Anda di halaman 1dari 55

KARYA TULIS ILMIAH

UJI EFEKTIVITAS EKSTRAK ETANOL GETAH BIDURI


(Calotropis gigantea) TERHADAP PENYEMBUHAN LUKA
SAYAT PADA MENCIT (Mus musculus)

DISUSUN OLEH:

TITIN PEBRIANI HARISANDI


NIM : A151031

PROGRAM STUDI D3 FARMASI


POLITEKNIK “MEDICA FARMA HUSADA” MATARAM
2018
LEMBAR PERSETUJUAN

UJI EFEKTIVITAS EKSTRAK ETANOL GETAH BIDURI


(Calotropis gigantea) TERHADAP PENYEMBUHAN LUKA
SAYAT PADA MENCIT (Mus musculus)

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan oleh :

TITIN PEBRIANI HARISANDI


NIM : A151031

Komisi Nama Tanda Tangan Tanggal


Pembimbing

Pembimbing I Baiq Ayu Aprilia M., M.Si …………… ……………


NIK.36.085.2014.036

Pembimbing II Sri Rahmawati S.Farm …………… ……………


NIK.36.085.2009.005

Telah dinyatakan memenuhi syarat


Pada tanggal, …… Juli 2018

Ketua Program Studi D-III Farmasi


Politeknik Medica Farma Husada Mataram

Ajeng Dian Pertiwi, M.Farm., Apt


NIK.36.085.2016.059

ii
HALAMAN PENGESAHAN

UJI EFEKTIVITAS EKSTRAK ETANOL GETAH BIDURI


(Calotropis gigantea) TERHADAP PENYEMBUHAN LUKA
SAYAT PADA MENCIT (Mus musculus)

Oleh :

TITIN PEBRIANI HARISANDI


NIM : A151031

Telah dipertahankan di depan penguji dan dinyatakan telah memenuhi syarat pada
tanggal, Juli 2018.
Tim penguji :
Jabatan Nama Tanda Tangan
Baiq Ayu Aprilia M., M.Si
NIK.36.085.2014.036 .................
Anggota
Penguji
Sri Rahmawati, S.Farm
NIK.36.085.2009.005 ...................

Penguji Ajeng Dian Pertiwi. M.Farm.,Apt


....................
Independen NIK.36.085.2016.059

Mengetahui:

Direktur Ketua Program Studi


Politeknik “Medica Farma Husada Mataram” D-III Farmasi

Syamsuriansyah, S.Pd.MM,Kes Ajeng Dian Pertiwi, M.Farm., Apt


NIK.36.085.2017.001 NIK.36.085.2016.059

iii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS ILMIAH

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa:


Karya Tulis Ilmiah (KTI) dengan judul : “Uji Efektivitas Ekstrak Etanol
Getah Biduri (Calotropis gigantea) Terhadap Penyembuhan Luka Sayat Pada
Mencit (Mus musculus)” ini adalah karya penelitian saya sendiri dan tidak
terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh
gelar akademik serta tidak terdapat karya atau pendapat yeng pernah ditulis atau
diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang tertulis dengan acuan yang disebutkan
sumbernya, baik dalam naskah karangan dan daftar pustaka. Apabila ternyata
didalam naskah KTI ini dapat dibuktikan terdapat unsur-unsur plagiasi, maka saya
bersedia menerima sangsi, baik KTI beserta gelar Ahlimadya saya dibatalkan serta
diproses sesuai dengan peraturan perundang-undangan yeng berlaku.

Mataram, Juli 2018

Materai 6000

Titin Pebriani Harisandi


NIM : A151031

iv
ABSTRAK

UJI EFEKTIVITAS EKSTRAK ETANOL GETAH BIDURI


(Calotropis gigantea) TERHADAP PENYEMBUHAN LUKA
SAYAT PADA MENCIT (Mus musculus)

TITIN PEBRIANI HARISANDI


NIM: A151031

Tanaman biduri merupakan tanaman yang memiliki berbagai khasiat


dalam pengobatan tradisional, salah satunya dapat digunakan sebagai obat
luka.Tujuan penelitian ini untuk menguji efektivitas ekstrak etanol getah biduri
(calotropis gigantean) terhadap penyembuhan luka sayat pada mencit (mus
musculus) dan mengetahui kadar yang paling efektif dari ekstrak etanol getah
biduri. Jenis penelitian ini adalah eksperimental laboraturium dengan cara
mengelompokkan hewan uji lalu diberikan perlakuan ekstrak getah biduri 10%,
20%, 30%, dan 40%, serta kontrol negatif dan kontrol positif kemudian diamati
perubahan dari bentuk lukanya. Hasil penelitian menunjukkan terjadi
penyembuhan luka sayat pada masing-masing konsentrasi dimana konsentrasi
ekstrak yang paling efektif dalam penyembuhan luka sayat adalah pada
konsentrasi 40% dengan waktu penyembuhan selama 3 hari dan persentse
kesembuhan 100%.

Kata kunci : ekstraketanol, biduri, lukasayat, mencit

v
TEST THE EFFEKTIVENESS OF BIDURI LATEX (Calotropis gigantea)
ETHANOL EXTRACT ON HEALING WOUNDS IN MICE
(Mus musculus)

TITIN PEBRIANI HARISANDI


NIM : A151026

Spiny plants are plants that have various properties in traditional medicine, one of
which can be used as a wound medicine, the purpose of this study to test the
effectiveness of ethanol extract of sap biduri (Calotropis gigantea) to healing cuts
in mice (Mus musculus) and know most effective levels of extract of ethanol sap
biduri. This type of research is experimental laboratories by categorizing test
animals always given the treatment of 10%, 20%, 30%, and 40% sap extract of
bum sap, and negative control and positive control then observed the change from
the shape of the wound. The result showed that healing wounds on each of the
concentrations where the most effective extract concentration in wound healing is
at a concentration of 40% with healing time for three days and a cure percentage
of 100%.

Key Words : Ethanol Extract, Biduri, Cut, Mice

vi
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah


melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
karya tulis ilmiah yang berjudul “Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Getah Biduri
(Calotropis gigantean) Terhadap Penyembuhan Luka Sayat Pada Mencit
(Mus musculus)” ini tepat pada waktu tanpa hambatan yang berarti.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terimakasih yang sebesar-
besarnya kepada :
1. Bapak Syamsuriansyah, S.Pd., M.M Kes. Selaku Direktur Politeknik Medica
Farma Husada Mataram yang telah memberikan motivasi dan dorongan yang
bersifat membangun.
2. Ibu Baiq Ayu Aprilia Mustariani, M.Si selaku Dosen pembimbing utama pada
penelitian ini yang telah banyak memberikan bimbingan, arahan serta
dukungan pada penulis dalam menyelsaikan Karya Tulis Ilmiah.
3. Ibu Sri Rahmawati S. Farm selaku Dosen pembimbing kedua yang telah
banyak memberikan bimbingannya dan motivasi sehingga penulis dapat
menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah.
4. Ibu Ajeng Dian Pertiwi, M.Farm., Apt selaku Ketua Program Studi D-III
Farmasi sekaligus Dosen Penguji independen atas motivasi dan perhatian serta
dukungan kepada peneliti.
5. Ibu En Purmafitriah, S.Farm., Apt selaku sekretaris program studi D-III
Farmasi yang selalu memberikan semangat dan dorongan kepada peneliti.
6. Ibu Nur Hikmatul Auliya, M. Biotech., S.T selaku Laboran Lab Biologi
Politeknik Medica Farma Husada Mataram yang telah banyak membantu
peneliti dalam menjalankan proses penelitiannya.
7. Kepada semua dosen program studi DIII Farmasi Politeknik Medica Farma
Husada Mataram yang telah banyak memberikan bekal pengetahuan dan
wawasan kepada penulis.
8. Bapak, Ibu, Adik dan seluruh keluargaku atas cinta, dukungan serta doa yang
selalu diberikan sehingga karya tulis ilmiah ini selesai tepat pada waktunya.

vii
9. Teman-temanku Mahasiswa D-III Farmasi Politeknik Medica Farma Husada
Mataram, atas perhatian dan motivasinya semoga kita tetap menjalin serta
menjaga silaturrokhim diantara kita semua, amin.
10. Rekan-rekan dan semua pihak yang telah banyak membantu dalam penelitian.
Penulis menyadari dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini masih belum
sempurna, maka saran dan kritik yang konstruktif sangat penulis harapkan demi
perbaikan karya tulis ilmiah selanjutnya. Akhirnya penulis berharap semoga karya
tulis ilmiah ini bermanfaat.

Mataram, Juli 2018

Penulis

viii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i


LEMBAR PERSETUJUAN ......................................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN .......................................................................... iii
PERNYATAAN KEASLIAN ....................................................................... iv
ABSTRAK ..................................................................................................... v
KATA PENGANTAR ................................................................................... vi
DAFTAR ISI .................................................................................................. viii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... x
DAFTAR TABEL ......................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .......................................................................... 2
C. Tujuan Penelitian ........................................................................... 2
D. Ruang Lingkup ............................................................................... 3
E. Manfaat Penelitian ......................................................................... 3
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori ............................................................................... 4
1. Tanaman Biduri (Calotropis Gigantea.) ................................. 4
2. Ektraksi .................................................................................... 9
3. Ekstrak...................................................................................... 13
4. Etanol ....................................................................................... 14
5. Luka ......................................................................................... 15
6. Mencit (Mus musculus) ........................................................... 17
B. Kerangka Konsep ........................................................................... 19
C. Hipotesis......................................................................................... 20
D. Definisi Operasional....................................................................... 20

ix
BAB IIIMETODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian ............................................................................ 21
B. Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................ 21
C. Variabel .......................................................................................... 21
D. Populasi dan Sampel ...................................................................... 22
E. Instrumen Penelitian....................................................................... 22
F. Teknik Pengumpulan Data ............................................................ 24
G. Alur Kerja....................................................................................... 26
H. Analisis Data ................................................................................. 27
I. Jadwal Penelitian............................................................................ 27
BAB IVHASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian .............................................................................. 28
B. Pembahasan ................................................................................... 31
BAB VPENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................................... 35
B. Saran .............................................................................................. 35
DAFTAR PUSTAKA

x
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Biduri (Calotropis Gigantea.)..................................................... 4


Gambar 2.2 Etanol 70% .................................................................................. 14
Gambar 2.3 Mencit(Mus musculus) ............................................................... 17
Gambar 2.4 Kerangka Konsep ....................................................................... 19
Gambar 3.1 Alur Kerja .................................................................................. 26
Gambar 4.1 Grafik Hubungan Antara Rata-Rata Diameter Luka Sayat
Terhadap Pengaruh Hari ............................................................ 30

xi
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Pengukuran rata-rata diameter luka sayat pada mencit sejak hari
ke-1 sampai ke-3 .......................................................................... 24
Tabel 3.2 Rata-rata persentasi penyembuhan luka sayat pada mencit sejak
hari ke-1 sampai dengan hari ke-3 ................................................ 25
Tabel 3.3 Jadwal Penelitian .......................................................................... 27
Tabel 4.1 Pengukuran rata-rata diameter luas luka sayat pada mencit dari
hari ke-1 sampai hari ke-3 ............................................................ 28
Tabel 4.2 Persentase Penyembuhan Rata-Rata Diameter Luas Luka Sayat
Pada Mencit Dari Hari Ke-1 Sampai Hari Ke-3 .......................... 29
Tabel 4.4 Test of Homogeneity of Variances ............................................... 30
Tabel 4.2 Test of Normality ......................................................................... 30
Tabel 4.3 Uji One Way ANOVA ................................................................... 31
Tabel 4.4 Hasil Luka Sayat Pada Mencit Hari Ke-1 .................................... 32
Tabel 4.5 Gambaran hasil luka sayat pada Mencit hari ke-2 ....................... 32
Tabel 4.6 Gambaran hasil luka sayat pada Mencit hari ke-3 ....................... 33

xii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Perhitungan Larutan Stok


Lampiran 2. Ekstrak Getah Biduri
Lampiran 3.Perhitungan Rendemen
Lampiran 4. Perhitungan Persen (%) Penyembuhan Luka Sayat:
Lampiran 5. Proses Pengmbilan Sampel
Lampiran 6. Proses Pembuatan Sampel
Lampiran 7. Perlakuan HewanUji

xiii
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia kaya akan sumber bahan obat alam dan obat tradisional yang
telah digunakan oleh sebagian besar masyarakat secara turun temurun. Salah
satu tanaman obat adalah biduri (Calotropis gigantea). Tanaman biduri
banyak ditemukan didaerah bermusim kemarau panjang, seperti padang
rumput yang kering, lereng-lereng gunung yang rendah, dan pantai berpasir.
Biduri merupakan tumbuhan semak liar dengan tinggi 0,5 -3 m. Batang bulat,
berkayu, ranting muda berambut tebal berwarna putih. Getah akan keluar dari
tanaman ini jika salah satu bagiannya dilukai. Getahnya berwarna putih, encer,
rasanya pahit dan kelat, lama-kelamaan terasa manis, baunya sangat
menyengat (Katno, Pramono, S. 2005).
Luka adalah rusak atau hilangnya jaringan tubuh yang terjadi karena
adanya suatu faktor yang mengganggu sistem perlindungan tubuh. Bentuk dari
luka berbeda tergantung penyebabnya, ada yang terbuka dan tertutup. Salah
satu contoh luka terbuka adalah insisi/luka sayat dimana terdapat robekan
linier pada kulit dan jaringan di bawahnya (Pusponegoro, 2005). Luka sayat
adalah luka yang terjadi karena teriris oleh instrumen yang tajam (Berman,
2009). Luka secara umum terdiri dari luka yang disengaja dan luka yang tidak
disengaja. Luka yang disengaja bertujuan sebagai terapi, misalnya pada
prosedur operasi atau fungsi vena, sedangkan luka yang tidak disengaja terjadi
secara accidental (Kozier dkk., 2004).
Penyembuhan merupakan suatu proses penggantian jaringan yang mati
atau rusak dengan jaringan baru dan sehat oleh tubuh dengan cara regenerasi.
Penyembuhan luka merupakan suatu proses yang kompleks karena berbagai
kegiatan bio-seluler dan bio-kimia yang terjadi secara berkesinambungan.
Penggabungan respons vaskuler, aktivitas seluler dan terbentuknya bahan
kimiawi sebagai substansi mediator di daerah luka merupakan komponen yang
saling terkait pada proses penyembuhan luka. Penyembuhan dapat dilihat

1
2

berdasarkan indikator hilangnya kemerahan, pembengkakan dan tertutupnya


luka (Irmanthea, 2007).
Tanaman obat yang dikenal di Indonesia ada yang dapat digunakan
sebagai obat alternatif untuk anti inflamasi, Salah satunya adalah tanaman
biduri (Calotropis gigantea). Tanaman biduri banyak ditemukan didaerah
bermusim kemarau panjang. Getah akan keluar dari tanaman ini jika salah satu
bagiannya dilukai. Getah biduri berkhasiat sebagai pencahar, dan dapat
digunakan sebagai obat bisul, eksim, sakit gigi, serta dapat digunakan sebagai
obat luka (Hariana A, 2006).
Tumbuhan biduri (Calotropis gigantea) merupakan tanaman yang
banyak dimanfaatkan, baik dari bagian daun, batang, ataupun akarnya.
Kandungan kimia pada daun diantaranya flavonoid, polifenol, tanin, dan serta
saponin (Kongkow, 2007).
Getah biduri berkhasiat sebagai pencahar, dan dapat digunakan sebagai
obat bisul, eksim, luka pada sifilis, serta bisa digunakan sebagai obat sakit gigi
dengan cara meneteskan getahnya pada bagian yang sakit. Getah biduri juga
bisa digunakan untuk menyembuhkan ulcer dan mempercepat penyembuhan
(Katno, Pramono, S 2005).
Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti tertarik melakukan
penelitian yang berjudul Uji efektivitas ekstrak etanol getah Biduri
(Calotropis gigantea) terhadap penyembuhan luka sayat pada mencit (Mus
musculus).
B. Perumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah ”Bagaimanakah
efektivitas ekstrak etanol getah biduri (Calotropis Gigantea) dalam
menyembuhkan luka sayat pada kulit punggung mencit (Mus musculus) ?”
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk menguji “Efektivitas ekstrak etanol getahbiduri (Calotropis
gigantea) dalam menyembuhkan luka sayat pada kulit punggung mencit
(Mus musculus)”.
3

2. Tujuan Khusus
Untuk mengetahui “Kadar yang paling tepat dari ekstrak etanol getah
biduri (Calotropis gigantea) dalam menyembuhkan luka sayat pada kulit
punggung mencit (Mus musculus)”.
D. Ruang Lingkup
1. Ruang Lingkup Ilmu
Ruang lingkup keilmuan meliputi Ilmu Fitokimia, Ilmu Farmakognosi,
Ilmu Obat Tradisional dan Ilmu Farmakologi.
2. Ruang Lingkup Tempat
Penelitian ini dilakukan di Laboraturium Biologi “Politeknik Medica
Farma Husada” Mataram dan Laboraturium Imunobiologi Fakultas MIPA
Universitas Mataram.
3. Ruang Lingkup Waktu
Pengumpulan dan analisis data dilaksanakan kurang lebih selama satu
bulan.
E. Manfaat Penelitian
1. Manfaat bagi peneliti ini adalah:
Mengetahui efektivitas ekstrak etanol getah biduri (Calotropis
gigantea) dalam menyembuhkanluka sayat pada kulit punggung mencit
(Mus musculus), serta dapat menambah wawasan peneliti pada bidang
ilmu Fitokimia, Farmakognosi, Obat Tradisional, dan Farmakologi.
2. Manfaat Bagi Institusi
Dapat dilakukan sebagai bahan tambahan dalam pengajaran serta
menambah literatur untuk penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan
masalah efektivitas ekstrak etanol getah biduri (Calotropis gigantea)
dalam menyembuhkan luka sayat pada kulit punggung mencit (Mus
musculus ).
3. Manfaat Bagi Masyarakat
Hasil penelitian dapat dijadikan informasi bagi masyarakat
mengenai obat tradisional untuk luka sayat menggunakan getah biduri
(Calotropis gigantea).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

E. Landasan Teori
7. Tanaman Biduri (Calotropis Gigantea.)
a. Definisi
Tanaman biduri merupakan tumbuhan yang umum dijumpai di
Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, Sri Lanka, India dan Cina.
Tanaman biduri berasal dari india. Tanaman ini merupakan semak
tegak dengan tinggi 0,5-3 m. Biduri banyak ditemukan di daerah
bermusim kemarau panjang, seperti padang rumput yang kering,
lereng-lereng gunung yang rendah dan pantai berpasir (Dalimarta,
2003).

Gambar 2.1 Biduri (Calotropis gigantea.)


www.tanobat.com

Tanaman biduri memiliki nama latin Calotropis gigantea dan di


Indonesia sendiri banyak sebutan untuk tanaman ini, seperti di daerah
sumatera masyarakat menyebutnya dengan nama rubik, biduri,
lembega, rembega, rumbigo. Masyarakat jawa menyebutnya babakoan,
badori, biduri, widuri, saduri, sidoguri, bidhuri, burigha. Masyarakat

4
5

Bali menyebutnya dengan manori, maduri, Nusa tenggara


menyebutnya muduri, rembiga, kore, krokoh, kolonsusu, modo
kepauk, modo kampauk, Sedangkan Sulawesi menyebutnya dengan
rambega (Pusat Data dan Informasi, 2013).
b. Taksonomi Tanaman Biduri (Calotropis gigantea)
Menurut Dalimartha (2003), taksonomi tanaman biduri
(Calotropis gigantea) adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Sub kingdom :Tracheobionta
Super Divisi :Spermatophyta
Divisi :Magnoliophyta
Kelas :Magnoliopsida
Sub Kelas :Asteridae
Ordo :Gentianales
Family :Asclepiadaceae
Genus :Calotropis
Spesies :Calotropis gigantean
c. Morfologi Tanaman Biduri (Calotropis gigantea)
Ciri morfologi tanaman biduri adalah sebagai berikut (Agra,2008):
1. Daun
Tanaman biduri memiiki daun tunggal, berbentuk bulat telur
atau bulat panjang, bertangkai pendek, tumbuh berhadapan (folia
oposita), pangkal berbentuk jantung, tepi rata, pertulang menyirip
(pinnate), panjang 8-30 cm dan lebar 4-15 cm berwarna putih
(lambat laun menghilang), sedangkan permukaan bawahnya tetap
berambut tebal dan berwarna putih.
2. Batang.
Batang berbentuk bulat, kulit tebal, berwarna putih.
Permukaan batang halus dengan tinggi ± 2 m, percabangan
simpodial (batang utama tidak tampak jelas).
6

3. Akar
Akar tanaman biduri berjenis akar tunggang, yang memiliki
fungsi untuk memperteguh berdirinya tanaman.
4. Bunga
Bunga majemuk, tumbuh dalam anak paying diujung atau
diketiak daun, tangkai bunga panjang dan berambut rapat, mahkota
berbentuk kemudi kapal, kelopak berwarna hijau, mahkota
berwarna putih sedikit keunguan, panjang mahkota ± 4 mm.
5. Buah
Buah bumbung (folliculus), bulat telur,warna hijau, bentuk
dengan biji lonjong, kecil dan berwarna coklat.
6. Biji
Bijinya kecil, lonjong, pipih, berwarna cokelat, berambut
pendek dan tebal, umbai rambut serpa sutera panjang. Jika salah
satu bagian tumbuhan dilukai, akan mengeluarkan getah berwarna
putih, encer, rasanya pahit dan kelat, tetapi lama-kelamaan terasa
manis, baunya sangat menyengat serta beracun.
d. Kandungan kimia Biduri
1) Flavonoid
Flavonoid adalah suatu keluarga besar berasal dari
metabolit sekunder tanaman yang memiliki berbagai fungsi
biologis yang menakjubkan dan berbeda. Diantaranya, aktivitas
antioksidan dan antibakteri, dan dapat menghambat pendarahan
pada kulit (Sukadana, 2009).
2) Tanin
Tanin merupakan senyawa organik yang terdiri dari
campuran senyawa polifenol kompleks. Tanin tersebar dalam
setiap tanaman yang berbatang. Tanin berada dalam jumlah
tertentu, biasanya berada pada bagian yang spesifik tanaman
seperti daun, buah, akar dan batang. Tanin merupakan senyawa
kompleks, biasanya merupakan campuran polifenol yang sukar
7

untuk dipisahkan karena tidak dalam bentuk kristal (Robert,1997).


Tanin biasanya berupa senyawa amorf, higroskopis, berwarna
coklat kuning yang larut dalam organik yang polar. Tanin
mempunyai aktifitas antioksidan menghambat pertumbuhan tumor
dan enzim. (Harborne, 1987). Teori baru menyebutkan bahwa tanin
mempunyai daya antiseptik yaitu mencegah kerusakan yang di
sebabkan bakteri atau jamur berfungsi sebagai astringen yang dapat
menyebabkan penutupan pori-pori kulit, menghentikan pendarahan
yang ringan (Anief, 1997).
3) Saponin
Saponin adalah jenis gelikosida yang banyak di temukan
dalam tumbuhan. Saponin memiliki karakteristik berupa buah.
Sehingga ketika direaksikan dengan air dan di kocok maka akan
terbentuk buih yang dapat bertahan lama. Saponin mudah larut
dalam air dan tidak larut dalam eter. Saponin memiliki rasa pahit
menusuk dan menyebabkan bersin serta iritasi pada selaput lendir.
Saponin merupakan racun yang dapat menghancurkan butir darah
atau hemolisis pada darah. Saponin bersifat racun bagi hewan
berdarah dingin dan banyak diantaranya digunakan sebagai racun
ikan. Saponin yang bersufat keras atau racun biasa disebut sebagai
sapotoksin (Robert, 1997).
Efek saponin berdasarkan sistem pisiologis meliputi aktivitas
pada sistem kardiovaskular dan aktivitas pada sifat darah
(hemolisis, koagulasi, kolesterol), sistem syaraf pusat, sistem
endokrin,dan aktivitas lainnya. Saponin mampu berikatan dengan
kolesterol, sedangkan saponin yang masuk ke dalam saluran cerna
tidak di serap oleh saluran pencernaan sehingga saponin beserta
kolesterol yang terikat dapat keluar dari saluran cerna. Hal ini
menyebabkan kadar kolesterol dalam tubuh dapat berkurang.
8

Sifat-sifat saponin adalah;


a. Mempunyai rasa pahit,
b. Dalam larutan air membentuk busa yang stabil,
c. Menghemolisis eritrosit,
d. Merupakan racun kuat untuk ikan dan ampibi,
e. Membentuk persenyawaaan dengan kolesterol dan
hidroksisteroit lainnya,
f. Sulit untuk dimurnikan dan di identifikasi,
g. Berat molekul relatif tinggi, dan analisis hanya menghasilkan
formula empiris yang mendekati. Toksisitasnya mungkin karna
dapat merendahkan tegagangan permukaan (sufacetension).
Saponin diklasifikasikan menjadi dua yaitu; saponin steroit
dan saponin triterpenoit. Saponin steroit tersusun atas inti steroit (C
27) dengan molekul karbohidrat. Steroit saponin dihidrolisis
menghasilkan sesuatu aglikon yg dikenal sebagai saraponin. Tipe
saponin ini memiliki efek anti jamur.pada binatang menunjukkan
penghambatan aktivitas otot polos. Saponin steroit di eksresikan
setelah konjugasi dengan asam slukoronida dan digunakan sebagai
bahan baku pada proses biosintesis dari obat kortikosteroid.
Saponin triterpenoid tersusun atas inti triterpenoid dengan
molekul karbohidrat. Dihidrolisi menghasilkan suatu aglikon yang
di sebut sapogenin. Ini merupakan suatu senyawa yang mudah di
kristalkan lewat asetilasi sehingga dapat di murnikan.
4) Polifenol
Polifenol merupakan senyawa turunan fenol yang
mempunyai aktivitas sebagai antioksidan. Antioksidan fenolik
biasanya digunakan untuk mencegah kerusakan akibat reaksi
oksidasi pada makanan, kosmetik, farmasi dan plastik. Fungsi
polifenol sebagai penangkap dan pengikat radikal bebas dari
rusaknya ion-ion logam. Kelompok tersebut sangat mudah larut
9

dalam air dan lemak serta dapat bereaksi dengan vitamin C dan E
(Anief,1997)

8. Ektraksi
a. Pengertian ekstraksi
Ekstraksi adalah teknik pemisahan suatu senyawa berdasarkan
perbedaan distribusi zat terlarut diantara dua pelarut yang saling
bercampur. Pada umumnya zat terlarut yang diekstrak bersifat tidak
larut atau larut sedikit dalam suatu pelarut tetapi mudah larut dengan
pelarut lain. Metode ekstraksi yang tepat ditemukan oleh tekstur
kandungan air bahan-bahan yang akan diekstrak dan senyawa-senyawa
yang akan diisolsi (Harbone, 1996).
Tujuan ekstraksi bahan alam adalah untuk menarik komponen
kimia yang terdapat pada bahan alam. Ektraksi ini didasarkan pada
prinsip perpindahan masa komponen zat ke dalam pelarut, perpindahan
mulai terjadi pada lapisan antar muka kemudian berdifusi ke dalam
pelarut.
b. Macam-Macam Ekstraksi
1) Ekstraksi Secara Dingin
Metode ini artinya tidak ada proses pemanasan Selama proses
ekstraksi berlangsung, tujuannya untuk menghindari rusaknya
senyawa yang dimaksud rusak karena pemanasan. Jenis ekstraksi
dingin adalah maserasi dan perkolasi (Anonim, 1986).
a) Metode Maserasi
Maserasi berasal dari bahasa latin “macerare” yang artinya
“merendam”, merupakan proses paling sederhana sehingga
obat yang sudah halus memungkinkan untuk direndam dalam
menstrum sampai meresap dan melunak susunan selnya
sehingga zat-zat yang mudah larut akan melarut (Ansel,1989)
Maserasi adalah cara ekstraksi yang paling sederhana.
Mekanisme maserasi adalah dengan merendam serbuk
10

simplisia dalam cairan penyari. Cairan penyari akan menembus


dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung
zat aktif, zat akan larut dan karena adanya perbedaan
konsentrasi antara larutan zat aktif didalam sel dengan diluar
sel, maka larutan yang terpekat didesak keluar. Peristiwa
tersebut berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi
antara larutan di luar sel dan di dalam sel (Anonim, 1986)
Maserasi dilakukan dengan cara: bahan simplisia yang
dihasilkan sesuai dengan syarat farmakope disatukan dengan
bahan pengekstrak, kemudian rendaman tersebut disimpan
terlindung dari cahaya langsung (mencegah terjadinya reaksi
yang dikatalisis cahaya atau perubahan warna) dan dikocok
berulang. Waktu lamanya maserasi berbeda-berbeda. Masing-
masing farmakope mencantumkan 4-10 hari. Menurut
pengalaman 5 hari telah memadai untuk memungkinkan
berlangsungnya proses yang menjadi dasar dari cara ini.
Setelah maserasi, rendaman diperas dengan kain pemeras
(Voigt, 1994)
b) Metode Perkolasi
Istilah perkolasi berasal dari bahasa Latin per yang
artiya melalui dan colare yang artinya merembes, secara umum
dapat dinyatakan sebagai proses ini obat yang sudah halus, zat
yang larutnya diekstraksi dalam pelarut yang cocok dengan
cara melewatkan perlahan-lahan melalui obat dalam suatu
kolom. Obat yang dimanfaatkan dalam alat ekstraksi khusus
yang disebut perkolator, dengan ekstrak yang telah
dikumpulkan disebut perkolat (Ansel, 1985).
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut selalu baru
sampai penyarian sempurna (Exhaunstive extraction) yang
umumnya di lakukan pada tempratur ruang. Proses terdiri dari
tahapan pengembangan bahan tahap maserasi antara, tahap
11

perkolasi sebenarnya (penetesan atau penampungan ekstrak),


terus sampai di peroleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1-5
kali dari bahan (Ditjen POM, 2000)
Proses perkolasi terdiri dari pengembangan bahan,
tahap perendaman, tahap perkolasi antara, tahap perkolasi
sebenarnya (penampung ekstrak) secara terus menerus di
peroleh ekstrak (perkolat). Umtuk menentukan akhir dari pada
perkolasi dapat dilakukan pemeriksaan zat secara kualitatif
pada perkolat akhir. Ini prosedur yang paling sering yang
digunakan untuk mengekstrak bahan aktif dalam penyusunan
tincture dan ekstrak cairan (Ditjen POM, 2000)
Perkolasi dilakukan dengan cara dibasahkan 10 bagian
simplisia dengan derajat halus yang cocok, menggunakan 2,5
bagian sampai 5 bagian cairan penyari dimasukkan dalam
bejana tertutup sekurang-kurangnya 3 jam. Massa di pindahkan
sedikit demi sedikit ke dalam perkolator, ditambahkan cairan
penyari. Perkolator ditutup dibiarkan selama 24 jam, kemudin
kran dibuka dengan kecepatan 1 ml permenit, sehingga
simplisia tetap terendam. Filtrat dipindahkan ke dalam bejana,
ditutup dan dibiarkan selama 2 hari pada tempat terlindung dari
cahaya (Harbone, 1996).
2) Ekstraksi Secara Panas
Metode ini pastinya melibatkan panas dalam prosesny,
dengan adanya panas secara otomatis akan mempercepat proses
penyarian dibandingkan cara dingin. Metodenya adalah refluks,
ekstraksi dengan alat soxhlet, infusa, dekokta, dan destilasi uap.
Jenis ekstraksi panas adalah.
a) Metode Secara Refluks dan Destilasi Uap
Pada metode refluks, sampel dimasukkan bersama pelarut
ke dalam labu yang dihubungkan dengan kondensor. Pelarut
dipanaskan hingga mencapai titik didih. Uap terkondensasi dan
12

kembali ke dalam labu. Destilasi uap memiliki proses yang


sama dan biasanya digunakan untuk mengekstraksi minyak
esensial (campuran berbagai senyawa menguap). Selama
pemanasan, uap terkondensasi dan destilat (terpisah sebagai 2
bagian yang tidak saling bercampur) ditampung dalam wadah
yang terhubung dengan kondensor. Kerugian dari kedua
metode ini adalah senyawa yang bersifat termolabil dapat
terdegradasi (Seidel V 2006).
b) Metode secara Soxhlet
Metode ekstraksi soxhlet adalah metode ektraksi dengan
prinsip pemanasan dan perendaman sampel. Hal itu
menyebabkan terjadinya pemecahan dinding dan membran sel
akibat perbedaan tekanan antara di dalam dan di luar sel.
Dengan demikian, metabolit sekunder yang ada didalam
sitoplasma akan terlarut ke dalam pelarut organik. Larutan itu
kemudian menguap ke atas dan melewati pendingin udara yang
akan mengenbunkan uap tersebut menjadi tetesan yang akan
terkumpul kembali. Bila larutan melewati batas lubang pipa
samping soxhlet maka akan terjadi sirkulasi. Sirkulasi yang
berulang itulah yang menghasilkan ekstrak yang baik
(Departemen Kesehatan RI, 2006)
c) Metode secara Infusa
Infusa adalah sediaan cair yang di buat dengan menyari
simplisia nabati dengan air pada suhu 90% selama 15 menit,
kecuali dinyatakan lain, dilakukan dengan cara sebagai berikut:
simplisia dengan derajat kehalusan tertentu dimasukkan
kedalam panci dan ditambahkan air secukupnya, panaskan
penangas air selama 15 menit, dihitung mulai suhu 90%
sambil sesekali diaduk, serkai selagi panas melalui kain planel,
tambahkan air panas secukupnya melalui ampas sehingga
diperoleh volume infus yang dikehendaki (Ditjen POM, 1986).
13

d) Metode secara Dekokta


Dekokta adalah proses penyarian yang hampir sama
dengan infusa, perbedaannya pada dekokta digunakan
pemanasan selama 30 menit dihitung mulai suhu mencapai
90oC. Cara ini dapat dilakukan untuk simplisia yang
mengandung bahan aktif yang tahan terhadap pemanasan.
Proses pemisahan senyawa dalam simplisia, menggunakan
pelarut tertentu sesuai dengan sifat senyawa yang akan
dipisahkan. Pemisahan pelarut berdasarkan kaidah ‘like
dissolved like’ artinya suatu senyawa polar akan larut dalam
pelarut polar. Ekstraksi dapat dilakukan dengan bermacam-
macam metode, tergtantung dari tujuan ekstraksi, jenis pelarut
yang digunakan dan senyawa yang diinginkan. Metode
ekstraksi yang paling sederhana adalah maserasi (Noerono
dalam Pratiwi, 2009)
9. Ekstrak
a. Pengertian Ekstrak
Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi
zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan
pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut
diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlukan sedemikian
hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Depkes RI, 1995).
Menurut Ditjen POM (1979). Jenis-jenis ekstrak sebagai berikut:
1. Berdasarkan Konsistensinya
a) Ekstrak Cair : Ekstrak cair, tingtur, maserat minyak, (extracta)
fluida (liquida).
b) Semi Solid : ekstrak kental
c) Kering : ekstrak kering (extracta sicca).
Ekstrak punya 3 bentuk fisik, yaitu cairan, setengah padat atau
kental dan kering. Untuk ekstrak cair dibuat dengan menyari
simplisia dengan tanpa pelarut diuapkan, atau menambahkan
14

sejumlah pelarut kedalam ekstrak kental sehingga ekstrak


tersebut jadi cair. Yang pertama dinamakan tingtur, yang kedua
disebut ekstrak cair.
2. Berdasarkan Komposisi
a) Ekstrak alami, ekstrak murni, sediaan obat herbal alami
(Negatif herbal drug preparation) : Kering (sicca), berminyak
(Oleoresin), tidak mengandung solvent (air, etanol) eksipien
(meltodekstrin, laktosa, sakarosa).
b) Ekstrak non alami, sediaan ekstrak herbal, sediaan ekstrak (non
negative herbal drug preparation). Ekstrak non alami dapat
berbentuk ekstracta spissa (campuran gliserin, propilekol) :
ekstrak sicca (meltodektrin laktosa, ekstracta fluida, tingtur
(tincture), sediaan cara non alcohol (gliserin, air) dan maserat
berminyak (Ditjen POM,1979).
10. Etanol

Gambar 2.2 Etanol 70%


Etanol merupakan golongan alkohol dengan jumlah atom karbon dua
dan mempunyai nilai kepolaran 0,68 (Ashurt,1995). Keuntungan
penggunaan etanol sebagai pelarut harus mempunyai titik didih yang
rendah sehingga lebih mudah menguap, oleh karena itu, jumlah etanol
yang tertinggal di dalam ekstrak sangat sedikit. Etanol 70%
dipertimbangkan sebagai penyari karena lebih selektif, mikroba sulit
tumbuh dalam etanol 20% ke atas, tidak beracun, netral, absorbsi yang
15

baik, etanol 70% dapat bercampur dengan air pada segala perbandingan,
panas yang diperlukan untuk pemekatan yang lebih sedikit.
Etanol 70% tidak menyebabkan pembengkakan membran sel dan
memperbaiki stabilitas bahan obat terlarut. Keuntungan lain dari etanol
70% mampu mengendapkan albumin dan menghambat kerja enzim. Etanol
70% sangat efektif dalam menghasilkan jumlah bahan aktif yang optimal,
dimana bahan penganggu hanya skala kecil yang turun kedalam cairan
pengekstraksi (Kementerian Kesehatan RI,1986).
11. Luka
a. Luka Sayat
Luka sayat adalah luka yang terjadi karena teriris oleh instrumen
yang tajam (Berman, 2009).
b. Penyembuhan Luka
Tindakan yang dapat dilakukan pada luka sayat adalah dengan
memberikan terapi local dengan tujuan mendapatkan kesembuhan
secepat mungkin, sehingga jumlah jaringan fibrosis yang terbentuk
akan sedikit dan dengan demikian mengurangi jaringan parut.
Diusahakan pula pencegahan terjadinya peradangan yang merupakan
hambatan paling besar terhadap kecepatan penyembuhan (Ancel,
1989)
Proses penyembuhan luka yang dibagi dalam tiga fase yaitu fase
inflamasi, proliferasi dan penyudahan jaringan.
1. Fase inflamasi
Fase inflamasi berlangsung sejak terjadinya luka sampai hari
ke tiga. Pembuluh darah yang terputus pada luka menyebabkan
pendarahan dan tubuh akan berusaha menghentikan dengan
vasokontriksi. Hemostatis terjadi karena trombosit yang keluar dari
pembuluh darah saling melengket dan bersama dengan fibrin yang
terbentuk membekukan darah yang keluar dari pembuluh darah.
16

2. Fase proliferasi
Fase poliferasi disebut juga fibroblasias karena yang
menonjol adalah proses proliferasi fibroblast. Pada fase ini serat
dibentuk dan dihancurkan kembali untuk penyusaian diri dengan
tegangan pada luka yang cendrung mengerut. Sifat ini, bersama
dengan sifat kontraktil miofibroblast, menyebabkan tarikan pada
tepi luka. Pada ahirnya fase ini kekuatan regangan luka mencapai
25% jaringan normal. Nantinya, dalam proses penyudahan
kekuatan serat kolagen bertambah karena ikatan intramolekul dan
antar molekul. Pada fase fibroplasia ini, luka dipenuhi fibroblast,
dan kolagen, membentuk jaringan berwarna kemerahan dengan
permukaan yang berbenjol halus yang disebut jaringan granulasi.
Epitel tepi luka yang terdiri dari sel basal terlepas dari dasarnya
dan berpindah mengisi permukaan luka. Tempatnya kemudian diisi
oleh sel baru yang terbentuk dari proses mitosis.
Proses migrasi hanya bisa terjadi ke arah yang lebih rendah atau
datar, sebab epitel tidak dapat bermigrasi ke arah yang lebih tinggi.
Proses ini baru berhenti setelah epitel saling menyentuh dan
menutup seluruh permukaan luka. Dengan tertutupnya permukaan
luka, proses fibroblasia dengan pembentukan jaringan granulasi
juga akan berhenti dan mulailah proses pematangan dalam fase
penyudahan.
3. Fase penyudahan
Pada fase ini terjadi proses pematangan yang terdiri dari
penyerapan kembali jaringan yang berlebih, pengerutan dan
akhirnya terbentuk kembali jaringan yang baru. Tubuh berusaha
menormalkan kembali semua yang menjadi abnormal karena
proses penyembuhan. Selama proses ini dihasilkan jaringan parut
yang pucat, tipis, dan lemas serta mudah digerakkan dari dasar.
Terlihat pengerutan maksimal pada luka. Pada akhir fase ini,
17

perupaan luka kulit mampu menahan regangan kira-kira 80%


kemampuan kulit normal (Moenadjat,2003).

12. Mencit (Musmusculus)


Menurut Kimball (1996), mencit diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Phyllum : Chordata
Classic : Mamalia
Ordo : Rodentia
Familia : Muridae
Genus : Mus
Spesies : Mus musculus L.

Gambar 2.3 Mencit (Mus musculus). (Depkes RI, 2001).


Mencit (Mus musculus) memiliki berat 10-30 gram, panjang 6-10
cm dengan hidung runcing, ekor sama atau lebih panjang dari kepala dan
badan dengan ukuran 7-11 cm. Pada ekor tidak ada rambut, memiliki
telinga tegak, memiliki bulu berwarna putih keabu-abuan pada bagian
perut, dan keabuan pada bagian punggung ( Depkes RI,2001).
Mencit merupakan hewan yang paling banyak digunakan sebagai
hewan model laboratorium dengan kisaran penggunaan antara 40-80%.
Hal-hal yang menyebabkan mencit banyak digunakan sebagai hewan
percobaan adalah karena siklus hidupnya relatif pendek, jumlah anak
perkelahiran banyak, variasi sifat-sifatnya tinggi, mudah ditangani, serta
18

sifat produksi dan karakteristik reproduksi mirip hewan lain, seperti sapi,
kambing, domba, dan babi (Molole dan Pramono, 1989).
Berbagai keunggulan mencit seperti cepat berkembangbiak, mudah
dipelihara dalam jumlah banyak, variasi genetiknya tinggi, serta sifat
anatomis dan fisiologisnya terkarakterisasi dengan baik. Di samping itu,
penanganan dan pemeliharaan mencit dapat dilakukan dengan mudah
karena tubunya kecil, sehat, bersih, kemampuan reproduksi tinggi dengan
masa kehamilan singkat, serta memiliki karakteristik produksi dan
reproduksi yang mirip dengan mamalia lainnya. Mencit rumah dapat
bertahan hidup selama 1-2 tahun dengan masa kehamilan 19-21 hari.
Mencit merupakan mamalia yang mempunyai peranan penting bagi
manusia untuk tujuan ilmiah karena memiliki daya adaptasi yang baik.
Mencit yang banyak digunakan sebagai hewan model laboraturium dan
peliharaan adalah mencit putih (Suhada, 2016).
19

F. Kerangka Konsep

Tanaman biduri

Batang

Getah

Ekstraksi secara
Etanol 70%
maserasi

Evaporasi

Ekstrak kental Perlakuan Ke


Getah Biduri Mencit

Uji Efektivitas

Keterangan
: Variabel yang diteliti
: Variabel yang tidak diteliti

Gambar2.4 : Kerangka Konsep Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Getah


Biduri (Calotropis gigantea) Terhadap Penyembuhan Luka
Sayat pada Mencit (Mus musculus).
20

G. Hipotesis
Adapun hipotesis yang dapat di ambil dalam penelitian ini sebagai berikut:
Ha: Ekstrak etanol Getah Biduri (Calotropis gigantea) efektif untuk
menyembuhkan luka sayat pada kulit punggung mencit (Mus musculus).
Ho: Ekstrak etanol Getah Biduri (Calotropis gigantea) tidak efektif untuk
menyembuhkan luka sayat pada kulit punggung mencit (Mus musculus).
H. Definisi Operasional
Definisi operasional variabel adalah unsur penelitian yang menjelaskan
bagaimana caranya menentukan variabel dan mengukur suatu variabel
(Nursalam, 2008). Ekstrak Getah Biduri adalah jumlah sediaan yang pekat
yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari tanaman biduri
menggunakan pelarut yang sesuai yaitu etanol 70%.
a. Ekstrak
Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi
zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut
yang sesuai (Depkes RI, 1995).
b. Etanol
Etanol adalah sejenis cairan mudah menguap, jernih tidak berwarna.
Bau khas dan menyebabkan luka terbakar pada lidah (Ditjen POM, 1995).
c. Tanaman Biduri (Calotropis gigantea)
Tanaman Biduri merupakan semak tegak dengan tinggi 0,5-3 m.
Biduri banyak ditemukan di daerah bermusim kemarau panjang, seperti
padang rumput yang kering, lereng-lereng gunung yang rendah dan pantai
berpasir (Dalimarta, 2003).
d. Mencit (Musmusculus)
Mencit Mus musculus merupakan hewan yang paling banyak digunakan
sebagai hewan model laboratorium dengan kisaran penggunaan antara 40-
80%.
e. Luka Sayat
Luka sayat adalah luka yang terjadi karena teriris oleh instrumen yang
tajam (Berman, 2009).
BAB III
METODE PENELITIAN

J. Desain Penelitian
Jenis penelitian ini yang di gunakan adalah esperimental laboratorium.
penelitian eksperimental adalah penelitian dengan melakukan kegiatan
percobaan yang bertujuan untuk mengetahui gejala atau pengaruh yang timbul
akibat dari adanya perlakuan tertentu (Rini puspitasari, dkk).
Sesuai dengan teori di atas jenis penelitian yaitu dengan cara
mengelompokkan getah biduri (10%, 20%, 30%,dan 40%) lalu diberi
perlakuan kepada hewan uji (mencit).
K. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian: Penelitian ini dilakukan di Laboraturium Biologi
“Politeknik Medica Farma Husada” Mataram dan Laboraturium
Imunobiologi Fakultas MIPA Universitas Mataram.
2. Waktu Penelitian: Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Mei 2018.
L. Variabel
a. Variabel
Variabel yang digunakan peneliti dalam penelitian ini yaitu:
a. Variabel bebas (Variabel independent)
Variabel independen adalah variabel yang nilainya menentukan
variabel lainnya (Nursalam, 2008) sebagai variabel independen dalam
penelitian ini adalah Ektrak Etanol Getah Biduri (Calotropis gigantea).
b. Variabel terikat (Variabel dependen)
Menurut (Nursalam 2008) variabel dependen adalah variabel yang
dipengaruhi nilainya ditentukan oleh variabel lain. Variabel respons
akan muncul sebagai akibat dari manipulasi variabel-variabel lain.
Dalam ilmu perilaku, variabel terikat adalah aspek tingkah laku yang
diamati dari suatu organisme yang dikenal stimulus. Dengan kata lain,
variabel terikat adalah faktor yang diamati dan diukur untuk
menentukan ada tidaknya hubungan atau pengaruh dari variabel bebas.

21
22

Dalam penelitian ini yang menjadi variabel dependen adalah


penyembuhan luka sayat pada kulit punggung tikus putih.
M. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan dari suatu variabel yang menyangkut
masalah yang diteliti (Nursalam, 2008). Populasi yang dijadikan objek
penelitian ini adalah seluruh getah tanaman biduri yang berwarna putih
yang diperoleh dari pantai gading yang berlokasi di Ampenan, Lombok
Barat.
2. Sampel
Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki
oleh populasi (Sugiyono, 2012). Sampel dalam penelitian adalah sebagian
getah yang berwarna putih sebanyak 200 ml.
N. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh
peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaan lebih mudah dan hasilnya
lebih baik, dalam arti lebih cermat, lengkap dan sistematis sehingga mudah
diolah (Arikunto, 2006).
Insrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi atau
pengamatan.
1. Alat-alat yang digunakan
a. Aluminium foil
b. Batang pengaduk
c. Beker gelas
d. Pisau
e. Kandang
f. Kertas penyari
g. Mikro Pipet
h. Sarung tangan
i. Tempat makan dan minum hewan uji
j. Timbangan analitik
23

k. Toples kaca
l. Pot urin
2. Bahan
a. Etanol 70%
b. Getah Biduri (Calotropis gigantea)
c. Mencit (20 ekor)
d. Aquades
e. Bioplasenton
3. Tahap penyiapan
a. Penyiapan simplisia
1) Pengumpulan Getah Biduri
Getah Biduri didapat dengan cara memotong batangnya.
2) Pemilihan Getah Biduri
Getah Biduri yang diambil adalah getah yang berwarna putih.
b. Penyiapan Alat dan Bahan
Seluruh alat dan bahan yang akan digunakan pada penelitian ini harus
dicuci bersih lalu dikeringkan.
c. Pembuatan Ekstrak Etanol Getah Biduri (Calotropis gigantea).
a.) Wadah maserasi berupa toples dicucui bersih, dikeringkan dan
dibilas dengan etanol.
b.) Pembuatan ekstrak dilakukan dengan cara maserasi menggunakan
pelarut etanol 70%.
c.) Kemudian getah biduri didapat dengan cara memotong batangnya.
d.) Getah yang didapat direndam dalam etanol 70%.
e.) Setelah itu disimpan selama 3 hari dan terlindung dari cahaya
matahari langsung.
f.) Selanjutnya disaring dengan kertas penyari dan diambil ekstrak
kentalnya dan dilakukan evaporasi sampai didapat ekstrak kental.
g.) Proses ini memerlukan waktu kurang lebih selama 5 jam.
24

d. Pembuatan Luka Pada Hewan Uji


a) Hewan uji di cukur bulunya dibagian punggung mencit sekitar 2
cm
b) Pembuatan luka, dibuat luka insisi sepanjang 2 cm dan kedalaman
0,2 cm pada punggung mencit.
e. Perlakuan hewan Uji
Memberikan perlakuan terhadap masing-masing kelompok hewan uji,
10%, 20%, 30%,dan 40%. hasil ekstrak getah biduri pada kulit
punggung mencit (Dewoto H.R, 2007).
O. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi menggunakan mata
telanjang dan form perawatan luka. Selain itu juga menggunakan foto luka
setiap perawatan untuk mengurangi ke subjektifan dalam penilaian waktu
penyembuhan luka.
Tabel 3.1 Pengukuran rata-rata diameter luka sayat pada mencit sejak
hari ke-1 sampai ke-7.

Konsentrasi Ekstrak

Hari Ekstrak Ekstrak Ekstrak Ekstrak


Kontrol Kontrol
Getah Getah Getah Getah
Negatif positif
Biduri Biduri Biduri Biduri
(Aquades) (Bioplasenton)
10% 20% 30% 40%
H1
H2
H3
H4
H5
H6
H7
25

Tabel 3.2 Rata-rata persentasi penyembuhan luka sayat pada mencit sejak
hari ke-1 sampai dengan hari ke-7

Persentasi Penyembuhan Luka


Kontrol Kontrol Ekstrak Ekstrak Ekstrak Ekstrak
Hari Negatif positif Getah Getah Getah Getah
(Aquades) (Bioplasenton) Biduri Biduri Biduri Biduri
10% 20% 30% 40%
H1
H2
H3
H4
H5
H6
H7
26

P. Alur Kerja

Studi Pustaka

Studi Pendahuluan

Getah Biduri Etanol 70%

Ekstraksi Secara
Maserasi

Ekstrak getah biduri

Evaporasi

Ekstrak Kental

Perlakuan Hewan Uji Kelompok 1. 10%

11
Kelompok II. 20%

Kelompok III. 30%

Kelompok IV. 40%

Gambar3.1 : AlurKerja Uji Efektivitas Ekstrak Etanol Getah Biduri


(Calotropis gigantae) Terhadap Pennyembuhan Luka
Sayat Pada Mencit (Musmusculus)
27

Q. Analisis Data
Data penelitian menggunakan analisis data kualitatif dan kuantitatif, analisis
kualitatif yaitu dengan cara menguji ekstrak etanol getah biduri yang
dihasilkan. Sedangkan kuantitatif dilakukan dengan cara menghitung rata-rata
dari ekstrak etanol yang diuji.
R. Jadwal Penelitian
Tabel 3.3 Jadwal Penelitian
No Jenis kegiatan Bulan
November Desember April Mei Juni
1 Penyusunsn proposal
2 Seminar proposal
3 Penelitian dan analisa
data
4 Penyusunan KTI
(Karya tulis ilmiah)
5 Ujian KTI (Karya
tulis ilmiah)
6 Revisi KTI (Karya
tulis ilmiah)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian
Penelitian yang dilakukan pada Laboratutium Imunobiologi Fakultas
MIPA Universitas Mataram dan Laboraturium Biologi Politeknik Medica
Farma Husada Mataram yang berjudul efektivitas ekstrak etanol getah biduri
(Calotropis gigantea) dalam menyembuhkan luka sayat pada kulit punggung
mencit (Mus musculus).
1. Pengumpulan Bahan dan Ekstraksi
Getah dikumpulkan sebanyak 200 ml didapatkan dengan cara memotong
batangnya kemudian dikumpulkan dalam wadah. Getah yang didapat
kemudian dimaserasi dalam etanol 70% sebanyak 1 liter, selama 3 hari dan
terlindung dari cahaya matahari langsung. Selanjutnya getah disaring
dengan menggunakan kertas penyari dan diperoleh filtrate sebanyak 500
ml. Kemudian filtrate tersebut dipekatkan dengan menggunakan vacum

rotary evaporator pada suhu 50℃dan diperoleh ekstrak kental sebanyak

12.90 gram dengan rendemen 40%.


2. Hasil pengukuran Penurunan Diameter Luas Luka Sayat
Hasil pengukuran penurunan luas luka sayat pada kelompok uji
konsentrasi 10%, 20%, 30%, 40% pada hari ke-1 sampai hari ke-3
berdasarkan metode pemusatan data (mean) dapat dilihat pada tabel 4.1.
Tabel 4.1 Pengukuran rata-rata diameter luas luka sayat pada
mencit dari hari ke-1 sampai hari ke-3.
Konsentrasi Ekstrak
Kontrol Kontrol Ekstrak Ekstrak Ekstrak Ekstrak
Hari Negatif positif Getah Getah Getah Getah
(Aquades) (Bioplasent Biduri Biduri 20% Biduri 30% Biduri
(cm) on) (cm) 10%(cm) (cm) (cm) 40%(cm)
H1 2 1,5 1,5 1,3 1,3 1,2
H2 1,8 1,3 1,3 1,2 1,1 1
H3 1,7 0 0 0 0 0
Rata- 1,8 0,9 0,9 0,8 0,8 0,7
Rata

28
29

Dengan hasil persentase penyembuhan luka sayat dari bahan dasar ekstrak,
ekstrak getah biduri (Calotropis gigantea) 10%, 20%, 30%, dan ekstrak getah
biduri (Calotropis gigantea) 40% selama 3 hari pengamatan hasilnya dapat dilihat
pada tabel 4.2 berikut.
Hari pengamatan hasilnya dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut.
Tabel 4.2 Persentase Penyembuhan Rata-Rata Diameter Luas Luka Sayat
Pada Mencit Dari Hari Ke-1 Sampai Hari Ke-3.
Konsentrasi Ekstrak
Ekstrak Ekstrak Ekstrak Ekstrak
Kontrol
Kontrol positif Getah Getah Getah Getah
Hari Negatif
(Bioplasenton) Biduri Biduri Biduri Biduri
(Aquades)
(%) 10% 20% 30% 40%
(%)
(%) (%) (%) (%)
H1 0 25 25 35 35 40
H2 10 35 35 40 45 50
H3 15 100 100 100 100 100
Rata 8,3 53,3 53,3 58,3 60 63,3
-
Rata
30

Gambar 4.1 Grafik Hubungan Antara Rata-Rata Diameter Luka Sayat


Terhadap Pengaruh Hari

Grafik Hubungan Antara Rata-Rata Diameter Luka Sayat Terhadap


Pengaruh Hari
120
Kontrol Negatif
(Aquades)(%)
100
Kontrol positif (Bioplasenton)
80 (%)

Ekstrak Getah Biduri 10% (%)


60

40 Ekstrak Getah Biduri 20% (%)

20
Ekstrak Getah Biduri 30% (%)
0
H1 H2 H3

Tabel 4.4 Test of Homogeneity of Variances

Levene
Statistic df1 df2 Sig.
1.908 5 12 .167

H0 : Data tidak homogen


H1 : Data homogen
Dilihat dari tabel 4.4 disimpulkan dari hasil uji statistic Levene test
menunjukkan bahwa data homogen. Selanjutnya dilakukan Uji Normalitas
dengan menggunakan Uji Kolmogorov-Smirnorv.

Tabel 4.2 Test of Normality


Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Hasil
.219 18 .022 .835 18 .005
Pemeriksaan
H0 : Data tidak berdistribusi normal
H1 : Data berdistribusi normal
31

Dilihat dari tabel 4.5.disimpulkan bahwa data berdistribusi normal. Setelah


data homogen dan berdistribusi dengan normal, langkah selanjutnya
adalah pengujian dengan Uji one Way ANOVA
Tabel 4.3 Uji One Way ANOVA
ANOVA
Hasil Pemeriksaan
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 2.524 5 .505 1.091 .414
Within Groups 5.553 12 .463
Total 8.078 17
H0 : Tidak ada perbedaan yang nyata antara rata-rata hitung n kelompok
H1 : Ada perbedaan yang nyata antara rata-rata hitung dari n kelompok
Dilihat dari tabel 4.6 . disimulkan bahwa HO diterima yaitu tidak ada perbedaan
nyata antara rata-rata hitung dari n kelompok.

B. Pembahasan
Pada penelitian ini uji efektivitas penyembuhan luka sayat dilihat dari
penurunan diameter luas luka sayat. Perlakuan terhadap kelompok kontrol
negatif memberikan dampak penyembuhan paling lama jika diperhatikan
ukuran diameter dan keadaan luka sayat dibandingkan dengan kelompok
perlakuan lainnya. Hal ini dikarenakan pada kontrol negatif tidak terkandung
zat aktifyang dapat membantu proses penyembuhan luka sayat.Luka dikatakan
sembuh dapat dilihat berdasarkan indicator hilangnya kemerahan,
pembengkakan dan tertutupnya luka (Irmanthea, 2007).
Dari hasil uji SPSS dinyatakan data terdistribusi normal dan homogen,
tetapi setelah diuji dengan Uji annova hasilnya tidak signifikan.Hal tersebut
dapat disebabkan karena rentan konsentrasi yang dibuat terlalu dekat.
32

Tabel 4.4 Hasil Luka Sayat Pada Mencit Hari Ke-1


Kontrol Kontrol Ekstrak Ekstrak Ekstrak Ekstrak
Negatif Positif Getah Biduri Getah Biduri Getah Getah Biduri
10% 20% Biduri 30% 40%

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, didapatkan gambaran mencit


yang telah diberikan perlakuan selama 3 hari. Secara klinis pada pengamatan hari
ke-1 kelompok kontrol negatif memperlihatkan luka sayat masih belum terdapat
adanya perubahan diameter luas luka sayatnya, begitu juga dengan kelompok 1
(Getah biduri (Calotropis gigantea) 10%, kelompok 2 (Getah biduri (Calotropis
gigantea) 20%, kelompok 3 (Getah biduri (Calotropis gigantea) 30%, dan
kelompok 4 (Getah biduri (Calotropis gigantea) 40 %.
Tabel 4.5 Gambaran hasil luka sayat pada Mencit hari ke-2
Kontrol Kontrol Ekstrak Ekstrak Ekstrak Ekstrak
Negatif Positif Getah Biduri Getah Biduri Getah Biduri Getah
10% 20% 30% Biduri 40%

Pada hari ke-2 kelompok kontrol negatif masih belum memperlihatkan


adanya perubahan. Pada kelompok 1 dengan pemberian ekstrak Getah Biduri
(Calotropis gigantea) 10% sudah terlihat mulai adanya perubahan pada mencit
dengan berkurangnya diameter luas luka sayatnya (1,5) dan mulai terlihat luka
sayatnya sudah mengering pada bagian dinding, begitu juga dengan kelompok 2
(Getah Biduri (Calotropis gigantea) 20%, dan kelompok 3 (Getah Biduri
33

(Calotropis gigantea) 30%, dan kelompok 4 (Getah Biduri (Calotropis gigantea)


40% sudah mulai adanya perubahan diameter luas luka sayatnya berkurang (1).
Tabel 4.6 Gambaran hasil luka sayat pada Mencit hari ke-3
Kontrol Kontrol Ekstrak Ekstrak Ekstrak Ekstrak
Negatif Positif Getah Biduri Getah Biduri Getah Biduri Getah Biduri
10% 20% 30% 40%

Pada hari ke-3 pada kelompok kontrol negatif terlihat luka sudah mulai
terkelupas pada bagian dindingnya namun diameter luas luka sayatnya
berkurang dari hari ke-1 sampai hari ke-3 hanya (1,7). Pada kelompok 1
(Getah Biduri (Calotropis gigantea) 10% terlihat luka sayat sudah mulai
terkelupas pada bagian dinding dan dari hari ke-1 sampai hari ke-3 terlihat
luka sayatnya berkurang masing-masing (0) begitu juga dengan kelompok 2
(Getah Biduri (Calotropis gigantea) 20% terlihat lukanya sudah kering,
kelompok 3 (Getah Biduri (Calotropis gigantea) 30% terlihat luka sayatnya
sudah
Terkelupas pada bagian tengah maupun dinding dari hari ke-1 sampai hari
ke-3 perubahan diameter luas luka sayatnya berkurang masing-masing (0), dan
kelompok 4 (Getah Biduri (Calotropis gigantea) 40% terlihat luka sayatnya
dari hari ke-1 sampai hari ke-3 semakin mengecil dan semakin membaik
dengan terkelupasnya keropeng
Pada bagian tengah maupun dinding dan berkurangnya diameter luas Luka
sayatnya setiap harinya masing-masing (0). Pengujian selanjutnya adalah Uji
SPSS menggunakan metode uji Levene test diperoleh hasil Uji homogeny
dengan signifikan > 0,05. Dapat dilihat pada tabel 4.4 bahwa data signifikan >
0,05 pada setiap perlakuan maka H0 ditolak dan H1 diterima sehingga
disimpulkan bahwa data berdistribusi normal. Namun pada tabel 4.5 Uji
34

Annova dengan SPSS, 353 > 0,05 setiap perlakuan tidak ada perbedaan nyata
antara rata-rata hitung n kelompok. Hal ini dikarenakan konsentrasi yang
digunakan kurang bervariasi.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Ekstrak Getah Biduri (Calotropis gigantea) efektif dalam mengobati luka
sayat karena berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan selama 3 hari
dengan memberikan luka sayat pada mencit jantan terlihat adanya perubahan
dari hari ke-1 sampai hari k-3 mulai adanya perubahan diameter luas luka
sayatnya setiap hari selalu berkurang, terbentuknya keropeng, luka sayatnya
mengering sampai terkelupasnya keropeng dengan persentase kesembuhan
mencapai 100% di hari ke-3, dan kadar yang paling efektif dari pemberian
ekstrak Getah Biduri (Calotropis gigantea) yaitu dapat dilihat dari kadar
penyembuhan luka sayat dengan persentase 30% dan 40% yaitu 60% dan
63,3%.

B. Saran
Saran yang dapat diberikan berdasarkan peneletian yang telah dilakukan
adalah perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai “Efektivitas ekstrak
etanol getah biduri (Calotropis gigantea) dalam mengobati luka sayat pada
kulit punggung mencit jantan (Mus muscullus)” dengan menggunakan sediaan
salep maupun krim dengan waktu penyembuhan yang lebih lama.Dan
sebaiknya menggunakan konsentrasi yang lebih bervariasi dengan rentan
konsentrasi yang lebih besar.

35
DAFTAR PUSTAKA

Arikunto. 2006. Prosedur penelitian suatu pendekatan praktek. Jakarta: PT.


Rineka Cipta.
Anief, M, 1997, Ilmu Meracik Obat, 10-17, Gadjah Mada Universitypress:
Jogjakarta
Anonim, 1986, sediaan Galenik, 2-3 Jakarta, Departemen Kesehatan Indonesia.
Ansel, H, C., 1989, Pengantar sediaan farmasi , diterjemahkan oleh Ibrahim, F.,
Edisi IV, 616-617, Jakarta, Universitas Indonesia.
Ansel, H, C., 1985, Pengantar bentuk sediaan farmasi, di terjemahkan oleh Farida
Ibrahim , Edisi keempat, UI, Press. Jakarta.
Agra, 2008. Buku Pintar Tanaman Obat. Jakarta: Agro Media Pustaka.
Ashurst, P.R., 1995, Packagin of Non- Carbonated Fruit juice and Fruit Beverages
Second Edition, Aspen publisher , New York.
Ansel ,H. C., 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi . Diterjemahkan Oleh
Ibrahim,Farid, edisi IV.Jakarta: UI.
Arslan, N., Emiroglu, O. 2011. First recort of parasitic Annelida-Hirudinea
(Piscicolageometra) on Carassiusgibelio in Lake Uluabat Turkey. Kafkas
Univ. Vet FakDerg, 17(1):131-133.
Bachran, C,, Sutherland M., Heisler I, 2008. Eksperimental Biologi And Medicine.
Experimental Biology and Medicine
Berman ,A. 2009. Buku ajar praktik keperawatan klinis Kozier & erb.Alih
Bahasa Meiliya dkk. ECG. Jakarta.
Dalimartha, S , 2003, Atls Tumbuhan Obat Indonesia, jilid 3,62 Jakarta,Trubs
Agriwidya.
Depkes, RI, 1995, Farmakope Indonesia, ed 4, Depkes RI, Jakarta.
Ditjen POM, Depkes RI 2000, Parameter standar umum ekstrak tumbuhan obat.
Depertemen kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Depkes RI, 2006. Pedoman penyelenggaraan dan prosedur rekam medis Rumah
Sakit di Indonesia. Jakarta depkes RI.
Dewonto . H.,R 2007, Pengembangan Obat Tradisional Indonesia menjadi
Fitofarmaka, majalah kedolteran Indonesia.
Ditjen POM, Depkes RI, 1986, Sediaan galenik, Depertemen Depertemen
kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Ditjen POM Depkes RI, 1979. Farmakope Indonesia . Edisi III. Jakarta.
Ditjen POM Depkes RI, 1995. Farmakope Indonesia. Edisi IV.Jakarta.
Denim, S. 2002. Menjadi Peneliti Kualitatif. Bandung Pustaka Setia.
Darsono, I,2002. Diagnosis dan Terapi Intoksikasi Salisilat dan Paracetamol.
Terdapat Pada : Http:// Cls. Marantha. Edu.Diakses 29 Desember 2016.
Diranello & Gefland, 2005.Fisiologi Manusia dari Selke Sistem Edisi 2.J akarta.
ECG.
Endah, 2011. Penyembuhan Luka Terhadap Ekstrak Tamanan Obat.
(http:/www.penyembuhan-luka-terhadap-ekstrak). 18 Agustus 2011. Jam
06.58
Frandson, R. D 1992 Anatomidan Fisiologi Ternak Ed 4. Yogyakarta: Gajah
Mada Press
Gruwenwald, J., Brendler, T., Jaemicke, C., PDR for Herbal Medicines, 2 ed,
Medical Wconomic Company, New Jersey, 2000:338-339.
Hariana, A. Tumbuhan Obat dan Khasiatnya, Seri 3. Jakarta: Penebar Swadaya,
2006: 160-16.
Harbone, J.B. 1987. Metode Fitokimia: Penuntun cara modrn menganalisa
tumbuhan , terjemahan K , Padmawinata dan J, Soediro, penerbit ITB,
Bandung.
Harbone, J, B., 1996, Metode Fitokimia penuntun cara modern menganalisis
tumbuhan, ITB .Bandung.
Hariana, A. Tumbuhan Obat dan Khasiatnya, Seri 3.Jakarta: Penebar Swadaya,
2006:160-161.
Hermani dan Rahardjo, 2006. Tanaman Berkhasiat Antioksidan. Swadaya.
Jakarta.
Habib M.H dan Karim,M.R.2011.Evaluation of antitumour activity of Calotropis
gigantea L. root bark against Ehrlich ascites carcinorma in swiss albino
mice.Artikel. Departement of Biochemistry and Molecular Biology,
Rajashi University Bangladesh.
Hostettmann, K., A.Marston. 1995. Saponins :Chemistry and Pharmacology of
Natural Products. Cambridge University Press, New York. Hal 244
Irmanthea.Definisi Luka dan Proses Penyembuhannya, 2007.
Kumar, G.,Karthik, L. danRao, K.V.B.2011.A Reviu on Pharmacological and
Phytochemical Profile of Calotropis gigantea Linn.
Kumar, P. S., E. Suresh, S. Kalavaty. 2013. Reviu on potential herb
Calotropisgigantea. Scholars academic journal of Pharmasy, 2(2):135-143.
Katno, Pramono, S. Tingkat Manfaat dan Keamanan Tanaman Obat dan Obat
Tradisional.2005.
Kozier. 2004. Pundamental of nursing concets.process and practice.new yersey
persone prectice hall.
Katno. Pramono, S. Tingkat manfaatdan keamanan tanaman obat dan obat
Tradisional. 2005.
Kongkow 2007. Daftar tanaman Obat . http://kongkow.Info/index.php.htm [ 29
November 2007 ]
Kaplan, N.E and Hentz, V.R.1992. Emergencymanagemen of skin and soft tissu
wounds An Illustrated Guide. Litle Brown,Boston USA.
Kusumawati, Diah. 2004. Bersahabat dengan Hewan Coba. Gadjah Mada press.
Yogyakarta.
Kimball, J., Tjitrosomo, S.S.,Soegiri, N. 1996. Biologi. Boston: Addision Wisley
Publishing Company.
Mansjoer, Arif. Kapita selekta kedokteran Edisi III. Jakarta : Media Aesculapius
2000.
Moenadjat, Yefta. 2003. Luka bakar : pengetahuan klinis praktis. Jakarta : fakultas
kedokteran Universitas Indonesia.
Malole, M. B.B dan C. S. U. Pramono. 1989. Penggunaan hewan-
hewanpercobaan di Laboraturium. Pusat Antar Universitas Bioteknologi.
Insitut Pertanian Bogor, B ogor.
Muscle, Rub, J. Herbal Monograph. 2002. Rajesh, R,,Gowda, C.D.R,,
Nataraju,A,, Dhananjaya, B.L,, Kemparaju, K. Procoagulant activity of
Calotropis gigantean latex associated with fibrin (ogen) olytic activity.
2011.
Nur Atik, Januarti Iwan A.R., 2009. Perbedaan Efek Pemberian Gel Lidah Buaya
Dengan Solusio Pavidone Iodine Terhadap Penyembuhan Luka Sayat
pada Kulit mencit (Musmusculus), Fakutlas Kedokteran, Universitas
Padjajaran Bandung, Bandung.
Nursalam . 2008. Konsep dan penerapan metodologi penelitian ilmu keperawatan
pedoman skripsi, tesis dan instrumen penelitian keperawatan . Jakarta:
Salemba Medika.
Pratiwi, I, 2009. Uji Antibakteri Ekstrak Kasar Daun acalypa indica terhadap
Bakteri Salmonella choleraesuis dan salmonella typhimurium. Skripsi.
Jurusan biologi FMIPA UNS, Surakarta.
Pusponegoro. (2005). Perspektif Keperawatan Gawat Darurat, Jakarta: EGC
Purwanto, Djoko Agus dan Achmad Toto Purnomo.1999. Penetapan Kadar Metil
Pada Hasil Reaksi DNA Dengan N-Metil-N-Nitrosouera Secara in
Vitro.FakultasFarmasi. Suplemen 1998/1999
Sukadana, I.M. 2009. Senyawa Antibakteri Golongan Flavonoid dari Buah
Belimbing Manis (Averrhoa carambola Linn .L.).Jurnal Kimia. 3 (2) :
109-116
Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, Bandung :Alfabet
Smith, John danMangkoewidjojo, Soesanto. 1988. Pemeliharaan, Pembiakan dan
Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis. Jakarta: Universitas
Indonesia Press
Syahrin, A.T.1995. Kesan Ekstrak Etanol Andrographis Paniculata (burm. F.)
Nees keatas Tikus betina diabetik aruhan streptozotosin. Universiti Sains
Malaysia. Malaysia.
Sugiono . 2012. Metode penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&A. Bandung :
Alfabeta.
Sjamsuhidajat, R . Dan winde Jong 1998. Buku ajar ilmu bedah, edisi revisi.
EGC : Jakarta.
Seidalel , V., 2006 Initial and Bulk Extraktion,In: Sarker, S. D., Latif, Z.,& Gray,
A. I.,(eds) Natural produck Isolation,27-46 Human pers,New Jersey.
Voight, R., 1994, Buku Pengantar Ilmu Farmasi, diterjemahkan oleh, Soedani,N.,
Edisi V, Yogyakarta,Universitas Gadjah Mada.
Voight, R., 1984, Buku Pelajaran teknologi Farmasi, diterjemahkan oleh
Soewandhi, S.N., Edisi V Gadjah Mada University press,Yogyakarta.
LAMPIRAN

Lampiran 1. Perhitungan Larutan Stok 100%


1 𝑔𝑟𝑎𝑚 4 𝑔𝑟𝑎𝑚
b/v = = x 100%
1 𝑚𝑙 4 𝑚𝑙

Lampiran 2. Perhitungan Ekstrak Getah Biduri


Pada penelitian ini dilakukan pengenceran terhadap masing-masing
konsentrasi (10%, 20%, 30%, dan 40%) dengan membuat sediaan sebanyak 10 ml
untuk pengobatan selama 3 hari.
10𝑚𝑙 𝑥 2𝑚𝑙
1. Ekstrak getah biduri 10% = = 1 ml, jadi ekstrak yang
20

diambil adalah 20% dan ditambahkan 1 ml aquades.


20𝑚𝑙 𝑥 3𝑚𝑙
2. Ekstrak getah biduri 20% = = 2 ml, jadi ekstrak yang
30

diambil adalah 30% dan ditambahkan 1 ml aquades.


30𝑚𝑙 𝑥 3𝑚𝑙
3. Ekstrak getah biduri 30% = = 2,25ml, jadiekstrak
40

yang diambil adalah 40% dan ditambahkan 0,75 ml aquades.


40𝑚𝑙 𝑥 4𝑚𝑙
4. Ekstrak getah biduri 40% = = 1,6 ml, jadi ekstrak
100

yang diambil adalah 100% dan ditambahkan 2,4 ml aquades.

Lampiran 3.Perhitungan Rendemen


Rumus Umum:
Rendemen = bobot ekstrak pekat (g) x 100%
Bobot sampel yang diekstrak (g)
Bobot ekstrak pekat 200 ml = 0,02 gr
Bobot sampel yang diekstrak 500 ml = 0,05 gr
0,02x 100
0,05
= 40%
Lampiran 4.Perhitungan Persen (%) Penyembuhan Luka Sayat:
H0 - H1 x 100%
H0
Lampiran 5. Proses Pengmbilan Sampel

Psoses Pemilihan Getah Biduri Proses Pengambilan Getah Biduri

Proses Pengumpulan Getah Biduri

Lampiran 6. Proses Pembuatan Sampel

Proses Maserasi Getah Biduri Proses Penyaringan Getah Biduri


Proses Evaporasi Hasil Evaporasi

Hasil Ekstrak Kental Proses Pembuatan Ekstrak


Getah Biduri Getah Biduri

Lampiran 7.Perlakuan Hewan Uji

Anda mungkin juga menyukai