Anda di halaman 1dari 26

Bidang Penelitian : Mikrobiologi

USULAN

PENELITIAN

UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL DAUN KATUK


(Sauropus androgynus (L.) Merr) TERHADAP BAKTERI Staphylococcus aureus
DAN Eschericia coli DENGAN METODE DIFUSI AGAR

Penyusun :

Nama : Andri Priagung


NPM : 1620003031
Dosen Pengampu : Nila Oktaviani, M.Si

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PEKALONGAN
PEKALONGAN
JULI
2022
HALAMAN PENGESAHAN
PENELITIAN MIKROBIOLOGI

Judul Penelitian : Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun


Katuk (Sauropus androgynus (L.) Merr) Terhadap
Bakteri Staphylococcus aureus Dan Eschericia
coli Dengan Metode Difusi Agar.
Bidang Penelitian : Mikrobiologi
Peneliti :
a. Nama Lengkap : Andri Priagung
b. NPM : 1620003031
c. Jabatan Fungsional :
d. Program Studi : S1 Farmasi
e. Nomor HP : 0857 1264 3840
f. Alamat surel (e-mail) : andripriagung.0123@gmail.com

Pekalongan, 9 Juli 2022


Mengetahui,
Dekan Fakultas Farmasi Peneliti,

Drs. Jamaludin Al J.E., M.Farm.,Apt Andri Priagung


NPP/NIDN. 111009193/ 0608096302 NPM 162003031

ii
DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ..................................................................................................... i

LEMBAR PENGESAHAN........................................................................ ii

RINGKASAN............................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................... 1

A. Latar Belakang ................................................................... 1

B. Rumusan Masalah............................................................... 2

C. Tujuan Penelitian ................................................................ 2

D. Urgensi Penelitian............................................................... 3

E. Luaran Target Yang Diharapkan ......................................... 3

F. Manfaat Penelitian .............................................................. 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................... 4

A. Katuk .................................................................................. 4

B. Ekstraksi ............................................................................. 7

C. Staphylococus Aureus......................................................... 10

D. Escherichia Coli.................................................................. 13

E. Antibakteria ........................................................................ 14

F. Kerangka Konsep ............................................................... 15

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ................................................ 16

A. Desain Penelitian ................................................................ 16

B. Populasi dan sampel ........................................................... 16

C. Kriteria Inklusi dan Ekslusi ................................................. 16

D. Definisi Oprasional ............................................................. 17

iii
E. Instrumen Penelitian ........................................................... 17

F. Skema Langkah Kerja ......................................................... 18

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ vi

iv
RINGKASAN

Penelitian tentang uji aktivitas antibakteri dari ekstrak etanol daun katuk
(Sauropus androgynus (L) Merr), di karenakan daun katuk berkhasiat salah
satunya sebagai antibakteri alami. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
aktivitas antibakteri, konsentrasi efektif dan Konsentrasi Hambat Minimum
(KHM) ekstrak etanol daun katuk dalam menghambat pertumbuhan bakteri
Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Ekstraksi dilakukan dengan metode
maserasi dengan etanol 70%.Konsentrasi ekstrak etanol daun katuk yang
digunakan adalah 5%, 10%, 20%, 40%, dan 80 %. Pengujian aktivitas antibakteri
dilakukan menggunakan metode difusi agar dan pengujian konsentrasi hambat
minimal mnggunakan metode tuang.

Kata kunci : Katuk ( Sauropus Androginus (L) Merr ), antibakteri, Konsentrasi


hambat minimum., difusi agar

v
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Alam tropis Indonesia menyimpan kekayaan alam yang beraneka


ragam, baik flora maupun faunanya. Keanekaragaman mikroorganismenya
pun sangat melimpah (Handayani, 2004). Sejak dahulu, masyarakat kita
percaya bahwa penggunaan bahan alam mampu mengobati berbagai
macam penyakit dan jarang menimbulkan efek samping yang merugikan
dibandingkan dengan obat sintetis. Sehingga diperlukan penelusuran lebih
mendalam mengenai penggunaan tanaman dalam pengobatan
(Purnamasari et al, 2010).
Penyakit infeksi masih merupakan jenis penyakit yang paling
banyak diderita oleh penduduk di negara berkembang, termasuk Indonesia.
Salah satu penyebab penyakit infeksi adalah bakteri. Bakteri merupakan
mikroorganisme yang tidak dapat dilihat dengan mata telanjang, tetapi
hanya dapat dilihat dengan bantuan mikroskop (Radji, 2011). Bakteri
patogen lebih berbahaya dan menyebabkan infeksi baik secara sporadik
maupun endemik, antara lain Staphylococcus aureus dan Escherichia coli
(Djide dan Sartini, 2008).
Penggunaan obat antibiotik yang apabila digunakan tidak sesuai
dengan aturan, dapat menimbulkan terjadinya resistensi dan berbagai
macam reaksi antara lain: Hipersensitifitas, kerusakan sel darah, keracunan
obat, kerusakan ginjal (gagal ginjal) dankerusakan sel-sel saraf.
Perkembangan resistensi obat dalam populasi mikroba dapat menyebabkan
terjadinya infeksi (Jawetz, 2005).
Tanaman katuk ( Sauropus adrogynus (L.) Merr.) merupakan
tanaman yang banyak dikenal oleh masyarakat di Negara Asia Barat dan
Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Masyarakat telah mengenal daun
katuk hanya digunakan sebagai sayuran dan diketahui memiliki khasiat
untuk melancarkan air susu ibu (ASI) pemanfaatan daun katuk yang masih
sangat terbatas ini sangat disayangkan, karena daun katuk memiliki
berbagai kandungan yang bermanfaat. Hasil penelitian Kelompok Kerja
Nasional Tumbuhan Obat Indonesia menunjukan bahwan tanaman katuk
mengandung antara lain alkaloid, protein, lemak vitamin, mineral, saponin,
flavonoid, dan tannin. Beberapa senyawa kimia yang terdapatdalam
tanaman katuk diketahui sebagai obat (Rukmana dan Harahap, 2003).
Daun katuk (Sauropus androgynus (L.) Merr.) mempunyai banyak
manfaat dalam kehidupan. Daun katuk bermanfaat untuk melindungi
struktur sel, meningkatkan efektivitas vitamin C, anti inflamasi, mencegah
keropos tulang, dan sebagai antibakteri alami. Fungsi lainnya yaitu
berperan langsung sebagai antibakteri dengan mengganggu fungsi
mikroorganisme seperti bakteri atau virus dan juga dapat meningkatkan
imunitas tubuh (Middleton et al, 2000).
Daun katuk sangat potensial untuk memecahkan masalah tersebut.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa esktrak daun katuk bersifat
antibakteri (santoso et al,2001; Diarse Mdan Sulaeman, 1997).

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian
ini adalah “Apakah ekstrak etanol daun katuk dapat menghambat
pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli ?”

C. TUJUAN PENELITIAN
Mengetahui adanya aktivitas antibakteri, konsentrasi efektif dan
konsentrasi hambat minimal ekstrak etanol daun katuk terhadap
pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli.

2
D. URGENSI PENELITIAN
Bakteri patogen lebih berbahaya dan menyebabkan infeksi baik secara
sporadik maupun endemik, antara lain Staphylococcus aureus dan
Escherichia coli.

E. LUARAN DAN TERGET YANG DIHARAPKAN


Ditemukannya bahan alami yang dapat berfungsi sebagai antibakteri
terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli sehingga dapat di
gunakan unuk formulasi dalam berbagai jenis sediaan farmasi yang
tentunya sangat bermanfaat bagi masyarakat luas.

F. MANFAAT PENELITIAN
Adapun manfaat dari penelitan ini adalah :
1. Bagi peneliti
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pegetahuan dan
informasi mengengenai khasiat daun katuk beserta senyawa di
dalamnya.
2. Bagi Instansi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi peneliti
selanjutnya dalam menemukan obat baru dengan memanfaatkan
kandungan senyawa kimia yang ada dalam tumbuhan daun katuk.
3. Bagi Masyarakat
Diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan dan khasiat
daun katuk sebagai obat tradisional untuk mengobati berbagai macam
penyakit.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Katuk (Sauropus androgynus (L.) Merr)


2.1.1 Klasifikasi Tanaman
Katuk memiliki beberapa nama daerah antara lain: mamata (Melayu),
simani (Minangkabau), katuk (Sunda), babing, katukan, katu (Jawa),
kerakur (Madura), katuk (Bengkulu), cekur manis (Malaysia), kayu manis
(Bali), binahian (Filipina/Tagalog), ngub (Kamboja) (Santoso, 2014).

Gambar 2.1 Tanaman Katuk (Sauropus androgynus (L.) Merr)

Berikut taksonomi tanaman katuk (Sauropus androgynus (L.) Merr)


(Santoso, 2014) :
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Bangsa : Euphorbialess
Suku : Euphorbiaceae
Marga : Sauropus
Jenis : Sauropus androgynus (L.) Merr

4
2.1.2 Morfologi tanaman Tanaman
Katuk termasuk tumbuhan semak kecil, tingginya sampai dengan 3
meter. Batang yang muda berwarna hijau dan yang tua berwarna coklat.
Batang memiliki alur-alur dengan kulit yang agak licin. Daun menysun
selang-seling pada satu tangkai, daun tunggal dengan jumlah daun per
cabang 11-21 helai, bentuk helaian daun lonjong sampai bundar.
Kadangkadang lanset permukaan atasnya berwarna hijau gelap dan
permukaan bawah berwarna hijau muda dengan tampak pertulangan daun
yang jelas.
Panjang helai daun 2,5 cm, lebar 1,25-3 cm, tangkai pendek 2-4
mm, berdaun penumpu, panjang 1,75-3 mm. Daun yang di pangkal cabang
berbentuk bulat telur berukuran lebar 1,5-2,5 cm, panjang 2,5-4,5 cm,
sedangkan yang di tengah dan ujung berbentuk jorong berukuran lebar 2,2-
3,1 cm, panjang 4,3-8,5 cm.
Bunga tunggal atau berkelompok, keluar di ketiak daun atau
diantara satu daun dengan daun lainnya. Bunga sempurna mempunyai
helaian kelopak berbentuk bundar, warna merah gelap atau merah dengan
bintik-bintik kuning, lebar 3-3,5 mm, tinggi putik 0,75 mm, lebar 1,75
mm, cabang dari tangkai putik berwarna merah, tepi kelopak bunga
berombak atau berkuncup, panjang tangkai 6- 7,5 mm.
Bunga jantan berbentuk seperti giwang, kelopak dan mahkotanya
serupa, berwarna merah kecoklatan, masing-masing berjumlah 3, saling
berdekatan, tebal dan berdaging, berwarna hijau kemerahan. Benangsari 6,
dengan serbuk sari berwarna putih kekuningan. Selain itu dinyatakan
bahwa bunga betina kelopak dan mahkotanya serupa, berwarna merah
kecoklatan, masing-masing berjumlah 3, tipis berlepasan, tidak mudah
luruh dan tetap menempel pada buah. Berbunga sepanjang tahun. Buang
bertangkai, panjang tangkai 1,25 cm, diameter bunga jantan 6-11 mm
(Santoso, 2014).

5
2.1.3 Kandungan daun katuk sebagai antibakteri
Berdasarkan penelitian terdahulu, pada ekstrak aseton dan ekstrak
etanol terdapat hasil positif pada uji flavonoid, fenol, tanin dan pada
ekstrak air terdapat hasil positif pada uji flavonoid (Rivai & Afriati, 2020).
Adapun kandungan dari daun katuk sebagai zat antibakteri sebagai berikut
(Majid & Muchtaridi, 2018):
a. Saponin
Saponin merupakan suatu glikosida yang memiliki aglikon berupa
sapogenin. Saponin dapat menurunkan tegangan permukaan air,
sehingga akan menimbulkan buih pada permukaan air setelah
dilakukan pengocokan. Struktur kimia saponin merupakan glikosida
yang tersusun atas glikon dan aglikon. Bagian glikon terdiri dari gugus
gula seperti glikosida, fruktosa dan jenis gula lainnya. Bagian aglikon
merupakan sapogenin (Nurzaman et al., 2018). Saponin memiliki
aktivitas antibakteri yaitu merusak membran dengan cara mengganggu
permeabilitasnya, rusaknya membran sel ini sangat mengganggu
kelangsungan hidup bakteri (Majid & Muchtaridi, 2018).
b. Tanin
Tanin adalah suatu senyawa fenolik yang memberikan rasa pahit dan
sepat/kelat, dapat bereaksi dan menggumpalkan protein atau senyawa
organik lainnya yang mengandung asam amino dan alkaloid. (Julianto,
2019).
c. Alkaloid
Kebanyakan alkaloid memiliki rasa pahit, bersifat basa lemah, dan
sedikit larut dalam air dan dapat larut dalam pelarut organik non polar
seperti dietil eter, kloroform dan lain-lain. Beberapa alkaloid memliki
warna seperti berberin yang berwarna kuning dan garam sanguinarine
dengan tembaga berwarna merah. Secara wujud kebanyakan alkaloid
berbentuk padatan kristal dan sedikit diantaranya merupakan padatan
amorf (Julianto, 2019).

6
Mekanisme alkaloid sebagai antibakteri yaitu dengan menghambat
pembentukan bakteri yang menyebabkan bakteri menjadi rusak dan
mati (Majid & Muchtaridi, 2018).
Alkaloid mempunyai kemampuan antibakteri karena memiliki gugus
aromatik kuartener yang mampu berinterkalasi dengan DNA, selain itu
alkaloid juga mampu mengganggu integritas komponen penyusun
peptidoglikan pada sel bakteri. Peptidoglikan merupakan komponen
penyusun dinding sel bakteri sehingga adanya gangguan tersebut akan
menyebabkan lapisan dinding sel tidak terbentuk secara utuh sehingga
menyebabkan kematian sel (Rahman et al., 2017)
d. Flavonoid
Flavonoid merupakan kelompok senyawa fenolik terbesar di alam.
Banyaknya senyawa flavonoid ini karena banyaknya jenis tingkat
hidroksilasi, alkoksilasi dan glikosilasi pada strukturnya. Flavonoid
mempunyai kerangka dasar karbon yang terdiri dari 15 atom karbon
yang membentuk susunan C6-C3-C6.
Lebih dari 2000 flavonoid yang berasal dari tumbuhan tumbuhan telah
diidentifikasi, diantaranya senyawa antosianin, flavonol, dan flavon.
Antosianin (dari bahasa Yunani anthos=bunga, kyanos, biru tua)
adalah pigmen berwarna yang umumnya terdapat di bunga berwarna
merah, ungu, dan biru. Pigmen ini juga terdapat di berbagai bagian
tumbuhan lain, misalnya buah tertentu, batang, daun dan bahkan akar.
Flavonoid sebagian besar terhimpun dalam vakuola sel tumbuhan
walaupun tempat sintesisnya ada di luar vakuola (Julianto, 2019).
Flavonoid memiliki mekanisme menghambat sintesis protein sehingga
akan menyababkan membran bakteri rusak (Majid & Muchtaridi,
2018).
2.2 Ekstraksi
Ekstraksi merupakan suatu proses perpindahan massa dari dari komponen zat
padat yang dapat yang terdapat pada simplisia ke dalam pelarut organik yang
digunakan. Dimana pelarut organik akan menembus dinding sel dan

7
selanjutnya akan masuk ke dalam rongga sel tumbuhan yang mengandung zat
aktif. Kemudian zat aktif akan ikut terlarut dalam pelarut organik pada bagian
luar sel untuk selanjutnya berdifusi masuk ke dalam pelarut. Proses ini akan
terus berulang sampai terjadinya keseimbangan konsentrasi zat aktif antara di
dalam sel dan di luar sel (Mubarak et al., 2018).
2.2.1 Cara Dingin
Ekstraksi dingin merupakan cara ekstraksi yang paling sederhana, dengan
cara bahan yang kering yang sudah dihaluskan diekstraksi pada suhu kamar
secara berturut-turut dengan pelarut yang kepolarannya semakin tinggi.
Penggunaan pelarut dengan peningkatan kepolaran bahan alam secara
berurutan memungkinkan pemisahan bahan alam berdasarkan kelarutannya
dalam pelarut ekstraksi. Keuntungan dari ekstraksi dingin adalah metodenya
yang mudah dan ekstrak tidak dipanaskan sehingga kemungkinan kecil bahan
alam menjadi terurai (Istiqomah, 2013).
a. Maserasi
Maserasi dilakukan dengan cara perendaman bagian tanaman secara utuh
atau yang sudah digiling kasar dengan pelarut tertentu dalam bejana
tertutup pada suhu kamar selama minimal 3 hari sambil diaduk berkali-
kali sampai semua bagian tanaman yang dapat larut melarut dalam cairan
pelarut. Campuran ini kemudian disaring dan ampas yang diperoleh
dipress untuk memperoleh bagian cairnya saja. Keuntungan proses
maserasi diantaranya adalah bahwa bagian tanaman yang akan diekstraksi
tidak harus dalam wujud serbuk yang halus, tidak diperlukan keahlian
khusus dan lebih sedikit kehilangan alkohol sebagai pelarut seperti pada
proses perkolasi atau sokhletasi. (Endarini, 2016)
b. Perkolasi
Perkolasi adalah metode ekstraksi yang paling sering digunakan untuk
mengekstrak bahan aktif dalam tumbuhan. Alat perkolator berupa wadah
sempit berbentuk kerucut terbuka di kedua ujungnya. Sampel tumbuhan
padat dibasahi dengan sejumlah pelarut yang sesuai dan dibiarkan selama
kurang lebih 4 jam dalam wadah tertutup. Selanjutnya bagian atas

8
perkolator ditutup. Pelarut ditambahkan hingga sampel terendam.
Campuran sampel dan pelarut dapat dimaserasi lebih lanjut dalam wadah
perkolator tertutup selama 24 jam. Saluran keluar perkolator kemudian
dibuka dan cairan yang terkandung di dalamnya dibiarkan menetes
perlahan. Pelarut dapat ditambahkan sesuai kebutuhan, sampai ukuran
perkolasi sekitar tiga perempat dari volume yang diperlukan dari produk
jadi (Julianto, 2019).
2.2.2 Cara Panas
a. Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya,
selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan
dengan adanya pendingin balik. Untuk mendapatkan ekstraksi yang
sempurna biasanya diulang 3-5 kali pada residu yang sama (Istiqomah,
2013).
b. Sokhletasi
Pada metode ini, bagian tanaman yang sudah digiling dimasukkan ke
dalam kantong berpori yang terbuat dari kertas saring yang kuat kemudian
dimasukkan ke dalam alat sokhlet untuk dilakukan ekstraksi. Pelarut yang
ada dalam labu akan dipanaskan dan uapnya akan mengembun pada
kondensor. Embunan pelarut ini akan merayap turun menuju kantong
berpori yang berisi bagian tanaman yang akan diekstrak. Kontak antara
embunan pelarut dan bagian tanaman ini menyebabkan bahan aktif
terekstraksi. Ketika ketinggian cairan dalam tempat ekstraksi meningkat
hingga mencapai puncak kapiler maka cairan dalam tempat ekstraksi akan
tersedot mengalir ke labu selanjutnya. Proses ini berlangsung secara terus-
menerus dan dijalankan sampai tetesan pelarut dari pipa kapiler tidak lagi
meninggalkan residu ketika diuapkan (Endarini, 2016). Ekstraksi
sokhletasi hanya diperlukan apabila senyawa yang diinginkan memiliki
kelarutan terbatas dalam pelarut dan pengotor tidak larut dalam pelarut itu
(Julianto, 2019).

9
c. Digesti
Dilakukan pada suhu kamar dengan temperatur 40-50ºC atau disebut
dengan maserasi kinetik (Pratiwi, 2019).
d. Infus
Metode ini dilakukan dengan maserasi bagian tanaman dengan air dingin
atau air mendidih dalam jangka waktu yang pendek. Suhu yang digunakan
tergantung pada ketahanan senyawa bahan aktif. Ekstrak yang dihasilkan
tidak dapat digunakan dalam jangka waktu yang lama karena tidak
menggunakan bahan pengawet (Endarini, 2016).
Infus merupakan metode ekstraksi menggunakan pelarut air pada
temperatur terukur, yaitu 96-98ºC, bejana infus tercelup dalam penangas
air mendidih (Pratiwi, 2019). 5) Dekoksi Pada metode ini, bagian tanaman
yang berupa batang, kulit kayu, cabang, ranting, rimpang atau akar
direbus dalam air mendidih dengan volume dan selama waktu tertentu
kemudian didinginkan dan disaring untuk memisahkan cairan ekstrak dari
ampasnya.
Metode ini untuk mengekstrak bahan bioaktif yang dapat larut dalam air
dan tahan terhadap panas. Rasio antara massa serbuk tanaman dengan
volume pelarut 1:4 atau 1:16. Selama proses perebusan terjadi penguapan
air perebus secara terus-menerus, sehingga volume cairan ekstrak yang
diperoleh biasanya hanya seperempat dari volume semula (Endarini,
2016).
Dekoksi merupakan metode ekstraksi seperti infus dengan waktu yang
lebih lama, dengan suhu lebih dari 30ºC dan temperatur sampai titik didih
air (Pratiwi, 2019).

2.3 Stapylococcus aureus


2.3.1 Definisi Stapylococcus aureus
Staphylococcus aureus adalah salah satu bakteri patogen penting yang
berkaitan dengan virulensi toksin, invasif, dan ketahanan terhadap antibiotik
(Rahmi et al, 2015). Menurut Herlina et al. (2015) menyatakan bahwa bakteri

10
S. aureus dapat menyebabkan terjadinya berbagai jenis infeksi mulai dari
infeksi kulit ringan, keracunan makanan sampai dengan infeksi sistemik.
Infeksi yang terjadi misalnya keracunan makanan karena Staphylococcus,
salah satu jenis faktor virulensi yaitu Staphylococcus enterotoxin. Gejala
keracunan makanan akibat Staphylococcus adalah kram perut, muntah-muntah
yang kadang-kadang di ikuti oleh diare (Karimela dkk, 2017).
2.3.2 Klasifikasi Bakteri Stapylococcus aureus
Berdasarkan (Syahrurahman et al, 2010) Klasifikasi Staphylococcus aureus
adalah sebagai berikut :
Domain : Bacteria
Kingdom : Eubacteria
Ordo : Eubacteriales
Famili : Micrococcaceae
Genus : Staphylococcus
Spesies : Staphylococcus aureus

2.3.3 Morfologi Bakteri Staphylococcus aureus


Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram positif berbentuk bulat
berdiameter 0,7-1,2 μm, yang tersusun dalam kelompok-kelompok yang tidak
teratur seperti buah anggur, fakultatif anaerob, tidak membentuk spora, dan
tidak bergerak (Gambar 2.1) (Kristiani, 2018).
Berdasarkan bakteri yang tidak membentuk spora, maka S.aureus termasuk
jenis bakteri yang paling kuat daya tahannya. Pada agar miring tetap hidup
sampai berbulan bulan, baik dalam lemari es maupun pada suhu kamar.
Dalam keadaan kering pada benang, kertas kain dan dalam nanah tetap hidup
selama 6-14 minggu (Syahrurahman et al., 2010).
Bakteri ini tumbuh pada suhu optimum 37 ºC, tetapi membentuk pigmen
paling baik pada suhu kamar (20-25ºC). Koloni pada perbenihan padat
berwarna abu-abu sampai kuning keemasan, berbentuk bundar, halus,
menonjol, dan berkilau. Lebih dari 90% isolat klinik menghasilkan S. aureus
yang mempunyai kapsul polisakarida atau selaput tipis yang berperan dalam
virulensi bakteri (Purnomo et al., 2006). Staphylococcus aureus merupakan

11
bakteri koagulase positif, dan memfermentasi mannitol, hal ini yang
membedakan Staphylococcus aureus dengan spesies Staphylococcus lainnya.
Koloni Staphylococcus pada medium padat berbentuk halus, bulat, meninggi,
dan berkilau. Koloni berwarna abu-abu hingga kuning keemasan.
Staphylococcus aureus juga menghasilkan hemolisis pada pertumbuhan
optimalnya (Windiyaktina, 2018).

2.3.4 Pogenitas Staphylococcus aureus


Sebagian bakteri S.aureus merupakan flora normal pada kulit, saluran
pernafasan, dan saluran pencernaan makanan pada manusia. Bakteri ini juga
ditemukan di udara dan lingkungan sekitar. S.aureus yang patogen bersifat
invasi, menyebabkan hemolisis, membentuk koagulase, dan mampu
meragikan manitol. S.aureus yang terdapat di folikel rambut menyebabkan
terjadinya nekrosis pada jaringan setempat (Anshar, 2017).
Staphylococcus aureus menyebabkan sindrom infeksi yang luas. Infeksi kulit
dapat terjadi pada kondisi hangat yang lembab atau saat kulit terbuka akibat
penyakit seperti ekstrim, luka pembedahan, atau akibat alat intravena
(Gillespie etal, 2008).
Infeksi S.aureus dapat juga berasal dari kontaminasi langsung dari luka,
misalnya infeksi pasca operasi Staphylococcus atau infeksi yang menyertai
trauma. Jika S.aureus menyebar dan terjadi bakterimia, maka dapat terjadi
endokarditis, osteomielitis hematogenous akut, meningitis atau infeksi paru-
paru.
Setiap jaringan ataupun alat tubuh dapat diinfeksi oleh bakteri S.aureus dan
menyebakan timbulnya penyakit dengan tanda-tanda yang khas, yaitu
peradangan, nekrosis dan pembentukan abses. S.aureus merupakan bakteri
kedua terbesar penyebab peradangan pada rongga mulut setelah bakteri
Streptococcus alpha. S.aureus menyebabkan berbagai jenis peradangan pada
rongga mulut seperti parotitis, cellulitis, angular cheilitis, dan abses
periodontal Djas (Najlah, 2010).

12
2.4 Escherichia coli
Escherichia coli merupakan bakteri batang gram negatif, tidak berspora, motil
berbentuk flagel peritrik, berdiameter ± 1,1 – 1,5 µm x 0,2 – 0,6 µm. E. coli
dapat bertahan hidup dimedium sederhana menghasilkan gas dan asam dari
glukosa dan memfermentasi laktosa. Pergerakan bakteri ini motil, tidak motil,
dan peritrikus, ada yang bersifat aerobik dan anaerobik fakultatif (Elfidasari
et al. 2011).
2.4.1 Klasifikasi bakteri Escherichia coli.
Kingdom : Bacteria
Divisi : Proteobacteria
Classis : Gammaproteobacteria
Ordo : Enterobacteriales
Family : Enterobacteriaceae
Genus : Escherichia
Species :Escherichia coli

2.4.2 Morfologi Bakteri E. coli


Bakteri E coli adalah satu jenis spesies utama bakteri gram negatif fakultatif
anaerobic yang mempunyai alat gerak berupa flagel dan tersusun dari sub unit
protein yang disebut flagelin, yang mempunyai berat molekul rendah dengan
ukuran diameter 12-18 nm dan dengan panjang 12 nm, kaku dan berdiameter
lebih kecil dan tersusun dari protein, pili dapat berfungsi sebagai jalan
pemindahan DNA saat konjugasi. Selain itu, mempunyai kapsul atau lapisan
lendir yang merupakan polisakarida tebal dan air yang melapisi permukaan
luar sel (Ikmalia 2008).
Bakteri E. colimempunyaitiga jenis antigen, yaitu antigen O, antigen K dan
atigen H. Antigen-O yang merupakan inti dari lipopolisakarida dan unit-unit
polisakarida, biasnya antigen-O berhubungan dengan penyakit khusus pada
manusia, misalnya tipe spesifik O dari E. coli ditemukan pada diare. Antigen-
K yang merupakan kapsul dari polisakarida, sedangkan antigen-H merupakan
antigen flagella (Wibowo et al. 2008).

13
2.4.3 Patogenitas Bakteri E. coli
Bakteri E. coli adalah salah satu bakteri yag digunakan sebagai indikator
adanya kontaminasi feces dan kondisi sanitasi yang tidak baik terhadap air,
makanan, dan minuman. E. coli menjadi patogen jika jumlah bakteri dalam
saluran pencernaan meningkat atau berada di luar usus, menghasilkan
enterotoksin sehingga menyebabkan terjadinya bebarapa infeksi yang
berasosiasi dengan enteropatogenik kemudian menghasilkan enterotoksin
pada sel epitel. Manifestasi klinik infeksi oleh E. coli bergantung pada
tempat infeksi dan tidak dapat dibedakan dengan gejala infeksi yang
disebabkan oleh bakteri lain (Ismail 2012)
2.5 Antibakteri
Antibakteri merupakan golongan senyawa, baik alami maupun sintetik yang
mempunyai efek menekan atau menghentikan suatu proses biokimia di dalam
organisme, khususnya dalam proses infeksi oleh bakteri. Proses tersebut
dilakukan melalui penghambatan sintesis dinding sel, sintesis protein, sintesis
asam nukleat, serta menghambat jalur metabolisme sehingga menghancurkan
struktur membran sel (Tenover 2006).
Mekanisme penghambatan terhadap pertumbuhan bakteri oleh senyawa
antibakteri dapat berupa perusakan dinding sel dengan cara menghambat
pembentukannya atau mengubahnya setelah selesai terbentuk, perubahan
permeabilitas membran sitoplasma sehingga menyebabkan keluarnya bahan
makanan dari dalam sel, perubahan molekul protein dan asam nukleat,
penghambatan kerja enzim, dan penghambatan sintesis asam nukleat dan
protein. Di bidang farmasi, bahan antibakteri dikenal dengan nama antibiotik,
yaitu suatu substansi kimia yang dihasilkan oleh mikroba dan dapat
menghambat pertumbuhan mikroba lain. Senyawa antibakteri dapat bekerja
secara bakteriostatik, bakteriosidal, dan bakteriolitik (Simon, 2012).

14
2.6 KERANGKA KONSEP

Ekstrak Etanol
Daun Katuk
(Sauropus androgynus
(L.) Merr)

Daya antibakteri Daya antibakteri

Staphylococcus aureus Ecercia coli

Zona Hambat Zona Hambat

Ada Tidak ada Ada Tidak ada

15
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah studi eksperimen
dengan desain eksperimental laboratorium. Perlakuan dengan uji daya hambat
antibakteri ekstrak etanol daun katuk (Sauropus androgynus (L) Merr), pada
konsentrasi (5%, 10%, 20%, 40%, dan 80 %) terhadap pertumbuhan bakteri
S. aureus dan E. coli pada beberapa kelompok konsentrasi, kemudian hasil
dibandingkan dengan kelompok kontrol pembandingnya. larutan CMC 1%
sebagai kontrol negatif, disk Ciprofloxasin, Gentamisin, dan basitrasin
sebagai pembanding

B. Poulasi dan Sampel


Populasi dari penelitian ini ialah bakteri Staphylococcus aureus dan
Escherichia coli . Biakan murni bakteri didapatkan dari Laboratorium
Universitas Pekalongan.
Sampel yang digunakan dalam penelitian adalah semua pucuk daun katuk
(Sauropus androgynus (L.) Merr) yang di ambil di lingkungan tempat tinggal
penulis yaitu di Desa Legokkalong Kec.Karanganyar. Ekstrak daun katuk
ialah hasil ekstraksi yang di buat dari daun katuk dengan menggunakan
metode maserasi dengan pelarut campuran etanol 70%.

C. Kriteria Inklusi dan Eksklusi


1. Kriteria Inklusi
a. Daun katuk (Sauropus androgynus (L.) Merr) berasal dari tempat
yang sama.
b. Daun katuk (Sauropus androgynus (L.) Merr) bagian pucuk daun
c. Daun katuk (Sauropus androgynus (L.) Merr) yang masih segar
2. Kriteria Eksklusi
a. Daun katuk (Sauropus androgynus (L.) Merr) yang daunnya rusak

16
b. Daun katuk (Sauropus androgynus (L.) Merr) yang daunya busuk

D. Definisi Operasional
1. Ekstrak etanol daun katuk (Sauropus androgynus (L.) Merr) adalah
ekstrak yang diperoleh dengan cara maserasi menggunakan pelarut
etanol 70%.
2. Konsentrasi ekstrak etanol adalah banyaknya ekstrak etanol daun katuk
(Sauropus androgynus (L.) Merr) yang akan diaplikasikan pada biakan
bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli yaitu (5%, 10%,
20%, 40%, dan 80 %).
3. Bakteri Staphylococcus aureus merupakan bakteri gram positif dan
Escherichia coli merupakan bakteri gram negartif hasil biakan murni
di laboratorium Universitas Pekalongan.
4. KHM ( Kadar Hambat Minimum ) adalah konsentrasi minimal bahan
coba yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri setelah inkubasi
24 jam. Dilakukan pengamatan koloni bakteri sehingga dapat diketahui
penyebaran bakteri yang ada pada bahan. Konsentrasi terendah yang
memberikan hasil negatif pada uji ini dinyatakan sebagai KHM
(Konsentrasi Hambat Minimum).
5. Metode difusi kertas cakram, yaitu untk menguji aktivitas bakteri
dengan menggunakan pinset steril, kertas cakram diletakkan di atas
lempeng media Nutrien Agar yang telah dicampur dengan bakteri.
E. Instrumen Penelitian
1. Alat Penelitian
Alat alat yang digunakan antara lain : erlenmeyer, gelas ukur, gelas
kimia, tabung reaksi, rak tabung reaksi, pipet tetes, penangas air,
blender, ayakan mesh 65, kaca arloji, timbangan analitik, labu
ekstraksi, batang pengaduk, stirer, rotary evaporator, jarum ose,cawan
petri, pinset, inkubator, termometer, kertas cakram, autoklaf,
mikropipet, pipet gondok, bunsen, pipet ukur, penggaris dan alat
fotografi.

17
2. Bahan Penelitian
Bahan-bahan yang digunakan antara lain: pucuk daun katuk, bakteri uji
(S aureus dan E coli) yang diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi
Universitas Pekalongan, Carboxy Methyl Cellulose (CMC), aquades
steril, etanol 70%, disk Ciprofloksasin, Gentamisin, Basitrasin,
Nutrient Agar (NA), H2SO4 0,36 N, BaCl2.2H2O 1,175%, NaCl
0,9%, kertas saring no.1, kertas label dan aluminium foil.

F. Skema Langkah Kerja

Serilisasi alat dan persiapan bahan

Ekstraksi daun katuk dengan metode maserasi dengan pelarut etanol 70%

Ekstrak diteteskan pada kertas cakram

Perlakuan Kontrol

5% 10% 20% 40% 80% Kontrol


Kontrol Positif
Negaif
Antibiotik
CMC 1%

Kertas cakram diletakkan di atas lempeng media Nutrien


Agar yang telah dicampur dengan bakteri S aureus dan E coli.

diinkubasi dalam
inkubator selama 24 jam pada suhu 37°C.

Mengukur diameter zona hambat pada kelompok perlakuan dan kontrol positif

Menghitung rata-rata daya hambat setiap konsentrasi dan menganalisis data


18
DAFTAR PUSTAKA

Anshar M., Tohari, Bambang H.S., Endang S., 2011. Pertumbuhan, Hasil dan
Kualitas Umbi Bawang Merah Pada Kadar Air Tanah dan Ketinggian
Tempat Berbeda. Jurnal Agrivigor 10(2): 128-138.

Ang, L., Song, E., Lee, H. W., & Lee, M. S. (2019). Herbal Medicine for The
Treatment of Coronavirus Disease 2019 ( COVID-19 ): A Systematic
Review and Meta-Analysis of Randomized Controlled Trials, 2019
(December), 1–20.

Badan POM RI.2004.Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan


Nomor HK.00.05.4.2411 Tahun 2004 tentang Ketentuan Pokok
Pengelompokan dan Penandaan Obat Bahan Alam Indonesia. Jakarta :
Badan Pengawas Obat dan Makanan RI.

Djide dan Sartini. 2008. Dasar-Dasar Mikrobiologi Farmasi. Lephas, Makasar

Dudani, T., & Saraogi, A. (2020). Use of Herbal Medicines on Coronavirus. Acta
Scientific Pharmaceutical Sciences.

Endarini, L. H. 2016. Farmakognisi dan Fitokimia. Pusat Pendidikan SDM


Kesehatan. Jakarta.

Gendro, 2011, Merancang Penelitian Bisnis dengan Alat Analisis SPSS,


Yogyakarta: UPP STIM YKPN.
Gillespie, S. & Bamford, K., 2009, Mikrobiologi Medis dan Infeksi, edisi 3,
Jakarta, Erlangga.

Handayani, K. 2004. Inventarisasi Jenis-Jenis Herba di Kawasan Hutan


Tangkahan Taman Nasional Gunung Leuser Kabupaten Langkat. Skripsi.
Universitas Sumatera Utara, Medan

Herlina & Rahmalia.S. (2015). Hubungan Pola Aasuh dengan Status Identitas Diri
Remaja. Skripsi. Riau: Universitas Riau.

Ikmalia. 2008., Analisa Profil Protein Isolat Escherichia coli S1 hasil iradiasi sinar
gamma. Fakultas Sains Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah. Jakarta

Istiqomah. (2013). Perbandingan Metode Ekstraksi Maserasi Dan Sokletasi


Terhadap Kadar Piperin Buah Cabe Jawa (Piperis retrofracti fructus).
Sekripsi Jurusan Farmasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

vi
Jawetz, Melnick Adelberg’s, 2005. Mikrobiologi Kedokteran. Edisi 23.
Terjemahan oleh Huriwati Hartono. Jakarta.EGC

Julianto, T. S. Fitokimia Tinjauan Metabolit Sekunder dan Skrining Fitokimia,


Universitas Islam Indonesia Yogyakarta. 2019.

Karimela E. J., Ijong, F.G., Palawe, J.F.P., dan Mandeno, J.A. 2018. Isolasi dan
Identifikasi Bakteri Staphylococcus epidermidis pada Ikan Asap Pinekuhe.
Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan Vol. 9 No. 1 Mei 2018: 35-42.

Kementerian Kesehatan RI.2007.Kebijakan Obat Tradisional Nasional. Jakarta :


Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Kementerian Kesehatan RI. Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Coronavirus


Disease (COVID-19). Kementrian Kesehatan RI; 2020

Kristiani, B. 2013. Kualitas Minuman Serbuk Effervescent Serai (Cymbopogon


nardus L.Rendle) dengan Variasi Konsentrasi Asam Sitrat dan Na
Bikarbonat. Skripsi. Yogyakarta: Fakultas Teknobiologi Universitas Atma
Jaya Yoyakarta.

Majid TS, Muchtaridi M. Aktivitas Farmakologi Ekstrak Daun Katuk (Sauropus


androgynus (L.) Merr). Jurnal Farmaka. 2018 16(2):398-405.

Middleton, E Jr, Kandaswami C. And Theoharides, T. C. 2000. The Effects of


Plant Flavonoids on Mammalian Cells: Implication For Inflammantion,
Heart Disease, And Cancer. Pharmacelogical Review, 2, 673-751

Mubarak, W.I., Chayati, N., &Santoso, B.A. (2018). Ilmu keperawatan


komunitas: konsep dan aplikasi. Jakarta: Salem baMedika.

Najlah,F.L. 2010. Efektifitas ekstrak daun jambu biji daging buah putih (Psidium
guajava Linn) pada konsentrasi 5%, 10%, dan 15% terhadap zona radikal
bakteri Staphylococcus aureus. Skripsi.Yogyakarta: Fakultas Kedokteran.

Nazir, M., 2005, Metode Penelitian, Bogor: Ghalia Indonesia.

Nurzaman, F., Djajadisastra, J. dan Elya, B. (2019) Identifikasi Kandungan


Saponin dalam Ekstrak Kamboja Merah (Plumeria rubra L.) dan Daya
Surfaktan dalam Sediaan Kosmetik. Jurnal Kefarmasian Indonesia 8(2):
85–93. doi: 10.22435/jki.v8i2.325.

Panyod, S., Ho, C.-T., & Sheen, L.-Y. (2020). Dietary Therapy and Herbal
Medicine for COVID-19 Prevention: A Review and Perspective. Journal
of Traditional and Complementary Medicine.

vii
Pratiwi, Endah. (2010). Perbandingan Metode Maserasi, Remaserasi, Perkolasi
dan Reperkolasi dalam Ekstraksi Senyawa Aktif Andrographolide dari
Tanaman Sambiloto (Andrographis paniculata (Burm.F.) Nees). Journalof
Agroindustrial Technology.IPB Resipitory.

Pratiwi, Dina, Wahdaningsih, Sri, and Isnindar. 2013. The Test of Antioxidant
Activity from Bawang Mekah Leaves (Eleutherine americana Merr.)
Using DPPH (2,2-Diphenyl-1-picrylhydrazyl) Method. Traditional
Medicine Journal, Vol. 18, No. 1 : 9-16.

Purnamasari, Devi A., Munandziroh, Elly., Yugiartono, R.M. 2010. Konsentrasi


Ekstrak Biji Kakao Sebagai Material Alam dalam Menghambat
Streptococcus mutans.Jurnal PDGI Vol.59(1). Surabaya; FKG UNAIR.

Rukmana, H. rahmat., Harahap, Indra Mukti. 2003. Katuk Potensi dan


Manfaatnya.Yogyakarta; Kanisius.

Santoso. U., Suharyanto and E. Handayani. 2001. Effects of Sauropus


androgynous (Katuk) extract on egg production on Growth, fat
accumulation and fecal mikroorganisms in boiler chickens. J I T V, 6. 220-
226.
Santoso, U. 2014. Katu Tumbuhan Multi Khasiat. Bengkulu. Badan Penerbit
Fakultas Pertanian (BPFP) Universitas Bengkulu
Syahrurachman, dkk. 2010. Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta :
Binarupa Aksara Publishers 2010.

Tenover, 2006, Mechanisms of Antimicrobial Resistance in Bacteria, The


American Journal of Medicine, 119 (6), 3-10.

Wibowo. 2008. Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan, Pencegahan dan


Pemberantasannya. Semarang.

Windiyaktina, Rima. 2018. Efektivitas perasan daun anting-anting (Acalypha


indica L) terhadap pertumbuhan Staphylococcus aureus. Karya Tulis
Ilmiah. Universitas Muhammadiyah Surabaya.

viii

Anda mungkin juga menyukai