Anda di halaman 1dari 97

IDENTIFIKASI SENYAWA FITOKIMIA KULIT BATANG

KELOR (Moringa oleifera Lamk) DENGAN METODE GC-MS


DAN UJI TOKSISITAS TERHADAP LARVA UDANG Artemia
salina Leach

Oleh :

Antony Lay

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2021
IDENTIFIKASI SENYAWA FITOKIMIA KULIT BATANG KELOR (Moringa
oleifera Lamk) DENGAN METODE GC-MS DAN UJI TOKSISITAS
TERHADAP LARVA UDANG Artemia salina Leach

SKRIPSI

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh gelar sarjana pertanian

pada Fakultas Pertanian Universitas Udayana

Oleh
Antony Lay
NIM. 1706542001

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2021

i
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya
yang pernah diajukan umtuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi,
dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam
naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Saya bersedia dikenakan sanksi
sebagaimana diatur dalam aturan yang berlaku apabila terbukti bahwa skripsi ini
bukan hasil karya saya sendiri atau megandung tindakan plagiarism.
Demikian pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya untuk dapat dipergunakan
seperlunya.

Denpasar, 26 Agustus 2021

Yang Menyatakan

Antony Lay
1706542001

ii
ABSTRAK

Antony Lay. NIM 1706542001. Identifikasi Senyawa Fitokimia Kulit Batang


Kelor (Moringa oleifera Lamk) Dengan Metode GC-MS Dan Uji Toksisitas
Terhadap Larva Udang Artemia salina Leach. Pembimbing I : Prof. Dr. Ir. I
Gede Putu Wirawan, M.Sc. Pembimbing II : Prof. Dr. Ir. I Nyoman Wijaya,
M.S.

Kelor ( Moringa oleifera ) merupakan salah satu tanaman yang tumbuh


didaerah beriklim tropis termasuk Indonesia. Semua bagian tanaman ini dapat
digunakan sebagai obat dan produk alami lainnya. Tujuan dari penelitian ini yaitu
untuk mengetahui senyawa bioaktif yang terdapat pada kulit batang kelor dan tingkat
toksisitas yang dinyatakan dengan nilai LC50 kurang dari 1.000 ppm agar dapat
digunakan sebagai obat tradisional dan produk alami lainnya. Identifikasi senyawa
bioaktif kulit batang kelor dengan menggunakan metode analisis GC-MS dan uji
toksisitas terhadap larva udang Artemia salina Leach dilakukan dengan menggunakan
metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT). Berdasarkan hasil analisis menggunakan
GC-MS menunjukkan bahwa ekstrak kulit batang kelor mengandung 14 senyawa
bioaktif. Senyawa bioakatif pada 3 peak tertinggi merupakan kandungan metabolit
sekunder berupa fenol, terpenoid dan monoterpenoid. Hasil uji toksisitas ekstrak kulit
batang kelor terhadap larva Artemia salina Leach menunjukkan adanya sifat toksik
yang dilihat dari hasil perhitungan kematian larva udang Artemia salina Leach yang
mempunyai nilai LC50 149,689 ppm.

Kata kunci : Kulit batang kelor, GC-MS, toksisitas, Artemia salina Leach

iii
ABSTRACT

Antony Lay. NIM 1706542001. Identification of Phytochemical Compounds of


Moringa Bark (Moringa oleifera Lamk) Using GC-MS Method and Toxicity Test
on Shrimp Larvae Artemia salina Leach. Advisor I : Prof. Dr. Ir. I Gede Putu
Wirawan, M.Sc. Advisor II : Prof. Dr. Ir. I Nyoman Wijaya, M.S.

Kelor (Moringa oleifera) is a plant that grows in tropical climates including


Indonesia. All parts of this plant can be used as medicine and other natural products.
The purpose of this study was to determine the bioactive compounds contained in
moringa stem bark and the level of toxicity expressed by an LC50 value of less than
1.000 ppm so that it can be used as traditional medicine and other natural products.
Identification of bioactive compounds in moringa stem bark using the GC-MS
analysis method and toxicity test on Artemia salina Leach shrimp larvae using the
Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) method. Based on the results of the analysis
using GC-MS showed that moringa bark extract contains 14 bioactive compounds.
The highest bioactive compounds in the 3 peaks were secondary metabolites in the
form of phenols, terpenoids and monoterpenoids. The results of the toxicity test of
moringa stem bark extract against Artemia salina Leach larvae showed the presence
of toxic properties seen from the calculation of mortality of Artemia salina Leach
shrimp larvae which had an LC50 value of 149,689 ppm.

Key words: Moringa stem bark, GC-MS, Toxicity, Artemia salina Leach

iv
RINGKASAN

Tanaman kelor (Moringa oleifera) merupakan tanaman yang mudah tumbuh

didaerah beriklim tropis seperti Indonesia dan berbagai kawasan lainnya didunia.

Kelor, menurut sejarahnya berasal dari kawasan sekitar Himalaya dan India,

kemudian menyebar hingga ke benua Afrika dan Asia barat. Kelor secara umum

mempunyai banyak manfaat, salah satu yang jarang diketahui yaitu kulit batang kelor

mempunyai manfaat sebagai obat kulit (Jonni et al., 2008). Semua bagian tanaman ini

mempunyai manfaat yang sangat luas. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui kandungan senyawa bioaktif yang terdapat pada kulit batang kelor serta

mengetahui keamanan konsumsi sebagai obat yang dilihat dari tingkat toksisitas

terhadap kematian larva udang Artemia salina Leach. Sebanyak 300 g kulit batang

kelor kering yang telah halus dimaserasi menggunakan etanol 96% dan diperoleh

ekstrak kental sebanyak 7,8 g. Selanjutnya ekstrak kental yang diperoleh dianalisis

menggunakan GC-MS. Hasil GC-MS menunjukkan ekstrak kulit batang kelor

mengandung 14 senyawa bioaktif. Uji toksisitas ekstrak kulit batang kelor dilakukan

untuk mengetahui tingkat toksisitas dengan menggunakan hewan uji berupa larva

udang Artemia salina Leach. Hasil uji toksisitas menunjukkan kematian larva

dipengaruhi oleh senyawa bioaktif ekstrak kulit batang kelor dengan memiliki nilai

LC50 sebesar 149,689 ppm atau kurang dari 1.000 ppm yang bersifat toksik sehingga

memenuhi syarat sebagai tanaman obat.

v
IDENTIFIKASI SENYAWA FITOKIMIA KULIT BATANG KELOR (Moringa
oleifera Lamk) DENGAN METODE GC-MS DAN UJI TOKSISITAS TERHADAP
LARVA UDANG Artemia salina Leach

Antony Lay
NIM. 1706542001

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. Ir. I Gede Putu Wirawan, M.Sc Prof. Dr. Ir. I Nyoman Wijaya, M.S
NIP. 195806271985031005 NIP. 195612071984031001

Mengesahkan
Dekan Fakultas Pertanian
Universitas Udayana

Dr. Ir. I Nyoman Gede Ustriyana, M.M.


NIP. 196110131986031002

vi
IDENTIFIKASI SENYAWA FITOKIMIA KULIT BATANG KELOR (Moringa
oleifera Lamk) DENGAN METODE GC-MS DAN UJI TOKSISITAS TERHADAP
LARVA UDANG Artemia salina Leach

Dipersiapkan dan diajukan oleh


Antony Lay
NIM. 1706542001
Telah diuji dan dinilai oleh tim penguji
pada tanggal 03 September 2021

Berdasarkan SK Dekan Fakultas Pertanian Universitas Udayana


No. :…………………….
Tanggal :……………………..
Tim Penguji Skripsi adalah :
Ketua : Prof. Dr. Ir. I Gede Putu Wirawan, M.Sc
Anggota :
1. Dr. Ida Ayu Putri Darmawati, S.P., M.Si
2. Dr. Trisna Agung Phabiola, SP., M.Si.
3. Prof. Dr. Dra. Made Sritamin, M.S.
4. Prof. Dr. Ir. I Nyoman Wijaya, M.S.

vii
RIWAYAT HIDUP

Antony Lay lahir di Waingapu pada tanggal 16 April 1994.


Penulis merupakan putra ke enam dari pasangan Frans Riwu dan
Yohana Ratu Dimu. Pendidikan sekolah dasar ditempuh di SD
Negeri 1 Waingapu (2000-2007). Kemudian melanjut ke SMP
Negeri 2 Waingapu selama dua tahun (2007-2009), dan di SMP
Katolik Andaluri Selama satu tahun (2009-2010). Pendidikan
sekolah lanjutan tingkat menengah atas ditempuh di SMA Negeri 1 Waingapu selama
3 tahun (2010-2013). Penulis kemudian melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi
swasta Universitas Dwijendra dan diterima di Fakultas Teknik Program studi
Arsitektur Selama dua tahun (2015-2017). Pada tahun 2017 penulis memutuskan
untuk tidak melanjut studi di Universitas Dwijendara dan pada tahun tersebut penulis
melalui ujian masuk perguruan tinggi Negeri diterima di Program Studi
Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Udayana.
Selama masa kuliah, penulis aktif dalam mengikuti seminar dan kepanitian
Kristen ACW yang diselenggarakan oleh organisasi PMK FP di lingkungan Fakultas
Pertanian Universitas Udayana tahun 2019.

viii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul Identifikasi Senyawa
Fitokimia Kulit Batang Kelor (Moringa oleifera Lamk) dengan Metode GC-MS dan
Uji Toksisitas Terhadap Larva Udang Artemia salina Leach sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar sarjana pertanian pada konsentrasi Bioteknologi Pertanian,
Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Udayana.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak akan berhasil tanpa
adanya berbagai pihak yang banyak membantu dalam penyelesaian penulisan ini,
baik dari segi waktu, materi dan masukan-masukan yang membangun. Dalam
kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih sebesar-besarnya kepada :

1. Dr. Ir. I Nyoman Gede Ustriyana, M.M selaku Dekan Fakultas Pertanian
Universitas Udayana beserta staf, atas segala fasilitas dan kelancaran administrasi.
2. Dr. Ir. Ni Made Trigunasih, M.P., selaku Koordinator Program Studi
Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Udayana, atas segala fasilitas
dan kemudahan yang diberikan kepada penulis selama proses belajar.
3. Prof. Dr. Ir. I Gede Putu Wirawan, M.Sc., selaku Dosen Pembimbing I yang telah
mendampingi, membimbing, serta memberikan masukan dan saran kepada
penulis selama penulisan skrpsi ini.
4. Prof. Dr. Ir. I Nyoman Wijaya , M.S., selaku Dosen Pembimbing II yang telah
mendampingi, membimbing, serta memberikan masukan dan saran kepada
penulis selama penulisan skrpsi ini.
5. Prof. Dr. Dra. Made Sritamin, M.S, Dr. Trisna Agung Phabiola, S.P., M.Si., Dr.
Ida Ayu Putri Darmawati, S.P., M.Si. selaku dosen penguji yang senantiasa
memberikan arahan dan masukan dalam penulisan skripsi ini.
6. Putu Perdana Kusuma Wiguna.S.Si., M.Sc. selaku Pembimbing Akademik (PA)
yang yang telah banyak memberikan dukungan dan semangat dalam bidang

ix
akademik selama menempuh pendidikan Sarjana di Fakultas Pertanian
Universitas Udayana.
7. Seluruh staf dosen dan pegawai di Fakultas Pertanian Universitas Udayana yang
telah membimbing, memberikan arahan motivasi, masukan, dukungan dan
pelayanan administrasi demi kelancaran skripsi ini.
8. Kepada kedua orang tua dan keluarga tercinta yang selalu memberikan kasih
sayang, doa semangat serta memberikan nasehat dan dorongan baik secara moral
maupun material sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan.
9. Terimakasih kepada seluruh teman- teman yang tidak bisa disebutkan satu
persatu, dan khususnya teman-teman dari konsentrasi Bioteknologi serta semua
pihak yang terlibat dalam proses pelaksanaan penelitian hingga selesai skripsi ini.
Oleh sebab itu, penulis mengharapkan adanya masukan dan saran-saran yang
membangun untuk perbaikan kedepannya. Akhir kata penulis mengucapkan
terimakasih dan semoga skripsi ini dapat memberikan informasi dan wacana baru
bagi para pembaca.

Denpasar, 26 Agustus 2021

Antony Lay

x
DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM .................................................................................................. i


PERNYATAAN KEASLIAN KARYA SKRIPSI ................................................. ii
ABSTRAK ............................................................................................................. iii
ABSTRACK ........................................................................................................... iv
RINGKASAN ......................................................................................................... v
HALAMAN PERSETUJUAN ................................................................................ vi
TIM PENGUJI ....................................................................................................... vii
RIWAYAT HIDUP ............................................................................................... viii
KATA PENGANTAR ............................................................................................ ix
DAFTAR ISI ........................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL .................................................................................................. xiv
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. xv
I. PENDAHULUAN .............................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................... 5
1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................................ 5
1.4 Manfaat Penelitian ...................................................................................... 6
1.5 Hipotesis ...................................................................................................... 6
II. TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................7
2.1 Tanaman Kelor ( Moringa oleifera ) ............................................................7
2.1.1 Klasifikasi tanaman kelor ...................................................................... 7
2.1.2 Morfologi Kelor .................................................................................... 8
2.1.3 Kadungan Senyawa Daun Kelor ......................................................... 13
2.1.4 Kandungan Senyawa Buah kelor ......................................................... 14
2.1.5 Kandungan Senyawa Kulit Batang Kelor ............................................ 14
2.1.6 Manfaat Tanaman Kelor ...................................................................... 15
2.2 Analisis Fitokimia .......................................................................................15
2.3 Metabolit Sekunder .....................................................................................16
2.3.1 Alkaloid ................................................................................................ 17
2.3.2 Fenol ......................................................................................................18
2.3.3 Terpenoid/Steroid ................................................................................. 19
2.3.4 Flavonoid ............................................................................................. 20
2.3.5 Tanin .................................................................................................... 21

xi
2.4 Simplisia ..................................................................................................... 23
2.4.1 Pengertian Simplisia ............................................................................ 23
2.4.2 Pengeringan Simplisia .......................................................................... 23
2.5 Metode Ekstraksi ........................................................................................ 24
2.6 Kromatografi Gas-Spektrometri Massa (GC-MS) ..................................... 27
2.6.1 Prinsip Kerja GC-MS ........................................................................... 28
2.6.2 Instrumen GC-MS ................................................................................ 29
2.7 Uraian Hewan Uji ...................................................................................... 32
2.7.1 Klasifikasi hewan coba larva udang ( Artemia salina Leach ) ............. 33
2.7.2 Morfologi dan Siklus Hidup Hewan Uji ( Artemia salina Leach ) ...... 34
2.7.3 Lingkungan Hidup Artemia salina Leach ............................................ 36
2.7.4 Cara Penetasan Telur Artemia salina Leach ........................................ 36
2.8 Pilihan penggunaan Artemia salina Leach pada metode BSLT ................. 37
2.9 Uji Toksisitas ............................................................................................. 38
2.9.1 Metode Brine Shrimp Lathality Test .................................................... 38
III. METODE PENELITIAN ................................................................................ 40
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian .................................................................... 40
3.2 Bahan dan Alat ........................................................................................... 40
3.2.1 Bahan .................................................................................................... 40
3.2.2 Alat ....................................................................................................... 40
3.3 Pelakasanaan Penelitiaan ............................................................................ 41
3.3.1 P ersiapan Sampel ................................................................................ 41
3.3.2 Ekstraksi dengan metode Maserasi ...................................................... 41
3.4 Identifikasi senyawa bioaktif Kulit batang kelor menggunakan GC-MS .. 41
3.5 Uji Toksisitas menggunakan Metode BSLT .............................................. 43
3.5.1 Penyiapan Larva udang Artemia salina Leach .................................... 43
3.5.2 Pembuatan Konsentrasi Sampel ........................................................... 43
3.5.3 Pelaksanaan Uji .................................................................................... 44
3.6 Analisis data ............................................................................................... 45
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................................... 46
4.1 Ektraksi Kulit Batang Kelor (Moringa oleifera) ........................................ 46
4.2 Hasil Analisis GC-MS Kulit Batang Kelor (Moringa oleifera) ................. 46
4.3 Hasil Uji Toksisitas ekstrak kulit batang kelor .......................................... 55
terhadap Artemia salina Leach
4.4 Penentuan Nilai LC50 ................................................................................ 57

xii
V. SIMPULAN DAN SARAN ............................................................................ 61
5.1 Simpulan .................................................................................................... 61
5.2 Saran ........................................................................................................... 61
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 62
LAMPIRAN ........................................................................................................... 69

xiii
DAFTAR TABEL

Nomor Teks Halaman

2.9.1 Kategori toksisitas suatu bahan 39


4.2.1 Golongan senyawa Peak 7 48
4.2.2 Golongan Senyawa Peak 8 51
4.2.3 Golongan Senyawa Peak 9 54
4.3 Pengaruh berbagai konsentrasi ekstrak kulit batang kelor 56
(Moringa oleifera) terhadap larva udang Artemia salina Leach
4.4 Nilai Log konsentrasi dan probit setiap konsentrasi 58

xiv
DAFTAR GAMBAR

Nomor Teks Halaman


2.1.1 Tanaman Kelor 8
2.1.2 a Akar Kelor 9
2.1.2 b Batang Kelor 10
2.1.2 c Daun Kelor 11
2.1.2 d Bunga Kelor 12
2.1.2 e Buah dan Biji Kelor 13
2.3.1 Struktur Senyawa Alkaloid 18
2.3.2 Struktur senyawa Fenol 19
2.3.3 Struktur dasar Terpenoid/Steroid 20
2.3.4 Struktur Senyawa Flavonoid 21
2.3.5 Struktur senyawa tanin Asam Galat dan Asam Elagat 22
2.6.2 Skema GC-MS 30
2.7.1 Larva Artemia salina Leach 33
2.7.2 Siklus Hidup Artemia salina Leach 35
4.2 Kromatogram pemisahan Gas Chromatography 47
ekstrak Kulit batang kelor
4.2.1. a Struktur senyawa -methyl-4phenyl-5thioxo- 49
-triazolidin-3-one
4.2.1. b Benzo [h] quinoline, 2,4-dimethyl- 50
4.2.1. c Struktur senyawa Cylotrisiloxane, hexamthyl- 50
4.2.2. a Struktur Senyawa Phenylacetic acid, 2-(1-adamantyl) 52
ethyl ester
4.2.2. b Struktur senyawa Tris (tert-butyldimethylsilyloxy) arsane 53
4.2.3 Struktur senyawa thymol, TMS derivative 55
4.4 Diagram Persen kematian Artemia salina Leach 57
4.4 Grafik Probit Kematian dari berbagai Konsentrasi Ekstrak 58

xv
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara tropis yang kaya akan keanekaragaman tumbuh-

tumbuhan yang secara turun-temurun dapat digunakan sebagai obat tradisional.

Indonesia dikenal secara luas sebagai pusat keanekaragaman hayati (biodiversity)

terbesar kedua di dunia setelah Brazil, yang terdiri dari tumbuhan tropis dan biota laut

(Retnowati, 2019). Di Indonesia terdapat sekitar 30.000 jenis tumbuhan, 7.000

diantaranya diperkirakan memiliki khasiat sebagai obat dan sebanyak 2.500 jenis

diantaranya merupakan tanaman obat (Ikalinus, 2015 ).

Obat tradisional telah diterima luas di negara-negara maju maupun di negara-

negara berkembang, bahkan dalam 20 tahun terakhir perhatian dunia terhadap obat-

obatan tradisional meningkat baik di negera berkembang maupun negara maju. World

Health Organization (WHO) atau Badan Kesehatan Dunia menyebutkan bahwa

hingga 65% dari penduduk negara maju menggunakan pengobatan secara tradisional

dan obat-obatan dari bahan alami (Kemenkes RI, 2007).

Selain itu Indonesia juga memiliki keanekaragaman etnis yang memiliki berbagai

macam pengetahuan tentang obat tradisional yang menggunakan bahan dari

tumbuhan. Banyak dari jenis tumbuhan telah digunakan oleh nenek moyang dan

dokter sebagai bahan obat dan jamu tradisional untuk menyembuhkan berbagai

macam penyakit dan memberikan hasil yang baik bagi pemeliharaan kesehatan dan

pengobatan (Mills, 1996).

1
2

Keragaman zat kimia penyusun tumbuh-tumbuhan atau zat yang dihasilkan

tumbuhan merupakan kelebihan tanaman, sehingga sebagai tanaman obat dapat

menghasilkan aktivitas yang luas dan memiliki sisi positif pada tubuh karena tidak

memiliki efek samping seperti halnya obat-obat kimiawi. Obat kimiawi seringkali

dapat membahayakan kesehatan maka diperlukan pengobatan secara tradisional

menggunakan bahan – bahan alami dari tumbuhan (Mills, 1996).

Bahan alami yang digunakan sebagai bahan pembuatan obat yaitu metabolit

sekunder. Metabolit sekunder merupakan senyawa organik yang disintetis oleh

tumbuhan dan merupakan sumber senyawa obat yang digolongkan atas alkaloid,

terpenoid/steroid, fenolik, flavonoid, dan saponin yang memiliki aktivitas

farmakologi dan biologi (Saifudin,2014).

Senyawa metabolit dapat diperoleh dengan menggunakan metode ekstraksi.

Ekstraksi merupakan proses penarikan senyawa yang diinginkan dengan

menggunakan pelarut yang sesuai. Faktor – faktor yang mempengaruhi ekstraksi

yaitu suhu, lama ekstraksi, jenis pelarut, ukuran partikel, pH media ekstraksi, jumlah

ekstraksi, dan degradasi senyawa selama ekstraksi. Jenis pelarut merupakan salah

satu faktor penting dari ekstraksi karena dapat mempengaruhi jumlah dari senyawa

yang ingin diekstrak (Savova dkk., 2017).

Metabolit sekunder diperlukan tumbuhan dalam jangka waktu yang panjang,

seringkali sebagai tujuan pertahanan, serta memberikan karakteristik yang khas dalam

bentuk senyawa warna. Metabolit sekunder juga digunakan sebagai penanda dan

pengatur jalur metabolisme primer. Metabolit sekunder membantu tumbuhan


3

mengelola sebuah sistem keseimbangan yang rumit dengan lingkungan dan

beradaptasi mengikuti lingkungan. Salah satu tanaman yang mengandung senyawa

metabolit sekunder yaitu kelor. Tanaman kelor diketahui banyak mengandung

beberapa senyawa metabolit sekunder, antara lain alkaloid, flavonoid, fenolat,

terpenoid/steroid dan tanin (Saifudin, 2014).

Tanaman kelor merupakan salah satu anggota keluarga moringaceae yang

tumbuh didaerah beriklim tropis. Kandungan nutrisi yang cukup tinggi membuat

kelor dapat digunakan untuk mengatasi kekurangan nutrisi. Oleh karena itu kelor

disebut sebagai pohon ajaib dikarenakan semua bagian tumbuhan kelor sangat

bermanfaat bagi kehidupan manusia. Mulai dari daun, kulit batang, biji hingga

akarnya, tumbuhan ini sudah dikenal luas sebagai tumbuhan obat. Daun kelor,

kulit batang kelor, dan biji kelor biasa digunakan sebagai obat kulit. Sedangkan akar

kelor diolah untuk obat luar seperti penyakit beri-beri (Jonni et al., 2008).

Berbagai bagian tanaman ini memiliki senyawa-senyawa bioaktif yang dapat

digunakan dalam berbagai pengobatan yaitu bertindak sebagai stimulan jantung

dan peredaran darah, serta memiliki sifat sebagai antitumor, antipiretik, antiepilepsi,

antiinflamasi, antiulser, antihipertensi, antioksidan, antidiabetik, dan antibakteri

(Toripah et al., 2014).

Senyawa bioaktif dalam tanaman kelor dapat bersifat antibakteri yaitu karena

mampu menghambat pertumbuhan bakteri. Hal itu diuraikan oleh Pelczar et al (2011)

bahwa beberapa senyawa metabolit sekunder yang meliputi senyawa fenolik,

alkaloid, dan minyak astiri memiliki sifat antibakteri. Antibakteri digambarkan


4

sebagai produk alami organik dengan berat molekul rendah dibentuk oleh

mikroorganisme dan tumbuhan yang aktif melawan mikroorganisme lain pada

konsentrasi rendah.

Menurut penelitian yang dilakukan Laras, (2014 ) ekstrak daun kelor dengan

konsentrasi 50% dikategorikan sebagai insektisida yang efektif digunakan dengan

rata-rata kematian mencapai 70 %. Hal ini disebabkan ekstrak yang ada pada daun

kelor mengandung senyawa bioaktif berupa kandungan metabolit sekunder yang

berfungsi sebagai insektisida yaitu tanin. Senyawa tanin banyak terdapat pada daun

kelor sebesar 9,36 %, senyawa tanin ini mempunyai rasa pahit yang tidak disukai

oleh beberapa serangga sehingga dapat digunakan sebagai pertahanan diri bagi

tumbuhan.

Salah satu bagian tanaman kelor yang mempunyai kandungan potensial

lainnya yaitu kulit batang kelor yang telah diketahui mengandung senyawa metabolit

sekunder berupa alkaloid, fenol, terpenoid/steroid, flavonoid, dan tanin (Ikalinus,

2015 ). Penggunaan kulit batang kelor sebagai bahan obat perlu dilakukan analisis

menggunakan Gas Chromatography Spektrometer Massa (GC-MS) dan uji toksisitas

terhadap larva Artemia saliana Leach. Uji toksisitas menggunakan metode Brine

Shrimp Lethality Test (BSLT) merupakan suatu uji akivitas biologi untuk mendeteksi

adanya efek toksik pada ekstrak atau fraksi isolat tanaman dengan cara mengamati

respon kematian pada hewan uji. Hewan untuk uji toksisitas biasanya menggunakan

ikan, larva nyamuk, dan larva udang. Kematian dari hewan uji dianggap sebagai

respon terhadap pengaruh zat tertentu sehingga senyawa – senyawa yang terkandung
5

pada suatu ekstrak dapat digunakan sebagai racun terhadap beberapa mikroorganisme

dan juga dapat digunakan sebagai obat apabila diberikan pada dosis yang kecil.

Senyawa kimia yang mempunyai nilai LC50 kurang dari 1.000 ppm dikatakan

memiliki potensi toksik, hal ini berarti dapat digunakan sebagai bahan baku obat

karena memiliki respon terhadap suatu bahan uji dan juga dapat bersifat larvasida

apabila diberikan pada konsentrasi tertentu( Meyer, dkk. 1982 ).

Pada penelitian uji toksisitas dilakukan dengan menggunakan hewan uji berupa larva

udang Artemia salina Leach agar diketahui respon dari senyawa bioaktif yang

terkandung dalam ekstrak kulit batang kelor yang dinyatakan dengan hasil

perhitungan nilai LC50.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang maka rumusan masalah dalam

penelitian ini sebagai berikut:

1. Senyawa apa saja yang dikandung ekstrak kulit batang kelor ?

2. Apakah senyawa ekstrak kulit batang kelor berpengaruh terhadap kematian larva

Artemia salina Leach?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah maka tujuan penelitian ini

adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui senyawa yang terkandung dalam ekstrak kulit batang kelor.
6

2. Untuk mengetahui pengaruh senyawa ekstrak kulit batang kelor terhadap kematian

larva udang Artemia salina Leach sehingga dapat dijadikan sebagai bahan obat

dan larvasida.

1.3 Manfaat Penelitian

1. Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai sumber informasi

untuk mengetahui pemanfaatan kulit batang kelor sebagai obat dan larvasida, serta

juga dapat mengetahui secara akademik senyawa bioaktif dalam kulit batang kelor

sehingga bisa dipergunakan sebagai pembuatan bahan alami lainnya.

2. Penelitian ini juga dapat digunakan sebagai informasi untuk penelitian lebih

lanjut.

1.4. Hipotesis

Hipotesis yang diajukan adalah :

1. Didapatkan senyawa metabolit sekunder kulit batang kelor berupa alkaloid, fenol,

terpenoid/steroid, flavonoid, dan tanin yang dianalisis menggunakan metode GC-

MS.

2. Didapatkan pengaruh senyawa bioaktif ekstrak kulit batang kelor terhadap tingkat

kematian larva udang Artemia salina Leach yang mempunyai nilai LC50 kurang

dari 1.000 ppm.


II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Kelor ( Moringa oleifera )

Tanaman kelor, menurut sejarahnya berasal dari kawasan sekitar Himalaya

dan India, Kemudian menyebar ke kawasan disekitarnya hingga ke benua Afrika dan

Asia barat. Namun, pada saat ini tanaman kelor telah banyak dibudidayakan dan

beradaptasi dengan baik di daerah tropis seperti dibeberapa Negara benua Afrika

seperti Ethiopia, Sudan, Madagaskar, Somalia, Kenya, dan Indonesia. (Krisnadi,

2015).

2.1.1 Klasifikasi tanaman kelor

Klasifikasi tanaman kelor menurut Roloff et al, (2009) adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Sub kingdom : Tracheobionta

Super Divisi : Spermatophyta

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Capparales

Famili : Moringaceae

Genus : Moringa

Spesies : Moringa oleifera Lamk

Berikut merupakan gambar tanaman kelor dapat dilihat pada gambar 2.1.1

7
8

Gambar 2.1.1
Tanaman Kelor
Sumber : (Roloff et al., 2009)

2.1.2 Morfologi Kelor ( Moringa oleifera)

Kelor tumbuh dalam bentuk pohon, berumur panjang (perenial) batang

berkayu (lignosus), tegak, berwarna putih kotor, kulit tipis, permukaan kasar.

Percabangan simpodial, arah cabang tegak atau miring, cenderung tumbuh lurus dan

memanjang. Struktur dan morfologi dari tanaman kelor terdiri atas akar, batang,

daun, bunga, buah, dan biji. Deskripsi dan morfologi tanaman kelor adalah sebagai

berikut :

a. Akar

Tanaman kelor memiliki akar tunggang berwarna putih dan dapat membesar

seperti lobak. Bagian dalam berwarna kuning pucat, bergaris halus, tidak keras,
9

memiliki bentuk yang tidak beraturan, permukaan luar kulit agak licin, dan

permukaan dalam agak berserabut. Kulit akar kelor mempunyai rasa yang pedas dan

berbau tajam serta bagian kayu memiliki warna coklat agak berserabut. Akar kelor

bermanfaat sebagai antimikroba, mencegah terbentuk karang gigi, meredahkan flu,

demam, asma, penguat jantung, antiinflamasi, rematik, bengkak kaki (edema ),

epilepsy, dan sakit kepala (Andero, 2015). Gambar akar kelor dapat dilihat pada

gambar 2.1.2 a.

Gambar 2.1.2 a
Akar Kelor
Sumber : (Andero, 2015)

b. Batang

Kelor termasuk jenis tumbuhan peredu yang memiliki ketinggian 7-12 meter.

Tanaman kelor merupakan tumbuhan berbatang dan termasuk jenis batang berkayu,

sehingga batangnya keras dan kuat. Bentuknya sendiri adalah bulat (teres) dan

permukaannya kasar. Arah tumbuhnya cendrung lurus keatas, berwarna putih kotor,

kulit tipis, permukaan kasar, arah cabang tegak atau miring. Hasil skring fitokimia

menunjukakan bahwa kulit batang kelor (Moringa oleifera) mengandung golongan

senyawa alkaloid, fenol, steroid/terpenoid, flavonoid, dan tanin (Ikalinus, 2015).


10

Selain itu kulit batang kelor juga mengandung protein mentah sebanyak 21,88%,

minyak mentah 3,40%, serat 44,74%, abu 5,025%, dan karbohidrat 18,74%

(Fagwalawa dkk,2015 ). Berikut merupakan bentuk batang kelor dapat dilihat pada

gambar 2.1.2 b

Gambar 2.1.2 b
Batang Kelor
Sumber : (Fagwalawa dkk,2015)

c. Daun

Daun majemuk bertangkai panjang, tersusun berseling, beranak daun gasal,

helai daun masih mudah berwarna hijau muda dan berwarna hijau tua setelah tua.

Bentuk helaian daun bulat telur, tipis, ujung dan pangkal tupul, tepi rata, pertulangan

menyirip, serta permukaan atas dan bawah halus. Ukuran helaian daun kelor memiliki

panjang sekitar 1-2 cm dan lebarnya sekitar 2-3 cm. Daun kelor mengandung zat besi

lebih tinggi dari pada sayuran lainnya yaitu sebesar 17,2 mg/100 g (Yameogo dkk,,
11

2011). Selain itu, daun kelor juga mengandung berbagai macam asam amino, antara

lain asam amino yang berbentuk asam aspartate, asam glutamate, alanin, valin, leusin,

isoleusin, histidin, lisin, arginin, venilalanin, triptopan, sistein, dan methionine

(Simbolan dkk., 2007). Kandungan fenol dalam daun segar sebesar 3,4% sedangkan

pada daun kelor yang telah diekstrak sebesar 1,6% (Folid dkk, 2007). Gambar daun

kelor tua dan daun kelor mudah dapat dilihat pada gambar 2.1.2 c

Gambar 2.1.2 c
Daun Kelor Mudah & Daun Kelor Tua
Sumber : Dokumentasi Pribadi

d. Bunga

Bunga muncul di ketiak daun, bertangkai panjang, kelopak berwarna

putih agak krem, menebar aroma khas. Bunga berwarna putih kekuning-kuningan

terkumpul dalam bagian ketiak dan tudung pelepah berwarna hijau. memiliki panjang

sekitar 10-15 cm dengan 5 kelopak bunga yang mengilingi 5 benang sari. Bunga

kelor keluar sepanjang tahun dengan aroma bau semerbak (Krisnadi, 2015). Berikut

dibawah ini merupakan bentuk bunga kelor yang dapat dilihat pada gambar 2.1.2 d
12

Gambar 2.1.2 d
Bunga Kelor
Sumber : Dokumentasi Pribadi

e. Buah dan Biji

Buah kelor berbentuk segi tiga memiliki panjang 20-60 cm. Buah muda

berwarna hijau dan buah yang sudah tua berwarna coklat. Buah kelor akan

menghasilkan biji yang dapat dibuat tepung atau minyak sebagai bahan baku

pembuatan obat dan kosmetik yang bernilai tinggi. Biji dalam polong memiliki

bentuk bulat dan berwarna cokelat kehitaman. Dalam setiap polong berisi 12-35 biji.

Dan setiap tanaman kelor menghasilkan 15.000-25.000 biji pertahun (Hafiz , 2016).

Gambar buah dan biji kelor dapat dilihat pada gambar 2.1.2 e
13

Gambar 2.1.2 e
Buah dan Biji Kelor
Sumber : (Hafiz , 2016).

2.1.3 Kadungan Senyawa Daun Kelor

Daun Kelor sangat kaya akan nutrsi, diantaranya kalsium, potasium, protein,

vitamin A dan vitamin C. Selain itu, WHO juga telah menobatkan kelor sebagai

pohon ajaib setelah melakukan riset dan telah menemukan bahwa tumbuhan ini

berfungsi dalam dunia farmakologi. Kandungan metabolit sekunder yang terdapat

pada daun kelor berfungsi sebagai bahan pembuatan obat berupa alkaloid, flavonoid,

tanin, saponin, steroid, dan triterpenoid. Kandungan kalsium dalam daun kelor

ternyata memiliki kandungan empat kali lebih banyak dibandingkan dengan kalsium

susu. Selain nutrisi umum tersebut diatas, ternyata daun kelor juga memiliki

kandungan jenis-jenis asam amino essensial yang dibutuhkan bagi tubuh. Asam

amino ini sangat berperan dalam proses pertumbuhan otot pada tubuh. Beberapa jenis

asam amino yang terdapat dalam daun kelor antara lain asam amino, histidin,

isoleusina, leusin, lisin, metionina, fenilalanina, treonina, triptofan dan valina.


14

Beberapa asam amino ini sangat dibutuhkan dalam proses pertumbuhan tubuh,

sehingga tidak heran daun kelor sangat baik untuk diberikan kepada bayi ataupun

anak dalam masa pertumbuhan, untuk menunjang pertumbuhan badannya (Kasolo et

al., 2010). Kandungan utama beberapa kandungan daun kelor ini ternyata akan lebih

tinggi jika daun kelor diolah terlebih dahulu menjadi bentuk kering atau tepung

(Ketaren, 2008).

2.1.4 Kandungan senyawa Buah kelor

Buah kelor mengandung senyawa kimia seperti vitamin C, vitamin A, vitamin

B1. Secara lengkap zat- zat gizi yang terkandung dan nilai gizinya setiap 100 g buah

kelor, antara lain: 7,2 g karbohidrat; 2,8 g protein; 0,7 g lemak. Selain itu juga

terdapat asam amino essensial, vitamin dan mineral (Mallilin dkk., 2004). Sedangkan

Menurut Aslam dkk (2005), setiap 100 g buah kelor mengandung mineral kalium

1,96 mg, kalsium 129,20 mg, magnesium 9,39 mg, dan fosfor 21,25 mg

(Robinson,1995).

2.1.5 Kandungan Senyawa Kulit Batang Kelor

Kelor ( Moringa oleifera ) mengandung kombinasi senyawa yang unik yaitu

isotiosianat dan glukosinolat. Isotiosianat ( ITC ) merupakan zat yang terdapat dalam

berbagai tanaman, termasuk tanaman kelor yang memilik potensi sebagai agen

kemopreventif. Kandungan kimia yang diperoleh dari Kulit batang kelor mengandung

senyawa alkaloid, fenol, steroid, flavonoid, dan tanin (Robinson, 1995).


15

2.1.6 Manfaat Tanaman Kelor

Tanaman kelor di daerah pedesaan biasanya digunakan sebagai tapal batas rumah

atau ladang. Secara ilmiah akar kelor dapat dimanfaatkan sebagai antilithic (pencegah

terbentuknya batu urine), rubefacient (obat kulit merah), vesicant (menghilangkan

kutil), antifertilitas dan antiinflamasi (peradangan). Kulit batang kelor dimanfaatkan

sebagai rubefacient, vesicant, menyembuhkan penyakit mata, untuk pengobatan

pasien mengigau, mencegah pembesaran limpa dan untuk menyembuhkan bisul.

Getah kelor dicampur dengan minyak wijen digunakan untuk meredakan sakit kepala,

demam, keluhan usus, disentri, dan asma. Bunga kelor dapat digunakan untuk

menyembuhkan radang, penyakit otot, histeria, tumor, dan pembesaran limpa dan

menurunkan kolesterol. Sedangkan untuk daun kelor secara tradisional telah banyak

dimanfaatkan untuk sayur hingga saat ini dikembangkan menjadi produk pangan

modern seperti tepung kelor, kerupuk kelor, kue kelor, permen kelor dan teh daun

kelor. Selain itu ekstrak daun kelor dapat berfungsi sebagai antimikroba dan biji kelor

digunakan untuk menjernihkan air (Krisnadi, 2015).

2.2 Analisis Fitokimia

Fitokimia merupakan kajian ilmu yang mempelajari sifat dan interaksi

senyawa kimia metabolit sekunder dalam tumbuhan. Keberadaan metabolit sekunder

ini sangat penting bagi tumbuhan untuk dapat mempertahankan dirinya dari makhluk

hidup lainnya, dan mengundang kehadiran serangga untuk membantu penyerbukan.

Analisis fitokimia merupakan analisis untuk mengetahui kandungan metabolit

sekunder yang terkandung disimplisia tersebut. Metode identifikasi dilakukan


16

berdasarkan metode penapisan fitokimia. Pengujian ini merupakan pengujian

pendahuluan yang biasa dilakukan sebelum pengujian – pengujian lanjutan. Adanya

pengetahuan mengenai kandungan senyawa metabolit sekunder yang terkandung di

dalam suatu ekstrak, akan memudakan dalam identifikasi kemungkinan adanya

aktivitas dari ekstrak tumbuhan. Dengan adanya pengetahuan tentang kandungan

senyawa metabolit sekunder yang terkandung dalam suatu ekstrak, maka akan

memudahkan dalam identifikasi kemungkinan adanya aktivitas bioaktif dari ekstrak

tumbuhan yang digunakan (Putra, 2007).

2.3 Metabolit Sekunder

Metabolit sekunder merupakan senyawa yang dihasilkan dalam jalur

metabolisme tumbuhan yang dibutuhkan tapi dianggap tidak penting peranannya

dalam pertumbuhan suatu tumbuhan. Bagaimanapun itu, metabolit sekunder

mempunyai peranan bagi tumbuhan dalam jangka waktu yang panjang, seringkali

sebagai tujuan pertahanan, serta memberikan karakteristik yang khas dalam bentuk

senyawa warna. Selain itu metabolit sekunder digunakan sebagai penanda dan

pengatur jalur metabolisme primer. Hal ini karena hormon pada tumbuhan yang

merupakan metabolit sekunder membantu tumbuhan mengatur aktivitas sel dan

pertumbuhan suatu tumbuhan seperti mengelola sebuah sistem keseimbangan yang

rumit dengan lingkungan, dan beradaptasi mengikuti kebutuhan lingkungan. Salah

satu contoh warna yang diberikan oleh metabolit sekunder tumbuhan dapat menarik

serangga untuk membantu proses penyerbukan dan juga dapat berguna untuk

bertahan dari serangan organisme pengganggu tanaman (Tatang, 2019).


17

Metabolisme sekunder menghasilkan sejumlah besar senyawa-senyawa

khusus ( kurang lebih 200.000 senyawa ) yang fungsi tidak memiliki peranan dalam

membantu pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan namun diperlukan oleh

tumbuhan untuk bertahan dari keadaan lingkungannya. Metabolisme sekunder

terhubung dengan dengan metabolisme primer dalam hal senyawa pembangun dan

enzim dalam biosintetis. Metabolisme primer membentuk seluruh proses fisiologis

yang memungkinkan tumbuhan mengalami pertumbuhan melalui menerjemahkan

kode genetik menghasilkan protein, karbohidrat, dan asam amino. Kesimbangan yang

baik antara produk metabolit sekunder dan metabolit primer untuk mengatasi secara

efektif kondisi lingkungan yang sering berubah. Senyawa khusus yang terkenal

diantaranya alkaloid, fenol, steroid, flavonoid, dan tanin karena senyawa ini sering

digunakan untuk pengobatan dan nutrisi ( Tatang, 2019).

2.3.1 Alkaloid

Alkaloid adalah senyawa bahan alam yang mempunyai atom nitrogen yang

bersifat basa pada strukturnya. Nama alkaloid diturunkan dari kata alakaline yang

mendeskripsikan berbagai nitrogen yang bersifat basa. Alkaloid dihasilkan oleh

berbagai mahluk hidup antara lain bakteri, jamur, tumbuhan, dan binatang ( Lenny,

2006 ). Alkaloid seringkali bersifat racun bagi manusia dan banyak dari alkaloid yang

memiliki aktivitas fisiologi yang menonjol sehingga banyak dimanfaatkan dalam

bidang pengobatan. Umumnya alkaloid ini berbentuk Kristal (Harbone, 1987).


18

Gambar 2.3.1
Struktur Senyawa Alkaloid
Sumber : (Harbone, 1987)

Alkaloid memiliki fungsi sebagai senyawa bioaktif dimana alkaloid dapat

masuk kedalam tubuh larva melalui kutikula dan mulut karena larva biasanya

mengambil makanan dari tempat hidupnya (Yunita dkk, 2009). Senyawa bioaktif

tersebut akan terakumulasi didalam tubuh larva dan akan berperan sebagai racun.

Racun akan terdistribusi ke seluruh sel-sel tubuh melalui hemolimfa (Ningsih dkk.,

2013). Dari penelitian yang dilakukan oleh Yanti, (2014) terhadap ektrak daun sirsak

hutan diduga senyawa alkaloid yang terdapat pada tumbuhan merupakan senyawa

armepavina yang dianalisis dengan metode GC-MS, spektrofotometer UV-Vis dan

FTIR. Struktur senyawa dapat dilihat pada Gambar 2.3.1

2.3.2 Fenol

Fenol (C6H6OH) merupakan senyawa organik yang mempunyai gugus

hidroksil yang terikat pada cincin benzena. Senyawa fenol memiliki beberapa nama

hidroksida, oksibenzena, benzenol, monofenol, fenil hidrat, fenilat alkohol, dan fenol

alkohol (Nair et al, 2008). Fenol memiliki rumus struktur sebagai berikut :
19

Gambar 2.3.2
Struktur senyawa Fenol
Sumber : (Poerwono, 2012)

Fenol adalah zat kristal yang tidak berwarna dan memiliki bau yang khas.

Senyawa fenol dapat mengalami oksidasi sehingga dapat berperan sebagai reduktor

(Hoffman et al., 1997). Fenol bersifat lebih asam bila dibandingkan dengan alkohol,

tetapi lebih basa dari pada asam karbonat karena fenol dapat melepaskan ion H+ dari

gugus hidroksilnya. Lepasnya ion H+ menjadikan anion fenoksida C6H5O- dapat

melarut dalam air. Fenol mempunyai titik leleh 41oC dan titik didih 181oC. Fenol

memiliki kelarutan yang terbatas dalam air yaitu 8,3 g/100 mL (Fessenden 1992).

Fenol merupakan senyawa yang bersifat toksik dan korosif terhadap kulit dan pada

konsentrasi tertentu dapat menyebabkan gangguan kesehatan manusia hingga

kematian pada organisme (Qadeer and Rehan, 1998).

2.3.3 Terpenoid /Steroid

Steroid adalah lipid terpenoid yang dicirikan dengan empat ring karbon yang

menyatu satu sama lain ( four fised ring ) yang setiap ringnya tersusun dengan pola 6-

6-6-5. Pola ring tersebut sering disimbolkan dengan huruf A,B,C,D. Steroid kaya

akan gugus fungsi yang terikat pada ring ring tersebut. Ratusan steroid memiliki
20

peranan penting ditemukan pada tumbuhan. Struktur dasar terpenoid/steroid dapat

dilihat pada Gambar 2.3.3

Gambar 2.3.3
Struktur dasar Terpenoid/Steroid
Sumber : (Cowan 1999)

Menurut Cowan (1999), mekanisme penghambatan bakteri oleh senyawa

steroid diduga dengan cara merusak membrane sel bakteri. Steroid dapat

meningkatkan permeabilitas membran sel sehingga akan terjadi kebocoran sel yang

diikuti dengan keluarnya materi intraseluler. Dari penelitian yang dilakukan oleh

Novadiana dkk, (2014), bahwa senyawa steroid hasil isolasi dari fraksi kloroform

ekstrak etanol diperoleh nilai LC50 sebesar 96,4096 ppm yang membuktikan bahwa

steroid yang diisolasi bersifat toksik terhadap larva udang Artemia salina Leach.

2.3.4 Flavonoid

Flavonoid merupakan senyawa fenolik terbesar yang ditemukan dialam.

Senyawa ini memiliki kerangka dasar yang terdiri dari 15 atom karbon, dimana dua

cincin benzene (C6) terikat pada satu rantai propan (C3) sehingga membentuk suatu

susunan C6-C3-C6. Susunan ini dapat menghasilkan tiga jenis struktur, yakni 1,3-

diarilpropan atau flavonoid, 1,2-diarilpropan atau isoflavonoid, dan 1,1-diarilpropan


21

atau neoflavonoid (Achmad, 1986). Dari tiga jenis strukur dasar senyawa flavonoid

dapat dilihat pada gambar 2.3.4

Gambar 2.3.4
Struktur Senyawa Flavonoid
Sumber : (Achmad, 1986)

Senyawa-senyawa flavon ini mempunyai kerangka 2-fenilkroman, dimana

posisi orto dari cincin A atau atom karbon yang terikat pada cincin B dari 1,3-

diarilpropan dihubungkan oleh jembatan oksigen, sehingga membentuk suatu cincin

heterosiklik yang baru (cincin C) (Achmad, 1986). Menurut Leone dkk, (2015),

flavonoid mampu menghambat enzim tripsin yang berada di mid-gut larva dan akan

menyebabkan larva kekurangan nutrisi serta perkembangannya terhambat dan mati.

2.3.5 Tanin

Tanin merupakan senyawa polifenol yang berarti termasuk dalam senyawa

fenolik. Terdapat dua jenis utama tanin yaitu, tanin terkondensasi yang tersebar pada

paku-pakuan, angiosperma, dan gymnospermai, dan tanin terhidrolisis yang terdapat

pada tumbuhan berkeping dua. Tanin terdapat luas dalam tanaman berpembuluh dan
22

juga tanin dapat bereaksi dengan protein membentuk kopolimer yang tidak dapat larut

dalam air. Senyawa-senyawa tanin ditemukan pada banyak jenis tumbuhan senyawa

ini berperan penting untuk melindungi tumbuhan dari pemangsaan oleh herbivora dan

hama, serta berbagai agen pengatur dalam metabolisme tumbuhan. Tanin memimiliki

berat molekul berkisar antara 500 sampai 3000 ester asam galat dan lebih besar dari

20.000 proantosianidin ( Harborne, 1987 )

Tanin dikelompokkan menjadi dua bentuk senyawa yaitu :

1. Tanin Terhidrolisis

Tanin dalam bentuk ini adalah tanin yang terhidrolisis oleh asam atau enzim

yang menghasilkan asam galat dan asam elagat. Secara kimia, tanin terhidrolisis

dapat merupakan ester atau asam fenolat. Senyawa tanin bila direaksikan dengan feri

klorida akan mengahasilkan perubahan warna menjadi biru kehitaman. Struktur

senyawa tanin terhidrolisis dapat dilihat pada gambar 2.2.5

Gambar 2.2.5
Asam Galat dan Asam Elagat
Sumber : (Tatang, 2019)
23

2. Tanin Terkondensasi

Tanin jenis ini resisten terhadap reaksi hidrolisis dan biasanya diturunkan

dari senyawa flavonol, katekin, dan flavan-3,4-diol. Pada penambahan asam atau

enzim, senyawa ini akan terdekomposisi menjadi plobapen. Pada proses destilasi,

tanin terkondensasi berubah menjadi katekol, oleh karenanya sering disebut sebagai

tanin katekol. Tanin terkondensasi akan menghasilkan senyawa berwarna hijau ketika

ditambahkan dengan ferri klorida.

2.4 Simplisia

2.4.1 Pengetian Simplisia

Simplisia adalah bahan alami yang digunakan sebagai obat dan belum

mengalami pengolahan apapun. Simplisia terdiri atas tiga golongan yaitu simplisia

nabati, simplisia hewani, dan simplisia pelikan/mineral (Depkes RI 1985). Simplisia

nabati adalah simplisia yang dapat berupa tanaman utuh, bagian tanaman, eksudat

tanaman, atau gabungan antara ketiganya. Simplisia hewani adalah simplisia berupa

hewan utuh atau zat – zat yang berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum

berupa bahan kimia murni. Simplisia pelikan atau mineral adalah simplisia berupa

bahan pelikan atau mineral yang belum diolah atau telah diolah dengan cara

sederhana dan tidak berupa bahan kimia murni (Gunawan & Mulyani 2004).

2.4.2 Pengeringan Simplisia

Tujuan pengeringan adalah untuk menurunkan konsentrasi air sehingga bahan

tersebut tidak mudah ditumbuhi kapang dan bakteri, menghilangkan aktivitas enzym

yang bisa menguraikan lebih lanjut kandungan zat aktif, dan memudahkan dalam hal
24

proses pengelolaan selanjutnya (Gunawan & Mulyani 2004). Pengeringan simplisia

dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu pengeringan dibawah sinar matahari dan

pengeringan teduh (Depkes RI 2008).

Kandungan air pada simplisia yang telah dikeringkan dapat mencapai 10 % atau

lebih, namun disyaratkan kandungan lembab harus kurang dari 3 %. Kandungan air

yang tinggi atau kondisi penyimpanan yang basah dapat menyebabkan kerusakan

material tumbuhan akibat mikroba (Voigt 1994).

2.5 Metode Ekstraksi

Ekstraksi merupakan suatu cara untuk mengambil atau menarik komponen

kimia yang terkandung dalam sample menggunakan pelarut yang sesuai. Tujuan

ekstraksi adalah untuk menarik semua senyawa organik atau komponen kimia yang

terdapat dalam sampel dengan pelarut tertentu. Ekstraksi ini didasarkan pada

perpindahan masa komponen zat padat ke dalam pelarut dimana perpindahan mulai

terjadi pada lapisan antar muka, kemudian berdifusi masuk ke dalam pelarut

(Sudarma, 2014).

Pemilihan pelarut dalam mengekstraksi senyawa bahan alam merupakan hal

yang sangat penting karena dengan pelarut yang tepat akan mendapatkan hasil

ekstraksi yang maksimal. Tahapan ekstraksi untuk senyawa yang tidak diketahui

sifatnya dimulai dari pelarut non polar kemuadian dilanjutkan dengan pelarut polar.

Tahapan ekstaksi ini tidak dapat dibalik artinya tidak bisa dimulai dengan pelarut

polar karena pelarut polar tidak bersifat selektif sehingga senyawa non polar atau

medium polar mungkin dapat terekstrak dengan pelarut polar, selain itu kelarutan
25

tidak saja dipengaruhi oleh polaritas namun juga dipengaruhi oleh volume pelarutnya

(Sudarma, 2014).

Ada beberapa medote ekstraksi sampel bahan alam antara lain maserasi,

perkolasi, sokletasi, dan refluks (Atun, 2014).

a. Maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan

pelarut. Pelarut akan menembus dinding sel dan masuk kedalam rongga sel yang

mengandung bahan aktif, zat aktif akan larut karena adanya perbedaan konsentrasi

antara larutan zat aktif didalam sel dengan yang ada diluar sel, maka larutan yang

terpekat didesak keluar. Peristiwa tersebut terjadi secara berulang sehingga terjadi

keseimbangan konsentrasi antara larutan diluar dan didalam sel. Filtrat yang

diperoleh dari proses tersebut diuapakan dengan alat penguap putar vacum rotary

evaporator hingga menghasilkan ekstrak pekat (Kristanti, 2008). Keuntungan utama

metode ekstraksi maserasi yaitu, prosedur dan peralatan yang digunakan sederhana,

tidak dilakukan pemanasan sehingga bahan alam tidak menjadi terurai. Ekstraksi

dingin memungkinkan banyak senyawa yang dapat terekstrak, meskipun beberapa

senyawa memiliki kelarutan terbatas dalam pelarut ekstraksi pada suhu kamar

(Heinrich,2004).

b. Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru dan sempurna yang

umumnya dilakukan pada termperatur ruangan. Prinsip perkolasi adalah dengan

menempatkan serbuk simplisia pada suatu bejana silinder, yang bagian bawahnya

diberi sekat berpori. Proses ini terdiri dari tahap pengembangan bahan, tahap maserasi
26

antara, tahap perkolasi sebenarnya, terus menerus sampai diperoleh ekstrak yang

jumlahnya dua kali lebih banyak dari sampel awal yang diekstrak (Depkes, 2000).

c. Sokletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru, umumnya

dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi berlanjut dengan jumlah

pelarut yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Biomassa ditempatkan

dalam wadah soklet yang dibuat dari kertas saring, melalui alat ini pelarut akan terus

direfluks. Alat soket ini akan mengosongkan isinya kedalam labu dasar bulat setelah

mencapai kadar tertentu. Setelah pelarut segar melewati alat ini melalui pendingin

refluks, eksraksi berlangsung sangat efisien dan senyawa dari biomassa secara efektif

ditarik kedalam pelarut karena konsentrasi awalnya rendah dalam pelarut (Depkes,

2000). Keuntungan utama metode sokletasi adalah metode ekstraksi terbaik untuk

memperoleh hasil ekstrak yang banyak dan juga pelarut yang digunakan lebih sedikit

(efisien bahan) , waktu yang digunakan lebih cepat, sampel yang diekstraksi secara

sempurna karena dilakukan berulang-ulang. Selain itu karena aktivitas biologinya

tidak hilang saat dipanaskan teknik ini dapat digunakan dalam pencarian induk obat

(Heinrich, 2004).

d. Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya selama

waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya

pendinginan balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu pertama

sampai tiga kali sehingga dapat termasuk ekstraksi sempurna (Depkes, 2000).
27

2.6 Kromatografi Gas-Spektrometri Massa (GC-MS)

GC-MS adalah teknik analisis yang menggabungkan dua metode analisis

yaitu kromatografi gas dan spektrometri massa. Kromatografi gas adalah metode

analisis, dimana sampel terpisahkan secara fisik menjadi bentuk molekul-molekul

yang lebih kecil (hasil pemisahan berupa kromatogram). Sedangkan spektrometri

massa adalah metode analisis dimana sampel yang akan dianalisis diubah menjadi

ion-ionnya, dan massa dari ion-ion tersebut dapat diukur berupa spectrum massa

(Hermanto,2008). Pada metode ini komponen yang terdapat dengan kecepatan yang

berbeda dimana interaksi komponen dengan fase diam dengan waktu yang paling

cepat akan keluar pertama dari kolom dan yang paling lambat akan keluar paling

akhir (Eaton,1989). Kromatografi gas merupakan metode yang tepat dan cepat untuk

membaca kandungan senyawa yang terdapat pada suatu sampel. Waktu yang

dibutuhkan beragam, mulai dari beberapa detik untuk campuran sederhana sampai

berjam-jam untuk campuran yang mengandung 500-1000 komponen (Gritter et al.,

1991).

Pada sistem GC-MS ini, yang berfungsi sebagai detector adalah spectrometer

massa yang terdiri dari system analisis dan sistem ionisasi, dimana electron Impact

Ionnization (EL) adalah metode ionisasi yang umum digunakan (Agusta, 2000).

Spektrometer mampu menganalisis cuplikan yang jumlahnya sangat kecil dan

menghasilkan data yang berguna mengenai struktur dan identitas senyawa organik.

Jika eluen dari kromatografi gas diarahkan ke spektrometer massa, maka informasi

mengenai struktur untuk masing-masing puncak pada kromatogram dapat diperoleh.


28

Spektrum massa diukur secara otomatis pada selang waktu tertentu atau pada

maksimum, dan tengah-tengah puncak ketika keluar dari kolom. Kemudian data

disimpan dikomputer, dan dapat diperoleh hasil kromatogram disertai integrasi semua

puncak. Disamping itu, kita dapat memperoleh spektrum massa masing-masing

komponen. Spektrum ini dapat dipakai identifikasi senyawa yang pernah diketahui

dan sebagai sumber informasi struktur dan bobot molekul senyawa baru (Gritter et

al., 1991).

Peningkatan penggunaan GC-MS banyak digunakan yang dihubungkan

dengan komputer dimana dapat merakam dan menyimpan data dari sebuah analisis

akan berkembang pada pemisah yang lebih efisien. Karena komputer dapat di

program untuk mencari spektra library yang langka, membuat identifikasi dan

menunjukkan analisis dari campuran gas tersebut (Willett, 1987).

2.6.1 Prinsip Kerja GC-MS

Pada GC hanya terjadi pemisahan untuk mendapatkan komponen yang

diinginkan, sedangkan bila dilengkapi dengan MS (berfungsi sebagai detector) akan

dapat mengidentifikasi komponen tersebut, karena bisa mendapat spectrum bobot

molekul pada suatu komponen yang dapat dibandingkan langsung dengan library

(refence) pada software (Gritter et al., 1991).

Proses pemisahan pada GC terjadi didalam kolom (kapiler) melibatkan dua

fase, yaitu fase diam dan fase gerak. Fase diam adalah zat yang ada didalam kolom,

dan dase gerak adalah gas pembawa (helium atau hydrogen) dengan kemurnian

tinggi. Proses pemisahan terjadi karena terdapat kecepatan alir tiap molekul didalam
29

kolom. Perbedaan tersebut disebabkan oleh perbedaan afinitas antar molekul dengan

fase diam yang ada didalam kolom. Proses pendektesian pada MS diawali dengan

diubahnya sampel yang berasal dari GC menjadi ion-ion gasnya terlebih dahulu.

Kemudian ion-ion tersebut dilewatkan melalui suatu penganalisis massa (mass

analyzer) yang berfungsi secara selektif untuk memisahkan ion dengan satuan massa

atom yang berbeda. Terakhir ion-ion tersebut dideteksi oleh electron multiplier

detector (lebih peka dari detektor biasa) (Lingga, 2004).

2.6.2 Instrumen GC-MS

Instrument GC yang mengguanakan spectrometer massa (MS) sebagai

detector dapat digunakan untuk memisahkan campuran komponel dalam suatu

sampel, sekaligus mengidentifikasi komponen-komponen tersebut pada tingkat

molekuler. Senyawa-senyawa yang terpisah dari analisis GC akan keluar dari kolom

dan mengalir ke dalam MS, kemudian senyawa-senyawa tersebut teridentifikasi

berdasarkan bobot molekul. Molekul-molekul analat yang bersifat netral diubah

menjadi ion-ion dalam fase gas. Ion-ion yang dihasilkan kemudian dipisahkan

menurut rasio massanya (m/e). spectrum massa dari analat yang muncul

dibandiingkan dengan spectrum pada library MS sehingga akan diketahui bobot

molekul dari analat tersebut (Skoog et al., 2004). Skema GC-MS dapat dilihat pada

Gambar 2.6.2
30

Gambar 2.6.2
Skema GCMS
Sumber : ( Roth, 1988)

Bagian instrumentasi Kromatografi Gas-Spektometer Massa sebagai berikut

(Khopkar,1990) (Sudjadi, 1986) (Underwood dan Day, 2002).

1. Pengatur aliran gas (Gas Flow Conttroller). Tekanan diatur sekitar 1-4 atm

sedangkan aliran diatur 1-1.000 liter gas per menit. Fase bergerak adalah gas

pembawa, yang lazim digunakan adalah He, N2, H2 Ar, tetapi detector

konduktivitas termal, He lebih disukai karena konduktivitas yang tinggi. Gas


31

pembawa dialirkan lebih dahulu pada suatu silinder yang berisi molecular sieve

untuk menyaring adanya kontaminasi pengotor.

2. Tempat ijeksi sampel (injector). Sampel diijeksikan dengan suatu mikro syringe

melalui suatu septum karte silicon kedalam kotak logam yang panas. Banyaknya

sample 0,5-10 µL.

3. Kolom kromatografi. Tempat berlangsungnya proses kromatografi, kolom

memiliki variasi dalam ukuran dan bahan isian. Ukuran yang umum sepanjang 6

kaki dan berdiameter 1/4 inci, terbuat dari tabung tembaga atau baja tahan karat,

berbentuk spiral. Tabung diisi dengan suatu bahan padat halus dengan luas

permukaan besar yang relatif inert. Padatan tersebut adalah sebuah penyangga

mekanik untuk cairan. Sebelum diisi padatan tersebut diimpregasi dengan cairan

yang diinginkan yang berperan sebagai fase stasioner. Cairan ini harus stabil dan

tidak mudah menguap pada temperatur ruang dan harus sesuai untuk pemisahan

tertentu.

4. Interface, berfungsi untuk mengirimkan sampel dari GC ke MS dengan

meminimalkan kehilangan sampel saat pengiriman.

5. Sumber ion ( ion source ). Tempat terjadinya proses ionisasi dari molekul yang

berupa uap. Molekul tersebut akan kehilangan satu electron dan terbentuk ion

molekul bermuatan positif. Proses lain molekul menangkap satu electron

bermuatan negatif.
32

6. Pompa vakum ( vacuum pump ). Pompa vakum tinggi untuk mengurangi dan

mempertahankan tekanan pada MS saat analisis dan pompa vakum rendah umtuk

mengurangi tekanan udara luar MS.

7. Penganalisis massa ( mass analyzer ). Susunan alat untuk memisahkan ion-ion

dengan perbandingan massa terhadap muatan yang berbeda. Penganalisis massa

harus dapat membedahkan selisih massa yang kecil serta dapat menghasilkan arus

ion yang tinggi.

8. Detektor peka terhadap komponen-komponen yang terpisahkan didalam kolom

serta mengubah kepekaannya menjadi sinyal listrik. Kuat lemahnya sinyal

bergantung pada laju aliran massa sampel dan bukan pada konsentrasi sampel gas

penunjang.

2.7 Uraian Hewan Uji

Udang ( Artemia salina Leach ) adalah udang yang termasuk dalam family

artemiidae, merupakan udang-udangan tingkat rendah yang hidup sebagai

zooplankton, yang menghuni perairan-perairan yang berkadar garam tinggi. Artemia

salina Leach hidup diperarian berkadar garam tinggi agar dapat terhindar dari musuh,

karena pada kadar tersebut musuh tidak dapat bertahan hidup. Artemia salina Leach

dapat digunakan sebagai hewan uji dilaboratorium bioassay agar diketahui toksisitas

dari suatu bahan atau zat yang berada dalam ektrak tanaman dengan perhitungan

konsentrasi yang menimbulkan 50% kematian anggota populasi hewan uji

(Mudjiman, 1989).
33

2.7.1 Klasifikasi udang ( Artemia salina Leach )

Klasifikasi udang Artemia salina Leach menurut Barret, dkk., (2010)

diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom : Animalia

FIlum : Arthopoda

Kelas : Crustacea

Subkelas : Branchiopoda

Ordo : Anostraca

Familia : Artemiidae

Genus : Artemia

Spesies : Artemia salina Leach

Berikut merupakan bentuk larva Artemia salina Leach dewasa dapat dilihat pada

gambar 2.7.1

Gambar 2.7.1
Artemia salina Leach
Sumber : (Mudjiman, 1989)
34

2.7.2 Morfologi dan Siklus Hidup Larva Uji ( Artemia salina Leach )

a. Telur

Istilah untuk telur artemia adalah siste, yaitu telur yang telah berkembang

lebih lanjut menjadi embrio dan kemudian diselubungi oleh cangkang yang tebal dan

kuat. Cangkang ini berguna untuk melindungi embrio terhadap pengaruh kekeringan,

benturan keras, sinar ultraviolet, dan mempermudah pengapungan. Oleh karena itu ia

sangat tahan terhadap keadaan lingkungan yang buruk (Mudjiman, 1989).

b. Larva

Apabila siste artemia direndam dalam air laut bersuhu 25◦C, maka akan

menetas dalam waktu 24-36 jam. Dari dalam cangkangnya keluarlah larva yang juga

dikenal dengan istilah nauplius. Dalam perkembangan selanjutnya, larva akan

mengalami 15 kali perubahan bentuk atau metamorphosis. Setiap kali larva berubah

bentuk merupakan suatu tingkatan. Larva tingkat 1 dinamakan instar I , demikian

seterusnya sampai instar XV. Setelah itu berubah menjadi artemia dewasa

(Mudjiman, 1989). Larva yang baru saja menetas masih dalam tingkatan instar I

warnahnya kemerah-merahan karena masih banyak mengadung banyak cadangan

makanan. Oleh karena itu larva pada tingakatan I masih belum perlu makan. Anggota

badan terdiri dari sepasang sungut kecil (antenule atau antena I) dan sepasang sungut

besar (antena II). Dibagian sungut besar terdapat sepasang mandibulata (rahang) yang

kecil, sedangkan ventral (perut) labrum (Mudjiman, 1989).

Pada tingkatan selanjutnya mulai terbentuk sepasang mata majemuk , selain

itu berangsur-angsur tumbu tunas-tunus kakinya. Setelah menjadi instar XV , kakinya


35

sudah lengkap sebanyak 11 pasang , maka berakhirlah masa larva dan berubah

menjadi artemia dewasa (Mudjiman, 1989).

c. Artemia Dewasa

Artemia dewasa bentuknya telah sempurna dan menyerupai udang kecil

dengan ukuran panjang sekitar 1 cm, dengan kakinya yang sudah lengkap sebanyak

11 pasang yang secara khusus dibelakang kaki (torakopoda) baik pada jantan maupun

yang betina, antena-I nya tetap saja sebagai sungut, yang fungsinya sebagai alat

peraba. Pada artemia jantan antena II berubah menjadi alat penjepit yang membesar

dan berotot yang kegunaannya untuk berpegangan pada betina waktu menjelang

perkawinan. Pada betina antena II-nya mengalami penyusutan yang akhirnya berubah

menjadi alat peraba. Dibelakang kaki (torakopoda) jantan terdapat sepasang alat

kelamin luarnya, sedangkan pada betina terdapat sepasang indung telur (ovarium)

yang terletak pada sebelah kanan dan kiri saluran pencernaan (Mudjiman, 1989).

Morfologi dan siklus hidup larva udang Artemia salina Leach dapat dilihat pada

gambar 2.7.2

Gambar : 2.7.2
Siklus Hidup Artemia salina Leach
Sumber : Mudjiman, 1989)
36

2.7.3 Lingkungan Hidup Artemia salina Leach

a. Suhu

Artemia tidak dapat bertahan hidup pada suhu kurang dari 6◦C atau lebih dari

35◦C, tetapi hal ini sangat tergantung pada ras dan kebiasaan tempat hidup mereka.

Pertumbuhan artemia yang baik berkisar pada suhu antara 25◦C-30◦C (Mudjiman,

1989).

b. Kadar garam

Perkembangan artemia membutuhkan kadar garam yang tinggi, sebab pada

kadar garam yang tinggi musuh-musuh tidak dapat hidup, sehingga artemia akan

aman tanpa gangguan. Untuk pertumbuhan telur, ternyata dibutuhkan air yang kadar

garamnya lebih rendah dari pada suatu batas tertentu (Mudjiman, 1989).

c. Oksigen terlarut

Artemia dapat hidup dan menyesuaikan diri pada tempat yang kadar

oksigennya rendah maupun yang mengalami kejenuhan oksigen (Mudjiman, 1989).

d. pH

Pengaruh pH terhadap kehidupan artemia muda dan artemia dewasa belum

jelas namun berpengaruh pada penetasan telur. Apabila pH untuk penetasan kurang

dari 8, maka efisiensi penetasan akan menurun (Mudjiman, 1989).

2.7.4 Cara Penetasan Telur Artemia salina Leach

Telur artemia dapat ditetaskan dalam air laut biasa (kadar garam 30 per-mil).

Untuk mencapai hasil penetasan yang baik diperlukan air berkadar garam 5 permil

yang dibuat dengan cara pengenceran air laut biasa dengan air tawar. Agar pH air laut
37

yang diencerkan tidak turun namun tetap antara 8-9 maka perlu ditambahkan natrium

hidrokarbonat sebanyak 2g/L. Selain itu dapat juga digunakan air laut buatan yang

berkadar garam 5 permil (Mudjiman, 1989).

Terjadinya penetasan cangkang telur dibantu oleh kegiatan enzim, yaitu enzim

penetasan. Enzim ini bekerja pada pH > 8 (antara 8-9). Suhu air selama penetasan

hendaknya tetap, yaitu berkisar 25◦C-30◦C. Kadar oksigen harus lebih dari 2 mg/L.

untuk itu perlu diaerasi (diberi udara/oksigen). Sebagai sumber udara dapat

digunakan penghembus udara yaitu aerator dan berikan penerangan selama proses

penetasan (Mudjiman, 1989).

2.8 Pilihan penggunaan Artemia salina Leach pada metode BSLT

Artemia salina Leach secara luas telah digunakan untuk pengujian aktivitas

farmakologi ekstrak suatu tanaman. Artemia juga merupakan hewan uji yang

digunakan untuk praskrining aktivitas antikanker di National Cancer Institude (NCI).

Uji BSLT dengan hewan uji artemia dapat digunakan untuk skrining awal terhadap

senyawa-senyawa yang diduga berkhasiat sebagai antitumor maupun fisiologis

tertentu ( Anderson dkk., 1991 ).

Artemia salina digunakan sebagai hewan uji karena memiliki kesamaan

tanggapan dengan mamalia, misalnya tipe DNA-dependent RNA polymerase artemia

serupa dengan yang terdapat pada mamalia dan organisme yang memiliki ouabaine-

sensitive Na+ dan K+ dependent ATPase, sehingga senyawa maupun ekstrak yang

memiliki aktivitas pada sistem tersebut dapat terdeteksi. Jika suatu senyawa tersebut

bekerja mengganggu kerja salah satu enzim ini pada artemia dan menyebabkan
38

kematian artemia, maka senyawa tersebut bersifat toksik dan dapat menyebabkan

kematian mamalia (Solis et al., 1993).

2.9 Uji Toksisitas

Uji toksisitas pada kulit batang kelor dilakukan dengan menggunakan metode

Brine Shrimp Lethality Test ( BSLT ). Metode ini merupakan suatu metode yang

digunakan untuk menguji bahan – bahan alam yang bersifat toksik dengan

menggunakan hewan percobaan berupa larva udang Artemia salina Leach. Selain itu

untuk mengukur tingkat toksisitas pada suatu senyawa dapat dilakukan dengan

menggunakan pengukuran LC50 ( Lethal Concentration 50% ). Pada metode BSLT

tingkat suatu senyawa dari ekstrak dapat ditentukan dengan melihat nilai LC 50 yang

dihitung menggunakan metode analisis probit. Dari presentase data kematian larva

artemia dikonversikan ke nilai probit menggunakan microsoft excel untuk mengitung

nilai LC50. Apabila nilai LC50 < 1.000 ppm maka senyawa bersifat toksik

(Solis et al., 1993).

2.9.1 Metode Brine Shrimp Lathality Test

BSLT merupakan suatu bioassay yang pertama untuk penelitian bahan alam

dan salah satu metode uji bahan-bahan yang bersifat toksik. Keunggulan dari uji

BSLT ini tidak menghabiskan banyak waktu, prosedurnya sederhana,cepat tidak

membutuhkan banyak biaya, tidak membutuhkan teknik aseptic, tidak memerlukan

peralatan khusus dan hanya membutuhkan sedikit sampel uji. Bioassay adalah uji

yang menggunakan organisme hidup untuk mengetahui efektivitas suatu bahan hidup

ataupun bahan organik dan anorganik. Metode BSLT menurut Meyer et al (1982),
39

yaitu menggunakan larva udang Artemia salina Leach sebagai hewan coba dan

merupakan uji toksisitas akut karena efek toksik dari suatu senyawa ditentukan dalam

waktu singkat (selama 24 jam) setelah pemberian dosisi uji. Tingkat toksisitas suatu

bahan dapat dilihat pada table 2.9.1

Tabel 2.9.1
Kategori toksisitas suatu bahan
Kategori LC50 ppm
Tidak toksik >1000
Sangat toksik <30
Toksik 30-1000
III. METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret 2021 hingga bulan Juli 2021,

terhitung sejak persiapan sampel sampai akhir penelitian. Tempat pengambilan

sampel kulit batang kelor di Kel. Pedungan, Denpasar selatan. Sedangkan tempat

pembelian telur Artemia salina di Kab. Badung-Mengwi. Pelaksanaan penelitian

dilakukan di Laboratorium Sumber Daya Genetika dan Biologi Molekuler

Universitas Udayana, Laboratorium Forensik Polresta Denpasar, dan penelitian

secara mandiri dirumah.

3.2 Bahan dan Alat

3.2.1 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kulit batang kelor

yang diperoleh diwilayah kota Denpasar , etanol 96%, telur udang Artemia salina

Leach, natrium hidrokarbonat, ragi roti, air tawar, dan garam ikan.

3.2.2 Alat

Alat yang digunakan yaitu oven, blender, toples, labu erlenmeyer, vacuum

rotary evaporator, sendok, botol vial 30 mL, timbangan analitik, kertas saring, gelas

ukur, aluminium foil, sentrifuge, GC-MS tipe GC7890B (SN US17213016) MSD

5977B (SNG7078B US1721D001), tisue, gunting, cawan petri, gelas ukur, pipet

tetes, micro pipet, pisau, plastik, sendok, corong, camera, dan lampu pijar 25 watt.

40
41

3.3 Pelakasanaan Penelitiaan

3.3.1 Persiapan Sampel

Sampel kulit batang kelor diambil diwilayah Kota Denpasar merupakan

tanaman yang sudah berumur 15 tahun karena tanaman tersebut berada pada masa

stasioner sehingga kandungan metabolit yang dikandung cukup tinggi ( Krisnadi,

2015). Kulit batang kelor dipotong kecil-kecil menggunakan pisau sebanyak 3 kg,

lalu di cuci dengai air sampai bersih, selanjutnya di sortasi untuk memisahkan sampel

dari kotoran. Kemudian sampel dimasukkan ke oven dengan suhu 50⁰C selama 7 x 24

jam, agar air yang masih terkandung dalam kulit batang kelor menguap hingga

mencapai berat konstan (Tapotubun, 2018). Selanjutnya kulit batang kelor yang telah

kering konstan diblender hingga halus.

3.3.2 Ekstraksi dengan metode Maserasi

Ekstraksi yang dilakukan adalah ekstraksi metode dingin yaitu maserasi

dengan menggunakan pelarut etanol 96% sebanyak 3 liter dengan perbandingan 1:10.

Maserasi atau perendaman dilakukan sebanyak 4 x 24 jam sambil sesekali dilakukan

pengadukan ( Senja et al., 2014 ). Hasil maserasi kemudian disaring menggunakan

kertas saring sehingga dihasilkan filtrat dan residu. Filtrat yang diperoleh kemudian

dipekatkan menggunakan vacuum rotary evaporator pada suhu 35⁰C dengan

perputaran 128 rpm hingga diperoleh ekstrak kental berupa pasta ( Putriani, 2013 ).

3.4 Identifikasi senyawa bioaktif Kulit batang kelor menggunakan GC-MS

Identifikasi ekstrak kulit batang kelor untuk mengetahui senyawa kulit

bioaktif mengacu pada prosedur GC-MS Laboratorium Forensik Polresta Denpasar


42

yaitu sebanyak 1 mg ekstrak kental dilarutkan etanol 96% sebanyak 900 µl.

Selanjutnya dimasukan kedalam alat sentrifuge selama 3 menit dengan pengenceran

30 kali agar sampel tersebut homogen. Setelah itu cairan bening hasil sentrifuge yang

sudah homogen tersebut dideteksi, dengan cara pipet 1 µl cairan bening paling atas

dinjeksikan kedalam injector menggunakan split dengan kolom HP-5MS U, ukuran

panjang kolom 30 m, diameter kolom 0,25 mm, dan ketebalan kolom fase diam 0,25

µm. Temperatur oven diatur pada suhu 70◦C selama 3 menit, perlahan-lahan

temperatur ditingkatkan rata-rata 10◦C per menit sampai mencapai suhu 290◦C. Suhu

290◦C dipertahankan selama 2 menit. Temperatur saat sampel dinjeksi yaitu pada

suhu 230◦C. analisis sampel ekstrak kulit batang kelor menggunakan gas N2 sebagai

carier dan split 1:50. Sampel didalam injector dibawah kedalam kolom. Kolom akan

memisahkan komponen-komponen dari cuplikan, setelah terpisah kandungan

senyawa tersebut akan dideteksi oleh detector dan sinyal dikeluarkan dalam bentuk

grafik kromatogram. Kandungan senyawa yang memiliki afinitas rendah terhadap

fase gerak akan keluar pertama dari kolom, akibatnya waktu retensi yang dimiliki

kecil. Kandungan senyawa yang memiliki afinitas besar akan keluar dari kolom

kemudian dengan waktu retensi yang besar. Puncak-puncak kromatogram yang

merupakan hasil pemisahan kandungan senyawa-senyawa aktif akan diterima oleh

detector pada spectrometri massa. Spektrometri massa dari senyawa aktif yang

terkandung dalam ekstrak kulit batang kelor akan diukur secara otomatis berdasarkan

waktu retensi yang dimiliki oleh setiap kandungan senyawa aktif tanaman.

Selanjutnya senyawa yang terdapat dalam sampel diidentifikasi dengan


43

membandingkan waktu retensi masing-masing puncak kromatografi dengan senyawa

yang terdapat didalam database.

3.5 Uji Toksisitas menggunakan Metode BSLT

3.5.1 Penyiapan Larva udang Artemia salina Leach

Penyiapan larva udang yaitu dengan menetaskan telur artemia dengan larutan

air garam. Larutan air garam dibuat dengan cara melarutkan 40 g garam laut ke 2.000

mL air tawar kedalam toples plastik yang sudah diberikan penerangan menggunakan

lampu pijar 25 watt dan diaerasi menggunakan aerator. Kemudian tambahkan natrium

hidrokarbonat sebanyak 2g/L agar pH air normal berkisaran 8-9. Selanjutnya telur

Artemia salina dimasukkan kedalam larutan air garam sebanyak 1 mg dan akan

menetas dalam waktu 24-36 jam. Setelah larva menetas pindahkan kedalam wadah

plastik agar cangkang dan larva terpisah. Selama 2-3 hari kemudian larva sudah

mencapai instar II berbentuk bulat lonjong dengan panjang sekitar 400 mikron, lebar

170 mikron, dan berat 0,002 mg. Larva ini siap digunakan sebagai hewan uji

(Wibowo dkk., 2013).

3.5.2. Pembuatan Konsentrasi Sampel

Ekstrak kental kulit batang kelor (Moringa oleifeira) ditimbang sebanyak 50

mg, selanjutnya dilarutkan dalam etanol 96 % sebanyak 5 mL sehingga diperoleh

larutan 10.000 ppm sebagai larutan induk. Konsentrasi yang digunakan dalam

penelitian ini yaitu 500 ppm, 250 ppm, 125 ppm, 50 ppm, 10 ppm, dan 0 ppm sebagai

kontrol (tanpa penambahan larutan induk). Untuk membuat konsentrasi 500 ppm, 250

ppm,125 ppm, 50 ppm, dan 10 ppm yaitu pipet larutan induk masing-masing
44

sebanyak 250 µl, 125 µl, 62,5 µl, dan 5 µl kedalam vial yang sudah diberi label

masing – masing konsentrasi.

Untuk kontrol dibuat dengan memasukan 5 mL larutan air garam kedalam botol vial

tanpa penambahan larutan induk (Meyer, dkk., 1982).

Rumus Pengenceran sebagai berikut :

V1.M1 = V2.M2

V1 = Volume Awal V2 = Volume Akhir

M1 = Konsentrasi Awal M2 = Konsentrasi Akhir

3.5.3 Pelaksanaan Uji

Larutan uji konsentrasi, 500 ppm, 250 ppm, 125 ppm, 50 ppm, dan 10 ppm,

masing-masing diuapkan dengan cara diangin-anginkan agar pelarutnya menguap.

Selanjutnya pipet 1 mL larutan air garam kedalam masing-masing botol vial.

Masukkan larva udang sebanyak 10 ekor yang sehat dan bergerak aktif, pada tiap-

tiap vial tambahkan 1 mL suspensi ragi untuk sebagai makanan larva artemia dan

tambahkan larutan air garam pada botol vial 500 ppm, 250 ppm, 125 ppm, 50 ppm,

dan 10 ppm hingga mencapai 5 ml. Percobaan ini di lakukan replikasi sebanyak 3

kali.

Replikasi pada penelitian ini bertujuan agar memperoleh keakuratan data dan

mengurangi kesalahan dalam penelitian (Muaja, 2013). Jumlah total larva yang

digunakan dalam penelitian ini yaitu 180 ekor yang dimasukkan kedalam 18 botol

vial. Setelah 24 jam perlakuan, larva udang diamati menggunakan lup. Pengamatan
45

kematian larva Artemia salina Leach dilihat dari pergerakan larva yang hidup dan

larva yang mati.

Jika tidak ada pergerakan pada larva tersebut, maka hitung kematian pada tiap-tiap

konsentrasi menggunakan rumus :

% Mortalitas = Jumlah larva mati x 100%


Jumlah larva uji

(Nurhayati et al., 2006)

3.6 Analisis data

Data hasil penelitian akan diolah dan disajikan dalam bentuk tabel dan grafik.

Data dari uji toksisitas tersebut akan di analisis dengan metode analisis probit dengan

persamaan regresi linear menggunakan Microsoft Excel 2010 for Windows. Untuk

menentukan nilai LC50 dari log konsentrasi dan persamaan garis lurus y = mx + b

yaitu dengan cara mengaktifkan data analysis di menu data dengan memilih regresi

setelah itu input nilai y dan x pada jendela data regresi dan didapatkan nilai b

(intersep) dan nilai m (slope). Niilai y merupakan nilai probit yang didapatkan dari

tabel probit dengan melihat persen kematian masing – masing konsentrasi dan nilai x

sebagai log konsentrasi. Selanjutnya susun persamaan nilai y = mx + b. Setelah itu

karena yang dicari nilai LC50 maka y diisi dengan 5 karena nilai 5 itu berarti 50%

kematian hewan uji yang didapatkan dari tabel probit.

Sumbu y dapat dihitung menggunakan rumus y = mx + b


IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Ektraksi Kulit Batang Kelor (Moringa oleifera)

Hasil ekstraksi didapatkan filtrat sebayak 700 mL berwarna pekat hijau muda

kehitaman. Warna hijau yang dihasilkan disebabkan oleh pelarut etanol yang dapat

melarutkan pigmen berupa warna hijau (kholorofil) dari kulit batang kelor. Adanya

pengurangan volume filtrat disebabkan karena pelarut etanol mudah menguap dan

kemungkinan terbawa dalam residu. Filtrat yang dihasilkan kemudian dipekatkan

menggunakan vacuum rotary evaporator pada suhu 35◦C dengan perputaran 128 rpm.

Setelah itu didapatkan ekstrak kental berwarna hitam pekat sebanyak 7,8 g.

4.2 Hasil Analisis GC-MS Kulit Batang Kelor (Moringa oleifera)

Analisa senyawa bioaktif ekstrak kulit batang kelor dilakukan dengan

menggunakan metode GC-MS. Dimana kromatogram hasil analisis sampel ekstrak

kulit batang kelor (Gambar 4.2 ) memperlihatkan 9 peak yang terdeteksi sehingga ada

14 senyawa yang terdapat dalam sampel ekstrak kulit batang kelor. Keseluruhan

senyawa tersebut yang terdeteksi dapat dilihat pada lampiran.

46
47

Gambar 4.2
Kromatogram pemisahan Gas Chromatography ekstrak Kulit batang kelor

Berdasarkan hasil kromatogram terdapat 3 puncak tertinggi yaitu pada peak 7

memiliki waktu retensi 24.233 menit dan persen area 2,07%, peak 8 memiliki waktu

retensi 24.601 menit dan persen area 4,92% , dan peak 9 memiliki waktu retensi

26.125 menit dan persen area 33,66%. Senyawa – senyawa yang terdeteksi pada 3

puncak tertingi pada peak tersebut dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
48

Tabel 4.2.1
Golongan senyawa Peak 7

No RT Area% Nama Senyawa Rumus Golongan/Kegunaan


(Menit) Molekul

1 24.233 2,07 1-methyl- C9H9N3OS Golongan senyawa


4phenyl1- Fenol memiliki
5thioxo-1,2,4- kegunaan
triazolidin-3- menghambat bakteri
one bacilus subtilus
(Zuhud, 2011).

2 24.233 2,07 Benzo [ h ] C15H13N Golongan fenol yang


quinoline, 2,4- memiliki aktivitas
dimethyl- farmakologis seperti
antibakteri,antioksidan
dan lain-lain
(Moggedda, 2016)

3 24.233 2,07 Cylotrisiloxane, C6H18O3Si3 Termasuk golongan


hexamethyl- fenol yang memiliki
aktivitas farmakologis
seperti
antibakteri,antioksidan
dan lain-lain
(Moggedda, 2016)

Pada menit 24.233 senyawa yang ditemukan yaitu 1-methyl-4phenyl-

5thioxo-1,2,4-triazolidin-3-one, Benzo [ h ] quinoline, 2,4-dimethyl-, dan

Cylotrisiloxane, hexamethyl- . Senyawa 1-methyl-4phenyl-5thioxo-1,2,4-triazolidin-

3-one termasuk golongan fenol yang memiliki rumus molekul C9H9N3OS dan berat

molekul 207,25 g/mol. Senyawa ini berfungsi sebagai herbisida atau material yang
49

dibutuhkan untuk menekan atau memberantas gulma pengganggu tanaman utama

yang menyebabkan penurunan hasil pertanian. Selain itu senyawa ini memilki juga

fungsi sebagai antioksidan, antiinflamasi , dan antikanker karena enzim COX adalah

enzim yang merangsang pertumbuhan sel kanker serta dapat menghambat

perumbuhan bakteri bacillus subtilus sebesar 32% (Miwa et al 2006). Struktur

senyawa -methyl-4phenyl-5thioxo-1,2,4-triazolidin-3-one dapat dilihat pada gambar

4.2.1 a

Gambar 4.2.1 a
Struktur senyawa -methyl-4phenyl-5thioxo-1,2,4-triazolidin-3-one
Sumber : ( Pubchem, 2021 )

Senyawa Benzo [h] quinoline, 2,4-dimethyl- termasuk golongan fenol,

memiliki rumus molekul C15H13N, berat molekul 207,27 g/mol. Sesuai literatur telah

menunjukkan bahwa turunan quinoline dapat menghasilkan aktivitas farmakologis

yang luas seperti antibakteri, antijamur, antimalaria, antioksidan, dan antikanker

karena memiliki nila LC50 sebesar 80,176 ppm. Selain itu senyawa Benzo [h]

quinoline, 2,4-dimethyl- menunjukkan zona hambat yang signifikan terhadap bakteri

staphylococcus, aureus, Bacilus subtilis, dan Streptoccus Pyogenes. (Pharm Res,


50

2016). Berikut merupakan struktur senyawa Benzo [h] quinoline, 2,4-dimethyl- dapat

dilihat pada gambar 4.2.1 b

Gambar 4.2.1 b
Benzo [h] quinoline, 2,4-dimethyl-
Sumber : ( Pubchem, 2021 )

Selanjutnya senyawa yang ditemukan pada peak ini yaitu Cylotrisiloxane,

hexamthyl- merupakan golongan fenol dengan rumus molekul C6H18O3Si3, berat

molekul 222,46 g/mol yang berfungsi sebagai antimikroba dan antioksidan. Senyawa

ini juga biasa disebut organo silicon yang merupakan senyawa siklik yang digunakan

sebagai surfaktan yang berfungsi sebagai perantara dalam sintetis organik, bahan

pencerah pada tekstil, serta sebagai pelembut kulit (Moggedda, 2016). Struktur

senyawa ini dapat dilihat pada gambar 4.2.1 c

Gambar 4.2.1 c
Struktur senyawa Cylotrisiloxane, hexamthyl-
Sumber : ( Pubchem, 2021)
51

Tabel 4.2.2
Golongan Senyawa Peak 8

No RT Area Nama Senyawa Rumus Golongan/Kegunaan


(Menit) % Molekul

1 24.601 4,92 Phenylacetic acid, C20H26O2 Disebut juga


2-(1-adamantyl) Sebagai asam fenil
asetat termasuk
golongan senyawa
fenol yang
memiliki kegunaan
sebagai antikanker
dan antiinflamasi
(Triodora,dkk
2016)
2 24.601 4,92 Cyclotrisiloxane, C6H18O3Si3 Termasuk
hexamethyl- golongan fenol
yang memiliki
aktivitas
farmakologis
seperti
antibakteri,antioksi
dan dan lain-lain
(Moggedda, 2016)

3 24.601 4,92 Tris (tert- C18H45AsO3 Disebut juga


butyldimethylsilylo Si3 Sebagai asam
xy)arsane arsenat/arsenit
yang memiliki
kegunaan sebagai
insektisida dan
pestisida (Wijanto,
2005)

Pada menit 24.601 ditemukan 3 senyawa dimana terdapat 1 senyawa yang

sama pada peak 7. Senyawa tersebut yaitu senyawa Phenylacetic acid, 2-(1-
52

adamantyl) ethyl ester, senyawa Cyclotrisiloxane, hexamethyl-, dan senyawa Tris

(tert-butyldimethylsilyloxy) arsane.

Senyawa Phenylacetic acid, 2-(1-adamantyl) ethyl ester memiliki rumus

molekul C20H26O2, berat molekul 298,4 g/mol. Senyawa ini juga disebut asam fenil

asetat merupakan senyawa metabolit sekunder golongan fenol yang sering digunakan

sebagai bahan baku pembuatan penicillin dan amphetamine. Asam fenil asetat juga

digunakan sebagai bahan pembantu dalam industri parfum dan aroma karena

memiliki aroma mawar dan madu. Senyawa ini dan turunannya dapat menurunkan

produksi protas glandin ( mediator penyebab nyeri, sel kanker, dan inflamasi karena

aksi COX ( enzim siklook sigenase ) yang mengkatalisis prostaglandin (Triodora, dkk

2016). Stuktur senyawa Phenylacetic acid, 2-(1-adamantyl) ethyl ester dapat dilihat

pada gambar 4.2.2 a

Gambar 4.2.2 a
Struktur Senyawa Phenylacetic acid, 2-(1-adamantyl) ethyl ester
Sumber : ( Pubchem, 2021 )
53

Senyawa berikut yang ditemukan pada peak ini yaitu Tris (tert-

butyldimethylsilyloxy) arsane atau sering disebut sebagai asam arsenat/arsenit yang

memiliki rumus molekul C18H45Aso3Si3, berat molekul 468,726 g/mol dan memiliki

sifat yang sangat beracun karena dapat merusak sistem pencernaan pada makhluk

hidup. Selain itu asam arsenat/arsenit digunakan juga dalam industri pestisida,

insektisida untuk pengendalian hama dan penyakit maupun geothermal untuk sebagai

bahan pembuatan obat modern dalam jumlah kecil (Wijanto, 2005). Berikut

merupakan struktur senyawa Tris (tert-butyldimethylsilyloxy) arsane

Gambar 4.2.2 b
Struktur senyawa Tris (tert-butyldimethylsilyloxy) arsane
Sumber : ( Pubchem, 2021 )
54

Tabel 4.2.3
Golongan Senyawa Peak 9

No RT Area Nama Senyawa Rumus Golongan/Kegunaan


( Menit) % Molekul

1 26.125 33,66 Tris (tert- C18H45AsO3 Disebut juga


butyldimethylsilylo Si3 Sebagai asam
xy)arsane arsenat/arsenit yang
memiliki kegunaan
sebagai insektisida
dan pestisida
(Wijanto, 2005)

2 26125 33,66 Cyclotrisiloxane, C6H18O3Si3 Termasuk golongan


hexamethyl- fenol yang memiliki
aktivitas
farmakologis seperti
antibakteri,antioksid
an dan lain-lain
(Moggedda, 2016)

3 26.125 33,66 Thymol, TMS C13H22OSi Senyawa ini


derivative termasuk golongan
monoterpenoid yang
memiliki aktivitas
farmakologis seperti
analgesic,
antimikroba,
antiinflamasi, dan
antikanker ( Jack,
dkk 2006)

Pada menit 26.125 senyawa yang ditemukan pada peak ini yaitu thymol, TMS

derivative yang memiliki rumus molekul C13H22OSi dan berat molekul 222,40 g/mol.

Thymol, TMS derivative merupakan senyawa turunan hidra zone yang termasuk jenis
55

monoterpenoid. Senyawa ini dilaporkan memiliki aktivitas farmakologis seperti

antimikroba, antiinflamasi, dan antikanker. Senyawa ini diuji menggunakan garis sel

kanker manusia dan mampu menghambat pertumbuhan sebanyak 50%. Selain itu

senyawa thymol dapat berperan sebagai larvasida pada larva nyamuk anopless

penyebab malaria karena senyawa thymol bertindak sebagai racun gugus asetoksi dan

benziloksi sehingga dapat menghambat pernapasan larva ( Jack, dkk., 2006). Selain

itu pada peak ini ditemukan senyawa yang sama pada peak sebelumnya yaitu

senyawa Tris (tert-butyldimethylsilyloxy) arsane dan Cyclotrisiloxane, hexamethyl-.

Gambar 4.2.3
Struktur senyawa thymol, TMS derivative
Sumber : ( Pubchem, 2021 )

4.3 Hasil Uji Toksisitas ekstrak kulit batang kelor terhadap Larva Artemia

salina. L

Uji toksisitas digunakan sebagai uji pendahuluan pada penelitian yang

mengarah pada uji sitotoksik sehingga dapat mengetahui potensi bioaktivitas

tanaman. Tingkat toksisitas ditentukan melalui hasil perhitungan nilai LC50 dari

aktivitas senyawa yang mempengaruhi kematian larva udang Artemia salina Leach.
56

Menurut Meyer, dkk., (1982) sampel bersifat toksik apabila memiliki nilai LC50 <

1.000 ppm.

Berikut hasil uji toksisitas dari berbagai konsentrasi ekstrak kulit batang kelor

terhadap larva udang Artemia salina Leach dapat dilihat pada tabel 4.3

Tabel 4.3
Pengaruh berbagai konsentrasi ekstrak kulit batang kelor (Moringa oleifera) terhadap
larva udang Artemia salina Leach
Total Persen
Konsentrasi Rata-rata
Perlakuan Kematian kematian
(ppm) Kematian
(Ekor) (%)
Vial I Vial II Vial III
500 9 9 8 26 0,8667 86,67
250 7 5 7 19 0,6333 63,33
125 3 1 4 8 0,2667 26,67
50 1 2 2 5 0,1667 16,67
10 1 2 1 4 0,1333 13,33
0 (Kontrol) 0 0 0 0 0 0

Kematian larva Artemia salina Leach pada vial uji masing-masing konsentrasi

ekstrak kulit batang kelor ditunjukkan pada tabel 4.3 dan gambar diagram batang 4.3.

Pada tabel dan diagram tersebut memperlihatkan pengaruh yang berbeda terhadap

kematian larva Artemia salina Leach. Disajikan pada tabel dan diagram kematian

tertinggi terdapat pada konsentrasi 500 ppm sebesar 86,67% dan kematian terendah

ada pada konsentrasi 10 ppm dengan persentase kematian sebesar 13,33%. Pada

larutan 0 ppm ( kontrol ) tidak terdapat adanya larva yang mati. Sehingga penelitian

ini selaras dengan metode BSLT dimana kematian larva udang Artemia salina Leach
57

dipengaruhi akibat suatu zat bukan dari pengaruh air laut atau pun faktor lainnya.

Diagram persen kematian larva tiap – tiap konsentrasi dapat dilihat pada gambar 4.3

500
500
450
400
350
300 250
Konsentrasi (ppm)
250
Persen kematian (%)
200
150 125
86.67
100 50 63.33
26.67
50 10 13.33 16.67
0
1 2 3 4 5

Gambar 4.3
Diagram Persen kematian Artemia salina Leach

4.4 Penentuan Nilai LC50

Perhitungan nilai LC50 yaitu dengan menggunakan tabel probit. Untuk

menentukan nilai probit dapat dilihat dari persen kematian tiap kelompok hewan uji.

Setelah itu tentukan log konsentrasi tiap kelompok dan tentukan persamaan garis

lurus hubungan antara sumbu y ( probit ) dengan sumbu x ( log konsentrasi ) yang

diinput melalui menu data analisis regresi sehingga didapatkan nilai b (intersep) dan

nilai m (slope). LC50 dihitung dari nilai antilog x pada saat y = 5.

Nilai log konsentrasi dan probit berbagai konsentrasi dapat dilihat pada table 4.4
58

Tabel 4.4
Nilai Log konsentrasi dan probit setiap konsentrasi

Konsentrasi Log Konsentrasi Persen kematian Probit (Y)


(ppm) (X) (%)
500 2,698 86,67 6,1077
250 2,397 63,33 5,3398
125 2,096 26,67 4,3750
50 1,698 16,67 4,0299
10 1 13,33 3,8877
0 0 0 0

Probit Analysis
7
6.5 y = 1.2769x + 2.2225
R² = 0.7907
6
5.5
Probit

5
4.5
4
3.5
3
0.5 1 1.5 2 2.5 3
Log Konsentrasi (ppm)
Probit Linear (Probit)

Gambar 4.4
Grafik Probit Kematian dari berbagai Konsentrasi Ekstrak

Hasil analisis probit dengan persamaan regresi linear menggunakan Microsoft

Excel 2010 for Windows didapatkan nilai b (Intersep) : 2,2225

m (Slope) : 1,2769
59

Maka, y = mx + b

5 = 1,2769x + 2,2225

X = 5 - 2,2225/1,2769

X = 2.175189913

LC50= Antilog 2.175189913= 149, 689 ppm

Hasil perhitungan nilai LC50 yaitu 149,689 ppm sehingga menunjukkan bahwa

ekstrak kulit batang kelor bersifat toksik terhadap larva udang Artemia salina Leach

karena nilai LC50 ≤ 1.000 ppm. Dari hasil tersebut ekstrak kulit batang kelor

(Moringa oleifera) dapat digunakan sebagai larvasida dan obat karena memiliki

kandungan metabolit sekunder yang bersifat toksik dan nilai LC50 ≤ 1.000 ppm.

Menurut Albert et al., (2002) kematian larva udang Artemia salina Leach

diduga dipengaruhi oleh senyawa monoterpenoid sehingga dapat menyebabkan

kematian sel. Kematian sel dapat terjadi apabila monoterpenoid berada didalam tubuh

larva Artemia salina Leach. Senyawa Monoterpenoid dapat masuk kedalam tubuh

larva melalui mekanisme difusi pasif sehingga molekul-molekul monoterpenoid akan

bergerak melewati kadar yang tinggi menuju sisi lain yang kadarnya lebih rendah.

Didalam sel molekul-molekul itu akan merusak enzim ( DNA-dependent RNA

polymerase atau Na+-K+ ATPase) sehingga dapat mengakibatkan kematian sel.

Senyawa monoterpenoid yang dihasilkan dari GC-MS ekstrak kulit batang kelor yaitu

senyawa thymol, TMS derivative.monoterpenoid.

Selain senyawa monoterpenoid, senyawa yang diduga menyebabkan kematian

larva udang Artemia salina Leach adalah senyawa fenol. Menurut Cahyadi, (2009)
60

senyawa fenol bertindak sebagai racun perut yang dapat menghambat daya makan

larva. Oleh karena itu bila senyawa ini masuk dalam tubuh larva Artemia salina

Leach pencernaannya akan terganggu sehingga menyebabkan kematian. Hasil analisis

GC-MS ekstrak kulit batang kelor yang termasuk golongan fenol yaitu senyawa 1-

methyl-4phenyl1-5thioxo-1,2,4-triazolidin-3-one, senyawa Benzo [ h ] quinoline, 2,4-

dimethyl-, senyawa Cylotrisiloxane, hexamethyl, dan senyawa Phenylacetic acid, 2-

(1-adamantyl) ethyl ester. Selain itu kematian pada larva udang Artemia salina Leach

juga diduga adanya pengaruh dari senyawa- senyawa yang bukan termasuk kelompok

metabolit sekunder seperti senyawa tris ( tert-butyldimethylsilyloxy ) arsane dan

senyawa-senyawa lainya yang dhasilkan pada peak 1-6 seperti senyawa Heptadecane,

Octadecane, Eicosane, Neophytadiene golongan terpenoid, Bicyclo[3.1.1]

heptane,2,6,6-trimethyl, Hexadecanoic acid, ethyl ester, dan Undecanoic acid ethyl

ester yang termasuk dalam golongan senyawa bioaktif (Vivin dkk., 2018).
V. SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan

sebagai berikut :

1. Kulit batang kelor (Moringa oleifera) mengandung 3 kelompok senyawa metabolit

sekunder yaitu fenol, terpenoid, dan monoterpenoid yang terdiri dari 14 jenis

senyawa kimia.

2. Ekstrak kulit batang kelor (Moringa oleifera) memiliki potensi toksik terhadap

larva udang Artemia salina Leach yaitu 149,689 ppm sehingga dapat digunakan

sebagai larvasida dan obat.

5.2 Saran

1. Perlu diadakan isolasi senyawa – senyawa yang bersifat toksik dalam ekstrak kulit

batang kelor terhadap larva udang Artemia salina Leach.

2. Perlu dialakukan penelitian lebih lanjut untuk menghitung dosis yang tepat agar

dikembangkan sebagai obat dan perlu diadakan ektraksi menggunakan pelarut

yang lain untuk mendapat jenis senyawa dan fungsi lainnya.

61
DAFTAR PUSTAKA

Achmad, S. A. 1986. Kimia Organik Bahan Alam. Penerbit Karunika. Jakarta. Hal. 1-
319.

Atun, S. 2014. Metode isolasi dan identifikasi struktur senyawa organik bahan alam.
Jurnal Konservasi Cagar Budaya Borobudur. 8(2): 53-61.

Agusta. 2000. Minyak Atsiri Tumbuhan Tropika Indonesia. ITB. Bandung. Hal. 29-
111.

Anderson, J.E., C.M. Goetz, J.L. Laughlin. 1991. A blind comparison of simple
bench top bioassay and human tumor cell Cytotoxicities as antitumor
prescrenss. Natural Product Chemistry. Elseiver.Amsterdam. 2:1-7.

Aslam, M., F. Anwar, R. Nadeem, U. Rashid, dan T.G. Kazi. 2005. Mineral
composition of Moringa oleifera Leaves and pods from different region of
Punjab, Pakistan. Asian Journal of Plant Sciences.4(8): 417 - 421.

Alberts, B., A. Johnson, dan J. Lewis. 2002. Molecular Biology Of The Cell 4th
Edition. New York: Garland Science. 1293.

Barrett, K. E., S. M. Barman, S. Boitano, and H. L. Brooks. 2010. Ganong’s Review


of Medical Physiology. 23rd ed. New York: The McGraw-Hill Companies,
Inc. Hal. 1- 8.

Cahyadi, W. 2009. Analisis & Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Makanan. Edisi
ke-2. Bandung: Bumi Aksara. Hal. 180-183.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Farmakope Herbal Indonesia.


Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. 113-115.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak


Tumbuhan Obat, Cetakan Pertama. Dikjen POM, Direktorat Pengawasan
Obat Tradisional. 3-11, 17-19.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1985. Cara Pembuatan Simplisia,


Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. Hal. 5-17.

Eaton, D. C. 1989. Laboratory Investigations in Organic Chemistry, Mc Graw –Hill,


USA. Page. 1-7.

62
63

Julianto, S.T. 2019. Fitokimia Tinjaun Metabolit Sekunder. Penerbit Universitas


Islam Indonesia, Yogyakarta. Hal. 1-104.

Jack. 2006. Synthesis of Antidiabetic Flavonoids and Their Derivative. Medical


Research. Page. 180.

Jonni, M.S. 2008. Cegah Malnutrisi dengan Kelor. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Hal. 13-93.

Gunawan, D., dan S. Mulyani. 2004. Ilmu Obat Alam Penebar Swadaya. Edisi I
Jakarta. 1-116.

Gritter, R. J., J. N. Bobbic, dan A. E. Schwarting. 1991. Pengantar Kromatografi ,


diterjemahkan oleh Kosasih, Padmawinata. Edisi II. ITB Press Bandung.
1- 107.

Harborne, J. B. 1987. Metode Fitokimia. Terjemahan ; Padmawinata, K. dan Soediro,


I. Institut Teknologi Bandung. Edisi II. Bandung. Hal. 5-76.

Hafiz, I.M., A. Zaini, A. K. K. Nurzalina. 2016. Review on promising phytochemical,


nutritional and glycemic control studies on Moringa oleifera in tropical and
sub-tropical regions. Asian Pacific Journal of Tropical Biomedicine. 12-26.

Heinrich, M., J. Barnes, S. Gibbons, Williansom. 2004. Fundamental of


pharmacognocy and phytotherapy. Philadelpia. Elsevier. 6-12.

Hoffman, M.R. 1997. Enviromental Aplication of Semiconductor Photocatalystic J.


Chem. I. Hal 69 - 96.

Hermanto. 2008. Aplikasi alat HPTCL dan GC-MS. Jakarta. UI Press. Vol. 1 (3) :
102-109.

Ikalinus, R., K. Wisyaatuti Setiasih. 2015. Skrining fitokimia ekstrak etanol kulit
batang kelor. Jurnal Indonesia Medicius Veterinus. 4 (1): 71-79.

Jack. 2012. Synthesis of Antidiabetic Flavonoids and Their Derivative. Medical.


Research page 180.

Jonny, P., M, Richard. 2006. Comparison of same day diagnostic tools including
Gene Xpert and unstimulated IFN-γ for the evaluation of pleural
tuberculosis. A Prospective Cohort Study. BMC Pulmonary Medicine
.pages 1-10.
64

Kasolo, E.A. 2010. Phytochemicals and Uses of Moringa oleifera leaves in ugandan
rural communities. Journal of Medical plant research. Vol. 4 (9) : 53-757.

Kristanti, A., Novi. 2008. Buku Ajar Fitokimia. Airlangga University Press.
Surabaya. Page 387.

Khopkar.1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : UI-Press. Page. 429.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2007. Kebijakan Obat Tradisional


Nasional. Jakarta:Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Ketaren, S. 2012. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. UI-Press, Jakarta.
Page. 128.
Krisnadi, AD. 2015. Kelor Super Nutrisi. Blora: Morindo Moringa Indonesia;
hal.37-41

Laras, A. P. 2014. Pengaruh penambahan maltod ekstrin pada pengolahan minuman


serbuk sirsak terhadap aktivitas antioksidan. Skripsi. Universitas
Pendidikan Indonesia. 2 (1): 1-13.

Lenny, S. 2006. Senyawa Flavonoid, Fenilpropanoida dan Alkaloida. Fakultas MIPA,


USU, Medan. Hal. 253.

Lingga, N. 2004. Laporan Kegiatan Training Instrumen GC-MS Shimadzu QP 2010.

Leone, A. 2015. Smoking and Hypertension. Journal Cardiology and Current


Research. 2 (2) : 1-7.

Miwa, K.,T. Miyashita, K. Oyama, T. Ohta, and T. Fujimura. 2006. Role of


Cyclooxygenase-2 in the Carcinogenesis of gastrointestinal track cancer ;
A Review and Report of Journal of Gastroenterology. 12(9) : 1336-1345.

Muaja, A. D., H.S.J. Koleangan, dan M.R.J. Runtuwene. 2013. Uji toksisitas dengan
metode BSLT dan analisis kandungan fitokimia ekstrak daun sayogik
(Saurauia bracteosa) dengan metode soxhletasi. Jurnal MIPA. Unsrat. Vol
2 (2) : 115-118

Mallilin, A., P. Trinidad, R. S. Sagum, P. Baquiran, dan J. S. Alcantara. 2014.


Mineral Availability and Dietary Fiber Characteristics of Moringa oleifera.
Food and Public Health. 4(5): 242-246.

Meyer, B.N., N.R. Feerigni, J.E. Putnam, L.B. Jacobson, D.E. Nicholas, J.L.
McLaughlin. 1982. Brine shrimp a convenient general bioassay for active
plant constituents. Plant Med. Vol. 45:31-34.
65

Mudjiman, A. 1989. Budidaya udang putih. Penebar Swadaya. Jakarta. Hal. 136.

Mills, D., M. Jeffries. 1996. Freshwater Ecology. Principles, and Aplications. John
Wiley and Sons, Chichester, UK. Page. 201.

Nurhayati, N., Abdulgani, R. Febrianto. 2006. Uji toksisitas ekstrak Alvaresii


terhadap Artemia salina Leach. sebagai studi pendahuluan potensi anti
kanker. Skripsi. Program Studi Biologi FMIPA Institut Teknologi Sepuluh
November. Surabaya. 1- 9.

Ningsih P.A., Nurmiati, A. Agustien. 2013,Uji aktivitas antibakteri ekstrak kental


tanaman pisang kepok kuning (Musa paradisiaca) terhadap Staphylococcus
aureus dan Escherichia coli. Jurnal Biologi Universitas Andalas. 2 (3),
207-213.

Novadiana, Arie, dan S. Pasaribu. 2014. Isolasi dan identifikasi senyawa steroid
fraksi kloroform dari fraksinasi ekstrak metanol daun kerehau (Callicarpa
longifolia Lam). Jurnal Kimia Mulawarman, 12 (1) : 2-7.

Putranti, R.I.K.A. 2013. Skrining fitokimia dan aktivitas antioksidan ekstrak rumput
laut Sargassum duplicatum dan Turbinaria ornata dari Jepara. Universitas
Diponegoro. Semarang. 2 (1) : 3-10.

Putra, I.W.D.P., A.A.G.O. Dharmayudha, dan L.M. Sudimartini. 2016. Identifikasi


senyawa kimia ekstrak etanol daun kelor (Moringa oleifera) di Bali.
Indonesia Medicus Veterinus. 5(5): 464-473.

Poerwono. 2012. Kimia Organik I. Departemen Kimia Farmasi, Falkutas Farmasi


Universitas Airlangga. Surabaya. Page 15-16.

Pharm, R. 2016. Pengaruh pemberian ekstrak daun (crescentia cujete) terhadap kadar
marker mDA pada darah dan organ otak tikus (Sprague). Universitas
Tarumanegara. Page 6-9.

PubChem.2021. 1-methyl-4-phenyl-5-thioxo-1,2,4-triazolidin-3-one. Tersedia online


https://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/11-1-methyl-4-phenyl-5-thioxo-1,2,4-
triazolidin-3-one =Structure. (diakses pada tanggal 28 Juli 2021).

PubChem. 2021. Cylotrisiloxane, hexamethyl-. Tersedia online di


https://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/substance/11491795411-
Cylotrisiloxane, hexamethyl- = Structure. (diakses pada tanggal 28 Juli
2021).
66

PubChem. 2021. Benzo [h] quinoline, 2,4-dimethyl-. Tersedia online di


https://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/11- Benzo [h] quinoline, 2,4-dimethyl-
=Structure. (diakses pada tanggal 28 Juli 2021).

PubChem. 2021. Phenylacetic acid, 2-(1-adamantyl) ethyl ester. Tersedia online di


https://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/11- Phenylacetic acid, 2-(1-adamantyl)
ethyl ester =Structure. (diakses pada tanggal 28 Juli 2021).

PubChem. 2021. Tris (tert-butyl dimethyl silyloxy) arsane. Tersedia online di


https://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/11- Tris (tert-butyldimethylsilyloxy)
arsane = Structure. (diakses pada tanggal 28 Juli 2021).

PubChem. 2021. Thymol, TMS derivative. Tersedia online


https://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/11- Thymol, TMS derivative =Structure.
(diakses pada tanggal 28 Juli 2021).

Qadeer, dan Rehan. 1998. A study of the adsorption of phenol by activated carbon
from aqueous solutions. Turkish journal of chemistry. 26(3) : 2-9.

Robinson, T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Diterjemahkan oleh


Kosasih Padmawinata. Edisi VI . ITB. Bandung. Hal 191-216

Roloff, A., H. Weisgerber, U. Lang. 2009. Moringa oleifera. Enzyklopädie der


holzgewächse. Vol. 40, pp. 1 – 8.

Retnowati, A., Rugayah, S. Joeni, Rahajoe, dan D. Arifiani. 2019. Status


Keanekaragaman Hayati Indonesia: Kekayaan Jenis Tumbuhan dan Jamur
Indonesia. Penerbit B Media dan Reproduksi. Hal. 1-134.

Saifudin, A. 2014. Senyawa Alam Metabolit Sekunder. Deepublish Yogyakarta.

Savova, M., T. Kolusheva, A. Stourza, dan I. Seikova. 2017. The use of group
contribution method for predicting the solubility of seed polyphenol of
(Vitis vinivera L). in Solvent Mixtures. Journal of the University of chem.
Cal Technology and metallurgy. 42 (3): 295-300.

Simbolan, J.M. 2007. Cegah Malnutrisi dengan Kelor. Penerbit Kanisius;Yogyakarta


Hal. 147..

Skoog, A. Douglas. 2004. Fundamental of Analytical Chemistry. Edition 8.


Brooks/Cole; Kanada. Page. 207.

Sudjadi. 1986. Metode Pemisahan. Fakultas Farmasi. Universitas Gadjah Mada.


Yogyakarta. Hal. 167 – 177.
67

Solis, P.N., C.W. Wright, M.M. Anderson, M.P. Gupta, & J.D. Philipson. 1993. A.
microwell cytotoxy assay using (Artemia salina) (Brine shrimps). Planta
Med. 59: 250-252.

Supiyanti, W., E.D. Wulansari, dan L. Kusmita. 2010. Uji aktivitas antioksidan
dan penentuan kandungan antosianin total kulit buah manggis (Garcinia
mangosta. L). Majalah Obat Tradisional. 15(2) : 64-70.

Senja, R. S., E. Issusilaningtyas, A. K. Nugroho, dan E. P. Setyowati. 2014. The


comparison of extraction method and solvent variation on yield and
antioxidant activity of Brassica oleracea L. var. capitate f. rubra Extract.
Traditional Medic Journal. 19 (1): 43-48.

Triodora, H., R. Ayik, O. Ika. 2016. Sintesis asam 2-(2-(n-(2,6-diklorofenil)-


4fluorobenzamida) fenil) asetat sebagai kandidat obat penghambat COX
(siklooksigenase). Fakultas Farmasi Universitas Jember. Kalimantan.
Jember. 1 (1) : 1-10.

Tapotubun, A.M., Matrutty, I.K.E. Savitri. 2016. Penghambatan bakteri patogen pada
ikan segar yang diaplikasi Caulerpa lentillifera. Jurnal Pengolahan Hasil
Perikanan Indonesia. 19 (3): 299-308.

Toripah, S.S., J. Abidjulu, dan F. Wehantouw. 2014. Aktivitas antioksidan dan


kandungan total fenolik ekstrak daun kelor (Moringa oleifera Lamk).
Program Studi Farmasi FMIPA Universitas Samratulangi. Manado. Vol.
1(2) : 6-9.

Underwood, A.L., dan R. A. Day. 2002. Analsis Kimia Kuantitatif Edisi Keenam.
Erlangga. Jakarta. Page. 1-87.

Voight, R. 1994. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi diterjemahkan oleh Noerono, S.


edisi IV. Gajahmada University Presss. Yogyakarta. Hal.551-564.

Willet, Walter. 1987. Nutrional Epidemiology. Oxford University Press: New York
Page. 256.

Wahyuni, S. 2016. Uji aktivitas ekstrak etanol daun kersen (Muntingia calabura L.)
terhadap mencit (Mus musculus) sebagai antiinflamasi. Skripsi S1. Fakultas
Farmasi Universitas Setia Budi. Surakarta. Hal. 3-16.

Wijanto. 2005. Analisis Kadar arsen (As) pada kerang bivalvia yang berasal dari laut
Belawan. Medan : Skripsi FKM Universitas Sumatera Utara. Hal. 5-19.
68

Wibowo, S., U.B.S. Bagus, S. Dwi, dan Syamdidi. 2013. Artemia Untuk Pakan Ikan
dan Udang, Budidaya Artemia Outdoor dan Indoor, Penanganan dan
Pengeringan Kista Artemia, Penyiapan Kista Artemia untuk pakan,
Pemanfaatan Biomassa Artemia. Penebar Swadaya ; Jakarta. Hal 4-18

Yunita, E.A., N.H. Suprapti, dan J.W. Hidayat. 2009. Pengaruh ekstrak daun teklan
(Eupatorium riparium) terhadap mortalitas dan perkembangan larva Aedes
aegypti. BIOMA.Vol. 11(1): 11-17.

Yameogo, W. C., D. M. Bengaly, A. Savadogo, P. A. Nikièma, dan S. A. Traore.


2011. Determination of chemical composition and nutritional values of
Moringa oleifera leaves. Pakistan Journal of Nutrition 10(3): 264-268.

Zuhud, E.A. 2011. Bukti Kedahsyatan Sirsak Menumpas Kanker. Agromedia Pustaka
: Jakarta Daphnia carinata K. Hasil Penelitian Toksikologi Lingkungan.
UNPAD. Hal. 11-18.
LAMPIRAN

Gambar 1
Kulit Batang Kelor

69
70

Gambar 2
Proses Ekstraksi menggunakan metode maserasi

Gambar 3
Proses Evaporasi menggunakan evaporator
71

Gambar 4
Ekstrak kental kulit batang kelor

Gambar 5
Telur Artemia salina Leach
72

Gambar 6
Proses Penetasan telur Artemia salina Leach

Gambar 7
Hasil pemisahan larva Artemia salina dari cangkang
73

Gambar 8
Larutan Uji dengan berbagai konsentrasi

Gambar 9
Larutan Kontrol (0 ppm)
74

Gambar 10
Kematian Larva Artemia Pada Larutan Konsentrasi Uji 500 ppm

Gambar 11
Kematian Larva Artemia Pada Larutan Konsentrasi Uji 250 ppm
75

Gambar 12
Kematian Larva Artemia Pada Larutan Konsentrasi Uji 125 ppm

Gambar 13
Kematian Larva Artemia Pada Larutan Konsentrasi Uji 50 ppm

Gambar 14
Kematian Larva Artemia Pada Larutan Konsentrasi Uji 10 ppm
76

Gambar 15
Berbagai senyawa Hasil GC-MS
77

% 0,0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9
0 0,0 1.0098 2.1218 2.2522 2.3479 2.24242 2.4879 2.5427 2.5914 2.6344
1 2.6737 2.7096 2.7429 2.7738 2.8027 2.8299 2.8556 2.8799 2.3031 2.9251
2 2.9463 2.9665 2.9859 3.0646 3.0226 3.0400 3.0569 3.0732 3.0896 3.1043
3 3.1192 3.1337 3.1479 3.1616 3.1750 3.1881 3.2009 3.2134 3.2256 3.2376
4 3.2490 3.2068 3.2721 3.2813 3.2940 3.3046 3.3151 3.3253 3.3354 3.3454

5 3.3351 3.6484 3.3742 3.3836 3.3028 3.4018 3.4107 3.4105 3.4282 3.4368
6 3.4452 3.4536 3.4618 3.4699 3.4780 3.4850 3.4037 3.5015 3.5091 3.5167
7 3.5242 3.5316 3.5380 3.5462 3.5534 3.5605 3.5675 3.5745 3.5813 3.5882
8 3.5949 3.6016 3.6083 3.6148 3.6213 3.0278 3.0342 3.6405 3.6408 3.0531
9 3.6692 3.6654 3.6715 3.6775 3.6835 3.6894 3.6053 3.7012 3.7070 3.7127

10 3.7184 3.7241 3.7298 3.7354 3.7409 3.7464 3.7519 3.7574 3.7028 3.7681
11 3.7735 3.7784 3.7840 3.7893 3.7945 3.7996 3.8048 3.8099 3.8150 3.8200
12 3.8250 3.8300 3.8350 3.8399 3.8445 3.8497 3.8545 3.8603 3.8641 3.8089
13 3.8736 3.8783 3.8830 3.8877 3.8923 3.8069 3.9015 3.9061 3.9107 3.9152
14 3.9197 3.9242 3.9286 3.9331 3.9375 3.0419 3.9463 3.9056 3.9550 3.9593

15 3.9636 3.9678 3.9721 3.9763 3.8900 3.0848 3.0890 3.9931 3.9973 4.0014
16 4.0055 4.0096 4.0137 4.0178 4.0218 4.0259 4.0299 4.0339 4.0379 4.0410
17 4.0458 4.0408 4.0537 4.0567 4.0015 4.0654 4.0693 4.0731 4.0770 4.0808
18 4.0846 4.0884 4.0922 4.0960 4.0998 4.1035 4.1073 4.1110 4.1147 4.1184
19 4.1221 4.1258 4.1295 4.1331 4.1367 4.1404 4.1440 4.1476 4.1512 4.1548

20 4.1684 4.1019 4.1035 4.1690 4.1726 4.1761 4.1796 4.1831 4.1866 4.1901
21 4.1936 4.1970 4.2005 4.2039 4.2074 4.2108 4.2142 4.2176 4.2210 4.2244
22 4.2278 4.2312 4.2345 4.2379 4.2412 4.2446 4.2479 4.2512 4.2546 4.2579
23 4.2612 4.2644 4.2677 4.2710 4.2743 4.2775 4.2808 4.2840 4.2872 4.2905
24 4.2937 4.2969 4.3001 4.3033 4.3065 4.3097 4.3129 4.3160 4.3192 4.3224

25 4.3255 4.3287 4.3318 4.3349 4.3380 4.3412 4.3443 4.3474 4.3505 4.3536
26 4.3567 4.3597 4.3628 4.3659 4.3689 4.3720 4.3750 4.3781 4.3811 4.3842
27 4.3872 4.3902 4.3932 4.3962 4.3992 4.4022 4.4052 4.4082 4.4112 4.4142
28 4.4172 4.4201 4.4231 4.4260 4.4290 4.4319 4.4349 4.4378 4.4408 4.4437
29 4.4466 4.4405 4.4524 4.4554 4.4583 4.4612 4.4041 4.4670 4.4698 4.4727

30 4.4756 4.4785 4.4813 4.4842 4.4871 4.4899 4.4928 4.4956 4.4985 4.5013
31 45041 4.5070 4.5098 4.5126 4.5155 4.5183 4.5211 4.5230 4.5267 4.5295
32 4.5323 4.5351 4.5370 4.5047 4.5345 4.5462 4.5490 4.5518 4.5546 4.5573
33 4.5061 4.5628 4.5656 4.5684 4.5711 4.5739 4.5766 4.5793 4.5821 4.5848
34 4.5875 4.5903 4.5930 4.5957 4.6984 4.6011 4.6039 4.0066 4.6039 4.6120

35 4.6147 4.6174 4.6201 4.6228 4.6255 4.6281 4.6308 4.6335 4.6362 4.6389
36 4.6415 4.6442 4.6469 4.6495 4.6522 4.6549 4.6575 4.6602 4.6628 4.6655
37 4.6681 4.0708 4.6734 4.6761 4.0787 4.0814 4.0840 4.0806 4.6893 4.6919
38 4.6945 4.6971 4.6998 4.7024 4.7050 4.7078 4.7102 4.7120 4.7155 4.7181
39 4.7207 4.7233 4.7359 4.7285 4.7311 4.7337 4.7389 4.7389 4.7145 4.7441

40 4.7467 4.7402 4.7518 4.7544 4.7570 4.7696 4.7622 4.7647 4.7673 4.7699
41 4.7725 4.7750 4.7776 4.7802 4.7827 4.7853 4.7870 4.7904 4.7930 4.7955
42 4.7981 4.8007 4.8032 4.8058 4.8083 4.8109 4.8134 4.8160 4.8185 4.8211
43 4.8320 4.8202 4.8287 4.8313 4.8338 4.8363 4.8389 4.8414 4.8840 4.8465
44 4.8490 4.8516 4.8541 4.8566 4.8592 4.8617 4.8642 4.8668 4.8093 4.8718

45 4.8743 4.8769 4.8704 4.8819 4.8844 4.8870 4.8805 4.8920 4.8945 4.8970
46 4.8996 4.9021 4.9046 4.9971 4.9996 4.9122 4.9147 4.9172 4.9197 4.0222
47 4.9247 4.9272 4.9298 4.9323 4.9318 4.9373 4.9308 4.9423 4.9448 4.9473
48 4.9408 4.0524 4.9549 4.9574 4.9599 4.9624 4.9649 4.9674 4.9699 4.9724
49 4.9740 4.9774 4.9799 4.9825 4.9850 4.0876 4.9900 4.9925 4.9950 4.9975
78

50 5.000 5.0025 5.0050 5.0075 5.0100 5.0125 5.1050 5.0175 5.0201 5.0226
51 5.0251 5.0276 5.0301 5.0326 5.0351 5.0376 5.0401 5.0426 5.0451 5.0476
51 5.0502 5.0527 5.0552 5.0577 5.0602 5.0627 5.0652 5.0677 5.0702 5.0728
53 5.0753 5.0778 5.0803 5.0828 5.0853 5.0878 5.0904 5.0929 5.0954 5.0729
54 5.1004 5.1036 5.1055 5.1080 5.1105 5.1196 5.1156 5.1181 5.1206 5.1231

55 5.1257 5.1282 5.1307 5.1332 5.1313 5.1383 5.1408 5.1434 5.1459 5.1484
56 5.1510 5.1535 5.5160 5.1586 5.1614 5.1637 5.1662 5.1687 5.1713 5.1738
57 5.1764 5.1789 5.1815 5.1840 5.1866 5.1801 5.1971 5.1942 5.1968 5.1993
58 5.2019 4.2045 5.2070 5.2096 5.2121 5.2147 5.2173 5.2198 5.2224 5.2250
59 5.2275 5.2301 5.2327 5.2353 5.2378 5.2404 4.2430 5.2468 5.2482 5.2508

60 5.2533 5.2359 5.2585 5.2611 5.2637 5.2263 5.2689 5.2715 5.2741 5.2767
61 5.2793 5.2819 5.2845 5.2871 5.2808 5.2024 5.2050 5.2976 5.3002 5.3029
62 5.3055 5.3081 5.3017 5.3134 5.3160 5.3186 5.3213 5.3239 5.3266 5.3202
63 5.3319 5.3345 5.3372 5.3398 5.3425 5.3451 5.3478 5.3505 5.3531 5.3658
64 5.3585 5.3811 5.3638 5.3665 5.3692 5.3719 5.3745 5.3772 5.3799 5.3826

65 5.3853 5.3880 5.3907 5.3934 5.3961 5.3980 5.4016 5.4034 5.4070 5.4097
66 5.4125 5.4152 5.4170 5.4207 5.4243 5.4261 5.4289 5.3416 5.4344 5.4372
67 5.5399 5.4427 5.4454 5.4482 5.4510 5.4538 5.4565 5.4593 5.4621 5.4649
68 5.4677 5.4705 5.4733 5.4761 5.4780 5.4817 5.4845 5.4874 5.4002 5.4930
69 5.4959 5.4987 5.5015 5.5044 5.5072 5.5101 5.5129 5.5158 5.5187 5.5215

70 5.5244 5.5273 5.5302 5.583 5.5350 5.5388 5.5417 5.5446 5.5476 5.6505
71 5.5534 5.5503 5.5502 5.5622 5.5651 5.5681 5.5710 5.5740 5.5760 5.5799
72 5.5828 5.5858 5.0888 5.5918 5.5948 5.5978 5.0003 5.0038 5.0008 5.6098
73 5.6128 5.6158 5.0189 5.6219 5.6250 5.6280 5.6311 5.0341 5.6372 5.6403
74 5.6435 5.6464 5.0405 5.6926 5.6557 5.6588 5.6620 5.6651 5.6682 5.6713

75 5.6745 5.6776 5.0808 5.6840 5.6871 5.6903 5.6935 5.6967 5.6998 5.7031
76 5.7083 5.7095 5.7128 5.716 5.7102 5.7225 5.7257 5.7200 5.7323 5.7356
77 5.7388 5.7424 5.7454 5.7488 5.7521 5.7554 5.7508 5.7621 5.7699 5.7688
78 5.7722 5.7756 5.7796 5.7824 5.7858 5.7892 5.7926 5.7961 5.7995 5.8030
79 5.8834 5.8299 5.8134 5.8169 5.8204 5.8239 5.8274 5.8310 5.8215 5.8381

80 5.8416 5.5452 5.8188 5.5824 5.8560 5.8596 5.8633 5.8669 5.8705 5.8742
81 5.8779 5.8516 5.8853 5.8890 5.8927 5.8905 5.9002 5.9040 5.9078 5.9116
82 5.9154 5.9192 5.9230 5.9269 5.9307 5.9346 5.9386 5.9424 5.9436 5.9502
83 5.9542 5.9581 5.9624 5.9661 5.9701 5.9741 5.9782 5.9822 5.9863 5.9904
84 5.9945 5.9986 6.0027 6.0069 6.0110 6.0152 6.0194 6.0237 6.0279 6.0222
79

85 6.0364 6.0407 6.0450 6.0494 6.0537 6.0581 6.0625 6.0069 6.0714 6.0758
86 6.0803 6.0818 6.0893 6.0939 6.0985 6.1031 6.1077 6.1123 6.1170 6.1217
87 6.1264 6.1311 6.1359 6.1407 6.1455 6.1503 6.1552 6.1601 6.1050 6.1700
88 6.1750 6.1800 6.1856 6.1101 6.1952 6.2004 6.2055 6.2107 6.2160 6.2212
89 6.2250 6.2319 6.2372 6.2426 6.2481 6.2536 6.2591 6.2646 6.2702 6.2750

90 6.2816 6.2813 6.2936 6.2988 6.3047 6.3106 6.3165 6.3225 6.3285 6.3346
91 6.3408 6.3469 6.8532 6.3595 6.3658 6.3722 6.3787 6.3852 6.3285 6.3984
92 6.4031 6.4118 6.4187 6.4255 6.4325 6.4395 6.4466 6.4538 6.3285 6.4684
93 6.4758 6.4833 6.4909 6.4985 6.5063 6.5141 6.5220 6.5301 6.3285 6.5464
94 6.8548 6.5632 6.5718 6.5805 6.5893 6.5982 6.6078 6.6164 6.3285 6.6352

95 6.644997 6.6546100 6.6646101 6.6747102 6.6849105 6.6954106 6.7060109 6.7169110 6.7279113 6.7302116
96 6.7507117 6.7624120 6.7784122 6.7806125 6.7991128 6.8119131 6.8260134 6.8084138 6.8522141 6.6063145
97 6.8808140 6.8957153 6.9110158 6.9268103 6.9431169 6.9600174 6.9774180 6.9254187 7.0141194 7.0335202

98,0 7.6537 7.0556 7.0579 7.0660 7.0621 7.0612 7.0663 7.0684 7.9706 7.7027
98,1 7.6749 7.0770 7.0792 7.0814 7.0836 7.0858 7.0880 7.0992 7.0924 7.0947
98,2 7.0969 7.0992 7.1015 7.1038 7.1061 7.1084 7.1107 7.1130 7.1154 7.1177
98,3 7.1204 7.1224 7.1248 7.1272 7.1297 7.1321 7.1345 7.1370 7.1364 7.1419
98,4 7.1444 7.1469 7.1494 7.1520 7.1545 7.1571 7.1996 7.1622 7.1648 7.1675

98,5 7.1710 7.1727 7.1754 7.1781 7.1808 7.1835 7.1862 7.1890 7.1917 7.1945
98,6 7.1973 7.2001 7.2029 7.2058 7.2086 7.2115 7.2144 7.2173 7.2203 7.2232
98,7 7.2262 7.2292 7.2322 7.2353 7.2383 7.2414 7.2445 7.2476 7.2508 7.2539
98,8 7.2374 7.2636 7.2663 7.2668 7.2701 7.2734 7.2768 7.2801 7.2835 7.2869
98,9 7.2904 7.2938 7.2973 7.3009 7.3044 7.3080 7.3116 7.3152 7.3189 7.3226

99,0 7.3263 7.3310 7.3339 7.3378 7.3416 7.3455 7.3495 7.3935 7.3575 7.3615
99,1 7.3656 7.3698 7.3739 7.3781 7.3824 7.3867 7.3911 7.3954 7.3099 7.4044
99,2 7.4059 7.4135 7.4181 7.4228 7.4276 7.4324 7.4372 7.4422 7.5474 7.4522
99,3 7.4373 7.4624 7.4677 7.4730 7.4783 7.4838 7.4893 7.4040 7.5006 7.5063
99,4 7.5121 7.5781 7.5241 7.5302 7.5364 7.5427 7.5401 7.5550 7.5622 7.5690

99,5 7.5758 7.5828 7.5890 7.5972 7.6045 7.6121 7.6107 7.0726 7.6356 7.6437
99,6 7.6521 7.6606 7.6693 7.6783 7.0874 7.6968 7.7065 7.7104 7.7260 7.7370
99,7 7.7478 7.7589 7.7703 7.7822 7.7944 7.8070 7.8202 7.8338 7.8480 7.8027
99,8 7.8782 7.8043 7.9112 7.9299 7.9478 7.9677 7.9889 8.0115 8.0357 8.0618
99,9 8.0902 8.1214 8.1550 8.1847 8.2380 8.2905 8.3528 8.4316 8.5401 8.7190

Gambar 16
Tabel Probit
80

Perhitungan Konsentrasi ekstrak etanol kulit batang kelor

1. Larutan Induk Konsentrasi 10.000 mg/mL (ppm)


Konsentrasi = Ekstrak kental kulit batang kelor (mg)
Etanol 96% ( mL)
= 50 mg
5 mL
= 10 mg/mL x 1.000
= 10.000 µg/mL (ppm)
2. Larutan Konsentrasi Uji
a. Konsentrasi 10 mg/mL (ppm)
M1.V1 = M2.V2
10.000 mg/mL x V1 = 10 mg/mL x 5 mL
V1 = 50 mg
10.000 mg/mL
V1 = 0,005 mL x 1.000 = 5 µl
b. Konsentrasi 50 mg/mL (ppm)
M1.V1 = M2.V2
10.000 mg/mL x V1 = 50 mg/mL x 5 mL
V1 = 250 mg
10.000 mg/mL
V1 = 0,025 mL x 1.000 = 25 µl
c. Konsentrasin 125 mg/mL (ppm)
M1.V1 = M2.V2
10.000 mg/mL x V1 = 125 mg/mL x 5 mL
V1 = 625 mg
10.000 mg/mL
V1 = 0,0625 mL x 1.000 = 62,5 µl
d. Konsentrasi 250 mg/mL (ppm)
M1.V1 = M2.V2
10.000 mg/mL x V1 = 250 mg/mL x 5 mL
V1 = 1.250 mg
10.000 mg/mL
V1 = 0,125 mL x 1.000 = 125 µl
81

e. Konsentrasi 500 mg/mL (ppm)


M1.V1 = M2.V2
10.000 mg/mL x V1 = 500 mg/mL x 5 mL
V1 = 2.500 mg
10.000 mg/L
V1 = 0,25 mL x 1.000 = 250 µl

Anda mungkin juga menyukai