PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Sumber daya
dan alat kesehatan serta fasilitas pelayanan kesehatan dan teknologi yang dimanfaatkan
daerah, dan atau masyarakat (UU RI No.36/09, I:1 (1,2)). Di Indonesia masih banyak
penyakit yang merupakan masalah kesehatan, salah satunya diantaranya ialah cacing perut
yang ditularkan melalui tanah. Pravalensi kecacingan di Indonesia pada umumnya masih
sangat tinggi, terutama pada golongan penduduk yang kurang mampu mempunyai risiko
Penyakit infeksi kecacingan merupakan salah satu penyakit yang masih banyak terjadi
termasuk dalam kelompok neglected diseases memang tidak menyebabkan wabah yang
muncul dengan tiba-tiba ataupun menyebabkan banyak korban, tetapi merupakan penyakit
penurunan intelegensia anak dan pada akhirnya dapat pula menyebabkan kematian (Sudomo,
2008).
Lebih dari dua miliar manusia di seluruh dunia terinfeksi oleh cacing dan sering kali
oleh beberapa jenis cacing sekaligus terutama di daerah tropik miskin. Di negara
berkembang, termasuk Indonesia, penyakit cacing adalah penyakit rakyat umum yang sama
pentingnya dengan misal-nya malaria, atau TB. Infeksinya pun dapat terjadi oleh beberapa
1
jenis cacing sekaligus. Diperkirakan lebih dari 60% anak-anak di Indonesia menderita infeksi
cacing (Tjay; Kirana, 2015:200). Hal ini dikarenakan kebersihan personal yang kurang,
rumah-rumah yang kumuh, dan sanitasi lingkungan yang buruk. Hal ini sesuai dengan
penelitian (Ayu, 2002) di mana ditemukan 83,8% infeksi cacing pada pemulung anak.
Di Indonesia penyakit infeksi yang disebabkan oleh cacing usus, khususnya yang
ditularkan melalui tanah frekuensinya tinggi yaitu berkisar antara 20-90% (Safar, 2009:158).
Infeksi tersebut disebabkan oleh Ascaris lumbricodies, Trichuris trichiura, dan cacing
Infeksi dengan cacing Ascaris lumbricodies adalah penyebab paling besar prevelensinya
diantara penyakit cacing lainnya. Penyakit ini diperkirakan menginfeksi lebih dari 1 miliar
orang. Penularannya pada manusia terjadi karena tertelannya telur cacing yang mengandung
larva infektif melalui makanan dan minuman yang tercemar. Sayuran mentah yang
mengandung telur cacing yang berasal dari pupuk kotoran manusia (Widoyono, 2011:178)
penderita, contoh obat sintetis yang dapat digunakan yaitu piperazine sitrat, pyrantel pamoate,
levamisole. Obat yang paling sering digunakan adalah piperazin sitrat. Piperazin sitrat
bekerja melumpuhkan cacing kemudian dikeluarkan dari tubuh oleh gerak peristaltik usus.
Obat ini memiliki efek samping, diantaranya mual, muntah, dan reaksi alergi (Tjay; Kirana,
2015:208). Oleh karena itu, diperlukan pengobatan alternatif infeksi cacing yang memiliki
efek samping rendah,dan terjangkau. Sehingga masyarakat diberikan pilihan alternatif yaitu
Di Indonesia masyarakat sudah mengenal obat tradisonal yang dapat digunakan untuk
melawan cacing. Salah satunya adalah tanaman rimpang temu giring (Curcuma heyneana)
yang berkhasiat Anthelmintik. Rimpang temu giring adalah sejenis tumbuhan yang
2
digunakan sebagai obat tradisional. Temu giring kadang-kadang dianggap sepele ini
Rimpang temu giring (Curcuma heyneana) merupakan tanaman semak semusim yang
tumbuh hingga setinggi 1m. Terdiri dari pelepah daun, tegak, permukaan licin, membentuk
rimpang, hijau muda (Herbie, Tandi, 2015;783). Temu giring biasa hidup di daerah
pekarangan atau daratan rendah dengan suhu yang agak lembab dan sedikit cahaya. Rimpang
saponin, tanin, dan zat pati (Hidayat; Napitupulu, 2015:393). Kandungan saponin dalam temu
giring diduga sebagai anthelmintik. Penelitian Kuntari (2008) saponin memiliki efek
Masyarakat biasa menggunakan rimpang temu giring dengan cara 20 gram rimpang
temu giring kemudian direbus dengan segelas air, tambahkan sedikit garam. Setelah dingin,
saring airnya. Lalu, airnya diminum (Gendrowati, Fitri, 2015:93). Penggunaan rimpang temu
giring sebagai anthelmintik bisa menggunakan rimpang temu giring dalam keadaan segar
maupun kering. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Evi Diah dkk (2013) bahwa air
rebusan rimpang temu giring dimulai dengan konsentrasi memiliki daya anthelmintik.
Oleh karena itu penulis tertarik menggunakan infusa dalam penelitian ini, yaitu
Uji daya efektivitas anthelmintik secara in vitro ini menggunakan hewan percobaan
Ascaridia galli yaitu spesies cacing gelang yang menyerang unggas (ayam). Hal ini
dikarenakan mendapatkan cacing Ascaris lumbricodies cukup sulit, sebab cacing Ascaris
lumbricodies tersebut harus dikeluarkan dari tubuh penderita dalam keadaan hidup tanpa
pengaruh obat cacing (Kendyaranto, 2008). Cacing ini dipilih karena mempunyai genus yang
3
sama dengan Ascaris lumbricodies, yaitu Ascaris sama-sama bisa diobati dengan piperazin.
Piperazin salah satu obat anthelmintik yang efektif terhadap cacing Ascaridia galli
Pada penelitian ini digunakan infusa dengan berbagai konsentrasi yang disesuaikan
dengan cara pemakaian di masyarakat dengan tujuan menentukan daya efektivitas yang
dapat mematikan cacing Asacaris galli. Daya anthelmintik pada penelitian ini ditunjukkan
dengan jumlah cacing yang mati dalam waktu tertentu setelah cacing direndam dalam infusa
temu giring pada berbagai konsentrasi, kemudian hasil yang didapat dibandingkan dengan
kontrol.
Hal ini yang melatarbelakangi penulis untuk melakukan penelitian tentang “Uji
Efektivitas Daya Anthelmintik Infusa Temu Giring (Curcuma Heyneana) Segar dan Kering
B. Rumusan Masalah
4
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
maupun kering yang efektif terhadap cacing Ascaridia galli dibandingkan dengan
piperazin sitrat.
D. Manfaat Penelitian
sebagai anthelmintik.
Dan menambah informasi tentang tanaman rimpang temu giring sebagai obat
anthelmintik.
5
E. Ruang Lingkup Penelitian
tentang rimpang temu giring (Curcuma heyneana) keadaan segar maupun kering
yang berkhasiat sebagai anthelmintik dengan cara mematikan cacing. Variabel bebas
dalam penelitian ini adalah infusa temu giring dengan konsentrasi 10%. 20%, 30%,
40% berdasarkan data empiris yang dibandingkan dengan piperazin sitrat 1%, dan
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
penyakit cacing adalah penyakit rakyat umum yang sama pentingnya dengan misal-nya
malaria, atau TB. Infeksinya pun dapat terjadi oleh beberapa jenis cacing sekaligus
termasuk Indonesia. Diperikirakan lebih dari 60% anak-anak menderita penyakit infeksi
kulit atau lewat telur atau larvanya, yang ada di mana-mana di aats tanah. Terlebih lagi
bila pembuangan kotoran (tinja) dilakukan dengan sembarangan dan tidak memenuhi
persyaratan higiene, mudah sekali terkena infeksi. Tergantung dari jenisnya, cacing tetap
bermukim dalam saluran cerna atau berpenetrasi ke jaringan (Tjay; Kirana, 2015:200)
Kecacingan sering diderita oleh balita dan anak-anak. Biasanya ditemukan pada
balita atau ank-anak yang gizinya kurang baik. Kebersihan yang kurang juga dapat
menjadi faktor pencetusnya. Penyebab nya dalah cacing Ascaris lumbriciodes dan cacing
tambang yang dapat menimbulkan anemia (Arty; Nagiga, 2009:47). Penyakit ini sangat
berbahaya karena dapat menjalar ke luar usus dan masuk ke organ-organ lain jika tidak
7
Gejala dan keluhan dapat disebabkan oleh efek toksik dari produk pertukaran zat
cacing, penyumbatan usus halus dan saluran empedu atau penarikan zat gizi yang
penting bagi tubuh. Sering kali gejala tidak begitu nyata dan hanya berupa gangguan
lambung-usus, seperti mual, muntah, mulas, kejang-kejang, dan diare berkala dengan
hilangnya nafsu makan (anoreksia). Obstruksi usus buntu dan saluran pankreas dapat
menimbulkan appendiciitis dan pancratitis. Pada sejumlah cacing yang menghisap darah,
tuan rumah dapat menderita kekurangan darah (anemia) (Tjay; Kirana, 2015:201).
Gambar 1
Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Subkingdom : Eumatoda
Kelas : Nematoda
Divisi : Secermentea
Ordo : Ascaridia
8
Famili : Ascarididae
Genus : Ascaridia
1. Epidemilogi
dunia. Penyebaran ascaridiasis dapat terjadi pada keadaan temperatur tropis dan sub
Brazil, India, Zanziber, Pilipina, Belgia, China, Kanada, dan Inggris. Selain pada
ayam, Ascaridia galli juga ditemukan pada jenis unggas laiinya seperti angsa, kalkun,
2. Morfologi
Cacing ascaridia galli merupakan cacing terbesar dalam kelas nematoda pada
tebal untuk melindungi membran plasma hipodermal nematoda pada cacing dewasa.
Pada bagian antrior terdapat sebuah mulut yang dilengkapi dengan tiga buah bibir,
satu bibir terdapat pada dorsal dan dua lainnya pada lateroventral. Pada kedua sisi
terdapat sayap yang sempit dan membentang sepanjang tubuh (Rianto, 2011).
Panjang cacing jantan 50-76 mm. Panjang cacing betina 72-116 mm. Telurnya tak
bersegmen waktu keluar bersama tinja dan dindingnya licin, berukuran 73-92 × 45-
9
3. Pengobatan
C. Anthelmintik
obat yang dapat memusnahkan cacing dalam tubuh manusia dan hewan. Dalam
istilah ini termasuk semua zat yang bekerja lokal menghalau cacing dari saluran
cerna maupun obat-obat sistemik yang membasmi cacing maupun larvanya yang
D. Piperazine Sitrat
Gambar 2
(C4H10N2)3.2C6H8O7. Piperazin sitrat mengandung tidak kurang dari 98,0% dan tidak lebih
dari 100,5% (C4H10N2)3.2C6H8O7 terhitung terhadap zat anhidrat. Kelarutannya adalah larut
10
dalam air, tidak larut dalam etanol dan dalam eter. Larutan (1 dalam 10) menunjukan pH
dikeluarkan dari tubuh oleh gerakan peristaltik usus. Di samping itu piperazin juga
Dosis dewasa 75mg/kg berat badan atau dosis tunggal dari 3g selama 2 hari. Dosis
anak-anak 50mg/kg bera badan, yakni 1-2 tahun 1g, 3-5 tahun 2g, dan diatas 6 tahun 3g
Menurut penelitian Vienda Redisti, Eka Nur(2013) dan Gebrilla (2015) bahwa
piperazin sitrat 1% dapat membunuh cacing Ascaridia galli dalam waktu 10 jam. Oleh
karena itu peneliti menggunakan larutan piperazin sitrat dengan konsentrasi 1% sebagai
E. Obat Tradisional
Menurut Undang-undang No. 36/09, 1:1 (9)) obat tradisional adalah bahan
atau ramuan bahan berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan
sarian (galenik), atau campuran dari bahan-bahan tersebut yang secara turun-temurun
memilih untuk kembali ke alam dari pada memanfaatkan obat-obatan kimia yang
secara segi finansial maupun fungsi justru merugikan pengguna sendiri, kembalinya
masyarakat memilih tanaman obat daripada obat-obatan kimia sering disebut dengan
11
F. Rimpang Temu Giring
Gambar 3
1. Klasifikasi
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Ordo : Zingiberales
Famili : Zingiberaceae
Genus : Curcuma
2. Karakteristik Umum
di jawa tengah dan jawa timur. Tanaman bermpang pahit itu ditemukan tumbuh
di bagian tengah dan kuning terang di bagian pinggir, berbau khas temu giring.
Akar samping memanjang alias menyebar ke kiri dan kanan batang secara
12
Tumbuhan semak, semusim, tegak, tinggi 1 m. Batang semu, terdiri dari
pelepah daun, tegak, permukaan licin, membentuk rimpang, hijau muda. Daun
tunggal, permukaan licin, tepi rata, ujung dan pangkal runcing, panjang 40-50
cm, lebar 15-18 cm, pertulangan menyirip, pelepah 25-35 cm, hijau muda.
Daun tunggal, permukaan licin, tepi rata, ujung dan pangkal runcing, panjang
40-50 cm, lebar 15-40 cm, hijau muda, pangkal meruncing, ujung membulat,
rimpang bagianluar kuning koyor, irisan rimpang atau rimpang bagian dalam
kuning. Braktea atau daun pelindung hijau muda pada bagian bawah, merah
muda pada bagian atas, pangkal meruncing, ujung membulat, mahkota bunga dan
3. Deskripsi Morfologi
a. Daun
Daun tunggal, permukaan licin, tepi rata, ujung dan pangkal runcing, panjang
40-50 cm, lebar 15-18 cm, pertulangan menyirip, pelepah 25-35 cm, hijau muda.
b. Batang
Batang semu, terdiri dari pelepah daun, tegak, permukaan licin, membentuk
c. Bunga
berwarna merah.
13
d. Rimpang
4. Kandungan kimia
Asetilkolon merupakan zat yang dilepaskan dari ujung saraf motorik untuk
kerja enzim kolinesterase menyebabkan paralisis otot hingga berujung kematian pada
14
7. Kegunaan
Temu giring mempunyai banyak khasiat antara lain mengobati cacingan, dan
penyakit kulit. Temu giring juga diketahui sangat bermanfaat untuk kecantikan, mulai
Cara penggunaan sebagai ramuan obat cacing dengan rimpang temu giring
disiapkan 20 gram rimpang temu giring kemudian direbus dengan segelas air,
tambahkan sedikit garam. Setelah dingin, saring airnya. Lalu, airnya diminum
G. Infusa
Infusa adalah sediaan air yang dibuat dengan menyari simplisia nabati dengan air
pada suhu 90oC selama 15 menit. Cara pembuatan campur simplisia dengan derajat
halus yang sesuai dalam panci dengan air yang secukupnya, panaskan di atas
penangas air selama 15 menit terhitung mulai suhu 90oC sambil sekali-sekali diaduk.
Serkai selagi panas melalui kain flanel, tambahkan air panas secukupnya melalui
ampas sehingga diperoleh volume infusa yang dihendaki. Kecuali dinyatakan lain,
15
H. Perencanaan Konsentrasi
Konsentrasi yang digunakan peneliti adalah 10%, 20%, 30%, 40%. Konsentrasi
tersebut disesuaikan dengan dosis empiris dari rimpang temu giring yaitu sekitar 20 gram
dalam 100 ml (20%) sebagai konsentrasi di tengah, dimulai dari konsentrasi 10% lalu
I. Uji Anthelmintik
dengan cacing normal apabia diinkubasi dalam medium yang mengandung obat
cacing tersebut. Hewan percobaan yang digunakan adalah Ascaris lumbricoides jantan
dan betina atau spesies Ascaris lain, jantan dan betina. Prosedur kerja menurut buku
1. Cawan petri disiapkan, masing-masing bertisi larutan NaCl 0.9% b/v, larutan uji
pada berbagai konsentrasi, dan larutan baku pembanding (piperazin sitrat) yang
2. Ke dalam masing-masing cawan petri dimasukan cacing jantan atau betina yang
3. Diinkubasi pada suhu 37oC selama 3 jam (diamati cacing yang mati, paralisis atau
pengaduk. Jika cacing diam, dipindahkan ke dalam air panas pada suhu 50oC.
Apabila dengan cara ini cacing tetap diam, berarti cacing mati, tetapi jika bergerak
16
J. Kerangka Teori
Infeksi Kecacingan
Pengobatan
Obat Tradisional
Temu giring
saponin
Daya Anthelmintik
Gambar 4
Gambar 4
Kerangka Teori
K. Kerangka Konsep
Gambar 5
Kerangka konsep
L. Definisi Operasional
Tabel 1
Definisi Operasional
M. Hipotesis
18
Infusa rimpang temu giring (Curcuma heyneana) efektif membunuh cacing Ascaridia
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
menampilkan data-data yang diperoleh setelah adanya perlakuan terhadap sampel. Variabel
bebas dalam penelitian ini adalah infusa rimpang temu giring dengan konsentrasi 10%, 20%,
30%, 40% dan variabel terikat adalah jumlah kematian cacing Ascaridia galli.
B. Subjek Penelitian
diperoleh dari desa Sukadana kecamatan Tanjung Karang Barat, Bandar Lampung yang
galli diperoleh dari Pasar Smep Tanjungkarang yang sebelumnya telah dideterminasi di Balai
19
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Poltekes Tanjungkarang pada bulan Mei
D. Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dari hasil pengamatan
hewan uji, baik kelompok kontrol maupun kelompok perlakuan. Data yang diperoleh berupa
kuantitatif. Data kuantitatif yang diperoleh yaitu jumlah cacing yang mati pada waktu
tertentu.
1. Perhitungan Pengulangan
(n-1)(t-1) >15
Dengan nilai n adalah jumlah pengulangan dari t adalah jumlah perlakuan. Dalam
5n-5 > 15
5n > 20
20
n >4
dari hasil perhitungan diperoleh jumlah pengulangan minimal adalah 4 kali. Jadi,
a. Alat
termometer, beaker glass, inkubator, gelas ukur 100ml, cawan petri, batang pengaduk
dan spatel, pinset, cawan porselen, pipet volume 5 ml, labu ukur 100ml, erlenmeyer,
b. Bahan
1) Tanaman rimpang temu giring (Curcuma heyneana) yang diperoleh dari desa
3) NaCl 0,9%
4) Aquadest
5) Cacing Ascaridia galli yang diperoleh dari usus ayam kampung di tempat
3. Cara Kerja
di Balai Veterier Lampung (BVL). Cacing didapat dengan cara membelah satu per
satu usus ayam kampung yang baru dipotong. Bila ayam tersebut terinfeksi oleh
cacing, maka di dalam ususnya akan ditemukan cacing Ascaridia galli. Cacing
diambil menggunakan pinset lalu diseleksi dan dimasukan ke dalam larutan NaCl
0,9% yang telah dipanaskan pada suhu 37oC di dalam termos. Setelah jumlah cacing
tercukupi, maka penelitian dapat dilanjutkan ke tahap berikutnya. Cacing hanya dapat
digunakan satu kali setiap perlakuan dan tidak dapat disimpan terlalu lama.
temu giring dibersihkan dengan cara dicuci dengan air bersih hingga tidak ada
kotoran, setelah bersih kemudian rimpang temu giring dirajang, selanjutnya rimpang
temu giring ditimbang, kemudian direbus dengan 100 ml air pada suhu 90oC selama
15 menit.
5) Jika volume berkurang ditambahkan air melalui saringan sampai di peroleh 100
ml.
22
c. Pembuatan Larutan Piperazin Sitrat
1% v/v.
Cacing yang digunakan sebanyak 120 ekor cacing Ascaridia galli. Kriteria sampel
yang dibutuhkan yaitu cacing dewasa, aktif bergerak, ukuean 7-11 cm, tidak tampak
cacat anatomi. Dibagi menjadi 6 kelompok perlakuan, dimana pada setiap kelompok
terdiri atas 4 cawan petri yang tiap cawan petri terdiri atas 5 ekor cacing.
23
e. Persiapan Uji Anthelmintik
yang sebelumnya sudah dilakukan Eka Nur (2012), uji daya anthelmintik infusa
larutan tiap konsentrasi) dan larutan uji (kelompok infusa rimpang temu
konsentrasi).
cawan petri pada setiap konsentrasi diisi 5 ekor cacing Ascaridia galli dan
c. Larutan yang sudah ada hewan ujinya diinkubasi dengan suhu 37oC. Amati
kondisi cacing setiap 1 jam dengan cara mengusik cacing dengan batang
pengaduk, apakah cacing mati atau masih normal setelah dinkubasi. Jika
cacing diam, dipindahkan kedalam air panas dengan suhu 50oC. Apabila
dengan cara ini cacing tetap diam, berarti cacing itu telah mati, tetapi jika
dicatat setiap 1 jam, batasan mati dalam percobaan ini adalah bila cacing
mati tidak bergerak bila dimasukan ke dalam air panas dengan suhu 50 oC
(pada penelitian ini hanya dicatat jumlah cacing yang mati pada setiap jam
24
E. Alur Penelitian
Studi Pustaka
Pembuatan Infusa
Pengumpulan Cacing
Ascaridia Galli
Eksperimen
Pengamatan
Pengumpulan Data
Analisis Data
Gambar 6
Alur Penelitian
Analisis data pada uji anthelmintik yang dilakukan adalah membandingkan berbagai
konsentrasi uji dengan kontrol positif. Analisis yang digunakan adalah analisis bivariat.
Analisis data bivariat adalah analisis data yang dilakukan terhadap dua variabel yang diduga
berhubungan. Data bivariat didapat dengan membandingkan jumlah kematian cacing pada
masing-masing konsentrasi yang telah didapatkan rata-rata untuk mengetahui ada tidaknya
25
perbedaan yang signifikan. Untuk mengetahui hubungan dua variabel tersebut biasanya
digunakan pengujian statistik. Uji statistik yang di gunakan adalah ANOVA (Analysis of
Variance) yaitu dengan melihat perbedaan antara F hitung dan F tabel pada tarif kepercayaan
95%, kemudian bila terdapat perbedaan yang nyata dilanjutkan pada uji beda nyata terkecil
26