FRI RAHMAWATI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008
Fri Rahmawati
NIM G851060071
ABSTRACT
FRI RAHMAWATI. Isolation and Characterization of Antibacterial
Compound from Miana Leave Extract (Coleus scuatellariodes [L] Benth).
Under direction of MARIA BINTANG and MASNIARI POELOENGAN
Miana is a Lamiaceae. It is commonly used as traditional medicine for
infection and inflamation, cause by bacterial. The aim of this study to isolate and
characterize of antibacterial compound from miana leave extract. It is expected
that the result will give information on characteristics and minimum inhibition
concentration (MIC) of miana leave extract which have the highest antibacterial
activity. The method of this research were extraction by Harborne method,
antibacterial activity test by agar well diffution to Staphylococcus aureus,
Staphylococcus epidermidis, Escherichia coli dan Salmonella entereditidis
and
determination of MIC by dilution method. The result showed that miana extract
has the highest antibacterial activity on S. aureus and S. epidermidis. Miana
extract was better than fresh and infusan miana leave on inhibition activity of
S. aureus and S. epidermidis. MIC value of S. aureus and S. epidermidis were 3
mg/ml. The active fraction of miana leave extract contain phthalic acid derivates
by GC-MS
Keywords : Coleus scuatellariodes, antibacterial compound
RINGKASAN
FRI RAHMAWATI. Isolasi Dan Karakterisasi Senyawa Antibakteri Ekstrak
Daun Miana (Coleus scuatellariodes [L] Benth). Dibimbing oleh MARIA
BINTANG dan MASNIARI POELOENGAN
Miana tergolong ke dalam jenis bayam-bayaman. Miana biasanya
digunakan oleh masyarakat sebagai obat tradisional untuk mengobati antiinfeksi
dan antiinflamasi karena bakteri. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengisolasi
dan mengkarakterisasi senyawa antibakteri dari ekstrak daun miana.Penelitian ini
diharapkan dapat memberikan informasi atas karakteristik dan konsentrasi hambat
minimum (MIC) yang memiliki aktivitas antibakteri yang paling besar. Metode
ekstraksi yang dilakukan berdasarkan Harborne, metode uji antibakteri
berdasarkan metode agar difusi terhadap bakteri Staphylococcus aureus, Staphylococcus
epidermidis (Gram positif), Escherichia coli dan Salmonella entereditidis (Gram
negatif) dan penentuan MIC berdasarkan metode dilusi.
Penelitian ini diawali dengan pembuatan simplisia daun miana dengan
cara mengeringkan daun miana segar dan bersih pada udara terbuka yang tidak
terkena terik matahari langsung selama 4-5 hari sampai diperoleh berat akhirnya
yang konstan. Daun miana kering kemudian dihaluskan menjadi bubuk. Bubuk
daun miana kemudian diekstraksi dengan aseton dingin selama 3x24 jam. Ekstrak
disaring dan dipekatkan dengan rotavapor pada suhu 450C. Ekstrak aseton daun
miana yang diperoleh kemudian dilakukan uji fitokimia dan uji pendahuluan
antibakteri. Setelah dilakukan uji fitokimia dan uji pendahuluan antibakteri
ekstraks aseton diperoleh dipartisi dengan pelarut air dan heksan dengan
perbandingan yang sama, sehingga akan diperoleh 3 fraksi yaitu fraksi air, fraksi
heksan dan fraksi aseton lalu ketiga fraksi dan crude diuji aktivitas antibakterinya.
Fraksi atau crude yang memiliki aktivitas antibakteri yang paling besar
selanjutnya dipisahkan komponennya menggunakan KLT analitik dan preparatif
untuk seterusnya dikarakterisasi dengan menggunakan GC-MS.
Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa ekstrak daun miana
memiliki aktivitas paling besar terhadap bakteri S. aureus dan S. epidermidis.
Ekstrak daun miana memberikan aktivitas antibakteri terbesar terhadap bakteri uji
dibandingkan dengan penggunaan dalam bentuk segar atau infusan. Ekstrak
aseton yang dipartisi menghasilkan 3 fraksi yaitu fraksi air, heksan dan aseton.
Aktivitas fraksi aseton lebih besar dari fraksi air dan fraksi heksan terhadap
bakteri uji. Daya hambat fraksi aseton untuk bakteri S. aureus 3.7 % dari
kloramfenikol dan untuk bakteri S. epidermidis 3.5% dari kloramfenikol. Nilai
MIC terhadap bakteri S. aureus dan S. epidermidis adalah sebesar 3 mg/ml.
Dengan menggunakan GC-MS diperoleh bahwa fraksi aaseton daun miana
mengandung derivat asam ftalat yaitu 67.368 %.
Kata kunci: Coleus scuatellariodes, senyawa antibakteri
FRI RAHMAWATI
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Departemen Biokimia
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008
HALAMAN PENGESAHAN
Judul : Isolasi dan Karakterisasi Senyawa Antibakteri Ekstrak Daun miana
(Coleus scuatellariodes [L] Benth)
Nama : Fri Rahmawati
NIM
: G851060071
Disetujui
Komisi Pembimbing
Diketahui
Tanggal Lulus:
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Mega Safithri Hasibuan, M.S.
KATA PENGANTAR
Sujud syukur penulis ucapkan kepada Yang Maha Kuasa Allah SWT,
hanya karena kuasa-Nya maka tesis yang berjudul ISOLASI DAN
KARAKTERISASI SENYAWA ANTIBAKTERI EKSTRAK DAUN
MIANA (Coleus scuatellariodes [L] Beth dapat terselesaikan. Tesis ini disusun
sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Magister Sains.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada segala pihak yang telah
membantu selama proses penyusunan tesis ini, khususnya kepada:
1. Ibu Prof. Dr. drh. Maria Bintang, M.S. sebagai ketua komisi
pembimbing dan ketua program studi Biokimia yang banyak
memberikan motivasi, inspirasi, semangat serta masukkan dalam
menyelesaikan kuliah dan penulisan tesis ini
2. Ibu Dra. Masniari Poeloengan, M.S. selaku anggota pembimbing yang
banyak memberi banyak dukungan, semangat serta masukan selama
penelitian dan penyusunan makalah hasil penelitian ini.
3. Orang tua serta kakak dan adikku yang banyak memberi doa dan
semangat untuk lebih maju.
4. Para staf pengajar Biokimia IPB dan teman-teman di Biokimia IPB
yang telah banyak membantu penulis selama kuliah.
Penulis menyadari bahwa tesis ini jauh dari kesempurnaan, oleh sebab itu
penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun untuk
perbaikkan di masa yang akan datang. Semoga tesis ini bermanfaat bagi kita
semua.
Bogor, Agustus 2008
Fri Rahmawati
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 14 Februari 1983 dari ayah
Khairul Bakri (alm) dan ibu Yarnis. Penulis merupakan putri kedua dari tiga
bersaudara.
Tahun 2001 penulis lulus dari SMUN 1 Pariangan Kab. Tanah DatarSUMBAR dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur
Undangan Seleksi Masuk IPB pada Program Studi Biokimia, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam dan lulus pada tahun 2006. Pada tahun
yang sama penulis berkesempatan untuk melanjutkan pendidikan pascasarjana di
Program Studi Biokimia pada Program Pascasarjana IPB.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL .............................................................................................. ii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... iii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... iv
PENDAHULUAN
Latar Belakang ....................................................................................... 1
Tujuan Penelitian ................................................................................... 2
Manfaat Penelitian ................................................................................. 2
TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman Miana ..........................................................................
Bakteri Uji ..............................................................................................
Senyawa Antibakteri ..............................................................................
Penentuan Aktivitas Antibakteri ............................................................
Ekstraksi dan Identifikasi Senyawa Antibakteri ....................................
METODE PENELITIAN
3
5
7
9
10
13
13
13
13
14
14
15
15
16
16
17
18
19
20
21
29
32
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 Analisis fitokimia ekstrak aseton daun miana ...................................... 20
Tabel 2 Nilaia standar MIC beberapa antibiotik................................................ 29
Tabel 3 Komponen utama fraksi aseton dengan GC-MS .................................. 30
ii
DAFTAR GAMBAR
1
2
Halaman
Tanaman Miana ............................................................................................ 4
Aktivitas antibakteri ekstrak aseton daun miana terhadap S. aureus,
S. epidermidis, E. coli dan S. entereditidis ................................................... 23
iii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Diagram alir penelitian .................................................................................. 38
2 Simplisia dan ekstrak aseton daun miana ...................................................... 39
3 Formula media untuk menumbuhkan bakteri ................................................ 40
4 Formula pembuatan larutan standar Mc Farland No. 1 ................................. 40
5 Kadar air......................................................................................................... 41
6 Kadar abu ....................................................................................................... 41
7 Rendemen ekstrak aseton............................................................................... 42
8 Uji pendahuluan aktivitas antibakteri ekstrak daun miana............................. 42
9 Diameter zona hambat daun segar, infusan dan ekstrak daun miana............... 42
10 Diameter zona hambat fraksi-fraksi ektrak daun miana ................................ 43
11 Foto zona hambat fraksi-fraksi ektrak daun miana........................................ 43
12 Diameter zona hambat antibiotik standar ...................................................... 44
13 Foto zona hambat antibiotik standar .............................................................. 44
14 Perhitungan perbandingan daya hambat fraksi aseton terhadap
kloramfenikol ................................................................................................ 45
15 Diameter zona hambat ekstrak daun miana dengan berbagai konsentrasi..... 46
16 Foto zona hambat ekstrak daun miana dengan berbagai konsentrasi ............ 47
17 Kromatogram GC-MS fraksi aseton ekstrak daun miana .............................. 48
iv
PENDAHULUAN
Penyakit infeksi merupakan penyakit yang banyak diderita oleh
masyarakat Indonesia sejak dulu. Penyakit infeksi yang banyak diderita
masyarakat di antaranya infeksi usus yang disebabkan karena Staphylococcus
aureus, Escherichia coli, Salmonella typhi, Vibrio cholerae, infeksi lambung
seperti S. aureus, infeksi kulit karena S. aureus, Pseudomonas aeruginosa dan
sebagainya (Dzulkarnain, Dian & Au 1996).
Pada waktu sekarang penyakit infeksi tersebut dapat ditanggulangi
menggunakan antibiotik. Zaman dahulu penggunaan antibiotik belum terlalu luas
dan dikenal sehingga masyarakat pada waktu itu masih sangat tergantung pada
berbagai bahan yang diperoleh di sekitar rumah termasuk pekarangan atau hutan
sekitarnya. Menurut Farnwarth (1985) diperkirakan hampir 80% masyarakat di
negara berkembang menggantungkan dirinya dari tumbuhan untuk memelihara
kesehatannya. Kecenderungan ini kemungkinan akan meningkat dengan makin
banyaknya isu-isu bact to nature. Selain itu, pemanfaatan tumbuhan sebagai
bahan baku obat juga terkait dengan adanya senyawa aktif pada tumbuhan yang
bersifat bioaktif. Salah satu sifat bioaktif dari senyawa pada tumbuhan adalah
sebagai antibakteri.
Penelusuran dan pemanfaatan senyawa aktif alami yang bersifat
antibakteri didasarkan karena banyaknya bakteri bakteri patogen yang dapat
menimbulkan masalah serius pada manusia, sedangkan disisi lain banyak isolat
bakteri yang resisten terhadap antibakteri. Penggunaan bahan-bahan kimia dan
antibiotik yang tidak rasional selain menyebabkan resistensi bakteri juga
berdampak terhadap lingkungan dan efek residunya bagi manusia, sedangkan
karakteristik dari bahan aktif alami lebih mudah terurai di perairan (Marpaung
2004).
Penggunaan obat tradisional secara umum dinilai lebih aman dari pada
penggunaan obat modern, hal ini disebabkan karena obat tradisional memiliki
efek samping yang relatif lebih kecil dari pada obat modern. Efek samping obat
tradisional relatif kecil jika digunakan secara tepat, yang meliputi: kebenaran
bahan, ketepatan dosis, ketepatan waktu pengunaan, ketepatan cara pengunaan,
hambat
minimum
(MIC)
serta
untuk
mengisolasi,
dan
mengkarakterisasi senyawa aktif dari ekstrak daun miana yang memiliki aktivitas
antibakteri. Sehingga penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
ilmiah yang tepat penggunaan daun miana sebagai senyawa antibakteri kepada
masyarakat.
TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman Miana (Coleus scutellarioides [L] Benth.)
Miana diklasifikasikan ke dalam divisi spermatophyta, subdivisi
Angiospermae, ordo Solanales, family Lamiaceae, genus Solenostemon, dan
spesies Coleus scutellarioides, Linn,Benth. (Depkes 2000). Miana mempunyai
nama lain yang sangat banyak seperti: Si gresing (Batak) adang-adang
(Palembang) jawer kotok (Sunda) her atau kentangan (Jawa) dhin-kamandhinan
(Madura) mayam (Menado) ati-ati, panci-panci (Bugis).
Miana merupakan tanaman yang berasal dari Asia Tenggara, yang
sebenarnya adalah tumbuhan terna (herba) yang bisa tumbuh setinggi 30 cm
sampai 150 cm sangat mudah didapat dan dibudidayakan. Miana dapat tumbuh
subur di daerah dataran rendah sampai ketinggian 1500 meter di atas permukaan
laut. Miana juga bisa didapat disekitar sungai atau pematang sawah dan tepi-tepi
jalan pedesaan sebagai tumbuhan liar. Miana juga merupakan tumbuhan setahun,
tumbuh tegak atau berbaring pada pangkalnya, bagian yang menyentuh tanah
keluar akar, jika seluruh bagian diremas akan mengeluarkan bau yang harum.
Batang bersegi empat dengan alur yang agak dalam pada masing-masing sisinya,
berambut, percabangan banyak, berwarna ungu kemerahan. Daun tunggal,
panjang tangkai 3-4 cm. Helaian daun berbentuk bulat telur, pangkal membulat
atau melekuk menyerupai bentuk jantung, ujung meruncing, tepi beringgit, tulang
daun menyirip jelas (berupa alur) berbentuk gambaran seperti jala, permukaan
daun agak mengkilap, berambut halus, panjang 7 - 11 cm, lebar 3,5 - 6 cm
berwarna ungu kecoklatan sampai ungu kehitaman.
Tanaman ini termasuk familia Lamiaceae alias bayam-bayaman, yang
warna daunnya beragam, cantik dan memikat mata. Warna daun yang beraneka
ragam mulai dari keemasan, kehitaman (Curly lava) pink (Alabama sunset),
merah (Plum parfait), kekuningan (Yellow parfait) ungu hingga kombinasi dari
beragam warna. Bentuk daun juga bervariasi, oval, tepi bergerigi, hingga keriting.
Namun tidak semua jenis miana berkhasiat obat, hanya miana yang daunnya
berwarna merah kecoklatan/ kehitaman dengan tepi berbentuk gerigi yang dapat
digunakan sebagai obat.
Bakteri Uji
Bakteri adalah sel prokariot yang khas yang bersifat uniseluler dan tidak
mengandung struktur yang terbatasi membran di dalam sitoplasmanya, sel bakteri
berbentuk khas seperti bola, batang, atau spiral yang umumnya bakteri
berdiameter 0.5-1.0 m dan panjang antara 1.5-2.5 m dengan struktur luarnya
berupa flagella, pili dan kapsul (Pelczar & Chan 1986).
Bardasarkan komposisi dinding sel, bakteri dibedakan menjadi dua yaitu
bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif. Bakteri Gram negatif memiliki
struktur dinding sel yang lebih tipis dari bakteri Gram positif tetapi memiliki
dinding sel yang berlapis tiga. Komposisi dinding sel Gram negatif terdiri atas
lipid (11-22%) dan peptidoglikan (10% dari berat kering) yang terdapat pada
lapisan kaku sebelah dalam dinding sel. Bila dibandingkan dengan Gram negatif,
bakteri Gram positif memiliki struktur dinding sel yang lebih tebal tetapi berlapis
tunggal, dengan komposisi dinding sel terdiri atas peptidoglikan (50% berat
kering), lipid (1-4%) dan asam teikoat. Berbeda dengan bakteri Gram negatif,
bakteri Gram positif lebih rentan terhadap penisilin (Pelczar & Chan 1986;
Cummins 1990; Williams et al 1996).
Bakteri uji yang digunakan dalam menentukan aktivitas antibakteri suatu
tanaman herba adalah bakteri standar dan dapat juga tergantung pada khasiat
tanaman tersebut terhadap organ tubuh yang diserang oleh bakteri. Mengingat
akan kemampuan daun miana yang dapat mengobati beberapa penyakit seperti
bisul/ borok, sakit mata merah dan gangguan pencernaa maka untuk itu digunakan
bakteri yang hidup dipermukaan kulit (Staphylococcu aureus dan Staphylococcu
epidermidis) dan di dalam saluran pencernaan. (Escherichia coli dan Salmonella
entereditidis).
Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram positif, berbentuk bulat
(coccus), berdiameter 1 m, sering berkelompok, mengandung pigmen karoten
orange dan kuning, non volatil dan bersifat fakultatif anaerobik (Singleton 1999).
S. aureus memiliki struktur dinding sel yang relatif tebal dan berlapis tunggal,
dinding selnya memiliki kandungan lipid rendah dengan kandungan peptidoglikan
tinggi dan mengandung asam teikoat sehingga bakteri ini lebih rentan terhadap
penisilin. Bakteri ini memiliki suhu optimum pertumbuhan 30-370 C dan nilai pH
optimum pertumbuhan 7.0-7.5. Bakteri ini menyebabkan berbagai penyakit
seperti infeksi terhadap borok atau bisul yang bernanah, radang selapot otak,
peracunan terhadap darah dan racun pada makanan (Buchanan & Gibbons 1974).
Escherichia coli merupakan Gram negatif dengan struktur dinding sel
relatif tipis dan berlapis tiga, dinding selnya memiliki kandungan lipid tinggi
dengan kandungan peptidoglikan relatif rendah dan tidak memiliki asam teikoat.
Bakteri ini memiliki bentuk batang (basil) dengan ukuran lebar 0.5 nm dan
panjang 1.0-3.0 nm, tidak berkapsul. Bakteri yang kurang rentan terhadap
penisilin ini merupakan bakteri fakultatif anaerobik dengan suhu dan pH optimum
pertumbuhan yang sama seperti S. aureus. Bakteri ini penyebab diare akut dan
penyakit infeksi saluran air seni (Buchanan & Gibbons 1974).
Staphylococcus epidermidis memiliki sifat yang hampir sama dengan S.
aureus, karena selain tergolong bakteri Gram positif bakteri ini juga tidak
bergerak dan membentuk spora. Mudah tumbuh pada pada suhu 370 C pada
berbagai media pembenihan bakteriologik dalam keadaan aerobik atau mikroaerobik. Koloninya berbentuk bulat, menonjol membentuk pigmen berwarna putih.
Relatif resisten terhadap pengeringan, suhu panas (tahan 500 C selama 30 menit),
dan larutan klorida 8%. Bakteri ini merupakan flora normal pada kulit dari saluran
pernafasan bagian atas manusia bakteri ini dapat menimbulkan penyakit bila
habitat normalnya terganggu, misalnya bila terdapat luka maka bakteri ini dapat
masuk ke dalam aliran darah dan akan menyebabkan infeksi pada daerah yang
bukan habitatnya.
Salmonella spp. merupakan bakteri
10
11
silika gel atau alumina karena permukaan bahannya memiliki kemampuan dalam
menyerap senyawa organik. Menurut Sastroamidjojo (1991) KLT silika gel dapat
digunakan untuk pemisahan asam-asam amino, alkohol, gula, asam-asam lemak,
lipid, minyak esensial, anion dan kation organik, sterol dan terpenoid.
Proses pemurnian fraksi aktif yang bersifat antibakteri dapat dilakukan
dengan cara kromatografi yaitu kromatografi lapis tipis (KLT) analitik dan
preparatif serta mengkarakterisasinya dengan menggunakan kkomatografi gas
(GC-MS), jika diduga senyawa aktif yang memiliki aktivitas antibakteri dalam
bentuk gas.
Kromatografi gas-spektroskopi massa GC-MS merupakan salah satu
teknik pemisahan dan identifikasi suatu senyawa yang telah berhasil
dikembangkan dengan menggabungkan dua instrumen dengan dasar analisis yang
berbeda tetapi saling menunjang sehingga dalam menentukan komponen dan
komposisi suatu zat (minyak atsiri) menjadi lebih mudah dan sederhana ( Agusta
2000). Pada GC-MS, kedua alat dihubungkan dengan suatu interfase.
Kromatografi gas berfungsi sebagai alat pemisah komponen campuran dalam
sempel, sedangkan spektrometer massa berfungsi untuk mendeteksi masingmasing melekul komponen yang telah dipisahkan pada sistem kromatografi.
Analisis dengan kromatografi merupakan metode yang cepat dan akurat untuk
memisahkan campuran yang rumit, mampu menganalisis cuplikan dalam jumlah
sangat kecil dan menghasilkan senyawa yang berguna akan struktur serta
identifikasi senyawa organik. Sehingga bila ditinjau dari kecepatan dan
kesederhanaan, GC lebih baik dari
kualitatif ini sama-sama efisien, selektif dan komplemen satu sama lain (Khopkar
1990).
Kromatografi gas dan spektroskopi massa mempunyai persamaan dalam
volatilitas dan jumlah sampel yang digunakan sekitar 1 mol pada pemasukkan
kromatografi gas dan sampel untuk spektroskopis massa berasal dari efluen
(keluaran dari kolom kromatografi gas) (Haswira 2006). Menurut Nur &
adijuwana (1989) umumnya spektroskopis massa digunakan untuk menentukan
struktur molekul atau massa dari suatu senyawa.
12
yang
diperoleh
dari
BALITRO-Bogor,
Staphylococcus
aureus,
13
X 100%
Berat sampel
Ekstraks aseton yang diperoleh dipartisi dengan pelarut air dan heksan
dengan perbandingan yang sama, sehingga akan diperoleh 3 fraksi yaitu fraksi air,
fraksi heksan dan fraksi aseton yaitu fraksi yang ada diantara fraksi air dan fraksi
heksan (Lampiran 2). Ketiga fraksi dan crude diuji aktivitas antibakterinya. Fraksi
atau crude yang memiliki aktivitas antibakteri yang paling besar selanjutnya
dipisahkan komponennya menggunakan KLT analitik dan preparatif untuk
seterusnya dikarakterisasi dengan menggunakan GC-MS.
Analisis Fitokimia (Harborne 1987)
Uji Alkaloid. Sebanyak 0.1 gram ekstrak ditambahkan 5 ml kloroform dan
3 tetes amoniak. Fraksi kloroform dipisahkan dan diasamkan dengan 2 tetes
H2SO4 2 M. Fraksi asam dibagi menjadi 3 tabung, kemudian masing-masing
tabung ditambahkan pereaksi Dragendorf, Meyer, dan Wagner. Adanya alkaloid
ditandai dengan terbentuknya endapan putih dengan pereaksi Meyer, endapan
merah dengan pereaksi Dragendorf, dan endapan coklat dengan pereksi Wagner.
Uji Flavonoid. Sebanyak 0.1 gram ekstrak ditambahkan dengan 5 ml
metanol 30% kemudian dipanaskan selama 5 menit. Filtrat yang diperoleh
kemudian ditambahkan dengan H2SO4. Adanya flavonoid ditandai dengan
terbentuknya warna merah.
Uji Saponin. Sebanyak 0.1 gram ekstrak ditambahkan dengan 5 ml
aquades kemudian dipanaskan selama 5 menit, kemudian dikocok selama 5 menit.
Adanya saponin ditunjukkan dengan terbentuknya busa setinggi kurang lebih 1
cm secara stabil setelah didiamkan selama 15 menit.
14
X 100%
Berat sampel
15
Berat abu
% Kadar abu =
X 100%
Berat sampel
Uji Antibakteri
Pelaksanaan
uji
aktivitas
antimikroba
dilakukan
secara
aseptik
ditambahkan 10 L (koloni 107 cpu) kultur bakteri yang telah disiapkan lalu
disebarkan ke permukaan media agar tersebut. Kemudian diinkubasi pada suhu
360C selama 24 jam. MIC diperoleh dari konsterasi terendah (mg/ml) ekstrak
yang disebarkan pada media agar yang tidak memperlihatkan adanya
16
pertumbuhan bakteri. Penentuan MIC juga dilakukan dengan metode difusi untuk
mengetahui diameter zona hambat yang dihasilkan.
Kromatografi Lapis Tipis dan Analisis GC-MS
Kromatografi Lapis Tipis, ekstrak aseton yang memiliki aktivitas
antibakteri
yang
paling
besar
dimurnikan
melalui
pemisahan
dengan
menggunakan kromatografi lapis tipis (KLT) analitik dan preparatif. Fase diam
yang digunakan adalah aluminium silika gel G, dengan eluen aseton : n-heksan
(25 : 95). Setelah dielusi di dalam wadah yang tertutup rapat kemudian plat
dikeringkan. Pola pemisahan yang terbentuk dideteksi dengan lampu UV panjang
gelombang 256 nm dan 366 nm. Noda-noda yang memiliki nilai Rf yang sama
kemudian disatukan dan dilarutkan dalam aseton untuk duji aktivitas
antibakterinya.
Identifikasi jenis senyawa yang berperan sebagai antibakteri dilakukan
dengan menggunakan GC-MS. Senyawa yang diidentifikasi dengan GC-MS
adalah fraksi yang memiliki aktivitas antibakteri yang paling besar dibandingkan
dengan fraksi yang lain. Fraksi aseton yang memiliki aktivitas antibakteri terbesar
kemudian dilarutkan ke dalam 1 ml aseton. Larutan kemudian disaring dan 2 l
larutan diinjeksikan ke GC-MS. Kondisi GC-MS untuk analisis ini adalah:
Jenis kolom
Panjang kolom
Diameter kolom
Film
Temperature limit
Isi kolom
Merek GC-MS
Gas pembawa
Laju alir
Suhu ruang injeksi
Suhu oven
Suhu interfac
Suhu quadrupole
Volume injeksi
Injektor
: HP-5MS
: 30 m
: 0.5 mm
: 0.25 m
: -60 3250C
: 5 % dipenil & 95% metilpolisiklosan
: GC Agilent seri 6890N
MS Agilent seri 5973 inert
: Helium
: 1.0 ml/menit
: 2500 C
: suhu awal 700 C dan 2900 C
: 2900 C
: 1500 C
: 2 l
: HP-5MS
17
18
19
Hasil
Alkaloid
(-)
Flavonoid
(-)
Saponin
(-)
Steroid
(+)
Tanin
(+)
Triterpenoid
(-)
20
21
miana yang sering digunakan oleh masyarakat dalam pengobatan tradisional baik
untuk pengobatan dalam maupun pengobatan luar.
Bakteri yang digunakan adalah 2 bakteri uji standar yaitu S. aureus dan E.
coli yang umum digunakan pada pengujian senyawa antibakteri, sedangkan 2
bakteri lainnya yaitu S. epidermidis dan S. entereditidis dipilih berdasarkan pada
penggunaan dari daun miana di masyarakat yaitu dalam bentuk segar untuk obat
dalam yang dapat membunuh bakteri-bakteri patogen saluran pencernaan seperti
S. entereditidis dan obat luar (luka) yang dapat membunuh bakteri-bakteri
patogen yang ada di permukaan kulit seperi S. epidermidis.
Dari hasil penelitian diperoleh bahwa ekstrak lebih sensitif terhadap
bakteri Gram positif dari pada bakteri Gram negatif (Gambar 2). Diameter zona
hambat yang dihasilkan oleh bakteri Gram positif lebih besar dari bakteri Gram
negatif. Berdasarkan metode David Stout dalam Suryawiria (1978), aktivitas
ekstrak aseton daun miana terhadap bakteri S. aureus dan S. epidermidis dengan
daya hambat masing-masing sebesar 21.5 mm dan 21.0 mm digolongkan
memiliki aktivitas antibakteri berkekuatan kuat karena memiliki zona hambat
antara 10-20 mm, 5-10 mm berkekuatan sedang dan < 5 mm dikatakan
berkekuatan rendah. Hal tersebut menunjukkan bahwa kedua bakteri Gram
positif tersebut lebih peka terhadap komponen aktif yang terdapat pada ekstrak
daun miana, dibandingkan dengan E. coli dan S. entereditidis yang dikategorikan
memiliki kekuatan rendah.
Mengacu pada standar umum yang dikeluarkan oleh Departemen
Kesehatan (1988) disebutkan bahwa mikroba dinyatakan peka terhadap
antimikroba asal tanaman apabila mempunyai ukuran diameter daya
hambatannya 12 - 24 mm. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa ekstrak
daun miana peka terhadap pertumbuhan bakteri S. aureus dan S. epidermidis
dengan diameter daya hambat yang dihasilkan berada dalam standar umum yang
ditentukan oleh Departemen Kesehatan. Oleh karena itu pada penelitian
selanjutnya hanya digunakan S. aureus dan S. epidermidis karena kedua bakteri
tersebut lebih peka dari E. coli dan S. entereditidis.
22
25
21.5
21
20
15
8.5
10
0
S. aureus
S. epidermidis
E. coli
S. entereditidis
Bakteri
Gambar 2
Perbedaan yang cukup besar dari diameter zona hambat yang dihasilkan
oleh bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif, disebabkan karena adanya
perbedaan struktur dinding sel dari kedua jenis bakteri tersebut. Bakteri Gram
negatif mempunyai ketahanan yang lebih baik terhadap senyawa-senyawa
antimikroba dibandingkan bakteri Gram positif (Zuhud et al 2001). Bakteri
Gram negatif memiliki sistem seleksi terhadap zat-zat asing yaitu lapisan
lipopolisakarida ( Branen & Davidson 1993). Walaupun S. aureus dan S.
epidermidis memiliki beberapa lapisan peptidoglikan tetapi tidak memiliki
polimer-polimer seperti pada E. coli dan S. entereditis yang memiliki tiga
polimer pembungkus selain peptidoglikan yaitu lipoprotein, selaput luar dan
lipopolisakarida. Perbedaan struktur dinding sel tersebut maka dinding sel S.
aureus dan S. epidermidis yang hanya memiliki lapisan peptidoglikan mudah
ditembus oleh senyawa-senyawa antimikroba dan menemukan sasaran untuk
bekerja.
23
24
25
20
20
20
15
13
15
9
10
5
0
S. aureus
S. epidermidis
Bakteri
ekstrak 100 mg/ml
infusan
segar
Gambar 3 Aktivitas antibakteri dari daun segar, infusan dan ekstrak aseton
daun miana terhadap bakteri S. aureu dan S. epidermidis
Analisis aktivitas antibakteri dari ekstrak daun miana terhadap fraksifraksi aktif dapat dilihat pada Gambar 4. Crude ekstrak yang dipartisi dengan air
dan heksan menghasilkan 3 fraksi yaitu fraksi air, heksan dan fraksi yang hanya
larut di aseton. Dari ketiga fraksi yang diperoleh, fraksi aseton menghasilkan
daya hambat yang paling besar terhadap bakteri S. aureus dan S. epidermidis
bila dibandingan dengan 2 fraksi yang lain dengan diameter zona hambat sebesar
19.5 mm terhadap S. aureus dan 18.5 mm terhadap S. epidermidis. Hal tersebut
membuktikan komponen aktif daun miana lebih banyak larut pada fraksi aseton
dibandingkan pada air dan heksan.
Dibandingkan dengan crude ekstrak, fraksi aseton memiliki daya hambat
yang besar terhadap bakteri
S. aureus
epidermidis yang menghasilkan zona hambat lebih besar dari fraksi aseton yaitu
sebesar 17.5 mm terhadap S. aureus dan 19.5 mm terhadap S. epidermidis
namun perbedaanya tidak terlalu signifikan. Sehingga fraksi aseton digunakan
untuk analisis lebih lanjut dalam mengkarakterisasi senyawa aktif yang berperan
sebagai antibakteri dari daun miana.
25
25
19.5
20
19.5
19.5
17.75
14.5 14.5
15
8.75
10
9.5
8.5
4.5
3
0
S. aureus
S. epidermidis
Bakteri
Crude
Fraksi aseton
Fraksi heksan
Fraksi aktif aseton 1
Fraksi air
Fraksi aktif aseton 2
26
45
40
35
30
25
20
15
10
5
0
S. aureus
S. epidermidis
E.coli.
S.entereditidis
Bakteri
Neomisin
Metisilin
Amoksilin
Eritromisin
Kloramfenikol
Basitrasin
Gentamisin
27
16
14.5
14
13.5
12.75
12.5
12
10.5
10.5
10
10
9 9
7.5
6
4.5
3
2.5
2
0
10
15
20
25
30
Konsentrasi (mg/ml)
S. aureus
S. epidermidis
28
MIC (g/ml)
Resisten (R)
0.25
Intermediate (I)
0.5
Ceftriaxone
Susceptible (S)
1
TMP/SMX
0.5/9.5
1/19-2/38
4/76
Clindamycin
0.25
0.5
Tetracycline
29
Kemiripan
(%)
67.368
91
Fitol
14.467
91
8.216
87
Diaseton alkohol
3.434
83
Neofitadin
1.483
94
Sikloheksan
1.327
50
o-dimetilaminobenzaldehid
1.853
58
Benzothiazol 2 metil
1.852
58
Senyawa
Derivat asam ftalat / 1,2-benzenedicarboxylic acid
Hexanedioic acid, bis (2-ethylhexyl) ester
1,2-benzenedicarboxylic acid, 3-nitro
1,2-benzenedicarboxylic acid, bis (7-methyloctyl) ester
1,2-benzenedicarboxylic acid, dinonyl ester
1,2-benzenedicarboxylic acid, bis (4-methylpentyl) ester
1,2-benzenedicarboxylic acid, diisononyl ester
1,2-benzenedicarboxylic acid, heptyl octyl ester
1,2-benzenedicarboxylic acid, isodecyl octyl ester
30
31
Saran
Untuk penelitian lebih lanjut perlu dilakukan analisis terhadap mekanisme
kerja esktrak aseton daun miana terhadap bakteri uji standar.
32
DAFTAR PUSTAKA
Agusta A. 2000. Minyak Atsiri Tumbuhan Tropika Indonesia. Bandung: ITBPress.
[AOAC]. 1970. Official Methods of Analysis of The Association of Officia
Analytical Chemist. Virginia: AOAC.
[AOAC]. 1984. Official Methods of Analysis of The Association of Officia
Analytical Chemist. Virginia: AOAC.
Alberts et al 2002. Molecular Biology of The Cell. 4th ed. New York: Garland
Science.
Alzoreky NS & Nakahara K. 2003. Antibacterial activity of extracts some edible
plants commonly consumed in Asia. International Journal of Food
Microbiology 80: 223-230.
Astuti MD. 2001. Pelapisan Metabolik sekunder pada limbah ekstrak air
tumbuhan Ganoderma lucidum dengan uji hayati larva udang (A. Salina
Leach) [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Pertanian Bogor.
Bintang M. 1993. Studi antimikroba dari Streptococcus lactis BCC 2259
[disertasi]. Bandung: Program Doktor Institut Teknologi Bandung.
Brannen LA & Davidson PM. 1993. Antimicrobials in Foods. New York: Marcel
Dekker, Inc.
Buchanan RE & NE Gibbons. 1974. Bergeys Manual of Determination
Bacteriology 8th ed. Baltimore: The Williams and wilkis Co.
Casarett & Doulls. 1986. Toxicology. 3th ed. New York. Macmillan Publishing
Company.
Commins CS. 1990. Bacterial Cell Wall Structure. In Oleary WM (edt).
Practical Handbook of Microbiology. Boston: CRC Press.
[Depkes]. Departemen Kesehatan. 2000. Coleus blumei Benth. [terhubung
berkala]. http://bebas.vlsm.orgv12artikelttg_tanaman_obat/depkesbuku22072.pdf. [14 Februari 2008].
Departemen Kesehatan. 1988. Inventaris Obat Indonesia Jilid I. Badan Penelitian
dan Pengembangan Kesehatan. Departemen Kesehatan Republik
Indonesia. Jakarta.
Dzulkarnain B, Dian S, Au C 1996. Tanaman Obat Bersifat Antibakteri di
Indonesia Cermin Dunia Kedokteran No. 110: 35-47.
Estuningtyas A, Arif A, Setiabudy R. 2007. Farmakologi dan Terapi. Ed ke-5.
Jakarta. UI.
Fansworth. 1985. Medicine plant in therapy. Bult. World Health Organiz. 63: 955961.
33
Fatoni. 2008. Pengaruh propolis Trigona sp. asal Bukittinggi terhadap beberapa
bakteri usus halus sapi dan penelusuran komponen aktifnya. [tesis]. Bogor:
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian
Bogor.
Fardiaz S. 1989. Mikrobiologi Pangan. Bogor: Pusat Antar Universitas, Institut
Pertanian Bogor.
Gitter RJ et al. 1991. Pengantar Kromatografi. Penerjemah: Kosasi Padmawinata.
Edisi ke-2. Bandung: ITB.
Harborne JB. 1987. Metode Fitokimia. Padmawinata K, Soediri I, penerjemah;
Niksolihin S, editor. Bandung: ITB. Terjemahan dari: Phytochemical
Mathode.
Hart H. 1983. Kimia Organik. Achmadi S, penerjemah; Jakarta: Erlangga;
terjemahan dari Organic Chemistry.
Haryadi W. 1986. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta: PT. Gramedia.
Hastuti MS. 1986. Uji antibakteri ekstrak temulawak hasil fraksinasi dengan eter
minyak tanah, kloroform dan metanol terhadap Staphylococcus aureus,
Salmonella thyphi dan Bacillus subtilis. Bandung: Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Pajajaran.
Haswira CS. 2006. Isolasi dan identifikasi senyawa antibakteri daun terong
Pungo (Solanum sp.) hasil pelapisan tanaman dan hewan obat Aceh. [tesis].
Bogor: Fakultas Perikanan dan Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Hermawan A. 2007. Pengaruh ekstrak daun sirih (Piper betle L.) terhadap
pertumbuhan Staphylococcus aureus dan Escherichia colidengan metode
difusi disk. [tesis]. Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga.
Surabaya.
Heldt W & Hans. 2005. Plant Biochemistry. New York: Elsevier Academic Press.
HostetmanK, Wolfender JL, Rodrigue ZS. 1997. Rapid detection and subsequent
isolation of bioactive constituents of crude plant extracts. Planta Med. 63:
2-10.
Jawets E , LM Joseph, AA Edward. 1972. Review of Medicinal Microbiology.
California: LMD.
Kivcak B & Ozturk HT. 2003. Antimicrobial and cytotoxic activities of Ceratonia
siliqua L. extracts. Turk J. Biol. No. 26: 197-200.
Khopkar SM. 2003. Konsep Dasar kimia Analitik. Saptoraharjo A, penerjemah;
Jakarta: UI-Press; terjemahan dari Basic Concepts of Analytical Chemistry
Knowles JR et al. 2005. Antimicrobial action of carvacrol at different stages of
duel-species biofilm developments by Staphylococcus aureus and
Salmonella enterica serovar Typhimurium. Applied and Environmental
Microbiology. No. 2 Vol. 71: 797-803.
Kumalasari LOR. 2006. Pemanfaatan obat tradisional dengan pertimbangan
manfaat dan keamanannya. Majalah Ilmu Kefarmasian. Vol. 3, No. 1: 1-7.
34
35
36
LAMPIRAN
37
Pembuatan Simplisia
Ekstraksi, maserasi aseton dingin
3x24 jam
Aktivitas Antibakteri
Fraksinasi
Aktivitas Antibakteri
Kromatografi Lapis
Tipis (KLT)
GC-MS
38
Fraksi heksan
Fraksi aseton
Fraksi air
a
b
c
d
e
f
Ekstrak kasar /crude aseton (a), Fraksi air (b), Farksi aseton (c), Fraksi heksan (d), Fraksi
aktif aseton 1 (e) Fraksi aktif aseton 2 (f) daun miana
39
: 20 g
Bakto agar
: 20 g
Aquades
: 1000 ml
: 15 g
40
Bobot
sampel (g)
W
2.5600
2.5604
Bobot
sampel (g)
W
3.7923
2.5936
B Daun kering
Ulangan
1
2
X 100%
W
88.57%
Bobot sampel
(g)
W
2.1661
2.1621
Rataan
Kadar abu
(%)
1.29
1.29
1.29
B Daun kering
Ulangan
1
2
41
Bobot sampel
(g)
W
2.1277
2.1265
Kadar abu
(%)
8.47
8.57
8.52
X 100%
W
1.29 %
Bobot labu +
ekstrak (g)
171.67
323.09
Rataan
Bobot sampel
(g)
50.00
75.00
Rendemen (%)
17.60%
15.69%
16.65%
Perhitungan :
(Bobot labu + ekstrak) (bobot kosong labu)
Rendemen =
X 100%
Bobot sampel
(171.67 162.87) gr X 100%
=
50.00 g
=
17.60 %
Ulangan 1
22
21
6
7
S. aureus
S. epidermidis
E. coli
S. entereditidis
Rataan
21.5
21
8.5
9
Lampiran 9 Diameter zona hambat daun segar, infusan dan ekstrak daun miana
Ekstrak
miana ekstrak
miana seduhan
miana segar
Ulangan 1
20
9
13
S. aureus
Ulangan 2
20
9
14
Rataan
20
9
13.5
42
Ulangan 1
20
7
15
S. epidermidis
Ulangan 2
Rataan
20
20
7
7
16
15.5
Fraksi
S. aureus
Crude 10 mg/ml
Fraksi heksana
Fraksi air
Fraksi aseton
Fraksi aktif aseton 1
Fraksi aktif aseton 2
S. epidermidis
Crude 10 mg/ml
Fraksi heksana
Fraksi air
Fraksi aseton
Fraksi aktif aseton 1
Fraksi aktif aseton 2
21
15
15
17
9
5
18
14
14
20
8
4
19.5
14.5
14.5
18.5
8.5
4.5
7
5
S. aureus
S. epidermidis
Keterangan:
1 : Ekstrak crude aseton
2 : Fraksi heksana
3 : Fraksi air
4 : Fraksi aseton
5 : Fraksi aktif aseton 1
6 : Fraksi aktif aseton 2
7 : Kontrol aseton
43
Rataan
17.75
8.75
9.5
19.5
4
3
S. aureus
8
35
24
22
24
10
32
Neomisin
ampisilin
Eritromisin
Basitrasin
metisilin
gentamisin
kloramfenikol
S.entereditidis
6
20
25
6
9
7
28
6
3
3
5
5
4
S. aureus
S. epidermidis
6
4
7
5
E. coli
Keterangan:
1 : Neomisin
2 : Ampisilin
3 : Eritromisin
4 : Basitrasin
S. entereditidis
5 : Metisilin
6 : Gentamisin
7 : Kloramfenikol
44
: 30 l
: 32 mm
: 10 mg/ml = 10 g/ l
: 19.5 mm
: 50 l
: 50 l x 10 g/l
: 500 g
100%
32 mm
= 3.7 % dari kloramfenikol
B Bakteri S epidermidis
Massa kloramfenikol
: 30 l
: 34 mm
: 10 mg/ml = 10 g/ l
: 18.5 mm
: 50 l
: 50 l x 10 g/l
: 500 g
100%
32 mm
= 3.5 % dari kloramfenikol
45
Lampiran 15 Diameter zona hambat ekstrak daun miana dengan berbagai konsentrasi
Bakteri Uji
S. aureus
S. epidermidis
Konsentrasi
(mg/ml)
100
50
25
12.5
6.25
6
5
4
3
2
1
100
50
25
12.5
6.25
6
5
4
3
2
1
20
16
16
14.5
13
8
7
4
3
0
0
46
20
16
13
11
8
10
8
5
2
0
0
Rataan
20
17
13.5
12.5
10.5
10
9
7
3
0
0
20
16
14.5
12.75
10.5
9
7.5
4.5
2.5
0
0
Lampiran 16 Foto zona hambat ektrak aseton daun miana pada berbagai konsentrasi
2
8
1
13
10
5
12
11
S. aureus
9
6
4
13
10
5
12
11
S. epidermidis
Keterangan :
1 : Konsentrasi 100 mg/ml
2 : Konsentrasi 50 mg/ml
3 : Konsentrasi 25 mg/ml
4 : Konsentrasi 12.5 mg/ml
5 : Konsentrasi 6.25 mg/ml
6 : Konsentrasi 3 mg/ml
7 : Kontrol aseton
8 : Konsentrasi 6 mg/ml
9 : Konsentrasi 5 mg/ml
10 : Konsentrasi 4 mg/ml
11 : Konsentrasi 3 mg/ml
12 : Konsentrasi 2 mg/ml
13 : Konsentrasi 1 mg/ml
47
1600000
1500000
1400000
1300000
13.79
1200000
1100000
1000000
900000
14.63
800000
700000
16.27
16.45
16.34
16.09
16.53
15.97
15.90
16.65
16.17
15.74
6000002.27
500000
400000
300000
9.46
200000
16.86
16.74
12.76 15.55
100000
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
Time-->
: Diaseton alkohol
: Cyclohesan
: Fitol
: Neofitadin
: Asam adipat/ hexanedioic acid, bis(2-ethylhexyl) ester
: 1,2-benzenedicarboxylic acid, 3-nitro
: 1,2-benzenedicarboxylic acid, bis (7-methyloctyl) ester
: 1,2-benzenedicarboxylic acid, dinonyl ester
: 1,2-benzenedicarboxylic acid, diisononyl ester
: 1,2-benzenedicarboxylic acid, dinonyl ester
: 1,2-benzenedicarboxylic acid, bis (4-methylpentyl) ester
: 1,2-benzenedicarboxylic acid, bis (2-ethylhexyl) ester
: 1,2-benzenedicarboxylic acid, bis (4-methylpentyl) ester
: 1,2-benzenedicarboxylic acid, bis (7-methyloctyl) ester
: 1,2-benzenedicarboxylic acid, diisononyl ester
: 1,2-benzenedicarboxylic acid, diisononyl ester
: 1,2-benzenedicarboxylic acid, heptyl octyl ester
48
30.00