Anda di halaman 1dari 97

1 ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA

ANTIOKSIDAN FLAVONOID PADA EKSTRAK AIR


DAUN GAHARU (Gyrinops versteegii)

SKRIPSI

Oleh :

I Nyoman Angga Kusuma

NIM. 1608511026

PROGRAM STUDI KIMIA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM
UNIVERSITAS UDAYANA
JIMBARAN
2020
2 PENGESAHAN SKRIPSI

3 ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA ANTIOKSIDAN


FLAVONOID PADA EKSTRAK AIR DAUN GAHARU
(Gyrinops versteegi)

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains (S.Si) di Program Studi Kimia
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Udayana

Oleh:
I Nyoman Angga Kusuma
NIM.1608511026

Menyetujui:

Pembimbing I Pembimbing II

(Prof.Dr. Drs I Made Oka Adi Parwata, M.Si.) (Dr. Ir I Gusti Ayu Kunti Sri Panca Dewi, M.Si)
NIP.19660324199103 1 007 NIP. 19640903199103 2 002

Mengesahkan
Koordinator Program Studi Kimia
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Udayana

(Dr. Drs. I Made Sukadana, M.Si.)


NIP. 19680504 199402 1 001

ii
ABSTRAK

Antioksidan alami yang berasal dari kelompok senyawa flavonoid pada


tumbuh-tumbuhan sebagai antioksidan alternatif terus meningkat penggunaan,
pengembangan, dan penelitiannya. Salah satu diantaranya adalah tanaman gaharu
(Gyrinops versteegi). Isolasi dan identifikasi senyawa antioksidan flavonoid dari
ekstrak air daun gaharu (Gyrinops versteegi) telah dilakukan. Ektraksi 100 gram
serbuk kering daun gaharu dilakukan dengan metode maserasi menggunakan
pelarut air dan didapatkan ekstrak air sebanyak 2 L. Partisi ekstrak air daun
gaharu dengan pelarut n-heksana, kloroform dan etil asetat diperoleh ekstrak
kental berturut-turut 5,58 gram , 4,05 gram, dan 8,27 gram. Uji fitokimia ekstrak
etil asetat positif mengandung senyawa flavonoid. Kadar total flavonoid pada
ekstrak etil asetat 840,12 mg QE /100 gram. Pemisiahan dan pemurnian ekstrak
etil asetat dengan fase gerak etil asetat : asam asetat : asam formiat : air
(10:1:1:2,6) menghasilkan 4 fraksi (FA, FB, FC dan FD ). Uji fitokimia
menunjukkan bahwa fraksi A positif mengandung flavonoid terhadap ketiga
pereaksi dan memiliki intensitas warna yang paling kuat. Identifikasi fraksi A
dengan UV-Vis menghasilkan puncak pada λ 373,20 nm (pita I) dan λ 257,20 nm
(pita II) diduga senyawa golongan flavonol (3-OH bebas). Penambahan pereaksi
geser mengindikasikan senyawa dengan kemungkinan memiliki gugus orto
dihidroksi pada atom C-3’,C-4’ adanya 3-OH yang berdampingan pada atom C-
6,C-7 atau C-8 serta adanya gugus hidroksil pada atom C-5. Analisis inframerah
menujukkan isolat FA mengandung gugus fungsi -OH, C=O , C=C aromatic, C-O
alkohol dan CH alifatik. Flavonoid hasil isolasi merupakan senyawa flavonoid
golongan flavonol dan aktivitas antioksidan yang kuat dengan IC50 60,27 ppm.

Kata kunci : Antioksidan, flavonoid total, flavonol (3-OH bebas), Daun gaharu
(Gyrinops versteegii)

iii
ABSTRACT

Natural antioxidants derived from flavonoid compounds in plants as


alternative antioxidants continue to increase their use, development and research.
One of them is aloes (Gyrinops versteegi). Isolation and identification of
flavonoid antioxidant compounds from aloe leaf water extract (Gyrinops
versteegi) was carried out. Extraction of 100 grams of dried agarwood leaves was
carried out by maceration method using a water solvent and obtained 2 L. water
extract of water extraction from aloes with n-hexane, chloroform and ethyl acetate
obtained thick extracts of 5.58 grams, 4, respectively. 05 grams and 8.27 grams.
Phytochemical test of positive ethyl acetate extract containing flavonoids. Total
flavonoid content in ethyl acetate extract was 840.12 mg QE / 100 gram.
Separating and refining ethyl acetate extract with the mobile phase of ethyl
acetate: acetic acid: formic acid: water (10: 1: 1: 2.6) produces 4 fractions (FA,
FB, FC and FD). Phytochemical tests show that fraction A is positive contains
flavonoids against all three reagents and has the strongest color intensity.
Identification of fraction A with UV-Vis produced peaks at λ 373,20 nm (band I)
and λ 257,20 nm (band II) suspected flavonol (3-OH free) compound. The
addition of shear reagents indicates a compound with the possibility of having a
dihydroxy ortho group on C-3 ', C-4' atoms with adjacent 3-OH at C-6, C-7 or C-8
atoms as well as the presence of hydroxyl groups at C-5 atoms . Infrared analysis
showed FA isolates containing the -OH functional group, C = O, C = C aromatic,
C-O alcohol and CH aliphatic. Isolated flavonoids are flavonoid compounds of
flavonol group and strong antioxidant activity with IC50 60.27 ppm.

Keywords : Antioxidants, total flavonoids, flavonols (free 3-OH), agarwood


leaves (Gyrinops versteegii)

iv
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, Ida Sang
Hyang Widhi Wasa karena berkat rahmat–Nya penulis dapat menyelesaikan
Usulan Penelitian dengan judul “Isolasi Dan Identifikasi Senyawa Antioksidan
Flavonoid Pada Ekstrak Air Daun Gaharu (Gyrinops versteegi)” dapat
diselesaikan sebagaimana diharapkan.
Selama penyusunan usulan penelitian ini, penulis mendapatkan informasi,
bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan
ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof.Dr. Drs. I Made Oka Adi Parwata, M.Si. selaku Pembimbing I
dan Ibu Dr. Ir. I Gusti Ayu Kunti Sri Panca Dewi, M.Si. selaku
Pembimbing II dan Bapak Dr. I Nengah Wirajana, S.Si., M.Si sebagai
pembimbing akademik, yang telah memberikan dorongan dan semangat
serta dengan penuh kesabaran memberikan bimbingan dan masukan.
2. Bapak Dr. Drs. I Made Siaka, M.Sc.(Hons) selaku Koordinator Program
Studi Kimia Fakultas MIPA Universitas Udayana.
3. KPTA sprogram studi kimia yang banyak membantu dalam proses tugas
akhir.
4. Seluruh staf dosen dan teknisi yang telah banyak memberikan saran dan
masukan.
5. Orang tua serta keluarga tecinta yang senantiasa memberikan dukungan,
semangat, dan doa sehingga akhirnya usulan penelitian ini dapat
terselesaikan.
6. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang juga
turut membantu dan memberikan dukungan dalam menyelesaikan usulan
penelitian ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan usulan penelitian ini masih jauh dari
sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari pembaca agar dapat menyempurnakan usulan penelitian. Akhir
kata, penulis ucapkan terima kasih dan semoga usulan penelitian ini dapat berguna
dan bermanfaat bagi pembaca.

Badung, Juli 2020

Penulis

DAFTAR ISI

v
Halaman

HALAMAN JUDUL...............................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN................................................................................ii
ABSTRAK iii
ABSTRACT iv
KATA PENGANTAR v
DAFTAR ISI vi
DAFTAR GAMBARviii
DAFTAR TABEL ix
DAFTAR LAMPIRAN x
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 5
1.3 Tujuan Penelitian 5
1.4 Manfaat Penelitian 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6
2.1 Tanaman Gaharu (Gyrinops versteegi) 6
2.1.1 Taksonomi Tanaman Gaharu 6
2.1.2 Nama Daerah 7
2.1.3 Morfologi Tanaman Gaharu( Gyrinops versteegi) 7
2.1.4 Ekologi Penyebaran 8
2.1.5 Kegunaan Tradisional Tanaman Gaharu( Gyrinops versteegi)
8
2.1.6 Kandungan Kimia Tanaman Gaharu( Gyrinops versteegi) 9
2.1.7 Bioaktivitas Tanaman Gaharu9
2.2 Radikal Bebas 10
2.3 Antioksidan 12
2.3.1 Uji Aktivitas Antioksidan dengan Metode DPPH 15
2.4 Flavonoid 17
2.5 Isolasi Flavonoid 20
2.5.1 Ekstraksi 21
2.5.2 Maserasi 22
2.5.3 Partisi 22
2.6 Pemisahan dan Pemurnian 23
2.6.1 Kromatografi Lapis Tipis 23
2.6.2 Kromatografi Kolom 24
2.7 Identifikasi 24
2.7.1. Uji Fitokimia 25
2.7.2. Spektrofotometri UV-Vis 25
2.7.3. Spektrofotometri Inframerah 31
BAB III METODE PENELITIAN 32
3.1 Bahan dan Peralatan Penelitian 32
3.1.1 Bahan penelitian 32

vi
3.1.2 Alat penelitian 32
3.2 Tempat penelitian 32
3.3 Prosedur penelitian 33
3.3.1 Pembuatan Simplisia 33
3.3.2 Analisis Kadar Air Sampel 33
3.3.3 Pembuatan Ekstrak Air Daun Gaharu34
3.3.4 Pemisahan Secara Partisi Ekstrak Air Daun Gaharu 34
3.3.5 Skrining Fitokimia Flavonoid 35
3.3.6 Penentuan Kadar Total Flavonoid 35
3.3.7 Isolasi Flavonoid 36
3.3.8 Pemurnian Senyawa Golongan Flavonoid 38
3.3.9 Identifikasi Isolat Flavonoid 39
3.3.9.1 Identifikasi Isolat dengan Uji Warna 39
3.3.9.2 Identifikasi Isolat dengan Spektrofotometer UV-Vis 39
3.3.9.3 Identifikasi Isolat dengan FTIR 41
3.3.10 Uji Aktivitas Antioksidan dengan Metode DPPH 41
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 42
4.1 Persiapan Sampel 42
4.2 Penentuan Kadar Air 42
4.3 Ekstraksi Senyawa Flavonoid Dari Daun Gaharu 43
4.4 Partisi 43
4.5 Hasil Screening Fitokimia, Total Flavonoid dari Ekstrak n-Heksana,
Kloroform dan Etil Aseetat 44
4.6 Pemisahan dan Pemurnian 45
4.6.1 Kromatografi Lapis Tipis (KLT) 45
4.6.2 Kromatografi Kolom 47
4.7 Uji Kemurnian Secara Kromatografi Lapis Tipis 48
4.8 Identifikasi Isolat Flvonoid 50
4.8.1 Identifikasi Isolat dengan Spektrofotometri UV-Vis 50
4.8.2 Identifikasi Isolat dengan Spektrofotometri FTIR 55
4.9 Aktivitas Antioksidan Isolat Fraksi A 56
BAB V SIMPULAN DAN SARAN 58
5.1 Simpulan 58
5.2 Saran 58
DAFTAR PUSTAKA 59
LAMPIRAN 64

vii
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Tingkat Kekuatan Antioksidan..............................................................15


Tabel 2.2 Perubahan Warna dari Golongan Flavonoid..........................................20
Tabel 2.3 Rentang Serapan Spektrum UV-Vis Flavonoid.....................................26
Tabel 2.4 Penafsiran Spektrum NaOMe................................................................28
Tabel 2.5 Penafsiran Spektrum NaOAc 29
Tabel 2.6 Penafsiran Spektrum NaOAc/ H3BO3- 29
Tabel 2.7 Penafsiran Spektrum AlCl3 dan AlCl3/HCl............................................30
Tabel 2.8 Beberapa Frekuensi Gugus Inframerah 31
Tabel 4.1 Kadar Air Serbuk Daun Gaharu 42
Tabel 4.2 Hasil Screening Fitokimia Flavonoid dan Total Flavonoid 44
Tabel 4.3 Hasil Uji Kromatografi Lapis Tipis dan Beberapa Eluen Ekstrak Etil
Asetat 46
Tabel 4.4 Hasil Uji Flavonoid dan Jumlah Noda dari Fraksi A, B, C, D 47
Tabel 4.5 Nilai Rf Masing-masing Noda Fraksi A Hasil Uji Kemurnian 49
Tabel 4.6 Data Panjang Gelombang dan Pergeseran Panjang Gelombang
Spektrum UV-Vis dari Fraksi A dengan Penambahan Pereaksi Geser
51
Tabel 4.7 Data Bilangan Gelombang dan Kemungkinan Gugus Fungsi Isolat
Fraksi A 56
Tabel 4.8 Hasil Uji Aktivitas Antioksidan Isolat Fraksi A 57

viii
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 2.1 Tanaman Gaharu..................................................................................7
Gambar 2.2 Reaksi Antara DPPH dengan atom H netral yang berasal dari
antioksidan ......................................................................................16
Gambar 2.3 Struktur Dasar Senyawa Flavonoid 17
Gambar 2.4 Struktur Dasar Beberapa Golongan Senyawa Flavonoid 18
Gambar 2.5 Spektrum Serapan UV-Tampak jenis Flavonoid yang berbeda tetapi
pola hidroksilnya sama 26
Gambar 4.1 Profil Kromatografi Lapis Tipis Ekstrak Etil Asetat Daun Gaharu
dengan Campuran Eluen Etil Asetat: Asam Asetat: Asam Formiat:
Air (10:1:1:2,6) 46
Gambar 4.2 Profil Kromatogram KLT Penggabungan 48
Gambar 4.3 Kromatografi Hasil Uji Kemurnian Fraksi A dengan Beberapa
Campuran Fase Gerak 49
Gambar 4.4 Spektrum UV-Vis Isolat Fraksi A dalam Pelarut Etanol 51
Gambar 4.5 Penafsiran Kedudukan Gugus Fenol Spektrum NaOH 52
Gambar 4.6 Penafsiran Kedudukan Gugus Fenol Spektrum NaOAc/H3BO3 53
Gambar 4.7 Penafsiran Kedudukan Gugus Fenol Spektrum AlCl3 54
Gambar 4.8 Penafsiran Kedudukan Gugus Fenol Spektrum HCl 54
Gambar 4.9 Senyawa Flavonoid Pada Daun Gaharu 55
Gambar 4.10 Kurva Regresi Linier dari Pengukuran Aktivitas Antioksidan Isolat
Fraksi A 57

ix
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
Lampiran 1. Skema Kerja Ekstraksi dan Isolasi Senyawa Flavonoid Daun Gaharu
..........................................................................................................64
Lampiran 2. Skema Kerja Hasil Pemisahan, Pemurnian dan Identifikasi Daun
Gaharu...............................................................................................65
Lampiran 3. Perhitungan Kadar Air SerbukDaun Gaharu.....................................66
Lampiran 4. Pembuatan Larutan Kuersetin...........................................................67
Lampiran 5. Perhitungan Konsentrasi dan Kandungan Total Flavonoid 69
Lampiran 6. Perhitungan Rf Hasil KLT 71
Lampiran 7. Pembuatan Larutan Difenilpikril Hidrazil (DPPH) 0,1 M 73
Lampiran 8. Perhitungan Pembuatan Sampel Uji IC50 74
Lampiran 9. Spektrum Serapan Isolat Fraksi A dengan Pelarut Etanol 75
Lampiran 10. Spektrum yang Dihasilkan Isolat Fraksi A setelah Penambahan
Pereaksi Geser NaOH 2M dan Didiamkan Selama 5 Menit 76
Lampiran 11. Spektrum yang Dihasilkan Isolat Fraksi A Setelah Penambahan
Pereaksi Geser AlCl3 5% dan HCl 5% 77
Lampiran 12. Spektrum yang Dihasilkan Isolat Fraksi A Setelah Penambahan
NaOAc dan H3BO3 78
Lampiran 13. Perhitungan Persen Peredaman dan IC50 Isolat Fraksi A 79
Lampiran 14. Dokumentasi Penelitian 81

x
BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Sumber daya alam hayati mempunyai sumber-sumber senyawa kimia yang

tidak terbatas jenis maupun jumlahnya. Keanekaragaman hayati mampu

menghasilkan keanekaragaman senyawa kimia (chemodiversity) untuk kebutuhan

hidup manusia maupun organisme lain seperti untuk obat-obatan, insektisida,

parfum, kosmetik, dan sebagai bahan dasar sintesa senyawa organik yang lebih

bermanfaat.

Tanaman gaharu (Gyrinops versteegii) merupakan salah satu sumber daya

alam hayati yang penyebarannya di Indonesia terdapat di wilayah Sumatera

(Sibolangit, Bangka, Sumatera Selatan, Jambi, Riau) dan Kalimantan. Tanaman

gaharu (Gyrinops versteegii) adalah salah satu tanaman yang penggunaan,

pengembangan dan penelitiannya banyak dimanfaatkan sebagai obat tradisional

untuk berbagai macam penyakit. Tanaman gaharu sendiri mempunyai khasiat obat

seperti asmatik, anti mikroba, stimultant kerja saraf, obat sakit perut, penghilang

rasa sakit, diare, tersedak, tumor usus, obat kanker dan sebagai antioksidan

(Heyne, 1987). Keanekaragaman senyawa kimia pada tanaman gaharu juga

terdapat pada daunnya. Daun gaharu diduga berpotensi sebagai sumber aktif

senyawa antioksidan , hal ini diperkuat dari hasil penelitian yang dilakukan oleh

Mega dkk (2010) dimana ekstrak metanol daun gaharu mengandung senyawa

metabolit sekunder seperti senyawa fenol, terpenoid dan flavonoid.

Sebagai antioksidan maka erat hubungannya dalam antiradikal bebas

dimana antiradikal bebas dapat mencegah terjadinya reaksi-reaksi radikal bebas

1
2

alam maupun radikal-radikal bebas hasil metabolisme dalam tubuh dengan protein

dapat dicegah, yang mana perubahan-perubahan protein, perubahan DNA atau

pembelahan sel akibat reaksi-reaksi oksidasi tidak bisa terjadi (Mega dkk., 2012).

Tanpa disadari dalam tubuh kita secara terus-menerus terbentuk radikal

bebas melalui peristiwa metabolisme sel normal, peradangan, kekurangan gizi dan

akibat respons terhadap pengaruh dari luar tubuh seperti polusi lingkungan, sinar

ultraviolet dan asap rokok. Radikal bebas adalah atom atau molekul yang

mempunyai elektron bebas yang tidak stabil dan dapat merusak jaringan

(Fessenden dan Fessenden, 1986). Elektron bebas tersebut membuat radikal bebas

sangat reaktif yang kemudian akan menangkap atau mengambil elektron dari

senyawa lain seperti DNA, lipid, protein dan karbohidrat. Radikal bebas dapat

berupa senyawa turunan oksigen yang disebut reactive oxygen species (ROS) dan

turunan nitrogen atau yang disebut reactive nitrogen species (RNS) . ROS dapat

berupa OH•, O2•, dan lain-lain . RNS dapat berupa NO•, NO2• dan lain-lain.

Penelitian di bidang gizi pada tingkat sel membuktikan bahwa efek negatif dari

radikal bebas mampu dicegah dengan antioksidan (Bruce, 2005).

Antioksidan adalah suatu senyawa yang dapat mencegah reaksi-reaksi

radikal berlanjut sehingga secara otomatis dapat mencegah kerusakan sel normal,

protein dan lemak yang pada akhirnya mencegah penyakit degeneratif (Arifin dan

Ibrahim, 2018). Antioksidan mempunyai peranan yang sangat penting bagi

kesehatan tubuh manusia karena fungsinya dapat menghambat dan menetralisir

terjadinya reaksi oksidasi yang melibatkan radikal-radikal bebas. Proses hambatan

dari antioksidan biasanya terjadi pada saat reaksi-reaksi inisiasi atau propagasi

pada reaksi oksidasi lemak atau molekul lainnya di dalam tubuh dengan cara
3

menyerap dan menetralisir radikal bebas atau mendekomposisi peroksida (Zheng

Dan Wang, 2009).

Antioksidan dapat berasal dari dalam tubuh (endogen) maupun luar tubuh

(eksogen). Antioksidan endogen yaitu antioksidan yang berupa enzim seperti

superoksida dismutase (SOD), katalase (CAT), dan glutation peroksidase (GPx).

Antioksidan eksogen dapat berasal dari alam (antioksidan alami) dan antioksidan

sintetik. Antioksidan alami terkandung di dalam sayur-sayuran, buah-buahan dan

minuman sedangkan antioksidan sintetis adalah antiokosidan yang sengaja

ditambahkan (zat aditif) pada makanan dan minuman yang dikonsumsi. Butil

hidroksi anisol (BHA), butil hidroksi toluen (BHT), propil galat (PG) dan tert-

butil hidroksi quinon (TBHQ) adalah senyawa antioksidan sintetis yang secara

luas dipergunakan dalam makanan dan minuman. Saat ini antioksidan sintetis

mulai dibatasi karena dapat menimbulkan efek samping berupa peradangan

sampai kerusakan hati dan meningkatkan resiko penyakit karsinogenesis (Amalia

dan Kanti, 2019) .

Konsumsi antioksidan alami yang terdapat pada buah, sayur, umbi dan

bagian lain dari tumbuhan dapat dijadikan pengganti konsumsi antioksidan

sintetis karena mengandung mikronutrien seperti vitamin A, C, E, asam folat,

antosianin, senyawa fenol dan flavonoid. Hal ini didukung oleh hasil penelitian

yang dilakukan oleh Gill (2002) dimana kandungan senyawa fenol , kerotenoid

dan vitamin C pada buah Nectarine, Peach dan Plum Culitvars dapat digunakan

sebagai antioksidan alami.

Senyawa antioksidan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan umumnya

merupakan kelompok senyawa fenol salah satu diantaranya adalah flavonoid


4

(Vanessa dkk., 2014). Flavonoid merupakan suatu senyawa polifenol atau

aromatik alam dengan 15 atom karbon pada inti dasarnya yang mampu

menstabilkan radikal bebas yang ada di dalam tubuh. Secara umum kerangka

dasar flavonoid bersifat polar karena memiliki gugus -OH yang membentuk ikatan

hidrogen, namun beberapa flavonoid bebas bersifat kurang polar (Theodora,

2019).

Penelitian yang dilakukan oleh Amalia (2018) menyatakan bahwa

kandungan flavonoid pada daun gaharu mempunyai aktivitas antioksidan yang

kuat. Ekstrak etil asetat dari daun gaharu (Gyrinops versteegii) bersifat aktif

sebagai antioksidan dengan persentase peredaman sebesar 87,50% pada menit ke-

5 dan 92,98% pada menit ke-60 (Mulyadi dkk., 2012). Uji pendahuluan ekstrak

berbagai pelarut menunjukkan bahwa ekstrak air daun gaharu mempunyai

kapasitas antioksidan yang paling kuat seperti data berikut : untuk ekstrak air (IC 50

= 3,44 mg/mL, methanol (IC50 = 16,55 mg/mL), esktrak etil asetat (IC50 = 19,20

mg/mL) dan ekstrak etanol (IC50 = 23,45 mg/mL) (Parwata dkk., 2018). Ekstrak

air daun gaharu (Gyrinops versteegii) mempunyai aktivitas antioksidan karena

secara signifikan dapat menurunkan kadar MDA dan 8-OHDG serta menaikkan

aktivitas SOD dan katalase pada tikus wistar yang diberi aktivitas fisik maksimal

(Adi Parwata dkk., 2018). Ekstrak air daun gaharu juga dapat menurunkan kadar

glukosa darah pada tikus wistar yang hiperglikemia (Parwata dkk, 2018).

Bedasarkan latar belakang di atas maka peneliti ingin menentukan jenis

atau golongan flavonoid yang terdapat di dalam tanaman gaharu tersebut

khususnya pada ekstrak air karena hal ini belum pernah diteliti oleh peneliti

sebelumnya.
5

I.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas dapat dirumuskan

permasalahan sebagai berikut :

1. Golongan atau jenis senyawa flavonoid apakah yang didapatkan dari

isolasi pada ekstrak air daun gaharu ?

2. Apakah senyawa flavonoid hasil isolasi mempunyai aktivitas sebagai

antioksidan ?

I.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengetahui golongan atau jenis senyawa flavonoid yang didapat dari

isolasi pada ekstrak air daun gaharu.

2. Mengetahui aktivitas antioksidan senyawa flavonoid hasil isolasi.

I.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjelaskan kandungan golongan

senyawa flavonoid yang terkandung di dalam ekstrak air daun gaharu serta dapat

dijadikan alternatif sumber antioksidan alami.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Tanaman Gaharu (Gyrinops versteegi)

Gaharu berasal dari bahasa Sansekerta disebut “aguru” yang artinya

“tenggelam” atau bahasa Melayu yang artinya “harum” (Sumarna, 2007). Dalam

perdagangan internasional dikenal dengan nama ”agarwood, eaglewood,

aloeswood” (Gunn dkk., 2003). Tinjauan pustaka mengenai tanaman Gaharu

(Gyrinops versteegi) meliputi klasifikasi tanaman, nama daerah , ekologi dan

penyebaran, kegunaan tradisional tanaman Gaharu, kandungan kimia, dan

bioaktivitas tanaman Gaharu.

II.1.1 Taksonomi tanaman gaharu

Menurut Gilg (1932) dan Mulyadi (2012), Tanaman Gaharu memiliki

taksonomi sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Sub Divisi : Angiospermae

Sub Kelas : Archiclamydae

Ordo : Thymeleales

Family : Thymeleaceae

Genus : Gyrinops

Spesies :Gyrinops versteegi (Gilg) Domke

6
7

Gambar 2.1 Gambar daun gaharu

II.1.2 Nama daerah

Tanaman gaharu (Gyrinops versteegi) dikenal dengan nama daerah gaharu

(Bali), ketenun (Lombok), ruhu warna (Sumba), dan seke (Flores dan Sumbawa)

(Adi Parwata dkk., 2018).

II.1.3 Morfologi tanaman gaharu (Gyrinops versteegi)

Tanaman gaharu memiliki tinggi mencapai 40 meter, bagian batang

memiliki ciri yaitu memiliki permukaan batang licin, warna belang keputih-

putihan , kadang beralur dan kayunya keras dengan diameter sekitar 60 cm.

Bentuk daun agak lonjong memanjang dengan ukran panjang 6-8 cm dan lebar 3-

4 cm serta bagian ujung runcing . Pada bagian tepi daun memiliki fisik

melengkung dan agak bergelombang, memiliki permukaan yang licin pada

keduanya dengan jumlah tulang daun sekunder sebanyak 12-16 pasang. Pada

umumnya daun gaharu kering memiliki warna abu kehijauan.Bunga tanaman

gaharu muncul di ujung ranting dan bawah ketiak daun. Bunganya berwarna hijau

kekuningan atau putih dengan bau yang harum. Mahkota bunga tanaman gaharu

berbentuk lancip dengan panjang mencapai 5 mm. Buah gaharu berbentuk bulat
8

telur atau agak lonjong dengan panjang sekitar 4 cm dan lebar sekitar 2 cm. Biji

berbentuk bulat dan warna coklat kehitaman yang tertutup rapat oleh rambat

coklat kemerahan (Septiani, 2018).

II.1.4 Ekologi dan penyebaran

Tanaman gaharu tumbuh tersebar di wilayah hutan India, Burma,

Malaysia, Philipina, dan Indonesia. Penyebaran tanaman gaharu di Indonesia

terdapat di wilayah Sumatera (Sibolangit, Bangka, Sumatera Selatan, Jambi, Riau)

dan Kalimantan. Tempat tumbuh gaharu di hutan primer terutama di dataran

rendah, lereng-lereng bukit sampai ketinggian 750 m di atas permukaan laut

(Mulyadi, 2012). Iklim daerah tumbuh tanaman penghasil gaharu adalah daerah

panas dengan suhu rata-rata 32°C dan kelembaban sekitar 70%. Curah hujan

kurang dari 2.000 mm/tahun. (Sumarna, 2002).

II.1.5 Kegunaan tradisional tanaman gaharu (Gyrinops versteegi)

Tanaman gaharu yang dimanfaatkan selama ini lebih banyak bagian

batang dan gumbalnya sebagai parfum, obat dan dupa serta anti serangga . Hal ini

didasari atas kandugan minyak atsiri daun dan batang yang cukup banyak dan

berbau khas (Mega dkk., 2010). Secara etnomedicine di Singapura, Cina, Korea,

Jepang dan Amerika Serikat mulai mengembangkan tanaman gaharu sebagai obat

untuk penghilang stress, gangguan ginjal, sakit perut, asma, hepatitis, sirosis,

pembengkakan liver dan limpa, antioksidan untuk TBC, reumatik, kanker ,

malaria serta radang lambung. Di Cina gaharu dimanfaatkan untuk pengobatan

beragam penyakit yang menyerang ginjal, perut dan dada , serta untuk asma,

kanker (thyroid), kolik, diare , cegukan dan tumor paru-paru (Soehartono dan

Mardiastuti, 2003). Secara traadisional masyarakat Papua memanfaatkan batang,


9

kulit batang, akar dan daun gaharu sebagai obat malaria (Sumarna, 2002). Kulit

kayu gaharu juga dimanfaatkan oleh masyarakat Dayak untuk tali temali dan hasil

olahannya digunakan untuk cawat dan ikat kepala, sedangkan masyarakat Kubu

memanfaatkan kulit kayu bagian dalamnya sebagai tikar atau lapis dasar tikar

pandan (Heyne, 1987).

II.1.6 Kandungan kimia tanaman gaharu (Gyrinops versteegi)

Screening fitokimia dari ekstrak methanol daun dan serbuk batang gaharu

mengandung senyawa metabolit sekunder seperti senyawa fenol, terpenoid, dan

flavonoid (Mega dkk., 2010). Tanaman gaharu juga mengandung metabolit

sekunder sesquiterpene , sesquiterpene alcohol, agarospirol, 3,4-dihidroksi-

dihydroagarufuran, p-methoxybenzylaceton, dan kusunol (Adi Parwata dkk.,

2018).

II.1.7 Bioaktivitas tanaman gaharu

Bioaktivitas etnomedicine tanaman gaharu telah dibuktikan secara ilmiah

di laboratorium-laboratorium seperti ekstrak methanol daun serbuk batang gaharu

mengandung metabolit sekunder yang aktif sebagai antibakteri, analgetik, agen

antikanker dan antitukak. Uji antibakteri terhadap Escerichia coli menunjukkan

daya hambat pertumbuhan bakteri sebesar 11 mm dan terhadap Staphylococcus

aureus menunjukkan zona hambatan pertumbuhan bakteri sebesar 24 mm,

sehingga berpotensi sebagai antibakteri . Uji terhadap larva udang (BSLT)

menghasilkan LC50 sebesar 281 ppm sehingga berpotensi dikembangkan sebagai

agent antikanker karena nilai LC50 < 1000 ppm. Uji analgetik menyatakan bahwa

ekstrak methanol tanaman gaharu dengan dosis 1,272 mg/kg BB dan 2,544 mg/kg

BB berpotensi sebagai analgetik, sedangkan uji hispatologi pada lambung tikus


10

menyatakan bahwa ekstrak tanaman gaharu dapat menurunkan erosi/ ulserasi dan

pendarahan sehingga dapat dikembangkan lebih lanjut menjadi bahan obat

antitukak (Mega dkk.,2010) . Penelitian yang dilakukan ( Adi parwata dkk., 2018)

didapatkan bahwa ekstrak air daun gaharu dengan dosis 50 mg/kg BB , 100 mg/kg

BB dan 200 mg/kg BB dapat menurunkan kadar MDA secara signifikan (p<0,05)

pada tikus wistar yang diberikan aktivitas maksimal.

II.2 Radikal Bebas

Radikal bebas adalah suatu molekul yang mempunyai satu atau lebih

elektron yang tidak berpasangan atau elektron bebas di orbit luarnya sehingga

bersifat tidak stabil. Radikal bebas sangat reaktif mencari pasangan elektronnya

sebagai upaya untuk mencapai kestabilannya sehingga disebut juga reactive

oxygen species (ROS). Mekanisme mencari pasangan elektron dapat dilakukan

dengan donasi, meski umumnya dengan mencuri dari molekul bagian tubuh yang

lain (Ardhie, 2011). Molekul yang kehilangan elektron ini dapat menjadi bersifat

reaktif, terutama asam lemak tak jenuh yang kemudian berubah menjadi radikal

bebas yang sangat reaktif (Fadiyah dkk., 2018).

Radikal bebas cukup banyak jenisnya tapi keberadannya paling banyak

dalam system biologis tubuh adalah radikal bebas turunan oksigen atau reactive

oxygen species (ROS) dan reactive nitrogen species (RNS) (Adi Parwata dkk.,

2018). Berbagai contoh radikal bebas dari reactive oxygen species (ROS) adalah

radikal superoksida (O2) , radikal hidroksil (OH), radikal peroksil (RO2), radikal

alkoksil (RO), dan non radikal lainnya yang dapat merangsang oksidasi atau

terbentuknya senyawa , molekul atau atom yang bersifat radikal diantaranya

hipoklorit (HOCl), peroksinitrit (ONOO-) sedangkan radikal dari reactive


11

nitrogen species (RNS) diantaranya adalah radikal nitrogen oksida (NO),

nitrogen dioksida (NO2), dan radikal nitrogen oksida lainnya ( Wiseman dan

Halliwel, 1996), karena elektron radikal bebas tidak berpasangan maka

mempunyai kecendrungan menarik elektron dari molekul lain dapat

menyebabkan kerusakan atau kematian sel (Halliwel dan Gutteridge, 1999 )

Radikal bebas dalam tubuh dapat menimbulkan reaksi berantai yang

mampu merusak struktur sel, bila tidak dihentikan akan menimbulkan berbagai

penyakit seperti kanker, jantung, katarak, penuaan dini, serta penyakit degeneratif

lainnya, sedangkan dalam makanan atau pangan, radikal bebas merupakan

komponen yang bertanggung jawab terhadap terjadinya reaksi berantai oksidasi

yang menyebabkan perubahan zat gizi pada suatu makanan . Reaksi berantai pada

radikal bebas (tanpa ada antioksidan) terdiri dari tiga tahap (Senet, 2017), yaitu :

Tahap inisiasi : RH  R + H

Tahap propagasi : R + O2  ROO

ROO + RH  ROOH + R

Tahap terminasi : R +R  R-R

ROO + R  ROOR

ROO + ROO  ROOR + O2

Pada tahap inisiasi terjadi pembentukan radikal bebas (R ) yang sangat

reaktif karena (RH) melepaskan satu atom hydrogen, hal ini dapat disebabkan

adanya cahaya, oksigen atau panas . Pada tahap propagasi, radikal (R ) akan

bereaksi dengan oksigen membentuk radikal peroksi (ROO) . Radikal peroksi

selanjutnya akan menyerang RH (misalnya pada asam lemak) meghasilkan

hydrogen peroksida dan radikal baru. Hidrogen peroksida yang terbentuk bersifat
12

tidak stabil dan akan terdegradasi menghasilkan senyawa-senyawa karbonil rantai

pendek seperti aldehida dan keton . Tanpa adanya antioksidan, reaksi oksidasi

lemak akan berlanjut sampai tahap terminasi, sehingga antar radikal bebas dapat

saling bereaksi membentuk senyawa yang kompleks.

Sumber radikal bebas ada dua yaitu dari luar tubuh seperti polutan udara,

radiasi , zat-zat kimia karsinogenik, asap rokok, bakteri virus dan efek obat (obat

anastesi dan pestisida). Sumber endogen yaitu radikal bebas yang merupakan

hasil metabolic normal dalam tubuh manusia seperti proses oksidasi makanan,

proses oksidasi xantin dan olahraga yang berlebihan (Fessenden and Fessenden,

1986).

II.3 Antioksidan

Antioksidan merupakan senyawa yang dapat menangkap atau menetralisir

radikal bebas sehingga mampu mencegah penyakit-penyakit degenerative seperti

kardiovaskuler, karsinogenesis, dan penyakit lainnya. Senyawa antioksidan adalah

substansi yang diperlukan tubuh untuk menetralisir radikal bebas dan mencegah

kerusakan yang ditimbulkan oleh radikal bebas terhadap sel normal, protein, dan

lemak. Senyawa ini memiliki struktur molekul yang dapat memberikan

elektronnya kepada molekul radikal bebas tanpa terganggu sama sekali fungsinya

dan dapat memutus reaksi berantai dari radikal bebas (Widyawati dkk., 2018)

Radikal bebas sendiri merupakan suatu molekul yang mempunyai

kumpulan elektron yang tidak berpasangan pada suatu lingkaran luarnya.Manfaat

dari antioksidan untuk menangkal radikal bebas ini yang menjadikan antioksidan

sangat banyak diteliti oleh para peneliti. Berbagai hasil penelitian, antioksidan

dilaporkan dapat memperlambat proses yang dapat diakibatkan oleh radikal bebas
13

seperti adanya tokoferol, askorbat, flavonoid, dan adanya likopen (Adi Parwata

dkk., 2018).

Dalam melawan radikal bebas baik radikal bebas eksogen maupun

endogen, tubuh manusia telah mempersiapkan penangkal berupa system

antioksidan yang terdiri dari 3 golongan yaitu (Adi Parwata dkk., 2018) :

1. Antioksidan primer yaitu antioksidan yang berfungsi mencegah

pembentukan radikal bebas selanjutnya (propagasi), antioksidan tersebut

adalah transferin, ferritin, albumin

2. Antioksidan sekunder yaitu antioksidan yang berfungsi menangkap radikal

bebas , dan menghentikan pembentukan radikal bebas, antioksidan tersebut

adalah superoksida Dismutase (SOD), Glutation Peroksidase (GPx), dan

katalase.

3. Antioksidan tersier atau repair enzyme yaitu antioksidan yang berfungsi

memperbaiki jaringan tubuh yang rusak oleh radikal bebas, antioksidan

tersebut adalah Metionin sulfosida reductase, DNA repair enzymes, protease,

transferase dan lipase.

Berdasarkan sumbernya antioksidan yang dapat dimanfaatkan oleh manusia

dikelompokkan menjadi tiga yaitu :

1. Antioksidan yang sudah diproduksi di dalam tubuh manusia yang dikenal

dengan antioksidan endogen atau enzim antioksidan (enzim superoksida

dismutase SOD), Glutation Peroksidase (GPx), dan Katalase (CAT).

2. Antioksidan sintetis yang banya digunakan pada produk pangan seperti Butil

Hidroksi Anisol (BHA), Butil Hidroksi Toluen (BHT), propil galat dan Tert-

Butil Hidroksi Quinon (TBHQ).


14

3. Antioksidan alami yang diperoleh dari bagian-bagian tanaman seperti kayu,

kulit kayu, akar, daun, buah, bunga, biji dan serbuk sari seperti vitamin A,

vitamin c, vitamin E dan senyawa fenolik (flavonoid).

Antioksidan sintesis sudah banyak digunakan di masyarakat baik pada

minuman maupun makanan kemasan yang dijual dipasaran seperti butil hidroksi

anisol (BHA), butil hidroksi toluene (BHT), propil galat dan tert-butil hidroksi

quinon (TBHQ). Menurut hasil penelitian Amarowicz dkk. (2000) menyatakan

bahwa penggunaan bahan sintesis ini dapat meningkatkan resiko penyakit kanker.

Studi epidemiologi menunjukkan bahwa adanya peningkatan konsumsi

antioksidan alami yang terdapat dalam buah, sayur, atau bagian-bagian lain dari

tumbuhan dapat mencegah penyakit-penyakit akibat stres oksidatif seperti

kanker, jantung, peradangan ginjal dan hati.

Flavonoid, vitamin C, dan vitamin E yang diisolasi dari alam dapat

melindungi membran phospholipid FUPA (Poly Unsaturated Fatty Acid / asam

lemak tak jenuh jamak rantai panjang ) dengan menyumbangkan atau

memberikan salah satu ion hidrogennya (H+) kepada peroksil lipid radikal

(LOO). Radikal hidroksil (HO) akan menyerang membran phospholipid

(FUPA) menghasilkan peroksil lipid radikal (LOO). LOO bereaksi dengan H+

yang didapatkan dari flavonoid meghasilkan FL-O yang merupakan radikal

flavonoid yang kurang reaktif . Pemberian H oleh suatu antioksidan dapat

menghentikan reaksi-reaksi radikal selanjutnya , seperti reaksi-reaksi berikut :

(Hamid dkk, 2010)

HO + LOOH H2O + LOO

LOO +FL-OH LOOH atau LH atau LOH +FL-O


15

FL-OH = flavonoid dan FL-O = radikal flavonoid yang kurang reaktif.

II.3.1 Uji Aktivitas Antioksidan dengan Metode DPPH (1,1-difenil-2-

pikrilhidrazil)

Pengujian aktivitas antioksidan senyawa-senyawa organik yang

terkandung dalam tumbuhan dan sintetis dapat dilakukan dengan menggunakan

metode DPPH (1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl) sebagai senyawa radikal bebas,

yang ditetapkan secara spektrofotometri. Metode DPPH memberikan informasi

mengenai reaktivitas senyawa yang diuji dengan suatu DPPH radikal . Ekstrak

tanaman yang memiliki aktivitas sebagai antioksidan bila direaksikan dengan

DPPH akan terjadi reaksi penangkapan hidrogen oleh DPPH yang menyebabkan

DPPH radikal menjadi netral dan ditandai dengan terjadinya perubahan warna

DPPH dari ungu menjadi kuning (Almey dkk., 2010).

Metode DPPH didasarkan atas adanya reaksi senyawa antioksidan dengan

radikal DPPH melalui mekanisme donasi atom hidrogen dan menyebabkan

terjadinya peluruhan warna DPPH dari ungu ke kuning yang di ukur dengan

spektrofotmetri UV-Vis pada panjang gelombang 517 nm (Almey dkk., 2010).

Hasil dari pengukuran tersebut memberikan hasil yang diakumulasikan sebagai

nilai IC50 .Tingkat Kekuatan Antioksidan dengan metode DPPH dapat dilihat pada

tabel berikut :

Tabel 2.1 Tingkat Kekuatan Antioksidan

Intensitas Antioksidan Nilai IC50


Sangat kuat < 50 ppm
Kuat 50-100 ppm
Sedang 100-250 ppm
Lemah 250-500 ppm
Sumber : (Jun, 2006)
16

DPPH menerima elekron atau radikal hidrogen akan membentuk molekul

diamagnetik yang stabil. Interaksi antioksidan dengan DPPH baik secara transfer

electron atau radikal hidrogen pada DPPH, akan menetralkan karakter radikal

bebas dari DPPH. Adapun reaksi peredaman DPPH dengan senyawa antiradikal

dapat dilihat pada contoh sebagai berikut :

Gambar 2.2 Reaksi antara DPPH dengan atom H netral yang berasal dari
antioksidan (Prakash, 2001)

DPPH digunakan secara luas untuk menguji aktivitas antioksidan

makanan. Warna berubah menjadi kuning saat radikal DPPH menjadi

berpasangan dengan atom hidrogen dari antioksidan membentuk DPPH-H.

Aktivitas antioksidan dapat dihitung dengan rumus berikut ini :

%Aktivitas antioksidan =

Absorbansi kontrol− Absorbansi sampel


× 100 %
Absorbansi kontrol

Berdasarkan rumus tersebut , makin kecil nilai absorbansi maka semakin

tinggi nilai aktivitas penangkapan radikal bebas yang dinyatakan secara kuantitatif

dengan IC50. IC50 adalah konsentrasi larutan uji yang memberikan peredaman

DPPH sebesar 50%.


17

II.4 Flavonoid

Flavonoid merupakan senyawa golongan fenol alam terbesar yang

tersusun oleh 15 atom karbon pada kerangka dasarnya dengan konfigurasi C6-

C3- C6 yaitu dua cincin aromatik yang dihubungkan oleh tiga atom karbon yang

dapat ataupun tidak dapat membentuk cincin ketiga (Robinson, 1995). Struktur

dasar senyawa flavonoid dipaparkan pada Gambar 2.3

Gambar 2.3 Struktur dasar senyawa flavonoid (Markham, 1988)

Flavonoid merupakan senyawa yang terdapat pada tumbuhan tingkat

tinggi dan tersebar di semua bagian tumbuhan seperti akar, batang, daun, bunga,

biji dan kulit batang. Flavonoid dalam tumbuhan berada dalam bentuk flavonoid

glikosida atau aglikon flavonoid. Flavonoid glikosida bersifat polar sehingga lebih

mudah larut dalam air atau campuran pelarut polar seperti metanol, etanol, butanol

dan aseton, sebaliknya aglikon flavonoid bersifat kurang polar lebih mudah larut

dalam kloroform (Markham, 1988 ; Harborne, 1987). Flavonoid glikosida mudah

larut dalam air atau campuran pelarut polar karena adanya pengaruh gula yang

terikat pada inti flavonoid. Flavonoid glikosida berdasarkan jenis ikatan

glikosidanya dapat dibedakan menjadi 2 macam yaitu Oglikosida dan C-glikosida.

Flavonoid O-glikosida merupakan gula yang terikat pada gugus hidroksil


18

flavonoid, sedangkan flavonoid C-glikosida merupakan gula yang terikat

langsung pada atom karbon flavonoid. (Harborne, 1987).

Flavonoid berdasarkan kerangka dasarnya dapat dibedakan menjadi

beberapa golongan diantaranya: khalkon, auron, flavanon, isoflavon, flavon,

dihidroflavonol, flavanol, flavonol, katekin (flavan 3-ol), flavan 3,4-diol dan

antosianidin seperti ditunjukkan pada Gambar 2.4


19
20

Gambar 2.4 Struktur Dasar Beberapa Golongan Senyawa Flavonoid (Erich, 2006).

Penggolongan senyawa flavonoid dapat didasarkan kepada reaksi warna

dan sifat kelarutan. Senyawa flavonoid dapat memberikan warna yang khas

dengan pereaksi flavonoid sehingga keberadannya dalam tumbuhan dapat

diketahui dengan menggunakan pereaksi Bate-Smith Matcalf ,pereaksi Wilstatter,

dan pereaksi NaOH 10%. Perubahan warna yang dihasilkan dengan pereaksi-

pereaksi ini ditunjukkan pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Perubahan Warna dari Golongan Flavonoid

Jenis Flavonoid Reaksi Warna


Larutan NaOH H2SO4 pekat Mg-HCL
Kalkon Orange-merah Orange, merah, -
magenta
Dihidrokalkon Tidak berwarna- Tidak berawarna- -
kuning muda kuning muda
Auron Merah-ungu Merah-magenta -
Flavonon Kunig/orange Orange-merah tua Merah, magenta,
(dingin), ungu, biru
merah/ungu
(panas)
Flavon Kuning Kuning-orange Kuning-merah
Flavonol Kuning-orange Kuning-orange Merah-magenta
Flavanonol Kuning muda- Kuning- Merah-magenta
cokelat kemerahan
Leukoantosianin Kuning Merah tua Pink
Antosianin dan Biru-ungu Kuning orange Merah-pink
antosianidin
Katekin Kuning, merah, Merah -
cokelat
Isoflavon Kuning Kuning Kuning
Isoflavanon Kuning Kuning -
Sumber : Geissman (1962)
21

II.5 Isolasi Flavonoid

Isolasi senyawa flavonoid dalam tumbuhan dilakukan melalui beberapa

tahapan, meliputi: ekstraksi, pemisahan, pemurnian dan identifikasi.

II.5.1 Ekstraksi

Ekstraksi adalah suatu proses penarikan komponen-komponen kimia yang

terdapat pada bahan alami seperti pada jaringan tumbuhan. Ekstraksi dapat juga

diartikan sebagai proses pemisahan satu komponen dari suatu padatan atau cairan

dengan menggunakan pelarut yang sesuai berdasarkan polaritas pelarut (Harborne,

1987). Proses ekstraksi didasarkan atas perpindahan massa komponen dalam suatu

bahan yang akan diekstraksi ke dalam pelarut, perpindahan terjadi karena adanya

kontak antara bahan yang akan diekstraksi dengan pelarut. Kontak yang terjadi

mengakibatkan adanya pengendapan massa antara bidang antar muka bahan

ekstrak dengan pelarut secara difusi. Pelarut akan masuk ke dalam kapiler-kapiler

bahan ekstrak dan melarutkan komponen-komponen yang terkandung di

dalamnya (Sudjadi, 1988).

Proses ekstraksi pada tumbuhan tergantung pada tekstur dan kandungan air

bahan tumbuhan yang diekstraksi, serta jenis senyawa yang akan diisolasi.

Jaringan tumbuhan yang akan diekstraksi sebaiknya digunakan jaringan tumbuhan

yang segar atau tumbuhan yang jaringannya telah dimatikan terlebih dahulu

dengan cara mencelupkan ke dalam alkohol kemudian dikeringkan pada suhu

ruangan. Pencelupan jaringan tumbuhan ke dalam alkohol bertujuan untuk

menghindari terjadinya oksidasi ataupun hidrolisis enzimatik. Jaringan tumbuhan

yang telah kering kemudian dihaluskan hingga berbentuk serbuk sebelum

dilakukan proses ekstraksi. Proses ekstraksi dapat dibagi menjadi dua cara, yaitu
22

cara panas dan cara dingin. Ekstraksi secara panas terdiri dari soxhletasi,

sedangkan ekstraksi secara dingin meliputi maserasi dan perkolasi (Sudjadi,

1988). Teknik ekstraksi yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik

maserasi dan partisi.

II.5.2 Maserasi

Maserasi merupakan proses ekstraksi sederhana yang dilakukan dengan

merendam sampel menggunakan pelarut yang sesuai, baik pelarut murni maupun

campuran pelarut pada temperatur ruangan. Prinsip dari metode maserasi ini

adalah difusi pelarut ke dalam sel tanaman. Proses maserasi memiliki beberapa

keuntungan diantaranya pengerjaannya lebih praktis dan tidak memerlukan

pemanasan sehingga senyawa-senyawa yang tidak tahan terhadap panas dapat

diperoleh, sedangkan kekurangan dari proses maserasi adalah waktu yang

dibutuhkan untuk mengekstraksi sampel relatif lama. Hasil dari proses maserasi

ini berupa maserat, maserat yang diperoleh selanjutnya diuapkan dengan alat

penguap putar vakum (rotary vacuum evaporator) pada tekanan rendah sehingga

akan dihasilkan ekstrak kental atau yang umumnya disebut ekstrak kasar (crude

extract) (Harborne, 1987; Suradikusumah, 1989).

II.5.3 Partisi

Partisi adalah suatu metode pemisahan yang digunakan untuk

mengelompokkan senyawa-senyawa dalam ekstrak kasar berdasarkan tingkat

kepolarannya. Partisi umumnya dimulai dengan pelarut nonpolar, kemudian

dilanjutkan dengan pelarut semi polar dan terakhir dengan pelarut polar. Senyawa-

senyawa non polar seperti alkaloid, flavonoid bebas, steroid dan triterpen akan

larut ke dalam pelarut non polar sedangkan senyawa-senyawa polar seperti


23

saponin dan flavonoid akan larut ke dalam pelarut polar (Landeng dkk., 2017).

Dalam metode partisi teknik yang paling umum digunakan adalah dengan

menggunakan corong pisah dan menggunakan dua pelarut yang tidak saling

campur (Sudjadi, 1992).

II.6 Pemisahan dan Pemurnian

Proses pemisahan dan pemurnian suatu senyawa kimia umumnya

menggunakan teknik kromatografi yang merupakan suatu proses pemisahan

berdasarkan distribusi diferensial dari komponen sampel diantara dua fase, yaitu

fase diam dan fase gerak (Harborne,1984).

II.6.1 Kromatografi lapis tipis

Kromatografi lapis tipis merupakan teknik pemisahan komponen-

komponen dari suatu campuran yang mana pemisahan terjadi karena adanya

perbedaan afinitas masing-masing komponen terhadap fase diam dan fase gerak.

Jenis interaksi yang terjadi pada pemisahan dengan kromatografi lapis tipis

adalah adsorpsi. Fase diam yang digunakan pada KLT adalah adsorben yang

dilapiskan dengan plat kaca, aluminium atau plastik. Adsorben yang umumnya

digunakan antara lain silika gel, alumina, kalium hidroksida, selulosa dan

poliamida (Sudjadi, 1988). Fase gerak dalam kromatografi lapis tipis adalah

pelarut-pelarut organik baik berupa pelarut tunggal maupun campuran pelarut

(Day and Underwood, 1986). Pemilihan fase gerak dipengaruhi oleh jenis dan

polaritas zat yang dipisahkan. Kombinasi pelarut (campuran pelarut) yang

mempunyai sifat berbeda memungkinkan untuk didapatkannya sistem pelarut

yang cocok (Khopkar, 1990). Substansi yang terlarut dalam fase gerak bila

melewati fase diam akan teradsorpsi dengan afinitas yang berbeda sehingga
24

terjadi pemisahan substansi dari campurannya. Perbedaan adsorpsi dari fase diam

terhadap masing-masing substansi mengakibatkan hambatan pergerakannya juga

berbeda. Besarnya hambatan ini dinyatakan dengan faktor retensi (Rf) (Sudjadi,

1988).

jarak yang ditempuh komponen


Rf =
jarak yang ditempuh fase gerak

II.6.2 Kromatografi kolom

Kromatografi kolom dapat digunakan untuk tujuan pemisahan dan

pemurnian sampel. Kromatografi kolom biasa digunakan dalam pemisahan karena

kerjanya sederhana dan pemisahan yang dihasilkan cukup baik. Di samping itu

pekerjaan dapat diulang sehingga hasilnya menjadi lebih murni (Harborne,

1987).Kolom kromatografi dapat berupa pipa gelas yang dilengkapi dengan kran

dan penyaring di dalamnya. Ukuran kolom tergantung dari banyaknya zat yang

akan dipisahkan. Fase diamnya berupa silika gel yang diletakkan di dalam kolom

dan ditahan dengan gelas wool atau kapas. Pengisian kolom yang tidak teratur

dari fase diam dapat mengakibatkan rusaknya batas-batas pita kromatografi.

Putusnya fase diam (adsorben) dalam kolom biasanya disebabkan oleh gelembung

gelembung udara selama pengisian (Khopkar, 1990).

Kromatografi kolom mengandalkan proses pemisahan pada distribusi

analit pada fase diam dan fase gerak. Kolom terisi fase diam, kemudian dialiri

oleh fase gerak. Kolom harus dapat dilewati fase gerak, karena itu kolom harus

berpori. Fase diam harus merupakan material berpori dan butiran fase diam harus

diatur sedemikian rupa sehingga fase gerak dapat melewatinya sambil membawa

komponen-komponen campuran yang hendak dipisahkan (Wonorahardjo, 2013).


25

II.7 Identifikasi

Senyawa bahan alam yang telah diisolasi dapat diidentifikasi dengan uji

fitokimia yaitu dengan menggunakan pereaksi warna atau pereaksi yang spesifik

untuk mengetahui golongan senyawanya serta analisis spektrofotometri untuk

mengetahui karakterisasinya (Harbone,1987).

II.7.1 Uji fitokimia

Uji fitokimia terhadap senyawa golongan flavonoid dapat dilakukan

dengan pereaksi Wilstater (HCl pekat + serbuk Mg) yang menghasilkan warna

merah - orange apabila reaksinya positif flavonoid, pereaksi Bate Smith- Metcalfe

yaitu uji warna dengan menggunakan H2SO4 pekat sebagai pereaksi dengan

bantuan pemanasan, dan jika reaksinya positif akan memberikan warna merah.

Pereaksi NaOH 10% juga digunakan dalam identifikasi senyawa flavonoid, yang

akan menghasilkan perubahan warna yang signifikan jika reaksinya positif

flavonoid (Harbone, 1987).

II.7.2 Spektrofotometri UV- Vis

Spektroskopi UV-Vis digunakan untuk membantu mengidentifikasi jenis

flavonoid dan menentukan pola oksigenasinya. Disamping itu, kedudukan gugus

hidroksil fenol bebas pada inti flavonoid dapat ditentukan dengan menambah

“pereaksi geser” ke dalam larutan cuplikan dan mengamati pergeseran puncak

serapan yang terjadi. Keuntungan utama cara ini adalah sangat sedikitnya

flavonoid yang diperlukan dalam proses analisis (biasanya sekitar 0,1 mg)

(Markham, 1988).

Spektrum flavonoid biasanya ditentukan dengan pelarut metanol atau

etanol. Spektrum khas terdiri atas 2 pita maksimal pada rentang 240-250 nm (pita
26

II) dan 300-550 nm (pita I). Kedudukan yang tepat dan kekuatan nisbi maksimal

tersebut memberikan informasi yang berharga mengenai sifat flavonoid dan pola

oksigenasinya. Ciri khas dalam spektrum tersebut adalah memberikan puncak

relatif rendah pada pita I untuk flavonoid golongan hidroflavon, dihidroflavonol

dan isoflavon. Sedangkan untuk khalkon, auron, dan antosianin memberikan

puncak relatif tinggi. Ciri ini tidak berubah walaupun pola oksigenasinya berubah

(Markham, 1988). Petunjuk mengenai rentang maksimal utama yang diperkirakan

untuk setiap jenis flavonoid dapat dilihat dari Tabel 2.3 dan Gambar 2.5.

Tabel 2. 3 Rentang Serapan Spektrum UV-Vis Flavonoid


Pita II (nm) Pita I (nm) Jenis Flavonoid
250-280 310-350 Flavon
250-280 330-360 Flavonol (3-OH tersubstitusi)
250-280 350-385 Flavonol (3-OH bebas)
245-275 310-330 bahu Isoflavon
Kira-kira 320 puncak Isoflavon (5-deoksi,6,7-
dioksigenasi)
275-295 300-330 Flavon dan dihidroflavonol
230-270 340-390 Khalkon
(kekuatan rendah)
230-270 380-430 Auron
(kekuatan rendah) 465-560 Antosianin
270-280
Sumber : Markham, 1988
27

Gambar 2. 5 Spektrum serapan UV-Tampak jenis flavonoid yang berbeda tetapi


pola hidroksilnya sama (Markham, 1988)

Informasi tambahan untuk mengidentifikasi flavonoid dapat diperoleh

dengan menggunakan pereaksi geser. Adapun pereaksi geser yang digunakan

adalah natrium metoksida (NaOMe), natrium asetat (NaOAc), alumunium klorida

(AlCl3), asam klorida (HCl) dan asam borat (H 3BO3). Spektrum NaOMe

merupakan spektrum flavonoid yang gugus hidroksil fenolnya sampai batas

tertentu terionisasi. Spektrum ini biasanya merupakan petunjuk “sidik jari” pola

hidroksilasi dan juga bermanfaat untuk mendeteksi gugus hidroksil yang lebih

asam dan tidak tersubstitusi. Perincian penafsiran disajikan pada Tabel 2.4.

Spektrum NaOAc hanya menyebabkan pengionan yang berarti pada gugus

hidroksil flavonoid yang paling asam. Jadi, natrium asetat digunakan terutama

untuk mendeteksi adanya gugus 7- hidroksil bebas (atau yang setara). Penafsiran

spektrum ‘NaOAc’ disajikan pada Tabel 2.5 . Sedangkan spektrum

NaOAc/H3BO3 menjembatani kedua gugus hidroksil pada gugus o-dihidroksi dan


28

digunakan untuk mendeteksinya (Markham, 1988). Penafsiran spektrum

NaOAc/H3BO3- disajikan pada Tabel 2.6.

Spektrum ‘AlCl3’ dan ‘AlCl3/HCl’ menunjukkan terbentuknya kompleks

tahan asam antara gugus hidroksil dan keton yang bertetanga dan membentuk

kompleks tak tahan asam dengan gugus orto-dihidroksil. Spektum AlCl 3

merupakan penjumlahan pengaruh semua kompleks terhadap spektrum sedangkan

spectrum AlCl3/HCl hanya merupakan pengaruh kompleks hidroksi-keto (Mabry

dkk., 1970). Penafsiran tentang spektrum AlCl dan AlCl3/HCl disajikan pada

Tabel 2.7.

Tabel 2. 4 Penafsiran Spektrum NaOMe


Jenis Flvonoid Pergeseran yang tampak Petunjuk penafsiran
Pita I Pita II
Flavon Kekuatan menurun terus (artinya 3,4’ –OH, o-diOH pada
Flavonol penguraian) cincin A; pada cincin B. 3
OH yang berdampingan

Mantap +45 sampai 65 nm 4’-OH


kekuatan tak menurun

Mantap +45 sampai 65 nm 3-OH, tak ada 4’-OH bebas


kekuatan tak menurun

Pita baru (bandingkan dengan 7-OH


MeOH), 320 – 335 nm
Isoflavon Tidak ada pergeseran Tidak ada OH pada cincin A
Kekuatan menurun dengan o-diOH pada cincin
Flavanon berjalannya waktu A(penurunan lambat: o-
diOH pada cincin B
Dihidroflavonol isoflavon)
Bergeser dari k. 280 nm ke k.325 Flavanon dan
nm, kekuatan naik tetapi ke 330 dihidroflavonol dengan 5,7-
– 340 nm OH
29

7-OH, tanpa 5-OH bebas


Khalkon +80 sampai 95 nm (kekuatan 4’-OH (auron)
naik)
6-OH tanpa oksigenasi pada
+60 sampai 70 nm (kekuatan 4’(auron)
naik)
6-OH dengan oksigenasi
Pergeseran lebih kecil pada 4’(auron)

+60 sampai 100 nm (kekuatan 4-OH(khalkon)


naik)

(Tanpa kenaikan kekuatan) 2-OH atau 4’-OH dan tanpa


4-OH
+40 sampai 50 nm 4’-OH (2’-OH atau 4-OR
juga ada)
Antosianidin Semuanya terurai kecuali 3- Nihil
Antosianin deoksiantosianidin
k=kira –kira
Sumber : Markham, 1988

Tabel 2. 5 Penafsiran Spektrum NaOAc


Jenis Flavonoid Pergeseran yang tampak Petunjuk penafsiran
Pita I Pita II
Flavon +5 sampai 20 nm (berkurang bila 7-OH
Flavonol ada oksigenasi pada 6 atau 8)
Isoflavon
Kekuatan berkurang dengan Gugus yang peka
bertambahnya waktu terhadap basa, mis. 6,7
atau 7,8 atau 3,4’-diOH

Flavanon +35nm 7-OH (dengan 5-OH)


Dihidroflavonol
+60 7-OH(tanpa 5-OH)

Kekuatan berkurang dengan Gugus yang peka


bertambahnya waktu terhadap basa, mis.6,7
atau 7,8-diOH

Khalkon Pergeseran batokrom atau bahu 4’ dan/atau 4-OH


Auron pada panjang gelombang yang (khalkon) 4’ dan/atau 6-
lebih Panjang OH(auron)
Sumber : Markham, 1988
30

Tabel 2. 6 Penafsiran Spektrum NaOAc/H3BO3-


Jenis Flavonoid Pergeseran yang tampak Petunjuk penafsiran
Pita I Pita II
Flavon
Flavonol +12 sampai 36 nm (nisbi terhadap o-diOH pada cincin B
Auron spektrum MeOH)
Khalkon Pergeseran lebih kecil o-diOH pada cincin A
(6,7 atau 7,8)
Isoflavon
Flavanon +10 sampai 15 nm (nisbi terhadap o-diOH pada cincin A
Dihidroflavonol spektrum MeOH) (6,7 atau 7,8)
Sumber : Markham, 1988

Tabel 2. 7 Penafsiran Spektrum AlCl3 dan AlCl3/HCl


Jenis Flavonoid Pergeseran yang tampak Petunjuk penafsiran
(pereaksi) Pita I Pita II
Flavon dan +35 sampai 55 nm 5-OH
flavonol
(AlCl3/HCl) +17 sampai 20 nm 5-OH dengan oksigenasi
pada 6
Tak berubah Mungkin 5-OH dengan
gugus prenil pada 6
+50 sampai 60 Mungkin 3-OH (dengan
(AlCl3) atau tanpa 5-OH)

Pergeseran AlCl3/HCl tambah o-diOH pada cincin B


30 sampai 40 nm
Pergeseran AlCl3/HCl tambah o-diOH pada cincin A
20 sampai 25 nm (tambahan pada
pergeseran o-diOH pada
cincin B)
Isoflavon, +10 sampai 14 nm 5-OH (isoflavon)
flavanon, dan
Dihidroflavonol 5-OH (flavanon,
(AlCl3/HCl) +20 sampai 26 nm dihidroflavonol)

(AlCl3) Pergeseran AlCl3/HCl, tambah o-diOH pada cincin


31

11 sampai 30 nm A(6,7 dan 7,8)


Pergeseran AlCl3/HCl, tambah Dihidroflavonol 5-OH
30 sampai 38 nm (peka terhadap (tambahan pada
NaOAc) sembarang pergeseran o-
diOH)
Auron +48 sampai 64 nm 2’ – OH (khalkon)
Khalkon
(AlCl3/HCl) +40 nm 2’ – OH (khalkon)
dengan oksigenasi pada
(AlCl3) 3’
+60 sampai 70 nm 4-OH(auron)

Pergeseran AlCl3/HCl tambah o-diOH pada cincin B


40 sampai 70 nm
Penambahan lebih kecil Mungkin o-diOH pada
cincin A
Antosianidin +25 sampai 35 nm o-diOH
Antosianin (pada pH 2 -4)
(AlCl3) Pergeseran lebih besar Banyak o-diOH atau
diOH (3-deoksi
antosianidin)
Sumber : Markham, 1988

II.7.3 Spektrofotometri Inframerah

Spektrofotometri inframerah (IR) merupakan cara paling sederhana dan

paling sering digunakan dalam menentukan golongan senyawa. Spektrofotometer

ini digunakan untuk mendekteksi gugus fungsional, mengidentifikasi senyawa dan

menganalisis campuran (Day, 1998). Spektrum inframerah suatu molekul adalah

hasil transisi tingkat energi (vibrasi) yang berlainan. Bila molekul menyerap

radiasi inframerah, energi yang diserap menyebabkan kenaikan dalam amplitudo

getaran atom-atom yang terikat itu. Jadi molekul ini berada dalam keadaan vibrasi

tereksitasi, energi yang diserap akan dibuang dalam bentuk panas bila molekul itu

kembali ke keadaan dasar. Panjang gelombang eksak dari absorpsi oleh suatu

ikatan, bergantung pada macam getaran dari ikatan tersebut. Oleh karena itu, tipe

ikatan yang berlainan (C-H, C-C, C=O, C=C, O-H dan sebagainya) menyerap
32

radiasi inframerah pada panjang gelombang yang berlainan (Supratman, 2010).

Beberapa frekuensi gugus inframerah ditunjukkan pada Tabel 2.8

Tabel 2. 8 Beberapa Frekuensi Gugus Inframerah


Gugus Frekuensi (cm-1) Panjang gelombang (µm)
OH Alkohol 3580 – 3650 2,74 - 2,79
Ikatan - H 3210 - 3550 2,82 - 3,12
Asam 2500 - 2700 3,70 - 4,00
NH Amina 3300 - 3700 2,70 - 3,03
CH Alkana 2850 - 2960 3,37 - 3,50
Alkena 3010 - 3095 3,23 - 3,32
Alkuna 3300 3,03
Aromatik ~ 3030 ~3,30
C≡C Alkuna 2140 - 2260 4,42 - 4,76
C=C Alkena 1620 - 1680 5,95 - 6,16
Aromatik ~1600 ~6,25
C=O Aldehida 1720 - 1740 5,75 - 5,81
Keton 1675 - 1725 5,79 - 5,97
Asam 1700 - 1725 5,79 - 5,87
Ester 1720 - 1750 5,71 - 5,86
C≡N Nitril 2000 - 2300 4,35 - 5,00
NO2 Nitro 1500 – 1650 6,06 - 6,67
Sumber : Day, 1998
BAB III

METODE PENELITIAN

III.1 Bahan dan Peralatan Penelitian

III.1.1 Bahan penelitian

Bahan yang digunakan adalah daun gaharu (Gyrinops versteegi) yang

diperoleh dari daerah Marga, Tabanan , aqua DM , metanol, NaOH, NaOAc,

H3BO3, HCl, AlCl3, H2SO4, aquades, pelarut pro analysis (p.a) seperti kloroform,

asam asetat, n-heksana, etanol, etil asetat, asam formiat, standar kursetin, n-

butanol, serbuk silika gel 60, metanol , difenilpikril hidrazil (DPPH) ,dan plat

kromatografi lapis tipis yang berpendar pada panjang gelombang 254nm

(KLTGF254).

III.1.2 Alat penelitian

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

wadah maserasi, seperangkat alat kromatografi lapis tipis (KLT), seperangkat alat

kromatografi kolom, lampu UV penampak bercak, neraca analitik, penangas air,

oven, penggaris, plat tetes, penguap putar vakum (Vacuum Rotary Evaporator),

press dryer, spektrofotometer UV-Vis, spektrofotometer infra merah (FTIR),

neraca analitik, blender, seperangkat alat gelas, aluminium foil, kertas saring, dan

botol vial.

III.2 Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian Program Studi Kimia

FMIPA Universitas Udayana, Laboratorium Ilmu Pangan FTP Udayana,

Laboratorium Forensik cabang Denpasar, Analisis FTIR dilakukan di UGM

Yogyakarta.

32
33

III.3 Prosedur Penelitian

III.3.1 Pembuatan simplisia

Sampel disortasi secara basah selanjutnya dicuci di bawah air mengalir

hingga bersih, lalu dikeringkan dengan cara diangin-anginkan selama 3-4 hari.

Sampel yang telah kering ditimbang kemudian digiling menggunakan blender

hingga menjadi serbuk.

III.3.2 Analisis kadar air sampel

Analisis kadar air daun gaharu yang akan diekstrak menggunakan metode

oven pada suhu 105 oC. Cawan kosong dikeringkan dalam oven dengan suhu

105oC selama 1 jam dan didinginkan di dalam desikator selama 20-30 menit untuk

menstabilkan massa konstan cawan, kemudian cawan tersebut ditimbang dengan

neraca analitik.

Sebanyak 3 gram sampel dimasukkan ke dalam cawan kemudian

ditimbang dengan cepat. Cawan beserta sampel tersebut dikeringkan dalam oven

105oC selama 3 jam, setelah itu dimasukkan ke dalam desikator selama 20-30

menit dan ditimbang kembali. Cawan dimasukkan kembali ke dalam oven selama

1 jam sampai diperoleh berat konstan.

Kadar air dalam sampel dapat dihitung dengan rumus berikut :

a−b
Kadar air = × 100 %
a

Keterangan :

a = berat awal sampel (gram)

b = berat sampel kering yang sudah konstan (gram)


34

III.3.3 Pembuatan ekstrak air daun gaharu

Sebanyak 100 g serbuk sampel daun gaharu diekstraksi dengan cara

maserasi dengan menggunakan air hangat 70oC -80oC selama 24 jam dan

selanjutnya disaring. Kemudian filtrat diuapkan dengan rotary evaporator yang

selanjutnya di-press dryer sampai didapatkan ekstrak air kental, lalu ekstrak

kental dipanaskan dalam oven dengan suhu 40oC selama 24 jam sehingga

didapatkan ekstrak yang telah kering.

III.3.4 Pemisahan secara partisi ekstrak air daun gaharu

Ekstrak kental dilarutkan dalam air hangat kemudian dimasukkan ke

dalam corong pisah. Pelarut n-heksana dimasukkan ke dalam corong pisah untuk

dilakukan proses pemisahan secara partisi. Corong pisah tersebut kemudian

dikocok agar tercampur dan didiamkan hingga memisah menjadi dua fraksi, yaitu

fraksi fraksi n-heksana dan fraksi air. Fraksi n-heksana dikeluarkan dari corong

pisah sedangkan fraksi air dipartisi kembali dengan pelarut n-heksana.

Fraksi air selanjutnya dipartisi kembali menggunakan pelarut kloroform

lalu dikocok dengan kuat hingga tercampur dan didiamkan hingga memisah

menjadi dua fraksi, yaitu fraksi air dan fraksi kloroform. Fraksi kloroform

dikeluarkan dari corong pisah sedangkan fraksi air dipartisi kembali dengan

kloroform. Partisi dengan pelarut klorofrom dilakukan berulang kali hingga fraksi

kloroform mendekati warna bening.

Partisi tersebut akan mendapatkan tiga fraksi yaitu n-heksana, fraksi

kloroform dan fraksi air. Ketiga fraksi ini masing-masing diuapkan dengan

vacuum rotary evaporator sampai didapatkan ekstrak kental fraksi n-heksana,

fraksi kloroform dan fraksi etanol air.


35

III.3.5 Skrining fitokimia flavonoid

Uji Fitokimia dilakukan pada air daun gaharu hasil maserasi sesuai dengan

prosedur Parwata (2016) yaitu sebagai berikut :

a. Pereaksi Wilstater

Sejumlah tertentu ekstrak kental daun gaharu ditambahkan beberapa tetes

HCl pekat dan sedikit serbuk Mg. Terbentuknya warna tertentu menunjukkan

adanya senyawa tertentu.

b. Pereaksi Bate Smite-Metcalfe

Sejumlah tertentu ekstrak kental daun gaharu ditambahkan bebesrapa tetes

H2SO4 pekat, kemudian dipanaskan selama 15 menit di atas penangas air.

Terbentuknya warna tertentu yang konsisten menunjukkan adanya senyawa

flavonoid.

c. Pereaksi NaOH 10%

Sejumlah tertentu ekstrak kental ditambahkan beberapa tetes pereaksi

NaOH 10%. Setelah itu sampel ditotolkan pada plat tetes. Reaksi positif flavonoid

jika ada bercak warna tertentu pada plat tetes.

III.3.6 Penentuan kadar total flavonoid

a. Pembuatan larutan standar kuersetin

Ditimbang 1 mg baku standar kuersetin dan dilarutkan dalam 10 mL

etanol 50% sehingga didapatkan konsentrasi 100 ppm. Larutan standar

kemudian dibuat variasi konsentrasi dengan cara dipipet 5 µL dan

ditambahkan etanol 50% 495 µL dalam tabung 1, pada tabung 2

ditambahkan 10 µL standar dan 490 µL etanol 50%, pada tabung 3

ditambahkan 20 µL standar dan 480 µL etanol 50% , pada tabung 4


36

ditambahkan 40 µL standar dan etanol 50% 460 µL , pada tabung 5

ditambahkan 80 µL standar dan etanol 50% sebanyak 420 µL, pada tabung 6

ditambahkan 160 µL standar dan etanol 50% sebanyak 340 µL, sedangkan

pada tabung 7 (blanko) dipipet 500 µL etanol 50% (tanpa penambahan

sampel). Masing-masing variasi konsentrasi kemudian ditambahkan 500 µL

AlCl3. Larutan standar kemudian diinkubasi selama 30 menit dan diukur

absorbansinya pada panjang gelombang 415 nm.

b. Analisis ekstrak daun gaharu hasil fraksinasi

Masing-masing fraksi n-heksana, kloroform, etil asetat dan air ditimbang

sebanyak 0,263 gram, 0,536 gram, 0,403 gram dan 0,233 gram. Ekstrak n-

heksana, kloroform, etil asetat dan air selanjutnya dilarutkan ke dalam labu

ukur 5 mL menggunakan etanol 50% dan disaring. Filtrat yang dihasilkan

kemudian direaksikan dengan AlCl3 dengan perbandingan 1:1 dengan cara

250 µL ekstrak dipipet dan ditambahkan sebanyak 250 µL etanol 50%.

Ekstrak tersebut dimasukkan pada tabung reaksi kemudian ditambahkan 500

µL larutan AlCl3. Larutan kemudian dikocok hingga homogen dan didiamkan

selama 30 menit. Pengukuran absorbansi kemudian dilakukan pada panjang

gelombang 415 nm.

III.3.7 Isolasi Flavonoid

Ekstrak air daun gaharu yang aktif sebagai antioksidan dan mengandung

flavonoid ditentukan jenis dan golongan flavonoid dengan tahap sebagai berikut :

a. Kromatografi lapis tipis

Teknik pemisahan dan pemurnian secara kromatografi lapis tipis (KLT)

digunakan untuk memperoleh fase gerak yang sesuai sehingga dapat memisahkan
37

senyawa-senyawa pada sampel, dengan melihat nilai Rf. Fase diam yang

digunakan pada kromatografi lapis tipis yakni silika gel GF254. Sedikit

sampel/ekstrak daun gaharu yang mengandung flavonoid dilarutkan dengan

pelarut yang digunakan, kemudian sampel ditotolkan pada plat kromatografi lapis

tipis, dan dimasukkan ke dalam bejana yang telah dijenuhkan dengan eluen (fase

gerak), plat KLT dibiarkan di dalam bejana tesebut hingga eluen sampai pada

tanda batas yang telah tentukan. Plat KLT kemudian dikeluarkan dari bejana dan

dikering anginkan lalu disinari di bawah lampu ultraviolet pada panjang

gelombang 254 nm maka noda yang ada pada plat KLT akan tampak. Rf dihitung

menggunakan rumus sebagai berikut (Adi Parwata dkk., 2018) :

Jarak pergerakan noda


Rf =
Jarak Pergerakan eluen

b. Kromatografi kolom

Silika gel 60 sebanyak 60 gram terlebih dahulu dikeringkan dengan oven

pada suhu 105°C selama empat jam untuk mengaktivasi dan mengurangi kadar air

dalam silika tersebut, didinginkan pada desikator untuk menstabilkan massanya,

kemudian ditambahkan dengan sedikit fase geraknya sampai berbentuk seperti

bubur. Selanjutnya fase gerak dimasukkan ke dalam kolom yang bagian bawah

kolom telah tersumbat kapas. Aliran pelarut dalam kolom diatur kecepatan

alirannya dan bubur dimasukkan sedikit demi sedikit kedalam kolom sampai

habis. Setelah seluruh bubur masuk, fase gerak dielusi sampai terjadi pemampatan

fase diam dengan sempurna.

Sampel dilarutkan dengan sedikit pelarutnya kemudian dimasukkan

dengan hati-hati melalui tepat di atas (tepat di bagian tengah) kolom, sementara
38

aliran fase gerak diatur 1 mL/menit. Begitu sampel masuk ke dalam fase diam,

fase gerak ditambahkan secara terus menerus sampai terjadi pemisahan. Eluat

ditampung pada penampung fraksi setiap 3 mL. Eluat yang diperoleh dilihat pola

nodanya pada KLT. Eluat dengan pola noda yang sama digabungkan sehingga

diperoleh beberapa fraksi, semua fraksi diuapkan pelarutnya.

c. Kromatografi lapis tipis penggabungan

Hasil fraksinasi dengan kromatografi kolom akan dianalisis dengan

kromatografi lapis tipis. Hasil fraksinasi diuji KLT dengan eluen yang sama,

kemudian yang sama profil nodanya digabungkan. Selanjutnya fraksi gabungan

difraksinasi menggunakan KLT penggabungan. Tujuan dari KLT adalah untuk

memisahkan senyawa yang diperoleh dari fraksinasi kromatografi kolom sehingga

lebih murni. Fraksi-fraksi yang mempunyai profil noda yang sama digabung

menjadi fraksi gabungan kemudian diuapkan hingga diperoleh padatan.

III.3.8 Pemurnian senyawa golongan flavonoid

Isolat yang diduga mengandung golongan flavonoid berdasarkan rekasi

warna dilarutkan di dalam methanol, kemudian dipanaskan sampai mendekati

mendidih dalam penangas air. Larutan ditambahkan sedikit karbon aktif .

Selanjutnya disaring panas-panas. Filtrat yang diperoleh didinginkan kemudian

dimasukkan dalam air es, sambil digosok-gosok sedikit dengan batang pengaduk

pada dasar erlenmeyer untuk memancing timbulnya kristal. Kristal yang terbentuk

disaring dengan corong buchner . Kristal yang sudah kering siap diidentifikasi.
39

III.3.9 Identifikasi Isolat Flavonoid

3.3.9.1 Identifikasi isolat dengan uji warna

Isolat yang didapat diuji warna untuk menentukan golongan senyawa

flalvonoid melalui beberapa pereksi, yaitu :

d. Pereaksi Wilstater

Sejumlah tertentu sampel ditambahkan beberapa tetes HCl pekat dan

sedikit serbuk Mg. Terbentuknya warna tertentu menunjukkan adanya senyawa

flavonoid

e. Pereaksi Bate Smite-Metcalfe

Sejumlah tertentu sampel ditambahkan bebrapa tetes H2SO4 pekat,

kemudian dipanaskan selama 15 menit di atas penangas air. Terbentuknya warna

tertentu yang konsisten menunjukkan adanya senyawa flavonoid.

f. Pereaksi NaOH 10%

Sejumlah tertentu sampel ditambahkan beberapa tetes pereaksi NaOH

10%. Setelah itu sampel ditotolkan pada plat tetes. Reaksi positif flavonoid jika

ada bercak warna tertentu pada plat tetes.

3.3.9.2 Identifikasi isolat dengan Spektrofotometer UV-Vis

Sebanyak 1 mg isolat aktif dilarutkan ke dalam 100 mL etanol sebagai

larutan sediaan, selanjutnya serapan dari fraksi aktif diukur dengan

spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 250-500 nm. Kedudukan

gugus hidroksi pada inti flavonoid dapat diketahui dengan penambahan pereaksi

geser ke dalalm larutan cuplikan . Tahapan dalam penggunaan pereaksi geser

yaitu :
40

a. Setelah spektrum diukur, cuplikan dalam etanol ditambah 3 tetes NaOH dan

dikocok hingga tercampur. Selanjutnya diukur panjang gelombangnya .

Untuk memeriksa ada tidaknya penguraian , spektrum NaOH diukur lagi

setelah 5 menit.

b. Pengukuran spektrum flavonoid dengan pereaksi geser NaOAc dilakukan

dengan cara menambahkan pereaksi NaOAc berlebih ke dalam kuvet yang

berisi 2 mL larutan sediaan, selanjutnya larutan tersebut dikocok. Pengukuran

spektrum dilakukan selama 5-10 menit setelah penambahan NaOAc ke dalam

larutan sediaan untuk mengetahui adanya penguraian flavonoid.

c. Pengukuran spektrum NaOAc + H3BO3

Jika terjadi penguraian, maka pengukuran spektrumnya dilakukan dengan

cara menambahkan sejumlah serbuk asam borat ke dalam kuvet yang berisi

larutan sediaan pada pengukuran NaOAc, selanjutnya dikocok dan diukur

spektrumnya. Jika terjadi penguraian, maka pengukuran spektrum dilakukan

dengan cara menambahkan 5 tetes pereaksi asam borat kemudian dijenukan

dengan NaOAc + H3BO3 , selanjutnya diukur panjang gelombannya.

d. Pengukuran spektrum dengan menggunakan pereaksi geser AlCl3 dilakukan

dengan cara menambahkan 3 tetes AlCl3 ke dalam 2 mL larutan sediaan,

selanjutnya dilakukan pengukuran panjang gelombang.

e. Pengukuran spektrum dengan pereaksi geser AlCl3 + HCl dilakukan dengan

cara menambahkan 3 tetes pereaksi HCl kedalam kuvet yang berisi larutan

sediaan dan AlCl3 , selanjutnya dilakukan pengukuran panjang gelombang

(Markham, 1988).
41

3.3.9.3 Identifikasi isolat dengan FTIR

Isolat berbentuk padat yang relatif murni dan mengandung flavonoid

digerus bersama dengan kalium bromide sampai homogen, selanjutnya diukur

dengan spektrofotometer FTIR.

III.3.10 Uji aktivitas antioksidan dengan metode DPPH

Uji aktivitas antioksidan pada isolat dilakukan dengan menimbang 10,2

mg hasil isolasi kemudian dilarutkan dengan methanol p.a sebanyak 0,5 mL

sehingga konsentrasinya menjadi 20,4 mg/mL(larutan induk). Larutan induk hasil

isolasi golongan flavonoid dipipet sebanyak 0,5 µL;1 µL; 1,5 µL dan 2 µL ke

dalam tabung reaksi, kemudian volume dicukupkan sebanyak 500 µL dengan

metanol p.a lalu dihomogenkan dengan alat vortex untuk mendapatkan

konsentrasi larutan uji 20,4ppm, 40,8 ppm, 61,2 ppm, dan 81,6 ppm. Kedalam

masing-masing tabung reaksi ditambahkan 1 mL larutaan DPPH 0,1 mM, lalu

dihomogenkan dengan alat vortex. Larutan sampel dengan berbagai konsentrasi

pada ekstrak dan isolat diinkubasi selama 30 menit. Larutan blanko dibuat dengan

cara DPPH 0,1 mM dipipet sebanyak 1 µL kemudian dimasukkan ke dalam

tabung reaksi lalu ditambahkan 500 µL etanol p.a, kemudian dihomogenkan

dangan alat vortex. Serapan dari masing-masing sampel diukur pada Panjang

gelombang 517 nm menggunakan spektrofotometer UV-Vis.

Nilai IC50 dihitung dengan menggunakan rumus persamaan regresi linier

dengan konsentrasi ekstrak (ppm) sebagai absis (sumbu X) dan nilai % inhibisi

sebagai ordinatnya (sumbu Y). Nilai IC50 dari perhitungan pada saat % inhibisi

sebesar 50% dengan mempergunakan persamaan Y = bX + a (Rica, 2017).


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Penyiapan sampel

Sampel daun gaharu yang digunakan pada penelitian ini bersumber dari

Marga, Kabupaten Tabanan, Provinsi Bali. Sampel dihaluskan dengan cara

diblender hingga di peroleh kehalusan 200 – 300 mesh sesuai dengan standar

Materia Medika Indonesia (MMI). Semakin kecil luas permukaan sampel (ukuran

sampel) akan mampu mengoptimalkan proses maserasi karena senyawa aktif yang

terekstrak akan semakin banyak diperoleh (Dina, 2018). Serbuk sampel berwarna

coklat kehijauan digunakan sebanyak 100 g dan kemudian dilakukan proses

maserasi.

IV.2 Penentuan kadar air

Penentuan kadar air merupakan hal yang sangat penting karena kadar air

yang terkandung dalam suatu sampel bahan alam karena kadar air yang

terkandung di dalam suatu sampek bahan alam akan berpengaruh terhadap

stabilitas dan kualitas senyawa aktif dalam sampel. Hasil penentuan kadar air

daun gaharu dapat dilihat dalam Tabel 4.1

Tabel 4.1 Kadar Air Serbuk Daun Gaharu


Kode Berat sampel awal Berat sampel akhir Kadar air (%b/b)
(g) (g)
U1 1,1699 1,0694 8,5905
U2 1,4630 1,3374 8,5834
U3 1,1985 1,0958 8,5870
%Rerata kadar air 8,5870
Keterangan : U1: Ulangan 1; U2: Ulangan 2; U3: Ulangan 3

Serbuk kering daun gaharu memiliki persentase kadar air sebesar 8,5870%. Hal

ini menunjukkan bahwa persentase kadari air dalam serbuk daun gaharu telah

42
43

memenuhi standar simplisia, dimana kadar air minimal yang memenuhi standar

simplisia tidak boleh lebih dari 10% (Departemen Kesehatan RI, 1995).

IV.3 Ekstraksi senyawa flavonoid dari daun gaharu

Serbuk daun gaharu sebanyak 100 gram diekstraksi dengan cara maserasi

menggunakan pelarut aqua DM yang dipanaskan pada suhu 70oC -80oC .

Maserasi dilakukan sebanyak empat kali yang menghasilkan filtrat berwarna

merah kecoklatan sebanyak 2L. Filtrat selanjutnya diuapkan menggunakan rotary

evaporator hingga didapatkan ekstrak pekat air sebanyak 400 mL. Ekstrak pekat

yang didapat dilanjutkan ke proses partisi menggunakan tiga pelarut yaitu n-

heksana, kloroform, dan etil asetat.

IV.4 Partisi

Ekstrak pekat air daun gaharu mengaami pemisahan tahap awal dengan

cara partisi menggunakan berbagai pelarut dengan tingkat kepolaran yang

berbeda. Ekstrak pekat air sebanyak 100 mL dipartisi menggunaan pelarut n-

heksana terlebih dahulu sebanyak 50 mL dengan lima kali pengulangan sehingga

didapat 500 mL fraksi n-heksana. Ekstrak pekat air yang sudah dipartisi dengan n-

heksana dipartisi lagi dengan menggunakan pelarut kloroform sebanyak 50 mL

dengan empat kali pengulangan sehingga didapat 400 mL fraksi kloroform.

Ekstrak hasil partisi menggunakan kloroform dilanjutkan menggunakan pelarut

etil asetat sebanyak 50 mL dengan lima kali pengulangan. Ekstrak hasil partisi

menggunakan pelarut etil asetat diperoleh sebanyak 500 mL. Masing-masing

fraksi hasil partisi diuapkan menggunakan rotary evaporator sehingga didapatkan

ekstrak kental n-heksana 5,58 gram , kloroform 4,05 gram, dan etil asetat

sebanyak 8,27 gram.


44

IV.5 Hasil screening fitokomia, total flavonoid daring ekstrak n-Heksana,

kloroform dan ekstrak etil asetat

Masing-masing ekstrak kental yang diperoleh diuji kandungan flavonoid

melalui screening fitokimia dan diuji total senyawa flavonoidnya , sehingga

diperoleh hasil seperti yang dipaparkan Tabel 4.2

Tabel 4.2 Hasil Screening Fitokimia Flavonoid, dan Total flavonoid dari Ekstrak
n-Heksana, Kloroform, dan Etil asetat

Esktrak Total Uji warna Dugaan Ket


flavonoid (mg NaOH Bate Wilstater golongan
QE/ 100 10% smith- flavonoid
gram) Metcalfe
n-Heksana 136,27 Coklat Merah Kuning Katekin ++
kehijaua
n
Kloroform 30,04 Kuning Kuning Kuning Isoflavon +

Etil asetat 840,12 Kuning- Kuning- Kuning- Flavonol +++


Orange orange Merah
Keterangan : +++ : Intensitas kandungan flavonoid sangat tinggi
++ : Intensitas kandungan flavonoid tinggi
+ : Intensitas kandungan flavonoid rendah

Hasil uji fitokimia pada Tabel 4.1 yang diuji dengan pereaksi NaOH

menghasilkan warna yang khas pada ketiga ekstrak yang diperoleh dimana pada

ekstrak n-heksana diperoleh warna coklat dengan pereaksi NaOH 10% yang dapat

diduga merupakan senyawa flavonoid golongan katekin. Pada ekstrak kloroform

diperoleh warna kuning diduga merupakan golongan isoflavon. Sedangkan pada

ekstrak etil asetat yang diuji dengan NaOH 10% diduga merupakan senyawa

flavonoid golongan flavonol (Geissman, 1962).

Pada Tabel 4.1 menunjukkan fraksi etil asetat positif flavonoid terhadap

ketiga pereaksi flavonoid yang menghasilkan perubahan warna yang khas untuk
45

senyawa flavonoid dan memiliki intensitas warna yang kuat jika dibandingkan

dengan fraksi n-heksana, dan kloroform. Hal ini juga didukung dengan

diperolehnya total flavonoid sebesar 840,12 mg QE /100 gram, sedangkan untuk

fraksi n-heksana dan kloroform masing-masing diperoleh total flavonoid sebesar

136,27 QE /100 gram dan 30,04 QE /100 gram. Fraksi etil asetat dilanjutkan ke

tahap pemisahan.

IV.6 Pemisahan dan pemurnian

IV.6.1 Kromatografi lapis tipis (KLT)

Pemisahan dan pemurnian terhadap komponen-komponen yang

terkandung dalam ekstrak etilasetat dilakukan dengan menggunakan kromatografi

kolom. Sebelum dilakukan pemisahan dengan kromatografi kolom , ekstrak kental

etil asetat terlebih dahulu dilihat pola pemisahannya dengan menggunakan

kromatografi lapis tipis (KLT). Fase gerak yang memberikan noda terbanyak dan

jarak noda satu dengan noda lain teratur atau cukup berjauhan , fase gerak tersebut

yang digunakan dalam kromatografi kolom. Campuran fase gerak yang digunakan

dalam kromatografi lapis tipis antara lain butanol : asam asetat : air (4:1:5),

etanol : etil asetat (2:8) , etanol : etil asetat : n-heksana (5:4:1) , butanol : etil

asetat: asam asetat (2:7:1) , etil aseta : butanol : asam asetat (5:3:2), etil asetat :

asam asetat : asam formiat : air (10:1:1:2,6). Hasil uji kroamtografi lapis tipis

terhadap ekstrak etil asetat daun gaharu dapat dilihat pada Tabel 4.3
46

Tabel 4.3 Hasil Uji Kromatografi Lapis Tipis dengan Beberapa Eluen Ekstrak Etil
Asetat
No Eluen Jumlah Noda Nilai Rf Keterangan
1. butanol : asam - - Tidak
asetat : air (4:1:5) terpisah
2. etanol : etil asetat 1 noda 0,85 Kurang baik
(2:8)
3. etanol : etil asetat : 2 noda 0,81; 0,85 Terpisah
n-heksana (5:4:1) kurang baik
4. butanol : etil asetat: 1 noda 0,9 Kurang baik
asam asetat (2:7:1)
5. etil asetat : 3 noda 0,71; 0,88; Terpisah
butanol : asam 0,94 kurang baik
asetat (5:3:2)
6. etil asetat : asam 4 noda 0,3; 0,43; Terpisah baik
asetat : asam 0,87; 0,98
formiat : air
(10:1:1:2,6)

Gambar 4.1 Profil kromatografi lapis tipis ekstrak etil asetat daun gaharu dengan
campuran eluen etil asetat : asam asetat : asam formiat : air
(10:1:1:2,6)

Berdasarkan Tabel 4.3 dan Gambar 4.1 menunjukkan dari beberapa eluen

hanya campuran etil asetat : asam asetat : asam formiat : air (10:1:1:2,6) yang

dapat terpisah dengan baik, dimana memberikan noda pemisahan terbanyak dan

jarak pemisahan terbaik, yaitu 4 noda sehingga eluen ini digunakan dalam
47

pemisahan komponen pada ekstrak etil asetat daun gaharu pada kromatografi

kolom.

IV.6.2 Kromatografi kolom

Hasil pemisahan dengan kromatografi kolom menggunakan fase diam

silika gel 60 sebanyak 60 gram dan fase gerak campuran etil asetat : asam asetat :

asam formiat : air (10:1:1:2,6) diperoleh 200 botol eluat. Masing-masing diuji

dengan kromatografi lapis tipis untuk mengetahui pola noda hasil pemisahan dari

kromatografi kolom. Eluat yang menampakkan pola noda yang sama pada

kromatografi lapis tipis digabungkan sehingga menghasilkan empat fraksi.

Keempat fraksi ini diuapkan, dan diuji kandungan flavonoid untuk mengetahui

fraksi yang mengandung senyawa flavonoid dengan intesitas tertinggi. Hasil uji

flavonoid dan jumlah noda yang dihasilkan dari setiap fraksi dipaparkan pada

Tabel 4.4. Profil kromatogram hasil KLT penggabungan dapat dilihat pada

gambar 4.2

Tabel 4.4 Hasil Uji Flavonoid dan Jumlah Noda dari Fraksi A,B,C,D

Fraksi Jumlah Warna NaOH H2SO4 Mg-HCl Keterangan


noda awal 10% pekat (Uji
(Uji Wilstater)
Bate-
Smith
Metcalfe)
A (13- 1 Kuning Kuning Kuning Kuning +++
320 muda keorangea kemeraha Flavonoid
n n
B (33- 3 Tidak Hijau Kuning Tidak ++
114) berwarna muda muda berwarna Flavonoid
C (115- 1 Tidak Hijau Kuning Tidak ++
188) berawarn muda muda berwarna Flavonoid
a
D (189- 4 Kuning Coklat Merah Kuning ++
200) kecoklaan kemerahan kemeraha Flavonoid
48

13-32 33-114 115-188 189-200

Gambar 4.2 Profil kromatogram KLT Pengabungan

Berdasarkan Tabel 4.4 menunjukkan dari empat fraksi yang didapat dari

kromatografi kolom, keempatnya positif flavonoid. Hasil dominan yang

menunjukkan positif senyawa flavonoid terdapat pada fraksi A karena

menujukkan hasil positif terhadap ketiga pereaksi dan memiliki intensitas warna

yang lebih kuat. Isolat fraksi A yang menunjukkan positif mengandung flavonoid

kemudian dilakukan uji permurnian secara kromatografi lapis tipis.

IV.7 Uji kemurnian secara Krmatografi Lapis Tipis

Uji kemurnian terhadap isolat fraksi A dilakukan menggunakan KLT

dengan beberapa campuran fase gerak dari yang polar sampai kurang polar. Hasil

KLT ini memberikan pola noda tunggal pada plat KLT sehingga fraksi A dapat

dikatakan relatif murni. Kromatografi hasil uji kemurnian dapat dilihat pada

Gambar 4.3 dan harga Rf dari masing-masing noda dapat dilihat pada Tabel 4.5
49

1 2 3 4 5

Gambar 4.3
Kromatografi hasil uji kemurnian fraksi A dengan beberapa

Tabel 4.5 Nilai Rf Masing-masing Noda Fraksi A Hasil Uji Kemurnian

NO Fase Gerak Perbandingan Harga Rf


1 n-butanol:etil 2:7:1 0,60
asetat:asam asetat
2 n-butanol:asam 3:1:1 0,51
asetat: air
3 n-heksana:etil 8:2:1 0,15
asetat:n-butanol
4 n-heksana:n- 6:4 0,52
butanol
5 Methanol:asam 4:3:2 0,78
asetat:etil asetat

Berdasarkan studi literatur, menurut penelitian Suhendi et al, 2011 ,kepolaran dan

kelarutan isolat terhadap fase gerak dimana suatu aglikon lebih nonpolar daripada

glikosidanya sehingga akan terelusi lebih cepat. Isolat fraksi A memiliki nilai Rf

yang cukup besar menunjukkan senyawa flavonoid yang terkandung merupakan

jenis aglikon flavonoid. Hasil uji kemurnian secara KLT dengan beberapa eluen

menunjukkan noda tunggal sehingga isolat fraksi A tersebut dapat dikatakan

sebagai isolat yang relative murni secara KLT.


50

IV.8 Identifikasi isolat flavonoid

Hasil uji kemurnian dan uji fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak etil

asetat daun gaharu mengandung flavonoid yaitu pada isolat fraksi A. Identifikasi

isolat fraksi A dilakukan dengan menggunakan analisis spektrofotometri UV-Vis

dan FTIR.

IV.8.1 Identifikasi isolat dengan spektrofotometri UV-Vis

Analisis data spektrum UV-Vis dilakukan untuk mengidentifikasi dugaan

awal yang diperoleh dari hasil uji fitokimia yang menunjukkan bahwa isolat fraksi

A mengandung senyawa flavonoid. Senyawa flavonoid memngandung system

aromatic terkonjugasi yang ditandai dengan adanya pita serapan yang kuat pada

daearah ultraviolet dan tampak (Harbone, 1987).

Hasil analisis dari spektrofotometri UV-Vis terhadap fraksi A

menunjukkan adanya 2 pita serapan yang merupakan ciri khas dari senyawa

flavonoid, yaitu serapan pada panjang gelombang 373,20 nm untuk pita I dan

serapan pada panjang gelombang 257,20 nm pada pita II. Hal ini menunjukkan

bahwa senyawa flavonoid yang diisolasi pada fraksi A dari daun gaharu diduga

golongan flavonol (3-OH bebas) (Tabel 2.3 ). Rentang serapan flavonoid menurut

Markham (1998) golongan flavonol (3-OH bebas) adalah 350-385 nm pada pita I

dan 250-280 nm pada pita II. Perkiraan transisi electron yang terjadi pada pita I

adalah π- π* seperti ikatan C=C terkonjugasi dan pada pita II terjadi transisi n- π*

berupa kromofor tunggal seperti ikatan C=O dan π- π* seperti ikatan C=C

terkonjugsai. Adapun hasil serapan pita I dan pita II dapat dilihat pada gambar

berikut
51

Gambar 4.4 Spektrum UV-Vis isolat fraksi A dalam pelarut etanol

Tabel 4.6 Data Panjang Gelombang dan Pergeseran Panjang Gelombang


Spektrum UV-Vis Dari Fraksi A dengan Penambahan Pereaksi Geser

Pereaksi Geser Panjang Pergeseran Penunjuk


Gelombang Panjang Penafsiran
Gelombang
Pita I Pita II Pita I Pita II
EtOH 373,20 257,20 - - Flavonol (3-
OH bebas)
EtOH+ NaOH 319,80 274,40 -53,4 +17,2 3,4’ -OH, o-
2M OH pada
cincin A
EtOH + NaOH 319,80 274,40 -53,4 +17,2 4’-OH
2M setelah 5
Menit
EtOH+ NaOAc 381,60 259,00 +8,4 +1,8 7-OH
EtOH+ NaOAc 392,00 261,60 +10,4 +2,6 o-diOH pada
+ H3BO3 cincin A
EtOH + AlCl3 430,40 267,40 + 57,2 +10,2 5-OH
EtOH + AlCl3 + 426,20 265,80 -4,2 -1,6 o-diOH pada
HCl cincin B
52

Hasil identifikasi dengan spektrofometer UV-Vis menunjukkan isolat

fraksi A mengandung senyawa flavonoid golongan flavonol. Kedudukan gugus

hidroksil pada inti senyawa flavonoid dapat diketahui dengan penambahan

pereaksi geser . pergeseran absorpsi spektrum UV-Vis pada isolat fraksi A dapat

dilihat pada gambar 4.5 sedangkan besarnya pergeseran panjang gelombang

spectra UV-Vis isolat fraksi A secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 4.6

Pereaksi geser natrium hidroksida (NaOH) merupakan basa kuat yang

dipergunakan untuk mendeteksi adanya gugus hidroksi. Berdasarkan data pada

tabel 4.5 terdapat pergeseran hipsokromik pada pita I setelah penambahan

pereaksi NaOH yang menunjukkan adanya gugus hidroksi pada cincin B di nomor

3’ dan 4’. Sedangkan adanya pergeseran batokromik pada pita II setelah

penambahan NaOH menunjukkan kemungkinan adanya gugus hidroksi pada

cincin A di nomor atom C-6,C-7 atau C-8 (Gambar 4.5)

HO
HO

OH OH
3'
3' 2' 4'
2' 4'
1' 5'
O
1' 5' HO O 6'
6' 1
1 8 2
8 2 7
7
6 3
6 3 5 4
5 4
OH OH
HO
O O

HO

HO OH
3'
2' 4'

1' 5'
O 6'
8 1
2
7
6 3
5 4
OH
O

Gambar 4.5 Penafsiran kedudukan gugus fenol spektrum NaOH


53

Penambahan pereaksi geser NaOAc akan bereaksi dengan mengionisasi gugus

hidroksil flavonoid yang paling tahan asam yaitu gugus 7-OH dan menyebabkan

terjadinya pergeseran batokromik pada pita II, sedangkan penambahan asam borat

(H3BO3) akan menjembatani kedua gugus hidroksil pada gugus ortodihidroksi

sehingga terbentuk kompleks borat. Dari penambahan pereaksi NaOAc + H3BO3

pada isolat fraksi A menunjukkan adanya pergeseran batokromik pada pita I

sebesar 10,4 nm dan pada pita II sebesar 2,6 nm yang mengindikasikan

kemungkinan adanya orto dihidroksi pada C6 dan C7 atau C7 atau C8 (Markham,

1988). (Gambar 4.6)

HO 3'
3' 2' 4'
2' 4'
1' 5'
HO O
1' 5' HO O 6'
6' 1
1 8 2
8 2 7
7
6 3
6 3 5 4
5 4
OH OH

O O

3'
2' 4'

1' 5'
HO O 6'
8 1
2
7
6 3
5 4
OH
HO
O

Gambar 4.6 Penafsiran kedudukan fenol spektrum NaOAc/ H3BO3

Penambahan pereaksi geser aluminium klorida (AlCl3) akan membentuk

kompleks dengan gugus orto-dihidroksi maupun hidroksi keton. Sedangkan pada

penambahan HCl akan mengakibatkan kompleks terurai Kembali karena adanya

Al tidak stabil yang terbentuk pada gugus orto-dihidroksi. Pada penambahan

AlCl3 menghasilkan pergeseran batokromik sebesar 57,2 nm pada pita I dan 10,2
54

nm pada pita II yang menunjukkan kemungkinan adanya gugus hidroksi pada

cincin di nomor atom C-5 (Gambar 4.7)

3'
2' 4'

1' 5'
O 6'
8 1
2
7
6 3
5 4
OH
O
OH

Gambar 4.7 Penafsiran kedudukan fenol spektrum AlCl3

Penambahan asam (HCl) menyebabkan penguraian yang ditandai dengan adanya

pergeseran hipsokromik sebesar 4,2 nm pada pita I dan 1,6 nm pada pita II yang

menandakan adanya gugus ortodihidroksi pada cincin B . (Gambar 4.8)

Gambar 4.8 Penafsiran kedudukan fenol spektrum HCl

Dari penambahan pereaksi geser NaOH , NaOAc dan NaOAc/H3BO3,

AlCl3 dan AlCl3/HCl menunjukkan bahwa isolat fraksi A diduga senyawa

flavonoid golongan flavonol. Senyawa flavonoid yang diduga ada di dalam daun

gaharu yaitu 5,6,7,3’,4’ pentahidroksiflavonol atau 5,7,8,3’,4’

pentahidroksiflavonol (Gambar 4.9) (Zirconia, 2015).


55

HO HO

OH HO b OH
a 3'
4'
3'
4'
2' 2'
1' 5' 1' 5'
HO O 6' HO O 6'
8 1 8 1
2 2
7 7
6 3 6 3
5 4 5 4
OH OH
HO
O O
OH OH

Gambar 4.9 a. 5,6,7,3’,4’ pentahidroksiflavonol; b. 5,7,8,3’,4’


pentahidroksiflavonol

IV.8.2 Identifikasi isolat dengan spektrofotometri FTIR

Spektrum FTIR isolat fraksi A menghsilkan gugus-gugus fungsi yang

berperan sebagai parameter identifikasi senyawa golongan flavonoid. Hasil

spectra yang dihasilkan isolat fraksi A dapat dilihat pada gambar 4.10

Gambar 4.10 Spektrum FTIR isolat fraksi A

Spektra yang dihasilkan oleh isolat fraksi A menunjukkan adanya serapan

yang khas untuk beberapa gugus fungsi , diantaranya adalah pada bilangan

gelombang 3318 cm-1 yang menunjukkan adanya serapan melebar sebagai

vibrasi ulur -OH yang mendukung adanya senyawa flavonoid yang memiliki

gugus OH dan diperkuat dengan vibrasi C-O allkohol pada daerah 1100-1000
56

cm-1 . Karakteristik yang mendukung adanya cincin aromatik ditunjukkan oleh

serapan dengan intensitas lemah pada daerah bilangan gelombang 1500 cm -1

yang merupakan serapan dari regangan cincin C=C aromatis sebagai gugus

kromofor yang khas dari flavonoid dalam system ikatan terkonjugasi.

Serapan pada bilangan gelombang 1700-1600 cm-1 dengan intensitas lemah

menunjukkan adanya adanya gugus C=O. (Sastrohamidjojo, 2007)

Data bilangan gelombang, bentuk pita dan penetapan gugus yang terkait

dapat dilihat pada Tabel 4.7

Tabel 4.7 Data Bilangan Gelombang dan Kemungkinan Gugus Fungsi Isolat
Fraksi A

Bilangan Gelombang (cm-1) Bentuk Pita Kemungkinan Gugus


Isolat Pustaka Fungsi
3318 3500-3200 Melebar OH terikat
1100-1000 1300-1000 Tajam C-O alkohol
1500 1900-1500 Tajam C=C aromatik
1700-1600 1850-1730 Melebar C=O

IV.9 Aktivitas antioksidan isolat fraksi A

Hasil uji aktivitas antioksidan secara spektrofotometri UV-Vis dengan

metode DPPH dari isolat fraksi A dengan beberapa variasi kadar diukur pada

panjang gelombang 517 nm. Seiring dengan penambahan isolat fraksi A kedalam

larutan DPPH 0,1 mM, nilai absorbansi DPPH mengalami penurunan

dibandingkan absorbansi blanko (Molyneux, 2004). Hal ini sesuai dengan hasil

yang didapatkan pada Tabel 4.8. Penurunan absorbansi disebabkan tereduksinya

molekul DPPH oleh senyawa antioksidan dalam senyawa flavonol. Penurunan

absorbansi juga diikuti dengan berkurangnya intensitas warna ungu dari larutan

DPPH (Prakash, 2001).


57

Tabel 4.8 Hasil Uji Aktivitas Atioksidan Isolat Fraksi A

Sampel Konsentrasi Absorbansi % inhibisi Persamaan IC50


Blanko Sampel uji
(mg/L) linier (mg/L)
Isolat 20,4 0,413 y = 0,632x +
40,8 0,306
Fraksi A 11,909
61,2 0,263
81,6 0,529 0,2 R2 = 0,9653 60,27

Berdasarkan Tabel 4.8 didapat nilai IC50 isolat fraksi A sebesar 60,27

mg/L. hal ini menunjukkan bahwa isolat fraksi A memiliki aktivitas antioksidan

yang kuat. Kurva regresi linier dari pengukuran aktivitas antioksidan isolat fraksi

A ditunjukkan pada gambar 4.10

Gambar 4.10 Kurva regresi linier dari pengukuran aktivitas antioksidan isolat
fraksi A
BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

V.1 Simpulan

Dari hasil penelitian terhadap ekstrak air daun gaharu (Gyrinops

versteegii) yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa :

1. Golongan flavonoid hasil isolasi ekstrak air daun gaharu merupakan senyawa

flavonoid golongan flavonol (3-OH bebas) yang memiliki gugus orto-

dihidroksi pada atom C-3’.C-4’, adanya 3 oh berdampingan pada atom C-

6,C-7 atau C-8, serta adanya gugus hidroksil pada atom C-5.

2. Senyawa flavonoid hasil isolasi dalam ekstrak air daun gaharu (Gyrinops

versteegii) mempunyai aktivitas antioksidan yang kuat terhadap DPPH

radikal dengan nilai IC50 sebesar 60,27 ppm.

V.2 Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap senyawa yang memiliki

aktivitas antioksidan pada daun gaharu (Gyrinops versteegii) dan mengidentifikasi

senyawa aktif tersebut menggunakan NMR dan GC-MS untuk mengetahui

struktur dari senyawa aktif sebagai antioksidan

58
DAFTAR PUSTAKA

Almey A., Khan AJ., Zahir S., Suleiman M., Aisyah Rahim K. 2010. Total
phenolic content and primary antioxidan activity of methanolic and ethanolic
extract of aromatic plants’ leaves. International Food Research Journal.17:
107788.

Amalia Indah Prihantini, Kanti Dewi Rizqiani, 2018, Various Antioxidant Assays
Of Agarwood Extracts (Gyrinops versteegii) from West Lombok, West Nusa
Tenggara, Indonesia, Asian Journal of Agliculture. Vol.3(1) E-ISSN: 2580-
4537

Ardhie, A. M. 2011. Radikal Bebas dan Peran Antioksidan dalam Mencegah


Penuaan.Medicinus.Vol.24(1)pp.4-9.

Arifin Bustanul., Ibrahim Sanusi. 2018. Struktur, Bioaktivitas Dan Antioksidan


Flavonoid. Jurnal Zarah. Vol.6(1) p-ISSN: 2354-7162 | e-ISSN: 2549-2217.

Azzah Farah Fadiyah, Resi Mukti Wardhani, Nurmei Rahmatika, Siwi Pramatama
Mars Wijayanti. 2018. Eksplorasi Potensi Ekstrak Cair Daun Kecombrang
Yang Mengandung Antioksidan Sebagai Penetralisir Radikal Bebas Dalam
Darah Petugas Spbu, Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto.

Day, R.A, dan A.L. Underwood. 1998. Kimia Analisa Kuantitatif. Erlangga.


Jakarta.

Departemen Kesehatan RI, 2000, Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan


Obat, Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan Direktorat
Pengawasan Obat Tradisional, Jakarta.

Dina Munawaoh, N. 2018. Potensi Ekstrak Air Daun Gaharu (Gyrinops


versteegii) Dalam Menurunkan Kadar Glukosa DarahPada Tikus Wistar
Hiperglikemia. Skripi. Program Studi Kimia. FMIPA. Universitas Udayana.

Fadiyah Farah, A., Mukti Wardani R., Nurmei Rahmatika., Siwi Pramatama, M.
W.2018. Eksplorasi Potensi Ekstrak Cair Daun Kecombrang Yang
Mengandung Antioksidan Sebagai Penetralisir Radikal Bebas Dalam Darah
Petugas SPBU. Jurnal Litbang Kota Pekalongan. Vol 15. Universitas
Jenderal Soedirman.

Fessenden and Fessenden. 1986. Kimia Organik Edisi ke-3, (A.H Pudjatmaka).
Erlangga. Jakarta.

59
60

Geissman, T. A. 1962. The Chemistry of Flavonoid Compounds. Pergamon Press,


Inc. New York.

Grotewold, Erich. 2006. The Science of Flavonoids. Springer. The Ohio State
University: Colombus, Ohio, USA. Pp. 1-5;155.

Gunn B, Stevens P, Singadan M, Sunari L, Chatterton P. 2003. Eaglewood in


Papua New Guinea.Resource Management in Asia-Pacific Working
Paper(51). Canberra (AU): The Australian National University.

Halliwell, B. And J.M.C. Gutteridge. 1999. Free Radicals in Biology and


Medicine. 3th Ed. Oxford University Press, Inc. New York.

Hamid.,O. O. Aiyelaagbe2., L. A. Usman1., O. M. Ameen1 and A. Lawa . 2010.


Antioxidants: Its medicinal and pharmacological Applications. African
Journal of Pure and Applied Chemistry.Vol. 4(8), pp. 142-151.

Harborne, J.B. 1984. Phytochemical Methods: A Guide to Modern Technique of


Plant Analysis. (2nd edn). Chapman and Hall. London.

Harbone, J. B. 1987. Metode Fitokimia Penentuan Cara Modern Menganalisa


Tumbuhan. a.b. Padmawinata. Soediro., K. I., ITB. Bandung.

Heyne, K.,1987,Tumbuhan Berguna Indonesia, Volume II, Yayasan Sarana Wana


Jaya : Diedarkan oleh Koperasi Karyawan, Badan Litbang Kehutanan,
Jakarta

Hossain M. A., Khulood A. S. AL-Raqmi, Zawan H. AL-Mijizy, Afaf M. W.,


Qasim Al-Riyami. 2013. Study of Total Phenol, Flavonoids Contents
and Phytochemical Screening of Various Leaves Crude Extracts of
Locally Grown Thymus Vulgaris, Asian Pacific Journal of Tropical
Biomedicine. Vol.3(9): 705-710.

Khairun Nisa Berawi., Desty Mariani. 2018. Efektivitas Kulit Batang Bakau
Minyak (Rhizopora apiculata) sebagai Antioksidan,
J.Agromedicine.Vol.5(1). Pendidikan Dokter. Fakultas Kedokteran.
Universitas Lampung.

Khopkar, S. M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Terjemahan


A.Saptorahardjo. Universitas Indonesia. Jakarta.

Landeng, P. J., Suryanto, E., dan Momuat, L. I. 2017. Komposisi Proksimat dan
Potensi Antioksidan dari Biji Jagung Manado Kuning (Zea mays L.)
Chemistry Progress. 10(1) : 36-44.
61

Mabry, T.J., Markham, K.R., dan Thomas, M.B. 1970. The Systematic
Identification of Flavonoid. Spinger-Verlag. 3-56:165-171. New York.
Heidelberg. Berlin.

Mailandari Mely. 2012. Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Daun Garcinia kydia
Roxb. dengan Metode DPPH dan Identifikasi Senyawa Kimia Fraksi Yang
Aktif. Skripsi FMIPA Universitas Indonesia.

Markham, K. R. 1988. Cara Mengidentifikasi Flavonoid, diterjemahkan oleh


Kosasih Padmawinata,15. Penerbit ITB. Bandung.

Mega, I. M., Swastini D. A. 2010. Screening Fitokimia dan Aktivitas Antiradikal


Bebas Ekstrak Metanol Batang Gaharu (Gyrinops versteegii). J.Kimia 4(2).
Program Studi Kimia. FMIPA. Universitas Udayana.

Mettaswari Senet, M. R., Oka Adi Parwata, I. M., Sudiarta, I. W. 2017.


Kandungan Total Fenol Dan Flavonoid Dari Buah Kersen (Muntingia
calabura) SERTA Aktivitas Antioksidannya. Jurnal Kimia (Journal of
Chemistry). Vol. 11(2).pp162-167.

Mulyadi P. 2012. Penelusuran Senyawa Antioksidan pada Ekstrak Daun Gaharu


(Gyrinops versteegi) dengan Metoda DPPH (Diefenil Hidrazil). Skripi.
Program Studi Kimia. FMIPA. Universitas Udayana.

Molyneux, P., 2004. The Use of The Stable Free Radical Dipehnylpicrylhydrazyl
(DPPH) for Estimating Antioxidant Activity, Songlklanakarin J. Sci.
Technol. 26(2). P.211-219

Oka Adi Parwata, I. M., Sukardiman.,Mulya, H. S., Alit Widihartini. 2016.


Inhibition of Fibrosarcoma Growth by 5-hydroxy-7-ethoxy-flavanons from
Kaempferia pandurata Roxb). Biomedical and Pharmacology Journal. Vol
9(3) , p.941-94

Oka Adi Parawata, I. M., Putra Manuaba, I. B., Putu Sutirtayasa, I. W. 2018.
Gaharu Leaf Water Extract Reduce MDA and 8-OHdG Levels and Increase
Activities SOD and Catalase in Wistar Rats Provided Maximum Physical
Activity. Bali Medical Journal , Vol. 5(3), 2016,pp. 79-83, ISSN. 2089-
1189.

Oka Adi Parawata, I. M., Laksmiwati., Sudiarta., Dina, M. N., Sutirta Yasa. 2018.
The Contents of Phenol and Flavonoid Compounds in Water Extract of
Gyrinops versteegii Leaves have Potentially as Natural Antioxidants and
Hypoglicemic in Hyperglycemic. Biomedical and Pharmacology Journal.
Vol. 11(3) 2018, 1543-1552.
62

Oka Adi Parawata, I. M., Putra Manuaba, I. B., Putu Sutirtayasa, I. W. 2018. The
Potency of Flavonoid Compounds in water Extract Gyrinops Versteegii
Leaves as Natural Antioxidants Sources. Biomedical & Pharmacology
Journal. Vol. 11(3), p. 1501-151.

Prakash, A .2001. Antioxidant Activity. Medallion Laboratories Analytical


Progress, vol. 19.No.2.

Prihantini A.I., Tachibana S., &Itoh K. 2014. Evaluation of Antioksidan and a-


Glucosidase Inhibitory Activities of Some Subtropical Plants. Pakistan
Journal of Biological Sciences. Vol.17(10).1106-1114.

Rica Dwi Adnyani, N. M., Oka Adi Parwata, I. M., Sutha Negara, I. M. 2017.
Potensi Ekstrak daun Nangka (Artocarpus heterophyllus Lam) sebagai
antioksidan Alami, Jurnal Kimia (Journal of Chemistry)Vol. 11, No. 2, Juli
2017, pp187-193.

Robinson, T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi, Edisi VI, Hal 191-
216. Diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata. ITB. Bandung.

Romansyah, Y. 2011. Kandungan Senyawa Bioaktif Antioksidan Karang Lunak


Sarcophyton sp. Alami dan Transplantasi si Perairan Pulau Pramuka
Kepulauan Seribu. Skripsi. Departemen Ilmu dan Teknologi Kelauatan
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB. Bogor.

Sastrohamidjojo, H., 2007,Spektroskopi, Liberty, Yogyakarta.

Septiani Ayu, N. M. 2018. Potensi Ekstrak Etanol Daun Gaharu (Gyrinops


versteegii) Dalam Menurunkan Kadar Gula Darah Pada Tikus Wistar Yang
Hiperglikemia, Skripsi. Program Studi Kimia. FMIPA. Universitas
Udayana.

Soehartono T, Mardiastuti A. 2003. The current trade in gaharu in West


Kalimantan. Biodivers Indo. 1 : 1-10.

Sudjadi. 1988. Metode Pemisahan.Hal 167-177. Fakultas Farmasi.Universitas


Gadjah Mada.

Sumarna, Y. 2002. Budidaya Gaharu. Swadaya. Jakarta.

Sumarna, Y. 2007. Budidaya dan Rekayasa Produksi Gaharu. Temu Pakar


Pengembangan Gaharu. Direktorat Jenderal RLPS, Jakarta.

Suradikusumah, E. 1989. Kimia Tumbuhan, PAU Ilmu Hayat Institut Pertanian


Bogor. Bogor.
63

Theodora C.T., Gunawan I.W.G., Swantara,I.M.D., Isolasi Dan Identifikasi


Golongan Flavonoid Pada Ekstrak Etil Asetat Daun Gedi (Abelmoschus
manihot L.), Jurnal Kimia (Journal of Chemistry),Vol 3, No 2, Juli 2019:
131-138

Underwood,A.L and R.A Day,Jr. 1986. Analisa Kimia Kuantitatif. Erlangga.


Jakarta.

Vanessa, M. Munhoza, R. L., José R.P., João, A.C., Zequic, E., Leite, M., Gisely,
C., Lopesa, J.P., Melloa. (2014). Extraction Of Flavonoids From Tagetes
Patula: Process Optimization And Screening For Biological Activity. Rev
Bras Farmacogn, 24, 576-583

Wahid Rahman Abdul., Safwan. 2018. Efek Antioksidan Ekstrak Etanol Daun
Gaharu (Aquilaria malaccensis .L) pada Tikus Jantan Galur Sprague
Dawley yang Diinduksi Paracetamol (Kajian Aktivitas Enzim Katalase
,SGOT dan SPGT) .Pharmauho. Vol4(2) Hal. 24-29 ISSN 2442-979.

Widyawati Sri, P., Wibawa Budianta, T. D., Wahyu Werdani, Y. D., Olivia
Halim, M. 2018. Aktivitas Antioksidan Minuman Daun Beluntas Teh Hitam
(Pluchea indica Less-Camelia sinensis. Agritech Vol 38(2)p200 – 207.

Wiseman H., Halliwel B. 1996. Damage to DNA by Reactive Oxygen and


Nitrogen species, role In inflammatory disease and progression to cancer.
Biochem J. 313.

Zirconia, A., Nunung, K., dan Vina, A. 2015. Identifikasi Senyawa Flavonoid
Dari Daun Kembang Bulan (Tithonia deversifolia) dengan Metode Pereaksi
Geser, al Kimiya. Vol.2. No.1.
LAMPIRAN

Lampiran 1. Skema Kerja Ekstraksi dan Isolasi Senyawa Flavonoid Daun


Gaharu

Daun segar

- di potong
- di keringkan
- di blender

Serbuk kering daun gaharu

Dimaserasi dengan air hangat


(70oC -80oC)

Residu Ekstrak air


Dipekatkan dengan
rotary evaporator
Ekstrak cair

Di press dryer

Ekstrak kental
- Uji warna
- Uji Kadar Total Flavonoid

Ekstrak kental

positif flavonoid
Dipartisi dengan
kloroform dan n-
heksana

Fraksi air Fraksi etilasetat Fraksi kloroform Fraksi n-heksana


Diuapkan, Diuapkan, Diuapkan,
Diuapkan,
uji flavonoid uji flavonoid uji flavonoid
uji flavonoid

Ekstrak kental positif flavonoid atau negative flavonoid

64
Lampiran 2. Skema Kerja Hasil Pemisahan, Pemurnian, dan Identifikasi
Daun Gaharu

Ekstrak yang positif mengandung flavonoid

Dipisahkan secara
kromatografi

Dengan KK Dengan KLT

Fraksi/ Eluat Eluen terbaik


Diuji dengan KLT
penggabungan

Fraksi gabungan A Fraksi gabungan B Fraksi gabungan C Fraksi gabungan D

Fraksi yang positif flavonoid terhadap ketiga


pereaksi dengan intensitas warna yang lebih kuat
dan memiliki 1 noda diuji kemurnian dengan
KLT

Isolat yang relatif


murni
Fraksi A
Identifikasi isolat
golongan flavonoid yang
relatif murni

Golongan senyawa flavonoid

Uji aktivitas
antioksidan

Aktivitas antioksidan golongann

flavonoid yang relatif murni

65
Lampiran 3. Perhitungan kadar air serbuk daun gaharu

Cawan Berat konstan Berat konstan Berat konstan % Kadar air


cawan (g) cawan + sampel (g) (g)
1 62,1214 63,2913 63,1908 8,5905
2 62,1302 63,5932 63,4676 8,5834
3 62,1220 63,3205 63,2178 8,5870
% Kadar air rata-rata 8,5870

W 1−W 2
Kadar air (%) = × 100%
W 1−W 0

W 1−W 2
a. Kadar air cawan 1 = × 100%
W 1−W 0

63,2913−63,1908
= × 100%
63,2913−62,1214

0,1005
= × 100% = 8,5905%
1,1699

W 1−W 2
b. Kadar air cawan 2 = × 100%
W 1−W 0

63,5932−63,4676
= × 100%
63,5932−62,1302

0,1256
= × 100% = 8,5834%
1,463

W 1−W 2
c. Kadar air cawan 3 = × 100%
W 1−W 0

63,3205−63,2178
= × 100%
63,3205−62,1220

0,1027
= × 100% = 8,5870%
1,1985

Lampiran 4. Pembuatan Larutan Kuersetin

66
 Pembuatan larutan induk Kuersetin 1000 ppm

Larutan induk asam galat 1000 ppm dibuat dengan menimbang 0,1 g baku

standar Kuersetin yang kemudian dilarutkan dengan metanol p.a hingga

volume 100 mL. Penimbangan baku standar Kuersetin sebanyak 0,1 g

berdasarkan perhitungan sebagai berikut :

1 ppm = 1 mg/L

1000 ppm = 1000 mg/L, artinya 100 mg atau 0,1 g Kuersetin dalam 0,1 L atau

100 mL metanol.

 Pembuatan larutan standar Kuersetin

Larutan induk diencerkan menjadi 100 ppm sebanyak 100 mL kemudian

diencerkan kembali menjadi 10-50 ppm sebanyak 50 mL sebagai larutan

standar menggunakan rumus berikut :

V 1. M 1=V 2. M 2

Dengan : V1 = volume larutan sebelum pengenceran

M1 = konsentrasi larutan sebelum pengenceran

V2 = volume larutan setelah pengenceran

M2 = konsentrasi larutan setelah pengenceran

a. Larutan 100 ppm

V 1. M 1=V 2. M 2

V 2. M 2
V 1=
M1

100 mL.100 ppm


V 1=
1000 ppm

V 1=10 mL

67
68

b. Larutan standar 1 ppm

V 1. M 1=V 2. M 2

V 2. M 2
V 1=
M1

500 µL .1 ppm
V 1=
100 ppm

V 1=5 µL

Perhitungan ini analog untuk larutan standar 2 ppm, 4 ppm, 8 ppm, 16 ppm, dan

32 ppm sehingga volume larutan 100 ppm yang dibutuhkan untuk membuat

masing-masing larutan standar tersebut dapat ditentukan dengan rumus tersebut

dimana volume dicukupkan 500 µL


Lampiran 5. Perhitungan Konsentrasi dan Kandungan Total Flavonoid

Tabel hasil pengukuran absorbansi dari standar kuersetin

Konsentras Absorbansi
i
ppm  
0 0
1 0,055
2 0,091
4 0,188
8 0,398
16 0,785
32 1,541

Penentuan total flavonoid pada ekstrak etil asetat

Berat (gram) Konsentrasi sampel Absorbansi


mg/5mL
0,403 80,660 0,657

Persamaan regresi linier untuk kurva standar kuersetin

y = 0,0483x + 0,0024

0,657 = 0,0483x + 0,0024

0,0483x = 0,657-0,0024

69
70

0,6546
x = = 13,5528 mg/L
0,0483

mg

Total flavonoid =
konsentrasiterukur( mL ) × FP ×100%
mg
konsentrasi sampel (
mL )

=
0,013553( mg
mL )
×50
×100%
mg
80,660 (
mL )

= 0,84012% mg/mL

= 840,12% g/mL = 840,12 g/100g

Dengan cara yang sama, untuk penentuan total flavonoid pada ekstrak yang lain

diperoleh :

W
Kode Absorbans Kons plot std x sampel Kons Spl FP Flavonoid
sampel i mg/L mg/mL g mg/5mL 0,05/0,5 % mg/100 g
               
Fraksi air 0,811 16,7412 0,016741 0,233 46,640 10 0,36 358,95
Fraksi
heksan 0,349 7,1760 0,007176 0,263 52,660 10 0,14 136,27
Fraksi
kloroform 0,158 3,2215 0,003222 0,536 107,240 10 0,03 30,04
Fraksi etil
asaetat 0,657 13,5528 0,013553 0,403 80,660 50 0,84 840,12

70
71

71
Lampiran 6. Perhitungan Rf hasil KLT

A. Perhitungan Rf hasil KLT ekstrak etil asetat

a) Perhitungan Rf pelarut butanol : asam asetat : air (4:1:5) = tidak terpisah

b) Perhitungan Rf pelarut etanol : etil asetat (2:8) =

8,5
Rf = = 0,85
10

c) Perhitungan Rf pelarut etanol : etil asetat : n-heksana (5:4:1)

8,1 8,5
Rf = = 0,81 Rf = = 0,85
10 10

d) Perhitungan pelarut butanol : etil asetat: asam asetat (2:7:1)

9,0
Rf = = 0,9
10

e) Perhitungan pelarut etil asetat : butanol : asam asetat (5:3:2)

7,1 8,8
Rf = = 0,71 Rf = = 0,88
10 10

9,4
Rf = = 0,94
10

f) Perhitungan pelarut etil asetat : asam asetat : asam formiat : air

(10:1:1:2,6)

3,0 4,3
Rf = = 0,3 Rf = = 0,43
10 10

8,7 9,8
Rf = = 0,87 Rf = = 0,98
10 10

B. Perhitungan Rf hasil KLT pengggabungan

a) Fraksi A (1 noda )

5
Rf = = 0,625
8

b) Fraksi B (3 noda)

71
5 4
Rf = = 0,625 Rf = = 0,5
8 8

3,5
Rf = = 0,4375
8

72
c) Fraksi D (4 noda)

7,5 5
Rf = = 0,9375 Rf = = 0,625
8 8

4,5 3
Rf = = 0,5625 Rf = = 0,375
8 8

C. Perhitungan Rf hasil KLT pemurnian

a) Perhitungan Rf pelarut n-butanol:etil asetat:asam asetat (2:7:1)

6,0
Rf = = 0,60
10

b) Perhitungan Rf pelarut n-butanol: asam asetat: air (3:1:1)

5,1
Rf = = 0,51
10

c) Perhitungan Rf pelarut n-heksana: etil asetat: n-butanol (8:2:1)

1,5
Rf = = 0,15
10

d) Perhitungan Rf pelarut n-heksana: n-butanol (6:4)

5,2
Rf = = 0,52
10

e) Perhitungan Rf pelarut methanol: asam asetat: etil asetat (4:3:2)

7,8
Rf = = 0,78
10

72
73
Lampiran 7. Pembuatan larutan difenilpikril hidrazil (DPPH) 0,1 mM

Larutan DPPH 0,1 mM dibuat dengan mencampurkannya ke dalam 100 mL

metanol pekat. Jadi massa DPPH yang diambil adalah :

BM DPPH = 394,32 g/mol

DPPH 0,1 mM 0,1 L = 0,01 mmol

Massa = 0,01 mmol × 394,32 g/mol

= 3,9432 mg

Dengan demikian, akan diambil sebanyak 3,9432 mg DPPH yang kemudian

dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL dan ditambahkan dengan metanol pekat

sampai tanda batas.

73
Lampiran 8. Perhitungan Pembuatan Larutan Sampel Uji IC50

 Isolat Fraksi A

a) Pembuatan larutan induk sampel

Massa = 0,0102 g = 10,2 mg diencerkan dengan volume 0,5 mL

Sehingga konsentrasi sample adalah :

massa
C=
volume

10,2mg
C= = 20,4 mg/mL
0,5 mL

C = 20.400 mg/L

Jadi konsentrasi larutan induk isolat fraksi A adalah 20.400 ppm

 Perhitungan pembuatan larutan uji sampel jika dipipet masing-masing 0,5

µL, 1 µL, 1,5 µL, dan 2 µL yang dicukupkan dalam volume 500 µL, maka

konsentrasi larutan uji jika dipipet 1 µL adalah :

Cuji I × Vinduk = Cuji II × Vuji

20.400 mg/L × 0,5 µL = Cuji II × 500 µL

10.200 mg/L
Cuji = = 20,4 mg/L
500

Jadi konsentrasi larutan uji jika dipipet sebanyak 0,5 µL larutan uji I

dijadikan 500 µL maka konsentrasinya adalah 20,4 mg/L. Dengan cara

yang sama larutan yang dipipet sebanyak 1 µL, 1,5 µL, dan 2 µL

konsentrasinya menjadi 40,8 mg/L, 61,2 mg/L dan 81,6 mg/L.

74
Lampiran 9. Spektrum Serapan Isolat Fraksi A dengan Pelarut Etanol

75
Lampiran 10. Spektrum Yang Dihasilkan Fraksi A setelah Penambahan
Pereaksi Geser NaOH 2M dan didiamkan setelah 5 menit

Lampiran 11. Spektrum Yang Dihasilkan Fraksi A Setelah Penambahan


Pereaksi Geser AlCl3 5% dan HCl 5%

76
Lampiran 12. Spektrum Yang Dihasilkan Fraksi A Setelah Penambahan
NaOAc dan H3BO3

77
Lampiran 13. Perhitungan Persen Peredaman dan IC50 Isolat Fraksi A

a) Perhitungan persen peredaman isolat fraksi A

78
Contoh perhitungan persen peredaman radikal bebas pada konsentrasi 20,4

ppm :

|kontrol|−|sample|
%Peredaman = × 100%
|kontrol|

0,529−0,413
= × 100%
0,529

= 21,93%

Dengan cara yang sama diperoleh :

Sampel Konsentrasi Absorbansi % inhibisi Persamaan


Blanko Sampel uji
(mg/L) linier
Isolat 20,4 0,413 y = 0,632x +
40,8 0,306
Fraksi A 11,909
61,2 0,263
81,6 0,529 0,2 R2 = 0,9653

b) Perhitungan IC50 isolat fraksi A

Persamaan regresi linier y = 0,632x + 11,909

Nilai IC50 : y = 50 maka :

y = 0,632x + 11,909

50 = 0,632x + 11,909

0,632x = 50-11,909

(50−11,909)
x=
0,632

x = 60,27 ppm

79
80

Kurva regresi linier dari pengukuran aktivitas antioksidan isolat fraksi A

ditunjukkan pada gambar berikut :


Lampiran 14. Dokumentasi Penelitian

Tanaman gaharu (Gyrinops versteegii) Proses penghalusan daun gaharu

Maserasi daun gaharu Partisi dengan pelarut n-heksana

81
82

Partisi dengan pelarut kloroform Partisi dengan pelarut etil asetat

Hasil KLT dengan eluen etil asetat :

Hasil KLT pencarian eluen terbaik asam asetat : asam formiat : air
(10:1:1:2,6)

Kromatografi kolom
Hasil KLT penggabungan
83

Hasil KLT pemurnian


Sreening fitokimia isolat fraksi A

Screening fitokimia isolat fraksi B Screening fitokimia isolat fraksi C

Screening fitokimia isolat fraksi D Uji aktivitas antioksidan

Anda mungkin juga menyukai