USULAN
PENELITIAN
Penyusun :
ii
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ..................................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN........................................................................ ii
RINGKASAN............................................................................................ iii
B. Rumusan Masalah............................................................... 2
D. Urgensi Penelitian............................................................... 3
A. Katuk .................................................................................. 4
B. Ekstraksi ............................................................................. 7
C. Staphylococus Aureus......................................................... 10
D. Escherichia Coli.................................................................. 13
E. Antibakteria ........................................................................ 14
iii
E. Instrumen Penelitian ........................................................... 17
iv
RINGKASAN
Penelitian tentang uji aktivitas antibakteri dari ekstrak etanol daun katuk
(Sauropus androgynus (L) Merr), di karenakan daun katuk berkhasiat salah
satunya sebagai antibakteri alami. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
aktivitas antibakteri, konsentrasi efektif dan Konsentrasi Hambat Minimum
(KHM) ekstrak etanol daun katuk dalam menghambat pertumbuhan bakteri
Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Ekstraksi dilakukan dengan metode
maserasi dengan etanol 70%.Konsentrasi ekstrak etanol daun katuk yang
digunakan adalah 5%, 10%, 20%, 40%, dan 80 %. Pengujian aktivitas antibakteri
dilakukan menggunakan metode difusi agar dan pengujian konsentrasi hambat
minimal mnggunakan metode tuang.
v
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian
ini adalah “Apakah ekstrak etanol daun katuk dapat menghambat
pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli ?”
C. TUJUAN PENELITIAN
Mengetahui adanya aktivitas antibakteri, konsentrasi efektif dan
konsentrasi hambat minimal ekstrak etanol daun katuk terhadap
pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli.
2
D. URGENSI PENELITIAN
Bakteri patogen lebih berbahaya dan menyebabkan infeksi baik secara
sporadik maupun endemik, antara lain Staphylococcus aureus dan
Escherichia coli.
F. MANFAAT PENELITIAN
Adapun manfaat dari penelitan ini adalah :
1. Bagi peneliti
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pegetahuan dan
informasi mengengenai khasiat daun katuk beserta senyawa di
dalamnya.
2. Bagi Instansi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi peneliti
selanjutnya dalam menemukan obat baru dengan memanfaatkan
kandungan senyawa kimia yang ada dalam tumbuhan daun katuk.
3. Bagi Masyarakat
Diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan dan khasiat
daun katuk sebagai obat tradisional untuk mengobati berbagai macam
penyakit.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
2.1.2 Morfologi tanaman Tanaman
Katuk termasuk tumbuhan semak kecil, tingginya sampai dengan 3
meter. Batang yang muda berwarna hijau dan yang tua berwarna coklat.
Batang memiliki alur-alur dengan kulit yang agak licin. Daun menysun
selang-seling pada satu tangkai, daun tunggal dengan jumlah daun per
cabang 11-21 helai, bentuk helaian daun lonjong sampai bundar.
Kadangkadang lanset permukaan atasnya berwarna hijau gelap dan
permukaan bawah berwarna hijau muda dengan tampak pertulangan daun
yang jelas.
Panjang helai daun 2,5 cm, lebar 1,25-3 cm, tangkai pendek 2-4
mm, berdaun penumpu, panjang 1,75-3 mm. Daun yang di pangkal cabang
berbentuk bulat telur berukuran lebar 1,5-2,5 cm, panjang 2,5-4,5 cm,
sedangkan yang di tengah dan ujung berbentuk jorong berukuran lebar 2,2-
3,1 cm, panjang 4,3-8,5 cm.
Bunga tunggal atau berkelompok, keluar di ketiak daun atau
diantara satu daun dengan daun lainnya. Bunga sempurna mempunyai
helaian kelopak berbentuk bundar, warna merah gelap atau merah dengan
bintik-bintik kuning, lebar 3-3,5 mm, tinggi putik 0,75 mm, lebar 1,75
mm, cabang dari tangkai putik berwarna merah, tepi kelopak bunga
berombak atau berkuncup, panjang tangkai 6- 7,5 mm.
Bunga jantan berbentuk seperti giwang, kelopak dan mahkotanya
serupa, berwarna merah kecoklatan, masing-masing berjumlah 3, saling
berdekatan, tebal dan berdaging, berwarna hijau kemerahan. Benangsari 6,
dengan serbuk sari berwarna putih kekuningan. Selain itu dinyatakan
bahwa bunga betina kelopak dan mahkotanya serupa, berwarna merah
kecoklatan, masing-masing berjumlah 3, tipis berlepasan, tidak mudah
luruh dan tetap menempel pada buah. Berbunga sepanjang tahun. Buang
bertangkai, panjang tangkai 1,25 cm, diameter bunga jantan 6-11 mm
(Santoso, 2014).
5
2.1.3 Kandungan daun katuk sebagai antibakteri
Berdasarkan penelitian terdahulu, pada ekstrak aseton dan ekstrak
etanol terdapat hasil positif pada uji flavonoid, fenol, tanin dan pada
ekstrak air terdapat hasil positif pada uji flavonoid (Rivai & Afriati, 2020).
Adapun kandungan dari daun katuk sebagai zat antibakteri sebagai berikut
(Majid & Muchtaridi, 2018):
a. Saponin
Saponin merupakan suatu glikosida yang memiliki aglikon berupa
sapogenin. Saponin dapat menurunkan tegangan permukaan air,
sehingga akan menimbulkan buih pada permukaan air setelah
dilakukan pengocokan. Struktur kimia saponin merupakan glikosida
yang tersusun atas glikon dan aglikon. Bagian glikon terdiri dari gugus
gula seperti glikosida, fruktosa dan jenis gula lainnya. Bagian aglikon
merupakan sapogenin (Nurzaman et al., 2018). Saponin memiliki
aktivitas antibakteri yaitu merusak membran dengan cara mengganggu
permeabilitasnya, rusaknya membran sel ini sangat mengganggu
kelangsungan hidup bakteri (Majid & Muchtaridi, 2018).
b. Tanin
Tanin adalah suatu senyawa fenolik yang memberikan rasa pahit dan
sepat/kelat, dapat bereaksi dan menggumpalkan protein atau senyawa
organik lainnya yang mengandung asam amino dan alkaloid. (Julianto,
2019).
c. Alkaloid
Kebanyakan alkaloid memiliki rasa pahit, bersifat basa lemah, dan
sedikit larut dalam air dan dapat larut dalam pelarut organik non polar
seperti dietil eter, kloroform dan lain-lain. Beberapa alkaloid memliki
warna seperti berberin yang berwarna kuning dan garam sanguinarine
dengan tembaga berwarna merah. Secara wujud kebanyakan alkaloid
berbentuk padatan kristal dan sedikit diantaranya merupakan padatan
amorf (Julianto, 2019).
6
Mekanisme alkaloid sebagai antibakteri yaitu dengan menghambat
pembentukan bakteri yang menyebabkan bakteri menjadi rusak dan
mati (Majid & Muchtaridi, 2018).
Alkaloid mempunyai kemampuan antibakteri karena memiliki gugus
aromatik kuartener yang mampu berinterkalasi dengan DNA, selain itu
alkaloid juga mampu mengganggu integritas komponen penyusun
peptidoglikan pada sel bakteri. Peptidoglikan merupakan komponen
penyusun dinding sel bakteri sehingga adanya gangguan tersebut akan
menyebabkan lapisan dinding sel tidak terbentuk secara utuh sehingga
menyebabkan kematian sel (Rahman et al., 2017)
d. Flavonoid
Flavonoid merupakan kelompok senyawa fenolik terbesar di alam.
Banyaknya senyawa flavonoid ini karena banyaknya jenis tingkat
hidroksilasi, alkoksilasi dan glikosilasi pada strukturnya. Flavonoid
mempunyai kerangka dasar karbon yang terdiri dari 15 atom karbon
yang membentuk susunan C6-C3-C6.
Lebih dari 2000 flavonoid yang berasal dari tumbuhan tumbuhan telah
diidentifikasi, diantaranya senyawa antosianin, flavonol, dan flavon.
Antosianin (dari bahasa Yunani anthos=bunga, kyanos, biru tua)
adalah pigmen berwarna yang umumnya terdapat di bunga berwarna
merah, ungu, dan biru. Pigmen ini juga terdapat di berbagai bagian
tumbuhan lain, misalnya buah tertentu, batang, daun dan bahkan akar.
Flavonoid sebagian besar terhimpun dalam vakuola sel tumbuhan
walaupun tempat sintesisnya ada di luar vakuola (Julianto, 2019).
Flavonoid memiliki mekanisme menghambat sintesis protein sehingga
akan menyababkan membran bakteri rusak (Majid & Muchtaridi,
2018).
2.2 Ekstraksi
Ekstraksi merupakan suatu proses perpindahan massa dari dari komponen zat
padat yang dapat yang terdapat pada simplisia ke dalam pelarut organik yang
digunakan. Dimana pelarut organik akan menembus dinding sel dan
7
selanjutnya akan masuk ke dalam rongga sel tumbuhan yang mengandung zat
aktif. Kemudian zat aktif akan ikut terlarut dalam pelarut organik pada bagian
luar sel untuk selanjutnya berdifusi masuk ke dalam pelarut. Proses ini akan
terus berulang sampai terjadinya keseimbangan konsentrasi zat aktif antara di
dalam sel dan di luar sel (Mubarak et al., 2018).
2.2.1 Cara Dingin
Ekstraksi dingin merupakan cara ekstraksi yang paling sederhana, dengan
cara bahan yang kering yang sudah dihaluskan diekstraksi pada suhu kamar
secara berturut-turut dengan pelarut yang kepolarannya semakin tinggi.
Penggunaan pelarut dengan peningkatan kepolaran bahan alam secara
berurutan memungkinkan pemisahan bahan alam berdasarkan kelarutannya
dalam pelarut ekstraksi. Keuntungan dari ekstraksi dingin adalah metodenya
yang mudah dan ekstrak tidak dipanaskan sehingga kemungkinan kecil bahan
alam menjadi terurai (Istiqomah, 2013).
a. Maserasi
Maserasi dilakukan dengan cara perendaman bagian tanaman secara utuh
atau yang sudah digiling kasar dengan pelarut tertentu dalam bejana
tertutup pada suhu kamar selama minimal 3 hari sambil diaduk berkali-
kali sampai semua bagian tanaman yang dapat larut melarut dalam cairan
pelarut. Campuran ini kemudian disaring dan ampas yang diperoleh
dipress untuk memperoleh bagian cairnya saja. Keuntungan proses
maserasi diantaranya adalah bahwa bagian tanaman yang akan diekstraksi
tidak harus dalam wujud serbuk yang halus, tidak diperlukan keahlian
khusus dan lebih sedikit kehilangan alkohol sebagai pelarut seperti pada
proses perkolasi atau sokhletasi. (Endarini, 2016)
b. Perkolasi
Perkolasi adalah metode ekstraksi yang paling sering digunakan untuk
mengekstrak bahan aktif dalam tumbuhan. Alat perkolator berupa wadah
sempit berbentuk kerucut terbuka di kedua ujungnya. Sampel tumbuhan
padat dibasahi dengan sejumlah pelarut yang sesuai dan dibiarkan selama
kurang lebih 4 jam dalam wadah tertutup. Selanjutnya bagian atas
8
perkolator ditutup. Pelarut ditambahkan hingga sampel terendam.
Campuran sampel dan pelarut dapat dimaserasi lebih lanjut dalam wadah
perkolator tertutup selama 24 jam. Saluran keluar perkolator kemudian
dibuka dan cairan yang terkandung di dalamnya dibiarkan menetes
perlahan. Pelarut dapat ditambahkan sesuai kebutuhan, sampai ukuran
perkolasi sekitar tiga perempat dari volume yang diperlukan dari produk
jadi (Julianto, 2019).
2.2.2 Cara Panas
a. Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya,
selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan
dengan adanya pendingin balik. Untuk mendapatkan ekstraksi yang
sempurna biasanya diulang 3-5 kali pada residu yang sama (Istiqomah,
2013).
b. Sokhletasi
Pada metode ini, bagian tanaman yang sudah digiling dimasukkan ke
dalam kantong berpori yang terbuat dari kertas saring yang kuat kemudian
dimasukkan ke dalam alat sokhlet untuk dilakukan ekstraksi. Pelarut yang
ada dalam labu akan dipanaskan dan uapnya akan mengembun pada
kondensor. Embunan pelarut ini akan merayap turun menuju kantong
berpori yang berisi bagian tanaman yang akan diekstrak. Kontak antara
embunan pelarut dan bagian tanaman ini menyebabkan bahan aktif
terekstraksi. Ketika ketinggian cairan dalam tempat ekstraksi meningkat
hingga mencapai puncak kapiler maka cairan dalam tempat ekstraksi akan
tersedot mengalir ke labu selanjutnya. Proses ini berlangsung secara terus-
menerus dan dijalankan sampai tetesan pelarut dari pipa kapiler tidak lagi
meninggalkan residu ketika diuapkan (Endarini, 2016). Ekstraksi
sokhletasi hanya diperlukan apabila senyawa yang diinginkan memiliki
kelarutan terbatas dalam pelarut dan pengotor tidak larut dalam pelarut itu
(Julianto, 2019).
9
c. Digesti
Dilakukan pada suhu kamar dengan temperatur 40-50ºC atau disebut
dengan maserasi kinetik (Pratiwi, 2019).
d. Infus
Metode ini dilakukan dengan maserasi bagian tanaman dengan air dingin
atau air mendidih dalam jangka waktu yang pendek. Suhu yang digunakan
tergantung pada ketahanan senyawa bahan aktif. Ekstrak yang dihasilkan
tidak dapat digunakan dalam jangka waktu yang lama karena tidak
menggunakan bahan pengawet (Endarini, 2016).
Infus merupakan metode ekstraksi menggunakan pelarut air pada
temperatur terukur, yaitu 96-98ºC, bejana infus tercelup dalam penangas
air mendidih (Pratiwi, 2019). 5) Dekoksi Pada metode ini, bagian tanaman
yang berupa batang, kulit kayu, cabang, ranting, rimpang atau akar
direbus dalam air mendidih dengan volume dan selama waktu tertentu
kemudian didinginkan dan disaring untuk memisahkan cairan ekstrak dari
ampasnya.
Metode ini untuk mengekstrak bahan bioaktif yang dapat larut dalam air
dan tahan terhadap panas. Rasio antara massa serbuk tanaman dengan
volume pelarut 1:4 atau 1:16. Selama proses perebusan terjadi penguapan
air perebus secara terus-menerus, sehingga volume cairan ekstrak yang
diperoleh biasanya hanya seperempat dari volume semula (Endarini,
2016).
Dekoksi merupakan metode ekstraksi seperti infus dengan waktu yang
lebih lama, dengan suhu lebih dari 30ºC dan temperatur sampai titik didih
air (Pratiwi, 2019).
10
S. aureus dapat menyebabkan terjadinya berbagai jenis infeksi mulai dari
infeksi kulit ringan, keracunan makanan sampai dengan infeksi sistemik.
Infeksi yang terjadi misalnya keracunan makanan karena Staphylococcus,
salah satu jenis faktor virulensi yaitu Staphylococcus enterotoxin. Gejala
keracunan makanan akibat Staphylococcus adalah kram perut, muntah-muntah
yang kadang-kadang di ikuti oleh diare (Karimela dkk, 2017).
2.3.2 Klasifikasi Bakteri Stapylococcus aureus
Berdasarkan (Syahrurahman et al, 2010) Klasifikasi Staphylococcus aureus
adalah sebagai berikut :
Domain : Bacteria
Kingdom : Eubacteria
Ordo : Eubacteriales
Famili : Micrococcaceae
Genus : Staphylococcus
Spesies : Staphylococcus aureus
11
bakteri koagulase positif, dan memfermentasi mannitol, hal ini yang
membedakan Staphylococcus aureus dengan spesies Staphylococcus lainnya.
Koloni Staphylococcus pada medium padat berbentuk halus, bulat, meninggi,
dan berkilau. Koloni berwarna abu-abu hingga kuning keemasan.
Staphylococcus aureus juga menghasilkan hemolisis pada pertumbuhan
optimalnya (Windiyaktina, 2018).
12
2.4 Escherichia coli
Escherichia coli merupakan bakteri batang gram negatif, tidak berspora, motil
berbentuk flagel peritrik, berdiameter ± 1,1 – 1,5 µm x 0,2 – 0,6 µm. E. coli
dapat bertahan hidup dimedium sederhana menghasilkan gas dan asam dari
glukosa dan memfermentasi laktosa. Pergerakan bakteri ini motil, tidak motil,
dan peritrikus, ada yang bersifat aerobik dan anaerobik fakultatif (Elfidasari
et al. 2011).
2.4.1 Klasifikasi bakteri Escherichia coli.
Kingdom : Bacteria
Divisi : Proteobacteria
Classis : Gammaproteobacteria
Ordo : Enterobacteriales
Family : Enterobacteriaceae
Genus : Escherichia
Species :Escherichia coli
13
2.4.3 Patogenitas Bakteri E. coli
Bakteri E. coli adalah salah satu bakteri yag digunakan sebagai indikator
adanya kontaminasi feces dan kondisi sanitasi yang tidak baik terhadap air,
makanan, dan minuman. E. coli menjadi patogen jika jumlah bakteri dalam
saluran pencernaan meningkat atau berada di luar usus, menghasilkan
enterotoksin sehingga menyebabkan terjadinya bebarapa infeksi yang
berasosiasi dengan enteropatogenik kemudian menghasilkan enterotoksin
pada sel epitel. Manifestasi klinik infeksi oleh E. coli bergantung pada
tempat infeksi dan tidak dapat dibedakan dengan gejala infeksi yang
disebabkan oleh bakteri lain (Ismail 2012)
2.5 Antibakteri
Antibakteri merupakan golongan senyawa, baik alami maupun sintetik yang
mempunyai efek menekan atau menghentikan suatu proses biokimia di dalam
organisme, khususnya dalam proses infeksi oleh bakteri. Proses tersebut
dilakukan melalui penghambatan sintesis dinding sel, sintesis protein, sintesis
asam nukleat, serta menghambat jalur metabolisme sehingga menghancurkan
struktur membran sel (Tenover 2006).
Mekanisme penghambatan terhadap pertumbuhan bakteri oleh senyawa
antibakteri dapat berupa perusakan dinding sel dengan cara menghambat
pembentukannya atau mengubahnya setelah selesai terbentuk, perubahan
permeabilitas membran sitoplasma sehingga menyebabkan keluarnya bahan
makanan dari dalam sel, perubahan molekul protein dan asam nukleat,
penghambatan kerja enzim, dan penghambatan sintesis asam nukleat dan
protein. Di bidang farmasi, bahan antibakteri dikenal dengan nama antibiotik,
yaitu suatu substansi kimia yang dihasilkan oleh mikroba dan dapat
menghambat pertumbuhan mikroba lain. Senyawa antibakteri dapat bekerja
secara bakteriostatik, bakteriosidal, dan bakteriolitik (Simon, 2012).
14
2.6 KERANGKA KONSEP
Ekstrak Etanol
Daun Katuk
(Sauropus androgynus
(L.) Merr)
15
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah studi eksperimen
dengan desain eksperimental laboratorium. Perlakuan dengan uji daya hambat
antibakteri ekstrak etanol daun katuk (Sauropus androgynus (L) Merr), pada
konsentrasi (5%, 10%, 20%, 40%, dan 80 %) terhadap pertumbuhan bakteri
S. aureus dan E. coli pada beberapa kelompok konsentrasi, kemudian hasil
dibandingkan dengan kelompok kontrol pembandingnya. larutan CMC 1%
sebagai kontrol negatif, disk Ciprofloxasin, Gentamisin, dan basitrasin
sebagai pembanding
16
b. Daun katuk (Sauropus androgynus (L.) Merr) yang daunya busuk
D. Definisi Operasional
1. Ekstrak etanol daun katuk (Sauropus androgynus (L.) Merr) adalah
ekstrak yang diperoleh dengan cara maserasi menggunakan pelarut
etanol 70%.
2. Konsentrasi ekstrak etanol adalah banyaknya ekstrak etanol daun katuk
(Sauropus androgynus (L.) Merr) yang akan diaplikasikan pada biakan
bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli yaitu (5%, 10%,
20%, 40%, dan 80 %).
3. Bakteri Staphylococcus aureus merupakan bakteri gram positif dan
Escherichia coli merupakan bakteri gram negartif hasil biakan murni
di laboratorium Universitas Pekalongan.
4. KHM ( Kadar Hambat Minimum ) adalah konsentrasi minimal bahan
coba yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri setelah inkubasi
24 jam. Dilakukan pengamatan koloni bakteri sehingga dapat diketahui
penyebaran bakteri yang ada pada bahan. Konsentrasi terendah yang
memberikan hasil negatif pada uji ini dinyatakan sebagai KHM
(Konsentrasi Hambat Minimum).
5. Metode difusi kertas cakram, yaitu untk menguji aktivitas bakteri
dengan menggunakan pinset steril, kertas cakram diletakkan di atas
lempeng media Nutrien Agar yang telah dicampur dengan bakteri.
E. Instrumen Penelitian
1. Alat Penelitian
Alat alat yang digunakan antara lain : erlenmeyer, gelas ukur, gelas
kimia, tabung reaksi, rak tabung reaksi, pipet tetes, penangas air,
blender, ayakan mesh 65, kaca arloji, timbangan analitik, labu
ekstraksi, batang pengaduk, stirer, rotary evaporator, jarum ose,cawan
petri, pinset, inkubator, termometer, kertas cakram, autoklaf,
mikropipet, pipet gondok, bunsen, pipet ukur, penggaris dan alat
fotografi.
17
2. Bahan Penelitian
Bahan-bahan yang digunakan antara lain: pucuk daun katuk, bakteri uji
(S aureus dan E coli) yang diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi
Universitas Pekalongan, Carboxy Methyl Cellulose (CMC), aquades
steril, etanol 70%, disk Ciprofloksasin, Gentamisin, Basitrasin,
Nutrient Agar (NA), H2SO4 0,36 N, BaCl2.2H2O 1,175%, NaCl
0,9%, kertas saring no.1, kertas label dan aluminium foil.
Ekstraksi daun katuk dengan metode maserasi dengan pelarut etanol 70%
Perlakuan Kontrol
diinkubasi dalam
inkubator selama 24 jam pada suhu 37°C.
Mengukur diameter zona hambat pada kelompok perlakuan dan kontrol positif
Anshar M., Tohari, Bambang H.S., Endang S., 2011. Pertumbuhan, Hasil dan
Kualitas Umbi Bawang Merah Pada Kadar Air Tanah dan Ketinggian
Tempat Berbeda. Jurnal Agrivigor 10(2): 128-138.
Ang, L., Song, E., Lee, H. W., & Lee, M. S. (2019). Herbal Medicine for The
Treatment of Coronavirus Disease 2019 ( COVID-19 ): A Systematic
Review and Meta-Analysis of Randomized Controlled Trials, 2019
(December), 1–20.
Dudani, T., & Saraogi, A. (2020). Use of Herbal Medicines on Coronavirus. Acta
Scientific Pharmaceutical Sciences.
Herlina & Rahmalia.S. (2015). Hubungan Pola Aasuh dengan Status Identitas Diri
Remaja. Skripsi. Riau: Universitas Riau.
Ikmalia. 2008., Analisa Profil Protein Isolat Escherichia coli S1 hasil iradiasi sinar
gamma. Fakultas Sains Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah. Jakarta
vi
Jawetz, Melnick Adelberg’s, 2005. Mikrobiologi Kedokteran. Edisi 23.
Terjemahan oleh Huriwati Hartono. Jakarta.EGC
Karimela E. J., Ijong, F.G., Palawe, J.F.P., dan Mandeno, J.A. 2018. Isolasi dan
Identifikasi Bakteri Staphylococcus epidermidis pada Ikan Asap Pinekuhe.
Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan Vol. 9 No. 1 Mei 2018: 35-42.
Najlah,F.L. 2010. Efektifitas ekstrak daun jambu biji daging buah putih (Psidium
guajava Linn) pada konsentrasi 5%, 10%, dan 15% terhadap zona radikal
bakteri Staphylococcus aureus. Skripsi.Yogyakarta: Fakultas Kedokteran.
Panyod, S., Ho, C.-T., & Sheen, L.-Y. (2020). Dietary Therapy and Herbal
Medicine for COVID-19 Prevention: A Review and Perspective. Journal
of Traditional and Complementary Medicine.
vii
Pratiwi, Endah. (2010). Perbandingan Metode Maserasi, Remaserasi, Perkolasi
dan Reperkolasi dalam Ekstraksi Senyawa Aktif Andrographolide dari
Tanaman Sambiloto (Andrographis paniculata (Burm.F.) Nees). Journalof
Agroindustrial Technology.IPB Resipitory.
Pratiwi, Dina, Wahdaningsih, Sri, and Isnindar. 2013. The Test of Antioxidant
Activity from Bawang Mekah Leaves (Eleutherine americana Merr.)
Using DPPH (2,2-Diphenyl-1-picrylhydrazyl) Method. Traditional
Medicine Journal, Vol. 18, No. 1 : 9-16.
viii