Anda di halaman 1dari 42

USULAN SKRIPSI

SEKAR CANDRA ARDHINA

STUDI LITERATUR EKSTRAK ETANOL


BELIMBING WULUH (Averrhoa bilimbi L.)
SEBAGAI TERAPI INFEKSI KULIT BAKTERI
Staphylococcus aureus DENGAN SOFTWARE
NVIVO 12 PLUS

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2022
USULAN SKRIPSI

SEKAR CANDRA ARDHINA

STUDI LITERATUR EKSTRAK ETANOL


BELIMBING WULUH (Averrhoa bilimbi L.)
SEBAGAI TERAPI INFEKSI KULIT BAKTERI
Staphylococcus aureus DENGAN SOFTWARE
NVIVO 12 PLUS

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2022
LEMBAR PENGESAHAN
STUDI LITERATUR EKSTRAK ETANOL BELIMBING
WULUH (Averrhoa bilimbi L.) SEBAGAI TERAPI INFEKSI
KULIT BAKTERI Staphylococcus aureus DENGAN
SOFTWARE NVIVO 12 PLUS

USULAN SKRIPSI
Dibuat untuk memenuhi syarat gelar Sarjana Farmasi pada
Program Studi Farmasi Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Malang
2022

Oleh :

SEKAR CANDRA ARDHINA


201810410311020

Disetujui Oleh :

Pembimbing 1 Pembimbing 2

Apt. Siti Rofida, M. Farm Ahmad Shobrun Jamil, S. Si., MP


NIP : 11408040453 NIP : 11309070469
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
DAFTAR SINGKATAN
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Infeksi ialah keadaan dimana sesuatu mikroorganisme tumbuh di
dalam badan serta bisa memunculkan penyakit. Infeksi merupakan peyakit
yang diakibatkan oleh mikroba patogen serta bertabiat sangat dinamis.
Penyakit infeksi bisa menyebar dari manusia satu ke manusia lain ataupun
dari hewan ke manusia serta pula dapat diakibatkan oleh sebagian
mikroorganisme seperti bakteri, jamur, virus, serta parasit. Menurut Modul
Penyakit Tropis Tahun 2020, Penyakit infeksi atau penyakit tropis menjadi
salah satu pemicu utama penyakit di Indonesia sebab Indonesia merupakan
wilayah yang beriklim tropis dan juga tidak terlepas dari banyaknya
mikroba patogen yang menyerang manusia sehingga memunculkan berbagai
macam penyakit.
Penyakit kulit ialah kelainan kulit yang disebabkan oleh jamur,
bakteri, parasit, virus, ataupun peradangan yang bisa menyerang siapa saja.
Penyakit kulit bisa menyerang segala ataupun sebagian badan tertentu serta
bisa membahayakan keadaan kesehatan pengidap bila tidak ditangani
dengan sungguh-sungguh. Faktor-faktor yang bisa menyebabkan gangguan
pada kulit yang kerap ditemui misalnya faktr lingkungan, iklim, tempat
tinggal, kebiasaan hidup yang kurang sehat, alergi, dll (Putri, Furqon, &
Perdana, 2018).
Kejadian penyakit kulit di Indonesia ini masih tergolong tinggi serta
menjadi permasalahan yang cukup penting. Menurut Profil Kesehatan
Provinsi Jawa Barat berdasarkan penyakit penderita rawat jalan di
puskesmas, angka penyakit kulit untuk semua umur menduduki peringkat
ketiga dengan jumlah kasus baru 1.052.122 atau 13,32%, yang paling
banyak menderita sakit kulit ini yaitu golongan umur 15-44 tahun sebanyak
703.222 atau 19,6% kasus baru. Ditunjukkan dengan adanya Data
Puskesmas Kecamatan Bantar Gebang tahun 2017 bahwa penyakit kulit
termasuk ke dalam 5 besar penyakit dari 10 jenis penyakit yang ada di

1
2

puskesmas tersebut, sebanyak 2.537 kasus baru dan pada bulan Februari
tahun 2018 penyakit kulit masih bertahan di 5 besar penyakit dengan 371
kasus baru (Dinkes RI, 2018). Perihal tersebut sebab minimnya akan
kesadaran serta ketidakpedulian masyarakat terhadap lingkungan sekitar
yang menyebabkan penularan penyakit kulit menular dengan sangat cepat.
Berbagai penyakit kulit diakibatkan oleh beberapa faktor seperti lingkungan
dan kebiasaan hidup sehari-hari yang kurang baik, perubahan iklim cuaca,
virus, bakteri, alergi, serta daya tahan tubuh yang kurang kuat dan lain-lain
(Pardiansyah, 2015).
Pengobatan terhadap penyakit infeksi umumnya menggunakan
antibiotik dikarenakan antibiotik telah banyak dikembangkan, dan juga
penggunaan antibiotik yang tidak tepat dapat menyebabkan resistensi
antibakteri terhadap antibiotik. Di negara maju 13-37% dari seluruh
penderita yang dirawat di Rumah Sakit mendapatkan antiniotik baik secara
tunggal atau kombinasi, sedangkan di ngera berkembang 30-80% penderita
yang dirawat di Rumah Sakit mendapatkan antibiotik dan penggunaan
antibiotik yang tidak rasional. Hasil penelitian dari studi Antimicrobial
Resistence in Indonesia (AMRIN) menunjukkan bahwa terapi antibiotik
diberikan tanpa indikasi sebanyak 20-53% di RSUP Dr Kariadi Semarang
dan antibiotik profilaksis tanpa indikasi sebanyak 43-81% (Ketut SN, 2014).
Hal ini mendukung para ilmuwan untuk mengembangkan senyawa
antibakteri baru yang berasal dari tumbuhan (Moningka KC, 2015). Temuan
senyawa antibiotik baru yang belum mengalami resistensi menjadi suatu
alternatif untuk mengatasi kasus ini. Senyawa antibiotik bisa diperoleh dari
tumbuhan yang memiliki kandungan senyawa yang berpotensi sebagai
antibakteri dengan mekanisme aksi yang relatif baru dan belum mengalami
resistensi.
Belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) ialah salah satu tumbuhan
yang memiliki kandungan senyawa sebagai antibakteri dan juga bisa
digunakan untuk menyembuhkan penyakit secara tradisional. Daun
belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) merupakan tumbuhan herbal lokal
yang mengandung senyawa antibakteri dan sangat mudah untuk didapatkan.
3

Daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) mengandung zat-zat aktif yang
dapat menghambat pertumbuhan bakteri atau disebut zat antiseptik sehingga
dijadikan bahan obat. Ekstrak dari daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi
L.) dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan bakteri penyebab infeksi.
Staphylococcus aureus merupakan salah satu flora normal yang ada
pada tubuh manusia bila dalam jumlah yang banyak akan mengakibatkan
infeksi terhadap inangnya sehingga bisa membahayakan manusia. Bakteri
Staphylococcus aureus termasuk golongan bakteri patogen gram positif.
Menurut Megasari (2012) dalam jurnal Ratih Pertiwi (2016) mengatakan
bahwa bakteri tersebut akan berubah menjadi patogen sehingga dapat
megakibatkan bakteremia dan infeksi sistemik pada rongga mulut. Infeksi
bakteri Staphylococcus aureus dalam kondisi patologi pada saat
menginfeksi selaput mukosa di dalam tubuh terlihat adanya kaeadaan khas
seperti nekrosis, peradangan, dan pembentukan abses (Widiastuti &
Pramestuti, 2018).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Rahmiati, et al, (2017)
ekstrak etanol buah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) memberikan
aktivitas antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus, sehingga bisa
diasumsikan bahwa daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) juga bisa
memberikan aktivitas yang sama terhadap bakteri Staphylococcus aureus.
Dari hasil penelitian tentang daun belimbing wuluh, bahwa pada konsentrasi
ekstrak 10,45% dapat menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus
aureus sebesar 13,13mm (Pendit dkk, 2016).
Studi Literatur sebelumnya dilakukan oleh (Nurbidayah.,dkk, 2020)
terkait belimbing wuluh sebagai antibakteri terhadap Staphylococcus aureus
yaitu “Pengaruh Ekstrak Buah Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.)
Terhadap Pertumbuhan Staphylococcus aureus” didapatkan hasil ekstrak
etanol buah belimbing wuluh memiliki kandungan senyawa aktif saponin,
flavonoid, tanin, alkaloid dan triterpenoid. Senyawa-senyawa tersebut
memiliki kemampuan untuk mempengaruhi aktivitas bakteri dengan
mengganggu pembentukan dinding sel bakteri sehingga menyebabkan
kematian pada bakteri. Semakin tinggi konsentrasi ekstrak buah belimbing
4

wuluh yang digunakan maka semakin besar zona hambat yang terbentuk.
Kesimpulan dari penelitian tersebut yaitu ekstrak belimbing wuluh memiliki
kemampuan sebagai antibakteri yang menyebabkan pertumbuhan bakteri
terganggu akibat sel bakteri lisis. Studi literature mengenai belimbing wuluh
terhadap bakteri Staphylococcus aureus dapat dilakukan dengan
menggunakan software Nvivo 12 plus.
Software Nvivo 12 Plus merupakan salah satu software atau
perangkat lunak yang digunakan untuk penelitian kualitatif yaitu dengan
cara mengelola data interview, focus group discussion, artikel, dokumen,
website, dan konten media sosial. Software Nvivo 12 Plus ini mempunyai
kelebihan yaitu mampu menghasilkan data teks kualitatif dalam bentuk
numerik atau angka dengan visualisasi data yang cukup menarik (Salahudin
et al., 2020). Dari uraian diatas untuk mendapatkan informasi secara
komprehensif terkait ekstrak etanol belimbing wuluh sebagai terapi infeksi
kulit bakteri Staphylococcus aureus yaitu dengan dilakukannya kajian
literatur. Kajian literatur merupakan pencarian dan penelitian literatur yang
dapat menghasilkan artikel yang berkaitan dengan topik masalah tertentu
dengan membaca berbagai buku, jurnal, dan publikasi yang lain terkait
dengan topik penelitian tersebut (Marzali, 2017). Pada kajian literatur ini
dipilih kajian literatur menggunakan software Nvivo 12 Plus, metode ini
dipilih karena lebih efektif dan cepat dalam membantu proses kajian
literatur secara kualitatif. Berdasarkan latar belakang diatas, penulis tertarik
untuk melakukan Studi Literatur Ekstrak Etanol Belimbing Wuluh
(Averrhoa bilimbi L.) sebagai terapi infeksi kulit bakteri Staphylococcus
aureus dengan menggunakan software Nvivo 12 Plus.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana aktivitas ekstrak etanol Belimbing Wuluh (Averrhoa
bilimbi L.) sebagai terapi infeksi kulit bakteri Staphylococcus aureus
ditinjau menggunakan software Nvivo 12 Plus?
5

2. Pada konsentrasi berapakah ekstrak etanol Belimbing Wuluh


(Averrhoa bilimbi L.) bisa efektif mengahambat pertumbuhan bakteri
Staphylococcus aureus ditinjau menggunakan software Nvivo 12
Plus?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui zona hambat antibakteri ekstrak etanol Belimbing
Wuluh (Averrhoa bilimbi L.) sebagai terapi infeksi kulit bakteri
Staphylococcus aureus ditinjau menggunakan software Nvivo 12 Plus.
2. Untuk mengetahui berapa besar konsentrasi ekstrak etanol Belimbing
Wuluh (Averrhoa bilimbi L.) yang efektif untuk menghambat
pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus ditinjau dengan
menggunakan software Nvivo 12 Plus.

1.4 Kebaruan Penelitian

Nama Judul Penelitian Tujuan Penelitian Pengumpulan Data

(Zaki Pengaruh Pemberian Mengetahui pengaruh Hasil penelitian dapat


Dewantoro, Ekstrak Daun pemberian ekstrak disimpulkan bahwa
Y.L Aryoko Belimbing Wuluh daun belimbing wuluh pemberian ekstrak daun
Widodo, V. (Averrhoa bilimbi L.) (Averrhoa bilimbi L.) belimbing wuluh
Rizke Terhadap Pertumbuhan terhadap bakteri (Averrhoa bilimbi L.)
Ciptaningtyas, Bakteri Staphylococcus Staphylococcus dengan konsentrasi 5%,
2017) Aureus Secara In Vitro aureus. 20%, 35%, 50%, 65%,
80% tidak berpengaruh
terhadap pertumbuhan
bakteri Staphylococcus
aureus.

(Asri Daya Hambat Ekstrak Untuk menganalisis Ekstrak etanol buah


Rahmiati, Sri Etanol Buah Belimbing daya hambat ekstrak belimbig wuluh
Darmawati, Wuluh (Averrhoa etanol buah belimbing (Averrhoa bilimbi L.)
dan Ana bilimbi L.) Terhadap wuluh (Averrhoa dapat menghambat
Hidayati Pertumbuhan bilimbi L.) terhadap pertumbuhan
Mukaromah , Staphylococcus aureus pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus
2017) dan Staphylococcus Staphylocccus aureus dan Staphylococcus
6

epidermis Secara In dan Staphylococcus epidermidis, dengan rata-


Vitro epidermidis rata diameter zona
hambat yang terbentuk
pada Staphylococcus
epidermidis lebih besar
dari pada Staphylococcus
aureus.

1.5 Manfaat Penelitian


Manfaat dari penelitian ini yaitu diharapkan dapat dijadikan sebagai
pembaharuan dalam perkembangan ilmu kefarmasian tentang ekstrak etanol
Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.) sebagai terapi infeksi kulit yang
disebabkan oleh bakteri Staphylococcus aureus.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.)


2.1.1 Definisi Tanaman
Tanaman belimbing wuluh atau biasa dikenal dengan nama
latin Averrhoa bilimbi L. merupakan salah satu tanaman herbal
yang dikenal luas di Indonesia, merupakan tanaman tropis yang
dapat berbuah sepanjang tahun. Tanaman ini tumbuh subur di
Indonesia, Malaysia, Sri Lanka, Filipina, dan Myanmar (Rahayu,
2013). Belimbing wuluh banyak dimanfaatkan sebagai obat herbal
tradisional berbagai penyakit mulai dari diabetes sampai sakit gigi
dan sebagainya. Nama lokal belimbing wuluh antara lain: Limeng,
Selimeng, Thilimeng (Aceh); Selemneg (Gayo); Asom, Belimbing
Asam (Melayu); Balimbing (Lampung); Calingcing, Balingbing
(Sunda); Bhalingbhing Bulu (Madura); Blingbing Buloh (Bali);
Limbi (Bima); Balimbeng (Flores); Libi (Sawu); Belerang (Sangi)
(Herbie, 2015).

2.1.2
Gambar 2. 1 Tanaman Belimbing Wuluh (Averrhoa
bilimbi L.) (maxpixel.freegreatpicture, 2017)

Klasifikasi Tanaman
Kingdom : Plantae
Sub Kingdom : Tracheobionta
Super Divisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta

10
11

Kelas : Magnoliopsida
Sub Kelas : Roside
Ordo : Geraniales
Famili : Oxalidaceae
Genus : Averrhoa
Spesies : Averrhoa bilimbi L.
(Herbie, 2015)

2.1.3 Morfologi Tanaman


Belimbing wuluh merupakan tumbuhan yang hidup sebagai
pohon buah atau kadang sebagai tumbuhan liar. Pohon belimbing
wuluh dapat tumbuh dengan ketinggian 5-10 meter. Batang
utamanya pendek dan cabangnya rendah. Memiliki batang yang
tidak rata atau bergelombang. Daun majemuk, selang-seling,
Panjang 30-60cm dan berkelompok di ujung cabang. Pada setiap
daun terdapat 11-37 anak daun yang berselang-seling atau
berpasangan dan berbentuk oval. Buah belimbing wuluh memiliki
rasa asam yang sering digunakan sebagai bumbu masakan dan
campuran ramuan jamu. Ukuran bunganya kecil, muncul langsung
dari batang dengan tangkai bunga berambut. Buah belimbing
wuluh berbentuk elips hingga seperti torpedo dengan Panjang 4-10
cm. Warna buah hijau ketika muda dengan sisa kelopak bunga
yang menempel diujungnya. Jika buahnya masak berwarna kuning
atau kuning pucat. Daging buah berair dan memiliki rasa yang
sangat asam. Kulit buah berkilap dan tipis. Bijinya kecil 6mm
berbentuk pipih dan berwarna coklat serta tertutup lendir
(Nugrahawati dkk, 2009).
Bunga belimbing wuluh berukuran kecil dengan Panjang
10-22mm, mempunyai 5 kelopak, berbulu dan berbau harum.
Warna bunga hijau kekuningan atau keunguan ditandai dengan
ujung gelap – ungu. Bunga muncul langsung dari batang yang
tertua atau cabang tebal dengan beberapa ranting. Biji belimbing
wuluh berjumlah 6-7 butir pada tiap-tiap buah, berbentuk pipih
12

dengan ukuran sekitar 6mm, bertekstur lembut dan berwarna


coklat, serta tertutup lendir (Mario, 2011)

2.1.4 Ekologi dan Penyebaran Tanaman


Sumber genetik dari keanekaragaman belimbing wuluh
diduga berada di Malaysia. Dikenal 2 macam belimbing, yaitu
belimbing yang buahnya manis disebut belimbing manis
(carambola) dan belimbing yang rasanya asam disebut dengan
belimbing wuluh. Kedua jenis belimbing tersebut sudah lama
berkembang di Indonesia sehingga dianggap sebagai tanaman asli
Indonesia setelah berkembang di Indonesia, belimbig menyebar ke
Philipina dan negara-negara lainnya yang berada di sekitar asia
tenggara, lalu menyebar ke seluruh dunia (Purwanigsih, 2010).

2.1.5 Manfaat Tanaman


Buah belimbing wuluh dikenal sebagai tanaman obat,
diantaranya sebagai antibakteri, kolesterol, tekanan darah tinggi,
diabetes melitus, memperbaiki fungsi pencernaan (typus, diare,
dll), radang rectum dan sangat baik untuk asupam kekurang
vitamin C (Roy, 2011). Rasa asam dan sejuk pada buah belimbing
wuluh dapat menghilangkan sakit, memperbanyak pengeluaran
empedu, antiradang, dan peluruh kencing. Salah satu aktivitas dari
belimbing wuluh adalah aktivitas antibakteri (Roy, 2011).
Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa sari buah
belimbing wuluh memiliki aktivitas terhadap bakteri gram positif
yaitu Staphylococcus aureus, Staphylcoccus epidermis, Bacillus
cereus, Kocuria rhizophilia, Corynebacterium diphtheriae, Sarcina
Lutea, dan juga bakteri gram negatif yaitu Salmonella typhi,
Shigella dysenteriae, Shigella boydi dan Vibro parahemolyticus
(Sreedam, 2011).

2.1.6 Senyawa Kandungan Tanaman


Buah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) memiliki
kandungan senyawa kimia seperti golongan oksalat, minyak atsiri,
flavonoid, saponin, alkaloid, dan tannin (Masruhen, 2010).
13

Flavonoid dan saponin merupakan sneyawa kimia yang


mempunyai fungsi merusak membran sitoplasma yang
menyebabkan bocornya metabolit penting dan menginaktifkan
sistem enzim bakteri. Alkaloid memiliki peran mengganggu
komponen penyusun sel bakteri, sihingga lapisan dinding sel tidak
berbentuk secara utuh yang mengakibatkan sel bakteri mudah
mengalami lisis (Anggraini, Febrianti, & Ismanto, 2016).
Tanin mempunyai mekanisme kerja sebagai antibakteri
yaitu mampu mengerutkan dinding sel bakteri sehingga dapat
mengganggu permeabilitas sel. Permeabilitas sel yang terganggu
dapat mengakibatkan sel tersebut tidak dapat melakukan aktivitas
hidup sehingga pertumbuhannya akan terhambat dan bakteri akan
mati karena dinding sel bakteri mengalami pengerutan.

2.2 Staphylococcus aureus


2.2.1 Definisi
Staphylococcus aureus merupakan bakteri gram positif
berbentuk bulat berdiameter 0,7-1,2 μm, merupakan flora normal
dalam tubuh manusia tetapi jika dalam jumlah yang berlebih dapat
mengakibatkan patogen terhadap inangnya sehingga dapat
membahayakan manusia. Manifestasi klinis dari infeksi bakteri
Staphylococcus aureus ini dapat berupa impetigo, acalded skin
syndrome, pneumonia, osteomiel, meningitis, dll (Diyantika et al,
2017).

2.2.2 Taksonomi
Domain : Bacteria
Kingdom : Eubacteria
Phylum : Firmicutes
Class : Bacilli
Ordo : Bacillales
Family : Staphylococcaceae
14

Genus : Staphylococcus
Spesies : Staphylococcus aureus
(Soedarto, 2015)

Gambar 2. 2 Bakteri Staphylococcus aureus


(Firda Nurdiana, 2017)

2.2.3 Morfologi
Staphylococcus aureus biasanya bersifat hemolitik pada
agar darah. Staphylococcus aureus dapat tumbuh pada suhu 15-45
derajat celcius (Radji, 2010). Staphylococcus aureus merupakan
patogen utama untuk manusia. Hampir setiap orang akan
mengalami beberapa jenis infeksi Staphylococcus aureus selama
hidupnya, dengan keparahan yang beragam, dari keracunan
makanan atau infeksi kulit minor sampai infeksi berat yang
mengancam jiwa (Jawetz et al, 2017).
Koloni Staphylococcus aureus berwarna kuning karena
adanya pigmen staphyloxanthin yang bersiat sebagai factor
virulensi. Staphylococcus aureus yang dibiakkan di medium
Columbia agar dengan 5% darah domba defibrinasi pada suhu 37
℃ pada penyimpanan menunjukkan terjadinya zona hemolisis beta
yang lebar disekeliling koloni (Soedarto, 2015).

2.2.4 Patogenitas
Bakteri Staphylococcus aureus menyebabkan penyakit pada
manusia melalui invasi jaringan dan atau karena pengaruh toksin
yang dihasilkannya. Infeksi dimulai dari tempat koloni patogen
pada tubuh, lalu ditularkan melalui tangan ke tempat bakteri dapat
15

memasuki tubuh, misalnya di luka yang ada di kulit, tempat insisi


pembedahan, tempat masuk kateter vaskuler, atau tempat lain yang
lemah pertahanannya misalnya lokasi eksim. Pada infeksi kulit
Staphylococcus aureus akan terbentuk absen atau bisul.
Kemampuan patogenik Staphylococcus aureus tertentu
merupakan gabungan efek faktor ekstraseluler dan toksin serta sifat
invasive strain tersebut. Salah satu akhir spektrum penyakit oleh
Staphylococcus adalah keracunan makanan, yang semata – mata
akibat konsumsi makanan yang mengandung enteroktoksin,
sedangkan bentuk akhir lainnya adalah bakteremia staphylococcus
dan abses yang tersebar di semua organ (Jawetz et al, 2017). Pada
hospes yang mengalami gangguan sistem imun misalnya penderita
kanker yang mengalami neutropeni, terapi intravena yang
dilakukan dapat menyebabkan komplikasi berat mesalnya sepsis
yang fatal akibat bakteremi Staphylococcus aureus. Pada penderita
dengan fibrosis kistik, adanya Staphylococcus aureus yang
menetap, dapat menyebabkan terjadinya resistensi terhadap
antibiotika (Soedarto, 2015).

2.2.5 Struktur Antigen Staphylococcus aureus


Bakteri Staphylococcus mengandung polisakarida dan
protein yanag bersifat ersamaa. Sebagian besar bahan ekstraseluler
yang dihasilkan bakteri ini juga bersifat ersamaa. Polisakarida yang
ditemukan pada jenis yang virulen adalah polisakarida A dan yang
ditemukan pada jenis yang tidak patogen adalah polisakarida B.
Polisakarida A merupakan komponen dinding sel yang dapat larut
dalam asam trikloroasetat. Antigen ini merupakan komponen
peptidoglikan yang dapat meghambat fagositosis. Bakteriofaga
terutama menyerang bagian ini. Antigen protein A berada di luar
antigen polisakarida, kedua antigen ini membentuk dinding sel
(Radji, 2010).
16

2.2.6 Infeksi yang disebabkan oleh Bakteri Staphylococcus aureus


Infeksi oleh Staphylococcus aureus ditandai dengan
kerusakan jaringan yang disertai abses bernanah. Beberapa
penyakit infeksi yang disebabkan oleh S. aureus adalah bisul,
jerawat, dan impetigo. Infeksi yang lebih berat diantaranya
pneumonia, mastitis, ersamaa, meningitis, infeksi saluran kemih,
ersamaais, dan ersamaais.

2.2.7 Abses
Abses adalah penumpukan nanah di dalam rongga di bagian
tubuh setelah terinfeksi bakteri. Nanah merupakan cairan yang
mengandung banyak protein dan sel darah putih yang telah mati.
Nanah berwarna putih kekuningan (Craft, 2012; James et al.,
2016). Tanda-tanda khas pada jaringan atau organ tubuh yang
terinfeksi oleh bakteri yaitu terjadinya peradangan, nekrosis, dan
pembentukan abses (Busman dkk, 2018)

Gambar 2. 3. Abses (Gambar dari Orami


Photo Stock, 2021 )

2.2.8 Impetigo
Impetigo merupakan penyakit kulit yang menular pada
daerah superfisial yaitu hanya pada bagian epidermis kulit, yang
menyebabkan terbentuknya lepuhan-lepuhan kecil berisi nanah
(pustula) seperti tersundut rokok / api. Dasar infeksinya adalah
kurangnya kebersihan dan terganggunya fungsi kulit (Craft et al.,
2008). Penyakit ini dapat berasal dari proses primer karena
17

memang terjadi kerusakan pada kulit yang utuh atau terjadi karena
proses infeksi sekunder yang disebabkan karena infeksi
sebelumnya atau karena penyakit sistemik (Ratz, 2010). Impetigo
sering menyerang anak-anak terutama di tempat beriklim panas
dan lembab. Ditandai dengan lepuh-lepuh berisi cairan kekuningan
dengan dinding tegang, terkadang tampang hypopyon (Djuanda,
2011).
Beberapa ersamaa dilakukan untuk mencegah penularan
adalah dengan menghindari kontak terhadap cairan yang berasal
dari lepuhan di kulit, menghindari pemakaian ersama handuk,
pakaian, dan barang-barang lainnya dengan penderita, dan selalu
mencuci tangan setelah mengobati penyakit tersebut (Maharani,
2015).

Gambar 2. 4. Impetigo (Gambar dari


Alodokter, 2019)

2.2.9 Jerawat
Jerawat adalah penyakit kulit yang biasa terjadi pada masa
remaja ataupun dewasa yang ditandai dengan adanya papul,
kmedo, nodus, pustule, dan kista pada wajah, leher, dada, lengan
atas, dan punggung. Jerawat merupakan penyakit kulit yang tidak
mengancam jiwa tetapi jerawat dapat mempengaruhi kualitas hidup
seseorang dengan memberikan efek psikologis yang buruk yaitu
dengan cara seseorang menilai, memandang dan juga menanggapi
kondisi situasi dirinya (Wahdaningsih dkk, 2014).
18

Gambar 2. 5. Jerawat (Gambar dari


Halodoc, 2021)

2.3 Antibakteri
Antibakteri adalah bahan yang mengganggu pertumbuhan serta
metabolisme bakteri, sehingga menghambat pertumbuhan bahkan membunuh
bakteri. Mekanisme yaitu dengan merusak dinding sel merubah permeabilitas
sel, merubah molekul protein dan asam nukleat, menghambat kerja enzim
serta menghambat sintesis asam nukleat dan protein (Latifah, 2008).
Antibakteri merupakan suatu zat yang bisa membunuh atau menekan
pertumbuhan bakteri. Zat antibakteri yang ideal harus memiliki sifat toksisitas
selektif yaitu suat obat berbahaya terhadap parasite namun tidak
membahayakan hopses. Terdapat dua macam zat antibakteri yaitu antibakteri
yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri (bakteriostatik) dan antibakteri
yang dapat membunuh bakteri (bakteriosid) (Tristiyanto, 2009).

2.4 Software Nvivo 12 Plus


NVivo ialah perangkat lunak yang besar, kompleks dan yang paling
membantu saat bekerja dengan data dalam jumlah besar, terutama jika datanya
memiliki format yang berbeda-beda. NVivo berguna untuk mengelola dan
mengatur proyek dengan banyak sumber data terpisah untuk mendukung
pendekatan pengkodean yang lebih transparan dan sistematis (Skill. 2017).
Analisis dilakukan dengan menggunakna NVivo 12 Plus, kualitatif
perangkat lunak analisis data yang memfasilitasi pengumpulan, kategorisasi,
pemetaan, analisis, dan visualisasi data kualitatif, termasuk yang dikumpulkan
dari dokumen (memo, laporan, undang-undang, dan dokumen fotografi) dan
melalui wawancara (Salahudin et al., 2020).
19

NVivo 12 Plus merupakan salah satu software penelitian kualitatif yang


digunakan untuk mengelola data interview, dokumen, artikel, focus group
discussion, website, dan konten media sosial. Salah satu kekuatan NVivo 12
Plus yaitu mampu menghasilkan data teks kualitatif dalam bentuk numerik
atau angka dengan visualisasi data yang menarik. Melalu software NVivo 12
Plus peneliti kualitatif tidak perlu menjelaskan isu penelitian dalam bentuk
narasi teks tetapi juga menjelaskan isu penelitian dalam bentuk angka, dimana
antara data teks dan data numerik merupakan satu kesatuan untuk menjelaskan
isu serta menjawab pertanyaan penelitian (Prof. Achmad Nurmandi, 2019)
BAB III

KERANGKA KONSEPTUAL
3.1 Kerangka Konseptual

Infeksi Kulit oleh bakteri


Staphylococcus aureus

Adanya efek samping dan Melibatkan senyawa metabolit sekunder


penggunaan obat dibatasi seperti flavonoid, saponin, tanin, dan
alkaloid yang merupakan senyawa aktif
dalam tanaman dan berkhasiat sebagai obat
yang dapat menyembuhkan penyakit
Kurang efektif dikarenakan infeksi bakteri
antibiotic dapat menyebabkan
resistensi terhadap bakteri
Staphylococcus aureus

Alkaloid berperan dalam mengganggu komponen Ekstrak Averrhoa bilimbi L menunjukkan


penyusun sel bakteri, sehingga lapisan dinding sel senyawa flavonoid dan saponin yang
tidak terbentuk secara utuh yang menyebabkan sel berfungsi untuk merusak membran sitoplasma
bakteri mudah mengalami lisis yang menyebabkan bocornya metabolit
(Anggraini, Febrianti, dan Ismanto, 2016). penting dan menginaktifkan sistem enzim
bakteri

Tanin sebagai antibakteri mampu mengerutkan dinding sel bakteri sehingga dapat mengganggu permeabilitas
sel. Dan dapat menyebabkan sel tidak dapat melakukan aktivitas hidup sehingga pertumbuhannya terhambat dan
karena pengerutan dinding sel bakteri sehingga bakteri mati (Anggraini & Saputra, 2016)

Gambar 3. 1 Kerangka Konsep


19
20

3.2 Deskripsi
Ketika bakteri Staphylococcus aureus tumbuh maka mampu
menghasilkan enterotoksin dan berkembang biak di kulit rusak atau luka
Obat Sintetik Obat Tradisional
terbuka. Jaringan yang diserang oleh bakteri Staphylococcus aureus yaitu
sel epitel, lalu masuk ke dalam sel endotel dan hidup sehingga sistem
pertahanan tubuh tidak dapat mengenali dan akhirnya menyebabkan infeksi.
Pengobatan pada penyakit infeksi yang disebabkan bakteri yaitu perlu
adanya pemberian antibiotika. Antibiotik adalah obat yang digunakan
khusus untuk mengobati infeksi bakteri (J King, 2015). Penggunaan
antibiotik yang berlebihan akan menyebabkan tingginya tingkat resistensi,
adanya resistensi dari antibiotik (obat sintetik) ini menimbulkan masalah
dalam pengobatan penyakit infeksi. Kejadian resistensi ini bisa dicegah
dengan bahan alami yang mempunyai kandungan yang hampir mirip atau
bahkan lebih baik dibandingkan antibiotik sintetik yang memiliki efek
samping besar sehingga angka peningkatan peristiwa infeksi dapat
diminimalisir jumlahnya (Ratna dkk, 2016).
Menurut Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Tahun 2021
Obat Tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan
tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik), atau
campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan
untuk pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku
di masyarakat. Tumbuhan yang bisa digunakan sebagai obat tradisional ada
banyak di Indonesia, salah satunya ialah tanaman belimbing wuluh hampir
semua bagian dari tanaman tersebut mempunyai khasiat masing-masing.
Terdapat salah satu bagian belimbing wuluh yaitu pada bagian daunnya
disebutkan bahwa kandungan pada bagian daun tanaman belimbing wuluh
memiliki banyak manfaat salah satunya ialah sebagai antibiotik (Rahman,
2017). Daun belimbing wuluh mengandung senyawa kimia seperti
flavonoid, saponin, tanin, dan alkaloid (Pendit et al, 2016). Flavonoid dan
saponin berfungsi sebagai perusak membran sitoplasma yang menyebabkan
bocornya metabolit penting dan menginaktifkan system enzim bakteri.
21

Tanin berfungsi untuk antibakteri yaitu mampu mengerutkan dinding sel


bakteri sehingga dapat mengganggu permeabilitas sel dan dapat
menyebabkan kematian sel. Alkaloid berfungsi mengganggu komponen
penyusun sel bakteri, sehingga lapisan dinding sel tidak terbentuk secara
utuh yang menyebabkan sel bakteri mengalami lisis (Anggraini, Febrianti,
dan Ismanto, 2016).
Mekanisme kerja flavonoid sebagai antibakteri yaitu membentuk
senyawa kompleks dengan protein ekstraseluler dan terlarut sehingga
merusak membran sel bakteri yang diikuti dengan keluarnya senyawa
intraseluler (Nuria et al., 2009). Penelitian lain menyatakan bahwa
mekanisme flavonoid menghambat fungsi membran sel dengan cara
mengganggu permeabilitas. Cara kerja alkaloid sebagai antibakteri yaitu
dengan cara mengganggu komponen penyusun peptidoglikan pada sel
bakteri, sehingga lapisan dinding sel tidak terbentuk secara utuh dan bisa
menyebabkan kematian sel tersebut (Darsana, 2012).
Cara kerja dari senyawa saponin sebagai antibakteri ialah dengan
menghilangkan protein dan enzim pada sel bakteri (Madduluri, Rao, dan
Sitaram, 2013). Zat aktif permukaan yang ada pada saponin mampu menjadi
antibakteri dan bisa merusak permeabilitas membran pada dinding sel
bakteri serta dapat menurunkan tegangan permukaan karena hamper sama
dengan kinerja detergen. Membran luar dinding sel saponin berdifusi
sehinggan sangat rentan sehingga mengganggu dan mengurangi kestabilan
pada dinding sel dan sitoplasma terikat. Hal tersebut bisa menyebabkan
sitoplasma bocor hingga keluar dari dalam sel dan bisa menyebabkan
kematian sel, biasa disebut dengan bakterisida atau mengganggu sitoplasma
yang dapat menyebabkan kematian sel.
Mekanisme kerja tanin sebagai antibakteri yaitu mampu mengerutkan
dinding sel bakteri sehingga dapat mengganggu permeabilitas sel. Karena
jika permeabilitas sel terganggu maka dapat menyebabkan sel tersebut tidak
dapat melakukan aktivitas hidup dan menjadikan pertumbuhannya
terhambat dan bisa menyebabkan bakteri mati (Anggraini & Saputra, 2016).
Tanin mempunyai target pada polipeptida dinding sel sehingga
22

pembentukan dinding sel menjadi kurang sempurna. Hal ini menyebabkan


sel bakteri menajdi lisis karena tekanan fisik maupun osmotik sehingga sel
bakteri mati (Puspita et al, 2011).
BAB IV

METODE PENELITIAN
4.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini dilakukan secara analisis kualitatif dengan
menggunakan software Nvivo 12 plus. Pada penelitian ini proses analisis
dan penyajian data atau fakta dilakukan secara sistematik dan kajian
berpusat pada beberapa temuan sebelumnya, mengambil kesimpulan lalu
meringkas dari beberapa substansi literatur tersebut. Sehingga penelitian ini
termasuk kedalam kategori penelitian kajian literatur.

4.2 Rancangan Penelitian


Penelitian ini menggunakan artikel yang membahas mengenai
aktivitas etanol pada tanaman daun belimbing wuluh sebagai antibakteri
pada penyakit infeksi kulit yang disebabkan oleh bakteri Staphylococcus
aureus , penggunaan artikel ilmiah tersebut digunakan untuk menjawab
pertanyaan yang ada pada rumusan masalah pada penelitian ini.. Pemilihan
artikel ilmiah pada penelitian ini yaitu pada penelitian ini menggunakan
kriteria inklusi yaitu memuat artikel ilmiah yang dipublikasikan dalam
kurun waktu 10 tahun terakhir dengan tipe jurnal yaitu research article
dengan metode penelitian in vitro dan in vivo serta membahas mengenai
aktivitas antibakteri pada tanaman belimbing wuluh dengan beberapa
kandungan senyawa yang dimiliki leh tanaman tersebut. Kriteria eksklusi
yaitu memuat artikel ilmiah yang dipublikasikan dalam kurun waktu 10
tahun terakhir yaitu berupa artikel yang tidak dapat diakses secara lengkap
dan adanya campur tanaman selain dari tanaman belimbing wuluh dalam
memberikan aktivitas antibakteri.

4.3 Tempat dan Waktu Pelaksanaan


Penelitian ini dilakukan di tempat tinggal peneliti yang berlokasi di
Malang dan analisis kualitatif deskriptif ini berlangsung selama 30 hari
dengan menggunakan software Nvivo 12 Plus.

22
23

4.4 Alat dan Bahan


4.4.1 Alat
a. Hardware
- Laptop Acer dengan spesifikasi Aspire E1-431, OS
Windows 10 Pro 64-bit, RAM 4 GB,
b. Software
- Mendeley
- Nvivo 12 plus
- Microsoft excel

4.4.2 Bahan
Jurnal atau artikel ilmiah yang telah dikumpulkan baik
secara manual maupun Harzing’s Publish or Perish

4.5 Kriteria Inklusi


a. Pencarian artikel yang akan digunakan sebagai sumber literatur:
1. Artikel ilmiah yang dipublikasikan dalam kurun waktu 10 tahun
terakhir
2. Tipe jurnal berupa research article yang dapat diakses secara full text
dalam format pdf
3. Metode yang digunakan dalam jurnal terdiri dari dua yaitu metode in-
vivo dan metode in-vitro.
4. Jurnal terkait aktivitas antibakteri pada tanaman belimbing wuluh
b. Pencarian bakteri yang akan digunakan pada studi literatur:
1. Bakteri gram positif dan gram negative
2. Bakteri patogen penyebab infeksi kulit yang disebabkan oleh bakteri
Staphylococcus aureus
3. Bakteri berbentuk batang, kokus, ataupun lengkung

4.6 Kriteria Eksklusi


a. Pencarian artikel yang akan digunakan sebagai sumber literatur:
1. Artikel ilmiah yang dipublikasikan dalam kurun waktu lebih dari 10
tahun terakhir
24

2. Artikel yang tidak dapat diakses secara lengkap


3. Terdapat campuran tanaman lain selain dari tanaman belimbing wuluh
dalam memberikan aktivitas antibakteri
4. Menggunakan kata kunci: Averrhoa bilimbi, antibakteri,
Staphylococcus aureus. Dari kata kunci tersebut diketahui belimbing
wuluh dapat berperan sebagai antibakteri terhadap bakteri-bakteri
tertentu dikarenakan belimbing wuluh mempunyai senyawa metabolit
sekunder merupakan faktor yang sangat penting melalui
mekanismenya terhadap bakteri tersebut. Dari pernyataan mengenai
belimbing wuluh diatas didapatkan hasil aktivitas antibakteri daun
belimbing wuluh terhadap Staphylococcus aureus didapatkan zona
hambat pada konsentrasi 2,5%, 5%, 10% dengan rata-rata masing-
masing konsentrasi tiga replikasi 8mm, 10.33mm, 14.33mm. dan pada
bakteri Propionibacterium acnes didapatkan zona hambat 5.66mm,
8mm, 11.33mm. Pada bagian abstrak dan kesimpulan jurnal
disebutkan bahwa tujuan dari jurnal tersebut ialah untuk mengetahui
adanya aktivitas antibakteri ekstrak daun belimbing wuluh terhadap
pertumbuhan Staphylococcus aureus dan Propionibacterium acnes.
b. Pencarian bakteri yang akan digunakan pada studi literatur:
1. Bakteri patogen penyebab infeksi selain pada kulit yang disebabkan
oleh bakteri Staphylococcus aureus
25

4.7 Prosedur Kerja


4.7.1 Kerangka Operasional
A. Pencarian Literatur Ilmiah

Pencarian literatur Kriteria Inklusi : Artikel ilmiah yang


ilmiah dipublikasikan dalam waktu 10 tahun
menggunakan terakhir, tipe jurnal research article dan
database Google metode yang digunakan dalam penelitian
Scholar
tersebut berupa in-vitro dan in-vivo,
dapat diakses secara full text
Kriteria Eksklusi : Artikel yang
dipublikasikan lebih dari 10 tahun
terakhir, tidak dapat diakses secara
Jurnal terkait
lengkap, terdapat campuran dari tanaman
Daun Belimbing
selain daun belimbing wuluh
Wuluh yang
memiliki aktivitas
sebagai Kriteria Inklusi : Bakteri patogen pada
antibakteri
infeksi kulit, bakteri berbentuk batang,
kokus, ataupun lengkung, bakteri gram
positif dan gram negatif
Kriteria Eksklusi : bakteri patogen
Jurnal dianalisis
menggunakan penyebab infeksi selain pada kulit yang
software Nvivo 12 disebabkan oleh bakteri Staphylococcus
plus
aureus

Gambar 4. 1. Kerangka Operasional Pencarian Literatur Ilmiah

Deskripsi
Penelusuran literatur ilmiah yang telah dipublikasikan pada Google
Scholar. Kata kunci yang digunakan adalah daun belimbing wuluh
sebagai antibakteri pada infeksi kulit. Penelusuran artikel tersebut
dibantu menggunakan software Harzing’s Publish or Perish.
Proses selanjutnya adalah screening artikel atau literatur ilmiah.
Screening terdiri dari dua kriteria yaitu inklusi dan eksklusi. Kriteria
inklusi digunakan untuk pencarian literatur terdiri dari artikel ilmiah
26

yang dipublikasikan dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, merupakan


tipe jurnal research article dan metode ini yang digunakan dalam
penelitian tersebut in-vivo dan in-vitro. Artikel ilmiah tersebut harus
dapat diakses secara utuh atau full dalam bentuk pdf. Untuk kriteria
eksklusi digunakan untuk pencarian literatur adalah artikel yang
dipublikasikan dalam kurun waktu kurang lebih dari 10 tahun terakhir,
tidak dapat diakses dengan lengkap dan juga terdapat campuran
tanaman lain selain dari tanaman belimbing wuluh tersebut.
Selanjutnya yaitu proses menelusuri spesifikasi artikel yang
didapatkan dengan menggunakan kriteria inklusi dan eksklusi. Tujuan
dari penelitian ini yaitu untuk mengkaji artikel ilmiah terkait aktivitas
antibakteri pada infeksi kulit yang disebabkan oleh bakteri
Staphylococcus aureus dari tanaman belimbing wuluh. Kriteria inklusi
pada bakteri yang akan digunakan pada penelitian ini yaitu bakteri
patogen penyebab infeksi kulit yang disebabkan oleh bakteri
Staphylococcus aureus dengan bentuk batang kokus ataupun lengkung,
bakteri gram positif dan gram negatif. Sedangkan untuk kriteria
eksklusi pada bakteri yang digunakan yaitu bakteri patogen penyebab
infeksi kulit yang disebabkan oleh bakteri Staphylococcus aureus.
Tahap akhir dari penelusuran artikel ilmiah yaitu artikel yang
didapatkan dari hasil screening akan dilakukan analisis dengan
menggunakan software Nvivo 12 plus.

B. Literature Review Menggunakan Software


NVivo 12 Plus

Pencarian artikel ilmiah menggunakan Harzhing


Publish or Perish

Artikel Ilmiah yang digunakan dimasukkan ke


dalam software Nvivo 12 Plus

Artikel Ilmiah selanjutnya akan diinput ke dalam


software Nvivo 12 Plus
27

Ditentukan nodes, codes, dan cases

Memperlihatkan kata kunci Artikel ilmiah satu dengan Mendapatkan kata yang
yang mempunyai peran yang lainnya akan paling sering muncul dalam
terbesar dalam hierarki menghasilkan hubungan artikel
dengan bentuk diagram satu sama lain

Didapatkan informasi aktivitas antihipertensi pada ekstrak daun belimbing wuluh ditinjau melalui
kajian literatur

Gambar 4. 2 Kerangka Operasional Literature Review Metode NVivo 12 Plus

Deskripsi

Kajian literatur yang dilakukan secara kualitatif bertujuaan untuk


mengetahui aktivitas antibakteri pada infeksi kulit dari daun tanaman belimbing
wuluh. Hal ini ditinjau dari melihat dan menelusuri artikel-artikel sebelunya.
Penelusuran artikel ilmiah tersebut menggunakan software berupa Harzing’s
Publish or Perish dan database seperti Google Scholar. Penelusuran artikel ini
dilakukan pemasukan atau input artikel ilmiah dengan menggunakan software
Mendeley. Semua artikel ilmiah di export dan disimpan dalam bentuk RIS untuk
dapat dimasukkan kedalam aplikasi NVivo 12 Plus. Analisis data dengan
menggunakan Nvivo dimulai dengan membuat folder artikel ilmiah terlebih
dahulu, lalu mengimport artikel ilmiah, membuat node, code, dan case.

Node yaitu sekumpulan referensi dalam data yang dibuat berdasarkan


literature dan konsep teoritis yang kemudian akan dilakukan analisis dan berkaitan
dengan permasalahan penelitian. Codes ialah tema dan subtema yang akan
digunakan dalam proses penelitian dan analisis. Sedangkan Case yaitu untuk
kasus yang akan diidentifikasi dalam project atau bentuk dari klarifikasi yang
akan digunakan berdasarkan hasil yang telah didapatkan.
28

Analisis data yang akan digunakan yaitu terdiri dari Hierarchy chart,
Word, dan Cluster analysis. Hierarchy chart dalam Nvivo 12 Plus ialah analisis
data menggunakan sumber atau node yang dipilih untuk mendapatkan hasil yang
berupa diagram hirarki. Diagram yang didapatkan dari Nvivo 12 Plus dibuat
Kembali dengan menggunakan Corel Draw untuk memperjelas data dan
memberikan beberapa keterangan pada diagram tersebut. Fungsi dari hirarki
sendiri ialah untuk membantu dan memvisualkan nilai kasus atau sumber. Word
cloud pada Nvivo 12 Plus digunakan untuk melihat kata yang paling sering
digunakan dalam data sehingga berfungsi memberi petunjuk tentang masalah
penting dalam dokumen. Cluster analysis dalam Nvivo 12 Plus ialah analisis data
yang dilakukan untuk mengeksplorasi hubungan atau korelasi isi artikel ilmiah
satu dengan yang lainnya.

Hubungan korelasi dianalisis dengan menggunakan pearson correlation


yang menunjukkan validasi dari hasil pengkodingan. Selanjutnya dari penggunaan
ketiga fitur analisis data tersebut akan dilakukan penarikan kesimpulan untuk
menjawab permasalah yang sedang dibahas. Proses analisis menggunakan Nvivo
12 Plus yaitu tidak memerlukan waktu yang banya disbanding menggunakan
analisis secara manual sehingga lebih efektif dan akurat.

4.7.2 Pencarian Artikel


Pencarian artikel dilakuakan dengan
menggunakan software Harzing’s Publish or Perish
dan menggunakan beberapa database seperti Google
Scholar yang bertujuan untuk mencari artikel
pendukung dalam penelitian ini.
- Tahapan dalam pencarian artikel yaitu:
1. Dibuka aplikasi Harzing’s Publish or Perish
2. Diklik database yang akan diinginkan, misalkan
menggunakan software Google Scholar
3. Dituliskan kriteria data yang akan dicari seperti
rentang waktu, kata kunci dan juga jumlah
artikel yang dibutuhkan. Rentang waktu yang
29

digunakan yaitu 10 tahun terakhir, kata kunci:


Averrhoa bilimbi, antibakteri, Staphylococcus
aureus.
4. Terakhir, ditekan tombol search dan hasil
pencarian artikel akan muncul.
- Penyimpanan artikel ilmiah di Mendeley
1. Dibuka aplikasi Mendeley lalu klik tulisan file
pada pojok kiri atas
2. Dipilih “add file” untuk menambahkan file atau
“add folder” untuk menambahkan beberapa file
dalam satu folder
3. Jika file berhasil diupload makan akan muncul
file yag baru di Mendeley.

4.7.3 Analisis Data


a. Tahapan Analisis Data dengan Fitur
Crosstab
1. Diklik Explore pada toolbar Nvivo 12
Plus, pilih fitur Crosstab.
2. Diganti Atributes ke Case, kemudian
select items, lalu dipilih file yang hendak
dianalisis.
3. Dimasukkan node pada box codes
dengan diklik tanda plus, dan
memasukkan case pada box cases
dengan diklik tanda plus. Kemudian klik
“Run Query”.
4. Dipilih hasil crosstab sesuai dengan
yang diinginkan, misalkan dalam bentuk
presentase. Pilihan terdiri dari dua yaitu
Coloums Percentage dan Row
Percentage.
30

5. Disimpan hasil crosstab dengan diklik


kanan tabel kemudian pilih export
crosstab result.
b. Tahapan Analisis Data dengan Fitur Cluster
Analysis
1. Diklik explore, kemudian dipilih Cluster
Analysis.
2. Dipilih codes kemudian klik next, pilih
select pada bagian node kemudian
memilih using similarity metric
“Pearson Correlation Coefficient” lalu
pilih finish.
3. Disimpan diagram dengan klik kanan
dan memilih export diagram
4. Disimpan summary dengan diklik
summary, lalu memilih kanan tabel
summary, pilih export tabel summary.
c. Tahapan Analisis Word Frequency
1. Diklik Explore kemudian klik word
frequency.
2. Dimasukkan file yang hendak dianalisis
dengan word frequency dengan diklik
selected items, kemudian menentukan
jumlah kata pada Display words,
misalkan 1000 word lalu diklik Run
Query.
3. Untuk mengurangi kata yang tidak ingin
dimasukkan kedalam analisis, maka
dapat diklik kanan dan kemudian ditekan
Add to stop word list.
4. Terakhir tekan Ok dan Run Query
kembali.
31

5. Setelah selesai maka dapat diklik menu


yang hendak digunakan pada analisis
word frequency.
d. Tahapan Analisis Data dengan Hierarchy
Chart
1. Diklik explore kemudian pilih Hierarchy
chart.. Dipilih menu Codes kemudian
klik next.
2. Diklik selected items kemudian pilih
node-node yang akan dilakukan analisis,
lalu klik finish.
3. Disimpan chart dengan klik kanan pilih
export hierarchy chart.
4. Selanjutnya ditekan summary dan klik
kanan tabel hasil hierarchy chart
kemudian pilih export list.
32

DAFTAR PUSTAKA
Alba S, Bakker MI, Hatta M, Scheelbeek PFD, Dwiyanti R, Usman R, et al. Risk
Factors of Typhoid Infection in the Indonesian Archipelago. PLOS ONE.
2016;11(6):1-14.
Alhassan AM, Ahmed QU. Averrhoa bilimbi Linn.: A Review of its
Ethnomedicinal Uses, Phytochemistry, and Pharmacology. J Pharm
Bioallied Sci. 2016;8(4):265–71
Anggraini, N., & Saputra, O. (2016). Khasiat Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi
L) terhadap Penyembuhan Acne Vulgaris., Jurnal Fakultas Kedokteran,
Universitas Lampung
Anggraini, T., Febrianti, F., & Ismanto, S. D. (2016). Black Tea With Averrhoa
bilimbi L Extract : A Healthy Beverage., 9, 241–252.
Arland. 2006. IPTEK OBAT. Belimbing Wuluh. Penerbit Erlangga. Jakarta.
Craft, Noah, et al. Superficial Cutaneous Infections and Pyoderma. In: Wolff
Klause, Goldsmith Lowell, Katz Stephen, eds. Fitzpatrick’s Dermatology in
General Medicine 7th ed. New York: McGraw-Hill Companies; 2008. P.
1694-1701
Darsana, I. Besung, I. Mahatmi, H. Potensi Daun Binahong (Anredera Cordifolia
(Tenore) Steenis) dalam Menghambat Pertumbuhan Bakteri Escherichia coli
secara In Vitro. Indonesia Medicus Veterinus.2012.
Diyantika, D., Mufida, D. C., & Misnawi. (2017). The Morphological Changes of
Staphylococcus Aureus Caused by Ethanol extracts of Cocoa. Journal of
Agromedicine and Medical Sciences, 3(1), 25–33.
Djuanda Adhi, Pioderma, Dalam: Djuanda Adhi,eds. Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin Edisi 6 (cetakan kedua). Jakarta: FK UI; 2011. p. 57-60.
Frost, I., Laxminarayan, R., McKenna, N., Chai, S., & Joshi, J. (2018).
Antimicrobial resistance and primary health care. World Health
Organization, 3–6.
Hendra R, Ahmad S, Sukari A, Shukor MY, Oskoueian E. Flavonoid analyses and
antimicrobial activity of various parts of Phaleria macrocarpa (Scheff.)
Boerl fruit. Int J Mol Sci. 2011;12: 3422-3431.
Herbie, Tandi. 2015. Kitab Tanaman Berkhasiat Obat-226 Tumbuhan Obat untuk
Penyembuhan Penyakit dan Kebugaran Tubuh. Yogyakarta: Octopus
Publishing House, p:359.
Kementerian Kesehatan Indonesia, 2010. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2009.
Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
33

Kumar A. A Review on Phytochemical Constituents and Biological Assays of


Averrhoa bilimbi. Int J Pharm Pharm Sci Res. 2013 Agustus;3(4):133–9
Latifah, Q. A. (2008). ANTIBAKTERI PADA BUAH BELIMBING WULUH Oleh :
QURROTU A ’ YUNIN LATHIFAH NIM : 03530015 JURUSAN KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
( UIN ) MALANG MALANG

Maharani, A. (2015). Penyakit Kulit, Terapi Untuk Penyakit Kulit, Macam Nutrisi
Untuk Kesehatan Kulit, Langkah Tepat Dalam Menanggulangi Penyakit
Kulit.
Mahmudah F, Sumiwi SA, Hartini S. Studi penggunaan antibiotik berdasarkan
ATC/DDD dan DU 90% di bagian bedah digestif di salah satu rumah sakit
di Bandung. Jurnal Farmasi Klinik Indonesia. 2016;5(4):293-8.
Marselia, S., Wibowo, M.A., Arreneuz, S. (2015). Aktivitas Antibakteri Ekstrak
Daun Soma (Ploiarium Alternifolium Melch) Terhadap Propionibacterium
acnes. Jurnal fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Tanjungpura, 4 (4):72-82.
Masripah. Aktivitas antibakteri dari ekstrak etanol daun belimbing wuluh
(averrhoa bilimbi linn.) terhadap kultur aktif Staphylococcus aureus dan
Escherichia coli. 2012
Masruhen. 2010. Pengaruh pemberian infus buah belimbing wuluh (Averrhoa
bilimbi L.) terhadap kadar kolesterol darah tikus. Jurnal Farmasains
Universitas Muhamadiyah Malang. http://ejournal.umm.ac.id/index.php
/farmasains/article/view/424, 2 januari 2012
Modul Penyakit Tropis 2020
Moningka KC. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Ekor Kucing (Acalypha
hispida Burm. F.) terhadap Bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia
coli secara In-Vitro. Pharmacon. 2015 Aug 6;4(3):193–202
Nugrahawati D, Ten Nur Rahayu P, Hana Wahyu S. 2009. Pemanfaatan buah
belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L) sebagai cairan akumulator secara
alami dan ramah lingkungan. Skripsi. Surakarta : Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
Nuria, maulita cut, Faizaitun, Arvin, Sumantri, Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak
Etanol Daun Jarak Pagar (Jatropha Curcas L) Terhadap Bakteri
Staphylococcus Aureus Atcc 25923, Escherichia Coli Atcc 25922, Dan
Salmonella Typhi Atcc 1408, Mediagro.2009;5(2):26–37
34

P. A. C. D. Pendit, E. Zubaidah, dan F. H. Sriherfyna, “Karekteristik fisik-kimia


dan aktivitas antibakteri ekstrak daun belimibing wuluh (Averrhoa bilimbi
L.),” J. Pangan dan Agroindustri, 4 (1) : 400-409, 2016.
Panjaitan R. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol 70% dari Daun Belimbing
Wuluh (Averrhoa bilimbi L.) terhadap Bakteri Shigella dysenteriae. Indones
Nat Res Pharm J. 2017;2(1).
Pardiansyah, R., 2015. Association Between Personal Protective Equipment With
the Irritant Contact Dermatitis in Scavengers. Faculty of Medicine,
Lampung University.
Prof. Achmad Nurmandi, M. S. (2019). Modul Nvivo 12 Plus
Putri, D.D., Furqon M.T., Perdana, R.S., (2018). Klasifikasi Penyakit Kulit Pada
Manusia Menggunakan Metode Binary Decision Tree Support Vector
Machine (BDTSVM). Vol. 2, No. 5, Mei 2018, hlm. 1912-1920
Rachmawati S, Fazeri RL, Norcahyanti I. Gambaran penggunaan antibiotik di
bangsal penyakit dalam RSUD Bangil Kabupaten Pasuruan. Journal of
Pharmaceutical Science and Clinical Research. 2020 Mar 26;5(1):12-21.
Radji, Maksum. 2010. Buku Ajar Mikrobiologi Panduan Mahasiswa Farmasi dan
Kedokteran. Jakarta: EGC.
Rahayu, Puji. 2013. Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) Buah Belimbing
Wuluh (Averrhoa bilimbi L) Terhadap Pertumbuhan Candida abicans.
Skripsi. Makassar : Universitas Hasanudin
Rahmiati, A., Darmawati, S., dan Mukaromah, A. H., 2017, Daya Hambat Ekstrak
Etanol Buah Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi Linn) terhadap
Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermis
secara in vitro, Prosiding Seminar Nasional Publikasi Hasil-hasil Penelitian
dan Pengabdian Masyarakat, 669-674.
Ratz, John. Impetigo: Treatment and Medication. E-Medicine. 2010. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/219473-treatment (Akses : 18
Januari 2013).
Roy, Anitha, etc. 2011.” Averrhoa bilimbi-Nature’s Drug Store –A
Pharmacological Review”. International Journal of Drug Development &
Research. Vol. 3. Issue 3. Pp: 101-106.
Salahudin, S., Nurmandi, A., & Loilatu, M. J. (2020). How to Design Qualitative
Research with NVivo 12 Plus for Local Government Corruption Issues in
Indonesia? Jurnal Studi Pemerintahan, 11(3).
Skill, I. (2017). Introduction to Using NVivo. January, 1–15
Soedarto. (2015). Mikrobiologi Kedokteran . jakarta: CV. Sagung Seto.
35

Tristiyanto. (2009). Studi Aktivitas Antibakteri dan Identifikasi Golongan


Senyawa Ekstrak Aktif Antibakteri Buah Gambas (Luffa acutangula Roxb).
Studi Aktivitas Antibakteri Dan Identifikasi Golongan Senyawa Ekstrak
Aktif Antibakteri Buah Gambas (Luffa Acutangula Roxb).
Utami, E. R. (2012). Antibiotika, Resistensi, Dan Rasionalitas Terapi. Sainstis,
124–138
Yulianingtyas A, Kusmartono B. Optimasi Volume Pelarut dan Waktu Maserasi
Pengambilan Flavonoid Daun Belimbing Wuluh. 2016;7.
Wijayanti TRA, Safitri R. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Belimbing
Wuluh (Averrhoa bilimbi Linn) terhadap Pertumbuhan Bakteri
Staphylococcus aureus Penyebab Infeksi Nifas. Care J Ilm Ilmu Kesehat.
2018 Nov 4;6(3):277–85

Anda mungkin juga menyukai