Anda di halaman 1dari 131

PLAGIAT

PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

PENGARUH PEMBERIAN JANGKA PANJANG FRAKSI HEKSAN-

ETANOL DARI EKSTRAK METANOL-AIR DAUN Macaranga tanarius

(L.) Müll. Arg. TERHADAP KADAR BILIRUBIN PADA TIKUS

TERINDUKSI KARBON TETRAKLORIDA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Rahayu Triwanti

NIM : 128114163

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2015
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

PENGARUH PEMBERIAN JANGKA PANJANG FRAKSI HEKSAN-

ETANOL DARI EKSTRAK METANOL-AIR DAUN Macaranga tanarius

(L.) Müll. Arg. TERHADAP KADAR BILIRUBIN PADA TIKUS

TERINDUKSI KARBON TETRAKLORIDA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Rahayu Triwanti

NIM : 128114163

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2015
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

Persetujuan Pembimbing

PENGARUH PEMBERIAN JANGKA PANJANG FRAKSI HEKSAN-

ETANOL DARI EKSTRAK METANOL-AIR DAUN Macaranga tanarius

(L.) Müll. Arg. TERHADAP KADAR BILIRUBIN PADA TIKUS

TERINDUKSI KARBON TETRAKLORIDA

Skripsi yang diajukan oleh:

Rahayu Triwanti

NIM : 128114163

telah disetujui oleh :

Pembimbing,

(Phebe Hendra, M.Si., Ph.D., Apt.) tanggal : 3 November 2015

ii
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

Pengesahan Skripsi Berjudul

PENGARUH PEMBERIAN JANGKA PANJANG FRAKSI HEKSAN-

ETANOL DARI EKSTRAK METANOL-AIR DAUN Macaranga tanarius

(L.) Müll. Arg. TERHADAP KADAR BILIRUBIN PADA TIKUS

TERINDUKSI KARBON TETRAKLORIDA

Oleh :

Rahayu Triwanti

NIM : 128114163

Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi

Fakultas Farmasi

Universitas Sanata Dharma

pada tanggal : 5 Januari 2016

Mengetahui,
Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma
Dekan

(Aris Widayati, M.Si., Ph.D., Apt.)

Panitia Penguji Skripsi Tanda tangan

1. Phebe Hendra, M.Si., Ph.D., Apt. …………….......

2. Ipang Djunarko, M.Sc., Apt. ………………...

3.Yohanes Dwiatmaka, M.Si. ………………...

iii
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

PERSEMBAHAN

“Suara kebahagiaan itu berasal di dalam kesucian yang paling suci dari jiwa dan
bukan berasal dari kehampaan”

Kahlil Gibran

My Dearest God,
In every breath I know I thank You

Kupersembahkan karya ini untuk:

Allah, Tuhanku, sandaran dan harapan sejatiku,


Ayah dan Ibuku terkasih,
Kakakku tersayang,
Sahabat dan teman-teman serta Keluarga Cemara tercinta,
Almamater terkasih Universitas Sanata Dharma

iv
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang berjudul

“Pengaruh Pemberian Jangka Panjang Fraksi Heksan-Etanol dari Ekstrak Metanol-

Air Daun Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. terhadap Kadar Bilirubin pada Tikus

Terinduksi Karbon Tetraklorida,” tidak memuat karya orang lain, kecuali yang

telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya

ilmiah.

Apabila di kemudian hari ditemukan indikasi plagiarism dalam naskah

ini, maka saya bersedia menanggung segala sanksi sesuai peraturan perundang-

undangan yang berlaku.

Yogyakarta, 5 November 2015

Penulis

(Rahayu Triwanti)

v
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH


UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :

Nama : Rahayu Triwanti

Nomor Mahasiswa : 128114163

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan


Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

PENGARUH PEMBERIAN JANGKA PANJANG FRAKSI HEKSAN-


ETANOL DARI EKSTRAK METANOL-AIR DAUN Macaranga tanarius
(L.) Müll. Arg. TERHADAP KADAR BILIRUBIN PADA TIKUS
TERINDUKSI KARBON TETRAKLORIDA

Beserta perangkat yang diperlukan (jika ada). Dengan demikian saya memberikan
kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan,
mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data,
mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media
lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun
memberikan royalty kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai
penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal : 5 November 2015

Yang menyatakan,

(Rahayu Triwanti)

vi
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala

berkat dan penguatan yang selalu diberikan sehingga skripsi berjudul

”PENGARUH PEMBERIAN JANGKA PANJANG FRAKSI HEKSAN-

ETANOL DARI EKSTRAK METANOL-AIR DAUN Macaranga tanarius (L.)

Müll. Arg. TERHADAP KADAR BILIRUBIN PADA TIKUS TERINDUKSI

KARBON TETRAKLORIDA” yang disusun untuk memenuhi persyaratan

memperoleh gelar Sarjana Strata Satu Program Studi Farmasi (S.Farm.) dapat

diselesaikan dengan baik.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak terlepas dari

dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih

kepada :

1. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma

2. Ibu Phebe Hendra, M.Si., Ph.D., Apt. selaku Dosen Pembimbing atas segala

kesabaran dalam membimbing, memberi masukan dan motivasi kepada penulis

dalam penyusunan skripsi ini.

3. Bapak Ipang Djunarko, M.Sc., Apt. selaku Dosen Penguji atas bantuan dan

masukan kepada penulis demi kemajuan skripsi ini.

4. Bapak Yohanes Dwiatmaka, M.Si. selaku Dosen Penguji atas bantuan dan

masukan kepada penulis demi kemajuan skripsi ini.

5. Bapak Jeffry Julianus, M.Si. selaku Dosen Pembimbing Akademik atas

bantuan, masukan dan bimbingan selama masa studi

vii
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

6. Ibu Agustina Setiawati, M.Sc., Apt. selaku Kepala Penanggungjawab

Laboratorium Fakultas Farmasi yang telah memberikan izin dalam penggunaan

fasilitas laboratorium untuk kepentingan penelitian ini.

7. Pak Heru, Pak Kayat, Pak Parjiman, Pak Wagiran, Pak Parlan, Pak Kunto, dan

Pak Bimo selaku laboran laboratorium Fakultas Farmasi yang telah membantu

penulis dalam proses pelaksanaan penelitian di laboratorium.

8. Keluargaku terkasih, Bapak Mulyadi, Ibu Kustiyati dan Mas Dani yang selalu

mencurahkan kasih sayang dan dukungan serta penguatan demi kelancaran

studi dan penyusunan naskah skripsi.

9. Teman-teman seperjuangan skripsi, Maria Angelika Suhadi, Cyndi Yulanda

Putri, Novita, Sona Karisnata Inriano, Cinthya Anggarini, Penina Kurnia Uly,

Oktariani Aurelia Jamil, dan Dian Ayu Maharani, atas segala kerjasama,

bantuan, pengorbanan dan perjuangan dari awal penelitian hingga penyusunan

skripsi ini.

10. Bapak Nasrudin sekeluarga, Mbak Riod, Hesti, Dewi dan keluarga kos atas

kebersamaan, kekeluargaan dan kepedulian.

11. Sahabat sekaligus keluargaku, Afha, Siska, Nisa, Septi, dan Anis atas segala

doa, dukungan dan perhatian.

12. Keluarga “CEMARA”, Ida, Maria, Cyndi, Natalia, Rury Siti, Sona, Satrio, Itin,

Atik, Trisna, Boni, Lusia, Yenni, Vero, Adit, Nanda, Mona, Vicky, Susan,

Jessica atas segala kasih sayang, penghiburan dan suntikan semangat yang luar

biasa.

viii
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

13. Teman-teman angkatan 2012, FKK-B 2012 dan FSM D 2012 atas kebersamaan

dan pengalaman hidup yang telah diberikan kepada penulis.

14. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu sehingga penulis

dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik

Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini belum sempurna dan masih

terdapat banyak kekurangan sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang

membangun dari semua pihak

Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi

semua pihak khususnya di bidang ilmu Farmasi.

Yogyakarta, 5 November 2015

Penulis

ix
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL…………………………………………………………….i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING………………………………..ii

HALAMAN PENGESAHAN………………………………………………….iii

HALAMAN PERSEMBAHAN………………………………………………..iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA………………………………………...v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA………...vi

PRAKATA…………………………………………………………………….vii

DAFTAR ISI……………………………………………………………...........x

DAFTAR TABEL………………………………………………………...…...xv

DAFTAR GAMBAR…………………………………………………………xvi

DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………………xvii

INTISARI……………………………………………………………………xviii

ABSTRACT……………………………………………………………………xix

BAB I. PENGANTAR……………………………………………………....….1

A. Latar Belakang……………………………………………………………….1

1. Perumusan masalah……………………………………………………..4

2. Keaslian penelitian……………………………………………………...5

3. Manfaat penelitian…………………………………………………….6-7

B. Tujuan Penelitian……………………………………………………………..7

1. Tujuan umum……………………………………………………………7

2. Tujuan khusus…………………………………………………………...7

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA………………….……………………….8

x
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

A. Hati…………………………………………………………………………..8

1. Anatomi dan fisiologi hati…………………………………………...8-12

2. Fungsi hati………………………………………………………….12-13

3. Kematian dan regenerasi hepatosit…………………………………13-15

4. Kerusakan hati……………………………………………………...15-18

5. Steatosis………………………………………………………………..18

6. Bilirubin……………………………………………………………18-22

B. Hepatotoksisitas………………………………………………………...22-23

C. Karbon Tetraklorida……………………………………………………23-27

D. Tanaman Macaranga tanarius L. …………………………………………28

1. Nama lain……………………………………………………………....28

2. Nama lokal……………………………………………………………..28

3. Taksonomi……………………………………………………………..28

4. Morfologi……………………………………………………………....29

5. Biologi dan ekologi…………………………………………………….30

6. Distribusi……………………………………………………………….30

7. Kandungan kimia…………………………………………………...30-31

8. Pengujian ekstrak Macaranga tanarius L. ………………………...31-32

E. Metode Ekstraksi…………………………………………………………..32

1. Ekstraksi dingin…………………………………………………….32-33

2. Ekstraksi panas………………………………………………………...33

F. Metode Fraksinasi…………………………………………………………..33

1. Presipitasi……………………………………………………………….34

xi
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

2. Ekstraksi cair-cair………………………………………………….........34

3. Distilasi………………………………………………………………….35

4. Dialisis…………………………………………………………………..35

5. Prosedur kromatografi…………………………………………………..35

6. Elektroforesis…………………………………………………………....36

G. Landasan Teori…………………………………………………………..36-38

H. Hipotesis…………………………………………………………………….38

BAB III. METODE PENELITIAN……………………………………………39

A. Jenis dan Rancangan Penelitian………………………...…………………..39

B. Variabel dan Definisi Operasional………………………………………….39

1. Variabel utama…………………………………………………………39

2. Variable pengacau………………………………………………….39-40

3. Definisi operasional……………………………………………………40

4. Bahan penelitian……………………………………………………41-42

C. Alat Penelitian………………………………………………………………42

1. Penetapan kadar air…………………………………………………….42

2. Pembuatan FHEMM…………………………………………………...42

3. Perlakuan hewan uji………………………………………………..42-43

D. Tata Cara Penelitian………………………………………………………...43

1. Determinasi serbuk daun Macaranga tanarius L. ……………………..43

2. Pengumpulan bahan uji………………………………………………....43

3. Pembuatan serbuk daun Macaranga tanarius L. ………………………43

4. Penetapan kadar air serbuk daun Macaranga tanarius L. ………….43-44

xii
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

5. Pembuatan ekstrak metanol serbuk daun Macaranga tanarius L. ……..44

6. Pembuatan FHEMM……………………………………………….. 44-45

7. Pembuatan larutan CMC-Na 1%.............................................................45

8. Pembuatan larutan karbon tetraklorida (CCl4) dalam olive oil………….45

9. Penetapan dosis hepatotoksik CCL4……………………………………45

10. Penetapan waktu pencuplikan darah………………………………..46-47

11. Penetapan dosis FHEMM…………………………………………..47-48

12. Pengelompokkan dan perlakuan hewan uji…………………………48-49

13. Pengukuran kadar bilirubin…………………………………………49-50

E. Tata Cara Analisis Hasil…………………………………………………....50

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN……………………………………..51

A. Data Determinasi Tanaman………………………………………………...51

B. Penyiapan Bahan……………………………………………………………51

1. Pengumpulan bahan……………………………………………………..51

2. Pembuatan serbuk daun Macaranga tanarius L. ………………………..52

3. Penetapan kadar air serbuk Macaranga tanarius L. ………………...52-53

4. Pembuatan FHEMM…………………………………………………….53

C. Uji Pendahuluan…………………………………………………………….53

1. Penentuan dosis hepatotoksin karbon tetraklorida…………………..53-54

2. Penentuan dosis FHEMM……………………………………………54-55

3. Penentuan waktu pencuplikan darah……………………………….55-59

D. Pengaruh Pemberian Jangka Panjang FHEMM terhadap Kadar Bilirubin Tikus

Betina Galur Wistar Terinduksi CCl4……………………………………59-61

xiii
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

1. Kontrol CMC-Na 1% ……………………………………………….61-62

2. Kontrol CCL4………………………………………………………..….62

3. Kontrol FHEMM dosis 137,14 mg/KgBB………………………….62-63

4. Pengaruh pemberian jangka panjang FHEMM dosis 34,28; 68,57; 137,14

mg/KgBB terhadap kadar bilirubin tikus……………………...…….63-66

E. Rangkuman Pembahasan………………………………………………...67-69

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN……………………………………….70

A. Kesimpulan………………………………………………………………….70

B. Saran……………………………………………………………………...…70

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………….71

LAMPIRAN…………………………………………………………………...76

BIOGRAFI PENULIS………………………………………………………..111

xiv
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

DAFTAR TABEL

Tabel I Komposisi dan proporsi reagen ASL/GPT………………………45

Tabel II Komposisi dan proporsi reagen AST/GOT………………...........46

Tabel III Komposisi dan konsentrasi reagen Bill T…………………...…...49

Tabel IV Purata aktivitas serum ALT setelah pemberian CCl4 dosis 2

mL/KgBB pada selang waktu 0, 24, dan 48 jam……………........56

Tabel V Purata aktivitas serum ALT pada selang waktu 0, 24, dan 48 jam

setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mL/KgBB…….…57

Tabel VI Purata aktivitas serum AST pada selang waktu 0, 24, dan 48 jam

setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mL/KgBB…….…57

Tabel VII Hasil uji Mann-Whitney aktivitas serum AST pada selang waktu 0,

24, dan 48 jam setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2

mL/KgBB….....………………………………………………….58

Tabel VIII Purata kadar bilirubin tikus betina galur Wistar terinduksi CCl4

dosis 2 mL/KgBB setelah pemberian jangka panjang FHEMM…60

xv
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kedudukan hati…………...…………………………………..…7

Gambar 2. Anatomi hati…………………………………………………..…8

Gambar 3. Diagram pembuluh-pembuluh yang masuk dan keluar hati…..…9

Gambar 4. Histologi hati……………………………….…………………..10

Gambar 5. Kematian dan regenerasi hepatosit…………………………..…13

Gambar 6. Metabolisme haemoglobin menjadi bilirubin……………….…19

Gambar 7. Biotransformasi bilirubin……………………………………....20

Gambar 8. Struktur karbon tetraklorida (CCl4)………………………….....23

Gambar 9. Proses metabolisme CCl4………………………………………25

Gambar 10. Kejadian seluler yang mengikuti metabolisme CCl4…………..26

Gambar 11. Struktur senyawa mallotinic acid, corilagin, macatannin A,

chebulagic acid, dan macatannin B……………………………30

Gambar 12. Diagram batang purata aktivitas serum ALT pada selang waktu 0,

24, dan 48 jam setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2

mL/kgBB…………………………………………………….....56

Gambar 13. Diagram batang purata aktivitas serum AST pada selang waktu 0,

24, dan 48 jam setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2

mL/kgBB……………………………………………………….58

Gambar 14. Diagram batang rata-rata kadar bilirubin tikus terinduksi

CCl4……………………………………………………………..61

xvi
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Foto daun Macaranga tanarius L. ……...……………………..75

Lampiran 2. Foto ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L……...…76

Lampiran 3. Foto FHEMM………………………………………...………..77

Lampiran 4. Foto suspensi FHEMM………………………………...............78

Lampiran 5. Surat determinasi tanaman Macaranga tanarius L……...…….79

Lampiran 6. Surat ethical clearance penelitian………………………...…...80

Lampiran 7. Surat keterangan penggunaan IBM SPSS Statitistics 22 asli…...81

Lampiran 8. Hasil analisis statistik ALT pada ujipendahuluan waktu

pengambilan darah hewan uji setelah induksi karbon tetralorida 2

mL/kgBB……………………………………………………….82

Lampiran Hasil analisis statistik AST pada uji pendahuluan waktu

9. pencuplikan darah hewan uji setelah induksi karbon tetraklorida 2

mL/kgBB………………………………………..............……..86

Lampiran 10. Hasil analisis statistik bilirubin setelah pemberian fraksi heksan-

etanol Macaranga tanarius L. pada dosis 34,28; 68,57; dan 137,14

mg/KgBB…………………………………………….…………90

Lampiran 11. Perhitungan konversi dosis tikus ke manusia…………………105

Lampiran 12. Perhitungan konversi waktu tikus ke manusia…………..........106

Lampiran 13. Perhitungan kadar air serbuk…………………………………..106

Lampiran 14. Perhitungan persen rendemen FHEMM………………………107

Lampiran 15. Perhitungan persen penurunan kadar bilirubin………………..108

xvii
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

INTISARI

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian jangka


panjang fraksi heksan etanol ekstrak metanol Macaranga tanarius L. (FHEMM)
dan kekerabatan antara pemberian dosis FHEMM terhadap kadar bilirubin pada
tikus betina terinduksi karbon tetraklorida (CCl4).
Penelitian ini bersifat eksperimental murni dengan rancangan acak
lengkap pola searah. Penelitian ini menggunakan 30 tikus betina galur Wistar, umur
2-3 bulan dengan berat badan 130-180 gram yang dibagi acak menjadi 6 kelompok.
Kelompok I merupakan kelompok kontrol CMC-Na 1% dengan dosis 2 mL/350
gBB secara peroral selama 6 hari berurutan. Kelompok II merupakan kelompok
kontrol hepatotoksin CCl4 2 mL/kgBB secara intraperitonial kemudian darah
diambil jam ke-24. Kelompok III adalah kelompok kontrol dosis tertinggi FHEMM
yaitu 137,14 mg/KgBB secara peroral selama 6 hari berurutan. Kelompok IV-VI
merupakan kelompok perlakuan FHEMM dengan tiga peringkat dosis dari rendah
hingga tinggi berturut-turut sebagai berikut 34,28; 68,57; dan 137,14 mg/KgBB
secara peroral. Hewan uji kelompok IV-VI diberikan FHEMM selama enam hari
berturutan kemudian pada hari ketujuh diberikan CCl4 dengan dosis 2mL/KgBB
i.p.. Pengambilan darah dilakukan 24 jam setelah pemejanan CCl4 kemudian
dilakukan pengukuran kadar bilirubin. Darah diambil pada daerah sinus orbitalis di
mata tikus. Data kadar bilirubin yang diperoleh dianalisis dengan uji Shapiro-Wilk
untuk mengetahui distribusi data kemudian dilakukan uji Kruskal Wallis
selanjutnya uji Mann Whitney untuk mengetahui perbedaan kadar bilirubin
antarkelompok.
Hasil penelitian menunjukkan adanya penurunan bilirubin dari FHEMM
dengan %penurunan bilirubin dari dosis terendah hingga tertinggi secara berurutan
yaitu 103,37; 98,88; dan 98,88%. Berdasarkan data pengukuran yang diperoleh
tidak dapat menunjukkan kekerabatan antara dosis pemberian FHEMM terhadap
penurunan kadar bilirubin.

Kata kunci : Macaranga tanarius L., fraksi heksan-etanol ekstrak metanol


Macaranga tanarius L., karbon tetraklorida, bilirubin, efek
penghambatan kenaikan bilirubin

xviii
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

ABSTRACT
The aim of the study were to understand effect of hexane-ethanol
fraction of metanolic extract Macaranga tanarius L. leaf (HEFMM) and relation
between given doses HEFMM and bilirubin level on female rat induced by carbon
tetrachloride (CCl4).
This research was pure experimental with direct sampling design. This
research used 30 Wistar female rat, aged 2-3 month and weighed ±130-180 gram
which were randomly divided into 6 groups. Group I was CMC-Na 1% control with
given dose 2 mL/350g BW orally for six days. Group II was carbon tetrachloride
hepatotoxin control with given dose 2 mL/kg BW intraperitoneally then blood was
drawn after 24 hours. Group III was HEFMM control which was given highest dose
HEFMM(137.14 mg/Kg BW) orally for six days. Group IV-VI were given three
different level of HEFMM with dose 34.28; 68.57; and 137.14 mg/Kg BW orally
for six. On the seventh day all treatment groups were given CCl4 dose 2ml/kg BW
intraperitoneally. Blood were drawn at 24th hour after administration off CCl4 then
bilirubin level was measured. Blood was drawn at the orbital sinus region. Data of
bilirubin level which were obtained were analyzed using Shapiro-Wilk test to look
at the data distribution then data were analyzed using Kruskal Wallis continue with
Mann Whitney test to determine the differences in bilirubin level in each groups.
The results showed that HEFMM can decrease bilirubin level with %
decreasing of bilirubin level from lowest till highest dose were 103.37; 98.88; and
98.88%. Based on the data which were obtained, it cannot show relation of given
dose HEFMM and decreasing bilirubin level.

Keywords : Macaranga tanarius L., hexane-ethanol fraction of metanolic extract


Macaranga tanarius L., carbon tetrachloride, effect of inhibition
bilirubin level to increase.

xix
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

BAB I

PENGANTAR

A. Latar Belakang

Hati merupakan organ terbesar dalam yang menjalankan berbagai fungsi

penting bagi tubuh manusia. Hati melakukan proses-proses penting bagi kehidupan

manusia seperti metabolisme senyawa yang masuk dalam tubuh dan

mendetoksifikasi senyawa racun yang masuk ke dalam tubuh. Fungsi-fungsi yang

dilakukan hati ini menjadikan hati beresiko mengalami kerusakan dan kelainan.

Terdapat berbagai jenis kelainan yang terjadi pada hati, salah satunya adalah

perlemakan hati atau steatosis.

Perlemakan hati merujuk pada terjadinya akumulasi lemak di hepatosit

secara abnormal (Hodgson,2004). Perlemakan dibedakan menjadi dua yaitu

perlemakan hati yang disebabkan karena alkohol dan perlemakan hati yang tidak

disebabkan alkohol atau Non-Alcoholic Fatty Liver Disease (NAFLD). Data

epidemiologi menunjukkan bahwa di Indonesia prevalensi NAFLD mencapai 30,6

% (Sofia, Nurdjanah, dan Ratnasari, 2009). Angka prevalensi NAFLD di Indonesia

lebih tinggi dibandingkan Negara-negara Asia lainnya (Jepang 9-30%; Cina 5-24%;

Korea 18%; India 5-28%; Indonesia 30%; Malaysia 17%; Singapura 5%)

(Amarapurkar, Hashimoto, Lesmana, Sollano, Chen, dan Goh, 2007).

Menurut Chalrton (2004), kondisi kronis NAFLD akan sampai pada

keadaan Non-Alcoholic Steato Hepatitis (NASH). Kondisi NAFLD dapat

diperburuk oleh penyakit lain, contohnya diabetes mellitus. Diabetes mellitus tipe

2 dapat meningkatkan resiko kematian hingga 22 kali lipat pada pasien NAFLD

1
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
2

(Younossi, Gramlich, Matteoni, Boparai, McCullough, 2004). Pada pasien dengan

diabetes mellitus tipe 2, prevalensi penderita NAFLD mencapai 75%(Angulo,

2002). Penyakit diabetes mellitus sering ditemukan pada pasien yang menderita

NAFLD, sekitar 18-45% dari keseluruhan kasus (Browning, et al., 2004). Diabetes

mellitus tipe 2 merupakan salah satu faktor resiko perburukan penyakit hati dan

kematian pada pasien NAFLD (Shivanandapai, Madi, Achappa, dan Unnikrishnan,

2012)

Ketika hati mengalami kerusakan, proses-proses yang terjadi di hati

akan terganggu. Terganggunya proses tersebut dapat ditandai dengan perubahan

kadar biokimia normal dalam serum darah. Salah satu cara mengukur fungsi hepar

adalah dengan mengukur kadar bilirubin serum. Bilirubin dianggap dapat

merefleksikan fungsi hepar yang sebenarnya karena dapat memberikan gambaran

mengenai fungsi hepar dalam mengambil, mengolah, dan mengeluarkan bilirubin

ke dalam cairan empedu (Ahn dan Cohen, 2011). Ketika kadar bilirubin total

semakin meningkat menunjukkan kemungkinan kehilangan fungsi hati, yang dapat

menyebabkan terjadinya gagal hati (Gupta, 2014). Dalam penelitian ini, fokus

peneliti adalah perubahan parameter bilirubin pada kelompok perlakuan.

Senyawa hepatotoksin yang digunakan sebagai model adalah karbon

tetraklorida (CCl4). CCl4 telah umum digunakan sebagai agen hepatotoksik dalam

penelitian penyakit hati. Pemberian CCl4 pada tikus dapat meningkatkan oksidasi

protein hepatik sehingga terjadi akumulasi protein teroksidasi CCl4 dalam hati

(Alagammal, Lincy, Mohan, 2013). Pemberian dosis tunggal CCl4 kepada tikus
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
3

dapat menyebabkan nekrosis sentrilobular dan perubahaan melemak (Timbrell,

2008).

Tumbuh-tumbuhan dapat menjadi suatu alternatif pengobatan yang

dilakukan untuk mencegah bahkan mengobati penyakit (Donatus, 2001). Terdapat

beragam bahan alami, yang sebagian besar diproduksi oleh tumbuhan, biasanya

berasal dari pengobatan Cina maupun India yang dapat digunakan sebagai

hepatoprotektor (Weber, Boll, Stampfl, 2003). Saat ini masih banyak masyarakat,

khususnya masyarakat Indonesia yang memanfaatkan bahan alam sebagai obat

karena dianggap lebih aman dibandingkan obat modern. Salah satu tanaman yang

dapat dimanfaatkan adalah Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. atau disebut mara,

merupakan pohon kecil sampai sedang, berdaun hijau, memiliki ketinggian 4-5

meter dengan dahan agak besar (Wardiyono, 2012). Tanaman ini memiliki

kandungan antioksidan yang tinggi. Berdasarkan penelitian Matsunami, Takamori,

Shinzato, Aramoto, Kondo, dan Otsuka (2006) dalam daun Macaranga tanarius

(L.) Müll. Arg. terdapat kandungan glukosida yaitu macarangioside A-C dan

mallophenol B dari ekstrak metanol yang menunjukkan aktivitas penangkapan

radikal terhadap 2,2-diphenyl-1-picrylhydrazyl (DPPH). Matsunami, Otsuka,

Kondo, Shinzato, Kawahata, Yamaguchi, dkk (2009) melaporkan bahwa 3

kandungan glukosida baru dari ekstrak yang sama yaitu (+)-pinoresinol 4-O-[6”-

o-gallonyl]-β-D-glukopiranoside serta macarangioside E memiliki aktivitas

penangkapan radikal bebas yang poten terhadap DPPH. Puteri dan Kawabata

(2010) melaporkan bahwa dalam Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. terdapat 5

senyawa ellagitannins yaitu mallotinic acid, corilagin, macatannin A, chebulagic


PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
4

acid, dan macatannin B dari fraksi etil asetat ekstrak metanol. Macaranga tanarius

(L.) Müll. Arg. memiliki aktivitas hepatoprotektif secara in vivo yang dapat

menurunkan ratio hepatotoksik dari 100% menjadi 5,7%. (Lin,Liu,Lu 2005).

Berdasarkan penelitian tersebut di atas dapat diketahui bahwa Macaranga tanarius

(L.) Müll. Arg. memiliki kandungan senyawa yang bersifat antioksidan yang dapat

digunakan untuk menetralkan senyawa radikal yang merupakan penyebab

perlemakan hati.

Penelitian ini dilakukan berdasarkan hasil penelitian Puteri dan

Kawabata (2010). Dalam penelitian tersebut digunakan etil asetat untuk fraksinasi

ekstrak metanol Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg.. Pada penelitian tersebut

berhasil diperoleh 5 senyawa yaitu corilagin, chebulagic acid, macatannin A,

macatannin B, dan mallotinic acid yang memiliki lipofolisitas berturut-turut yaitu

1,10; 2,64; 2,76; 2,94; dan 0,97. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pelarut

heksan-etanol sebagai pengganti etil asetat, pelarut heksan-etanol memiliki

lipofilitas sebesar 2,97. Nilai lipofilitas tersebut diperoleh dari perhitungan

menggunakan aplikasi Marvin Sketch. Berdasarkan perhitungan lipofilitas

diketahui bahwa macatannin A, macatannin B, dan chebulagic acid memiliki

lipofilitas yang dekat dengan heksan-etanol sehingga pelarut tersebut dapat

digunakan untuk menyari senyawa-senyawa tersebut. Peneliti ingin melihat

kemampuan jangka panjang fraksi heksan-etanol ekstrak metanol Macaranga

tanarius (L.) Müll. Arg. untuk menyembuhkan perlemakan hati melalui penurunan

kadar bilirubin total serum hewan uji. Dalam penelitian ini digunakan sediaan fraksi

untuk mengetahui secara lebih spesifik senyawa yang berpotensi sebagai


PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
5

hepatoprotektor. Oleh karena itu diperlukan penelitian lebih lanjut untuk

membuktikan pengaruh pemberian jangka panjang fraksi heksan-etanol ekstrak

metanol Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg.. Bersamaan dengan penelitian ini

telah dilakukan pula penelitian tentang pengaruh pemberian jangka pendek fraksi

heksan-etanol ekstrak metanol Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. terhadap kadar

bilirubin tikus terinduksi karbon tetraklorida,

1. Perumusan masalah

Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan permasalahan sebagai

berikut :

a. Apakah pemberian jangka panjang fraksi heksan-etanol ekstrak metanol

Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. memberikan pengaruh penurunan kadar

bilirubin pada tikus betina galur Wistar terinduksi CCl4 ?

b. Apakah terdapat kekerabatan antara dosis pemberian fraksi heksan-etanol

ekstrak metanol dengan penurunan kadar bilirubin pada tikus betina galur Wistar

terinduksi CCl4?

2. Keaslian penelitian

Matsunami, dkk (2006; 2009) melaporkan bahwa terdapat kandungan

glikosida, yaitu macarangioside A-C dan mallophenol B pada daun Macaranga

tanarius (L.) Müll. Arg. yang diisolasi dari ekstrak metanol dan mempunyai

aktivitas penangkapan radikal terhadap DPPH. Phormmart, Sutthiyaiyakit,

Chimnoi, Ruchirawat, dan Sutthiyaiyakit (2005) melaporkan bahwa flavonoid dari

ekstrak n-heksan dan kloroform daun Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg.

mempunyai aktivitas antioksidan terhadap 1,1-diphenyl-2-phcrylhydrazyl (DPPH).


PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
6

Puteri dan Kawabata (2010) melaporkan bahwa telah ditemukan 5 senyawa yaitu

corilagin, chebulagic acid, macatannin A, macatannin B, dan mallotinic acid

dalam fraksi etil asetat ekstrak metanol Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg.. yang

dapat berperan sebagai inhibitor α glucosidase pada penyakit diabetes. Efek

hepatoprotektor ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. pada

tikus jantan terinduksi parasetamol telah diteliti oleh Adrianto (2011) sedangkan

efek hepatoprotektif ekstrak etanol-air daun Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg.

pada tikus terinduksi karbon tetraklorida praperlakuan jangka panjang telah diteliti

oleh Rahmamurti (2013). Dalam penelitian tersebut didapatkan bahwa pemberian

ektrak daun Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. dapat memberikan efek

hepatoprotektor. Sejauh penelusuran pustaka yang dilakukan, penelitian tentang

efek hepatoprotektif pemberian fraksi heksan-etanol ekstrak metanol Macaranga

tanarius (L.) Müll. Arg. dengan melihat penurunan kadar bilirubin pada tikus betina

galur Wistar terinduksi CCl4 belum pernah dilakukan sebelumnya.

3. Manfaat penelitian

a. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan memberi manfaat pada pengembangan ilmu

pengetahuan terutama di bidang kefarmasian mengenai potensi hepatoprotektif

jangka panjang dari fraksi heksan-etanol dari ekstrak metanol-air Macaranga

tanarius (L.) Müll. Arg.

b. Manfaat praktis

Hasil penelitian mampu memberikan informasi terkait


PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
7

1) Penurunan kadar bilirubin tikus setelah pemberian fraksi heksan-etanol dari

ekstrak daun Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg selama 6 hari.

2) Hubungan kekerabatan antara dosis pemberian jangka panjang selama 6 hari

fraksi heksan-etanol dari ekstrak metanol Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg.

terhadap penurunan kadar bilirubin tikus terinduksi CCl4.

B. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi fraksi

heksan-etanol dari ekstrak metanol-air Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. sebagai

agen hepatoprotektor dengan pemberian selama 6 hari pada tikus terinduksi CCl4.

2.Tujuan khusus

Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk

a. Mengetahui penurunan kadar bilirubin yang ditimbulkan setelah pemberian

fraksi heksan-etanol dari ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius (L.)

Müll. Arg. selama 6 hari.

b. Mengetahui kekerabatan antara dosis pemberian fraksi heksan-etanol dari

ekstrak metanol Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. terhadap penurunan kadar

bilirubin pada tikus betina galur Wistar yang terinduksi CCl4.


PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
8

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Hati
1. Anatomi dan fisiologi hati
Hati adalah organ berwarna merah kecoklatan (karena berisi darah)

dengan konsistensi lunak dan merupakan salah satu kelenjar terbesar di tubuh

dengan berat sekitar 1500 gram. Pada bayi ukurannya relatif besar dan mengisi 2/5

volume rongga perut (Wibowo, 2008). Hati pada orang dewasa memiliki berat

1400-1600 gram, yaitu sekitar 2.5% berat badan (Robbins dan Cotran, 2010).

Hati manusia terletak dalam rongga perut sebelah kanan. Bagian

terbesar terlindung oleh tulang-tulang iga dan permukaan atasnya melekat pada

sekat rongga badan (diafragma) (Wibowo, 2008). Sebagian besar massa hati

terletak di sebelah kanan hypochondriac dan area epigastric, tapi dapat mencapai

kiri hypochondriac dan area umbilical (Martini, Nath, dan Bartholomew, 2012).

Kedudukan hati Nampak setinggi iga kelima dan melebar di sebelah bawah sampai

pinggiran iga-iga di sebelah kanan (Gambar 1) (Pearce, 2009).

Gambar 1. Kedudukan Hati


(Pearce, 2009).

8
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
9

Hati terbagi dalam dua belahan utama, kanan dan kiri. Permukaan atas

berbentuk cembung dan terletak di bawah diafragma; permukaan bawah tidak rata

dan memperlihatkan lekukan (Pearce, 2009). Hati dibungkus oleh kapsul fibrosa

yang kuat dan dilindungi oleh lapisan peritoneum visceral. Pada permukaan

anterior, terdapat falciform ligament yang memisahkan antara lobus kanan dan kiri.

Penebalan pada bagian tepi posterior falciform ligament disebut ligamen bundar

atau ligamentum teres. Pada permukaan posterior dari hati, vena cava inferior

menandai pembagian lobus kanan dan lobus kaudata. Pada bagian inferior lobus

kaudata terdapat lobus kuadrata, terselip di antara lobus kiri dan kantong empedu.

Pembuluh darah aferen dan struktur lain mencapai hati melewati jaringan ikat

omentum, yang kemudian bertemu di daerah yang disebut porta hepatis (Gambar

2) (Martini, et al., 2012).

Gambar 2. Anatomi hati


(Martini, et al., 2012)

Setiap belahan atau lobus terdiri atas lobulus. Lobulus ini berbentuk

polyhedral (segi banyak) dan terdiri atas sel hati berbentuk kubus, dan cabang-

cabang pembuluh darah diikat bersama oleh jaringan hati. Hati mempunyai dua
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
10

jenis persediaan darah, yaitu yang datang melalui arteri hepatika dan yang melalui

vena porta (Pearce, 2009).

Pembuluh darah yang terdapat di hati adalah :

a. Arteri hepatica, yang keluar dari aorta dan memberikan seperlima darahnya

kepada hati; darah ini mempunyai kejenuhan oksigen 95 sampai 100 persen

b. Vena porta yang terbentuk dari vena lienalis dan vena mesenterika superior,

menghantarkan empa perlima darahnya ke hati; darah ini mempunyai kejenuhan

oksigen hanya 70 persen sebab beberapa O2 telah diambil limpa dan usus. Darah

vena porta ini membawa zat makanan yang telah diabsorbsi mukosa usus halus

kepada hati

c. Vena hepatica mengembalikan darah dari hati ke vena kava inferior. Di dalam

vena hepatica tidak terdapat katup

d. Saluran empedu terbentuk dari penyatuan kapiler-kapiler empedu yang

mengumpulkan empedu dari sel hati

Maka terdapat empat pembuluh darah utama yang menjelajahi seluruh hati, dua

yang masuk, yaitu arteri hepatica dan vena porta, dan dua yang keluar yaitu vena

hepatica dan saluran empedu (Gambar 3) (Pearce, 2009).

Gambar 3. Diagram pembuluh-pembuluh yang masuk dan keluar hati


(Pearce, 2009)
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
11

Sel-sel hepar mendapat suplai darah dari vena portae hepatis yang kaya

makanan, tidak mengandung oksigen, dan kadang-kadang toksik, serta dari arteria

hepatica yang mengandung oksigen. Sistem peredaran darah yang tidak biasa ini

menyebabkan sel-sel hepar mendapat darah yang relatif kurang oksigen. Keadaan

ini dapat menjelaskan mengapa sel hepar lebih rentan terhadap kerusakan dan

penyakit (Wibowo dan Paryana, 2009).

Secara histologi, hati tersusun oleh beberapa komponen (Gambar 4),

yaitu :

Gambar 4. Histologi hati


(Tortora dan Derrickson, 2012).

a. Hepatosit atau sel hati, merupakan sel fungsional terbanyak yang menyusun hati

dan melakukan berbagai fungsi metabolisme, sekresi, dan fungsi endokrin.

Hepatosit membentuk susunan tiga dimensi yang kompleks disebut lamina

hepatik. Lamina hepatik merupakan suatu pelat hepatosit dengan satu sel tebal

yang berbatasan di kedua sisi ruang endotel vaskular yang disebut sinusoid.

Lamina hepatik mempunyai cabang dan struktur yang tidak teratur. Lamina
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
12

hepatik membentuk alur dalam membrane sel diantara hepatosit dan

menyediakan ruang bagi kanalikuli yang mana hepatosit mengeluarkan empedu.

b. Kanalikuli empedu, merupakan saluran kecil di antara hepatosit yang berfungsi

mengumpulkan empedu yang dihasilkan oleh hepatosit. Empedu yang telah

berada di saluran empedu kemudian akan melewati bile ductules kemudian

saluran empedu (bile duct).

c. Sinusoid, merupakan pembuluh darah kapiler yang sangat permeabel di antara

hepatosit yang menerima darah kaya oksigen dari percabangan arteri hepatik dan

darah terdeoksigenasi dari percabangan vena porta hepatik. Sinusoid-sinusoid

kemudian bertemu dan mengantarkan darah menuju vena sentral, dari vena

sentral darah kemudian mengalir ke vena hepatik, yang mana akan diangkut

menuju vena cava inferior. Pada sinusoid terdapat sel fagosit disebut sel kupffer

yang bertugas menghancurkan sel-sel darah merah dan putih yang sudah tua,

bakteri, serta benda asing lainnya yang terdapat pada aliran darah vena yang

diangkut dari saluran pencernaan.

(Tortora dan Derrickson, 2012).

2. Fungsi hati

Fungsi hati bersangkutan dengan metabolisme tubuh, khususnya

mengenai pengaruhnya atas makanan dan darah (Pearce, 2009). Setiap hari,

hepatosit mensekresi sekitar 800-1000 mL empedu, suatu cairan berwarna kuning

kecoklatan. Empedu memiliki pH 7,6-8,6 dan mengandung air, garam empedu,

kolesterol, fosfolipid yang disebut lesitin, pigmen empedu, dan beberapa ion.

Pigmen terpenting dari empedu adalah bilirubin. Fagositosis sel darah merah yang
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
13

sudah tua akan melepaskan besi, globin, dan bilirubin. Besi dan globin akan

mengalami daur ulang, sedangkan bilirubin disekresikan menjadi empedu dan

akhirnya dipecah di usus (Martini, et al., 2012).

Hati berfungsi untuk merombak sel darah merah yang tua; mengekskresi

bilirubin; detoksifikasi racun; menyimpan Fe2+ dan vitamin A, D, E, dan K;

memproduksi protein plasma; menyimpan glukosa sebagai glikogen; merombak

glikogen menjadi glukosa; memproduksi urea; dan membantu dalam regulasi

kolesterol dalam darah serta mengubahnya menjadi garam empedu (Mader, 2010).

Untuk mengatasi berbagai potensi kerusakan yang dapat terjadi,

hepatosit memiliki kemampuan regenerasi yang cepat sebagai mekanisme untuk

memperbaiki jaringan hati yang rusak. Apabila terjadi kerusakan pada sel hati yang

disebabkan oleh racun, maka sel hati akan langsung mengadakan mitosis besar-

besaran di daerah yang terjadi kerusakan (Corwin, 2009).

3. Kematian dan regenerasi hepatosit

Struktur normal liver dan fungsinya dipengaruhi oleh keseimbangan

antara kematian dan regenerasi sel. Kematian hepatosit dapat disebabkan karena

nekrosis atau apoptosis. Nekrosis ditandai dengan hilangnya ketahanan membran

plasma dengan pelepasan senyawa-senyawa kimia secara lokal yang menyebabkan

terjadinya respon inflamasi (Sherlock dan Dooley, 2002).

Apoptosis merupakan mekanisme yang normal terjadi pada sel. Ketika

sel mengalami kerusakan maka sel akan mengalami perusakan alami yang

diperantarai inflamasi. Inflamasi yang memperantarai kerusakan pada apoptosis

berbeda dengan nekrosis, pada apoptosis pelepasan mediator inflamasi hanya


PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
14

sedikit (Gambar 5). Proses patologis dapat menganggu mekanisme apoptosis

normal yang memicu terjadinya penyakit. Peningkatan apoptosis yang dipengaruhi

cholangiocytes dapat menyebabkan duktopenia. Stimulasi apoptosis secara berlebih

dapat memicu gagal hati fulminant (Sherlock dan Dooley, 2002).

Apoptosis dapat disalahartikan dari nekrosis karena kriteria

morfologinya yang serupa, untuk membedakannya dapat dilakukan menggunakan

mikroskop cahaya atau elektron. Suatu agen toksik dapat menginduksi lebih dari

satu kerusakan hati, baik apoptosis maupun nekrosis, kejadian ini dapat

berlangsung bersamaan maupun merupakan kelanjutan dari kejadian lain

(Hodgson, 2004).

Regenerasi terjadi ketika jumlah hepatosit berkurang. Hepatosit akan

distimulasi oleh mediator (primer), yaitu sitokin untuk bergerak menuju primed

state (G0G1), kemudian hormon pertumbuhan akan menstimulasi sintesis DNA

dan replikasi seluler (Gambar 5). Faktor transkripsi utama meliputi NF‫ג‬B dan

STAT 3. Regenerasi dapat terjadi dengan sangat cepat (Sherlock dan Dooley,

2002).

Gambar 5. Kematian dan Regenerasi hepatosit


(Sherlock dan Dooley, 2002).
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
15

Jika hepatosit mengalami kerusakan yang menyebabkan respon ini tidak

berjalan, maka hepatosit dapat dihasilkan dari sel yang berhubungan dengan saluran

empedu, yang juga disebut sel oval. Sel tersebut berasal dari sel pada saluran kecil

bilirubin atau kanal Hering. Hepatosit dapat juga dihasilkan dari stem sel

ekstrahepatik, yaitu sumsum tulang (Sherlock dan Dooley, 2002).

4. Kerusakan hati

Hati merupakan organ yang sering menjadi sasaran untuk diinduksi

mengalami kerusakan menggunakan senyawa kimia. Beberapa faktor penting

diketahui dapat menambah kerentanan hati. Pertama, sebagian besar xenobiotik

memasuki hati melalui sistem pencernaan dan setelah mengalami proses absorbsi

akan dikirim oleh vena porta hepatik menuju hati, sehingga hati merupakan organ

pertama yang diperfusi oleh zat kimia yang diabsorbsi oleh usus. Faktor kedua

adalah hati memiliki enzim untuk metabolisme xenobiotik dalam konsentrasi yang

tinggi dengan enzim utamanya adalah sitokrom P450. Meskipun sebagian besar

biotransformasi adalah reaksi detoksifikasi, banyak reaksi oksidatif yang

menghasilkan metabolit reaktif yang dapat menginduksi kerusakan hati. Bagian hati

yang sering mengalami kerusakan adalah daerah sentrilobuler dan pada daerah

tersebut memiliki konsentrasi sitokrom P450 yang tinggi dalam hati (Hodgson,

2004).

Jenis kerusakan hati tergantung pada jenis agen toksik, keberbahayaan

intoksikasi, dan jenis paparan, baik akut maupun kronis. Beberapa jenis kerusakan

dapat spesifik terjadi pada hati (contohnya kolestasis) dan terdapat pula yang tidak
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
16

spesifik pada hati (contohnya nekrosis dan karsinogenesis) (Hodgson, 2004). Jenis-

jenis kerusakan hati, yaitu:

a. Nekrosis

Nekrosis sel merupakan proses degeneratif yang dapat menyebabkan

kematian sel. Nekrosis, biasanya merupakan kelukaan akut, yang dapat terjadi

pada area lokal dan hanya mempengaruhi beberapa hepatosit (focal necrosis), atau

dapat juga mempengaruhi keseluruhan lobus (massive necrosis). Kematian sel

terjadi bersamaan dengan pecahnya membran sel, dan didahului oleh beberapa

perubahan morfologi seperti edema sitoplasmik, dilatasi reticulum endoplasma,

disagregasi polisoma, akumulasi trigliserida, pembengkakan mitokondria dengan

adanya angguan pada cristae, dan disolusi organela dan nukleus. Hati memiliki

kemampuan regenerasi yang cepat, sehingga lesi nekrotik bukan termasuk kondisi

yang gawat, tetapi apabila nekrosis terjadi pada area yang luas maka dapat

menyebabkan kerusakan hati yang berbahaya dan bahkan gagal hati (Hodgson,

2004). Nekrosis ditandai dengan peningkatan jumlah eosinofil di sitoplasma dan

tampak homogen dibanding sel normal karena telah kehilangan glikogen (Robins

& Cotran, 2010).

b. Kolestasis

Kolestasis merupakan penekanan atau penghentian dari aliran empedu,

dan mungkin dapat disebabkan baik oleh intrahepatik maupun ekstrahepatik.

Inflamasi atau pengeblokan pada saluran empedu menyebabkan terjadinya retensi

garam empedu sebanyak akumulasi bilirubin, dan bahkan dapat memicu terjadinya

jaundice atau penyakit kuning. Mekanisme lain yang menyebabkan kolestasis


PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
17

termasuk perubahan permeabilitas membran hepatosit maupun kanalikuli biliar.

Kolestasis biasanya diinduksi oleh obat dan susah untuk dilakukan uji pada hewan.

Perubahan kimiawi darah dapat digunakan sebagai alat diagnostik (Hodgson,

2004).

c. Sirosis

Sirosis merupakan penyakit progresif yang ditandai dengan deposisi

kolagen melalui hati. Sebagian besar kasus sirosis merupakan akibat dari kelukaan

akibat paparan zat kimia secara kronis. Akumulasi dari bahan fibrosa menyebabkan

restriksi aliran darah yang berbahaya, gangguan proses metabolisme dan proses

detoksifikasi secara normal. Situasi ini tidak dapat berbalik karena kerusakan lebih

lanjut dan bahkan dapat memicu gagal hati (Hodgson, 2004). Area hati yang rusak

akibat sirosis dapat menjadi permanen dan sikatriks sehingga darah tidak dapat

mengalir dengan baik pada jaringan hati yang rusak dan hati mulai menciut, serta

menjadi keras (Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik, 2007).

d. Hepatitis

Hepatitis merupakan suatu inflamasi pada hati yang biasanya

disebabkan oleh virus. Hepatitis dapat pula disebabkan oleh senyawa kimia

tertentu, biasanya obat yang dapat menginduksi terjadinya hepatitis yang serupa

dengan yang disebabkan oleh infeksi virus (Hodgson, 2004).

e. Karsinogenesis

Karsinogenesis merupakan bentuk paling umum dari tumor hati disebut

hepatoselular karsinoma, bentuk lainnya termasuk cholangiocarcinoma,

angiosarcoma, glandular carcinoma, dan sel karsinoma hati yang tidak


PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
18

terdiferensiasi. Bahan alami yang dapat menyebabkan kanker hati contohnya

aflatoksin, cycasin, dan safrol. Senyawa sintesis yang dapat menyebabkan

karsinogenesis contohnya dialkylnitrosamines dan dimethylbenzanthracene

(Hodgson, 2004).

5. Steatosis

Perlemakan hati merujuk pada akumulasi lemak di hepatosit secara

abnormal. Pada waktu yang sama terdapat penurunan lipid plasma dan lipoprotein.

Terdapat berbagai macam agen toksik yang dapat menyebabkan perlemakan hati

dengan mekanisme yang berbeda-beda. Pada dasarnya akumulasi lemak dikaitkan

dengan gangguan baik pada sintesis atau sekresi lipoprotein. Kelebihan lemak dapat

dihasilkan dari suplai berlebih asam lemak bebas dari jaringan adiposa atau pada

umumnya dari gangguan pelepasan trigliserida dari hati menuju plasma.

Trigliserida disekresi dari hati sebagai lipoprotein (very low density lipoprotein,

VLDL). Peran dari perlemakan hati hingga menyebabkan kerusakan hati belum

dipahami dengan jelas, dan perlemakan hati itu sendiri tidak berarti disfungsi hati.

Onset dari akumulasi lemak pada hati bersamaan dengan perubahan biokimia dalam

darah, sehingga analisis kimia darah dapat berguna sebagai alat diagnosa (Hodgson,

2004). Salah satu pemicu terjadinya perlemakan hati adalah alkohol. Pemeriksaan

yang dilakukan pada kasus ini adalah pemeriksaan enzim SGOT, SGPT, dan ALP

(Dudgale, 2013).

6. Bilirubin

Bilirubin adalah suatu produk penguraian sel darah merah, sebagian

besar (80-85%) berasal dari haemoglobin dan sisanya berasal dari protein yang
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
19

mengandung haem contohnya sitokrom P450 (Sherlock dan Dooley, 2002). Setelah

sel darah merah menghabiskan rentang umurnya 120 hari, membran sel tersebut

menjadi sangat rapuh dan pecah. Hemoglobin dilepaskan dan diubah menjadi

bilirubin bebas oleh sel-sel fagositik (Corwin, 2009).

Enzim yang mengubah haem menjadi bilirubin adalah mikrosomal

haem oksigenase (Gambar 6). Pemecahan cincin pophyrin terjadi secara selektif

pada jembatan α-methane. Jembatan karbon α diubah menjadi karbon monoksida

dan perannya digantikan oleh 2 molekul oksigen yang berasal dari oksigen

molekular. Hasilnya adalah tetrapyrrole yang memiliki struktur IX α-biliverdin.

Tetrapyrrole diubah menjadi IX α-biliverdin oleh enzim sitosol, yaitu biliverdin

reduktase. Tetrapyrrole bersifat larut air, sedangkan bilirubin larut lemak.

Perubahan menjadi larut dalam lemak disebabkan karena penyusunan kembali

cincin pyrrole sehingga ikatan hidrogen internal menutupi rantai samping asam

propionate dan menyebabkan bilirubin susah larut dalam air. Ikatan ini dapat

dipecah oleh alkohol dalam reaksi diazo (van den Bergh) yang mengubah bilirubin

tak terkonjugasi menjadi bilirubin terkonjugasi (Sherlock dan Dooley, 2002).

Bilirubin bebas berikatan dengan albumin plasma dan mengalir dalam

darah menuju hati. Bilirubin bebas dianggap tidak terkonjugasi karena walaupun

berikatan dengan albumin, pengikatannya bersifat reversibel. Setelah berada di hati,

bilirubin dibebaskan dari albumin dan karena bilirubin bebas bersifat larut dalam

lemak, bilirubin tersebut mudah masuk ke dalam hepatosit. Setelah berada di dalam

hepatosit, bilirubin dengan cepat berikatan dengan zat lain, biasanya asam
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
20

glukoronat, dan di tempat ini dianggap terkonjugasi. Bilirubin terkonjugasi bersifat

larut air dan tidak larut lemak (Corwin, 2009).

Gambar 6. Metabolisme haemoglobin menjadi bilirubin. M, metil; P,


propionate; V,vinil
(Sherlock dan Dooley, 2002)

Sebagian besar bilirubin terkonjugasi secara aktif disalurkan ke

kanalikulus empedu kemudian bilirubin tersebut disalurkan bersama dengan

komponen empedu lainnya ke kandung empedu atau usus halus. Sejumlah kecil

bilirubin terkonjugasi tidak menuju ke usus sebagai komponen empedu tetapi

diserap kembali masuk aliran darah. Hal ini menyebabkan hampir selalu terdapat
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
21

sebagian kecil bilirubin tidak terkonjugasi dalam perjalanannya menuju hati

(Corwin, 2009).

Setelah berada di dalam usus, bilirubin terkonjugasi diproses oleh

bakteri dan diubah menjadi urobilinogen. Sebagian besar urobilinogen masuk ke

dalam aliran darah dan diekskresi oleh ginjal dalam urin, sebagian diekskresi dalam

tinja, dan sebagian mengalami daur ulang kembali ke hati dalam sirkulasi

enterohepatik (usus ke hati). Gambar 7 menunjukkan langkah-langkah yang terjadi

dalam konjugasi dan ekskresi bilirubin (Corwin, 2009).

Gambar 7. Biotransformasi bilirubin


(Corwin, 2009).

Konjugasi bilirubin penting untuk ekskresi bilirubin. Tanpa konjugasi,

bilirubin tidak dapat diekskresi oleh ginjal atau usus. Penanganan bilirubin oleh hati

adalah suatu bentuk detoksifikasi metabolik. Tanpa konjugasi, terjadi penumpukan

bilirubin tidak terkonjugasi dalam darah yang mungkin mencapai kadar yang dapat

bersifat toksik (Corwin, 2009).

Bilirubin total merupakan biomarker yang dikaitkan dengan gangguan

homeostatis bilirubin. Ketika kadar bilirubin total semakin meningkat menunjukkan


PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
22

kemungkinan gangguan fungsi hati, yang dapat menyebabkan gagal hati (Gupta,

2014). Kadar bilirubin serum merupakan biomarker fungsi hati yang nyata, yang

mana dapat mengukur kemampuan hati untuk membersihkan bilirubin dari darah

ketika mengalir melalui hati (Senior, 2006). Kadar bilirubin total normal pada tikus

yaitu <0,1 – 0,2 mg/dl (Suckow, Weisbroth, dan Franklin, 2006).

B. Hepatotoksisitas

Hepatotoksisitas termasuk kerusakan hati yang dipengaruhi oleh

senyawa kimia. Obat tertentu apabila digunakan melebihi dosis dan kadang sudah

digunakan pada dosis terapi dapat menyebabkan kelukaan pada hati. Senyawa

kimia lain seperti yang digunakan di laboratorium (contohnya karbon tetraklorida

(CCl4)), industri (contohnya timbal), senyawa kimia alam (contohnya aflatoksin),

dan bahan herbal (cascara sagrada) dapat juga menyebabkan hepatotoksisitas.

Senyawa yang menyebabkan hepatotoksisitas disebut hepatotoksin (Robin, Sunil,

dan Nidhi, 2012). Hepatotoksisitas dapat diklasifikasikan menjadi intrinsik dan

idiopatik. Hepatotoksisitas dapat diklasifikasikan menjadi intrinsik jika suatu agen

atau obat memiliki struktur yang berpotensi menyebabkan kerusakan hati.

Hepatotoksisitas dapat diklasifikasikan sebagai idiopatik apabila suatu senyawa

atau obat menimbulkan kejadian hepatotoksisitas yang tidak terduga (Mumtaz,

2010).

a. Hepatotoksisitas intrinsik terjadi ketika senyawa secara langsung merusak sel

hati yang normal. Contohnya, hepatotoksisitas langsung atau terprediksi

ditimbulkan oleh asetaminofen pada ingesti berlebih atau interval penggunaan

tertentu. Hepatotoksisitas intrinsik juga disebabkan oleh senyawa kimia yang


PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
23

berada di lingkungan seperti CCl4 dan kloroform. Hepatotoksisitas tidak

langsung terjadi ketika obat mengubah fungsi fisiologi normal atau vital seperti

sekresi dan metabolisme hepatosit dan menyebabkan kerusakan. Contohnya,

kontrasepsi oral mempengaruhi fungsi metabolisme, isoniazid mempengaruhi

fungsi sekresi hepatosit. Adanya gangguan pada transfer protein termasuk aliran

empedu secara normal dapat menyebabkan gangguan kolestasis (Mumtaz,

2010).

b. Hepatotoksisitas idiopatik merupakan hepatotoksisitas tidak langsung.

Hepatotoksisitas idiopatik menghasilkan respon hepatotoksik yang tidak

tergantung pada dosis dan memiliki masa laten yang bervariasi mulai dari hari

sampai bulan. Obat yang dapat menginduksi respon hepatotoksik dapat melalui

beberapa mekanisme, seperti pengancuran hepatosit dan melepaskan beberapa

protein sel yang berikatan kovalen dengan obat, melalui proses tertentu

kemudian terbentuk sesuatu yang dikenali tubuh sebagai antigen dan memicu

reaksi hipersensitif. Metildopa, fenitoin, obat golongan sulfa dapat menimbulkan

hipersensitifitas. Inhibisi aktivitas enzim hepatik oleh obat dapat menimbulkan

hepatotoksisitas (Mumtaz, 2010).

C. Karbon Tetraklorida

Karbon tetraklorida (CCl4) (Gambar 8) merupakan cairan bening yang

mudah menguap. Sebagian besar CCl4 yang terdapat lolos ke lingkungan terdapat

dalam bentuk gas. Karbon tetraklorida merupakan senyawa yang tidak mudah

terbakar, memiliki bau yang manis, dan sebagian besar orang dapat mencium saat
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
24

konsentrasinya mencapai 10 ppm dari udara (U.S Department of Health and Human

Services, 2005).

Gambar 8. Struktur karbon tetraklorida (CCl4)


(U.S Department of Health and Human Services, 2005).

Hati adalah organ yang sangat sensitif terhadap CCl4 karena

mengandung berbagai enzim yang dapat mengubah bentuk senyawa kimia.

Beberapa produk pemecahan mungkin dapat menyerang protein sel dan

mengganggu fungsi sel hati. Pada kasus yang sedang, hati menjadi bengkak dan

lembut menyebabkan penurunan fungsi hati. Beberapa efek dapat bersifat

reversibel jika paparan CCl4 tidak terlalu tinggi atau terlalu lama (U.S Department

of Health and Human Services, 2005).

Karbon tetraklorida telah banyak digunakan dalam penelitian untuk

menginduksi kerusakan hati. Pemberian dosis tunggal CCl4 kepada tikus dapat

menyebabkan nekrosis sentrilobular dan perubahaan melemak. Racun dapat

mencapai konsentrasi maksimal di hati kurang dari 3 jam setelah pemberian.

Setelah itu, konsentrasinya akan menurun dan setelah 24 jam tidak ada CCl 4 yang

tersisa di hati. Dosis pemberian CCl4 adalah 0,1 sampai 3 ml/kg i.p (Mohit,

Parminder, Jaspreet, Manisha, 2011). Pemberian CCl4 dalam dosis rendah hanya

menyebabkan perlemakan hati dan kerusakan sitokrom P450. Kerusakan sitokrom

P450 terjadi paling banyak pada area sentrilobular dan area tengah hati (Timbrell,
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
25

2008). Dosis CCl4 sebesar 2,0 mL/kgBB apabila diberikan secara intraperitoneal

dapat menyebabkan kerusakan hati tanpa menyebabkan kematian hewan uji

(Janakat dan Al-Merie, 2002).

Karbon tetraklorida dimetabolisme oleh sitokrom P450 di hati. Sitokrom

P450 berfungsi dalam mereduksi, mengkatalisis penambahan elektron, yang mana

akan menyebabkan terbentuknya radikal triklorometil. Radikal triklorometil

menarik atom hidrogen dari donor yang tersedia seperti jembatan metilen pada

rantai asam lemak tak jenuh atau gugus thiol. Proses tersebut akan menghasilkan

kloroform yang merupakan metabolit CCl4. Produk lainnya adalah radikal lipid atau

radikal thiol, tergantung pada sumber atom hidrogen (Gambar 9 ) (Timbrell, 2008).

Radikal bebas triklorometil (·CCl3) dapat bereaksi dengan gugus

sulfohidril seperti glutation dan gugus thiol pada protein. Hal ini dapat

menyebabkan terjadinya peroksidasi lipid pada membran yang menghasilkan

reactive oxygen species (ROS) dan memicu nekrosis sel hati. Senyawa radikal

bebas tersebut akan menimbulkan stres oksidatif yang dapat menurunkan jumlah

enzim glutation S transferase (GST) serta enzim antioksidan lain dan menyebabkan

penumpukan senyawa peroksida lipid contohnya hidroperoksida (LOOH) dan

malonilaldehid. Senyawa perantara yang terbentuk selama metabolisme dan

bersifat reaktif juga dapat berikatan kovalen dengan makromolekul kemudian

menyebabkan kerusakan jaringan (Bashandy dan AlWasel, 2011).


PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
26

Gambar 9. Proses metabolisme CCl4


(Timbrell, 2008)

Ketika terdapat oksigen, radikal bebas triklorometil (·CCl3) dapat

diubah menjadi radikal triklorometil peroksi (·CCl3OO). Radikal bebas ini lebih

reaktif dibandingkan ·CCl3 (Weber, et al, 2003). Radikal triklorometil peroksi dapat

membentuk phosgene dan klorin elektrofilik. Ikatan kovalen dengan protein terjadi

tanpa adanya oksigen, tapi penghancuran sitokrom P450 dan enzim lain dari

retikulum endoplasma membutuhkan oksigen (Timbrell, 2008).


PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
27

Keseluruhan akibat pemejanan CCl4 dapat dilihat pada Gambar 10.

Pengulangan dosis CCl4 dapat menyebabkan terjadi fibrosis dan bahkan sirosis,

yang mana melibatkan deposisi kolagen dan proliferasi fibroblast sebagai bagian

dari proses penyembuhan dan respon inflamasi (Timbrell, 2008).

Pemejanan senyawa CCl4 dalam jangka panjang dapat mengakibatkan

terjadinya sirosis dan tumor hati juga kerusakan ginjal (Timbrell, 2008). CCl4 dapat

menyebabkan kerusakan hati dengan jenis perlemakan hati (Zimmerman, 1999).

Perlemakan hati ditandai dengan kenaikan serum ALT dan AST sekitar 3-4 kali

normal (Thapa dan Walia, 2007). Kenaikan bilirubin sebanyak 4-5 kali normal pada

tikus terinduksi CCl4 menujukkan terjadinya perlemakan hati (Zameer, Rauf,

Qasmi, 2015). Pada penelitian Theophile, Emery, Desire, Veronique, dan Njikam

(2006) pemberian CCl4 dengan dosis 2 mL/kg dapat menyebabkan kenaikan

bilirubin sebanyak 3 kali normal.

Gambar 10. Kejadian seluler yang mengikuti metabolisme CCl4


(Timbrell, 2008).
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
28

D. Tanaman Macaranga tanarius L.

1. Nama lain

Macaranga molliuscula Kurz, Macaranga tomentosa Druce, Mappa

tanarius Blume (World Agroforestry Centre, 2002).

2. Nama lokal

Inggris (hairy mahang); Filipina (kuyonon, himindang, binunga);

Indonesia (tutup ancur, hanuwa, mara, mapu); Jawa (tutup ancur); Malaysia (ka-lo,

kundoh, mahang puteh, tampu); Thai (ka-lo, hu chang lek, mek, pang, lo khao);

Vietnam (hach dau nam) (World Agroforestry Centre, 2002).

3. Taksonomi

Kerajaan : Plantae (Tumbuhan)

Sub kerajaan : Viridiplantae

Infra kerjaan : Sterptophyta

Super divisi : Embryophyta

Divisi : Tracheophyta

Sub Divisi : Spermatophyta

Kelas : Magnoliopsida (Berkeping dua atau dikotil)

Superorder : Rosanae

Order : Malpighiales

Famili : Euphorbiaceae

Genus : Macaranga Thouars

Spesies : Macaranga tanarius (L.) Mull. Arg.

(ITIS, 2011)
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
29

4. Morfologi

Merupakan pohon kecil sampai sedang, berdaun hijau memiliki

ketinggian 4-5 meter dengan dahan agak besar. Daun berseling, agak membundar,

dengan stipula besar yang luruh. Perbungaan bermulai di ketiak, bunga ditutupi oleh

daun gagang. Buah kapsul berkokus 2, ada kelenjar kekuningan di luarnya. Biji

membulat, menggelembur. Jenis ini juga mengandung tanin yang cukup untuk

menyamak jala dan kulit (Wardiyono, 2012).

5. Biologi dan ekologi

a. Penanaman : Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. ditanam dengan berbagai

tujuan. Pohon kecil ini tumbuh sebagai pohon hias di tanah lapang dan

sebagai bagian dalam proyek penghijauan di Hawaii dan daerah tropis

lainnya. Di Sumatera, buah dari Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg.

ditambahkan pada jus dan direbus untuk membuat gula. Di Indonesia dan

Filipina, getah dari kulit batangnya digunakan sebagai lem. Macaranga

tanarius (L.) Müll. Arg. digunakan sebagai kayu bakar, seratnya dapat

digunakan untuk membuat papan (Starr, Starr, dan Loope, 2003).

b. Penyerbukan : Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. melakukan penyerbukan

dengan bantuan angina selama beberapa kali dalam setahun (World

Agroforestry Centre, 2002).

c. Perkembangbiakan : Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. dikembangbiakan

dari biji, dengan kecepatan perkecambahan rata-rata 50% jika ampas masih

tersisa di biji (World Agroforestry Centre, 2002).


PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
30

6. Distribusi

Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. merupakan pohon asli dari

beberapa wilayah berikut, yaitu : Australia, Brunei, Kamboja, China, Indonesia,

Jepang, Laos, Malaysia, Myanmar, Papua Nugini, Filipina, Taiwan, Thailand, dan

Vietnam (World Agroforestry Centre, 2002).

7. Kandungan kimia

Pada penelitian Matsunami dkk. (2006) ditemukan dalam daun M.

Tanarius terdapat glukosida megastigman (megastimane glucoside) yang dinamai

macarangioside A, macarangioside B, macarangioside C, macarangaioside D,

serta mallophenol B, lauroside E, methyl brevifolin carboxylate, hyperin dan

isoquercitrin. Pada tahun 2009, Matsunami dkk menemukan 3 kandungan

glukosida baru yaitu (+)-pinoresinol 4-O-[6” –O-galloyl] –β-D-glukopiranoside,

macarangioside E dan macarangioside F.

Pada penelitian Phommart dkk. (2005), pada daun Macaranga tanarius

(L.) Müll. Arg. ditemukan tiga kandungan senyawa baru yaitu tanarifuranonol,

tanariflavanon C, dan tanariflavanon D bersama dengan tujuh kandungan yang telah

diketahui yaitu nymphaeol A, nymphaeol B, nymphaeol C, tanariflavanone B,

blumenol A (vomifoliol), blumenol B (7,8 dihydrovomifoliol) dan annuionone E.

Puteri dan Kawabata (2010) melaporkan bahwa dalam Macaranga

tanarius (L.) Müll. Arg. terdapat 5 senyawa ellagitannins yaitu mallotinic acid,

corilagin, macatannin A, chebulagic acid, dan macatannin B (Gambar 11) dari

fraksi etil asetat ekstrak metanol yang dapat berperan sebagai inhibitor α

glucosidase pada penyakit diabetes. Berdasarkan perhitungan lipofilisitas,


PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
31

diperoleh nilai lipofilisitas untuk senyawa corilagin, chebulagic acid, macatannin

A, macatannin B, dan mallotinic acid secara berturut-turut sebagai berikut 1,10;

2,64; 2,76; 2,94; dan 0,97. Senyawa dengan lipofilisitas mendekati pelarut heksan-

etanol (2,97) adalah macatannin A, macatannin B, dan chebulagic acid.

Gambar 11. Struktur senyawa mallotinic acid, corilagin, macatannin A,


chebulagic acid, dan macatannin B
(Puteri dan Kawabata, 2010).

8. Pengujian ekstrak Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg.

Adrianto (2011) melaporkan adanya efek hepatoprotektor ekstrak

metanol-air daun Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. pada tikus jantan terinduksi

parasetamol. Efek hepatoprotektif juga dilaporkan pada ekstrak etanol-air daun

Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. pada tikus terinduksi karbon tetraklorida

praperlakuan jangka panjang oleh Rahmamurti (2013). Pada penelitian tersebut,

efek hepatoprotektif dilihat melalui penurunan aktivitas serum Alanine


PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
32

Aminotransferase (ALT) dan Aspartate Aminotransferase (AST), dengan dosis

3,840; 1,280; dan 0,426g/kg BB dan dosis paling efektif pada dosis 1,280 g/kg BB.

Handayani (2011) melaporkan bahwa ekstrak metanol-air daun

Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. dapat menurunkan kadar glukosa darah pada

tikus yang terbebani glukosa pada dosis 0,43; 1,28 dan 3,84 g/kg BB dan dosis

paling efektif pada 0,43 mg/kg BB sebesar 73,2 %. Konsentrasi maksimal ekstrak

metanol-air Macaranga tanarius L. yang dapat dibuat adalah 38,4 %.

E. Metode Ekstraksi

Terdapat beberapa metode ekstraksi yang umum digunakan untuk

mendapatkan senyawa aktif dari tumbuhan, yaitu:

1. Ekstraksi dingin (cold extraction)

Bahan yang sudah kering diekstraksi pada suhu ruang secara konsisten

dengan pelarut yang polaritasnya semakin meningkat, contoh : pertama bahan

dilarutkan menggunakan heksan, kemudian kloroform, etil asetat. Aseton, metanol

dan terakhir air. Keuntungan dari penggunaan metode ini adalah mencegah potensi

degradasi senyawa oleh pemanasan, karena dalam metode ini tidak menggunakan

pemanasan. Jenis ekstraksi dingin adalah maserasi dan perkolasi (Heinrich,

Barnes,Gibbons, dan Williamson, 2012).

Maserasi merupakan cara penyarian sederhana. Maserasi dilakukan

dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari. Cairan penyari akan

menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif,

zat aktif akan larut karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
33

dalam sel dengan yang di luar sel, maka larutan yang terpekat didesak keluar.

Peristiwa tersebut berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentasi antara

larutan di luar sel dan di dalam sel (Heinrich, et al., 2012).

2. Ekstraksi panas

Pada metode ini menggunakan tabung alas bulat untuk meletakkan

pelarut dan bahan. Labu alas bulat yang sudah berisi bahan dan pelarut kemudian

dipanaskan. Pada umumnya, bahan tanaman akan ‘direbus’ menggunakan pelarut

seperti etanol atau campuran etanol dan air. Kelebihan dari metode ini adalah

dengan penggunaan etanol sebagai pelarut maka senyawa lipofilik akan banyak

terjaring. Kekurangan dari metode ini adalah pemanasan yang terlalu lama dapat

menyebabkan beberapa komponen bahan yang tidak tahan panas akan rusak.

Contohnya metode ekstraksi soxhlet (Heinrich, et al., 2012).

Ekstraksi soxhlet merupakan salah satu metode yang paling sering

digunakan. Metode ini dilakukan dengan cara mengekstraksi bahan secara terus

menerus menggunakan pelarut yang polaritasnya ditingkatkan (Heinrich, et al.,

2012).

F. Metode Fraksinasi

Senyawa yang terkandung dalam campuran, seperti ekstrak dari

tumbuhan dapat dipisahkan menjadi beberapa kelompok senyawa yang memiliki

kemiripan karakteristik fisikokimia. Proses ini disebut fraksinasi yang dapat

dilakukan dengan berbagai cara. Proses fraksinasi dapat dipengaruhi oleh kelarutan,

ukuran, bentuk, dan muatan listrik (Houghton dan Raman, 1998). Beberapa metode

yang umum digunakan untuk fraksinasi yaitu:


PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
34

1. Presipitasi

Presipitasi terjadi ketika konsentrasi senyawa dalam pelarut mencapai

kelarutan maksimumnya. Presipitasi dapat digunakan untuk mengeluarkan senyawa

yang diinginkan atau untuk mengeluarkan senyawa yang tidak diperlukan dan

menahannya pada pelarut. Metode sederhana untuk mencapai presipitasi adalah

dengan menurunkan suhu larutan ekstrak. Senyawa yang sukar larut akan

mengendap dan dapat dipisahkan dengan sentrifugasi atau filtrasi (Houghton dan

Raman, 1998).

2. Ekstraksi cair-cair

Jika suatu ekstrak yang sudah dilarutkan dalam pelarut ditambahkan

dengan pelarut lain yang tidak saling bercampur dengan pelarut pertama, maka akan

terbentuk dua lapisan. Tiap senyawa yang terkandung di ekstrak tersebut

akanmemiliki kelarutan pada masing-masing lapisan (biasanya disebut fase) dan

kemudian akan tercapai titik keseimbangan konsentrasi pada kedua lapisan. Ketika

suatu ekstrak dihadapkan pada dua larutan tak saling campur, solut akan menyebar

sesuai koefisien partisinya. Jika koefisien partisinya lebih besar dari 100 untuk tiap

kandungan, maka proporsi yang besar dari senyawa tersebut akan berada hanya

pada satu fase (Houghton dan Raman, 1998).

3. Distilasi
Pemisahan campuran yang mengandung senyawa volatil dapat

dilakukan dengan distilasi. Proses ini sering digunakan pada industry tetapi

penggunaannya sangat terbatas untuk pemisahan ekstrak tanaman dan hanya


PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
35

digunakan untuk senyawa yang bersifat mudah menguap (Houghton dan Raman,

1998).

4. Dialisis

Dialisis merupakan metode pemisahan senyawa dari campuran

berdasarkan ukuran molekulnya. Proses ini terjadi secara alami melalui membran

sel dan sangat penting pada proses fisiologis. Prosedur penting dalam proses dialisis

adalah adanya membran semipermeabel yang tipis, mengandung bahan polimer

dengan pori-pori reguler yang dapat dilewati oleh molekul kecil (massa molekul <

1000 dalton) (Houghton dan Raman, 1998).

5. Prosedur kromatografi

Pemisahan dengan prosedur kromatografi merupakan metode yang

paling sering digunakan. Prosedur kromatografi dilakukan berdasarkan perbedaan

distribusi senyawa pada dua fase yang berbeda. Fase ini disebut fase gerak dan fase

diam. Fase gerak dapat berupa cairan maupun gas atau cairan. Fase diam yang

digunakan biasanya berupa partikel padatan. Jenis kromatografi yaitu adsorpsi,

partisi, partisi fase terbalik, ion-exchange, eksklusi ukuran, dan afinitas (Houghton

dan Raman, 1998).

6. Elektroforesis

Elektroforesis merupakan metode pemisahan campuran berdasarkan

muatan listrik. Elektroforesis utamanya digunakan sebagai metode analisis untuk

sampel kecil campuran molekul bermuatan, seperti protein, peptide dan asam

amino, daripada sebagai prosedur fraksinasi (Houghton dan Raman, 1998).


PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
36

G. Landasan Teori

Hati adalah kelenjar terbesar pada tubuh manusia dengan berat 1400-

1600 gram pada orang dewasa (Robbins dan Cotran, 2010), berperan penting dalam

aktivitas metabolik, seperti merombak sel darah merah yang tua, mengekskresi

bilirubin, detoksifikasi racun, dan memproduksi protein plasma (Mader, 2010). Jika

terjadi kerusakan hati, maka fungsi hati akan terganggu. Kerusakan hati disebabkan

oleh hepatotoksin, baik yang bersifat intrinsik (bergantung pada dosis) maupun

idiosinkratik atau hipersensitivitas (tidak bergantung pada dosis) (Zimmerman,

1999).

Bilirubin berasal dari perombakan sel darah merah yang sudah tua.

Hemoglobin dilepaskan dan diubah menjadi bilirubin bebas oleh sel-sel fagositik.

Bilirubin bebas berikatan dengan albumin dan mengalir dalam darah menuju ke

hati. Di hati, ikatan bilirubin dengan albumin akan terlepas kemudian bilirubin

berikatan dengan asam glukoronat dan disebut bilirubin terkonjugasi. Konjugasi

bilirubin penting untuk ekskresi bilirubin. Tanpa konjugasi, bilirubin tidak dapat

diekskresi oleh ginjal atau usus dan dapat terjadi penumpukan bilirubin tak

terkonjugasi dalam darah yang mungkin mencapai kadar toksik (Corwin, 2009).

Kadar bilirubin dalam serum merupakan biomarker fungsi hati yang nyata, yang

mana dapat mengukur kemampuan hati untuk membersihkan bilirubin dari darah

ketika mengalir melalui hati (Senior, 2006). Ketika kadar bilirubin total semakin

meningkat menunjukkan kemungkinan kehilangan fungsi hati, yang dapat

menyebabkan terjadinya gagal hati (Gupta, 2014). Kadar normal bilirubin tikus

Wistar yaitu <0,1 – 0,2 mg/dl (Suckow, Weisbroth, dan Franklin, 2006).
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
37

Karbon tetraklorida merupakan senyawa model yang mampu

menginduksi kerusakan hati. Pada pemberian CCl4 per oral dengan dosis yang

besar, dapat menimbulkan perlemakan dan nekrosis pada hati. Pemberian CCl4

dalam dosis rendah hanya menyebabkan perlemakan hati dan kerusakan sitokrom

P450 (Timbrell, 2008).

Senyawa CCl4 akan dikonversikan menjadi radikal triklorometil

(CCL3•) (Hodgson, 2010). Radikal bebas triklorometil akan berikatan secara

kovalen dengan lemak mikrosomal dan protein kemudian bereaksi secara langsung

dengan membran fosfolipid dan kolesterol dan memicu terjadinya perlemakan hati

(Timbrell, 2008). Perlemakan hati ditandai dengan kenaikan serum ALT dan AST

sekitar 3-4 kali normal (Thapa dan Walia, 2007). Dosis CCl4 sebesar 2,0 mL/kgBB

apabila diberikan secara intraperitoneal dapat menyebabkan kerusakan hati tanpa

menyebabkan kematian hewan uji (Janakat dan Al-Merie, 2002).

Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. terdapat 5 senyawa ellagitannins

yaitu mallotinic acid, corilagin, macatannin A, chebulagic acid, dan macatannin B

dari fraksi etil asetat ekstrak metanol yang dapat berperan sebagai inhibitor α

glucosidase pada penyakit diabetes (Puteri dan Kawabata, 2010). Berdasarkan

perhitungan lipofilisitas, diperoleh nilai lipofilisitas untuk senyawa corilagin,

chebulagic acid, macatannin A, macatannin B, dan mallotinic acid secara berturut-

turut sebagai berikut 1,10; 2,64; 2,76; 2,94; dan 0,97. Senyawa dengan lipofilisitas

mendekati pelarut heksan-etanol (2,97) adalah macatannin A, macatannin B, dan

chebulagic acid.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
38

Pada penelitian yang dilakukan Rahmamurti (2013), pemberian ekstrak

daun Macaranga tanarius L. pada perlakuan jangka panjang pada tikus jantan

terinduksi CCl4 mampu memberikan efek hepatoprotektif dengan melihat

penurunan aktivitas serum Alanine Aminotransferase (ALT) dan Aspartate

Aminotransferase (AST), dengan dosis 3,840; 1,280; dan 0,426g/kg BB dan dosis

paling efektif pada dosis 1,280 g/kg BB. Berdasarkan penelitian yang dilakukan

oleh Handayani (2011), konsentrasi maksimal ekstrak metanol-air Macaranga

tanarius (L.) Müll. Arg. yang dapat dibuat adalah 38,4 %.

Pembuatan ekstrak metanol Macaranga tanarius L. dilakukan dengan

metode maserasi. Maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia

dalam cairan penyari (Heinrich, et al., 2012). Pelarut yang digunakan untuk

mendapatkan ekstrak adalah metanol, kemudian ekstrak kental kering yang

diperoleh dimaserasi menggunakan pelarut heksan-etanol untuk mendapatkan

fraksi heksan-etanol ekstrak Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg..

H. Hipotesis

1. Pemberian jangka panjang fraksi heksan-etanol dari ekstrak metanol

Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. dapat memberikan pengaruh penurunan

kadar bilirubin terhadap tikus betina galur Wistar terinduksi CCl4

2. Terdapat kekerabatan antara dosis pemberian fraksi heksan-etanol dari ekstrak

metanol Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. dengan kadar bilirubin pada tikus

betina galur Wistar terinduksi CCl4.


PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
39

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian mengenai pengaruh pemberian jangka panjang fraksi heksan-

etanol dari ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. (FHEEM)

terhadap kadar bilirubin tikus terinduksi karbon tertraklorida (CCl4) termasuk

dalam jenis penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola

searah.

B. Variabel dan Definisi Operasional

Variabel-variabel yang digunakan pada penelitian ini yaitu:

1. Variabel utama

a. Variabel bebas. Variasi dosis pemberian jangka panjang sediaan FHEMM.

b. Variabel tergantung. Penurunan kadar bilirubin tikus yang terinduksi CCl4

setelah pemberian jangka panjang FHEMM selama 6 hari.

2. Variabel pengacau

a. Variabel pengacau terkendali. Variabel pengacau terkendali dalam penelitian

ini adalah kondisi hewan uji yang digunakan, yaitu tikus betina galur Wistar

yang berumur 2-3 bulan; berat badan antara 130-180 gram; cara pemberian

senyawa hepatotoksin CCl4 secara intraperitoneal sedangkan sediaan

FHEMM secara peroral; frekuensi pemberian sediaan FHEMM satu kali

sehari selama 6 hari berturut-turut dengan waktu pemberian yang sama tiap

harinya; dan bahan uji berupa daun Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg.

39
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
40

diambil dari wilayah yang sama yaitu di Paingan, Maguwoharjo, Kecamatan

Depok, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.

b. Variabel pengacau tak terkendali. Variabel pengacau tak terkendali dalam

penelitian ini adalah kondisi patologis dari tikus betina galur Wistar yang

digunakan sebagai hewan uji.

3. Definisi operasional

a. Fraksi heksan etanol ekstrak metanol Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg.

FHEMM berupa fraksi kental yang diperoleh dari ekstraksi serbuk daun

Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. menggunakan pelarut metanol:aquadest

(1:1) hingga diperoleh ekstrak metanol-air kental Macaranga tanarius (L.)

Müll. Arg.. Ekstrak metanol kental daun Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg.

difraksinasi dengan dilarutkan menggunakan heksan:etanol (1:1).

Perbandingan ekstrak:pelarut yaitu 1:5 kemudian dimaserasi selama ±24 jam

dengan kecepatan 140 rpm pada dengan bantuan shaker.

b. Penurunan kadar bilirubin. Didefinisikan sebagai kemampuan sediaan

FHEMM untuk memberikan perbedaan bermakna kadar bilirubin antara

kelompok kontrol CCl4 dengan kelompok perlakuan jangka panjang

FHEMM.

c. Pemberian jangka panjang. Didefinisikan sebagai pemberian sediaan

FHEMM secara peroral satu kali sehari selama enam hari berturut-turut

dengan waktu pemberian yang sama.


PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
41

C. Bahan Penelitian
1. Bahan utama

a. Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus betina galur

Wistar yang berumur 2-3 bulan, berat badan 130-180 g, yang diperoleh dari

Laboratorium Imono Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta.

b. Bahan uji yang digunakan adalah daun Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg.

yang dipanen dari pohon Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. di wilayah

Paingan, Yogyakarta pada bulan Mei-Juni 2015.

2. Bahan kimia

a. Bahan hepatotoksin yang digunakan adalah CCl4 berupa cairan, tidak

berwarna dan berbau khas yang diperoleh Laboratorium Kimia Analisis

Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

b. Olive oil Bertoli® sebagai pelarut CCl4 dan kontrol negatif yang diperoleh

dari swalayan Giant, Jl. Ringroad utara, Yogyakarta.

c. Aquadest sebagai pelarut yang digunakan untuk pembuatan ekstrak

Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. yang diperoleh dari CV. General

Labora, Yogyakarta.

d. Metanol sebagai pelarut yang digunakan untuk pembuatan ekstrak

Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. yang diperoleh dari CV. General

Labora, Yogyakarta.

e. Heksan sebagai pelarut yang digunakan untuk pembuatan FHEMM yang

diperoleh dari CV. General Labora, Yogyakarta.


PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
42

f. Etanol sebagai pelarut yang digunakan untuk pembuatan FHEMM yang

diperoleh dari CV. General Labora, Yogyakarta.

g. CMC-Na sebagai pelarut FHEMM yang diperoleh dari Laboratorium

Biofarmasetika Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

C. Alat Penelitian

1. Penetapan kadar air

Alat yang digunakan untuk penetapan kadar air yaitu moisture balance,

beaker glass, dan sendok

2. Pembuatan FHEMM

Alat-alat yang digunakan dalam pembuatan FHEMM adalah timbangan

analitik Mettler Toledo®, ayakan no.50, oven Memmert®, blender Miyako®,

orbital shaker Optima®, Electric Sieve Shaker Indotest Multi Lab®, penangas air,

®, rotary vacuum evaporator IKAVAC®, alat-alat gelas Pyrex® berupa gelas

beker, labu erlenmeyer, gelas ukur, labu ukur, batang pengaduk, pipet tetes, corong,

labu alas bulat dan cawan porselen.

3. Perlakuan hewan uji

Alat-alat yang digunakan dalam perlakuan hewan uji adalah timbangan

analitik Mettler Toledo®, spuit injeksi p.o dan syringe 3 cc Terumo®, spuit injeksi

i.p dan syringe 1 cc Terumo®, pipa kapiler, serta alat-alat gelas Pyrex® berupa

gelas beker, gelas ukur, labu ukur, batang pengaduk, pipet tetes, corong, dan pipet

ukur.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
43

D. Tata Cara Penelitian

1. Determinasi Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg.

Determinasi dilakukan dengan mencocokkan ciri-ciri makroskopis

tanaman Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. dengan buku acuan. Determinasi

dilakukan di bagian Biologi Farmasi, Fakultas Farmasi, Universitas Gadjah Mada,

Yogyakarta.

2. Pengumpulan bahan uji

Bahan uji yang digunakan adalah daun Macaranga tanarius (L.) Müll.

Arg. yang masih segar, besar, berwarna hijau dan kondisinya baik (tidak berbintik-

bintik). Daun Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. dipanen pada bulan April-Mei

2015 dan dilakukan waktu pagi hari di wilayah Paingan, Maguwoharjo, Sleman,

DIY.

3. Pembuatan serbuk daun Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg.

Daun Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. dicuci bersih kemudian

dipotong untuk mempercepat pengeringan. Pengeringan dilakukan di oven pada

suhu 29°C. Setelah daun kering kemudian dilakukan penyerbukan menggunakan

blender Miyako®. Serbuk kemudian diayak dengan ayakan nomor mesh 50.

4. Penetapan kadar air serbuk daun Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg.

Serbuk kering daun Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. yang sudah

diayak, dimasukkan ke dalam alat moisture balance sebanyak ± 5 g kemudian

diratakan. Bobot serbuk tersebut ditetapkan sebagai bobot sebelum pemanasan

(bobot A), setelah itu dipanaskan pada suhu 105°C. Serbuk kering daun Macaranga

tanarius (L.) Müll. Arg. yang sudah dipanaskan ditimbang kembali dan dihitung
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
44

sebagai bobot setelah pemanasan (bobot B). Selisih bobot A terhadap bobot B

merupakan kadar air serbuk daun Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg..

bobot sampel sebelum pemanasan − bobot sampel setelah pemanasan


[ ] x 100%
bobot sampel sebelum pemanasan

5. Pembuatan ekstrak metanol-air serbuk daun Macaranga tanarius (L.)

Müll. Arg.

Sebanyak 40 g serbuk daun Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg.

direndam dalam 200 mL pelarut metanol-aquadest (1:1) menggunakan bantuan

shaker selama 24 jam. Tujuan dilarutkan dalam pelarut metanol agar senyawa kimia

yang terkandung dalam daun Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. dapat larut dalam

pelarut. Maserasi dilakukan menggunakan bantuan shaker untuk menghemat waktu

perendaman. Setelah dilakukan perendaman, hasil maserasi kemudian disaring

menggunakan corong Buchner, yang dilapisi kertas saring, sehingga diperoleh

filtrat. Serbuk sisa perendaman diremaserasi dengan 100 mL metanol-air selama

24 jam. Filtrat dipindahkan dalam labu alas bulat untuk diuapkan menggunakan

rotary vacuum evaporator dengan suhu 80oC hingga menjadi ekstrak kental.

Ekstrak kental dituang dalam cawan porselen yang telah ditimbang sebelumnya,

agar mempermudah perhitungan rendemen ekstrak yang akan diperoleh. Cawan

porselen yang berisi ekstrak kental dikeringkan di oven pada suhu 50oC untuk

mendapatkan ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius (L) Müll. Arg. dengan

bobot penimbangan ekstrak tetap. Pengeringan ekstrak dilakukan sampai susut

pengeringan sebesar 0% sehingga diharapkan penyari ekstrak sudah tidak ada.


PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
45

Waktu yang diperlukan hingga diperoleh bobot pengeringan ekstrak tetap berkisar

antara 1-3 hari.

6. Pembuatan fraksi heksan-etanol ekstrak metanol Macaranga tanarius (L.)

Müll. Arg.

Ekstrak kental metanol-air daun Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg.

dimaserasi menggunakan pelarut heksan:etanol (1:1) dengan perbandingan

ekstrak:pelarut sebesar 1:5. Ekstrak kental dimaserasi menggunakan bantuan

shaker selama 24 jam dengan kecepatan 140 rpm. Hasil maserasi kemudian disaring

menggunakan corong Buchner dan dituang ke dalam cawan porselen. Fraksi yang

diperoleh dikeringkan di dalam oven dengan suhu 50oC hingga diperoleh fraksi

kental dengan bobot penimbangan tetap.

7. Pembuatan larutan CMC-Na 1% sebagai pelarut FHEMM

Larutan CMC-Na 1% dibuat dengan cara menimbang sebanyak 5,0

gram CMC-Na, kemudian dikembangkan menggunakan aquadest 200,0 mL dan

didiamkan selama 24 jam. Larutan tersebut kemudian ditambah aquadest hingga

500,0 mL pada labu ukur 500,0 mL.

8. Pembuatan sediaan FHEEM

Sediaan suspensi FHEEM dibuat dengan menimbang 600 mg FHEMM

kemudian dilarutkan dalam 25 mL larutan CMC-Na 1%. Pada proses pelarutan

dapat dibantu menggunakan sonicator selama 5-10 menit.


PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
46

9. Pembuatan larutan karbon tetraklorida (CCl4) dalam olive oil

Larutan karbon tetraklorida (CCl4) dibuat dengan melarutkan CCl4

dengan olive oil, dengan perbandingan volume 1:1 dan konsentrasi akhir yang

diperoleh 50%.

10. Penetapan dosis hepatotoksik CCl4

Penetapan dosis CCl4 dilakukan untuk mengetahui dosis CCl4 yang

dapat menyebabkan kerusakan hati tetapi tidak menyebabkan kematian. Dosis

hepatotoksik yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada penelitian Janakat

dan Al-Merie (2002) yang melaporkan bahwa dosis karbon tetraklorida sebesar 2

mL/Kg BB dalam olive oil (1:1) dapat menyebabkan kerusakan sel-sel hati yang

ditandai dengan peningkatan kadar ALT dan AST sebanyak 3-4 kali normal tetapi

tidak menyebabkan kematian hewan uji apabila diberikan secara intraperitoneal

(i.p).

11. Penetapan waktu pencuplikan darah

Penetapan waktu pencuplikan darah ditentukan melalui orientasi kadar

ALT dan AST pada jam ke-0, 24, dan 48 setelah pemberian CCl4 dengan dosis

2mL/kgBB secara i.p. Masing-masing kelompok orientasi dilakukan dengan 3 ekor

tikus. Pengukuran kadar ALT dan AST dalam sampel darah dilakukan di

Laboratorium Pusat Rumah Sakit Bethesda, Yogyakarta.

Pengukuran kadar ALT dan AST pada sampel darah untuk penentuan

pencuplikan darah menggunakan reagen ASL/GPT (Therma Scientific) untuk ALT

dan AST/GOT (Therma Scientific) untuk AST dengan metode IFCC.


PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
47

12. Penetapan dosis FHEMM

Penetapan dosis FHEMM dihitung dengan konsentrasi larutan

600mg/25mL (FHEMM dalam CMC-Na 1% ) dengan berat badan maksimal tikus

350 gram. Dibuat 3 peringkat dosis dari konsentrasi tersebut, dengan volume

pemberian 0,5 mL untuk dosis rendah, 1 mL untuk dosis tengah, dan 2 mL untuk

dosis tinggi. Perhitungan dosis sebagai berikut :

a. Dosis rendah (volume = 0,5 mL)

DxB = VxC
600 𝑚𝑔
0,5 𝑚𝐿 𝑥
25 𝑚𝐿
D= 350 𝑔𝑟𝑎𝑚

D = 0,03428 mg/g BB

D = 34,28 mg/kgBB

b. Dosis tengah (volume = 1 mL)

DxB = VxC
600 𝑚𝑔
1 𝑚𝐿 𝑥
25 𝑚𝐿
D=
350 𝑔𝑟𝑎𝑚

D = 0,06857 mg/g BB

D = 68,57 mg/kgBB

c. Dosis tinggi (volume = 2 mL)

DxB = VxC
600 𝑚𝑔
2 𝑚𝐿 𝑥
25 𝑚𝐿
D= 350 𝑔𝑟𝑎𝑚

D = 0,13714 mg/g BB

D = 137,14 mg/kgBB
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
48

Berdasarkan perhitungan dosis di atas, maka dosis pemberian FHEMM

adalah 34,28 mg/KgBB; dosis tengah 68,57 mg/kgBB; dosis tinggi 137,14

mg/kgBB.

13. Pengelompokan dan perlakuan hewan uji

Tiga puluh ekor tikus betina galur Wistar dibagi acak menjadi 6

kelompok dengan masing-masing kelompok berjumlah 5 ekor tikus. Enam

kelompok tersebut adalah kontrol hepatotoksin CCl4, kontrol FEAM jangka

panjang, dan 3 perlakuan dosis jangka panjang.

a. Kelompok I adalah kelompok kontrol CMC-Na sebagai pelarut FHEMM.

Kelompok ini diberikan CMC-Na 1% dengan dosis 2mL/350gBB secara peroral

(p.o) satu kali sehari selama 6 hari berturut-turut kemudian diambil darah pada

hari ke-7.

b. Kelompok II adalah kelompok kontrol CCl4. Kelompok ini diberikan larutan

CCl4 dalam olive oil (1:1) dengan dosis 2mL/kgBB secara i.p kemudian pada jam

ke-24 diambil darahnya.

c. Kelompok III adalah kelompok kontrol dosis FHEMM. Kelompok ini diberikan

sedian FHEMM dosis tertinggi yaitu 137,14 mg/KgBB satu kali sehari selama 6

hari berturut-turut secara p.o kemudian pada hari ke-7 diambil darahnya.

d. Kelompok IV adalah kelompok perlakuan FHEMM dosis rendah. Kelompok ini

diberikan sediaan FHEMM dosis rendah yaitu 34,28 mg/KgBB satu kali sehari

selama 6 hari berturut-turut pada waktu yang sama secara p.o. kemudian pada hari

ke-7 diberikan CCl4 dengan dosis 2mL/kgBB secara i.p.


PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
49

e. Kelompok V adalah kelompok perlakuan FHEMM dosis tengah. Kelompok ini

diberikan sediaan FHEMM dosis tengah yaitu 68,57 mg/KgBB satu kali sehari

selama 6 hari berturut-turut pada waktu yang sama secara p.o. kemudian pada hari

ke-7 diberikan CCl4 dengan dosis 2mL/kgBB secara i.p.

f. Kelompok VI adalah kelompok perlakuan FHEMM dosis tinggi. Kelompok ini

diberikan sediaan FHEMM dosis tengah yaitu 2mL/350gBB satu kali sehari

selama 6 hari berturut-turut pada waktu yang sama secara p.o. kemudian pada hari

ke-7 diberikan CCl4 dengan dosis 2mL/kgBB secara i.p.

Semua kelompok perlakuan FHEMM (kelompok IV-VI) diambil

darahnya pada jam ke-24 setelah pemberian CCl4. Pengambilan darah dilakukan

pada daerah sinus orbitalis mata, kemudian ditampung pada tabung untuk dilakukan

pengukuran kadar bilirubin.

14. Pengukuran kadar bilirubin

Pengukuran kadar bilirubin dalam sampel darah dilakukan di

Laboratorium Pusat Rumah Sakit Bethesda, Yogyakarta. Pemeriksaan bilirubin

sampel darah menggunakan reagen Bill T (Therma Scientific) dengan metode

colorimetric. Kandungan reagen yang digunakan tertera pada tabel I.

Tabel I. Komposisi dan konsentrasi reagen Bill T


Komposisi aktif Konsentrasi
Surfactant 1%
Hydrochloric acid 100 mmol/L
Sulphanilic acid 5 mmol/L
(ThermoFisher Scientific, 2009).

Perhitungan % penurunan bilirubin diperoleh dengan rumus:

(purata bilirubin perlakuan − purata bilirubin kontrol)


[1 − ] x 100%
(purata bilirubin kontrol hepatotoksin − purata bilirubin kontrol negatif)
(Wakchaure, Jain, Singhai, dan Somani, 2013)
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
50

E. Tata Cara Analisis Hasil

Data kadar bilirubin diuji dengan Shapiro-Wilk untuk mengetahui distribusi data

dan analisis varian untuk melihat homogenitas varian antarkelompok sebagai syarat

analisis parametrik. Apabila distribusi data yang normal maka analisis dilanjutkan

dengan analisis variansi pola searah (One Way ANOVA) dengan taraf kepercayaan

95% untuk mengetahui perbedaan masing-masing kelompok. Kemudian

dilanjutkan dengan uji Tuckey HSD apabila data homogen dan menggunakan uji

Games-Howell jika data tidak homogen. Tujuannya adalah untuk melihat

perbedaan masing-masing antarkelompok bermakna (signifikan) (p<0,05) atau

tidak bermakna (tidak signifikan) (p>0,05). Tapi, bila didapatkan distribusi tidak

normal, maka dilakukan analisis dengan uji Kruskal Wallis untuk mengetahui

perbedaan kadar bilirubin antarkelompok. Setelah itu dilanjutkan dengan uji Mann

Whitney untuk mengetahui kebermaknaan perbedaan tiap kelompok.


PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
51

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian jangka

panjang fraksi heksan etanol ekstrak metanol Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg.

(FHEMM) terhadap kadar bilirubin pada tikus betina terinduksi karbon tetraklorida

(CCl4). Penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui kekerabatan antara

pemberian dosis FHEMM terhadap penurunan kadar bilirubin tikus terinduksi CCl4.

Penelitian ini merupakan pengembangan dari penelitian sebelumnya

A. Hasil Determinasi Tanaman

Determinasi tanaman bertujuan untuk menjamin kebenaran tanaman

Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. yang digunakan dalam penelitian. Determinasi

dilakukan di Laboratorium Biologi Farmasi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

Bagian tanaman yang digunakan dalam proses determinasi adalah batang, daun,

bunga dan buah. Determinasi dilakukan dengan cara mencocokan ciri makroskopis

tanaman dengan buku acuan. Determinasi tanaman dilakukan sampai tingkat spesies

dan hasil menunjukkan bahwa tanaman yang digunakan adalah benar Macaranga

tanarius (L.) Müll. Arg.. Hasil determinasi tanaman terlampir.

B. Rendemen Fraksi Heksan-Etanol dari Ekstrak Metanol-Air Daun

Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg.

Dalam penelitian ini, pembuatan fraksi heksan-etanol dari ekstrak

metanol-air daun Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. menggunakan metode

penyarian yaitu maserasi. Sebelum proses maserasi dilakukan penyerbukan untuk

51
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
52

memperkecil ukuran partikel dan memperluas permukaan kontak dengan pelarut.

Selain itu juga dilakukan pengayakan dengan tujuan untuk menyeragamkan ukuran

serbuk dengan ayakan nomor mesh 50.

Berdasarkan Peraturan KBPOM Nomor 12 tahun 2014, kadar air yang

diperbolehkan untuk simplisia adalah kurang dari 10%. Penetapan kadar air penting

dilakukan mengingat air merupakan media tumbuh bagi jamur maupun

mikroorganisme yang dapat mengurangi kualitas serbuk. Penetapan kadar air

dilakukan dengan metode gravimetri menggunakan alat moisture balance dan

dilakukan sebanyak 3 replikasi. Pengukuran kadar air menunjukkan bahwa serbuk

memiliki kadar air rata-rata 8,76% sehingga serbuk Macaranga tanarius (L.) Müll.

Arg. yang digunakan sudah memenuhi persyaratan sebagai simplisia yang baik.

Pada pembuatan FHEMM, dilakukan pengeringan FHEMM sampai

susut pengeringan sebesar 0% sehingga diharapkan ekstrak penyari sudah tidak ada.

Rendemen ekstrak metanol-air yang diperoleh adalah 18,03% sedangkan rendemen

FHEMM yang didapatkan adalah 19,46%.

C. Uji Pendahuluan

1. Penentuan dosis hepatotoksin karbon tetraklorida

Dalam penelitian ini, karbon tetraklorida (CCl4) digunakan sebagai

hepatotoksin. Tujuan dari penentuan dosis hepatotoksin adalah untuk mengetahui

dosis CCl4 yang dapat menimbulkan kerusakan hati berupa perlemakan hati tetapi

tidak menimbulkan kematian pada hewan uji. Perlemakan hati ditandai dengan

kenaikan serum ALT dan AST sekitar 3-4 kali normal (Thapa dan Walia, 2007).

Kenaikan bilirubin sebanyak 3-5 kali normal pada tikus terinduksi CCl4

52
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
53

menunjukkan terjadinya perlemakan hati (Samal, 2013). Berdasarkan penelitian,

Janakat dan Al-Merie (2002), pemberian CCl4 dengan dosis 2 mL/kg dapat

menyebabkan kenaikan bilirubin sebesar 3-4 kali normal. Pemberian dengan dosis

yang sama pada penelitian Theophile, Emery, Desire, Veronique, dan Njikam

(2006) menyebabkan peningkatan bilirubin 3 kali normal.

Dosis CCl4 yang diberikan mengacu pada penelitian Janakat dan Al-

Merie (2002) yaitu 2,0 mL/kgBB dan diberikan secara intraperitoneal. Berdasarkan

penelitian Janakat dan Al-Merie pemberian dosis optimum CCl4 (2 mL/kg)

mencapai titik puncak setelah 24 jam setelah pemberian untuk menimbulkan efek

pada bilirubin, ALT dan AST. Pemberian secara intraperitoneal dilakukan supaya

CCl4 tidak rusak oleh enzim pencernaan, sehingga CCl4 dapat langsung terlarut

dalam cairan intraperitoneal dan terabsorbsi pada pembuluh darah di rongga

intraperitoneum. Pemberian secara intraperitoneal diharapkan akan mempercepat

efek hepatotoksik CCl4 dan memperbesar kerusakan yang ditimbulkan.

2. Penentuan dosis FHEMM

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Handayani (2011),

konsentrasi maksimal ekstrak metanol-air Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. yang

dapat dibuat adalah 38,4 %. Pada penelitian ini digunakan konsentrasi sebesar 600

mg/25 mL atau lebih kecil daripada ekstrak. Sediaan yang digunakan dalam

penelitian ini adalah fraksi yang mana memiliki kandungan senyawa lebih sedikit

daripada ekstrak, sehingga konsentrasi fraksi yang dibuat lebih kecil daripada

ekstrak. Pada pembuatan FHEMM, kandungan selain macatannin A, macatannin B,

dan chebulagic acid yang memiliki lipofolisitas berturut-turut yaitu 2,76; 2,94; dan

53
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
54

2,64 sudah diminimalkan dengan cara memilih pelarut heksan-etanol (lipofolisitas

2,97) yang memiliki kemiripan lipofolisitas dengan senyawa-senyawa tersebut,

sedangkan pada ekstrak masih mungkin terdapat kandungan selain ellagitannin.

Pada penelitian ini, FHEMM diberikan secara peroral pada hewan uji tikus.

Volume pemberian maksimal untuk tikus adalah 5 mL. ZPenentuan peringkat dosis

dihitung dari volume pemberian maksimal. Perhitungan dosis tertinggi diperoleh

dari 2/5 volume pemberian maksimal dan diperoleh 2 mL. kemudian ditentukan 3

peringkat dosis pemberian dengan faktor kelipatan 2 sehingga diperoleh dosis

rendah sebesar 0,5 mL dan dosis tengah 1 mL untuk setiap tikus dengan bobot

maksimal 350 gram, sehingga diperoleh 3 peringkat dosis yaitu dosis rendah 34,28

mg/KgBB; dosis dosis sedang 68,57 mg/kgBB; dan dosis tinggi yaitu 137,14

mg/kgBB.

3. Penentuan waktu pencuplikan darah

Penentuan waktu pencuplikan darah dilakukan untuk mengetahui waktu

ketika hepatotoksin CCl4 pada dosis 2 ml/KgBB dapat memberikan kerusakan yang

paling besar pada organ hati. Parameter yang dilihat adalah ALT dan AST,

sebelumnya telah diketahui bahwa pemejanan CCl4 akan menginduksi steatosis

dengan ditandai kenaikan ALT sebesar 3 kali normal dan AST sebesar 4 kali normal.

Peningkatan ALT dan AST dari normal pada steatosis terjadi seiring dengan

peningkatan bilirubin sebanyak 3-5 kali normal, sehingga pada uji pendahuluan

digunakan parameter ALT dan AST untuk menentukan waktu kerusakan hati paling

optimal. Pengambilan darah dilakukan pada jam ke-24 dan 48 setelah tikus

dipejankan CCl4. Penentuan waktu pencuplikan darah dilihat dari waktu terjadinya

54
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
55

peningkatan ALT dan AST paling besar. Waktu tersebut kemudian digunakan

sebagai pedoman pengambilan darah tikus dalam melakukan penelitian selanjutnya.

Sebelum dipejan CCl4, terlebih dahulu darah tikus diambil (jam ke-0) untuk melihat

aktivitas ALT dan AST normal dan membandingkan peningkatan aktivitasnya

setelah dipejankan CCl4. Tikus dipejankan CCl4 dengan dosis 2 mL/KgBB

kemudian diambil darah pada jam 24 dan 48 untuk melihat aktivitas ALT dan AST.

Hasil pengujian aktivitas serum ALT dapat dilihat pada tabel II dan

gambar 12.

Tabel II. Purata aktivitas serum ALT setelah pemberian CCl4


dosis 2 mL/KgBB pada selang waktu 0, 24, dan 48 jam
Selang waktu (jam) Purata Aktivitas serum ALT ±SE (U/L)
0 66,83 ± 0,845
24 184 ± 16,490
48 62,3 ± 15,585

Gambar 12. Diagram batang purata aktivitas serum ALT pada selang waktu 0, 24,
dan 48 jam setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB

55
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
56

Data ALT yang diperoleh mempunyai distribusi normal dan variansi

data homogen (p>0,05) sehingga data diolah menggunakan analisis One way

ANOVA dilanjutkan uji Tuckey HSD. Dari tabel I dan gambar 9 dapat dilihat bahwa

aktivitas serum ALT yang paling tinggi berada pada jam ke-24 (184 ± 16,490 U/I).

Hasil tersebut dibandingkan dengan jam ke-0 (66,83 ± 0,845), aktivitas ALT

mengalami kenaikan sebesar 3 kali. Hasil uji statistik aktivitas serum ALT

menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna antara aktivitas ALT pada

jam ke-0 dengan jam ke-24 (p = 0,002). Hasil tersebut menunjukkan bahwa telah

terjadi peningkatan ALT pada jam ke-24. Hasil statistik serum ALT pada jam ke-

0 dengan jam ke-48 (0,968) berbeda namun tidak bermakna (tabel III). Hal ini

menunjukkan bahwa pada jam ke-48 aktivitas ALT telah normal kembali. Pada

jam ke-48, metabolit CCl4 sudah mulai diekskresi sehingga kerusakan mulai

terhenti begitu pula dengan hati yang mulai melakukan mekanisme regenerasi sel

untuk perbaikan. Berdasarkan hasil yang diperoleh dapat dinyatakan bahwa pada

jam ke-24, CCl4 akan menyebabkan kerusakan hati paling parah.

Tabel III. Purata aktivitas serum ALT


pada selang waktu 0, 24, dan 48 jam setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2
mL/kgBB
Selang waktu (jam) Jam 0 Jam 24 Jam 48
Jam 0 BB BTB
Jam 24 BB BB
Jam 48 BTB BB
Keterangan : BB = berbeda bermakna (p<0,05); BTB = berbeda tidak bermakna
(p>0,05)
Hasil pengujian aktivitas serum AST dapat dilihat pada tabel IV dan

gambar 13.

56
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
57

Tabel IV. Purata aktivitas serum AST pada selang waktu 0, 24, dan 48 jam setelah
pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB
Selang waktu (jam) Purata aktivitas serum AST ± SE (U/L)
0 154,200 ± 2,082
24 669,567 ± 8,370
48 197,733 ±9,551
Keterangan : SE = Standar eror

Gambar 13. Diagram batang purata aktivitas serum AST pada selang waktu 0, 24,
dan 48 jam setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB
Data AST yang diperoleh mempunyai distribusi yang normal sehingga

dilakukan analisis menggunakan One Way ANOVA kemudian dilanjutkan uji Tuckey

HSD karena data homogen. Berdasarkan hasil yang diperoleh, dapat diketahui

bahwa kenaikan serum AST paling tinggi terjadi pada jam ke-24 (669,567 ± 8,370

U/L). Hal ini menunjukkan bahwa kerusakan hati paling parah terjadi pada jam ke-

24. Kenaikan aktivitas serum AST pada jam ke-24 dibandingkan jam ke-0 (154,200

± 2,082 U/L) sebesar 4-5 kali lipat. Hasil statistik menunjukkan adanya perbedaan

yang bermakna antara jam ke-0 dengan jam ke-24 ( p < 0,0001) dan ke-48 (p =

0,014), tetapi peningkatan serum AST yang paling tinggi terjadi pada jam ke-24.

57
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
58

Tabel V. Hasil uji Mann-Whitney aktivitas serum AST pada selang waktu 0, 24,
dan 48 jam setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 mL/kgBB
Selang waktu (jam) Jam 0 Jam 24 Jam 48
Jam 0 BB BB
Jam 24 BB BB
Jam 48 BB BB
Keterangan :BB = berbeda bermakna (p<0,05); BTB =berbeda tidak bermakna
(p>0,05)
Berdasarkan uji statistik yang telah dilakukan, aktivitas ALT dan AST

yang paling tinggi setelah pemejanan CCl4 dengan dosis 2 mL/KgBB berada pada

jam ke-24, sehingga pencuplikan darah dilakukan pada jam ke-24.

D. Pengaruh Pemberian Jangka Panjang FHEMM terhadap Kadar

Bilirubin Tikus Betina Galur Wistar Terinduksi CCl4

Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh pemberian FHEMM

terhadap kadar bilirubin tikus terinduksi CCl4 pada 3 tingkatan dosis yang berbeda.

Pemberian FHEMM diberikan secara peroral dengan peringkat dosis terkecil

sebesar 34,28 mg/KgBB, peringkat dosis tengah sebesar 68,57 mg/KgBB, dan

peringkat dosis paling tinggi yaitu 137,14 mg/KgBB. Perlakuan FHEMM dilakukan

selama 6 hari berturut-turut dengan frekuensi pemberian satu kali sehari, kemudian

pada hari ke-7 diberikan hepatotoksin CCl4. Penetapan waktu praperlakuan jangka

panjang FHEMM didasarkan pada penelitian sebelumnya yaitu Adrianto (2011) dan

Rahmamurti (2013) yang mengikuti model pemberian praperlakuan selama 6 hari

dan pada hari ke-7 dipejankan hepatotoksin. Berdasarkan uji pendahuluan yang

dilakukan, pencuplikan darah dilakukan pada jam ke-24 setelah pemberian CCl4.

Pengaruh FHEMM terhadap kadar bilirubin tikus didasarkan pada tolok

ukur kuantitatif yaitu kadar bilirubin serum akibat praperlakuan FHEMM terhadap

kontrol CCl4. Data kadar bilirubin yang diperoleh tidak menunjukkan distribusi

58
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
59

normal sehingga dianalisis menggunakan Kruskal Wallis terlebih dahulu kemudian

menggunakan Mann Whitney untuk melihat kebermaknaan perbedaan

antarkelompok. Kadar bilirubin disajikan dalam bentuk purata ± SE pada tabel VI.

Tabel VI. Purata ± SE kadar bilirubin tikus betina galur Wistar


terinduksi CCl4 dosis 2 ml/kgBB setelah pemberian jangka panjang FHEMM
Kelompok Purata kadar bilirubin ± SE (mg/dl) % penurunan bilirubin
I 0,05 ± 0,004 -
II 0,22 ± 0,022 -
III 0,19 ± 0,032 -
IV 0,04 ± 0,005 103,37
V 0,05 ± 0,004 98,88
VI 0,05 ± 0,004 98,88
Keterangan :
I : Kelompok kontrol CMC-Na 1% 2,0 mL/350KgBB
II : Kelompok kontrol CCl4 2,0 mL/KgBB
III : Kelompok kontrol FHEMM dosis 137,14 mg/KgBB
IV : Kelompok perlakuan FHEMM dosis 34,28 mg/KgBB + CCl4 2 mL/KgBB
V : Kelompok perlakuan FHEMM dosis 68,57 mg/KgBB + CCl4 2 mL/KgBB
VI : Kelompok perlakuan FHEMM dosis 137,14 mg/KgBB + CCl4 2 mL/KgBB

Hasil pengujian aktivitas serum bilirubin dapat dilihat pada tabel VII dan gambar 14

Tabel VII. Hasil uji Mann Whitney kadar bilirubin tikus betina
galur Wistar pada kelompok perlakuan

Kontrol FHEMM FHEMM FHEMM


Kelompok Kontrol Kontrol
FHEM 34,28 68,57 137,14
perlakuan CMC-Na CCl4
M mg/KgBB mg/KgBB mg/KgBB
Kontrol CMC-Na BB BB BTB BTB BTB
Kontrol CCl4 BB BTB BB BB BB
Kontrol FHEMM
BB BTB BB BB BB
137,14 mg/KgBB
FHEMM 34,28
BTB BB BB BTB BTB
mg/KgBB
FHEMM 68,57
BTB BB BB BTB BTB
mg/KgBB
FHEMM 137,14
BTB BB BB BTB BTB
mg/KgBB
Keterangan : Keterangan : BB = berbeda bermakna (p<0,05); BTB = berbeda tidak
bermakna (p>0,05)

59
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
60

Gambar 14. Diagram batang rata-rata kadar bilirubin tikus terinduksi CCl

Dalam penelitian ini tidak dilakukan pengukuran bilirubin pada kontrol

olive oil karena senyawa tersebut tidak memiliki potensi meningkatkan kerusakan

hati. Hal ini didukung dari penelitian Rahmamurti (2013) yang menyatakan bahwa

olive oil sebagai pelarut hepatotoksin tidak berpengaruh pada kondisi normal ALT

dan AST. Pada penelitian Ahmad, Gulfraz, Ahmad, Nazir, Gul, dan Asif (2014)

tentang efek hepatoprotektif Taraxacum officinale pada tikus terinduksi CCl4

menunjukkan bahwa olive oil sebagai kontrol dan pelarut hepatotoksin tidak

berpengaruh terhadap kadar bilirubin tikus.

1. Kontrol CMC-Na 1%

Kelompok I merupakan kelompok kontrol CMC-Na 1 %. Larutan CMC-

Na telah banyak digunakan sebagai kontrol dalam penelitian hepatoprotektif dan

terbukti tidak berpengaruh terhadap kadar bilirubin. Berdasarkan penelitian

Surendran, Eswaran, Vijayakumar, dan Rao (2011) tentang aktivitas hepatoprotektif

60
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
61

Cissampelos pareira pada tikus terinduksi CCl4 yang menggunakan CMC-Na 1 %

sebagai kontrol menunjukkan bahwa kontrol CMC-Na tidak mempengaruhi kadar

bilirubin. Hal serupa juga ditunjukkan pada penelitian Pal, Hooda, Bias, dan Singh

(2014) tentang aktivitas hepatoprotektif Acacia senegal Pod. pada tikus terinduksi

CCl4. Berdasarkan hasil penelitian yang disebutkan di atas maka hasil pengukuran

kadar bilirubin pada kontrol CMC-Na dapat digunakan sebagai acuan kadar

bilirubin normal pada tikus uji. Hasil pengukuran kontrol CMC-Na yang diperoleh

dalam penelitian ini adalah 0,05 ± 0,004 mg/dl.

2. Kontrol CCl4

Kelompok II merupakan kelompok kontrol positif hepatotoksin CCl4.

Kontrol CCl4 digunakan untuk melihat kerusakan hati yang disebabkan oleh CCl4

pada dosis 2 mL/KgBB i.p dengan ditandai adanya peningkatan kadar bilirubin

tikus. Pada penelitian ini, kadar bilirubin yang terukur pada kontrol CCl 4 adalah

0,224 ± 0,022 mg/dl. Hasil tersebut menunjukkan adanya peningkatan kadar

bilirubin dibandingkan kontrol CMC-Na dengan perbedaan yang berbeda bermakna

(p=0,008) secara statistik. Pada penelitian Samal (2013) peningkatan bilirubin 3-5

kali normal menunjukkan kerusakan hati berupa steatosis, sedangkan pada

penelitian ini peningkatan bilirubin sebesar 4,8 kali dibanding kontrol CMC-Na 1%

sehingga dapat dikatakan terjadi kerusakan hati berupa steatosis.

3. Kontrol FHEMM dosis 137,14 mg/KgBB

Kelompok III merupakan kelompok kontrol FHEMM dosis tertinggi

yaitu 137,14 mg/KgBB. Kontrol ini bertujuan untuk melihat pengaruh FHEMM

terhadap sel hati tikus tanpa perlakuan CCl4. Kadar bilirubin yang terukur pada

61
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
62

kelompok ini adalah 0,19 ± 0,032 mg/dl. Berdasarkan uji statistik, hasil kontrol

FHEMM menunjukkan perbedaan bermakna (p=0,008) terhadap kontrol CMC-Na

dengan kadar bilirubin terukur pada kontrol FHEMM lebih tinggi dibandingkan

kontrol CMC-Na. Hasil pengukuran bilirubin pada kontrol FHEMM menunjukkan

perbedaan tidak bermakna (p=0,530) dengan kontrol CCl4, dengan kadar bilirubin

terukur pada kontrol FHEMM lebih rendah dibandingkan kontrol CCl4. Hasil

tersebut menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan kadar bilirubin pada

pemberian FHEMM dosis 137,14 mg/KgBB.

Peningkatan kadar bilirubin pada kontrol FHEMM dapat terjadi karena

berbagai sebab. Salah satu penyebabnya diduga karena dosis pemberian FHEMM

terlalu tinggi sehingga kemudian sifatnya berbalik menjadi prooksidan. Bilirubin

dalam tubuh dapat bersifat sebagai antioksidan. Pada pemberian dosis FHEMM

yang terlalu tinggi, diduga sifatnya berbalik menjadi prooksidan sehingga sebagai

proses normal bilirubin akan menetralkannya. Proses penetralan tersebut yang

diduga memicu kadar bilirubin menjadi semakin tinggi seiring dengan pemberian

dosis tinggi FHEMM. Oleh karena itu disarankan uji toksisitas subakut untuk

mengetahui potensi toksik FHEEM.

Uji toksisitas subakut adalah uji ketoksikan suatu senyawa yang

diberikan dengan dosis berulang pada hewan uji tertentu selama kurang dari satu

bulan. Uji ini ditujukan untuk mengungkapkan spektrum efek toksik senyawa uji

serta untuk menunjukkan keterkaitan spektrum efek toksik dengan takaran dosis.

Hasil uji ini memberikan informasi tentang efek utama senyawa uji dan organ

sasaran yang dipengaruhi (Donatus, 2001). Tujuan utama dari uji ini adalah untuk

62
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
63

mengungkapkan dosis tertinggi yang diberikan tanpa memberikan efek merugikan

serta untuk mengetahui pengaruh senyawa kimia terhadap tubuh dengan pemberian

berulang (Eatau dan Klaassen, 2001).

Penyebab lain peningkatan kadar bilirubin pada kontrol FHEMM yaitu

diduga hal tersebut sebagai mekanisme kerja FHEMM dalam melindungi hati.

Proses ini dapat dikaitkan dengan sifat bilirubin sebagai antioksidan. Bilirubin

dalam tubuh dapat bersifat sebagai antioksidan dan bekerja secara komplementer

bersama dengan glutathione (GSH). Bilirubin yang bersifat lipofilik akan berperan

melindungi lipid sedangkan GSH yang lebih hidrofilik berperan melindungi protein

(Sedlak, et al., 2009). Senyawa yang terkandung pada FHEMM yaitu Macatannin

A, Macatannin B, dan Chebulagic acid bersifat non polar. Senyawa tersebut diduga

dapat berinteraksi dengan bilirubin kemudian memicu peningkatan produksi

bilirubin. Ketika kadar bilirubin yang merupakan antioksidan menjadi tinggi maka

dapat mencegah terjadinya stres oksidatif.

Bilirubin berasal dari katabolisme biliverdin oleh biliverdin reduktase.

Ketika mengalami oksidasi bilirubin akan kembali menjadi biliverdin. Apabila

terdapat oksidan yang bersifat lipofil, bilirubin dapat berperan sebagai antioksidan

kemudian teroksidasi menjadi biliverdin (Gambar 15) (Sedlak dan Snyder, 2004).

Kadar bilirubin berkebalikan dengan kadar albumin dalam darah. Kondisi bilirubin

yang tinggi tidak selalu merupakan kondisi buruk karena sifat antioksidan yang

dimilikinya, tetapi apabila terlalu tinggi dapat menyebabkan penimbunan di otak

dan menyebabkan kernicterus.

63
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
64

Gambar 15. Siklus bilirubin sebagai antioksidan


(Sedlak dan Snyder, 2004)

4. Pengaruh pemberian jangka panjang FHEMM dosis 34,28; 68,57; 137,14

mg/KgBB terhadap kadar bilirubin tikus

Kelompok IV merupakan kelompok praperlakuan FHEMM dosis rendah

34,28 mg/KgBB. Kadar bilirubin terukur pada kelompok ini sebesar 0,04 ± 0,005

mg/dl lebih rendah dibandingkan kelompok kontrol CCl4 yaitu 0,22 ± 0,022 mg/dl.

Penurunan bilirubin yang ditunjukkan oleh kelompok ini sebesar 103,37%. Uji

statistik menunjukkan perbedaan yang bermakna (p=0,009) terhadap kelompok

kontrol CCl4. Hasil uji statistik menunjukkan perbedaan tidak bermakna (p=0,381)

dengan kontrol CMC-Na 1% yang menunjukkan bahwa kadar bilirubin pada

kelompok perlakuan FHEMM dosis rendah mendekati nilai normal. Hal tersebut

64
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
65

menunjukkan bahwa praperlakuan FHEMM dengan dosis rendah 34,28 mg/KgBB

dapat memberikan efek penurunan kadar bilirubin yang setara dengan normal.

Kelompok V merupakan kelompok praperlakuan FHEMM dosis sedang

68,57 mg/KgBB. Kadar bilirubin terukur pada kelompok ini sebesar 0,05 ± 0,004

mg/dl lebih rendah dibandingkan dengan kelompok kontrol CCl4 yaitu 0,22 ± 0,022

mg/dl. Penurunan bilirubin yang ditunjukkan oleh kelompok ini sebesar 98,88%.

Uji statistik menunjukkan perbedaan yang bermakna (p=0,009) terhadap kelompok

kontrol CCl4. Hasil uji statistik menunjukkan perbedaan tidak bermakna (p=0,650)

terhadap kontrol CMC-Na 1% yang menunjukkan bahwa kadar bilirubin pada

kelompok praperlakuan FHEMM dosis sedang mendekati nilai normal. Hal ini

menunjukkan bahwa praperlakuan FHEMM dengan dosis 68,57 mg/KgBB dapat

memberikan efek penurunan kadar bilirubin yang setara dengan normal.

Kelompok VI merupakan kelompok praperlakuan FHEMM dosis tinggi

137,14 mg/KgBB. Kadar bilirubin terukur pada kelompok ini sebesar 0,05 ± 0,004

mg/dl. Hasil uji statistik menunjukkan perbedaan bermakna (p=0,009) terhadap

kontrol CCl4 dengan penurunan bilirubin pada kelompok praperlakuan FHEMM

dosis tinggi sebesar 98,88%. Uji statistik menunjukkan perbedaan tidak bermakna

(p=0,650) antara kadar bilirubin pada kelompok praperlakuan FHEMM dosis tinggi

terhadap kontrol CMC-Na. Hasil tersebut menunjukkan bahwa kadar bilirubin

kelompok praperlakuan FHEMM dosis tinggi mendekati nilai normal sehingga

dapat dikatakan bahwa praperlakuan FHEMM dengan dosis tinggi 137,14

mg/KgBB dapat memberikan efek penurunan kadar bilirubin yang setara dengan

normal.

65
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
66

Hasil pengujian pemberian FHEMM dosis tinggi pada tikus terinduksi

CCl4 menunjukkan penghambatan kenaikan bilirubin padahal hasil kontrol

FHEMM dosis tinggi menunjukkan peningkatan bilirubin. Fenomena ini

menunjukkan pemberian FHEMM dosis tinggi dapat meningkatkan bilirubin tikus,

tetapi ketika diberikan CCl4 justru dapat menurunkan bilirubin tikus setara dengan

normal. Berdasarkan fenomena tersebut perlu dilakukan uji toksisitas untuk

mengetahui potensi ketoksikan FHEMM dan dosis tertinggi yang masih aman

diberikan untuk jangka panjang. Selain itu, perlu juga dilakukan pengujian pengaruh

pemberian FHEMM terhadap kadar bilirubin dengan penginduksi lain untuk

mengetahui potensi hepatoprotektif FHEMM melalui penurunan bilirubin serta

untuk melihat terjadi atau tidaknya fenomena kenaikan bilirubin pada kontrol

FHEMM. Contoh penginduksi kerusakan hati yang biasa digunakan adalah

parasetamol dengan dosis tinggi, untuk induksi pada tikus contoh dengan dosis 2,5

g/kgBB (Nugraha, 2011).

Berdasarkan hasil pengukuran kadar bilirubin dan uji statistik pada

kelompok praperlakuan FHEMM dengan tiga peringkat dosis yang dibandingkan

dengan kontrol CMC-Na 1% dan kontrol CCl4 dapat dinyatakan bahwa

praperlakuan FHEMM dapat memberikan efek penurunan kadar bilirubin yang

mendekati normal. Penurunan kadar bilirubin yang dihasilkan oleh ketiga dosis

FHEMM yang diuji memiliki hasil yang bervariasi. Hasil uji statistik menunjukkan

perbedaan tidak bermakna (p=0,228) antara kelompok IV dengan kelompok V. Hal

ini menunjukkan penurunan kadar bilirubin yang dihasilkan oleh praperlakuan

FHEMM dosis rendah 34,28 mg/KgBB relatif sama dengan praperlakuan FHEMM

66
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
67

dosis sedang 68,57 mg/KgBB. Hasil uji statistik menunjukkan perbedaan tidak

bermakna (p=0,228) antara kelompok IV dengan kelompok VI. Hal ini

menunjukkan penurunan kadar bilirubin yang dihasilkan oleh praperlakuan

FHEMM dosis rendah 34,28 mg/KgBB berbeda tidak bermakna dengan

praperlakuan FHEMM dosis tinggi 137,14 mg/KgBB. Hasil uji statistik

menunjukkan perbedaan tidak bermakna (p = 1) antara kelompok V dan kelompok

VI. Hal ini menunjukkan penurunan kadar bilirubin yang dihasilkan oleh

praperlakuan FHEMM dosis sedang 68,57 mg/KgBB setara dengan praperlakuan

FHEMM dosis tinggi 137,14 mg/KgBB. Hasil tersebut belum menunjukkan

pengaruh tingkat dosis pemberian FHEMM terhadap efek penghambatan kenaikan

kadar bilirubin. Hal ini diduga karena adanya kejenuhan aktivitas antioksidan dalam

menetralkan radikal bebas sehingga kecepatan reaksi penetralan tetap dan bahkan

melambat. Berdasarkan hasil tersebut dapat dinyatakan bahwa tidak ada

kekerabatan antara dosis pemberian FHEMM terhadap penurunan kadar bilirubin,

sehingga dapat dilakukan penelitian lebih lanjut pada dosis yang lebih rendah dari

34,28 mg/kgBB. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif sehingga untuk

penelitian lebih lanjut disarankan untuk melakukan uji histopatologi hati sebagai

data pendukung kualitatif untuk melihat kerusakan yang ditimbulkan.

Hasil penelitian menunjukkan pemberian praperlakuan FHEMM

berpengaruh pada penurunan kadar bilirubin tikus terinduksi CCl4. Kerusakan hati

berupa perlemakan hati yang terjadi pada tikus akan menyebabkan enzim yang

berfungsi sebagai penetral senyawa radikal bebas yaitu glutation S-transferase

(GSH) berkurang, hal ini dapat mendorong terjadinya stres oksidatif. Kerusakan

67
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
68

pada sel hati dapat mempengaruhi proses pembersihan bilirubin dari darah sehingga

kadar bilirubin dalam darah meningkat.

FHEMM mengandung senyawa yang bersifat sebagai antioksidan.

Praperlakuan FHEMM akan menyebabkan senyawa antioksidan dalam hati

bertambah sebelum terjadinya perusakan oleh hepatotoksin CCl4. Ketika senyawa

hepatotoksin CCl4 masuk dalam tubuh dan dimetabolisme menjadi radikal bebas

oleh hati, hati sudah memiliki perlindungan antioksidan baik dari enzim glutation

S-transferase (GSH) maupun antioksidan dari FHEMM. Hal ini menyebabkan hati

dapat bertahan dari kerusakan lebih lanjut yang ditimbulkan oleh pemejanan

hepatotoksin CCl4.

E. Rangkuman Pembahasan

Penelitian ini bertujuan untuk melihat efek pemberian jangka panjang

FHEMM terhadap kadar bilirubin tikus terinduksi CCl4 dan kekerabatan antara

pemberian tingkat dosis FHEMM terhadap penurunan kadar bilirubin. Dosis

FHEMM yang digunakan 34,28; 68,57; dan 137,14 mg/KgBB. Indikator kerusakan

hati yang digunakan dalam penelitian adalah aktivitas serum ALT dan AST yang

diambil pada jam ke-24, bilirubin akan meningkat seiring meningkatnya ALT dan

AST. Pada kondisi steatosis peningkatan bilirubin dapat terjadi sebesar 3-5 kali

normal. Parameter yang dilihat perubahannya terhadap pemberian FHEMM adalah

bilirubin.

Hasil penelitian menyatakan bahwa pemberian FHEMM pada dosis

137,14 mg/KgBB p.o tanpa disertai pemberian hepatotoksin CCl4 meningkatkan

68
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
69

kadar bilirubin. Hal tersebut diduga terjadi karena dosis FHEMM yang diberikan

terlalu tinggi sementara kondisi hati tikus tidak mengalami kerusakan sehingga

toksik atau karena kondisi patologis yang hewan uji. Kontrol CMC-Na 1% dengan

dosis 2 mL/350gBB digunakan sebagai acuan nilai normal bilirubin karena CMC-

Na 1% tidak memberikan pengaruh terhadap kadar bilirubin. Pengukuran bilirubin

pada kontrol CMC-Na 1% sebesar 0,05 ± 0,00400 mg/dl. Kontrol CCl4 dengan dosis

2 mL/KgBB i.p menunjukkan kenaikan kadar bilirubin dibandingkan dengan CMC-

Na 1%, hal ini menujukkan bahwa kerusakan hati yang ditimbulkan memang

disebabkan oleh hepatotoksin CCl4. Pengukuran kadar bilirubin pada kontrol CCl4

sebesar 0,22 ± 0,022 mg/dl.

Hasil pengukuran kadar bilirubin pada kelompok praperlakuan FHEMM

pada dosis 34,28; 68,57; dan 137,14 mg/KgBB menunjukkan penurunan bilirubin

sebesar 103,37; 98,88; dan 98,88%. Pada ketiga peringkat dosis pemberian FHEMM

menunjukkan perbedaan tidak bermakna sehingga tidak dapat menunjukkan

kekerabatan antara dosis pemberian terhadap penurunan kadar bilirubin. Penelitian

lebih lanjut dapat dilakukan pada dosis yang lebih rendah dari 34,28 mg/kgBB untuk

melihat pengaruh dosis terhadap penurunan kadar bilirubin.

69
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Pemberian jangka panjang fraksi heksan-etanol ekstrak metanol Macaranga

tanarius (L.) Müll. Arg. dengan dosis 34,28; 68,57; dan 137,14 mg/KgBB dapat

memberikan efek penurunan kadar bilirubin pada tikus betina galur Wistar

terinduksi CCl4.

2. Tidak terdapat kekerabatan antara pemberian dosis fraksi heksan-etanol dari

ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. terhadap

penurunan kadar bilirubin tikus betina galur Wistar terinduksi CCl4.

B. Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang :

1. Uji toksisitas subakut fraksi heksan-etanol dari ekstrak metanol-air daun

Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. untuk mengetahui potensi toksisitas.

2. Uji pengaruh pemberian fraksi heksan-etanol dari ekstrak metanol-air daun

Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg. terhadap kadar bilirubin dengan penginduksi

lain, contohnya parasetamol.

3. Pengujian fraksi heksan-etanol dari ekstrak metanol-air Macaranga tanarius (L.)

Müll. Arg. menggunakan dosis yang lebih rendah dari 34,28 mg/kgBB.

4. Pengujian histopatologi hati sebagai data pendukung.

70
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

DAFTAR PUSTAKA

Adrianto, E.E., 2011, Efek Hepatoprotektif Ekstrak Metanol : Air Daun Macaranga
tanarius L. pada Tikus Jantan Terinduksi Paracetamol, Skripsi, Fakultas
Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Ahmad, D., Gulfraz, Ahmad, M.S., Nazir, H., Gul, H., Asif, S., 2014, Protective
Action of Taraxacum officinale on CCl4 Induced Hepatotoxicity in Rats,
African Journal of Pharmacy and Pharmacology, Vol. 8(30), pp. 775-780.
Ahn,J., Cohen,S.M., 2011, Prevention of Hepatitis B Recurrence in Liver Transplant
Patient Using Oral Antiviral Therapy without Long-Term Hepatitis B
Immunoglobulin, Hepat Mon., 11(8), 638-645.
Alagammal,M., Lincy, M.P., and Mohan,V.R., 2013, Hepatoprotective and
Antioxidant effect of Polygala rosmarinifolia Wight & Arn against CCl4
induced hepatotoxicity in rats, IC Journal,2 (1), 118-120.
Amarapurkar, Hashimoto,E., Lesmana, L.A., Sollano, J.D., Chen P.J., dan Goh,
K.L., 2007. How common is non-alcoholic fatty liverdisease in the Asia-
Pacific region and there local differences?, J Gastroenterol Hepatol, 2007
(22):788-793.
Angulo, P., 2002, Nonalcoholic Fatty Liver Disease, N.Engl.J.Med 346, 122-131.
Bashandy, S.A., Wasel, S.H.A., 2011, Carbon Tetrachloride-induced
Hepatotoxicity and nephrotoxicity in rats : Protective Role of vitamin C,
Journal of Pharmacology and Toxicology, 6(3), pp.283-292.
Browning J, et al., 2004, Prevalence of hepatic Steatosis in An Urban Population in
The United States: Impact of Ethnicity, Hepatology (40), 1387-1395.
Chalrton, M., 2004, Nonalcoholic Fatty Liver Disease : A Review of Current
Understanding and Future, Clinical gastroenterology and Hepatology, 2 (12),
1048-1058.
Corwin,E.J., 2009, Buku Saku Patofisiologi, edisi ketiga, Penerbit Buku Kedokteran
EGC, Jakarta, pp.646-654.
Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik, 2007, Pharmaceutical Care untuk
Penyakit Hati, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Donatus, I., 2001, Toksikologi Dasar, Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi
Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, pp. 121.
Eatau, D.L., Klaassen, C.D., 2001, Principle of Toxicology : The Basic Science of
Poison, 6th edition, McGraw Hill, New Yorks, 379.
Gupta, R.C., 2014, Biomarkers in Toxicology, Elsevier Inc., San Diego, pp.241-262.

71
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
72

Handayani, M.T., 2011, Pengaruh Pemberian Ekstrak metanol-Air Daun


Macaranga tanarius L. Terhadap Penurunan Kadar Glukosa darah Pada Tikus Yang
Terbebani Glukosa, Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma,
Yogyakarta.
Heinrich, M., Barnes, J., Gibbons,S., Williamson, E.S., 2012, Fundamentals of
Pharmacognosy and Phytotherapy, Second Edition, Churchill Livingstone
Elsevier, Edinburgh, pp. 106-108.
Houghton, P.J., Raman, A., 1998, Laboratory Handbook for the Fractination of
Natural Extracts, First Edition, Chapman & Hall, London, pp. 54-60.
Hodgson, E., 2010, A Textbook of Modern Toxicology, Fourth Edition, A John
Willey & Sons, Inc., Canada, USA, pp. 277-280.
Hodgson, E., 2004, A Textbook of Modern Toxicology, Third Edition, A John Willey
& Sons, Inc., Canada, USA, pp. 263-270.
Janakat, S., Al-Merie, H., 2002, Optimization of The Dose and Route of Injection,
and Characterization of The Time Course of Carbon Tetrachloride-Induced
Hepatotoxicity In the Rat, J. Pharm. Tox. Methods, 48, 41-44.
ITIS, Integrated Taxonomic Information System, Macaranga tanarius L.
Taxonomic Serial No.: 503637, 2011.
Lin, F., Liu, H., and Lu, C., 2005, The In-vivo Study of Ellagitannin-contained
Herbs on the Hepatic Protection Activities in Mice, Taiwan Veterinary
Journal, 32(1):70-75.
Mader, S.S., 2010, Human Biology, 11th ed., McGraw-Hill, New York, pp. 166-168.
Martini, F.H., Nath, J.L., Bartholomew, E.F., 2012, Fundamentals of Anatomy and
Phusiology,Ninth Edition, Pearson Education Inc., San Fransisco, pp. 890-
899.
Matsunami,K., Takamori,I, Shinzato,T., Aramoto,M., kondo,K., Otsuka, H.,
Takeda,Y., 2006, Radical-scavenging Activities of New Megastigmane
Glucosides from Macaranga tanarius (L.) MULL-ARG., Chem. Pharm. Bull.,
54 (10), 1430-1407.
Matsunami,K., Takamori,I, Shinzato,T., Aramoto,M., Kondo,K., Kentaro Y., dkk.
2009, Absolute configuration of (+)pinoresinol 4-O-[600-O-galloyl]-b-D-
glucopyranoside, macarangiosides E, and F isolated from the leaves of
Macaranga tanarius, phytochemistry, 70 pp:1277-1285.
Mohit, D., Parminder, N., Jaspreet,N., Manisha, M., 2011, Hepatotoxicity vs
Hepatoprotective Agents – A Pharmacological Review, International
Research Journal of Pharmacy, 2 (3), 31-37.
Mumtaz, M., 2010, Principles and Practice of Mixtures Toxicology, Wiley-VCH
Verlag GMbH&Co. KGaA, Weinheim, pp.240-242.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
73

Nugraha, A.W., 2011, Efek Hepatoprotektif Jangka Pendek Infusa Daun


Macaranga tanarius L. Pada Tikus Jantan Galur Wistar Terinduksi Parasetamol,
skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.
Pal, R., Hooda, M.S., Bias, C.S., Singh, J., 2014, Hepatoprotective Activity of
Acacia Senegal Pod against Carbon Tetrachloride-Induced Hepatotoxicity in
Rats, Int.J.Pharm.Sci.Rev.Res, 26 (1), pp. 165-168.
Pearce, E.C., 2002, Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis, PT Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta, pp. 243-249.
Phommart, S., Sutthivaiyakit, P., Chimnoi, N., Ruchirawat, R., dan Sutthivaiyakit,
S., 2005, Constituents of the Leaves of Macaranga tanarius, J. Nat. Prod, 68,
927-930.
Patil, P.S., Shettigar, R., 2010, An Advancement of Analytical Techniques in Herbal
Research, J. Adv. Sci. Res 1(1), pp. 8-14.
Puteri, M.D.P.T., Kawabata, J., 2010, Novel α-glucosidase Inhibitors from
Macaranga tanarius Leaves, Food Chemistry 123, pp.384-389.
Rahmamurti, B.A., 2012, Efek Hepatoprotektif Ekstrak Etanol-Air daun Macaranga
tanarius L. Pada Tikus Terinduksi Karbon Tetraklorida : Kajian Terhadap
Praperlakuan Jangka Panjang, Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Sanata
Dharma, Yogyakarta.
Rao, V., 2012, Phytochemicals – A Global Perspective of Their Role in Nutrition
and Health, InTech, Shanghai, pp. 16-17.
Robbins dan Cotran, 2010, Pathologic Basis of Disease, 8th ed., Elsevier Inc., New
York, pp. 834-889.
Robin, S., Sunil,K., Nidhi, S., 2012, Different Models of Hepatotoxicity and Related
Liver Diseases : A Review, International Research Journal of Pharmacy, pp.
86-95.
Samal, P.K., 2013, Hepatoprotective Activity of Ardisia solanacea in CCl4 Induced
Hepatotoxic Albino Rats, Asian J. Res. Pharm. Sci (3), 79-82.
Sedlak, T. W., et al, Bilirubin and Glutathione Have Complementary Antioxidant
and Cytoprotective Roles, The National Academy of Sciences of the USA, vol.
106, pp. 5171-5176.
Sedlak, T. W., Snyder, S.H., 2004, Bilirubin Benefits : Cellular Protection by a
Biliverdin Reductase Antioxidant Cycle, The National Academy of Sciences
of the USA, pp. 1776-1782.
Senior, J.R., 2006, How can ‘Hy’s law’ Help The Clinician?, Pharmacoepidemiol
Drug Saf 15, pp. 235-239.
Sherlock, S., Dooley, J., 2002, Disease of The Liver and Biliary System, 7th edition,
Blackwell Publishing Company, Paris, pp. 20-23, 205-207, 219.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
74

Shivanandapai, Madi, D.R. Achappa, B., Unnikrishnan, 2012, Non Alcoholic Fatty
Liver Disease in Patient with Type 2 Diabetes Mellitus, Int J Biol Med Res
3(3), 2189-2192.
Sofia,N.A., Nurdjanah, S., Ratnasari, N., 2009, Kadar Leptin Pada Populasi non
Diabetes dengan dan tanpa Non-Alcoholic Fatty Acid, Berkala Kesehatan
Klinik, 15(1), 49-55.
Starr, F., Starr, K., Loope, L., 2003, Macaranga tanarius, Parasol leaf tree,
Biological Resources Division Haleakala Field Station, Maui, pp.1-4.
Suckow, M. A., Weisbroth, S. H., Franklin, C. L., 2006, The Laboratory Rat, 2nd
edition, Elsevier Inc., New York.
Surendran,S., Eswaran, M.B., Vijayakumar, M., Rao, C.V., 2011, In vitro and in
vivo hepatoprotective activity of Cissampelos pareira against carbon-
tetrachloride induced hepatic damage, Indian Journal of Experimental
Biology, vol. 49, pp. 939-945.
Thapa, B.R., Walia, A., 2007, Liver Function Tests and Their Interpretation, Indian
Journal of Pediatrics, 74(7), pp. 663-671.
Theopile, D., Emery, T.D., Desire, D.D.P., Veronique, P.B., Njikam,N., 2006,
Effects of Alafia Multiflora Stapf on Lipid Peroxidation and Antioxidant
Enzyme Status in Carbo Tetrachloride-Treated Rats, Pharmacologyonline 2,
pp.76-89.
ThermoFisher Scientific, 2009, Total Bilirubin Reagent, Thermo Fisher Scientific,
Inc., Middletown.
Timbrell, J., 2008, Introduction to Toxicology, 3rd ed., Taylor and Francis, Canada,
pp. 223-230.
Tortora, G.J., Derrickson, B., 2012, Principles of Anatomy and Physiology,13th
Edition, John Wiley & Sons Inc., New York, pp.990-994.
U.S. Department of Health and Human Service, 2005, Toxicological Profile for
Carbon Tetrachloride, U.S. Department of Health and Human Service,
Georgia, pp. 7-9.
Wakchaure, D., Jain, D., Singhai, A.K., Somani, R., 2013, Hepatoprotective
Activity of Symplocos racemose Bark on Tetrachloride-Induced hepatic
Damage in Rats, Journal of Ayuverda & Integrative Medicine, 2 (3), 137-143
Wardiyono, 2012, Keanekaragaman hayati Tumbuhan Indonesia,
http://www.proaseaanet.org, diakses tanggal 14 Mei 2015.
Weber, L.W.D., Boll, M., Stampfl, A., 2003, Hepatotoxicity and Mechanism of
Action of Haloalkanes :Carbon Tetrachloride as a Toxicological Model,
Toxicology, 33(2):105-136.
Wibowo, D.S., 2008, Anatomi Tubuh Manusia, Grasindo, Jakarta, pp. 35-40.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
75

Wibowo, D.J., Paryana, W., 2009, Anatomi Tubuh Manusia, Graha Ilmu,
Bandung,pp. 347,348,351,352.
World Agroforestry Center, 2002, A tree species reference and selection guide,
http://www.worldagroforestrycentre.org/sea/Product/AFDbases/af/asp/Specie
sInfo.asp?SpID=1092, diakses tanggal 20 Juni 2015.
Younossi, Z.M., Gramlich, T., Matteoni, C.A., Boparai, N., McCullough, A.J.,
2004, Nonalcoholic Fatty Liver Disease in Patient with Type 2 Diabetes,
Clinical Gastroenterology and Hepatology (2), 262-265
Zimmerman, H. J., 1999, Hepatotoxicity, 49, 93-99, 167-171, 236-237, 259,
Appleton Century Crofts, N Hodgson, E., 2010, A Textbook of Modern
Toxicology, Edisi Keempat, John Wiley & Sons Inc., New Jersey, pp. 281,
282.
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

LAMPIRAN

76
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
77

Lampiran 1. Foto daun Macaranga tanarius L.


PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
78

Lampiran 2. Foto ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L.


PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
79

Lampiran 3. Foto FHEMM


PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
80

Lampiran 4. Foto suspensi FHEMM


Lampiran 5.PLAGIAT
PLAGIAT
Surat MERUPAKAN
MERUPAKAN
Determinasi TINDAKAN
TINDAKAN
Tanaman Macaranga TIDAK
tanariusTIDAK
L. TERPUJI
TERPUJI
81
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
Lampiran 7. Surat ethical clearance penelitian 82
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
Lampiran 7. Surat keterangan penggunaan IBM SPSS Statistics 22 asli 83
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
84

Lampiran 8. Hasil Analisis statistik ALT pada uji pendahuluan waktu

pencuplikan darah hewan uji setelah induksi karbon tetraklorida 2

mL/kgBB

Case Processing Summary

waktu Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

a .00 3 100.0% 0 .0% 3 100.0%


l dimension1
24.00 3 100.0% 0 .0% 3 100.0%
t 48.00 3 100.0% 0 .0% 3 100.0%
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
85

Tests of Normality

waktu Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

a .00 .230 3 . .981 3 .736


l dimension1
24.00 .207 3 . .992 3 .832
t 48.00 .356 3 . .817 3 .156

a. Lilliefors Significance Correction

Oneway
Descriptives
Alt

95% Confidence Interval for

Std. Mean

N Mean Deviation Std. Error Lower Bound Upper Bound Minimum Maximum

.00 3 66.8333 1.46401 .84525 63.1965 70.4701 65.50 68.40


24.00 3 184.0000 28.56064 16.48949 113.0514 254.9486 157.00 213.90
48.00 3 62.3333 26.99432 15.58518 -4.7243 129.3909 44.60 93.40
Total 9 104.3889 62.89291 20.96430 56.0451 152.7327 44.60 213.90
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
86

Test of Homogeneity of Variances


Alt

Levene Statistic df1 df2 Sig.

3.654 2 6 .092

ANOVA
Alt

Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

Between Groups 28551.056 2 14275.528 27.692 .001


Within Groups 3093.093 6 515.516
Total 31644.149 8

Post Hoc Tests


Multiple Comparisons
alt
Tukey HSD

(I) waktu (J) waktu Mean 95% Confidence Interval

Difference (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound

.00 24.00 -117.16667* 18.53853 .002 -174.0480 -60.2854


dimension3

48.00 4.50000 18.53853 .968 -52.3813 61.3813

dimension
24.00 .00 117.16667* 18.53853 .002 60.2854 174.0480
dimension3

2
48.00 121.66667* 18.53853 .001 64.7854 178.5480

48.00 .00 -4.50000 18.53853 .968 -61.3813 52.3813


dimension3

24.00 -121.66667* 18.53853 .001 -178.5480 -64.7854

*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

Homogeneous Subsets
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
87
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
88

Lampiran 9. Hasil Analisis statistik AST pada uji pendahuluan waktu

pencuplikan darah hewan uji setelah induksi karbon tetraklorida 2

mL/kgBB
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
89

Test of Homogeneity of Variances


AST

Levene Statistic df1 df2 Sig.

3.315 2 6 .107
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
90

ANOVA
AST

Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

Between Groups 490124.647 2 245062.323 1479.646 .000


Within Groups 993.733 6 165.622
Total 491118.380 8

Post Hoc Tests

Multiple Comparisons
AST
Tukey HSD

(I) waktu (J) waktu Mean 95% Confidence Interval

Difference (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound

0 24 -515.36667* 10.50785 .000 -547.6076 -483.1257


dimension3

48 -43.53333* 10.50785 .014 -75.7743 -11.2924

24 0 515.36667* 10.50785 .000 483.1257 547.6076


dimension2 dimension3

48 471.83333* 10.50785 .000 439.5924 504.0743

48 0 43.53333* 10.50785 .014 11.2924 75.7743


dimension3

24 -471.83333* 10.50785 .000 -504.0743 -439.5924

*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

Homogeneous Subsets
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
91
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
92

Lampiran 10. Hasil Analisis statistik bilirubin setelah praperlakuan fraksi

heksan-etanol ekstrak metanol Macaranga tanarius L. pada dosis 34,28;

68,57; dan 137,14 mg/KgBB


PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
93
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
94
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
95
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
96
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
97
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
98
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
99
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
100
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
101
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
102
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
103
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
104
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
105
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
106
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
107

Lampiran 11. Perhitungan konversi dosis tikus ke manusia


Angka konversi tikus 200 gBB ke manusia 70 kgBB =56,0

Dosis untuk manusia = dosis tikus 200 gBB x angka konversi ke manusia

Dosis FHEMM untuk manusia adalah :

I. FHEMM 34,28 mg/kgBB tikus :

34,28 mg/kgBB = 0,03428 g/kgBB

= 0,03428 g/1000gBB

= 0,006856 g/200gBB

0,006856 g/200gBB x 56,0 = 0,383936 g/70kgBB manusia

≈ 0,384 g/70kgBB manusia

II. FHEMM 68,57 mg/kgBB tikus :

68,57 mg/kgBB = 0,06857 g/kgBB

= 0,06857 g/1000gBB

= 0,013714 g/200gBB

0,013714 g/200gBB x 56,0 = 0,767984 g/70kgBB manusia

≈ 0,768 g/70kgBB manusia

III. FHEMM 137,14 mg/kgBB tikus :

137,14 mg/kgBB = 0,13714 g/kgBB

= 0,13714 g/1000gBB

= 0,027428 g/200gBB

0,027428 g/200gBB x 56,0 = 1,535968 g/70kgBB manusia

≈ 1,536 g/70kgBB manusia


PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
108

Lampiran 12. Perhitungan konversi waktu tikus ke manusia

1 hari tikus = 1,2 bulan manusia

6 hari tikus = 6 x 1 hari tikus

= 6 x 1,2 bulan manusia

= 7,2 bulan manusia

Lampiran 13. Perhitungan kadar air serbuk daun Macaranga tanarius L.

Replikasi I

𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝐴−𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝐵
Kadar air = 𝑥100%
𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝐴

5,014 𝑔−4,561𝑔
= 𝑥100% = 9,03%
5,014𝑔

Replikasi II

𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝐴−𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝐵
Kadar air = 𝑥100%
𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝐴

5,027 𝑔−4,589𝑔
= 𝑥100% = 8,71%
5,027𝑔

Replikasi III

𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝐴−𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝐵
Kadar air = 𝑥100%
𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝐴

5,022 𝑔−4,593𝑔
= 𝑥100% = 8,54%
5,022𝑔

𝑅𝑒𝑝𝑙𝑖𝑘𝑎𝑠𝑖 𝐼+𝑅𝑒𝑝𝑙𝑖𝑘𝑎𝑠𝑖 𝐼𝐼+𝑅𝑒𝑝𝑙𝑖𝑘𝑎𝑠𝑖 𝐼𝐼𝐼


Rata-rata =
3
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
109

9,03%+8,71%+8,54%
=
3

= 8,76%

Lampiran 14. Perhitungan persen rendemen FHEMM

 Bobot total serbuk daun


= replikasi 1 + ………+ replikasi 18
= (40,01g + 40,16g + 40,3423g + 40,2263g + 40,3297g +40,10g + 40,25g +
20,39g + 40,00g + 40,03g +40,03g + 40,02g +40,09g + 40,03g + 40,03g +
40,50g + 40,05g + 40,03g + 40,04g +40,02g +40,00g + 40,02g)
= 862,6983 g
 Bobot total ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius (L.) Müll. Arg.

= replikasi 1 + ………+ replikasi 8


=(37,2885+ 20,3613+15,8970+28,6314+ 7,2300 + 10,9442 + 23,4048 +
11,8083)
=155,5665 gram

 FHEMM
= replikasi 1 + ………+ replikasi 8
= (2,0589g + 1,3414g + 0,5518g + 2,401g +2,1897g + 0,7377g + 0,3938g +
1,4510g + 0,1592g + 4,4791g + 2,1923g + 1,7528g + 5,3613g + 1,8711g) :
14
= 30,2727 g
𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘
Persen rendemen ekstrak = 𝑥100%
𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑠𝑒𝑟𝑏𝑢𝑘 𝑑𝑎𝑢𝑛
155,5665 𝑔
= 𝑥100% = 18,03 %
862,6983
𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐹𝐻𝐸𝑀𝑀
Persen rendemen fraksi = 𝑥100%
𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘

30,2727 𝑔
= 𝑥100% = 19,46 %
155,5665
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI
110

Lampiran 15. Perhitungan persen penurunan kadar bilirubin


Rumus perhitungan persen penurunan kadar bilirubin :
(purata bilirubin perlakuan − purata bilirubin kontrol negatif)
[1 − ] x 100%
(purata bilirubin kontrol hepatotoksin − purata bilirubin kontrol negatif)

Perhitungan persen penurunan kadar bilirubin :


Dosis 34,28 mg/kgBB
(0,040 − 0,046)
[1 − ] x 100% = 103, 37 %
(0,224 − 0,046)

Dosis 68,57 mg/kgBB


(0,048 − 0,046)
[1 − ] x 100% = 98,88 %
(0,224 − 0,046)

Dosis 137,14 mg/kgBB

(0,048 − 0,046)
[1 − ] x 100% = 98,88 %
(0,224 − 0,046)
PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

BIOGRAFI PENULIS

Penulis skripsi dengan judul ”Pengaruh

Pemberian Jangka Panjang Fraksi Heksan-Etanol

Ekstrak Metanol Macaranga tanarius L. terhadap

Kadar Bilirubin pada Tikus Terinduksi Karbon

Tetraklorida” bernama lengkap Rahayu Triwanti,

merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara pasangan Bapak Mulyadi dan Ibu

Kustiyati. Penulis dilahirkan di Wonosobo, Jawa Tengah pada tanggal 13 Juli 1994.

Pendidikan formal yang telah ditempuh penulis, yaitu TK Aisyah Kertek (1998-

2000) kemudian dilanjutkan pendidikan tingkat Sekolah Dasar di SDN 1 Kertek

(2000-2007). Penulis kemudian melanjutkan pendidikan Sekolah Menengah

Pertama di SMPN 2 Wonosobo (2007-2009). Pendidikan Sekolah Menengah Atas

ditempuh Penulis di SMAN 1 Wonosobo (2009-2012). Penulis kemudian

melanutkan pendidikan sarjana di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta pada

tahun 2012. Semasa menempuh kuliah, penulis ikut dalam berbagai kepanitiaan.

Penulis pernah menjadi koordinator bidang dana dan usaha Donor Darah JMKI

(2013), sekretaris Desa Mitra II, III, dan IV (2014) serta mengikuti pengabdian

masyarakat bersama dosen. Penulis juga pernah menjadi Asisten Praktikum

Farmasi Fisika (2015).

111

Anda mungkin juga menyukai