Anda di halaman 1dari 28

GAMBARAN HISPATOLOGI HATI TIKUS GALUR WISTAR PASCA

PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL 70% BUNGA TELANG (Clitoria


ternate L. ) YANG DIINDUKSI ISONIAZID

Usul Penelitian

Untuk Memenuhi Persyaratan Melakukan


Penelitian Dalam Rangka Penyusunan Skripsi

Oleh

NIM SF

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI


UNIVERSITAS BORNEO LESTARI
BANJARBARU

JUNI 2023
PROPOSAL PENELITIAN

GAMBARAN HISPATOLOGI HATI TIKUS GALUR WISTAR PASCA


PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL 70% BUNGA TELANG (Clitoria
ternatea L.) YANG DIINDUKSI ISONIAZID

Oleh

NIM SF

Disetujui Oleh Pembimbing Untuk Melakukan Seminar Skripi I :

Pembimbing I Pembimbing II

.…………………………. …………………….…….
NIK. ……………..…….. NIK……………….…….

Mengetahui,
Ketua Program Studi Sarjana Farmasi
Universitas Borneo Lestari

apt. Eka Fitri Susiani, M. Sc


NIK. 010512024

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................i


LEMBAR PENGESAHAN ..................................................................................ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................v
DAFTAR TABEL ................................................................................................vi

BAB I. PENDAHULUAN .................................................................................1


1.1. Latar Belakang ...............................................................................1
1.2. Rumusan Masalah...........................................................................3
1.3. Tujuan Penelitian ............................................................................3
1.4. Manfaat Penelitian ..........................................................................4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................5


2.1. Isoniazid ........................................................................................5
2.1.1. Definisi dan Mekanisme Isoniazid ......................................5
2.1.2. Toksisitas ............................................................................6
2.1.3. Efek Samping Isoniazid.......................................................7
2.1.4. Drug Induced Liver Injury (DILI) ......................................8
2.1.5. Etiologi ................................................................................8
2.1.6. Patofisiologi ........................................................................9
2.2. Anatomi Fisiologi Hati....................................................................10
2.3. SGOT dan SGPT ............................................................................11
2.4. Bunga Telang (Clitoria ternate L.) ................................................13
2.4.1. Definisi Bunga Telang (Clitoria ternate L.)........................13
2.4.2. Morfologi Bunga Telang (Clitoria ternate L.).....................14
2.4.3. Senyawa Metabolit Bunga Telang (Clitoria ternate L.)......15
2.4.4. Manfaat Bunga Telang (Clitoria ternate L.)........................16
2.5. Ekstraksi .........................................................................................16
2.5.1. Definisi Ekstraksi ................................................................16

iii
2.5.2. Merode Ekstraksi ..............................................................17
2.6. Uji Hispatologi................................................................................20
. 2.6.1. Definisi Hispatologi............................................................20
2.6.2. Metode Pewarnaan Preparat Hispatologi............................20

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................21

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Bunga Telang (Clitoria ternate L.)................................................... 14

v
DAFTAR TABEL

vi
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Insidensi tuberkulosis (TB) di Indonesia mencapai 842.000 kasus

dengan angka mortalitas 107.000 pada tahun 2018 menurut World Health

Organization (WHO). Hal tersebut menandakan Indonesia berada di urutan

tertinggi ketiga di dunia setelah india dan tiongkok. Data yang dirilis oleh

Kemenkes RI terkait dengan perkembangan kasus TB menunjukkan tren

fluktuatif selama satu dekade terakhir tahun 2020, kasus TB di Indonesia

meningkat menjadi 845.000 dengan mortalitas lebih dari 98.000 orang.

Dalam pengobatan TB ada beberapa jenis obat yang cukup sering

dipakai salah satunya yaitu isoniazid. Isoniazid digunakan sebagai terapi

kombinasi bersama dengan obat anti tuberkolosis (OAT). Penggunaan

isoniazid dapat memberikan pengaruh toksik pada hati yang menyebabkan

drug induce liver injury (DILI) atau kerusakan hepatosit (Muslimin, 2017).

Menurut penjelasan Direktorat Bina Farmasi Komuitas dan Klinik tahun

2014 umumnya penyebab penyakit pada hati yang ditemukan sangat

bervariasi, hal tersebut dapat disebabkan oleh virus, bakteri, konsumsi

alkohol yang berkepanjangan, aflatoksin serta obat-obatan. Food and Drug

Administration (FDA) mengestimasikan kematian akibat penggunaan obat

isoniazid sebagai monoterapi sekitar 23,2 per 100.000 warga Amerika

Serikat (Ramappa & Aithal, 2013). Selain itu Alwi (2013) juga melaporkan

1
2

terdapat prevalensi sekitar 52,2% pasien tuberkulosis yang mengalami

hepatoksisitas imbas obat akibat terapi antituberkulosis di RSUP

Persahabatan Jakarta dan RSPG Cisarua pada tahun 2012.

Hepatotoksik akibat isoniazid diakibatkan oleh reaksi radikal bebas

dari hasil metabolisme isoniazid di hepar berupa hydrazine dan

acetylhidrazine. Metabolit reaktif dari hydrazine dan acetylhidrazine akan

memicu terjadinya acetilasi makromolekul yang menyebabkan terjadinya

protein binding di hepar dan penurunan aktivitas glutation yang merupakan

pendetoksifikasi reactive oxygen species (ROS). Kedua mekanisme tersebut

akan mengakibatkan peroksidasi lemak dan gangguan sintesis protein

sehingga terjadi kerusakan hepatosit (Lian et al, 2013).

Kerusakan hati yang disebabkan isoniazid tersebut dapat di cegah dan

diperbaiki oleh sebuah antioksidan. Antioksidan adalah zat yang dapat

menunda, mencegah, atau menghilangkan kerusakan oksidatif pada molekul

inti, seperti protein, lipid dan DNA. Secara alami, tubuh memproduksi

antioksidan endogen untuk mengatasi efek radikal bebas, tetapi saat radikal

bebas meningkat maka diperlukan antioksidan dari luar (Hardiningtyas dkk,

2014). Menurut Cahyaningsih dkk (2019) Salah satu tanaman yang

mengandung tinggi antioksidan adalah bunga telang (Clitoria ternate L.)

Antioksidan yang terkandung pada bunga telang diantaranya senyawa

flavonoid seperti antosianin. Flavonoid yang terkandung pada bunga telang

diperkirakan dapat mempunyai aktivitas sebagai hepatoprotektor untuk

melindungi hati dari zat kimia atau obat yang dapat merusak hati (Priska
3

dkk, 2018). Hal ini juga dibuktikan pada penelitian yang dilakukan

Pebiansyah dkk tahun (2022) ekstrak etanol bunga telang dinyatakan baik

sebagai agen hepatoprotektor karena mempunyai kemampuan yang hampir

sama dengan tablet curliv sebagai kontrol positif dalam menghambat

pelepasan enzim SGPT dan enzim SGOT dalam darah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian terkait gambaran histopatologi hati tikus galur wistar

pasca pemberian ekstrak etanol 70% bunga telang (Clitoria ternatea L.)

yang diinduksi isoniazid

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka

permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah

a. Apakah ada pengaruh pemberian ekstrak etanol 70% bunga telang

(Clitoria ternatea L.) terhadap gambaran histopatologi hati tikus galur

wistar yang diinduksi isoniazid?

b. Berapa dosis ekstrak etanol 70% bunga telang (Clitoria ternatea L.)

yang paling efektif berdasarkan gambaran histopatologi hati tikus

galur wistar ?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka yang

menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah :


4

a. Mengetahui adanya pengaruh pemberian ekstrak etanol 70% bunga

telang (Clitoria ternatea L.) terhadap gambaran histopatologi hati

tikus galur wistar yang diinduksi isoniazid

b. Mengetahui dosis ekstrak etanol 70% bunga telang (Clitoria ternatea

L.) yang paling efektif berdasarkan gambaran histopatologi hati tikus

galur wistar

1.4. Manfaat Penelitian

Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan di atas, maka

manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Bagi Institusi

Penelitian ini diharapkan dapat menambah bahan pembelajaran

dan referensi sumber informasi ilmiah mengenai gambaran hispatologi

tikus galur wistar pasca pemberian ekstrak etanol 70% bunga telang

(Clitoria ternatea L. ) yang diinduksi isoniazid

b. Bagi Peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengalaman,

wawasan dan ilmu pengetahuan bagi peneliti selanjutnya yang ingin

meneliti lebih lanjut penelitian ini.

c. Bagi Masyarakat

Sebagai bahan informasi dan juga pengetahuan kepada

masyarakat mengenai manfaat ekstrak bunga telang yang dapat

digunakan untuk memperbaiki kondisi hepar atau akibat hepatotoksik


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Isoniazid

2.1.1. Definisi dan Mekanisme Isoniazid

Isoniazid disebut juga isonikotinil hidrazin atau INH adalah

obat anti TBC garis pertama yang digunakan sejak 1952 dalam

pengobatan dan pencegahan tuberkolosis. Obat ini berupa molekul

sederhana yang kecil dengan Berat Molekul (BM) 137 dan mudah

larut dalam air. Isoniazid mudah diabsorbsi baik pada pemberian

peroral atau parenteral. Isoniazid secara langsung maupun tidak

langsung dimetabolisme menjadi asetilhidrazin dan hidrazin oleh N-

asetiltransferase dan aminohidrolase (Muslimin, 2017).

Mekanisme kerja isoniazid adalah menghambat cell-wall

biosynthesis pathway. Efek utama isoniazid ialah menghambat

biosintesis asam mikolat yang merupakan unsur penting dinding sel

mikrobakterium. Isoniazid adalah sebuah prodrug dan harus

diaktifkan oleh enzim katalase bakteri yang disebut katalase-

peroksidase enzim kat G menjadi bentuk isonicotinic acyl anion atau

radikal. Bentuk ini kemudian bereaksi dengan NADH radikal atau

anion menjadi bentuk komplek isonicotinic acyl-NADH. Komplek

ini akan terikat kuat pada ketonyl reductase d dan mencegah

terbentuknya asam mikolat (Muslimin, 2017).

5
6

2.1.2. Toksisitas

Isoniazid dirubah menjadi 2 metabolit aktif oleh enzim N-

asetiltransferase dan amidohidrolase yaitu asetilhidrazine dan

hidrazin. Asetilhidrazin menggunakan sitokrom P450 untuk

mengubah asetilhidrazine menjadi monoasetilhidrazin (MAH).

Hidrazin dan MAH merupakan bahan toksik yang ada di hepar dan

menyebabkan reaksi stress oksidatif. Hidrazin akan menurunkan

glutation yang fungsi aslinya sebagai antioksidan intraseluler. Selain

itu stress oksidatif akan menginduksi terjadinya lipid peroksidase

dalam sel yaitu pemecahan asam lemak tak jenuh yang dapat

menghasilkan malondialdehid (MDA) yaitu biomarker adanya

radikal bebas dalam tubuh. Radikal bebas ini akan merusak sel

karena strukturnya belum stabil dan mencari pasangan elektron

lainnya dari membran sel tersebut.

Sitokrom P450 2E1 (CYP2E1) bertanggung jawab atas

biotransformasi dari beberapa obat seperti parasetamol dan halothane

dan CYP2E1 memediasi metabolisme yang menghasilkan metabolit

aktif maupun radikal bebas. Sitokrom P450 2E1 (CYP2E1)

memproduksi radikal bebas yang tinggi dan tidak berpasangan

sehingga menyebabkan kerusakan sel melalui lipid peroksidase.

Pada penelitian juga disebutkan bahwa isoniazid dapat menurunkan

kadar glutation yang merupakan salah satu antioksidan radikal bebas

(Muslimin, 2017).
7

Karena ada metabolit aktif yang bersifat toksik bagi hati maka

obat ini menyebabkan peningkatan SGOT dan SGPT. Setelah

penggunaan obat ini dihentikan maka SGPT dan SGOT akan turun

dalam kurun waktu 1-4 minggu. Biasanya efek samping ini dapat

mengenai 10% sampai 20% pasien yang menjalani pengobatan anti

tuberkulosis ini (Muslimin, 2017).

2.1.3. Efek Samping Isoniazid

a. Neuropati karena kekurangan piridoksin relatif. Isoniazid

menyebabkan ekskresi piridoksin, dan toksisitas ini mudah

berbalik dengan pemberian piridoksin dalam dosis serendah 10

mg/d. Bila dosis melebihi 400 mg maka akan terjadi neuropati

karena ada persaingan antara piridoksin dengan isoniazid yang

memiliki rumus kimia yang hampir sama. Untuk menghindari

maka diberikan vitamin B6 (piridoksin) 10-20 mg sehari

bersama dengan vitamin B1 (aneurin) 100 mg.

b. Hepatitis: terjadi peningkatan serum transaminase (SGPT dan

SGOT), bilirubinemia, bilirubinuria, dan ikterus. Gejala umum

hepatitis adalah anoreksia, mual, muntah, fatigue, dan malaise.

c. Gastrointestinal: efek gastrointestinal berupa mual, muntah,

nyeri epigastrik, dan urin gelap di beberapa kasus.

d. Hematologi: agranulositosis, hemolisis sideroblastik, anemia

aplastik, trombositopenia, dan eosinofilia.


8

e. Hipersensitivitas: demam, kulit kemerahan, limfadenopati, dan

vaskulitis (Muslimin, 2017).

2.1.4. Drug induced liver injury (DILI)

Drug induced liver injury (DILI) merupakan akhir dari

diagnosis yang dikeluarkan untuk penyakit hati. Pemeriksaan

histologi kadang tidak diperlukan untuk penyakit ini. penyakit ini

bisa satu bulan setelah penggunaan suatu obatobatan. Pasien bisa

didiagnosis dengan melakukan pemeriksaan terhadap kadar SGPT

dan SGOT. Hepatotoksisitas bergantung kepada disfungsi hati atau

kerusakan yang berhubungan dengan obat atau xenobiotik. Bahan

kimia yang dapat menyebabkan kerusakan hati disebut hepatotoksin

atau hepatotoksikan. Hepatotoksikan merupakan kandungan eksogen

atau karena overdosis suatu obat. Drug induced liver injury (DILI)

bisa terjadi karena suatu obat meskipun dalam dosis terapeutik.

Hepatotoksisitas ini tidak hanya terjadi karena bahan aktifnya namun

bisa karena metabolit reaktif atau respon imunologinya (Muslimin,

2017).

2.1.5. Etiologi

Beberapa obat dapat memiliki efek tersendiri dalam

patofisiologi DILI. Menurut Muslimin tahun (2017). Obat-obat yang

berpengaruh adalah:
9

a. Kerusakan hepatoseluler: karbon tetraklorida, parasetamol,

rifampicin, isoniazid, ketokonazole, statins, NSAIDs.

b. Kolestasis: amoxicillin dan asam klavulanat, steroid, esterogen

sintesis, chlorpromazine, flucloxacilin, eritromisisn, trisiklik,

tamoxiten.

c. Hepatitis dan Kolestasis: amitriptilin, azathioprine, captopril,

fenitoin, verapamil, trimetroprim.

d. Mikrovesikuler steatosis dengan menghambat beta oksidasi

asam lemak dalam mitokondria: sodium valproat, NSAIDs,

aspirin, tetrasiklin.

e. Mikrovesikuler steatosis dengan penurunan lipoprotein:

amiodarene, kortikosteroid, metotreksat.

f. Fibrosis: metothreksat, vitamin A, retinoid.

g. Adenoma dan hepatoseluler karsinoma: kontrasepsi oral,

esterogen, androgen

2.1.6. Patofisiologi

Kerusakan hepatosit bisa terjadi karena obat dimetabolisme

oleh enzim yaitu sitokrom P450 menjadi bentuk aktif dan bentuk

metabolitnya. Bentuk metabolit ini akan menurunkan kadar GSH

dalam sel yang seharusnya menjaga sel tersebut dari radikal bebas.

Oleh karena itu radikal bebas bisa mudah berikatan dengan asam

lemak tidak jenuh pada membran sel dan menyebabkan kerusakan

pada hepatosit. Hepatosis menjadi gagal untuk memompa kalsium


10

dari sitosol sehinga terjadi gangguan mitokondria dan berakhir pada

nekrosis sel. Keadaan ini disebut dengan acute hepatocellular injury,

merupakan kerusakan yang ditandai dengan kenaikan lebih dari dua

kali lipat ALT. Histologi dari hati ini akan menimbulkan gambaran

nekrosis sel dan inflamasi dengan banyak eosinofil (Muslimin,

2017).

2.2. Anatomi Fisiologi Hati

Hati merupakan organ yang paling besar yang ada di tubuh, beratnya

sekitar 1200-1500 gram. Beratnya seperlima puluh dari berat tubuh manusia

dewasa sedangkan pada bayi beratnya sekitar seperdelapan belas. Hati

paling banyak berada pada kuadran kiri. Hati dilindungi oleh costae pada

bagian atasnya. Hati memiliki dua lobus anatomi yaitu lobus kiri dan kanan.

Lobus kanan memiliki berat 6 kali lebih berat daripada lobus kiri. Kedua

lobus ini pada bagian anterior dipisahkan oleh lipatan dari peritoneum yang

disebut ligamentum falciform sedangkan celah posterior dipisahkan oleh

ligamentum venosus dan pada celah inferior oleh ligamentur teres

Hati memiliki dua suplai aliran darah yaitu vena portal membawa

darah vena dari usus dan limpa sedangkan arteri hepatica berasal arteri

coeliaca untuk mensuplai darah yang kaya oksigen untuk hepar. Pembuluh

darah ini masuk melalui celah yaitu porta hepatis yang berada di belakang

permukaan inferior dari lobus dekstra. Di dalam porta hepatis, vena porta

dan arteri hepatica terbagi menjadi dua cabang untuk lobus dekstra dan
11

sinistra. Hati dipersarafi oleh pleksushepatic yang merupakan ganglia

simpatis dari T7-T10 yang bersinaps di pleksus coeliaca

Hati adalah organ metabolik yang terbesar dan terpenting dalam

tubuh. Hati tidak hanya berperan dalam sistem pencernaan dengan

kemampuannya untuk mensekresi garam empedu yang membantu

penyerapan lemak namun juga dapat berfungsi lain seperti mendetoksifikasi

atau menguraikan zat sisa atau obat yang ada dalam tubuh, membentuk

protein plasma, menyimpan glikogen dan zat besi, mengaktifkan vitamin D

bersama-sama dengan ginjal, merusak sel darah tua yang sudah tidak

berfungsi dan menguraikannya menjadi bilirubin

Disamping memiliki fungsi yang beragam hati juga memiliki fungsi

regenerasi yang baik. Pada hepatektomi sekitar 70% hati akan

mengembalikan beratnya seseai dengan berat semula. Pengaturan regenerasi

hati ini dipegaruhi oleh hepatocyte growth factor (HGF) yang merupakan

factor penting dalam pertumbuhan hati. Hepatocyte growth factor (HGF)

dihasilkan bukan dari hepatosit melainkan dihasilkan oleh sel sel

mesenkimal dan jaringan lain. Namun pada proses peradangan, fibrosis dan

infeksi virus proses ini sangat terganggu karena fungsi hati memburuk

(Muslimin, 2017).

2.3. SGOT dan SGPT

Sejumlah enzim yang memicu terjadinya reaksi kimia penting dalam

tubuh diproduksi di hati dan normalnya terdapat pada sel hepatosit. Jika

pada sel hepar terjadi kerusakan, enzim yang terdapat pada hati akan masuk
12

ke dalam aliran darah sehingga terjadinya peningkatan enzim hati pada

pemeriksaan darah. Enzim yang dapat diukur untuk mengetahui fungsi hati

adalah transaminase, alkalin fosfatase, gamma glutamil transpeptidase,

sorbitol dehidrogenase, glutamat dehidrogenase, dan laktat dehidrogenase.

Aktivitas serum glutamat piruvat transaminase (SGPT) merupakan

biomarker utama yang sering digunakan untuk mengetahui hepatoksisitas.

SGPT merupakan enzim hati yang berperan dalam metabolisme asam amino

dan glukoneogenesis. Enzim ini mengkatalisis transfer reduksi kelompok

amino dari alanin menjadi alfa-ketoglutarat yang menghasilkan glutamat

dan piruvat. Kadar normal dari SGPT adalah 5-50 U/L. Peningkatan kadar

enzim ini terjadi pada saat kerusakan hepatosit.

Serum glutamat oksaloasetat transaminase (SGOT) adalah enzim hati

yang membantu dalam produksi protein. SGOT mengkatalisis transfer

reduksi kelompok amino dari aspartat menjadi alfa-ketoglutarat untuk

menghasilkan oksaloasetat dan glutamat. SGOT selain ditemukan di hati

juga ditemukan pada jantung, otot, otak, dan ginjal. Kerusakan pada

jaringan yang terjadi pada organ-organ tersebut dapat menyebabkan

peningkatan kadar SGOT dalam darah. Kadar normal dari SGOT adalah 7-

40 U/L. SGOT dapat dijadikan biomarker untuk nekrosis pada sel hepatosit,

namun SGOT merupakan enzim yang kurang spesifik karena terdapat pada

organ-organ lain seperti otak, jantung, dan ginjal. Rasio perbandingan antara

SGOT dan SGPT dapat dijadikan untuk membedakan kerusakan pada hati

dengan kerusakan pada organ lain (Muslimin, 2017).


13

2.4. Bunga Telang (Clitoria ternate L.)

2.4.1. Definisi Bunga Telang (Clitoria ternate L.)

Bunga telang (Clitoria ternate L.) sering disebut juga butterfly

pea merupakan bunga yang khas dengan kelopak tunggal berwarna

ungu. Tanaman telang dikenali sebagai tumbuhan merambat yang

sering ditemukan di pekarangan atau tepi perkebunan. Dilihat dari

bijinya yang serupa dengan kacang hijau, tumbuhan ini termasuk

suku polong-polongan. Selain sebagai tanaman hias, sejak dulu

bunga telang dikenal secara tradisional sebagai obat untuk mata dan

pewarna makanan yang memberikan warna biru (Budiasih, 2017).

Bunga telang (Clitoria ternate L.) berasal dari Amerika Selatan

bagian tengah, namun sekarang telah menyebar terutama ke wilayah

Asia Tenggara termasuk Indonesia. Tanaman ini tumbuh subur di

bawah sinar matahari penuh, tetapi dapat tumbuh di bawah naungan

seperti di perkebunan karet dan kelapa. Bunga telang termasuk

dalam suku Papilionaceae atau Febaceae (polong-polongan). Bunga

ini memiliki nama yang beraneka ragam pada setiap daerah di

Indonesia, seperti di daerah Sumatera disebut bunga biru, bunga

klentit. Di Jawa disebut kembang teleng, menteleng. Di Sulawesi

disebut bunga talang, temanraleng. Dan di daerah maluku disebut

bisi, saya magulele. Tanaman bunga telang (Clitoria ternate L.)

diklasifikasikan sebagai berikut menurut (Budiasih, 2017) :


14

Gambar 1. Bunga Telang (Clitoria ternate L.)

Kingdom : Plantae

Divisi : Tracheophyta

Infrodivisi : Angiospermae

Kelas : Mangnoliopsida

Family : Fabaceae

Ordo : Fabales

Genus : Clitoria L

Spesies : Clitoria ternate

2.4.2 Morfologi Bunga Telang (Clitoria ternate L.)

Tumbuhan Bunga Telang (Clitoria ternatea L.) merupakan

tumbuhan perdu yang tumbuh merambat. Bunga telang (Clitoria

ternatea L.) memiliki batang yang berambut halus, pada pangkal

batang berkayu, batang tua akan berwarna putih kusam sedangkan

batang muda berwarna hijau. Bunga telang (Clitoria ternatea L.)

berdaun majemuk dengan tulang daun yang menyirip, memiliki daun

berjumlah 3-9 lembar, berwarna hijau, bertangkai pendek, berbentuk

oval atau elips, serta pangkal daun runcing sedangkan ujungnya


15

tumpul. Bunga telang (Clitoria ternatea L.) memiliki bentuk yang

meyerupai kupu-kupu, dengan kelompak bunga berwarna hijau,

sedangkan mahkota bunga berwarna biru nila dengan taburan warna

putih ditengahnya. Selain itu, bunga telang memiliki buah polong

yang berbentuk pipih memanjang dengan warna hijau saat muda

sedangkan berwarna kecoklatan saat polong matang

2.1.2 Senyawa Metabolit Bunga Telang (Clitoria ternate L.)

Bunga telang (Clitoria ternatea L.) mempunyai senyawa

fitokimia yaitu antosianin yang dapat membentuk rona pada bunga

telang. Warna yang dihasilkan adalah biru kehitaman. Bunga telang

(Clitoria ternatea L.) dapat digunakan menjadi pewarna alami lokal

di industri pangan (Makasana, 2017). Kestabilan antosianin dapat

dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti suhu, cahaya, akrtivitas air,

tekanan dan keberadaan senyawa kimia lainnya. Selain itu senyawa

antosianin bunga telang memiliki kandungan senyawa metabolit

sekunder yang lain seperti alkaloid, flavonoid, quinon, saponin, tanin

dan steroid. Perbedaan wilayah tumbuh bunga telang seperti suhu,

iklim serta kesuburan tanah dalam suatu wilayah sangat

mempengaruhi kandungan senyawa metabolit sekundernya serta

aktivitas farmakologi dalam tumbuhan akan berbeda (Apriani, 2020)


16

2.4.4 Manfaat Bunga Telang (Clitoria ternate L.)

Tanaman telang (Clitoria ternatea L.) sudah lama

dimanfaatkan sebagai obat tradisional untuk penyembuhan berbagai

penyakit sehingga dijadikan salah satu tanaman obat keluarga

(TOGA). Bagian tanaman telang (Clitoria ternatea L.) yang umum

dimanfaatkan adalah bunga dan daun. Bunga telang dapat mengobati

mata merah, mata lelah, tenggorokan, penyakit kulit, gangguan

urinaria dan anti racun. Dilihat dari tinjauan fitokimia, bunga telang

memiliki sejumlah bahan aktif yang memiliki potensi farmakologi,

diantaranya sebagai antibakteri, anti inflamasi dan analgesik,

antiparasit dan antisida, antidiabetes, anti-kanker, antihistamin,

immunomodulator, berperan dalam susunan syaraf pusat, Central

Nervous System (CNS) dan sebagai antioksidan (Purba, 2020).

Antioksidan yang terkandung pada bunga telang diantaranya ada

senyawa flavonoid seperti antosianin. Flavonoid yang terkandung

pada bunga telang diperkirakan dapat mempunyai aktivitas sebagai

hepatoprotektor untuk melindungi hati dari zat kimia atau obat yang

dapat merusak hati (Priska dkk, 2018).

2.5. Ekstraksi

2.5.1. Definisi Ekstraksi

Ekstrak merupakan suatu produk hasil pengambilan zat aktif

melalui proses ekstraksi menggunakan pelarut, sedangkan ekstraksi


17

merupakan suatu proses penarikan komponen senyawa yang di

inginkan dari suatu bahan dengan cara pemisahan satu atau lebih

komponen dari suatu bahan yang merupakan sumber komponennya.

Pada umumnya ekstraksi akan semakin baik bila permukaan serbuk

simplisia yang bersentuhan denganpelarut semakin luas. Dengan

demikian, semakin halus serbuk simplisia makaakan semakin baik

ekstraksinya. Selain laus bidang, esktraksi juga dipengaruhi oleh

sifat fisik dan kimia simplisia yang bersangkutan (Marjoni, 2016).

2.5.2. Metode Ekstraksi

Berdasarkan dari bentuk substansi dalam campuran metode

ekstraksi terbagi atas beberapa diantaranya :

a. Ekstraksi padat-cair

Merupakan ekstraksi yang paling banyak ditemukan dalam

mengisolasi suatu substansi yang terkandung di simplisia.

b. Ekstraksi cair-cair

Ekstraksi ini dilakukan apabila substansi yang akan diekstraksi

berbentuk cairan didalam campurannya.

Berdasarkan dari penggunaan panas metode ekstraksi juga

terbagi atas beberapa diantaranya :

a. Ekstraksi secara dingin

Metode ini bertujuan untuk mengekstrak senyawa- senyawa

yang terdapat dalam simplisia yang tidak tahan terhadap panas.


18

Ekstraksi secara dingin dapat dilakukan dengan beberapa cara

berikut ini :

1. Maserasi yaitu proses ekstraksi sederhana yang dilakukan

hanya dengan cara merendam simplisia dalam satu atau

campuran pelarut selama waktu tertentupada temperatur

kamar dan terlindung dari cahaya.

2. Perkolasi yaitu proses penyarian zat aktif secara dingin

dengan cara mengalirkan pelarut secara kontinu pada

simplisia selama waktu tertentu.

b. Ekstraksi secara panas

Metode panas digunakan apabila senyawa-senyawa yang

terkandung dalam simplisia sudah dipastikan tahan panas.

Metode ekstraksi yang membutuhkan panas diantaranya :

1. Infusa merupakan sediaan cair yang dibuat dengan cara

menyari simplisia nabati dengan air pada suhu 90 o C

selama 15 menit.

2. Digestasi, ektraksi yang cara kerjanya hampir sama

dengan maserasi, hanyasaja digesti menggunakan

pemanasan rendah pada suhu 30-40oC. Metode ini biasa

digunakan untuk simplisia yang tersari baik d suhu biasa.

3. Dekokta prosesnya sama dengan infusa, perbedaanya

hanya terletak pada lamanya waktu pemanasan,yaitu 30

menit dihitung setelah suhu mencapai 90oC


19

4. Refluks Proses ekstraksi dengan pelarut pada titik didih

pelarut selama waktu dan jumlah pelarut tertentu dengan

adanya pendingin balik (kondensator).

5. Soxhletasi proses ekstraksi panas menggunakan alat

khusus berupa ekstraktor sohxlet. Suhu yang digunakan

lebih rendah dibandingkan dengan suhu pada metode

refluks (Marjoni, 2016).

Ekstraksi dapat dilakukan dengan bermacam-macam metode

tergantung dari tujuan ekstraksi, jenis pelarut yang digunakan, dan

senyawa yang diinginkan. Metode ekstraksi yang paling sederhana

adalah maserasi. Maserasi adalah perendaman bahan dalam suatu

pelarut. Metode ini dapat menghasilkan ekstrak dalam jumlah

banyak serta terhindar dari perubahan kimia senyawa-senyawa

tertentu karena pemanasan (Nyoman, 2015).

Flavonoid yang terdapat pada tumbuhan dalam bentuk

glikosida berikatan dengan suatu gula sehingga bersifat polar.Pelarut

polar yang biasa digunakan untuk ekstraksi flavonoid adalah etanol,

methanol, etil asetat, aseton, air dan isopropanol. Etanol lebih sering

digunakan karena mampu menyari senyawa kimia lebih banyak

dibandingkan dengan air dan metanol. Terdapat beberapa faktor

yang berpengaruh tehadap proses ekstraksi dimana hal ini akan

mempengaruhi perolehan kadar suatu senyawa zat aktif, diantaranya

konsentrasi pelarut pengekstraksi yang digunakan (Nyoman, 2015).


20

2.6. Uji Hispatologi

2.6.1. Definisi Hispatologi

Histopatologi merupakan pemeriksaan secara mikroskopik

terhadap kerusakan jaringan atau sel. Kerusakan jaringan atau sel

yang terjadi seperti nekrosis, degeneras, dan poliferasi jaringan yang

berlebihan. Pemeriksaan histopatologi membantu penegakan

diagnosa ketika pengambilan data, gejala klinis, dan pemeriksaan

patologi anatomi tidak membantu (Murwarni, 2015).

2.6.2. Metode Pewarnaan Preparat Histopatologi

Kombinasi Hematoxylin-Eosin (HE) sering digunakan sebagai

pewarna histopatologi dengan prinsip sederhana yaitu larutan

memiliki sifat asam basa akan berikatan dengan komponen jaringan

yang bersifat asam dan basa. Hematin bentuk oksidasi dari

hematoxylin yang bersifat basa akan mengikat molekul bermuatan

negatif seperti material kromatis dalam inti sel yang bersifat asam.

Eosin bersifat asam akan mengikat molekul protein bermuatan

positif di sitoplasma sehingga menghasilkan warna bernuansa merah

dan jingga. Inti sel yang telah diwarnai oleh hematoxylin akan

diwarnai juga oleh eosin sehingga berwarna merah (Khristian &

Inderiati, 2017). Hematoxylin mewarnai DNA inti sel dan struktur

lainnya yang bersifat asam menjadi warna biru. Sebaliknya, eosin

akan mewarnai sitoplasma dan kolagen menjadiwarna merah muda

(Mescher, 2013).
DAFTAR PUSTAKA

Alwi, N. 2013. Prevalensi pasien TB paru yang mengalami hepatitis imbas obat
dan faktor risiko yang berhubungan di RSUP Persahabatan Jakarta dan
RSPG Cisarua pada tahun 2012. Skripsi. Jakarta: Fakultas Kedokteran Dan
Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Apriani, S. 2020. Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Bunga Telang (Clitoria


Terantea L.) dengan Metode DPPH (2,2-diphenyl 1-1 pickrylhydrazyl).
Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara
Medan

Budiasih K, S. 2017. Kajian Potensi Farmakologi Bunga Telang (Clitoria


ternatea). Pros Semin Nas Kim UNY, (4): 201–6.

Cahyaningsih E., Yuda P, E, S, K., Santoso, P. 2019. Skrining Fitokimia Dan Uji
Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Bunga Telang (Clitoria Ternatea L.)
Dengan Metode Spektrofotometri Uv-Vis. J Ilm Medicam, 5(1): 51–7

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Pharmaceutical Care Untuk


Penyakit Hati. Jakarta: Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik.
Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.

Hardiningtyas S, D., Purwaningsih S., Handharyani E. 2014. Aktivitas


Antioksidan Dan Efek Hepatoprotektif Daun Bakau Api-Api Putih. Jurnal
Pengolah Has Perikan Indonesia, 17(1): 80–91

Kemenkes RI. 2020. Tuberculosis Control Program in Indonesia Ministry of


Health Republic of Indonesia. Kementerian Kesehatan Republik I

Khristian, E. & D. Inderiati. 2017. Sitohistoteknologi. Jakarta: Kementrian


Kesehatan Republik Indonesia.

Lian, Y., J. Zhao, P. Xu, P. Wang, J. Zhao, L. Jia, Z. Fu, L. Jing,G. Liu, dan S.
Peng. 2013. Protective effects of metallothionein on isoniazid and
rifampicin_induced hepattoxicity in mice. PLOS ONE. 8(8): 1-8.

Makasana, J,. Dholakiya, B. Z. 2017. Extractive determination of bioactive


flavonoids from butterfly pea (Clitoria ternatea Linn.). Research on
Chemical Intermediates, 43(2), 783–799.

Marjoni. 2016. Dasar-Dasar Fitokimia (T. Ismail (ed.)). Trans Info Media

21
22

Mescher , A, L. 2013. Junqueira’s Basic Histology: Text & Atlas. Edisi ke-13. Mc
Graw Hill, New York.

Murwarni, S. 2015. Dasar-Dasar Mikrobiologi Veteriner. Malang: Universitas


Brawijaya Press

Muslimin, M, B,. 2017. Ekstrak Daun Kemangi (Ocimum Sanctum) Sebagai


Hepatoprotektor Terhadap Kadar SGOT dan SGPT Mencit (Mus
musculus) Yang di Induksi Isoniazid. Skripsi. Universitas Jember.

Nyoman, Y., Desmira, P. D. 2015. Uji Aktivitas Antioksidan Infusa Daun Kelor
(Moringa oleifera Lamk) dengan Metode 1,1-diphenyl2picrylhydrazyl
(DPPH), Jurnal Kupang, 14(2)

Pebiansyah, A., Nur, R,. Ade, Y, A., Dichy, N, Z,. 2022. Aktivitas
Hepatoprotektif Ekstrak Etanol Bunga Telang (Clitoria ternatea L.) Pada
Tikus Putih Yang di Induksi Paracetamol. Jurnal Ilmiah Manuntung, 8(1):
100-105.

Priska M., Peni N., Carvallo L., Ngapa Y, D,. 2018. Review: Antosianin Dan
Pemanfaatannya. Cakra Kimia Indonesian E-Journal Of Applied
Chemistry, 6(2): 79-97.

Purba, E. C. 2020. Kembang telang (Clitoria ternatea L.): pemanfaatan dan


bioaktivitas. Jurnal EduMatSains, 4(2): 111–124.

Ramappa, V., dan G. P. Aithal. 2013. Hepatotoxicity related to anti-tuberculosis


drugs: mechanism and management. Journal of Clinical and Experimental
Hepatology. 3(1): 37-49.

World Health Organization. 2018. Global Tuberculosis Report 2018.

Anda mungkin juga menyukai