Anda di halaman 1dari 98

KAJIAN FORMULASI SARI MENTIMUN (Cucumis sativus L.

) SEBAGAI
MINUMAN PROBIOTIK MENGGUNAKAN CAMPURAN KULTUR
Lactobacillus delbrueckii subsp. bulgaricus, Streptococcus thermophilus subsp.
salivarus, dan Lactobacillus casei subsp. rhamnosus

Oleh
Ety Kusmawati
F24104116

2008
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
Ety Kusmawati. F24104116. Kajian Formulasi Sari Mentimun (Cucumis sativus
L.) sebagai Minuman Probiotik Menggunakan Campuran Kultur Lactobacillus
delbrueckii subsp. bulgaricus, Streptococcus thermophilus subsp. salivarus dan
Lactobacillus casei subsp. rhamnosus. Di bawah Bimbingan Dr. Ir. Sedarnawati
Yasni, M. Agr. 2008.

RINGKASAN
Upaya meningkatkan manfaat mentimun (Cucumis sativus L.) sebagai
salah satu jenis sayur-sayuran yang produksinya cukup melimpah di
Indonesia perlu dilakukan, antara lain melalui diversifikasi produk sebagai
minuman probiotik dengan cara melakukan fermentasi sari mentimun dengan
campuran kultur Lactobacillus bulgaricus, Lactobacillus casei, dan
Streptococcus thermophilus yang sudah diketahui manfaatnya untuk
kesehatan. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan formula yang disukai
pada pembuatan minuman probiotik dari sari mentimun dan meningkatkan
nilai manfaat sari mentimun sebagai minuman probiotik.
Pada penelitian tahap I dilakukan pembuatan sari mentimun dan
formulasi minuman dengan gula pasir dan susu skim. Pembuatan sari
mentimun dilakukan dengan cara menghancurkan mentimun dengan blender
dan disaring dengan kain saring. Kemudian dilakukan penambahan susu skim
(2%, 5%, 9%) dan gula pasir (8% dan 10%) sehingga didapatkan 6 formula.
Masing-masing formula dipanaskan pada suhu 900C, dibiarkan selama 15
menit pada suhu tersebut dan dilakukan pendinginan hingga mencapai suhu
450C. Setelah dingin, dilakukan penambahan kultur kerja sebanyak 5%
dengan perbandingan 1:1:1, serta diinkubasi selama 1 hari pada suhu 43-
450C. Pada enam formula yang dihasilkan dilakukan uji hedonik, dan terpilih
produk terbaik adalah formula dengan rasa original yang terbuat dari sari
mentimun yang ditambah dengan susu skim 9% dan gula pasir 10%.
Pada penelitian tahap II dilakukan perbaikan teknik penambahan gula,
yaitu penambahan gula dilakukan pada saat sebelum dan sesudah fermentasi
terhadap formula terpilih dari hasil penelitian tahap I, dan penentuan flavor
rempah yang paling disukai oleh panelis sebagai variasi rasa selain original.
Pada penelitian tahap II dihasilkan 4 formula dengan penambahan kombinasi
rempah yaitu, jahe, kayu manis, dan adas manis. Hasil uji hedonik
menunjukkan bahwa formula terbaik menurut panelis adalah formula dengan
flavor jahe. Selanjutnya formula dengan flavor original dan formula dengan
flavor jahe diproduksi kembali dan dilakukan pengamatan uji stabilitas untuk
penyimpanan selama 2 minggu dalam refrigerator. Formula tersebut
dianalisis selama 2 minggu dengan selang pengamatan 3 hari untuk diamati
sifat fisik, kimia, mikrobiologi, dan sensori.
Dari penelitian ini, dipilih minuman probiotik sari mentimun dengan
flavor original dengan pertimbangan rasa yang lebih disukai oleh panelis dan
biaya produksi yang lebih murah. Hasil analisis formula dengan flavor
original selama penyimpanan 2 minggu menunjukkan pH 4.18±0.00, total
asam laktat sebesar 0.53%±0.08, kekentalan 7.52±0.05 cp, nilai TPT
18.0±0.00 oBrix dan total BAL 4.2x108±2.2x108 cfu/ml. Nilai Total BAL
tidak kurang dari 106 cfu/ml sehingga produk ini dapat dikatakan sebagai
minuman probiotik. Umur simpan minuman probiotik sari mentimun adalah 9
hari. Hasil uji proksimat pada formula dengan flavor original menunjukkan
nilai rata-rata kadar air 81.78%, kadar abu 0.22%, kadar protein 0.49%, kadar
lemak 0.26% dan karbohidrat (by difference) 17.25%.
Pembuatan minuman probiotik sari mentimun merupakan salah satu
cara pengembangan minuman probiotik menggunakan komoditas yang
melimpah agar dapat meningkatkan nilai gizi dari suatu bahan pangan dan
memberikan manfaat kesehatan bagi tubuh.
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
KAJIAN FORMULASI SARI MENTIMUN (Cucumis sativus L.) SEBAGAI
MINUMAN PROBIOTIK MENGGUNAKAN CAMPURAN KULTUR
Lactobacillus delbrueckii subsp. bulgaricus, Streptococcus thermophilus subsp.
salivarus, dan Lactobacillus casei subsp. rhamnosus

SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PANGAN
Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan,
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor

Oleh
Ety Kusmawati
F24104116

Dilahirkan pada tanggal 20 Januari 1987


Di Jakarta
Lulus : Agustus 2008

Menyetujui,
Bogor, September 2008

Dr. Ir. Sedarnawati Yasni, M. Agr


Dosen Pembimbing

Mengetahui,

Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc


Ketua Departemen ITP
RIWAYAT HIDUP

Penulis yang bernama lengkap Ety Kusmawati dilahirkan


di Jakarta pada tanggal 20 Januari 1987. Penulis adalah anak
pertama dari dua bersaudara. Penulis dibesarkan oleh ayah
bernama Ento Suharto dan ibu bernama Royani. Bangku sekolah
penulis dimulai dari Sekolah Dasar 05 Pekayon Jakarta dan
Sekolah Menengah Pertama Negeri 91 Jakarta. Setelah itu, melanjutkan
pendidikan ke Sekolah Menengah Atas Negeri 99 Jakarta. Penulis diterima
menjadi mahasiswa Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi
Pertanian melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) pada tahun
2004.
Selama menjadi mahasiswa penulis pernah bergabung di dalam
kepengurusan Himpunan Mahasiswa ilmu dan Teknologi Pangan (HIMITEPA)
Institut Pertanian Bogor bidang sosial dan kemahasiswaan selama 1 tahun dan
kepanitiaan beberapa kegiatan di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan.
Sebagai tugas akhir untuk memperoleh gelar Sarjana Tenologi Pertanian penulis
melakukan penelitian tentang minuman probiotik dari sari mentimun
menggunakan campuran kultur Lactobacillus delbruekii subsp. bulgaricus,
Sterptococcus thermophilus subsp. salivarus dan Lactobacillus casei subsp
rhamnosus di bawah bimbingan Dr. Ir. Sedarnawati Yasni, M. Agr.

KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb.
Alhamdulillahirabbil’alamin. Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat
Allah SWT atas segala Karunia, Hidayah, dan Rahmat-Nya, sehingga penulis
dapat menyelesaikan penelitiannya. Ucapan terima kasih dan penghargaan yang
setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada sejumlah pihak yang telah
berkontribusi secara langsung maupun tidak langsung dalam penyelesaian karya
ini. Semoga Allah SWT membalas budi baik pihak-pihak yang senantiasa
membimbing, membantu dan mendoakan dalam menyelesaikan penelitian dan
penyusunan skripsi ini. Perkenankanlah penulis mengucapkah ucapan terima
kasih kepada:
1. Kedua orang tuaku, atas kasih sayang, doa, semangat, serta dukungan
moril dan materi yang telah diberikan serta adikku yang turut
membangkitkan semangat untuk menyelesaikan tugas akhir ini.
2. Dr. Ir. Sedarnawati Yasni, M. Agr, selaku dosen pembimbing, yang telah
memberi pengarahan, nasihat, saran, motivasi, dan kritik yang
membangun.
3. Elvira Syamsir S.TP, M.si dan Dian Herawati S.TP, selaku dosen penguji
yang telah memberikan banyak masukan dan nasihat.
4. Datoe M. Iqbal Albabakani, yang selalu memberikan kasih sayang,
semangat, doa dan dukungannya kepada penulis.
5. Sahabat-sahabat terbaikku (Nona, Memed, Yunion, Xie2, dan Lula) yang
telah meluangkan waktunya meberikan bantuan, berbagi canda tawa dan
dukungan kepada penulis.
6. Teman seperjuanganku, Hermanto yang telah berbagi keluh kesah dan
saling menyemangati satu sama lain.
7. D’Micro crews (Aris, Nanang, Dodi, Cici, Nene, dan Umul) yang telah
rela berbagi alat dan bahan di lab mikro.
8. Teman-teman wisma SAS (K’Bintang, Ester, Pietchoy, Auu, ade’Yuli,
ade’Anggun, Qia) terima kasih banyak atas masukan dan keceriaan yang
diberikan.
9. Mama Linda yang senantiasa memberikan doa dan semangat kepada
penulis.
10. Teman-teman TPG 40 (K’Primz dan K’Dea), 41, dan 42, terima kasih
banyak atas bantuan kepada penulis.
11. Laboran-laboran (Pak Wahid, Pak Sobirin, Pak Koko, Pak Rojak, Pak
Yahya, Pak Sidiq, Pak gatot, Bu Rubiyah, Teh Ida, Mas Edi, Mba’Darsih,
Mba’Ari) yang telah menjelaskan dan membantu pelaksanaan analisa di
laboratorium.
12. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah
membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis telah berusaha menyusun skripsi ini sebaik mungkin, namun tidak
ada karya manusia yang sempurna. Semoga dengan kekurangan yang masih ada,
skripsi ini tetap bermanfaat bagi pembaca.
DAFTAR ISI
Halaman
RIWAYAT HIDUP.............................................................................................. iv
KATA PENGANTAR ........................................................................................ . v
DAFTAR ISI....................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL................................................................................................. ix
DAFTAR GAMBAR............................................................................................ x
DAFTAR LAMPIRAN......................................................................................... xii
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................................................. 1
B. Tujuan ............................................................................................... 3
C. Manfaat ............................................................................................. 4
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Mentimun .......................................................................................... 5
B. Susu Skim ......................................................................................... 7
C. Minuman Probiotik ........................................................................... 8
D. Kultur Starter .................................................................................... 9
E. Rempah-rempah ................................................................................ 13
III. BAHAN DAN METODE
A. Bahan dan Alat ................................................................................. 17
B. Metode Penelitian ............................................................................. 17
C. Prosedur Analisis .............................................................................. 23
D. Rancangan Percobaan ....................................................................... 29
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Penelitian Tahap I ............................................................................. 31
B. Penelitian Tahap II ............................................................................ 42
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ....................................................................................... 65
B. Saran ................................................................................................. 65
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 66
LAMPIRAN........................................................................................................ 70
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Komposisi susu bubuk skim………………........................................ 8
Tabel 2. Penilaian kepentingan setiap karakteristik kesukaan ........................ 29
Tabel 3. Hasil pengamatan pembuatan sari mentimun .................................. 32
Tabel 4. Formula pembuatan minuman probiotik........................................... 34
Tabel 5. Formulasi penentuan flavor minuman probiotik............................... 44
Tabel 6. Karakteristik mutu minuman probiotik sari mentimun..................... 63
Tabel 7. Formula pembuatan minuman probiotik sari mentimun.................... 64
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Buah Mentimun ............................................................................. 6
Gambar 2. Morfologi Lactobacillus bulgaricus .............................................. 11
Gambar 3. Morfologi Streptococcus thermophilus.......................................... 12
Gambar 4. Morfologi Lactobacillus casei subsp. rhamnosus ......................... 13
Gambar 5 Diagram alir pembuatan sari mentimun......................................... 19
Gambar 6 Skema penelitian tahap I ................................................................ 21
Gambar 7 Skema perlakuan penelitian tahap II.............................................. 23
Gambar 8 Minuman probiotik sari mentimun ................................................ 35
Gambar 9 Hasil uji hedonik terhadap parameter rasa
minuman probiotik sari mentimun................................................. 36
Gambar 10 Hasil uji hedonik terhadap parameter kekentalan
minuman probiotik sari mentimun................................................. 37
Gambar 11 Hasil uji hedonik terhadap parameter warna
minuman probiotik sari mentimun................................................. 39
Gambar 12 Hasil uji hedonik terhadap parameter aroma
minuman probiotik sari mentimun................................................. 40
Gambar 13 Hasil pembobotan nilai pada setiap formula
minuman probiotik sari mentimun................................................. 42
Gambar 14 Hasil uji hedonik pada penentuan flavor minuman
probiotik ......................................................................................... 46
Gambar 15 pH Minuman probiotik sari mentimun dengan
flavor original ................................................................................ 49
Gambar 16 pH Minuman probiotik sari mentimun dengan
flavor jahe ..................................................................................... 49
Gambar 17 Total asam laktat minuman probiotik mentimun
dengan flavor original .................................................................... 51
Gambar 18. Total asam laktat minuman probiotik mentimun
dengan flavor jahe.......................................................................... 51
Gambar 19 Total padatan terlarut minuman probiotik
mentimun dengan flavor original................................................... 54
Gambar 20. Total padatan terlarut minuman probiotik
mentimun dengan flavor jahe ........................................................ 54
Gambar 21. Viskositas minuman probiotik mentimun dengan
flavor original ................................................................................ 56
Gambar 22. Viskositas minuman probiotik mentimun dengan
flavor jahe ...................................................................................... 56
Gambar 23. Total bakteri asam laktat minuman probiotik
mentimun dengan flavor original selama
penyimpanan .................................................................................. 58
Gambar 24. Total bakteri asam laktat minuman probiotik
mentimun dengan flavor jahe selama
penyimpanan .................................................................................. 58
Gambar 25. Nilai rataan kesukaan panelis terhadap minuman
probiotik mentimun dengan flavor original
selama penyimpanan...................................................................... 61
Gambar 26. Nilai rataan kesukaan panelis terhadap minuman
probiotik mentimun dengan flavor jahe selama
penyimpanan .................................................................................. 61
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Tahapan pemeliharaan kultur..................................................... 70
Lampiran 2. Tahapan pembuatan kultur kerja................................................ 71
Lampiran 3. Pengaruh perlakuan terhadap mutu minuman probiotik sari
mentimun ................................................................................... 72
Lampiran 4. Analisis sidik ragam uji hedonik rasa pada
penelitian tahap I........................................................................ 73
Lampiran 5. Analisis sidik ragam uji hedonik kekentalan
pada penelitian tahap I............................................................... 74
Lampiran 6. Analisis sidik ragam uji hedonik warna
pada penelitian tahap I............................................................... 75
Lampiran 5. Analisis sidik ragam uji hedonik aroma
pada penelitian tahap I............................................................... 76
Lampiran 8. Rekapitulasi data hedonik pada penelitian
tahap I ....................................................................................... 77
Lampiran 9 Contoh perhitungan dengan metode pembobotan pada
penelitian tahap I....................................................................... 78
Lampiran 10. Analisis sidik ragam uji hedonik flavor dengan rempah
serbuk........................................................................................ 79
Lampiran 11. Rekapitulasi data hedonik penentuan flavor dengan
rempah serbuk........................................................................... 80
Lampiran 12. Diagram alir pembuatan larutan ekstrak
rempah....................................................................................... 81
Lampiran 13. Analisis sidik ragam uji hedonik terhadap flavor
dengan larutan ekstrak rempah.................................................. 82
Lampiran 14. Rekapitulasi data hedonik penentuan flavor
dengan larutan ekstrak rempah.................................................. 83
Lampiran 15. Syarat mutu produk yoghurt menurut
SNI 01-2981-1992..................................................................... 84
I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Semakin meningkatnya perhatian masyarakat dewasa ini terhadap
pentingnya pengaruh makanan dan minuman terhadap kesehatan, memicu
berkembangnya produk-produk pangan yang memiliki fungsi kesehatan
terutama dalam pemanfaatan produk-produk alami. Keadaan ini sangat
berpengaruh terhadap pemasaran produk pangan yang berlabel untuk
kesehatan, baik untuk pengobatan dan pencegahan penyakit, minuman
berenergi (energy drink), serta makanan yang mengandung kultur aktif
bakteri (probiotik). Saat ini obat-obatan tradisional telah dikembangkan
menjadi minuman maupun makanan yang dapat dikonsumsi tanpa
menimbulkan efek samping bahkan dapat memberikan efek yang baik
terhadap kesehatan, khususnya dalam mengurangi keluhan penyakit
tertentu. Jenis makanan atau minuman ini lebih dikenal dengan sebutan
pangan fungsional. Minuman kesehatan dapat diartikan sebagai minuman
yang dapat meningkatkan fungsi fisiologis, seperti menurunkan kandungan
kolesterol, meningkatkan sistem pertahanan tubuh, mencegah kanker dan
sebagainya. Selain itu minuman kesehatan memiliki rasa dan aroma yang
enak serta kandungan gizi yang sesuai dengan peruntukannya (Fardiaz,
2000). Dalam penelitian ini, minuman kesehatan yang dikaji berupa sari
mentimun yang difermentasi dengan kultur Lactobacillus delbrueckii
subsp. bulgaricus, Streptococcus thermophilus subsp. salivarus, dan
Lactobacillus casei subsp. rhamnosus. Produk yang dihasilkan dari
penelitian ini dapat dikatakan pangan fungsional karena mengandung
Lactobacillus casei subsp. rhamnosus sebagai probiotik yang bermanfaat
bagi kesehatan.
Probiotik adalah suplemen makanan yang berisi mikroba hidup
yang sangat menguntungkan bagi inangnya (manusia dan hewan) karena
dapat meningkatkan keseimbangan mikroflora usus. Menurut Fuller
(1992), sifat-sifat yang harus dimiliki bakteri probiotik agar efektif
menghasilkan nutrisi dan efek therapeutic adalah: (1) dapat bertahan
hidup, artinya bakteri yang dimakan harus dapat bertahan sampai usus
kecil dan melewati asam lambung, sehingga bakteri ini harus dapat hidup
pada pH yang sangat rendah; (2) resisten terhadap bile, di usus kecil dan
kolon mengandung asam bile dalam konsentrasi tinggi yang dapat
membunuh mikroorganisme; (3) sifat adhesi, mikroorganisme probiotik
memiliki sifat adhesi terhadap sel epitel usus agar dapat bertahan hidup;
dan (4) memproduksi antimikroba, bakteri probiotik menghasilkan produk
yang dapat menghambat keberadaan organisme lain dalam usus.
Mentimun dihasilkan di semua negara dan selalu tersedia
sepanjang tahun (Heinerman, 2005). Di Indonesia, mentimun merupakan
salah satu jenis sayuran yang produksinya cukup melimpah, yaitu sekitar
3.5-4.8 ton/Ha (Sofia, 2007). Namun, produksi yang tinggi tersebut belum
diimbangi dengan pemanfaatan yang optimal, karena saat ini mentimun
hanya dimanfaatkan sebagai lalapan, asinan, pikel dan acar. Selama ini
produk fermentasi berbahan mentimun seperti pikel memiliki rasa yang
kurang disukai karena penggunaan garam dalam proses fermentasi yang
cukup tinggi. Pengolahan mentimun dalam penelitian ini berupa proses
fermentasi sari mentimun menjadi minuman probiotik yang diharapkan
dapat menjadi salah satu cara untuk meningkatkan citarasa mentimun dan
umur simpannya, karena mentimun sebagai sayuran segar sangat mudah
mengalami kerusakan.
Citarasa dan mutu suatu produk fermentasi seperti minuman
probiotik, berkaitan erat dengan proses fermentasi oleh starter yang
digunakan. Kultur starter yang umum digunakan dalam pembuatan
minuman probiotik sejenis yoghurt adalah kultur campuran dari
Lactobacillus delbrueckii subsp. bulgaricus, dan Streptococcus
thermophilus subsp. Salivarus. Kedua bakteri ini saling menstimulir
pertumbuhan satu dengan yang lainnya dan dapat memberikan flavor yang
memuaskan pada kondisi yang optimum (Walstra et al., 1999).
Dalam penelitian ini, strain mikroba probiotik yang ditambahkan
adalah Lactobacillus casei subsp rhamnosus. Penambahan ini dilakukan
untuk menutupi kekurangan bakteri yang lain karena Streptococcus
thermophilus subsp. salivarius dan Lactobacillus delbrueckii subsp.
bulgaricus tidak mampu bertahan hidup pada pencernaan manusia.
Lactobacillus casei subsp rhamnosus merupakan bakteri asam laktat yang
dapat mencapai saluran pencernaan manusia dalam keadaan hidup dan
memberikan efek probiotik yang sangat menguntungkan bagi kesehatan.
Pertimbangan pemilihan Lactobacillus casei subsp rhamnosus sebagai
probiotik yang digunakan dalam penelitian ini adalah bakteri ini tergolong
bakteri heterofermentatif yang dapat memecah fruktosa dan glukosa yang
banyak terkandung dalam sari mentimun (Saper dan Gorniy, 2006).
Pembuatan minuman probiotik dalam penelitian ini dilakukan
dengan mengkombinasikan sari mentimun dengan susu skim. Selain
sebagai upaya optimal dalam pemanfaatan mentimun, penggunaan sari
mentimun yang lebih dominan dapat mengurangi biaya produksi sehingga
masyarakat dapat mengkonsumsi minuman probiotik yang bermanfaat
bagi kesehatan dengan harga yang lebih murah. Selain itu dalam penelitian
ini digunakan rempah-rempah seperti jahe, kayu manis, dan adas manis
sebagai flavor untuk meningkatkan citarasa produk. Rempah-rempah
tersebut dipilih karena memiliki rasa yang khas dan kandungan komponen
aktif yang bermanfaat bagi tubuh. Diversifikasi pengolahan pangan
berbahan dasar mentimun masih sangat terbatas sehingga keragaman
produk diperlukan untuk memberikan alternatif pilihan produk pada
konsumen.

B. TUJUAN
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan formulasi yang tepat
pada pembuatan minuman probiotik dari sari mentimun menggunakan
campuran kultur Lactobacillus delbrueckii subsp. bulgaricus,
Streptococcus thermophilus subsp. salivarus, dan Lactobacillus casei
subsp. rhamnosus dan meningkatkan nilai manfaat sari mentimun sebagai
minuman probiotik.
C. MANFAAT
Manfaat hasil penelitian ini adalah meningkatkan nilai ekonomis
mentimun dan sekaligus memanfaatkan mentimun sebagai pangan
fungsional. Selain itu, data yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan
dapat digunakan sebagai acuan dalam mengembangkan produk minuman
probiotik dari sari mentimun.
II. TINJAUAN PUSTAKA

A. MENTIMUN
Mentimun, ketimun, atau timun (Cucumis sativus L.) merupakan
salah satu jenis sayur-sayuran yang tergolong pada labu-labuan
(Curcubitaceae). Tanaman ini berasal dari Himalaya di Asia Utara. Saat
ini, budidaya mentimun sudah meluas ke seluruh wilayah baik tropis atau
subtropis. Mentimun memiliki berbagai nama daerah seperti timun (Jawa
tengah), bonteng (Jawa barat), temon atau antemon (Madura), ketimun
atau antimun (Bali), hantimun (lampung), dan timon (Aceh). Tanaman ini
tumbuh pada dataran rendah hingga ketinggian 1300 m dari permukaan
laut. Panjang tanaman mentimun antara 30-250 cm; sulur dahan tumbuh di
sisi tangkai daun; daunnya berseling; dan berbentuk bulat telur yang
ujungnya meruncing. Buahnya bulat panjang; berbiji banyak; tumbuh
bergantung; berwarna hijau berlilin putih; setelah tua berwarna kuning;
panjang buah 10 – 30 cm; bagian pangkal berbintil; dan banyak
mengandung cairan. Habitus mentimun berupa herba lemah melata atau
setengah merambat dan merupakan tanaman musiman. Tanaman
mentimun akan mati setelah berbunga dan berbuah. Perbungaannya
berumah satu (monoecious) dengan tipe bunga jantan dan bunga
hermafrodit (banci). Bunga pertama yang dihasilkan, biasanya pada usia 4-
5 minggu, adalah bunga jantan. Bunga-bunga selanjutnya adalah bunga
banci apabila pertumbuhannya baik. Satu tanaman mentimun dapat
menghasilkan 20 buah. Namun dalam budidaya biasanya jumlah buah
dibatasi untuk menghasilkan ukuran buah yang baik.
Daging buah mentimun merupakan hasil perkembangan dari bagian
mesokarp, berwarna kuning pucat sampai jingga. Buah dipanen ketika
masih setengah masak. Buahnya biasa dimakan mentah, direbus, dikukus
atau disayur, dan dibuat acar. Mentimun dapat ditemukan di berbagai
hidangan dari seluruh dunia dan memiliki kandungan air yang cukup
banyak di dalamnya, sehingga menyejukkan kerongkongan (Anonim1,
2007). Mentimun dapat dibudidayakan di kebun lapang, di kamar kaca,
dan di tempat-tempat dengan pemanasan buatan. Selama pertumbuhannya,
mentimun membutuhkan kelembaban udara yang tinggi, tanah yang basah
atau tanah berpasir dan suhu tinggi dengan pengairan yang baik (Anonim2,
1980). Terdapat tiga jenis mentimun, yaitu mentimun kultivar lokal
(mentimun sayur), mentimun jepang, dan mentimun suri. Mentimun suri
tidak berbeda jenis dengan mentimun sayur, namun berbeda kelompok
budidaya (convarietas), artinya walaupun tergolong sebagai satu spesies,
jenis teknik budidaya kedua tanaman tidak sama. Kedua jenis mentimun
dipanen ketika buah belum masak. Daging buah mentimun suri lebih
rendah konsistensinya (mudah hancur) dan mengeluarkan aroma yang
lebih harum. Jenis mentimun yang digunakan dalam penelitian ini adalah
jenis kultivar lokal atau mentimun sayur yang banyak dihasilkan dan selalu
tersedia sepanjang tahun.

Gambar 1. Buah mentimun (Anonim2, 2007)

Menurut Heinerman (2005), satu cangkir mentimun mentah yang


telah dicacah mengandung 26 mg kalsium, 28 mg fosfor, 1.2 mg zat besi, 6
mg sodium, 168 mg potasium, 260 IU vitamin A, 12 mg vitamin C, 13 mg
magnesium, dan sejumlah vitamin B-kompleks seperti tiamin, riboflavin,
dan niasin. Kandungan fosfor, vitamin C dan asam folat pada mentimun
berfungsi untuk memperlancar buang air seni dan untuk menghilangkan
ketegangan atau anti stress. Selain itu, biji buah mentimun mengandung
banyak vitamin E untuk menghambat penuaan dan menghilangkan keriput.
Mentimun mentah bermanfaat menurunkan panas dalam, dan
meningkatkan stamina. Menurut Johan (2005), mentimun mengandung
flavonoid dan polifenol sebagai antiradang; kukurbitasin C yang berkhasiat
untuk meningkatkan kekebalan tubuh dan mencegah penyakit hepatitis;
dan asam malonat yang berfungsi menekan gula agar tidak berubah
menjadi lemak sehingga baik untuk mengurangi berat badan. Selain itu,
kandungan serat yang tinggi dalam mentimun berguna untuk melancarkan
buang air besar, menurunkan kolesterol, dan menetralkan racun.

B. SUSU SKIM
Susu merupakan media fermentasi yang serbaguna. Susu
mengandung bahan-bahan yang diperlukan oleh setiap organisme yang
secara nutrisi membutuhkannya seperti jenis Lactobacillus. Namun, susu
bukan media yang universal karena mengandung beberapa senyawa
bakteriostatik, diantaranya tergolong ringan dan mudah dihancurkan.
Dalam penelitian ini, jenis susu yang ditambahkan adalah susu skim (non
fat skim milk). Penambahan susu skim dimaksudkan untuk
mengoptimalkan kerja bakteri asam laktat yang dapat menggunakan
laktosa sebagai sumber energi bagi pertumbuhannya.
Susu skim adalah bagian susu yang tertinggal sesudah krim diambil
sebagian atau seluruhnya. Susu skim mengandung semua zat makanan dari
susu kecuali lemak dan vitamin-vitamin yang larut dalam lemak, seperti
vitamin A, D, E, dan K (Buckle, 1987). Susu skim dapat digunakan oleh
orang yang menginginkan nilai kalori rendah di dalam makanannya,
karena susu skim hanya mengandung 55% dari seluruh energi susu. Susu
skim dimanfaatkan dalam pembuatan keju dengan lemak rendah dan
yoghurt. Susu skim sebaiknya tidak digunakan untuk makanan bayi tanpa
adanya pengawasan gizi karena tidak adanya kandungan lemak dan
vitamin-vitamin yang larut dalam lemak. Berdasarkan mutunya, susu skim
dapat dibedakan atas tiga jenis yaitu, jenis ekstra, standar dan instan
(Anonim3, 2008).
Tabel 1. Komposisi susu bubuk skim

Komposisi (%) Susu tak berlemak (non fat skim milk)


Lemak 4.00
Protein 37.40
Lakosa 1.00
Abu 49.20
Air 8.40
*Buckle, (1987)

C. MINUMAN PROBIOTIK

Minuman probiotik merupakan minuman yang mengandung


mikroorganisme hidup yang mempunyai pengaruh menguntungkan untuk
induk semangnya melalui keseimbangan mikroorganisme usus (Fuller,
1992). Secara umum, fungsi probiotik serupa dengan antibiotik, yaitu
dapat meningkatkan kesehatan. Bedanya, mekanisme kerja antibiotik
langsung membunuh mikroorganisme target dan meninggalkan residu
dalam jaringan tubuh, sedangkan probiotik menekan pertumbuhan
mikroorganisme yang tidak diinginkan dan merangsang mikroorganisme
sejenis, serta tidak meninggalkan residu dalam jaringan (Soeharsono,
1997). Probiotik menawarkan alternatif yang lebih baik untuk
memperbaiki keseimbangan mikroflora usus yang terganggu daripada
antibiotik (Hull dan Evans, 1992).
Minuman probiotik termasuk kedalam makanan fungsional yang
mempunyai kandungan komponen aktif dan dapat memberikan efek
terhadap kesehatan. Ada tiga fungsi dasar yang harus dipenuhi oleh
makanan fungsional, yaitu (1) sensory (warna dan penampilan menarik,
citarasa enak), (2) nutritional (bernilai gizi tinggi), dan (3) Physiological
(memberikan pengaruh fisiologis yang menguntungkan bagi tubuh).
Beberapa fungsi fisologis yang diharapkan adalah (a) pencegahan
timbulnya bahaya penyakit; (b) meningkatkan daya tahan tubuh; (c)
regulasi kondisi ritme fisik tubuh; (d) memperlambat proses penuaan; dan
(e) penyehatan kembali dari sakit (recovery).
Untuk membuat minuman sari mentimun sebagai minuman
probiotik, digunakan kultur campuran dari Streptococcus thermophilus
subsp. salivarus, Lactobacillus casei subsp. rhamnosus dan Lactobacillus
delbrueckii subsp. bulgaricus. Ketiga jenis bakteri tersebut merupakan
bakteri asam laktat yang membutuhkan laktosa untuk pertumbuhannya dan
beberapa asam amino, vitamin, dan faktor pertumbuhan lain
(Wibowotomo, 1990). Meskipun mentimun tidak mengandung laktosa,
tetapi bakteri tersebut tetap dapat menggunakan karbohidrat yang
terkandung dalam mentimun seperti fruktosa dan glukosa (Saper dan
Gorniy, 2006). Agar fermentasi berjalan optimal, maka dalam pembuatan
minuman probiotik ini diberi tambahan susu skim dan gula pasir.
Dalam penelitian ini, strain mikroba probiotik yang ditambahkan
adalah Lactobacillus casei subsp. rhamnosus. Penambahan ini dilakukan
untuk menutupi kekurangan bakteri yang lain karena Streptococcus
thermophilus subsp. salivarus dan Lactobacillus delbrueckii subsp.
bulgaricus tidak mampu bertahan hidup pada pencernaan manusia. Fuller
(1992) menyatakan bahwa bakteri yang digunakan sebagai probiotik
adalah bakteri yang termasuk ke dalam golongan GRAS (Generally
Recognized As Save microorganism), yaitu mikroorganisme yang secara
umum telah direkomendasikan sebagai mikroorganisme yang aman
digunakan dalam pengolahan pangan, seperti L. acidophilus, L. bulgaricus,
S. thermophilus, L. casei, B. longum, dan B. bifidum.

D. KULTUR STARTER
Atribut utama susu fermentasi yang sudah cukup dikenal adalah
bermanfaat bagi kesehatan dan kandungan zat nutrisi tinggi. Kultur starter
dalam suatu produk fermentasi dianggap memegang peranan untuk
mencapai kualitas tersebut. Kultur starter bakteri asam laktat dalam
fermentasi dapat didefinisikan sebagai biakan mikroorganisme yang
diinginkan dan akan menghasilkan perubahan-perubahan yang
menguntungkan selama proses fermentasi berlangsung (Anshori, 1992).
Dalam pembuatan minuman probiotik sari mentimun, kultur starter yang
digunakan berupa campuran kultur Lactobacillus delbrueckii subsp.
bulgaricus, Lactobacillus casei subsp. rhamnosus dan Streptococcus
thermophilus subsp. salivarus. Menurut Anshori (1992), persyaratan utama
bagi setiap kultur starter laktat ialah (1) mengandung satu atau beberapa
jenis mikroorganisme yang diinginkan; (2) mampu berkembang dalam
kondisi yang diberikan dan menghasilkan perubahan-perubahan yang
diinginkan; dan (3) bebas dari kontaminasi.
Pada umumnya, dalam proses fermentasi asam laktat melibatkan
berbagai jenis organisme yang berbeda. Oleh karena itu, dalam pembiakan
dalam satu kultur akan terdapat suatu kesesuaian dan saling menunjang
antara satu organisme dengan organisme lainnya. Menurut Helferich dan
Westhoff (1980), penggunaan kultur starter campuran beberapa bakteri
asam laktat akan menghasilkan nilai organoleptik yang lebih baik.

1. Lactobacillus delbrueckii subsp. bulgaricus


Lactobacillus delbruekii subsp. bulgaricus merupakan bakteri
gram positif, anaerob fakultatif, homofermentatif, berbentuk batang,
tidak berspora, dan bersifat katalase negatif (Gilliland, 1986).
Golongan bakteri homofermentatif menghasilkan sekitar 90% asam
laktat, dengan cara mengubah heksosa menjadi asam laktat melalui
jalur Emden-Meyerhof pathway (Batt dan Pradip, 2000). Lactobacillus
delbruekii subsp. bulgaricus termasuk jenis bakteri termofilik karena
hidup secara optimal pada suhu 450C. Selain menghasilkan asam
laktat, L. bulgaricus juga menghasilkan asetaldehid, aseton, asetoin,
dan diasetil dalam jumlah yang cukup rendah. L. Bulgaricus
membebaskan asam amino antara lain, valin, histidin, dan glisin yang
diperlukan oleh Streptococcus thermophilus. Dalam bentuk koloni, L.
Bulgaricus bersifat asidurik, yaitu mampu hidup pada kondisi asam
dengan pH 5.5. Morfologi bakteri Lactobacillus delbrueckii subsp.
bulgaricus dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Morfologi Lactobacillus delbrueckii subsp.bulgaricus
(Anonim4, 2008)

2. Streptococcus thermophilus subsp. salivarus


Menurut Batt dan Pradip (2000), Streptococcus thermophilus
subsp. salivarus tergolong kedalam jenis bakteri gram positif yang
memiliki sifat metabolisme serupa dengan bakteri gram positif.
Namun, Streptococcus thermophilus dapat hidup di berbagai habitat
dan memiliki banyak perbedaan pada sifat fisiologisnya. Beberapa
jenis Streptococcus merupakan patogen bagi hewan dan yang lainnya
merupakan flora normal pada manusia, hewan, dan makanan. Seperti
bakteri asam laktat yang lain, Streptococcus thermophilus bukan
merupakan bakteri pembentuk spora, bersifat katalase negatif, dan
hidup secara anaerobik fakultatif. Secara mikroskopis, Streptococcus
thermophilus terlihat sebagai sel bulat dengan diameter 0.7-0.9 µm
dalam bentuk tunggal atau rantai saat tumbuh dalam suatu media
(Gambar 3). Suhu optimum bakteri ini adalah 42-450C. Namun,
Streptococcus thermophilus masih dapat tumbuh pada suhu
maksimum 50-520C.
Seperti pada jenis Streptococcus yang lain, Streptococcus
thermophilus merupakan bakteri heterotropik yang sensitif, sehingga
membutuhkan lingkungan dengan nutrisi yang kompleks serta harus
terdapat karbohidrat sederhana sebagai sumber energinya. Seperti L.
bulgaricus, Streptococcus thermophilus merupakan bakteri
homofermentatif yang memproduksi sebagian besar asam laktat L(+)
(Robinson, 1999). Streptococcus thermophilus dapat memfermentasi
laktosa, sukrosa, glukosa dan fruktosa. Streptococcus thermophilus
dapat diisolasi dari susu, peralatan pabrik olahan susu dengan
pemanasan tinggi, dan pada produk-produk yang dipasteurisasi.
Streptococcus thermophilus bersimbiosis secara mutualisme dengan L.
bulgaricus beberapa mensintesis dan melepaskan komponen yang
dapat menstimulasi pertumbuhan kedua bakteri. Keberadaan S.
thermophilus dan L. bulgaricus secara bersamaan di dalam susu dapat
menyebabkan pertumbuhan keduanya menjadi lebih cepat (Helferich
dan Westhoff, 1980). Komponen yang dihasilkan oleh Streptococcus
thermophilus berupa asam format dan asam laktat yang dapat
menurunkan pH sehingga menstimulir pertumbuhan L. bulgaricus
sedangkan L. bulgaricus menghasilkan asam amino seperti valin,
histidin, dan glisin yang dibutuhkan oleh Streptococcus thermophilus.

Gambar 3. Morfologi Streptococcus thermophilus (Anonim5,2008)

3. Lactobacillus casei subsp. rhamnosus


Lactobacillus casei subsp rhamnosus merupakan jenis bakteri
gram positif dan bersifat katalase negatif. Selnya berbentuk batang
dan cenderung membentuk rantai (Gambar 4). Bakteri ini merupakan
bakteri asam laktat yang mengandung plasmid tunggal dengan berat
molekul 19x106 yang mempunyai sifat antigenik (Gilliand, 1986).
Antigenik merupakan suatu komponen yang dapat menstimulir
terbentuknya antibodi di dalam tubuh. Secara umum, Lactobacillus
casei dapat ditemukan di dalam susu, produk-produk olahan susu,
makanan ternak, mulut, usus manusia, dan vagina (Helferich dan
Westhoff, 1980). Lactobacillus casei termasuk jenis heterofermentatif
bakteri yang mampu memecah heksosa menjadi asam laktat melalui
jalur Embden-Meyerhof serta menggunakan pentosa dengan
menginduksi phosphoketolase untuk menghasilkan asam laktat dan
asam asetat (Batt dan Pradip, 2000). Sebagai probiotik, Lactobacillus
casei mampu mencapai usus dalam kedaan hidup dan dapat menempel
pada dinding usus sehingga dapat menghambat pertumbuhan bakteri
patogen yang dapat menimbulkan penyakit.
Lactobacillus casei subsp rhamnosus termasuk kedalam golongan
bakteri asam laktat yang bersifat termobakterium, karena bakteri ini
dapat tumbuh pada suhu 450C (Robinson, 1981). Bakteri ini memiliki
kemampuan untuk memecah glukosa, galaktosa, laktosa, manosa,
selobiosa, trehalosa, dan rhamnosa. Terkadang Lactobacillus casei
subsp rhamnosus mampu memfermentasi sukrosa dan maltosa.
Namun, bakteri ini tidak mampu memecah silosa, arabinosa, dan
rafinosa (Susanti, 2005).

Gambar 4. Morfologi Lactobacillus casei subsp rhamnosus


(Anonim6,2008)

E. REMPAH-REMPAH

1. Jahe (Zingiber officinale R.)


Tanaman jahe merupakan herba tegak; tinggi sekitar 30-60 cm;
batang semu; beralur; dan berwarna hijau. Daunnya berbentuk
tunggal; berwarna hijau tua; helai daun berbentuk lanset; tepi rata;
ujung runcing; dan pangkalnya tumpul. Buah kotak berbentuk bulat
sampai bulat panjang dan berwarna coklat. Biji bulat berwarna hitam.
Akar serabut berwarna putih kotor. Rimpangnya bercabang-cabang,
tebal dan agak melebar (tidak silindris); berwarna kuning pucat.
Bagian dalam rimpang berserat agak kasar, berwarna kuning muda
dengan ujung merah muda. Rimpang berbau khas, dan rasanya pedas
menyegarkan. Berdasarkan ukuran dan warna rimpangnya, dikenal
paling tidak 3 varitas jahe, yaitu jahe besar (disebut juga jahe gajah
atau jahe badak), jahe kecil (atau jahe emprit), dan jahe merah (atau
jahe sunti). Diantara ketiga varitas tersebut yang banyak digunakan
sebagai bahan obat tradisional adalah jahe merah, terutama bila yang
diperlukan adalah khasiat minyak atsirinya. Dalam pengobatan sehari-
hari, yang lebih sering digunakan adalah jahe kecil sebab lebih mudah
diperoleh dibandingkan dengan jahe merah. Dalam penelitian ini jahe
yang digunakan adalah jahe gajah.
Jahe mudah tumbuh di tempat yang terbuka sampai di tempat
yang agak ternaung, di tanah padat, kering ataupun gembur, di kebun
dan di pekarangan. Dapat tumbuh di dataran rendah sampai ketinggian
lebih dari 900 meter di atas permukaan laut. Jahe terdapat di negara-
negara tropis dan subtropis, antara lain di India, Malaya, Cina; di
negara-negara Mediteranian dan Afrika. Rimpang jahe mengandung
minyak atsiri yang terdiri dari senyawa-senyawa seskuiterpen,
zingiberen, zingeron, oleoresin, kamfena, limonen, borneol, sineol,
sitral, zingiberal, dan felandren. Di samping itu terdapat juga pati,
damar, asam-asam organik seperti asam malat dan asam oksalat,
Vitamin A, B, dan C, serta senyawa-senyawa flavonoid dan polifenol.
Rimpang jahe memiliki banyak kegunaan, antara lain untuk obat sakit
kepala dan masuk angin, serta untuk memperkuat lambung (sebagai
stomachikum), dan menambah nafsu makan (stimulansia). Selain itu,
jahe juga dapat digunakan untuk mengobati rematik, kolera, difteria,
neuropati, sebagai penawar racun ular, dan sebagai obat luar untuk
mengobati keseleo, bengkak dan memar (Matondang, 2007).
2. Kayu manis (Cinnamomum spp.)
Kayu manis termasuk kedalam famili Lauraceae, mempunyai 32
generasi dan 2.000-2.500 spesies. Tanaman ini biasanya digunakan
sebagai tanaman pelindung di daerah beriklim tropis dan subtropis.
Terdapat kira-kira 250 spesies Cinnamomum yang memiliki nilai
ekonomis yang penting dengan memanfaatkan kulitnya. Tanaman kayu
manis tumbuh pada ketinggian 600-1.500 meter dari permukaan laut.
Di atas 1.200 meter dari permukaan laut pertumbuhannya lebih lambat,
tetapi mutu kulit lebih baik. Batang kayu manis berdiameter 30-60 cm,
dengan kulit batang yang tebal dan berwarna keabuan serta cabang
yang tumbuh di bagian bawah. Bunga kayu manis bergerombol pada
ujung ranting. Kuncup bunga berwarna putih kecokelatan dan
berambut halus. Bunganya sangat kecil kira-kira berdiameter 5-7 cm.
Buah kayu manis yang masak berbentuk oval, berwarna hitam, dan
panjangnya 1.5-1.2 cm dengan selubung di bagian dasarnya.
Kayu manis mengandung minyak atsiri, pati, getah, resin, fixed
oil tanin, selulosa, kalsium oksalat dan mineral-mineral. Menurut
Furria dan Bellanca (1971), kulit kering kayu manis banyak digunakan
sebagai bahan pemberi citarasa, kulit ini juga banyak didestilasi untuk
menghasilkan minyak kulit kayu manis.

3. Adas manis (Pimpinella anisum L.)


Adas manis termasuk kedalam famili Umbelliferae. Tanaman ini
berasal dari Eropa selatan dan sebagian kecil Asia. Penanamannya
banyak terdapat di Bulgaria, Denmark, Mesir, Prancis, Jerman, dan
Argentina. Tinggi tanaman ini sekitar 1.2 m dengan batang berbentuk
lurus, berdaun hijau, berbunga kuning. Buahnya berbentuk oval
seperti bulir gabah berukuran 1 cm.
Adas manis kering mengandung 8% minyak volatil yang
kebanyakan terdiri atas anethol. minyak volatilnya mengandung 50-
60% anethol, 15-20% fenchine, dan sejumlah kecil α-pinene,
camphene, phellandrene, dipentene, methil cavicol, dan phenyl
acetone. Flavor yang dihasilkan oleh adas manis adalah pedas, hangat,
harum, sensasi awal berasa pahit kemudian manis dengan aftertaste
segar (Hirasa dan Mitsuo, 1998).
Adas manis memiliki banyak manfaat, di antaranya sebagai obat
gastroenteritis, hernia, gangguan pencernaan, menghancurkan lendir
dan merangsang perbaikan hati. Untuk kesehatan wanita, selain
meningkatkan produksi ASI, adas manis juga dapat memperlancar
haid dan meningkatkan hormon estrogen sehingga adas manis juga
dapat memperlambat menopause (Furria dan Bellanca, 1971).
III. BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN

A. BAHAN DAN ALAT


Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain
mentimun, jahe, kayu manis, adas manis, gula pasir, susu skim, dan kultur
probiotik Streptococcus thermophilus subsp. salivarius, Lactobacillus
casei subsp rhamnosus dan Lactobacillus delbrueckii subsp. bulgaricus,
MRS chalk semi solid, MRS broth, APDA, MRSA serta bahan-bahan
kimia untuk uji proksimat, uji sifat fisik, dan uji mikrobiologis.
Alat-alat yang digunakan terdiri dari alat-alat pengolahan dan alat-
alat analisa. Alat-alat pada pengolahan minuman kesehatan yang
digunakan antara lain blender, kain saring, pisau, timbangan, talenan,
baskom, kompor penangas, gelas piala dan refrigerator. Alat-alat untuk
analisis adalah viscometer, pH meter, refraktometer, buret serta alat uji
mikrobiologis seperti inkubator, cawan petri, tabung reaksi, rak tabung
reaksi, gelas piala dan erlenmeyer.

B. METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan dalam 2 tahapan, yaitu penelitian tahap I
dan penelitian tahap II. Penelitian tahap I bertujuan untuk mendapatkan
teknik pembuatan sari mentimun yang paling baik, sehingga didapatkan
perbandingan air dan mentimun yang tepat untuk membuat minuman
probiotik sari mentimun. Selain itu, pada penelitian tahap I ini juga
dilakukan formulasi terhadap penambahan gula pasir dan susu skim untuk
memperoleh formula terbaik yang disukai panelis. Pada penelitian tahap II
dilakukan perbaikan penambahan gula pada saat sebelum dan sesudah
fermentasi terhadap formula terpilih dari penelitian tahap I dan penentuan
flavor rempah yang disukai oleh panelis. Formula terpilih pada penelitian
tahap II dianalisis selama 2 minggu penyimpanan dalam refrigerator
dengan selang pengamatan 3 hari untuk diamati sifat fisik, kimia,
mikrobiologi, dan sensori. Namun, sebelum melakukan penelitian tahap I
dan penelitian tahap II, perlu dilakukan persiapan penelitian seperti
pemeliharaan kultur dan pembuatan kultur kerja.
1. Persiapan penelitian
a. Pemeliharaan kultur (Dewanti et al., 2001)
Pemeliharaan kultur dilakukan dengan metode pendinginan,
yaitu dengan cara menusukkan kultur pada media MRS chalk semi
solid menggunakan jarum ose lalu diikubasi pada suhu 43-45oC
selama 1 hari dan disimpan di dalam refrigerator. Kultur dapat
ditumbuhkan kembali dengan menginokulasi 1 loop kultur pada
media MRS broth lalu diikubasi pada suhu 43-45oC selama 1 hari.
Diagram alir pemeliharaan kultur dapat dilihat pada Lampiran 1.

b. Pembuatan kultur kerja (Dewanti et al, 2001)


Pembuatan kultur kerja diawali dengan pembuatan kultur
induk dengan cara menginokulasi 1% kultur murni ke dalam 50 ml
susu skim 10 % steril, lalu diinkubasi pada suhu 43-45oC selama
satu hari. Setelah itu, disimpan dalam refrigerator. Kemudian 5%
kultur induk ditambahkan dalam 50 ml susu skim 10% steril dan
diinkubasi pada suhu 43-45oC selama satu hari dan disimpan dalam
refrigerator dan siap digunakan sebagai kultur kerja. Diagram alir
pembuatan kultur kerja dapat dilihat pada Lampiran 2.

2. Penelitian tahap I
Pada penelitian tahap I dilakukan pembuatan sari mentimun
dengan beberapa perbandingan air dan mentimun sehingga didapatkan
perbandingan yang tepat untuk membuat minuman probiotik sari
mentimun. Setelah itu, dilakukan pembuatan formula dengan
penambahan gula pasir dan susu skim pada beberapa konsentrasi
untuk memperoleh formula terbaik yang disukai panelis. Tahapan-
tahapan dalam pembuatan sari mentimun dimulai dari sortasi
mentimun. Mentimun yang dipilih adalah yang bertekstur keras dan
tidak berulat. Mentimun yang dipilih dicuci, dirajang dan dihancurkan
dengan blender. Dalam proses penghancuran dilakukan penambahan
air dengan perbandingan mentimun dan air (b/b) 2:1, 2:2, 2:3, 2:4, dan
2:5 lalu dilanjutkan dengan proses penyaringan (Gambar 5). Dari
tahapan proses di atas akan dihasilkan 5 produk sari mentimun, dan
selanjutnya dilakukan pengamatan secara visual.

Mentimun

disortasi

dicuci

dirajang

dihancurkan dengan blender pada :

• perbandingan mentimun : air = 2 : 1

• perbandingan mentimun : air = 2 : 2

• perbandingan mentimun : air = 2 : 3

• perbandingan mentimun : air = 2 : 4

• perbandingan mentimun : air = 2 : 5

disaring dengan kain saring

Sari mentimun

pengamatan visual
Gambar 5. Diagram alir pembuatan sari mentimun
Selanjutnya, ke dalam sari mentimun ditambahkan susu skim dan
gula pasir, kemudian dipanaskan pada suhu 90oC selama 15 menit.
Campuran didinginkan hingga suhu 45oC, dan diinokulasikan 5%
kultur kerja isolat probiotik dengan perbandingan 1:1:1. Setelah itu
diinkubasi selama 1 hari pada suhu 43-45oC dan disimpan dalam
refrigerator.
Penentuan formulasi minuman probiotik dibuat dengan
mengkombinasikan 3 taraf jumlah susu skim (2%, 5%, 9%) dan 2
taraf jumlah gula (8% dan 10%) guna memperoleh 6 formula. Pada
keenam formula dilakukan uji hedonik untuk menentukan formula
yang paling disukai oleh panelis. Formula dengan perlakuan terbaik
atau yang disukai ditentukan dengan menggunakan metode
pembobotan. Skema perlakuan pada penelitian tahap I dapat dilihat
pada Gambar 6.
Sari Mentimun
(Perbandingan mentimun air = 2 : 1)

Susu skim 2%, 5%, 9% Gula pasir 8%, 10%

F1 F2 F3 F4 F5 F6
Susu skim 2% Susu skim 5% Susu skim 9% Susu skim 2% Susu skim 5% Susu skim 9%
Gula 8% Gula 8% Gula 8% Gula 10% Gula 10% Gula 10%

Pemanasan pada suhu 900C selama 15 menit

Pendinginan hingga suhu 450 C

inokulasi bakteri 5% (1:1:1)

Inkubasi pada suhu 43-450C selama 1 hari

Penyimpanan dalam refrigerator

Uji organoleptik

Gambar 6. Skema perlakuan penelitian tahap I

3. Penelitian tahap II
Pada penelitian tahap II dilakukan perbaikan teknik penambahan
gula, yaitu dilakukan penambahan pada saat sebelum dan sesudah
fermentasi terhadap formula terpilih dan penentuan flavor rempah
yang disukai oleh panelis. Penambahan gula sebelum fermentasi pada
penelitian tahap II hanya sebesar 3% dan penambahan larutan gula
67% setelah proses fermentasi. Penambahan flavor dilakukan untuk
meningkatkan citarasa produk. Flavor yang ditambahkan berupa
larutan ekstrak rempah, yaitu kayu manis, jahe, dan adas manis.
Skema pembuatan larutan ekstrak rempah dapat dilihat pada Lampiran
12. Pemilihan rempah-rempah sebagai flavor karena memiliki
komponen aktif yang cukup banyak dan dapat memberikan citarasa
yang khas pada produk. Selanjutnya formula terpilih pada penelitian
tahap II diproduksi ulang dan disimpan dalam refrigerator selama 2
minggu dengan selang pengamatan 3 hari untuk parameter sifat fisik,
kimia, mikrobiologi, dan sensori. Skema perlakuan pada penelitian
tahap II dapat dilihat pada Gambar 7.
Sari Mentimun
(Perbandingan mentimun air = 2 : 1)

Susu skim 9% Gula pasir 3%

Pemanasan pada suhu 900C selama 15 menit

Pendinginan hingga suhu 450 C

inokulasi bakteri 5% (1:1:1)

Inkubasi pada suhu 43-450C selama 1 hari

Penyimpanan dalam refrigerator

Minuman probiotik Penambahan larutan rempah


Formula original

Minuman probiotik
dengan flavor rempah

Uji organoleptik

Gambar 7. Skema perlakuan penelitian tahap II

C. PROSEDUR ANALISIS
Minuman probiotik sari mentimun dengan perlakuan terbaik yang
diperoleh dari penelitian tahap II akan diproduksi kembali dan disimpan
selama 2 minggu dalam refrigerator. Selama penyimpanan tersebut,
dilakukan pengamatan terhadap sifat fisik, kimia, mikrobiologi, dan
sensori produk dengan selang waktu 3 hari. Karakteristik sifat kimia yang
diamati adalah pH dan total asam laktat. Karakteristik sifat fisik yang
diamati adalah viskositas dan total padatan terlarut (TPT). Karakteristik
mikrobiologi yang diamati adalah total bakteri asam laktat dan total
kapang-khamir, sedangkan karakteristik sensori yang diamati adalah
tingkat kesukaan terhadap over all produk.

1. Analisis sifat fisik


a. Viskositas (Apriyantono et al., 1989)
Analisis sifat fisik yang dilakukan adalah pengukuran
viskositas menggunakan Brookfield Viscometer. Sebanyak 100 ml
sampel dimasukkan dalam wadah sampel. Pengukuran viskositas
sampel menggunakan spindle 1 dan speed 6. Pengukuran dilakukan
selama 2 menit hingga diperoleh pembacaan jarum pada posisi
yang stabil. Rotor berputar dan jarum akan bergerak sampai
diperoleh nilai viskositas sampel. Pembacaan nilai viskositas
dilakukan setelah jarum stabil dan dilakukan 2 kali.

b. Total padatan terlarut (Muchtadi dan Sugiyono, 1992)


Pengukuran total padatan terlarut (TPT) menggunakan Hand
Refractometer (0-39˚Brix) yang sebelum dilakukan, alat
dibersihkan terlebih dahulu dengan alkohol dan dikeringkan
dengan tissue. Sampel yang akan diukur kemudian diletakkan
secukupnya pada tempat pembacaan. Kemudian nilai TPT
ditunjukkan oleh angka yang didapat pada batas garis biru dan
putih.

2. Analisis sifat kimia


a. Total asam laktat (Apriyantono et al., 1989).
Total asam tertitrasi (TAT) dihitung sebagai persen asam
laktat. Pengukuran total asam laktat menggunakan prinsip asam
basa. Sebanyak 5 ml sampel dimasukkan ke dalam labu takar 100
ml lalu diencerkan dengan aquades sampai tanda tera. Kemudian,
sebanyak 10 ml sampel dimasukkan ke dalam erlenmeyer,
kemudian ditambahkan 3 tetes indikator phenolphtalein 1%.
Sampel dititrasi dengan larutan NaOH 0.1 N yang telah
distandardisasi sampai terbentuk warna merah muda. Perhitungan
TAT ditentukan dengan rumus berikut:
TAT (%) asam laktat = v x n x 90 x FP x 100 %
w x 1000

Keterangan : w = bobot cuplikan NaOH (ml)


v = volume larutan NaOH (ml)
n = normalitas larutan NaOH

b. Derajat keasaman /pH (Apriyantono et al., 1989)


Pengukuran derajat keasaman (pH) dilakukan dengan
pHmeter. Sebelumnya alat dikalibrasi dengan buffer pH 7 dan pH
4. Kemudian 25 ml sampel dimasukkan ke dalam gelas piala.
Elektroda siap ditempatkan dalam sampel, sehingga dapat dibaca
nilai pH yang terukur.

c. Kadar air (Apriyantono et al., 1989)


Pengukuran kadar air dilakukan dengan menggunakan
metode oven. Sebelum digunakan, cawan aluminium dikeringkan
dengan oven pada suhu 100oC selama 15 menit kemudian
didinginkan dalam desikator selama 10 menit. Cawan yang sudah
kering ditimbang (a gram). Sekitar 5 gram sampel ditimbang
dengan cepat dalam cawan (x gram), kemudian dikeringkan dengan
oven pada suhu 105oC selama 5 jam, didinginkan dalam desikator
dan ditimbang sampai beratnya konstan (y gram). Selanjutnya
kadar air dihitung dengan cara berikut:

x− y x− y
× 100 × 100
Kadar air (%wb) = x − a Kadar air (%db) = y − a
Keterangan: x = bobot sampel basah
y = cawan dan bobot kering
a = bobot cawan kering

d. Kadar abu (Apriyantono et al., 1989)


Cawan porselen dikeringkan dengan tanur pada suhu 500oC
selama 1 jam kemudian didinginkan dalam desikator. Cawan
ditimbang dengan neraca analitik (a gram). Sekitar 2 gram sampel
ditimbang dalam cawan porselen (w gram). Sampel diarangkan
diatas hot plate selama 30-60 menit sampai tidak berasap,
kemudian sampel diabukan dalam tanur bersuhu 600oC selama 2
jam dan ditimbang (x gram). Kadar abu dihitung dengan rumus
berikut:
x−a
× 100
Kadar abu (% wb) = w − a

Keterangan: x = bobot cawan dan abu


w = bobot sampel
a = bobot cawan kering

e. Kadar lemak metode soxhlet (Apriyantono et al., 1989)


Labu lemak yang ukurannya sesuai dengan alat ekstraksi
Soxhlet dikeringkan dalam oven kemudian didinginkan dalam
desikator dan ditimbang (a gram). Sebanyak ± 5 gram (x gram)
sampel kering ditimbang pada kertas saring yang sesuai dengan
ukuran kemudian ditutup dengan kapas-wool yang bebas lemak.
Kertas saring yang berisi sampel tersebut dimasukkan dalam
alat ekstraksi soxhlet kemudian alat kondensor dipasang di atasnya
dan labu lemak dibawahnya. Pelarut dietil eter dituangkan dalam
labu lemak secukupnya. Proses refluks dilakukan selama 5 jam
sampai pelarut yang turun ke labu lemak berwarna jernih. Labu
lemak yang berisi hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven pada
105oC. Setelah dikeringkan sampai berat tetap dan didinginkan
dalam desikator, ditimbang labu beserta lemaknya (b gram). Kadar
lemak dihitung dengan rumus berikut:

b−a
× 100
Kadar lemak (% wb) = x

Keterangan: x = bobot sampel


a = bobot labu lemak kering
b = bobot labu lemak dan lemak

f. Kadar protein metode Kjeldahl (Apriyantono et al., 1989)


Sekitar 0.1 – 0.5 gram sampel ditimbang dan dimasukkan ke
dalam labu Kjeldahl. Sebanyak 2 gram campuran selenium atau
satu butir Kjeltabs dan 25 ml H2SO4 pekat ditambahkan ke dalam
labu, dididihkan dalam digestion system hingga dingin. Larutan
dipindahkan ke dalam labu takar 100 ml. Labu dibilas 2-3 kali dan
larutan diencerkan sampai tanda tera. Sebanyak 10 ml larutan
dipipet kedalam alat penyuling, ditambah 10 ml NaOH 30% dan 3-
5 tetes indikator PP dan dilakukan destilasi selama 10 menit.
Destilat ditampung dalam 25 ml asam borat 2% yang telah
dicampur dengan 5 tetes indikator BCG-MM kemudian larutan
dititrasi dengan HCl 0.01N dan dibuat juga blanko. Berikut ini
adalah rumus perhitungan kadar protein:

Kadar Protein (%wb) =


(VHCL − Vblanko) × NHCL × 14.007 × FK × FP
× 100
Wsampel

Keterangan:
FK = Faktor Konversi (6.25)
FP = Faktor Pengenceran

g. Kadar karbohidrat Metode by difference (Apriyantono et al.,


1989)
Kadar karbohidrat dapat dihitung dengan metode by
difference menggunakan rumus sebagai berikut:

Kadar Karbohidrat (% wb) = 100 - (% air + % abu + % lemak + %


protein)

3. Analisis sifat mikrobiologi


a. Total bakteri asam laktat ( Fardiaz, 1987)
Sebanyak 1 ml sampel diencerkan dalam 9 ml larutan
fisiologis (NaCl 0,85%) hingga pengenceran 10-9. Pemupukan
dilakukan duplo dari tingkat pengenceran 10-6 dengan cara memipet
1 ml sampel yang telah diencerkan ke dalam cawan petri steril,
kemudian ditambahkan 15-20 ml de Man Rogosha Sharp Agar
(MRSA) cair steril. Cawan petri digoyangkan secara mendatar agar
sampel menyebar rata. Segera setelah agar membeku dilakukan
inkubasi dengan posisi terbalik pada suhu 37oC selama 2-3 hari.
Jumlah koloni yang tumbuh dihitung dengan menggunakan metode
Harrigan dengan satuan coloni forming unit (cfu)/ml (Harrigan,
1998).

b. Total kapang-khamir (Fardiaz, 1987)


Sebanyak 1 ml sampel diencerkan dalam 9 ml larutan
fisiologis (NaCl 0,85%) hingga pengenceran 10-4. Pemupukan
dilakukan duplo untuk setiap pengenceran dengan cara memipet 1
ml sampel yang telah diencerkan ke dalam cawan petri steril,
kemudian ditambahkan 15-20 ml Acidified Potato Dextrose Agar
(APDA) cair steril. Cawan petri digoyangkan secara mendatar agar
sampel menyebar rata. Setelah agar membeku, segera diinkubasi
dengan posisi terbalik pada suhu 37oC selama 2-3 hari. Jumlah
koloni yang tumbuh dihitung dengan menggunakan metode
Harrigan dengan satuan cfu/ml (Harrigan, 1998).
4. Uji organoleptik ( Soekarto, 1985)
Pada penelitian tahap I dan tahap II, uji organoleptik yang
dilakukan adalah uji hedonik. Pada uji hedonik, penilaian dilakukan
dengan menggunakan 6 skala numerik, yaitu sangat suka (6), suka (5),
agak suka (4), agak tidak suka (3), tidak suka (2), sangat tidak suka
(1). Data dari uji hedonik diolah secara statistik dengan menggunakan
analisis sidik ragam Anova-Duncan.

5. Pembobotan (Satiarini, 2006)


Formula terbaik dari tahap I ditentukan dengan metode
pembobotan (Lampiran 9). Menurut Ma’arif dan Tanjung (2003) yang
dikutip oleh Sartiarini (2006), pemberian bobot secara langsung
kepada setiap kriteria bersifat subyektif. Pemberian bobot ini bisa
dilakukan oleh orang yang mengerti, paham, dan berpengalaman
dalam menghadapi masalah keputusan yang dihadapi. Penentuan
produk terbaik dilakukan dengan memberikan bobot kepada masing-
masing karakteristik berdasarkan nilai kepentingannya. Penilaian
kepentingan setiap karakteristik dikategorikan sebagi berikut: (4)
penting; (3) agak penting; (2) agak tidak penting; dan (1) tidak
penting.
Hasil analisis dari setiap karakteristik kesukaan kemudian
diurutkan berdasarkan ranking terbaik lalu diberi nilai. Peringkat
pertama diberi nilai paling tinggi. Nilai total akhir diperoleh dari
akumulasi perkalian antara nilai rataan kesukaan dari setiap formula
dengan bobot dari setiap karakteristik kesukaan berdasarkan urutan
peringkatnya. Bobot kepentingan dari setiap karakteristik kesukaan
dilihat pada Tabel 2 (Maulidya, 2007).

Tabel. 2 Penilaian kepentingan setiap karakteristik kesukaan

Karakteristik Nilai Bobot


Warna 3 0,15
Rasa 1 0,40
Aroma 3 0,15
Kekentalan 2 0,30

D. RANCANGAN PERCOBAAN

Pada penelitian ini, terutama pada penelitian tahap I menggunakan


rancangan acak lengkap faktorial dengan dua faktor dan 1 ulangan.
Rancangan percobaan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
Yijk = µ + Ai + Bj + (AB) ij + ∈l (ijk)
A = konsentrasi gula
B = konsentrasi susu skim
(AB) ij = variabel respon terhadap efek taraf ke-i perlakuan A, taraf
ke-j
perlakuan B pada ulangan ke-l
µ = rata-rata sebenarnya
Ai = efek taraf ke-i
Bj = efek taraf ke-j
∈l (ijk) = efek unit eksperimen ke-l dikarenakan kombinasi
perlakuan ij
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. PENELITIAN TAHAP I
1. Pembuatan sari mentimun
Mentimun yang digunakan dalam pembuatan minuman probiotik
adalah mentimun jenis kultivar lokal (mentimun sayur) yang diperoleh
dari pasar Bogor. Produksi jenis mentimun ini sangat melimpah
sehingga mudah diperoleh dan harganya terjangkau. Sebelum diolah
menjadi minuman probiotik, mentimun terlebih dahulu dibuat menjadi
sari buah. Mentimun yang digunakan dalam pembuatan sari buah
adalah mentimun yang tidak terlalu matang dengan ciri-ciri bulat
lonjong, bertekstur agak keras, dan tidak berulat. Mentimun utuh
ditimbang dan dicuci. Setelah itu, dihilangkan bagian pangkal
buahnya yang berwarna hijau tua untuk menghilangkan rasa pahitnya.
Mentimun lalu dirajang dan dihancurkan dengan blender. Dalam tahap
penghancuran, dilakukan penambahan air matang dan proses
penyaringan. Penambahan air dimaksudkan untuk memudahkan
gerakan pisau blender dan mengoptimalkan proses ekstraksi
mentimun. Penambahan air dilakukan dengan perbandingan mentimun
dan air (b/b) 2:1, 2:2, 2:3, 2:4, dan 2:5 untuk menentukan
perbandingan terbaik sebelum dilakukan fermentasi. Selanjutnya
dilakukan pengamatan secara visual terhadap kelima perbandingan
tersebut (Tabel 3).
Berdasarkan hasil pengamatan, dipilih sari mentimun terbaik
dengan perbandingan mentimun dan air 2:1. Pada perbandingan
tersebut diperoleh warna dan kekentalan sari buah yang cukup baik
dengan rasa dan aroma yang sangat kuat serta kemudahan mentimun
hancur saat diblender. Setelah diblender, dilakukan penyaringan
dengan menggunakan kain saring untuk memisahkan ampas dengan
sari mentimun.
Tabel 3. Hasil pengamatan pembuatan sari mentimun

Pengamatan Perbandingan Mentimun dan Air (b/b)


2:1 2:2 2:3 2:4 2:5
Warna +++++ +++++ ++++ +++ ++
Kekentalan +++ +++ ++ ++ +
Rasa +++++ +++++ ++++ +++ +++
Aroma +++++ +++++ ++++ +++ ++

Keterangan :
Warna : + + + + + : bening kehijauan (tua) Kekentalan : + + + + + : sangat kental
++++ : bening kehijauan (muda) ++++ : kental
+++ : bening agak kehijauan +++ : agak kental
++ : bening ++ : tidak kental
+ : bening sekali + : encer
Rasa: + + + + + : sangat kuat
dan ++++ : kuat
aroma +++ : agak kuat
++ : kurang kuat
+ : tidak kuat

Sari mentimun dengan perbandingan mentimun dan air 2:1


menghasilkan warna hijau dengan kekeruhan yang cukup baik. Selain
warna yang baik, dengan perbandingan mentimun dan air 2:1 dapat
dihasilkan aroma dan rasa yang cukup kuat. Dalam pembuatan sari
buah, terdapat pulp dan pektin yang menyebabkan suspensi keruh
(Ashurst, 1995). Dalam industri minuman, pemisahan komponen pulp
dapat dilakukan dengan cara sentrifuse. Sari buah banyak
mengandung komponen volatil dan vitamin yang mudah hilang akibat
proses pemanasan (Muchtadi, 1997). Proses pemanasan yang sesuai
untuk produk sari buah adalah dengan pasteurisasi. Oleh karena itu,
perlu dilakukan berbagai cara agar diperoleh suatu proses yang dapat
meminimumkan perubahan-perubahan yang terjadi, sebab sayuran
memiliki sifat yang mudah rusak dibandingkan dengan bahan pangan
lain. Penggunaan sari mentimun dengan rasa dan aroma yang kuat
dapat mengurangi kehilangan komponen rasa dan aroma mentimun
pada produk akhir.
2. Pembuatan minuman probiotik sari mentimun
Pembuatan minuman probiotik sari mentimun diawali dengan
pemeliharaan dan pembuatan kultur kerja seperti yang telah dijelaskan
pada metodologi. Pemeliharaan kultur dengan pada media MRS chalk
semi solid dilakukan untuk memperbanyak dan menyediakan
lingkungan yang sesuai bagi bakteri yang diinginkan agar
pertumbuhannya menjadi lebih optimal. Berbeda dengan
pemeliharaan kultur, pembuatan kultur kerja bertujuan untuk
menyediakan inokulum dalam volume yang cukup bagi kultur yang
lebih besar (Anshori, 1992). Kultur kerja ini yang selanjutnya dapat
digunakan sebagai kultur starter. Kultur starter yang digunakan dalam
penelitian ini adalah Streptococcus thermophilus subsp. salivarius,
Lactobacillus casei subsp. rhamnosus dan Lactobacillus delbrueckii
subsp. bulgaricus.
Minuman probiotik sari mentimun dibuat dengan
mengkombinasikan sari mentimun dengan susu skim dan gula pasir.
Selain untuk meningkatkan total padatan terlarut, penambahan susu
skim dan gula pasir bertujuan untuk membantu kerja bakteri dalam
proses fermentasi. Hal ini disebabkan oleh kandungan gula dalam
mentimun yang jumlahnya terbatas. Menurut Koswara (1998) yang
dikutip oleh Susanti (2005), glukosa, laktosa, dan sukrosa dapat
digunakan sebagai sumber energi bagi bakteri asam laktat agar proses
fermentasi berjalan lebih cepat, serta penambahan susu skim dan gula
pasir dapat meningkatkan citarasa produk. Dalam pembuatan
minuman probiotik dari sari mentimun dilakukan formulasi dengan
konsentrasi penambahan gula pasir dan susu skim yang berbeda
sehingga diperoleh 6 formula. Formulasi minuman probiotik sari
mentimun dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Formula pembuatan minuman probiotik

Formula Jumlah yang ditambahkan


Susu skim Gula pasir
F1 2% 8%
F2 5% 8%
F3 9% 8%
F4 2% 10%
F5 5% 10%
F6 9% 10%

Pada proses pembuatan minuman probiotik, ke dalam sari


mentimun ditambahkan gula pasir dan susu skim, kemudian dilakukan
pemanasan pada suhu 900C selama 15 menit. Menurut Helferich dan
Westhoff (1980), pemanasan susu pada suhu 80-900C selama 15 menit
dapat menghasilkan rasa yang lebih disukai. Hal tersebut
kemungkinan disebabkan oleh adanya reaksi pencokelatan, yaitu
terjadi interaksi lisin dengan gula susu. Bila gula dipanaskan atau
berinteraksi dengan asam amino akan terjadi reaksi pencokelatan yang
menyebabkan bahan pangan menjadi lebih disukai (Winarno, 1997).
Menurut Tamime dan Robinson (2006), terdapat beberapa keuntungan
dari proses pemanasan pada pembuatan yoghurt, yaitu (a)
menginaktivasi mikroorganisme awal yang tidak diinginkan yang
dapat bersaing dengan kultur bakteri yang akan digunakan; (b)
denaturasi ”whey protein” (albumin dan globulin) sehingga dapat
meningkatkan viskositas produk; (c) mengurangi jumlah oksigen
dalam susu sehingga kultur yang secara normal bersifat mikroaerofilik
dapat tumbuh dengan baik; (d) mendenaturasi protein susu dalam
batas-batas tertentu agar dapat dimanfaatkan dengan mudah oleh
kultur yoghurt untuk pertumbuhan.
Sari mentimun yang telah dipanaskan ini kemudian didinginkan
hingga suhu mencapai 450C. Menurut Helferich dan Westhoff (1980),
tujuan pendinginan susu sebelum dilakukan inokulasi adalah untuk
menurunkan suhu susu setelah pemanasan sampai tercapai kondisi
optimum bagi pertumbuhan kultur. Setelah pendinginan, dilakukan
penambahan kultur kerja sebanyak 5% dengan perbandingan 1:1:1.
Perbandingan ini adalah rasio paling optimum bagi pertumbuhan
bakteri di dalam yoghurt yang menggunakan kultur campuran
(Walstra et al., 1999). Menurut Tamime dan Robinson (2006),
pemilihan dan penentuan rasio kultur starter merupakan faktor penting
dalam penggunaan kultur yang terdiri dari beberapa jenis bakteri.
Penggunaan kultur starter campuran beberapa bakteri asam laktat akan
menghasilkan nilai organoleptik yang lebih baik daripada dengan
kultur tunggal (Helferich dan Westhoff, 1980).
Sari mentimun yang telah diberi kultur kemudian diinkubasi pada
suhu 43-450C selama 24 jam. Minuman probiotik yang dihasilkan
memiliki karakteristik berwarna putih, berasa asam dengan aroma
mentimun dan tekstur yang sedikit kental. Penampakan produk
minuman probiotik sari buah mentimun dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Minuman probiotik sari mentimun

3. Hasil uji organoleptik


Satu jenis formula yang paling disukai oleh panelis pada
penelitian tahap I ditentukan melalui uji organoleptik menggunakan
uji hedonik. Penilaian yang dilakukan meliputi empat parameter, yaitu
warna, aroma, rasa dan kekentalan.
Rasa merupakan atribut yang paling penting dari suatu produk
pangan. Minuman probiotik sari mentimun merupakan produk pangan
yang memiliki rasa asam. Hasil uji hedonik terhadap parameter rasa
dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Hasil uji hedonik terhadap parameter rasa minuman


probiotik sari mentimun

*Keterangan:
Nilai rataan ditunjukkan dengan mean ± standar deviasi (n=30)
a,b huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada p ≤ 0.05

Karakteristik rasa formula 6 mempunyai nilai rataan kesukaan


paling tinggi, yaitu pada skala 4.80±1.14 (Lampiran 8). Nilai ini
menunjukkan bahwa tingkat kesukaan panelis pada karakteristik rasa
formula ini mendekati skala suka. Hasil Anova menunjukkan bahwa
signifikansi sampel lebih kecil dari α, artinya ada perbedaan di antara
sampel pada taraf signifikansi 5% sehingga dilanjutkan dengan uji
Duncan. Hasil dari analisa Duncan menunjukkan bahwa formula 6
tidak memberikan pengaruh kesukaan yang berbeda dengan formula 5
terhadap rasa minuman probiotik sari mentimun. Namun, formula 6
dan 5 memberikan pengaruh kesukaan yang berbeda dengan formula
1, 2, 3, dan 4 terhadap parameter rasa pada selang kepercayaan 95%
(α = 0.05). Panelis menyukai rasa formula 6 diduga karena formula 6
memiliki rasa asam yang tidak terlalu kuat jika dibandingkan dengan
kelima formula yang lain karena penambahan gula pasir sebanyak
10%. Rasa asam yang dihasilkan akibat fermentasi bakteri asam laktat
dapat diimbangi dengan penambahan gula yang lebih banyak. Gula
yang ditambahkan pada penelitian tahap I adalah gula pasir. Jumlah
sukrosa yang ditambahkan dapat menentukan jumlah asam laktat dan
flavor yang dihasilkan oleh kultur yoghurt (Anshori, 1992). Produksi
asetaldehid akan menurun pada kadar gula 8% atau lebih.
Penambahan susu skim sebanyak 9% pada formula 6 juga dapat
mempengaruhi penilaian panelis terhadap parameter rasa karena susu
skim dapat meningkatkan citarasa dan dapat menetralisir bau dan rasa
langu yang dihasilkan dari sari sayuran (Setyaningsih, 1992).
Karakteristik rasa keenam formula dapat dilihat pada Lampiran 3.
Kekentalan merupakan salah satu parameter yang mempengaruhi
penerimaan panelis terhadap produk. Minuman probiotik sari
mentimun merupakan jenis produk pangan yang agak kental. Hasil uji
hedonik terhadap karakteristik kekentalan dapat dilihat pada Gambar
10.

Gambar 10. Hasil uji hedonik terhadap parameter kekentalan minuman


probiotik sari mentimun

*Keterangan:
Nilai rataan ditunjukkan dengan mean ± standar deviasi (n=30)
a,b huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada p ≤ 0.05

Karakteristik kekentalan formula 6 mempunyai nilai rataan


kesukaan paling tinggi, yaitu pada skala 4.57±0.82 (Lampiran 8).
Nilai ini menunjukkan bahwa tingkat kesukaan panelis pada
karakteristik kekentalan formula ini masih pada skala agak suka. Hasil
Anova menunjukkan bahwa signifikansi sampel lebih kecil dari α,
artinya ada perbedaan di antara sampel pada taraf signifikansi 5%
sehingga dilanjutkan dengan uji Duncan. Hasil dari analisa Duncan
menunjukkan bahwa formula 6 tidak memberikan pengaruh kesukaan
yang berbeda dengan formula 4 terhadap kekentalan minuman
probiotik sari mentimun. Namun, formula 6 dan 4 memberikan
pengaruh kesukaan yang berbeda dengan formula 1, 2, 3, dan 5
terhadap parameter kekentalan pada selang kepercayaan 95% (α =
0.05). Panelis memberikan nilai rataan paling besar terhadap
parameter kekentalan formula 6 karena formula ini merupakan
formula dengan penambahan gula pasir dan susu skim yang paling
banyak diantara kelima formula lainnya yaitu mengandung 10% gula
pasir dan 9% susu skim. Penambahan susu skim dapat meningkatkan
kekentalan produk karena adanya peningkatan kadar protein sehingga
akan menyebabkan peningkatan jumlah koagulum hasil penggunaan
protein akibat suasana asam di bawah titik isoelektrik protein susu
(Tamime dan Robinson, 1989). Selain itu, menurut Hartoto (2003),
penggunaan susu skim yang lebih banyak dapat meningkatkan total
padatan terlarut, dan dapat memperbaiki tekstur dan viskositas produk.
Selain susu skim, gula pasir yang ditambahkan juga dapat
mempengaruhi kekentalan produk. Menurut hasil penelitian
Nugraheny (2004), semakin besar konsentrasi gula, maka viskositas
yoghurt probiotik semakin tinggi sehingga konsistensi produk akhir
akan lebih baik. Karakteristik kekentalan keenam formula dapat
dilihat pada Lampiran 3.
Warna merupakan atribut yang turut dipertimbangkan panelis
secara subyektif untuk menilai mutu organoleptik suatu bahan pangan.
Minuman probiotik sari mentimun berwarna putih. Hasil uji hedonik
terhadap karakteristik warna dapat dilihat pada Gambar 11.
Gambar 11. Hasil uji hedonik terhadap parameter warna minuman
probiotik sari mentimun

*Keterangan:
Nilai rataan ditunjukkan dengan mean ± standar deviasi (n=30)
a,b huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada p ≤ 0.05

Karakteristik warna formula 3 mempunyai nilai rataan kesukaan


paling tinggi, yaitu pada skala 4.73±0.96 (Lampiran 8). Nilai 4.73
menunjukkan bahwa tingkat kesukaan panelis pada karakteristik
warna formula masih pada skala agak suka. Hasil Anova
menunjukkan bahwa signifikansi sampel lebih kecil dari α, artinya ada
perbedaan di antara sampel pada taraf signifikansi 5% sehingga
dilanjutkan dengan uji Duncan. Hasil dari analisa Duncan
menunjukkan bahwa formula 3 tidak memberikan pengaruh kesukaan
yang berbeda dengan formula 6. Namun formula 3 dan formula 6
memberikan pengaruh kesukaan yang berbeda dengan formula 1, 2, 4,
dan 5 terhadap warna minuman probiotik sari mentimun pada selang
kepercayaan 95% (α=0.05). Panelis memberikan nilai kesukaan
terbesar terhadap parameter warna pada formula 3 karena formula ini
mengandung susu skim yang banyak selain pada formula 6.
Karakteristik warna keenam formula dapat dilihat pada Lampiran 3.
Ciri khas aroma minuman probiotik sari mentimun adalah sama
seperti aroma seperi yoghurt dengan sedikit aroma mentimun yang
masih dapat dirasakan. Hasil uji hedonik terhadap karakteristik aroma
dapat dilihat pada Gambar 12.
Gambar 12. Hasil uji hedonik terhadap parameter aroma minuman
probiotik sari mentimun

*Keterangan:
Nilai rataan ditunjukkan dengan mean ± standar deviasi (n=30)
a,b huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada p ≤ 0.05

Karakteristik aroma formula 6 mempunyai nilai rataan kesukaan


paling tinggi, yaitu pada skala 3.90±1.12 (Lampiran 8). Hal ini
menunjukkan bahwa tingkat kesukaan panelis pada karakteristik
aroma formula ini masih mendekati skala agak suka. Hasil Anova
menunjukkan bahwa signifikansi sampel lebih kecil dari α, artinya ada
perbedaan di antara sampel pada taraf signifikansi 5% sehingga
dilanjutkan dengan uji Duncan. Hasil dari analisa Duncan formula 6
tidak memberikan pengaruh kesukaan yang berbeda dengan formula 5
terhadap aroma minuman probiotik sari mentimun. Namun formula 6
dan formula 5 memberikan pengaruh kesukaan yang berbeda dengan
formula 1, 2, 3, dan 4 terhadap aroma minuman probiotik sari
mentimun pada tingkat selang kepercayaan 95% (α = 0.05). Parameter
aroma sangat terkait dengan parameter rasa. Oleh karena itu seperti
pada parameter rasa, susu skim juga dapat mempengaruhi aroma
produk. Panelis memberikan nilai kesukaan tertinggi terhadap
parameter aroma pada formula 6 karena aroma mentimun yang kurang
disukai dapat tertutupi dengan aroma yang berasal dari susu skim.
Komponen hasil metabolit seperti asam asetat, asetaldehid, aseton,
asetoin, dan diasetil dapat mempengaruhi aroma produk. Semakin
banyak susu skim yang digunakan, maka semakin banyak komponen
flavor yang dihasilkan oleh bakteri asam laktat, sehingga aromanya
akan semakin baik (Helferich dan Westhoff, 1980). Secara rinci,
karakteristik rasa keenam formula dapat dilihat pada Lampiran 3.
Pemilihan produk dengan perlakuan terbaik diperoleh dari hasil
pembobotan secara subyektif. Metode ini dilakukan dengan
mempertimbangkan karakteristik-karakteristik yang berpengaruh
terhadap produk yang dihasilkan. Setiap karakteristik diberi bobot
berdasarkan nilai kepentingannya. Kemudian diakumulasikan
perkalian antara nilai rataan hedonik dengan bobot setiap karakteristik
kesukaan. Formula dengan skor tertinggi adalah formula dengan
perlakuan terbaik
Seharusnya pembobotan berdasarkan pendapat beberapa ahli yang
secara rutin melakukan analisa organoleptik terhadap produk sejenis
ini sehingga didapatkan kriteria bobot organoleptik yang lebih pasti.
Namun, dengan keterbatasan yang ada, pada penelitian ini digunakan
acuan Maulidya (2007), dalam hal ini bobot parameter secara
berurutan berdasarkan nilai kepentingannya adalah rasa (40%),
kekentalan (30%), warna (15%), dan aroma (15%). Sebagai contoh
pada formula 1, memiliki nilai rataan hedonik 3.70 pada karakteristik
rasa (Lampiran 8). Nilai tersebut kemudian dikali 0.4 (persentase rasa)
sehingga menghasilkan nilai 0.93. Pada parameter kekentalan, nilai
rataan hedonik formula 1 adalah 3.87. Nilai tersebut kemudian dikali
0.3. Begitu seterusnya untuk parameter warna dan aroma. Lalu setiap
skor dari masing-masing karakteristik diakumulasikan untuk
mendapatkan skor total dari formula tersebut. Skor yang paling tinggi
merupakan formulasi dengan perlakuan terbaik. Skor hasil
pembobotan dari setiap formula dapat dilihat pada Gambar 13.
Gambar 13. Hasil pembobotan nilai pada setiap formula minuman
probiotik sari mentimun

Berdasarkan hasil pembobotan secara subyektif dengan


mengakumulasikan perkalian nilai rataan hedonik dengan bobot
karakteristik, maka formula 1 mendapat skor 3.66, formula 2
mendapat skor 3.90, formula 3 mendapat skor 3.85, formula 4
mendapat skor 3.47, formula 5 mendapat skor 4.01, dan formula 6
mendapat skor 4.52. Data skor ini menunjukkan bahwa formula 6
merupakan formula dengan perlakuan terbaik karena memiliki skor
tertinggi. Formula 6 adalah formula yang terbuat dari sari mentimun
dengan susu skim 9% dan gula pasir 10%. Formula ini yang
selanjutnya masuk kedalam penelitian tahap II untuk dilakukan
perbaikan teknik penambahan gula dan penentuan flavor
menggunakan rempah-rempah.

B. PENELITIAN TAHAP II
1. Perbaikan teknik penambahan gula
Dalam penelitian tahap II dilakukan perbaikan terhadap
penambahan gula pada formula terpilih dari penelitian tahap I. Teknik
penambahan gula yang dilakukan adalah sebelum dan sesudah
fermentasi. Hal ini dilakukan karena formula terpilih dari penelitian
tahap I dirasakan panelis masih memiliki rasa yang asam. Selain itu
juga penambahan gula yang dilakukan setelah fermentasi diharapkan
dapat memperlambat pembentukkan rasa asam oleh bakteri asam laktat
selama penyimpanan dalam refrigerator. Gula yang ditambahkan
sebelum fermentasi hanya sebanyak 3%. Penambahan gula sebanyak
3% merupakan jumlah yang optimal bagi pertumbuhan dan aktivitas
bakteri sehingga menghasilkan produk dengan tekstur yang cukup baik
(Nugraheny, 2004). Setelah fermentasi, gula yang ditambahkan berupa
larutan gula 67%. Penambahan gula dalam bentuk larutan gula 67%
lebih disukai dalam pembuatan yoghurt yang menggunakan ekstrak
buah-buahan (Anshori, 1992). Jika dibandingkan dengan formula
terpilih dari penelitian tahap I, formula dengan perbaikan teknik
penambahan gula ini lebih disukai oleh panelis karena memiliki rasa
yang lebih manis.

2. Penentuan flavor minuman probiotik sari mentimun


Dalam pembuatan minuman probiotik ini, dilakukan penambahan
flavor untuk meningkatkan citarasa produk. Flavor yang ditambahkan
berupa serbuk rempah-rempah, yaitu kayu manis, jahe, dan adas
manis. Rempah-rempah dipilih karena memiliki komponen aktif yang
cukup banyak dan dapat memberikan citarasa yang khas pada produk.
Jahe (Zingiber officinale Rose) memiliki beberapa komponen aktif
seperti camphene, sineol, borneol, geraniol, zingiberen dan zingiberol.
Adas manis (Anise) memiliki beberapa komponen aktif seperti
camphene, dipentene, anethole, dan fechone. Kayu manis
(Cinnamomum zeylanicum) memiliki beberapa komponen aktif seperti
cinnamic aldehyde, furfural, hydrocinnamic aldehyde, dan cumin
aldehyde (Farrel, 1985). Dalam tahapan penambahan flavor ini,
formula yang telah ditambahkan gula setelah fermentasi diberi flavor
rempah dan kemudian ditentukan kesukaan panelis terhadap produk
melalui uji organoleptik. Produk dibuat menjadi 4 formula, yaitu (1)
formula 7, minuman probiotik sari mentimun dengan penambahan
jahe; (2) formula 8, minuman probiotik sari mentimun dengan
penambahan adas manis; (3) formula 9, minuman probiotik sari
mentimun tanpa penambahan rempah (original); dan (4) formula 10,
minuman probiotik sari mentimun dengan penambahan kayu manis
(Tabel 5). Rempah ditambahkan dalam bentuk serbuk sebanyak 0.3%
karena dengan jumlah tersebut, selain diperoleh citarasa yang sudah
cukup kuat, rempah belum dapat memberikan efek antimikroba
terhadap jumlah bakteri probiotik dalam produk. Menurut Hirasa dan
Tanaka (1998), penambahan ekstrak rempah serbuk jahe lebih dari
0.3% serta kayu manis dan adas manis lebih dari 0.5% dapat
menghambat pertumbuhan bakteri. Karakteristik rasa yang
ditimbulkan oleh setiap rempah berbeda-beda. Jahe memiliki
karakteristik organoleptik hangat, manis, sedikit tajam, dan agak
pedas. Kayu manis memiliki karakteristik organoleptik sedikit pedas,
hangat dan agak pahit. Adas manis memiliki karakteristik
organoleptik manis dan lebih soft daripada jahe dan kayu manis.

Tabel 5. Formulasi penentuan flavor minuman probiotik

Formula Flavor
F7 Jahe (0.3%)
F8 Adas manis (0.3%)
F9 Original (tanpa penambahan rempah)
F10 Kayu manis (0.3%)

Formula terbaik dipilih melalui uji organoleptik oleh 30 panelis


dengan metode uji hedonik. Berdasarkan hasil uji hedonik, formula 3
mempunyai nilai rataan kesukaan paling tinggi, yaitu pada skala
4.40±1.10 (Lampiran 11). Data ini menunjukkan bahwa tingkat
kesukaan panelis pada karakteristik aroma formula masih pada skala
agak suka. Hal ini mungkin disebabkan karena produk yang diberi
flavor dengan serbuk rempah memiliki rasa yang lebih tajam dan
warna yang dihasilkan akibat penambahan serbuk rempah terlihat
tidak homogen dengan produk. Walaupun formula original terpilih
sebagai formula yang disukai panelis, penentuan flavor rempah ini
masih terus dilakukan dengan harapan panelis dapat menerima
formula produk dengan variasi rasa yang berbeda selain rasa original.
Oleh karena itu dilakukan perbaikan terhadap cara penambahan
rempah. Pada tahap perbaikan ini, rempah yang ditambahkan adalah
berupa larutan ekstrak rempah. Ekstrak rempah yang ditambahkan
berasal dari rempah yang sebelumnya telah direbus dengan air.
Perbandingan rempah dan air terbaik yang digunakan adalah 1:5
(Nuraida dan Dewanti, 2001). Penambahan larutan ekstrak rempah ini
berbeda-beda jumlahnya untuk tiap jenis rempah. Namun jumlah
tersebut tidak melampaui batas aktivitas rempah-rempah sebagai
antimikroba, sehingga diharapkan tidak terlalu menghambat
pertumbuhan bakteri probiotik yang terdapat dalam produk. Selain itu,
bakteri yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu Lactobacillus
bulgaricus, Lactobacillus casei, dan Streptococcus thermophilus
tergolong kedalam jenis bakteri gram positif sehingga memiliki
kepekaan yang lebih rendah terhadap antimikroba ekstrak rempah
polar (air). Bakteri Gram (-) memiliki kepekaan yang lebih tinggi
dibandingkan bakteri Gram (+) terhadap ekstrak dengan senyawa
polar (Shelef, 1983).
Uji organoleptik yang dilakukan untuk menentukan tingkat
kesukaan panelis terhadap flavor rempah yang ditambahkan pada
produk, meliputi 4 formula, yaitu (1) formula 11, minuman probiotik
sari mentimun dengan penambahan ekstrak jahe; (2) formula 12,
minuman probiotik sari mentimun dengan penambahan ekstrak kayu
manis; (3) formula 13, minuman probiotik sari mentimun dengan
penambahan ekstrak adas manis dan kayu manis; dan (4) formula 14,
minuman probiotik sari mentimun dengan penambahan ekstrak adas
manis dan jahe. Hasil uji tersebut dari 30 orang panelis dapat dilihat
pada Gambar 14.
Gambar 14. Hasil uji hedonik pada penentuan flavor minuman probiotik

*Keterangan:
Nilai rataan ditunjukkan dengan mean ± standar deviasi (n=30)
a,b huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada p ≤ 0.05

Grafik di atas menunjukkan bahwa nilai rataan formula 11 adalah


3.67±1.12; formula 12 bernilai 3,00±1.14; formula 13 bernilai
3.37±1.27; dan formula 14 bernilai 3.10±1.30. Formula 11
mempunyai rata-rata skala kesukaan paling tinggi yaitu pada skala
3.67±1.12 (Lampiran 14). Nilai ini menunjukkan bahwa tingkat
kesukaan panelis terhadap formula 11 hampir mencapai taraf agak
suka. Namun, nilai ini masih lebih rendah jika dibandingkan dengan
nilai rataan kesukaan panelis terhadap produk dengan rasa original
yaitu 4.40±1.10 (Lampiran 11).
Hasil Anova menunjukkan bahwa signifikansi sampel lebih besar
atau sama dengan α (0.05), artinya tidak ada perbedaan di antara
sampel pada taraf signifikansi 5% sehingga tidak perlu dilanjutkan
dengan uji Duncan. Namun jika dilihat nilai rataan kesukaan dari
keempat formula, formula 11 memiliki nilai rataan kesukaan tertinggi,
artinya formula 11 banyak disukai oleh panelis. Formula 11 adalah
formula minuman probiotik dengan penambahan flavor jahe. Panelis
lebih menyukai minuman probiotik dengan flavor jahe karena jahe
merupakan rempah yang paling sering dijumpai pada beberapa produk
pangan sehingga rasa dan aroma jahe sudah populer. Selain itu,
penambahan ekstrak larutan jahe menghasilkan rasa yang lebih baik
dibandingkan dengan penambahan ekstrak jahe dalam bentuk serbuk.
Pada produk dengan tambahan larutan ekstrak jahe, rasa pedas dan
agak pahit yang dihasilkan tidak terlalu kuat jika dibandingkan dengan
penambahan berupa serbuk jahe. Rasa pedas pada jahe disebabkan
oleh beberapa komponen seperti zingerone, shogaol, dan gingerol
(Secapramana, 1999). Jahe juga merupakan rempah yang dapat
memberikan kesegaran jika dikonsumsi bersama dengan bahan
pangan dibandingkan dengan rempah-rempah yang lain (Farrel, 1985).
Setelah mendapatkan flavor rempah yang disukai, kemudian
diproduksi kembali dua formula, yaitu formula dengan rasa original
dan formula dengan flavor jahe. Kedua formula ini selanjutnya
disimpan selama 2 minggu dalam refrigerator dan dilakukan
pengamatan terhadap sifat fisik, kimia, mikrobiologi, dan sensori
produk.

3. Karakteristik kimia, fisik, mikrobiologi, dan sensori


Pengamatan karakteristik sifat kimia, fisik, mikrobiologi dan
sensori minuman probiotik sari mentimun formula dengan flavor
original dan flavor jahe dilakukan selama 2 minggu dan diamati setiap
selang waktu 3 hari. Karakteristik sifat kimia yang diamati adalah pH
dan total asam laktat. Karakteristik sifat fisik yang diamati adalah
viskositas dan total padatan terlarut (TPT), karakterisitik mikrobiologi
yang diamati adalah total bakteri asam laktat dan total kapang-khamir,
sedangkan karakteristik sensori yang diamati adalah tingkat kesukaan
terhadap over all produk.

a. Derajat keasaman (pH)


Pada penelitian ini dilakukan pengamatan terhadap nilai pH
formula minuman probiotik sari mentimun dengan flavor original
dan formula dengan flavor jahe yang disimpan selama 2 minggu
pada suhu refrigerator. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa pH
minuman probiotik sari mentimun dengan rasa original pada awal
penyimpanan (hari ke-0) bernilai 4.18±0.01 (Gambar 15). Hasil
pengamatan pH selama 2 minggu penyimpanan memperlihatkan
adanya kecenderungan penurunan nilai pH atau tingkat keasaman
yang semakin meningkat. Penurunan pH atau meningkatnya rasa
asam pada produk selama penyimpanan dapat disebabkan oleh
aktivitas bakteri asam laktat yang bekerja memfermentasi gula
(sukrosa, glukosa, dan laktosa) menjadi sebagian besar asam laktat
dan sejumlah kecil asam lainnya. Pola penurunan pH selama
penyimpanan pada penelitian ini serupa dengan hasil penelitian
yang dilakukan oleh Hartoto (2003), bahwa pada penyimpanan
yoghurt dalam refrigerator selama 2 minggu terjadi penurunan pH.
Namun, penurunannya tidak terlalu signifikan jika dibandingkan
dengan yoghurt yang disimpan pada suhu ruang. Hal ini
disebabkan oleh bakteri asam laktat yang tidak aktif pada suhu
rendah, sehingga aktivitas metaboliknya dapat terhambat, tetapi
bakteri tersebut tidak mati dan masih tetap dapat melakukan
aktivitas metaboliknya dalam memfermentasi laktosa.
Fermentasi yang melibatkan bakteri asam laktat dicirikan
oleh akumulasi asam-asam organik terutama asam laktat yang
diiringi dengan terjadinya penurunan nilai pH (Anshori, 1992).
Penurunan pH juga berhubungan dengan total asam yang
dihasilkan selama proses fermentasi. Menurut Tamime dan
Robinson (1989), terjadi pembentukan asam yang lebih cepat pada
yoghurt yang mengandung kultur campuran dibandingkan dengan
kultur tunggal, sejalan dengan meningkatnya jumlah Streptococcus
selama fermentasi.
Gambar 15. pH minuman probiotik sari mentimun dengan flavor
original

Gambar 16. pH minuman probiotik sari mentimun dengan flavor


jahe

Pada pengamatan pH minuman probiotik sari mentimun


dengan flavor jahe menunjukkan bahwa pH pada awal
penyimpanan (hari ke-0) bernilai 4.23±0.02. Hasil pengamatan pH
formula ini selama 2 minggu penyimpanan juga memperlihatkan
adanya kecenderungan penurunan nilai pH atau tingkat keasaman
yang semakin meningkat (Gambar 16).
Pada umumnya nilai pH yoghurt yang baik berkisar antara
3.9 – 4.2 (Helferich dan Westhoff, 1980). Minuman probiotik sari
mentimun rasa original dan rasa jahe memiliki pH 4.18±0.00 dan
4.23±0.02. Jika mengacu pada kategori tersebut, maka dapat
dikatakan tingkat keasaman produk ini cukup baik. Dengan nilai
pH yang cukup rendah, maka kemungkinan pertumbuhan bakteri
patogen pada produk yoghurt sangat kecil.
Minuman probiotik sari mentimun dengan flavor jahe
memiliki kisaran nilai pH yang lebih tinggi daripada pH formula
dengan flavor original. Hal ini dapat disebabkan karena
penambahan larutan ekstrak rempah jahe. Larutan ekstrak rempah
jahe terbuat dari air dan jahe. Dengan adanya tambahan air tersebut
menyebabkan produk menjadi lebih encer dan rasanya menjadi
tidak terlalu asam dibandingkan dengan formula dengan flavor
original sehingga memiliki nilai pH yang lebih tinggi.

b. Total asam laktat


Pengukuran total asam laktat dilakukan untuk menunjukkan
jumlah kadar asam laktat yang terdapat dalam bahan pangan.
Menurut Frazier dan Westhoff (1978) yang disitasi oleh Hartoto
(2003), menyatakan bahwa nilai pH tidak selalu setara dengan total
asam laktat. Artinya, pengukuran nilai total asam laktat tidak selalu
sesuai dengan pengukuran nilai pH. Pada pengukuran pH, nilai
yang terukur adalah konsentrasi ion-ion H+ yang menunjukkan
jumlah asam terdisosiasi yang terukur, sedangkan total asam laktat
merupakan pengukuran untuk komponen asam laktat saja.
Pada penelitian ini dilakukan pengamatan terhadap nilai total
asam laktat minuman probiotik formula dengan flavor original dan
formula dengan flavor jahe yang disimpan selama 2 minggu pada
suhu refrigerator. Hasil pengamatan menunjukkan persentase asam
laktat minuman probiotik formula dengan flavor original pada awal
penyimpanan (hari ke-0) bernilai 0.53%±0.08; dan pada
pengamatan selama 2 minggu cenderung mengalami peningkatan
(Gambar 17).
Peningkatan jumlah konsentrasi asam laktat dari hari ke-3
sampai hari ke-15 disebabkan oleh aktivitas bakteri asam laktat
yang melakukan fermentasi gula (sukrosa, glukosa, dan laktosa)
menjadi sebagian besar asam laktat. Berbeda dengan perubahan
nilai pH yang menurun selama penyimpanan, nilai total asam laktat
akan semakin meningkat selama penyimpanan, dan peningkatan
paling tinggi terjadi pada yoghurt yang menggunakan kultur
campuran (Hartoto, 2003). Pola peningkatan jumlah asam laktat
pada penelitian ini serupa dengan hasil penelitian Nugraheny
(2004), bahwa terjadi peningkatan total asam laktat selama
penyimpanan, baik pada yoghurt probiotik yang dibuat dengan
kultur campuran maupun yang menggunakan kultur tunggal.

Gambar 17. Total asam laktat minuman probiotik mentimun dengan


flavor original

Gambar 18. Total asam laktat minuman probiotik mentimun dengan


flavor jahe

Menurut Teja (1990), jumlah susu skim yang ditambahkan


dapat mempengaruhi asam laktat yang dihasilkan oleh bakteri. Hal
ini disebabkan oleh penambahan susu skim yang dapat
meningkatkan jumlah laktosa yang akan difermentasi menjadi asam
laktat oleh starter. Salah satu faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan mikroba adalah kandungan nutriennya, dalam hal ini
adalah laktosa. Laktosa akan dipecah menjadi glukosa dan
galaktosa yang selanjutnya diubah menjadi asam laktat sebagai
produk utama (Helferich dan Westhoff, 1980).
Pada pengamatan persentase asam laktat minuman probiotik
dengan flavor jahe pada awal penyimpanan (hari ke-0) bernilai
0.48±0.06; dan pada pengamatan selama 2 minggu cenderung
mengalami peningkatan (Gambar 18).
Pola peningkatan total asam laktat pada penelitian ini serupa
dengan hasil penelitian Hartoto (2003) bahwa terjadi peningkatan
total asam laktat pada yoghurt yang diberi flavor baik pada
penyimpanan dalam refrigerator maupun penyimpanan pada suhu
ruang.
Menurut SNI 01-2981-1992, kisaran nilai total asam laktat
produk yoghurt adalah 0.5 – 2.0%. Minuman probiotik sari
mentimun dengan flavor original dan flavor jahe memiliki total
asam laktat 0.53%±0.08 dan 0.48%±0.06, maka berdasarkan acuan
tersebut dapat dikatakan total asam laktat produk berada dalam
kisaran yang cukup baik.
Dari hasil pengamatan terjadi peningkatan jumlah konsentrasi
asam laktat dari hari ke-0 sampai hari ke-15. Jumlah persentasi
asam laktat pada formula dengan flavor jahe lebih rendah
dibandingkan dengan formula original. Terdapat beberapa faktor
yang mempengaruhi pembentukkan asam oleh mikroba,
diantaranya komposisi susu, kontaminan, antimikroba dan bahan
kimia, dan penyimpangan fermentasi (Anshori, 1992). Dalam hal
ini jumlah asam laktat yang lebih rendah pada produk dengan
flavor jahe mungkin disebabkan karena adanya antimikroba pada
jahe. Antimikroba dapat menghambat aktivitas bakteri probiotik
sehingga jumlah asam laktat yang dihasilkan menjadi lebih sedikit.
Streptococcus thermophilus dan Lactobacillus bulgaricus
merupakan bakteri asam laktat yang sangat sensitif terhadap
antimikroba. Selain antimikroba yang terkandung pada jahe,
antimikroba juga dihasilkan oleh bakteri asam laktat itu sendiri
diantaranya seperti hydrogen peroksida, bakteriosin, karbon
dioksida, diasetil dan asetaldehid (Naidu, 2000).
Selain antimikroba, penurunan jumlah asam laktat juga
dipengaruhi oleh suhu lingkungan. Penyimpanan produk pada suhu
rendah dapat menghambat pertumbuhan bakteri asam laktat.
Streptococcus dan Lactobacillus termasuk kedalam jenis bakteri
termofilik. Bakteri ini tumbuh optimum pada suhu 25-550C. Jika
bakteri tersebut ditumbuhkan di bawah suhu optimumnya, maka
aktivitas enzim akan berhenti sehingga dapat menekan laju
metabolismenya bahkan semakin lama pertumbuhannya akan
terhenti.

c. Total padatan terlarut


Total padatan terlarut dinyatakan dalam oBrix dan diukur
dengan menggunakan refraktometer. Pada penelitian ini dilakukan
pengamatan terhadap total padatan terlarut minuman probiotik sari
mentimun formula dengan flavor original dan formula dengan
flavor jahe yang disimpan selama 2 minggu pada suhu refrigerator.
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa total padatan terlarut
minuman probiotik sari mentimun formula dengan flavor original
pada awal penyimpanan (hari ke-0) bernilai 18.0±0.00oBrix, dan
cenderung mengalami penurunan selama 2 minggu penyimpanan
(Gambar 19).
Pola penurunan total padatan terlarut pada penelitian ini
serupa dengan hasil penelitian Maulidya (2007) bahwa terjadi
penurunan total padatan terlarut pada yoghurt susu jagung yang
disimpan dalam refrigerator. Penurunan total padatan terlarut
selama penyimpanan disebabkan karena adanya aktivitas bakteri
asam laktat yang memecah komponen gula dalam minuman
probiotik sari mentimun sehingga jumlah gula dalam produk
menjadi semakin berkurang. Kandungan gula sedarhana dalam sari
mentimun diantaranya adalah glukosa dan fruktosa. Pemecahan
gula sederhana dalam sel bakeri asam laktat menghasilkan energi
yang selanjutnya digunakan untuk menghasilkan senyawa lain
termasuk asam laktat. Asam laktat yang dihasilkan oleh BAL akan
tersekskresikan keluar sel dan akan terakumulasi dalam cairan
fermentasi (Widowati dan Misgiyarta, 2003).

Gambar 19. Total padatan terlarut minuman probiotik sari mentimun


dengan flavor original

Gambar 20. Total padatan terlarut minuman probiotik sari mentimun


dengan flavor jahe

Hasil pengamatan total padatan terlarut minuman probiotik


sari mentimun dengan flavor jahe pada awal penyimpanan (hari ke-
0) bernilai 16.1±0.12oBrix, dan cenderung mengalami penurunan
selama 2 minggu penyimpanan (Gambar 20).
Pola penurunan total padatan terlarut pada penelitian ini
serupa dengan hasil penelitian Hartoto (2003) bahwa terjadi
penurunan total padatan terlarut pada yoghurt yang telah diberi
flavor selama penyimpanan pada suhu ruang maupun pada suhu
refrigerator. Total padatan terlarut pada minuman probiotik sari
mentimun dengan flavor jahe menunjukkan nilai yang lebih rendah
dibandingkan dengan formula dengan flavor original. Hal ini
diduga karena penambahan larutan ekstrak rempah dapat
menurunkan viskositas produk sehingga produk menjadi lebih
encer dan nilai yang terbaca menjadi lebih rendah. Menurut
Tamime et al., (2006), berdasarkan total padatan terlarutnya,
yoghurt dapat dikategorikan menjadi tiga macam, yaitu (a) yoghurt
kualitas rendah dengan total padatan terlarut 11%; (b) yoghurt
kualitas sedang dengan total padatan terlarut 12-14%; dan (c)
yoghurt kualitas tinggi dengan total padatan 15-17%. Minuman
probiotik sari mentimun dengan flavor original dan flavor jahe
memiliki total padatan terlarut 18.0±0.00oBrix dan 16.1±0.12oBrix,
maka berdasarkan acuan tersebut dapat dikatakan bahwa minuman
probiotik sari mentimun termasuk kategori yang paling tinggi atau
paling baik.

d. Viskositas
Pengukuran viskositas minuman probiotik sari mentimun
dilakukan menggunakan viscometer Brookfield. Minuman
probiotik memiliki kekentalan yang rendah sehingga pengukuran
viskositas menggunakan viscometer Brookfield menggunakan
spindle 1, kecepatan skala 6, dan dilakukan selama 2 menit.
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa pada hari ke-0 nilai
viskositasnya sebesar 7.52±0.05 cp. Viskositas minuman probiotik
sari mentimun dengan flavor original cenderung mengalami
penurunan selama 2 mingggu penyimpanan (Gambar 21).
Viskositas minuman probiotik sari mentimun dengan flavor
original mengalami penurunan selama penyimpanan. Hal ini
diduga karena menurunnya total padatan terlarut akibat aktivitas
bakteri asam laktat dalam produk yang juga menurun. Semakin
tinggi total padatan terlarut semakin baik viskositasnya. Pola
penurunan viskositas pada penelitian ini serupa dengan hasil
penelitian Maulidya (2007) bahwa terjadi penurunan viskositas
yoghurt susu jagung selama penyimpanan dalam refrigerator.
Penurunan viskositas juga dapat terjadi akibat sineresis produk
selama penyimpanan.

Gambar 21. Viskositas minuman probiotik sari mentimun dengan


flavor original

Gambar 22. Viskositas minuman probiotik sari mentimun dengan


flavor jahe

Hasil pengamatan viskositas pada hari ke-0 adalah


6.60±0.12cp. Minuman probiotik dengan flavor jahe juga
cenderung mengalami penurunan viskositas selama 2 minggu
penyimpanan (Gambar 22). Nilai viskositas formula ini lebih
rendah daripada formula original karena pada formula ini
dilakukan penambahan ekstrak larutan jahe sehingga menurunkan
viskositas produk.
Menurut Oberman (1985), penambahan gula pasir (sukrosa)
5% dapat meningkatkan total padatan yoghurt. Semakin besar
konsentrasi gula yang ditambahkan, total padatan terlarut semakin
banyak sehingga viskositas produk akan semakin meningkat
(Tamime dan Robinson, 1989). Sukrosa yang ditambahkan
kedalam minuman probiotik setelah fermentasi hanya sebesar 3%
sehingga viskositasnya menjadi lebih rendah. Selain itu, tidak
dilakukan penambahan bahan penstabil ke dalam produk dapat
mempercepat terjadinya sineresis (keluarnya cairan dari produk)
sehingga viskositasnya cepat mengalami penurunan selama
penyimpanan (Anshori, 1992).
Pada umumnya, yoghurt di pasaran terdapat dalam bentuk set
yoghurt dan stirred yoghurt. Set yoghurt adalah jenis yoghurt
dimana pada saat inkubasi, susu berada dalam kemasan kecil dan
karakteristik koagulumnya tidak berubah serta memiliki viskositas
yang sangat tinggi yang cenderung membentuk gel yang padat,
sedangkan pada stirred yoghurt, fermentasi dilakukan dalam wadah
yang lebih besar dan setelah inkubasi, produk dikemas dalam
kemasan kecil sehingga memungkinkan koagulumnya pecah atau
rusak sebelum pendinginan dan pengemasan selesai (Helferich dan
Westhoff, 1980). Stirred yoghurt memiliki viskositas yang lebih
rendah dari pada set yoghurt. Oleh karena itu, minuman probiotik
sari mentimun termasuk kedalam jenis stirred yoghurt.

e. Jumlah bakteri asam laktat


Pada pengamatan total BAL minuman probiotik sari
mentimun formula dengan flavor original hari ke-0 menunjukkan
terdapat total BAL sebesar 4.2x108±2.2x108 cfu/ml. Selama 2
minggu penyimpanan cenderung terjadi penurunan total bakteri
asam laktat (Gambar 23).
Penurunan total BAL dapat disebabkan oleh semakin
berkurangnya nutrisi yang ada pada produk. Selain karena
berkurangnya jumlah nutrisi dalam minuman probiotik sari
mentimun, penurunan jumlah BAL dapat pula diakibatkan oleh
adanya hasil-hasil metabolisme, seperti asam laktat yang dapat
menurunkan pH produk sehingga dapat menghambat pertumbuhan
BAL. Menurut Jay (2000), peningkatan derajat keasaman dapat
berpengaruh terhadap jumlah mikroba yang terdapat dalam produk.
Pertumbuhan Streptococcus akan terhambat pada pH 4.2-4.3,
sementara Lactobacillus akan bertahan sampai kisaran pH 3.5-3.8.
selain itu, metabolisme Streptococcus juga akan terhambat pada
tingkat asam laktat lebih dari 1.0%.

Gambar 23. Total bakteri asam laktat minuman probiotik sari


mentimun dengan flavor original selama
penyimpanan
Pertumbuhan bakteri terdiri dari beberapa fase, yaitu fase
adaptasi, fase pertumbuhan awal, fase pertumbuhan logaritmik,
fase pertumbuhan lambat, fase pertumbuhan tetap (stasioner), dan
fase kematian (Fardiaz, 1992). Fase peningkatan jumlah bakteri
cukup besar terjadi pada fase pertumbuhan logaritmik, sedangkan
fase penurunan jumlah bakteri terjadi setelah bakteri ini melewati
fase pertumbuhan logaritmik.
Pengamatan total BAL minuman probiotik sari mentimun
dengan flavor jahe pada hari ke-0 menunjukkan terdapat total BAL
sebesar 5.2x108±2.6x108 cfu/ml dan cenderung mengalami
penurunan selama 2 minggu penyimpanan. Pengamatan total BAL
minuman probiotik sari mentimun dengan flavor jahe selama
penyimpanan 2 minggu dapat dilihat pada Gambar 24.
Terjadinya penurunan yang diikuti dengan peningkatan
jumlah bakteri asam laktat pada awal penyimpanan dapat
disebabkan oleh penyesuaian bakteri asam laktat terhadap
lingkungan barunya sehingga pertumbuhannya sedikit terhambat
(Rahayu, 1991). Selain itu, menurut Nugraheny (2004) penurunan
viabilitas bakteri asam laktat pada yoghurt yang menggunakan
kultur campuran disebabkan karena kompetisi antar bakteri dan
adanya senyawa berbeda yang dihasilkan sehingga menghambat
bakteri satu sama lain yang ditumbuhkan secara bersamaan.
Suatu produk dikatakan probiotik apabila produk tersebut
mengandung total BAL yang masih hidup pada saat dikonsumsi
sebesar ≥ 106 cfu/ml (Tamimme dan Robinson, 1989). Oleh karena
itu, minuman pobiotik sari buah mentimun ini dapat dikatakan
sebagai minuman probiotik karena memiliki total BAL
4.2x108±2.2x108 cfu/ml dan 5.2x108±2.6x108 cfu/ml.

f. Total Kapang-Khamir
Minuman probiotik sari mentimun memiliki pH yang cukup
rendah sehingga tergolong kedalam bahan pangan yang berasam
sedang. Dengan tingkat keasaman produk yang tinggi menjadi
sangat rentan bagi pertumbuhan kapang dan khamir (Helferich dan
Westhoff, 1980).
Pengamatan total kapang-khamir dilakukan selama 2 minggu
penyimpanan terhadap minuman probiotik sari mentimun formula
dengan flavor original dan formula dengan flavor jahe
menunjukkan bahwa pada formula dengan flavor original, tidak
ditemukan adanya pertumbuhan kapang-khamir, namun jumlahnya
tetap dinyatakan sebesar <1x101±0.00 x101 cfu/ml, sedangkan pada
formula dengan flavor jahe, terdapat pertumbuhan kapang-khamir
pada hari ke-0 dan hari ke-3, yaitu sebesar <1.8x101±0.75x101
cfu/ml. Namun pada hari ke-6 sampai hari ke-15 tidak ditemukan
pertumbuhan kapang-khamir (<1x101±0.00 x101 cfu/ml). Adanya
pertumbuhan kapang-khamir pada formula dengan flavor jahe
diduga karena adanya kontaminasi pada saat pengemasan produk.
Kontaminasi ini dapat berasal dari udara di sekitar ruang
pengolahan yang umumnya bersuhu 25-300C. Suhu ruang (25-
300C) merupakan suhu optimum bagi pertumbuhan kapang.
Kontaminasi kapang dan khamir sering ditemukan pada yoghurt
yang disimpan dalam refrigerator. pH yoghurt yang rendah dapat
menghambat semua jenis bakteri patogen terkecuali kapang dan
khamir (Helferich dan Westhoff, 1980).
Menurut Fardiaz (1992) pada makanan yang telah diolah atau
diawetkan, jumlah dan jenis mikroba dapat dipengaruhi oleh proses
pengolahan yang diterapkan terhadap makanan tersebut. Selain
dapat mengurangi populasi mikroba pada makanan, proses
pengolahan yang kurang baik kadang-kadang juga dapat
menambah jumlah dan jenis mikroba pada makanan. Penambahan
atau pencampuran bahan pangan dengan bahan pangan lain yang
terkontaminasi dan penggunaaan alat-alat pengolahan yang kurang
bersih juga dapat menambah kontaminasi mikroba pada makanan.
g. Perubahan Mutu Organoleptik
Selama 2 minggu penyimpanan, pada produk minuman
probiotik sari mentimun dengan flavor original dan flavor jahe
dilakukan uji organoleptik menggunakan uji hedonik kepada 30
orang panelis. Hal ini dilakukan untuk melihat perubahan tingkat
kesukaan konsumen terhadap over all produk selama penyimpanan.
Hasil pengamatan sifat sensori produk selama penyimpanan
menunjukkan bahwa pada formula dengan flavor original dan
flavor jahe, nilai rataan kesukaan panelis terhadap produk pada hari
ke-0 sebesar 4.67±1.25 (Gambar 25) dan 3.60±1.19 (Gambar 26).
Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa kedua formula cenderung
mengalami penurunan nilai rataaan kesukaan selama penyimpanan.

Gambar 25. Nilai rataan kesukaan panelis terhadap minuman


probiotik sari mentimun dengan flavor original
selama penyimpanan

Gambar 26. Nilai rataan kesukaan panelis terhadap minuman


probiotik sari mentimun dengan flavor jahe selama
penyimpanan
Penurunan nilai kesukaan terjadi akibat rasa asam yang
semakin meningkat selama penyimpanan. Hal tersebut sesuai
dengan pengamatan nilai pH produk yang mengalami penurunan
selama penyimpanan akibat asam laktat yang dihasilkan oleh BAL
semakin meningkat.
Pola penurunan nilai kesukaan panelis terhadap produk
minuman probiotik sari mentimun selama penyimpanan serupa
dengan hasil penelitian Hartoto (2003) bahwa yoghurt yang
disimpan dalam refrigerator maupun pada suhu ruang selama 2
minggu mengalami penurunan penilaian kesukaan. Hasil penelitian
Nuraeni (1994) menyatakan bahwa 15 hari adalah masa simpan
optimal minuman fermentasi asam laktat pada suhu refrigerator
(100C). Namun, jika suhu penyimpanan lebih rendah lagi (50C)
dapat memperpanjang umur simpan yoghurt plain dengan kultur
campuran selama 14-21 hari. Umur simpan produk susu fermentasi
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: bahan baku, formulasi
produk, proses pengisian, pengemasan, penyimpanan, distribusi,
dan penanganan oleh konsumen (Man dan Jones, 1999).
Nilai rataan kesukaan pada produk dengan flavor jahe lebih
rendah dibandingkan dengan produk dengan flavor original.
Namun kedua formula sama-sama mengalami penurunan terhadap
nilai kesukaan. Perubahan mutu organoleptik selama penyimpanan
merupakan faktor penting untuk diperhatikan dalam menentukan
umur simpan produk. Menurut Arpah (2001) yang dikutip dari
Puspadewi (2005), suatu produk dikatakan berada pada kisaran
umur simpannya bilamana kualitas produk secara umum dapat
diterima untuk tujuan seperti yang diinginkan konsumen dan
selama bahan pengemas masih memiliki integritas serta
memproteksi isi kemasan. Konsumen tentunya akan menolak untuk
mengkonsumsi suatu produk yoghurt jika sudah terjadi perubahan
dari mutu organoleptik (rasa, aroma, tekstur, warna, dan
mouthfeel), walaupun secara kualitas fisik (pH, TAL, dan
viskositas) dan mikrobiologi (total kapang-khamir dan total BAL)
masih dapat diterima (Hartoto, 2003). Konsumen akan lebih
menilai baik tidaknya suatu produk yoghurt berdasarkan rasa khas
yoghurt/rasa asamnya. Yoghurt merupakan produk yang mudah
mengalami perubahan dari segi rasa dan aroma selama
penyimpanan. Hal ini sangat dipengaruhi dari kualitas kultur starter
yang digunakan. Kualitas kultur dalam penilitian ini cukup baik
karena selalu dilakukan pemeliharaan terhadap kultur yang akan
digunakan sebagai starter. Jika dilihat dari pengamatan selama 2
minggu, dapat dikatakan bahwa umur simpan minuman probiotik
sari mentimun adalah 9 hari karena penilaian panelis melebihi hari
tersebut mendekati kategori agak tidak suka.

4. Karakteristik Mutu Minuman Probiotik Sari Mentimun


Hasil pengamatan dilakukan secara subyektif terhadap minuman
probiotik sari mentimun dengan flavor original dan flavor jahe (Tabel
6).

Tabel 6. Karakteristik mutu minuman probiotik sari mentimun

Parameter mutu Minuman probiotik sari mentimun


Flavor Original Flavor jahe
Rasa Asam Jahe
Aroma Mentimun Jahe
Kekentalan Sedikit kental Sedikit kental
Warna Putih Putih

Produk minuman probiotik sari mentimun ini mengacu pada SNI


01-2981-1992 karena merupakan produk yang hampir sejenis dengan
yoghurt. Berdasarkan SNI 01-2981-1992, produk yoghurt memiliki
penampakan yang kental, bau yang khas, rasa asam dan konsistensi
yang homogen (Lampiran 15). Selain itu, dilakukan juga analisis
kimia dengan uji proksimat untuk mengetahui kandungan gizi produk
(Tabel 7).
Kadar abu minuman probiotik sari mentimun dengan flavor
original dan flavor jahe adalah 0.22% dan 0.15%. Jumlah ini masih
layak menurut SNI 01-2981-1992, karena batas abu yang boleh
terdapat di dalam produk yoghurt kurang dari 1%. Kadar protein
produk masih rendah, yaitu hanya 0.49% dan 0.29% karena
konsentrasi susu skim yang digunakan juga rendah. Berdasarkan SNI
01-2981-1992, produk yoghurt memiliki kandungan protein minimal
3.5%. Namun tidak tidak menjadi masalah karena penelitian ini lebih
dioptimalkan pada penggunaan jumlah mentimun yang lebih banyak
daripada susu skim. Hal ini dilakukan karena penggunaan mentimun
yang lebih banyak dapat menurunkan biaya pembuatan minuman
probiotik sehingga masyarakat dapat mengkonsumsi minuman
probiotik yang bermanfaat bagi kesehatan dengan harga yang lebih
murah namun dengan rasa seperti yoghurt yang dibuat dengan
penambahan susu yang lebih banyak.

Tabel 7. Hasil uji proksimat minuman probiotik sari mentimun

Komponen Minuman probiotik sari mentimun


(%) Flavor Original Flavor jahe
Kadar air 81.78 83.83
Kadar abu 0.22 0.15
Kadar protein 0.49 0.29
Kadar lemak 0.26 0.16
Kadar karbohidrat 17.25 15.57

Minuman probiotik sari mentimun memiliki kandungan lemak


yang sangat rendah, yaitu hanya sebesar 0.26% dan 0.16%. Menurut
Helferich dan Westhoff (1980), berdasarkan kadar lemaknya yoghurt
dapat dikategorikan menjadi tiga jenis, yaitu (1) yoghurt berkadar
lemak tinggi, dengan kadar lemak > 3.25%; (2) yoghurt berkadar
lemak sedang, dengan kadar lemak 0.5-3.25%; dan (3) yoghurt
berkadar lemak rendah, dengan kadar lemak < 0.5%. Oleh karena itu,
produk ini termasuk kedalam minuman probiotik berkadar lemak
rendah sehingga baik dikonsumsi oleh orang yang mengalami
kelebihan berat badan.
V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN
Produk minuman probiotik sari mentimun memiliki tekstur yang
sedikit kental, berwarna putih, dan beraroma mentimun. Formula minuman
probiotik sari mentimun yang disukai oleh panelis adalah formula dengan
flavor original yang terbuat dari sari mentimun dengan perbandingan
mentimun dan air 2:1, serta ditambah dengan susu skim 9% dan gula pasir
3% . Selain flavor original, minuman probiotik ini juga dapat dibuat
dengan penambahan flavor jahe sebagai variasi rasa agar produk ini dapat
dikonsumsi dengan rasa yang berbeda.
Dari penelitian ini dipilih minuman probiotik dengan flavor
original dengan pertimbangan rasa yang lebih disukai oleh panelis dan
biaya produksi yang lebih murah. Total bakteri asam laktat dalam
minuman probiotik sari mentimun dengan flavor original sebesar
4.2x108±2.2x108 cfu/ml dan berdasarkan hasil tersebut dapat dikatakan
sebagai minuman probiotik. Selain itu minuman probiotik sari mentimun
dengan flavor original memiliki karakteristik nilai pH 4.18±0.00, jumlah
asam laktat sebesar 0.53%±0.08, kekentalan 7.52±0.05 cp, dan nilai TPT
18.0±0.00 oBrix. Umur simpan minuman probiotik sari mentimun adalah 9
hari. Pembuatan minuman probiotik sari mentimun merupakan salah satu
cara pengembangan minuman probiotik dengan menggunakan komoditas
yang melimpah agar dapat meningkatkan nilai gizi dari suatu bahan
pangan dan memberikan manfaat kesehatan bagi tubuh.

B. SARAN
Penelitian minuman probiotik sari mentimun perlu dikaji ulang,
agar diperoleh formula yang lebih baik lagi, baik dari segi parameter rasa,
kekentalan, warna dan aroma, serta konsistensi yang lebih baik. Penelitian
ulangan atau sejenisnya dilakukan dalam upaya meningkatkan konsentrasi
sari mentimun secara optimal yang mampu menghasilkan produk dengan
kategori disukai.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim1. 2007. Mentimun. www.wikipedia.org. [11-November-2007].

Anonim2. 1980. Sayur-sayuran. PN Balai Pustaka, Jakarta.

Anonim3 . 2008. If the label on a product says full cream milk, can it be made
from milk powder?. http: //www.food-info.net. [5 Juni 2008].

Anonim4. 2008. Lactobacillus delbrueckii subs. Bulgaricus. http: // www.


magma.ca/~pavel/science/L_bulgaricus.htm. [5 Juni 2008].

Anonim5. 2008. Streptococcus thermophilus.http://home.snafu.de/helmert/Milch


/Materialien.htm. [5 Juni 2008].

Anonim6. 2008. Lactobacillus rhamnossus. http://www.tjpc.com/lactoac.htm. [5


Juni 2008].

Anshori, R. 1992. Teknologi Fermentasi. Arcan, Jakarta.

Ashurst, D. P. 1995. Fruit Juices and Baverages. Published by CRC Press, New
York.

Apriyantono, A., D. Fardiaz, P. Niluh, S. Yasni dan S. Budiyanto. 1989. Petunjuk


Laboratorium Analisis Pangan, IPB Press, Bogor.

Batt, C. and P. Patel. 2000. Encyclopedia of Food Microbiology. Academic Press,


San Francisco.

Badan Standardisasi Nasional. 1992 . Yoghurt. SNI 01-2981-1992. Badan


Standardisasi Nasional. Jakarta.

Buckle, K. A. 1985. Ilmu pangan. Terjemahan Hadi Purnomo dan Adiono.


Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.

Dewanti, R., N. Anjaya, Suliantari, L. Nuraida dan B. Satiawiharja. 2001.


Penuntun Praktikum Teknologi Fermentasi. Jurusan Teknologi Pangan dan
Gizi, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Fardiaz, S. 1987. Penuntun Praktek Mikrobiologi Pangan. Lembaga Sumberdaya


Informasi (LSI), Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan I. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Fardiaz, S. 2000. Riset Mikrobiologi Pangan untuk Peningkatan Keamanan


Pangan Indonesia. Srikandi Foundation for Food Safety.

Farrel, T. 1985. Spices, Condiments, and Seasonings. AVI Publishing Company,


Inc. USA.

Frazier, W. C and D. C. Westhoss. 1978. Food Microbiology. Mc Graw Hill Book


Company, New York.

Fuller, R. 1992. Probiotic Scientific Basis. Chapman and Hall, London

Furia, T. E. and N. Bellanca. 1971. Fenaroli’s Handbook of Flavor Ingredients.


CIBA_GEIGY Corporation Ardsley, New York.

Gilliand, S. E. 1986. Bacterial Cultures for Food. CRC Press, Inc. Boca Raton,
Florida.

Harrigan, W. F. 1998. Laboratory Method In Food Microbiology 3rd ed. Academic


Press. London.

Hartoto, M. 2003. Pembuatan Yoghurt Sinbiotik dengan Menggunakan Kultur


Campuran Streptococcus thermophilus, Bifidobacterium bifidum, dan
Lactobacillus casei Galur Shirota. Skripsi. FATETA. IPB. Bogor.

Heinerman, J. 2005. Ensiklopedi Juice Buah dan Sayur untuk Penyembuhan


Pustaka Delaptrasa, Jakarta.

Helferich, W. and D. Westhoff. 1980. All About Yoghurt. Prentice-Hall, Inc.,


Englewood Cliffs, New Jersey.

Hirasa, K. and M. Tanaka. 1998. Spice Science and Technology. Lion


Coorporation Tokyo, Japan.

Hull, R. and A. J. Evans. 1992. Probiotic Foods – a New opportunity. Food


Australia 44 (9) : 418-420.

Jay, J. M. 2000. Modern Food Microbiology. Aspen Publishers, Inc. Gaithersburg,


Maryland.

Johan, A. 2005. Nutrisi dalam Mentimun. http://www.mail-archive.com. [5 Juni


2008].

Koeswara, S. 1998. Susu Kedelai Tak Kalah dengan Susu Sapi.


http://www.indomedia.com. [5 Juni 2008].

Matondang, I. 2007. Zingiber officinale L. Pusat Pengembangan Tumbuhan Obat


UNAS. www.dictionary.com . [15 Desember 2007].

Maulidya, A. 2007. Kajian Pembuatan Yoghurt Susu Jagung Sebagai Minuman


Probiotik Menggunakan Campuran Kultur Lactobacillus delbrueckii subsp.
bulgaricus, Streptococcus salivarus subsp. thermophilus dan Lactobacillus
casei subsp. rhamnosus. Skripsi. FATETA. IPB. Bogor.
Muchtadi, T. R. dan Sugiyono. 1992. Penuntun Praktikum Ilmu Pengetahuan
Bahan Pangan. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB, Bogor.

Muchtadi, T. R. 1997. Teknologi Proses Pengolahan Pangan. PAU Pangan dan


Gizi IPB, Bogor.

Naidu, A. 2000. Natural Food Antimicrobial Systems. Departemen of food,


Nutrition and Consumer Sciences California State Polytechnic University
Pomona, California.

Nugraheny, I. 2004. Pengembangan Probiotik dengan Menggunakan Isolat


Bakteri Asam Laktat Asal Manusia. Skripsi. FATETA IPB, Bogor.

Nuraida, L. dan R. Dewanti. 2001. Pangan Tradisional Berbasis Pangan


Fungsional dan Suplemen

Puspadewi, S. 2005. Pengkajian Pengembangan Produk Yoghurt dalam Bentuk


Drinking Yoghurt di PT Diamond Cold Storage. Laporan Magang. FATETA
IPB, Bogor.

Rahayu, W. P. dan W. Christanti. 1991. Pembuatan Soyghurt Berflavor Buah dan


Mutunya Selama Penyimpanan Bul. Pen. Ilmu Tek. Pangan III (1) : 59 : 74.

Robinson, R. K. 1981. Dairy Microbiology : The Microbiology of Milk Product.


Vol 2. Applied Science Pub, London.

Robinson, R. K. 1999. Yoghurt. di dalam Robinson, R.K., C. A. Batt, P. D. Patel.


2000. Encyclopedia of Food Microbiology. Academic Press, USA.

Saper, G. M. and J. R. Gorniy. 2006. Microbiology of fruits and Vegetables.


Published by CRC Press, New York.

Satiarini, B. 2006. Kajian Produksi dan Profitabilitas Pembuatan Susu Jagung.


Skripsi. FATETA. IPB. Bogor

Secapramana. 1999. Manfaat Jahe. http:/www.ibuanak@cbn.net.id. [15 Januari


2007].

Setyaningsih, I. 1992. Pengaruh Jenis Kultur L. casei, Penambahan Susu Skim


dan Glukosa Terhadap Mutu Yakult Kedelai. Skripsi. FATETA IPB, Bogor.

Shelef, L.A. 1983. Antimicrobial effect of spices. J. Of Food Safety 6 : 29-44.

Soeharsono. 1997. Probiotik : alternative pengganti antibiotic. Buletin PDSKI No.


9 Th. X

Soekarto, S. T. 1985. Penilaian Organoleptik untuk Industri Pangan Hasil


Pertanian. Bharata Daya Aksara, Jakarta.

Sofia, D. 2007. Respon Pertumbuhan dan Produksi Mentimun dengan Mutagen


Kholkisin. www.warintek.id. [11-November-2007].

Susanti, D. 2005. Pembuatan Es Puter Yoghurt Kedelai dangan Penambahan


Probiotik Lactobacillus acidophilus dan Bifidobacterium bifidum. Skripsi.
Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Tamime, A. Y, A. Skriver, and L. Nilsson. 2006. Fermented Milks. Academic


Press, USA.

Tamime, A. Y. dan R. K. Robinson. 1989. Yoghurt Science and Technology.


Pergamon Press Ltd.

Tamime, A. Y. dan R. K. Robinson. 2006. Yoghurt Science and Technology.


Pergamon Press Ltd.

Teja, M. 1990. Pengaruh Pengupasan, Penambahan Susu Skim dan Gelatin


terhadap Mutu Yoghurt Kacang Merah (Phaseolus vulgaris L.). Skripsi.
FATETA IPB, Bogor.

Walstra, P., T. J. Geurts., A. Noomen., A. Jellema., and M. A. J. S. Van Boekel.


1999. Dairy Technology. Department of Food Science Wageningen
Agricultural University Wageningen, Netherlands.

Wibowotomo, B. 1990. Produk Fermentasi Susu. Paper. Jurusan Teknologi


Pangan dan Gizi Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor,
Bogor.

Widowati, S. dan Misgiyarta. 2003. Efektifitas Bakteri Asam Laktat (BAL) dalam
Pembuatan Produk Fermentasi Berbasis Protein Susu Nabati. Balai Penelitian
Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian.

Winarno, F. G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Lampiran 1. Tahapan pemeliharaan kultur (Dewanti et al., 2001)

dibuat tusukan kultur pada media


MRSchalk semi solid

diinkubasi pada suhu 43-45oC


selama 1 hari

disimpan dalam refrigerator

(untuk menumbuhkan kembali)


diambil 1 loop kultur

diinokulasikan pada media MRSbroth

diinkubasi pada suhu 43-45oC


selama 1 hari

disimpan dalam refrigerator


Lampiran 2. Tahapan pembuatan kultur kerja (Dewanti et al., 2001)

0.5-1% kultur murni

ditumbuhkan ke dalam 50 ml susu


skim 10% steril

diinkubasi pada suhu 43-45oC


selama 1 hari

kultur induk

disimpan dalam refrigerator

5% kultur induk ditambahkan ke dalam 50 ml


susu skim 10% steril

diinkubasi pada suhu 43-45oC


selama 1 hari

kultur kerja

disimpan dalam refrigerator


Lampiran 3. Pengaruh perlakuan terhadap mutu minuman probiotik sari mentimun

Minuman probiotik sari mentimun


Parameter mutu
F1 F2 F3 F4 F5 F6
Rasa (asam) ++++ ++++ ++++ +++ +++ +++
Aroma
++++ ++++ ++++ ++++ ++++ ++++
(mentimun)
Kekentalan ++ ++ +++ ++ +++ +++
Warna (putih) +++ ++++ ++++ +++ ++++ ++++

Keterangan :
Warna : + + + + + : sangat putih Kekentalan : + + + + + : sangat kental
++++ : putih ++++ : kental
+++ : agak putih +++ : agak kental
++ : kurang putih ++ : kurang kental
+ : bening + : encer
Rasa: + + + + + : sangat kuat
dan ++++ : kuat
aroma +++ : agak kuat
++ : kurang kuat
+ : tidak kuat
Lampiran 4. Analisis sidik ragam uji hedonik rasa pada penelitian tahap I

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: SKOR


Type III Sum
Source of Squares df Mean Square F Sig.
Model 3144,444(a) 35 89,841 88,285 ,000
PANELIS 117,244 29 4,043 3,973 ,000
SAMPEL 34,111 5 6,822 6,704 ,000
Error 147,556 145 1,018
Total 3292,000 180
a R Squared = ,955 (Adjusted R Squared = ,944)

SKOR

Duncan
Subset

SAMPEL N 1 2 3 4
f3 30 3,50
f1 30 3,70 3,70
f4 30 3,97 3,97 3,97
f2 30 4,07 4,07
f5 30 4,43 4,43
f6 30 4,80
Sig. ,092 ,187 ,092 ,161
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The
error term is Mean Square(Error) = 1,018.

a Uses Harmonic Mean Sample Size = 30,000.


b Alpha = ,05.

Keterangan :

F1 : sari mentimun dengan gula 8% dan susu skim 2%


F2 : sari mentimun dengan gula 8% dan susu skim 5%
F3 : sari mentimun dengan gula 8% dan susu skim 9%
F4 : sari mentimun dengan gula 10% dan susu skim 2%
F5 : sari mentimun dengan gula 10% dan susu skim 5%
F6 : sari mentimun dengan gula 10% dan susu skim 9%
Lampiran 5. Analisis sidik ragam uji hedonik kekentalan pada penelitian tahap I

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: SKOR


Type III Sum
Source of Squares df Mean Square F Sig.
Model 2980,861(a) 35 85,167 162,194 ,000
PANELIS 125,561 29 4,330 8,246 ,000
SAMPEL 31,028 5 6,206 11,818 ,000
Error 76,139 145 ,525
Total 3057,000 180
a R Squared = ,975 (Adjusted R Squared = ,969)

SKOR

Duncan
Subset

SAMPEL N 1 2 3
f4 30 3,20
f1 30 3,87
f2 30 3,90
f5 30 4,00
f3 30 4,23 4,23
f6 30 4,57
Sig. 1,000 ,075 ,077
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The
error term is Mean Square(Error) = ,525.

a Uses Harmonic Mean Sample Size = 30,000.


b Alpha = ,05.

Keterangan :

F1 : sari mentimun dengan gula 8% dan susu skim 2%


F2 : sari mentimun dengan gula 8% dan susu skim 5%
F3 : sari mentimun dengan gula 8% dan susu skim 9%
F4 : sari mentimun dengan gula 10% dan susu skim 2%
F5 : sari mentimun dengan gula 10% dan susu skim 5%
F6 : sari mentimun dengan gula 10% dan susu skim 9%
Lampiran 6. Analisis sidik ragam uji hedonik warna pada penelitian tahap I

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: SKOR


Type III Sum
Source of Squares df Mean Square F Sig.
Model 2761,017(a) 35 78,886 124,354 ,000
PANELIS 104,783 29 3,613 5,696 ,000
SAMPEL 34,183 5 6,837 10,777 ,000
Error 91,983 145 ,634
Total 2853,000 180
a R Squared = ,968 (Adjusted R Squared = ,960)

SKOR

Duncan
Subset

SAMPEL N 1 2 3
f4 30 3,07
f5 30 3,63
f1 30 3,73
f2 30 3,80
f6 30 4,30
f3 30 4,37
Sig. 1,000 ,450 ,746
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The
error term is Mean Square(Error) = ,634.

a Uses Harmonic Mean Sample Size = 30,000.


b Alpha = ,05.

Keterangan :

F1 : sari mentimun dengan gula 8% dan susu skim 2%


F2 : sari mentimun dengan gula 8% dan susu skim 5%
F3 : sari mentimun dengan gula 8% dan susu skim 9%
F4 : sari mentimun dengan gula 10% dan susu skim 2%
F5 : sari mentimun dengan gula 10% dan susu skim 5%
F6 : sari mentimun dengan gula 10% dan susu skim 9%
Lampiran 7. Analisis sidik ragam uji hedonik aroma pada penelitian tahap I

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: SKOR


Type III Sum
Source of Squares df Mean Square F Sig.
Model 2163,778(a) 35 61,822 91,265 ,000
PANELIS 134,644 29 4,643 6,854 ,000
SAMPEL 15,778 5 3,156 4,658 ,001
Error 98,222 145 ,677
Total 2262,000 180
a R Squared = ,957 (Adjusted R Squared = ,946)

SKOR

Duncan
Subset

SAMPEL N 1 2
f4 30 3,07
f1 30 3,10
f3 30 3,13
f5 30 3,33
f2 30 3,53 3,53
f6 30 3,90
Sig. ,050 ,087
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The
error term is Mean Square(Error) = ,677.

a Uses Harmonic Mean Sample Size = 30,000.


b Alpha = ,05.

Keterangan :

F1 : sari mentimun dengan gula 8% dan susu skim 2%


F2 : sari mentimun dengan gula 8% dan susu skim 5%
F3 : sari mentimun dengan gula 8% dan susu skim 9%
F4 : sari mentimun dengan gula 10% dan susu skim 2%
F5 : sari mentimun dengan gula 10% dan susu skim 5%
F6 : sari mentimun dengan gula 10% dan susu skim 9%
Lampiran 8. Rekapitulasi data hedonik pada penelitian tahap I

Nilai rataan hedonik produk setelah difermentasi


rasa kekentalan warna aroma
Formula
F1 3.70±1.26ab 3.87±1.31b 3.73±1.14b 3.07±1.18a
F2 4.07±1.46bc 3.90±1.35b 3.80±1.00b 3.53±1.25a
F3 3.50±1.42a 4.23±1.10bc 4.73±0.96c 3.13±1.07a
F4 3.97±1.06abc 3.20±0.89a 3.07±1.08a 3.10±1.20a
F5 4.43±1.10cd 4.00±0.87b 3.63±1.16b 3.33±1.10ab
F6 4.80±1.14d 4.57±0.82a 4.30±1.02c 3.90±1.12b

Nilai rataan ditunjukkan dengan mean ± standar deviasi (n=30)


a,b huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada p ≤ 0.05
Lampiran 9. Contoh perhitungan dengan metode pembobotan pada penelitian
tahap I

total pembobotan :100%


rasa 40%
kekentalan 30%
warna 15%
aroma 15%
F1 = (3.70 x 0.4) + (3.87x0.3) + (3.73x0.15) + (3.07x0.15) = 3.661
F2 = (4.07x0.4) + (3.90x0.3) + (3.80x0.15) + (3.53x0.15) = 3.8975
F3 = (3.50x0.4) + (4.23x0.3) + (4.73x0.15) + (3.13x0.15) = 3.848
F4 = (3.97x0.4) + (3.20x0.3) + (3.07x0.15) + (3.10x0.15) = 3.4735
F5 = (4.43x0.4) + (4.00x0.3) + (3.63x0.15) + (3.33x0.15) = 4.016
F6 = (4.80x0.4) + (4.57x0.3) + (4.30x0.15) + (3.90x0.15) = 4.521 (paling
disukai)

Keterangan :

F1 : sari mentimun dengan gula 8% dan susu skim 2%


F2 : sari mentimun dengan gula 8% dan susu skim 5%
F3 : sari mentimun dengan gula 8% dan susu skim 9%
F4 : sari mentimun dengan gula 10% dan susu skim 2%
F5 : sari mentimun dengan gula 10% dan susu skim 5%
F6 : sari mentimun dengan gula 10% dan susu skim 9%
Lampiran 10. Analisis sidik ragam uji hedonik flavor dengan rempah serbuk

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: SKOR


Type III Sum
Source of Squares df Mean Square F Sig.
Model 1525,108(a) 33 46,215 32,986 ,000
PANELIS 63,342 29 2,184 1,559 ,060
SAMPEL 40,358 3 13,453 9,602 ,000
Error 121,892 87 1,401
Total 1647,000 120
a R Squared = ,926 (Adjusted R Squared = ,898)

SKOR

Duncan
Subset
SAMPEL N 1 2
f7 30 2,93
f8 30 3,03
f10 30 3,40
f9 30 4,40
Sig. ,153 1,000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The
error term is Mean Square(Error) = 1,401.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 30,000.
b Alpha = ,05.

Keterangan :

F7 : formula dengan penambahan serbuk jahe


F8 : formula dengan penambahan serbuk adas manis
F9 : formula original (tanpa penambahan serbuk rempah)
F10: formula dengan penambahan serbuk kayu manis
Lampiran 11. Rekapitulasi data hedonik penentuan flavor dengan rempah serbuk

Formula Nilai rataan hedonik flavor produk


F7 2.93±1.36a
F8 3.03±1.19a
F9 4.40±1.10b
F10 3.40±1.38a

Keterangan :

F7 : formula dengan penambahan serbuk jahe


F8 : formula dengan penambahan serbuk adas manis
F9 : formula original (tanpa penambahan serbuk rempah)
F10: formula dengan penambahan serbuk kayu manis
Lampiran 12. Diagram alir pembuatan larutan ekstrak rempah
(Nuraida dan Dewanti, 2001)

Rempah

Dicuci dan dirajang

Direbus selama 15 menit dengan perbandingan air dan rempah


(5:1)

Didinginkan hingga suhu 25oC

Disaring dengan kain saring

Larutan ekstrak rempah


Lampiran 13. Analisis sidik ragam uji hedonik terhadap flavor dengan larutan
ekstrak
rempah

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: SKOR


Type III Sum
Source of Squares df Mean Square F Sig.
Model 1362,033(a) 33 41,274 32,654 ,000
PANELIS 60,367 29 2,082 1,647 ,040
SAMPEL 8,033 3 2,678 2,119 ,104
Error 109,967 87 1,264
Total 1472,000 120
a R Squared = ,925 (Adjusted R Squared = ,897)

Keterangan sampel:

F11 : formula dengan penambahan ekstrak jahe


F12: formula dengan penambahan ekstrak kayu manis
F13: formula dengan penambahan ekstrak adas manis dan kayu manis
F14: formula dengan penambahan ekstrak adas manis dan jahe
Lampiran 14. Rekapitulasi data hedonik penentuan flavor dengan larutan ekstrak
rempah

Formula Nilai rataan hedonik flavor produk


F11 3.67±1.12
F12 3,00±1.14
F13 3.37±1.27
F14 3.10±1.30

Keterangan sampel:

F11 : formula dengan penambahan ekstrak jahe


F12: formula dengan penambahan ekstrak kayu manis
F13: formula dengan penambahan ekstrak adas manis dan kayu manis
F14: formula dengan penambahan ekstrak adas manis dan jahe
Lampiran 15. Syarat mutu produk yogurt menurut SNI 01-2981-1992

No Kriteria Uji Satuan Persyaratan


1 Keadaan:
1.1 Penampakan Cairan kental sampai semi
padat
1.2 Bau Normal/khas
1.3 Rasa Asam/khas
1.4 Konsistensi Homogen
2 Lemak, %, b/b Maks 3.8
3 Bahan kering tanpa lemak, %, b/b Min 8.2
4 Protein (N x 6.37), %, b/b Min 3.5
5 Abu Maks 1.0
6 Jumlah asam (dihitung sebagai 0.5 – 2.0
laktat), %, b/b
7 Cemaran logam :
7.1 Timbal (Pb), mg/kg Maks 0.3
7.2 Tembaga (Cu), mg/kg Maks 20.0
7.3 Seng (Zn), mg/kg Maks 40.0
7.4 Timah (Sn), mg/kg Maks 40.0
7.5 Raksa (Hg), mg/kg Maks 0.03
8 Arsen (As), mg/kg Maks 0.1
9 Cemaran mikroba : APM/g
9.1 Bakteri coliform APM/g Maks 10
9.2 E.coli <3
9.3 Salmonella Negatif/100 g

Ket: APM (Angka Paling Mungkin) = MPN (Most Probable Number)

Anda mungkin juga menyukai