meningkat, biasanya penderita bisa mencari pengobatan sendiri untuk
menghentikan gejalanya (Weinberger dan Braunwald, 2001).
Stimulasi mekanis ditimbulkan oleh karena masuknya partikel-partikel kecil
seperti debu, dan oleh karena penekanan atau tegangan saluran pernafasan misalnya
karena penekanan tumor atau bisa juga karena penurunan kelenturan jaringan paru
yang disebabkan jaringan perut, atau edema paru (adanya cairan dalam paru) (Tjay
dan Rahardja, 2002).
Rangsang kimiawi dapat terjadi akibat kemasukan gas yang bersifat iritatif termasuk
asap rokok dan gas kimia. Banyak obat yang bisa menimbulkan efek yang merugikan
pada sistem respirasi dan menyebabkan batuk. Namun demikian, batuk sendiri bisa
merupakan efek samping dari obat. Pada 10% pasien, batuk disebabkan oleh induksi
beberapa obat-obatan, seperti penghambat angiotensin-converting enzyme (ACE)
(Tietze, 2004). Pada 5-20% pasien yang menggunakan ACEI mengeluhkan terjadinya
9
batuk nonproduktif, hal ini dapat dihubungkan dengan akumulasi bradikinin dan
substansi P yang seharusnya terdegradasi oleh ACE. β- adrenergic blockers yang
diberikan secara optalmik maupun sistemik juga dapat memicu terjadinya batuk
pada pasien dengan penyakit saluran pernafasan yang obstruktif seperti asma atau
Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) (Weinberger dan Braunwald,
2001). Rangsang termal ditimbulkan karena dingin atau panas (Tjay dan Rahardja,
2002).
Batuk akut biasanya disebabkan oleh infeksi virus pada saluran pernafasan
atas, misalnya pada common cold. Batuk sub akut disebabkan oleh batuk
postinfectius, sinusitis oleh bakteri dan asma. Penyebab penyakit batuk kronis yang
paling sering pada pada pasien yang tidak merokok adalah sindrom postnasal drip,
asma, penyakit refluks gastroesophageal (Tietze, 2004).
reflek batuk dan postnasal drip. Sedangkan batuk yang disebabkan oleh bakteri virus
maupun jamur diawali dengan tenggorokan serak dan kering yang kemudian keluar
sputum dengan disertai reflek batuk yang pendek. Selain demam, nyeri dada dan
kongesti, infeksi pada batuk juga ditandai adanya dahak yang berwarna bukan bening
10
2.4 Diagnosa
DIAGNOSIS GEJALA YANG DITEMUKAN
Pneumonia - Demam
- Kepala terangguk-angguk
- Merintih (grunting)
- Sianosis
tahun
- Ekspirasi memanjang
bronkodilator
11
- Irama derap
- Bising jantung
- Pembesaran hati
intra toraks
dewasa
imunosupresi ≥ 5 mm)
badan menurun
12
- Imunisasi DPT tidak ada atau tidak lengkap
bersifat lokal
- Pergeseran mediastinum
13
pengeluaran sekret akan lebih mudah. Setelah udara di inspirasi, maka mulailah fase
kompresi dimana glotis akan tertutup selama 0,2 detik. Pada masa ini, tekanan di paru
dan abdomen akan meningkat sampai 50/100 MmHg. Tertutupnya glotis merupakan
ciri khas batuk, yang membedakannya dengan manuver ekspirasi paksa lain karena
akan menghasilkan tenaga yang berbeda. Tekanan yang didapatkan bila glotis
tertutup adalah 10 sampai 100% lebih besar daripada cara ekspirasi paksa yang lain.
Di pihak lain, batuk juga dapat terjadi tanpa penutupan glotis.
Kemudian, secara aktif glotis akan terbuka dan berlangsunglah fase ekspirasi.
Udara akan keluar dan menggetarkan jaringan saluran napas serta udara yang ada
sehingga menimbulkan suara batuk yang kita kenal. Arus udara ekspirasi yang
maksimal akan tercapai dalam waktu 3050 detik setelah glotis terbuka, yang
kemudian diikuti dengan arus yang menetap. Kecepatan udara yang dihasilkan dapat
mencapai 16.000 sampai 24.000 cm per menit, dan pada fase ini dapat dijumpai
14
lemah fungsi silia, ventilasi paru rendah menyebabkan terjadinya obstruksi, daya
https://digilib.esaunggul.ac.id/public/UEU-Journal-3896-soemarno.pdf
(a). antitusif
Antitusif menurut Wijoyo (2000) adalah golongan obat yang bersifat
meredakan/menekan batuk, sedangkan Tietze (2004) menyatakan bahwa obat
batuk golongan antitusif berfungsi menaikkan ambang batuk. Mekanisme kerja
obat golongan antitusif yaitu dengan cara menekan pusat-pusat batuk secara
langsung, baik yang berada di sumsum sambungan (medulla) atau mungkin
bekerja terhadap pusat saraf yang lebih tinggi (di otak) dengan efek tranquilizer
(menenangkan).
Obat yang termasuk golongan ini cocok digunakan untuk meringankan
gejala batuk kering/nonproduktif (Wijoyo, 2000). Golongan antitusif yang
disetujui oleh FDA (Food and Drug Administration) meliputi kodein,
dekstrometorfan dan difenihidramin (Tietze, 2004).
1. Kodein diindikasikan menekan batuk yang disebabkan oleh bahan kimia atau
mekanik pengiritasi saluran pernafasan. Kodein tidak diperuntukkan untuk anak-
anak. Umumnya kodein pada dosis sebagai antitusif mempunyai toksisitas
rendah dan dapat menimbulkan resiko adiksi. Kodein bekerja dengan menekan
pusat batuk pada medulla dan nucleus tractus solaris untuk meningkatkan
ambang batuk. Kodein dapat menimbulkan efek samping antara lain mual,
15
muntah, mengantuk, pening, dan konstipasi. Interaksi kodein adalah dengan
obat-obat penekan susunan syaraf pusat seperti barbiturat, obat penenang dan
alkohol (Tietze, 2004). Kodein mempunyai kontraindikasi pada orang-orang
yang mempunyai riwayat hipersensitivitas terhadap kodein, pasien yang
sebelumnya sudah mendapat antitusif lain atau obat-obat penekan sistem syaraf
pusat termasuk alkohol, dan pasien yang mempunyai kecanduan terhadap kodein
(Tietze, 2000).
16
3. Golongan antitusif yang ketiga adalah difenhidramin HCl. Antitusif golongan ini
diindikasikan untuk menekan batuk nonproduktif yang disebabkan iritasi saluran
pernafasan oleh bahan kimia atau mekanik. Efek samping yang dapat
ditimbulkan oleh difenhidramin antara lain mengantuk, koordinasi tubuh
terganggu, depresi pernafasan, retensi urin, dan mulut menjadi kering.
Difenhidramin potensial menekan efek dari narkotik, analgesik nonnarkotik,
benzodiazepam, dan alkohol pada susunan syaraf pusat. Difenhidramin juga
menambah efek antikolinergik dari obat-obat penghambat MAO dan
antimuskarinik lainnya (Tietze, 2004).
(b). ekspektoran
untuk meringankan batuk berdahak atau batuk produktif. Zat aktif yang termasuk
golongan ekspektoran antara lain gliseril guaikolat (guaifenesin), amonium
klorida, serta sirup ipekak (Wijoyo, 2000).
17
2. Amonium klorida merupakan garam amonium yang banyak ditemukan dalam
obat batuk dan tidak memiliki efek samping yang serius. Dan berfungsi
sebagai pengencer dahak (Li Wan Po, 1990).
(c). mukolitik
Mukolitik adalah golongan obat batuk yang mekanisme kerjanya hampir
sama dengan ekspektoran. Mukolitik bekerja dengan mengencerkan sekret
saluran nafas dengan jalan memecah benang-benang mukoprotein dan
mukopolisakarida dari dahak. Bahan-bahan yang termasuk golongan mukolitik
yaitu asetilsistein dan bromheksin (Wijoyo, 2000).
18
2.7 Penanganan Pasien Kondisi Khusus dan Penanganan IGD
Rencana keperawatan yang dilakukan yaitu manajemen jalan nafas, meliputi
fisioterapi dada, motivasi klien untuk mengeluarkan secret (batuk efektif). Terapi
yang diberikan itu mengajarkan batuk efektif. Menurut Perry & Potter dalam Alie
(2015), Batuk efektif adalah suatu metode batuk dengan benar, dimana klien
menghemat energy sehingga tidak mudah lelah dan dapat mengeluarkan dahak
secara maksimal. Menurut marni (2016), batuk efektif merupakan upaya untuk
mengeluarkan dahak agar paru-paru tetap bersih. Cara melakukan batuk efektif
menurut Pranowo (2016) adalah yang pertama yaitu menganjurkan pasien untuk
minum hangat, kemudian tarik nafas dalam (lakukan sebanyak 3 kali) setelah tarik
nafas yang ketiga, menganjurkan pasien untuk batuk yang kuat. Setelah dilakukan
batuk efektif dahak bisa keluar meskipun sedikit.
Selanjutnya selain batuk efektif dapat dilakukan terapi nonfarmakologi yaitu
melakukan fisioterapi dada. Fisioterapi dada adalah suatu tindakan untuk
membersihkan jalan nafas dan spuntum, mencegah akumulasi spuntum, dan
memperbaiki saluran pernafasan (Sari, 2016). Prosedur dari fisioterapi dada adalah
auskultasi suara nafas pasien untuk mengetahui letak penumpukan spuntum sehingga
memudahkan ketika mengatur posisi pasien.
19
2.8 Algoritma
20
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Reseptor batuk dibawa oleh saraf aferen ke pusat batuk yaitu medulla untuk
diteruskan ke efektor melalui saraf eferen. Proses batuk terjadi didahului inspirasi
maksimal, penutupan glotis, peningkatan tekanan intra toraks lalu glotis terbuka dan
dibatukkan secara eksplosif untuk mengeluarkan benda asing yang ada pada saluran
respiratorik. Batuk bukanlah sebuah penyakit melainkan salah satu tanda atau gejala
klinis yang paling sering dijumpai pada penyakit paru dan saluran nafas dan batuk
juga berfungsi sebagai imun dan perlindungan tubuh. Ditimbulkan oleh stimulasi
infeksi (peradangan), mekanis, kimiawi, dan termal (suhu) pada reseptor batuk.
Mekanisme batuk dapat dibagi menjadi tiga fase, yaitu fase inspirasi, fase kompresi
dan fase ekspirasi.
Batuk kering atau nonproduktif, golongan antitusif yang disetujui oleh FDA
(Food and Drug Administration) meliputi kodein, dekstrometorfan dan
difenihidramin. Batuk berdahak atau batuk produktif, zat aktif yang termasuk
golongan ekspektoran antara lain gliseril guaikolat (guaifenesin), amonium klorida,
serta sirup ipekak. Mukolitik bekerja dengan mengencerkan sekret saluran nafas,
golongan mukolitik yaitu asetilsistein dan bromheksin.
21
penumpukan spuntum sehingga memudahkan ketika mengatur posisi pasien.
3.2 Saran
Adapun saran yang penulis sampaikan dengan penulisan makalah ini yaitu
agar mahasiswa dapat memahami dan mengetahui definisi batuk, identifikasi batuk,
tanda dan gejala batuk, diagnosa, mekanisme terjadinya penyakit tersebut,
pengobatan apa saja untuk penyakit batuk, efek samping obat terkait penyakit batuk,
penanganan IGD, dan algoritma penyakit batuk. Penulis menyadari bahwa makalah
ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan
saran dan kritik yang sifatnya membangun agar dalam pembuatan makalah
selanjutnya bisa lebih baik lagi, Atas perhatianya penulis mengucapkan terima kasih.
22
DAFTAR PUSTAKA
http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/18283/BAB%202.pdf?
sequence=2&isAllowed=y
https://repository.usd.ac.id/2705/2/048114043_Full.pdf
23