Anda di halaman 1dari 70

UJI AKTIVITAS ANTI-TUKAK LAMBUNG EKSTRAK ETANOL DAUN

LIDAH BUAYA (Aloe vera Linn.) PADA LAMBUNG TIKUS WISTAR


YANG TERINDUKSI ASETOSAL

SKRIPSI

Dijalankan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

Program Studi Farmasi

Disusun oleh:

Ni Komang Ayu Terra Biswani

NIM: 148114079

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2017
UJI AKTIVITAS ANTI-TUKAK LAMBUNG EKSTRAK ETANOL DAUN
LIDAH BUAYA (Aloe vera Linn.) PADA LAMBUNG TIKUS WISTAR
YANG TERINDUKSI ASETOSAL

SKRIPSI

Dijalankan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

Program Studi Farmasi

Disusun oleh:

Ni Komang Ayu Terra Biswani

NIM: 148114079

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2017

i
ii
iii
HALAMAN PERSEMBAHAN

“Persembahkan segala pekerjaan kepada-Ku, dengan memusatkan


pikiran kepada-Ku. Lepaskanlah dirimu dari pamrih dan rasa kekakuan
serta bangkitlah, engkau akan terbebas dari pikiran yang susah”
Bhagawadgita III.30

Karya ini ku persembahkan untuk Ida Sang Hyang Widhi Wasa sumber
kehidupanku. Keluarga tercinta atas doa dan kasih sayang tulus.
Kekasihku dan sahabat-sahabatku, terimakasih atas semangat, dukungan
dan penawar letihku
Almamater tercinta Universitas Sanata Dharma

iv
v
vi
PRAKATA

Puji syukur kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa, atas berkat, rahmat,
cinta kasih dan penyertaan-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian
dan penyusunan naskah skripsi yang berjudul “Uji Aktivitas Anti-Tukak
Lambung Ekstrak Etanol Daun Lidah Buaya (Aloe vera Linn.) pada Lambung
Tikus Wistar yang Terinduksi Asetosal”.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Farmasi (S.Farm) program studi Farmasi Universitas Sanata Dharma.
Penulis menyadari dalam pembuatan skripsi ini tidak terlepas dari peran dan
dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis
pergunakan untuk mengucapkan terimakasih kepada:
1. Ibu Aris Widayanti, M.Sc., Ph.D., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
2. drh. Sitarina Widyarini, M.P., Ph.D. selaku Dosen Pembimbing Skripsi
yang dengan sangat baik serta penuh kesabaran telah membimbing dan
mendampingi selama proses pembuatan skripsi ini.
3. Ibu Phebe Hendra, M.Si., Ph.D.,Apt. selaku Dosen Penguji yang telah
memberikan kritik dan saran yang membangun dalam penelitian ini.
4. Ibu Damiana Sapta Candrasari, S.Si., M.Sc. selaku Dosen Penguji
serta Dosen Pembimbing Akademik yang telah memberikan kritik dan
saran yang membangun dalam penelitian dan kehidupan perkuliahan.
5. Ibu Dr. Dewi Setyaningsih, M.Sc., Apt. selaku kepala Penanggung
Jawab Laboratorium Fakultas Farmasi yang telah memfasilitasi dalam
penggunaan laboratorium untuk kepentingan penelitian
6. Pak Wagiran, Pak Kayat, Pak Heru, Pak Parjiman, dan Pak Sigit
selaku laboran yang telah membantu selama penelitian
7. Keluarga tercinta Papa I Putu Bisma, Mama Ketut Wantini, kakak dan
adik yang selalu tulus mendukung, memberikan doa dan semangat.
8. Teman-teman kelompok praktikum B2 meja 2, terimakasih atas
pertemanan yang luar biasa

vii
9. Teman-teman FSMB 2014, dan keluarga besar Farmasi 2014,
terimakasih atas kebahagian dan kebersamaan selama ini
10. Serta semua pihak yang telah banyak membantu penulis, tetapi tidak
dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini masih terdapat kelemahan
dan kekurangan. Oleh karena itu penulis mengharapkan adanya kritik dan saran
yang membangun dari semua pihak. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi
ini dapat bermanfaat bagi semua pihak terutama dalam bidang ilmu Farmasi.

Yogyakarta, 24 November 2017

Penulis

viii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL………………………………………………………………i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING…………………………………..ii
HALAMAN PENGESAHAN……………………………………………………iii
HALAMAN PERSEMBAHAN……………………………………………….....iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ……….…………………………………v
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ……….………………...……..vi
PRAKARTA……………………………………………………………………..vii
DAFTAR ISI………………………………………………………………..….....ix
DAFTAR TABEL………………………………………………………………...xi
DAFTAR GAMBAR………………………………………………………….....xii
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………….....xiv
ABSTRAK…………………………………………………………………..…...xv
ABSTRACT……………………………………………………………….….....xvi
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
METODE PENELITIAN……………...…………………………………………. 2
Bahan dan alat ..................................................................................................... 2
Metode ................................................................................................................. 3
Penyiapan daun lidah buaya ................................................................................ 3
Pembuatan ekstrak etanol daun lidah buaya ............................................................. 3
Penetapan konsentrasi ekstrak .…………………...……………….……………3
Penentuan peringkat dosis ekstrak etanol daun lidah buaya ……………………..4
Penentuan dosis induksi asetosal……………...………………………………………..4
Perlakuan Hewan Uji …………………………………………………………………..4
Pengujian Aktivitas Anti-tukak Lambung ……………………………………………..5
Analisis statistik .................................................................................................. 6
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................... 6
A. Hasil Determinasi Tanaman ......................................................................... 6
B. Penetapan kadar air serbuk daun lidah buaya ................................................... 7
C. Ekstraksi Etanol Daun Lidah Buaya (Aloe vera Linn.) ................................... 7

ix
D. Uji pendahuluan ........................................................................................... 8
E. Uji aktivitas anti-tukak lambung ekstrak etanol daun lidah buaya .............. 10
KESIMPULAN.…………………..……………………………………………...18
SARAN ………………………………………………………………………….18
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………....19
LAMPIRAN……………………………………………………………………..21
BIOGRAFI PENULIS…………………………………….……………………..54

x
DAFTAR TABEL
Tabel I. Tata cara scoring uji aktivitas anti-tukak lambung…………. 6
Tabel II. Persen perlindungan uji aktivitas anti-tukak lambung ……... 12
Tabel III. Hasil uji statistik Mann-Whitney …………………................ 13
Tabel IV. Data penimbangan bobot tetap …………………………….. 28
Tabel V. Data luas area perdarahan dan jumlah perdarahan pada uji 30
pendahuluan Kelompok I menggunakan asetosal konsentrasi
5%, dosis 500 mg/kgBB, dan puasa 24 jam ………………
Tabel VI. Data pada uji pendahuluan Kelompok II induksi asetosal 31
konsentrasi 5%, dosis 1000 mg/kgBB, dan puasa 24 jam ….
Tabel VII. Data luas area perdarahan dan jumlah perdarahan pada uji 33
aktivitas anti-tukak lambung pada kelompok kontrol negatif
yang menerima CMC 1%, serta induksiasetosal konsentrasi
5%, dosis 500 mg/kgBB, dan puasa 24 jam ……………….
Tabel VIII. Data luas area perdarahan dan jumlah perdarahan pada uji 37
aktivitas anti-tukak lambung pada kelompok kontrol positif
(sukralfat 500 mg/kgBB) serta induksi asetosal konsentrasi
5%, dosis 500 mg/kgBB, dan puasa 24 jam ………………
Tabel IX. Data luas area perdarahan dan jumlah perdarahan pada uji 37
aktivitas anti-tukak lambung pada kelompok perlakuan
ekstrak dosis 450 mg/kgBB, serta induksi asetosal
konsentrasi 5%, dosis 500 mg/kgBB, dan puasa 24 jam …..
Tabel X. Data luas area perdarahan dan jumlah perdarahan pada uji 39
aktivitas anti-tukak lambung pada kelompok perlakuan
ekstrak dosis 900 mg/kgBB, serta induksi asetosal
konsentrasi 5%, dosis 500 mg/kgBB, dan puasa 24 jam …..
Tabel XI. Data luas area perdarahan dan jumlah perdarahan pada uji 40
aktivitas anti-tukak lambung pada kelompok perlakuan 1800
mg/kgBB, serta induksi asetosal konsentrasi 5%, dosis 500
mg/kgBB, dan puasa 24 jam ……………………………….

xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Rerata luas area perdarahan dan jumlah perdarahan pada
uji pendahuluan dosis induksi asetosal 5% 500 mg/kgBB
dan 1000 mg/kgBB, serta puasa 24 jam…………............ 8
Gambar 2. Lambung tikus uji pendahuluan Kelompok I Orientasi ….. 9
Gambar 3. Lambung tikus uji pendahuluan Kelompok II Orientasi…. 9
Gambar 4. Organ lambung uji aktivitas anti-tukak lambung dengan
asetosal 5% (1000 mg/kgBB dan puasa 24 jam) …………. 11
Gambar 5. Rerata luas area perdarahan uji aktivitas anti-tukak
lambung dengan asetosal 5% (1000 mg/kgBB dan puasa 24
jam) ……………………………………………………... 11
Gambar 6. Rerata jumlah perdarahan uji aktivitas anti-tukak lambung
dengan asetosal 5% (1000 mg/kgBB dan puasa 24 jam)….. 12
Gambar 7. Rerata uji aktivitas anti-tukak lambung berdasarkan luas
area perdarahan dan jumlah perdarahan dengan asetosal 5%
(1000 mg/kgBB dan puasa 24 jam) ...................................... 12
Gambar 8. Mekanisme senyawa aktif pada ekstrak etanol daun lidah
buaya sebagai anti-tukak lambung ……………………….. 18
Gambar 9. Proses penimbangan……………………………………….. 27
Gambar 10. Proses perajangan …………………..……………………... 27
Gambar 11. Proses evaporasi ……………………..………………......... 27
Gambar 12. Ekstrak kental ……………………………………………... 27
Gambar 13. Ekstrak etanol daun lidah buaya ………………………….. 27
Gambar 14. Gambar lambung tikus pada kelompok kontrol negatif yang
menerima CMC 1% dan dengan induksi asetosal ………… 51
Gambar 15. Gambar lambung tikus pada kelompok kontrol positif
dengan induksi asetosal …………………………….……. 51
Gambar 16. Gambar lambung tikus kelompok ekstrak etanol daun lidah
buaya dosis 450 mg/kgBB, dengan induksi asetosal ……… 52
Gambar 17. Gambar lambung tikus kelompok ekstrak etanol daun lidah
buaya dosis 900 mg/kgBB, dengan induksi asetosal ……… 52
Gambar 18. Gambar lambung tikus kelompok ekstrak etanol daun lidah
buaya dosis 1800 mg/kgBB, dengan induksi asetosal ..…… 53

xii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Determinasi Tanaman (dau lidah buaya)……… 21


Lampiran 2. Surat Ethical Clearance …………………………….. 22
Lampiran 3. Surat Pengujian Kadar Air ………………………….. 23
Lampiran 4. Surat Keterangan Analisis Data …………………….. 24
Lampiran 5. Surat Kalibrasi Jangka Sorong ……………………… 25
Lampiran 6. Tahapan Ekstraksi …………………………………... 27
Lampiran 7. Bobot Tetap ………………………………………..... 28
Lampiran 8. Perhitungan Rendemen ……………………………... 29
Lampiran 9. Perhitungan Persen Perlindungan ………………….. 29
Lampiran 10. Hasil Uji Pendahuluan ……………………………… 30
Lampiran 11. Hasil Uji Aktivitas Anti-Tukak Lambung ………….. 33
Lampiran 12. Hasil Uji Statistik …………………………………… 42
Lampiran 13. Gambar Lambung Pada Uji Aktivitas Anti-Tukak 51
Lambung …………………………….........................
Lampiran 14. Perhitungan konversi dosis untuk manusia ………... 53

xiii
ABSTRAK
Tukak lambung mengacu pada adanya kerusakan lambung atau dinding
lambung yang diakibatkan penggunaan OAINS (termasuk asetosal). Daun lidah
buaya telah dilaporkan memiliki khasiat sebagai gasrtoprotector. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui aktivitas anti-tukak lambung pada ekstrak etanol daun
lidah buaya dan untuk memperoleh informasi dosis efektif pemberian ekstrak
etanol daun lidah buaya sebagai anti-tukak. Penelitian ini merupakan penelitian
eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah. 25 ekor tikus
Wistar berjenis kelamin betina berumur 2 – 3 bulan dengan berat badan 150 – 250
gram dibagi ke dalam 5 kelompok perlakuan secara acak. Kelompok I merupakan
kelompok kontrol negatif diberikan CMC-Na 1 %. Kelompok II adalah kelompok
kontrol positif (standar) diberikan Sukralfat 500 mg/kgBB. Kelompok III
merupakan peringkat dosis terendah yaitu 450 mg/kgBB ekstrak etanol daun lidah
buaya. Kelompok IV adalah kelompok peringkat dosis tengah yaitu 900
mg/kgBB, dan kelompok V adalah kelompok peringkat dosis tertinggi yaitu 1800
mg/kgBB. Tiga puluh menit setelah pemberian perlakuan dengan CMC-Na 1%,
Sukralfat, dan ketiga peringkat dosis ekstrak etanol daun lidah buaya, dilakukan
induksi tukak lambung dengan asetosal dosis 1000 mg/kgBB. Enam jam
kemudian tikus dibedah untuk pengujian aktivitas anti-tukak. Pengukuran
aktivitas anti-tukak dilihat melalui perdarahan yang terjadi pada lambung,
kemudian di scoring berdasarkan parameter luas area dan jumlah perdarahan.
Hasil penelitian menunjukkan ekstrak etanol daun lidah buaya memiliki aktivitas
anti-tukak lambung pada ketiga peringkat dosis berdasarkan scoring luas area
perdarahan dan scoring jumlah perdarahan, serta menunjukkan persen
perlindungan lambung terhadap kedua parameter yang berbeda tidak bermakna.
Dosis efektif dari ekstrak etanol daun lidah buaya sebagai anti-tukak lambung
adalah pada dosis 450 mg/kgBB.

Kata kunci: lidah buaya, Aloe vera Linn, asetosal, anti-tukak lambung.

xiv
ABSTRACT
Gastric ulcers refers to stomach or gastric wall damage caused by the use
of NSAIDs (including acetosal). Aloe vera Linn. have been reported to have
efficacy as gasrtoprotection. The objective of this research is to know the anti-
ulcer activity of Aloe vera Linn, and to obtain information of effective dosage of
ethanol extract of Aloe vera Linn. as anti-ulcer. This research is a pure
experimental research with complete randomized design. 25 female Wistar rats
aged 2 - 3 months with body weight 150-250 grams divided into 5 groups. Group
I is a negative control group given CMC-Na 1%. Group II is a positive control
group (standard) given Sukralfat 500 mg/kgBW. Group III is the lowest dose of
450 mg/kgBW ethanol extract of Aloe vera Linn. Group IV is the middle dose
group of 900 mg/kgBW, and group V is the highest dose group of 1800
mg/kgBW. Thirty minutes after administration with CMC-Na 1%, Sucralfate, and
three dosage level of ethanol extract of Aloe vera Linn. gastric ulcer induced by
acetosal dose 1000 mg/kgBW. Six hours later the rats were dissected for testing
anti-ulcer activity. Measurement of anti-ulcer activity is seen through bleeding
that occurs in the stomach, then scoring based on the parameters of area and
number of bleeding. The results showed that ethanol extract of Aloe vera Linn.
had anti-ulcer activity at all three dosage levels based on scoring area of bleeding
and scoring amount of bleeding, and showed percent gastric protection against
two different parameters was not significant. The effective dose of aloe vera
ethanol extract as anti- ulcer is at a dose of 450 mg /kgBW.
Keyword: Aloe vera Linn, acetosal, anti-ulcer.

xv
PENDAHULUAN

Tukak lambung atau gastric ulcer mengacu pada adanya kerusakan lambung
atau dinding lambung yang disebabkan salah satunya karena penggunaan OAINS.
Penggunaan OAINS (termasuk asetosal) meningkatkan kejadian mual muntah,
perdarahan lambung, dan tukak lambung pada lebih dari setengah pasien (Dipiro,
2013). Hal ini dapat dijelaskan, mengingat bahwa asetosal menghambat cyclo-
oxygenase-1 (COX-1) yang mana COX-1 mensintesis prostaglandin.
Terhambatnya COX-1 diikuti dengan terhambatnya produksi prostaglandin yang
merupakan salah satu aspek pertahanan mukosa lambung, sehingga tukak
lambung mudah terjadi (Dipiro, 2013).

Daun lidah buaya (Aloe vera Linn.) mempunyai sifat antiinflamasi yang dapat
mengobati luka dan radang pada sistem pencernaan (Kurniawati et al., 2010).
Berdasarkan penelitian oleh Umar dan Shehu (2016) memperlihatkan efek
proteksi gel lidah buaya selama 5 hari dengan dosis 200 mg/kgBB terhadap
kerusakan lambung tikus jantan dan betina oleh indometasin. Pemberian gel lidah
buaya dalam dosis tersebut menghambat pengeluaran asam lambung dan
meningkatkan produksi mukus. Pada penelitian terdahulu oleh Yusuf, Agunu, dan
Diana (2004) membuktikan bahwa ekstrak etanol lidah buaya (Aloe vera Linn.)
70% dosis 100 mg/kgBB dengan pemberian selama 5 hari memperlihatkan
kemampuan dalam menurunkan sekresi asam lambung dan memberikan
perlindungan terhadap mukosa lambung pada tikus jantan dan betina yang
terinduksi asam klorida. Menurut Vidic et al. (2014) kandungan terbesar pada
daun tanaman lidah buaya yaitu flavonoid. Flavonoid merupakan golongan fenol
yang memiliki aktivitas farmakologi sebagai agen perlindungan lambung (Mota et
al., 2009). Mekanisme flavonoid sebagai gastroprotective adalah sebagai
antihistamin untuk menurunkan produksi histamin sehingga prostaglandin sebagai
faktor pertahanan mukosa lambung banyak terbentuk (Mota et al., 2009). Selain
flavonoid pada tanaman ini terdapat kandungan kolesterol, compasterol, β-
sitosterol menurut penelitian Kurniawati et al. (2010).

1
Metode yang digunakan untuk mengukur aktivitas antitukak lambung dalam
penelitian ini adalah metode induksi tukak lambung dengan asetosal 5% dosis
1000 mg/kgBB. Metode induksi tukak lambung dipilih karena metode ini cukup
sederhana, mudah dalam pelaksanaannya, pengukuran bisa dilakukan secara
makroskopis, dan akurat. Asetosal dipilih karena asetosal merupakan prototype
dari kelompok OAINS dan kecenderungan asetosal untuk menginduksi tukak
lambung telah dilaporkan pada penelitian terdahulu, salah satunya yaitu penelitian
Arivumani et al. (2013) mengenai aktivitas Hingu Chooranam sebagai anti-
tukak dan ligasi pylorus pada tikus yang terinduksi asetosal dosis 400 mg/kgBB.
Hasil dari penelitian oleh Arivumani et al. (2013) asetosal mampu memberikan
rata-rata scoring pada lambung sebesar 4, yang mana berdasarkan tata cara
scoring pada penelitian Arivumani et al. (2013) nilai 4 menandakan terdapat
perdarahan dengan ukuran >3 mm2. Pengukuran perdarahan dilakukan dengan
menggunakan jangka sorong khususnya pada parameter luas area perdarahan.

Pada penelitian ini, daun lidah buaya dibuat dalam bentuk ekstrak karena
ekstrak merupakan salah satu bahan pembuatan herbal medicine. Metode maserasi
digunakan dalam penelitian ini karena metode pengerjaan dan peralatan yang
digunakan sederhana. Berdasarkan teori bahwa prosedur ekstraksi dengan metode
maserasi merupakan prosedur ekstraksi sederhana sesuai untuk ekstraksi skala
kecil dan skala industri (Agoes, 2009). Penelitian mengenai uji aktivitas anti-
tukak lambung ekstrak etanol daun lidah buaya pada lambung tikus betina Wistar
yang terinduksi asetosal bertujuan untuk mengetahui apakah ekstrak etanol daun
lidah buaya memiliki aktivitas anti-tukak lambung, dan mengetahui dosis efektif
ekstrak etanol daun lidah buaya sebagai anti-tukak lambung.

METODE PENELITIAN
Bahan dan alat
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah tikus betina Wistar, daun
lidah buaya, asetosal (PT. Brataco), etanol 96%, NaCl 0,9%, Molafate
(Sukralfat), CMC-Na. Alat yang digunakan adalah timbangan analitik, oven
(Memmert), mesin penyerbuk, ayakan no. 40 & 50, shaker, rotary evaporator

2
(Buchi 201/215), waterbath, alat-alat bedah, jangka sorong digital (Hardened),
mortir dan stamper, aluminium foil, spuit peroral, dan alat-alat gelas.
Metode
Penyiapan daun lidah buaya
Daun lidah buaya diperoleh dari budidaya lidah buaya milik Bapak
Nugroho di Dusun Tajem, Maguwoharjo, Sleman - Yogyakarta. Daun lidah
buaya yang telah dikumpulkan kemudian disortasi basah, dicuci dengan air
mengalir. Dauh lidah buaya dihilangkan bagian durinya, pangkal, serta ujung
daun tanpa menghilangkan getahnya, kemudian dilakukan perajangan dengan
ketebalan ±1mm. Daun lidah buaya kemudian dikeringkan dengan sinar
matahari selama 72 jam, dilanjutkan pengeringan di oven pada suhu 50oC
hingga mudah dipatahkan. Selanjutnya dilakukan penyerbukan dan diayak
dengan ayakan nomor mesh 40 & 50. Serbuk yang digunakan dalam penelitian
ini adalah serbuk yang berada diantara ayakan mesh nomor 40 & 50.
Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Lidah Buaya
Serbuk kering daun lidah buaya ditimbang sebanyak 100 g, kemudian
dimasukkan ke dalam Erlenmeyer lalu ditambahkan etanol 96% sebanyak 250
ml sebagai cairan penyari dan didiamkan pada suhu ruangan 3 x 24 jam. Hasil
maserasi kemudian disaring dengan corong Buchner dan diperoleh filtrat 1.
Setelah itu dilakukan remaserasi selama 2 x 24 jam dengan volume cairan
penyari yang sama, hasil remaserasi kemudian disaring dengan corong Buchner
kemudian diperoleh filtrat 2. Filtrat 1 & 2 dipindahkan ke labu alas bulat untuk
dievaporasi untuk menguapkan larutan penyari. Hasil evaporasi dituangkan ke
cawan porselen dan diuapkan dalam oven bersuhu 50oC hingga bobot tetap.
Maserasi dibuat dalam tiga replikasi, serta dilakukan perhitungan persen
rendemen pada akhir tahap ekstraksi.
Penetapan Konsentrasi Ekstrak
Konsentrasi yang dibuat yaitu konsentrasi pekat. Pada konsentrasi ini,
ekstrak dapat mudah dimasukkan dan dikeluarkan dari spuit oral. Pembuatan
dengan melarutkan sebanyak 9 gram ekstrak kental dalam labu takar 50 ml
dengan pelarut yang sesuai yaitu CMC-Na 1%. Sehingga konsentrasi ekstrak
dapat ditetapkan sebesar 18% b/v atau 0,18 gram/ml atau 180 mg/ml.

3
Penentuan peringkat dosis ekstrak etanol daun lidah buaya
Penentuan peringkat dosis didasarkan pada perhitungan dengan bobot
tikus terbesar 250 gram, dan dengan konsentrasi yang telah ditetapkan yaitu
18% atau 180 mg/ml, serta volume pemberian oral pada tikus yang digunakan
adalah 2,5 ml, maka dosis tertinggi dapat ditentukan sebagai berikut:
BB x D = C x V
0,250 kg x D = 180 mg/ml x 2,5 ml D = 1800 mg/kg BB
Dosis tengah dan dosis terendah diperoleh dengan menurunkan dua
kelipatan dari dosis tertinggi, sehingga diperoleh dosis 900 dan 450 mg/kgBB.
Sehingga dosis yang digunakan yaitu 450, 900, dan 1800 mg/kg BB.
Penentuan dosis induksi asetosal
Pada pengujian aktivitas anti-tukak lambung ekstrak etanol daun lidah
buaya, menggunakan induksi asetosal 1000 mg/kgBB dengan perhitungan
sebagai berikut:
D x BB = C x V
500 mg/kgBB x 0,250 kg = 50 mg/ml x 2,5 ml
125 mg = 125 mg
V = 1 x 2 = 2 ml
Berdasarkan perhitungan di atas, dapat dikatakan bahwa dalam 1 ml
mengandung 500 mg/kgBB asetosal sehingga dalam 2 ml mengandung asetosal
sebanyak 1000 mg/kgBB.

Perlakuan hewan uji


Penelitian ini telah mendapat persetujuan dari The Medical and Health
Research Ethics Committee (MHREC) Faculty of Medicine Universitas Gadjah
Mada. Pada penelitian ini dilakukan uji pendahuluan dan pengujian aktivitas
anti-tukak lambung ekstrak etanol daun lidah buaya.
Uji pendahuluan dilakukan untuk mengorientasi dosis asetosal yang
mampu menginduksi perdarahan lambung dalam sekali pemberian. Dosis
induksi asetosal mengacu pada penelitian oleh Kumari et al. (2015) yaitu dosis
500 mg/kgBB. Pada uji pendahuluan dipilih 6 ekor tikus secara acak yang
dibagi menjadi 2 kelompok yaitu: Kelompok I Orientasi dosis induksi asetosal
500 mg/kgBB dan Kelompok II Orientasi dosis induksi asetosal 1000 mg/kgBB.

4
Semua kelompok dipuasakan 24 jam dan diberikan minum secara ad libitum.
Kedua kelompok diberikan CMC-Na 1% secara peroral, 30 menit setelahnya
tikus diinduksi asetosal dosis 500 mg/kgBB pada Kelompok I dan 1000
mg/kgBB pada Kelompok II. Enam jam setelah induksi asetosal tikus
dikorbankan, organ lambung dikeluarkan dengan memotong perbatasan antara
esofagus dan duodenum, selanjutnya lambung dibuka dari bagian kurvatura
minor. Lambung kemudian dicuci dengan NaCl 0,9% dingin, selanjutnya
diletakkan pada petri bersih. Lambung didokumentasi dengan cara difoto,
diamati, dan diukur perdarahannya dengan jangka sorong digital, lalu
dibandingkan hasil induksi asetosal pada kedua kelompok tersebut.
Pada pengujian aktivitas anti-tukak lambung digunakan sebanyak 25 ekor
tikus secara acak yang dibagi dalam 5 kelompok. Kelompok I sebagai kontrol
negatif diberikan CMC-Na 1%, kelompok II sebagai kontrol positif diberikan
sukralfat 500mg/kgBB, dan kelompok III – V diberikan ekstrak etanol daun
lidah buaya dengan tiga peringkat dosis berturut-turut yaitu 450, 900, dan 1800
mg/kgBB. Sebelum perlakuan, semua kelompok dipuasakan 24 jam dan
diberikan minum secara ad libitum. Tiga puluh menit setelah diberikan CMC-
Na 1%, Sukralfat, dan ekstrak etanol daun lidah buaya, semua kelompok
diinduksi asetosal 1000 mg/kgBB. Enam jam setelah induksi asetosal tikus
dikorbankan, organ lambung dikeluarkan dengan memotong perbatasan antara
esofagus dan duodenum, selanjutnya dibuka dari bagian kurvatura minor.
Lambung kemudian dicuci dengan NaCl 0,9% dingin, selanjutnya diletakkan
pada petri bersih. Lambung didokumentasi dengan cara difoto, diamati, dan
diukur perdarahannya dengan jangka sorong digital.
Pengujian aktivitas anti-tukak lambung
Pengukuran aktivitas anti-tukak lambung dilakukan dengan mengukur luas
area perdarahan menggunakan jangka sorong digital dan menghitung jumlah
perdarahan pada tiap lambung. Sebelum penelitian, jangka sorong dikalibrasi
untuk memastikan kelayakan, akurasi dan presisi dari alat. Kalibrasi dilakukan
oleh Badan Penelitian, Pengembangan Industri Balai Besar Kulit, Karet dan
Plastik Laboratorium Pengujian dan Kalibrasi Yogyakarta. Nilai aktivitas anti-

5
tukak lambung dihitung menggunakan cara scoring menurut Arivumani et al.
(2013) yang telah dimodifikasi berdasarkan hasil uji pendahuluan (Tabel I).

Tabel I. Tata cara scoring uji aktivitas anti-tukak lambung yang telah
dimodifikasi berdasarkan penelitian oleh Arivumani et al. (2013)
Scoring Luas Perdarahan (mm2) Scoring Jumlah Perdarahan
Nilai Makna Nilai Makna
0 tidak ada titik perdarahan 0 tidak ada titik perdarahanan
1 Luas ≤ 1 1 Jumlah titik perdarah 1 – 3
2 Luas >1 - ≤ 2 2 Jumlah titik perdarahan 4 – 7
3 Luas > 2 3 Jumlah titik perdarahan > 7

Dihitung pula persen perlindungan aktivitas anti-tukak lambung


berdasarkan luas area perdarahan dan jumlah perdarahan pada setiap kelompok,
dengan rumus berdasarkan pustaka Elsharabasy et al. (2015):

Analisis statistik
Hasil dianalisis dengan menggunakan “IBM SPSS Statistics 22 Lisensi
UGM” di pusat kajian CE&BU Yogyakarta. Pengujian stastik meliputi uji
Shapiro-Wilk untuk mengetahui normalitas data (p>0,05). Dari uji tersebut
didapatkan nilai distribusi data p<0,05 sehingga dilakukan uji Kruskal-Wallis
untuk melihat homogenitas data, kemudian dilanjutkan dengan uji Mann-
Whitney untuk melihat kebermaknaan perbedaan antar kelompok.

HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Hasil Determinasi Tanaman
Penelitian ini menggunakan daun lidah buaya (Aloe vera Linn.) sebagai
bagian tanaman yang digunakan dalam uji aktivitas anti-tukak lambung.
Determinasi dilakukan di Laboratorium Biologi Farmasi Fakultas Farmasi
Universitas Gadjah Mada. Tujuan dilakukan determinasi untuk memastikan
kebenaran bagian tanaman yang digunakan dalam penelitian. Berdasarkan hasil

6
determinasi tersebut bahwa daun lidah buaya yang digunakan adalah Aloe vera
Burm.f. (Lampiran 1)
B. Penetapan kadar air serbuk daun lidah buaya
Tujuan penetapan kadar air dari simplisia daun lidah buaya adalah untuk
mengetahui serbuk yang digunakan telah memenuhi persyaratan serbuk yang
baik, yaitu kurang dari 10% (Depkes RI, 2014). Penetapan kadar air simplisia
daun lidah buaya dilakukan di LPPT Universitas Gadjah Mada dengan hasil
kadar air sebesar 5,41% (Lampiran 3) dengan metode gravimetri.
C. Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Lidah Buaya (Aloe vera Linn.)
Pembuatan ekstrak etanol daun lidah buaya dilakukan dengan metode
maserasi. Metode maserasi digunakan dalam penelitian ini karena berdasarkan
pustaka, prosedur ekstraksi dengan metode maserasi merupakan prosedur
ekstraksi sederhana sesuai untuk ekstraksi skala kecil dan skala industri (Agoes,
2009). Menurut penelitian Vidic et al. (2014) daun lidah buaya mengandung
flavonoid. Flavonoid adalah senyawa golongan fenol yang bersifat polar
sehingga akan banyak terdapat pada ekstrak etanol (Hardiana, 2012). Pemilihan
pelarut didasarkan prinsip “like dissolve like” di mana senyawa yang bersifat
polar akan larut dalam pelarut polar dan senyawa yang bersifat non polar akan
larut dalam pelarut non polar (Arifianti et al., 2014). Berdasarkan hal tersebut
maka peneliti menggunakan cairan penyari etanol 96%. Dipilihnya etanol 96%
karena menurut penelitian Arifianti et al. (2014) dikatakan bahwa etanol 96%
merupakan pelarut pengekstraksi yang terpilih untuk pembuatan ekstrak sebagai
bahan baku sediaan herbal medicine.
Parameter standarisasi ekstrak etanol daun lidah dilihat dari pencapaian
bobot tetap. Total ekstrak kental etanol daun lidah buaya yang diperoleh dari
tiga replikasi adalah 30,43 gram. Persen rendemen ekstrak etanol daun lidah
buaya dalam penelitian ini adalah 10,10% (Lampiran 8). Tujuan perhitungan
persen rendemen adalah mengukur efektivitas jenis pelarut dalam mengekstrak
kompenen yang terkandung (Tensiska et al., 2007). Hasil rendemen adalah
10,10 % artinya efektivitas pelarut etanol 96% mampu mengekstraksi
kandungan daun lidah buaya sebesar 10,10%.

7
D. Uji pendahuluan
Menurut penelitian oleh Kumari et al. (2015) induksi asetosal
menggunakan dosis 500 mg/kgBB. Uji pendahuluan dilakukan dengan 2 dosis
asetosal yang berbeda yaitu dosis 500 mg/kgBB sebagai Kelompok I serta dosis
asetosal 1000 mg/kgBB sebagai Kelompok II. Semua hewan uji dipuasakan
selama 24 jam dengan tetap diberikan minum secara ad libitum. Konsentrasi
asetosal yang digunakan yaitu 5%. Hasil uji pendahuluan Kelompok I dan
Kelompok II dapat dilihat pada Gambar 1.
3.5

2.5

2
3,00
1.5
2,02 2,00
1
1,30
0.5

0
Kelompok I Kelompok II

Skoring Area Skoring Jumlah

Gambar 1. Rerata luas area perdarahan dan jumlah perdarahan pada uji
pendahuluan dosis induksi asetosal 5% 500 mg/kgBB dan 1000
mg/kgBB, serta puasa 24 jam.

Berdasarkan (Gambar 1) dapat dilihat bahwa scoring luas area perdarahan


Kelompok I memiliki rata-rata 1,30 mm, yang berarti asetosal dosis 500
mg/kgBB dengan konsentrasi 5% dapat menginduksi terjadinya perdarahan
lambung dengan kategori petechiae 1,30 mm sesuai kategori perdarahan
menurut Schneiderman (2012) titik perdarahan < 2 mm disebut petechiae, > 2
mm sampai dengan 1 cm disebut purpura, dan disebut ekimosis jika > 1 cm.
Parameter kedua, berdasarkan jumlah perdarahan dari ketiga lambung
Kelompok I Orientasi mendapatkan nilai scoring 2. Artinya, terjadi perdarahan
rata-rata sebanyak 4 - 7 titik. Hasil uji pendahuluan pada Kelompok II Orientasi

8
dosis asetosal 1000 mg/kgBB konsentrasi 5% menunjukkan bahwa, scoring
luas area perdarahan memiliki rata-rata 2,02 mm, yang berarti asetosal dosis
1000 mg/kgBB dengan konsentrasi 5% dapat menginduksi terjadinya
perdarahan lambung dengan kategori purpura 2,02 mm. Parameter kedua,
berdasarkan jumlah perdarahan dari ketiga lambung Kelompok II Orientasi
mendapatkan nilai scoring 3. Artinya, terjadi perdarahan rata-rata sebanyak >7
titik. Detail perdarahan lambung Kelompok I Orientasi dapat dilihat pada
(Gambar 2) dan perdarahan lambung Kelompok II Orientasi dapat dilihat pada
(Gambar 3), lingkaran pada masing-masing gambar ditujukan untuk
memperjelas area lambung.

(a) (b) (c)


Gambar 2. Lambung tikus Kelompok I Orientasi dengan dosis induksi asetosal
500 mg/kgBB, konsentrasi 5%, dan puasa 24 jam. (a) lambung
tikus 1, (b) lambung tikus 2, (c) lambung tikus 3.

(a) (b) (c)


Gambar 3. Lambung tikus Kelompok II Orientasi dengan dosis induksi
asetosal 1000 mg/kgBB, konsentrasi 5%, dan puasa 24 jam. (a)
lambung tikus 1, (b) lambung tikus 2, (c) lambung tikus 3.

Jika dilakukan perbandingan dengan Kelompok I Orientasi, scoring luas area


perdarahan nilai 1,30 mm masuk dalam kategori petechiae, sedangkan pada
Kelompok II Orientasi memiliki nilai scoring 2,02 (purpura). Berdasarkan
scoring jumlah perdarahan diketahui Kelompok I Orientasi memiliki nilai 2 yang
artinya jumlah titik perdarahan 4 - 7, sedangkan Kelompok II Orientasi nilainya 3

9
yang artinya jumlah titik perdarahan >7. Dapat dikatakan, induksi asetosal 1000
mg/kgBB pada tikus dalam satu kali pemberian, menyebabkan perdarahan
lambung kategori purpura. Sehingga pengujian aktivitas anti-tukak lambung
menggunakan induksi asetosal dosis 1000 mg/kgBB.

E. Uji aktivitas anti-tukak lambung ekstrak etanol daun lidah buaya


Pengujian aktivitas anti-tukak lambung dilakukan untuk mengetahui apakah
ekstrak etanol daun lidah buaya memiliki aktivitas anti-tukak lambung, dan
mengetahui dosis efektif ekstrak etanol daun lidah buaya sebagai anti-tukak
lambung. Prinsip metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah melakukan
pengukuran perdarahan mukosa lambung 6 jam setelah diinduksi asetosal dengan
menggunakan jangka sorong digital untuk mengukur luas area perdarahan.
Kontrol CMC-Na 1% sebagai pelarut asetosal dan pelarut ekstrak digunakan
untuk mengetahui apakah CMC-Na 1% memiliki pengaruh terhadap aktivitas anti-
tukak lambung atau tidak, serta kontrol positif (Sukralfat 500 mg/kgBB) sebagai
standar digunakan untuk mengontrol metode dalam penelitian.
Aktivitas anti-tukak lambung dilihat dari kemampuan ekstrak etanol daun
lidah buaya dalam mencegah terjadinya perdarahan mukosa lambung yang
digambarkan dari nilai scoring tiap kelompok berdasarkan luas area perdarahan
dan jumlah perdarahan yang lebih kecil dan berbeda bermakna secara statistik
terhadap kelompok kontrol negatif, serta memiliki nilai persen perlindungan yang
tinggi terhadap lambung. Dibawah ini ditampilkan organ lambung setiap
kelompok pada pengujian aktivitas anti-tukak lambung (Gambar 4). Ditampilkan
pula hasil nilai rata-rata scoring berdasarkan luas area perdarahan (Gambar 5),
dan nilai rata-rata scoring jumlah perdarahan (Gambar 6). Scoring pada kedua
parameter dapat dilihat pada (Gambar 7), serta persen perlindungan berdasarkan
kedua parameter disajikan dalam (Tabel II). Hasil statistik uji Mann-Whitney
disajikan pada tabel III.

10
(a) (b)

(c) (d) (e)


Gambar 4. Organ lambung uji aktivitas anti-tukak lambung dengan asetosal
konsentrasi 5%, dosis 1000 mg/kgBB dan puasa 24 jam. (a)
lambung kontrol negatif diberikan CMC 1%, (b) lambung
kontrol positif (Sukralfat), (c) dosis ekstrak 450 mg/kgBB, (d)
dosis ekstrak 900 mg/kgBB, dan (e) dosis ekstrak 1800
mg/kgBB.

2.50
Rerata luas area perdarahan

2.00

1.50 2,02
(mm2)

1.00 1,47
1,20 1,16
0.50
0,40
0.00
CMC-Na 1% Sukralfat Ds. 450 Ds. 900 Ds. 1800
mg/kgBB mg/kgBB mg/kgBB
Kelompok

Gambar 5. Rerata luas area perdarahan uji aktivitas anti-tukak lambung


dengan asetosal konsentrasi 5%, dosis 1000 mg/kgBB dan
puasa 24 jam.

11
4.00
3.50

Rerata Junlah Perdarahan


3.00
2.50
2.00 3,00
1.50 2,40
1.00
0.50 1,80
0.40 1,20
0.00
-0.50 CMC-Na 1% Sukralfat Ds. 450 Ds. 900 Ds. 1800
mg/kgBB mg/kgBB mg/kgBB

Kelompok

Gambar 6. Rerata jumlah perdarahan uji aktivitas anti-tukak lambung


dengan asetosal konsentrasi 5%, dosis 1000 mg/kgBB dan
puasa 24 jam.

3.5
3
2.5
2
Rerata

1.5 Skoring Area


1
Skoring Jumlah
0.5
0
CMC 1% Sukralfat Dosis 450 Dosis 900 Dosis 1800
500 mg/kgBB mg/kgBB mg/kgBB
mg/kgBB
Kelompok

Gambar 7. Rerata pada uji aktivitas anti-tukak lambung berdasarkan luas


area perdarahan dan jumlah perdarahan dengan asetosal
konsentrasi 5%, dosis 1000 mg/kgBB dan puasa 24 jam.

Tabel II. Persen perlindungan uji aktivitas anti-tukak lambung


b Kelompok Perlindungan Perlindungan
e berdasarkan rerata berdasarkan rerata
l scoring luas area scoring jumlah
perdarahan (%) perdarahan (%)
I Sukralfat 80,2±24,2 86,6±16,4
I 450 mg/kgBB 27,1±15,3 20,0±18,9
I 900 mg/kgBB 40,7±17,2 59,9±22,7
.1800 mg/kgBB 42,6±12,7 40,0±13,3

12
Tabel III. Hasil uji statistik Mann-Whitney
Antar kelompok Nilai p (luas area) Nilai p (jumlah)
CMC vs Sukralfat 0,008*** 0,005***
CMC vs dosis 450 0,009*** 0,025***
CMC vs dosis 900 0,022*** 0,017***
CMC vs dosis 1800 0,008*** 0,004***
Sukralfat vs dosis 450 0,014*** 0,011***
Sukralfat vs dosis 900 0,042*** 0,032***
Sukralfat vs dosis 1800 0,032*** 0,011***
Dos 1800 vs Dos 900 0,700** 0,488**
Dos1800 vs Dos 450 0,160** 0,180**
Dos 900 vs Dos 450 0,220** 0,190**
*** Berbeda Bermakna (BB) p<0,05. **Berbeda Tidak Bermakna (BTB) p>0,05.
Gambar 4 menunjukkan, gambaran organ lambung dari masing-masing
kelompok. Lingkaran pada gambar ditujukan untuk memperjelas area lambung.
Kerusakan mukosa lambung yang dimanifestasikan dengan garis atau titik
perdarahan terbanyak pada kelompok kontrol negatif, sedangkan pada kelompok
kontrol positif tidak ditemukan adanya titik ataupun lesi perdarahan. Ketiga
kelompok ekstrak memiliki gambaran perdarahan lambung yang lebih sedikit
dibandingkan kontrol negatif yang artinya ekstrak etanol daun lidah buaya dapat
memberikan perlindungan pada lambung dari paparan asetosal 1000 mg/kgBB.
Berdasarkan (Gambar 5), dapat diketahui bahwa perdarahan mukosa pada
kelompok kontrol negatif dengan nilai scoring 2,02 mm masuk ke kategori
purpura, sedangkan perdarahan mukosa kelompok standar (sukralfat), dan ekstrak
dosis 450, 900, dan 1800 mg/kgBB memiliki nilai rata-rata 0,40; 1,47;1,20;1,16
mm masuk dalam kategori petechiae.
Pada scoring berdasarkan jumlah perdarahan (Gambar 6), diketahui bahwa
dengan induksi asetosal 1000 mg/kgBB menghasilkan perdarahan pada kelompok
CMC-Na 1% sebanyak > 7 titik. Sedangkan perdarahan mukosa pada kelompok
standar (sukralfat) dengan nilai rata-rata 0,4 terdapat titik perdarahan 1 - 3 titik,
dan ekstrak dosis 450, 900, dan 1800 mg/kgBB memiliki nilai rata-rata scoring

13
jumlah perdarahan berturut-turut 2,40;1,20;1,80 yang berati ketiga kelompok
perlakuan ekstrak etanol daun lidah buaya menghasilkan jumlah perdarahan
lambung rata-rata 4 – 7 titik.
Gambar 7 menjelaskan bahwa hasil scoring lambung berdasarkan luas area
perdarahan (Gambar 5) dan jumlah perdarahan (Gambar 6) pada kelompok
kontrol negatif CMC-Na 1% paling besar dibandingkan kelompok lainnya. Hal ini
mengindikasikan bahwa CMC-Na 1% sebagai kontrol pelarut (kontrol negatif)
tidak memberikan efek perlindungan terhadap lambung dari paparan asetosal, dan
berdasarkan (Tabel III) hasil uji Mann-Whitney diketahui bahwa pada parameter
luas area perdarahan dan jumlah perdarahan, kelompok yang menerima CMC-Na
1% dengan kelompok yang menerima sukralfat, maupun yang menerima ketiga
peringkat dosis ekstrak etanol daun lidah buaya berbeda bermakna secara statistik
(p<0,05). Kelompok kontrol positif sukralfat memiliki nilai scoring luas area
perdarahan dan jumlah perdarahan paling kecil dibandingkan kelompok lainnya,
hal ini mengindikasikan bahwa metode atau cara kerja yang digunakan selama
penelitian sudah benar, dan hasil uji statistik Mann-Whitney menunjukkan bahwa
kelompok kontrol positif sukralfat berbeda bermakna dengan kelompok kontrol
negatif dan ketiga kelompok perlakuan ekstrak yang berarti CMC-Na 1% maupun
ekstrak etanol daun lidah buaya memiliki kemampuan yang berbeda dengan
standar sukralfat dalam hal gastroprotector.
Berdasarkan (Gambar 7) dapat dilihat pula bahwa ketiga perlakuan dosis
ekstrak etanol daun lidah buaya memiliki nilai scoring luas area perdarahan dan
jumlah perdarahan lebih kecil dibandingkan kelompok kontrol negatif, serta hasil
statistik kedua parameter (Tabel III) antara ketiga kelompok dosis ekstrak etanol
daun lidah buaya memiliki nilai p>0,05 yang berarti tidak ditemukan perbedaan
bermakna nilai scoring anti-tukak lambung. Sehingga dapat dikatakan bahwa
ketiga peringkat dosis ekstrak etanol daun lidah buaya memiliki kemampuan anti-
tukak lambung yang tidak bermakna secara statistik.
Berdasarkan (Tabel II), dapat dilihat persen perlindungan berdasarkan scoring
luas area perdarahan dan berdasarkan scoring jumlah perdarahan tiap kelompok.
Selain dilihat dari persentase, dilihat pula nilai SD sehingga mendapatkan

14
rentangan yang mempermudah untuk menentukan persen perlingdungan lambung
oleh ekstrak etanol daun lidah buaya. Berdasarkan parameter luas area perdarahan
dosis 450 mg/kgBB memiliki rentang (5,80% - 42,40%), dan dosis 900 mg/kgBB
memiliki rentang (23,50% – 57,91%), serta dosis 1800 mg/kgBB memiliki
rentangan (29,20% – 55,38%) sehingga dapat dikatakan bahwa nilai persen
perlindungan kelompok dosis 450 mg/kgBB berada dalam rentangan persen
perlindungan dosis 900 mg/kgBB dan dosis 1800 mg/kgBB. Demikian halnya
dengan nilai persen perlindungan dosis 900 mg/kgBB berada pada rentangan dosis
450 mg/kgBB dan dosis 1800 mg/kgBB. Dosis 1800 mg/kgBB juga memiliki nilai
persen perlindungan yang berada pada rentangan dosis 450 mg/kgBB dan dosis
900 mg/kgBB, artinya antara ketiga dosis memiliki nilai persen perlindungan
terhadap scoring luas area perdarahan lambung yang berbeda tidak bermakna.
Sedangkan berdasarkan parameter jumlah perdarahan dosis 450 mg/kgBB
memiliki rentang (1,10% - 38,90%), dan dosis 900 mg/kgBB memiliki rentang
(37,20% – 82,60%), serta dosis 1800 mg/kgBB memiliki rentangan (26,70% –
53,30%) sehingga dapat dikatakan bahwa nilai persen perlindungan kelompok
dosis 450 mg/kgBB berada dalam rentangan persen perlindungan dosis 900
mg/kgBB dan dosis 1800 mg/kgBB. Demikian halnya dengan nilai persen
perlindungan dosis 900 mg/kgBB berada pada rentangan dosis 450 mg/kgBB dan
dosis 1800 mg/kgBB. Dosis 1800 mg/kgBB juga memiliki nilai persen
perlindungan yang berada pada rentangan dosis 450 mg/kgBB dan dosis 900
mg/kgBB, artinya antara ketiga dosis memiliki nilai persen perlindungan terhadap
scoring jumlah perdarahan lambung yang berbeda tidak bermakna. Oleh karena
nilai statistik antara ketiga peringkat dosis pada kedua parameter berbeda tidak
bermakna, dosis efektif ekstrak etanol daun lidah buaya yang dipilih sebagai anti-
tukak lambung adalah dosis 450 mg/kgBB.
Tukak lambung adalah salah satu penyakit utama yang menyerang manusia
dan berkembang karena ketidakseimbangan antara faktor agresif (asam lambung,
pepsin) dan faktor defensif (mukus, bikarbonat, aliran darah, dan prostaglandin)
(Arivumani, et al., 2013). Penelitian ini menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun
lidah buaya memiliki aktivitas anti-tukak yang signifikan pada hewan percobaan

15
dengan perdarahan yang disebabkan oleh asetosal (1000 mg/kgBB). Mekanisme
asetosal dalam merusak mukosa lambung dengan penghambatan sistemik
terhadap prostaglandin mukosa lambung. Penghambatan sintesis prostaglandin
dari COX-1 oleh asetosal (dimana prostaglandin berfungsi sebagai faktor
pertahanan mukosa lambung), menyebabkan ketahanan mukosa lambung
menurun sehingga terjadi gangguan barier mukosa lambung, berkurangnya sekresi
mukus dan bikarbonat, berkurangnya aliran darah mukosa, serta terhambatnya
proses regenerasi epitel mukosa lambung sehingga tukak lambung akan mudah
terjadi (Dipiro, 2013).
Sukralfat merupakan substansi yang melindungi area ulserasi dari mukosa
lambung terhadap asam lambung & pepsin (Dipiro, 2013). Sukralfat terbukti
memiliki efek perlindungan terhadap tukak lambung terkait pemberian OAINS
dengan mekanisme menyempurnakan sintesis prostaglandin, peningkatan sekresi
mukus, menekan sitokin pro-inflamasi yaitu tumor necrosis factor-α (Zhu, et al.,
2012). Berdasarkan penelitian oleh Eamlamnan et al. (2006) diketahui bahwa
lidah buaya dan sukralfat memiliki efek sitoprotektif pada mukosa lambung
dengan merangsang produksi PGE2, serta dikatakan bahwa lidah buaya mampu
menurunkan sekresi asam lambung.
Pada penelitian ini, perlindungan mukosa lambung oleh ekstrak etanol daun
lidah buaya diduga diperankan oleh kandungan senyawa yang terdapat dalam
tanaman ini salah satunya flavonoid (Quarcetin). Menurut Mota et al. (2009) salah
satu mekanisme flavonoid sebagai gastroprotector adalah sebagai antihistamin
untuk menurunkan produksi histamin sehingga prostaglandin sebagai faktor
pertahanan mukosa lambung banyak terbentuk. Quercetin memiliki mekanisme
aksi sebagai antisecretion, dan anti-histamin, oleh karena itu mekanismenya
dengan menurunkan kadar histamin, sekaligus mencegah pelepasan histamin dari
sel mast lambung dan menghambat pompa proton H+/ K+ lambung, sehingga
mengurangi sekresi asam lambung (Morsy dan El-Sheikh, 2011).
Selain flavonoid, menurut penelitian oleh Tovey et al. (2011) kompenen
phytosterol yang dimiliki lidah buaya (kolesterol, compasterol, β-sitosterol)
memilki kemampuan perlindungan mukosa lambung dengan jalan meningkatkan

16
stabilitas fospolipid pada sel membran mukosa lambung. Berdasarkan pustaka
Fornai et al. (2011) lini pertama pertahanan mukosa lambung diperankan oleh
lapisan mukus bikarbonat-fosfolipid yang mana lapisan ini mampu mencegah
penetrasi pepsin. Sehingga dengan meningkatkam stabilitas fospolipid pada sel
membran dapat mengurangi penetrasi pepsin dan meningkatkan pertahanan
mukosa lambung.
Hasil statistik dan hasil perhitungan persen perlindungan lambung
memperlihatkan bahwa, terdapat perbedaan yang tidak bermakna dari parameter
luas perdarahan dan jumlah perdarahan pada kelompok perlakuan ekstrak etanol
daun lidah buaya dosis 450, 900, dan 1800 mg/kgBB. Perbedaan yang tidak
bermakna antara ketiga peringkat dosis ini, diduga karena dengan peningkatan
dosis sebesar 2 kali dari dosis awal (450 mg/kgBB) belum tentu dapat dipastikan
kandungan senyawa yang terdapat pada ekstrak tersebut juga meningkat 2 kali
lipat, selain itu bisa juga disebabkan karena reseptor telah jenuh sehingga
peningkatan dosis tidak berpengaruh signifikan. Oleh karena itu, jumlah senyawa
yang berperan pada aktivitas anti-tukak lambung yang menempel ke reseptor
belum mampu menunjukkan perbedaan penghambatan anti-tukak yang bermakna.
Dosis efektif adalah dosis terkecil yang mampu memberikan jumlah
perdarahan lambung dan luas perdarahan terkecil, serta memiliki nilai persen
perlindungan lambung tertinggi akibat induksi asetosal dosis 1000 mg/kgBB.
Sehingga dosis efektif yang dipilih adalah dosis 450 mg/kgBB.
Penelitian ini merupakan penelitian skrining awal untuk mengetahui ada
tidaknya aktivitas anti-tukak lambung jangka pendek dari ekstrak etanol daun
lidah buaya, terdapat kemungkinan senyawa selain Flavonoid dan Phytosterol
memberikan aktivitas anti-tukak lambung. Oleh karena itu, diperlukan penelitian
lebih lanjut untuk mengetahui senyawa aktif apa saja yang berperan sebagai anti-
tukak lambung dari ekstrak etanol daun lidah buaya (Aloe vera Linn.). Selain itu
diperlukan pula penelitian lebih lanjut mengenai efek proteksi lambung oleh
ekstrak etanol daun lidah buaya terhadap induksi asetosal jangka panjang

17
Gambar 8. Mekanisme senyawa aktif pada ekstrak etanol daun lidah buaya
sebagai anti-tukak lambung (Mota, et al., 2009; Morsy dan El-
Sheikh, 2011; Tovey, et al., 2011)
KESIMPULAN
Ekstrak etanol daun lidah buaya memiliki aktivitas anti-tukak lambung pada
tikus betina Wistar yang terinduksi asetosal (1000 mg/kgBB), dan dosis efektif
sebagai anti-tukak lambung adalah pada dosis 450 mg/kgBB.
SARAN
Penelitian ini merupakan skrining awal untuk mengetahui aktivitas anti-tukak
lambung dari daun lidah buaya, sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
untuk memastikan jenis senyawa aktif yang memberikan aktivitas tersebut.
Penelitian ini merupakan uji proteksi dari ekstrak etanol daun lidah buaya
terhadap lambung dari paparan asetosal jangka pendek, maka perlu dilakukan
pengembangan metode lain untuk menguji aktivitas proteksi dari ekstrak etanol
daun lidah buaya terhadap lambung dari paparan asetosal jangka panjang.

18
DAFTAR PUSTAKA

Agoes G., 2009. Teknologi Bahan Alam (Serial Farmasi Industri-2).


Arifianti, L., Oktarina, R., dan Kusumawati, I., 2014, Pengaruh Jenis Pelarut
Pengekstraksi Terhadap Kadar Sinensetin Dalam Ekstrak Daun
Orthosiphons stamineus Benth, E-Journal Planta Husada, 2 (1), 1-4.
Arivumani, K., Velpandian, V., Banumanthi, V., dan Kumar., 2013, Anti-ulcer
Activity of Pisonia aculeata on Pylorus Ligation Induced Gastric Ulcer in
Rats, International Journal of Pharmacy & Life Sciences, 4 (3), 2440–2443.
Depkes RI., 2014, Farmakope Indonesia edisi V, Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, Jalarta.
Dipiro, J.; M.C.B.W., 2013, Pharmacotherapy Principles and Practice, eds 4,
New York, NY: McGraw-Hill, 295 - 302.
Elsharabasy, AL-Mushin, Araffa, dan Farrag., 2015, Phytochemical screening and
gastroprotective effect of the aerial parts of Salasola terrandra Forssk.
against aspirin induced gastric ulceration in rats, Journal of Pharmacognocy
and Phytochemistry, 3(6), 221 – 232.
Eamlamnam, K., Patumraj, S., Visedopas, N., dan Thong-Ngam, D., 2006, Effects
of Aloe vera and Sukralfat on Gastric Microcirculatory Changes, Cytokine
Levels and Gastric Ulcer Healing in Rats, World Journal of
Gastroenterology, 12 (13), 2034–2039.
Fornai, M., Antonioli, L., Colucci, R., Tuccori, M., dan Blandizzi, C., 2011,
Pathophysiology of Gastric Ulcer Development and Healing : Molecular
Mechanisms and Novel Therapeutic Options, Peptic Ulcer Disease, 131–
142.
Hardiana, R., Rudiyansyah, dan Titin., 2012, Aktivitas Antioksidan Senyawa
Golongan Fenol dari Beberapa Jenis Tumbuhan Famili Malvaceae, JKK,
1(1), 8 - 13.
Katzung, B.G., Masters, S.B. & Trevor, A.J., 2012, Basic & Clinical
Pharmacology, eds 12. New York, NY: McGraw-Hill, 715 - 720.
Kumari, A., Kanakavalli, K., Menaka, R., dan Rajeswaran, P.S., 2015, Anti-Ulcer
Activity on Siddha Herbo-Mineral Formulation of Arputha Mathirai in
Aspirin Induced Gastric Ulcer in Rats, World Journal of Pharmaceutical
Sciences, 3 (10), 2024 - 2028.
Kurniawati, Jasaputra, Ratnawati, Tiono, Sujatno, Dewi, Mayestica, dan Arifin.,
2010, The Comparison Effect of Aloe vera L., Psidium guajava Linn,
Curcuma domestica Val to Colitis Ulcerative Mice Models Histopatology,
Jurnal Medika Planta, 1(2), 43.
Morsy dan El-Sheikh., 2011, Prevention of Gastric Ulcers, Peptic Ulcer Disease,
Dr. Jianyuan Chai, eds 1, Europe, InTech, 456.
Mota, Dias, Pinto, Ferreira, Brito, Lima, Filho, dan Batista., 2009, Flavonoids
with Gastroprotective Activity, Molecules, 14, 981, 984.
Schneiderman, P.I., 2012, Chapter 121 The Vaskular Purpuras, Free Medical
Textbook, https://medtextfree.wordpress.com/2012/02/09/chapter-121-the-
vaskular-purpuras/ diakses pada 9 Agustus 2017

19
Tensiska, Marsetio, dan Silvia., 2007, Pengaruh Jenis Pelarut Terhadap Aktivitas
Antioksidan Ekstrak Kasar Isoflavon dari Ampas Tahu, Hasil Penelitian,
Universitas Padjajaran Bandung.
Tovey, Capanoglu, Langley, Herniman, Bor, Ozutemiz, Hobsley, Bardhan, dan
Linclau., 2011, Dietary Phytosterols Protective Against Peptic Ulcerartion,
Gastroenterology Reasearch, 4(4), 149 – 156.
Umar & Shehu., 2016, Preliminary Study on The Ulcerogenic Effect of the Crude
Extract of Aloe vera Administered to Ulcer-induced Albino Rats, Journal of
Pharmacognosy and Phytochemistry, 5 (1), 80-84.
Vidic, D., Taric, E., Alagic, J., dan Maskimovic, M., 2014, Determination of
Total Phenolic Content and Antioxidant Activity of Ethanol Extracts from
Aloe spp, Bulletin of the Chemists and Technologists of Bosnia and
Herzegovina, 42, 5–10.
Zhu, Xu, Chen, Zhou, dan Zeng., 2012, Poor awareness of preventing aspirin-
induced gastrointestinal injury with combined protective medications, World
Journal of Gastrooenterology, 18(24), 3167 – 3172.

20
LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat determinasi tanaman (dau lidah buaya)

21
Lampiran 2. Surat Ethical Clearance

22
Lampiran 3. Surat Pengujian Kadar Air

23
Lampiran 4. Surat Keterangan Analisis Data

24
Lampiran 5. Surat Kalibrasi Jangka Soronng

25
26
Lampiran 6. Tahapan Ekstraksi

Gambar 9. Proses penimbangan Gambar 10. Proses perajangan

Gambar 11. Proses evaporasi Gambar 12. Ekstrak kental

Gambar 13. Ekstrak etanol daun lidah buaya

27
Lampiran 7. Bobot tetap

Tabel IV. Data penimbangan bobot tetap ekstrak kental etanol daun lidah buaya
Waktu Replikasi 1 Replikasi 2 Replikasi 3

Tanggal Jam Wadah Isi (g) Wadah Isi (g) Wadah Isi (g)
(g) (g) (g)
29/7/2017 11.00 73,4608 12,8137 74,8834 17,2451 77,6028 26,2682

12.00 73,4608 12,3316 74,8834 16,2406 77,6028 24,8110

13.00 73,4608 12,1893 74,8834 14,9700 77,6028 21,9841

31/8/2017 08.00 73,4608 10,1683 74,8834 10,5565 77,6028 10,3457

09.00 73,4608 10,1083 74,8834 10,5540 77,6028 10,0001

10.00 73,4608 10,1058 74,8834 10,5355 77,6028 9,9810

11.00 73,4608 10,1051 74,8834 10,5349 77,6028 9,9163

12.00 73,4608 10,1051 74,8834 10,5342 77,6028 9,8901

13.00 73,4608 10,1048 74,8834 10,5340 77,6028 9,8506

14.00 73,4608 10,1048 74,8834 10,5339 77,6028 9,8174

15.00 73,4608 10,1048 74,8834 10,5339 77,6028 9,8016

16.00 73,4608 10,1048 74,8834 10,5339 77,6028 9,8012

17.00 73,4608 10,1048 74,8834 10,5339 77,6028 9,8012

28
Lampiran 8. Perhitungan rendemen

R1  10,1048 gram
R2  10,5339 gram 30,4399 gram
R3  9,8012 gram

Lampiran 9. Perhitungan persen perlindungan

(Elsharabasy, et al., 2015)

 Persen perlindungan kelompok kontrol positif (Sukralfat 500 mg/kgBB)


= 80, 2%

= 86, 6%

 Persen perlindungan kelompok ekstrak dosis 450 mg/kgBB


= 27, 1%

= 20%

 Persen perlindungan kelompok ekstrak dosis 900 mg/kgBB


= 40,7%

= 59,9%

 Persen perlindungan kelompok ekstrak dosis 1800 mg/kgBB


= 42,6%

= 40%

29
Lampiran 10. Hasil Uji Pendahuluan

Tabel V. Data luas area perdarahan dan jumlah perdarahan pada uji pendahuluan
Kelompok I menggunakan asetosal konsentrasi 5%, dosis 500
mg/kgBB, dan puasa 24 jam
Tikus ke- Jumlah Size (mm2) Skoring Skoring Kategori
Area Jumlah
1 1 0,92 x 0,64 = 0,588 1 2 Petechiae
2 0,88 x 0,57 = 0,501 1 Petechiae
3 1,42 x 0,90 = 1,278 2 Petechiae
4 0,91 x 1,00 = 0,91 1 Petechiae
5 0,77 x 0,89 = 0,685 1 Petechiae
Rata-rata 1,2 2 Petechiae
2 1 1,13 x 1,05 = 1,186 2 2 Petechiae
2 1,57 x 0,88 = 1,381 2 Petechiae
3 0,67 x 0,79 = 0,529 1 Petechiae
4 0,56 x 0,85 = 0,476 1 Petechiae
5 0,24 x 0,63 = 0,151 1 Petechiae
6 0,46 x 0,20 = 0,092 1 Petechiae
Rata-rata 1,3 2 Petechiae
3 1 0,012 x 0,01 = 0,0012 1 2 Petechiae
2 0,014x 0,01 = 0,0014 1 Petechiae
3 1,10 x 1,38 = 1,518 2 Petechiae
4 1,56 x 1,08 = 1,684 2 Petechiae
5 0,44 x 0,31 = 0,136 1 Petechiae
6 1,31 x 1,40 = 1,834 2 Petechiae
7 1,13 x 1,14 = 1,288 2 Petechiae
Rata-rata 1,57 2 Petechiae
Rata-rata perkelompok 1,3±0,1 2±0 Petechiae

30
Tabel VI. Data luas area perdarahan dan jumlah perdarahan pada uji pendahuluan
Kelompok I menggunakan asetosal konsentrasi 5%, dosis 1000
mg/kgBB, dan puasa 24 jam
Tikus ke- Jumlah Size (mm2) Skoring Skoring Kategori
Area Jumlah
1 1 2,47 x 2,33 = 5,755 3 3 Purpura
2 1,64 x 1,32 = 2,164 3 Purpura
3 1,15 x 0,98 = 1,127 2 Petechiae
4 2,05 x 0,71 = 1,455 2 Petechiae
5 0,13 x 0,30 = 0,039 1 Petechiae
6 0,11 x 0,10 = 0,011 1 Petechiae
7 1,92 x 0,99 = 1,900 2 Petechiae
8 2,96 x 2,65 = 7,844 3 Purpura
9 1,07 x 1,10 = 1,177 2 Petechiae
10 1,09 x 1,08 = 1,177 2 Petechiae
11 1,52 x 1,27 = 1,930 2 Petechiae
12 1,33 x 0,96 = 1,276 2 Petechiae
13 2,89 x 1,60 = 4,624 3 Purpura
14 2,53 x 0,90 = 2,277 3 Purpura
15 0,29 x 0,04 = 0,011 1 Petechiae
16 0,12 x 0,10 = 0,012 1 Petechiae
17 0,11 x 0,37 = 0,040 1 Petechiae
18 0,94 x 1,31 = 1,231 2 Petechiae
19 1,05 x 1,31 = 1,375 2 Petechiae
20 1,16 x 1,02 = 1,183 2 Petechiae
21 1,07x 1,21 = 1,294 2 Petechiae
22 1,19 x 1,00 = 1,190 2 Petechiae
Rata-rata 2 3 Petechiae
2 1 1,87 x 1,94 = 3,627 3 3 Purpura
2 2,98 x 2,66 = 7,926 3 Purpura
3 0,99 x 1,13 = 1,118 2 Petechiae

31
4 0,85 x 1,41 = 1,198 2 Petechiae
5 0,93 x 1,11 = 1,032 2 Petechiae
6 0,10 x 0,09 = 0,009 1 Petechiae
7 1,21 x 1,11 = 1,343 2 Petechiae
8 1,18 x 1,03 = 1,215 2 Petechiae
9 1,24 x 0,92 = 1,140 2 Petechiae
10 0,89 x 1,15 = 1,023 2 Petechiae
11 1,26 x 0,83 = 1,045 2 Petechiae
12 1,17 x 0,90 = 1,053 2 Petechiae
13 1,44 x 1,10 = 1,584 2 Petechiae
14 1,91 x 1,56 = 2,979 3 Purpura
15 1,58 x 1,79 = 2,828 3 Purpura
16 1,62 x 0,99 = 1,603 2 Petechiae
17 1,17 x 0,81 = 0,947 1 Petechiae
18 1,95 x 2,14 = 4,173 3 Purpura
19 2,00 x 2,19 = 4,380 3 Purpura
20 2,16 x 2,08 = 4,492 3 Purpura
21 1,18 x 1,33 = 1,569 2 Petechiae
22 1,60 x 1,15 = 1,840 2 Petechiae
23 1,79 x 1,20 = 2,148 3 Purpura
24 0,80 x 0,64 = 0,512 1 Petechiae
25 0,73 x 0,17 = 0,124 1 Petechiae
Rata-rata 2,16 3 Petechiae
5 1 1,27 x 1,09 = 1,384 2 3 Petechiae
2 0,98 x 1,53 = 1,499 2 Petechiae
3 1,49 x 0,86 = 1,281 2 Petechiae
4 1,12 x 0,99 = 1,108 2 Petechiae
5 0,99 x 1,20 = 1,188 2 Petechiae
6 0,91 x 1,23 = 1,119 2 Petechiae
7 1,55 x 1,46 = 2,263 3 Purpura
8 1,31 x 1,20 = 1,572 2 Petechiae

32
9 1,06 x 1,35 = 1,431 2 Petechiae
10 0,94 x 1,14 = 1,071 2 Petechiae
11 1,09 x 1,17 = 1,275 2 Petechiae
12 0,09 x 0,21 = 0,018 1 Petechiae
13 0,01 x 0,15 = 0,001 1 Petechiae
Rata-rata 1,92 3 Petechiae

Lampiran 11. Hasil Uji Aktivitas Anti-Tukak Lambung

Tabel VII. Data luas area perdarahan dan jumlah perdarahan pada uji aktivitas
anti-tukak lambung pada kelompok kontrol negatif yang menerima
CMC-Na 1%, serta induksiasetosal konsentrasi 5%, dosis 1000
mg/kgBB, dan puasa 24 jam

Tikus ke- Jumlah Size (mm2) Skoring Skoring Kategori


Area Jumlah
1 1 2,47 x 2,33 = 5,755 3 3 Purpura
2 1,64 x 1,32 = 2,164 3 Purpura
3 1,15 x 0,98 = 1,127 2 Petechiae
4 2,05 x 0,71 = 1,455 2 Petechiae
5 0,13 x 0,30 = 0,039 1 Petechiae
6 0,11 x 0,10 = 0,011 1 Petechiae
7 1,92 x 0,99 = 1,900 2 Petechiae
8 2,96 x 2,65 = 7,844 3 Purpura
9 1,07 x 1,10 = 1,177 2 Petechiae
10 1,09 x 1,08 = 1,177 2 Petechiae
11 1,52 x 1,27 = 1,930 2 Petechiae
12 1,33 x 0,96 = 1,276 2 Petechiae
13 2,89 x 1,60 = 4,624 3 Purpura
14 2,53 x 0,90 = 2,277 3 Purpura
15 0,29 x 0,04 = 0,011 1 Petechiae
16 0,12 x 0,10 = 0,012 1 Petechiae

33
17 0,11 x 0,37 = 0,040 1 Petechiae
18 0,94 x 1,31 = 1,231 2 Petechiae
19 1,05 x 1,31 = 1,375 2 Petechiae
20 1,16 x 1,02 = 1,183 2 Petechiae
21 1,07x 1,21 = 1,294 2 Petechiae
22 1,19 x 1,00 = 1,190 2 Petechiae
Rata-rata 2 3 Petechiae
2 1 1,87 x 1,94 = 3,627 3 3 Purpura
2 2,98 x 2,66 = 7,926 3 Purpura
3 0,99 x 1,13 = 1,118 2 Petechiae
4 0,85 x 1,41 = 1,198 2 Petechiae
5 0,93 x 1,11 = 1,032 2 Petechiae
6 0,10 x 0,09 = 0,009 1 Petechiae
7 1,21 x 1,11 = 1,343 2 Petechiae
8 1,18 x 1,03 = 1,215 2 Petechiae
9 1,24 x 0,92 = 1,140 2 Petechiae
10 0,89 x 1,15 = 1,023 2 Petechiae
11 1,26 x 0,83 = 1,045 2 Petechiae
12 1,17 x 0,90 = 1,053 2 Petechiae
13 1,44 x 1,10 = 1,584 2 Petechiae
14 1,91 x 1,56 = 2,979 3 Purpura
15 1,58 x 1,79 = 2,828 3 Purpura
16 1,62 x 0,99 = 1,603 2 Petechiae
17 1,17 x 0,81 = 0,947 1 Petechiae
18 1,95 x 2,14 = 4,173 3 Purpura
19 2,00 x 2,19 = 4,380 3 Purpura
20 2,16 x 2,08 = 4,492 3 Purpura
21 1,18 x 1,33 = 1,569 2 Petechiae
22 1,60 x 1,15 = 1,840 2 Petechiae
23 1,79 x 1,20 = 2,148 3 Purpura
24 0,80 x 0,64 = 0,512 1 Petechiae

34
25 0,73 x 0,17 = 0,124 1 Petechiae
Rata-rata 2,16 3 Petechiae
3 1 1,94 x 1,61 = 3,123 3 3 Purpura
2 1,11 x 1,32 = 1,465 2 Petechiae
3 1,85 x 2,31 = 4,273 3 Purpura
4 1,77 x 0,87 = 1,539 2 Petechiae
5 1,18 x 1,11 = 1,309 2 Petechiae
6 1,06 x 0,98 = 1,038 2 Petechiae
7 1,55 x 1,92 = 2,976 3 Purpura
8 0,64 x 1,01 = 0,646 1 Petechiae
9 1,40 x 1,59 = 2,226 3 Purpura
10 0,71 x 0,79 = 0,560 1 Petechiae
11 0,23 x 0,19 = 0,043 1 Petechiae
12 1,52 x 0,99 = 1,504 2 Petechiae
13 1,15 x 1,08 = 1,242 2 Petechiae
14 1,13 x 1,60 = 1,808 2 Petechiae
15 1,18 x 1,08 = 1,270 2 Petechiae
16 1,21 x 0,84 = 1,016 2 Petechiae
17 1,37 x 0,91 = 1,246 2 Petechiae
18 1,18 x 0,92 = 1,085 2 Petechiae
19 0,91 x 1,28 = 1,164 2 Petechiae
20 1,26 x 0,84 = 1,058 2 Petechiae
21 1,70 x 1,06 = 1,802 2 Petechiae
22 1,94 x 1,00 = 1,94 2 Petechiae
23 1,11 x 1,15 = 1,276 2 Petechiae
24 2,01 x 1,58 = 3,175 3 Purpura
25 1,99 x 0,36 = 0,716 1 Petechiae
Rata-rata 2,04 3 Petechiae
4 1 1,12 x 1,08 = 1,209 2 3 Petechiae
2 1,03 x 1,24 = 1,277 2 Petechiae
3 1,21 x 0,97 = 1,173 2 Petechiae

35
4 1,39 x 1,01 = 1,403 2 Petechiae
5 1,50 x 0,98 = 1,470 2 Petechiae
6 1,15 x 0,99 = 1,138 2 Petechiae
7 1,14 x 1,02 = 1,162 2 Petechiae
8 1,24 x 0,90 = 1,116 2 Petechiae
9 1,15x 1,02 = 1,173 2 Petechiae
10 0,11 x 0,66 = 0,072 1 Petechiae
11 1,53 x 1,76 = 2,692 3 Purpura
12 0,88 x 1,22 = 1,073 2 Petechiae
Rata-rata 2 3 Petechiae
5 1 1,27 x 1,09 = 1,384 2 3 Petechiae
2 0,98 x 1,53 = 1,499 2 Petechiae
3 1,49 x 0,86 = 1,281 2 Petechiae
4 1,12 x 0,99 = 1,108 2 Petechiae
5 0,99 x 1,20 = 1,188 2 Petechiae
6 0,91 x 1,23 = 1,119 2 Petechiae
7 1,55 x 1,46 = 2,263 3 Purpura
8 1,31 x 1,20 = 1,572 2 Petechiae
9 1,06 x 1,35 = 1,431 2 Petechiae
10 0,94 x 1,14 = 1,071 2 Petechiae
11 1,09 x 1,17 = 1,275 2 Petechiae
12 0,09 x 0,21 = 0,018 1 Petechiae
13 0,01 x 0,15 = 0,001 1 Petechiae
Rata-rata 1,92 3 Petechiae
Rata-rata perkelompok ± SD 2,024±0, 3±0 Petechiae
087

36
Tabel VIII. Data luas area perdarahan dan jumlah perdarahan pada uji aktivitas
anti-tukak lambung pada kelompok kontrol positif yang menerima
sukralfat 500 mg/kgBB, serta induksi asetosal konsentrasi 5%, dosis
1000 mg/kgBB, dan puasa 24 jam

Tikus ke- Jumlah Size (mm2) Skoring Skoring Kategori


Area Jumlah
1 0 0 0 0 0
2 1 0,04 x 0,19 = 0,007 1 1 Petechiae
3 0 0 0 0 0
4 1 0,29 x 0,13 = 0,037 1 1 Petechiae
2 0,01 x 0,02 = 0,0002 1 Petechiae
3 0,05 x 0,08 = 0,004 1 Petechiae
Rata-rata 1 1 Petechiae
5 0 0 0 0 0
Rata-rata perkelompok ± SD 0,4±0,547 0,4±0,547 Petechiae

Tabel IX. Data luas area perdarahan dan jumlah perdarahan pada uji aktivitas anti-
tukak lambung pada kelompok perlakuan ekstrak dosis 450 mg/kgBB,
serta induksi asetosal konsentrasi 5%, dosis 1000 mg/kgBB, dan
puasa 24 jam

Tikus Jumlah Size (mm2) Skoring Area Skoring Kategori


ke- Jumlah
1 1 1,27 x 1,05 = 1,333 2 3 Petechiae
2 0,85 x 1,28 = 1,088 2 Petechiae
3 1,87 x 1,08 = 2,019 3 Purpura
4 0,01 x 0,01 = 0,0001 1 Petechiae
5 0,01 x 0,02 = 0,0002 1 Petechiae
6 1,56 x 0,89 = 1,388 2 Petechiae
7 0, 31 x 0,20 = 0,062 1 Petechiae
8 1, 16 x 0,95 = 1,102 2 Petechiae
9 1,28 x 1,19 = 1,523 2 Petechiae
10 0,01 x 0,01 = 0,0001 1 Petechiae

37
11 0,01 x 0,02 = 0,0002 1 Petechiae
12 0,98 x 1,20 = 1,176 2 Petechiae
13 1,01 x 1,31 = 1,323 2 Petechiae
14 1,02 x 1,32 = 1,346 2 Petechiae
15 0,01 x 0,01 = 0,0001 1 Petechiae
16 0,01 x 0,01 = 0,0001 1 Petechiae
17 0,01 x 0,01 = 0,0001 1 Petechiae
Rata-rata 1,58 3 Petechiae
2 1 0,44 x 0,37 = 0,162 1 3 Petechiae
2 1,25 x 0,90 = 1,125 2 Petechiae
3 0,95 x 1,30 = 1,235 2 Petechiae
4 0,01 x 0,50 = 0,005 1 Petechiae
5 1,18 x 1,03 = 1,215 2 Petechiae
6 1,11 x 1,10 = 1,221 2 Petechiae
7 1,15 x 0,99 = 1,138 2 Petechiae
8 1,83 x 1,10 = 2,013 3 Purpura

Rata-rata 1,87 3 Petechiae

3 1 0,94 x 0,80 = 0,752 1 2 Petechiae


2 0,68 x 0,59 = 0,401 1 Petechiae
3 0,90 x 0,77 = 0,693 1 Petechiae
3 0,86 x 0,90 = 0,774 1 Petechiae
5 0,11 x 0,01 = 0,001 1 Petechiae
6 0,45 x 0,21 = 0,094 1 Petechiae
7 0,40 x 0,01 = 0,004 1 Petechiae
Rata-rata 1 2 Petechiae
4 1 0,59 x 0,21 = 0,123 1 2 Petechiae
2 0,01 x 0,01 = 0,0001 1 Petechiae
3 1,34 x 0,90 = 1,206 2 Petechiae
4 0,01 x 0,01 = 0,0001 1 Petechiae
Rata-rata 1,25 2 Petechiae
5 1 0,11 x 0,12 = 0,013 1 2 Petechiae

38
2 0,23 x 0,10 = 0,023 1 Petechiae
3 1,18 x 0,90 = 1,062 2 Petechiae
4 1,20 x 1,14 = 1,368 2 Petechiae
5 1,21 x 1,11 = 1,244 2 Petechiae
6 1,11 x 1,02 = 1,132 2 Petechiae
Rata-rata 1,66 2 Petechiae
Rata-rata perkelompok±SD 1,47±0,345 2,4±0,547 Petechiae

Tabel X. Data luas area perdarahan dan jumlah perdarahan pada uji aktivitas anti-
tukak lambung pada kelompok perlakuan ekstrak dosis 900 mg/kgBB,
serta induksi asetosal konsentrasi 5%, dosis 1000 mg/kgBB, dan puasa
24 jam

Tikus ke- Jumlah Size (mm2) Skoring Area Skoring Kategori


Jumlah
1 1 0,36 x 0,49 = 0,176 1 2 Petechiae
2 0,25 x 0,86 = 0,215 1 Petechiae
3 0,28 x 0,55 = 0,154 1 Petechiae
4 0,18 x 0,22 = 0,039 1 Petechiae
5 0,06 x 0,02 = 0,0012 1 Petechiae
6 0,01 x 0,01 = 0,0001 1 Petechiae
Rata-rata 1 2 Petechiae
2 1 0,76 x 0,03 = 0,022 1 1 Petechiae
2 1,87 x 1,15 = 2,150 3 Purpura
Rata-rata 2 1 Purpura
3 1 0,01 x 0,02 = 0,0002 1 1 Petechiae
2 0,04 x 0,02 = 0,0008 1 Petechiae
Rata-rata 1 1 Petechiae
4 1 0,87 x 0,05 = 0,043 1 1 Petechiae
2 0, 08 x 0,02 = 0,0016 1 Petechiae
3 1,11 x 0,10 = 0,111 1 Petechiae
Rata-rata 1 1 Petechiae

39
5 1 0,01 x 0,01 = 0,0001 1 1 Petechiae
Rata-rata 1 1 Petechiae
Rata-rata perkelompok±SD 1,2±0,447 1,2±0,447 Petechiae

Tabel XI. Data luas area perdarahan dan jumlah perdarahan pada uji aktivitas anti-
tukak lambung pada kelompok perlakuan 1800 mg/kgBB, serta induksi
asetosal konsentrasi 5%, dosis 1000 mg/kgBB, dan puasa 24 jam

Tikus ke- Jumlah Size (mm2) Skoring Area Skoring Kategori


Jumlah
1 1 0,69 x 0,57 = 0,393 1 1 Petechiae
2 0,15 x 0,44 = 0,066 1 Petechiae
Rata-rata 1 1 Petechiae
2 1 1,52 x 1,05 = 1,596 2 2 Petechiae
2 0,50 x 0,61 = 0,305 1 Petechiae
3 0,09 x 0,12 = 0,010 1 Petechiae
4 0,08 x 1,07 = 0,085 1 Petechiae
5 0,10 x 0,06 = 0,006 1 Petechiae
6 1,36 x 1,07 = 1,455 2 Petechiae
7 0,07 x 0,22 = 0,015 1 Petechiae
Rata-rata 1,14 2 Petechiae

3 1 0,01 x 0,02 = 0,0002 1 2 Petechiae


2 0,07 x 0,02 = 0,001 1 Petechiae
3 0,18 x 0,03 = 0,005 1 Petechiae
4 3, 74 x 0,41 = 1,533 2 Petechiae
5 3,29 x 0,38 = 1,250 2 Petechiae
6 1,99 x 1,03 = 2,049 3 Purpura
Rata-rata 1,66 2 Petechiae
4 1 0,07 x 0,18 = 0,012 1 2 Petechiae
2 0,63 x 0,08 = 0,050 1 Petechiae
3 0, 49 x 0,05 = 0,024 1 Petechiae
4 0,61 x 0,13 = 0,079 1 Petechiae

40
5 0,58 x 0, 20 = 0,116 1 Petechiae
6 0,88 x 0,77 = 0,677 1 Petechiae
7 0,09 x 0,16 = 0,014 1 Petechiae
Rata-rata 1 2 Petechiae
5 1 0,03 x 0,08 = 0,0024 1 2 Petechiae
2 0,06 x 0,01 = 0,0006 1 Petechiae
3 0,01 x 0,01 = 0,0001 1 Petechiae
4 0,09 x 0,04 = 0,0036 1 Petechiae
5 0,01 x 0,02 = 0,0002 1 Petechiae
Rata-rata 1 2 Petehiae
Rata-rata perkelompok ± SD 1,16±0,286 1,8±0,447 Petechiae

41
Lampiran 12. Hasil Uji statistik
Luas area perdarahan:
Tests of Normality
a
Kelompok Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk

Statistic Df Sig. Statistic df Sig.


*
CMC .228 5 .200 .932 5 .607
Sukralfat .367 5 .026 .684 5 .006
Skor_Area Dosis Ekstrak 1800 .328 5 .084 .682 5 .006
Dosis Ekstrak 900 .473 5 .001 .552 5 .000
*
Dosis Ekstrak 450 .223 5 .200 .960 5 .811
*. This is a lower bound of the true significance.
a. Lilliefors Significance Correction

Case Processing Summary

Kelompok Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

CMC 5 100.0% 0 0.0% 5 100.0%

Sukralfat 5 100.0% 0 0.0% 5 100.0%


Skor_Area Dosis Ekstrak 1800 5 100.0% 0 0.0% 5 100.0%

Dosis Ekstrak 900 5 100.0% 0 0.0% 5 100.0%

Dosis Ekstrak 450 5 100.0% 0 0.0% 5 100.0%

Descriptives
Kelompok Statistic Std. Error
Mean 2.0240 .03919
95% Confidence Interval for Lower Bound 1.9152
Mean Upper Bound 2.1328
5% Trimmed Mean 2.0222
Median 2.0000
Variance .008
Skor_Area CMC
Std. Deviation .08764
Minimum 1.92
Maximum 2.16
Range .24
Interquartile Range .14
Skewness .846 .913

42
Kurtosis 1.745 2.000
Mean .4000 .24495
95% Confidence Interval for Lower Bound -.2801
Mean Upper Bound 1.0801
5% Trimmed Mean .3889
Median .0000
Variance .300
Sukralfat Std. Deviation .54772
Minimum .00
Maximum 1.00
Range 1.00
Interquartile Range 1.00
Skewness .609 .913
Kurtosis -3.333 2.000
Mean 1.1600 .12791
95% Confidence Interval for Lower Bound .8049
Mean Upper Bound 1.5151
5% Trimmed Mean 1.1411
Median 1.0000
Variance .082
Dosis Ekstrak 1800 Std. Deviation .28601
Minimum 1.00
Maximum 1.66
Range .66
Interquartile Range .40
Skewness 2.007 .913
Kurtosis 4.043 2.000
Mean 1.2000 .20000
95% Confidence Interval for Lower Bound .6447
Mean Upper Bound 1.7553
5% Trimmed Mean 1.1667
Median 1.0000
Dosis Ekstrak 900 Variance .200
Std. Deviation .44721
Minimum 1.00
Maximum 2.00
Range 1.00
Interquartile Range .50

43
Skewness 2.236 .913
Kurtosis 5.000 2.000
Mean 1.4720 .15451
95% Confidence Interval for Lower Bound 1.0430
Mean Upper Bound 1.9010
5% Trimmed Mean 1.4761
Median 1.5800
Variance .119
Dosis Ekstrak 450 Std. Deviation .34550
Minimum 1.00
Maximum 1.87
Range .87
Interquartile Range .64
Skewness -.456 .913
Kurtosis -1.110 2.000

Kruskal Wallis Test

Ranks a,b
Test Statistics
Kelompok N Mean Rank Skor_Area

CMC 5 22.60 Chi-Square 17.150

Sukralfat 5 4.60 df 4
Asymp. Sig. .002
Dosis Ekstrak 1800 5 11.40
Skor_Area a. Kruskal Wallis Test
Dosis Ekstrak 900 5 11.20
Dosis Ekstrak 450 5 15.20

Total 25

44
Mann-Whitney
a a
Test Statistics Test Statistics
Skor_Area Skor_Area
Mann-Whitney U .000 Mann-Whitney U .000
Wilcoxon W 15.000 Wilcoxon W 15.000
Z -2.660 Z -2.652
Asymp. Sig. (2-tailed) .008 Asymp. Sig. (2-tailed) .008
b b
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .008 Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .008
a. Grouping Variable: Kelompok CMC vs a. Grouping Variable: Kelompok CMC
Sukralfat vs Dosis 1800
b. Not corrected for ties. b. Not corrected for ties

a a
Test Statistics Test Statistics
Skor_Area Skor_Area
Mann-Whitney U 2.000 Mann-Whitney U .000
Wilcoxon W 17.000 Wilcoxon W 15.000
Z -2.293 Z -2.619
Asymp. Sig. (2-tailed) .022 Asymp. Sig. (2-tailed) .009
b b
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .032 Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .008
a. Grouping Variable: Kelompok CMC vs a. Grouping Variable: Kelompok
dosis 900 CMC vs dosis 450
b. Not corrected for ties.

45
a a
Test Statistics Test Statistics

Skor_Area Skor_Area
Mann-Whitney U 3.000 Mann-Whitney U 4.000
Wilcoxon W 18.000 Wilcoxon W 19.000
Z -2.147 Z -2.032
Asymp. Sig. (2-tailed) .032 Asymp. Sig. (2-tailed) .042
b b
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .056 Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .095
a. Grouping Variable: Kelompok a. Grouping Variable: Kelompok
Sukralfat vs dosis 1800 Sukralfat vs dosis 900
b. Not corrected for ties. b. Not corrected for ties.

a a
Test Statistics Test Statistics
Skor_Area Skor_Area
Mann-Whitney U 1.000 Mann-Whitney U 11.000
Wilcoxon W 16.000 Wilcoxon W 26.000
Z -2.463 Z -.386
Asymp. Sig. (2-tailed) .014 Asymp. Sig. (2-tailed) .700
b b
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .016 Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .841
a. Grouping Variable: Kelompok a. Grouping Variable: Kelompok
Sukralfat vs dosis 450 dosis 1800 vs dosis 900
b. Not corrected for ties. b. Not corrected for ties.

a a
Test Statistics Test Statistics

Skor_Area Skor_Area

Mann-Whitney U 6.000 Mann-Whitney U 7.000


Wilcoxon W 21.000 Wilcoxon W 22.000
Z -1.405 Z -1.226
Asymp. Sig. (2-tailed) .160 Asymp. Sig. (2-tailed) .220
b b
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .222 Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .310

a. Grouping Variable: Kelompok a. Grouping Variable: Kelompok


dosis 1800 vs dosis 450 dosis 900 vs dosis 450
b. Not corrected for ties. b. Not corrected for ties.

46
Jumlah perdarahan:
a
Tests of Normality
b
Kelompok Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk
Statistic Df Sig. Statistic df Sig.
Sukralfat .367 5 .026 .684 5 .006
Dosis Ekstrak 1800 .473 5 .001 .552 5 .000
Skor_Jumlah
Dosis Ekstrak 900 .349 5 .046 .771 5 .046
Dosis Ekstrak 450 .441 4 . .630 4 .001
a. Skor_Jumlah is constant when Kelompok = CMC. It has been omitted.
b. Lilliefors Significance Correction

Case Processing Summary


Kelompok Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
CMC 5 100.0% 0 0.0% 5 100.0%
Sukralfat 5 100.0% 0 0.0% 5 100.0%
Skor_Jumlah Dosis Ekstrak 1800 5 100.0% 0 0.0% 5 100.0%
Dosis Ekstrak 900 5 100.0% 0 0.0% 5 100.0%
Dosis Ekstrak 450 4 80.0% 1 20.0% 5 100.0%

a
Descriptives
Kelompok Statistic Std. Error
Mean .4000 .24495
95% Confidence Interval Lower Bound -.2801
for Mean Upper Bound 1.0801
5% Trimmed Mean .3889
Median .0000
Variance .300
Sukralfat Std. Deviation .54772
Skor_Jumlah
Minimum .00
Maximum 1.00
Range 1.00
Interquartile Range 1.00
Skewness .609 .913
Kurtosis -3.333 2.000
Dosis Ekstrak 1800 Mean 1.8000 .20000

47
95% Confidence Interval Lower Bound 1.2447
for Mean Upper Bound 2.3553
5% Trimmed Mean 1.8333
Median 2.0000
Variance .200
Std. Deviation .44721
Minimum 1.00
Maximum 2.00
Range 1.00
Interquartile Range .50
Skewness -2.236 .913
Kurtosis 5.000 2.000
Mean 1.6000 .40000
95% Confidence Interval Lower Bound .4894
for Mean Upper Bound 2.7106
5% Trimmed Mean 1.5556
Median 1.0000
Variance .800
Dosis Ekstrak 900 Std. Deviation .89443
Minimum 1.00
Maximum 3.00
Range 2.00
Interquartile Range 1.50
Skewness 1.258 .913
Kurtosis .312 2.000
Mean 2.2500 .25000
95% Confidence Interval Lower Bound 1.4544
for Mean Upper Bound 3.0456
5% Trimmed Mean 2.2222
Median 2.0000
Variance .250
Dosis Ekstrak 450 Std. Deviation .50000
Minimum 2.00
Maximum 3.00
Range 1.00
Interquartile Range .75
Skewness 2.000 1.014
Kurtosis 4.000 2.619
a. Skor_Jumlah is constant when Kelompok = CMC. It has been omitted.

48
Kruskal Wallis Test
Ranks Test Statistics
a,b

Kelompok N Mean Rank Skor_Jumlah


Chi-Square 17.090
CMC 5 21.00
df 4
Sukralfat 5 3.80 Asymp. Sig. .002
Dosis Ekstrak 1800 5 12.10 a. Kruskal Wallis Test
Skor_Jumlah Dosis Ekstrak 900 5 10.80 b. Grouping Variable:
Dosis Ekstrak 450 4 15.38 Kelompok

Total 24

Mann-Whitney

a
Test Statistics a
Test Statistics
Skor_Jumlah
Skor_Jumlah
Mann-Whitney U .000
Mann-Whitney U .000
Wilcoxon W 15.000
Wilcoxon W 15.000
Z -2.835
Z -2.887
Asymp. Sig. (2-tailed) .005
Asymp. Sig. (2-tailed) .004
b
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .008 b
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .008
a. Grouping Variable: Kelompok CMC vs
a. Grouping Variable: Kelompok CMC
Sukralfat
vs dosis 1800
b. Not corrected for ties.
b. Not corrected for ties.

a
Test Statistics Test Statistics
a

Skor_Jumlah Skor_Jumlah
Mann-Whitney U 2.500 Mann-Whitney U 2.500
Wilcoxon W 17.500 Wilcoxon W 12.500
Z -2.390 Z -2.236
Asymp. Sig. (2-tailed) .017 Asymp. Sig. (2-tailed) .025
b
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .032 Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .063
b

a. Grouping Variable: Kelompok CMC a. Grouping Variable: Kelompok CMC


vs dosis 900 vs dosis 450
b. Not corrected for ties. b. Not corrected for ties.

49
a
Test Statistics Test Statistics
a

Skor_Jumlah Skor_Jumlah
Mann-Whitney U 1.000 Mann-Whitney U 3.000
Wilcoxon W 16.000 Wilcoxon W 18.000
Z -2.545 Z -2.147
Asymp. Sig. (2-tailed) .011 Asymp. Sig. (2-tailed) .032
b b
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .016 Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .056

a. Grouping Variable: Kelompok a. Grouping Variable: Kelompok

Sukralfat vs dosis 1800 Sukralfat vs dosis 900

b. Not corrected for ties. b. Not corrected for ties.

a a
Test Statistics Test Statistics
Skor_Jumlah Skor_Jumlah
Mann-Whitney U .000 Mann-Whitney U 9.500
Wilcoxon W 15.000 Wilcoxon W 24.500
Z -2.547 Z -.693
Asymp. Sig. (2-tailed) .011 Asymp. Sig. (2-tailed) .488
b b
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .016 Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .548
a. Grouping Variable: Kelompok a. Grouping Variable: Kelompok dosis
Sukralfat vs dosis 450 1800 vs dosis 900
b. Not corrected for ties. b. Not corrected for ties.

a a
Test Statistics Test Statistics

Skor_Jumlah Skor_Jumlah

Mann-Whitney U 6.000 Mann-Whitney U 5.000


Wilcoxon W 21.000 Wilcoxon W 20.000
Z -1.342 Z -1.309
Asymp. Sig. (2-tailed) .180 Asymp. Sig. (2-tailed) .190
b b
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .413 Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .286

a. Grouping Variable: Kelompok dosis a. Grouping Variable: Kelompok dosis


900 vs 450 900 vs 450
b. Not corrected for ties. b. Not corrected for ties.

50
Lampiran 13. Gambar lambung pada uji aktivitas anti-tukak lambung

Gambar 14. (a) lambung tikus 1, (b) lambung tikus 2, (c) lambung tikus 3, (d)
lambung tikus 4, dan (e) lambung tikus 5 pada kelompok kontrol
negatif yang menerima CMC 1%, dengan induksi asetosal 5%,
dosis 1000 mg/kgBB dan puasa 24 jam

Gambar 15. (a) lambung tikus 1, (b) lambung tikus 2, (c) lambung tikus 3, (d)
lambung tikus 4, dan (e) lambung tikus 5 pada kelompok kontrol
positif yang menerima sukralfat 500 mg/kgBB, dengan induksi
asetosal 5% dosis 1000 mg/kgBB dan puasa 24 jam

51
Gambar 16. (a) lambung tikus 1, (b) lambung tikus 2, (c) lambung tikus 3, (d)
lambung tikus 4, dan (e) lambung tikus 5 pada kelompok yang
menerima ekstrak etanol daun lidah buaya dosis 450 mg/kgBB,
dengan induksi asetosal 5% dosis 1000 mg/kgBB dan puasa 24 jam

Gambar 17. (a) lambung tikus 1, (b) lambung tikus 2, (c) lambung tikus 3, (d)
lambung tikus 4, dan (e) lambung tikus 5 pada kelompok yang
menerima ekstrak etanol daun lidah buaya dosis 900 mg/kgBB,
dengan induksi asetosal 5% dosis 1000 mg/kgBB dan puasa 24 jam

52
Gambar 18. (a) lambung tikus 1, (b) lambung tikus 2, (c) lambung tikus 3, (d)
lambung tikus 4, dan (e) lambung tikus 5 pada kelompok yang
menerima ekstrak etanol daun lidah buaya dosis 1800 mg/kgBB,
dengan induksi asetosal 5% dosis 1000 mg/kgBB dan puasa 24 jam

Lampiran 14. Perhitungan konversi dosis untuk manusia

 Angka konversi tikus 200 g ke manusia 70 kg = 56,0


 Dosis untuk manusia = dosis untuk tikus 200 gram x angka konversi ke
manusia
 Dosis efektif ekstrak etanol daun lidah buaya pada penelitian ini adalah,
dosis 900 mg/kgBB tikus.
Maka ditetapkan dosis ekstrak etanol daun lidah buaya pada manusia:
Dosis tikus = 0,9 g/kgBB  0,9 g/1000 gBB
= 0,18 g/200 gBB
Dosis manusia = 0,18 g/200 gBB x 56,0
= 10,08 g/70 kgBB manusia
= 7,2 g/50 kgBB manusia

53
BIOGRAFI PENULIS

Penulis skripsi dengan judul “Uji Aktivitas Anti-Tukak


Lambung Ekstrak Etanol Daun Lidah Buaya (Aloe vera
Linn.) pada Lambung Tikus Wistar yang Terinduksi
Asetosal” memiliki nama lengkap Ni Komang Ayu Terra
Biswani. Penulis lahir di Jakarta pada tanggal 29 Oktober
1997, merupakan anak ke tiga dari empat bersaudara
dalam keluarga pasangan I Putu Bisma dan Ketut
Wantini. Penulis mengawali masa pendidikannya di TK
Bayu Kumdala Seririt (2000 – 2002) kemudian melanjutkan pendidikan tingkat
sekolah dasar di SD Negeri 2 Ringdikit (2002 – 2008). Pendidikan sekolah
Menengah Pertama ditempuh oleh penulis di SMP Negeri 1 Seririt (2008 – 2011)
dan melanjutkan pendidikan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 1 Seririt
(2011 – 2014). Penulis melanjutkan pendidikan sarjana di Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta pada tahun 2014. Selama menempuh
pendidikan sarjana, penulis aktif dalam kegiatan kepanitian. Penulis pernah
menjadi panitia Sie. Medis pada Festival Sanata Dharma (2015), Sie.Acara
Pelepasan Wisuda Fakultas Farmasi (2015), serta panitia Kampanye Informasi
Obat 2016 dan 2017 sebagai Bendahara. Penulis pernah mengikuti Program
Kreativitas Mahasiswa dengan judul “GENDIS PETANG HARI (Generasi
Disabilitas Perempuan Tangguh Paham Swamedikasi Menstruasi)” dan dengan
judul tersebut penulis dan tim berhasil maju ke ajang Pekan Ilmiah Mahasiswa
Nasional (PIMNAS) ke-30 yang diselenggarakan di UMI Makasar. Pada
PIMNAS ke-30 penulis dan tim berhasil meraih juara 1 setara medali emas dalam
kategori Penyajian Poster Ilmiah (2017).

54

Anda mungkin juga menyukai