Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH TEKNOLOGI SEDIAAN FARMASI

SEDIAAN SIRUP ANTIPIRETIK EKSTRAK DAUN JERUK NIPIS

(Citrus aurantifolia L.)

Disusun Oleh
Kelompok 3
1. Aida Fitri Handika 23340093
2. Alkausar 23340094
3. Auliyah Nurrahmah 23340095
4. Intan Ainur Rokhimah 23340096

Dosen pengampu : Nurul Akhatik., Dra.M.Si

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI

INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI


NASIONAL JAKARTA

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa penulis ucapkan atas kehadiran Tuhan Yang MahaEsa,
karena atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga makalah mengenai “Formulasi Sediaan
Larutan“ ini dapat diselesaikan. Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas
mata kuliah Teknologi Sediaan Farmasi.
Makalah ini disusun dengan sebaik-baiknya namun kami menyadari bahwa
masih banyak kekurangan baik dalam teknik penulisan maupun pemaparan materi.Oleh
karena itu, diharapkan pembaca memberikan kritik dan saran untuk lebih
menyempurnakan makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat dan
dapat memperoleh wawasan bagi pembaca.

Akhir kata, penulis berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan
semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.

Jakarta, September 2023

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... i


DAFTAR ISI ..................................................................................................................... ii

BAB I ..................................................................................................................................1
PENDAHULUAN...............................................................................................................1
1.1 Latar Belakang....................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ...............................................................................................2
1.3 Tujuan ................................................................................................................2

BAB II.................................................................................................................................3
TINJAUAN PUSTAKA .....................................................................................................3
2.1 Definisi ...............................................................................................................3
2.2 Kerugian Sediaan Larutan ...................................................................................4
2.3 Keuntungan Sediaan Larutan ..............................................................................4
2.4 Jenis-Jenis Sediaan Larutan ................................................................................4
2.5 Masalah Dalam Formulasi ..................................................................................6

2.6 Pengawetan ........................................................................................................9


2.7 Stabilitas ........................................................................................................... 10

BAB III ............................................................................................................................. 12


METODE PENELITIAN ................................................................................................ 12
3.1 Penyimpanan Simplisia ..................................................................................... 12

3.2 Pembuatan Ekstrak Daun Jeruk Nipis ............................................................... 12


3.3 Pembuatan Sirup Ekstrak Daun Jeruk Nipis ...................................................... 12
3.4 Pengujian Sifat Fisik Sirup Ekstrak Daun Jeruk Nipis ...................................... 13

BAB IV ............................................................................................................................. 15
HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................................ 15
4.1 Hasil Ekstraksi Daun Jeruk Nipis ..................................................................... 15
4.2 Hasil Formulasi dan Evaluasi Sirup Ekstrak Daun Jeruk Nipis ......................... 15
4.2.1 Uji Organoleptik ...................................................................................... 15
4.2.2 Uji Ph....................................................................................................... 16

4.2.3 Uji Kejernihan ......................................................................................... 17


ii
4.2.4 Uji Viskositas ........................................................................................... 17
4.2.5 Uji Volume Terpindakan ......................................................................... 18
4.2.6 Uji Bobot Jenis ....................................................................................... 18

4.2.7 Uji Homogenitas ...................................................................................... 19


4.2.8 Uji Hedonik ............................................................................................ 20

BAB V KESIMPULAN .................................................................................................. 21


DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 22

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masyarakat Indonesia terus menggunakan tanaman sebagai obat tradisional, terutama di


daerah pedesaan yang tanamannya masih melimpah. Beberapa keuntungan dapat diperoleh dari
penggunaan obat tradisional, antara lain harganya yang murah terkait dengan kemudahan bahan
bakunya. Meskipun tanaman obat dapat ditanam sendiri di kebun, namun efek samping obat
tradisional relatif kecil sehingga aman untuk digunakan (Yassir & Asnah, 2019).

Salah satu bahan yang mudah ditemukan dan digunakan sebagai antipiretik adalah daun
jeruk nipis. Daun jeruk nipis diekstraksi untuk menghilangkan metabolit sekunder. Efek
antipiretik daun jeruk nipis yang mengandung flavonoid dapat menghambat enzim siklo-
oksigenase, terutama siklo-oksigenase-2 yang berperan dalam biosintesis prostaglandin sehingga
menurunkan demam (Tandra, 2015).Kandungan dari daun jeruk nipis (Citrus aurantifolia L.)
adalah flavonoid. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa flavonoid memiliki efek antipiretik.
Flavonoid dapat menghambat enzim siklooksigenase yang terlibat dalam metabolisme asam
arakidonat menjadi prostaglandin (Prastiwi & Ferdiansyah, 2017). Peningkatan Prostaglandin
meningkatkan titik setel suhu tubuh, menyebabkan demam (Patel, 2019). Oleh karena itu
tanaman yang mengandung flavonoid seperti jeruk nipis digunakan sebagai antipiretik.

Antipiretik (demam) adalah suatu kondisi dimana suhu tubuh meningkat di atas suhu
tubuh normal sebagai gejala penyakit baik menular maupun tidak menular. Suhu tubuh bervariasi
antara 36,5ºC - 37,2ºC (Nurmalasari et al., 2013).Demam disebabkan

oleh peningkatan sintesis prostaglandin, yang mempengaruhi pusat termoregulasi


hipotalamus, meningkatkan produksi panas dalam tubuh dan memperlambat laju penguapan.
Hasil keseimbangan produksi dan konsumsi panas mempengaruhi peningkatan suhu tubuh
(Rezaldi et al., 2022).

Demam pada anak dapat ditangani dengan beberapa cara, salah satunya dapat dengan
pemberian antipiretik. Antipiretik bekerja secara sentral untuk menurunkan pusat kendali suhu di
hipotalamus, diikuti oleh respons fisiologis termasuk penurunan produksi panas, peningkatan
aliran darah kulit, dan peningkatan kehilangan panas melalui kulit melalui radiasi, konveksi, dan
evaporasi (Baig Fitrihan Rukmana1 et al., 2022).

1
Keunggulan obat antipiretik adalah dapat membantu menormalkan suhu tubuh yang
tinggi. Fungsi obat ini adalah untuk mencegah fungsi hipotalamus, sehingga saat terjadi demam,
suhu tubuh kita turun drastis. Hipotalamus menghambat prostaglandin dan menghambat enzim
siklooksigenase, mengurangi produksi ideal prostaglandin yang disintesis oleh asam arakidonat.
Asam arakidonat adalah salah satu tanda penurunan atau penurunan demam (Yuliani et al.,
2016).

Sirup adalah salah satu bentuk sediaan cair yang sangat dikenal masyarakat luas. Saat ini
sudah banyak sediaan sirup di pasaran dengan berbagai merek, baik generik maupun paten.
Sediaan sirup biasanya digunakan karena selain mudah digunakan, sirup memiliki rasa yang
manis dan aroma yang harum serta warna yang menarik sehingga disukai oleh berbagai kalangan
terutama anak-anak dan masyarakat yang sulit menelan obat dalam bentuk sediaan oral lainnya
(FAHRIANI, 2020). Kebanyakan produk obat herbal dibuat dalam sediaan kapsul maupun
sediaan pil. Namun pada hal ini daun jeruk nipis ini akan dibuat dalam bentuk sediaan sirup.
Maserasi dengan pelarut etanol 70% digunakan sebagai metode ekstraksi. Berdasarkan penelitian
Rudolf, dkk., (2017) menyatakan bahwa ekstrak etanol daun jeruk nipis (Citrus aurantifolia L.)
dengan parasetamol 20% memiliki efek antipiretik yang hampir sama dengan suspensi
parasetamol.

1.2 Rumus Masalah

Berdasarkan tujuan diatas, maka rumusan masalah dalam makalah ini sebagai berikut:

1. Apa yang dimaksud dengan larutan ?


2. Bagaimana cara peningkatan kelarutan obat yang sukar larut ?
3. Bagaimana hasil obat sirup yang diekstrak dengan daun jeruk nipis ?

1.3 Tujuan

Adapun tujuan dari pembuatan tablet salut enterik ini adalah :

1. Mengetahui pengertian dari larutan


2. Mentahui cara peningkatan kelarutan obat yang sukar larut
3. Mengetahui hasil pembuatan obat sirup yang diekstrak dengan daun jeruk nipis

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi

Sediaan cair yang mengandung bahan kimia terlarut. Kecuali dinyatakan lain, sebagai

pelarut digunakan air suling.(Farmakope Indonesia III). Sediaan cair yang mengandung

satu atau lebih zat kimia terlarut, misal terdispersi secara molekular dalam pelarut yang

sesuai atau campuran pelarut yang saling bercampur.( Farmakope Indonesia IV).

Campuran dua atau lebih komponen yang membentuk fase tunggal yang homogen dalam

ukuran molekuler.(Michael Aulton, dkk)

Larutan adalah campuran homogen yang dibuat dengan melarutkan padatan, cair, atau

gas dalam cairan yang lain dan menghasilkan kelompok sediaan dimana molekul-molekul

solud atau zat terlarut terdispersi dan solvent.( A. Gennaro (Remington). Larutan secara

sederhana adalah suatu zat dalam pelarut tertentu atau campuran dua atau lebih zat

homogen membentuk larutan yang jernih. (Leon Lachman). Larutan, Solutiones, adalah

sediaan cair, mengandung bahan obat terlarut, pada peraturannya di dalam air atau

sebagian besar air yang mengandung cairan. (R. Voigt)

Jadi, larutan adalah sedian cair yang terdiri dari campuran homogen antara zat terlarut

dan pelarut, yang zat terlarutnya terdispersi secara molekuler.

Sirup adalah larutan yang dapat diminum yang mengandung sukrosa atau gula lain dalam

kadar tinggi (sirup sederhana adalah sirup yang hampir jenuh dengan sukrosa). Kandungan sukrosa

sirup adalah 64-66%, kecuali dinyatakan lain (Fickri & Klin, 2018). Sirup adalah sediaan obat

dalam bentuk larutan. Obat cair memiliki banyak keunggulan, selain mudah digunakan, terutama

untuk anak kecil, juga memiliki keunggulan lebih cepat diserap di saluran cerna, sehingga obat

3
lebih cepat diserap dan mencapai efek terapeutik lebih cepat. Namun tidak semua obat dapat

diproduksi dalam larutan karena tidak semua obat stabil dalam larutan (Fickri & Klin, 2018).

2.2 Kerugian Sediaan Larutan (Michael Aulton)

1. Voluminus menyebabkan kesuliatan dalam pengangkutan dan penyimpanan,

2. Stabilitas kurang bila dibandingkan dengan tablet atau kapsul, shelf-life nya lebih singkat

daripada sediaan padat.

3. Bisa menjadi media pertumbuhan mikroorganisme sehingga membutuhkan pengawet.

4. Ketepatan dosis tergantung pada kemampuan pasien.

5. Rasa obat yang tidak enak dalam bentuk sediaan larutan lebih terasa, namun hal ini dapat

diatasi dengan penambahan pemanis dan pengharum.

2.3 Keuntungan Sediaan Larutan (Michael Aulton)

1. Lebih mudah ditelan daripada bentuk obat padat sehingga lebih mudah diterima atau

digunakan pada anak-anak dan orang tua.

2. Obat harus berada dalam bentuk larutan agar segera bisa diabsorpsi sehingga efek

terapeutik sediaan larutan lebih cepat dibanding bentuk sediaan padat.

3. Larutan adalah sistem yang homogen sehingga obat terdistribusi merata secara

pembuatan.

4. Dapat mengurangi iritasi pada mukosa lambung pada beberapa obat yang menyebabkan

iritasi mukosa lambung jika diberikan dalam bentuk sediaan padat.

2.4 Jenis-Jenis Sediaan Larutan

• Sirup

Sediaan cair berupa larutan yang mengandung sakarosa, kecuali dinyatakan lain

kadar sakarosa tidak kurang dari 64,0 % dan tidak lebih dari 66,0%.

 Eliksir

4
Sediaan berupa larutan yang memiliki rasa dan bau sedap selain obat juga

mengandung bahan tambahan berupa gula atau pemanis, zat pewangi, zat warna, dan

pengawet yang digunakan sebagai obat dalam. Sebagai pelarut utama digunakan

etanol.

 Gargarisma

Sediaan berupa larutan umumnya dalam pekat yang harus diencerkan dahulu

sebelum digunakan, dimaksudkan untuk digunakan sebagai pencegahan dan

pengobatan infeksi tenggorokan.

 Collutaria

Larutan pekat dalam air yang mengandung bahan deodorant, antiseptik, analgetik

local atau astringen (obat cuci mulut).

 Tingtur

Sediaan cair yang dibuat dengan cara maserasi atau perkolasi simplisia nabati atau

hewani dengan cara melarutkan senyawa kimia dalam pelarut yang tertera pada

masing-masing monografi.

 Air Aromatik

Larutan jernih dan jenuh dalam air, dari minyak mudah menguap atau senyawa

aromatic atau bahan mudah menguap lain.

 Douche

Sediaan cair yang dimasukkan ke dalam tubuh atau rongga tubuh yang berfungsi

sebagai pembersih atau antiseptik.

5
 Sari (juice)

Sari dibuat dari buah segar dalam bentuk cairan dalam air dan digunakan untuk

membuat sirup yang digunakan sebagai bahan pembawa atau pelarut.

2.5 Masalah Dalam Formulasi

Formulasi larutan menghadirkan banyak masalah tekhnis untuk ahli farmasi industri,

antara lain :

 Beberapa obat bersifat tidak stabil.

 Membutuhkan teknik khusus untuk melarutkan obat-obat yang sukar larut.

 Sediaan akhir harus memenuhi persyaratan elegansi farmasetik dengan memperlihatkan

rasa, penampilan, dan viskositas.

1. Kelarutan

Melarut tidaknya suatu zat dalam system tertentu dan besarnya kelarutan sebagian

besar tergantung pada sifat serta intensitas kekuatan yang ada pada zat terlarut, pelarut,

dan resultan interaksi zat terlarut- pelarut. Pendekatan yang bisa digunakan untuk

memperbaiki kelarutan obat yang sukar larut yaitu :

1. pH

Sejumlah besar zat kemoterapi modern adalah asam lemah atau basa lemah. Kelarutan

zat-zat ini dapat dengan nyata dipengaruhi oleh pH lingkungannya. Jika pH adalah

faktor penting untuk menjaga kelarutan maka harus ditambahkan dapar. Menurut

Lachman, hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memilih dapar yaitu :

a. Dapar harus mempunyai kapasitas memadai dalam kisaran pH yang diinginkan.

b. Dapar harus aman secara biologis untuk penggunaan yang dimaksud.

6
c. Dapar hanya mempunyai sedikit atau tidak mempunyai efek merusak terhadap

stabilitas produk akhir.

d. Dapar harus memberikan rasa dan warna yang dapat diterima pada produk.

2. Konsolvensi

Elektrolit-elektrolit lemah dan molekul-molekul non polar seringkali

mempunyai kelarutan dalam air yang buruk. Kelarutannya biasanya dapat ditingkatkan

dengan tambahan suatu pelarut yang dapat bercampur dengan air, dimana dalam

pelarut tersebut obat mempunyai kelarutan yang baik. Proses ini dikenal sebagai

kosolvensi, dan pelarut-pelarut yang digunakan dalam kombinasi untuk meningkatkan

kelarutan zat terlarut dikenal sebagai kosolven.

Mekanisme yang mengakibatkan penambahan kelarutan melalui kosolvensi

tidak dimengerti dengan jelas. Sistem kosolven bekerja dengan mengurangi tegangan

antarmuka antara larutan-larutan yang mendominasi dalam air dan zat terlarut

hidrofobik.

Contoh kosolven antara lain etanol, sorbitol, dan propilen glikol. Kosolven

tidak hanya digunakan untuk mempengaruhi kelarutan obat, tetapi juga untuk

memperbaiki kelarutan dari konstituen-konstituen yang mudah menguap yang

digunakan untuk memberi rasa dan bau yang diinginkan ke produk tersebut.

3. Konstanta Dielektrik

Konstanta dielektrik adalah sifat satu pelarut yang berhubungan dengan jumlah

energi yang dibutuhkan untuk memisahkan dua zat yang berbeda muatan dalam

pelarut. Sifat ini erat kaitannya dengan polaritas pelarut.

7
4. Solubilisasi

Solubilisasi didefiniskan oleh McBain sebagai lewatnya molekul-molekul zat

terlarut yang larut dalam air secara spontan ke dalam larutan air dari suatu sabun atau

detergen, dimana terbentuk suatu larutan yang stabil secara termodinamik.

Obat-obat yang sukar larut dalam air kelarutannya dapat diperbaiki dengan

penambahan surfaktan. Surfaktan hidrofilik dengan nilai HLB di atas 15 bisa

digunakan sebagai solubilizing agents. Surfaktan harus non toksik dan tidak

mengiritasi, serta bercampur dengan system solvent, kompatibel dengan bahan lain,

dan tidak memberikan rasa dan bau tidak enak serta tidak menguap. Contohnya adalah

solubilisasi vitamin larut dalam lemak phytomenadione menggunakan polisorbat.

5. Kompleksasi

Senyawa-senyawa organik dalam larutan umumnya bergabung membentuk

kompleks kebanyakan ada yang ireversibel atau yang reversible contohnya

kompleksasi iodine dengan larutan 10-15% polyvinylpyrrolidone.

6. Hidrotopi

Batasan hidrotopi telah digunakan untuk merancang peningkatan kelarutan

dalam air dari berbagai zat karena adanya bahan tambahan dalam jumlah besar.

Mekanisme hidrotopi tidak jelas, tetapi beberapa peneliti menspekulasi bahwa

hidrotropi hanyalah tipe lain dari solubilisasi. Pengaruh terhadap konsentrasi tinggi

dari natrium benzoat terhadap kelarutan kafein merupakan contoh klasik.

8
7. Modifikasi Kimia Obat

Banyak obat yang sukar larut dapat dimodifikasi secara kimiawi menjadi

turunan-turunan yang larut dalam air. Pendekatan ini sangat berhasil dalam hal

kortikosteroid sebagai contoh, kelarutan betametason alcohol dalam air adalah

5,8mg/100ml pada suhu 25o . Kelarutan ester 21 dinatrium fosfatnya lebih besar dari

10g/100ml.

8. Ukuran Partikel Zat Padat

Ukuran dan bentuk dari partikel yang sangat kecil, jika diameternya kurang

dari 1μm mempengaruhi kelarutannya. Penurunan ukuran partikel mengakibatkan

kenaikan kelarutan dan disperse molecular tapi dalam prakteknya fenomena ini hanya

sedikit digunakan pada formulasi larutan dan lebih relevan pada formulasi suspensi.

2.6 Pengawetan

Salah satu masalah yang cukup krusial dalam pembuatan sediaan larutan adalah

masalah kontaminasi mikroba yang dapat menyebabkan ketidakstabilan produk. Terdapat

banyak sumber kontaminan, termasuk di antaranya adalah bahan baku (termasuk air yang

digunakan sebagai pelarut), wadah dan peralatan produksi, lingkungan pembuatannya,

operator, bahan pengemas dan pemakaian produk itu sendiri. Untuk itu, pada setiap proses

produksi bentuk sediaan larutan ditambahkan bahan pengawet. Suatu bahan pengawet yang

ideal, harus memiliki paling tidak satu kriteria berikut:

- Harus efektif pada mikroorganisme berspektrum luas

- Harus stabil secara fisik, kimia, dan mikrobiologis selama masa edar produk tersebut

9
- Pengawet harus tidak toksik, larut dengan memadai dalam sistem pelarut, dapat

bercampur dengan komponen-komponen formulasi yang lain, dan dapat diterima dari

segi rasa, warna dan bau pada konsentrasi pengawet yang digunakan.

Tidak ada satu pun pengawet tunggal yang memenuhi kriteria tersebut di atas,

sehingga sering kali dilakukan kombinasi antara dua atau tiga pengawet untuk dapat

mencapai efek antimikroba yang dikehendaki.

Secara garis besar, zat-zat antimikroba yang dapat digunakan sebagai pengawet

digolongkan menjadi empat kelompok, yaitu:

o Senyawa asam, contohnya : fenol, asam benzoat dan garamnya, asam borat dan
garamnya, asam sorbat dan garamnya.

o Alkohol, contohnya etanol, propilen glikol, klorobutanol dan fenil etil alcohol

o Senyawa netral, contohnya benzil alcohol dan β-fenil etil alcohol

o Ester, contohnya paraben (metil,etil, propil dan turunannya)

o Senyawa ammonium kuartener, contohnya benzalkonium klorida dan setilpuridium

klorida.

2.7 Stabilitas

Terdapat dua macam stabilitas yang harus diperhatikan dalam proses pembuatan

sediaan larutan, yaitu stabilitas kimia dan stabilitas fisika.

 Stabilitas Kimia

Ketidakstabilan kimia suatu obat dalam bentuk sediaan larutan selalu lebih tinggi

bila dibandingkan dengan sediaan bentuk padat (tablet atau kapsul) ataupun suspensi.

Salah satu contoh ketidakstabilan kimia adalah kerusakan obat yang disebabkan

10
kerusakan oksidatif, yang dipicu adanya pembukaan tutup botol/wadah untuk

pemakaian berulang, panas atau cahaya.

 Stabilitas Fisika

Bentuk sediaan larutan yang baik adalah apabila secara fisik mampu

mempertahankan kekentalannya, warna, kejernihan, rasa dan bau pada seluruh waktu

edarnya. Rasa dan bau sering berubah dengan semakin lamanya penyimpanan obat. Hal

ini antara lain disebabkan oleh karena adsorpsi oleh wadah plastik dan penutupnya, atau

penguapan dari pelarut. Pada umumnya sediaan bentuk larutan oral dikemas dalam gelas

amber ( coklat atau berwarna gelap), karena wadah gelas relatif inert terhadap larutan-

larutan air dalam kisaran pH yang sesuai untuk larutan oral.

11
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Penyimpanan Simplisia

Daun Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia L.) diperoleh dari desa Karanganyar kecamatan
Tirto kabupaten Pekalongan. Daun jeruk nipis segar buang kotoran dengan cara mencuci di
bawah air mengalir hingga bersih, tiriskan, lalu jemur di ruangan yang berventilasi baik,
hindari sinar matahari langsung hingga sim kering, lalu sim kering dihaluskan dengan
blender smoothie hingga menjadi bubuk halus. Serbuk diayak dengan saringan nomor 30
untuk menyamakan ukuran serbuk sebelum dilakukan ekstraksi (perendaman) (Mayasari,
Ulfayani Laoli, 2018).

3.2 Pembuatan Ekstrak Daun Jeruk Nipis

Sebanyak 700 g serbuk daun jeruk dimaserasi dengan 5250 ml etanol 70% (75 bagian)
kemudian diaduk dan didiamkan hingga 5 hari. Residu dicuci dengan etanol 70% (25 bagian) hingga
diperoleh 1750 ml (100 bagian). Masukkan ke dalam wadah tertutup rapat dan biarkan selama 2
hari di tempat gelap. Setelah dituang, masukkan ke dalam wadah yang telah disediakan. Kemudian
dibuat ekstrak pekat dengan cara diuapkan pada rotary evaporator hingga diperoleh ekstrak pekat
daun jeruk nipis, setelah itu ekstrak ditimbang. Hasil ekstraksi yang diperoleh adalah 130,18 gram.

3.3 Pembuatan Sirup Ekstrak Daun Jeruk Nipis

Formulasi sediaan yang dibuat merupakan formulasi modifikasi dari penelitian


Rudolf, dkk., (2017). Formulasi sediaan sirup dapat dilihat pada Tabel 1. Formulasi sirup
ekstrak daun jeruk nipis.

Tabel 1. Formulasi Sirup Ekstrak Daun Jeruk Nipis

Bahan Formula 1 (%) Formula 2 (%) Formula 3 (%) Fungsi


Ekstrak Daun 5% 7,5% 10% Antipiretik
Jeruk Nipis
Asam sitrat 3% 3% 3% Perasa rasa asam
Sukrosa 64% 64% 64% Pemanis
Nipagin 0,18% 0,18% 0,18% Pengawet
Aquades Ad 100 Ad 100 Ad 100 Pelarut

Ekstrak Daun Jeruk Nipis dimasukkan ke dalam mortir. nipagin dalam wadah
yang sama, diaduk dengan pemanasan hingga terbentuk larutan homogen. Sukrosa
dilarutkan dalam air suling dengan cara dipanaskan dalam gelas, kemudian disaring
melalui kain kasa. Larutan gula kemudian dicampur dengan ekstrak pekat dan diaduk

12
hingga homogen, ditambahkan asam sitrat dan aquades hingga volume tetap 100 mL.
Sirup dimasukkan kedalam botol coklat dan uji sifat fisik.

3.4 Pengujian Sifat Fisik Sirup Ekstrak Daun Jeruk Nipis


1. Uji Organoleptik

Uji Organoleptik pada sediaan sirup meliputi rasa, bau, dan warna dapat dijadikan
sebagai indikator sifat fisika yang bersifat subjektif (Sayuti & Winarso, 2014).

2. Uji pH

Uji pH dilakukan untuk mengukur keasaman suatu larutan. Tingkat keasaman (pH)
merupakan faktor penting dalam formulasi karena mempengaruhi potensi, kelarutan,
penyerapan, stabilitas dan kenyamanan pasien. Sehingga, obat yang bersifat asam lemah akan
mudah larut di dalam lingkungan (Sayuti & Winarso, 2014).

3. Uji Kejernihan

Uji kejernihan dilakukan secara visual dengan mengamati sediaan. Hasil uji sediaan sirup
harus jernih, dan bebas dari kotoran (Fickri & Klin, 2018).

4. Uji Viskositas

Uji viskositas ini dilakukan untuk mengetahui kekuatan kekentalan yang telah
disiapkan, dimana kekentalan mewakili ketahanan fluida untuk mengalir. Periksa
viskositas dengan viskometer dengan merendam spindel dalam larutan preparat,
mencelupkannya ke dalam larutan preparat, memulai instrumen dengan kecepatan putar,
dan kemudian membalikkan kecepatan secara terus menerus. Setiap pengukuran dibaca
pada skala sampai jarum merah bergerak dengan stabil (Lumbantoruan & Yulianti, 2016).

5. Uji Volume Terpindahkan

Uji volume terpindahkan dirancang untuk memastikan bahwa larutan oral dan
sirup yang dikemas dalam wadah multidosis, dengan volume berlabel tidak lebih dari
250 ml, tersedia dalam bentuk sediaan cair atau cair. medium. Volume yang
ditunjukkan, saat dikeluarkan dari wadah aslinya, memberikan volume yang tertera
pada label sediaan (Helni, 2013).
6. Uji Bobot Jenis

Uji bobot jenis dilakukan dengan menggunakan piknometer yang bersih dan
kering. Larutan sirup dimasukkan ke dalam piknometer. Sesuaikan suhu piknometer
yang terisi hingga 25°C, buang cairan berlebih dan timbang. Jika monografi

13
menunjukkan suhu selain 25°C, piknometer yang terisi harus diatur sampai suhu
yang diinginkan tercapai sebelum penimbangan. Kurangi berat piknometer kosong
dari berat piknometer penuh. Berat jenis suatu zat adalah hasil yang diperoleh
dengan membagi berat zat dengan berat air dalam piknometer (Fitriana et al., 2022).
7. Uji Homogenitas

Uji homogenitas dilakukan terhadap sirup yang sudah jadi yang diberikan
hingga50 ml dalam wadah. Wadah dikocok kemudian diamati apakah homogen.
Tes diulangtiga kali. Sirup yang baik harus stabil, homogen, bebas dari kekeruhan
dan bebas dari kontaminasi dan pertumbuhan mikroba (Hidayati et al., 2020).

8. Uji Hedonik

Uji kesukaan sediaan sirup dilakukan dengan menggunakan 10 responden


secara acak untuk mencicipi sediaan sirup yang telah dibuat dan Responden diminta
mengisi kuesioner tentang rasa, aroma dan tampilan sediaan (Dewi & Rusita, 2017).

9. Analisis Data

Teknik analisis data pada uji sifat fisik sediaan sirup ekstrak daun jeruk
nipis (citrus aurantifolia L.) menggunakan analisis deskriptif.

14
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Ekstraksi Daun Jeruk Nipis

Pengambilan daun jeruk nipis sendiri diambil didesa Karanganyar Tirto Kabupaten
Pekalongan. Pembuatan ekstrak daun jeruk nipis ini menggunakan metode maserasi
dengan pelarut etanol 70%, Etanol 70% sangat efektif dalam membuat bahan aktif yang
optimal, hanya sebagian bahan saja yang diekstraksi ke dalam cairan ekstraksi, sebagian
lagi diekstrak lebih banyak. Hasil bobot daun jeruk nipis 1,300 gram kemudian menjadi
serbuk beratnya 450 gram. Ekstrak kental yang diperoleh berwarna hijau tua dan bau
khas daun jeruk nipis menyengat. Ekstrak kental yang dihasilkan 130,18 gram, kadar
air ekstrak yang dihasilkan 16,18%, syarat dari kadar air ekstrak 5-30%. Ekstraksi
diperoleh dengan cara maserasi selama 7x24 jam dengan pelarut etanol 70%. Maserasi
simplisia daun jeruk nipis diperoleh ekstrak sebanyak 130,18 gram dengan hasil
randeman yang didapatkan yaitu 28,92 %.

4.2 Hasil Formulasi dan Evaluasi Sirup Ekstrak Daun Jeruk Nipis
4.2.1 Uji Organoleptik

Uji Organoleptik untuk melihat tampilan fisik suatu sediaan sirup


meliputi rasa, bau, warna pada sediaan sirup ekstrak daun jeruk nipis.

Gambar 1. Hasil Organoleptis Sirup Ekstrak Daun Jeruk Nipis

Tabel 2. Hasil Uji Organoleptik

bentuk bau warna Rasa


Formula I Cair Khas jeruk Kecoklatan Manis diikuti pahit
(Ekstrak 5%) nipis
Formula II Cair Khas jeruk Coklat Sedikit manis diikuti
(Ekstrak 7,5%) nipis kehitaman pahit

Formula III Cair Khas jeruk Kehitaman Pahit


(Ekstrak 10%) nipis

15
Berdasarkan pengamatan organoleptis pada Tabel 2. menunjukan berdasarkan
3 formulasi sirup daun jeruk nipis memiliki warna dan rasa yang berbeda yaitu pada
formulasi I warnanya kecoklatan dan memiliki rasa manis diikuti pahit, formulasi II
warnanya coklat kehitaman dan memiliki rasa sedikit manis diikuti pahit, dan
formulasi III warnanya kehitaman dan memiliki rasa pahit. Perbedaan warna dan rasa
dari 3 formulasi tersebut disebabkan adanya perbedaan penambahan konsentrasi
ekstrak daun jeruk nipis dari masing-masing formulasi dan menunjukan adanya
interaksi yang terjadi tiap komponen sirup sehingga mengalami perubahan warna dan
rasa. Sirup daun jeruk nipis berbentuk cair dan memiliki bau khas daun jeruk.
4.2.2 Uji pH

pH adalah keasaman, yang digunakan untuk menyatakan keasaman suatu


larutan. Uji pH bertujuan untuk mengetahui pH produk yang berhubungan dengan
kelarutan zat aktif keamanan. Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH
meter.

Tabel 3. Hasil uji pH


Formula Rata – rata pH
Formula 1 (Ekstrak 5%) 6,1
Formula II (Ekstrak 7,5%) 6,5
Formula III (Ekstrak 10%) 6,7

Hasil uji pH sediaan sirup ekstrak daun jeruk nipis ditunjukkan pada Tabel 3.
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa pH sediaan sirup formula I memiliki pH rata-
rata 6,1, formula II memiliki pH rata-rata 6,5, dan formula III memiliki pH rata-rata
6,7. Hasil dari pengujian yang dilakukan memenuhi syarat.

16
4.2.3 Uji Kejernihan
Uji kejernihan dilakukan secara visual dengan mengamati sediaan. Hasil uji
sediaan sirup harus jernih dan bebas dari kotoran.

Tabel 4. Hasil uji kejernihan

Formula Hasil

Formula I (Ekstrak 5%) Jernih


Formula II (Ekstrak 7,5%) Jernih
Formula III (Ekstrak 10%) Jernih

Hasil menunjukkan bahwa sediaan sirup tiap formula partikel yang terdistribusi
secara merata. Karena tidak semua formulasi memiliki butiran kasar atau partikel
terbang. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa ketiga formula yang dihasilkan
memiliki kejernihan yang baik.
4.2.4 Uji Viskositas

Uji viskositas penting dilakukan pada sediaan sirup karena merupakan


salah satu parameter kontrol kualitas dalam kegiatan produksi. Mutu sediaan sirup
menjadi lebih kurang baik saat viskositasnya kurang dari nilai standar yang
akhirnya membuat sediaan sangat mudah dituang atau ketika viskositasnya
melebihi nilai standar maka sirup akan terlalu kental untuk dituang sehingga
memungkinkan adanya suatu zat aktif yang tertinggal dalam wadah sediaan.

Tabel 5. Hasil uji viskositas


Formula Viskositas rata-rata (cps)

Formula I (Ekstrak 5%) 12,566 cps


Formula II (Ekstrak 7,5%) 15,809 cps
Formula III (Ekstrak 10%) 16,951 cps
Hasil didapatkan hasil uji kekentalan adalah formula I 12,566 cps, formula II
15,809 cps dan formula III 16,951 cps. Pada sediaan cairan oral viskositas perlu
ditingkatkanagar mudah dikonsumsi dan memperbaiki penuangan. Syarat viskositas

17
yang baik yaitu10-30 cps. Hasil dapat disimpulkan dengan penambahan konsentrasi
ekstrak daun jeruk nipis semakin tinggi konsentrasi maka semakin tinggi nilai
viskositasnya, dan semakin rendah konsentrasi maka semakin kecil nilai
viskositasnya. Cairan dengan berat jenistinggi juga memiliki viskositas lebih tinggi
daripada cairan dengan berat jenis rendah.

4.2.5 Uji Volume Terpindahkan


Uji volume terpindahkan dilakukan untuk mengetahui seberapa mudah
larutan dituang, semakin sulit perhitungannya maka semakin kental larutannya,
sedangkan semakin mudah dituang maka viskositasnya semakin rendah atau
cairannya semakin banyak. Semakin banyak cairan, semakin mudah
menuangkannya. Syarat volume terpindahkan pada sediaan sirup adalah kurang
dari 100%, tidak kurang satupun dari 95% volume tertera pada label.

Tabel 6. Hasil Uji Volume Terpindahkan


Formula Rata-rata volume
terpindahkan

Formula I (Ekstrak 5%) 98,66 ml

Formula II (Ekstrak 7,5%) 99,33 ml


Formula III (Ekstrak 10%) 100 ml

Hasil uji volume terpindahkan sediaan sirup ekstrak daun jeruk nipis
ditunjukkan pada Tabel 6. Hasil uji volume terpindahkan. Dalam penelitian ini,
ukur volume yang dipindahkan menggunakan gelas ukur. Pengujian ini dilakukan
untuk mengetahui keakuratan kalibrasi. Hasil Uji volume terpindahkan diperoleh
Formula I 98,66 ml, Formula II 99,33 ml dan Formula III 100 ml. Berdasarkan
data dapat disimpulkan bahwa volume dari sediaan sirup masih memenuhi syarat.
4.2.6 Uji Bobot Jenis

Uji keseragaman bobot dilakukan untuk mengontrol berat jenis sediaan sirup.
Penilaian berat jenis dibuat dengan piknometer, persyaratan berat jenis sediaan
sirup yaitu ≥ 1,2.

18
Tabel 7. Hasil uji bobot jenis
Formula Rata – rata bobotjenis

Formula I (Ekstrak 5%) 1,126


Formula II (Ekstrak 7,5%) 1,127
Formula III (Ekstrak 10%) 1,262

Hasil uji bobot jenis didapatkan yaitu formula I 1,126 g/ml, formula II
1,127 g/ml dan formula III 1,262 g/ml. Dari hasil pengujian bobot jenis
sediaan sirup dengan ekstrak daun jeruk nipis dapat dilihat bahwa tingkat
perbandingan bobot jenis tiap formula terlihat jelas karena adanya perbedaan
konsentrasi ekstrak daun jeruk nipis (5%; 7,5%; 10%) didalam setiap formula
sediaan sirup memberikan perbedaan berat jenis masing-masing formulasi.
Semakin tinggi konsentrasi ekstrak dalam formula maka semakin tinggi nilai
berat jenisnya, dan sebaliknya semakin rendah konsentrasi ekstrak dalam formula
maka semakin rendah nilai berat jenisnya. Dari hasil pengujian didapatkan
formula III yang memenuhi syarat.
4.2.7 Uji Homogenitas

Homogenitas sediaan sirup sangat terikat dengan kelarutan berbagai zat


yang terkandung dalam sirup tersebut dengan pelarut yang digunakan. Dalam hal
ini titik tertekan terbesar adalah kelarutan ekstrak daun jeruk nipis terhadap
pelarut utama dari sirup yaitu air. Pada uji ini dilakukan karena persyaratan
penting dalam sediaan larutan yaitu homogen.

Tabel 8. Hasil uji homogenitas Formula


Homogenitas
Formula I (Ekstrak 5%) Homogen
Formula II (Ekstrak 7,5%) Homogen
Formula III (Ekstrak 10%) Homogen

19
Hasil pengamatan terhadap ketiga formula sirup. Pada penelitian ini
menunjukkan bahwa sediaan sirup dihasilkan merupakan cairan homogen
berwarna coklat kehitaman tanpa ditemukan suatu endapan setelah dibuat sirup.
4.2.8 Uji Hedonik

Uji kesukaan sediaan sirup dilakukan dengan menggunakan 10 responden


secara acak untuk mencicipi sediaan sirup yang telah dibuat dan responden
diminta mengisi kuesioner tentang rasa, aroma dan tampilan sediaan.
Tabel 9. Hasil Uji Hedonik
Formula Rasa Aroma Penampilan
FI (Ekstrak 5%) Manis diakhiri pahit Khas jeruk nipis Cair
FII (Ekstrak Sedikit manis Khas jeruk nipis Cair
7,5%) diakhiri pahit
FIII (Ekstrak Pahit Khas jeruk nipis Cair
10%)

Hasil uji hedonik sediaan sirup ekstrak daun jeruk nipis ditunjukkan pada
Tabel 9. Hasil uji hedonik (kesukaan sediaan) disimpulkan perbedaan dari rasa
ekstrak daun jeruk nipis, didapatkan formula I lebih manis diakhiri pahit, formula
II sedikit manis diakhiri pahit dan FIII pahit. Untuk hasil penampilan dan aroma
dihasilkan sama.

20
BAB V
KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian terhadap sediaan sirup yang diekstrak dari daun jeruk
nipis menggunakan variasi konsentrasi 5%, 7,5%, 10% tidak berpengaruh terhadap sifat
fisik meliputi organoleptik, pH, kejernihan, volume terpindahkan, viskositas dan
homogenitas. Namun, memberikan perbedaan signifikan terhadap uji bobot jenis yaitu
semakin tinggi konsentrasi ekstrak maka nilai berat jenisnya semakin tinggi begitu pula
sebaliknya, semakin rendah konsentrasi ekstrak maka nilai berat jenisnya semakin
rendah. Dari semua formula memenuhi kriteria sifat fisik konsentrasi ekstrak daun jeruk
nipis yang menghasilkan formula terbaik dari sediaan sirup yaitu formula 3 (10%).

21
DAFTAR PUSTAKA

Baig Fitrihan Rukmana1, Lalu Muhammad Sadam Husen, & Halmin Ulya Nurul Aini.
(2022). Pengaruh Pemberian Kompres Hangat terhadap Penurunan Suhu Tubuh
pada Anak yang Terkena Typhoid Fever. Nursing Information Journal, 1(2), 81–89.
https://doi.org/10.54832/nij.v1i2.192
Dewi, I. K., & Rusita, Y. D. (2017). Uji Stabilitas Fisik Dan Hedonik Sirup Herbal
Kunyit Asam Stability And Hedonic Test Of Tumeric Tamarind Syrup. Jurnal
Kebidanan Dan Kesehatan Tradisional, 2(2), 79–84.
https://doi.org/10.37341/jkkt.v2i2.52
FAHRIANI. (2020). Pengaruh Pemberian Sirup Kombinasi Kurma (PhoenixDactylifera) Dan Bee
Pollen Terhadap Kadar Hemoglobin Pada Tikus Putih Galur Wistar (Rattus Novergicus)
HAMIL.

Fickri, D. Z., & Klin. (2018). Formulasi Dan Uji Stabilitas Sediaan Sirup Anti Alergi Dengan Bahan
Aktif Chlorpheniramin Maleat (Ctm). Journal of Pharmaceutical Care Anwar Medika, 1(1),
16–24.

Fitriana, M., Halwany, W., Kartika, Y., Anwar, K., Rizki, M. I., Rahmanto, B.,
Andriani, S., Studi, P., Apoteker, P., Barat, J., Farmasi, P. S., & Barat, J. (2022).
Formulasi dan uji stabilitas sirup ekstrak etanol daun tanaman penghasil gaharu (
Aquilaria microcarpa Baill .). Jurnal Riset Industri Hasil Hutan, 14(1), 33–42.
Helni. (2013). Uji Keseragaman Volume Suspensi Amoksisilin yang Direkonstitusi
Apotek di Kota Jambi. J.Ind. Soc. Integ. Chem, 5(2), 15–22.
Hidayati, N., Styawan, A. A., & Khotimah, A. K. (2020). Formulasi dan Uji Sifat Fisis
Sirup Ekstrak Etanol Daun Sukun ( Artocarpus altilis ) (Parkinson ex F.A.Zorn)
Fosberg. The 12th University Research Colloqium 2020, 438–444.
Lestari, R. K., & Amalia, E. (2018). Efektivitas jeruk nipis ( citrus aurantifolia swingle )
sebagai zat antiseptik pada cuci tangan Pendahuluan tindakan yang digunakan untuk
memelihara biasa saja sudah cukup untuk mencuci nipis ( Citrus aurantifolia
Swingle ). Swingle ) memiliki rasa pahit. Jurnal Kedokteran Dan Kesehatan, 5(2),
55–65.
Lumbantoruan, P., & Yulianti, E. (2016). Pengaruh Suhu terhadap Viskositas Minyak
Pelumas (Oli). Jurnal Sainmatika, 13(2), 26–34.
Mayasari, Ulfayani Laoli, M. T. (2018). Karakterisasi Simplisia Dan Skrining Fitokimia
serta Analasis secara KLT (Kromatografi Lapis Tipis) Daun dan Kulit Buah Jeruk
Lemon ( Citrus Limon ( L .) Burm . F .). Jurnal Ilmiah Farmasi Imelda, 2(2), 7–
13.
Nurmalasari, K., Tjandrakirana, & Kuswanti, N. (2013). Uji Antipiretik Rebusan
Semanggi ( Marsilea crenata ) terhadap Suhu Tubuh Tikus Putih ( Rattus
norvegicus L ) yang Diinduksi Vaksin Pentabio ( DTP-HB- Hib ). LenteraBio,
7(2), 142–147.

22
Patel. (2019). Aktivitas Antipiretik Ekstrak Rimpang Bengle (Zingiber purpureum
Roxb) Pada Tikus Putih Jantan Yang Diinduksi Vaksin DPT-HB-Hib. Universitas
Setia Budi, 9–25.
Prastiwi, S. S., & Ferdiansyah, F. (2017). KANDUNGAN DAN AKTIVITAS
FARMAKOLOGI JERUK NIPIS (Citrus aurantifolia s.). Dalam Jurnal Farmaka,
15(2), 1–7.
Rezaldi, F., Khodijah, S., & US, S. (2022). Formulasi dan Uji Efektivitas Sediaan
Sirup Ekstrak Daun Kacapiring (Gardenia jasminoides J. Ellis) Sebagai Antipiretik
Terhadap Mencit (Mus musculus L) YANG DI INDUKSI VAKSIN DPT. Jurnal
Biogenerasi, 7(1), 1–16. https://doi.org/10.30605/biogenerasi.v7i1.1555
Rini, A. A., Supriatno, & Rahmatan, H. (2017). Skrining Fitokimia dan Uji Antibakteri Ekstrak
Etanol BUAH KAWISTA (Limonia Acidissima L.) dari Daerah Kabupaten Aceh Besar terhadap
Bakteri Escherichia Coli. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Unsyiah,
2(1), 1–12.

Sayuti, N. A., & Winarso, A. (2014). Stabilitas Fisik dan Mutu Hedonik Sirup dan Bahan
Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.). Jurnal Ilmu Farmasi Dan Farmasi Klinik, 11(1),
47–53.

Tandra, H. (2015). Diabetes Bisa Sembuh. PT Gramedia.

Utami, D. E. R., Krismayanti, L., & Yahdi, Y. (2018). Pengaruh Jenis Sirih dan Variasi
Konsentrasi Ekstrak Terhadap Pertumbuhan Jamur Candida albicans. Biota, 8(2),
142–156. https://doi.org/10.20414/jb.v8i2.65
Yasir, M. (2021). UNIVERSITAS ISLAM RIAU LIMAU KAPAS ( Citrus Aurantifolia . L

) SECARA IN VITRO. 1–43.

Yassir, M., & Asnah, A. (2019). Pemanfaatan Jenis Tumbuhan Obat Tradisional Di Desa Batu
Hamparan Kabupaten Aceh Tenggara. BIOTIK: Jurnal Ilmiah Biologi Teknologi Dan
Kependidikan, 6(1), 17. https://doi.org/10.22373/biotik.v6i1.4039

Yuliani, N. N., Sambara, J., & Setyarini, Y. (2016). Uji Efek Antipiretik Ekstrak Etanol
Kulit Batang Faloak (Sterculia sp.) Pada Mencit Putih Jantan (Mus musculus) Yang
Diinduksi Vaksi DPT-HB. Jurnal Info Kesehatan, 14(2), 1208–1226.

23

Anda mungkin juga menyukai