SKRIPSI
NOVI AFIFAH
260110120010
SKRIPSI
NOVI AFIFAH
260110120010
Dr. Ade Zuhrotun, M.Si., Apt. Dr. Rini Hendriani, M.Si., Apt.
NIP 19811010 200604 2 002 NIP 19710201 200604 2 001
ABSTRAK
iii
ABSTRACT
Salam leaves in Indonesia widely used as spices. Moreover, Salam leaves have a
potential as a traditional medicine that has been proven with a lot of studies that
reported its effects for diarrhea, lowering cholesterol, diabetes, gastritis, and
hypertension. To see the safety of Salam leaves, the acute toxicity study from
ethanol extract of Salam leaves (Syzygium polyanthum (Wight) Walp.) was done.
The extraction was done by maceration method using ethanol 70% and produced
11,65% rendemen. Acute toxicity test of male and female mice was done by giving
ethanol extract of Salam leaves with dose of 9,6; 12; 15; 18,75; dan 23,4375 g/kg
weight administered orally and observed the death of mice for 14 days. From the
analysis using probit method the LD50 result in male mice is 13,19 g/kg weight and
female mice is 13,38 g/kg weight which classified as slightly toxic.
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat ridho-
Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Uji Toksisitas Akut
Ekstrak Daun Salam (Syzygium polyanthum (Wight) Walp.). Skripsi ini diajukan
Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan
1. Prof. Dr. Ajeng Diantini, M.Si, Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi
Universitas Padjadjaran.
2. Dr. Ade Zuhrotun, M.Si., Apt., dan Dr. Rini Hendriani, M.Si., Apt. selaku
dosen pembimbing.
3. Dr. Sri Adi Sumiwi, M.S., Apt. selaku dosen penanggung jawab penelitian.
4. Dr. Med. Sc. Melisa Intan Barliana, S.Si., Apt. selaku dosen wali.
Penulis
v
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRACT ............................................................................................. iv
vi
vii
5.2 Saran................................................................................... 52
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................. 53
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
4.4 Rata-rata Berat Badan Mencit Jantan dan Betina Selama 14 Hari 61
ix
x
4.29 Analisis Uji Deskriptif Efek Fleksi, Hafner, dan Pineal Mencit
Jantan…………..………................................................................ 75
4.30 Uji Friedman Efek Fleksi, Hafner, dan Pineal Mencit Jantan…… 75
4.31 Analisis Uji Deskriptif Efek Fleksi, Hafner, dan Pineal Mencit
Betina……………………………………….…………..………... 76
4.32 Uji Friedman Efek Fleksi, Hafner, dan Pineal Mencit Betina…… 76
Gambar Halaman
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
xiii
BAB I
PENDAHULUAN
tumbuhan yang telah lama dikenal oleh masyarakat Indonesia sebagai bumbu dapur.
Anggota famili Myrtaceae ini memiliki rasa kelat, wangi aromatik, dan bersifat
adstringen (Hariana, 2008). Kandungan kimia yang terkandung pada daun salam
antara lain minyak atsiri, tanin, dan flavonoid. Secara empiris, daun salam
aktivitas antibakteri (Sumono & Agustin, 2008), antidiare (Malik & Ahmad, 2013),
bagian kulit dari tumbuhan salam dilaporkan memiliki aktivitas sebagai antioksidan
(Lelono, et al., 2009). Namun, tingkat keamanan penggunaan daun salam sebagai
obat tradisional belum pernah dilakukan. Informasi mengenai potensi efek toksik
yang ada dalam daun salam dibutuhkan untuk menjamin keamanan dalam
penggunaannya.
langkah awal untuk mengidentifikasi keamanan obat baru terutama obat dari bahan
alam. Nilai LD50 merupakan besarnya dosis yang menyebabkan kematian 50% pada
1
2
hewan uji setelah pemberian dosis tunggal. Nilai LD50 ini digunakan dalam rasio
manfaat (khasiat) dan daya racun yang dinyatakan sebagai indeks terapi obat
(LD50/ED50). Makin besar indeks terapi, makin aman obat tersebut jika digunakan
(Soemardji, 2002).
Pada penelitian ini akan dilakukan uji toksisitas akut terhadap ekstrak etanol
daun salam yang diberikan dalam dosis tunggal pada mencit jantan dan mencit
betina. Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat keamanan dan nilai LD50
ekstrak etanol daun salam. Hasil uji toksisitas akut memberikan gambaran tentang
reaksi akut dari makhluk hidup bila diberi suatu bahan obat. Oleh karena itu, pada
uji toksisitas akut selain penentuan LD50, diamati pula efek farmakologi dan
perubahan berat badan hewan percobaan setiap hari selama dua minggu sesuai
adalah:
1. Pada dosis berapa ekstrak daun salam dapat menyebabkan kematian pada
toksisitas akut ekstrak etanol daun salam dan tingkat keamanan penggunaan ekstrak
3. Skrining fitokimia
TINJAUAN PUSTAKA
Sistematika klasifikasi daun salam adalah sebagai berikut (Backer and Van
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Myrtales
Famili : Myrtaceae
Genus : Syzygium
5
6
pekarangan atau di sekitar rumah. Pohon ini dapat ditemukan di dataran rendah
sampai 1.400 m dpl, memiliki tinggi mencapai 25 m, batang bulat, permukaan licin,
dan berakar tunggang. Daun tunggal, letak berhadapan, panjang tangkai daun 0,5-
1 cm. Helaian daun berbentuk lonjong sampai elips atau bundar telur sungsang,
atas licin berwarna hijau tua, permukaan bawah berwarna hijau muda, panjang 5-
15 cm, lebar 3-8 cm, jika diremas berbau harum. Bunga majemuk tersusun dari
ujung ranting, berwarna putih, baunya harum. Buahnya bulat berdiameter 8-9 mm,
buah muda berwarna hijau, setelah masak menjadi merah gelap, rasanya agak sepat.
lain minyak atsiri, tanin, flavonoid. Anggota famili Myrtaceae ini memiliki rasa
kelat, wangi aromatik, dan bersifat adstringen (Hariana, 2008). Daun salam
lakton, saponin, dan karbohidrat (Fitri, 2007). Kandungan daun salam lainnya
minyak atsiri yang terdiri dari seskuiterpen, lakton, dan fenol (Adrianto, 2012).
7
baik untuk masakan daging, ikan, sayur mayur, maupun nasi. Dari segi kesehatan,
daun salam efektif menurunkan kadar gula darah, menurunkan tekanan darah,
menurunkan kadar kolesterol darah, menurunkan kadar asam urat, mengobati sakit
maag (gastritis), gatal-gatal (pruritis), kudis (scabies), dan eksim (Enda, 2009).
daun salam memberikan aktivitas antidiare pada hewan uji (Malik & Ahmad, 2013).
dan denaturasi protein bakteri (Sumono & Agustin, 2008). Hasil penelitian lainnya
menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi infusa daun salam, makin rendah
total bakteri yang ditemukan pada ayam segar (Noveriza dan Miftakhurohmah,
2010).
2.2 Ekstraksi
sehinggga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan menggunakan pelarut
cair. Senyawa aktif yang terdapat dalam berbagai simplisia dapat digolongkan ke
pemilihan pelarut dan cara ekstraksi yang tepat (Depkes RI, 2000).
8
merupakan prosedur yang paling umum digunakan untuk menyiapkan ekstrak dari
bahan tanaman karena mudah dilakukan dan digunakan secara luas (Dai dan
Mumper, 2010).
tanaman dengan menggunakan pelarut yang sesuai. Jenis pelarut dapat dibedakan
jumlah yang maksimum dari zat aktif dan yang minimum bagi unsur yang tidak
diinginkan (Ansel, 1989). Pelarut yang bersifat polar diantaranya air, etanol, dan
metanol. Pelarut yang bersifat semipolar adalah aseton dan etil asetat, sedangkan
pelarut yang bersifat non-polar yaitu n-heksana, minyak tanah, dan eter (Harborne,
1996).
Terdapat beberapa jenis ekstrak, yaitu ekstrak cair, ekstrak kental, dan
ekstrak kering. Disebut ekstrak cair jika hasil ekstrak masih bisa dituang, biasanya
kadar air lebih dari 30%. Ekstrak kental jika memiliki kadar air antara 5-30%.
Ekstrak kering jika mengandung kadar air kurang dari 5% (Voigt, 1994).
9
Metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut terdiri dari dua cara, yaitu
cara dingin dan cara panas, diuraikan sebagai berikut (Depkes RI, 2000):
1. Cara Dingin
a. Maserasi
seterusnya.
b. Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna
2. Cara Panas
a. Refluks
didihnya selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif
proses pada residu pertama sampai 3-5 kali sehingga termasuk proses
ekstraksi sempurna.
10
b. Sokhletasi
pendingin balik.
c. Digesti
d. Infus
Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air
(bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih), temperatur terukur 96-
e. Dekok
Dekok adalah infus dengan waktu yang lebih lama dan temperatur sampai
tanaman dan ekstrak secara kualitatif. Hasil analisis fitokimia secara kualitatif
tertentu dan dapat memacu penemuan obat baru (Sangi dkk., 2008). Skrining fitokimia
keberadaan senyawa-senyawa aktif yang terdapat dalam bagian tertentu dari tanaman
dari bagian tumbuhan (akar, batang, bunga, buah, biji) atau tumbuhan. Metabolit
sekunder yang dianalisis dalam skrining fitokimia adalah alkaloid, flavonoid, tanin,
saponin, kumarin, steroid & triterpenoid, senyawa fenol dan polifenolat, minyak atsiri
substituen yang bervariasi seperi gugus amina, amida, fenol, dan metoksi sehingga
alkaloid bersifat semipolar. Alkaloid bersifat basa, tidak berwarna, dan biasanya
1996).
gugus hidroksi sehingga bersifat polar (Markham, 1988; Harborne, 1996). Flavonoid
yang memiliki gugus hidroksi pada posisi orto dapat memberikan fluoresensi kuning
intensif pada UV 366 jika bereaksi dengan asam borat. (Sjahid, 2008). Penambahan
pereaksi FeCl3 digunakan untuk analisis tanin dan polifenol. Golongan tanin akan
kehitaman dan tanin yang terkondensasi akan menghasilkan warna hijau kehitaman.
Perubahan warna ini terjadi ketika penambahan FeCl3 yang bereaksi dengan salah satu
gugus hidroksil yang ada pada senyawa tanin (Sangi dkk., 2008).
12
Saponin memiliki gugus gugus steroid dan triterpenoid yang bersifat nonpolar,
dan adanya ikatan glikosida menyebabkan saponin lebih bersifat polar (Harborne,
antrakuinon, dan kuinon isoprenoid. Kuinon mudah larut dalam pelarut non polar.
Bentuk glikosidanya sedikit larut dalam air. Biasanya akan terekstraksi bersama dengan
karotenoid dan klorofil dan dapat dipisahkan dengan kromatografi (Harborne, 1996).
C30. Triterpenoid yang berstruktur siklik berupa alkohol, aldehid atau asam karboksilat
Uji Lieberman-Burchad untuk pendeteksian gugus steroid juga dapat dilakukan untuk
mendeteksi senyawa glikosida yang memiliki gugus steroid pada bagian aglikon. Hasil
positif ditunjukkan dengan terbentuknya warna biru yang ditimbulkan reaksi antara
sterol tidak jenuh dengan asam (CH3COOH dan H2SO4) (Marliana, dkk., 2005). Pada
senyawa tersebut membentuk warna dengan H2SO4 pekat dalam pelarut anhidrat asam
asetat, hasil positif hanya untuk triterpenoid dengan terbentuknya cincin berwarna
zat kimia atau bahan alami terhadap metabolisme. Semua zat yang dapat
racun, namun tidak semua zat yang beracun berbahaya, tetapi ada yang bermanfaat
tergantung jumlah dosis yang dikonsumsi dan frekuensi pemberian zat tersebut
dengan efek terapeutik yang sama biasanya menyebabkan efek samping yang sama,
Uji toksisitas adalah suatu pengujian untuk mendeteksi efek toksik suatu zat
pada sistem biologi dan untuk memperoleh data dosis-respon yang khas dari
sediaan yang diujikan. Data yang diperoleh merupakan informasi mengenai derajat
bahaya sediaan yang diuji bila terjadi pemaparan pada manusia, sehingga dapat
melihat adanya reaksi biokimia, fisiologik, dan patologik. Hasil uji toksisitas
mengenai toksisitas relatif dan membantu identifikasi efek toksik bila terjadi
pemaparan pada manusia (BPOM RI, 2014). Derajat kepercayaan prediksi adanya
toksisitas pada manusia tergantung pada beberapa kondisi percobaan seperti pada
14
pemilihan spesies hewan uji, rancangan metode percobaan, dan cara ekstrapolasi
Pengujian toksisitas terbagi atas dua jenis, yaitu toksisitas umum dan
Toksisitas akut adalah efek yang merugikan yang terjadi dalam waktu singkat
melalui pemberian peroral baik secara dosis tunggal maupun dosis ganda yang
segala efek senyawa apabila senyawa tersebut diberikan kepada hewan uji
secara berulang, biasanya sekali sehari selama waktu tiga sampai empat bulan
(Loomis, 1978).
Toksisitas kronik bertujuan untuk melakukan uji toksisitas hewan yang jangka
waktu ujinya setahun atau lebih, yang pertama adalah untuk memaparkan tidak
adanya toksisitas bila dosis yang digunakan mewakili suatu tingkat dosis lazim
dan yang kedua adalah potensial karsinogenik suatu senyawa (Loomis, 1978).
untuk mengevaluasi secara rinci efek khusus suatu senyawa pada hewan uji, yang
meliputi:
15
1. Uji potensi yaitu uji toksisitas untuk menentukan efek suatu zat dengan adanya
2. Uji teratogenik adalah yaitu uji toksisitas untuk menentukan efek pada janin
3. Uji reproduksi yaitu uji toksisitas untuk menentukan efek pada kemampuan
4. Uji mutagenik yaitu yaitu uji toksisitas untuk menentukan efek pada sistem
kode genetik
5. Uji karsinogenik yaitu uji toksisitas untuk menentukan kemampuan suatu zat
Rute pemberian bertujuan agar zat uji dapat mencapai lokasi kerjanya dan
dapat menimbulkan efek. Dalam uji toksisitas, beberapa rute pemberian zat uji yang
1. Oral
dilengkapi dengan jarum yang berbentuk bola dan berujung tumpul. Jarum
2. Subkutan
Pada mencit dan tikus penyuntikan secara subkutan dilakukan di area bawah
kulit pada bagian tengkuk. Pada kelinci dan marmut dilakukan di area bawah
kulit pada bagian tengkuk atau sisi pinggang dengan cara mengangkat sebagian
kulit dan jarum ditusukkan menembus kulit sejajar dengan otot di bawahnya
3. Intravena
untuk setiap hewan uji. Pada mencit, penyuntikan dilakukan pada vena ekor.
Pada tikus, penyuntikan dapat dilakukan dalam dua keadaan. Pada tikus yang
tidak dianastesi, penyuntikan dapat dilakukan di daerah ekor, vena penis (tikus
jantan) atau vena di permukaan kaki bagian dorsal. Pada tikus yang dianastesi,
4. Intramuskular
fermoris atau semi tendinosus paha belakang (Harmita dan Radji, 2005).
5. Intraperitonial
perut sebelah kanan. Dilakukan dengan cara hewan dipegang pada punggung
agar kulit abdomen menjadi tegang, posisi kepala lebih rendah dari abdomen dan
penyuntikan membentuk sudut 10oC menembus kulit dan otot sehingga masuk
6. Intradermal
perut dan tubuh belakang atau kaki belakang yang dilakukan dengan cara bulu
dicukur terlebih dahulu dan jarum ditusukkan pada kulit yang ditegangkan
Uji toksisitas akut merupakan single dose experiment yang dievaluasi 3-14
hari setelah pemaparan sediaan, tergantung dari gejala yang ditimbulkan. Batas
dosis harus dipilih sedemikian rupa sehingga dapat diperoleh suatu kurva dosis-
respon yang dapat berwujud respon bertahap atau suatu respon kuantal
(Darmansyah, 2007).
Hasil pengujian toksisitas akut bermanfaat sebagai tolok ukur toksisitas akut
senyawa obat, sebagai tolok ukur indeks terapi, atau sebagai batas keamanan
senyawa obat bila nilai dosis toksisitas akut (LD50) dibandingkan dengan nilai dosis
efektif (ED50), sebagai perkiraan perhitungan dosis terapi, dan dosis awal penelitian
Uji toksisitas akut secara oral adalah suatu pengujian untuk mendeteksi efek
toksik yang muncul dalam waktu singkat setelah pemberian sediaan uji yang
diberikan secara oral dalam dosis tunggal atas dosis berulang dalam jangka waktu
24 jam. Prinsip uji toksisitas akut secara oral yaitu sediaan uji dalam beberapa
tingkat dosis diberikan pada beberapa kelompok hewan uji yang dikelompokkan
18
merancang uji toksisitas selanjutnya, memperoleh nilai LD50 suatu bahan atau
sediaan, serta penentuan penggolongan bahan atau sediaan dan pelabelan (BPOM
RI, 2014).
Kategori LD50
Super toksik 5 mg/kg BB atau kurang
Sangat toksik 5-50 mg/kg BB
Toksik 50-500 mg/kg BB
Cukup toksik 0,5-5 g/kg BB
Sedikit toksik 5-15 g/kg BB
Tidak toksik >15 g/kg BB
kepercayaannya, yaitu:
keterangan:
a = log dosis terendah yang menyebabkan kematian 100% tiap kelompok
b = perbedaan log dosis yang berurutan
pi = jumlah hewan yang mati menerima dosis i dibagi dengan jumlah
keseluruhan yang menerima dosis i
Syarat:
Metode ini adalah bentuk yang paling sering digunakan dan diterima dengan luas
karena mudah dimengerti. Pada metode ini mengharuskan pemberian dosis yang
Hayes, 2001).
3. Analisis Probit
dalam mengubah data sigmoid menjadi data linear sehingga dapat dilakukan
analisis hubungan regresi untuk menentukan LD50. Hal yang pertama dilakukan
logaritma. Kemudian dibuat kurva antara nilai probit mortalitas sebagai sumbu
Y dan nilai logaritma sebagai sumbu X. Dari kurva tersebut dibuat persamaan
yaitu:
injeksi dari suatu senyawa menyebabkan hewan uji kehilangan kesadarannya, maka
2. Skrining Buta
Skrining buta meliputi serangkaian uji suatu senyawa untuk melihat gambaran
3. Skrining Khusus
aktivitas farmakologi yang spesifik. Skrining khusus memuat cakupan yang lebih
baru ditujukan untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai aktivitas kerja
1. Efek motorik, untuk melihat aktivitas motorik hewan uji sebelum dan sesudah
pengujian.
2. Efek gelantung, untuk menguji kemampuan koordinasi alat gerak yang terlihat
dari kemampuan hewan uji berjalan meniti untaian kawat pada alat uji.
4. Efek tremor, suatu keadaan bergetar atau menggigil (getaran bagian tubuh yang
6. Efek katalepsi, yaitu suatu keadaan dipertahankannya postur tubuh tetapi untuk
waktu yang lamanya tak tentu, dimana terlihat dari postur tubuh hewan uji
yang mengikuti gerakan alat peraga ketika diangkat tubuhnya melalui kedua
kaki depan.
22
7. Efek sedatif, ditandai dengan penurunan aktivitas, gairah, semangat, dan rasa
8. Efek straub, suatu keadaan sakit pada bagian tertentu dari tubuh yang ditandai
9. Efek fleksi, untuk mengetahui respon yang timbul ketika hewan uji merasa
10. Efek hafner, untuk mengetahui respon yang timbul ketika hewan uji merasa
11. Efek pineal, untuk mengetahui respon yang timbul ketika hewan uji merasa
12. Efek pernapasan, untuk mengetahui pengaruh pemberian sediaan uji terhadap
13. Efek piloereksi, ditandai dengan bulu hewan uji yang menjadi tegang.
16. Efek urinasi abnormal, ditandai dengan ekskresi urin yang berwarna tidak
17. Efek diare, untuk mengetahui pengaruh sediaan uji terhadap sistem pencernaan
data, penyajian data, analisis data, dan interprestasi dari hasil analisis tersebut.
Berdasarkan pada definisi tersebut, statistika dibagi dalam dua jenis yaitu statistika
sampel dan tidak ingin membuat kesimpulan yang berlaku untuk populasi dimana
sampel diambil. Tetapi bila ingin membuat kesimpulan yang berlaku untuk
(Sugiyono, 2011).
regresi, atau membandingkan dua rata-rata atau lebih tidak perlu diuji
signifikansinya. Jadi, secara teknis dapat diketahui bahwa dalam statistik deskriptif
tidak ada uji signifikansi dan taraf kesalahan karena tidak bermaksud membuat
teknik statistik yang digunakan untuk menganalisis data sampel dan hasilnya
diberlakukan untuk populasi. Statistik ini cocok digunakan bila sampel dari
24
populasi yang jelas dan teknik pengambilan sampel dari populasi dilakukan secara
(probability). Suatu kesimpulan dari data sampel yang akan diberlakukan untuk
Peluang kesalahan dan kepercayaan ini disebut taraf signifikansi. Ada hubungan
ukuran populasi melalui data sampel. Statistik parametrik adalah bagian statistika
berkala interval atau rasio, pengambilan sampel harus random, berdistribusi normal
parametrik. Namun, indikator-indikator sisi lain dari parameter ukuran objek juga
hipotesis statistik. Oleh karena itu penelitian yang berhipotesis statistik adalah
penelitian yang menggunakan sampel. Hipotesis yang diuji adalah hipotesis nol
(H0) karena tidak dikehendaki adanya perbedaan antara parameter populasi dan
statistik (data yang diperoleh dari sampel), sedangkan statistik non-parametrik tidak
1. Data Nominal
Data nominal adalah ukuran yang paling sederhana, dimana angka yang
diberikan kepada objek mempunyai arti sebagai label saja dan tidak menunjukkan
tingkatan apa-apa.
2. Data Ordinal
3. Data Interval
Data interval adalah data yang memiliki jarak dalam kelompok nilai dalam
interval tertentu. Nol tidak memiliki nilai yang mutlak atau nol yang tertera bukan
4. Data Rasio
Data rasio adalah skala yang mencakup semua skala nominal, ordinal, dan
interval di samping memberikan keterangan tentang nilai absolut dari objek yang
diukur. Angka pada skala rasio menunjukkan nilai sebenarnya dari objek yang
diukur.
BAB III
3.1 Alat
evaporator, timbangan analitik (Mettler Toledo Dragon 204), sonde oral mencit,
timbangan mencit, syringe 1 ml, dan alat-alat lainnya yang umum digunakan di
3.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu simplisia daun salam,
Mayer, pereaksi Dragendorft, pereaksi besi (III) klorida, gelatin 1%, serbuk
magnesium, eter, vanillin 10% dalam asam sulfat pekat, pereaksi Lieberman-
Burchard, etanol 70%, pulvis gummi arabicum (PGA), amil alkohol, kalium
Hewan uji yang digunakan adalah 30 ekor mencit jantan dan 30 ekor mencit
betina. Banyaknya hewan uji yang digunakan dihitung berdasarkan rumus Federer
(1991) : (n-1) (t-1) ≥ 15 dengan n menunjukkan jumlah minimum hewan uji tiap
maka diperoleh n ≥ 4.
27
28
hewan uji ini adalah mencit dengan berat badan 20-30 gram, umur 2-3 bulan, dan
sehat, sedangkan kriteria eksklusinya adalah mencit yang sakit atau mati.
maserasi dengan pelarut etanol 70%, skirining fitokimia, pengujian toksisitas akut
Bahan uji berupa simplisa daun salam yang diperoleh dari Subang, Jawa
Padjadjaran.
menggunakan etanol 70% hingga seluruh serbuk simplisia terendam oleh etanol
dalam botol maserasi. Maserasi dilakukan selama 3x24 jam dan setiap 24 jam
maserat dikumpulkan dan dilakukan remaserasi dengan etanol 70% yang baru.
penguap sehingga diperoleh ekstrak kental dengan berat yang konstan dan dapat
kuat-kuat dan didiamkan hingga terdapat dua lapisan. Lapisan asam dipipet,
adanya tanin dan polifenol. Bagian 2 ditambahkan dengan larutan gelatin 1%,
hingga kering. Filtrat kering ditambahkan larutan vanillin 10% dalam asam
reaksi dan dikocok kuat secara vertikal selama sekitar 5 menit. Terbentuknya
busa yang mantap dan tidak hilang selama 15 menit dengan tinggi busa
minimal 1 cm dan stabil selama beberapa menit serta tidak hilang pada
Hewan uji dipisahkan menurut jenis kelamin jantan dan betina, kemudian
kelompok, yaitu kelompok kontrol, kelompok uji I, kelompok uji II, kelompok uji
III, kelompok uji IV, dan kelompok uji V. Setiap kelompok terdiri dari 5 mencit
cara memelihara hewan uji tanpa diberi perlakuan selama tujuh hari.
32
Pengamatan perubahan berat badan hewan uji dilakukan setiap dari hari
badannya bertambah atau berkurang tidak lebih dari 10% dan aktivitasnya normal.
berikut:
1. Zat uji dibuat variasi dosis. Esktrak etanol daun salam dibuat 5 variasi dosis
untuk masing-masing dosis dan dibuat sebanyak 10 mL. Setiap zat uji
2. Hewan uji mencit jantan yang telah ditimbang berat badannya dikelompokkan
dan kelompok kontrol. Setiap kelompok terdiri dari 5 ekor mencit jantan.
3. Hewan uji mencit betina yang telah ditimbang berat badannya dikelompokkan
dan kelompok kontrol. Setiap kelompok terdiri dari 5 ekor mencit betina.
5. Setiap hewan uji dari tiap kelompok diberi perlakuan sesuai dengan
8. Berat badan mencit ditimbang setiap hari. Dilakukan juga pengamatan berupa
½, 1, 2, 4, dan 24 jam.
9. Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel, selanjutnya dianalisis secara
statistika.
c. Skala data dalam penelitian, penelitian yang mempunyai skala data nominal
menggunakan teknik analisis parametrik, namun jika tida normal maka teknik
Ada beberapa jenis uji statistik yang biasa digunakan, diantaranya (Sudjana,
2005):
a) Uji Kolmogorov-Smirnov
dipakai. Kelebihan dari uji ini adalah sederhana dan tidak menimbulkan perbedaan
persepsi di antara satu pengamat dengan pengamat yang lain. Konsep dasar dari uji
(yang akan diuji normalitasnya) dengan distribusi normal baku. Distribusi normal
baku adalah data yang telah ditransformasikan ke dalam bentuk Z-Score dan
diasumsikan normal. Jadi, uji Kolmogorov-Smirnov adalah uji beda antara data
mean dari dua kelompok sampel independen (bebas). Asumsi yang digunakan
keragaman.
Ha: i < > j (terdapat mean dari dua atau lebih kelompok tidak sama)
c) Uji Friedman
digunakan untuk melakukan analisis ragam dua arah (two way analysis of
variance). Uji Friedman mensyaratkan tidak ada ulangan (replikasi) bagi perlakuan
yang diberikan kepada unit-unit percobaan. Maksudnya hanya ada tepat satu
pengamatan untuk setiap perlakuan di dalam setiap blok. Selain itu, perlakuan yang
dari distribusi sampel. Bisa juga ketika asumsi-asumsi yang dibutuhkan oleh
metode 2-way Anova parametrik tidak terpenuhi, atau apabila data hasil
36
Friedman lebih tepat digunakan karena data berupa ranking tergolong tipe data
ordinal.
d) Uji Wilcoxon
berpasangan dari dua data apakah berbeda atau tidak. Teknik ini merupakan
penyempurnaan dari uji tanda (sign test). Jika dalam uji tanda besarnya selisih nilai
angka antara positif dan negatif tidak diperhitungkan, sedangkan dalam uji
hipotesis komparatif dua sampel yang berkolerasi bila datanya berbentuk ordinal.
BAB IV
Simplisia daun salam diperoleh dari dari Subang, Jawa Barat dideterminasi
dalam penelitian ini merupakan daun salam (Syzygium polyanthum (Wight) Walp.).
metode tersebut agar senyawa metabolit sekunder tidak rusak. Sebelum dimaserasi,
simplisia dihaluskan terlebih dahulu dengan cara dipotong kecil-kecil. Hal tersebut
sehingga luas permukaan yang terbasahi oleh pelarut menjadi lebih banyak dan
ekstrak yang tertarik menjadi lebih banyak. Maserasi dilakukan selama 3 x 24 jam
menggunakan pelarut etanol 70% dengan penggantian pelarut setiap 24 jam, yang
etanol 70% ini karena simplisia daun bertekstur kering sehingga kandungan air
dalam etanol 70% dibutuhkan untuk berpenetrasi ke dalam sel-sel pada simplisia.
menggunakan rotary evaporator pada suhu 600C dan selanjutnya ekstrak diuapkan
37
38
pada cawan penguap di atas penangas air dengan suhu 500C sampai didapat ekstrak
kental dengan berat yang konstan. Hasilnya diperoleh bobot ekstrak kental yang
konstan sebesar 116,49 gram, maka hasil rendemen sebesar 11,65%. Rendemen
tersebut kurang memenuhi persyaratan ekstrak kental daun salam yakni tidak
kurang dari 12,2% (Depkes RI, 2010). Hal tersebut terjadi karena rendemen ekstrak
dipengaruhi oleh ukuran partikel bahan uji, waktu ekstraksi, jenis pelarut yang
Skrining fitokimia dilakukan pada simplisia dan ekstrak kental daun salam
Hal ini sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa kandungan kimia daun
salam terdiri dari saponin, flavonoid, alkaloid, polifenol, tanin, dan minyak atsiri
keamanan suatu bahan uji, yang dalam penelitian ini adalah ekstrak etanol daun
badan, dan perilaku hewan uji selama 24 jam sebagai respon dari pemberian sediaan
ekstrak.
48, 72 jam, 7 dan 14 hari setelah pemberian suspensi ekstrak etanol daun salam.
Hasil pengamatan mortalitas pada mencit jantan dan betina disajikan dalam bentuk
Berdasarkan Tabel 4.2 dan 4.3, dapat dilihat bahwa pada mencit jantan
selama 14 hari pengamatan pada kelompok kontrol tidak terjadi kematian setelah
pemberian suspensi PGA 2%. Pada kelompok dosis 9,6 dan 12 g/kgBB terjadi
kematian sebesar 40% pada hari pertama sampai hari ke-14. Pada kelompok dosis
15 g/kg BB terjadi kematian sebesar 60% pada hari pertama sampai hari ke-14.
Pada kelompok dosis 18,75 dan 23,4375 g/kgBB terjadi kematian sebesar 80 %
pada hari pertama sampai hari ke-14, sedangkan pada mencit betina selama 14 hari
suspensi PGA 2%. Pada kelompok dosis 9,6 g/kgBB terjadi kematian sebesar 40%
pada hari pertama sampai hari ke-14. Pada kelompok dosis 12, 15, 18,75, dan
23,4375 g/kgBB terjadi kematian sebesar 60% pada hari pertama sampai hari ke-
14. Perbandingan persentase kematian mencit jantan dan betina terhadap perlakuan
Gambar 4.1 Grafik persentase kumulatif mortalitas mencit jantan dan betina
terhadap perlakuan
dilihat bahwa persentase mortalitas mencit secara umum meningkat seiring dengan
Berdasarkan data mortalitas mencit jantan dan betina dapat ditentukan nilai
LD50 dengan menggunakan metode analisis probit. Dari data penelitian dapat
persentase mortalitas hewan uji. Hasil analisis probit terhadap mencit jantan dan
Grafik tersebut menunjukkan nilai koefisien korelasi (R2) mencit jantan dan
betina. Nilai R2 mencit jantan adalah 1 dan betina adalah 0,9977 yang berarti
berbanding lurus antara log dosis dengan probit mortalitas. Nilai LD50 mencit jantan
didapat dari persamaan garis y = 5,1594x – 0,818 dan mencit betina dari persamaan
garis y = 5,6238x – 1,3341, dengan cara mensubstitusi nilai y dengan angka 5 yang
1,120 dan nilai x mencit betina = 1,126. Hasil dari x kemudian dikonversikan ke
dalam bentuk antilog untuk mendapatkan nilai LD50, dan didapatkan nilai LD50
mencit jantan adalah 13,19 g/kgBB dan LD50 mencit betina adalah 13,38 g/kgBB.
Berdasarkan kedua data analisis probit tersebut maka dapat dilihat bahwa
nilai LD50 ekstrak etanol daun salam pada mencit betina lebih besar daripada
mencit jantan, dimana nilai LD50 mencit betina 13,38 g/kgBB dan jantan 13,19
43
g/kgBB sehingga keduanya menurut BPOM RI (2014) tergolong sedikit toksik (5-
15 g/kgBB).
Perbedaan nilai LD50 pada kelompok jantan dan betina dapat diartikan
bahwa terjadi perbedaan respon toksik antara dua jenis kelamin yang berbeda,
dimana mencit betina lebih peka terhadap larutan uji. Hal ini kemungkinan
disebabkan oleh faktor hormon seksual dapat menjadi target ataupun dapat
memodifikasi respon toksik tertentu, sehingga respon toksik dapat berbeda antara
toksisitas akut yang disebabkan oleh pengaruh langsung dari kelenjar endokrin.
Hewan betina mempunyai sistem hormonal yang berbeda dengan hewan jantan
Haya, 2002). Hewan jantan dan betina yang sama dari strain dan spesies yang sama
biasanya bereaksi terhadap toksikan dengan cara yang sama, tetapi ada perbedaan
Pengamatan berat badan pada mencit jantan dan betina dilakukan selama 14
hari, hal ini dilakukan untuk melihat pengaruh pemberian ekstrak daun salam
terhadap perubahan berat badan mencit selama 14 hari. Rata-rata berat badan
mencit jantan dan betina selama 14 hari dapat dilihat pada Gambar 4.3 dan Gambar
4.4.
44
Gambar 4.3 Grafik rata-rata berat badan mencit jantan selama 14 hari
Gambar 4.4 Grafik rata-rata berat badan mencit betina selama 14 hari
jantan selama 14 hari mengalami kenaikan yang signifikan ketika diberi dosis 18,75
dan 23,4375 g/kgBB, sedangkan dosis yang lainnya relatif konstan selama 14 hari.
Untuk mencit betina terlihat bahwa rata-rata berat badan selama 14 hari mengalami
kenaikan yang signifikan ketika diberi dosis 23,4375 g/kgBB, sedangkan dosis
Data berat badan mencit jantan dan betina kemudian diuji normalitas dan
homogenitasnya (Lampiran 6). Pada data berat badan mencit jantan dan betina
didapatkan hasil bahwa kedua data tersebut heterogen dan tidak berdistribusi
Anava karena syarat pengujian Anava adalah data harus berdistribusi normal dan
homogen. Maka analisis statistika yang digunakan adalah uji Friedman dan
diperoleh nilai p-value untuk berat badan mencit jantan dan betina adalah 0,000 <
0,05 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan berat badan mencit yang disebabkan
antar perlakuan, kemudian untuk melihat perbedaan dari setiap perlakuan tersebut
dilakukan uji lanjut Wilcoxon. Pada mencit jantan diperoleh hasil bahwa pada dosis
bahwa dosis 1 dan 2 tidak terdapat perbedaan berat badan. Sedangkan kelompok
dosis 3, 4, dan 5 memiliki signifikansi 0,001 < 0,05 sehingga terdapat perbedaan
berat badan. Pada mencit betina hasilnya yaitu pada kelompok dosis 1 yang
sehingga tidak terdapat perbedaan berat badan, sedangkan kelompok dosis lainnya
memiliki nilai signifikansi < 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa kelompok
untuk memperoleh gambaran mengenai pengaruh suatu obat atau senyawa baru
46
terhadap tubuh sehingga dapat diketahui kemungkinan efek toksik yang terjadi.
Efek terhadap sistem saraf pusat dapat dilihat dengan pengamatan terhadap
a. Efek Motorik
mencit cenderung diam setelah pemberian sediaan uji kecuali pada kelompok
kontrol. Hasil analisis statistika dengan metode Friedman pada mencit jantan
menunjukkan nilai p-value = 0,003 dan pada mencit betina menunjukkan nilai p-
motorik mencit jantan dan betina yang berarti ada gangguan aktivitas motorik pada
b. Efek Gelantung
kemampuan koordinasi alat gerak yang terlihat dari kemampuan mencit berjalan
meniti untaian kawat pada alat uji. Hasil analisis statistika dengan metode Friedman
pada mencit jantan menunjukkan nilai p-value = 0,063 dan pada mencit betina
terhadap gelantung mencit betina yang berarti ada gangguan koordinasi alat gerak
yang terlihat dari kemampuan mencit berjalan meniti untaian kawat pada alat uji,
47
sedangkan pada mencit jantan tidak terdapat perbedaan efek yang signifikan
c. Efek Retablismen
koordinasi alat gerak mencit yang terlihat dari kemampuan mencit untuk kembali
ke posisi normal dari posisi menggelantung. Hasil analisis statistika dengan metode
Friedman pada mencit jantan menunjukkan nilai p-value = 0,012 dan pada mencit
yang signifikan terhadap retablismen mencit jantan dan betina yang berarti ada
gangguan koordinasi alat gerak mencit yang terlihat dari kemampuan mencit untuk
ketika mencit merasa sakit akibat dijepit pada bagian ekor. Pengujian efek hafner
dilakukan untuk mengetahui respon yang timbul ketika mencit merasa sakit akibat
dijepit pada bagian kaki belakang. Pengujian efek pineal dilakukan untuk
mengetahui respon yang timbul ketika mencit merasa sakit akibat dijepit pada
bagian telinga. Hasil analisis statistika dengan metode Friedman pada mencit jantan
menunjukkan nilai p-value = 0,235 dan pada mencit betina menunjukkan nilai p-
value = 0,028 sehingga memberikan efek yang signifikan terhadap terhadap fleksi,
hafner, dan pineal mencit betina yang berarti ada respon positif ketika mencit
merasa sakit akibat dijepit pada bagian ekor, kaki belakang, dan telinga, sedangkan
48
pada mencit jantan tidak terdapat perbedaan efek yang signifikan (Lampiran 8, hal.
75 dan 76).
Efek tremor adalah suatu keadaan bergetar atau menggigil (getaran bagian
tubuh yang tidak terkendali) pada badan mencit. Efek straub adalah suatu keadaan
sakit pada bagian tertentu dari tubuh yang ditandai dengan ekor mencit membentuk
huruf S. Efek katalepsi yaitu keadaan dipertahankannya postur tubuh dalam jangka
waktu yang telah ditentukan, dimana terlihat dari postur tubuh mencit yang
mengikuti gerakan alat peraga ketika diangkat tubuhnya melalui kedua kaki depan.
Hasil analisis statistika dengen metode Friedman pada mencit jantan dan betina
menunjukkan nilai p-value tidak terdeteksi yang artinya perbedaan pemberian dosis
tidak memberikan efek yang signifikan terhadap tremor, straub, dan katalepsi
f. Efek Konvulsi
mencit jantan dan mencit betina mengalami konvulsi sebelum mengalami kematian.
Hasil analisis statistika dengen metode Friedman pada mencit jantan menunjukkan
nilai p-value = 0,319 dan pada mencit betina menunjukkan nilai p-value = 0,641
memberikan efek yang signifikan terhadap konvulsi mencit jantan dan betina
g. Efek Sedatif
badan mencit. Apabila terdapat gerakan atau refleks dari mencit, maka efek sedatif
dinyatakan negatif. Hasil analisis statistika dengen metode Friedman pada mencit
jantan menunjukkan nilai p-value = 0,416 dan pada mencit betina menunjukkan
pemberian dosis tidak memberikan efek yang signifikan terhadap sedatif mencit
h. Efek Pernapasan
ditandai dengan tubuh mencit yang terlihat terengah-engah. Hasil analisis statistika
dengen metode Friedman pada mencit jantan menunjukkan nilai p-value = 0,519
dan pada mencit betina menunjukkan nilai p-value = 0,374 sehingga keduanya
dapat disimpulkan bahwa perbedaan pemberian dosis tidak memberikan efek yang
signifikan terhadap pernapasan mencit jantan dan betina (Lampiran 8, hal. 82 dan
83).
ereksi folikel rambut sehngga rambut menjadi kasar. Pengamatan efek piloereksi
ditandai dengan bulu mencit yang tegang. Efek lakrimasi merupakan keadaan
munculnya air mata berlebihan. Hasil analisis statistika dengen metode Friedman
pada mencit jantan dan betina menunjukkan nilai p-value tidak terdeteksi yang
artinya perbedaan pemberian dosis tidak memberikan efek yang signifikan terhadap
b. Efek Salivasi
Efek salivasi adalah keadaan sekresi air liur yang berlebihan, ditandai
dengan bulu di sekitar mulut mencit basah. Hasil analisis statistika dengen metode
Friedman pada mencit jantan menunjukkan nilai p-value = 0,416 sehingga dapat
menunjukkan nilai p-value tidak terdeteksi yang artinya perbedaan pemberian dosis
tidak memberikan efek yang signifikan terhadap efek salivasi mencit betina
Urinasi abnormal ditandai dengan ekskresi urin yang berwarna tidak normal
atau jumlah yang berlebihan. Hasil analisis statistika dengen metode Friedman pada
mencit jantan menunjukkan nilai p-value = 0,020 dan pada mencit betina
signifikan terhadap urinasi abnormal yang berarti ada gangguan urinasi yang
51
ditandai dengan ekskresi urin yang berwarna dan jumlah urin berlebihan (Lampiran
8, hal. 86).
d. Efek Diare
terhadap sistem pencernaan, ditandai dengan konsistensi feses mencit yang lembek
atau bahkan encer. Hasil analisis statistika dengen metode Friedman pada mencit
jantan menunjukkan nilai p-value = 0,549 dan pada mencit betina menunjukan nilai
p-value = 0,035 sehingga memberikan efek yang signifikan terhadap diare mencit
betina yang berarti ada gangguan pada sistem pencernaan mencit yang ditandai
dengan meningkatnyaa frekuensi defekasi dan konsistensi feses yang lembek dan
encer, sedangkan pada mencit jantan tidak terdapat perbedaan efek yang signifikan
5.1 Simpulan
Pengujian toksisitas akut ekstrak etanol daun salam (Syzygium polyanthum (Wight)
Walp.) pada mencit jantan dan betina dengan menggunakan metode analisis probit
menghasilkan nilai LD50 pada mencit jantan sebesar 13,19 g/kg BB dan mencit
sediaan uji untuk obat dan obat tradisional bahan lainnya berada pada kategori
5.2 Saran
ditimbulkan akibat pemberian ekstrak etanol daun salam dalam waktu yang lama,
atau pengujian toksisitas khusus seperti hepatotoksik atau nefrotoksik untuk melihat
52
DAFTAR PUSTAKA
Backer, A., and Van Den Brink. 1965. Flora of Java (Spermatophytes Only).
Volume I. Nederlands: Noordhoff-Groningen.
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2014. Peraturan Kepala
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor 7 tahun
2014 tentang Pedoman Uji Toksisitas Nonklinik secara In Vivo. Jakarta:
BPOM RI.
Dai, Jin, dan Mumper, Russell J.2010. Plant Phenolics: Extraction, Analysis and
Their Antioxidant and Anticancer Properties. [REVIEW]. Molecules 2010.
15: 7313-7352.
Enda, W.G. 2009. Uji Efek Antidiare Ekstrak Etanol Kulit Batang Salam (Syzygium
polyanthum (Wight) Walp.) terhadap Mencit Jantan. [Skripsi] Medan:
Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.
53
54
Hariana, A. 2008. Tumbuhan Obat dan Khasiatnya. Seri 3. Cet 4. Jakarta: Penebar
Swadaya.
Harmita dan Radji, M. 2005. Analisis Hayati. Jakarta: Percetakan Ari Cipta. Hlm:
47-55.
Ita, L.D. 2013. Uji Aktivitas Antidiabetes Ekstrak Etanol Daun Salam (Syzygium
polyanthum Wight) terhadap Tikus Galur Wistar yang Diinduksi Aloksan.
[Skripsi]. Surakarta: Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah
Surakarta.
Lelono, R. A. A., Tachibana, S., & Itoh, K. 2009. In vitro antioxidative activities
and polyphenol content of Syzygium polyanthum Wight grown in Indonesia.
Pakistan Journal of Biological Sciences. 12(24): 1564-1570.
Lu, F. C. 1995. Toksikologi Dasar. Edisi III. Penerjemah: Imono Argo Donatus.
Yogyakarta: Fakultas Farmasi UGM. 86.
Sangi, M., M.R.J. Runtuwene., H.E.I. Simbala., V.M.A. Makang. 2008. Analisis
Fitokimia Tumbuhan Obat di Kabupaten Minahasa Utara. Chem. Prog.
1(1):47-53.
Sjahid, L.R. 2008. Isolasi dan Identifikasi Flavonoid dari Daun Dewandaru
(Eugenia uniflora L.) (Skripsi). Surakarta: Universitas Muhammadiyah
Surakarta.
Sugiyono, Prof., Dr. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Bandung:
Alfabeta.
Suharti, S., Banowati, A., Hermana, W., & Wiryawan, K.G. 2008. Komposisi dan
Kandungan Kolesterol Ayam Broiler Diare yang Diberi Tepung Daun
Salam (Syzygium polyanthum Wight) dalam Ransum. Media Peternakan.
31(2): 138-145.
Sumono, A. & Agustin, W. SD. 2008. The use of Bay Leaf (Syzygium polyanthum
Wight) in Densitry. Densitry Journal. 41(3): 147-150.
56
Voigt. 1984. Buku Ajar Teknologi Farmasi. Diterjemahkan oleh Soendani Noeroto.
S., UGM Press, Yogyakarta.
Wallace, H.A. 1982. Principle and Methods of Toxicology. New York: Raven Press.
LAMPIRAN 1
57
LAMPIRAN 2
58
LAMPIRAN 3
116,49 𝑔
% Rendemen = 𝑥100% = 11,65%
1000 𝑔
59
LAMPIRAN 4
HASIL SKRINING FITOKIMIA SIMPLISIA DAN EKSTRAK
60
LAMPIRAN 5
Tabel 4.4 Rata-rata Berat Badan Mencit Jantan dan Betina Selama 14 Hari
Keterangan:
J = jantan
B = betina
K = kontrol
D I = dosis 9,6 g/kgBB
D II = dosis 12 g/kgBB
D III = dosis 15 g/kgBB
D IV = dosis 18,75 g/kgBB
D V = dosis 23,4375 g/kgBB
61
LAMPIRAN 6
Uji Normalitas
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Dilihat dari tabel di atas, data berat badan mencit jantan tidak berdistribusi normal
Uji Homogenitas
Dilihat dari tabel di atas memiliki nilai signifikansi 0,007 < 0,05 menunjukan data
berat badan mencit jantan heterogen dan tidak berdistribusi normal maka analisis
62
LAMPIRAN 6
(Lanjutan)
Uji Friedman
Statistik Deskriptif
N Rata-rata Std. Deviasi Minimum Maksimum
Kontrol 15 27.9027 1.30436 25.20 29.42
Dosis1 15 27.6916 1.89054 25.00 30.50
Dosis2 15 28.1062 1.16469 26.46 30.40
Dosis3 15 30.3967 1.08718 28.50 31.85
Dosis4 15 33.8627 2.58574 27.24 36.60
Dosis5 15 33.3373 2.04494 30.50 36.70
Dilihat dari tabel di atas, diperoleh nilai signifikansi 0,000 < 0,05 menunjukkan
bahwa terdapat perbedaan berat badan mencit yang disebabkan antar perlakuan,
kemudian untuk melihat perbedaan dari setiap perlakuan tersebut dilakukan uji
lanjut Wilcoxon.
63
LAMPIRAN 6
(Lanjutan)
Test Statisticsa
Dosis 1 - Dosis 2 - Dosis 3 - Dosis 4 - Dosis 5 -
Kontrol Kontrol Kontrol Kontrol Kontrol
Z -.682b -1.250c -3.408c -3.408c -3.408c
Asymp. Sig. (2-tailed) .495 .211 .001 .001 .001
a. Wilcoxon Signed Ranks Test
b. Based on positive ranks.
c. Based on negative ranks.
terlihat bahwa pada kelompok kontrol dengan dosis 1 memiliki nilai signifikansi
0,495 dan kelompok kontrol dengan dosis 2 memiliki nilai signifikansi 0,211.
Keduanya > 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa kelompok kontrol dengan
dosis 1 dan 2 tidak terdapat perbedaan efek terhadap berat badan mencit jantan,
sedangkan kelompok dosis 3, 4, dan 5 memiliki nilai signifikansi 0,001 < 0,05
64
LAMPIRAN 6
(Lanjutan)
Uji Normalitas
Dilihat dari tabel di atas, data berat badan mencit betina tidak berdistribusi normal
Uji Homogenitas
Dilihat dari tabel di atas memiliki nilai signifikansi 0,002 < 0,05 menunjukan data
berat badan mencit betina heterogen dan tidak berdistribusi normal maka analisis
65
LAMPIRAN 6
(Lanjutan)
Uji Friedman
Statistik Deskriptif
N Rata-rata Std. Deviasi Minimum Maksimum
Kontrol 15 29.0773 1.12232 26.66 30.80
Dosis1 15 29.4720 1.07565 28.00 31.00
Dosis2 15 29.7753 1.46089 27.50 32.00
Dosis3 15 30.4733 .62274 29.80 31.75
Dosis4 15 26.6147 .83999 25.30 27.90
Dosis5 15 30.7847 .146858 28.32 32.85
Dilihat dari tabel di atas, diperoleh nilai signifikansi 0,000 < 0,05 menunjukkan
bahwa terdapat perbedaan berat badan mencit yang disebabkan antar perlakuan,
kemudian untuk melihat perbedaan dari setiap perlakuan tersebut dilakukan uji
lanjut Wilcoxon.
66
LAMPIRAN 6
(Lanjutan)
H0 = tidak terdapat perbedaan efek terhadap berat badan sebagai pengaruh pemberian
H1 = terdapat perbedaan efek terhadap berat badan sebagai pengaruh pemberian dosis
terhadap kontrol
Test Statisticsa
Dosis 1 - Dosis 2 - Dosis 3 - Dosis 4 - Dosis 5 -
Kontrol Kontrol Kontrol Kontrol Kontrol
Z -1.846b -2.073b -3.408b -3.352c -3.408b
Asymp. Sig. (2-tailed) .065 .038 .001 .001 .001
a. Wilcoxon Signed Ranks Test
b. Based on negative ranks.
c. Based on positive ranks.
terlihat bahwa pada kelompok kontrol dengan dosis 1 memiliki nilai signifikansi
0,065 > 0,05 sehingga tidak terdapat perbedaan berat badan, sedangkan kelompok
dosis lainnya memiliki nilai signifikansi < 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa
67
LAMPIRAN 7
68
LAMPIRAN 7
(Lanjutan)
69
LAMPIRAN 8
5. Efek Motorik
Rumusan Hipotesis:
H0 = tidak terdapat perbedaan efek motorik pada mencit yang signifikan sebagai
pengaruh pemberian dosis
H1 = terdapat perbedaan efek motorik pada mencit yang signifikan sebagai
pengaruh pemberian dosis
Taraf Kekeliruan
Taraf kekeliruan yang digunakan sebesar 5% (α = 0,05)
Statistik Deskriptif
N Rata-rata Std. Deviasi Minimum Maksimum
Kontrol 6 100.0000 .00000 100.00 100.00
Dosis 1 6 51.6667 42.15052 .00 100.00
Dosis 2 6 50.0000 45.16636 .00 100.00
Dosis 3 6 26.6667 30.11091 .00 60.00
Dosis 4 6 20.0000 25.29822 .00 60.00
Dosis 5 6 46.6667 51.63978 .00 100.00
Simpulan
P-value 0,003 < 0,05 (α) yang berarti H0 ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa
mencit jantan.
70
LAMPIRAN 8
(Lanjutan)
Statistik Deskriptif
N Rata-rata Std. Deviasi Minimum Maksimum
Kontrol 6 100.0000 .00000 100.00 100.00
Dosis 1 6 40.0000 40.00000 .00 100.00
Dosis 2 6 33.3333 39.32768 .00 100.00
Dosis 3 6 40.0000 35.77709 .00 100.00
Dosis 4 6 40.0000 37.94733 .00 100.00
Dosis 5 6 40.0000 47.32864 .00 100.00
Simpulan
P-value 0,028 < 0,05 (α) yang berarti H0 ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa
mencit betina.
6. Efek Gelantung
Rumusan Hipotesis:
H0 = tidak terdapat perbedaan efek gelantung pada mencit yang signifikan sebagai
pengaruh pemberian dosis
H1 = terdapat perbedaan efek gelantung pada mencit yang signifikan sebagai
pengaruh pemberian dosis
Taraf Kekeliruan
Taraf kekeliruan yang digunakan sebesar 5% (α = 0,05)
71
LAMPIRAN 8
(Lanjutan)
Statistik Deskriptif
N Rata-rata Std. Deviasi Minimum Maksimum
Kontrol 6 93.3333 10.32796 80.00 100.00
Dosis 1 6 53.3333 41.31182 .00 100.00
Dosis 2 6 43.3333 34.44803 .00 100.00
Dosis 3 6 36.6667 19.66384 20.00 60.00
Dosis 4 6 40.0000 17.88854 20.00 60.00
Dosis 5 6 46.6667 51.63978 .00 100.00
Simpulan
P-value 0,063 > 0,05 (α) yang berarti H0 diterima sehingga dapat disimpulkan
bahwa perbedaan pemberian dosis tidak memberikan efek yang signifikan terhadap
Statistik Deskriptif
N Rata-rata Std. Deviasi Minimum Maksimum
Kontrol 6 100.0000 .00000 100.00 100.00
Dosis 1 6 50.0000 35.21363 .00 100.00
Dosis 2 6 26.6667 20.65591 .00 60.00
Dosis 3 6 23.3333 15.05545 .00 40.00
Dosis 4 6 16.6667 15.05545 .00 40.00
Dosis 5 6 43.3333 46.33213 .00 100.00
72
LAMPIRAN 8
(Lanjutan)
Simpulan
P-value 0,004 < 0,05 (α) yang berarti H0 ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa
mencit betina.
7. Efek Retablismen
Rumusan Hipotesis:
H0 = tidak terdapat perbedaan efek retablismen pada mencit yang signifikan sebagai
pengaruh pemberian dosis
H1 = terdapat perbedaan efek retablismen pada mencit yang signifikan sebagai
pengaruh pemberian dosis
Taraf Kekeliruan
Taraf kekeliruan yang digunakan sebesar 5% (α = 0,05)
Deskriptif Statistik
N Rata-rata Std. Deviasi Minimum Maksimum
Kontrol 6 100.0000 .00000 100.00 100.00
Dosis 1 6 50.0000 35.21363 .00 100.00
Dosis 2 6 40.0000 37.94733 .00 100.00
Dosis 3 6 26.6667 20.65591 .00 60.00
Dosis 4 6 26.6667 20.65591 .00 60.00
Dosis 5 6 46.6667 46.76181 .00 100.00
73
LAMPIRAN 8
(Lanjutan)
Simpulan
P-value 0,012 < 0,05 (α) yang berarti H0 ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa
mencit jantan.
Deskriptif Statistik
N Rata-rata Std. Deviasi Minimum Maksimum
Kontrol 6 100.0000 .00000 100.00 100.00
Dosis 1 6 40.0000 21.90890 20.00 60.00
Dosis 2 6 33.3333 20.65591 20.00 60.00
Dosis 3 6 30.0000 24.49490 .00 60.00
Dosis 4 6 23.3333 19.66384 .00 40.00
Dosis 5 6 40.0000 47.32864 .00 100.00
74
LAMPIRAN 8
(Lanjutan)
Simpulan
P-value 0,011 < 0,05 (α) yang berarti H0 ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa
mencit betina.
Rumusan Hipotesis:
H0 = tidak terdapat perbedaan efek fleksi, hafner, dan pineal pada mencit yang
signifikan sebagai pengaruh pemberian dosis
H1 = terdapat perbedaan efek fleksi, hafner, dan pineal pada mencit yang signifikan
sebagai pengaruh pemberian dosis
Taraf Kekeliruan
Taraf kekeliruan yang digunakan sebesar 5% (α = 0,05)
Tabel 4.29 Analisis Uji Deskriptif Efek Fleksi, Hafner, dan Pineal Mencit Jantan
Deskriptif Statistik
N Rata-rata Std. Deviasi Minimum Maksimum
Kontrol 6 100.0000 .00000 100.00 100.00
Dosis 1 6 86.6667 20.65591 60.00 100.00
Dosis 2 6 80.0000 21.90890 60.00 100.00
Dosis 3 6 80.0000 25.29822 40.00 100.00
Dosis 4 6 83.3333 32.04164 20.00 100.00
Dosis 5 6 80.0000 33.46640 20.00 100.00
Tabel 4.30 Uji Friedman Efek Fleksi, Hafner, dan Pineal Mencit Jantan
75
LAMPIRAN 8
(Lanjutan)
Simpulan
P-value 0,235 > 0,05 (α) yang berarti H0 diterima sehingga dapat disimpulkan
bahwa perbedaan pemberian dosis tidak memberikan efek yang signifikan terhadap
Tabel 4.31 Analisis Uji Deskriptif Efek Fleksi, Hafner, dan Pineal Mencit Betina
Deskriptif Statistik
N Rata-rata Std. Deviasi Minimum Maksimum
Kontrol 6 100.0000 .00000 100.00 100.00
Dosis 1 6 90.0000 16.73320 60.00 100.00
Dosis 2 6 73.3333 24.22120 40.00 100.00
Dosis 3 6 80.0000 21.90890 40.00 100.00
Dosis 4 6 70.0000 32.86335 40.00 100.00
Dosis 5 6 70.0000 32.86335 40.00 100.00
Tabel 4.32 Uji Friedman Efek Fleksi, Hafner, dan Pineal Mencit Betina
Simpulan
P-value 0,028 < 0,05 (α) yang berarti H0 ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa
76
LAMPIRAN 8
(Lanjutan)
Rumusan Hipotesis:
H0 = tidak terdapat perbedaan efek tremor, straub, katalepsi, piloereksi, dan
lakrimasi pada mencit yang signifikan sebagai pengaruh pemberian dosis
H1 = terdapat perbedaan efek tremor, straub, katalepsi, piloereksi, dan lakrimasi
pada mencit yang signifikan sebagai pengaruh pemberian dosis
Taraf Kekeliruan
Taraf kekeliruan yang digunakan sebesar 5% (α = 0,05)
Tabel 4.33 Analisis Uji Deskriptif Efek Tremor, Straub, Katalepsi, Piloereksi,
dan Lakrimasi Mencit Jantan
Deskriptif Statistik
N Rata-rata Std. Deviasi Minimum Maksimum
Kontrol 6 .0000 .00000 .00 .00
Dosis 1 6 .0000 .00000 .00 .00
Dosis 2 6 .0000 .00000 .00 .00
Dosis 3 6 .0000 .00000 .00 .00
Dosis 4 6 .0000 .00000 .00 .00
Dosis 5 6 .0000 .00000 .00 .00
Tabel 4.34 Analisis Uji Deskriptif Efek Tremor, Straub, Katalepsi, Piloereksi,
dan Lakrimasi Mencit Betina
Deskriptif Statistik
N Rata-rata Std. Deviasi Minimum Maksimum
Kontrol 6 .0000 .00000 .00 .00
Dosis 1 6 .0000 .00000 .00 .00
Dosis 2 6 .0000 .00000 .00 .00
Dosis 3 6 .0000 .00000 .00 .00
Dosis 4 6 .0000 .00000 .00 .00
Dosis 5 6 .0000 .00000 .00 .00
77
LAMPIRAN 8
(Lanjutan)
Tabel 4.35 Uji Friedman Efek Tremor, Straub, Katalepsi, Piloereksi, dan
Lakrimasi Mencit Jantan dan Betina
Simpulan
P-value tidak terdeteksi yang artinya perbedaan pemberian dosis tidak memberikan
efek yang signifikan terhadap tremor, straub, katalepsi, piloereksi, dan lakrimasi
Rumusan Hipotesis:
H0 = tidak terdapat perbedaan efek konvulsi pada mencit yang signifikan sebagai
pengaruh pemberian dosis
H1 = terdapat perbedaan efek konvulsi pada mencit yang signifikan sebagai
pengaruh pemberian dosis
Taraf Kekeliruan
Taraf kekeliruan yang digunakan sebesar 5% (α = 0,05)
78
LAMPIRAN 8
(Lanjutan)
Simpulan
P-value 0,319 > 0,05 (α) yang berarti H0 diterima sehingga dapat disimpulkan
bahwa perbedaan pemberian dosis tidak memberikan efek yang signifikan terhadap
Deskriptif Statistik
N Rata-rata Std. Deviasi Minimum Maksimum
Kontrol 6 .0000 .00000 .00 .00
Dosis 1 6 6.6667 10.32796 .00 20.00
Dosis 2 6 6.6667 10.32796 .00 20.00
Dosis 3 6 10.0000 16.73320 .00 40.00
Dosis 4 6 10.0000 24.49490 .00 60.00
Dosis 5 6 10.0000 24.49490 .00 60.00
79
LAMPIRAN 8
(Lanjutan)
Simpulan
P-value 0,641 > 0,05 (α) yang berarti H0 diterima sehingga dapat disimpulkan
bahwa perbedaan pemberian dosis tidak memberikan efek yang signifikan terhadap
Rumusan Hipotesis:
H0 = tidak terdapat perbedaan efek sedatif pada mencit yang signifikan sebagai
pengaruh pemberian dosis
H1 = terdapat perbedaan efek sedatif pada mencit yang signifikan sebagai pengaruh
pemberian dosis
Taraf Kekeliruan
Taraf kekeliruan yang digunakan sebesar 5% (α = 0,05)
Deskriptif Statistik
N Rata-rata Std. Deviasi Minimum Maksimum
Kontrol 6 .0000 .00000 .00 .00
Dosis 1 6 .0000 .00000 .00 .00
Dosis 2 6 .0000 .00000 .00 .00
Dosis 3 6 3.3333 8.16497 .00 20.00
Dosis 4 6 6.6667 16.32993 .00 40.00
Dosis 5 6 .0000 .00000 .00 .00
80
LAMPIRAN 8
(Lanjutan)
Simpulan
P-value 0,416 > 0,05 (α) yang berarti H0 diterima sehingga dapat disimpulkan
bahwa perbedaan pemberian dosis tidak memberikan efek yang signifikan terhadap
Deskriptif Statistik
N Rata-rata Std. Deviasi Minimum Maksimum
Kontrol 6 .0000 .00000 .00 .00
Dosis 1 6 .0000 .00000 .00 .00
Dosis 2 6 .0000 .00000 .00 .00
Dosis 3 6 3.3333 8.16497 .00 20.00
Dosis 4 6 6.6667 16.32993 .00 40.00
Dosis 5 6 .0000 .00000 .00 .00
Simpulan
P-value 0,549 > 0,05 (α) yang berarti H0 diterima sehingga dapat disimpulkan
bahwa perbedaan pemberian dosis tidak memberikan efek yang signifikan terhadap
81
LAMPIRAN 8
(Lanjutan)
Rumusan Hipotesis:
H0 = tidak terdapat perbedaan efek pernapasan pada mencit yang signifikan sebagai
pengaruh pemberian dosis
H1 = terdapat perbedaan efek pernapasan pada mencit yang signifikan sebagai
pengaruh pemberian dosis
Taraf Kekeliruan
Taraf kekeliruan yang digunakan sebesar 5% (α = 0,05)
Deskriptif Statistik
N Rata-rata Std. Deviasi Minimum Maksimum
Kontrol 6 16.6667 40.82483 .00 100.00
Dosis 1 6 23.3333 40.82483 .00 100.00
Dosis 2 6 23.3333 40.82483 .00 100.00
Dosis 3 6 23.3333 38.81580 .00 100.00
Dosis 4 6 30.0000 41.47288 .00 100.00
Dosis 5 6 16.6667 40.82483 .00 100.00
Simpulan
P-value 0,519 > 0,05 (α) yang berarti H0 diterima sehingga dapat disimpulkan
bahwa perbedaan pemberian dosis tidak memberikan efek yang signifikan terhadap
82
LAMPIRAN 8
(Lanjutan)
Deskriptif Statistik
N Rata-rata Std. Deviasi Minimum Maksimum
Kontrol 6 16.6667 40.82483 .00 100.00
Dosis 1 6 23.3333 38.81580 .00 100.00
Dosis 2 6 23.3333 38.81580 .00 100.00
Dosis 3 6 26.6667 39.32768 .00 100.00
Dosis 4 6 26.6667 43.20494 .00 100.00
Dosis 5 6 16.6667 40.82483 .00 100.00
Simpulan
P-value 0,374 > 0,05 (α) yang berarti H0 diterima sehingga dapat disimpulkan
bahwa perbedaan pemberian dosis tidak memberikan efek yang signifikan terhadap
Rumusan Hipotesis:
H0 = tidak terdapat perbedaan efek salivasi pada mencit yang signifikan sebagai
pengaruh pemberian dosis
H1 = terdapat perbedaan efek salivasi pada mencit yang signifikan sebagai pengaruh
pemberian dosis
Taraf Kekeliruan
Taraf kekeliruan yang digunakan sebesar 5% (α = 0,05)
83
LAMPIRAN 8
(Lanjutan)
Deskriptif Statistik
N Rata-rata Std. Deviasi Minimum Maksimum
Kontrol 6 .0000 .00000 .00 .00
Dosis 1 6 3.3333 8.16497 .00 20.00
Dosis 2 6 .0000 .00000 .00 .00
Dosis 3 6 3.3333 8.16497 .00 20.00
Dosis 4 6 3.3333 8.16497 .00 20.00
Dosis 5 6 .0000 .00000 .00 .00
Simpulan
P-value 0,416 > 0,05 (α) yang berarti H0 diterima sehingga dapat disimpulkan
bahwa perbedaan pemberian dosis tidak memberikan efek yang signifikan terhadap
Deskriptif Statistik
N Rata-rata Std. Deviasi Minimum Maksimum
Kontrol 6 .0000 .00000 .00 .00
Dosis 1 6 .0000 .00000 .00 .00
Dosis 2 6 .0000 .00000 .00 .00
Dosis 3 6 .0000 .00000 .00 .00
Dosis 4 6 .0000 .00000 .00 .00
Dosis 5 6 .0000 .00000 .00 .00
84
LAMPIRAN 8
(Lanjutan)
Simpulan
P-value tidak terdeteksi yang artinya perbedaan pemberian dosis tidak memberikan
Rumusan Hipotesis:
H0 = tidak terdapat perbedaan efek urinasi abnormal pada mencit yang signifikan
sebagai pengaruh pemberian dosis
H1 = terdapat perbedaan efek urinasi abnormal pada mencit yang signifikan sebagai
pengaruh pemberian dosis
Taraf Kekeliruan
Taraf kekeliruan yang digunakan sebesar 5% (α = 0,05)
Tabel 4.52 Analisis Uji Deskriptif Efek Urinasi Abnormal Mencit Jantan
Deskriptif Statistik
N Rata-rata Std. Deviasi Minimum Maksimum
Kontrol 6 .0000 .00000 .00 .00
Dosis 1 6 16.6667 19.66384 .00 40.00
Dosis 2 6 20.0000 21.90890 .00 40.00
Dosis 3 6 20.0000 17.88854 .00 40.00
Dosis 4 6 23.3333 26.58320 .00 60.00
Dosis 5 6 .0000 .00000 .00 .00
85
LAMPIRAN 8
(Lanjutan)
Simpulan
P-value 0,020 < 0,05 (α) yang berarti H0 ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa
Tabel 4.54 Analisis Uji Deskriptif Efek Urinasi Abnormal Mencit Betina
Deskriptif Statistik
N Rata-rata Std. Deviasi Minimum Maksimum
Kontrol 6 .0000 .00000 .00 .00
Dosis 1 6 13.3333 16.32993 .00 40.00
Dosis 2 6 16.6667 19.66384 .00 40.00
Dosis 3 6 26.6667 24.22120 .00 60.00
Dosis 4 6 20.0000 21.90890 .00 60.00
Dosis 5 6 .0000 .00000 .00 .00
86
LAMPIRAN 8
(Lanjutan)
Simpulan
P-value 0,016 < 0,05 (α) yang berarti H0 ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa
Rumusan Hipotesis:
H0 = tidak terdapat perbedaan efek diare pada mencit yang signifikan sebagai
pengaruh pemberian dosis
H1 = terdapat perbedaan efek diare pada mencit yang signifikan sebagai pengaruh
pemberian dosis
Taraf Kekeliruan
Taraf kekeliruan yang digunakan sebesar 5% (α = 0,05)
Deskriptif Statistik
N Rata-rata Std. Deviasi Minimum Maksimum
Kontrol 6 .0000 .00000 .00 .00
Dosis 1 6 3.3333 8.16497 .00 20.00
Dosis 2 6 .0000 .00000 .00 .00
Dosis 3 6 .0000 .00000 .00 .00
Dosis 4 6 3.3333 8.16497 .00 20.00
Dosis 5 6 .0000 .00000 .00 .00
87
LAMPIRAN 8
(Lanjutan)
Simpulan
P-value 0,549 > 0,05 (α) yang berarti H0 diterima sehingga dapat disimpulkan
bahwa perbedaan pemberian dosis tidak memberikan efek yang signifikan terhadap
Deskriptif Statistik
N Rata-rata Std. Deviasi Minimum Maksimum
Kontrol 6 .0000 .00000 .00 .00
Dosis 1 6 13.3333 16.32993 .00 40.00
Dosis 2 6 6.6667 10.32796 .00 20.00
Dosis 3 6 3.3333 8.16497 .00 20.00
Dosis 4 6 .0000 .00000 .00 .00
Dosis 5 6 .0000 .00000 .00 .00
Simpulan
P-value 0,035 < 0,05 (α) yang berarti H0 ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa
perbedaan pemberian dosis memberikan efek yang signifikan terhadap diare mencit
betina.
88