Anda di halaman 1dari 14

fitoterapi

SELASIH SEBAGAI OBAT


CACINGAN
(ANTIHELMINTIK)

SITTI NURLIAN HABARU


(O1A1 16 059)
Kelas b 2016
LATAR BELAKANG

Kecacingan adalah masalah kesehatan yang masih banyak ditemukan.


Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO), lebih dari 1,5 miliar
orang atau 24% dari populasi dunia terinfeksi Soil Transmitted Helminths
(STH). Di Indonesia sendiri prevalensi kecacingan di beberapa kabupaten dan
kota pada tahun 2012 menunjukkan angka diatas 20% dengan prevalensi
tertinggi di salah satu kabupaten mencapai 76,67% (Direktorat Jenderal PP&PL
Kemenkes RI, 2013).
Obat cacing adalah obat untuk membunuh cacing dalam lumen usus atau
jaringan tubuh (Dirjen POM, 2007). Obat cacing yang beredar dimasyarakat
harganya relatif mahal dan memiliki efek samping, misalnya mebendazol
dapat menyebabkan efek samping seperti keluarnya cacing melewati mulut,
disertai efek mual, muntah dan diare serta timbulnya reaksi alergi.
Lanjutan

Obat tradisional merupakan salah satu alternatif untuk mengobati infeksi


cacing karena dinilai lebih aman, lebih murah, mudah dibeli dan efek
sampingnya relatif lebih ringan dibanding dengan obat dari sintesis (Ningsih,
2016). Salah satu tanaman yang berpotensi sebagai obat cacing adalah selasih
(O. Sanctum). Daun selasih telah digunakan sebagai obat cacing secara empiris
di Indonesia. Daun selasih diketahui mengandung tannin dan saponin yang
memiliki efek anti helminitik
Definisi Cacinga
World Health Organization (2016) menjelaskan bahwa cacingan
adalah infeksi cacing parasit usus dari golongan Nematoda
usus yang ditularkan melalui tanah, atau disebut Soil
Transmitted Helminths (STH). STH yang sering ditemukan pada
manusia adalah Ascaris lumbricoides, Necator americanus,
Ancylostoma duodenale, dan Trichuris trichiura.
Kasus infeksi oleh STH terjadi karena tertelannya telur cacing dari
tanah atau tertelannya larva aktif yang ada di tanah melalui
kulit (WHO, 2016). Akibat yang ditimbulkan dari infeksi cacing
adalah kekurangan darah, menghambat perkembangan fisik,
perkembangan mental, kemunduran intelektual, dan
menurunkan imunitas tubuh pada anak-anak
Faktor Resiko
 tidak mencuci tangan sebelum makan dan setelah buang air
besar (BAB)
tidak menjaga kebersihan kuku
perilaku jajan di sembarang tempat yang kebersihannya tidak
dikontrol
perilaku BAB tidak di WC yang menyebabkan pencemaran tanah
dan lingkungan oleh feses yang mengandung telur cacing,
serta kurangnya ketersediaan sumber air bersih
Jenis-jenis Nematoda Usus Penyebab Cacingan

• Cacing Gelang (Ascaris lumbricoides)


• Cacing Tambang (Necator americanus dan
Ancylostoma duodenale)
• Cacing Cambuk (Trichuris trichiura)
1 Cacing Gelang (Ascaris lumbricoides)
1. Patofisiologi 2. Gejala Klinis dan Diagnosis
Gangguan yang disebabkan oleh cacing Pada anak-anak yang menderita
gelang biasanya ringan. Kadang-kadang Ascariasis lumbricoides perutnya
penderita mengalami gangguan usus nampak buncit (karena jumlah cacing
ringan seperti mual, nafsu makan dan perut kembung), biasanya
berkurang, diare dan konstipasi. Pada matanya pucat dan kotor seperti sakit
infeksi berat, terutama pada anak-anak mata (rembes), dan seperti batuk
dapat terjadi gangguan penyerapan pilek. Perut sering sakit, diare, dan
makanan (Mal absorbtion). Keadaan yang nafsu makan kurang. perlu diadakan
serius, bila cacing menggumpal dalam pemeriksaan tinjan untuk membuat
usus sehingga terjadi penyumbatan pada diagnosis yang tepat, yaitu dengan
usus (Ileus obstructive). menemukan telur-telur cacing di
dalam tinja tersebut.
3. Epidemiologi
Telur cacing gelang keluar bersama
tinja pada tempat yang lembab dan
tidak terkena sinar matahari, telur 4. Pengobatan
tersebut tumbuh menjadi infektif. piperasin, Pyrantel
Infeksi cacing gelang terjadi bila telur
yang infektif masuk melalui mulut pamoate, Albendazole
bersama makanan atau minuman atau Mebendazole.
dan dapat pula melalui tangan yang
kotor (tercemar tanah dengan telur
cacing)
2. Cacing Tambang (Necator americanus dan Ancylostoma
duodenale)

1. Patofisiologi 2. Gejala Klinis dan Diagnosis


Infeksi cacing tambang menyebabkan lesu, tidak bergairah, konsentrasi
kehilangan darah secara perlahan-lahan belajar kurang, pucat, rentan
sehingga penderita mengalami terhadap penyakit, prestasi kerja
kekurangan darah (anemia) akibatnya menurun, dan anemia (anemia
dapat menurunkan gairah kerja serta hipokrom micrositer). Di samping itu
menurunkan produktifitas. juga terdapat eosinofilia
4. Pengobatan
3. Epidemiologi
Obat cacing yang digunakan adalah
Cacing ini menghisap darah
Albendazol dosis tunggal 400 mg.
hanya sedikit namun luka-luka
gigitan yang berdarah akan Mebendazol dosis untuk orang dewasa dan
berlangsung lama, setelah anak berumur > 2 sebesar 2x100 mg selama
gigitan dilepaskan dapat 3 hari. Pirantel Pamoat obat yang efektif
menyebabkan anemia yang lebih untuk Ancylostoma duodenale, diberikan
berat. Kebiasaan buang air besar dalam bentuk dosis tunggal 10 mg/kgBB,
di tanah dan pemakaian tinja maksimum 1 gr. Untuk anemia, dapat diobati
sebagai pupuk kebun sangat dengan sediaan zat besi (Fe) per oral atau
penting dalam penyebaran
parenteral.
infeksi penyakit ini
3. Cacing Cambuk (Trichuris trichiura)

1. Patofisiologi
Pada infeksi berat, pada anak cacing ini tersebar diseluruh kolon dan
rektum, kadang terlihat pada mukosa rektum yang mengalami
prolapsus akibat mengejannya penderita sewaktu defekasi. Cacing ini
memasukkan kepalanya ke dalam mukosa usus hingga terjadi trauma
yang menimbulkan iritasi dan peradangan mukosa usus. Pada tempat
pelekatannya dapat menimbulkan perdarahan. Disamping itu cacing
ini menghisap darah hospesnya sehingga dapat menyebabkan anemia
.
2. Gejala Klinis dan Diagnosis
Infeksi cacing cambuk yang ringan
biasanya tidak memberikan gejala 3. Pengobatan
klinis yang jelas. infeksi cacing Pengobatan yang dilakukan untuk infeksi
cambuk yang berat pada anak yang disebabkan oleh cacing cambuk
menimbulkan gejala seperti diare, (Trichuris trichiura) adalah Albendazole/
disenteri, anemia, berat badan Mebendazole dan Oksantel pamoate
menurun dan kadang-kadang
terjadi prolapsus rektum.
Selasih (Ocimum sanctum L.) Sebagai Obat Cacingan

Selasih (Ocimum sanctum L.) termasuk dalam famili Lamiaceae


(Syamsuhidayat dan Hutapea, 1991). Selasih merupakan salah satu tanaman
berkhasiat yang tidak hanya tumbuh di Indonesia tetapi juga di India, Taiwan,
Cina, dan Asia Tenggara. Selasih disebut juga tulsi, tulasi, holy basil, sacred
basil.
Klasifikasi selasih
Regnum : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Sub division : Angiospermae
Classis : Dicotyledonae
Ordo : Tubiflorae
Familia : Labiatae
Genus : Ocimum
Species : Ocimum sanctum
Kandungan kimia Selasih (Ocimum sanctum L.)

Berdasarkan penelitian-penelitian pada genus Ocimum, tanaman


ini mengandung senyawa alkaloid, flavonoid, tannin, saponin,
triterpenoid, dan minyak atsiri (Ginting, 2004).
Beberapa bahan kimia yang terkandung pada seluruh bagian
tanaman selaasih diantaranya adalah 1,8 sineol, anthol, apigenin,
stigmaasterol, triptofan, tannin, sterol, dan boron, sedangkan
pada daunnya penelitian fitokimia telah membuktikan adanya
flavonoid, glikosid, asam gallic dan esternya, asam caffeic, dan
minyak atsiri yang mengandung eugenol (70,5%) sebagai
komponen utama (Kusuma, 2010).
Khasiat dan kegunaan Selasih (Ocimum sanctum L.)

Secara tradisional, selasih telah digunakan sebagai obat untuk


menyembuhkan beberapa penyakit seperti, sakit kepala, batuk,
diare, sembelit, penyakit kulit, penyakit cacing dan gagal ginjal.
Daun selasih dimanfaatkan sebagai obat cacingan karena
berkhasiat untuk mematikan cacing-cacing yang ada didalam
perut penderita dan akan dikeluarkan bersamaan dengan
kotoran, dengan cara daun selasih, dicampur dengan daun
kentut, daun sembung) setelah itu diberi air masak secukupnya
lalu diperas, disaring dan hasil perasan diminum tiap pagi dan
sore hari sebanyak 1 gelas (Jumiarni 2017).
Lanjutan
Meskipun daun selasih memiliki kandungan kimia seperti saponin
dan tanin, yang menurut teori bisa membunuh cacing, belum ada
penelitian yang menyebutkan secara ilmiah bahwa daun selasih
bisa bermanfaat sebagai antihelmintik. Efek antihelminitik dari
daun selasih mungkin dikarenakan kandungan zat aktif tannin
dan saponin pada daun selasih. Senyawa aktif saponin
mempunyai efek menghambat kerja enzim khemotripsin,
kholinesterase dan preoteinase. Senyawa aktif saponin yang
menghambat kerja kholinesterase sehingga cacing akan
mengalami paralisis spastik otot yang akhirnya dapat
menimbulkan kematian. Sedangkan senyawa tanin yang memiliki
kemampuan denaturasi protein menyebabkan protein pada
permukaaan tubuh cacing terdenaturasi sehingga permukaan
tubuh cacing menjadi tidak permeabel lagi terhadap zat di luar
tubuh cacing (Iqbal,2007).
SEKIAN
&
TERIMAKSIH

Anda mungkin juga menyukai