FA 324620
Buku Ajar
disusun oleh
Dr.rer.nat. I Made Agus Gelgel Wirasuta, M.Si., Apt.
Rasmaya Niruri, S.Si., Apt.
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS UDAYANA
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan syukur ”Om Awighnam Astu Nahma Sidham” semoga tiada aral yang melintang dan
memperoleh wara nugraha Ida Sang Hyang Widhi Wasa.. Bahan Ajar TOKSIKOLOGI UMUM ini disusun
guna membantu mahasiswa dalam mempercepat proses belajar mengajar ”transfer ilmu” khususnya
mata kuliah Toksikologi. Mata kuliah ini merupakan mata ajaran bagi mahasiswa Jurusan Farmasi –
FMIPA- UNUD di semester 3. Bahan ajar ini berisikan tentang pengantar ilmu toksikologi, fase kerja
dan efek toksik, proses reaksi biotransformasi, pemodelan farmakokinetik, hubungan dosis-respon,
dosis- kerja dan kerja-waktu, faktor-faktor yang mempengaruhi toksisitas, cabang ilmu toksikologi,
metode uji toksisitas, dan tindakan penanganan pada kasus keracunan. Bahan ajar ini merupakan
rangkuman dari berbagai sumber bacaan.
Sangat disadari tulisan ini masih jauh dari sempurna, namun langkah/usaha sekecil apapun
akan sangat berarti sebagai daya awal untuk langkah yang lebih besar. Menyadari hal tersebut
penulis sangat mengharapkan masukan dan saran, dari berbagai pihak guna menyempurnakan
materi ini. Saran dan masukan dapat dialamatkan ke penulis melalui Lab. Kimia Forensik, Jurusan
Kimia-FMIPA- Unud, Kampus Bukit Jimbaran, Bali.
Januari 2007
Hormat kami
ttd
Penulis
i
BAB
ii
6.3. Bilamana pemeriksaan toksikologik diperlukan ............................................................ 70
6.4. Keracunan .................................................................................................................... 71
6.5. Langkah-langkah analisis toksikologi forensik .............................................................. 73
6.6. Peranan toksikologi forensik dalam penyelesaian kasus kejahatan ............................... 73
6.7. Keberadaan analisis toksikologi forensik di Indonesia ................................................... 75
VII PENGANTAR TOKSIKOLOGI KLINIK ........................................................................... 77
7.1. Pendahuluan ............................................................................................................... 77
Prevalensi dan penegakan diagnose pada kasus instoksikasi di IRD Rumah Sakit
Sanglah pada tahun 2005 ............................................................................................. 78
Makna analisis toksikologi dalam diagnose instoksikasi .............................................. 78
Tugas analisis toksikolog klinik dalam penegakan diagnose keracunan ...................... 79
7.5. Sistematika analisis toksikologi klinik .............................................................................. 79
7.6. Evaluasi dan pengkajian hasil analisis toksikologi klinik ................................................. 80
7.7. Kompetensi yang dibutuhkan dalam penyelenggaraan analisis toksikologi klinik ......... 80
VIII PENGANTAR TOKSIKOLOGI LINGKUNGAN .............................................................. 82
8.1. Pendahuluan ................................................................................................................... 82
8.2. Pencemaran Lingkungan .............................................................................................. 83
8.3. Sifat Alaminya Lingkungan ............................................................................................. 84
8.4. Persistensi Zat Kimia di Lingkungan ................................................................................ 85
8.5. Proses Bioakumulasi .. .................................................................................................. 87
8.6. Pencemar Udara ...... .. .................................................................................................. 88
8.7. Pestisida ...... .. ............................................................................................................... 89
IX EVALUASI TOKSIKOLOGI: METODE PENGUJIAN TOKSISITAS ............................... 92
9.1. Pendahuluan ................................................................................................................. 92
9.2. Asas uji biologi bagi toksisitas ....................................................................................... 92
9.3. Summary uji toksikologik ............................................................................................... 93
9.4. Lima pedoman uji toksisitas (Weil, 1972) ..................................................................... 94
X TINDAKAN UMUM PADA KERACUNAN ...................................................................... 96
10.1. Pendahuluan ................................................................................................................. 96
10.2. Penanganan Keracunan Akut ....................................................................................... 97
LAMPIRAN
I ANALISIS INSTRUKSIONAL (A I) ............................................................................. 103
II GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN (GBPP) .................................... 104
III JADWAL PERKULIAHAN TOKSIKOLOGI UMUM SEMESTER GANJIL 2006/2007 .. 106
IV MATRIK PENYUSUNAN MATERI KULIAH BERBASISKAN KOMPETENSI ............. 107
V SATUAN ACARA PENGAJARAN (SAP) ..................................................................... 109
VI RENCANA EVALUASI PROSES BELAJAR MENGAJAR .......................................... 118
VII KONTRAK KULIAH .................................................................................................... 119
iii
BAB I
11
untuk menjelaskan makanan,
dan tananaman, hewan,
Tujuan Instruksional Umum (TIU) (C2):
mengambarkan dan penangkal
Setelah mengikuti materi ini peserta bahan
berbagai didik dapat
”zat menjelaskanracun
sejarah, ruang
gigitan lingkup ilmu toksikologi, dan
ular.
istilah-istilah dalam toksikologi.
kimia” yang dengan Hippocrates (460-
Tujuan Instruksional Khususjelas (TIK) berbahaya
(C2): 370 B.C.), dikenal
bagi badan.
Setelah mendiskusikan materi ini peserta didik diharapkan:sebagai bapak
Dapat memahami definisi ilmu toksikologi
Kata racun ”toxic” dan beberapakedokteran, toksikologi dengan benar,
istilah dalam
Dapat menjelaskan sejarahadalah ilmu toksikologi
bersaral dengan baik,
disamping itu dia
Dapat memahami ruang darilingkup dan ilmu yang menunjang
bahasa juga ilmu toksikologi
dikenal dengan benar.
Yunani, yaitu dari sebagai toksikolog
Perkembangan Awal akar kata tox, dijamannya. Dia
Toksikologi dimana dalam banyak menulis yaitu dengan
bahasa Yunani racun bisa ular dan menghambat
Sejak berarti panah. di dalam bukunya laju
perkembangan Dimana panah juga penyerapan
peradaban pada saat itu menggambarkan, racun dari
manusia dalam digunakan sebagai bahwa orang Mesir saluran
mencari senjata dalam kuno telah memiliki pencernaan.
makanan, tentu peperangan, yang pengetahuan Disamping
telah mencoba selalu pada anak penangkal racun, banyak lagi
beragam bahan panahnya terdapat nama besar
baik botani, racun. Di dalam toksikolog
nabati, maupun ”Papyrus Ebers pada jaman
dari mineral. (1552 B.C.)“ orang ini, terdapat
Melalui Mesir kuno satu nama
pengalamanny memuat informasi yang perlu
a ini ia lengkap tentang mendapat
mengenal pengobatan dan catatan disini,
makanan, yang obat. Di Papyrus yaitu besar
aman dan ini juga memuat pada jaman
berbaya. ramuan untuk Mesir dan
Dalam kontek racun, seperti Romawi kuno
ini kata antimon (Sb), adalah
makanan tembaga, timbal, Pendacious
dikonotasikan hiosiamus, opium, Dioscorides
ke dalam terpentine, dan (A.D. 50),
bahan yang verdigris (kerak dikenal sebagai
aman bagi hijau pada bapak Materia
tubuhnya jika permukaan Medika, adalah
disantap, tembaga). seorang dokter
bermanfaat Sedangkan di India tentara. Di
serta (500 - 600 B.C.) di dalam
diperlukan oleh dalam Charaka bukunya dia
tubuh agar Samhita disebutkan, mengelompokk
dapat hidup bahwa tembaga, an racun dari
atau besi, emas, timbal, tanaman,
menjalankan perak, seng, hewan, dan
fungsinya. bersifat sebagai mineral.
Sedangkan racun, dan di
kata racun dalam Susrata Hal ini
merupakan Samhita banyak membuktikan,
istilah yang menulis racun dari bahwa efek
digunakan berbahaya
iii
(toksi unan, sesudahny reseptor dan
k) orang a. indeks terapi
yang senantiasa Paracelciu yang
ditim berusaha s adalah berkembang
bulka menemuk nama dikemudian hari.
n an dan samaran
oleh mengemb dari
zat angkan Philippus
racun upaya Aureolus
(toks pencegah Theophrat
on) an atau us
telah menawar Bombast
diken kan von
al racun. Hohenhei
oleh Usaha ini m (1493-
man seiring 1541),
usia dengan toksikolog
sejak perkemba besar,
awal ngan yang
perk toksikolog pertama
emb i itu kali
anga sendiri. meletakka
n Namun, n konsep
bera evaluasi dasar
daba yang lebih dasar dari
n kritis toksikolog
man terhadap i. Dalam
usia. usaha ini postulatny
Oleh baru a
man dimulai menyatak
usia oleh an:
efek Maimonid “Semua
toksi es (1135 - zat
k ini 1204) adalah
bany dalam racun dan
ak bukunya tidak ada
dima yang zat yang
nfaat terkenal tidak
kan Racun beracun,
untuk dan hanya
tujua Andotum dosis
n nya. yang
seper Sumbang membuat
ti an yang nya
mem lebih menjadi
bunu penting tidak
h bagi beracun”.
atau kemajuan Pernyataa
bunu toksikolog n ini
h diri. i terjadi menjadi
Untuk dalam dasar bagi
menc abad ke- konsep
egah 16 dan hubungan
kerac dosis
11
Matthieu Joseph Bonaventura Orfila dikenal kondisi bioorganisme atau sistem bioorganisme, paparan terhadap
sebagai bapak toksikologi modern. Ia adalah organisme dan bentuk efek yang
orang Spayol yang terlahir di pulau Minorca,
yang hidup antara tahun 1787 sampai tahun
1853. Pada awak karirnya ia mempelajari
kimia dan matematika, dan selanjutnya
mempelajari ilmu kedokteran di Paris. Dalam
tulisannya (1814- 1815) mengembangkan
hubungan sistematik antara suatu informasi
kimia dan biologi tentang racun. Dia adalah
orang pertama, yang menjelaskan nilai
pentingnya analisis kimia guna membuktikan
bahwa simtomatologi yang ada berkaitan
dengan adanya zat kimia tertentu di dalam
badan. Orfila juga merancang berbagai
metode untuk mendeteksi racun dan
menunjukkan pentingnya analisis kimia sebagai
bukti hukum pada kasus kematian akibat
keracunan. Orfila bekerja sebagai ahli
medikolegal di Sorbonne di Paris. Orfila
memainkan peranan penting pada kasus
LaFarge (kasus pembunuhan dengan arsen)
di Paris, dengan metode analisis arsen, ia
membuktikan kematian diakibatkan oleh
keracuanan arsen.
M.J.B. Orfila dikenal sebagai bapak
toksikologi modern karena minatnya terpusat
pada efek tokson, selain itu karena ia
memperkenalkan metodologi kuantitatif ke
dalam studi aksi tokson pada hewan,
pendekatan ini melahirkan suatu bidang
toksikologi modern, yaitu toksikologi forensik.
Dalam bukunya Traite des poison, terbit pada
tahun 1814, dia membagi racun menjadi
enam kelompok, yaitu: corrosives,
astringents, acrids, stupefying or narcotic,
narcoticacid, dan septica atau putreficants.
Pengertian Toksikologi dan Racun
Secara sederhana dan ringkas, toksikologi
dapat didefinisikan sebagai kajian tentang
hakikat dan mekanisme efek berbahaya (efek
toksik) berbagai bahan kimia terhadap makhluk
hidup dan sistem biologik lainnya. Ia dapat
juga membahas penilaian kuantitatif tentang
berat dan kekerapan efek tersebut sehubungan
dengan terpejannya (exposed) makhluk tadi.
Apabila zat kimia dikatakan berracun (toksik),
maka kebanyakan diartikan sebagai zat yang
berpotensial memberikan efek berbahaya
terhadap mekanisme biologi tertentu pada suatu
organisme. Sifat toksik dari suatu senyawa
ditentukan oleh: dosis, konsentrasi racun di
reseptor “tempat kerja”, sifat zat tersebut,
2
ditimbulkan. Sehingga antara zat kimia dengan organisme hidup,
apabila menggunakan yaitu kerja farmakon pada suatu organisme
istilah toksik atau toksisitas, (aspek farmakodinamik / toksodinamik) dan
maka perlu untuk pengaruh organisme terhadap zat aktif (aspek
mengidentifikasi mekanisme farmakokinetik / toksokinetik) aspek ini akan
biologi di mana efek lebih detail dibahas pada sub bahasan kerja
berbahaya itu timbul. toksik.
Sedangkan toksisitas Telah dipostulatkan oleh Paracelcius, bahwa
merupakan sifat relatif dari sifat toksik suatu tokson sangat ditentukan oleh
suatu zat kimia, dalam dosis (konsentrasi tokson pada reseptornya).
kemampuannya Artinya kehadiran suatu zat yang berpotensial
menimbulkan efek toksik di dalam suatu organisme belum tentu
berbahaya atau menghasilkan juga keracunan. Misal insektisida
penyimpangan mekanisme rumah tangga (DDT) dalam dosis tertentu
biologi pada suatu tidak akan menimbulkan efek yang
organisme. berbahaya bagi manusia, namun pada dosis
Toksisitas merupakan tersebut memberikan efek yang mematikan
istilah relatif yang biasa bagi serangga. Hal ini disebabkan karena
dipergunakan dalam konsentrasi tersebut berada jauh dibawah
memperbandingkan satu zat konsentrasi minimal efek pada manusia.
kimia dengan lainnya. Namun sebaliknya apabila kita terpejan oleh
Adalah biasa untuk DDT dalam waktu yang relatif lama, dimana
mengatakan bahwa satu telah diketahui bahwa sifat DDT yang sangat
zat kimia lebih toksik sukar terurai dilingkungan dan sangat lipofil,
daripada zat kimia lain. akan terjadi penyerapan DDT dari lingkungan ke
Perbandingan sangat dalam tubuh dalam waktu relatif lama. Karena
kurang informatif, kecuali jika sifat fisiko
pernyataan tersebut
melibatkan informasi tentang
mekanisme biologi yang
sedang dipermasalahkan
dan juga dalam kondisi
bagaimana zat kimia tersebut
berbahaya. Oleh sebab itu,
pendekatan toksikologi
seharusnya dari sudut
telaah tentang berbagai
efek zat kimia atas
berbagai sistem biologi,
dengan penekanan pada
mekanisme efek berbahaya
zat kimia itu dan berbagai
kondisi di mana efek
berbahaya itu terjadi.
Pada umumnya efek
berbahaya / efek
farmakologik timbul apabila
terjadi interaksi antara zat
kimia (tokson atau zat aktif
biologis) dengan reseptor.
Terdapat dua aspek yang
harus diperhatikan dalam
mempelajari interakasi
3
kimia dari DDT, mengakibatkan DDT akan seorang ahli penyakit dalam menggunakan
terakumulasi (tertimbun) dalam waktu yang zat yang sama untuk terapi, lazimnya
lama di jaringan lemak. Sehingga apabila keadaan ini manjadi terbalik. Pada seorang
batas konsentrasi toksiknya terlampaui, barulah anak yang tanpa menyadarinya telah
akan muncul efek toksik. Efek atau kerja toksik memakan buah Atropa belladonna, maka
seperti ini lebih dikenal dengan efek toksik yang mediaris maupun mulut kering harus dilihat
bersifat kronis. sebagai gejala keracuanan. Oleh sebab itu
Toksin Clostridium botulinum, adalah salah satu ungkapan kerja terapi maupun kerja toksik
contoh tokson, dimana dalam konsentrasi yang tidak pernah dinilai secara mutlak. Hanya tujuan
sangat rendah (10-9 mg/kg berat badan), penggunaan suatu zat yang mempunyai kerja
sudah dapat mengakibatkan efek kematian. farmakologi dan dengan demikian sekaligus
Berbeda dengan metanol, baru bekerja toksik berpotensial toksik, memungkinkan untuk
pada dosis yang melebihi 10 g. Pengobatan membedakan apakah kerjanya sebagai obat
parasetamol yang direkomendasikan dalam atau sebagai zat racun.
satu periode 24 jam adalah 4 g untuk orang Tidak jarang dari hasil penelitian toksikologi,
dewasa dan 90 mg/kg untuk anak-anak. Namun justru diperoleh senyawa obat baru. Seperti
pada penggunaan lebih dari 7 g pada orang penelitian racun (glikosida digitalis) dari
dewasa dan 150 mg/kg pada anak-anak akan tanaman Digitalis purpurea dan lanata, yaitu
menimbulkan efek toksik. diperoleh antikuagulan yang bekerja tidak
Dengan demikian, resiko keracunan tidak hanya langsung, yang diturunkan dari zat racun yang
tergantung pada sifat zatnya sendiri, tetapi terdapat di dalam semanggi yang busuk.
juga pada kemungkinan untuk berkontak Inhibitor asetilkolinesterase jenis ester fosfat,
dengannya dan pada jumlah yang masuk dan pada mulanya dikembangkan sebagai zat kimia
diabsorpsi. Dengan lain kata tergantung untuk perang, kemudian digunakan sebagai
dengan cara kerja, frekuensi kerja dan waktu insektisida dan kini juga dipakai untuk
kerja. Antara kerja (atau mekanisme kerja) menangani glaukoma.
sesuatu obat dan sesuatu tokson tidak terdapat Toksikologi modern merupakan bidang yang
perbedaan yang prinsipil, ia hanya relatif. didasari oleh multi displin ilmu, ia dengan
Semua kerja dari suatu obat yang tidak dapat dengan bebas meminjam bebarapa ilmu
mempunyai sangkut paut dengan indikasi obat dasar, guna mempelajari interaksi antara
yang sebenarnya, dapat dinyatakan sebagai tokson dan mekanisme biologi yang ditimbulkan
kerja toksik. (lihat gambar 1.1). Ilmu toksikologi ditunjang
Kerja medriatik (pelebaran pupil), dari sudut oleh berbagai ilmu dasar, seperti kimia, biologi,
pandangan ahli mata merupakan efek terapi fisika, matematika. Kimia analisis dibutuhkan
yang dinginkan, namun kerja hambatan sekresi, untuk mengetahui jumlah tokson yang
dilihat sebagai kerja samping yang tidak melakukan ikatan dengan reseptor sehingga
diinginkan. Bila dapat memberikan efek toksik.
Patologi
Kimia Fisiologi
Toksikologi
4
Farmakologi Immunologi
Biologi
Matematika Kesehatan
masyarakat
5
pencegahan, dan terapeutik,
Bidang ilmu biokimia diperlukan guna
mengetahui informasi penyimpangan reaksi
kimia pada organisme yang diakibatkan oleh
xenobiotika. Perubahan biologis yang
diakibatkan oleh xenobiotika dapat diungkap
melalui bantuan ilmu patologi, immonologi, dan
fisiologi. Untuk mengetahui efek berbahaya dari
suatu zat kimia pada suatu sel, jaringan atau
organisme memerlukan dukungan ilmu
patologi, yaitu dalam menunjukan wujud
perubahan / penyimpangan kasar, mikroskopi,
atau penyimpangan submikroskopi dari
normalnya. Perubahan biologi akibat paparan
tokson dapat termanisfestasi dalam bentuk
perubahan sistem kekebakan (immun) tubuh,
untuk itu diperlukan bidang ilmu immunologi
guna lebih dalam mengungkap efek toksik pada
sistem kekebalan organisme.
Mengadopsi konsep dasar yang
dikemukakan oleh Paracelcius, manusia
menggolongkan efek yang ditimbulkan oleh
tokson menjadi konsentrasi batas minimum
memberikan efek, daerah konsentrasi dimana
memberikan efek yang menguntungkan (efek
terapeutik , lebih dikenal dengan efek
farmakologi), batas konsentrasi dimana
sudah memberikan efek berbahaya
(konsetrasi toksik), dan konstrasi tertinggi yang
dapat menimbulkan efek kematian. Agar
dapat menetapkan batasan konsentrasi ini
toksikologi memerlukan dukungan ilmu kimia
analisis, biokimia, maupun kimia instrmentasi,
serta hubungannya dengan biologi. Ilmu
statistik sangat diperlukan oleh toksikologi
dalam mengolah baik data kualitatif maupun
data kuantitatif yang nantinya dapat dijadikan
sebagai besaran ekspresi parameter-
parameter angka yang mewakili populasi.
Bidang yang paling berkaitan dengan toksikologi
adalah farmakologi, karena ahli farmakologi
harus memahami tidak hanya efek bermanfaat
zat kimia, tetapi juga efek berbahayanya yang
mungkin diterapkan pada penggunaan terapi.
Farmakologi pada umumnya menelaah efek
toksik, mekanisme kerja toksik, hubungan
dosis respon, dari suatu tokson.
Cakupan dan Subdisiplin Toksikologi
Toksikologi sangat luas cakupannya. Ia
menangani studi efek toksik “toksisitas” di
berbagai bidang, LU (1995) mengelompokkan
ke dalam empat bidang, yaitu:
bidang kedokteran untuk tujuan diagnostik,
6
dalam industri makanan Masih dijumpai subdisiplin toksikologi lainnya
sebagai zat tambahan baik selain tiga golongan besar diatas, seperti
langsung maupun tidak toksikologi analisis, toksikologi klinik, toksikologi
langsung, kerja, toksikologi hukum, dan toksikologi
dalam pertanian sebagai mekanistik.
pestisida zat pengatur Untuk menegakan terapi keracunan yang
pertumbuhan, peyerbuk spesifik dan terarah, diperlukan kerjasama
bantuan, dan zat antara dokter dan toksikolog klinik. Hasil
tambahan pada makanan analisis toksikologi dapat memastikan
hewan, diagnose klinis, dimana diagnose ini dapat
dalam bidang industri dijadikan dasar dalam melakukan terapi yang
kimia sebagai pelarut, cepat dan tepat, serta lebih terarah, sehingga
komponen, dan bahan ancaman kegagalan pengobatan (kematian)
antara bagi plstik serta dapat dihindarkan. Analisis toksikologi klinik
banyak jenis bahan kimia dapat berupa analisis kualitatif maupun
lainnya. kuantitatif. Dari hasil analisis kualitatif dapat
Di dalam industri kimia juga dipastikan bahwa kasus keracunan adalah
dipelajari pengaruh logam memang benar diakibatkan oleh instoksikasi.
(misal dalam dalam Sedangkan dari hasil analisis kuantitatif dapat
pertambangan dan tempat diperoleh informasi tingkat toksisitas pasien.
peleburan), produk minyak Dalam hal ini diperlukan interpretasi
bumi, kertas dan pulpa, konsentrasi tokson, baik di darah maupun di
tumbuhan beracun, dan urin, yang lebih seksama. Untuk mengetahui
racun hewan terhadap tepatnya tingkat toksisitas pasien,
kesehatan.
LOOMIS (1979)
berdasarkan aplikasinya
toksikologi dikelompokkan
dalam tiga kelompok besar,
yakni: toksikologi lingkungan,
toksikologi ekonomi dan
toksikologi forensik.
Toksikologi lingkungan lebih
memfokuskan telaah racun
pada lingkungan, seperti
pencemaran lingkungan,
dampak negatif dari
akumulasi residu senyawa
kimia pada lingkungan,
kesehatan lingkungan kerja.
Toksikologi ekonomi
membahas segi manfaat
dan nilai ekonomis dari
xenobiotika. Tosikologi
forensik menekunkan diri
pada aplikasi ilmu toksikologi
untuk kepentingan
peradilan. Kerja utama dari
toksikologi forensik adalah
analisis racun baik kualitatif
maupun kuantitatif sebagai
bukti dalam tindak kriminal
(forensik) di pengadilan.
7
biasanya diperlukan analisis tokson yang memberi beban pencemaran terhadap lingkungan,
berulang baik dari darah maupun urin. Dari perubahan ekosistem, karena pembasmian pada salah
perubahan konsentrasi di darah akan satu insteksida akan berefek pada rantai makanan
diperoleh gambaran apakah toksisitas pada dari organisme tersebut, sehingga dapat juga
fase eksposisi atau sudah dalam fase mengakibatkan berkurangnya atau
eleminiasi.
Keracunan mungkin terjadi akibat pejanan
tokson di tempat kerja. Hal ini mungkin
dapat mengkibatkan efek buruk yang akut
maupun kronik. Efek toksik yang
ditimbulkan oleh kesehatan dan
keselamatan kerja merupakan masalah
bidang toksikologi kerja. Toksikologi kerja
merupakan subbagian dari toksikologi
lingkungan.
Toksikologi hukum mencoba melindungi
masyarakat umum dari efek berbahaya
tokson dengan membuat undang-undang,
peraturan, dan standar yang membatasi atau
melarang penggunaan zat kimia yang sangat
beracun, juga dengan menentukan syarat
penggunaan zat kimia lainnya. Gambaran
lengkap tentang efek toksik sangat diperlukan
untuk menetapkan peraturan dan standar yang
baik. Profil semacam itu hanya dapan
ditentukan lewat berbagai jenis penelititan
toksikologi yang relevan, dan ini
membentuk dasar bagi toksikologi hukum.
Perkembangan Mutahir Toksikologi
Dalam perkembangan beradaban modern,
masyarakat menuntut perbaikan kondisi
kesehatan dan kehidupan, diantaranya
makanan bergizi, mutu kesehatan yang tinggi,
pakaian, dan sportasi. Untuk memenuhi
tujuan ini, berbagai jenis bahan kimia harus
diproduksi dan digunakan, banyak
diantaranya dalam jumlah besar.
Diperkirakan berribu-ribu bahan kimia telah
diproduksi secara komersial baik di negara-
negara industri maupun di negara
berkembang. Melalui berbagai cara bahan
kimia ini kontak dengan penduduk, dari
terlibatnya manusia pada proses produksi,
distribusi ke konsumen, hingga terakhir pada
tingkat pemakai.
Meningkatnya jumlah penduduk dunia
menuntut, salah satunya meningkatnya
jumlah produksi pangan. Dalam hal ini
diperlukan bahan kimia, seperti pupuk,
pestisida, dan rebisida. Tidak jarang
pemakaian pestisida yang tidak sesuai
dengan atuaran, atau berlebih justru
8
bahkan musnahnya predator insek ikan di teluk tersebut terkontaminasi oleh metil
tersebut. Pemakaian pestisida, telah merkuri. Ikan terkontaminasi ini dikonsumsi
ditengarai mengakibatkan mutasi oleh penduduk disekitar teluk, mengakibatkan
genetika dari insektisida tersebut, deposisi (pengendapan) metil merkuri di
sehingga pada akhirnya melahirkan dalam tubuh. Metil merkuri adalah senyawa
mutan insek yang justru resisten toksik yang mengakibatkan penyakit neurologik
terhadap pestisida jenis tertentu. berat, salah satunya mengakibatkan
Pemakaian pestisida yang tidak benar kebutaan.
juga merupakan salah satu Pada akhir 1950-an sampai awal tahun 1960-
penginduksi toksisitas kronik an, di Eropa Barat terjadi kasus keracunan
(menahun). Petani berkeinginan yang dikenal dengan kasus Talidomid.
mendapatkan keuntungan yang Talidomid adalah senyawa kimia yang
tinggi dari hasil pertaniannya, tidak pertama disintesa untuk obat menekan rasa
jarang penyemprotan pestisida mual dan muntah. Karena efeknya tersebut
berlebih justru dilakukan pada produk pada waktu itu banyak diresepkan pada ibu-ibu
pertanian satu-dua hari sebelum hamil, dengan tujuan
panen, dengan tujuan buah atau
daun sayuran tidak termakan insek
sebelum panen, dengan jalan
demikian akan diperoleh buah atau
sayuran yang ranun, tidak termakan
oleh insek. Namun tindakan ini
justru membahayakan konsumen,
karena pestisida kemungkinan dapat
terakumulasi secara perlahan di
dalam tubuh konsumen, melalui
konsumsi buah atau sayuran yang
sebelumnya diberikan pestisida
sebelum panen.
Banyaknya kasus keracunan masif
akut dan keracunan kronis, yang
diakibatkan oleh pencemaran
lingkungan akibat proses produksi.
Seperti pada tahun 1930 di Detroit,
Mich. kontaminasi ginger jake oleh
Tri-o-kresil, mengakibatkan
neurotoksis, telah mengakibatkan
keracunan syaraf pada 16 ribu
penduduk.
Di London, pada tahun 1952, terjadi
peningkatan jumlah kematian
penduduk akibat penyakit jantung
dan paru-paru. Hal ini disebabkan
oleh kontaminasi udara oleh
belerang dioksida dan partikel
tersuspensi, yang merupakan
limbah buangan pabrik di Ingris
pada saat itu.
Penyakit Minamata di Jepang pada
tahun 1950- an diakibatkan karena
pembuangan limbah industri yang
mengandung metil merkuri ke teluk
Minamata, yang mengakibatkan
9
menekan mual-mutah yang sering muncul masa terpejan. Pencapaian di bidang ini telah terbukti dapat membantu
trimester pertama pada kehamilan. Efek para mengambil keputusan (pemerintah) yang
samping yang muncul dari pemakaian ini bertanggungjawab dalam
adalah terlahir janin dengan pertumbuhan
organ tubuh yang tidak lengkap, belakangan
diketahui bahwa salah satu dari bentuk
rasemat Talidomid ini memberikan efek
menghambat tertumbuhan organ tubuh pada
janin di masa kandungan.
Salah satu contoh, kasus pencemaran
lingkungan di Indonesia akibat proses produksi
adalah kasus teluk Buyat. Sampai saat ini masih
kontropersial didiskusikan.
Kejadian-kejadian di atas dan peristiwa tragis
keracunan masif lainnya telah menghasilkan
program pengujian yang lebih intensif, yang telah
mengungkapkan beragamnya sifat dan sasaran
efek toksik. Pada gilirannya ini menuntut lebih
banyak penelitian pada hewan, lebih banyak
indikator toksisitas, persyaratan yang lebih ketat
sebelum suatu bahan kimia baru dapat
dilepas pemakaiannya ke masyarakat, serta
melakukan evaluasi dan pemantauan efek
toksik senyawa kimia yang telah beredar dan
dimanfaatkan oleh masyarakat. Oleh karena
itu, ada kebutuhan untuk mempermudah tugas
penilaian toksikologik atas begitu banyak bahan
kimia, dimana prosedur pengujian toksisitasnya
menjadi semakin komplek. Untuk memenuhi
kebutuhan ini, beberapa kreteria telah diajukan
dan dipakai untuk memilih menurut prioritasnya
bahan kimia yang akan diuji. Disamping itu,
”sistem penilaian berlapis” memungkinkan
keputusan dibuat pada berbagai tahap
pengujian toksikologik, sehingga dapat
dihindarkan penelitian yang tidak perlu. Prosedur
ini sangat berguna dalam pengujian
karsinogenisitas, mutagenisitas, dan
imunotoksisitas karena besarnya biaya yang
terlibat dan banyaknya sistem uji yang
tersedia.
Karena banyaknya orang yang terpejan dengan
bahan-bahan kimia ini, maka kita harus
berupaya mencari pengendalian yang tepat
sebelum terjadi kerusakan yang hebat. Karena
itu, bila mungkin, ahli toksikologi modern harus
mencoba mengidentifikasikan berbagai
indikator pejanan dan tanda efeknya terhadap
kesehatan yang dini dan reversibel. Hal ini
penting untuk menentukan ketentuan
keputusan, pada saat yang tepat untuk
melindungi kesehatan masyarakat baik sebagai
individu yang bekerja maupun masyasakat yang
1
0
menjalankan surveilan medik pertumbuhan sel dan perubahan DNA ”asam
yang sesuai pada pekerja dioksiribonukleat” yang dialamai oleh sel akibat
atau masyarakat yang pejanan tokson uji. Banyak lagi metode uji
terpejan. Contoh yang invitro yang sangat bermanfaat dalam
menonjol adalah penggunaan menunjang perkembangan ilmu toksikologi itu
penghambat kolinesterase sendiri.
sebagai indikator pejanan Salah satu wujud perlindungan kesehatan
pestisida organofosfat dan masyarakat, ahli toksikologi akan selalu terlibat
berbagai parameter dalam menentukan batas pejanan yang aman
biokimia untuk memantau atau penilaian resiko dari pejanan. Batas
pejanan timbal. pejanan yang aman mencangkup ”asupan
Menggunakan indikator (intake) harian yang diperbolehkan, dan ”nilai
biologi seperti jenis ikan ambang batas” dari tokson yang masih dapat
tertentu untuk memantau ditolerir, sedangkan penilaian resiko
tingkat cemaran limbah cair digunakan dalam hubungan dengan efek
insdustri sebelum bahan yang diketahui tidak berrabang batas
dinyatakan aman untuk atau ambang batasnya tak dapat ditentukan.
dilepaskan ke lingkungan. Penentuan ini merupakan penelitian menyeluruh
”Petanda biologik” tentang sifat toksik, pembuktian dosis yang
semacam itu dimaksudkan aman, penentuan hubungan dosis-efek dan
untuk mengukur pejanan dosis-respon, serta penelitian toksokinetik, dan
terhadap tokson atau efeknya biotransformasi.
di samping untuk mendeteksi
Meluasnya bidang cakupan dan makin
kelompok masyarakat yang
banyaknya subdisiplin toksikologi seperti
retan.
digambarkan di atas
Kemajuan yang dicapai
dalam bidang biokimia dan
toksikokinetik, toksikologi
genetika, imunotoksikologi,
morfologik pada tingkat
subsel, serta perkembangan
ilmu biologimolekular
berperan dalam
memberikan pengertian
yang lebih baik tentang
sifat, tempat, dan cara kerja
berbagai tokson. Misalnya
perkembangan bidang ilmu
tersebut dapat memberikan
berbagai metode uji
toksikologi secara invitro,
dimana target uji langsung
pada tingkat sel, seperti uji
senyawa yang
mengakibatkan kerusakan sel
hati ”hepato toksik” dapat
dilakukan langsung pada
kultur sel hati secara invitro,
atau uji tokson yang
mempunyai sifat sebagai
karsinogen juga dapat
dilakukan pada kultur sel
normal, disini dilihat tingkat
1
1
memberikan gambaran tersendiri tentang memiliki banyak keuntungan, seperti pengujian
kemajuan akhir dalam toksikologi. yang lebih cepat dan lebih murah, miningkatkan
Prospek Masa Depan keragaman penelitian terutamanya yang berkaitan
dengan mekanisme keracunan. Dengan
Kemajuan di bidang bioteknologi pertanian, meningkatnya tuntutan ini akan mendorong
telah terbukti memberikan bebagai kemajuan perbaikan prosedur pengujian yang lebih
jika dibandingkan pertanian konvensional. sederhana dan handal, seperti misal
Melalui rekayasa genetika pada tanaman pengujian karsinogen “uji kanker”, uji
pertanian telah terbukti diperoleh bibit unggul, mutagenesis, menggunakan “petanda
yang dibandingkan dengan pertanian biologik” (biomarker) yaitu kultur sel kanker.
konvensional sangat sedikit membutuhkan
tanah, merupakan andalan dalam meningkatkan Mingkatnya kebutuhan akan uji toksikologik,
pasokan makanan kita. Keamanan makanan namun pada kenyataannya terdapat
semacam ini membutuhkan evaluasi keamanan keterbatasan akan fasilitas dan sumber daya
yang memadai. manusia yang memenuhi syarat, oleh sebab
itu maka data toksisitas yang dihasilkan dimana
Bersama dengan ilmu-ilmu lain, toksikologi saja sebaiknya dapat diterima secara
dapat menyediakan bahan kimia alternatif international. Agar data- data tersebut dapat
yang lebih aman untuk pertanian, industri, diterima secara umum, maka data tersebut
dan kebutuhan konsumen melalui penentuan harus memenuhi standar tertentu. Untuk itu
hubungan struktur- toksisitas. Pengurangan lembaga terkemuka dunia mengeluarkan
sifat toksik mungkin dapat dicapai dengan standar seperti yang dikeluarkan oleh Lembaga
mengubah toksisitas sasaran atau dengan pengawas obat dan makanan Amerika (FDA)
mengubah sifat toksokinetiknya. Toksikologi mengeluarkan “Good Laboratory Practice” ,
juga berperan dalam pengembangan obat baru, dimana standar ini dapat diterima secara
sudah menjadi prasat dalam pengembangan international.
obat baru harus dibarengi baik uji toksisitas
akut maupun toksisitas krinis, dengan Pada akhirnya, ahli toksikologi harus terus
persyaratan uji yang ketat. Penilaian tentang memperbaiki prosedur uji untuk mengurangi
keamanannya merupakan tantangan dan hasil positif palsu dan negatif palsu, dan terus
tunggung jawab toksikologi. melakukan penelitian yang dirancang untuk
meningkatkan pemahaman yang lebih baik akan
Karena imbauan masyarakat untuk mengurangi pentingnya efek toksik sehingga penilaian
penggunaan hewan coba dengan alasan keamanan / resiko berbagai tokson dapat
prikemanusiaan, maka lebih sering dilakukan dengan hasil lebih memuaskan.
digunakan organ terisolasi, jaringan biakan, sel,
dan bentuk- bentuk kehidupan yang lebih
rendah. Sistem ini
1
2
Pertanyaan:
1. Buatlah uraian singkat perkembangan ilmu toksikologi sampai menjadi suatu ilmu
modern.
2. Siapa yang pertama kali meletakkan konsep dasar pada bidang toksikologi, dimana konsep
tersebut sampai saat ini masih relapan dan mendasari teori hubungan tokson dan
reseptor, jelaskan hubungan konsep tersebut dangan hubungan dosis, reseptor dan
efek?
3. Siapa yang meletakkan nilai penting analisis kimia dalam ilmu toksikologi?
Bahan Bacaan:
1. Ariens,E.J., Mutschler,E., Simonis,A.M., 1985, Toksikologi Umum, Pengantar,
Wattimena,Y.R.(terj.), Gadjah Mada University Press,Yogyakarta.
2. Hardman J.G., Goodman Gilman, A., Limbird, L.E., 1996, Goodman & Gilman’s, The
pharmacological Basis of Therapeutics, 9th edn, Mc Graw-Hill, New York
3. Ling, L.J., 2000, Toxikology Secrets, Hanley & Belfus, Inc. Philadelphia
4. Loomis, T.A., 1978, Toksikologi Dasar, Donatus, A. (terj.) IKIP Semarang Press, Semarang
5. Lu, F.C., 1995, Toksikologi Dasar, Asas, Organ Sasaran, dan Penilaian Resiko, Nugroho, E.
(terj.), UI Press, Jakarta
1
3
BAB II
KERJA DAN EFEK TOKSIK
1
4
reaksi organisme , maka
PENDAHULUAN terhadap xenobiotika
xenobiotika/tokson tersebut akan
Suatu kerja umumnya dikenal Fas bersama aliran
toksik pada dengan fase e darah atau
umumnya toksokinetik. toks limfe
merupakan ikin didistribusikan
Fase eksposisi
hasil dari etik ke seluruh
merupakan kontak
sederetan dise tubuh dan ke
suatu organisme
proses fisika, but tempat kerja
dengan xenobiotika,
biokimia, dan juga toksik
pada umumnya, kecuali
biologik yang deng (reseptor).
radioaktif, hanya dapat
sangat rumit an Pada saat
terjadi efek toksik/
dan komplek. fase yang
farmakologi setelah
Proses ini farm bersamaan
xenobiotika
umumnya akoki sebagian
terabsorpsi. Umumnya
dikelompokkan netik. molekul
hanya tokson yang
ke dalam tiga Setel xenobitika
berada dalam bentuk
fase yaitu: fase ah akan
terlarut, terdispersi
eksposisi xeno termetabolism
molekular dapat
toksokinetik biotik e, atau
terabsorpsi menuju
dan fase a tereksresi
sistem sistemik.
toksodinamik. bera bersama urin
Dalam konstek
Dalam da melalui ginjal,
pembahasan efek
menelaah dala melalui
obat, fase ini
interaksi m empedu
umumnya dikenal
xenobiotika/tok keter menuju
dengan fase
son dengan sedia saluran cerna,
farmaseutika. Fase
organisme an atau sistem
farmaseutika meliputi
hidup terdapat farm eksresi
hancurnya bentuk
dua aspek yang aseti lainnya.
sediaan obat,
perlu ka,
kemudian zat aktif Fase
diperhatikan, pada
melarut, terdispersi toksodinamik
yaitu: kerja man
molekular di tempat adalah
xenobiotika a
kontaknya. Sehingga interaksi
pada organisme kead
zat aktif berada dalam antara tokson
dan pengaruh aan
keadaan siap dengan
organisme xeno
terabsorpsi menuju reseptor
terhadap biotik
sistem sistemik. Fase (tempat kerja
xenobiotika. a
ini sangat ditentukan toksik) dan juga
Yang dimaksud siap
oleh faktor-faktor proses-proses
dengan kerja untuk
farmseutika dari yang terkait
tokson pada diabs
sediaan farmasi. dimana pada
organisme orpsi
adalah sebagai akhirnya
men
suatu senyawa uju muncul efek
kimia yang toksik/farmakol
aliran
aktif secara dara ogik. Interaksi
biologik pada tokson-reseptor
h
organisme atau umumnya
tersebut merupakan
pem
(aspek bulu interaksi yang
toksodinamik). bolak-balik
h
Sedangkan limfe (reversibel).
1
5
H hila kimia sida.
a ng, antar Terbentuknya
l bila a peroksida ini
xeno xeno mengakibatkan
i bioti biotik luka kimia pada
n ka a substrat biologi.
i tereli deng
mina an
m si subtr
e dari at
n tem biolog
g pat i
a kerja dima
k nya na
i (res terjad
b epto i
a r). ikatan
t Selai kimia
k n koval
a intera en
n ksi yang
rever bersb
p sibel, ersifa
e terka t
r dang irreve
u terjad rsibel
b i pula atau
a inter berda
h aksi sarka
a tak n
n bolak perub
-balik ahan
f (irrev kimia
u ersib dari
n el) subtr
g antar at
s a biolog
i xeno i
o biotik akibat
n a dari
a deng suatu
l an perub
, subtr aran
at kimia
y biolo dari
a gik. xeno
n Intera biotik
g ksi ini a,
didas seper
l ari ti
a oleh pemb
z inter entuk
i aksi an
m perok
1
6
Secara keseluruhan deretan proses sampai jenis dan tempat eksposisi,
terjadinya efek toksik / farmakologi dapat keterabsorpsian dan kecepatan absorpsi,
digambarkan dalam suatu diagram seperti pada
distribusi xenobiotika dalam organisme,
gambar 2.1.
ikatan dan lokalisasi dalam jaringan,
Dari gambaran singkat di atas dapat biotransformasi (proses metabolisme), dan
digambarkan dengan jelas bahwa efek toksik / keterekskresian dan kecepatan ekskresi,
farmakologik suatu xenobiotika tidak hanya dimana semua faktor di atas dapat dirangkum
ditentukan oleh sifat toksokinetik xenobiotika, ke dalam parameter farmaseutika dan
tetapi juga tergantung kepada faktor yang toksokinetika (farmakokinetika).
lain seperti:
bentuk farmasetika dan bahan tambahan
yang digunakan,
1
7
Fase eksposisi Kontak / Penggunaan
Absorpsi Biotransformasi
Deposisi Distribusi
Eskresi
Gambar 2.1.: Deretan rantai proses pada fase kerja toksik dalam organisme secara biologik
dikelompokkan menjadi: fase eksposisi, toksokinetik ”farmakokinetik”, dan fase
toksodinamik ”farmakodinamik” (disadur dari Mutschler, (1999), Arzneimittelwirkungen:
Lehrbuch der Pharmakologie und Toxikologie; mit einführenden Kapiteln in die Anatomie,
Phyiologie und Pathophysiologie. Unter mitarb. von Schäfer-Korting. -7völlig neu bearb. und
erw. Aufl., Wiss. Verl.-Ges, Stuttgart, hal. 6, dengan modifikasi)
1
8
FASE EKSPOSISI
Dalam fase ini terjadi kotak antara kapsul, salep, dll). Bagian dosis dari senyawa
xenobiotika dengan organisme atau dengan obat, yang tersedia untuk diabsorpsi dikenal
lain kata, terjadi paparan xenobiotika pada dengan ketersediaan farmaseutika. Pada
organisme. Paparan ini dapat terjadi melalui kenyataannya sering dijumpai, bahwa
kulit, oral, saluran pernafasan (inhalasi) atau sediaan tablet dengan kandungan zat aktif yang
penyampaian xenobiotika langsung ke dalam sama dan dibuat oleh fabrik farmasi yang
tubuh organisme (injeksi). berbeda, dapat memberikan potensi efek
Jika suatu objek biologik terpapar oleh farmakologik yang berbeda. Hal ini dapat
sesuatu xenobiotika, maka, kecuali senyawa disebabkan oleh perbedaan ketersediaan
radioaktif, efek biologik atau toksik akan farmaseutikanya. Perbedaan ketersediaan
muncul, jika xenobiotika tersebut telah farmaseutika suatu sediaan ditentukan oleh
terabsorpsi menuju sistem sistemik. sifat fisiko-kimia, umpamanya ukuran dan
Umumnya hanya xenobiotika yang terlarut, bentuk kristal, demikian pula jenis zat pembantu
terdistribusi molekular, yang dapat diabsorpsi. (tambahan pada tablet) dan metode fabrikasi.
Dalam hal ini akan terjadi pelepasan Disamping bentuk farmaseutika yang
xenobiotika dari bentuk farmaseutikanya. berpengaruh jelas terhadap absorpsi dan
Misalnya paparan xenobiotika melalui oral demikian pula tingkat toksisitas, sifat fisiko-kimia
(misal sediaan dalam bentuk padat: tablet, dari xenobiotika (seperti bentuk dan ukuran
kapsul, atau serbuk), maka terlebih dahulu kristal, kelarutan dalam air atau lemak,
kapsul/tablet akan terdistegrasi (hancur), konstanta disosiasi) tidak boleh diabaikan dalam
sehingga xenobiotika akan telarut di dalam hal ini. Laju absorpsi suatu xenobiotika
cairan saluran pencernaan. Xenobiotika yang ditentukan juga oleh sifat membran biologi dan
terlarut akan siap terabsorpsi secara normal aliran kapiler darah tempat kontak. Suatu
dalam duodenal dari usus halus dan xenobiotika, agar dapat diserap/diabsorpsi di
ditranspor melalui pembuluh kapiler tempat kontak, maka harus melewati membran
mesenterika menuju vena porta hepatika sel di tempat kontak. Suatu membran sel
menuju hati sebelum ke sirkulasi sistemik. biasanya terdiri atas lapisan biomolekular yang
dibentuk oleh molekul lipid dengan molekul
Penyerapan xenobiotika sangat tergantung pada
protein yang tersebar diseluruh membran (lihat
konsentrasi dan lamanya kontak antara
gambar 2.2.).
xenobiotika dengan permukaan organisme yang
berkemampuan untuk mengaborpsi xenobiotika Jalur utama bagi penyerapan xenobiotika
tersebut. Dalam hal ini laju absorpsi dan adalah saluran cerna, paru-paru, dan kulit.
jumlah xenobitika yang terabsorpsi akan Namun pada keracunan aksidential, atau
menentukan potensi efek biologik/toksik. Pada penelitian toksikologi, paparan xenobiotika
pemakaian obat, fase ini dikenal dengan fase dapat terjadi melalui jalur injeksi, seperti injeksi
farmaseutika, yaitu semua proses yang intravena, intramuskular, subkutan,
berkaitan dengan pelepasan senyawa obat dari intraperitoneal, dan jalur injeksi lainnya.
bentuk farmasetikanya (tablet,
1
9
protein integral
protein periferal
2
0
Eksposisi melalui kulit. dan mastosit. Di bawah dermis terdapat jaringan
Eksposisi (pemejanan) yang palung mudah dan subkutan. Selain itu, ada beberapa struktur
paling lazim terhadap manusia atau hewan lain misalnya folikel rambut, kelenjar
dengan segala xenobiotika, seperti misalnya keringan, kelenjar sebasea, kapiler pembuluh
kosmetik, produk rumah tangga, obat topikal, darah dan unsur syaraf.
cemaran lingkungan, atau cemaran industri di Pejanan kulit terhadap tokson sering
tempat kerja, ialah pemejanan sengaja atau mengakibatkan berbagai lesi (luka), namun tidak
tidak sengaja pada kulit. jarang tokson dapat juga terabsorpsi dari
Kulit terdiri atas epidermis (bagian paling permukaan kulit menuju sistem sistemik.
luar) dan dermis, yang terletak di atas Eksposisi melalui jalur inhalasi.
jaringan subkutan. Tebal lapisan epidermis
adalah relatif tipis, yaitu rata-rata sekitar 0,1- Pemejanan xenobiotika yang berada di udara
0,2 mm, sedangkan dermis sekitar 2 mm. dapat terjadi melalui penghirupan xenobiotika
Dua lapisan ini dipisahkan oleh suatu tersebut. Tokson yang terdapat di udara berada
membran basal (lihat gambar 2.3). dalam bentuk gas, uap, butiran cair, dan
partikel padat dengan ukuran yang berbeda-
Lapisan epidermis terdiri atas lapisan sel beda. Disamping itu perlu diingat, bahwa
basal (stratum germinativum), yang saluran pernafasan merupakan sistem yang
memberikan sel baru bagi lapisan yang lebih komplek, yang secara alami dapat
luar. Sel baru ini menjadi sel duri (stratum menseleksi partikel berdasarkan ukurannya.
spinosum) dan, natinya menjadi sel granuler Oleh sebab itu ambilan dan efek toksik dari
(stratum granulosum). Selain itu sel ini juga tokson yang dihirup tidak saja tergantung pada
menghasilkan keratohidrin yang nantinya sifat toksisitasnya tetapi juga pada sifat
menjadi keratin dalam stratum corneum terluar, fisiknya.
yakni lapisan tanduk. Epidermis juga
mengandung melanosit yang mengasilkan
pigmen dan juga sel langerhans yang
bertindak sebagai makrofag dan limfosit. Dua
sel ini belakangan diketahui yang terlibat
dalam berbagai respon imun.
2
1
lapisan tanduk
EPIDERMIS
DERMIS
kapiler darah
2
2
10 µm) tidak memasuki saluran napas, kalau karena cairan usus yang bersifat basa, akan
masuk akan diendapkan di hidung dan berada dalam bentuk non-ioniknya, sehingga
dienyahkan dengan diusap, dihembuskan dan senyawa basa lemah akan lebih mudah terserap
berbangkis. Saluran trakea dan bronkus berfungsi melalui usus ketimbang lambung.
sebagai saluran udara yang menuju alveoli.
Pada umumnya tokson melintasi membran
Trakea dan bronki dibatasi oleh epiel bersilia dan
saluran pencernaan menuju sistem sistemik
dilapisi oleh lapisan tipis lendir yang disekresi dari
dengan difusi pasif, yaitu transpor dengan
sel tertentu dalam lapisan epitel. Dengan silia dan
perbedaan konsentrasi sebagai daya dorongnya.
lendirnya, lapisan ini dapat mendorong naik
Namun disamping difusi pasif, juga dalam usus,
partikel yang mengendap pada permukaan
terdapat juga transpor aktif, seperti tranpor yang
menuju mulut. Partikel yang mengandung lendir
tervasilitasi dengan zat pembawa (carrier), atau
tersebut kemudian dibuang dari saluran
pinositosis.
pernafasan dengan diludahkan atau ditelan.
Namun, butiran cairan dan partikel padat yang
kecil juga dapat diserap lewat difusi dan
fagositosis. Fagosit yang berisi partikel-partikel
akan diserap ke dalam sistem limfatik. Beberapa
partikel bebas dapat juga masuk ke saluran
limfatik. Partikel-partikel yang dapat terlarut
mungkin diserap lewat epitel ke dalam darah.
Alveoli merupakan tempat utama terjadinya
absorpsi xenobiotika yang berbentuk gas, seperti
carbon monoksida, oksida nitrogen, belerang
dioksida atau uap cairan, seperti bensen dan
karbontetraklorida. Kemudahan absorpsi ini
berkaitan dengan luasnya permukaan alveoli,
cepatnya aliran darah, dan dekatnya darah
dengan udara alveoli. Laju absorpsi bergantung
pada daya larut gas dalam darah. Semakin
mudah larut akan semakin cepat diabsorpsi.
Eksposisi melalui jalur saluran cerna. Pemejanan
tokson melalui saluran cerna dapat terjadi bersama
makanan, minuman, atau secara sendiri baik sebagai
obat maupun zat kimia murni. Pada jalur ini
mungkin tokson terserap dari rongga mulut (sub
lingual), dari lambung sampai usus halus, atau
eksposisi tokson dengan sengaja melalui jalur
rektal. Kecuali zat yang bersifat basa atau asam
kuat , atau zat yang dapat merangsang mukosa,
pada umumnya tidak akan memberikan efek toksik
kalau tidak diserap.
Cairan getah lambung bersifat sangat asam,
sehingga senyawa asam-asam lemah akan
berada dalam bentuk non-ion yang lebih mudah
larut dalam lipid dan mudah terdifusi, sehingga
senyawa-senyawa tersebut akan mudah terserap
di dalam lambung. Berbeda dengan senyawa
Gambar 2.5. Skema saluran pencernaan manusia
basa lemah, pada cairan getah lambung akan
terionkan oleh sebab itu akan lebih mudah larut
dalam cairan lambung. Senyawa basa lemah,
FASE TOKSOKINETIK menuju sirkulasi sistemik tubuh atau pembuluh limfe.
Absorpsi didefinisikan sebagai jumlah
Proses biologik yang terjadi pada fase
toksokinetik umumnya dikelompokkan ke dalam
proses invasi dan evesi. Proses invasi terdiri
dari absorpsi, transpor, dan distribusi,
sedangkkan evesi juga dikenal dengan
eleminasi. Absorpsi suatu xenobiotika adalah
pengambilan xenobiotika dari permukaan
tubuh (disini termasuk juga mukosa saluran
cerna) atau dari tempat-tempat tertentu dalam
organ dalaman ke aliran darah atau sistem
pembuluh limfe. Apabila xenobiotika mencapai
sistem sirkulasi sistemik, xenobiotika akan
ditranspor bersama aliran darah dalam sistem
sirkulasi. WEISS (1990) membagi distribusi ke
dalam konveksi (transpor xenobiotika bersama
peredaran darah) dan difusi (difusi
xenobiotika di dalam sel atau jaringan).
Sedangkan eliminasi (evesi) adalah semua
proses yang dapat menyebabkan penurunan
kadar xenobiotika dalam sistem biologi /
tubuh organisme, proses tersebut reaksi
biotransformasi dan ekskresi.
Sederetan proses tersebut sering disingkat
dengan ADME, yaitu: adsorpsi, distribusi,
metabolisme dan eliminasi. Proses absorpsi
akan menentukan jumlah xenobiotika (dalam
bentuk aktifnya) yang dapat masuk ke sistem
sistemik atau mencapai tempat kerjanya.
Jumlah xenobiotika yang dapat masuk ke
sistem sistemik dikenal sebagai ketersediaan
biologi / hayati. Keseluruhan proses pada
fase toksokinetik ini akan menentukan
menentukan efficacy (kemampuan
xenobiotika mengasilkan efek), efektifitas dari
xenobiotika, konsentrasi xenobiotika di
reseptor, dan durasi dari efek
farmakodinamiknya.
Farmakokinetik dapat juga dipandang suatu
bidang ilmu, yang mengkaji perubahan
konsentrasi (kinetika) dari xenobiotika di
dalam tubuh organisme sebagai fungsi waktu.
Secara umum toksokinetik menelaah tentang
laju absorpsi xenobiotika dari tempat paparan
ke sistem peredaran darah, distribusi di dalam
tubuh, bagaimana enzim tubuh
memetabolismenya, dari mana dan bagaimana
tokson atau metabolitnya dieliminasi dari
dalam tubuh.
Absorpsi
Absorpsi ditandai oleh masuknya
xenobiotika/tokson dari tempat kontak (paparan)
melainkan dinamik, yang diartikan berubah
secara terus menerus.
xenobiotika yang mencapai sistem
sirkululasi sistemik dalam bentuk Transpor xenobiotika lewat membran sel.
tidak berubah. Tokson dapat Penetrasi xenobiotika melewati membran dapat
terabsorpsi umumnya apabila berlangsung melalui: (a) difusi pasif, (b)
berada dalam bentuk terlarut atau filtrasi lewat pori-pori membran ”poren”, (c)
terdispersi molekular. Absorpsi transpor dengan perantara molekul pengemban
sistemik tokson dari tempat ”carrier”,
extravaskular dipengaruhi oleh sifat- (d) pencaplokan oleh sel ”pinositosis”
sifat anatomik dan fisiologik tempat (a) Difusi pasif. Difusi pasif merupakan
absorpsi (sifat membran biologis bagian terbesar dari proses transmembran
dan aliran kapiler darah tempat bagi umumnya xenobiotika. Tenaga pendorong
kontak), serta sifat-sifat fisiko-kimia untuk difusi ini adalah perbedaan konsentrasi
tokson dan bentuk farmseutik xenobiotika pada kedua sisi membran sel dan
tokson (tablet, salep, sirop, daya larutnya dalam lipid. Menurut hukum difusi
aerosol, suspensi atau larutan). Fick, molekul xenobiotika berdifusi dari
Jalur utama absorpsi tokson adalah daerah
saluran cerna, paru-paru, dan kulit.
Pada pemasukan tokson langsung
ke sistem sirkulasi sistemik
(pemakaian secara injeksi), dapat
dikatakan bahwa tokson tidak
mengalami proses absorpsi.
Absorpsi suatu xenobiotika tidak
akan terjadi tanpa suatu transpor
melalui membran sel, demikian
halnya juga pada distribusi dan
ekskresi. Oleh sebab itu membran
sel (membran biologi) dalam
absorpsi merupakan sawar „barier“
yaitu batas pemisah antara
lingkungan dalam dan luar. Pada
awalnya membran biologi
dipandang sebagai susunan sel,
yang tersusun dengan cara yang
sama. Namun hasil penelitian
menunjukkan, bahwa terdapat
perbedaan yang jelas dalam
struktur membran pada berbagai
jaringan. Pandangan ini pertama
kali dikemukakan oleh LEONARD
dan SINGER dengan model Fluid-
Mosaik-nya (gambar 2.2). Menurut
model ini membran terdiri atas
lapisan rangkap lipid dan protein,
seperti pulau, terikat di dalamnya
atau di atasnya dan dengan
demikian membentuk mosaik.
Seluruh protein yang mencapai
membran membentuk pori dalam
lapisan rangkap lipid. Dengan
demikian telah digambarkan bahwa
membran biologik tidak statik
dengan konsentrasi tinggi ke daerah konsentrasi Oleh karena itu laju absorpsi akan meningkat
yang lebih rendah: sebanding dengan peningkatan lipofilitas
dQ xenobiotika sampai batas maksimum, dan
DA
dt K C 2.1
kemudian laju absorpsi akan kembali menurun.
Hal itu dapat terlihat dari hubungan jumlah
h atom
Jadi berdasarkan hukum Fick, transpor suatu C dengan aktivitas anti-bakteri seri homolog
xenobiotika berbanding langsung dengan n- alifatis alkohol (R-OH). Pada gambar 2.6
perbedaan konsentrasi (∆C), luas permukaan menggambarkan peningkatan aktivitas anti-
membran ”A”, koefisien distribusi (partisi) bakteri sebanding dengan bertambahnya jumlah
xenobiotika bersangkutan ”K”, serta koefisien atom C pada homolg n-alifatis alkohol,
difusinya ”D”, dan berbanding terbalik dengan namun sampai pada jumlah atom C tertentu
tebal membran ”h”. tercapai aktivitas maksimum dan dengan
perpanjangan jumlah atom C selanjutnya
Oleh karena xenobiotika akan didistribusikan
justru menurunkan aktivitas anti-baktrinya.
secara cepat ke dalam suatu volume yang besar
sesudah masuk ke sistem sirkulasi sistemik,
maka konsentrasi xenobiotika di dalam
sistem sirkulasi akan menjadi sangat rendah
dibandingkan terhadap konsentrasi xenobiotika
di tempat eksposisi. Sebagai contoh, dosis
obat biasanya dalam miligram, sedangkan
konsentrasi dalam plasma seringkali menjadi
mikrogram per mililiter atau nanogram per
mililiter. Apabila obat diberikan per-oral, maka
konsentrasi obat di saluran cerna akan jauh
lebih besar dibandingkan dalam plasma,
perbedaan konsentrasi yang besar ini yang Gambar 2.6.: Hubungan jumlah atom C dengan
berperan sebagai ”daya penggerak” selama aktivitas anti-bakteri seri homolog n-
absorpsi. alifatis alkohol (R-OH)
(Disadur dari Siswandono, (2006), Peran Kimia
Bila D, A, K, dan h tetap di bawah keadaan Medisinal bagi apoteker sebagai drugs informer,
yang umum untuk absorpsi, diperoleh suatu Seminar sehari HUT ISFI ke 51, 17 Juni 2006,
tetapan gabungan P atau koefisien dengan
permeabilitas
( P DAK h ). Jadi secara umum koefisien modifikasi)
permeabilitas membran sel ditentukan oleh: sifat membran sel dan sangat kecil akan melewati lapisan berair dari
pisiologi membran (luar permukaan membran sel, sehingga sangat kecil kemungkinan xenobiotika ini
membran, tebal membran, koefisien difusi akan menembus membran sel.
membran), dan sifat fisiko-kimia xenobiotika
(koefiesen partisi/ distribusi dari xenobiotika).
Koefisien partisi ”K” menyatakan partisi
xenobiotika dalam minyak/air. Peningkatan
kelarutan dalam lemak (lipofilitas) suatu
xenobiotika akan diikuti dengan peningkatan
harga K-nya, dan dengan demikian juga terjadi
meningkatkan laju difusi xenobiotika tersebut
melalui membran sel. Jika harga K dari suatu
xenobiotika sangat tinggi, maka pada awalnya
xenobiotika tersebut akan sangat cepat terlarut
dalam lapisan lipid bagian luar membran.
Namun karena membran biologi tersusun
atas lapisan ganda lemak, yang disispi oleh
lapisan berair, maka xenobiotika tersebut
akan terakumulasi pada lapisan luar lipid
Namun dengan demikian
bukan berarti senyawa yang
sangat lipofil tidak akan
terserap ke dalam tubuh.
Senyawa seperti ini, misal
Vitamin A atau insektisida
DTT yang praktis tidak larut
dalam air, terlebih dahulu
harus diperlarutkan atau
disolubilisasikan. Solubilisasi
senyawa seperti ini dapat
berlangsung di usus halus,
terutama dengan bantuan
garam empedu.
Xenobiotika yang luar biasa
lipofil dapat diabsorpsi
bersama lemak (seperti
kolesterin) sebagai
kilomikron ke dalam sistem
limfe. Dalam hal ini juga
ikut mengambil bagian
garam asam empedu yang
bersifat aktif permukaan.
Bagian lipofil dari asam
empedu akan berikatan
dengan xenobiotika lipofil
dan membukusnya
selanjutnya membentuk
misel (lihat Gambar 2.7)
Permukaan ion dari garam
empedu akan mengarah ke
larutan hidrofil ”air”.
Dengan demikian
xenobiotika ini dapat
tersolubilisasi dalam
lapisan air, sehingga
absorpsi pun dapat
berlangsung.
untuk basa (BH+) berlaku
BH B H
B pKa pH
rasio 10
BH
(2.3)
Sebagai contoh senyawa obat warfarin adalah
asam lemah dengan pKa = 4.8, pada pH
cairan biologis yang sama dengan pKa, maka
50% warfarin akan berada dalam bentuk
Gambar 2.7. Pembentukan emulsi oleh
senyawa aktif permukaan ionnya. Jika pH lingkungan meningkat satu
”surfaktan” (a) emulsi minyak dalam tingkat menjadi 5,8, maka hanya sekitar 10%
air dengan perantara surfaktan, dari warfarin yang berada dalam bentun non-
zat lipofil (misal Vit A / lingkaran ionnya. Apabila warfarin diberikan melalui
hitam) larut dalam bagian lipofil jalur oral, maka dapat diperkirakan warfarin
dari surfaktan, dengan cara ini zat akan lebih mudah diserap di lambung
yang mudah disolubilisasi di dalam ketimbang di usus halus, karena pH lambung
air; (b) Emulsi air-minyak tetesan umumnya bersifat asam berkisar 1,5 - 7,0.
air terperangkap dalam emulgator Pada pH 3,8 hampir sekitar 90 % warfarin
surfaktan dan terdispersi- kan di berada dalam bentuk tidak terionkan, dalam
dalam minyak (dikutif dari Ariens et hal ini warfarin berada dalam kadaan siap
al., 1985, hal 41, dengan untuk diabsorpsi. Akan belawanan, jika warfarin
modifikasi) berada di usus halus, dimana pH usus halus
Disamping lipofilitas dari xenobiotika, lebih bersifat basa ketimbang lambung
menurut hukum Ficks, konstanta berkisar antara 7-8. Dalam pH ini hampir lebih
permiabilitas juga ditentukan oleh koefisien dari 99% warfarin berada dalam bentuk
difusi dan tebal membran difusi. Pada ionnya, sehingga dapat dipastikan warfarin
umumnya koefesien difusi dari xenobiotika akan susah terabsorpsi melalui usus halus.
melalui membran biologi sangat kecil Hal yang sebaliknya akan terjadi pada
pengaruhnya pada laju absorpsi. Ketebalan senyawa obat yang bersifat basa lemah.
membran sel umumnya sangat bervariasi, Pada gambar 2.8 menggambarkan ilustrasi difusi
bergantung pada tempat absorpsi. Namun pada senyawa asam dan basa melintasi membran
umumnya tebal membran biologi berkisar hanya dipengaruhi oleh ionisasi di kedua daerah
beberapa mikron saja, sehingga ketebalan membran. Disamping faktor-faktor diatas, laju
membran sel dapat diabaikan. aliran darah di pembuluh-pembuluh kapiler di
Kebanyakan obat bersifat asam atau basa tempat absorpsi juga merupakan salah satu
lemah, dimana umumnya dalam larutan berair faktor berpengaruh pada laju absorpsi suatu
akan berada dalam bentuk ion dan non-oinnya. xenobiotika. Laju aliran darah akan
Bentuk ion sering tidak dapat menembus berpengaruh pada perbedaan konsentrasi
membran sel karena daya larut dalam xenobiotika di kedua sisi membran. Pada awal
lipidnya yang rendah. Sebaliknya, bentuk absorpsi umumnya konsentrasi xenobiotika di
non-ion cukup larut dalam lipid sehingga dapat tempat absorpsi jauh lebih tinggi ketimbang di
menembus membran dengan laju penetrasi sisi dalam membran (sebut saja dalam kapiler
yang bergantung pada lipofililitasnya. Tingkat darah periper). Apabila laju aliran pada
ionisasi asam dan basa organik lemah pembuluh darah kapiler tersebut relatif cepat,
bergantung pada pH medium, dan konstanta maka xenobiotika akan dengan cepat terbawa
disosiasi asam-basanya (pKa). Perbandingan menuju seluruh tubuh, sehingga pada tempat
bentuk ion dan non-ion digambarkan oleh absorpsi, sehingga kesetimbangan konsentrasi
persamaan Henderson- Hasselbalch: antara tempat absorpsi dan kapiler darah
untuk asam (HA) berlaku: akan lebih lama tercapai dan terdapat
perbedaan konsentrasi antar dua sisi yang relatif
HA H A besar. Difusi akan tetap berlangsung selama
k
HA terdapat berbedaan konsentrasi antara kedua sisi
rasio (2.2) membran.
pKa pH
10
A
lebih kecil dari albumin ( sekitar 50.000 Da). Aliran air lewat
2
kompartimen sentral, dan sedikit terdistribusi ke
1,6 jaringan lebih dalam. Lebih jelasnya bagaimana
gambaran konsentrasi suatu xenobitika di dalam
1,2 tubuh dan model matematisnya selanjutnya akan
A
dibahas lebih detail dalam bab pemodelan
0,8
farmakokinetik.
0,4 B Kadar tokson di darah umumnya dipengaruhi
0 oleh beberapa faktor seperti, laju absorpsi dari
0 120 240 360 480 600 720 tempat paparan, sifaf fisiko-kimia tokson akan
Waktu (min) menentukan laju transpornya di dalam tubuh,
distribusi tosikan di dalam tubuh (jaringan,
Gambar 2.9.: Kurve konsentrasi-waktu dua tokson
organ), jalu eliminasinya meliputi kecepatan
di dalam darah.
Pada dosis yang sama tokson A lebih cepat biotransformasi dan ekskresi dari dalam
terabsorpsi dibandingkan dengan B. Jika toksika A tubuh.
FASE TOKSODINAMIK
ANTAGONISME
SINERGISME c
a
b B
Dosis
utama yang penting.
H 3C CH3
OH a
+ O CH3
N O
H 3C CH2 CH2
H 3C CH3 CH3
b
+
O
N
H 3C C H 2C H 2 O H
OH
c
H 3 O
Ko lin C
NO 2
OC
O
e
2H 5P OC 2H 5
p- N itrofe n ol H O NO
2
Enzim
yang
pusat pusat esteratik diblok
Ө
anionik CH 2
CH 3
N
+ H
C N
OH O f
H 5C 2 P OC 2 H 5
O
O
PA M
Enzim
yang
pusat anionik pusat diaktifkan
Ө
esteratik H C
kembali
2 OH
CH
N
+
3 H
C N
O
P
g
H 5C 2O
OC 2H 5
O
Fe, Mg, Cu, Zn, Sn, Cd, Co, dan Ag. Khelat RH
Wissenschaftliche
Verlagsgesellschaft
mbH, Stuttgart.
8. ROWLAND, M. und
TOZER, T.N. (1980),
BAB III
BIOTRANSFORMASI (METABOLISME)
3
9
Pendahuluan pengaktifan. melalui tubili ginjal
menuju sistem
Tidak bisa Pada umumnya peredaran darah. senyawa
dihindari, reaksi Ekskresi senyawa tersebut tidak
bahwa setiap biotransformasi ini akan belangsung mengalami
harinya merubah xonobitika dengan sangat perubahan
manusia akan lipofil menjadi lambat. Jika kimia,
terpapar oleh senyawa yang lebih kemungkinan
berbagai polar sehingga akan akan
xenobiotika, lebih mudah menimbulkan
baik secara diekskresi dari dalam bahaya yang
sengaja tubuh organinsme. sangat serius.
maupun tidak Karena sel pada Senyawa
disengaja umumnya lebih lipofil lipofil ini akan
untuk tujuan dari pada tingal dalam
tertentu. lingkungannya, maka waktu yang
Beberapa senyawa-senyawa cukup di dalam
xenobiotika lipofil akan cendrung tubuh, yaitu
tidak terakumulasi di terdeposisi di
menimbulkan dalam sel. jaringan
bahaya tetapi Bioakumulasi lemak.
sebagian xenobiotika di dalam
Pada
besar lagi sel pada tingkat yang
prinsipnya
dapat lebih tinggi yang
senyawa yang
menimbulkan dapat mengakibatkan
hidrofil akan
respon- respon keracunan sel
dengan
biologis, baik (sitotoksik), namun
mudah
yang melalui reaksi
terekskresi
menguntungka biotransformasi
melalui ginjal.
n atau terjadi penurunan
Ekskresi ini
merugikan kepolaran
adalah jalur
bagi xenobiotika
utama
organisme sehingga akan lebih
eliminasi
tersebut. mudah diekskresi
xenobiotika
Respon dari dalam sel, oleh
dari dalam
biologis sebab itu keracunan
tubuh, oleh
tersebut sel akan dapat
sebab itu oleh
seringkali dihindari.
tubuh
bergantung Pada umumnya sebagian
pada senyawa aktif besar
perubahan biologis adalah senyawa-
kimia yang senyawa organik senyawa lipofil
dialami oleh yang bersifat lipofil, terlebih dahulu
xenobiotika di yang umumnya dirubah
dalam tubuh susah dieksresi menjadi
organisme. melalui ginjal, jika senyawa yang
Perubahan tanpa mengalami lebih bersifat
biokimia yang perubahan biokimia hidrofil, agar
terjadi dapat di dalam tubuh. dapat dibuang
mengakhiri Senyawa-senyawa dari dalam
respon lipofil setelah tubuh.
biologis atau terfiltrasi glumerular
mungkin Pada awalnya
umumya akan
terjadi toksikolog
4 dapat direabsorpsi
0
b n metab depresi
e terjadi olisme oksidatif dan
r penuru dari kerusakan
h nan suatu pada jaringan.
a atau ”endot Seorang
r pengila oksik”. toksikolog
a ngan Edotok seharusnya
p toksisit sik memiliki
as merup pengetahuan
m suatu akan dasar dari
e toksika senya suatu proses
l n, wa detoksifikasi
a sehing toksik guna
l ga hasil memahami,
u pada sampin memperkiraka
i awalny g dari n, dan
b a proses menentukan
e reaksi biokimi potensial
r biokimi a toksisitas dari
b a ini normal suatu
a diistila tubuh senyawa.
g hkan dalam Dalam
a denga memp
i n ertaha
p reaksi nkan
r ”detok kelang
o sifikasi sungan
s ”. hidup.
e Sebag
Keban
s ai
yakan
r contoh
toksiko
e bebera
log
a pa
lebih
k enzim
mencu
s oksidat
rahkan
i if yang
perhati
b terlibat
annya
i reaksi
kepada
o oksige
:
k nase
bagaim
i selam
ana
m a
dan
i metab
berapa
a olisme
banyak
aerob
sistem
t pada
enzim
u detoks
yang
b ifikasi
terlibat
u suatu
pada
h tokson
proses
dapat
detoks
a menga
ifikasi
k kibatka
dan
a n 4
1
subbahasan ini akan diberikan (seperti monooksigenase, glukuronidase)
pengetahuan dasar reaksi metabolisme dari umumnya terikat pada membran dari retikulum
suatu xenobiotika, yang dapat dijadikan endoplasmik dan sebagian terlokalisasi juga
pengetahuan dasar dalam mengkaji pada mitokondria, disamping itu ada bentuk
toksikologi. terikat sebagai enzim terlarut (seperti
Pada umumnya prose resaksi detoksifikasi esterase, amidase, sulfoterase).
/metabolisme akan mengakhiri efek Tabel 3.1.: Jenis reaksi dan enzim yang terlibat
farmakologi dari xenobiotika (detoksifikasi / dalam reaksi metabolimse suatu
inaktivasi). Namun pada kenyaaanya xenobiotika
terdapat beberapa xenobiotika, justri
Reaksi Fase I
setelah mengalami reaksi
Oksidasi: Hidrasi:
detoksifikasi/metabolisme terjadi peningkatan P450 monooksigenasi Eposid hidrolase
aktivitasnya (bioaktivasi), seperti bromobenzen Xantin oksidase Ester hidrolisis:
melalui oksidasi membentuk bentuk Peroksidase Karboksilesterasis
bromobenzen epoksid. Bromobenzen epoksid Amin oksidase Amidasis
akan terikat secara kovalen pada makromlekul Monoamin oksidase Dehidrogenesis
Semicarbamat seneitif Alkohol dehidrogenesis
jaringan hati dan mengakibatkan nekrosis hati.
amin oksidase Aldehid dehidrogenesis
Oleh sebab itu dalam hal ini istilah Reduksi: Superokside dismutase
detoksifikasi kurang tepat digunakan. Para ahli P450 monooksigenase
menyatakan lebih tepat menggunakan istilah Ketoreduktase
biotransformasi untuk menggambarkan Glutation peroksidase
reaksi biokimia yang dialami oleh Reaksi Fase II
xenobiotika di dalam tubuh. Glukuronosiltransferase Metilasi
Sulfotransferase O-metiltransferase
Biotransformasi belangsung dalam dua tahap, Glutatuin S-transferase N-metiltransferase
yaitu reaksi fase I dan fase II. Rekasi-reaksi Tioltransferase S-metiltransferase
pada fase I biasanya mengubah molekul Amid sitesis (tranasilase) Asetilasi
xenobiotika menjadi metabolit yang lebih polar N-Asetilstransferase
Asetiltransferase
dengan menambahkan atau memfungsikan
Tiosulfat
suatu kelompok fungsional (-OH, -NH2, -SH, Sulfurtransferase
- COOH), melibatkan reaksi oksidasi, reduksi (rhodanase)
dan hidrolisis. Kalau metabolit fase I cukup
terpolarkan, maka ia kemungkinannya akan Sistem enzim yang terlibat pada reaksi fase
mudah diekskresi. Namun, banyak produk I umumnya terdapat di dalam retikulum
reaksi fase I tidak segera dieliminasi dan endoplasmik halus, sedangkan sistem
mengalami reaksi berikutnya dengan suatu enzim yang terlibat pada reaksi fase II
subtrat endogen, seperti: asam glukuronida, sebagian besar ditemukan di sitosol.
asam sulfat, asam asetat, atau asam amino Disamping memetabolisme xenobiotika, sistem
ditempelkan pada gugus polar tadi. Oleh enzim ini juga terlibat dalam reaksi
sebab itu reaksi fase II disebut juga reaksi biotransformasi senyawa endogen (seperti:
pengkopelan atau reaksi konjugasi. hormon steroid, biliribun, asam urat, dll).
Selain organ-organ tubuh, bakteri flora usus
Enzim-enzim yang terlibat dalam juga dapat melakukan reaksi metabolisme,
biotransformasi pada umumnya tidak spesifik khususnya reaksi reduksi dan hidrolisis.
terhadap substrat (lihat tabel 3.1). Enzim ini
4
2
Reaksi Fase Reaksi Fase
I II
Xenobiotika Metabolit Fase Metabolit Fase
I II
Oksidasi Konjugasi dengan:
Reduksi asam glukoronat
Hidrolisis sulfat
asetat
glutation
4
3
a. Reaksi oksidasi
Reaksi Fase I
Reaksi oksidasi mempunyai peranan penting
Reaksi fase I ini juga disebut dengan reaksi pada biotransformasi, khususnya reaksi-reaksi
fungsionalisasi, sebab melalui reaksi fase ini yang melibatkan sistem enzim oksidase,
(oksidasi, reduksi atau hidrolisis) menghasilkan monooksigenase dan dioksigenase. Oksidase
suatu gugus fungsi, yang selanjutnya pada fase mengoksidasi melalui masuknya oksigen
ke II akan terkonjugasi (elektron). Melalui mono-oksigenase akan
Oksidasi biologis dimasukkan satu atom oksigen ke dalam
xenobiotika dan molekul oksigen yang
a. Sistem Monooksigenase yang tergantung lainnya akan direduksi menjadi air. Berbeda
pada Sitokrom P450 dengan dioksigenase, kedua atom oksigen
Sitem monooksigenase yang tergantung akan dimasukkan ke dalam xenobiotika. Sistem
pada sitokrom P450 adalah inti dari enzim yang yang mengkatalisis rekasi
metabolisme dari kebanyakan xenobiotika. oksigenase ini memerlukan sistem sitokrom P-
Reaksi monooksigenase ini mempunyai 450 dan NADPH- sitokrom P-450 reduktase,
peranan penting dalam reaksi NADPH dan molekul oksigen.
biotransformasi, karena sistem ini tidak Oksidasi pada sitokrom P-450 sangat
hanya merupakan sistem enzim dasar memegang peranan penting dalam
”primer” dalam metabolisme bagi berbagai biotransformasi xenobiotika. Sitokrom P-450
xenobiotika, tetapi juga sebagai langkah adalah hemoprotein dengan suatu kharakter
fungsionalisasi awal bagi reaksi metabolisme puncak absorpsi dari bentuk terreduksi CO-
selanjutnya. Sistem ini dikenal juga dengan kompleknya pada panjang gelombang 450 nm.
nama lainnya seperti: Enzim sitokrom P-450 terletak di retikulum
- oksidasi fungsi-campur ”mixed function endoplasmik dari beberapa jaringan. Sistem
oxidation” enzim yang mengkatalisis reaksi ini dikenal
- sitem P450 dengan mikrosomal oksidasi fungsi campur
- sistem monooksigenase yang bergantung (microsomal mixed-function oxidase, MFO).
pada sitokrom P450 Reaksi oksidase multi level ini digambarkan
Sekarang ini peneliti lebih menggunakan sistem secara skematis pada gambar 3.2.
monooksigenase yaitu untuk menggambarkan
R-OH
bahwa sistem memasukkan satu atom oksigen
ke dalam molekul xenobiotika ”subtrat”. Fe3+ Fe 3+ R-H
OH
Reaksi sistem monooksigenase yang
R
.
bergantung pada sitokrom P450 memenuhi
stokiometri sebagai berikut:
4
4
CYP
450 Fe 3+
H2O NADPH
H+ + NADPH
H+ + RH
RH O
2 NADPH H
ROH H O
CYP b5 Fp
NADP
2
di mana RH mewakili subtrat ”xenobiotika” yang e e
berreaksi dengan satu molekul oksigen dan Fe2+
NADPH untuk menghasilkan metabolit RH
+ 2 H*
teroksidasi (ROH), molekul air, keseluruhan
reaksi dikatalisis oleh sistem enzim sitokrom Fe3+ O 2- O2
P450. Masuknya satu atom oksigen ke dalam O 22- Fe3+ Fe2+
O2
subtrat merupakan sumber dari penamaan RH
sistem monooksigenase.
Oksidasi subtrat dan disertai dengan reduksi RH RH
dari satu atom oksigen membentuk air adalah
alasan utama menamakan sistem reaksi ini Gambar 3.2. Sistem Sitokrom P-450 (CYP-450).
dengan ”oksidasi fungsi campur”. Secara Substrat R-H tertempel pada CYP-450, dengan
stokiometri reaksi ini kelihatan sangat itu CYP-450 reduktase teraktivasi dan satu
sederhana, namun pada kenyataannya elektron diserahkan pada CYP-450. CYP-450
sangat komplek dimana reaksi-reaksi oksidasi- tereduksi dapat menerima satu melekul O2
reduksi di dalam retikulum endoplasmik terjadi dan oksigen mendapat satu elektron dari
secara simultan (lihat gambar 3.2). CYP-450. Komplek CYP-450, O2 dan R-H
akan terpecah
4
5
dengan memberikan oksigen pada substrat (R-H) I : Karbamazepin → Karbamazepinepoksid
menjadi R-OH begitu juga oksidasi CYP-450Fe3+. A:Trikloretilen → [Trikloretilenepoksid]
Substrat xenobiotika bereaksi dengan bentuk Benzo(a)piren-7,8-dihidridiol → Bezo(a)piren-7,8-
teroksidasi CYP-450Fe3+ membentuk komplek dihidrodiol-9,10-epoksid
enzim-subtrat. Sitokrom P-450 reduktase 6.Oksidatif desaminasi
mendapatkan satu elektron dari NADPH, yang
akan mereduksi komplek dari CYP-450Fe 3+— RCH(CH3)-NH2 → RCHOH(CH3)-NH2 → RCO-
xenobiotika. Bentuk reduksi dari komplek CYP- CH3 + NH3
450Fe2+—xenobiotika bereaksi dengan molekul 7.Oksidatif desulfurasi
oksigen dan kemudian mendapatkan elektron (R-O)3P=S → (R-O)3P=O
yang ke dua dari NADPH, yang diperoleh dari A: Paration → Paraokson
flavoprotein reduktase yang sama, membentuk
species oksigen terakivasi. Langkah terakhir satu 8.Oksidasif dehalogenasi
atom oksigen terlepas sebagai H2O dan atom RCH2X → RCHXOH → RCHO + HX
oksigen yang lain ditransfer ke dalam substrat I: Benzilklorid → Benzaldehid
dan bentuk teroksidasi CYP-450Fe3+ Lindan → Triklorfenol
terregenerasi.
9.S-oksidatif membentuk sulfoksida dan sulfona
Sistem enzim CYP-450 monooksigenase
mengkatalisis reaksi seperti berikut (I: inaktivasi R1-CH2-S-CH2-R2 → R1-CH2-SO-CH2-R2 → R1-
efek toksik, A: aktivasi efek toksik) : CH2-SO2-CH2-R2
I : Fenotiasin → Solfoksid →
1.Hidroksilasi dari rantai karbon dan alkilen:
Sulfon A: Temefos → Temefos-S-
R-CH2-CH2-CH3 → R-CH2-CH2-CH2-OH atau R-
CH2-CHOH-CH3 oksid
contoh: 10. N-oksidatif membentuk N-oksida atau
I : Butan → Butanol Etilbenzol Hidroksil-amin
→ Fentilbenzol (R)3N → (R)2N-OH
Tetrahidrokanabinol (THC) → 11-OH-THC I : Amitriptilin → Amitriptilin-N-oksid
A: Hexan → 2,6-Hexandiol (→ Hexandion) A: Naftilamin → Naftilaminhidroksilamin
Reaksi fase II
- metilasi. habis, sehingga pada peningkatan jumlah
Hasil reaksi konjugasi bersifat sangat polar, substrat konjugasi sulfat menjadi jalur reaksi
sehingga sangat cepat tereksresi melalui fase II yang kurang menonjol.
ginjal bersama urin dan / atau melalui empedu
c.Konjugasi dengan Asam amino (glisin).
menuju saluran cerna. Pada umumnya melalui
reaksi fase II, xenobitika atau metabolit fase I Konjugasi ini dikatalisis oleh konjugat asam
mengalami deaktivasi. Namun belakangan ini amino dan koenzim-A. Asam karboksilat
telah dilaporkan beberapa metabolit fase II karboksilat, asam arilasetat dan asam akrilat
justru mengalami aktivasi, seperti morfin-6- yang mengalami substitusi aril dapat
glukuronida mempunyai aktivitas membentuk konjugat dengan asam amino,
antianalgesik yang lebih poten dari pada terutama glisin.
morfin. d. Ikatan dengan turunan asam
a. Glukuronidasi. merkatofurat (konjugasi glutation).
Glukuronid adalah jenis konjugasi yang Reaksi konjugasi ini berlangsung dalam
paling umum dan penting. Glukuronidasi dari beberapa tingkat, sebagian belangsung secara
gugus alkohol atau fenol adalah reaksi spontan dan juga dikatalisis oleh glutation-S-
konjugasi yang paling sering pada reaksi fase transferase. Pada awalnya terbentuk konjugat
II, disamping itu juga asam-asam karboksilat, glutation-substrat kemudian mengalami
senyawa sulfidril dan senyawa amin. pemecahan enzimatik dari kedua asam amino.
Kosubstrat dari reaksi ini adalah Asam-uridin- Melalui asetilasi dari sistein membentuk produk
5’-difosfo--D-glukuronat (UDPGA). Enzim akhir berupa turunan N- asetilsistein (asam
yang mengkatalisi reaksi konjugasi ini adalah merkaptofurat) yang mudah diekskresi. Glutation
UDP-glukuronil-transferase (UGT). Enzim ini dapat berkonjugasi dengan epoksid yang
terikat di retikulum endoplasmik dan terdapat terbentuk akibat oksidasi dari halogen
sebagian besar di bagian sisi- luminal dari aromatik. Epoksida ini bersifat sangat
hati atau organ lainnya. Enzim ini elektrofilik yang sangat reaktif. Metabolit ini
dikelompokkan ke dalam dua famili, yaitu UGT1 dapat bereaksi dengan unsur-unsur sel dan
dan UGT2 (FICHTL 1998). Glukuronat juga menyebabkan kematian sel atau pembentukan
mengkonjugasi senyawa endogen, seperti tomor. Konjugasi glutation akan berikatan
bilirubin, konjugasi ini dikatalis oleh UGT1*1. dengan metabolit elektrofilik, dengan
Enzim UGT dilain hal agak kurang spesifik, demikian akan mencegah metabolit ini
namun ada dari subfamilinya yang berikatan dengan sel. Dengan demikian
mempunyai spesifisitas yang tinggi. UGT2B7 konjugasi glutation sangat berperanan
adalah enzim yang mengkalisis konjugasi penting dalam pencegahan tembentukan
morfin menuju morfin- 3-glukuronid dan morfin- tomor (sel kanker).
6-glukuronid dengan perbandingan residu yang Selain itu glutation dapat berkonjugasi
berbeda (COFFMAN et al. 1996). UGT2B7 dengan senyawa alifatik tak jenuh dan
agak kurang spesifik dibandingkan dengan menggantikan gugus nitro dalam suatu
UGT1A1 hanya mengkatalisis morfin menuju senyawa kimia.
morphin-3- glukuronid (COFFMANN et al.
1998). e. Asetilasi.
b.Konjugasi Sulfat. Xenobiotika yang memiliki gugus amin aromatik,
yang tidak dapat dimetabolisme secara
Reaksi ini dikatalisis oleh sulfotranferase, oksidatif, biasanya akan diasetilisasi dengan
yang diketemukan dalam fraksi sitosolik bantuan enzim N-asetil transferase dan asetil
jaringan hati, ginjal dan usus. Koenzimnya koenzim A. Asetilasi merupakan fransfer gugus
adalah PAPS (3’- fosfoadenosin-5’-fosfosulfat). asetil ke amin aromatik primer, hidrazin,
Konjugasi ini adalah untuk gugus fungsional: hidrazid, sulfoamid dan gugus amin alifatik
fenol, alkohol alifatik dan primer tertentu.
AT
amin Acetil-CoA + RNH2 CH3CONHR + HSCoA
aromatik.
R-OH PAPS R-O-SO3H R- Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat
NH2 R-NH-SO3H dua kelompok isoenzim N-asetil transferase
Konjugasi sulfat biasanya sebagian besar (NAT1 dan NAT2). Genotif isoenzim NAT2
terhadap senyawa-senyawa endogen dan relativ memiliki sifat plomorfismus, sehingga
jarang dengan xenobiotika. Jumlah cadangan mengakibatkan perbedaan laju asetilasi
koenzim PAPS biasanya terbatas dan mudah (asetilasi cepat dan lambat). Hal ini dapat
memberikan makna
toksikologis penting pada populasi tertentu tergantung pada genotipe dan satuan dari
terhadap laju eliminasi dari substratnya, seperti: ekspresinya. Perbedaan fenotipe ini
isoniazid, hidralazin, atau prokainamid. mengantarkan peneliti untuk mengelompokkan
f. Metilasi. individu ke dalam populasi pematabolit cepat
”extensive metabolizer” dan pemetabolit lambat
Di dalam biotransformasi, reaksi metilasi ”poor metabolizer”. Dalam berbagai kasus
relatif sangat jarang, karena UDPGA tersidia penekanan metabolisme melalui pengontrolan
lebih luas sehingga lebih mudah terbentuk laju polimorfisasi dari enzim dapat
glukuronid. Reaksi ini dikatalisis oleh mengakibatkan peningkatnya efek samping
metiltransferase. Koenzimnya adalah SAM (S- (efek toksik) pada pemetabolit lambat.
adenosinmetionin). Contoh N-metilasi
(noradrenalin, nicotinamid, metadon) Sebagai contoh faktor genetik adalah cacat
pada system enzim glukuse-6-fosfat-
dihidrogenase, hal
R1 C R1C
R2C NH R2C
NCH3 ini diakibatkan oleh kerusakan genetik dari X-
kromosomal. Contoh lainnya adalah
Faktor-faktor yang mempengaruhi polimorfismus dari sistem enzim CYP2D6 yang
metabolisme xenobiotika. lebih dikenal dengan polimorfismus spartain
atau debrisoquin, polimorfismus sistem enzim
Genetik, lingkungan dan psiologik adalah faktor-
CYP2C19 (polimorfismus mefenitoin dan
faktor yang dapat mempengaruhi reaksi
polimorfismus N-asetil-transferase). Hampir
biotransformasi (metabolisme). Faktor
10% dari orang eropah memiliki gangguan
terpenting adalah genetik yang menentukan
dalam polimorfismus sistem enzim CYP2D6,
polimorfisme dalam oksidasi dan konjugasi
yang mengakibatkan lambatnya metabolisme
dari xenobiotika, penggunaan dengan obat-
dari spartain, debrisoquin, kodein.
obatan secara bersamaan, paparan polutan
atau bahan kimia lain dari lingkungan, kondisi Penyakit, Hati adalah organ utama yang
kesehatan dan umur. Faktor-faktor ini diduga bertanggungjawab pada reaksi biotransfromasi.
bertanggungjawab terhadap penurunan Penyakit hepatitis akut atau kronis, sirosis
efisiensi biotransformasi, perpanjangan efek hati dan nekrosis hati secara signifikan dapat
farmakologi dan peningkatan toksisitas. menurunkan laju metabolisme xenobiotika.
Pada sakit hati terjadi penurunan sintesa sistem
Induksi enzim, banyak xenobitika dapat
enzim dan penurunan laju aliran darah
meningkatkan sintesa sistem enzim
melalui hati. Senyawa yang memiliki clearance
metabolisme (induksi), induksi sistem enzim
hati (eliminasi persatuan volume) yang tinggi,
tertentu dapat meningkatkan laju
penurunan laju aliran darah di hati secara
biotransformasi senyawa tertentu. Contoh
signifikan akan menurunkan laju
xenobiotika yang bersifat inkduksi enzim
metabolismenya. Dilain hal senyawa-senyawa
adalah fenobarbital. Fenobarbital dapat
dengan clearan hati rendah, penurunan laju
meningkatkan jumlah CYP450 dan NADPH-
metabolisme pada kasus ini lebih ditentukan
sitokrom c reduktase.
oleh penurunan aktivitas enzim metabolisme.
Inhibisi enzim, penghabantan sistem enzim
Umur, pada bayi telah dikenal, kalau sistem
biotransformasi akan mengakibatkan
einzim biotranformasi belum sempurna
perpanjangan efek farmakologi dan
terbentuk. Pada bayi yang baru lahir (fetus)
meningkatnya efek toksik. Inhibisi sistem
sistem enzim- enzim, yang terpenting
enzim CYP2D6 oleh quinidin, secara nyata
(seperti: CYP-450, glukoronil-trensferase dan
dapat menekan metabolime spartain,
Acetil-transferase) belum berkembang
debrisoquin atau kodein.
dengan sempurna. Pada tahun pertama sistem
Faktor Genetik, Telah dikenal dari hasil enzim ini berkembang lebih sempurna, dan
penelitian pengembangan dan penemuan obat pada tahun ke lima fungsi sistem enzim
baru, bahwa variabilitas genetik berperan biotransformasi telah mendekati sempurna
penting pada reaksi metabolisme. Perbedaan seperti pada orang dewasa. Namun pada orang
variabilitas ini dapat disebabkan oleh Genotipe lanjut usia terjadi degradasi fungsi organ, hal
dari masing- masing sel, sehingga dapat ini juga mengakibatkan penurunan laju
mengakibatkan kekurangan atau kelebihan metabolisme.
suatu sistem enzim. Pada kenyataanya
Faktor lingkungan. Pengaruh faktor fisik dan
perbedaan aktivitas metabolisme ditentukan
faktor sosial dalam biotransformasi masih
oleh fenotipe, yang
sangat
sedikit diketemukan di literatur. Namun faktor-
faktor ini sering didiskusikan sebagai salah satu
faktor, yang dapat berpengaruh pada laju
metabolisme.
Daftar pustaka:
1. BENET, L.Z., KROETZ D.L. and
SHEINER L.B., (1996),
“Pharmacokinetics The dynamics of drug
absorption, distribution, and elimination”, in
HARDMAN J.G., GOODMAN GILMAN A..,
LIMBIRD L.E., “Goodman & Gilman’s The
Pharmacological Basis of Therapeutics”,
9th edn, McGraw-Hill, New York p. 3-27.
2. COFFMAN, B.L., KING, C.D., RIOS, G.R.
und TEPHLY, T.R. (1998),”The
Glucuronidation of opioids, other
xenobiotics and androgens by human
UGT2B7Y (268) and UGT2B7H (268)”,
Drug Metab. Dispos., 26: 73-77
3. COFFMAN, B.L., RIOS, G.R. und TEPHLY
T.R. (1996),” Purification and properties
of two rat liver phenobarbital-inducible
UDP- glucuronosyltransferases that
catalyze the glucuronidation of opioids”,
Drug Metab. Dispos., 24: 329-333
4. FICHTL B et al. , Allgemeine Pharmakologie
und Toxikologie, in FORTH W et al. (Ed)
Allgemeine und Spezielle Pharmakologie
und Toxikologie 7. ed, Spektrum
Akademiker Verlag, Berlin 1998, S. 3-
102.
5. LU, F.C. (1995), “Toksikologi dasar, asas,
organ sasaran, dan penilaian resiko”, UI-
Press, Jakarta.
6. MUTSCHLER E. Und SCHÄFER-KORTING
M. (1997) “Arzneimittel-Wirkungen
Lehrbuch der Pharmakologie und
Toksikologie” Wissenschaftliche
Verlagsgesellschaft mbH, Stuttgart.
7. SCHMOLD A. (2003), “Wirkungsbedingunen
von Giften“, in MADEA, B. und
BRINKMANN B., “Handbuch gerichtliche
Medizin, Band 2.“, Springer-Verlag, Berlin,
Heidelberg, New York. S. 14-30.
BAB IV
PEMODELAN FARMAKOKINETIK
Tujuan Instruksional Umum (TIU) (C2):
Setelah mengikuti kuliah ini mahasiswa dapat dapat menjelaskan jenis-jenis model farmakokinetik,
parameter-parameter farmakokinetik dan manfaatnya dalam memahami aksi xenobiotika dengan benar.
Tujuan Instruksional Khusus (TIK) (C2):
Setelah mendiskusikan materi ini peserta didik diharapkan:
dapat menjelaskan kosep dasar pemodelan farmakokinetik dengan benar,
dapat menjelaskan jenis-jenis model farmakokinetik dengan benar,
dapat menjelaskan parameter-parameter farmakokinetik dengan benar.
Pendahuluan tokisitas suatu obat dirangkum dalam
tidak akan valid jika disposisi proses
Perkembangan xenobiotika.
tidak mencatumkan farmakokinetik
ilmu
data konsentrasi obat Dalam mempelajari terjadi tidaklah
farmakokinetik
di darah dan di urin, farmakokinetik seperti alur blok
menjadi satu
yang diperoleh suatu xenobiotika yang diskret
kajian ilmu
secara simultan. haruslah disadari, (satu proses
dimulai pada
Ilmu farmakokinetik bahwa semua akan diikuti
tahun 1937
dan juga oleh proses
melalui
biofarmasetik yang lain apabila
publikasi ilmuan
bermanfaat untuk proses
Swedia. Dalam
memahami hubungan sebelumnya
publikasinya
antara sifat-sifat telah tuntas
memberikan
fisikokimia dari berakhir),
persamaan
suatu xenobiotika melainkan lebih
dasar dari laju
dan efek merupakan
absorpsi,
farmakologik atau suatu proses
distribusi dan
efek klinik. Studi kombinasi satu
eliminasi
biofarmasetika dengan yang
melalui
memerlukan lain. Setelah
berbagai rute
penyidikan beberapa molekul
pemakaian
faktor yang xenobiotika
obat. Sekarang
mempengaruhi laju diabsorpsi dan
ini
dan jumlah obat menuju
farmakokinetik
yang mencapai sirkulasi
telah
sistem sirkulasi sistemik, maka
berkembang
sistemik. Dengan akan siap di
pesat, sehingga
demikian transportasi ke
konsepnya
biofarmasetika berarti seluruh tubuh,
digunakan hapir
melibatkan faktor- dalam waktu
disetiap tingkat
faktor yang bersamaan
seperti pada
mempengaruhi akan ada
penemuan obat
pelepasan molekul
baru,
xenobiotika dari xenobiotika
pengembangan
suatu produk yang berikatan
formulasi, terapi
sediaan, laju dengan reseptor
dan pemantauan
pelarutan dan dan ada terdapat
/ evaluasi terapi.
akhirnya juga molekul
Misalnya semua
ketersediaan yang lain
obat baru yang
farmasetika mengalami
akan
xenobiotika tersebut. reaksi
didaftarkan
Farmakokinetika metabolisme,
kepada pihak
mempelajari kinetika atau ada
berwenang
absorpsi suatu molekul yang
untuk dapat
xenobiotika, langsung
beredar
distribusi, dan dieksresi oleh
dimasyarakat
eliminasi (ekskresi ginjal. Proses
harus
dan biotransformasi). ini yang
mencatumkan
Dalam pembahasan dimaksud
kajian
farmakokinetika dengan
/informasi
uraian tentang kombinasi satu
farmakokinetik,
distribusi dan dengan yang
dimana kajian
eliminasi sering lain.
efikasi dan
Dalam mengguna cairan
suatu kan istilah tubuh.
sistem matematik Model
biologi , yang sederhana
k memberi yang
peristi arti singkat digunakan
wa- dari menggam
peristi pernyataan barkan
wa hubungan keadaan
yang kuantitatif. ini adalah
diala Berbagai suatu bak
mi model berisi
oleh matematik sejumlah
xenob disusun/dir volume
iotika ancang cairan
sering untuk yang
terjadi meniru secara
secara proses laju cepat
serent absorpsi, berada
ak. distribusi dalam
Dalam dan kesetimban
meng eliminasi gan
gamb suatu dengan
arkan xenobiotika obat. Pada
sistem . Model kenyataan
biolog matematik nya, suatu
ik ini fraksi obat
yang memungki secara
kompl nkan terus-
eks menggamb menerus
terseb arkan akan
ut, konsentrasi dieleminas
dibuat xenobiotika i dari
penyer dalam tubuh,
dahan tubuh maka
aan sebagai proses
angga fungsi tersebut
pan waktu.
menge Sebagai
nai contoh,
perger suatu obat
akan diberikan
xenob secara
iotika injeksi
itu. intravena
Suatu (iv). Dalam
hipote hal ini
sis dianggap
model obat
disus sangat
un cepat
denga melarut
n dalam
dapat digambarkan dengan gambar sederhana jaringan, dan urin pada berbagai pengaturan
bahwa tubuh seperti bak dengan lubang kecil dosis, b) menghitung pengaturan dosis optimum
yang secara terus-menerus mengeluarkan untuk tiap penderita secara individu, c)
cairannya dan obat (lihat gambar 4.1). Karena memperkirakan kemungkinan akumulasi obat
volume cairan tubuh relatif konstan maka dalam dan
model ini perlu ditambahkan suatu sistem /atau metabolit-metabolit, d) menghitung
pengisi cairan otomatis untuk menjaga volume konsentrasi obat dengan aktivitas farmakologik
konstan. atau toksikologik, e) menilai perbedaan laju atau
tingkat ketersediaan farmasetika dan hayati
Sistem cairan antar formulasi, f) menggambarkan perubahan
pengisi kembali faal atau penyakit yang mempengaruhi absorpsi,
secara otomatis distribusi, atau eliminasi obat, g)menjelaskan
untuk menjaga interaksi obat.
volume yang
tetap Perlu disadari bahwa model didasarkan atas
suatu hipotesa dan penyederhanaan anggapan,
yang menggambarkan sistem biologi dalam
istilah matematik, maka dalam pemanfaatannya
untuk keperluan tertentu diperlukan suatu
Cairan dan pemahaman yang lebih dalam. Dan sebelumnya
obat keluar dimanfaatkan model tersebut harus diuji terlebih
dahulu secara percobaan dengan berbagai
kondisi penelitian. Pengujian statistik diperlukan
Gambar 4.1. Bak dengan suatu volume yang untuk mengetahui keseuaian model dengan
tetap dari cairan yang bersetimbang dengan data. Jika model sederhana tidak cocok
obat. Volume cairan 1 liter. Cairan keluar 10 dengan seluruh hasil pengamatan percobaan,
ml/menit. Fraksi obat yang diambil per satuan mungki diperlukan suatu model yang lebih
waktu 10/1000 atau 0,01 permenit kompleks (hipotesis).
Konsentrasi obat dalam bak setelah
pemberian suatu dosis ditentukan oleh dua Prinsip-prinsip dasar matematika
parameter: a) volume cairan bak dan b) laju Dalam menggambarkan perubahan konsentrasi
eliminasi obat persatuan waktu. Dalam sutau xenobiotika baik di dalam plasma,
farmakokinetika parameter tersebut dianggap jaringan, organ maupun di urin diperlukan
tetap. Jika konsentrasi obat dalam bak persamaan model matematik yang sesuai,
ditentukan pada berbagai selang waktu, maka sehingga dapat dengan tepat memperkirakan
volume cairan dalam bak dan laju eliminasi bentuk kurva- konsentrasi waktu dari suatu
obat dapat ditentukan. xenobiotika. Proses biologi dan psiologi
Konsentrasi obat dalam bak berbantung pada umumnya mengikuti reaksi orde nol atau
waktu, maka variabel konsentrasi obat dan kesatu.
waktu Pada reaksi orde nol, jalu perubahan
konsentrasi adalah tetap sepanjang waktu, hal
ini digambarkan dengan persamaan (4.1):
berturut-turut disebut sebagai variabel dC
(4.1)
bergantung dan bebas. Dalam praktek, k dt
parameter farmakokinetik tidak ditentukan
secara langsung,
tetapi ditentukan melalui percobaan dari dimana C menyatakan jumlah konsentrasi yang
sejumlah variabel tergantung dan bebas yang berkurang dalam satuan jarak waktu yang
secara bersamaan dikenal sebagai data. Dari tetap ”t”, dan k adalah tetapan jalu reaksi orde
data ini dapat diperkirakan model nol dan dinyatakan dalam satuan massa per
farmakokinetik yang kemudian diuji waktu (misal mg/menit). Integrasi persamaan
kebenarannya, dan selanjutnya diperoleh (4.1) menghasilkan persamaan berikut:
parameter farmakokinetiknya. Jumlah
parameter yang diperlukan untuk C kt (4.2)
menggambarkan model bergantung pada Co
kerumitan proses dan rute pemberian obat. Co adalah konsentrasi obat pada saat t=0.
Berdasarkan persamaan 4.2 dapat dibuat suatu
Model farmakokinetik bermanfaat untuk: a)
grafik hubungan antara C terhadap t yang
memperkirakan kadar obat dalam plasma,
menghasilkan garis lurus (Gambar 4.2). Intersep 60
y adalah sama dengan Co dan slop arah garis log Co
50
log C
sama dengan k.
40
60
Konsentrasi C
slop = -k/2,3
30
Co
50 20
40
10
30
20
0
0 10 20 30
10
waktu (t)
0
0 10 15 20 25
waktu (t)
5
Gambar 4.3. Grafik persamaan 4.6.
Waktu paruh (t½), menyatakan waktu yang
Gambar 4.2. Grafik persamaan (4.2) perlukan oleh sejumlah xenobiotika atau
konsentrasi xenobiotika untuk berkurang
Pada laju dari perubahan konsentrasi adalah
menjadi separuhnya. Waktu paruh reaksi orde
sebanding konsentrasi xenobiotika yang tersisa,
ke satu dapat diperoleh dari persamaan
maka jalu berkurangnya konsentrasi dinyatakan
berikut:
sebagai
t1/ 2 0,693 (4.7)
berikut:
k
dC
Dari persamaan di atas dapat disimpulkan
kC dt (4.3)
bahwa, waktu paruh untuk reaksi orde kesatu
adalah
dimana k adalah tetapan laju reaksi orde konstan tidak bergantung pada konsetrasi
kesatu xenobiotika pada waktu tertentu, dimana
dan dinyatakan dalam satuan per waktu (waktu- waktu yang diperlukan untuk berkurang
1). Integrasi persamaan (4.3) menghasilkan
separuhnya adalah konstan.
persamaan berikut:
lnC kt (4.4) Berbeda dengan reaksi orde nol, dimana waktu
lnCo
Persamaan (4.4) dapat pula dinyatakan paruhnya berjalan tidak tetap. Harga t½ reaksi
sebagai: orde nol adalah sebanding dengan jumlah
atau
C Coe (4.5) konsentrasi awal xenobiotika dan berbanding
kt terbalik dengan tetapan laju reaksi orde nol,
Bila ln = 2,3 log, persamaan (4.4) dimana:
menjadi:
logC kt (4.6) 0,5 Co
2,3 t1/ 2 (4.8)
logCo
k
Menurut persamaan ini, grafik hubungan log
C terhadap t menghasilkan garis lurus. Berbagai pendekatan dari farmakokinetik
Intersep y adalah sama dengan log Co, dan Secara filosofi tedapat tiga pendekatan dalam
slop garis sama dengan –k/2,3. pemodelan farmakokinetik yaitu: model
Kebanyakan proses (seperti difusi fasip, kompartemen, model fisiologi, dan model
transpor transmembran terpasilitasi, independen ”bebas”.
metabolisme, dan ekskresi) pada konsentrasi Pendekatan dalam model kompertemen adalah
yang rendah mengikuti reaksi orde kesatu. tubuh dapat dinyatakan sebagai suatu susunan,
Reaksi orde nol umumnya berlaku pada atau sistem dari kompartemen-kompartemen yang
konsentrasi yang tinggi, dimana enzim berhubungan secara timbal-balik satu dengan
bekerja pada laju yang optimum dan yang lainnya. Suatu kompartimen bukan
peningkatan konsentrasi tidak mengakibatkan suatu daerah fisiologik atau anatomik yang
peningkatan jalu reaksi. Keadaan ini nyata, tetapi dianggap sebagai suatu jaringan
memberikan kinetika non-linier atau kejenuhan, atau kelompok jaringan yang mempunyai
dimana asumsi ini penting dipertimbangkan aliran darah dan afinitas obat yang sama.
pada kasus keracunan. Lebih jauh akan Dalam masing-masing kompartemen dianggap
didiskusikan berikut. obat terdistribusi secara merata. Pencampuran
obat dalam suatu
kompartemen terjadi secara cepat dan homogen konsentrasi antara jaringan dan darah. Aliran darah, ukuran
serta dianggap ”diaduk secara baik” sehingga jaringan dan
kadar obat mewakili konsentrasi rata-rata dan
tiap-tiap molekul obat mempunyai kemungkinan
yang sama untuk meninggalkan kompartemen.
Model kompartemen didasarkan atas anggapan
linier, yang menggunakan persamaan diferensial
linier. Kompartemen model merupakan
gambaran kinetik, yang mengkarakterisasi laju
absorpsi, disposisi, dan eliminasi dari suatu
xenobiotika di dalam tubuh. Atas dasar
tersebut, seharusnya pengertian suatu
kompartemen dilandasi (dibatasi) atas laju dari
suatu proses. Oleh sebab itu kompartemen
disini tidak dapat didefinisikan sebagai suatu
ruang, melainkan suatu poses yang memiliki
laju yang sama.
k
1
MODEL 1. Model kompartemen satu-terbuka, injeksi
iv
ka 1 ke
darah
V b Cb
Qo
Oragan/jaringan
VoCo
konsentrasi-plasma (µg/ml)
Klierens mungkin juga dapat dihitung tanpa 45
Cp
harus mengetahui volume distribusi suatu 40 maks
Integral dari Ab dari t=0 sampai t=∞ adalah waktu untuk obat yang diberikan
sama dengan total dosis yang harus secara oral dosis tunggal
dieliminasi, sehingga dAb=dosis, maka: Laju perubahan xenobiotika dalam tubuh,
dAb/dt, bergantung pada jalu absorpsi dan
Db0 CL Cp dt eliminasi xenobiotika. Laju perubahan ini sama
0
dengan laju absorpsi dikurangi laju
eliminasi:
D0
CLAUC
dA dAG dAe
b I
b 0 (4.19)
dt dt dt
D0
CL b
(4.17) dimana AGI = jumlah xenobiotika di dalam
AUC0
saluran pencernaan ”gastro intestinal track”,
AUC “area under curve” adalah luas daerah Ae= jumlah xenobiotika yang dieliminasi dari
dibawah kurve konsentrasi obat di plasma. tubuh.
Jika dari hubungan persamaan (4.16) dan Jika laju absorpsi dianggap mengikuti orde
(4.17) disatukan maka dapat digunakan kesatu, maka persamaan diferensial yang
untuk menghitung volume distribusi “Vd” menggambarkan laju perubahan xenobiotika
D0 dalam tubuh:
dAb
Vd F k a AGI
b
(4.18) kA
dt b
(4.20)
k AUC 0
dimana F= fraksi xenobiotika yang terabsorpsi
ii)Pemberian obat secara oral, secara sistemik, ka= laju absorpsi, dan
Seperti telah disebutkan pada pembahasan jumlah xenobiotika yang akan diabsorpsi
fase kerja toksik, bahwa kasus keracunan sama dengan dosis oral (Do). Persamaan
sering melalui eksposisi toksikan jalur ini. (4.20) diintegrasi memberikan persamaan
Faktor jumlah xenobiotika di dalam tubuh persatuan
–faktor seperti luas permukaan dinding waktu, sebagai berikut:
usus,
kecepatan pengosongan lambung, pergerakan Fka D0
saluran pencerna, dan aliran darah ke Ab
ka k e e ket
e kat (4.21)
tempat absorpsi, semuanya mempengaruhi
laju dan
jumlah absorpsi suatu xenobiotika. Walaupun Berdasarkan asumsi seperti pada persamaan
terdapat variasi, keseluruhan laju absorpsi (4.12), maka konsentrasi xenobiotika di plasma
persatuan waktu dapat dituliskan sebagai b) Kompartemen-dua terbuka
berikut:
Dalam percobaan farmakokinetik, banyak ditemui
Cp Fka D0
Vd k a k e e
ket
e (4.22) bahwa disopsisi xenobiotika setelah pemberian
injeksi iv bolus, tidak mengikuti model
kat
Gambar yang khas dari konsentrasi kompartemen satu-terbuka, dimana kurva kadar
xenobiotika dalam tubuh setelah dosis oral dalam plasma-waktu tidak menurun secara linier
disajikan dalam gambar 4.6. dimana terdapat tekukan (lihat gambar 4.7).
Konsentrasi maksimum ”Cp maks”, ditentukan Hal ini menunjukkan, bahwa laju distribusi
oleh besaran tetapan laju absorpsi dan xenobiotika tidak sama ke dalam berbagai
eliminasi xenobiotika tersebut. Waktu yang jaringan yang berbeda. Jaringan-jaringan
diperlukan untuk mencapai konsentrasi dengan perfusi yang tinggi mencapai
maksimum adalah tmaks. Konsentrasi kesetimbangan distribusi yang lebih cepat
maksimum juga disebut dengan konsentrasi ketimbang jaringan perifer yang lainnya
puncak, dimana untuk toksikologi dengan perfusi darah yang lebih lambat.
mempunyai arti yang penting, karena efek Sehingga dalam hal ini tubuh dianggap terdiri
toksik suatu xenobiotika muncul apabila dari dua kompartemen, yaitu kompartemen
batasan konsentrasi toksik di dalam tubuh kesatu, dikenal sebagai kompartemen sentral,
dilewati. Peningkatan jalu absorpsi dan secara yaitu darah, cairan ekstra-selular, dan jaringan-
simultan penurunan laju eliminasi akan jaringan dengan perfusi tinggi. Xenobiotika
meningkatkan konsentrasi puncak xenobiotika terdistribusi secara cepat dalam
tersebut. Pada penanganan suatu kasus kompartemen sentral. Kompartemen kedua
keracunan biasanya hal kebalikannya yang merupakan kompartemen jaringan, yang berisi
dikerjakan, yaitu menurunkan laju absorpsi jaringan-jaringan yang berkesetimbangan
dan meningkatkan jalu eliminasinya. secara lebih lambat dengan xenobiotika. Dalam
Area Under Curve, Baik klierens maupun model ini menganggap eliminasi xenobiotika
volume distribusi diturunkan seperti pada terjadi melalui kompartemen sentral.
persamaan (4.17) dan (4.18) selanjutnya
1000
dikoreksi dengan Fraksi xenobiotika yang
terabsorpsi secara sistemik ”F”, sehingga fase distribusi
konsentrasi-plasma
CL D F fase eliminasi
o a
(4.23) 100
AUC0
Jika harga F tidak diketahui biasanya b
klirens dihitung hanya dengan (Do/AUC).
Harga F dari suatu xenobiotika biasanya
10
diperoleh dengan cara membandingkan data
0 15 30 45
farmakokinetik yang diperoleh dengan waktu
pemberian ijeksi bolus iv, sehingga:
CL D F Div
o Gambar 4.7. Kurva kadar dalam plasma-
AUC0 AUCiv waktu untuk model
kompartemen-dua
Div AUCo terbuka, dosis iv bolus.
F (4.24) Penurunan xenobiotika dalam kompartemen
AUC
iv D0
sentral yang cepat pada fase awal dikenal
Harga F dapat juga dihitung dari jumlah sebagai fase distribusi dari kurva (gambar
xenobiotika yang terekskresi melalui urin 4.7, garis a). Pada suatu waktu xenobiotika
sampai waktu t=∞, mencapai keadaan setimbang antara
kompartemen sentral
dengan kompartemen jaringan yang diperfusi
Aex D
F
o x iv (4.25) lebih kecil, selanjutnya disebut kompartemen
Aex iv Do perifer. Setelah kesetimbangan ini tercapai,
hilangnya xenobiotika dari kompartemen sentral
merupakan suatu proses tunggal dari orde Divo (k21 a)
kesatu sebagai keseluruhan proses eliminasi B (4.28)
xenobiotika dari tubuh. Proses kedua ini Vc (a b)
memiliki laju yang lebih lambat dari proses
Tetapan laju a dan b juga merupakan tetapan
pertama ”fase distribusi” dan dikenal sebagai
laju hibrida, yang menggambarkan tetapan laju
fase eliminasi (gambar 4.7, garis b).
untuk fase distribusi dan eliminasi. Tetapan laju
Dalam model ini diasumsikan bahwa pada a dan b ini diperoleh dari tetapan laju
saat awal injeksi iv bolus, t = 0, tidak terdapat perpindahan xenobiotika antar kompartemen,
xenobiotika dalam kompartemen perifer. yang dinyatakan sebagai tetapan mikro atau
Kemudian akan terjadi distribusi xenobiotika dari tetapan transfer. Tetapan mikro ini
kompartemen sentrak ke kompartemen perifer, menggambarkan jumlah xenobiotika yang
yang ditandai dengan meningkatnya konsentrasi dipindahkan per satuan waktu dri satu
xenobiotika di kompartemen perifer sampai kompartemen ke kompartemen yang lain. Harga
mencapai keadaan puncak (lihat gambar 4.8). tetapan mikro ini tidak ditentukan dengan
Kemudian mulai menurun sehubungan pengukuran langsung karena konsentrasi
perbedaan konsentrasi antara dua kompartemen xenobiotika dalam masing-masing kompartemen
yang kecil. tidak dapat ditentukan secara langsung. Tetapan
laju a dan b turunkan dari persamaan berikut:
1000
100 a b k12 k 21 k10
10
1 (4.29)
0,1 0 30 60
konsentrasi (µg/ml)
ab k 21k10
Plasmawaktu(min) (4.30)
Div K K perifer
k12 Vj Cj
sentral
Vc Cp k21
Jaringan k10
konsentrasi (µg/ml)
bahwa laju distribusi awal lebih cepat
daripada laju eliminasi. Ini berarti tetapan laju Cp=2050 e -0,7646 t + 74 e -0,299 t
reaksi a lebih besar daripada tetapan laju reaksi
b. Oleh karena itu, pada waktu-waktu terminal ∆ Cp
selanjutnya Ae-at akan mendekati nilai nol, slop= -a/2,303
sedangkan B masih mempunyai harga. Pada 100
saat itu persamaan (4.26) menjadi:
Cp
slop= -b/2,303
10
0 10 20 30 40
50 60
waktu (min)
bt
Cp Be
(4.31)
Dalam logaritma biasa adalah:
diasumsikan, bahwa semua proses tersebut Target analisis toksikologi tidaklah hanya
belangsung mengikuti orde reaksi kesatu. senyawa induk, melainkan juga metabolitnya.
Memperhatikan hubungan konsentrasi senyawa
3 induk dan metabolit pada setiap waktu dapat
menggambarkan keseluruhan jaringan proses
2 n farmakokinetik. Konstelasi konsentrasi antara
senyawa induk dan metabolitnya sebagai fungsi
waktu merupakan hal yang penting bagi
input 1 input toksikolog forensik dalam menginterpretasikan
hasil analisis berkaitan dengan pertanyaan
kapan suatu paparan itu terjadi. Oleh sebab
Gambar 4.11. Skema model n-kompartemen itu disini dipandang perlu untuk menjelaskan
terbuka, disadur dari Wagner, model metabolit kinetik.
1993. Dalam menganalisis metabolit kinetik digunakan
Kurva konsentrasi suatu xenobiotika di dalam istilah senyawa induk (p) dan juga metabolit
cairan tubuh merupakan jumlah dari proses primer (mi). Metabolit kinetik adalah analisa
invasi, distribusi, dan eliminasi. Proses invasi matematis dari profil konsentrasi senyawa induk
digambarkan sebagai fungsi input „I(t)“ dan dan metabolit yang terbentuk. Sampai saat ini
proses terdapat beberapa model untuk menganalisa
metabolit kenetik dari suatu xenobiotika, yaitu: Menurut persamaan (4.39), maka profil
model kompartemen klasik, model psiologi, dan konsentrasi metabolit primer adalah:
model komparten terbuka (Wirasuta, 2004).
[m](s) Im (s) fdm (4.45)
Banyak xenobiotika di dalam tubuh tidak (s) i nm i m
np
mengikuti model satu kompartemen, iv p
sehingga
dalam melakukan analisis matematik metabolit [m](s) Fp_m CLp p_m (s)
Dp s
i 1 i i 1 s i
n p pi
iv AUC ~ D (4.48)
[p](s) D (4.42) i 1 i
p
i 1
s i
p
Persamaan di atas disubstitusikan ke persamaan
Reaksi biokimia pembentukan metabolit primer (4.17), sehingga klierens dapat dihitung:
dan transpor metabolit yang terbentuk dari 1
CL (4.49)
tempat reaksi metabolisme ke sirkulasi n
sistemik membutuhkan waktu. Laju rekasi dan i
tranpor ini i 1 i
dikenal dengan fungsi waktu-transit-
Waktu paruh (t1/2) adalah waktu yang dibutuhkan
metabolisme
oleh xenobiotika tereliminasi menjadi setengah
„„Ψp_m (t)“ (Weiss 1998). Jika metabolisme
konsentrasi awalnya. Waktu paruh pada fase
berlangsung di hati, maka fungsi ini dikenal
akhir disposisi (fase eliminasi) dikenal
dengan fungsi waktu-transit-metabolisme-
sebagai waktu paruh terminal (t1/2 Z). Hurup z
hepatika, fungsi ini ditulis sebagai:
menandakan
p_m p fase akhir disposisi. Fase ini biasanya
(s) (4.43)
s p
ditunjukkan oleh proses farmakokintik yang
paling lambat. Waktu paruh dari metabolit
yang diperoleh dari
p_m = konstanta waktu dari fungsi-waktu- penghitungan secara logaritma kurva-konsentrasi-
transit-
waktu metabolit dari senyawa induk biasanya
metabolisme
disebut dengan waktu paruh semu
Fungsi input dari biosintesa metabolit primer ”apparance half life time” (t1/2 app). Waktu
„Im(s)“ adalah (Weiss, 1998): paruh setiap fase disposisi, dimana laju
eliminasinya memenuhi
Im (s) Fp_m CLp p _m (s) [p] (4.44) hukum kinetika orde pertama, dapat dihitung
(s)
Fp_m = Fraksi dari senyawa induk „p“ dengan :
yang
terbentuk menjadi metabolit t 1 i ln2 (4.50)
l
primer CLp = Clearance senyawa 2
induk
Ψp_m (s) = Fungsi waktu-transit-metabolisme dari Dari persamaan di atas tampak bahwa untuk laju
senyawa induk membentuk metabolit
primer eliminasi orde ke pertama, t½ adalah konstan.
Tanpa perlu memperhatikan berapa jumlah atau Volume distribusi area dipengaruhi oleh laju
konsentrasi xenobiotika pada keadaan awal, eliminasi obat pada fase terminal dan
maka waktu yang diperlukan untuk berkurang clearance total obat dari dalam tubuh.
menjadi separuhnya adalah konstan Perubahan ini mungkin diakibat oleh
Volume distribusi (Vd) adalah volume virtual, perubahan fungsi organ tubuh (ginjal, hati).
dimana kelihatannya suatu xenobiotika Sedangkan volume distribusi pada keadaan
terdistribusi atau di mana dianggap tunak tidak dipengaruhi perubahan eliminasi
xenobiotika tersebut terlarut. Volume distribusi obat.
menyatakan suatu faktor yang harus Datar Pustaka
diperhitungkan dalam memperkirakan jumlah
xenobiotika dalam tubuh dari konsentrasi 1. Chen, Z.R., Somogyi, A.A., Reynolds, G.
xenobiotika yang ditemukan dalam dan Bochner, F. (1991), “Disposition and
kompartimen cuplikan. metabolism of codeine after single and
chronic doses in one poor and seven
Untuk sebagaian besar xenobiotika dianggap extensive metabolisers”, Br. J. clin.
bahwa xenobiotika bersetimbangan secara Pharmacol., 31: 381-390
cepat dalam tubuh. Tiap jaringan dapat
mengandung suatu konsentrasi xenobiotika 2. Weiss, M. (1990), “Theoretische
yang berbeda sehubungan dengan Pharnakokinetik; Modellierung, Datenanalyse,
perbedaan afinitas xenobiotika terhadap Dosierungsoptimierung”, Verl. Gesundheit
jaringan tersebut. Oleh karena itu volume GmbH, Berlin.
distribusi tidak mengandung suatu arti 3. Weiss, M. (1998),” Analysis of metabolite
fiosologik yang sebenarnya dari formation pharmacokinetics after
Dengan asusmsi, bahwa tubuh manusia intravenous and oral administration of the
dapat diandaikan sebagai satu ruang distribusi parent drug using inverse Laplace-
(model satu kompartemen), maka pada transformation”, Drug Metab. Dispos., 26:
pemakaian injeksi intravenus ”injeksi bolus” 562-565
ratio antara dosis dan konsentrasi awal ([Co]) 4. Wirasuta I M.A.G. (2004), Untersuchung zur
adalah menunjukkan volume distribusi Metabolisierung und Ausscheidung von
xenobiotika tersebut.
Heroin im menschlichen Körper. Ein Beitrag
VD (4.51) zur Verbesserung der
iv [C ]
o
Opiatbefundinterpretation, Cuvillier Verlag,
Dalam kinetika kompartemen ganda kita Göttingen.
dapat menganggap secara matematik volume
5. Wagner, J.G. (1993), “Pharmacokinetics for
hipotetik, seperti volume dari kompartimen
the pharmaceutical scientist”, Technomic
sentral (Vc) dan volume kompartemen perifer
Pub., Lancarter-Basel.
atau kompartemen jaringan (Vp). Volume
distribusi, yang dihitung pada keadaan tunak 6. Rowland, M. and Tozer, T.N. (1980), “Clinical
”steady state”, dimana laju obat masuk dan pharmacokinetics: Concepts and
keluar dari dan ke kompartemen perifer adalah applications”, Lea & Febiger, Philadelphia.
sama, disebut dengan volume distribusi dalam 7. Shargel, L. dan Andrew, B.C.L, (1985)
keadaan tunak. Volume distribusi area adalah “Biofarmaseutika dan Farmakokinetika
volume hipotetik yang dihitung melalui Terapan”, terj. Fasich et al., Airlangga Press,
persamaan berikut:
D
Vß Varea (4.52) Surabaya.
z [AUC]
o
Oleh karena clearance total sama dengan
D
[AUC] o , maka Vß dapat dinyatakan dalam
5
9
PENDAHULUAN ”afinitas intrinsik”, respon pada
serta hubungan jumlah pejanan
Kita telah antara waktu dan xenobiotika
Dalam yang sama.
membicarakan, kerja. Sistem ini
praktisnya,
bahwa respons dapat dijadikan Bila suatu
pada suatu
biologis “efek dasar oleh seorang xenobiotika
penelitian
farmakologis/tok toksikolog dalam mampu
biologis
sik” ditentukan menentukan menimbulkan
sering
oleh afinitas ambang batas efek yang dapat
sekelompo
xenobiotika minimal konsentrasi diamati, seperti
k sampel,
terhadap toksikan dinyatakan kematian,
seperti sel
reseptor dan berbahaya atau oleh perubahan
tunggal
juga jumlah seorang dokter mekanisme
”bakteri”,
xenobiotika dalam memilih obat biologi, maka
atau
yang menduduki dan memberi dosis dosis
sekelompo
reseptor yang tepat, guna xenobiotika itu
k hewan
(konsentrasi mendapatkan suatu dapat dipilih
percobaan
xenobiotika keputusan agar dapat
, dapat
pada reseptor). terapeutik yang menimbulkan
dianggap
Kemampuan rasional. efek tersebut.
sebagai
suatu Bila dapat Dan lagi, bila
suatu
xenobiotika dianggap bahwa efek tersebut
populasi
untuk mencapai efek akhir dari dapat
mekanisme
reseptor dan suatu paparan dikuantitatifkan,
biologi
faktor yang diwujudkan sebagai maka
yang
berpengaruh, ada respon percobaannya
seragam,
telah dibahas menyeluruh atau akan
dan karena
pada sub sama sekali tidak menunjukkan
itu
bahasan fase ada respon, maka bahwa tidak
mungkin
toksikenetik, haruslah terdapat seluruh
dapat
ditentukan oleh suatu kisaran anggota
dipejankan
beberapa faktor konsentrasi kelompok
dengan
seperti: sifat xenobiotika yang memberi respon
suatu
fisikokimia, akan memberikan yang secara
kadar atau
bentuk suatu respon ”efek” kuantitatif
dosis dari
farmaseutika, bertingkat pada identik
xenobiotik
tempat kontak suatu tempat terhadap
a tertentu
dan faktor diantara dua titik sejumlah dosis
yang telah
psiologik ekstrim tersebut. yang sama.
diseleksi
organisme. Percobaan Kiranya
secara
Dalam penetapan kisaran beberapa
tepat.
prakteknya kadar ”dosis” ini hewan
Namun
diperlukan suatu merupakan dasar percobaan
anggapan
sistem yang kekerabatan atara akan
ini tidak
ideal, yang dosis dan respon. memberikan
selalu
dapat respon yang
tepat
menggambarka hebat,
dimana
n kekerabatan sedangkan yang
perbedaan
antara respon lain bahkan
individual
dan dosis sama sekali
turut
(konsentrasi tidak
memberik
xenobiotika), menunjukkan
6 an
dosis dan kerja respon. Jadi
0 perbedaan
apa Dalam sub bahasan
yang berikut ini kita akan 5
telah mengulas bagaimana 0
% respon
diangg cara memperoleh
4
ap hubungan antara 0
sebag dosis-respon, dosis-
ai kerja, dan kerja dan 3
0
”sama waktu, serta makna
sekali dari kekerabatan 2
ada tersebut dan pada 0
atau akhir bagian akan
sama diulas faktor-faktor 1
0
sekali yang bepengaruh
tak atau menentukan 0
ada resiko dalam
respo lingkungan zat
1
n” berbahaya. 6
hanya Jumlah individu 0
berlak Hubungan Dosis-
u Respon 1
2
untuk 0
respon
0 2 4
6
3
Dalam sama sekali respon Gambar 5.1. Plot set
percobaan pada hewan uji. Kurva frekuensi-respon elah
toksikologi frekuensi-respon hipotesis (A = pem
menggunakan menunjukkan bahwa % beri
hewan uji, persentase atau jumlah an
biasanya dari hewan uji yang r suat
digunakan memberikan respon e u
hewan dalam secara kuantitatif identik s xen
satu seri pada pemberian p obio
anggota sejumlah dosis tertentu. o tika
spesies tertentu Dari kurva tersebut n uji
yang dianggap terlihat, dimana , pad
seragam bila beberapa hewan akan a
diberikan suatu memperlihatkan respon B suat
dosis xenobiotika yang sama pada dosis u
uji guna yang rendah sedangkan = spe
menimbulkan yang lainnya sim
suatu respon memerlukan dosis yang j en
yang identik. lebih tinggi. Kurva u biol
Data yang seperti di atas, m ogi
diperoleh dari mengikuti pola l yan
suatu percobaan distribusi Gaussian, a g
seperti itu diplot namun berbeda dalam h sera
dalam suatu praktisnya distribusi gam
bentuk kurva suatu frekuensi respon i .
distribusi atau tidak selalu memenuhi n
Pada
kurva frekuensi- pola distribusi d
prakteknya baik
respon (lihat Gaussian. i
uji toksikologi
gambar 5.1). v
maupun
i
Plot seperti farmakologi,
d
pada gambar dimana
u
5.1, seringkali percobaan
disebut sebagai invivo tidak
y
kurva respon semudah pada
a
kuantal, karena percobaan
n
kurva tersebut invitro. Karena
g
menggambarka secara invivo,
n kisaran dosis terdapat
m
yang diperlukan sejumlah reaksi
e
untuk umpan balik
m
menimbulkan yang dapat
b
respon yang terjadi, sebagai
e
secara contoh:misalnya
r
kuantitatif zat yang bekerja
i
identik dalam mengubah
suatu populasi tekanan darah.
r
subjek uji yang Dengan
e
besar. Yang bertambahnya
s
dimaksud perubahan
p
respon bersifat tekanan darah
o
kuantal (all or maka
n
none) adalah mekanisme
6 )
ada atau tidak homeostasis
4
j dan tu. ngkan dosis
u efek. Sebal suatu
g Kenai iknya, xenobiotika uji
a kan jumla dengan
dosis h persentase
a biasa indivi kumulatif
k nya du hewan uji yang
a akan yang memperlihatkan
n meny menu respon. Kurva
ebabk njukk semacam itu
m an an
e lebih efek
n bany toksik
g ak atau
u siste efek
b m terap
a organ etik
h yang terga
diken ntung
l ai dari
e dan dosis
b akan nya.
i mem Dala
h berika m
n efek toksik
b kerja ologi,
a yang kurva
n jauh freku
y berbe ensi-
a da. respo
k Pada n
efek biasa
h toksik nya
u akan tidak
b meni diperg
u mbulk unaka
n an n.
g kemat Melai
a ian, nkan,
n berba adala
gai h
a siste lazim
n m meng
t organ eplot
a akan data
r banya dala
a k m
meng bentu
d alami k
o kegag kurva
s alan yang
i satu meng
s persa hubu 6
5
biasanya dikenal sebagai kurva dosis-respon uji. Besaran aktivitas 50% adalah suatu harga
(gambar 5.2). sebenarnya yang diperoleh secara statistika. Ini
Hanya melalui suatu percobaan maka kita dapat merupakan suatu harga perhitungan yang
memilih dosis dimana seluruh hewan akan menggambarkan estimasi yang paling baik
memberikan respon (misalnya mati) atau seluruh dari dosis yang diperlukan untuk menimbulkan
hewan uji tidak memberikan respon. Dosis respon pada 50% individu uji, karenanya
awal mungkin saja dosis yang demikian kecil selalu disertai dengan suatu rataan estimasi
sehingga tidak ada efek ”mati” yang dapat dari harga kesalahannya, seperti probabilitas
diwujudkan oleh hewan uji. Pada kelompok kisaran nilainya. Terdapat beberapa metode
hewan berikutnya, dosisnya ditingkatkan untuk melakukan perhitungan tersebut.
dengan suatu perkalian tetap, misal dua atau Metode yang paling lazim digunakan ialah
berdasarkan hitungan logaritma, sampai pada metode grafik Litchifield dan Wilcoxon (1949),
akhirnya ditemukan suatu dosis yang cukup metode kertas probit logaritma dari Miller dan
tinggi yang bila diberikan, akan mematikan Tainter (1944), dan tatacara menemukan
seluruh hewan dalam kelompk itu. kisaran dari Weil (1952).
jumlahindividuyangmemberi
100
Pada gambar di atas harga ED50 diperoleh
dari kurva dengan menarik angka 50% dari dosis
reaksi (%)
6
6
0
Gambar 5.2 Sehubunga arkan takaran
1
menjelaskan suatu n dengan pemejanan
2
konsep, dimana ketoksikan tertinggi yang
3
dosis suatu racun, tidak
4
Dosis xenobiotika mungkin bentuk menyebabkan
Gambar 5.2. cukup kecil kurva timbulnya efek
Kur sehingga tidak bagian awal toksik atau
va menimbulkan efek kekerabata kematian pada
hub kematian, namun n dosis- diri subyek uji.
ung bila dosis dinaikkan, respon lebih Nilai ambang
an hingga diperoleh relevan batas ini
res suatu kurva untuk dikaji digunakan untuk
pon sigmoid, sehingga daripada menentukan nilai
- pada dosis yang keseluruhan batas aman
dos cukup tinggi, 100% kurva. Hal suatu toksikan
is hewan uji mati ini berkaitan dapat terserap
hip sebagai akibat dengan oleh organisme
ote pemejanan nilai tanpa
sis xenobiotika uji. ambang menimmbulkan
dari Hubungan ini pemejanan efek toksik.
sua menggambarkan racun, yaitu Konsep NOEL
tu bahwa respon yang takaran pada umumnya
xen timbul langsung pemejanan dapat diterima
obi berkaitan dengan dimana untuk sebagian
otik kadar/dosis dari individu besar jenis
a suatu senyawa yang tidak wujud efek
uji ada. Sehingga tidak menunjukka toksik, tetapi
yan dapat disangkal n efek atau untuk beberapa
g bahwa bahaya atau respons efek toksik
dip amannya suatu toksik yang seperti
em senyawa kimia itu dapat karsinogennik
beri tergantung pada terukur atau yang diperantrai
kan dosis yang teramati. oleh mekanisme
pad diberikan. Takaran genotoksik,
a ambang ini konsep itu
Kurva pada gambar
pop merupakan merupakan
5.2
ula batas masalah yang
menggambarkan
si aman- masih
bagaimana diperoleh
spe ketoksikan diberdebatkan.
suatu dosis dimana
sim racun, yang Dalam
50% dari populasi
en lazimnya karsinogenesis,
menunjukkan respon.
biol disebut bila kurva
Dalam toksikologi,
ogi Kadar takaran-respons
jumlah dosis yang
yan Efek-toksik diekstrapolasi
menyebabkan 50%
g yang Tidak ke arah basis,
individu memberikan
ser Teramati bisanya
reaksi (respon)
aga (KETT) melintas titik nol
digunakan sebagai
m. atau no (gambar 5.3)
besaran aktivitas
observed Artinya: dengan
b) Konsep (seperti, ED50 =
effect level teknik analisa
statistika dan effective dose 50%
(NOEL). yang ada, tidak
besaran atau LD50 = lethal
Jadi NOEL terlihat NOEL,
aktivitas 50% dose 50%) dari
menggamb sehingga tidak 6
xenobiotika
7
dapat batas aman menimbulkan efek toksik atau
disimpu pemejanan, karena kematian subjek uji
lkan semua peringkat
Tabel 5.1. Kriteria Ketoksikan
takaran pemejanan akut xenobiotika
100
yang diuji merupakan
Respons
A KRITERIA LD50 (
efek toksik.
B 1 Luar biasa toksik 1 atau
%
2 Sangat toksik 1 – 50
50 3 Cukup toksik 50 – 5
4 Sedikit toksik 500 –
5 Praktis tidak toksik 5000
6 Relatif Kurang Lebih
0
0 200 400 600 800 1000
berbahaya
NOEL Dosis (skala linier)
LD50 hanya menggambarkan
potensi racun relatif terhadap
racun yang lain (potensi realtif).
Gambar 5.3. Jadi kedua parameter tersebut
Perbandin tidak menggambarkan batas
gan aman dosis pemejanan.
hubungan Parameter yang
dosis-
respons
zat A
(tanpa
NOEL)
dan B
(dengan
NOEL).
Jadi dari kasus
takaran pemejanan
tunggal (pemejanan
akut) pada hubungan
dosis dan respon,
terdapat parameter
kuantitatif utama
ketoksikan racun,
yaitu: LD50 dan NOEL.
Harga LD50 merupakan
tolak ukur toksisitas
akut racun. Semakin
kecil harga LD50 ,
racun berarti semakin
besar potensi toksik
atau toksisitas akut
racun, yang kriterian
tersaji pada tabel 5.1.
Harga NOEL
merupakan parameter
batas aman dosis
pemejanan racun
yakni : takaran
6 tertinggi yang tidak
8
p oksisitas nsitas efek.
e akut (B) Telah dibahas
m lebih sebelumnya,
e besar bahwa pada
j daripada umumnya
a (A). Hal kerja (efek)
n dapat biologik suatu
a terjadi, xenobiotika
n terutama timbul apabila
bila terjadi
r kurva interaksi/ikata
a kekeraba Gambar 5.4. n antara
c tan Perb reseptor dan
u dosis- andi xenobiotika.
n respons ngan Kekerabatan
yang kurv ini didasari
( dibandin a oleh
B gkan hubu hubungan
) tidak ngan antara dosis
l sejajar dosi dan tempat
e (gambar s- kerja
b 5.4, a), resp sesungguhnya
i misal ons obat yaitu:
h pada anta reseptor.
mekanis ra Menurut teori
b me dan racu pendudukan
e wujud nA reseptor
s toksik A dan (resptor
a dan B racu occupancy)
r berbeda. n B. yaitu
d Tapi bila intensitas
a kurva efek obat
Hubungan Dosis –
r yang berbanding
Kerja
i dibandin lurus dengan
p gkan Hub fraksi reseptor
a adalah ung yang diduduki
d sejajar an atau diikatnya,
a (gambar dosi dan intensitas
5.4.b.) s- efek mencapai
( mungkin kerj maksimal
A perbedaa a apabila semua
) n dike reseptor
, toksisitas nal diduduki oleh
m akut juga obat.
e berbandi den
Secara
s ng lurus gan
sistematis
k dengan hub
proses ini
i perbedaa ung
dapat
p n batas an
digambarkan
u aman dosi
seperti
n dosis s
dengan reaksi
pemejan den
kesetimbanga
t an. gan 6
n yang
inte 9
d n dari bisa menggambarkan k1 D+ R DR E
i hukum hal tersebut adalah ( (resep (efek)
d kekelan NOEL. Artinya, o tor)
a massa meskipun LD50 racun b k2
s pada (A) lebih besar a
a gambar daripada LD50 racun t
r 5.5, (B) atau ketoksikan )
k berikut akut (A)
a ini: lebih besar daripada
(B), tidak berarti racun Gambar 5.5.
(A ) lebih aman R
daripada racun (B). Hal e
ini tergantung dari nilai a
NOEL. Misal harga k
NOEL (A) lebih kecil s
dibanding dengan (B), i
maka batas aman s
dosis k
e
m
a
t
i
s
a
n
t
a
r
a
i
k
a
t
a
n
r
e
s
e
p
t
o
r
d
a
n
o
7
b
0
a
t
h
i
n
g
g
a
m
u
n
c
u
l
n
y
a
s
u
a
t
u
e
f
e
k
7
1
Interaksi obat-reseptor ini adalah analog dengan Kurva A
E(%Emax)
100
interaksi substrat-enzim, oleh sebab itu akan
berlaku persamaan Michaelis-Menten:
Emax D
50
D
KD
0
0 200 400 600 800
Dosis
E (5.1)
K D
dimana E = intensitas efek obat, Emax= efek
maksimum, [D] = kadar obat KD k2 k =
bebas, 1
konstanta disosiasi kompleks obat-reseptor. Jadi
efek “E” merupakan fungsi sederhana dari
konsentrasi kompleks xenobiotika terbentuk
“DR”. Bila KD=[D] , maka 100 Kurva B
E
E max
D 1 84
D D
Emax)
(5.2)
E(%
Emax
50
2
Ini berarti 50% reseptor diduduki oleh obat.
Hubungan ini dapat ditulis dengan fungsi
16 log KD
E=f[DR], dimana f adalah kuosien jumlah
0
reseptor yang diduduki. Jika f= 1 maka berarti 10 100 1000
semua reseptor diduduki dan efek yang log[Dosis]
diberikan adalah 100%.
Hubungan antara kadar ”dosis obat [D]” dan
besarnya efek E umumnya digambarkan sebagai Gambar 5.6 (A) Kurva dosis-intensitas efek
kurva dosis-intensitas efek ”graded dose- (=DEC) dan (B) Kurva log dosis-
effect curve = DEC” yang berbentuk hiperbola intensitas efek (=log DEC)
(gambar 5.?). Tetapi kurva log dosis-intensitas
efek (log DEC) akan berbentuk sigmoid Suatu zat harus mempunyai afinititas pada
(gambar 5.?.B). Setiap efek akan reseptor khas supaya dapat menimbulkan suatu
memperlihatkan kurvanya sendiri. Bila kurva reaksi tertentu. Afinitas dapat ditentukan dari
yang diamati merupakan gabungan beberapa dosis yang diperlukan untuk mencapai efek
efek, maka log DEC dapat bermacam- tertentu, misalnya 50% efek maksimum. Apabila
macam, tetapi masing-masing berbentuk dosis yang diperlukan besar maka bisa
sigmoid. Kurva log DEC lebih sering dikatakan bahwa afinitas zat tersebut
digunakan karena mencangkup dosis yang luas terhadap reseptor adalah kecil, dan demikian
dan mempunyai bagian yang linear, yakni sebaliknya, yaitu bila dosis kecil maka afinitas
pada besar efek = 16-84% (= 50% ± 1 sd), besar.
sehingga lebih mudah untuk membandingkan Selain afinitas, parameter yang penting dalam
beberapa kurva DEC. hubungan dosis – kerja adalah aktivitas intrinsik.
Besarnya efek tergantung pada konsentrasi obat Aktivititas intrinsik adalah kemampuan dari suatu
bebas (dan dengan demikian tergantung pada zat untuk dapat menyebabkan perubahan di
dosis), dan juga tetapan kesetimbangan atau dalam molekul reseptor, yang kemudian dapat
tetapan afinitas obat terhadap reseptor menghasilkan efek tertentu setelah melalui
ditinjukkan oleh ”1/KD” (lihat persamaan 5.6), beberapa tahap reaksi. Aktivitas intrinsik ini
yaitu menunjukkan kemampuan obat untuk menentukan besarnya efek maksimum yang
berikatan membentuk kompleks dengan dapat dicapai oleh suatu zat.
reseptor. Jadi semakin besar nilai KD suatu Zat yang memiliki afinitas terhadap reseptor yang
obat, akan makin kecil afinitas obat terhadap khas, tapi tidak memiliki aktivitas intrinsik,
sereptornya. Emax menunjukkan aktivitas maka dapat bereaksi dengan reseptor tetapi
intrinsik atau efektivitas obat, yakni kemapuan tidak menimbulkan efek. Zat ini disebut
intrinsik kompleks obat- resptor untuk antagonis kompetitif. Zat ini bersaing dengan
menimbulkan aktivitas dan / atau efek biologik agonis untuk dapat bereaksi dengan reseptor.
”farmakologik / toksik”. Hal ini terjadi
antara lain pada: histamin dan antihistamin, HUBUNGAN WAKTU – KERJA
vitamin dan anti vitamin, metabolit dan anti
metabolit, dan lain-lain. Hal ini dapat Hubungan waktu-kerja umumnya digambarkan
digunakan pula pada penanggulangan dalam kurva porfil konsentrasi plasma dilengkapi
keracunan. Misal: penggunaan anti koagulan dengan informasi tingkat batas aksi / efek
(antipembekuan darah) jenis kumarin yang toksikan (lihat gambar 5.8). Hubungan waktu –
berlebihan, maka dapat ditanggulangi dengan kerja ini memegang peranan penting dalam
vitamin K. toksikologi, yaitu: (a), untuk mengetahui:
waktu awal efek toksik mulai, tingkat
Variabel hubungan dosis-intensitas efek obat. toksisitas, dan waktu efek berakhir; (b) untuk
Hubungan dosis dan intensitas efek dalam melakukan tindakan penanganan pertolongan
keadaan sesungguhnya tidaklah sederhana dalam keracunan
karena banyak obat bekerja secara kompleks 45
dalam menghasilkan efek. Efek anti
konsentrasi-plasma (µg/ml)
40 Maximum Efect Concentration
sederhana
100 berikut ini: 5
E(%Emax)
84 0
Emax 0 100 200 300 400 500 600 700
onset waktu (min)
50 Variabilita
slop
16 potensi
0
10 100 1000
log[Dosis]
Gambar 5.8. Kurva rajahan hubungan teoritis
waktu-kerja dari suatu xenobiotika
setelah pemberian oral.
Pada eksposisi zat yang terjadi satu kali misal
pada keracunan akut, maka mula-mula efek
akan naik yang tergantung pada laju absorbsi
dan kemudian akan turun/ tereliminasi yang
Gambar 5.7. Variabel yang berpengaruh pada terdantung pada laju eliminasi. Jika Hal terjadi
hubungan dosis-intesitas efek obat dibawah konsentrasi plasma tertentu yang
dapat memberikan suatu efek toksik disebut
Variabel hubungan dosis-intensitas efek obat
konsentrasi sub efektif atau sub toksik. Bila
ditentukan oleh:
terjadi dimulai dari kosentrasi tertentu yang dapat
- Potensi, retang dosis obat yang memberikan efek toksik maka dinamakan
menimbulkan obat besarnya ditentukan oleh konsentrasi efektif / toksik. Bagian kurva yang
kadar obat yang mencapai reseptor terletak diatas konsentrasi mininimum maka
(tergantung pada farktor farmakokinetik) dan memperlihatkan tentang lama dan besarnya
afinitas obat terhadap reseptor, efek.
- Kecuraman, menunjukkan batas keamanan Ada 3 (tiga) cara untuk mencegah atau menekan
obat, lereng yang curam artinya dosis untuk efek toksik:
menimbulkan efek toksik hanya lebih sedikit
a. Memperkecil absorbsi atau laju absorbsi
dibandingkan dosis terapi,
sehingga konsentrasi plasma tetap
- Efek maksimal, efek maksimal yang dibawah daerah toksik.
diberikan obat pada dosis yang tinggi Misal dengan penggunaan adsorbensia
(aktivitas intrinsik obat) ”Dalam klinik dibatasi (seperti karbon aktif) yang dapat digunakan
oleh munculnya efek samping”, untuk meyerap senyawa yang dapat
- Variasi biologi, yaitu ditentukan oleh variasi menimbukan keracunan pada tubuh, dapat
individu dari sampel atau populasi. dilihat di tabel 5.2 atau pembilasan lambung.
Dengan ini fase eksposisi akan berubah.
Tabel 5.2 Daya serap karbon aktif ( 1 gram) logam yang toksik. Ini akan menyebabkan
dalam suspensi air (dari A.H. perubahan fase farmakokinetika (Gambar 5.10)
Andersen: Acta Pharmacol. (Kbh) 2 3
konsentrasi (µg/ml)
Senyawa(1946) Jumlah
69) yang terserap (mg) k1
2,5
HgCl2 1800
Daerah Toksik
Sulfanilamida 1000 2
k2
Morfina HCl 950 1,5 k3
Atropina Sulfat 800 Daerah Subtoksik
Nikotina 700 1
Cmax
40
ditingkatkan dengan Ku
35 Bentuk sediaan
Maximum Efect Concentration ini
mengubah pH urin, rv
30 Cmax´ mempunyai kinetik
25 pembebasan dan
misalnya dengan a
20
dengan demikian pembasaan urin ko
15
kinetik invasi
Minimum Efect yang
Concentration
dan diuresis paksa ns
10
berbeda. Jika pada keracunan en
5
0 absorbsi lambat dan barbiturat, sedang tra
0 100 200 300 laju eliminasi tetap pembentukan khelat si
400 500 600 700
maka konsentrasi dipakai untuk pl
waktu (min)
plasma maksimum inaktivasi ion as
Gambar 5.9. akan turun (Cmax´), m
Ku dengan demikian a
rv efek toksik dapat se
a dicegah atau tel
ko diperlemah. ah
ns Pada kurva pe
en m
diatas,dapat dilihat
tra bahwa kurva 5.9 ak
si ai
mempunyai tetapan
pl absorbsi yang paling an
as do
besar. Tetapan
m absorbsi tersebut sis
a ter
diperlambat pada
se tetapan laju te
tel nt
eliminasi tetap,
ah maka konsentrasi u
pe da
plasma maksimum
m akan turun yang ri
be su
diperlihatkan
ria dengan penurunan at
n u
puncak dari kurva
or (Cmax). Tetapan za
al t
absorbsi akan
su semakin pa
at da
diperlambat (Cmax´),
u akhirnya pada kurva tet
se ap
tersebut dapat dilihat
ny bahwa puncak an
a eli
kurva berada
w dibawah daerah mi
a na
toksik, dengan
de demikian maka si
ng ya
efek toksik dapat
an dihindarkan atau ng
do be
diminimalkan.
sis rb
ter b. Meningkatkan ed
te eliminasi zat a-
nt toksik dan / atau be
u pembentukan da
(k). tetap, akan tetapi
Denga maka batas kritis,
n konsentrasi konsentrasi
mempe plasma toksik
rbesar maksimum minimum
laju akan turun ditingkatkan
elminas yang atau bisa
i diperlihatka dikatakan
(k1<k2< n dengan bahwa nilai
k3<k4) penurunan ambang
diperol puncak toksiknya
eh dari kurva dinaikkan
penuru (k2). Contoh :
nan Tetapan
Cmax, laju
sehing eliminasi
ga ditingkatka
efek n (k3 dan
toksik k4),
dapat akhirnya
dihinda pada kurva
rkan 1 dapat Gambar 5.11. Terjadi
atau dilihat penggeser
dimini bahwa an puncak
malkan puncak ke atas
. kurva atau
berada menaikkan
Pada
kurva dibawah nilai
daerah ambang
diatas,
dapat toksik, toksik.
dengan
dilihat
bahwa demikian
maka efek
kurva
k1 toksik
dapat
dengan
tetapan dicegah
atau
laju
elimina diperlemah
.
si yang
paling c.Memperk
besar. ecil
Tetapa kepekaa
n laju n obyek
elimina biologik
si terhadap
tersebu efek.
t
Dalam hal
diperbe
ini
sar
konsentrasi
pada
plasma
tetapa
tidak
n laju
dipengaruhi
absorsi
Hampir semua penanggulangan racun, Control Act = TOSCA)
berdasarkan prinsip ini. Contoh: Penggunaan Dosis terutama ditentukan oleh: Konsentrasi dan lamanya ekposisi
atropin untuk keracunan fosfat organik (yang zat. Racun pada konsentrasi yang rendah tetapi terdapat kontak
banyak digunakan pada insektisida). yang lama
6
9
Pendahuluan dikerjakan oleh ilmu pengetahuan
Orfila pada tahun dan studi tentang
LOOMIS (1978) racun untuk proses
1813, dia
berdasarkan menjawab pengadilan.
memainkan peranan
aplikasinya pertanyaan yang Subjek ini selalu
penting pada kasus
toksikologi timbul di dalam berkaitan
LaFarge (kasus
dikelompokkan dengan tugas
pembunuhan
dalam tiga polisi, dokter
dengan arsen) di
kelompok besar, forensik, jaksa
Paris, dengan
yakni: toksikologi dan hakim.
metode analisis
lingkungan, Tosikologi
arsen, ia
toksikologi forensik
membuktikan
ekonomi dan menekunkan diri
kematian
toksikologi pada aplikasi
diakibatkan oleh
forensik. atau
keracuanan arsen.
Tosikologi pemanfaatan
Melalui kerjanya ini
forensik ilmu toksikologi
dikenal sebagai
menekunkan untuk
bapak toksikologi
diri pada kepentingan
modern karena
aplikasi atau peradilan. Kerja
minatnya terpusat
pemanfaatan utama dari
pada efek tokson,
ilmu toksikologi toksikologi
selain itu karena ia
untuk forensik adalah
memperkenalkan
kepentingan melakukan
metodologi kuantitatif
peradilan. analisis kualitatif
ke dalam studi aksi
maupun
Toksikologi tokson pada hewan,
forensik adalah kuantitatif dari
pendekatan ini
racun dari bukti
salah satu dari melahirkan suatu
cabang forensik fisik ”fisical
bidang toksikologi
evidance” dan
sein. Meminjam modern, yaitu
pengertian menerjemahkan
toksikologi forensik.
temuan
Forensic Menurut Orfila, para
Science dari analisisnya ke
ahli kimia yang
dalam ungkapan
Saferstein dihadapkan pada
adalah ”the apakah ada atau
tindak pidana
tidaknya racun
application of pembunuhan dengan
science to low”, yang terlibat
racun, harus
dalam tindak
atau secara menyempurnakan
umum dapat kriminal, yang
tahapan- tahapan
dituduhkan,
dimengerti pemeriksaan untuk
sebagai aplikasi sebagai bukti
mengungkapkan
dalam tindak
atau tindak kriminal
pemanfaatan kriminal
tersebut dan
(forensik) di
ilmu mengarahkan hakim
pengetahuan pengadilan. Hasil
untuk menghukum
analisis dan
tertentu untuk orang yang
penegakan interpretasi
bersalah.
temuan
hukum dan
keadilan. analisisnya ini
Bidang kerja akan dimuat ke
Analisis Toksikologi dalam suatu
toksikologi Forensik laporan yang
forensik sesuai dengan
Toksikologi forensik
pertama-kali hukum dan
mencakup aplikasi
7
0
perund terapan mengakib
angan- yang dalam atkan
undan praktisnya perubaha
gan. sangat n prilaku
Menur didukung (menurun
ut oleh nya
Hukum berbagai kemampu
Acara bidang ilmu an
Pidana dasar mengend
(KUHA lainnya, arai
P), seperti kendaraa
laporan kimia n
ini analisis, bermotor
dapat biokimia, di jalan
disebut kimia raya,
denga instrument tindak
n Surat asi, kekerasa
Ketera farmakolog n dan
ngan i- kejahata
Ahli toksikologi, n,
atau farmakokin penggun
Surat etik, aan
Ketera biotransfor dooping),
ngan. masi.
Jadi Secara
toksiko umum
logi bidang
forensi kerja
k dapat toksikologi
dimeng forensik
erti meliputi:
sebaga - analisis
i dan
pemanf mengeva
aatan luasi
ilmu racun
tosikolo penyeba
gi b
untuk kematian
keperlu ,
an - analisis
penega ada/tidak
kan nya
hukum alkohol,
dan obat
peradil terlarang
an. di dalam
Toksiko cairan
logi tubuh
forensi atau
k napas,
merupa yang
kan dapat
ilmu
7
1
- analisis obat terlarang di darah dan urin pada dan obat terlarang lainnya.
kasus penyalahgunaan narkotika, psikotropika
7
2
Tabel 6.1. Kasus-kasus toksikologi forensik yang melibatkan
Jenis Kasus Pertanyaan yang muncul Litigasi „kasus hukum“
Kematian yang tidak wajar Apakah ada keterlibatan obat atau Kriminal: Pembunuhan
(mendadak) racun sebagai penyebab Sipil: klaim tanggungan asuransi,
kematiannya? tuntunan kepada fabrik farmasi atau
kimia
Kematian di penjara Kecelakaan, pembunuhan yang Kriminal: pembunuhan
melibatkan racun atau obat Sipil: gugatan tanggungan dan
terlarang? konpensasi terhadap pemerintah
Kematian pada kebakaran Apakah ada unsur penghilangan Kriminal: pembunuhan
jejak pembunuhan? Sipil: klaim tanggungan asuransi
Apa penyebab kematian: CO,
racun, kecelakaan, atau
pembunuhan?
Kematian atau timbulnya efek Berapa konsentrasi dari obat Malpraktek kedokteran, gugatan terhadap
samping obat berbahaya dan metabolitnya? fabrik farmasi
akibat salah pengobatan Apakah ada interaksi obat?
Kematian yang tidak wajar di Apakah pengobatannya tepat? Klaim Malpraktek, tindak kriminal,
rumah sakit Kesalahan terapi? pemeriksaan oleh komite ikatan
profesi kedokteran (”IDI”)
Kecelakaan yang fatal di Apakah ada keterlibatan racun, Gugatan terhadap ”employer”,
tempat kerja, sakit akibat alkohol, atau obat-obatan? Memperkerjakan kembali
tempat kerja, pemecatan Apakah kematian akibat ”human
eror”? Apakah sakit tsb diakibatkan
oleh senyawa kimia di tempat
kerja?Pemecatan akibat terlibat
penyalahgunaan Narkoba?
Kecelakan fatal dalam Meyebabkan kematian? Kriminal: Pembunuhan, kecelakaan
menyemudi Adakah keterlibatan alkohol, obat-obatan bermotor
atau Narkoba? Sipil: klaim gugatan asuransi
Kecelakaan, atau pembunuhan?
Kecelakaan tidak fatal atau Apakah kesalahan pengemudi? Kriminal: Larangan Mengemudi dibawah
mengemudi dibawah pengaruh Mengemudi dibawah pengaruh obat- pengaruh Obat-obatan atau Narkona
obat-obatan obatan atau Narkoba? Sipil: gugatan pencabutan atau
pengangguhan SIM
Penyalahgunaan Narkoba Penyalahgunaan atau pasient yang Kriminal:
sedang mengalami terapi rehabilitasi Sipil: rehabilitasi
narkoba
Farmaseutikal dan Obat palsu, Identifikasi bentuk sediaan, kandungan Kriminal: pengedaran obat ilegal.
atau tidak memenuhi syarat sediaan obat, penggunaan obat palsu. Sipil: tuntutan penggunan obat
standar ”Forensik Farmasi” palsu terhadap dokter atau yang
terkait
Sumber: Finkle, B.S., (1982), Progress in Forensic Toxicology: Beyond Analytical Chemistry, J. Anal. Tox. (6): 57-61
7
4
c) penyalahgunaan narkoba dan kasus- adalah: - apakah orang itu diracun. Apabila hasil
kasus keracunan yang terkait dengan pengujiannya adalah positip, maka pertanyaan-
akibat pemakaian obat, makanan, pertanyaan berikut akan menyusul, seperti :
kosmetika, alat kesehatan, dan bahan -bagaimana identitas racunnya, -bagaimana cara
berbahaya lainnya, yang tidak memenuhi pemberiannya, -
standar kesehatan (kasus- kasus forensik
farmasi).
Dari sekian contoh kasus-kasus yang perlu
dilakukan pemeriksaan toksikologik, lalu
timbul pertanyaan: Siapa yang memutuskan
untuk melakukan pemeriksaan tersebut dan
siapa yang berkompeten untuk melakukan
pemeriksaan tersebut? Sudah barang tentu
yang memutuskan untuk melakukan adalah
tim penyidik dan yang melakukan adalah
seorang yang berkompeten yaitu “toksikolog
forensik”. Lalu dimana lembaga toksikolog
forensik tersebut di negara kita?
Keracunan
Kasus keracunan karena kecelakaan atau
upaya bunuh diri umumnya menjadi
tanggungjawab ahli toksikologi klinis atau ahli
biokimia yang bekerja pada suatu pusat
pengendalian keracunan di rumah sakit.
Keterlibatan analisis toksikologi sebagai
upaya menegakkan terapi instoksikasi. Hasil
analisis toksikologi dapat memastikan
diagnose klinis, dimana diagnose ini dapat
dijadikan dasar dalam melakukan terapi
yang cepat dan tepat, serta lebih terarah,
sehingga ancaman kegagalan pengobatan
(kematian) dapat dihindarkan.
Kasus keracunan menjadi urusan ahli
toksikologi forensik apabila ada pernyataan dari
orang yang keracunan tentang keterlibatan
pihak-pihak tertentu sebagai penyebab
keracunan tersebut, atau karena pasien
meninggal dan keterangan tentang penyebab
kematiannya dibutuhkan oleh penyidik karena
dugaan adanya tindak pidana dalam kasus
tersebut. Persentase kasus-kasus semacam
ini terhadap keseluruhan kasus keracunan
yang terjadi di masyarakat umumnya relatip
kecil.
Tujuan utama dari analisis toksikologi
forensik dalam penyidikan kasus keracunan
adalah berupaya memberikan jawaban
terhadap pertanyaan yang mungkin timbul
selama berlangsungnya penyidikan atau pada
tahapan- tahapan peradilan lainnya.
Pertanyaan tradisionil yang harus dijawab
bagaimana pengaruh racun tersebut Basa kuat (potasium, Terbakar sekitar mulut, bibir,
dan -apakah jumlah racun yang hidroksida) dan hidung
dikonsumsi orang tersebut cukup Asam karbolik (atau Bau seperti disinfektan
fenol)
berbahaya atau mematikan.
Karbon monoksida Kulit merah cerry terang
Dalam pemeriksaan forensik kasus Sianida Kematian yang cepat, kulit
keracunan berdasarkan tujuan merah, dan bau yang sedap
pemeriksaannya, dapat dibagi Keracunan makanan Muntah, nyeri perut
kedalam dua kelompok, yaitu pertama Senyawa logam Diare, mual-muntah, nyeri
bertujuan untuk mencari penyebab perut
kematian dan yang kedua untuk Nikotin Kejang-kejang “konvulsi”
mengetahui mengapa suatu Opiat Kontraksi pupil
peristiwa, misalnya: peristiwa Asam oksalik (fosfor- Bau seperti bawang putih
pembunuhan, kecelakaan lalu-lintas,
kecelakaan pesawat udara, dan
pemerkosaan, dapat terjadi. Tujuan
kedua ini sebenarnya merupakan
kasus yang terbanyak, namun
sampai saat ini masih sangat
sedikit dilakukan penyidikan. Tujuan
yang kedua bermaksud untuk
membuat suatu rekaan rekonstruksi
atas peristiwa yang terjadi, sampai
sejauh mana obat-obatan atau
racun tersebut berperan sehingga
peristiwa itu dapat terjadi.
Pada kedua tujuan pemeriksaan atas
diri korban diharapkan dapat
diketemukan racun atau obat dalam
dosis tertentu sebagai dasar untuk
menduga kenapa peristiwa tersebut
terjadi. Misalnya pada kasus
kematian akibat racun, diharapkan
cukup bukti konsentrasi obat “racun”
dalam darah/tubuh dapat
menyebabkan kematian, sedangkan
pada tujuan pemeriksaan yang kedua
diperlukan interpretasi apakah
konsentrasi obat “racun” dalam
darah dapat menyebabkan
peristiwa yang dituduhkan terjadi.
Tabel 6.2. Racun yang sering
menyebabkan
keracunan dan
simptomatisnya
Asam kuat (nitrit, Terbakar sekitar mulut, bibir,
hidroklorid, sulfat) dan hidung
Anilin (hipnotik, Kebiruan ”gelap” pada kulit
notrobenzen) wajah dan leher
Asenik (metal arsenic, Umumnya seperti diare
mercuri, tembaga, dll)
Atropin (belldonna), Dilatasi pupil
Skopolamin
oksalik) tertentu yang bukan untuk tujuan pengobatan,
Natrium Florida Kejang-kejang “konvulsi” melainkan untuk memperoleh perubahan
Striknin Kejang “konvulsi”, muka dan perasaan atau menimbulkan rasa bahagia
leher kebiruan “gelap” “eporia”. Fakta menunjukkan sering akibat
Adapun dasar hukum untuk melakukan penyalahgunaan obat-obatan dapat
pemeriksaan toksikologi pada keracunan adalah mengakibatkan beberapa keracunan, sampai
KUHAP pasal 133 (1), yang berbunyi: kematian. Kematian pemakaian heroin
umumnya diakibatkan oleh depresi
“Dalam hal penyidik untuk kepentingan
“penekanan” fungsi pernafasan, yang
peradilan mengenai seorang korban baik luka,
keracunan ataupun mati yang diduga karena mengakibatkan kegagalan pengambilan
peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia oksigen, sehingga terjadi penurunana kadar
berwenang mengajukan permintaan keterangan oksigen yang drastis di otak. Pada kematian
ahli kepada ahli kedokteran forensik kehakiman akibat keracunan heroin biasanya disertai
atau dokter dan atau ahli lainnya” dengan udema paru-paru. Hal ini menandakan
Jadi pemeriksaan toksikologi forensik telah terjadi dipresi pernafasan.
mempunyai kekuatan hukum dan bersifat Umumnya penyalahgunaan obat-obatan
projustisia. Tabel berikut ini (tabel 6.2) adalah melibatkan penggunaan obat-obatan golongan
daftar racun penyebab keracunan dan efek narkotika dan psikotropika, seperti narkotika
yang ditimbulkan: (golongan opiat), hipnotika.sedativa
Kasus kematian yang disebabkan olah racun (barbiturat), halusinogen (3-4 metil
dapat dikelompokkan sebagai berikut: deoksimetamfetamin “MDMA”, metil
dioksiamfetamin “MDA”, fensilidin “PCP”), dan
a) Kecelakaan/kematian tidak sengaja: stimulan (amfetamin, cocain). Keracunan
Kebanyakan kecelakaan kerecunan yang akibat penyalahgunaan obat-obatan dapat
terjadi di rumah-tangga, seperti: keracunan juga sebabkan oleh kelebihan dosis,
pada anak- anak akibat kelalaian atau pengkonsomsi alkohol, atau salah pengobatan
kurang tepatnya penyimpanan bahan-bahan oleh dokter “mismedication”.
rumah tangga berbahaya (ditergen, pestisida
c)Bunuh diri dengan racun
rumah-tangga, obat-obatan), sehingga dapa
dijangkau oleh anak-anak, adalah umumnya Kasus kecelakan bunuh diri menggunakan
akibat ketidak sengajaan/kelalaian. Untuk pestisida rumah-tangga, ditergen, atau
menghindari kasus keracunan ini diperlukan menggunakan kombinasi obat-obatan yang
pesan informasi pada etiket sediaan rumah- komplek. Pada kasus bunuh diri dengan
tangga mengenai, cara penyimpanan yang obat- obatan kadang ditemukan 3 hingga 7
benar dan pertolongan pertama apabila jenis obat. Untuk mencari penyebab kematian
terjadi keracunan pada anak- anak. pada kasus bunuh diri diperlukan analisis
toksikologi, yaitu analisis kualitatif dan
Kecelakaan keracunan pada orang dewasa
kuantitatif racun di cairan lambung, darah,
biasanya berhubungan dengan hilangnya label
urin, dan organ tubuh lainnya untuk mencari
“penanda” pada bahan beracun, penyimpanan
dan menentukan jumlah minimum penyebab
tidak pada tempatnya, misal disimpan di dalam
keracunan.
botol minuman, kaleng gula, kopi dll, yang
dapat menyebabkan kekeliruan. d) Pembunuhan menggunakan racun
Kecelakaan keracunan mungkin juga dapat Penyidikan kematian seseorang akibat
terjadi di industri, untuk menghidari kecelakan pembunuhan dengan racun adalah penyidikan
akibat kelalaian kerja diperlukan protokol yang paling sulit bagi penegak hukum dan
khusus tentang keselamatan kerja di industri. dokter ferensin “termasuk toksikolog forensik”.
Protokol ini berisikan standard keamanan, Secara umum bukti keracunan diperoleh
peraturan perlindungan kerja, tersedianya dari simptom yang ditunjukan sebelum
dokter dalam penanganan kasus darurat kematian. Penyidikan pasca kematian oleh
pada keracunan fatal. dokter patologi forensik dengan melakukan
otopsi dan pengambilan spesimen “sampel”,
b)Penyalahgunaan obat-obatan
yang kemudian dilakukan analisis racun oleh
Penyalahgunaan obat-obatan adalah toksikolg forensik merupakan sederetan
penggunaan obat-obatan atau bahan kimia
penyidikan penting dalam
penegakan hukum.
Sampai saat ini belum
terdapat data yang pasti
yang menyatakan jumlah
kasus
keracunan
pertahun di Indonesia, dari studi jumlah kasus dan toksikologi klinik dalam melakukan analisis dapat
keracunan yang masuk ke Rumah Sakit Sanglah dikelompokkan ke dalam tiga tahap yaitu:
diketemukan hampir terdapat 30 sampai dengan
50 kasus yang ditangani. Frekuensi kasus
didominasi oleh keracunan yang diduga
disebabkan oleh: makanan, insektisida rumah
tangga (obat nyamuk), parasetamol, spikotropika
dan narkotika, serta alkohol. Sedangkan loporan
SUBANDI (2005) “PusLabFor Bareskrim POLRI”
kasus keracunan yang ditanganinya didominasi
oleh keracunan oleh makanan/minuman “food
intoxication”, dikuti secara berturut-turut oleh
kasus keracunan obat-obatan (over dosis obat),
kasus keracunan gas (misalnya karbon
monoksida), kasus keracunan insektisida, dan
kasus keracunan lainya.
Peningkatan kasus keracunan
makanan/minuman dapat dipicu oleh berbagai
faktor, seperti semakin bervariasinya bahan
makanan yang dikonsumsi masyarakat, kondisi
ekonomi masyarakat, rendahnya
pengetahuan dan kesadaran masyarakat
tentang bahan makanan yang mereka
konsumsi, rendahnya kesadaran pihak-pihak
produsen makanan terhadap tingkat keamanan
makanan yang mereka jual/produksi. Selain
itu, belum optimalnya pengawasan yang
dilakukan oleh lembaga-lembaga pengawas
yang mempunyai kewenangan ini. Sedangkan
rendahnya tingkat keamanan kerja,
rendahnya pengetahuan dan keterampilan para
buruh pabrik merupakan faktor-faktor yang
dapat menjadi penyebab terjadinya keracunan
bahan kimia pada pabrik/industri yang
menggunakan/memproduksi bahan-bahan
tersebut.
Upaya pengawasan terhadap peredaran dan
penggunaan bahan beracun pada produk
makanan, secara langsung tidak termasuk dalam
kajian toksikologi forensik. Tetapi, apabila pihak
masyarakat yang mengkonsumsi bahan
makanan yang diproduksi oleh perusahaan
tertentu menjadi korban keracunan dan
persoalannya diproses secara hukum, maka
ahli toksikologi forensik berperan untuk
membuktikan bahwa keracunan yang dialami
oleh korban benar diakibatkan oleh bahan
beracun yang terdapat di dalam makanan yang
mereka konsumsi tersebut
Sampurna (2000)
menggambarkan proses
penyidikan sampai ke
persidangan seperti pada
gambar 6.1. Upaya
penyidikan pada umumnya
bermuara pada proses
penuntutan dan disusul oleh
proses pengadilan.
Pembuktian dari suatu
perkara pidana adalah upaya
untuk membuktikan bahwa
benar telah terjadi tindak
pidana yang diperkarakan
dan bahwa si terdakwalah
pelaku tindak pidana
tersebut. Pembuktian
dilakukan dengan
mengajukan alat bukti yang
sah ke depan persidangan.
Guna mendapatkan atau
setidak- tidaknya mendekati
kebenaraan materiil, dalam
pembuktian (penyidikan dan
pemeriksaan bukti fisik) harus
dilakukan pembuktian secara
ilmiah.
penyidikan Penyelidikan
sampai ke Penyidikan
persidangan Pernyataan Pemeriksaan Identifikasi
dan Catatan TKP
Peran toksikolog forensik
dalam membantu penyidik
dalam penyelesaian kasus
Bukti fisik
tindak pidana tersirat dalam
pasal 133 (1) KUHAP,
berbunyi: dalam hal penyidik Penyelidikan lanjutan
untuk kepentingan peradilan
Pemberkasan
menangani seorang korban Pelimpahan Berkas
baik luka, keracunan atau pun ke Penuntut Umum
mati yang diduga karena
peristiwa yang merupakan Persidangan
7
8
Pub. Dari gejala-gejala a) simtome, biasanya simtome dapat diamati
klinis dan pengamatan oleh manusia dengan menggunakan
diduga keracunan panca indranya. Simtome ini pada
diakibatkan oleh alkohol umumnya dijadikan dasar dalam
dikombinasi dengan memberikan pertolongan pertaman
psikotropika atau pada keracunan.
narkotika. Untuk b) gambaran klinis, untuk mendapatkan
memastikan diagnose gambaran klinis diperlukan alat-alat
awal, dokter menerok tertentu, seperti Rongen, Laboratorium,
darah dan urin pasien dan sebagainya,
guna selanjutnya
c) yang ketiga adalah proses, yaitu
dilakukan analisis
toksikologi. Namun informasi proses keracunan dan gejala
usaha ini menjadi gagal, klinis yang ditimbulkan. Peroses dapat
karena tidak ada diamati sediri oleh dokter atau diperoleh
laboratorium penunjang dari informasi pasien atau
medis di Denpasar yang pendampingnya.
dapat dan bersedia ii. melalui analisis racun (toksikologi analitik).
melakukan analisis Dimana melalui proses diagnose seperti
alkohol dan narkoba dari diatas akan diperoleh diagnose yang spesifik
materi biologis (darah,
dan terarah, sehingga hasil diagnose ini
urin, cairan lambung).
merupakan diagonose akhir pada kasus
Makna analisis keracunan. Dari pengalaman Clarmann
toksikologi dalam menemukan, bahwa sekitar 20% dari kasus
diagnose instoksikasi, diagnose akhir ditegakkan
instoksikasi melalui hasil analisis toksikologi. Dengan lain
kata, hampir satu dari setiap lima kasus
Dari gambaran diatas keracunan adalah salah diagnose jika
menunjukkan betapa diagnose hanya didasarkan pada gejala klinis
pentingnya analisis saja.
toksikologi klinik dalam
menegakkan terapi
instoksikasi. Hasil analisis
toksikologi dapat
memastikan diagnose
klinis, dimana diagnose ini
dapat dijadikan dasar
dalam melakukan terapi
yang cepat dan tepat, serta
lebih terarah, sehingga
ancaman kegagalan
pengobatan (kematian)
dapat dihindarkan.
Menurut Clarmann
(1987), terdapat dua jalan
paralel yang diperhatikan
dalam menegakkan
diagnose dari suatu kasus
keracunan, yaitu:
i. melalui gejala-gejala
klinis, dimana gejala ini
dapat dibedakan
menjadi:
7
9
Analisis toksikologi klinik dapat berupa diagnose keracunan dapat dirinci sebagai berikut:
analisis kualitatif maupun kuantitatif. Dari
hasil analisis kualitatif dapat dipastikan bahwa
kasus keracunan adalah memang benar
diakibatkan oleh instoksikasi. Sedangkan
dari hasil analisis kuantitatif dapat diperoleh
informasi tingkat toksisitas pasien. Dalam hal
ini diperlukan interpretasi konsentrasi
toksikan, baik di darah maupun di urin, yang
lebih seksama. Untuk mengetahui tepatnya
tingkat toksisitas pasien, biasanya
diperlukan analisis toksikan yang berulang
baik dari darah maupun urin. Dari perubahan
konsentrasi di darah akan diperoleh
gambaran apakah toksisitas pada fase
eksposisi atau sudah dalam fase eleminiasi.
Secara umum dapat disimpulkan, bahwa
manfaat analisis toksikologi klinik adalah:
- indentifikasi awal yang cepat, sebagai
pendahuluan sebelum melakukan terapi yang
spesifik dan terarah,
- untuk mengontrol keberhasilan dan efek
dari penegakan terapi instoksikasi,
- untuk memastikan atau menjamin
diagnose klinis.
Selain manfaat klinis (terapi instoksifikasi)
analisis toksikologi klinik dapat mempunyai
makna yang besar dalam penelitian dan
pengembangan ilmu pengetahuan. Seperti
yang telah diketahui adalah tidak mungkin
untuk melakukan uji toksisitas (uji
farmakologis, toksokinetik dan uji lainnya)
langsung pada manusia. Sehingga beberapa
masalah, seperti data toksisitas, dapat
dikumpulkan dari data-data hasil analisis
toksikologi klinik, seperti:
- studi metabolisme dan toksokinetik dari
senyawa toksikan tertentu,
- studi penyimpangan farmakokinetik dari
toksikan pada kasus instoksikasi (waktu
paruh, volume distribusi, clearance),
- evaluasi data-data toksisitas yang
diperoleh dari hewan uji terhadap
kenyataannya pada manusia.
8
1
Gibitz (1995) mengelompokkan langkah analisis muncul akibat masalah teknis, seperti prosedur
menjadi dua tahap, yaitu tahap analisis
pendahuluan dan analisis lanjutan.
Tahap analisis pendahuluan adalah analisis yang
cepat dan tepat, merupakan analisis kualitatif,
yang merupakan orientasi mencari dugaan
penyebab instoksikasi. Uji ini seharusnya
dikerjakan di rumah sakit pada saat pada saat
awal pasien diterima. Analisis pendahuluan ini
dapat berupa tes / rekasi warna, terhadap
toksikan yang terdapat dalam materi biologi
(darah, urin, cucian lambung), sisa tablet atau
makanan. Belakangan ini telah berkembang
dengan pesat metode uji penapisan yang lebih
sederhana dalam pengerjaannya dan
memberikan hasil yang lebih spesifik
dibandingkan rekasi warna, yaitu metode
immunokimia ”immunoassay”. Pemeriksaan gas
dari buangan pernapasan juga dikelompokkan
dalam tahap ini. Pemeriksaan ini ditujukan
pada toksikan yang dapat dianalisis dalam
bentuk gasnya, seperti pada kasus keracunan
alkohol, sianida. Analisis tahap pendahuluan
dalam analisis toksikologi forensik
dikelompokkan ke dalam uji penapisan.
Sedangkan analisis tahap lanjut disebut
dengan uji determinasi. Analisis tahap lanjut
meliputi:
- pemastian dugaan/hasil pada analisis kualitatif
(indentifikasi dan kharakterisasi), disini
diperlukan metode instrumentasi yang lebih
canggih seperti Kromatografi Gas-
Spektrofotometri Massa ”GC-MS” ,
Kromatografi Cair-Spektrofotometri Massa
”LC-MS” , Kromatografi cair dengan Diode
Array Detektor,
- penetapan kadar toksikan serta metabolitnya.
8
4
BAB VIII
PENGANTAR TOKSIKOLOGI LINGKUNGAN
Tujuan Instruksional Umum (TIU) (C2):
Setelah mengikuti materi ini peserta didik dapat memahami dan menjelaskan cakupan ilmu toksikologi
lingkungan dengan benar.
Tujuan Instruksional Khusus (TIK) (C2):
Setelah mendiskusikan materi ini peserta didik diharapkan:
dapat menjelaskan bidang kerja toksikologi lingkungan
dapat menjelaskan jenis-jenis cemaparn di lingkungan, serta
dapat memahami perubahan, degradasi toksikan di lingkungan
8
2
bertambah, bahan kimia Indonesia,
Pendahuluan industri, pupuk, pestisida, penelitian
dan produk lainnya yang diperl penurunan
Sejak manusia
tidak terhitung; serta ukan kualitas
pertama kali
industri akan terus perlin lingkungan yang
berkumpul di
berlanjut menghasilkan dunga berdampak pada
desa dan
produk limbah. Limbah n kesehatan
memanfaatkan
gas akan sangat cepat terhad masyarakat telah
api merupakan
terdistribusi menuju udara ap banyak
awal terjadi
(atmosfer) selanjutnya lingku dilakukan, seperti
penurunan
akan terlarutkan oleh ngan, pada tahun 1996
kualitas
bintik-bintik air dan yaitu masyarakat
lingkungan oleh
terbawa kembali ke penet Semarang dibuat
manusia,
bumi bersama hujan. apan gundah, karena
masalah
batas publikasi hasil
semakin serius Sejarah mencatan pada
minim penelitian dosen
akibat dari awal revolusi pertanian
al perguruan tinggi
dampak telah menggunakan
senya di kota itu
pertambahan berbagai jenis bahan
wa tentang
pupulasi secara kimia yang begitu saja
berba kandungan
eksponential dan dibuang ke lingkungan.
haya logam berat (Pb,
meningkatnya Demikian juga limbah
yang Cd, Hg, dll) pada
industrialisasi industri yang pada
diijink daging ayam
masyarakat. awalnya tanpa melalui
an broiler
Penurunan pengolahan dibuang ke
berad (WIDIANARKO,
kualitas lingkungan merupakan
a di 1997). Cemaran
lingkungan penyabab cepatnya
lingku logam berat
mungkin melalui menurunnya kualitas
ngan. dalam jaringan
perubahan- lingkungan. RACHEL
Kesad tubuhan dan
perubahan CARSON sekitar tahun
aran hewan yang
kimiawi, fisika, 1962 menerbitkan buku
ini dibudidayakan
dan biologis yang berjudul
melahi
dalam „Silent Spring“ dalam
rkan diakibatkan
lingkungan bukunya menggambarkan
berba
melalui secara statistik terjadi
gai karena
modifikasi atau peningkatan kematian
peratu terkontaminannya
perancuan burung-burung dan ikan
ran lingkungan oleh
terhadap sifat akibat pemakaian
dan logam berat.
fisik dan prilaku pestisida yang berlebih.
regula Konsekuensinya,
biologis udara, Sehingga dikemudian hari
si ternak maupun
air, tanah, keadaan tersebut akan
yang tanaman yang
makanan, dan dapat meracuni manusia
bertuj dipelihara di
limbah, karena (HODGSON dan LEVI,
uan lingkungan itu
dipengaruhi oleh 2000). Tulisan Carson
tercipt akan mengalami
pertanian, industri membangkitkan
anya penurunan mutu
dan kegiatan kesadaran manusia akan
lingku pula, termasuk
sosial manusia. bahaya
ngan meningkatnya
Secara nyata „hazards“ bahan kimia di
hidup residu senyawa-
bahwa kegiatan lingkungan. Untuk itu
yang senyawa
manusia akan
sehat pencemar.
terus berlanjut
dan
memerlukan Penelitian
aman.
jumlah bahan terhadap
bakar yang Di pengaruh
8
3
p n peneli PAGORAY
e bukan ti (2001)
n lah Jepa melaporkan
c hal ng tingginya
e yang pada kandungan b
m baru tahun „Cd dan Hg“
a sama 1988, dibantaran Kali
r sekali melap Donan
a di orkan
n Indon bahw
esia, a
l karen produ
i a k
n suda budid
g h aya,
k dimul sepert
u ai i ikan,
n dua telur,
g deka itik,
a de udang
n sebel ,
umny keran
p a, g-
a seper keran
d ti gan
a hasil dan
penel beras
k itian telah
u Lemb terce
a aga mar
l Ekolo oleh
i gi logam
t Unver berat
a sitas (Cd)
s Padja yang
djara relatif
d n tinggi,
a Band selain
n ung itu
dan ditem
k Unive ukan
e rsitas juga
a Wagn akum
m ingen ulasi
a - pestis
n Belan ida
a da hidrok
n pada arbon
tahun terklor
p 1972 inasi
a dan (WIDI
n juga ANAR
g deng KO,
a an 1997).
8
4
kawasan industri Cilacap. Tingginya kandungan degradasi zat kimia
logam berat tersebut diakibatkan „perubahan kimia yang dialami oleh toksikan“ di
pembuangan limbah logam berat sisa proses lingkungan serta transport zat kimia tersebut dari satu
produksi belum memenuhi baku mutu yang tempat ke tempat lain di alam ini, disamping itu
dipersyaratkan pemerintah dan masih toksikologi lingkungan adalah pengetahuan yang
digunakannya logam-logam berat dalam proses mempelajari efek toksik yang timbulkan,
produksi.
Pencegahan keracunan umumnya memerlukan
perhitungan terhadap toxicity, hazard, risk,
dan safety. Hazard suatu zat kimia dapat
diartikan dengan kemungkinan zat kimia
tersebut untuk menimbulkan cidera. Dalam
bahasa Indonesia hazard dapat
diterjemahkan dengan „bahaya“. Toxicity
„toksisitas“ memiliki pengertian yang berbeda
dengan hazard, dimana seperti yang telah
dibahas pada bab pengantar toksikologi,
dimana toksisitas merupakan deskrepsi dan
kuantifikasi sifat-sifat toksis suatu xenobiotika.
Umumnya toksisitas merupakan pernyataan
relativ dengan suatu tokson. Resiko adalah
besarnya kemungkinan suatu tokson yang
dimaksud untuk menimbulkan keracunan.
Resiko berkaitan langsung dengan jumlah
tokson yang masuk ke sistem sistemik
organisme. Perhitungan safety
„keamanan“ suatu xenobiotika merupakan suatu
hal yang sulit dipahami, walaupun pengertiannya
sangat sederhana. Hal ini disebabkan dalam
perhitungan penerapan „faktor keamanan“
memerlukan estimasi dari percobaan uji
toksikologi pada hewan percobaan. Pada
praktisnya batas nilai keamanan suatu
xenobiotika umumnya dinyatakan seperti dalam
„acceptable daily intake, maximal allowable
concentration, tolerance level dan
sebagainya.
Seperti yang telah dibahas sebelumnya,
bahwa toksikologi secara umum menelaah
tentang mekanisme mengenai efek-efek yang
tidak diinginkat „adverse effects“ dari zat-zat
kimia terhadap organisme hidup. Gabungan
berbagai efek potensial yang merugikan serta
terdapatnya berbagai ragam bahan kimia di
lingkungan kita membuat toksikologi sebagai
ilmu yang sangat luas. Toksikologi lingkungan
didefinisikan sebagai
„study of the fate and effects of chemicals in
the environment” (HODGSON dan LEVI,
2000). Secara sederhana dapat dimengerti
dengan telaah dinamika bahan toksik di
lingkungan, yaitu mempelajari proses
8
5
dampak atau resiko keberadaan zat menyamakan pandangan/pengertian apa yang
kimia tersebut terhadap makhluk dimaksud dengan pencemaran. Dalam
organisem hidup. Toksikologi bahasa sehari-hari pencemaran lingkungan
lingkungan umumnya dapat dipahami sebagai suatu kejadian lingkungan
dikelompokkan ke dalam dua yang tidak diinginkan, yang dapat menimbulkan
kelompok kajian, yaitu toksikologi gangguan atau kerusakan lingkungan yang
kesehatan lingkungan dan mungkin dapat gangguan kesehatan lingkungan
ekotoksikologi. Toksikologi bahkan kematian organisme dalam ekosistem.
kesehatan lingkungan adalah Pencemaran terjadi pada saat senyawa-senyawa
melakukan telaah tentang efek yang dihasilkan dari kegiatan manusia dilepas
samping zat kimia di lingkungan kelingkungan, menyebabkan perubahan yang
terhadap kesehatan manusia. buruk terhadap kekhasan fisik, kimia, biologis,
Sedangkan ekotoksikologi dan estetis. Selain manusia, tentu saja makhluk
memfokuskan diri pada telaah tentang hidup
efek pencemaran lingkungan pada
ekosistem dan konstituennya (seperti
ikan, dan satua liar).
Masalah-masalah yang menantang
toksikolog lingkungan adalah tugas
yang rumit dalam pencirian akibat dari
pengaruh terhadap individu
”organisme” dalam lingkungan dan
sebaliknya pengaruh perubahan
ekologis yang dialami oleh individu.
Pendekatan terhadap tugas ini
didasarkan pada hubungan timbal-balik
struktural dan fungsional yang ada
diantara masing-masing tingkatan
organisasi biologis. Hubungan ini
termasuk juga penentuan hubungan
antara pengaruh yang ditunjukkan oleh
organisme pada tingkatan
makromolekul atau selular sebagai
tanggapan pokok dari organimse di
lingkungan tersebut. Dalam
penelitian pengaruh toksikan pada
ekologis diperlukan pengetahuan
dasar mengenai mekanisme fase
kerja toksikan pada organimse,
termasuk fase eksposisi, toksokinetik
dan toksodinamik dari toksikan pada
organimse target. Disamping itu
diperlukan juga kemampuan
mengevaluasi hubungan faktor
lingkungan yang dapat mengubah
tanggapan yang diamati dalam
makhluk hidup.
Pencemaran Lingkungan
Sebelum lebih dalam membahas
pengertian toksikologi lingkungan,
sebaiknya terlebih dahulu kita
8
6
lainnya juga melepaskan limbah ke polusi udara gas buang mesin-mesin industri dan
lingkungan, umumnya dianggap sebagai kendaraan bermotor. Pada temperatur normal
bagian dari sistem alamiah, apakah limbah gas nitrogen (N2) dan oksigen (O2) yang
tersebut memberi pengaruh buruk atau tidak. mengisi sebagian besar udara atmosfer tidak
Sehingga pencemaran biasanya dianggap bereaksi satu sama lain. Pada temperatur tinggi
terjadi sebagai hasil dari tindakan manusia. di dalam mesin kendaraan bermotor, mereka
Dengan demikian proses- proses alamiah saling bereaksi membentuk nitrogen oksida
dapat terjadi dalam lingkungan alamiah yang (NO), yang kemudian terlepas sebagai gas
sangat mirip dengan proses-proses buang dan masuk ke dalam atmorfer. Segera
pencemaran. setelah berada diatmorfer, nitrogen oksida
Menurut Undang-Undang no 23 tahun 1997 bereaksi dengan oksigen untuk membentuk
tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang nitrogen dioksida (NO2), suatu gas berwarna
dimaksud dengan pencemaran lingkungan hidup coklat kekuningan dengan bau tidak enak dan
adalah: masuknya atau dimasukkannya makhluk menyesakkan. Gas nitrogen dioksida ini yang
hidup, zat, energi, dan atau komponen lain ke menyebabkan terjadinya kabut kecoklatan yang
dalam lingkungan hidup oleh kegiatan menyelimuti udara perkotaan. Biasaya gas NO 2
manusia sehingga kualitasnya turun sampai tetap berada di udara atmorfer sekitar selama
ke tingkat tertentu yang menyebabkan tiga hari. Sejumlah kecil dari NO2 dapat
lingkungan hidup tidak dapat berfungsi sesuai bereaksi dengan uap air membentuk asam
dengan peruntukannya. nitrat, yang kemudian dapat mengalami
presipitasi dan tersapu dari udara atmorfir
Keberadaan pencemaran di lingkungan
melalui hujan. Seperti halnya gas NO2, sulfur
memerlukan suatu sistem penilaian yang
dioksida juga dapat beraksi dengan uap air
disesuaikan dengan peruntukan lingkungannya,
membentuk asam sulfat, dimana kedua asam ini
perlu diingat disini kadang diperlukan suatu
yang bertanggung jawab terhadap hujan asam
penilaian subjektif, terhadap pengaruh buruk
diperkotaan. Asam nitrat di atmorfir dapat juga
atau baik dari pencemaran tersebut. Sebagai
bereaksi dengan amonia di udara membentuk
contoh pada saat pelepasan unsur hara
partikel dari amonium nitrat, yang secara
makanan tumbuhan dilepas ke jalur perairan,
berkala juga jatuh ke permukaan bumi atau
menyebabkan pertambahan jumlah tumbuhan
tersapu dari atmorfir oleh hujan.
yang ada dan seringkali diikuti dengan
peningkatan jumlah ikan. Jadi, nelayan akan Sebagian besar masalah pencemaran udara
menganggap tindakan ini menguntungkan dan berhubungan dengan oksidasi nitrogen dan
dengan demikian bukanlah pencemaran. nitrigen dioksida timbul akibat radiasi
Sebaliknya, pengelola pasokan air minum ultraviolet dari sinar matahari, yang dapat
pengingkatan jumlah tanaman air dan ikan, menyebabkan mereka bereaksi dengan gas
memerlukan peningkatan biaya dan prosedur hidrokarbon ”HC” di udara, akan berinteraksi
pengolahan air minum, sehingga pihak pengelola satu sama lainnya menghasilkan senyawa
air minum menganggap bahwa pencemaran peroksialkil nitrat yang mempunyai toksisitas
telah terjadi. Dalam hal ini diperlukan jauh lebih tinggi dari zat prekorsornya. Reaksi
pengembangan pengembangan sistem penilaian pembentukan polutan baru ini disebut dengan
pencemaran, yang disesuaikan dengan fotokimia oksidasi. Senyawa oksidan ini
peruntukan dari lingkungannya. bersama senyawa-senyawa lainnya membentuk
kabut fotokimia “photochemical smog”, dimana
Sifat Alaminya Lingkungan campuran gas tersebut termasuk ozon, sejumlah
Secara alami terdapat berbagai macam senyawa senyawa peroksialkil nitrat “PAN”. Keberadaan
kimia di alam yang berpotensial mempunyai efek sejumlah kecil PAN di udara menyebabkan
toksik. Keberadaan dari masing-masing senyawa mata pedih dan dapat merusak tanaman.
kimia tersebut umumnya tidak menimbulkan NO2 NO + 1/2 O2
resiko
8
7
berbahaya bagi organisme hidup, namun 1/2 O2 + O2 O3
interaksi
dari zat kimia tersebut terkadang menimbulkan + + O2
NO + HC O3 Peroksialkil-nitrat
resiko, seperti kabut fotokimia.
Gambar 8.1. Mekaninsme reaksi
Kabut fotokimia umumnya terbentuk di daerah pembentukan peroksialkil-nitrat melalui
kota dengan iklim panas dan kering penuh aktivasi sivar UV
dengan
8
8
Interaksi antara toksikan yang terdapat di Peningkatan termperatur juga akan berpangaruh pada
alam mungkin terjadi, seperti efek agonis peningkatan pelepasan air melalui keringat oleh
(aditiv) akan muncul apabila toksikan tersebut organiseme, sebaliknya ekskresi xenobiotika melalui
memiliki efek yang sinergis. Pestisida akan menurun, hal ini akan menyebabkan terjadinya
hidrokarbon terklorinasi, seperti: DDT, PCBs penumpukan “deposisi” xenobiotika / toksikan dalam
”polychlorinated biphenyls”, dan dieldrin adalah organisme.
penstisida dengan sifat kimia dan efek biologi
yang hampir sama. Keberadaan masing-
masing pestisida tersebut dalam jumlah
dibawah efek toksik tidak berbahaya bagi
organisme, bahaya yang lebih tinggi akan
diberikan jika ketiga pestisida tersebut
berada bersamaan di alam dan terabsorpsi
oleh organimse secara bersamaan. Disamping
interaksi yang menimbulkan efek sinergis,
terdapat juga interaksi toksikan di alam yang
memberikan efek antagonis, seperti:
keberadaan selenium akan menurunkan
efek toksik dari merkuri. Efek antagonis yang
lainnya yang telah diidentifikasi adalah:
methionin dan fenilklorid, arsenik dan
selenium, serta seng dan kadmuim.
Kondisi iklim lingkungan memberi efek yang
besar terhadap resiko dari toksisitas toksikan
di lingkungan. Seperti telah disebutkan
sebelumnya pada kabut fotokimia, dimana
iklim dan radiasi sinar UV dari cahaya
matahari merupakan faktor penentu. Namun
dilain sisi radiasi sinar UV diperlukan untuk
mempercepat reaksi degradasi senyawa
organik di alam dan juga sinar UV diperlukan
untuk membunuh mikrobakteri fatogen dan
virus di alam bebas. Tentunya sinar UV telah
terbukti dapat mengakibatkan radikal bebas
di dalam tubuh yang mengakibatkan
penyimpangan pada proses replikasi DNA,
dan menyebabkan kanker kulit. Meningkatnya
intensitas sinar UV di permukaan bumi
disebabkan berkurangnya lapisan ozon di
stratosfer, yang diakibatkan oleh polutan udara
di stratosfer.
Disamping efek tersebut di atas peningkatan
sinar UV menyebabkan peningkatan
temperatur bumi. Peningkatan temperatur
dapat meningkatkan jumlah penguapan
senyawa kimia ke atmosfer, akibatnya
semakin meningkat jumlah zat kimia yang
menguap di atmosfer sehingga secara tidak
langsung akan meningkatkan jumlah
toksikan yang terhirup. Peningkatan bahaya
pernafasan ini akan tidak terjadi jika tidak
terjadi pemanasan permukaan bumi.
Sesuai dengan sifat alami fungsi saluran pernafasan bagian atas.
lingkungan, dengan meningkatnya Pergerakan udara juga mungkit meningkatkan
temperatur akan mengakibatkan penguapan air, sehingga bersamaan dengan
penurunan kadar oksigen di dalam peningkatan temperatur senyawa-senyawa yang
air alam “air danau”, dengan tidak menguap akan ikut penguap bersama
demikian dapat menyebabkan uap air. Contoh yang paling terkenal pada
kematian ikan dan membuat ikan- kasus ini adalah penggaraman tanah pertanian,
ikan yang tadinya sangat tahan air irigasi membawa garam-garam menuju tanah
terhadap lingkungan menjadi pertanian, jika air ini menguap akibat
bertambah rentan akibat perubahan peningkatan temperatur maka garam-garam
lingkungan tersebut. Peningkatan tersebut akan tertinggal di tanah sampai batas
temperatur dapat juga mempercepat tertentu dimana akan meracuni tanah
reaksi-reaksi kimia di lingkungan, hal mengakibatkan tidak tumbuhnya tanaman.
ini mungkin menguntungkan bagi
organisme atau sebaliknya akan
merugikan.
Hujan, hujan es, dan salju
membersihkan zat kimia di atmorfer.
Hal ini dikenal dengan deposisi basah.
Meningkatnya air tanah akan
meningkatkan aktivitas biologi di
tanah sampai suatu titik, yaitu banjir.
Banjir mengakibatkan tanah menjadi
anaerob. Jika tanah menjadi anaerob
proses okasidativ akan cepat terhenti.
Hal ini berarti, penghentian proses
degrasi oksidativ oleh mikroorganisme.
Banjir juga meningkatkan kelarutan
zat toksik di dalam tanah, dimana zat
toksik akan terlarut ke dalam air hujan,
yang pada akhirnya dapat mencemari
sumber air minum.
Pergerakan udara yang cepat dapat
menurunkan konsentrasi gas polutan
di tempat produsennya dengan
cepat, tiupan angin kencang akan
membawa gas polutan ke tempat
yang sangat jauh. Gas buang “SO
dan NO” hasil pembakaran batu bara
di daratan Ingris terbawa oleh angin
menuju ke utara ke daratan
Scandinavia, hal ini terbukti dengan
hujan asam di daratan Scandinavia.
Hujan asam meningkatkan
keasaman danau yang akhirnya
akan meracuni ikan-ikan. Hal ini juga
terjadi di negara kita, setiap tahun kita
mengirim asap pembakaran hutan di
daratan pulau Sumatra dan Kalimantan
ke negara tetangga kita, yaitu
Singapura dan Malaysia. Kabut asap
pembakaran ini dapat mengganggu
Dari penjelasan di atas memberikan dalam tanah dan air untuk jangka waktu berpuluh-puluh tahun,
gambaran bahwa sifat alami lingkungan juga serta selalu siap untuk dimakan oleh organisme. Melalui proses
berpengaruh pada toksisitas “tingkat bahaya”
dari suatu toksikan, demikian juga pergerapan
(dinamika) toksikan di alam.
Proses Bioakumulasi
Persistensi suatu zat kimia di lingkungan
bukan hanya salah satu faktor penyumbang
masalah pada toksikologi lingkungan. Seperti
telah dijelaskan pada bab sebelumnya zat
kimia tidak akan memberikan efek yang
merugikan bagi organisme jika dia tidak
terabsorpsi dan kontak dengan reseptor
kerjanya. Sifat-sifat fisiko-kimia yang
berpengaruh pada proses absorpsi, distribusi
dan eliminasi xenobiotika di dalam tubuh
organisme telah juga diuraikan panjang lebar.
Salah satu konsekuensi dari pelepasan dan
penyebaran substansi pencemar di
lingkungan adalah penangkapan (uptake) dan
penimbunan (accumulation) oleh makhluk hidup
mengikuti alur rantai makanan (food chain).
Penangkapan (penyerapan) substansi
pencemar sebagian besar melalui proses difusi
pasif, dimana lipofilitas zat kimia memegang
peranan penting pada proses ini. Pengambilan
dan “retensi” pencemar oleh makhluk hidup
mengakibatkan peningkatan konsentrasi
“penumpukan” yang pada dapat memiliki
pengaruh yang merugikan. Retensi suatu
pencemar bergantung pada waktu paruh biologis
penghancuran “degradasi” atau lingkungan dengan konsentrasi dalam jaringan
eliminasi oleh organisme tersebut, makhluk hidup.
penangkapan “uptake” substansi Jika nilai BCF cenderung berlipat ganda -
pencemar secara terus menerus akan seiring dengan peningkatkan setiap aras rantai
mengakibatkan peningkatan konsentrasi makanan (trophic level) sehingga dalam
substansi pencemar dalam tubuh ekosistem berlangsung fenomena
organisme tersebut. biomagnifikasi (biomagnification) dari
Sebagai ilustrasi, misal toksikan senyawa pencemar tersebut. Salah satu
yang pada awalnya keberadaannya contoh klasik untuk fenomena ini adalah
di suatu reservor air (misal danau), biomagnifikasi pestisida hidrokarbon
dibawah ambang batas terklorinasi PCB (polychlorobiphenyl) di
membahayakan. Toksikan itu akan danau Ontario, Kanada. Dari data peneltian
mencemari tanaman-tanaman air ditemukan bahwa, konsentrasi PCB dalam
maupun binatang-binatang kecil yang jaringan burung herring gull , sebagai puncak
kemudian melalui rantai makanan rantai makanan di sana, besarnya dua puluh
akan sampai pada ikan, dan lima juta (25.000.000)
selanjutnya pada pemakan ikan
termasuk manusia. Seperti halnya
dengan suatu zat kimia yang
bergerak dari satu organisme ke
organisme lainnya akan terjadi
peningkatan konsentrasi zat
tersebut melalui proses yang
disebut bioakumulasi atau
biokonsentrasi. Jadi bioakumulasi
dapat didefinisikan sebagai proses
penumpukan “akumulasi” zat kimia
pada organisme baik melalui
penyerapan langsung dari lingkungan
abiotik (seperti, air, udara, tanah)
maupun melalui rantai makanan.
Selain bioakumulasi, pelipatgadaan
timbunan zat kimia dalam organisme
mengikuti tingkatan dalam rantai
makanan juga merupakan aspek
perhatian bagi toksikolog lingkungan.
Proses pelipatgadaan substansi
pencemar dari satu tingkat trofik
ketingkat lainnya dan mungkin
menunjukkan peningkatan
kepekatan dalam makhluk hidup
sesuai dengan keadaan trofik
mereka, dikenal dengan istilah
biomagnifikasi. Umumnya
hubungan antara konsentrasi
pencemar di lingkungan dan di
dalam jaringan mahluk hidup
dinyatakan dalam parameter faktor
biokonsentrasi (BCF =
bioconcentration factor). Faktor
biokonsentrasi merupakan ratio antara
konsentrasi suatu zat kimia di
kali lipat konsentrasi PCB dalam air danau sebagai udara yang mengandung satu atau lebih bahan kimia
Ontario. dalam konsentrasi yang cukup tinggi untuk dapat menyebabkan
gangguan atau bahaya terhadap manusia, binatang, tumbuh-
Dalam lingkungan alamiah, derajat tumbuhan, dan harta benda.
biomagnifikasi biasanya merupakan suatu fungsi
yang rumit dari:
(1) jumlah mata rantai dalam ratai makanan,
(2) jenis-jenis mahkluk hidup dalam ratai
makanan,
(3) keadaan alamiah dari senyawa yang
diakumulasikan, (4) dosis dari senyawa kimia
dari setiap tingkat rantai makanan, dan (5)
lamanya berhubungan dengan pencemar.
Fungsi ini semakin rumit karena pada
kenyataannya keseluruhan biomagnifikasi
dalam sistem alamiah adalah tidak menentu. Kita
harus lebih berhati-hati karena pada
kenyataannya hampir semua rantai makanan
dalam ekosistem, manusia adalah pemegang
posisi puncak, sehingga akan berimplikasi
pada manusia, yaitu puncak penumpukan
substansi cemaran berada pada manusia
atau dengan lain kata resiko bahaya yang
menanggung risiko biomagnifikasi paling
tinggi adalah manusia.
Disamping itu fenomena bioakumulasi zat kimia
pencemar, baik dalam jaringan hewan
maupun tumbuhan, tentu saja akan
berpengaruh pada keamanan pangan.
Sehingga mungkin secara sederhana dapat
disarikan bahwa masalah keamanan pangan
mempunyai korelasi positif dengan
merosotnya mutu lingkungan suatu
ekosistem.
Pencemar Udara
Lingkungan atmosfer terdiri dari campuran
gas yang meliputi kira-kira 10-16 km dari
permukaan bumi. Komposisi udara di atmosfer
bumi ini tidak selalu tetap, bermiliar-miliar tahun
yang lalu, udara atmosfer sebagian besar terdiri
dari gas hidrogen, metan, dan amonia. Secara
berangsur-angsur proses fotosintesis dan
respirasi aerobik dari organisme hidup
merubah komposisi udara, sehingga saat ini
udara atmosfer sesuai dengan volumenya
terdiri dari 78% nitrogen (N2) dan 21 % oksigen,
dengan sejumlah kecil gas lain, seperti:
karbondioksida (sekitar 0,03%), argon (kurang
dari 1%), dan gas-gas lainnya serta uap air
yang jumlahnya beragam.
Pencemaran udara umumnya dapat diartikan
Polutan udara dapat “H2SO4”, dan asam nitrat “HNO 3”), h) senyawa
dikelompokkan ke dalam organik karbon rantai panjang (pestisida,
kelompok, yaitu: polutan herbisida, berbagai alkohol, dan hidrokarbon
udara primer dan polutan lain yang mudah menguap), i) substansi radio
udara sekunder. Yang aktif (tritium, radon: emisi dari bahan bakar fosil
dimaksud dengan polutan dan pembangkit tenaga nuklir), j) kebisingan.
udara primer adalah suatu Sulfur dioksida dan hujan asam
bahan kimia yang
Secara alamia gas-gas karbon, sulfur dan
ditambahkan langsung ke
nitrogen dilepaskan ke udara dari hasil
udara yang menyebabkan
penguraian tanaman, hewan, kegiatan
konsentrasinya meningkat
gunung berapi, dan erosi oleh angin. Gas-gas
dan membahayakan.
ini diperlukan dalam proses fotosintesis untuk
Pencemaran udara primer
produksi protein, asam nukleat, dan zat-zat
dapat berupa komponen
lainnya dalam tanaman dan hewan.
udara alamiah, seperti
Pembakaran bahan bakar fosil merupakan
karbondioksida, yang
sumber pelepasan baru gas-gas tersebut ke
meningkat jumlahnya
udara, sehingga terjadi penambahan sulfur
sampai di atas konsentrasi
dan nitrogen afmosfer yang cukup berarti.
normalnya, atau sesuatu
Presipitasi gas-gas sulfur dan nitrogen
yang tidak biasanya terapat
memberikan pengaruh toksisitas yang buruk
di udara seperti senyawa
terhadap ekosistem alamiah, khususnya di
timbal “Pb”. Polutan udara
daerah Eropa Barat dan Timur.
sekunder adalah senyawa
kimia berbahaya yang Sulfurdioksida “SO2” yang dihasilkan akibat
terbentuk di atmosfer pembakaran bahan bakar fosil di udara akan
melalui reaksi kimia
diantaranya berbagai
komponen di udara. Contoh
pencemaran sekunder
adalah kabut fotokimia.
KUSNOPUTRANTO (1996)
mengelompokkan polutan di
udara menjadi 10 kelompok
besar, yaitu: a) karbonoksida
(CO, CO2), b) sulfur oksida
(SO2, SO3), c) nitrogen
oksida (N2O, NO, dan NO2),
d) hidrokarbon (methan
“CH4”, butan “C4H10”,
benzen “C6H6”), e) oksidan
fotokimia (ozon, PAN, dan
berbagai senyawa aldehid),
f) partikulat (titik air yang
tersuspensi di udara, asap,
debu, asbestos, partikel
logam “Pb, Be, Cd”, minyak
tersuspensi di udara, dan
garam sulfat), g) senyawa
organik lainnya (asbestos,
hidrogen fluorida “HF”,
hidrogen sulfida “H2S”,
amonia “NH3”, asam sulfat
bereaksi dengan uap air dan oksigen polusi udara di dalam rumah sering kali lebih buruk
menghasilkan asam sulfat. dibandingkan dengan polusi udara
Reference
1. Annonim, (2006, acsessed), “Enviromental
toxicology and ecotoxicology”,
http://www.bio.hw.ac.uk/edintox/enviro.htm
2. Hodgson, E and P.E. Levi, (2000), “A
Textbook of Modern Toxicology”, 2scEd., Mc
Graw Hill Co, Singapore, p. 389-430
3. Kusnoputranto, H. (1996), Pengantar
Toksikologi Lingkungan, BKPSL, Jakarta
4. Pagoray, H. (2001), “Kandungan Merkuri Dan
Kadmium Sepanjang Kali Donan Kawasan
Industri Cilaca”, FRONTIR(33)
5. Widianarko, B., (1997), “Pencemaran
Lingkungan Mengancam Keamanan Pangan”,
http://www.hamline.edu/apakabar/basisdata/19
97/09/11/0040.html
BAB IX
9
6
menempatkan obat- Tekanan Hipotensi (phenothiazi
PENDAHULUAN obatan atau bahan kimia darah (kortikosteroid,
yang dapat dijangkau Gejala phenylpropanolamine,
Kasus keracunan anak-anak. Pada remaja klinis Jantung Pulse, Elektrokardiogram
merupakan karena sengaja akibat akibat antidepresant, orphen
kejadian yang kepribadian yang tidak keracu teratur (phenothiazine,
cukup sering matang. Pada orang usia nan amiodarone, lidocaine
terjadi dalam lanjut sering makan dapat calcoium bloker, beta b
masyarakat. obat-obatan hingga bervari cocaine, trisiklik antide
Seperti yang dosis berlebih akibat asi, hal
terlihat pada data menurunnya daya ini
dari Rumah Sakit ingat.1 tergant
di Jakarta pada ung
tahun 1971 dan Kasus keracunan akibat
dari
1972 terdapat 34 pesrisida mempunyai
penye
kasus keracunan angka yang tinggi.
babny
akut per 10.000 Bahkan menurut data
a
pasiem yang tahun 1983 dan 1989,
Conto
dirawat atau pestisida sebagai
h
0,34%. Di RSUP penyebab kasus
berbag
Denpasar pada keracunan akut
ai
tahun 1973 mempunyai angka
majam
didapat angka terbanyak yaitu 76,37 %
gangg
keracunan akut dan 65,06 %. Penyebab
uan
sebesar 0,38 lain yang banyak
klinis
%dari penderita menyebabkan kasus
dan
yang dirawat di keracunan akut adalah
penyeb
bangsal air aki, obat-obatan
bebas, makanan, ab
penyakit dalam keracu
dan terjadi alkohol, dan minyak
tanah. 1 nannya
peningkatan apat
dalam satu dilihat
decade (1983) pada
menjadi 0,84%. tabel
Kematian akibat 10..1
keracunan akut
meunjukkan Tabel
10.1.
angka yang Gangguan
cukup tinggi. Di klinis dan
penyebab
negara keracunan
berkembang 2
1
0
10
0
mempunyai sendok makan cuka Setelah dilakukan korosif dan
sifat yang dapur dalam bilas lambung, lebih minyak
sulit untuk segelas air). baik diberikan tanah, serta
diabsorbsi. adsorbensia dan penderita
Minyak Pembentukan laksansia garam jika dengan
parafin akan garam yang sukar didapat dugaan kesadaran
bercampur larut, misalnya bahwa sebagian menurun /
dengan dilakukan pada kasus racun masuk ke kejang-
pelarut keracunan asam usus. kejang
organik, oksalat. Pemberian Merangsang
dengan cara kalsium gluconat Merangsang muntah muntah ini
ini maka dapat membentuk dapat dilakukan oleh dapat
akan garam kalsium oksalat orang awam. dilakukan
menurunkan yang sukar larut Merangsang dengan
absorbsi dalam air. muntah tidak beberapa
dari pelarut boleh dilakukan cara antara
organik Contoh perubahan pada keracunan lain: dengan
tersebut. menjadi senyawa bahan rangsangan
yang tidak aktif : mekanis (=
Menetralka pemberian kalium
n atau permanganat memasukkan
menginaktiva bersama cairan jari
si racun pembilas lambung
secara kimia (pada perbandingan kedalam
menjadi 1:10000) pada kerongkonga
bentuk yang keracunan Hal ini n),
kurang/tidak akan merusak atau
toksik, yaitu secara oksidatif
dengan menjadi fosfat yang
membentuk tidak toksik. pemberian
garam yang
sukar larut Mengosongkan larutan
atau saluran cerna natriumm
perubahan dengan cepat klorida
menjadi dengan cara seperti: hangat (2
senyawa bilas lambung atau sengok
yang tidak membuat muntah makan
berkhasiat sebelum absorbsi penuh
atau tidak terjadi. dalam
toksik. segelas air),
Pembilasan tetapi hal ini
Penetralan lambung dapat tidak boleh
racun yang dilakukan pada dilakukan
bersifat asam indikasi tertentu pada anak-
dapat (misalnya keracunan anak. Bila
dinetralkan organo fosfat seperti tidak terjadi
dengan susu baygon), sehingga muntah
atau racun yang masuk setelah
antasida, dan dapat dihilangkan. pemberian
Basa dapat Pembilasan lambung natrium
dinetralkan harus selalu klorida
dengan dibawah
asam encer pengawasan dokter maka
(seperti sesuai dengan 10
dengan 3 keadaan pasien. dapat 1
ni, an boleh
t m g diberikan
e ak ya kepada
r a ng orang yang
j ha pin keracunan
a ru gs
d s an detergen,
i se g
ge tid hidrokarbon
ra ak
h dil bol (seperti
i ak eh bensin) atau
p uk dib hidrokarbon
e an eri terhalogenasi
r pe ka ( Carbon
n m n tetraklorida),
a bil zat atau asam/
t as ya basa / obat
r an ng yang
i la m melumpuhkan
e m er pusat muntah
m bu an (seperti
i ng gs sedativa).
a . an Tindakan
Ke g merangsang
d ra m muntah pada
e cu un kasus
n na ta keracunan,
g n h
a pa ka seringkali
n da re
an na masih
u ak da
d - pa menimbulkan
e an t pertanyaan.
m ak m
a da en
pa ye Misal
o t ba
t di ka pemakaian
a be n
k rik ba sirup
. an ha ipecacuanhae
Si ya baru efektif
P ru as bekerja15 –
a p pir 30 menit
d Ip asi setelah
a ec . pemberian.
ac Se Selama
k ua lai waktu
a nh n tersebut
s ae itu maka racun
u . jug dapat
s Pa a masuk ke
tid usus 10
da
i or ak sehingga 2
p pa di tidak
e da efektif.
n pa
g m sie Pada
g un n dasarnya ,
u ta pe penanganan
n h ng keracunan
a gu harus
a da na disesuaikan
n pa an dengan
t ad kondisi
e so pasien dan
m me rb sebaiknya
e mp en dipilih cara
t erl sia yang lebih
i am leb mudah
k bat ih terlebih
a pe m dahulu jika
ng en keadaan
t gu ye memungkinka
i na na n. Yang lebih
d an ng penting diatas
a ad ka semuanya
k so n. adalah
rb Se keselamatan
b en lai pasien.
e si n
r a, itu Eliminasi
m ya ka Pada
a ng rb tindakan ini,
n se on dilakukan
f rin akt pembersihan
a g if racun dimana
a le ad diperkirakan
t bi ap racun telah
. h at beredar
ef me dalam darah,
U ekt ng dengan cara
s if ad antara lain:
a dal sor peningkatan
h a bsi
a m zat
pe em
m na eti
e ng ka
r gul se
a an hin
n ga gg
g n a
s ke zat
a ra ter
n cu se
g na but
n. m
Da en 10
n ja 3
10
4
ekskresi dalam plasma. Dengan melihat ginjal, edema
kedalam urin Dari jumlah ini, nilai kecepatan paru, dan
dengan cara yang tidak terikat absorbsi maka keracunan
diuresis dan pada protein akan diketahui akibat bahan
pengubahan plasma tergantung apakah yang tidak
pH urin dan dari jumlah racun pengubahan pH dapat
hemodialisa. yang pada urin. urin akan diekskresi
Selanjutnya racun bermanfaat,. melalui
- dapat berdifusi ginjal.
Peningkatan kembali kedalam Cara yang lain
ekskresi plasma melalui untuk - hemodialisa
kedalam urin membran lipid meningkatkan
dengan cara epitel. Sehingga ekskresi kedalam Pengertian
diuresis hampir 90% racun urin adalah proses
dan dalam urin dapat penggunaan hemodialisa
pengubaha diabsorbsi diuresis. Diuresis dalam hal ini
n pH urin kembali. Jadi adalah zat yang adalah
hanya sekitar 10% dapat terjadinya
Zat lipofil saja yang benar- merangsang difusi pasif
yang benar keluar terjadinya ekskresi racun dari
umumnya bersama urin. melalui urin. plasma
termasuk Jika proses Diuresis paksa kedalam
asam dan reabsorbsi pasif dapat dilakukan cairan
basa lemah, dapat dikurangi dengan diálisis
bila dalam maka laju pemberian melalui
bentuk tak ekskresi dapat Osmodiuretika sebuah
terionisasi ditingkatkan (seperti manitol) membran.
dapat sehingga waktu atau diuretik jerat
Tindakan ini
melewati paruh akan turun. henle (seperti: dilakukan
sawar lipid Cara yang dapat furosemida)
pada
tanpa dilakukan adalah dalam bentuk keracunan
kesulitan dengan infus. Selanjutnya
dengan koma
sehingga mengubah pH dilakukan terapi yang dalam,
dapat masuk urin yaitu: penggantian
hipotensi
kedalam membasakan urin cairan dan berat,
organ – / meningkatkat elektrolit yang
kelainan
organ pH urin sehingga hilang. asam basa
penting memperbesar dan elektrolit,
seperti otak. ionisasi asam Diuresis paksa penyakit
Pada ginjal, organik lemah, tidak boleh ginjal berat,
setelah racun atau dilakukan pada penyakit
melewati mengasamkan keadaan syok, jantung,
proses urin / dekompensasi penyakit
ultrafiltrasi menurunkan pH jantung, gagal paru,
maka 90 % urin yang akan penyakit hati,
elektrolit dan menaikkan dan pada
air akan ionisasi basa kehamilan.
direabsorbsi organik lemah. Umumnya
dari urin, Zat organik yang dilakukan
sehingga terionisasi, tidak pada
racun akan akan dibsorbsi keracunan
dipekatkan kembali. Maka pada dosis
kurang lebih kecepatan letal dari
10 kali ekskresi dalam bahan 10
konsentrasi urin akan alcohol, 5
meningkat.
bar gan plasma. n diálisis.
bitu kebutuh Pada
rat, an. Pelaksa umumnya
kar naan pada zat
ba Pada tindakan yang
mat proses ini mengalami
, dialisis cukup ultraflitrasi
par in dapat merepot oleh ginjal.
ace ditamba kan dan Berikut ini
tam hkan mahal, adalah zat
ol, adsorbe tetapi yang perlu
aspi nsia. tindakan dilakukan
rin, ini harus diálisis jika
amf Adsorbe dilakuka kadar pada
eta nsia n pada plasma
min kasus melampaui
, cukup keracun konsentrasi
log mengun an berikut ini,
am tungkan berat antara lain
ber karena seperti untuk:
at sifat pada metanol (50
dan ikatan keracua mg/ 100 ml
stri yang nan zat plasma),
kni kuat nefrotok fenobarbital
n. serta sik kuat (20 mg/ 100
kapasit (misal : ml plasma),
Pad as raksa (II dan asam
a ikatan florida). salisilat (90
pro yang Zat mg / 100 ml
ses tinggi nefrotok plasma).
he untuk sik Untuk zat
mo bebera dapat yang
diali pa zat . menimb eliminasinya
sis Tetapi ulkan cepat
ini penggu kerusak sehingga
me nanaan an ginjal waktu paruh
ngu zat ini yang dalam
ntu memiliki parah plasma lebih
ngk kerugia sehingg singkat atau
an n yaitu a
kar kompon eliminasi
ena en yang ginjal
sus tidak akan
una toksis sangat
n seperti berkura
caia vitamin, ng.
ran hormon, Langka
diáli asam h ini
sis amino berlaku
dap dan pada
at bahan racun
diat makana yang
ur n juga dapat
ses dapat melewa
10
uai ditarik ti
6
den dari membra
kurang lebih sama dengan dengan yang
digunakan pada diálisis, tentu tidak perlu
menggunakan proses ini.
II. Pemberian Antidot
DAFTAR PUSTAKA
10
7
LAMPIRAN I
ANALISIS INSTRUKSIONAL ( A I )
Mata kuliah : Toksikologi
Umum Nomor Kode/SKS : FA 324620 /2
TIU: Setelah mengikuti kuliah Toksikologi ini, Mahasiswa semester III Jurusan Farmasi FMIPA UNUD
dapat menjelaskan dasar-dasar dan cakupan ilmu toksikologi dengan benar. (C2)
10. Menjelaskan cakupan ilmu toksikologi 11. Menjelaskan metode uji 12. Menjelaskan tindakan
lingkungan, toksikologi forensik dan toksisitas (C2) pertolongan pada kasus
toksikologi klinik/ekonomi (C2) keracunan (C2)
10
8
LAMPIRAN II
10
4
5. Kimia 1. Menjelaskan hubungan dosis- 1. Hubungan dosis-kerja,
toksikologi kerja, dosis-respon, dan dosis- respon, dan waktu-
waktu- kerja kerja 2,5,6,7,
2x (2x50
2. Menjelaskan faktor-faktor 2. Faktor-faktor yang 8,9,10,1
menit)
yang mempengaruhi berpengaruh 2
toksisitas terhadap toksisitas
6. Cabang Ilmu 1. Menjelaskan cakupan ilmu 1. Toksikologi lingkungan
Toksikologi toksikologi lingkungan 2. Toksikologi forensik 2x2x50 3,7,9,10
10
5
2. Menjelaskan cakupan 3. Toksikologi klinik menit , 13
ilmu toksikologi forensik
3. Menjelaskan cakupan
ilmu toksikologi klinik
7. Metode 1. Menjelaskan metode uji 1. Asas biologi bagi toksisitas
Pengujian toksisitas 2. Uji toksisitas akut, sub
Toksisitas akut, dan kronis
1x2x50
3. Uji potensiasi, teratologi, 2,6,7,8
menit
mutagenesis,
karsinogenisitas, kulit
dan
mata dan uji prilaku
8. Tindakan 1. Menjelaskan penanganan pada 1. Pengenalan
Umum Pada kasus keracunan simbul penandaan
Keracunan bahan
berbahanya
1x2x50
2. Memperlambat atau 2,6,7,8
menit
mengurangi pemasukan
racun
3. Eliminasi racun setelah
absorpsi dan
detoksifikasi
4. Tindakan simptomatik
KEPUSTAKAAN :
1. Anief, M., 2002, Perjalanan dan Nasib Obat dalam Badan, cet. ke-3, Gajah Mada University Press,
Yogjakarta
2. Ariens,E.J., Mutschler,E., Simonis,A.M., 1985, Toksikologi Umum, Pengantar, Wattimena,Y.R.(terj.), Gadjah
Mada University Press,Yogyakarta.
3. Darmanto, 2001, Lingkungan Hidup dan Pencemaran: Hubungan dengan Toksikologi Senyawa Logam,
UI Press, Jakarta
4. Gibson G. G., and P. Skett, 1991, Pengantar Metabolisme Obat, Iis Aisyah B. (terj.), UI Press, Jakarta.
5. Hardman J.G., Goodman Gilman, A., Limbird, L.E., 1996, Goodman & Gilman’s, The pharmacological
Basis of Therapeutics, 9th edn, Mc Graw-Hill, New York
6. Haves, A.Wallace, 2001, Principles and Methods of Toxicology, 4th ed., Taylor and Francis, Philadelphia
7. Loomis, T.A., 1978, Toksikologi Dasar, Donatus, A. (terj.) IKIP Semarang Press, Semarang
8. Lu, F.C., 1995, Toksikologi Dasar, Asas, Organ Sasaran, dan Penilaian Resiko, Nugroho, E. (terj.),
UI Press, Jakarta
9. Manahan, Stanley E., 1992, Toxicologocal chemistry, 2nd ed., Lewis publisher, Michigan
10. Mutschler E., 1999, Dinamika Obat, ed. ke-5, Widianto, M.B. dan Ranti, A.S. (terj.), Penerbit ITB, Bandung
11. Shargel, L. and YU, A.B.C., 1985, Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan, Fasich dan
Sjamsiah S. (terj.) Airlangga University Press, Surabaya
12. Tjay, T. H., dan K. Rahardja, 2002, Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan, dan Efek-efek Sampingnya.
ed. ke-5, Gramedia, Jakarta
13. Wirasuta, I M.A.G., Suaniti, M., Yowani, S.C.., 2005, Analisis Toksikologi Forensik Diktat Kuliah Kimia Forensi
I, Jurusan Kimia-FMIPA Universitas Udayana
10
6
LAMPIRAN III
10
7
LAMPIRAN IV
MATRIK PENYUSUNAN MATERI KULIAH BERBASISKAN KOMPETENSI
JUDUL MATA KULIAH : TOKSIKOLOGI
UMUM NOMOR KODE : FA 324620 /2 SKS
MATA KULIAH
ELEMEN POKOK BAHASAN SUB POKOK BAHASAN STRATEGI
PEMBELAJARAN
KOMPETENSI
KEPRIBADIAN Definisi, sejarah, dan Definisi ilmu toksikologi dan Kuliah, Diskusi, PR
ruang lingkup ilmu beberapa istilah dalam toksikologi
toksikologi
Sejarah ilmu toksikologi
Ruang lingkup dan ilmu yang
menunjang ilmu toksikologi.
Pemahaman Konsep dasar
Paracelcius dalam toksikologi
Peran Orfila dalam meletakkan arti
penting ilmu kimia dalam
toksikologi
PENGUASAAN ILMU Kerja dan efek toksik Jenis-jenis paparan (kutan, Kuliah, Diskusi, PR
DAN KETRAMPILAN inhalasi, oral, parenteral)
Adsorpsi, distribusi, metabolisme,
ekskresi
Interaksi toksikan dan reseptor
KEMAMPUAN Proses Biotransformasi Pendahuluan (definisi, makna Kuliah, Diskusi, PR
BERKARYA biotransformasi pada reaksi toksik)
Reaksi metabolisme fase I (fase
fungsionalisasi)
Reaksi metabolisme fase II (fase
konjugasi)
Faktor-faktor yang berpengaruh
pada reaksi metabolisme
Toksokinetik Mekanisme biokimia toksisitas
Waktu paruh, clearance, volume
distribusi,
Analisis farmakokinetik
berdasarkan kompartimen model
Analisis farmakokinetik
berdasarkan non-kompartimen
model
10
8
MATA KULIAH
ELEMEN POKOK BAHASAN SUB POKOK BAHASAN STRATEGI
PEMBELAJARAN
KOMPETENSI
SIKAP DALAM Kimia toksikologi Hubungan dosis-respon Kuliah, Diskusi, PR,
Latihan di kelas
BERKARYA Jenis-jenis respon
Faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap toksisitas
Asas biologi bagi toksisitas
Metode Pengujian
Uji toksisitas akut, sub akut, dan
Toksisitas
kronis
Uji potensiasi, teratologi,
mutagenesis, karsinogenisitas, kulit
dan mata dan uji prilaku
KEMAMPUAN Cakupan ilmu Toksikologi Lingkungan Kuliah, Diskusi, PR,
BERMASYARAKAT toksikologi Latihan di kelas
Toksikologi forensik
Toksikologi klinik
Pengenalan simbul penandaan
Tindakan Umum Pada
bahan berbahanya
Keracunan
Memperlambat atau mengurangi
pemasukan racun
Eliminasi racun setelah absorpsi
dan detoksifikasi
Tindakan simptomatik
10
9
LAMPIRAN V
SATUAN ACARA PENGAJARAN (SAP)
MATA KULIAH TOKSIKOLOGI UMUM
JURUSAN FARMASI - FMIPA - UNIVERSITAS UDAYANA
6.TIU : Setelah mengikuti kuliah ini mahasiswa dapat menjelaskan definisi, sejarah, dan ruang lingkup
ilmu toksikologi dengan benar (C2).
9.Tugas terstruktur/tugas mandiri/PR: Merangkum pengertian toksikologi dan peran kimia dalam
ilmu toksikologi
11
0
SATUAN ACARA PENGAJARAN (SAP)
MATA KULIAH TOKSIKOLOGI UMUM
JURUSAN FARMASI - FMIPA - UNIVERSITAS UDAYANA
6.TIU : Setelah mengikuti kuliah ini mahasiswa dapat menjelaskan fase eksposisi (paparan),
fase toksokinetik, dan fase toksodinamik
7.Sub pokok bahasan :
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
No. Sub- Pokok Bahasan TIK Waktu
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
1 Pengantar fase kerja toksik C2 50 Menit
2 Jenis-jenis paparan (kutan, inhalasi, oral, parenteral) C2 50 Menit
2 Adsorpsi, distribusi, metabolisme, ekskresi C2 100
Menit
3 Interaksi toksikan dan reseptor C2 100
Menit
4 Mekanisme reaksi toksik C2 100 Menit
4 Kegiatan terstruktur (diskusi umpan balik, PR) C2 80 Menit
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
8.Kegiatan Belajar Mengajar
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Kegiatan Dosen Kegiatan Mahasiswa Media
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Orientasi dan menjelaskan materi Mendengar Modul,
LCD Meminpin diskusi Diskusi aktif Modul, LCD
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
9.Tugas terstruktur/tugas mandiri/PR: Mendiskusikan fase kerja toksik berdasarkan contoh kasus toksisitas
di tempat kerja, toksisitas makanan, dan obat
11.Daftar Pustaka:
a. Modul
b. Anief, M., 2002, Perjalanan dan Nasib Obat dalam Badan, cet. ke-3, Gajah Mada University Press,
Yogjakarta
c. Ariens,E.J., Mutschler,E., Simonis,A.M., 1985, Toksikologi Umum, Pengantar, Wattimena,Y.R.(terj.), Gadjah
Mada University Press,Yogyakarta.
d. Gibson G. G., and P. Skett, 1991, Pengantar Metabolisme Obat, Iis Aisyah B. (terj.), UI Press, Jakarta.
e. Loomis, T.A., 1978, Toksikologi Dasar, Donatus, A. (terj.) IKIP Semarang Press, Semarang
11
0
f. Lu, F.C., 1995, Toksikologi Dasar, Asas, Organ Sasaran, dan Penilaian Resiko, Nugroho, E. (terj.), UI
Press, Jakarta
11
1
g. Mutschler E., 1999, Dinamika Obat, ed. ke-5, Widianto, M.B. dan Ranti, A.S. (terj.), Penerbit ITB, Bandung
SATUAN ACARA PENGAJARAN (SAP)
MATA KULIAH TOKSIKOLOGI UMUM
JURUSAN FARMASI - FMIPA - UNIVERSITAS UDAYANA
6.TIU : Setelah mengikuti kuliah ini mahasiswa dapat menjelaskan makna biotransformasi pada reaksi
toksik, proses biotransformasi toksikan dalam tubuh obyek dan organ-organ yang terlibat
dalam proses biotransformasi senyawa toksik secara lengkap dan benar
7.Sub pokok bahasan :
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
No. Sub- Pokok Bahasan TIK Waktu
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
1 Pendahuluan (definisi, makna biotransformasi pada reaksi toksik) C2 30 Menit
2 Sel dan Organ-organ yang telibat dalam reaksi biotrnasformasi C2 30 Menit
3 Reaksi metabolisme fase I (fase fungsionalisasi) C2 40 Menit
4 Reaksi metabolisme fase II (fase konjugasi) C2 40 Menit
5 Faktor-faktor yang berpengaruh pada reaksi metabolisme C2 30 Menit
4 Kegiatan terstruktur (diskusi umpan balik, PR) C2 30 Menit
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
8.Kegiatan Belajar Mengajar
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Kegiatan Dosen Kegiatan Mahasiswa Media
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Orientasi dan menjelaskan materi Mendengar Modul,
LCD Meminpin diskusi Diskusi aktif Modul, LCD
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
9.Tugas terstruktur/tugas mandiri/PR: Mendiskusikan makna biotransformasi pada toksisitas
11
2
SATUAN ACARA PENGAJARAN (SAP)
MATA KULIAH TOKSIKOLOGI UMUM
JURUSAN FARMASI - FMIPA - UNIVERSITAS UDAYANA
11
3
SATUAN ACARA PENGAJARAN (SAP)
MATA KULIAH TOKSIKOLOGI UMUM
JURUSAN FARMASI - FMIPA - UNIVERSITAS UDAYANA
6.TIU : Setelah mengikuti kuliah ini mahasiswa dapat menjelaskan parameter-parameter farmakokinetik
dan jenis-jenis model farmakokinetik secara lengkap dan benar
7.Sub pokok bahasan :
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
No. Sub- Pokok Bahasan TIK Waktu
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
1 Pendahuluan (definisi, makna farmakokinetik pada toksikologi ) C2 15 Menit
2 Dasar-dasar pemodelan C2 15 Menit
3 Model kompartemen C2 20 Menit
4 Model non-Kompartemen C2 20 Menit
5 Parameter – parameter farmakokinetik C2 15 Menit
4 Kegiatan terstruktur (diskusi umpan balik, PR) C2 15 Menit
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
11
4
SATUAN ACARA PENGAJARAN (SAP)
MATA KULIAH TOKSIKOLOGI UMUM
JURUSAN FARMASI - FMIPA - UNIVERSITAS UDAYANA
6.TIU : Setelah mengikuti kuliah ini mahasiswa dapat menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi
toksisitas, hubungan dosis-respon dan jenis-jenis respon
7.Sub pokok bahasan :
No. Sub- Pokok Bahasan TIK Waktu
a. Hubungan dosis-respon, dosis kerja, dan waktu-kerja C2 80
Menit
b. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap toksisitas C2 80
Menit
c. Diskusi aktif C2 40
Menit
11.Daftar Pustaka:
a. Modul
b. Ariens,E.J., Mutschler,E., Simonis,A.M., 1985, Toksikologi Umum, Pengantar, Wattimena,Y.R.(terj.), Gadjah
Mada University Press,Yogyakarta.
c. Hardman J.G., Goodman Gilman, A., Limbird, L.E., 1996, Goodman & Gilman’s, The pharmacological
Basis of Therapeutics, 9th edn, Mc Graw-Hill, New York
d. Haves, A.Wallace, 2001, Principles and Methods of Toxicology, 4th ed., Taylor and Francis, Philadelphia
e. Loomis, T.A., 1978, Toksikologi Dasar, Donatus, A. (terj.) IKIP Semarang Press, Semarang
f. Lu, F.C., 1995, Toksikologi Dasar, Asas, Organ Sasaran, dan Penilaian Resiko, Nugroho, E. (terj.), UI
Press,
Jakarta
11
5
g. Manahan, Stanley E., 1992, Toxicologocal chemistry, 2nd ed., Lewis publisher, Michigan
h. Mutschler E., 1999, Dinamika Obat, ed. ke-5, Widianto, M.B. dan Ranti, A.S. (terj.), Penerbit ITB, Bandung
i. Tjay, T. H., dan K. Rahardja, 2002, Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan, dan Efek-efek Sampingnya.
ed. ke-5, Gramedia, Jakarta
11
6
SATUAN ACARA PENGAJARAN (SAP)
MATA KULIAH TOKSIKOLOGI UMUM
JURUSAN FARMASI - FMIPA - UNIVERSITAS UDAYANA
6.TIU : Setelah mengikuti kuliah ini mahasiswa dapat menjelaskan cakupan ilmu toksikologi lingkungan,
ilmu toksikologi forensik, dan ilmu toksikologi klinik / ekonomi dengan benar
7. Sub pokok bahasan :
No. Sub- Pokok Bahasan TIK Waktu
a Pengantar toksikologi lingkungan C2 80
Menit
b Pengantar toksikologi forensik C2 40
Menit
c Pengantar toksikologi klinik / ekonomi C2 40
Menit
d Kegiatan terstruktur (diskusi umpan balik, PR) C2 40
Menit
11.Daftar Pustaka:
a. Modul
b. Darmanto, 2001, Lingkungan Hidup dan Pencemaran: Hubungan dengan Toksikologi Senyawa Logam, UI Press,
Jakarta
c. Hardman J.G., Goodman Gilman, A., Limbird, L.E., 1996, Goodman & Gilman’s, The pharmacological Basis
of Therapeutics, 9th edn, Mc Graw-Hill, New York
d. Haves, A.Wallace, 2001, Principles and Methods of Toxicology, 4th ed., Taylor and Francis, Philadelphia
e. Loomis, T.A., 1978, Toksikologi Dasar, Donatus, A. (terj.) IKIP Semarang Press, Semarang
f. Lu, F.C., 1995, Toksikologi Dasar, Asas, Organ Sasaran, dan Penilaian Resiko, Nugroho, E. (terj.), UI Press,
Jakarta
g. Manahan, Stanley E., 1992, Toxicologocal chemistry, 2nd ed., Lewis publisher, Michigan
h. Wirasuta, I M.A.G., Suaniti, M., Yowani, S.C.., 2005, Analisis Toksikologi Forensik Diktat Kuliah Kimia
Forensi I, Jurusan Kimia-FMIPA Universitas Udayana
11
7
SATUAN ACARA PENGAJARAN (SAP)
MATA KULIAH TOKSIKOLOGI UMUM
JURUSAN FARMASI - FMIPA - UNIVERSITAS UDAYANA
6.TIU : Setelah mengikuti kuliah ini mahasiswa dapat menjelaskan metode pengujian toksisitas dengan
benar
7.Sub pokok bahasan :
11.Daftar Pustaka:
i. Modul
j. Darmanto, 2001, Lingkungan Hidup dan Pencemaran: Hubungan dengan Toksikologi Senyawa Logam, UI Press,
Jakarta
k. Loomis, T.A., 1978, Toksikologi Dasar, Donatus, A. (terj.) IKIP Semarang Press, Semarang
l. Lu, F.C., 1995, Toksikologi Dasar, Asas, Organ Sasaran, dan Penilaian Resiko, Nugroho, E. (terj.), UI
Press, Jakarta
11
8
SATUAN ACARA PENGAJARAN (SAP)
MATA KULIAH TOKSIKOLOGI UMUM
JURUSAN FARMASI - FMIPA - UNIVERSITAS UDAYANA
6.TIU : Setelah mengikuti kuliah ini mahasiswa dapat menjelaskan cakupan ilmu toksikologi lingkungan,
ilmu toksikologi forensik, dan ilmu toksikologi klinik / ekonomi dengan benar
7. Sub pokok bahasan :
No. Sub- Pokok Bahasan TIK Waktu
a Pengenalan simbul penandaan bahan berbahanya C2 20
Menit
b Memperlambat atau mengurangi pemasukan racun C2 20
Menit
c Eliminasi racun setelah absorpsi dan detoksifikasi C2 20
Menit
d Tindakan simptomatik C2 20 Menit
e Kegiatan terstruktur (diskusi umpan balik, PR) C2 20
Menit
11.Daftar Pustaka:
a. Modul
b. Ariens,E.J., Mutschler,E., Simonis,A.M., 1985, Toksikologi Umum, Pengantar, Wattimena,Y.R.(terj.), Gadjah
Mada University Press,Yogyakarta.
c. Hardman J.G., Goodman Gilman, A., Limbird, L.E., 1996, Goodman & Gilman’s, The pharmacological Basis
of Therapeutics, 9th edn, Mc Graw-Hill, New York
d. Haves, A.Wallace, 2001, Principles and Methods of Toxicology, 4th ed., Taylor and Francis, Philadelphia
e. Loomis, T.A., 1978, Toksikologi Dasar, Donatus, A. (terj.) IKIP Semarang Press, Semarang
f. Lu, F.C., 1995, Toksikologi Dasar, Asas, Organ Sasaran, dan Penilaian Resiko, Nugroho, E. (terj.), UI
Press, Jakarta
11
9
LAMPIRAN VI
RENCANA EVALUASI PROSES BELAJAR MENGAJAR
PROGRAM STUDI / Fak : FARMASI / MIPA
MATAKULIAH, : TOKSIKOLOGI
UMUM
SEMESTER / TAHUN : 3 / 2006
Tujuan Evaluasi : Untuk mengetahui kompetensi mahasiswa dalam pemahaman tentang Ilmu
toksikologi
Hal-Hal yang Dievaluasi : Pemahaman tentang teori Toksikologi
Kemampuan berkarya: Kebenaran pemaham dan penerapan konsep
ilmu toksikologi dalam bidang ilmu kimia Kedisiplinan: Tugas
rumah dan absensi Kepribadian dan sikap: Partisipasi kelas,
komunikasi dan diskusi Bermasyarakat : Kemampuan berkomunikasi
di kelas
Evaluator : Team teaching
Waktu : UTS : Pemahaman teori toksikologi dengan tingkat Cognitif 2
UAS : Kemampuan berkarya yang ditunjukkan dari kebenaran
pemahaman dan penerapan ilmu toksikologi dalam bidang kimia
cognitif 2
Kedisiplinan, kepribadian dan sikap: dievaluasi selama perkuliahan
Responden : Semua mahasiswa
Instrumen : UTS : Soal Pilihan
Ganda UAS : Soal
Pilihan Ganda
Hasil ujian dianalisis dikatagorikan berdasarkan Penilaian Patokan (PAP)
Mata Kuliah : Toksikologi Umum
Dosen/Team Teaching : Dr.rer.nat. I Made Agus Gelgel Wirasuta, M.Si, Apt.
Rasmaya Niruri, S.Si., Apt.
12
0
LAMPIRAN VII
KONTRAK PERKULIAHAN
Nama Mata Kuliah Kode : TOKSIKOLOGI
Mata Kuliah : FA 324620 /2
Pengajar : Dr.rer.nat. I Made Agus Gelgel Wirasuta, M.Si., Apt.
Rasmaya Niruri, S.Si., Apt.
Semester : III
Hari Pertemuan/Jam : 8.30 s/d 10.10 WITA
Tempat Pertemuan : Ruang Kuliah Farmasi Gedung AF – Kampus Bukit Jimbaran
Pengetahuan tentang racun adalah sangat penting bagi mahasiswa farmasi, dimana tidak dapat dipungkiri
mereka selalu kontak dengan bahan kimia. Pengetahuan dasar tentang toksikologi sangat diperlukan dalam
mengenali bahan kimia yang berracun, efek kerja racun, reaksi biokimia toksikan, serta bagaimana kinetika
toksikan di dalam organisme. Secara keseluruhan dari sub bahasan toksikologi bertujuan untuk memberikan
dasar dan pengantar bagi mahasiswa farmasi yang akan memperdalam mata kuliar Toksikologi
Farmakologi, Biotransformasi dan Farmakokenetik, Analisis Toksikologi, dan Kimia Lingkungan.
Manfaat mata kuliah adalah memberikan pemahaman kepada mahasiswa tetang racun, efek kerja racun,
serta nasib toksikan di dalam organisme, metode uji toksisitas, serta pengenalan tindakan pertama pada
pertolongan keracunan. Mata kuliah ini juga diharapkan membantu pemahaman tetang racun serta selanjutnya
bisa melakukan pertolongan pertama pada keracunan.
2. DESKRIPSI PERKULIAHAN
Mata kuliah ini membahas tentang ruang lingkup ilmu toksikologi, faktor-faktor yang mempengaruhi
toksisitas, hubungan dosis-respon, pengertian reseptor, jenis toksikan, kerja dan efek toksik , jenis-jenis
respon, proses biotransformasi, organ yang terlibat dalam biotransformasi, cabang ilmu toksikologi.
3. TUJUAN INSTRUKSIONAL
Pada akhir perkuliahan ini, mahasiswa diharapkan dapat mengerti dasar-dasar ilmu toksikologi dengan benar.
4. STRATEGI PERKULIAHAN
Pada setiap pertemuan, dosen memberi ceramah singkat tentang materi kuliahnya. Mahasiswa diberi tugas untuk
mendiskusikan atau membahas setiap materi tersebut. Dosen pengasuh akan membimbing dan memberi arahan.
5. MATERI/BACAAN PERKULIAHAN
12
1
5. Gibson G. G., and P. Skett, 1991, Pengantar Metabolisme Obat, Iis Aisyah B. (terj.), UI Press, Jakarta.
6. Hardman J.G., Goodman Gilman, A., Limbird, L.E., 1996, Goodman & Gilman’s, The pharmacological
Basis of Therapeutics, 9th edn, Mc Graw-Hill, New York
7. Haves, A.Wallace, 2001, Principles and Methods of Toxicology, 4th ed., Taylor and Francis,
Philadelphia
8. Loomis, T.A., 1978, Toksikologi Dasar, Donatus, A. (terj.) IKIP Semarang Press, Semarang
9. Lu, F.C., 1995, Toksikologi Dasar, Asas, Organ Sasaran, dan Penilaian Resiko, Nugroho, E. (terj.), UI
Press, Jakarta
10. Manahan, Stanley E., 1992, Toxicologocal chemistry, 2nd ed., Lewis publisher, Michigan
11. Mutschler E., 1999, Dinamika Obat, ed. ke-5, Widianto, M.B. dan Ranti, A.S. (terj.), Penerbit ITB, Bandung
12. Shargel, L. and YU, A.B.C., 1985, Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan, Fasich dan Sjamsiah
S. (terj.) Airlangga University Press, Surabaya
13. Tjay, T. H., dan K. Rahardja, 2002, Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan, dan Efek-
efek Sampingnya. ed. ke-5, Gramedia, Jakarta
14. Wirasuta, I M.A.G., Suaniti, M., Yowani, S.C.., 2005, Analisis Toksikologi Forensik Diktat Kuliah
Kimia Forensi I, Jurusan Kimia-FMIPA Universitas Udayana
6. TUGAS
1. Setiap perkuliahan, mahasiswa harus sudah membaca bahan bacaan atau materi perkuliahan yang
sudah disusun dalam bentuk bahan ajar sebelum mengikiti kuliah
2. Setiap perkuliahan mahasiswa harus aktif mengerjakan dan mendiskusikan tugas yang telah tercantum dalam
setiap sub pokok bahasan.
3. Ujian Tengah Semester (UTS) I diadakan pada minggu ke 8, UTS II diadakan pada minggu ke 16, dan
Ujian Akhir Semester (UAS) atau Perbaikan diadakan sesuai dengan jadwal UAS FMIPA. UTS I
mencangkum materi pada pertemuan I s/d VII, UTS II mengujikan materi pada pertemuan IX s/d XV.
Evaluasi akan menggunakan bentuk soal esai, esai berstruktur, atau pilihan ganda. Pada UAS diujikan
keseluruhan materi dengan jadwal ditentukan dari Fakultas. UAS diberikan kesempatan kepada seluruh
mahasiswa untuk memperbaiki nilia Akhir sementara. Nilai Akhir sementara dan Nilai Akhir
diformulasikan pada point 7.
7. KRITERIA PENILAIAN
12
0