SKRIPSI
OLEH:
FERONIKA NATALIA ARITONANG
NIM 141501064
SKRIPSI
OLEH:
FERONIKA NATALIA ARITONANG
NIM 141501064
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan
penyusunan skripsi yang berjudul “Uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol akar
dan Escherichia coli secara in vitro”. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat
Sumatera Utara.
besarnya kepada Ibu Prof. Dr. Masfria, M.S., Apt., selaku Dekan Fakultas
Farmasi. Bapak Dr. Panal Sitorus, M.Si., Apt., selaku pembimbing yang telah
membimbing dengan penuh kesabaran, tulus dan ikhlas selama penelitian hingga
Ibu Prof. Dr. Masfria, M.S., Apt., dan Bapak Popi Patilaya, S.Si., M.Sc., Apt.,
selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan, arahan, kritik dan saran
dalam penyusunan skripsi ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan
kepada Bapak dan Ibu staf pengajar Fakultas Farmasi USU yang telah mendidik
penulis selama perkuliahan, kepada Bapak Prof. Dr. Muchlisyam, M.Si., Apt.,
penulis serta kepada Departemen Biologi yang telah membimbing selama proses
tercinta Friska Aritonang dan Ferri Aritonang serta adik tercinta Flora
vii
skripsi ini, dengan itu sangat diharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun dari semua pihak guna perbaikan skripsi ini. Akhir kata penulis
Feronika N Aritonang
NIM 141501064
viii
Ceplukan (Physalis angulata Linn.) is one of the wild plants often used a
traditional medicine. Ceplukan contains natural chemical compounds that have
potential as antibacterial. People in Siborongborong, Tapanuli Utara, Sumatera
Utara use this plants to treat skin infections and digestive problems such as
diarrhea. This study aims to determine antibacterial activity of the root extract
ethanol P. angulata against Staphylococcus aureus and Escherichia coli.
Powder of ceplukans dried root were extracted by maceration with
etanol 70% and antibacterial testing was performed by diffusion method to using
disc paper (Kirby-Bauer Test) and DMSO 10% as blanco.
Characteristic of powder of ceplukan dried root obtained water content
4.64%, water soluble content of 7.64%, content of soluble extract in ethanol
9.98%, total ash content 6.93% and determination of acid insoluble ash 0.49%.
Powder of ceplukans dried root and extracts contain of alkaloids, saponins,
flavonoids, tannins, glycosides and steroids. Extract ethanol of ceplukan root
showed antibacterial activity for Staphylococcus aureus in concentration 300
mg/ml with resistor diameter 13.08 and for Escherichia coli concentration 200
mg/ml with resistor diameter 13.00 mm. MICs extract ethanol of ceplukan root
showed for Staphylococcus aureus 16 mg/ml with resistor diameter 6.11 mm and
Escherichia coli 15 mg/ml with resistor diameter 6.46 mm.
Extract ethanol of ceplukans root has antibacterial activity against the
growth of Staphylococcus aureus and Escherichia coli.
xi
Halaman
JUDUL ................................................................................................... i
xii
xiii
xiv
xv
LAMPIRAN ........................................................................................... 45
xvi
Tabel Halaman
4.1 Data hasil pemeriksaan kadar air, kadar sari larut air, kadar sari ....
larut etanol, kadar abu total dan kadar abu tidak larut asam sim
plisia akar ceplukan ......................................................................... 37
4.2 Skrining fitokimia simplisia dan ekstrak etanol akar ceplukan ...... 38
4.3 Data hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol akar ceplukan ter
hadap Stahpylococcus aureus dan Escherichia coli ...................... 39
xvii
Gambar Halaman
2.1 Struktur dinding sel bakteri gram positif dan gram negatif ...... 15
xviii
Lampiran Halaman
xix
PENDAHULUAN
seperti bakteri, infeksi dapat diobati dengan menggunakan antibiotik (Heni, dkk.,
2015). Menurut Jawetz, dkk., (2001), ada beberapa bakteri yang dapat
aureus yang merupakan bakteri gram positif penyebab penyakit kulit seperti bisul.
Secara alami kedua bakteri ini merupakan bakteri flora normal dalam
tubuh, tetapi bila populasinya melebihi dan keberadaannya diluar habitat aslinya,
dapat menimbulkan penyakit. Kedua bakteri patogen ini juga merupakan bakteri
pengobatan semakin mahal. Disamping itu penggunaan obat sintetik juga dapat
menimbulkan efek samping bagi manusia seperti alergi, iritasi, mual dan
bersifat alami yang tidak menimbulkan efek samping dan tidak membutuhkan
merupakan salah satu dari tumbuhan liar, sering diolah menjadi obat tradisional
karena diduga mengandung beberapa senyawa kimia alami yang memiliki potensi
kosong yang tidak terlalu becek, pinggir selokan, kebun dan sawah. Seluruh
bagian tumbuhan ini dari daun sampai akar dapat digunakan sebagai bahan
yang berkhasiat untuk mengobati sakit tenggorokan, bisul, borok, dan sakit buah
pelir (Djauhary dan Hernani, 2004). Menurut Chairunisa dan Ana (2015) akar dan
yang dilakukan oleh Viogenta, dkk., (2017), bahwa akar ceplukan mengandung
alkaloid, saponin dan flavonoid. Senyawa kimia alami tersebut telah terbukti
sebagai obat tradisional untuk infeksi luka ringan dan diare, bagian ceplukan yang
biasa dikonsumsi adalah daun dan buahnya, sedangkan bagian akar sangat jarang
menghaluskan daun segar, kemudian menempelkannya pada bagian yang luka dan
merebus daun ceplukan yang telah dikeringkan, kemudian meminum air tersebut
2-3 kali sehari. Bagian buah dikonsumsi secara langsung, tanpa melakukan
lainnya. Informasi penggunaan tumbuhan ceplukan sebagai obat infeksi luka dan
dikatakan bermutu apabila memenuhi standar parameter umum seperti kadar air,
kadar sari larut air, kadar sari larut etanol, kadar abu total, dan kadar abu tidak
larut asam. Monografi akar ceplukan belum tertera pada materai medika Indonesia
(MMI), akan tetapi prosedur pengujian karakterisitik akar secara umum ada tertera
etanol 70%. Pemilihan metode maserasi karena prosedur dan peralatan yang
digunakan lebih sederhana dan pemilihan etanol 70% karena merupakan pelarut
diameter zona hambat hasil pengujian antibakteri, serta zona hambat dapat diamati
secara visual. Penelitian yang telah dilakukan (Viogenta, dkk., 2017) sebelumnya,
bahwa ekstrak etanol akar ceplukan telah terbukti memiliki aktivitas antibakteri
Staphylococcus epidermidis.
ditentukan?
2. golongan senyawa kimia apa saja yang terdapat pada akar ceplukan (Physalis
angulata Linn.)?
Indonesia,
2. golongan senyawa kimia yang terdapat dalam simplisia dan ekstrak etanol
senyawa metabolit sekunder dalam akar ceplukan dan aktivitas antibakteri ekstrak
TINJAUAN PUSTAKA
kimia tumbuhan.
Tumbuhan ini berumur setahun, tegak, dengan tinggi sampai 1m. batang
berusuk, bersegi tajam dan berongga. Daun berbentuk bundar telur memanjang
berujung runcing dengan tepi rata. Bunga di ketiak dengan tangkai yang tegak dan
dengan taju yang bersudut tiga dan meruncing, berwarna hijau dengan rusuk
keunguan, mahkota serupa lonceng, berlekuk lima dangkal, kuning muda. Buah
meruncing, hijau muda kekuningan dengan rusuk keunguan, panjangnya 2-4 cm.
Buah buni didalamnya bulat memanjang sekitar 1,5-2 cm, kekuningan, jika masak
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Dicotyledoneae
Bangsa : Solanales
7
Marga : Physalis
Spesies : Angulata
Tumbuhan ini tumbuh liar dilahan terbuka atau agak terlindung, lahan
kosong, tegalan, tanah agak lembap, kebun, dan diantara tanaman pokok. Tumbuh
gulma pada tanaman semusim (Djauhariya. 2004). Umumnya tumbuhan ini bisa
nama lainnya seperti daun kopo-kopi, daun loto-loto, padang rase, dagameme,
kadar gula dalam darah. Sifat tumbuhan ini analgetik (penghilang rasa sakit),
fungsi kelenjar-kelenjar tubuh dan antitumor. Daun dapat digunakan sebagai obat
Buah dapat digunakan sebagai obat luka dan konstipasi (Agoes, 2010;
yang sudah diketahui diantaranya asam klorogenik, asam sitrun, fisalin, asam
elaidik, asam malat, alkaloid, tanin, kriptoxantin, vitamin c dan gula. Akar
2003).
2.2 Ekstraksi
dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak larut menggunakan pelarut
cair. Simplisia yang diekstraksi mengandung senyawa aktif yang dapat larut dan
senyawa yang tidak dapat larut dalam pelarut seperti serat, karbohidrat, protein
dan lain-lain. Senyawa aktif yang terdapat dalam berbagai simplisia dapat
tannin, steroid, glikosida dan lain-lain. Mengetahui senyawa aktif yang dikandung
simplisia akan mempermudah pemilihan pelarut dengan cara yang tepat (Depkes
RI, 2000).
Tujuan dari suatu proses ekstraksi dapat berupa: memperoleh suatu bahan
aktif yang tidak diketahui, memperoleh suatu bahan aktif yang sudah diketahui,
1. Cara dingin
a. Maserasi
bagian tanaman secara utuh atau yang telah digiling kasar dengan pelarut dalam
bejana tertutup pada suhu kamar dengan pengadukan berkali-kali sampai semua
bagian tanaman yang dapat larut melarut dalam cairan pelarut. Pelarut yang
digunakan adalah alkohol namun terkadang juga menggunakan air. Campuran ini
kemudian disaring dan ampas yang diperoleh dipress dengan memperoleh bagian
b. Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai proses
terus menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali bahan
mengestrak bahan aktif dari bagian tanaman dalam penyediaan tinktur dan ekstrak
cair. Sebuah perkolator biasanya berupa silinder yang sempit dan panjang dengan
kedua ujungnya berupa kerucut yang terbuka. Bagian tanaman yang akan di
ekstrak dibasahi dengan sejumlah pelarut yang sesuai dan di biarkan selama
kurang lebih 4 jam dalam tangki yang tertutup. Selanjutnya, bagian tanaman telah
10
2015).
2. Cara panas
a. Refluks
selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan
pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna
b. Sokletasi
umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan
jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik (Depkes RI, 2000).
c. Digesti
temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan (kamar), yaitu secara umum
d. Infudasi
lnfudasi adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air
(bejana infudasi tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 96°C-
98°C) selama waktu tertentu (15-20 menit). Infudasi dibuat dengan memaserasi
bagian tanaman dengan air dan mendidihkannya dalam jangka waktu yang
pendek. Pemilihan suhu infus tergantung pada ketahanan senyawa bahan aktif
yang diekstraksi terhadap paparan panas. Hasil infus tidak dapat digunakan dalam
jangka waktu yang lama karena tidak mengandung pengawet (Kumoro, 2015).
11
Dekoktasi adalah infus pada waktu yang lebih lama dan temperatur sampai titik
didih air (Depkes RI, 2000). Pada proses dekoktasi bagian tanaman yang berupa
batang, kulit kayu, cabang, ranting, rimpang atau akar direbus dalam air mendidih
dengan volume dan selama waktu tertentu, kemudian didinginkan dan ditekan
atau disaring untuk memisahkan cairan ekstrak dari ampasnya. Rasio antara massa
bagian tanaman dengan volume air biasanya 1:4 atau 1:6 (Kumoro, 2015).
mycoplasma, virus) yang tidak diinginkan pada suatu objek atau specimen.
Nama bakteri berasal dari kata “bakterion” dari bahasa Yunani yang
berarti tongkat atau batang, sekarang nama itu dipakai untuk menyebut
yang hanya dapat dilihat dengan mikroskop. Ukuran bakteri bervariasi, baik
12
sekitar 0,2-2,0 μm dan panjang berkisar 2-8 μm. Spesies bakteri dapat dibedakan
reaksi kimia), kebutuhan nutrisi, aktivitas biokimia dan sumber energi (sinar
dibagi menjadi dua golongan yaitu bakteri gram positif dan bakteri gram negatif.
bakteri gram positif menyerap zat warna pertama yaitu kristal violet yang
(Dwijoseputro, 1978).
Berdasarkan bentuk morfologinya, maka bakteri itu dapat dibagi atas tiga:
a. Monobasil yaitu basil yang terlepas satu sama lain dengan kedua ujung
b. Diplobasil yaitu basil yang bergandeng dua atau kedua ujungnya tumpul.
2. Kokus (coccus)
golongan basil. Kokus ada yang bergandeng-gandengan panjang serupa tali leher,
ini disebut streptokokus, ada yang bergandengan dua-dua ini disebut diplokokus,
13
3. Spiril (spirillium)
yang berbentuk spiral itu tidak banyak terdapat. Golongan ini merupakan
golongan yang paling kecil, jika dibanding dengan golongan kokus maupun basil.
Bakteri yang berpilin kaku disebut spirilla dan bakteri yang berpilin fleksibel
peptidoglikan yang membentuk struktur yang tebal dan kaku, dan asam teikoat
(teichoic acid) yang mengandung alcohol (gliserol atau ribitol) dan fosfat. Ada 2
macam asam teikoat, yaitu asam lipoteikoat (lipoteichoic acid) yang merentang di
lapisan peptidoglikan dan terikat pada membran plasma dan asam teikoat dinding
(wall teichoic acid) yang terikat pada lapisan peptidoglikan (Pratiwi, 2008).
Dinding sel bakteri gram negatif mengandung satu atau beberapa lapis
membran luar. Terdapat periplasma yaitu daerah yang terdapat diantara membran
plasma dan membran luar. Periplasma berisi enzim degradasi komsentrasi tinggi
peptidoglikan, maka dinding sel bakteri ini lebih tahan terhadap kerusakan
14
Gambar 2.1 Stuktur dinding sel bakteri gram positif dan gram
g negatif
faktor seperti zat makanan (nutrisi), temperatur, oksigen dan pH (Pratiwi, 2008).
1. Nutrisi
yaitu makroelemen, yaitu elemen elemen nutrisi yang diperlukan dalam jumlah
elemen-elemen
trace element)
yang banyak (gram) dan mikroelemen ((trace element) yaitu elemen-elemen
elemen elemen yang
diperlukan dalam jumlah yang sedikit (mg). Makro elemen meliputi karbon (C),
oksigen (O), hydrogen (H),nitrogen (N), sulfur (S), kalium (K), magnesium
(Mg)), kalsium (Ca), besi (Fe). Mikroelemen meliputi mangan (Mn), zinc (Zn).
2. Temperatur
Proses pertumbuhan bakteri tergantung pada reaksi kimiawi dan laju reaksi
kimia yang dipengaruhi oleh temperatur. Pada temperatur yang sangat tinggi akan
15
optimal akan terjadi kecepatan pertumbuhan optimal dan dihasilkan jumlah sel
yang maksimal.
a. Bakteri psikofil, yaitu bakteri yang dtumbuh pada temperature maksimal 20oC,
optimal 0-15oC.
c. Bakteri termofil, yaitu bakteri yang tumbuh pada temperatur minimal 45oC,
d. Bakteri mesofil, yaitu bakteri yang dapat tumbuh pada temperatur minimal 15-
3. Oksigen
4. pH
gugus-gugus dalam protein, asam amino, dan karboksilat. Hal ini dapat
16
kisaran ≥10.
diketahui atau ditentukan. Media ini biasanya digunakan dalam penelitian untuk
2. Media kompleks
secara kimia tidak diketahui dan umumnya diperlukan karena kebutuhan nutrisi
sumber protein lainnya seperti nutrient broth/agar, Tryptic Soya Agar (TSA)/
3. Media umum
4. Media selektif
17
adalah media agar darah, yangm merupakan media diferensial sekaligus media
6. Media khusus
(2008), yaitu fase lag, fase log (fase esksponensial), fase stasioner, dan fase
kematian.
1. Fase lag
pada suatu lingkungan baru. Ciri fase lag adalah tidak adanya peningkatan jumlah
sel, yang ada hanyalah peningkatan ukuran sel. Lama fase lag tergantung pada
kondisi dan jumlah awal mikroorganisme dan media pertumbuhan. Bila sel-sel
mikroorganisme diambil dari kultur yang sama sekali berlainan, maka yang sering
media, dan kondisi pertumbuhan. Sel baru terbentuk dengan laju konstan dan
18
pertumbuhan adalah bila satu atau lebih nutrisi dalam kultur habis, sehingga hasil
3. Fase stationer
keseimbangan antara jumlah sel yang membelah dengan jumlah sel yang mati.
pembentukan sel- sel baru melalui pertumbuhan dan pembelahan dengan nutrisi
yang dilepaskan oleh sel- sel yang mati karena mengalami lisis.
4. Fase kematian
Pada fase ini, jumlah sel yang mati meningkat. Faktor penyebabnya adalah
fakultatif berbentuk bola atau kokus berkelompok tidak teratur seperti buah
anggur, diameter 0,8-1,0 μm, non motil, tidak membentuk spora dan tidak
19
paling baik membentuk pigmen pada suhu 20-250C. Bakteri ini tidak dapat
tumbuh pada media sintetik yang tidak mengandung asam amino atau protein.
Koloni pada pembenihan padat terbentuk bulat halus, menonjol dan berkilau
membentuk berbagai pigmen. Bakteri ini terdapat pada kulit, selaput lendir, bisul
dan menyebar luas dalam jaringan (Jawetz, dkk., 2001; SNI, 2009; Nasution,
2014).
Kingdom : Bacteria
Divisi : Schizophyta
Kelas : Schizomycetes
Ordo : Eubacteriales
Familia : Micrococcaceae
Genus : Staphylococcus
Bakteri ini sering ditemukan sebagai mikro flora yang normal pada kulit
dan selaput lendir pada manusia. Dapat mejadi penyebab infeksi pada manusia
dan hewan. Jenis bakteri ini dapat memproduksi enterodoksin yang menyebabkan
makanan atau infeksi kulit ringan, sampai infeksi berat yang mengancam jiwa.
Bakteri ini hidup sebagai saprofit di dalam saluran-saluran pengeluaran lendir dari
tumbuh manusia dan hewan-hewan seperti hidung, mulut dan tenggorokan dan
dapat dikeluarkan pada waktu batuk atau bersin. Bakteri ini juga sering terdapat
20
seperti jerawat, bisul, meningitis, pneumonia pada manusia dan hewan (Nasution,
yang memiliki panjang sekitar 2 μm, diameter 0,7 μm, lebar 0,4-0,7 μm dan
cembung, dan halus dengan tepi yang nyata Escherichia coli menjadi patogen jika
jumlah bakteri ini dalam saluran pencernaan meningkat atau berada di luar usus
enterotoksin pada sel epitel. Manifestasi klinik infeksi oleh Escherichia coli
bergantung pada tempat infeksi dan tidak dapat dibedakan dengan gejala infeksi
21
Kingdom : Bacteria
Divisi : Proteobacteria
Kelas : Gammaproteobacteria
Ordo : Enterobacteriales
Familia : Enterobacteriaceae
Genus : Escherichia
antibiotik/antimikroba.
a. Metode difusi
22
antimikroba. Piringan yang berisi agen antimikroba diletakkan pada media agar
yang telah ditanami mikroorganisme yang berdifusi pada media agar tersebut.
- Ditch-plate technique, pada metode ini sampel diletakkan pada parit yang
dibuat dengan cara memotong media agar dalam cawan petri pada bagian
- Cup-plate technique, metode ini serupa dengan metode disc diffusion, dimana
Metode ini mengukur kadar hambat minimum (KHM) dan kadar bunuh
media yang telah ditambahkan dengan mikroba uji. Larutan uji agen antimkroba
pada kadar terkecil yang terlihat jernih tanpa adanya pertumbuhan mikroba uji
selanjutnya dikultur ulang pada media tanpa penambahan mikroba uji ataupun
agen antimikroba, dan diinkubasi selama 18-24 jam. Media yang tetap terlihat
23
METODE PENELITIAN
maserasi, pembuatan larutan uji dengan berbagai konsentrasi dan uji aktivitas
antibakteri dari ekstrak etanol akar ceplukan (Physalis angulata L.) terhadap
3.1 Alat
flow (Astec HLF 1200 L), autoklaf (Express), alat tanur, kompor gas (Rinnai),
penguap vakum putar (Haake D), analitik (Mettler AE 200), hot plate, blender
(Philips), alat vortex, cawan petri (Anumbra), mikroskop (olympus), mikro pipet
(Eppendorf), alat-alat gelas, alat penetapan kadar air, penangas uap, lampu
bunsen, jangka sorong, cawan penguap, jarum ose. Alat yang diperoleh dari
rudang jaya: toples kaca, aluminium foil, kain kasa, kapas, kertas saring,
pencadang kertas, pipet tetes, serbet, spatula, tisu, batang pengaduk, pinset dan
24
ceplukan (Physalis angulata L.). Bahan yang diperoleh dari laboratorium biologi,
fakultas farmasi Universitas Sumatera Utara: α-naftol, amil alkohol, asam nitrat
pekat, asam asetat anhidrida, asam asetat anhidrat, asam klorida pekat, asam
klorida 2N, asam sulfat pekat, besi (III) klorida, bismuth nitrat, iodium, kalium
iodida, kloralhidrat, nutrient Agar (NA) (Merck), nutrient Broth (NB) (Merck), n-
heksan, raksa (II) klorida, serbuk magnesium, toluen. Bahan yang diperoleh dari
Bratachem : etanol 96%, etanol 70%. Bahan yang diperoleh dari Rudang Jaya: air
0,4M.
25
Akar ceplukan dikumpulkan, dicuci dari pengotor dengan air yang mengalir
panjang lebih kurang 2 cm dan ketebalan 0,5 cm, kemudian dikeringkan di lemari
pengering dengan suhu 40oC hingga rapuh, kemudian diblender menjadi serbuk.
simplisia ditaburkan di atas kaca objek, dijernihkan terlebih dahulu dengan larutan
sampai 4 ml air, masukan kedalam labu kering. Jika zat berupa pasta, timbang
dalam sehelai lembaran logam dengan ukuran yang sesuai dengan lebar labu.
Masukkan 200 ml toluen jenuh air kedalam labu, pasang rangkaian alat. Setelah
toluen mulai mendidih, atur penyulingan dengan kecepatan lebih kurang 2 tetes
tiap detik, hingga sebagian besar air tersuling, kemudian naikkan kecepatan
26
jenuh air, sambil di bersihkan dengan sikat tabung yang disambungkan pada
sebuah kawat tembaga dan telah dibasahi dengan toluene jenuh air. Lanjutkan
penyulingan selama 5 menit, dinginkan tabung penerima hinga suhu ruang. Jika
ada tetes air melekat, gosok tabung pendingin dan tabung penerima dengan karet
yang diikatkan pada sebuah kawat tembaga dan dibasahi dengan toluene jenuh air
Baca volume air setelah air dan toluen memisah sempurna. Kadar air
dihitung dalam % v/b (Depkes RI, 2010). Bagan alir karakterisasi simplisia
masukkan kedalam labu bersumbat, tambahkan 100 ml air jenuh kloroform, kocok
dan uapkan 20 ml filtrat hingga kering dalam cawan dangkal beralas datar yang
telah dipanaskan 105o, diuapkan hingga bobot sari tetap. Hitung kadar sari larut
kocok berkali-kali selama 6 jam pertama, biarkan selama 18 jam. Saring, uapkan
20 ml filtrate yang diperoleh hingga kering dalam cawan dangkal beralas datar
yang telah dipanaskan 105o hingga bobot tetap. Hitung kadar sari larut etanol
27
masukkan kedalam krus silikat yang dipijar dan ditara, pijarkan perlahan-lahan
hingga arang habis, dinginkan dan timbang abu yang diperoleh (Depkes RI,
2010).
asam klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam asam
dikumpulkan, disaring dengan kertas masir atau kertas saring bebas abu, dicuci
dengan air panas, dipijarkan sampai bobot tetap, kemudian didinginkan dan
ditimbang. Kadar abu yang tidak larut dalam asam dihitung terhadap bobot yang
larutan kalium iodida Larutan dikocok dan ditambahkan air secukupnya hingga
sempurna, diambil larutan jernih dan encerkan dengan air secukupnya hinggal 100
28
Sebanyak 1 g besi (III) klorida dilarutkan dalam air suling hingga diperoleh
1995).
29
asam klorida 2 N dan 9 ml air suling, dipanaskan di atas penangas air selama 2
Alkaloida dianggap positif apabila terjadi endapan atau paling sedikit dua atau
tiga dari percobaan diatas (Depkes RI, 1995). Prosedur yang sama dilakukan pada
ekstrak.
campuran 7 bagian volume etanol 95% dan 3 bagian volume air. Direfluks selama
air suling dan 25 ml timbal (II) asetat 0,4 M, lalu dikocok selama 5 menit dan
Kumpulan sari air diuapkan pada temperature tidak lebih dari 50oC.
diuapkan di penangas air. Sisa dilarutkan dalam 2 ml air suling dan 5 tetes
Glikosida positif jika terbentuk cincin ungu (Depkes RI, 1995). Prosedur yang
30
detik, timbul busa yang mantap tidak kurang dari 10 menit setinggi 1 sampai 10
cm, pada penambahan 1 tetes asam klorida 2N, buih tidak hilang (Depkes RI,
panas, dididihkan selama 5 menit dan disaring dalam keadaan panas, filtrat yang
asam klorida pekat dan 2 ml amil alkohol, dikocok dan dibiarkan memisah.
Flavonoid positif jika terjadi warna merah, kuning, jingga pada lapisan amil
Sebanyak 0,5 g sampel disari dengan 10 ml air suling, disaring lalu filtratnya
diencerkan dengan air suling sampai tidak berwarna. Filtrat yang diperoleh,
diambil 2 ml larutan lalu ditambahkan 1 sampai 2 tetes pereaksi besi (III) klorida.
disaring. Filtrat diuapkan dalam cawan penguap, pada sisa ditambahkan 2 tetes
asam asetat anhidrida dan 1 tetes asam sulfat pekat. Timbul warna biru atau hijau
menunjukkan adanya steroid dan timbul warna merah, pink atau ungu
31
dimasukkan dalam toples kaca dan direndam dengan 75 bagian etanol 70%,
ditutup, dibiarkan selama 5 hari terlidung dari cahaya sambil sering diaduk,
saring, peras, cuci ampas dengan cairan penyari secukupnya, hingga diperoleh 100
bagian, dibiarkan selama 2 hari terlindung dari cahaya, disaring. Ekstrak cair
suhu tidak lebih dari 50oC, kemudian dipekatkan dengan penangas uap sampai
diperoleh ekstrak kental (Ditjen POM, 1979). Bagan alir pembuatan ekstrak etanol
Cara pembuatan:
sodium chloride 5 g.
32
Bagan pembuatan media agar miring terdapat pada Lampiran 8, halaman 56.
Satu koloni bakteri diambil dengan jarum ose steril, lalu diinokulasikan
diinkubasikan pada suhu 37oC selama 24 jam (Ditjen POM, 1995). Bagan
Kultur bakteri yang telah tumbuh diambil dengan menggunakan jarum ose
diinkubasikan pada suhu 37oC selama 2 jam sampai didapat kekeruhan yang sama
dengan McFarland No. 0,5. Prosedur dilakukan pada kedua bakteri uji (Ditjen
halaman 56.
Komposisi : Larutan BaCl2 0.048 M sebanyak 0,5 ml, larutan H2SO4 0.18
33
sampai homogen dan ditutup. Apabila kekeruhan hasil suspensi bakteri sama
dengan standar McFarland No. 0,5 maka konsentrasi bakteri 108 CFU/ml
(McFarland, 2010)
Alat-alat yang digunakan dalam uji aktivitas antibakteri ini disterilkan lebih
dahulu sebelum dipakai. Media, gelas ukur, karet pipet tetes dan tutup vial
disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit. Pinset, spatula dan
alat-alat gelas seperti batang pengaduk, kaca arloji, cawan petri, elenmeyer, gelas
beker, pipet tetes, tabung reaksi dan vial di sterilkan dalam oven pada suhu 170oC
selama 1 jam. Jarum ose dipijar dengan menggunakan lampu bunsen (Pratiwi,
2008).
hingga larut, diperoleh konsentrasi 500 mg/ml atau 50% (b/v), kemudian dibuat
pengenceran dengan konsentrasi 400 mg/ml, 300 mg/ml, 200 mg/ml, 100 mg/ml,
34
setelah itu dituang media nutrient agar sebanyak 15 ml, selanjutnya cawan
digoyang di atas permukaan meja agar media dan suspensi bakteri tercampur rata,
biarkan hingga media memadat. Pada media yang telah padat diletakkan
pencadang kertas yang telah direndam 15 menit dalam larutan uji ekstrak etanol
pada suhu 37oC selama 21 jam, lalu diukur diameter daerah hambatan (zona
POM, 1995). Bagan alir pengujian aktivitas antibakteri terdapat pada Lampiran 8,
halaman 56.
35
yang digunakan pada penelitian adalah Physalis angulata Linn, suku Solanaceae.
berwarna putih kekuningan, tidak berbau dan rasanya pahit. Gambar akar segar
dan Hasil pemeriksaan makroskopik simplisia akar ceplukan dapat dilihat pada
pemeriksaan mikroskopik akar ceplukan pada perbesaran 10x40 dapat dilihat pada
4.2.3 Kadar air, Kadar sari larut air, Kadar sari larut etanol, Kadar abu
total dan Kadar abu tidak larut asam.
Monografi simplisia akar ceplukan tidak terdaftar pada buku materia medika
meliputi penetapan kadar air, kadar sari larut air,kadar sari larut etanol, kadar abu
total dan kadar abu tidak larut asam terdapat pada Lampiran 5, halaman 49-53.
Hasil pemeriksaan kadar air, kadar sari larut air, kadar sari larut etanol, kadar abu
total dan kadar abu tidak larut asam serbuk simplisia akar ceplukan dapat dilihat
Tabel 4.1 Hasil pemeriksaan kadar air, kadar sari larut air, kadar sari larut
etanol, kadar abu total dan kadar abu tidak larut asam serbuk
simplisia akar ceplukan
No Karakteristik Hasil (%)
1 Kadar air 4,64
2 Kadar sari larut air 7,64
3 Kadar sari larut etanol 9,98
4 Kadar abu total 6,93
5 Kadar abu tidak larut asam 0,49
Penetapan kadar air pada simplisia dilakukan untuk mengetahui jumlah air
yang terdapat di dalam simplisia tersebut. Hasil yang diperoleh dari penetapan
kadar air kurang dari 10% yaitu 4,64%. Kadar air yang melebihi 10% dapat
Penetapan kadar sari larut air dilakukan untuk mengetahui jumlah senyawa
yang bersifat polar yang dapat tersari dalam pelarut air. Kadar sari larut air yang
diperoleh adalah 7,64%. Penetapan kadar sari larut etanol dilakukan untuk
mengetahui jumlah senyawa yang bersifat polar maupun non polar yang dapat
tersari dalam pelarut etanol. Hasil yang diperoleh dari penetapan kadar sari larut
etanol adalah 9,98%. Penetapan kadar abu total dilakukan untuk mengetahui
jumlah mineral yang terdapat pada sampel. Kadar abu total yang diperoleh adalah
6,93%. Penetapan kadar abu tidak larut asam dilakukan untuk mengetahui jumlah
mineral yang tidak larut dalam asam seperti silikat pasir atau tanah. Kadar abu
37
Ekstrak etanol akar ceplukan yang diperoleh dari hasil penyarian 250 g
Hasil skrining fitokimia simplisia dan ekstrak akar ceplukan dapat dilihat
tanin, glikosida dan steroid pada akar ceplukan. Hasil yang diperoleh sesuai
dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Viogenta, dkk (2017) bahwa ekstrak
flavonoid. Berdasarkan penelitian Chairunissa dan Anna (2015) ekstrak akar dan
38
Hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol akar ceplukan dapat dilihat pada tabel
4.3. Gambar hasil uji aktivitas antibakteri dapat dilihat pada Lampiran 10,
halaman 58-59.
Tabel 4.3 Data hasil uji aktivitas antibakteri etanol ekstrak akar ceplukan
(Physalis angulata Linn.) terhadap Staphylococcus aureus dan
Escherichia coli.
inaktif, diameter 13-18 mm termasuk kedalam zona aktif, dan diameter diatas 18
39
memiliki aktivitas antibakteri apabila MICs <100 μg/ml termasuk kedalam zona
sangat aktif, MICs 100-500 μg/ml termasuk kedalam zona aktif, MICs 500-1000
μg/ml termasuk kedalam zona sedang dan MICs 1000-2000 μg/ml termasuk
dari konsentrasi 300 mg/ml untuk Staphylococcus aureus dan konsentrasi 200
mg/ml untuk Escherichia coli dengan diameter daerah hambat adalah 13,08 mm
Escherichia coli 16 mg/ml dengan diameter 6,46 mm, menggunakan DMSO 10%
sebagai blanko.
lapisan dinding sel tidak terbentuk secara utuh dan menyebabkan kematian sel
40
luar dan dinding sel yang rentan, lalu mengikat membran sitoplasma dan
mengurangi kestabilan. Hal ini menyebabkan sitoplasma bocor keluar dari sel dan
mengakibatkan kematian.
protein sel dan merusak dinding sel bakteri sehingga bakteri mati, juga dapat
aureus (Pelczar and chan, 1986). Senyawa metabolit sekunder flavonoid yang
Hasil uji aktivitas antibakteri dari ekstrak etanol akar ceplukan yang
41
5.1 Kesimpulan
sesuai dengan persyaratan materai medika Indonesia (MMI) <10%, kadar sari
yang larut dalam air 7,64%, kadar sari yang larut dalam etanol 9,98%, kadar
abu total 6,93% dan kadar abu yang tidak larut dalam asam 0,49%,
adalah pada konsentrasi 300 mg/ml dengan diameter daerah hambat 13,08
5.2 Saran
42
Agoes, A. (2010). Tanaman obat Indonesia. Jilid II. Jakarta: Salemba medika.
Halaman 1718.
Alkautsari, L., Rina. W., dan Gustina. I. (2015). Uji aktivitas antibakteri ekstrak
daun ceplukan (Physalis Minima Linn.) terhadap pertumbuhan bakteri
Salmonella Sp. Padang: STKIP. e-journal. Halaman 12.
Depkes RI. (1995). Materia Medika Indonesia. Jilid VI. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI. Halaman 16, 323325.
Depkes RI. (2000). Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Cetakan
Pertama. Jakarta. Departemen Kesehatan RI. Halaman 1, 910.
Hastari, R. (2012). Uji aktivitas antibakteri ekstrak pelepah dan batang tanaman
pisang ambon. Skripsi. Fakultas kedokteran. Semarang. UNDIPpress.
Halaman 47.
Heni., Savante, A., dan Titin, A. (2015). Efektivitas antibakteri ekstrak kulit
batang belimbing hutan (Baccaurea angulata Merr.) terhadap
Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Jurnal Kedokteran
43
Mahalakshmi, A. M., Ramesh, B., dan Nidavani. (2014). Physalis angulata L.: an
ethanopharmacological review. American journal of pharm research.
America. 4(3): Halaman 23.
Pelczar, MJ. Chan, ECS dan Crieg, NR. (1986). Dasar-dasar Mikrobiologi.
Penerjemah: Ratna Siri, dkk. Cetakan pertama. Jakarta: Penerbit UI Press.
Halaman 101103.
Viogenta, P., Lilik. K., dan Ika. H. (2017). Aktivitas antibakteri ekstrak akar
ceplukan (Physalis angulata L.). terhadap Staphylococcus epidermidis dan
Pseudomonas aeruginosa. JFL. 6(2): Halaman 4041.
44
45
Tumbuhan ceplukan
46
47
Keterangan :
1. Rambut penutup
2. Berkas pengangkut bentuk spiral
3. Serabut sklerenkim
48
Volume I = 0,60 ml
Volume II = 0,80 ml
0,80 ml-0,60 ml
Kadar air = = 3,99%
5,01 g
Volume I = 0,80 ml
Volume II = 0,90 ml
0,90 ml-0,80 ml
Kadar air = = 1,99%
5,01 g
Volume I = 0,90 ml
Volume II = 1,30 ml
1,30 ml-0,90 ml
Kadar air = = 7,95%
5,03 g
3,99%+1,99%+7,95%
Kadar air rata-rata = = 4,64 %
3
49
Perhitungan penetapan kadar sari larut dalam air simplisia akar ceplukan
0,03 g 100
Kadar sari larut air = × ×100% = 3%
5,00 g 20
0,12 g 100
Kadar sari larut air = × ×100% = 11,97%
5,01g 20
0,08 g 100
Kadar sari larut air = × ×100% = 7,95%
5,03 g 20
(3+11,97+7,95)%
Kadar rata-rata = = 7,64%
3
50
Perhitungan penetapan kadar sari larut dalam etanol simplisia akar ceplukan
0.06 g 100
Kadar sari larut etanol = × ×100% = 6%
5,00 g 20
0.13g 100
Kadar sari larut etanol = × ×100% = 13%
5,00g 20
0.11 g 100
Kadar sari larut etanol = × ×100% = 10,95%
5,00 g 20
6+13+10,95 %
Kadar rata-rata = 3
= 9,98%
51
0,19 g
Kadar abu total = ×100% = 9,35%
2,03 g
0,11 g
Kadar abu total = ×100% = 5,47%
2,01 g
0,12 g
Kadar abu total = ×100% = 5,97%
2,01 g
(9,35+5,47+5,97)%
Kadar rata-rata = = 6,93%
3
52
Perhitungan penetapan kadar abu tidak larut asam simplisia akar ceplukan
0,009 g
Kadar abu total = ×100% = 0,44%
2,01 g
0,010 g
Kadar abu total = ×100% = 0,5%
2,01 g
0,011 g
Kadar abu total = 2,01 g ×100% = 0,55%
0,44+0,5+0,55 %
Kadar rata-rata = 3
= 0,49%
53
Akar ceplukan
Simplisia 300 g
Pembuatan ekstrak
- Makroskopik - Alkaloid
- Mikroskopik - Flavonoid
Ekstrak
- Kadar air - Glikosida
- Kadar sari larut air - Saponin
- Kadar sari larut etanol - Tanin
- Kadar abu total - Steroid
- Kadar abularutasam
54
Ampas Maserat I
Ampas Maserat II
didekantasi,
dituang larutan yang jernih
dipekatkan dengan penguap putar
- Alkaloid - Saponin
- Flavonoid - Tanin
- Glikosida - Steroid
55
diambil 1 ose
disuspensikan kedalam 10 ml media nutrient
broth steril dan diinkubasi selama 2 jam
divorteks hingga diperoleh kekeruhan yang
sama dengan standar Mc.Farland no. 0,5 (setara
dengan 108CFU/ml)
Media padat
Hasil
56
57
200 mg/ml
500 mg/ml
400 mg/ml
100 mg/ml
300 mg/ml 90 mg/ml
80 mg/ml
500 mg/ml
30 mg/ml
400 mg/ml
70 mg/ml
60 mg/ml
25 mg/ml
20 mg/ml
19 mg/ml
DMSO
17 mg/ml
18 mg/ml
16 mg/ml
10mg/ml
0mg/ml
15 mg/ml
58
200 mg/ml
50
500 mg/ml
50 mg/ml
19mg/ml
9mg/ml
DMSO
18 mg/ml
17 mg/ml
15 mg/ml 10 mg/ml
16 mg/ml
59