Anda di halaman 1dari 73

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Herba Kemangi


(Ocimum americanum L) terhadap Staphylococcus aureus
dan Candida albicans

SKRIPSI

NUR ATIKAH
108102000054

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN


PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
MARET 2013

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Herba Kemangi


(Ocimum americanum L) terhadap Staphylococcus aureus
dan Candida albicans

SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi

NUR ATIKAH
108102000054

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN


PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
MARET 2013
ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri,


dan semua sumber baik yang dikuti maupun dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar.

Nama

: Nur Atikah

NIM

: 108102000054

Tanda Tangan

Tanggal

: 15 Maret 2013

iii

iv

ABSTRAK

Nama
: Nur Atikah
Program Studi : Farmasi
Judul Skripsi : Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Herba Kemangi (Ocimum
americanum L) terhadap Staphylococcus aureus dan Candida
albicans.

Ocimum spp. merupakan salah satu tanaman yang digunakan sebagai bahan obat
tradisional, karena memiliki khasiat sebagai antimikroba, antioksidan dan
antipiretik. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui aktivitas antimikroba
ekstrak herba kemangi terhadap Staphylococcus aureus (ATCC 25925) dan
Candida albicans (ATCC 10231). Ekstraksi dilakukan dengan metode maserasi.
Pertama dimaserasi langsung menggunakan etanol 70 %, kedua dimaserasi
menggunakan pelarut dengan kepolaran bertingkat yaitu n-heksana, etil asetat dan
etanol 70 %. Konsentrasi larutan uji yang digunakan yaitu 4000, 2000, 1000, 500,
250, 125, 100, 50, 25 dan 12,5 g/mL. Pengujian aktivitas antimikroba
Staphylococcus aureus menggunakan metode difusi agar dan metode dilusi cair
digunakan untuk Candida albicans. Dari hasil pengujian aktivitas antimikroba
ekstrak herba kemangi fase n-heksana, fase etil asetat dan ekstrak etanol 70%
masih mempunyai aktivitas pada konsentrasi 125 g/mL terhadap Staphylococcus
aureus. Pengujian aktivitas antimikroba ekstrak herba kemangi fase etil asetat
masih mempunyai aktivitas pada konsentrasi 500 g/mL terhadap Candida
albicans. Sebagai kontrol positif digunakan amoksisilin 25

g/mL dan

ketokonazol 10 g/mL. Sebagai kontrol negatif digunakan pelarut n-heksana, etil


asetat dan etanol 70%. Berdasarkan hasil penapisan fitokimia ekstrak herba
kemangi mengandung alkaloid, flavonoid, saponin, steroid, triterpenoid dan tanin.
Kata kunci : herba kemangi, Ocimum americanum L., antimikroba,
Staphylococcus aureus, Candida albicans, maserasi

vi

ABSTRACT

Name
: Nur Atikah
Program Study : Pharmacy
Title
: Antimicrobial Activity Test of The Lemon Basil Herb (Ocimum
americanum L) Extracts against Staphylococcus aureus and Candida albicans.

Ocimum spp. is one of the plants used as traditional medicine, as it has efficacy as
an antimicrobial, antioxidant and antipyretic. This study aims to determine the
antimicrobial activities of lemon basil herb extracts against Staphylococcus aureus
(ATCC 25925) and Candida albicans (ATCC 10231). Extraction was done by
maceration method. The first direct maceration using 70% ethanol, the second
maceration using solvents with a polarity that was stratified n-hexane, ethyl
acetate and ethanol 70%. Extract concentrations used is 4000, 2000, 1000, 500,
250, 125, 100, 50, 25 and 12,5 g/mL. The activity antimicrobial of
Staphylococcus aureus using disc diffusion method and broth dilution method
used for Candida albicans. The research results of the antimicrobial activity from
lemon basil herb extracts n-hexane phase, ethyl acetate phase and 70% ethanol
extracts still have activity at concentration 125 g/mL against Staphylococcus
aureus. The activity antimicrobial of lemon basil herb extracts ethyl acetate phase
still have activity at concentration 500 g/mL against Candida albicans. As
positive control used amoxicillin 25 g/mL and ketoconazole 10 g/mL. As
negative control used solvent n-hexane, ethyl acetate and 70% ethanol. The results
from phytochemical screening of lemon basil herb extracts showed the presence
alkaloids, flavonoids, saponins, steroids, triterpenoids and tannins.
Keywords: lemon basil herb, Ocimum americanum
Staphylococcus aureus, Candida albicans, maceration.

vii

L.,

antimicrobial,

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.


Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya kepada saya sehingga dapat menyelesaikan penelitian
dan penulisan skripsi dengan judul Uji aktivitas Antimikroba Ekstrak Herba
Kemangi (Ocimum americanum L) terhadap Staphylococcus aureus

dan

Candida albicans. Shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada junjungan kita,
Nabi Muhammad SAW. Penulisan skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Proses penelitian dan penyusunan skripsi ini tidak lepas dari dukungan dan
bantuan berbagai pihak, mulai dari masa perkuliahan saya. Oleh karena itu pada
kesempatan ini, saya ingin menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesarbesarnya kepada :
1. Ibu Eka Putri, M. Si., Apt. selaku pembimbing pertama dan Prof. Dr. Atiek
Soemiati, M. Si., Apt. selaku pembimbing kedua yang telah memberikan
waktu, tenaga, semangat, ilmu, dan bimbingan kepada saya dalam proses
penelitian dan penyelesaian skripsi saya ini.
2. Bapak Prof. Dr. (hc) dr. M.K Tadjudin Sp.And, selaku Dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Drs. Umar Mansur, M. Sc., Apt. selaku Ketua Program studi Farmasi
FKIK Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Bapak dan Ibu staf pengajar yang telah memberikan ilmu pengetahuan,
bantuan, bimbingan dan motivasi sehingga saya dapat menyelesaikan studi di
jurusan Farmasi FKIK Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
5. Seluruh karyawan program studi Farmasi yang telah banyak membantu saya
selama penelitian dan penyelesaian skripsi.
6. Kedua orang tua tercinta, Ayahanda Marwazi dan Ibunda Azami yang selalu
memberikan doa, kasih sayang luar biasa dan dukungan baik moril maupun
viii

materil. Tiada apapun di dunia ini yang dapat membalas kebaikan dan kasih
sayang yang telah kalian berikan. Kalian adalah inspirasi dan semangatku.
7. Untuk kakak, adik dan ponakanku tersayang yang selalu memberi semangat,
doa, cinta dan tawa yang selalu ku rindukan.
8. Kepada teman-teman Farmasi angkatan 2008, terimakasih untuk kebersamaan,
candaan, dukungan, bantuan, semangat, saran dan kritik selama ini.
Kebersamaan kita akan selalu terkenang.
9. Sahabat-sahabatku yang setia menemani cerita suka dan duka selama
penelitian, Nur Ikhlas, Tia, Dini, Febri, Rere, Reni, Imeh, Mayang dan Rosa,
terima kasih untuk semangat dan perhatian yang kalian berikan.
10. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang turut
membantu menyelesaikan skripsi ini.
Akhir kata, atas segala kekurangan yang ada, penulis berharap semoga
hasil penelitian ini dapat bermanfaat baik bagi kalangan akademis, khususnya bagi
mahasiswa farmasi dan masyarakat pada umumnya.

Jakarta, Maret 2013

Penulis

ix

DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL ........................................................................................
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ...........................................
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................
HALAMAN PENGESAHAN ..........................................................................
ABSTRAK ........................................................................................................
ABSTRACT ......................................................................................................
KATA PENGANTAR ......................................................................................
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI .................................................
DAFTAR ISI .....................................................................................................
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................
DAFTAR TABEL ............................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................

ii
iii
iv
v
vi
vii
viii
x
xi
xiii
xiv
xv

BAB 1.

PENDAHULUAN ............................................................................
1.1 Latar Belakang .............................................................................
1.2 Rumusan Masalah........................................................................
1.3 Tujuan Penelitian .........................................................................
1.4 Manfaat Penelitian .......................................................................

1
1
3
3
3

BAB 2.

TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................


2.1 Deskripsi Tanaman Kemangi ......................................................
2.1.1 Taksonomi .........................................................................
2.1.2 Sinonim..............................................................................
2.1.3 Morfologi ...........................................................................
2.1.4 Ekologi dan Penyebaran ....................................................
2.1.5 Kandungan Kimia ..............................................................
2.1.6 Khasiat ...............................................................................
2.2 Ekstraksi ......................................................................................
2.3 Parameter dan Metode Uji Esktrak ..............................................
2.3.1 Parameter Non Spesifik ....................................................
2.3.2 Parameter Spesifik ............................................................
2.4 Antimikroba .................................................................................
2.4.1 Bakteri ...............................................................................
2.4.1.1 Staphylococcus aureus ..............................................
2.4.1.2 Uraian Staphylococcus aureus...................................
2.4.2 Jamur .................................................................................
2.4.2.1 Candida albicans .......................................................
2.4.2.2 Uraian Candida albicans ...........................................
2.4.3 Metode Pengujian Aktivitas Antimikroba .........................

4
4
4
4
5
6
7
7
8
9
9
10
10
11
12
12
13
13
13
14

BAB 3.

METODOLOGI PENELITIAN..................................................... 18
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian...................................................... 18
3.2 Alat dan Bahan ............................................................................ 18
xi

3.2.1 Alat ....................................................................................


3.2.2 Bahan .................................................................................
3.3 Metode Penelitian ........................................................................
3.3.1 Pembuatan Ekstrak Herba Kemangi .................................
3.3.2 Pengujian Parameter Ekstrak Herba Kemangi ..................
3.3.3 Uji Penapisan Fitokimia Ekstrak Herba Kemangi .............
3.3.4 Pengujian Aktivitas Antimikroba Ekstrak Herba Kemangi
3.3.4.1 Sterilisasi Alat dan Bahan.....................................
3.3.4.2 Pembuatan Medium ..............................................
3.3.4.3 Peremajaan Mikroba .............................................
3.3.4.4 Pembuatan Suspensi (Inokulum) ..........................
3.3.4.5 Pembuatan Larutan Uji .........................................
3.3.4.6 Penentuan Aktivitas Antimikroba ........................

18
18
19
19
21
21
23
23
23
24
24
25
25

BAB 4.

HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................ 27


4.1 Hasil ............................................................................................. 27
4.1.1 Determinasi Tanaman ........................................................ 27
4.1.2 Karakteristik Ekstrak ......................................................... 27
4.1.3 Penapisan Fitokimia Ekstrak Herba Kemangi .................. 28
4.1.4 Penentuan Aktivitas Antimikroba Ekstrak Herba Kemangi
terhadap Mikroba Uji (Metode Difusi Agar) .................... 29
4.1.5 Penentuan Aktivitas Antimikroba Ekstrak Herba Kemangi
terhadap Mikroba Uji (Metode Dilusi Cair) ..................... 30
4.2 Pembahasan ................................................................................. 31

BAB 5.

KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................ 36


5.1 Kesimpulan .................................................................................. 36
5.2 Saran ........................................................................................... 36

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 37

xii

DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 1. Tanaman Kemangi ........................................................................... 4
Gambar 2. Hasil Skrining Fitokimia Ekstrak Herba Kemangi .......................... 48
Gambar 3. Hasil Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Herba Kemangi terhadap
Staphylococcus aureus dan Candida albicans (Metode Difusi Agar) .52
Gambar 4. Hasil Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Herba Kemangi terhadap
Candida albicans (Metode Dilusi Cair) ........................................... 57

xiii

DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 4.1 Pemeriksaan Organoleptis Ekstrak Herba Kemangi ..........................
Tabel 4.2 Rendemen...........................................................................................
Tabel 4.3 Kadar Air............................................................................................
Tabel 4.4 Kadar Abu ..........................................................................................
Tabel 4.5 Hasil Uji Penapisan Fitokimia Ekstrak Herba Kemangi ....................
Tabel 4.6 Hasil Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Herba Kemangi (Metode
Difusi Agar) .......................................................................................
Tabel 4.7 Hasil Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Herba Kemangi terhadap
Candida albicans (Metode Dilusi Cair) ............................................

xiv

27
27
28
28
28
29
30

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
Lampiran 1. Hasil Determinasi .......................................................................... 40
Lampiran 2. Skema Proses Maserasi ................................................................. 41
Lampiran 3. Skema Penentuan Aktivitas Antimikroba Ekstrak Herba Kemangi
(Metode Difusi Agar) .................................................................... 43
Lampiran 4. Skema Penentuan Aktivitas Antimikroba Ekstrak Herba Kemangi
terhadap Candida albicans (Metode Dilusi Cair) ......................... 44
Lampiran 5. Perhitungan Rendemen Ekstrak Herba Kemangi .......................... 45
Lampiran 6. Perhitungan Kadar Air Ekstrak Herba Kemangi ........................... 46
Lampiran 7. Perhitungan Kadar Abu Ekstrak Herba Kemangi.......................... 47
Lampiran 8. Hasil Skrining Fitokimia Ekstrak Herba Kemangi ........................ 48
Lampiran 9. Hasil Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Herba Kemangi (Metode
Difusi Agar) .................................................................................... 52
Lampiran 10. Hasil Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Herba Kemangi terhadap
Candida albicans (Metode Dilusi Cair) ........................................ 57

xv

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Di Indonesia terdapat berbagai jenis tumbuhan obat, lebih dari 20.000
jenis tumbuhan obat tersebar di seluruh negara ini. Sekitar 1000 jenis tanaman
telah terdata dan baru sekitar 300 jenis yang sudah dimanfaatkan untuk
pengobatan secara tradisional. Penggunaan tanaman sebagai bahan obat
tradisional memerlukan penelitian ilmiah untuk mengetahui khasiatnya dan
digunakan sebagai sumber senyawa penuntun untuk sintesis senyawa obat
baru (Akbar, 2010).
Salah satu tanaman obat tradisional yang banyak dimanfaatkan
masyarakat Indonesia adalah Ocimum spp. Secara tradisional tanaman ini
digunakan untuk mengobati, perut kembung atau masuk angin, demam,
melancarkan ASI, rematik dan sariawan (Umar, 2011), selain itu juga
digunakan untuk lalapan dan sebagai bumbu dalam masakan. Di India dan
sebagian wilayah di Afrika, seduhan daun kemangi disajikan untuk
menggantikan seduhan daun teh asli. Minuman tersebut biasanya disajikan
pada saat pergantian musim, ketika orang mudah terserang batuk, pilek,
ataupun demam. Di Eropa, minyak atsiri kemangi digunakan sebagai bahan
campuran pembuatan obat dan untuk perawatan tubuh seperti sabun mandi,
biang parfum, body lotion, minyak gosok, permen pelega tenggorokan, dan
juga minyak aroma terapi (Manawean, 2010).
Ocimum sp. merupakan salah satu genus tanaman tahunan yang
termasuk famili Labiatae. Sampai sekarang sudah ditemukan 7 jenis tanaman
Ocimum,

yaitu

Ocimum

gratissimum,

Ocimum

basillicum,

Ocimum

americanum L., Ocimum klimandschavicum, Ocimum minimum, Ocimum


viridae L. dan Ocimum sanctum (Hadipoentyanti & Wahyuni, 2004).
Kandungan kimia pada Ocimum berbeda antara satu species dengan
species lainnya. Kandungan kimia Ocimum spp. yang pernah dilaporkan
adalah minyak atsiri, saponin, tanin, flavonoid, steroid, terpenoid, alkaloid,
fenol, karbohidrat, lignin, pati dan antrakuinon (Dhale, Birari & Dhulgande,
1

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2010; Sarma & Babu 2011; Ladipo, Doherty & Kanife, 2010). Minyak atsiri
yang terkandung dalam genus Ocimum ini adalah eugenol, osimen, pinen,
linalool, sineol, geraniol, metil kavikol, metil sinamat, sitral, kamfor, timol,
benzoil, sitronella, lionen, dan lain-lain (Martono, Hadipoentyanti & Udarno,
2004).
Penelitian yang telah ada menunjukkan bahwa Ocimum spp.
mengandung senyawa yang bersifat insektisida, larvasida, nematisida,
antipiretik, fungisida, antibakteri dan antioksidan (Nurcahyanti, Dewi &
Timotius, 2011; Maryati, Fauzia & Rahayu, 2007).
Menurut

penelitian

sebelumnya,

ekstrak

kloroform

Ocimum

americanum L. dapat menghambat pertumbuhan bakteri Shigella dysenteriae


dan ekstrak metanolnya dapat menghambat pertumbuhan

Klebsiella

pneumonia, Salmonella paratyphy dan Staphylococcus aureus dengan


diameter daerah hambat berturut-turut 10 mm, 9 mm, 7 mm dan 7 mm, namun
pada penelitian ini tidak melaporkan konsentrasi yang digunakan untuk uji
aktivitas antibakteri tersebut (Devi, Thirumaran, Arumungam, Anantharaman,
2010). Hasil penelitian lain menyebutkan ekstrak alkohol dari daun Ocimum
americanum L. dapat menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus,
Bacillus subtilis, Escherichia coli dan Pseudomonas aeruginosa dengan
diameter daerah hambat berturut-turut 23 mm, 16 mm, 10 mm dan 10 mm
pada konsentrasi 100 mg/mL (Dhale, Birari & Dhulgande, 2010).
Metode ekstraksi yang digunakan pada penelitian ini yaitu dimaserasi
langsung dengan etanol 70% dan dimaserasi menggunakan pelarut dengan
kepolaran yang bertingkat yaitu n-heksana, etil asetat dan etanol 70%.
Pengujian aktivitas antimikroba dari ekstrak herba kemangi terhadap
Staphylococcus aureus (ATCC 25925) dan Candida albicans (ATCC 10231)
digunakan metode difusi agar dan

dilusi cair. Sebagai kontrol positif

digunakan amoksisilin 25 g/mL dan ketokonazol 10 g/mL. Sebagai kontrol


negatif digunakan pelarut n-heksana, etil asetat dan etanol 70%.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

1.2 Rumusan Masalah


Apakah ekstrak herba kemangi fase n-heksana, fase etil asetat, fase
etanol 70% dan ekstrak etanol 70% mempunyai aktivitas antimikroba
terhadap Staphylococcus aureus dan Candida albicans?

1.3 Tujuan Penelitian


Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antimikroba
ekstrak herba kemangi fase n-heksana, fase etil asetat, fase etanol 70% dan
ekstrak etanol 70% terhadap Staphylococcus aureus dan Candida albicans.

1.4 Manfaat Penelitian


Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah
mengenai aktivitas ekstrak herba kemangi sebagai antimikroba terhadap
Staphylococcus aureus dan Candida albicans.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi Tanaman Kemangi


2.1.1

Taksonomi
Taksonomi tanaman kemangi adalah sebagai berikut :
a. Kingdom

: Plantae

b. Divisi

: Magnoliophyta

c. Kelas

: Magnoliopsida

d. Ordo

: Lamiales

e. Family

: Lamiaceae atau Labiatae

f. Genus

: Ocimum

g. Species

: Ocimum americanum L.

Gambar 1. Tanaman kemangi


Sumber : koleksi pribadi (Depok, 05/10/12)

2.1.2

Sinonim
a. Sinonim

: Ocimum canum Sims, Ocimum affricanum Lour,

Ocimum brachiatum Blume (Hadipoentyanti & Wahyuni, 2004).


4

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

b. Nama daerah
1) Malaysia : Selaseh, kemangi, ruku-ruku
2) Inggris

: American basil, Hoary basil, Lemon basil, Wild

basil
3) Indonesia : Surawung (Sunda), selasih putih, kemangi
4) Thailand

: Maenglak

(Siemonsma & Piluek, 1994)


2.1.3

Morfologi
Morfologi Ocimum spp yang beragam dapat dibedakan dari
bentuk dan warna batang, bentuk dan warna daun, bentuk rangkaian
dan warna bunga, serta bentuk dan warna biji (Hadipoentyanti &
Wahyuni, 2008).
Ocimum sp. merupakan herba tegak, sangat harum; tinggi 0,30,6 meter, umumnya batang berwarna hijau dan keunguan. Panjang
tangkai daun 0,5-2 cm; helaian daun bulat memanjang dengan ujung
runcing. Bentuk rangkaian bunga ada yang tunggal dan ada yang
majemuk (bergerombol). Daun pelindung bulat telur dengan panjang
0,5-1 cm dengan kelopak sisi luar berambut (Martono, Hadipoentyanti
& Udarno, 2004).
Terdapat variasi warna mahkota bunga pada Ocimum sp. yaitu
putih, kuning dan keunguan, dengan panjang mahkota bunga 8-9 mm.
Tanaman ini diperbanyak dengan biji. Biji Ocimum sp. berwarna hitam
atau cokelat, bentuk bulat dengan ukuran biji relatif kecil (Steenis,
1981; Hadipoentyanti & Wahyuni, 2008).
Di Indonesia genus Ocimum yang dikenal adalah Ocimum
gratissimum (Ocimum viridiflorum, Roth) atau dengan bahasa daerah
Selasih Mekah, Selasih Jambi, ruku-ruku rimba, Ocimum canum Sims
yang dikenal dengan kemangi, Ocimum basilicum atau selasih dan
Ocimum

tenuiflorum

(Ocimum

sanctum

L.)

atau

ruku-ruku

(Hadipoentyanti & Wahyuni, 2008).


Jenis Ocimum yang lain sukar untuk dibedakan dengan Ocimum
basilicum L., berikut perbedaannya secara singkat :
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

a. Ocimum gratissimum L. bentuk daun panjang, cabang tulang 6-10,


dengan kelopak depan lebih pendek dan biji keras;
b. Ocimum africanum Lour (Ocimum canum Sims) mempunyai
kelopak dan mahkota yang lebih pendek, bunga selalu putih ;
c. Ocimum sanctum L, dengan kelopak yang berambut pendek atau
gundul (Steenis, 1981).
Tumbuhan Ocimum americanum L. memiliki morfologi yang
sama dengan Ocimum basilicum namun memiliki bentuk bunga sedikit
lebih kecil, berwarna putih, dengan benang sari menonjol dan lebih
berambut. Tandan bunga banyak, penuh dan tegak. Warna daun hijau
terang, bentuk daun bulat memanjang dengan bentuk ujung daun
runcing-tumpul dan bentuk pangkal daun tumpul. Tepi daun bergerigi,
permukaan daun halus dan panjang daun 4,9-9,8 cm. Tinggi tanaman
70-85 cm dengan warna batang hijau terang (Martono, Hadipoentyanti
& Udarno, 2004).
Panen dilakukan apabila tanaman sudah berbunga penuh dan
sudah mulai pembentukan biji serta daun-daun bagian bawah mulai
berubah warna menjasi kekuningan yaitu sekitar 2-3 bulan masa tanam.
Panen sebaiknya dilakukan sebelum daun tanaman berguguran
(Hadipoentyanti & Wahyuni, 2008).
2.1.4

Ekologi dan penyebaran


Ocimum sp. banyak tumbuh di dataran rendah hingga ketinggian
1100 m dari permukaan laut. Tumbuh baik pada tanah terbuka, maupun
agak teduh dan tidak tahan terhadap kekeringan. Lebih sering tumbuh
liar; ditemukan di tepi jalan dan di tepi kebun. Tanaman ini berasal dari
daerah Asia tropis.
Ocimum americanum L. adalah tanaman tahunan yang tumbuh
liar dan dibudidayakan di daerah tropis dan sub tropis seperti di Asia
dan Afrika. Tumbuh kurang lebih 300 m di atas permukaan laut
(Heyne, 1987).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.1.5

Kandungan kimia
Kandungan kimia pada Ocimum americanum L. yaitu minyak
atsiri, karbohidrat, fitosterol, alkaloid, fenolik, tanin, lignin, pati,
saponin, flavonoid, terpenoid dan antrakuinon (Dhale, Birari &
Dhulgande, 2010; Sarma & Babu, 2011). Minyak atsiri pada Ocimum
americanum L. mengandung komponen kamfor, metil sinamat, sitral,
geraniol, limonen dan linalool (Martono ,Hadipoentyanti & Udarno,
2004; Hadipoentyanti &Wahyuni, 2008).

2.1.6

Khasiat
Secara tradisional, Ocimum spp. digunakan sebagai obat untuk
menyembuhkan beberapa penyakit seperti demam, mengurangi rasa
mual, sakit kepala, sembelit, diare, batuk,

penyakit kulit, penyakit

cacing, gagal ginjal, epilepsi dan digunakan sebagai penambah aroma


pada makanan (Nurcahyanti, Dewi & Timotius, 2011; Maryati, Fauzia
& Rahayu, 2007).
Penelitian yang telah ada menyebutkan ekstrak petroleum eter
dari Ocimum sanctum memiliki aktivitas sebagai antidiabetes dan
antihiperkolesterolemia (Gupta, Mediratta, Singh, Sharma & Shukla,
2006), ekstrak metanolnya memiliki aktivitas antioksidan dan
antineoplastik (Islam et al., 2011). Ekstrak air, etanol dan aseton
Ocimum gratissimum L. memiliki aktivitas antifungi (Amadi, Salami &
Eze, 2010), ekstrak kloroformnya sebagai antioksidan (Okonkwo &
Njoku, 2011). Ekstrak etanol, metanol dan n-heksana dari Ocimum
basilicum sebagai antimikroba (Adiguzel et al., 2005), ekstrak
petroleum eter, kloroform, alkohol, air dan minyak atsirinya memiliki
aktivitas antioksidan dan hepatoprotektif (Meera, Devi, Kameswari,
Madhumitha & Merlin, 2009). Ekstrak metanol Ocimum tenuiflorum
memiliki aktivitas sebagai antioksidan (Balaji, Prakash, Sunganya &
Aravinthan, 2011).
Menurut Thaweboon (2009), Ocimum americanum L. memiliki
aktivitas antimikroba. Dari pengujian farmakologi, kandungan minyak
atsirinya mempunyai aktivitas antibakteri, antifungi dan antituberkular.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.2 Ekstraksi
Ekstraksi adalah penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga
terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Simplisia yang
diekstrak mengandung senyawa aktif yang dapat larut dan senyawa yang tidak
dapat larut seperti serat, karbohidrat, protein dan lain-lain. Senyawa aktif yang
terdapat dalam berbagai simplisia dapat digolongkan ke dalam golongan
minyak atsiri, alkaloid, flavonoid dan lain-lain. Dengan diketahuinya senyawa
aktif yang terkandung dalam simplisia akan mempermudah pemilihan pelarut
dan cara ekstraksi yang tepat (Depkes RI, 2000).
Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi
senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani mengggunakan
pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan
massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi
baku yang telah ditetapkan (Depkes RI, 2000).
Ada beberapa cara metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut yaitu :
1. Cara Dingin
a. Maserasi

adalah

proses

pengekstrakan

simplisia

dengan

menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau


pengadukan pada temperatur kamar. Remaserasi berarti dilakukan
pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan
maserat pertama dan seterusnya.
b.Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai
sempurna (exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada
temperatur ruangan. Prosesnya terdiri dari tahapan pengembangan
bahan, tahapan maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya
(penetesan/penemapungan ekstrak), terus menerus sampai diperoleh
ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali bahan (Depkes RI, 2000).
2. Cara Panas
a. Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik
didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang
relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

pengulangan proses pada residu pertama sampai 3-5 kali sehingga


proses ekstraksi sempurna.
b. Soxhletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru
yang umumnya dikakukan dengan alat khusus sehingga terjadi
ekstrak kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya
pendingin balik.
c. Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada
temperatur yang lebih tinggi dari temperatur kamar, yaitu secara
umum dilakukan pada temperatur 40-50 C.
d. Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas
air 96-98 C (bejana infus tercelup dengan penangas air mendidih
selama 15-20 menit).
e. Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama ( 30 C) dan
temperatur sampai titik didih air (Depkes RI, 2000).
2.3 Parameter dan Metode Uji Ekstrak
2.3.1 Parameter Non Spesifik
1. Kadar air
Parameter kadar air adalah pengukuran kandungan air yang
berada di dalam bahan, dilakukan dengan cara yang tepat diantara
cara titrasi, destilasi atau gravimetri (Depkes RI, 2000).
2. Kadar abu
Parameter kadar abu adalah bahan dipanaskan pada temparatur
dimana senyawa organik dan turunannya terdestruksi dan menguap.
Sehingga tinggal unsur mineral dan anorganik. Tujuannya adalah
memberikan gambaran kandungan mineral internal dan eksternal
yang berasal dari proses awal sampai terbentuknya ekstrak (Depkes
RI, 2000).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

10

2.3.2 Parameter Spesifik


1. Identitas
Parameter identitas ekstrak deskripsi tata nama yaitu nama
ekstrak, nama latin tumbuhan dan bagian tumbuhan yang digunakan
dan ekstrak dapat mempunyai senyawa identitas. Tujuannya adalah
untuk memberikan identitas obyektif dari mana dan spesifik dari
senyawa identitas.
2. Organoleptik
Parameter organoleptik ekstrak adalah penggunaan panca
indera mendeskripsikan bentuk (padat, serbuk-kering, kental, cair),
warna, bau (aromatik, tidak berbau), dan rasa (Depkes RI, 2000).
2.4 Antimikroba
Antimikroba merupakan zat atau obat untuk membasmi jasad renik
yang diperoleh dari sintesis atau yang berasal dari senyawa non organik.
Bakteriostatik yaitu antimikroba yang hanya menghambat pertumbuhan
mikroorganisme. Bakterisidal adalah antimikroba yang dapat membunuh
mikroorganisme.
Mekanisme kerja antimikoba :
1. Menghambat sintesis dinding sel
Struktur dinding sel dapat dirusak dengan cara menghambat
pembentukannya atau mengubahnya setelah terbentuk (Pelczar, 1988).
2. Menganggu keutuhan membran sel mikroba
Membran sitoplasma mempertahankan bahan-bahan tertentu di
dalam sel serta mengatur aliran keluar-masuknya bahan-bahan lain.
Membran memelihara integritas komponen-komponen selular. Kerusakan
pada membran ini akan mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan sel
atau matinya sel (Pelczar, 1988).
3. Menghambat sintesis protein sel mikroba
Hidupnya suatu sel bergantung pada terpeliharanya molekulmolekul protein dan asam nukleat dalam keadaan alamiahnya. Suatu
kondisi

atau

substansi

yang

mengubah

keadaan

ini,

yaitu

mendenaturasikan protein dan asam-asam nukleat dapat merusak sel tanpa


UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

11

dapat diperbaiki kembali. Suhu tinggi dan konsentrasi pekat beberapa zat
kimia dapat mengakibatkan koagulasi (denaturasi) ireversibel (tidak dapat
balik) komponen-komponen selular yang vital ini (Pelczar, 1988).
4. Menganggu metabolisme sel mikroba
Setiap enzim dari beratus-ratus enzim berbeda-beda yang ada
didalam sel merupakan sasaran potensial bagi bekerjanya suatu
penghambat. Banyak zat kimia telah diketahui dapat mengganggu reaksi
biokimia.

Penghambatan

ini

dapat

mengakibatkan

terganggunya

metabolisme atau matinya sel (Pelczar, 1988).


5. Penghambatan sintesis asam nukleat dan protein
DNA, RNA dan protein memegang peranan penting di dalam
proses kehidupan normal sel. Hal itu berarti bahwa gangguan apa pun
yang akan terjadi pada pembentukan atau pada fungsi zat-zat tersebut
dapat mengakibatkan kerusakan total pada sel (Pelczar, 1988).
2.4.1 Bakteri
Bakteri adalah mikroorganisme bersel satu dan berkembang
biak dengan membelah diri (aseksual). Ukuran bakteri bervariasi baik
penampang maupun panjangnya, tetapi pada umumnya penampang
bakteri adalah sekitar 0,7-1,5 m dan panjangnya sekitar 1-6m.
Bakteri dibagi dalam golongan Gram positif dan Gram negatif
berdasarkan reaksinya terhadap pewarnaan Gram. Perbedaan antara
bakteri Gram positif dan Gram negatif diperlihatkan dari perbedaan
dinding sel. Dinding sel bakteri Gram positif, Staphylococcus aureus
dan Streptococcus sp sebagian besar terdiri atas beberapa lapisan
peptidaglikan yang membentuk struktur yang tebal dan kaku. Kekakuan
pada dinding sel bakteri yang disebabkan karena lapisan peptidaglikan
dan ketebalan peptidaglikan ini membuat bakteri Gram positif resisten
terhadap lisis osmotik (Jawetz et al., 2001).
Dinding sel bakteri Gram positif mengandung lapisan
peptidoglikan yang tebal dan asam teikoat. Dinding sel bakteri Gram
negatif mengandung lapisan peptidoglikan yang tipis, membran luar

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

12

yang terdiri dari protein, lipoprotein, fosfolipid dan lipopolisakarida,


daerah periplasma dan membran dalam.
Bakteri Gram negatif, Escherichia coli dan Pseudomonas sp
terdiri atas satu atau sedikit lapisan peptidaglikan pada dinding selnya.
Selain itu dinding sel bakteri Gram negatif ini tidak mengandung asam
teikoat tetapi mengandung polisakarida dan lebih rentan terhadap
kerusakan mekanik dan kimia.
2.4.1.1 Staphylococcus aureus
Klasifikasi Staphylococcus aureus adalah sebagai berikut:
Divisi

: Protophyta atau Schizophyta

Kelas

: Schizomycetes

Bangsa

: Eubacteriales

Suku

: Micrococcaceae

Marga

: Staphylococcus

Spesies

: Staphylococcus aureus

2.4.1.2 Uraian Staphylococcus aureus


Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram positif
yang bersifat aerob atau anaerob fakultatif dan tahan hidup
dalam lingkungan yang mengandung garam dengan konsentrasi
tinggi, misalnya NaCl 10%. Staphylococcus berbentuk bulat
atau kokus dengan diameter 0,4-1,2 m. Hasil pewarnaan yang
berasal dari perbenihan padat akan memperlihatkan susunan
bakteri yang bergerombol seperti buah anggur.
Untuk membiakkan bakteri Staphylococcus diperlukan
suhu optimal antara 28-38 C. Apabila bakteri tersebut diisolasi
dari seorang penderita, suhu optimal yang diperlukan adalah
37 C, pH optimal untuk pertumbuhannya adalah 7,4. Bakteri
Staphylococcus

aureus

terdapat

pada

hidung,

mulut,

tenggorokan, pori-pori, permukaan kulit, kelenjar keringat dan


saluran usus. Infeksi Staphylococcus aureus dapat berupa
jerawat, bisul, abses dan luka (Jawetz et al., 2001).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

13

2.4.2

Jamur
Jamur adalah organisme heterotrofik. Jamur dapat berupa
khamir yang tumbuh sebagai uniseluler atau berupa kapang yang
tumbuh berupa filamen-filamen. Komponen penyusun dinding sel
berupa kitin, selulosa atau glukan.
2.4.2.1 Candida albicans
Klasifikasi Candida albicans adalah sebagai berikut:
Divisi

: Ascomycota

Kelas

: Saccharomycetes

Bangsa

: Saccharomycetales

Suku

: Saccharomycetaceae

Marga

: Candida

Spesies

: Candida albicans

Sinonim

: Candida stellatoidea atau Oidium albicans

2.4.2.2 Uraian Candida albicans


Candida spp dikenal sebagai fungi dimorfik yang secara
normal ada pada saluran pencernaan, saluran pernafasan bagian
atas dan mukosa genital pada mamalia. Tetapi populasi yang
meningkat dapat menimbulkan masalah. Beberapa spesies
Candida yang dikenal banyak menimbulkan penyakit baik pada
manusia maupun hewan adalah Candida albicans.
Candida albicans merupakan fungi oportunistik penyebab
sariawan, lesi pada kulit, vulvavaginistis, candida pada urin,
gastrointestinal candidiasis yang dapat menyebabkan gastric
ulcer atau bahkan dapat menjadi komplikasi kanker.
Candida albicans merupakan suatu jamur lonjong yang
berkembangbiak

dengan

bertunas

yang

menghasilkan

pseudomiselium baik dalam biakan maupun dalam jaringan dan


eksudat. Candida adalah flora normal selaput lendir saluran
pernafasan, saluran pencernaan dan genitalia wanita. Pada
tempat-tempat tersebut jamur ini dapat menjadi dominasi dan
dihubungkan dengan keadaan patogen. Kadang-kadang jamur

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

14

ini menyebabkan penyakit sistemik progresif pada penderita


yang lemah atau kekebalannya tertekan. Candida dapat
menimbulkan invasi dalam aliran darah, tromboflebitis,
endokarditis, atau infeksi pada mata dan organ-organ lain
(Jawetz et al., 1995).
2.4.3

Metode Pengujian Aktivitas Antimikroba


Pengujian

mikrobiologi

memanfaatkan

mikroorganisme

sebagai penentu konsentrasi komponen tertentu pada campuran


kompleks kimia, untuk mendiagnosis penyakit tertentu, serta untuk
menguji bahan kimia guna menentukan potensi mutagenik atau
karsinogenik suatu bahan.
Pada uji ini diukur pertumbuhan mikroorganisme terhadap
agen antimikroba. Kegunaan uji antimikroba adalah diperolehnya suatu
sistem pengobatan yang efektif dan efisien.
Adapun metoda uji antimikroba antara lain sebagai berikut :
1. Metode difusi
a. Metode disc diffusion (metode Kirby Bauer) untuk menentukan
aktivitas

agen

antimikroba.

Piringan

yang

berisi

agen

antimikroba diletakkan pada media agar yang telah ditanami


mikroorganisme yang akan berdifusi pada media agar tersebut.
Area jernih mengindikasikan adanya hambatan pertumbuhan
mikroorganisme oleh agen antimikroba pada permukaan media
agar (Pratiwi, 2008).
b. Metode E-test digunakan untuk mengestimasi MIC (Minimum
Inhibitory

Concentration)

atau

KHM

(Kadar

Hambat

Minimum), yaitu konsentrasi minimal suatu agen antimikroba


untuk dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Pada
metode ini digunakan strip plastik yang mengandung agen
antimikroba dari kadar terendah hingga tertinggi dan diletakkan
pada

permukaan

media

agar

yang

telah

ditanami

mikroorganisme. Pengamatan dilakukan pada area jernih yang


ditimbulkannya yang menunjukkan kadar agen antimikroba
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

15

yang menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada media


agar (Pratiwi, 2008).
c. Ditch plate technique. Pada metode ini sampel uji berupa agen
antimikroba yang diletakkan pada parit yang dibuat dengan cara
memotong media agar dalam cawan petri pada bagian tengah
secara membujur dan mikroba uji (maksimum 6 macam)
digoreskan ke arah parit yang berisi agen antimikroba (Pratiwi,
2008).
d. Cup-plate technique. Metode ini serupa dengan metode dics
diffusion, dimana dibuat sumur pada media agar yang telah
ditanami dengan mikroorganisme dan pada sumur tersebut
diberi agen antimikroba yang diuji (Pratiwi, 2008).
e. Gradient-plate technique. Pada metode ini konsentrasi agen
antimikroba pada media agar secara teoritis bervariasi dari 0
hingga maksimal. Media agar dicairkan dan larutan uji
ditambahkan. Campuran kemudian dituang ke dalam cawan
petri dan diletakkan dalam posisi miring. Nutrisi kedua
selanjutnya dituang diatasnya dan diinkubasi selama 24 jam
untuk

memungkinkan

agen

antimikroba

berdifusi

dan

permukaan media mengering. Mikroba uji (maksimal 6 macam)


digoreskan pada arah mulai dari konsentrasi tinggi ke rendah.
Hasil diperhitungkan sebagai panjang total pertumbuhan
mikroorganisme maksimum

yang mungkin dibandingkan

dengan panjang pertumbuhan hasil goresan.


Bila :
X = panjang total pertumbuhan mikroorganisme yang mungkin
Y = panjang pertumbuhan aktual
C = konsentrasi final agen antimikroba pada total volume media
mg/mL atau g/mL,
Maka konsentrasi hambat adalah;
.

(mg/mL atau g/mL)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

16

Yang perlu diperhatikan adalah dari hasil perbandingan


yang didapat dari lingkungan padat dan cair, faktor difusi agen
antimikroba dapat mempengaruhi keseluruhan hasil pada media
padat (Pratiwi, 2008).
2. Metode dilusi
Metode dilusi dibedakan menjadi dua yaitu:
a. Metode dilusi cair/ broth dilution test (serial dilution).
Metode ini mengukur MIC (Minimum Inhibitory Concentration
atau Kadar Hambat Minimum, KHM) dan MBC (Minimum
Bactericidal Concentration atau Kadar Bunuh Minimum,
KBM). Cara yang dilakukan adalah dengan membuat seri
pengeceran

agen

antimikroba pada medium

cair

yang

ditambahkan dengan mikroba uji. Larutan uji agen antimikroba


pada kadar terkecil yang terlihat jernih tanpa adanya
pertumbuhan mikroba uji ditetapkan sebagai KHM. Larutan
yang ditetapkan sebagai KHM tersebut selanjutnya dikultur
ulang pada media cair tanpa penambahan mikroba uji ataupun
agen antimikroba, dan diinkubasi selama 18-24 jam. Media cair
yang tetap terlihat jernih setelah diinkubasi ditetapkan sebagai
KBM (Pratiwi, 2008).
b. Metode dilusi padat/ solid dilution test.
Metode ini serupa dengan metode dilusi cair namun
menggunakan media padat (solid). Keuntungan metode ini
adalah satu konsentrasi agen antimikroba yang diuji dapat
digunakan untuk menguji beberapa mikroba uji (Pratiwi, 2008).
3. Uji aktivitas antifungi
Pada uji ini kebutuhan media berbeda dengan menggunakan
bakteri. Media yang umum digunakan adalah Sabouraud Dextrose
Liquid/Solid, Czapex Dox, dan media khusus fungi lainnya. Uji ini
serupa dengan uji untuk bakteri, dimana spora atau miselium fungi

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

17

dilarutkan pada larutan agen antimikroba uji, dan selanjutnya pada


interval waktu tertentu disubkultur pada media yang sesuai. Setelah
diinkubasi, pertumbuhan fungi pun diamati (Pratiwi, 2008).
4. Uji Bioautografi
Uji

bioautografi

merupakan

metode

spesifik

untuk

mendeteksi bercak pada kromatogram hasil KLT (kromatografi


lapis tipis) yang memiliki aktivitas antibakteri, antifungi, dan
antivirus. Keuntungan metode ini adalah sifatnya yang efisien
untuk mendeteksi adanya senyawa antimikroba karena letak bercak
dapat ditentukan walaupun berada dalam campuran yang kompleks
sehingga memungkinkan untuk mengisolasi senyawa aktif tersebut.
Kerugiannya adalah metode ini tidak dapat digunakan untuk
menentukan KHM dan KBM.
Ada dua macam metode bioautografi, yaitu :
a. Bioautografi langsung: dengan penyemprotan plat KLT dengan
suspensi mikroorganisme atau dengan menyentuhkan plat KLT
pada permukaan media agar yang ditanami mikroorganisme.
Setelah inkubasi pada waktu tertentu, letak senyawa aktif
tampak sebagai area jernih dengan latar belakang keruh.
b. Bioautografi overlay: dengan menuangkan media agar yang
telah dicampur mikroorganisme diatas permukaan plat KLT,
media ditunggu hingga padat, kemudian diinkubasi. Area
hambatan

dilihat

dengan

penyemprotan

menggunakan

tetrazolium klorida. Senyawa yang aktif sebagai antimikroba


akan tampak sebagai area jernih dengan latar belakang ungu
(Pratiwi, 2008).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pharmacy Drugs Research
dan Laboratorium Mikrobiologi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta. Waktu penelitian
dilakukan dari bulan Mei 2012 hingga Januari 2013.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1

Alat
Alat-alat yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu
timbangan analitik (Sartonius CP224S), blender , tanur (Thermolyne),
oven (Memmert), serangkaian alat rotary evaporator (N-1000
EYELA), Spektrofotometer UV-Vis (U-2910, Hitachi), gelas ukur
(Pyrex), labu ukur (Pyrex), beaker gelas (Pyrex), cawan petri (Pyrex),
erlenmeyer (Pyrex), cawan penguap, plat tetes, pipet tetes, batang
pengaduk, corong (Iwake), botol gelap, botol timbang, spatula, pinset,
tabung reaksi, rak tabung reaksi, jarum ose, bunsen, Laminar Air Flow
(EACI), refrigerator (Sanyo Medicool), hot plate dan magnetic stirrer
(Daiki KBLee 5001), pipet mikro (Epphendorf), vortex (Labnet),
autoklaf (Tommy, tipe SS-325) dan inkubator (Gallenkamp).

3.2.2

Bahan
1.

Tanaman uji. Tamanan yang akan digunakan dalam penelitian ini


adalah herba kemangi (Ocimum americanum L.) yang diperoleh
dari perkebunan daerah Grogol, Kecamatan Limo, Depok. Herba
kemangi dipanen pada umur 2 bulan, dengan kondisi tanah
gembur, tanpa pestisida dan sistem pengairan menggunakan air
hujan dan air kali di dekat kebun. Tanaman dideterminasi di
Herbarium Bogoriense Pusat Penelitian Botani, Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (LIPI), Bogor untuk memastikan bahan
uji yang akan digunakan.
18

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

19

2.

Media. Sebagai media pertumbuhan digunakan Nutrient Agar


(NA), Sabouraud Dextrose Agar (SDA) dan Sabouraud Dextrose
Liquid yang diperoleh dari laboratorium mikrobiologi Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia (FK UI)

3.

Mikroba uji. Mikroba uji yang akan digunakan adalah


Staphylococcus aureus (ATCC 25925) dan Candida albicans
(ATCC 10231) yang diperoleh dari laboratorium mikrobiologi
FK UI.

4.

Bahan kimia. Pada proses maserasi pelarut yang digunakan nheksana, etil asetat dan etanol 70%. Untuk skrining fitokimia
menggunakan aquades, HCl 2 N, CHCl3, H2SO4 pekat, HCl
pekat, asam asetat anhidrad, FeCl3, serbuk Magnesium, reagen
Mayer serta NaCl 0,9% untuk media suspensi mikroba uji.

5.

Bahan lain : kasa, kertas saring, alumunium foil, kertas cakram


dan kapas steril.

6.

Antimikroba pembanding digunakan amoksisilin 25 g/mL dan


ketokonazol

10

g/mL

yang

diperoleh

di

laboratorium

mikrobiologi FK UI.

3.3 Metode Penelitian


3.3.1

Pembuatan Ekstrak Herba Kemangi


Herba kemangi hasil panen (34 kg) disortasi, dicuci sampai
bersih dengan air mengalir dan dikeringkan dengan cara dianginanginkan dan terlindung dari sinar matahari langsung, kemudian
dirajang, diblender dan diperoleh serbuk simplisia kering (4,830 kg).
Sebanyak 3,159 kg serbuk herba kemangi dimaserasi menggunakan
pelarut dengan kepolaran yang bertingkat yaitu n-heksana, etil asetat
dan etanol 70%.
Pelarut n-heksana digunakan sebagai pelarut pertama dalam
proses maserasi sampai semua serbuk terendam. Dibiarkan selama 2-3
hari, dengan pengocokan 2-3 kali. Setelah dimaserasi, disaring dengan
kain kasa, sehingga diperoleh filtrat dan ampas. Filtrat hasil saringan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

20

dengan kain kasa, disaring lagi menggunakan kertas saring dan ampas
diremaserasi sampai filtrat hasil saringan mendekati jernih (total
pelarut n-heksana yang terpakai 29 L). Filtrat n-heksana dikentalkan
menggunakan rotary vacuum evaporator sehingga diperoleh ekstrak
kental fase n-heksana (ekstrak NH).
Ampas yang telah dimaserasi dengan pelarut n-heksana
dikeringkan sampai semua pelarut menguap dan diperoleh serbuk
simplisia kering. Kemudian dimaserasi lagi dengan pelarut etil asetat
sampai semua serbuk terendam. Dibiarkan selama 2-3 hari, dengan
pengocokan 2-3 kali. Setelah dimaserasi, disaring dengan kain kasa,
sehingga diperoleh filtrat dan ampas. Filtrat hasil saringan dengan
kain kasa, disaring lagi menggunakan kertas saring dan ampas
diremaserasi sampai filtrat hasil saringan mendekati jernih (total
pelarut etil asetat yang terpakai 25 L). Filtrat etil asetat dikentalkan
menggunakan rotary vacuum evaporator sehingga diperoleh ekstrak
kental fase etil asetat (ekstrak EA).
Ampas yang telah dimaserasi dengan pelarut etil asetat
dikeringkan sampai semua pelarut menguap dan diperoleh serbuk
simplisia kering. Kemudian dimaserasi lagi dengan pelarut etanol
70% sampai semua serbuk terendam. Dibiarkan selama 2-3 hari,
dengan pengocokan 2-3 kali. Setelah dimaserasi, disaring dengan kain
kasa, sehingga diperoleh filtrat dan ampas. Filtrat hasil saringan
dengan kain kasa, disaring lagi menggunakan kertas saring dan ampas
diremaserasi sampai filtrat hasil saringan mendekati jernih (total
pelarut etanol 70% yang terpakai 20 L). Filtrat etanol dikentalkan
menggunakan rotary vacuum evaporator sehingga diperoleh ekstrak
kental fase etanol (ekstrak E1).
Selain itu sebanyak 980 gr serbuk herba kemangi dimaserasi
langsung menggunakan etanol 70%, Dibiarkan selama 2-3 hari,
dengan pengocokan 2-3 kali. Setelah dimaserasi, filtrat disaring
dengan kain kasa sehingga diperoleh filtrat dan ampas. Filtrat yang
telah disaring dengan kain kasa disaring lagi menggunakan kertas

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

21

saring dan ampas diremaserasi sampai filtrat hasil saringan mendekati


jernih. Filtrat dikentalkan menggunakan rotary vacuum evaporator
sehingga diperoleh ekstrak kental etanol 70% (ekstrak E2) (skema
proses maserasi dapat dilihat pada lampiran 2).
3.3.2

Pengujian Parameter Ekstrak Herba Kemangi


1. Parameter Non Spesifik
a. Kadar Air
Ekstrak ditimbang sebanyak 1 gram, dimasukkan ke dalam
cawan penguap yang sebelumnya telah dipanaskan dan ditara
sampai bobot tetap. Dipanaskan dalam oven pada suhu 105 C
selama 5 jam dan ditimbang. Sebelum dan setiap pemanasan,
dibiarkan dalam eksikator hingga suhu kamar. Lanjutkan
pemanasan dan timbang hingga bobot tetap (Depkes, 2000).
b. Kadar Abu
Ekstrak ditimbang sebanyak 1 gram, dimasukkan ke dalam
krus silikat yang telah dipijarkan dan ditara, lalu ekstrak
diratakan. Pijarkan perlahan-lahan hingga arang habis,
dinginkan, timbang. Jika arang tidak dapat hilang, tambahkan
air panas, disaring menggunakan kertas saring bebas abu.
Dipijarkan sisa kertas saring dalam krus yang sama. Filtrat
dimasukkan ke dalam krus, diuapkan, dipijarkan hingga bobot
tetap dan ditimbang. Kadar abu dihitung terhadap berat ekstrak
(Depkes, 2000).
2. Parameter Spesifik (Organoleptik)
Pemeriksaan organoleptis ekstrak herba kemangi meliputi
bentuk, warna dan bau ekstrak.

3.3.3

Uji Penapisan Fitokimia Ekstrak Herba Kemangi


a. Identifikasi Alkaloid
Sebanyak 0,5 gr ekstrak dimasukkan ke dalam tabung
reaksi ditambahkan 5 mL HCl 2 N dan dipanaskan pada penangas

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

22

air, setelah dingin di saring dan filtrat ditambahkan reagen meyer.


Terbentuknya endapan atau kekeruhan menunjukkan adanya
alkaloid (Farnsworth, 1966).
b. Identifikasi Flavonoid
Sebanyak 0,5 gr ekstrak dimasukkan ke dalam tabung
reaksi ditambahkan 2 mL etanol 70%, ditambahkan 0,5 gr serbuk
magnesium, kemudian ditambahkan beberapa tetes HCl pekat.
Terbentuknya warna orange sampai merah menunjukkan adanya
flavon, merah sampai merah keungunan menunjukkan adanya
flavanon (Farnsworth, 1966).
c. Identifikasi Saponin
Sebanyak 0,5 gr ditambahkan dengan 20 ml aquabides.
Kemudian dikocok, terbentuknya busa yang stabil selama
beberapa menit menunjukkan adanya saponin (Farnsworth, 1966).
d. Triterpenoid
Sebanyak 0,5 gr ekstrak dimasukkan ke dalam tabung
reaksi,

ditambahkan

dengan

1 ml

kloroform.

Kemudian

ditambahkan 1 ml asetat anhidrad lalu didinginkan. Setelah


dingin, ditambahkan dengan H2SO4 pekat. Jika terbentuk warna
kemerahan, menunjukkan adanya triterpenoid (Mandal & Ghosal,
2012).
e. Steroid
Sebanyak 0,5 gr ekstrak dimasukkan ke dalam tabung
reaksi, ditambahkan dengan 2 ml kloroform kemudian 2 ml H2SO4
pekat diteteskan pelan-pelan dari sisi dinding tabung reaksi.
Pembentukan cincin warna merah menunjukkan adanya steroid
(Mandal & Ghosal, 2012).
f. Tanin
Sebanyak 0,5 gr ekstrak dimasukkan ke dalam tabung
reaksi, ditambahkan dengan FeCl3 0,1 %. Terbentuknya warna
biru-hitam, hijau atau biru-hijau dan endapan menunjukkan
adanya tanin (Farnsworth, 1966).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

23

3.3.4

Pengujian Aktivitas Antimikroba Ekstrak Herba Kemangi


3.3.4.1 Sterilisasi Alat dan Bahan
Seluruh alat yang akan digunakan dicuci bersih dan
dikeringkan. Tabung reaksi, gelas ukur dan erlenmeyer
ditutup mulutnya dengan kapas. Cawan petri dibungkus
dengan kertas. Kemudian semuanya dimasukkan dalam
plastik tahan panas dan disterilkan dengan autoklaf pada suhu
121 C selama 30 menit. Pinset dan jarum ose disterilkan
dengan cara memijarkan pada pada api bunsen.
Seluruh media pembenihan (Nutrien Agar, Sabouraud
Dextrose Agar dan Sabouraud Dextrose Liquid) disterilkan
dengan autoklaf pada suhu 121

C selama 15 menit.

Pengerjaan aseptis dilakukan di dalam Laminar Air Flow


yang sebelumnya telah dibersihkan dengan larutan alkohol
70%, lalu disterilkan dengan lampu UV yang dinyalakan
selama kurang lebih 2 jam sebelum digunakan (Pertiwi,
2010).
3.3.4.2 Pembuatan Medium
1. Nutrient Agar (NA)
Sebanyak 28 gram medium disuspensikan ke dalam
1 L akuades. Medium dipanaskan sampai mendidih agar
tercampur dengan sempurna. Kemudian didiamkan dan
disterilkan di dalam autoklaf selama 15 menit, pada suhu
121 C, tekanan 1-2 atm.
2. Sabouraud Dextrose Agar (SDA)
Sebanyak 65 gram SDA disuspensikan dengan 1 L
akuades. Medium dipanaskan sampai mendidih agar
tercampur dengan sempurna. Kemudian didiamkan dan
disterilkan di dalam autoklaf selama 15 menit, pada suhu
121 C, tekanan 1-2 atm.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

24

3. Sabouraud Dextrose Liquid (SDL)


Sebanyak 30 gram medium disuspensikan ke dalam
1 L akuades. Medium dipanaskan sampai mendidih agar
tercampur dengan sempurna. Kemudian didiamkan dan
disterilkan di dalam autoklaf selama 15 menit, pada suhu
121 C, tekanan 1-2 atm.
3.3.4.3 Peremajaan Mikroba
1. Peremajaan Bakteri Uji (Staphylococcus aureus)
Bakteri uji diremajakan dengan menggoreskan
bakteri menggunakan jarum ose pada media agar miring
Nutrien Agar dan diinkubasi pada suhu 37 C selama 24
jam (Nurcahyanti, Dewi & Timotius, 2011).
2. Peremajaan Jamur Uji (Candida albicans)
Jamur uji diremajakan dengan menggoreskan jamur
menggunakan jarum ose pada media agar miring
Sabouraud Dextrose Agar dan diinkubasi pada suhu
ruang selama 3 hari (Rathi, Bhaskar & Patel 2010).
3.3.4.4 Pembuatan Suspensi (Inokulum)
1. Pembuatan Suspensi Staphylococcus aureus
Staphylococcus aureus disuspensikan dalam larutan
NaCl 0,9% steril. Kemudian suspensi tersebut diukur
absorbansinya

menggunakan

spektrofotometer

pada

panjang gelombang 600 nm sampai diperoleh absorbansi


0,1 (setara dengan 1,5x106 CFU/mL) (Kuete et al., 2011).
2. Pembuatan Suspensi Candida albicans
Candida albicans disuspensikan ke dalam larutan
NaCl 0,9% dan diukur absorbansinya sampai diperoleh
absorbansi 0,12-0,15 (setara dengan 1,5 x 106 CFU/mL)
saat diukur menggunakan spektrofotometer pada panjang
gelombang 530 nm dengan larutan NaCl 0,9 % sebagai
blanko (Rathi, Bhaskar & Patel, 2010).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

25

3.3.4.5 Pembuatan Larutan Uji


Larutan uji dibuat dengan melarutkan ekstrak herba
kemangi NH, EA, E1 dan E2 pada masing-masing pelarut.
Untuk penentuan aktivitas antimikroba, konsentrasi larutan
uji yang digunakan adalah 4000, 2000, 1000, 500, 250, 125,
100, 50, 25 dan 12,5 g/mL.
3.3.4.6 Penentuan Aktivitas Antimikroba
1) Metode Difusi Agar
a. Bakteri
Aktivitas antibakteri dapat ditentukan dengan metode
difusi agar. Sebanyak 0,1 mL suspensi bakteri uji
dimasukkan ke dalam cawan petri yang telah berisi
medium NA steril. Kemudian letakkan cakram kertas yang
telah ditetesi larutan uji dengan konsentrasi 4000, 2000,
1000, 500, 250, 125, 100, 50, 25 dan 12,5

g/mL pada

permukaan agar yang telah ditanami bakteri. Amoksisilin


25 g/mL digunakan sebagai kontrol positif dan pelarut nheksana, etil asetat dan etanol 70% digunakan sebagai
kontrol negatif. Diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37
C. Aktivitas antibakteri diamati berdasarkan diameter
daerah hambat yang ditunjukkan dengan daerah bening
yang terbentuk disekeliling kertas cakram dan diukur
menggunakan penggaris. Hasil pengukuran dicatat.
b. Jamur
Penentuan aktivitas antijamur dari ekstrak herba
kemangi terhadap Candida albicans dilakukan dengan
metode difusi agar menggunakan kertas cakram. Media
agar SDA yang sudah cair dituangkan ke dalam cawan
petri steril dan dibiarkan menjadi padat. Setelah memadat,
sebanyak 0,1 mL suspensi jamur disebar ke permukaan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

26

medium agar secara merata. Kertas cakram steril


diletakkan diatas medium agar dan ditetesi larutan uji
dengan konsentrasi 4000, 2000, 1000, 500, 250 dan 125
g/mL. Diinkubasi pada suhu ruang selama

3 hari.

Sebagai kontrol positif digunakan ketokonazol 10 g/mL.


Aktivitas antijamur diamati berdasarkan diameter daerah
hambat yang ditunjukkan dengan daerah bening yang
terbentuk

disekeliling

menggunakan

kertas

penggaris.

Hasil

cakram

dan

diukur

pengukuran

dicatat.

(Skema Penentuan Aktivitas Antimikroba Ekstrak Herba


Kemangi terhadap Staphylococcus aureus dapat dilihat
pada lampiran 3).

2) Metode Dilusi Cair


Metode dilusi cair dilakukan dengan menyiapkan
beberapa tabung reaksi yang sudah steril, larutan uji dan
larutan kontrol. Selanjutnya tiap-tiap tabung diisi dengan
0,5 mL medium SDL. Selanjutnya ditambahkan 0,5 mL
larutan uji pada tabung reaksi yang pertama, di vortex,
diambil 0,5 mL campuran medium SDL dan larutan uji
pada tabung pertama dan ditambahkan pada tabung kedua
dan seterusnya sampai konsentrasi 125 g/mL, lalu ambil
0,5 mL larutan pada tabung terakhir dan dibuang sehingga
masing-masing tabung berisi 0,5 mL. Kemudian tambahkan
0,1 mL suspensi jamur 1,5x106 CFU mL dan 0,4 mL
medium SDL pada masing-masing tabung reaksi dan di
vortex. Selanjutnya diinkubasi pada suhu 25-28 C selama 3
hari. Hasil percobaan diketahui berdasarkan kekeruhan
(Skema

Penentuan

Aktivitas

Antimikroba

terhadap

Candida albicans dapat dilihat pada lampiran 4).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
4.1.1 Determinasi Tanaman
Hasil identifikasi yang dilakukan di Herbarium Bogoriense
Pusat Penelitian Botani, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI),
Bogor menunjukkan bahwa tanaman yang digunakan dalam penelitian
ini adalah herba kemangi (Ocimum americanum L.). Hasil determinasi
dapat dilihat pada lampiran 1.
4.1.2 Karakteristik Ekstrak
Hasil uji pemeriksaan karakteristik ekstrak herba kemangi
dalam berbagai fase dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4.1 Pemeriksaan Organoleptis Ekstrak Herba Kemangi
Parameter

Ekstrak NH

Bentuk
ekstrak

kental,
berminyak,
lengket
hijau
kecoklatan
khas
(aromatis)

Warna
Bau

Ekstrak EA

Ekstrak E1

Ekstrak E2

Kental

Kental

kental

hijau
kehitaman
khas
(aromatis)

Cokelat

hijau
kehitaman
khas

Khas

Pemeriksaan Parameter Non Spesifik Ekstrak Herba Kemangi


Tabel 4.2 Rendemen
Bahan uji

Berat

Rendemen (%)

Herba kemangi segar

34 kg

Total simplisia

4,830 kg

Ekstrak NH

40,9 gram

1,295

Ekstrak EA

74,4 gram

2,355

Ekstrak E1

170,6 gram

5,4

Ekstrak E2

126

12,85

* Perhitungan rendemen dapat dilihat pada lampiran 5.


27

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

28

Tabel 4.3 Kadar Air


Nama Ekstrak

w1 (gram)

w2 (gram)

x (gram)

Ekstrak NH

16,4173

15,9233

15,1473

Kadar Air
22,40 %

Ekstrak EA

16,5174

16,3102

15,5166

20,70 %

Ekstrak E1

24,0523

23,8649

23,0489

18,67 %

Ekstrak E2

15,6805

15,4404

14,6805

24,01 %

* Perhitungan Kadar Air dapat dilihat pada lampiran 6.


Tabel 4.4 Kadar Abu
Nama Ekstrak

Berat Ekstrak
(gram)

Berat Abu
(gram)

Ekstrak NH

1,5566

0,1314

Kadar abu
(%)
8,44

Ekstrak EA

1,4870

0,1456

9,79

Ekstrak E1

1,4832

0,1523

10,27

Ekstrak E2

2,5485

0,4286

16,82

* Perhitungan kadar abu dapat dilihat pada lampiran 7.


4.1.3 Penapisan Fitokimia Ekstrak Herba Kemangi
Hasil uji penapisan fitokimia pada ekstrak herba kemangi
dalam berbagai fase menunjukkan adanya senyawa alkaloid, flavonoid
Hasil uji penapisan fitokimia dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4.5 Hasil Uji Penapisan Fitokimia Ekstrak Herba Kemangi
Identifikasi
senyawa

Ekstrak

Alkaloid

NH
-

EA
-

E1
-

E2
+

Flavonoid

Saponin

Steroid

Triterpenoid

Tanin

* Hasil skrining fitokimia dapat dilihat pada lampiran 8.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

29

4.1.4 Penentuan Aktivitas Antimikroba Ekstrak Herba Kemangi


terhadap Staphylococcus aureus dan Candida albicans dengan
Metode Difusi Agar
Penentuan aktivitas ekstrak herba kemangi dalam fase etil
asetat menunjukkan diameter daerah hambat yang lebih luas
dibandingkan dengan ekstrak fase n-heksana, fase etanol 70% dan
etanol 70%. Hasil pengukuran diameter daerah hambat dapat dilihat
pada tabel barikut :
Tabel 4.6 Hasil uji aktivitas antimikroba ekstrak herba kemangi
(Metode Difusi Agar)
Mikroba
Uji

Staphylococcus
aureus

Candida
albicans

Konsentrasi
(g/mL)

Diameter daerah hambat (mm)


Ekstrak NH Ekstrak EA Ekstrak E1

4000

9,5

12

Ekstrak
E2
10

2000

8,5

10,5

7,5

9,0

1000

8,0

10

6,5

8,5

500

7,5

9,0

8,0

250

7,0

8,0

7,0

125

6,5

7,5

6,5

100

50

25

12,5

kontrol (-)
pelarut
kontrol (+)
amoksilin
4000

36

34

31

37

2000

1000

500

250

125

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

30

kontrol (-)
0
0
0
pelarut
kontrol (+)
38,5
37
35,5
ketokonazol
*Keterangan : 0 mm = tidak terdapat diameter daerah hambat

0
39

Gambar hasil uji aktivitas ekstrak herba kemangi dapat dilihat pada lampiran 9.

4.1.5 Penentuan Aktivitas Antimikroba Ekstrak Herba Kemangi


terhadap Candida albicans (Metode Dilusi Cair)
Penentuan nilai KHM berdasarkan atas konsentrasi minimal
ekstrak yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Penentuan nilai
KHM dilakukan terhadap Staphylococcus aureus dan Candida
albicans dengan konsentrasi 2000, 1000, 500, 250, 125 g/mL yang
dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 4.7 Hasil uji aktivitas antimikroba ekstrak herba kemangi
terhadap Candida albicans (Metode Dilusi Cair)
Mikroba
uji

Konsentrasi
(g/mL)

Ekstrak NH

Ekstrak EA

Ekstrak E1

Ekstrak
E2

2000

1000

500

Candida

250

albicans

125

kontrol (-)
pelarut
kontrol (+)
+
+
ketokonazol
*Keterangan : tanda positif (+) = aktif sebagai antijamur
tanda negatif (-) = tidak aktif sebagai antijamur

Gambar hasil uji aktivitas ekstrak herba kemangi dapat dilihat pada lampiran 10.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

31

4.2 Pembahasan
Ocimum spp. merupakan salah satu tanaman yang berkhasiat sebagai
obat yang termasuk famili Labiatae. Sampai sekarang sudah ditemukan 7 jenis
tanaman Ocimum, yaitu Ocimum gratissimum, Ocimum basillicum, Ocimum
americanum L., Ocimum klimandschavicum, Ocimum minimum, Ocimum
viridae L. dan Ocimum sanctum (Hadipoentyanti & Wahyuni, 2004).
Penelitian yang telah ada menunjukkan bahwa Ocimum spp.
mengandung senyawa yang bersifat insektisida, larvasida, nematisida,
antipiretik, fungisida, antibakteri dan antioksidan (Nurcahyanti, Dewi &
Timotius, 2011; Maryati, Fauzia & Rahayu, 2007).
Bahan utama yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah ekstrak
herba kemangi (Ocimum americanum L.), sesuai dengan hasil determinasi
yang dilakukan di Herbarium Bogoriense Pusat Penelitian Botani, Lembaga
Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Bogor. Herba kemangi diperoleh dari
perkebunan daerah Grogol, Kecamatan Limo, Depok. Herba kemangi
dipanen pada umur 2 bulan, dengan kondisi tanah gembur, tanpa pestisida
dan sistem pengairan menggunakan air hujan dan air kali di dekat kebun.
Sebelum dimaserasi, herba kemangi yang telah dipanen, disortasi
basah, dicuci dengan air mengalir dan dikeringkan (terlindung dari sinar
matahari

langsung).

Selanjutnnya,

herba

kemangi

diblender

untuk

memperoleh serbuk dengan tujuan untuk meningkatkan luas permukaan


sampel sehingga pelarut lebih mudah masuk ke dalam sel dan menarik
komponen aktif yang larut untuk keluar dari dalam sel.
Proses pembuatan ekstrak herba kemangi pada penelitian ini adalah
metode ekstraksi maserasi menggunakan pelarut dengan kepolaran yang
bertingkat, yaitu n-heksana, etil asetat dan etanol 70% serta maserasi
langsung dengan etanol 70%. Maserasi adalah proses pengekstrakan
simplisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan
atau pengadukan pada temperatur kamar (Depkes, 2000). Maserasi bertingkat
bertujuan untuk memisahkan senyawa-senyawa yang mempunyai kepolaran
yang berbeda, yaitu untuk memisahkan senyawa yang non polar, semi polar
dan polar.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

32

Dari hasil ekstraksi diperoleh rendemen ekstrak NH 1,295%, ekstrak


EA 2,355% dan ekstrak E1 5,4%. Dari hasil perhitungan tersebut dapat
diketahui bahwa ekstrak fase etanol 70% mempunyai rendemen yang paling
besar, karena kemungkinan kandungan senyawa polar pada ekstrak herba
kemangi lebih banyak dibandingkan senyawa semi polar dan non polar.
Rendemen ekstrak herba kemangi yang dimaserasi langsung dengan pelarut
etanol 70% (E2) adalah 12,85%, hal ini dikarenakan senyawa yang bersifat
non polar, semi polar dan polar tertarik semua oleh pelarut etanol 70%.
Selanjutnya dilakukan karakterisasi

ekstrak untuk mengetahui

karakteristik mutu dari ekstrak yang digunakan, karakterisasi yang dilakukan


yaitu kadar air dan kadar abu.
Nilai kadar air ekstrak NH, EA, E1 dan E2 berturut-turut 22,40%,
20,70%, 18,67% dan 24,01%. Nilai ini menunjukkan kandungan air yang
terdapat di dalam ekstrak. Ekstrak kering mempunyai kadar air < 5%, ekstrak
kental 5-30% dan ekstrak cair > 30%. Berdasarkan rentang kadar air tersebut,
ekstrak yang diperoleh termasuk ekstrak kental. Kadar air dikatakan cukup
beresiko jika lebih dari 10%, diantaranya dapat mempengaruhi stabilitas
ekstrak dan bentuk sediaan selanjutnya (Saifudin, Rahayu & Teruna, 2011).
Nilai kadar abu ekstrak NH, EA, E1 dan E2 berturut-turut 8,84%,
9,79%, 10,27% dan 16,82%. Nilai ini menunjukkan kandungan mineral
internal dan eksternal yang berasal dari proses awal sampai terbentuknya
ekstrak. Menurut Materia Medika Indonesia kadar abu yang diperbolehkan
untuk ocimum sp. yaitu < 13%. Kadar abu yang diperoleh untuk ekstrak fase
n-heksana, fase etil asetat dan fase etanol 70% sesuai dengan literatur, tetapi
untuk ekstrak etanol 70% melebihi kadar abu yang diperbolehkan.
Dari hasil penelitian sebelumnya diketahui kandungan kimia pada
Ocimum americanum L. yaitu, minyak atsiri, karbohidrat, fitosterol, alkaloid,
fenolik, tanin, lignin, pati, saponin, flavonoid, terpenoid dan antrakuinon
(Dhale, Birari & Dhulgande, 2010; Sarma & Babu, 2011).
Berdasarkan uji penapisan fitokimia yang telah dilakukan pada herba
kemangi ekstrak NH menunjukkan hasil positif steroid, pada EA
menunjukkan hasil positif saponin dan steroid. Pada E1 positif flavonoid,

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

33

saponin, steroid, triterpenoid dan tanin. Untuk ekstrak yang dimaserasi


langsung dengan etanol 70% (E2) menunjukkan hasil positif alkaloid,
flavonoid, saponin, steroid, triterpenoid dan tanin.
Selanjutnya ekstrak yang diperoleh dilakukan uji aktivitas antimikroba
terhadap Staphylococcus aureus (ATCC 25925) dengan metode difusi agar
dan Candida albicans (ATCC 10231) dengan metode dilusi cair. Pelarut nheksana, etil asetat dan etanol digunakan sebagai kontrol negatif. Amoksisilin
25

g/mL digunakan sebagai kontrol positif untuk uji antibakteri dan

ketokonazol 10 g/mL sebagai kontrol positif untuk antijamur.


Hasil pengujian aktivitas antimikroba ekstrak herba kemangi
menunjukkan

ekstrak

EA

memiliki

diameter

hambat

lebih

besar

dibandingkan dengan ekstrak NH, E1 dan E2 terhadap pertumbuhan bakteri


Staphylococcus aureus pada konsentrasi yang sama. Perbedaan kemampuan
penghambatan tersebut diduga karena perbedaan pelarut yang digunakan,
sehingga kandungan kimia dalam ekstrak juga berbeda-beda.
Berdasarkan penelitian diperoleh diameter daerah hambat ekstrak
herba kemangi NH, EA, E1 dan E2 terhadap Staphylococcus aureus pada
konsentrasi 4000 g/mL secara berturut-turut, 9,5 mm, 12 mm, 9 mm, dan 10
mm. Pada konsentrasi 2000 g/mL memiliki diameter daerah hambat 8,5
mm, 10,5 mm, 7,5 mm dan 9 mm. Pada konsentrasi 1000 g/mL diameter
daerah hambat masing-masing 8 mm, 10 mm, 6,5 mm dan 8,5 mm.
Ekstrak NH, EA, E1 dan E2 pada konsentrasi 500 g/mL memiliki
diameter daerah hambat 7,5 mm, 9 mm, 0 mm dan 8 mm. Pada konsentrasi
250 g/mL diameter daerah hambatnya 7 mm, 8 mm, 0 mm dan 7 mm.
Diameter daerah hambat pada konsentrasi 125 g/mL secara berturut-turut
6,5 mm, 7,5 mm, 0 mm dan 6,5 mm. Ekstrak E1 pada konsentrasi 500, 250
dan 125 g/mL sudah tidak menunjukkan aktivitas terhadap Staphylococcus
aureus, hal ini diketahui dengan tidak adanya diameter daerah hambat yang
terlihat disekeliling cakram kertas.
Pada konsentrasi 100, 50, 25 dan 12,5 g/mL ekstrak herba kemangi
NH, EA, E1 dan E2 tidak menunjukkan adanya aktivitas terhadap

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

34

Staphylococcus aureus, hal ini diketahui dengan tidak adanya diameter


daerah hambat yang terlihat disekeliling cakram kertas.
Selanjutnya dilakukan pengujian aktivitas antimikroba terhadap
Candida albicans menggunakan metode dilusi cair dengan konsentrasi 2000,
1000, 500, 250 dan 125 g/mL. Metode ini dilakukan karena pada metode
difusi agar tidak terbentuk diameter daerah hambat Candida albicans,
sehingga tidak dapat diketahui aktivitas antimikroba dari ekstrak herba
kemangi terhadap Candida albicans.
Aktivitas antimikroba dapat dilihat dari kekeruhan larutan uji dan
pertumbuhan mikroba saat dibiakkan pada medium agar padat. Berdasarkan
penelitian yang telah dilakukan ekstrak EA menunjukkan aktivitas
antimikroba yang lebih besar dibandingkan ekstrak lain, karena Candida
albicans mulai menunjukkan adanya pertumbuhan pada konsentrasi 250
g/mL, tetapi pada konsentrasi 500 g/mL tidak terjadi pertumbuhan
Candida albicans, sementara pada ekstrak NH, E1 dan E2 dapat menghambat
pertumbuhan pada konsentrasi 2000 g/mL.
Aktivitas antimikroba dari ekstrak tanaman diklasifikasikan kuat jika
nilai KHM

100 g/mL, sedang jika 100 > KHM 625 g/mL dan lemah

nilai KHM

625 g/mL (Kuete et al, 2011).

Pada penelitian ini, belum bisa ditentukan nilai KHM masing-masing


ekstrak terhadap Staphylococcus aureus dan Candida albicans. Sesuai
dengan tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui aktif atau tidaknya
ekstrak herba kemangi terhadap Staphylococcus aureus dan Candida
albicans. Berdasarkan hasil penelitian ekstrak herba kemangi NH, EA, dan
E2 masih mempunyai aktivitas terhadap Staphylococcus aureus pada
konsentrasi 125

g/mL dan pada konsentrasi 100

g/mL sudah tidak

menunjukkan aktivitasnya, yang diketahui dengan tidak terbentuknya


diameter daerah hambat disekeliling cakram kertas. Ekstrak E1 menunjukkan
aktivitas pada konsentrasi 2000 dan 1000 g/mL terhadap Staphylococcus
aureus dan mulai konsentrasi 500 g/mL sudah tidak menunjukkan aktivitas.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

35

Ekstrak herba kemangi EA masih mempunyai aktivitas pada


konsentrasi 500 g/mL terhadap Candida albicans dan pada konsentrasi 250
g/mL sudah tidak menunjukkan aktivitasnya, yang ditunjukkan dengan
terjadinya kekeruhan pada konsentrasi tersebut. Ekstrak NH, E1 dan E2
menunjukkan aktivitas pada konsentrasi 2000 g/mL dan mulai konsentrasi
1000 g/mL sudah tidak menunjukkan aktivitas terhadap Candida albicans.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
1. Ekstrak herba kemangi fase n-heksana (NH), fase etil asetat (AE) dan fase
etanol 70% (E1) serta ekstrak etanol 70% (E2) memiliki aktivitas
antimikroba terhadap Staphylococcus aureus dan Candida albicans.
2. Ekstrak herba kemangi NH, EA dan E2 menunjukkan aktivitas terhadap
Staphylococcus aureus sampai konsentrasi 125 g/mL dengan diameter
daerah hambat berturut-turut 6,5 mm, 7,5 mm dan 6,5 mm.
3. Ekstrak herba kemangi E1 menunjukkan aktivitas sampai konsentrasi
1000

g/mL terhadap Staphylococcus aureus dengan diameter daerah

hambat 6,5 mm.


4. Ekstrak herba kemangi EA menunjukkan aktivitasnya sampai konsentrasi
500 g/mL terhadap Candida albicans.
5. Ekstrak NH, E1 dan E2 hanya menunjukkan aktivitas pada konsentrasi
2000 g/mL terhadap Candida albicans.

5.2 Saran
Perlu dilakukannya penelitian lebih lanjut untuk mengetahui senyawa
aktif antimikroba dari ekstrak herba kemangi.

36

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR PUSTAKA
Adiguzel, Ahmet., et al. 2005. Antimicrobial Effects of Ocimum basilicum
(Labiatae) Extract. Turk J Biol, 29 : 155-160, (Online), (12 April 2012)
Akbar, Hendra Rizki. 2010. Isolasi dan Identifikasi Golongan Flavonoid Daun
Dendang Gendis (Clinacanthus nutans) Berpotensi sebagai Antioksidan.
Departemen Kimia : FMIPA IPB
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2000. Parameter Standar Umum
Ekstrak Tumbuhan Obat, Cetakan I. Jakarta
Devi, K., Devi G. K., Thirumaran, G., Arumugam, R., & Anantharaman, P. 2010.
Antibacterial Activity of Selected Medicinal Plants from Parangipettai Coastal
Regions Southeast Coast of India. Academic Journal of Plant Sciences, 3(3):
122-125. (Online). (11 April 2012, 08:52). http://www .idosi.org/ajps/3(3)10/5.pdf
Dhale, D. A., Birari, A. R., & Dhulgande, G. S. 2010. Preliminary Screening of
Antibacterial and Phytochemical Studies of Ocimum americanum Linn. Journal of
Ecobiotechnology, (Online), 2/8 : 11-13, (11 April 2012) http://journalecobiotechnology.com
E, Amadi. J., Salami, S. O., & Eze, C.S. 2010. Antifungal Properties and
Phytochemical Screening of Extracts of African Basil (Ocimum gratissimum L.).
Agriculture and Biology Journal of North America, 1 (2) : 163-166., (Online):
2151-7525 (http://www.scihub.org/ABJNA, diakses pada tanggal 12 April 2012)
Farnsworth, N. R. 1966. Biological and Phytochemical Screening of Plants.
Journal of Pharmaceutical Sciences. 55: 225-276.
Ghosal, M., & Mandal, P. 2012. Phytochemical Screening and Antioxidant
Activities of Two Selected Bihi Fruits Used as Vegetables in Darjeeling
Himalaya. International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences. ISSN :
0975-1491. 4(2). (Online). (02 Mei 2012, 17:42). http:// www.mijppsjournal.com/
Vol4Issue2/3555.pdf.
Gupta, Shweta., Mediratta, Pramod K., Singh, Surender., Sharma, K K., &
Shukla, Rimi. 2006. Antidiabetic, Antihypercholesterolaemic and Antioxidant
Effect of Ocimum sanctum (Linn) seed Oil. Indian Journal of Experimental
Biology, Vol. 44, pp. 300-304
Hadipoentyanti, Endang., & Wahyuni, Sri. 2008. Keragaman Selasih (Ocimum
spp.) Berdasarkan Karakter Morfologi Produksi dan Mutu Herba, Jurnal Littri,
(Online), Vol 14(4). hal. 141-148 (03 April 2012) http://www.perkebunan.
litbang. deptan.go.id
Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia Jilid III. Badan Litbang
Kehutanan Jakarta, hal. 1702

37

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

38

Islam, M. Saiful., et al. 2011. In Vitro Antioxidant and Anti-neoplastic Activities


of Ocimum sanctum Leaves in Ehrlich Ascites Carcinoma Bearing Mice.
International Journal of Cancer Research, p. 1-13
J, Okonkwo. C., & U, Njoku. O. 2011. Antioxidant Effect of Ocimum
gratissiumum LINN. Leaf Against Carbon Tetrachloride (CCl4)-Induced
Oxidative Stress in Wistar Albino Rats. International Journal of Current Research,
Vol. 2, Issue. 1, pp. 001-007
Jawetz, E., et al. 1995. Mikrobiologi untuk Profesi Kesehatan, Edisi 16. Alih
Bahasa oleh Dr. H. Tonang. Jakarta : EGC
K, Ladipo. M., F, Doherty. V., & C, Kanife U. 2010. Phytochemical Screening
and Antibacterial Investigation of The Extract of Ocimum gratissimum (Scent
Leaf) On Selected Enterobacteriaceae 6(2): 75-84
Kuete., et al. 2011. Antimicrobial Activities of the Methanol Extract and
Compounds from Artocarpus communis (Moraceae). BMC Complementary and
Alternative Medicine, 11:12. http://www.biomedcentral.com/1472-6882/11/42
Manawean, Yulia. 2010. Khasiat Daun Kemangi, hal 1-7. http://yuliamanawean.
student.umm.ac.id/2010/02/11/khasiat-daun-kemangi
Martono, Budi., Hadipoentyanti, Endang., & Udarno, Laba. 2004. Plasma Nutfah
Insektisida Nabati. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat Perkembangan
Teknologi TRO VOL. XVI, No. 1, hal 52
Maryati., Fauzia, Ratna Sorayya., & Rahayu, Triastuti. 2007. Uji Aktivitas
Antibakteri Minyak Atsiri Daun Kemangi (Ocimum basillicum L.) terhadap
Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Jurnal Penelitian Sains dan
Teknologi, Vol. 8, No. 1 : 30-38
Meera, R., Devi, P., Kameswari, B., Madhumitha, B., & Merlin, N. J. 2009.
Antioxidant and Hepatoprotective Activities of Ocimum basillicum Linn. and
Trigonella foenum-graecum Linn. against H2O2 and CCl4 Induced Hepatotoxicity
in Goat Liver. Indian Journal of Experimental Biology, Vol. 47, pp. 584-590
(Online). (11 April 2012, 13:10). http://nopr.niscair.res.in/bitstream/123456789/
5044/1/IJEB% 2047(7)%20584-590.pdf
Nurcahyanti, Agustina. D. R., Dewi, Lusiawati., & Timotius, Kris H. 2011.
Aktivitas Antioksidan dan Antibakteri Ekstrak Polar dan Non Polar Biji Selasih
(Ocimum sanctum Linn). Jurnal Teknologi dan Industri Pangan, Vol. XXII, No.1
Pelczar, Michael J. and Chan, E. C. S. 1988. Dasar-Dasar Mikrobiologi 2.
Terjemahan : Ratna Siri Hadioetomo., et al. Jakarta : UI Press
Pertiwi, Nursitasari. 2010. Uji Aktivitas Antibakteri dan Mekanisme
Penghambatan Ekstrak Air Campuran Daun (Piper betle L.) dan Kaput Sirih
(Ca(OH)2) terhadap Beberapa Bakteri Uji. Jurusan Farmasi, Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Jakarta
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

39

Pratiwi, Sylvia. T. 2008. Mikrobologi Farmasi. Jakarta : Erlangga


R, Balaji., G, Prakash., P, Sunganya Devi., & M, Aravinthan K. 2011. Antioxidant
Activity of Methanol Extract of Ocimum tenuiflorum (Dried Leaf and Stem).
International Journal of Pharma Research and Development, (online), 3 (1) : 2027 (12 April 2012) www.ijprd.com
Rathi, Sanjesh G., Bhaskar, Vaidhun H., & Patel, Paras G. 2010. Antifungal
Activity of Embelia Ribes Plant Extracts. International Journal on Pharmaceutical
and Biological Research, Vol.1 (1) : 6-10
Saifudin, Aziz., Rahayu, Viesa., & Teruna, Hilwan Yuda. 2011. Standardisasi
Bahan Obat Alam Edisi I. Yogyakarta : Graha Ilmu
Sarma, D. Sai Koteswar., & Babu, A. Venkata Suresh. 2011. Pharmacognostic
and phytochemical studies of Ocimum americanum. Journal of Chemical and
Pharmaceutical Research. Volume 3, Nomor 3. Hal. 337 347 (online). (09 April
2012, 09:06) www.jocpr.com
Siemonsma, J. S., & Piluek, K. 1994. Plant Resources of South-East Asia No. 8
Vegetable. Prosea Fundation. Bogor
Steenis, C. G. G. J. Van., et al. 1981. Flora, Untuk Sekolah di Indonesia, Cetakan
Ketiga. Terjemahan oleh Ir. Moeso Surjowinoto., dkk. Jakarta : PT Pradniya
Paramita
Thaweboon, Sroisiri., & Thaweboon, Boonyanit. 2009. In Vitro Antimicrobial
Activity of Ocimum americanum L. Essential Oil Against Oral Microorganisms.
Southeast Asian J Trop Med Public Healt, Vol. 40 No. 5

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 1. Hasil Determinasi

40

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 2. Skema Proses Maserasi

Pengumpulan sampel
(34 kg herba kemangi) *

Determinasi tanaman

disortasi basah

Pencucian sampel
dikeringkan dan dirajang

4,830 kg serbuk
herba kemangi

Diblender

diambil

3,159 kg serbuk

980 gr serbuk
dimaserasi dengan etanol 70 %

Filtrat etanol

dimaserasi dengan
29 L n-heksana

Ampas

dievaporasi

Ekstrak kental
etanol (E2)
diuji

-Kadar abu
-Skrining fitokimia
- Aktivitas antimikroba

Filtrat nheksana

Ampas
dimaserasi dengan
25 L etil asetat

dievaporasi

Ekstrak kental
n-heksana(NH)
diuji

-Kadar abu
-Skrining fitokimia
- Aktivitas antimikroba

41

Filtrat etil
asetat

Ampas

**

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

42

(Lanjutan)

**
Ampas

Filtrat etil
asetat
dievaporasi

dimaserasi dengan
20 L etanol 70 %

Ekstrak kental etil


asetat (EA)
diuji

-Kadar abu
-Skrining fitokimia
- Aktivitas antimikroba

Filtrat etanol

Ampas

dievaporasi

Ekstrak kental
etanol (E1)
diuji

-Kadar abu
-Skrining fitokimia
- Aktivitas antimikroba

Keterangan : * 34 kg herba kemangi digunakan oleh 3 orang peneliti


** lanjutan proses berikutnya.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 3. Skema Penentuan Aktivitas Antimikroba Ekstrak Herba Kemangi


(Metode Difusi Agar)

Medium Nutrien Agar (NA) dan


Sabouraud Dextrose Agar (SDL)

10

Dituang ke cawan petri


dan dibiarkan membeku

Masing-masing larutan uji dibuat


konsentrasi : 1 (4000), 2 (2000), 3
(1000), 4 (500), 5 (250), 6 (125), 7 (100),
8 (50), 9 (25) dan 10 (12,5 g/mL)

cakram kertas kosong


ditetesi dengan berbagai
konsentrasi larutan uji

0,1 mL suspensi bakteri yang


telah diukur absorbasinya,
diinokulasi pada medium NA

0,1 mL suspensi jamur yang


telah diukur absorbasinya,
diinokulasi pada media SDA

Letakkan cakram kertas


yang telah ditetesi berbagai
konsentrasi larutan uji pada
permukaan medium NA

Letakkan cakram kertas


yang telah ditetesi berbagai
konsentrasi larutan uji pada
permukaan medium SDA

Diinkubasi selama 24
jam, suhu 37 0C (bakteri)

Diinkubasi selama 3 hari,


suhu 25-28 0C (jamur)

Diukur diameter zona


hambat yang terbentuk

43

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 4. Skema Penentuan Aktivitas Antimikroba Ekstrak Herba Kemangi


terhadap Candida albicans (Metode Dilusi Cair)

0,5 mL
0,5 mL

Larutan induk

2000 g/mL

1000 g/mL

0,5 mL

0,5 mL

0,5 mL

500 g/mL

250 g/mL 125 g/mL

4000 g/mL
0,5 mL larutan induk dimasukkan
kedalam masing-masing tabung
telah berisi 0,5 mL medium SDL

Tabung
kontrol

0,5 mL medium SDL + 0,5 mL


pelarut (diambil 0,5 mL
campuran) + 0,1 mL suspensi
jamur + 0,4 mL medium SDL

ditambahkan 0,1 mL suspensi jamur + 0,4 mL


medium SDL kedalam masing-masing tabung

Divortex dan diinkubasi selama 3 hari,


suhu 25-28 C

Di amati kekeruhannya

44

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 5. Hasil Perhitungan Rendemen Ekstrak Herba Kemangi

Rendemen =

Bobot ekstrak (gram )


Bobot simplisia (gram )

x 100 %

1. Ekstrak NH
Bobot ekstrak

= 40,9 gram

Bobot simplisia

= 3159 gram

% Rendemen

40,9
3159

x 100 %

= 1,295 %
2. Ekstrak EA
Bobot ekstrak

= 74,4 gram

Bobot simplisia

= 3159 gram

% Rendemen

74,4
3159

x 100 %

= 2,355 %
3. Ekstrak E1
Bobot ekstrak

= 170,6 gram

Bobot simplisia

= 3159 gram

% Rendemen

170,6
3159

x 100 %

= 5,4 %
4. Ekstrak E2
Bobot ekstrak

= 126 gram

Bobot simplisia

= 980 gram

% Rendemen

126
980

x 100 %

= 12,85 %
45

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 6. Hasil Perhitungan Kadar Air Ekstrak Herba Kemangi

Kadar Air =

w1w2
w1x

x 100 %

Keterangan :
w1 = berat cawan dan ekstrak sebelum dipanaskan (gram)
w2 = berat cawan dan ekstrak sesudah dipanaskan (gram)
x

= berat cawan kosong (gram)

1. Ekstrak NH
w1 = 16,1473 gram
w2 = 15,9233 gram
x

= 15,1473 gram

Kadar Air =

16,1473 15,9233
16,1473 15,1473

x 100 % = 22,40 %

2. Ekstrak EA
w1 = 16,5174 gram
w2 = 16,3102 gram
x

= 15,5166 gram

Kadar Air =

16,5174 16,3102
16,5174 15,5166

x 100 % = 20,70 %

3. Ekstrak E1
w1 = 24,0523 gram
w2 = 23,8649 gram
x

= 23,0489 gram

Kadar Air =

24,0523 23,8649
24,0523 23,0489

x 100 % = 18,67 %

4. Ekstrak E2
w1 = 15,6805 gram
w2 = 15,4404 gram
x

= 14,6805 gram

Kadar Air =

15,6805 15,4404
15,6805 14,6805

x 100 % = 24,01 %

46

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 7. Hasil Perhitungan Kadar Abu Ekstrak Herba Kemangi

Kadar Abu =

berat abu (gram )


berat ekstrak (gram )

x 100 %

1. Ekstrak NH
Berat abu

= 0,1314 gram

Berat ekstrak

= 1,5566 gram

Kadar abu

0,1314
1,5566

x 100 %

= 8,44 %
2. Ekstrak EA
Berat abu

= 0,1456 gram

Berat ekstrak

= 1,4870 gram

Kadar abu

0,1456
1,4870

x 100 %

= 9,79 %
3. Ekstrak E1
Berat abu

= 0,1523 gram

Berat ekstrak

= 1,4832 gram

Kadar abu

0,1523
1,4832

x 100 %

= 10,27 %
4. Ekstrak E2
Berat abu

= 0,4286 gram

Berat ekstrak

= 2,5485 gram

Kadar abu

0,4286
2,5485

x 100 %

= 16,82 %

47

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 8. Gambar Hasil Skrining Fitokimia Ekstrak Herba Kemangi

1. Ekstrak NH
Golongan
senyawa

Alkaloid

Flavonoid

Saponin

Steroid

Triterpenoid

Tanin

Perlakuan

Gambar

0,5 gr ekstrak + 5 mL HCl 2 N


dipanaskan, setelah dingin di
saring, filtrat ditambahkan
reagen Meyer

0,5 gr ekstrak + 2 mL etanol


70% + serbuk magnesium +
beberapa tetes HCl pekat

0,5 gr ekstrak + 20 mL
aquabides dan di kocok

0,5 gr ekstrak + 2 mL kloroform


+ H2SO4 pekat diteteskan pelanpelan dari sisi dinding tabung
reaksi

Hasil uji

0,5 gr ekstrak + 1 mL kloroform


+ 1 ml asetat anhidrad
(dinginkan) + 2 mL H2SO4 pekat

0,5 gr ekstrak + FeCl3 0,1%

48

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

49

(Lanjutan)

2. Ekstrak Fase EA
Golongan
senyawa

Alkaloid

Flavonoid

Saponin

Perlakuan

Gambar

Hasil uji

0,5 gr ekstrak + 5 mL HCl 2 N


dipanaskan, setelah dingin di saring,
filtrat ditambahkan reagen Meyer

0,5 gr ekstrak + 2 mL etanol 70% +


serbuk magnesium + beberapa tetes
HCl pekat

0,5 gr ekstrak + 20 mL aquabides


dan di kocok

Steroid

0,5 gr ekstrak + 2 mL kloroform +


H2SO4 pekat diteteskan pelan-pelan
dari sisi dinding tabung reaksi

Triterpenoid

0,5 gr ekstrak + 1 mL kloroform + 1


ml asetat anhidrad (dinginkan) + 2
mL H2SO4 pekat

0,5 gr ekstrak + FeCl3 0,1%

Tanin

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

50

(Lanjutan)

3. Ekstrak E1
Golongan
senyawa

Alkaloid

Flavonoid

Saponin

Steroid

Triterpenoid

Tanin

Perlakuan

0,5 gr ekstrak + 5 mL HCl 2


N dipanaskan, setelah dingin
di saring, filtrat ditambahkan
reagen Meyer

0,5 gr ekstrak + 2 mL etanol


70% + serbuk magnesium +
beberapa tetes HCl pekat

0,5 gr ekstrak + 20 mL
aquabides dan di kocok

0,5 gr ekstrak + 2 mL
kloroform + H2SO4 pekat
diteteskan pelan-pelan dari
sisi dinding tabung reaksi

0,5 gr ekstrak + 1 mL
kloroform + 1 ml asetat
anhidrad (dinginkan) + 2 mL
H2SO4 pekat

0,5 gr ekstrak + FeCl3 0,1%

Gambar

Hasil uji

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

51

(Lanjutan)

4. Ekstrak E2
Golongan
senyawa

Alkaloid

Flavonoid

Saponin

Steroid

Triterpenoid

Tanin

Perlakuan

0,5 gr ekstrak + 5 mL HCl 2 N


dipanaskan, setelah dingin di
saring, filtrat ditambahkan
reagen Meyer

0,5 gr ekstrak + 2 mL etanol


70% + serbuk magnesium +
beberapa tetes HCl pekat

0,5 gr ekstrak + 20 mL
aquabides dan di kocok

0,5 gr ekstrak + 2 mL
kloroform + H2SO4 pekat
diteteskan pelan-pelan dari sisi
dinding tabung reaksi

0,5 gr ekstrak + 1 mL
kloroform + 1 ml asetat
anhidrad (dinginkan) + 2 mL
H2SO4 pekat

0,5 gr ekstrak + FeCl3 0,1%

Gambar

Hasil uji

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 9. Hasil Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Herba Kemangi terhadap


Staphylococcus aureus dan Candida albicans (Metode Difusi Agar)

1. Ekstrak Herba Kemangi NH terhadap Staphylococcus aureus

Konsentrasi 4000 g/mL Konsentrasi 2000 g/mL


(Diameter daerah hambat (Diameter daerah hambat
= 9,5 mm)
= 8,5 mm)

Konsentrasi 1000 g/mL


(Diameter daerah hambat
= 8 mm)

Konsentrasi 500 g/mL


Konsentrasi 250 g/mL
(Diameter daerah hambat (Diameter daerah hambat
= 7,5 mm)
= 7 mm)

Konsentrasi 125 g/mL


(Diameter daerah hambat
= 6,5 mm)

Kontrol negatif
(n-heksana)
(Diameter daerah
hambat = 0 mm)

Kontrol positif
(amoksisilin)
(Diameter daerah
hambat = 36 mm)

52

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

53

(Lanjutan)

2. Ekstrak Herba Kemangi EA terhadap Staphylococcus aureus

Konsentrasi 4000 g/mL Konsentrasi 2000 g/mL


(Diameter daerah hambat (Diameter daerah hambat
= 12 mm)
= 10,5 mm)

Konsentrasi 1000 g/mL


(Diameter daerah hambat
= 10 mm)

Konsentrasi 500 g/mL Konsentrasi 250 g/mL


(Diameter daerah hambat (Diameter daerah hambat
= 9 mm)
= 8 mm)

Konsentrasi 125 g/mL


(Diameter daerah hambat
= 7,5 mm)

Kontrol negatif
(etil asetat)
(Diameter daerah
hambat = 0 mm)

Kontrol positif
(amoksisilin)
(Diameter daerah
hambat = 34 mm)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

54

(Lanjutan)

3. Ekstrak Herba Kemangi E1 terhadap Staphylococcus aureus

Konsentrasi 4000 g/mL Konsentrasi 2000 g/mL


(Diameter daerah hambat (Diameter daerah hambat
= 9 mm)
= 7,5 mm)

Konsentrasi 1000 g/mL


(Diameter daerah hambat
= 6,5 mm)

Konsentrasi 500 g/mL Konsentrasi 250 g/mL


(Diameter daerah hambat (Diameter daerah hambat
= 0 mm)
= 0 mm)

Konsentrasi 125 g/mL


(Diameter daerah hambat
= 0 mm)

Kontrol negatif
(etanol 70%)
(Diameter daerah
hambat = 0 mm)

Kontrol positif
(amoksisilin)
(Diameter daerah
hambat = 31 mm)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

55

(Lanjutan)

4. Ekstrak Herba Kemangi E2 terhadap Staphylococcus aureus

Konsentrasi 4000 g/mL Konsentrasi 2000 g/mL


(Diameter daerah hambat (Diameter daerah hambat
= 10 mm)
= 9 mm)

Konsentrasi 1000 g/mL


(Diameter daerah hambat
= 8,5 mm)

Konsentrasi 500 g/mL Konsentrasi 250 g/mL


(Diameter daerah hambat (Diameter daerah hambat
= 8 mm)
= 7 mm)

Konsentrasi 125 g/mL


(Diameter daerah hambat
= 6,5 mm)

Kontrol negatif
(etanol 70%)
(Diameter daerah
hambat = 0 mm)

Kontrol positif
(amoksisilin)
(Diameter daerah
hambat = 37 mm)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

56

(Lanjutan)

5. Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Herba Kemangi terhadap Candida albicans


4

3
5
3

6
1

Ekstrak NH
3

1
Ekstrak EA

2
5

6
1

6
Ekstrak E1

2
1
Ekstrak E2

Gambar 3.5 Hasil Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Herba Kemangi terhadap
Candida albicans
Keterangan :
1. Konsentrasi 4000 g/mL, dengan diameter daerah hambat 0 mm
2. Konsentrasi 2000 g/mL, dengan diameter daerah hambat 0 mm
3. Konsentrasi 1000 g/mL, dengan diameter daerah hambat 0 mm
4. Konsentrasi 500 g/mL, dengan diameter daerah hambat 0 mm
5. Konsentrasi 250 g/mL, dengan diameter daerah hambat 0 mm
6. Kontrol negatif, dengan diameter daerah hambat 0 mm
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 10. Hasil Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Herba Kemangi terhadap
Candida albicans (Metode Dilusi Cair)
1. Ekstrak NH

2000

1000

500

250

125

K2

K1

* Keterangan : konsentrasi ( g/mL)


Kontrol 1 (K1) : medium + n-heksana + Candida albicans
Kontrol 2 (K2) : medium
2. Ekstrak EA

K2
2000

1000

500

125

K1

250

* Keterangan : konsentrasi ( g/mL)


Kontrol 1 (K1) : medium + etil asetat + Candida albicans
Kontrol 2 (K2) : medium
57

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

58

(Lanjutan)
3. Ekstrak E1

250

K2

500
2000

1000

125

K1

* Keterangan : konsentrasi ( g/mL)


Kontrol 1 (K1) : medium + etanol 70% + Candida albicans
Kontrol 2 (K2) : medium
4. Ekstrak E2

1000

500

250

K1

K2

125

2000

* Keterangan : konsentrasi ( g/mL)


Kontrol 1 (K1) : medium + etanol 70% + Candida albicans
Kontrol 2 (K2) : medium

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Anda mungkin juga menyukai