SKRIPSI
OLEH
MARIA FATIMA KURNIA EMOK
NIM 1601060089
Dr. I Gusti M.N Budiana, S.Si,. M.Si Drs. Theo M. Da Cunha, M.Si
NIP. 19710723 199802 1 001 NIP. 19570327 198702 1 001
Mengetahui
Ketua Program Studi P. Kimia
i
LEMBAR PENGESAHAN
Skripsi ini telah diterima oleh Panitia Ujian Sarjana Program Studi
Pendidikan Kimia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Nusa
Cendana Kupang dalam Ujian Skripsi yang dilaksanakan pada:
Hari/tanggal :
Waktu :
Tempat :
Dinyatakan :
Dengan Predikat :
DEWAN PENGUJI
Mengesahkan, Mengetahui,
Dekan FKIP Undana Ketua Program Studi
Pendidikan Kimia
ii
MOTTO
iii
PERSEMBAHAN
iv
ABSTRAK
Maria Fatima Kurnia Emok1, Dr. I Gusti M. N. Budiana, S.Si., M.Si2 dan Drs. Theo M. Da
Cunha, M.Si 3
Telah dilakukan penelitian tentang isolasi senyawa bioaktif dari ekstrak etanol
batang kayu gaharu (Gyrinops versteegii) asal Manggarai serta uji aktivitas
terhadap bakteri Enterococus faecalis dan Escherichia coli. Penelitian ini
bertujuan untuk mengisolasi senyawa bioaktif yang terkandung dalam ekstrak
etanol, fraksi etil asetat dan fraksi air etanol batang kayu gaharu serta mengetahui
zona hambat ekstrak etanol, fraksi etil asetat dan fraksi air etanol batang kayu
gaharu terhadap bakteri Enterococus faecalis dan Escherichia coli. Penelitian
diawali dengan preparasi sampel dan ekstraksi dengan teknik maserasi bertingkat
menggunakan pelarut n-heksan dan etanol. Ekstrak kemudian dipekatkan
menggunakan penguap putar vakum. Ekstrak yang diperoleh selanjutnya
dilarutkan dengan aquades lalu dipartisi menggunakan pelarut etil asetat sehingga
diperoleh fraksi air etanol dan fraksi etil asetat. Hasil uji fitokimia menunjukkan
bahwa ekstrak etanol mengandung senyawa metabolit sekunder golongan
alkaloid, saponin dan terpenoid. Fraksi etil asetat mengandung senyawa metabolit
sekunder golongan alkaloid dan saponin. Sedangkan fraksi air etanol mengandung
senyawa metabolit sekunder golongan alkaloid, saponin dan terpenoid. Variasi
konsentrasi yang digunakan sebagai pembanding yaitu 500 ppm, 400 ppm, 300
ppm dan 200 ppm. Hasil uji antibakteri menunjukkan bahwa ekstrak etanol ,
fraksi etil asetat dan fraksi air etanol mampu menghambat pertumbuhan bakteri
dengan rata-rata besaran zona hambat ekstrak etanol 14.04 mm, fraksi air etanol
15.03 mm, fraksi etil asetat 15.03 mm untuk bakteri Escherichia coli dan rata-rata
besaran zona hambat pada bakteri Enterococus faecalis dengan ekstrak etanol
14.04 mm, fraksi air etanol 15.03 mm dan fraksi etil asetat 14.04 mm, sehingga
tergolong dalam potensi kuat. Hasil analisis anova satu jalur menunjukkan F hitung
lebih besar dari Ftabel yang membuktikan ada pengaruh yang signifikan antara
variasi konsentrasi dan diameter zona hambat. konsentrasi larutan yang paling
efektif dalam menghambat bakteri yaitu larutan dengan konsentrasi 500 ppm.
Oleh karena itu ekstrak etanol, fraksi etil asetat dan fraksi air etanol batang kayu
gaharu terbukti memiliki aktivitas antibakteri.
Kata Kunci: Batang Gaharu, Uji Aktivitas bakteri, E. faecalis, Escherichia coli
1
Peneliti
2
Pembimbing 1
3
Pembimbing 2
ABSTRACT
v
“Isolation Of Bioactive Compounds From Ethanol Extract Of Agarwood
Logs (Gyrinops Versteegii) From Manggarai And Test Activity Against
Enterococus faecalis Dan Escherichia coli”
Maria Fatima Kurnia Emok1, Dr. I Gusti M. N. Budiana, S.Si., M.Si2 dan Drs. Theo M. Da
Cunha, M.Si 3
KATA PENGANTAR
vi
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,
dengan baik.
bantuan dari berbagai pihak, baik berupa moril maupun materil. Oleh karena itu,
1. Prof. Ir. Frederik Lukas Benu, M.S, Phd. Selaku Rektor Universitas Nusa
penyelesaian skripsi.
vii
5. Bapak Drs. Theo M. Da Cunha, M.Si selaku pembimbing II yang telah
menyelesaikan skripsi
6. Bapak Yosep Lawa, S.Pd.,M. Biotech sebagai dosen penguji yang telah
bagi penulis.
8. Bapak dan Ibu Dosen pada Program Studi Pendidikan Kimia yang telah
mengikuti kuliah.
9. Bapak Heovianus Padji, S.Si dan Kak Jack Huwae S.Pd selaku teknisi di
melakukan penelitian.
10. Yang tercinta Mama Bernadeta Setia dan Pacar Baltasar Dian Mandoyo,
serta keluarga yang telah memberikan doa, dukungan dan motivasi baik
11. Sahabat Tim Kelor (Kartin, Elfi, Evi dan Vivin) dan Tim Gaharu (Rini,
Ira, Kosmas, Ervan, Ningsih, Dinda, Nina, dan Itin) yang dengan setia
viii
12. Teman-teman seperjuangan RADON’16 yang selalu siap sedia membantu
Nusa Cendana.
14. Seluruh pihak yang telah mendoakan dan mendukung penulis, sehingga
kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang
Penulis berharap tulisan ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan khususnya bagi
penulis sendiri.
Penulis
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
LEMBAR PERSETUJUAN............................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN............................................................................ii
MOTTO................................................................................................... iii
PERSEMBAHAN...................................................................................... iv
ABSTRAK................................................................................................ v
ABSTRACT.............................................................................................. v
KATA PENGANTAR.................................................................................vi
DAFTAR ISI.............................................................................................. x
DAFTAR LAMPIRAN............................................................................... xv
BAB II.................................................................................................... 11
TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................. 11
2.1.1 Taksonomi............................................................................. 13
2.1.2 Morfologi............................................................................... 13
2.1.3 Penyebaran dan Habitat........................................................16
2.1.4 Pemanfaatan.........................................................................17
2.1.5 Status Tumbuhan Gaharu.....................................................18
2.2 Senyawa Organik Bahan Alam....................................................19
2.2.1 Alkaloid................................................................................. 20
Alkaloid adalah suatu golongan senyawa organik yang paling
banyak ditemukan di alam. Hampir semua senyawa alkaloid
berasal dari tumbuh-tumbuhan dan tersebar luas pada
berbagai jenis tumbuhan. Kebanyakan senyawa alkaloid
berupa padatan kristal dengan titik lebur pada kisaran 87-
238oC atau mempunyai kisaran dekomposisi, namun alkaloid
dapat juga berbentuk cair dan tidak memiliki warna. Pada
umumnya senyawa alkaloid hanya larut dalam pelarut organik
dan mengandung paling sedikit satu atom nitrogen yang
biasanya bersifat basa, dan sebagian besar atom nitrogen ini
merupakan bagian dari cincin hetererosiklik. Oleh karena
kebasaan pada alkaloid menyebabkan senyawa ini mudah
mengalami dekomposisi terutama oleh panas dan sinar
dengan adanya oksigen (Achmad, 1986)...............................20
2.2.2 Flavonoid............................................................................... 22
2.2.3 Terpenoid.............................................................................. 28
x
2.2.4 Saponin................................................................................. 29
Saponin merupakan golongan senyawa glikosida yang mempunyai
struktur steroid dan membentuk larutan koloidal dalam air
menghasilkan buih bila dikocok. Saponin adalah glikosida
triterpen dan sterol yang telah terdeteksi dalam lebih dari 90
suku tumbuhan. Adanya ikatan glikosida pada saponin
menyebabkan senyawa ini cenderung bersifat polar. Saponin
merupakan senyawa aktif permukaan yang dapat
menurunkan tegangan permukaan dan bersifat seperti sabun,
serta dapat dideteksi berdasarkan kemampuannya
membentuk busa dan menghemolisis sel darah. Turunnya
tegangan permukaan pada dinding sel bakteri akan
menyebabkan rusaknya permeabilitas membran sehingga
akan mengganggu kelangsungan hidup bakteri. Ada banyak
jenis saponin yang sangat toksit dan cepat memecahkan sel
darah merah, saponin digunakan sebagai obat luar yang
bersifat sebagai antiinflamasi, antimikroba dan antiseptik
(Harborne, 1987)....................................................................29
2.2.5 Steroid................................................................................... 30
2.2.6 Tanin..................................................................................... 31
2.3 Uji Fitokimia Senyawa Metabolit Sekunder.................................32
2.3.1 Alkaloid................................................................................. 33
2.3.2 Flavonoid............................................................................... 34
2.3.3 Terpenoid.............................................................................. 35
2.3 4 Saponin................................................................................. 35
2.3.5 Steroid................................................................................... 36
2.3.6 Tanin..................................................................................... 36
2.4 Tinjauan Umum Pelarut...............................................................37
xi
cukup waktunya, kain tinggal diangkat dan langsung diperas. Metode
maserasi tidak memerlukan ketelitian, namun dapat memberikan
hasil yang memuaskan (Ni Wayan, 2009).........................................40
2.7 Fraksinasi.................................................................................... 41
PENUTUP............................................................................................ 111
xii
DAFTAR TABEL
Halaman
xiii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Batang Gaharu (Gyrinops versteegii)..........................................14
Gambar 2.2 Daun gaharu................................................................................14
Gambar 2.3 Bunga Gaharu..............................................................................15
Gambar 2.4 Buah Gaharu................................................................................16
Gambar 2.5 Contoh Struktur Alkaloid............................................................22
Gambar 2.6 Struktur Umum Flavonoid..........................................................23
Gambar 2.7 Struktur Senyawa Terpenoid.......................................................28
Gambar 2.8 Struktur Senyawa Saponin Triterpenoi.......................................30
Gambar 2.9 Struktur Senyawa Steroid ..........................................................31
Gambar 2.10 Struktur Senyawa Tanin ...........................................................32
Gambar 2.11 Reaksi Uji Mayer .....................................................................34
Gambar 2.12 Reaksi Uji Wagner ...................................................................34
Gambar 2.13 Reaksi Flavonoid.......................................................................35
Gambar 2.14 Reaksi Hidrolisis Saponin.........................................................36
Gambar 2.15 Reaksi Uji Tanin .......................................................................37
Gambar 2.16 Bakteri Enterococus faecalis.....................................................44
Gambar 2.17 Bakteri Escherichia coli............................................................47
Gambar 2.18 Struktur Kimia Amoxilin..........................................................51
Gambar 2.19 Spektrofotometer UV-VIS........................................................61
Gambar 4.1 Potongan Batang Kayu Gaharu (Gyrinops versteegii) ...............76
Gambar 4.2 Serbuk Batang Kayu Gaharu (Gyrinops versteegii) ...................76
Gambar 4.3 Ekstrak Etanol Batang Kayu Gaharu (Gyrinops versteegii) ......78
Gambar 4.4 Proses Fraksinasi Dan Hasil Evaporasi Fraksi ...........................80
Gambar 4.5 Uji Fitokimia Dengan Pereaksi Liebermann Burchad ...............85
Gambar 4.6 Reaksi Uji Terpenoid..................................................................86
Gambar 4.7 Uji Fitokimia Dengan Pereaksi Wagner .....................................87
Gambar 4.8 Reaksi Uji Wagner .....................................................................88
Gambar 4.9 Uji Fitokimia Saponin ................................................................89
Gambar 4.10 Reaksi Hidrolisis Saponin Dalam Air ......................................89
Gambar 4.11 Hasil KLT .................................................................................93
Gambar 4.12 Spektrum UV Isolat Fraksi Etil Asetat......................................99
Gambar 4.13 Spektrum UV Isolat Fraksi Air Etanol......................................99
Gambar 4.14 Spektrum UV Isolat Ekstrak Etanol..........................................100
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
xv
BAB I
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam baik
hayati maupun non-hayati. Sumber daya alam hayati terlihat dengan melimpahnya
tanah air. Dari sumber daya hayati ini selanjutnya dapat dimanfaatkan sebagai
bahan baku industri dan bahan perdagangan yang menghasilkan devisa negara
menjadikan negara Indonesia sebagai paru-paru dunia dan dengan kekayaan hutan
yang dimilikinya tentu begitu banyak pula potensi yang dapat dikembangkan dari
Kehutanan Tahun 1999 adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan
yang berisi sumber daya alam hayati yang didominasi oleh pepohonan dalam
persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan yang lainnya tidak dapat
obat tradisional juga dapat digunakan sebagai antibakteri dan pengawet alami.
1
sekitar 10.000 jenis produksi metabolit sekunder yang telah teridentifikasi, tetapi
sesungguhnya jumlah bahan kimia pada tanaman dapat melampau 400.000 jenis
berbagai jenis tanaman telah banyak diteliti dan dimanfaatkan sebagai zat warna ,
aroma, obat-obatan, dan lain sebagainya. Jenis tanaman yang dapat dimanfaatkan
sebagai obat-obatan disebut sebagai tanaman obat. Tanaman obat merupakan jenis
tanaman yang mempunyai khasiat sebagai obat. Tanaman obat digunakan untuk
berbagai macam tujuan bagi kelangsungan hidup seperti menjaga kesegaran dan
senyawa kimia yang terkandung didalam jenis tanaman yang dapat dimanfaatkan
sebagai obat tersebut. Melalui penelitian yang sudah dilakukan, diketahui bahwa
manfaat dari tanaman obat-obatan diperoleh dari zat kimia yang terkandung
versteegi). Dari hasil penelitian yang ada, gaharu dikenal mampu mengobati
penyakit seperti stres, asma, liver, ginjal, radang lambung, radang usus, rhematik,
tumor dan kanker (Anonim, 2003). Beberapa negara seperti Singapura, Cina,
sebagai bahan obat-obatan, seperti penghilang stres, gangguan ginjal, sakit perut,
asma, hepatitis, sirosis, pembengkakan liver, dan limfa, bahan antibiotika untuk
TBC, reumatik, kanker, malaria, serta radang lambung. Di Papua Gaharu sudah
2
batang, dan akar digunakan sebagai bahan pengobatan malaria. Sementara air
sulingan ( Limbah dari proses destilasi gaharu untuk menghasilkan minyak atsiri)
dan minyak. Kayu gaharu bisa dijadikan bahan kerajinan bernilai tinggi.
Minyaknya merupakan parfum kelas atas. Dupa gaharu dapat dimanfaatkan untuk
gaharu digunakan sebagai dupa (hio) untuk ritual keagamaan, seperti Hindu,
Budha, Kong Hu Cu, Tao, Shinto, Islam, dan katolik. Kayu gaharu disebut
sebagai kayu para dewa karena aromanya bisa dipercaya bisa mensucikan
mengandung suatu senyawa bahan alam aktif yang disebut dengan metabolit
sekunder. Hal ini berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Mega, dkk
(2010) tentang screening fitokimia dan uji aktivitas antiradikal bebas ekstrak
sekunder seperti senyawa fenol, flavonoid dan terpenoid dan besarnya aktivitas
sifat sebagai senyawa antioksidan atau sebagai agen antikanker (Mega, 2010).
3
modifikasi molekul. Senyawa bioaktif tersebut digunakan sebagai desain
template, sintesis, maupun semisintesis senyawa baru yang lebih kuat aktifitasnya
sehingga lebih efektif untuk dimanfaatkan sebagai zat baru untuk mengobati
penyakit, khususnya pada manusia (Cragg et al., 1997). Berbagai bahan obat yang
telah banyak digunakan untuk kebutuhan klinis berasal dari natural products
termasuk antibiotik. Lebih dari 70% antibiotik berasal dari genus Streptomyces
Dewasa ini banyak penykit infeksi yang sering terjadi, disebabkan oleh
bakteri yang bersifat patogen. Salah satu bakteri yang bersifat patogen adalah
Escherichia coli. Bakteri Escherichia coli adalah anggota flora normal usus yang
bakteri pembusuk ini berfungsi sebagai pengurai dan penyedia nutrisi bagi
jumlahnya dalam saluran pencernaan meningkat atau berada di luar usus (Jawets
et al, 1995). Tempat yang sering terinfeksi bakteri Escherichia coli adalah
kantung empedu, saluran kemih, selaput otak, paru-paru dan saluran cerna
tidak tepat dapat menimbulkan resistensi bakteri atau kebalnya bakteri terhadap
4
transfer horizontal gen yang membawa sifat resisten. Bakteri-bakteri yang secara
alami kebal dan bermutasi, bukan hanya dapat bertahan hidup terhadap antibiotik,
yang disebabkan bahkan lebih serius dan menghasilkan tingkat kematian yang
2005). Beberapa hasil penelitian menunjukan bahwa bila bakteri tidak bertemu
antibiotik secara teratur, maka bakteri mulai lupa bagaimana menjadi kebal
bentuk batang, memilki ukuran 2,4 mikro 0,4 hingga 0,7 mikro, bergerak, tidak
berspora, positif pada tes indol, glukosa, laktosa, sukrosa (Greenwood et al.,
2007). Dinding sel bakteri gram negatif tersusun atas membran luar, peptidoglikan
dan membran dalam. Peptidoglikan yang terkandung dalam bakteri gram negatif
mencegah sel lisis, menyebabkan sel kaku dan memberi bentuk kepada sel
(Purwoko, 2007). Dinding sel bakteri gram negatif tersusun atas membran luar,
gram negatif memiliki struktur yang lebih kompleks dibandingkan gram positif.
berfungsi mencegah sel lisis, menyebabkan sel kaku dan memberi bentuk kepada
5
Pada penelitian ini akan ditekankan untuk mengetahui senyawa bioaktif
dari ekstrak etanol yang terkandung dalam batang kayu gaharu. Penghambatan
dalam penelitian ini pelarut yang digunakan adalah pelarut yang bersifat polar
yaitu etanol. Dimana pelarut etanol ini sering digunakan dalam kehidupan sehari-
hari karena sifatnya yang tidak beracun sehingga etanol digunakan secara luas
sebagai pelarut zat aroma , perasa, pewarna , obat-obatan. Etanol juga digunakan
sebagai antiseptik dan sabun cuci tangan antibakteri karena dapat membunuh
dalam penelitian ini menggunakan pelarut etanol karena dalam penelitian ini akan
Proses atau Teknis Pembentukan Gubal Gaharu Serta Cara Budidaya Pohon
Gaharu. Gaharu dihasilkan dari tanaman sebagai respon dari mikroba yang masuk
ke dalam jaringan yang terluka. Luka pada tanaman berkayu dapat disebabkan
secara alami karena adanya cabang dahan yang patah atau kulit terkelupas,
mikroba ke dalam jaringan tanaman dianggap sebagai benda asing sehingga sel
berupa resin berwarna coklat dan beraroma harum, serta menumpuk pada
pembuluh xilem dan floem untuk mencegah meluasnya luka ke jaringan lain.
pertahanan tanaman maka gaharu tidak terbentuk dan bagian tanaman yang luka
6
dapat membusuk. Beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam kegiatan
budidaya pohon penghasil gaharu yaitu persyaratan tumbuh. Tempat tumbuh yang
cocok untuk tanaman penghasil gaharu adalah dataran rendah, lereng-lereng bukit,
sampai ketinggian 750 meter diatas permukaan laut. Jenis Aquilaria tumbuh
sangat baik pada tanah-tanah liat (misalnya podsolik merah kuning), tanah
lempung berpasir dengan drainase sedang sampai baik. Tipe iklim A-B dengan
kelembaban sekitar 80%. Suhu berkisar antara 22-28 drajat celcius dengan curah
hujan berkisar antara 2000 s/d 4000 mm/tahun. Lahan tempat tumbuh yang perlu
dihindari adalah (1) lahan tergenang secara permanen, (2) tanah rawa, (3) lahan
dangkal (kedalaman kura dari 50 cm), (4) pasir kuarsa, dan (5) lahan yang ber-pH
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Balfas tahun 2008 yaitu Kandungan
Resin Pada Kayu Gaharu Kualitas Rendah dari Irian, Jambi dan Banjarmasin,
dilakukan pengujian hasil resin dari beberapa jenis gaharu dengan menggunakan
beberapa jenis pelarut. Bahan gaharu kualitas rendah yang berasal dari Irian,
identifikasi menunjukkan bahwa bahan kayu asal Irian merupakan jenis Gyrinop s
sp, sedangkan bahan asal Jambi clan Banjarmasin merupakan spesies yang sama,
yaitu Aquilaria malaccensis. Hasil ekstraksi secara nyata clipengaruhi oleh faktor
sumber kayu dan faktor jenis pelarut. Kayu asal Irian memiliki kelarutan lebih
rendah dalam akuades panas, narnun memiliki kelarutan lebih tinggi dalam
ekstraksi dengan alkohol panas dibandingkan dengan hasil ekstraksi serbuk kayu
7
asal Jambi clan Banjarmasin. Penggunaan pelarut etanol menghasilkan resin lebih
banyak daripada penggunaan pelarut metanol dlan akuades. Hasil penelitian ini
secara umum sesuai dengan praktek ekstraksi yang dilakukan oleh industri gaharu,
masa mendatang.
ekstrak daun gaharu dengan pelarut metanol, akuades dan kloroform memiliki
Senyawa alkaloid dan terpenoid merupakan senyawa yang paling berperan dalam
menurut penelitian Khalil dkk. (2013), ekstrak metanol daun gaharu (Aquilaria
aktivitas antibakteri pada daun gaharu genus Aquilaria. karena pada penelitian
sebelumnya pelarut yang digunakan adalah metanol, akuades dan kloroform maka
pada penelitian kali ini akan digunakan pelarut etanol untuk membuktikan bahwa
apakah dalam ekstrak batang kayu gaharu dengan pelarut etanol mengandung
senyawa kimia seperti alkaloid, triterpenoid, flavonoid, saponin dan tanin, dan
8
1.2 Rumusan Masalah
1. Senyawa Bioaktif golongan apa yang terdapat pada ekstrak etanol batang
hambatnya?
1.3 Tujuan
1.4 Manfaat
1. Bagi Peneliti
9
Penelitian ini sebagai salah satu informasi ilmiah bagi masyarakat tentang
khususnya ilmu kimia dimana dengan hasil penelitian ini dapat dijadikan
sebagai salah satu sumber bacaan dan sebagai acuan untuk penelitian
selanjutn
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
bentuk, warna, serta aroma yang khas yang dihasilkan oleh pohon atau bagiannya
yang tumbuh secara alami ataupun buatan yang secara umum dihasilkan oleh
Aquilaria spp (Dephut 2003). Akan tetapi, terdapat 27 spesies yang terdiri dari
pohon, semak, perdu, dan tumbuhan merambat di hutan Indonesia yang juga
Gaharu mulai dikenal masyarakat Indonesia pada sekitar tahun 1200, yang
hanya diperoleh dari pungutan hasil hutan alam dengan memanfaatkan pohon-
pohon yang telah mati alami dengan bentuk produk berupa gumpalan, serpihan
serta bubukan yang merupakan limbah proses pembersihan. Sebagai salah satu
komoditi Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK), semula memiliki nilai guna yang
salah satu jenis tanaman hutan tropis penghasil resin atau produk damar yang
bernilai ekonomi tinggi. Permintaan dunia akan produk gaharu setiap tahunnya
mengalami peningkatan, namun dibatasi oleh kuota. Spesies ini terdaftar dalam
11
appendix II CITES sebagai tumbuhan langka. Kelangkaan spesies ini disebabkan
gubal gaharu sehingga dikenal sebagai tanaman penghasil gaharu, jenis ini dikenal
dengan nama tanaman karas. G. verstegii adalah salah satu dari delapan jenis
pohon penghasil gaharu. Kedelapan jenis gaharu itu yaitu Aquilaria sp, Gonisylus
sp, Aetoxylon sp, Enkleia sp, Wiekstromia sp, Gyrinops sp, Exccocaria sp, dan
Dalbergia sp. Jenis G. versteegii termasuk salah satu dari delapan jenis pohon
gaharu tergolong dalam kelompok Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK). Produk
gaharu memiliki banyak kegunaan di antaranya sebagai bahan baku untuk obat-
ekonomi tinggi.
Sumatera, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua. Gaharu dengan genus
12
2.1.1 Taksonomi
Menurut Citra (2009), taksonomi dari jenis Gyrinops verstegii sebagai
berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub-divisi : Angiospermae
Class : Dicotyledoneae
Sub-Class : Archichlamydae
Ordo : Thymelaeles
Family : Thymelaeaceae
Genus : Gyrinops
2.1.2 Morfologi
dan sifat morfologis yang relatif sama. Tanaman ini biasanya berupa semak
belukar atau pohon kecil, selalu hijau atau berganti daun setiap bulan. Tanaman
1. Batang
Batang gaharu berbentuk bulat, dengan ketinggian 35-40 m, berdiameter
antara 60 cm, berkulit batang licin, berwarna keputih-putihan, kadang beralur dan
kayunya keras.
13
Gambar 2.1 Batang Gaharu(Gyrinops versteegii)
2. Daun
Daun gaharu adalah daun tunggal, berbentuk lonjong memanjang, ujung
daun meruncing, dan berwarna hijau mengkilap dan panjang antara 5-8 cm dan
3. Bunga
Bunga dari tanaman gaharu (G. versteegii) bersifat hermaprodit dengan
panjang hingga 5 mm, memiliki aroma yang harum dan warna hijau kekuningan
putih, kuning terang atau kuning. Bunga terletak pada ketiak atas atau bawah daun
pada ujung ranting. Bagian mahkota lebih panjang dari benang sari, berukuran 1-
1,5 mm, kepala sari 0,5 mm, dan bakal buah memiliki bulu tebal dengan kepala
putik berebentuk bulat. Susunan bunga di tangkai atau subterminal lebih sering
berupa susunan axillary dan kadang- kadang berupa susunan brachyblasts , sesile
atau pedunculate, yang pada dasarnya racemose. Susunan bunga berupa capitata,
14
biseksual atau uniseksual dan kebanyakan dioecious, bracteate ( daun kecil pada
bunga yang membentuk suatu inovlucre atau ebracteate, sessile atau pedicellate)
kadan- kadang circumscissile atau gigih, atau juga berbentuk seperti cuping yang
menutupi. Benang sari berjumlah 2 atau lebih dan pada umumnya sebanding
Phloem berisi serat yang sangat kuat, menjadikan jenis ini sangat baik sebagai
jenis beracun dan beberapa bersifat medicinaly yang dapat di gunakan sebagai
disertai biji juga berbentuk bulat telur dan warna coklat kehitaman yang
diselubungi oleh rambut halus berwarna coklat kemerahan dengan panjang 3-4 cm
dan lebar 2-2,5 cm, kulit keras, berwarna coklat dan berbaldu, dan mengandung 3-
15
Gambar 2.4 Buah Gaharu (https://fredikurniawan.com/klasifikasi-dan
morfologi-pohon-gaharu.html)
ketinggian 0-2400 mdpl. Umumnya gaharu yang memiliki kualitas sangat baik,
tumbuh pada daerah beriklim panas dengan suhu 28o-34o C, kelembapan 60%-
Gaharu dapat tumbuh baik pada kondisi tanah yang beragam. Tumbuhan
ini dapat tumbuh baik pada kondisi tanah dengan struktur dan tekstur yang subur,
membutuhkan tanah subur, sarang, drainase baik, reaksi tanah netral- basa dan
solum tanahnya tipis- dalam. Tumbuhan ini pun dapat dijumpai pada kawasan
hutan rawa, gambut, hutan dataran rendah, atau hutan pegunungan dengan tekstur
16
2.1.4 Pemanfaatan
khas, dimanfaatkan untuk bahan baku bahan baku industri parfum, kosmetika,
dupa, dan pengawet berbagai jenis asesoris. Pemanfaatan gaharu masih dalam
bentuk produk bahan baku, yaitu bahan kayu bulatan, cacahan, bubuk, atau fosil
kayu yang sudah terkubur. Seiring dengan perkembangan ilmu dan teknologi
industri, gaharu pun bukan hanya bermanfaat sebagai bahan industri pengharum,
tetapi juga secara klinis dapat dimanfaatkan sebagai obat (Citra, 2009).
Dari hasil penelitian yang ada, gaharu dikenal mampu mengobati penyakit
seperti stres, asma, liver, ginjal, radang lambung, radang usus, rematik, tumor dan
stres, ganguan ginjal, sakit perut, asma, hepatitis, sirosis, pembengkakan liver dan
limfa, bahan antibiotika untuk TBC, reumatik, kanker, malaria, serta radang
Daun, kulit batang, dan akar digunakan sebagai bahan pengobatan seperti
17
mengontrol kadar gula darah dan sebagai antioksidan yang dapat menguraikan
racun dalam tubuh. Sementara air sulingan (limbah dari proses destilasi gaharu
untk menghasilkan minyak atsiri) sangat bermanfaat untuk merawat wajah dan
gaharu (G. versteegii) dapat menghasilkan resin pada gubal gaharu, daun dari
tanaman gaharu telah banyak digunakan sebagai bahan dari teh kesehatan di
2013). Hal ini berkaitan dengan penelitian Khalil dkk. (2013) yang menemukan
Oktober 2004.
tanaman penghasil gaharu alam yang telah berumur diatas 20 tahun dapat
18
pasar yang terus meningkat, pembatasan dan larangan perdagangan gaharu dari
genus Aquilaria spp dan Gyrinops sp dapat dicabut apabila produksi bersumber
Indonesia mempunyai suatu kuota yang di ijinkan untuk diekspor. Pembatasan ini
jenis pohon penghasil Gaharu. Namun dewasa ini, kemampuan untuk menjangkau
jumlah kuota yang di ijinkan semakin menurun akibat kelangkaan Gaharu akibat
dari gangguan hama penyakit untuk tumbuhan itu sendiri atau lingkungannya.
Senyawa kimia sebagai hasil metabolit sekunder telah banyak digunakan untuk
zat warna, racun, aroma makanan, obat-obatan dan sebagainya (Setiana dkk.,
2011). Senyawa metabolit sekunder lebih dikenal sebagai senyawa aktif seperti
struktur yang berbeda dari setiap hasil metabolisme dan keaktifan fisiologinya
19
berkaitan dengan struktur molekul. Beberapa senyawa yang termasuk ke dalam
dalam bidang pengobatan. Seperti metal salisilat, eugenol, morphin dan lain-lain
(Usman, 2000).
tumbuhan tersebut dari gangguan hama penyakit bagi tumbuhan itu sendiri dan
2.2.1 Alkaloid
tumbuhan dan tersebar luas pada berbagai jenis tumbuhan. Kebanyakan senyawa
alkaloid berupa padatan kristal dengan titik lebur pada kisaran 87-238 oC atau
mempunyai kisaran dekomposisi, namun alkaloid dapat juga berbentuk cair dan
tidak memiliki warna. Pada umumnya senyawa alkaloid hanya larut dalam pelarut
organik dan mengandung paling sedikit satu atom nitrogen yang biasanya bersifat
basa, dan sebagian besar atom nitrogen ini merupakan bagian dari cincin
mudah mengalami dekomposisi terutama oleh panas dan sinar dengan adanya
daun, ranting, dan kulit kayu. Dan hampir semua alkaloid yang ditemukan di alam
20
mempunyai keaktifan fisiologis tertentu, ada yang sangat beracun tetapi ada pula
fungsi farmakologis beberapa jenis alkaloid adalah morfin sebagai analgetik dan
narkotika, striknina sebagai stimulus syaraf pusat, kirina sebagai anti malaria dan
penyusun peptidoglikan pada sel bakteri, sehingga lapisan dinding sel tidak
terbentuk secara utuh dan menyebabkan kematian pada sel tersebut. Dalam
sebagai zat cadangan makanan untuk memenuhi kebutuhan nitrogen atau unsur
sifatnya yaitu Biasanya merupakan kristal tak berwarna, tidak mudah menguap,
tidak larut dalam air, larut dalam pelarut organik seperti etanol, eter, dan
efek fisiologis secara optis aktif. Dapat membentuk endapan dengan larutan asam
sebagainya. Dari endapan-endapan ini, banyak juga yang memiliki bentuk kristal
dengan nama trivial, misalnya kuinin, morfin dan stiknin. Hampir semua nama
21
trivial ini berakhiran –in yang mencirikan alkaloida. Beberapa contoh senyawa
alkaloida.
2.2.2 Flavonoid
Flavonoid adalah zat kimia aktif golongan glikosida dari flavonol beserta
semua bentuk aglikonnya yang terdapat dan terbentuk dalam beragam tanaman
(Robinson, 1995). Senyawa-senyawa ini merupakan zat warna merah, ungu, dan
biru. Dan sebagai zat warna kuning yang ditemukan dalam tumbuh-tumbuhan
bentuk yang semuanya mempunyai 15 atom C pada intinya dengan molekul yang
tersusun dalam konfigurasi C6-C3-C6 dengan dua cincin aromatik yang terikat
pada unit 3 atom C yang bias membentuk cincin ketiga atau tidak (Robinson,
1995).
22
Gambar 2.6 Struktur Umum Flavonoid (Robinson, 1995)
flavonoida ini disebabkan oleh berbagai tingkat alkoksilasi atau glikosilasi dari
luteolin, dan tangeritin. Semua senyawa ini memiliki peran hampir sama yaitu
sebagai antioksidan atau penangkap radikal bebas. Selain itu, senyawa ini juga
dapat digunakan sebagai peningkat daya tahan tubuh karena memiliki sifat
memperkuat dinding sel sehingga tubuh dapat lebih bertahan dari serangan
penyakit.
b. Flavonol
Senyawa jenis ini paling banyak terdapat di alam daripada jenis flavonoid yang
lain. Senyawa-senyawa ini beragam sebagai akibat perbedaan pada posisi Gugus –
OH pada fenolnya. Contoh senyawa adalah quarcetin yang terdapat di buah apel
23
sebagai antioksidan dan antiaging. Selain itu ada juga senyawa myricetin yang
c. Flavonon
Jenis flavonoid ini mirip dengan jenis flavonoid flavon tetapi pada flavanon
tidak memiliki ikatan rangkap pada cincin C. Beberapa senyawa yang termasuk ke
dalam jenis ini adalah hespertin yang terdapat pada buah jeruk yang diperoleh
dalam bnetuk glikosidanya, senyawa ini merupakan suatu aglikon. Senyawa ini
juga memiliki efek sebagai antioksidan dan anti inflamantory pada tubuh manusia.
d. Flavononol
Sama halnya dengan flavonoid flavanon, jenis ini mirip dengan flavonol tetapi
dengan struktur dasar flavan yang tidak memiliki ikatan rangkap pada cincin C.
e. Antosianin
Antosianin adalah pigmen berwarna merah, ungu, dan biru yang terdapat pada
glikosida, biasanya mengikat satu atau dua unit gula seperti glukosa, galaktosa,
ramnosa dan silosa. Jika monoglikosida, maka bagian gula hanya terikat pada
posisi 3 dan pada posisi 3 dan 5 bila merupakan diglikosida dan bagian
mempunyai inti pusat heterosiklik tetapi ditandai oleh adanya 3 rantai karbon
dengan gugus keton dan a,p tidak jenuh. Dikenal hanya lima aglikon, tetapi pola
hidroksilasinya serupa dengan pola pada flavonoida lain begitu pula bentuk yang
24
2. Isoflavonoida atau 1,2-diarilpropana
Isoflavon merupakan golongan flavonoida yang jumlahnya sangat sedikit, dan
sukar dicirikan karena reaksinya tidak khas dengan pereaksi warna manapun.
Beberapa isoflavon berwarna biru muda bila dilihat dibawah sinar ultraviolet
antioksidan yang dapat mengurangi resiko penyakit kanker, jantung koroner, dan
osteoporosis.
a. Flavonoid O-Glikosida
Pada senyawa ini gugus hidroksil flavonoid terikat pada satu gula atau lebih
dengan ikatan hemiasetal yang tidak tahan asam, pengaruh glikosida ini
menyebabkan flavonoid kurang reaktif dan lebih mudah larut dalam air. Gula
yang paling umum terlibat adalah glukosa disamping galaktosa, ramilosa, silosa,
juga dapat terikat pada flavonoid misalnya soforosa, gentibiosa, rutinosa dan lain-
lain.
25
b. Flavonoid C-Glikosida
Gugus gula terikat langsung pada inti benzen dengan suatu ikatan karbon-
karbon yang tahan asam. Lazim ditemukan gula terikat pada atom C nomor 6 dan
8 dalam inti flavonoid. Jenis gula yang terlibat lebih sedikit dibandingkan dengan
c. Flavonoid Sulfat
Senyawa flavonoid yang mengandung satu ion sulfat atau lebih yang terikat
pada OH fenol atau gula, secara teknis termasuk bisulfat karena terdapat sebagai
garam yaitu flavon O-SO3K. Banyak berupa glikosida bisulfat yang terikat pada
OH fenol yang mana saja yang masih bebas atau pada guIa. Umumnya hanya
d. Biflavonoid
Biflavonoid (biflavonil, flavandiol) merupakan dimer flavonoid yang dibentuk
dari dua unit flavon atau dimer campuran antara flavon dengan flavanon dan atau
apigenin. Senyawa ini memiliki ikatan interflavanil C-C antara karbon C-3′ pada
juga ada. Biflavonoid terdapat pada buah, sayuran, dan bagian tumbuhan lainnya.
Hingga kini jumlah biflavonoid yang diisolasi dan dikarakterisasi dari alam terus
ini memiliki struktur dasar yang serupa yaitu 5,7,4’-trihidroksi flavanoid, tetapi
26
Senyawa biflavonoid berperan sebagai antioksidan, anti-inflamasi, antikanker,
hidroksil yang tidak tersubstitusi. Pelarut polar seperti etanol, metanol, etilasetat
atau campuran dari larutan tersebut dapat digunakan untuk mengesktrak flavonoid
disintesis oleh tanaman sebagai sistem pertahanan. Oleh karena itu, senyawa ini
27
2.2.3 Terpenoid
hanya tersebar di alam, yang terbentuk dari satuan isoprene. Senyawa terpenoid
isoprena penyusunnya, group metal dan atom oksigen yang diikatnya (Robinson,
kristal, bertitik leleh tinggi dan bersifat optis aktif. Senyawa triterpenoid dapat
dibagi menjadi empat golongan yaitu triterpen, saponin, steroid dan glikosida
macam senyawa, mulai dari komponen minyak atsiri, yaitu monoterpena dan
seskiuterpena yang mudah menguap, diterpena yang lebih sukar menguap sampai
ke senyawa yang tidak menguap yaitu triterpenoid dan sterol serta pigmen
karatenoid.
gangguan kulit, kerusakan hati dan malaria. Selain itu, triterpenoid juga dapat
28
bekerja sebagai antifungi, insektisida, antibakteri dan antivirus. Menurut Rijayanti
bakteri.
2.2.4 Saponin
steroid dan membentuk larutan koloidal dalam air menghasilkan buih bila
dikocok. Saponin adalah glikosida triterpen dan sterol yang telah terdeteksi dalam
lebih dari 90 suku tumbuhan. Adanya ikatan glikosida pada saponin menyebabkan
menghemolisis sel darah. Turunnya tegangan permukaan pada dinding sel bakteri
kelangsungan hidup bakteri. Ada banyak jenis saponin yang sangat toksit dan
cepat memecahkan sel darah merah, saponin digunakan sebagai obat luar yang
Saponin ada pada seluruh tanaman dengan konsentrasi tinggi pada bagian-
rasa pahit dan dalam air membentuk busa yang stabil. Berdasarkan jenis
29
triterpenoid, saponin steroid, dan saponin steroid alkohol. Aglikonnya disebut
sapogenin, diperoleh dengan hidrolisis dalam suasana asam atau hidrolisis dengan
memakai enzim. Tanpa bagian gula, ciri kelarutannya sama dengan ciri sterol
lainnya. Kedua jenis saponin ini larut dalam air dan alkohol tapi tidak larut dalam
eter. Saponin memiliki beberapa sifat diantaranya adalah rasanya pahit, dalam
racun kuat bagi ikan dan amfibi, dapat membentuk persenyawaan dengan
berat molekul relative tinggi, dan analisis hanya menghasilkan formula empiris
2.2.5 Steroid
Steroid adalah senyawa alam yang terdapat pada jaringan hewan dan
yang terdiri dari tiga cincin sikloheksana (A, B, C) dan satu cincin siklopentana
berbentuk kristal berwarna putih, titik lebur tinggi, dan mempunyai serapan pada
daerah spectrum UV sekitar 205-280 nm. Steroid dapat berupa senyawa alkohol,
30
aldehid, keton dan asam karboksilat yang terebar luas dalam makhluk hidup dan
steroid secara garis besar dibagi menjadi golongan sterol, golongan asam empedu,
1990).
estrogen. Perbedaan jenis steroid yang satu dengan steroid yang lain terletak pada
rantai samping (cabang) yang diikatnya (Anonim, 2010). Steroid memiliki sifat
kimia yang dehidrasi, esterifikasi, hidrolisis ester steroid, dan oksidasi steroid
(Hanafi, 2000).
2.2.6 Tanin
beberapa senyawa polifenol, tersebar luas pada seluruh bagian tumbuhan terutama
pada daun, buah yang belum masak, dan kulit kayu. Sifat-sifat tanin antara lain
adalah berbentuk amorf dan tidak dapat dikristalkan. Dalam air membentuk
larutan koloida, bereaksi asam dan mempunyai rasa sepat. Identifikasi tanin dapat
31
dilakukan dengan menggunakan larutan gelatin 1% yang dapat dikenali dengan
bakteri tidak dapat terbentuk. Selain itu, tanin juga mempunyai target pada
sempurna. Hal ini akan menyebabkan sel bakteri menjadi lisis karena tekanan
vitamin atau polifenol) yang terdapat di alam, menjadi bagian dari rantai makanan
32
tumbuhan. Metode ini juga penting untuk menentukan ciri atau sifat kimia dari
kualitatif kandungan kimia dalam tumbuhan atau bagian tumbuhan (akar, batang,
bunga, buah, dan biji) terutama kandungan metabolit sekunder yaitu alkaloid,
2.3.1 Alkaloid
ektsrak pelarut sampel dalam pelarut polar. Kemudian dilarutkan dalam HCl 2%.
Larutan dibagi menjadi 3 bagian, di mana bagian pertama ditetesi dengan pereaksi
Mayer, bagian kedua ditetesi dengan pereaksi Dragendorff dan bagian ketiga
endapan jingga pada pereaksi Dragendorff dan endapan cokelat pada pereaksi
33
Reaksi pada uji alkaloid dengan pereaksi Mayer adalah sebagai berikut:
Reaksi pada uji alkaloid dengan pereaksi Wagner adalah sebagai berikut:
2.3.2 Flavonoid
dalam pelarut polar kemudian ditambahkan logam magnesium dan ditetesi dengan
asam klorida pekat (pereaksi Shibata). Timbulnya warna merah atau jingga
34
Reaksi pada uji flavonoid adalah sebagai berikut:
2.3.3 Terpenoid
pelarut polar. Hasilnya diuapkan kemudian dilarutkan dalam asam asetat anhidrat
terpenoid ditunjukkan dengan adanya cincin merah kecoklatan atau ungu pada
batas kedua larutan, sedangkan pada bagian atas larutan berwarna hijau atau ungu
(Harborne, 1987).
2.3 4 Saponin
dalam pelarut polar, kemudian diencerkan dengan air, dikocok selama 15 menit.
35
Reaksi pembentukan busa pada uji saponin adalah sebagai berikut:
2.3.5 Steroid
asetat sebanyak 1-2 tetes ke dalam ekstrak kloroform dan sebagai pembanding
menggunakan H2SO4 pekat (1-2 tetes). Perubahan warna menjadi hijau atau hijau
2.3.6 Tanin
apakah sampel mengandung gugus fenol. Adanya gugus fenol ditunjukkan dengan
warna hijau kehitaman atau biru tua setelah ditambahkan dengan FeCl 3, sehingga
apabila uji fitokimia dengan FeCl3 memberikan hasil positif dimungkinkan dalam
sampel terdapat senyawa fenol dan dimungkinkan salah satunya adalah tanin
karena tanin merupakan senyawa polifenol. Hal ini diperkuat oleh Harborne
warna hijau, merah, ungu, biruatau hitam yang kuat. Terbentuknya warna hijau
36
kehitaman atau biru kehitaman pada ekstrak setelah ditambahkan dengan FeCl 3
Pelarut merupakan medium tempat suatu zat lain melarut, pelarut dikenal
terlarut (Sumardjo, 2009). Pelarut dapat dibedakan dalam dua golongan yang
didasarkan pada konstanta dielektriknya yaitu pelarut polar dan pelarut non-polar.
bermuatan listrik dalam suatu molekul, semakin tinggi konstanta dielektrik yang
dimiliki suatu pelarut maka semakin tinggi nilai kepolaran dari pelarut tersebut.
Menurut Miryanti dkk. (2011), pelarut yang digunakan untuk ekstraksi senyawa
37
organik terbagi menjadi golongan pelarut yang memiliki densitas lebih rendah
daripada air dan pelarut yang memiliki densitas lebih tinggi daripada air.
seperti dietil eter, etil asetat, dan hidrokarbon. Beberapa pelarut yang digunakan
untuk ekstraksi diantaranya adalah metanol, etanol, etil asetat dan aseton. Pada
tabel ini terdapat beberapa pelarut yang digunakan pada proses ekstraksi yang
Polaritas Pelarut
Light petroleum, n-Heksan, Sikloheksan, Toluen
Non polar dan Kloroform
Pada penelitian ini pelarut yang digunakan adalah pelarut etanol. Etanol
suatu bahan alam dan dikenal sebagai pelarut universal. Komponen polar dari
suatu bahan alam dalam ekstrak etanol dapat diambil dengan teknik ekstraksi
melalui proses pemisahan. Etanol dapat mengekstrak senyawa aktif yang lebih
banyak dibandingkan jenis pelarut organik lainnya. Etanol mempunyai titik didih
yang rendah yaitu 79oC sehingga memerlukan panas yang lebih sedikit untuk
38
fermentative (mengakibatkan perusakan bahan aktif lebih cepat), pembengkakan
Kata ekstraksi berasal dari bahasa Latin yaitu ‘Extractio’ yang berarti
menarik keluar. Yang ditarik keluar adalah zat-zat yang diinginkan. Ada pula
yang mengartikan ekstraksi sebagai proses transfer zat terlarut dari satu pelarut ke
pelarut lainnya. Teknik ekstraksi sring digunakan dalam bidang kimia analitik
maupun organik. Dalam bidang kimia analitik misalnya ekstraksi logam dari suatu
campuran maupun dalam bidang kimia organik misalnya ekstraksi senyawa bahan
alam dari suatu sampel tumbuhan atau hewan. Umumnya digunakan pelarut-
pelarut yang tidak bercampur dengan air, misalnya dietil eter, heksana, petroleum
Pemilihan metode ekstraksi secara khusus erat kaitannya dengan bahan baku
atau bahan aktif yang akan disari. Tujuan dari ekstraksi bahan alam adalah untuk
menarik kandungan komponen kimia yang terkandung dalam bahan alam. Proses
berdisfusi masuk ke dalam pelarut. Pada dasarnya metode ekstraksi dibagi dua
yaitu ekstraksi dingin dan ekstraksi panas. Ekstraksi dingin seperti maserasi,
perkolasi dan soxletasi. Sedangkan cara panas seperti refluks, decok dan infus (Ni
Wayan, 2009).
39
2.6 Ekstraksi Dengan Cara Maserasi
Maserasi merupakan metode yang paling sederhana dalam suatu proses penarikan
suatu komponen dari suatu tumbuhan. Pada proses maserasi cukup menggunakan
suatu bejana atau toples kaca atau logam anti karat. Bahan baku yang digunakan
dihaluskan menjadi serbuk setelah itu dilembabkan terlebih dahulu baru kemudian
sebayak yang diperlukan untuk cukup merendam bahan baku hingga 2-3 cm dari
serbuk yang direndam. Bejana dibiarkan selama 2-14 hari ditempat yang sejuk
dan sekali-sekali diaduk. Pengocokan dilakukan kira-kira tiga kali sehari. Karena
bahan aktif. Kalau dapat diusahakan penyimpanan pada suhu 15oC hingga 20oC
dan disimpan pada tempat yang terlindungi dari cahaya langsung untuk mencegah
reaksi katalisis cahaya atau terjadi perubahan warna. Sesudah itu cairan diambil
dan ampasnya diperas dan kalau perlu disaring. Pada prakteknya untuk
memudahkan saat memeras ampas maka sebelumnya toples dilapisi dulu dengan
kain flannel hingga keluar bejana sehingga setelah cukup waktunya, kain tinggal
sederhana, alatnya sederhana, relatif murah dan kerusakan pada komponen kimia
maserasi banyak digunakan dalam bidang kimia organik maupun farmasi. Dalam
40
bidang kimia organik digunakan dalam ekstraksi senyawa bahan alam aktif
2.7 Fraksinasi
golongan utama kandungan yang satu dari golongan utama yang lain. Fraksinasi
pada prinsipnya adalah proses penarikan senyawa pada suatu ekstrak dengan
menggunakan dua macam pelarut yang tidak saling bercampur karena perbedaan
massa jenisnya. Pelarut yang umunya dipakai untuk fraksinasi adalah n-heksana,
etil asetat dan metanol. Untuk menarik lemak dan senyawa non polar digunakan
n-heksana. Untuk menarik senyawa semipolar digunakan pelarut etil asetat dan
untuk menarik senyawa polar digunakan pelarut metanol. Pemisahan jumlah dan
jenis senyawa menjadi fraksi yang berbeda tergantung dari jenis tumbuhan.
Senyawa–senyawa yang bersifat polar akan masuk ke pelarut polar, begitu pula
senyawa yang bersifat non polar akan masuk ke pelarut non polar (Harborne,
1987).
41
2.8 Tinjauan Umum Bakteri
yang sederhana dan berkembang biak secara aseksual dengan cara pembelahan
sel. Bakteri merupakan organism bersel tunggal, hidup bebas tanpa klorofil,
1990). Bakteri memiliki tiga golongan yaitu golongan basil berbentuk tongkat
pendek dan silindris, golongan kokus yaitu bentuk bulat, golongan spiral yaitu
bentuk bengkok atau spiral. Umumnya bakteri memiliki ukuran diameter antara
struktur dalam tebal sekitar 10-25 nm dengan 20%-30% berat kering sel kuman.
nm. Susunan kimia yaitu lapisan fosfolipid dan protein (Gupte, 1990).
struktur dari dinding sel yaitu kelompok bakteri Gram positif yang memiliki
dinding sel yang terdiri dari lapisan peptidoglikan yang tebal dan kelompok
bakteri Gram negatif yang memiliki lapisan peptidoglikan yang lebih tipis. Hal ini
menemukan bahwa aktivitas antibakteri ekstrak polar dan non-polar biji selasih
dan Staphylococcus aureus) lebih kuat dibandingkan dengan bakteri Gram negatif
sensitifitas antara bakteri Gram negatif dan bakteri Gram positif yang didasarkan
42
pada perbedaan morfologi dinding selnya. Pada bakteri Gram positif struktur
untuk masuk ke dalam sel dan menemukan sasaran untuk bekerja. Bakteri Gram
negatif struktur dinding selnya relatif lebih kompleks, berlapis dua yaitu lapisan
luar yang berupa lipoprotein dan lipopolisakarida dan lapisan dalam berupa
peptidoglikan.
berbentuk bulat. Bakteri ini memiliki ciri-ciri yang khas, sehingga lebih mudah
mengalami elongasi pada arah rantai dengan diameter 0,5-1µm (Wardhana dkk.,
2008). Thiercelin pada surat kabar di Perancis pada tahun 1899 menggunakan
nama “Enterocoque” untuk yang pertama kali, hal tersebut bertujuan untuk
lingkungan yang sangat ekstrim, dan juga pH yang sangat alkalis dan konsentrasi
garam yang tinggi. E. faecalis juga resisten terhadap antimikroba juga dapat
2.8.1.1 Klasifikasi
43
Klasifikasi E. faecalis dalam sistematika bakteri sebagai berikut (Fisher, 2013) :
Kingdom : Bacteria
Filum : Firmicutes
Kelas : Bacilli
Ordo : Lactobacilles
Family : Enterococcaceae
Genus : Enteroccus
Todar, 2012)
2.8.1.2 Morfologi
endodontik yang persisten pada gigi yang telah dilakukan perawatan saluran akar
masuk ke jaringan pulpa melalui: invasi langsung (karies), fraktur mahkota atau
akar, atrisi, abrasi, erosi dan retak pada mahkota, invasi pembuluh darah (limfatik
44
terbuka yang berhubungan dengan penyakit periodontal), invasi darah, penyakit
infeksius (bakterimia transien). Bakteri ini menginvasi dalam saluran akar serta
Adhesins surface yaitu perlekatan terhadap kolagen dentin atau jaringan tubuh
superoxidase production yaitu merusak sel dan jaringan pada proses inflamasi,
kolagen dan hyaluronidase enzim lisis pada kerusakan dentin dan jaringan
periapikal dan Cytolisin, AS-48 dan bacteriocins yaitu memperoduksi toksin dan
memiliki sifat resisten terhadap mekanisme host, dapat bersaing dengan bakteri
yang lain, menghasilkan perubahan patogen baik secara langsung yaitu dengan
produksi toksin atau secara tidak langsung yaitu dengan rangsangan terhadap
45
faecalis dapat melekat pada sel hospes dan matrik esktraseluler, memudahkan
sehingga dapat bergerak dengan bebas. Bakteri ini juga bersifat heterotrof dan
dapat menghasilkan makanan dengan fermentasi C02, H2O, Etanol, Laktat, dan
dalam usus manusia atau hewan berdarah panas. Ciri-ciri bakteri E coli termasuk
2.8.2.1 Klasifikasi
Klasifikasi ilmiah Escherrichia coli
Domain : Bacteria
Phylum : Proteobacteria
Order : Enterrobacteriaceales
Family : Enterrobacteriaceace
Genus : Escherichia
46
Gambar 2.17 Bakteri Escherrichia coli
2.8.2.2 Morfologi
dengan panjang 2,0-6,0 dan lebar 1,1-1,5μm. Bentuk sel dari bentuk seperti coocal
batang gram negatif. Selnya bisa terdapat tunggal, berpasangan, dan dalam rantai
pendek, biasanya tidak berkapsul. Bakteri ini aerobic dan dapat juga aerobic
dan speksitifitas antigen K terte ntu atau terdapat pada asam polisakarida yang
fimbria atau pili yang berbeda, banyak macamnya pada struktur dan speksitifitas
dan mempunyai pengaruh panas atau organ spesifik yang bersifat albesi. Hal itu
47
merupakan faktor virulensi yang penting. E. coli merupakan bakteri fakultatif
Pertumbuhan yang baik pada suhu optimal 3700C pada media yang mengandung
bakteri pada makanan dan air. E. Coli berbentuk besar (2-3 mm), circular,
konveks, dan koloni tidak berpigmen pada nutrient dan media darah. E. Coli dapat
bertahan hingga suhu 6000C selama 15 menit atau 5500C selama 60 menit
(Horward, 2004).
membasmi bakteri pada inang yang terinfeksi, dan mencegah pembusukan serta
perusakan bahan oleh bakteri (Sulistyo, 197). Senyawa yang bersifat menghambat
bakteri tergolong zat bakteriostatis yang mana pada dosis biasa berkhasiat
bersifat mematikan bakteri tergolong zat bakterisid yang mana pada dosis biasa
berkhasiat mematikan bakteri. Zat bakteriostatis dapat menjadi zat bakterisid bila
berada dalam dosis yang tinggi tetapi resikonya adalah zat tersebut menjadi racun
bila dikonsumsi oleh manusia sehingga obat yang digunakan untuk menghambat
48
Mekanisme Kerja antibakteri yaitu Merusak dinding sel yaitu dengan cara
sel serta mengatur aliran keluar masuknya bahan lain. Adanya keruskan pada
Contohnya polimiksin. Mengubah molekul protein dan asam nukleat yaitu dengan
mendenaturasikan protein dan asam nukleat sehingga kerusakan sel tidak dapat
diperbaiki lagi karena hidup suatu sel tergantung pada molekul protein dan asam
Menghambat sintesis asam nukleat dan protein. Gangguan pada pembentukan atau
fungsi-fungsi DNA, RNA dan protein dapat mengakibatkan kerusakan total pada
sel, karena zat-zat tersebut memegang peranan penting dalam proses kehidupan
Salah satu zat yang biasa digunakan untuk membunuh dan menghambat
pertumbuhan bakteri adalah antibiotik. Antibiotik adalah suatu bahan kimia yang
dikeluarkan oleh jasad renik atau hasil sintesis atau semisintesis yang memiliki
struktur yang sama dan senyawa ini dapat menghambat atau membunuh jasad
antibiotik yang dapat mematikan kelompok bakteri Gram positif dan bakteri
49
empit (Narrow Spectrum) yang merupakan antibiotik yang hanya aktif terhadap
penisilin yang dihasilkan oleh organisme golongan jamur. Antibiotik lain yang
(Dwidjosoeputro, 1989).
antibiotik itu diuji efeknya terlebih dahulu terhadap spesies bakteri tertentu.
Metode yang digunakan adalah metode pengenceran dan metode difusi. Metode
pengenceran menggunakan tabung yang diisi dengan media kaldu cair dan
bakteri uji. Metode difusi merupakan metode perembesan larutan contoh pada
yang dibentuk oleh larutan contoh terhadap petumbuhan dari mikroba pada media
terhadap asam atau amidase tetapi tidak tahan terhadap enzim β-laktamase.
dan bakteri Gram negatif dan merupakan antibiotik golongan Broad Spectrum.
Mekanisme kerja dari antibiotik ampisilin adalah menghambat sintesis dinding sel
mengatasi perbedaan tekanan osmosis di luar dan di dalam sel yang kemudian
akan menyebabkan bakteri mengalami lisis dan mati. Antibiotik yang digunakan
pada penelitian ini adalah amoxicillin dengan struktur seperti gambar 2.18.
50
Gambar 2.18 Struktur Kimia Amoxilin (Kaur et al, 2011)
antibiotika dari penisilin semisintetik yang stabil dalam suasana asam, kerja
dalam membunug bakteri (Junaidi, 2009). Amoxicilin sukar larut dalam air dan
methanol, tidak larut dalam benzen, karbon tetraklorida dan dalam kloroform.
51
2.9.1.1 Metode Dilusi
dan KBM (Kadar Bunuh Minimum) dari bahan antimikroba. Prinsip dari metode
dilusi adalah menggunakan satu seri tabung reaksi yang diisi medium cair dan
sejumlah tertentu sel mikroba yang diuji. Selanjutnya masing-masing tabung diisi
denagn antimikroba yang telah diencerkan secara serial, kemudian seri tabung
diinkubasi pada suhu 37oC selama 18-24 jam dan diamati terjadinya kekeruhan
hasil biakan yan mulai tampak jernih (tidak ada petumbuhan jamur adalah
merupakan konsentrasi hambat minimum). Biakan dari semua tabung yang jernih
ditumbuhkan pada medium agar padat, diinkubasi selama 24 jam, dan diamati ada
tidaknya koloni bakteri yang tumbuh. Konsentrasi terendah obat pada biakan pada
medium padat yang ditunjukkan dengan tidak adanya petumbuhan bakteri adalah
Dalam Pratiwi (2005), metode difusi terbagi menjadi tiga cara yakni:
direndam pada larutan uji di atas medium agar padat yang telah diinokulasi
dengan bakteri uji dan kemudian diinkubasi pada suhu 37 oC selama 18-24 jam.
52
cakram, sedangkan jamur yang resisten terlihat tetap tumbuh pada tepi kertas
cakram.
bagian permukaannya, lalu pada medium tersebut dibuat sumur dengan diameter
tertentu di mana sumur tersebut diisi dengan antibiotic uji kemudian diinkubasi
pada suhu 37oC selama 18-24 jam. Pertumbuhan bakteri diamati dengan
terbuat dari kaca atau silinder kawat yang disebut pecandang sebagai tempat
antibiotik uji. Medium Muller Hilton yang telah diisi pada cawan petri diinokulasi
larutan uji dan kemudian diinkubasi pada suhu 37oC selama 18-24 jam..
sekeliling silinder.
suatu bakteri terhadap suatu obat, dimana kadar konsentrasi terendah masih
menunjukan zona hambat. Untuk pengukuran zona hambatan suatu obat atau
bahan percobaan diukur dengan menggunakan mistar dalam mm, diukur dari garis
tengah zona hambat yang terjadi. Zona hambatan yang terjadi ditandai apabila
53
disekitar obat atau bahan percobaan menunjukan daerah jernih sebagai zona
perambatan pelarut pada suatu lapisan zat tertentu. Dasar pemisahan metode ini
adalah kelarutan dalam metode tertentu, daya absorbs oleh bahan penyerap dan
lapis tipis (KLT) (Anwar, 1989). Kromatografi lapis tipis merupakan teknik
kromatografi yang didasarkan pada prinsip adsorbsi yaitu proses penyerapan suatu
fluida, cairan maupun gas oleh suatu padatan atau cairan (adsorben) yang
Kromatografi lapis tipis adalah metode pemisahan campuran zat yang didasarkan
atas perbedaan kecepatan migrasi dari masing-masing komponen pada fase diam
di bawah pengaruh pelarut yang bergerak (fase gerak). Pada kromatografi lapis
tipis , fase diamnya berupa lapisan seragam (uniform) pada permukaan bidang
datar yang didukung oleh lempeng kaca, pelat aluminium, atau pelat plastik. KLT
54
Bahan-bahan yang digunakan sebagai adsorben KLT adalah silika gel,
magnesium fosfat, poliamida, sephadex, polivinil pirolidon, dan dua atau lebih
campuran dari bahan di atas. KLT dapat digunakan untuk memisahkan bahan
yang jumlahnya sangat kecil dari ukuran mikrogram (Harborne, 1987). Beberapa
fleksibilitas yang lebih besar dalam hal memilih fase gerak. Proses kromatografi
Menurut Rohman (Tael, 2013), adsorben atau fase diam yang sering
digunakan pada KLT adalah silika gel dan serbuk selulosa. Sedangkan fase gerak
yang digunakan pada KLT dipilih sesuai dengan komponen senyawa yang akan
dianalisis. Banyak sekali pelarut yang digunakan dalam KLT sebagai fase gerak
seperti metanol, etanol, air, kloroform, dietil eter, dan aseton. Pemilihan pelarut
yang digunakan pada KLT didasarkan pada prinsip like dissolves like. Pemisahan
yang baik pada KLT diperoleh apabila ketika melakukan penotolan dibuat sekecil
dan sesempit mungkin, karena apabila terlalu banyak dan tidak dilakukan secara
analit pada fase diam oleh fase gerak. Fase gerak yang berperan sebagai pelarut
Hasil analisis KLT berupa gambar puncak yang merupakan pola yang
55
Eluen atau fase gerak dalam KLT dapat berupa pelarut tunggal maupun
kombinasi beberapa pelarut. Intinya eluen yang baik adalah eluen yang dapat
memberikan pemisahan yang paling baik. Pemisahan yang paling baik adalah
pemisahan yang menghasilkan jumlah noda yang maksimal serta memiliki nilai
Rf yang tidak terlalu besar. Sifat yang perlu diperhatikan dalam pemilihan pelarut
alumina dan silika gel, kekuatan penyerapan naik dengan kenaikan polaritas zat
yang diserap. Berdasarkan sifat kepolaran dari suatu pelarut maka dapat
diperkirakan eluen yang paling cocok digunakan untuk analisis KLT, misalnya
senyawa yang dipisahkan adalah senyawa polar, maka memakai silika gel karena
bersifat polar. Hal ini dimaksudkan agar cukup kuat membawa analit saat proses
Dalam teknik Kromatografi lapis tipis terdapat beberapa faktor yang dapat
menunjang agar didapatkan hasil yang baik antara lain sebagai berikut :
1. Fase diam : semakin kecil dan seragam ukuran partikel fase diam maka akan
semakin tinggi daya pemisahan pada fase diam. Fase diam yang paling umum
digunakan pada KLT adalah silika gel. Silika gel mempunyai kekuatan
2. Fase gerak : fase gerak dapat dipilih berdasarkan adsorben yang digunakan
pada fase diam dan struktur yang akan dipisahkan. Fase gerak yang digunakan
dapat terbagi menjadi dua golongan yaitu golongan hidrofil dan lipofil.
56
butanol. Senyawa lipofil dipisahkan menggunakan fase gerak etil asetat, eter,
3. Penotolan cuplikan : penting untuk dilakukan sekecil mungkin pada plat silika.
reagen.
Bercak pemisahan pada KLT bias berwarna dan bias juga tidak berwarna.
Untuk menentukan senyawa pada KLT dapat dilakukan melalui 2 cara yakni
hingga diperoleh bercak yang jelas, atau dapat dilakukan dengan cara dibiarkan di
udara terbuka hingga keadaan plat layak untuk dideteksi. Menurut Soba dalam
berbagai komponen yang lebih rendah atau lebih tinggi (Tael, dalam Anjelina,
2015).
57
2.11 Tinjauan Tentang Kromatografi Lapis Tipis Preparatif (KLTP)
dan memakai peralatan paling dasar ialah Kromatografi Lapis Tipis Preparatif
(KLTP). KLTP adalah cara yang ideal untuk pemisahan cuplikan kecil (50 mg
sampai 1 gram) dari senyawa yang kurang atsiri. KLTP bersama-sama dengan
plat KLTP. Pelarut yang baik adalah pelarut atsiri (heksana, diklorometana, etil
asetat), karena jika pelarut kurang atsiri akan terjadi pelebaran pita. Cuplikan
bergantung pada lebar pita. Untuk pita yang terlalu lebar, dapat dilakukan
kaca yang dapat menampung beberapa pelat. Bejana dijaga tetap jenuh dengan
pelarut pengembang dengan bantuan sehelai kertas saring yang tercelup ke dalam
pita, proses ini dapat diulang beberapa kali, walaupun ada kerugian waktu.
58
Menurut Martson,dkk., (1995), kebanyakan penyerap KLTP mengandung
sepanjang senyawa yang dipisahkan menyerap sinar UV. Akan tetapi, beberapa
bahkan dengan asam asetat. Untuk senyawa yang tidak menyerap sinar UV, ada
beberapa pilihan yaitu menyemprot dengan air (misalnya saponin), menutup plat
dengan sepotong kaca kemudian menyemprot salah sati sisi dengan pereaksi
UV dan Visible. Alat ini menggunakan dua buah sumber cahaya yang berbeda,
yaitu sumber cahaya UV dan sumber cahaya visible. Larutan yang dianalisis
diukur serapan sinar ultra violet atau sinar tampaknya. Konsentrasi larutan yang
dianalisis akan sebanding dengan jumlah sinar yang diserap oleh zat yang terdapat
380) dan sinar tampak (380 -780) dengan memakai instrumen spektrofotometer.
monokromator, sel pengabsorpsi untuk larutan sampel atau blangko dan suatu alat
59
pembanding. Spektrofotometer UV-Vis dapat melakukan penentuan terhadap
sampel yang berupa larutan, gas dan uap. Untuk sampel yang berupa larutan perlu
diperhatikan pelarut yang dipakai antara lain, pelarut yang dipakai tidak
kemurniannya harus tinggi atau derajat untuk analisis (Numba, 2015). Proses
absorbsi cahaya pada spektrofometer UV-Vis yaitu ketika cahaya dengan panjang
cahaya dengan panjang gelombang tertentu saja yang akan diserap. Di dalam
suatu molekul yang memegang peranan penting adalah elektron valensi dari setiap
atom yang ada hingga terbentuk suatu 3 materi. Elektron-elektron yang dimiliki
oleh suatu molekul dapat berpindah (eksitasi), berputar (rotasi) dan bergetar
Jika zat menyerap cahaya tampak dan UV maka akan terjadi perpindahan
ini disebut transisi elektronik. Apabila cahaya yang diserap adalah cahaya
inframerah maka elektron yang ada dalam atom atau elektron ikatan pada suatu
molekul dapat hanya akan bergetar (vibrasi). Sedangkan gerakan berputar elektron
terjadi pada energi yang lebih rendah lagi misalnya pada gelombang radio. Atas
yang ada dalam suatu sampel. Dimana zat yang ada dalam sel sampel disinari
sebagian lagi akan diteruskan. Pada spektrofotometer, cahaya datang dan cahaya
60
masuk atau cahaya yang mengenai permukaan zat dan cahaya setelah melewati zat
tidak dapat diukur, yang dapat diukur adalah It/I0 atau I0/It (perbandingan cahaya
ekstrak etanol, fraksi etil asetat dan fraksi air etanol pada
konsentrasi 200 ppm, 300 ppm, 400 ppm dan 500 ppm.
konsentrasi 200 ppm, 300 ppm, 400 ppm dan 500 ppm.
61
BAB III
METODE PENELITIAN
Cendana Kupang.
etanol batang kayu gaharu dengan berbagai konsentrasi yaitu 200 ppm,
coli.
3. Varabel Kontrol
62
3.3 Tahapan Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah toples, pisau, blender,
tabung reaksi, gelas ukur, erlenmeyer, kain flanel, gelas kimia, kertas saring,
corong pisah, kaca arloji, pengaduk, penjepit, maserator, rotary vacum evaporator,
lampu UV ukuran standar 254 nm dan 366 nm, aluminium foil, mikropipet, kapas
steril, jarum ose, pecandang, pembakar bunsen, oven, cawan petri, incubator,
Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah batang Gaharu
Mayer, FeCl3 10%, HCl 2%, Pereaksi Lieberman-Burchard, Pereaksi Shibata, plat
silica gel, aquades, NaCl 0,9%, Nutrient agar, Nutrient broth, Bakteri uji
yang diambil adalah batang kayunya untuk digunakan sebagai bahan penelitian.
63
sampel, hasil pengamatan kemudian dibandingkan dengan ciri-ciri atau sifat-sifat
utama tumbuhan yang selama ini dikenal. Hasil pembandingan ciri-ciri tumbuhan
sampel dan ciri-ciri tumbuhan yang selama dan sudah termuat dalam literatur,
disusun dari urutan paling tinggi (Divisi) sampai yang paling rendah adalah jenis
(Spesies). Dari sini akan dapat diketahui apakah benar-benar batang kayu gaharu
yang masih menempel, lalu dikeringkan kurang lebih 14 hari sampai batng kayu
dikeringkan pada suhu kamar tanpa sinar matahari. Batang gaharu yang sudah
60 mesh.
flannel dan direndam di dalam toples menggunakan pelarut etanol selama 3 hari
diangkat, diperas dan ekstraknya disaring menggunakan kertas saring. Hasil dari
ekstraksi ini adalah ekstrak etanol dan ampas. Ekstrak etanol yang diperoleh
64
dievaporasi menggunakan rotary vacum sehingga diperoleh ekstrak batang kayu
gaharu bebas pelarut (ekstrak kental). Kemudian ekstrak etanol tersebut yang akan
dengan suhu 45oC. dilarutkan dengan air panas 100 mL kemudian di partisi
dengan etil asetat dengan perbandingan air-etanol dan petroleum eter 1:1.
Sehingga diperoleh Larutan fraksi petroleum eter dan fraksi air-etanol, kemudian
jernih. Fraksi petroleum eter dievaporasi menjadi fraksi petroleum eter pekat
sedangkan Fraksi air-etanol yang diperoleh dipartisi lagi dengan etil asetat dengan
perbandingan air-etanol dan etil asetat 1:1. Diperoleh fraksi air-etanol dan fraksi
etil asetat. Hasil partisi dari fraksi-fraksi tersebut kemudian dievaporasi sampai
diperoleh fraksi etil asetat pekat dan fraksi etanol pekat. Fraksi pekat yang
a. Uji Flavonoid
65
pekat, kemudian larutan dihomogenkan sebelum digunakan. Apabila terbentuk
b. Uji Terpenoid
terpenoid.
c. Uji Alkaloid
air (larutan II). Kedua larutan tersebut dicampur dan diencerkan sampai 100 mL.
d. Uji Steroid
66
Ekstrak etanol batang kayu gaharu (Gyrinops versteegii) sebanyak 2 mL
e. Uji Saponin
f. Uji Tanin
(KLT)
jenuh dengan eluen. Di potong plat KLT dengan ukuran 10 x 3 cm. Plat diberi
tanda berupa garis sepanjang plat pada batas bawah (2 cm dari tepi bawah plat)
dan batas atas (1,5 cm dari tepi atas plat) dengan menggunakan pensil dan mistar.
Dengan menggunakan mikropipet, ditotolkan sampel pada garis bata bawah yang
yang telah terisi pelarut dalam posisi berdiri dan diusahakan agar totolan sampel
tidak terendam dalam pelarut. Dibiarkan hingga pelarut bergerak mencapai garis
67
batas atas plat, kemudian plat dikeluarkan dari chamber dan dikeringkan pada
suhu kamar. Plat diamati di bawah lampu UV dengan panjang gelombang 254 nm.
Warna noda (spot) yang terbentuk dicatat, kemudian diukur jarak yang ditempuh
1:4, dan etanol-etil asetat dengam perbandingan (3:1). Eluen terbaik adalah eluen
yang dapat memisahkan banyak komponen serta memiliki nilai Rf yang agak
berjauhan. Semua hasil KLT dihitung nilai Rf-nya, dilihat kolom kromatogram
Preparatif (KLTP)
chamber kromatografi berukuran besar. Plat dielusi dengan eluen terbaik hasil
KLT (eluen yang memberikan pemisahan terbaik) dan dibiarkan hingga pelarut
bergerak mencapai garis batas plat. Plat dikeluarkan dan dikeringkan pada suhu
254 nm. Warna noda (spot) yang terbentuk dicatat, kemudian diukur jarak yang
etanol, kemudian disaring dan diuapkan sehingga diperoleh isolat. Isolat yang
68
3.4.2 Uji Aktivitas Antibakteri Terhadap Bakteri Escherichia colli
Alat tahan panas, bahan dan medium yang akan digunakan untuk
121oC dan tekanan 1 atm. Sebelumnya, alat-alat dicuci bersih, dikeringkan, dan
dibungkus dengan aluminium foil. Alat yang tidak tahan panas disterilkan dengan
menggunakan alkohol.
instan, dipanaskan sampai mengental dan berwarna kuning dalam gelas kimia
sambil diaduk.
Nutrien Bort 5 mL dalam tabung reaksi menggunakan jarum ose, pada suhu 37 oC
69
3.4.4 Pembuatan Larutan Kontrol
larutan sebesar 0,1 % gr/V. sehingga di dapatkan konsentrasi 0.1 ppm. Larutan ini
aquades.
ekstrak menjadi 200 ppm, 300 ppm, 400 ppm, dan 500 ppm. Pembuatan
konsentrasi larutan induk 1000 ppm dengan 0.1 L aquades adalah 0.1 gram.
Pengenceran ekstrak batang kayu gaharu dengan beberapa konsentrasi yaitu 200
ppm, 300 ppm, 400 ppm dan 500 ppm. Pengenceran yang pertama adalah 500
ppm dengan konsentrasi awal 1000 ppm, konsentrasi akhir 500 ppm dan volume
diperoleh volume awalnya 25 mL. Dalam pengenceran 400 ppm, 300 ppm dan
200 ppm digunakan rumus yang sama dan volume akhir yang sama yaitu 50 mL.
Sehingga pada penegnceran ekstrak konsentrasi 400 ppm dengan konsentrasi awal
500 ppm, konsentrasi akhir 400 ppm diperoleh volume awalnya 40 mL.
Penenceran ekstrak konsentrasi 300 ppm dengan konsentrasi awal 400 ppm,
konsentrasi akhir 300 ppm diperoleh volume akhirnya adalah 37.5 mL.
Pengenceran ekstrak konsentrasi 200 ppm dengan konsentrasi awal 300 ppm dan
70
3.4.6 Penentuan Diameter Zona Hambat
Fraksi etil asetat, ekstrak etanol dan fraksi air-etanol batang kayu gaharu yang
telah disiapkan, dibuat dalam beberapa konsentrasi 200 ppm, 300 ppm, 400 ppm
dan 500 ppm. serta kontrol positif dan kontrol negatif. Medium Mueller Hington
Mueller Hington Agar dengan suhu 45-48oC dicampur rata dengan bakteri,
steril), dan larutan ekstrak dengan konsetrasi yang berbeda. Medium bakteri yang
sudah diberi bahan antibakteri diinkubasi pada suhu 37 oC selam 24 jam dalam
incubator. Diameter zona hambat adalah diameter yang tidak ditumbuhi bakteri di
Pada penelitian ini kontrol positif amoxcilin digunakan bakteri Escherichia colli
(gram positif). Konsentrasi terendah sampel yang aktif dan larutan jernih setelah
Data yang diperoleh dari penelitian ini berupa data kualitatif dan
kuantitatif. Data kuantitatifnya berupa hasil uji fitokimia pada larutan uji sebagai
71
tanda adanya senyawa senyawa bioaktif, apabila ada senyawa dalam sampel,
maka akan menunjukkan perubahan warna. Selain itu diperoleh data perhitungan
Rf untuk menentukan eluen terbaik pada saat dilakukan kromatografi lapis tipis
dan juga data uji aktivitas antibakteri. Data yang dikumpulkan untuk uji aktivitas
antibakteri berupa diameter zona hambat dari bakteri. Diameter zona hambat
air-etanol, fraksi etil asetat dan ekstrak etanol pada konsentrasi 200 ppm, 300
ppm, 400 ppm dan 500 ppm. Diukur dan dibandingkan dengan diameter hambatan
Tabel 3.1 Rancangan Percobaan Uji Aktivitas Antibakteri fraksi air-etanol, fraksi
1. K+
2. K-
3. 200
4. 300
5 400
6. 500
72
Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan uji anova one way
pada taraf signifikansi 5%. Uji hipotesis dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya
perbedaan luas zona hambat bakteri E.coli dan E. faecalis terhadap fraksi etanol
dan n-heksan akar Pletekan pada konsentrasi 200 ppm, 300 ppm, 400 ppm dan
Tabel 3.2 Analisis Varian Untuk Uji Hipotesis Dengan Anova One Way
(JK) (MK)
((ΣXtot )²)/ N
((ΣXtot )²)/nkel
- ((ΣXtot )²)/ N
Keterangan:
SV = sumber variasi
Tot = total
73
Kriteria pengujian : bila harga Fhitung lebih kecil atau sama dengan Ftabel maka (Fh ≤
74
BAB IV
Gyrinops versteegii. Batang kayu gaharu dijadikan sampel dalam penelitian ini di
ambil dari Manggarai. Batang kayu gaharu diambil dibersihkan dari kulit
mengurangi kadar air, aktivitas mikroba, dan mencegah timbulnya jamur sehingga
dapat disimpan lebih lama dan tidak mudah rusak sehingga komposisi kimia
permukaan kontak antara sampel dengan pelarut. Semakin luas permukaan bidang
kontak sampel maka proses penarikan komponen senyawa aktif oleh pelarut akan
semakin efektif pada saat proses ekstraksi. Sampel berupa serbuk kemudian
sempurna pada seluruh sampel. Ayakan 60 mesh merupakan ukuran yang sesuai
untuk jenis sampel batang dalam proses ekstraksi (Sembiring, 2005). Serbuk
sampel ini yang akan kemudian digunakan untuk penelitian tahapan selanjutnya.
suatu bahan atau sampel. Prinsip ekstraksi adalah melarutkan senyawa polar
dalam pelarut polar dan senyawa nonpolar dalam pelarut nonpolar. Metode
Kelebihan dari metode ini adalah metode ekstraksi yang paling sederhana yang
dilakukan dengan cara merendam serbuk sampel dalam suatu pelarut organik pada
temperatur ruangan dan dalam jangka waktu tertentu. Selain karena prosesnya
yang sederhana, metode ekstraksi maserasi ini dipilih karena pengaruh suhu tinggi
metabolit sekunder yang ingin diisolasi. Sedangkan kekurangan dari metode ini
adalah membutuhkan waktu yang lama untuk mencari pelarut organik yang dapat
melarutkan dengan baik senyawa yang akan diisolasi dan harus mempunyai titik
didih yang tinggi pula sehingga tidak mudah menguap (Voight, 1995).
76
Proses ekstraksi maserasi ini dilakukan secara bertahap menggunakan dua
pelarut yang sifat kepolarannya berbeda. Pelarut yang digunakan dalam penelitian
ini adalah n-Heksana dan etanol. Senyawa-senyawa polar yang terkandung dalam
sampel batang kayu gaharu akan terekstrak dengan pelarut etanol. Sedangkan
senyawa nonpolar yang terkandung dalam sampel akan terekstrak dengan pelarut
n-Heksana. Data hasil ekstraksi maserasi batang kayu gaharu disajikan pada tabel
4.1.
Tabel 4.1 Data Hasil Ekstraksi Pembuatan Ekstrak Etanol Batang Kayu Gaharu
Hasil
Evaporasi
(Gram)
kehitaman
77
instrumen yang menggunakan prinsip destilasi sehingga tekanan akan menurun
dan pelarut akan menguap di bawah tiitk didihnya. Rotary vacum evaporator
dibawah titik didih sehingga zat yang terkandung di dalam pelarut tidak akan
rusak oleh suhu tinggi sehingga pelarut etanol akan menguap lebih cepat di bawah
titik diddihnya. Menurut Harborne (1987) hasil ekstrak yang diperoleh akan
sangat tergantung pada beberapa faktor antara lain kondisi alamiah senyawa
tersebut, metode ekstraksi yang digunakan, ukuran partikel sampel, kondisi dan
terhadap jumlah sampel. Ekstrak kental batang kayu gaharu Gyrinops versteegii)
berwarna cokelat kehitaman dengan berat 38,05 gram. Ekstrak yang diperoleh
(a) (b)
Gambar 4.3 (a) Ekstrak Etanol Batang Kayu Gaharu (Gyrinops versteegii)
(b) Hasil Evaporasi Ekstrak Etanol Batang Kayu Gaharu (Gyrinops versteegii)
dengan menggunakan dua macam pelarut yang tidak saling bercampur. Pada
78
ekstraksi bertahap ini berlaku prinsip kelarutan “like dissolve like”, artinya
pelarut polar akan melarutkan senyawa polar sedangkan pelarut nonpolar akan
berbeda-beda yaitu etil asetat yang besifat semi polar dan etanol yang bersifat
polar.
menggunakan pelarut etil asetat sebanyak 100 mL. Campuran dikocok dalam
corong pisah selama beberapa menit kemudian didiamkan 15 menit hingga kedua
campuran terpisah. Saat didiamkan terdapat dua lapisan, lapisan bagian atas
adalah fraksi etil asetat dan lapisan bagian bawah adalah fraksi air etanol. Hal ini
disebabkan karena kedua pelarut memiliki massa jenis yang berbeda dimana
massa jenis etil asetat 0.902 g/mL. Massa jenis etil asetat lebih kecil dari air-
etanol sehingga lapisan petroleum eter berada dibagian atas sedangkan lapisan
diperoleh fraksi air etanol. Proses fraksinasi dilakukan berulang hingga diperoleh
fraksi etil asetat yang bening. Fraksi etil asetat dan air etanol yang diperoleh
mendapatkan ekstrak kental. Berat ekstrak kental hasil evaporasi fraksi etil asetat
sebesar 5,01 gram, sedangkan untuk fraksi air etanol sebesar 3,04 gram. Hasil
fraksi etil asetat dan air etanol yang telah dipekatkan digunakan untuk uji
selanjutnya.
79
Tabel 4.2 Data hasil evaporasi etil asetat dan air etanol batang kayu gaharu
(Gyrinops versteegii)
Hasil fraksinasi ekstrak etanol dan fraksi etil asetat dapat dilihat pada Gambar 4.4
uji fitokimia digunakan untuk mengungkapkan ada atau tidaknya senyawa tertentu
dalam smpel. Prinsip dasarnya yaitu adanya reaksi pengujian warna dengan suatu
reaksi warna (Kristanti, 2008). Uji fitokimia yang dilakukan dalam penelitian ini
yaitu alkaloid, terpenoid, steroid, flavonoid, tanin dan saponin. Uji fitokimia ini
80
dilakukan pada sampel ekstrak etanol, fraksi etil asetat dan fraksi air etanol. Data
Hasil uji fitokimia tersebut dapat dilihat pada tabel berikut pada tabel 4.3.
Tabel 4.3 Data Hasil Uji Fitokimia Ekstrak Etanol Batang Kayu Gaharu
(Gyrinops versteegii)
Keterangan : simbol (+) yang berarti terdeteksi oleh pereaksi warna dan (-) yang
berarti tidak terdeteksi oleh pereaksi warna.
81
Tabel 4.4 Data Hasil Uji Fitokimia Fraksi Etil Asetat
merah -
kecoklatan
atau ungu
4. Steroid Lieberman
Hijau - Biru Cokelat -
Burchard
Keterangan : simbol (+) yang berarti terdeteksi oleh pereaksi warna dan (-) yang
merah merah +
kecoklatan kecoklatan
atau ungu
4. Steroid Lieberman
Hijau – Biru Cokelat -
Burchard
Keterangan : simbol (+) yang berarti terdeteksi oleh pereaksi warna dan (-) yang
83
Berdasarkan hasil uji fitokimia dengan ekstrak etanol, fraksi etil asetat dan
fraksi air etanol senyawa metabolit sekunder yang terdeteksi oleh pereaksi warna
4.4.1 Terpenoid
gugus fungsi atau lebih. Terpenoid umumnya larut dalam lemak dan terdapat
kelompok. Senyawa terpenoid ini adalah salah satu senyawa kimia bahan alam
golongan terpenoid bersifat non-polar sehingga dapat larut ke dalam pelarut non-
pekat, fraksi etil asetat dan fraksi air etanol masing-masing sebanyak 1 mL dan
dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berbeda. Setelah itu, ekstrak etanol
pekat dan fraksi diuji dengan menambahkan pereaksi spesifik untuk terpenoid
dengan melarutkan asam asetat anhidrat dan ditambahkan dengan sedikit asam
sulfat. Adanya terpenoid ditunjukkan dengan adanya cincin merah kecoklatan atau
ungu pada batas kedua larutan, sedangkan pada bagian atas larutan berwarna hijau
atau ungu (Harborne, 1987). Dari hasil yang didapatkan dalam pengujian ini yaitu
terbentuk cincin merah kecoklatan pada ekstrak etanol dan fraksi air etanol.
Prinsip dari mekanisme reaksi uji ini adalah kondesasi atau pelepasan H 2O
dan penggabungan karbokation. Reaksi ini diawali dengan proses asetilasi gugus
84
hidroksil menggunakan asam asetat anhidrat. Gugus asetil yang merupakan gugus
pergi yang baik akan lepas sehingga terbentuk ikatan rangkap. Selanjutnya terjadi
Berdasarkan hasil yang diperoleh, diperkirakan ekstrak etanol dan fraksi air
terpenoid memiliki kandungan obat yang sudah banyak digunakan. Terpenoid ini
tumbuhan dan dapat berkerja sebagai fungisida. Hasil uji fitokimia senyawa
Reaksi pada uji terpenoid dengan pereaksi Liebermann Burchaad adalah sebagai
berikut:
85
Gambar 4.6 Reaksi uji Terpenoid (Marliana, S., 2005)
4.4.2 Alkaloid
tumbuhan dan tersebar luas pada berbagai jenis tumbuhan. Alkaloid dapat
ditemukan dalam berbagai bagian tanaman seperti biji, daun, ranting, dan kulit
kayu. Dan hampir semua alkaloid yang ditemukan di alam mempunyai keaktifan
fisiologis tertentu, ada yang sangat beracun tetapi ada pula yang sangat berguna
dengan titik lebur pada kisaran 87-238oC atau mempunyai kisaran dekomposisi,
namun alkaloid dapat juga berbentuk cair dan tidak memiliki warna. Pada
umumnya senyawa alkaloid hanya larut dalam pelarut organik dan mengandung
paling sedikit satu atom nitrogen yang biasanya bersifat basa, dan sebagian besar
atom nitrogen ini merupakan bagian dari cincin hetererosiklik (Harborne, 1987).
86
Langkah awal dalam pengujian alkaloid yaitu mengambil ekstrak etanol pekat,
fraksi etil asetat dan fraksi air etanol masing-masing senyak 1 mL dan
dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berbeda. Setelah itu, ekstrak dan
yaitu reagen Wagner. Hasil yang diperoleh dalam pengujian ini yaitu terbentuknya
endapan coklat.
Prinsip dari metode analisis ini adalah reaksi pengendapan yang terjadi karena
Hasil positif alkaloid pada uji Wagner diandai dengan terbentuknya endapan
pereaksi Wagner, iodin bereaksi dengan ion I- dari kalium iodida menghasilkan
ion I3- yang berwarna coklat. Pada uji Wagner, ion logam K+ akan membentuk
kalium alkaloid yang mengendap. Reaksi yang terjadi pada uji Wagner
87
Reaksi pada uji alkaloid dengan pereaksi Wagner adalah sebagai berikut:
4.4.3 Saponin
struktur steroid dan membentuk larutan koloidal dalam air menghasilkan buih bila
dikocok. Saponin adalah glikosida triterpen dan sterol yang telah terdeteksi dalam
lebih dari 90 suku tumbuhan. Saponin merupakan senyawa aktif permukaan yang
dapat menurunkan tegangan permukaan dan bersifat seperti sabun, serta dapat
darah. Saponin ada pada seluruh tanaman dengan konsentrasi tinggi pada bagian-
bagian tertentu dan dipengaruhi oleh varietas tanaman dan tahap pertumbuhan.
Fungsi saponin dalam tumbuhan tidak diketahui secara pasti, namun ada banyak
jenis saponin yang sangat toksit dan cepat memecahkan sel darah merah, saponin
juga digunakan sebagai obat luar yang bersifat sebagai antiinflamasi, antimikroba
fraksi etil asetat dan fraksi air etanol yang ditambahkan dengan beberapa tetes
terbentuknya busa yang stabil. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak tanaman,
fraksi etil asetat dan fraksi air etanol positif mengandung saponin. Terbentuknya
88
busa atau buih ini dikarenakan senyawa saponin memiliki sifat fisik yang mudah
larut dalam air. Selain itu, busa yang terbentuk juga dikarenakan adanya glikosida
menjadi glukosa dan senyawa lainnya (Rusdi, 1990). Adanya ikatan glikosida
pada saponin menyebabkan senyawa ini cenderung bersifat polar. Saponin juga
memiliki sifat seperti sabun yang memiliki dua sisi yang bersifat polar dan sisi
lainnya bersifat non polar. Hal inilah yang menyebabkan saponin dapat diketahui
dalam sampel ekstrak etanol, fraksi etil asetat dan fraksi air etanol. Reaksi
Gambar 4.10 Reaksi hidrolisis saponin dalam air (Marliana, S., 2005)
89
4.5 Identifikasi Komponen Senyawa Dengan Kromatografi Lapis Tipis
(KLT)
lebih memperkuat dan mempertegas hasil dugaan senyawa yang diperoleh dari uji
fitokimia. Karena berfungsi sebagai penegasan, proses ini hanya dilakukan untuk
senyawa yang menunjukkan hasil positif pada uji fitokimia (terpenoid, alkaloid
dan saponin). Proses ini juga bertujuan untuk mencari eluen terbaik dari beberapa
Lapis Tipis Preparatif (KLTP). Eluen yang baik adalah eluen yang bisa
noda. Noda yang terbentuk tidak berekor dan jarak antara noda yang satu dengan
yang lainnya jelas serta memliki nilai Rf yang tidak terlalu besar (Harborne,
1987). Sifat yang perlu diperhatikan dalam pemilihan pelarut untuk eluen yaitu
gel dan alumina, kekuatan penyerapan naik dengan kenaikan polaritas zat yang
diserap. Apabila senyawa yang dipisahkan bersifat polar, memakai adsorben silika
gel, maka eluen yang dipakai harus bersifat polar. Hal ini dimaksudkan agar eluen
yang digunakan cukup kuat menahan analit saat proses elusi digunakan. Dalam
metode KLT pada proses ini dikarenakan memiliki beberapa keunggulan antara
lain jumlah cuplikan yang diperlukan untuk analisis sedikit, pengerjaan relatif
90
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan salah satu metode identifikasi
senyawa diantara padatan penyerap (adsorben, fase diam) yang dipisahkan pada
plat kaca atau plastik kaku dengan suatu pelarut (fase gerak) yang mengalir
melewati adsorben (padatan penyerap). Fase diam yang digunakan adalah plat
silika gel GF254. Plat silika ini umunya digunakan untuk memisahkan senyawa
alkaloid, zat warna, flavonoid, fenol, steroid, vitamin–vitamin, karoten, dan asam–
asam amino. Pemilihan silika gel GF254 didasarkan pada telaah pustaka yang
menyatakan bahwa adsorben ini dapat digunakan sebagai fase polar dan nonpolar
senyawa adalah beberapa pelarut dengan tingkat kepolaran yang berbeda yang
Sebelum plat digunakan, terlebih dahulu plat diaktivasi pada suhu 1050C
selama 30 menit untuk menghilangkan kadar air yang terdapat dalam plat. Plat
yang sudah diaktivasi, dipotong dengan ukuran 8 x 2 cm dan dibuat garis batas
elusi menggunakan pensil. Batas elusi bagian atas sebesar 1,5 cm dan bagian
bawah 2 cm. Penandaan batas bawah pada plat KLT ini berfungsi agar dapat
menghindari fraksi dan ekstrak terendam dalam eluen dan menjadi larut sebelum
penanda agar proses elusi atau pemisahan dapat dihentikan apabila eluen telah
mencapai batas atas. Fraksi yang digunakan pada pengujian KLT yaitu fraksi etil
asetat dan fraksi air etanol dan juga ekstrak etanol batang kayu Gaharu (Gyrinops
versteegii).
91
Eluen yang digunakan dalam penelitian ini adalah n-butanol : asam asetat
: 2 : 3). Eluen BAA ini didasarkan atas kecocokan eluen untuk memisahkan
senyawa terpenoid, alkaloid dan saponin. Variasi eluen yang digunakan dalam
penelitian ini dimaksudkan untuk mewakili kepolaran dari setiap senyawa yang
akan dipisahkan yaitu ada campuran variasi yang berkecenderungan ke arah lebih
polar, semi polar dan ada yang berkecenderungan lebih nonpolar. Eluen BAA
dipilih sebagai fase gerak karena ketiga pelarut ini memiliki kepolaran yang
memiliki kepolaran sedang dan air memiliki kepolaran tinggi. Perbedaan tingkat
kepolaran ini sehingga memberikan pemisahan yang baik. Eluen yang digunakan,
meletakkan kertas saring dalam chamber dan ditutup rapat. Eluen dapat dikatakan
sudah jenuh jika sudah naik membasahi seluruh permukaan kertas saring yang
ada. Penjenuhan eluen bertujuan agar proses elusi atau perambatan berjalan
fraksi etil asetat dan air etanol serta ekstrak etanol pekat batang kayu gaharu
ditotolkan dalam jumlah kecil pada plat KLT. Sampel yang ditotolkan tidak boleh
terlalu banyak karena jika terlalu banyak maka noda yang muncul akan tidak
beraturan. Plat yang telah ditotol dengan ekstrak dan fraksi ditunggu hingga
kering, dimasukkan ke dalam chamber dan ditutup rapat. Plat diletakkan dalam
keadaan tegak dan dielusi dengan eluen yang telah disiapkan. Eluen akan
92
mengembang naik sepanjang permukaan plat dengan membawa komponen-
pelarut dan derajat kekuatan komponen terabsorbsi pada fasa diam. Proses elusi
diakhiri pada saat eluen mencapai batas atas plat. Plat kemudian diangkat dan
lampu UV 366 nm. Perlakuan yang sama dilakukan pada semua perbandingan
eluen.
a. b. c.
Gambar 4.11 Hasil kromatografi lapis tipis dilihat pada lampu UV (a) Ekstrak
etanol batang kayu gaharu; (b) Fraksi air etanol; (c) Fraksi etil asetat
yang telah diberi perlakuan sebelumnya. Hasil uji KLT berupa noda seperti pada
untuk mengetahui secara jelas ada spot yang terbentuk. Pengamatan plat dibawah
menampakan komponen senyawa sebagai bercak yang gelap atau bercak yang
Noda yang terlihat di bawah lampu UV ditandai dengan pensil untuk dihitung
93
Mekanisme identifikasi KLT analitik dimulai pada saat eluen tepat
kedua fase dengan prinsip like dissolve like. Kemudian akan terjadi distribusi
diantara kedua fase, dimana senyawa yang polar akan lebih banyak terdistribusi
didalam fase polar sedangkan senyawa yang nonpolar akan lebih banyak
salah satu komponen sampel yang tertahan oleh fase diam dan yang lain terbawa
ditandai dengan adanya bercak atau noda dengan nilai Rf yang berbeda. Rf
berfungsi untuk menyatakan posisi noda pada fase diam setelah dielusi.
Tabel 4.6 Hasil perhitungan Rf pemisahan kromatografi lapis tipis ekstrak etanol
batang kayu gaharu dan fraksi etil asetat serta fraksi air etanol
Analisis
No Nama Eluen
Jumlah Bentuk
. Warna Spot Rf
Ekstrak Etanol Spot Spot
94
Bulat Ungu 0.80
Ungu 0,93
7:1:2 2
Bulat
Eluen yang memberikan pemisahan terbaik berdasarkan tabel 4.6 dan hasil
kromatogram pada plat KLT adalah campuran eluen BAA (4 : 1: 5) untuk ekstrak
etanol batang kayu gaharu, fraksi air etanol dan fraksi etil asetat. Hal ini dapat
dilihat dengan terbentuknya noda yang bulat utuh yang terpisah dengan baik.
Warna yang teramati pada lampu UV pada panjang gelombang 366 nm untuk
95
ekstrak etanol batang kayu gaharu (4:1:5) yaitu ungu dengan nilai Rf yaitu 0,76.
Untuk fraksi air etanol (4:1:5) warna yang teramati pada lampu UV yaitu ungu
dengan nilai Rf yaitu 0,56 dan untuk fraksi etil asetat (4:1:5) warna yang teramati
pada lampu UV yaitu ungu dengan nilai Rf yaitu 0,71. Nilai Rf yang dihasilkan
dari masing–masing eluen dikatakan baik, apabila nilai Rfnya berkisar antara 0.2–
0.8. Perbedaan nilai Rf dari masing– masing fraksi karena perbedaan struktur dan
distribusi senyawa terhadap fase gerak dan fase diam. Jika Rf yang dihasilkan
memiliki nilai yang tinggi maka hal tersebut menunjukkan bahwa senyawa
memiliki kepolaran yang lebih rendah begitu juga sebaliknya. Hal ini dikarenakan
fase diam bersifat polar dan senyawa yang bersifat polar akan tertahan kuat pada
Preparatif (KLTP)
pemisahan senyawa dalam jumlah yang besar. Hasil pemisahan dengan KLT
preparatif hampir sama dengan KLT analitik hanya berbeda pada jumlah ekstrak
yang ditotolkan pada plat dan ukuran plat KLT yang digunakan. Eluen terbaik
Proses KLTP bertujuan untuk mendapatkan isolat yang lebih banyak. Eluen
terbaik yang digunakan untuk uji KLTP yaitu eluen BAA (4 : 1: 5) untuk ekstrak
etanol batang kayu gaharu, fraksi air etanol dan fraksi etil asetat, dijenuhkan
dalam chamber berukuran besar dengan meletakkan kertas saring sampai eluen
96
Plat KLTP yang digunakan pada aplikasi KLTP adalah plat KLT yang
berukuran 20 x 20 cm. Batas bawah plat diberi jarak 2 cm dan batas atas plat 1,5
cm. Sampel ditotolkan sepanjang plat dengan jarak 2 cm dari tepi bawah plat. Plat
KLTP yang telah ditotol dikeringkan sebelum plat dimasukkan ke dalam chamber
yang telah jenuh dengan eluen. Plat kemudian dielusi dengan eluen terbaik hasil
pemisahan dari KLT yaitu eluen BAA dengan perbandingan 40:10:50. Proses
elusi ini memakan waktu yang lama. Hal ini merupakan salah satu kelemahan dari
plat silika gel. Setelah proses elusi selesai yang ditandai dengan eluen yang
mencapai batas atas, plat dikeluarkan dari chamber dan diangin–anginkan hingga
kering. Noda yang terbentuk pada plat, diamati dibawah lampu UV dengan
Data hasil pemisahan komponen senyawa dengan KLTP disajikan pada Tabel 4.7
Analisis
No
Eluen Jumlah Bentuk
. Warna Spot Rf
Spot Spot
1. BAA (4:1:5)
1 Pita Ungu 0.78
Ekstrak Etanol
2. BAA (4:1:5)
1 Pita Ungu 0,81
Fraksi Air Etanol
2. BAA (4:1:5)
1 Pita Ungu 0.43
Fraksi Etil Asetat
97
Berdasarkan tabel tersebut diperoleh 3 noda berwarna ungu dengan nilai
dimungkinkan karena perlakuan pada KLT analitik dan KLT preparatif tidak
dilakukan di hari yang sama menyebabkan isolat yang digunakan tidak homogen.
Untuk mendapatkan senyawa yang berhasil dipisahkan, noda yang ada dikerok.
Noda fraksi etil asetat dilarutkan dalam pelarut etil asetat dan noda ekstrak etanol
dan fraksi air etanol dilarutkan dalam pelarut etanol masing–masing sebanyak 10
mL. Hasil kerokan kemudian disaring untuk memisahkan larutan silika gel
sehingga diperoleh hasil saringan berupa isolat murni. Isolat yang diperoleh
menentukan secara deskriptif senyawa yang didapat dari hasil pemisahan senyawa
UV–Vis. Tujuan utama analisis ini yaitu untuk menentukan secara pasti senyawa
yang terkandung pada isolat hasil isolasi KLTP. Analisis UV-VIS ini diukur pada
98
Gambar 4.12 Spektrum UV isolat fraksi etil asetat
99
Gambar 4.14 Spektrum UV isolat ekstrak etanol
Berdasarkan data hasil spektra UV-VIS di atas, isolat fraksi etil asetat
9.999. Untuk isolat fraksi air etanol memiliki serapan maksimum pada panjang
206 nm dengan absorbansi 1.943. Sedangkan untuk isolat ekstrak etanol memiliki
panjang gelombang 229 nm dengan absorbansi 0.354. Sesuai dengan uji fitokimia
besar potensi atau konsentrasi suatu senyawa dalam memberikan efek bagi
aktivitas antibakteri dari senyawa metabolit sekunder adalah metode difusi agar.
Metode ini adalah metode yang paling umum digunakan selain karena mudah dan
medium Muller Hington Agar. Medium Nutrient Agar berfungsi sebagai pakan
dalam 250 mL air panas sampai berbentuk agak kental. Sedangkan medium
Muller Hington Agar berfungsi sebagai medium dasar yang merupakan tempat
100
tumbuh bakteri, memperbanyak jumlah, menguji fisiologi dan perhitungan jumlah
20 gram serbuk Muller Hington Agar ke dalam 500 mL air lalu dipanaskan
lapisan dasar yang kemudian akan ditempatkan kertas cakaram yang berfungsi
kayu gaharu dan larutan pembanding. Setelah medium ini memadat, dimasukkan
Escherichia coli.
Hasil ekstraksi etanol, fraksi etil asetat dan fraksi air etanol batang kayu
dengan menggunakan aquades dengan variasi konsentrasi 200 ppm, 300 ppm,
400 ppm dan 500 ppm. Hal ini dilakukan untuk mengetahui konsentrasi paling
aktif dalam menghambat pertumbuhan bakteri dengan zona hambat paling besar.
bertujuan agar pelarut seperti etanol, metanol, etil asetat dan n-heksan tidak
101
digunakan larutam kontrol positif yaitu amoxicillin dan kontrol negatif berupa
asetat dan fraksi air etanol batang kayu gaharu dan larutan pembanding
dengan tiga kali pengulangan untuk masing-masing bakteri. Salah satu hasil uji
aktivitas antibakteri dari ekstrak etanol, fraksi etil asetat dan fraksi air etanol
batang kayu gaharu untuk bakteri Enterococus faecalis dan Escherichia coli dapat
terhadap kedua bakteri uji, aquades sebagai kontrol negatif dan amoxicillin
sebagai kontrol positif. Natheer (2012) menyebutkan bahwa kontrol negatif adalah
Enterococus faecalis dan Escherichia coli, sehingga dapat diketahui bahwa yang
mempunyai aktivitas antibakteri adalah zat uji bukan pelarut. Selain itu,
luas, baik untuk bakteri Gram positif maupun bakteri Gram negatif. Mekanisme
kerjanya dengan menggunakan zat aktif dalam amoxicillin yaitu beta laktam yang
102
Kerusakan pada bakteri yang disebabkan oleh senyawa antibakteri dibagi menjadi
menyebabkan kerusakan permanen dan tidak dapat pulih kembali dengan merusak
satu persatu bakteri yang menginfeksi dengan cara menghancurkan dinding sel
warna zona hambat yang dihasilkan pada penelitian, terlihat bahwa terbentuk
daerah dengan warna bening. Daerah dengan zona hambat berwarna bening
menunjukkan bahwa bakteri yang ada pada zona tersebut terbunuh. Menurut
bakteri yang ada pada zona tersebut hanya terhambat sehingga ada kemungkinan
Dari hasil uji antibakteri ekstrak etanol, fraksi etil asetat dan fraksi air
etanol batang kayu gaharu yang dilakukan sebanyak tiga kali pengulangan untuk
yang terkecil dari larutan ekstrak 200 ppm, 300 ppm, 400 ppm dan 500 ppm
Tabel 4.8. Diameter zona hambat larutan uji terhadap bakteri Enterococus
faecalis
103
200 ppm 300 ppm 400 ppm 500 ppm
Tabel 4.9. Diameter zona hambat larutan uji terhadap bakteri Escherichia coli
104
1 16.07 0 11.09 12.06 13.07 14.08
2 16.03 0 11.01 12.02 13.00 14.08
3 16.07 0 11.05 12.06 13.00 14.04
Rata-Rata 16.05 0 11.05 12.04 13.02 14.06
Dari Tabel 4.8 dan 4.9 dapat dilihat bahwa ekstrak etanol, fraksi air etanol
dan fraksi etil asetat batang kayu gaharu memiliki daya hambat terhadap
ditunjukkan dengan nilai diameter zona hambat pada setiap perlakuan lebih besar
dibandingkan dengan diameter zona hambat dari kontrol negatif dan nilai rata-rata
diameter zona hambat yang berbeda pada tiap konsentrasi perlakuan dimana
105
sedang, 11-20 mm dikategorikan kuat dan 21 mm atau lebih dikategorikan sangat
kuat. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa ekstrak etanol, fraksi air etanol dan
fraksi etil asetat memberikan aktivitas penghambatan yang paling besar karena
penghambatan yang paling besar terdapat pada konsentrasi 500 ppm. Hal ini dapat
dilihat pada tabel 4.8 dan 4.9 dimana pada konsentrasi 500 ppm larutan uji
terhadap Enterococus faecalis untuk ekstrak etanol rata-ratanya 14.04 mm, fraksi
air etanol 15.03 mm dan fraksi etil asetat 14.04 mm sedangkan larutan uji
terhadap bakteri Escherichia coli untuk ekstrak etanol rata-ratanya 14.06 mm,
fraksi air etanol 15.03 mm dan fraksi etil asetat 15.03 mm.
didukung oleh kandungan zat aktif yang terkandung didalamya. Dari hasil
penelitian ini, pada uji fitokimia ekstrak etanol, fraksi etil asetat dan fraksi air
alkaloid dan saponin. Hal ini menunjukkan bahwa senyawa terpenoid, alkaloid
dan saponin merupakan senyawa yang berperan aktif dalam proses penghambatan
etil asetat dan fraksi air etanol batang kayu gaharu yang berperan saling
106
menguatkan dalam menghambat pertumbuhan bakteri Gram positif yang struktur
dinding selnya lebih sederhana yang terdiri dari beberapa lapisan peptiloglikan
(60-100%) yang bersifat polar membentuk struktur yang tebal, kaku dan sedikit
lipit(1-4%) serta mengandung substansi dinding sel yang disebut asam teikoat
yang merupakan polimer larut dalam air dan bersifat polar untuk dimasuki oleh
senyawa bioaktif dan memiliki fungsi fisiologis sebagai pengatur dan penjaga
sel bakteri Gram positif (Jawetz dkk, 2007). Sebaliknya bakteri Gram negatif
lebih sensitif terhadap senyawa antimikroba yang bersifat non polar. Kesensitifan
komponen penyusun dinding sel bakteri Gram negatif adalah lipid (11-22%) dan
peptiloglikan (10%) yang salah satu penyusunnya adalah asam amino alanin yang
bersifat hidrofobik atau non polar, yang menyebabkan dinding sel bakteri Gram
negatif menjadi lebih mudah dilewati atau diserang oleh senyawa antimikroba
yang bersifat non polar. Sehingga dapat disimpulkan bahwa bakteri Gram positif
107
Mekanisme kerja alkaloid sebagai antibakteri yaitu dengan cara
dinding sel tidak terbentuk secara utuh dan menyebabkan kematian pada sel
tersebut (Rijayanti, 2014). Dalam tanaman alkaloid berfungsi sebagai racun untuk
kebocoran protein dan enzim dari dalam sel. Saponin dapat menjadi antibakteri
bakteri. Saponin berdifusi melalui membran luar dan dinding sel yang rentan
kestabilan membran sel. Hal ini menyebabkan sitoplasma bocor dan keluar dari
berpengaruh pada aktivitas bakteri adalah terpenoid. Hal ini dikarenakan senyawa
terpenoid mudah larut dalam lipid yang mengakibatkan senyawa ini lebih mudah
menembus dinding sel bakteri Gram posotif daripada dinding sel bakteri Gram
negatif (Schlegel, 1994). Selain itu, senyawa terpenoid yang terkandung dalam
ekstrak etanol dan fraksi air etanol terdeteksi kuat atau mampu menghambat
108
pertumbuhan bakteri Enterococus faecalis dan Escherichia coli. Sehingga
Ekstrak etanol, fraksi etil astat dan fraksi air etanol batang kayu gaharu
uji. Konsentrasi dengan aktivitas antibakteri paling besar terhadap bakteri uji yaitu
pada konsentrasi 500 ppm dengan besar diameter rata-rata penghambatan dapat
dilihat pada Tabel 4.8 dan Tabel 4.9. Dari data diameter zona hambat serta
analisis menggunakan SPSS dapat dilihat perbedaan zona hambat dari ekstrak
Pada bakteri Enterococus faecalis diperoleh hasil yang dilihat dari Fhitung
nilai zona hambat untuk ekstrak etanol batang kayu gaharu sebesar 130,800, untuk
fraksi etil asetat 120,400, dan fraksi air etanol sebesar 307,600, jika nilai dari
ketiga Fhitung dibandingkan dengan nilai Ftabel yaitu 3,11, maka Fhitung yang lebih
besar Ftabel. Dari hasil tersebut maka dapat dikatakan bahwa terdapat perbedaan
zona hambat antara ekstrak etanol, fraksi etil asetat dan fraksi air etanol. Dari nilai
Fhitung yang diperoleh maka nilai zona hambat yang paling besar terdapat pada
fraksi air etanol. Sedangkan untuk bakteri Escherichia coli nilai zona hambat
untuk ekstrak etanol batang kayu gaharu sebesar 122,500, untuk fraksi etil asetat
187,200, dan fraksi air etanol sebesar 133,700, jika nilai dari ketiga Fhitung
dibandingkan dengan nilai Ftabel yaitu 3,11, maka Fhitung lebih besar dari Ftabel. Dari
hasil tersebut maka dapat dikatakan bahwa terdapat perbedaan zona hambat antara
ekstrak etanol, fraksi etil asetat dan fraksi air etanol. Dari nilai F hitung yang
diperoleh maka nilai zona hambat yang paling besar terdapat pada fraksi air etil
asetat.
109
Selanjutnya untuk melihat pengaruh konsentrasi yang ditimbulkan
menggunakan analisis varian satu jalur, yang datanya terlampir. Kriteria pengujian
hipotesisnya apabila harga Fhitung lebih kecil atau sama dengan harga Ftabel (Fh ≤ Ft)
nilai Ftabel = 3.11. karena berdasarkan nilai Fhitung bakteri Enterococus faecalis dan
Escherichia coli diperoleh Fhitung ˃ Ftabel, maka H0 ditolak dan H1 diterima. Hal ini
yang signifikan pada bakteri Enterococus faecalis dan Escherichia coli antara
konsentrasi ekstrak etanol, fraksi etil asetat dan fraksi air etanol batang kayu
gaharu terhadap zona hambat pertumbuhan bakteri. Karena ada perbedaan yang
signifikan maka dilakukan uji lanjut menggunakan uji Tukey (Uji Beda Nyata
Jujur) untuk mengetahui kelompok konsentrasi mana yang paling baik atau
faecalis dan Escherichia coli. Hasil uji Tukey menunjukkan bahwa pada
konsentrasi 500 ppm terlihat jelas berbeda nyata dengan konsentrasi 200 ppm. Hal
ini dikarenakan ekstrak etanol, fraksi etil asetat dan fraksi air etanol batang kayu
gaharu dengan konsentrasi 500 ppm memiliki aktivitas antibakteri yang terbaik.
Dimana ekstrak etanol, fraksi etil asetat dan fraksi air etanol batang kayu gaharu
tidak terlalu jauh berbeda dengan konsentrasi 400 ppm. Selain itu, hal ini juga
didukung dengan rata-rata besaran zona hambat dari ekstrak etanol, fraksi air
etanol dan fraksi etil asetat batang kayu gaharu dengan konsentrasi 500 ppm dan
110
400 ppm lebih besar dari konsentrasi 300 ppm, dan 200 ppm serta didukung oleh
kandungan zat aktif yang terkandung didalamnya yaitu senyawa terpenoid yang
aktivitas antibakteri dari ekstrak etanol, fraksi etil asetat dan fraksi air etanol
batang kayu gaharu terhadap bakteri Enterococus faecalis dan Escherichia coli
dapat dibuktikan.
BAB V
PENUTUP
111
5.1 Kesimpulan
1. Golongan senyawa bioaktif yang terdapat pada ekstrak etanol, fraksi etil asetat
dan fraksi air etanol batang kayu gaharu (Gyrinops versteegii) adalah senyawa
terpenoid, alkaloid dan saponin. Dimana ketiga senyawa ini dapat digunakan
2. Ekstrak etanol, fraksi etil asetat dan fraksi air etanol batang kayu gaharu
terbentuknya zona hambat yang tergolong dalam potensi kuat pada konsentrasi
500 ppm yang dapat dilihat dari nilai rata-rata besaran zona hambat ekstrak
etanol, fraksi etil asetat dan fraksi air etanol. Besaran zona hambat untuk
bakteri Enterococus faecalis pada ekstrak etanol 14.04 mm, fraksi air etanol
15.03 mm dan fraksi etil asetat 14.4 mm sedangkan besaran zona hambat
bakteri Escherichia coli pada ekstrak etanol 14.06 mm, fraksi air-etanol 15.03
5.2 Saran
112
1. Perlu dilakukan penelitian KLT menggunakan adsorben lain seperti selulosa
asam asetat glasial-air (BAA) sehingga isolat yang diperoleh dapat maksimal.
etanol batang kayu gaharu dalam mengobati penyakit yang disebabkan oleh
bakteri.
DAFTAR PUSTAKA
113
Achmad, A.S. 1986. Kimia Organik Bahan Alam. Universitas Terbuka Kameka,
Jakarta.
Anonim, 2009. Klasifikasi Senyawa Flavonoida (http://blogkita.info/ my-kampuz/
my kuliah/fitokimia/flavonoid, diakses pada 6 Mei 2019).
Anonim, 2010. Steroid (http:/id.wikipedia.org/wiki/steroid, diakses pada 6 Mei
2019).
Anwar Chairil, 1989. Kromatografi Manual Laboratorium. ITB, Bandung.
Badan Litbang Kehutanan. 2006. Teknologi Budidaya, Pemanfaatan dan
Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Hasil Hutan. Bogor.
Brooks, GF., Carroll KC, Butel JS, Morse, and all. 2013. Mikrobiologi
Kedokteran Jawetz, Melnick & Adelberg. Ed.25. Penerbit Buku
Kedokteran EGC: Jakarta.
CITES. 2003. Review of significant trade Aquilaruia malaccensis (http/ www.
cites.org/eng/cttee/pe/14/ E.PC 14.09.02.02.Az.pdf diakses pada 6 Mei
2019).
Citra, B. 2009. Kajian Pertumbuhan Eksplan Pucuk Gaharu (Gyrinops versteegii
(gilg) domke) melalui teknik ex vitro. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Dart, R.K. 1996. Microbilogy Of The Analytical Chemist, The Royal Society Og
Chemistry. London.
Departemen Kehutanan 2003. Budidaya Gaharu. Jakarta (ID): Badan Penelitian
dan Pengembangan Kehutanan.
Depkes RI. 2013. Sistematika pedoman pengendalian penyakit demam tifoid.
Jakarta: Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit & Penyehatan
Lingkungan.
Dwidjosoeputro, 1989. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Djambata.
Feng J, Yang X-W, and Wang F-R, 2011, Bio-assay guided isolation and
identification of α-glucosidase inhibitors from the leaves of Aquilaria
sinensis, Phytochemistry, Vol 72 (2–3), 242-247.
Gupte Satish, 1990. Mikrobiologi Dasar. Binarupa Aksara, Jakarta.
Harborne,J.B. 1987. Metode Fitokimia, Penuntun Cara Modern Menganalisa
Tumbuhan. Bandung :InstitutTeknologi Bandung.
114
Helmiyati, A.F., dan Nurrahman. 2010. Pengaruh konsentrasi Tawas Terhadap
Pertumbuhan Bakteri Gram postif dan Gram negatif. Jurnal Pangan dan
Gizi.1 (1),1-6
Hendayana Sumar, 2007. Kimia Pemisahan. Rosda, Jakarta.
Https://fredikurniawan.com/klasifikasi-dan-morfologi-pohon-gaharu.html
(diakses pada tanggal 19 Agustus 2019)
Https:// ventyshi.wordpress.com/klasifikasi-Salmonella-typhi. Html
(diakses pada tanggal 19 Agustus 2019)
Huang, R-Z., Lin, K-Y., and Fang, Y-J., 2009, Review Biological and
Pharmacological Activities of Squalene and Related Compounds:
Potential Uses in Cosmetic, Molecules, 14, 540-554. Jurnal Kimia
Jurusan Kimia FMIPA Universitas Tanjungpura.
115
versteegii). Skripsi. Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan MIPA
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.Universitas Nusa Cendana,
Kupang.
Manito, P. 1991. Biosintesis Produk Alami. IKIP Semarang Press, Semarang.
Markham,K,R. 1998. Cara Mengidentifikasi Saponin , ITB, Bandung.
Marshyidi, A. 1990. Analisis Metabolit Sekunder. Pusat Antar Universitas
Bioteknologi Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.
Mega, I M., dan D. A. Swastini. 2010. Screening Fitokimia dan Aktivitas
Antiradikal Bebas Ekstrak Metanol Daun Gaharu (Gyrinops versteegii).
Jurnal Kimia. 4(2): hal. 187-192.
Natheer,S. E., dkk. 2012. Evalution Of Antibacterial Activity Of Morinda Cirfolia,
Vitex trifolia and Chromalaena Odora. Afrikan journal of Pharmacy and
Phamatology. Vol 6(11), pp 783-788.
Natun, Yefta. 2011. Pemisahan Komponen Senyawa Kimia Ekstrak Etanol Kulit
Batang Tumbuhan Ketapang (Terminalia catappa L) Menggunakan
Metode Kromatografi Lapis Tipis. Skripsi. Program Studi Pendidikan
Kimia Jurusan MIPA Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.Universitas
Nusa Cendana, Kupang.
Nau, D, Rosalinda, Anjelina. 2015. Isolasi Senyawa Metabolit Sekunder Dan Uji
Toksisitas Ekstrak Metanol Daun Gaharu (Gyrinops versteegii) Skripsi.
Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan MIPA Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan.Universitas Nusa Cendana, Kupang.
Ni Wayan,O.A.C.Dewi. 2009. Perbandingan Komposisi Kimia Cashew Nut Shell
Liquid (CNSL) yang Dihasilkan Melalui Metode Maserasi dan Melalui
Soxhletasi dengan Pelarut Etanol. Skripsi. Program Studi Pendidikan
Kimia Jurusan MIPA Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.Universitas
Nusa Cendana, Kupang.
Novansia, Maria. 2015. Identifikasi dan Karakterisasi Senyawa Metabolit
Sekunder Ekstrak Metanol Daun Gaharu (Gyripnopsversteegii).Skripsi.
Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan MIPA Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan Universitas Nusa Cendana, Kupang.
116
Numba, P. P. F. 2015. Isolasi ,Identifikasi dan Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak
Kulit Batang Kelor (Moringaoleifera Linn) Menggunakan Metode DPPH
(1.1–difenil–2-pikrilhidrazil). Skripsi. Program Studi Pendidikan Kimia
Jurusan MIPA Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Nusa
Cendana, Kupang.
Nuriyah, Binti. 2016. Skrining Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol 70% Dari
Beberapa Daun Tanaman Di Indonesia Terhadap Bakteri Salmonella
Typhi Serta Bioautografinya. Skripsi. Program Studi Farmasi Fakultas
Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta
Pelczar, M. J. dan E. C. S. Chan. 2008. Dasar-dasar Mikrobiologi Jilid 1.
Jakarta:UI Press.
Pui et. al. 2011. Salmonella: A foodborne pathogen. International food research
journal.
Rijayanti, R. P. 2014. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Mangga
Bacang (Mangifera foetida L.) terhadap Staphylococcus aureus secara In
Vitro. Naskah Publikasi. Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura,
Pontianak.
Robinson,T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. ITB: Bandung.
Santoso, E dan Y. Sumarna 2006. Budidaya dan Rekayasa Produksi Gaharu
pada Jenis Pohon Penghasil Gaharu. Bogor: Pulitbang Hutan Konservasi
Alam.Jurnal penelitian Balai Penelitian Kehutanan Makassar, Jl. Perintis
Kemerdekaan Km.16 Makassar.
Schlegel, H. G. 1994. Mikrobiologi Umum. Gadjah Mada University Press.
Soedarmo SSP, Garna H & Hadinegoro SR. 2015. Buku ajar ilmu kesehatan
anak : infeksi dan penyakit tropis. Jakarta : IDAI.
Sumarna, Y. 2007. Budidaya Gaharu. Seri Agribisnis. Jakarta. Penebar Swadaya.
Sumarna Y. 2009. Gaharu Budidaya dan Rekayasa Produksi. Bogor (ID):
Penebar Swadaya. Jurnal penelitian Sekolah Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor Bogor 2018.
Syarurahman, dkk.2010. Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta: Binarupa
Akasara Publishers.
117
Tael, E., 2013. Uji Toksisitas Ekstrak Kasar Etanol Dan Petroleum Benzen Kulit
Batang Kesambi (Schleihera oleosa)Menggunakan Metode Brine Shrimp
Lethality Test. Skripsi. PMIPA FKIP Undana, Kupang.
Todar, K. 2004. Textbook of Bacteriology: Pseudomonas aeruginosa.
http://textbookofbacteriology.net/pseudomonas.html
(diakses pada tanggal 19 Agustus 2019)
Usman Hanafi, 2000, Alkaloid, Steroid, Terpenoid, Flavonoid, Kursus Singkat
Teknik Isolasi dan Identifikasi Senyawa Kimia Bahan Alam, FMIPA
Universitas Hasanuddin, Makassar.
Wattimena. 1991. Farmakodinamik Dan Terapi Antibiotik. Yogyakarta: Gajah
Mada University Press.
Riwu, Yandrista. 2019. Isolasi Senyawa Metabolit Sekunder Ekstrak Etanol Akar
Tapak Dara (Catharanthus roseus (L.) G. Don) Dan Uji Aktivitasnya
Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli.Skripsi.
Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan Mipa Fakultas Keguruan Dan
Ilmu Pendidikan. Universitas Nusa Cendana, Kupang.
Yanti, I G.A.A.D., Swastini, D.A., Kardena, I.M. 2013.Skrining Fitokimia Ekstrak
Metanol Daun Gaharu (Gyrinops versteegii (Gilg) Domke).Jurnal Jurusan
Farmasi Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Udayana
Yelnititis. 2014. Perbanyakan Tunas Gyrinops versteegii (Gilg.) Domke. Jurnal
Pemuliaan Tanaman Hutan. Vol 8 No 2. September 2014.
118
LAMPIRAN
119
LAMPIRAN 1
KERANGKA KONSEPTUAL
Tanaman Obat
Batang gaharu
(Gyrinops versteegii)
MANGGARAI DAN UJI
Uji Aktivitas
Antibakteri
120
LAMPIRAN 2
SKEMA KERJA
A. Preparasi Sampel
Diblender
Dilanjutkan dengan
Proses Maserasi
121
B. Pembuatan Ekstrak Etanol Batang Kayu Gaharu (Gyrinops versteegii)
Disaring
Ampas Ekstrak n-
Heksana
Disaring
Dievaporasi Dievaporasi
123
Fraksi Etil Asetat Fraksi Air:Etanol
+ HCl
+ 2%,
+Pereaksi + FeCl3 Pereak Aqu
ditamba
Liebermann- 1% 1–2 si hkan ade
Burchard tetes Shibat
Pereaksi
Wagner
E. Pembuatan Eluen
124
1. Eluen BAA
125
F. Pemisahan Senyawa Dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Hasil
Dihitung harga Rf
Rf Komponen
senyawa dan eluen
terbaik
126
G. Pemisahan Komponen Senyawa dengan Kromatografi Lapis Tipis
Preparatif (KLTP)
Spot
Dihitung harga Rf
Hasil Uji
127
H. Pembuatan Medium Nutrien Agar
Antibiotik Amoxilin
128
Biakan murni E. faecalis Biakan murni Escherichia coli
129
Medium Mueller Hington Agar
Dibiarkan memadat
130
LAMPIRAN 3
PERHITUNGAN KONSENTRASI EKSTRAK ETANOL UNTUK UJI
AKTIVITAS ANTIBAKTERI
mg = ppm x L
x mg
1000 ppm =
0,1 L
mg
X = 1000 x 0,1 L
L
= 100 mg
= 0,1 gram
Jadi, larutan induk 1000 ppm dibuat dengan cara 0,1 gram sampel dilarutkan ke
dalam 100 ml aquades.
B. Pengenceran Konsentrasi
V1 x M1 = V2 x M2
25000 ppm. mL
V1 =
1000 ppm
V = 25 mL
V1 x M1 = V2 x M2
10000 ppm. mL
V1 =
500 ppm
V1 = 40 mL
131
3. Konsentrasi 300 ppm
V1 x M1 = V2 x M2
5000 ppm. mL
V1 =
200 ppm
V1 = 37,5 mL
V1 x M1 = V2 x M2
5000 ppm. mL
V1 =
200 ppm
V1 = 33,5 mL
132
LAMPIRAN 4
PERHITUNGAN NILAI RF
Spot 2
4,4
Harga Rf = = 0,97
4,5
133
Spot 2
4,2
Harga Rf = = 0,93
4,5
Spot 2
4,2
Harga Rf = = 0,93
4,5
Spot 2
3,4
Harga Rf = =0,75
4,5
134
3,5
Harga Rf = =0,77
4,5
Spot 2
4,3
Harga Rf = =0,95
4,5
135
13
Harga Rf = =0,78
16,5
136
LAMPIRAN 5
ANALISIS DENGAN SPSS
konsentrasi
Descriptivesa,b
Konsentrasi Statistic Std. Error
Zonahambat 200 ppm Mean 11.0633 .02667
95% Confidence Lower Bound 10.9486
Interval for Mean Upper Bound 11.1781
5% Trimmed Mean .
137
Median 11.0900
Variance .002
Std. Deviation .04619
Minimum 11.01
Maximum 11.09
Range .08
Interquartile Range .
Skewness -1.732 1.225
Kurtosis
. .
138
Kurtosis . .
K+ Mean 16.0567 .01333
95% Confidence Lower Bound 15.9993
Interval for Mean Upper Bound 16.1140
5% Trimmed Mean .
Median 16.0700
Variance .001
Std. Deviation .02309
Minimum 16.03
Maximum 16.07
Range .04
Interquartile Range .
Skewness -1.732 1.225
Kurtosis . .
a. zonahambat is constant when konsentrasi = 300 ppm. It has been omitted.
b. zonahambat is constant when konsentrasi = K-. It has been
omitted.
ANOVA
Zonahambat
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between
483.368 5 96.674 1.308E5 .000
Groups
Within Groups .009 12 .001
Total 483.377 17
Post Hoc Tests
Multiple Comparisons
Zonahambat
Tukey HSD
139
(I) (J) Mean 95% Confidence Interval
konsentra konsentra Difference (I- Lower
si si J) Std. Error Sig. Bound Upper Bound
*
200 ppm 300 ppm -.99667 .02219 .000 -1.0712 -.9221
400 ppm -1.98000* .02219 .000 -2.0545 -1.9055
500 ppm -2.98000* .02219 .000 -3.0545 -2.9055
*
K+ -4.99333 .02219 .000 -5.0679 -4.9188
K- 11.06333* .02219 .000 10.9888 11.1379
300 ppm 200 ppm .99667* .02219 .000 .9221 1.0712
400 ppm -.98333* .02219 .000 -1.0579 -.9088
500 ppm -1.98333* .02219 .000 -2.0579 -1.9088
K+ -3.99667* .02219 .000 -4.0712 -3.9221
K- 12.06000* .02219 .000 11.9855 12.1345
400 ppm 200 ppm 1.98000* .02219 .000 1.9055 2.0545
300 ppm .98333* .02219 .000 .9088 1.0579
500 ppm -1.00000* .02219 .000 -1.0745 -.9255
K+ -3.01333* .02219 .000 -3.0879 -2.9388
K- 13.04333* .02219 .000 12.9688 13.1179
500 ppm 200 ppm 2.98000* .02219 .000 2.9055 3.0545
300 ppm 1.98333* .02219 .000 1.9088 2.0579
400 ppm 1.00000* .02219 .000 .9255 1.0745
K+ -2.01333* .02219 .000 -2.0879 -1.9388
K- 14.04333* .02219 .000 13.9688 14.1179
K+ 200 ppm 4.99333* .02219 .000 4.9188 5.0679
300 ppm 3.99667* .02219 .000 3.9221 4.0712
400 ppm 3.01333* .02219 .000 2.9388 3.0879
500 ppm 2.01333* .02219 .000 1.9388 2.0879
K- 16.1312
16.05667* .02219 .000 15.9821
140
Homogeneous Subsets
zonahambat
Tukey HSD
konsentra Subset for alpha = 0.05
si N 1 2 3 4 5 6
K- 3 .0000
200 ppm 3 11.0633
300 ppm 3 12.0600
400 ppm 3 13.0433
500 ppm 3 14.0433
K+ 3 16.0567
Sig. 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
konsentrasi
Case Processing Summary
Cases
konsentra Valid Missing Total
si N Percent N Percent N Percent
Zonahambat 200 ppm 3 100.0% 0 .0% 3 100.0%
300 ppm 3 100.0% 0 .0% 3 100.0%
400 ppm 3 100.0% 0 .0% 3 100.0%
500 ppm 3 100.0% 0 .0% 3 100.0%
K+ 3 100.0% 0 .0% 3 100.0%
K- 3 100.0% 0 .0% 3 100.0%
Descriptivesa
141
Konsentrasi Statistic Std. Error
Zonahambat 200 ppm Mean 11.0367 .01333
95% Confidence Lower Bound 10.9793
Interval for Mean Upper Bound 11.0940
5% Trimmed Mean .
Median 11.0500
Variance .001
Std. Deviation .02309
Minimum 11.01
Maximum 11.05
Range .04
Interquartile Range .
Skewness -1.732 1.225
Kurtosis . .
300 ppm Mean 12.0467 .01333
95% Confidence Lower Bound 11.9893
Interval for Mean Upper Bound 12.1040
5% Trimmed Mean .
Median 12.0600
Variance .001
Std. Deviation .02309
Minimum 12.02
Maximum 12.06
Range .04
Interquartile Range .
Skewness -1.732 1.225
Kurtosis . .
400 ppm Mean 13.0333 .02028
95% Confidence Lower Bound 12.9461
Interval for Mean Upper Bound 13.1206
5% Trimmed Mean .
Median 13.0300
Variance .001
Std. Deviation .03512
Minimum 13.00
142
Maximum 13.07
Range .07
Interquartile Range .
Skewness .423 1.225
Kurtosis . .
500 ppm Mean 14.0433 .02028
95% Confidence Lower Bound 13.9561
Interval for Mean Upper Bound 14.1306
5% Trimmed Mean .
Median 14.0400
Variance .001
Std. Deviation .03512
Minimum 14.01
Maximum 14.08
Range .07
Interquartile Range .
Skewness .423 1.225
Kurtosis . .
K+ Mean 17.0400 .02309
95% Confidence Lower Bound 16.9406
Interval for Mean Upper Bound 17.1394
5% Trimmed Mean .
Median 17.0400
Variance .002
Std. Deviation .04000
Minimum 17.00
Maximum 17.08
Range .08
Interquartile Range .
Skewness .000 1.225
Kurtosis . .
a. zonahambat is constant when konsentrasi = K-. It has been
omitted.
143
Test of Homogeneity of Variances
zonahambat
Levene
Statistic df1 df2 Sig.
1.305 5 12 .325
ANOVA
zonahambat
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between
515.204 5 103.041 1.204E5 .000
Groups
Within Groups .010 12 .001
Total 515.215 17
Post Hoc Tests
Multiple Comparisons
zonahambat
Tukey HSD
(I) (J) Mean 95% Confidence Interval
konsentra konsentra Difference (I- Lower
si si J) Std. Error Sig. Bound Upper Bound
200 ppm 300 ppm -1.01000* .02388 .000 -1.0902 -.9298
*
400 ppm -1.99667 .02388 .000 -2.0769 -1.9164
*
500 ppm -3.00667 .02388 .000 -3.0869 -2.9264
K+ -6.00333* .02388 .000 -6.0836 -5.9231
*
K- 11.03667 .02388 .000 10.9564 11.1169
300 ppm 200 ppm 1.01000* .02388 .000 .9298 1.0902
400 ppm -.98667* .02388 .000 -1.0669 -.9064
500 ppm -1.99667* .02388 .000 -2.0769 -1.9164
K+ -4.99333* .02388 .000 -5.0736 -4.9131
K- 12.04667* .02388 .000 11.9664 12.1269
400 ppm 200 ppm 1.99667* .02388 .000 1.9164 2.0769
300 ppm .98667* .02388 .000 .9064 1.0669
500 ppm -1.01000* .02388 .000 -1.0902 -.9298
K+ -4.00667* .02388 .000 -4.0869 -3.9264
K- 13.03333* .02388 .000 12.9531 13.1136
500 ppm 200 ppm 3.00667* .02388 .000 2.9264 3.0869
300 ppm 1.99667* .02388 .000 1.9164 2.0769
144
400 ppm 1.01000* .02388 .000 .9298 1.0902
K+ -2.99667* .02388 .000 -3.0769 -2.9164
K- 13.9631
14.04333* .02388 .000 14.1236
Homogeneous Subsets
zonahambat
Tukey HSD
Konsentr Subset for alpha = 0.05
asi N 1 2 3 4 5 6
K- 3 .0000
200 ppm 3 11.0367
300 ppm 3 12.0467
400 ppm 3 13.0333
500 ppm 3 14.0433
K+ 3 17.0400
Sig. 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
konsentrasi
145
Case Processing Summary
Cases
Konsentr Valid Missing Total
asi N Percent N Percent N Percent
zonahambat 200 ppm 3 100.0% 0 .0% 3 100.0%
300 ppm 3 100.0% 0 .0% 3 100.0%
400 ppm 3 100.0% 0 .0% 3 100.0%
500 ppm 3 100.0% 0 .0% 3 100.0%
K+ 3 100.0% 0 .0% 3 100.0%
K- 3 100.0% 0 .0% 3 100.0%
Descriptivesa
konsentrasi Statistic Std. Error
zonahambat 200 ppm Mean 12.0333 .01333
95% Confidence Lower Bound 11.9760
Interval for Mean Upper Bound 12.0907
5% Trimmed Mean .
Median 12.0200
Variance .001
Std. Deviation .02309
Minimum 12.02
Maximum 12.06
Range .04
Interquartile Range .
Skewness 1.732 1.225
Kurtosis . .
300 ppm Mean 13.0567 .01333
95% Confidence Lower Bound 12.9993
Interval for Mean Upper Bound 13.1140
5% Trimmed Mean .
Median 13.0700
Variance .001
Std. Deviation .02309
Minimum 13.03
146
Maximum 13.07
Range .04
Interquartile Range .
Skewness -1.732 1.225
Kurtosis . .
400 ppm Mean 14.0667 .01333
95% Confidence Lower Bound 14.0093
Interval for Mean Upper Bound 14.1240
5% Trimmed Mean .
Median 14.0800
Variance .001
Std. Deviation .02309
Minimum 14.04
Maximum 14.08
Range .04
Interquartile Range .
Skewness -1.732 1.225
Kurtosis . .
500 ppm Mean 15.0333 .01333
95% Confidence Lower Bound 14.9760
Interval for Mean Upper Bound 15.0907
5% Trimmed Mean .
Median 15.0200
Variance .001
Std. Deviation .02309
Minimum 15.02
Maximum 15.06
Range .04
Interquartile Range .
Skewness 1.732 1.225
Kurtosis . .
K+ Mean 19.0400 .01000
95% Confidence Lower Bound 18.9970
Interval for Mean Upper Bound 19.0830
5% Trimmed Mean .
147
Median 19.0300
Variance .000
Std. Deviation .01732
Minimum 19.03
Maximum 19.06
Range .03
Interquartile Range .
Skewness 1.732 1.225
Kurtosis . .
a. zonahambat is constant when konsentrasi = K-. It has been
omitted.
ANOVA
zonahambat
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between
623.698 5 124.740 3.076E5 .000
Groups
Within Groups .005 12 .000
Total 623.703 17
Post Hoc Tests
Multiple Comparisons
zonahambat
Tukey HSD
(I) (J) Mean 95% Confidence Interval
konsentra konsentra Difference (I- Lower
si si J) Std. Error Sig. Bound Upper Bound
*
200 ppm 300 ppm -1.02333 .01644 .000 -1.0786 -.9681
*
400 ppm -2.03333 .01644 .000 -2.0886 -1.9781
500 ppm -3.00000* .01644 .000 -3.0552 -2.9448
148
K+ -7.00667* .01644 .000 -7.0619 -6.9514
K- 12.03333* .01644 .000 11.9781 12.0886
300 ppm 200 ppm 1.02333* .01644 .000 .9681 1.0786
400 ppm -1.01000* .01644 .000 -1.0652 -.9548
500 ppm -1.97667* .01644 .000 -2.0319 -1.9214
K+ -5.98333* .01644 .000 -6.0386 -5.9281
K- 13.05667* .01644 .000 13.0014 13.1119
400 ppm 200 ppm 2.03333* .01644 .000 1.9781 2.0886
300 ppm 1.01000* .01644 .000 .9548 1.0652
500 ppm -.96667* .01644 .000 -1.0219 -.9114
K+ -4.97333* .01644 .000 -5.0286 -4.9181
K- 14.06667* .01644 .000 14.0114 14.1219
500 ppm 200 ppm 3.00000* .01644 .000 2.9448 3.0552
300 ppm 1.97667* .01644 .000 1.9214 2.0319
400 ppm .96667* .01644 .000 .9114 1.0219
K+ -4.00667* .01644 .000 -4.0619 -3.9514
K- 15.03333* .01644 .000 14.9781 15.0886
K+ 200 ppm 7.00667* .01644 .000 6.9514 7.0619
300 ppm 5.98333* .01644 .000 5.9281 6.0386
400 ppm 4.97333* .01644 .000 4.9181 5.0286
500 ppm 4.00667* .01644 .000 3.9514 4.0619
K- 19.04000* .01644 .000 18.9848 19.0952
K- 200 ppm -12.03333* .01644 .000 -12.0886 -11.9781
300 ppm -13.05667* .01644 .000 -13.1119 -13.0014
400 ppm -14.06667* .01644 .000 -14.1219 -14.0114
500 ppm -15.03333* .01644 .000 -15.0886 -14.9781
*
K+ -19.04000 .01644 .000 -19.0952 -18.9848
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Homogeneous Subsets
zonahambat
Tukey HSD
konsentra Subset for alpha = 0.05
si N 1 2 3 4 5 6
K- 3 .0000
200 ppm 3 12.0333
300 ppm 3 13.0567
149
400 ppm 3 14.0667
500 ppm 3 15.0333
K+ 3 19.0400
Sig. 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
konsentrasi
Case Processing Summary
Cases
konsentra Valid Missing Total
si N Percent N Percent N Percent
zonahambat 200 ppm 3 100.0% 0 .0% 3 100.0%
300 ppm 3 100.0% 0 .0% 3 100.0%
400 ppm 3 100.0% 0 .0% 3 100.0%
500 ppm 3 100.0% 0 .0% 3 100.0%
K+ 3 100.0% 0 .0% 3 100.0%
K- 3 100.0% 0 .0% 3 100.0%
Descriptivesa
konsentrasi Statistic Std. Error
zonahambat 200 ppm Mean 11.0500 .02309
95% Confidence Lower Bound 10.9506
Interval for Mean Upper Bound 11.1494
5% Trimmed Mean .
Median 11.0500
Variance .002
Std. Deviation .04000
150
Minimum 11.01
Maximum 11.09
Range .08
Interquartile Range .
Skewness .000 1.225
Kurtosis . .
300 ppm Mean 12.0467 .01333
95% Confidence Lower Bound 11.9893
Interval for Mean Upper Bound 12.1040
5% Trimmed Mean .
Median 12.0600
Variance .001
Std. Deviation .02309
Minimum 12.02
Maximum 12.06
Range .04
Interquartile Range .
Skewness -1.732 1.225
Kurtosis . .
400 ppm Mean 13.0233 .02333
95% Confidence Lower Bound 12.9229
Interval for Mean Upper Bound 13.1237
5% Trimmed Mean .
Median 13.0000
Variance .002
Std. Deviation .04041
Minimum 13.00
Maximum 13.07
Range .07
Interquartile Range .
Skewness 1.732 1.225
Kurtosis . .
500 ppm Mean 14.0667 .01333
95% Confidence Lower Bound 14.0093
Interval for Mean Upper Bound 14.1240
151
5% Trimmed Mean .
Median 14.0800
Variance .001
Std. Deviation .02309
Minimum 14.04
Maximum 14.08
Range .04
Interquartile Range .
Skewness -1.732 1.225
Kurtosis
. .
152
ANOVA
zonahambat
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between
483.168 5 96.634 1.225E5 .000
Groups
Within Groups .009 12 .001
Total 483.178 17
Post Hoc Tests
Multiple Comparisons
zonahambat
Tukey HSD
(I) (J) Mean 95% Confidence Interval
konsentra konsentra Difference (I- Lower
si si J) Std. Error Sig. Bound Upper Bound
200 ppm 300 ppm -.99667* .02293 .000 -1.0737 -.9196
*
400 ppm -1.97333 .02293 .000 -2.0504 -1.8963
500 ppm -3.01667* .02293 .000 -3.0937 -2.9396
K+ -4.99667* .02293 .000 -5.0737 -4.9196
*
K- 11.05000 .02293 .000 10.9730 11.1270
300 ppm 200 ppm .99667* .02293 .000 .9196 1.0737
400 ppm -.97667* .02293 .000 -1.0537 -.8996
500 ppm -2.02000* .02293 .000 -2.0970 -1.9430
K+ -4.00000* .02293 .000 -4.0770 -3.9230
K- 12.04667* .02293 .000 11.9696 12.1237
400 ppm 200 ppm 1.97333* .02293 .000 1.8963 2.0504
300 ppm .97667* .02293 .000 .8996 1.0537
500 ppm -1.04333* .02293 .000 -1.1204 -.9663
K+ -3.02333* .02293 .000 -3.1004 -2.9463
K- 13.02333* .02293 .000 12.9463 13.1004
153
500 ppm 200 ppm 3.01667* .02293 .000 2.9396 3.0937
300 ppm 2.02000* .02293 .000 1.9430 2.0970
400 ppm 1.04333* .02293 .000 .9663 1.1204
K+ -1.98000* .02293 .000 -2.0570 -1.9030
K- 14.06667* .02293 .000 13.9896 14.1437
K+ 200 ppm 4.99667* .02293 .000 4.9196 5.0737
300 ppm 4.00000* .02293 .000 3.9230 4.0770
400 ppm 3.02333* .02293 .000 2.9463 3.1004
500 ppm 1.98000* .02293 .000 1.9030 2.0570
K- 16.04667* .02293 .000 15.9696 16.1237
K- 200 ppm -11.05000* .02293 .000 -11.1270 -10.9730
300 ppm -12.04667* .02293 .000 -12.1237 -11.9696
400 ppm -13.02333* .02293 .000 -13.1004 -12.9463
500 ppm -14.06667* .02293 .000 -14.1437 -13.9896
*
K+ -16.04667 .02293 .000 -16.1237 -15.9696
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Homogeneous Subsets
zonahambat
Tukey HSD
konsentra Subset for alpha = 0.05
si N 1 2 3 4 5 6
K- 3 .0000
200 ppm 3 11.0500
300 ppm 3 12.0467
400 ppm 3 13.0233
500 ppm 3 14.0667
K+ 3 16.0467
Sig. 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
konsentrasi
154
Case Processing Summary
Cases
konsentra Valid Missing Total
si N Percent N Percent N Percent
zonahambat 200 ppm 3 100.0% 0 .0% 3 100.0%
300 ppm 3 100.0% 0 .0% 3 100.0%
400 ppm 3 100.0% 0 .0% 3 100.0%
500 ppm 3 100.0% 0 .0% 3 100.0%
K+ 3 100.0% 0 .0% 3 100.0%
K- 3 100.0% 0 .0% 3 100.0%
Descriptivesa
Konsentrasi Statistic Std. Error
zonahambat 200 ppm Mean 12.0467 .01333
95% Confidence Lower Bound 11.9893
Interval for Mean Upper Bound 12.1040
5% Trimmed Mean .
Median 12.0600
Variance .001
Std. Deviation .02309
Minimum 12.02
Maximum 12.06
Range .04
Interquartile Range .
Skewness -1.732 1.225
Kurtosis . .
300 ppm Mean 13.0333 .02028
95% Confidence Lower Bound 12.9461
Interval for Mean Upper Bound 13.1206
5% Trimmed Mean .
Median 13.0300
Variance .001
Std. Deviation .03512
Minimum 13.00
Maximum 13.07
Range .07
155
Interquartile Range .
Skewness .423 1.225
Kurtosis . .
400 ppm Mean 14.0433 .02028
95% Confidence Lower Bound 13.9561
Interval for Mean Upper Bound 14.1306
5% Trimmed Mean .
Median 14.0400
Variance .001
Std. Deviation .03512
Minimum 14.01
Maximum 14.08
Range .07
Interquartile Range .
Skewness .423 1.225
Kurtosis . .
500 ppm Mean 15.0333 .01333
95% Confidence Lower Bound 14.9760
Interval for Mean Upper Bound 15.0907
5% Trimmed Mean .
Median 15.0200
Variance .001
Std. Deviation .02309
Minimum 15.02
Maximum 15.06
Range .04
Interquartile Range .
Skewness 1.732 1.225
Kurtosis . .
K+ Mean 16.7033 .33667
95% Confidence Lower Bound 15.2548
Interval for Mean Upper Bound 18.1519
5% Trimmed Mean .
Median 17.0400
Variance .340
156
Std. Deviation .58312
Minimum 16.03
Maximum 17.04
Range 1.01
Interquartile Range .
Skewness -1.732 1.225
Kurtosis . .
a. zonahambat is constant when konsentrasi = K-. It has been
omitted.
ANOVA
zonahambat
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between
551.221 5 110.244 1.872E5 .000
Groups
Within Groups .007 12 .001
Total 551.228 17
Post Hoc Tests
Multiple Comparisons
zonahambat
Tukey HSD
(I) (J) Mean 95% Confidence Interval
konsentra konsentra Difference (I- Lower
si si J) Std. Error Sig. Bound Upper Bound
200 ppm 300 ppm -.98667* .01981 .000 -1.0532 -.9201
*
400 ppm -1.99667 .01981 .000 -2.0632 -1.9301
500 ppm -2.98667* .01981 .000 -3.0532 -2.9201
K+ -4.99333* .01981 .000 -5.0599 -4.9268
157
K- 12.04667* .01981 .000 11.9801 12.1132
300 ppm 200 ppm .98667* .01981 .000 .9201 1.0532
400 ppm -1.01000* .01981 .000 -1.0766 -.9434
500 ppm -2.00000* .01981 .000 -2.0666 -1.9334
K+ -4.00667* .01981 .000 -4.0732 -3.9401
K- 13.03333* .01981 .000 12.9668 13.0999
400 ppm 200 ppm 1.99667* .01981 .000 1.9301 2.0632
300 ppm 1.01000* .01981 .000 .9434 1.0766
500 ppm -.99000* .01981 .000 -1.0566 -.9234
K+ -2.99667* .01981 .000 -3.0632 -2.9301
K- 14.04333* .01981 .000 13.9768 14.1099
500 ppm 200 ppm 2.98667* .01981 .000 2.9201 3.0532
300 ppm 2.00000* .01981 .000 1.9334 2.0666
400 ppm .99000* .01981 .000 .9234 1.0566
K+ -2.00667* .01981 .000 -2.0732 -1.9401
K- 15.03333* .01981 .000 14.9668 15.0999
K+ 200 ppm 4.99333* .01981 .000 4.9268 5.0599
300 ppm 4.00667* .01981 .000 3.9401 4.0732
400 ppm 2.99667* .01981 .000 2.9301 3.0632
500 ppm 2.00667* .01981 .000 1.9401 2.0732
K- 17.04000* .01981 .000 16.9734 17.1066
K- 200 ppm -12.04667* .01981 .000 -12.1132 -11.9801
300 ppm -13.03333* .01981 .000 -13.0999 -12.9668
*
400 ppm -14.04333 .01981 .000 -14.1099 -13.9768
500 ppm -15.03333* .01981 .000 -15.0999 -14.9668
K+ -17.04000* .01981 .000 -17.1066 -16.9734
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Homogeneous Subsets
zonahambat
Tukey HSD
konsentra Subset for alpha = 0.05
si N 1 2 3 4 5 6
K- 3 .0000
200 ppm 3 12.0467
300 ppm 3 13.0333
400 ppm 3 14.0433
500 ppm 3 15.0333
158
K+ 3 17.0400
Sig. 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
konsentrasi
Descriptivesa
Konsentrasi Statistic Std. Error
zonahambat 200 ppm Mean 11.0367 .02667
95% Confidence Lower Bound 10.9219
Interval for Mean Upper Bound 11.1514
159
5% Trimmed Mean .
Median 11.0100
Variance .002
Std. Deviation .04619
Minimum 11.01
Maximum 11.09
Range .08
Interquartile Range .
Skewness 1.732 1.225
Kurtosis . .
300 ppm Mean 13.0333 .02028
95% Confidence Lower Bound 12.9461
Interval for Mean Upper Bound 13.1206
5% Trimmed Mean .
Median 13.0300
Variance .001
Std. Deviation .03512
Minimum 13.00
Maximum 13.07
Range .07
Interquartile Range .
Skewness .423 1.225
Kurtosis . .
400 ppm Mean 14.0667 .01333
95% Confidence Lower Bound 14.0093
Interval for Mean Upper Bound 14.1240
5% Trimmed Mean .
Median 14.0800
Variance .001
Std. Deviation .02309
Minimum 14.04
Maximum 14.08
Range .04
Interquartile Range .
Skewness -1.732 1.225
160
Kurtosis . .
500 ppm Mean 15.0333 .01333
95% Confidence Lower Bound 14.9760
Interval for Mean Upper Bound 15.0907
5% Trimmed Mean .
Median 15.0200
Variance .001
Std. Deviation .02309
Minimum 15.02
Maximum 15.06
Range .04
Interquartile Range .
Skewness 1.732 1.225
Kurtosis . .
K+ Mean 17.0533 .01333
95% Confidence Lower Bound 16.9960
Interval for Mean Upper Bound 17.1107
5% Trimmed Mean .
Median 17.0400
Variance .001
Std. Deviation .02309
Minimum 17.04
Maximum 17.08
Range .04
Interquartile Range .
Skewness 1.732 1.225
Kurtosis . .
a. zonahambat is constant when konsentrasi = K-. It has been
omitted.
161
ANOVA
zonahambat
Sum of
Squares Df Mean Square F Sig.
Between
553.434 5 110.687 1.337E5 .000
Groups
Within Groups .010 12 .001
Total 553.444 17
Post Hoc Tests
Multiple Comparisons
zonahambat
Tukey HSD
(I) (J) Mean 95% Confidence Interval
konsentra konsentra Difference (I- Lower
si si J) Std. Error Sig. Bound Upper Bound
*
200 ppm 300 ppm -1.99667 .02349 .000 -2.0756 -1.9178
*
400 ppm -3.03000 .02349 .000 -3.1089 -2.9511
500 ppm -3.99667* .02349 .000 -4.0756 -3.9178
K+ -6.01667* .02349 .000 -6.0956 -5.9378
*
K- 11.03667 .02349 .000 10.9578 11.1156
300 ppm 200 ppm 1.99667* .02349 .000 1.9178 2.0756
400 ppm -1.03333* .02349 .000 -1.1122 -.9544
500 ppm -2.00000* .02349 .000 -2.0789 -1.9211
K+ -4.02000* .02349 .000 -4.0989 -3.9411
K- 13.03333* .02349 .000 12.9544 13.1122
400 ppm 200 ppm 3.03000* .02349 .000 2.9511 3.1089
300 ppm 1.03333* .02349 .000 .9544 1.1122
500 ppm -.96667* .02349 .000 -1.0456 -.8878
K+ -2.98667* .02349 .000 -3.0656 -2.9078
K- 14.06667* .02349 .000 13.9878 14.1456
500 ppm 200 ppm 3.99667* .02349 .000 3.9178 4.0756
300 ppm 2.00000* .02349 .000 1.9211 2.0789
400 ppm .96667* .02349 .000 .8878 1.0456
K+ -2.02000* .02349 .000 -2.0989 -1.9411
K- 15.03333* .02349 .000 14.9544 15.1122
K+ 200 ppm 6.01667* .02349 .000 5.9378 6.0956
300 ppm 4.02000* .02349 .000 3.9411 4.0989
162
400 ppm 2.98667* .02349 .000 2.9078 3.0656
500 ppm 2.02000* .02349 .000 1.9411 2.0989
K- 17.05333* .02349 .000 16.9744 17.1322
K- 200 ppm -11.03667* .02349 .000 -11.1156 -10.9578
300 ppm -13.03333* .02349 .000 -13.1122 -12.9544
400 ppm -14.06667* .02349 .000 -14.1456 -13.9878
*
500 ppm -15.03333 .02349 .000 -15.1122 -14.9544
*
K+ -17.05333 .02349 .000 -17.1322 -16.9744
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Homogeneous Subsets
zonahambat
Tukey HSD
konsentra Subset for alpha = 0.05
si N 1 2 3 4 5 6
K- 3 .0000
200 ppm 3 11.0367
300 ppm 3 13.0333
400 ppm 3 14.0667
500 ppm 3 15.0333
K+ 3 17.0533
Sig. 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
163
LAMPIRAN 6
DOKUMENTASI PENELITIAN
PREPARASI SAMPEL
164
Maserasi dengan n-Heksan Proses Pengeringan
165
166
167
UJI FITOKIMIA
Uji Fitokimia Fraksi Air:Etanol
168
Uji Fitokimia Ekstrak Etanol
169
KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS
170
171
KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS PREPARATIF
172
UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI
Larutan Uji
173
Bakteri E. faecalis dan E. coli
Proses Pengujian
174