TESIS
MOHAMMAD SAYUTI
146100100111003
Oleh:
Mohammad Sayuti
Komisi Pembimbing :
Prof. Dr. Ir. Yunianta, DEA Dr. Widya Dwi Rukmi Putri, STP.,MP
NIP. 19590613 198601 1 001 NIP. 19700504 199903 2 002
Universitas Brawijaya
Program Studi Magister Teknologi Hasil Pertanian
Ketua Program Studi
NIM : 146100100111003
Universitas : Brawijaya
RINGKASAN
Kata Kunci: Bambu Laut, Isis hippuiris, DPPH, IC50, Fenol, Flavonoid, GCMS
Mohammad Sayuti. 146100100111003. Antioxidant Activity and
Identification Compounds Extract of Sea Bamboo (Isis hippuris) from Biak-
Papau. Thesis. Supervised by: Prof. Dr. Ir. Yunianta, DEA. and Dr. Widya
Dwi Rukmi Putri, STP., MP.
SUMMARY
Keywords: Sea bamboo, Isis hippuris, DPPH, IC50, phenol, flavonoids, GCMS
PERNYATAAN
ORISINALITAS TESIS
Penulis
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan
karunia-Nya yang telah diberikan, sehingga penyusun dapat meyelesaikan
penulisan tesis dengan judul “Aktifitas Antioksidan Bambu Laut (Isis hippuris)
(Kajian Metode Ekstraksi Dan Polaritas Fraksi Pelarut Terhadap IC50 Ekstrak
Bambu Laut)” ini tepat pada waktunya. Tesis ini disusun sebagai salah satu
syarat untuk mencapai gelar Magister.
Pada kesempatan ini penyusun mengucapkan terimaksih sebesar-
besarnya kepada:
1. Ayah dan Ibu sebagai orang tua terbaik yang telah mengajar, mendidik
dan memberi teladan hidup kepada penyusun
2. Istri dan anak-anakku tersayang yang selalu memberi dorongan motivasi
untuk menyelesaikan studi ini.
3. Prof. Dr. Ir. Yunianta, DEA selaku dosen pembimbing I dan Dr. Widya Dwi
Rukmi Putri, STP.,MP selaku dosen pembimbing II yang telah
memberikan bimbingan, arahan, ilmu dan pengetahuan kepada
penyusun.
4. Prof. Dr. Ir. Harijono, M.App.Sc. dan Dr. Ir. Sudarminto Setyo Yuwono,
M.App.Sc. selaku dosen penguji atas saran dan masukannya.
5. Dr. Ir. Elok Zubaidah, MP selaku Ketua Program Studi Pascasarjana
Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian Universitas
Brawijaya.
Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan tesis ini masih adanya
keterbatasan pengetahuan, referensi dan pengalaman serta jauh dari
kesempurnaan, untuk itu penyusun mengharapkan saran dan kritik yang
membangun demi perbaikan dimasa mendatang.
Akhirnya penyusun berharap agar tesis ini bisa memberikan manfaat bagi
semua pihak khususnya bagi perkembangan keilmuan di Jurusan Teknologi
Hasil Pertanian dalam peningkatan kualitas kehidupan masyarakat
Penyusun
i
DAFTAR ISI
I. PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................... 3
1.3 Tujuan ......................................................................................................... 3
1.4 Manfaat ....................................................................................................... 3
ii
4.4.1 Penelitian Tahap 1 ...........................................................................49
4.4.2 Penelitian Tahap 2 ...........................................................................50
4.3.3 Analisa Data ...................................................................................52
iii
DAFTAR TABEL
iv
DAFTAR GAMBAR
v
DAFTAR LAMPIRAN
vi
1
I. PENDAHULUAN
Untuk menghasilkan ekstrak yang tinggi atau banyak dengan waktu yang
lebih cepat maka dibutuhkan banyak inovasi teknologi dalam proses ekstraksi
dimana salah satunya adalah menggunakan metode ultrasonik dengan
memanfaatkan gelombang ultrasonik. Gelombang ultrasonik yang digunakan
pada ekstraksi ultrasonik yaitu gelombang akustik dengan frekuensi berkisar 16-
20 kHz (Schiller, 2010). Aplikasi metode ekstraksi ultrasonik sangatlah mudah
(McClements, 1995). Berdasarkan beberapa penelitian dengan menggunakan
metode ekstraksi ultrasonik dibandingkan dengan metode konvensional lainnya,
ekstraksi dengan metode ultrasonik merupakan metode ekstraksi yang paling
optimum dengan waktu yang cukup singkat untuk mengekstrak bahan alam
sehingga ekstraksi ultrasonik lebih efisien (Puspita, 2011)
Antioksidan merupakan substansi nutrisi maupun non-nutrisi yang
terkandung dalam bahan pangan, yang mampu mencegah atau memperlambat
terjadinya proses oksidasi (Tamat et al., 2007; Winarsi, 2007). Dalam dunia
kesehatan dan kosmetik banyak memanfaatkan antioksidan (Tamat et al., 2007)
mutu produk bahan pangan dapat dipertahankan salah satunya dengan
menggunakan antioksidan (Heo et al., 2005; Tamat et al., 2007).
Butylated hydroxyanisol (BHA), butylated hydroxytoluene (BHT), tert-
butylhydroquinone (TBHQ) dan propyl gallate (PG) merupakan antioksidan
sintetik yang paling banyak digunakan (Heo et al., 2005; Vadlapudi et al., 2012).
Kerusahan hati merupakan efek karsinogenik yang dapat ditimbulkan oleh
antioksidan sintetik (Heo et al., 2005), hal ini menyebabkan adanya peningkatan
terhadap antioksidan yang alami. Sumber-sumber antioksidan alami banyak
berasal dari biota laut, seperti rumput laut (Heo et al., 2005; Cornish and
Garbary, 2010; Sadati et al., 2011; Vadlapudi et al., 2012), lamun (Santoso et al.,
2012), mikroalga (Li et al., 2007), sponge (Hanani et al., 2005; 2006) dan
sebagainya.
Berdasarkan metode ekstraksi di atas, proses ekstraksi bambu laut (Isis
hippuris) dalam penelitian ini akan menggunakan menggunakan 2 metode yaitu
metode maserasi dan metode ultrasonik dengan masing-masing menggunakan 3
jenis pelarut dengan tingkat kepolaran yang berbeda, yaitu n-heksana (nonpolar),
etil asetat (semipolar) dan metanol (polar). Senyawa bioaktif yang terdapat pada
bambu laut (Isis hippuris) yang diharapkan memiliki aktivitas antioksidan dapat
dipengaruhi oleh perbedaan jenis pelarut tersebut. Hasil ekstrak selanjutnya
dilakukan pengujian aktivitas antioksidan karena selama ini hanya sedikit
3
1.3 Tujuan
a. Mengetahui pengaruh metode ekstraksi, bagian bambu laut, perbedaan
polaritas pelarut terhadap rendemen dan aktifitas antioksidan bambu laut
b. Mengetahui pengaruh hasil fraksinasi bagian kulit dan axial dengan
pelarut berbeda terhadap rendemen, total fenol, total flavonoid dan
aktifitas antioksidan bambu laut
c. Mendapatkan gambaran senyawa-senyawa dominan yang terkandung
pada masing-masing hasil fraksinasi ekstrak bambu laut
Gambar 1. Bambu Laut (Isis hippuris). Pengukuran sifat morfologi dari Isis
hippuris (A) koloni; (B,C,D) canal dan polyp dynamics; (E) sub-koloni
(branching) dynamics; (F) sisi sklerit/ perbandingan morphotype i dan
ii spindle, iii dan iv capstans 7- radiates, v-vi dan vii-viii kelompok dari
Ridge 1 dan Sampela (Rowley et al., 2015).
6
Gambar 3. Sclerit Pada Lapisan Koenensim Yang Dicuplik Dari Permukaan Dan
Bagian Interior Pada Bambu Laut (Isis hippuris) (Fabricius dan
Alderslade, 2001).
Gambar 4. Bagian Axial dari Bambu Laut (No : nodus; In : internodus) (Fabricius
dan Alderslade, 2001)
kanker P-388, A549, dan HT-29. Kemudian Sheu et al., (2003) melanjutkan
ekstraksi dan isolasi bambu laut (Isis hippuris) juga dengan menggunakan n-
heksan memperoleh 5 (lima) steroids jenis baru. Berbeda dengan Tanaka et al.,
(2002) mengekstraksi dan mengisolasi Isis hippuris dengan menggunakan
acetone mendapatkan 11 (sebelas) polyoxygenated steroids baru.
Shen et al., (2001) mengekstraksi bambu laut (Isis hippuris) dengan
menggunakan metanol mendapatkan dua polyhydroxysteroids baru yaitu
isihippurols A dan isihippurols B. Berbeda dengan Gonzalez et al., (2001)
mengektraksi dan mengisolasi bambu laut (Isis hippuris) dengan menggunakan
metanol selama 48 jam mendapatkan tiga belas (13) polyoxygenated steroid
baru. Sedangkan Triyanto et al., (2004) melakukan ekstraksi bambu laut (Isis
hippuris) dengan menggunakan metanol dari 2000 g Isis hippuris diperoleh
rendemen ekstrak 4,86 %. Kemudian dilakukan fraksinasi dengan etil asetat yang
selanjutnya diujikan terhadap sel kanker leukemia (L-1210 cell line). Hasil uji
fraksi etil asetat dari ekstrak gorgonian Isis hippuris mampu menghambat
pertumbuhan L-1210 cell line dengan IC-50 < 3 mg/mL.
Senyawa spesifik hippuristanol terkandung dalam bambu laut (Isis
hippuris) yang bersifat sebagai antivirus. Proses replikasi virus dapat dicegah
dengan senyawa hippuristanol (Manuputty, 2008), sebagai senyawa antikanker
(Trianto et al., 2004). Bambu laut (Isis hippuris) juga mengandung golongan
senyawa-senyawa hidrokarbon dan asam lemak yaitu Naphthalene, Xylane,
Phenylacetonitrile, 1,2 Benzenedicarboxylic dan senyawa turunan phenol (Has et
al., 2004).
Selain itu bambu laut (Isis hippuris) mengandung senyawa Hippuristerone
A, polyoxygenated steroid (Sheu et al., 2000), mengandung senyawa
polyoxygenated steroids, hippuristerones J−L, hippuristerols E−F, dan
gorgosteroid, 1α,3β,5β,11α-tetrahydroxygorgostan-6-one (Chao et al., 2005).
Ekstraknyanya memiliki sifat-sifat sitotoksisitas terhadap sel-sel carcinoma (Liang
et al., 2010).
b. Ekstraksi Ultrasonik
Firdaus et al. (2010) mengatakan seiring dengan perkembangan zaman
serta adanya tuntutan terhadap metode ekstraksi yang bertujuan untuk
memperoleh hasil yang tinggi dengan waktu yang relatif singkat untuk
meminimalkan keterbatasan teknik ekstraksi konvensional, maka diperlukan
inovasi teknologi dalam proses ekstraksi. Sebagai jawaban dari tuntutan tersebut
ada beberapa alternatif metode ekstraksi baru untuk mengekstrak senyawa
fitokimia dari tanaman seperti ekstraksi dengan ultrasonik, ekstraksi microwave,
ekstraksi fluida superkritik serta ekstraksi solven aselerasi, (Soni et al., 2010)
Senyawa fitokimia seperti senyawa alkaloid, flavonoid, polisakarida,
protein dan minyak esensial dari berbagai bagian tanaman dan bibit tanaman
dapat diekstrak dengan penerapan teknik intensitas ultrasonik (Firdaus et al.,
2010). Gangguan fisik baik pada dinding sel, membran sel biologis dan
penurunan ukuran partikel merupakan dampak ekstraksi ultrasonik sehingga
penetrasi pelarut terhadap material sel lebih baik dan akhirnya dapat
meningkatkan laju perpindahan massa pada jaringan dan memfasilitasi
perpindahan senyawa aktif yang terdapat dalam sel ke pelarut (Novak et al.,
2008). Runtuhnya gelembung yang dihasilkan oleh kavitasi mengakibatkan hal
terjadi dalam ektraksi dengan ultrasoonik (Rodrigues and Pinto, 2006).
Mcclemen (1995), menyatakan bahwa salah satu sifat dari ultrasonik
adalah non-destructive dan non-invasive, sehingga dengan mudah diadaptasikan
ke berbagai aplikasi gelombang ultrasonik dapat merambat dalam medium padat,
12
cair, dan gas. Gelombang suara dengan frekuensi di atas deteksi telinga
manusia, yaitu antara 20 kHz – 500 MHz merupakan energi yang dihasilkan
dalam ultrasonik (Thompson and Doraiswamy, 1999). Sehingga metode
ultrasonik dapat diaplikasikan dalam berbagai disiplin ilmu yang luas. Untuk
aplikasi evaluasi non-destruktif dapat menggunakan ultrasonik pada intensitas
rendah dan frekuensi tinggi, sedangkan untuk aplikasi sonokimia menggunakan
intensitas tinggi dan frekuensi rendah (Thompson and Doraiswamy, 1999).
Proses acoustic streaming dan acoustic cavitation merupakan manfaat iradiasi
ultrasonik dalam proses kimia (Maria van Iersel 2008).
Efek elusi akan naik apabila terjadi kenaikan tingkat kepolaran suatu
pelarut. Sebagai contoh n-heksana yang bersifat nonpolar mempunyai efek
elusi lemah sedangkan kloroform cukup kuat serta metanol yang bersifat
polar efek elusinya kuat. Laju perambatan analit tergantung kepada
viskositas pelarut serta struktur lapisan (Stahl, 1985).
Fraksinasi adalah proses pemisahan campuran (padat, cair, terlarut,
suspensi atau isotop) dengan kuantitas tertentu yang terbagi dalam beberapa
fraksi (jumlah kecil ) yanga mana komposisi perubahan menurut kelandaian.
Bobot dari tiap fraksi merupakan dasar pembagian atau pemisahan pada
proses fraksinasi, fraksi yang lebih ringan akan berada diatas sedangkan
fraksi yang lebih berat akan berada pada bagian bawah. Pelarut organik
seperti eter, aseton, benzena, etanol, diklorometana, atau campuran pelarut
tersebut umumnya digunakan dalam fraksinasi bertingkat. Bahan alam yang
penting serta mampu diekstraksi dengan pelarut organik antara lain asam
lilin, tanin , lemak, asam resin dan zat warna (Adijuwana dan Nur, 1989).
Pemisahan antara zat cair dengan zat cair merupakan proses
fraksinasi. Berdasarkan tingkat kepolarannya antara lain non polar, semi
polar serta polar proses fraksinasi dilakukan. Senyawa yang bersifat non polar
akan larut dalam pelarut non polar sedangkan senyawa semi polar akan
larut dalam pelarut semi polar serta senyawa yang bersifat polar akan larut
ke dalam pelarut polar (Harborne, 1987). Secara umum fraksinasi dilakukan
menggunakan metode corong pisah atau kromatografi partisi. Ekstraksi cair-
cair (corong pisah) merupakan pemisahan komponen kimia diantara dua
fase pelarut yang tidak dapat saling bercampur yaitu sebagian komponen
akan larut pada fase pertama dan sebagian komponen lainnya akan larut
15
pada fase kedua, hal ini dikarenakan masing-masing memiliki massa jenis
berbeda. Kedua fase yang sudah diberi sampel dikocok selanjutnya didiamkan
sampai terjadi pemisahan sempurna serta terbentuk dua lapisan fase zat
cair. Komponen kimia yang terpisah kedalam dua fase tersebut sesuai
dengan tingkat kepolaran masing-masing dengan menggunakan perbandingan
konsentrasi yang tetap (Sudjadi, 1986).
Mekanisme pemisahan yang terjadi dalam metode fraksinasi yang
digunakan adalah partisi yakni analit akan terdistribusi diantara kedua pelarut
sesuai dengan kelarutan relatif diantara keduanya (Gandjar dan Rohman, 2007).
Pelarut yang mempunyai berat jenis lebih besar dari air akan berada pada
lapisan bawah, sedangkan pelarut yang mempunyai berat jenis lebih kecil dari air
akan berada pada lapisan atas (Wiley dan Sons, 2003)
Fraksinasi partisi secara umum dilakukan antara pelarut polar dengan
pelarut yang kurang polar dan selanjutnya pelarut non polar. Nilai konstanta
dielektrik pelarut digunakan untuk menentukan tingkat polaritas pelarut.
Contoh urutan penggunaan pelarut dalam fraksinasi bertingkat hasil ekstraksi
dengan aseton adalah fraksinasi n-heksan, fraksinasi etil eter, fraksinasi etil
asetat (Lestari dan Pari, 1990).
Macam – macam proses fraksinasi (Harbone, 1987) :
a. Proses Fraksinasi Kering (Winterization)
Fraksinasi kering merupakan proses fraksinasi didasarkan pada
berat molekul serta komposisi dari suatu material. Proses ini lebih
terjangkau dibandingkan dengan proses yang lain akan tetapi hasil
kemurnian fraksinasinya rendah.
b. Proses Fraksinasi Basah (Wet Fractination)
Fraksinasi basah merupakan proses fraksinasi dengan menggunakan zat
pembasah (wetting agent) yang disebut juga proses Hydrophilization
atau detergent proses. Namun hasil fraksi dari fraksinasi basah sama
dengan proses fraksinasi kering.
c. Proses Fraksinasi menggunakan pelarut/ Solvent Fractionation
Solvent fractionation merupakan proses fraksinasi yang menggunakan
pelarut yaitu pelarut aseton. Proses fraksinasi ini lebih mahal
dibandingkan dengan proses fraksinasi lainnya, dikarenakan
menggunakan bahan pelarut.
d. Proses Fraksinasi dengan Pengembunan (Fractional Condentation)
16
2009). Radikal bebas akan mengambil elektron dari molekul stabil terdekat
sehingga mengakibatkan munculnya reaksi berantai pembentukan radikal bebas
(Vijithahh dan Nizar, 2009). Radikal bebas dapat bersumber dari polutan,
makanan dan minuman, radiasi, pestisida serta hasil proses oksidasi dalam
tubuh. Kelebihan radikal bebas dalam tubuh dapat memicu timbulnya berbagai
macam gangguan kesehatan degeneratif, seperti kanker dan penyakit jantung
(kardiovaskular).
Antioksidan mempunyai peran yang berbeda dalam sistem pangan dan
biologis. Antioksidan berperan untuk menghambat proses oksidasi lemak/minyak
sehingga mempunyai fungsi sebagai pengawet. Sedangkan dalam sistem
biologis, antioksidan berperan menangkal radikal bebas dalam tubuh sehingga
dapat melawan kerusakan oksidatif. Ada dua cara dalam mendapatkan
antioksidan, yaitu dari luar tubuh (eksogen) dan dalam tubuh (endogen).
Antioksidan eksogen didapat dengan mengkonsumsi makanan dan minuman
yang mengandung vitamin C dan E, β-karoten maupun antioksidan sintetik
seperti BHA, BHT dan TBHQ. Sedangkan contoh antioksidan endogen adalah
enzim superoksida dismutase (SOD), glutation peroksidase (GSH.Px) dan
katalase. Bentuk klasifikasi dari jenis-jenis antioksidan disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Klasifikasi jenis antioksidan berdasarkan struktur kimia
Antioksidan Peranan Ciri-ciri
Mengandung Mangan
Superoksidase
(MnSOD)
dismutase (SOD)
Mengubah O2- menjadi Mengandung tembaga
Mitochondrial
H2O2 dan seng (CuZnSOD)
Cytoplasmic
Mengandung tembaga
Extracellular
Enzimatis (CuSOD)
(Endogen) Mengubah H2O2 menjadi Hemoprotein berbentuk
Katalase
H2O tetramerik
Selenoprotein
Glutathione (mengandung Se2+)
Menghilangkan H2O2 dan
peroksidase Terutama berada di
lipid peroksida
(GSH.Px) sitosol dan mitokondria
Menggunakan GSH
Memutus peroksidase
lipida Scavenger pada Vitamin yang larut
α-tokoferol
lipid peroksidase, O2- dan dalam lemak
°OH
Mengikat logam-logam Vitamin yang larut
Non-enzimatis β-karoten
transisi dalam lemak
(eksogen)
Scavenger langsung
terhadap O2, °OH dan
Vitamin yang larut
Asam askorbat H2O2 Berkontribusi
dalam air
terhadap regenerasi
vitamin E
Sumber: Winarsi (2007)
24
c. Antioksidan Sekunder
Antioksidan sekunder atau preventive antioxidant seperti thiodipropionic
dan dilauryl thiodipropuonate berfungsi dengan cara mendekomposisi
peroksidasi lemak menjadi produk stabil (Madhavi et al., 1995). Antioksidan
sekunder dikenal juga sebagai antioksidan eksogenus/ non-enzimatis.
Antioksidan dalam golongan ini dikenal juga dengan sistem pertahanan
preventif yaitu sistem pertahanan dengan terbentuknya senyawa oksigen
dihambat dengan cara pengkelatan metal atau dirusak pembentukannya.
Pengkelatan metal terjadi dalam cairan ekstraseluler (Belleville-Nabet, 1996).
Komponen non-nutrisi dan komponen nutrisi dari sayuran dan buah-
buahan merupakan sumber antioksidan non-enzimatis. Dengan cara
memotong reaksi oksidasi berantai dari radikal bebas atau penangkapannya
sehingga radikal bebas tidak bereaksi lagi dengan komponen seluler
merupakan cara kerja sistem antioksidan non-enzimatik (Lampe, 1999).
d. Antioksidan Enzimatis
Antioksidan enzimatis berfungsi salah satunya dengan menghilangkan
oksigen terlarut/ headspace atau menghilangkan spesies oksidator kuat dari
makanan. Glukosaoksidase, superoksida dismutase, katalase, glukonin
peroksidase dan sebagainya merupakan kelompok antioksidan enzimatis
(Ozcan, 2006).
2.5.2 Sumber Senyawa Antioksidan
Berdasarkan sumbernya terdapat 2 macam antioksidan, yaitu
antioksidan alami yang diperoleh dari ekstraksi bahan-bahan alam dan
antioksidan sintetik atau buatan yang diperoleh dari hasil sintesis dengan
reaksi kimia (Karyadi 1997).
a. Antioksidan Alami
Antioksidan alami bersumber dari buah-buahan, sayuran serta tanaman
berkayu. Senyawa antioksidan alami pada tumbuhan secara umum adalah
senyawa fenolat atau polifenolat yang dapat merupakan golongan flavonoid,
turunan asam sinamat, kumarin, tokofenol serta asam-asam organik. Contoh
antioksidan alami yang terdapat dalam berbagai jenis buah-buahan dan
sayuran adalah asam askorbat (Pratt, 1992).
Menurut El-Ghorab et al. (2004), antioksidan alami pada tanaman
umumnya diklasifikasikan sebagai vitamin, fenol termasuk flavonoiddan asam
fenolat, serta komponen volatile dalam tanaman herbal dan bambu. Tanaman
26
herbal dan bambu berfungsi sebagai penambah aroma dan sebagai pengawet
termasuk antiseptic dan antioksidan. Penggunaan antioksidan alami untuk
meningkatkan stabilitas antioksidan pada makanan berlemak yang perlu
diperhatikan karena tren dunia untuk menghindari penggunaan antioksidan
sintetik sebagai bahan tambahan makanan yang bersifat karsinogenik.
Alam menyediakan sumber antioksidan yang efektif dan relatif aman
seperti flavonoid, komponen fenolik, vitamin C, beta karoten dan lain-lain
(Damayanti et al., 2007; Padalia et al., 2011). Tanaman jahe merupakan salah
satu tanaman famili Zingiberaceae yang mempunyai kandungan fenolik (Sirat et
al., 1996; Ravindran et al., 2005).
b. Antioksidan Sintetis
Antioksidan sintetis termasuk golongan fenol adalah butylated
hydroxyanisole (BHA), butylated hydroxytoluene (BHT), tert-butyl hidroxyquinone
(TBHQ), dan propyl, octyl, dan dodecyl galat. Penggunaan antioksidan primer
dibatasi yaitu pada kisaran 100-200 ppm untuk BHA, BHT atau TBHQ, dan pada
kisaran 200-500 ppm untuk galat, guna stabilitasi lemak dan minyak (Madhavi et
al., 1995).
BHT dan BHA merupakan antioksidan hidrofobik dari golongan fenol yang
mencegah inisiasi reaksi berantai. Perlindungan melawan oksidasi lemak
merupakan hasil pembentukan radikal BHT yang memiliki potensial reduksi lebih
rendah daripada radikal peroksidasi lemak. BHA biasanya dikombinasikan
dengan BHT atau Propyl Galate yang menghasilkan sifat sinergis. TBHQ kurang
volatil daripada BHA dan BHT tetapi stabil pada suhu yang lebih tinggi. TBHQ
lebih efektif pada minyak sayuran tidak jenuh karena lebih stabil pada suhu yang
lebih tinggi (Boskou dan Elmadfa, 1999).
2.5.3 Mekanisme Kerja Antioksidan
Atom atau molekul yang mengandung satu atau lebih elektron yang
tidak berpasangan adalah radikal bebas (Buettner, 2009). Agar stabil, radikal
bebas perlu elektron dari molekul donor ke molekul radikal sehingga radikal
tersebut menjadi stabil. Dengan reaksi tersebut molekul donor menjadi
radikal baru sehingga tidak stabil dan perlu elektron dari molekul di
sekelilingnya untuk menjadi stabil dan seterusnya sehingga reaksi berantai
perpindahan elektron-elektron terjadi (Windono, 2001).
Adanya radikal bebas ataupun ROS dapat dinetralkan senyawa
antioksidan dengan mendonasikan sebuah elektronnya (Halliwell, 1999;
27
Mallick & Mohn, 2000; Kelman et al., 2012). Berdasarkan mekanisme kerjanya
antioksidan memiliki dua fungsi (Gordon, 1990):
1. Fungsi antioksidan primer yaitu antioksidan berfungsi sebagai pemberi
atom hidrogen. Atom hidrogen ini diberikan senyawa antioksidan
dengan cepat ke radikal lipida (R *, ROO* ) atau dengan mengubah
radikal ke bentuk yang lebih stabil, sementara turunan radikal
antioksidan (A* ) tersebut memiliki kondisi yang lebih stabil
dibandingkan dengan radikal lipida.
2. Fungsi antioksidan sekunder yaitu menghambat arah autooksidasi
dengan berbagai mekanisme diluar mekanisme pemutusan rantai
autooksidasi dengan mengubah radikal lipida menjadi bentuk yang
lebih stabil.
Dengan penambahan antioksidan (AH) primer pada konsentrasi rendah
pada lipida mampu menghambat reaksi autooksidasi lemak serta minyak.
Penambahan ini mampu mencegah reaksi oksidasi pada tahap inisiasi
ataupun propagasi (Gambar 13). Radikal lipida baru tidak dapat terbentuk
karena kurangnya energi untuk bereaksi lagi dengan molekul lipida lain karena
radikal antioksidan (A*) yang terbentuk pada reaksi tersebut relatif stabil
(Gordon, 1990).
Inisiasi : R * + AH RH + A *
Radikal lipida Lipida
Propagasi : ROO* + AH ROOH + A*
Radikal Peroksil Hidroperoksida
Gambar 11. Reaksi penghambatan antioksidan primer terhadap radikal lipida
(Gordon, 1990).
Gambaran penting dari oksidasi melalui reaksi rantai radikal bebas yang
dimediasi adalah tahapan inisiasi, propagasi, branching dan
terminasi/penghentian. Proses ini dapat dimulai dengan aksi agen eksternal
seperti panas, cahaya atau radiasi pengion atau dengan inisiasi kimia yang
melibatkan ion logam atau metalloproteins (Pisoschi dan Negulescu, 2011).
a. Initiation
LH + R* → L* + RH
Dimana LH merupakan molekul substrat, misalnya, lipid, dengan R*
sebagai pemulai radikal oksidasi. Oksidasi lipid menghasilkan sebuah alil radikal
yang sangat reaktif (L *) yang dapat dengan cepat bereaksi dengan oksigen
untuk membentuk lipid peroxyl radikal (LOO*).
b. Propagation
L* + O2 → LOO*
LOO* + LH → L* + LOOH
Radikal peroxyl adalah operator rantai reaksi; mereka bisa lebih lanjut
mengoksidasi lipid, menghasilkan hidroperoksida lipid (LOOH), yang pada
gilirannya memecah ke berbagai senyawa [69], termasuk alkohol, aldehida, alkil
formates, keton dan hidrokarbon, dan radikal, termasuk alkoksi radikal (LO*).
c. Branching
LOOH → LO* + HO*
2 LOOH → LOO* + LO* + H2O
Pemecahan hidroperoksida lipid sering melibatkan transisi katalisis ion
logam, dalam reaksi yang sama dengan yang melibatkan hidrogen peroksida,
menghasilkan peroxyl lipid dan alkoksi lipid radikal.
d. Termination
Reaksi pemutusan melibatkan kombinasi radikal untuk membentuk
produk non-radikal
LO* + LO *
LOO * + LOO *
LO* + LOO*
Antioksidan primer, AH, ketika berada dalam jumlah sisa, memungkinkan
baik menunda atau menghambat langkah inisiasi dengan mereaksikan dengan
lipid radikal atau menghambat langkah propagasi dengan bereaksi dengan
peroxyl atau alkoksi radikal (Pisoschi dan Negulescu, 2011)..
L * + AH → LH + A*
LOO* + AH → LOOH + A*
LO* + AH → LOH + A*
29
DPPH DPPH-H
Gambar 13. Reaksi antioksidan dengan DPPH (Prakash et al., 2001).
pada bunga. Namun masih banyak senyawa fenol yang belum diketahui
fungsinya. Ada indikasi sebagian senyawa fenol diduga berfungsi sebagai alat
pertahanan alami pada beberapa tanaman (Harborne, 1984).
Semua senywa fenol memiliki cincin aromatik yang dapat diidentifikasi
dengan menggunakan sinar UV. Senyawa fenol memiliki sifat-sifat yaitu : 1)
mudah larut didalam air; 2) bereaksi dengan larutan sodium hidroksida; 3) tidak
bereaksi dengan larutan sodium karbonat dan hidrogen karbonat. Dengan sifat-
sifat fenol yang telah diketahui, maka kandungan fenol dalam suatu bahan dapat
diukur (Harborne, 1984).
Kandungan total fenol dapat diukur dengan menggunakan metode Folin-
Ciocalteau yang perubahan warnanya dapat diketahui dengan spektrofotometer.
Prinsipnya sampel yang akan diukur kandungan fenolnya ditambahkan reagen
Folin-Ciocalteau dan larutan sodium karbonat. Campuran didiamkan selama satu
jam kemudian diukur serapannya pada panjang gelombang 750 nm. Asam galat
digunakan sebagai standar (Ogawa, 2003). Reagen Folin-Ciocalteau
menentukan total fenol, mengahsilkan warna biru dengan mengurangi anion
heteropolyphosphomolybate-tungstate yang berwarna kuning (Cox et al., 2010).
Metode pengukuran fenol menggunakan reagen Folin-Ciocalteau sebenarnya
mengukur recucing capacity dari sampel dan tidak merefleksikan total fenol
sebenarnya (Zahra et al., 2007).
2.6.2 Uji Total Flavonoid
Flavonoid merupakan senyawa aktif yang berefek sebagai antioksidan
yang dapat menyerap gelombang radiasi pada daerah UV-Vis. Kandungan
flavonoid total yang ada dalam ekstrak bambu laut dianalisis dengan
menggunakan metode spektrofotometri menggunakan reagen aluminium klorida
(Atanassova et al., 2011). Standrat yang dipakai adalah quercetin dengan
konsentrasi 20, 40, 60, 80 dan 100 mg/l. prosedur yang dipakai adalah 1 ml
sampel ekstrak ditambahkan dengan akuades 4 ml dan 0,3 ml NaNO2 5% ke
dalam tabung reaksi dan divortek hingga homogen. Kemudian diinkunasi selama
lima menit. Setelah 5 menit kemudian ditambahkan 0,3 ml AlCl3 dan diinkubasi
ulang selama 6 menit dan ditambahkan 2 ml NaOH 1 M dan akuades hingga
mencapai volume 10 ml dan divortek hingga homogen. Nilai serapan sampel
diukur dengan panjang gelombang 510 dengan menggunakan persamaan garis
linear y = ax + b dimana sumbu x merupakan konsentrasi dan sumbu y
merupakan absorbansi.
33
mu, tipe semi–wide bore 0,5–1,0 mu. Berdasarkan sifatnya, fase diam dapat
dibedakan berdasarkan pada kepolarannya yaitu nonpolar, sedikit polar,
setengah polar (semi polar), dan sangat polar (Agusta,2000).
d. Detektor
Detektor dalam GC-MS adalah spektroskopi massa yang terdiri atas
sistem ionisasi dan sistem analisis (Agusta, 2000). Hasil analisis spektroskopi
massa adalah spektrum massa yang menjelaskan puncak-puncak dari
kromatogram yang dihasilkan berupa jenis dan jumlah fragmen dari molekul.
Berat molekul berbeda dihasilkan dari setiap fragmen hasil proses pemecahan
komponen kimia dan digambarkan dalam bentuk diagram dua dimensi, m/z (m/e,
massa/muatan) pada sumbu X serta intensitas pada sumbu Y yang disebut
spektrum massa (Agusta, 2000).
e. Suhu
Suhu tempat injeksi, suhu kolom dan suhu detektor merupakan tiga
macam suhu yang penting dalam pemisahan yang baik pada GC. Pada tempat
injeksi suhu yang digunakan adalah suhu tinggi tetapi tidak boleh terlalu tinggi
karena dapat mengakibatkan kemungkinan terjadinya penguraian pada molekul-
molekul akibat perubahan panas. Untuk menyelesaikan analisis dengan tepat
maka suhu kolom harus tinggi serta cukup rendah (Mc Nair and Bonelli, 1988).
Waktu retensi yang lebih lama dengan terjadinya pemisahan yang baik apabila
menggunakan suhu rendah (Gritter, 1991).
f. Sistem injeksi
Sistem pemasukan sampel (injection) pada GC–MS ada dua sistem, yaitu
direct inlet (sistem langsung) dan indirect inlet (sistem melalui kromatografi gas).
Sampel campuran seperti minyak atsiri, pemasukan sampel harus indirect inlet
(sistem melalui kromatografi gas), sedangkan untuk sampel murni dengan direct
inlet atau langsung dimasukkan pada ruang pengion (Agusta, 2000). Injeksi
lambat untuk sampel yang terlalu besar dapat mengakibatkan pelebaran pita dan
pemisahan yang jelek (Mursyidi, 1989).
g. Sistem ionisasi
Metode ionisasi analisis spektrometer massa ada berbagai macam
metode. Metode yang umum digunakan untuk analisis spektrometer massa adalh
Electron Impact ionization (EI) (Agusta, 2000). EI adalah proses ionisasi yang
sulit, hal ini bukan karena tabrakan antara molekul sampel akan tetapi oleh
hubungan antara elektron dengan molekul ketika elektron melintas berdekatan.
36
Dalam proses ini diperoleh perpindahan satu elektron dari molekul sampel,
dengan dugaan ion ini tidak mengalami fragmentasi yang diperlihatkan sebagai
ion molekuler. Ion molekuler merupakan satu elektron yang terlepas dari molekul,
yang memiliki jumlah massa sama dan bertindak sebagai molekul netral.
Dekomposisis ion molekuler menurunkan ion lain dari dalam spektrum. EI
mengizinkan penentuan massa relatif molekuler dan struktur molekul. Elektron
yang dihasilkan dengan terlintasnya arus tertentu menembus tungsten filament.
Elektron ini mengakibatkan analit menjadi diionisasi dan difragmentasi. Semua
muatan ion positif terbentuk dalam sumber ion yang dimasukkan ke dalam
quadrupole (Agusta, 2000).
h. Sistem analisis
Ada beberapa metode sistem analisis yang dapat digunakan pada
spektrometer. Pada umumnya sistem digunakan adalah sistem kuadrupol yaitu
sistem dengan batang (empat buah) yang memiliki 4 kutub dan terdapat diantara
sumber ion dan detektor (Agusta, 2000).
lebih rendah dari titik didihnya, proses in vacuum ini dapat mencegah terjadinya
kerusakan-kerusakan senyawa yang termolabil akibat proses pemanasan.
Metode ekstraksi berikutnya adalah ekstraksi sonikasi (ultrasonik).
Gelembung-gelembung kavitasi (cavitation bubbles) akan terbentuk pada bahan
larutan yang dihasilkan oleh reactor ultrasonic/ sonocator. Pecahnya gelembung-
gelembung kavitasi yang berada dekat dengan dinding sel maka akan memicu
terjadinya liquid jets atau gelombang kejut yaitu pancaran cairan yang akan
mengakibatkan dinding sel menjadi pecah. Komponen-kompon senyawa yang
ada di dalam sel akan keluar dan bercampur dengan bahan pelarut sebagai
akibat dinding sel yang pecah tersebut. Ekstraksi dengan menggunakan
ultrasonik umumnya akan lebih singkat dan hemat apabila dibandingkan dengan
cara ekstraksi yang konvensional (Cintas and Cravotto, 2005).
Hasil penelitian ekstraksi dengan menggunakan ultrasonik yang telah
dilaporkan oleh Yang et al., (2009), Rouhani et al., (2009), dan Zhang et al.,
(2009) menggambarkan bahwa jika dibandingkan metode-metode yang lama,
metode ekstraksi dengan menggunakan ultrasonik menghasilkan lebih besar
rendemen dan waktu yang lebih singkat. Intensitas gelombang ultrasonik menjadi
energi dalam ekstraksi ultrasonik, energi tersebut merambat pada luas satuan
permukaan per satuan waktu. Jaringan yang dilewati oleh gelombang tersebut
akan melepaskan energi panasnya, pelepasan tersebut menyebabkan
temperatur jaringan mengalami peningkatan serta mengakibatkan dampak
kavitasi. Kavitasi merupakan proses pembentukan, perkembangan serta
pecahnya gelembung-gelembung yang ada di dalam sebuah pelarut/cairan.
Pecahnya gelembung kavitasi di dekat permukaan suatu bahan yang
mengakibatkan resistensi terhadap aliran cairan sehingga menimbulkan
pancaran cairan atau gelembung kejut yang mengarah pada permukaan bahan
dengan kecepatan bisa mencapai 200 meter/detik (Bendicho and Lavilla, 2000).
Hasil ekstrak bambu laut (Isis hippuris) ini kemudian dilakukan pengujian
aktivitas antioksidan. Dalam rantai reaksi, antioksidan mampu menunjukkan
aktifitas penghambatan terjadinya oksidasi substrat walaupun dengan
menggunakan konsentrasi yang sedikit. (Halliwell and Whitemann, 2004; Leong
and Shui, 2002). Radikal bebas atau molekul yang tidak stabil yang dapat
menyebabkan kerusakan sel-sel dalam tubuh dapat dicegah dengan
menggunakan antioksidan. Contoh antioksidan antara lain β karoten, likopen,
vitamin C, vitamin E (Sies, 1997). Selain itu antioksidan dapat mencegah atau
42
Ekstrak Kasar
Fraksinasi Partisi
Identifikasi
Total Fenol, Total Flavonoid, FTIR
dan GCMS
3.2 Hipotesis
Hipotesa yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:
1. Diduga metode ekstraksi, bagian bambu laut serta perbedaan polaritas
pelarut berpengaruh terhadap hasil rendemen dan aktifitas antioksidan
bambu laut.
2. Diduga hasil fraksinasi bagian kulit dan axial dengan pelarut berbeda
berpengaruh terhadap terhadap rendemen, total fenol, total flavonoid dan
aktifitas antioksidan bambu laut.
3. Diduga terdapat senyawa-senyawa dominan yang terkandung pada masing-
masing hasil fraksinasi ekstrak bambu laut yang memberikan pengaruh
terhadap aktivitas antioksidannya.
Ekstraksi
Fraksinasi Partisi
II
Uji Aktivitas Antioksidan:
DPPH IC50
Identifikasi
Total Fenol, Total Flavonoid FTIR, GCMS
Gambar 15. Kerangka Operasional Penelitian
46
Dengan demikian ada 12 kombinasi perlakuan yang diberi nomor atau kode
sebagai berikut :
48
Penyaringan
F F F F F F F F F F F F
KU1 KU2 KU3 KM1 KM2 KM3 AU1 AU2 AU3 AM1 AM2 AM3
E E E E E E E E E E E E
KU1 KU2 KU3 KM1 KM2 KM3 AU1 AU2 AU3 AM1 AM2 AM3
Gambar 16. Diagram Alir Proses Ekstraksi (Modifikasi Shen et.al. 2001)
Ekstrak Ekstrak
Identifikasi Antioksidan
Total Fenol, Total Flavonoid, FTIR, GCMS
Gambar 17. Diagram Alir Proses Fraksinasi modifikasi Shen et.al. (2001) dan
Gonzalez et.al (2001)
4.4.2.2 Identifikasi
Secara umum idendifikasi yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi Uji
fitokimia yang mengacu pada metode Harborne (1996) tersaji pada Lampiran 2.
Analisa total fenol yang mengacu pada metode Yangthong et al. (2009), Sharma
et al. (2011) dan Santoso et al. (2012) tersaji pada Lampiran 3. Analisa total
flavonoid yang mengacu pada metode Chang et al. (2002), Hassan et al. (2013)
dan Nugroho et al. (2013) tersaji pada Lampiran 4. Analisa DPPH mengacu pada
metode Molynuex(2004) tersaji pada Lampiran 5. Kemudian profil senyawa yang
berperan terhadap antioksidan diidentifikasi menggunakan FTIR dan GC-MS
(Prosedur FTIR dan GC-MS disajikan pada Lampiran 6 dan Lampiran 7).
52
Dimana:
Yijkl = Pengamatan untuk level A ke-i, level B ke-j, level C ke-k dan pada
kelompok ke-l
μ = Nilai tengah umum
αi = Pengaruh A yang ke-i
βj = Pengaruh B yang ke-j
γk = Pengaruh C yang ke-k
(αβ)ij = interaksi AB ke (i,j)
(αγ)ik = interaksi AC ke (i,k)
(βγ)jk = interaksi BC ke (j,k)
(αβγ) ijk = interaksi ABC ke (i,j,k)
εijkl = kesalahan percobaan untuk pengamatan ke (i,j,k,l)
Yi j k = μ + αi + βj + (αβ)ij + кk + εi j k i = 1, 2 dan j = 1, 2
k = 1, 2, . . . . 5
Dimana:
Yi j k = Pengamatan untuk level A ke-i, lavel B ke-j dan pada
kelompok ke-k
μ = Nilai tengah umum
αi = pengaruh level A yang ke-i
βj = pengaruh level B yang ke-j
(αβ)ij = Interaksi AB ke (I,j).
кk = pengaruh kelompok ke k
εi j k = kesalahan percobaan untuk pengamatan ke (i,j), interaksi AB ke (i,j)
53
KTG
D d p ,v x
n
di mana
p jarak peringkat dua perlakuan p
v derajat bebas galat
taraf nyata
54
cd cd
1200 c cd cd
c c
1000
b b
800
a n Heksan
600 Etil Asetat
400 Metanol
200
0
Ultrasonik Maserasi Ultrasonik Maserasi
Bagian Kulit Bagian Axial
metode ekstraksi dan faktor bagian bambu laut tidak berpengaruh nyata
(α=0,05), namun pengaruh faktor metode ekstraksi dan faktor jenis pelarut
berpengaruh nyata (α=0,05) (Analisis statistik pengujian DPPH tersaji pada
Lampiran 12).
Tabel 9. Pengaruh Metode Ekstraksi terhadap Pelarut
Metode Ekstraksi Pelarut Rata-rata DMRT 5%
n Heksan 1.088,53 ± 79,13 c 93,96
Ultrasonik Etil Asetat 1.190,34 ± 202,75 d 98,67
Metanol 670,25 ± 145,01 a 101,65
n Heksan 1.090,69 ± 60,79 cd 103,76
Maserasi Etil Asetat 1.144,41 ± 67,81 d 105,33
Metanol 893,60 ± 149,77 b 106,55
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda
nyata pada Uji DMRT taraf kepercayaan 95%.
Tabel 9 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara
rata-rata nilai IC50 yang dihasilkan dari pelarut metanol dibandingkan dengan
jenis pelarut lainnya baik dengan menggunakan metode ekstraksi ultrasonik
maupun maserasi yang ditunjukkan dengan notasi yang berbeda. Rata-rata nilai
IC50 untuk pelarut metanol dengan metode ekstraksi ultrasonik lebih rendah
dibandingkan dengan metode maserasi. Waktu ekstraksi yang berbeda diduga
menjadi penyebab perbedaan nilai IC50 aktifitas antioksidan bambu laut. Semakin
lamanya waktu ekstraksi maka terjadinya kontak antara pelarut dengan bahan
akan semakin lama sehingga dari keduanya akan terjadi pengendapan massa
secara difusi sampai terjadi keseimbangan konsentrasi larutan di dalam dan
diluar bahan ekstraksi (Bernasconi et al., 1995).
Anwariyah (2011) melaporkan bahwa aktivitas antioksidan yang berbeda-
beda ditunjukkan dari hasil ekstraksi lamun dengan menggunakan pelarut yang
berbeda-beda. Menurut Ismail et al. (2002), penggunaan pelarut akan
menentukan tingkat aktivitas antioksidan yang diperoleh dalam suatu ekstraksi
karena aktivitas antioksidan akan ditunjukkan berbeda-beda dengan polaritas
senyawa yang berbeda. Ekstrak kasar Daun Lamun dengan pelarut Etil asetat
memiliki nilai IC50 terkecil, yaitu 25,98 ppm sedangkan pelarut n heksan sebesar
139,5 pmm. Ekstrak kasar teripang dengan pelarut metanol memiliki nilai IC50
terkecil kedua yaitu 65,08 ppm. Hal ini membuktikan bahwa daun lamun dan
teripang memiliki aktifitas antioksidan yang paling tinggi jika dibandingkan
dengan biota laut lainnya di atas. Molyneux (2004) menyatakan bahwa suatu
senyawa memiliki aktivitas antioksidan yang sangat kuat jika nilai IC50<50 ppm,
semakin kecil nilai IC50 menunjukkan bahwa aktivitas antioksidan semakin tinggi.
61
golongan senyawa ini akan mudah larut ke dalam pelarut yang bersifat polar
seperti etanol dan metanol (Sriwahyuni, 2010). Senyawa flavonoid banyak
ditemukan pada sayur-sayuran, buah-buahan dan beberapa minuman yang
bermanfaat secara biologis karena dapat bersifat sebagai antioksidan dan
antihipertensi. Selain itu hewan-hewan penyerbuk tertarik pada warna-warni
bunga seperti kuning, biru dan merah yang ada pada kelopak bunga karena
disusun oleh pigmen tanaman yang merupakan flavonoid (Worotikan, 2011).
Metabolit sekunder flavonoid yang terdeteksi diduga berasal dari warna
koloni pada bambu laut. Manuputty (2008) menyatakan warna koloni dipengaruhi
oleh kandungan pigmen dari alga uniseluler zooxanthela yang hidup bersimbiosis
di dalam jaringan koenensimnya. Beberapa fungsi flavonoid yang merupakan
golongan polifenol antara lain sebagai antioksidan, pencegah proses hidrolisa
enzim, penghambat enzim oksidatif serta berperan sebagai antiinflamasi
(Pourmourad et al, 2006). Robinson (1995) menyatakan flavonoid bersifat
sebagai antimikroba, antibakteri, berperan dalam proses fotosintesis serta
pengatur proses pertumbuhan. Selain itu flavonoid juga berperan sebagai
antibiotik, antiinflamasi, mencegah osteoporosis, stimulan vitamin C dan
pelindung struktur jaringan sel (Haris, 2011). Sampel ekstrak metanol kulit bambu
laut (Isis hippuris) ditambahkan dengan Mg dan HCl pekat dalam reaksi wilstater
uji flavonoid. HCl pekat difungsikan sebagai penghidrolisis flavonoid ekstrak
sampel dengan hidrolisis O-glikosil sehingga merubah flavonoid menjadi aglikon.
H+ asam akan menggantikan glikosil sehingga sifatnya menjadi elektrofilik. Mg
danHCl yang mengalami reduksi akan membentuk senyawa kompleks sehingga
Pada flavonol, flavanon, flavanonol dan xanton akan berwarna merah atau jingga
(Robinson, 1995).
Cheng et al. (2011) menyatakan pada soft coral Sinularia capillosa
mengandung senyawa fenol yaitu capilloquinol yang diekstraksi menggunakan
aseton. Berubahnya warna dari hijau menjadi hijau kehitaman merupakan tanda
bahwa uji fitokimia fenol tersebut positif. Salah satu fungsi senyawa fenol adalah
sebagai antibakteri. Permeabilitas membran sitoplasma diubah oleh fenol
sehingga nutrient dari dalam sel keluar yang menyebabkan sel bakteri
mengalami lysis, selain itu proteinnya diendapkan sehingga pertumbuhan bakteri
tersebut menjadi terhambat, hal ini merupakan proses fenol sebagai antibakteri.
Gugus –OH yang mudah terlepas menyebabkan fenol bersifat asam. Selain itu
beberapa sifat lain dari senyawa golongan fenol adalah mudah teroksidasi,
65
5.2.3 Fraksinasi
Ekstrak metanol bagian kulit dan axial bambu laut yang diperoleh dari
hasil ultrasonik masih menyeluruh baik senyawa non polar, semi polar maupun
polar, sehingga diperlukan langkah berikutnya untuk memisahkan senyawa-
senyawa tersebut sesuai kepolarannya dengan partisi/pemisahan yaitu dengan
metode ekstraksi cair-cair menggunakan corong pisah. Prinsip kerja fraksinasi
dengan partisi yaitu dengan menggunakan dua pelarut yang berbeda
kepolarannya dan tidak tercampur sehingga senyawa-senyawa dalam suatu
ekstrak tersebut akan terpisah pada pelarut dengan polaritas yang sesuai
dengan kepolarannya. Prinsip ini dikenal dengan "like dissolve like", artinya
pelarut dengan tingkat kepolaran yang sama akan melarutkan senyawa-senyawa
dengan tingkat kepolaran yang sama juga (Khopkar, 1990).
Partisi pertama menggunakan pelarut etanol dan n-heksan pro analyses
dengan perbandingan 1:2, ekstrak dimasukkan ke dalam beaker glass kemudian
kedua pelarut tersebut dimasukkan dan diaduk-aduk sampai homogen kemudian
dimasukkan ke dalam corong pisah sampai terjadi pemisahan menjadi 2 lapisan.
Fraksinasi partisi antara pelarut etanol dan n heksan dilakukan sampai
pemisahan ekstrak dalam kedua pelarut tersebut sudah terpisah sempurna yang
ditandai dengan konstan tidak ada pergerakan serta warna n-heksan berwarna
bening yang menunjukkan kalau semua senyawa non polar telah tertarik ke fraksi
n-heksan. Fraksi etanol berada dibagian bawah sedangkan fraksi n heksan
berada di bagian atas. Semua fraksi etanol dan n-heksan dikeluarkan dari corong
pisah selanjutnya ditampung dalam erlenmeyer. Untuk fraksi etanol dilakukan
fraksinasi lagi dengan pelarut etil asetat dengan perbandingan 1:2. Etil asetat
bersifat semi polar sehingga fraksinasi kedua ini bertujuan untuk menarik
senyawa semipolar yang ada di dalam ektrak bambu laut baik bagian kulit
maupun axial (proses fraksinasi tersaji pada Lampiran 14). Akhir dari fraksinasi
partisi ekstrak bambu laut menggunakan corong pisah ini menghasilkan tiga
fraksi, yakni: fraksi n-heksan, etil asetat, dan etanol pada masing-masing bagian
kulit dan bagian axial. Ketiga fraksi tersebut selanjutnya diuapkan pelarutnya
sampai diperoleh fraksi berupa ekstrak padat yang selanjutnya masing-masing
fraksi tersebut diuji aktivitas antioksidan, total fenol, total flavonoid dan
kandungan senyawanya dengan menggunakan GCMS dan FTIR. Hasil
rendemen fraksinasi dapat dilihat pada Tabel 12.
67
12 10.820±0,59e
9.750±0,22d
10
Kandungan Total Fenol
8.490±0,15c
8
(mg GAE/g)
0
Fraksi Etanol Fraksi n Heksan Fraksi Etyl Asetat
Gambar 20. Total Fenol Hasil Fraksinasi Ekstrak Bambu Laut (Isis hippuris) (Nilai
yang diikuti oleh huruf yang sama pada gambar menunjukan tidak
berbeda nyata (Uji DMRT α=5%).
GAE/g dan dan fraksi etanol 9,75±0,22 mg GAE/g sedangkan fraksi etil asetat
bagian axial mengandung total fenol 5,26±026 mg GAE/g. Kandungan total fenol
bagian kulit untuk fraksi etil asetat sebesar 8,49±0,15 mg GAE/g diikuti fraksi
etanol 5,26±0,13 mg GAE/g dan fraksi n heksan 3,24±0,16 mg GAE/g. Hal ini
menunjukkan bahwa perbedaan bagian bambu laut dan hasil fraksinasi ekstrak
bambu laut memberikan pengaruh nyata (α = 0,05) ) terhadap kandungan total
fenol yang dimiliki begitu juga interaksi antar kedua faktor tersebut. Secara umum
kandungan total fenol pada bagian axial lebih tinggi daripada kandungan total
fenol bagian kulit bambu laut (Isis hippuris) (Analisis statistik total fenol terlampir
pada Lampiran 17). Hasil uji lanjut DMRT 5% terhadap total fenol masing-masing
fraksi diketahui bahwa fraksi n heksan dan etanol pada bagian axial dan fraksi
etil asetat pada bagian kulit memberikan perbedaan yang nyata terhadap fraksi
lainnya. Kandungan total fenol masing-masing fraksi pada bagian axial bambu
laut dari yang terbesar ke terkecil secara berurut yaitu fraksi n heksan, fraksi
etanol, fraksi etil asetat sedangkan pada bagian kulit bambu laut adalah fraksi
etil asetat, fraksi etanol, n heksan.
Pelarut yang digunakan menentukan seberapa banyak senyawa fenolik
yang terlarut. Sifat kelarutan yang berbeda-beda dengan spektrum yang luas
dimiliki oleh komponen-komponen polifenol (Nur dan Astawan, 2011). Sehingga
untuk mengekstraksi senyawa fenolik pada tumbuhan yang sesuai sangat sulit
ditentukan prosedur ekstraksinya. (Naczk dan Shahidi, 2004). Golongan polifenol
yang memiliki berat molekul yang sama dengan pelarut etil asetat seperti tanin
dan flavanol diduga menjadi penyebab tingginya total polifenol pada pelarut etil
asetat bagian kulit (Nur dan Astawan, 2011). Rohman, et al. (2006) menyatakan
bahwa untuk mengekstraksi senyawa fenolik pada buah mengkudu (Morinda
citrifolia L.) sangat sesuai jika menggunakan pelarut etil asetat. Selain itu
kandungan total fenol yang diperoleh dari ekstraksi dengan pelarut etil asetat
pada tumbuhan Indian Plum (Flacourtia jangomas L.) lebih besar dibandingkan
dengan hasil ekstrak dengan pelarut metanol dan kloroform (Rahman et al.,
2012)
Pengujian aktivitas total fenol merupakan dasar dilakukan pengujian
aktivitas antioksidan, karena diketahui bahwa senyawa fenolik berperan dalam
mencegah terjadinya peristiwa oksidasi. Selain itu sebagian besar antioksidan
dalam bahan asal tanaman merupakan senyawa polifenol. Kandungan total fenol
dapat dihasilkan dari sejumlah molekul sederhana yaitu senyawa fenolik, sampai
70
dengan molekul yang kompleks tannin yang bisa larut dalam pelarut organik
(Stevi et al., 2012).
Adanya sebuah korelasi antara total fenol dan IC50, ketika total fenol tinggi
maka nilai IC50 rendah dan aktifitas antioksidannya kuat. Hal ini disebabkan
tingginya jumlah konstituen polifenol yang ada sehingga mampu berfungsi
sebagai penangkal radikal bebas (Chew et al., 2007). Aktivitas penghambatan
radikal bebas bisa disebabkan adanya asam folat, tiamin dan asam askorbat
(Novaczek, 2001). Aktivitas penghambatan mungkin juga berasal dari kehadiran
metabolit sekunder antioksidan lainnya seperti minyak atsiri, karotenoid, dan
vitamin yang bisa berkontribusi 33% dari aktivitas antioksidan (Javanmardi et. al.,
2003).
b. Analisa Total Flavonoid
Dalam dunia tumbuhan flavonoid umumnya merupakan senyawa yang
terdiri dari 15 atom karbon yang berperan dalam berbagai hal pada
metabolisnya. Warna pada tanaman merupakan flavonoid tanaman, pada
kelopak bunga dapat berfungsi menarik hewan penyerbuk dengan warna yang
bermacam-macam seperti merah, biru atau kuning. Pada semua bagian
tumbuhan termasuk pada bagian daun, kulit luar batang, buah dan akar, terdapat
flavonoid (Worotikan, 2011). Flavonoid dapat berfungsi sebagai antibiotic,
mencegah osteoporosis, antiinflamasi, stimulan, melindungi struktur sel dari
kerusakan (Haris, 2011). Pada beberapa tanaman herbal seperti tanaman
tanaman teki dan meniran yang banyak mengandung flavanoid memiliki aktivitas
sebagai antielergi, antikanker, antioksidan, antibakteri, antivirus, antiradang
(Kurniasari, 2006).
Banyaknya kandungan total flavonoid yang terdapat pada fraksi-fraksi
hasil fraksinasi bagian axial dan kulit bambu laut (Isis hippuris) merupakan tujuan
analisis kandungan total flavonoid. Metode untuk menentukan kandungan total
flavonoid diperoleh berdasarkan standar kuersetin mg/mL atau %. Kurva standar
kuarsetin dan hasil total flavonoid yang diperoleh pada penelitian ini tersaji pada
Lampiran 18.
Hasil Total Flavonoid maisng-masing fraksi ekstrak Bambu Laut (Isis
hippuris) ditampilkan pada Gambar 21.
71
16,00
14,00 12.97±0,36c
(a)
(b)
(c)
Gambar 22. Kromatogram GC-MS dari Hasil Fraksinasi Bagian Kulit Ekstrak
Bambu Laut (Isis hippuris); (a) Fraksi Etanol; (b) Fraksi n Heksan;
(c) Fraksi Etil Asetat.
73
Data analisis GC-MS pada bagian kulit bambu lau (Isis hippuris) dari
fraksi etanol mengungkapkan adanya 53 senyawa (Lampiran 20), sedangkan
fraksi etil asetat terdapat 40 senyawa (Lampiran 21), serta fraksi n Heksan
terdapat 50 senyawa (Lampiran 22). Hasil kromatogram dari bagian kulit yang
disajikan pada Gambar 22a menunjukkan bahwa senyawa paling dominan pada
fraksi etanol adalah ethanol,2-butoxy pada puncak nomor 2 (43,68%),
Hexanedioic acid pada puncak nomor 52 (12,11%), n-Hexadecanoic acid nomor
puncak 44 (5,74%), 1-Naphthalenecarbonitrile nomor puncak 45 (2,88 %),
Cyclotetradecane nomor puncak 38 dan 43 (2,67%) dan 1H-Pyrido[3,4-b]indol-1-
one nomor puncak 50 (2,6%).
Hasil kromatogram dari bagian kulit yang disajikan pada Gambar 22b
menunjukkan bahwa senyawa paling dominan pada fraksi etil asetat 2-
Myristynoyl-glycinamide pada puncak nomor 22, 26, 36 dan 37 (19,51%), 1H-
Indole pada puncak nomor 7, 14,15, 21 dan 40 (17,64%), 8.beta.,12-Epoxy-
13,14,15,16,17,19-hexanorlabdane nomor puncak 23 (11,63%), 9-Octadecenoic
acid nomor puncak 25 dan 30 (7,31%), 10-Octadecenoic acid nomor puncak 24
(6,21 %), Hexahydropyridine nomor puncak 29, 32 dan 33 (5,51%),
Styryltrimethylgermane nomor puncak 28 (4,81 %), 5-methyl-3-methoxy-7-
nitroindazole nomor puncak 17 (3,9%), Trideuterio Acetyl Carnitine nomor
puncak 31 (3,35%), Cyclotrisiloxane nomor puncak 5, 8, 10, 11 dan 13 (3,11%),
Propiophenone nomor puncak 20 (2,98%), Cyclohexene nomor puncak 27
(2,35%), Heptadecene-(8)-Carbonic Acid nomor puncak 36 dan 39 (2,18%),
Propanedinitrile nomor puncak 34 dan 38 (2,16 %) dan Benzenamine dengan
nomor puncak 18 (2,1%).
Hasil kromatogram dari bagian kulit yang disajikan pada Gambar 22c
menunjukkan bahwa senyawa paling dominan pada fraksi n heksan adalah
Methyl-D-mannopyranoside pada puncak nomor 32 (20,41%), 2,6-Dimethyl-3-
(methoxymethyl)-benzoquinone pada puncak nomor 31 (8,16%), Octadec-9-
enoic acid nomor puncak 44 (6,99%), 2-Furancarboxaldehyde nomor puncak 7
dan 21 (4,98 %), D-Glucopyranoside nomor puncak 33 (4,03%), 1-Butanone
nomor puncak 38 (3,32%), Heptanoic Acid nomor puncak 29 (3,12%), 2,5-
Furandione nomor puncak 6 (3%), 2(1H)-naphthalenone nomor puncak 28 dan
48 (2,86%), 4H-Pyran-4-one nomor puncak 17 (2,7%), 2-Methoxy-4-vinylphenol
nomor puncak 23 (2,57%), Cyclohexane nomor puncak 25 dan 45 (2,26%) dan 6-
Octenal nomor puncak 47 (2,16%).
74
(a)
(b)
(c)
Gambar 23. Kromatogram GC-MS dari Hasil Fraksinasi Bagian Axial Ekstrak
Bambu Laut (Isis hippuris); (a) Fraksi Etanol; (b) Fraksi n Heksan;
(c) Fraksi Etil Asetat.
76
Analisis GC-MS pada bagian axial bambu laut (Isis hippuris) dari fraksi
etanol mengungkapkan adanya 53 senyawa (Lampiran 23), sedangkan fraksi etil
asetat terdapat 32 senyawa (Lampiran 24), serta fraksi n Heksan terdapat 40
senyawa (Lampiran 25). Hasil kromatogram dari bagian axial yang disajikan pada
Gambar 23a menunjukkan bahwa senyawa paling dominan pada fraksi etanol
adalah Hexanedioic acid pada puncak nomor 51 (11,85%), Acetamide acid
pada puncak nomor 49 (9,46%), n-Hexadecanoic acid nomor puncak 35
(9,22%), Thiosulfuric acid nomor puncak 26, 37, 45, 46 (7,22%), 6,7-Dihydro-2-
Methylamino-4h-Oxazolo[3,2-A]-1,3,5-Triazin-4-One nomor puncak 36 (4,99%)
dan Ethyl p-methoxycinnamate nomor puncak 25 (4,73%), Propanedinitrile
puncak nomor 18, 22 dan 42 (4,25%), 1H-Cyclopenta[a]pentalen-7-ol puncak
nomor 53 (3,23%), 2-(5'-Nitro-2'-Thienyl)Pyrimidine puncak nomor 52 (3,21%),
Cyclotetradecane puncak nomor 30 (2,99%), 1-Docosanol puncak nomor 38
(2,51%) dan Phloroglucinol puncak nomor 17 (2,29%).
Hasil kromatogram dari bagian axial yang disajikan pada Gambar 23b
menunjukkan bahwa senyawa paling dominan pada fraksi etil asetat adalah 7-
Oxabicyclo[4.1.0]heptanes puncak nomor 31 (28,27%), 1,2-Benzenedicarboxylic
acid puncak nomor 15 (14,77%), cis-8-(N-pyrrolidyl)-(2,2,5,5-
tetradeutero)bicyclo[4.3.0]nona-3,7-diene puncak nomor 23 (9,98%),
Hexahydropyridine puncak nomor 4, 17 dan 26 (7,86%),
Tricyclo[9.3.1.1(4,8)]hexadeca-1(15),4,6,8(16),11,13-hexaene puncak nomor 13,
27 dan 32 (5,93%), 8.alpha.,12-Epoxy-13,14,15,16,17,19-hexanorlabdane
puncak nomor 19 dan 24 (5,19%), 1H-Indole puncak nomor 7,8,9,10,11,29 dan
30 (5,08%), 5-methyl-3-methoxy-7-nitroindazole puncak nomor 18 (4,48%), 1,3-
dimethyl-4-azaphenanthrene puncak nomor 16 dan 21 (2,98%), isometheptene
puncak nomor 2 (2,39%), dan Cyclotrisiloxane puncak nomor 3 dan 14 (2,16%)
Hasil kromatogram dari bagian kulit yang disajikan pada Gambar 23c
menunjukkan bahwa senyawa paling dominan pada fraksi n heksan adalah
Hexanedioic acid nomor puncak 39 (41,99%), Azetidine puncak nomor 40
(9,98%), 1-Octadecene puncak nomor 11,18,23 dan 32 (8,36%), Hexadecanoic
acid puncak nomor 20 (4,08%), 1,2-Benzenedicarboxylic acid puncak nomor 31
(3,88%), 9-Octadecenoic acid puncak nomor 16,19 dan 21 (3,69%),
Cyclotetradecane puncak nomor 29 (3,13%), 2H-1-Benzopyran-4-ol puncak
nomor 38 (3%), 1,13-Tetradecadiene puncak nomor 28 (2,33%) dan 1,2-
Benzisothiazole puncak nomor 34 (2,21%).
77
Tabel 14. Senyawa Dominan Hasil GC-MS dari Hasil Fraksinasi Bagian Axial
Ekstrak Bambu Laut (Isis hippuris)
% Relatif
Rumus Berat
No Nama IUPAC F. F. Etil F. n
Formula Molekul
Etanol Asetat Heksan
1. Hexanedioic acid C6H10O4 146,06 11.85 - 41.99
2. 7-Oxabicyclo[4.1.0]heptanes C6H10O 98,14 - 28.27 -
3. 1,2-Benzenedicarboxylic acid C8H6O4 166,13 - 14.77 3.88
4. cis-8-(N-pyrrolidyl)-(2,2,5,5-
tetradeutero)bicyclo[4.3.0]nona- C13H15D4N 193,32 - 9.98 -
3,7-diene
5. Azetidine C3H7N 57,09 - - 9.89
6. Acetamide C2H5NO 59,07 9.46 - -
7. n-Hexadecanoic acid C16H32O2 256,42 9.22 - -
8. 1-Octadecene C18H36 252,48 - - 8.36
9. Hexahydropyridine C5H11N 85,15 - 7.86 -
10. Thiosulfuric acid H2O3S2 114,14 7.22 - -
11. Tricyclo[9.3.1.1(4,8)]hexadeca-
C16H16 208,30 - 5.93 -
1(15),4,6,8(16),11,13-hexaene
12. 8.alpha.,12-Epoxy-
13,14,15,16,17,19- C14H24O 208,34 - 5.19 -
hexanorlabdane
13. 1H-Indole C8H7N 117,15 - 5.08 -
14. 6,7-Dihydro-2-Methylamino-4H-
Oxazolo[3,2-a]-1,3,5-Triazin-4- C6H8N4O2 168,15 4.99 - -
One
15. Ethyl p-methoxycinnamate C12H14O3 206,24 4.73 - -
16. 5-methyl-3-methoxy-7-
C9H9N3O3 207,19 - 4.48 -
nitroindazole
17. Propanedinitrile C3H2N2 66,06 4.25 - -
18. Hexadecanoic acid C16H32O2 256,42 - - 4.08
19. 9-Octadecenoic acid C18H34O2 282,46 - - 3.69
20. 1H-Cyclopenta[a]pentalen-7-ol C11H8O 156,18 3.23 - -
21. 2-(5'-Nitro-2'-thienyl)Pyrimidine C8H5N3O2S 207,21 3.21 - -
22. Cyclotetradecane C14H28 196,37 2.99 - 3.13
23. 2H-1-Benzopyran-4-ol C9H8O2 148,16 - - 3
24. 1,3-dimethyl-4-azaphenanthrene C15H13N 207,27 - 2.98 -
25. 1-Docosanol C22H46O 326,6 2.51 - -
26. Isometheptene C9H19N 141,25 - 2.39 -
27. 1,13-Tetradecadiene C14H26 194,36 - - 2.33
28. Phloroglucinol C6H6O3 126,11 2.29 - -
29. 1,2-Benzisothiazole C7H5NS 135,19 - - 2.21
30. Cyclotrisiloxane H6O3Si3 138,30 - 2.16 -
78
Salah satu senyawa dominan pada bagian axial pada fraksi etanol adalah
senyawa bergamotane yang merupakan senyawa yang sangat kaya akan
seskuiterpenoid. Seskuiterpenoid ditemukan secara alami pada tumbuhan dan
serangga sebagai semiochemicals, seperti agen pertahanan dan feromon.
Senyawa Seskuiterpenoid Telah dilaporkan beberapa kegunaan senyawa
seskuiterpenoid seperti marsupellon dan asetoksimarsupellon dari Marsupella
emarginata yang menunjukkan aktivitas antitumor, -herbetenol dan -herbetenol
dari Herbertus 25 aduncus yang mempunyai aktivitas antifungi, albicanol asetat
dari Bazzania japonica mempunyai aktivitas antifeedant (Pubchem, 2016),
sebagai sebagai cardiovascular analeptic, pengobatan gangguan pobia
(Way2Drug, 2016).
Senyawa dominan pada bagian axial fraksi etil asetat adalah
Cyclohexene oxide yang merupakan epoksida cycloaliphatic dan dapat bereaksi
dengan polimerisasi kationik ke poli (sikloheksen oksida). Seperti sikloheksena
yang monovalen, poli (sikloheksen oksida) adalah termoplastik. Cyclohexene
oxide telah dipelajari secara ekstensif dengan metode analitikal menunjukkan
sebuah gambaran reaksi yang baik (Ibberson et al., 2006). Cyclohexene oxide
digunakan sebagai bahan untuk analisa kimia khususnya sebagai katalis
(Yahiaoui et al., 2005). Cyclohexene oxide berfungsi sebagai pengobatan
gangguan pobia, antidyskinetic, antineoplastic, cardiovascular analeptic,
carminative, antiseborrheic, kidney function stimulant (Way2Drug, 2016).
Pada fraksi etil asetat bagian axial juga terdapat senyawa 1,2-
benzenedicarboxylic acid/ phthalic acid berfungsi sebagai
antieczematic(pencegah gatal pada kulit), antiseborrheic (pencegah radang kulit
kepala), fibrinolitik (pencegah penggumpalan darah), loop diuretic (pengobatan
pasien yang mengalami penurunan fungsi ginjal), pencegah iritasi mata
(Way2Drug, 2016).
Pada fraksi n heksan bagian axial terdapat senyawa austrobailignan 6/
anwuligan yang berfungsi sebagai carminative (pengeluar udara), antidiskinetik
(pencegah jantung lemah) dan terdapat juga senyawa 1-octadecene yang
berfungsi sebagai antieczematic, pencegah iritasi mata, pencegah iritasi kulit,
pengobatan gangguan pobia, carminative, pediculicide, antimutagenic, platelet
aggregation stimulant (Way2Drug, 2016).
82
Gambar 24. Spektrum Inframerah dari Hasil Fraksinasi Bagian Kulit Ekstrak
Bambu Laut (Isis hippuris); (a) Fraksi Etanol; (b) Fraksi Etil Asetat;
(c) Fraksi n Heksan.
adalah frekuensi puncak yang menunjukkan jenis gugus fungsional seperti yang
disajikan pada Tabel 15.
Tabel 14. Analisis Gugus Fungsional Hasil Fraksinasi Partisi Bagian Kulit (Fraksi
Etanol, Fraksi n Heksan dan Fraksi Etil Asetat) menggunakan Fourier
Transform Infra Red (FTIR)
Bilangan Gelombang (cm-1)
No. Jenis Vibrasi Fraksi Fraksi F. Etil
Etanol Heksan Asetat
1 OH stretching (4000-3200 cm-1) 3471,28 3433,48 3468,01
CH Stretch dalam C-CH3/ OH Stretching,
2 hidrogen berikatan asam karboksilat (2970- 2923,92 2919,79 2928,03
2830 cm-1)
3 CH Stretch dalam alkana (2860-2850 cm-1) 2857,14 2851,45 2860,23
4 C=O stretch (1765-1720 cm-1) 1735,79 1735,62 -
5 C=O stretch alifatik jenuh (1725-1705 cm-1) - - 1714,07
6 C-C stretch (1690-1670 cm-1) - - 1671,63
C=C stretching (cis isomer), alkena (1665-
7 1638,11 1650,76 -
1635 cm-1)
8 NO2 stretch alifatik (1570-1550 cm-1) - 1562,54 -
NO2 stretch aromatik, CH2 bend (1480-1460
9 - 1467,15 -
cm-1)
10 CH3 bend antisym (1470-1440 cm-1) 1456,99 1467,15 1454,71
11 H-C=O bend. Alifatik aldehid (1440-1320 cm-1) 1383,96 1381,31 1383,71
12 C-O-C stretch alkil-aril eter (1280-1220 cm-1) 1249,14 1245,73 1250,57
13 C-OH stretch (1060-1030 cm-1) 1032,52 1051,38 1034,65
14 C-N stretch (920-830 cm-1) - - 874,89
15 CH bend cis (730-665 cm-1) - 722,43 -
16 C-Br stretch (650-500 cm-1) - 614,11 -
Gambar 25. Spektrum Inframerah dari Hasil Fraksinasi Bagian Axial Ekstrak
Bambu Laut (Isis hippuris); (a) Fraksi Etil Asetat; (b) Fraksi Etanol;
(c) Fraksi n Heksan.
84
Tabel 16. Analisis Gugus Fungsional Hasil Fraksinasi Partisi Bagian Axial
(Fraksi Etanol, Fraksi n Heksan dan Fraksi Etil Asetat)
menggunakan Fourier Transform Infra Red (FTIR)
Bilangan Gelombang (cm-1)
No. Jenis Vibrasi Fraksi Fraksi F. Etil
Etanol Heksan Asetat
1 OH stretching (4000-3200 cm-1) 3463,74 3402,35 3463,08
CH Stretch dalam C-CH3/ OH Stretching,
2 hidrogen berikatan asam karboksilat (2970- 2920,68 2929,47 2921,21
2830 cm-1)
3 CH Stretch dalam alkana (2860-2850 cm-1) 2854,12 2858,62 2852,13
4 X≡Y Stretch (2400-2100 cm-1) - 2362,07 2361,28
5 C=O stretch (1765-1720 cm-1) - - 1738,33
6 C=O stretch alifatik jenuh (1725-1705 cm-1) 1713,54 - -
C=C stretching (cis isomer), alkena (1665-
7 1639,11 1635,90 1649,97
1635 cm-1)
8 N-H def, primery amides (1650-1580 cm-1) 1582,44 - -
NO2 stretch aromatik, CH2 bend (1480-1460
9 - 1471,08 -
cm-1)
10 CH3 bend antisym (1470-1440 cm-1) 1462,09 1420,51 1466,46
11 H-C=O bend. Alifatik aldehid (1440-1320 cm-1) 1383,74 - 1382,66
12 C-O-C stretch alkil-aril eter (1280-1220 cm-1) 1248,99 1220,66 1246,88
13 C-O-C stretch vinil eter (1250-1170 cm-1) - - 1171,81
14 C-OH stretch (1060-1030 cm-1) 1038,72 1044,76 -
15 C-N stretch (920-830 cm-1) - 915,93 -
16 CH bend cis (730-665 cm-1) - 670,43 -
17 C-Br stretch (650-500 cm-1) 613,81 - 520,26
etanol, n heksan dan etil asetat bagian axial bambu laut (Isis hippuris). Hal ini
sesuai pernyataan Cobbinah (2008) yang mendapatkan gugus C=C stretching
aromatik pada bilangan gelombang 1613 cm-1 dan 1510 cm-1. Banyak diketahui
bahwa asam lemak tidak jenuh dengan dua atau lebih ikatan rangkap mudah
teroksidasi. Hal ini dipengaruhi oleh kemampuan memberikan elektron, sehingga
asam lemak tidak jenuh merupakan antioksidan preventif yang dapat juga
sebagai peroksidan (Huang and Wang, 2004). Selain itu penangkapan radikal
bebas dan aktifitas antioksidan sebagian besar tergantung pada nomor dan
posisi dari kelompok hidroksil yang memberikan hidrogen pada cincin aromatik
dari molekul fenol. Aktifitas antioksidan pada fenol juga tergantung pada
beberapa faktor seperti glikolisasi dari glikogen yang merupakan kelompok yang
memberikan H (-NH, -SH) (Cai et al., 2004).
Bilangan gelombang 1456,99 cm-1, 1467,15 cm-1, 1454,71 cm-1, 1383,96
cm-1, 1381,31 cm-1, 1383,71 cm-1 pada hasil fraksinasi bagian kulit dan 1462,09
cm-1, 1420,51 cm-1, 1466,46 cm-1, 1383,74 cm-1, 1382,66 cm-1 pada hasil
fraksinasi bagian axial menunjukkan gugus metilen dan metal bending (Pravia et
al. 2001).
Selain itu terdapat beberapa gugus fungsi lain yaitu C-O pada bilangan
gelombang 1249,14 cm-1, 1245,73 cm-1, 1250,57 cm-1 pada hasil fraksinasi
bagian kulit serta 1248,99 cm-1, 1220,66 cm-1, 1246,88 cm-1, 1171,81 cm-1 pada
hasil fraksinasi bagian axial terdapat pada cincin glukosa. Terdapat juga OH
yang terikat pada rantai samping pada panjang gelombang 1032,52 cm-1,
1051,38 cm-1, 1034,65 cm-1 pada hasil fraksinasi bagian kulit dan 1038,72 cm-1,
1044,76 cm-1 pada hasil fraksinasi bagian axial merupakan OH yang terikat pada
tiap cincin glukosa. Sebagaimana dilaporkan El-Batal (2008) yang menyebutkan
bahwa ikatan C-O-C cincin heksan terdeteksi pada kisaran bilangan gelombang
1160 cm-1, dan C-OH yang terletak pada rantai samping pada kisaran bilangan
gelombang 1078 cm-1.
Daerah bilangan gelombang 915 cm-1 hasil fraksi n heksan bagian axial
bambu laut (Isis hippuris) menunjukan keberadaan asam lemak tidak jenuh trans
(Tabel 15).Hal ini sesuai dengan standar yang telah ditetapkan oleh AOCS
(American Oils Chemistry Standard) dimana rentang frekuensi IR pada daerah
975-965 cm-1 merupakan dasar dari metode kuantisasi asam lemak trans dalam
sampel lemak/minyak (Crowley, 2006).
87
3000
2500
2014.54 b
1795.08 b 1888.45 b
2000
1500
1000
480.25 a 469.50 a
500
0
Fraksi Etanol Fraksi n Heksan Fraksi Etyl Asetat
begitu juga antara fraksi etanol dan fraksi n heksan pada bagian axial bambu
tidak berbeda nyata.
Berdasarkan Gambar 28 menunjukkan bahwa hampir semua fraksi
memiliki nilai IC50 di atas 1000 ppm yaitu fraksi etanol 1795,08 ppm, fraksi n
heksan 1888,45 ppm dan fraksi etil asetat 2014,54 ppm pada bagian kulit
sedangkan pada bagian axial fraksi etil asetat yaitu 3221,07 ppm, kecuali untuk
bagian axial fraksi etanol 480,25 ppm dan fraksi n heksan 469,50 ppm. Hal ini
menunjukkan seluruh fraksi-fraksi ekstrak bambu laut memiliki aktivitas
antioksidan yang lemah karena nilai IC50 nya di atas 200 ppm, namun demikian
masih mempunyai potensi sebagai zat antioksidan. Molyneux (2004) menyatakan
bahwa suatu zat mempunyai sifat antioksidan bila nilai IC50 kurang dari 200 ppm,
bila nilai IC50 yang diperoleh berkisar antara 200-1000 ppm, maka zat tersebut
kurang aktif. Tingginya nilai IC50 ini diduga karena adanya pengaruh pada
perlakuan yang dilakukan dalam preparasi sampel, penyimpanan sampel,
pengaruh kondisi, lama waktu pada saat ekstraksi serta metode ekstraksi yang
kurang sesuai karena antioksidan ini memiliki sifat yang mudah rusak terkena
cahaya bila ditempatkan pada suhu tinggi dan pengeringan.
Hasil uji aktifitas antioksidan menunjukkan bahwa fraksi etanol (480,25
ppm) dan fraksi n heksan (469,50 ppm) pada bagian axial memiliki aktifitas
antioksidan yang terkuat dibandingkan dengan fraksi lainnya, hal ini didukung
dengan hasil uji total fenol dimana kedua fraksi tersebut menunjukkan nilai total
fenol yang cukup tinggi yaitu 9,750 mg GAE/g untuk fraksi etanol dan 10,82 mg
GAE/g untuk fraksi n heksan. Selain itu hasil uji total flavonoid kedua fraksi
tersebut juga menunjukkan nilai yang tinggi yaitu 7,86% untuk fraksi etanol dan
12,97 % untuk fraksi n heksan. Hal ini diperkuat dengan hasil uji FTIR bahwa
fraksi tersebut mengandung gugus OH- pada bilangan gelombang 3463,74 cm-1
untuk fraksi etanol dan 3402,35 cm-1 untuk fraksi n heksan bagian kulit. Fenolik
memiliki cincin aromatik dengan satu atau lebih gugus hidroksi (OH-) dan gugus-
gugus lain penyertanya. Fenol mudah teroksidasi, fenol yang dibiarkan diudara
terbuka cepat berubah warna karena pembentukan hasil-hasil oksidasi
(Kahkonen et. al., 1999).
89
6.1 Kesimpulan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan yaitu faktor metode
ekstraksi (maserasi:ultrasonik), faktor bagian (kulit:axial) dan faktor pelarut
(metanol:etil asetat:n heksan) tidak berpengaruh nyata (α=0,05) terhadap
rendemen dan aktifitas antioksidan bambu laut. Namun untuk interaksi faktor
metode ekstraksi (maserasi:ultrasonik) dengan faktor pelarut (metanol:etil
asetat:n heksan) berpengaruh nyata nyata (α=0,05) terhadap rendemen dan
aktifitas antioksidan bambu laut.
Hasil fraksinasi bagian kulit dan axial dengan pelarut yang berbeda
memberikan pengaruh nyata (α=0,05) terhadap terhadap rendemen, total fenol,
total flavonoid dan aktifitas antioksidan bambu laut. Senyawa-senyawa utama
penyusun pada bagian kulit dan bagian axial bambu laut (Isis hippuris) secara
keseluruhan berbeda sehingga berpengaruh terhadap respon hasil uji aktifitas
antioksidannya. Ekstrak bambu laut (Isis hippuris) secara kesuluruhan memiliki
aktifitas antioksidan yang lemah karena nilai IC50 ekstrak di atas 200 ppm serta
hasil uji total fenol dan total flavonoidnya juga rendah.
Pemilihan perlakuan tahap II (fraksinasi) untuk metode ekstraksi diperoleh
ekstraksi dengan ultrasonik sedangkan pelarut yang digunakan adalah pelarut
metanol. Hasil fraksinasi dengan menggunakan tiga pelarut yaitu etanol (polar), n
heksan (non polar) dan etil asetat (semi polar) diperoleh senyawa bioaktif yang
sama pada bagian kulit yaitu 9-Octadecenoic acid sedangkan pada bagian axial
yaitu hexanedioic acid dan hexadecanoic acid. Hasil analisis GC-MS pada
bagian kulit bambu laut (Isis hippuris) dari fraksi etanol terdapat adanya 53
senyawa, sedangkan fraksi etil asetat terdapat 40 senyawa serta fraksi n heksan
terdapat 50 senyawa. Pada bagian axial dari fraksi etanol terdapat 53 senyawa,
sedangkan fraksi etil asetat terdapat 32 senyawa serta fraksi n heksan terdapat
40 senyawa.
Hasil uji aktifitas antioksidan menunjukkan bahwa fraksi etanol (480,25
ppm) dan fraksi n heksan (469,50 ppm) pada bagian axial memiliki aktifitas
antioksidan yang terkuat dibandingkan dengan fraksi lainnya. Berdasarkan hasil
analisa GC-MS kedua fraksi bagian axial tersebut memiliki senyawa dominan
yaitu hexanedioic acid 11,85% untuk fraksi etanol dan 41,99% untuk fraksi n
91
heksan, selain itu untuk fraksi etanol juga mengandung senyawa dominan
acetamide 9,46% dan n-hexadecanoic acid 9,22%, sedangkan fraksi n heksan
mengadung azetidine 9,89% dan 1-octadecane 8,36%. Senyawa-senyawa
tersebut diduga memberikan kontribusi terhadap aktifitas antioksi
Penyusun senyawa dominan pada bagian kulit untuk fraksi etanol adalah
2-butoxyethanol (43,68%), fraksi etil asetat adalah 2-Myristynoyl-glycinamide
(19,51%) dan fraksi h heksan adalah Methyl-D-mannopyranoside (20,41%).
Sedangkan fraksi etil setat bagial axial penyusun utamanya adalah 1,2-
Benzenedicarboxylic acid (28,27%) dan cis-8-(N-pyrrolidyl)-(2,2,5,5-
tetradeutero)bicycle(4.3.0)nona-3,7-diene (14,77%). Senyawa-senyawa tersebut
diduga tidak memberikan pengaruh terhadap aktifitas antioksidan karena hasil
pengujian menunjukkan nilai IC50 rata-rata lebih dari 1000 ppm
6.2. Saran
1. Perlu adanya kajian gabungan pelarut dalam proses ekstraksi bambu laut
pada tahap I sehingga semua komponen-komponen bioaktif yang
mempunyai tingkat kelarutan yang berbeda (polar, semi polar dan non
polar) dapat diambil/ terekstrak secara keseluruhan serta fraksinasi
lanjutan akan lebih memurnikan dalam membedakan komponen kimia
yang dapat larut dalam pelarut polar, semi polar dan non polar.
2. Perlu adanya kajian metode pengujian aktivitas antioksidan lain seperti
FRAP, FIC, TOSC dan lainnya yang memungkinkan adanya aktivitas
antioksidan yang berbeda karena ion-ion yang berperan juga berbeda.
3. Perlu adanya kajian gabungan pelarut dalam proses ekstraksi bambu laut
sehingga memungkinkan senyawa terekstrak sesuai dengan tingkat
kepolarannya secara bersama-sama.
4. Berdasarkan senyawa-senyawa dominan yang teridentifikasi, menjadi
potensial untuk diteliti lebih lanjut ekstrak bambu laut sebagai antibakteri,
antiinflamasi dan antikanker dan aktifitas senyawa aktif lainnya.
92
DAFTAR PUSTAKA
Adijuwana dan M.A. Nur. 1989. Teknik Spektroskopi dalam Analisis Biologi.
Bogor: Pusat Antar Universitas IPB.
Ammawath, W., and M.Y. Che. 2009. A Rapid Method for Determination
Commercial ß-carotene in RBD Palm Olein by Fourier Transform
Infrared Spectroscopy. International Conference on the Role of
Universities in Hands-On Education. Rajamanggala University of
Technology Lanna. Chiang-May.
Amrun, H. M., Umiyah dan U.U. Evi. 2007. Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Air
dan Ekstrak Metanol Beberapa Varian Buah Kenitu Chrysophyllum
cainito. Berk. Penel. Hayati 13: 45-50.
Astarina, N.W.G., Astuti, K.W., dan N.K. Warditiani. 2013. Skrining Fitokimia
Ekstrak Metanol Rimpang Bangle (Zingiber purpureum Roxb.). Jurnal
Farmasi Udayana 2(4):26- 31.
Atanassova, M., Georgieva, S., and K. Ivancheva. 2011. Total Phenolic and Total
Flavonoid Contents, Antioxidant Capacity and Biological
Contaminants in Medical Herbs. Journal of the University of Chemical
Technology and Metallurgy 46 (1) : 81-88
Badarinath, A.V., Rao, K.M., Chetty, C.M.S., Ramkanth, V., Rajan, T.V.S., and K.
Gnanaprakash. 2010. A review on in-vitro antioxidant methods:
comparisons, correlations and considerations. Int. J. PharmTech Res.
2 (2), 1276–1285
Bai, X., Chen, Y., Chen W., Lei, H., and G. Shi. 2011. Volatile constituents,
inorganic elements and primary screening of bioactivity of black coral
cigarette holders. Marine Drugs 9(5):863-878.
Bayu, A. 2009. Hutan mangrove sebagai salah satu sumber produk alam laut.
Oseana 34(2): 15-23.
93
Bendiabdellah, A., Mohammed, E.A.D., Nawel, M., Alain, M., Djabou, N.,
Boufeldja, T., and C. Jean. 2013. Antibacterial Activity of Doucus
crinitus Essensial Oil Elong The Vegetative Life Of The Plant. J. of
Chem. 1-7.
Bernasconi, G., Gerster, H., Hauser, H., Stauble, H. and E., Scheneifer. 1995.
Teknologi Kimia. Bagian 2. Penerjemah: Handjojo L dan Pradnya
Paramita. Jakarta
Budhiyanti, S.A., Raharjo, Marseno, D.W., and Y.B. Lelana. 2012. Antioxidant
activity of brown algae Sargassum species extract from the coastline
of Java Island. American Journal of Agricultural and Biological
Sciences. 7(3): 337–346.
Buettner, G.R. 2009. What are free radicals? Sunrise Free Radical School 16th
Annual meeting of SFRBM, November, 18-22, 2009.
http://www.srfbm.org/frs/ buettner.pdf. Diakses tanggal 1 Desember
2015.
Cai, Y., Luo, Q., Sun, M., and H. Corke. 2004. Antioxidant Activity and Phenolic
Coumpounds of 112 Traditional Chinese Medicinal Plants Associated
with Anticancer. Life Science J. 74: 2154-2184.
Chao, C.H., Huang, L.F., Wu, S.L., Su, J.H., Huang, H.C., and J.H. Sheu. 2005.
Steroids from the Gorgonian Isis hippuris. J. Nat. Prod 68 (9): 1366–
1370
Chen, I.N., Chang, C.C., Ng, C.C., Wang, C.Y., Shyu, Y.T. and T.L. Chang. 2008.
Antioxidant and Antimicrobial Activity of Zingiberaceae Plants in
Taiwan. Plant Foods Hum Nutr, 63: 15–20.
Cheng, S.Y., Huang, K.J., Wang, S.K., and C.Y. Duh. 2011. Capilloquinol: a
novel farnesyl quinol from the dongsha atoll soft coral Sinularia
capillosa. Marine Drugs (9):1469-1476. doi:10.3390/md9091469.
94
Chew, Y. L., Luin, Y.Y., Omar, M., and K.S. Khoo. 2007. Antioxsidan Activity of
Edible Seaweeds from Two Areas in South East Asia. LWT 41: 1067-
1072.
Chewa, Y.L., Lima Y.Y., Omara M., and K.S. Khoo. 2007. Antioxidant activity of
three edible seaweeds from two areas in South East Asia. LWT 41:
1067–1072. doi:10.1016/j.lwt.2007.06.013
Cornish, M.L., and D.J. Garbary. 2010. Antioxidants from macroalgae: potential
applications in human health and nutrition. The Korean Society of
Phycology 25(4):155-17. DOI : 10.4490/algae.2010.25.4.155
Crowley, R. 2006, The Chemistry and Analysis of Trans Fatty Acids, Food
Product Design, Food Science Newsletter, New York, USA.
Damayanti, T., Nurani, L.H. dan N. Aznam. 2007. Uji Aktivitas Antioksidan pada
Fraksi Eter Hasil Hidrolisis Dekokta Herba Meniran (Phyllantus niruri
L.) Melalui Penangkapan Radikal Bebas DPPH (1,1-difenil-2-
pikrilhidrazil). Jurnal Ilmu Farmasi 6 (1): 15-24.
Darusman, L.K., Sajuthi D., Sutriah K., and D. Pamungkas. 1995. Ekstraksi
komponen bioaktif sebagai bahan obat dari karang-karangan, bunga
karang dan ganggang laut di perairan Pulau Pari Kepulauan Seribu.
Prosiding Jurnal Penelitian MIPA.
95
Dill, J.A., Lee, K.M., Bates, D.J., Anderson, D.J., Johnson, R.E., Chou, B.J.,
Burka, L.T., and Roycroft. 2008. Toxicokinetics of Inhaled 2-
Butoxyethanol and Its Major Metabolite, 2-Butoxyacetic Acid, in F344
Rats and B6C3F1 Mice. J. Toxicology and Applied Pharmacology:
227–242.
Doerge, F. 1982. Buku Teks Wilson Dan Gisvold Kimia Farmasi Dan Medicinal
Organic, Institute Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Press: Semarang.
Dolatowski, Z.J., Stadnik, J., and D. Stasiak. 2007. Applications of Ultrasound in
Food Technology. Acta Science Polymer Technology 6 (3): 89–99.
Effendi. 2006. Teori VSEPR, Kepolaran dan Gaya Antarmolekul Edisi 2. Malang:
Bayu Media.
El-Ghorab, A.H., Mansour, A.F., and K.F. El-massry. 2004. Effect of extraction
methods on the chemical composition and antioxidant activity of
Egyptian marjoram (Majorana hortensis Moench), Flavour Fragr. J.
19 (1):54-61. [doi:10.1002/ffj.1276]
Fabricius, K. and P. Alderslade. 2001. Soft corals and sea fans: a comprehensive
guide to the tropical shallow water genera of the Central-West Pacifi
c, the Indian Ocean and the Red Sea.— Australian Institute of Marine
Science, Townsville, 264 pp.
Fachriyah, E., Kerniawan A., Gnardi dan Meiny. 2006. Senyawa Kimia Fraksi
Metanol Rimpang Bingle (Zibgiber Cassumunar Roxb.),
http://mediamedika.net/modulus/php?name=jurnal&file. Tanggal
Akses 11 Maret 2016.
Fessenden, R.J. and J.S. Fessenden. 1982. Kimia Organik, diterjemahkan oleh
Pudjaatmakan, A. H., Edisi Ketiga, Jilid 2, 417-418, 454-455, Penerbit
Erlangga, Jakarta
Ganjar, I.G., dan A. Rohman. 2007. Kimia Farmasi Analisis, Fakultas Farmasi
Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.
Giwangkara, S. E. G. 2006. Aplikasi Logika Syaraf Fuzzy Pada Analisis Sidik Jari
Minyak Bumi Menggunakan Spetrofotometer Infra Merah-
Transformasi Fourier (FT-IR).
96
Gonzalez, N., Barral M.A., Rodriguez J., and C. Jimenez. 2001. New cutotoxic
steroids from the gorgonian Isis hippuris (Structure activity studies).
Tetrahedron 57:3487-3497.
Gordon, M.H. 1990. The Mechanism of Antioxidants Action in Vitro. Dalam B.J.F.
Hudson, editor. Food Antioxidants. Elsevier Applied Science, London.
Halliwell, B., dan J.M.C. Gutteridge. 1989. Free Radicals in Biology and
Medicine. Clarendon Press, Oxford.
Hanani, E., Mun’im, A., Sekarini, R., dan S. Wiryowidagdo. 2006. Uji Aktivitas
Antioksidan Beberapa Spons dari Kepulauan Seribu. Jurnal Bahan
Alam Indonesia 6 (1) : 1-4.
Haris, M. 2011. Penentuan Kadar Flavanoid Total Dan Aktivitas Antioksidan Dari
Daun Dewa (Gynura pseudochina [Lour] DC) Dengan
spektrofotometer UV-Visibel. Skripsi. Fakultas Farmasi. Universitas
Anadalas. Padang
Harley, J.H., and S. E. Wiberley. 1954. Instrumental Analysis. John Wiley & Son,
Inc. New York. p. 440
Has, Y.Y., Trianto, A., dan Ambariyanto. 2004. Uji Toksisitas Ekstrak Gorgonian
Isis hippuris Terhadap Nauplius Artemia Salina. Prosiding Nasional I
Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan Tahun 2004
Heo, S.J., Park, E.J., Lee, K.W., and Y.J. Jeon. 2005. Antioxidant activities of
enzymatic extracts from brown seaweeds. Bioresource Technology
96: 1613–1623.
Heo, S.J., Cha, S.H., Lee, K.W., Cho, S.K., and Y. J. Jeon. 2005. Antioxidant
Activities of Chlorophyta and Phaeophyta from Jeju Island. Algae, 20
(3) : 251-260.
Hites, R.A. 1985. Gas Chromatography Mass Spectrometry. Chapters 31.
Hanbook of Instrumental Techniques for Analitical Chemistry.
http://www.prenhall.com/settle/chapters/ch31.pdf. Diakses tanggal 27
November 2015.
Horubała A., 1999. Antioxidant capacity and their changes in fruit and vegetables
processing. Przem. Ferm. Owoc. Warz. 3:30-31 [in Polish].
Huang, H.C., and B.G. Wang. 2004. Antioxidant Capacity and Lipophilic Content
of Seaweed Collected From The Qingdao Coastline. Journal Agric.
Food Chem. 52: 4993-9997.
Ibberson, R.M., Yamamuro, O., and I. Tsukushi. 2006. The crystal structures and
phase behaviour of cyclohexene oxide. Chemical physics
letters 423 (4–6): 454–458.doi:10.1016/j.cplett.2006.04.004.
Ismail, A., and T.S. Hong. 2002. Antioxidant Activity of Selected Commercial
Seaweed. Mal. J. Nutr. 8 (2): 167-177.
Javanmardi, J., Stushnoff, C., Locke, E., and J.M. Vivanco. 2003. Antioxidant
activity and total phenolic content of Iranian Ocimum accessions, J.
Food Chem. 83:547-550.
Kahkonen, M.P., Hopia, A.I., Vuorela, H.J., Rauha, J.P., Pihlaja, K., Kujala, T.S.,
and M., Heinonen. 1999. Antioxidant activity of extracts containing
phenolic compounds, J. Agric. Food Chem. 47:3954-3962.
Kalaivani, C.S., Sathish, S.S., Janakiraman N., and M. Johnson. 2012. GC-MS
studies on Andrographis paniculata (Burm.f.)Wall ex. Ness-A
Medicinally Important Plant. Int. J. Med. Arom. Plants. 2(1): 69-74
Kelman, D., Posner, E.K., McDermid, K.J., Tabandera, N.K., Wright, P.R., and
A.D. Wright. 2012. Antioxidant activity of Hawaiian marine algae. Mar.
Drugs. 10: 403–416.
Khalaf, N.A., Shakya, A.K., Al-Othman, A., El-Agbar, Z. and H. Farah. 2008.
Antioxidant Activity of Some Common Plants. Turk J Biol. 32:51-55
Kranjčec, Bojana, Papeš, Dino, Altarac and Silvio. 2013. d-mannose powder for
prophylaxis of recurrent urinary tract infections in women: a
randomized clinical trial. World Journal of Urology 32 (1): 79–
84. doi:10.1007/s00345-013-1091-6. ISSN 0724-4983
Lampe, M.A., Burlingame, A.L., Whitney, J., Williams, M.L., Brown, B.E.,
Roitman, E., and M. Elias. 1983. Human stratum corneum lipids:
characterization and regional variations. J. Lipid Res. 24 (2):120–
130. PMID 6833889
Lestari, S.B., and G. Pari. 1990. Analisis kimia beberapa jenis kayu Indonesia.
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Pusat Penelitian dan Pengembangan
Hasil Hutan VII (3) : 96-100.
Li, H.B., Cheng, K.W., Wong, C.C., Fan, K.W., Chen, F., and Y. Jiang. 2007.
Evaluation of Antioxidant Capasity and Total Phenolic Content of
Different Fractions of Selected Microalgae. Food Chemistry 102 :
771- 776
Liang, C.H., Chou, T.H., Yang, C.C., Hung, W.J., and L. Ching. 2010. Cytotoxic
effect of Discosoma sp., Isis hippuris and Nephthea chabrolii on
human oral SCC25 cells. Journal of the Taiwan Institute of Chemical
Engineers 41(3): 333-337.
Lim, S.N., Cheung P.C.K., Ooi V.E.C., and P.O. Ang. 2002. Evaluation of
antioxidative activity of extracts from a brown seaweed, Sargassum
siliquastrum. Journal of Agriculture Food Chemistry 50:3862-3866.
Madhavi, D.L., Singhai, R.S., and P.R. Kulkarni. 1996. Food Antioxidants. New
York: Marcel Dekker.
99
Maher, P., Akaishi, T., and K. Abe. 2006. Flavonoid fisetin promotes ERK-
dependent long-term potentiation and enhances memory.
PNAS. doi:10.1073/pnas.0607822103
Mallick, N. and F.H. Mohn. 2000. Reactive oxygen species: Response of algal
cells. J. Plant Physiol.157:183–193.
Manuputty, A. E. W., 2008. Isis Hippuris Linnaeus 1758 Oktokoral Penghasil Anti
Virus. Oseana 33(1):19-24.
Marliana, S.D., Suryanti, V., dan Suyono. 2005. Skrining Fitokimia dan Analisis
Kromatogrfi Lapis Tipis Komponen Kimia Buah Labu Siam (Sechium
edule Jacq. Swartz.) dalam Ekstrak Etanol. Jurnal Biofarmasi 3(1):
26-31.
Maruthupandian, A., and V.R. Mohan. 2011. GC-MS analysis of ethanol extract
of Wattakaka volubilis (l.f.) stapf. Leaf. International Journal of
Phytomedicine 3:59-62.
Mongkolsilp, S., Pongbupakit, I., Sae-lee, N., and W. Sitthithaworn. 2004. Radical
Scavenging activity and total phenolic content of medical plants used
in primary health care. Journal of Pharmacy and Science. 9(1):32-35.
Naczk, M., and F. Shahidi. 2004, Extraction and Analysis of Phenolic in Food.
Journal of Chromatography A. 1054:95-111
100
Novaczek, I. 2001. A guide to the common edible and medicinal sea plants of
pacific islands. USP Marine Studies Programme/SPC Coastal
Fisheries Programme: Training Materials for Pacific Community
Fisheries.
Novak, I., Janeiro, P., Seruga, M., and A.M. Oliveira-Brett. 2008. Ultrasound
Extracted Flavonoids from Four Varieties of Portuguese Red Grape
Skins Determined by Reverse-phase High-performance Liquid
Chromatography with Electrochemical Detection. Analytica Chimica
Acta 630:107–115.
Nurhayati, T., Aryanti, D., dan Nurjanah. 2009. Kajian awal potensi ekstrak spons
sebagai antioksidan. Jurnal Kelautan Nasional. 2:43-51.
Ostlund, R.E., Racette, S.B., and W.F. Stenson. 2003. Inhibition of cholesterol
absorption by phytosterol-replete wheat germ compared with
phytosterol-depleted wheat germ. Am. J. Clin. Nutr. 77 (6): 1385–
9. PMID 12791614
Padalia, R.C., Verma, R.S., Sah, A.N., Karki, N., Sundaresan, V., and D. Sakia.
2011. Leaf and rhizome oil composition of Zingiber officinale Roscoe
and their antibacterial and antioxidant activities. Journal of Traditional
Medicines 6 (2): 4-5.
Pohl, C.H., Johan, L.F., Kock and S.T. Vuyisile. 2011. Antifungal free fatty acids.
A Review, Formatex: 61-71.
Prakash, A., Rigelhof, F., and E. MIller. 2001. Antioxidant activity. Medallion
laboratories analytical progress, 19(2):1-4.
Pratt, D.E., dan B.J.F. Hudson. 1990. Natural Antioxidant Not Exploited
Commercially. Di dalam Food antioxidant. Hudson, B.J.F (ed)
Elsevier Applied science, London.
Pratt, D.E. 1992. Natural Antioxidants From Plant Material. Di dalam : M.T.
Huang, C.T. Ho, dan C.Y. Lee, editor. Phenolic Compounds in Food
and Their Effects on Health H. Washington DC: American Society.
Rahman, M., Habib, R., Hasan, R., Islam, A. M. T., and I.N. Khan. 2012.
Comparative Antioxidant Potential Of Different Extracts Of Flacourtia
Jangomas Lour Fruits. Asian Journal of pharmaceutical and Clinical
Research 5(1):73-75.
Rao, C.B., and K.V. Ramana. 1988. Metabolites of the Gorgonian Isis hippuris
from India. Journal of Natural Products 51(5):954-958.
Ravindran, P.N., and K.N. Babu. 2005. Ginger The Genus Zingiber, CRC Press,
New York.
Rohman, A., Riyanto, S., dan D. Utari. 2006. Aktivitas Antioksidan, Kandungan
Fenolik Total dan Kandungan Flavonoid Total Ekstrak Etil Asetat
Buah Mengkudu Serta Fraksi-fraksinya. Jurnal MFI. 17(3):136-142.
Rouhani, S., Alizadeh, N., Salimi, S., and T.H. Ghasemi. 2009. Ultrasonic
Assisted Extraction of Natural Pigments from Rhizomes of Curcuma
Longa L. Journal of Progress in Color, Colorants and Coatings, 2:
103-113.
Rowley, S.J., Pochon, X., and L. Watling. 2015. Environmental influences on the
Indo–Pacific octocoral Isis hippuris Linnaeus 1758 (Alcyonacea:
Isididae): genetic fixation or phenotypic plasticity. Peer J.DOI
10.7717/peerj.1128
Sadati, N., Khanavi, M., Mahrokh, A., Nabavi, S. M. B., Sohrabipour, J. and A.
Hadjiakhoondi. 2011. Comparison of Antioxidant Activity and Total
Phenolic Contents of Some Persian Gulf Marine Algae. Journal of
Medicinal Plants 10(37): 73-79.
Sangi, M., Runtuwene, M.R.J., Simbala, H.E.I., and V.M.A. Makang. 2008.
Analisis fitokimia tumbuhan obat di kabupaten Minahasa Utara.
Chemical Program 1(1):47-53.
Santoso, J., Anwariyah, S., Rumiantin, R.O., Putri, A.P., Ukhty, N., and Y.
Yoshie. 2012. Phenol Content, Antioxidant Activity and Fibers profile
of Four Tropical Seagrasses from Indonesia. Journal of Coastal
Development 15 (2) : 189-196.
Sato, K., Aoki, M., and R. Noyori. 1998. A "Green" route to adipic acid: direct
oxidation of cyclohexenes with 30 percent hydrogen
peroxide.Science 281 (5383): 1646–7. doi:10.1126/science
Shen, Y.C., Prakash, C.V.S. and Y.T. Chang. 2001. Two new
polyhydroxysteroids from the Gorgonian Isis hippuris. Institute of
Marine Resources, National Sun Yat-sen University, 70 Lien-Hai
Road, Kaohsiung 80424, Taiwan, Rep Of. Chines. Jur. Steroid,
66:721-725
Sheu, J.H., Huang, L.F., Chen, S.P., Yang, Y.L., Sung, P.J., Wang, G.H., Su
J.H., Chao, C.H., Hu, W.P., and J.J. Wang. 2003. Hippuristerones E-
I, New Polyoxygenated Steroids from the Gorgonian Coral Isis
hippuris. J. Nat. Prod. 66: 917-921.
103
Sheu, J.H., Chen, S.P., Sung, P.J., Chiang, M.Y. and C.F. Daic. 2000.
Hippuristerone A, a novel polyoxygenated steroid from the gorgonian
Isis hippuris. Tetrahedron Letters 41:7885–7888
Sirat, H.M., Rahman, A.A., Itokawa, H., and H. Morita. 1996. Constituents of the
rhizomes of two Alpinia species of Malaysia. Planta Med 62:188-189.
Soares, J.R., Dinis, T.C.P., Cunha, A.P. and L.M. Almeida. 1997. Antioxidant
Activities of some Extracts of Thymus zygis. Free Radical Research
26: 469-478.
Soni, M., Patidar, K., Jain, D., and S. Jain. 2010. Ultrasound Assisted Extraction
(UAE): A Novel Extraction Technique for Extraction of Neutraceuticals
from Plants. Journal of Pharmacy Research 3 (3): 636–638.
Stahl, E., 2001, Kromatografi Teori Dasar, Bagian Fakultas Farmasi Universitas
Gajah Mada Yogyakarta, Yogyakarta.
Stevi, G., Dungira., Dewa, G., Katja., Vanda dan S. Kamu. 2012. Aktivitas
Antioksidan Ekstrak Fenolik Dari Buah Manggis ( Garcinia
mongostana L). Jurnal MIPA Online 1 (1):11-15. Unsrat Manado.
Sumarsi dan P. Slamet. 1992. Sam-Sit dari Cina dan Pemanfaatannya dalam
Penyembuhan Tumor. Departemen Kesehatan Republik Indonesia
dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.
Suryaningrum, D., Wikanta, T., dan H. Kristiana. 2006. Uji Aktivitas Senyawa
Antioksidan Dari Rumput Laut Halymenia harveyana Dan Eucheuma
ottonii. Jurnal Pascapanen dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan
1(1).
Suryelita. 2000. Steroid Isolation from Papaya Leaf. Vol 14. Universitas Negeri
Padang.
Tamat, S.R., Wikanta, T., dan L.S. Maulina. 2007. Aktifitas antioksidan dan
toksisitas senyawa bioaktif dari ekstrak rumput laut hijau Ura
retikulata Forsskal. Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia 5:31-36.
Tanaka, J., Trianto, A., Musman, M., Issa, H.H., Ohtani, I.I., Ichiba, T., Higa, T.,
Yoshidac, W.Y., and P.J. Scheuerc. 2002. New polyoxygenated
steroids exhibiting reversal of multidrug resistance from the gorgonian
Isis hippuris. Tetrahedron 58:6259–6266.
Teffu, Y.H., Suwandi, R., dan Nurjanah. 2015. Komponen Kimia Dan Bioaktif
Akar Bahar Gorgonian (Genus Rumphella dan Hicksonella) Dari
Pulau Raijua- Nusa Tenggara Timur. JPHPI 18(1). DOI:
10.17844/jphpi.2015.18.1.83
Tomascik, T., Mah, A.J., Nontji, A., and M.K. Moosa. 1997. The Ecology of the
Indonesian Seas. Part Two. Oxford University Press.
Triyanto, A., Ambariyanto dan R. Murwani. 2004. Skrining Bahan Anti Kanker
pada Berbagai Jenis Sponge dan Gorgonian Terhadap L1210 Cell
Line. Jurnal Ilmu Kelautan 9 (3) : 120 - 124
Van Dyck, S., Gerbaux, P., and P. Flammang. 2010. Qualitative and quantitative
saponin contents in five sea cucumbers from the Indian Ocean.
Marine Drugs (8):173-189
Voight, R. 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, Edisi ke-5, Cetakan Kedua,
UGM Press, Yogyakarta.
Wang, S.K., Puu, S.Y., Tang, H., and C.Y. Duh. 2013. New steroids from the soft
coral Nephthea chabrolli. Marine Drugs (11):571-580.
Wang, S.K., Puu, S.Y., Tang, H., and C.Y. Duh. 2012. New 19-oxygenated
steroids from the soft coral Nephthea chabrolli. Marine Drugs
10(6):1288-1296.
Wang, Z., Tang, H., Wang, P., Gong, W., Xue, M., Zhang, H., Liu, T., Baoshu Liu,
Y.Y. and W. Zhang. 2013. Bioactive polyoxygenated steroids from the
south china sea soft coral, Sarcophyton sp. Marine Drugs (11):775-
787.
Watson, D.G. 2010. Analisis Farmasi: Buku Ajar untuk Mahasiswa Farmasi dan
Praktisi Kimia Farmasi. Edisi II. Jakarta: Penerbirt Buku Kedokteran
EGC. Hal. 334.
Wikanta, T., Prabukusuma, A., Ratih, D., dan H.I. Januar. 2010. Bioaktivitas
ekstrak kasar aseton, fraksi dan subfraksinya dari Ulva fasciata
terhadap sel lestari tumor HeLa. Jurnal Pascapanen dan Bioteknologi
Kelautan dan Perikanan, 5(1): 1-10.
Wiley, A.J., and I.N.C. Sons. 2003. Sample Preparation Techniques in Analytical
Chemistry, 57-66, Wiley-interscience, New Jersey.
Winarsi, H. 2007. Antioksidan Alami Dan Radikal Bebas: Potensi Dan Aplikasinya
Dalam Kesehatan. Kanisius. Yogyakarta.
Wiseman, H., and B. Halliwell. 1996. Damage to DNA by reactive oxygen and
nitrogen species: Role of inflammatory disease and progression to
cancer. Biochemistry Journal, 313: 17–29.
Worotikan, D.E. 2011. Efek Buah Lemon Cui (Citrus microcarpo) Terhadap
Kerusakan Lipida Pada Ikan Mas (Cyprinus carpio L) Dan Ikan
Cakalang (Katsuwonus pelamis) Mentah. Skripsi. FMIPA
UNSRAT,Manado.
106
Yang, W., Ajapur, V.K., Krishnamurthy, K., Feng, H., Yang, R., and T.H.
Rababah. 2009. Expedited Extraction of Xylan from Corncob by
power ultrasound. International Journal Agric. & Biol. Eng. 2(4):76-83.
Yu, F.A., Lian, X.Z., Guo, H.Y., McGuire, P.M., Li, R.D., Wang, R., and F.H. Yu
.2005. Isolation and characterization of methyl esters and derivatives
from Euphorbia kansui (Euphorbiaceae) and their inhibitory effects on
the human SGC-7901 cells. J Pharm Pharmaceut Sci. 8(3):528-535.
Yoshie,Y., Wang, W., Hsieh, Y.P., and T. Suzuki. 2002. Compositional Difference
of Phenolic Compounds between Two Seaweeds, Halimeda spp.
Journal of Tokyo University of Fisheries,88: 21-24.
Yushinta, A.S. 2011. Proses Ekstraksi dan Karakterisasi Ekstrak Antioksidan Dari
Rumput Laut Hijau (Caulerpa racemosa) Menggunakan Teknik
Ultrasonik. Tesis. Universitas Brawijaya, Malang.
Zaeoung, S., Plubrukarn, A., and N. Keawpradub. 2004. Cytotoxic and free
radical scavenging activities of Zingiberaceous rhizomes,
Songklanakarin J. Sci. Technol , 27(4): 799-812.
Zahra, R.M., Mehmaz, V., Farzaneh and S. Kohzad. 2007. Antioxidant Activity of
Extract from Brown Alga, Sargasum boveanum. African Journal of
Biotechnology. 6 (24): 2740-2745
Zeleny, M., 1982. Multiple Criteria Decision Making. McGraw-Hill. New York.
Zhang, Q., Song, K., Zhao, J., Kong, X., Sun, Y., Liu, X., Zhang, Y., Zeng, Q.,
and H. Zhang. 2009. Hexanedioic acid mediated surface–ligand-
exchange process for transferring NaYF4:Yb/Er (or Yb/Tm) up-
converting nanoparticles from hydrophobic to hydrophilic. Journal of
Colloid and Interface Science 336:171–175.
Zhang, L., Shan, Y., Tang, K., and R. Putheti. 2009. Ultrasound-Assisted
Extraction Flavonoids from Lotus (Nelumbo nuficera Gaertn) Leaf and
Evaluation of Its Anti-Fatigue Activity. International Journal of
Physical Sciences 4(8): 418-422.
Zhao, H.Y., Shao, C.L., Li, Z.Y., Han, L., Cao, F., and C.Y. Wang. 2013.
Bioactive pregnane steroids from a south china sea gorgonian Carijoa
sp. Molecule (18):3458-3466.