Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH FARMAKOLOGI

“BATUK”

Disusun oleh :
KELOMPOK 4

1. Afina Nadzifa Hariyanto (P17320321001)


2. Dewwy Laras Syifa (P17320321013)
3. Gabriela Zazkia Dwinanda Khasan (P17320321018)
4. Janwar Kristina Alfaridzsyi (P17320321022)
5. Muhamad Fahri Adzaky (P17320321025)
6. Nabila Salma Ar-Rahman (P17320321028)
7. Nazwa Azrianne (P17320321029)
8. Syifa Aura Nurkamila (P17320321035)
9. Syifah Luthfiyah Putri (P17320321036)
10. Vanisya Nazwa Febrianti (P17320321038)

POLITEKNIK KES E H AT A N KEME N K E S B A N D U NG


T A 2 02 1 / 20 22
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat serta karunia-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan.
Makalah ini tepat pada waktunya yang berjudul “Batuk”.

.Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena
itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami
harapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata, kami ucapkan terima kasih kepada Dosen pengampu mata kuliah
Farmakologi yaitu Ibu Apt. Nhadira Nhestricia, S. Farm, MKM. dan semua pihak
yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir.
Semoga Allah SWT senantiasa meridhoi segala usaha kita. Amin.

Bogor, April 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................2
DAFTAR ISI................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang......................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah.................................................................................................6
1.3 Manfaat Penulisan.................................................................................................7
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi....................................................................................................................8
2.2 Identifikasi..............................................................................................................9
2.3 Tanda dan Gejala................................................................................................10
2.4 Diagnosa...............................................................................................................11
2.5 Mekanisme Batuk................................................................................................13
2.6 Penatalaksanaan / Pengobatan Serta Efek Samping Obat Terkait................15
2.8 Algoritma..............................................................................................................20
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan...........................................................................................................21
3.2 Saran.....................................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................23

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Batuk merupakan suatu mekanisme refluk yang sangat penting untuk menjaga
jalan nafas agar tetap terbuka dengan cara menyingkirkan hasil sekresi lendir yang
menumpuk pada jalan pernafasan. Tidak hanya lendir yang akan disingkirkan oleh
reflex batuk, tetapi juga gumpalan darah dan benda asing (Djojodibroto, 2009). Batuk
merupakan masalah serius yang tidak diperdulikan (Chunk KF, Pavord ID, 2008).
Batuk berperan sebagai pertahanan tubuh dalam menghadapi penyakit atau radang
pada saluran pernapasan yang disebabkan oleh lendir (riak). Pengobatan terhadap
batuk yang paling tepat adalah mengobati atau menghilangkan penyebabnya
(Sartono,1993).

Batuk secara definisi dapat diklasifikasikan menurut waktu dan produktifnya.


batuk menurut waktu dibagi menjadi tiga yaitu batuk akut, batuk subakut dan batuk
kronis. Pertama, batuk akut adalah batuk yang berlangsung selama kurang dari tiga
minggu. Kedua, batuk subakut merupakan batuk yang berlangsung selama tiga
hingga delapan minggu. Ketiga, batuk kronis yaitu batuk yang terjadi dalam waktu
lebih dari delapan minggu (Dicpinigaitis, 2009). Batuk menurut produktifnya dibagi
menjadi dua yaitu batuk produktif dan batuk tidak produktif. Pertama, batuk
produktif adalah batuk yang menghasilkan dahak atau lendir (sputum) sehingga lebih
dikenal dengan sebutan batuk bedahak. Kedua, batuk tidak produktif adalah batuk
yang tidak menghasilkan dahak (spetum) atau lebih dikenal dengan sebutan batuk
kering (junaidi, 2010).

Beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya batuk, yaitu virus,


bakteri, dan juga asap rokok. Seorang perokok aktif atau mantan perokok memiliki

4
faktor resiko untuk menderita batuk kronis. Seseorang yang terus menerus terpajan
asap rokok bisa menyebabkan batuk dan kerusakan paru-paru (O’Regan AW, 2004).
Dari data yang didapat konsumsi rokok di Indonesia pada tahun 2002 berjumlah 182
milyar batang yang merupakan urutan kelima di antara 10 negara di dunia dengan
konsumsi tertinggi pada tahun yang sama (Balitbangkes Depkes, 2004).

Penyebab batuk lain adalah karena adanya bakteri Bordetella pertussis yang
merupakan penyebab dari batuk rejan. Batuk rejan atau pertusis adalah suatu penyakit
yang menular. Berdasarkan data WHO menyebutkan bahwa terjadi sekitar 30 sampai
50 juta kasus per tahun, dan menyebabkan kematian pada 300.000 kasus (WHO,
2012).

Terapi untuk mengatasi batuk terdiri dari antitusif, ekspektoran dan mukolitik.
Mukolitik adalah obat yang dapat mengencerkan secret saluran nafas dengan jalan
mencegah benang-benang mukoprotein dan mukopolisakarida dari sputum
(Estuningtyas, 2008). Antitusif adalah obat batuk yang digunakan untuk batuk kering
(batuk yang tidak disertai dengan dahak), sedangkan ekspektoran adalah obat batuk
yang digunakan untuk batuk berdahak (sholekhudin, 2014). Salah satunya obat
mukolitik adalah bromheksin yang sering digunakan untuk obat batuk oleh
masyarakat.

Macam-macam obat batuk yang dikonsumsi oleh masyarakat Sebagian besar


mengandung senyawa kimia sintesis. Penggunaan senyawa kimia sintesis secara
berlebihan memiliki efek samping yang dapat merugikan manusia. Efek samping
yang sering terjadi adalah mual, muntah dan gangguan pencernaan . Oleh karena itu
ditinjau dari beberapa efek samping yang merugikan bagi manusia, maka dilakukan
alternatif lain yaitu dengan memanfaatkan suatu tanaman. Disamping itu belum
meratanya sarana kesehatan, juga mahalnya harga obat dan banyaknya efek samping
dari obat modern menjadi faktor pendorong bagi masyarakat untuk menggunakan
obat tradisional (Pramono, 2002).

5
Sejak zaman dahulu, sebagian dari masyarakat Indonesia terutama dari
kalangan yang bertempat di pedesaan mangenal dan memakai tanaman yang
berkhasiat obat sebagai salah satu upaya penanggulangan kesehatan yang
dihadapinya. pengobatan menggunakan tanaman berkhasiat obat merupakan warisan
budaya bangsa berdasarkan pengalaman yang secara turun temurun telah diwariskan
oleh generasi terdahulu kepada generasi saat ini (Wijayakusuma, 1994).

Berdasarkan beberapa penelitian sebelumnya, tanaman-tanaman yang


mempunyai aktivitas sebagai mukolitik adalah bunga belimbing wuluh. Suatu
penelitian yang telah dilakukan oleh Yuliana tahun (1997) menyebutkan bahwa
infusa bunga blimbing wuluh (A.blimbi) dengan kadar 10% dan 35% dapat
digunakan sebagai mukolitik dan mempunyai potensi yang setara dengan asetilsistein
0,1%. Bunga dari belimbing wuluh mengandung saponin, dimana saponin dapat
memberikan efek antitusif dan ekspektoran yang membantu penyembuhan batuk.
Berdasarkan pada penelitian diatas telah dibuktikan bahwa belimbing wuluh dapat
digunakan sebagai obat batuk, sehingga dilakukan pendekatan kemotaksonomi antara
belimbing manis dan belimbing wuluh, dimana keduanya mempunyai kekerabatan
pada tingkat marga. Oleh karena itu, penelitian ini akan dikembangkan pada tanaman
blimbing manis, dengan memanfaatkan organ bunga belimbing manis (kintoko,
2014).

Pada tanaman bunga Averrhoa carambola dilakukan identifikasi kandungan


kimia dan menguji aktifitas mukolitik dengan menggunakan usus sapi secara in vitro,
dimana Pembuatan ekstrak dilakukan dengan cara maserasi dengan pelarut berbeda-
beda yang dilihat dari tingkat kepolarannya yaitu non polar (n-heksan), semi polar
(etil asetat) dan etanol (polar). Fraksi etanol bunga Averrhoa carambola yang
diperoleh akan dilakukan uji aktivitas mukolitik pada mucus usus sapi secara in vitro.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa Pengertian Batuk ?

6
2. Apa Saja Tanda dan Gejala Batuk ?
3. Macam-macam Diagnose?
4. Mekanisme Batuk?
5. Penatalaksanaan / Pengobatan Serta Efek Samping Obat Terkait?
6. Penanganan Pasien Kondisi Khusus dan Penanganan IGD?

1.3 Manfaat Penulisan


1. Mengetahui pengertian batuk
2. Mengetahui tanda dan gejala batuk
3. Mengetahui macam-macam diagnose
4. Mengetahui mekanisme batuk
5. Mengetahui cara pengobatan dan efek samping obat terkait
6. Mengetahui cara penanganan kondisi khusus dan penanganan IGD

7
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi
Batuk merupakan suatu rangkaian refleks yang terdiri dari reseptor batuk,
saraf aferen, pusat batuk, saraf eferen,dan efektor. Refleks batuk tidak akan sempurna
apabila salah satu unsurnya tidak terpenuhi. Adanya rangsangan pada reseptor batuk
akan dibawa oleh saraf aferen ke pusat batukyaitu medula untuk diteruskan ke efektor
melalui saraf eferen (Guyton, 2008). Reseptor batuk terdapat pada farings,
larings,trakea, bronkus, hidung (sinus paranasal), telinga, lambung,dan perikardium
sedangkan efektor batuk dapat berupa ototfarings, larings, diafragma, interkostal, dan
lain-lain.

Proses batuk terjadi didahului inspirasi maksimal, penutupan


glotis,peningkatan tekanan intra toraks lalu glotis terbuka dan dibatukkan secara
eksplosif untuk mengeluarkan benda asing yang ada pada saluran respiratorik.
Inspirasi diperlukan untuk mendapatkan volume udara sebanyak-banyaknya sehingga
terjadi peningkatan tekanan intratorakal. Selanjutnya terjadi penutupan glotis yang
bertujuan mempertahankan volume paru pada saat tekanan intratorakal besar.Pada
fase ini terjadi kontraksi otot ekspirasi karena pemendekan otot ekspirasi sehingga
selain tekanan intratorakal tinggi tekanan intraabdomen pun tinggi. Setelah tekanan
intratorakal dan intraabdomen meningkat maka glotis akan terbuka yang
menyebabkan terjadinya ekspirasi yang cepat, singkat, dan kuat sehingga terjadi
pembersihan bahan-bahan yang tidak diperlukan seperti mukus dan lain-lain. Setelah
fase tersebut maka otot respiratorik akan relaksasi yang dapat berlangsung singkat
atau lama tergantung dari jenis batuknya. Apabila diperlukan batuk kembali maka
fase relaksasi berlangsung singkat untuk persiapan batuk ( KF, 2008).

Batuk bukanlah sebuah penyakit melainkan salah satu tanda atau gejala klinis
yang paling sering dijumpai pada penyakit paru dan saluran nafas. Batuk merupakan

8
salah satu cara untuk membersihkan saluran pernafasan dari lendir atau bahan dan
benda asing yang masuk sebagai refleks pertahanan yang timbul akibat iritasi
trakeobronkial (Susanti, 2013). Batuk juga berfungsi sebagai imun dan perlindangan
tubuh terhadap benda asing namun, dapat juga merupakan gejala dari suatu penyakit.
(LM, 2006).

2.2 Identifikasi
Batuk dapat ditimbulkan oleh stimulasi infeksi (peradangan), mekanis,
kimiawi, dan termal (suhu) pada reseptor batuk (Tjay dan Rahardja, 2002). Stimulasi
infeksi ditimbulkan oleh peradangan lapisan mukosa (lendir) saluran pernafasan,
seperti pada penyakit influenza, bronchitis yang disebabkan oleh bakteri atau virus,
dan merokok yang berlebihan (Bryant dan Lombardy, 1990). Batuk yang disebabkan
oleh infeksi oleh bakteri atau virus ini biasanya disertai pilek, hidung tersumbat.
Hingga saat ini belum ditemukan obat-obatan untuk penyakit infeksi saluran
pernafasan yang disebabkan oleh virus, sehingga hanya diberikan pengobatan untuk
menghentikan gejalanya. Pada keadaan ini apabila tidak disertai dengan suhu tubuh
yang meningkat, biasanya penderita bisa mencari pengobatan sendiri untuk
menghentikan gejalanya (Weinberger dan Braunwald, 2001).
Stimulasi mekanis ditimbulkan oleh karena masuknya partikel-partikel kecil
seperti debu, dan oleh karena penekanan atau tegangan saluran pernafasan misalnya
karena penekanan tumor atau bisa juga karena penurunan kelenturan jaringan paru
yang disebabkan jaringan perut, atau edema paru (adanya cairan dalam paru) (Tjay
dan Rahardja, 2002).

Rangsang kimiawi dapat terjadi akibat kemasukan gas yang bersifat iritatif termasuk
asap rokok dan gas kimia. Banyak obat yang bisa menimbulkan efek yang merugikan
pada sistem respirasi dan menyebabkan batuk. Namun demikian, batuk sendiri bisa
merupakan efek samping dari obat. Pada 10% pasien, batuk disebabkan oleh induksi
beberapa obat-obatan, seperti penghambat angiotensin-converting enzyme (ACE)
(Tietze, 2004). Pada 5-20% pasien yang menggunakan ACEI mengeluhkan terjadinya

9
batuk nonproduktif, hal ini dapat dihubungkan dengan akumulasi bradikinin dan
substansi P yang seharusnya terdegradasi oleh ACE. β- adrenergic blockers yang
diberikan secara optalmik maupun sistemik juga dapat memicu terjadinya batuk
pada pasien dengan penyakit saluran pernafasan yang obstruktif seperti asma atau
Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) (Weinberger dan Braunwald,
2001). Rangsang termal ditimbulkan karena dingin atau panas (Tjay dan Rahardja,
2002).
Batuk akut biasanya disebabkan oleh infeksi virus pada saluran pernafasan
atas, misalnya pada common cold. Batuk sub akut disebabkan oleh batuk
postinfectius, sinusitis oleh bakteri dan asma. Penyebab penyakit batuk kronis yang
paling sering pada pada pasien yang tidak merokok adalah sindrom postnasal drip,
asma, penyakit refluks gastroesophageal (Tietze, 2004).

2.3 Tanda dan Gejala


Batuk ditandai dengan adanya gatal pada tenggorokan, tenggorokan sakit,

reflek batuk dan postnasal drip. Sedangkan batuk yang disebabkan oleh bakteri virus

maupun jamur diawali dengan tenggorokan serak dan kering yang kemudian keluar

sputum dengan disertai reflek batuk yang pendek. Selain demam, nyeri dada dan

kongesti, infeksi pada batuk juga ditandai adanya dahak yang berwarna bukan bening

maupun putih (Feinstein, 1994).

10
2.4 Diagnosa
DIAGNOSIS GEJALA YANG DITEMUKAN

Pneumonia - Demam

- Batuk dengan nafas cepat

- Cracles (ronkhi) pada auskultasi

- Kepala terangguk-angguk

- Pernafasan cuping hidung

- Tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam

- Merintih (grunting)

- Sianosis

Bronkiolitis - Episode pertama hweezing pada anak umur < 2

tahun

- Hiperinflasi dinding dada

- Ekspirasi memanjang

- Gejala pada pneumonia (dapat dijumpai)

- Kurang/tidak ada respons dengan

bronkodilator

Asma - Riwayat wheezing berulang

Gagal Jantung - Peningkatan tekanan Vena jugularis

- Denyut apeks bergeser ke kiri

11
- Irama derap

- Bising jantung

- Cracles/ronki di daerah basal paru

- Pembesaran hati

Efusi/empiema - Bila massif terdapat tanda pendorongan organ

intra toraks

- Pekak pada perkusi

Tuberkulosis (TB) - Riwayat kontak positif dengan pasien TB

dewasa

- Uji tuberkulin positif (≥ 10 mm, pada keadaan

imunosupresi ≥ 5 mm)

- Pertumbuhan buruk atau kurus atau berat

badan menurun

- Demam (≥ 2 minggu) tanpa sebab yang jelas

- Batuk kronis (≥3 minggu)

- Pembengkakan kelenjar limfe leher, aksila,

inguinal spesifik, pembengkakan tulang atau

sendi, punggung, panggul, lutut, falang

Pertusis - Batuk-batuk proksimal yang diikuti dengan

whoop, muntah, sianosis atau apnu

- Bisa tanpa demam

12
- Imunisasi DPT tidak ada atau tidak lengkap

- Klinis baik diantara episode batuk

Benda Asing - Riwayat tiba-tiba tersedak

- Stridor atau distres pernapasan tiba-tiba

- Wheeze atau suara pernafasan menurun yang

bersifat lokal

Pneumotorak - Awitan tiba-tiba

- Hipersonor pada perkusi di satu sisi dada

- Pergeseran mediastinum

2.5 Mekanisme Batuk


Pada dasarnya mekanisme batuk dapat dibagi menjadi tiga fase, yaitu fase
inspirasi, fase kompresi dan fase ekspirasi (literatur lain membagi fase batuk menjadi
4 fase yaitu fase iritasi, inspirasi, kompresi, dan ekspulsi). Batuk biasanya bermula
dari inhalasi sejumlah udara, kemudian glotis akan menutup dan tekanan di dalam
paru akan meningkat yang akhirnya diikuti dengan pembukaan glotis secara tiba-tiba
dan ekspirasi sejumlah udara dalam kecepatan tertentu. Fase inspirasi dimulai dengan
inspirasi singkat dan cepat dari sejumlah besar udara, pada saat ini glotis secara
refleks sudah terbuka. Volume udara yang diinspirasi sangat bervariasi jumlahnya,
berkisar antara 200 sampai 3500 ml di atas kapasitas residu fungsional. Penelitian lain
menyebutkan jumlah udara yang dihisap berkisar antara 50% dari tidal volume
sampai 50% dari kapasitas vital. Ada dua manfaat utama dihisapnya sejumlah besar
volume ini. Pertama, volume yang besar akan memperkuat fase ekspirasi nantinya
dan dapat menghasilkan ekspirasi yang lebih cepat dan lebih kuat. Manfaat kedua,
volume yang besar akan memperkecil rongga udara yang tertutup sehingga

13
pengeluaran sekret akan lebih mudah. Setelah udara di inspirasi, maka mulailah fase
kompresi dimana glotis akan tertutup selama 0,2 detik. Pada masa ini, tekanan di paru
dan abdomen akan meningkat sampai 50/100 MmHg. Tertutupnya glotis merupakan
ciri khas batuk, yang membedakannya dengan manuver ekspirasi paksa lain karena
akan menghasilkan tenaga yang berbeda. Tekanan yang didapatkan bila glotis
tertutup adalah 10 sampai 100% lebih besar daripada cara ekspirasi paksa yang lain.
Di pihak lain, batuk juga dapat terjadi tanpa penutupan glotis.

Gambar.1 Fase Batuk

Kemudian, secara aktif glotis akan terbuka dan berlangsunglah fase ekspirasi.

Udara akan keluar dan menggetarkan jaringan saluran napas serta udara yang ada

sehingga menimbulkan suara batuk yang kita kenal. Arus udara ekspirasi yang

maksimal akan tercapai dalam waktu 3050 detik setelah glotis terbuka, yang

kemudian diikuti dengan arus yang menetap. Kecepatan udara yang dihasilkan dapat

mencapai 16.000 sampai 24.000 cm per menit, dan pada fase ini dapat dijumpai

pengurangan diameter trakea sampai 80%. Frekuensi batuk dipengaruhi oleh

hipersekresi sehingga produksi mucus berlebih, penumpukan mucus menyebabkan

14
lemah fungsi silia, ventilasi paru rendah menyebabkan terjadinya obstruksi, daya

tahan tubuh turun.

https://digilib.esaunggul.ac.id/public/UEU-Journal-3896-soemarno.pdf

2.6 Penatalaksanaan / Pengobatan Serta Efek Samping Obat Terkait


Terapi farmakologis adalah terapi dengan menggunakan obat, obat batuk dapat
digolongkan menjadi empat golongan besar, yaitu :

(a). antitusif
Antitusif menurut Wijoyo (2000) adalah golongan obat yang bersifat
meredakan/menekan batuk, sedangkan Tietze (2004) menyatakan bahwa obat
batuk golongan antitusif berfungsi menaikkan ambang batuk. Mekanisme kerja
obat golongan antitusif yaitu dengan cara menekan pusat-pusat batuk secara
langsung, baik yang berada di sumsum sambungan (medulla) atau mungkin
bekerja terhadap pusat saraf yang lebih tinggi (di otak) dengan efek tranquilizer
(menenangkan).
Obat yang termasuk golongan ini cocok digunakan untuk meringankan
gejala batuk kering/nonproduktif (Wijoyo, 2000). Golongan antitusif yang
disetujui oleh FDA (Food and Drug Administration) meliputi kodein,
dekstrometorfan dan difenihidramin (Tietze, 2004).

1. Kodein diindikasikan menekan batuk yang disebabkan oleh bahan kimia atau
mekanik pengiritasi saluran pernafasan. Kodein tidak diperuntukkan untuk anak-
anak. Umumnya kodein pada dosis sebagai antitusif mempunyai toksisitas
rendah dan dapat menimbulkan resiko adiksi. Kodein bekerja dengan menekan
pusat batuk pada medulla dan nucleus tractus solaris untuk meningkatkan
ambang batuk. Kodein dapat menimbulkan efek samping antara lain mual,

15
muntah, mengantuk, pening, dan konstipasi. Interaksi kodein adalah dengan
obat-obat penekan susunan syaraf pusat seperti barbiturat, obat penenang dan
alkohol (Tietze, 2004). Kodein mempunyai kontraindikasi pada orang-orang
yang mempunyai riwayat hipersensitivitas terhadap kodein, pasien yang
sebelumnya sudah mendapat antitusif lain atau obat-obat penekan sistem syaraf
pusat termasuk alkohol, dan pasien yang mempunyai kecanduan terhadap kodein
(Tietze, 2000).

2. Dekstrometorfan merupakan golongan antitusif yang bekerja pada pusat


pernafasan pada bagian medulla dan nucleus tractus solaris untuk menaikkan
ambang batuk. Walaupun equipotent dengan kodein, dekstrometorfan tidak
seperti kodein karena tidak mempunyai efek analgesik, penenang, penekan
pernafasan, dan juga tidak menimbulkan kecanduan. Dekstrometorfan
diindikasikan untuk menekan batuk nonproduktif yang disebabkan iritasi saluran
pernafasan oleh bahan kimia atau mekanik. Antitusif golongan ini diindikasikan
pada orang-orang dewasa dan anak- anak dengan usia diatas 2 tahun untuk
menekan batuk yang berhubungan dengan alergi atau infeksi. Dekstrometorfan
tingkat keamanan yang luas. Efek samping dari dekstrometorfan dengan dosis
umum sangat jarang terjadi tetapi dapat timbul kantuk, mual, muntah dan
konstipasi. Dekstrometorfan mempunyai kontraindikasi terhadap pasien dengan
riwayat hipersensitivitas dekstrometorfan atau pasien dengan riwayat
ketergantungn dekstrometorfan, dan pasien yang menggunakan obat-obat
penghambat Monoamin Oksidase (MAO). Pasien yang menggunakan obat-obat
penghambat MAO hanya boleh menggunakan dekstrometorfan minimal 14 hari
setelah menggunakan obat-obat penghambat MAO tersebut. Dekstrometorfan
berinteraksi dengan alkohol, antihistamin, obat-obat psikotropik dan obat-obat
penekan susunan syaraf pusat lain (Tietze, 2004).

16
3. Golongan antitusif yang ketiga adalah difenhidramin HCl. Antitusif golongan ini
diindikasikan untuk menekan batuk nonproduktif yang disebabkan iritasi saluran
pernafasan oleh bahan kimia atau mekanik. Efek samping yang dapat
ditimbulkan oleh difenhidramin antara lain mengantuk, koordinasi tubuh
terganggu, depresi pernafasan, retensi urin, dan mulut menjadi kering.
Difenhidramin potensial menekan efek dari narkotik, analgesik nonnarkotik,
benzodiazepam, dan alkohol pada susunan syaraf pusat. Difenhidramin juga
menambah efek antikolinergik dari obat-obat penghambat MAO dan
antimuskarinik lainnya (Tietze, 2004).

(b). ekspektoran

Obat ini mempunyai fungsi berkebalikan dengan antitusif. Obat golongan


ekspektoran merangsang pengeluaran dahak dari saluran nafas. Mekanisme kerja
obat ini diduga berdasarkan stimulasi mukosa lambung dan selanjutnya secara
refleks merangsang sekresi kelenjar saluran nafas lewat saraf vagus, sehingga
menurunkan viskositas dan mempermudah pengeluaran dahak. Obat batuk
golongan ini digunakan

untuk meringankan batuk berdahak atau batuk produktif. Zat aktif yang termasuk
golongan ekspektoran antara lain gliseril guaikolat (guaifenesin), amonium
klorida, serta sirup ipekak (Wijoyo, 2000).

1. Guaifenesin melonggarkan dan mengencerkan sekresi saluran pernafasan, dan


meminimalkan produksi dari batuk produktif. Efek samping yang dapat timbul
antara lain mual, muntah, pusing, ruam-ruam, diare, mengantuk, dan sakit perut.
Guaifenesin dikontraindikasikan pada orang-orang yang mempunyai
hipersensitivitas terhadap guaifenesin (Tietze, 2004).

17
2. Amonium klorida merupakan garam amonium yang banyak ditemukan dalam
obat batuk dan tidak memiliki efek samping yang serius. Dan berfungsi
sebagai pengencer dahak (Li Wan Po, 1990).

3. Sirup ipekak merupakan senyawa alkaloid. Alkaloid yang bertanggung jawab


terhadap efek terapetik maupun toksiknya adalah ementin dan cephaeline.
Penggunaan sirup ipekak untuk anak-anak dengan dosis setidaknya 10 mL harus
dihindari karena dapat berakibat fatal (Li Wan Po, 1990).

(c). mukolitik
Mukolitik adalah golongan obat batuk yang mekanisme kerjanya hampir
sama dengan ekspektoran. Mukolitik bekerja dengan mengencerkan sekret
saluran nafas dengan jalan memecah benang-benang mukoprotein dan
mukopolisakarida dari dahak. Bahan-bahan yang termasuk golongan mukolitik
yaitu asetilsistein dan bromheksin (Wijoyo, 2000).

(d). antitusif topikal


Minyak menguap dari camphor, mentol, dan eucalyptus merupakan obat
dengan bau kuat untuk pengobatan yang kemungkinan mempunyai efek topikal
antitusif, analgesik, anastetik, dan aktivitas antipruritik. Mekanisme kerja dari obat
golongan antitusif topikal ini adalah menstimulasi syaraf sensoris dari hidung dan
mukosa melalui uap air yang dihirup sehingga menimbulkan sensasi analgesik lokal
dan pernafasan terasa lega. Toksisitas yang dapat ditimbulkan bila antitusif topikal
yang mengandung camphor atau mentol masuk ke dalam saluran pencernaan antara
lain rasa terbakar dalam mulut, mual, muntah, gangguan epigastrum, gelisah,
delirium, seizures, dan kematian (Tietze, 2004).

18
2.7 Penanganan Pasien Kondisi Khusus dan Penanganan IGD
Rencana keperawatan yang dilakukan yaitu manajemen jalan nafas, meliputi
fisioterapi dada, motivasi klien untuk mengeluarkan secret (batuk efektif). Terapi
yang diberikan itu mengajarkan batuk efektif. Menurut Perry & Potter dalam Alie
(2015), Batuk efektif adalah suatu metode batuk dengan benar, dimana klien
menghemat energy sehingga tidak mudah lelah dan dapat mengeluarkan dahak
secara maksimal. Menurut marni (2016), batuk efektif merupakan upaya untuk
mengeluarkan dahak agar paru-paru tetap bersih. Cara melakukan batuk efektif
menurut Pranowo (2016) adalah yang pertama yaitu menganjurkan pasien untuk
minum hangat, kemudian tarik nafas dalam (lakukan sebanyak 3 kali) setelah tarik
nafas yang ketiga, menganjurkan pasien untuk batuk yang kuat. Setelah dilakukan
batuk efektif dahak bisa keluar meskipun sedikit.
Selanjutnya selain batuk efektif dapat dilakukan terapi nonfarmakologi yaitu
melakukan fisioterapi dada. Fisioterapi dada adalah suatu tindakan untuk
membersihkan jalan nafas dan spuntum, mencegah akumulasi spuntum, dan
memperbaiki saluran pernafasan (Sari, 2016). Prosedur dari fisioterapi dada adalah
auskultasi suara nafas pasien untuk mengetahui letak penumpukan spuntum sehingga
memudahkan ketika mengatur posisi pasien.

19
2.8 Algoritma

20
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Reseptor batuk dibawa oleh saraf aferen ke pusat batuk yaitu medulla untuk
diteruskan ke efektor melalui saraf eferen. Proses batuk terjadi didahului inspirasi
maksimal, penutupan glotis, peningkatan tekanan intra toraks lalu glotis terbuka dan
dibatukkan secara eksplosif untuk mengeluarkan benda asing yang ada pada saluran
respiratorik. Batuk bukanlah sebuah penyakit melainkan salah satu tanda atau gejala
klinis yang paling sering dijumpai pada penyakit paru dan saluran nafas dan batuk
juga berfungsi sebagai imun dan perlindungan tubuh. Ditimbulkan oleh stimulasi
infeksi (peradangan), mekanis, kimiawi, dan termal (suhu) pada reseptor batuk.
Mekanisme batuk dapat dibagi menjadi tiga fase, yaitu fase inspirasi, fase kompresi
dan fase ekspirasi.

Pada 10% pasien, batuk disebabkan oleh induksi beberapa obat-obatan,


seperti penghambat angiotensin-converting enzyme (ACE). Pada 5-20% pasien yang
menggunakan ACEI mengeluhkan terjadinya batuk nonproduktif, hal ini dapat
dihubungkan dengan akumulasi bradikinin dan substansi P yang seharusnya
terdegradasi oleh ACE.

Batuk kering atau nonproduktif, golongan antitusif yang disetujui oleh FDA
(Food and Drug Administration) meliputi kodein, dekstrometorfan dan
difenihidramin. Batuk berdahak atau batuk produktif, zat aktif yang termasuk
golongan ekspektoran antara lain gliseril guaikolat (guaifenesin), amonium klorida,
serta sirup ipekak. Mukolitik bekerja dengan mengencerkan sekret saluran nafas,
golongan mukolitik yaitu asetilsistein dan bromheksin.

Rencana keperawatan yang dilakukan yaitu manajemen jalan nafas, meliputi


fisioterapi dada, motivasi klien untuk mengeluarkan secret (batuk efektif). Prosedur
dari fisioterapi dada adalah auskultasi suara nafas pasien untuk mengetahui letak

21
penumpukan spuntum sehingga memudahkan ketika mengatur posisi pasien.

3.2 Saran
Adapun saran yang penulis sampaikan dengan penulisan makalah ini yaitu
agar mahasiswa dapat memahami dan mengetahui definisi batuk, identifikasi batuk,
tanda dan gejala batuk, diagnosa, mekanisme terjadinya penyakit tersebut,
pengobatan apa saja untuk penyakit batuk, efek samping obat terkait penyakit batuk,
penanganan IGD, dan algoritma penyakit batuk. Penulis menyadari bahwa makalah
ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan
saran dan kritik yang sifatnya membangun agar dalam pembuatan makalah
selanjutnya bisa lebih baik lagi, Atas perhatianya penulis mengucapkan terima kasih.

22
DAFTAR PUSTAKA

Eprints.umm.ac.id. 2022. [online] Available at:


http://eprints.umm.ac.id/42561/2/jiptummpp-gdl-fathimatuz-50149-2-bab1.pdf
[Accessed 2 April 2022].

Repository.umy.ac.id. 2022. [online] Available at:

http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/18283/BAB%202.pdf?
sequence=2&isAllowed=y

[Accessed 2 April 2022].

Repository.usd.ac.id. 2022. [online] Available at :

https://repository.usd.ac.id/2705/2/048114043_Full.pdf

[Accessed 4 April 2022].

Digilib.esaunggul.ac.id. 2022. [online] Available at:


https://digilib.esaunggul.ac.id/public/UEU-Journal-3896-soemarno.pdf

[Accessed 4 April 2022].

23

Anda mungkin juga menyukai