Anda di halaman 1dari 30

PEMANFAATAN MOLASES UNTUK PRODUKSI BIOMASSA

MIKROALGA Aurantiochytrium sp. YANG DIISOLASI DARI


PULAU PARI, JAKARTA

SKRIPSI

Oleh
Khairunisa Aprilia Ayunda
1801125046

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA
JAKARTA
2022
PEMANFAATAN MOLASES UNTUK PRODUKSI BIOMASSA
MIKROALGA Aurantiochytrium sp. YANG DIISOLASI DARI
PULAU PARI, JAKARTA

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana


Pendidikan

Oleh
Khairunisa Aprilia Ayunda
1801125046

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA
JAKARTA
2022

2
HALAMAN PERSETUJUAN

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA

Judul Proposal : Pemanfaatan Molases Untuk Produksi Biomassa


Mikroalga Aurantiochytrium sp. Yang Diisolasi Dari Pulau
Pari, Jakarta

Nama : Khairunisa Aprilia Ayunda


NIM : 1801125046

Setelah diperiksa dan dikoreksi melalui proses bimbingan, maka dosen


pembimbing dengan ini menyatakan setuju terhadap skripsi untuk disidangkan.

Jakarta 22 Juli 2022


Dosen Pembimbing,

(Andri Hutari, M. Sc)


NIDN. 0317088106

i
DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN i
DAFTAR ISI ii

DAFTAR TABEL iv

DAFTAR GAMBARv

BAB I PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang Masalah...........................................................................1

B. Identifikasi Masalah...................................................................................3

C. Pembatasan Masalah.................................................................................3

D. Rumusan Masalah......................................................................................4

E. Tujuan Penelitian.......................................................................................4

F. Manfaat Penelitian.....................................................................................4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6

A. Kajian Teori..................................................................................................6

2. Pertumbuhan Mikroba...........................................................................6

1.1 Kurva Pertumbuhan Mikroba........................................................................6

3. Mikroalga..................................................................................................8

2.1 Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Pertumbuhan


Mikroalga...........................................................................................9

4. Mikroalga Aurantiochytrium...................................................................10

5. Kultivasi Mikroalga Aurantiochytrium...................................................... 11

6. Asam Dokosaheksanoat (DHA)................................................................... 12

7. Pemanfaatan Limbah Dalam Media Pertumbuhan Mikroalga............14

ii
B. Penelitian Yang Relevan............................................................................14

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 16

A. Tujuan Penelitian...........................................................................................16

B. Tempat dan Waktu Penelitian .....................................................................16

1. Tempat Penelitian...................................................................................16

2. Waktu Penelitian....................................................................................16

3. Jadwal Penelitian....................................................................................16

C. Alat..................................................................................................................17

D. Bahan...............................................................................................................17

E. Metode Penelitian...........................................................................................18

F. Prosedur Penelitian........................................................................................18

1. Tahap Persiapan.....................................................................................18

2. Tahap Pelaksanaan.................................................................................18

3. Tahap Penyelesaian................................................................................19

G. Cara Kerja......................................................................................................19

DAFTAR PUSTAKA 20

iii
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Jadwal Penelitian …………………………………………………… 16

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kurva Pertumbuhan Mikroba ……………………………….…… 6

v
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Mikroalga Aurantiochytrium sp. adalah spesies yang terkenal dengan
potensi tinggi penghasil asam lemak omega-3 DHA. Asam lemak tersebut
secara saintifik sudah terbukti bermanfaat menjaga kesehatan tubuh seperti
meningkatkan ketajaman penglihatan dan fungsi otak (terutama pada anak-
anak), kardiovaskular dan untuk pencegahan kondisi neurodegeneratif serta
mencegah dari berbagai penyakit seperti Alzheimer, jantung, dan kanker.
Pada pencegahan penyakit alzheimer, penelitian membuktikan bahwa pada
diet tikus dengan penambahan DHA mampu mengurangi penurunan
kemampuan belajar ke tingkat yang lebih rendah (Catalan et al., 2002 &
Hashimoto et al., 2002). Pada penyakit jantung, DHA diteliti mampu
bergabung dengan membran sel jantung, sehingga berdampak kardioprotektif
(Masson et al., 2007). Pada penyakit kanker, DHA diteliti mampu
memulihkan proses pengaturan tertentu di dalam sel, sehingga menyebabkan
sel-sel kanker tersebut dapat dihancurkan oleh sistem kekebalan tubuh
(Corsetto et al., 2011).
Mikroalga Aurantiochytrium sp. lebih menyesuaikan diri dengan
tingkat oksigen yang rendah dan kondisi fisik yang tidak stabil (misal
salinitas dan suhu) (Kamlangdee & Fan, 2003). Mikroalga tersebut, saat ini
sedang banyak digunakan dalam penelitian-penelitian maupun pada sektor
industri untuk memproduksi lipid omega-3 DHA, squalene maupun biodiesel.
Fakta ini menguntungkan untuk sektor industri karena terdapat transisi waktu
untuk penyesuaian dengan kondisi lingkungan kultivasi (budidaya) akan
menjadi lebih ekonomis. Selain itu, mikroalga Aurantiochytrium memiliki
kecepatan tumbuh dan kemampuan mengakumulasi asam lemak yang lebih
tinggi dibandingkan dengan mikroalga lainnya (Perveen et al., 2006).

1
Penelitian yang melibatkan mikroalga Aurantiochytrium sp. antara
lain untuk mengeksplorasi kandungan lipid omega-3 DHA, kemampuan
produksi biomassa, produktivitas penghasil squalene dan potensi lainnya
seperti produksi astaxanthin, karotenoid, dan biodisel. Namun demikian,
penelitian mikroalga tersebut belum banyak dilakukan di Indonesia, padahal
mikroalga tersebut banyak terdapat di Hutan Mangrove Indonesia.
Pertumbuhan Aurantiochytrium sp. memerlukan karbon, nitrogen, dan
fosfat. Karbon (C) berfungsi sebagai pembentuk struktur dan metabolisme
karbohidrat, asam nukleat, lipid, dan protein serta komponen penyusun utama
mikroalga. Nitrogen sendiri berfungsi untuk mengontrol biosintesis protein
dalam sel... Rasio C:N sebagai faktor utama metabolisme mikroalga,
peningkatan rasio C:N kandungan lipid mikroalga dapat ditingkatkan.
Penggunaan karbon dan nitrogen anorganik pada saat ini yang paling umum
untuk kultivasi Aurantiochytrium adalah glukosa dan yeast ekstrak. Namun
seiring meningkatnya harga media komersial di pasaran, memicu
dilakukannya pencarian medium alternatif dalam pertumbuhannya yaitu
dengan memanfaatkan limbah organik yang berasal dari buah-buahan yang
terdapat di Indonesia. Penggunaan medium diusahakan semurah mungkin
tanpa mengurangi kemampuan Aurantiochytrium dalam memproduksi asam
lemak. Adapun substrat yang dapat dimanfaatkan sebagai pengganti medium
untuk kultivasi mikroalga Aurantiochytrium sp. adalah molases yang berasal
dari limbah organik. Molases sendiri adalah salah satu limbah cair industri
tebu yang terbentuk saat keluaran akhir pada saat proses preparasi gula
dengan kristalisasi berulang (Setyoningrum et al., 2014).
Penelitian ini mencoba mengevaluasi rasio karbon dalam media
dengan melakukan variasi penambahan residu molases untuk sebagai
pengganti media komersial. Dengan pemanfaatan medium sintetis yang
murah ini bertujuan untuk produksi biomassa yang bisa dimanfaatkan untuk
pakan ternak ataupun biodisel. Pemberian probiotik kepada ternak yang
dilakukan secara teratur dapat memberikan nutrisi yang berguna bagi ternak.
Namun, beberapa laporan mengenai kultivasi Aurantiochytrium belum pernah

2
dilakukan menggunakan residu gula tebu yang berasal dari tanaman di
Indonesia.
Penelitian ini bermaksud untuk mengetahui medium yang optimum
untuk pertumbuhan Aurantiochytrium sp. dengan menggunakan medium
berbasis limbah organik molases. Diharapan dari penelitian ini dapat menjadi
landasan untuk produksi biomassa mikroalga tersebut pada pakan ternak
ataupun biodisel.

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka peneliti merumuskan
identifikasi masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana pertumbuhan mikroalga Aurantiochytrium sp. asal hutan
mangrove Indonesia pada medium limbah organik?
2. Bagaimana komposisi medium yang optimum untuk pertumbuhan
mikroalga Aurantiochytrium sp?

C. Pembatasan Masalah
Untuk memfokuskan dan mengarahkan penelitian agar sesuai dengan

ruang lingkup yang dikaji, maka fokus dan subfokus penelitian sebagai berikut

1. Penelitian dilakukan hanya menggunakan medium sintesis yang


ekonomis pada skala flask.
2. Variabel bebas pada penelitian ini hanya fokus pada komposisi medium
yang berupa molases dan ekstrak kulit manggis.
3. Variabel terikat pada penelitian hanya fokus pada kecepatan rpm.

D. Rumusan Masalah

3
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka rumusan masalahnya
adalah “Sejauh manakah efisiensi dari produktivitas biomassa
Aurantiochytrium sp. berbasis molases dan ekstrak kulit manggis?”.

E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan pertanyaan penelitian diatas, maka
peneliti merumuskan tujuan penelitian sebagai berikut :
1. Mengetahui profil pertumbuhan mikroalga Aurantiochytrium sp. asal
hutan mangrove Indonesia pada medium limbah organik.
2. Mengetahui komposisi medium yang optimum untuk pertumbuhan
Aurantiochytrium sp. berbasis molases dan ekstrak kulit manggis.

F. Manfaat Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah, maka manfaat yang diperoleh
dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagi Peneliti
Untuk memperluas wawasan dan pengetahuan tentang masalah

yang diteliti, yaitu optimum pertumbuhan mikroalga Aurantiochytrium sp.

dengan komposisi berbasis molases dan ekstrak kulit manggis.

2. Bagi Mahasiswa
Untuk dijadikan sumber informasi mengenai pentingnya

pengetahuan tentang mikroalga Aurantiochytrium sp, sehingga

diharapkan mahasiswa dapat menjadikan bahan utama omega-3 DHA

skala komersial untuk kesehatan dan pangan.

3. Bagi Universitas
Untuk dijadikan sebagai informasi tambahan dan referensi di

perpustakaan.

4. Bagi Masyarakat

4
Untuk dijadikan sebagai informasi mengenai pentingnya

pengetahuan tentang mikroalga Aurantiochytrium sp. sehingga dapat

dijadikan bahan utama omega-3 DHA skala komersial kesehatan dan

pangan.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori
1. Mikroalga

2. Pertumbuhan Mikroba
Pertumbuhan didefinisikan sebagai pertambahan secara teratur
semua komponen di dalam sel hidup. Pada organisme uniseluler, yang
disebut pertumbuhan merupakan pertambahan jumlah sel, yang berarti
juga pertambahan jumlah organisme. Pada organisme multiseluler
pertumbuhan merupakan peningkatan jumlah sel per organisme, dimana
ukuran sel juga menjadi lebih besar (Fardiaz, 1992).

1.1 Kurva Pertumbuhan Mikroba

Gambar 2.1. Kurva Pertumbuhan Mikroba


(Sumber : ejournal undip)

Pertumbuhan mikroba terdiri dari beberapa fase yaitu (Fardiaz,


1992) :
1. Fase adaptasi

6
Jika mikroba dipindahkan ke dalam suatu medium, mula-
mula akan mengalami fase adaptasi untuk menyesuaikan dengan
kondisi lingkungan disekitarnya. Pada fase ini belum terjadi
pembelahan sel karena beberapa enzim mungkin belum disintesis.
Jumlah sel pada fase ini tetap, tetapi kadang-kadang menurun.
Lamanya fase ini bervariasi tergantung dari kecepatan
penyesuaian dengan lingkungan sekitarnya.
2. Fase pertumbuhan awal
Setelah mengalami fase adaptasi, sel memasuki fase
pertumbuhan awal dimana sel mulai membelah dengan kecepatan
yang rendah karena baru selesai tahap penyesuaian diri.
3. Fase pertumbuhan logaritmik
Pada fase ini sel mikroba membelah dengan cepat dan
konstan mengikuti kurva logaritmik. Kecepatan pertumbuhan
sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan seperti kelembaban
udara dan suhu, juga medium tempat tumbuh sel mikroba
termasuk kandungan nutrien dan pH. Pada fase ini sel paling
sensitif terhadap keadaan lingkungan sekitarnya.
4. Fase pertumbuhan lambat
Pertumbuhan populasi mikroba pada fase ini diperlambat
karena beberapa faktor seperti adanya hasil metabolisme yang
mungkin beracun atau dapat menghambat pertumbuhan mikroba
dan zat nutrisi yang sudah sangat berkurang. Pada fase ini jumlah
populasi masih naik karena sel yang tumbuh masih lebih banyak
dibandingkan yang mati.
5. Fase pertumbuhan tetap
Pada fase ini jumlah sel yang tumbuh seimbang dengan
jumlah sel yang mati. Ukaran sel lebih kecil karena sel tetap
membelah meskipun zat-zat nutrisi sudah habis. Pada fase ini sel
memiliki komposisi berbeda dengan sel yang tumbuh pada fase
logaritmik dikarenakan kekurangan nutrisi.

7
6. Fase menuju kematian dan fase kematian
Fase ini, populasi mikroba sebagian besar mulai mengalami
kematian karena adanya zat racun, nutrien di dalam medium
sudah habis dan juga energi cadangan di dalam selnya habis.
Kondisi nutrien, lingkungan dan jenis mikroba mempengaruhi
kecepatan kematian.

3. Mikroalga
Mikroalga merupakan sejenis makhluk hidup unisel berukuran
antara 1 mikrometer sampai ratusan mikrometer yang hidup di air tawar
atau laut, memiliki klorofil, membutuhkan beberapa nutrien dan karbon
dioksida. Mikroalga sendiri mempunyai suatu ciri khas yang
membedakannya, yaitu dibedakan atas ukuran sel, warna serta tempat
habitatnya di laut. Selain itu selnya bersifat uniseluler dan bisa berupa
mahluk fotoautotof ataupun heterotrof (Olaizola, 2003). Mikroalga dapat
berupa mahluk prokariotik juga eukariotik, dan seiring evolusinya
mereka bisa dikatakan menjadi makhluk primitif. Sebagian besar
mikroalga menghasilkan produk tertentu seperti antioksidan, asam
lemak, enzim, karotenoid, peptida, polimer, hingga racun yang
mematikan (Cardozo et al., 2007). Keberagaman ini membentuk
mikroalga dapat dijadikan suatu sumber yang potensial dari berbagai
produk yang dapat berguna sebagai kosmetik, bahan pendukung
makanan (baik bagi nutrsi manusia ataupun hewan), farmasi, dan bagi
industri biodisel (Olaizola, 2003).
Mikroalga saat ini dapat menjadi solusi yang tepat untuk
memecahkan permasalahan kritis yang sedang terjadi, seperti halnya
berpotensi sebagai sumber alternatif biodisel maupun sebagai sumber
potensial dari banyak komponen bioaktif yang dibutuhkan manusia
seperti asam lemak omega-3 DHA yang umumnya berasal dari ikan.
Kekhawatiran terhadap ketersediaan ikan menjadikan mikroalga sebagai
sumber yang berpotensi untuk menjadi alternatif yang diharapkan tanpa

8
henti dapat menyediakan minyak yang kaya akan omega-3 DHA.
Mikrooganisme seperti mikroalga memiliki berbagai keuntungan apabila
dibandingkan dengan sumber energi lainnya, hal ini dikarenakan
mikroalga memiliki jumlah biomassa yang tinggi, memiliki laju
pertumbuhan yang lebih cepat, serta penggunaan lahan yang tidak terlalu
banyak dibandingkan dengan sumber lain (Lee et al., 2009).
2.1 Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Pertumbuhan Mikroalga
Mikrolaga dipengaruhi oleh beberapa faktor eksternal
(lingkungan), faktor-faktor lingkungan tersebut berpengaruh
terhadap metabolisme makhluk hidup mikro dan laju pertumbuhan
(Fachrullah, 2011). Menurut Irianto (2011) dan Fachrullah (2011)
faktor-faktor tersebut antara lain :
1. Derajat Keasaman (pH)
Derajat keasaman dianggap sebagai ion hidrogen.
Pertumbuhan kultur mikroalga dan metabolisme dipengaruhi
oleh variasi pH dalam media kultur. Kisaran pH yang optimum
untuk kultur mikroalga antara 7-9.
2. Suhu
Suhu merupakan faktor penting yang dapat mempengaruhi
laju pertumbuhan mikroalga. Peningkatan suhu dapat
menyebabkan peningkatan kecepatan metabolisme dan respirasi
mikroalga serta dapat menurunkan suatu larutan. Suhu yang
optimal dalam kultur mikroalga kisaran 20-300C. Suhu dibawah
160C menyebabkan laju pertumbuhan turun dan suhu diatas
360C menyebabkan mikroalga mati. Suhu dalam kultur diatur
sedemikian rupa bergantung pada media yang digunakan.
3. Karbondioksida
Mikroalga memerlukan karbondioksida untuk membantu
proses fotosintesis. Intensitas cahaya rendah dengan kadar
karbondioksida 1-2% biasanya sudah cukup digunakan dalam
kultur mikroalga. Karbondioksida dengan kadar berlebih

9
menyebabkan pH kurang dari batas optimum sehingga
berpengaruh terhadap pertumbuhan mikroalga.

4. Salinitas
Beberapa mikroalga tumbuh dalam kisaran salinitas yang
tinggi tetapi ada yang tumbuh kisaran salinitas rendah. Kisaran
salinitas yang berubah-ubah mempengaruhi pertumbuhan
mikroalga. Salinitas yang paling optimum untuk pertumbuhan
mikroalga kisaran 25-35%.
5. Cahaya
Cahaya merupakan sumber energi dalam proses
fotosintesis yang berguna dalam pembentukan senyawa karbon
organik. Cahaya berperan penting dalam pertumbuhan
mikroalga dilihat dari lama penyinaran dan panjang gelombong
yang digunakan untuk fotosintesis.
6. Nutrien
Mikroalga memperoleh nutrien dari air laut yang sudah
mengandung nutrien cukup lengkap. Pertumbuhan mikroalga
yang optimum dalam kultur yaitu dengan mencampurkan air lau
dengan nutrien yang tidak terkandung air laut.
7. Aerasi
Aerasi dalam kultivasi mikroalga digunakan pada proses
pengadukan media kultur. Pengadukan sangat penting dilakukan
untuk mencegah terjadinya pengendapan pada sel, nutrien
tersebar dengan baik sehingga mikroalga mendapatkan nutrien
yang sama, meningkatkan pertukaran gas dari udara menuju ke
media dan mencegah stratifikasi suhu.

3. Mikroalga Aurantiochytrium sp.


Aurantiochytrium merupakan mikroalga laut yang bersifat
heterotrof dan umumnya diisolasi dari berbagai sampel seperti air laut,

10
sedimen dan guguran daun dari kawasan mangrove (Lewis et al., 1999).
Aurantiochytrium dahulu dianggap sebagai tumbuhan atau protozoa
(rhizopoda), porifera, fungi. Namun berbagai bukti menunjukan bahwa
Aurantiochytrium tidak dapat dikategorikan sebagai tumbuhan, hewan
ataupun fungi melainkan ke dalam suatu suku Thraustochytriidae (Olive,
1975).
Mikroalga Aurantiochytrium adalah mikroorganisme penghasil
minyak yang pertumbuhannya paling cepat dibandingkan spesies yang
lainnya sehingga para peneliti mengeksploitasi sebagai proyek riset.
Sumber Aurantiochytrium banyak dilaporkan melimpah di hutan
mangrove (Singh et al., 2014). Selain itu, mikroalga Aurantiochytrium
dapat memproduksi lipid omega-3 DHA, biodisel, dan juga metabolit
lain seperti squalene, astaxanthin dan karotenoid. Biomassa kering
Aurantiochytrium dilaporkan mampu mencapai 200gL dalam waktu
kurang lebih satu minggu serta lipidnya mencapai 60% sampai 80% berat
kering dan omega-3 sekitar 35% dari lipid (King-Wai et al., 2009).
Aurantiochytrium bisa mencakupi sebagai bahan biofarmasi, bio energi,
kosmetik, makanan dan pakan ternak. Asam lemak omega-3 dari
mikroalga ini sudah terbukti mampu meningkatkan fungsi tubuh, seperti
otak dan jantung. Penelitian yang melibatkan mikroalga
Aurantiochytrium sp. antara lain untuk mengeksplorasi kandungan lipid
omega-3 DHA, kemampuan produksi biomassa, produktivitas penghasil
squalene dan potensi lainnya seperti produksi astaxanthin, karotenoid,
dan biodisel.

4. Kultivasi Mikroalga Aurantiochytrium sp.


Kultivasi Mikroalga disebut juga dengan pembudidayaan
mikroalga. Kultivasi mikroalga bertujuan untuk memperbanyak jumlah
sel mikroalga sehingga diperoleh biomassa sesuai dengan yang
diinginkan (Sriamini & Susilowati, 2010). Metode kultivasi yang paling
umum adalah kultur batch. Kulturisasi mikroalga Aurantiochytrium

11
memerlukan nitrogen, karbon, dan fosfat. Beberapa penelitian mengenai
kulturisasi menggunakan karbon dan nitrogen anorganik yang paling
umum adalah glukosa dan yeast ekstrak. Penggunaan komposisi nitrogen
dari yeast ekstrak cukup bagus digunakan untuk pertumbuhan mikroalga.
Namun seiring meningkatnya harga media komersial di pasaran, memicu
dilakukannya pencarian medium alternatif dalam pertumbuhannya.
Penggunaan medium diusahakan semurah mungkin tanpa mengurangi
kemampuan Aurantiochytrium dalam memproduksi asam lemak. Adapun
substrat yang dapat dimanfaatkan sebagai pengganti medium untuk
kultivasi mikroalga Aurantiochytrium sp. bisa menggunakan kulit dari
buah-buahan, urea, atau msg seperti molases dan ekstrak kulit manggis.
Rasio karbon : nitrogen dalam media dengan melakukan variasi
penambahan residu molases serta ekstrak kulit manggis untuk sebagai
pengganti media komersial. Molases sendiri merupakan limbah proses
pembuatan gula yang diperoleh dari hasil pemisahan sirup low grade.
Gula dalam sirup tersebut tidak dapat dikristalkan lagi karena
mengandung pecahan sukrosa, yaitu glukosa dan fruktosa. Dalam 100
gram molases terkandung sukrosa 29.40 gram, glukosa 11.92 gram,
fruktosa 12.79 gram, lemak, vitamin dan mineral. Platfrom kultivasi
Aurantiochytrium dalam skala lab menggunakan orbital shaker atau
bioreaktor skala lab yang kurang dari 1 sampai 5 liter.
Pada skala laboratorium, mikroalga ditempatkan pada erlenmeyer
atau gelas kaca yang steril, dan benar-benar dijaga kondisi lingkungan
seperti pH, intensitas cahaya, nutrien, dan pertumbuhannya (Hadiyanto &
Azim, 2012). Di indonesia bioreaktor skala lab yang mahal jarang ada,
jadi pembatasan riset ini menggunakan orbital shaker yang diharapkan
bisa mengkultivasi mikroalga Aurantiochytrium. Produktivitas
Aurantiochytrium yang ditumbuhkan dalam orbital shaker sekitar skala
5gL per hari ini jauh lebih tinggi dibandingkan mikroalga yang
autotrofik.

12
5. Asam Dokosaheksanoat (DHA)
Asam dokosaheksanoat atau biasa disingkat DHA adalah asam
lemak tak jenuh ganda (polyunsaturated fatty acid, PUFA) berantai
panjang (Karbon 22 dengan 6 ikatan rangkap). Asam lemak merupakan
komponen dari lemak. DHA sangat diperlukan dan penting oleh tubuh
manusia. Tubuh manusia tidak dapat memproduksi DHA sendiri,
sehingga dibutuhkan asupan DHA dari luar. Tubuh perlu adanya asupan
DHA untuk mencegah berbagai penyakit seperti jantung, kanker, serta
Alzheimer, dan meningkatkan kinerja sel-sel otak karena khasiat DHA
yang berdampak positif (Gupta et al., 2016).
Omega-3 juga menjadi pusat perhatian diindustri kesehatan dan
pangan mulai dari pangan nutrisi untuk manusia hingga ternak diberbagai
negara. Sumber utama asam lemak omega-3 DHA yang tersedia
dipasaran berupa minyak ikan, yang tersedia dalam bentuk kapsul
minyak ikan, maupun dikonsumsi langsung dari ikan yang dimasak
(Alonso & Maroto, 2000). Selain kelebihan, minyak ikan juga memiliki
beberapa kekurangan salah satu masalah utamanya ialah kandungan
DHA yang terdapat dalam mengkonsumsi ikan relatif rendah hanya 7-
14% sehingga dibutuhkan ikan dalam jumlah sangat banyak, hal ini dapat
mempengaruhi penangkapan ikan yang berlebihan yang akan
memperburuk ekosistem yang tidak seimbang (Zaremba & Smoleński,
2000). Kekurangan selanjutnya, minyak ikan yang memiliki bau amis
karena mudah teroksidasi sehingga sulit bila ingin dicampurkan kepada
produk makanan, susu formula maupun obat, untuk itu minyak ikan
diharapkan memiliki aroma dan rasa yang menarik. Kekurangan lain dari
minyak ikan adalah asam lemak tak jenuh ganda yang lain yang mirip
dengan DHA tetapi bukan merupakan DHA hal ini menyebabkan DHA
dari minyak ikan sulit ditambahkan pada obat yang memerlukan DHA
murni yang tinggi (Belarbi et al., 2000).
Sumber DHA yang ditemukan oleh beberapa peneliti menunjukan
bahwa adanya sumber lain yang dapat menghasilkan DHA dengan

13
jumlah yang lebih tinggi dari DHA yang dihasilkan dari minyak ikan,
yaitu mikroalga. Asam lemak yang berasal dari mikroalga dapat
digunakan sebagai tambahan pakan ikan kolom (Simopoulos, 2000) serta
pakan unggas atau digunakan untuk bahan pada pangan yang ingin
diperkaya dengan omega-3 (Harel et al., 2002). Asam lemak omega-3
dari mikroalga menjadi alternatif yang lebih disukai,meski penelitian
dalam pengembangan hewan atau tumbuhan transgenik masih berlanjut
untuk produksi omega-3.

6. Pemanfaatan Limbah Dalam Media Pertumbuhan Mikroalga


Limbah organik mengadung unsur hara yang dibutuhkan untuk
pertumbuhan mikroalga seperti S, K, dan P. Manfaat penggunaan air
limbah untuk mikroalga adalah sebagai sumber nitrogen dan fosfor yang
dapat mengurangi masukan dari bahan kimia berbahaya ke dalam
lingkungan. Mikroalga membutuhkan masukan nutrien dan gas
karbondiokisda yang cukup, sehingga memaksimalkan produksi
biomassa dalam pertumbuhan mikroalga (Kawaroe, 2010).
Media air limbah dapat diolah oleh mikroalga sekaligus dapat
memeberikan nutrien untuk pertumbuhannya. Mikroalga memanfaatkan
senyawa anorganik yang terdapat dalam limbah tersebut melalui proses
fotosintesis menjadi senyawa organik dengan bantuan klorofil dan energi
cahaya (Kawaroe, 2010).

B. Penelitian Yang Relevan


Pada Penelitian ini mengangkat judul “Seleksi Medium Limbah
Organik Untuk Pertumbuhan Optimum Mikroalga Aurantiochytrium sp”.
Dimana penelitian ini sudah dilakukan oleh peneliti lain yaitu “Optimasi
Produksi Asam Lemak Docosahexaenoic Acid (DHA) Dari Mikroalga
Dengan Variasi Sumber Nitrogen” (Fathurohman, 2018) dan “Evaluasi Rasio
C/N pada Kultivasi Spirulina Platensis dengan Penambahan Molase sebagai
Sumber Karbon Organik” (Setyoningrum et al., 2014). Namun penelitian saya

14
ini untuk mengetahui pertumbuhan optimum pada mikroalga
Aurantiochytrium menggunakan sumber nitrogen dan juga sumber karbon
yang berasal dari limbah organik molases dan ekstrak kulit manggis serta
menggunakan satu jenis medium nitrogen dan karbon yang ekonomis
sedangkan penelitian yang pernah dilakukan oleh (Fathurohman, 2018) untuk
mengetahui produksi DHA dari berbagai sumber nitrogen dan penelitian yang
dilakukan oleh (Setyoningrum et al., 2014) mengetahui kultivasi Spirulina
platensis dengan penambahan molases sebagai sumber karbon.

15
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian merupakan suatu cara untuk memuaskan rasa ingin
tahu, memecahkan masalah yang ada di lapangan dan mencari pengetahuan
ilmiah (Alfianika, N, 2018:13). Berdasarkan rumusan masalah penelitian,
maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui komposisi medium yang
optimum untuk pertumbuhan Aurantiochytrium sp. berbasis molases dan
ekstrak kulit manggis.

B. Tempat dan Waktu Penelitian


1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Prodi Pendidikan
Biologi Uhamka.
2. Waktu Penelitian
Bulan Desember 2021-Maret 2022.
3. Jadwal Penelitian
Tabel 3.1 Jadwal Penelitian

No. Kegiatan Bulan

Sep Okt Nov Des Jan Jun Jul Agu

1. Pengajuan
Judul

2. Penyusunan
dan

16
Bimbingan
Proposal

3. Seminar
Proposal

4. Revisi
Proposal

5. Pengambilan
Data

6. Penyusunan
dan
Bimbingan
Skripsi

7. Ujian Skripsi

8. Revisi Skripsi

C. Alat
Alat-alat yang digunakan pada saat penelitian adalah sebagai berikut :
laminar air flow cabinet [Horja LFIT-13 Dimensi], mikroskop cahaya [CST
10 Trinocular Camera Carton], neraca analitik [Ohaus CP 214], hot magnetic
stirrer [Thermo Scientific ELED SP142020-33Q], autoklaf [Tomy Seiko ES-
315], lemari es [Sharp], oven [Cosmos Co-988], cawan petri kaca dan plastik
90 x 15 mm [Onemed], tabung reaksi berukuran 20 mL [Pyrex Iwaki], orbital
shaker [Oregon KJ-201BD], beaker glass berukuran 500 mL dan 600 mL
[Pyrex, Iwaki], labu erlenmeyer berukuran 500 mL dan 100 mL, botol schott
100mL [Duran], mikropipet berukuran 1000 ul [Dragon Med], soteriological
pipet [Pyrex Iwaki], gelas ukur berukuran 250 mL, pipet pasteur,tips pipet,
mortil, batang pengaduk, spatula, sumbat kapas, jarum ose, deck glass dan
kaca objek, bunsen dan spirtus.

17
D. Bahan
1. Sampel
Sampel yang digunakan berupa guguran daun mangrove yang telah
membusuk dari dasar perairan mangrove di Pulau Pari. Guguran daun
mangrove yang diambil adalah daun yang berwarna hijau, kuning dan
coklat.
2. Bahan kultivasi
Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai
berikut : air laut alami steril, aquadest, pure agar powder, molases gula
tebu murni, dan pollen, dan alkohol 70%.

E. Metode Penelitian
Metode penelitian merupakan suatu cara yang ilmiah untuk
mendapatkan suatu data atau informasi untuk kegunaan dan tujuan tertentu
(Adianto & Sugiyanto, 2019). Peneliti menggunakan metode penelitian
kuantitatif eksperimental. Penelitian kuantitatif eksperimental adalah metode
penelitian yang dapat menguji secara benar hipotesis menyangkut hubungan
kausal (sebab akibat) (Rukminingsih et al., 2020).

F. Prosedur Penelitian
Tahapan prosedur pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Tahap Persiapan

a. Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.

b. Melakukan sterilisasi pada alat dan bahan yang akan digunakan.

c. Pembuatan media agar padat dan larutan NaCl steril.

2. Tahap Pelaksanaan

a. Pembuatan medium padat yang berisi 10gL molases, 1gL ekstrak

kulit manggis, dan agar 15gL.

18
b. Pembuatan standing culture dilihat selama 1 minggu.

c. Pembuatan stock culture (dilakukan di medium agar dan diletakkan

di cawan petri / slant agar (agar miring) dan disimpan di freezer).

d. Pembuatan pre culture.

e. Eksperimen di dalam kultur utama (main culture) di erlenmayer

flask.

3. Tahap Penyelesaian

a. Melakukan reduksi data.

b. Menganalisis dan menyajikan data.

c. Menarik kesimpulan.

G. Cara Kerja
Mikroalga yang digunakan diisolasi dari guguran daun mangrove pada
hutan bakau daerah Pulau Pari Kepulauan Seribu. Sebelum dilakukan
pengerjaan secara mikrobiologi dilakukan persiapan alat dan bahan mencakup
sterilisasi alat dan bahan, pembuatan air laut, pembuatan media agar padat,
dan pembuatan larutan NaCl steril. Tahap pertama dari penelitian ini
pembuatan suspensi mikroalga. Suspensi mikroalga ini akan digunakan untuk
fermentasi mikroalga.
Fermentasi mikroalga bertujuan menghasilkan biomassa DHA dan
pembuatan kurva pertumbuhan untuk mengetahui fase pertumbuhan
mikroalga. Fermentasi mikroalga dilakukan menggunakan media cair dan
diberikan perlakuan berupa pengocokan menggunakan alat orbital shaker.
Fermentasi mikroalga dilakukan dengan cara memasukkan suspensi
mikroalga segar ke dalam media fermentasi. Sampel fermentasi mikroalga
kemudian dimasukkan ke dalam alat shaker dan dikocok dengan kecepatan
150 rpm dan pada suhu ruang. Proses pengambilan sampel fermentasi
dilakukan dalam rentang 24 jam setiap hari selama 10 hari mulai dari hari ke-

19
1 hingga hari ke-10. Dari proses fermentasi akan dibuat biomassa dengan cara
disentrifuga dan diambil endapan, lalu dikeringkan. Biomassa kering
kemudian dibuat kurva pertumbuhan mikroalga dengan membuat grafik
bobot biomassa kering terhadap hari fermentasi.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

20
DAFTAR PUSTAKA

Adianto, A. (2021). Pengaruh Pelatihan Dan Pengembangan Kerja Terhadap


Kinerja Karyawan Pt Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk.
Proceedings Universitas Pamulang, 1(1).
Adnan, G., & Latief, M. A. (2020). Metode Penelitian Pendidikan: Penelitian
Kuantitatif, Penelitian Kualitatif, Penelitian Tindakan Kelas.
Alonso, D.L., & Maroto, F.G. (2000). Plants as 'chemical factories' for the
production of polyunsaturated fatty acids. Biotechnology Advances, 18,
481- 497.
Belarbi, H. (2000). A process for high yield and scaleable recovery of high
purity eicosapentaenoic acid esters from microalgae and fish oil A
process for high yield and scaleable recovery of high purity. Enzyme
and Microbial Technology 26 : 516–529.

Cardozo, AP., Bersano, JGF. dan Amaral, WJA. 2007. Composition, Density
and Biomass of Zooplankton in Culture Ponds of Litopenaeus
Vannamei (Decapoda:Penaidae) in Southern Brazil. Brazilian Journal
of Aquatic Science and Technology. 11(1), 13-20.

Catalan, J., Moriguchi, T., Slotnick, B., Murthy, M., Greiner, R.S., & Salem,
N., (2002). Cognitive defects in docosahexaenoic acid-deficient rats.
Behavioral Neuroscience 116(6), 1022-1031.
Corsetto, P. A., et al. (2010). Effects of n-3 PUFAs on breast cancer cells
through their incorporation in plasma membrane. Lipids in Health and
Disease, 10, 73-111.
Fan, K. W., Jiang, Y., Ho, L. T., & Chen, F. (2009). Differentiation in fatty
acid profiles of pigmented and nonpigmented Aurantiochytrium

21
isolated from Hong Kong mangroves. Journal of agricultural and food
chemistry, 57(14), 6334-6341.
Fardiaz, S. (1992). Mikrobiologi Pangan I, Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.
Gupta, A., Singh, D., Byreddy, A. R., Thyagarajan, T., Sonkar, S. P.,
Mathur, A. S., ... & Puri, M. (2016). Exploring omega‐3 fatty acids,
enzymes and biodiesel producing thraustochytrids from Australian and
Indian marine biodiversity. Biotechnology journal, 11(3), 345-355.
Harel, M., W. Koven, I. Lein, Y. Bar, P. Behrens, J. Stubblefield, Y. Zohar,
A.R. Place. (2002). Advanced DHA, EPA, and ARA enrichment
materials for marine aquaculture using single cell heterotrophs.
Aquaculture. 213: 347- 362.
Hashimoto, M., S. Hossain, T. Shimada, K. Sugioka, H. Yamasaki, Y. Fujii,
Y. Ishibashi, J. Oka, and O. Shido. (2002). Docosahexaenoic acid
provides protection from impairment of learning ability in Alzheimer's
disease model rats. Journal of Neuro chemistry. 81(5): 1084-1091.

Kamlangdee, J & Fan K.W. (2003). Polyunsaturated fatty acid production by


Schyzochytrium sp. Isolated from mangrove. Songklanakarin Journal
of Science and Technology. 25(5), 643-650.
Lee, J.Y., et al. (2009). Comparison of several methods for effective lipid
eatraction from microalgae. Biores. Technol. 101. S75-S77.
Lewis, T.E., et al. (1999). The Biotechnological Potential of Thraustochytrids.
Marine Biotechnology 1 ( 6) : 580-587.
Masson, S., Latini M., Tacconi, M., & Bernasconi, R. (2007). Incorporation
and washout of n-3 polyunsaturated fatty acids after diet
supplementation in clinical studies. Journal of Cardiovascular
Medicine 8 (suppl 1), 4-10.
Olive, L., S. (1975). The Mycetozoans. New York : Academic Press: 293.
Olaizola, M., (2003). Commercial development of microalgal biotechnology:
From the test tube to the marketplace. Biomol. Eng.20. 459-466.

22
Perveen, Z., et al. (2006). Isolation and characterization of a novel
thraustochytrid- like microorganism that efficiently produces
docosahexaenoic acid. Biotechnology Letter 28, 197–202.
Setyoningrum, T. M., Viska, A. W., Annisaturraihan, N. I. P., & MM, A. N.
(2014). Evaluasi Rasio C/N pada Kultivasi Spirulina Platensis dengan
Penambahan Molase sebagai Sumber Karbon Organik.
Simopoulos, A.P. (1999). New products from the agri-food industry: the
return of n-3 fatty acids into the food supply. Lipids 34, 297-301.
Singh, P., Liu, Y., Li, L., & Wang, G. (2014). Ecological dynamics and
biotechnological implications of thraustochytrids from marine habitats.
Applied microbiology and biotechnology, 98(13), 5789-5805.
Susilowati, R. (2010). Biodiesel production from microalgae Botryococcus
braunii. Squalen Bulletin of Marine and Fisheries Postharvest and
Biotechnology, 5(1), 23-32.
Zaremba, L. S., & Smoleński, W. H. (2000). Optimal portfolio choice under
a liability constraint. Annals of Operations Research, 97(1), 131-141.

23

Anda mungkin juga menyukai