MK. TOKSIKOLOGI
Skor Nilai
KELOMPOK : VI (ENAM)
NAMA MAHASISWA : ESTER INDRI YANTI SIREGAR (4171220004)
FEBI ANJAINI PURBA (4171220006)
GRACIA ANZANI TAMBUNAN (4173220008)
LATIFAH NINGRUM ABDILLAH (4173220011)
MAROJAHAN H. SIJABAT (4173220012)
INDAH RIZKY
KELAS : BIOLOGI NONDIK A 2017
DOSEN PENGAMPU : Aida Fitriani Sitompul, S.Pd., M.Si.
MATA KULIAH : TOKSIKOLOGI
MEDAN
2019
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN........................................................................................................2
1.1. Latar Belakang...............................................................................................2
1.2. Rumusan Masalah..........................................................................................3
1.3. Tujuan Penelitian...........................................................................................4
1.4. Manfaat Penelitian.........................................................................................4
BAB II KAJIAN PUSTAKA........................................................................................5
BAB III METODE PENELITIAN...............................................................................8
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian........................................................................8
3.2. Pengambilan Sampel......................................................................................8
3.3. Alat dan Bahan Penelitian..............................................................................8
3.3.1. Alat.........................................................................................................8
3.3.2. Bahan......................................................................................................9
3.4. Prosedur Kerja................................................................................................9
3.5. Ekstraksi Bunga Kecombrang........................................................................9
3.6. Pengujian Terhadap Larva Nyamuk Aedes sp...............................................9
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN....................................................................11
4.1. Tabel Hasil Pengamatan..................................................................................11
4.2. PEMBAHASAN..............................................................................................12
4.3. Hasil Analisis Data..........................................................................................15
4.3.1. Uji Pendahuluan........................................................................................15
4.3.2. Uji Pengulangan........................................................................................17
4.3.3. Uji Real.....................................................................................................19
4.4. Lethal Concentration 50% (LC50)....................................................................21
4.5. Uji Efektifitas...................................................................................................23
BAB V PENUTUP.....................................................................................................24
5.1. Kesimpulan......................................................................................................24
5.2. Saran................................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................25
LAMPIRAN DOKUMENTASI.................................................................................26
1
BAB I
PENDAHULUAN
2
Program pencegahan dan pemberantasan DBD telah berlangsung lebih kurang
43 tahun dan berhasil menurunkan angka kematian dari 41,3% pada tahun 1968
menjadi 0,87 % pada tahun 2010, tetapi belum berhasil menurunkan angka kesakitan.
Jumlah penderita cenderung meningkat, penyebarannya semakin luas, menyerang
tidak hanya anak-anak tetapi juga golongan umur yang lebih tua. Pada tahun 2011
sampai bulan Agustus tercatat 24.362 kasus dengan 196 kematian (Notoatmodjo,
2002).
Penelitian terakhir menemukan bahwa kandungan kimia kecombrang adalah
saponin, flavonoid, polifenol dan minyak atsiri. Kandungan minyak atsiri dalam
bunga kecombrang rata-rata sebesar 17%. Kandungan minyak atsiri pada bunga
kecombrang sangat tinggi bila dibandingkan dengan jenis rempah lain yang masih
satu famili (Zingiberaceae), kadar minyak atsiri pada jahe bekisar 1,9%-3,9%
(Naufalin, 2005).
Mini riset berguna bagi mahasiswa untuk mengembangkan tingkat kemampua
mahasiswa dalam menelliti dan juga menambah wawasann pengetahuan serta
pengalaman bagi ahasiswa tersebut. Adapun alasan melakukan penelitian ini ialah
untuk mengetahui tingkat kemampuan ekstrak bunga kecombrang dalam membunuh
larva Aedes aegypti. Selain itu pentingnya melakukan uji ini ialah untuk
membuktikan bagaimana efek bunga kecombrang terhadap larva Aedes aegypti. Dan
mini riset ini juga dilakukan untuk memenuhi salah satu tugas dari mata kuliah
Toksikologi.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka dapat
dirumuskan rumusan masalahnya yaitu :
1. Bagaimana pengaruh efektivitas pemberian ekstrak bunga kecombrang
(Etlingera elatior) pada larva nyamuk Aedes sp?
2. Berapakah konsentrasi dan dosis yang efektif untuk membunuh larva Aedes
aegypti ?
3. Bagaimana cara memanfaatkan bunga kecombrang sebagai tanaman pengusir
atau membunuy larva Aedes aegypti ?
3
1.3. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui efektivitas pemberian ekstrak akar kecombrang (Etlingera
elatior) sebagai biolarvasida terhadap larva Aedes aegypti.
2. Mengetahui konsentrasi dan dosis yang paling efektif dari ekstrak bunga
Kecombrang (Etlingera elatior) sebagai biolarvasida terhadap larva nyamuk
3. Mengetahui bagaimana cara memanfaatkan bunga kecombrang sebagai
tanaman pembunuh larva Aedes aegypti.
1.4. Manfaat Penelitian
1. Bagi Ilmu Peengetahuan
Memberikan informasi pada bidang parasitologi, khususnya entomologi, dan
toksikologi mengenai pengaruh ekstrak akar Kecombrang (Etlingera elatior)
terhadap pertumbuhan larva nyamuk Aedes aegypti dan membuat dasar ilmiah
mengenai penggunaan bahan-bahan ilmiah.
2. Bagi Masyarakat
Memberikan informasi mengenai larvasida dari ekstrak bunga Kecombrang
(Etlingera elatior) sebagai pengendali vektor demam berdarah dan dapat
diaplikasikan oleh masyarakat untuk membunuh larva Aedes aegypti dalam upaya
untuk menurunkan angka kejadian demam berdarah di Indonesia
3. Bagi Peneliti
Menambah wawasan ilmu pengetahuan mengenai cara penggunaan ekstrak
bunga kecombrang sebagai biolarvasida untuk membasmi larva namuk Aedes sp dan
juga untuk membantu pengendalian vektor demam berdarah penyebab masalah
kesehatan masyarakat serta sebagai bahan informasi dan perbandingan terhadap
penelitian selanjutnya.
4
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Di Indonesia penyakit DBD masih menjadi masalah kesehatan masyarakat
selama 41 tahun terakhir. Sejak tahun 1968 terjadi peningkatan persebaran jumlah
provinsi dan kabupaten/kota yang endemis DBD, dari 2 provinsi dan 2 kota, menjadi
32 (97%) dan 382 (77%) kabupaten /kota pada tahun 2009. Selain itu terjadi
peningkatan kasus DBD, pada tahun 1968 hanya 58 kasus menjadi 158.912 kasus
pada tahun 2009. Pengendalian vektor penular DBD yang selama ini dilakukan
antara lain pengendalian secara kimia, biologi dan modifikasi lingkungan, akan tetapi
pengendalian penularan DBD di Indonesia masih banyak dilakukan secara kimia
yaitu menggunakan insektisida golongan organofosfat (malation dan temefos) untuk
menurunkan kepadatan vektornya. Efektifitasinsektisida malation dan temefos
ditentukan oleh tingkat kerentanan nyamuk vektor yang menjadi sasaran utamanya.
Penggunaan insektisida kimia dalam jangka waktu lama akan memberi efek buruk,
yaitu insektisida akan menekan dan menyeleksi serangga vektor sasaran untuk
menjadi toleran sampai resisten terhadapnya (Meiske, 2016).
Demam berdarah adalah penyakit akut yang disebabkan oleh virus dengue,
yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti. Penyakit ini ditemukan di daerah tropis
dan subtropis, dan menjangkit luas di banyak negara di Asia Tenggara. Terdapat
empat jenis virus dengue, masing-masing dapat menyebabkan demam berdarah, baik
ringan maupun fatal. Setiap tahun selalu dilaporkan adanya kejadian luar biasa di
sejumlah kota besar di Indonesia walaupun tindakan khusus terhadap penderita
sampai sekarang tidak ada namun dengan penatalaksanaan yang tepat oleh para
tenaga medis dan paramedis yang berpengalaman sering jiwa penderita Demam
Berdarah Dengue (DBD) dapat terselamatkan (Adityo, 2015).
Nyamuk Aedes aegypti merupakan salah satu vektor yang dapat
menyebabkan penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD). Penyakit DBD merupakan
salah satu masalah kesehatan masyarakat di negara – negara yang mempunyai iklim
tropis, termasuk Indonesia. Pemberantasan larva merupakan salah satu pengendalian
vektor Aedes aegypti yang diterapkan hampir diseluruh dunia. Penggunaan
insektisida sebagai larvasida merupakan cara yang paling umum digunakan oleh
masyarakat untuk mengendalikan pertumbuhan vektor tersebut. Insektisida yang
5
sering digunakan di Indonesia adalah Abate. Program penanggulangan DBD lebih
banyak bertumpu pada pengendalian vektor, yaitu nyamuk (dewasa) Aedes aegypti.
Pengendalian vektor merupakan salah satu upaya pemberantasan DBD yang
dilakukan guna memutus rantai penularan. Pemberantasan demam berdarah yang
utama adalah pemberantasan sarang nyamuk, pengendalian vektor dengan 3M Plus
bukan dengan fogging.
Salah satu bentuk penanggulangan DBD dengan pengendalian vektor adalah
dengan menggunakan insektisida sintetik sebagai larvasida. Terdapat dua kategori
besar insektisida yang sering digunakan sebagai insektisida rumah tangga, yaitu
insektisida yang berfungsi untuk membunuh serangga dan insektisida yang berfungsi
untuk mengusir serangga (repellent) (Adityo, 2015).
Penggunaan insektisida kimiawi yang berulang akan menimbulkan dampak
kontaminasi residu pestisida dalam air, terutama air minum. Selain itu, Biaya yang
tinggi dari penggunaan pestisida kimiawi dan munculnya resistensi dari berbagai
macam spesies nyamuk yang menjadi vektor penyakit menjadi perhatian penting
yang harus dicermati (Hidayatulloh, 2016).
Upaya pengendalian vektor alternatif yang dilakukan adalah memutus siklus
hidup nyamuk pada stadium larva dengan menggunakan bahan-bahan alami yang
mudah terurai di alam dan tidak meracuni lingkungan fisik, biologi, dan kimia di
sekitarnya. Bahan-bahan alami yang digunakan banyak berasal dari beberapa
tanaman lokal yang banyak di temukan di lingkungan sekitar kita. Kecombrang
(Etlingera elatior) merupakan salah satu tanaman yang dianggap memiliki potensi
insektisida. Kandungan tanaman kecombrang terdiri dari alkaloid, flavonoid,
polifenol, steroid, saponin dan minyak atsiri. Senyawa alkaloid dapat digunakan
sebagai insektisida alami karena senyawa ini menyerang sel-sel neurosekresi otak
serangga (bersifat racun pada saraf), menghambat pembentukan pupa dan hormon
tumbuh sehingga memotong atau menghentikan daur larva.
Pengendalian vektor nyamuk Aedes spp dapat dilakukan dengan cara
menggunakan insektisida atau tanpa menggunakan insektisida. Untuk mengurangi
efek samping dari bahan kimia maaka perlu dikembangkan obat-obat penolak
nyamuk dari bahan yang terdapat di alam yang lebih aman untuk manusia dan
lingkungan, serta sumbernya tersedia dalam jumlah yang besar. Insektisida nabati
6
(hayati) atau bioinsektisida diartikan sebagai suatu pestisida yang bahan dasarnya
berasal dari tumbuhan. Oleh karen terbuat dari bahan alami atau nabati maka jenis
pestisida ini bersifat mudah terurai (Biodegradable). Bioinsektisida bersifat “pukul
dan lari” (hit and run), yaitu apabila diapliasikan akaan membunuh serangga pada
waktu itu dan setelah serangga terbunuh, maka residunya akan cepat menghilang di
alam (Kardinan, 2004)
Flavonoid memiliki efek sebagai inhibitor kuat pernapasan, gangguan
metabolisme energi terjadi di dalam mitokondria dengan cara menghambat sistem
transport elektron atau dengan menghalangi coupling antara sistem transport dengan
produksi ATP. Adanya hambatan pada sistem transport menghalangi produksi ATP
dan menyebabkan penurunan pemakaian oksigen oleh mitokondria. Tannin berperan
dalam memperkecil pori-pori lambung sehingga menyebabkan proses metabolisme
sistem pencernaan menjadi terganggu (Meiske, 2016).
Saponin sendiri dikenal sebagai insektisida dan larvasida. Saponin dapat
menurunkan tegangan permukaan selaput mukosa traktus digestivus larva sehingga
dinding traktus menjadi korosif. Saponin terdapat pada berbagai jenis tumbuhan
dengan konsentrasi tinggi pada bagian-bagian tertentu. Sedangkan flavonoid
merupakan senyawa pertahanan tumbuhan yang dapat bersifat menghambat makan
serangga dan juga bersifat toksis.
Salah satu tanaman yang memiliki potensi sebagai antioksidan adalah
Etlingera elatior. Tanaman ini merupakan salah satu famili zingiberaceae yang
merupakan tanaman asli Indonesia. Beberapa penelitian mengenai aktivitas
antioksidan yang terdapat pada tanaman Etlingera elatior telah dilakukan. Hasil
penelitian menyebutkan bahwa pengujian antioksidan dengan metode DPPH pada
ekstrak metanol bunga dan daun kecombrang memiliki nilai IC50 sebesar 30,65
μg/mL untuk daun, dan bunga 101,84 μg/mL (Kusriani, 2017).
7
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan di rumah salah satu mahasiswa yang merupakan
anggota dalam kegiatan penelitian tepatnya di alamat jalan Dahlia No. 35 AL, Indra
Kasih, Medan Tembung, Kota Medan. Waktu pelaksanaan selama 2 Bulan mulai dari
Bulan September– Oktober . Jenis penelitian adalah true experimental dengan desain
penelitian posttest only control design. Sampel tanaman kecombrang diambil dari
kelurahan Sarimatondang, Kecamatan Sidamanik, Simalungun, Sumatera Utara.
8
3.3.2. Bahan
No Nama Bahan Jumlah
1 Bunga Kecombrang (Etlingera elatior) 6000 gram
2 Larva Aedes aegypti atau Aedes sp 210 ekor
3 Aquades 1050 ml
4 Alkohol 70% 900
3.4. Prosedur Kerja
9
ulangan dan uji real. Pada uji pendahuluan, setiap ekstrak bunga kecombrang dibagi
menjadi 7 kelompok perlakuan konsentrasi 0%, 10%, 20%, 30%, 40%, 50%, dan
60%. Pada uji Ulangan, rentang konsentrasi ekstrak bunga yang digunakan
ditentukan berdasarkan nilai LC50 dari hasil uji pendahuluan. Pada Uji ulangan juga
sama perlakuannya dengan Uji pendahuluan, setiap ekstrak bunga dibagi 7 kelompok
perlakuan konsentrasi 0%, 10%, 20%, 30%, 40% , 50% dan 60%. Pada uji ulangan
ini melihat rentang kesamaan konsentrasi ekstrak bunga pada larva nyamuk
berdasarkan nilai LC50. Pada Uji Real sudah mendapatkan Rentang Konsentrasi
Kematian Larva Nyamuk berdasarkan LC50 yang dilakukan pada Uji Pendahuluan
dan Uji Ulangan, pada Uji Real dilakukan pembagian 7 kelompok perlakuan dengan
konsentrasi yang berbeda sesuai dengan rentang kematian LC50 pada Larva Nyamuk
yang dilakukan pada Uji pendahuluan dan Uji Ulangan yaitu pada uji real dengan
perlakuan konsentrasi 0% sebagai kontrol, 10%, 12%, 14%, 16%, 18%, dan 20%.
10
BAB IV
11
18 -2 -4 - -5 -6 -6 - - - - - -8
20 -1 -5 - -5 -5 -5 - - - - - -8
Keterangan : - = tidak dilakukan pengamatan
4.2. PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian koraag et al (2016) melaporkan bahwa ekstrak
bunga kecombrang lebih efektif membunuh larva Aedes aegepty dibanding ekstrak
daun kecombrang. Hal ini karena ekstrak bunga kecombrang memiliki kemampuan
membunuh larva Ae. Aegepty pada konsentrasi yang lebih rendah dibandingkan
dengan ekstrak daun kecombrang. Nilai LC50 dan LC90 ekstrak bunga kecombrang
jauh lebih rendah dibandingkan dengan ekstrak daun kecombrang. hal ini
12
menunjukkan bahwa ekstrak bunga kecombrang lebih efektif, semakin rendah nilai
LC50 suatu tanaman maka semakin baik karena tanaman tersebut semakin toksik.
13
Diagram 3. Jumlah kematian individu larva pada uji real
Berdasarkan data diatas diperoleh bahwa tingkat kematian dibedakan atas uji
pendahuluan, uji ulangan dan uji real. Pada penelitian efektifitas bunga kecombrang,
sebagai biolarvasida pada tingkat persentase kematian 50% yakni setengah dari
jumlah seluruh individu, berdasarkan hasil penelitian tingkat kematian 50% (Lethal
Concentrate 50) didapatkan bahwa tingkat kematian pada uji pendahuluan adalah 8
individu, uji ulangan 4 individu, dan uji real 4 individu pada konsentrasi ekstrak 10
%. Dengan demikian tingkat kematian dan keefektifan dari ekstraksi bunga
kecombrang berada pada kisaran konsentrasi 10%-20% sehingga pada uji real
dilakukan uji mendetailnya dengan selisih 2%.
Hasil analisis dari uji efektifitas ekstrak bunga kecombrang pada larva
nyamuk Aedes aegypti yaitu jumlah kematian 50% pada kelompok perlakuan. Dari
hasill yang didapatkan dari uji real adalah pada perlakuan konsentrasi 14% dengan
hasil presentasi kematian larva 50% dalam 24 jam. Kematin langsung pada larva
yaitu pada terjadi pada ekstrak 50% dan presentasi kematian larva yang terjadi secara
langsung pada saat begitu ekstrak digabungkan dengan aquades pada perlakuan
konsentrasi 50% dan 60% adalah 100%. Dan larva nyamuk yang mati secara
bertahap dalam jangka waktu 24 jam terjadi pada perlakuan 10%-20%. Sedangkan
pada perlakuan konsentrasi 30%-40% larva nyamuk langsung mati secara
keseluruhan pada 6 jam pengamatan.
14
Pada uji pendahuluan dan uji pengulangan uji larvasida ekstrak bunga
kecombranng dibagi menjadi tujuh kelompok yaitu 0% sebagai kontrol, 10%, 20%,
30%, 40%, 50%, dan 60%. Dengan dua kali percobaan yang ditentukan dengan
rumus Federer. Rumus ini kami pilih berdasarkan penelitian Koorag, dkk tahun
2016.
(n-1)(r-1) ≥ 15
(7-1)(2-1) ≥ 15
(6)(1) ≥ 15
6 ≥ 15
Dengan n = banyaknya perlakuan (Konsentrasi)
r = banyaknya pengulangan.
Setiap kelompok perlakuan berisi 10 larva dengan pengulangan sebanyak 2
kali dengan cara yang sama yaitu di uji pendahuluan dan uji pengulangan. Setiap
kontrol (Konsentrasi 0%) juga dilakukan pengulangan. Pada uji akhir/ real, rentang
konsentrasi ekstrak bunga kecombrang yang digunakan berdasarkan hasil uji
pendahuluan dan uji pengulangan dengan jumlah larva yang mati secara bertahap
dalam 24 jam yaitu pada perlakuan 10%-20% dengan rentang konsentrasi 2%.
Apabila terdapat kematian larva sebanyak > 10% maka penelitian harus diulangi,
sedangkan apabila kematian < 10% maka harus dikoreksi dengan rumus Abbot.
Mortality (%)
15
4.3. Hasil Analisis Data
4.3.1. Uji Pendahuluan
Pada uji pendahuluan didapatkan pada konsentrasi 50%-60% larva mati
keseluruhan (100%) beberapa detik setelah ekstrak dituangkan. Pada konsentrasi
30% dan 40% larva nyamuk mati pada 6 jam pengamatan. Sedangkan pada
perlakuan 10% dan 20% mati secara bertahap dalam 24 jam sedangkan kontrol
seluruh larva pada kelompok kotrol tetap hidup dalam 24 jam. Berikut ini adalah
presentase kematian tiap pengamatan pada perlakuan 10% dalam 24 jam.
Mortality (%)
Perlakuan 10%
Mortality (%)
Perlakuan 10%
Mortality (%)
Perlakuan 10%
Mortality (%)
16
Perlakuan 10%
Mortality (%)
Perlakuan 20%
Perlakuan 20%
Perlakuan 20%
Perlakuan 20%
Perlakuan 20%
Mortality (%)
17
Perlakuan 30%
Perlakuan 30%
Perlakuan 30%
Mortality (%)
Perlakuan 40%
Perlakuan 40%
18
Perlakuan Presentase 10%
Mortality (%)
Perlakuan 10%
Perlakuan 10%
Mortality (%)
Perlakuan 10%
Perlakuan 20%
Mortality (%)
Perlakuan 20%
19
Perlakuan 30%
Perlakuan 30%
Perlakuan 40%
Perlakuan 40%
Mortality (%)
Perlakuan 10%
20
Perlakuan konsentrasi 10% = 0% kematian dalam 10 jam
Perlakuan 10%
Perlakuan 10%
Mortality (%)
Perlakuan 12%
Perlakuan 12%
Perlakuan 12%
Perlakuan 12%
Mortality (%)
21
Perlakuan 14%
Perlakuan 14%
Perlakuan 14%
Perlakuan 14%
Mortality (%)
Perlakuan 16%
Perlakuan 16%
Perlakuan 16%
22
Perlakuan 16%
Mortality (%)
Perlakuan 18%
Perlakuan 18%
Perlakuan 18%
Perlakuan 18%
Perlakuan 18%
Mortality (%)
23
Perlakuan 20%
Perlakuan 20%
Perlakuan 20%
Parameter Estimates
24
Intercept -2.142 .966 -2.218 .027 -3.108 -1.176
25
4.5. Uji Efektifitas
Uji efektifitas ekstrak bunga kecombrang ini merupakan suatu pengujian
senyawa fitokimia yang terdapat pada bunga kecombrang (Etlingera elatior)
terhadap larva Aedes aegypti yang dibagi menjadi beberapa konsentrasi. Uji ini
bertujuan untuk mengetahui seberapa besar efek ekstrak bunga kecombrang terhadap
kematian larva dalam uji waktu 24 jam. Bunga kecombrang memiliki senyawa aktif
yakni flavonoid dan saponin yang mempunyai efek larvasida. Pada uji efektifitas
yang telah dilakukan dihasilkan presentase kematian terbesar dalam waktu singkat
yaitu pada perlakuan konsentrasi 50% dan 60%. Sedangkan pada presentasi kematian
terbesar dalam jangka waktu 24 jam secara bertahap adalah 18% dan 20%.
Sedangkan Lethal Concentrate 50% terjadi pada perlakuan konsentrasi 14%.
26
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada kegiatan mini riset ini
dapat dismpulkan bahwa
1. Ekstrak bunga kecombrang efektif dalam mengatasi larva Aedes aegepty yang
dinyatakan dalam tingkat persentase kematian (LC50) yakni efektif pada uji
konsntrasi real 14%.
2. Dosis yang membunuh larva nyamuk Aedes aegepty yaitu pada konsentrasi
50%-60% sedangkan dosis yang membunuh secara bertahap dalam 24 jam
yaitu 18-20% dan dosis tepat dengan presentasi kematian 50% dalam 24 jam
(LC50) adalah 14%
3. Bunga kecombrang dapat dimanfaatkan sebagai biolarvasida dengan
mennggunakan ekstraksinya pada larva nyamuk dengan dosis 50% untuk
membunuh secara langsung.
5.2. Saran
Penggunaan Biolarvasida seharusnya lebih ditekankan daripada penggunaan
senyawa kimia dalam pemberantasan larva nyamuk maupum nyamuk dewasa, hal
ini karena larvasida alami lebih ramah lingkungan dan efisiensi pemakaiannya pun
masih relatif baik, demikian juga kita dapat mengetahui fungsi beberapa metabolit
sekunder beberapa tanaman.
27
DAFTAR PUSTAKA
28
LAMPIRAN DOKUMENTASI
Uji Pendahuluan dan uji pengulangan Uji Real
0%
0% Kontrol
(Kontrol)
10% 10%
20% 12%
30% 14%
29
40% 16 %
50% 18%
60% 20%
30