Anda di halaman 1dari 97

TESIS

PEMBERIAN EKSTRAK AIR UBI JALAR UNGU


(Ipomoea Batatas) MENGHAMBAT
PENUAAN DINI KULIT DENGAN MENGHAMBAT
PENINGKATAN KADAR MMP-1 PADA TIKUS
YANG DIPAJAN SINAR UVB

TRESIA SUSANA

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2011
TESIS

PEMBERIAN EKSTRAK AIR UBI JALAR UNGU


(Ipomoea Batatas) MENGHAMBAT
PENUAAN DINI KULIT DENGAN MENGHAMBAT
PENINGKATAN KADAR MMP-1 PADA TIKUS
YANG DIPAJAN SINAR UVB

TRESIA SUSANA
NIM 0990761026

PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2012
PEMBERIAN EKSTRAK AIR UBI JALAR UNGU
(Ipomoea Batatas) MENGHAMBAT
PENUAAN DINI KULIT DENGAN MENGHAMBAT
PENINGKATAN KADAR MMP-1 PADA TIKUS
YANG DIPAJAN SINAR UVB

Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister


Pada Program Magister, Program Studi Ilmu Biomedik,
Program Pascasarjana Universitas Udayana

TRESIA SUSANA
NIM: 0990761026

PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2012
Lembar Pengesahan

TESIS INI TELAH DISETUJUI

PADA TANGGAL 4 JUNI 2012

Pembimbing I Pembimbing II

Prof.Dr.dr.J Alex Pangkahila.MSc,SpAnd Prof.dr.I Gusti Made Aman,Sp.FK


NIP : 19440201 196409 1001 NIP. 19460619 197602 1001

Mengetahui,

Ketua Program Studi Ilmu Biomedik Direktur


Program Pascasarjana Program Pascasarjana
Universitas Udayana Universitas Udayana

Prof.Dr.dr.Wimpie I Pangkahila,SpAnd.,FAACS Prof Dr dr.A.A.Raka Sudewi,Sp S(K)


NIP : 19461213 197107 1 001 NIP : 19590215 198510 2 001
Tesis Ini Telah Diuji dan Dinilai
Oleh Panitia Penguji pada
Program Pascasarjana Universitas Udayana
Pada Tanggal : 4 Juni 2012

Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana


No : 1034 / UN 14.4 / HK / 2012
Tanggal : 25 Mei 2012

Panitia Penguji Tesis adalah :

Ketua : Prof.Dr.dr. J Alex Pangkahila.MSc,SpAnd

Anggota :
1. Prof.dr. I Gusti Made Aman,Sp.FK

2. Prof.Dr.dr. Wimpie I Pangkahila, SpAnd, FAACS

3. Prof.Dr.dr. N Adiputra. MOH

4. Prof.dr. N Agus Bagiada, Sp.BIOK


UCAPAN TERIMA KASIH
Pertama-tama perkenankanlah penulis memanjatkan puji syukur kehadapan Ida
Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya atas asung wara
nugraha-Nya/kurnia-Nya, tesis yang berjudul “Pemberian Ekstrak Air Ubi Jalar
Ungu ( Ipomoea Batatas ) dapat Menghambat Penuaan Dini Kulit dengan
Menghambat Peningkatan Kadar MMP-1 Tikus yang Dipajan Sinar UVB” ini
dapat diselesaikan.
Perkenankanlah penulis menghaturkan ucapan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada :
1. Rektor Universitas Udayana Prof. DR. dr. I Made Bakta, Sp.PD(KHOM).
Atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan
menyelesaikan pendidikan pascasarjana di Universitas Udayana.
2. Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana yang dijabat oleh Prof.
DR. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K), atas kesempatan yang diberikan kepada
penulis untuk menjadi mahasiswa Program Pascasarjana Universitas Udayana.
3. Prof. DR. dr. Ketut Suastika, Sp.PD(KGEH), selaku Dekan Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana atas ijin yang diberikan kepada penulis
untuk mengikuti pendidikan Pascasarjana.
4. Prof. DR. dr. Wimple I. Pangkahila, Sp.And.,FAACS, selaku Ketua Program
Studi Anti Aging Medicine atas bimbingan selama mengikuti program
pascasarjana dan juga telah memacu penulis untuk segera menyelesaikan
tesis ini untuk kemajuan ilmu yang baru berkembang ini, yaitu ilmu Kedokteran
Anti Penuaan (Anti Aging Medicine) .
5. Prof. DR. dr. J. Alex Pangkahila, M.Sc.,Sp.And., sebagai pembimbing
akademik sekaligus pembimbing pertama tesis yang telah memberikan masukan
dan saran ilmiah terutama dalam metode penelitian dan statistik yang sangat
berguna bagi penulis dalam menyusun karya ilmiah ini.
6. Prof. dr. I Gusti Made Aman, Sp.FK, sebagai pembimbing kedua tesis yang
telah dengan penuh kesabaran membimbing dan banyak memberikan ide,
masukan, dan saran ilmiah yang sangat berharga bagi penulis dalam
menyelesaikan penelitian yang dilaksanakan di Universitas Udayana, beserta
staf Farmakologi Universitas Udayana.
7. Prof. dr. N. Agus Bagiada, Sp.BIOK, yang telah memberikan masukan dan
saran ilmiah yang sangat berharga bagi penulis untuk menyelesaikan tesis ini.
8. Prof. DR. dr. Adiputra, MOH, yang telah memberikan masukan dan saran
ilmiah terutama dalam metode penelitian yang sangat berguna bagi
penulis dalam menyusun karya ilmiah ini.
9. Prof. Mantika Astawa, Ketua Bagian Virologi Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Udayana, yang telah memberikan masukan dan saran serta
membantu pelaksanaan penelitian di Lab. Virologi Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Udayana.
10. Bpk. Ketut Tunas, yang telah membantu memberikan masukan dan saran ilmiah
terutama dalam statistik yang sangat berguna bagi penulis dalam
menyusun karya ilmiah ini.
11. Staf bagian Andrologi dan Seksologi (dr. Oka, dr. Pram, Ibu Eni, dan Bpk. Edi)
serta teman-teman mahasiswa Program Magister Anti Aging Medicine atas
dorongan dan dukungannya.
12. Serta tidak lupa, penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus kepada
kedua orang tua yang telah mengasuh dan mendidik penulis selama ini.
Akhirnya penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada suami terkasih
Hendra Wijaya dan putra kami Jose M. Wjiaya, yang telah penuh kesabaran
mendukung baik waktu, materiil maupun moril untuk dapat menyelesaikan
kuliah serta tesis ini.
Semoga Ida Sang Hyang Widhi Wasa / Tuhan Yang Maha Esa selalu
melimpahkan rahmat-Nya kepada semua pihak yang telah membantu
pelaksanaan dan penyelesaian tesis ini, serta kepada penulis sekeluarga.

Denpasar, Mei 2012

Penulis
ABSTRAK

PEMBERIAN EKSTRAK AIR UBI JALAR UNGU (Ipomoea Batatas)


DAPAT MENGHAMBAT PENUAAN DINI KULIT DENGAN
MENGHAMBAT PENINGKATAN KADAR MMP-1 PADA TIKUS
YANG DIPAJAN SINAR UVB

Photoaging adalah penuaan dini kulit yang terjadi akibat efek kumulatif
pajanan kronis sinar ultraviolet matahari dengan gejala penuaan kronologis.
Pajanan kronis sinar ultraviolet dapat menyebabkan terbentuknya reactive oxygen
species (ROS) yang mengaktifkan jalur transduksi signal yang dapat menginduksi
faktor transkripsi activator protein-1 (AP-1), yang kemudian merangsang
transkripsi gen-gen matriks metaloproteinase (MMP). Sekresi enzim matriks
metaloproteinase oleh keratinosit dan fibroblas menyebabkan peningkatan
pemecahan kolagen, yang terlihat sebagai gejala photoaging. Proses ini dapat
dicegah dengan pemberian antioksidan (antosianin), yang terdapat pada ubi jalar
ungu. Tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui pemberian ekstrak air ubi
jalar ungu dapat menghambat peningkatan kadar MMP-1 kulit tikus yang diberi
pajanan ultraviolet B (UVB) dengan dosis total 800mmJ/cm2 .
Penelitian ini adalah studi eksperimental murni menggunakan metodologi
pre-test post-test control group design. Penelitian ini dilakukan di Animal Unit
Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran dan Bagian Virologi Fakultas
Kedokteran Hewan Universitas Udayana, menggunakan tikus (Rattus norvegicus)
betina, usia 2,5 bulan sebagai subyek yang secara anatomis sama dengan manusia
usia dewasa muda. Jumlah sampel dalam penelitian ini 22 ekor tikus, empat ekor
tikus untuk MMP-1 pre-test, sisanya 18 ekor tikus dibagi menjadi dua kelompok
masing-masing sembilan ekor tikus yaitu kelompok kontrol (UVB + akuades) dan
kelompok perlakuan (UVB + ekstrak air ubi jalar ungu). Pajanan UVB diberikan
dua hari sekali selama 15 hari dengan total dosis 800 mJ/cm². Pada akhir
penelitian, diambil jaringan kulitnya untuk diperiksa MMP-1 nya dengan
menggunakan metode Enzym-linked Immunosorbent Assay (ELISA) jaringan.
Dari penelitian ini diperoleh hasil rerata MMP-1 pre-test kelompok
kontrol adalah 0,2660,026 ρg/250mg dan rerata kelompok perlakuan adalah
0,2680,027 ρg/250mg. Analisis kemaknaan dengan uji t-independent
menunjukkan bahwa nilai t = 0,20 dan nilai p = 0,841. Hal ini berarti bahwa kedua
kelompok sebelum diberikan perlakuan, rerata MMP-1 nya tidak berbeda secara
bermakna (p > 0,05). Sedangkan rerata MMP-1 post-test kelompok kontrol adalah
0,3620,077 ρg/250mg dan rerata kelompok perlakuan adalah 0,2800,028
ρg/250mg. Analisis kemaknaan dengan uji t-independent menunjukkan bahwa
nilai t = 2,977 dan nilai p = 0,009. Hal ini berarti bahwa rerata MMP-1 pada
kedua kelompok sesudah diberikan perlakuan, berbeda secara bermakna (p<0,05).
Analisis komparatif pre-post test menggunakan uji t-paired, terjadi peningkatan
rerata MMP-1 secara bermakna pada kelompok kontrol setelah perlakuan
(p<0,05). Sedangkan pada kelompok perlakuan tidak terjadi peningkatan secara
bermakna rerata MMP-1 sesudah diberikan perlakuan berupa paparan UVB +
ekstrak air ubi jalar ungu (p>0,05).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pemberian ekstrak air ubi jalar
ungu dapat menghambat peningkatan kadar MMP-1 pada kulit tikus yang dipajan
sinar UVB.

Kata Kunci: photoaging, ultraviolet B, MMP-1, ekstrak air ubi jalar


ungu
ABSTRACT

SUPPLEMENTATION OF
PURPLE SWEET POTATOES (Ipomoea Batatas) WATER EXTRACT
INHIBIT PREMATURE SKIN AGING BY INHIBIT THE
INCREASED LEVEL OF MMP-1 IN UVB IRRADIATED RAT

Photoaging is premature skin aging caused by the cumulative effects of


chronic ultraviolet irradiation with symptoms of chronological aging. Chronic
exposure to ultraviolet rays can cause the formation of reactive oxygen species
(ROS) which activate signal transduction pathways that can induce the
transcription factor AP-1, which then stimulates the transcription of matrix
metalloproteinase (MMP) genes. Secretion of enzym matrix metalloproteinases by
keratinosit and fibroblasts leads to increased breakdown of collagen, which is seen
as a symptom of photoaging. This process can be prevented by administration of
antioxidants (anthocyanin), found in purple sweet potatoes. The aim of this study
was to determine the effect of utraviolet B (UVB) irradiation with a total dose
800mJ/cm2 in inhibiting the increased level of MMP-1 induced by ultraviolet B
(UVB) irradiation in rat.
This study was true experimental study using the pre-test post-test control
group design methodology. This study was done at Animal Unit Laboratory of
Pharmacology, Medical Faculty of Udayana University and laboratory of
Virology, Veterinary Faculty of Udayana University, used female rats (Rattus
norvegicus), aged 2.5 months old as the subjects in which anatomically similar to
young adults human. Samples of this study was 22 rats, four rats for MMP-1 pre-
test, the remaining 18 rats were divided into two groups, control group (UVB +
2ml of aquadest) and treated group (UVB + 2ml of purple sweet potatoes water
extract), each group consist of nine rats. The UVB exposures were given once in
every two day with a total dose of 800 mJ/cm ². At the end of the study, all the
rats skin tissues was analyzed using Enzym-linked Immunosorbent Assay
(ELISA) to measure the level of their MMP-1.
The results of this study showed that mean MMP-1 pre-test control group
was 0,2660,026 ρg/250mg and the mean of the treated group was 0,2680,027
ρg/250mg. Analysis of significance with independent t-test showed that the value
of t = 0,20 dan nilai p = 0,841. This means that there were no significant
differences of the two groups before treatment (p >0.05). Whereas mean MMP-1
post-test control group was 0.362  0.077 ρg/250mg and the mean of the treated
group was 0.280  0.028 ρg/250mg. This means that there were significant
differences of the two groups (p <0.05). Analysis of significance with independent
t-test showed that the value of t = 2.977 and p = 0.009. This means that there were
significant differences of the two groups after treatment (p <0.05). Comparative
analysis of pre-post test using paired t-test, there was a significant increased in
MMP-1 level in the control group after treatment (p <0.05). Whereas the treated
group did not significantly increased in MMP-1 level after exposure to UVB +
purple sweet potatoes water extract (p>0.05).
It was concluded that the supplementation of purple sweet potatoes water
extract could inhibit the increased level of MMP-1 in UVB irradiated rat skin.

Keywords: photoaging, ultraviolet B, MMP-1, purple sweet potatoes water


extract
DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM ........................................................................................... i


PRASYARAT GELAR...................................................................................... ii
LEMBAR PERSETUJUAN ............................................................................... iii
PENETAPAN PANITIA PENGUJI ................................................................... iv
UCAPAN TERIMA KASIH .............................................................................. v
ABSTRAK ....................................................................................................... vii
ABSTRACT ...................................................................................................... ix
DAFTAR ISI ..................................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xv
DAFTAR TABEL........................................................................................ ......... xvi

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG ...................................................... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... ......... xix

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .......................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................... 6
1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................... 6
1.3.1 Tujuan Umum ............................................................... 6
1.3.2 Tujuan Khusus .............................................................. 7
1.4 Manfaat Penelitian .................................................................... 7
1.4.1 Manfaat Praktis ............................................................. 7
1.4.2 Manfaat Klinis............................................................... 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA


2.1 Proses Penuaan ......................................................................... 8
2.1.1 Teori Proses Penuaan .................................................... 9

2.1.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penuaan .................. 10


2.2 Proses Penuaan Pada Kulit ........................................................ 10
2.2.1 Definisi Penuaan Dini pada Kulit .................................. 10
2.2.2 Mekanisme Penuaan Dini pada Kulit ............................. 12
2.3 Sinar Ultraviolet ....................................................................... 13
2.3.1 Efek Akut Radiasi Sinar Ultraviolet............................... 15
2.3.2 Efek Kronis Radiasi Sinar Ultraviolet ............................ 16
2.4 Photoaging ............................................................................... 17
2.4.1 Mekanisme Photoaging ................................................. 17
2.4.2 Mekanisme Kerusakan Kolagen pada Photoaging
melalui Aktivasi MMP-1 ................................................ 20

2.5. Antioksidan dan Radikal Bebas................................................. 23

2.6 Antosianin ............................................................................... 24


2.7 Antosianin ................................................................................ 25
2.8 Ubi Jalar Ungu (Ipomoea Batatas) ............................................ 29
2.8.1 Struktur kimia antosianin dalam ubi jalar ungu .............. 30
2.8.2 Bioavailabitilas antosianin dalam ubi jalar ungu ............ 30
2.8.3 Efek fisiologis antosianin dalam ubi jalar ungu .............. 31

BAB III KERANGKA BERPIKIR KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN


3.1 Kerangka Berpikir..................................................................... 34
3.2 Konsep ..................................................................................... 35
3.3 Hipotesis Penelitian .................................................................. 36

BAB IV METODE PENELITIAN


4.1 Rancangan Penelitian ................................................................ 37
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian ................................................... 38

4.3 Penentuan Sumber Data ............................................................ 38


4.3.1 Variabilitas Populasi...................................................... 38
4.3.2 Kriteria Inklusi .............................................................. 38
4.3.3 Kriteria Drop Out .......................................................... 38
4.3.4 Besaran Sampel ............................................................. 39
4.3.5 Teknik Penentuan Sampel ............................................. 40
4.4 Variabel Penelitian.................................................................... 41
4.4.1 Klasifikasi Variable Penelitian ...................................... 41
4.4.2 Definisi Operasional Variabel........................................ 41
4.5 Bahan dan Instrumen Penelitian ................................................ 42
4.6 Prosedur Penelitian ................................................................... 43

4.6 Alur Penelitian .......................................................................... 47

4.7 Analisis Data ............................................................................ 48

BAB V HASIL PENELITIAN


5.1 Uji Normalitas Daya ................................................................. 49
5.2 Uji Homogenitas Data antar Kelompok ..................................... 50
5.3 Kadar MMP-1 ........................................................................... 50
5.3.1 Uji Komparabilitas ........................................................ 50
5.3.2 Analisis Efek Perlakuan................................................. 51
5.3.3. Analisis Efek Perlakuan Masing-masing Kelompok ...... 53

BAB VI PEMBAHASAN
6.1 Subyek Penelitian .................................................................... 54

6.2 Pengaruh Pajanan UVB dan Ekstrak air Ubi Jalar Ungu terhadap
MMP-1 ..................................................................................... 54
6.3 Manfaat Ekstrak Air Ubi Jalar Ungu terhadap Anti Aging......... 58

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN


7.1 Simpulan .................................................................................. 60
7.2 Saran ...................................................................................... 60

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... .. 61


LAMPIRAN-LAMPIRAN .................................................................................. 66
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Model Hipotesis Patofisiologi Solar Scar ..................................... 19


Gambar 2.2 Model Mekanisme Photoaging ....................................................... 22
Gambar 2.3 Struktur Kimia Umum Antosianin ................................................. 27
Gambar 2.4 Struktur Kimia Antosianin Utama dalam Ubi Jalar Ungu ............... 30
Gambar 2,5 Nilai ORAC dari Berbagai Varian Ubi Jalar Ungu ......................... 32
Bagan 3.1 Kerangka Konsep Penelitian ........................................................... 35
Bagan 4.1 Skema Rancangan Penelitian .......................................................... 37

Bagan 4.2 Alur Penelitian ............................................................................... 47

Gambar 5.1 Grafik MMP-1 Sesudah Pemberian Ekstrak Air Ubi Jalar Ungu ...
52
DAFTAR TABEL

Tabel 5.1 Hasil Uji Normalitas Data Kadar MMP-1 masing-masing


Kelompok Sebelum dan Sesudah Diberikan Perlakuan .................. 49
Tabel 5.2 Hasil Homogenitas antar Kelompok Data Kadar MMP-1
Sebelum dan Sesudah Perlakuan ................................................... 50
Tabel 5.3 Rerata Kadar MMP-1 antar Kelompok Sebelum
Diberikan Perlakuan ...................................................................... 50
Tabel 5.4 Rerata Kadar MMP-1 antar Kelompok Sesudah Diberikan

Perlakuan. ..................................................................................... 51

Tabel 5.5 Analisis Komparasi Kadar MMP-1 Masing-masing

Kelompok antara Sebelum dan Sesudah Perlakuan ....................... 53


DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG

A4M : American Academy of Anti Aging Medicine


AAM : Anti Aging Medicine
ACE-inhibitor: Angiotensin Converting Enzyme
AP-1 : Activator Protein-1
CCL4 : Carbon Tetra Chloride
CoQ10 : koenzim Q10
DHEA : Dehydroepiandrosterone
DHEAs : sulfat ester dehydroepiandrosterone
DHR : Dihydrorhodamine
DNA : Deoxyribonucleic acid

DPPH : 1,1-diphenil-2-picrylhydrazyl

EGCG : (-)-Epigallocatechin-3-gallate
ELISA : Enzym-linked Immunosorbent Assay
g : gram
H2O2 : Hidrogen Peroksida
IGF-1 : Insulin Growth Factor-1
IL-1 : Interleukin-1
KAP : Kedokteran Anti Penuaan
L atau l : liter
LD50 : lethal dose 50
LDL : Low Density Lipoprotein
MDA : Malondialdehide
MED : Minimal Erythema Dose

mg : miligram
mJ/cm² : mili Joule per sentimeter persegi
mL atau ml : mililiter

MMP : Matrix Metalloproteinase


MMP-1 : Interstitial Collagenase
MMP-3 : Stromyelisin-1
MMP-9 : Gelatinase
NF-κβ : Nuclear factor-kappa beta
NO : Nitric Oxide
NRF2 : Nuclear factor erythroid 2-related factor 2
ORAC : Oxygen Radical Absorbance Capacity
pg/ml : pico gram per mililiter
ROS : Reactive Oxygen Species
SGOT : Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase

SGPT : Serum Glutamic Pyruvic Transaminase

SOD : Superoxide Dismutase


TE : Trolox equivalents
TGF-β : Transforming Growth Factor-beta
TIMP-1 : Tissue Inhibitors of Metalloproteinas-1

TNF-α : Tumor Necrosing Factor-alfa


UV : Ultraviolet
α : alfa
β : beta
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Uji Normalitas Data MMP-1 ........................................................ 64

Lampiran 2 Uji t-independent Test .................................................................. 65

Lampiran 3 Uji t-paired antara Sebelum dan Sesudah Perlakuan (Pre-Post)

Masing-masing Kelompok ............................................................ 66

Lampiran 4 Foto-foto Penelitian ...................................................................... 68


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Proses menua merupakan akumulasi secara progresif berbagai perubahan

patologis di dalam sel dan jaringan yang terjadi seiring dengan waktu.

Menjadi tua atau aging adalah suatu proses menghilangnya kemampuan

seluruh organ tubuh (termasuk kulit) secara perlahan untuk memperbaiki atau

mengganti diri dan mampertahankan struktur serta fungsi normalnya (Yaar dan

Gilchrest, 2007). Akibat penurunan fungsi tersebut, muncul berbagai tanda dan

gejala proses penuaan, yang pada dasarnya dibagi atas dua bagian besar yaitu

tanda psikis dan tanda fisik. Tanda psikis antara lain yaitu menurunnya gairah

hidup, sulit tidur, mudah cemas, mudah tersinggung dan merasa tidak berarti lagi.

Sedangkan tanda fisik antara lain yaitu penurunan massa otot, peningkatan lapisan

lemak, daya ingat berkurang, fungsi seksual terganggu, kemampuan kerja

menurun, masalah sakit tulang dan timbulnya kerutan pada kulit (Pangkahila,

2007).

Banyak faktor yang berperanan pada terjadinya proses penuaan tersebut,

yang dapat dikelompokkan menjadi faktor internal dan eksternal. Faktor internal

meliputi adanya radikal bebas, hormon yang berkurang, proses glikosilasi,

metilasi, apoptosis, sistem kekebalan yang menurun dan faktor genetik.

Sedangkan faktor eksternal yang utama adalah gaya hidup yang tidak sehat, diet

tidak sehat, kebiasaan yang salah, polusi lingkungan, radiasi sinar ultraviolet, stres

dan kemiskinan (Pangkahila, 2007).


Sama halnya dengan organ lain dalam tubuh manusia, kulit juga

mengalami penuaan, baik internal maupun eksternal seperti yang disebutkan

diatas. Selain itu, kulit adalah organ yang mengalami kontak langsung dengan

lingkungan sehingga sangat terpengaruh oleh faktor lingkungan seperti radiasi

ultraviolet (UV) sinar matahari.

Penuaan yang disebabkan oleh radiasi kronis UV sinar matahari ini,

disebut sebagai Photoaging (Gilchrest dan Krutmann, 2006), yang merupakan

penuaan yang terjadi akibat efek buruk kronis dari sinar matahari yang bertumpuk

dengan gejala penuaan kronologis. Proses ini bersifat kumulatif. Reaksi kronis

dari pajanan sinar ultraviolet matahari selama bertahun-tahun dapat menimbulkan

gangguan arsitektur kulit, dan terutama menyebabkan penuaan dini kulit

(photoaging), serta kanker kulit (Walker et al., 2003; Quan et al., 2009).

Kerusakan yang ditimbulkan dapat dilihat baik secara klinis, histologis atau

patologi anatomi maupun secara fungsional (Berneburg et al., 2000). Paparan

radiasi UV sinar matahari menyebabkan kerusakan kulit melalui beberapa

mekanisme, termasuk pembentukan sunburn cell, tercetusnya respon peradangan,

terbentuknya thymine dimer dan produksi kolagenase (MMP / Matriks

Metaloproteinase) (Baumann, 2005). MMP adalah enzym proteinase mengandung

zinc, yang bertanggung jawab mendegradasi protein matriks ekstraseluler. MMP

diklasifikasikan sebagai kolagenase, gelatinase, stromyelisin dan tipe membran

(Quan et al., 2009).


Radiasi UV dengan panjang gelombang 100-400 nm merupakan 5% dari

seluruh radiasi sinar yang ada. Radiasi UV terbagi atas tiga golongan yaitu UVA

(320-400nm), UVB (280-320nm) dan UVC (100-280nm). UVC biasanya tidak

sampai ke permukaan bumi kecuali pada dataran tinggi sekali dimana UVC ini

diserap oleh lapisan ozon pada atmosfir. Yang paling banyak berpengaruh kepada

kesehatan kulit adalah UVB, karena panjang gelombangnya yang lebih pendek

dan paling banyak menembus bumi, sinar UV juga terbukti meningkatkan

degradasi kolagen melalui aktivasi (MMP). Sinar UV juga dapat memacu sintesis

MMP-1 dan MMP-3 melalui pelepasan Tumor Necrosing Factor-alfa (TNF-α)

oleh keratinosit dan fibroblas serta menyebabkan penurunan Transforming

Growth Factor-beta (TGF-β) (Gilchrest dan Krutmann, 2006).

Radiasi UV diketahui secara langsung dan tidak langsung mengganggu

integritas ekstraselular matriks dengan cara meningkatkan aktivitas MMP. Pada

kulit manusia, MMP-1 adalah tipe yang paling terpengaruh oleh induksi sinar UV

matahari dan bertanggungjawab terhadap pemecahan kolagen pada kulit yang

mengalami photoaging (Fisher et al., 2001). Ditemukan bahwa hanya dengan satu

kali ekspos terhadap paparan radiasi UV sinar matahari dapat mengganggu

jaringan konektif dengan menyebabkan gangguan sintesis kolagen yang hampir

komplit, selama 24 jam yang kemudian diikuti dengan recovery 48-72 jam

setelahnya ( Fisher et al., 2001). Selain itu juga terjadi degradasi kolagen karena

terjadi peningkatan kadar MMP-1 yang cukup signifikan yaitu sekitar 4,4 ± 0,2

kali lipat jika dibandingkan dengan kulit yang tidak dipajan radiasi UV (Fisher et

al., 2001). MMP-1 adalah mediator utama terhadap timbulnya degradasi kolagen
pada kulit yang mengalami photoaging. Enzim MMP-1 kolagenolitik

mendegradasi fibril kolagen dan elastin, yang penting untuk kekuatan dan

elastisitas kulit. Aktivitas MMP-1 di kulit akan meningkat walaupun hanya

dengan radiasi UV yang singkat, yang akan menyebabkan timbulnya kerutan pada

kulit, yang menjadi tanda photoaging. (Yaar dan Gilchrest, 2008). Dengan

demikian, hambatan terhadap MMP-1 adalah salah satu cara untuk mencegah

kerusakan kulit akibat paparan sinar UV.

Selain itu radiasi ultraviolet menghasilkan reactive oxygen species / ROS

(Lee et al., 2004; Yaar dan Gilchrest, 2007), bersama dengan aktivasi berbagai

ROS- sensitive signaling Pathways, yang selanjutnya akan mempengaruhi

berbagai macam fungsi selular termasuk menyebabkan fragmentasi kolagen dan

sekresi MMP-1 (Yaar dan Gilchrest, 2008; Helfrich et al., 2008). Stres oksidatif

berpengaruh besar dalam proses photoaging dan fotokarsinogenesis dan juga

dalam patogenesis fotodermatosis (Stahl et al., 2006).

Antioksidan diketahui dapat mencegah dan menangkal terbentuknya

radikal bebas (Stahl et al., 2006; Yaar dan Gilchrest, 2007). Walaupun kulit

mengandung banyak enzim antioksidan [Superoksid dismutase (SOD), katalase

dan glutation peroksidase) dan molekul antioksidan non enzim (tokoferol

(vitaminE), koenzim Q10 (CoQ10), asam askorbat (vitamin C) dan karotenoid],

tetapi masih jauh dari efektif dalam mengatasi stres oksidatif yang terjadi, dan

cenderung terus berkurang bersama dengan bertambahnya usia (Yaar dan

Gilchrest, 2007; Nichols dan Katiyar, 2010) Penggunaan bahan kimia yang

berfungsi untuk melindungi kulit dari bahaya radiasi sinar matahari sudah banyak
dipakai. Salah satunya adalah senyawa polifenol dari tanaman. Penggunaan bahan

ini dimaksudkan untuk mencegah, mengembalikan dan memperlambat efek

buruk radiasi sinar UV terhadap kulit. Efek fotoprotektif kulit dari bahan polifenol

tampaknya diperoleh dari kemampuannya sebagai anti-peradangan, antioksidan,

dan mekanisme DNA Repair (Nichols dan Katiyar, 2010). Pemberian (-)-

Epigallocatechin-3-gallate (EGCG) pada fibroblas manusia dapat menurunkan

sekresi kolagen dan kolagenase pada level mRNA (asam ribonukleat mitokondria)

dan juga menghambat NF-κβ (nuclear factor-kappa beta) dan AP-1 (protein

aktivator-1) (Kim et al., 2001). Isoflavon kedelai dapat menurunkan degradasi

kolagen dengan menurunkan peningkatan kadar MMP-1 yang diinduksi oleh sinar

UVB pada mencit tanpa bulu (Kim et al., 2004).

Polifenol adalah suatu kelompok bahan kimiawi (phytochemicals) yang

ditemukan dalam tumbuhan, ditandai dengan adanya lebih dari satu unit fenol per

molekul. Phenolic dalam makanan manusia terdiri dari Phenolic acid, tannin, dan

flavonoid. Polifenol yang paling banyak diteliti adalah golongan flavonoid, yang

dibagi menjadi dua grup besar yaitu antosianin dan antosantin. Antosianin

merupakan pigmen larut air yang sangat penting, yang bertanggung jawab dalam

memberi warna merah, biru, dan ungu pada tanaman (Fuhrman dan Aviram,

2002). Pigmen ini banyak terdapat pada makanan kita, antara lain buah-buahan

seperti blueberry, cranberry, billberry, juga terdapat pada kulit terong ungu, beras

merah, kulit anggur, serta terutama banyak terdapat pada ubi jalar ungu.

Antosianin sudah banyak dipakai di seluruh dunia sebagai pewarna

makanan, dan sejak jaman dahulu telah banyak dipakai sebagai obat herbal yang
dapat menyembuhkan hipertensi, demam, gangguan liver, diare dan disentri,

gangguan berkemih dan influenza (Konczak dan Zhang, 2004). Beberapa

penelitian terdahulu menunjukkan bahwa antosianin mempunyai bioaktivitas yang

berpotensi tinggi dalam pencegahan berbagai penyakit kronik seperti diabetes dan

katarak yang dipicu oleh diabetes (Ghosh dan Konishi, 2007). Antosianin juga

dapat memperbaiki profil lipid darah dan memiliki efek vasoprotektif (Kahkonen

dan Heinonen, 2003; Jawi dan Budiasa, 2009; Astadi et al., 2009; Shipp dan

Abdel-Aal, 2010), dan juga mempunyai efek dalam menghambat pertumbuhan

dan merangsang apoptosis sel-sel kanker (Hui et al., 2010).

Antosianin adalah pigmen yang banyak ditemukan di dalam ubi jalar

ungu. Kandungan antosianin yang terkandung didalam ubi jalar ungu jauh lebih

tinggi dibandingkan dengan yang terdapat di bahan makanan yang lain. Bahkan

sebagai pewarna makanan, antosianin dari ubi jalar ungu sangat stabil terhadap

pemanasan maupun radiasi UV (Kano et al., 2005).

Dengan mempertimbangkan hal ini, timbul dugaan bahwa antosianin yang

banyak terdapat dalam ekstrak ubi jalar ungu dapat menghambat penuaan dini

kulit, dengan menghambat peningkatan kadar MMP-1 pada tikus yang dipajan

dengan sinar UVB, karena efek antioksidannya. Sehingga perlu dilakukan

penelitian untuk membuktikan dugaan tersebut diatas.

1.2 Rumusan Masalah

Permasalahan yang akan dicari jawabannya melalui penelitian ini dapat

dirumuskan sebagai berikut :


Apakah pemberian ekstrak air ubi jalar ungu dapat menghambat penuaan

dini kulit dengan menghambat peningkatan kadar MMP-1 tikus yang

diberi pajanan kronis sinar UVB ?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan umum

Untuk mengetahui peran ekstrak air ubi jalar ungu dalam menghambat

penuaan dini kulit.

1.3.2 Tujuan khusus

Untuk mengetahui pemberian ekstrak air ubi jalar ungu peroral dapat

menghambat peningkatan kadar MMP-1 pada kulit tikus yang diberi

pajanan sinar UVB dengan dosis total sebesar 800mJ/cm2 selama 15 hari.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat ilmiah

Dari hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah yang

teruji, bahwa pemberian ekstrak air ubi jalar ungu peroral dapat

menghambat penuaan dini kulit dengan menghambat peningkatan kadar

MMP-1 tikus yang diberi pajanan sinar UVB.

1.4.2 Manfaat praktis

Hasil penelitian dapat memberikan informasi ilmiah kepada masyarakat

sehingga dapat menjadi acuan dalam memahami manfaat ubi jalar ungu

sebagai antioksidan dan memberikan efek perlindungan terhadap pajanan


sinar UV yang hampir tidak bisa dihindari dalam kehidupan sehari-hari di

negara tropis seperti indonesia.


BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Proses Penuaan

Proses penuaan merupakan akumulasi secara progresif berbagai perubahan

patologis di dalam sel dan jaringan yang terjadi seiring dengan waktu.

Menjadi tua atau aging adalah suatu proses menghilangnya kemampuan

jaringan secara perlahan untuk memperbaiki atau mengganti diri dan

mampertahankan struktur serta fungsi normalnya. Akibat penurunan fungsi

tersebut, muncul berbagai tanda dan gejala proses penuaan, yang pada dasarnya

dibagi atas dua bagian basar yaitu tanda psikis dan tanda fisik. Tanda psikis antara

lain yaitu menurunnya gairah hidup, sulit tidur, mudah cemas, mudah tersinggung

dan merasa tidak berarti lagi. Sedangkan tanda fisik antara lain yaitu penurunan

massa otot, peningkatan lapisan lemak, daya ingat berkurang, fungsi seksual

terganggu, kemampuan kerja menurun, masalah sakit tulang dan timbulnya

kerutan pada kulit (Pangkahila, 2007).

Perkembangan ilmu kedokteran, dalam hal ini Ilmu Kedokteran Anti-Penuaan

(KAP) atau Anti Aging Medicine (AAM), telah membawa konsep baru dalam

dunia kedokteran. Penuaan diperlakukan sebagai penyakit, sehingga dapat dan

harus dicegah dan diobati bahkan dikembalikan ke keadaan semula sehingga usia

harapan hidup dapat menjadi lebih panjang dengan kualitas hidup yang lebih baik

(Goldman dan Klatz, 2007; Pangkahila, 2007). Dengan mencegah proses penuaan,

fungsi berbagai organ tubuh dapat dipertahankan agar tetap optimal. Hasilnya

organ tubuh dapat berfungsi seperti pada usia biologis yang lebih muda,
padahal usia sebenarnya bertambah. Dengan demikian penampilan dan kualitas

hidupnya lebih muda dibandingkan dengan usia sebenarnya (Pangkahila, 2007).

2.1.1 Teori proses menua

Bermacam-macam teori proses menua telah dikemukakan para ahli namun

sampai saat ini mekanisme yang pasti belum diketahui. Batas waktu yang tepat

antara terhentinya pertumbuhan fisik dan dimulainya proses menua tidak jelas,

karena kedua proses tersebut saling berkaitan (Wasitaatmadja, 2003). Ada

berbagai teori yang berusaha menjelaskan tentang proses penuaan, antara lain :

1. Teori Replikasi DNA

Teori ini mengemukakan bahwa terjadinya proses menua disebabkan

kematian sel secara perlahan-lahan antara lain akibat pengaruh sinar ultra

violet yang merusak DNA sel sehingga mempengaruhi masa hidup sel.

2. Teori Kelainan Alat

Proses menua terjadi akibat kerusakan DNA yang menyebabkan

terbentuknya molekul-molekul yang tidak sempurna sehingga terjadi

kelainan enzym-enzym intraselluler yang mengakibatkan kerusakan atau

kematian sel.

3. Teori Ikatan Silang


Proses menua merupakan akibat dari pembentukan ikatan silang yang

progresif dari protein-protein intraseluler dan interseluler serabut kolagen

yang menyebabkan kolagen kurang lentur dan tidak tegang.

4. Teori Neuro Endokrin

Proses menjadi tua diatur oleh organ-organ penghasil hormon seperti

timus, hipotalamus, hipofisis, tiroid yang secara berkaitan mengatur

keseimbangan hormonal dan regenerasi sel-sel tubuh manusia.

5. Teori Radikal Bebas

Teori radikal bebas dewasa ini lebih banyak dianut dan dipercaya sebagai

mekanisme proses menua. Radikal bebas adalah sekelompok elemen

dalam tubuh yang mempunyai elektron yang tidak berpasangan sehingga

tidak stabil dan sangat reaktif. Sebelum memiliki pasangan, radikal bebas

akan terus menerus menghantam sel-sel tubuh guna mendapatkan

pasangannya termasuk menyerang sel-sel tubuh yang normal. Akibatnya

sel-sel tubuh akan rusak dan menua dan juga mempercepat timbulnya

kanker.

2.1.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi penuaan

Banyak faktor yang berperanan pada terjadinya proses penuaan, dimana

dapat dikelompokkan menjadi faktor internal maupun eksternal. Faktor internal

meliputi adanya radikal bebas, hormon yang berkurang, proses glikosilasi,

metilasi, apoptosis, sistem kekebalan yang menurun dan faktor genetik.

Sedangkan faktor eksternal yang utama adalah gaya hidup yang tidak sehat, diet
tidak sehat, kebiasaan yang salah, polusi lingkungan, radiasi sinar ultraviolet, stres

dan kemiskinan (Pangkahila, 2007).

2.2 Proses Penuaan pada Kulit

Sama halnya dengan organ lain dalam tubuh manusia, kulit juga

mengalami proses penuaan.

2.2.1 Definisi penuaan pada kulit

Menurut Medical online Dictionary, penuaan pada kulit adalah suatu

mekanisme biologis yang ditandai dengan adanya perubahan struktur maupun

elastisitas kulit, yang terjadi bersama dengan waktu sebagai bagian dari proses

penuaan fisiologis (intrinsik) maupun yang dipicu oleh efek dari luar (ekstrinsik).

1. Faktor penuaan intrinsik (intrinsic Aging, Chronologic Aging)

Merupakan proses menua fisiologik yang berlangsung secara alamiah, disebabkan

berbagai faktor dari dalam tubuh sendiri seperti genetik, hormonal maupun rasial.

2. Faktor Menua Ekstrinsik

Terjadi akibat berbagai faktor dari luar tubuh. Faktor lingkungan seperti radiasi

ultraviolet (UV) sinar matahari, kelembaban udara, suhu dan berbagai faktor luar

lainnya dapat mempercepat proses penuaan kulit sehingga terjadi penuaan dini

kulit. Selain itu, kulit adalah organ yang mengalami kontak langsung dengan

lingkungan sehingga sangat terpengaruh oleh faktor lingkungan.

Proses penuaan ekstrinsik berbeda dengan proses penuaan intrinsik baik

secara klinis maupun secara histologis. Secara klinis pada penuaan ekstrinsik

(terutama akibat radiasi sinar uv), kulit menjadi kering, kasar, tidak merata,

warnanya tidak merata (hipo/hiperpigmentasi), terjadi kerutan yang dalam atau


atrofi yang parah, timbul teleangiektasis, pembentukan lentigo solaris, timbulnya

lesi kulit premalignant, tidak elastis dan kaku, serta leathery appearance (Helfrich

et al., 2008). Ditambah tanda-tanda lain seperti elastosis (kulit menjadi kasar,

kuning dan timbul cobblestone effect) serta actinic purpura (kulit menjadi mudah

memar yang disebabkan oleh rapuhnya dinding pembuluh darah) (Gilchrest dan

Yaar, 2000). Sebaliknya penuaan kulit intrinsik (chronologic skin aging), ditandai

oleh timbul kerutan halus, xerosis, kusam, dan timbulnya berbagai tumor kulit

jinak kulit seperti seborrheic keratosis dan cherry angioma (Yaar dan Gilchrest,

2008). Penuaan ekstrinsik, secara histologis memiliki karakteristik berupa massa

elastin yang kusut dan kemudian mengalami degradasi membentuk massa yang

amorfik, jaringan penyangga kulit yang sebagian besar terdiri dari

glikosaminoglikan dan proteoglikan meningkat. Sementara itu, jumlah serat

kolagen berkurang karena degradasinya meningkat akibat peningkatan enzym

matriks metallo proteinase dan pelepasan sitokin, ditambah lagi dengan kontraksi

pada septa di lemak subkutan sehingga timbul kerutan. Kompaksi stratum

corneum meningkat, lapisan sel granular di epidermis menebal, epidermis menipis

akibatnya kulit jadi kering dan kasar. Melanosit yang mengalami hipertrofi

meningkat jumlahnya, begitu pula kadar melanin per unit nya, akibatnya muncul

frecless dan hiperpigmentasi (Yaar dan Gilchrest, 2008).

2.2.2 Mekanisme penuaan pada kulit

Penuaan pada kulit terjadi seperti halnya penuaan sel tubuh secara umum,

yaitu terjadi akumulasi kerusakan endogen akibat pembentukan senyawa oksigen


reaktif (Reactive Oxygen Species = ROS) selama metabolisme oksidasi seluler

(Yaar dan Gilcrest, 2008). Meskipun sistem pertahanan sel terhadap oksidasi telah

sedemikian canggihnya, ROS tetap menimbulkan kerusakan unsur sel termasuk

membran sel, enzym dan DNA, serta mengganggu hubungan / interaksi DNA-

protein dan protein-protein. Pemendekan telomer pada pembelahan sel juga

dikatakan sebagai salah satu penyebab penuaan kulit terutama penuaan intrinsik,

selain karena penurunan faktor pertumbuhan dan hormon (Gilchrest dan

Krutmann, 2006).

Penurunan hormon yang paling banyak ditemukan terutama hormon sex

seperti estrogen, testosteron, dehidroepiandrosteron (DHEA) dan sulfat ester

DHEA-S. Selain itu hormon lain seperti melatonin, kortisol, tiroxin, growth

hormon dan insulin like growth factor-1 (IGF-1) juga menurun. Begitu pula

sebagian besar sitokin, reseptor interleukin-1 (IL-1) juga menurun. Tapi ada juga

yang kadarnya justru meningkat seperti misalnya transforming growth factor βeta

1 (TGF β1) dan matriks metalo proteinase (MMP).

Semua hal tersebut dapat diperberat oleh adanya faktor eksternal, seperti

radiasi uv sinar matahari, selain itu juga dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban

udara, rokok, polusi udara dari kendaraan bermotor, bahan kimia eksogen

endogen. Selain itu juga dipengaruhi oleh faktor lain seperti keadaan gizi yang

buruk, stres psikologis, pemakaian otot wajah yang berulang-ulang dan terus

menerus menyebabkan terbentuknya kerutan dan alur kulit yang menetap,

penyakit kronis, kehilangan struktur penunjang kulit yang berlebihan misalnya

penurunan berat badan yang terlalu cepat (Jusuf, 2005).


Faktor eksternal yang terutama adalah radiasi sinar uv. Penuaan dini yang

disebabkan oleh radiasi UV sinar matahari secara kronis ini, disebut sebagai

Photoaging (Gilchrest dan Krutmann, 2006).

2.3 Sinar Ultraviolet

Radiasi sinar ultraviolet adalah bagian dari spektrum cahaya

elektromagnetik yang panjang gelombangnya lebih panjang daripada sinar-X

tetapi lebih pendek daripada sinar tampak yaitu antara 10 – 400 nm dan energi

antara 3 – 124 eV. Spektrum ultraviolet sinar matahari dapat dibagi menjadi 3

segmen berdasarkan panjang gelombang radiasinya. Yaitu gelombang pendek

(UVC), gelombang medium (UVB), dan gelombang panjang (UVA).

1. UVC dengan spektrum 200-290 nm, adalah radiasi yang paling banyak

diserap di lapisan ozon atmosfer bumi dan normalnya tidak mencapai

permukaan bumi. Panjang gelombang ini memiliki energi yang sangat

hebat dan bersifat sangat mutagenik. Radiasi UVC dapat menembus kulit

sampai 60-80 µm dan dapat merusak molekul DNA.

2. UVB dengan spektrum 290-320 nm, paling banyak menembus atmosfer

bumi. Walaupun hanya 5% dari total radiasi sinar matahari, tetapi

bertanggungjawab atas sebagian besar photodamage pada kulit. Radiasi

UVB dapat menenbus kulit sampai kedalaman kira-kira 160-180 µm.

Sehingga dapat menembus seluruh lapisan epidermis (70% diserap di

stratum korneum, 20% dikeseluruhan epidermis) dan sebagian dermis

(sekitar 10%). Radiasi UVB dapat memicu baik langsung maupun tidak
langsung, kerusakan DNA, stres oksidatif, penuaan dini kulit dan berbagai

efek terhadap sistem imun, serta memiliki efek penting terhadap timbulnya

tumor kulit.

3. UVA dengan spektrum 320-400 nm, adalah jenis radiasi yang lemah. 1000

kali lebih lemah daripada UVB namun 100 kali lebih banyak mencapai

permukaan bumi, sekitar 90-95% dari total radiasi sinar matahari yang

berhasil sampai ke permukaan bumi. UVA dapat menembus sampai

kedalaman 1000 µm. Radiasi UVA diserap sebagian besar pada lapisan

epidermis, tetapi 20-30% mencapai bagian yang lebih dalam dermis kulit

manusia. Dan bertanggung jawab atas timbulnya tumor kulit baik yang

jinak maupun kanker (Kochevar dan Taylor, 2003; Nichols dan Katiyar,

2010).

2.3.1 Efek akut radiasi sinar ultraviolet

Efek akut radiasi sinar UV matahari pada kulit dapat memicu sunburn,

respon pigmentasi (melanogenesis/tanning), immunosupresi dan kerusakan

jaringan konektif dermis (Yaar dan Gilchrest, 2008).

Sunburn (eritema) adalah reaksi inflamasi akut pada kulit ditandai dengan

kemerahan yang muncul akibat ekspos langsung berlebihan dengan radiasi sinar

UV. Radiasi UVA maupun UVB dapat menimbulkan kemerahan pada kulit,

namun intensitas dan kecepatan menimbulkan kemerahannya berbeda. Reaksi

kemerahan kulit terhadap UVA lebih cepat tapi kurang intensif dibandingkan

dengan UVB. Pada UVB, respon kemerahan (eritema) muncul dalam waktu 6-24

jam setelah ekspos langsung, tergantung dari dosis penyinaran. Dosis terkecil
yang dapat mengakibatkan reaksi kemerahan minimal yang terlihat dengan jelas

24 jam setelah ekspos disebut MED (Minimal Erythema Dose).

Paparan radiasi UV sinar matahari menimbulkan respon pigmentasi berupa

timbulnya warna kecoklatan (tanning) dan diikuti dengan pembentukan melanin

baru. Hal ini dipengaruhi oleh panjang gelombang radiasi. Pada paparan UVA,

respon pigmentasinya bertahan lebih lama dibandingkan dengan UVB. Hal ini

mungkin disebabkan oleh UVA menginduksi pigmentasi pada lapisan yang lebih

dalam. Pada melanogenesis yang disebabkan oleh UVB, akan menghilang

bersama dengan pelepasan sel epidermis tiap bulan (Fisher et al., 2001)

Imunosupresi yang disebabkan oleh paparan radiasi UV sinar matahari

berperan penting dalam menurunnya efektifitas vaksin (Nghiem et al., 2001).

Hanya dengan dosis tunggal di bawah dosis yang dapat menimbulkan sunburn /

eritema pun (0,25 – 0,5 MED) sudah dapat menekan induksi respon

hipersensitifitas kontak terhadap dinitro klorobenzena hingga 50-80% (Rigel et

al., 2004).

Hanya dengan satu kali ekspos terhadap paparan radiasi UV sinar matahari

dapat mengganggu jaringan konektif dengan menyebabkan gangguan sintesis

kolagen yang hampir komplet, selama 24 jam yang kemudian diikuti dengan

recovery 48-72 jam setelahnya ( Fisher et al., 2002). Selain itu juga terjadi

degradasi kolagen karena terjadi peningkatan kadar MMP-1 yang cukup

signifikan yaitu sekitar 4,4 ± 0,2 kali lipat jika dibandingkan dengan kulit yang

tida di pajan radiasi UV (Fisher et al., 2001).


2.3.2 Efek kronis radiasi sinar ultraviolet

Paparan kronis radiasi sinar UV dapat memicu timbulnya kanker dan

penuaan dini kulit atau photoaging (Walker et al., 2003; Quan et al., 2009).

Hubungan antara paparan radiasi UV sinar matahari dan berbagai tipe

kanker kulit, telah banyak diteliti dengan berbagai studi epidemiologi maupun

dengan hewan percobaan. Dan ditemukan hubungan erat antara paparan radiasi

sinar UV, terutama UV B sebagai faktor penyebab kanker kulit, disebabkan oleh

terjadinya mutasi DNA (Walker et al., 2003).

2.4 Photoaging

Photoaging adalah proses penuaan dini yang terjadi akibat efek kumulatif

pajanan kronis UV matahari dengan gejala penuaan kronologis.

Kerusakan yang ditimbulkan dapat dilihat baik secara klinis, histologis atau

patologi anatomi maupun secara fungsional (Berneburg et al., 2000). Reaksi

kronis dari pajanan sinar ultraviolet matahari selama bertahun-tahun dapat

menimbulkan gangguan arsitektur kulit, dan terutama menyebabkan penuaan dini

kulit atau photoaging (Walker et al., 2003; Quan et al., 2009). Disimpulkan bahwa

photoaging adalah penuaan yang terjadi akibat efek buruk kronis dari sinar

matahari yang bertumpuk dengan gejala penuaan kronologis (Yaar dan Gilchrest,

2007).

2.4.1 Mekanisme photoaging


Saat kulit terekspos dengan sinar matahari, radiasi UV terserap oleh

molekul kulit yang dapat menimbulkan senyawa berbahaya yang disebut raective

oxygen species (ROS) (Fisher et al., 2002). Yang mana dapat menyebabkan

kerusakan oksidatif pada komponen sel seperti dinding sel, membran lipid,

mitokondria, dan DNA. ROS ini juga berpengaruh besar pada jalur molekul.

Penyinaran kulit bokong manusia dengan 2 MED (minimal erythema dose, yaitu

dosis minimal radiasi UVA / UVB yang dapat menimbulkan efek erythema pada

kulit) dapat meningkatkan hidrogen peroksida, suatu ROS, dalam 15 menit

(Helfrich et al., 2008).

Sedangkan penelitian lain menemukan bahwa hanya dengan satu kali

ekspos penyinaran radiasi UV sebesar 4 MED, dapat menginduksi marker stres

oksidatif pada kulit (epidermis maupun dermis), yaitu H2O2 (menggunakan

dihydrorhodamine-123, DHR) , Nitric Oxide (menggunakan spektrofotometri),

Peroksidasi Lipid (menggunakan Malondialdehida, MDA), dan infiltrasi lekosit

inflamasi (menggunakan antibodi sel CD11b+ ) yang meningkat paling signifikan

pada 48jam setelah ekspos UV. Seperti diketahui bahwa adanya nitric oxide (NO)

dan hidrogen peroksida (H2O2) sangat merusak dan sitotoksik terhadap sel target.

NO mengandung elektron tak berpasangan dan bersifat paramagnetik, dan oleh

karena itu bereaksi cepat terhadap anion superoksid untuk menbentuk anion

peroksi nitrat. Dekomposisi peroksi nitrat adalah oksidan yang kuat, sama seperti

radikal hidroksil (Katiyar et al., 2001).

Selain itu penyinaran radiasi UV dapat menimbulkan perubahan pada

kolagen dermal melalui dua cara: (1) stimulasi pemecahan kolagen, menghasilkan
kolagen yang terpecah dalam fragmen dan tidak beraturan. (2) menghambat

biosintesis prokolagen, sehingga kandungan kolagen berkurang (Yaar dan

Gilchrest, 2008; Helfrich et al., 2008). Hanya dengan satu kali penyinaran UV

dengan dosis 2 MED, dapat menghambat sintesis prokolagen hampir total, yang

bertahan untuk 24 jam, diikuti dengan perbaikan dalam 48-72 jam setelahnya

(Fisher et al., 2001). Penelitian-penelitian sebelumnya juga telah menemukan

bahwa AP-1 (Activator protein-1) dan MMP meningkat dan tetap bertahan sampai

sekitar 24 jam setelah paparan radiasi UV serta terdapat peningkatan pemecahan

kolagen yang signifikan.

Setiap paparan radiasi UV sepanjang usia hidup, sesungguhnya terus

terakumulasi sebagai ‘solar scar’, yang kemudian bermanifestasi sebagai kerutan

(wrinkle).

Gambar 2.1 memperagakan model hipotesis terbentuknya solar scar.

Kulit yang terekspos sinar UV pada tahap sebelum terjadi sunburn, memicu

ekspresi MMP (Matrix Metalloproteinase) dalam keratinosit (KC) di lapisan luar

kulit dan fibroblas (FB) di jaringan konektif. MMP kemudian mendegradasi

kolagen pada matriks ektraseluler lapisan dermis. Tingkat destruksi matriks

dibatasi secara simultan oleh TIMP-1 (Tissue Inhibitor of Matrix

Metalloproteinase), yang secara parsial bekerja menghambat aktivitas MMP.

Pemecahan kolagen selalu diikuti dengan sintesis dan perbaikan, yang seperti

pada hampir semua proses penyembuhan luka, tidak pernah sempurna dan

menyisakan bekas, walaupun awalnya ecara klinis tidak terlihat. Tetapi bersama

dengan bertambahnya usia dan ekspos sinar UV yang terus terjadi, terjadi
penumpukan solar scar, yang lama kelamaan mulai terlihat secara klinis berupa

kerutan (photoaging).

Gambar 2.1 Model hipotesis patofisiologi Solar Scar (Fisher, 2001)

2.4.2 Mekanisme kerusakan kolagen pada photoaging melalui aktivasi

MMP-1

Kolagen adalah penyusun utama kulit manusia, yang memberikan

kekuatan dan kekenyalan pada kulit. Kolagen tipe I adalah struktur protein utama

penyusun matriks ekstra seluler. Fibroblas dermis membuat molekul prekursor

yang disebut prokolagen. Prokolagen kemudian di sekresi ke dalam ruang ekstra

seluler yang kemudian di proses secara enzymatik menjadi kolagen matur.

Kolagen matur spontan membentuk fibril, yang segera di stabilkan dengan

crosslink.. fibril kolagen memiliki estimasi half life sekitar 17 tahun. Itu sebabnya

fibrl kolagen yang terpecah dapat terakumulasi sepanjang waktu dan memiliki

konsekuensi yang panjang, terhadap struktur maupun fungsi kulit (Quan et al.,
2009) Terdapat dua regulator utama dalam proses produksi kolagen yaitu :

transforming growth factor (TGF-β) dan activator protein-1 (AP)-1. TGF-β

adalah sitokin yang meningkatkan produksi kolagen. Sedangkan AP-1 adalah

faktor transkripsi yang menghambat produksi kolagen serta meningkatkan

pemecahan kolagen melalui regulasi aktivitas enzym yang disebut matriks

metalloproteinase (MMP) (Helfrich et al., 2008). Radiasi UV diketahui secara

langsung dan tidak langsung mengganggu integritas ekstraselular matriks dengan

cara meningkatkan aktivitas MMP.

MMP adalah sekelompok proteinase mengandung Zinc, yang bertanggung

jawab mendegradasi protein matriks ekstra seluler. MMP terdiri dari sekitar 25

anggota, dimana 24 nya terekspresi pada mamalia. MMP diklasifikasikan sebagai

kolagenase, gelatinase, stromelisin dan tipe membran (Seltzer dan Eisen, 2003;

Quan et al., 2009). Pada berbagai studi ditemukan bahwa jenis yang paling

banyak terpengaruh pada paparan radiasi UV adalah interstisial kolagenase

(MMP-1), stromyelisin-1 (MMP-3), 92kd-gelatinase (MMP-9) (Fisher et al.,

2002). UV menginduksi MMP-1 untuk menginisiasi pemecahan fibril kolagen

(tipe I dan III di kulit) pada satu tempat di tengah-tengah tripel heliks fibril

kolagen (Fisher et al., 2002).

Pada kulit manusia, MMP-1 adalah tipe yang paling terpengaruh oleh

induksi sinar UV matahari dan bertanggungjawab terhadap pemecahan kolagen

pada kulit yang mengalami photoaging (Fisher et al., 2001). Ditemukan bahwa

hanya dengan satu kali ekspos terhadap paparan radiasi UV sinar matahari dapat

mengganggu jaringan konektif dengan menyebabkan gangguan sintesis kolagen


yang hampir komplit, selama 24 jam yang kemudian diikuti dengan recovery 48-

72 jam setelahnya ( Fisher et al., 2001). Selain itu juga terjadi degradasi kolagen

karena terjadi peningkatan kadar MMP-1 yang cukup signifikan yaitu sekitar 4,4

± 0,2 kali lipat jika dibandingkan dengan kulit yang tidak dipajan radiasi UV

(Fisher et al., 2001). MMP-1 adalah mediator utama terhadap timbulnya degradasi

kolagen pada kulit yang mengalami photoaging. Enzim MMP-1 kolagenolitik

mendegradasi fibril kolagen dan elastin, yang penting untuk kekuatan dan

elastisitas kulit. Aktivitas MMP-1 di kulit akan meningkat walaupun hanya

dengan radiasi UV yang singkat, yang akan menyebabkan timbulnya kerutan pada

kulit, yang menjadi tanda photoaging. (Yaar dan Gilchrest, 2008).

Secara garis besar pengaruh sinar UV matahari terhadap timbulnya

Photoaging dapat dijelaskan dengan gambar 2.2.


Gambar 2.2 Model Mekanisme Photoaging (Helfrich et al., 2008)

Radiasi UV akut menyebabkan timbulnya ROS (Radical Oxygen Species),

yang meningkatkan AP-1 dan menurunkan TGF-β. Peningkatan AP-1 dapat

meningkatkan MMP yang bertindak sebagai pemecah kolagen, sementara itu

penurunan TGF-β juga menurunkan sintesa kolagen. Pemecahan kolagen selalu

diikuti dengan sintesis dan perbaikan, yang seperti pada hampir semua proses

penyembuhan luka, tidak pernah sempurna dan menyisakan bekas, walaupun

awalnya ecara klinis tidak terlihat. Tetapi bersama dengan bertambahnya usia dan

ekspos sinar UV yang terus terjadi, terjadi penumpukan solar scar, yang lama

kelamaan mulai terlihat secara klinis berupa kerutan (photoaging) (Helfrich et al.,

2008).

Dengan demikian, hambatan terhadap MMP-1 adalah salah satu cara untuk

mencegah kerusakan kulit akibat paparan sinar UV. Matriks metaloproteinase-1

adalah mediator kunci yang mendegradasi kolagen pada kulit yang mengalami

photoaging (Fisher et al., 2002).

2.5 Oksidan dan Radikal Bebas

Oksidan adalah senyawa penerima elektron atau suatu senyawa yang dapat

menarik elektron (electrone acceptor) seperti ion ferri yang berubah menjadi ferro

dalam reaksi dibawah ini :


Fe3+ + e-  Fe2+

Radikal bebas adalah atom atau molekul yang memiliki satu atau lebih

elektron tidak berpasangan (unpaired electrone). Elektron yang tidak

berpasangan ini cenderung membentuk pasangan, dan ini dapat terjadi dengan

cara menarik elektron dari senyawa lain sehingga terbentuk pasangan baru. Jadi,

sama seperti sifat oksidan yaitu dapat menarik elektron. Contoh radikal bebas :

Ho, oOH dan oO2.

Adanya elektron yang tidak berpasangan ini akan menyebabkan senyawa ini

bersifat tidak stabil dan sangat reaktif dalam mencari pasangan, dengan cara

menyerang dan mengikat molekul yang berada disekitarnya. Hilang atau

bertambahnya satu elektron pada molekul lain menghasilkan suatu radikal bebas

yang baru, yang akan mengakibatkan perubahan fisik maupun kimiawi sehingga

bisa menyebabkan kerusakan sel, gangguan fungsi sampai kematian sel. Serta

dapat menyebabkan mutasi dan bersifat karsinogenik.

Kadar radikal bebas dalam tubuh dapat meningkat pada banyak proses yang

terjadi sehari-hari tanpa kita sadari, seperti radiasi UV dari sinar matahari,

aktivitas fisik yang berlebihan, toksin dari bahan kimia yang ada di sekitar kita,

polusi udara, rokok, dan sebagainya.

2.6 Antioksidan

Antioksidan adalah senyawa pemberi elektron (electrone donor), yang

dapat meredam dampak negatif dari oksidan dalam tubuh. Dalam proses

peredamannya maka tubuh menerapkan dua strategi yaitu mencegah


terhimpunnya senyawa-senyawa oksidan secara berlebihan dan mencegah

terjadinya reaksi rantai yang berkelanjutan. Secara umum antioksidan

dikelompokkan menjadi antioksidan enzimatis dan non-enzimatis. Antioksidan

enzimatis seperti superoksidan dismutase (SOD), katalase dan glutation

peroksidase. Sedangkan antioksidan non enzimatis dapat dibagi menjadi dua

golongan yaitu yang larut air seperti : asam urat, asam askorbat, protein pengikat

heme dan pengikat logam. Antioksidan yang larut lemak seperti : α-tokoferol,

karotenoid, flavonoid, quinon dan bilirubin (Rigel et al., 2004).

Antioksidan diketahui dapat mencegah dan menangkal terbentuknya

radikal bebas. Penggunaan bahan kimia yang berfungsi untuk melindungi kulit

dari bahaya radiasi sinar matahari sudah banyak dipakai. Salah satunya adalah

senyawa polifenol dari tanaman. Penggunaan bahan ini dimaksudkan untuk

mencegah, mengembalikan dan memperlambat efek buruk radiasi sinar UV

terhadap kulit. Efek fotoprotektif kulit dari bahan polifenol tampaknya diperoleh

dari kemampuannya sebagai anti-peradangan, antioksidan, dan mekanisme DNA

Repair (Nichols dan Katiyar, 2010). Pemberian (-)-Epigallocatechin-3-gallate

(EGCG), polifenol utama yang terdapat didalam teh hijau, pada fibroblas manusia

diketahui dapat menurunkan sekresi kolagen dan kolagenase pada level mRNA

(asam ribonukleat mitokondria) dan juga menghambat NF-κβ (nuclear factor-

kappa beta) dan AP-1 (protein aktivator-1) (Kim et al., 2001). Hal ini mungkin

disebabkan oleh kemampuan EGCG dalam menghambat ROS dengan cara

menginhibisi H2O2 , NO, Peroksidasi Lipid, dan infiltrasi lekosit inflamasi yang

merupakan sumber utama ROS (Katiyar et al., 2001). Penelitian lain menemukan
bahwa Isoflavon kedelai (genestein) dapat menurunkan degradasi kolagen dengan

menurunkan peningkatan kadar MMP-1 yang diinduksi oleh sinar UVB pada

mencit tanpa bulu (Kim et al., 2004). Kemudian diketahui bahwa hal ini

disebabkan oleh genestein memiliki efek antioksidan yaitu sebagai oxygen radical

scavengers, yang bekerja menghambat protein cJun amino terminal kinase (JNK),

sehingga menghambat transkripsi AP-1 dan kemudian menurunkan MMP-1

(Baumann, 2005; Yaar dan Gilchrest, 2007).

Antioksidan dari luar dapat meningkatkan antioksidan dalam tubuh dengan

mekanisme aktivasi faktor transkripsi NRF2 (Nuclear factor erythroid 2-related

factor 2). NRF2 terlepas dari cap, masuk ke dalam inti sel kemudian

menyebabkan transkripsi gen-gen antioksidan sehingga antioksidan dalam tubuh

meningkat.

2.7 Antosianin

Phytochemicals merupakan zat kimia yang terkandung dalam tanaman

yang diluar dari nutrien (protein, karbohidrat, air, vitamin dan mineral) yang

terdapat didalamnya. Phytochemicals tidak mutlak dibutuhkan tapi membantu

kesehatan tubuh. Polifenol adalah suatu kelompok Phytochemicals, dicirikan

dengan adanya lebih dari satu unit fenol per molekul. Phenolic dalam makanan

manusia terdiri dari Phenolic acid, tannin, dan flavonoid. Polifenol yang paling

banyak diteliti adalah golongan flavonoid, yang dibagi menjadi dua grup besar

yaitu antosianin dan antosantin. Antosianin merupakan pigmen larut air yang

sangat penting, yang bertanggung jawab dalam memberi warna merah, biru, dan
ungu pada tanaman (Fuhrman dan Aviram, 2002). Pigmen ini banyak terdapat

pada makanan kita, antara lain buah-buahan seperti blueberry, cranberry,

billberry, juga terdapat pada kulit terong ungu, beras merah, kulit anggur, serta

terutama banyak terdapat pada ubi jalar ungu.

Antosianin sudah banyak dipakai di seluruh dunia sebagai pewarna

makanan, tetapi tidak diketahui mengandung bahan yang memiliki fungsi

fisiologis terhadap tubuh manusia. Sampai terakhir ini mulai banyak yang

meneliti, dan menemukan banyak manfaat yang tidak diketahui (Shipp dan Abdel-

Aal, 2010). Beberapa penelitian terdahulu menunjukkan bahwa antosianin

mempunyai bioaktivitas yang berpotensi tinggi dalam pencegahan berbagai

penyakit kronik seperti diabetes dan katarak yang dipicu oleh diabetes (Ghosh dan

Konishi, 2007). Penelitian pada ekstrak demila (pomegranate) yang banyak

mengandung polifenol terutama antosianin, menemukan adanya penghambatan

terhadap stres oksidatif dan photoaging dalam hal ini penghambatan peningkatan

MMP-1 dan penurunan TIMP-1 yang diinduksi oleh pajanan sinar UVB.

Terutama bahwa ekstrak delima tersebut memiliki efek antioksidan dan

antiinflamasi yang kuat (Zaid et al., 2007)

Antosianin adalah glikosida larut air dari derivat polihidroksi dan

polimetoksi 2-fenilbenzopirilium atau garam flavium. Terdapat 6 jenis

antosianidin yang biasa ditemukan pada tanaman, diklasifikasikan berdasarkan

nomor dan posisi grup hidroksilnya dalam inti flavan. Namanya yaitu cyanidin

(cy), delphidin (dp), malvidin (mv), peonidin (pn) pelargonidin (pg), petunidin

(pt) (Prior, 2003; Ghosh and Konishi, 2007).


Gambar 2.3 Struktur kimia umum antosianin (Ali, 2009)

Perbedaan masing-masing antosianin terletak pada jumlah dan posisi grup

hidroksil, tingkat metilasi grup hidroksil, nomor dan lokasi gula yang terikat pada

molekul, serta asam alifatik atau aromatik yang menempel pada gula tersebut.

Glikosilasi menentukan peningkatan stabilitas struktur dan kelarutannya dalam

air. Asilasi residu gula dengan asam cinnamic (ρ-coumaric, caffeic, ferulic) atau

asam alifatik (acetic, malonic. succinic) juga memperbaiki stabilitas antosianin.

Secara umum, antosianin di-, tri-, atau polyacylated memiliki stabilitas lebih

tinggi dibandingkan yang monoacylated.

Bentuk glikosida dari 3 jenis antosianin tidak termetilasi (sianidin,

delphidin dan pelargonidin) adalah yang terbanyak ditemukan di alam, kira-kira

80% pada daun-daun yang berwarna, 69% pada buah, dan 50% pada bunga.

Gradasi warna dan struktur antosianin tergantung pada perbedaan pola cincin

benzoyl B antosianin, pola glukosilasi, dan esterifikasi glukosa dengan asam


alifatik atau aromatik, pH, temperatur, jenis pelarut serta adanya co-pigmen

(Ghosh & Konishi, 2007; Shipp dan Abdel-Aal, 2010). Pada pH 1-3 flavyum

cation (C15H110+) berwarna merah, pada pH 5 resultant carbinol pseudo base

tidak berwarna, dan pada pH 7-8 akan terbentuk quinodal base yang berwarna biru

ungu. Bentuk antosianin yang paling banyak dalam bagian tumbuh-tumbuhan

adalah cyanidin, diikuti dengan pelargonidin, peonidin, delphidin, petunidin dan

malvidin.

Antosianin dapat diabsorpsi intak dalam bentuk glikosid. Absorpsi

antosianin terjadi segera setelah dikonsumsi, konsentrasi maksimal dicapai dalam

waktu 15 - 60 menit. Ekskresi terjadi dalam waktu 6 – 8 jam. Hanya 0,1%

antosianin yang terdeteksi di urine, ini menimbulkan dugaan bahwa sebagian

besar antosianin yang dikonsumsi diserap disaluran pencernaan, terutama

dilambung dan usus serta didistribusikan ke sistem sirkulasi (Shipp dan Abdel-

Aal, 2010).

Antosianin termasuk aman, karena sudah dikonsumsi sejak dahulu. LD50

(lethal dose 50) pada tikus dan mencit lebih dari 2000mg/kg, tanpa gejala-gejala

toksik. Pemberian dosis tunggal 3000mg/kg pada anjing tidak menunjukkan

gejala-gejala keracunan. Pemberian ekstrak antosianin pada anjing dan tikus

dengan dosis 125-150mg/kg selama enam bulan tidak menyebabkan kematian

maupun menunjukkan gejala-gejala keracunan (Hou-DX, 2003).

2.8 Ubi Jalar Ungu ( Ipomoea batatas )

Ubi jalar adalah salah satu bahan makanan yang banyak ditemukan di

indonesia. Ubi jalar (Ipomoea batatas) adalah tanaman dikotiledon, ordo


solanacea yang masuk dalam family convolvulaceae. Terdapat berbagai macam

jenis dan varietas di indonesia, di Bali terdapat sekitar 20 jenis. Dengan berbagai

macam jenis warna kulit maupun daging umbi nya, dari yang berwarna putih,

kuning, merah/jingga, dan ungu (Suprapta et al., 2003). Ubi jalar dengan daging

umbi berwarna ungu diketahui paling banyak mengandung antosianin. Kandungan

antosianin sangat bervariasi tergantung pada varietas/kultivar, yaitu bervariasi

antara 0,02mg/100g umbi segar (bagian yang dapat dimakan) sampai

209,9mg/100g umbi segar. Kandungan tertinggi ditunjukkan oleh ubi jalar ungu,

disusul oleh ketela waluh (daging umbi berwarna jingga) (Suprapta et al., 2004).

Varietas okinawa mengandung antosianin berkisar 10-21.1mg/100g berat kering,

sedangkan varian Stoke-purple dan NC415 yang berwarna ungu tua, mengandung

antosianin berkisar 33,7-96,8 mg/100g berat kering (Truong et al., 2010). Variasi

nilai gizi pada berbagai jenis ubi jalar ini, selain dipengaruhi oleh genetik, tetapi

juga bisa dipengaruhi oleh kondisi lingkungan tempat tumbuhnya (Suprapta et al.,

2004).

2.8.1 Struktur kimia antosianin dalam ubi jalar ungu


Gambar 2.4 Struktur kimia antosianin utama dalam ubi jalar ungu.
Tabel singkatan: caf, caffeoyl; phb, ρ-hydroxybenzoyl; fer, feruloyl
(Montilla et al., 2010)
Pigmen antosianin dari ubi jalar ungu cultivar Yamagawamurasaki yang

ditemukan terutama terdiri dari sianidin atau peonidin yang terikat dengan

sophoroside dan glucopyranoside, yang terasilasi dengan ferulic acid, caffeic

acid, dan ρ-hydroxybenzoic acid. Warna ungu pada ubi jalar ungu, disebabkan

oleh akumulasi struktur monoacylated dan diacylated 3-(2-glucosyl)glucosyl-5-

glucosyl cyanidin dan 3-(2-glucosyl)glucosyl-5-glucosyl peonidin (harada et al.,

2004; Montilla et al., 2010).

2.8.2 Bioavailabilitas antosianin dari ubi jalar ungu

Bioavailabilitas mempelajari tentang proporsi nutrien yang dicerna,

diserap dan di metabolisme melalui jalur normal, untuk mengetahui kecepatan

absorpsi dan jumlah yang diabsorpsi.


Terdapat dua jenis pigmen antosianin yang terdeteksi dalam plasma dan

urin, hal ini menunjukkan bahwa struktur ini mempengaruhi penyerapannya.

Struktur tersebut yaitu 2-0(6-0E-feruloyl-β-D-glucopyranosyl)-β-D-

glucopyranoside yang terikat pada posisi 3 dari sianidin dan peonidin.

Konsentrasi plasma pada manusia, dicapai dalam 90 menit setelah dikonsumsi dan

terdeteksi dalam urin setelah 15 jam. Recovery rate pada urin manusia

diperkirakan sekitar 0,01-0,03% setelah 24 jam, hampir sama dengan angka yang

ditemukan pada antosianin anggur. Sedangkan pada tikus, konsentrasi tertinggi

dicapai dalam 5 menit dan terekskresi hampir komplit dalam 180 menit dengan

Recovery rate 0,11% setelah 4 jam (Harada et al., 2004).

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa antosianin dari ubi jalar ungu, terabsorpsi

secara selektif, karena hanya dua jenis yang terdeteksi dalam plasma dan urin.

Dan lebih sulit di metabolisme daripada antosianin dari buah-buahan yang lain

karena kedua jenis tersebut ditemukan baik di darah maupun di urin (Harada et

al., 2004).

2.8.3 Efek fisiologis antosianin dari ubi jalar ungu

Antosianin dalam ubi jalar ungu telah banyak diteliti tentang efek nya

terhadap kesehatan.

Ubi jalar ungu juga diketahui memiliki kadar antioksidan yang tinggi,

berhubungan dengan kadar antosianinnya. Ubi jalar ungu ditemukan 10 kali lipat

lebih tinggi aktivitas oxygen radical absorbance capacity (ORAC) nya jika

dibandingkan dengan ubi jalar putih, kuning dan oranye (Oki et al., 2003). ORAC

score yang disarankan untuk kesehatan manusia adalah 5000-6000 µmol-


TE/100g. TE (Trolox equivalent) adalah satuan pengukuran kapasitas antioksidan

yang dibandingkan dengan trolox (6-hydroxy-2,5,7,8-tetramethylchroman-2-

carboxylic acid), derivat vitamin E yang larut dalam air.

Gambar 2.5 Nilai ORAC dari berbagai varian ubi jalar (Ipomoea batatas)
Keterangan singkatan: TE, Trolox equivalent (Oki et al., 2003)

Ditemukan bahwa aktivitas anti radikal scavenging terhadap 1,1-diphenil-2-

picrylhydrazyl (DPPH) lebih kuat dibandingkan antosianin dari vitamin c, juga

lebih kuat dari antosianin yang ditemukan pada kubis merah, kulit anggur,

elderberry, dan jagung ungu. Selain itu antosianin dari ubi jalar ungu ini, dapat

menekan peningkatan SGOT – SGPT pada tikus yang hepatophati akibat

diinduksi dengan karbon tetra klorida (CCL4), dan memiliki efek anti

arteriosklerosis karena bersifat resisten terhadap oksidasi LDL (Kano et al., 2005).

Penelitian lain menemukan bahwa pemberian sirup ubi jalar ungu yang

mengandung antosianin sekitar 0,1mg/hari pada mencit (20g), dapat menekan

peroksidasi lipid yang merupakan indikator tingkat kerusakan oksidatif


sel/jaringan tubuh akibat radikal bebas, yang diukur dengan kadar

malondialdehide (MDA) didalam darah (Jawi et al., 2008). Pemberian ekstrak ubi

jalar ungu dengan dosis 400mg antosianin/hari, dapat meningkatkan kadar total

antioksidan dan memperbaiki profil lipid darah kelinci (Jawi & Budiasa, 2009).

Penelitian pada manusia menunjukkan bahwa asupan minuman dari ubi jalar

ungu yang mengandung antosianin 400 mg per hari mempunyai efek proteksi

liver terhadap oksidatif stress ( Suda et al., 2003 ). Pemberian ekstrak ubi jalar

ungu dengan dosis antosianin 2,7 mg/ 100 gr berat badan, dapat mengurangi

cedera liver pada tikus ( Kano et al., 2005 ) Selain anti radikal scavenging,

hepatoprotektif, anti arteriosklerosis, dan bersifat antioksidan, antosianin dari ubi

jalar ungu juga dapat berfungsi sebagai antihipertensi seperti ACE-inhibitor dan

antihiperglikemik in vivo serta antimutagenik/antikarsinogenik (Suda et al.,

2003).

Dari berbagai literatur dan penelitian belum ada yang meneliti efek proteksi

antosianin dari ubi jalar ungu terhadap radiasi sinar UVB terhadap kulit secara

invivo. Padahal penelitian dengan antosianin dari tumbuhan lain sudah banyak

yang memberikan hasil yang menjanjikan.

Dengan mempertimbangkan hal ini, timbul dugaan bahwa antosianin yang

banyak terdapat dalam ekstrak ubi jalar ungu dapat menghambat penuaan dini

kulit, dengan menghambat peningkatan kadar MMP-1 pada tikus yang dipajan

dengan sinar UV-B, karena efek antioksidannya. Sehingga perlu dilakukan

penelitian untuk membuktikan dugaan tersebut diatas.


BAB III

KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS

PENELITIAN

3.1 Kerangka Berpikir

Setelah mencapai dewasa, secara alamiah sebagian komponen tubuh tidak

dapat berkembang lagi. Sebaliknya justru terjadi penurunan fungsi tubuh karena

faktor penuaan. Hai ini disebabkan oleh banyak faktor, yang dapat dikelompokkan

sebagai faktor internal dan eksternal. Faktor internal berupa antara lain radikal

bebas, hormon yang berkurang, glikosilasi, metilasi, apoptosis, penurunan sistem

kekebalan tubuh dan genetik. Faktor eksternal meliputi diet yang tidak sehat, gaya

hidup, stres, polusi lingkungan, bahan kimia, rokok, obat-obatan, dan radiasi

ultraviolet.

Kerangka berpikir ini didasarkan pada teori dan hasil penelitian terdahulu

bahwa pajanan sinar UV yang berlebihan, dapat menimbulkan kerusakan pada

kulit. Faktor eksternal yang utama dalam menimbulkan penuaan dini pada kulit

adalah sinar UV. Hal tersebut diawali dengan terbentuknya radikal bebas pada

kulit, yang menyebabkan sistem pertahanan kulit kewalahan dalam mengatasi

radikal bebas yang terbentuk, sehingga terjadi kerusakan komponen sel maupun

ekstrasel kulit (termasuk matriks ekstraseluler) baik secara langsung maupun tidak

langsung, serta menimbulkan Radical Oxygen Species (ROS). Efek ROS terhadap

kulit salah satunya adalah meningkatkan enzim matriks metaloproteinase (MMP1)

yang akan meningkatkan kerusakan matriks ekstraseluler kulit dalam hal ini

kolagen dan mempercepat penuaan dini kulit.


Ekstrak air ubi jalar ungu banyak mengandung senyawa antosianin yang

berfungsi sebagai antioksidan, berperan menghambat dan mencegah timbulnya

radikal bebas yang disebabkan oleh radiasi sinar ultraviolet dengan cara mengikat

singlet oksigen dan menghambat peroksida Lipid. Efek penghambatan tersebut

dapat menyebabkan penurunan produksi MMP-1 sehingga menghambat

kerusakan kolagen serta menghambat penuaan dini kulit.

3.2 Konsep

Berdasarkan perumusan masalah dan kajian pustaka maka disusun konsep sebagai

berikut :

Ekstrak Air Ubi Jalar Ungu

FAKTOR INTERNAL FAKTOR EKSTERNAL

- Radikal bebas endogen - Diet yang tidak sehat


- Hormon yang berkurang - Gaya hidup
- Glikosilasi - Stres
- Metilasi - Polusi lingkungan
- Apoptosis - Bahan kimia
- Penurunan sistem - Pajanan Rokok
kekebalan tubuh - Obat-obatan
-Genetik - Radiasi Ultraviolet

TIKUS

Kerusakan pada Kulit Tikus


Kadar MMP-1
Bagan 3.1 Kerangka Konsep Penelitian
3.3 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka konsep penelitian diatas ditetapkan hipotesis

penelitian sebagai berikut :

Pemberian ekstrak air ubi jalar ungu dapat menghambat peningkatan kadar

MMP-1 pada kulit tikus betina dewasa galur wistar yang diberikan pajanan

sinar UVB dengan dosis total 800mJ/cm2 selama 15 hari.


BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1. Rancangan Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah metode True

experimental dengan menggunakan “Pretest-Posttest Control Group

Design” (Pocock, 2008).

P0
O1 O2

P S R

P1
O3 O4

Bagan 4.1 Rancangan Penelitian

Keterangan :
P = Populasi tikus
S = Sampel tikus
R = Random
O1 = Kadar MMP-1 Kelompok Kontrol sebelum perlakuan P0
O2 = Kadar MMP-1 Kelompok Kontrol setelah perlakuan P0
O3 = Kadar MMP-1 Kelompok Perlakuan sebelum perlakuan P1
O4 = Kadar MMP-1 Kelompok Perlakuan setelah perlakuan P1
P0 = Perlakuan dengan pajanan UVB dan diberikan plasebo
(aquadest)
P1 = Perlakuan dengan paparan UVB dan diberikan ekstrak air
ubi jalar ungu

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian akan dilakukan di Animal Unit Nagian Farmakologi Fakultas

Kedokteran Universitas Udayana dan Bagian Virologi Fakultas

Kedokteran Hewan Universitas Udayana, Denpasar-Bali. Waktu

penelitian dilaksanakan selama kurang lebih tiga minggu.

4.3 Penentuan Sumber Data

4.3.1 Variabilitas populasi

Populasi pada penelitian ini adalah tikus (Rattus Norvegicus) yang sesuai

dengan sampel yang telah ditentukan dalam penelitian.

4.3.2 Kriteria inklusi :

Kriteria sampel penelitian:

a. Tikus betina dewasa galur wistar


b. Usia 2,5 - 3 bulan
c. Berat : 120 gram

4.3.3 Kriteria drop out :

Jika selama penelitian sedang berlangsung:


a. Tikus tidak tampak aktif atau tikus sakit
b. Mati

4.3.4 Besar sampel

Penentuan besar sampel minimal subyek penelitian dengan menggunakan

rumus Pocock (Pocock, 2008):

2σ2
n= X f (αβ)
(µ2-µ1)2

n = jumlah sampel

σ = simpangan baku (SD)

α = tingkat kesalahan I (ditetapkan 0,1)

tingkat kemaknaan (1- α) = 0,9

β = tingkat kesalahan II (ditetapkan 0,2)

f ( α,β ) = nilai pada tabel

μ1 = rerata sebelum perlakuan

μ2 = rerata sesudah perlakuan

Dari penelitian sebelumnya (Wahyuningsih, 2010) didapatkan μ1=

0,549 dan μ2=0,498 sehingga didapatkan hasil sebagai berikut :

2.(0,04)²
n = x 6,2
(0,498-0,549)²
= 7,628 ~ 8

Dari rumus (Pocock, 2008), jumlah sampel (n) minimal yang diperoleh = 8.

Berdasarkan hasil tersebut, jumlah minimal subyek dalam penelitian

ini adalah delapan ekor per kelompok. Tetapi untuk mengantisipasi terjadinya

drop out, maka peneliti menambah 10% sehingga menjadi sembilan ekor per

kelompok. Pada penelitian ini terdiri dari dua kelompok, yaitu : kelompok

pre-test yang masing-masing kelompok terdiri dari dua ekor tikus, sehingga

total tikus pada kelompok pre-test berjumlah empat ekor dan kelompok post-

test yang terdiri dari 18 ekor tikus, yang kemudian dibagi menjadi dua

kelompok, yaitu kelompok Kontrpl yang hanya dipajan UVB diberi plasebo

(aquades), dan kelompok Perlakuan yang dipajan UVB diberi ekstrak air ubi

jalar ungu. Masing-masing kelompok diambil secara random, diberi label

sehingga total tikus yang dipakai menjadi 22 ekor.

4.3.5 Tehnik penentuan sampel

Tehnik penentuan sampel dilakukan dengan cara sebagai berikut :

a. Dari populasi tikus (Rattus Norvegicus) betina dewasa galur wistar

dilakukan pemilihan sampel berdasarkan kriteria inklusi.

b. Dari jumlah sampel yang telah memenuhi syarat diambil secara

random untuk mendapatkan jumlah sampel sebanyak 22 ekor.

c. Dari sampel yang telah dipilih kemudian dibagi menjadi dua kelompok

secara random yaitu kelompok pre-test empat ekor dan kelompok post-
test 18 ekor, kemudian pada kelompok post-test, secara random dibagi

menjadi dua kelompok, yaitu kelompok kontrol yang hanya dipapar

UVB + plasebo (aquadest), dan kelompok perlakuan yang dipajan

UVB + ekstrak air ubi jalar ungu.

4.4. Variabel Penelitian

4.4.1 Klasifikasi variabel penelitian

Variabel penelitian dibedakan menjadi :

a. Variabel Bebas :

Ekstrak air ubi jalar ungu dan pemberian pajanan sinar UVB

b. Variabel Tergantung:

Kadar MMP-1

c. Variabel Terkendali:

 strain tikus (Rattus Norvegicus) galur wistar

 jenis kelamin, umur, berat badan tikus

 keseragaman makanan standar, dan air minum ( PDAM ).

4.4.2 Definisi operasional variabel

1. Ekstrak ubi jalar ungu adalah suatu bahan alamiah yang diambil dari umbi

ubi jalar ungu segar yang ditambah akuades lalu diblender. Dibuat di

Fakultas Pertanian Universitas Udayana. Dosis ekstrak ubi jalar ungu

adalah jumlah ekstrak air ubi jalar ungu, yang diberikan peroral dengan

sonde intragastrik sebagai bahan uji, dengan konsentrasi sebanyak

4mg/gBB Tikus (2 ml) per ekor per hari, setiap hari selama penelitian

berlangsung yaitu 15 hari.


2. UVB adalah sinar UVB yang diberikan dari sumber UVB berupa lampu

TL UVB 20 Watt merk Phillips, yang diberikan setiap 48 jam sekali

dengan dosis total 800 mJ/cm2 . Dimana setiap pajanan diberikan dosis

tetap yaitu 100 mJ/cm2 dengan jarak penyinaran 30 cm.

3. Kadar MMP-1 adalah kadar MMP-1 pada supernatan jaringan kulit tikus

yang diambil 24 jam setelah penyinaran terakhir. Dinyatakan dalam satuan

ng/gram menggunakan enzyme-linked Immunosorbent Assay Kit for mouse

MMP-1. Pemeriksaan dilakukan sebelum dan sesudah perlakuan.

4. Spesimen kulit dari setiap tikus masing-masing kelompok, diambil dari

biopsi kulit punggung tikus pada garis median. Biopsi dibekukan pada

suhu -800C.

4.5 Bahan dan Instrumen Penelitian

Bahan :

 Bahan yang dipakai dalam penelitian ini adalah tikus (Rattus Norvegicus)

betina dewasa galur wistar berusia 2,5-3 bulan, dengan berat badan 120

gram, dengan makanan tikus dan minum air ad libitum.

 Ekstrak air ubi jalar ungu

Instrumen :

Alat-alat yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah

1. Kandang tikus

2. Kandang fiksasi untuk tikus

3. Sonde intragastik
4. Termometer

5. Timbangan

6. Buku dan alat pencatatan data

7. Peralatan untuk mengambil spesimen jaringan kulit tikus

8. 2 lampu UVB 20 Watt merk Phillips (TL 20W/12RS)

9. UV meter merk Beltron, Germany

10. Centrifuge

11. Enzyme-linked Immunosorbent Assay (ELISA) Kit for mouse

MMP-1 M (CSB-E07416r)

12. Mikroskop

13. Microplate Reader

14. Pipet dan Tip-pipet

15. Inkubator

4.6 Prosedur Penelitian

a. Sebanyak 22 ekor tikus diadaptasi selama satu minggu di dalam kandang,

dengan diberi makan dan minum ad libitum.

b. Pada awal penelitian, semua tikus dicukur bulu punggung bagian dorsum

medial seukuran 2x4cm.

c. Kemudian secara random sebanyak empat ekor tikus, dua ekor dari

kelompok kontrol dan dua ekor dari kelompok perlakuan, diambil jaringan

kulitnya untuk dilakukan pemeriksaan ELISA jaringan untuk dihitung

kadar MMP-1 nya. Data ini dipakai sebagai data pre-test.


d. Sisa tikus sebanyak 18 ekor dibagi rata secara acak menjadi dua kelompok

yaitu kelompok kontrol yang diberi pajanan UVB dan mendapat plasebo

berupa akuades. Dan kelompok perlakuan yang diberi pajanan UVB dan

diberikan ekstrak air ubi jalar ungu.

e. Ekstrak air ubi jalar ungu diberikan pada kelompok perlakuan sebanyak 2

ml melalui sonde intragastric, sekali sehari sekitar 5-15 menit sebelum

pajanan UVB selama 15 hari. Sedangkan kelompok kontrol hanya

mendapat plasebo berupa akuades sebanyak 2 ml. Pemberian ekstrak

maupun plasebo tetap dilakukan pada hari tanpa penyinaran, pada waktu

yang sama.

f. Kelompok kontrol dan kelompok perlakuan, diberikan paparan sinar UVB

melalui lampu TL UV-B 20 Watt, dengan frekuensi dua hari sekali selama

15 hari (hari ke-1,3,5,7,9,11,13,15), dimana dosis pajanan sebesar 100

mJ/cm2 per kali. Sehingga total pajanan sinar UVB yang diterima adalah

800 mJ/cm2, dengan jarak penyinaran 30cm dan lama penyinaran sekitar

45menit. Pengukuran dosis pajanan dilakukan menggunakan alat UVmeter

(Beltron, Germany).

g. Untuk menghindari efek penyinaran akut, biopsi kulit tikus dari kedua

kelompok, diambil 24 jam setelah penyinaran terakhir. Sampel biopsi

dibekukan di suhu -80 0C. Kemudian spesimen kulit tersebut dilakukan

pemeriksaan ELISA jaringan untuk dihitung kadar MMP-1. Sehingga

terkumpul 18 sampel ( masing-masing kelompok terdiri dari 9 ekor tikus )

untuk data post test.


h. Prosedur pembuatan ekstrak air ubi jalar ungu:

umbi ubi jalar ungu yang didapat dari pasar dicuci dengan bersih

kemudian dikupas kulitnya. Setelah dikupas, dipotong-potong melintang

dengan ketebalan 2-2,5cm. Potongan ubi tersebut dicampur dengan

aquades dengan perbandingan 2 kg ubi jalar ditambah aquades 1 L lalu

diblender dan disaring dengan tiga lapis kain kasa dan kertas saring

Whatman no.2. Cairan yang diperoleh dari penyaringan tersebut

dipanaskan hingga mendidih. Kandungan antosianin dari bahan ini adalah

2 mg/ml ekstrak.

i. Prosedur pemeriksaan ELISA jaringan untuk pengukuran kadar MMP-1

(sesuai dengan prosedur yang diberikan dari pabrik Cusabio) dilakukan

sebagai berikut :

1. Kulit dorsum medial tikus diambil sebesar 2x2 cm sampai

kedalaman subkutan, kemudian dibekukan di suhu -800C.

2. Bawa semua reagen dan sampel ke dalam suhu ruangan sebelum

digunakan

3. Sampel biopsi kemudian dihomogenkan dengan 20 nM tris-

Hydrochloric buffer (pH 7.4) dan 5nM calcium chloride dan

disentrifus dengan 3000 rpm selama 10 menit .

4. Ambil 100 μL standar, kontrol, dan sampel ke dalam wadah.

Tutup dengan adhesive strip yang sudah disiapkan. Inkubasi

selama dua jam pada suhu 370C.

5. Buang cairan dari masing-masing wadah, jangan dicuci.


6. Tambahkan 100 μL larutan Antibodi Biotin pada tiap wadah.

Inkubasi selama satu jam pada suhu 370C. Larutan Antibodi Biotin

akan terlihat berawan. Hangatkan pada suhu ruangan dan campur

perlahan sampai larutan menjadi rata.

7. Aspirasi dan cuci tiap wadah, ulangi proses tersebut tiga kali untuk

tiga kali pencucian. Cuci dengan cairan bufer (200 μL) biarkan

selama dua menit, lalu buang cairan dengan mengetuk wadah pada

sink. Tetesan yang tersisa dibuang dengan diketukkan pada kertas

saring. Atau dengan menggunakan squirt bottle, manifold,

dispenser atau pencuci otomatis. Pemindahan cairan yang

dilakukan secara lengkap pada setiap tahap akan mendapatkan

hasil yang bagus.

8. Tambahkan 100 μL larutan HRD-Avidin pada tiap wadah. Tutup

microtiter plate dengan adhesvef strip yang baru. Inkubasi selama

satu jam pada suhu 370C.

9. Ulangi aspirasi dan cuci lima kali seperti step empat.

10. Tambahkan 90μL substrat TMB pada masing-masing wadah.

Inkubasi selama 10-30menit pada suhu 370C. Jauhkan wadah dari

cahaya dan perubahan suhu di dalam kegelapan.

11. Tambahkan 50μL cairan penghenti pada tiap wadah jika pada

empat wadah pertama yang mengandung konsentrasi standard

paling tinggi sudah berubah biru. Jika warna tidak muncul

seragam, lakukan ketukan halus untuk meyakinkan telah tercampur


dengan baik.

12. Tentukan kepadatan dengan pengamatan mata pada tiap wadah


dalam 30 menit, dengan menggunakan microplate reader set
450nm.

4.7 Alur Penelitian

Tikus, 22 ekor

Kadar MMP-1
Tikus, 4 ekor
Pre-Test

Tikus, 18 ekor

Kelompok kontrol Kelompok perlakuan


9 ekor 9 ekor

Kelompok Kontrol Kelompok Perlakuan


dipajan dipajan
UV-B 2 hari/x UV-B 2 hari/x
setiap hari selama Setiap hari selama 15
15 hari (total 8x) hari (total 8x)
+ +
2 ml aquades per 2 ml ekstrak air ubi jalar
oral setiap hari ungu per oral setiap hari
Istirahat 24 jam untuk recovery

Kumpulkan sampel kulit tikus


 Periksa kadar MMP-1 ( post-Test )

Bagan. 4.2 Alur Penelitian

4.8 Analisis Data

Data yang didapatkan akan dianalisis sebagai berikut (Dahlan, 2009) :

1. Analisis Deskriptif

a. Analisis Normalitas data dilakukan dengan Uji Shapiro-Wilk.

Didapatkan data berdistribusi normal dengan nilai p>0,05

b. Uji Homogenitas Varian antar kelompok = F Test ( Levene’s Test

for Equality of Variance ). Didapatkan Varian data homogen.

2. Karena data berdistribusi normal dan homogen maka untuk analisis

Komparasi dipakai:

A. Uji t–independent untuk mengetahui rerata kadar MMP-1 antar

kelompok
B. Uji t-paired untuk membandingkan rerata kadar MMP-1 pre-test

dan post-test masing-masing kelompok.

3. Data hasil penelitian diolah dengan SPSS for Windows 16.0


BAB V

HASIL PENELITIAN

Dalam penelitian ini digunakan sebanyak 22 tikus betina dewasa galur wistar usia 2.5

– 3 bulan, berat 120 gram sebagai sampel, yang terbagi menjadi 2 (dua) kelompok

masing-masing berjumlah 9 ekor tikus, yaitu kelompok kontrol (paparan UVB dan

aquades), dan kelompok perlakuan (paparan UVB dan ekstrak air ubi jalar ungu). Dalam

hasil penelitian ini akan diuraikan uji normalitas data, uji homogenitas data, uji

komparabilitas, dan uji efek perlakuan.

5.1 Uji Normalitas Data

MMP-1 baik sebelum perlakuan maupun sesudah perlakuan pada masing-

masing kelompok diuji normalitasnya dengan menggunakan uji Shapiro-Wilk. Hasilnya

menunjukkan data berdistribusi normal (p>0,05), disajikan pada Tabel 5.1.

Tabel 5.1

Hasil Uji Normalitas Data MMP-1 Masing-masing Kelompok Sebelum dan Sesudah
Perlakuan

Kelompok Perlakuan n p Keterangan


0,121
MMP-1 kontrol pre 9 Normal
0,208
MMP-1 perlakuan 1 pre 9 Normal
MMP-1 kontrol post 9 0,110 Normal
MMP-1 perlakuan 1 post 9 Normal
0,322

5.2 Uji Homogenitas Data antar Kelompok

Data MMP-1 antar kelompok baik sebelum perlakuan maupun sesudah

perlakuan diuji homogenitasnya dengan menggunakan uji Levene’s test. Hasilnya

menunjukkan data homogen (p>0,05), disajikan pada Tabel 5.2.

Tabel 5.2

Hasil Uji Homogenitas antar Kelompok Data MMP-1 Sebelum dan Sesudah Perlakuan

Variabel F p Keterangan

0,048 0,829
MMP-1 pre Homogen
MMP-1 post 1,66 0,216 Homogen

5.3 Kadar MMP-1

5.3.1 Uji komparabilitas


Uji Komparabilitas bertujuan untuk membandingkan rerata MMP-1 antar

kelompok sebelum diberikan perlakuan. Hasil analisis kemaknaan dengan uji t-

independent disajikan pada Tabel 5.3 berikut.

Tabel 5.3

Rerata MMP-1 antar Kelompok Sebelum Diberikan Perlakuan

Rerata
Kelompok Subjek n MMP-1 SB t p
(ρg/250mg)
0,266 0,026

Kontrol 9
0,204 0,841
Ekstrak air ubi jalar ungu 9
0,268 0,027

Tabel 5.3 di atas, menunjukkan bahwa rerata MMP-1 kelompok kontrol adalah

0,2660,026 ρg/250mg dan rerata kelompok perlakuan adalah 0,2680,027 ρg/250mg.

Analisis kemaknaan dengan uji t-independent menunjukkan bahwa nilai t = 0,20 dan nilai

p = 0,841. Hal ini berarti bahwa kedua kelompok sebelum diberikan perlakuan berupa

pajanan UVB dan akuades / pajanan UVB dan ekstrak air ubi jalar ungu, rerata MMP-1

nya tidak berbeda secara bermakna (p > 0,05).

5.3.2 Analisis efek perlakuan

Analisis efek perlakuan diuji berdasarkan rerata MMP-1 antar kelompok

sesudah diberikan perlakuan berupa ekstrak air ubi jalar ungu. Hasil analisis kemaknaan
dengan uji t-independent disajikan pada Tabel 5.4 berikut.

Tabel 5.4

Rerata MMP-1 antar Kelompok Sesudah Diberikan Perlakuan

Rerata
Kelompok Subjek n MMP-1 SB t p
(ρg/250mg)

0,362 0,077

Kontrol 9
2,977 0,009
Ekstrak air ubi jalar ungu 9
0,280 0,028

Tabel 5.4 di atas, menunjukkan bahwa rerata MMP-1 kelompok kontrol adalah

0,3620,077 ρg/250mg dan rerata kelompok perlakuan adalah 0,2800,028 ρg/250mg.

Analisis kemaknaan dengan uji t-independent menunjukkan bahwa nilai t = 2,977 dan

nilai p = 0,009. Hal ini berarti bahwa rerata MMP-1 pada kedua kelompok sesudah

diberikan perlakuan berupa pajanan UVB dan akuades / pajanan UVB dan ekstrak air ubi

jalar ungu, berbeda secara bermakna (p<0,05).


Gambar 5.1 Grafik MMP-1 Sesudah Pemberian Ekstrak Air Ubi Jalar Ungu

Gambar 5.1 di atas menggambarkan bahwa pemberian ekstrak air ubi jalar ungu

dapat menghambat MMP-1 dibandingkan dengan Kontrol.


5.3.3 Analisis efek perlakuan masing-masing kelompok

Analisis efek perlakuan pada masing-masing kelompok diuji berdasarkan rerata

perubahan MMP-1 antara sebelum dengan sesudah diberikan perlakuan. Hasil analisis

kemaknaan dengan uji t-paired disajikan pada Tabel 5.5 berikut.

Tabel 5.5

Rerata MMP-1 Masing-masing Kelompok antara Sebelum dengan Sesudah Diberikan


Perlakuan

Perlakuan
Kelompok Subjek n t p
Sebelum Sesudah
(ρg/250mg) (ρg/250mg)
0,2660,026 0,3620,077

Kontrol 9 4,003 0,004

Ekstrak air ubi jalar ungu 9 0,891 0,399


0,2680,027 0,2800,028

Tabel 5.5 di atas, menunjukkan bahwa terjadi peningkatan rerata MMP-1 secara

bermakna pada kelompok kontrol setelah diberikan paparan UVB dan aquades (p<0,05).

Sedangkan pada kelompok perlakuan tidak terjadi peningkatan secara bermakna rerata

MMP-1 sesudah diberikan perlakuan berupa paparan UVB dan ekstrak air ubi jalar ungu

(p>0,05).
BAB VI

PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

6.1. Subyek Penelitian

Untuk menguji pemberian ekstrak air ubi jalar ungu terhadap penurunan MMP-

1 tikus, maka dilakukan penelitian pada tikus betina dewasa sehat yang diberikan

ekstrak air ubi jalar ungu.

Sebagai hewan coba digunakan tikus betina dewasa galur wistar usia 2.5 – 3

bulan, berat 120 gram. Tikus yang dipergunakan dalam penelitian ini berjumlah 22 ekor,

dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok kontrol (pajanan UVB+akuades) dan

kelompok perlakuan (pajanan UVB+ekstrak air ubi jalar ungu). Penelitian dilakukan

selama 15 hari.

6.2. Pengaruh Pajanan UVB dan Ekstrak Air Ubi Jalar Ungu terhadap MMP-1

Hasil penelitian dan analisis data MMP-1 pada kelompok kontrol dan kelompok

perlakuan menunjukkan bahwa uji normalitas (Uji Shapiro Wilk) dan homogenitas

(Levene test) untuk kelompok pre dan post-test masing-masing kelompok berdistribusi

normal dan homogen (p > 0,05).

Uji perbandingan sebelum diberikan perlakuan antara kedua kelompok

menggunakan uji t-independent. Rerata MMP-1 kelompok kontrol (pajanan UVB dan

akuades) adalah 0,2660,026 ρg/250mg dan rerata kelompok perlakuan (pajanan UVB
dan ekstrak air ubi jalar ungu) adalah 0,2680,027 ρg/250mg. Uji perbandingan pre test

antara kedua kelompok dengan uji t-independent menunjukkan bahwa tidak terdapat

perbedaan bermakna rerata MMP-1 antara kelompok kontrol dengan kelompok

perlakuan ( p > 0,05). Hal ini berarti bahwa MMP-1 pada kedua kelompok sebelum

diberikan perlakuan MMP-1 nya tidak berbeda atau sama (p > 0,05).

Uji perbandingan sesudah diberikan perlakuan berupa pajanan UVB dan

pemberian akuades / ekstrak air ubi jalar ungu, antara kedua kelompok menggunakan t-

independent, rerata MMP-1 kelompok kontrol adalah 0,3620,077 ρg/250mg dan rerata

kelompok perlakuan adalah 0,2800,028 ρg/250mg. Uji perbandingan post test antara

kedua kelompok dengan uji t-independent menunjukkan bahwa terdapat perbedaan

bermakna perubahan MMP-1 antara kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan

(p<0,05). Hal ini berarti bahwa terjadi perubahan MMP-1 secara bermakna pada kedua

kelompok sesudah diberikan perlakuan berupa pajanan UVB dan akuades / ekstrak air

ubi jalar ungu selama 15 hari (p < 0,05).

Berdasarkan hasil penelitian ini, didapatkan bahwa terjadi peningkatan MMP-1

pada kelompok kontrol yang kena pajanan UVB dan diberikan aquades. Hal ini

disebabkan karena saat kulit terekspos dengan sinar UVB, akan mengaktivasi respon

molekuler yang dapat merusak jaringan ikat kulit. Untuk menimbulkan efek biologisnya,

molekul kulit yang disebut kromofor harus menyerap sinar UVB, dan energi ynag

terserap harus diubah menjadi reaksi kimia. Tergantung pada kromofornya, apakah akan

menyebabkan perubahan kimia langsung terhadap kromofor itu sendiri atau akan

diteruskan pada molekul lain kemudian mengalami perubahan kimia. Kromofor utama

kulit adalah DNA, asam urokanik, asam amino aromatik, bilirubin, retinoid, karotenoid,
flavin, melanin, hemoglobin, dan NADPH (nicotinamide adenine dinucleotide

phophatae)(Rigel et a., 2004).

Selain itu radiasi UVB juga memproduksi ROS (Fisher et al., 2002), yang

mengaktivasi reseptor permukaan sel seperti EGF (epidermal growth factor), IL-1 (

interleukin-1), insulin, keratinosicyte growth factor, dan TNF-α (tumor necrotizing factor-

α). Aktivasi reseptor ini, sebagian karena ROS menginduksi penghambatan enzim protein

tirosin fosfatase-κ, yang fungsinya mempertahankan reseptor seperti reseptor EGF

dalam keadaan inaktif (terfosforilasi). Aktivasi reseptor menyebabkan aktivasi signal

intraseluler melalui stimulasi mitogen activated protein (MAP) kinase p38 dan c-Jun

amino terminal kinase (JNK). Aktivasi kinase merangsang transkripsi komplek transkripsi

nukleus AP-1 yang menyusun protein c-Jun dan c-Fos. AP-1 kemudian akan

meningkatkan transkripsi MMP dan menurunkan eksprsi gen prokolagen I dan III dan

reseptor TGF-β, yang konsekuensi akhirnya berupa penurunan pembentukan matriks

ekstraseluler (Yaar dan Gilcrest, 2007).

Ditemukan bahwa hanya dengan satu kali ekspos terhadap paparan radiasi UV

sinar matahari dapat mengganggu jaringan konektif dengan menyebabkan gangguan

sintesis kolagen yang hampir komplit, selama 24 jam yang kemudian diikuti dengan

recovery 48-72 jam setelahnya ( Fisher et al., 2001). Selain itu juga terjadi degradasi

kolagen karena terjadi peningkatan kadar MMP-1 yang cukup signifikan yaitu sekitar 4,4

± 0,2 kali lipat jika dibandingkan dengan kulit yang tidak dipajan radiasi UV (Fisher et al.,

2001).

MMP adalah mediator utama terhadap timbulnya degradasi kolagen pada kulit

yang mengalami photoaging. Enzim MMP kolagenolitik mendegradasi fibril kolagen dan
elastin, yang penting untuk kekuatan dan elastisitas kulit. Aktivitas MMP di kulit akan

meningkat walaupun hanya dengan radiasi UV yang singkat, yang akan menyebabkan

timbulnya kerutan pada kulit, yang menjadi tanda photoaging (Yaar dan Gilchrest,

2008). Dengan demikian, hambatan terhadap MMP adalah salah satu cara untuk

mencegah kerusakan kulit akibat paparan sinar UV. Stres oksidatif berpengaruh besar

dalam proses photoaging dan fotokarsinogenesis dan juga dalam patogenesis

fotodermatosis (Stahl et al., 2006).

Sedangkan pada kelompok perlakuan yang dipapar dengan UVB dan diberikan

ekstrak air ubi jalar ungu terjadi penghambatan peningkatan MMP-1. Hal ini disebabkan

karena ekstrak ubi jalar ungu mengandung antosianin. Antosianin adalah pigmen yang

banyak ditemukan di dalam ubi jalar ungu. Kandungan antosianin yang terkandung

didalam ubi jalar ungu jauh lebih tinggi dibandingkan dengan yang terdapat di bahan

makanan yang lain. Bahkan sebagai pewarna makanan, antosianin dari ubi jalar ungu

sangat stabil terhadap pemanasan maupun radiasi UV (Kano et al., 2005). Beberapa

penelitian terdahulu menunjukkan bahwa antosianin mempunyai bioaktivitas yang

berpotensi tinggi dalam pencegahan berbagai penyakit kronik seperti diabetes dan

katarak yang dipicu oleh diabetes (Ghosh dan Konishi, 2007), dyslipidemia (Oki et al.,

2003; Kahkonen dan Heinonen, 2003; Jawi dan Budiasa, 2009), arteriosklerosis (Oki et

al., 2003; Astadi et al., 2009) dan juga mempunyai efek dalam menghambat

pertumbuhan dan merangsang apoptosis sel-sel kanker (Hui et al., 2010). Lebih lanjut

diketahui bahwa penelitian pada ekstrak air ubi jalar ungu yang banyak mengandung

polifenol terutama anthocyanin, menemukan adanya penghambatan terhadap stres

oksidatif dan photoaging dalam hal ini penghambatan peningkatan MMP-1 dan

penurunan TIMP-1 yang diinduksi oleh pajanan sinar UVB. Terutama bahwa ekstrak air
ubi jalar ungu tersebut memiliki efek antioksidan (dan antiinflamasi yang kuat (Zaid et

al., 2007).

6.3. Manfaat Ekstrak Air Ubi Jalar Ungu terhadap Anti Aging

Ubi jalar ungu diketahui memiliki kadar antioksidan yang tinggi, berhubungan

dengan kadar antosianinnya. Ubi jalar ungu ditemukan 10 kali lipat lebih tinggi aktivitas

oxygen radical absorbance capacity (ORAC) nya jika dibandingkan dengan ubi jalar putih,

kuning dan oranye (Oki et al., 2003). Ditemukan bahwa aktivitas anti radikal scavenging

terhadap 1,1-diphenil-2-picrylhydrazyl (DPPH) lebih kuat dibandingkan antosianin dari

vitamin c, juga lebih kuat dari antosianin yang ditemukan pada kubis merah, kulit

anggur, elderberry, dan jagung ungu. Selain itu antosianin dari ubi jalar ungu ini, dapat

menekan peningkatan SGOT – SGPT pada tikus yang hepatophati akibat diinduksi

dengan karbon tetra klorida (CCL4), dan memiliki efek anti arteriosklerosis karena

bersifat resisten terhadap oksidasi LDL (Kano et al., 2005).

Penelitian lain menemukan bahwa pemberian sirup ubi jalar ungu yang mengandung

antosianin sekitar 0,1mg/hari pada mencit (20g), dapat menekan peroksidasi lipid yang

merupakan indikator tingkat kerusakan oksidatif sel/jaringan tubuh akibat radikal bebas,

yang diukur dengan kadar malondialdehide (MDA) didalam darah (Jawi et al., 2008).

Pemberian ekstrak ubi jalar ungu dengan dosis 400mg antosianin/hari, dapat

meningkatkan kadar total antioksidan dan memperbaiki profil lipid darah kelinci (Jawi &

Budiasa, 2009). Penelitian pada manusia menunjukkan bahwa asupan minuman dari

ubi jalar ungu yang mengandung antosianin 400 mg per hari mempunyai efek proteksi
liver terhadap oksidatif stress (Suda et al., 2003). Pemberian ekstrak ubi jalar ungu

dengan dosis antosianin 2,7 mg/100 gr berat badan, dapat mengurangi cedera liver pada

tikus (Kano et al., 2005). Selain anti radikal scavenging, hepatoprotektif, anti

arteriosklerosis, dan bersifat antioksidan, antosianin dari ubi jalar ungu juga dapat

berfungsi sebagai antihipertensi seperti ACE-inhibitor dan antihiperglikemik in vivo serta

antimutagenik/antikarsinogenik (Suda et al., 2003).


BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian pemberian ekstrak air ubi jalar ungu pada tikus

betina dewasa galur wistar didapatkan simpulan sebagai berikut:

Pemberian ekstrak air ubi jalar ungu dapat menghambat peningkatan kadar MMP-1

pada kulit tikus wistar betina yang diberikan pajanan sinar UVB dengan dosis total

800mJ/cm2 selama 15 hari.

7.2 Saran

Sebagai saran dalam penelitian ini adalah:

1. Perlu melakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui dosis optimal

Ekstrak air ubi jalar ungu terhadap penurunan MMP-1.

2. Selanjutnya diharapkan dapat dilakukan penelitian lebih lanjut dengan manusia

sebagai subyeknya, sehingga didapatkan manfaat yang lebih praktis.


DAFTAR PUSTAKA

Ali, D.S.2009. Identification of an Anthocyanin compound from strawberry fruits


then using as an Indicator of Volumetric Analysis. Middle East Journal of
Family Medicine. Vol.7(7): 18-22

Astadi, I.R., Astuti, M., Santoso, U., Nugraheni, PS. 2009. Invitro antioxidant activity
of anthocyanins of black soybeen seed coat in human low density
lipoprotein (LDL). FoodChem. 112: 659-663

Baumann, L. 2005. Commantary: How to Prevent Photoaging?. Journal of


Investigative Dermatology. 125: xii-xiii; doi:10.1111/j.0022-
202X.2005.23810x

Berneburg, M., Plettenberg, H., Krutmann, J. 2000. Photoaging of Human Skin.


Munksgaard-Copenhagen : Photodermatol Photoimmunol Photomed.
16: 239-244

Fisher, G.J., Choi, H.C., Csorgo, ZB., Shao, Y., Datta, S., Wang, Z.Q., Kang, S.,
Voorhees, J.J. 2001. Ultraviolet Irradiation Increases Matrix
Metalloproteinase-8 Protein in Human Skin In Vivo. In : Journal of
Investigative Dermatology. 117: 219-226

Fisher, G.J., Kang, S., Varani, J., Csorgo, ZB., Wan, Y., Datta, S., Voorhees, J.J. 2002.
Mechanism of Photoaging and Chronogical Skin Aging. Arch Dermatol.
Vol 138: 1462-1470

Fuhrman, B., Aviram, M. 2002. Polyphenols and Flavonoids Protect LDL against
Atherogenic Modifications. In: Canedas, E., Packer, L. Handbook of
Antioksidants, 2nd edition New York : Marcel Dekker, Inc. p. 306-311

Ghosh, D., Konishi, T. 2007. Anthocyanin and Anthocyanin-rich extracts: role in


diabetes and eye function. Asia Pac J Clin Nutr 16(2): 200-208
Gilchrest, B.A. Yaar, M. 2000. Aging of Skin. In: Wolff, K., Goldsmith, L.A., and Katz,
S.I., Gilchrest, B.A., Paller, A.S., Jeffel, D.J., editors. Fitzpatrick’s
Dermatology in General Medicine, 6th Edition. Amerika Serikat: McGraw-
Hill Co 2, p. 1386-1387

Gilchrest, B.A., Krutmann, J. 2006. Skin Aging. Germany : Springer-Verlag Berlin


Heidelberg. 4: 33-43

Goldman, R dan Klatz, R. 2007. The newAnti Aging Revolution. Malaysia : Printmate
Sdn. Bhd. P. 19-25.

Harada, K., Kano, M., Takayanagi, T., Yamakawa, O., Ishikawa, F. 2004. Absorption of
Acylated Anthocyanin in Rats and Humans after Ingesting an Extrac of
Ipomoea batatas Purple Sweet Potato Tuber. Biosci. Biotechnol.
Biochem. 68 (7) : 1500-1507

Helfrich, Y.R., Sachs, D.L., Voorhees, J.J., 2008. Overviews of Skin Aning and
Photoaging. Medscape Dermatology Nursing 20(3): 177-183

Hou-DX. 2003. Potential Mechanism of Cancer Chemoprevention by anthocyanins.


Curr Mod Med. Vol 3(2): 149-159

Hui, C., Bin, Y., Xiaoping, Y., Long, Y., Chunye, C., Mantian, M., Wenhua, L. 2010.
Anticancer Activities of an Anthocyanin-Rich Extract frem Black Rice
Against Breast Cancer Cells In Vitro and In Vivo. J Nutrition and Cancer
62(8) : 1128-1136

Jawi, I.M., Budiasa, K. 2009. Efek Pemberian Sirup atau ekstrak etanol atau Air ubi
jalar ungu (ipomoea batatas, l) terhadap Total Antioksidan dan Profil
Lipid Darah Kelinci. Laporan Penelitian.

Jawi, I.M., Suprapta, D.N., Subawa, A.A.N. 2008. Ubi Jalar Ungu menurunkan Kadar
MDA dalam Darah tikus dan Hati Mencit setelah Aktivitas Fisik
Maksimal. Journal Veteriner, Vol. 9(2): 65-72

Jusuf, N.K. 2005. Menua. Majalah Kedokteran Nusantara, Vol. 38(2): 184-188

Kahkonen, M.P., Heinonen, M. 2003. Antioxidant activity of Anthocyanin and their


aglicones. J. Agric Food Chem, 51: 628-633

Kano, M., Takayanagi, T., Harada, K., Makino, K., Ishikawa, F. 2005. Antioxidatve
Activity of Anthocyanin from Purple Sweet Potato, Ipomoea batatas
Cultivar Ayamurasaki. Biosci. Biotechnol. Biochem. 69 (5): 979-988
Katiyar, S.K., Afaq, F., Perez, A., Mukhtar, H. 2001. Green Tea Polyphenol (-)-
epigallactocathechin-3-gallate Treatment of Human Skin inhibits
Ultraviolet Radiation Induced Oxidative Stress. Carcinogenesis. vol 22
(2): 287-294

Kim, J., Hwang, J.S., Cho Y.K., Han, Y., Jeon, Y.J., Yang, K.H. 2001. Protective Effects of
(-)-epigallocatechin-3-gallate on UVA and UVB Induced Skin Damage.
Skin Pharmacol Appl Skin Physiol. 14: 11-19

Kim, S.Y., Kim, S.J., Lee, J.Y., Kim, W.G., Park, W.S., Sim, Y.C., Lee, S.J. 2004.
Protective Effect of Dietary Soy Isoflavones against UV-Induced Skin
Aging in Hairless Mouse Model. Original Research Journal of American
Collage of Nutrition. Vol. 23(2): 157-162

Kochevar, I.E., Taylor, C.R. 2003. Photophysics, Photochemistry, and Photobiology.


In: Freedberg, I.M., Eisrn, A.Z., Wolff, K., Austen, K.F., Goldsmith, L.A.,
and Katz, S.I., editors. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine,
sixth Edition. New York: McGraw-Hill. Medical Publishing Division. p.
1267-1274

Konczak, I., Zhang, W. 2004. Anthocyanins-More than Nature’s Colours. Journal of


Biomedicine nd Biotechnology. 2004 (5): 239-240

Lee, E.H., Faulhaber, D., Hanson, K.M., Ding, W., Peters, S., Kodali, S., Granstein, R.D.
2004. Dietary Lutein Reduces Ultraviolet Radiation- Induced
Inflammation and Immunosuppression. Journal of Investigative
Dermatology. 122: 510-517; doi: 10.1046/j.0022-202X.2004.22227.x

Montilla, E.C., Hillebrand, S., Butschbach, D., Baldermann, S., Watanabe, N.,
Winterhalter, P. 2010. Preparative Isolation of Anthocyanins from
Japanese Purple Sweet Potato (Ipomoea batatas) Vareities by High-
Speed Countercurrent Chromatography. J. Agric. Food Chem. 58: 9899-
9904

Nghiem, D.X., Kazimi, N., Clydesdale, G., Ananthaswarmy, H.N., Kripke, M.L., Ullrich
S.E. 2001. Ultraviolet A Radiation Suppressed an esthablished Immune
Response. Implication for sunscreen design. Journal of Investigative
dermatology. (2001) 117, 1193-1199

Nichols, J.A., Katiyar, S.K. 2010. Skin Photoprotection by Natural Polyphenols: Anti-
inflammatory, Anti-oxidant and DNA repair mechanisms. Arch Dermatol
Res. 302(2): 71; doi: 10.1007/s00403-009-1001-3
Oki, T., Osame, M., Kobayashi, M., Furuta, S., Nishiba, Y., Kumagai, T., Sato, T., Suda,
I. 2003. Simple Rapid Spectrophotometric Method for Selecting Purple-
Fhleshed sweet potato cultivars with a High Radical Scavenging Activity.
Breed. Sci.. 53:101-107

Pangkahila, W. 2007. Anti Aging Medicine : Memperlambat Penuaan, Meningkatkan


Kualitas Hidup. Cetakan ke-1. Jakarta : Penerbit Buku Kompas. p. 1-3, 9-
10, 36-40

Pocock, S.J. 2008. Clinical Trial : A Practical Approach. Chichester : John Wiley & Son.
p. 127-128

Prior, R.L. 2003. Fruits and Vegetables in the prevention of cellular oxidative
damage. American Journal of Clinical Nutrition. Vol 78 (Suppl.3): 570S-
578S

Quan, T., Qin, Z., Xia, W., Shao, Y., Voorhees, J.J., Fisher, G.J. 2009. Matrix-Degrading
Metalloproteinases in Photoaging. Journal of Investigative Dermatology
Symposium Proceedings. Vol. 14: 20-24; doi: 10.1038/jidsymp.2009.8

Rigel, D.S., Weiss. R.A., Lim, H.W., Dover, J.S. 2004. Photoaging. Marcell Dekker Inc.
Canada. P.34

Seltzer, J.L., Eisen, A.Z. 2003. The role of extracellular Matrix Metalloproteinases in
Connective Tissue Remodeling. In: Freedberg, I.M., Eisrn, A.Z., Wolff, K.,
Austen, K.F., Goldsmith, L.A., and Katz, S.I., editors. Fitzpatrick’s
Dermatology in General Medicine, sixth Edition. New York: McGraw-Hill.
Medical Publishing Division. p. 200-208

Shipp, J., Abdel-Aal, E.S.M. 2010. Food Aplications and Physiological Effects of
Anthocyanins as Functional Food Ingredients. The Open Food Science
Journal, 4: 7-22

Stahl, W., Muchtar, H., Afaq, F., Sies, H. Vitamins and Polyphenols in Systemic
Photoprotection. In: Gilchrest, B.A., Krutmann, J. 2006. Skin Aging.
Germany : Springer-Verlag Berlin Heidelberg. 10: 119-121

Suda, I., Oki, T., Masuda, M., Kobayashi, M., Nishiba, Y., Furuta, S. 2003.
Physiological Functionality of Purple Sweet Potatoes Containing
Anthocyanins and Their Utilitilization in Foods. JARQ 37(3): 167-173

Suprapta, D.N., Antara, M., Arya, N., Sudana, M., Duniaji, A.S., Sudarma, M. 2003.
Penelitian Peningkatan Kualitas dan Diversifikasi Penggunaan Umbi-
umbian sebagai Sumber Pangan Alternatif di Bali. Laporan hasil
Penelitian. Kerjasama BAPEDA Propinsi Bali degan Fakultas Pertanian
UNUD.

Suprapta, D.N., Antara, M., Arya, N., Sudana, M., Duniaji, A.S., Sudarma, M. 2004.
Kajian Aspek Pembibitan, Budiaya dan Pemanfaatan umbi-umbian
sebagai sumber pangan alternatif. Laporan hasil Penelitian. Kerjasama
BAPEDA Propinsi Bali degan Fakultas Pertanian UNUD.

Truong V.D., Deighton N., Thomson R.T., McFeeters, R.F., Dean, L.O., Pecota, K.V.,
Yencho, G.C. 2010. Characterization of Anthocyanins and Anthocyanidins
in Purple-Fleshed Sweetpotatoes by HPLC-DAD/ESI-MS/MS. Journal of
Agricultural and Food Chemistry. 58: 404-410

Wahyuningsih, K.A. 2010. ”Pemberian Astaxanthin Topikal Menghambat Penuaan


Dini Kulit Akibat Pejanan Sinar Ultraviolet B dengan Memberikan Efek
Proteksi Terhadap Kolagen pada Mencit” (tesis). Denpasar: Universitas
Udayana.

Walker, S.L., Hawk, J.L.M., Young, A.R. 2003. Acute and Chronic Effects of Ultraviolet
Radiation on the Skin. In: Freedberg, I.M., Eisen, A.Z., Wolff, K., Austen,
K.F., Goldsmith, L.A., and Katz, S.I., editors. Fitzpatrick’s Dermatology in
General Medicine, sixth Edition. New York: McGraw-Hill. Medical
Publishing Division. p. 1275-1281

Wasitaatmadja, S.M. 2003. Dasar-dasar Peremajaan Kulit. Dalam: Wasitaatmadja


SM Menaldi SL. Editor. Peremajaan Kulit, Jakarta: Balai Penerbit FK-UI, p.
10-22

Yaar, M., Gilchrest, B.A. 2007. Photoageing: Mechanism, prevention and Therapy.
British Journal of Dermatology. 157: 874-887 ; doi: 10.1111/j.1365-
2133.2007.08108.x

Yaar, M., Gilchrest, B.A. 2008. Aging of Skin. In: Wolff, K., Goldsmith, L.A., and Katz,
S.I., Gilchrest, B.A., Paller, A.S., Jeffel, D.J., editors. Fitzpatrick’s
Dermatology in General Medicine, 7th Edition. Amerika Serikat: McGraw-
Hill. Inc. p. 963-966

Zaid, M.A., Afaq, F., Syed, D.N., Dheher, M., Mukhtar, H. 2007. Photochemistry and
Photobiology 83: 882-888
Lampiran 1

Uji Normalitas Data MMP-1


Tests of Normality

a
Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk

Kelompok Statistic df Sig. Statistic df Sig.

MMP_1_pre Aquades .298 9 .120 .801 9 .121

Ekstrak air ubi jalar


.260 9 .181 .765 9 .208
ungu

MMP_1_post Aquades .295 9 .123 .773 9 .110

Ekstrak air ubi jalar


.270 9 .157 .803 9 .322
ungu

a. Lilliefors Significance Correction


Lampiran 2

Uji t-independent Test


Group Statistics

Kelompok N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

MMP_1_pre Aquades 9 .2657 .02589 .00863

Ekstrak air ubi ungu 9 .2682 .02715 .00905

MMP_1_post Aquades 9 .3617 .07731 .02577

Ekstrak air ubi ungu 9 .2802 .02751 .00917

Independent Samples Test

Levene's Test for


Equality of
Variances t-test for Equality of Means

95% Confidence
Std. Interval of the
Mean Error Difference
Sig. (2- Differen Differen
F Sig. t df tailed) ce ce Lower Upper

MMP_1 Equal
_pre variances .048 .829 -.204 16 .841 -.00256 .01251 -.02907 .02395
assumed

Equal
15.96
variances not -.204 .841 -.00256 .01251 -.02907 .02396
4
assumed

MMP_1 Equal
_post variances 1.657 .216 2.977 16 .009 .08144 .02735 .02346 .13943
assumed

Equal
variances not 2.977 9.994 .014 .08144 .02735 .02049 .14240
assumed
Lampiran 3

Uji t-paired Test

Kelompok = Aquades

a
Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error Mean

Pair 1 MMP_1_pre .2657 9 .02589 .00863

MMP_1_post .3617 9 .07731 .02577


a
Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error Mean

Pair 1 MMP_1_pre .2657 9 .02589 .00863

MMP_1_post .3617 9 .07731 .02577

a. Kelompok = Aquades

a
Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.

Pair 1 MMP_1_pre & MMP_1_post 9 .367 .331

a. Kelompok = Aquades

Paired Samples Testa

Paired Differences

95% Confidence
Interval of the
Std. Difference
Deviatio Std. Error Sig. (2-
Mean n Mean Lower Upper t df tailed)

Pair MMP_1_pre - -
1 MMP_1_post .0960 .07195 .02398 -.15131 -.04069 -4.003 8 .004
0

a. Kelompok =
Aquades
Kelompok = Ekstrak air ubi jalar ungu

a
Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error Mean

Pair 1 MMP_1_pre .2682 9 .02715 .00905

MMP_1_post .2802 9 .02751 .00917

a. Kelompok = Ekstrak air ubi jalar ungu


a
Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.

Pair 1 MMP_1_pre & MMP_1_post 9 -.093 .812

a. Kelompok = Ekstrak air ubi jalar ungu

a
Paired Samples Test

Paired Differences

95% Confidence
Interval of the
Std. Difference
Deviatio Std. Error Sig. (2-
Mean n Mean Lower Upper t df tailed)

Pair MMP_1_pre - -
1 MMP_1_post .0120 .04041 .01347 -.04306 .01906 -.891 8 .399
0

a. Kelompok = Ekstrak air ubi


jalar ungu

Anda mungkin juga menyukai