Anda di halaman 1dari 190

ISOLASI SENYAWA BIOAKTIF DARI EKSTRAK ETANOL

BATANG KAYU GAHARU (Gyrinops versteegii) ASAL MANGGARAI


SERTA UJI AKTIVITAS TERHADAP BAKTERI Enterococus faecalis
DAN Escherichia coli

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana


Pada Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan Pendiddikan Matematika
Dan Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Nusa Cendana

OLEH
MARIA FATIMA KURNIA EMOK
NIM 1601060089

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA


JURUSAN PENDIDIKAN MIPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2019
LEMBAR PERSETUJUAN

Nama : Maria Fatima Kurnia Emok


NIM : 1601060089
Judul Skripsi : Isolasi Senyawa Bioaktif Dari Ekstrak Etanol Batang Kayu
Gaharu (Gyrinops Versteegii) Asal Manggarai Serta Uji
Aktivitas Terhadap Bakteri Enterococus faecalis Dan
Escherichia coli

Skripsi telah disetujui dan dinyatakan siap untuk dipertanggungjawabkan


dihadapan dewan penguji pada :
Hari/Tanggal :
Waktu :
Tempat :

Kupang, Juli 2020


Menyetujui

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

Dr. I Gusti M.N Budiana, S.Si,. M.Si Drs. Theo M. Da Cunha, M.Si
NIP. 19710723 199802 1 001 NIP. 19570327 198702 1 001

Mengetahui
Ketua Program Studi P. Kimia

Sudirman, S.Pd., M.Pd


NIP. 19700817 200604 1 022

i
LEMBAR PENGESAHAN

Nama : Maria Fatima Kurnia Emok


NIM : 1601060089
Judul Skripsi : Isolasi Senyawa Bioaktif Dari Ekstrak Etanol Batang
Kayu Gaharu (Gyrinops versteegii) Asal Manggarai
Serta Uji Aktivitas Terhadap Bakteri Enterococus
faecalis Dan Escherichia coli

Skripsi ini telah diterima oleh Panitia Ujian Sarjana Program Studi
Pendidikan Kimia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Nusa
Cendana Kupang dalam Ujian Skripsi yang dilaksanakan pada:
Hari/tanggal :
Waktu :
Tempat :
Dinyatakan :
Dengan Predikat :

DEWAN PENGUJI

1. Yosep Lawa, S.Pd.,M. Biotech : KetuaPenguji (……………..)


NIP: 19730727 20121 2 100
2. Drs. Theo M. Da Cunha, M.Si : Anggota Penguji 1 (……………..)
NIP: 19570327 198702 1 001
3. Dr. I Gusti M.N Budiana, S.Si., M.Si : AnggotaPenguji 2 (……………..)
NIP. 19710723 199802 1 001

Mengesahkan, Mengetahui,
Dekan FKIP Undana Ketua Program Studi
Pendidikan Kimia

Dr. Malkisedek Taneo, M.Si Sudirman, S.Pd., M.Pd


NIP. 19670402 199403 1 003 NIP. 19700817 200604 1 022

ii
MOTTO

“Bermimpilah Seakan Kau Hidup


Selamanya,
Hiduplah Seakan Kau Mati Hari Ini”

iii
PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya persembahkan kepada:


1. Allah Tritunggal Maha Kudus Dan Bunda Maria Sebagai Terang dan
Penolong Abadi
2. Orang tua tercinta, Alm. Bapak Nikolaus Setatut dan Mama Bernadeta
Setia dan Dian Mandoyo yang dengan segala perjuangan dan kasih sayang
telah membesarkan, mendukung, dan membantu penulis hingga saat ini.
3. Seluruh keluarga besar Lembor Amba
4. Sahabat-sahabat tercinta nining dan tatik suriani
5. Teman-teman seperjuangan RADON’16
6. Almamater tercinta Program Studi Pendidikan Kimia UNDANA

iv
ABSTRAK

“Isolasi Senyawa Bioaktif Dari Ekstrak Etanol Batang Kayu Gaharu


(Gyrinops versteegii) Asal Manggarai Serta Uji Aktivitas Terhadap Bakteri
Enterococus faecalis Dan Escherichia coli”

Maria Fatima Kurnia Emok1, Dr. I Gusti M. N. Budiana, S.Si., M.Si2 dan Drs. Theo M. Da
Cunha, M.Si 3

Telah dilakukan penelitian tentang isolasi senyawa bioaktif dari ekstrak etanol
batang kayu gaharu (Gyrinops versteegii) asal Manggarai serta uji aktivitas
terhadap bakteri Enterococus faecalis dan Escherichia coli. Penelitian ini
bertujuan untuk mengisolasi senyawa bioaktif yang terkandung dalam ekstrak
etanol, fraksi etil asetat dan fraksi air etanol batang kayu gaharu serta mengetahui
zona hambat ekstrak etanol, fraksi etil asetat dan fraksi air etanol batang kayu
gaharu terhadap bakteri Enterococus faecalis dan Escherichia coli. Penelitian
diawali dengan preparasi sampel dan ekstraksi dengan teknik maserasi bertingkat
menggunakan pelarut n-heksan dan etanol. Ekstrak kemudian dipekatkan
menggunakan penguap putar vakum. Ekstrak yang diperoleh selanjutnya
dilarutkan dengan aquades lalu dipartisi menggunakan pelarut etil asetat sehingga
diperoleh fraksi air etanol dan fraksi etil asetat. Hasil uji fitokimia menunjukkan
bahwa ekstrak etanol mengandung senyawa metabolit sekunder golongan
alkaloid, saponin dan terpenoid. Fraksi etil asetat mengandung senyawa metabolit
sekunder golongan alkaloid dan saponin. Sedangkan fraksi air etanol mengandung
senyawa metabolit sekunder golongan alkaloid, saponin dan terpenoid. Variasi
konsentrasi yang digunakan sebagai pembanding yaitu 500 ppm, 400 ppm, 300
ppm dan 200 ppm. Hasil uji antibakteri menunjukkan bahwa ekstrak etanol ,
fraksi etil asetat dan fraksi air etanol mampu menghambat pertumbuhan bakteri
dengan rata-rata besaran zona hambat ekstrak etanol 14.04 mm, fraksi air etanol
15.03 mm, fraksi etil asetat 15.03 mm untuk bakteri Escherichia coli dan rata-rata
besaran zona hambat pada bakteri Enterococus faecalis dengan ekstrak etanol
14.04 mm, fraksi air etanol 15.03 mm dan fraksi etil asetat 14.04 mm, sehingga
tergolong dalam potensi kuat. Hasil analisis anova satu jalur menunjukkan F hitung
lebih besar dari Ftabel yang membuktikan ada pengaruh yang signifikan antara
variasi konsentrasi dan diameter zona hambat. konsentrasi larutan yang paling
efektif dalam menghambat bakteri yaitu larutan dengan konsentrasi 500 ppm.
Oleh karena itu ekstrak etanol, fraksi etil asetat dan fraksi air etanol batang kayu
gaharu terbukti memiliki aktivitas antibakteri.

Kata Kunci: Batang Gaharu, Uji Aktivitas bakteri, E. faecalis, Escherichia coli

1
Peneliti
2
Pembimbing 1
3
Pembimbing 2

ABSTRACT

v
“Isolation Of Bioactive Compounds From Ethanol Extract Of Agarwood
Logs (Gyrinops Versteegii) From Manggarai And Test Activity Against
Enterococus faecalis Dan Escherichia coli”

Maria Fatima Kurnia Emok1, Dr. I Gusti M. N. Budiana, S.Si., M.Si2 dan Drs. Theo M. Da
Cunha, M.Si 3

The research hadbeencarried out under the title"isolation of bioactive compounds


from ethanol extract of agarwood logs (Gyrinops versteegii)from Manggarai and
test activity against Enterococus faecalis and Escherichia coli bacteria".The aims
of this research is toisolate the bioactive compounds of the ethanol extract, ethyl
acetate fraction and water : ethanol fraction agarwood logs and to determine
inhibition zones of the ethanol extract, ethyl acetate fraction and water : ethanol
fraction agarwood logs againstEnterococus faecalis and Escherichia colibacteria.
Research begans with preparation of samples and extraction with the method of
multilevel maceration by using n-hexane and ethanol solvent.The extract was
filtered and evaporated using rotaryvacum evaporator. The ethanol extract
obtained was then disosolved with distilled water and then partitioned using ethyl
acetate solvents to obtainwater : ethanol fraction and ethyl acetate fraction . The
results of the phytochemical test of showed that the ethanol extract contains
secondary metabolites of alkaloids, saponins and terpenoids.The ethyl acetate
fraction contains secondary metabolites of alkaloids and saponins.
Whereas,ethanol water fraction contains secondary metabolites of alkaloids,
saponins, and terpenoids.Concentration variations used as a comparison are 500
ppm, 400 ppm, 300 ppm, and 200 ppm. Antibacterial test results showed that
ethanol extract, ethyl acetate fraction and ethanol water fraction were able to
inhibit bacterial growth with an average inhibition zone of ethanol extract
14.04mm, ethanol water fraction 15.03 mm, ethyl acetate fraction 14.04 mm for
Escherichia coli bacteria and average inhibition zone magnitude in Enterococus
faecalis bacteria with ethanolic extract 14.06 mm, ethanol water fraction 15.03
mm and ethyl acetate fraction 15.03 mm, so it is classified as having strong
potential. The results of one way ANOVA analysis show that F count is greater than
Ftable, which proves that there is a significant influence between variations in
concentration and diameter of inhibition zone. And the concentration of the most
effective solution in inhibiting bacteria is a solution with a concentration of 500
ppm. Therefore, ether extract of agarwood logs is proven to have antibacterial
activity.

Keywords: Agarwood Stems, Bacterial Activity Test, E. faecalis, Escherichia coli


1
Research
2
First Supervisor
3
Second Supervisor

KATA PENGANTAR

vi
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,

karena atas berkat dan karunianya penulis dapat menyelesaikan proposal

penelitian yang berjudul “Isolasi Senyawa Bioaktif Dari Ekstrak Etanol

Batang Kayu Gaharu (Gyrinops Versteegii) Asal Manggarai Serta Uji

Aktivitas Terhadap Bakteri Enterococus faecalis Dan Escherichia coli”

dengan baik.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari

bantuan dari berbagai pihak, baik berupa moril maupun materil. Oleh karena itu,

pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Ir. Frederik Lukas Benu, M.S, Phd. Selaku Rektor Universitas Nusa

Cendana Kupang yang telah memberikan kesempatan kepada penulis

untuk menjalani proses pendidikan di UNDANA.

2. Dr. Malkisedek Taneo, M.Si. selaku Dekan FKIP Universitas Nusa

Cendana Kupang yang telah membantu penulis dalam berbagai urusan

administrasi yang berhubungan dengan penelitian.

3. Bapak Sudirman, S.Pd., M.Pd selaku Ketua Program Studi Pendidikan

Kimia yang telah memberikan motivasi serta membantu penulis dalam

berbagai urusan administrasi yang berhubungan dengan penelitian dan

penyelesaian skripsi.

4. Bapak Dr. I Gusti M. N. Budianan, S.Si.,M.Si selaku pembimbing I yang

telah meluangkan waktu dalam memberikan ilmu, arahan dan motivasi

serta membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

vii
5. Bapak Drs. Theo M. Da Cunha, M.Si selaku pembimbing II yang telah

bersedia memberi arahan dan bimbingan bagi penulis dalam

menyelesaikan skripsi

6. Bapak Yosep Lawa, S.Pd.,M. Biotech sebagai dosen penguji yang telah

membantu memberikan masukan dan kritikan yang bersifat konstruktif

bagi penulis.

7. Bapak Kasimir Sarifudin, S.Si., M.Si Selaku Kepala Laboratorium

Pendidikan Kimia yang telah memberikan ijin untuk melakukan penelitian

di labortaorium dan telah membantu segala administrasi.

8. Bapak dan Ibu Dosen pada Program Studi Pendidikan Kimia yang telah

berjasa membekali penulis dengan berbagai ilmu pengetahuan selama

mengikuti kuliah.

9. Bapak Heovianus Padji, S.Si dan Kak Jack Huwae S.Pd selaku teknisi di

laboratorium Pendidikan Kimia, Kak Jecky Anggara Nenohai, S.Pd selaku

sekretaris Program Studi Pendidikan Kimia, Ibu Ernawati S.Si., M.Si

selaku teknisi di Laboratorium Pendidikan Biologi dan Kak Mea selaku

teknisi di laboratorium Bioscience yang telah membantu penulis selama

melakukan penelitian.

10. Yang tercinta Mama Bernadeta Setia dan Pacar Baltasar Dian Mandoyo,

serta keluarga yang telah memberikan doa, dukungan dan motivasi baik

moril maupun material bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

11. Sahabat Tim Kelor (Kartin, Elfi, Evi dan Vivin) dan Tim Gaharu (Rini,

Ira, Kosmas, Ervan, Ningsih, Dinda, Nina, dan Itin) yang dengan setia

menemani penulis dalam penelitian.

viii
12. Teman-teman seperjuangan RADON’16 yang selalu siap sedia membantu

dan memberikan dukungan serta motivasi kepada penulis serta telah

berjuang bersama penulis selama mengenyam pendidikan di Universitas

Nusa Cendana.

13. IMASPIKA yang telah menjadi keluarga dan wadah pembentukan

karakter bagi penulis.

14. Seluruh pihak yang telah mendoakan dan mendukung penulis, sehingga

skripsi ini dapat terselesaikan, kiranya Tuhan akan membalas perbuatan

baik dan ketulusan yang diberikan.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih mempunyai banyak

kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang

tentunya bersifat konstruktif dan membangun guna kesempurnaan skripsi ini.

Penulis berharap tulisan ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan khususnya bagi

penulis sendiri.

Kupang, Juli 2020

Penulis

ix
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
LEMBAR PERSETUJUAN............................................................................i

LEMBAR PENGESAHAN............................................................................ii

MOTTO................................................................................................... iii

PERSEMBAHAN...................................................................................... iv

ABSTRAK................................................................................................ v

ABSTRACT.............................................................................................. v

KATA PENGANTAR.................................................................................vi

DAFTAR ISI.............................................................................................. x

DAFTAR TABEL..................................................................................... xiii

DAFTAR GAMBAR................................................................................. xiv

DAFTAR LAMPIRAN............................................................................... xv

BAB II.................................................................................................... 11

TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................. 11

2.1 Tinjauan Umum Gaharu..............................................................11

2.1.1 Taksonomi............................................................................. 13
2.1.2 Morfologi............................................................................... 13
2.1.3 Penyebaran dan Habitat........................................................16
2.1.4 Pemanfaatan.........................................................................17
2.1.5 Status Tumbuhan Gaharu.....................................................18
2.2 Senyawa Organik Bahan Alam....................................................19

2.2.1 Alkaloid................................................................................. 20
Alkaloid adalah suatu golongan senyawa organik yang paling
banyak ditemukan di alam. Hampir semua senyawa alkaloid
berasal dari tumbuh-tumbuhan dan tersebar luas pada
berbagai jenis tumbuhan. Kebanyakan senyawa alkaloid
berupa padatan kristal dengan titik lebur pada kisaran 87-
238oC atau mempunyai kisaran dekomposisi, namun alkaloid
dapat juga berbentuk cair dan tidak memiliki warna. Pada
umumnya senyawa alkaloid hanya larut dalam pelarut organik
dan mengandung paling sedikit satu atom nitrogen yang
biasanya bersifat basa, dan sebagian besar atom nitrogen ini
merupakan bagian dari cincin hetererosiklik. Oleh karena
kebasaan pada alkaloid menyebabkan senyawa ini mudah
mengalami dekomposisi terutama oleh panas dan sinar
dengan adanya oksigen (Achmad, 1986)...............................20
2.2.2 Flavonoid............................................................................... 22
2.2.3 Terpenoid.............................................................................. 28

x
2.2.4 Saponin................................................................................. 29
Saponin merupakan golongan senyawa glikosida yang mempunyai
struktur steroid dan membentuk larutan koloidal dalam air
menghasilkan buih bila dikocok. Saponin adalah glikosida
triterpen dan sterol yang telah terdeteksi dalam lebih dari 90
suku tumbuhan. Adanya ikatan glikosida pada saponin
menyebabkan senyawa ini cenderung bersifat polar. Saponin
merupakan senyawa aktif permukaan yang dapat
menurunkan tegangan permukaan dan bersifat seperti sabun,
serta dapat dideteksi berdasarkan kemampuannya
membentuk busa dan menghemolisis sel darah. Turunnya
tegangan permukaan pada dinding sel bakteri akan
menyebabkan rusaknya permeabilitas membran sehingga
akan mengganggu kelangsungan hidup bakteri. Ada banyak
jenis saponin yang sangat toksit dan cepat memecahkan sel
darah merah, saponin digunakan sebagai obat luar yang
bersifat sebagai antiinflamasi, antimikroba dan antiseptik
(Harborne, 1987)....................................................................29
2.2.5 Steroid................................................................................... 30
2.2.6 Tanin..................................................................................... 31
2.3 Uji Fitokimia Senyawa Metabolit Sekunder.................................32

2.3.1 Alkaloid................................................................................. 33
2.3.2 Flavonoid............................................................................... 34
2.3.3 Terpenoid.............................................................................. 35
2.3 4 Saponin................................................................................. 35
2.3.5 Steroid................................................................................... 36
2.3.6 Tanin..................................................................................... 36
2.4 Tinjauan Umum Pelarut...............................................................37

2.5 Tinjauan Ekstraksi.......................................................................39

2.6 Ekstraksi Dengan Cara Maserasi.................................................40

Maserasi berasal dari kata macerare yang berarti mengairi,


melunakkan. Maserasi merupakan metode yang paling sederhana
dalam suatu proses penarikan suatu komponen dari suatu tumbuhan.
Pada proses maserasi cukup menggunakan suatu bejana atau toples
kaca atau logam anti karat. Bahan baku yang digunakan dihaluskan
menjadi serbuk setelah itu dilembabkan terlebih dahulu baru
kemudian dituangi dengan cairan pengekstrak. Jumlah pengekstrak
umumnya ditentukan sebayak yang diperlukan untuk cukup
merendam bahan baku hingga 2-3 cm dari serbuk yang direndam.
Bejana dibiarkan selama 2-14 hari ditempat yang sejuk dan sekali-
sekali diaduk. Pengocokan dilakukan kira-kira tiga kali sehari. Karena
jika maserasi dalam keadaan diam akan menyebabkan turunnya
perpindahan bahan aktif. Kalau dapat diusahakan penyimpanan pada
suhu 15oC hingga 20oC dan disimpan pada tempat yang terlindungi
dari cahaya langsung untuk mencegah reaksi katalisis cahaya atau
terjadi perubahan warna. Sesudah itu cairan diambil dan ampasnya
diperas dan kalau perlu disaring. Pada prakteknya untuk
memudahkan saat memeras ampas maka sebelumnya toples dilapisi
dulu dengan kain flannel hingga keluar bejana sehingga setelah

xi
cukup waktunya, kain tinggal diangkat dan langsung diperas. Metode
maserasi tidak memerlukan ketelitian, namun dapat memberikan
hasil yang memuaskan (Ni Wayan, 2009).........................................40

2.7 Fraksinasi.................................................................................... 41

2.8 Tinjauan Umum Bakteri...............................................................42

Bakteri merupakan sel prokariotik uniseluler yang memiliki struktur


sel yang sederhana dan berkembang biak secara aseksual dengan
cara pembelahan sel. Bakteri merupakan organism bersel tunggal,
hidup bebas tanpa klorofil, memiliki DNA maupun RNA. Bakteri
mampu melakukan semua proses-proses dasar kehidupan yaitu
tumbuh, metabolisme dan perkembangbiakan (Gupte, 1990). Bakteri
memiliki tiga golongan yaitu golongan basil berbentuk tongkat
pendek dan silindris, golongan kokus yaitu bentuk bulat, golongan
spiral yaitu bentuk bengkok atau spiral. Umumnya bakteri memiliki
ukuran diameter antara 0,5-1,0 µm dan panjang antara 1,5-2,5 µm.
.......................................................................................................... 42

2.8.1 Bakteri Enterococus faecalis.................................................43


2.8.2 Bakteri Escherichia coli............................................................46

2.9 Tinjauan Antibakteri....................................................................48

2.9.1 Pengujian Aktivitas Antibakteri.............................................51


2.9.2 Pengukuran Zona Hambat....................................................53
2.10 Tinjauan Tentang Kromatografi Lapis Tipis (KLT)......................54

2.11 Tinjauan Tentang Kromatografi Lapis Tipis Preparatif (KLTP)...58

2.12 Spektrofotometer UV-Vis..........................................................59

2.13 Perumusan Hipotesis................................................................61

BAB V................................................................................................. 111

PENUTUP............................................................................................ 111

5.1 Kesimpulan............................................................................... 112

5.2 Saran......................................................................................... 112

DAFTAR PUSTAKA............................................................................... 113

LAMPIRAN 1........................................................................................ 120

xii
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Golongan Pelarut Berdasarkan Sifat Kepolarannya........................37


Tabel 2.2 Kategori Respon Hambatan Pertumbuhan Bakteri
Berdasarkan Diameter Zona Hambat..............................................54
Tabel 3.1 Rancangan Percobaan Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol
Batang Kayu Gaharu(Gyrinops versteegii)....................................72
Tabel 3.2 Analisis Varian Untuk Uji Hipotesis Dengan Anova One Way.......73
Tabel 4.1 Data Hasil Ekstraksi Pembuatan Ekstrak Etanol Batang Kayu
Gaharu (Gyrinops versteegii............................................................77
Tabel 4.2 Data Hasil Evaporasi Fraksi Etil Asetat Dan Air Etanol Batang
Kayu Gaharu (Gyrinops versteegii)................................................. 80
Tabel 4.3 Data Hasil Uji Fitokimia Ekstrak Etanol Batang Kayu Gaharu
(Gyrinops versteegii).......................................................................81
Tabel 4.4 Data Hasil Uji Fitokimia Fraksi Etil Asetat ....................................82
Tabel 4.5 Data Hasil Uji Fitokimia Fraksi Air Etanol..................................... 83
Tabel 4.6 Hasil Perhitungan Rf KLT...............................................................94
Tabel 4.7 Hasil Pemisahan KLTP ...................................................................97
Tabel 4.8 Diameter Zona Hambat Larutan Uji Terhadap Bakteri E. Faecalis 104
Tabel 4.9 Diameter Zona Hambat Larutan Uji Terhadap Bakteri E. Coli.......105

xiii
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 2.1 Batang Gaharu (Gyrinops versteegii)..........................................14
Gambar 2.2 Daun gaharu................................................................................14
Gambar 2.3 Bunga Gaharu..............................................................................15
Gambar 2.4 Buah Gaharu................................................................................16
Gambar 2.5 Contoh Struktur Alkaloid............................................................22
Gambar 2.6 Struktur Umum Flavonoid..........................................................23
Gambar 2.7 Struktur Senyawa Terpenoid.......................................................28
Gambar 2.8 Struktur Senyawa Saponin Triterpenoi.......................................30
Gambar 2.9 Struktur Senyawa Steroid ..........................................................31
Gambar 2.10 Struktur Senyawa Tanin ...........................................................32
Gambar 2.11 Reaksi Uji Mayer .....................................................................34
Gambar 2.12 Reaksi Uji Wagner ...................................................................34
Gambar 2.13 Reaksi Flavonoid.......................................................................35
Gambar 2.14 Reaksi Hidrolisis Saponin.........................................................36
Gambar 2.15 Reaksi Uji Tanin .......................................................................37
Gambar 2.16 Bakteri Enterococus faecalis.....................................................44
Gambar 2.17 Bakteri Escherichia coli............................................................47
Gambar 2.18 Struktur Kimia Amoxilin..........................................................51
Gambar 2.19 Spektrofotometer UV-VIS........................................................61
Gambar 4.1 Potongan Batang Kayu Gaharu (Gyrinops versteegii) ...............76
Gambar 4.2 Serbuk Batang Kayu Gaharu (Gyrinops versteegii) ...................76
Gambar 4.3 Ekstrak Etanol Batang Kayu Gaharu (Gyrinops versteegii) ......78
Gambar 4.4 Proses Fraksinasi Dan Hasil Evaporasi Fraksi ...........................80
Gambar 4.5 Uji Fitokimia Dengan Pereaksi Liebermann Burchad ...............85
Gambar 4.6 Reaksi Uji Terpenoid..................................................................86
Gambar 4.7 Uji Fitokimia Dengan Pereaksi Wagner .....................................87
Gambar 4.8 Reaksi Uji Wagner .....................................................................88
Gambar 4.9 Uji Fitokimia Saponin ................................................................89
Gambar 4.10 Reaksi Hidrolisis Saponin Dalam Air ......................................89
Gambar 4.11 Hasil KLT .................................................................................93
Gambar 4.12 Spektrum UV Isolat Fraksi Etil Asetat......................................99
Gambar 4.13 Spektrum UV Isolat Fraksi Air Etanol......................................99
Gambar 4.14 Spektrum UV Isolat Ekstrak Etanol..........................................100

xiv
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Kerangka Konseptual..................................................................120


Lampiran 2 Skema Kerja................................................................................121
Lampiran 3 Perhitungan Konsentrasi Larutan Ekstrak Ekstrak Etanol
Batang Kayu Gaharu Untuk Uji Aktivitas Antibakteri................131
Lampiran 4 Perhitungan Nilai Rf ...................................................................133
Lampiran 5 Analisis dengan SPSS.................................................................137
Lampiran 6 Dokumentasi Penelitian...............................................................164

xv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam baik

hayati maupun non-hayati. Sumber daya alam hayati terlihat dengan melimpahnya

macam-macam jenis flora yang tersebar di berbagai wilayah di seluruh pelosok

tanah air. Dari sumber daya hayati ini selanjutnya dapat dimanfaatkan sebagai

bahan baku industri dan bahan perdagangan yang menghasilkan devisa negara

serta pendorong pertumbuhan ekonomi negara. Luasnya hutan di Indonesia

menjadikan negara Indonesia sebagai paru-paru dunia dan dengan kekayaan hutan

yang dimilikinya tentu begitu banyak pula potensi yang dapat dikembangkan dari

hasil hutan tersebut. Hutan menurut Undang-Undang Nomor 41 Tentang

Kehutanan Tahun 1999 adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan

yang berisi sumber daya alam hayati yang didominasi oleh pepohonan dalam

persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan yang lainnya tidak dapat

dipisahkan.Indonesia yang beriklim tropis memiliki aneka ragam tumbuhan dan

beberapa tumbuhan dapat digunakan sebagai bahan obat tradisional.

Senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada tumbuhan selain sebagai

obat tradisional juga dapat digunakan sebagai antibakteri dan pengawet alami.

Penggunaan antibakteri sintetik atau pengawet sintetik pada makanan seperti

penambahan formalin jika dikonsumsi secara terus menerus akan menyebabkan

penyakit. Di dalam tumbuhan mengandung bahan kimia yang merupakan jenis

senyawa metabolit sekunder sebagai alat pertahanan terhadap serangan organisme

pengganggu. Tanaman sebenarnya kaya akan bahan bioaktif. Walaupun hanya

1
sekitar 10.000 jenis produksi metabolit sekunder yang telah teridentifikasi, tetapi

sesungguhnya jumlah bahan kimia pada tanaman dapat melampau 400.000 jenis

senyawa (Kardinan, 2002).

Menurut Darwis, senyawa kimia sebagai hasil metabolit sekunder pada

berbagai jenis tanaman telah banyak diteliti dan dimanfaatkan sebagai zat warna ,

aroma, obat-obatan, dan lain sebagainya. Jenis tanaman yang dapat dimanfaatkan

sebagai obat-obatan disebut sebagai tanaman obat. Tanaman obat merupakan jenis

tanaman yang mempunyai khasiat sebagai obat. Tanaman obat digunakan untuk

berbagai macam tujuan bagi kelangsungan hidup seperti menjaga kesegaran dan

kesehatan tubuh secara keseluruhan serta menyembuhkan penyakit tertentu

(Sugeng, 1984). Para ilmuwan telah melakukan berbagai penelitian terhadap

senyawa kimia yang terkandung didalam jenis tanaman yang dapat dimanfaatkan

sebagai obat tersebut. Melalui penelitian yang sudah dilakukan, diketahui bahwa

manfaat dari tanaman obat-obatan diperoleh dari zat kimia yang terkandung

didalamnya (Nyomak, 2013).

Salah satu tanaman obat tersebut adalah tanaman Gaharu (Gyrinops

versteegi). Dari hasil penelitian yang ada, gaharu dikenal mampu mengobati

penyakit seperti stres, asma, liver, ginjal, radang lambung, radang usus, rhematik,

tumor dan kanker (Anonim, 2003). Beberapa negara seperti Singapura, Cina,

Korea, Jepang, dan Amerika Serikat sudah mengembangkan gaharu tersebut

sebagai bahan obat-obatan, seperti penghilang stres, gangguan ginjal, sakit perut,

asma, hepatitis, sirosis, pembengkakan liver, dan limfa, bahan antibiotika untuk

TBC, reumatik, kanker, malaria, serta radang lambung. Di Papua Gaharu sudah

digunakan secara tradisional oleh masyarakatnya untuk pengobatan. Daun, kulit,

2
batang, dan akar digunakan sebagai bahan pengobatan malaria. Sementara air

sulingan ( Limbah dari proses destilasi gaharu untuk menghasilkan minyak atsiri)

sangat bermanfaat untuk merawat wajah dan menghaluskan kulit (Sumarna,

2007). Di pasar Internasional, gaharu diperdagangkan dalam bentuk kayu, serbuk

dan minyak. Kayu gaharu bisa dijadikan bahan kerajinan bernilai tinggi.

Minyaknya merupakan parfum kelas atas. Dupa gaharu dapat dimanfaatkan untuk

mengharumkan ruangan, rambut, tubuh, dan pakaian para bangsawan. Serbuk

gaharu digunakan sebagai dupa (hio) untuk ritual keagamaan, seperti Hindu,

Budha, Kong Hu Cu, Tao, Shinto, Islam, dan katolik. Kayu gaharu disebut

sebagai kayu para dewa karena aromanya bisa dipercaya bisa mensucikan

peralatan keagamaan (Anonim, 2011).

Tanaman gaharu dapat digunakan sebagai tanaman obat karena gaharu

mengandung suatu senyawa bahan alam aktif yang disebut dengan metabolit

sekunder. Hal ini berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Mega, dkk

(2010) tentang screening fitokimia dan uji aktivitas antiradikal bebas ekstrak

metanol daun gaharu (Gyrinops versteegi). Hasil penelitian menunjukan bahwa

ekstrak metanol daun gaharu (Gyrinops versteegi) mengandung metabolit

sekunder seperti senyawa fenol, flavonoid dan terpenoid dan besarnya aktivitas

antiradikal bebas dengan persen peredamannya = 106,32 % (5 menit) dan 113,31

% (60 menit). Ketiga senyawa metabolit sekunder diatas diketahui mempunyai

sifat sebagai senyawa antioksidan atau sebagai agen antikanker (Mega, 2010).

Senyawa bioaktif yang terkandung dalam produk alami (natural products)

banyak dimanfaatkan sebagai bahan utama obat-obatan dan sumber lead

compound (senyawa penuntun) yang dapat menjadi starting material dalam

3
modifikasi molekul. Senyawa bioaktif tersebut digunakan sebagai desain

template, sintesis, maupun semisintesis senyawa baru yang lebih kuat aktifitasnya

sehingga lebih efektif untuk dimanfaatkan sebagai zat baru untuk mengobati

penyakit, khususnya pada manusia (Cragg et al., 1997). Berbagai bahan obat yang

telah banyak digunakan untuk kebutuhan klinis berasal dari natural products

termasuk antibiotik. Lebih dari 70% antibiotik berasal dari genus Streptomyces

(Clardy et al., 2006).

Dewasa ini banyak penykit infeksi yang sering terjadi, disebabkan oleh

bakteri yang bersifat patogen. Salah satu bakteri yang bersifat patogen adalah

Escherichia coli. Bakteri Escherichia coli adalah anggota flora normal usus yang

berperan penting dalam sintesis vitamin K, konvesi pigmen-pigmen empedu,

asam-asam empedu dan penyerapan zat-zat makanan. Di dalam lingkungan,

bakteri pembusuk ini berfungsi sebagai pengurai dan penyedia nutrisi bagi

tumbuhan (Ganiswarna, 1995). Namun Escherichia coli menjadi patogen bila

jumlahnya dalam saluran pencernaan meningkat atau berada di luar usus (Jawets

et al, 1995). Tempat yang sering terinfeksi bakteri Escherichia coli adalah

kantung empedu, saluran kemih, selaput otak, paru-paru dan saluran cerna

(Karsinah, 1994). Infeksi bakteri Escherichia coli dapat menyebabkan beberapa

penyakit seperti infeksi saluran kencing, diare, sepsis dan meningitis.

Pengendalian bakteri patogen penting dilakukan untuk mencegah

penyebaran penyakit dan infeksi, diantaranya dengan terapi antibiotik (Liana,

2010). Namun penggunaan antibiotik secara terus-menerus dengan dosis yang

tidak tepat dapat menimbulkan resistensi bakteri atau kebalnya bakteri terhadap

obat-obatan antibiotik. Kebanyakan resistensi antibiotik terjadi akibat mutasi atau

4
transfer horizontal gen yang membawa sifat resisten. Bakteri-bakteri yang secara

alami kebal dan bermutasi, bukan hanya dapat bertahan hidup terhadap antibiotik,

tetapi banyak juga yang tampaknya semakin kuat sehingga penyakit-penyakit

yang disebabkan bahkan lebih serius dan menghasilkan tingkat kematian yang

lebih besar dari pada penyakit-penyakit yang dihasilkan sebelumnya (Green,

2005). Beberapa hasil penelitian menunjukan bahwa bila bakteri tidak bertemu

antibiotik secara teratur, maka bakteri mulai lupa bagaimana menjadi kebal

terhadap antibiotik (Angelica, 2013). Pemanfaatan tanaman herbal yang

mempunyai kandungan senyawa antibakteri merupakan salah satu alternatif untuk

mengendalikan bakteri yang mudah mengalami resistensi.

Bakteri Escherichia coli merupakan merupakan bakteri Gram negatif,

bentuk batang, memilki ukuran 2,4 mikro 0,4 hingga 0,7 mikro, bergerak, tidak

berspora, positif pada tes indol, glukosa, laktosa, sukrosa (Greenwood et al.,

2007). Dinding sel bakteri gram negatif tersusun atas membran luar, peptidoglikan

dan membran dalam. Peptidoglikan yang terkandung dalam bakteri gram negatif

memiliki struktur yang lebih kompleks dibandingkan gram positif. Membran

luarnya terdiri dari lipid, liposakarida dan protein. Peptidoglikan berfungsi

mencegah sel lisis, menyebabkan sel kaku dan memberi bentuk kepada sel

(Purwoko, 2007). Dinding sel bakteri gram negatif tersusun atas membran luar,

peptidoglikan dan membran dalam. Peptidoglikan yang terkandung dalam bakteri

gram negatif memiliki struktur yang lebih kompleks dibandingkan gram positif.

Membran luarnya terdiri dari lipid, liposakarida dan protein. Peptidoglikan

berfungsi mencegah sel lisis, menyebabkan sel kaku dan memberi bentuk kepada

sel (Purwoko, 2007).

5
Pada penelitian ini akan ditekankan untuk mengetahui senyawa bioaktif

dari ekstrak etanol yang terkandung dalam batang kayu gaharu. Penghambatan

bakteri Escherichia coli salah satunya adalah dipengaruhi oleh pelarut,sehingga

dalam penelitian ini pelarut yang digunakan adalah pelarut yang bersifat polar

yaitu etanol. Dimana pelarut etanol ini sering digunakan dalam kehidupan sehari-

hari karena sifatnya yang tidak beracun sehingga etanol digunakan secara luas

sebagai pelarut zat aroma , perasa, pewarna , obat-obatan. Etanol juga digunakan

sebagai antiseptik dan sabun cuci tangan antibakteri karena dapat membunuh

organisme mikro dengan cara memisahkan lemak dan proteinnya. Sehingga

dalam penelitian ini menggunakan pelarut etanol karena dalam penelitian ini akan

menentukan aktivitas antibakteri ekstrak etanol batang kayu gaharu terhadap

penghambatan bakteri Escherichia coli.

Proses atau Teknis Pembentukan Gubal Gaharu Serta Cara Budidaya Pohon

Gaharu. Gaharu dihasilkan dari tanaman sebagai respon dari mikroba yang masuk

ke dalam jaringan yang terluka. Luka pada tanaman berkayu dapat disebabkan

secara alami karena adanya cabang dahan yang patah atau kulit terkelupas,

maupun secara sengaja dengan pengeboran dan penggergajian. Masuknya

mikroba ke dalam jaringan tanaman dianggap sebagai benda asing sehingga sel

tanaman akan menghasilkan suatu senyawa fitoaleksin yang berfungsi sebagai

pertahanan terhadap penyakit atau patogen. Senyawa fitoaleksin tersebut dapat

berupa resin berwarna coklat dan beraroma harum, serta menumpuk pada

pembuluh xilem dan floem untuk mencegah meluasnya luka ke jaringan lain.

Namun, apabila mikroba yang menginfeksi tanaman dapat mengalahkan sistem

pertahanan tanaman maka gaharu tidak terbentuk dan bagian tanaman yang luka

6
dapat membusuk. Beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam kegiatan

budidaya pohon penghasil gaharu yaitu persyaratan tumbuh. Tempat tumbuh yang

cocok untuk tanaman penghasil gaharu adalah dataran rendah, lereng-lereng bukit,

sampai ketinggian 750 meter diatas permukaan laut. Jenis Aquilaria tumbuh

sangat baik pada tanah-tanah liat (misalnya podsolik merah kuning), tanah

lempung berpasir dengan drainase sedang sampai baik. Tipe iklim A-B dengan

kelembaban sekitar 80%. Suhu berkisar antara 22-28 drajat celcius dengan curah

hujan berkisar antara 2000 s/d 4000 mm/tahun. Lahan tempat tumbuh yang perlu

dihindari adalah (1) lahan tergenang secara permanen, (2) tanah rawa, (3) lahan

dangkal (kedalaman kura dari 50 cm), (4) pasir kuarsa, dan (5) lahan yang ber-pH

kurang dari 4,0.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Balfas tahun 2008 yaitu Kandungan

Resin Pada Kayu Gaharu Kualitas Rendah dari Irian, Jambi dan Banjarmasin,

dilakukan pengujian hasil resin dari beberapa jenis gaharu dengan menggunakan

beberapa jenis pelarut. Bahan gaharu kualitas rendah yang berasal dari Irian,

Jambi (Sumatra) dan Banjarmasin (Kalimantan) masing-masing diekstraksi

dengan pelarut akuades, metanol clan etanol. Masing-masing bahan gaharu

tersebut diidentifikasi secara anatomis untuk mengetahui otentitas jenisnya. Hasil

identifikasi menunjukkan bahwa bahan kayu asal Irian merupakan jenis Gyrinop s

sp, sedangkan bahan asal Jambi clan Banjarmasin merupakan spesies yang sama,

yaitu Aquilaria malaccensis. Hasil ekstraksi secara nyata clipengaruhi oleh faktor

sumber kayu dan faktor jenis pelarut. Kayu asal Irian memiliki kelarutan lebih

rendah dalam akuades panas, narnun memiliki kelarutan lebih tinggi dalam

ekstraksi dengan alkohol panas dibandingkan dengan hasil ekstraksi serbuk kayu

7
asal Jambi clan Banjarmasin. Penggunaan pelarut etanol menghasilkan resin lebih

banyak daripada penggunaan pelarut metanol dlan akuades. Hasil penelitian ini

secara umum sesuai dengan praktek ekstraksi yang dilakukan oleh industri gaharu,

namun penggunaan pelarut metanol lebih disarankan untuk pekerjaan ekstraksi di

masa mendatang.

Berdasarkan penelitian sebelumnya yaitu Hendra (2015) didapatkan bahwa

ekstrak daun gaharu dengan pelarut metanol, akuades dan kloroform memiliki

aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli.

Senyawa alkaloid dan terpenoid merupakan senyawa yang paling berperan dalam

ekstrak daun gaharu (Aquilaria malaccensis) sebagai antibakteri. Selain itu,

menurut penelitian Khalil dkk. (2013), ekstrak metanol daun gaharu (Aquilaria

malacensis) mengandung senyawa kimia seperti alkaloid, triterpenoid, flavonoid,

saponin dan tanin. Kandungan senyawa kimia tersebut menyebabkan adanya

aktivitas antibakteri pada daun gaharu genus Aquilaria. karena pada penelitian

sebelumnya pelarut yang digunakan adalah metanol, akuades dan kloroform maka

pada penelitian kali ini akan digunakan pelarut etanol untuk membuktikan bahwa

apakah dalam ekstrak batang kayu gaharu dengan pelarut etanol mengandung

senyawa kimia seperti alkaloid, triterpenoid, flavonoid, saponin dan tanin, dan

kandungan senyawa kimia tersebut apakah akan menyebabkan adanya aktivitas

antibakteri pada batang kayu gaharu terhadap bakteri Escherichia coli.

Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian dengan judul “ Isolasi Senyawa Bioaktif dari Ekstrak Etanol

Batang Kayu Gaharu (aquilaria Malaccensis) Asal Manggarai Serta Uji

Aktivitas Terhadap Bakteri Escherichia coli”

8
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka yang menjadi pokok

permasalahan dalam penelitian ini adalah :

1. Senyawa Bioaktif golongan apa yang terdapat pada ekstrak etanol batang

kayu gaharu (Aquilaria Malaccensis) Asal Manggarai ?

2. Bagaiman aktivitas antibakteri ekstrak etanol batang kayu gaharu terhadap

penghambatan bakteri Escherichia Coli berdasarkan nilai daya

hambatnya?

1.3 Tujuan

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengetahui golongan senyawa bioaktif yang terdapat pada ekstrak etanol

batang kayu gaharu (Aquilaria Malaccensis) Asal Manggarai

2. Mengetahui aktivitas antibakteri ekstrak etanol batang kayu gaharu

terhadap penghambatan bakteri Escherichia coli dan Escherichia Coli

berdasarkan nilai daya hambatnya

1.4 Manfaat

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

1. Bagi Peneliti

Penelitian ini dapat memberikan informasi dan gambaran untuk

meningkatkan wawasan keilmuan tentang senyawa-senyawa bioaktif dari

bahan alam, sebagai sarana pengembangan ilmu pengetahuan, dan

meningkatkan keterampilan laboratorium khususnya dalam hal

mengisolasi senyawa bioaktif.

2. Bagi Masyarakat umum

9
Penelitian ini sebagai salah satu informasi ilmiah bagi masyarakat tentang

penggunaan ekstrak n-heksana batang gaharu (Gyrinops versteegii.) untuk

menghambat pertumbuhan bakteri.

3. Bagi Perkembangan Ilmu Pengetahuan

Sebagai sumbangsih terhadap perkembangan ilmu pengetahuan,

khususnya ilmu kimia dimana dengan hasil penelitian ini dapat dijadikan

sebagai salah satu sumber bacaan dan sebagai acuan untuk penelitian

selanjutn

10
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum Gaharu

Gaharu adalah sejenis kayu yang mengandung resin dengan berbagai

bentuk, warna, serta aroma yang khas yang dihasilkan oleh pohon atau bagiannya

yang tumbuh secara alami ataupun buatan yang secara umum dihasilkan oleh

Aquilaria spp (Dephut 2003). Akan tetapi, terdapat 27 spesies yang terdiri dari

pohon, semak, perdu, dan tumbuhan merambat di hutan Indonesia yang juga

menghasilkan gaharu. 27 spesies tersebut terdiri dari 8 genus yang meliputi

Aquilaria, Aetoxylon, Dalbergia, Enkleia, Excoccaria, Gonystylus, Gyrinops, dan

Wiekstroemia dengan 94% didominasi oleh famili Thymeleaceae, 3% oleh famili

Leguminoceae, serta 3% lagi berasal dari famili Euphorbiaceae (Sumarna 2009).

Gaharu mulai dikenal masyarakat Indonesia pada sekitar tahun 1200, yang

hanya diperoleh dari pungutan hasil hutan alam dengan memanfaatkan pohon-

pohon yang telah mati alami dengan bentuk produk berupa gumpalan, serpihan

serta bubukan yang merupakan limbah proses pembersihan. Sebagai salah satu

komoditi Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK), semula memiliki nilai guna yang

terbatas hanya untuk mengharumkan tubuh, ruangan dan kelengkapan upacara

ritual keagamaan masyarakat Hindu dan Islam. Tumbuhan gaharu merupakan

salah satu jenis tanaman hutan tropis penghasil resin atau produk damar yang

bernilai ekonomi tinggi. Permintaan dunia akan produk gaharu setiap tahunnya

mengalami peningkatan, namun dibatasi oleh kuota. Spesies ini terdaftar dalam

11
appendix II CITES sebagai tumbuhan langka. Kelangkaan spesies ini disebabkan

perburuan gaharu yang tidak terkendali di hutan alam (Santoso, 2006).

Tanaman gaharu ( G.versteegii) adalah sejenis pohon yang menghasilkan

gubal gaharu sehingga dikenal sebagai tanaman penghasil gaharu, jenis ini dikenal

dengan nama tanaman karas. G. verstegii adalah salah satu dari delapan jenis

pohon penghasil gaharu. Kedelapan jenis gaharu itu yaitu Aquilaria sp, Gonisylus

sp, Aetoxylon sp, Enkleia sp, Wiekstromia sp, Gyrinops sp, Exccocaria sp, dan

Dalbergia sp. Jenis G. versteegii termasuk salah satu dari delapan jenis pohon

pengahsil gaharu dan termasuk dalam famili Thymeleaceae. Tanaman penghasil

gaharu tergolong dalam kelompok Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK). Produk

gaharu memiliki banyak kegunaan di antaranya sebagai bahan baku untuk obat-

obatan, kosmetik, parfum, sehingga termasuk komoditi komersial yang bernilai

ekonomi tinggi.

Persebaran spesies-spesies penghasil gaharu meliputi Kalimantan,

Sumatera, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua. Gaharu dengan genus

Gyrinops verstegii banyak tersebar di daerah Malaya, Sumbawa, NTT, Sulawesi,

dan Papua. Tumbuhan penghasil gaharu di Indonesia, unmumnya tersebar di

seluruh dataran Papua (Sorong, Fak-Fak, Manokwari, Pegunungan Tengah,

Jayapura,Merauke dan sekitarnya) dengan rata-rata ketinggian tempat tumbuh

antara 140-460 meter dari permukaan laut.

12
2.1.1 Taksonomi
Menurut Citra (2009), taksonomi dari jenis Gyrinops verstegii sebagai

berikut :

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Sub-divisi : Angiospermae

Class : Dicotyledoneae

Sub-Class : Archichlamydae

Ordo : Thymelaeles

Family : Thymelaeaceae

Genus : Gyrinops

Species : Gyrinops versteegii

2.1.2 Morfologi

Jenis tumbuhan penghasil gaharu dari famili Thymelacacceae memiliki ciri

dan sifat morfologis yang relatif sama. Tanaman ini biasanya berupa semak

belukar atau pohon kecil, selalu hijau atau berganti daun setiap bulan. Tanaman

gaharu memiliki ciri morfologi diantaranya adalah:

1. Batang
Batang gaharu berbentuk bulat, dengan ketinggian 35-40 m, berdiameter

antara 60 cm, berkulit batang licin, berwarna keputih-putihan, kadang beralur dan

kayunya keras.

13
Gambar 2.1 Batang Gaharu(Gyrinops versteegii)

2. Daun
Daun gaharu adalah daun tunggal, berbentuk lonjong memanjang, ujung

daun meruncing, dan berwarna hijau mengkilap dan panjang antara 5-8 cm dan

lebar 3-4 cm.

Gambar 2.2 Daun gaharu(Gyrinops versteegii)

3. Bunga
Bunga dari tanaman gaharu (G. versteegii) bersifat hermaprodit dengan

panjang hingga 5 mm, memiliki aroma yang harum dan warna hijau kekuningan

putih, kuning terang atau kuning. Bunga terletak pada ketiak atas atau bawah daun

pada ujung ranting. Bagian mahkota lebih panjang dari benang sari, berukuran 1-

1,5 mm, kepala sari 0,5 mm, dan bakal buah memiliki bulu tebal dengan kepala

putik berebentuk bulat. Susunan bunga di tangkai atau subterminal lebih sering

berupa susunan axillary dan kadang- kadang berupa susunan brachyblasts , sesile

atau pedunculate, yang pada dasarnya racemose. Susunan bunga berupa capitata,

spicate umbelliform atau fascicled. Bunga pada umumnya actinomorphic,

14
biseksual atau uniseksual dan kebanyakan dioecious, bracteate ( daun kecil pada

bunga yang membentuk suatu inovlucre atau ebracteate, sessile atau pedicellate)

kelopak bunga berbentuk pipa, campanulate atau infudibulmform. Pada umumnya

mahkota bunga tersusun 4,5 atau 6 kebanyakan berbentuk caducous, namun

kadan- kadang circumscissile atau gigih, atau juga berbentuk seperti cuping yang

menutupi. Benang sari berjumlah 2 atau lebih dan pada umumnya sebanding

dengan jumlah kelopak. Buah kebanyakan berbentuk indehiscent atau gemuk.

Phloem berisi serat yang sangat kuat, menjadikan jenis ini sangat baik sebagai

pelapis kertas untuk menghasilkan kertas dengan kualitas terbaik. Kebanyakan

jenis beracun dan beberapa bersifat medicinaly yang dapat di gunakan sebagai

obat ( Citra , 2009).

Gambar 2.3 Bunga Gaharu (https://fredikurniawan.com/klasifikasi-dan


morfologi-pohon-gaharu.html)
4. Buah
Buah gaharu berbentuk bulat telur dalam sebuah polongan dengan panjang

disertai biji juga berbentuk bulat telur dan warna coklat kehitaman yang

diselubungi oleh rambut halus berwarna coklat kemerahan dengan panjang 3-4 cm

dan lebar 2-2,5 cm, kulit keras, berwarna coklat dan berbaldu, dan mengandung 3-

4 biji benih dalam satu buah (Departemen Kehutanan, 2003).

15
Gambar 2.4 Buah Gaharu (https://fredikurniawan.com/klasifikasi-dan
morfologi-pohon-gaharu.html)

2.1.3 Penyebaran dan Habitat

Penyebaran gaharu di Indonesia antara lain terdapat di kawasan hutan

Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Papua, Nusa Tenggara, dan Jawa.

Secara ekologis jenis-jenis gaharu di Indonesia tumbuh pada daerah dengan

ketinggian 0-2400 mdpl. Umumnya gaharu yang memiliki kualitas sangat baik,

tumbuh pada daerah beriklim panas dengan suhu 28o-34o C, kelembapan 60%-

80%, dengan curah hujan 1000-2000 mm/tahun (Sumarna, 2007).

Gaharu dapat tumbuh baik pada kondisi tanah yang beragam. Tumbuhan

ini dapat tumbuh baik pada kondisi tanah dengan struktur dan tekstur yang subur,

sedang, maupun ektrim. Untuk menghasilkan pertumbuhan yang baik gaharu

membutuhkan tanah subur, sarang, drainase baik, reaksi tanah netral- basa dan

solum tanahnya tipis- dalam. Tumbuhan ini pun dapat dijumpai pada kawasan

hutan rawa, gambut, hutan dataran rendah, atau hutan pegunungan dengan tekstur

tanah berpasir (Citra,2009).

16
2.1.4 Pemanfaatan

Berdasarkan hasil analisis kimia, gaharu memiliki enam komponen utama

berupa furanoid sesquiterpene, di antaranya adalah a-agarofuran, b-agarofuran,

dan agarospirol. Komponen minyak atsiri yang dikeluarkan gaharu berupa

sequiterpenoida, eudesmana, dan velancana. Gaharu mengeluarkan aroma yang

khas, dimanfaatkan untuk bahan baku bahan baku industri parfum, kosmetika,

dupa, dan pengawet berbagai jenis asesoris. Pemanfaatan gaharu masih dalam

bentuk produk bahan baku, yaitu bahan kayu bulatan, cacahan, bubuk, atau fosil

kayu yang sudah terkubur. Seiring dengan perkembangan ilmu dan teknologi

industri, gaharu pun bukan hanya bermanfaat sebagai bahan industri pengharum,

tetapi juga secara klinis dapat dimanfaatkan sebagai obat (Citra, 2009).

Dari hasil penelitian yang ada, gaharu dikenal mampu mengobati penyakit

seperti stres, asma, liver, ginjal, radang lambung, radang usus, rematik, tumor dan

kanker (Anonim, 2003). Gaharu dengan aromanya yang khas digunakan

masyarakat di Timur Tengah sebagai bahan wewangian. Di beberapa negara

seperti Singapura, Korea, Cina, Jepang, dan Amerika Serikat sudah

mengembangkan gaharu tersebut sebagai bahan obat-obatan, seperti penghilang

stres, ganguan ginjal, sakit perut, asma, hepatitis, sirosis, pembengkakan liver dan

limfa, bahan antibiotika untuk TBC, reumatik, kanker, malaria, serta radang

lambung. Di Papua gaharu sudah digunakan secara tradisional oleh

masyarakatnya untuk pengobatan.

Daun, kulit batang, dan akar digunakan sebagai bahan pengobatan seperti

mengatasi sakit perut, menjaga kesehatan ginjal, menurunkan tekanan darah,

mencegah penuaan dini, mengobati tumor, kanker, asma, insomnia, stroke,

17
mengontrol kadar gula darah dan sebagai antioksidan yang dapat menguraikan

racun dalam tubuh. Sementara air sulingan (limbah dari proses destilasi gaharu

untk menghasilkan minyak atsiri) sangat bermanfaat untuk merawat wajah dan

menghaluskan kulit (Sumarna, 2007). Sepuluh tahun sebelum suatu tanaman

gaharu (G. versteegii) dapat menghasilkan resin pada gubal gaharu, daun dari

tanaman gaharu telah banyak digunakan sebagai bahan dari teh kesehatan di

beberapa negara seperti Vietnam, Kamboja, dan Thailand (Kamonwannasit dkk.,

2013). Hal ini berkaitan dengan penelitian Khalil dkk. (2013) yang menemukan

beberapa senyawa bioaktif pada daun gaharu seperti alkaloid, triterpenoid,

flavonoid, saponin, dan tanin.

2.1.5 Status Tumbuhan Gaharu

Gyriniops versteegii adalah genus dari family Thymeleaceae dikenal

sebagai penghasil gaharu terbesar yang tumbuh dan tersebar di Indonesia.

Eksploitasi yang tak terkendali telah mengancam kelestarian tumbuhan tersebut.

Oleh karena itu, upaya perlindungan telah dilakukan dengan memasukkan

Gyrinops spp ke dalam daftar Appendix ll CITES (Conventions on the

International Trade in Endangered Species) of Wild Flora and Fauna pada

Oktober 2004.

Disamping itu usaha yang sangat penting dilakukan bagaimana supaya

tanaman penghasil gaharu alam yang telah berumur diatas 20 tahun dapat

berproduksi, selama ini tanaman yang berumur lanjut tersebut hanya 10 %

peluang untuk berproduksi, bahkan ada kemungkinannya tidak dapat berproduksi.

Maka dalam mendukung upaya konservasi dan membina kesinambungan

produksi, serta upaya mengantisipasi perkembangan nilai guna serta permintaan

18
pasar yang terus meningkat, pembatasan dan larangan perdagangan gaharu dari

genus Aquilaria spp dan Gyrinops sp dapat dicabut apabila produksi bersumber

dari hasil pembudidayaan.

Dalam mengusahakan jenis tumbuhan ini sebagai hasil hutan non-kayu,

Indonesia mempunyai suatu kuota yang di ijinkan untuk diekspor. Pembatasan ini

sebagai respon terhadap ancaman penebangan secara berlebihan terhadap berbagai

jenis pohon penghasil Gaharu. Namun dewasa ini, kemampuan untuk menjangkau

jumlah kuota yang di ijinkan semakin menurun akibat kelangkaan Gaharu akibat

pemanenan yang berlebihan (Citra, 2009).

2.2 Senyawa Organik Bahan Alam

Senyawa organik bahan alam adalah senyawa organik yang merupakan

hasil proses metabolisme di dalam organisme hidup. Senyawa hasil proses

metabolisme ini disebut juga senyawa metabolit sekunder. Senyawa metabolit

sekunder memegang peranan penting dalam mempertahankan kehidupan

organisme (Manito, 1992).

Senyawa metabolit sekunder merupakan senyawa kimia yang umumnya

mempunyai kemampuan bioaktivitas dan berfungsi sebagai pelindung tumbuhan

dari gangguan hama penyakit untuk tumbuhan itu sendiri atau lingkungannya.

Senyawa kimia sebagai hasil metabolit sekunder telah banyak digunakan untuk

zat warna, racun, aroma makanan, obat-obatan dan sebagainya (Setiana dkk.,

2011). Senyawa metabolit sekunder lebih dikenal sebagai senyawa aktif seperti

golongan flavonoid, terpenoid, steroid, dan alkaloid. Senyawa aktif tersebut

mempunyai karateristik yang tidak semuanya terdapat dalam tumbuhan, memiliki

struktur yang berbeda dari setiap hasil metabolisme dan keaktifan fisiologinya

19
berkaitan dengan struktur molekul. Beberapa senyawa yang termasuk ke dalam

golongan senyawa di atas memiliki aktifitas fisiologi sehingga dapat digunakan

dalam bidang pengobatan. Seperti metal salisilat, eugenol, morphin dan lain-lain

(Usman, 2000).

Senyawa-senyawa yang terkandung dalam tumbuhan gaharu adalah

termasuk senyawa metabolit sekunder yang merupakan senyawa kimia yang

umumnya mempunyai kemampuan bioaktifitas dan berfungsi sebagai pelindung

tumbuhan tersebut dari gangguan hama penyakit bagi tumbuhan itu sendiri dan

lingkungannya. Beberapa senyawa tersebut di antaranya adalah alkaloid,

triterpenoid, flavonoid, saponin, steroid dan tanin.

2.2.1 Alkaloid

Alkaloid adalah suatu golongan senyawa organik yang paling banyak

ditemukan di alam. Hampir semua senyawa alkaloid berasal dari tumbuh-

tumbuhan dan tersebar luas pada berbagai jenis tumbuhan. Kebanyakan senyawa

alkaloid berupa padatan kristal dengan titik lebur pada kisaran 87-238 oC atau

mempunyai kisaran dekomposisi, namun alkaloid dapat juga berbentuk cair dan

tidak memiliki warna. Pada umumnya senyawa alkaloid hanya larut dalam pelarut

organik dan mengandung paling sedikit satu atom nitrogen yang biasanya bersifat

basa, dan sebagian besar atom nitrogen ini merupakan bagian dari cincin

hetererosiklik. Oleh karena kebasaan pada alkaloid menyebabkan senyawa ini

mudah mengalami dekomposisi terutama oleh panas dan sinar dengan adanya

oksigen (Achmad, 1986).

Alkaloid dapat ditemukan dalam berbagai bagian tanaman seperti biji,

daun, ranting, dan kulit kayu. Dan hampir semua alkaloid yang ditemukan di alam

20
mempunyai keaktifan fisiologis tertentu, ada yang sangat beracun tetapi ada pula

yang sangat berguna dalam pengobatan. Beberapa alkaloid dapat digunakan

sebagai antimalaria, analgesik, dan bakterisida (Lenny, 2006). Contoh fungsi-

fungsi farmakologis beberapa jenis alkaloid adalah morfin sebagai analgetik dan

narkotika, striknina sebagai stimulus syaraf pusat, kirina sebagai anti malaria dan

kokaina sebagai analgetik, dan narkotika. Menurut Rijayanti (2014), mekanisme

kerja alkaloid sebagai antibakteri yaitu dengan cara menganggu komponen

penyusun peptidoglikan pada sel bakteri, sehingga lapisan dinding sel tidak

terbentuk secara utuh dan menyebabkan kematian pada sel tersebut. Dalam

tanaman alkaloid berfungsi sebagai racun untuk melindungi tanaman dari

serangan dan binatang pemakan serangga, faktor pertumbuhan tanaman dan

sebagai zat cadangan makanan untuk memenuhi kebutuhan nitrogen atau unsur

yang lain yang dibutuhkan.

Secara umum, golongan senyawa alkaloid mempunyai beberapa sifat-

sifatnya yaitu Biasanya merupakan kristal tak berwarna, tidak mudah menguap,

tidak larut dalam air, larut dalam pelarut organik seperti etanol, eter, dan

kloroform. Pada umumnya, bersifat basa,terasa pahit, beracun dan mempunyai

efek fisiologis secara optis aktif. Dapat membentuk endapan dengan larutan asam

foswolframat, asam fosfomolbdat, asam pikrat, kalium merkuriiodida dan lain

sebagainya. Dari endapan-endapan ini, banyak juga yang memiliki bentuk kristal

yang khusus sehingga sangat bermanfaat dalam identifikasinya. Alkaloid tidak

mempunyai tatanama sistematik, oleh karena itu, suatu alkaloid dinyatakan

dengan nama trivial, misalnya kuinin, morfin dan stiknin. Hampir semua nama

21
trivial ini berakhiran –in yang mencirikan alkaloida. Beberapa contoh senyawa

alkaloida.

Gambar 2.5 Contoh Struktur Alkaloid (https://id.m.wikipedia.org)

2.2.2 Flavonoid

Flavonoid adalah zat kimia aktif golongan glikosida dari flavonol beserta

semua bentuk aglikonnya yang terdapat dan terbentuk dalam beragam tanaman

(Robinson, 1995). Senyawa-senyawa ini merupakan zat warna merah, ungu, dan

biru. Dan sebagai zat warna kuning yang ditemukan dalam tumbuh-tumbuhan

(Anonim, 2009). Dalam tanaman, aglikon flavonoid terdapat dalam beragam

bentuk yang semuanya mempunyai 15 atom C pada intinya dengan molekul yang

tersusun dalam konfigurasi C6-C3-C6 dengan dua cincin aromatik yang terikat

pada unit 3 atom C yang bias membentuk cincin ketiga atau tidak (Robinson,

1995).

22
Gambar 2.6 Struktur Umum Flavonoid (Robinson, 1995)

Flavon, flavonol dan antosianidin adalah jenis yang banyak ditemukan di

alam dan seringkali disebut sebagai flavonoida utama. Banyaknya senyawa

flavonoida ini disebabkan oleh berbagai tingkat alkoksilasi atau glikosilasi dari

struktur tersebut. Senyawa-senyawa isoflavonoid dan neoflavonoid hanya

ditemukan dalam beberapa jenis tumbuhan, terutama suku Leguminosae (Anonim,

2009). Secara rinci flavonoid dapat diklasifikasikan menjadi :

1. Flavonoida atau 1,3-diarilpropana


a. Flavon
Flavon lazim sebagai konstituen tanaman yang tinggi dan terdapat dalam

berbagai bentuk terhidroksilasi. Beberapa contoh senyawa ini adalah apigenin,

luteolin, dan tangeritin. Semua senyawa ini memiliki peran hampir sama yaitu

sebagai antioksidan atau penangkap radikal bebas. Selain itu, senyawa ini juga

dapat digunakan sebagai peningkat daya tahan tubuh karena memiliki sifat

memperkuat dinding sel sehingga tubuh dapat lebih bertahan dari serangan

penyakit.

b. Flavonol
Senyawa jenis ini paling banyak terdapat di alam daripada jenis flavonoid yang

lain. Senyawa-senyawa ini beragam sebagai akibat perbedaan pada posisi Gugus –

OH pada fenolnya. Contoh senyawa adalah quarcetin yang terdapat di buah apel

23
sebagai antioksidan dan antiaging. Selain itu ada juga senyawa myricetin yang

terdapat di anggur dan sayuran, Senyawa ini juga sebagai antioksidan.

c. Flavonon
Jenis flavonoid ini mirip dengan jenis flavonoid flavon tetapi pada flavanon

tidak memiliki ikatan rangkap pada cincin C. Beberapa senyawa yang termasuk ke

dalam jenis ini adalah hespertin yang terdapat pada buah jeruk yang diperoleh

dalam bnetuk glikosidanya, senyawa ini merupakan suatu aglikon. Senyawa ini

juga memiliki efek sebagai antioksidan dan anti inflamantory pada tubuh manusia.

d. Flavononol
Sama halnya dengan flavonoid flavanon, jenis ini mirip dengan flavonol tetapi

dengan struktur dasar flavan yang tidak memiliki ikatan rangkap pada cincin C.

e. Antosianin
Antosianin adalah pigmen berwarna merah, ungu, dan biru yang terdapat pada

seluruh tumbuhan kecuali fungi. Sebagian besar antosianin dalam bentuk

glikosida, biasanya mengikat satu atau dua unit gula seperti glukosa, galaktosa,

ramnosa dan silosa. Jika monoglikosida, maka bagian gula hanya terikat pada

posisi 3 dan pada posisi 3 dan 5 bila merupakan diglikosida dan bagian

aglikonnya disebut antosianidin.

f. Auron dan Khalkon


Auron berupa pigmen kuning yang terdapat pada bunga tertentu dan Bryofita.

Auron ditandai dengan adanya struktur 2-benzilidenekumaranon. Khalkon tidak

mempunyai inti pusat heterosiklik tetapi ditandai oleh adanya 3 rantai karbon

dengan gugus keton dan a,p tidak jenuh. Dikenal hanya lima aglikon, tetapi pola

hidroksilasinya serupa dengan pola pada flavonoida lain begitu pula bentuk yang

dijumpai adalah bentuk glikosida dan eter metil.

24
2. Isoflavonoida atau 1,2-diarilpropana
Isoflavon merupakan golongan flavonoida yang jumlahnya sangat sedikit, dan

sukar dicirikan karena reaksinya tidak khas dengan pereaksi warna manapun.

Beberapa isoflavon berwarna biru muda bila dilihat dibawah sinar ultraviolet

setelah diberi uap ammonia. Senyawa isoflavon mempunyai aktivitas sebagai

antioksidan yang dapat mengurangi resiko penyakit kanker, jantung koroner, dan

osteoporosis.

Senyawa ini mempunyai aktifitas biologis sebagai penangkap radikal bebas

penyebab kanker karena berkaitan dengan struktur dan gugus-gugus yang

berikatan pada struktur molekulnya. Adanya gugus OH ganda, gugus OH pada

atom C3 ataupun C5 yang berdekatan dengan gugus C=O pada struktumya

berhubungan terhadap aktifitas biologisnya.

3. Neoflavonoida atau 1,1-diarilpropana


Neoflavonoid meliputi jenis-jenis 4-arilkumarin dan berbagai dalbergoin.

Penggolongan flavonoid berdasarkan jenis ikatan yaitu:

a. Flavonoid O-Glikosida
Pada senyawa ini gugus hidroksil flavonoid terikat pada satu gula atau lebih

dengan ikatan hemiasetal yang tidak tahan asam, pengaruh glikosida ini

menyebabkan flavonoid kurang reaktif dan lebih mudah larut dalam air. Gula

yang paling umum terlibat adalah glukosa disamping galaktosa, ramilosa, silosa,

arabinosa, fruktosa dan kadang-kadang glukoronat dan galakturonat. Disakarida

juga dapat terikat pada flavonoid misalnya soforosa, gentibiosa, rutinosa dan lain-

lain.

25
b. Flavonoid C-Glikosida
Gugus gula terikat langsung pada inti benzen dengan suatu ikatan karbon-

karbon yang tahan asam. Lazim ditemukan gula terikat pada atom C nomor 6 dan

8 dalam inti flavonoid. Jenis gula yang terlibat lebih sedikit dibandingkan dengan

O-glikosida. Gula paling umum adalah galaktosa, raminosa, silosa, arabinosa.

c. Flavonoid Sulfat
Senyawa flavonoid yang mengandung satu ion sulfat atau lebih yang terikat

pada OH fenol atau gula, secara teknis termasuk bisulfat karena terdapat sebagai

garam yaitu flavon O-SO3K. Banyak berupa glikosida bisulfat yang terikat pada

OH fenol yang mana saja yang masih bebas atau pada guIa. Umumnya hanya

terdapat pada angiospermae yang mempunyai ekologi dengan habitat air.

d. Biflavonoid
Biflavonoid (biflavonil, flavandiol) merupakan dimer flavonoid yang dibentuk

dari dua unit flavon atau dimer campuran antara flavon dengan flavanon dan atau

auron. Struktur dasar biflavonoid adalah 2,3-dihidroapigeninil-(I-3′,II-3′)-

apigenin. Senyawa ini memiliki ikatan interflavanil C-C antara karbon C-3′ pada

masing-masing flavon. Beberapa biflavonoid dengan ikatan interflavanil C-O-C

juga ada. Biflavonoid terdapat pada buah, sayuran, dan bagian tumbuhan lainnya.

Hingga kini jumlah biflavonoid yang diisolasi dan dikarakterisasi dari alam terus

bertambah, namun yang diketahui bioaktivitasnya masih terbatas. Biflavonoid

yang paling banyak diteliti adalah ginkgetin, isoginkgetin, amentoflavon,

morelloflavon, robustaflavon, hinokiflavon dan ochnaflavon. Senyawa-senyawa

ini memiliki struktur dasar yang serupa yaitu 5,7,4’-trihidroksi flavanoid, tetapi

berbeda pada sifat dan letak ikatan antar flavonoid.

26
Senyawa biflavonoid berperan sebagai antioksidan, anti-inflamasi, antikanker,

antialergi, antimikrobia, antifungi, antibakteri, antivirus, pelindung terhadap

iradiasi UV, vasorelaksan, penguat jantung, antihipertensi, anti pembekuan darah

dan mempengaruhi metabolisme enzim. Flavonoid lain dapat bekerja sebagai

inhibitor kuat pernapasan. Beberapa flavonoid menghambat fosfodiestarase.

Flavonoid lain menghambat aldoreduktase, monoamina oksidase, protein kinase,

balik transcriptase, DNA polimerase, dan lipooksigense. Memang karena

flavonoid sering merupakan senyawa pereduksi yang baik, mereka menghambat

banyak reaksi oksidasi, baik secara enzim maupun nonenzim. Aktivitas

antioksidan flavonoid mungkin dapat menjelaskan mengapa flavonoid tertentu

merupakan komponen aktif tumbuhan yang digunakan secara tradisional untuk

mengobati gangguan fungsi hati (Robinson, 1995).

Flavonoid merupakan senyawa polar karena memiliki sejumlah gugus

hidroksil yang tidak tersubstitusi. Pelarut polar seperti etanol, metanol, etilasetat

atau campuran dari larutan tersebut dapat digunakan untuk mengesktrak flavonoid

dari jaringan tumbuhan. Menurut Parubak (2013), senyawa flavonoid berpotensi

sebagai senyawa antibiotik, antibakteri, dan antikanker. Senyawa flavonoid

disintesis oleh tanaman sebagai sistem pertahanan. Oleh karena itu, senyawa ini

efektif sebagai senyawa antimikroba terhadap sejumlah mikroorganisme. Menurut

Rijayanti (2014), mekanisme kerja flavonoid sebagai antibakteri dapat dibagi

menjadi 3 yaitu menghambat sintesis asam nukleat, menghambat fungsi membran

sel dan menghambat metabolisme energi.

27
2.2.3 Terpenoid

Terpenoid atau isoprenoid merupakan salah satu senyawa organik yang

hanya tersebar di alam, yang terbentuk dari satuan isoprene. Senyawa terpenoid

merupakan senyawa hidrokarbon yang dibedakan berdasarkan jumlah satuan

isoprena penyusunnya, group metal dan atom oksigen yang diikatnya (Robinson,

1995). Menurut Harborne (1987), senyawa triterpenoid tidak berwarna, berbentuk

kristal, bertitik leleh tinggi dan bersifat optis aktif. Senyawa triterpenoid dapat

dibagi menjadi empat golongan yaitu triterpen, saponin, steroid dan glikosida

jantung. Kebanyakan golongan terpenoid bersifat non-polar sehingga dapat larut

ke dalam pelarut non-polar dan semi-polar. Terpenoid terdiri atas beberapa

macam senyawa, mulai dari komponen minyak atsiri, yaitu monoterpena dan

seskiuterpena yang mudah menguap, diterpena yang lebih sukar menguap sampai

ke senyawa yang tidak menguap yaitu triterpenoid dan sterol serta pigmen

karatenoid.

Gambar 2.7 Struktur Senyawa Terpenoid (https://id.m.wikipedia.org)

Sebagian besar senyawa triterpenoid dapat dimanfaatkan sebagai obat

seperti pengobatan penyakit diabetes, gangguan menstruasi, patukan ular,

gangguan kulit, kerusakan hati dan malaria. Selain itu, triterpenoid juga dapat

28
bekerja sebagai antifungi, insektisida, antibakteri dan antivirus. Menurut Rijayanti

(2014), mekanisme kerja triterpenoid sebagai antibakteri yaitu dengan cara

menurunkan tegangan permukaan dinding sel bakteri dan merusak permeabilitas

membran. Rusaknya membran sel ini akan menganggu kelangsungan hidup

bakteri.

2.2.4 Saponin

Saponin merupakan golongan senyawa glikosida yang mempunyai struktur

steroid dan membentuk larutan koloidal dalam air menghasilkan buih bila

dikocok. Saponin adalah glikosida triterpen dan sterol yang telah terdeteksi dalam

lebih dari 90 suku tumbuhan. Adanya ikatan glikosida pada saponin menyebabkan

senyawa ini cenderung bersifat polar. Saponin merupakan senyawa aktif

permukaan yang dapat menurunkan tegangan permukaan dan bersifat seperti

sabun, serta dapat dideteksi berdasarkan kemampuannya membentuk busa dan

menghemolisis sel darah. Turunnya tegangan permukaan pada dinding sel bakteri

akan menyebabkan rusaknya permeabilitas membran sehingga akan mengganggu

kelangsungan hidup bakteri. Ada banyak jenis saponin yang sangat toksit dan

cepat memecahkan sel darah merah, saponin digunakan sebagai obat luar yang

bersifat sebagai antiinflamasi, antimikroba dan antiseptik (Harborne, 1987).

Saponin ada pada seluruh tanaman dengan konsentrasi tinggi pada bagian-

bagian tertentu. Fungsi untuk tumbuh-tumbuhan sebagai bentuk penyimpanan

karbohidrat serta pelindung terhadap serangan serangga, sifat saponin mempunyai

rasa pahit dan dalam air membentuk busa yang stabil. Berdasarkan jenis

sapogeninnya, saponin dikelompokkan menjadi tiga kelompok besar yaitu saponin

29
triterpenoid, saponin steroid, dan saponin steroid alkohol. Aglikonnya disebut

sapogenin, diperoleh dengan hidrolisis dalam suasana asam atau hidrolisis dengan

memakai enzim. Tanpa bagian gula, ciri kelarutannya sama dengan ciri sterol

lainnya. Kedua jenis saponin ini larut dalam air dan alkohol tapi tidak larut dalam

eter. Saponin memiliki beberapa sifat diantaranya adalah rasanya pahit, dalam

larutan air membentuk busa yang stabil, menghemolisis eritrosit, merupakan

racun kuat bagi ikan dan amfibi, dapat membentuk persenyawaan dengan

kolesterol dan hidroksisteroid lainnya, sulit untuk dimurnikan dan diidentifikasi,

berat molekul relative tinggi, dan analisis hanya menghasilkan formula empiris

yang mendekati (Robinson, 1995).

Gambar 2.8 Struktur Senyawa Saponin Triterpenoid (Robinson, 1995)

2.2.5 Steroid

Steroid adalah senyawa alam yang terdapat pada jaringan hewan dan

tumbuhan. Senyawa steroid memiliki struktur kerangka inti karbon tetrasiklik

yang terdiri dari tiga cincin sikloheksana (A, B, C) dan satu cincin siklopentana

(D) yang sering disebut siklopentanohidrofenantren. Senyawa steroid umumnya

berbentuk kristal berwarna putih, titik lebur tinggi, dan mempunyai serapan pada

daerah spectrum UV sekitar 205-280 nm. Steroid dapat berupa senyawa alkohol,

30
aldehid, keton dan asam karboksilat yang terebar luas dalam makhluk hidup dan

umumnya termasuk dalam fraksi lipid. Menurut fungsi fisiologinya terdapat

steroid secara garis besar dibagi menjadi golongan sterol, golongan asam empedu,

golongan hormon, golongan saponin dan golongan glikosida jantung (Marsyidi,

1990).

Steroid merupakan senyawa turunan lipid yang tidak dihidrolisis. Senyawa

yang termasuk turunan steroid misalnya kolesterol, ergosterol, progesteron, dan

estrogen. Perbedaan jenis steroid yang satu dengan steroid yang lain terletak pada

rantai samping (cabang) yang diikatnya (Anonim, 2010). Steroid memiliki sifat

kimia yang dehidrasi, esterifikasi, hidrolisis ester steroid, dan oksidasi steroid

(Hanafi, 2000).

Gambar 2.9 Struktur Senyawa Steroid (Robinson, 1995)

2.2.6 Tanin

Tanin merupakan senyawa metabolit sekunder yang kompleks, terdiri dari

beberapa senyawa polifenol, tersebar luas pada seluruh bagian tumbuhan terutama

pada daun, buah yang belum masak, dan kulit kayu. Sifat-sifat tanin antara lain

adalah berbentuk amorf dan tidak dapat dikristalkan. Dalam air membentuk

larutan koloida, bereaksi asam dan mempunyai rasa sepat. Identifikasi tanin dapat

31
dilakukan dengan menggunakan larutan gelatin 1% yang dapat dikenali dengan

terbentuknya endapan (Rusdi, 1988).

Senyawa tanin merupakan senyawa metabolit sekunder yang cenderung

bersifat polar. Menurut penelitian Ngajow dkk. (2013), didapatkan bahwa

senyawa tanin memiliki aktivitas antibakteri dengan mekanisme kerja

menghambat enzim reverse transkriptase dan DNA topoisomerase sehingga sel

bakteri tidak dapat terbentuk. Selain itu, tanin juga mempunyai target pada

polipeptida dinding sel sehingga pembentukan dinding sel menjadi kurang

sempurna. Hal ini akan menyebabkan sel bakteri menjadi lisis karena tekanan

osmotik maupun fisik sehingga sel bakteri akan mati.

Gambar 2.10 Struktur Senyawa Tanin (Harborne, 1987)

2.3 Uji Fitokimia Senyawa Metabolit Sekunder

Senyawa bioaktif adalah senyawa esensial dan non esensial (misalnya

vitamin atau polifenol) yang terdapat di alam, menjadi bagian dari rantai makanan

dan memiliki pengaruh terhadap kesehatan tubuh manusia. Senyawa bioaktif

dihasilkan oleh organisme melalui jalur biosintesis metabolit sekunder. Metode

skrining fitokimia diguanakan untuk mengetahui kandungan metabolit sekunder,

makromolekul serta penggunaan data yang diperoleh untuk menggolongkan

32
tumbuhan. Metode ini juga penting untuk menentukan ciri atau sifat kimia dari

fitoksin dan fitoaleksin (Harborne, 1987).

Menurut Harborne (1996) pendekatan skrining fitokimia meliputi analisis

kualitatif kandungan kimia dalam tumbuhan atau bagian tumbuhan (akar, batang,

bunga, buah, dan biji) terutama kandungan metabolit sekunder yaitu alkaloid,

antrakinon, flavonoid, kumarin, saponin (steroid dan triterpenoid), tanin

(polifenolat), minyak atsiri (terpenoid), dan sebagainya. Uraian beberapa

metabolit sekunder adalah sebagai berikut :

2.3.1 Alkaloid

Identifikasi kandungan alkaloid dapat dilakukan dengan mengambil

ektsrak pelarut sampel dalam pelarut polar. Kemudian dilarutkan dalam HCl 2%.

Larutan dibagi menjadi 3 bagian, di mana bagian pertama ditetesi dengan pereaksi

Mayer, bagian kedua ditetesi dengan pereaksi Dragendorff dan bagian ketiga

ditetesi dengan pereaksi Wagner. Adanya alkaloid ditunjukkan dengan

terbentuknya endapan putih kekuningan pada pereaksi Mayer, kekeruhan atau

endapan jingga pada pereaksi Dragendorff dan endapan cokelat pada pereaksi

Wagner (Harborne, 1987).

33
Reaksi pada uji alkaloid dengan pereaksi Mayer adalah sebagai berikut:

Gambar 2.11 Reaksi uji Mayer (Marliana, S., 2005)

Reaksi pada uji alkaloid dengan pereaksi Wagner adalah sebagai berikut:

Gambar 2.12 Reaksi uji Wagner (Marliana, S., 2005)

2.3.2 Flavonoid

Identifikasi flavonoid dapat dilakukan dengan mengambil ekstrak sampel

dalam pelarut polar kemudian ditambahkan logam magnesium dan ditetesi dengan

asam klorida pekat (pereaksi Shibata). Timbulnya warna merah atau jingga

menunjukkan adanya flavonoid (Harborne, 1987).

34
Reaksi pada uji flavonoid adalah sebagai berikut:

Gambar 2. 13 Reaksi flavonoid dengan Mg dan HCl pekat


(Halimah, 2010)

2.3.3 Terpenoid

Identifikasi terpenoid dapat dilakukan dengan mengekstrak sampel dalam

pelarut polar. Hasilnya diuapkan kemudian dilarutkan dalam asam asetat anhidrat

dan ditetesi dengan asam sulfat pekat (pereaksi Liberman-Burchard). Adanya

terpenoid ditunjukkan dengan adanya cincin merah kecoklatan atau ungu pada

batas kedua larutan, sedangkan pada bagian atas larutan berwarna hijau atau ungu

(Harborne, 1987).

2.3 4 Saponin

Identifikasi saponin dapat dilakukan dengan mengambil ekstrak sampel

dalam pelarut polar, kemudian diencerkan dengan air, dikocok selama 15 menit.

Timbulnya busa menunjukkan adanya saponin (Markham, 1988).

35
Reaksi pembentukan busa pada uji saponin adalah sebagai berikut:

Gambar 2.14 Reaksi hidrolisis saponin dalam air (Marliana, 2005)

2.3.5 Steroid

Identifikasi steroid dapat dilakukan dengan menambahkan anhidrat asam

asetat sebanyak 1-2 tetes ke dalam ekstrak kloroform dan sebagai pembanding

menggunakan H2SO4 pekat (1-2 tetes). Perubahan warna menjadi hijau atau hijau

kebiruan menunjukkan adanya steroid (Harborne, 1987).

2.3.6 Tanin

Uji fitokimia dengan menggunakan FeCl3 digunakan untuk menentukan

apakah sampel mengandung gugus fenol. Adanya gugus fenol ditunjukkan dengan

warna hijau kehitaman atau biru tua setelah ditambahkan dengan FeCl 3, sehingga

apabila uji fitokimia dengan FeCl3 memberikan hasil positif dimungkinkan dalam

sampel terdapat senyawa fenol dan dimungkinkan salah satunya adalah tanin

karena tanin merupakan senyawa polifenol. Hal ini diperkuat oleh Harborne

(1987), cara klasik untuk mendeteksi senyawa fenol sederhana yaitu

menambahkan ekstrak dengan larutan FeCl3 1 % dalam air, yang menimbulkan

warna hijau, merah, ungu, biruatau hitam yang kuat. Terbentuknya warna hijau

36
kehitaman atau biru kehitaman pada ekstrak setelah ditambahkan dengan FeCl 3

karena tanin akan membentuk senyawa kompleks dengan ion Fe3+.

Reaksi uji tanin dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 2.15 Reaksi uji Tanin (Marliana, S., 2005)

2.4 Tinjauan Umum Pelarut

Pelarut merupakan medium tempat suatu zat lain melarut, pelarut dikenal

juga sebagai zat pendispersi yaitu tempat menyebarnya partikel-partikel zat

terlarut (Sumardjo, 2009). Pelarut dapat dibedakan dalam dua golongan yang

didasarkan pada konstanta dielektriknya yaitu pelarut polar dan pelarut non-polar.

Konstanta dielektrik adalah gaya tolak-menolak antara dua partikel yang

bermuatan listrik dalam suatu molekul, semakin tinggi konstanta dielektrik yang

dimiliki suatu pelarut maka semakin tinggi nilai kepolaran dari pelarut tersebut.

Menurut Miryanti dkk. (2011), pelarut yang digunakan untuk ekstraksi senyawa

37
organik terbagi menjadi golongan pelarut yang memiliki densitas lebih rendah

daripada air dan pelarut yang memiliki densitas lebih tinggi daripada air.

Kebanyakan pelarut senyawa organik termasuk dalam pelarut golongan pertama

seperti dietil eter, etil asetat, dan hidrokarbon. Beberapa pelarut yang digunakan

untuk ekstraksi diantaranya adalah metanol, etanol, etil asetat dan aseton. Pada

tabel ini terdapat beberapa pelarut yang digunakan pada proses ekstraksi yang

digolongkan berdasarkan sifat kepolarannya.

Tabel 2.1 Golongan Pelarut Berdasarkan Sifat Kepolarannya

Polaritas Pelarut
Light petroleum, n-Heksan, Sikloheksan, Toluen
Non polar dan Kloroform

Diklorometan, Dietil eter, Etil asetat, Aseton,


Semi-polar Etanol dan Methanol
Polar Air dan Aqueous water
Sumber : Houghton dan Rahman (1998)

Pada penelitian ini pelarut yang digunakan adalah pelarut etanol. Etanol

merupakan pelarut polar yang digunakan untuk mengekstrak komponen polar

suatu bahan alam dan dikenal sebagai pelarut universal. Komponen polar dari

suatu bahan alam dalam ekstrak etanol dapat diambil dengan teknik ekstraksi

melalui proses pemisahan. Etanol dapat mengekstrak senyawa aktif yang lebih

banyak dibandingkan jenis pelarut organik lainnya. Etanol mempunyai titik didih

yang rendah yaitu 79oC sehingga memerlukan panas yang lebih sedikit untuk

proses pemekatan. Sedangkan air mempunyai konstanta dielektrikum paling besar

(paling polar), namun penggunaannya sebagai pelarut pengekstrak jarang

digunakan karena mempunyai beberapa kelemahan seperti menyebabkan reaksi

38
fermentative (mengakibatkan perusakan bahan aktif lebih cepat), pembengkakan

sel dan larutannya mudah terkontaminasi.

2.5 Tinjauan Ekstraksi

Kata ekstraksi berasal dari bahasa Latin yaitu ‘Extractio’ yang berarti

menarik keluar. Yang ditarik keluar adalah zat-zat yang diinginkan. Ada pula

yang mengartikan ekstraksi sebagai proses transfer zat terlarut dari satu pelarut ke

pelarut lainnya. Teknik ekstraksi sring digunakan dalam bidang kimia analitik

maupun organik. Dalam bidang kimia analitik misalnya ekstraksi logam dari suatu

campuran maupun dalam bidang kimia organik misalnya ekstraksi senyawa bahan

alam dari suatu sampel tumbuhan atau hewan. Umumnya digunakan pelarut-

pelarut yang tidak bercampur dengan air, misalnya dietil eter, heksana, petroleum

eter, ligroin, dan metilen klorida (Hendayana, 2007).

Pemilihan metode ekstraksi secara khusus erat kaitannya dengan bahan baku

atau bahan aktif yang akan disari. Tujuan dari ekstraksi bahan alam adalah untuk

menarik kandungan komponen kimia yang terkandung dalam bahan alam. Proses

ekstraksi dilakukan berdasarkan pada prinsip perpindahan massa komponen zat ke

dalam pelarut. Perpindahan mulai terjadi pada lapisan antarmuka kemudian

berdisfusi masuk ke dalam pelarut. Pada dasarnya metode ekstraksi dibagi dua

yaitu ekstraksi dingin dan ekstraksi panas. Ekstraksi dingin seperti maserasi,

perkolasi dan soxletasi. Sedangkan cara panas seperti refluks, decok dan infus (Ni

Wayan, 2009).

39
2.6 Ekstraksi Dengan Cara Maserasi

Maserasi berasal dari kata macerare yang berarti mengairi, melunakkan.

Maserasi merupakan metode yang paling sederhana dalam suatu proses penarikan

suatu komponen dari suatu tumbuhan. Pada proses maserasi cukup menggunakan

suatu bejana atau toples kaca atau logam anti karat. Bahan baku yang digunakan

dihaluskan menjadi serbuk setelah itu dilembabkan terlebih dahulu baru kemudian

dituangi dengan cairan pengekstrak. Jumlah pengekstrak umumnya ditentukan

sebayak yang diperlukan untuk cukup merendam bahan baku hingga 2-3 cm dari

serbuk yang direndam. Bejana dibiarkan selama 2-14 hari ditempat yang sejuk

dan sekali-sekali diaduk. Pengocokan dilakukan kira-kira tiga kali sehari. Karena

jika maserasi dalam keadaan diam akan menyebabkan turunnya perpindahan

bahan aktif. Kalau dapat diusahakan penyimpanan pada suhu 15oC hingga 20oC

dan disimpan pada tempat yang terlindungi dari cahaya langsung untuk mencegah

reaksi katalisis cahaya atau terjadi perubahan warna. Sesudah itu cairan diambil

dan ampasnya diperas dan kalau perlu disaring. Pada prakteknya untuk

memudahkan saat memeras ampas maka sebelumnya toples dilapisi dulu dengan

kain flannel hingga keluar bejana sehingga setelah cukup waktunya, kain tinggal

diangkat dan langsung diperas. Metode maserasi tidak memerlukan ketelitian,

namun dapat memberikan hasil yang memuaskan (Ni Wayan, 2009).

Metode maserasi memiliki beberapa kelebihan seperti, metodenya

sederhana, alatnya sederhana, relatif murah dan kerusakan pada komponen kimia

dapat dihindari karena tidak menggunakan panas pada prosesnya. Ekstraksi

maserasi banyak digunakan dalam bidang kimia organik maupun farmasi. Dalam

40
bidang kimia organik digunakan dalam ekstraksi senyawa bahan alam aktif

demikian juga dalam bidang kimia farmasi.

2.7 Fraksinasi

Fraksinasi adalah prosedur pemisahahan yang bertujuan memisahkan

golongan utama kandungan yang satu dari golongan utama yang lain. Fraksinasi

pada prinsipnya adalah proses penarikan senyawa pada suatu ekstrak dengan

menggunakan dua macam pelarut yang tidak saling bercampur karena perbedaan

massa jenisnya. Pelarut yang umunya dipakai untuk fraksinasi adalah n-heksana,

etil asetat dan metanol. Untuk menarik lemak dan senyawa non polar digunakan

n-heksana. Untuk menarik senyawa semipolar digunakan pelarut etil asetat dan

untuk menarik senyawa polar digunakan pelarut metanol. Pemisahan jumlah dan

jenis senyawa menjadi fraksi yang berbeda tergantung dari jenis tumbuhan.

Senyawa–senyawa yang bersifat polar akan masuk ke pelarut polar, begitu pula

senyawa yang bersifat non polar akan masuk ke pelarut non polar (Harborne,

1987).

41
2.8 Tinjauan Umum Bakteri

Bakteri merupakan sel prokariotik uniseluler yang memiliki struktur sel

yang sederhana dan berkembang biak secara aseksual dengan cara pembelahan

sel. Bakteri merupakan organism bersel tunggal, hidup bebas tanpa klorofil,

memiliki DNA maupun RNA. Bakteri mampu melakukan semua proses-proses

dasar kehidupan yaitu tumbuh, metabolisme dan perkembangbiakan (Gupte,

1990). Bakteri memiliki tiga golongan yaitu golongan basil berbentuk tongkat

pendek dan silindris, golongan kokus yaitu bentuk bulat, golongan spiral yaitu

bentuk bengkok atau spiral. Umumnya bakteri memiliki ukuran diameter antara

0,5-1,0 µm dan panjang antara 1,5-2,5 µm.

Dinding sel bakteri merupakan lapisan penyokong terluar yang melindungi

struktur dalam tebal sekitar 10-25 nm dengan 20%-30% berat kering sel kuman.

Selaput sitoplasma terletak di bawah dinding sel, semipermeabel, tebal 5 nm-10

nm. Susunan kimia yaitu lapisan fosfolipid dan protein (Gupte, 1990).

Bakteri dapat dibagi menjadi dua kelompok berdasarkan komposisi dan

struktur dari dinding sel yaitu kelompok bakteri Gram positif yang memiliki

dinding sel yang terdiri dari lapisan peptidoglikan yang tebal dan kelompok

bakteri Gram negatif yang memiliki lapisan peptidoglikan yang lebih tipis. Hal ini

juga didukung penelitian yang dilakukan Nurcahyanti dkk. (2011) yang

menemukan bahwa aktivitas antibakteri ekstrak polar dan non-polar biji selasih

(Ocimum sanctum) terhadap pertumbuhan bakteri Gram positif (Bacillus subtilis

dan Staphylococcus aureus) lebih kuat dibandingkan dengan bakteri Gram negatif

(Escherichia coli dan Pseudomonas aeruginosa) dikarenakan adanya perbedaan

sensitifitas antara bakteri Gram negatif dan bakteri Gram positif yang didasarkan

42
pada perbedaan morfologi dinding selnya. Pada bakteri Gram positif struktur

dinding selnya lebih sederhana sehingga memudahkan senyawa antimikroba

untuk masuk ke dalam sel dan menemukan sasaran untuk bekerja. Bakteri Gram

negatif struktur dinding selnya relatif lebih kompleks, berlapis dua yaitu lapisan

luar yang berupa lipoprotein dan lipopolisakarida dan lapisan dalam berupa

peptidoglikan.

2.8.1 Bakteri Enterococus faecalis

Enterococcus faecalis adalah bakteri gram positif, non-motil dan juga

berbentuk bulat. Bakteri ini memiliki ciri-ciri yang khas, sehingga lebih mudah

dibedakan dengan bakteri-bakteri yang lainnya dan juga merupakan bakteri

fakultatif anaerob dengan metabolisme fermentasi dan terbentuk secara non-

sporadis. Sel E. faecalis berbentuk ovoid dan dalam karakteristiknya kadang

tunggal, berpasangan atau membentuk rantai yang pendek dan biasanya

mengalami elongasi pada arah rantai dengan diameter 0,5-1µm (Wardhana dkk.,

2008). Thiercelin pada surat kabar di Perancis pada tahun 1899 menggunakan

nama “Enterocoque” untuk yang pertama kali, hal tersebut bertujuan untuk

mengidentifikasi organisme pada saluran intestinal. Enterococci dipindahkan dari

genus Streptococcus ke genus Enterococcus pada tahun 1980-an berdasarkan

perbedaan genetic. Bakteri yang termasuk Enterococci adalah Enterococcus

faecium dan Enterococcus faecalis. Bakteri E. faecalis dapat bertahan terhadap

lingkungan yang sangat ekstrim, dan juga pH yang sangat alkalis dan konsentrasi

garam yang tinggi. E. faecalis juga resisten terhadap antimikroba juga dapat

bertahan didalam saluran akar meskipun telah dilakukan perawatan.

2.8.1.1 Klasifikasi

43
Klasifikasi E. faecalis dalam sistematika bakteri sebagai berikut (Fisher, 2013) :

Kingdom : Bacteria

Filum : Firmicutes

Kelas : Bacilli

Ordo : Lactobacilles

Family : Enterococcaceae

Genus : Enteroccus

Spesies : Enterococcus faecalis

Gambar 2.16 Enterococus faecialis (Online Textbook of Bacteriology

Todar, 2012)

2.8.1.2 Morfologi

Bakteri E. faecalis memiliki ciri-ciri seperti Staphylococcus sp, dan

Streptococcus sanguis yakni termasuk gram positif, berbentuk kokus dan

termasuk golongan anaerob fakultatif. Sebanyak 20 dari 30 kasus infeksi

endodontik yang persisten pada gigi yang telah dilakukan perawatan saluran akar

disebabkan oleh bakteri E. faecalis (Wardhana dkk., 2008). Bakteri E. faecalis

masuk ke jaringan pulpa melalui: invasi langsung (karies), fraktur mahkota atau

akar, atrisi, abrasi, erosi dan retak pada mahkota, invasi pembuluh darah (limfatik

44
terbuka yang berhubungan dengan penyakit periodontal), invasi darah, penyakit

infeksius (bakterimia transien). Bakteri ini menginvasi dalam saluran akar serta

menghasilkan produk metabolisme yang dapat menyebabkan adanya reaksi pada

jaringan periapikal (Grossman dkk., 1995). Terdapat beberapa faktor virulensi

yang dapat menyebabkan E. faecalis mampu bertahan dalam saluran akar

diantaranya Aggregation substance yaitu mengikat leukosit dan matriks

ekstraseluller, menyediakan faktor perlindungan terhadap imunitas tubuh,

Adhesins surface yaitu perlekatan terhadap kolagen dentin atau jaringan tubuh

(host) dan pembentukan biofilm, Lipoteichoic acid yaitu perlekatan terhadap

jaringan tubuh, menstimulasi produk sitokin dari monosit sehingga menyebabkan

inflamasi dan resistensi terhadap medikamen saluran akar, Extraseluller

superoxidase production yaitu merusak sel dan jaringan pada proses inflamasi,

Gelatinase yaitu ekstraseluller zinc metalloprotase yang dapat menghidrolisis

kolagen dan hyaluronidase enzim lisis pada kerusakan dentin dan jaringan

periapikal dan Cytolisin, AS-48 dan bacteriocins yaitu memperoduksi toksin dan

menekan pertumbuhan bakteri lain.

Faktor-faktor virulen seperti yang sudah dijelaskan, menyebabkan bakteri

E. faecalis memiliki kemampuan untuk membentuk kolonisasi pada host,

memiliki sifat resisten terhadap mekanisme host, dapat bersaing dengan bakteri

yang lain, menghasilkan perubahan patogen baik secara langsung yaitu dengan

produksi toksin atau secara tidak langsung yaitu dengan rangsangan terhadap

mediator inflamasi. Aggregation Substance (AS), surface adhesins, sex

pheromones, Lipoteichoic Acid (LTA), extraceluller superoxide production

(ESP), gelatinase lytic enzyme, hyaluronidase, dan cytolysin toxin. Enterococcus

45
faecalis dapat melekat pada sel hospes dan matrik esktraseluler, memudahkan

invasi ke jaringan, mempunyai efek immunomodulasi dan menimbulkan

kerusakan melalui media toksinnya, hal tersebut dikarekanakan faktor-faktor

virulensi yang berperan penting dalam patogenesis (Fisher, 2013).

2.8.2 Bakteri Escherichia coli

Bakteri Escherrichia coli adalah bakteri yang berbentuk basil dengan

panjang 2 mikrometer dan lebar 0,4-0,7 mikrometer. E, Coli memiliki fagela

sehingga dapat bergerak dengan bebas. Bakteri ini juga bersifat heterotrof dan

dapat menghasilkan makanan dengan fermentasi C02, H2O, Etanol, Laktat, dan

Asetat. Bakteri E coli adalah sekelompok jenis bakteri yang biasa ditemukan di

dalam usus manusia atau hewan berdarah panas. Ciri-ciri bakteri E coli termasuk

strukturnya yang berupa batang-batang, bersifat gram negatif, dan tidak

menghasilkan spora. Selain itu, bakteri ini bersifat menguntungkan inangnya

karena membantu menghasilkan vitamin K2.

2.8.2.1 Klasifikasi
Klasifikasi ilmiah Escherrichia coli

Domain : Bacteria

Phylum : Proteobacteria

Order : Enterrobacteriaceales

Family : Enterrobacteriaceace

Genus : Escherichia

Spesies : Escherrichia coli

Morfologi : Escherrichia coli

46
Gambar 2.17 Bakteri Escherrichia coli

2.8.2.2 Morfologi

Escherrichia coli dari anggota family Enterrobacteriaceace. Ukuran sel

dengan panjang 2,0-6,0 dan lebar 1,1-1,5μm. Bentuk sel dari bentuk seperti coocal

hingga memnentuk sepanjang ukuran filamentous. Tidak ditemukan spora E. Coli

batang gram negatif. Selnya bisa terdapat tunggal, berpasangan, dan dalam rantai

pendek, biasanya tidak berkapsul. Bakteri ini aerobic dan dapat juga aerobic

fakultatif. E. Coli merupakan penghuni normal usus, seringkali menyebabkan

infeksi. Morfologi kapsula atau mikrokapsula terbuat dari asam-asam polisakarida

dan speksitifitas antigen K terte ntu atau terdapat pada asam polisakarida yang

dibentuk oleh banyak E. Coli seperti pada Enterrobacteriaceace. Selanjutnya

digambarkan sebagai antigen M dan dikomposisikan oleh asam kolanik. Biasanya

sel ini bergerak dengan flagella petrichous E. Coli memproduksi macam-macam

fimbria atau pili yang berbeda, banyak macamnya pada struktur dan speksitifitas

antigen, antara lain filamentus, proteinaceus, seperti rambut appendages

disekeliling sel dalam variasi jumlah. Fimbria merupakan rangkaian hidrofobik

dan mempunyai pengaruh panas atau organ spesifik yang bersifat albesi. Hal itu

47
merupakan faktor virulensi yang penting. E. coli merupakan bakteri fakultatif

anaerob, kemoorganotropik, mempunyai tipe metabolisme fermentase dan

respirasi tetapi pertumbuhannya paling sedikit banyak dibawah keadaan anaerob.

Pertumbuhan yang baik pada suhu optimal 3700C pada media yang mengandung

1% peptone sebagai sumber karbon dan nitrogen E. Coli memfermentasikan

laktosa dan memproduksi indol yang digunakan untuk mengidentifikasikan

bakteri pada makanan dan air. E. Coli berbentuk besar (2-3 mm), circular,

konveks, dan koloni tidak berpigmen pada nutrient dan media darah. E. Coli dapat

bertahan hingga suhu 6000C selama 15 menit atau 5500C selama 60 menit

(Horward, 2004).

2.9 Tinjauan Antibakteri

Antibakteri adalah senyawa yang digunakan untuk menghambat

pertumbuhan bakteri yang bersifat merugikan. Tujuan penghambatan

pertumbuhan bakteri adalah untuk mencegah penyebaran penyakit dan infeksi,

membasmi bakteri pada inang yang terinfeksi, dan mencegah pembusukan serta

perusakan bahan oleh bakteri (Sulistyo, 197). Senyawa yang bersifat menghambat

bakteri tergolong zat bakteriostatis yang mana pada dosis biasa berkhasiat

mengehentikan pertumbuhan dan perbanyakan bakteri. Sementara senyawa yang

bersifat mematikan bakteri tergolong zat bakterisid yang mana pada dosis biasa

berkhasiat mematikan bakteri. Zat bakteriostatis dapat menjadi zat bakterisid bila

berada dalam dosis yang tinggi tetapi resikonya adalah zat tersebut menjadi racun

bila dikonsumsi oleh manusia sehingga obat yang digunakan untuk menghambat

pertumbuhan bakteri penyebab infeksi pada manusia harus memiliki toksisitas

selektif yang tinggi.

48
Mekanisme Kerja antibakteri yaitu Merusak dinding sel yaitu dengan cara

menghambat proses pembentukannya atau mengubahnya setelah selesai terbentuk.

Contohnya penisilin. Mengganggu permeabilitas sel yaitu dengan merusak

membran sel. Fungsi membrane sel adalah mempertahankan bahan-bahan dalam

sel serta mengatur aliran keluar masuknya bahan lain. Adanya keruskan pada

membran ini mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan sel atau matinya sel.

Contohnya polimiksin. Mengubah molekul protein dan asam nukleat yaitu dengan

mendenaturasikan protein dan asam nukleat sehingga kerusakan sel tidak dapat

diperbaiki lagi karena hidup suatu sel tergantung pada molekul protein dan asam

nukleat dalam keadaan alamiah. Contohnya fenolat dan persenyawaan fenolat.

Menghambat kerja enzim dengan mengganggu reaksi biokimiawi. Penghambatan

ini dapat mengakibatkan terganggunya metabolisme sel, contohnya sulfonamide.

Menghambat sintesis asam nukleat dan protein. Gangguan pada pembentukan atau

fungsi-fungsi DNA, RNA dan protein dapat mengakibatkan kerusakan total pada

sel, karena zat-zat tersebut memegang peranan penting dalam proses kehidupan

normal sel, contohnya tetrasiklin.

Salah satu zat yang biasa digunakan untuk membunuh dan menghambat

pertumbuhan bakteri adalah antibiotik. Antibiotik adalah suatu bahan kimia yang

dikeluarkan oleh jasad renik atau hasil sintesis atau semisintesis yang memiliki

struktur yang sama dan senyawa ini dapat menghambat atau membunuh jasad

renik lainnya. Berdasarkan kegiatannya, antibiotik dapat digolongkan menjadi dua

golongan yaitu antibiotik spektrum luas (Broad Spectrum) yang merupakan

antibiotik yang dapat mematikan kelompok bakteri Gram positif dan bakteri

Gram negatif, dan protozoa. Golongan selanjutnya adalah antibiotik spektrum

49
empit (Narrow Spectrum) yang merupakan antibiotik yang hanya aktif terhadap

beberapa jenis bakteri tertentu. Antibiotik pertama yang digunakan adalah

penisilin yang dihasilkan oleh organisme golongan jamur. Antibiotik lain yang

dihasilkan oleh mikroorganisme golongan lain adalah tirotrisin dan basitrisin

(Dwidjosoeputro, 1989).

Sebelum antibiotik digunakan untuk keperluan pengobatan maka

antibiotik itu diuji efeknya terlebih dahulu terhadap spesies bakteri tertentu.

Metode yang digunakan adalah metode pengenceran dan metode difusi. Metode

pengenceran menggunakan tabung yang diisi dengan media kaldu cair dan

sejumlah bahan antimikroba dengan konsentrasi yang berbeda lalu ditanami

bakteri uji. Metode difusi merupakan metode perembesan larutan contoh pada

media. Kemampuan zat antimikroba ditentukan berdasarkan daerah hambatan

yang dibentuk oleh larutan contoh terhadap petumbuhan dari mikroba pada media

tersebut. Contoh antibiotik yang digunakan sebagai kontrol positif adalah

ampisilin. Menurut Roeshadi (2005), ampisilin adalah antibiotik yang termasuk

dalam golongan penisilin. Ampisilin merupakan penisilin semisintetik yang stabil

terhadap asam atau amidase tetapi tidak tahan terhadap enzim β-laktamase.

Ampisilin memiliki aktivitas antibakteri terhadap kelompok bakteri Gram positif

dan bakteri Gram negatif dan merupakan antibiotik golongan Broad Spectrum.

Mekanisme kerja dari antibiotik ampisilin adalah menghambat sintesis dinding sel

dengan cara menghambat pembentukan mukopeptida sehingga bakteri tidak dapat

mengatasi perbedaan tekanan osmosis di luar dan di dalam sel yang kemudian

akan menyebabkan bakteri mengalami lisis dan mati. Antibiotik yang digunakan

pada penelitian ini adalah amoxicillin dengan struktur seperti gambar 2.18.

50
Gambar 2.18 Struktur Kimia Amoxilin (Kaur et al, 2011)

Amoxicilin adalah salah satu senyawa golongan beta-laktan dan memiliki

nama kimia alfa-amino sodium untuk penggunaan parenteral. Amoxicilin telah

menggantikan ampisilin sebagai antibiotik yang sering digunakan di berbagai

tempat (Grayson, 2010). Secara kimiawi, amoxicilin adalah asam (2S,5R,6R)-6-

[[(2R)-2-Amino-2-(4-hidroksifenil) asetil] amini]-3,3-dimetil-7okso-4-tia-1-aza-

bisiklo [3.2.0] heptan-2-karboksilat (Kaur et al, 2011). Amoxicilin merupakan

antibiotika dari penisilin semisintetik yang stabil dalam suasana asam, kerja

bakterisida atau pembunuh bakterinya seperti ampisilin. Amoxicilin sangat efektif

terhadap organisme gram positif dan gram negatif. Penggunaan amoxicilin

seringkali dikombinasikan dengan asam klavulanat untuk meningkatkan potensi

dalam membunug bakteri (Junaidi, 2009). Amoxicilin sukar larut dalam air dan

methanol, tidak larut dalam benzen, karbon tetraklorida dan dalam kloroform.

2.9.1 Pengujian Aktivitas Antibakteri

Uji aktivitas antibakteri merupakan suatu pengujian terhadap kepekaan

suatu mikroorganisme (bakteri) terhadap berbagai senyawa organik yang

terkandung dalam suatu ekstrak yang berdampak pada terhambatnya, mematikan

atau tidak berpengaruh sama sekali terhadap pertumbuhan bakteri.Dalam Pratiwi

(2005), uji antibakteri terbagi atas dua macam antara lain:

51
2.9.1.1 Metode Dilusi

Cara ini digunakan untuk menentukan KHM (Kadar Hambat Minimum)

dan KBM (Kadar Bunuh Minimum) dari bahan antimikroba. Prinsip dari metode

dilusi adalah menggunakan satu seri tabung reaksi yang diisi medium cair dan

sejumlah tertentu sel mikroba yang diuji. Selanjutnya masing-masing tabung diisi

denagn antimikroba yang telah diencerkan secara serial, kemudian seri tabung

diinkubasi pada suhu 37oC selama 18-24 jam dan diamati terjadinya kekeruhan

konsentrasi terendah bahan antimikroba pada tabung yang ditunjukkan dengan

hasil biakan yan mulai tampak jernih (tidak ada petumbuhan jamur adalah

merupakan konsentrasi hambat minimum). Biakan dari semua tabung yang jernih

ditumbuhkan pada medium agar padat, diinkubasi selama 24 jam, dan diamati ada

tidaknya koloni bakteri yang tumbuh. Konsentrasi terendah obat pada biakan pada

medium padat yang ditunjukkan dengan tidak adanya petumbuhan bakteri adalah

merupakan konsentrasi bunuh minimum bahan antimikroba terhadap bakteri uji.

2.9.1.2 Metode Difusi

Dalam Pratiwi (2005), metode difusi terbagi menjadi tiga cara yakni:

1) Difusi Cakram (Uji Kirby-Bauer)

Metode ini dilakukan dengan meletakkan cakram kertas yang telah

direndam pada larutan uji di atas medium agar padat yang telah diinokulasi

dengan bakteri uji dan kemudian diinkubasi pada suhu 37 oC selama 18-24 jam.

Pertumbuhan bakteri diamati dengan melihat ada tidaknya zona hambat di

sekeliling cakram. Daerah jernih yang tampak di sekeliling kertas cakram

menunjukkan tidak adanya petumbuhan mikroba. Bakteri yang sensitif terhadap

bahan antimikroba akan ditandai dengan adanya daerah hambatan di sekitar

52
cakram, sedangkan jamur yang resisten terlihat tetap tumbuh pada tepi kertas

cakram.

2) Difusi cup plat (Uji Sumuran)


Pada cara ini, medium terlebih dahulu diolesi dengan suspense bakteri pada

bagian permukaannya, lalu pada medium tersebut dibuat sumur dengan diameter

tertentu di mana sumur tersebut diisi dengan antibiotic uji kemudian diinkubasi

pada suhu 37oC selama 18-24 jam. Pertumbuhan bakteri diamati dengan

melihatnya ada tidaknya zona hambat di sekeliling sumur.

3) Difusi pour plate (Uji silinder plat)


Metode ini dilakukan dengan cara meletakkan beberapa silinder yang

terbuat dari kaca atau silinder kawat yang disebut pecandang sebagai tempat

antibiotik uji. Medium Muller Hilton yang telah diisi pada cawan petri diinokulasi

mikroorganisme secara merata kemudian pecandang diletakkan pada medium

tersebut sesuai jumlah perlakuan. Ke dalam pecandang ditambahkan antibiotic uji

kemudian diinkubasi dengan bakteri uji. Masing-masing silinder diisi dengan

larutan uji dan kemudian diinkubasi pada suhu 37oC selama 18-24 jam..

Pertumbuhan bakteri diamati dengan melihat ada tidaknya zona hambat di

sekeliling silinder.

2.9.2 Pengukuran Zona Hambat

Pengukuran zona hambat adalah penentuan dan pengukuran kepekaan

suatu bakteri terhadap suatu obat, dimana kadar konsentrasi terendah masih

menunjukan zona hambat. Untuk pengukuran zona hambatan suatu obat atau

bahan percobaan diukur dengan menggunakan mistar dalam mm, diukur dari garis

tengah zona hambat yang terjadi. Zona hambatan yang terjadi ditandai apabila

53
disekitar obat atau bahan percobaan menunjukan daerah jernih sebagai zona

hambat (Mozer, 2015).

Tabel 2.2 Kategori Respon Hambatan Pertumbuhan Bakteri Berdasarkan


Diameter Zona Hambat (Ruga, 2012)

Diameter Zona Hambat Respon Hambatan


≥ 21mm Sangat Kuat
11-20 mm Kuat
6-10 mm Sedang
<5 mm Lemah

2.10 Tinjauan Tentang Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Kromatografi adalah cara pemisahan berdasarkan perbedaan kecepatan

perambatan pelarut pada suatu lapisan zat tertentu. Dasar pemisahan metode ini

adalah kelarutan dalam metode tertentu, daya absorbs oleh bahan penyerap dan

volatilitas (daya penyerap). Salah satu contoh kromatografi adalah kromatografi

lapis tipis (KLT) (Anwar, 1989). Kromatografi lapis tipis merupakan teknik

kromatografi yang didasarkan pada prinsip adsorbsi yaitu proses penyerapan suatu

fluida, cairan maupun gas oleh suatu padatan atau cairan (adsorben) yang

akhirnya akan membentuk suatu lapisan tipis pada permukaan adsorben.

Kromatografi lapis tipis adalah metode pemisahan campuran zat yang didasarkan

atas perbedaan kecepatan migrasi dari masing-masing komponen pada fase diam

di bawah pengaruh pelarut yang bergerak (fase gerak). Pada kromatografi lapis

tipis , fase diamnya berupa lapisan seragam (uniform) pada permukaan bidang

datar yang didukung oleh lempeng kaca, pelat aluminium, atau pelat plastik. KLT

merupakan metode serba guna, cepat, da peka (Harborne, 1987).

54
Bahan-bahan yang digunakan sebagai adsorben KLT adalah silika gel,

selulosa, aluminium oksida, celite, kalsium hidroksida, resin penukar ion,

magnesium fosfat, poliamida, sephadex, polivinil pirolidon, dan dua atau lebih

campuran dari bahan di atas. KLT dapat digunakan untuk memisahkan bahan

yang jumlahnya sangat kecil dari ukuran mikrogram (Harborne, 1987). Beberapa

keuntungan kromatografi lapis tipis yaitu: kromatografi lapis tipis memberikan

fleksibilitas yang lebih besar dalam hal memilih fase gerak. Proses kromatografi

dapat diikuti dengan mudah dan dapat dihentikan kapan saja.

Menurut Rohman (Tael, 2013), adsorben atau fase diam yang sering

digunakan pada KLT adalah silika gel dan serbuk selulosa. Sedangkan fase gerak

yang digunakan pada KLT dipilih sesuai dengan komponen senyawa yang akan

dianalisis. Banyak sekali pelarut yang digunakan dalam KLT sebagai fase gerak

seperti metanol, etanol, air, kloroform, dietil eter, dan aseton. Pemilihan pelarut

yang digunakan pada KLT didasarkan pada prinsip like dissolves like. Pemisahan

yang baik pada KLT diperoleh apabila ketika melakukan penotolan dibuat sekecil

dan sesempit mungkin, karena apabila terlalu banyak dan tidak dilakukan secara

tepat maka dapat menyebabkan bercak menyebar, puncak ganda, dan

mengakibatkan resolusi menurun. Pada KLT, elusi merupakan proses perpindahan

analit pada fase diam oleh fase gerak. Fase gerak yang berperan sebagai pelarut

akan bergerak sepanjang fase diam karena pengaruh pengembangan secara

menaik (ascending) atau pengaruh gravitasi pada pengembangan secara menurun

(descending). KLT banyak digunakan untuk menganilisis fitokimia tumbuhan.

Hasil analisis KLT berupa gambar puncak yang merupakan pola yang

menunjukkan senyawa yang terkandung di dalam suatu tumbuhan.

55
Eluen atau fase gerak dalam KLT dapat berupa pelarut tunggal maupun

kombinasi beberapa pelarut. Intinya eluen yang baik adalah eluen yang dapat

memberikan pemisahan yang paling baik. Pemisahan yang paling baik adalah

pemisahan yang menghasilkan jumlah noda yang maksimal serta memiliki nilai

Rf yang tidak terlalu besar. Sifat yang perlu diperhatikan dalam pemilihan pelarut

adalah sifat kelarutannya. Biasanya untuk penyerap-penyerap yang polar seperti

alumina dan silika gel, kekuatan penyerapan naik dengan kenaikan polaritas zat

yang diserap. Berdasarkan sifat kepolaran dari suatu pelarut maka dapat

diperkirakan eluen yang paling cocok digunakan untuk analisis KLT, misalnya

senyawa yang dipisahkan adalah senyawa polar, maka memakai silika gel karena

bersifat polar. Hal ini dimaksudkan agar cukup kuat membawa analit saat proses

elusi dilakukan (Ni Wayan, 2009).

Dalam teknik Kromatografi lapis tipis terdapat beberapa faktor yang dapat

menunjang agar didapatkan hasil yang baik antara lain sebagai berikut :

1. Fase diam : semakin kecil dan seragam ukuran partikel fase diam maka akan

semakin tinggi daya pemisahan pada fase diam. Fase diam yang paling umum

digunakan pada KLT adalah silika gel. Silika gel mempunyai kekuatan

pemisahan yang sangat baik.

2. Fase gerak : fase gerak dapat dipilih berdasarkan adsorben yang digunakan

pada fase diam dan struktur yang akan dipisahkan. Fase gerak yang digunakan

dapat terbagi menjadi dua golongan yaitu golongan hidrofil dan lipofil.

Senyawa hidrofil dipisahkan menggunakan fase gerak air, metanol, asam

asetat, etanol, isopropanol, aseton, n-propanol, tert-butanol, fenol dan n-

56
butanol. Senyawa lipofil dipisahkan menggunakan fase gerak etil asetat, eter,

kloroform, benzena, toluena, sikloheksana, dan petroleum eter.

3. Penotolan cuplikan : penting untuk dilakukan sekecil mungkin pada plat silika.

4. Bejana kromatografi : digunakan bejana kromatografi yang sesuai dengan

ukuran plat dan volume fase gerak.

5. Derivatisasi : dilakukan untuk memunculkan komponen yang telah dipisahkan

yang dilakukan dengan pencelupan atau penyemprotan menggunakan suatu

reagen.

Bercak pemisahan pada KLT bias berwarna dan bias juga tidak berwarna.

Untuk menentukan senyawa pada KLT dapat dilakukan melalui 2 cara yakni

dilakukan dengan memberikan penyemprotan menggunakan pelarut tertentu

hingga diperoleh bercak yang jelas, atau dapat dilakukan dengan cara dibiarkan di

udara terbuka hingga keadaan plat layak untuk dideteksi. Menurut Soba dalam

Tael, 2013 jarak pengembangan senyawa pada kromatogram biasanya dinyatakan

dengan angka Rf (Reterdation Factor).

Jarak yang ditempuh ekstrak


Rf =
Jarak yang ditempuh eluen darititik asal

Harga Rf dapat dipengaruhi oleh kelembapan udara atau penyerap yang

sifatnya agak menyimpang dari tetapan pembanding. Hal tersebut dapat

menghasilkan kromatogram secara umum yang menunjukkan angka Rf dari

berbagai komponen yang lebih rendah atau lebih tinggi (Tael, dalam Anjelina,

2015).

57
2.11 Tinjauan Tentang Kromatografi Lapis Tipis Preparatif (KLTP)

Salah satu metode pemisahan yang memerlukan pembiayaan paling murah

dan memakai peralatan paling dasar ialah Kromatografi Lapis Tipis Preparatif

(KLTP). KLTP adalah cara yang ideal untuk pemisahan cuplikan kecil (50 mg

sampai 1 gram) dari senyawa yang kurang atsiri. KLTP bersama-sama dengan

kromatografi kolom terbuka masih dijumpai dalam sebagian besar pubikasi

mengenai isolasi bahan alam, terutama laboratorium yang belum dilengkapi

dengan cara pemisahan yang modern.

Cuplikan dilarutkan sedikit dalam sedikit pelarut sebelum ditotolkan pada

plat KLTP. Pelarut yang baik adalah pelarut atsiri (heksana, diklorometana, etil

asetat), karena jika pelarut kurang atsiri akan terjadi pelebaran pita. Cuplikan

ditotolkan berupa pita yang harus sesempit mungkin karena pemisahan

bergantung pada lebar pita. Untuk pita yang terlalu lebar, dapat dilakukan

pemekatan dengan cara pengembangan memakai pelarut polar sampai kira-kira 2

cm di atas tempat penotolan.

Fase gerak biner berikut (dalam berbagai perbandingan) sangat sering

dipakai pada pemisahan secara KLTP, n-heksan-etil asetat, n-heksan-aseton,

kloroform-metanol. Pengembangan pelat KLTP biasanya dilakukan dalam bejana

kaca yang dapat menampung beberapa pelat. Bejana dijaga tetap jenuh dengan

pelarut pengembang dengan bantuan sehelai kertas saring yang tercelup ke dalam

pengembang. Keefisienan pemisahan dapat ditingkatkan dengan cara

pengembangan berulang. Jika pemisahan secara KLTP telah dicapai, pelat

dikeringkan kemudian dimasukkan lagi ke dalam bejana. Bergantung pada Rf

pita, proses ini dapat diulang beberapa kali, walaupun ada kerugian waktu.

58
Menurut Martson,dkk., (1995), kebanyakan penyerap KLTP mengandung

indikator fluorosensi yang membantu mendeteksi kedudukan pita yang terpisah

sepanjang senyawa yang dipisahkan menyerap sinar UV. Akan tetapi, beberapa

indikator menimbulkan masalah yang bereaksi dengan asam kadang-kadang

bahkan dengan asam asetat. Untuk senyawa yang tidak menyerap sinar UV, ada

beberapa pilihan yaitu menyemprot dengan air (misalnya saponin), menutup plat

dengan sepotong kaca kemudian menyemprot salah sati sisi dengan pereaksi

semprot dan menambahkan senyawa pembanding.

2.12 Spektrofotometer UV-Vis

Spektrofotometer UV–Vis merupakan gabungan antara spektrofotometer

UV dan Visible. Alat ini menggunakan dua buah sumber cahaya yang berbeda,

yaitu sumber cahaya UV dan sumber cahaya visible. Larutan yang dianalisis

diukur serapan sinar ultra violet atau sinar tampaknya. Konsentrasi larutan yang

dianalisis akan sebanding dengan jumlah sinar yang diserap oleh zat yang terdapat

dalam larutan tersebut (Nova, 2015).

Spektrofotometer UV-Vis merupakan salah satu teknik analisis

spektroskopi yang memakai sumber radiasi eleltromagnetik ultraviolet dekat (190-

380) dan sinar tampak (380 -780) dengan memakai instrumen spektrofotometer.

Spektrofotometer UV-Vis melibatkan energi elektronik yang cukup besar pada

molekul yang dianalisis, sehingga spektrofotometer UV-Vis lebih banyak dipakai

untuk analisis kuantitatif ketimbang kualitatif (Sutardan, 2008).

Spektrofotometer tersusun atas sumber spektrum yang kontinyu,

monokromator, sel pengabsorpsi untuk larutan sampel atau blangko dan suatu alat

untuk mengukur pebedaan absorpsi antara sampel dan blangko ataupun

59
pembanding. Spektrofotometer UV-Vis dapat melakukan penentuan terhadap

sampel yang berupa larutan, gas dan uap. Untuk sampel yang berupa larutan perlu

diperhatikan pelarut yang dipakai antara lain, pelarut yang dipakai tidak

mengandung sistem ikatan rangkap terkonjugasi pada struktur molekulnya, tidak

berwarna, tidak terjadi interaksi dengan molekul senyawa yang dianalisis,

kemurniannya harus tinggi atau derajat untuk analisis (Numba, 2015). Proses

absorbsi cahaya pada spektrofometer UV-Vis yaitu ketika cahaya dengan panjang

berbagai panjang gelombang (cahaya polikromatis) mengenai suatu zat, maka

cahaya dengan panjang gelombang tertentu saja yang akan diserap. Di dalam

suatu molekul yang memegang peranan penting adalah elektron valensi dari setiap

atom yang ada hingga terbentuk suatu 3 materi. Elektron-elektron yang dimiliki

oleh suatu molekul dapat berpindah (eksitasi), berputar (rotasi) dan bergetar

(vibrasi) jika dikenai suatu energi (Nova, 2015).

Jika zat menyerap cahaya tampak dan UV maka akan terjadi perpindahan

elektron dari keadaan dasar menuju ke keadaan tereksitasi. Perpindahan elektron

ini disebut transisi elektronik. Apabila cahaya yang diserap adalah cahaya

inframerah maka elektron yang ada dalam atom atau elektron ikatan pada suatu

molekul dapat hanya akan bergetar (vibrasi). Sedangkan gerakan berputar elektron

terjadi pada energi yang lebih rendah lagi misalnya pada gelombang radio. Atas

dasar inilah spektrofotometer dirancang untuk mengukur konsentrasi suatu zat

yang ada dalam suatu sampel. Dimana zat yang ada dalam sel sampel disinari

dengan cahaya yang memiliki panjang gelombang tertentu. Ketika cahaya

mengenai sampel sebagian akan diserap, sebagian akan dihamburkan dan

sebagian lagi akan diteruskan. Pada spektrofotometer, cahaya datang dan cahaya

60
masuk atau cahaya yang mengenai permukaan zat dan cahaya setelah melewati zat

tidak dapat diukur, yang dapat diukur adalah It/I0 atau I0/It (perbandingan cahaya

datang dengan cahaya setelah melewati materi (sampel) (Nova, 2015).

Gambar 2.19 Spektrofotometer UV–Vis (Nova, 2015)

2.13 Perumusan Hipotesis

Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir diatas, maka penulis


merumuskan hipotesis sebagai berikut:

a. H0 : µ1= µ2= µ3= µ4

Tidak terdapat perbedaan luas zona hambat bakteri

Enterococus faecalis dan bakteri Escherichia coli terhadap

ekstrak etanol, fraksi etil asetat dan fraksi air etanol pada

konsentrasi 200 ppm, 300 ppm, 400 ppm dan 500 ppm.

b. H1 : µ1= µ2= µ3= µ4

Terdapat perbedaan luas zona hambat bakteri Enterococus

faecalis dan bakteri Escherichia coli terhadap ekstrak

etanol, fraksi etil asetat dan fraksi air etanol pada

konsentrasi 200 ppm, 300 ppm, 400 ppm dan 500 ppm.

61
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

3.1.1 Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Program Studi Pendidikan

Kimia, Jurusan P.MIPA FKIP dan Laboratorium Microbiologi Universitas Nusa

Cendana Kupang.

3.1.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan dari bulan Agustus 2019

3.2 Variabel Penelitian

Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:

1. Varabel Bebas (Variabel Independent)

Variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekstrak

etanol batang kayu gaharu dengan berbagai konsentrasi yaitu 200 ppm,

300 ppm, 400 ppm dan 500 ppm

2. Variabel Terikat (Variabel Dependent)

Variabel terikat yang digunakan dalam penelitian ini adalah aktivitas

antibakteri pada ekstrak etanol batang kayu gaharu dengan parameter

zona hambat terhadap bakteri Enterococus faecalis dan Escherichia

coli.

3. Varabel Kontrol

Variabel kontrol yang digunakan dalam penelitian ini adalah suhu,

waktu, inkubasi, kondisi steril dan medium.

62
3.3 Tahapan Penelitian

3.3.1 Alat dan Bahan Penelitian

3.3.1.1 Alat Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah toples, pisau, blender,

ayakan,autoclave, pipet tetes, timbangan/neraca analitik, bejana kromatografi,

tabung reaksi, gelas ukur, erlenmeyer, kain flanel, gelas kimia, kertas saring,

corong pisah, kaca arloji, pengaduk, penjepit, maserator, rotary vacum evaporator,

lampu UV ukuran standar 254 nm dan 366 nm, aluminium foil, mikropipet, kapas

steril, jarum ose, pecandang, pembakar bunsen, oven, cawan petri, incubator,

pinset, kaca pembesar, botol sampel.

3.3.1.2 Bahan Penelitian

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah batang Gaharu

(Gyrinops versteegii) yang diambil dari Manggarai Tengah, etanol, n-butanol,

petroleum eter, etil asetat, kloroform, pereaksi Liebermann-Burchard, Pereaksi

Mayer, FeCl3 10%, HCl 2%, Pereaksi Lieberman-Burchard, Pereaksi Shibata, plat

silica gel, aquades, NaCl 0,9%, Nutrient agar, Nutrient broth, Bakteri uji

Escherichia coli dan Enterococus faecalis.

3.4 Prosedur Penelitian

3.4.1 Tahapan Isolasi

3.4.1.1 Pengambilan Sampel

Sampel berupa tumbuhan Gaharu diambil dari Manggarai, bagian sampel

yang diambil adalah batang kayunya untuk digunakan sebagai bahan penelitian.

Masing-masing bagian tumbuhan diamati sifat-sifat atau ciri-ciri tumbuhan

63
sampel, hasil pengamatan kemudian dibandingkan dengan ciri-ciri atau sifat-sifat

utama tumbuhan yang selama ini dikenal. Hasil pembandingan ciri-ciri tumbuhan

sampel dan ciri-ciri tumbuhan yang selama dan sudah termuat dalam literatur,

disusun dari urutan paling tinggi (Divisi) sampai yang paling rendah adalah jenis

(Spesies). Dari sini akan dapat diketahui apakah benar-benar batang kayu gaharu

yang ada di Manggarai- NTT adalah jenis (Gyrinops versteegii).

3.4.1.2 Preparasi Sampel

Sampel batang kayu gaharu yang sudah disediakan, dipisahkan dari

kulitnya kemudian dicuci menggunakan air bersih untuk menghilangkan kotoran

yang masih menempel, lalu dikeringkan kurang lebih 14 hari sampai batng kayu

gaharunya kering. Setelah itu dipotong menjadi ukuran-ukuran kecil kemudian

dikeringkan pada suhu kamar tanpa sinar matahari. Batang gaharu yang sudah

dikeringkan kemudian dihaluskan dengan blender dan disaring dengan pengayak

60 mesh.

3.4.1.3 Pembuatan Ekstrak Etanol Batang Gaharu

Sebanyak 500 gram serbuk kering gaharu, mula-mula diekstraksi secara

maserasi dengan n-heksan 2500 mL berkali-kali sampai filtrat jernih. Diperoleh

ekstrak n-heksan, kemudian disaring sehingga diperoleh ekstrak n-heksan dan

ampas. Ampas yang diperoleh dikeringkan kemudian dimasukkan ke dalam kain

flannel dan direndam di dalam toples menggunakan pelarut etanol selama 3 hari

(kira-kira tinggi pelarut 1-2 cm di atas serbuk sampel). Sampel kemudian

diangkat, diperas dan ekstraknya disaring menggunakan kertas saring. Hasil dari

ekstraksi ini adalah ekstrak etanol dan ampas. Ekstrak etanol yang diperoleh

64
dievaporasi menggunakan rotary vacum sehingga diperoleh ekstrak batang kayu

gaharu bebas pelarut (ekstrak kental). Kemudian ekstrak etanol tersebut yang akan

digunakan untuk analisis selanjutnya.

3.4.1.4 Pemisahan Komponen Senyawa Dengan Fraksinasi

Ekstrak etanol ditimbang sebanyak 10 gram lalu dilarutkan dalam aquades

dengan suhu 45oC. dilarutkan dengan air panas 100 mL kemudian di partisi

dengan etil asetat dengan perbandingan air-etanol dan petroleum eter 1:1.

Sehingga diperoleh Larutan fraksi petroleum eter dan fraksi air-etanol, kemudian

fraksi tersebut dipisahkan. Proses fraksinasi dilakukan berulang hingga filtratnya

jernih. Fraksi petroleum eter dievaporasi menjadi fraksi petroleum eter pekat

sedangkan Fraksi air-etanol yang diperoleh dipartisi lagi dengan etil asetat dengan

perbandingan air-etanol dan etil asetat 1:1. Diperoleh fraksi air-etanol dan fraksi

etil asetat. Hasil partisi dari fraksi-fraksi tersebut kemudian dievaporasi sampai

diperoleh fraksi etil asetat pekat dan fraksi etanol pekat. Fraksi pekat yang

diperoleh dilakukan uji fitokimia.

3.4.1.5 Uji Fitokimia Metabolit Sekunder

Uji fitokimia yang dilakukan : uji terpenoid, flavonoid, alkaloid,steroid, dan

saponin (Markam, 1988).

a. Uji Flavonoid

Ekstrak etanol batang kayu gaharu (Gyrinops versteegii) sebanyak 2 mL

diuji dengan menggunakan pereaksi shibata. Pembuatan pereaksi Shibata dapat

dilakukan dengan menambahkan 2 mL amilalkohol pada 5 mL air panas,

kemudian ditambahkan sedikit logam magnesium dan ditambahkan 1 mL HCl

65
pekat, kemudian larutan dihomogenkan sebelum digunakan. Apabila terbentuk

warna merah atai jingga menunjukkn adanya flavonoid.

b. Uji Terpenoid

Ekstrak etanol batang kayu gaharu (Gyrinops versteegii) sebanyak 2 mL

diuji dengan menggunakan pereaksi Liebermann-Burchard. Pembuatan pereaksi

Liebermann-Burchard dapat dilakukan dengan menambahkan 1 mL asam sulfat

pekat ke dalam 19 mL asam asetat anhidrat dingin, kemudian larutan

dihomogenkan dn dibiarkan selama 4 menit sebelum digunakan. Apabila

terbentuk cincin berwarna merah kecoklatan atau ungu menunjukkan adanya

terpenoid.

c. Uji Alkaloid

Ekstrak etanol batang kayu gaharu (Gyrinops versteegii) sebanyak 2 mL

ditambahkan dengan HCl 2% lalu diuji dengan menggunakan pereaksi Mayer.

Pembuatan pereaksi Mayer dapat dilakukan dengan sebanyak 1,3 gr HgCl 2

dilarutkan dalam 60 mL air (larutan I). KI sebanyak 5 gr dikarutkan dalam 10 mL

air (larutan II). Kedua larutan tersebut dicampur dan diencerkan sampai 100 mL.

Apabila terbentuk endapan putih kekuningan menunjukkan adanya alkaloid.

Selanjutnya ekstrak etanol diambil 2 mL kemudian ditambahkan HCl 2%

dan diuji dengan menggunakan pereaksi Wagner. Pembuatan pereaksi Wagner

dapat dilakukan dengan sebanyak 2 gr KI ditambah I sebanyak 1,27 gr dan

dilarutkan dalam 5 mL air, kemudian diencerkan sampai 100 mL. Apabila

terbentuk endapan coklat pada pereaksi Wagner menunjukkan adanya alkaloid.

d. Uji Steroid

66
Ekstrak etanol batang kayu gaharu (Gyrinops versteegii) sebanyak 2 mL

diuji dengan menggunakan pereaksi Liebermann-Burchard. Adanya warna hijau-

biru menunjukkan adanya steroid.

e. Uji Saponin

Ekstrak etanol batang kayu gaharu (Gyrinops versteegii) sebanyak 2 mL

ditambahkan dengan beberapa tetes aquades kemudian dikocok. Adanya busa

yang stabil menunjukkan adanya saponin.

f. Uji Tanin

Ekstrak etanol batang kayu gaharu (Gyrinops versteegii) sebanyak 2 mL

ditambahkan dengan larutan FeCl3 1 % 1-2 tetes. Adanya warna hitam

menunjukkan adanya tanin.

3.4.1.6 Pemisahan Komponen Senyawa Dengan Kromatografi Lapis Tipis

(KLT)

Disiapkan chamber kromatografi ukuran kecil, ke dalamnya dimasukkan

pelarut (eluen) n-butanol-asam asetat air dengan perbandingan 4 : 1 : 5, 3 : 1 : 5,

6 : 1 : 3, 5 : 2 : 3, 7 : 1 : 2. Kemudian Chamber ditutup dan dibiarkan sampai

jenuh dengan eluen. Di potong plat KLT dengan ukuran 10 x 3 cm. Plat diberi

tanda berupa garis sepanjang plat pada batas bawah (2 cm dari tepi bawah plat)

dan batas atas (1,5 cm dari tepi atas plat) dengan menggunakan pensil dan mistar.

Dengan menggunakan mikropipet, ditotolkan sampel pada garis bata bawah yang

telah dibuat. Di usahakan diameter penotolan sekecil mungkin kemudian

dikeringkan di udara terbuka. Plat dimasukkan ke dalam chamber kromatografi

yang telah terisi pelarut dalam posisi berdiri dan diusahakan agar totolan sampel

tidak terendam dalam pelarut. Dibiarkan hingga pelarut bergerak mencapai garis

67
batas atas plat, kemudian plat dikeluarkan dari chamber dan dikeringkan pada

suhu kamar. Plat diamati di bawah lampu UV dengan panjang gelombang 254 nm.

Warna noda (spot) yang terbentuk dicatat, kemudian diukur jarak yang ditempuh

masing-masing spot. Langkah-langkah di atas diulang menggunakan eluen yang

berbeda yaitu metanol n-heksan dengan perbandingan 3:1, 3 : 2, 4 : 1, 1 :1 dan

1:4, dan etanol-etil asetat dengam perbandingan (3:1). Eluen terbaik adalah eluen

yang dapat memisahkan banyak komponen serta memiliki nilai Rf yang agak

berjauhan. Semua hasil KLT dihitung nilai Rf-nya, dilihat kolom kromatogram

dan warna yang tampak pada spot.

3.4.1.7 Pemisahan Komponen Senyawa Dengan Kromatografi Lapis Tipis

Preparatif (KLTP)

Ekstrak etanol ditotolkan pada silika gel berukuran 20 x 20 cm untuk

chamber kromatografi berukuran besar. Plat dielusi dengan eluen terbaik hasil

KLT (eluen yang memberikan pemisahan terbaik) dan dibiarkan hingga pelarut

bergerak mencapai garis batas plat. Plat dikeluarkan dan dikeringkan pada suhu

kamar. Selanjutnya plat diamati dibawah lampu UV dengan panjang gelombang

254 nm. Warna noda (spot) yang terbentuk dicatat, kemudian diukur jarak yang

ditempuh masing-masing spot. Noda yang diperoleh kemudian dikerok untuk

masing-masing komponen. Hasil kerokan kemudian dilarutkan dalam pelarut

etanol, kemudian disaring dan diuapkan sehingga diperoleh isolat. Isolat yang

diperoleh selanjutnya dilakukan analisis fitokimia dan dianalisis menggunakan

instrumen spektrofotometer UV-Vis.

68
3.4.2 Uji Aktivitas Antibakteri Terhadap Bakteri Escherichia colli

Menggunakan Metode Difusi Agar

Pengujian aktivitas antibakteri terdiri dari dua tahap yaitu :

3.4.2.1 Sterilisasi Alat

Alat tahan panas, bahan dan medium yang akan digunakan untuk

penelitian disterilisasi dengan menggunakan autoclave selama 15 menit pada suhu

121oC dan tekanan 1 atm. Sebelumnya, alat-alat dicuci bersih, dikeringkan, dan

dibungkus dengan aluminium foil. Alat yang tidak tahan panas disterilkan dengan

menggunakan alkohol.

3.4.2.2 Pembuatan Medium

3.4.2.2.1 Medium Nutrien Bort

Sebanyak 350 mL aquades dan 20 gr bubuk Nutrien Bort, dipanaskan sampai

mengental dalam Erlenmeyer sambil diaduk.

3.4.2.2.2 Medium Mueller Hington Agar

Sebanyak 500 mL aquades ditambah dengan 20 gr Mueller Hington Agar

instan, dipanaskan sampai mengental dan berwarna kuning dalam gelas kimia

sambil diaduk.

3.4.3 Peremajaan Bakteri Uji

Bakteri yang digunakan sebagai bakteri uji, diinokulasi dalam medium

Nutrien Bort 5 mL dalam tabung reaksi menggunakan jarum ose, pada suhu 37 oC

selama 24 jam, menggunakan metode gores.

69
3.4.4 Pembuatan Larutan Kontrol

Antibiotik Amoxcilin sebanyak 1 mg dilarutkan dalam air steril dengan

menggunakan labu ukur sampai volumenya 100 mL agar didapati konsentrasi

larutan sebesar 0,1 % gr/V. sehingga di dapatkan konsentrasi 0.1 ppm. Larutan ini

digunakan sebagai kontrol positif. Sedangkan kontrol negatifnya digunakan

aquades.

3.4.5 Pengenceran Ekstrak Dalam Berbagai Konsentrasi

Pengenceran ekstrak batang kayu gaharu dilakukan dengan mengencerkan

ekstrak menjadi 200 ppm, 300 ppm, 400 ppm, dan 500 ppm. Pembuatan

konsentrasi larutan induk 1000 ppm dengan 0.1 L aquades adalah 0.1 gram.

Pengenceran ekstrak batang kayu gaharu dengan beberapa konsentrasi yaitu 200

ppm, 300 ppm, 400 ppm dan 500 ppm. Pengenceran yang pertama adalah 500

ppm dengan konsentrasi awal 1000 ppm, konsentrasi akhir 500 ppm dan volume

akhirnya 50 mL dengan menggunakan rumus V1 x M1 = V2 x M2 sehingga

diperoleh volume awalnya 25 mL. Dalam pengenceran 400 ppm, 300 ppm dan

200 ppm digunakan rumus yang sama dan volume akhir yang sama yaitu 50 mL.

Sehingga pada penegnceran ekstrak konsentrasi 400 ppm dengan konsentrasi awal

500 ppm, konsentrasi akhir 400 ppm diperoleh volume awalnya 40 mL.

Penenceran ekstrak konsentrasi 300 ppm dengan konsentrasi awal 400 ppm,

konsentrasi akhir 300 ppm diperoleh volume akhirnya adalah 37.5 mL.

Pengenceran ekstrak konsentrasi 200 ppm dengan konsentrasi awal 300 ppm dan

konsentrasi akhirnya 200 ppm sehingga diperoleh 33.5 mL.

70
3.4.6 Penentuan Diameter Zona Hambat

Penentuan diameter zona hambat dilakukan dengan metode difusi agar.

Fraksi etil asetat, ekstrak etanol dan fraksi air-etanol batang kayu gaharu yang

telah disiapkan, dibuat dalam beberapa konsentrasi 200 ppm, 300 ppm, 400 ppm

dan 500 ppm. serta kontrol positif dan kontrol negatif. Medium Mueller Hington

Agar (MHA) dituang dalam cawan petri steril masing-masing 10 mL dan

dibiarkan hingga memadat sebagai lapisan dasar. Sebanyak 5 mL Medium

Mueller Hington Agar dengan suhu 45-48oC dicampur rata dengan bakteri,

kemudian dihomogenkan, lalu dituangkan di atas lapisan dasar medium dan

disebarkan secara merata menggunakan speader steril (metode cawan tuang). Ke

atas permukaan masing-masing medium diletakkan 6 buah pecandang di mana

masing-masing berisi larutan kontrol positif (amoxcilin), kontrol negatif (aquades

steril), dan larutan ekstrak dengan konsetrasi yang berbeda. Medium bakteri yang

sudah diberi bahan antibakteri diinkubasi pada suhu 37 oC selam 24 jam dalam

incubator. Diameter zona hambat adalah diameter yang tidak ditumbuhi bakteri di

sekitar kertas cakram dikurangi dengan diameter pecandang. Kemudian dilakukan

pengulangan uji antibakteri pada masing-masing konsentrasi sebanyak tiga kali.

Pada penelitian ini kontrol positif amoxcilin digunakan bakteri Escherichia colli

(gram positif). Konsentrasi terendah sampel yang aktif dan larutan jernih setelah

diinkubasi menunjukkan harga Konsetrasi Hambat Minimum (KHM).

3.5 Analisis Data

Data yang diperoleh dari penelitian ini berupa data kualitatif dan

kuantitatif. Data kuantitatifnya berupa hasil uji fitokimia pada larutan uji sebagai

71
tanda adanya senyawa senyawa bioaktif, apabila ada senyawa dalam sampel,

maka akan menunjukkan perubahan warna. Selain itu diperoleh data perhitungan

Rf untuk menentukan eluen terbaik pada saat dilakukan kromatografi lapis tipis

dan juga data uji aktivitas antibakteri. Data yang dikumpulkan untuk uji aktivitas

antibakteri berupa diameter zona hambat dari bakteri. Diameter zona hambat

pertumbuhan bakteri Enterococus faecalis dan Escherichia coli terhadap fraksi

air-etanol, fraksi etil asetat dan ekstrak etanol pada konsentrasi 200 ppm, 300

ppm, 400 ppm dan 500 ppm. Diukur dan dibandingkan dengan diameter hambatan

antibiotik standar. Sedangkan data berupa kuantitatif berupa angka-angka yang

kemudian dimasukkan ke dalam tabel dibawah ini:

Tabel 3.1 Rancangan Percobaan Uji Aktivitas Antibakteri fraksi air-etanol, fraksi

etil asetat dan ekstrak etanol.

Luas Zona Hambat (mm)

Konsentrasi Ulangan Rata-rata

No Isolat luas zona


I II III
(ppm) hambat

1. K+

2. K-

3. 200

4. 300

5 400

6. 500

K+ = kontrol positif (antibiotik amoxilin 3.000 ppm)

K- = kontrol negatif (aquades)

72
Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan uji anova one way

pada taraf signifikansi 5%. Uji hipotesis dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya

perbedaan luas zona hambat bakteri E.coli dan E. faecalis terhadap fraksi etanol

dan n-heksan akar Pletekan pada konsentrasi 200 ppm, 300 ppm, 400 ppm dan

500 ppm. Uji hipotesis pertama menggunakan uji F.

Tabel 3.2 Analisis Varian Untuk Uji Hipotesis Dengan Anova One Way

SV Dk Jumlah Kuadrat Mean Kuadrat Fhitung

(JK) (MK)

Tot N-1 ΣXtot 2 - MKant /MKdal

((ΣXtot )²)/ N

Ant m-1 Σ JKant /(m−1)

((ΣXtot )²)/nkel

- ((ΣXtot )²)/ N

Dal N-m JKtot – Jkant JKdal/(N −m)

Sumber: Sugiyono, 2013 dalam Loasana, 2015.

Keterangan:

SV = sumber variasi

Tot = total

Ant = antar kelompok

Dal = dalam kelompok

73
Kriteria pengujian : bila harga Fhitung lebih kecil atau sama dengan Ftabel maka (Fh ≤

Ft) H0 diterima. Untuk distribusi F yang digunakan diambil dk pembilang = (m-

1) ; 6-1=5, dk penyebut = (N-m); 21-6= 15 dan taraf nyata (α)= 0,05.

74
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Preparasi Sampel Batang Kayu Gaharu

Batang kayu gaharu (Gyrinops versteegii) yang sudah dipastikan

kebenarannya bahwa sampel tersebut adalah tanaman gaharu dengan jenis

Gyrinops versteegii. Batang kayu gaharu dijadikan sampel dalam penelitian ini di

ambil dari Manggarai. Batang kayu gaharu diambil dibersihkan dari kulit

batangnya kemudian dipotong menjadi ukuran kecil-kecil dan dikeringkan dengan

cara diangin-anginkan tanpa sinar matahari. Pengeringan bertujuan untuk

mengurangi kadar air, aktivitas mikroba, dan mencegah timbulnya jamur sehingga

dapat disimpan lebih lama dan tidak mudah rusak sehingga komposisi kimia

sampel tidak mengalami perubahan. Selama proses pengeringan terjadi perubahan

warna, tekstur dan berat sampel.

Gambar 4.1 Potongan Batang Kayu Gaharu (Gyrinops versteegii)

Setelah dipotong kecil-kecil, batang gaharu dihaluskan dengan

menggunakan blender. Proses penghalusan bertujuan untuk memperluas

permukaan kontak antara sampel dengan pelarut. Semakin luas permukaan bidang

kontak sampel maka proses penarikan komponen senyawa aktif oleh pelarut akan

semakin efektif pada saat proses ekstraksi. Sampel berupa serbuk kemudian

diayak dengan menggunakan ayakan 60 mesh untuk memperoleh ukuran sampel


75
yang benar-benar seragam sehingga proses ekstraksi dapat berlangsung secara

sempurna pada seluruh sampel. Ayakan 60 mesh merupakan ukuran yang sesuai

untuk jenis sampel batang dalam proses ekstraksi (Sembiring, 2005). Serbuk

sampel ini yang akan kemudian digunakan untuk penelitian tahapan selanjutnya.

Gambar 4.2 Serbuk Batang Kayu Gaharu (Gyrinops versteegii)

4.2 Ekstraksi Etanol Batang Kayu Gaharu (Gyrinops versteegii)

Ekstraksi dilakukan untuk mengisolasi komponen kimia yang terdapat dalam

suatu bahan atau sampel. Prinsip ekstraksi adalah melarutkan senyawa polar

dalam pelarut polar dan senyawa nonpolar dalam pelarut nonpolar. Metode

ekstraksi yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekstraksi maserasi.

Kelebihan dari metode ini adalah metode ekstraksi yang paling sederhana yang

dilakukan dengan cara merendam serbuk sampel dalam suatu pelarut organik pada

temperatur ruangan dan dalam jangka waktu tertentu. Selain karena prosesnya

yang sederhana, metode ekstraksi maserasi ini dipilih karena pengaruh suhu tinggi

dapat dihindari sehingga dapat memperkecil resiko terdegradasinya senyawa

metabolit sekunder yang ingin diisolasi. Sedangkan kekurangan dari metode ini

adalah membutuhkan waktu yang lama untuk mencari pelarut organik yang dapat

melarutkan dengan baik senyawa yang akan diisolasi dan harus mempunyai titik

didih yang tinggi pula sehingga tidak mudah menguap (Voight, 1995).

76
Proses ekstraksi maserasi ini dilakukan secara bertahap menggunakan dua

pelarut yang sifat kepolarannya berbeda. Pelarut yang digunakan dalam penelitian

ini adalah n-Heksana dan etanol. Senyawa-senyawa polar yang terkandung dalam

sampel batang kayu gaharu akan terekstrak dengan pelarut etanol. Sedangkan

senyawa nonpolar yang terkandung dalam sampel akan terekstrak dengan pelarut

n-Heksana. Data hasil ekstraksi maserasi batang kayu gaharu disajikan pada tabel

4.1.

Tabel 4.1 Data Hasil Ekstraksi Pembuatan Ekstrak Etanol Batang Kayu Gaharu

(Gyrinops versteegii) dengan Metode Maserasi

Berat Larutan Volume Waktu Warna Berat

Sampel Pengekstrak Pengekstrak Ekstraksi Ekstrak Ekstrak

(Gram) (mL) (mL) (hari) Kental

Hasil

Evaporasi

(Gram)

500 n-heksan 2500 7 Cokelat -

- Etanol 2500 10 Cokelat 38.05

kehitaman

Filtrat yang diperoleh dari hasil ekstraksi dengan pelarut n-heksan

berwarna cokelat sedangkan dengan pelarut etanol berwarna cokelat kehitaman.

Sampel berupa ekstrak etanol batang gaharu (Gyrinops versteegii) dipekatkan

dengan menggunakan rotary vacum evaporator untuk menarik kembali pelarut

sehingga yang tersisa hanya ekstraknya. Rotary vacum evaporator merupakan

77
instrumen yang menggunakan prinsip destilasi sehingga tekanan akan menurun

dan pelarut akan menguap di bawah tiitk didihnya. Rotary vacum evaporator

sering digunakan dibandingkan alat lain karena mampu menguapkan pelarut

dibawah titik didih sehingga zat yang terkandung di dalam pelarut tidak akan

rusak oleh suhu tinggi sehingga pelarut etanol akan menguap lebih cepat di bawah

titik diddihnya. Menurut Harborne (1987) hasil ekstrak yang diperoleh akan

sangat tergantung pada beberapa faktor antara lain kondisi alamiah senyawa

tersebut, metode ekstraksi yang digunakan, ukuran partikel sampel, kondisi dan

waktu penyimpanan, lama waktu ekstraksi, serta perbandingan jumlah pelarut

terhadap jumlah sampel. Ekstrak kental batang kayu gaharu Gyrinops versteegii)

berwarna cokelat kehitaman dengan berat 38,05 gram. Ekstrak yang diperoleh

kemudian digunakan untuk analisis selanjunya.

(a) (b)

Gambar 4.3 (a) Ekstrak Etanol Batang Kayu Gaharu (Gyrinops versteegii)

(b) Hasil Evaporasi Ekstrak Etanol Batang Kayu Gaharu (Gyrinops versteegii)

4.3 Pemisahan Komponen Senyawa Dengan Fraksinasi

Fraksinasi pada prinsipnya adalah proses penarikan senyawa pada ekstrak

dengan menggunakan dua macam pelarut yang tidak saling bercampur. Pada

78
ekstraksi bertahap ini berlaku prinsip kelarutan “like dissolve like”, artinya

pelarut polar akan melarutkan senyawa polar sedangkan pelarut nonpolar akan

melarutkan senyawa nonpolar (Khopar, 1990). Tujuan dari fraksinasi adalah

untuk memisahkan senyawa nonpolar yang terdapat dalam ekstrak. Fraksinasi

dilakukan terhadap ekstrak etanol batang kayu Gaharu (Gyrinops versteegii).

Proses fraksinasi dilakukan menggunakan dua pelarut yang tingkat kepolarannya

berbeda-beda yaitu etil asetat yang besifat semi polar dan etanol yang bersifat

polar.

Tahap pertama yang dilakukan yaitu fraksi air etanol dipartisi

menggunakan pelarut etil asetat sebanyak 100 mL. Campuran dikocok dalam

corong pisah selama beberapa menit kemudian didiamkan 15 menit hingga kedua

campuran terpisah. Saat didiamkan terdapat dua lapisan, lapisan bagian atas

adalah fraksi etil asetat dan lapisan bagian bawah adalah fraksi air etanol. Hal ini

disebabkan karena kedua pelarut memiliki massa jenis yang berbeda dimana

massa jenis etil asetat 0.902 g/mL. Massa jenis etil asetat lebih kecil dari air-

etanol sehingga lapisan petroleum eter berada dibagian atas sedangkan lapisan

air-etanol berada dibagian bawah. Kedua lapisan kemudian dipisahkan dan

diperoleh fraksi air etanol. Proses fraksinasi dilakukan berulang hingga diperoleh

fraksi etil asetat yang bening. Fraksi etil asetat dan air etanol yang diperoleh

kemudian diuapkan pelarutnya menggunakan rotary vakum evaporator untuk

mendapatkan ekstrak kental. Berat ekstrak kental hasil evaporasi fraksi etil asetat

sebesar 5,01 gram, sedangkan untuk fraksi air etanol sebesar 3,04 gram. Hasil

fraksi etil asetat dan air etanol yang telah dipekatkan digunakan untuk uji

selanjutnya.

79
Tabel 4.2 Data hasil evaporasi etil asetat dan air etanol batang kayu gaharu

(Gyrinops versteegii)

Berat ekstrak kental hasil


Hasil Fraksinasi Warna Fraksi
evaporasi (gram)

Fraksi Etil Asetat Coklat


5,01
Kehitaman

Fraksi Air Etanol Coklat 3,04

Hasil fraksinasi ekstrak etanol dan fraksi etil asetat dapat dilihat pada Gambar 4.4

Gambar 4.4 Proses Fraksinasi dan Hasil Evaporasi Fraksi

4.4 Uji Fitokimia Ekstrak Etanol

Uji fitokimia merupakan salah satu langkah penting untuk mengetahui

kandungan senyawa metabolit sekunder dalam ekstrak tanaman. Secara kualitatif,

uji fitokimia digunakan untuk mengungkapkan ada atau tidaknya senyawa tertentu

dalam smpel. Prinsip dasarnya yaitu adanya reaksi pengujian warna dengan suatu

reaksi warna (Kristanti, 2008). Uji fitokimia yang dilakukan dalam penelitian ini

yaitu alkaloid, terpenoid, steroid, flavonoid, tanin dan saponin. Uji fitokimia ini

80
dilakukan pada sampel ekstrak etanol, fraksi etil asetat dan fraksi air etanol. Data

Hasil uji fitokimia tersebut dapat dilihat pada tabel berikut pada tabel 4.3.

Tabel 4.3 Data Hasil Uji Fitokimia Ekstrak Etanol Batang Kayu Gaharu

(Gyrinops versteegii)

Senyawa Warna Keterang


No Pereaksi yang Hasil
Metabolit Berdasarkan an
. digunakan Penelitian
Sekunder Teori (+)(-)
1. Terpenoid Lieberman Cincin Ada cincin
Burchard berwarna berwarna
merah merah +
kecoklatan kecoklatan
atau ungu
2. Alkaloid Wagner Endapan Endapan
+
coklat coklat
3. Flavonoid Shibata Merah atau
Cokelat tua -
jingga
4. Steroid Lieberman
Hijau – Biru Cokelat tua -
Burchard
5. Tanin 2-3 tetes FeCl3 Hijau Bening
-
1% Kehitaman
6. Saponin Aquades Ada Busa Ada Busa +

Keterangan : simbol (+) yang berarti terdeteksi oleh pereaksi warna dan (-) yang
berarti tidak terdeteksi oleh pereaksi warna.

81
Tabel 4.4 Data Hasil Uji Fitokimia Fraksi Etil Asetat

Senyawa Warna Keterang


No Pereaksi yang Hasil
Metabolit Berdasarkan an
. digunakan Penelitian
Sekunder Teori (+)(-)

1. Terpenoid Lieberman Cincin

Burchard berwarna Coklat

merah -

kecoklatan

atau ungu

2. Alkaloid Wagner Endapan Endapan


+
coklat coklat

3. Flavonoid Shibata Merah atau


Bening -
jingga

4. Steroid Lieberman
Hijau - Biru Cokelat -
Burchard

5. Tanin 2-3 tetes FeCl3 Hijau Kuning


-
Kehitaman

6. Saponin Aquades Ada Busa Ada Busa +

Keterangan : simbol (+) yang berarti terdeteksi oleh pereaksi warna dan (-) yang

berarti tidak terdeteksi oleh pereaksi warna.

Tabel 4.5 Data Hasil Uji Fitokimia Fraksi Air Etanol


82
Senyawa Warna Keterang
No Pereaksi yang Hasil
Metabolit Berdasarkan an
. digunakan Penelitian
Sekunder Teori (+)(-)

1. Terpenoid Lieberman Cincin Ada cincin

Burchard berwarna berwarna

merah merah +

kecoklatan kecoklatan

atau ungu

2. Alkaloid Wagner Endapan Endapan


+
coklat coklat

3. Flavonoid Shibata Merah atau


Bening -
jingga

4. Steroid Lieberman
Hijau – Biru Cokelat -
Burchard

5. Tanin 2-3 tetes FeCl3 Hijau Coklat


-
Kehitaman Muda

6. Saponin Aquades Ada Busa Ada Busa +

Keterangan : simbol (+) yang berarti terdeteksi oleh pereaksi warna dan (-) yang

berarti tidak terdeteksi oleh pereaksi warna.

83
Berdasarkan hasil uji fitokimia dengan ekstrak etanol, fraksi etil asetat dan

fraksi air etanol senyawa metabolit sekunder yang terdeteksi oleh pereaksi warna

adalah terpenoid, alkaloid dan saponinn.

4.4.1 Terpenoid

Terpenoid merupakan senyawa kimia yang terdiri dari beberapa unit

isopren. Kebanyakan terpenoid mempunyai struktur siklik dan mempunyai satu

gugus fungsi atau lebih. Terpenoid umumnya larut dalam lemak dan terdapat

dalam sitoplasma sel tumbuhan. Senyawa terpenoid terdiri atas beberapa

kelompok. Senyawa terpenoid ini adalah salah satu senyawa kimia bahan alam

yang banyak digunakan sebagai obat. Menurut Harborne (1987), kebanyakan

golongan terpenoid bersifat non-polar sehingga dapat larut ke dalam pelarut non-

polar dan semi-polar.

Langkah awal dalam pengujian terpenoid yaitu mengambil ekstrak etanol

pekat, fraksi etil asetat dan fraksi air etanol masing-masing sebanyak 1 mL dan

dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berbeda. Setelah itu, ekstrak etanol

pekat dan fraksi diuji dengan menambahkan pereaksi spesifik untuk terpenoid

yaitu pereaksi Liebermann Burchad. Pereaksi Liebermann Burchad dapat dibuat

dengan melarutkan asam asetat anhidrat dan ditambahkan dengan sedikit asam

sulfat. Adanya terpenoid ditunjukkan dengan adanya cincin merah kecoklatan atau

ungu pada batas kedua larutan, sedangkan pada bagian atas larutan berwarna hijau

atau ungu (Harborne, 1987). Dari hasil yang didapatkan dalam pengujian ini yaitu

terbentuk cincin merah kecoklatan pada ekstrak etanol dan fraksi air etanol.

Prinsip dari mekanisme reaksi uji ini adalah kondesasi atau pelepasan H 2O

dan penggabungan karbokation. Reaksi ini diawali dengan proses asetilasi gugus

84
hidroksil menggunakan asam asetat anhidrat. Gugus asetil yang merupakan gugus

pergi yang baik akan lepas sehingga terbentuk ikatan rangkap. Selanjutnya terjadi

pelepasan gugus hidrogen beserta elektronnya mengakibatkan ikatan rangkap

berpindah. Senyawa ini mengalami resonansi yang bertindak sebagai elektrofil

atau karbokation. Serangan karbokation menyebabkan adisi elektrofilik diikuti

dengan pelepasan hidrogen. Kemudian gugus hidrogen beserta elektronnya

dilepas sehingga senyawa mengalami perpanjangan konjugasi yang

memperlihatkan adanya perubahan warna (Siadi, 2012).

Berdasarkan hasil yang diperoleh, diperkirakan ekstrak etanol dan fraksi air

etanol batang kayu gaharu mengandung senyawa terpenoid. Dimana beberapa

terpenoid memiliki kandungan obat yang sudah banyak digunakan. Terpenoid ini

juga berfungsi sebagai penolak serangga, insektisida, membantu pertumbuhan

tumbuhan dan dapat berkerja sebagai fungisida. Hasil uji fitokimia senyawa

terpenoid dapat dilihat pada gambar 4.5.

Gambar 4.5 Uji Fitokimia Dengan Pereaksi Liebermann Burchad

Reaksi pada uji terpenoid dengan pereaksi Liebermann Burchaad adalah sebagai

berikut:

85
Gambar 4.6 Reaksi uji Terpenoid (Marliana, S., 2005)

4.4.2 Alkaloid

Alkaloid adalah suatu golongan senyawa organik yang paling banyak

ditemukan di alam. Hampir semua senyawa alkaloid berasal dari tumbuh-

tumbuhan dan tersebar luas pada berbagai jenis tumbuhan. Alkaloid dapat

ditemukan dalam berbagai bagian tanaman seperti biji, daun, ranting, dan kulit

kayu. Dan hampir semua alkaloid yang ditemukan di alam mempunyai keaktifan

fisiologis tertentu, ada yang sangat beracun tetapi ada pula yang sangat berguna

dalam pengobatan. Beberapa alkaloid dapat digunakan sebagai antimalaria,

analgesik, dan bakterisida. Kebanyakan senyawa alkaloid berupa padatan kristal

dengan titik lebur pada kisaran 87-238oC atau mempunyai kisaran dekomposisi,

namun alkaloid dapat juga berbentuk cair dan tidak memiliki warna. Pada

umumnya senyawa alkaloid hanya larut dalam pelarut organik dan mengandung

paling sedikit satu atom nitrogen yang biasanya bersifat basa, dan sebagian besar

atom nitrogen ini merupakan bagian dari cincin hetererosiklik (Harborne, 1987).

86
Langkah awal dalam pengujian alkaloid yaitu mengambil ekstrak etanol pekat,

fraksi etil asetat dan fraksi air etanol masing-masing senyak 1 mL dan

dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berbeda. Setelah itu, ekstrak dan

masing-masing fraksi diuji dengan menambahkan pereaksi spesifik untuk alkaloid

yaitu reagen Wagner. Hasil yang diperoleh dalam pengujian ini yaitu terbentuknya

endapan coklat.

Prinsip dari metode analisis ini adalah reaksi pengendapan yang terjadi karena

adanya penggantian ligan. Atom nitrogen yang mempunyai pasangan elektron

bebas pada alkaloid dapat mengganti ion iodo dalam pereaksi-pereaksi.

Hasil positif alkaloid pada uji Wagner diandai dengan terbentuknya endapan

coklat. Diperkirakan endapan tersebut adalah kalium iodida. Pada pembuatan

pereaksi Wagner, iodin bereaksi dengan ion I- dari kalium iodida menghasilkan

ion I3- yang berwarna coklat. Pada uji Wagner, ion logam K+ akan membentuk

ikatan kovalen koordinat dengan nitrogen pada alkaloid membentuk kompleks

kalium alkaloid yang mengendap. Reaksi yang terjadi pada uji Wagner

ditunjukkan pada gambar berikut:

Gambar 4.7 Uji Fitokimia dengan Pereaksi Wagner

87
Reaksi pada uji alkaloid dengan pereaksi Wagner adalah sebagai berikut:

Gambar 4.8 Reaksi uji Wagner (Marliana, S., 2005)

4.4.3 Saponin

Saponin merupakan golongan senyawa glikosida yang mempunyai

struktur steroid dan membentuk larutan koloidal dalam air menghasilkan buih bila

dikocok. Saponin adalah glikosida triterpen dan sterol yang telah terdeteksi dalam

lebih dari 90 suku tumbuhan. Saponin merupakan senyawa aktif permukaan yang

dapat menurunkan tegangan permukaan dan bersifat seperti sabun, serta dapat

dideteksi berdasarkan kemampuannya membentuk busa dan menghemolisis sel

darah. Saponin ada pada seluruh tanaman dengan konsentrasi tinggi pada bagian-

bagian tertentu dan dipengaruhi oleh varietas tanaman dan tahap pertumbuhan.

Fungsi saponin dalam tumbuhan tidak diketahui secara pasti, namun ada banyak

jenis saponin yang sangat toksit dan cepat memecahkan sel darah merah, saponin

juga digunakan sebagai obat luar yang bersifat sebagai antiinflamasi, antimikroba

dan antiseptik dan sebagai pelindung terhadap serangga (Robinson, 1995).

Uji saponin dilakukan dengan mereaksikan 1 mL ekstrak etanol pekat,

fraksi etil asetat dan fraksi air etanol yang ditambahkan dengan beberapa tetes

aquades kemudian dikocok. Hasil dari pengocokan tersebut diamati bahwa

terbentuknya busa yang stabil. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak tanaman,

fraksi etil asetat dan fraksi air etanol positif mengandung saponin. Terbentuknya

88
busa atau buih ini dikarenakan senyawa saponin memiliki sifat fisik yang mudah

larut dalam air. Selain itu, busa yang terbentuk juga dikarenakan adanya glikosida

yang mempunyai kemampuan membentuk buih di dalam air yang terhidrolisis

menjadi glukosa dan senyawa lainnya (Rusdi, 1990). Adanya ikatan glikosida

pada saponin menyebabkan senyawa ini cenderung bersifat polar. Saponin juga

memiliki sifat seperti sabun yang memiliki dua sisi yang bersifat polar dan sisi

lainnya bersifat non polar. Hal inilah yang menyebabkan saponin dapat diketahui

dalam sampel ekstrak etanol, fraksi etil asetat dan fraksi air etanol. Reaksi

pembentukan busa pada uji saponin adalah sebagai berikut:

Gambar 4.9 Uji fitokimia Saponin

Reaksi pembentukan busa pada uji saponin adalah sebagai berikut:

Gambar 4.10 Reaksi hidrolisis saponin dalam air (Marliana, S., 2005)

89
4.5 Identifikasi Komponen Senyawa Dengan Kromatografi Lapis Tipis

(KLT)

Prosedur uji dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dilakukan untuk

lebih memperkuat dan mempertegas hasil dugaan senyawa yang diperoleh dari uji

fitokimia. Karena berfungsi sebagai penegasan, proses ini hanya dilakukan untuk

senyawa yang menunjukkan hasil positif pada uji fitokimia (terpenoid, alkaloid

dan saponin). Proses ini juga bertujuan untuk mencari eluen terbaik dari beberapa

eluen yang nantinya akan digunakan pada pemisahan menggunakan Kromatografi

Lapis Tipis Preparatif (KLTP). Eluen yang baik adalah eluen yang bisa

memisahkan senyawa dalam jumlah yang banyak ditandai dengan munculnya

noda. Noda yang terbentuk tidak berekor dan jarak antara noda yang satu dengan

yang lainnya jelas serta memliki nilai Rf yang tidak terlalu besar (Harborne,

1987). Sifat yang perlu diperhatikan dalam pemilihan pelarut untuk eluen yaitu

sifat kelarutannya. Biasanya untuk penyerap-penyerap yang polar seperti silika

gel dan alumina, kekuatan penyerapan naik dengan kenaikan polaritas zat yang

diserap. Apabila senyawa yang dipisahkan bersifat polar, memakai adsorben silika

gel, maka eluen yang dipakai harus bersifat polar. Hal ini dimaksudkan agar eluen

yang digunakan cukup kuat menahan analit saat proses elusi digunakan. Dalam

penelitian ini dilakukan identifikasi senyawa bioaktif menggunakan metode KLT

karena lebih mudah dan murah dibandingkan kromatografi kolom. Pemilihan

metode KLT pada proses ini dikarenakan memiliki beberapa keunggulan antara

lain jumlah cuplikan yang diperlukan untuk analisis sedikit, pengerjaan relatif

mudah, analisisnya cepat (Numba, 2015).

90
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan salah satu metode identifikasi

komponen-komponen campuran senyawa-senyawa yang melibatkan partisi suatu

senyawa diantara padatan penyerap (adsorben, fase diam) yang dipisahkan pada

plat kaca atau plastik kaku dengan suatu pelarut (fase gerak) yang mengalir

melewati adsorben (padatan penyerap). Fase diam yang digunakan adalah plat

silika gel GF254. Plat silika ini umunya digunakan untuk memisahkan senyawa

alkaloid, zat warna, flavonoid, fenol, steroid, vitamin–vitamin, karoten, dan asam–

asam amino. Pemilihan silika gel GF254 didasarkan pada telaah pustaka yang

menyatakan bahwa adsorben ini dapat digunakan sebagai fase polar dan nonpolar

(Sastrohamidjo, 2007). Fase gerak (eluen) yang digunakan dalam pemisahan

senyawa adalah beberapa pelarut dengan tingkat kepolaran yang berbeda yang

dapat mengelusi senyawa metabolit sekunder.

Sebelum plat digunakan, terlebih dahulu plat diaktivasi pada suhu 1050C

selama 30 menit untuk menghilangkan kadar air yang terdapat dalam plat. Plat

yang sudah diaktivasi, dipotong dengan ukuran 8 x 2 cm dan dibuat garis batas

elusi menggunakan pensil. Batas elusi bagian atas sebesar 1,5 cm dan bagian

bawah 2 cm. Penandaan batas bawah pada plat KLT ini berfungsi agar dapat

menghindari fraksi dan ekstrak terendam dalam eluen dan menjadi larut sebelum

mengalami pemisahan. Sedangkan penandaan batas atas berfungsi sebagai

penanda agar proses elusi atau pemisahan dapat dihentikan apabila eluen telah

mencapai batas atas. Fraksi yang digunakan pada pengujian KLT yaitu fraksi etil

asetat dan fraksi air etanol dan juga ekstrak etanol batang kayu Gaharu (Gyrinops

versteegii).

91
Eluen yang digunakan dalam penelitian ini adalah n-butanol : asam asetat

glasial : air dengan perbandingan (4 : 1 : 5), (3 : 1 : 5), (6 : 1 : 3), (7 : 1 : 2), dan (5

: 2 : 3). Eluen BAA ini didasarkan atas kecocokan eluen untuk memisahkan

senyawa terpenoid, alkaloid dan saponin. Variasi eluen yang digunakan dalam

penelitian ini dimaksudkan untuk mewakili kepolaran dari setiap senyawa yang

akan dipisahkan yaitu ada campuran variasi yang berkecenderungan ke arah lebih

polar, semi polar dan ada yang berkecenderungan lebih nonpolar. Eluen BAA

dipilih sebagai fase gerak karena ketiga pelarut ini memiliki kepolaran yang

berbeda, dimana asam asetat glasial memiliki kepolaran rendah, n–butanol

memiliki kepolaran sedang dan air memiliki kepolaran tinggi. Perbedaan tingkat

kepolaran ini sehingga memberikan pemisahan yang baik. Eluen yang digunakan,

sebelumnya harus dijenuhkan di dalam chamber berukuran kecil dengan

meletakkan kertas saring dalam chamber dan ditutup rapat. Eluen dapat dikatakan

sudah jenuh jika sudah naik membasahi seluruh permukaan kertas saring yang

ada. Penjenuhan eluen bertujuan agar proses elusi atau perambatan berjalan

dengan cepat dan optimal serta untuk mencegah penguapan eluen.

Plat diototolkan menggunakan mikropipet agar ekstrak tidak terendam

dalam eluen sebelum mengalami pemisahan. Dengan menggunakan mikropipet

fraksi etil asetat dan air etanol serta ekstrak etanol pekat batang kayu gaharu

ditotolkan dalam jumlah kecil pada plat KLT. Sampel yang ditotolkan tidak boleh

terlalu banyak karena jika terlalu banyak maka noda yang muncul akan tidak

beraturan. Plat yang telah ditotol dengan ekstrak dan fraksi ditunggu hingga

kering, dimasukkan ke dalam chamber dan ditutup rapat. Plat diletakkan dalam

keadaan tegak dan dielusi dengan eluen yang telah disiapkan. Eluen akan

92
mengembang naik sepanjang permukaan plat dengan membawa komponen-

komponen. Kecepatan komponen-komponen naik pada plat KLT berbeda-beda,

tergantung dari kekuatan komponen dalam pelarut, kelarutan komponen dalam

pelarut dan derajat kekuatan komponen terabsorbsi pada fasa diam. Proses elusi

diakhiri pada saat eluen mencapai batas atas plat. Plat kemudian diangkat dan

diangin–anginkan hingga kering dan noda-noda zat terlarut diperiksa dibawah

lampu UV 366 nm. Perlakuan yang sama dilakukan pada semua perbandingan

eluen.

a. b. c.

Gambar 4.11 Hasil kromatografi lapis tipis dilihat pada lampu UV (a) Ekstrak

etanol batang kayu gaharu; (b) Fraksi air etanol; (c) Fraksi etil asetat

Proses selanjutnya adalah mengidentifikasi noda yang terbentuk pada plat

yang telah diberi perlakuan sebelumnya. Hasil uji KLT berupa noda seperti pada

gambar, selanjutnya diamati dibawah lampu UV pada panjang gelombang 366 nm

untuk mengetahui secara jelas ada spot yang terbentuk. Pengamatan plat dibawah

lampu UV yang dipasang pada panjang gelombang emisi 366 nm untuk

menampakan komponen senyawa sebagai bercak yang gelap atau bercak yang

berfluoresensi terang pada dasar yang berfluoresensi seragam (Gritter, 1991).

Noda yang terlihat di bawah lampu UV ditandai dengan pensil untuk dihitung

nilai Rf dari masing–masing plat.

93
Mekanisme identifikasi KLT analitik dimulai pada saat eluen tepat

mengenai sampel, sehingga dengan segera sampel akaan berinteraksi dengan

kedua fase dengan prinsip like dissolve like. Kemudian akan terjadi distribusi

diantara kedua fase, dimana senyawa yang polar akan lebih banyak terdistribusi

didalam fase polar sedangkan senyawa yang nonpolar akan lebih banyak

terdistribusi di dalam fase nonpolar. Terjadinya pemisahan diakibatkan adanya

salah satu komponen sampel yang tertahan oleh fase diam dan yang lain terbawa

oleh fase gerak. Perbedaan kecepatan migrasi dari masing-masing komponen

ditandai dengan adanya bercak atau noda dengan nilai Rf yang berbeda. Rf

berfungsi untuk menyatakan posisi noda pada fase diam setelah dielusi.

Tabel 4.6 Hasil perhitungan Rf pemisahan kromatografi lapis tipis ekstrak etanol

batang kayu gaharu dan fraksi etil asetat serta fraksi air etanol

Analisis
No Nama Eluen
Jumlah Bentuk
. Warna Spot Rf
Ekstrak Etanol Spot Spot

1. BAA (n – 4:1:5 Bulat Ungu 0.76


2
Butanol : Bulat Ungu 0.91

Asam Asetat Bulat Ungu 0.82


2
Glasial : 3:1:5 Bulat Ungu 0.93

Air) Bulat Ungu 0.78


6:1:3 2
Bulat Ungu 0.93

5:2:3 2 Bulat Ungu 0.87

Bulat Ungu 0.97

94
Bulat Ungu 0.80

Ungu 0,93
7:1:2 2
Bulat

Fraksi Air Etanol

2. BAA (n – 4:1:5 Bulat Ungu 0.56


2
Butanol : Bulat Ungu 0,75

Asam Asetat 3 : 1 : 5 1 Bulat Ungu 0.82

Glasial : 6:1:3 1 Bulat Ungu 0.75

Air) 7:1:2 1 Bulat Ungu 0.77

5:2:3 1 Bulat Ungu 0.88

Fraksi Etil Asetat

3. BAA (n – 4:1:5 2 Bulat Ungu 0,71

Butanol : Bulat Ungu 0,95

Asam 3:1:5 1 Bulat Ungu 0,97

Asetat 6:1:3 1 Bulat Ungu 0,73

Glasial : 7:1:2 1 Bulat Ungu 0,84

Air) 5:2:3 1 Bulat Ungu 0,86

Eluen yang memberikan pemisahan terbaik berdasarkan tabel 4.6 dan hasil

kromatogram pada plat KLT adalah campuran eluen BAA (4 : 1: 5) untuk ekstrak

etanol batang kayu gaharu, fraksi air etanol dan fraksi etil asetat. Hal ini dapat

dilihat dengan terbentuknya noda yang bulat utuh yang terpisah dengan baik.

Warna yang teramati pada lampu UV pada panjang gelombang 366 nm untuk

95
ekstrak etanol batang kayu gaharu (4:1:5) yaitu ungu dengan nilai Rf yaitu 0,76.

Untuk fraksi air etanol (4:1:5) warna yang teramati pada lampu UV yaitu ungu

dengan nilai Rf yaitu 0,56 dan untuk fraksi etil asetat (4:1:5) warna yang teramati

pada lampu UV yaitu ungu dengan nilai Rf yaitu 0,71. Nilai Rf yang dihasilkan

dari masing–masing eluen dikatakan baik, apabila nilai Rfnya berkisar antara 0.2–

0.8. Perbedaan nilai Rf dari masing– masing fraksi karena perbedaan struktur dan

distribusi senyawa terhadap fase gerak dan fase diam. Jika Rf yang dihasilkan

memiliki nilai yang tinggi maka hal tersebut menunjukkan bahwa senyawa

memiliki kepolaran yang lebih rendah begitu juga sebaliknya. Hal ini dikarenakan

fase diam bersifat polar dan senyawa yang bersifat polar akan tertahan kuat pada

fase diam sehingga menghasilkan nilai Rf yang rendah.

4.6 Pemisahan Komponen Senyawa Dengan Kromatografi Lapis Tipis

Preparatif (KLTP)

Kromatografi lapis tipis preparatif merupakan suatu metode

pemisahan senyawa dalam jumlah yang besar. Hasil pemisahan dengan KLT

preparatif hampir sama dengan KLT analitik hanya berbeda pada jumlah ekstrak

yang ditotolkan pada plat dan ukuran plat KLT yang digunakan. Eluen terbaik

hasil pemisahan dengan kromatografi lapis tipis (KLT) digunakan untuk

pemisahan senyawa menggunakan kromatografi lapis tipis preparatif (KLTP).

Proses KLTP bertujuan untuk mendapatkan isolat yang lebih banyak. Eluen

terbaik yang digunakan untuk uji KLTP yaitu eluen BAA (4 : 1: 5) untuk ekstrak

etanol batang kayu gaharu, fraksi air etanol dan fraksi etil asetat, dijenuhkan

dalam chamber berukuran besar dengan meletakkan kertas saring sampai eluen

naik membasahi seluruh permukaan kertas saring.

96
Plat KLTP yang digunakan pada aplikasi KLTP adalah plat KLT yang

berukuran 20 x 20 cm. Batas bawah plat diberi jarak 2 cm dan batas atas plat 1,5

cm. Sampel ditotolkan sepanjang plat dengan jarak 2 cm dari tepi bawah plat. Plat

KLTP yang telah ditotol dikeringkan sebelum plat dimasukkan ke dalam chamber

yang telah jenuh dengan eluen. Plat kemudian dielusi dengan eluen terbaik hasil

pemisahan dari KLT yaitu eluen BAA dengan perbandingan 40:10:50. Proses

elusi ini memakan waktu yang lama. Hal ini merupakan salah satu kelemahan dari

plat silika gel. Setelah proses elusi selesai yang ditandai dengan eluen yang

mencapai batas atas, plat dikeluarkan dari chamber dan diangin–anginkan hingga

kering. Noda yang terbentuk pada plat, diamati dibawah lampu UV dengan

panjang gelombang 366 nm.

Data hasil pemisahan komponen senyawa dengan KLTP disajikan pada Tabel 4.7

Tabel 4.7 Hasil Pemisahan Kromatografi Lapis Tipis Preparatif

Analisis
No
Eluen Jumlah Bentuk
. Warna Spot Rf
Spot Spot

1. BAA (4:1:5)
1 Pita Ungu 0.78
Ekstrak Etanol

2. BAA (4:1:5)
1 Pita Ungu 0,81
Fraksi Air Etanol

2. BAA (4:1:5)
1 Pita Ungu 0.43
Fraksi Etil Asetat

97
Berdasarkan tabel tersebut diperoleh 3 noda berwarna ungu dengan nilai

Rf masing-masing dapat dilihat pada tabel 4.8. Adanya perbedaan nilai Rf

dimungkinkan karena perlakuan pada KLT analitik dan KLT preparatif tidak

dilakukan di hari yang sama menyebabkan isolat yang digunakan tidak homogen.

Untuk mendapatkan senyawa yang berhasil dipisahkan, noda yang ada dikerok.

Noda fraksi etil asetat dilarutkan dalam pelarut etil asetat dan noda ekstrak etanol

dan fraksi air etanol dilarutkan dalam pelarut etanol masing–masing sebanyak 10

mL. Hasil kerokan kemudian disaring untuk memisahkan larutan silika gel

sehingga diperoleh hasil saringan berupa isolat murni. Isolat yang diperoleh

dianalisis selanjutnya menggunakan spektrofotometer UV–Vis.

4.7 Identifikasi Senyawa Dengan Menggunakan UV-Vis

Spektrofotometer UV-Vis adalah teknik analisis spektroskopik yang

memakai sumber radiasi elektromagnetik ultraviolet (190-380 nm) dan sinar

tampak (370-780 nm) dengan menggunakan spektrofotometer (Susanti), 2010).

Prinsipnya adalah mengukur kuantitas cahaya yang diabsorbsi oleh molekul-

molekul di dalam larutan. Spektrofotometer UV–Vis digunakan untuk

menentukan secara deskriptif senyawa yang didapat dari hasil pemisahan senyawa

dengan kromatografi lapis tipis preparatif (KLTP). Untuk memperkuat dugaan

hasil dari KLTP dilakukan identifikasi senyawa menggunakan spektrofotmeter

UV–Vis. Tujuan utama analisis ini yaitu untuk menentukan secara pasti senyawa

yang terkandung pada isolat hasil isolasi KLTP. Analisis UV-VIS ini diukur pada

panjang gelombang 200-800 nm.

Hasil spektra identifikasi dengan spektrofotometer UV–Vis untuk isolat

fraksi etil asetat ditunjukkan pada Gambar 4.12

98
Gambar 4.12 Spektrum UV isolat fraksi etil asetat

Hasil spektra identifikasi dengan spektrofotometer UV–Vis untuk isolat

fraksi air etanol ditunjukkan pada Gambar 4.13

Gambar 4.13 Spektrum UV isolat fraksi air etanol

Hasil spektra identifikasi dengan spektrofotometer UV–Vis untuk isolat

ekstrak etanol batang kayu gaharu ditunjukkan pada Gambar 4.14

99
Gambar 4.14 Spektrum UV isolat ekstrak etanol

Berdasarkan data hasil spektra UV-VIS di atas, isolat fraksi etil asetat

memiliki serapan maksimum pada panjang gelombang 242 nm dengan absorbansi

9.999. Untuk isolat fraksi air etanol memiliki serapan maksimum pada panjang

206 nm dengan absorbansi 1.943. Sedangkan untuk isolat ekstrak etanol memiliki

panjang gelombang 229 nm dengan absorbansi 0.354. Sesuai dengan uji fitokimia

secara kualitatif, ketiga isolat mengandung senyawa terpenoid.

4.8 Uji Aktivitas Antibakteri

Uji aktivitas antibakteri adalah teknik pengujian untuk mengukur seberapa

besar potensi atau konsentrasi suatu senyawa dalam memberikan efek bagi

mikroorganisme (Dart, 1996). Metode yang sering digunakan untuk mengetahui

aktivitas antibakteri dari senyawa metabolit sekunder adalah metode difusi agar.

Metode ini adalah metode yang paling umum digunakan selain karena mudah dan

murah, hasil yang diperoleh juga cukup teliti.

Dalam penelitian ini, bakteri uji yang digunakan adalah bakteri

Enterococus faecalis yang termasuk dalam kelompok bakteri Gram-positif dan

Escherichia coli yang termasuk dalam kelompok bakteri Gram-negatif. Sebelum

penelitian dilakukan, terlebih dahulu bakteri diremajakan selama 24 jam di dalam

inkubator. Kemudian, terlebih dahulu dibuatkan medium Nutrient Agar dan

medium Muller Hington Agar. Medium Nutrient Agar berfungsi sebagai pakan

dari bakteri Enterococus faecalis dan Escherichia coli. Pembuatan medium

Nutrient Agar dilakukan dengan melarutkan 20 gram serbuk Nutrient Agar ke

dalam 250 mL air panas sampai berbentuk agak kental. Sedangkan medium

Muller Hington Agar berfungsi sebagai medium dasar yang merupakan tempat

100
tumbuh bakteri, memperbanyak jumlah, menguji fisiologi dan perhitungan jumlah

bakteri. Pembuatan medium Muller Hington Agar dilakukan dengan melarutkan

20 gram serbuk Muller Hington Agar ke dalam 500 mL air lalu dipanaskan

sampai berbentuk kristal. Setelah proses pembuatan medium, langkah selanjutnya

adalah pensterilan pecandang yang digunakan. Pecandang ini disterilkan

menggunakan autoklaf agar terbebas dari bakteri pengganggu. Proses ini

dilakukan selama ± 1 jam pada suhu 105oC.

Selanjutnya, diambil 10 ml medium Mueller Hington Agar dan

dimasukkan ke dalam cawan petridish steril dan dibiarkan membeku sebagai

lapisan dasar yang kemudian akan ditempatkan kertas cakaram yang berfungsi

sebagai tempat dimasukkan beberapa variasi konsentrasi ekstrak etanol batang

kayu gaharu dan larutan pembanding. Setelah medium ini memadat, dimasukkan

5 ml medium Mueller Hington Agar yang telah dicampur dengan bakteri

Enterococus faecalis. Dilakukan juga perlakuan yang sama untuk bakteri

Escherichia coli.

Hasil ekstraksi etanol, fraksi etil asetat dan fraksi air etanol batang kayu

gaharu yang telah dipekatkan dibuat dalam beberapa variasi konsentrasi

menggunakan prinsip pengenceran bertingkat. Proses pengenceran dilakukan

dengan menggunakan aquades dengan variasi konsentrasi 200 ppm, 300 ppm,

400 ppm dan 500 ppm. Hal ini dilakukan untuk mengetahui konsentrasi paling

aktif dalam menghambat pertumbuhan bakteri dengan zona hambat paling besar.

Pengenceran dalam penelitian ini menggunakan aquades yang bersifat netral

bertujuan agar pelarut seperti etanol, metanol, etil asetat dan n-heksan tidak

berpengaruh pada uji aktivitas antibakteri. Dalam pengujian antibakteri, juga

101
digunakan larutam kontrol positif yaitu amoxicillin dan kontrol negatif berupa

aquades. Selanjutnya, masing-masing variasi konsentrasi ekstrak etanol, fraksi etil

asetat dan fraksi air etanol batang kayu gaharu dan larutan pembanding

dimasukkan ke dalam pecandang yang telah disediakan. Pengujian dilakukan

dengan tiga kali pengulangan untuk masing-masing bakteri. Salah satu hasil uji

aktivitas antibakteri dari ekstrak etanol, fraksi etil asetat dan fraksi air etanol

batang kayu gaharu untuk bakteri Enterococus faecalis dan Escherichia coli dapat

dilihat pada Gambar 4.15.

Hasil yang diperoleh pada Gambar 4.15 menunjukkan aktivitas antibakteri

terhadap kedua bakteri uji, aquades sebagai kontrol negatif dan amoxicillin

sebagai kontrol positif. Natheer (2012) menyebutkan bahwa kontrol negatif adalah

pelarut yang digunakan sebagai pengencer ekstrak. Kontrol negatif berfungsi

untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh pelarut terhadap pertumbuhan bakeri

Enterococus faecalis dan Escherichia coli, sehingga dapat diketahui bahwa yang

mempunyai aktivitas antibakteri adalah zat uji bukan pelarut. Selain itu,

digunakan antibiotik sintetik amoxicillin sebagai kontrol positif yang merupakan

antibiotik dalam golongan penisilin dengan aktivitas antibakteri yang berspektrum

luas, baik untuk bakteri Gram positif maupun bakteri Gram negatif. Mekanisme

kerjanya dengan menggunakan zat aktif dalam amoxicillin yaitu beta laktam yang

mencegah sintesis dinding sel bakteri dengan menghambat enzim DD-

transpeptidase bakteri sehingga mengakibatkan bakteri tidak dapat berkembang

biak (Yandrista, 2019).

Zona bening yang terbentuk dari hasil pengujian mengindikasikan adanya

hambatan terhadap bakteri oleh antibiotik pada permukaan medium agar.

102
Kerusakan pada bakteri yang disebabkan oleh senyawa antibakteri dibagi menjadi

dua yang bersifat membunuh bakteri (bakteriosidal) dan menghambat bakteri

(bakteriostatik). Senyawa antibakteri yang bersifat bakteriosidal dapat

menyebabkan kerusakan permanen dan tidak dapat pulih kembali dengan merusak

satu persatu bakteri yang menginfeksi dengan cara menghancurkan dinding sel

bakteri sehingga bakteri tersebut mati. Sedangkan senyawa antibakteri yang

bersifat bakteriostatik bekerja dengan cara menekan perkembangan serta

pertumbuhan bakteri sehingga hanya dapat menyebabkan kerusakan sementara

dimana bakteri dapat tumbuh kembali dengan kemampuan pemulihan yang

bergantung pada efektifitas senyawa antibakteri yang terkandung. Berdasarkan

warna zona hambat yang dihasilkan pada penelitian, terlihat bahwa terbentuk

daerah dengan warna bening. Daerah dengan zona hambat berwarna bening

menunjukkan bahwa bakteri yang ada pada zona tersebut terbunuh. Menurut

Loasana (2015), daerah dengan zona hambat berwarna buram menunjukkan

bakteri yang ada pada zona tersebut hanya terhambat sehingga ada kemungkinan

untuk tumbuh kembali.

Dari hasil uji antibakteri ekstrak etanol, fraksi etil asetat dan fraksi air

etanol batang kayu gaharu yang dilakukan sebanyak tiga kali pengulangan untuk

masing-masing bakteri didapatkan rata-rata zona hambat yang terbesar sampai

yang terkecil dari larutan ekstrak 200 ppm, 300 ppm, 400 ppm dan 500 ppm

Hasil ini dapat dilihat pada Tabel 4.8 dan 4.9.

Tabel 4.8. Diameter zona hambat larutan uji terhadap bakteri Enterococus

faecalis

Pengulanga Diameter Zona Hambat (mm)


n K+ K- Ekstrak Etanol Batang Kayu Gaharu

103
200 ppm 300 ppm 400 ppm 500 ppm

1 16.07 0 11.09 12.06 13.03 14.04

2 16.07 0 11.01 12.06 13.07 14.08

3 16.03 0 11.09 12.06 13.03 14.01

Rata-Rata 16.05 0 11.06 12.06 13.04 14.04

Diameter Zona Hambat (mm)


Pengulangan Fraksi Air : Etanol Batang Kayu Gaharu
K+ K-
200 ppm 300 ppm 400 ppm 500 ppm
19.0
1 6 0 12.02 13.07 14.08 15.02
19.0
2 3 0 12.06 13.07 14.04 15.06
19.0
3 3 0 12.02 13.03 14.08 15.02
19.0
Rata-Rata 4 0 12.03 13.05 14.06 15.03

Diameter Zona Hambat (mm)


Pengulangan K Fraksi Etil Asetat Batang Kayu Gaharu
K+
- 200 ppm 300 ppm 400 ppm 500 ppm
1 17.08 0 11.05 12.06 13.03 14.01
2 17.00 0 11.01 12.02 13.00 14.04
3 17.04 0 11.05 12.06 13.07 14.08
Rata-Rata 17.04 0 11.03 12.04 13.03 14.04

Tabel 4.9. Diameter zona hambat larutan uji terhadap bakteri Escherichia coli

Diameter Zona Hambat (mm)


Pengulangan K Ekstrak Etanol Batang Kayu Gaharu
K+
- 200 ppm 300 ppm 400 ppm 500 ppm

104
1 16.07 0 11.09 12.06 13.07 14.08
2 16.03 0 11.01 12.02 13.00 14.08
3 16.07 0 11.05 12.06 13.00 14.04
Rata-Rata 16.05 0 11.05 12.04 13.02 14.06

Diameter Zona Hambat (mm)


Pengulangan K Fraksi Air : Etanol Batang Kayu Gaharu
K+
- 200 ppm 300 ppm 400 ppm 500 ppm
1 17.04 0 11.01 13.07 14.08 15.02
2 17.04 0 11.09 13.00 14.08 15.06
3 17.08 0 11.01 13.03 14.04 15.02
Rata-Rata 17.05 0 11.03 13.03 14.06 15.03

Diameter Zona Hambat (mm)


Pengulangan K Fraksi Etil Asetat Batang Kayu Gaharu
K+
- 200 ppm 300 ppm 400 ppm 500 ppm
1 17.04 0 12.06 13.03 14.04 15.02
2 17.04 0 12.02 13.07 14.01 15.02
3 17.04 0 12.06 13.00 14.08 15.06
Rata-Rata 16.43 0 12.04 13.03 14.04 15.03

Dari Tabel 4.8 dan 4.9 dapat dilihat bahwa ekstrak etanol, fraksi air etanol

dan fraksi etil asetat batang kayu gaharu memiliki daya hambat terhadap

pertumbuhan bakteri Enterococus faecalis dan Escherichia coli. Hal ini

ditunjukkan dengan nilai diameter zona hambat pada setiap perlakuan lebih besar

dibandingkan dengan diameter zona hambat dari kontrol negatif dan nilai rata-rata

diameter zona hambat yang berbeda pada tiap konsentrasi perlakuan dimana

peningkatan konsentrasi ini menunjukan adanya peningkatan diameter zona

hambat. Potensi antimikroba suatu bahan uji dapat dikelompokkan menjadi

beberapa kelompok berdasarkan ukuran zona hambat yang terbentuk.

Menurut Ruga (2012), bila diameter daerah hambat 5 mm atau kurang

maka aktivitas penghambatnya dikategorikan lemah, 6-10 mm dikategorikan

105
sedang, 11-20 mm dikategorikan kuat dan 21 mm atau lebih dikategorikan sangat

kuat. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa ekstrak etanol, fraksi air etanol dan

fraksi etil asetat memberikan aktivitas penghambatan yang paling besar karena

diameter hambatannya mempunyai nilai lebih besar dari 10 mm. Aktivitas

penghambatan yang paling besar terdapat pada konsentrasi 500 ppm. Hal ini dapat

dilihat pada tabel 4.8 dan 4.9 dimana pada konsentrasi 500 ppm larutan uji

terhadap Enterococus faecalis untuk ekstrak etanol rata-ratanya 14.04 mm, fraksi

air etanol 15.03 mm dan fraksi etil asetat 14.04 mm sedangkan larutan uji

terhadap bakteri Escherichia coli untuk ekstrak etanol rata-ratanya 14.06 mm,

fraksi air etanol 15.03 mm dan fraksi etil asetat 15.03 mm.

Perbedaan besar zona hambat dari tiap konsentrasi terjadi karena

efektivitas suatu zat antibakteri dipengaruhi oleh konsentrasi tersebut. Semakin

meningkat suatu konsentrasi maka akan menyebabkan semakin meningkatnya

senyawa aktif yang berfungsi sebagai antibakteri, sehingga kemampuan dalam

membunuh suatu bakteri juga semakin besar. Kemampuan dari masing-masing

variasi konsentrasi ekstrak etanol batang kayu gaharu sebagai antibakteri

didukung oleh kandungan zat aktif yang terkandung didalamya. Dari hasil

penelitian ini, pada uji fitokimia ekstrak etanol, fraksi etil asetat dan fraksi air

etanol batang kayu gaharu mengandung senyawa metabolit sekunder terpenoid,

alkaloid dan saponin. Hal ini menunjukkan bahwa senyawa terpenoid, alkaloid

dan saponin merupakan senyawa yang berperan aktif dalam proses penghambatan

pertumbuhan bakteri Enterococus faecalis dan Escherichia coli.

Senyawa-senyawa bioaktif yang terkandung dalam ekstrak etanol, fraksi

etil asetat dan fraksi air etanol batang kayu gaharu yang berperan saling

106
menguatkan dalam menghambat pertumbuhan bakteri Gram positif yang struktur

dinding selnya lebih sederhana yang terdiri dari beberapa lapisan peptiloglikan

(60-100%) yang bersifat polar membentuk struktur yang tebal, kaku dan sedikit

lipit(1-4%) serta mengandung substansi dinding sel yang disebut asam teikoat

yang merupakan polimer larut dalam air dan bersifat polar untuk dimasuki oleh

senyawa bioaktif dan memiliki fungsi fisiologis sebagai pengatur dan penjaga

bentuk bakteri, dengan mengontrol enzim-enzim yang mensintesis peptiloglikan

serta protein-protein yang menyatukan komponen-komponen penyusun dinding

sel bakteri Gram positif (Jawetz dkk, 2007). Sebaliknya bakteri Gram negatif

lebih sensitif terhadap senyawa antimikroba yang bersifat non polar. Kesensitifan

bakteri terhadap senyawa antimikroba yang bersifat non polar disebabkan

komponen penyusun dinding sel bakteri Gram negatif adalah lipid (11-22%) dan

peptiloglikan (10%) yang salah satu penyusunnya adalah asam amino alanin yang

bersifat hidrofobik atau non polar, yang menyebabkan dinding sel bakteri Gram

negatif menjadi lebih mudah dilewati atau diserang oleh senyawa antimikroba

yang bersifat non polar. Sehingga dapat disimpulkan bahwa bakteri Gram positif

mengalami proses denaturasi sel terlebih dahulu dibandingkan dengan bakteri

Gram negatif. Mekanisme penghambatan pertumbuhan antibakteri oleh golongan

senyawa terpenoid, alkaloid dan saponin memiliki aktivitas yang berbeda.

Mekanisme kerja terpenoid sebagai antibakteri yaitu dengan cara

menurunkan tegangan permukaan dinding sel bakteri dan merusak permeabilitas

membran. Rusaknya membran sel ini akan menganggu kelangsungan hidup

bakteri (Rijayanti 2014).

107
Mekanisme kerja alkaloid sebagai antibakteri yaitu dengan cara

menganggu komponen penyusun peptidoglikan pada sel bakteri, sehingga lapisan

dinding sel tidak terbentuk secara utuh dan menyebabkan kematian pada sel

tersebut (Rijayanti, 2014). Dalam tanaman alkaloid berfungsi sebagai racun untuk

melindungi tanaman dari serangan dan binatang pemakan serangga, faktor

pertumbuhan tanaman dan sebagai zat cadangan makanan untuk memenuhi

kebutuhan nitrogen atau unsur yang lain yang dibutuhkan.

Mekanisme kerja saponin sebagai antibakteri yaitu dapat menyebabkan

kebocoran protein dan enzim dari dalam sel. Saponin dapat menjadi antibakteri

karena zat aktif permukaannya mirip detergen, akibatnya saponin akan

menurunkan tegangan permukaan dinding sel bakteri dan merusak permeabilitas

membran. Rusaknya membran sel ini sangat mengganggu kelangsungan hidup

bakteri. Saponin berdifusi melalui membran luar dan dinding sel yang rentan

kemudian mengikat membran sitoplasma sehingga mengganggu dan mengurangi

kestabilan membran sel. Hal ini menyebabkan sitoplasma bocor dan keluar dari

sel sehingga mengakibatkan kematian sel. Agen antimikroba yang menggangu

membran sitoplasma ini bersifat bakterisida (Robinson, 1995).

Dari ketiga senyawa metabolit sekunder yang dihasilkan, yang paling

berpengaruh pada aktivitas bakteri adalah terpenoid. Hal ini dikarenakan senyawa

terpenoid mudah larut dalam lipid yang mengakibatkan senyawa ini lebih mudah

menembus dinding sel bakteri Gram posotif daripada dinding sel bakteri Gram

negatif (Schlegel, 1994). Selain itu, senyawa terpenoid yang terkandung dalam

ekstrak etanol dan fraksi air etanol terdeteksi kuat atau mampu menghambat

108
pertumbuhan bakteri Enterococus faecalis dan Escherichia coli. Sehingga

menghasilkan zona hambat yang tergolong dalam potensi kuat.

Ekstrak etanol, fraksi etil astat dan fraksi air etanol batang kayu gaharu

dikatakan memiliki spektrum luas karena dapat menghambat pertumbuhan bakteri

uji. Konsentrasi dengan aktivitas antibakteri paling besar terhadap bakteri uji yaitu

pada konsentrasi 500 ppm dengan besar diameter rata-rata penghambatan dapat

dilihat pada Tabel 4.8 dan Tabel 4.9. Dari data diameter zona hambat serta

analisis menggunakan SPSS dapat dilihat perbedaan zona hambat dari ekstrak

etanol, fraksi etil asetat dan fraksi air etanol.

Pada bakteri Enterococus faecalis diperoleh hasil yang dilihat dari Fhitung

nilai zona hambat untuk ekstrak etanol batang kayu gaharu sebesar 130,800, untuk

fraksi etil asetat 120,400, dan fraksi air etanol sebesar 307,600, jika nilai dari

ketiga Fhitung dibandingkan dengan nilai Ftabel yaitu 3,11, maka Fhitung yang lebih

besar Ftabel. Dari hasil tersebut maka dapat dikatakan bahwa terdapat perbedaan

zona hambat antara ekstrak etanol, fraksi etil asetat dan fraksi air etanol. Dari nilai

Fhitung yang diperoleh maka nilai zona hambat yang paling besar terdapat pada

fraksi air etanol. Sedangkan untuk bakteri Escherichia coli nilai zona hambat

untuk ekstrak etanol batang kayu gaharu sebesar 122,500, untuk fraksi etil asetat

187,200, dan fraksi air etanol sebesar 133,700, jika nilai dari ketiga Fhitung

dibandingkan dengan nilai Ftabel yaitu 3,11, maka Fhitung lebih besar dari Ftabel. Dari

hasil tersebut maka dapat dikatakan bahwa terdapat perbedaan zona hambat antara

ekstrak etanol, fraksi etil asetat dan fraksi air etanol. Dari nilai F hitung yang

diperoleh maka nilai zona hambat yang paling besar terdapat pada fraksi air etil

asetat.

109
Selanjutnya untuk melihat pengaruh konsentrasi yang ditimbulkan

terhadap daya hambat yang dihasilkan, maka dilakukan uji hipotesis

menggunakan analisis varian satu jalur, yang datanya terlampir. Kriteria pengujian

hipotesisnya apabila harga Fhitung lebih kecil atau sama dengan harga Ftabel (Fh ≤ Ft)

maka H0 diterima. Untuk distribusi F yang digunakan diambil dari dk pembilang =

m-1=6-1=5 dan dk penyebut = N-m=18-6=15 dan taraf nyata (α)=0,05, diperoleh

nilai Ftabel = 3.11. karena berdasarkan nilai Fhitung bakteri Enterococus faecalis dan

Escherichia coli diperoleh Fhitung ˃ Ftabel, maka H0 ditolak dan H1 diterima. Hal ini

menunjukan bahwa hipotesis penelitian ini diterima yakni terdapat perbedaan

yang signifikan pada bakteri Enterococus faecalis dan Escherichia coli antara

konsentrasi ekstrak etanol, fraksi etil asetat dan fraksi air etanol batang kayu

gaharu terhadap zona hambat pertumbuhan bakteri. Karena ada perbedaan yang

signifikan maka dilakukan uji lanjut menggunakan uji Tukey (Uji Beda Nyata

Jujur) untuk mengetahui kelompok konsentrasi mana yang paling baik atau

memiliki pengaruh paling besar dalam menghambat aktivitas bakteri Enterococus

faecalis dan Escherichia coli. Hasil uji Tukey menunjukkan bahwa pada

konsentrasi 500 ppm terlihat jelas berbeda nyata dengan konsentrasi 200 ppm. Hal

ini dikarenakan ekstrak etanol, fraksi etil asetat dan fraksi air etanol batang kayu

gaharu dengan konsentrasi 500 ppm memiliki aktivitas antibakteri yang terbaik.

Dimana ekstrak etanol, fraksi etil asetat dan fraksi air etanol batang kayu gaharu

dengan konsentrasi 500 ppm memiliki kemampuan menghambat bakteri yang

tidak terlalu jauh berbeda dengan konsentrasi 400 ppm. Selain itu, hal ini juga

didukung dengan rata-rata besaran zona hambat dari ekstrak etanol, fraksi air

etanol dan fraksi etil asetat batang kayu gaharu dengan konsentrasi 500 ppm dan

110
400 ppm lebih besar dari konsentrasi 300 ppm, dan 200 ppm serta didukung oleh

kandungan zat aktif yang terkandung didalamnya yaitu senyawa terpenoid yang

paling berperan aktif dalam menghambat pertumbuhan bakteri. Dengan demikian

aktivitas antibakteri dari ekstrak etanol, fraksi etil asetat dan fraksi air etanol

batang kayu gaharu terhadap bakteri Enterococus faecalis dan Escherichia coli

dapat dibuktikan.

BAB V

PENUTUP

111
5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Golongan senyawa bioaktif yang terdapat pada ekstrak etanol, fraksi etil asetat

dan fraksi air etanol batang kayu gaharu (Gyrinops versteegii) adalah senyawa

terpenoid, alkaloid dan saponin. Dimana ketiga senyawa ini dapat digunakan

sebagai senyawa bioaktif antimikroba, antikanker dan antimalaria.

2. Ekstrak etanol, fraksi etil asetat dan fraksi air etanol batang kayu gaharu

(Gyrinops versteegii) terbukti memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri

Enterococus faecalis dan Escherichia coli. Hal ini ditunjukkan dengan

terbentuknya zona hambat yang tergolong dalam potensi kuat pada konsentrasi

500 ppm yang dapat dilihat dari nilai rata-rata besaran zona hambat ekstrak

etanol, fraksi etil asetat dan fraksi air etanol. Besaran zona hambat untuk

bakteri Enterococus faecalis pada ekstrak etanol 14.04 mm, fraksi air etanol

15.03 mm dan fraksi etil asetat 14.4 mm sedangkan besaran zona hambat

bakteri Escherichia coli pada ekstrak etanol 14.06 mm, fraksi air-etanol 15.03

mm dan fraksi etil asetat 15.03 mm.

5.2 Saran

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, maka penulis menyarankan agar:

112
1. Perlu dilakukan penelitian KLT menggunakan adsorben lain seperti selulosa

dan perlu dilakukan penelitian dengan menggunakan eluen selain n-butanol-

asam asetat glasial-air (BAA) sehingga isolat yang diperoleh dapat maksimal.

2. Hasil penelitian ini direkomendasikan untuk pembuatan antibiotik ekstrak

etanol batang kayu gaharu dalam mengobati penyakit yang disebabkan oleh

bakteri.

DAFTAR PUSTAKA

113
Achmad, A.S. 1986. Kimia Organik Bahan Alam. Universitas Terbuka Kameka,
Jakarta.
Anonim, 2009. Klasifikasi Senyawa Flavonoida (http://blogkita.info/ my-kampuz/
my kuliah/fitokimia/flavonoid, diakses pada 6 Mei 2019).
Anonim, 2010. Steroid (http:/id.wikipedia.org/wiki/steroid, diakses pada 6 Mei
2019).
Anwar Chairil, 1989. Kromatografi Manual Laboratorium. ITB, Bandung.
Badan Litbang Kehutanan. 2006. Teknologi Budidaya, Pemanfaatan dan
Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Hasil Hutan. Bogor.
Brooks, GF., Carroll KC, Butel JS, Morse, and all. 2013. Mikrobiologi
Kedokteran Jawetz, Melnick & Adelberg. Ed.25. Penerbit Buku
Kedokteran EGC: Jakarta.
CITES. 2003. Review of significant trade Aquilaruia malaccensis (http/ www.
cites.org/eng/cttee/pe/14/ E.PC 14.09.02.02.Az.pdf diakses pada 6 Mei
2019).
Citra, B. 2009. Kajian Pertumbuhan Eksplan Pucuk Gaharu (Gyrinops versteegii
(gilg) domke) melalui teknik ex vitro. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Dart, R.K. 1996. Microbilogy Of The Analytical Chemist, The Royal Society Og
Chemistry. London.
Departemen Kehutanan 2003. Budidaya Gaharu. Jakarta (ID): Badan Penelitian
dan Pengembangan Kehutanan.
Depkes RI. 2013. Sistematika pedoman pengendalian penyakit demam tifoid.
Jakarta: Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit & Penyehatan
Lingkungan.
Dwidjosoeputro, 1989. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Djambata.
Feng J, Yang X-W, and Wang F-R, 2011, Bio-assay guided isolation and
identification of α-glucosidase inhibitors from the leaves of Aquilaria
sinensis, Phytochemistry, Vol 72 (2–3), 242-247.
Gupte Satish, 1990. Mikrobiologi Dasar. Binarupa Aksara, Jakarta.
Harborne,J.B. 1987. Metode Fitokimia, Penuntun Cara Modern Menganalisa
Tumbuhan. Bandung :InstitutTeknologi Bandung.

114
Helmiyati, A.F., dan Nurrahman. 2010. Pengaruh konsentrasi Tawas Terhadap
Pertumbuhan Bakteri Gram postif dan Gram negatif. Jurnal Pangan dan
Gizi.1 (1),1-6
Hendayana Sumar, 2007. Kimia Pemisahan. Rosda, Jakarta.
Https://fredikurniawan.com/klasifikasi-dan-morfologi-pohon-gaharu.html
(diakses pada tanggal 19 Agustus 2019)
Https:// ventyshi.wordpress.com/klasifikasi-Salmonella-typhi. Html
(diakses pada tanggal 19 Agustus 2019)
Huang, R-Z., Lin, K-Y., and Fang, Y-J., 2009, Review Biological and
Pharmacological Activities of Squalene and Related Compounds:
Potential Uses in Cosmetic, Molecules, 14, 540-554.  Jurnal Kimia
Jurusan Kimia FMIPA Universitas Tanjungpura.

Janshen, Ryan Yudha.2017. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Gaharu


(Aquilaria malaccensis Lamk.) Terhadap Pseudomonas aeruginosa Dan
Staphylococcus aureus.Jurnal Kimia Fakultas Teknobiologi Universitas
Atma Jaya Yogyakarta
Jawetz, E., Melnick, G. E., Adlberg, C. A., Brooks, G. F., Butel, J. S., dan
Ornston, L. N. 1995. Mikrobiologi Kedokteran Edisi ke-20. Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta. Halaman 211-215.
Khalil, A. S., Rahim, A. A., Taha, K. K., dan Abdallah, K. B. 2013.
Characterization of Methanolic Extracts of Agarwood Leaves. Journal of
Applied and Industrial Sciences 1 (3) : 78-88.
Lenny, S. 2006. Isolasi dan Uji Bioaktifitas Kandungan Kimia Pudding Merah
dengan Metode Uji Brine Shrimp,.muntingia calabura leaves:the role of o
pioid receptors. Med Princ Pracyt . Sumatera Utara:USU repository.
Lestarani, Dewi. 2011. Pemanfaatan Dan Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol
Kulit Batang Tumbuhan Kusambi (Schleichera olesa) Sebagai Pengawet
Alami Nira Lontar Di Kelurahan Penfui Kota Kupang. Skripsi. Program
Studi Pendidikan Kimia Jurusan Mipa Fakultas Keguruan Dan Ilmu
Pendidikan. Universitas Nusa Cendana, Kupang
Loasana, Agustini, Kristin, Elsa. 2015. Isolasi dan Uji Aktivitas Antibakteri
Senyawa Metabolit Sekunder Ekstrak Metanol Daun Gaharu (Gyrinops

115
versteegii). Skripsi. Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan MIPA
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.Universitas Nusa Cendana,
Kupang.
Manito, P. 1991. Biosintesis Produk Alami. IKIP Semarang Press, Semarang.
Markham,K,R. 1998. Cara Mengidentifikasi Saponin , ITB, Bandung.
Marshyidi, A. 1990. Analisis Metabolit Sekunder. Pusat Antar Universitas
Bioteknologi Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.
Mega, I M., dan D. A. Swastini. 2010. Screening Fitokimia dan Aktivitas
Antiradikal Bebas Ekstrak Metanol Daun Gaharu (Gyrinops versteegii).
Jurnal Kimia. 4(2): hal. 187-192.
Natheer,S. E., dkk. 2012. Evalution Of Antibacterial Activity Of Morinda Cirfolia,
Vitex trifolia and Chromalaena Odora. Afrikan journal of Pharmacy and
Phamatology. Vol 6(11), pp 783-788.
Natun, Yefta. 2011. Pemisahan Komponen Senyawa Kimia Ekstrak Etanol Kulit
Batang Tumbuhan Ketapang (Terminalia catappa L) Menggunakan
Metode Kromatografi Lapis Tipis. Skripsi. Program Studi Pendidikan
Kimia Jurusan MIPA Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.Universitas
Nusa Cendana, Kupang.
Nau, D, Rosalinda, Anjelina. 2015. Isolasi Senyawa Metabolit Sekunder Dan Uji
Toksisitas Ekstrak Metanol Daun Gaharu (Gyrinops versteegii) Skripsi.
Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan MIPA Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan.Universitas Nusa Cendana, Kupang.
Ni Wayan,O.A.C.Dewi. 2009. Perbandingan Komposisi Kimia Cashew Nut Shell
Liquid (CNSL) yang Dihasilkan Melalui Metode Maserasi dan Melalui
Soxhletasi dengan Pelarut Etanol. Skripsi. Program Studi Pendidikan
Kimia Jurusan MIPA Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.Universitas
Nusa Cendana, Kupang.
Novansia, Maria. 2015. Identifikasi dan Karakterisasi Senyawa Metabolit
Sekunder Ekstrak Metanol Daun Gaharu (Gyripnopsversteegii).Skripsi.
Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan MIPA Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan Universitas Nusa Cendana, Kupang.

116
Numba, P. P. F. 2015. Isolasi ,Identifikasi dan Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak
Kulit Batang Kelor (Moringaoleifera Linn) Menggunakan Metode DPPH
(1.1–difenil–2-pikrilhidrazil). Skripsi. Program Studi Pendidikan Kimia
Jurusan MIPA Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Nusa
Cendana, Kupang.
Nuriyah, Binti. 2016. Skrining Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol 70% Dari
Beberapa Daun Tanaman Di Indonesia Terhadap Bakteri Salmonella
Typhi Serta Bioautografinya. Skripsi. Program Studi Farmasi Fakultas
Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta
Pelczar, M. J. dan E. C. S. Chan. 2008. Dasar-dasar Mikrobiologi Jilid 1.
Jakarta:UI Press.
Pui et. al. 2011. Salmonella: A foodborne pathogen. International food research
journal.
Rijayanti, R. P. 2014. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Mangga
Bacang (Mangifera foetida L.) terhadap Staphylococcus aureus secara In
Vitro. Naskah Publikasi. Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura,
Pontianak.
Robinson,T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. ITB: Bandung.
Santoso, E dan Y. Sumarna 2006. Budidaya dan Rekayasa Produksi Gaharu
pada Jenis Pohon Penghasil Gaharu. Bogor: Pulitbang Hutan Konservasi
Alam.Jurnal penelitian Balai Penelitian Kehutanan Makassar, Jl. Perintis
Kemerdekaan Km.16 Makassar.
Schlegel, H. G. 1994. Mikrobiologi Umum. Gadjah Mada University Press.
Soedarmo SSP, Garna H & Hadinegoro SR. 2015. Buku ajar ilmu kesehatan
anak : infeksi dan penyakit tropis. Jakarta : IDAI.
Sumarna, Y. 2007. Budidaya Gaharu. Seri Agribisnis. Jakarta. Penebar Swadaya.
Sumarna Y. 2009. Gaharu Budidaya dan Rekayasa Produksi. Bogor (ID):
Penebar Swadaya. Jurnal penelitian Sekolah Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor Bogor 2018.
Syarurahman, dkk.2010. Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta: Binarupa
Akasara Publishers.

117
Tael, E., 2013. Uji Toksisitas Ekstrak Kasar Etanol Dan Petroleum Benzen Kulit
Batang Kesambi (Schleihera oleosa)Menggunakan Metode Brine Shrimp
Lethality Test. Skripsi. PMIPA FKIP Undana, Kupang.
Todar, K. 2004. Textbook of Bacteriology: Pseudomonas aeruginosa.
http://textbookofbacteriology.net/pseudomonas.html
(diakses pada tanggal 19 Agustus 2019)
Usman Hanafi, 2000, Alkaloid, Steroid, Terpenoid, Flavonoid, Kursus Singkat
Teknik Isolasi dan Identifikasi Senyawa Kimia Bahan Alam, FMIPA
Universitas Hasanuddin, Makassar.
Wattimena. 1991. Farmakodinamik Dan Terapi Antibiotik. Yogyakarta: Gajah
Mada University Press.
Riwu, Yandrista. 2019. Isolasi Senyawa Metabolit Sekunder Ekstrak Etanol Akar
Tapak Dara (Catharanthus roseus (L.) G. Don) Dan Uji Aktivitasnya
Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli.Skripsi.
Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan Mipa Fakultas Keguruan Dan
Ilmu Pendidikan. Universitas Nusa Cendana, Kupang.
Yanti, I G.A.A.D., Swastini, D.A., Kardena, I.M. 2013.Skrining Fitokimia Ekstrak
Metanol Daun Gaharu (Gyrinops versteegii (Gilg) Domke).Jurnal Jurusan
Farmasi Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Udayana
Yelnititis. 2014. Perbanyakan Tunas Gyrinops versteegii (Gilg.) Domke. Jurnal
Pemuliaan Tanaman Hutan. Vol 8 No 2. September 2014.

118
LAMPIRAN

119
LAMPIRAN 1
KERANGKA KONSEPTUAL

Indonesia Keanekaragaman Hayati

Tanaman Obat

Batang gaharu
(Gyrinops versteegii)
MANGGARAI DAN UJI

Senyawa Metabolit Sekunder

Isolasi Senyawa Bioaktif Dari Ekstrak Etanol Batang Kayu


Gaharu (GyrinopsVersteegii) Asal Manggarai Serta Uji
Aktivitasnya Terhadap Bakteri Enterococus faecalis dan
Escherichia coli

Uji Aktivitas
Antibakteri

120
LAMPIRAN 2
SKEMA KERJA

A. Preparasi Sampel

Batang kayu Gaharu


(Gyrinops versteegii)

Dibersihkan dari kulit batangnya

Dipotong menjadi ukuran-ukuran kecil

Dikeringkan (diangin-anginkan tanpa


sinar matahari)

Dioven pada suhu 30-40oC Selama


3-4 jam

Diblender

Serbuk Batang kayu


Gaharu (Gyrinops
versteegii)

Disaring dengan ayakan

Ditimbang sebanyak 500 gram

Dimasukkan dalam toples kaca yang


kering dan ditutup rapat

Dilanjutkan dengan
Proses Maserasi

121
B. Pembuatan Ekstrak Etanol Batang Kayu Gaharu (Gyrinops versteegii)

Serbuk Batang Kayu


Gaharu 500 gram

Diekstraksi secara maserasi dengan n–


heksana 2500 mL selama 7 hari

Ekstrak n-Heksana dan


Ampas

Disaring

Ampas Ekstrak n-
Heksana

Dikeringkan (diangin-anginkan tanpa sinar


matahari)

Dimasukkan dalam kain flannel dan direndam di


dalam toples menggunakan pelarut etanol selama 10
hari

Disaring

Dipekatkan dengan rotary vacum


Ampas
vakum Ekstrak
Etanol

Ekstrak Etanol Kental

C. Pemisahan Senyawa dengan Proses Fraksinasi


122
Ekstrak Etanol Batang Kayu
Gaharu sebanyak 10 mg

Dilarutkan dalam air panas 100 mL


Dipartisi dengan etil asetat
dengan perbandingan air – etanol:
petroleum eter 1 : 1

Fraksi Fraksi air :


Petroleum Eter etanol
Dievaporasi Dipartisi dengan etil
asetat dengan
perbandingan air –
Fraksi Petroleum etanol: etil asetat
Eter Pekat 1:1

Fraksi Etil Asetat Fraksi air : etanol

Dievaporasi Dievaporasi

Fraksi Etil Fraksi etanol


Asetat pekat pekat

D. Uji Fitokimia Senyawa Metabolit Sekunder

123
Fraksi Etil Asetat Fraksi Air:Etanol

Dibuat dalam 6 bagian


(masing-masing 2 ml mL)

Bagian Bagian Bagian Bagian Bagian V Bagian


I II III IV VI

+ HCl
+ 2%,
+Pereaksi + FeCl3 Pereak Aqu
ditamba
Liebermann- 1% 1–2 si hkan ade
Burchard tetes Shibat
Pereaksi
Wagner

Merah Endapan Adanya


Warna
Merah Hijau atau jingga cokelat busa yg
Hijau (+ (+
kecoklatan kebiruan stabil (+
Kehitam Flavonoid) Alkaloid)
atau ungu (+ Saponin)
an atau
(+ Steroid)
hitam
Terpenoid)
(+
Tanin)

E. Pembuatan Eluen

124
1. Eluen BAA

Butanol + Asam Asetat Glasial + Air (BAA)


perbandingan 4 : 1 : 5 (10 mL)

Dimasukkan dalam Chamber berukuran kecil


Dimasukkan kertas saring
Chamber ditutup sampai eluen naik
membasahi kertas saring dan jenuh
Diulangi untuk perbandingan 3 : 1 : 5, 6 : 1 :
3, 5 : 2 : 3, 7 : 1 : 2
Eluen

125
F. Pemisahan Senyawa Dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Plat KLT berukuran 8 x 2 cm

Diaktivasi Pada oven dengan


suhu 105 ºC selama 30 menit
Dibuat garis batas elusi (Batas bawah 2 cm dan
batas atas 1.5 cm)

Sampel di totolkan pada batas bawah plat

Dimasukkan kedalam chamber yang telah jenuh


dengan eluen

Dielusi dengan etil asetat : etanol (3 : 1, 3 : 2, 4 : 1,


1 : 1, 1 : 4 ) dan butanol: air : asam asetat glasial
( 4 :1 :5, 3 : 1 : 5, 6 : 1 : 3, 7 : 1 : 2, 5 : 2 : 3)

Elusi dihentikan saat seluruh plat telah basah oleh


eluen

Dikeluarkan dan dikeringkan diudara terbuka

Dilihat pada lampu UV 254 nm dan 366 nm

Hasil

Dihitung harga Rf

Rf Komponen
senyawa dan eluen
terbaik

126
G. Pemisahan Komponen Senyawa dengan Kromatografi Lapis Tipis
Preparatif (KLTP)

Plat KLTP berukuran 20 x


20 cm

Larutan ditotolkan pada silika gel untuk chamber


kromatografi berukuran besar

Dielusi dengan eluen terbaik hasil pemisahan dengan


KLT

Dikeluarkan dan dikeringankan pada suhu kamar

Diamati dibawah lampu UV pada 254 nm dan 366 nm

Spot

Dihitung harga Rf

Noda yang diperoleh dikerok

Dilarutkan dalam etanol

Disaring dan didinginkan


Isolat

Dianalisis dengan spektrofotometer UV-Vis

Hasil Uji

127
H. Pembuatan Medium Nutrien Agar

20 gram bubuk Nutrient Bort

Dilarutkan dalam 350 mL air lalu


dipanaskan

Medium Nutrient Bort

I. Pembuatan Medium Mueller Hington Agar

20 gram bubuk Mueller Hington Agar

Dilarutkan dalam 500 mL air lalu


dipanaskan

Medium Mueller Hington Agar

J. Pembuatan Larutan Kontrol

Antibiotik Amoxilin

Ditimbang 0,1 gram

Dilarutkan dalam air steril

Dimasukkan dalam labu 100 mL

100 mL Larutan Kontrol

K. Peremajaan Biakan Murni E. faecalis dan Escherichia coli

128
Biakan murni E. faecalis Biakan murni Escherichia coli

Diinokulasi dalam medium Nutrient


Agar miring 5 mL dalam tabung
reaksi

Ditutup dengan kapas

Diinkubasi selama 24 jam pada suhu


370C

Remajaan Biakan murni Remajaan Biakan murni


Enterococus faecalis Escherichia coli

L. Pembuatan Larutan Biakan Aktif Bakteri E. faecalis Dan Bakteri


Escherichia coli

1 Ose Remajaan Biakan 1 Ose Remajaan Biakan murni


murni E. faecalis Escherichia coli

Dibiakan dalam 10 mL media cair


(NA)
Dihomogenkan

Biakan aktif E. faecalis Biakan aktif Escherichia


coli

M. Penentuan Diameter Zona Hambat

129
Medium Mueller Hington Agar

Dibuat medium fondasinya (10 mL)

Dicampurkan dengan bakteri uji, dan


dituang ke dalam medium dasar yang sudah
memadat (5 mL + 1 mL bakteri)

Dibiarkan memadat

Dimasukkan 3 pecandang (3 ulangan


dengan 4 konsentrasi, 2 larutan kontrol
(kontrol + dan -) ke dalam masing-masing
cawan

Diinkubasi selama 24 jam pada suhu 370C

Hasil Pengukuran Zona Hambat menggunakan jangka sorong


dan kaca pembesar

130
LAMPIRAN 3
PERHITUNGAN KONSENTRASI EKSTRAK ETANOL UNTUK UJI
AKTIVITAS ANTIBAKTERI

A. Pembuatan Konsentrasi Larutan Induk 1000 Ppm


µg
Ppm =
mL

mg = ppm x L

x mg
1000 ppm =
0,1 L

mg
X = 1000 x 0,1 L
L

= 100 mg

= 0,1 gram

Jadi, larutan induk 1000 ppm dibuat dengan cara 0,1 gram sampel dilarutkan ke
dalam 100 ml aquades.

B. Pengenceran Konsentrasi

1. Konsentrasi 500 ppm

V1 x M1 = V2 x M2

V1 x 1000 ppm = 50 mL x 500 ppm

25000 ppm. mL
V1 =
1000 ppm

V = 25 mL

2. Konsentrasi 400 ppm

V1 x M1 = V2 x M2

V1 x 500 ppm = 50 mL x 400 ppm

10000 ppm. mL
V1 =
500 ppm

V1 = 40 mL

131
3. Konsentrasi 300 ppm

V1 x M1 = V2 x M2

V1 x 400 ppm = 50 mL x 300 ppm

5000 ppm. mL
V1 =
200 ppm

V1 = 37,5 mL

4. Konsentrasi 200 ppm

V1 x M1 = V2 x M2

V1 x 300 ppm = 50 mL x 200 ppm

5000 ppm. mL
V1 =
200 ppm

V1 = 33,5 mL

132
LAMPIRAN 4
PERHITUNGAN NILAI RF

jarak yang ditempu h ekstrak


Rumus Nilai Rf =
jarak yang ditempuh eluen darititik asal

1. Perhitungan Harga Rf untuk Hasil Kromatografi Lapis Tipis (KLT)


Perhitungan Rf untuk perbandingan eluan BAA sesuai jarak yang ditempuh
eluan adalah 4.5 cm.
 Nilai Rf Ekstrak Etanol Batang Kayu Gaharu
a. Eluen BAA (4:1:5)
Spot 1
3,4
Harga Rf = =0,76
4,5
Spot 2
4,1
Harga Rf = =0,91
4,5

b. Eluen BAA (6:1:3)


Spot 1
3,5
Harga Rf = =0,78
4,5
Spot 2
4,2
Harga Rf = = 0,93
4,5

c. Eluen BAA (5:2:3)


Spot 1
3,9
Harga Rf = =0,87
4,5

Spot 2
4,4
Harga Rf = = 0,97
4,5

d. Eluen BAA (7:1:2)


Spot 1
3,6
Harga Rf = =0,80
4,5

133
Spot 2
4,2
Harga Rf = = 0,93
4,5

e. Eluen BAA (3:1:5)


Spot 1
3,7
Harga Rf = = 0,82
4,5

Spot 2
4,2
Harga Rf = = 0,93
4,5

 Nilai Rf Fraksi Air:Etanol


a. Eluen BAA (4:1:5)
Spot 1
2,5
Harga Rf = =0,56
4,5

Spot 2
3,4
Harga Rf = =0,75
4,5

b. Eluen BAA (3:1:5)


Spot 1
3,7
Harga Rf = =0,82
4,5

c. Eluen BAA (6:1:3)


Spot 1
3,4
Harga Rf = =0,75
4,5

d. Eluen BAA (5:2:3)


Spot 1
4
Harga Rf = =0,88
4,5

e. Eluen BAA (7:1:2)


Spot 1

134
3,5
Harga Rf = =0,77
4,5

 Nilai Rf Fraksi Etil Asetat


a. Eluen BAA (4:1:5)
Spot 1
3,2
Harga Rf = =0,71
4,5

Spot 2
4,3
Harga Rf = =0,95
4,5

b. Eluen BAA (3:1:5)


Spot 1
4,4
Harga Rf = =0,97
4,5

c. Eluen BAA (6:1:3)


Spot 1
3,3
Harga Rf = =0,73
4,5

d. Eluen BAA (5:2:3)


Spot 1
3,8
Harga Rf = =0,84
4,5

e. Eluen BAA (7:1:2)


Spot 1
3,9
Harga Rf = =0,86
4,5

2. Perhitungan Harga Rf untuk Hasil Kromatografi Lapis Tipis Preparatif


(KLTP)
 Nilai Rf Ekstrak Etanol Batang Kayu Gaharu
a. Eluen BAA (4:1:5)
Isolat 1

135
13
Harga Rf = =0,78
16,5

 Nilai Rf Fraksi Air:Etanol


a. Eluen BAA (4:1:5)
Isolat1
13,5
Harga Rf = =0,81
16,5

 Nilai Rf Fraksi Etil Asetat


a. Eluen BAA (4:1:5)
Isolat1
7,1
Harga Rf = =0,43
16,5

136
LAMPIRAN 5
ANALISIS DENGAN SPSS

1. Bakteri Enterococus faecalis

a. Ekstrak Etanol Batang Kayu Gaharu

konsentrasi

Case Processing Summary


Cases
Konsentr Valid Missing Total
asi N Percent N Percent N Percent
Zonahambat 200 ppm 3 100.0% 0 .0% 3 100.0%
300 ppm 3 100.0% 0 .0% 3 100.0%
400 ppm 3 100.0% 0 .0% 3 100.0%
500 ppm 3 100.0% 0 .0% 3 100.0%
K+ 3 100.0% 0 .0% 3 100.0%
K- 3 100.0% 0 .0% 3 100.0%

Descriptivesa,b
Konsentrasi Statistic Std. Error
Zonahambat 200 ppm Mean 11.0633 .02667
95% Confidence Lower Bound 10.9486
Interval for Mean Upper Bound 11.1781
5% Trimmed Mean .

137
Median 11.0900
Variance .002
Std. Deviation .04619
Minimum 11.01
Maximum 11.09
Range .08
Interquartile Range .
Skewness -1.732 1.225
Kurtosis
. .

400 ppm Mean 13.0433 .01333


95% Confidence Lower Bound 12.9860
Interval for Mean Upper Bound 13.1007
5% Trimmed Mean .
Median 13.0300
Variance .001
Std. Deviation .02309
Minimum 13.03
Maximum 13.07
Range .04
Interquartile Range .
Skewness 1.732 1.225
Kurtosis . .
500 ppm Mean 14.0433 .02028
95% Confidence Lower Bound 13.9561
Interval for Mean Upper Bound 14.1306
5% Trimmed Mean .
Median 14.0400
Variance .001
Std. Deviation .03512
Minimum 14.01
Maximum 14.08
Range .07
Interquartile Range .
Skewness .423 1.225

138
Kurtosis . .
K+ Mean 16.0567 .01333
95% Confidence Lower Bound 15.9993
Interval for Mean Upper Bound 16.1140
5% Trimmed Mean .
Median 16.0700
Variance .001
Std. Deviation .02309
Minimum 16.03
Maximum 16.07
Range .04
Interquartile Range .
Skewness -1.732 1.225
Kurtosis . .
a. zonahambat is constant when konsentrasi = 300 ppm. It has been omitted.
b. zonahambat is constant when konsentrasi = K-. It has been
omitted.

Test of Homogeneity of Variances


Zonahambat
Levene
Statistic df1 df2 Sig.
5.052 5 12 .010

ANOVA
Zonahambat
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between
483.368 5 96.674 1.308E5 .000
Groups
Within Groups .009 12 .001
Total 483.377 17

Post Hoc Tests

Multiple Comparisons
Zonahambat
Tukey HSD

139
(I) (J) Mean 95% Confidence Interval
konsentra konsentra Difference (I- Lower
si si J) Std. Error Sig. Bound Upper Bound
*
200 ppm 300 ppm -.99667 .02219 .000 -1.0712 -.9221
400 ppm -1.98000* .02219 .000 -2.0545 -1.9055
500 ppm -2.98000* .02219 .000 -3.0545 -2.9055
*
K+ -4.99333 .02219 .000 -5.0679 -4.9188
K- 11.06333* .02219 .000 10.9888 11.1379
300 ppm 200 ppm .99667* .02219 .000 .9221 1.0712
400 ppm -.98333* .02219 .000 -1.0579 -.9088
500 ppm -1.98333* .02219 .000 -2.0579 -1.9088
K+ -3.99667* .02219 .000 -4.0712 -3.9221
K- 12.06000* .02219 .000 11.9855 12.1345
400 ppm 200 ppm 1.98000* .02219 .000 1.9055 2.0545
300 ppm .98333* .02219 .000 .9088 1.0579
500 ppm -1.00000* .02219 .000 -1.0745 -.9255
K+ -3.01333* .02219 .000 -3.0879 -2.9388
K- 13.04333* .02219 .000 12.9688 13.1179
500 ppm 200 ppm 2.98000* .02219 .000 2.9055 3.0545
300 ppm 1.98333* .02219 .000 1.9088 2.0579
400 ppm 1.00000* .02219 .000 .9255 1.0745
K+ -2.01333* .02219 .000 -2.0879 -1.9388
K- 14.04333* .02219 .000 13.9688 14.1179
K+ 200 ppm 4.99333* .02219 .000 4.9188 5.0679
300 ppm 3.99667* .02219 .000 3.9221 4.0712
400 ppm 3.01333* .02219 .000 2.9388 3.0879
500 ppm 2.01333* .02219 .000 1.9388 2.0879
K- 16.1312
16.05667* .02219 .000 15.9821

K- 200 ppm -11.06333* .02219 .000 -11.1379 -10.9888


300 ppm -12.06000* .02219 .000 -12.1345 -11.9855
400 ppm -13.04333* .02219 .000 -13.1179 -12.9688
*
500 ppm -14.04333 .02219 .000 -14.1179 -13.9688
*
K+ -16.05667 .02219 .000 -16.1312 -15.9821
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

140
Homogeneous Subsets

zonahambat
Tukey HSD
konsentra Subset for alpha = 0.05
si N 1 2 3 4 5 6
K- 3 .0000
200 ppm 3 11.0633
300 ppm 3 12.0600
400 ppm 3 13.0433
500 ppm 3 14.0433
K+ 3 16.0567
Sig. 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

b. Fraksi Etil Asetat

konsentrasi
Case Processing Summary
Cases
konsentra Valid Missing Total
si N Percent N Percent N Percent
Zonahambat 200 ppm 3 100.0% 0 .0% 3 100.0%
300 ppm 3 100.0% 0 .0% 3 100.0%
400 ppm 3 100.0% 0 .0% 3 100.0%
500 ppm 3 100.0% 0 .0% 3 100.0%
K+ 3 100.0% 0 .0% 3 100.0%
K- 3 100.0% 0 .0% 3 100.0%

Descriptivesa

141
Konsentrasi Statistic Std. Error
Zonahambat 200 ppm Mean 11.0367 .01333
95% Confidence Lower Bound 10.9793
Interval for Mean Upper Bound 11.0940
5% Trimmed Mean .
Median 11.0500
Variance .001
Std. Deviation .02309
Minimum 11.01
Maximum 11.05
Range .04
Interquartile Range .
Skewness -1.732 1.225
Kurtosis . .
300 ppm Mean 12.0467 .01333
95% Confidence Lower Bound 11.9893
Interval for Mean Upper Bound 12.1040
5% Trimmed Mean .
Median 12.0600
Variance .001
Std. Deviation .02309
Minimum 12.02
Maximum 12.06
Range .04
Interquartile Range .
Skewness -1.732 1.225
Kurtosis . .
400 ppm Mean 13.0333 .02028
95% Confidence Lower Bound 12.9461
Interval for Mean Upper Bound 13.1206
5% Trimmed Mean .
Median 13.0300
Variance .001
Std. Deviation .03512
Minimum 13.00

142
Maximum 13.07
Range .07
Interquartile Range .
Skewness .423 1.225
Kurtosis . .
500 ppm Mean 14.0433 .02028
95% Confidence Lower Bound 13.9561
Interval for Mean Upper Bound 14.1306
5% Trimmed Mean .
Median 14.0400
Variance .001
Std. Deviation .03512
Minimum 14.01
Maximum 14.08
Range .07
Interquartile Range .
Skewness .423 1.225
Kurtosis . .
K+ Mean 17.0400 .02309
95% Confidence Lower Bound 16.9406
Interval for Mean Upper Bound 17.1394
5% Trimmed Mean .
Median 17.0400
Variance .002
Std. Deviation .04000
Minimum 17.00
Maximum 17.08
Range .08
Interquartile Range .
Skewness .000 1.225
Kurtosis . .
a. zonahambat is constant when konsentrasi = K-. It has been
omitted.

143
Test of Homogeneity of Variances
zonahambat
Levene
Statistic df1 df2 Sig.
1.305 5 12 .325

ANOVA
zonahambat
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between
515.204 5 103.041 1.204E5 .000
Groups
Within Groups .010 12 .001
Total 515.215 17

Post Hoc Tests
Multiple Comparisons
zonahambat
Tukey HSD
(I) (J) Mean 95% Confidence Interval
konsentra konsentra Difference (I- Lower
si si J) Std. Error Sig. Bound Upper Bound
200 ppm 300 ppm -1.01000* .02388 .000 -1.0902 -.9298
*
400 ppm -1.99667 .02388 .000 -2.0769 -1.9164
*
500 ppm -3.00667 .02388 .000 -3.0869 -2.9264
K+ -6.00333* .02388 .000 -6.0836 -5.9231
*
K- 11.03667 .02388 .000 10.9564 11.1169
300 ppm 200 ppm 1.01000* .02388 .000 .9298 1.0902
400 ppm -.98667* .02388 .000 -1.0669 -.9064
500 ppm -1.99667* .02388 .000 -2.0769 -1.9164
K+ -4.99333* .02388 .000 -5.0736 -4.9131
K- 12.04667* .02388 .000 11.9664 12.1269
400 ppm 200 ppm 1.99667* .02388 .000 1.9164 2.0769
300 ppm .98667* .02388 .000 .9064 1.0669
500 ppm -1.01000* .02388 .000 -1.0902 -.9298
K+ -4.00667* .02388 .000 -4.0869 -3.9264
K- 13.03333* .02388 .000 12.9531 13.1136
500 ppm 200 ppm 3.00667* .02388 .000 2.9264 3.0869
300 ppm 1.99667* .02388 .000 1.9164 2.0769

144
400 ppm 1.01000* .02388 .000 .9298 1.0902
K+ -2.99667* .02388 .000 -3.0769 -2.9164
K- 13.9631
14.04333* .02388 .000 14.1236

K+ 200 ppm 6.00333* .02388 .000 5.9231 6.0836


300 ppm 4.99333* .02388 .000 4.9131 5.0736
400 ppm 4.00667* .02388 .000 3.9264 4.0869
500 ppm 2.99667* .02388 .000 2.9164 3.0769
K- 17.04000* .02388 .000 16.9598 17.1202
K- 200 ppm -11.03667* .02388 .000 -11.1169 -10.9564
300 ppm -12.04667* .02388 .000 -12.1269 -11.9664
*
400 ppm -13.03333 .02388 .000 -13.1136 -12.9531
*
500 ppm -14.04333 .02388 .000 -14.1236 -13.9631
K+ -17.04000* .02388 .000 -17.1202 -16.9598
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

Homogeneous Subsets
zonahambat
Tukey HSD
Konsentr Subset for alpha = 0.05
asi N 1 2 3 4 5 6
K- 3 .0000
200 ppm 3 11.0367
300 ppm 3 12.0467
400 ppm 3 13.0333
500 ppm 3 14.0433
K+ 3 17.0400
Sig. 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

c. Fraksi Air Etanol

konsentrasi

145
Case Processing Summary
Cases
Konsentr Valid Missing Total
asi N Percent N Percent N Percent
zonahambat 200 ppm 3 100.0% 0 .0% 3 100.0%
300 ppm 3 100.0% 0 .0% 3 100.0%
400 ppm 3 100.0% 0 .0% 3 100.0%
500 ppm 3 100.0% 0 .0% 3 100.0%
K+ 3 100.0% 0 .0% 3 100.0%
K- 3 100.0% 0 .0% 3 100.0%

Descriptivesa
konsentrasi Statistic Std. Error
zonahambat 200 ppm Mean 12.0333 .01333
95% Confidence Lower Bound 11.9760
Interval for Mean Upper Bound 12.0907
5% Trimmed Mean .
Median 12.0200
Variance .001
Std. Deviation .02309
Minimum 12.02
Maximum 12.06
Range .04
Interquartile Range .
Skewness 1.732 1.225
Kurtosis . .
300 ppm Mean 13.0567 .01333
95% Confidence Lower Bound 12.9993
Interval for Mean Upper Bound 13.1140
5% Trimmed Mean .
Median 13.0700
Variance .001
Std. Deviation .02309
Minimum 13.03

146
Maximum 13.07
Range .04
Interquartile Range .
Skewness -1.732 1.225
Kurtosis . .
400 ppm Mean 14.0667 .01333
95% Confidence Lower Bound 14.0093
Interval for Mean Upper Bound 14.1240
5% Trimmed Mean .
Median 14.0800
Variance .001
Std. Deviation .02309
Minimum 14.04
Maximum 14.08
Range .04
Interquartile Range .
Skewness -1.732 1.225
Kurtosis . .
500 ppm Mean 15.0333 .01333
95% Confidence Lower Bound 14.9760
Interval for Mean Upper Bound 15.0907
5% Trimmed Mean .
Median 15.0200
Variance .001
Std. Deviation .02309
Minimum 15.02
Maximum 15.06
Range .04
Interquartile Range .
Skewness 1.732 1.225
Kurtosis . .
K+ Mean 19.0400 .01000
95% Confidence Lower Bound 18.9970
Interval for Mean Upper Bound 19.0830
5% Trimmed Mean .

147
Median 19.0300
Variance .000
Std. Deviation .01732
Minimum 19.03
Maximum 19.06
Range .03
Interquartile Range .
Skewness 1.732 1.225
Kurtosis . .
a. zonahambat is constant when konsentrasi = K-. It has been
omitted.

Test of Homogeneity of Variances


zonahambat
Levene
Statistic df1 df2 Sig.
3.375 5 12 .039

ANOVA
zonahambat
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between
623.698 5 124.740 3.076E5 .000
Groups
Within Groups .005 12 .000
Total 623.703 17

Post Hoc Tests

Multiple Comparisons
zonahambat
Tukey HSD
(I) (J) Mean 95% Confidence Interval
konsentra konsentra Difference (I- Lower
si si J) Std. Error Sig. Bound Upper Bound
*
200 ppm 300 ppm -1.02333 .01644 .000 -1.0786 -.9681
*
400 ppm -2.03333 .01644 .000 -2.0886 -1.9781
500 ppm -3.00000* .01644 .000 -3.0552 -2.9448

148
K+ -7.00667* .01644 .000 -7.0619 -6.9514
K- 12.03333* .01644 .000 11.9781 12.0886
300 ppm 200 ppm 1.02333* .01644 .000 .9681 1.0786
400 ppm -1.01000* .01644 .000 -1.0652 -.9548
500 ppm -1.97667* .01644 .000 -2.0319 -1.9214
K+ -5.98333* .01644 .000 -6.0386 -5.9281
K- 13.05667* .01644 .000 13.0014 13.1119
400 ppm 200 ppm 2.03333* .01644 .000 1.9781 2.0886
300 ppm 1.01000* .01644 .000 .9548 1.0652
500 ppm -.96667* .01644 .000 -1.0219 -.9114
K+ -4.97333* .01644 .000 -5.0286 -4.9181
K- 14.06667* .01644 .000 14.0114 14.1219
500 ppm 200 ppm 3.00000* .01644 .000 2.9448 3.0552
300 ppm 1.97667* .01644 .000 1.9214 2.0319
400 ppm .96667* .01644 .000 .9114 1.0219
K+ -4.00667* .01644 .000 -4.0619 -3.9514
K- 15.03333* .01644 .000 14.9781 15.0886
K+ 200 ppm 7.00667* .01644 .000 6.9514 7.0619
300 ppm 5.98333* .01644 .000 5.9281 6.0386
400 ppm 4.97333* .01644 .000 4.9181 5.0286
500 ppm 4.00667* .01644 .000 3.9514 4.0619
K- 19.04000* .01644 .000 18.9848 19.0952
K- 200 ppm -12.03333* .01644 .000 -12.0886 -11.9781
300 ppm -13.05667* .01644 .000 -13.1119 -13.0014
400 ppm -14.06667* .01644 .000 -14.1219 -14.0114
500 ppm -15.03333* .01644 .000 -15.0886 -14.9781
*
K+ -19.04000 .01644 .000 -19.0952 -18.9848
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

Homogeneous Subsets

zonahambat
Tukey HSD
konsentra Subset for alpha = 0.05
si N 1 2 3 4 5 6
K- 3 .0000
200 ppm 3 12.0333
300 ppm 3 13.0567

149
400 ppm 3 14.0667
500 ppm 3 15.0333
K+ 3 19.0400
Sig. 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

2. Bakteri Escherichia coli


a. Ekstrak Etanol Batang Kayu Gaharu

konsentrasi
Case Processing Summary
Cases
konsentra Valid Missing Total
si N Percent N Percent N Percent
zonahambat 200 ppm 3 100.0% 0 .0% 3 100.0%
300 ppm 3 100.0% 0 .0% 3 100.0%
400 ppm 3 100.0% 0 .0% 3 100.0%
500 ppm 3 100.0% 0 .0% 3 100.0%
K+ 3 100.0% 0 .0% 3 100.0%
K- 3 100.0% 0 .0% 3 100.0%

Descriptivesa
konsentrasi Statistic Std. Error
zonahambat 200 ppm Mean 11.0500 .02309
95% Confidence Lower Bound 10.9506
Interval for Mean Upper Bound 11.1494
5% Trimmed Mean .
Median 11.0500
Variance .002
Std. Deviation .04000

150
Minimum 11.01
Maximum 11.09
Range .08
Interquartile Range .
Skewness .000 1.225
Kurtosis . .
300 ppm Mean 12.0467 .01333
95% Confidence Lower Bound 11.9893
Interval for Mean Upper Bound 12.1040
5% Trimmed Mean .
Median 12.0600
Variance .001
Std. Deviation .02309
Minimum 12.02
Maximum 12.06
Range .04
Interquartile Range .
Skewness -1.732 1.225
Kurtosis . .
400 ppm Mean 13.0233 .02333
95% Confidence Lower Bound 12.9229
Interval for Mean Upper Bound 13.1237
5% Trimmed Mean .
Median 13.0000
Variance .002
Std. Deviation .04041
Minimum 13.00
Maximum 13.07
Range .07
Interquartile Range .
Skewness 1.732 1.225
Kurtosis . .
500 ppm Mean 14.0667 .01333
95% Confidence Lower Bound 14.0093
Interval for Mean Upper Bound 14.1240

151
5% Trimmed Mean .
Median 14.0800
Variance .001
Std. Deviation .02309
Minimum 14.04
Maximum 14.08
Range .04
Interquartile Range .
Skewness -1.732 1.225
Kurtosis
. .

K+ Mean 16.3800 .33020


95% Confidence Lower Bound 14.9593
Interval for Mean Upper Bound 17.8007
5% Trimmed Mean .
Median 16.0700
Variance .327
Std. Deviation .57193
Minimum 16.03
Maximum 17.04
Range 1.01
Interquartile Range .
Skewness 1.723 1.225
Kurtosis . .
a. zonahambat is constant when konsentrasi = K-. It has been
omitted.

Test of Homogeneity of Variances


zonahambat
Levene
Statistic df1 df2 Sig.
2.298 5 12 .110

152
ANOVA
zonahambat
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between
483.168 5 96.634 1.225E5 .000
Groups
Within Groups .009 12 .001
Total 483.178 17

Post Hoc Tests
Multiple Comparisons
zonahambat
Tukey HSD
(I) (J) Mean 95% Confidence Interval
konsentra konsentra Difference (I- Lower
si si J) Std. Error Sig. Bound Upper Bound
200 ppm 300 ppm -.99667* .02293 .000 -1.0737 -.9196
*
400 ppm -1.97333 .02293 .000 -2.0504 -1.8963
500 ppm -3.01667* .02293 .000 -3.0937 -2.9396
K+ -4.99667* .02293 .000 -5.0737 -4.9196
*
K- 11.05000 .02293 .000 10.9730 11.1270
300 ppm 200 ppm .99667* .02293 .000 .9196 1.0737
400 ppm -.97667* .02293 .000 -1.0537 -.8996
500 ppm -2.02000* .02293 .000 -2.0970 -1.9430
K+ -4.00000* .02293 .000 -4.0770 -3.9230
K- 12.04667* .02293 .000 11.9696 12.1237
400 ppm 200 ppm 1.97333* .02293 .000 1.8963 2.0504
300 ppm .97667* .02293 .000 .8996 1.0537
500 ppm -1.04333* .02293 .000 -1.1204 -.9663
K+ -3.02333* .02293 .000 -3.1004 -2.9463
K- 13.02333* .02293 .000 12.9463 13.1004

153
500 ppm 200 ppm 3.01667* .02293 .000 2.9396 3.0937
300 ppm 2.02000* .02293 .000 1.9430 2.0970
400 ppm 1.04333* .02293 .000 .9663 1.1204
K+ -1.98000* .02293 .000 -2.0570 -1.9030
K- 14.06667* .02293 .000 13.9896 14.1437
K+ 200 ppm 4.99667* .02293 .000 4.9196 5.0737
300 ppm 4.00000* .02293 .000 3.9230 4.0770
400 ppm 3.02333* .02293 .000 2.9463 3.1004
500 ppm 1.98000* .02293 .000 1.9030 2.0570
K- 16.04667* .02293 .000 15.9696 16.1237
K- 200 ppm -11.05000* .02293 .000 -11.1270 -10.9730
300 ppm -12.04667* .02293 .000 -12.1237 -11.9696
400 ppm -13.02333* .02293 .000 -13.1004 -12.9463
500 ppm -14.06667* .02293 .000 -14.1437 -13.9896
*
K+ -16.04667 .02293 .000 -16.1237 -15.9696
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

Homogeneous Subsets

zonahambat
Tukey HSD
konsentra Subset for alpha = 0.05
si N 1 2 3 4 5 6
K- 3 .0000
200 ppm 3 11.0500
300 ppm 3 12.0467
400 ppm 3 13.0233
500 ppm 3 14.0667
K+ 3 16.0467
Sig. 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

b. Fraksi Etil Asetat

konsentrasi

154
Case Processing Summary
Cases
konsentra Valid Missing Total
si N Percent N Percent N Percent
zonahambat 200 ppm 3 100.0% 0 .0% 3 100.0%
300 ppm 3 100.0% 0 .0% 3 100.0%
400 ppm 3 100.0% 0 .0% 3 100.0%
500 ppm 3 100.0% 0 .0% 3 100.0%
K+ 3 100.0% 0 .0% 3 100.0%
K- 3 100.0% 0 .0% 3 100.0%

Descriptivesa
Konsentrasi Statistic Std. Error
zonahambat 200 ppm Mean 12.0467 .01333
95% Confidence Lower Bound 11.9893
Interval for Mean Upper Bound 12.1040
5% Trimmed Mean .
Median 12.0600
Variance .001
Std. Deviation .02309
Minimum 12.02
Maximum 12.06
Range .04
Interquartile Range .
Skewness -1.732 1.225
Kurtosis . .
300 ppm Mean 13.0333 .02028
95% Confidence Lower Bound 12.9461
Interval for Mean Upper Bound 13.1206
5% Trimmed Mean .
Median 13.0300
Variance .001
Std. Deviation .03512
Minimum 13.00
Maximum 13.07
Range .07

155
Interquartile Range .
Skewness .423 1.225
Kurtosis . .
400 ppm Mean 14.0433 .02028
95% Confidence Lower Bound 13.9561
Interval for Mean Upper Bound 14.1306
5% Trimmed Mean .
Median 14.0400
Variance .001
Std. Deviation .03512
Minimum 14.01
Maximum 14.08
Range .07
Interquartile Range .
Skewness .423 1.225
Kurtosis . .
500 ppm Mean 15.0333 .01333
95% Confidence Lower Bound 14.9760
Interval for Mean Upper Bound 15.0907
5% Trimmed Mean .
Median 15.0200
Variance .001
Std. Deviation .02309
Minimum 15.02
Maximum 15.06
Range .04
Interquartile Range .
Skewness 1.732 1.225
Kurtosis . .
K+ Mean 16.7033 .33667
95% Confidence Lower Bound 15.2548
Interval for Mean Upper Bound 18.1519
5% Trimmed Mean .
Median 17.0400
Variance .340

156
Std. Deviation .58312
Minimum 16.03
Maximum 17.04
Range 1.01
Interquartile Range .
Skewness -1.732 1.225
Kurtosis . .
a. zonahambat is constant when konsentrasi = K-. It has been
omitted.

Test of Homogeneity of Variances


zonahambat
Levene
Statistic df1 df2 Sig.
2.901 5 12 .061

ANOVA
zonahambat
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between
551.221 5 110.244 1.872E5 .000
Groups
Within Groups .007 12 .001
Total 551.228 17

Post Hoc Tests
Multiple Comparisons
zonahambat
Tukey HSD
(I) (J) Mean 95% Confidence Interval
konsentra konsentra Difference (I- Lower
si si J) Std. Error Sig. Bound Upper Bound
200 ppm 300 ppm -.98667* .01981 .000 -1.0532 -.9201
*
400 ppm -1.99667 .01981 .000 -2.0632 -1.9301
500 ppm -2.98667* .01981 .000 -3.0532 -2.9201
K+ -4.99333* .01981 .000 -5.0599 -4.9268

157
K- 12.04667* .01981 .000 11.9801 12.1132
300 ppm 200 ppm .98667* .01981 .000 .9201 1.0532
400 ppm -1.01000* .01981 .000 -1.0766 -.9434
500 ppm -2.00000* .01981 .000 -2.0666 -1.9334
K+ -4.00667* .01981 .000 -4.0732 -3.9401
K- 13.03333* .01981 .000 12.9668 13.0999
400 ppm 200 ppm 1.99667* .01981 .000 1.9301 2.0632
300 ppm 1.01000* .01981 .000 .9434 1.0766
500 ppm -.99000* .01981 .000 -1.0566 -.9234
K+ -2.99667* .01981 .000 -3.0632 -2.9301
K- 14.04333* .01981 .000 13.9768 14.1099
500 ppm 200 ppm 2.98667* .01981 .000 2.9201 3.0532
300 ppm 2.00000* .01981 .000 1.9334 2.0666
400 ppm .99000* .01981 .000 .9234 1.0566
K+ -2.00667* .01981 .000 -2.0732 -1.9401
K- 15.03333* .01981 .000 14.9668 15.0999
K+ 200 ppm 4.99333* .01981 .000 4.9268 5.0599
300 ppm 4.00667* .01981 .000 3.9401 4.0732
400 ppm 2.99667* .01981 .000 2.9301 3.0632
500 ppm 2.00667* .01981 .000 1.9401 2.0732
K- 17.04000* .01981 .000 16.9734 17.1066
K- 200 ppm -12.04667* .01981 .000 -12.1132 -11.9801
300 ppm -13.03333* .01981 .000 -13.0999 -12.9668
*
400 ppm -14.04333 .01981 .000 -14.1099 -13.9768
500 ppm -15.03333* .01981 .000 -15.0999 -14.9668
K+ -17.04000* .01981 .000 -17.1066 -16.9734
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

Homogeneous Subsets
zonahambat
Tukey HSD
konsentra Subset for alpha = 0.05
si N 1 2 3 4 5 6
K- 3 .0000
200 ppm 3 12.0467
300 ppm 3 13.0333
400 ppm 3 14.0433
500 ppm 3 15.0333

158
K+ 3 17.0400
Sig. 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

c. Fraksi Air Etanol

konsentrasi

Case Processing Summary


Cases
Konsentr Valid Missing Total
asi N Percent N Percent N Percent
zonahambat 200 ppm 3 100.0% 0 .0% 3 100.0%
300 ppm 3 100.0% 0 .0% 3 100.0%
400 ppm 3 100.0% 0 .0% 3 100.0%
500 ppm 3 100.0% 0 .0% 3 100.0%
K+ 3 100.0% 0 .0% 3 100.0%
K- 3 100.0% 0 .0% 3 100.0%

Descriptivesa
Konsentrasi Statistic Std. Error
zonahambat 200 ppm Mean 11.0367 .02667
95% Confidence Lower Bound 10.9219
Interval for Mean Upper Bound 11.1514

159
5% Trimmed Mean .
Median 11.0100
Variance .002
Std. Deviation .04619
Minimum 11.01
Maximum 11.09
Range .08
Interquartile Range .
Skewness 1.732 1.225
Kurtosis . .
300 ppm Mean 13.0333 .02028
95% Confidence Lower Bound 12.9461
Interval for Mean Upper Bound 13.1206
5% Trimmed Mean .
Median 13.0300
Variance .001
Std. Deviation .03512
Minimum 13.00
Maximum 13.07
Range .07
Interquartile Range .
Skewness .423 1.225
Kurtosis . .
400 ppm Mean 14.0667 .01333
95% Confidence Lower Bound 14.0093
Interval for Mean Upper Bound 14.1240
5% Trimmed Mean .
Median 14.0800
Variance .001
Std. Deviation .02309
Minimum 14.04
Maximum 14.08
Range .04
Interquartile Range .
Skewness -1.732 1.225

160
Kurtosis . .
500 ppm Mean 15.0333 .01333
95% Confidence Lower Bound 14.9760
Interval for Mean Upper Bound 15.0907
5% Trimmed Mean .
Median 15.0200
Variance .001
Std. Deviation .02309
Minimum 15.02
Maximum 15.06
Range .04
Interquartile Range .
Skewness 1.732 1.225
Kurtosis . .
K+ Mean 17.0533 .01333
95% Confidence Lower Bound 16.9960
Interval for Mean Upper Bound 17.1107
5% Trimmed Mean .
Median 17.0400
Variance .001
Std. Deviation .02309
Minimum 17.04
Maximum 17.08
Range .04
Interquartile Range .
Skewness 1.732 1.225
Kurtosis . .
a. zonahambat is constant when konsentrasi = K-. It has been
omitted.

Test of Homogeneity of Variances


zonahambat
Levene
Statistic df1 df2 Sig.
3.204 5 12 .046

161
ANOVA
zonahambat
Sum of
Squares Df Mean Square F Sig.
Between
553.434 5 110.687 1.337E5 .000
Groups
Within Groups .010 12 .001
Total 553.444 17

Post Hoc Tests
Multiple Comparisons
zonahambat
Tukey HSD
(I) (J) Mean 95% Confidence Interval
konsentra konsentra Difference (I- Lower
si si J) Std. Error Sig. Bound Upper Bound
*
200 ppm 300 ppm -1.99667 .02349 .000 -2.0756 -1.9178
*
400 ppm -3.03000 .02349 .000 -3.1089 -2.9511
500 ppm -3.99667* .02349 .000 -4.0756 -3.9178
K+ -6.01667* .02349 .000 -6.0956 -5.9378
*
K- 11.03667 .02349 .000 10.9578 11.1156
300 ppm 200 ppm 1.99667* .02349 .000 1.9178 2.0756
400 ppm -1.03333* .02349 .000 -1.1122 -.9544
500 ppm -2.00000* .02349 .000 -2.0789 -1.9211
K+ -4.02000* .02349 .000 -4.0989 -3.9411
K- 13.03333* .02349 .000 12.9544 13.1122
400 ppm 200 ppm 3.03000* .02349 .000 2.9511 3.1089
300 ppm 1.03333* .02349 .000 .9544 1.1122
500 ppm -.96667* .02349 .000 -1.0456 -.8878
K+ -2.98667* .02349 .000 -3.0656 -2.9078
K- 14.06667* .02349 .000 13.9878 14.1456
500 ppm 200 ppm 3.99667* .02349 .000 3.9178 4.0756
300 ppm 2.00000* .02349 .000 1.9211 2.0789
400 ppm .96667* .02349 .000 .8878 1.0456
K+ -2.02000* .02349 .000 -2.0989 -1.9411
K- 15.03333* .02349 .000 14.9544 15.1122
K+ 200 ppm 6.01667* .02349 .000 5.9378 6.0956
300 ppm 4.02000* .02349 .000 3.9411 4.0989

162
400 ppm 2.98667* .02349 .000 2.9078 3.0656
500 ppm 2.02000* .02349 .000 1.9411 2.0989
K- 17.05333* .02349 .000 16.9744 17.1322
K- 200 ppm -11.03667* .02349 .000 -11.1156 -10.9578
300 ppm -13.03333* .02349 .000 -13.1122 -12.9544
400 ppm -14.06667* .02349 .000 -14.1456 -13.9878
*
500 ppm -15.03333 .02349 .000 -15.1122 -14.9544
*
K+ -17.05333 .02349 .000 -17.1322 -16.9744
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

Homogeneous Subsets
zonahambat
Tukey HSD
konsentra Subset for alpha = 0.05
si N 1 2 3 4 5 6
K- 3 .0000
200 ppm 3 11.0367
300 ppm 3 13.0333
400 ppm 3 14.0667
500 ppm 3 15.0333
K+ 3 17.0533
Sig. 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

163
LAMPIRAN 6
DOKUMENTASI PENELITIAN
 PREPARASI SAMPEL

Serpihan batang kayu gaharu Serbuk batang kayu gaharu


 PEMBUATAN EKSTRAK ETANOL BATANG KAYU GAHARU

164
Maserasi dengan n-Heksan Proses Pengeringan

Maserasi dengan Etanol Ekstrak Etanol Sebelum Ekstrak Hasil Evaporasi


Dievaporasi

 PEMISAHAN KOMPONEN SENYAWA DENGAN FRAKSINASI

165
166
167
 UJI FITOKIMIA
Uji Fitokimia Fraksi Air:Etanol

Uji Fitokimia Fraksi Etil Asetat

168
Uji Fitokimia Ekstrak Etanol

169
 KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS

170
171
 KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS PREPARATIF

172
 UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI

Larutan Uji

173
Bakteri E. faecalis dan E. coli

Proses Pengujian

174

Anda mungkin juga menyukai