Anda di halaman 1dari 74

PERBANDINGAN UJI AKTIVITAS ANTIDIABETES EKSTRA

K ETANOL DAN DEKOK DAUN KERSEN


(Muntingia Calabura L) TERHADAP MENCIT
JANTAN DENGAN METODE GLUKOSA

SKIRPSI

NURUNNISAH PS
1948201125

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS HAJI SUMATERA UTARA
TAHUN 2023
i

KATA PENGANTAR

Puji beserta syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan yang telah

memberikan rahmat karunia beserta hidayahnya sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Perbandingan Aktifitas Antidiabetes Ekt

rak Etanol dan Dekok Daun Karsen Terhadap Mencit Jantan Dengan Metode Gluk

osa.”

Peyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan dan arahan

berbagai pihak sebagai pihak yang terlihat secara langsung maupun tidak

langsung. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasi

kepada Yth:

1. Yayasan Pendidikan kesehatan Haji Sumatra Utara yang telah menyiapkan

saranaprasarana.

2. Rektor Universitas Haji Sumatera Utara beserta civitas akademi yang telah

melaksanakan proses pembelajaran di Universitas Haji Sumatera Utara.

3. Bapak Aswan Pangondian Harahap S.Farm., M.Farm sebagai pembimbing

yang telah memberikan bimbingan, saran maupun masukan demi selesainya

skripsi ini.

4. Teristimewa penulis ucapkan terimakasih yang paling dalam kepada orang tua,

yang memberikan dukungan dan yang tidak henti mereka berikan dan

menjadikan motivasi kuat dalam mengarungi kerasnya menjalani kehidupan

dan sentuhan belai kasih sayangmu menjadi inspirasi perjalanan hidup yang

mampu menghasilkan goresan-goresan indah disetiap langkahku.

5. Kepada rekan-rekan Mahasiswa/i Teman Sejawat serta sahabat seluruh

i
ii

Universitas Haji Sumatera Utara khususnya rekan-rekan semester akhir yang

telah memotivasi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

6. Akhirnya penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah

membant penulis dalam menyelesaikan skripsi, semoga dapat bermanfaat bagi

pembaca khususnya di bidang Kefarmasian.

Medan , 2023

Penulis
iii

Program Studi Farmasi


Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Haji Sumatera Utara

Skripsi, Agustus 2023


Nurunnisah Ps
1948201125

ABSTRAK

Muntingia calabura L, atau secara lokal lebih dikenal dengan sebutan bua
h kersen merupakan obat tradisional yang telah digunakan untuk mengontrol kada
r glukosa dalam darah, daun pohon kersen mengandung senyawa flavonoid, tanin,
triterpenoid, saponis, dan polifenol yang menunjukkan adanya aktivitas antioksida
n tinggi.
Dalam penelitian ini kadar glukosa darah mencit di ukur dengan interval w
aktu 15, 30, 45, 60 menit menggunakan glukometer. Yang dimana cuplikan darah
mencit yang dijadikan sampel diambil melalui ujung ekor mencit yang dilukai.
Dari hasil uji ditemukan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan a
ntara ketiga konsentrasi ekstrak dan dekok terhadap kontrol positif, namun tedapa
t perbedaan yang signifikan antara ekstrak dan kontrol positif terhadap kontrol ne
gatif. Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa ekstrak 125 mg/20-30gBB, 250 mg/2
0-30gBB, serta 500 mg/20-3030gBB mempunyai efek yang sama terhadap gliben
klamid, namun berbeda terhadap Na CMC sebagai kontrol negatif.
Kesimpulan bahwa Ekstrak etanol dan dekok daun kersen (muntingia calabur
a), mampu menurunkan kadar glukosa darah mencit (Mus musculus) yang di indu
ksi aloksan. Ekstrak etanol dan dekok daun kersen (muntingia calabura), mampu
menurunkan kadar glukosa darah mencit (Mus musculus) namun efek menurunan
kadar gula darah yang paling tinggi terdapat pada metode ektrak etanol daun kerse
n.

Kata Kunci : Muntingia calabura L, glukosa, glukometer.

iii
iv

Pharmacy Study Program


Faculty of Health Sciences
North Sumatra Hajj University

Thesis, August 2023


Nurunnisah Ps
1948201125

ABSTRACT

Muntingia calabura L, or locally known as cherry fruit is a traditional medicine th


at has been used to control blood glucose levels, cherry tree leaves contain flavon
oids, tannins, triterpenoids, saponins, and polyphenols which show high antioxida
nt activity.

In this study, blood glucose levels in mice were measured at intervals of 15, 30, 4
5, 60 minutes using a glucometer. Which is where the blood samples of mice that
are used as samples are taken through the tip of the injured mouse tail.

From the test results it was found that there was no significant difference between
the three concentrations of the extract and decoction to the positive control, but th
ere was a significant difference between the extract and the positive control to the
negative control. So it can be concluded that extracts 125 mg/20-30gBW, 250 mg/
20-30gBW, and 500 mg/20-3030gBW have the same effect on glibenclamide, but
different on Na CMC as a negative control.

The conclusion is that the ethanol extract and dekok cherry leaves (muntingia cal
abura) are able to reduce blood glucose levels in alloxan-induced mice (Mus musc
ulus). Ethanol extract and cherry leaf decoction (muntingia calabura) were able to
reduce blood glucose levels in mice (Mus musculus), but the effect of reducing blo
od sugar levels was highest in the cherry leaf ethanol extract method.

Keywords: Muntingia calabura L, glucose, glucometer.


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR I
ABSTRAK III
DAFTAR ISI V
DAFTRA GAMBARVIII
DAFTAR TABEL IX
DAFTAR LAMPIRAN X
BAB 1 PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang Masalah 1
1.2. Rumusan Masalah 6
1.3. Hipotesis 6
1.4. Tujuan Penelitan 7
1.5. Manfaat Penelitian 7
1.6. Kerangka Fikir Masalah 8
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 9
2.1 Morfologi Tanaman Kersen 9
2.1.1. Klasifikasi Tanaman Kersen 10
2.1.2. Nama Daerah Tanaman Kersen 11
2.1.3. Kandungan Senyawa Kimia Daun Kersen 11
2.1.4. Kegunaan Tumbuhan Kersen 11
2.2. Peranan Flavonoid Dan Saponin Penurunan Gula Darah 12
2.2.1. Peranan Flavonoid 12
2.2.2. Peranan Saponin 14
2.3. Ekstraksi 14
2.3.1. Maserasi 14
2.3.2. Perkolasi 16
2.3.3. Digesti 16
2.3.4. infusa 16

v
vi

2.3.5. sokletasi 17
2.3.6. Refluks 17
2.3.7. Dekok 18
2.3.8. Skrining Fitokimia 18
2.3.8. Karakteristik Morfologi Daun, Bunga, dan Buah Kersen 18
2.4. Konsep Diabetes Melitus 19
2.4.1. Diabetes Melitus 19
2.4.2. Klasifikasi Diabetes 21
2.4.3. Faktor Risiko 22
2.4.4. Etilogi 22
2.4.5. Patofosiologi 23
2.4.6. Tanda Dan Gejala Klinis Diabetes Melitus 29
2.4.7. Komplikasi 31
2.4.8. Penata Pelaksanaan 33

BAB 3 METODE PENELITIAN 38


3.1. Jenis Penelitian 38
3.2. Tempat Pelaksanaan Penelitian 38
3.3. Alat-Alat Dan Bahan 38
3.3.1 Alat-alat 38
3.3.2 Bahan 39
3.4. Pembuatan Pereaksi 39
3.4.1. Pereaksi Bouchardat 39
3.4.2. Pereaksi Mayer 39
3.4.3. Pereaksi Dragendorff 39
3.4.4. Larutan Asam 40
3.4.5. Larutan FeCl310% 40
3.5. Pengambilan Sampel 42
vii

3.6. Pengolahan Sampel 42


3.7. Pembuatan Ekstrak Sampel 33
3.8. Skrining Fitokimia 39
3.8.1. Alkoloid 44
3.8.2. Saponin 44
3.8.3. Tanin 44
3.8.4. Flavonoid 40
3.8.5. Steroid 45
3.8.6. Tripenoid 45
3.8.7. Fenolik 45
3.9. Penyiapan Bahan Uji 45
3.9.1 Pembuatan Sediaan Uji 45
3.9.2 Pembuatan Larutan koloidal 45
3.10.Uji Aktivitas Antidiabetes 45
3.10.1 Pemilihan Dan Penyiapan Hewan Uji 45
3.10.2 Induksi Diabetes Pada Mencit 46
3.11.Pengamatan Dan Pengumpulan Data 47
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 47
4.1. Hasil penelitian 483
4.2. Pembahsan 55
BAB 5 PENUTUP 60
5.1. Kesimpulan 60
3.2. Saran 60

DAFTAR PUSTAKA 61
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
Gambar 1.1. Kerangka Pikir.................................................................................... 8
Gambar 2.1. Daun karsen ....................................................................................... 9
Gambar 2.2. Kerangka C6-C3-C6 Flavonoid.......................................................... 12
Gambar 4.1 Tabel konversi...................................................................................... 48

viii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman

Tabel 2.1. kadar tes laboratorium darah untuk diagnosis diabetes.......................... 31


Tabel 4.1. Hasil ekstrak etanol daun kersen dan % rendemen ekstrak.................... 48
Tabel 4.2. Hasil Dekok daun kersen dan % rendemen ekstrak................................ 49
Tabel 4.3. Hasil skrining fitokimia daun kersen...................................................... 50
Tabel 4.4. Hasil Penelitian daun kersen terhadap mencit Jantan............................. 52

ix
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Perhitungan Kadar Gula Mencit.......................................................... 65


Lampiran 2. Perhitungan Penurunan Kadar Glukosa Darah Mencit Jantan........... 72
Lampiran 3. Grafik Penurunan Kadar Glukosa Darah Mencit Jantan.................... 74
Lampiran 4. perhitungan.......................................................................................... 75
Lampiran 5. Surat Persetujuan Etika Penelitian ..................................................... 77
Lampiran 6. Surat Uji Tumbuhan............................................................................ 78
Lampiran 7. Gambar Hasil Penelitian Laboratorium ............................................. 79
Lampiran 9. Gambar Hasil Uji Skrining ................................................................. 80

x
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Muntingia calabura L, atau secara lokal lebih dikenal dengan sebutan buah

kersen merupakan obat tradisional yang telah digunakan untuk mengontrol kadar

glukosa dalam darah, dikutip dari Jurnal Biomedis Indonesia, daun pohon kersen

mengandung senyawa flavonoid, tanin, triterpenoid, saponis, dan polifenol yang

menunjukkan adanya aktivitas antioksidan tinggi. Antioksidan adalah zat yang da

pat menimbulkan efek antidiabetes yaitu efek penurunan kadar gula dalam darah

(Nurholis, 2019).

Penelitain sebelumnya oleh Hidayati (2019) yang membahas analisis kandu

ngan logam berat pada daun Pterocarpus indicus (Angsana) dan daun Muntingia c

alabura (Kersen) di kawasan lumpur porong Sidoarjo mengatakan bahwa kemamp

uan tanaman kersen dalam menyerap logam berat timbal lebih baik dibandingkan

dengan angsana, sebab permukaan daunnya yang kasar dan berbulu menjadikan lo

gam berat timbal mudah menempel dan masuk ke dalam sel daun melalui stomata.

Potensi tanaman kersen dapat digunakan sebagai barometer polusi udara (bioindik

ator). Hal tersebut dikarenakan kepekaan tanaman terhadap perubahan lingkungan

lebih tinggi dibandingkan hewan dan manusia(Haruningtyas, 2019). Penelitian ole

h Sulaiman (2018), ekstrak daun kersen (Muntingia calabura L.) memiliki daya a

ntibakteri terhadap pertumbuhan Streptococcus viridans.

1
2

Penelitian oleh Muflikhah (2020), membuktikan bahwa ekstrak daun kersen

memiliki daya antibakteri yaitu dapat menghambat pertumbuhan Porphyromonas

gingivalis yang dilakukan dengan metode difusi sumuran. Menurut Retnaningsih e

t al. (2019), kelebihan metode difusi sumuran yaitu lebih mudah mengukur luas zo

na hambat yang terbentuk karena isolate.

Daun kersen mengandung saponin dan flavonoid yang dapat bekerja sebagai

antioksidan. Minum rebusan daun kersen (Muntingia calabura) baik untuk melind

ungi fungsi jantung dan kemungkinan kerusakan akibat racun yang masuk ke dala

m tubuh. Dengan demikian pemanfaatan daun kersen dapat dijadikan alternatif pe

ngobatan herbal (Sapturi, 2020).

Daun kersen (Muntingia calabura ) merupakan salah satu tanaman yang dap

at digunakan sebagai obat analgesik, antiinflamasi, antispasmodik, antidispepsia d

an obat aborsi. Penelitian lain juga telah membuktikan bahwa daun kersen berpote

nsi sebagai anti kanker. Secara empiris, ekstrak air daun kersen telah digunakan ol

eh masyarakat sebagai obat antidiabetes (Meyliani, 2020)

Terdapat banyak tumbuhan yang berpotensi untuk memperbaiki kadar gula

darah, salah satunya Daun Kersen (Muntingia calabura L.), kersen merupakan tan

aman buah tropis yang mudah dijumpai di pinggir jalan, tananam ini mempunyai

nama yang beragam di beberapa daerah, antara lain Kerukup siam (Malaysia), Ja

maican cherry (Inggris), Talok (Jawa), Ceri (Kalimantan). Berdasarkan hasil peng

amatan uji fitokimia, serbuk daun kersen (Muntingia calabura L.) diketahui meng

andung seperti alkaloid, polifenol, tanin, saponin dan flavonoid (Widyaningrum et

al.,2020).
3

Secara empiris, daun kersen dapat digunakan sebagai obat alternatif bagi pe

nderita diabetes mellitus karena mempunyai substansi aktif berupa asam askorbat,

serat, niasin, dan beta karoten. Daun kersen juga mempunyai senyawa kimia lainn

ya berupa protein, lemak, karbohidrat, abu, kalsium, fosfor, besi, tianin, riboflavin

niacin dan flavonoid (flavon, flavonon, flavan, dan biflavan). Daun ini juga mem

punyai fungsi selain antidiabetes karena senyawa flavonoid dapat berfungsi sebag

ai antimikroba, antivirus, antioksidan, antihipertensi, merangsang pembentukan es

trogen, dan mengobati gangguan fungsi pada hati (Zahara, 2018).

Daun kersen mengandung senyawa flavonoid, salah satunya kuersetin, zat in

i dapat menghambat GLUT 2 pada mukosa usus sehingga dapat menurunkan abso

rbsi glukosa, hal ini menyebabkan pengurangan penyerapan glukosa dan frukrtosa

dari usus sehingga kadar gula darah menurun. Selain itu flavonoid juga dapat men

ghambat fosfodiesterase sehingga meningkatkan cAMP pada sel beta pankreas, pe

ningkatan cAMP akan menstimulus pengeluaran protein kinase A (PKA) yang me

rangsang sekresi insulin semakin meningkat (Ajie 2018).

Ekstrak daun kersen mempunyai nilai IC50 sebesar 6,82 ppm (Sami et al., 2

019), dan daun kersen dengan nilai IC50 sebesar 50,59 ppm (Riskianto et al., 202

1), keduanya dinyatakan mempunyai kemampuan antioksidan yang kuat. Karena s

ifat sinergisnya, menggabungkan dua atau lebih jenis tanaman yang mengandung

antioksidan akan menghasilkan potensi yang lebih besar. (Septiawan et al., 2020).

Berdasarkan penelitian (Reski et al.,2020), tentang pengaruh pemberian

rebusan daun kersen terhadap kadar gula darah pasien diabetes mellitus tipe II, has

il penelitian ini menunjukkan bahwa adanya pengaruh pemberian rebusan daun ke


4

rsen terhadap penurunan kadar gula darah. Hal ini dapat disebabkan karena

kandungan saponin dan flavonoid yang terkandung di dalam daun kersen

yang dapat menghambat penyerapan gula darah di usus, sehingga tidak banyak k

arbohidrat yang diserap di usus.

Metformin merupakan obat antihiperglikemik golongan biguanid, yang ban

yak digunakan untuk terapi kontrol Diabetes Melitus tipe 2. Metformin bekerja de

ngan menurunkan konsentrasi kadar glukosa darah tanpa menyebabkan hipoglike

mia. Glibenklamid merupakan obat antihiperglikemia oral golongan sulfonilurea g

enerasi kedua yang mana bekerja menurunkan kadar glukosa darah dengan mensti

mulasi sekresi insulin (Cicih et al., 2022).

Penyakit degeneratif merupakan permasalahan kesehatan yang sudah lama d

ialami beberapa negara di dunia, baik negara maju dan negara berkembang. Penya

kit ini disebabkan oleh perubahan gaya hidup. Penyakit diabetes merupakan salah

satu dari empat prioritas penyakit tidak menular. Data menyebutkan bahwa 1 dari

2 orang penyandang diabetes belum menyadari bahwa dirinya mengidap diabetes,

dimana sebenarnya 80% kejadian diabetes dapat dicegah. Penyakit diabetes dapat

dikontrol dan penderitanya dapat berumur panjang dan hidup sehat (International

Diabetes Federation, 2022).

Diabetes melitus (DM) atau diabetes merupakan penyakit kelainan metaboli

sme yang ditandai dengan hiperglikemia (kadar glukosa yang tinggi dalam darah)

karena kekurangan insulin, resistensi insulin atau keduanya (Punthakee et al. 201

8). Menurut IDF jumlah penderita diabetes tipe 1 di Indonesia mencapai 41,8 ribu

orang pada 2022. Angka tersebut menjadikan Indonesia sebagai negara dengan pe
5

nderita diabetes tipe 1 terbanyak di ASEAN, serta peringkat ke-34 dari 204 negara

di skala global. Mayoritas penderita diabetes tipe 1 di Indonesia berusia antara 2

0-59 tahun. Namun, penderita yang usianya muda juga cukup banyak (Internation

al Diabetes Federation, 2022).

Sementara itu penderita diabetes di Kota Sibolga tahun 2022 menempati uru

tan ke-6 dari 10 penyakit terbanyak yang diderita masyarakat Sibolga baik di rum

ah sakit maupun di Puskesmas dengan jumlah penderita sebanyak 1353 orang (Pa

ne, D. T. A, 2022).

Penggunaan daun kersen di kota sibolga masih belum banyak digunakan ole

h para penderita diabetes sebagai obat alternatif ini disebabkan karna belum banya

knya infomasi yang di dapat para penderita diabetes tentang penggunaan daun kar

sen sebagi obat menurunkan kadar gula darah.

Penelitian sebelumnya dilakukan oleh Harahap,d,(2022) “Pemberian Rebusa

n Daun Kersen Menurunkan Kadar Glukosa Darah Pasien Diabetes Mellitus Tipe

2” Hasil penelitian menyatakan bahwa rata-rata kadar gula darah sesudah dilakuka

n intervensi menurun sebesar 305.58menjadi 178.33. Adanya pengaruh pemberian

rebusan daun kersen terhadap penurunan kadar gula darah, Pengujian aktivitas ant

idiabetes khususnya pada infusa dan ekstrak daun kersen telah dilaporkan. Pember

ian infusa daun kersen dengan menggunakan konsentrasi 5% b/v, 10% b/v, dan 20

% b/v dapat menurunkan kadar glukosa darah mencit yang diberi beban glukosa,

dimana pada konsentrasi 20% memiliki efek menurunkan kadar glukosa darah me

ncit paling baik (Febrina & Sari, 2019).

Oleh karena itu, penelitian tentang perbandingan aktifitas antidiabetes ektra


6

k etanol dan dekok daun karsen terhadap mencit jantan dengan metode glukosa pe

rlu dilakukan untuk menunjang penggunaan secara empiris masyarakat dengan dat

a-data ilmiah sehingga penggunaanya dapat lebih dipertanggung jawabkan.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah ekstrak etanol dan dekok dapat menurunkan kadar gula darah pada

mencit yang di induksi dengan aloksan ?

2. Diantara ekstrak dan dekok manakah yang paling tinggi efek menurunkan

kadar gula dararah ?

3. Berapakah dosis yang paling efektif menurunkan kadar gula darah?

1.3. Hipotesis

Berdasarkan rumusan masalah diatas maka hipotesis dari penelitian ini

yaitu:

1. Pemberian ekstrak dan dekok daun karsen (muntingia calabura L) dapat m

enjadi alternatif untuk dapat menurunkan kadar gula darah.

2. Penggunaan cara ekstrak dan dekok daun karsen sama-sama dapat dengan

cepat menurunkan kadar gula darah.

3. Kendungan yang ada pada daun karsen efektif menurunkan kadar gula dar

ah dengan cepat.

1.4. Tujuan Penelitian


7

1. Untuk apakah ekstraksi etanol dan dekok dapat menurunkan kadar gula da

rah pada mencit yang di induksi aloksan

2. Untuk diantara ekstrak etanol dan dekok manakah yang paling tinggi efek

menurunkan kadar gula dararah

3. Untuk berapakah dosis yang paling efektif menurunkan kadar gula darah.

1.5 Manfaat

Penelitian diharapkan dapat memiliki nilai manfaat dari daun kersen (Mu

ntinga calabura ) dan dapat di gunakan sebagai alternatif dalam pengembangan o

bat-obatan alami sebagai pencegahan atau terapi terhadap penyakit diabetes melitu

s.

1.5. Kerangka Pikir


8

Variabel bebas Variabel Terikat Parameter

Ekstrak dan Dekok Skrining Fitokimia  Alkaloid


 Flavonoid
 Saponin
 Tannin
Uji aktivitas antidiabetes de  Steroid
ngan praksi  glikosida
 Kontrol negativ (-) diberi
larutan CMCNa 1%.
 Klompok uji ekstrak dan
dekok
 Diberikan dosis 125mg/ Penurunan kad
Kg BB. ar gula darah p UJI KGD Para
 Diberikan dosis 250mg/ ada mencit Jan meter denga
n iStock
Kg BB. tan dengan met
 Di berikan dosis 500mg/ ode glukosa
Kg BB.
 Kontrol positif (+) di ber
ikan glibenklamid denga
n dosis 0,02 mg/kg BB.

Gambar :1.1 Kerangka Pikir


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Morfologi Tanaman Kersen

Kersen termasuk ke dalam tumbuhan tahunan dengan tinggi mencapai 12

m. Batang tumbuhan ini berkayu, tegak, bulat dan memiliki percabangan simpodi

al. Percabangannya mendatar, menggantung ke arah ujung, berbulu halus, daun tu

nggal berbentuk bulat telur sampai lanset. Lembaran daunnya memiliki pangkal y

ang nyata dan tidak simetris dengan ukuran mencapai 14 cm x 4 cm, tepi daun ber

gerigi, bagian bawah berbulu. di dalam buku Morfologi Tumbuhan. (Meutia Zaha

ra, 2018).

Gambar 2.1 Daun karsen

Daun berwarna hijau muda dengan bulu rapat di permukaan bawah daun.

Batangnya dapat tumbuh hingga mencapai tinggi 12 cm, namun pada umumnya

9
10

berkisar antara 1-4 m, percabangannya mendatar dan membentuk naungan yang ri

ndang. Sedangkan bunganya berwarna putih terletak di ketiak sebelah kanan atas

daun (Gambar 1), memiliki tangkai yang panjang, mahkota bertepi rata, bentuk tel

ur bundar, jumlah benang sari nya banyak antara 10-100 belai (Gambar 2). Buah k

ersen berbentuk bulat, rasanya manis, berwarna hijau pada waktu muda dan merah

setelah matang dengan biji yang banyak seperti pasir. Bijinya berukuran 0,5 mm d

an berwarna kuning (Meutia Zahara, 2018).

2.1.1. Klasifikasi Tanaman Kersen

Kingdom : Plantae ( Tumbuhan )

Divisi : Spermatophyta ( Berbiji )

Super devisi : Angiospermae ( Bakal biji )

Kelas : Dicotyledoneae ( Berbiji dua )

Sub kelas : Dialypetalae

Ordo : Malvales/ Columniferae

Famili : Elaeocarpaceae

Genus : Muntingia

Spesies : Muntingia calabura L.

Sari (2012).
11

2.1.2. Nama Daerah Tanaman Kersen

Di Jawa tumbuhan ini dikenal dengan sebutan talok, kersem, keres, kersen (Su

nda). Jakarta: kadang-kadang disebut dengan leci. Lumajang : anak-anak biasa me

nyebutnya baleci. Nama-nama lainnya dibeberapa negara adalah: Capulin, Jamaic

a cherry (Inggris); datiles, aratiles, manzanitas (Filipina), mat sam (Vietnam); kho

om somz, takhob (Laos); takhop farang (Thailand); krakhob barang (Kamboja); d

an kerukup siam (Malaysia). Juga dikenal sabagai capulin blanco, cacaniqua, nigu

a, niguito (bahasa Spanyol); dan nama yang tidak tepat Japanese kers (Belanda).

2.1.3. Kandungan Senyawa Kimia Daun Kersen

Daun dan kulit batang Muntingia calabura L. Mengandung alkaloid, tannin, sa

ponin, flavonoid porifenol, flavonol (kamferol dan kuersetin) serta proantosianidi

n dan sianidin, beberapa mioinositol. serta setiap 100 gram tanaman ini memiliki

kandungan : 76,3 air, 2,1 g protein, 2,3 g lemak, 17,9 g karbohidrat, 4,6 g serat, 1.

4 g abu, 125 mg kalsium, 94 mg fosfor, 0,015 mg vitamin A, 90 mg vitamin c. Nil

ai energinya 380 kJ/100g (Tuhfa Eka Indriana, 2017).

2.1.4. Kegunaan Tumbuhan Kersen

Daun kersen berwarna hijau dan berbulu berkhasiat sebagai obat batuk, peluru

dahak, antitumor dan rebusan kersen dapat menghambat pertumbuhan mikroba se

perti Corynebacterium diphteriae, staphylococcus aureus dan staphylococcus epi

dermidis serta dapat di gunakan sebagai antiseptik, dan dapat mengatasi gula dara

h (Tuhfa Eka Indriana, 2017).

2.2. Peran Flafonoid Dan Pada Saponin Penurunan Gulah Darah


12

2.2.1 Peran Flavanoid

Golongan falvonoid ini dapat digambarkan sebagai deretan senyawa C6-C3-

C6, artinya pada kerangka karbonnya memiliki gugus yang terdiri atas dua gugus

C6 (cincin benzena tersubsitusi) (Ismiyati 2015).

Gambar 2.2. Kerangka C6-C3-C6 Flavonoid (Redha 1985)

Berbagai jenis senyawa, kandungan dan aktivitas antioksidatif flavonoid s

ebagai salah satu kelompok antioksidan alami yang terdapat pada sereal, sayursay

uran dan buah, telah banyak dipublikasikan. Flavonoid berperan sebagai antioksid

an dengan cara mendonasikan atom hidrogennya atau melalui kemampuannya me

ngkelat logam, berada dalam bentuk glukosida (mengandung rantai samping gluk

osa) atau dalam bentuk bebas yang disebut aglikon (Redha 1985). Daun kelor juga

mengandung beragam porifenol dan flavonoid, diantaranya kuersetin (1494.2 µmo

l/ 100 gram berat kering), rutin (1446.6 µmol/ 100 gram berat kering), kaempferol

glycosides (394.4 2 µmol/ 100 gram berat kering), dan asam klorogenat (134.5 2

µmol/ 100 gram berat kering) ( Tuhfa ,2017).

Flavonoid dapat menurunkan kadar glukosa darah dengan kemampuannya

sebagai zat antioksidan. Flavonoid bersifat protektif terhadap kerusakan sel β seba
13

gai penghasil insulin serta dapat meningkatkan sensitivitas insulin. Antioksidan da

pat menekan apoptosis sel beta tanpa mengubah proliferasi dari sel beta pankreas.

Antioksidan dapat mengikat radikal bebas yang telah dibuktikan dalam penelitian

ruhe et al., sehingga dapat mengurangi resistensi insulin. Antioksidan dapat menur

unkan Reactive Oxygen Spesies (ROS). Dalam pembentukan ROS, oksigen akan

berikatan dengan elektron bebas yang keluar. karena bocornya rantai elektron. Re

aksi antara oksigen dan electron bebas inilah yang menghasilkan ROS dalam mito

kondria. 12 Antioksidan pada flavonoid dapat menyumbangkan atom hidrogennya.

Flavonoid akan teroksidasi dan berikatan dengan radikal bebas sehingga radikal b

ebas menjadi senyawa yang lebih stabil (Tuhfa, 2017).

Mekanisme lain adalah kemampuan flavonoid terutama quercetin dalam m

enghambat GLUT 2 mukosa usus sehingga dapat menurunkan absorbsi glukosa.

Hal ini menyebabkan pengurangan penyerapan glukosa dan fruktosa dari usus seh

ingga kadar glukosa darah turun. GLUT 2 diduga merupakan transporter mayor gl

ukosa di usus pada kondisi normal. Pada penelitian yang dilakukan Song didapatk

an bahwa flavonoid dapat menghambat penyerapan glukosa. Ketika quercetin yan

g tertelan dengan glukosa, hiperglikemia secara signifikan menurun. Hal ini menu

njukkan bahwa quercetin dapat menghambat penyerapan glukosa melalui GLUT 2.

Flavonoid juga dapat menghambat fosfodiesterase sehingga meningkatkan cAMP

pada sel beta pankreas. Peningkatan cAMP akan menstimulasi pengeluaran protei

n kinase A (PKA) yang merangsang sekresi insulin semakin meningkat (Ajie 201

5).

2.2.2 Peran Saponin


14

Kandungan pada daun kelor dan daun kersen selain flavonoid juga terdapa

t saponin. Saponin ini berfungsi sebagai antidiabetes karena bersifat inhibitor enzi

m α-glukosidase. Enzim ini dapat di temukan pada usus halus dan memiliki fungsi

mengubah karbonhidrat menjadi glukosa. Dengan demikian, apabila enzim αgluko

sidase dihambat kerjanya, maka kadar glukosa darah dalam tubuh akan menurun,

sehingga menimbulkan efek hipoglikemik (Fiana et al. 2016).

2.3. Ekstraksi

Ekstraksi adalah segala proses penarikan zat utama yang diinginkan dari b

ahan mentah obat dengan menggunakan pelarut yang dipilih berdasarkan zat yang

ingin dilarutkan. Bahan-bahan tanaman terdiri dari campuran zat yang berbeda-be

da, beberapa bahan ada mempunyai efek farmakologi dan oleh karena itu diangga

p sebagai zat yang dibutuhkan dan yang lainnya yang tidak aktif secara farmakolo

gis dianggap sebagai zat inert, ekstraksi dingin terbagi menjadi 2 yaitu maserasi, p

erkolasi. Dan sedangkan ekstraksi panas terbagi menjadi 2 yaitu refluks dan sokhl

etasi. (Ansel 2015).

2.3.1 Maserasi.

Meserasi berasal dari kata “macerare” artinya melunakkan. Maserata adal

ah hasil penarikan simplisia dengan cara maserasi, sedangkan maserasi adalah car

a penarikan simplisia dengan merendam simplisia tersebut dalam cairan penyari p

ada suhu biasa ataupun memakai pemanasan (Pramesti 2017). Keuntungan dari m

eserasi adalah lebih praktis, pelarut yang digunakan lebih sedikit dibandingkan pe

rkolasi dan tidak memerlukan pemanasan, sedangkan kekurangannya adalah wakt


15

u dibutuhkan lebih lama. Filtrat yang diperoleh dari proses tersebut diuapkan deng

an alat penguap putar vakum (vacuum rotary evaporator) hingga menghasilkan ek

strak pekat (Pramesti 2017).

Maserasi digunakan untuk penyarian simplisia yang mengandung zat aktif

yang mudah larut dalam cairan penyari, tidak mengandung zat yang mudah menge

mbang dalam cairan penyari, tidak mengandung benzoin, strirak dan lain-lain. Cai

ran penyari yang digunakan dapat berupa air, etanol, air, etanol atau pelarut lain.

Etanol merupakan penyari yang bersifat universal yaitu dapat melarutkan s

enyawa polar maupun senyawa nonpolar. Etanol adalah senyawa yang mudah me

nguap, jernih (tidak berwarna), berbau khas. Etanol mudah menguap baik pada su

hu rendah maupun pada suhu mendidih (78oC), mudah terbakar, serta larut dalam

air, dan semua pelarut organik. Bobot jenis etanol tidak lebih dari 0,7964. Etanol

dipertimbangkan sebagai penyari karena lebih selektif dibandingkan air. Selain itu,

kapang dan mikroba sulit tumbuh dalam etanol 20% ke atas. Etanol juga memilik

i beberapa keuntungan lain yaitu tidak beracun, netral, absorbsi baik, dapat berca

mpur dengan air pada segala perbandingan, dapat memperbaiki stabilitas bahan ob

at terlarut, dan tidak memerlukan panas yang tinggi untuk pemekatan (Ditjen PO

M 1995). Penggunaan etanol sebagai cairan pengekstraksi biasanya dicampur den

gan pelarut lain, terutama campuran etanol dan air. Etanol yang paling baik untuk

menghasilkan senyawa aktif yang optimal adalah etanol 70% (Voight, 1995).

2.3.2 Perkolasi.

Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempur
16

na (exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada temperature ruangan. Pr

oses terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap meserasi antara, tahap perko

lasi sebenarnya (penetesan atau penampungan ekstrak), terus-menerus sampai dip

eroleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali bahan (Depkes RI 2000). Kelebi

han dari metode perkolasi adalah tidak terjadi kejenuhan. Kekurangan dari metode

perkolasi adalah cairan penyari lebih banyak dan resiko cemaran mikroba untuk p

enyari air karena dilakukan secara terbuka (Sulaiman 2015).

2.3.3 Digesti.

Digesti adalah meserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada temper

atur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan (kamar), yaitu secara umum dilaku

kan pada temperatur 40-50% (Depkes RI 2000).

2.3.4 Infus.

Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air (bej

ana infuse tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 96-98°C) se

lama waktu tertentu (15-20 menit) (Depkes RI 2000). Keuntungan metode infus a

dalah unit alat yang dipakai sederhana dan biaya operasionalnya relatif rendah. K

erugian metode infus adalah zat-zat yang tertarik kemungkinan sebagian akan me

ngendap kembali, apabila kelarutannya mendingin dan hilangnya zat-zat atsiri (D

epkes RI 2000).

2.3.5 Sokhletasi.

Sokhletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang u

mumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan
17

jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik (Depkes RI 2000).

Keuntungan dari proses ini yaitu pelarut yang digunakan lebih sedikit, dapat digu

nakan untuk sampel dengan tekstur yang lunak dan tidak tahan terhadap pemanas

an secara langsung dan lebih efektif dalam mengikat senyawa yang akan diisolasi

(Jalung 2016). Kekurangan metode sokhletasi adalah dalam skala besar, mungkin

tidak cocok untuk menggunakan pelarut dengan titik didih yang terlalu tinggi (Jal

ung 2016). 1.6

2.3.6 Refluks.

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, sel

ama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adany

a pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu pertama s

ampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna (Depkes RI 20

00). Keuntungan refluks yakni digunakan untuk mengekstraksi sampel-sampel ya

ng mempunyai tekstur kasar, dan tahan pemanasan langsung. Kelemahan proses i

ni adalah memungkinkan terjadinya degradasi pada senyawa yang tidak tahan pan

as (Depkes RI 2000).

2.3.7 Dekok.

Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (≥30°C) selama waktu ter

tentu (15-20 menit) (Depkes RI 2000).

2.3.8 Skrining fitokimia


18

Skrining fitokimia daun Muntingia calabura menunjukkan adanya flavonoi

d, saponin, tanin, triterpen, dan steroid (Amiruddin, 2007), daun kersen mengandu

ng flavonoid, tanin, triterpen, saponin dan polifenol. Khrisnaveni (2014) melapor

kan kandungan daun kersen terdiri dari alkaloid, flavonoid, dan anthroquinon.

2.3.9. Karakteristik Morfologi Daun, Bunga, dan Buah Kersen

Berdasarkan hasil pengamatan, rata-rata panjang daun kersen yaitu 10.67 c

m, lebar 4.0 cm dan luas daun 30.63 cm2 . Bunga kersen muncul dari ketiak daun

kersen. Bunga kersen yang telah mekar memiliki mahkota bunga berwarna putih d

an kelopak bunga berwarna hijau. Bunga tanaman kersen merupakan bunga semp

urna. Anther berwarna kuning. Bunga tumbuhan kersen terletak pada satu berkas

yang letaknya supra-aksilar dari daun bersifat hemaprodit. karakteristik Buah kers

en berbentuk bulat, ketika masih muda berwarna hijau dan berwarna merah ketika

sudah matang. (Nurholis,2019)

Tangkai buah berwarna hijau dengan panjang rata-rata 2.6 cm. Biji kersen

berukuran kecil dan berjumlah ratusan di dalam satu buah kersen. Buahnya memp

unyai tipe buah buni, berwarna merah kusam bila masak, dengan diameter 1- 125,

berisi beberapa ribu biji yang kecil, terkubur dalam daging buah yang lembut. Rat

a-rata bobot biji kersen adalah 0.079 g buah-1 . Karakteristik buah kersen Rata-rat

a panjang buah kersen yang sudah matang berkisar 1.34 cm dengan rata-rata diam

eter 1.47 cm dan ratarata bobot buah 1.71 g. Hasil penelitian Rahman et al., (201

0) menunjukkan bahwa diameter buah kersen yang sudah siap panen sekitar 1.17 c

m dan panjang 1 cm. sedangkan bobotnya kurang lebih 1.42 g buah-1 dan memili
19

ki padatan total terlarut 10% Brix. (Nurholis,2019)

2.4 Konsep Diabetes Melitus

2.4.1. Diabetes Melitus

Pradiabetes adalah kondisi gangguan metabolisme yang ditandai dengan kada

r glukosa darah berada di antara normal dan diabetes. Ciri-ciri pradiabetes mempu

nyai kadar glukosa puasa (6,1 – 6,9 mmol/L), kadar glukosa toleransi (7,8 – 11,0

mmol/L), dan kadar hemoglobin terglikasi atau hemoglobin yang berikatan denga

n glukosa (HbA1C) 6,0 – 6,4% (Punthakee et al. 2018). Penderita pradiabetes dap

at menjadi diabetes tetapi sebagian besar akan kembali normal. Penderita pradiabe

tes meningkatkan risiko menderita penyakit kardiovaskular dan gangguan pada sis

tem saraf (Bergman et al. 2012, Chaudhury et al. 2017). Individu yang didiagnosis

gangguan glukosa puasa dan gangguan toleransi glukosa memiliki risiko yang lebi

h tinggi menderita diabetes dan kardiovaskular dibandingkan individu dengan gan

gguan glukosa puasa atau gangguan toleransi glukosa saja

Diabetes melitus adalah penyakit yang ditandai dengan terjadinya hip

erglikemia dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang dihub

ungkan dengan kekuragan secara absolut atau relative dari kerja dan atau sekresi i

nsulin. Gejalah yang di keluhkan pada penderita diabetes melitus yaitu polydipsia,

poliuria, polifagia, penurunan berat badan, kesemutan.internationanl diabetes fede

ration (IDF) menyebutkan bahwa prevalensi diabetes melitus di dunia adalah 1,9

% dan telah menjadikan DM sebagai penyebab kematian urutan ketujuh di dunia s

edangkan tahun 2012 angka kejadian diabetes melitus di dunia adalah sebanyak 3

71 juta jiwa dimana proporsi kejadian diabetes melitus tipe 2 adalah 95% dari pop
20

ulasi dunia yang menderita diabetes melitus. Hasil riset keshatan dasar pada tahun

2008 , menunnjukkan prevalensi DM di Indonesia membesar sampai 57%. Tinngi

mya prevalensi diabetes melitus tipe 2 disebabkan oleh faktor resiko yang tidak d

apat berubah misalnya jenis kelamin, umur, dan factor genetic yang kedua adalah

factor resiko yang dapat di ubah misalnya kebiasaan merokok tingkat Pendidikan,

pekerjaan, aktivitas fisik, kebiasaan meroko, konsumsi alkohol, indeks masa tubu

h, lingkar pinggang dan umur (Restyana Noor Fatimah,2015).

Diabetes melitus disebut dengan the silent killer karena penyakit ini dapat

mengenai semua organ tubuh dan meimbulkan antara lain gangguan penglihatan

mata, katarak, penyakit jantung , sakit ginjal, impotensi seksual, luka sulit semb

uh dan membusuk / gangrene, infeksi paru-paru, gangguan pembuluh darah, strok

e dan sebagainya. Tidak jarang, penderita DM yang sudah parah menjalani amput

asi anggota tubuh karena terjadi pembusukan. Untuk menurunkan kejadian dan ke

parahan dari diabetes melitus tipe 2 maka dilakukan pencegan seperti modifikasi g

aya hidup dan pengobatan seperti obat oral hipergelikemik dan insulin. Pancreas d

an atau gangguan fungsi insulin (resistensi insulin) (Restyana Noor Fatimah,2015)

2.4.2. Klasifikasi Diabetes

Menurut ADA (American Diabetes Association) dan telah disahkan oleh W

HO (World Health Organization), beberapa klasifikasi DM yaitu :

1. DM tipe 1 (Juvenil omet dan tipe dependen insulin) dengan angka kejadia

n 5-10%. Terjadi akibat disfungsi autoimun dengan kerusakan sel-sel beta


21

pada pankreas, penyakit giperglikemia akibat ketiadaan absolut insulin. Pa

da tipe ini disebut DM dependen insulin atau insulin dependen diabetes me

litus (IDDM). Tipe ini sering menyerang pada etnik keturunan AfrikaAme

rika, Asia. Terjadi disegala usia, tetapi biasanya terjadi pada usia muda < 3

0 tahun (Smeltzer 2010).

2. Tipe 2 (omet maturity nondependen insulin) dengan angka kejadian 90- 95

%. Pada DM tipe 2, insulin tetap dihasilkan oleh pankreas namun, kadar in

sulin tersebut mungkin sediki menurun atau berada dalam rentang normal.

Oleh karena itu. DM tipe 2 ini disebut noninsulin dependen diabetes melit

us (NIDDM). Beberapa faktor yang sering dikaitkan yaitu obesitas, heredit

er dan lingkungan. Terjadi disegala usia biasanya > 30 tahun. Cenderung

meningkat pada usia > 65 tahun (Smeltzer 2010).

3. Diabetes Gestasional (GDM) dikenali pertama kali selama kehamilan dan

dapat mempengaruhi 4% pada semua kehamilan. Usia tua, etnik, obesitas,

multiparitas, riwayat keluarga serta riwayat gesatsional dahulu merupakan

faktor resiko dari DM gestasional (Smeltzer 2010).

4. Diabetes tipe lain. Beberapa tipe DM yang lain seperti defek genetik, fung

si sel beta, defek genetik kerja insulin, penyakit pankreas, endokrinopaii, k

arena obat atau zat kimia, infeksi, sebab imunologi yang jarang dan sindro

ma genetik lain yang berkaitan dengan DM (Soegondo& Subekti 2002).

2.4.3 Faktor Risiko

Menurut Perkeni (2011), faktor risiko DM adalah ras, usia, jenis kelamin, riw

ayat keluarga, riwayat melahirkan dengan berat badan lebih, obesitas, gaya hidup,
22

hipertensi, dislipidemia dan merokok. Sedangkan menurut Riskesdas 2013, obesit

as, aktifitas fisik yang tidak efektif, hipertensi, dislipidemia, diet tidak seimbang d

an merokok merupakan faktor risiko pada DM. DM tidak harus berfokus pada pen

gobatan saja namun juga dapat melakukan pencegahan. Harapan baru bagi penderi

ata DM adalah bahwa klien dapat mengendalikan kadar glukosa darahnya dengan

baik dengan rutin mengecek status kesehatan (Soewondo, 2014).

2.4.4 Etilogi

Menurut Soegondo 2013, kelompok risiko DM adalah orang dengan usia ≥ 45 tah

un, atau kelompok usia lebih muda denngan IMT > 23 kg/m2 yang disertai denga

n faktor risiko, sebagai berikut :

1. Kebiasaan tidak aktif.

2. Keturunan pertama dari orang tua yang memiliki DM.

3. Riwayat melahirkan bayi dengan BB > 40 kg atau riwayat DM gestasional.

4. Hipertensi ≥ 140/90 mmHg.

5. Kolestrol HDL ≤ 35 mg/dL dan atau trigliserida ≥ 250 mg/dL.

6. Menderita polycyctic ovarial syndrome (PCOS) atau keadaan klinis lain y

ang berhubungan dengan resistensi insulin.

7. Riwayat toleransi glukosa yang terganggu (TGT) atau glukosa darah puas

a terganggu (GDPT) sebelumnya.

8. Riwayat penyakit kardiovaskuler.

Menurut Subekti 2013 faktor pencetus dari DM terdiri atas :

1. Kurang bergerak atau malas


23

2. Konsumsi makanan yang berlebihan

3. Kehamilan

4. Kekurangan produksi hormon insulin

5. Penyakit hormon yang memiliki kerja berlawanan dengan hormon insulin.

2.4.5. Patofosiologi

Proses terjadinya metabolisme makanan terletak pada sistem pencernaan.

Di dalam saluran pencernaan makanan akan dipecah menjadi bahan dasar makana

n tersebut. Seperti karbohidrat menjadi glukosa, protein menjadi asam amino dan l

emak menjadi asam lemak. Ketiga zat makanan tersebut nantinya akan diserap ole

h usus kemudian akan masuk pada pembuluh darah lalu di edarkan keseluruh tubu

h untuk digunakan sebagai bahan bakar. agar dapat menjadi bahan bakar ketiga za

t tersebut harus masuk dulu kedalam sel. glukosa dibakar melalui proses kimia ya

ng rumit dan hasi akhirnya adalah menjadi energi. Masuknya glukosa dalam sel di

pengaruhi oleh suatu hormon yaitu insulin, merupakan hormon yang dihasilkan ol

eh sel β pankreas. (Syabudin 2015).

Insulin merupakan hormon peptide yang dihasilkan oleh sel β pankreas. Fu

ngsi dari hormon ini adalah untuk mengatur kadar gula darah dalam rentang norm

al. Insulin bekerja memperantari uptake glukosa seluler melalui proses rekrutmen

transporter glukosa. GLUT suatu pembawa membran plasma yang akan mengang

kut glukosa masuk kedalam sel. GLUT terdapat 14 bentuk, yang dinamai sesuai ur

utan ditemukannya yaitu GLUT_1, GLUT_2, GLUT_3, GLUT_4 dan seterusnya.

Masing-masing bentuk GLUT tersebut memiliki fungsi yang berbeda-beda. Pada

GLUT_1 memindahkan glukosa menembus sawar otak, GLUT_2 memindahkan g


24

lukosa yang masuk ke ginjal dan usus ke aliran darah sekitar melalui pembawa ko

ntransporter glukosa dan natrium, dan GLUT_3 adalah pengangkut glukosa utama

ke neuro. GLUT_4 dapat berkerja setelah berikatan dengan insulin dan sebagai tra

nsporter yang bertanggungjawab atas sebagian besar penyerapan glukosa pada ma

yoritas sel tubuh (Lauralee 2014).

Setelah glukosa diangkut ke dalam sel oleh GLUT, glukosa akan segera di

fosforilasi oleh enzim yang ada dalam sel tersebut menjadi glukosa-6-fosfat yang t

idak memiliki cara untuk keluar sel, tidak seperti glukosa “tawar” yang dapat kelu

ar melalui transporter dua arah. Karena itu, glukosa terjebak di dalam sel. Selanjut

nya fosforilasi glukosa sewaktu memasuki sel menjaga konsentrasi glukosa “tawa

r” pada intraseluler tetap rendah sehingga gradien yang merantai difusi terfasilitasi

glukosa ke dalam sel dipertahankan (Lauralee 2014).

Insulin saat disekresikan yang mengkontrol adalah sistem umpan balik neg

gative langsung antara sel β pankreas dan konsentrasi glukosa dalam darah yang

mengalir ke sel-sel jaringan. Ada beberapa tahapan saat proses sekresi insulin sete

lah molekul glukosa memberikan rangsangan pada sel β pankreas. Pada proses glu

kosa melewati membran sel, membutuhkan bantuan Glucose Transporter (GLUT)

yang merupakan asam amino yang terdapat didalam berbagai sel dan memiliki per

an dalam proses metabolisme glukosa. Fungsinya sebagai pengankut glukosa mas

uk dari luar ke dalam sel jaringan tubuh. Glucose Transporter 2 (GLUT_2) yang t

erdapat pada sel β misalnya diperlukan dalam proses masuknya glukosa dari alira

n darah, melewati membran masuk kedalam sel. Proses ini sangat penting, agar sel

njutnya didalam sel, molekul glukosa dapat mengalami proses glikolisis dan fosfo
25

rilisasi yang nantinya akan membebaskan ATP (Adenosin Tri Phosphat). Molekul

ATP yang terbebas tersebut, dibutuhkan untuk mengaktifkan penutupan K channe

l yang terdapat pada membran sel. Sehingga pengeluaran ion K menjadi terhambat

dari dalam sel menyebabkan terjadinya deporilisasi membrane sel, nantinya akan

diikuti oleh proses pembukaan Ca channel. Hal tersebut akan memungkinkan ion

Ca masuk sehingga kadar ion Ca meningkat dalam intrasel, suasan yang dibutuhk

an untuk proses sekresi insulin melalui proses sekresi insulin yang cukup rumit da

n belum seutuhnya dapat dijelaskan (Manaf 2015).

Dalam keadaan fisiologis, insulin disekresikan oleh sel beta sesuai dengan

kebutuhan normal tubuh. Insulin tersebut disekresikan dalam dua fase sehingga se

kresinya berbentuk biphasic. Insulin yang dihasilkan, berfungsi untuk menjaga reg

ulasi glukosa darah agar selalu dalam batas fisiologis, baik saat pada puasa maupu

n setelah mendapatkan beban. Kedua fase sekresi insulin tersebut berlangsung sin

kron, berperan untuk menjaga kadar glukosa darah normal dan dapat mencermink

an terdapat metabolisme glukosa yang fisiologis (Agustine 2015).

Menurut Wilcox 2005 dalam Agustine 2015, adanya peningkatan kadar gl

ukosa menginduksi fase pertama dalam glucose mediated insulin secrection yaitu

dengan pelepasan insulin yang baru saja disintesa dan penyimpanan dalam granul

a sekretorik sel β. Di dalam sel masuknya glukosa diditeksi oleh glukokinase, sehi

ngga glukosa tadi difosforilasi yang nantinya akan menjadi glukosa-6-fosfat (G6

P). Proses ini akan membutuhkan ATP. Penutupan kanal K+ATP- dependend dap

at mengakibat deporalisasi mebrane plasma dan aktivasi kanal kalsium yang volta

ge-dependent akan menyebabkan konsentrasi kalsium intraseluler meningkat. Peni


26

ngkatan konsentrasi kalsium ini menyebabkan sekresi insulin. Mediator lain yang

berperan dalam pelepasan insulin adalah aktivasi fosfolipase dan protein kinase C

serta rangsangan dari aktivasi adenil siklase dan terjadinya deporilisasi membrane

sel, nantinya akan diikuti oleh proses pembukaan Ca channel. Hal tersebut akan m

emungkinkan ion Ca masuk sehingga kadar ion Ca meningkat dalam intrasel, suas

an yang dibutuhkan untuk proses sekresi insulin melalui proses sekresi insulin yan

g cukup rumit dan belum seutuhnya dapat dijelaskan (Manaf 2015).

Dalam keadaan fisiologis, insulin disekresikan oleh sel beta sesuai dengan

kebutuhan normal tubuh. Insulin tersebut disekresikan dalam dua fase sehingga se

kresinya berbentuk biphasic. Insulin yang dihasilkan, berfungsi untuk menjaga reg

ulasi glukosa darah agar selalu dalam batas fisiologis, baik saat pada puasa maupu

n setelah mendapatkan beban. Kedua fase sekresi insulin tersebut berlangsung sin

kron, berperan untuk menjaga kadar glukosa darah normal dan dapat mencermink

an terdapat metabolisme glukosa yang fisiologis (Agustine 2015). Menurut Wilco

x 2005 dalam Agustine 2015, adanya peningkatan kadar glukosa menginduksi fas

e pertama dalam glucose mediated insulin secrection yaitu dengan pelepasan insul

in yang baru saja disintesa dan penyimpanan dalam granula sekretorik sel β. Di da

lam sel masuknya glukosa diditeksi oleh glukokinase, sehingga glukosa tadi difosf

orilasi yang nantinya akan menjadi glukosa-6-fosfat (G6P). Proses ini akan memb

utuhkan ATP. Penutupan kanal K+ATP- dependend dapat mengakibat deporalisas

i mebrane plasma dan aktivasi kanal kalsium yang voltage-dependent akan menye

babkan konsentrasi kalsium intraseluler meningkat. Peningkatan konsentrasi kalsi

um ini menyebabkan sekresi insulin. Mediator lain yang berperan dalam pelepasa
27

n insulin adalah aktivasi fosfolipase dan protein kinase C serta rangsangan dari akt

ivasi adenil siklase dan protein kinase-A sel β. Mekanisme induksi sekresi insulin

juga melibatkan aktifasi hormon, seperti vasoaktif intestinal peptide (VIP), PAP,

GLP-1 dan GIP. Faktorfaktor ini memegang peranan penting pada fase sekresi ins

ulin, yaitu saat pelepasan insulin baik yang baru disintesa maupun yang disimpan

dalam granula sekretorik.

Menurut Manaf 2015, pada gannguan metabolisme glukosa akan diawali o

leh kelainan pada proses sekresi insulin berupa adanya gangguan pada fase 1 sekr

esi insulin yang tidak sesuai kebutuhan (inadekuat). Defisiensi insulin tersenut aka

n berdampak buruk pada homeotasis glukosa darah. Hal pertama yang akan ditim

bulkan adalah hiperglikemi akut postpandrial (HAP) yaitu peningkatan kadar gluk

osa darah segera (10-30 menit) setelah makan atau minum (Manaf 2007). Ketidak

adekuatnya pada fase 1, berdampak pada peningkatan kinerja pada fase 2 sekresi i

nsulin, dapat terdeteksi pada Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO). Pada TTGO m

emperlihatkan kecenderungan peningkatan pada kadar gula darah 2 jam setelah m

akan. Hal tersebut merupakan gambaran ketidakberhasilan sekresi insulin pada fas

e 1 untuk menormalkan HAP. Meskipun pada awalnya ada upaya berupa peningk

atan pada fase 2, namun lama kelamaan keadaan normoglikemia ini tidak dapat di

pertahankan. Pada suatu waktu akan menimbulkan keadaan atau fase dinamakan T

oleransi Glukosa Terganggu (TGT) dapat disebut juga pradiabetes ditandai denga

n kadar glukosa darah 2 jam setelah makan 140-199 mg/dL. Secara etiologi, HAP

terjadi bukan hanya disebabkan oleh inadekuat sekresi insulin fase 1 atau ganggua

n sekresi insulin (defisiensi insulin), tapi pada saat bersamaan juga oleh rendahnya
28

respon jaringan tubuh terhadap insulin (resistensi insulin) diduga karena faktor ge

netik yaitu gen TCF/L2. Namun demikian, pada tahap dini penyakit tingginya kad

ar gula darah etrsebut lebih dominan diakibatkan oleh sekresi insulin pada fase 1.

Pada tahap awal terjadinya hiperglikemi dalam tubuh yang disebabkan ole

h ketidakadekuatan sekresi insulin pada fase 1. Pada keadaan ini, sel beta pankrea

n masih mampu mengkompensasi dengan meningkatkan sekresi insulin pada fase

2. Namun jika hal ini terus menerus terjadi, sel beta akan mengalami kelelahan unt

uk memproduksi insulin (exhaustation), hal ini disebut tahap kompensasi sehingga

dapat terjadinya defisiensi insulin secara absolut. Keadaan ini memperburuk meta

bolisme glukosa karena terjadi hiperglikemi tidak hanya terjadi resistensi insulin, t

etapi juga disertai oleh rendahnya kadar insulin. Resistensi insulin mulai menonjol

peranannya semenjak perubahan fase TGT menjadi DM tipe 2 (Sheerwood 2015).

Keadaan hiperglikemia pada penderita DM dapat dijelaskan secara singkat

terjadi karena abnormalitas dalam metabolisme karbonhidrat. Manifesati klinis dar

i resistensi insulin, terjadinya intoleransi glukosa dan hiperinsulinemia adalah kon

sekuensi dari ketidakmampuan insulin untuk merangsang penyerapan glukosa dal

am jaringan target (Garvey et al, 2004 dalam Agustine 2015).

Pada penderita DM, insulin menempatkan posisinya pada kondisi tidak akt

if. Padahal insulin harus berikatan dengan resptor dan akan terbenutuk insulin for

matin pathway yang akan merangsan transkolasi GLUT_4 yang membawa glukos

a dari dalam darah masuk kejaringan adipose. GLUT_4 merupakan mediator utam

a glucose removal dari sirkulasi dan regulator kunci dari homeostasis glukosa tub

uh secara keseluruhan. Karena jumlah yang abnormal terutama pada jaringan otot
29

jantung, rangka dan jaringan adipose (GLUT_4) akan mengakibatkan kerja glikoli

sis dan glikogenesis menjadi terhambat. Sehingga untuk memperoleh energy, tubu

h mengalihkan pembentukan energy selain dari hidrolisis lemak, tubuh juga meng

aktifkan hormone glucagon serta epinefrin yang berkerja melalui cAMP yang justr

u akan memicu pembentukan glukosa yang nantinya akan mengakibatkan penump

ukan glukosa pada aliran darah dan tidak dapat digunakan (Agustine, 2015).

2.4.6. Tanda Dan Gejala Klinis Diabetes Melitus

Menurut PERKENI (2015), tanda dan gejalas klinis DM adalah sebagai beri

kut:

1. Keluhan klasik Pada DM terutama pada tipe 2 diantaranya polyuria, polydi

psia, polifagia dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan peny

ebabnya.

2. Keluhan lain Lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi er

eksi pada pria, serta pruritus vulva pada wanita.

3. Kriteria diagnosis

a) Pemeriksaan glukosa darah puasa ≥126 mg/dl. Puasa adalah kondisi ti

dak ada asupan kalori minimal 8 jam.

b) Pemeriksaan glukosa plasma ≥200 mg/dl 2 jam setelah Tes Toleransi

Glukosa Oral (TTGO) dengan beban glukosa 75 gram.

c) Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥200 mg/dl dengan keluhan kla

sik.

d) Pemeriksaan HbA1c ≥ 6,5% dengan menggunakan metode yang tersta

ndarisasi oleh National Glycohaemoglobin Standarization Program (N


30

GSP).

Menurut PERKENI 2015, pada hasil pemeriksaan yang didapatkan tidak

memenuhi kriteria normal atau kriteria DM termasuk kedalam kelompok prediabe

tes yang meliputi: Glukosa Darah Puasa Terganggu (GDPT) dan Toleransi Glukos

a Terganggu (TGT).

1. Glukosa Darah Puasa Terganggu (GDPT) : Hasil pemeriksaan glukosa pla

sma puasa antara 100-125 mg/dl dan pemeriksaan TTGO glukosa plasma

2 jam <140 mg/gl.

2. Toleransi Glukosa Terganggu (TGT): Hasil pemeriksaan glukosa plasma 2

jam setelah TTGO antara 140-199 mg/dl dan glukosa plasma puasa <100

mg/dl.

3. Bersama-sama didapatkan GDPT dan TGT.

4. Diagnosis prediabetes dapat juga ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaa

n HbA1c yang menunjukkan angka 5,7-6,4%.

TABEL.2.1 kadar tes laboratorium darah untuk diagnosis diabetes dan paradiabet

es.

HbAcl(%) Glukosa darah pu Glukosa plasma 2

asa (mg/dl) jam setelah TTG

O (mg/dl)

Diabetes >6,5 >126mg/dl >200mg/dl

Prediabetes 5,7-6,4 100-125 140-199


31

Normal <5,7 <100 <140

Sumber : PERKENI (2015).

2.4.7. Komplikasi

Diabetes yang tidak terkontrol dengan baik akan menimbulkan kompilkasi a

kut dan kronis. PERKENI membagi komplokasi pada DM menjadi dua kategori, y

aitu:

1. Komplikasi Akut

Hipoglikemia adalah keadaan dimana kadar glukosa darah seseorang diba

wah nilai (<50 mg/dl). Hipoglikemia biasa terjadi pada penderita DM tipe

1. Hal ini menyebabkan sel-sel otak tidak mendapatkan pasokan energi seh

ingga tidak berfungsi bahkan mengalami kerusakan (Smeltzer et al. 2010;

Soegondo et al. 2015). Hiperglikemia adalah apabila kadar gula darah men

ingkat secara tiba-tiba, dapat berkembang menjadi keadaan metabolisme y

ang berbahaya, antara lain ketoasidosis metabolisme yang berbahaya, antar

a lain ketoasidosis diabetik. Koma Hiperosmolar Non Ketotik (KHONK) d

an kemolakto asidosis (Soegondo, Soegondo dan Subekti 2015). KHONK

merupakan sindrom dengan gejala hiperglikemia berat, hiperosmolar, dehi

drasi berat tanpa ketoasidosis dan disertai menurunnya kesadaran, kejang,

parastesia, koma, poliuri, polidipsi, polifagia, nafas tidak berbau aseton da

n kadar glukosa darah meningkat hingga >600 mg/dL (Smeltzer 2015).

2. Komplikasi kronis

Komplikasi kronis pada DM dibagi menjadi 2 yaitu:


32

1) Komplikasi makrovaskuler

Makrovaskuler merupakan penyakit yang mengenai pembuluh darah b

esar. Pada komplikasi khususnya penyakit pembuluh darah koroner pal

ing umum menyebabkan kematian. Adapun komplikasi penyakit makr

ovaskuler adalah: penyakit arteri koroner, penyakit sebrovaskuler, pen

yakit pembuluh darah perifer, infeksi dan penyakit hipertensi (Tjokrop

rawiro 2015).

2) Komplikasi mikrovaskuler

Mikrovaskuler merupakan penyakit yang terjadi pada pembuluh darah

kecil ditandai oleh penebalan membran basalis pembuluh darah kapiler

Mikroangiopati merupakan perubahan yang terjadi pada retina, ginjal

dan kapiler perifer DM. 3. Komplikasi lainya seperti kerentanan terhad

ap infeksi, gangguan gastrointestinal, penyakit kulit dan kaki diabetiku

m.

2.4.8. Penatapelaksanaan

1. Menurut prianto et al 2014 dalam tanto 2014, tata laksana holistic Diabet

es Melitus yaitu :

2. Evaluasi medis terrarah, meliputi Riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, e

valuasi laboratorium/ penunjang lain (GDP dari GD 2PP, HbA, HbA1C,

profil lipid pada keadaan pusa, kreatinin serum, albuminuria, keton, sedi

men, dan protein urin, EKG, rontgen dada ) serta rujukan jika diperlukan

( mata, gizi, perawatan khusus kaki, psikologi, dan konsultasi lain ).


33

3. Evaluasi medis berkala/ pemantauan, meliputi pemeriksaan GDP, GD 2 P,

HbA1C setiap 3-6 bulan pemeriksaan fisik dan peunjang lainnya.

4. Pilar penatalaksanaan DM

5. Edukasi

6. Edukasi mengenai pengertian DM promosi perilaku sehat, pemantau gluk

osa darah mandiri, serta dan tanda dan gejala hipoglikemia beserta cara

mengatasinya perlu dipahami oleh pasien.

7. Terapi nutrisi medis (TNM)

8. TNM merupakan hal terpenting dalam penatalaksanaan DM secara meny

eluruh yang membutuhkan keterlibatkan kedisiplinan (dokter, ahli gizi, p

etugas kesehatan pasien serta keluarga pasien ). Prinsip pengaturan diet p

ada penyandang DM adalah menu seimbang semua kebutuhan kalori dan

zat gizi masing-masing pasien, serta perlu ditekankan pentingnya kelarut

an jadwal, jenis, dan jumlah makanan. Kebutuhan kalori dilakukan denga

n menghitung kalori basal. Kebutuhan kalori ini

9. Besarnya 25 kalori/ Kg BB pada perempuan sedangkan pada laki-laki di

butuhkan sebesar 30 kalori/ Kg BB ideal. Ditambah atau dikurangi tergan

tung dari beberapa factor seperti jenis kelamin, umur, aktifitas, berat bada

n ideal (BBI) dilakukan dengan rumus Broca yang dimodifikasi yaitu

(1) BBI = 90% x ( tinggi badan dalam cm-100 ) x 1 kg

(2) Bagi pria dengan tinggi badan < 160 cm dan perempuan < 150 cm, rumus di m

odifikasi menjadi ; BBI = ( tinggi badan dalam cm – 100 ) x 1 kg.

(3) BB normal : BBI ± 10%, kurus : BBI- 10%, gemuk > BBI+ 10% komposisi m
34

akanan yang di anjurkan terdiri dari :

(1) Karbohidrat : 45-65% total asupan energi (karbohirat non olahan beserta tingg

i, dibagi dalam 3x makan/ hari )

(2) Lemak: 20-25% kebutuhan kalori (batasi lemak jenuh dan lemak trans, seperti

daging berlemak dan whole milk, konsumsi kolestrol < 200 mg / hari).

(3) Protein : 10-205 total asupan energi (seafood, daging tanpa lemak, ayam tanpa

kulit, produk susu rendah lemak, kacang-kangan, tahu, tempe).

(4) Natrium < 3 gram atau 1 sdt garam dapur (pada hipertensi, natrium dibatasi 2,

4 gram).

(5) Serat ± 25g/ hari ( kacang-kacangan, buah, dan sayuran serta karbohidrat ting

gi serat ).

(6) Pemanis alternatif : tetap perlu diperhitungkan kandungan kaloriya sebagai dar

i kebutuhan kalori sehari.

3) Aktivitas fisik

Kegiatan jasmani yang dianjurkan adalah intesisat sedang ( 50-70% dengan d

enyut nadi ) maksimal minimal150 menit / minggu atau aerobic 75 menit/ minggi.

Aktivitas tersebut dibagi menjadi tiga hari perminggu dan tidak ada dua hari berur

utan tanpa aktivitas fisik untuk penyandang DM dengan disertai penyakit kardivas

kular Latihan jasmani dimulaidengan intesitas rendah dan durasi yang singkat lalu

secara bertahap perlahan ditingkatkan. Aktivitas fisik sehari-hari seperti berjalan k

aki ketempat kerja atau menggunkan tangga tanpa elevator.

4) Terapi farmakologi
35

Terapi farmakologis ini diterapkanbersama-sama dengan jasmani Latihan jasm

ani dan pengaturan diet penderita DM. terapi farmakologis pada penderita DM da

pat berupa antidiabetic oral (ADO) atau insulin (Priantono et al 2014 dalam tanto

2014 ). Berdasarkan cara kerjanya ADO dibagi menjadi 5 golongan :

(1) Pemicu sekresi insulin : sulfonylurea (dikonsumsi 15-30 menit sebelum maka

n)

(2) Peningkatan sensivitas terhadap insulin : metformin (dikonsumsi sebelum/ saa

t/ sesudah makan), tiazlidindion ( tidak tergantung jadwal makan ).

(3) Metformin

(4) Penghambat absorbs glukosa : penghambat glucosidase alfa (Bersama makana

n suapan pertama)

(5) DDP-IV inhibitor (Bersama makanan atau belum makan) penggunaan Antibio

tik oral (ADO) bertahap juga dapat dikelompokkan berdasarkan dari hasil pem

eriksaan HbA1c, diantaranya :

1) Tahap I : HbA1c 7-8%

2) Tahap II : HbA1c 8-9%

3) Tahap III : HbA1C >9%

Selain pengobatan menggunakan antidiabeik farmakologi lainnya adalah insul

in. Terapi insulin di indikasi

1) DM tipe 1

2) Penurunan berat badan yang cepat

3) Hiperglikemia berat disertai ketosis


36

4) Ketoasis diabetik

5) Hiperglikemia hiperosmola non ketoik

6) Hiperglikemia dengan asidosis laktat

7) Gagal dengan ADO dosis optimal

(1) Sress berat (infeksi sistemik, operasi besar, infark mio kard akut, stroke )

(2) Kehamilan dengan DM/DM gestasional yang tidak terkendali dengan penggun

aan diet

(3) Kontraindikasi ADO.


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis penelitian

Metode penelitian ini adalah metode eksperimental dan akan menyajikan

data dalam bentuk kuantitatif. Penelitian meliputi pengumpulan bahan baku, dan

pengolahan bahan baku, identifikasi tumbuhan, pembuatan ekstrak etanol dan

dekok daun kersen, dan pengujian aktivitas Diabetes dengan metode glukosa

menggunakan hewan mencit jantan.

3.2 Tempat pelaksanaan penelitian

Penelitian ini akan berlangsung pada juni 2023 di Laboratorium

Farmasi Universitas Haji SumateraUtara dan Laboratorium universitas

sumatera utara.

3.3 Alat-Alat Dan Bahan

3.3.1. Alat-alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi alat-alat gelas kaca

(phyrex), dan Glukometer ( Easy touch GCU ) (cek gula darah), timbangan

hewan , oral sonde, jarum suntik disposable syringe 5 ml dan 3 ml, Rotary

evaporator (IKA RV10), Tanur (furnace).

38
39

3.3.2. Bahan

Bahan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekstrak etanol

dan dekok daun kersen yang segar. Bahan kimia yang digunakan dalam peneli

tian ini adalah aloksan (Merck), CMC-Na (Brataco), etanol 70%. Hewan uji.

Hewan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah mencit jantan b

erumur 2-3 bulan dengan berat badan antar 170-200 gram dan bahan penunja

ng lainnya.

3.4. Metode Penelitian

3.4.1Pembuatan Pereaksi

3.4.2 Pereaksi Bouchardat

Sebanyak 4 kalium iodida P dilarutkan dalam air secukupnya, lalu

ditambahkan 2 g P iodium kemudian ditambahkan air hingga 100 ml

(Depkes,1995).

3.4.3 Pereaksi Mayer

Larutan raksa (II) klorida P 2,266% b/v sebanyak 60 ml dicampur dengan

10 ml larutan kalium iodida P 50% b/v, kemudian ditambahkan air

secukupnya hingga 100 ml (Depkes, 1995).

3.4.4 Pereaksi Dragendorff

Larutan bismuth nitrat P 40% b/v dalam asam nitrat sebanyak 20 ml

dicampur dengan 50 ml kalium iodida P 54,4% b/v, didiamkan sampai

memisah sempurna. Lalu diambil lapisan jernihnya dan diencerkan dengan

air secukupnya hingga 100 ml (Depkes, 1995).


40

3.4.5 Pereaksi Molish

Sebanyak 3 g α-naftol P, dilarutkan dalam asam nitrat 0,5 N hingga

diperoleh larutan 100 ml (Depkes, 1995).

3.4.6 Pereaksi besi (III) klorida %b/v

Sebanyak 1 g besi (III) klorida dilarutkan dalam air secukupnya hingga

100 ml (Depkes, 1980).

3.4.7 Pereaksi timbal (II) asetat 0,4 M

Sebanyak 15,17 g timbal (II) P dilarutkan dalam air bebas karbondioksida

hingga 100 ml (Depkes, 1980).

3.4.8 Pereaksi natrium hidroksida 2 N

Sebanyak 8,001 g natrium hidroksida, dilarutkan dalam air secukupnya

hingga 100 ml (Depkes, 1980).

3.4.9 Pereaksi asam klorida 2 N

Larutan asam klorida pekat sebanyak 17 ml ditambahkan air suling sampai

100 ml (Ditjen POM, 1979).

3.4.10 Pereaksi asam sulfat 2 N

Larutan asam sulfat pekat sebanyak 9,808 g ditambahkan air suling ampai

100 ml (Ditjen POM, 1979).

3.4.11 Pereaksi Lieberman-Bouchard

Campurkan 5 ml asam sulfat pekat dengan 50 ml etanol. Tambahkan

hatihati. 5 ml asam asetat anhidra kedalam campuran tersebut (Depkes,

1995).
41

3.4.12 Larutan kloralhidrat

Sebanyak 50 g kloralhidrat ditimbang lalu dilarutkan dalam 20 ml air

suling (Ditjen POM, 1979).

3.4.13 Pembuatan Larutan suspensi Na-CMC 0,5%

Timbang 1000 mg Na-CMC kemudian taburkan di atas air panas sebanyak

15 ml dalam lumpang, dibiarkan selama 15 menit hingga diperoleh massa

yang transparan, setelah mengembang gerus kuat-kuat sampai terbentuk

massa suspensi Yang homogen, tambahkan air suling ad 100 ml hingga di

dapat kan konsentrasi suspensi Na-CMC 1 % ( Tri Nova, 2018).

3.4.14 Pembuatan Larutan Suspense Glibenclamid

Dosis sediaan tablet glibenclamid yang diberikan sebagai kontrol

pembanding disesuaikan dengan dosis lazim pada manusia (20mg)

(Katzung, 2006). Dosis tersebut dikonversi sesuai dengan faktor konversi

dari manusia (70 kg) ke mencit (20 g) = 0.0026. Sehingga dosis untuk

mencit yaitu :

 0,0026 x 20mg = 0,052mg/kgBB mencit.

 Dosis untuk satu ekor mencit = 0,052mg x 1000/20g = 3mg

Masukkan ke dalam lumpang dan ditambahkan suspensi Na-CMC

1 % sedikit demi sedikit sambil digerus sampai homogen, volume

dicukupkan hingga 10 ml.

3.4.15 Pembuatan Larutan Suspensi Ekstrak dan dekok daun karsen

Dosis ekstrak dan dekok daun karsen yang di gunakan adalah

125mg/kgBB, 250mg/kgBB, dan 500mg/kgBB. Dosis tersebut di konversi


42

dari dosis manusia (70kg) ke mencit (20g) = 0,0026. Sehingga dosis untuk

mencit yaitu

1) Dosisi 1 (125mg)

 0,0026 x 125mg = 0,325mg/kgBB mencit

 Dosis untuk 1 ekor mencit = 0,325 mg x 1000/20g = 16mg

2) Dosis II (250 mg )

 0,0026 x 250mg = 0,65mg/kgBB mencit

 Dosis untuk 1 ekor mencit = 0,65mg x 1000/20g =33mg

3) Dosis III (500mg)

 0,0026 x 500mg =1,3 mg/kgBB

 Dosis untuk 1 ekor mencit = 1,3mg x 1000/20 = 65mg

Di timbang sebanyak 16mg,33mg dan 65mg ekstrak daun karsen dan

masing masing di masukkan ke dalam lumping dan di tambahkan suspense

NaCMC 0,5% sedikit demi sedikit sambil di gerus hingga homogen, volume di

cukupkan hingga 10ml.

3.5. Pengambilan Sampel

Sampel daun kersen (Muntingia calabura L.) diperoleh di Kota Medan. Pe

ngambilan sampel ini dilakukan dengan mengambil daun kersen yang masih muda

atau yang belum terlalu tua. Sampel diambil pada pagi hari.

3.6. Pengolahan Sampel

Sampel daun kersen (Muntingia calabura L.) yang telah dipetik dibersihka

n dari kotoran yang menempel, lalu dicuci dengan air mengalir, kemudian diangin

anginkan ditempat yang tidak terkena langsung sinar matahari. Setelah kering, sa
43

mpel di serbukkan dan siap untuk diekstraksi

3.7. Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Kersen

Pembuatan ekstrak dengan menggunakan bahan simplisia daun Kersen. Di

ekstraksi dengan metode maserasi dengan pelarut etanol 70%. Sebanyal 500 gram

serbuk simplisa di masukan kedalam bejana, di tuangkan dengan 75 bagian pelaru

t etanol 70% sebanyak 750ml, di diamkan selama 5 hari terlindung dari cahaya sa

mbil sesekali di aduk, lalu di peras.

Sehingga diperoleh maserat I. Kemudian ampas yang diperoleh dibilas den

gan 25 bagian etanol 70% sebanyak 250 Ml, pindahkan kedalam bejana tertutup

(maserat I dan maserat II) biarkan ditempat yang sejuk terlindung dari cahaya mat

ahari selama 2 hari, kemudian enap tuangkan atau disaring sehingga diperoleh eks

trak cair, lalu dipekatkan dengan cara diuapkan pada rotary evaporator dengan suh

u tidak lebih dari 50ºC hingga diperoleh ekstrak kental (Depkes RI, 1979).

3.8. Metode dekoktasi

Timbang Serbuk daun senggani (Melastoma Malabathricum L.) sebanyak

500 gram ke dalam panci (wadah) dengan aquadest sebanyak 2 L, kemudian

panaskan diatas tangas air selama 30 menit terhitung mulai suhu 90 oC Sambil

sesekali diaduk. Lalu disaringkemudian ekstrak cairnya di kentalkan.

3.9. Skrining Fitokimia


44

Skrining fitokimia bertujuan untuk mengetahui golongan senyawa metabol

it sekunder yang terkandung dalam suatu sampel. Kandungan ekstrak etanol daun

kersen pada penelitian ini

3.9.1 Pemeriksaan Alkaloid

Sepuluh tetes ekstrak masukkan dalam tabung reaksi, tambah 1 ml HCl 2

N dan 9 ml air suling, panaskan 2 menit, saring dengan kertas saring sehingga did

apat filtrat. Filtrat yang didapat gunakan untuk percobaan: 3 tetes filtrat, tambah 2

tetes pereaksi Mayer menghasilkan endapan kuning/putih. 3 tetes filtrat, tambah 2

tetes pereaksi Bourchardat menghasilkan endapan coklat-hitam. 3 tetes filtrat, tam

bah 2 tetes pereaksi Dragendrof menghasilkan endapan merah bata. Alkaloid posit

if jika terjadi endapan paling sedikit 2 atau 3 dari percobaan tersebut.

3.9.2. Pemeriksaan Saponin

Sepuluh tetes ekstrak masukkan dalam tabung reaksi, tambah 10 ml air pa

nas dan dikocok selama 15 menit, tambahkan 1 sampai 2 tetes HCl 2 N. Jika terbe

ntuk busa permanen memberikan indikasi adanya saponin.

3.9.3. Permeriksaan Tanin

Sebanyak 0,5 g ekstrak dimaserasi dengan 10 ml aquades selama 15 menit,

dan disaring, filtrat diencerkan dengan aquadest sampai hamper tidak bewarna. Se

banyak 2 ml filtrat di tambahkan 2 tetes larutan FeCl3 10%., dan perhatikan warn

a yang terjadi , warna biru atau hijau menunjukkan adanya tannin.

3.9.4. Pemeriksaan Flavonoid


45

Sebanyak 10 gr serbuk simplisia ditambah air panas, dididihkan selama 5


menit dan disaring dalam keadaan panas. Ke dalam 5 ml filtrat ditambahkan 0,1 m
l serbuk magnesium dan 1 ml asam klorida pekat dan 1 ml amil alkohol, dikocok
dan dibiarkan memisah. Flavonoida positif jika terjadi warna merah kekuningan at
au jingga pada lapisan amil alkohol (Farnswort, 1966).

3.9.5. Pemeriksaan Steroid/ Triterpenoid

Sebanyak 1 g serbuk simplisia dimaserasi dengan eter 20 ml selama 2 jam,


disaring, lalu filtrat diuapkan dalam cawan penguap. Pada sisa ditambahkan 20 tet
es asam asetat anhidrida dan 1 tetes asam sulfat pekat (pereaksi LiebermanBoucha
rd), 46 diteteskan pada saat akan mereaksikan sampel uji. Apabila terbentuk warn
a biru atau biru hijau menunjukkan adanya steroida sedangkan warna merah, mera
h mudah atau ungu menunjukkan adanya triterpenoid (Harbone, 1987).

3.10. Penyiapan Bahan Uji

3.10.1 Pembuatan Sediaan uji

Pembuatan suspensi sediaan uji. Sediaan uji dibuat dengan cara menimban

g ekstrak daun kersen dengan konsentrasi masing-masing 120 mg, 250 mg, 500 m

g. ekstrak kemudian disuspensikan dalam larutan Na-CMC 1% hingga 10 ml

3.10.2 Pembuatan larutan koloidal

Na-CMC 1 %. Na- CMC 1% dibuat dengan menimbang 1 g serbuk Na-C

MC dan di larutkan dalam air hingga volume 100 ml.

3.11. Uji Aktivitas Antidiabetes

3.11.1 Pemilihan Dan Penyiapan Hewan Uji

Hewan uji yang digunakan adalah Mencit putih (Mus musculus), Berat Ba

dan 20-30 gram, umur 2-3 bulan. Kondisi hewan adalah sehat. Jumlah mencit puti

h (Mus musculus) yang digunakan sebanyak 15 ekor yang dibagi menjadi 5 kelom
46

pok dan tiap kelompok terdiri atas 3 ekor.

3.11.2 Induksi Diabetes Pada Mencit

Hewan yang sudah dipuasakan kemudian diinduksi dengan larutan glukosa se

banyak 2 ml tiap masing-masing mencit.Hal ini dilakukan karena hewan uji yang

dipuasakan terlebih dahulu lebih rentan mengalami hiperglikemia dibanding deng

an hewan uji yang tidak dipuasakan.Tiga puluh menit setelah diberikan larutan glu

kosa lalu KGD mencit diukur kembali. Hari pertama dilakukan pengukura kadar g

lukosa darah dimana hasil digunakan sebagai pengukuran kadar glukosa awal, ke

mudian diinjeksikan glukosa secara interperitoneal, kemudian setelah 2 minggu se

telah diinjeksi glukosa, setelah 2 minggu setelah diinjeksi glukosa, kadar gukosa ti

kus dilakukan pengukuran kembali untuk membandingkan dengan kadar glukosa

awal, yaitu sebelum dilakukan injeksi glukosa. Bila terjadi kenaikan kadar glukos

a darah tikus melebihi ± 200 mg/dl, maka tikus tersebut sudah dianggap diabetes.

3.11.3. Uji anti diabetes pemberian ekstrak etanol daun kersen

a. Kelompok I: Kontrol negatif dengan perlakuan per oral suspensi Na-CMC 1

% b/v

b. Kelompok II: Diberi perlakuan ekstrak etanol daun kersen per oral konsentras

i 4% b/v

c. Kelompok III : Diberi perlakuan ekstrak etanol daun kersen per oral konsentr

asi 6% b/v

d. Kelompok IV :Diberi perlakuan ekstrak etanol daun kersen per oral konsentra

si 8% b/v
47

e. Kelompok V : Kontrol positif dengan perlakuan pemberian per oral metformi

Pengamatan dinilai setelah pemberian perlakuan, dengan mengukur kadar glu

kosa darah pada setiap 15,30,45,60 menit di lakukan pengukuran kadar glukosa da

rah mencit menggunakan alat glucometer.

3.12. Pengamatan dan Pengumpulan Data

Pengumpulan data berdasarkan hasil pengamatan dilanjutkan dengan anali

sa dan secara statistik menggunakan ANAVA.

Gambar : Tabel konversi


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Identifikasi Tanaman


Daun kersen yang diperoleh dari provinsi Sumatera utara Kota Sibolga. Ada

pun identifikasi daun kersen (muntingia calabura L) telah dilakukan di Laboratori

um sistematika tumbuhan Universitas Sumatera Utara. Hasil dari identifikasi adal

ah daun kersen. Hasil identifikasi sample dapat dilihat dilampiran 6.

4.2 Hasil Ekstraksi Ekstrak Etanol Daun Kersen

Hasil ekstraksi ekstrak etanol daun kersen dapat dilihat pada tabel 4.1 berikut.

Tabel 4.1 Hasil ekstrak etanol daun kersen dan % rendemen ekstrak

No Jenis Hasil

1. Serbuk daun kersen 500 gram

2. % Rendemen 20,5%

Ekstraksi dilakukan dengan cara maserasi serbuk simplisia dari daun kerse

n sebanyak 500 gramdimaserasi menggunakan etanol 70 % sebanyak 5 L dengan

lama maserasi 5 hari. Ekstrak kental yang didapat kemudian ditimbang dan

didapatkan hasil sebesar 80 gram dengan rendemen ekstrak 20,5%.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Dewi Andini.2020 Menggunakan

48
49

pelarut etanol 70% dengan metode maserasi dengan lama maserasi selama 5 hari,

ekstrak kental yg diperoleh sebanyak 70g dengan rendemen ekstrak 17,5%.

Efektivitas proses ekstraksi dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu: jenis

pelarut yang digunakan, kecepatan proses ekstraksi, dan metode yang di gunakan,

Hasil % rendemen ekstrak pada penelitian saya lebih besar dikarenakan serbuk da

un kersen saya sebanyak 500 gram, sedangkan pada penelitian Dewi Andini.2020

juga menggunakan metode yang sama dengan pelarut dan konsentrasi yang sama

namun serbuk daun kersennya sebanyak 400 gram berbeda.

4.3 Hasil Ekstraksi Dekok Daun Kersen

Hasil ekstraksi dekok daun Kersen dapat dilihat pada table 4.2 berikut.

Tabel 4.2 Hasil Dekok daun kersen dan % rendemen ekstrak

No Jenis Hasil

1. Serbuk daun kersen 500 gram

2. % Rendemen 15,95%

Ekstraksi dilakukan dengan cara dekoktasi serbuk simplisia dari daun

senggani sebanyak 500 gram kemudian panaskan diatas tangas air selama 30 menit

terhitung mulai suhu 90oC menggunakan aquades sebanyak 2 L. Ekstrak kental

yang didapat kemudian ditimbang dan didapatkan hasil sebesar 98,90 gram dengan

rendemen ekstrak 15,95 %.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Toar, 2020. ekstrak kental yg diperole


50

h sebanyak 59,52 gram degan rendemen ekstrak 29,76 %.

Pada penelitian saya didapat % rendemen yang lebih rendah dikarenakan

lama proses dekoktasi selama 30 menit, sedangkan pada penelitian Toar, 2020 lama

proses dekoktasi selama 50 menit.Semakin lama waktu ekstraksi, maka akan

semakin tinggi rendemen yang di peroleh, karena kesempatan bereaksi antara

bahan dengan pelarut semakin lama sehingga proses penetrasi pelarut kedalam sel

bahan semakin baik, yang menyebabkan semakin banyak senyawa yang berdifusi

keluar sel.

4.4 Hasil Skrining Fitokimia

Hasil skrining fitokimia daun kersen dapat dilihat pada tabel 4.3 berikut.

Tabel 4.3 Hasil skrining fitokimia daun kersen


N SKRINING PREAKSI WARNA HASIL
O FITOKIMIA
1. ALKALOID + bouchardat Coklat-hitam -
+ Dragendroff Merah bata
+ Mayer Putih
2. Flavonoid + Amil alcohol Merah kekuningan +
3. Saponin + HCl Coklat berbusa +
4. Tannin + FeCl3 Hijau +
5, Steroid / + Lieberman Merah muda +
Triterpenoid + Burchard

Keterangan : (+) : Positif Mengandung senyawa

(-) : Negatif Mengandung Senyawa

Menurut Depkes RI (1995) senyawa alkaloid dinyatakan positif apabila

terbentuk endapan berwarna coklat setelah ditambahkan dari salah satupereaksi

mayer, bouchardat, drugendorff dan hasil dari uji skrining fitokimia ekstrak etanol

daun kersen yg telah dilakukan mendapatkan hasil endapan yang tidak berwarna
51

coklat yang artinya ekstrak etanol daun kersen negatif mengandung senyawa

alkaloid.

Menurut Depkes RI (1977) senyawa flavonoid positif ditandai dengan

terbentuknya warna merah, kuning, atau jingga. dan hasil uji skrining fitokimia

ekstrak etanol daun kersen yang telah dilakukan mendapatkan hasil terbentuknya

warna yang mengandung warna flavonoid. yang artinya ekstrak etanol daun kerse

n positif mengandung flavonoid.

Menurut Depkes RI (1977) senyawa saponin positif ditandai dengan

terbentuknya busa yang stabil dan tidak hilang setelah penambahan 1 tetes HCl

2N. Dan hasil uji skrining fitokimia ekstrak etanol daun kersen yang telah

dilakukan mendapatkan hasil terbentuknya busa yang stabil.

Menurut Harbone (1987) senyawa tani hasilnya positif ditandai dengan

memberikan warna biru kehitaman atau hijau kehitaan. Dan hasil uji skrining

fitokimia ekstrak etanol daun kersen yang telah dilakukan mendapatkan hasil

perubahan warna biru kehitaman yang artinya ekstrak etanol daun kersen positif

mengandung tanin.

Menurut Hayati (2010) senyawa triterpenoid/steroidhasilnya positif

ditandai dengan terbentuknya cincin kecoklatan atau violet (triterpen) jika terjadi

perubahan warna hijau kebiruan (steroid). dan hasil uji skrining fitokimia ekstrak

etanol daun kersen yang telah dilakukan mendapatkan hasil perubahan warna

hijau kebiruan yang artinya ekstrak etanol daun kersen positif mengandung

steroid.

Berdasarkan hasil uji skrining fitokimia ekstrak etanol daun kersen yang
52

telah dilakukan hasilnya positif mengandung senyawa flavonoid, tanin, saponin

dan steroid.

4.5 Hasil Pemberian Ekstrak Etanol dan Dekok Daun kersen Terhadap Men

cit Jantan

Tabel 4.4 Hasil Penelitian Pemberian ekstrak etanol dan dekok daun kersen terha
dap mencit Jantan
Perlakuan p Replik Kadar Glukosa Darah (mg/dl) X
ada mencit a
Menit Menit Menit Menit Meni
0 15 30 45 t
60
Na.CMC 1 1 220 214 210 200 194 1038 207,6
%
2 215 208 202 197 190 1012 202,4

3 217 211 209 198 192 1027 205,4

652 633 621 593 576 3077

X 217,3 211 207 198,3 192 615,4


3 3
Ekstrak eta 1 229 113 101 72 66 581 116,2
nol daun ke
rsen 125 m 2 230 123 108 82 69 612 122,4
g
3 222 125 103 84 70 604 120,8

681 361 312 238 205 1797

X 227 120,3 104 79,33 68,3 238,6


3 3
Ekstrak eta 1 227 123 104 83 68 605 121
nol daun ke
rsen 250 m 2 232 127 107 86 72 624 124,8
g
3 230 122 105 84 75 616 123,2

689 372 316 253 215 1845


53

X 229,6 124 105,3 84,33 71,6 378


6 3 6
Ekstrak eta 1 238 137 113 80 67 635 127
nol daun ke
rsen 500 m 2 248 140 101 82 68 639 127,8
g
3 209 128 105 78 68 588 117,6

695 405 319 240 203 1862

X 231,6 135 106,3 80 67,6 372,4


6 3 6
Dekok daun 1 220 138 119 90 77 644 128,8
kersen 125
mg 2 225 135 112 95 69 636 127,2

3 230 142 121 102 80 675 135

675 415 352 287 226 1955

X 225 138,3 117,3 95,66 75,3 391


3 3 3
Dekok daun 1 215 148 119 90 77 649 129,8
kersen 250
mg 2 225 153 130 95 78 681 136,2

3 230 130 108 98 74 640 128

670 431 357 283 229 1970

X 223,3 143,6 119 94,33 76,3 394


3 6 3
Dekok daun 1 225 177 143 122 85 752 150,4
kersen 500
mg 2 215 144 109 88 71 627 124,6

3 219 137 100 80 71 607 121,4

659 458 352 290 227 1986

X 219,6 152,6 117,3 96,66 75,6 397,2


6 6 3 6
54

Suspensi gli 1 237 142 117 86 76 658


benklamid
0,02 mg 2 205 138 120 89 77 629

3 211 140 124 86 75 634

653 420 361 261 228 1923

X 217,6 140 120 87 76 384,6


6
Total 5374 3495 2990 2445 2109 1641
3
Rata-rata 656,5
2

Grafik Pemberian Ekstrak Etanol dan Dekok Daun


kersen Terhadap Mencit Jantan
250

200
Na.CMC 1%
Ekstrak etanol daun kersen 125
mg
Ekstrak etanol daun kersen 250
150 mg
Ekstrak etanol daun kersen 500
mg
Dekok daun kersen 125 mg
Dekok daun kersen 250 mg
Dekok daun kersen 500 mg
100 Suspensi glibenklamid 0,02 mg

50

0
menit 0 menit 15 menit 30 menit 45 menit 60

Keterangan :
55

A1 = Na.CMC 1%
A2 = Ekstrak etanol daun kersen 125 mg
A3 = Ekstrak etanol daun kersen 250 mg
A4 = Ekstrak etanol daun kersen 500 mg
A5 = Dekok daun kersen 125 mg
A6 = Dekok daun kersen 250 mg
A7 = Dekok daun kersen 500 mg
A8 = Suspensi glibenklamid 0,02 mg
B0 = Kadar glukosa darah awal
B1 = Kadar glukosa darah pada menit ke 15
B2 = Kadar glukosa darah pada menit ke 30
B3 = Kadar glukosa darah pada menit ke 45
B4 = Kadar glukosa darah pada menit ke 60
= Jumlah rata-rata
X = Rata-rata

4.6. Pembahasan

Diabetes Melitus adalah suatu gejala penyakit metabolik sebagai akibat ke

kurangan insulin baik karena disfungsi pankreas (pankreas tidak mampu mempro

duksi insulin ) ataupun disfungsi insulin absolut (pankreas masih mampu mempro

duksi insulin tapi tidak aktif).

Pengujian efek Anti Diabetes dalam penelitian ini dilakukan secara enzima

tik dengan menggunakan metode toleransi glukosa oral dan pengukuran kadar glu

kosa darah dengan prinsip kerja glukometer yang menggunakan metode elektroki

mia, yaitu berdasarkan pada pengukuran potensial (daya listrik) yang disebabkan
56

oleh reaksi dari glukosa dengan bahan pereaksi glukosa pada elektrode strip. Sam

pel darah diserap masuk ke dalam ujung strip uji berdasarkan reaksi kapiler. Apab

ila darah mengisi ruang reaksi pada strip uji, kalium ferisianida diuraikan dan gluk

osa sampel dioksidasi oleh enzim glukosa oxidase. Menyebabkan penurunan bilan

gan oksidasi (kalium heksasianoferat (III) menjadi kalium heksasianoferat (II)). A

plikasi jumlah voltase yang konstan dari meteran mengoksidasi kalium heksasiano

ferat (II) kembali pada kalium heksasianoferat (III), dan memberikan elektron. Ele

ktron yang di hasilkan untuk menimbulkan arus sebanding dengan kadar glukosa

pada sampel. Setelah waktu 10 detik konsentrasi glukosa dalam sampel di tayang

kan pada layar monitor.Penelitian ini dilakukan untuk melihat efek Anti Diabetes

ekstrak etanol daun kersen pada hewan coba yang digunakan yaitu mencit (Mus

Musculus). Adapun dosis yang digunakan dalam penelitian ini adalah 125 mg/kg

BB, 250 mg/kgBB dan 500mg/kgBB mencit. Selain itu juga digunakan juga 2 kel

ompok hewan coba untuk kontrol, yaitu kontrol positif dan kontrol negatif.

Sebagai kontrol positif digunakan Glibenklamid yang merupakan obat anti

diabetes oral golongan sulfunilurea. Glibenklamid memiliki efek hipoglikemik ya

ng kuat dengan dosis yang rendah bekerja dengan menstimulasi sel-sel beta dari p

ulau langerhans sehingga sekresi insulin ditingkatkan. Kontrol positif ini dengan

maksud untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas tentang penurunan kadar g

lukosa darah. Glibenklamid disuspensikan dengan Na.CMC 1% karena sifatnya y

ang praktis tidak larut dalam air.

Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah mencit jantan karen

a memiliki sistem hormonal yang lebih stabil dibanding mencit betina yang mana
57

memiliki kadar glukosa darah lebih tinggi pada saat hamil, sebab terjadi peningkat

an hormon hiperglikemik.Selain itu kebutuhan nutrisi pada saat hamil meningkat

sehingga glukosa yang dihasilkan lebih banyak dibandingkan pada saat tidak hami

l sehingga dapat mempengaruhi hasil penelitian.

Sebelum perlakuan mencit di puasakan terlebih dahulu selama 8 jam. Hal i

ni di maksudkan untuk menghindari pengaruh makanan pada saat dilakukan peng

ukuran glukosa darah. Hewan uji yang dipuasakan di ukur kadar glukosa darah aw

alnya. Hal ini bertujuan untuk mengetahui kadar glukosa darah mencit sebelum di

beri perlakuan lebih lanjut. Larutan glukosa diberikan pada mencit 60 menit sebel

um pemberian sediaan uji yang bertujuan untuk menaikkan kadar glukosa darah y

ang merupakan kadar glukosa awal, sehingga kemampuan menurunkan glukosa d

arah dari sediaan uji dapat diamati. Dalam penelitian ini kadar glukosa darah men

cit di ukur dengan interval waktu 15, 30, 45, 60 menit menggunakan glukometer.

Yang dimana cuplikan darah mencit yang dijadikan sampel diambil melalui ujung

ekor mencit yang dilukai.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka diperoleh hasil rat

a-rata kadar glukosa darah mencit untuk tiap perlakuan yang di ukur setiap sebelu

m diberi perlakuan serta setiap menit 15, 30, 45, 60 menit yaitu untuk kontrol neg

atif yang di beri induksi NaCMC masing-masing sebesar 217,33 mg/dl, 211 mg/d

l, 207 mg/dl, 198,33 mg/dl, 192 mg/dl. Untuk kelompok hewan coba yang di indu

ksi ekstrak etanol daun kersen 125 mg/kgBB masing-masing sebesar 227 mg/dl, 1

20,33 mg/dl, 104 mg/dl, 79,33 mg/dl, 68,33 mg/dl,. Untuk kelompok hewan coba

yang diinduksi ekstrak etanol daun kersen 250 mg/kgBB masing masing sebesar 2
58

29,66 mg/dl, 124 mg/dl, 105,33 mg/dl, 84,33 mg/dl, 71,66 mg/dl. Untuk kelompo

k hewan coba yang diinduksi ekstrak etanol daun kersen 500 mg/kgBB masing ma

sing sebesar 231,66 mg/dl, 135 mg/dl, 106,33 mg/dl, 80 mg/dl, 67,66 mg/dl. Seda

ngkan kelompok hewan coba yang menggunakan dekok daun kersen 125 mg/kgB

B masing-masing sebesar 225 mg/dl, 138,33 mg/dl, 117,33 mg/dl, 95,66 mg/dl, 75,

33 mg/dl,. Untuk kelompok hewan coba dengan dekok daun kersen 250 mg/kgBB

masing masing sebesar 223,33 mg/dl, 143,66 mg/dl, 119 mg/dl, 94,33 mg/dl, 76,3

3 mg/dl. Untuk kelompok hewan coba yang dengan dekok daun kersen 500 mg/kg

BB masing masing sebesar 219,66 mg/dl, 152,66 mg/dl, 117,33 mg/dl, 96,66 mg/

dl, 75,66 mg/dl. Untuk kelompok hewan coba yang di induksi suspensi glibenkla

mid 0,02 mg/20 gBB masing masing sebesar 217,66 mg/dl, 140 mg/dl, 120 mg/dl

87 mg/dl, 76 mg/dl

Dari hasil yang telah dipaparkan di atas, dapat dilihat bahwa semua dosis e

kstrak dan dekok yang diinduksikan pada hewan coba ternyata memberi efek mam

pu menurunkan kadar glukosa darah serta dapat mengembalikan kadar glukosa da

rah seperti kadar glukosa awal, bahkan lebih rendah. Hal ini dapat dilihat hasil pa

da tabel perubahan kadar glukosa darah. Jika ketiga kelompok perlakuan kelompo

k dibandingkan dengan kelompok kontrol positif, akan terlihat kemiripan pergera

kan perubahan kadar glukosa darah menjadi turun.

Setelah itu dilihat pada tabel untuk melihat perbedaan antar perlakuan. Dar

i hasil uji ini, ditemukan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara k

etiga konsentrasi ekstrak dan dekok terhadap kontrol positif, namun tedapat perbe

daan yang signifikan antara ekstrak dan kontrol positif terhadap kontrol negatif. M
59

aka dapat ditarik kesimpulan bahwa ekstrak 125 mg/20-30gBB, 250 mg/20-30gB

B, serta 500 mg/20-3030gBB mempunyai efek yang sama terhadap glibenklamid,

namun berbeda terhadap Na CMC sebagai kontrol negatif.


BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka disimpulkan bahwa:

1. Ekstrak etanol dan dekok daun kersen (muntingia calabura), mampu menu

runkan kadar glukosa darah mencit (Mus musculus) yang di induksi aloksa

n.

2. Ekstrak etanol dan dekok daun kersen (muntingia calabura), mampu menu

runkan kadar glukosa darah mencit (Mus musculus) namun efek menuruna

n kadar gula darah yang paling tinggi terdapat pada metode ektrak etanol d

aun kersen.

3. Didapatkan rebusan daun kersen ( muntingia calabura), yakni 125 mg, 250

mg dan 500 mg yang setara dengan dosis pembandingnya (glibenkglamid)

yang menunjukkan adanya efek penurunan glukosa darah maka penggunaa

n rebusan daun kersen sangat efektif dalam menurunkan kadar gula darah.

5.2 Saran

1. Saran untuk peneliti selanjutnya diharapkan ada yang melanjutkannya keta

hap formulasi karena telah di dapatkan bahwa ekstarak etanol dan dekok d

aun kersen dengan dosis 125 mg, 250 mg, dan 500 mg dapat menurunkan

kadar glukosa darah mencit.

60
DAFTAR PUSTAKA

Ajie, R.B., 2018. White Dragon Fruit ( Hylocereus undatus ) Potential As Diabet
es Mellitus Tretment , 4, pp.69–72

Allen N, Gupta A (2019) Current diabetes technology: Striving for the artificial p
ancreas. Diagnostics 9: 31. doi: 10.3390/diagnostics9010031

Asman Sadino.(2022). Kajian Literatur: Kandungan Kimia Dan Aktivitas Farmak


ologi Daun Kersen (Muntingia calabura L.). Jurnal Farmasi Sains dan Prakti
s.

Baynest HW (2015) Classification, pathophysiology, diagnosis and management


of diabetes mellitus. J Diabetes Metab 6: 541. doi: 10.4172/2155 6156.1051

Cicih, A., Aligita, W., & Susilawati, E. (2022). A Review: The pharmacokinetics
and pharmacodynamics of metformin-herb interactions. J. Ilmiah Farm, 18
(1), 13–25. http://repository.bku.ac.id/xmlui/handle/123456789/4517

Fahdi, F. (2018). Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Kersen (Muntingia calab
ura L.) terhadap Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus aureus & Escherichi
a coli.Skripsi.Public Health Community STIKes Delihusada Delitua.

Febrina, M., & Sari, S. F. (2019). Pengaruh Pemberian Infusa Daun Kersen (Munt
ingia calabura L.) Terhadap Kadar Glukosa Darah Mencit Putih (Mus musc
ulus) yang Diberi Beban Glukosa. Jurnal Penelitian Farmasi Indonesia, 8(2),
2.

Fiana, N. et al., 2019. Pengaruh Kandungan Saponin dalam Daging Buah Mahkot
a Dewa ( Phaleria macrocarpa ) terhadap Penurunan Kadar Glukosa Dara
h The Effect of Saponin in Mahkota Dewa Mesocarp Fruit (Phaleria macro
carpa ) to Decrease Blood Glucose Levels. , 5.

Gupta A, Sharma M, Sharma J (2015) A Role of insulin in different types of diabet


es. Int J Curr Microbiol App Sci 4: 58-7

61
62

International Diabetes Federation (2022) IDF Diabetes Atlas. 6th edn. Internation
al Diabetes Federation.

Harahap,d,(2022).Asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan system endok


rin: diabetes melitus dengan menggunakan pemberian nlack garlic terhadap
penurunan kadar gula darah.

Ismiyati,2015. Aktivitas antihipertensi ekstrak etanol daun salam (syzgium polyan


thum) pada tikus wistar, profil kromatografi lapis tipis serta penetapan kand
ungan fenolik total dan flafonoid totalnya. Fakultas farmasi Universitas Gad
jah Mada.

Meyliani, N. (2020). Naskah Publikasi Pengaruh Seduhan Daun Kersen ( Munting


ia Calabura L ) Terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah Pada Penderita
Diabetes Melitus Tipe 2 Literature Review Kementerian Kesehatan Republi
k Indonesia Politeknik Kesehatan Kendari Program Studi D-Iv

Meutia Zahara,(2018). Kajian Morfologi danReviewFitokimiaTumbuhan Kersen


(Muntingia calaburaL). Jurnal Ilmiah Pendidikan dan Pembelajaran.

Moch. Aditya Febriza, Qadhli Jafar Adrian , Adi Sucipto 2017. Penerapan Ar Dal
am Media Pembelajaran Klasifikasi Bakteri, Informatika, Universitas Tekno
krat Indonesia, Kota Bandarlampung.

Nurholis dan Ismail saleh, 2019. Hubungan Krakteristik Morfologi Tanaman Kers
en (Muntingia Calabura L), Jurnal. Program Studi Agroteknologi, Fakultas
Pertanian, Universitas Trunojoyo Madura. Program Studi Agroteknologi, Fa
kultas Pertanian, Universitas Swadaya Gunung Jati, Cirebon, Jawa Barat.

Pane, D. T. A. (2022). Karakteristik Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 dengan K


omplikasi yang di Rawat Inap Di RSU Dr FL Tobing Sibolga (Doctoral diss
ertation, Universitas Islam Negeri Sumatera Utara).

Reski,et al (2020). Pengaruh Pemberian Rebusan Daun Kersen (Muntingia Calabu


ra L.) terhadap Kadar Gula Darah Pasien Diabetes Mellitus Tipe II di
Klinik Pratama Alifa. Jurnal Kesehatan Global, 3(3), 123–129.
63

Prasetyo, A. D., & Sasongko, H. (2018). Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol 96


% Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Terhadap Bakteri Shigella
dysenteriae dan Bacillus subtilis Sebagai Materi Pelajaran Biologi SMA Kel
as X untuk Mencapai Kompetensi Dasar 3.4 Kurikulum 2013. Jupemasi-Pbi
o, 1(1), 98–102.

Punthakee Z, Goldenberg R, Katz P (2018) Definition, classification and diagnosi


s of diabetes, prediabetes and metabolic syndrome. Can J Diabetes 42: Sup
pl 1: S10–S15. doi: 10.1016/j.jcjd.2017.10.003

Riskianto, Kamal, S. E. and Aris, M., 2021. Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol
70% Daun Kelor (Moringa oleifera Lam.) terhadap DPPH. Jurnal Pro-Life,
8(2), pp.168–177.
Restyana Noor Fatimah.,(2015). Diabetes Melitus Tipe 2. Medical Faculty, Lamp
ung University

Safriani Rahman.(2017). Efek Antiflamasi Ekstrak Etanol Daun Kersen (Muntingi


a calabura L.) PADA MENCIT (Mus musculus). Fakultas Farmasi Universit
as Muslim Indonesia

Selvia A, Suhadiyah, Johannes E & Hasyim Z.(2016). Uji Efektivitas Ekstrak Dau
n Kersen (Muntingia calubura L) Terhadap Penurunan Kadar Glukosa Dara
h Pada Mencit (Mus musculus).

Sami, F. J., Nur, S., Ramli, N. and Sutrisno, B., 2017. Uji Aktivitas Antioksidan D
aun Kersen (Muntingia calabura L.) dengan Metode DPPH (1,1-difenil-2-pi
krilhidrazil) dan FRAP (ferric reducing antioxidan power). Jurnal Ilmiah A
s-Syifaa, 9(2), pp.106–111.

Septiawan, A. N., Emelda, E. and Husein, S., 2020. Aktivitas Antioksidan Kombi
nasi Ekstrak Etanol Lidah Buaya (Aloe vera L.) dan Ganggang Hijau (Ulva l
actuca L.). INPHARNMED Journal (Indonesian Pharmacy and Natural Med
icine Journal), 4(1), pp.11–24.

Sapturi, N. herlina. (2020). pengaruh rebusan daun kersen terhadap kolesterol pad
a usia dewas di desa tampirkulon kecamatan candimulyo. In SELL Journal
64

(Vol. 5, Issue 1).

Tri Cahayai Widiastuti, 2022. Pemanfaatan Tanaman Obat Untuk Mengatasi Peny
akit Diabetes Melitus di Kota Kebumen. Journal Farmasi Klinik dan Sains
(JFKS).

Tuhfa Eka Indriana, 2017. Skripsi., “Pengaruh Pemberian Seduhan Daun Kelor
(Moringa Oleifera) Dan Seduhan Daun Kersen (Muntingia Calabura L) Ter
hadap Penurunan Kadar Glukosa Darah Pada Penderia Diabetes Melitus Di
Desa Pangarangan, Kecamatan Kota Sumenep, Kabupaten Sumenep”. Progr
am Studi Pendidikan Ners Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga Sur
abaya.

Widyaningrum, N. R., Saptuti, S., Radianti, R., & Sulistiyah, W. (2020). Potensi
Analgetik Ekstrak Kloroform Daun Talok (Muntingia Calabura L) Beserta P
rofil Kromatografi Lapis Tipisnya. Avicenna: Journal of Health Research, 3
(1), 119-132.
Virsa Handayani, 2017. Pengujian Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Dau Kers
en (Muntingia calabura) Terhadap Bakteri Penyebab Jerawat. Fakultas Far
masi, Universitas Muslim Indonesia.

Yulvianti, M., Sari, R. M., dan Amaliah, E. R. 2018. Pengaruh Perbandingan Cam
puran Pelarut N-Heksana-Etanol Terhadap Kandungan Sitronelal Hasil Ekst
raksi Serai Wangi (Cymbopogon nardus). Jurnal Inegrasi Proses, 5(1):8-14.

Zahara. (2018, November). Kajian Morfologi dan Review Fitokimia Tumbuhan K


ersen (Muntingia calabura L.). 5(2), p. 71. May 24, 2020. https://www.resea
rchgate.net/publication/329175073_Kajian_Morfologi_dan_Review_Fitoki
mia _Tumbuhan_Kersen_Muntingia_calabura_L

Anda mungkin juga menyukai