Oleh :
Rahma Maharsi
30101407294
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2017
LEMBAR PENGESAHAN
Diajukan oleh
Rahma Maharsi
30101407294
HALAMAN PENGESAHAN
Telah disetujui oleh :
Pembimbing I
Pembimbing II
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................................ i
BAB I ....................................................................................................................1
PENDAHULUAN ...................................................................................................1
BAB II ....................................................................................................................6
iii
2.5. Kerangka Konsep .................................................................................. 30
iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.6. Tanaman katuk, bunga, dan buahnya (Bahar, 2011) ....................... 21
Gambar 2.7. Tanaman Kelor (Aminah, Ramdhan, & Yanis, 2015) ..................... 24
v
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Rentang kadar hematokrit normal pada berbagai usia, termasuk
wanita dan pria dewasa (Fischbach & Dunning, 2015) ........................8
Tabel 2.2. Kandungan lain dari tanaman kelor ......................................................26
vi
DAFTAR SINGKATAN
Ht : Hematokrit
Hb : Hemoglobin
vii
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Anemia pada ibu hamil (anemia gestasional) ialah anemia dengan kadar
Hb kurang dari sama dengan 11 g/dl pada Trimester I dan III, atau Hb kurang
dari sama dengan 10,5 g/dl (Rigby, 2016). Salah satu penatalaksanaan yang
diberikan saat ini pada anemia tersebut ialah pemberian tablet Fe (Hidayah &
(Mahan & Raymond, 2017). Peneliti mencoba salah satu suplementasi alami
oleifera). Penelitian sebelumnya, ekstrak etanol daun katuk dengan dosis 297,5
normal pada tikus betina bunting (Bahar, 2011). Sedangkan ekstrak aqueous
daun kelor 400 mg/kg dapat meningkatkan kadar hematokrit tikus jantan secara
serta senyawa flavonoid pada daun kelor, ditambah dengan lebih tingginya
kadar vitamin C, adanya senyawa laktagogum dan flavonoid daun katuk dapat
1
2
keterbelakangan mental (Chang, Zeng, Brouwer, Kok, & Yan, 2013). Anemia
stress, preeklamsi, sepsis pada ibu hamil, sedangkan pada bayi dapat terjadi
kelahiran preterm, berat bayi baru lahir rendah, dan meningkatkan resiko
daun katuk sebanyak 466 mg/100 g (Subekti, 2007). Dugaan efek antianemia
dari daun katuk per 100 g diperankan oleh Fe 2,7 mg, protein 5,8 g, dan vitamin
klorogenat, asam kafeat, asam ferulat dan senyawa antioksidan yaitu flavonoid,
hexan, ekstrak etanol, fraksi etil asetat, dan fraksi air yang diinduksi selama 21
hari. Hasil yang didapatkan tidak ada perbedaan kadar eritrosit dan hematokrit
3
signifikan pada kelompok fraksi hexan (11,87±0,12 g%) dan fraksi etil asetat
karena senyawa turunan fitosterol yaitu sitosterol 1,15 g dan stigmasterol 1,52
g per 100 g (Syahid & Kristina, 2014). Dugaan efek antianemia daun kelor per
100 g ialah Fe 7 mg dan vitamin C 220 mg (Hadju & Bahar, 2014). Daun kelor
seng, vitamin A, vitamin B1, vitamin B2, vitamin B3, vitamin C, dan air (Hadju
& Bahar, 2014). Daun kelor juga mengandung senyawa polifenol atau
2007).
kelompok yaitu kelompok kontrol air terdestilasi dan tiga kelompok perlakuan
ekstrak aqueous daun kelor secara peroral selama 21 hari. Pada kelompok 400
2. Rumusan Masalah
Apakah pemberian kombinasi ekstrak daun katuk dan daun kelor efektif
3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Umum
1.3.2. Khusus
4. Manfaat Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Hematokrit
2.1.1. Definisi
eritrosit terhadap volume total darah (100 ml) (Kemenkes, 2011). Kadar
keseluruhan terdiri atas plasma darah 46-63% dan sel darah 37-54%.
Plasma darah terdiri dari air sebanyak 92%, protein plasma sebanyak
7%, bahan terlarut lainnya 1%, dan protein pembentuk hormon dan
enzim kurang dari 1%. Sedangkan sel darah mencakup eritrosit 99%,
bagian yang berbeda warna dan porsi, yaitu bagian hematokrit yang
52% (rerata 47%) pada laki-laki, buffy coat yang berisi leukosit dan
trombosit dengan warna pucat, dan plasma darah sebesar 59% pada
6
7
atas 8 hal. Pertama, usia dan jenis kelamin yang berbeda maka kadar
Tabel 2.1. Rentang kadar hematokrit normal pada berbagai usia, termasuk
wanita dan pria dewasa (Fischbach & Dunning, 2015)
Usia Kadar hematokrit normal
2014). Kelima, pada pasien dehidrasi total volume darah menyusut dan
2014).
jantung, polisitemia vera, dehidrasi berat (pada diare berat, luka bakar),
berat pada diare berat dan luka bakar biasanya disertai dengan
Pagana, 2014).
atau diskrasia darah akan memiliki jumlah eritrosit eritrosit yang rendah
dan mineral contohnya zat besi, yang menyebabkan jumlah dan ukuran
benar, berarti hematokrit yang lebih rendah atau lebih tinggi dari normal
memiliki masalah pada volume plasma dan jumlah eritrosit (Betts et al.,
2017). Volume plasma normal pada laki-laki ialah 5-6 liter, sedangkan
pada perempuan ialah 4-5 liter. Plasma darah normal mengandung air;
12
alat pengangkut besi, lipid, dan vitamin larut lipid (vitamin A, D, E, dan
tubuh yang dihasilkan oleh salah satu jenis leukosit yaitu sel plasma.
lipid, dan asam amino; serta sisa metabolit (Betts et al., 2017). Semakin
sel/mm3. Eritrosit atau sel darah merah ialah sel dengan bentuk cakram
2011). Eritrosit tidak memiliki inti sel dan organel, serta berwarna
merah pucat (Betts et al., 2017). Masa hidup eritrosit selama 120 hari.
Hari ke 120, eritrosit tua akan keluar dari vaskular dan mengalami
diferensiasi dari BFUE akhir (Burst Forming Unit Erythroid) dan CFUE
terpucat merah muda, masih terdapat RNA dan protein sintetik yang
muda, masih memiliki nucleus DNA, dan kromatin lebih padat. Sel
menjadi sel eritrosit matur dengan ciri-ciri tidak adanya nucleus DNA
Sumsum tulang
Retikulosit
Eritropoietin Eritrosit
bersirkulasi
Sel Peritubular
interstitisial dari
korteks luar
Pengiriman O2
Sensor O2
(HIFα dan β)
O2 atmosfer; Kurva disosiasi O2;
Fungsi Kardiopulmonal; Konsentrasi
Ginjal Hb; Sirkulasi Ginjal
Hepar
Bilirubin Ferritin
Sel Punca
Ion Fe + Eritroblas
BIliverdin
transferrin
Lisosom
memasuki fase ketiga yaitu sintesa Hb meningkat dan inti sel menyusut
terjadi sintesa Hb, sel sudah dalam bentuk dewasa, dan tidak memiliki
& Moss, 2016; Kemenkes, 2011). Eritrosit normal memiliki volume 80-
sekitar 1,5-3,2%. Hb terdiri atas protein globin dan hem. Protein globin
globin HbA2 memiliki α2δ2. Molekul hem terdiri dari ion Fe2+ dan
porfirin (pigmen merah). Setiap ion Fe2+ inilah yang dapat mengikat 1
dapat terikat oleh 1 eritrosit (Betts et al., 2017; Hoffbrand & Moss,
Rantai 1 β Rantai 2 β
Rantai 1 α Rantai 2 α
Asam amino
Siklus transferin
Rantai α, β
Mitokondria
pada perempuan ialah 12-16 g/dl. Jika kadar Hb kurang dari normal,
g/dl, hal ini dapat berdampak pada gagal jantung dan kematian.
21
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Graniales
Famili : Euphorbiaceae
Genus : Sauropus
Spesies : Sauropus androgynous L. Merr
cukup air dan teduh, pada dataran rendah hingga pegunungan. Tanaman
berbentuk semak setinggi 3 meter, warna batang muda ialah hijau dan
cm dengan lebar 1,25-3 cm, tangkainya pendek 2-4 mm. Daun yang
1,5-2,5 cm. Sedangkan daun yang sudah berada di tengah dan ujung
dua daun. Bunga ini bersifat bunga sempurna dengan helai kelopak
kuning, berukuran lebar 3-3,5 mm. Putiknya berukuran lebar dan tinggi
1,75 mm dan 0,75 mm, serta memiliki cabang dan tangkai dengan
warna merah. Tangkai bunga itu sendiri tingginya 6-7,5 mm. Ciri-ciri
memiliki helaian kelopak yang tipis dan tidak berdekatan, tidak mudah
tahun.
Daun katuk per 100 g terbukti mengandung kalori 59 kal, protein 5,8 g,
vitamin A 10370 µg, vitamin B1 0,1 mg, vitamin C 239 mg, air 81%,
fenol 138,01 mg, quercetin 4,5 mg, kaempferol 138,14 mg, antosianin
1,52 mg, asam klorogenat 3,38 mg, asam kafeat 1,13 mg, asam ferulat
(Nurdin, Kusharto, & Tanziha, 2009). Namun daun katuk yang sudah
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Rhoeadales (Brassicales)
Famili : Moringaceae
Genus : Moringa
Spesies : Moringa oleifera
berwarna putih kotor, berkulit tipis, dan tegak. Daun kelor bersifat
seling, dan warna helai daun saat muda ialah hijau muda. Bentuk buah
panjang sekitar 20-30 cm, segitiga, dengan warna hijau muda saat
25
muda, yang berganti coklat saat tua, berbuah setelah 12-18 bulan, dan
Kristina, 2014).
B1 0,21 mg, vitamin B2 0,05 mg, vitamin B3 0,8 mg, vitamin C 220
mg, Ca 440 mg, Fe 7 mg, Fosfor 70 mg, Mg 24 mg, Seng 137 mg (Hadju
& Bahar, 2014). Daun kelor juga mengandung senyawa polifenol yaitu
berat kering (bk)), rutin (1446.6 μmol/100 g bk) (Ndong, Uehara, &
produksi ASI (Aulianova et al., 2016). Ditambah lagi, daun kelor juga
bunting hari pertama yang dibagi menjadi 5 kelompok yaitu kelompok kontrol,
mg/hari/ekor, fraksi etil asetat 40 mg/hari/ekor, dan fraksi air 209 mg/hari/ekor
yang diinduksi selama 21 hari. Pengambilan sampel darah dilakukan pada hari
ke 10 laktasi tikus. Hasil yang didapatkan ialah eritrosit dan hematokrit tidak
meningkat maupun menurun secara signifikan pada semua kelompok. Hal ini
signifikan pada kelompok fraksi hexan (11,87±0,12 g%) dan fraksi etil asetat
(10,86±1,2 g%) yang masih berada pada level normal. Keadaan hemoglobin
perlakuan ekstrak aqueous daun kelor 400 mg/kg, 800 mg/kg, dan 1600 mg/kg
secara peroral selama 21 hari. Pada kelompok 400 mg/kg terjadi peningkatan
hitung eritrosit yang signifikan. Sedangkan pada dosis 1600 mg/kg, hematokrit
ferri menjadi ferro dan membantu penyerapan Fe non hem pada daun kelor 4
kali lipat (Mahan & Raymond, 2017). Kandungan gizi yang lebih lengkap,
senyawa laktagogum yang lebih tinggi, serta adanya senyawa flavonoid pada
daun kelor, ditambah lagi dengan lebih tingginya kadar vitamin C, adanya
peran sebagai antianemia. Oleh karena itu, jika kadar Hb meningkat, berarti
karena komponen gizi daun kelor lebih banyak dibanding daun katuk. Berikut
perbandingan komponen gizi daun katuk dan daun kelor per 100 mg pada
Tabel 2.3.
Besi 2,7 mg 7 mg
Lemak 1g 1,7 g
Karbohidrat 11 g 14,3 g
Fosfor 83 mg 70 mg
Air 81 g 75 g
Kadar Fe
2.6. Hipotesis
METODOLOGI PENELITIAN
Ekstrak daun katuk dan daun kelor dalam penelitian ini dibuat
kental. Ekstrak daun katuk diberikan pada tikus dengan dosis 300
31
32
Satuan : mg
Skala : nominal.
Skala : rasio.
Hewan coba yang digunakan dalam penelitian ini adalah 30 tikus putih
galur wistar betina, usia 2-3 bulan, berat 150–200 gram, dan aktif bergerak.
Alat yang digunakan pada penelitian ini yaitu timbangan, kapas alkohol
digunakan adalah daun katuk, pelarut etanol, aquabidest, tikus putih betina,
pakan tikus (terdiri atas AIN-93M dan AIN-93G-MX defisiensi Fe, dan eter.
33
daun dan etanol ialah 1:10, lalu diaduk secara manual selama 30 menit,
pada suhu 400C. Hasil ekstraksi diperoleh ekstrak etanol daun katuk dan
daun kelor.
perlakuan
ukuran 15x20x25 cm3 dan memiliki tempat minum pada bagian atas
tikus. Jika sudah mencapai ¾ tabung, tutup ujung lainnya dengan jari
pada alat sentrifugasi dengan posisi ujung tabung yang tak tersumbat
Randomisasi
K1 K2 K3 K4 K5
Pretest
Perlakuan
K1 = K2 = K3 = Kelompok
Kelompok Kelompok perlakuan K5 =
K4 =
perlakuan perlakuan ekstrak Kelompok
Kelompo
ekstrak ekstrak kombinasi Kontrol
k Kontrol
daun katuk daun kelor katuk 150 mg tanpa
anemia
300 80 mg/ekor, dan kelor 40 mg selama 21 perlakuan
mg/ekor, 1x 1x sehari, per ekor, 1x1, hari
sehari, 21 21 hari PO 21 hari PO
hari PO
Posttest Posttest
37
Penelitian ini dilakukan selama satu bulan dimulai dari bulan November
betina galur wistar dari semua sampel, kemudian dilakukan uji deskriptif untuk
uji varian (Levene test). Jika distribusi data normal dan varian data homogen
maka data dianalisis menggunakan uji parametrik yaitu uji Anova, dilanjutkan
uji post hoc. Jika data tidak terdistribusi normal dan / atau homogen maka data
38
39
Wu, C. L., Hsu, W. H., Chiang, C. D., Kao, C. H., Hung, D. Z., King, S. L., &
Deng, J. F. (1997). Lung injury related to consuming Sauropus androgynus
vegetable. Journal of Toxicology. Clinical Toxicology, 35(3), 241–8.
Retrieved from http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/9140317