Anda di halaman 1dari 11

EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN BELUNTAS (Pluchea indica) SEBAGAI DAYA

HAMBAT PERTUMBUHAN BAKTERI Staphylococcus aureus

Dwi Srirahayu1 Anthofani Farhan2 Hindyah Ike Suhariati3


123
STIKes Insan Cendekia Medika Jombang
1
email : dwi.srirahayu99@gmail.com 2email : anthofani@gmail.com 3email :
hindyahike@yahoo.com

ABSTRAK

Pendahuluan Infeksi nosokomial merupakan masalah kesehatan utama bagi negara maju
maupun negara berkembang. Infeksi nosokomial terjadi karena penularan patogen dari
lingkungan rumah sakit dan perangkatnya. Infeksi biasanya disebabkan oleh bakteri dan bisa
menyerang berbagai sistem organ tubuh anak. Salah satu bakteri yang menyebabkan infeksi
nosokomial yaitu Staphylococcus aureus. Bakteri ini memiliki kemampuan adaptasi yang
luar biasa sehingga bisa resisten terhadap banyak antibiotik. Oleh karena itu, untuk
mengatasi hal tersebut dapat menggunakan antibiotik alami, salah satun ya yaitu daun
beluntas (Pluchea indica). Daun beluntas (Pluchea indica) mengandung senyawa alkaloid,
flavonoid dan tanin.Tujuan Mengetahui efektivitas ekstrak daun beluntas (Pluchea indica
Less) sebagai daya hambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus. Desain : Tinjauan
Literatur. Sumber data: Basis data elektronik yang komprehensif untuk mengambil data yang
relevan dengan ekstrak daun beluntas (Pluchea indica Less) dalam menghambat
pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus. Metode tinjauan : Istilah dan frasa utama
terkait dengan ekstrak, daun beluntas, bakteri Staphylococcus aureus dan metode cakram
yang digunakan dalam penelitian mikrobiologi. Abstrak atau teks lengkap dari jurnal
penelitian ditinjau sebelum dimasukkan dalam meninjau sesuai dengan kriteria inklusi dan
penilaian kualitas menggunakan pedoman Strobe. Hasil Sebanyak 5 jurnal termasuk
tinjauan ini. Ekstrak daun beluntas dapat menghambat bakteri Staphylococcus aureus dengan
berbagai seri konsentrasi. Kesimpulan Ekstrak daun beluntas (Pluchea indica Less)
mempunyai efektivitas antimikroba dalam menghambat pertumbuhan bakteri
Staphylococcus aureus pada masing masing konsentrasi. Saran bagi masyarakat diharapkan
dapat memanfaatkan daun beluntas (Pluchea indica) sebagai obat infeksi yang disebabkan
oleh bakteri Staphylococcus aureus.

Kata Kunci : Daya Hambat, Ekstrak Daun Beluntas, Staphylococcus aureus

EFFECTIVENESS OF BELUNTAS (Pluchea Indica Less) LEAF EXTRACT AS


AN INHIBITORY AGENT FOR THE GROWTH OF STAPHYLOCOCCUS
AUREUS BACTERIA

ABSTRACT

Introduction Nosocomial infection is a major health problem for both developed


and developing countries. Nosocomial infections occur due to transmission of
pathogens from the hospital environment and their devices. Infection is usually
caused by bacteria and can attack various organs of the child's body system. One of
the bacteria that causes nosocomial infection is Staphylococcus aureus. This
bacterium has exceptional adaptability so that it can be resistant to many antibiotics.
Therefore, to overcome this we can use natural antibiotics, one of which is the leaves
of beluntas (Pluchea indica). Beluntas (Pluchea indica) leaves contain alkaloids,
flavonoids and tannins. The aim to determined the effectiveness of beluntas (Pluchea
indica Less) leaf extract as an inhibitory agent for the growth of Staphylococcus aureus
bacteria. Design: Literature Review. Data source: Comprehensive electronic database to
retrieve data relevant to beluntas (Pluchea indica Less) leaf extract in inhibiting the growth
of Staphylococcus aureus bacteria. The method Major terms and phrases related to extracts,
beluntas leaves, Staphylococcus aureus bacteria and disc methods used in microbiological
research. Abstracts or complete texts from research journals are reviewed before being
included in the review according to inclusion criteria and quality assessment using the
Strobe guidelines. The Result A total of 5 journals included this review. Beluntas leaf extract
could inhibit Staphylococcus aureus bacteria with various concentration series. Conclusion:
Beluntas (Pluchea indica Less) leaf extract had antimicrobial effectiveness in inhibiting the
growth of Staphylococcus aureus at each concentration. Suggestions For the public, it is
hoped that the leaves of beluntas (Pluchea indica) can be used as a medicine for infections
caused by Staphylococcus aureus bacteria

Keywords: Antimicrobial, Beluntas Leaf Extract, Staphylococcus aureus

PENDAHULUAN 7,70% (Arbianti, Satyabakti & Kurniawati,


2015).
Angka kecacingan di Negara Indonesia
Healthcare- Associated Infections (HAIs) Pada tahun 2015 hingga 2017 terjadi
atau Infeksi nosokomial merupakan infeksi penurunan kejadian HAIs yaitu pada tahun
yang terjadi di rumah sakit. Sumber infeksi 2015 sebesar 0,24% kemudian pada tahun
justru bisa didapatkan dari tempat 2016 menjadi 0,21% selanjutnya pada
kesembuhan yaitu Rumah sakit. Populasi tahun 2017 menjadi 0,13%. Pada tahun
mikroorganisme yang tinggi itu 2017 kejadian HAIs yaitu sebesar 2%
menyebabkan risiko tinggi penyebaran artinya angka itu berada dibawah nilai
infeksi terjadi di Rumah Sakit. Di standar pelayanan minimum RSU Haji
lingkungan rumah sakit seperti perabotan Surabaya (RSU Haji Surabaya, 2017). Dari
rumah sakit, peralatan non medis, udara, data tersebut tidak menutup kemungkinan
air, lantai bahkan pada makanan dan akan terjadi peningkatan angka kejadian
peralatan medis itu mikroorganisme dapat HAIs jika tidak dilakukan monitoring
hidup dan berkembang (Coroline, & berkala.
Buntuan, Waworuntu 2016).
Bakteri Staphylococcus aureus dapat
Prevalensi HAIs di rumah sakit seluruh menyebabkan infeksi ringan seperti
dunia yang terkena infeksi nosokomial jerawat, bisul, impetigo, dan infeksi luka.
yaitu pasien rawat inap kurang lebih ada Menurut Murwani (2017, h.264)
1,40 juta atau mencapai 9%. Penelitian menyatakan bahwa Staphylococcus aureus
yang dilakukan oleh World Health adalah penyebab paling sering dari mastitis
Organization (WHO) menunjukkan bahwa kronik, walaupun dapat juga menyebabkan
14 negara yang berada di Timur Tengah, mastitis subklinis. Bakteri persisten di
Eropa, Pasifik, dan Asia Tenggara dalam glandula mammae, saluran puting,
menunjukkan adanya Healthcare- pada lesi ambing dan bersifat kontagius.
Associated Infections (HAIs) sebesar Berdasarkan penelitian Fadila (2019)
8,70% dari 55 Rumah Sakit. Prevalensi menunjukkan bahwa adanya antibiotik
HAIs paling banyak di Asia Tenggara dan yang resisten terhadap bakteri
Mediterania Timur yaitu sebesar 10% dan Staphylococcus aureus diantaranya adalah
11,80% sedangkan di Pasifik Barat dan ampisilin dan amoksilin. Selanjutnya ada
Eropa masing-masing sebesar 9% dan penelitian Jamilatun (2019) menunjukkan
adanya resistensi antibiotik fosfomycin menghambat pertumbuhan bakteri
terhadap bakteri Staphylococcus aureus. Staphylococcus aureus?
Seiring dengan peningkatan kejadian Berapa konsentrasi ekstrak daunbeluntas
infeksi dan resistensi terhadap bakteri (Pluchea Indica) yang mampu
Staphylococcus aureus. World Health menghambat bakteri
Organization telah merekomendasikan Staphylococcusaureus?
untuk mulai mencari antibiotik baru dan
alternatif lain, contohnya yaitu pengobatan Tujuan Umum Mengetahui kemampuan
dengan menggunakan obat dari tanaman ekstrak daun beluntas (Pluchea Indica)
tradisional. Di Indonesia memiliki banyak dalammenghambat bakteri Staphylococcus
tanaman yang bisa digunakan sebagai aureus. Tujuan Khusus Mengidentifikasi
bahan pengobatan. Beberapaekstraketanol kemampuan terbaik terhadap bakteri
dauntanaman berikut memiliki aktivitas Staphylococcus aureus yang dapat
antibakteriterhadap Staphylococcusaureus dihambat oleh ekstrak daun beluntas
sepertiekstrak daunpandan (Pandanus (Pluchea Indica).
amaryllifolius Roxb) (Aini dan
Mardianingsih, 2014), ekstrak kulitbatang Manfaat Teoritis Penelitian inidiharapkan
tanaman cempakakuning (M. ChampacaL) mampu memberi pengetahuan kepada
(Dewa, Made dan Komang, 2019). masyarakat bahwa bakteri Staphylococcus
aureus dapat dihambat oleh tanaman
Tanaman beluntas (Pluchea Indica) beluntas karena memiliki sifat antibakteri
merupakan tanaman yang memiliki alami seperti senyawa alkaloid dan
potensi sebagai antibakteri dan tersebar flavonoid. Selanjutnya hasil penelitian ini
luas di Indonesia. Tanamn yang diharapkan dapat digunakan untuk
mengandung tanin, alkaloid, minyak atsiri, referensi penelitian yang akan dilakukan
natrium, flavonoid, magnesium, asam selanjutnya.
lorogenik, kalium, dan fosfor kemudian
senyawa tanin dan flavonoid juga terdapat Manfaat Praktis Dari penelitian yang telah
pada akar ini merupakan tanaman yang dilakukan diharapkan dapat mengetahui
berasal dari suku Astaraceae(Agoes, 2010). kemampuan ekstrak daunbeluntas (Pluchea
Menurut Ida (2017) menyatakan bahwa indica) dalam menghambat
bakteri Staphylococcus aureus, pertumbuhanbakteri Staphylococcusaureus
Staphylococcus epidermidis dan berdasarkan perlakuan uji yang dilakukan.
propionibacteerium acne dapat dihambat
oleh ekstrak daun beluntas (Pluchea Tinjauan Pustaka
Indica). Kemampuan menghambat bakteri
ini dikarenakan adanya zat/ senyawa Beluntas (Pluchea indica)
alkaloid, flavonoid dan tanin. Ini dikuatkan Klasifikasi Tanaman
oleh penelitian yang dilakukan oleh Dewi Klasifikasi tanaman beluntas (Pluchea
(2014) menyatakan juga bahwa bakteri indica) menurut Fitriansyah (2018) sebagai
Staphylococcus aureus dan Escherecia c berikut: Kingdom : Plantae, Super Divisi:
oli dapat dihambat oleh ekstrak etanol Spermatophyta, Divisi: Magniliophyta,
daun beluntas (Pluchea Indica). Kelas : Magnoliopsida, Sub Kelas :
Asteridae, Ordo : Asterales, Famili :
Berdasarkan penelitian dan uraian diatas Asteraceae, Genus: Pluchea, Spesies :
makapeneliti tertarikuntuk meneliti Pluchea indica
lebihlanjut mengenai kemampuan
daunbeluntas (Pluchea Indica) dalam Morfologi Daun Beluntas (Pluchea indica)
menghambat bakteri Tumbuhan beluntas merupakan tanaman
Staphylococcusiaureus. berbentuk perdu, tingginya 1-1,5 m.
Batang bulat, berkayu, dan bercabang.
Rumusan Masalah Apakah estrak daun Daunnya tungggal, bulat lonjong, tepinya
beluntas (Pluchea Indica) dapat rata, ujungnya runcing, berbulu halus,
panjang kurang lebih 3,8-6,4 cm, lebarnya Staphylococcus aureus. Bakteri S. aureus
2-4 cm, permukaan menyirip, berwarna ini memiliki ciri- ciri berbentuk bulat
hijau. Bunga warna putih kekuningan, (cocus), bersifat Gram positif, memiliki
putiknya berbentuk jarum, panjang kura diameter sekitar 0,7-0,9 µm, tidak motil,
lebih 6 mm, berwarna hitam kecoklatan. tidak berspora, fakultatif anaerob, koloni
Buahnya berukuran kecil dan berwarna berbentuk khas seperti buah anggur
coklat. Berbiji kecil dan coklat keputih- (Adirestuti, Abdulbasith & Puspadewi,
putihan. Kemudian akarnya tunggang dan 2017).
bercabang (Herbie, 2015).
Patogenesis Staphylococcus aureus
Kandungan Kimia Daun Beluntas (Pluchea Penyakit pada manusia yang disebabakan
indica) Kandungan kimia yang ada dalam oleh bakteri Staphylococcus aureus dapat
tanaman beluntas (Pluchea indica) adalah masuk karena pengaruh toksik yang
flavonoid, alkaloid, minyak atsiri, tanin, dihasilkan oleh bakteri tersebut. Infeksi
asam klorogenik, kalium, natrium, fosfor, dapat terjadi mulai dari koloni patogen
dan magnesium (Agoes, 2010). tubuh manusia, kemudian menular dari
tangan ke area bagian tubuh yang dapat
Alkaloid adalah siklik ataau tersier, amina dimasuki bakteri. Bakteri ini juga
sekunder yang terkandng dalam basa menyebabkan infeksi yang terjadi pada
organik. Alkaloid termasuk dalam pasien yang dirawat di rumah sakit atau
golongan senyawa basa bernitrogen yang biasa disebut nosokomial. Pada infeksi
heterosiklik dan terdapat pada tumbuhan. kulit Staphylococcus aureus akan
Protein sel bakteri didenaturasi oleh berbentuk abses, dari ini organisme akan
antibiotik merupakan mekanisme kerja menyebar secara hematogen (Soedarto,
alkaloid (Sari et al., 2011). 2015).

Dilihat dari segi farmasi alkalod berupa Jenis Infeksi yang disebabkan oleh
hewan, tanaman, jamur maupun bakteri Staphylococcus aureus
bisa disebut dengan senyawa alam (natural Beberapa jenis infeksi yang disebabkan
produk). Tetapi dalam tanaman oleh bakteri Staphylococcus aureus adalah
merupakan distribusi dan kandungan impetigo, folikulitis dan furuncle.
terbesar. Alkaloid dapat dibagi dalam 2
bentuk, yaitu dalam bentuk basa/ bebas Impetigo merupakan infeksi kulit yang
dan bentuk garam. Alkaloid yang mudah disebabkan oleh S.aureus atau
larut dengan pelarut organik seperti Streptococcus pyogene dan dapat juga
kloroform atau eter disebut alkaloid basa, disebabkan oleh Methicilin-resistant
Sedangkan senyawa yang mudah larut S.aureus (MRSA). Impetigo merupakan
dalam air disebut alkaloid garam. salah satu klasifikasi dari pioderma, yang
menyerang lapisan epidermis kulit.
Impetigo biasanya juga mengikuti trauma
Bakteri Staphylococcus aureus superfisial dengan robekan kulit dan paling
Klasifikasi Staphylococcus aureus sering merupakan penyakit penyerta
Menurut Syahrurahman et al., (2010) (secondary infection) dari pediculosis,
klasifikasi Staphylococcus aureus sebagai skabies, infeksi jamur (Aryunisari, 2013)
berikut: Domain : Bacteria Kingdom : Impetigo kontagiosa atau kruktosa dan
Eubacteria Ordo: Eubacteriales, Family : impetigo bulosa. Impetigo kontagiosa/
Micrococcaceae, Genus : Staphylococcus, kruktosa umumnya disebabkan oleh
Spesies : Staphylococcus aureus Streptococcus grup A, namun yang terjadi
sekarang lebih banyak disebabkan oleh
Morfologi Bakteri Staphylococcus aureus S.aureus, gejala dari impetigo jenis ini
Bakteri yang sangat patogen di dunia adalah adanya kumpulan cairan yang
kesehatan dan dapat membuat infeksi berat sudah mengering tanpa disertai
pada individu yang sehat adalah bakteri gelembung. Impetigo bulosa disebabkan
oleh organisme tunggal yakni S.aureus, Selain pengobatan menggunakan berbagai
impetigo bulosa biasanya sering macam antibiotik kimia, penyakit yang
menyerang anak dan bayi yang gejalanya disebabkan oleh bakteri Staphylococcus
berupa gelembung cairan pada tubuh yang aureus dapat disembuhkan menggunakan
mudah pecah (Rizani, Djajakusumah, dan bahan-bahan alami. Bahan- bahan alami
Sakinah, 2013) tersebut tentunya bisa didapatkan dari
tumbuhan dan hewan. Didalam tumbuhan
Folikulitis adalah bentuk pioderma biasanya terkandung berbagai senyawa
superfisial pada folikel rambut dan di seperti alkaloid, flavonoid, tanin, natrium,
klasifikasikan berdasarkan kedalamannya kalium, magnesium, dan fosfor. Diantara
menjadi folikulitis superfisial dan senyawa- senyawa kimia tersebut ada
profunda. Berdasarkan penyebabnya, beberapa kandungan senyawa yang
folikulitis dapat disebabkan oleh infeksi membantu mengobati penyakit akibat
(bakteri, virus, jamur atau parasit) atau Staphylococcus aureus seperti alkaloid,
penyebab non-infeksi, seringnya karena flavonoid dan tanin.
hasil trauma folikular, peradangan atau
oklusi. Dari berbagai penyebab, folikulitis Mekanisme kerja senyawa alkaloid sebagai
paling sering terjadi akibat infeksi dari antibakteri yaitu dengan cara mengganggu
Staphylococcus aureus (Sinta et al., 2018). komponen penyusun lapisan dinding
peptidoglikan pada sel bakteri, sehingga
Furuncle atau furunkulosis merupakan dinding sel tidak dapat terbentuk dengan
nodul peradangan yang dalam yang utuh dan akhirnya menyebabkan sel mati.
muncul disekitar folikel rambut, biasanya Mekanisme kerja senyawa flavonoid
berasal dari folikulitis superfisial dan sebagai antibakteri yaitu dengan cara
seringnya berkembang menjadi abses. menghambat fungsi membran sel.
Faktor predisposisi terjadinya furunkel Mekanisme flavonoid menghambat fungsi
adalah adanya koloni Staphylococcus membran sel adalah membentuk senyawa
aureus yang kronik di hidung, aksila atau kompleks dengan protein ekstraseluler dan
perineum, gesekan yang diakibatkan oleh terlarut sehingga bisa merusak membran
kerah baju dan ikat pinggan, obesitas, sel bakteri dan bersamaan dengan
higenitas yang buruk, rusaknya keluarnya senyawa intraseluler.
kemampuan bakterisidal, rusaknya Mekanisme senyawa tanin mmiliki sifat
kemampuan kemotaksis, sindroma antibakteri yaitu dengan cara
hiperglobuli-E, dan diabetes melitus (Sinta mempresipitasi protein. Tanin memiliki
et al., 2018). aktivitas antibakteri yang berhubungan
dengan menginaktifkan enzim dan
Pengobatan Infeksi Staphylococcus aureus mengganggu kerja transpor protein pada
Pengobatan infeksi yang disebabkan oleh sel bagian dalam. Tanin juga mempunyai
bakteri Staphylococcus aureus pada target pada polipeptida dinding sel
penyakit furuncle biasanya diobati dengan sehingga pembentukan dinding sel menjadi
antibiotik yang tepat seperti penisilin, kurang sempurna. Hal ini mengakibatkan
eritomisin dan clindamicin (Barakabah et bakteri menjadi lisis karena tekanan fisik
al., 2017). Penyakit impetigo jenis dan osmotik sehingga sel bakteri akan
kontagiosa pengobatannya dengan mati.
memberikan salep antibiotik seperti contoh
asam fusidat, basitrasin, dan mupirosin Simplisia adalah bahan alami yang
(Menaldi, 2015). Pengobatan penyakit digunakan sebagai obat, belum mengalami
folikulitis sama halnya seperti pengobatan pengolahan apapun, umumnya dalam
penyakit impetigo kontagiosa yaitu dengan keadaan kering, langsung digunakan
pemberian krim atau salep asam fusidat sebagai obat dalam sediaan galenik
(Kurniawan, Nababan, & Lakswinar, tertentu atau digunakan sebagai bahan
2012). dasar untuk memperoleh bahan baku obat
(Kepmenkes RI, 2017).
Maserasi adalah proses ekstraksi yang
Menurut Herbie (2015) simplisia dibagi dilakukan dengan cara merendam simplisia
menjadi tiga golongan yaitu: Simplisia dalam pelarut selama waktu tertentu, pada
Nabati yang berupa tanaman utuh, bagian temperatur kamar dan terlindungi dari
tanaman, eksudat tanaman atau gabungan cahaya matahari langsung. Secara
antara ketiga komponen tersebut. Eksudat sederhana proses ekstraksi ini dapat
tanaman adalah isi sel yang secara spontan disebut juga “perendaman” karena proses
keluar dari tanaman atau dengan cara ini hanya dilakukan dengan merendam
tertentu sengaja dikeluarkan sel sampel tanpa melalui proses lain kecuali
didalamnya. Eksudat tanaman dapat pengocokan (bila diperlukan). Proses
berupa bahan nabati atau zat lainnya yang maserasi biasanya dilakukan pada suhu
dengan tertentu dipisahkan atau diisolasi antara 15˚C-20˚C dalam waktu 3 hari
dari tanamannya. Simplisia tanaman obat sampai zat aktif yang dikehendaki larut.
termasuk dalam simplisia nabati. Prinsip kerja maserasi adalah proses
melarutnya zat aktif berdasarkan sifat
Simplisia yang dapat berupa hewan utuh kelarutannya dalam suatu pelarut.
atau zat berguna yang dihasilkan oleh
hewan dan belum berupa bahan kimia Pelarut yang digunakan akan menembus
murni, contohnya minyak ikan dan madu. dinding sel dan kemudian masuk ke dalam
sel tanaman yang ada senyawa atau zat
Simplisia Pelikan atau Mineral aktif. Pertemuan antara zat aktif dan
Simplisia berupa bahan pelikan atau pelarut akan terjadi proses pelarutan
mineral yang belum diolah dengan cara dimana zat aktif atau senyawa akan terlarut
sederhana dan belum berupa bahan kimia dalam pelarut. Pelarut yang bisa digunakan
murni seperti serbuk tembaga dan serbuk untuk maserasi adalah air, etanol, etanol-
seng. air atau eter. Pilihan utama untuk pelarut
pada maserasi adalah etanol karena etanol
Ekstrak adalah suatu produk hasil memiliki beberapa keunggulan sebagai
pengambilan zat aktif melalui proses pelarut pada proses maserasi diantaranya
ekstraksi menggunakan pelarut, dimana yaitu etanol bersifat lebih selektif, dapat
pelarut yang digunakan diuapkan kembali menghambat pertumbuhan bakteri dan
sehingga zat aktif pada ekstrak menjadi jamur, bersifat non toksik (tidak beracun),
pekat. Bentuk dari ekstrak yang dihasilkan etanol bersifat netral, memiliki daya
dapat berupa ekstrak kental dan ekstrak absorbsi yang baik, dapat bercampur
kering tergantung jumlah pelarut yang dengan air pada berbagai perbandingan,
diuapkan (Marjoni, 2016). panas yang diperlukan untuk pemekatan
lebih sedikit, dan etanol dapat melarutkan
Beberapa metode ekstraksi yang sering berbagai zat aktif dan meminimalisir
digunakan adalah sebagai berikut: terlarutnya zat pengganggu seperti lemak
Ekstraksi cara dingin Metode ektraksi ini (Atun, 2014).
cocok digunakan untuk simplisia yang
mudah rusak akibat proses pemanasan. Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut
Metode ekstraksi dingin ini memiliki yang selalu baru sampai sempurna yang
keuntungan dalam proses ekstraksi total umumnya dilakukan pada temperatur
yaitu memperkecil kemungkinan terjadi ruangan. Proses ini terdiri dari tahap
kerusakan pada senyawa yang terdapat pengembangan bahan, tahap maserasi
pada sampel. Selain itu ektraksi dingin antara, tahap perkolasi sebenarnya
kemungkinan banyak senyawa yang (Pratiwi, 2010).
terekstraksi, meskipun beberapa senyawa
memiliki kelarutan terbatas dalam pelarut Metode ekstraksi cara panas adalah proses
ekstraksi pada suhu kamar (Nurhasnawati ekstraksi yang digunakan untuk
& Handayani, 2017). mendapatkan senyawa yang diinginkan.
Metode ini sangat baik untuk memperoleh
hasil ekstrak yang banyak tetapi penelitian. Study design, desain penelitian
menggunakan pelarut yang lebih sedikit. yang digunakan oleh jurnal yang akan di
Waktu yang digunakan dalam proses review.
ekstraksi ini lebih cepat dan sampel yang
diekstraksi dengan cara sempurna karena Kata kunci Pencarian jurnal atau artikel
dilakukan berulang – ulang (Nurhasnawati menggunakan kata kunci dan boolean
& Handayani, 2017) operator (AND, OR NOT or AND NOT).
Kata kunci (Keyword) yang digunakan
Refluks merupakan metode ekstraksi panas dalam literature review ini yaitu daya
dengan teknik penyulingan (destilasi) dan hambat AND ekstrak daun beluntas
simplisia yang digunakan direndam dalam (Pluchea indica) AND Staphylococcus
surven air dan langsung dipanasi. aureus.
Umumnya dilakukan pengulangan proses
pada residu pertama sampai 3 hingga 5 kali Database atau Search engine Data yang
sehingga dapat termasuk proses ekstraksi digunakan dalam penelitian ini adalah data
sempurna (Departemen Kesehatan, 2000). sekunder dan tidak dilakukan pengamatan
secara langsung, akan tetapi diperoleh dari
Dekok Metode ini merupakan proses hasil penelitian yang telah dilakukan oleh
ekstraksi yang menggunakan pelarut air peneliti-peneliti terdahulu. Sumber data
dengan suhu 90˚C dengan waktu kurang sekunder yang didapat berupa artikel atau
lebih 30 menit (Departemen Kesehatan, jurnal yang relevan dengan topik.
2000). Pencarian database yang digunakan dalam
literatur review ini yaitu Pubmed, e-
Cara infus merupakan metode ekstraksi resources Perpusnas dan Google scholar.
menggunakan pelarut air dengan suhu
penangas air (wadah infus tercelup dalam Population/ Problem Jurnal Nasional
penangas air yang mendidih), dengan suhu dan Internasional yang berhubungan
sekitar 96-98˚C) dengan waktu selama 15- dengan topik penelitian yaitu daya hambat
20 menit (Departemen Kesehatan, 2000). ekstrak daun beluntas terhadap
Uji Aktivitas Antibakteri Antibakteri pertumbuhan bakteri Staphylococcus
adalah suatu senyawa yang dalam Aureus. Jurnal Nasional dan Internasional
konsentrasi kecil mampu menghambat yang memiliki topik sama melainkan ada
bahkan membunuh proses kehidupan suatu perbedaan didalamnya yaitu metode yang
mikroba (Jawetz et al., 2007). Uji aktivitas digunakan bukan metode cakram
antibakteri dapat dilakukan dengan Intervention Faktor konsentrasi dan
berbagai metode, yaitu metode difusi dan tindakan penelitian Faktor konsentrasi
dilusi (Jawetz et al., 2007). dan tindakan yang menggunakan tambahan
senyawa atau antibiotik lain.
Bahasa Bahasa Inggris dan bahasa
BAHAN DAN METODE PENELITIAN Indonesia-Comparation Tidak ada faktor
pembanding-Outcome Adanya
Strategi Pencarian Literature pembuatan berbagai konsentrasi ekstrak
Framework yang digunakan daun beluntas terhadap bakteri
Strategi yang digunakan untuk mencari Staphylococcus Aureus. - Study Design
artikel menggunakan PICOS framework. Experimental - Tahun Terbit Artikel
Population/problem, populasi atau masalah atau jurnal yang diterbitkan 10 tahun
yang akan di analisis. Intervention, suatu kebelakang dari tahun 2020 -
tindakan penatalaksanaan terhadap kasus
perorangan atau masyarakat serta Seleksi Studi dan Penilaian Kualitas
pemaparan tentang penatalaksanaan. Berdasarkan hasil pencarian literature
Comparation, penatalaksanaan lain yang melalui publikasi e-resources perpusnas,
digunakan sebagai pembanding. Outcome, google scholar menggunakan kata kunci
hasil atau luaran yang diperoleh pada daya hambat AND ekstrak daun beluntas
(Pluchea indica) AND Staphylococcus fenol serta memiliki aktivitas farmakologi
aureus, peneliti menemukan 1249 jurnal sebagai antibakteri, antiinflamasi, dan
yang sesuai dengan kata kunci tersebut. antioksidan. Adanya sifat antibakteri
Jurnal penelitian tersebut kemudian dalam daun beluntas (Pluchea Indica L)
dilakukan skrining berdasarkan tahun yang memiliki senyawa tanin dapat
terbit, bahasa Inggris dan bahasa Indonesia menghambat bakteri Staphylococcus
didapatkan 719 jurnal. Jurnal yang tidak aureus. Mekanisme senyawa tanin
sesuai dengan kriteria inklusi akan memiliki sifat antibakteri yaitu dengan
dilakukan eksklusi sehingga didapat 5 cara mempresipitasi protein. Tanin
jurnal yang dilakukan review. memiliki aktivitas antibakteri yang
berhubungan dengan menginaktifkan
enzim dan mengganggu kerja transpor
HASIL PENELITIAN protein pada sel bagian dalam. Tanin juga
mempunyai target pada polipeptida
Bagian tanaman beluntas yang biasa dinding sel sehingga pembentukan dinding
digunakan untuk pengobatan adalah daun. sel menjadi kurang sempurna. Hal ini
Kandungan senyawa kimia yang mengakibatkan bakteri menjadi lisis karena
terkandung didalamnya dapat dipercaya tekanan fisik dan osmotik sehingga sel
mampu mengobati penyakit, baik secara bakteri akan mati.
langsung dari tanamannya maupun
dijadikan produk obat terlebih dahulu. Dari
5 jurnal yang sudah direview mengenai PEMBAHASAN
efektivitas ekstrak daun beluntas (Pluchea
indica) sebagai daya hambat pertumbuhan Data sekunder dari Bella (2018) tentang
bakteri Staphylococcus aureus ekstrak etanol daun beluntas dan meniran
menunjukkan hasil rata- rata ekstrak daun dengan konsentrasi dan perbandingan 0 : 1
(Pluchea indica) dapat menghambat merupakan ekstrak yang memiliki zona
pertumbuhan bakteri Staphylococcus hambat paling luas yaitu 18mm terhadap
aureus dengan berbagai konsentrasi dan bakteri Staphylococcus aureus. Pada
metode. penelitian ini juga melakukan identifikasi
Data sekunder dari penelitian yang golongan senyawa pada tanaman beluntas
dilakukan oleh Galuh (2017) didapatkan dan meniran, didapatkan adanya senyawa
hasil bahwa ekstrak daun beluntas alkaloid, flavonoid, saponin dan tanin.
memiliki daya hambat terhadap bakteri Penelitian ini dikuatkan oleh Jessie (2016)
Staphylococcus aureus sebesar 15,9 mm. dengan mengambil isolat jamur endofit
Pada penelitian tersebut juga dari daun beluntas (Pluchea indica). Hasil
mengidentifikasi adanya senyawa kimia isolasi jamur endofit diperoleh tiga isolat.
seperti alkaloid, flafonoid, saponin dan Pengujian identifikasi kandungan
tanin. Ini dikuatkan oleh penelitian Ratna metabolit sekunder ketiga isolat jamur
(2013) tentang uji ekstrak etanol daun endofit dilakukan secara kuantitatif. Ketiga
beluntas (Pluchea indica) dengan isolat jamur tersebut memiliki kandungan
konsentrasi 12%; 24%; 36%; 48%; dan metabolit sekunder yang sama yaitu
60% terhadap Staphylococcus aureus. Pada alkaloid dan fenol sedangkan untuk
masing- masing kosentrasi menunjukkan flavonoid diperoleh hasil negatif. Dari
diameter hambatan yang berbeda, pada ketiga isolat 0-tersebut kemudian diuji
konsentrasi 12% memiliki zona hambat aktivitas antibakteri terhadap bakteri
sebesar 1,2 cm; konsentrasi 24% sebesar Staphylococcus aureus. Dari uji tersebut
1,4 cm; konsentrasi 36% 1,37 cm; didapatkan hasil bahwa isolat jamur
konsentrasi 48% sebesar 1,43 cm dan 60% endofit hitam 2 (IJEH 2) dapat
sebesar 1,59 cm. Hal ini dikuatkan oleh menghambat pertumbuhan bakteri
pernyataan Fitriansyah (2018) menyatakan Staphylococcus aureus dengan diameter
bahwa daun beluntas (Pluchea indica) zona hambat sebesar 5,474 mm sedangkan
memiliki senyawa alkaloid flavonoid dan untuk isolat jamur endofit putih (IJEP) dan
isolat jamur endofit hitam 1 (IJEH 1) tidak bisa merusak membran sel bakteri dan
dapat menghambat bakteri Staphylococcus dibarengi dengan keluarnya senyawa
aureus. Hal ini dikuatkan oleh pernyataan intraseluler. Dapat disimpulkan bahwa
Fitriansyah (2018) menyatakan bahwa aktivitas antibakteri ekstrak daun beluntas
daun beluntas (Pluchea indica) memiliki (Pluchea indica) yang baik adalah
senyawa alkaloid flavonoid dan fenol serta menggunakan pH 5,5.
memiliki aktivitas farmakologi sebagai
antibakteri, antiinflamasi, dan antioksidan. Infeksi nosokomial seperti infeksi kulit
Berdasarkan hal tersebut, bakteri yang disebabkan bakteri Staphylococcus
Staphylococcus aureus bisa terhambat aureus bisa dicegah atau dikurangi dengan
karena adanya senyawa alkaloid yang menggunakan daun beluntas (Pluchea
terkandung dalam tanaman beluntas indica). Dalam daun beluntas memiliki
(Pluchea Indica). Daya antibakteri dari senyawa alkaloid, flavonoid, tanin dan
alkaloid yaitu dengan cara mengganggu saponin yang sudah terbukti dapat
komponen penyusun lapisan dinding menghambat bakteri Staphylococcus
peptidoglikan pada sel bakteri, sehingga aureus. Sehingga dapat dijadikan alternatif
dinding sel tidak dapat terbentuk dengan dalam mengurangi infeksi nosokomial.
utuh dan akhirnya menyebabkan sel mati.
Penelitian Ida (2017) yang melakukan uji
pengaruh pH terhadap aktivitas antibakteri SIMPULAN DAN SARAN
ekstrak etanol daun beluntas (Pluchea
indica L) terhadap bakteri penyebab Kesimpulan Berdasarkan literature review
jerawat. Pada pengujian ini dilakukan uji yang dilakukan didapatkan kesimpulan
pendahuluan dan penambahan buffer. Pada bahwa ekstrak daun beluntas (Pluchea
uji pendahuluan dibuat beberapa indica) dapat menghambat pertumbuhan
konsentrasi yaitu 1%, 2%, 3%, 4% dan bakteri Staphylococcus aureus.
5%, didapatkan hasil daya hambat terbesar
yaitu pada konsentrasi 5% dengan zona Saran yang dapat penulis sampaikan
hambat sebesar 9,72 mm sedangkan pada mengenai literature review yang dilakukan
konsentrasi 1% tidak menunjukkan adanya adalah: Untuk peneliti selanjutnya
zona hambat. Kemudian untuk uji yang diharapkan menentukan kriteria inklusi dan
dilakukan dengan menambahkan larutan eksklusi lainnya yang tidak diteliti pada
buffer, pada pH 5,5 diperoleh zona hambat penelitian ini serta mencari sumber jurnal
sebesar 14,61 mm sedangkan pada pH 6,5 baik nasional maupun internasional dari
menunjukkan adanya zona hambat sebesar berbagai database terpercaya. Bagi
12,13 mm. Hal ini dikuatkan oleh masyarakat diharapkan dapat
pernyataan Inggrid (2016) bahwa memanfaatkan daun beluntas (Pluchea
kestabilan flavonoid dipengaruhi oleh indica) sebagai obat infeksi yang
beberapa faktor seperti pH dan temperatur. disebabkan oleh bakteri Staphylococcus
Dalam pengujian ini dapat dilihat bahwa aureus.
perbedaan pH dapat mempengaruhi
aktivitas antibakteri ekstrak daun beluntas
(Pluchea indica) terhadap bakteri KEPUSTAKAAN
Staphylococcus aureus. Hal ini dapat
dinyatakan bahwa senyawa flavonoid dan Aryunisari. Imetigo Bulosa Pada Anak 9
alkaloid tidak stabil terhadap perubahan Tahun. Medula Unila. Vol. 1 No. 5,
kimia seperti pH. Mekanisme kerja Oktober 2013. hh 26-32.
senyawa flavonoid sebagai antibakteri
yaitu dengan cara menghambat fungsi Atun. 2014. Metode Isolasi dan
membran sel. Mekanisme flavonoid Identifikasi Struktur Senyawa
menghambat fungsi membran sel adalah Organik Bahan Alam. Jurnal
membentuk senyawa kompleks dengan Konservasi Cagar Budaya Borobudur
protein ekstraseluler dan terlarut sehingga hal 53-61
Bella. 2018. Aktivitas Antibakteri (Muntingia calabura) against
Kombinasi Ekstrak Etanolik Daun Staphylococcus spp. and Salmonella
Beluntas (Pluchaea indica Less.) dan spp. the most causing disease in
Meniran (Phyllanthus niruri L.) livestock. Jurnal Ilmu-Ilmu
terhadap Bakteri Staphylococcus Peternakan 27 (2): 63 – 73
aureus. Jurnal Biomedika Vol 11, No.
02. Hapsari Anindya, chatarina, Dwiono.
2017. Pengetahuan Petugas Surveilans
Caroline . T., Waworuntu, O., & Buntuan, Tentang Identifikasi Healthcare-
V. (2016). Potensi penyebaran infeksi Associated Infections Surabaya.
nosokomial di Ruanagn Instalasi Jurnal berkala Epidemiologi Hal 131-
rawat inap khusus Tuberculosis 132
(IRINA C5) BLU RSUP. Prof. Dr. R.
D. Kondou Manado. Jurnal E- Harismi Asni. 2020. Pernah Diteliti, Ini
Biomedik (eBm), 4(1), 1-8. Manfaat Daun Beluntas.

Depkes RI. 2000. Parameter Standar Herbie, Tandi. 2015. Kitab Tanaman
Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Berkhasiat Obat 226 Tumbuhan Obat
Jakarta: Departemen Kesehatan untuk Penyembuhan Penyakit dan
Republik Indonesia. Hal 889. Kebugaran Tubuh. Yogyakarta:
OCTOPUS Publishing House.
Dewa, Made dan Komang. 2019. Efek
Antibakteri Ekstrak Ethanol Kulit Ida, et al. 2017. Pengaruh Ph Terhadap
Batang Tanaman Cempaka Kuning Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol
(Mchampaca L) Terhadap Daun Beluntas (Pluchea Indica L)
Pertumbuhan Bakteri Terhadap Bakteri Penyebab Jerawat.
Staphylococccus aureus. Jurnal Vol.6 No.1

Dewi et al. 2014. Daya Hambat Ekstrak Irfan, et al. 2018. Review: Profil Fitokimia
Daun Beluntas (Pluchea indica) Dan Aktivitas Farmakologi Baluntas
Dengan Pelarut Metanol Terhadap (Pluchea indica L.). Farmaka
Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus Suplemen Volume 16 Nomor 2
aureus dan Esherichia coli Penyebab
Mastitis Pada Sapi Perah. Jurnal Jamilatun, Makhabbah. 2019. Uji
Universitas Brawijaya Malang. Resistensi Antibiotik staphylococcus
aureus Isolat Kolam Renang. Jurnal
Fadila et al,.2019. Gambaran Bakeri Biomedika Vol 12, No. 01
Penyebab Infeksi Pada Anak
Berdasarkan Jenis Spesimen dan Pola Jawetz, E., Melnick, J.L., and Adelburg
Resistensinya di Laboraturium RSUP E.A. 2007. Mikrobiologi Untuk
Dr. M. Djamil Padang Tahun 2014- Profesi Kesehatan Diterjemahkan oleh
2016. Jurnal Kesehatan Andalas. Bonang G. Jakarta: Buku Kedokteran.

Farmakope. 2015. Badan Pengawasan Jessie, et al. 2016. Identifikasi Metabolit


Obat dan Makanan. Farmakope Sekunder Dan Uji Aktivitas
Indonesia Edisi V, 16(6), 1-12. Antibakteri Isolat Jamur Endofit Daun
Beluntas (Pluchea Indica (L.) Less.).
Fitriansyah, M. R. 2018. Profil Fitokimia Jurnal Sains dan Kesehatan. 2016.
dan Aktivitas Farmakologi Beluntas Vol 1. No 5.
(Pluchea indica L). Farmaka, 16 (Md),
57-64. Kalpana, S and Moorthi, S. 2013. Original
Research Article Antimicrobial
Galuh, et al. 2017. Review study on activity of different extracts of leaf of
antibacterial activity of cherry leaf Moringa oleifera (Lam) against gram
positive and gram negative bacteria, Produk Sediaan Farmasi. Fakultas
International Journal Current Farmasi. Universitas Padjajaran, 17,
Microbiology and Applied Sciences, 80-88
2, 514-518.
Murwani Sri, Dahliatul, Indah. 2017.
Kemenkes. 2017. Pedoman Dan Standar Penyakit Bakterial Pada Ternak
Etik Penelitian Dan Pengembangan Hewan Besar dan Unggas.
Kesehatan Nasional: E-book hal 17. Malang:UB Press

Kemenkes. 2017. Pedoman Umum Ngajow, M., Jemmy, A., dan Vanda, S.K.
Penggunaan Antibiotik. POM; 2013. Pengaruh Antibakteri Ekstrak
Pedoman Umum Penggunaan Kulit Batang Matoa (Pometia pinnata)
Antibiotik. terhadap bakteri Staphylococcus
aureus secara In Vitro. Jurnal MIPA
Kurniawan, Risky., Kristo, A, Nababan., Usrat Online 2 (2): 128-132
Salia Lakswinar. 2012. Karakteristik
Piodema Superfisialis pada Bayi dan Notoatmodjo, S. 2012. Metodologi
Anak di SMF Ilmu Kesehatan Kulit Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka
dan kelamin RSUP H. Adam malik Cipta.
Medan Periode Januari 2010-
Desember 2012. The Journal of Nurhasnawati, Henny., Sukarmi & Fitri
Medical School. Handayani. Perbandingan Metode
Ekstraksi Maserasi dan Sokletasi
Kurniawati, A. F., Satyabakti, P., & terhadap Aktivitas Antioksidan
Arbianti, N. 2015. Perbedaan Ekstrak Etanol Daun Jambu Bol
Risikomultidrug Resistance Organism (Syzygium malaccense. L). Jurnal
(MDROS) Menurut Faktor Risiko dan Ilmiah Manuntung 3(1).91-95, 2017
Kepatuhan Hand Hygine. Jurnal
Berkala Epidemiologi, 3 (3), 277-287 Pratiwi, E. 2010. Perbandingan Metode
Maserasi, Remaserasi, Perkolasi dan
Malangngi, L,P., Meiske, S.S.,dan Reperkolasi Dalam Ekstraksi
Paendong, J.J.E. 2018. Penentuan Senyawa Aktif Andrographolide Dari
Kandungan Tanin dan Uji Aktivitas Tanaman Sambiloto (Andrographis
Antioksidan Ekstrak Biji Buah paniculata (Burm.f.) Nees),
Alpukat (Persea americana Mill).
Jurnal MIPA Unsrat, 1 (1): 5-10. Pratiwi, R.H., Purwakusumah, E.D., dan
Emilda. 2012. Potensi Air dan Batang
Mardianingsih, A. and Aini, R., 2014. Cieba entandra Gaertn sebagai
Pengembangan Potensi Ekstrak Daun Antibakteri Penyebab Penyakit
Pandan (Pandanus amaryllifolius Konjungtivis. Prosiding
Roxb) sebagai Agen Antibakteri.
Parmaciana, 4, 185-192

Marjoni, Riza. 2016. Dasar- Dasar


Fitokimia. (T.Ismail, Ed.) Jakarta:
CV. Trans Info Media.

Menaldi SL, dkk. 2015. Ilmu Penyakit


Kulit dan Kelamin edisi ketujuh.
Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.

Muchtaridi. 2016. Penelitian


Pengembangan Minyak Atsiri Sebagai

Anda mungkin juga menyukai