Anda di halaman 1dari 36

UJI DAYA PROTEKSI EKTRAK ETANOL DAUN ALPUKAT (

Persea Americano Mill ) SEBAGAI RAPELAN TERHADAP


NYAMUK Aedes Aegypti

Oleh

MADE SUDIARTI

NIM : 1613351022

POLITENIK KESEHATAN TANJUNGKARANG

PROGRAM STUDI DIPLOVA IV KESEHATAN LINGKUNGAN

2018/2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Demam berdarah dengue atau biasa dikenal dengan DBD adalah salah

satu jenis penyakit menular yang menimbulkan keresahan di masyarakat, karena

penularan penyakit demam berdarah berjalan dengan cepat dan juga dapat

mengakibatkan kematian dalam waktu yang singkat (WHO, 2009).

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang

disebabkan oleh virus Dengue yang tergolong Arthropod-Borne Virus, genus

Flavivirus, dan famili Flaviviridae. DBD ditularkan melalui gigitan nyamuk dari

genus Aedes, terutama Aedes aegypti atau Aedes albopictus. Penyakit DBD dapat

muncul sepanjang tahun dan dapat menyerang seluruh kelompok umur. Penyakit

ini berkaitan dengan kondisi lingkungan dan perilaku masyarakat (Kemenkes

RI,2018)

DBD merupakan permasalahan kesehatan masyarakat utama di seluruh

daerah tropis dan subtropis. Penyebaran penyakit ini terjadi secara cepat dengan

peningkatan kejadian 30 kali lipat dalam kurun waktu 50 tahun terakhir. World

Health Organization (WHO) memperkirakan 50-100 juta kasus infeksi terjadi

setiap tahun dan hampir setengah dari populasi dunia berada di negara endemik.

Saat ini sekitar 75% populasi global yang berisiko terpajan virus dengue berada di

wilayah Asia-Pasifik (WHO, 2012 dalam Ajeng 2018) Pada tahun 2017 kasus

DBD berjumlah 68.407 kasus, dengan jumlah kematian sebanyak 493 orang.
Jumlah tersebut menurun cukup drastis dari tahun sebelumnya, yaitu 204.171

kasus dan jumlah kematian sebanyak 1.598 orang. Angka kesakitan DBD tahun

2017 menurun dibandingkan tahun 2016, yaitu dari 78,85 menjadi 26,10 per

100.000 penduduk. Namun, penurunan case fatality rate (CFR) dari tahun

sebelumnya tidak terlalu tinggi, yaitu 0,78% pada tahun 2016, menjadi 0,72%

pada tahun 2017.(Kemenkes RI, 2018)

Berdasarkan hasil pemantauan Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi

Lampung, di tahun 2014 tercatat 1.350 kasus dengan 22 diantaranya meninggal

dunia. Tahun 2015 kasus DBD meningkat menjadi 4.516 kasus dengan 15

diantaranya meninggal dunia. Pada tahun 2016 angka kejadian DBD menurun di

angka 3.145 dengan 32 kasus meninggal dunia (Dinkes Provinsi Lampung, 2014;

Kemenkes, 2016 dalam Ajeng, 2018 ) Pada tahun 2018 dkasus DBD berjumlah

2.872 kasus dengan jumlah kematian sebanyak 14 orang (Kemenkes RI, 2019)

Saat ini pencegahan terhadap nyamuk yang paling umum adalah menggunakan

racun kimia diantaranya bahan penolak nyamuk (repelan). Repelan berfungsi

untuk menghindari kontak antara manusia dan nyamuk. namun bahan yang

digunakan tidak selamanya aman digunakan pada tubuh (Koren et al., 2003 dalam

Rahmatullah, 2018).

Hampir semua losion dan spray anti nyamuk yang beredar di Indonesia

berbahan aktif Diethyl Metatoluamid (DEET) yang merupakan bahan kimia

sintetis beracun dalam konsentrasi 10-15% (Kardinan, 2007). Diethyl

Metatoluamid merupakan bahan kimia berbahaya bagi anak dan juga orang
dewasa bila penggunaanya kurang hati-hati, selain itu DEET menetap di kulit

selama 8 jam (tidak larut air) dan terserap secara sistemik ke sirkulasi darah

melalui kulit dan hanya 10- 15% yang dapat terbuang lewat urin. Dalam aturannya

pemakaian hanya diperbolehkan satu kali sehari dan tidak digunakan pada kulit

luka atau di bawah baju karena dapat menetrasi ke jaringan kulit (Kementrian RI,

2015 dalam Rahmatullah, 2018)

Salah satu tanaman sumber antioksidan alami adalah tanaman alpukat

(persea America Mili) Penelitian tentang penapisan fitokimia daun alpukat

(Prayitno, E. K. dan Nurimaniwati., 2003) diketahui bahwa daun alpukat

mengandung senyawa flavonoid, tanin dan kuinon (Applebaum, S. W. & Birk,Y,

1978) .Buah dan daun buah alpukat mengandung saponin, alkaloida, flavonoida,

polifenol, quersetin, dan gula alkohol persiit yang berperan aktif sebagai

antioksidan.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Dwina Rizki Anindhita,

Budiyono, SKM, M.Kes, Dra. Retno hestiningsih,m.kes mengenai daya tolak

repellent bentuk lotion dengan ekstrak daun alpukat (persea americanamill)

terhadap nyamuk aedes aegyptilinn bahwa pada kosentrasi 5% merupakan

kosentrasi yang paling tinggi dan paling efektif dengan daya proteksi sebanyak

51,2%. Namun, semakin tinggi konsentrasi lotion ekstrak daun alpukat daya

tolaknya semakin menurun. Diduga bahwa pada larutan dengan konsentrasi yang

lebih pekat yaitu 10% hingga 30% berpengaruh secara dominan yang disebabkan

adanya perbedaan berat molekul yang terkandung di ekstrak daun alpukat pada
setiap konsentrasi sehingga tidak saling bersinergi dalam meningkatkan stabilitas

ekstrak daun alpukat sebagai insektisida alami dan mengakibatkan jumlah nyamuk

yang hinggap lebih sedikit dibandingkan dengan konsentrasi 5%.

Keuntungan dari penggunaan ekstrak daun alpukat yaitu bahan tersebut

mudah didapat khususnya di daerah dataran tinggi, banyak orang yang mengetahui

daun tersebut, banyak persediaannya, dan tidak mengganggu pemakainya.

Penggunaan bahan alami dari ekstrak daun alpukat diharapkan lebih aman jika

dibandingkan dengan bahan kimia DEET.

B. Rumusan Masalah

penyakit DBD saat ini begitu banyak terjadi. Berdasarkan data yang di

peroleh di provinsi lampung Pada tahun 2018 kasus DBD berjumlah 2.872 kasus

dengan jumlah kematian sebanyak 14 orang. Masyarakat banyak yang

menggunakan bahan kimia sebagai penolak nyamuk (rapelan). Namun, penolak

nyamuk yang beredar di pasaran banyak yang mengandung Diethyl Metatoluamid

(DEET) dimana bahan tersebut berbahaya bagi anak – anak. Sehingga hal tersebu

yang mendasari penulis untuk : Apakah losion ekstrak etanol daun alpukat ( Persea

Americano Mill) memiliki aktivitas sebagai repelan terhadap nyamuk aedes

aegypti ?
C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahuai daya proteksi losion ekstrak daun alpukat ( Persea

Americano Mill) memiliki aktivitas sebagai repelan terhadap nyamuk aedes aegypti.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui Efektifitas kosentrasi losion ekstrak daun alpukat ( Persea

Americano Mill) memiliki aktivitas sebagai repelan terhadap nyamuk aedes

aegypti.

b. Mengetahui efektifitas waktu kontak losion ekstrak daun alpukat ( Persea

Americano Mill) memiliki aktivitas sebagai repelan terhadap nyamuk aedes

aegypti.

c. Mengetahuai presentase daya proteksi terhadap jumlah kontak nyamuk pada

masing-masing konsentrasi ekstrak daun alpukat.

D. Manfaat

1. Bagi Mahasiswa Kesehatan Lingkungan

Sebagai referensi dan informasi dalam melakukan penelitian yang

berkaitan dengan eksperimen nyamuk aedes aegypti menambah wawasan

ilmu pengetahuan khusunya di bidang kesehatan lingkungan.

2. Bagi Masyarakat

Memberikan masukan dan informasi kepada masyarakat terutama

penggunaan bahan - bahan kimia yang digunakan sebagai penolak nyamuk

( rapelan)
E. Ruang Lingkup
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD)

1. Definsi

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang

disebabkan oleh virus Dengue yang tergolong Arthropod-Borne Virus, genus

Flavivirus, dan famili Flaviviridae. DBD ditularkan melalui gigitan nyamuk dari

genus Aedes, terutama Aedes aegypti atau Aedes albopictus. Penyakit DBD dapat

muncul sepanjang tahun dan dapat menyerang seluruh kelompok umur. Penyakit

ini berkaitan dengan kondisi lingkungan dan perilaku masyarakat.(Kemenkes

RI,2018)

2. Gejala

Demam dengue ditandai oleh gejala-gejala klinik berupa demam, tanda-

tanda perdarahan, hematomegali dan syok. Gejala - gejala tersebut yaitu demam

tinggi yang mendadak, terus – menerus berlangsung selama 2 sampai 7 hari, naik

turun (demam bifosik). Kadang – kadang suhu tubuh sangat tinggi sampai 400°C

dan dapat terjadi kejan demam. Akhir fase demam merupakan fase kritis pada

demam berdarah dengue. Pada saat fase demam sudah mulai menurun dan pasien

seakan sembuh hati – hati karena fase tersebut sebagai awal kejadian syok,

biasanya pada hari ketiga dari demam.


B. Tanaman Alpukat (Persea americana mill)

1. Klasifikasi

Tanaman alpukat (Persea americana mill) merupakan tanaman yang

berasal dari daratan tinggi Amerika Tengah dan memiliki banyak varietas yang

tersebar di seluruh dunia. Alpukat secara umum terbagi atas tiga tipe: tipe West

Indian, tipe Guatemalan, dan tipe Mexican. Daging buah berwarna hijau di bagian

bawah kulit dan menguning kearah biji. Warna kulit buah bervariasi, warna hijau

karena kandungan klorofil atau hitam karena pigmen antosiasin (Lopez, 2002;

Andi,2013). Menurut Sunarjono (1998), alpukat termasuk tanaman hutan yang

tingginya mencapai 20 meter. Bentuk pohonnya seperti kubah sehingga dari jauh

tampak menarik. Daunnya panjang (lonjong) dan tersusun seperti pilin. Pohonnya

berkayu, umumnya percabangan jarang dan arahnya horizontal. Bunga alpukat

keluar pada ujung cabang atau ranting dalam tangkai panjang. Warna bunga putih

dan setiap bunga akan mekar sebanyak dua kali.

Berdasarkan taksonomi tanaman alpulat diKlasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)

Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)

Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

Kelas : Magnoliopsida (Berkeping dua/dikotil)

Sub kelas : Magnoliidae


Ordo : Laurales

Famili : Lauraceae

Genus : Persea

Spesies : Persea americana mill

Sumber : Plantamor, 2012; Andi, 2013

2. Morfologi

Tanaman alpukat berupa pohon dengan ketinggian 3-10 m, rating tegak dan berambut

halus, daun berdesakan diujung ranting, bentuk bulat telur atau corong, awalnya

berbulu pada kedua belah permukaannya dan lama-kelamaan menjadi licin. Bunga

alpukat berupa malai dan terletak di dekat ujung ranting, bunganya sangat banyak

berdiameter 1-1,5 cm, berwarna kekuningan, berbulu halus dan benang sari dalam 4

karangan, buah alpukat berbentuk bola lampu sampai bulat telur, berwarna hijau

kekuningan berbintik ungu, gandul/halus, dan harum, biji berbentuk bola dan hanya

terdapat satu biji dalam 1 buah (Materia Medika Indonesia, 1996; Hika citra, 2009).

3. Kandungan Daun Alpukat

melalui uji fitokimia ekstrak daun alpukat (Persea Americana Mill) ditemukan

mengandung senyawa saponin, tanin, flavonoid, dan alkaloid (Antia dkk, 2005)

a. Flavonoid

Menurut Marais dkk. (2006), flavonoid biasanya digunakan untuk menjelaskan

produk yang dihasilkan tanaman yang termasuk ke dalam senyawa dengan rumus

kimia C6-C3-C6. Senyawa flavonoid memiliki ikatan glikosida yang dapat

didegradasi oleh aktivitas enzim yang didapatkan dari bahan tanaman baik dalam
bentuk segar maupun kering. Ekstraksi flavonoid dibutuhkan pelarut yang sesuai

dengan kepolarannya. Beberapa flavonoid ada yang kurang polar seperti

isoflavon, flavanon, flavon yang termetilasi, dan flavonol yang dapat diekstraksi

dengan pelarut kloroform, diklorometana, dietil eter, atau etil asetat, namun

flavonoid glikosida dan aglikone yang lebih polar dapat diekstraksi dengan

menggunakan pelarut alkohol atau campuran alkohol-air (Marston dan

Hostettmann, 2006).

Menurut Sabir (2005), flavonoid menyebabkan terjadinya kerusakan

permeabilitas dinding sel bakteri, mikrosom, dan lisosom sebagai hasil interaksi

antara flavonoid dengan DNA bakteri.

Flavonoid berfungsi sebagai inhibitor pernapasan dan menghambat sistem

pernapasan nyamuk. Flavonoid menyerang bagian syaraf pada beberapa organ

vital serangga sehingga timbul suatu perlemahan syaraf. Bila senyawa flavonoid

masuk ke mulut serangga dapat mengakibatkan kelemahan pada saraf dan

kerusakan pada spirakel sehingga serangga tidak bisa bernafas dan akhirnya mati.

Flavonoid merupakan senyawa pertahanan tumbuhan yang dapat bersifat

menghambat sistem pencernaan serangga dan juga bersifat toksik yang

menyebabkan serangga akan mati (Dinata, 2005

b. Alkaloid

Alkaloid merupakan senyawa metabolit sekunder yang tersebar pada tanaman.

Pada tanaman, alkaloid berfungsi sebagai senyawa pertahanan baik terhadap

herbivora atau predator. Beberapa alkaloid dapat bersifat antibakteri, antifungi,

dan antivirus, yang dapat bersifat racun bagi binatang . (Wink, 2008).
Mekanisme kerja alkaloid sebagai antibakteri dengan mengganggu komponen

penyusun peptidoglikan pada dinding sel bakteri. Peptidoglikan merupakan

senyawa yang berfungsi untuk membuat dinding sel tetap kaku sehingga

memberi bentuk sel yang tetap. Apabila komponen penyusun 14 peptidoglikan

terganggu, lapisan dinding sel bakteri tidak terbentuk secara utuh dan

menyebabkan kematian sel (Robinson, 1995).

Senyawa alkaloid yang terkandung dalam suatu jenis tanaman dapat bersifat

sebagai bioaktif penolak (repellent) nyamuk (Mustanir dan Rosnani,2008)

c. Saponin

Saponin adalah glikosida triterpena dan sterol yang telah terdeteksi dalam lebih

dari 90 genus pada tumbuhan. Glikosida adalah suatu kompleks antara gula

pereduksi (glikon) dan bukan gula (aglikon). Banyak saponin yang mempunyai

satuan gula sampai 5 dan komponen yang umum ialah asam glukuronat. Adanya

saponin dalam tumbuhan ditunjukkan dengan pembentukan busa yang mantap

sewaktu mengekstraksi tumbuhan atau memekatkan ekstrak (Harborne, 1987).

Saponin termasuk ke dalam senyawa terpenoid. Senyawa ini akan mengikat

sterol bebas dalam saluran pencernaan serangga. Sterol merupakan zat yang

berfungsi sebagai prekursor hormon ekdison. Hormon ekdison berfungsi untuk

proses pergantian kulit. Sehingga menurunnya jumlah sterol bebas dalam tubuh

serangga akan mengakibatkan terganggunya proses pergantian kulit (moulting)

pada serangga (Mardiana et al., 2009).

d. Tanin
Tanin dapat menyebabkan denaturasi protein dengan membentuk kompleks

dengan protein melalui kekuatan non-spesifik seperti ikatan hidrogen dan efek

hidrofobik sebagaimana ikatan kovalen, menginaktifkan adhesin kuman (molekul

untuk menempel pada sel inang), dan menstimulasi sel-sel fagosit yang berperan

dalam respon imun seluler (Chisnaningsih, 2006). Mekanisme tanin sebagai

antibakteri adalah dengan cara merusak membran pada sel bakteri. Tanin

menyebabkan membran sel bakteri mengkerut sehingga menyebabkan 16

permeabilitas sel bakteri. Akibatnya, metabolisme bakteri terganggu dan

akhirnya lisis dan mati (Ajizah, 2004).

C. Nyamuk Aedes Agypti

1. Klasifikasi

Klasifikasi Aedes aegypti Nyamuk merupakam salah satu di antara

serangga yang sangat penting di dunia kesehatan. Nyamuk termasuk dalam subfamily

Culicinae, family Culicidae (Nematocera: Diptera) merupakan vektor atau penular

utama dari penyakitpenyakit arbovirus (demam berdarah, chikungunya, demam

kuning, encephalitis, dan lain-lain), serta penyakit-penyakit nematode (filariasis),

riketsia, dan protozoa (malaria). Di seluruh dunia terdapat lebih dari 2500 spesies

nyamuk, meskipun sebagian besar dari spesies-spesies nyamuk ini tidak berasosiasi

dengan penyakit virus (arbovirus) dan penyakit-penyakit lainnya. Jenis-jenis nyamuk

yang menjadi vector utama, biasanya adalah Aedes spp, Culex spp, Anopheles spp,

dan Mansonia spp (Sembel, 2009). Nyamuk Aedes aegypti merupakan penyebab
terjadinya penyakit demam berdarah. Menurut Wormack (1993) di dalam sistem

nomenklatur, Aedes aegypti menempati sistematika sebagai berikut:

Kingdom : Animalia

Phylum : Arthropoda

Class : Insecta

Ordo : Diptera

Sub ordo : Nematocera

Family : Culicidae

Sub family : Culicinae G

genus : Aedes

Species : Aedes aegypti

2. Morfologi

Morfologi Aedes aegypti dewasa berukuran lebih kecil jika dibandingkan

dengan ukuran nyamuk rumah (Culex quinquefasciatus), mempunyai warna dasar

yang hitam dan bintik-bintik putih pada bagian-bagian badannya terutama pada

kakinya dan dikenal dari bentuk morfologinya yang khas sebagai nyamuk yang

mempunyai gambaran lira (lyre-form) yang putih pada punggungnya (mesonotum).

Nyamuk Aedes aegypti berukuran kecil (4 – 13 mm) dan rapuh. Kepala mempunyai

probosis halus dan panjang yang melebihi panjang kepala. Pada nyamuk betina

probosis dipakai sebagai alat untuk menghisap darah, sedangkan pada nyamuk jantan

untuk menghisap bahan-bahan cair seperti cairan tumbuhtumbuhan, buah-buahan dan

juga keringat. Di kiri kanan probosis terdapat palpus yang terdiri atas 5 ruas dan
sepasang antena yang terdiri atas 15 ruas. Antena pada nyamuk jantan berambut lebat

(plumose) dan pada nyamuk betina jarang (pilose). Sebagian besar toraks yang tampak

(mesonotum), diliputi bulu halus. Bulu ini berwarna putih/kuning dan membentuk

gambaran yang khas untuk masingmasing spesies. Sayap nyamuk panjang dan

langsing, mempunyai vena yang permukaannya ditumbuhi sisik-sisik sayap (wing

scales) yang letaknya mengikuti vena. Pada pinggir sayap terdapat sederatan rambut

yang disebut fringe. Abdomen berbentuk selinder dan terdiri atas 10 ruas. Dua ruas

yang terakhi berubah menjadi alat kelamin. Nyamuk mempunyai 3 pasang kaki

(hexopoda) yang melekat pada toraks dan tiap kaki terdiri dari 1 ruas femur, 1 ruas

tibia dan 5 ruas tarsus (Gandahusada, 1998)

3. Siklus Hidup

Menurut Gandasuhada dkk (1988), Dalam meneruskan keturunannya,

nyamuk Aedes aegypti betina hanya kawin satu kali semumur hidupnya. Nyamuk

termasuk dalam kelompok serangga yang mengalami metamorfosis sempurna: Telur –

larva – pupa – dewasa. Stadium telur, larva, dan pupa hidup di dalam air sedangkan

stadium dewasa hidup beterbangan. Empat stadium nyamuk tersebut, sebagai berikut:
Gambar siklus hidup nyamuk ((McCafferty, 2010).

1.    Telur nyamuk.

Telur yang baru diletakkan baerwarna putih, tetapi sesudah 1-2 jam

berubah menjadi hitam. Pada genus Anopheles  telur diletakkan satu per satu

terpisah di permukaan air. Pada Aedes telur-telur ini juga diletakkan satu per

satu terpisah tetapi telur ditemukan ditepi permukaan air pada lubang pohon

dan containers, dapat juga pada lubang tanah yang kering yang kemudian

digenangi air. Pada nyamuk Culex dan Mansonia telur diletakkan saling

berlekatan sahingga membentuk rakit (raft). Telur Culex diletakkan di atas

permukaan air, sadangkan telur Mansonia diletakkan di balik permukaan

daun tumbuh-tumbuhan air (Gandahusada dkk, 2000).

2.  Larva

Telur nyamuk akan menetas menjadi larva setelah 2-4 hari, larva selalu hidup

di air. Larva ini disebut juga dengan jentik nyamuk. Tempat perindukan
(breeding place)  untuk masing-masing spesies berlainan, misalnya rawa,

kolam, sungai, sawah, kecomberan, dan tempat-tempat yang dapat digenangi

air seperti got, saluran air, bekas jejak kaki binatang, lubang-lubang pohon,

dan kaleng-kaleng. Larva terdiri atas 4 substadium (instar) dan mengambil

makanan dari tempat peridukannya. Pertumbuhan larva stadium I sampai

dengan stadium IV berlangsung 6-8 hari pada Culexdan Aedes, sedangkan

pada Mansonia pertumbuhan memerlukan waktu kira-kira 3 minggu

(Gandahusada dkk, 2000).

3. Pupa

Selama tahap pupa nyamuk berhenti makan dan perubahan terjadi 

yang mengarah ke tahap dewasa. Nyamuk dewasa muncul dari kepompong,

meninggalkan water air dan dapat hidup di udara (Public Health Pest

Management Section, 2011). Walaupun pupa ini tidak makan, akan tetapi

masih memerlukan oksigen yang diambilnya melalui tabung pernafasan

(breathing trumpet). Pupa dapat tumbuh menjadi dewas memerlukan waktu 1-

3 hari sampai beberapa minggu. Pupa jantan menetas terlebih dahulu daripada

pupa betina (Gandahusada dkk, 2000).

4. Nyamuk dewasa

Nyamuk jantan dan betina dewasa memiliki perbandingan 1:1, nyamuk jantan

keluar terlebih dahulu dari kepompong, baru disusul nyamuk betina, dan

nyamuk jantan tersebut akan tetap tinggal di dekat sarang, sampai nyamuk

betina keluar dari kepompong, setelah jenis betina keluar, maka nyamuk

jantan akan langsung mengawini betina sebelum mencari darah. Selama


hidupnya nyamuk betina hanya sekali kawin (Nurmaini, 2003). Nyamuk

betina menghisap darah untuk pembentukan telur, tetapi ada beberapa spesies

yang tidak memerlukan darah untuk pembentukan telurnya (autogen),

misalnya Toxorhynchintes amboinensis (Gandahusada dkk, 2000).

D. Ekstraksi

Ekstraksi merupakan proses pemisahan senyawa dari matriks atau

simplisia dengan menggunakan pelarut yang sesuai. Peran ekstraksi dalam analisis

fitokimia sangat penting karena sejak tahap awal hingga akhir menggunakan proses

ekstraksi, termasuk fraksinasi dan pemurnian. Beberapa metode ekstraksi

dijelaskan sebagai berikut : ( Endang Hanani, 2015)

1. Maserasi

Mesari adalah cara ekstraksi simplisia dengan merendam dalam pelarut pada

suhu kamar sehingga kerusakan atau degradasi metabolit dapat

diminimalisasi. Pada meserasi, terjadi proses keseimbangan kosentrasi antara

larutan di luar dan didalam sel sehingga di perlukan pergantian pelarut secara

berulang. Kinetik adalah cara ekstraksi, seperti meserasi yang dilakukan

dengan pengadukan, sedangkan digesti adalah cara meserasi yang dilakukan

pada suhu yang lebih tinggi dari suhu kamar, yaiti 40 - 60°C

2. Perkolasi

Perkolasi adalah cara ekstraksi simplisia menggunakan pelarut yang selalalu

baru, dengan mengalirkan pelarut melalui simplisia hingga senyawa tersari

sempurna. Cara ini memerlukan waktu lebih lama dan pelarut yang lebih
banyak. Untuk meyakinkan perkolasi sudah sempurna, perkolat dapat di uji

adanya mertabolit dengan preaksi yag spesifik.

3. Soxhletasi

Soxhletasi adalah cara ekstraksi menggunakan pelarut organic pada suhu didih

dengan alat soxhlet. Pafa soxhletasi, simplisia dan ekstrak berada pada labu

berbeda. Pemanasan mengakibatkan pelarut menguap, dan uap masuk dalam

suhu pendingin. Hasil kodensasi jatuh bagian simplisia sehingga ekstraksi,

berlangsung terus menerus dengan jumlah pelarut relatif konstan. Ekstraksi ini

dikenal sebagai ekstraksi sinambung.

4. Refluks

Reflux adalah cara ekstraksi dengan pelarut pada suhu titik didihnya selama

waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya

pendingin balik. Agar hasil penyaringan lebih baik atau sempurna, reflux

umumnya dilakukan berulang –ulang ( 3 – 6 kali) terhadap residu pertama.

Cara ini memungkinkan terjadinya penguraian senyawa yang tidak tahan

panas.

5. Destilasi ( penyulingan )

Destilasi adalah cara ekstraksi untuk menarik atau menyaring senyawa yang

ikut menguap dengan air sebagai pelarut, pafa proses pendinginan, senyawa

dan uap air akan terkodensasi dan terpisah menjadi destilat air dan senyawa

yang diekstraksi, cara ini umum digunakan untuk mencari minyak atsiri dari

tumbuhan.
6. Infusa

Infusa adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut air,, pada suhu 96 - 98°C

selama 15 –20 menit ( dihitung setelah suhu 96°C tercapa). Bejana influsa

tercelup dalam tangan air. Cara ini sesuai untuk simplisia yang bersifat lunak,

seperti Bungan dan daun.

7. Dekok

Dekok adalah cara ekstraksi yang mirip dengan inlusa, hanya saja waktu

ekstraksinya lebih lama yaitu 90 menit dan suhunya mencapai titik didih air.

8. Lawan arah ( counter current)

Cara ekstraksi ini serupa dengan perkolasi, tetapi simplisia bergerak

berlawanan arah dengan pelarut yang digunakan. Cara ini banyak digunakan

untuk ekstraksi herbal dalam skala besar.

E. Ekstrak

Ekstrak adalah sedian cair, kental atau kering yang merupakan hasil proses

ekstraksi atau penyarian suatu matriks atau simplisia menurut cara yang sesuai,

ekstrak cair di peroleh dari ekstraksi yang masih mengandung sebagian besar cairan

penyari sudah di uapkan, sedangkan ekstrak kering akan di peroleh jika sudah tidak

mengandung cairan penyari. ( Endang Hanani, 2015)

F. Lotion

Lotion adalah bentuk sediaan setengah padat yang diaplikasikan pada

tubuh, mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan

dasar yang sesuai dan diformulasi sebagai emulsi air dalam minyak atau minyak

dalam air (Depkes RI, 1995). Lotion umumnya mudah menyebar rata dan untuk
lotion tipe minyak dalam air (M/A) lebih mudal dibersihkan atau dicuci dengan air.

Emulsi M/A merupakan tipe lotion yang paling banyak digunakan untuk

penggunaan dermatologi topikal karena memiliki kualitas absorbsi yang sangat

baik dan dapat diformulasikan menjadi produk kosmetik yang elegan.( Mardikasari,

Sandra Aulia)

G. Rapelan

Repelan adalah suatu senyawa yang beraksi secara lokal atau pada jarak

tertentu, yang mempunyai kemampuan mencegah artropoda (termasuk nyamuk) untuk

terbang, mendarat atau menggigit pada permukaan kulit manusia (Djatmiko M et al.,

2011). Repelan biasanya dibuat dalam bentuk sediaan lotion yang mengandung N,N-

dietil-metoluamida (DEET) (Mustanir dan Rosnani, 2008)

H. Efektivitas

1. Efektivitas kosentrasi adalah konsentrasi yang dapat memberikan daya daya

proteksi yang efektif atau maksimal sesuai dengan konsentrasi yang diberikan.

2. Efektivitas waktu adalah waktu efektif yang dapat memberikan daya proteksi

efektif atau maksimal sesuai dengan konsentrasi yang diberikan.

D. Kerangka Teori

Pada penelitian ini menggunakan tanaman Alpukat (Persea Americano Mill)

daun alpukat yang mengandung saponin, tanin, flavonoid, alkaloid. Kandungan kimia

yang terdapat di daun alpukat akan dimanfaatkan untuk di uji efektivitasnya sebagai

rapelan terhadap nyamuk aedes aegypti. Kerangka teori sebagai berikut :


Penyakit dbd

Daun Alpukat ( Persea Americano


Mill)
Nyamuk aedes Aegypti

saponin tanin flavonoid, alkaloid


,

Ekstrak daun alpukat

Persea Americano Mill)

Lotion

Rapelan

Efektivitas Efektivitas waktu


kosentrasi lotion kontak lotion
ektstrak daun ektstrak daun
alpukat alpukat
Gambar 2. Kerangka teori

sumber : (Kemenkers RI, 2018, Antia DKK, 2005,Endang Hanani, 2015)


E. Kerangak Konsep

Variabel independent variabel dependent

Efektifitas kosentrasi
ekstrak Daun Alpukat
(Persea Americano
Mill)
Presentase daya proteksi
0 % , 3 % dan 4 % lotion ekstrak Daun
Alpukat (Persea
Effektivitas waktu
Americano Mill)
ekstrak daun alpukat (
Persea Americano
Mill)
0, 30 menit, 1, 2,3 4
jam dan 6 jam

Gambar 3. Kerangka Konsep


BAB III

METODELOGI

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium dengan desain

Rancangan Acak Lengkap (RAL) berdasarkan prosedur yang direkomendasikan

oleh World Health Organization Pesticides Evaluation Scheme (WHOPES, 2009)

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium kesehatan lingkungan

C. Subjek Penelitian

1. Populasi Penelitian

Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian Populasi yang digunakan dalam

penelitian ini adalah nyamuk Aedes aegypti yang akan dikembangbiakan di

laboratorium. Telur nyamuk di peroleh dari loka penelitian dan pengembangan

Pengendalian Penyakit Binatang (Litbang) Batu Raja.

2. Sampel penelitian

sampel adalah bagian atau jumlah dan karakteritik yang dimiliki oleh populasi

tersebut (Sugiyono, 2011) sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah

sebagai berikut :
Tabel 3.1 jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian menurut

WHOPES,2000 (modifikasi )

NO Kelompok Pengambilan data ke TOTAL


I II III IV V VI
1 Kelompok 1 25 25 25 25 25 25 150
2 Kelompok 2 25 25 25 25 25 25 150
2 Kelompok 3 25 25 25 25 25 25 150
JUMLAH NYAMUK 450

3. Relawan

Penelitian ini membutuhkan 3 (tiga) orang relawan untuk dilakukan pengujian.

Relawan akan dioleskan ekstrak repellent pada lengan bawah tangan kiri dan

kanan kemudian dilakukan uji secara langsung terhadap kontak dengan

nyamuk. Menurut WHOPES dan Enviromental Protection Agency (EPA), tes

repellent ini dikondisikan sebagaimana lingkungan asli. Relawan memiliki

syarat tertentu yang harus dipenuhi, yaitu:

1. Usia 18–55 tahun

2. Tidak sensitif atau tidak memiliki alergi terhadap gigitan nyamuk

3. Tidak memakai wewangian 12 jam sebelum pengujian serta selama

pengujian dan atau tidak memiliki bau yang khas yang dapat

mengganggu pengujian

4. Bukan wanita hamil atau menyusui

5. Dianjurkan bukan perokok atau tidak merokok atau terkena paparan

rokok 12 jam sebelum pengujian serta selama pengujian

penjelasan oleh peneliti mengenai penelitian (WHOPES, 2009; EPA, 2010).


D. Variabel Penelitian

1.Variabel independen ( bebas)

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah

1. Efektivitas kosentrasi ekstrak Daun Alpukat (Persea Americano Mill)

konsentrasi 0%; 3%, 4%

2. Efektivitas waktu ekstrak daun alpukat ( Persea Americano Mill)

0, 30 menit, 1,2, 4 dan 6 jam

2. Variabel Dependen ( terikat)

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah presentase daya proteksi terhadap

jumlah kontak nyamuk pada masing-masing konsentrasi ekstrak daun alpukat.

E. Definisi Operasional

Tabel 3.2 Definisi Operasional

NO Variabel Definisi Alat ukur Cara ukur Hasil ukur skala


1 Efektivitas kosentrasi Ekstrak etanol Analytical Menimban Didapat Ordinal
ekstrak Daun Alpukat daun alpukat balance, g ekstrak konsen-
konsentrasi 0%; 3%, 4%) (Persea Gelas ukur, dan trasi ekstrak
Americano Mill) dan pipet tetes menghitung etanol daun
didapatkan rumus alpukat
melalui proses dengan (Persea
maserasi dengan M1V1= Americano
menggunakan M2V2 Mill)
etanol serta konsentrasi
dinyatakan 0%; 3%,
dalam persen 4%)
(%). Pada
penelitian ini
dipakai
konsentrasi 0%;
3%, 4%
Menggunakan
rumus M 1 V 1=
M 2V 2
2 Efektivitas waktu lotion Lamanya Stopwatch Observasi / Menit Interval
pengukuran
ekstrak daun sampel nyamuk
alpukat(Persea Americano aedes aegypti
Mill) 0, 30 menit, 1,2,4 kontak dengan
dan 6 jam kulit yang sudah
di olesi lotion
ekstrak daun
alpukat pada
waktu 0, 30
menit, 1, 2, 4
dan 6 jam
3 presentase daya proteksi proporsi jumlah Kaca Dihitung Persen- Numeric
pembesar
terhadap jumlah kontak nyamuk yang secara tase daya
nyamuk pada masing- hinggap pada manual proteksi (%)
masing konsentrasi ekstrak kulit tangan uji kemudian
daun alpukat. perlakuan dihitung
dengan jumlah dengan
nyamuk yang rumus
hinggap pada persentase
kulit tangan uji daya
proteksi

F. Kelompok Perlakuan
3.3 Tabel Kelompok perlakuan

NO KELOMPOK PERLAKUAN
1 Kelompok 1 Kelompok tangan yang diberikan repelan
dengan konsentrasi ekstrak daun alpukat
dengan kosentrasi 0%
2 Kelompok 2 Kelompok tangan yang diberikan repelan
dengan konsentrasi ekstrak daun alpukat
dengan kosentrasi 3%
3 Kelompok 3 Kelompok tangan yang diberikan repelan
dengan konsentrasi ekstrak daun alpukat
dengan kosentrasi 4%

G. Diagram Alur Penelitian


Alur penelitian pada penelitian ini adalah sebagai berikut
ekstrak etanol daun alpukat (Persea
(Americano Mill)

Dikelompokan berdasarkan kosentrasi

Kosentrasi dimasukan kedalam


lotion

Kelompok perlakuan

Tangan Tangan Tangan


relawan relawan losion relawan losion
diberikan ekstrak buah ekstrak buah
losion ekstrak daun alpukat daun alpukat
buah daun 3% 4%
alpukat 0%

Pengambilan data pada waktu ke 0 ,30 menit 1,2,4 jam 6 Jam

Dilakukan dua kali pengulangan , pada kosentrasi 3


% dan 4%

Presentase jumalah nyamuk yang hinggap

Gambar 4 alur penelitian

H. Prosedur Penelitian
Penelitian yang dilakukan menggunakan jenis penelitian Eksperimen

laboratorik.pada penelitian ini menggunakan Daun Alpukat yang di ekstrak dengan

metode mesari. Ektrak daun alpukat menggunakan Etanol 70%. Setelah itu di buat

kosentrasi dengan tiap perlakuan menggunakan kosentrasi yang berbeda –

beda.berbagai kosentrasi dimasukan ke dalam sediaanl losion yang sudah

dibuat.tangan relawan di olesi lotion ekstrak daun alpukat . Setelah itu tangan

dimasukan kedalam kandang nyamuk yang berisi 25 ekor nyamuk pada kosentrasi

0%. Masukan selama 3 menit kemudian dikeluarkan dari kandang dan dimasukkan

lagi pada jam perlakuan berikutnya sampai enam jam perlakuan setiap 0 menit, 30

menit, 1 jam, 2 jam 4 jam, dan 6 jam setelah perlakuan pertama, dengan lama

pengamatan sama yaitu 3 menit. Pada kelompok yang kedua sama seperti yang

diatas namun berbeda pada kosentrasi.

I. Persiapan

1. Bahan Penelitian

a. 2000 g daun alpukat

b. Ekstrak ekstrak etanol daun alpukat (Persea Americano Mill) diperoleh

dari daun Alpukat Proses pengestrakan dilakukan di Laboratorium

Kesehatan Lingkungan

c. Nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk di peroleh dari Loka Penelitian dan

Pengembangan Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang, Batu Raja

d. 4 orang relawan

e. Bahan kimia, yaitu etanol 70%, kloroform, paraffin cair, toluen p.a,

etil asetat p.a, silikagel 60 F254, terpineol p.a, vanilin asam sulfat p.a.
f. Aquades

g. Larutan gula

h. Pelet makanan larva

2. Alat Penelitian

Alat penelitian yang digunakan adalah:

a. Timbangan elektronik

b. Kurungan nyamuk

c. Pengayak serbuk

d. Mortir

e. Stamper

f. Seperangkat alat gelas

g. Sokhlet

h. Gelas pelastik

i. Aspirator

3. Pembuatan ekstrak daun alpukat

Daun alpukat sebanyak 2000 g di cuci menggunakan air mengalir. lalu di

potong kecil – kecil setelah itu dikeringkan dibawah sinar matahari selama

24 jam sampai jadi kering jika di remas menjadi serpihan. Sehingga

diperoleh serpihan daun sebanyak 500 gram Lalu selanjutnya dilakukan

maserasi menggunakan pelarut etanol 70% sebanyak 2 liter. Maserasi

dilanjutkan selama 3 hari, Proses selanjutnya dilakukan evaporasi pada

ekstrak untuk menghilangkan kandungan etanol sehingga diperoleh hasil

akhirnya berupa rapelan ekstrak pekat daun alpukat konsentrasi 100% .


4. Pembuatan formula kosentrasi Ekstrak Daun alpukat (Americano Mill)

Perbedaan konsentrasi dibuat berdasarkan rumus pegenceran Untuk

membuat berbagai konsentrasi yang diperlukan dapat digunakan rumus:

V1 .M1 = V2.M2

Keterangan :

V1 = volume larutan yang akan diencerkan (ml).

M1 = konsentrasi ekstrak daun jambu biji yang tersedia (%).

V2 = volume larutan (air + eksudat) yang diinginkan (ml).

M2 = konsentrasi ekstrak daun jambu biji yang dibuat (%). Jumlah volume

ekstrak daun jambu biji disajikan pada

Tabel 3.4 Formula kosentrasi Ekstrak Daun alpukat (Americano Mill)

M1 V2 M2 V 2 M2
V1
M1
100% 100 ml 0% 0%
100% 100 ml 3% 3 ml
100% 100 ml 4% 4 ml
Total 7 ml

5. Pembuatan Sediaan Losio dengan Kandungan Ekstrak etanol Daun

Alpukat (Americano Mill)


Losion dibuat dengan formulasi sesuai dengan yang ditampilkan pada

Tabel Berikut tahapan pembuatan sediaan losio :

1. Bahan-bahan fase minyak (lanolin, asam stearat, setil alkohol, propilen

glikol, parafin cair, dan BHT) dilebur dalam cawan penguap di atas

penangas air sampai cair (suhu dijaga 70-75°C).

2. Trietanolamin didispersikan terlebih dahulu dengan sejumlah air, lalu

dihomogenkan secara perlahan dan dipanaskan dalam cawan penguap di

atas penangas air sampai cair.

3. Metil paraben dan propil paraben masing-masing dilarutkan dalam air

panas, lalu keduanya dicampur. Bahan-bahan fase air (trietanolamin, metil

paraben, propil paraben, dan ektrak buah pare) sedikit demi sedikit

dicampurkan ke dalam fase minyak sampai terbentuk masa losio yang

stabil.

4. Penghomogenan terus dilakukan hingga suhu mencapai 40 -45°C. Lalu

tambahkan akuades secukupnya untuk mendapatkan 100 gram dari losion

(Martin A, 1993; FDA, 2003)

BAHAN FORMULA
A B C
Ekstrak etanol 0% 3% 4%
daun alpukat
Paraffin Cair 2,5 g 2,5 g 2,5 g
Setil Alkohol 2g 2g 2g
Lanolin 1g 1g 1g
Asam Stearat 3g 3g 3g
Propil Paraben 0,1 g 0,1 g 0,1 g
Metil Paraben 0,12 g 0,12 g 0,12 g
Propilen Glikol 5g 5g 5g
BHT 0,0075 g 0,0075 g 0,0075 g
Trietanolami 1g 1g 1g
Aquades 100 ml 100 ml 100 ml
Sumber : martin, 1993

6. Rumus Presentase Daya Proteksi

Persentase daya proteksi losio ekstrak etanol daun alpukat terhadap jumlah

nyamuk yang hinggap pada tangan selama 6 jam perlakuan dihitung

dengan formula berikut:

ƩC − Ʃt
Presentase daya proteksi (%) = x 100%
ƩC

Keterangan:

ƩC = jumlah nyamuk yang kontak pada kulit tangan coba kontrol (0%)

ƩT = jumlah nyamuk yang kontak pada kulit tangan coba perlakuan

Daftar Pustaka

Ario MD. 2015. Daya proteksi ekstrak daun jambu biji merah sebagai repellent

terhadap nyamuk Aedes aegypti skripsi, Universitas Lampung. Lampung


Dwina, Budiyono, Retno. 2015. Daya Tolak Repellent Bentuk Lotion Dengan Ekstrak

Daun Alpukat (Persea Americanamill) Terhadap Nyamuk Aedes

Aegyptilinn. Fakultas kesehatan Masyarakata. Universitas Diponegoro

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2017. Profil Kesehatan

Indonesia.Jakarta

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2018. Data dan Informasi profil

kesehatan Indonesia .jakarta

Ningrum, Ajeng Fitria. 2018. Uji Daya Proteksi Ekstrak Metanol Buah Pare

(Momordica Charantia L.) Sebagai Repelan Terhadap Nyamuk Aedes

aegypti. Di kota Bandar lampung. Skripsi, Fakultas Kedokteran.

Universitas Lampung. Bandar Lampung

Rayman, Rahmattulah. 2018. Efektivitas Ekstrak Mahkota Dewa (Phaleria

SebagaiRepelan Terhadap Nyamuk Aedes Aegypti di kota Bandar

Lampung.Skripsi Sarjana. Fakultas Kedokteran.Universitas Lampung.

Bandar Lampung

Susanti, Suharyo. 2017 Hubungan Lingkungan Fisik Dengan Keberadaan Jentik

Aedes Pada Area Bervegetasi Pohon Pisang, Skripsi, Fakultas Kesehatan

Universitas Dian Nuswantoro, Semarang, Indonesia.

WHOPES. 2000. Control of neglected tropical diseases who pesticide evaluation

scheme: guidelines for efficacy testing of mosquito repellents for human skin.

Geneva: WHO

Anda mungkin juga menyukai