Anda di halaman 1dari 59

UJI EFEKTIVITAS SEDIAAN LOTION EKSTRAK BUAH

KETUMBAR (Coriandrum sativum L.) SEBAGAI ANTI


NYAMUK Aedes aegypty

PROPOSAL

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat


Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)
pada Program Studi S1 Farmasi

Disusun Oleh :
ALSAN SAEPUL ALAM
NIM : 1948201013

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


STIKES MUHAMMADIYAH KUNINGAN
2023
HALAMAN PENGESAHAN

USULAN PENELITIAN SKRIPSI

1. Judul Usulan Skripsi : Uji Efektifitas Sediaan Lotion Ekstrak Buah Ketumbar
(Coriandrum sativum L.) Sebagai Anti Nyamuk Aedes
aegypti
2. Nama Pengusul : Alsan Saepul Alam
3. NIM Pengusul : 1948201013
4. Alamat Rumah : Griya Martadinata Sarasih Ciporang, Kecamatan
Kuningan, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat.

5. Nomor Hp : 081321202512
6. Alamat Email : alsansaepul09@gmail.com
7. Nama Pembimbing 1 : Sukmawati, M.Farm
8 Nama Pembimbing 2 : Azmi Darotulmutmainnah, M. Si

Kuningan, 29 Mei 2023


Menyetujui :
Pengusul

Alsan Saepul Alam


1948201013

Pembimbing 1 Pembimbing 2

Sukmawati, M.Farm Azmi Darotulmutmainnah, M.Si


NIDN. 0421118203 NIDN. 0421118203
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
INTISARI

Kasus Demam Berdarah Dengeu (DBD) di Indonesia telah mengalami peningkatan,


sehingga pengendalian vektor nyamuk penyebab DBD seperti Aedes aegypti sangat
diperlukan. Salah satu upaya meningkatnya kasus DBD di Indonesia dapat
dilakukan dengan cara menghindari gigitan nyamuk Aedes aegypty menggunakan
Repellent. Repellent dapat mengurangi paparan terhadap gigitan nyamuk yang
mungkin terinfeksi virus dengue. Salah satu tanaman yang memiliki sanyawa aktif
sebagai Lotion anti nyamuk adalah ketumbar (Coriandrum sativum L.). Hal tersebut
terjadi karena kandungan kimia dalam biji ketumbar seperti Linalool dan Flavonoid
yang memiliki kemampuan sebagai penolak nyamuk (repellent). Jenis metode
penelitian ini adalah eksperimental di Laboratorium dengan membuat 4 formula
yang terdiri dari F0 sebagai basis lotion, F1 dengan konsentrasi ekstrak buah
ketumbar sebesar 60%, F2 65%, dan F3 70%. Lalu dilakukan uji stabilitas meliputi
organoleptik, homogenitas, pH, daya sebar, daya lekat, dan tipe emulsi, kemudian
dilakukan uji efektifitas sediaan lotion yang mengandung ekstrak buah ketumbar
terhadap nyamuk Aedes aegypti. Data di dapat dan di analisis menggunakan metode
One Way ANOVA.
ABSTRAK

Salah satu tanaman yang memiliki sanyawa aktif sebagai Lotion anti nyamuk adalah
buah ketumbar (Coriandrum sativum L.). Biji Ketumbar memiliki senyawa aktif
yang berperan penting sebagai anti nyamuk (Repellent). Penelitian sebelumnya
menyatakan bahwa ekstrak ketumbar (Coriandrum sativum L.) dapat
diformulasikan dalam bentuk sediaan lotion. Hal ini terjadi karena kandungan kimia
dalam biji ketumbar seperti Linalool dan Flavonoid yang memiliki kemampuan
sebagai penolak nyamuk (repellent). Tujuan dari penelitian ini yaitu ini untuk
mengetahui apakah estrak buah ketumbar mempunyai efektivitas sebagai anti
nyamuk dan pada formula berapakah sediaan lotion ekstrak buah ketumbar yang
mempunyai efektivitas terbaik. Jenis penelitian ini adalah eksperimental di
Laboratorium dengan membuat 4 formula yang terdiri dari F0 sebagai basis lotion,
F1 dengan konsentrasi ekstrak buah ketumbar sebesar 60%, F2 65%, dan F3 70%.
Lalu dilakukan uji stabilitas meliputi organoleptik, homogenitas, pH, daya sebar,
daya lekat, dan tipe emulsi, kemudian dilakukan uji efektifitas sediaan lotion yang
mengandung ekstrak buah ketumbar terhadap nyamuk Aedes aegypti. Data di dapat
dan di analisis menggunakan metode One Way ANOVA.

Kata Kunci : Ketumbar, Lotion, Repellent, Linalool, Flavonoid


ABSTRACTION

One of the plants that has active compounds as an anti-mosquito lotion is coriander
fruit (Coriandrum sativum L.). Coriander seeds have an active compound that plays
an important role as an anti-mosquito (Repellent). Previous research stated that
coriander extract (Coriandrum sativum L.) can be formulated in the form of lotion.
This happens because of the chemical content in coriander seeds such as Linalool
and Flavonoids which have the ability to repel mosquitoes (Repellent). The purpose
of this study was to find out whether coriander fruit extract has effectiveness as an
anti-mosquito and in what formula the coriander fruit extract lotion has the best
effectiveness. This type of research was experimental in the laboratory by making
4 formulas consisting of F0 as a lotion base, F1 with a concentration of 60%
coriander fruit extract, 65% F2, and 70% F3. Then stability tests were carried out
including organoleptic, homogeneity, pH, spreadability, adhesion, and emulsion
type, then tested the effectiveness of lotion preparations containing coriander fruit
extract against Aedes aegypti mosquitoes. Data can and is analyzed using the One
Way ANOVA method.

Keywords: Coriander, Lotion, Repellent, Linalool, Flavonoid


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Nyamuk adalah serangga yang sukses memanfaatkan air lingkungan

termasuk air alami, air sumber buatan yang sifatnya permanen maupun

temporer. Siklus hidup nyamuk dipengaruhi oleh tersedianya air sebagai

tempat Berkembang biak dari telur sampai menjadi nyamuk dewasa

(Agustina, 2015). Nyamuk memerlukan tiga macam tempat untuk

kelangsungan hidupnya yaitu tempat berkembang biak, tempat istirahat dan

tempat mencari darah. Ketiga tempat tersebut merupakan suatu sistem yang

saling terkait untuk menunjang kelangsungan hidup nyamuk.

Nyamuk Aedes dikenali dengan adanya ciri-ciri seperti belang hitam

putih pada badan dan kakinya, Mereka biasanya memakan darah pada pagi

dan sore hari dan berkembang biak di air jernih, baik di dalam maupun di

luar ruangan. Jentik nyamuk Aedes memiliki beberapa musuh antara lain

kadal, katak dan laba-laba (Dota, 2021).

Berdasarkan bionomik nyamuk Aedes aegypti, nyamuk tersebut

memang bertelur di air bersih dan tidak suka bertelur di air kotor/keruh dan

bersentuhan langsung dengan tanah. Tempat perkembangbiakan nyamuk

Aedes aegypti dekat dengan masyarakat yang menggunakan air bersih untuk

kebutuhan sehari-hari. Oleh karena itu, sangat penting menjaga kebersihan

tempat penampungan air yang digunakan untuk meminimalisir


berkembangnya jentik nyamuk Aedes Aegypti pada air bersih tempat

penampungan air yang digunakan (Badrah & Hidayah, 2011)

Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan

oleh virus dengue, yang termasuk dalam virus yang ditularkan melalui

arthropoda-Borne, genus Flavivirus, dan famili Flaviviridae. Demam

berdarah ditularkan melalui gigitan nyamuk dari genus Aedes, khususnya

Aedes aegypti atau Aedes albopictus. DBD dapat terjadi sepanjang tahun

dan menyerang semua kelompok umur. Penyakit ini berkaitan dengan

kondisi lingkungan dan perilaku manusia (Kementerian Kesehatan RI,

2015)

Memasuki masa peralihan dari musim kemarau ke musim

penghujan, kasus DBD di Indonesia telah mengalami peningkatan.

Berdasarkan data dari Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit

Menular (P2PM) sampai Minggu ke 36, jumlah kumulatif kasus konfirmasi

DBD dari Januari 2022 dilaporkan sebanyak 87.501 kasus (IR

31,38/100.000 penduduk) dan 816 kematian (CFR 0,93%). Kasus paling

banyak terjadi pada golongan umur 14-44 tahun sebanyak 38,96% dan 5-14

tahun sebanyak 35,61 %. Penambahan kasus berasal dari 64 kabupaten/kota

di 4 provinsi diantaranya Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan

Kalimantan Timur. Kabupaten/Kota yang mencatat kasus DBD tertinggi

diantaranya Kota Bandung dengan 4196 kasus, Kabupaten Bandung sekitar

2777 kasus, Kota Bekasi dengan 2059 kasus, Kabupaten Sumedang sekitar
1647 kasus, dan Kota Tasikmalaya dilaporkan sebanyak 1542 kasus

(Kementerian Kesehatan Indonesia, 2022).

Salah satu upaya meningkatnya kasus DBD di Indonesia dapat

dilakukan dengan cara menghindari gigitan nyamuk Aedes aegypty

menggunakan Repellent. Repellent dapat mengurangi paparan terhadap

gigitan nyamuk yang mungkin terinfeksi virus dengue (Kazembe et al.,

2012). Masyarakat biasa menggunakan Repellent lewat obat anti nyamuk

cair maupun obat anti nyamuk yang di bakar. Meskipun cukup efektif, obat

anti nyamuk jenis ini berisiko karena kandungan bahan kimianya. Obat anti

nyamuk cair yang beredar di pasaran biasanya dalam bentuk lotion. Hampir

semua lotion anti nyamuk yang beredar berbahan aktif DEET (N,N-diethyl-

meta-toluamide) yang merupakan bahan kimia sintetis beracun dalam

konsentrasi 10-15% ( Sari & Hary, 2015)

Untuk mencari kandungan dari lotion anti nyamuk yang aman, maka

perlu mencari bahan aktif biologis dari tanaman atau sumber daya hayati

lainnya yang dapat digunakan sebagai insektisida botani. Salah satu

tanaman yang memiliki sanyawa aktif sebagai Lotion anti nyamuk adalah

ketumbar (Coriandrum sativum L.)

Tanaman ketumbar (Coriandrum sativum L.) dipilih karena banyak

dijumpai di Indonesia, mudah tumbuh, harganya murah, mudah dibuat serta

ramah lingkungan. Menurut (Siregar et al., 2011) Ketumbar mempunyai

kandungan minyak atsiri berkisar antara 0,4-1,1%, minyak ketumbar

termasuk senyawa hidrokarbon beroksigen, komponen utama minyak


ketumbar adalah linalool yang jumlah sekitar 60-70% dengan komponen

pendukung yang lainnya adalah geraniol (1,6-2,6%), geranil asetat (2-3%),

komfor (2-4%) dan mengandung senyawa golongan hidrokarbon berjumlah

sekitar 20% (α- pinen, β-pinen, dipenten, p-simen, α- terpinen dan γ-

terpinen, terpinolen dan fellendren (Jubaedah et al., 2017)

Berdasarkan penelitian lain mengenai pengaruh formulasi ekstrak

biji ketumbar (Coriandrum sativum L.) dalam gel air freshener sebagai

repellent terhadap daya tolak nyamuk Aedes sp. dimana ekstrak biji

ketumbar (Coriandrum sativum L.) mempunyai kemampuan daya repellent

terhadap Aedes sp dengan daya repellent ekstrak biji ketumbar sebesar

62,7%, Hal tersebut terjadi karena kandungan kimia dalam biji ketumbar

seperti Linalool dan Flavonoid yang memiliki kemampuan sebagai penolak

nyamuk (repellent) (Fitriani et al., 2019)

Menurut (Jubaedah et al., 2017) ekstrak biji ketumbar bekerja

sebagai penolak nyamuk Aedes aegypty pada konsentrasi 60% dimana

konsentrasi tersebut memenuhi standar perlindungan lebih dari 95% pada

jam pertama dan kedua.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka salah satu solusi dalam

menangani peningkatan DBD di Indonesia adalah dengan membuat

formulasi dalam bentuk sediaan lotion ekstrak buah ketumbar sebagai anti

nyamuk Aedes aegypty dengan konsentrasi pada Formula I (60%), Formula

II (65%), Formula III (70%). Lalu dilakukan uji efektivitas sediaan lotion

yang mengandung ekstrak buah ketumbar sebagai anti nyamuk.


B. Rumusan Masalah

1. Rumusan masalah dari penelitian ini adalah apakah ekstrak buah ketumbar

mempunyai efektivitas sebagai anti nyamuk?

2. Pada formula berapakah sediaan lotion ekstrak buah ketumbar yang

mempunyai efektifias terbaik?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah estrak buah ketumbar

mempunyai efektivitas sebagai anti nyamuk

2. Untuk mengetahui pada formula berapakah sediaan lotion ekstrak buah

ketumbar yang mempunyai efektivitas terbaik

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Peneliti

Memberikan pengetahuan tentang uji efektivitas sediaan lotion

ekstrak buah ketumbar serta cara membuatnya.

2. Bagi Institusi

Manfaat Skripsi ini bagi institusi yaitu sebagai bahan evaluasi

terhadap pembelajaran di kampus STIKes Muhammadiyah Kuningan serta

dapat dijadikan referensi untuk penelitian selanjutnya.

3. Bagi Masyarakat
Memberikan pengetahuan bahwa buah ketumbar dapat

dimanfaatkan sebagai anti nyamuk dengan di buktikan beberapa hasil dari

penelitian mengenai pembuatan sediaan Lotion dari ekstrak buah ketumbar.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
Kajian Teori

1. Tanaman Ketumbar

Ketumbar merupakan Tanaman herbal dengan tinggi sampai 1

meter. Batangnya lunak, permukaannya teratur, bagian tengah berlubang,

cabang berwarna hijau. Pada bagian daun yaitu majemuk, terbagi

menyirip, tepi berwarna putih atau hijau keputihan. Bunga majemuk

berbentuk seperti payung, panjang tangkai 5-10 cm. Bunga berwarna

putih, terdiri dari 5 helai kelopak yang saling lepas satu sama lain, panjang

2-3 mm dan berwarna hijau. Mahkota terdiri atas 5 helai daun, berwarna

putih, atau merah muda, tanaman berakar tunggang, serta buah yang

berbentuk bulat berwarna hijau, dan menjadi kuning kecoklatan saat

masak (Wahyuni et al., 2016)

Ketumbar memiliki sebutan tersendiri untuk di setiap wilayahnya

seperti keutumba (Aceh), ketumbar (Gayo), hatumbar (Batak Toba),

penyilang (Kerinci), katumba (Minangkabau), ketumbar (Melayu),

katuancar (Sunda), ketumbar (Jawa Tengah), katombar (Madura),

katumbah (Bali), katumba (Bima), katumbali (Gorontalo), katumbare

(Makassar, Bugis) (Wahyu & Ulung, 2014)


Gambar 2.1 Buah Ketumbar

Menurut Mutiasari, 2018. Sistematika tanaman ketumbar adalah

sebagai berikut :

Regnum : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Kelas : Dicotiledoneae

Ordo : Apiales

Familia : Apiaceae

Genus : Coriandrum

Spesies : Coriandrum sativum L.

Salah satu tanaman yang diketahui memiliki daya repelan dan daya

bunuh terhadap Aedes aegypti adalah biji ketumbar (Coriandrum sativum

L.). Ekstrak biji ketumbar terbukti telah mampu menolak serangan

gigitan nyamuk Aedes aegypti dengan konsentrasi paling efektif 60%

dalam etanol 96%. Kisaran daya proteksi selama 6 jam sebesar 82%-97%

dan rerata daya proteksinya 91% yang diujikan pada lengan manusia

(Ogotan et al., 2022)


Pada Ketumbar terdapat kandungan minyak atsiri. Minyak atsiri

bervariasi mulai dari 0,4% hingga 1,1%. Minyak atsiri ketumbar

merupakan senyawa hidrokarbon teroksidasi, penyusun utama minyak

ketumbar adalah linalool yang jumlahnya sekitar 60 hingga 70%, dan

komponen pendukung lainnya adalah geraniol (1,6-2,6%), senyawa

geranyl acetate (2-3%), komfor (2-4%) dan mengandung sekitar 20%

senyawa golongan hidrokarbon (α-pinene, β-pinene, dipentene, p-

cementine, α-terpine dan γ-terpine, terpinol dan fellandrene ). (Jubaedah

et al., 2017)

Pada nyamuk, linalool terbukti bertindak sebagai penolak spasial

untuk mencegah nyamuk Aedes aegypti mengisap darah. Nyamuk vektor

malaria (Anopheles gambiae) yang telah terpapar linalool kesulitan

menemukan bau inang atau campuran aktraktan manusia. Linalool

adalah monoterpen yang umum dan memiliki berbagai efek pada

perilaku serangga, baik sebagai penarik/atraktan atau penolak/repelan,

dan ada di alam sebagai salah satu dari dua kemungkinan stereoisomer,

(R)-(–)-linalool dan (S)-(+)-linalool (Ogotan et al., 2022)

Menurut Eka Wardana & Qishti Faturrahman, 2018. Linalool pada

ketumbar banyak digunakan dalam industri farmasi sebagai analgesik

(pereda nyeri), parfum, penyedap makanan dan minuman, sabun mandi,

bahan dasar lilin, sabun cuci, sintesis vitamin E dan pengendalian hama

dan pestisida hama gudang maupun insektida untuk basmi kecoa dan

nyamuk.
Selain minyak atsiri, buah ketumbar juga mengandung senyawa

metabolit sekunder berupa flavonoid, tanin, terpenoid, saponin, steroid,

dan alkaloid (Madhavan, 2017) Flavonoid adalah racun pernapasan yang

masuk ke tubuh nyamuk melalui saluran pernapasan, menyebabkan

gangguan saraf dan kerusakan saluran napas, menyebabkan nyamuk

tidak dapat bernapas dan akhirnya mati. (Ismatullah et al., 2014) Saponin

bekerja sebagai racun perut dengan cara menghambat enzim proteolitik

yang akan menyebabkan penurunan aktivitas enzim pencernaan dan juga

dapat mengiritasi mukosa saluran pencernaan pada serangga (Wijayani

& Isti’anah, 2014)

Tanin dapat menurunkan aktivitas enzim pencernaan (protease dan

amilase) dan mengganggu aktivitas protein usus, sehingga akan

mengalami gangguan nutrisi pada serangga (Aseptianova et al., 2017).

Alkaloid dapat menghambat perkembangan serangga dengan cara

mengganggu tiga hormon utama serangga yaitu hormon otak, hormon

edikson dan hormon pertumbuhan. Selain itu, alkaloid bertindak sebagai

antikolinesterase yang mengganggu koordinasi otot yang dapat

menyebabkan kematian (Sari & Hary, 2015)

Buah ketumbar tidak hanya digunakan sebagai bumbu lokal, tetapi

juga sebagai obat. Buah ketumbar dapat membantu mengobati gangguan

pencernaan, diuretik, tonik, antibakteri, pendinginan dan stimulan, serta

dapat menutupi rasa atau bau bahan obat lainnya. Buah ketumbar dapat

digunakan sebagai obat kunyah untuk bau mulut (Diederichen, 1996).


2. Nyamuk Aedes aegypti

Aedes aegypti merupakan spesies nyamuk yang dapat menularkan

virus dengue penyebab demam berdarah, yang ditularkan melalui gigitan.

Nyamuk Aedes aegypti tetap menjadi vektor atau pembawa utama

Demam Berdarah Dengeu (DBD). Selain DBD, Aedes aegypti juga

menjadi vektor penyakit demam kuning (Yellow Fever) dan virus

chikungunya. Penyebaran spesies ini sangat luas, meliputi hampir seluruh

wilayah tropis di dunia (Agustin et al., 2017)

Klasifikasi Aedes aegypti

Menurut Hidayani, 2020. Urutan Klasifikasi nyamuk adalah sebagai

berikut :

Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Diptera
Familia : Culicida
Genus : Aedes

Menurut Ayuningtyas, 2013. Morfologi dari Aedes aegypti

memiliki mulut berbentuk moncong atau cekung yang panjang dan

menghisap melalui kulit untuk menghisap darah targetnya. Sifat ini

banyak ditemukan pada nyamuk betina. Sebaliknya, nyamuk jantan

menggunakan moncongnya untuk menghisap makanan dari bunga atau

tumbuhan yang mengandung gula atau nektar sebagai makanannya.

Sama seperti nyamuk jantan, nyamuk betina menggunakan moncongnya


untuk menghisap darah sebagai sumber protein yang membantu telurnya

matang (Novrianda, 2022)

Nyamuk Aedes aegypti mengalami metamorfosis sempurna, yaitu

dari telur, jentik, pupa, dan nyamuk dewasa (Ayuningrum, 2019). Tahap

tahap metamorphosis nyamuk Aedes aegypti sebagai berikut :

a. Stadium telur

Gambar 2.2 Telur Aedes aegypti

Telur Aedes aegypti berwarna hitam, berukuran 0,7 mm,

berbentuk elips menyerupai torpedo dengan titik poligonal pada

dinding sel. Telur baru yang dikeluarkan oleh induk nyamuk

berwarna putih dan lembek, namun berubah menjadi hitam dan keras

setiap 1-2 jam sekali (Susanti & Suharyo, 2017). Telur Aedes aegypti

dapat bertahan pada kondisi kering pada waktu dan intensitas yang

bervariasi hingga 8 bulan (CDC, 2012).


b. Pupa

Gmbar 2.3 Pupa Aedes Aegypti

Tahap pupa atau kepompong merupakan tahap akhir dalam

siklus hidup nyamuk di lingkungan perairan. Fase ini berlangsung

sekitar 2 hari pada suhu optimal. Selama fase ini tidak makan dan

bergerak sangat sedikit (Kementerian Kesehatan RI, 2016)

c. Nyamuk Dewasa

Nyamuk Aedes aegypti dewasa berukuran sedang dengan tubuh

berwarna hitam kecokelatan. Tubuh dan anggota badan ditutupi sisik

dengan garis-garis putih keperakan. Bagian belakang memiliki dua

garis lengkung vertikal di sisi kiri dan kanan. Ukuran dan warna

spesies nyamuk ini seringkali bervariasi antar populasi, tergantung

pada kondisi lingkungan dan nutrisi yang diterima nyamuk selama

perkembangannya. (Ditjen P2PL, 2014). Nyamuk dewasa biasanya

tinggal ditempat gelap dan lembab seta banyak tempat untuk hinggap

(Kurniasih, 2023)
Gambar 2.4 Nyamuk Aedes aegypti Jantan dan Betina

Tempat perkembangbiakan utama Aedes aegypti adalah

tempat-tempat berisi air bersih di dekat rumah manusia, biasanya

tidak lebih dari 500 meter dari rumah. Tempat penetasan adalah

tempat berkembang biak buatan manusia; seperti tempayan atau

gentong tempat penampungan air minum, bak mandi, pot bunga,

kaleng, botol, drum, ban mobil yang terdapat dihalaman rumah atau

kebun yang berisi air hujan, juga berupa tempat perindukan alamiah;

seperti kelopak daun tanaman (keladi, pisang), tempurung kelapa,

tonggak bambu gan lubang pohon yang berisi air hujan. Larva

Aedes albopictus sering hidup bersama dengan Aedes aegypti

(Wahyudi et al., 2013)

Menurut Hidayati, 2017. Ada beberapa Tempat

Perkembangbiakan atau Tempat Perindukan nyamuk Aedes aegypti,

yaitu :
1. Tempat Penampungan Air (TPA), yaitu tempat penampungan

air untuk keperluan sehari-hari, seperti gentong, tabung, bak

mandi, toilet, dan ember.

2. Tempat Penyimpanan Bukan Air (Non TPA), yaitu tempat-

tempat yang biasanya digunakan untuk menampung air tetapi

tidak untuk kebutuhan sehari-hari, seperti: Botol Kaleng

penyiram hewan, kaleng bekas, ban bekas, botol, pecahan kaca,

vas bunga dan semut perangkap.

3. Tempat penampungan air alami (tempat pembuangan limbah

alam) seperti lubang pohon, lubang batu, inti daun, tempurung

kelapa, kulit kayu, akar pohon pisang, dan potongan bambu.

Upaya dalam mencegah penyebaran DBD terjadi dengan

memutus mata rantai penularan DBD dengan mencegah nyamuk

Aedes. Pengoperasian yang optimal adalah pemusnahan sarang

nyamuk (PSN) dengan 3M, yang juga dapat dilakukan dengan

larvasidasi (Basri & Hamzah, 2017) dan pengasapan (fogging)

(Ariyati, 2015)

Menurut Palgunadi dan Rahayu, 2013. (Palgunadi & Rahayu,

2013) Secara garis besar terdapat 4 cara pengendalian vektor nyamuk

spesies Aedes yaitu secara kimiawi, radiasi, mekanik, pengelolaan

lingkungan dan biologik.


a. Kimiawi

Pengendalian vektor secara kimiawi dengan insektisida

dapat digunakan pada nyamuk dewasa dan jentiknya. Insektisida

yang ditujukan untuk nyamuk dewasa dapat diaplikasikan dengan

cara disemprot, sedangkan insektisida yang ditujukan untuk larva

dapat dilakukan dengan cara abatisasi yaitu dengan cara

melarutkan golongan organofosfor (temephos) yang berupa

butiran pasir ke dalam air.

b. Radiasi

Pengendalian vektor dengan penyinaran dengan dosis

tertentu zat radioaktif terhadap nyamuk Aedes jantan dapat

mengakibatkan kemandulan, meskipun spesies Aedes akhirnya

kawin tetapi telur yang dihasilkan tidak subur

c. Mekanik

Pengendalian secara mekanik yaitu dengan memasang kasa

dan penggunaan pendingin ruangan dalam membantu mengurangi

nyamuk spesies Aedes yang hidup di lingkungan rumah.

d. Pengelolaan Lingkungan dan Biologik

Pengendalian vektor ekologis adalah tindakan pencegahan

kontak antara nyamuk dan jentik nyamuk Aedes dengan manusia,

seperti memasang sekat logam pada lubang ventilasi rumah dan

melakukan gerakan 3M, yaitu Mengosongkan tangki air minimal

seminggu sekali. Menutup tangki air sehingga tidak dapat


digunakan sebagai tempat bertelur dan berkembang biak nyamuk

Aedes. Mengubur Benda-benda terpendam yang bisa menampung

air hujan, dikhawatirkan bisa menjadi tempat berkembang biak

telur dan nyamuk. Pengendalian biologis predator alami seperti

cupang ditempatkan di tangki air tempat larva dapat tumbuh.

3. Lotion

Lotion Menurut Farmakope Indonesia Edisi III, lotion adalah

sediaan cair berupa suspensi atau dispersi yang digunakan sebagai obat

luar, dan dapat berupa suspensi padat, berupa serbuk halus dengan

suspensi yang sesuai atau minyak dalam air dengan surfaktan yang sesuai.

Karena sifat kandungannya, lotion dimaksudkan untuk digunakan pada

kulit sebagai pelindung atau obat. Kecairannya memungkinkan untuk

diterapkan secara merata dan cepat pada area kulit yang luas. Lotion harus

segera mengering setelah dioleskan ke kulit dan meninggalkan lapisan

tipis komponen obat di permukaan kulit. (Ansel, 2005).

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Ayu Asmoro Ningrum

ningrum, 2011 tentang optimasi proses pencampuran hand lotion. Pada

formulasi lotion ada dua tipe basis emulsi yang digunakan yaitu minyak

dalam air (M/A) dan air dalam minyak (A/M). Ketika fase terdispersi

adalah nonpolar (minyak) dan Medium pendispersi adalah polar (air),

emulsi diketahui sebagai emulsi minyak dalam air (O/W). Emulsi O/W

dapat bercampur dengan air dan dapat dibilas dengan air, bersifat

nonocllusive, dan tidak menimbulkan efek greasy Ketika fase terdispersi


adalah polar (air) dan medium pendispersi adalah nonpolar (minyak),

emulsi diketahui sebagai emulsi air dalam minyak (W/O). Emulsi W/O

tidak dapat bercampur dengan air dan tidak dapat dibilas dengan air,

bersifar occlusive dan memberi efek greasy. Salah satu faktor yang dapat

mempengaruhi tipe emulsi yang dihasilkan adalah tipe emulgator yang

digunakan (Ningrum, 2011)

Pemilihan basis didasarkan atas tujuan pengunaannya dan jenis

bahan yang akan digunakan (Lachman et al., 1994) :

a. Emulgator

Emulgator adalah bahan aktif permukaan yang mengurangi

tegangan antarmuka antara minyak dan air dan mengelilingi tetesan-

tetesan terdispersi dalam lapisan kuat yang mencegah koalesensi dan

pemisahan fase terdispersi (Parrot, 1974). Berdasarkan struktur kimianya

emulgator diklasifikasikan menjadi (Gennaro, 1990); (Lachman et al.,

1998) :

1) Emulgator Alam

Menurut Rusmin, 2021. Emulgator Alam yaitu Berasal dari

tumbuh-tumbuhan misalnya : Gom Arab, Tragakan, Agar-agar,

Pektin, Alginat, Karboksi Metil Selulosa Natrium, Metil Selulosa.

Berasal dari hewan misalnya : Kuning Telur dan Adeps Lanae.

Berasal dari tanah mineralmisalnya : Magnesium, Aluminium,

Silikat, Bentonit. Emulgator sintetis yaitu Anionik misalnya

Trietanolamin, Natrium Lauril Sulfat. Kationik misalnya


Benzetonium Klorida, Setil Piridivium. Nonionik misalnya Span,

Tween, Gliseril Monostearat.

2) Emulgator sintetik

Emulgator sintetis atau surfaktan yang membentuk film

monomolekuler. Kelompok surfaktan ini dibagi menjadi surfaktan

anionik, kationik dan nonionik. Ini tergantung pada muatan

surfaktan (Saidar, 2012).

a) Anionik

Surfaktan ini memiliki muatan negatif. Contoh bahannya

yaitu kalium, natrium, dan garam ammonium dari asam laurat

dan asam oleat yang larut dalam air dan merupakan bahan

pengemulsi M/A yang baik. Bahan ini mempunyai rasa yang

kurang menyenangkan dan mengiritasi saluran cerna sehingga

dibatasi pengunaannya hanya untuk bagian luar.

b) Kationik

Aktivitas permukaan khusus kelompok bahan ini terletak

pada kation bermuatan positif. Keasaman/pH produk emulsi

yang mengandung pengemulsi kationik adalah antara 4 dan 8.

Kisaran pH ini juga bermanfaat karena memungkinkan kulit

mencapai pH normalnya. Contohnya adalah senyawa amonium

kuaterner.
c) Nonionik

Surfaktan sering digunakan sebagai pengemulsi karena

molekulnya memiliki keseimbangan hidrofilik dan lipofilik.

Berbeda dengan jenis anionik dan kationik, pengemulsi

nonionik tidak terpengaruh oleh perubahan pH dan penambahan

elektrolit. Contoh yang paling umum digunakan adalah ester

gliserin, ester asam lemak sorbitan (Span) dan turunan

polioksietilennya (Tween).

b. Sistem Keseimbangan Hidrofilik-Lipofilik

Hydrophilic-Lyphophilic Balance (HLB) adalah nilai yang harus

dimiliki oleh suatu pengemulsi agar pertemuan antara fase lipofilik

dan air menghasilkan emulsi dengan tingkat dispersi dan stabilitas

yang optimal (Voight, 1995). Sistem kesetimbangan hidrofilik-

lipofilik digunakan untuk menyatakan perbandingan sifat hidrofilik

dan lipofilik dari suatu pengemulsi. Pengemulsi dengan

keseimbangan Hydrophilic-Lyphophilic Balance (HLB) rendah dapat

dilarutkan atau didispersikan dalam minyak. Sementara itu,

pengemulsi dengan keseimbangan Hydrophilic-Lyphophilic Balance

(HLB) yang tinggi dapat dilarutkan atau didispersikan dalam air.

Pengemulsi sering digabungkan untuk membuat emulsi yang lebih

baik, yaitu pengemulsi dengan keseimbangan hidrofilik dan lipofilik

yang diinginkan, yang meningkatkan stabilitas dan sifat kohesif


lapisan batas dan mempengaruhi konsistensi dan penampilan emulsi.

(Gennaro, 1990).

Pengemulsi dengan keseimbangan Hydrophilic-Lyphophilic

Balance (HLB) kurang dari 7 umumnya menghasilkan emulsi air

dalam minyak (W/O), sedangkan pengemulsi dengan keseimbangan

Hydrophilic-Lyphophilic Balance (HLB) lebih besar dari 7 umumnya

menghasilkan emulsi minyak dalam air (O/W). Namun, sistem

keseimbangan Hydrophilic-Lyphophilic Balance (HLB) tidak

memberikan indikasi konsentrasi yang digunakan. Umumnya,

konsentrasi pengemulsi 2% dalam formula sudah cukup, meskipun

konsentrasi yang lebih rendah dapat memberikan hasil yang lebih

baik. Ketika konsentrasi pengemulsi lebih dari 5%, pengemulsi

membentuk bagian utama dari formula dan ini bukan tujuan

pengemulsi. ( Martin, 1971).

c. Pembuatan Emulsi

Langkah pertama dalam membuat emulsi adalah memilih

pengemulsi. Agar berguna dalam formulasi farmasi, pengemulsi

harus memiliki sifat tertentu. Dalam krim pengemulsi, sediaan dapat

berupa anionik, kationik, dan nonionik. Sediaan emulsi yang dibuat

dalam jumlah kecil dapat dibuat dengan tiga metode yang biasa

digunakan di apotek. Ketiga metode tersebut adalah metode

kontinental, metode Inggris dan metode botol (Ansel, 2005).


1) Metode Kontinental

Metode ini dikenal sebagai metode 4:2:1 karena tiap 4 bagian

minyak, 2 bagian air dan 1 bagian pengemulsi, misalkan 40 mL

minyak, 20 mL air dan 10 mL pengemulsi. zat pengemulsi dicampur

dengan minyak sebelum penambahan air.

2) Metode Inggris

Hal yang sama berlaku untuk metode kontinental, namun urutan

perbandingan bahan dan urutan pencampurannya berbeda.

Pengemulsi ditambahkan ke air (di mana pengemulsi larut) untuk

membentuk bubur, kemudian minyak perlahan dicampur untuk

membentuk emulsi.

3) Metode Botol

Metode ini digunakan untuk bahan yang diperoleh dari

minyak yang menguap. Setelah melakukan prosedur, bejana tertutup

digunakan untuk mencampur bahan (Ansel, 2005).

4. Ekstraksi

Ekstraksi adalah proses pemisahan suatu senyawa dari matriks atau

simplisia dengan menggunakan pelarut yang sesuai. Ekstraksi bertujuan

untuk memisahkan senyawa dari suatu campuran atau simplisia. Metode

ekstraksi yang umum digunakan adalah (Hanani, 2014) :

a. Maserasi

Maserasi adalah metode ekstraksi sederhana dengan

perendaman dalam pelarut pada suhu kamar untuk meminimalkan


kerusakan atau pemecahan metabolit. Selama maserasi terjadi

pemerataan konsentrasi antara larutan di luar dan di dalam sel,

sehingga pelarut harus diganti beberapa kali.

b. Perkolasi

Perkolasi adalah metode ekstraksi sederhana yang menggunakan

pelarut baru, membiarkan pelarut mengalir melalui simplisia sampai

senyawa terekstraksi sepenuhnya. Metode ini membutuhkan lebih

banyak waktu dan lebih banyak pelarut. Untuk memastikan perkolasi

lengkap, perkolasi dapat diuji keberadaan metabolit menggunakan

reagen tertentu.

c. Refluks

Proses refluks adalah metode ekstraksi yang menggunakan

pelarut pada suhu didihnya untuk jangka waktu tertentu dan dengan

jumlah pelarut yang terbatas yang relatif konstan dengan adanya

refluks. Untuk mendapatkan hasil ekstraksi yang lebih baik atau lebih

sempurna, refluks biasanya diulang (3-6 kali) pada residu pertama.

Metode ini memungkinkan penguraian senyawa yang tidak tahan.

d. Soxhletasi

Soxhletasi adalah metode ekstraksi dengan menggunakan

pelarut organik pada suhu didih menggunakan alat Soxhlet. Dalam

sokletasi, simplisia dan ekstrak berada dalam botol terpisah.

Pemanasan menyebabkan pelarut menguap dan uap masuk ke labu

pendingin. Hasil kondensasi jatuh pada bagian Simplisia, sehingga


ekstraksi berlangsung secara kontinyu dengan jumlah pelarut yang

relatif konstan. Ekstraksi ini disebut ekstraksi terus menerus.

e. Infusa

Infusa adalah metode ekstraksi dengan menggunakan air sebagai

pelarut pada suhu 96-98°C selama 15-20 menit (dihitung setelah

mencapai 96°C). Wadah infusa direndam dalam bak air. Metode ini

bekerja dengan baik untuk objek yang lembut dan sederhana seperti

bunga dan daun.

f. Dekok

Dekok adalah cara ekstraksi yang mirip dengan infusa, hanya

saja waktu ekstraksinya lebih lama yaitu 30 menit dan suhunya titik

didih air.

g. Destilasi (Penyulingan)

Distilasi adalah metode ekstraksi yang digunakan untuk

mengekstraksi senyawa yang ikut menguap atau mengekstraksi

dengan air sebagai pelarut. Selama proses pendinginan, senyawa dan

uap air mengembun dan terpisah menjadi air suling dan senyawa

yang diekstraksi. Metode ini biasa digunakan untuk mengekstrak

minyak atsiri dari tumbuhan.


5. Evaluasi Lotion

1) Uji Organoleptik

Pengamatan organoleptik dilakukan dengan cara mengamati

suatu sediaan krim dan meliputi tekstur, warna dan bau

(Ayuningrum, 2016).

2) Uji Homogenitas

Untuk mengetahui homogen atau tidaknya sediaan krim

maka dilakukan uji homogenitas. Homogenitas sediaan ditunjukkan

dengan ada atau tidaknya butiran kasar. Homogenitas sediaan yang

penting mengacu pada keseragaman jumlah bahan aktif pada setiap

aplikasi (Dirjen POM, 1995).

3) Pengukuran pH

PH sediaan yang disiapkan harus sesuai dengan pH kulit yaitu

4,5-6,5. Karena jika nilai pH terlalu basa maka kulit akan bergetar,

jika nilai pH terlalu asam maka akan terjadi iritasi kulit. (Tranggono

dan Latifah, 2007).

4) Pengujian Daya Sebar

Tujuan uji aplikasi adalah untuk mengetahui daya sebar krim

saat diaplikasikan pada kulit dalam kaitannya dengan daya sebar

bahan aktif yang terkandung dalam produk. Daya sebar lotion dinilai

dengan mengukur diameter rata-rata lotion dengan neraca gelas

bulat. Daya sebar merupakan bagian dari psikoreologi yang dapat

dijadikan sebagai parameter aseptabilitas (Martin et al., 1993).


5) Pengujian Daya Lekat

Uji daya lekat penting untuk menilai daya lekat krim, karena

menunjukkan seberapa besar daya lekat krim pada kulit sehingga

bahan aktif terserap secara merata. Kepatuhan terhadap persiapan

lokal diperlukan setidaknya selama 4 detik (Sari & Hary, 2015)

6) Penentuan Tipe Emulsi

Penentuan tipe emulsi dilakukan dengan menggunakan

metode dispersi larutan zat warna, yaitu dengan menggunakan

metilen biru yang diteteskan pada lotion pada kaca objek. Jika tipe

a/m (air dalam minyak) maka metilen biru akan bergerombol pada

permukaan. Jika tipe m/a (minyak dalam air) maka zat warna akan

melarut di dalamnya dan bercampur merata (Sukma, 2018).

Peneletian Relevan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Tia Amalia dan Sukmawati

pada tahun 2021 mengenai Formulasi Dan Evaluasi Sediaan Lotion Ekstrak

Buah Krtumbar (Coriandrum sativum L.) Sebagai Anti Nyamuk Aedes

albopictus yang bertujuan untuk memformulasikannya dalam sediaan lotion

kemudian dilakukan evaluasi sehingga dapat diketahui konsentrasi sediaan

lotion yang baik. Jenis penelitian ini adalah eksperimental di Laboratorium

dengan membuat 4 formula yang terdiri dari F0 sebagai basis lotion, F1

dengan konsentrasi ekstrak buah ketumbar sebesar 60%, F2 65%, dan F3

70%. Berdasarkan hasil evaluasi stabilitas terhadap sediaan lotion,

formulasi sediaan lotion ekstrak buah ketumbar ini menghasilkan sediaan


yang baik setelah penyimpanan selama 28 hari pada suhu ruang. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa formula dengan konsentrasi ekstrak 70%

(formula 3) merupakan formula yang paling baik jika dibandingkan dengan

formula yang lainnya, hal tersebut karena memenuhi uji organoleptik (F1-

F3 sediaan kental), uji homogenitas (sediaan stabil), uji pH (PH kulit = 4,5-

6,5), uji daya lekat (daya lekat < 4 detik), dan uji tipe emulsi (stabil), tetapi

untuk pengujian daya sebar belum memenuhi standar daya sebar dari

sediaan lotion, sehingga belum diperoleh formula yang memenuhi syarat

standar dari sediaan lotion secara sempurna (Amalia & Sukmawati, 2022)
Kerangka Berpikir

Demam berdarah ditularkan melalui gigitan nyamuk dari genus Aedes, khususnya
Aedes aegypti atau Aedes albopictus. DBD dapat terjadi sepanjang tahun dan
menyerang semua kelompok umur.

Ada beberapa tanaman yang bisa mengusir nyamuk ( Reppelent ), seperti kulit
jeruk, lavender, serai, ketumbar, adas, dan Cengkeh

Ketumbar merupakan tanaman yang biasa sering banyak digunakan sebagai


antibakteri, antijamur, antioksidan (Fatmasari, 2018) dan repellent nyamuk
(Jubaedah et al., 2017; Fatmasari, 2018; Harahap, 2019; Sinaga, 2019).
.

Biji ketumbar mengandung senyawa berupa flavonoid, tanin, terpenoid, saponin,


steroid, dan alkaloid (Madhavan, 2017).

Ekstrak biji ketumbar memiliki aktivitas sebagai repellent terhadap nyamuk Aedes
aegypti dalam konsentrasi 60% dan memenuhi standar daya proteksi lebih dari
95% pada jam ke-1 dan 2 (Jubaedah et al., 2017).

Dibuat sediaan lotion dari ekstrak buah ketumbar dengan konsentrasi 60%, 65%, dan
70%

Dilakukan evaluasi fisik berupa Organoleptis, Homogenitas, PH, Daya Sebar,


Daya Lekat, Tipe Emulsi, lalu uji efektifitas pada hewan nyamuk Aedes aegypti

Ekstrak buah ketumbar dapat diformulasikan dalam sediaan lotion sebagai anti
nyamuk Aedes aegypti yang baik dan stabil

Gambar 2.5 Kerangka berpikir


Hipotesis

H0 : Ekstrak buah ketumbar tidak dapat diformulasikan dalam sediaan lotion

anti nyamuk

H1 : Ekstrak buah ketumbar dapat diformulasikan dalam sediaan lotion anti

nyamuk
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian yang akan dilakukan yaitu eksperimental dengan membuat

beberapa formula sediaan lotion yang mengandung ekstrak buah ketumbar

(Coriandrum sativum L.) pada konsentrasi 60%, 65%, dan 70%, selanjutnya

akan dilakukan uji evaluasi fisik dari sediaan lotion tersebut serta dilakukan uji

efektifitas sediaan lotion terhadap nyamuk Aedes Aegypti. Pengujian ini

memerlukan 5 tim relawan, 1 tim memiliki nyamuk sebanyak 30 ekor

B. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah sediaan lotion yang mengandung ekstrak

buah ketumbar dan nyamuk Aedes aegypti dewasa yang diambil secara acak

dari Laboratorium Lokalitbangkes Pangandaran

C. Bahan dan Alat yang digunakan

1. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini yakni diantaranya etanol

70% (LKPI), buah ketumbar, ekstrak buah ketumbar (Coriandrum sativum L.),

adeps lanae, gliserin, parafin padat (DPH), span 60 (DPH), tween 60 (DPH),

propil paraben, metil paraben, asam stearat, aquadest, metilen blue, HCl 2N,

perekasi mayer, bouchardat, dragendorf, FeCl3, gelatin 1%, zinc, amil alkohol,

NaOH, lieberman, kloral hidrat.


2. Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini yakni diantaranya blender

(Miyako), oven (Hemmert), timbangan analitik (Newtech), gelas ukur (Pyrex),

corong (Pyrex), maserator, cawan penguap, batang pengaduk, tabung reaksi,

pipet tetes, beaker glass (Pyrex), mikroskop (Boeco Germany), kaca objek,

cawan petri, indikator pH universal (Unesco), kaki tiga, lampu spiritus, magnetic

stirrer (Heidolph), kertas saring (Wattman), Sangkar Nyamuk.

D. Variabel Penelitian

1. Klasifikasi Variabel
Variabel dalam penelitian ini adalah :

Variabel Bebas : Sediaan lotion ekstrak buah ketumbar


pada F I (60%), F II (65%), F III (70%)
Variabel Terikat : Sejumlah nyamuk yang hinggap pada
permukaan kulit pada saat perlakuan
Variabel Kontrol Positif : Produk pasaran sebagai pembanding
hasil akhir perlakuan
Variabel Kontrol Negatif : Basis lotion tanpa ekstrak buah ketumbar
sebagai pembanding pada saat perlakuan

2. Definisi Oprasinal

Aedes aegypti merupakan spesies nyamuk yang dapat menularkan virus

dengue penyebab demam berdarah, yang ditularkan melalui gigitan. Salah

satu tanaman yang diketahui memiliki daya anti nyamuk (repelant) dan daya

bunuh terhadap Aedes aegypti adalah biji ketumbar (Coriandrum sativum

L.). Ekstrak biji ketumbar terbukti telah mampu menolak serangan gigitan

nyamuk Aedes aegypti dengan konsentrasi paling efektif 60% dalam etanol
96%. Kisaran daya proteksi selama 6 jam sebesar 82%-97% dan rerata daya

proteksinya 91% yang diujikan pada lengan manusia. Lotion Menurut

Farmakope Indonesia Edisi III, lotion adalah sediaan cair berupa suspensi

atau dispersi yang digunakan sebagai obat luar, dan dapat berupa suspensi

padat, berupa serbuk halus dengan suspensi yang sesuai atau minyak dalam

air dengan surfaktan yang sesuai. Ekstrak adalah sediaan cair, kental atau

kering yang diperoleh dengan mengekstraksi atau penyaringan dari matriks

atau simplisia dengan metode yang sesuai.

E. Prosedur Penelitian

1. Determinasi

Determinasi buah ketumbar (Coriandrum sativum L.) dilaksanakan di

tempat Laboratorium Biologi Farmasi

2. Pengumpulan dan Pembuatan Serbuk Buah Ketumbar

Buah ketumbar diperoleh dari tradisional Rajagaluh Kecamatan

Rajagaluh, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat, Indonesia.

Pembuatan serbuk buah ketumbar dapat dilakukan melalui beberapa

tahapan yaitu :

a. Buah ketumbar yang diperoleh dari pasar dilakukan sortasi basah agar

terhindar dari kotoran atau bahan-bahan asing yanga menempel pada

ketumbar tersebut

b. Setelah itu, dilakukan pengeringan dengan menggunakan oven pada suhu

40-60oC kurang lebih selama 5 menit


c. Kemudian dilakukan sortasi kering untuk memastikan tidak ada bahan-

bahan asing yang menempel pada ketumbar

d. Lalu dilakukan penghalusan buah ketumbar dengan menggunakan

blender, dan dilakukan pengayakan agar didapatkan serbuk ketumbar

yang halus

3. Ekstraksi Maserasi Serbuk Buah Ketumbar

Ekstraksi serbuk buah ketumbar dilakukan menggunakan metode

maserasi dengan pelarut etanol 70% sebagai pelarut. Serbuk buah ketumbar

sebanyak 500 gram dimasukkan kedalam maserator kemudian ditambahkan

pelarut etanol 70%, diamkan selama 24 jam sambil sesekali diaduk. Setelah

24 jam kemudian disaring, filtrat dikumpulkan dalam erlenmeyer,

sedangkan residu direndam kembali dengan etanol 70%, di diamkan

kembali selama 24 jam. Lakukan cara yang sama sehingga didapatkan filtrat

dari rendaman serbuk ketumbar selama 3x24 jam. Maserat yang dihasilkan

kemudian dipekatkan dengan menguapkan pelarutnya diatas penangas air

(Waterbath) hingga diperoleh ekstrak kental.

4. Pemeriksaan Spesifik

a. Pengamatan Makroskopik dan Mikroskopik

Pengamatan makroskopik meliputi uji organoleptik yakni bentuk,

warna dan bau dari simplisia dan ekstrak buah ketumbar. Sedangkan

pengamatan mikroskopik dilakukan dengan mengamati fragmen dari

serbuk buah ketumbar dibawah mikroskop. Pengamatan tersebut

disesuaikan dengan Farmakope Herbal Indonesia.


b. Skrining Fitokimia

1) Senyawa Alkaloid

Sebanyak 0,3 gram ekstrak ditambahkan 5 mL asam klorida 2N

dan dikocok sampai terbentuk dua lapisan. Lapisan asam (atas)

dengan menggunakan pipet dan dibagi menjadi 4 bagian dalam

tabung reaksi :

a) Tabung reaksi yang pertama digunakan sebagai blangko.

b) Tabung reaksi yang kedua ditambahkan 1-2 tetes pereaksi Mayer,

adanya senyawa alkaloid ditandai dengan terbentuknya endapan

putih.

c) Tabung reaksi ketiga ditambahkan 1-2 tetes pereaksi Bouchardat,

kemudian diamati ada atau tidaknya endapan.

d) Tabung reaksi yang keempat ditambahkan 1-2 tetes pereaksi

Dragendorf, diamati ada atau tidaknya endapan jingga

(Farnsworth, 1966).

2) Senyawa Saponin

Sebanyak 0,3 gram ekstrak masukkan kedalam tabung reaksi.

Tambahkan dengan 10 mL air dan panaskan. Setelah dingin tabung

reaksi dikocok kuat selama beberapa menit. Pembentukkan busa

sekurang-kurangnya setinggi 1 cm dan persisten selama beberapa

menit dan tidak hilang dengan penambahan beberapa tetes asam

klorida 2N, menunjukkan adanya saponin (Farnsworth, 1966).


3) Senyawa Tanin dan Polifenol

Uji skrining tanin dapat dilakukan dengan 2 metode yaitu

dengan FeCl3 dan gelatin 1%. Sebanyak 0,3 gram ekstrak ditambah

dengan 10 mL air suling, dipanaskan dan disaring. Filtrat diencerkan

dengan air suling sampai tidak berwarna.

a) Metode FeCl3 : Diambil 2 mL filtrat lalu ditambahkan 3-4 tetes

pereaksi FeCl3. Terbentuknya warna biru hitam menunjukkan

adanya tanin dan polifenol alam.

b) Metode gelatin : Diambil 2 mL filtrat lalu ditambahkan 3-4 tetes

larutan gelatin 1%. Adanya endapan putih menunjukkan terdapat

tanin (Farnsworth, 1966).

4) Senyawa Flavonoid

Sebanyak 0,3 gram ekstrak di masukkan kedalam tabung reaksi,

tambahkan aquadest 2 mL, kemudian ditambahkan sedikit zinc dan

1 mL asam klorida 2N. Dipanaskan diatas penangas air dan disaring.

Kemudian filtrat ditambahkan 1 mL amil alkohol lalu dikocok kuat-

kuat. Adanya flavonoid akan menyebabkan filtrat berwarna merah,

kuning atau jingga yang dapat ditarik oleh amil alkohol (Farnsworth,

1966).

5) Senyawa Kuinon

Sebanyak 0,3 gram ekstrak di masukkan kedalam tabung reaksi.

Ditetesi 3-4 tetes larutan NaOH. Terbentuknya warna kuning hingga

merah menunjukkan adanya senyawa kuinon (Farnsworth, 1966).


6) Senyawa Triterpenoid dan Steroid

Ambil beberapa tetes ekstrak dimasukkan ke dalam plat tetes

pereaksi Lieberman 3-4 tetes. Terbentuknya warna ungu

menunjukkan adanya triterpenoid. Ambil beberapa tetes ekstrak

dimasukkan ke dalam plat tetes ditetesi pereaksi Burchard 3-4 tetes.

Terbentuknya warna hijau biru menunjukkan adanya steroid

(Farnsworth, 1966).

5. Formulasi Sediaan Lotion Ekstrak Buah Ketumbar

a. Formula Basis Lotion

Basis formula lotion yang digunakan melihat dari jurnal

penelitian Saidar, 2012. Penelitian tersebut menjelaskan formulasi

sediaan lotion sebagai anti nyamuk dari buah adas. Formula tersebut

dapat dilihat pada tabel dibawah :

Tabel 3.1 Formula basis lotion


Nama Bahan Formula lotion Khasiat
(%)
Adep lanae 3 Zat Tambahan
Gliserin 15 Zat Tambahan
Parafin cair 5 Laksativum
Span 60+ Tween 60 2 Surfaktan
Propil paraben 0,1 Zat Pengawet
Metil paraben 0,1 Zat Pengawet
Asam stearat 2 Zat Tambahan
Aquadest hingga 100 Pelarut
(Sumber : (Saidar, 2012) ).

b. Formula Lotion

Berikut merupakan formulasi sediaan lotiosn dari ekstrak buah

ketumbar (Coriandrum sativum L.) sebagai anti nyamuk, dapat dilihat

pada tabel berikut :


Tabel 3.2 Formulasi sediaan lotion ekstrak buah ketumbar
(Sumber : (Saidar, 2012)).
Formulasi Lotion (%) Khasiat
Nama Bahan
F0 F1 F2 F3
Ekstrak buah - 60 65 70 Zat Aktif
ketumbar
Adeps lanae 5 5 5 5 Zat Tambahan
Gliserin 15 15 15 15 Zat Tambahan
Parafin padat 5 5 5 5 Zat Tambahan
Span 60+ Tween 2 2 2 2 Surfaktan
60
Propil paraben 0,1 0,1 0,1 0,1 Zat Pengawet
Metil paraben 0,1 0,1 0,1 0,1 Zat Pengawet
Asam stearat 5 5 5 5 Zat Tambahan
Aquadest hingga 100 100 100 100 Pelarut
Keterangan :
F0: Lotion tanpa ekstrak buah ketumbar
F1: Lotion dengan penambahan ekstrak buah ketumbar konsentrasi 60%
F2: Lotion dengan penambahan ekstrak buah ketumbar konsentrasi 65%
F3: Lotion dengan penambahan ekstrak buah ketumbar konsentrasi 70%

6. Pembuatan Sediaan Lotion Ekstrak Buah Ketumbar

Berikut merupakan pembuatan formulasi sediaan lotion ekstrak buah

ketumbar :

a. Menyiapkan alat dan bahan

b. Timbang masing – masing bahan

c. Timbang adeps lanae sebanyak 2,5gram, gliserin sebanyak 7,5mL,

parafin padat 2,5gram, span 60 sebanyak 0,15gram, tween 60 sebanyak

0,85gram, propil paraben 0,05gram, metil paraben sebanyak 0,05gram,

asam stearat 2,5gram, dan aquadest hingga 50mL.

d. Fase minyak dibuat dengan melebur berturut-turut adeps lanae, parafin

padat, asam stearat, span 60. Kemudian tambahkan propil paraben, suhu

dipertahankan pada 70oC (Masa 1)


e. Fase air dibuat dengan melarutkan metil paraben dalam air panas dengan

suhu 90oC, pada suhu 70oC ditambahkan gliserin dan tween 60. Suhu

dipertahankan pada 70oC, lalu ditambahkan ekstrak buah ketumbar

(Masa 2)

f. Kemudian campurkan fase minyak kedalam fase air aduk menggunakan

magnetic stirrer sampai homogen

g. Lakukan evaluasi lotion selama 28 hari

7. Uji Stabilitas Sediaan Lotion Ekstrak Buah Ketumbar

a. Organoleptik

Dalam uji organoleptik ini dilihat sifat-sifat fisik sediaan lotion yang

meliputi bentuk, warna, dan bau yang disimpan pada suhu ruang, panas

dan dingin, kemudian diamati pada hari ke- 0, 7, 14, 21 dan 28. Uji

organoleptik bertujuan untuk melihat tampilan fisik sediaan dengan cara

melakukan pengamatan terhadap bentuk warna, dan bau dari sediaan

yang telah dibuat (Hasibuan, 2014).

b. Homogenitas

Uji homogenitas dilakukan untuk melihat sediaan lotion homogen

atau tidak. Homogenitas sediaan ditunjukkan dengan ada tidaknya

butiran kasar. Homogenitas penting dalam sediaan berkaitan dengan

keseragaman kandungan jumlah zat aktif dalam setiap penggunaan

(Dirjen POM, 1995). Uji homogenitas dapat dilakukan dengan cara

sebagai berikut :

1) Diambil sediaan lotion sebanyak 0,5 g


2) Kemudian diletakkan lotion di antara kedua kaca objek

3) Diamati susunan partikel-partikel kasar atau ketidakhomogenan

(Mardikasari et al., 2017)

4) Pemeriksaan ini diamati pada hari ke- 0, 7, 14, 21 dan 28 pada suhu

ruang (15-30oC), suhu dingin (2-4 oC), dan suhu panas (40 oC).

c. pH

Pengukuran pH dilakukan menggunakan indikator pH, dengan cara

menyiapkan 1 gram sediaan lotion yang kemudian dilarutkan dalam 100

mL aquadest. Stik pH kemudian di celupkan ke dalam sediaan lotion

hingga berubah warna. Selanjutnya warna yang timbul disesuaikan

dengan warna indikator pH atau standar pH universal untuk mengetahui

hasilnya. Sediaan lotion harus sesuai dengan pH kulit yaitu 4,5-6,5

(Tranggono dan Latifah, 2007). Pengukuran pH ini di amati pada hari ke-

0, 7, 14, 21 dan 28 pada suhu ruang (15-30oC), suhu dingin (2-4 oC), dan

suhu panas (40 oC).

d. Uji daya sebar

Pengujian daya sebar dapat dilakukan dengan cara menimbang

sediaan lotion sebanyak 0,5 gram, kemudian diletakkan di atas kaca bulat

berdiameter 15 cm, kaca lainnya diletakan diatasnya dan di biarkan

selama 1 menit, diameter lotion diukur. Selanjutnya, ditambahkan 150

gram beban tambahan dan diamkan selama 1 menit lalu diukur diameter

yang konstan. Daya sebar 5-7 cm menunjukkan konsistensi semi solid

yang sangat nyaman dalam penggunaan (Garg et al., 2002). Pengujian ini
di amati pada hari ke- 0, 7, 14, 21 dan 28 pada suhu ruang (15-30oC),

suhu dingin (2-4 oC), dan suhu panas (40 oC).

e. Uji daya lekat

Pengujian daya lekat dapat dilakukan dengan cara menimbang

sediaan lotion sebanyak 0,5 gram, kemudian dioleskan diatas kaca objek.

Kaca objek lainnya diletakan diatas lotion tersebut. Beri beban 50 gram

diatas kaca objek selama 1 menit. Selanjutnya kaca objek dilepaskan

kemudian catat waktu yang diperlukan kaca objek pada saat terlepas.

Adapun syarat untuk daya lekat pada sediaan topikal adalah tidak kurang

dari 4 detik (Sari et al., 2015). Pengujian ini di amati pada hari ke- 0, 7,

14, 21 dan 28 pada suhu ruang (15-30oC), suhu dingin (2-4 oC), dan suhu

panas (40 oC).

f. Uji tipe emulsi

Penentuan tipe emulsi dilakukan dengan menggunakan metode

dispersi larutan zat warna, yaitu dengan menggunakan metilen biru yang

diteteskan pada lotion pada kaca objek. Jika tipe a/m (air dalam minyak)

maka metilen biru akan bergerombol pada permukaan. Jika tipe m/a

(minyak dalam air) maka zat warna akan melarut di dalamnya dan

bercampur merata (Sukma, 2018). Pengujian ini di amati pada hari ke- 0,

7, 14, 21 dan 28 pada suhu ruang (15-30oC), suhu dingin (2-4 oC), dan

suhu panas (40 oC).


8. Uji Efektivitas

Uji efektivitas nyamuk ini dilakukan pada hewan uji dengan cara

dikelompokkan menjadi 4 yaitu kelompok kontrol (basis) dan kelompok

uji (formula) berikut dengan konsentrasi 0%, 60%, 65%, dan 70%, dimana

kelompok uji berupa sediaan formula dengan masing-masing konsentrasi

dan kelompok kontrol berupa sediaan basis lotion. Pengamatan dan

perhitungan dilakukan untuk mengetahui pada konsentrasi berapa sediaan

lotion yang paling efektif terhadap nyamuk jatuh dan mati berada dalam

ruangan tertutup.

Alur pengujian uji efektifitas sediaan lotion anti nyamuk terhadap

nyamuk Aedes aegypti, adalah sebagai berikut :

1) Sediakan 5 sarang nyamuk, masing – masing sarang berisi 25 nyamuk.

2) Oleskan lotion antinyamuk pada tangan kiri sebagai perlakuan (

Formula ) dan tangan kanan sebagai kontrol ( basis ).

3) Masukan tangan pada sarang nyamuk selama 10 detik, amati jumlah

nyamuk yang hinggap, dan kemudian dipaparkan kembali selama 10

detik berikutnya. Kegiatan ini dilakukan 10 kali pada setiap lengan.

Penentuan 10 detik ditentukan oleh ( Komando ), sehingga lama

penerapan akan sama terhadap perlakuan.

Daya proteksi dihitung dengan rumus :


𝐾−𝑃
Daya proteksi ( Protection ability ) = 𝑋 100 %
𝐾

Keterangan :

K = jumlah nyamuk yang menempel pada lengan kontrol basis


P = jumlah nyamuk yang menempel pada lengan perlakua formulasi

4) Lakukan pengulanagan setiap 1 jam selama 3 jam pada tiap formulasi,

baik yang diberi perlakuan maupun kontrol


F. Bagan Alir Penelitian

Pengumpulan Buah
Ketumbar

Determinasi Tanaman

Pemeriksaan
Penyiapan Simplisia Makroskopik dan
Mikroskopik

Pembuatan Ekstrak Ekstrak Buah


Buah Ketumbar Ketumbar

Sediaan Lotion Ekstrak


Buah Ketumbar

Formula I ( 60% ) Formula II ( 65% ) Formula III ( 70% )

Uji Stabilitas Lotion

Uji Efektifitas Sediaan


Lotion Anti Nyamuk (
Aedes Aegypti )

( Metode Anava )
Efektif atau Tidak
Efektif

Gambar 3.3 Bagan Alir Penelitian


G. Lokasi dan Waktu Penelitian

Pembuatan sediaan Lotion Anti Nyamuk ( Aedes Aegypti ) Ekstrak

Ketumbar akan di laksanakan di Laboratorium Farmasetika dan Komunitas

STIKes Muhammadiyah Kuningan pada Bulan Juni, 2023

Sedangkan pelaksanaan Uji Efektifitas Sediaan Lotion Anti Nyamuk (

Aedes Aegypti ) Ekstrak Ketumbar akan di laksanakan di Loka Litbang

Kesehatan Pangandaran pada Bulan July, 2023

H. Jadwal Penelitian

DES JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AUG SEP
No Kegiatan
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Pengajuan Judul
2 Penelusuran Pustaka
3 Penyusunan Proposal
4 Seminar Proposal
5 Penyiapan Penelitian
6 Pelaksanaan Penelitian
7 Analisa Data & Pembahasan
8 Sidang Skripsi
9 Revisi & Pengadaan

Tabel 3.4 Jadwal Penelitian

I. Pengolahan Data dan Analisi Data

1. One Way Anova

One Way Anova atau dikenal dengan anova satu arah digunakan untuk

membandingkan lebih dari dua kelompok data dan merupakan

pengembangan lebih lanjut dari uji-t. Anova satu arah menguji kemampuan

dari signifikansi hasil penelitian. Artinya jika terbukti berbeda dua atau lebih

sampel tersebut dianggap dapat mewakili populasi (Palupi & Prasetya,

2022) Untuk melakukan uji Anova, harus dipenuhi beberapa asumsi, yaitu:
a. Sampel terdiri dari kelompok yang independen.

b. Varian antar kelompok harus homogen.

c. Data masing-masing kelompok berdistribusi normal.

Pada penelitian ini dilakukan analisis data formulasi ekstrak buah

ketumbar dengan SPSS. Data dianalisis menggunakan uji One Way

ANOVA dengan tingkat kepercayaan a= 95%. Analisis data ini bertujuan

untuk mengidentifikasi perbedaan yang signifikan pada setiap konsentrasi

formula. H0 ditolak jika nilai signifikansi < 0,5% dan H1 diterima yang

berati adanya perbedaan (Ramdani et al., 2021)

2. Uji Hedonik

Uji Hedonik dilakukan terhadap aroma, penampilan fisik dan tekstur

serta kenyamanan saat penggunaan krim. Panelis dipilih secara acak. Uji

hedonik dilakukan oleh 5 orang panelis. Masing-masing panelis diberikan

pertanyaan yang sama meliputi warna, bau, kekentalan, kemudahan untuk

dioleskan ke kulit (Suena et al., 2020)


Tabel 3.5 Uji Hedonik

Agak Sangat
Sangat Agak Tidak
Formula Variable yang dinilai Suka Netral tidak tidak
suka suka suka
suka suka
F0 Warna
Bau
Kekentalan/Tekstur
Kemudahan Dioleskan
F1 Warna
Bau
Kekentalan/Tekstur
Kemudahan Dioleskan
F2 Warna
Bau
Kekentalan/Tekstur
Kemudahan Dioleskan
F3 Warna
Bau
Kekentalan/Tekstur
Kemudahan Dioleskan
PP Warna
Bau
Kekentalan/Tekstur
Kemudahan Dioleskan
DAFTAR PUSTAKA

Agustin, I., Tarwotjo, U., & Rahadian, R. (2017). Perilaku bertelur dan siklus hidup
aedes aegypti pada berbagai media air. Jurnal Biologi, 6(4), 71–81.
Agustina, E. (2015). Fauna Nyamuk Vektor Tular Penyakit Dan Tempat
Perindukannya Di Kawasan Kampus UIN Ar-Raniry. 157–162.
Amalia, T., & Sukmawati. (2022). Formulasi Dan Evaluasi Sediaan Lotion EKstrak
Buah Ketumbar (Coriandrum sativum L.) Sebagai Anti Nyamuk
Aedes albopictus. Jurnal Ilmiah Farmasi, 11(1), 66–74.
https://garuda.kemdikbud.go.id/documents/detail/2559256
Ansel, C. H. (2005). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi (IV). UI-Press.
Ariyati, I. S. (2015). Jurusan ilmu kesehatan masyarakat fakultas ilmu
keolahragaan universitas negeri semarang 2015.
https://doi.org/Universitas Negeri Semarang
Aseptianova, Fitri Wijayanti, T., & Nurina, N. (2017). Efektifitas Pemanfaatan
Tanaman Sebagai Insektisida Elektrik Untuk Mengendalikan
Nyamuk Penular Penyakit Dbd. Bioeksperimen: Jurnal Penelitian
Biologi, 3(2), 10. https://doi.org/10.23917/bioeksperimen.v3i2.5178
Ayuningrum, P. R. (2016). Uji Stabilitas Fisik dan Penentuan Nilai SPF (Sun
Protection Factor) Krim Tabir Surya Ekstrak Kulit Buah Pepaya
(Carica Papaya L.).
Ayuningrum, P. R. (2019). Keberadaan Jentik Aedes Aegypti. Repository UM
Surabaya, 5–17.
Ayuningtyas, E. D. (2013). Perbedaan Keberadaan Jentik Aedes Aegypti
Berdasarkan Karakteristik Kontainer di Daerah Endemis Demam
Berdarah Dengeu. Skripsi, 1–110. https://doi.org/Universitas Negri
Semarang
Badrah, S., & Hidayah, N. (2011). Hubungan Antara Tempat Perindukan Nyamuk
Aedes Aegypti Dengan Kasus Demam Berdarah Dengue.
Angewandte Chemie International Edition, 6(11), 951–952., 1(2),
10–27. https://doi.org/Universitas Mulawarman
Basri, S., & Hamzah, E. (2017). Penggunaan Abate dan Bacillus Thuringensis var.
Israelensis di Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas II Samarinda
Wilayah Kerja Sanggata Terhadap Kematian Larva Aedes sp. Public
Health Science Journal, 9(1), 85–93.
CDC. (2012). Dengue and the Aedes aegypti mosquito. Aegypti Fact Sheet, 2.
Diederichen, A. (1996). Coriander: Coriandrum sativum L. Bioversity
International, 3.
Dirjen, P. (1995). Farmakope Indonesia (4th ed.). Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.
Dota, Y. T. (2021). Eksistensi Dan Sebaran Nyamuk Aedes Aegypti Dan Aedes
Albopictus Di Kampus Universitas Hasanuddin Makassar.
Angewandte Chemie International Edition, 6(11), 951–952., 2013–
2015.
Eka Wardana, G., & Qishti Faturrahman, M. (2018). Pengambilan Minyak Atsiri
Dari Biji Ketumbar (Coriandrum sativum) Menggunakan Etanol
Dengan Metode Ekstraksi Dan Distilasi. 2018(Maret), 1–3.
Farnsworth, N. R. (1966). Biological and Phytochemical Screening of Plants.
Journal of Pharmaceutical Science, 55(3).
https://doi.org/10.1126/science.151.3712.874
Fatmasari, Q. W. (2018). Optimasi Tween dan PEG Dalam Nanoemulsi Minyak
Biji Ketumbar (Coriandrum sativum L.) Sebagai Antioksidan.
Universitas Jember.
Fitriani, N. R., Muryani, S., & Windarso, S. E. (2019). Pengaruh Formulasi Ekstrak
Biji Ketumbar (Coriandrum Sativum) sebagai Repellent Nyamuk
Aedes Sp. JURNAL KESEHATAN LINGKUNGAN: Jurnal Dan
Aplikasi Teknik Kesehatan Lingkungan, 16(2), 775–782.
https://doi.org/10.31964/jkl.v16i2.159
Garg, A., D, A., S, G., & K, S. A. (2002). Spreading of Semisolid Formulation ; An
Update. Pharmaceutical Technology.
Gennaro, A. R. L. (1990). Remington Pharmaceutical Sciences. Mack Publishing
Company.
Hanani, E. (2014). Analisis Fitokimia. Buku Kedokteran.
Hasibuan, M. (2014). Manajemen Sumber Daya Manusia. Bumi Aksara.
Hidayani, W. R. (2020). Demam Berdarah Dengue : Perilaku Rumah Tangga dalam
Pemberantasan Sarang Nyamuk dan Program Penanggulangan
Demam Berdarah Dengue. Paper Knowledge . Toward a Media
History of Documents, 1–20.
Ismatullah, A., Kurniawan, B., Wintoko, R., & Setianingrum, E. (2014). Uji
Efektivitas Larvasida Ekstrak Daun Binahong (Anredera Cordifolia
(Ten.) Steenis) terhadap Larva Aedes Aegypti Instar III. Jurnal
Majority, 3(5), 1–9.
Jubaedah, N., Winarko, & Rohmalia, F. (2017). Uji Efektifitas Ekstrak Biji
Ketumbar (Coriandrum sativum) Sebagai Repellent Nyamuk Aedes
aegypti. Gema Kesehatan Lingkungan, 15(2), 1–7.
Kazembe, T., Jere, S., & Anglais, A. E. (2012). Malaria Control with Mosquito
Repellent Plants : Colophospermum mopane , Dicoma anomala and
Lippia javanica Collection of Data on Mosquito Repellent Plants.
World J Life Sci. and Medical Research, 2, 141–149.
Kementerian Kesehatan RI. (2015). Profil Indonesia Tahun 2015. In Kementerian
Kesehatan RI (Vol. 3, Issue April).
Kementerian Kesehatan RI. (2016). Petunjuk Teknis Jumantik Anak Sekolah.
Kurniasih, N. (2023). Isolasi dan Identifikasi Senyawa Bioaktif dari
Mikroorganisme Endofit yang Berasosiasi dengan Mangrove
Avicennia Officinalis serta Uji Bioaktivitas terhadap Larva Nyamuk
Aedes Aegypti. Nucl. Phys., 13(1), 104–116.
https://doi.org/Universitas Lampung
Lachman, L., Lieberman, H. A., & Kanig, J. L. (1994). The Theory And Practice
Of Industrial Pharmacy. Mack Publishing Company.
Lachman, L., Lieberman, H. A., & Schwariz. (1998). Pharmaceutical Dosage
Form: Dispersi System. Marcel Dekker.
Madhavan, D. M. (2017). STUDY ON PHYTOCHEMICALS, TOTAL
PHENOLS, ANTIOXIDANT, ANTHELMINTIC ACTIVITY OF
HOT WATER EXTRACTS OF CORIANDRUM SATIVUM
SEEDS. World Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences,
6(8), 2519–2527. https://doi.org/10.20959/wjpps20178-9931
Mardikasari, S. A., Mallarangen, A. N. T. A., Zubaydah, W. O. S., & Endeng, J.
(2017). Formulasi dan Uji Stabilitas Lotion Dari Ekstrak Etanol
Daun Jambu Biji (Psidium guajava L.) Sebagai Antioksidan.
Pharmauho Jurnal Farmasi Sains Dan Kesehatan, 3(2).
Martin, A., Lieberman, H. A., & Kanig, J. L. (1993). Farmasi Fisik : Dasar-Dasar
Farmasi Fisik dalam ilmu Farmasetik (3rd ed.). Universitas
Indonesia.
Martin, E. L. (1971). Dispensing of Madication (7th ed.). Mack Publishing
Company.
Ningrum, A. A. (2011). Optimasi Proses Pencampuran Hand Lotion Dengan Kajian
Kecepatan Putar Mixer, Suhu dan Waktu Pencampuran
Menggunakan Metode Desain Faktorial. Optimasi Proses
Pencampuran Hand Lotion Dengan Kajian Kecepatan Putaran
Mixer, Suhu Dan Waktu Pencampuran Menggunakan Metode
Desain Faktorial.
Novrianda, N. T. (2022). Efektifitas Ekstrak Etanol Rumput Laut Eucheuma
Cottonii Sebagai Biolarvasida Larva Instar III Nyamuk Aedes
Aegypti Vektor Demam Berdarah Dengeu (DBD). Braz Dent J.,
33(1), 1–12. https://doi.org/Universitas Lampung
Ogotan, Winarko, Sulistio, I., & Rusmiati. (2022). Daya Proteksi Minyak Biji
Ketumbar (Coriandrum sativum L.) dalam Basis Gel Hidroksipropil
Metilselulosa sebagai Repelen Aedes aegypti. ASPIRATOR -
Journal of Vector-Borne Disease Studies, 14(1), 29–44.
https://doi.org/10.22435/asp.v14i1.5287
Palgunadi, B. U., & Rahayu, A. (2013). Aedes aegypti sebagai vektor penyakit
Demam Berdarah Dengue.
Palupi, R., & Prasetya, A. E. (2022). Pengaruh Implementasi Content Management
Kecepatan Kinerja Menggunakan One Way Anova System
Terhadap. Jurnal Ilmiah Informatika, 10(1), 74–79.
Parrot, E. L. (1974). Pharmaceutical Tecnology. Burgess Publishing Company.
Ramdani, R., Nurgustiyani, Abriyani, E., & Frianto, D. (2021). Skrining Fitokimia
Dan Uji Antibakteri Ekstrak Daun Bunga Telang (Clitoria ternatea
L.) Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus. 1(4), 1–7.
Rusmin. (2021). Formulasi dan Uji Stabilitas Sediaan Krim Ekstrak Rimpang Iris
(Iris pallida Lamk.) Menggunakan Emulgator Anionik dan
Nonionik. Jurnal Kesehatan Yamasi Makasar, 5(2), 50–58.
Saidar. (2012a). Formulasi dan Uji Stabilitas Fisik Serta Uji Efek Anti Nyamuk
Sediaan Lotion Minyak Adas (Foeniculum Vulgare Mill). Fakultas
Ilmu Kesehatan, UIAD, 1–94.
Saidar. (2012b). Formulasi dan Uji Stabilitas Fisik Serta Uji Efek Antinyamuk
Sediaan Lotion Minyak Adas (Foeniculum Vulgare Mill).
Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.
Sari, K. D., Sugihartini, N., & Yuwono, T. (2015). Evaluasi Uji Iritasi dan Uji Sifat
Fisik Sediaan Emulgel Minyak Atsiri Bunga Cengkeh (Syzigium
aromaticum). Pharmaciana, 5(2).
Sari, L. A., & Hary, C. W. (2015). Efektivitas Ekstrak Buah Belimbing Wuluh
(Averrhoa bilimbi L.) dalam Bentuk Granul terhadap Kematian
Larva Nyamuk Aedes aegypti. Jurnal Visikes, 14(1).
Suena, D. S., Meriyani, H., & Antari, N. P. U. (2020). Uji Mutu dan Uji Hedonik
Body Butter Maserat Beras Merah Jatiluwih. Jurnal Farmasi Dan
Ilmu Kefarmasian Indonesia, 7(2), 59.
https://doi.org/10.20473/jfiki.v7i22020.59-65
Sukma, Y. C. (2018). Formulasi Sediaan Tabir Surya Mikroemulsi Ekstrak Kulit
Buah Nanas (Ananas comocus L.) dan Uji In Vitro Nilai Sun
Protection Factor (SPF). Universitas Islma Negeri Maulana Malik
Ibrahim Malang.
Susanti, & Suharyo. (2017). Hubungan Lingkungan Fisik Dengan Keberadaan
Jentik Aedes Pada Area Bervegetasi Pohon Pisang. Unnes Journal
of Public Health, 6(4), 271–276.
https://doi.org/10.15294/ujph.v6i4.15236
Tranggono, I. R., & Latifah, F. (2007). Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan
Kosmetik. PT Gramedia Pustaka Utama.
Wahyu, A., & Ulung, G. (2014). 493 Resep Ramuan Herbal Berkhasiat Untuk
Cantik Alami Luar Dalam (I. Hardiman (ed.)). PT Gramedia Pustaka
Utama.
https://books.google.co.id/books?id=jKFLDwAAQBAJ&lpg=PP1
&ots=U42cfhREWA&dq=%22gagas
ulung%22&lr&pg=PA7#v=snippet&q=ketumbar&f=false
Wahyudi, R. I., Ginanjar, P., & Saraswati, L. D. (2013). Pengamatan Keberadaan
Jentik Aedes Sp Pada Tempat Perkembangbiakan dan PSN DBD Di
Kelurahan Ketapang. Jurnal Kesehatan Masyarakat Universitas
Diponegoro, 2(2), 18784. https://doi.org/Studi Di Wilayah Kerja
Puskesmas Ketapang Dua
Wahyuni, D. K., Ekasari, W., Witono, J. R., & Purnobasuki, H. (2016). Toga
Indonesia. Airlangga University Press.
https://books.google.co.id/books?hl=en&lr=&id=guZwDwAAQB
AJ&oi=fnd&pg=PR5&dq=wahyuni+toga+indonesia&ots=_vubHg
P9zp&sig=9Vt8eMue1-
v5ZbgkNHIELKKNc8c&redir_esc=y#v=onepage&q=wahyuni
toga indonesia&f=false
Wijayani, L., & Isti’anah, S. (2014). Efek Larvasidal Ekstrak Etanol Daun Kemangi
(Ocimum sp. Linn) Terhadap Larva Instar III Culex
quinquefasciatus. Biomedika, 6(2), 5–8.
https://doi.org/10.23917/biomedika.v6i2.275

Anda mungkin juga menyukai