Anorital
Pusat Biomedis dan Teknologi Dasar Kesehatan Balitbangkes, Kemenkes RI
Jl. Percetakan Negara 23 Jakarta Pusat 10560, Indonesia
email: anorital@litbang.depkes.go.id
Abstract
Hymenolepiasis is the most common cestode parasite in the human body. Infections are seen more often among
children. Hymenolepiasis found at children in the tropical and subtropical area. Cause of hymenolepiasis is
Hymenolepis nana that is dwarf tapeworm live in the intestines of rats and human. Prevalence of the disease
range from less than 1%--25 %. In Indonesia from various result of survey and epidemiology study, prevalence
hymenolepiasis range from 0,3%--5,4%. Generally the patient are children of age 2-15 year. Diagnosis for
hymenolepiasis is done by examining stool for eggs. Drug given is niklosamide or praziquantel.
Control effort helminth infection enforceable if supported by existing policy and addressed for protection and
prevention of school age children. Medication given pursuant to examining stool for eggs H. nana will be
effective and efficient. Personal hygiene and environmental sanitation (safe drinking water, good sewage and
refuse disposal, and rodent control) are important factor in preventing disease. Others behavior of clean life
and make healthy especially for children represent important factor in the effort disease prevention.
Abstrak
Hymenolepiasis adalah parasit cacing cestoda yang umumnya ada di tubuh manusia. Infeksi lebih sering
terjadi pada anak-anak. Hymenolepiasis ditemukan pada anak-anak di daerah tropis dan sub tropis. Penyebab
hymenolepiasis adalah Hymenolepis nana yang disebut juga cacing pita kerdil berada dalam saluran pencernaan
tikus dan manusia. Prevalens hymenolepiasis antara kurang dari 1% sampai dengan 25%. Di Indonesia dari
berbagai hasil survei dan studi epidemiologi, prevalens hymenolepiasis antara 0,3%--5,4%. Umumnya penderita
adalah anak-anak usia 2-15 tahun. Diagnosis hymenolepiasis ditegakkan dengan pemeriksaan tinja guna
mendapatkan telur cacing. Obat yang diberikan adalah niklosamide atau praziquantel.Upaya pengendalian
penyakit kecacingan dapat dilaksanakan jika didukung oleh kebijakan dan pencegahan serta perlindungan pada
anak-anak usia sekolah. Pengobatan yang efektif dan efisien dapat diberikan jika dalam pemeriksaan ditemukan
telur cacing Hymenolepis nana. Personal higiene dan upaya sanitasi lingkungan (penyediaan air minum yang
aman, pengelolaan limbah dan pembuangan sampah yang baik, dan pengendalian tikus) adalah faktor penting
dalam pencegahan penyakit. Perilaku hidup bersih dan sehat terutama bagi anak-anak merupakan faktor
penting dalam upaya pencegahan penyakit.
39
Siklus hidup Hymenolepis nana dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
yang dirasakan kemungkinan besar terjadi oleh Elva Diaz dkk di Mexico
dikarenakan adanya auto infeksi 1,6,7,12,14). menunjukkan bahwa dari 121 anak (44%)
yang diperiksa tinjanya positif protozoa
Diagnosis ditegakkan dengan dan cacing; 10% diantaranya positif
menemukan telur H. nana dalam sampel Hymenolepis nana 16). Studi yang
tinja penderita. Keraguan terhadap dilaksanakan oleh Luis Quihui, dkk di
penemuan telur H. nana dengan H. perdesaan Mexico, pada anak-anak usia
diminuta pada spesimen tinja dapat sekolah, dari 289 anak (57%) terinfeksi
dipastikan berdasarkan perbedaan ukuran dua atu lebih parasit usus (63% terinfeksi
telur. Telur H. nana lebih kecil protozoa dan 53% terinfeksi cacing). Dari
dibandingkan dengan telur H. diminuta. anak-anak yang terinfeksi cacing tersebut,
Sebaiknya identifikasi dilakukan pada tinja sebanyak 23% terinfeksi Hymenolepis
yang segar atau yang diawetkan dengan nana 21). Demikian juga di Venezeula
formalin karena telur akan lebih terlihat. angka kesakitan hymenolepiasis 1,3% pada
Cacing dewasa dan proglotid biasanya anak-anak yang dirawat di pusat perawatan
jarang ditemukan di dalam tinja 1,2). kesehatan anak 20).
41
Mariawan Musa melaporkan dari studi Dari 1.502 sampel tinja penduduk,
yang dilakukannya di kota Kalar, provinsi diperoleh 2,7% positif H. nana (42 orang)
Sulaimani di wilayah Kurdistan; sebanyak dan setelah diberikan pengobatan setahun
321 sampel tinja anak-anak (169 laki-laki kemudian (tahun 2003) dari 889 sampel
dan 152 perempuan) yang berobat ke sebanyak 2,1% (19 orang) positif H. nana
18,19)
rumah sakit di kota Kalar diperiksa dan . Selanjutnya pada tahun 2010²2011
ditemukan 4,04% (13/321) dari anak-anak Annida dkk melaksanakan studi
yang terinfeksi H. nana 25). Di India epidemiologi kecacingan di 13
prevalensi H. nana sebesar 9,9% 26), kabupaten/kota di Kalsel. Dari studi
sedangkan di Kamboja 2,4% 27), Vietnam tersebut diperoleh kasus hymenolepiasis
di wilayah Phan Tien prevalens H. nana antara 0,3²1,9% 13). Daerah lainnya di
sebesar 1,9% (tahun 1997²1999) 20), dan Indonesia, baik di perkotaan maupun
di Thailand dari 2.083 anak sekolah dasar perdesaan tidak diketahui besarnya
terinfeksi H. nana sebanyak 13,12% 28). prevalens hymenolepiasis. Namun jika
merujuk dari berbagai hasil studi dan
Di Indonesia, prevalens hymenolepia survei yang pernah dilakukan prevalens
sis tidak banyak diketahui. Hal ini hymenolepiasis berkisar antara 0,3²5,4%.
dikarenakan tidak banyak dilakukan studi
epidemiologi dan studi lain yang terkait Pembahasan
dengan H. nana. Dari beberapa studi yang
dilakukan sejak tahun 1940-an, Bakar Pada dasarnya obat-obatan untuk
(1942) melaporkan tingginya prevalens H. kecacingan (antelmintik) adalah obat yang
nana pada pasien sakit jiwa di Malang 29). bekerja secara lokal untuk membasmi
Selanjutnya tahun 1965 dilaporkan bahwa cacing yang berada di saluran pencernaan.
di Medan sebanyak 1% dari 1.350 Suatu antelmintik yang ideal adalah aman
spesimen tinja yang diperiksa positif dan mudah digunakan, dapat diberikan per
mengandung telur H. Nana. Tahun 1972 oral baik dalam dosis tunggal maupun
Carney dkk menemukan 0,4% dari 445 terbagi, dari aspek kimia stabil pada
spesimen tinja penduduk yang diperiksa di keadaan tertentu dalam waktu yang cukup
Timor terinfeksi H. nana 30). Dan yang lama, efektif, dan murah. Dan yang
tertinggi di Obano, Papua yaitu 5,4% dari terpenting dengan diagnosis yang tepat
350 penduduk (tahun 1979), bahkan di maka dapat diberikan obat cacing yang
Jakarta; prevalens H. nana berkisar antara sesuai 33).
0,2²1% 31). Tahun 1982 Helmi Lubis dkk
melaksanakan penelitian selama l.k 1,5 Obat cacing yang umum dikenal
bulan pada anak-anak yang dirawat inap di antara lain mebendazol dan albendazol.
RSU Pirngadi Medan. Hasil yang Namun kedua obat ini digunakan untuk
diperoleh adalah 2,3% dari 388 penderita terapi cacing gelang, cacing cambuk, dan
positif terinfeksi H. nana 32). cacing tambang Untuk cacing tambang,
mebendazol dosis tunggal memberikan
Informasi terbaru terkait prevalens rate pengobatan yang rendah, untuk itu
hymenolepiasis diketahui dari serangkaian pemberian albendazol lebih efektif;
penelitian yang dilaksanakan oleh para sebaliknya albendazol dosis tunggal tidak
peneliti dari Puslitbang Pemberantasan efektif untuk cacing cambuk 33,34).
Penyakit (kini Pusat Biomedis dan Pemberian albendazol bagi penderita
Teknologi Dasar Kesehatan) dan Balai hymenolepiasis juga kurang manjur,
Litbang P2B2 Tanah Bumbu. Tahun hanya 10% penderita yang sembuh 35).
2002²2003, Anorital dkk melaksanakan
penelitian kecacingan buski di kabupaten Untuk pengobatan cacing pita (Taenia
Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan. sp dan Hymenolepis sp) diberikan
niklosamid atau prazikuantel. Niklosamid dibentuk untuk dapat menjalani pola hidup
merupakan salah satu obat pilihan untuk bersih dan sehat 39). Upaya seperti ini
infeksi cacing cestoda pada manusia, dapat dilaksanakan melalui sekolah dan
namun karena adanya bahaya timbulnya lingkungan keluarga.
sistiserkosis maka niklosamid sering
diganti dengan prazikuantel 33). Di Italia Pada prinsipnya pencegahan
pemberian niklosamid dosis tunggal penyebaran infeksi hymenolepiasis tidak
selama 8 hari dapat menghilangkan infeksi berbeda dengan infeksi kecacingan lainnya
H. nana 17). yaitu terputusnya rantai penularan dari
sumber infeksi (tinja, bahan yang tercemar
Prazikuantel adalah obat cacing yang telur H. nana) ke manusia. Ada dua aspek
berspektrum luas terhadap trematoda dan utama pencegahan yaitu dari aspek
cestoda baik untuk manusia maupun hygiene perorangan dan sanitasi
hewan. Dalam konsentrasi efektif rendah, lingkungan. Personal hygiene lebih
prazikuantel akan meningkatkan aktivitas terfokus dalam hal perilaku individu dalam
muskulus yang diikuti kontraksi dan upaya memutus rantai penularan.
paralisis spastik sehingga menyebabkan Sedangkan sanitasi lingkungan fokus
lepasnya cacing dari hospes 33). Obat ini pencegahan terletak dalam hal rekayasa
paling sering digunakan karena efisiensi lingkungan dalam mengisolir sumber
dalam memberantas infeksi H. nana dan infeksi.
dalam dosis tunggal memiliki khasiat
kesembuhan sampai 96% 36,37). Terkadang Pencegahan terhadap aspek personal
diperlukan juga kombinasi pengobatan hygiene adalah:
dengan obat cacing lainnya yang sejenis
38)
. Studi yang dilakukan di Zimbabwe, 1. Mencuci tangan dengan sabun setelah
dengan pemberian dosis tunggal 15mg/kg keluar dari kamar kecil dan sebelum
berat badan efektif mengobati 84% anak- menjamah makanan.
anak yang terinfeksi 24). Pemberian
prazikuantel selain dapat menyembuhkan 2. Mengkonsumsi air minum yang sudah
hymenolepiasis juga efektif terhadap dimasak (mendidih) atau air kemasan
fasciolopsiasis 18,19). yang dikonsumsi terkemas dalam
kondisi yang baik.
Banyak faktor yang dapat
menimbulkan tinggi-rendahnya prevalens 3. Menjaga kebersihan tangan dengan
hymenolepiasis, antara lain keadaan menggunting kuku secara teratur.
kurang gizi pada anak-anak, kondisi iklim
tropis, turunnya daya tahan tubuh, perilaku Pencegahan terhadap aspek sanitasi
hidup bersih yang ada dalam keluarga, dan lingkungan adalah:
buruknya kondisi sanitasi dengan ditandai
oleh terbatasnya ketersediaan air bersih 1. Pembuangan kotoran manusia yang
dan sarana pembuangan kotoran manusia memenuhi syarat. Tinja yang dibuang
serta sampah, dan kondisi lingkungan terisolir dengan baik, dan tidak
pemukiman yang memudahkan tikus mengeluarkan bau.
bersarang.
2. Penggunaan air minum dari sumber
Kondisi hygiene perorangan, termasuk air bersih yang sanitair.
perilaku, dan upaya sanitasi lingkungan
merupakan faktor utama pencegahan 3. Bagi para pengusaha makanan
hymenolepiasis. Faktor perilaku, terutama (restoran, katering) menerapkan
bagi anak-anak lebih mudah diubah dan aturan yang ketat dalam hal
43
penyimpanan bahan makanan dan tatalaksana pengobatan kecacingan gelang
makanan matang dari pencemaran (ascariasis), tambang (ancylostomiasis),
dan gangguan tikus, karena tikus yang dan cambuk (trichuriasis). Prioritas untuk
terinfeksi H. nana dapat mencemari ketiga penyakit kecacingan ini
makanan dengan kotoran mereka. dikarenakan tingginya angka kejadian
penyakit. Meskipun prevalens ketiga
4. Membuang kotoran, air kotor dan penyakit kecacingan ini tinggi antara
sampah organik secara baik dengan 0,5%²93,75%, dalam kenyataannya tidak
tidak membuangnya secara ada kebijakan yang dikeluarkan di tingkat
sembarangan agar tidak menjadi provinsi atau pun kabupaten/kota.
sumber perkembang biakan tikus.
Untuk hymenolepiasis belum ada
5. Pengendalian dan pengawasan tikus di kebijakan yang bersifat Nasional. Hal ini
lingkungan perumahan. Konstruksi dikarenakan belum tersedianya data dasar
rumah dibuat agar tikus tidak mudah prevalens hymenolepiasis yang lengkap di
masuk dan bersarang dalam rumah. berbagai daerah/wilayah di Indonesia.
Meskipun Hymenolepis nana dalam
Terkait dengan kebijakan, Thomas R. penularannya mempunyai prinsip yang
Dye menyatakan bahwa kebijakan atau sama dengan ketiga penyebab kecacingan
policy adalah pilihan pemerintah untuk tersebut di atas, perbedaan terletak dalam
melakukan suatu tindakan atau tidak pemberian obat. Dalam Kepmenkes No.
melakukan sama sekali. Apabila 424/2006 obat yang diberikan adalah
pemerintah memilih untuk melakukan albendazol. Hymenolepiasis efektif diobati
suatu tindakan tentunya ada tujuan yang hanya dengan prazikuantel atau
ingin dicapai 40). Berdasarkan Sistem niklosamid.
Administrasi Negara Republik Indonesia,
kebijakan (policy) adalah suatu pedoman Selain Kepmenkes No. 424/2006,
tertulis dan/atau aturan yang telah untuk pelaksanaannya diterapkan
disahkan untuk digunakan oleh para kebijakan oleh Dirjen P2 PL Kemkes
pemegang kebijakan suatu unit atau tentang pengendalian kecacingan. Tujuan
institusi dalam pengambilan keputusan umum adalah meningkatkan cakupan
atau dalam penggunaan sumber daya untuk program pada anak sekolah
mencapai tujuan 41). dasar/madrasah ibtidaiyah dan anak usia
dini sehingga menurunkan angka
Kebijakan Kementerian Kesehatan kecacingan dan tidak menjadi masalah
dalam hal pengendalian kecacingan pada kesehatan di masyarakat. Dari tujuan
dasarnya telah dikeluarkan sejak tahun umum ini ada dua tujuan khusus yang akan
2006 dalam bentuk Keputusan Menkes RI dicapai yaitu (1) meningkatkan cakupan
No. 424/Menkes/SK/VI/2006 tentang program pengendalian kecacingan minimal
Pedoman Pengendalian Cacingan. Dalam 75% sasaran anak SD/MI dan usia dini di
lingkup Nasional, kebijakan ini merupakan semua daerah endemis pada tahun 2020,
suatu kebijakan pelaksanaan. Namun jika dan (2) meningkatkan kemitraan dalam
dilihat isi dari Kepmenkes tersebut adalah pengendalian cacingan di masyarakat
juga kebijakan teknis karena mengatur hal- dengan seluruh pemangku kebijakan, lintas
hal pokok dari suatu kegiatan di tingkat sektor, pengusaha, dan organisasi
pelayanan. masyarakat. Untuk pelaksanaannya
dilakukan (1) kabupaten/kota yang
Pedoman yang ada dalam Kepmenkes endemis filariasis: pemberian obat cacing
tersebut hanya ditujukan untuk 3 penyakit sudah termasuk saat pemberian obat
kecacingan yaitu untuk pengendalian dan massal pencegahan filariasis (albendazol);
dan (2) kabupaten/kota yang tidak endemis daerah yang menitik beratkan dalam aspek
filariasis: pemberian obat cacing dilakukan pelaksanaan terkait dengan ketersedian
secara massal pada usia dini dan anak usia sumber daya yang ada.
sekolah 42). Agar upaya pengendalian
hymenolepiasis dapat berjalan, perlu
diintegrasikan dengan kebijakan di atas. Ucapan Terima Kasih
Namun pemberian obat cacing untuk
hymenolepiasis tidak dapat diberikan Penulis mengucapkan terima kasih
secara massal. Pemberian obat didasarkan kepada Kepala Pusat Biomedis dan
atas hasil pemeriksaan laboratorium. Teknologi Dasar Kesehatan yang telah
Untuk itu faktor kelengkapan fasilitas mendukung kegiatan kajian sehingga dapat
pendukung yang berupa adanya terpublikasikannya kajian yang
kemampuan petugas laboratorium dalam dilaksanakan. Demikian juga ucapan
hal pemeriksaan spesimen dan terima kasih kepada Kepala Subdit
kelengkapan fasilitas laboratorium di Pengendalian Penyakit Filaria dan
Puskesmas adalah mutlak diperlukan agar Kecacingan Ditjen P2 PL Kemkes yang
kebijakan yang dikeluarkan dapat telah memberikan data dan informasi
diterapkan dengan baik. terkait dengan tulisan ini. Juga kepada Sdr.
Annida, SKM, M.Kes yang telah
Kesimpulan memberikan berbagai data hasil penelitian
kecacingan di Provinsi Kalsel.
Dari uraian tulisan tersebut di atas,
dapat diambil kesimpulan bahwa upaya Daftar Rujukan
pencegahan dan pengendalian
hymenolepiasis dapat terlaksana dengan 1. Lyne S. Garcia dan David A. Bruckner.
baik jika masyarakat dapat menerapkan ³'LDJQRVWLN 3DUDVLWRORJL .HGRNWHUDQ´ $OLK
Bahasa: Robby Makimian. Editor: Leshmana
pola hidup bersih dan sehat dengan Padmasutra. Penerbit Buku Kedokteran ±
menjalankan prinsip personal hygiene dan EGC. Jakarta. 1996.
sanitasi lingkungan yang baik. Upaya
tersebut di atas, secara efektif dapat 2. Lawrence R. Ash and Thomas C. Orihel.
memutus siklus epidemiologi penyakit. ³$WODV RI +XPDQ 3DUDVLWRORJ\´ $PHULFDQ
Society of Clinical Pathologists.
Penerapan pola hidup bersih dan sehat Chicago.1980.
pada masyarakat terutama bagi anak-anak
dapat tercapai jika upaya kesehatan 3. Subdit Filariasis dan Kecacingan,
sekolah berjalan secara kontinu, terarah Kementerian Kesehatan ³Data Kecacingan
dan terprogram dengan baik dimulai dari 2002² ´ Jakarta. 2012.
institusi kesehatan terdepan dengan 4. Keputusan Menteri Kesehatan, No.
melibatkan berbagai sektor yang terkait. 424/Menkes/SK/VI/2006 tentang Pedoman
Pengendalian Cacingan.
Saran
5. Centers for Diseases Control and Prevention.
Upaya pencegahan dan pengendalian Hymenolopis nana.
hymenolepiasis dapat terlaksana jika http://www.cdc.gov/parasites/hymenolepis.
tersedia payung hukum. Untuk itu perlu
6. +DLGHU 6\HGD 6DGDI HW DO ³$ 5HYLHZ RQ
adanya kebijakan di tingkat Nasional Diarrhoea Causing Hymenolepis nana ±
maupun regional (provinsi dan 'ZDUI 7DSH :RUP´ ,QWHUQDWLRQDO 5HVHDUFK
kabupaten/kota). Kebijakan di tingkat Journal of Pharmacy. 2013, 4(2). Mokhsa
Nasional dalam bentuk peraturan menteri Publishing House.
kesehatan yang bersifat umum dan teknis.
7. -DPHV &KLQ HG ³0DQXDO 3HPEHUDQWDVDQ
Sedangkan di tingkat provinsi dan/atau 3HQ\DNLW 0HQXODU´ (GLWRU 3HQWHUMHPDK:
kabupaten/kota dalam bentuk peraturan
45
Nyoman Kandun. Edisi 17, Cetakan II, Tahun dengan Pendekatan Sosial Budaya (Tahun
2006. Jakarta. Infomedika. .HGXD ´ 3XVOLWEDQJ 3HQ\DNLW %DGDQ
Litbangkes Depkes RI. Jakarta. 2003. (Un-
8. 'DQLHO 7HQD HW DO ³,QIHFWLRQ ZLWK published).
Hymenolepis diminuta: Case Report from
6SDLQ´ -RXUQDO RI &OLQLFDO 0LFURELRORJ\ 20. 6WHSKHQ %HUJHU ³+\PHQROHSLV ,QIHVWDWLRQV
Aug 1998: 36 (8): pp. 2375²2376. *OREDO 6WDWXV´ *LGHRn e-Book Series. 2014.
www.gideononline.com
9. 3HWHU 0 6FKDQW] ³7DSHZRUPV
(CHVWRGLDVLV ´ *DVWURHQWHURORJ\ &OLQLFV RI 21. Luis Quihui, et.al. ³5ROH RI WKH Employment
North America. Vol.25, iss.3, 2006. Status and Education of Mothers in the
Prevalence of Intestinal Parasitic Infections in
10. http://en.wikipedia.org/wiki/Hymenolepis_na Mexican Rural SFKRROFKLOGUHQ ´ %0& Public
na. Diakses pada tanggal 22 Juni 2014. Health, Vol.6, 2004. p. 225.
13. Annida dan Deni Fakhrizal. Pola Distribusi 23. Mohammad MA dan Hegazi MA ³,QWHVWLQDO
Himenolepiasis di Kalimantan Selatan. Jurnal Permeability in Hymenolepis nana as
Buski, Volume 4, No. 1 Juni 2012. h, 23²28. Reflected by non Invasive Lactulose/Mannitol
Dual Permeability Test and its Impaction on
14. 5LFKDUG ' 3HDUVRQ ³+\PHQROHSLV QDQD 1XWULWLRQDO 3DUDPHWHUV RI 3DWLHQWV´ -RXUQDO RI
'ZDUI 7DSHZRUP ,QIHFWLRQ´ 7KH 0HUFN the Egyptian Society of Parasitology. 2007
Manual Professional Edition. October 2013. Dec; 37 (3). Pp 877²891.
http://www.merckmanuals.com/professional/i
nfectious_diseases/cestodes- 24. Peter R. Mason and Barbara A. Patterson.
tapeworms/hymenolepis_nana_dwarf_tapewo ³Epidemiology of Hymenolepis nana
rm_infection.html. Infections in Primary School Children in
Urban and Rural Communities in Zimbabwe´
The Journal of Parasitology. Vol. 80, No. 2
15. 1D]LP .DQZDO ³$ 5HYLHZ RQ 'LDUUKRHD (Apr., 1994), pp. 245-250. Published by: The
Causing Hymenolepis nana Dwarf American Society of Parasitologists. Article
7DSHZRUP´ ,QWHUQDWLRQDO 5HVHDUFK -RXUQDO Stable URL:
of Pharmacy. 2013. http://www.jstor.org/stable/3283754.
16. (OYD 'LD] HW DO ³(SLGHPLRORJ\ DQG &RQWURO 25. Mariwan Musa Muhammad Bajalan.
of Intestinal Parasites with Nitazoxanide in ³(SLGHPLRORJLFDO 6WXG\ RI +\PHQROHSLV QDQD
&KLOGUHQ LQ 0H[LFR´ 7KH $PHULFDQ -RXUQDO in Children in Kalar City, Sulaimani
of Tropical Medicine and Hygiene. 2003 Apr. 3URYLQFH´ Diyala Journal for Pure Sciences,
68 (4). 384²385. Vol. 6 No: 4, October 2010.
17. Paolo Maggi HW DO ³Hymenolepis nana 26. Bijay Ranjan Mirdha and Jyotish Chandra
3DUDVLWHV LQ $GRSWHG &KLOGUHQ´ -RXUQDO RI Samantray ³Hymenolepis nana: A Common
Clinical Infectious Diseases, Vol. 41, Issues 4, Cause of Paediatric Diarrhoea in Urban Slum
pp 571²572. Dwellers in India´ Journal of Tropical
Pediatrics Vol. 48 pp 331²334. Oxford
18. $QRULWDO HW DO /DSRUDQ 3HQHOLWLDQ ³0RGHO University Press 2002.
Penanggulangan Fasciolopsis buski di Kalsel
dengan Pendekatan Sosial Budaya (Tahun 27. 6HXQJ .\X 3DUN HW DO ³6WDWXV RI ,QWHVWinal
3HUWDPD ´ 3XVOLWEDQJ 3HQ\DNLW %DGDQ Parasite Infections among Children in Bat
Litbangkes Depkes RI. Jakarta. 2002. (Un- 'DPEDQJ &DPERGLD ´ 7KH .RUHDQ -RXUQDO RI
published). Parasitology. Vol. 42, No. 4, 2004. p. 201-
203.
19. Anorital, et.al. Laporan PHQHOLWLDQ ³0RGHO
Penanggulangan Fasciolopsis buski di Kalsel
30. : 3DWULFN &DUQH\ HW DO ³,QWHVWLQDO DQG %ORRG 39. $QRULWDO ³3HQ\DNLW .HFDFLQJDQ %XVNL
Parasites of Man in Timor. Buletin Penelitian (Fasciolopsiosis) di Kabupaten Hulu Sungai
Kesehatan. Vol. III No. 2, 1975. Utara Kalimantan Selatan: Analisis dari
$VSHN (SLGHPLRORJL GDQ 6RVLDO %XGD\D´
31. 6UL 6 0DUJRQR ³&HVWRGHV LQ 0DQ LQ Pusat Biomedis dan Teknologi Dasar
,QGRQHVLD´ %XOO 3HQHOLW .HVHKDWDQ Kesehatan, Badan Litbangkes. Cetakan
1989. Kedua, 2011.
32. +HOPL /XELV GNN ³,QIHVWDVL 3DUDVLW 8VXV 40. 7KRPDV 5 '\H ³8QGHUVWDQGLQJ 3XEOLF
Pada Anak Yang Dirawat Di Bagian Ilmu 3ROLF\´ Publisher: John Wiley, New York.
Kesehatan Anak RS. Dr. Pirngadi Dan RS. http://www.tcrecord.org/library
PTP-,; 0HGDQ´
repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/.../3 41. Agus Suwandono, Anorital, dan Yuyus
/anak-chairuddin8.pdf.txt. Rusiawati. ³6WXGL .DMLDQ .HELMDNVDQDDQ
Umum dan Teknis di Lingkungan Program
33. Azwar Agoes, dkk. Catatan Kuliah .HVHKDWDQ 'HSDUWHPHQ .HVHKDWDQ 5,´
Farmakologi ± Bagian I. Penerbit Buku Puslitbang Pelayanan Kesehatan, Badan
Kedokteran EGC. 1994. Litbangkes Depkes RI. Jakarta.1994.
47