Anda di halaman 1dari 82

UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI FRAKSI n-HEKSANA DAN

FRAKSI ETIL ASETAT DAUN SIBO (Leea indica F) terhadap


Staphylococcus aureus dan Escherichia coli

SKRIPSI

OLEH:

ROY INDRIANTO BANGAR S

NIM 141501214

PROGRAM SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN

2019
UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI FRAKSI n-HEKSANA DAN
FRAKSI ETIL ASETAT DAUN SIBO (Leea indica F) terhadap
Staphylococcus aureus dan Escherichia coli

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana


Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

OLEH:

ROY INDRIANTO BANGAR S

NIM 141501214

PROGRAM SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN

2019
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah

memberikan karunia yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan

penyusunan skripsi yang berjudul Uji Aktivitas Antibakteri Fraksi n-heksana dan

Fraksi Etilasetat Daun Sibo (Leea indica F) terhadap Staphylococcus aureus dan

Escherichia coli. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

gelar Sarjana Farmasi di Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Sibo telah digunakan sebagai obat tradisional sebagai antidiare,

antidisentri, antispasmodik dan juga untuk mengobati vertigo. Daun sibo juga

berkhasiat sebagai obat kepala pusing. Di Kabupaten Karo daun sibo digunakan

sebagai ramuan obat untuk infeksi luka. Daun sibo memiliki kandungan senyawa

metabolit sekunder berupa alkaloid, flavonoid, triterpenoid/steroid, tanin dan

saponin yang dapat berguna sebagai antibakteri. Penelitian ini bertujuan

mengetahui aktivitas antibakteri fraksi n-heksana dan fraksi etilasetat dari daun

sibo. Hasil yang didapat yaitu fraksi etilasetat dan fraksi n-heksana memberikan

aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Hasil

penelitian ini diharapkan bisa menjadi sumber informasi bagi penelitian

selanjutnya.

Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak

Drs. Nahitma Ginting, M.Si., Apt., yang telah membimbing penulis dengan penuh

kesabaran dan tanggung jawab hingga selesainya penyusunan skripsi ini. Ucapan

terima kasih juga penulis sampaikan kepada kepada Ibu Dr. Marline Nainggolan,

M.S., Apt., selaku ketua penguji, Ibu Dra. Erly Sitompul., M.Si., Apt., selaku

anggota penguji yang telah memberikan saran untuk penyempurnaan skripsi ini,

iv
dan kepada Bapak Dadang Irfan Husori, M.Sc., Apt., selaku dosen penasehat

akademik serta Bapak dan Ibu staf pengajar Fakultas Farmasi USU yang telah

banyak membimbung penulis selama masa perkuliahan. Penulis juga

mengucapkan terima kasih kepada Ibu Prof. Dr. Masfria, M.S., Apt., selaku

Dekan Fakultas Farmasi yang telah menyediakan fasilitas kepada penulis selama

perkuliahan di Fakultas Farmasi.

Penulis juga mengucapkan rasa terima kasih dan penghargaan yang tulus

kepada kedua orangtua, Ayahanda Edison Siagian dan Ibunda Emmy Silaen, serta

Adikku, Robby, Vivi dan Monika atas limpahan kasih sayang, semangat dan doa

yang tidak ternilai dengan apapun. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada

para sahabat dan teman-teman yang selalu memberikan doa, dorongan dan

pengorbanan baik moril maupun materil dalam penyelesaian skripsi ini.

Medan, 25 Februari 2019


Penulis,

Roy Indrianto Bangar S


NIM 141501214

v
vi
UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI FRAKSI n-HEKSANA DAN FRAKSI
ETIL ASETAT DAUN SIBO (Leea indica F) terhadap Staphylococcus aureus
dan Escherichia coli

ABSTRAK

Latar Belakang: Sibo (Leea indica F.) secara tradisional telah digunakan sebagai
obat antinflamasi, antibakteri ,antidiare, mengobati disentri, mengobati vertigo,
antidiabetes, dan juga mengobati penyakit kulit. Leea indica umumnya dikenal
sebagai mali-mali di Indonesia terutama di Sumatera,di Kabupaten Karo Sumatera
utara tumbuhan ini umumnya dikenal sebagai sibo. Leea indica adalah tanaman
perdu asli Asia tropis, Australia, Bangladesh, India, China, Bhutan dan Malaysia.
Tujuan: Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui aktivitas antibakeri fraksi n-
heksana dan fraksi etil asetat terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan
Escherichia coli,
Metode: Penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimental dengan meliputi
pengumpulan sampel, ,pemeriksaaan makroskopis,pemeriksaan mikroskopis,
,pembuatan simplisia,pemeriksaan karakteristik, skrining fitokima, pembuatan
ekstrak etanol daun sibo dengan cara maserasi kemudian difraksinasi berturut-
turut dengan pelarut n-heksana,etilasetat kemudian dilakukan dengan pengujian
aktivitas antibakteri terdadap bakteri Staphylococus aureus dan Escherichia coli
dengan metode difusi agar.
Hasil:.Hasil pemeriksan makroskopis adalah daun majemuk berbentuk berseling
lonjong, tepi daun bergerigi, tulang daun menyirip, ujung daun runcing panjang
dan bulat, panjang daun 8-16 cm, lebar daun 2- 8 cm. Hasil pemeriksaan
mikroskopis daun sibo terdapat stomata tipe parastik, terdapat trikoma glandular
dan trikoma non glandular. Pada daun terdapat kristal Ca oksalat yang banyak
dengan tipe druse..Hasil karakterisasi simplisia diperoleh kadar air 9,33% kadar
sari larut air 11,32%, kadar sari larut etanol 6,92%, kadar abu total 8,1% dan
kadar abu tidak larut dalam asam 0,88%. Skrining fitokimia serbuk simplisia dan
ekstrak etanol menunjukkan adanya kandungan alkaloid, flavonoid, glikosida,
saponin, tanin dan steroid/triterpenoid. Fraksi n-heksana hanya mengandung
golongan steroid/triterpenoid saja dan pada fraksi etilasetat mengandung
flavonoid, glikosida, saponin dan tanin. Hasil uji aktivitas antibakteri pada fraksi
etilasetat menunjukan aktivitas antibakteri terkuat dibanding dengan fraksi n-
heksana dengan diameter hambat pertumbuhan bakteri Staphylococus aureus dan
Escherichia coli pada konsentrasi 500 adalah 16,66 mm dan 16,26 mm sedangkan
pada fraksi n-heksan diameter hambat pertumbuhan bakteri Staphylococus aureus
dan Escherichia coli pada konsentrasi 500 adalah 10,5 mm dan 10 mm.
Kesimpulan : Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa fraksi n-heksana dan
fraksi etilasetat daun sibo memberikan aktivitas antibakteri terhadap bakteri
Staphylococus aureus dan Escherichia coli.

Kata kunci : Sibo, fraksi n-heksana,fraksi etilasetat, antibakteri

vii
ANTIBACTERIAL ACTIVITY OF n-HEXANA FRACTION AND
ETHYLACETATE FRACTION OF SIBO LEAF (Leea indica F) AGAINTS
Staphylococcus aureus and Escherichia coli

ABSTRACT

Background: Sibo (Leea indica F.) has traditionally been used as an anti-
inflammatory drug, antibacterial, antidiarrheal, treating dysentery, treating vertigo,
antidiabetic, and also treating skin diseases. Leea indica is commonly known as
the ancestor in Indonesia, especially in Sumatra, in the North Sumatra Karo
Regency this plant is commonly known as sibo. Leea indica is a shrub native to
tropical Asia, Australia, Bangladesh, India, China, Bhutan and Malaysia.
Objective: The purpose of this study was to determine the antibacterial activity of
n-nexan fraction and ethyl acetate fraction against Staphylococcus aureus and
Escherichia coli bacteria,
Method: This study was conducted with an experimental method that included
sample collection, macroscopic examination, microscopic examination, making
simplicia, checking characteristics, fitokima screening, making ethanol extract of
sibo leaves by masseration then fractionating successively with n-hexane,
ethylacetate then carried out by testing the antibacterial activity towards
Staphylococus aureus and Escherichia coli bacteria with agar diffusion method.
Results: Macroscopic examination results were compound leaves with oval-
shaped leaves, jagged leaf edges, pinnate leaf bones, long and round tapered
leaves, 8-16 cm long leaves, 2-8 cm leaf widths. The results of microscopic
examination of sibo leaves have parastic type stomata, there are glandular
trichomes and non-glandular trichomes. In the leaves there are many Ca oxalate
crystals with the type of druse ... The results of simplicia characterization obtained
9.33% moisture content of water soluble extract 11.32%, soluble extract content
of ethanol 6.92%, total ash content 8.1% and levels acid insoluble ash 0.88%.
Phytochemical screening of simplicia powder and ethanol extract showed the
presence of alkaloids, flavonoids, glycosides, saponins, tannins and steroids /
triterpenoids. The n-hexane fraction contains only steroids / triterpenoids and in
the ethylacetate fraction contains flavonoids, glycosides, saponins and tannins.
The antibacterial activity test on ethylacetate fraction showed the strongest
antibacterial activity compared to the n-hexane fraction with inhibitory diameter
growth of Staphylococus aureus and Escherichia coli bacteria at a concentration of
500 was 16.66 mm and 16.26 mm while the n-hexane fraction inhibited bacterial
growth Staphylococus aureus and Escherichia coli at concentrations of 500 were
10.5 mm and 10 mm.
Conclusion: Antibacterial activity test of n-hexane fraction showed no effective
inhibition of Staphylococus aureus and Escherichia coli bacteria, whereas the
etilaacetate fraction showed effective inhibition in Staphylococus aureus and
Escherichia coli bacteria at concentrations of 400 mg / ml and 300 mg / ml.

Keywords: Sibo, n-hexana fraction, ethylacetate fraction, antibacterial

viii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................ i
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ iii
KATA PENGANTAR ........................................................................................... iv
SURAT PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT ....................................................... vi
ABSTRAK ........................................................................................................... vii
ABSTRACT ......................................................................................................... vii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xii
DAFTAR GAMBAR DALAM LAMPIRAN ...................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................1
1.2 Perumusan Masalah ........................................................................................ 4
1.3 Hipotesis ..........................................................................................................4
1.4 Tujuan Penelitian ..............................................................................................5
1.5 Manfaat Penelitian ...........................................................................................5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................6
2.1 Uraian Tumbuhan ..............................................................................................6
2.1.1 Morfologi Tumbuhan .....................................................................................6
2.1.2 Habitat ............................................................................................................6
2.1.3 Sistematika Tumbuhan ...................................................................................6
2.1.4 Nama Asing ....................................................................................................6
2.1.5 Sinonim Tumbuhan ........................................................................................7
2.1.6 Nama Daerah ..................................................................................................8
2.1.7 Manfaat Sibo ...................................................................................................8
2.1.8 Kandungan Kimia ..........................................................................................8
2.2 Uraian Kandungan Kimia .................................................................................9
2.2.1 Glikosida .........................................................................................................9
2.2.2 Flavonoid ........................................................................................................9
2.2.3 Steroid/Triterpenoid ......................................................................................10
2.2.4 Tanin .............................................................................................................10
2.2.5 Saponin..........................................................................................................10
2.2.6 Alkaloid .........................................................................................................11
2.3 Ekstraksi ..........................................................................................................12
2.4 Fraksinasi (Ekstraksi Cair-Cair) ......................................................................14
2.5 Bakteri .............................................................................................................14
2.5.1 Uraian Umum ...............................................................................................14
2.5.2 Staphylococcus aureus .................................................................................17
2.5.3 Escherichia coli .............................................................................................17
2.6 Morfologi Bakteri ............................................................................................19
2.7 Fase Pertumbuhan Mikroorganisme ..............................................................20
2.8 Uji Aktivitas Antimikroba ...............................................................................21
2.9 Sterilisasi .........................................................................................................23
2.9.1Sterilisasi dengan pemanasan secara kering .................................................23
2.9.1Sterilisasi dengan pemanasan secara basah ...................................................24
BAB III METODE PENELITIAN ........................................................................25

ix
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ......................................................................25
3.2 Alat dan Bahan ..............................................................................................25
3.1.1 Alat ..............................................................................................................25
3.1.2 Bahan ..........................................................................................................26
3.3 Penyiapan Bahan ............................................................................................26
3.3.1 Pengambilan Bahan Tumbuhan ..................................................................26
3.3.2 Identifikasi Tumbuhan ................................................................................27
3.3.3 Pembuatan Simplisia .....................................................................................27
3.3.4 Karakterisasi Simplisia .................................................................................27
3.3.4.1 Pemeriksaan Makroskopik ........................................................................27
3..4.2 Pemeriksaan Mikroskopik............................................................................27
3.3.4.3 Penetapan Kadar Air .................................................................................28
3.3.4.4 Penetapan Kadar Sari Yang Larut Dalam Air ............................................29
3.3.4.5 Penetapan Kadar Sari Yang Larut Dalam Etanol .......................................29
3.3.4.6 Penetapan Kadar Abu Total .......................................................................29
3.3.4.7 Penetapan Kadar Abu Tidak Larut Dalam Asam .......................................29
3.4 Pembuatan Pereaksi .......................................................................................30
3.4.1 Pereaksi Mayer ..............................................................................................30
3.4.2 Pereaksi Dragendorff ...................................................................................30
3.4.3 Pereaksi Bouchardat ......................................................................................30
3.4.4 Pereaksi Molish .............................................................................................31
3.4.5 Pereaksi Lieberman-Bourchard .....................................................................31
3.4.6 Pereaksi Besi (iii) Klorida 1% b/v ...............................................................31
3.4.7 Pereaksi Timbal (II) Asetat 0,4 M ................................................................31
3.4.8 Pereaksi Natrium Hidroksia 2 N ..................................................................31
3.4.9 Pereaksi Asam Klorida 2 N ...........................................................................31
3.5 Skrining Fitokimia ...........................................................................................31
3.5.1 Pemeriksaan Alkaloida..................................................................................31
3.5.2 Pemeriksaan Glikosida .................................................................................31
3.5.3 Pemeriksaan Saponin ....................................................................................33
3.5.4 Pemeriksaan Tanin ........................................................................................33
3.5.5 Pemeriksaan Flavonoid .................................................................................33
3.5.6 Pemeriksaan Steroid/Triterpenoid ................................................................33
3.6 Pembuatan Ekstrak ..........................................................................................34
3.6.1 Pembuatan fraksi n-heksana dan etilasetat ....................................................34
3.7 Uji Aktifitas Antibakteri .................................................................................35
3.7.1 Strerilisasi alat ...............................................................................................35
3.7.2 Pembuatan media .........................................................................................35
3.7.2.1 Nutrient agar (NA) ....................................................................................35
3.7.2.2 Nutrient broth (NB) ...................................................................................35
3.7.3 Pembuatan media agar miring ......................................................................36
3.7.4 Pembiakan bakteri .........................................................................................36
3.7.4.1 Pembuatan stok kultur bakteri ....................................................................36
3.7.4.2 Persiapan inokulum bakteri ........................................................................36
3.7.5 Pembuatan larutan uji dengan berbagai variasi konsentrasi ........................37
3.8 Metode Pengujian Efek Antibakteri Secara In Vitro ......................................37
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ..............................................................38
4.1 Hasil Identifikasi Tumbuhan ........................................................................38

x
4.1.1 Hasil pemeriksaan makroskopis ................................................................38
4.1.2 Hasil pemeriksaan mikroskopis ................................................................38
4.2 Hasil Pemeriksaan Karakterisasi Simplisia ..................................................38
4.3 Hasil Skrining Fitokimia ..............................................................................40
4.4 Hasil Ekstraksi dan Fraksinasi .....................................................................42
4.5 Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Fraksi n-Heksana dan Fraksi
Etilasetat Daun Sibo .....................................................................................43
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................46
5.1 Kesimpulan ......................................................................................................46
5.2 Saran .................................................................................................................46
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................47
LAMPIRAN .............................................................................................................5

xi
DAFTAR TABEL

4.1 Hasil pemeriksan serbuk simplisia daun sibo (Leea indica F.).... .................. 40
4.2 Hasil skrining fitokimia ...............................................................................41
4.3 Hasil pengukuran diamter rata-rata daerah hambatan pertumbuhan
bakteri uji pada faksi n-heksana .................................................................43
4.4 Hasil pengukuran diamter rata-rata daerah hambatan pertumbuhan
bakteri uji pada faksi etilasetat ...................................................................43

xii
DAFTAR GAMBAR DALAM LAMPIRAN
`
1. Tumbuhan Sibo ...............................................................................................50
2. Daun daun sibo ...............................................................................................50
3. Simplisia daun sibo .........................................................................................51
4. Sebuk simplisia daun sibo ...............................................................................51
5. Penampang membujur daun sibo ...................................................................52
6. Penampang melintang daun sibo ....................................................................53
7. Pengujian aktivitas antibakteri fraksi n-heksana daun sibo terhadap
Eschericia coli ................................................................................................64
8. Pengujian aktivitas antibakteri fraksi n-heksana daun sibo terhadap
Staphylococus aureus ......................................................................................65
9. Pengujian aktivitas antibakteri fraksi etilasetat daun sibo terhadap
Eschericia coli ................................................................................................66
10. Pengujian aktivitas antibakteri fraksi etilasetat daun sibo terhadap
Staphylococus aureus ......................................................................................67

xiii
DAFTAR LAMPIRAN
`
1. Hasil identifikasi tumbuhan ............................................................................50
2. Gambar tumbuhan dan daun sibo....................................................................51
3. Gambar simplisia dan serbuk simplisia daun sibo ..........................................52
4. Hasil pemeriksaan mikroskopik sebuk simplisia
daun sibo .........................................................................................................53
5. Bagan kerja penelitian ....................................................................................55
6. Bagan pembuatan ekstrak etanol daun sibo ................................................56
7. Bagan pembuatan fraksi n- heksan dan fraksi etilasetat
daun sibo .........................................................................................................57
8. Bagan pengujian aktivitas antibakteri .............................................................58
9. Perhitungan karakterisasi simplisia daun sibo ................................................59
10. Data hasil uji aktivitas antibakteri fraksi n-heksan daun sibo
terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan bakteri Escherichia
coli ..................................................................................................................62
11. Data hasil uji aktivitas antibakteri fraksi etilasetat daun sibo
terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan bakteri Escherichia
coli...................................................................................................................63
12. Gambar pengujian aktifitas antibakteri fraksi n-heksan daun sibo .................64
13. Gambar hasil uji aktivitas antibakteri fraksi etilasetat daun
sibo ..................................................................................................................66

xiv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Infeksi adalah masuknya mikroorganisme ke dalam tubuh, yang dapat

menimbulkan penyakit (Pratiwi, 2008). Penyakit infeksi merupakan salah satu

masalah kesehatan masyarakat yang penting, khususnya di negara berkembang

seperti Indonesia. Salah satu obat andalan untuk mengatasi masalah tersebut

adalah antimikroba antara lain antibakteri/antibiotik, antijamur dan antivirus,

antiprotozoa. Antibiotik adalah obat paling banyak digunakan untuk infeksi yang

disebabkan oleh bakteri. Berbagai studi menemukan bahwa 40-62% antibiotik

digunakan secara tidak tepat antara lain untuk penyakit-penyakit yang sebenarnya

tidak memerlukan antibiotik. Pada penelitian tentang kualitas penggunaan

antibiotik di rumah sakit ditemukan 30-80% tidak didasarkan pada indikasi

penyakit. Intensitas penggunaan antibiotik yang relatif tinggi menimbulkan

berbagai permasalahan dan merupakan ancaman global bagi kesehatan, terutama

resistensi terhadap antibiotik (Kemenkes RI, 2011).

Salah satu upaya untuk menanggulangi resistensi terhadap antibiotik

adalah mengembangkan antibakteri baru dari bahan tumbuhan. Penelitian

dilakukan untuk menemukan obat baru yang lebih efektif untuk melawan penyakit

yang disebabkan bakteri, jamur dan virus (Redaksi Agromedia, 2008 )

Pengembangan obat tradisional diusahakan agar dapat sejalan dengan

pengobatan modern. Berbagai penelitian dan pengembangan yang memanfaatkan

kemanjuan teknologi juga dilakukan sebagai upaya peningkatan mutu dan

1
keamanan produk yang diharapkan dapat lebih meningkatkan kepercayaan

terhadap obat tradisional tersebut (InfoPOM, 2005).

Di Sumatera Utara khususnya didaerah karo masih banyak tanaman

digunakan sebagai sumber obat salah satunya adalah tanaman sibo. Sibo (Leea

indica F.) umumnya dikenal sebagai girang di Indonesia (Hutapea dkk., 1994).

Sibo (Leea indica F.) termasuk tumbuhan liar yang telah digunakan

sebagai obat tradisional sebagai antidiare, antidisentri, antispasmodik dan juga

untuk mengobati vertigo (Khare, 2007). Daun sibo juga berkhasiat sebagai obat

kepala pusing (Hutapea dkk., 1994). Di Kabupaten Karo daun sibo (Leea indica

F.) digunakan sebagai ramuan obat untuk infeksi luka.

Menurut Sinaga (2016) yang telah melakukan penelitian terhadap daun

titanus ( Leea aequata) yang mempunyai family sama dengan sibo (Leea indica

F.) yaitu Leeaceae, bahwa daun titanus memiliki efek antikejang terhadap

marmut.

Daun sibo (Leea indica F.) memiliki kandungan senyawa metabolit

sekunder berupa alkaloid, flavonoid, triterpenoid/steroid, tanin dan saponin

(Emran dkk., 2012). Karena kandungan senyawa polifenol yang tinggi maka daun

sibo (Leea indica F) memiliki aktivitas yang kuat sebagai antimikroba pada

bakteri gram positif dan gram negatif, dan beberapa spesies fungi (Srinivasan

dkk., 2009).

Staphylococcus aureus (gram positif) dapat menghasilkan enterotoksin

yang dapat menyebabkan gangguan perut. Beberapa penyakit infeksi yang

disebabkan oleh S. aureus adalah bisul, jerawat, impetigo, dan infeksi luka (Brook

dkk., 2001). Escherichia coli (gram negatif) merupakan flora normal yang

2
terdapat pada usus besar. Bakteri ini masuk ke dalam usus halus akan bersifat

patogen dan dapat menyebabkan diare (Syahrurachman dkk., 1993).

Ekstraksi merupakan suatu cara untuk menarik komponen kimia yang

terdapat dalam bahan simplisia. Cara ekstraksi yang tepat tergantung pada

susunan jaringan, kandungan air, bahan tanaman dan jenis zat yang diekstraksi.

Metode ekstraksi dapat digunakan dengan cara panas atau cara dingin. Metode

yang umum digunakan adalah cara dingin, yaitu maserasi atau bisa juga disebut

perendaman, maserasi merupakan cara ekstraksi yang paling sederhana.

Fraksinasi merupakan metode pemisahan campuran menjadi beberapa fraksi yang

berbeda susunannya. Fraksinasi diperlukan untuk memisahkan golongan utama

kandungan yang satu dari golongan utama yang lain. Prosedur pemisahan

senyawa dilakukan berdasarkan perbedaan kepolarannya. Sehingga penelitian ini

digunakan fraksinasi dengan n-heksan untuk menarik senyawa non polar, lalu

difraksinasi kembali dengan etil asetat untuk menarik senyawa polar yang salah

satunya adalah senyawa fenol yaitu flavonoid . Metode dari fraksinasi yang biasa

digunakan adalah metode ekstraksi cair-cair (Muchtaridi dkk., 2015).

Berdasarkan uraian di atas maka dilakukan penelitian uji aktivitas

antibakteri fraksi n-heksana dan fraksi etilasetat daun sibo (Leea indica F.)

terhadap bakteri Staphylococcus aureus (gram positif) dan bakteri Escherichia

coli (gram negatif). Penelitian ini meliputi pemeriksaan makroskopis daun,

pemeriksaan mikroskopis daun, karakterisasi simplisia, skrining fitokimia dan

menguji aktivitas antibakteri dari fraksi n-heksana dan fraksi etilasetat daun sibo

(Leea indica F.) terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli.

3
1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang d iatas, maka permaslahannya adalah :

a. Bagaimana identifikasi dan karakterisasi simplisia dari daun sibo (Leea

indica F.)?

b. Golongan senyawa kimia apa yang terdapat pada simplisia, ekstrak etanol ,

fraksi n-heksana dan fraksi etilasetat daun sibo (Leea indica F.) ?

c. Apakah fraksi n-heksana dan fraksi etilasetat daun sibo (Leea indica F.)

mempunyai aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus aureus dan

Escherichia coli ?

1.3 Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah, maka hipotesis penelitian ini adalah :

a. Karakteristik simplisia daun sibo (Leea indica F.) dapat ditentukan dengan

melakukan pemeriksaan mikroskopis, pemeriksan makroskopis dan

karakterisasi.

b. Serbuk simplisia daun sibo (Leea indica F.). dapat ditentukan golongan

metabolit sekunder kimianya dengan melakukan skrining fitokimia.

c. Fraksi n-heksana dan fraksi etilasetat daun sibo (Leea indica F.)

memberikan aktivitas antibakteri terhadap Escherichia coli dan

Staphylococcus aureus.

4
1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini adalah :

a. Untuk mengetahui karakteristik dari daun sibo (Leea indica F.)..

b. Untuk mengetahui golongan senyawa kimia pada simplisia, ekstrak etanol,

fraksi n-heksana dan fraksi etilasetat daun sibo (Leea indica F.).

c. Untuk mengetahui aktivitas antibakteri fraksi n-heksana dan fraksi

etilasetat daun sibo (Leea indica F.) terhadap Staphylococcus aureus dan

Escherichia coli.

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang

karakteristik simplisia, golongan senyawa metabolit sekunder dan aktivitas

antibakteri dari fraksi n-heksana dan fraksi etil asetat daun sibo terhadap

Staphylococcus aureus dan Escherichia coli.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tumbuhan

2.1.1 Morfologi Tumbuhan

Sibo (Leea indica F.) adalah tanaman perdu yang tinggi tanamannya

kurang lebih 5 meter. Batang tanaman tegak, berkayu, bulat, bekas melekatnya

daun nampak jelas dan batangnya berwarna hijau. Daun tanamannya majemuk,

bentuk daunnya berseling lonjong, pertulangan daunnya menyirip, panjang daun

8-16 cm, lebar daun 3-7 cm, tangkai bulat dan daun berwarna hijau. Bunga dari

tanaman ini majemuk, berkelamin dua, bunganya berbentuk payung, terdapat

diketiak daun, kelopak bunga berbentuk bintang, mahkota bunga berbentuk

torong, kepala sari berwarna putih. Buah berbentuk bulat dan berwarna hitam,

bijinya berbentuk bulat dan berwarna putih dan akarnya tunggang dan berwarna

coklat (Hutapea dkk., 1994)

2.1.2 Habitat

Leea indica adalah tanaman yang terdapat di India, Bangladesh, Asia

tenggara, Australia, Fiji. Di Indonesia tanaman ini banyak terdapat Sumatera,

Jawa dan Borneo. Tanaman ini umumnya terdapat di hutan-hutan primer maupun

sekunder dan banyak tumbuh dihutan pedesaaan, sering dijumpain sepanjang

sungai, di daerah bukit dan lereng-lereng pada ketinggian 1700 -2500 mdpl

(Steenis, 1976).

6
2.1.3 Sistematika Tumbuhan

Menurut Hutapea dkk. (1994), sistematika tumbuhan adalah sebagai

berikut :

Kindom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Kelas : Dicotyledoneae

Bangsa : Rhamnales

Suku : Leeacea

Marga : Leea

Jenis : Leea indica (Burm F)merr

2.1.4 Nama Asing

Sibo (Leea indica F.) memiliki nama lain seperti (Sanskrit), bandicoot

berry (English), hastipalash/kurkurjiwah(Hindi), karkani (Marathi), Ottannalam

(Tamil), Manipiranta(Malayalam), huo tong shu (Chinese) (Khare, 2007).

2.1.5 Sinonim Tumbuhan

Aquilicia otillis Gaertn., Aquilicia sambucina L. , Leea biserrata Miq.,

Leea celebica Clarke, Leea divaricata T. & B., Leea expansa Craib, Leea

fuliginosa Miq, .Leea gigantea Griff, ., Leea gracilis Laut., Leea longifolia Merr,

.Leea longifoliola Merr., Leea naumannii Engl., Leea novoguineensis Val, .Leea

otillis (Gaertn.) DC, Leea palembanica Miq., Leea pubescens Zipp. ex Miq., Leea

ramosi Merr., Leea robusta Blume, Leea roehrsiana Sanders ex Masters, Leea

sambucifolia Salisb, .Leea sambucina (L.) Willd., Leea sambucina var., biserrata

(Miq.), Leea sambucina var., heterophylla Miq., Leea sambucina var.,

occidentalis Clarke, Leea sambucina var., robusta Miq., Leea sambucina var.,

7
roehrsiana (Sanders) Chittenden, Leea sambucina var. simplex Miq, .Leea

sambucina var. sumatrana (Miq.) Miq., Leea staphylea Roxb, .Leea sumatrana

Miq., Leea sundaica Miq., Leea sundaica var. fuliginosa (Miq.) Miq., Leea

sundaica var. pilosiuscula Miq, .Leea sundaica var. subsessilis Miq., Leea

umbraculifera Clarke, Leea viridiflora Planch., Otillis zeylanica Gaertn.S,

taphylea indica Burm.f (Steenis, 1976).

2.1.6 Nama Daerah

Tumbuhan sibo (Leea indica F.) di Indonesia memiliki berbagai macam

nama daerah seperti malimali (melayu,borneo), kituwa (sunda), kayutuwa (jawa)

ghirang (Madura), kolatada (Ternate ), dan ngeteda (Halmahera),malimali hantu

(palembang) (Hutapea dkk., 1994).

2.1.7 Manfaat Tumbuhan Sibo

Sibo (Leea indica F.) termasuk tumbuhan liar yang telah digunakan

sebagai obat tradisional sebagai antidiare, antidisentri, antispasmodik dan juga

untuk mengobati vertigo (Khare, 2007). Daun sibo (Leea indica F.) berkasiat

sebagai obat pusing. Untuk obat kepala pusing dipakai kurang lebih 7 gram daun

segar daun sibo (Leea indica F.), dicuci, ditumbuk sampai lumat, kemudian

ditempelkan di pelipis kiri dan kanan (Hutapea dkk., 1994).

2.1.8 Kandungan Kimia

Sibo (Leea indica F.) mengandung berbagai macam senyawa metabolit

sekunder. Pada daun sibo yang telah dilakukan uji skrining fitokimia mengandung

glikosida, flavonoid, saponin, tanin, triterpenoid/steroid dan alkaloid (Emran dkk.,

2012). Pada daun sibo (Leea indica F.) teridentifikasi setidaknya dua puluh tiga

senyawa kimia yang dianalisis dengan GCMS senyawa kimia tersebeut termasuk

8
sebelas hidrokarbon, asam ftalat, asam palmitat, Eicosanol,solanesol, farnesol,

tiga ester asam ftalat, asam galat, lupeol, sitosterol, dan asam ursolat (Srinivasan

dkk., 2008).

2.2 Uraian Kandungan Kimia

2.2.1 Glikosida

Glikosida merupakan suatu senyawa yang bila dihidrolisis akan terurai

menjadi gula (glikon) dan senyawa lain (aglikon atau genin). Glikosida dibagi atas

4 tipe berdasarkan atom penghubung glikon dan aglikon, yaitu:

a. Tipe O-heterosida atau O-glikosida, jika glikon dan aglikonnya dihubungkan

oleh atom O, contohnya : salisin.

b. Tipe S-heterosida atau S-glikosida, jika glikon dan aglikonnya dihubungkan

oleh atom S, contohnya : sinigrin.

c. Tipe N-heterosida atau N-glikosida, jika glikon dan aglikonnya dihubungkan

oleh atom N, contohnya nikleosidin dan kronotosidin.

d. Tipe C-heterosida atau C-glikosida, jika glikon dan aglikonnya dihubungkan

oleh atom C, contohnya aloin dan viteksin (Fransworth, 1966).

2.2.2 Flavonoid

Flavonoid merupakan salah satu golongan fenol alam yag terbesar

mengandung 15 atom karbon dalam inti dasarnya, yang tersusun dalam

konfigurasi C6-C3-C6, yaitu dua cincin aromatis yang dihubungkan oleh satuan

tiga karbon yang dapat atau tidak dapat membentuk cincin ketiga (Markham,

1982). Flavonoida merupakan kandungan khas tumbuhan hijau yang terdapat pada

bagian tumbuhan termasuk daun, akar, kayu, kulit, tepung sari, nectar, bunga,

9
buah buni dan biji. Flavonoida bersifat polar karena mengandung sejumlah

hidroksil yang tersulih atau suatu gula (Markham, 1982).

2.2.3 Steroid/triterpenoid

Steroid adalah triterpena yang kerangka dasarnya sistem cincin siklo

pentana perhidrofenantren. Triterpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonya

berasal dari enam satuan isoprena dan secara biosintesis diturunkan dari

hidrokarbon C30 asiklik, yaitu skualena. Uji yang biasa digunakan adalah reaksi

Liebermann-Burchard yang dengan kebanyakan triterpen dan steroida

memberikan warna hijau-biru. Senyawa triterpenoid dan steroid berstruktur siklik

dengan berbagai gugus fungsi yang melekat padanya, seperti gugus alkohol,

aldehid atau asam karboksilat. Mereka berupa senyawa tidak berwarna, berbentuk

kristal, sering kali memiliki titik leleh tinggi dan bersifat aktif optik Triterpenoid

dapat dipilah menjadi sekurang-kurangnya empat golongan senyawa :

triterpenasebenarnya, steroid, saponin dan glikosida jantung. Triterpena tertentu

menjadi terkenal karena rasanya, terutama kepahitannya (Harborne, 1973)

2.2.4 Saponin

Saponin merupakan senyawa glikosida triterpenoida ataupun glikosida

steroida yang merupakan senyawa aktif permukaan dan bersifat seperti sabun

serta dapat dideteksi berdasarkan kemampuannya membentuk busa dan

menghemolisa sel darah merah (Harborne, 1973).

2.2.5 Tanin

Tanin adalah senyawa yang berasal dari tumbuhan, yang mampu

mengubah kulit hewan yang mentah menjadi kulit siap pakai karena

kemampuannya menyambung silang proteina. Tanin tumbuhan dibagi menjadi

10
dua golongan, yaitu tanin terkondensasi dan tanin terhidrolisis. Kadar tanin yang

tinggi mempunyai arti penting bagi tumbuhan yakni pertahanan bagi tumbuhan

dan membantu mengusir hewan pemakan tumbuhan. Tanin terkondensasi terdapat

pada paku-pakuan, gimnospermae dan angiospermae, sedangkan tanin

terhidrolisis penyebarannya terbatas pada tumbuhan berkeping dua. Beberapa

tanin terbukti mempunyai antioksidan dan menghambat pertumbuhan tumor

(Harborne, 1973).

2.2.6 Alkaloid

Alkaloid adalah sebuah golongan senyawa basa bernitrogen yang

kebanyakan heterosiklik dan terdapat pada tumbuh-tumbuhan tetapi tidak

mengecualikan senyawa yang berasal dari hewan. Asam amino, peptida, protein,

nukleotid, asam nukleik, gula amino dan antibiotik biasanya tidak digolongkan

sebagai alkaloid. Pada prinsip yang sama, senyawa netral yang secara biogenetik

berhubungan dengan alkaloid termasuk digolongan ini (Robinson, 1991).

Alkaloid dibagi menjadi 3 tipe yaitu alkaloid sejati, protoalkaloid dan

pseudoalkaloid. Alkaloid sejati dibentuk dari asam amino yang mempunyai unsur

N dalam sistem heterosiklik, memiliki aktivitas biologis, rasa pahit dan berbentuk

padatan warna putih. Protoalkaloid memiliki unsur N bukan dalam sistem

heterosiklik, strukturnya sederhana dan biasanya merupakan alkaloid minor.

Pseudoalkaloid memiliki unsure N dalam kerangka karbon yang tidak atau bukan

berasal dari asam amino, tetapi pada kenyataannya berkaitan dengan pembentuk

asam amino atau sebagai hasil reaksi aminasi dan tansaminasi (Harborne, 1973).

11
2.3 Ekstraksi

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut

sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair.

Diketahuinya senyawa aktif yang dikandung simplisia akan mempermudah

pemilihan pelarut dengan cara ekstraksi yang tepat. Ekstrak adalah sediaan kering,

kental atau cair dibuat dengan menyari simplisia nabati atau hewani menurut cara

dan pelarut yang cocok, di luar pengaruh cahaya matahari langsung (Depkes RI,

2000).

Menurut Depkes RI (2000), beberapa metode ekstraksi dengan

menggunakan pelarut yaitu:

a. Cara dingin

1. Maserasi adalah proses penyarian simplisia dengan cara perendaman

menggunakan pelarut dengan sesekali pengadukan pada suhu kamar.

Penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan terhadap maserat

pertama dan seterusnya disebut remaserasi.

2. Perkolasi adalah proses penyarian simplisia dengan pelarut yang selalu baru

sampai terjadi penyarian sempurna yang umumnya dilakukan pada

temperatur kamar. Proses perkolasi terdiri dari tahap pengembangan bahan,

tahap maserasi antara dan tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/

penampungan ekstrak).

b. Cara panas

1. Refluks adalah proses penyarian simplisia dengan menggunakan alat pada

temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas

yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

12
2. Digesti adalah proses penyarian dengan maserasi kinetik (pengadukan

kontinu) pada temperatur lebih tinggi dari temperatur ruangan, yaitu secara

umum dilakukan pada temperatur 40-50oC. Metode ini digunakan terhadap

sampel yang mengandung komponen kimia yang tahan terhadap sedikit

pemanasan

3. Sokletasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut yang selalu

baru, dilakukan menggunakan alat soklet sehingga terjadi ekstraksi kontinu

dengan pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

4. Infudansi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air pada

temperatur 90oC selama 15 menit.

5. Dekoktasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air pada

temperatur 90oC selama 30 menit.

2.4 Fraksinasi (Ekstraksi Cair-Cair)

Proses pemisahan selanjutnya masih menggunakan prinsip ekstraksi yang

dikenal dengan ekstraksi cair-cair atau yang biasa dikenal dengan nama fraksinasi.

Fraksinasi adalah suatu metode pemisahan senyawa organik berdasarkan

kelarutan senyawa-senyawa tersebut dalam dua pelarut yang tidak saling

bercampur, biasanya antara pelarut air dan pelarut organik (Dey dan Harborne,

1989).

Teknik pemisahan ekstraksi cair-cair ini biasanya dilakukan dengan

menggunakan corong pisah. Kedua pelarut yang saling tidak bercampur tersebut

dimasukkan ke dalam corong pisah, kemudian digojok dan didiamkan. Solut atau

senyawa organik akan terdistribusi ke dalam fasenya masing-masing bergantung

13
pada kelarutannya terhadap fase tersebut dan kemudian akan terbentuk dua

lapisan, yaitu lapisan atas dan lapisan bawah yang dapat dipisahkan dengan

membuka kunci pipa corong pisah (Odugbemi, 2008).

Ekstrak dipartisi dengan menggunakan peningkatan polaritas pelarut

seperti petroleum eter, n-heksan, kloroform, dietil eter, etilasetat dan etanol.

Pemilihan pelarut pada ekstraksi umumnya bergantung pada sifat analitnya

dimana pelarut dan analit harus memiliki sifat yang sama, contohnya analit yang

sifat lipofilitasnya tinggi akan terekstraksi pada pelarut yang relatif nonpolar

seperti n-heksan sedangkan analit yang semipolar terlarut pada pelarut yang

semipolar seperti etilasetat atau diklorometana (Venn, 2008).

Aglikon pada umumnya terekstraksi pada fraksi non-polar seperti

terpenoid dan steroid sedangkan flavonoid, glikosida, saponin dan gula ester

ditemukan pada fraksi yang lebih polar dan fraksi air. Petroleum eter dan n-

heksana juga dapat digunakan untuk menghilangkan lipid, wax dan senyawa

lemak (Dey dan harborne, 1989).

Pelarut yang dapat digunakan untuk ekstraksi ini cukup banyak, namun

ternyata ada banyak pelarut yang tidak memenuhi syarat. Pertama, pelarut harus

tidak bercampur dengan air, mempunyai titik didih yang rendah (jika digunakan

untuk evaporasi) dan sebaiknya memiliki densitas yang lebih rendah daripada air

(untuk membentuk lapisan atas sehingga pemisahan lebih mudah dilakukan).

Kedua, pelarut harus aman dan tidak merusak lingkungan jika digunakan seperti

n-heksana, metil tertier butil eter (MTBE) dan etilasetat (Venn, 2008).

14
2.5 Bakteri

2.5.1 Uraian Umum

Nama bakteri berasal dari kata “bakterion” dari bahasa Yunani yang

berarti tongkat atau batang, sekarang nama itu dipakai untuk menyebut

sekelompok mikroorganisme yang bersel satu, berbiak dengan pembelahan diri

serta demikian kecilnya sehingga hanya tampak dengan mikroskop (Volk dan

Wheeler, 1984).

Menrut Pratiwi (2008), berdasarkan pengecatan gram maka bakteri dapat

dibedakan menjadi dua bagian yaitu :

1. Bakteri Gram Positif, yaitu bakteri yang memberikan warna ungu saat diwarnai

dengan zat warna pertama (kristal violet) dan setelah dicuci dengan alkohol,

warna ungu tersebut akan tetap kelihatan. Kemudian ditambahkan zat warna

kedua (safranin), warna ungu pada bakteri tidak berubah.

2. Bakteri Gram Negatif, yaitu bakteri yang yang memberikan warna ungu saat

diwarnai dengan zat warna pertama (kristal violet) namun setelah dicuci dengan

alkohol, warna ungu tersebut akan hilang. Kemudian ditambahkan zat warna

kedua (safranin) akan menghasilkan warna merah.

Pertumbuhan dan perkembangan bakteri dipengaruhi oleh :

1. Zat makanan (nutrisi)

Sumber zat makanan bagi bakteri diperoleh dari senyawa karbon, nitrogen,

sulfur, fosfor, unsur logam (natrium, kalsium, magnesium, mangan, besi,

tembaga dan kobalt), vitamin dan air untuk fungsi metabolik dan

pertumbuhannya (Pelczar, Jr dan Chan, 1988).

15
2, Keasaman dan kebasaan (pH)

Kebanyakan bakteri patogen mempunyai pH optimum pertumbuhan antara 7,2-

7,6 (Syahrurachman dkk., 1993).

3. Temperatur

Proses pertumbuhan bakteri tergantung pada reaksi kimiawi dan laju reaksi

kimia yang dipengaruhi oleh temperatur. Menurut Pelczar, Jr dan Chan (1988),

bakteri yang dipengaruhi temperatur dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

a. Bakteri psikofil, yaitu bakteri yang dapat hidup pada temperatur 0-30oC,

dengan temperatur optimum adalah 10-20 oC.

b. Bakteri mesofil, yaitu bakteri yang dapat hidup pada temperatur 5-60 oC,

temperatur optimum adalah 25-40 oC.

c. Bakteri termofil, yaitu bakteri yang dapat hidup pada temperatur optimum

adalah 55-65 oC

4. Oksigen

Menurut Syahrurachman dkk. (1993), bakteri yang membutuhan oksigen

diklasifikasikan sebagai berikut :

a. Aerobik, yaitu bakteri yang membutuhkan oksigen dalam pertumbuhannya.

b. Anaerobik, yaitu bakteri yang dapat tumbuh tanpa oksigen.

c. Anaerobik fakultatif, yaitu bakteri yang dapat tumbuh dengan oksigen ataupun

tanpa oksigen.

d. Mikroaerofilik, yaitu bakteri yang dapat tumbuh baik dengan adanya sedikit

oksigen).

16
5. Tekanan osmosa

Medium yang baik bagi pertumbuhan bakteri adalah medium isotonis terhadap

isi sel bakteri (Pelczar, Jr dan Chan, 1988).

6. Kelembapan

Secara umum bakteri tumbuh dan berkembang biak dengan baik pada

lingkungan yang lembap. Kebutuhan akan air tergantung dari jenis bakterinya

(Pelczar, Jr dan Chan, 1988).

2.5.2 Staphylococcus aureus

Staphylococcus aureus termasuk dalam suku Micrococcaceae, merupakan

bakteri gram positif, berbentuk bulat (kokus) dengan diameter sekitar 1 μm, tidak

membentuk spora dan termasuk anaerob fakultatif. Staphylococcus aureus adalah

bakteri mesofil dengan suhu pertumbuhan optimum 37oC. Staphylococcus aureus

hidup sebagai saprofit di dalam saluran-saluran pengeluaran lendir dari tubuh

manusia dan hewan seperti hidung, mulut, tenggorokan dan dapat pula

dikeluarkan pada waktu batuk atau bersin (Brooks dkk., 2001).

Keracunan makanan oleh enterotoksin Staphylococcus aureus dapat

menimbulkan berbagai gejala. Gejala-gejala tersebut yaitu meliputi muntah, diare,

mual, kejang dan kram pada abdominal serta sakit kepala. Pemulihannya cepat,

bekisar sampai dua hari (Brooks dkk., 2001).

Menurut Holt dkk. (1994), sistematika dari bakteri Staphylococcus aureus

yaitu:

Divisi : Schizophyta

Kelas : Schizomycetes

Ordo : Eubacteriales

17
Suku : Micrococcaceae

Genus : Staphylococcus

Spesies : Staphylococcus aureus

2.5.3 Escherichia coli

Bakteri Escherichia coli umumnya merupakan flora normal saluran

pencernaan tubuh manusia dan hewan. Escherichia coli merupakan bakteri gram

negatif berbentuk batang, tidak berkapsul, umumnya mempunyai fimbria dan

bersifat motile. Sel Escherichia coli mempunyai ukuran panjang 2,0-6,0 μm dan

lebar 1,1-1,5 μm, tersusun tunggal, berpasangan dengan flagella peritikus

(Engelkirk dan Burton, 2007).

Escherichia coli dapat memproduksi enterotoksin. Organ sasaran

enterotoksin Escherichia coli adalah usus kecil dan hasilnya berupa diare sebagai

akibat dari pengeluaran cairan dan elektrolit (Volk dan Wheeler, 1984):

Escherichia coli merupakan salah satu penyebab infeksi, masa inkubasi

berlangsung selama 12 jam hingga 3 hari. Gejala timbul 18-24 jam setelah

menyantap makanan yang tercemar, berupa nyeri dan diare, terkadang disertai

demam dan muntah (Volk dan Wheeler, 1984). Menurut Volk dan Wheeler

(1984), Escherichia coli dapat menyebabkan diare melalui dua mekanisme yaitu:

1. Dengan memproduksi enterotoksin yang secara tidak langsung menyebabkan

kehilangan cairan.

2. Dengan invasi yang sebenarnya lapisan epitelium dinding usus, sehinnga

menyebabkan peradangan dan kehilangan cairan.

Bakteri ini menjadi patogen jika jumlah bakteri ini dalam saluran

pencernaan meningkat atau berada di luar usus, yaitu menghasilkan enterotoksin

18
yang menyebabkan beberapa kasus diare. Escherichia coli berasosiasi dengan

enteropatogenik menghasilkan enterotoksin pada sel epitel. Manifestasi

klinikinfeksi oleh Escherichia coli bergantung pada tempat infeksi dan tidak dapat

dibedakan dengan gejala infeksi yang disebabkan oleh bakteri lain (Engelkirk dan

Burton, 2007).

Menurut Holt dkk. (1994), sistematika dari bakteri Escherichia coli adalah

sebagai berikut:

Divisi : Schizophyta

Kelas : Schizomycetes

Ordo : Eubacteriales

Suku : Enterobacteriaceae

Genus : Escherichia

Spesies : Escherichia coli

2.6 Morfologi Bakteri


Berdasarkan morfologinya bakteri dapat dibedakan atas tiga bagian yaitu:

a. Bentuk basil

Basil adalah bakteri yang mempunyai bentuk batang atau silinder,

membelah dalam satu bidang, berpasangan ataupun bentuk rantai pendek atau

panjang.

Basil dapat dibedakan atas:

- Monobasil yaitu basil yang terlepas satu sama lain dengan kedua ujung

tumpul.

- Diplobasil yaitu basil yang bergandeng dua dan kedua ujungnya tumpul.

19
- Streptobasil yaitu basil yang bergandengan panjang dengan kedua ujung

tajam.

Adapun contoh bakteri dengan bentuk basil yaitu Eschericia coli, Bacillus

anthracis, Salmonella typhimurium, Shigella dysentriae (Pelczar, Jr dan Chan,

1988).

b. Bentuk kokus

Kokus adalah bakteri yang bentuknya seperti bola-bola kecil, ada yang

hidup sendiri dan ada yang berpasang-pasangan.

Bentuk kokus ini dapat dibedakan atas:

- Diplokokus yaitu kokus yang bergandeng dua.

- Tetrakokus yaitu kokus yang mengelompok empat.

- Stafilokokus yaitu kokus yang mengelompok dan membentuk anggur.

- Streptokokus yaitu kokus yang bergandengan panjang menyerupai rantai.

- Sarsina yaitu kokus yang mengelompok seperti kubus.

Contoh bakteri dengan bentuk kokus yaitu Staphylococcus aureus, Sarcina

luten, Diplococcus pneumoniae, Streptococcus lactis (Volk dan Wheeler, 1993).

c. Bentuk spiral

Dapat dibedakan atas:

- Spiral yaitu menyerupai spiral atau lilitan.

- Vibrio yaitu bentuk batang yang melengkung berupa koma.

- Spirochaeta yaitu menyerupai bentuk spiral, bedanya dengan spiral dalam

kemampuannya melenturkan dan melengkukkan tubuhnya sambil bergerak.

Contoh: Vibrio cholerae, Spirochaeta palida (Volk dan Wheeler, 1993).

20
2.7 Fase Pertumbuhan Mikroorganisme

Ada empat macam fase pertumbuhan mikroorganisme, yaitu fase lag, fase

log (fase esksponensial), fase stasioner dan fase kematian.

a. Fase lag

Fase lag merupakan fase adaptasi, yaitu fase penyesuaian mikroorganisme

pada suatu lingkungan baru. Waktu penyesuaian ini umumnya berlangsung

selama 2 jam. Kuman belum berkembang biak dalam fase ini, tetapi aktivitas

metabolismenya sangat tinggi. Fase ini merupakan persiapan untuk fase

berikutnya (Syahrurachman dkk., 1993).

b. Fase log (fase esksponensial)

Fase ini merupakan fase dimana mikroorganisme tumbuh dan membelah

pada kecepatan maksimum, tergantung pada genetika mikroorganisme, sifat

media, dan kondisi pertumbuhan. Sel baru terbentuk dengan laju konstan dan

massa yang bertambah secara eksponensial. Hal yang dapat menghambat laju

pertumbuhan adalah bila satu atau lebih nutrisi dalam kultur habis, sehingga

bersifat racun akan tertimbun dan menghambat pertumbuhan (Pratiwi, 2008).

c. Fase stationer

Pada fase ini kuman mulai ada yang mati dan pembelahan pun terhambat

seiring dengan meningkatnya jumlah kuman, meningkat juga jumlah hasil

metabolisme yang toksis. Pada suatu saat terjadi jumlah kuman yang hidup

tetap sama (Syahrurachman dkk., 1993).

d. Fase kematian

Pada fase ini jumlah sel yang mati meningkat. Konsentrasi produk

buangan yang bersifat toksis meningkat dan ketersediaan makanan untuk

21
bakteri menurun. Jumlah bakteri yang mati meningkat dengan cepat. Sebagian

bakteri terlihat berbeda dari bakteri yang sehat pada fase log. Perubahan

morfologi bakteri juga terlihat seperti bakteri semakin panjang, terlihat

bercabang, filamennya juga berubah sehingga sulit untuk diidentifikasi

(Engelkirk dan Burton, 2007).

2.8 Uji Aktivitas Antimikroba

Penentuan kepekaan bakteri patogen terhadap agen antibakteri tertentu

dapat dilakukan dengan salah satu dari dua metode pokok yaitu metode dilusi dan

metode difusi.

a. Metode Dilusi

Metode ini digunakan untuk mengukur kadar hambat minimum (KHM)

dan kadar bunuh minimum (KBM). Cara yang dilakukan yaitu dengan

membuat seri pengenceran agen antimikroba pada media yang telah

ditambahkan dengan mikroba uji. Larutan uji agen antimkroba pada kadar

terkecil yang terlihat jernih tanpa adanya pertumbuhan mikroba uji ditetapkan

sebagai KHM. Larutan yang ditetapkan sebagai KHM tersebut selanjutnya

dikultur ulang pada media tanpa penambahan mikroba uji ataupun agen

antimikroba, dan diinkubasi selama 18-24 jam. Media yang tetap terlihat jernih

setelah diinkubasi ditetapkan sebagai KBM (Pratiwi, 2008).

b. Metode Difusi Agar

Metode yang paling sering digunakan yaitu metode difusi agar. Obat

dengan jumlah tertentu ditempatkan pada permukaan media padat yang

sebelumnya telah diinokulasi bakteri uji pada permukaannya dan kemudian

22
diinkubasi. Diameter zona hambatan sekitar pencadang digunakan untuk

mengukur kekuatan hambatan obat terhadap organisme uji. Metode ini

dipengaruhi oleh beberapa faktor fisika dan kimia, misalnya sifat medium,

kemampuan difusi, ukuran molekular dan stabilitas obat (Brooks dkk., 2001).

2.9 Sterilisasi

Steril merupakan keadaan suatu zat yang terbebas dari mikroba hidup,

baik yang menimbulkan penyakit maupun tidak menimbulkan penyakit,

sedangkan sterilisasi adalah suatu proses untuk membuat ruang atau benda

menjadi steril (Waluyo, 2007) .Peralatan yang dipergunakan dalam uji antibakteri

harus dalam keadaan steril, artinya pada peralatan tersebut tidak boleh didapatkan

bakteri, baik yang akan merusak media maupun pada proses pengujian yang

sedang berlangsung (Pratiwi, 2008).

2.9.1 Sterilisasi dengan pemanasan secara kering

Metode sterlisasi ini tidak memerlukan air sehingga tidak ada uap air yang

membasahi alat atau bahan. Pemanasan secara kering menggunakan alat yang

dinamakan dengan oven, yaitu lemari pengering dengan dinding ganda,

dilengkapi dengan termometer dan lubang tempat keluar masuknya udara, dan

dipanaskan dengan gas atau listrik (Pratiwi, 2008).Sterilisasi selain dengan oven,

pemanasan secara kering bisa dilakukan dengan pemijaran yang dilakukan dengan

memakai api gas dengan nyala api tidak berwarna atau api dari lampu spiritus.

Cara ini sangat sederhana, cepat dan menjamin sterilitas bahan atau alat yang

disterilkan, tetapi penggunaannya terbatas hanya untuk beberapa alat atau bahan

saja. Biasanya alatalat yang dapat disterilkan dengan pemijaran ini antara lain

23
benda - benda logam (pinset, penjepit krus), tabung reaksi, mulut wadah seperti

erlenmeyer, botol dan lainnya, sedangkan mortar dan stamfer disterilkan dengan

cara disiram dengan alkohol kemudian dibakar (Waluyo, 2007).

2.9.2 Sterilisasi dengan pemanasan secara basah

Sterilisasi panas basah dapat dilakukan pada suhu air mendidih 100°C

selama 10-15 menit yang efektif untuk sel-sel vegetatif, namun tidak efektif untuk

endospora bakteri. Tingkat sterilisasi panas basah pada temperatur kurang dari

100°C tergantung waktu sterilisasinya. Sterilisasi panas basah menggunakan

temperatur di atas 100°C dilakukan dengan uap yanitu menggunakan autoklaf.

Proses sterilisasi dengan cara mendenaturasi atau mengkoagulasi protein pada

anzim dan membran sel mikroorganisme dengan suhu 121°C (dengan tekanan 15

psi) selama 15- 20 menit. Siklus sterilisasi dengan pemanasan basah meliputi

tahap pemanasan,tahap sterilisasi dan tahap pendinginan (Pratiwi, 2008).

24
BAB III

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimental dengan meliputi

pengumpulan sampel, pemeriksaaan makroskopis, pemeriksaan mikroskopis,

pembuatan simplisia, pemeriksaan karakteristik, skrining fitokima, pembuatan

ekstrak etanol daun sibo dengan cara masserasi kemudian difraksinasi berturut-

turut dengan pelarut n-heksana, etilasetat kemudian dilakukan dengan pengujian

aktivitas antibakteri terdadap bakteri Staphylococus aureus dan Escherichia coli

dengan metode difusi agar.

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni 2018 sampai dengan September

2018 di Laboratorium Fitokimia dan Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara.

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat-alat gelas,

autoklaf (Webeco), batang pengaduk,blender (Philips), biosafety cabinet (Astec

HLF 1200 L), bunsen, cawan petri, cawan porselin, cawan porselin berdasar rata,

inkubator (Memmert), jangka sorong, jarum ose, kapas, kertas perkamen, kompor

(Rinnai), kurs porselin, lemari pendingin (Glacio), mikro pipet (Eppendorf),

25
mikroskop, neraca kasar (Ohaus), neraca analitik (Metler AE 200), oven (Fisher),

penangas uap, pencadang kertas, pinset, pipet tetes, rak tabung, rotary

evaporator(Haake D), seperangkat alat destilasi penetapan kadar air, spatula,

tanur (Gallenkomp)dan vortex (Biosan).

3.2.2 Bahan

Bahan tumbuhan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun sibo.

Bahan kimia yang digunakan jika tidak disebutkan adalah berkualitas pro analisa

yaitu: asam klorida pekat, asam nitrat pekat, asamsulfat pekat, asam asetat

anhidrida, amil alkohol, α-naftol, besi (III) klorida, bismuth nitrat, serbuk

magnesium, timbal (II) asetat dan toluene, etanol 96%, iodium, isopropanol,

kalium iodida, klorofom, metanol, merkuri (II) klorida, Nutrient Agar

(Merck),Nutrient Broth (Merck), Biakan bakteri Escherichia coli(ATCC 8939))

dan Staphylococcus aureus (ATCC 25923).

3.3 Penyiapan Bahan

Penyiapan sampel meliputi pengambilan bahan tumbuhan, pemeriksan

makroskopis,pemeriksaaan mikroskopis, identifikasi tumbuhan, pembuatan dan

karakterisasi simplisia dan pembuatan ekstrak etanol daun sibo (Leea indica F.).

3.3.1 Pengambilan Bahan Tumbuhan

Pengambilan bahan tumbuhan dilakukan secara purposif yaitu tanpa

membandingkan dengan tumbuhan yang sama dari daerah lain. Sampel yang

digunakan adalah daun sibo yang diambil dari Jalan. Bunga ester 2,Psr VI Padang

bulan,Kecamatan Medan Selayang, Sumatera Utara.

26
3.3.2 Identifikasi tumbuhan

Identifikasi tumbuhan dilakukan di Herbarium Medanense, Laboratorium

Herbarium Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA)

Universitas Sumatera Utara.

3.3.3 Pembuatan simplisia

Bagian yang digunakan adalah daun sibo.. Daun dibersihkan dari kotoran

yang melekat, dicuci dengan air bersih, ditiriskan, ditimbang berat basah,

kemudian dikeringkan di lemari pengering hingga kering. Daun telah kering

apabila sudah rapuh (bila diremas menjadi hancur) kemudian diserbuk dengan

menggunakan blender, serbuk simplisia disimpan dalam wadah plastik tertutup

rapat dan terlindung dari cahaya matahari.

3.3.4 Karakterisasi simplisia

Pemeriksaan karakterisasi simplisia seperti penetapan kadar air,

pemeriksaan makroskopik, mikroskopik, penetapan kadar sari larut air, penetapan

kadar sari larut etanol, penetapan kadar abu total dan penetapan kadar abu tidak

larut asam dilakukan menurut prosedur Depkes RI (1995).

3.3.4.1 Pemeriksaan makroskopik simplisia

Pemeriksaan makroskopik terhadap simplisia daun sibo meliputi

pemeriksaan bentuk, bau, warna dan rasa dan juga dilakukan pemeriksaan

makroskopik terhadap daun sibo segar.

27
3.3.4.2 Pemeriksaan mikroskopik simplisia

Pemeriksaan mikroskopik dilakukan terhadap irisan melintang dan

membujur daun sibo segar untuk melihat susunan anatomis dari daun sibo.

Caranya: Dibuat irisan melintang dan membujur dari daun sibo kemudian

diletakkan di atas objek gelas lalu ditetesi larutan kloralhidrat, dipanaskan dengan

lampu spiritus, dicuci dengan air, ditutup dengan kaca penutup dan dilihat di

bawah mikroskop.

3.3.4.3 Penetapan kadar air

Penetapan kadar air dilakukan dengan metode azeotropi (destilasi toluena)

1. Penjenuhan

Sebanyak 200 ml toluena dan 2 ml air suling dimasukkan ke dalam labu

alas bulat, lalu didestilasi selama 2 jam. Toluena dibiarkan mendingin

selama 30 menit dan dibaca volume air pada tabung penerima dengan

ketelitian 0,05 ml.

2. Penetapan kadar air

Kemudian ke dalam labu tersebut dimasukkan 5 gram serbuk simplisia

yang telah ditimbang seksama, labu dipanaskan hati-hati selama 15 menit.

Setelah toluena mendidih, kecepatan tetesan diatur lebih kurang 2 tetes tiap

detik sampai sebagian besar air terdestilasi, kemudian kecepatan tetesan

dinaikkan hingga 4 tetes tiap detik. Setelah semua air terdestilasi, bagian

dalam pendingin dibilas dengan toluen. Destilasi dilanjutkan selama 5 menit,

kemudian tabung penerima dibiarkan mendingin pada suhu kamar. Setelah

air dan toluena memisah sempurna, volume air dibaca dengan ketelitian 0,05

28
ml. Selisih kedua volume air yang dibaca sesuai dengan kandungan air yang

terdapat dalam bahan yang diperiksa. Kadar air dihitung dalam persen

(Depkes RI, 1995).

3.3.4.4 Penetapan kadar sari yang larut dalam air

Sebanyak 5 gram serbuk simplisia dimasukkan dalam labu bersumbat,

dimaserasi dengan 100 ml air kloroform P (2,5 ml kloroform dalam 1000 ml air)

selama 24 jam, sambil sesekali dikocok selama 6 jam pertama dan kemudian

dibiarkan selama 18 jam. Disaring, sejumlah 20 ml filtrat diuapkan sampai kering

dalam cawan dangkal berdasar rata yang telah ditara, sisanya dipanaskan pada

suhu 105oC sampai bobot tetap. Hitung kadar dalam persen sari yang larut dalam

air, dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan udara (Depkes RI, 1995).

3.3.4.5 Penetapan kadar sari yang larut dalam etanol

Sebanyak 5 g serbuk simplisa dimasukkan dalam labu bersumbat,

kemudian dimaserasi dengan 100 ml etanol 95% selama 24 jam, sambil sesekali

dikocok selama 6 jam pertama dan kemudian dibiarkan selama 18 jam. Disaring,

sejumlah 20 ml filtrat diuapkan sampai kering dalam cawan dangkal berdasar rata

yang telah ditara, sisanya dipanaskan pada suhu 105oC sampai bobot tetap. Hitung

kadar dalam persen sari yang larut dalam air, dihitung terhadap bahan yang telah

dikeringkan udara (Depkes RI, 1995).

3.3.4.6 Penetapan kadar abu total

Sebanyak 2 gram serbuk yang telah digerus dan ditimbang seksama

dimasukkan dalam krus porselin yang telah dipijar dan ditara, kemudian

diratakan. Krus dipijar pada suhu 600oC sampai arang habis. Selanjutnya

29
didinginkan dan ditimbang sampai diperoleh bobot tetap. Kadar abu dihitung

terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (Depkes RI, 1995).

3.3.4.7 Penetapan kadar abu yang tidak larut asam

Abu yang telah diperoleh dalam penetapan kadar abu total dididihkan pada

25ml asam klorida 2 N selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam asam

dikumpulkan, disaring melalui kertas saring bebas abu dan dicuci dengan air

panas. Residu dan kertas saring dipijar pada suhu 600oC sampai bobot tetap,

kemudian didinginkan dan ditimbang. Kadar abu yang tidak larut dalam asam

dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Depkes RI, 1995).

3.4 Pembuatan pereaksi

3.4.1 Pereaksi Mayer

Sebanyak 5 g kalium iodida dalam 10 ml air suling kemudian ditambahkan

1,3 g merkuri (II) klorida dalam 60 ml air suling. Larutan dikocok dan

ditambahkan air suling hingga 100 ml (Ditjen POM, 1995).

3.4.2 Pereaksi Dragendorf

Sebanyak 8 g bismuth nitrat dilarutkan dalam asam nitrat 20 ml kemudian

dicampur dengan larutan kalium iodida sebanyak 27,2 g dalam 50 ml air suling.

Campuran didiamkan sampai memisah sempurna. Larutan jernih diambil dan

diencerkan dengan air secukupnya hingga 100 ml (Ditjen POM, 1995).

3.4.3 Pereaksi Bouchardat

Sebanyak 4 g kalium iodida dilarutkan dalam 20 ml air suling kemudian

30
ditambah 2 g iodium sambil diaduk sampai larut, lalu ditambah air suling

hingga 100 ml (Ditjen POM, 1995

3.4.4 Pereaksi Molisch

Sebanyak 3 g α-naftol dilarutkan dalam asam nitrat 0,5 N secukupnya

hingga diperoleh larutan 100 ml (Ditjen POM, 1995).

3.4.5 Pereaksi Liebermann-Burchard

Sebanyak 5 ml asam asetat anhidrida dicampurkan dengan 5 ml asam sulfat

pekat kemudian ditambahkan etanol hingga volume 50 ml (Ditjen POM, 1995).

3.4.6 Pereaksi besi (III) klorida 1%

Sebanyak 1 g besi (III) klorida dilarutkan sedikit demi sedikit dalam asam

klorida 0,5 N dan volume dicukupkan hingga volume 100 ml (Ditjen POM, 1995).

3.4.7 Pereaksi timbal (II) asetat

Sebanyak 15,17 g timbal (II) asetat ditimbang, kemudian dilarutkan dalam

air hingga 100 ml (Ditjen POM, 1995).

3.4.8 Pereaksi natrium hidroksida 2N

Sebanyak 8 g kristal natrium hidroksida dilarutkan dalam air sulilng hingga

diperoleh larutan 100 ml (Depkes RI, 1995).

3.4.9 Asam klorida 2 N

Sebanyak 16,67 ml asam klorida pekat diencerkan dalam air suling hingga

volume 100 ml (Depkes RI, 1995).

31
3.5 Skrining fitokimia

Skrining fitokimia dilakukan terhadap simplisia daun sibo ekstrak etanol,

fraksi n-heksana dan fraksi etilassetat daun sibo meliputi pemeriksaan senyawa

kimia golongan alkaloid, glikosida, saponin (Depkes RI, 1995); tanin, flavonoida,

triterpenoid dan steroid (Farnsworth, 1966).

3.5.1 Pemeriksaan alkaloida

Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 0,5 g kemudian ditambahkan 1 ml asam

klorida 2 N dan 9 ml air suling, dipanaskan di atas penangas air selama 2 menit,

didinginkan dan disaring. Filtrat yang diperoleh dipakai untuk tes alkaloid.

Diambil 3 tabung reaksi, lalu kedalamnya dimasukkan 0,5 ml filtrat.

Pada masing-masing tabung reaksi untuk simplisia dan ekstrak etanol daun

sibo:

1. Ditambahkan 2 tetes pereaksi Mayer

2. Ditambahkan 2 tetes pereaksi Bouchardat

3. Ditambahkan 2 tetes pereaksi Dragendof

Alkaloid positif jika terjadi endapan atau kekeruhan pada dua dari tiga

percobaan diatas (Depkes RI, 1995).

3.5.2 Pemeriksaan glikosida

Sampel ditimbang sebanyak 3 g kemudian disari dengan 30 ml campuran

7 bagian volume etanol 96% dan 3 bagian volume air suling. Direfluks selama 30

menit, didinginkan dan disaring. Diambil 20 ml filtrat ditambahkan 25 ml air

suling dan 25 ml timbal (II) asetat 0,4 M, dikocok, lalu didiamkan selama 5 menit

dan disaring. Filtrat disari dengan 20 ml campuran 3 bagian kloroform dan 2

32
isopropanol dilakukan berulang sebanyak tiga kali. Kumpulan sari air diuapkan

pada temperatur tidak lebih dari 50oC. Sisanya dilarutkan dalam 2 ml metanol.

Larutan sisa digunakan untuk percobaan berikut, yaitu 0,1 ml larutan percobaan

dimasukkan ke dalam tabung reaksi, diuapkan di penangas air. Sisa dilarutkan

dalam 2 ml air suling dan 5 tetes pereaksi Molish. Kemudian secara perlahan

ditambahkan 2 ml asam sulfat pekat. Glikosida positif jika terbentuk cincin ungu

(Depkes RI, 1995).

3.5.3 Pemeriksaan saponin

Sebanyak 0,5 g sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan

ditambahkan 10 ml air suling panas, didinginkan kemudian dikocok kuat-kuat

selama 10 detik, timbul busa yang mantap tidak kurang dari 10 menit setinggi

1-10 cm. Ditambahkan 1 tetes larutan asam klorida 2 N, bila buih tidak hilang

menunjukkan adanya saponin (Depkes RI, 1995).

3.5.4 Pemeriksaan tanin

Sebanyak 1 g sampel dididihkan selama 3 menit dalam 10 ml air suling

lalu didinginkan dan disaring. Filtrat diencerkan sampai hampir tidak berwarna,

lalu ditambahkan 1-2 tetes pereaksi besi (III) klorida 1% (b/v), jika terjadi warna

biru kehitaman atau hijau kehitaman menunjukkan adanya tanin (Farnsworth,

1966).

3.5.5 Pemeriksaan flavonoid

Sebanyak 10 g sampel kemudian ditambahkan 100 ml air panas, dididihkan

selama 5 menit dan disaring dalam keadaan panas. Filtrat yang diperoleh

kemudian diambil 5 ml lalu ditambahkan 0,1 g serbuk Mg dan 1 ml HCl pekat dan

33
2 ml amil alkohol, dikocok dan dibiarkan memisah. Flavonoida positif jika terjadi

warna merah, kuning, jingga pada lapisan amil alkohol (Farnsworth, 1966).

3.5.6 Pemeriksaan steroida/triterpenoida

Sebanyak 1 g sampel dimaserasi dengan 20 ml n-heksan selama 2 jam, lalu

disaring, filtrat diuapkan dan sisanya ditambahkan pereaksi Liebermann-Burchard.

Jika terbentuk warna biru atau hijau menunjukan adanya steroid, jika terbentuk

warna ungu atau merah yang berubah menjadi biru ungu atau biru hijauan

menunjukan adanya triterpenoid (Harborne, 1973).

3.6 Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Sibo ( Leea indica F.)

Pembuatan ekstrak dilakukan secara maserasi menggunakan pelarut etanol

96%. Masukkan 800 g simplisia ke dalam wadah berwarna gelap, tuang 75 bagian

cairan penyari, tutup, biarkan selama 5 hari terlindung dari cahaya sambil sering

diaduk, serkai, peras, cuci ampas dengan cairan penyari secukupnya hingga

diperoleh 100 bagian. Pindahkan ke dalam bejana tertutup, biarkan di tempat

sejuk, terlindung dari cahaya, selama 2 hari, lalu disaring. Maserat diuapkan

dengan rotary evaporator pada temperatur ±40oC sampai diperoleh ekstrak kental,

kemudian dipekatkan dengan menggunakan penangas uap (Depkes RI, 1995).

3.6.1 Pembuatan fraksi n-heksana dan fraksi etil assetat

Sebanyak 10 g ekstrak etanol ditambahkan 10 ml aquadest lalu

ditambahkan 40 ml n-heksana, dikocok dalam corong pisah dan dibiarkan sampai

memisah dan dipisahkan, selanjutnya difraksinasi kembali dengan

menggunakann-heksana hingga diperoleh fraksi n-heksana yang tidak

memberikan reaksi positif dengan penambahan pereaksi Lieberman-Burchard,

kemudian fraksi air ditambahkan 50 ml etilasetat, dikocok dan dibiarkan

34
memisah. Lapisan etilasetat dipisahkan dan fraksinasi dilanjutkan sampai

diperoleh fraksi etilasetat yang tidak memberikan hasil positif dengan

penambahan pereaksi FeCl3. Kumpulan hasil fraksi n-heksana dan fraksi etilasetat

masing-masing diuapkan dengan penguap vakum putarpada temperatur ± 40°C

sampai diperoleh ekstrak kental, lalu dikeringkan dengan penangas air.

3.7 Uji Aktivitas Antibakteri

3.7.1 Sterilisasi alat

Alat-alat yang digunakan disterilkan terlebih dahulu sebelum digunakan.

Alat-alat gelas disterilkan di dalam oven pada suhu 170°C selama 1 jam. Media

disterilkan di otoklaf pada suhu 121°C selama 15 menit dan kawat ose dan pinset

menggunakan api bunsen (Anonim, 1982).

3.7.2 Pembuatan media

2.7.2.1 Nutrient agar (NA)

Komposisi : Pepton from meat 5,0 g

Meat extract 3,0 g

Agar-agar 12,0 g

Air suling ad 1 L

Cara pembuatan:

Sebanyak 20 g nutrient agar ditimbang, disuspensikan ke dalam air suling

sebanyak1000 ml, lalu dipanaskan sampai bahan larut sempurna lalu disterilkan

di dalam otoklaf pada suhu 121°C selama 15 menit (Anonim, 1982).

3.7.2.2 Nutrient broth

35
Komposisi : Peptone 5,0 g

Meat extract 3,0 g

Air suling ad 1 L

Cara pembuatan:

Sebanyak 8 g serbuk nutrient broth dilarutkan dalam air suling steril

sedikit demi sedikit kemudian volumenya dicukupkan hingga 1 L dengan

bantuan pemanasan sampai semua bahan larut sempurna, kemudian disterilkan di

otoklaf pada suhu 121°C selama 15 menit(Anonim, 1982).

3.7.3 Pembuatan media agar miring

Sepuluh ml media agar yang telah dimasak dimasukkan kedalam tabung

reaksi, ditutup dan dibungkus lalu disterilkan di dalam otoklaf selama 15 menit

pada suhu 121°C pada tekanan 15 psi. Kemudian tabung yang berisi media agar

diletakkan pada kemiringan 30-45°C. Diperhatikan bahwa agar tidak menyentuh

tutup tabung. Agar dibiarkan menjadi dingin dan keras (Anonim, 1982).

3.7.4 Pembiakan bakteri

3.7.4.1 Pembuatan stok kultur bakteri

Masing-masing sebanyak satu ose dari biakan murni bakteri

Staphylococcus aureus dan Escherichia coli digoreskan dengan metode

sinambung pada permukaan media agar miring, ditutup mulut tabung reaksi

dengan kapas. Diinkubasi selama 18-24 jam pada suhu 37°C.

3.7.4.2 Persiapan inokulum bakteri

Stok kultur bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli yang

telah tumbuh diambil dengan jarum ose steril lalu disuspensikan kedalam tabung

36
yang berisi 10 ml media nutrient broth. Diinkubasi 1-2 jam. Kemudian diukur

kekeruhan larutan dengan spektrofotometer visibel pada panjang gelombang 580

nm, diperoleh transmitan 25% (konsentrasi 106 CFU/ml) sesuai dengan standar

Mc Farland nomor 0,5 (Zimbro dkk., 2009)

3.7.5 Pembuatan larutan uji dengan berbagai konsentrasi

Sebanyak 4 g Fraksi kental etilasetat ditimbang seksama dengan neraca

analitik, dilarutkan dalam 8 ml DMSO dan dimasukkan ke dalam vial dan

diperoleh fraksi dengan konsentrasi 500 mg/ml.selanjutnya dibuat pengenceran

sampai diperoleh ekstrak dengan konsentrasi 400 mg/ml.300 mg/ml, 200 mg/ml,

100 mg/ml, 50/mg/ml, 25 mg/ml. Sebanyak 1,5 g fraksi n-heksana ditimbang

secara seksama dengan neraca analitik,dilarutkan dalam 3 ml DMSSO dan

dimasukkan dalam vial diperoleh fraksi dengan konsentrasi 500mg/ml.

selanjutnya dibuat pengenceran sampai diperoleh ekstrak dengan konsentrasi 400

mg/ml.300 mg/ml, 200 mg/ml, 100 mg/ml, 50/mg/ml, 25 mg/ml

3.8 Metode Pengujian Efek Antibakteri Secara In Vitro


Pada cawan petri dimasukkan 0,1 ml inokulum kemudian ditambahkan

15 ml media nutrient agar, dihomogenkan dan dibiarkan sampai media

memadat. Pencadang kertas yang telah direndam ke dalam larutan uji pada

berbagai konsentrasi, diletakkan di atas permukaan media agar kemudian

diinkubasi pada suhu 36-37°C selama 18-24 jam, selanjutnya diameter daerah

hambat di sekitar pencadang kertas diukur dengan menggunakan jangka sorong.

Pengujian dilakukan sebanyak 3 kali (Ditjen POM RI, 1995).

37
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Identifikasi Tumbuhan

Hasil Identifikasi tumbuhan yang digunakan dilakukan di Herbarium

Medaneese, Fakultas Matematika dan Ilmu pengetahuan alam (FMIPA)

Universitas Sumatera Utara Medan, menunjukan bahwa tanaman yang diteliti

adalah tanaman sibo (Leea indica F.), familia Leeaceae. Hasil identifikasi dapat

dilihat pada lampiran 1, halaman 50.

4.1.1 Hasil Pemeriksaan Makroskopis

Daun majemuk berbentuk berseling lonjong , tepi daun bergerigi,

pertulangan daun menyirip, ujung daun runcing panjang dan bulat, permukaan

daun licin , warna daun hijau, panjang daun 8-16 cm, lebar daun 2- 8 cm, berbau

khas dan rasa agak khelat.

4.1.2 Hasil Pemeriksaan Mikroskopis

Hasil pemeriksaan mikroskopis daun sibo terdapat stomata tipe parastik,

terdapat trikoma glandular dan trikoma non glandular. Pada daun terdapat kristal

Ca okslaat yang banyak dengan tipe druse. Pada daun juga terdapat berkas

pengangkut.

4.2 Hasil Pemeriksaan Karakterisasi

Hasil pemeriksaan karakteristik serbuk simplisia daun sibo (Leea indica F.

dapat dilihat pada Tabel 4.1.

38
Tabel 4.1 Hasil pemeriksaan karakterisasi serbuk simplisia daun sibo

No Parameter Kadar(%)
1 Kadar air 9,33%
2 Kadar sari larut air 11,32%
3 Kadar sari larut etanol 6,92%
4 Kadar abu total 8,1%
5 Kadar abu tidak larut asam 0,88%

Penetapan kadar air dari simplisia daun sibo dilakukan untuk mengetahui

jumlah air yang terkandung di dalamnya. Kadar air simplisia ditetapkan untuk

menjaga kualitas simplisia karena kadar air berkaitan dengan kemungkinan

pertumbuhan jamur ataupun kapang. Hasil penetapan kadar air daun sibo

diperoleh lebih kecil dari 10% yaitu 9.33%. Kadar air yang melebihi 10% dapat

menjadi media yang baik untuk pertumbuhan mikroba, keberadaan jamur atau

serangga, serta mendorong kerusakan mutu simplisia yang digunakan (WHO,

1992).

Penetapan kadar sari dilakukan menggunakan dua pelarut, yaitu air dan

etanol, Penetapan kadar sari larut air adalah untuk mengetahui kadar senyawa

kimia bersifat polar yang terkandung di dalam simplisia, sedangkan kadar sari

larut dalam etanol dilakukan untuk mengetahui kadar senyawa larut dalam etanol,

baik senyawa polar maupun non polar. Hasil karakterisasi simplisia daun sibo

menunjukkan kadar sari yang larut dalam air sebesar 11,32%, sedangkan kadar

sari yang larut dalam etanol sebesar 6,92%.

Penetapan kadar abu dimaksudkan untuk mengetahui kandungan mineral

internal (abu fisiologis) yang berasal dari jaringan tanaman itu sendiri yang

terdapat di dalam sampel (Ditjen POM RI, 2000; WHO., 1992). Kadar abu tidak

larut asam untuk menunjukkan jumlah silikat, khususnya pasir yang ada pada

simplisia dengan cara melarutkan abu total dalam asam klorida (WHO, 1992).

39
Penetapan kadar abu pada simplisia daun sibo menunjukkan kadar abu total

sebesar 8,1% dan kadar abu tidak larut dalam asam sebesar 0,88%.

Monografi simplisia daun sibo tidak terdaftar di buku Materia Medika

Indonesia (MMI), sehingga perlu dilakukan pembakuan secara nasional mengenai

parameter karakterisasi simplisia daun sibo. Hasil perhitungan karakterisasi

simplisia daun sibo dapat dilihat pada Lampiran 9, halaman 60-64.

4.3 Hasil Skrining Fitokimia

Hasil skrining fitokimia serbuk simplisia, ekstrak etanol, fraksi n-heksan,

dan fraksi etilasetat dari daun sibo dapat dilihat ditabel 4.2 dibawah ini.

Tabel 4.2.Hasil skrining fitokimia serbuk simplisia ekstrak etanol, fraksi n-


heksan,dan fraksi etil asetat daun sibo.

Hasil skrining daun sibo


Fraksi
No Senyawa Serbuk Ekstrak Fraksi
etil
simpllisia etanol n-heksan
asetat
1 Alkaloida + + - -
2 Glikosida + + - +
3 Saponin + + - +
4 Flavonoid + + - +
5 Tanin + + - +
6 Triterpenoid/Steroid + + + -
Keterangan:(+) mengandung senyawa yang diperiksa, (-) tidak mengandung
senyawa yang diperiksa
Hasil skrining fitokimia daun sibo berupa serbuk simplisia dan ekstrak

etanol menunjukan hasil positif pada senyawa yaitu, alkaloid, flavonoid,

glikosida, saponin dan tanin. Fraksi n-heksana menunjukan hasil positif terhadap

alkaloid dan triterpenoid. Pada fraksi etil asetat mengandung senyawa saponin,

glikosida, flavonoid dan tanin. Menurut Robinson (1991), senyawa metabolit

sekunder seperti flavonoid, saponin, tanin dan triterpenoid/steroid amerupakan

40
senyawa kimia yang memiliki potensi sebagai antibakteri dan antivirus. Senyawa

yang bersifat antibakteri bekerja menghambat pertumbuhan bakteri melaluli

berbagi cara perusakan pada anatomi bakteri. Senyawa fenol dan turunannya

merupakan salah satu antibakteri yang bekerja dengan dengan mengganggu fungsi

membran sitoplasma (Harborne, 1973).

Steroid/triterpenoid memiliki potensi sebagai senyawa antibakteri, yaitu

dengan mekanisme penghambatan terhadap sintesis protein (Siregar dkk., 2012).

Alkaloid juga memiliki potensi sebagai senyawa antibakteri yaitu dengan

mekanisme penghambatan dengan cara mengganggu komponen penyusun

peptidoglikan pada sel bakteri, sehinggan lapisan dinding sel tidak terbentuk

secara utuh dan menyebabkan kematian sel tersebut (Juliantina, 2008). Selain itu

menurut Rachmawati dan Nursyamsi (2015), bahwa dalam senyawa alkaloid

terdapat gugus basa yang mengandung nitrogen akan bereaksi dengan senyawa

asam amino yang menyusun dinding sel bakteri dan DNA bakteri. Reaksi ini

mengakibatkan terjadinya perubahan struktur dan susunan asam amino sehingga

akan menimbulkan perubahan keseimbangan genetik pada rantai DNA sehingga

akan mengalami kerusakan akan mendorong terjadinya lisis sel bakteri yang akan

menyebabkan kematian sel pada bakteri.

4.4 Hasil Ekstraksi dan fraksinasi

Hasil ekstraksi dari 800 g simplisia daun sibo dengan cara maserasi

menggunakan pelarut etanol 96% diperoleh ektrak etanol daun sibo sebanyak 50,5

g dengan nilai rendemen 6,31 %. Terhadap 10 g ekstrak etanol daun sibo

dilakukan fraksinasi menggunakan pelarut n-heksana dan etilasetat, setelah

41
diuapkan diperoleh sebanyak 1,5 g dengan nilai rendemen 15 %. Hasil

difraksinasi dengan pelarut etilasetat setelah diuapkan diperoleh sebanyak 6,5 g

dengan nilai rendemen 65 %.

Fraksi n-heksana dan dan fraksi etil asetat yang diperoleh, kemudian

dilakukan skrining fitokima dan kemudian diuji kemampuan aktivitas antibakteri

terhadap bakteri Staphylococus aureus dan Escherichia coli.

4.5 Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Fraksi n-Heksana dan Fraksi Etilasetat

Daun Sibo

Penentuan aktivitas antibakteri fraksi n-heksana dan fraksi etilasetat daun

sibo dilakukan dengan menggunakan metode difusi agar dengan menggunakan

pencadang kertas. Diameter zona hambatan di sekitar pencadang kemudian diukur

untuk mengukur kekuatan hambatan obat terhadap bakteri yang diuji. Metode

difusi agar dipilih karena metode ini lebih praktis namun tetap dapat memberikan

hasil yang diharapkan. Aktivitas suatu zat antimikroba dalam menghambat

pertumbuhan atau membunuh mikroorganisme tergantung pada konsentrasi dan

jenis bahan antimikroba tersebut. Berdasarkan hasil pengukuran diameter daerah

hambatan memperlihatkan bahwa fraksi etilasetat daun sibo memberikan aktivitas

antibakteri yang terkuat dibanding dengan fraksi n-heksana dalam menghambat

pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli.

Hasil pengukuran diameter daerah hambatan pertumbuhan bakteri rata-rata

Fraksi n-heksan dan fraksi etilasetat dapat dilihat pada Tabel 4.3 sampai 4.4.

42
Tabel 4.3 Hasil pengukuran diameter daerah hambatan fraksi n-heksana daun sibo

Diameter Daerah Hambatan (mm*)


Konsentrasi
No.
(mg/ml) Staphylococcus aureus Escherichia coli.

1 500 10,5 10
2 400 9,5 9,16
3 300 8,7 8,06
4 200 7,56 7,5
5 100 7,4 7
6 50 6,86 -
7 25 - -
Blanko - -
10
(DMSO)
Keterangan: (mm*) = Diameter rata-rata daerah hambatan pertumbuhan bakteri
(-) = Tidak terdapat daerah hambatan
DMSO = Dimetilsulfoksida

Tabel 4.4 Hasil pengukuran diameter daerah hambatan fraksi etilasetat daun sibo

Diameter Daerah Hambatan (mm*)


Konsentrasi
No. Staphylococcus aureus Escherichia coli
(mg/ml)

1 500 16,66 16,26


2 400 15,33 15,2
3 300 14,53 14,03
4 200 13,43 13,16
5 100 11,73 10,26
6 50 8,5 8,26
7 25 7,76 7,46
Blanko - -
10
(DMSO)
Keterangan: (mm*) = Diameter rata-rata daerah hambatan pertumbuhan bakteri
(-) = Tidak terdapat daerah hambatan
DMSO = Dimetilsulfoksida

Hasil pengukuran diameter hambat fraksi etilasetat menujukan aktivitas

antibakteri terkuat dibandingkan dengan fraksi n-heksana dalam menghambat

pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus,dan Escherichia coli. Hasil

pengukuran pada konsentrasi 500 mg adalah 16,66 mm dan 16,26 mm sedangkan

pengukuran diameter hambat fraksi n-heksana terhadap bakteri Staphylococcus

43
aureus,dan Escherichia coli pada konsentrasi 500 mg adalah 10,5 mm dan 10

mm.

Dari hasil uji yang dilakukan diperoleh bahwa fraksi etilasetat dari daun

sibo memberikan aktivitas antibakteri yang lebih kuat dibanding dengan fraksi n-

heksana dalam menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus dan Escherichia

coli. Hal ini dikarenakan kandungan senyawa metabolit sekunder yang terdapat

dalam fraksi etilasetat daun sibo memiliki aktivitas antibakteri yaitu adanya

senyawa glikosida,tanin,flavonoid dan saponin yang terdapat pada fraksi

etilasetat.

Menurut Robinson (1991) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa

senyawa flavonoid memiliki kemampuan menghambat pertumbuhan bakteri

dengan beberapa mekanisme yang berbeda, antara lain flavonoid menyebabkan

terjadinya kerusakan permeabilitas dinding bakteri, mikrosom dan lisosom

sebagai hasil antara flavonoid dengan DNA bakteri, mekanisme yang berbeda

dikemukakan oleh dalam Sabir (2005) yang menyatakan bahwa gugus hidroksil

pada struktur senyawa flavonoid menyebabkan perubahan komponen organik dan

transpor nutrisi yang akan mengakibatkan timbulnya efek toksik terhadap bakteri.

Mekanisme kerja tanin sebagai antibakteri adalah menghambat enzim

reverse transcriptase dan DNA topoisomerase sehingga sel bakteri tidak dapat

terbentuk (Nuria dkk., 2009).

Saponin digunakan sebagai antimikroba pada beberapa tahun terakhir.

Mekanisme kerja saponin sebagai antibakteri adalah menurunkan tegangan

permukaan sehingga mengakibatkan naiknya permeabilitas/kebocoran sel dan

mengakibatkan senyawa intraseluler akan keluar (Robinson, 1995).

44
Hasil uji aktivitas antibakteri fraksi n-heksana menunjukan aktivitas

antibakteri yang lemah terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli ini

disebabkan karena dari hasil skrining fitokimia, fraksi n-heksana hanya

mengandung hanya mengandung senyawa metabolit sekunder triterpenoid/steroid

saja. Senyawa triterpenoid/steroid memiliki potensi sebagai senyawa antibakteri

yaitu menghambat pertumbuhan antibakteri dengan mekanisme penghambatan

terhadap sintesis protein karena terakumulasi dan menyebabkan perubahan

komponen-komponen penyusun sel bakteri itu sendiri (Rosidah dkk., 2014).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada bakteri Staphylococcus aureus

memiliki zona hambat lebih besar dibandingkan dengan bakteri Escherichia coli

pada fraksi n-heksana dan fraksi etilasetat. Menurut Volk and Wheeler (1994),

perbedaan tersebut terjadi karena kedua bakteri uji tersebut memilki komposisi

dan struktur dinding sel yang berbeda sehingga mengakibatkan bakteri gram

positif lebih rentan terhadap senyawa-senyawa kimia dibandingkan gram negatif.

Struktur dinding sel bakteri gram positif lebih sederhana, yaitu berlapis tunggal

dengan kandungan lipid yang rendah (1-4%) sehingga memudahkan bahan

bioaktif masuk ke dalam sel. Struktur dinding sel bakteri gram negatif lebih

kompleks, yaitu berlapis tiga terdiri dari lapisan luar lipoprotein, lapisan tengah

lipopolisakarida yang berperan sebagai penghalang masuknya bahan bioaktif

antibakteri, dan lapisan dalam berupa peptidoglikan dengan kandungan lipid

tinggi (11-12).

45
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Hasil penelitian yang dilakukan terhadap daun sibo (Leea indica F.)

diperoleh kesimpulan.:

a. Hasil karakterisasi simplisia daun sibo diperoleh kadar air 9,33%, kadar sari

larut air 11,32%, kadar sari larut etanol 6,92%, kadar abu total 8,1% dan kadar

abu tidak larut dalam asam 0,88%.

b. Hasil skrining serbuk simplisia dan ekstrak etanol daun sibo menunjukan hasil

positif pada alkaloid, steroida/triterpenoid, flavonoid, glikosida, dan saponin.

Fraksi n-heksana hanya mengandung triterpenoid steroid/ dan pada fraksi

etilasetat mengandung flavonoid, glikosida, saponin dan tanin

c. Fraksi etilasetat menujukan aktivitas antibakteri terkuat dibandingkan dengan

fraksi n-heksana dalam menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus

aureus,dan Escherichia coli pada konsentrasi 500 mg/ml diameter hambat

pertumbuhan bakteri fraksi etilasetat adalah 16,66 mm dan 16,26 mm

sedangkan pada fraksi n-heksana pada konsentrasi 500 diameter hambat

pertumbuhan bakteri adalah 10,5 mm dan 10 mm.

5.2 Saran
Disarankan untuk penelitian selanjutnya untuk melakukan uji aktivitas

antibakteri daun sibo terhadap Staphylococus epidermidis.

46
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1982. The Oxoid Manual of Culture Media, Ingredients an other


Laboratory Services. Fifth Edition. England: Basingtoke. Halaman 223-
224.
Brooks, G. F., Butel, J. S., dan Moorse, S. A. 2001. Jawetz, Melnick & Aldeberg’s
Medical Microbiology. Twenty Second Edition. Newyork: Lange Medical
Books/Mc Graw-Hill. Halaman 2, 24-25, 27.
Depkes RI. 1995. Materia Medika Indonesia. Jilid VI. Cetakan keenam. Jakarta:
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Halaman 297-307, 321,
325.
Depkes RI. 2000. Parameter Standar umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Cetakan
Pertama. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan
Direktorat Pengawasan Obat Tradasional. Halaman 10-12.
Dey, P. M. dan Harborne, B. J. 1989. Methods in Plant Biochemistry. Volume I.
Plant Phenolics. London: Academic Press. Halaman 81-82.
DitjenPOM RI. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi Keempat. Jakarta: Direktorat
Jenderal Pengawasan obat dan Makanan Departemen Kesehatan. Halaman
81-82
Emran, T . B., Rahman, Md. A., Hosen, S.M.Z., Khanam, U.H., dan Saha, D.
2012. Antioxidant,cytoxic and phytochemical proporties of ethanol extract
of Leea Indica leaf. Journal of Pharmacy Research. Vol 5(5).Halaman
2938-2941
Engelkirk, P. G. dan Burton, G. R. W. 2007. Burton’s Microbiology for the
Health Sciences. Eight Edition. United States of America: Lippincott
Williams & Wilkins. Halaman 11.
Farnsworth, N. R. 1966. Biological and Phytochemical Screening of Plants.
Journal of Pharmaceutical Sciences. Volume 55(3). Halaman 259-260,
262, 264-266.
Harborne, J. B. 1973. Phytochemical Methods. Penerjemah: Padmawinata K.
1987. Metode Fitokimia. Bandung : Penerbit ITB. Halaman 234-237.
Holt, J . G ., Krieg, N . R., Sneath, P. H. A., Staley, J. T., dan Williams, S .T .
1994. Bergey’s Manual Of Determinative Bacteriology. Ninth Edition.
USA: Lipincott Williams & Wilkins . Halaman 71.
Hutapea, J. R., Soerahso., Sutjipto., Djumidi., Sugiarso, S., Widiastuti, Y., dkk.
1994. Inventaris Tanaman Obat Indonesia. Jilid 3. Jakarta: Direktorat
Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Departemen Kesehatan
Indonesia. Halaman 127..
InfoPOM. 2005. Standarisasi Ekstrak Tumbuhan Obat Indonseisa Salah Satu
Tahapan Penting Dalam Pengembangan Obat Asli Indonesia. InfoPOM RI.
Volume 6(4). Halaman 1-5.
Juliantina, F. R. 2008. Manfaat sirih merah (Piper crocatum) sebagai agen anti
bakterial terhadap bakteri gram positif dan gram negatif. JKKI – Jurnal
Kedokteran dan Kesehatan Indonesia.
Kemenkes RI. 2011. Pedoman Umum Penggunaan Antibiotik. Jakarta: Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Halaman 4 .

47
Khare, C. P. 2007. Indian Medicinal Plants An Illustrated Dictionary. Verlag
Berlin/Heidlberg: Springer Science + Business Media, LLC. Halaman
366.
Markham, K. R. 1982. Techniques of Flavonoid identification. Penerjemah:
Padmawinata K. 1988. Cara mengidentifikasi Flavonoid. Bandung:
Penerbit ITB. Halaman 20-24.
Muchtaridi, Hasanah, A. N., dan Musfiroh, I. 2015. Ekstraksi Fasa Padat:
Aplikasi Pada Persiapan Analisis. Cetakan pertama. Yogyakarta: Graha
Ilmu. Halaman 3-4.
Nuria, M. C., Faizatun. M., dan Sumantri. 2009. UJI ANTIBAKTERI EKSTRAK
ETANOL DAUN JARAK PAGAR (Jatropa cuircas L.) TERHADAP
BAKTERI Staphylococus aureus ATCC 25923, Escherichia coli ATCC
25922 DAN Salmonella typhi ATCC 1408. Mediagro. Volume 5.
Halaman 26- 37.
Odugbemi, T. 2008. A Textbook of Medicinal Plants from Nigeria. Nigeria:
University of Lagos Press. Halaman 219-220.
Pelczar, Jr, M. J. dan Chan E. C. S.. 1988. Basic Microbiology. Penerjemah:
Hadioetomo, R. S., Imas, T., Tjitrosomo, S. S., dan Angka, S. L. (2005).
Dasar-dasar Mikrobiologi. Jakarta: Penerbit UI Press. Halaman 132-133.
Pratiwi, S. T. 2008. Mikrobiologi Farmasi. Jakarta: Penerbit Erlangga. Halaman
6.
Rachmawati, N. dan Nursyamsi. 2015. EFEK ANTIBAKTERI EKSTRAK
ETANOL BUAH PARE (Momordica charantia) TERHADAP
PERTUMBUHAN STAPHYLOCOCUS AURES PADA MEDIA
PEMBENIHAN DIFUSI. JURNAL ILMIAH KEDOKTERAN,VOLUME
2(1). Halaman 6.
Redaksi Agromedia. 2008. Buku Pintar Tanaman Obat. Cetakan Pertama. Jakarta
Selatan : PT Agromedia Pustaka. Halaman 1-2.
Robinson, T. 1991. The Organic Constituents of Higher Plants. 6th Edition.
Penerjemah: Padmawinata K. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan
Tinggi. Bandung: Penerbit ITB. Halaman 139-140.
Rosidah, N. A., Lestari, P. E., dan Astuti, A. 2014. Daya Antibakteri Ekstrak
Daun Kendali (Hiproboma longiflora[L] g. Don) Terhadap Pertumbuhan
Streptococus mutans. Artikel Ilmiah Hasil Penelitian Mahasiswa 2014.
Sabir, A. 2005. Aktivitas Antibakteri Flavonoid Propolis Trigona terhadap bakteri
Streptococus Mutans (InVitro). Maj. Ked. Gigi. (Dent. J. ). Volume 38(3).
Halaman 135-141.
Sinaga, E. 2016. Uji Aktivitas Antikejang Ekstrak Etanol Daun Titanus( Leea
aequata ) terhadap ileum marmut (Cabia cobaya) terisolasi secara Invitro.
Skripsi. Medan: Universitas Sumatera Utara.
Siregar, A. F., Sabdono, A., dan Prigegenies, P. 2012. Potensi Antibakteri Ekstrak
Rumput Laut terhadap Penyakit Kulit Psedudomonas aeruginosa,
Staphylocouc epidermidis dan Micrococus luteus. Journal of Marine
Resaearch. Volume 1(2). Halaman 152-160.
Srinivasan, G. V., Ranjith, C., dan Vijayan, K. K. 2008. Identification of
chemical compunds from the leaves of Leea indica. Acta Pharm. 58.
(2008). 207-214.

48
Steenis, C. G. J. V. 1976. Spermatophyta Flowering Plants. Flora Malesiana.
Volume 7(4). Netherlands: Noordhoff International Publishing, Leyden
The Netherlands. Halaman 779-781.
Syahruchman, A., Chatim, A., Soebandrio, W. K. A., Karuniawati, A., Santoso,
A. U. S., Harun, B. M. H., dkk. 1993. Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran.
Tanggerang: Binarupa Aksara Publisher. Halaman 18-20.
Venn, R . F. 2008. Principles and Practices of Bioanalysis. Edisi kedua. Prancis:
Taylor and Francis Group Ltd. Halaman 23-25.
Volk, W. A. dan Wheeler, M. F. 1984. Basic Microbiology. Fifth Edition.
Newyork: Harper & Row Publishers.Halaman 212, 222, 267.
Waluyo, L. 2007. Mikrobiologi Umum. Edisi Revisi. Malang : UPT. Penerbitan
Universitas Muhamadiyah Malang. Halaman 39-44.
WHO. 1998. Quality Control Methods for Medicinal Materials. World Health
Organization Geveva. England: WHO Library Cataloguing in Publication
Data. Halaman 31-33.
Zimbro, M. J., Power, D. A., Miller, S. M., Wilson, G. E., dan Johnson, J. A.
2009. Difco & BBL Manual of Microbiological culture Media. Edisi
Kedua. USA: Becton, Dickinson and Company 7 Loveton Circle. Halaman
398, 402.

49
Lampiran 1. Hasil identifikasi tumbuhan

50
Lampiran 2. Gambar tumbuhan dan daun sibo

Gambar 1: Tumbuhan Sibo

Gambar 2 : Daun Sibo

51
Lampiran 3. Simplisia dan serbuk daun sibo

Gambar 3: Simplisia daun sibo

Gambar 4: Serbuk simplisia daun sibo

52
Lampiran 4. Hasil pemeriksaan mikroskopik daun sibo

Stomata tipe
parasitik

Trikoma non
glandular

Trikoma glandular

Gambar 5: Penampang Membujur daun Sibo

53
Lampiran 4 (Lanjutan)

Kristal Ca Oksalat
bentuk druse

Berkas pengangkut

Gambar 6 : Penampang melintang daun sibo

54
Lampiran 5. Bagan kerja penelitian

Daun Sibo (1,2 kg)


dicuci dari pengotor sampai bersih

ditiriskan

ditimbang berat basahnya (1,08 kg)

dikeringkan pada lemari pengering


dengan suhu 40-50°

ditimbang berat keringnya

Simplisia (1,00 kg)

diperiksa secara organoleptis

dihaluskan dengan blender

disimpan dalam wadah yang tertutup


rapat sebelum digunakan

Serbuk simplisia (0,8) kg)

Karakteristik Skrining fitokimia Ekstrak

1. Makroskopik Senyawa golongan :


2. Mikroskopik 1. Alkaloid Dimaserasi
3. Kadar air Dengan
2. Glikosida
4. Kadar sari larut Etanol 96 %
3. Saponin
dalam air 4. Tanin
5. Kadar sari larut 5. Flavonoida Ekstrak etanol
dalam etanol 6. Steroid/Triterpeoi
6. Kadar abu total Difraksinasi
d.
7. Kadar abu tidak
larut asam

Fraksi n- Fraksi
heksana etilasetat

Uji aktivitas antibakteri

55
Lampiran 6. Bagan pembuatan ekstrak etanol daun sibo (Leea indica F.)

800 g serbuk simplisia


dimasukkan ke dalam wadah
dituangi dengan 75 bagian etanol 96 % dan
ditutup rapat
dibiarkan selama 5 hari terlindung dari
cahaya, sambil sering diaduk
diserkai

Maserat Ampas

ditambahkan 25 bagian etanol


96% hingga diperoleh 100
bagian
diserkai

Maserat Ampas
1
digabung filtrat I dengan filtrat II
dipekatkan dengan rotary evaporator

Ekstrak kental (50,5 g)

56
Lampiran 7. Bagan pembuatan fraksi n-heksana,fraksi etilasetat daun sibo

Ekstrak etanol daun sibo

Ditambahkan dengan akuades

Dimasukkan kedalam corong pisah

Diekstraksi dengan n-heksana

Dikocok dan didiamkan sampai


Terbentuk 2 lapisan dan dipisahkan

Fraksi air Fraksi n-heksana

Ditambahkan dengan etil asetat Dikumpulkan

Dikocok dan didiamkan sampai Dipekatkan


terbentuk 2 lapisan dan dipisahkan dengan
penguap
vakum

Fraksi etilasetat Fraksi n-heksana


pekat (1,5 g)

Dikumpulkan

Dipekatkan dengan penguap vakum

Fraksi etilasetat
kental (6,5 g)

57
Lampiran 8. Bagan pengujian aktivitas antibakteri

Biakan murni bakteri

 diambil dengan jarum ose steril

 ditanam pada media Nutrient Agar miring

 diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam

Stok kultur bakteri


 disuspensikan dalam 10 ml media Nutrient
Broth steril

 diukur kekeruhan suspensi bakteri


menggunakan spektrofotometer pada panjang
gelombang 580 nm sampai diperoleh nilai
transmitan 25%

Inokulum bakteri

 dimasukkan 0,1 ml inokulum ke dalam cawan


petri

 ditambahkan 15 ml media Nutrient Agar ke


dalam cawan petri

 dihomogenkan dan dibiarkan hingga memadat


Media Padat

 diletakkan pencadang kertas yang telah


direndam ke dalam larutan uji ekstrak /fraksi
dengan berbagai konsentrasi dan pelarut DMSO
sebagai blanko

 diinkubasi pada suhu 37oC selama 18 - 24 jam

 diukur diameter daerah hambatan di sekitar


pencadang kertas dengan menggunakan jangka
sorong

Hasil

58
Lampiran 9. Perhitungan karakterisasi simplisia daun sibo

1.Perhitungan penetapan kadar air simplisia daun sibo

Volume air
Kadar air= x 100%
Berat sampel

No, Berat sampel (g) Volume air (ml)

1, 5,000 0.5 ml

2, 5,000 0.4 ml

3, 5,001 0.5 ml

0,5
1. Kadar air = x 100% = 10 %
5,000

0,4
2. Kadar air= x 100% = 8 %
5,000

0,5
3. Kadar air= x 100% = 9,99 %
5,001

10 %+ 8%+ 9,99%
% Rata-rata kadar air = = 9,33%
3

2. Perhitungan penetapan kadar sari larut dalam air simplisia daun sibo

Berat sari 100


Kadar sari= x x 100%
Berat sampel 20

0,11 100
1. Kadar sari larut dalam Air = x x100% = 10,98%
5,005 20

0,12 100
2. Kadar sari larut dalam Air = x x 100% = 11,99%
5,003 20

0,11 100
3. Kadar sari larut dalam Air = x x 100% = 11%
5,000 20

10,98%+11,99%+11%
% Rata-rata kadar sari larut dalam Air = = 11,32%
3

59
3.Perhitungan penetapan kadar sari larut dalam etanol simplisia daun sibo
Berat sari 100
Kadar sari= x x 100%
Berat sampel 20

No, Berat sampel (g) Berat sari (g)

1, 5,001 0,07

2, 5,004 0,07
1. Kadar sari larut dalam
3, 5,002 0,05
Etanol =

0,07 100
x x100% = 7,19%
5,001 20

0,07 100
2. Kadar sari larut dalam Etanol = x x100% = 7,69%
5,004 20

0,05 100
3. Kadar sari larut dalam Etanol = x x100% =5,89%
5,003 20

7,19%+7,69%+5,89%
% Rata-rata kadar sari larut dalam Etanol = = 6,92%
3

4. Perhitungan penetapan kadar abu total simplisia daun sibo

Berat abu
Kadar abu total= x 100%
Berat sampel

No, Berat sampel (g) Berat abu (g)

1, 3,002 0,24

2, 3,002 0,25
1. Kadar 3, 3,002 0,24 abu total =

0,24
x100% =
3,002

60
7,99%

0,25
2. Kadar abu total = x100% = 8,32%
3,002

0,32
3. Kadar abu total = x100% = 7,99%% Rata-rata kadar abu total =
3.002

7,99% +8,32%+ 7,99%


= 8,1 %
3

5. Perhitungan penetapan kadar abu tidak larut asam simplisia daun sibo

Berat abu
Kadar abu total= x 100%
Berat sampel

No, Berat sampel (g) Berat abu (g)

1, 3,002 0,03

2, 3,002 0,02
1. Kadar 3, 3,002 0,03 abu tidak larut

dalam asam =

0,03
x100% = 0,99%
3,002

0,02
2. Kadar abu tidak larut dalam asam = x 100% = 0,66%
3,002

0,03
3. Kadar abu tidak larut dalam asam = x 100% = 0,99%
3,002

0,99%+ 0,66% + 0,99%


% Rata-rata kadar abu tidak larut dalam asam = = 0,88%
3

61
Lampiran 10. Hasil pengukuran daerah hambat pertumbuhan bakteri dari Fraksi
n-heksana daun sibo

Diameter Daerah Hambatan (mm)


No. Konsentrasi Staphylococcus aureus Escherichia coli
(mg/ml)
D1 D2 D3 D* D1 D2 D3 D*
1. 500 10,5 10,5 10,5 10,5 10 10 10 10
2. 400 9,5 9,4 9,6 9,5 9,2 9,2 9,1 9,16
3. 300 8,7 8,7 8,7 8,7 8 8 8 8,06
4. 200 7,5 7,7 7,5 7,56 7,5 7,5 7,5 7,5
5. 100 7,4 7,4 7,4 7,4 7 7 7 7
6. 50 6,8 6,9 6,9 6,86 - - - -
7. 25 - - - - - - - -
10. Blanko - - - - - - - -

Keterangan:D :Diameter daerah hambatan pertumbuhan bakteri


1,2,3 : Perlakuan
D* :Rata-rata
_ :Tidak terdapat dearah hambatan pertumbuhan bakteri
Blanko :DMSO

62
Lampiran 11.Hasil pengukuran daerah hambat pertumbuhan bakteri dari fraksi
etilasetat daun sibo

Diameter Daerah Hambatan (mm)


No. Konsentrasi Staphylococcus aureus Escherichia coli
(mg/ml)
D1 D2 D3 D* D1 D2 D3 D*
1. 500 16,8 16,7 16,5 16,66 16,3 16,2 16,3 16,36
2. 400 15,3 15,3 15,4 15,33 15,1 15,2 15,3 15,2
3. 300 14,4 14,6 14,6 14,53 14 14 14,1 14,03
4. 200 13,4 13,6 13,3 13,43 13,1 13,2 13,2 13,16
5. 100 11,6 11,8 11,8 11,73 10,3 10,3 10,2 10,26
6. 50 8,5 8,5 8,5 8,5 8,3 8,3 8,2 8,26
7. 25 7,7 7,7 7,9 7,76 7,5 7,5 7,4 7,46
10. Blanko - - - - - - - -

Keterangan:D :Diameter daerah hambatan pertumbuhan bakteri


1,2,3 : Perlakuan
D* :Rata-rata
_ :Tidak terdapat dearah hambatan pertumbuhan bakteri
Blanko :DMSO

63
Lampiran 12. Gambar pengujian aktivitas antibakteri Fraksi n-heksana daun sibo

200 300

100

50
400

500

25

Blanko DMSO

Gambar 7: Pengujian aktivitas antibakteri fraksi n-heksana daun sibo terhadap


bakteri Staphylococcus aureus

Keterangan: Konsentrasi ekstrak dalam satuan mg/ml

64
Lampiran 12. ( Lanjutan)

200

300

400
100
50

500

25
Blanko DMSO

Gambar 8: Pengujian aktivitas antibakteri fraksi n-heksana daun sibo terhadap


bakteri Escherichia coli

65
Keterangan: Konsentrasi ekstrak dalam satuan mg/ml

Lampiran 13. Gambar pengujian aktivitas antibakteri fraksi etilassetat daun sibo

500

400

25
Blanko DMSO 200 50

300

100

Gambar 9: Pengujian aktivitas antibakteri fraksi etilassetat daun sibo terhadap


bakteri Staphylococcus aureus

Keterangan: Konsentrasi ekstrak dalam satuan mg/ml

66
Lampiran 13.(Lanjutan)

500
400

25 50
0
200
Blanko DMSO 0

300

100

Gambar 10: Pengujian aktivitas antibakteri fraksi etilassetat daun sibo terhadap
bakteri Escherichia coli

Keterangan: Konsentrasi ekstrak dalam satuan mg/ml

67
68

Anda mungkin juga menyukai