ABSTRAK.....................................................................................................................
ABSTRACT...................................................................................................................
KATA PENGANTAR....................................................................................................
DAFTAR ISI..................................................................................................................
DAFTAR GAMBAR.....................................................................................................
DAFTAR TABEL..........................................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................
1.1. Latar Belakang...........................................................................................
1.2. Rumusan Masalah......................................................................................
1.3. Tujuan Percobaan......................................................................................
1.4. Manfaat percobaan.....................................................................................
BAB V PENUTUP........................................................................................................
1. Kesimpulan.........................................................................................................
2. Saran...................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
(Sumber: http://TopTropicals.com)
Keterangan :
Pada bagian yang memaparkan sejarah alkaloid, jelas kiranya bahwa alkaloid
(Sumber: Hegnaur)
2. Berdasarkan jenis tumbuhan darimana alkaloida ditemukan. Cara ini
digunakan untuk menyatakan jenis alkaloida yang pertama-tama ditemukan
pada suatu jenis tumbuhan. Berdasarkan cara ini, alkaloida dapat dibedakan
atas beberapa jenis yaitu alkaloida tembakau, alkaloida amaryllidaceae,
alkaloida erythrine dan sebagainya.
3. Cara ini mempunyai kelemahan yaitu : beberapa alkaloida yang berasal dari
suatu tumbuhan tertentu dapat mempunyai struktur yang berbeda-beda.
Berdasarkan asal-usul biogenetik. Cara ini sangat berguna untuk menjelaskan
hubungan antara berbagai alkaloida yang diklasifikasikan berdasarkan berbegai
jenis cincin heterosiklik. Dari biosintesa alkaloida, menunjukkan bahwa
alkaloida berasal dari hanya beberapa asam amino tertentu saja.
Berdasarkan hal tersebut maka alkaloid dapat dibedakan atas tiga jenis utama yaitu :
a. Alkaloida alisiklik yang berasal dari asam-asam amino ornitin dan lisin
Flavon
Flavon berbeda dengan flavonol dimana pada flavon tidak terdapat gugusan 3-
hidroksi. Hal ini mempunyai serapan UV-nya, gerakan kromatografi, serta reaksi
warnanya. Flavon terdapat juga sebagai glikosidanya lebih sedikit daripada jenis
glikosida pada flavonol. Flavon yang paling umum dijumpai adalah apigenin dan
luteolin. Luteolin merupakan zat warna yang pertama kali dipakai di Eropa. Jenis
yang paling umum adalah 7-glukosida dan terdapat juga flavon yang terikat pada gula
melalui ikatan karbon-karbon. Contohnya luteolin 8-C-glikosida. Flavon dianggap
sebagai induk dalam nomenklatur kelompok senyawa flavonoida (Robinson,1991).
Flavanonol
Senyawa ini berkhasiat sebagai antioksidan dan hanya terdapat sedikit sekali
jika dibandingkan dengan flavonoida lain. Sebagian besar senyawa ini diabaikan
(Sumber: Robinson,1991)
Alkaloid adalah senyawa nitrogen (N) yang merupakan hasil metabolit sekunder
pada tumbuh-tumbuhan. Umumnya alkaloid menunjukkan efek fisiologik yang
menarik, sehingga banyak digunakan sebagai obat-obatan (Guevera, 1985).
Hasil positif alkaloid pada uji Meyer ditandai dengan terbentuknya endapan
putih. Diperkirakan endapan tersebut adalah kompleks kalium alkaloid. Pada uji
alkaloid dengan perksi Mayer, diperkirakan nitrogen pada alkaloid akan bereaksi
dengan ion logam K+ dari kalium tetraidomerkurat (II) memebentuk kompleks
kalium-alkaloid yang mengendap. Perkiraan yang terjadi pada uji Mayer
Hasil positif pada uji Degendroff juga ditandai dengan terbenuknya endapan
coklat muda sampai kuning. Endapan tersebut adalah kalium alkaloid.
b. Flavonoid
Flavonoid adalah senyawa folifenol yang mengandung C15 tediri atas dua inti
fenolat yang dihubungkan dengan tiga satuan karbon. Struktur umum flavonoid juga
digambarkan sebagai deretan senyawa C6-C3-C6 (Guevera, 1985).Pendeteksian
adanya flavonoid dapat dilakukan dengan metode wilstater sianidin. Uji Wilstater
sanidin biasa digunakan untuk mendeteksi senyawa yang mempunyai alfa-
benzopiron. Warna merah yang terbentuk pada uji Wilstater disebabkan karena
terbentuknya garam flaviilium (Achmad, 1986).
c. Saponin
Saponin adalah senyawa aktif permukaan yang kuat, dapat menimbulkan busa
jika dikocok dengan air dan pada konsentrasi rendah dapat menyebabkan hemolisis
sel darah merah pada tikus. Identifikasi saponin dapat dilakukan dengan mengocok
ekstrak bersama air hangant di dalam tabung reaksi dan akan timbul busa yang
bertahan lama, setelah penambahan HCl 2 N busa tidak hilang. Timbulnya busa pada
d. Tanin/polifenol
Istilah tanin pertama kalinya digunakan untuk bahan dari tumbuhan yang
mempunyai kemampuan untuk menggumpalkan protein hewan pada proses
penyamaan kulit. Saat ini taninmempunyai nilai penting sebagai sitotoksik,
antikanker dan antitumor. Tanin terdiri dari 2 kelompok berdasarkan hasil
hidrolisisnya. Tipe pertama dikenal sebagai pirogalol tanin yaitu, senyawa-senyawa
fenolik yang mempunyai ikatan ester dengan gula. Tipe kedua adalah tannin
terkondensasi yang kadang-kadang disebut katekol tanin dan merupkan polimer dari
senyawa-senyawa fenolik dengan berhubungan dengan pigmen flavonoid.
Penambahan asam, kondensasi tanin akan mengalami dekomposisi menjadi senyawa-
senyawa berwarna merah yang tidak larut disebut dengan phobaphene atau merah
tanin (Guevera, 1985)
Tanin pada ekstrak tumbuh-tumbuhan diidentifikasi dengan uji gelatin dengan
prinsip pengendap protein dari gelatin oleh tanin (Franswoth, 1996). Dan hasil posotif
juga diberikan oleh pereaksi ferri klorida (FeCl3), dimana tanin terhidrolisa
memberikan warna biru atau hitam, sedangkan kondensasi tanin memberikan warna
biru-hijau. Senyawa-senyawa polifenol juga memberikan reaksi warna spesifik
Glikosida merupakan senyawa alami yang terdapat pada berbagai jnis tumbuh-
tumbuhan tinggi dan memberikan pengaruh fisiologis, senyawa ini terbentuk dari
gugus non-gula (aglikon) dan gugus gula (glikon). Gugus aglikonnya sangat
bervariasi tergantung dari jenis tumbuhan penghasil antara lain, alkaloida, flavonoida,
stereoida, triterpenoida dan lain sebagainya (Guevera, 1985).
Untuk pemeriksaan atau uji glikosida dapat dilakukan selain berdasarkan
2.5 Antioksidan
Antioksidan didefinisikan sebagai senyawa yang dapat menunda,
memperlambat, dan mencegah proses oksidasi lipid. Dalam arti khusus, antioksidan
adalah zat yang dapat menunda atau mencegah terjadinya reaksi antioksidasi radikal
bebas dalam oksidasi lipid (Kochhar dan Rossell, 1990).
Antioksidan alami di dalam makanan dapat berasal dari (a) senyawa
antioksidan yang sudah ada dari satu atau dua komponen makanan, (b) senyawa
antioksidan yang terbentuk dari reaksi-reaksi selama proses pengolahan, (c) senyawa
antioksidan yang diisolasi dari sumber alami dan ditambahkan ke makanan sebagai
bahan tambahan pangan (Pratt, 1992).
Senyawa antioksidan yang diisolasi dari sumber alami adalah yang berasal dari
tumbuhan. Kingdom tumbuhan, Angiosperm memiliki kira-kira 250.000 sampai
300.000 spesies dan dari jumlah ini kurang lebih 400 spesies yang telah dikenal dapat
menjadi bahan pangan manusia. Isolasi antioksidan alami telah dilakukan dari
tumbuhan yang dapat dimakan, tetapi tidak selalu dari bagian yang dapat dimakan.
Antioksidan alami tersebar di beberapa bagian tanaman, seperti pada kayu, kulit
kayu, akar, daun, buah, bunga, biji dan serbuk sari (Pratt, 1992).
Fungsi utama anti oksidan digunakan untuk memperkecil terjadinya proses
oksidasi lemak dan minyak, memperkecil terjadinya proses kerusakan dalam
makanan, memperpanjang masa pemakaian dalam industri makanan, meningkatkan
stabilitas lemak yang terkandung dalam makanan. Antioksidan tidak hanya digunakan
dalam industri farmasi, tetapi juga digunakan secara luas dalam industri makanan,
industri petroleum, industri karet dan sebagainya (Tahir,Wijaya, dan Widyaningsih,
2003).
.
2.9 Kromatografi
Kromatografi pertama kali dikembangkan oleh seorang ahli botani
RusiaMichael Tsweet pada tahun 1903 untuk memisahkan pigmen berwarna dalam
tanaman dengan cara perkolasi esktrak petroleum eter dalam kolom gelas yangberisi
kalsium karbonat (CaCO3). Saat ini kromatografi merupakan teknik pemisahan yang
paling umum dan paling sering digunakan dalam bidang kimia analisis dan dapat
dimanfaatkan untuk melakukan analisis, baik analisis kualitatif, kuantitatif, atau
preparative dalam bidang farmasi, lingkungan, industri, dan sebagainya.
Kromatografi suatu teknik pemisahan yang menggunakan fase diam (stationary
phase) dan fase gerak (mobile phase) (Rohman, 2007).
Kromatografi merupakan pemisahan suatu senyawa yang didasarkan atas
perbedaan laju perpindahan dari komponen-komponen dalam campuran. Pemisahan
dengan metode kromatografi dilakukan dengan cara memanfaatkan sifat-sifat fisik
dari sampel, seperti kelarutan, adsorbsi, keatsirian dan kepolaran. Kelarutan
merupakan kecenderungan molekul untuk melarut dalam cairan. Adsorpsi penjerapan
adalah kecenderungan molekul untuk melekat pada permukaan serbuk halus (Johnson
dan Stevenson, 1991).
METODOLOGI PERCOBAAN
3.2.1 Alat
Alat-alat yang digunakan yaitu peralatan gelas standar, kertas saring whatman
no 1, rotary evaporator, corong pisah, botol reagen ukuran besar, ekstraktor sokhlet,
pipet tetes, pipet ukur 10ml dan 5ml, plat KLT silica gel, chamber, pipa kapiler,
kolom kromatografi, botol vial, vortex, cawan petri, alumuniun foil, kapas, kasa,
plastik tahan panas, kertas, wadah penetasan A. salima, mikropipet, instrument GC-
MS,FTIR,dan UV-VIS.
3.2.2 Bahan
Bahan dasar yang digunakana dalam penelitian ini adalah daun kersen yang
diperoleh dari pohon kersen di Ciputat Tangerang Selatan Bamten. Bahan kimia yang
digunakan yaitu pelarut methanol, n-heksana, etil asetat, kloroform, aseton, petroleum
eter, serbuk silica 200g, crystal disk ukuran sedang, cerium sulfat, reagen Lieberman-
Burchard, larutan FeCl3, larutan DPPH O,05%, reagen Dragendroff, larutan HCl 2%,
reagen Mayer, Aquadest, reagen Wagner, serbuk Mg, larutan NaoH 2N, reagen folin
ciocalteu 50%, larutan Na2CO3 20%, larutan NaNO3 5%, larutan AlCl3 10%, larutan
DPPH 0,002% dalam methanol 100ml, dan larutan NaOH 1N. Kemudian larutan
yang dibuat dengan melarutkan 3,8g campuran garam komersial dalam aquadest yang
komposisinya menyerupai air laut, lalu telur A. Salina Leach 0,4g, larutan DMSO,
larutan buffer fosfat 0,2N dengan PH 6,8; 6,9; 7,0; 7;1, 7;2; dan 7;3, larutan standar
Daun kersen yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan sortasi untuk
dipisahkan dari kotoran-kotoran sehingga dapat mengurangi jumlah pengotor yang
ikut terbawa dalam bahan uji kemudian dicuci dengan air mengalir lalu diangin-
anginkan hingga tidak terdapat sisa air. Kemudian dihaluskan menggunakan alat
penggiling khusus. Setelah itu dikeringkan dan ditimbang berat sampel lalu
selanjutnya dilakukan ekstraksi
Sampel tanaman kersen yang sudah kering dan halus, ditimbang sebanyak 90
g. setelah itu dimaserasi dengan metanol. Didiamkan selama x24 jam. Hasil maserasi
sampel kemudian disaring dengan kertas saring dan residu sampel daun kersen
dimaserasi kembali hingga pelarut yang digunakan tidak berwarna.
Dilarutkan ekstrak metanol hasil maserasi yang sudah pekat, larutkan dengan
50ml methanol:air (1:1). Lalu ditambahkan 50ml n-heksana kemudian kocok sampai
Sampel tanaman yang telah kering dan halus ditimbang sebanyak 1 gram dan
dimasukkan kedalam tabung reaksi. Lalu ditambahkan aquadest sebanyak 5ml
kedalam tabung reaksi. Kemudian dipanaskan dalam penangas air selama 5menit.
Filtrate yang diperoleh disaring dan didiamkan sampai agak dingin. Lalu dikocok
kuat sampai timbul busa (positif saponin jika busa tersebut stabil selama 10 menit).
0,5 ml sampel ditambahkan dengan 2,5ml air destilasi, lalu ditambahkan 0,5
ml reagen Folin-Ciocelteu (1:1) dan diinkubasi selama 3 menit. Ditambahkan 2 ml
larutan NaCO3 20% dan dibiarkan pada water bath yang mendidih selama 1 menit.
Setelah didingin dengan ice bath dan di ukur nilai absorbansinya pada panjang
gelombang 750nm. Larutan standar yang digunakan adalah larutan asam galat 0; 20;
40; 60; 80; 100 ppm. Jumlah kandungan Fenolik sebanding dengan jumlah mg
ekuivalen asam galat dalam 100 ml sampel
1 ml sampel ditambahkan 3ml air destilasi dan 0.3 ml larutan NaNO 3 5%. Lalu
Plat KLT setinggi 1 cm diberi batas bawah dan atas. Sampel ekstrak dilarutkan
dalam aseton hingga cair kemudian ditotolkan pada garis batas bawah plat KLT silica
gel GF254 dengan pipa kapiler, lalu spot dikeringkan diudara. 10 ml eluen dengan
perbandingan pelarut dimasukkan kedalam chamber. Setelah itu, dimasukkan plat
TLC yang telah diberi spot dan dikering udarakan kedalam chamber berisi eluen yang
telah dijenuhkan, kemudian wadah ditutup. Biarkan sampai eluen naik hingga garis
batas atas plat KLT. Plat KLT diambil, dikering udarakan dan di amati spot pada plat
TLC dibawah sinar UV. Untuk mengetahui senyawa yang terdapat pada masing-
masing spot diplat TLC, disemprotkan pereaksi warna cerium sulfat, Lieberman-
Burchard, amoniak, FeCl3, dan Dragendroff.
Ekstrak sampel yang pekat ditotolkan pada plat KLT dan dielusi dengan eluen
hingga eluen mencapai tanda batas. Lalu plat KLT dikering anginkan dan disemprot
dengan pereaksi DPPH. Jika bercak noda menghasilkan warna kuning maka positif
aktif antioksidan.
Sampel Konsentrasi
Absorbansi Persamaan
(mg/L)
(y) Regresi
(x)
0 0
20 0,4217 y = 0.0081x +
40 0.5069 0.132
Asam Galat
60 0,6563 R = 0.9143
80 0,7064
100 0,9357
1
f(x) = 0.01x + 0.13
0.8
R = 0.91
0.6
Absorbansi 0.4
absorbansi
0.2 Linear (absorbansi)
0
0 20 40 60 80 100 120
Konsentrasi (ppm)
Kandungan
Konsentrasi
Absorbansi Total Fenolik
Sampel (mg/L)
(y) (mg GAE/g
(x)
ekstrak)
Fraksi
1000 0,7888 810,864
metanol
Sampel Konsentrasi
Absorbansi Persamaan
(mg/L)
(y) Regresi
(x)
0 0
2 0,067 y = 0.0393x -
4 0.142 0.0025
Kuersetin
8 0,323 R = 0.9993
16 0,644
32 1,246
Kandungan
Konsentrasi
Absorbansi Total Fenolik
Sampel (mg/L)
(y) (mg KE/g
(x)
ekstrak)
Fraksi
1000 0,136 3,5242
metanol
Konsentrasi IC50
% Inhibisi
Sampel (mg/L) Absorbansi ( g/m
(y)
(x) L)
1,25 0,342 -6,87
2,5 0.179 44,06
Vitamin C 4,9
5 0,092 71,25
10 0,051 84,06
Absorbansi blangko = 0,32
100
f(x) = 8.82x + 6.8
80
R = 0.72
60
% Inhibisi 40
% Inhibisi
20 Linear (% Inhibisi)
0
0 2 4 6 8 10 12
-20
Konsentrasi (ppm)
Konsentr IC50
%
asi Absorba Persamaa
Sampel Inhibisi ( g/
(ppm) nsi n Regresi
(y) mL)
(x)
Fraksi 10 0,279 12,81
y = 0.1637x
Metano 25 0,283 11,56
+ 14.535 216,64
l 50 0,194 39,37
R = 0.249
(A) 100 0,241 24,68
Fraksi 10 0,303 5,31
y = 0.8773x
Metano 25 0,215 32,81
- 0.7357 57,83
l 50 0,222 30,62
R = 0.9201
(B) 100 0,030 90,62
Absorbansi blangko = 0,32
100
80
60
% Inhibisi 40 Fraksi Metanol A
20 Fraksi Metanol B
0
10 25 50 100
Konsentrasi (ppm)
200
0
Category 1
IC50
4.5
f(x) = 0.35x + 3.52
4 R = 0.83
2.5
0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5
Log C
Dalam menganalisis kadar flavonoid, pada percobaan ini deret standar senyawa
kuersetin dibuat dengan variasi 0 ppm, 2 ppm, 4 ppm, 8 ppm, 16 ppm, dan 32 ppm.
Data absorbansi larutan standar kuersetin ditunjukkan pada Tabel.
Tolong dibenerin nomor tabelnya ya.
Kurva kalibrasi digunakan untuk mencapai presisi
6,26 10
5
g/mL. Hal ini berarti kemampuan sampel untuk membunuh 50%
5
dari A. salina Leach pada saat konsentrasi ekstrak mencapai 6,26 10 ppm.
ppm. Hal ini juga didukung dengan data Aras (2013) yang menyatakan bahwa nilai
LC50 yang < 0 ppm dikatakan sangat toksik.
Tabel. Tingkat Nilai Toksisitas LC50
DAFTAR PUSTAKA
Panjaitan, RB. 2011. Uji Toksisitas Akut Ekstrak Kulit Batang Pulasari
(Alyxiae cortex) dengan Metode Brine Shrimp Lethality Test.
[Skripsi]. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.