Anda di halaman 1dari 43

ANALISIS KANDUNGAN AMILOSA DAN PATI RESISTEN

PADA BERAS MERAH PRATANAK DENGAN EKSTRAK


BROKOLI

Proposal Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Sidang Usulan Penelitian Program Studi Gizi

Diajukan oleh:
Manarul Hidayat
10219064

PROGRAM STUDI SI GIZI


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KHAS KEMPEK
CIREBON
2023

8
LEMBAR PERSETUJUAN

Proposal Skripsi

ANALISIS KANDUNGAN AMILOSA DAN PATI RESISTEN


PADA BERAS MERAH PRATANAK DENGAN EKSTRAK
BROKOLI

Diajukan Oleh:
Manarul Hidayat
10219064

Telah disetujui oleh

Pembimbing 1 Pembimbing 2

Maulida Fajriyah, M. Si Ade Nurlina, S. KM, M. Epid

NIDN. 0408049581

2
ANALISIS KANDUNGAN AMILOSA DAN PATI RESISTEN
PADA BERAS MERAH PRATANAK DENGAN EKSTRAK
BROKOLI

Manarul hidayat
10219064
Program Studi S1 Gizi STIKes KHAS Kempek Cirebon

ABSTRAK

Beras merah (Oriza Nivara) merupakan bagian dari tanaman herbal yang
mengandung karbohidrat, lemak, protein, serat dan mineral. Beras merah juga
memiliki senyawa flavonoid yang berperan sebagai antidiabetes. Beras pratanak
ialah beras yang telah mengalami penanakan parsial. Proses pratanak akan
melekatkan kandungan dari lapisan bekatul dan sekam, dengan sebab itu terjadi
perubahan komponen kandungan gizi beras pratanak dibandingkan dengan beras
giling. Brokoli (Brassica oleracea L. var italica) merupakan jenis sayuran yang
banyak diminati oleh masyarakat Indonesia. Kandungan dalam brokoli berpotensi
untuk mencegah beberapa penyakit seperti diabetes melitus, kardiovaskular dan
kanker karena mengandung senyawa serat, sulfarofan, antikarsiogenik, dan
antioksidan. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui kadar amilosa dan pati
resisten pada beras merah pratanak dengan ekstrak brokoli, dimulai dari beras
merah malalui 3 tahap pratanak yakni perendaman, pengukusan dan pengeringan.
Kemudian melalui proses pemasakan menjadi menjadi nasi yaitu pemasakan
modern dengan menggunakan rice cooker, dengan penambahan ekstrak brokoli.
Pengujian beras ini dilakukan duplo (sebanyak dua kali pengulangan) dengan
ekstrak brokoli sebesar 2%, 10%, dan 50%. Pengujian beras ini mencangkup uji
kadar amilosa dan daya cerna pati.
Desain penelitian ini menggunakan rancangan perlakuan ulang. Variable
bebasnya berupa beras merah pratanak dan beras merah pratanak +ekstrak brokoli
(2%, 10%, dan 50%), dan variable terikatnya berupa kadar amilosa dan pati
resisten. Kemudian pengolahan datanya dengan uji regresi Linear sederhana.

Kata kunci: beras merah, ekstrak brokoli, kadar amilosa, daya cerna pati

3
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat tuhan yang maha ESA, karena atas
karunia-NYA yang diberikan kepada penulis selama ini, sehingga saya dapat
menyelesaikan penulisan ajuan penelitian ini, walaupun banyak rintangan dan
halangan dalam menulis proposal ini, tapi akhirnya dapat melewatinya hingga
menyelesaikan penulisan yang insya Allah dengan baik. Sebelumnya penulis
ucapkan banyak terima kasih kepada:
1. Keluarga saya yang selalu mensupport dari segi jasmani dan rohani.
2. Dr. H. Ahmad Fariz Malvi Zamzam Zein, Sp. PD, FINASIM, FACP
selaku ketua STIKes KHAS Kempek Cirebon
3. Ibu Meliana Nursihhah SGz
4. Ibu Maulida Fajriyah. M. Si selaku dosen saya sekaligus pembimbing 1
5. Ibu Ade Nurlina, S. KM, M. Epid selaku dosen saya sekaligus
pembimbing 2
6. Seluruh rekan saya yang selalu menjadi support dalam penulisan ini
Adapun alasan dibuatnya proposal ini sebagai salah satu bentuk ajuan
penelitian untuk menyelesaikan sarjana S1 gizi. Dalam penyusunan proposal ini
kami menyadari bahwa tanpa adanya bantuan dan bimbingan dari dosen
pembimbing, support dari keluarga dan teman, maka proposal ini tidak akan
terselesaikan. Kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada
pihak yang telah membantu kami dalam menyelesaikan proposal ini, semoga
proposal ini dapat diterima dengan baik oleh para penguji dan mendapatkan
masukan-masukan yang mendukung proposal ini.

Cirebon, 12 juni 2023

4
DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN....................................................................................ii
ABSTRAK..............................................................................................................iii
KATA PENGANTAR............................................................................................iv
DAFTAR ISI............................................................................................................v
DAFTAR TABEL..................................................................................................vii
BAB I.......................................................................................................................8
1.1 Latar Belakang.......................................................................................8
1.2 Rumusan Masalah................................................................................12
1.3 Tujuan penelitian.................................................................................12
1.4 Manfaat Penelitian...............................................................................12
1.5 Kebaruan Penelitian.............................................................................13
BAB II....................................................................................................................17
KAJIAN PUSTAKA..............................................................................................17
2.2 Beras Merah.........................................................................................18
2.3 Standar Mutu Beras.............................................................................19
2.4 Brokoli.................................................................................................20
2.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nilai IG.......................................22
BAB III..................................................................................................................28
METODOLOGI PENELITIAN.............................................................................28
3.1 Kerangka Konseptual...........................................................................28
3.2 Hipotesis..............................................................................................28
3.3 Variabel dan Definisi Operasional Variabel........................................28
3.4 Desain Penelitian.................................................................................31
3.5 Waktu dan Tempat Penelitian..............................................................31
3.6 Sampel.................................................................................................31
3.7 Alat dan Bahan / instrumen penelitian.................................................32
3.8 Kerangka Alur Penelitian....................................................................33
3.9 Cara Kerja / Alur Penelitian................................................................33
3.10 Pengumpulan Data...............................................................................35

5
3.11 Pengolahan Data..................................................................................35
3.12 Analisis Data........................................................................................36
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................38

6
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Penelitian terdahulu

Tabel 2. Kandungan Gizi Beras merah..................................................................18


Tabel 3. Klasifikasi Mutu Beras............................................................................20
Tabel 4. Beras Khusus...........................................................................................20
Tabel 5. Definisi Variabel......................................................................................29

7
8
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia sedang menghadapi tiga beban penyakit (triple burden of


diseases). Tiga beban penyakit salah satunya ialah masyarakat masih dihadapkan
pada masalah penyakit tidak menular. Penyakit tidak menular seperti diabetes
melitus prevalensinya mengalami peningkatan di Indonesia dari 6,9% pada tahun
2013 menjadi 8,5% pada tahun 2018 (Pangribowo, 2020). Menurut Organisasi
International Diabetes Federation (IDF) prevalensi diabetes sebesar 10,5% dari
total penduduk dunia pada usia 20-79 tahun atau sama dengan 537 juta orang.
Jumlah diabetes di Indonesia mencapai 19,5 juta penduduk, dan menduduki posisi
ke-5 jumlah terbesar di dunia (IDF, 2021). Pada kelompok umur ≥15 tahun di
provinsi Jawa Barat prevalensinya mencapai 1,7% (Rieskesdas, 2018).
Sedangkan di kabupaten Cirebon kasus diabetes mencapai 22.345 orang atau
0,98% dari total penduduk di kabupaten Cirebon (Dinas Kesehatan, 2020).
Diabetes melitus ialah salah satu penyakit kronis penyebab kematian tertinggi di
Indonesia. Menurut data dari Institude for Health Metrics and Evaluation bahwa
diabetes merupakan penyakit penyebab kematian urutan ke-3 di Indonesia tahun
2019 yaitu sekitar 57,42 kematian per 100.000 penduduk (Universitas Gadjah
Mada, 2023). Diabetes melitus terjadi karena insulin tidak dihasilkan atau tidak
bekerja dengan baik, sehingga menyebabkan gula menumpuk di darah. Penyebab
terjadinya diabetes karena pola hidup tidak sehat, seperti merokok, kurangnya
aktifitas fisik, konsumsi karbohidrat yang berlebih, dan stres (Kementerian
Kesehatan, 2022).

Upaya pencegahan dan pengendalian Diabetes Melitus di Indonesia


dilakukan pada setiap masyarakat, agar yang sehat tetap sehat, yang memiliki
faktor resiko dapat mengendalikannya, dan yang sudah terdampak diabetes dapat
mengendalikannya agar tidak terkena komplikasi serta kematian dini. Upaya

8
pencegahan ini dilakukan melalui konseling, deteksi dini faktor risiko diabetes,
dan penatalaksaannya. Deteksi dini bisa dilakukan di posbindu agar identifikasi
perorangan dapat dilakukan pemeriksaan gula darah sewaktu oleh para kader,
sehingga bila ada orang dengan masalah dapat secara langsung diedukasi,
intervensi, dan dirujuk ke Fasilitas pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP)
(Infodatin, 2020)

Menurut Foster-powell dkk, 2002 nilai IG (Indeks Glikemik) pangan dapat


dipengaruhi oleh kandungan pati dan komponen amilosa/amilopektin. Amilosa
dicerna oleh tubuh lebih lambat dibandingkan dengan amilopektin, karena amilosa
merupakan polimer dari gula sederhana dengan rantai lurus. Rantai yang lurus ini
menyusun ikatan amilosa yang kompak sehingga sulit untuk tergeletinisasi. Maka
dari itu amilosa lebih sulit dicerna dari pada amilopektin yang merupakan polimer
gula sederhana, bercabang, dan strukturnya terbuka. Berdasarkan ciri-ciri tersebut,
maka pangan yang mengandung amilosa tinggi memiliki aktivitas hipoglikemik
lebih tinggi dibandingan dengan amilopektin yang yang tinggi pada pangan
(Indrasari, 2019). Menurut Astawan (2004) kadar amilosa merupakan komponen
yang menjadikan pati untuk menyerap dan mengembang lebih besar, karena
amilosa mempunyai kemampuan membentuk ikatan hidrogen yang lebih besar
dibandingkan amilopektin. Pati dan serat termasuk dalam golongan polisakarida
yang merupakan karbohidrat komplek. Karbohidrat komplek diserap lebih lambat
daripada karbohidrat sederhana, sehingga tidak menyebabkan peningkatan
glukosa darah secara cepat (Pranata dkk, 2022).

Menurut Kusdalimah dkk (2022) asupan karbohidrat yang berlebih akan


rentan terkena diabetes melitus (Ramirez dkk, 2022). Beras adalah makanan jenis
serealia yang menjadi makanan pokok di Indonesia. Beras juga merupakan bahan
makanan pokok yang dikonsumsi melebihi 90% penduduk indonesia. Konsumsi
beras pada tahun 2017 mencapai 114,6 kg/kapita/tahun. Beras menjadi bahan
makanan pokok yang keberadaannya sulit digantikan oleh sumber karbohidrat
lain. Kandungan dalam beras lebih mendominan karbohidrat dari pada protein dan
lemak yang jumlahnya rendah. Beras putih memiliki puncak kenaikan glukosa

10
darah tertinggi dibanding dengan beras lain. Adanya perbedaan yang signifikan
antara nilai indeks glikemik beras hitam (19,04), beras merah (43,3), dan beras
putih (97,48) (Setyo Harini, 2013). Kandungan reduksi gula terendah terdapat
pada beras hitam organik yaitu 0,0893% b/b sedangkan tertingginya pada beras
putih non organik yaitu 0,1395% b/b (Hernawan dan Meylani, 2016). Penelitian
ini diperkuat oleh (Dewi dkk, 2022) dalam penelitiaanya yaitu Sampel yang
mengonsumsi beras putih memiliki jumlah kadar glukosa darah sewaktu lebih
tinggi daripada yang mengonsumsi beras hitam dan beras merah. Selain itu,
semakin banyak mengonsumsi karbohidrat maka dapat meningkatkan kadar
glukosa dalam darah (p=0,000). Kadar air, protein, abu, dan amilosa tertinggi
pada beras berpigmen yaitu beras cempo merah dan jowo melik. Sedangkan kadar
lemak dan kadar karbohidrat tertinggi terdapat pada beras tidak berpigmen yaitu
beras mentik wangi susu (Suarti dkk, 2021). Kandungan dalam beras dapat
dipengaruhi oleh derajat penyosohan (penggilingan), tingginya tingkat
penyosohan akan menurunkan jumlah rendemen, mutu giling, kadar air, kadar
protein, kadar abu, kadar serat, dan kadar lemak beras. Namun kadar karbohidrat,
derajat putih, dan daya cerna pati mengalami peningkatan setelah penyosohan
(Hasnelly dkk, 2020). Kadar pati pada beras merah lebih rendah dibandingkan
pada beras putih. Beras merah mengandung kadar pati 18,47 g/100 g (18,47%)
sedangkan kadar pati pada beras putih yaitu 24,47g/100g (24,47%) (Ramirez dkk,
2022). International Rice Research Institute (IRRI) menggolongkan beras menjadi
tiga kategori berdasarkan kandungan amilosanya, yaitu ketan (0-2%), rendah (10-
20%), sedang (20-25%), dan tinggi (>25%) (Indrasari, 2019).

Nilai IG pangan juga dapat dipengaruhi oleh proses pengolahan secara


pratanak. Beras pratanak ialah beras yang telah mengalami penanakan parsial.
Proses pratanak akan melekatkan kandungan dari lapisan bekatul dan sekam,
dengan sebab itu terjadi perubahan komponen kandungan gizi beras pratanak
dibandingkan dengan beras giling. Terdapat tiga prinsip pembuatan beras
pratanak, yaitu perendaman, pengukusan dan pengeringan. Proses pengolahan
beras pratanak mampu merubah komposisi kimia beras seperti meningkatnya
kadar abu, kadar lemak, kadar serat pangan, dan menurunkan kadar protein. Beras

11
pratanak dari GKG (Gabah Kering Giling) dan GKP (Gabah Kering Panen) yang
direndam selama 4 jam memiliki nilai IG yang sama yaitu 62 yang lebih rendah
dari bahan baku (Nurdjannah dkk, 2018). Cara pengolahan dapat merubah sifat
fisikokimia suatu bahan pangan seperti kadar lemak dan protein, daya cerna, serta
ukuran pati dan zat gizi lainnya (Arif dkk, 2013). Beras yang dimasak
menggunakan rice cooker memiliki nilai karbohidrat yang lebih tinggi
dibandingkan dengan beras yang dimasak dengan dikukus (Pranata dkk, 2022).

Dalam penelitian terdahulu mengemukakan bahwa penambahan ekstrak


serai dan kombinasi ekstrak serai dan daun salam mampu menurunkan IG nasi
putih sebanyak 9,33-26,90% (Fajriah dkk, 2022). Kadar karbohidrat beras analog
dengan penambahan puree buah naga merah lebih kecil jika dibandingkan beras
analog dengan penambahan ekstrak wortel, hal ini dikarenakan kandungan
karbohidrat pada buah naga merah lebih kecil yaitu 1,48 gram/100 gram
dibandingkan dengan kandungan karbohidrat pada wortel yaitu 9,58 gram/100
gram. Kadar karbohidrat yang dihitung secara by different dipengaruhi oleh
komponen nutrisi lainnya. Semakin rendah komponen nutrisi lain, maka semakin
tinggi kadar karbohidratnya (Damat dkk, 2020).

Brokoli (Brassica oleracea L. var italica) merupakan jenis sayuran yang


banyak diminati oleh masyarakat indonesia. Budidaya brokoli ada diseluruh dunia
dan pertumbuhannya akan subur di daerah yang beriklim dingin. Kandungan
brokoli bagi kesehatan diantaranya alkoloid, saponin, tanin, flavonoid, dan
steroid. Alkoloid memiliki aktivitas farmakologi sebagai antidiabetes dan
antihipertensi, saponin memiliki fungsi anti bakteri dan anti inflamasi, tanin
mempunyai aktivitas antioksidan dan dapat digunakan untuk meningkatkan
pengambilan glukosa dan menghambat adipogenesis sehingga berpotensi
digunakan untuk mengobati diabetes melitus, flavonoid berfungsi sebagai
antioksidan dan antidiabetes, kemudian steroid mempunyai aktivitas sebagai anti
tumor dan antibakteri. (Lutfiyati et al, 2017). Brokoli memiliki banyak manfaat
untuk mencegah beberapa penyakit seperti kardiovaskular, kanker, dan diabetes
melitus karena mengandung senyawa antikarsiogenik, antioksidan, sulfarofan dan

12
serat. Pada penelitian terdahulu mengemukakan bahwa pemberian kukus brokoli
pada wanita prediabetes dapat menurunkan glukosa darah puasa yang signifikan.
(Wulandari dan Wirawanni, 2014).

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah ada perubahan kadar amilosa pada beras merah pratanak dengan
penambahan ekstrak brokoli?
2. Apakah ada perubahan daya cerna pati pada beras merah pratanak dengan
penambahan ekstrak brokoli?

1.3 Tujuan penelitian

1.3.1 Tujuan Umum


 Untuk mengetahui perubahan kadar amilosa dan daya cerna pati
pada beras merah pratanak dengan ekstrak bokoli
1.3.2 Tujuan Khusus
 Untuk mengetahui kadar amilosa pada beras merah pratanak dengan
penambahan ekstrak brokoli
 Untuk mengetahui daya cerna pati pada beras merah pratanak
dengan penambahan ekstrak brokoli

1.4 Manfaat Penelitian

 Bagi instansi kesehatan diharapkan dapat menjadi acuan dalam


memilih makanan pokok bagi penderita diabetes melitus II
 Bagi kampus diharapkan sebagai berkas untuk menjadi referensi
mahasiswa
 Bagi masyarakat diharapkan dapat menjadi pedoman atau acuan
untuk memilih makanan pokok bagi penderita diabetes melitus II
 Bagi peneliti untuk menambah wawasan mengenai kandungan
kadar amilosa dan daya cerna pati pada beras merah patanak
dengan ekstrak brokoli

13
1.5 Kebaruan Penelitian

Tabel 1. Penelitian terdahulu


No Peneliti Judul Tahun Metode Hasil
1 Setyo Perbedaan 2013 Penentuan Beras putih
Harini Nilai Indeks indeks memiliki puncak
Glikemik glikemik kenaikan glukosa
Beras Hitam, pangan darah tertinggi
Meras dengan cara dibanding dengan
Merah, Dan bahan beras lain. Adanya
Beras Putih pangan yang perbedaan yang
akan diukur signifikan antara
indeks nilai indeks
glikemiknya glikemik beras
diberikan hitam (19,04), beras
kepada merah (43,3), dan
relawan yang beras putih (97,48).
telah
menjalankan
puasa selama
semalam.
2 Edi Analisis Februar Analisis sifat 1.Kekerasan beras
Hernawan, Karakteristik i 2016 fisik,Analisis dengan nilai
Vita Fisikokimia sifat kimia tertinggi dan bobot
Meylani Beras Putih, seribu butir terdapat
Beras pada beras putih non
Merah, Dan organik>6,99 KgF
Beras Hitam dan 22,02 gram.
(Oryza 2.Kadar serat
Sativa L., tertinggi
Oryza terdapat pada
Nivara Dan beras hitam
Oryza Sativa organik
L. Indica) yakni
7,6970%
b/b.
3.Kandunga
n protein
tertinggi
pada beras
putih
organik yaitu
8,7049%
b/b,
4.kandungan

14
reduksi gula
terendah
terdapat pada
beras hitam
organik yaitu
0,0893%
b/b.
3 Pujan, Pengaruh 2019 Penelitian ini Jenis pengolahan
Hermanto, Pengolahan memiliki dua dan jenis beras
Fitri Beras tahap berbeda nyata pada
Faradilla Pratanak pengolahan panjang berasdan
Terhadap beras, yakni diameter beras pada
Sifat Fisik secara non saat sebelum dan
Dan pratanak: sesudah pemasakan.
Aktivitas pemisahan Semakin tinggi
Antioksidan gabah dari konsentrasi larutan
Beras Lokal kotoran, ekstrak beras
Sulawsi pengeringan semakin tinggi
Tenggara gabah persen aktivitas
dibawah penghambatan
sinar radikal bebas. P2B2
matahari, sebagai perlakuan
penggilingan, dengan daya hambat
kemudian tertinggi pada
penyosohan konsentrasi ekstrak
dan pratanak: 50 ppm dengan
perendaman aktivitas
beras, penghambatan
pengkusan radikal DPPH
dan 44,73%. Dan
pengeringan, terendah pada
kemudian sampel P1B3
penggilingan dengan aktivitas
gabah penghambatan
radikal DPPH
17,10%.
4 Salsabila Aktivitas 2020 Sampel yang Aktivitas
Amalia Antioksidan, digunakan antioksidan dan
Putri Bumi, Kadar Serat dalam kadar serat tertinggi
Siti Dan penelitian ini diperoleh pada
Aminah, Karakteristik adalah beras perendaman 30
Dan Fisik Beras hitam dengan menit yaitu sebesar
Muhammad Hitam Pecah perlakuan 47,97% dan 1,36%.
Yusuf Kulit perbedaan
Dengan waktu
Variasi perendaman,

15
Lama Waktu tahapan
Perendaman berasnya
dimulai dari
penggilingan
kemudian
dilakukan
perendaman
pada suhu
60◦C dengan
lama
waktunya 0,
30, 60, 90,
120,180
menit.
5 H. Pengaruh Februar Analisis Derajat penyosohan
Hasnelly, Drajat i 2020 Proksimat dapat
Evi Fitriani, Penyosohan mempengaruhi
Shelvi Putri Terhadap kadar air, mineral,
Ayu, H. Mutu Fisik kadar lemak.
Hervelly Dan Nilai Protein,
Gizi Karbohidrat,
Beberapa kadar serat,
Jenis Beras antosianin, dan
daya cerna.
6 Budi Suarti, Karakterisasi Maret Analisis 1.Kadar air, protein,
Sukarno, Sifat 2021 proksimat abu, dan amilosa
Ardiansyah Fisikokimia tertinggi pada beras
, Dan Dan berpigmen yaitu
Slamet Fungsional beras cempo merah
Budijanto Beras Pecah dan jowo melik.
Kulit 2.Total senyawa
Berpigmen fenolik, antosianin,
Dan Tanpa dan aktivitas
Pigmen antioksidan tertinggi
terdapat pada beras
pecah kulit
berpigmen yaitu
beras cempo merah
dan jowo melik.

7 Ayu Dian Hubungan Mei metode Sampel yang


Utami Asupan 2022 analitik mengonsumsi beras
Dewi, I Jenis Beras potong putih memiliki
Wayan Terhadap lintang (cross jumlah kadar
Gede Kadar sectional) glukosa darah
Sutadarma, Glukosa sewaktu lebih tinggi

16
Ida Ayu Darah daripada yang
Dewi Sewaktu mengonsumsi beras
Wiryanthini Pada Pasien hitam dan beras
Diabetes merah. Selain itu,
Mellitus semakin banyak
Tipe Ii mengonsumsi
karbohidrat maka
dapat meningkatkan
kadar glukosa dalam
darah (p =0,000).

Kebaruann penelitian ini berupa varietas beras yakni MSP 17 yang belum
diteliti sebelumnya, dengan memberi ekstrak brokoli saat akan proses pemasakan
menggunakan rice cooker. Desain penelitian ini menggunakan desain rancangan
perlakuan ulang dan ujinya berupa uji regresi linier.

17
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Diabetes Melitus

Hiperglikemia merupakan kondisi dimana peningkatan kadar gula darah


melebihi normal yang menjadi ciri khas bagi penyakit DM (Diabetes Melitus).
Klasifikikasi DM berdasarkan etiologi (PERKENI, 2021) antara lain DM tipe I,
diabetes melitus yang terjadi karena kerusakan sel beta di pankreas. kerusakan ini
berakibat pada keadaan defisiensi insulin yang terjadi secara absolut. Penyebab
kerusakan sel beta ini karena autoimun dan idiopatik. DM tipe II, penyebabnya
bervariasi, mulai yang dominan resistensi insulin disertasi defisiensi insulin relatif
sampai yang dominan efek sekresi insulin disertai resistensi insulin. Insulin dalam
jumlah yang cukup tinggi tetapi tidak dapat bekerja secara optimal sehingga kadar
gula darah meningkat. DM tipe lain, penyebab diabetes ini bervariasi, seperti
sindroma diabetes monogenik, penyakit eksokrin pankreas, dan disebabkan oleh
obat atau zat kimia. DM Gestasional, diabetes ini muncul pada saat trimester II
atau trimester III pada saat kehamilanm. Keadaan ini terjadi karena pembentukan
beberapa hormon pada ibu hamil yang menyebabkan resistensi insulin. (Tandra,
2018). Patofisiologi sentral dari DM tipe II ialah karena Resistensi insulin pada
sel otot dan hati serta kegagalan sel beta pankreas. Kegagalan sel beta terjadi lebih
dini dan lebih berat dari yang diperkirakan sebelumnya. Organ-organ lain yang
terlibat dengan DM tipe II seperti jaringan lemak (meningkatnya lipolisis),
gastrointesinal (defisiensi inkretin), sel alfa pankreas (hiperglukagonemia), ginjal
(peningkatan absorpsi glukosa), dan otak (resistensi insulin). Saat ini sudah
ditemukan tiga jalur patogenesis baru dari ominous octet yang memperantai
terjadinya hiperglikemia pada DM tipe II. Sebelas organ penting dalam toleransi
glukosa (egregious eleven) perlu dipahami karena dasar patofisiologi ini
memberikan konsep:

18
1. Pengobatan harus ditunjukan untuk memperbaiki gangguan patogenesis,
bukan hanya untuk menurunkan HbA1c saja
2. Pengobatan kombinasi harus didasarkan pada kinerja obat sesuai dengan
patofisiologi DM tipe II
3. Pengobatan dilakukan sedini mungkin untuk mencegah progresivitas
kerusakan sel beta.

Kelompok resiko tinggi yang tidak ada gejala klasik DM yaitu kelompok dengan
BB lebih (IMT > 23kg/m2) dan kelompok usia >45 tahun. (PERKENI, 2021).

Bentuk pencegahan untuk menanggulangi diabetes melitus terdapat enam


langkah. Enam langkah tersebut diantaranya: berhenti merokok, mempertahankan
berat badan ideal, melakukan aktivitas fisik, pola makanan yang sehat, rutin
periksa gula darah, dan mengelola setres. Bentuk pencegahan ini lebih khusus
terhadap mempertahankan berat badan ideal dengan kurangi konsumsi karbohidrat
dan memperbanyak makanan berserat. Adapun pola makan yang sehat meliputi
konsumsi 3-5 porsi buah dan sayur serta mengurangi asupan gula, garam, dan
lemak jenuh (Kementerian Kesehatan, 2022).

2.2 Beras Merah

Beras merah (Oriza Nivara) merupakan bagian dari tanaman herbal yang
mengandung karbohidrat, lemak, protein, serat dan mineral. Beras merah juga
memiliki senyawa flavonoid yang berperan sebagai antidiabetes. (Firdausya dan
Amalia, 2020).

Tabel 2. Kandungan gizi beras merah (TKPI 2017)

Kode Nama Sumber Energi Protein Lemak Karbohidrat


Bahan (Kcal) (g) (g) (g)
AP005 Beras KZGPI- 149 2.8 0.4 32.5
Merah 1990

Dalam 100 gram, beras merah mengandung energi 149 Kkal, protein 2.8 gram,
lemak 0.4 gram, dan karbohidrat 32.5 gram. (Tabel Komposisi Pangan Indonesia

19
2017). Kandungan serat dalam beras merah memiliki fungsi memperlambat proses
pencernaan di usus dan memperlambat kenaikan glukosa darah sehingga insulin
yang dibutuhkan oleh tubuh semakin sedikit. Kadar serat dalam beras merah
adalah 1,6232% b/b (Herwani dan Meylany, 2016). Penelitian terdahulu
menghasilkan bahwa beras merah mengandung kadar pati lebih rendah dengan
nilai 18,47gram/100gram (18,47%) dibandingkan dengan kadar pati pada beras
putih sebesar 24,47 gram/100gram (24,47%) (Ramirez dkk, 2022). Beras merah
memiliki indeks glikemik lebih rendah dari beras putih dan lebih tinggi dari beras
hitam (Harini, 2013). Semakin rendah IG pangan, maka semakin tinggi
kandungan amilosanya. Indeks glikemik terdiri dari 3 kelompok yaitu, <55
termasuk IG rendah, IG sedang (55-75), dan >75 termasuk ke dalam IG Tinggi.
Beras merah memiliki IG sedang yaitu 59% dengan kandungan amilosa sedang
sekitar 20-25%. Indeks glikemik dipengaruhi oleh kandungan serat, rasio amilosa,
dan amilopektin, pati resisten, lemak, protein serta pengolahan makanan. IG yang
tinggi ini dapat meningkatkan jumlah glukosa di dalam darah dengan cepat (Arif
dkk, 2013).

Selain kandungan tersebut, beras merah juga terdapat banyak antosianin.


Antosianin merupakan komponen flavonoid dan masuk ke dalam turunan
polifenol pada tumbuhan yang memberi warna pada buah, bunga, dan sayuran
yang memiliki berbagai manfaat yang sangat menguntungkan bagi tubuh seperti,
penyakit kardiovaskular, DM, kanker dan juga dapat menjaga kadar glukosa darah
tetap optimal (Anggraeni dkk, 2018)

2.3 Standar Mutu Beras


Menimbang pada Peraturan Presiden No. 71 Tahun 2015 tentang penetapa
dan penyimpanan barang kebutuhan pokok dan barang penting, telah ditetapkan
beras sebagai bahan kebutuhan pokok hasil pertanian. Mengingat juga pada
Undang-Undang No. 18 Tahun 2012 tentang pangan. Maka Peraturan Menteri
Pertanian tentang kelas mutu beras menetapkan; beras dibedakan berdasarkan
kelas mutunya, kelas mutu beras terbagi menjadi dua yakni medium dan premium.
Selain kelas mutu, terdapat juga beras khusus. Beras khusus terdiri dari beras

20
ketan, beras merah, dan beras hitam. Beras khusus ini tidak lepas dari persyaratan
yang telah ditentukan oleh menteri kesehatan (Kementerian Pertanian, 2017).
Tabel 3. Klasifikasi Kelas Mutu Beras

Kelas mutu
No Komponen Mutu Satuan
Medium Premium
1. Derajat sosoh (minimal) % 95 95
2. Kadar Air (maksimal) % 14 14
3. Beras Kepala (minimal) % 75 85
4. Beras Patah (maksimal) % 25 25
5. Total butir beras lainnya (maksimal), % 5 0
terdiri atas butir menir, merah,
kuning/rusak, kapur
6. Butir Gabah (maksimal) (Butir/100g) 1 0
7. Benda Lain (maksimal) % 0,05 0

Tabel 4. Beras Khusus

No Jenis Persyaratan
1. Beras untuk kesehatan Terdaftar dibahan pengawas obat dan makanan
2. Beras organic Bersertifikat yang diterbitkan oleh lembaga
sertifikat organic
3. Beras indikasi geografis a. Terdaftar di Direktorat Jendral Kekayaan
Intelektual, Kementerian Hukum Dan Hak
Asasi Manusia; atau
b. Varietas lokal yang telah mendapatkan
pelepasan oleh Menteri Pertanian
4. Beras tententu yang tidak Sertifikat yang diterbitkan lembaga berwenang
dapat diproduksi dalam di negara asal
negeri

2.4 Brokoli

Brokoli (Brassica oleracea L.) merupakan bunga dari sayuran subtropik


yang banyak dibudidayakan di eropa dan asia. Tanaman brokoli termasuk
kedalam tanaman musim dingin, karena cocok ditanam didaerah yang sejuk nan
dingin atau dataran tinggi. Di Indonesia, tanaman brokoli dibudidayakan di daerah
dengan dataran yang tinggi, seperti Bukit Tinggi (Sumatra Barat), Karo (sumatra
utara), pangalengan (Jawa Barat), dan masih banyak lagi dataran tinggi di

21
Indonesia yang membudidayakan tanaman brokoli. Di Indonesia, sayuran brokoli
dikenal pada abad ke 15 saat masa penjajahan Belanda, oleh karenanya sayuran
ini dikenal dengan nama sayuran eropa. Ada jenis brokoli yang beraneka ragam,
seperti kaelan (kale), brokoli (cabbage), brokoli umbi (kohlrabi), brokoli bunga
(cauliflower), brokoli (boccoli), dan brokoli tunas. Meskipun jenis tadi
keliatannya berbeda, akan tetapi merupakan spesies yang sama
(Psychologymania, 2013). Berikut merupakan klasifikasi brokoli:

a. Kinghdom : Plantae
b. Divisi : Spermatophyta
c. Sub divisi : Angiospermae
d. Kelas : Dicotyledoneae
e. Ordo : Brassicales
f. Suku : Brassicaceae
g. Genus : Brassica
h. Spesies : Brassica oleraceal. Var. botrytis L.

Permintaan brokoli oleh penduduk indonesia cenderung mengalami


peningkatan. Hal ini mengindikasikan bahwa brokoli memiliki peluang untuk
dibudidayakan dan sangat membantu bidang pertanian indonesia karena
permintaan pasar yang tinggi didalam negeri. Konsumsi brokoli mengalami
peningkatan setiap tahunnya. Peningkatan konsumsi brokoli menunjukan
terjadinya peningkatan permintaan brokoli dalam negeri, terutama di kota-kota
besar (Yolandika dkk, 2017).

Kandungan dalam brokoli berpotensi untuk mencegah beberapa penyakit


seperti diabetes melitus, kardiovaskular dan kanker karena mengandung senyawa
serat, sulfarofan, antikarsiogenik, dan antioksidan. Brokoli merupakan tanaman
yang memiliki berbagai fungsi antioksidan seperti sulfarofan, vitamin A dan
vitamin C. senyawa yang berperan menurunkan kadar glukosa adalah sulfarofan.
Peranan sulfarofan sangat penting sebagai antioksidan yang mengaktivasi Nrf2
(Nuclear factor E2-related factor-2). Peningkatan aktivitas Nrf2 mampu
menurunkan resistensi insulin. Brokoli juga mengandung serat larut air 1,2-1,5g.

22
serat larut air yang terkandung dalam brokoli dapat mengontrol kadar glukosa
dalam darah. Serat pangan dapat menyerap air dan glukosa, sehingga bisa
mengurangi ketersediaan glukosa dalam darah. Makanan cukup serat dapat
mengurangi daya cerna karbohidrat. (Wulandari dan Wirawanni, 2014). Konsumsi
sayur setiap harinya dianjurkan sebanyak 250gram perhari atau setara dengan 2
gelas sayur setelah dimasak dan ditiriskan. Dalam hal ini menekankan bahwa
konsumsi brokoli yang merupakan jenis sayuran, paling tidak mengonsumsinya
sebanyak dua gelas sayur. (Kementerian Kesehatan, 2017)

2.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nilai IG

2.5.1 Cara Pengolahan


Menurut Foster-Powel dalam penelitiaanya widowati dkk tahun
2009 mengemukakan bahwa beras pratanak mengandung IG yang lebih
rendah dibandingkan dengan beras giling. Beras pratanak ialah beras yang
diperoleh dari gabah yang mengalami penanakan parsial. Tahap
pengolahan beras pratanak dimulai dari tahapan bahan masih berbentuk
gabah (Widowati dkk, 2009). Proses pratanak akan melekatkan komponen
nutrisi dari lapisan bekatul maupun sekam, sehingga terjadi perubahan
kandungan nutrisi beras pratanak dibanding dengan beras giling. Proses
pratanak menghasilkan perubahan komposisi kimia beras diantaranya
amilosa (meningkat dari 15,44-26,32% menjadi 19,35-27,25%), dan daya
cerna pati (menurun dari 62,31-78,63% menjadi 44,22-76,32%) (Widowati
dkk, 2009).
Cara pengolahan seperti pemanasan dan penggilingan merupakan
akibat yang mempengaruhi nilai IG produk pangan. Cara pengolahan
dapat merubah sifat fisikokimia suatu bahan pangan seperti kadar lemak
dan protein, daya cerna, serta ukuran pati dan zat gizi lainnya (Arif dkk,
2013). Dalam penelitiaanya Pranata dkk, 2022 menghasilkan bahwa beras
yang dimasak menggunakan rice cooker memiliki nilai karbohidrat yang
lebih tinggi dibandingkan dengan beras yang dimasak dengan dikukus.

23
Pemasakan beras menggunakan rice cooker hanya melalui satu
tahapan dimana beras dan air dengan perbadingan 1:2 dimasak dalam rice
cooker. Hal pertama yang dilakukan dalam memasak nasi ialah menakar
beras terlebih dahulu, kemudia melakukan pencucian beras minimal dua
kali pencucian. Lalu memasukan beras yang telah dicuci dan ditiriskan
kedalam panic rice cooker, tambahkan 1340 cc air untuk tiap liter beras.
Masukan panci kedalam rice cooker, lalu tutup rice cooker hingga
terdengar bunyi pengunci. Masukan stop kontak dan tekan tombol hingga
hingga lampu cooking menyala, setelah tombol naik kisaran 35-40 menit
biarkan rice cooker dalam keadaan warm selama 15 menit. Aduklah nasi
hingga merata (Rusda, 2019).

2.5.2 Kadar Amilosa Dan Amilopektin


Amilosa merupakan polimer dari gula sederhana dengan rantai
lurus. Rantai yang lurus ini menyusun ikatan amilosa yang kompak
sehingga sulit untuk tergeletinisasi. Sedangkan amilopektin merupakan
polimer dari gula sederhana dengan rantai bercabang dan strukturnya
terbuka. Maka dari itu amilosa lebih sulit dicerna dari pada amilopektin.
Berdasarkan ciri-ciri tersebut, maka pangan yang mengandung amilosa
tinggi memiliki aktivitas hipoglikemik lebih tinggi dibandingan dengan
amilopektin yang yang tinggi pada pangan. International Rice Research
Institute (IRRI) menggolongkan beras menjadi tiga kategori berdasarkan
kandungan amilosanya, yaitu ketan (0-2%), rendah (10-20%), sedang (20-
25%), dan tinggi (>25%) (Indrasari, 2019).
Amilosa merupakan senyawa terlarut dan amilopektin merupakan
senyawa tidak terlarut (Arif dkk 2013). Amilopektin bersifat lebih rapuh
dibanding dengan amilosa yang komponen kristalnya cukup dominan.
Kandungan amilosa lebih tinggi menjadikan pencernaan melambat, karena
amilosa merupakan polimer gula sederhana dan tidak memiliki cabang, hal
ini yang menjadikan amilosa terikat dengan kuat sehingga sulit
tergelatinisasi dan dapat mudah dicerna (Harini 2013). Penelitian

24
terdahulu mengungkapkan bahwa galur padi PAC Nagdong/IR36 memiliki
kandungan amilosa antara 12,93-20,81%. Hal ini menunjukan bahwa padi
PAC Nagdong/IR36 memiliki kadar amilosa yang rendah. Kadar amilosa
mempengaruhi pada tekstur nasi. Kadar amilosa yang rendah menunjukan
tekstur nasi pulen, dan kadar amilosa yang tinggi menunjukan tekstur nasi
pera. Kadar amilosa yang tinggi mengindikasikan IG yang tinggi,
sehingga sangat disarankan beras dengan amilosa tinggi untuk dikonsumsi
penderita diabetes melitus (Fitriyah dkk, 2020).

Kadar amilosa ditentukan mengikuti metode Juliano (1971). Kadar


amilosa dianalisis berdasarkan pengukuran kompleks biru amilosa-iodin.
Sebanyak 100 mg sampel ditimbang kedalam labu takar 10 ml, kemudian
dicampur kedalam 1 ml etanol dan 9 ml larutan NaOH 2 M. sampel
kemudian dilarutkan dan ditambahkan larutan iodin. Setelah inkubasi
selama 10 menit disuhu ruang, sampel dianalisis absorbansinya pada 620
nm menggunakan spektrofotometer. Kadar amilosa dikalkulasi berdasarkan
kurva standar.

2.5.3 Daya Cerna Pati


Daya cerna pati merupakan tingkat kemudahan patih untuk
dihidrolisis oleh enzim pemecah patih menjadi partikel-partikel yang
sederhana (Arif dkk 2013). Enzim pemecah pati dibagi menjadi 2, yaitu
endo-amilase dan ekso-amilase. Enzim alfa-amilase termasuk kedalam
golongan enzim endo-amilase yang bekerja memutus ikatan molekul
amilosa dan amilopektin (Arif dkk 2013).

Proses pencernaan pati dipengaruhi oleh faktor intrinsik dan faktor


ekstrinsik (Arif dkk 2013). Faktor intrinsik terjadi pada usus halus. Faktor
ini berkaitan dengan sifat bawaan pati, seperti ukuran granula,
keberadaannya pada matrik pangan, serta kadar dan ukuran pori pada
permukaan pati. Semakin kecil ukuran granulanya, semakin luas permukaan
total granula pati tersebut. Oleh karena permukaan yang lebih besar,

25
menyebabkan enzim pemecah pati memiliki bidang yang lebih luas untuk
mengubah pati menjadi glukosa. Semakin cepat enzim bekerja, maka akan
semakin cepat menyerapan karbohidrat pati. Sebagai faktor ekstrinsik,
komponen matrik bahan pangan dapat menghalangi akses enzim amilase.
Kadar dan ukuran pori merupakan faktor intrinsik lain yang bisa
memengaruhi daya cerna pati. Faktor ekstrinsik yang mempengaruhi
pencernaan pati diantaranya ialah lamanya waktu pencernaan dalam
lambung, aktivitas amilase pada usus, jumlah pati, dan keberadaan
komponen lainnya. Faktor satu dengan yang lainny saling berinteraksi
dengan kompleks (Arif dkk, 2013). Kandungan karbohidrat yang diserap
dengan lambat bisa menghasilkan puncak kadar glukosa darah yang rendah
dan berpotensi baik dalam menghasilkan daya cerna pati beras yang
dipengaruhi oleh komposisi amilosa atau amilopektin (Indrasari, 2019).

Analisis daya cerna pati in vitro dilakukan mengikuti metode


muchtadi dkk (1992) (Pangastuti & Permana, 2021). Langkah-langkahnya
meliputi sebanyak 1 gram sampel dilarutkan ke dalam 100 mL air destilata,
kemudian dipanaskan dalam waterbath hingga suhu 90℃ sambil diaduk,
lalu diangkat dan didinginkan. Kemudian larutan dipipet sebanyak 2 mL,
ditambahkan 3 mL air destilata dan 5 mL buffer fosfat pH 7. Masing-masing
sampel dibuat dua kali, salah satunya digunakan sebagai blanko. Tabung
reaksi diinkubasi pada suhu 37℃ selama 15 menit larutan sampel kemudian
ditambahkan 5 mL larutan enzim α-amilase (1 mg/ml dalam buffer fosfat
pH 7), sedangkan larutan blanko ditambahkan 5 mL ditambahkan 5 mL
buffer fosfat pH 7. Inkubasi dilanjutkan selama 30 menit.

Sebanyak 1 mL larutan hasil inkubasi dipindahkan ke dalam tabung


reaksi bertutup berisi 2 mL larutan DNS (asam dinitrosalisilat). Larutan
dipanaskan selama 12 menit, kemudian didinginkan. Larutan kemudian
ditambahkan 10 mL air destilata dan diukur air absorbansinya pada panjang
gelombag 520 nm. Nilai daya cerna pati in vitro diukur dengan
membandingkan kadar maltosa sampel dengan maltose pati murni, yang

26
diperoleh dengan melakukan uji daya cerna pati murni. Pengujian ini akan
menghasilkan kurva standar yang diperoleh dari perlakuan DNS terhadap
0.0, 0.2, 0.4, 0.6, 0.8, dan 1.0 mL larutan maltose murni 0.5 mg/mL yang
ditetapkan menjadi 1 mL dengan air destilata. Adapun daya cerna pati in
vitro dihitung dengan rumus:

DCP = ((MS – MSB) / (MPM - MBPM)) x 100%

Keterangan:

DCP = daya cerna pati

MS = maltose sampel

MBS = maltose blanko sampel

MPM = maltose mati murni

MBPM = maltose blanko pati murni (Pangastuti & Ayuningtyas,


2021).

27
2.6 Kerangka Pemikiran

Diabetes Kadar Gula Darah


Melitus II Tinggi

Penatalaksaan Gizi

Sumber
B. Pratanak Karbohidrat

B. Giling B. Merah

Penambahan Tanpa penambahan


ekstrak brokoli ekstrak brokoli

Pemasakan dengan
rice cooker

Analisis Proksimat

Analisis KH

Amilosa Daya cerna pati

IG

28
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Kerangka Konseptual

(x)

Observasi (1) Perlakuan Obsevasi (2)


Ket:
1. Observasi 1: beras merah pratanak
2. Perlakuan: +ekstrak brokoli (2%, 10%, 50%)
3. Observasi 2: beras merah pratanak +ekstrak brokoli (2%, 10%, 50%)

3.2 Hipotesis

3.2.1 HA
 Adanya perubahan kadar amilosa pada beras merah pratanak dengan
penambahan ekstrak brokoli
 Adanya perubahan daya cerna pati pada beras merah pratanak
dengan penambahan ekstrak brokoli
3.2.2 HO
 Tidak adanya perubahan kadar amilosa pada beras merah pratanak
dengan penambahan ekstrak brokoli
 Tidak adanya perubahan daya cerna pati pada beras merah pratanak
dengan penambahan ekstrak brokoli

3.3 Variabel dan Definisi Operasional Variabel

3.3.1 Variabel
a. Variabel Terikat: kadar amilosa dan daya cerna pati

29
b. Variabel bebas: beras merah pratanak, beras merah pratanak +2%
ekstrak brokoli, beras merah pratanak +10% ekstrak brokoli, dan beras
merah pratanak +50% ekstrak brokoli
3.3.2 Definisi Operasional Variabel
Table 5. Definisi Variabel

Variabel Definisi Variabel Parameter Cara Skala


Pengukuran Ukur
Kadar polimer gula sederhana Total amilosa Pengukuran Rasio
Amilosa yang terkandung dalam beras kompleks biru
beras amilosa-iodin
(Juliano, 1971)
Daya Tingkat kemudahan Gelatinisasi In vitro Rasio
Cerna Pati patih untuk dihidrolisis dan mengikuti
oleh enzim pemecah perubahan metode muchtadi
patih menjadi partikel- struktural pati dkk (1992).
partikel yang sederhana
pada beras
Beras Beras merah vaietas Kematangan Lampu cooking -
Merah MSP 17. Dimasak menjadi nasi mati dan lampu
menggunakan rice warm menyala
cooker, tahapan ±10 menit, lalu
memasak. Perbandingan dilihat dengan
airnya 1640 cc untuk 1 mata ketanakan
kg beras. Waktu nasi
pemasakan 45 menit dan
suhu 100℃ hingga
terjadi gelatinisasi pada
nasi
Beras Beras merah vaietas Kematangan Lampu cooking -
merah + MSP 17 + 2% ekstrak menjadi nasi mati dan lampu

30
2% brokoli. Dimasak warm menyala
ekstrak menggunakan rice ±10 menit, lalu
brokoli cooker, tahapan dilihat dengan
memasak. Perbandingan mata ketanakan
airnya 1640 cc untuk 1 nasi
kg beras. Waktu
pemasakan 45 menit dan
suhu 100℃ hingga
terjadi gelatinisasi pada
nasi
Beras Beras merah vaietas Kematangan Lampu cooking -
merah + MSP 17 + 10% ekstrak menjadi nasi mati dan lampu
10% brokoli. Dimasak warm menyala
ekstrak menggunakan rice ±10 menit, lalu
brokoli cooker, tahapan dilihat dengan
memasak. Perbandingan mata ketanakan
airnya 1640 cc untuk 1 nasi
kg beras. Waktu
pemasakan 45 menit dan
suhu 100℃ hingga
terjadi gelatinisasi pada
nasi
Beras Beras merah vaietas Kematangan Lampu cooking -
merah + MSP 17 + 50% ekstrak menjadi nasi mati dan lampu
50% brokoli. Dimasak warm menyala
ekstrak menggunakan rice ±10 menit, lalu
brokoli cooker, tahapan dilihat dengan
memasak. Perbandingan mata ketanakan
airnya 1640 cc untuk 1 nasi
kg beras. Waktu
pemasakan 45 menit dan

31
suhu 100℃ hingga
terjadi gelatinisasi pada
nasi

3.4 Desain Penelitian

Desain penelitian ini menggunakan rancangan perlakuan ulang.


Rancangan ini merupakan rancangan penelitian yang hanya menggunakan satu
kelompok subjek, dan melakukan pengukuran sebelum dan setelah pemberian
perlakuan pada subjek. Perbedaan kedua hasil pengukuran tersebut disebut dai
efek perlakuan.

3.5 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada tanggal 10 juli 2023 di Laboratorium


Pertanian Universitas Gajah Mada Yogyakarta.

3.6 Sampel

Sampel pada penelitian ada dua berupa jenis beras berdasarkan


warnanya yaitu beras merah dan brokoli. Beras yang dijadikan sampel telah
memenuhi kriteria-kriteria sebagai berikut:

1. Jenis beras yang diteliti harus utuh


2. Beras merah varietas MSP 17
3. Beras yang diteliti harus bersih, tidak terdapat kutu ataupun
benda lain

Adapun brokoli yang dijadikan sampel telah memenuhi kriteria sebagai


berikut:

32
1. Brokoli yang dijadikan sampel harus segar
2. Brokokoli yang dijadikan sampel tidak ada bercak hitam dan
tidak terkena hama
3. Diambil dari pasar diwilayah cirebon

3.7 Alat dan Bahan / instrumen penelitian

3.7.1 Alat penelitian

Alat yang digunakan untuk proses pemasakan beras dan pembuatan


ekstrak brokoli pada penelitian ini yaitu timbangan digital, rice cooker,
panci, adukan nasi, dan blender. Alat yang digunakan untuk proses pratanak
adalah autoclave dan oven. Adapun alat yang digunakan untuk analisis
kadar amilosa dalam penelitian ini yaitu labu takar, dan spektrofotometer.
Selanjutnya alat yang digunakan untuk analisis daya cerna pati dalam
penelitian ini yaitu waterbath, pipet, dan tabung reaksi.

3.7.2 Bahan penelitian

Bahan baku penelitian ini berupa beras dan brokoli yang diperoleh
dari pasar diwilayah Cirebon. Dalam penelitian ini digunakan jenis beras
merah dengan varietas MSP 17. Bahan pendukung untuk proses analisis
kadar amilosa dalam penelitian ini yaitu etanol (95%) (K493507, Merck),
larutan naOH (1 N) (B0881298 309, Merck), dan larutan iod. Kemudian
bahan pendukung yang digunakan untuk analisis daya cerna pati pada
penelitian ini yaitu air destilata, buffer fosfat pH 7, larutan enzim α-amilase,
larutan DNS (asam dinitrosalisilat), dan larutan maltose.

33
3.8 Kerangka Alur Penelitian

Perizinan Stikes
KHAS

Perizinan
Labotratorium

Pembelian bahan
penelitian

Pembuatan
ekstrak brokokli

Pemasakan
beras

Uji amilosa dan


daya cerna pati

3.9 Cara Kerja / Alur Penelitian

3.9.1 Proses pembuatan ekstrak brokoli

Penyiapan brokoli dengan penyortiran terlebih dahulu. Brokoli


dilepaskan dari tangkainya, kemudian ditimbang sebanyak 2 gram brokoli,
setelah itu dicuci menggunakan air bersih yang mengalir, brokoli diblansir
(perendalam dalam air yang mendidih dan dalam waktu yang singkat).
Brokoli dihancurkan menggunakan blender. Setelah brokoli lembut,
kemudian disaring.

34
3.9.2 Proses pengolahan beras
a. Prosses Pratanak
Proses pratanak ini diambil dari 2 penelitian terdahulu, yakni
perendaman menurut Bumi dkk, 2020. Pengukusan dan pengeringan
menurut Pujan dkk, 2019. Adapun prosesnya sebagai berikut:
1. Perendaman beras sebanyak 500 gram pada suhu 60℃
dengan lama waktu 30 menit
2. Setelah proses perendaman, beras dikukus menggunakan
autoclave dengan suhu 100℃ selama 20 menit.
3. Kemudian dikeringkan menggunakan oven pada suhu 60℃
selama 2 jam.

b. Pemasakan dengan rice cooker


1. Takar beras yang akan dimasak, lalu cuci beras hingga air
tampak jernih (2 kali)
2. Masukan beras yang telah dicuci dan ditiriskan kedalam
panci rice cooker, tambahkan air 1640 cc untuk 1 kg beras.
3. Masukan panci kedalam rice cooker
4. Tutup rice cooker hingga terdengar bunyi klik mengunci
5. Masukan stop kontak dan tekan tombol sehingga lampu
cooking menyala
6. Setelah tombol naik, biarkan lampu pemanasan (warm)
selama 10 menit
7. Aduklah nasi hingga merata, setelah itu sajikan (Rusda,
2019)

3.9.3 Analisis kadar amilosa

Kadar amilosa ditentukan mengikuti metode Juliano (1971). Sampel


dianalisis absorbansinya pada 620 nm menggunakan spektrofotometer.
Kadar amilosa dikalkulasi berdasarkan kurva standar.

35
3.9.4 Analisis daya cerna pati

Analisis daya cerna pati in vitro dilakukan mengikuti metode


muchtadi dkk (1992). Adapun daya cerna pati in vitro dihitung dengan
rumus:

DCP = ((MS – MSB) / (MPM - MBPM)) x 100%

Keterangan:

DCP = daya cerna pati

MS = maltose sampel

MBS = maltose blanko sampel

MPM = maltose mati murni

MBPM = maltose blanko pati murni

3.10 Pengumpulan Data

3.10.1 Data Primer: kadar amilosa dan daya cerna pati pada beras merah, beras
merah +2% ekstrak brokoli, beras merah +10% ekstrak brokoli, dan
beras merah +50% ekstrak brokoli.

3.10.2 Data Skunder: teori dan penelitian terdahulu yang didapat dari jurnal
dan website, serta buku.

3.11 Pengolahan Data

Pengolahan data pada penelitian ini menggunakan computer, untuk


mencegah GIGO (Garbage in Garbage Out) atau bisa dikatakan sampah, maka
pengolahan datanya dengan melalui beberapa proses sebagai berikut:

36
1. Editing
Hasil analisis dari laboratorium harus dilakukan penyuntingan (editing)
terlebih dahulu. Secara umum editing merupakan kegiatan untuk
pengecekan dan perbaikan isian data yang diperoleh dari laboratorium.
2. Coding
Setelah semua data diedit/disunting, selanjutnya peng”kodean” atau
“coding”, yakni mengubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi data
angka atau bilangan. Misalnya sampe 1=beras merah, 2=beras merah +2%
ekstrak brokoli, 3=beras merah + 10% ekstrak brokoli, 4= beras merah +
50% ekstrak brokoli. Coding atau pengkodean ini sangat berguna dalam
memasukan data (Data Entry)
3. Data Entry
Data yang sudah berbentuk kode dimasukan kedalam program computer.
Program komputernya berupa SPSS for Window.
4. Cleaning
Apabila data semua data sudah dimasukan, maka perlu dicek ulang
kembali untuk melihat kemungkinan-kemungkinan kesalahan kode,
ketidaklengkapan, dan sebagainya. Proses ini disebut pembersihan data
(Data Cleaning)

3.12 Analisis Data

Analisis data penelitian ini menggunakan uji regresi linear sederhana. Uji
regresi linear sederhana merupakan uji yang digunakan untuk menguji pengaruh
satu variable bebas terhadap variable terikat. Adapun analisis datanya meliputi

1. Analisis Univariat
Analisis univariat merupakan analisis yang bertujuan untuk
mendeskripsikan karakteristik setiap variable penelitian. Umumumnya
analisis ini hanya menghasilkan distribusi frekuensi dan presentase dari
tiap variable.
1. Analisis Bevariate

37
Apabila telah dilakukan analisis univariate, maka hasilnya akan
diketahui karakteristik setiap variable, dan dapat dianalisis selanjutnya
yakni analisis bivariate. Analisis bivariate dilakukan terhadap dua variable
yang diduga berkorelasi. Dalam analisis ini dilakukan beberapa tahap,
antara lain:

a. Analisis proporsi dengan membandingkan silang antara dua


variable yang bersangkutan
b. Analisis dari hasil uji statistic. Melihat dari hasil uji statistic ini
akan akan dapat disimpulkan adanya hubungan dua variable
tersebut bermakna atau tidak bermakna.
c. Analisis keeratan hubungan antara dua variable tersebut dengan
melihat nilai Odd Ratio (OR). Besar kecilnya nilai OR

3
4

38
DAFTAR PUSTAKA

Pangribowo, Supriyono. (2020). Tetap Produktif, Cegah, dan Atasi


Diabetes Melitus. Jakarta Selatan: Kementerian Kesehatan RI

IDF. (2021). IDF Diabetes Melitus Atlas 10TH edition.


www.diabetesatlas.org

RISKESDAS. (2018). Laporan Nasional Riskesdas 2018. Badan Penelitian


dan Pengembangan Kesehatan 2019. www.litbang.depkes.go.id

Hans, Tandra. (2018). Dari Diabetes Menuju Jantung & Stroke. PT


Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. www.gpu.id

Laode, Ardiansyah., & Nawawi. (2021). Pemberian Nasi Beras Merah dan
Nasi Beras Hitam Terhadap Perubahan Kadar Glukosa Pada Penderita Diabetes
Melitus. Jurnal Keperawatan Silampari. 4 (4)

Dinas Kesehatan. (2020). Jumlah Penderita Diabetes Mellitus Berdasakan


Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat.
https://opendata.jabarprov.go.id/id/dataset/jumlah-penderita-diabetes-melitus-
berdasarkan-kabupatenkota-di-jawa-barat (diakses pada: 20 November 2022)

Universitas Gadjah Mada. (2023). Diabetes Penyebab Kematian Tertinggi


di Indonesia: Batasi dengan Snack Rendah Gula. Direktorat Pengembangan Usaha
dan Inkubasi UGM. www.ditpui.ugm.ac.id

Kementerian Kesehatan. (2022). Cegah Diabetes Melitus Dengan Enam


Langkah Sehat. Direktorat promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat
kementerian kesehatan RI. https://.Promkes.kemkes.go.co.id/cegah-diabetes-
melitus-dengan-6-langkah-sehat.com

39
Infodatin. (2020). Tetap Produktif, Cegah, dan Atasi Diabetes Melitus.
Pusat Data Dan Informasi Kementerian Kesehatan RI

Indrasari, siti, Dewi. (2019). Factor Yang Mempengaruhi Indeks Glikemik


Rendah Pada Beras dan Potensi Pengembangannya Di Indonesia. Jurnal Litbang
Pertanian. Vol 38 (105-113)

Pranata, Chandra., Silalahi, Jansen., Yuandari & Cintya. (2022). Pengaruh


Pengolahan Berbagai Jenis Beras Terhadap Hadar Karbohidrat. Jurnal Farmasi,
Universitas Sumatera utara, 5 (6)

Damat, D., Tain, Anas., Winarsih, Sri., Siskawardani, Devi D &


Rastikasari, Ayu. (2020). Teknologi Proses Pembuatan Beras Analog Fungsional.
Universitas Muhammadiyah Malang

Harini, Setyo. (2013). Perbedaan Nilai Indeks Glikemik Beras Hitam


(Oryza Sativa L. Indica), Beras Merah (Oryza Nivara), dan Beras Putih (Oryza
Sativa). Program Studi Ilmu Gizi, Fakultas Kedokteran, Universitas Brawijaya
Malang.

Hernawan, Edi., & Meylani, Vita. (2016). Analisis Karakteristik


Fisikokimia Beras Putuh, Beras Merah, dan Beras Hitam (Oryza SativaL., Oryza
Nivara dan Oryza Sativa L. Indica)

Dewi, Ayu Dian., Sutadarma, I Wayan., & Wiryanthini, Ida Ayu. (2022).
Hubungan Asupan Jenis Beras Terhadap Kadar Glukosa Darah Sewaktu Pada
Pasien Diabetes Melitus Tipe II. Jurnal Medika Udayana Volume 5.

Suarti, Budi., Sukarno., Ardiansyah., dan & Budijanto, Slamet. (2021).


Karakterisasi Sifat Fisikokimia dan Fungsional Beras Pecah Kulit Berpigmen dan
Tanpa Pigmen. Program Studi Ilmu pangan, Universitas Bakrie, Jakarta,
Indonesia.

Hasnelly, H., Fitriani, Evi., Ayu, Shelvi Putri., & Harvelly, H. (2020).
Pengaruh Derajat Penyosohan Terhadap Mutu Fisik dan Nilai Gizi Beberapa Jenis

40
Beras. Program Studi Teknologi Pangan, Fakultas Teknik, Universitas Pasundan,
Jakarta, Indonesia.

Anggraeni, Vina J., Ramdanawati, Liska & Ayuantika, Winda. (2018).


Penetapan Kadar Antosianin Beras Merah (Oryza Nivara). Jurnal Kartika Kimia,
1 (1)

Arif, Abdullah Bin., Budiyanto, Agus., & Hoerudin. (2013). Nilai Indeks
Glikemik Produk Pangan dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya. Balai besar
penelitian dan pengembangan pasca panen pertanian, Bogor, Indonesia.

Fajriah, Fairuz., Faridah, Didah Nur., dan Herwati, Dian. 2022. Penurunan
Indeks Gilkemik Nasi Putih dengan Penambahan Ekstrak Serai dan Daun Salam.
Journal Of Food Technologi and Industry, Bogor, Indonesia.

Lutfiyati, Heni., Yuliastuti, Fitriana., Hidayat, Imron Wahyu., Pribadi,


Prasojo., & Pradani, Missya Putri Kurnia. (2017). Skrining Fitokimia Ekstrak
Etanol Brokoli. Universitas Muhammadiyah, Malang.

Wulandari, Nirmayana Esti., & Wirawanni, Yekti. (2014). Pengaruh


Pemberian Brokoli Kukus (Brassica Oleracea) Terhadap Kadar Glukosa Darah
Puasa Wanita Prediabetes. Journal Of Nutrition College. Vol. 3 No. 4 (hlm. 547-
553).

PERKENI. (2021). Pengelolaan Dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2


Di Indonesia. PB PERKENI

Table Komposisi Pangan Indonesia. (2017). Nutritional Requirements,


Food Formulated, Food Packaging, Nutritive Value, Nutrition Assesment.
Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat.

Ramirez, Igor., Sandra, Yurika & Arifandi, Firman. (2022). Perbandingan


Kadar Pati Pada Beras Meras Dibandingkan Dengan Beras Putih Menggunakan
Uji Ionida. Cerdika: Jurnal Ilmiah Indonesia, 2 (12)

41
Firdausya, H., & Amalia, R. (2020). Review Jurnal: Aktivitas dan
Efektivitas Antidiabetes Pada Beberapa Tanaman Herbal. Farmaka, 18 (1), 162-
170

Kementerian Pertanian. (2017). Peratuan Menteri Pertanian RI Tentang


Kelas Mutu Beras. Berita Negara Republik Indonesia.

Psychologi Mania. Klasifikasi Brokoli. Gizi dan Nutrisi.


https://www.psychologymania.com/2013/07/klasifikasi-brokoli.html. Diakses pada
20 november 2022

Yolandika, Clara., Nurmalina, Rita., dan Suharno. (2017). Analisis Nilai


Tambah Brokoli Kemasan CV. Yans Fruits and Vegetable di Kecamatan
Lembang Bandung Barat. 1 (1) (hal. 30-37)

KEMENKES RI. (2017). Ayo Makan Sayur dan Buah Setiap Hari. Hari
Gizi Nasional. https://www.kemkes.go.id/article/print/17012600002/hari-gizi-
nasional-2017-ayo-makan-sayur-dan-buah-setiap-hari.html. Diakses pada 7 April
2023 pukul 21.10.

Widowati, Sri., Santoso, B. A. Susila., Astawan, Made., & Akhyar.


(2009). Penurunan Indeks Glikemik Berbagai Varietas Beras Melalui Proses
Pratanak. Jurnal pascapanen, 6 (1) (hal. 1-9)

Rusda. (2019). Perbedaan Nilai Indek Glikemik Beras Putih (Oriza


Sativa) Varietas IR-64 Dengan Cara Pemasakan Menggunakan Rice Cooker Dan
Dandang. Program Studi Ilmu Gizi, Fakultas Kedokteran, Universitas Brawijawa,
Malang

Pangastuti, Hesti Ayuningtyas., & Permana, Lasuardi. (2021). Pengukuran


Pati Resisten Tipe 5 Secara In Vitro Pada Nasi Uduk. Jurnal Pengolahan Pangan,
6 (2) (hal. 42-48).

42
Pujan., Hermanto., & Faradilla, Fitri. (2019). Pengaruh Pengolahan Beras
Pratanak Terhadap Sifat Fisik Dan Aktivitas Antioksidan Beras Lokal Sulawesi
Tenggara. Jurnal Sains Dan Teknologi Pangan. Volume 6 (4)

Bumi, Salsabila Amalia Putri., Aminah, Siti., Yusuf, Muhammad. (2020).


Aktivitas Antioksidan, Kadar Serat Dan Karakteristik Fisik Beras Hitam Pecah
Kulit Pratanak Dengan Variasi Lama Waktu Perendaman, 10 (02).

43

Anda mungkin juga menyukai