Anda di halaman 1dari 72

UNIVERSITAS SEMBILANBELAS NOVEMBER KOLAKA

Program Studi Farmasi

Penuntun Praktikum

Kimia Analisis Farmasi


( Pharm aceu ti cal Analy ti cal Chemi stry
)
Penuntun Praktikum Kimia Analisis Farmasi

Kata Pengantar

Penuntun Praktikum Kimia Analisis Farmasi


merupakan pedoman pelaksanaan Praktikum Kimia
Analisis Farmasi yang membantu mahasiswa dalam
memahami materi teoritis yang diberikan pada
perkuliahan Kimia Analisis Farmasi I (MKWFAR2.06)
dan Kimia Analisis Farmasi II (MKWFAR3.11).
Matakuliah tersebut diprogram oleh mahasiswa
farmasi pada jenjang kuliah semester 2 dan 3.
Penuntun Praktikum Kimia Analisis Farmasi disusun
berdasarkan tata cara pelaksanaan praktikum secara
umum yang dimulai dari persiapan praktikum,
pemahaman etika dan peraturan laboratorium,
keselamatan kerja, dan pengenalan percobaan-
percobaan yang akan dilakukan. Percobaan-
percobaan yang disajikan dalam penuntun ini
dikembangkan berdasarkan analisis kimiawi yang
tercantum dalam Farmakope Indonesia.

Penyusun:
Carla Wulandari Sabandar

Program Studi Farmasi


Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Sembilanbelas November Kolaka 2021

Program Studi Farmasi, Fakultas Sains dan Teknologi, USN Kolaka 3


Daftar Isi

Halaman
Lembar Pengesahan 2
Kata Pengantar 3
Daftar Isi 4
I. Tata Tertib Pelaksanaan Praktikum Kimia Analisis Farmasi 5
1.1. Persiapan praktikum 5
1.2. Peraturan penggunaan laboratorium 5
1.3. Pelaksanaan praktikum 5
II. Bahan Kimia Berbahaya, Alat Kaca, dan Instrumentasi di Laboratorium Kimia Farmasi 7
2.1. Pengelompokan bahan kimia berbahaya 7
2.2. Jenis-jenis alat kaca dan porselin 7
2.3. Alat-alat lain 9
2.4. Set aparatus 10
2.5. Instrumentasi 13
III. Pedoman Keselamatan Kerja di Laboratorium 15
IV. Percobaan Praktikum 17
Percobaan 4.1 Identifikasi kation dan anion secara kualitatif 18
Percobaan 4.2 Analisis garam secara kualitatif 22
Percobaan 4.3 Pembuatan dan standarisasi larutan asam dan basa untuk titrasi 25
Percobaan 4.4 Pembuatan kurva titrasi asam-basa 30
Percobaan 4.5 Uji kemurnian asam asetilsalisilat (aspirin) menggunakan titrasi 36
balik asam-basa
Percobaan 4.6 Penentuan konsentrasi vitamin C menggunakan titrasi redoks 39
Percobaan 4.7 Penentuan konsentrasi seng oksida (ZnO) menggunakan titrasi 43
kompleksometri
Percobaan 4.8 Analisis obat analgesik menggunakan kromatografi lapis tipis 48
Percobaan 4.9 Analisis perbandingan komposisi antara produk herbal dan 52
ekstrak dari tanaman menggunakan kromatografi lapis tipis
Percobaan 4.10 Identifikasi aspirin dalam tablet aspirin (sediaan padat) 56
menggunakan spektrofotometri inframerah (IR)
Percobaan 4.11 Identifikasi fluoksetin dalam larutan oral fluoksetin hidroklorida 59
(sediaan cair) menggunakan spektrofotometri inframerah (IR)
Percobaan 4.12 Identifikasi diazepam dalam tablet diazepam (sediaan padat) 61
menggunakan spektrofotometri UV
Percobaan 4.13 Identifikasi mikonazol dalam krim mikonazol nitrat (sediaan semi- 63
padat) menggunakan spektrofotometri UV
Percobaan 4.14 Identifikasi parasetamol dalam tablet parasetamol (sediaan padat) 65
menggunakan spektrofotometri UV
V. Satuan (unit) 67
Daftar Pustaka 69
Lampiran 1 – Format Laporan Praktikum 70
I. Tata Tertib Pelaksanaan Praktikum Kimia Analisis Farmasi

1.1. Persiapan Praktikum

Sebelum mengikuti praktikum, peserta praktikum wajib mempersiapkan syarat-syarat sebagai berikut:
a. Berada dalam kondisi kesehatan yang baik secara jasmani dan rohani
b. Mengenakan seragam laboratorium (bukan jas) selama berada di dalam laboratorium
c. Mengenakan sepatu, sarung tangan (glove), masker, dan pelindung mata
d. Membawa Penuntun Praktikum
e. Membuat Jurnal Praktikum
f. Membawa Kotak Alat
g. Membawa alat tulis sesuai keperluan
Catatan: Peserta praktikum yang gagal mempersiapkan syarat-syarat diatas dianggap tidak siap
mengikuti praktikum dan tidak diperbolehkan memasuki laboratorium
1.2. Peraturan Penggunaan Laboratorium

Laboratorium merupakan tempat peserta praktikum melaksanakan percobaan-percobaan yang tertera


pada Penuntun Praktikum. Oleh karena itu, setiap laboratorium memiliki peraturan dan etika yang
wajib diikuti selama pelaksanaan praktikum, yaitu:
a. Wajib mengenakan seragam laboratorium, sepatu, sarung tangan, masker, dan pelindung
mata
b. Wajib mendengarkan dan melaksanakan arahan instruktor/laboran
c. Tidak diperkenankan minum, makan, dan/atau merokok
d. Wajib menjaga ketenangan
e. Wajib menjaga kebersihan laboratorium
f. Peserta praktikum wajib mempelajari pengelompokan bahan kimia dan cara penanganannya
g. Wajib membuang sampah laboratorium pada tempat pembuangan sesuai label sampah
h. Dilarang keras membuang bahan-bahan kimia berbahaya ke dalam wastafel
i. Wajib menggunakan ruang/lemari asam untuk percobaan yang memakai zat-zat yang
berbahaya seperti asam pekat, basa pekat, zat beracun, zat mudah terbakar, zat mudah
menguap, dan zat korosif
Catatan: Peserta praktikum yang melanggar peraturan-peraturan tersebut dianggap telah gagal
mematuhi etika laboratorium dan tidak diperbolehkan mengikuti praktikum

1.3. Pelaksanaan Praktikum

Untuk melakukan percobaan maka peserta praktikum dibagi menjadi beberapa kelompok percobaan.
Setiap kelompok terdiri dari maksimal enam peserta praktikum. Pembagian kelompok dilakukan oleh
instruktur/laboran. Hal-hal berikut perlu dilakukan oleh masing-masing kelompok percobaan, yaitu:
a. Memilih satu ketua kelompok sebagai perwakilan
b. Melakukan peminjaman alat sesuai kebutuhan percobaan kepada laboran
c. Menjaga keutuhan alat-alat yang digunakan selama percobaan berlangsung
d. Mengembalikan alat-alat tersebut kepada laboran setiap kali praktikum selesai
e. Menuliskan laporan sementara hasil percobaan dan ditandatangani oleh instruktur/laboran
f. Membuat laporan lengkap hasil percobaan yang dikumpulkan pada minggu berikutnya setiap
pelaksanaan praktikum. Laporan ini bersifat WAJIB oleh setiap peserta praktikum. Format
laporan praktikum terdapat pada Lampiran I.
Penting untuk diingat:
 Tidak ada pengulangan percobaan bagi peserta praktikum yang tidak hadir
 Peserta yang dua kali (2x) tidak mengikuti percobaan praktikum adalah tidak lulus praktikum dan
wajib mengulang pada tahun selanjutnya
 Peserta praktikum wajib hadir paling lambat 10 menit sebelum praktikum dimulai. Toleransi
keterlambatan selama 10 menit
II. Bahan Kimia Berbahaya, Alat/Radas, dan Instrumentasi di Laboratorium Kimia
Farmasi

2.1. Pengelompokan bahan kimia berbahaya

Bahan kimia yang tersedia pada suatu laboratorium umumnya mengikuti kebutuhan laboratorium
tersebut berdasarkan percobaan dan penelitian yang dilakukan. Secara umum, laboratorium farmasi
dibagi berdasarkan cabang ilmu farmasi itu sendiri, misalnya laboratorium farmakognosi/bahan alam,
laboratorium farmakologi, laboratorium farmasi klinik, laboratorium farmaseutika, dan laboratorium
kimia (umum). Masing-masing laboratorium ini memiliki fungsi spesifik sesuai cabang ilmu farmasi
yang ditujukan. Oleh karena itu, sebelum mengikuti praktikum, peserta wajib mengenali bahan-bahan
kimia apa saja yang akan digunakan serta tingkat bahaya bahan-bahan kimia tersebut. Dengan
demikian, peserta praktikum akan berhati-hati dan lebih bertanggung jawab dalam menjaga
keselamatan dirinya sendiri, peserta lain, dan laboratorium. Setiap bahan kimia yang ada pada
laboratorium dilengkapi dengan simbol-simbol pada wadahnya (Gambar 2.1). Simbol-simbol ini
menggolongkan potensi bahaya yang dapat ditimbulkan oleh bahan kimia tersebut. Mahasiswa perlu
memahami maksud-maksud simbol ini, sehingga dapat bekerja dengan lebih teliti dan berhati-hati.

Gambar 2.1 Simbol-simbol bahan kimia berbahaya

2.2. Jenis-jenis alat kaca dan porselin

Laboratorium kimia farmasi umumnya dilengkapi dengan alat-alat kaca yang memiliki fungsi dan
kegunaan yang berbeda. Alat-alat kaca ini digunakan sebagai (A) wadah penyimpanan bahan kimia, (B)
pengukuran volume cairan kimia (volumetrik), (C) pengeceran, (D) wadah untuk menimbang bahan
kimia, (E) penguapan cairan kimia, (F) wadah reaksi, (G) ekstraksi, (H) pemisahan dan pemurnian zat
kimia, (I) pemanasan zat kimia, (J) penyaringan, (K) membuat larutan konsentrasi, (L) pendingin, (M)
menghaluskan bahan, (N) penyambung aparatus kaca. Beberapa contoh alat-alat kaca ini disajikan
sebagai berikut:

Gelas kimia Labu Erlenmeyer Labu alas bulat Labu alas datar
(Beaker) (Erlenmeyer flask) (Round-bottom flask) (Flat-bottom flask)
Kegunaan: A, B, D, I Kegunaan: A, B, I Kegunaan: E, F, G, I Kegunaan: E, I
Ukuran: 10 – 5000 mL Ukuran: 10 – 5000 mL Ukuran: 10 mL – 10 L Ukuran: 10 mL – 10 L
Labu ukur Labu penyaringan Labu alas bulat leher Labu alas bulat leher 2
(Volumetric flask) (Filtering flask) 3 (Three neck-round (Two neck-round bottom
bottom flask) flask)
Kegunaan: K Kegunaan: J Kegunaan: F, I Kegunaan: F, I
Ukuran: 5 – 5000 mL Ukuran: 25 – 5000 mL Ukuran: 25 – 2000 mL Ukuran: 25 – 2000 mL

Gelas ukur Corong Corong pemisah Corong Hirsch


(Measuring cylinder) (Funnel) (Separating funnel) (Hirsch funnel)
Kegunaan: B Kegunaan: J Kegunaan: H Kegunaan: H, J
Ukuran: 5 mL – 5 L Ukuran: 20 – 150 mm Ukuran: 125 mL – 1 L Ukuran: 20 – 1000 mm

Pipet volum Kondensor Graham Kondensor Allihn Kondensor Leibig


(Volumetric pipette) (Graham condenser) (Allihn condenser) (Leibig condenser)
Kegunaan: B Kegunaan: L Kegunaan: L Kegunaan: L
Ukuran: 1 – 250 mL Ukuran: 15 – 60 cm Ukuran: 15 – 60 cm Ukuran: 15 – 60 cm

Pipet ukur Jenis-jenis penyambung


kaca (Graduated pipette) Adapter
Kegunaan: B Kegunaan: N
Ukuran: 1 – 250 mL Ukuran: bervariasi sesuai dengan aparatus yang digunakan

Gambar 2.2 Alat-alat kaca


Corong Büchner Cawan penguapan Krusibel Lumpang dan alu
(Büchner funnel) (Evaporating dish) (Crusible) (Mortar and pestle)
Kegunaan: J Kegunaan: E, I Kegunaan: I Kegunaan: M
Ukuran: 20 – 2000 mm Ukuran: 58 – 150 mm Ukuran: 10 – 100 mL Ukuran: 80 – 160 mm

Chamber KLT Botol pereaksi Botol kaca Botol timbang


(TLC chamber) (Reagent bottle) (Glass bottle) (Weighing bottle)
Kegunaan: H Kegunaan: A Kegunaan: A Kegunaan: D

Gambar 2.2 Alat-alat kaca (lanjutan)

2.3. Alat-alat lain

Beberapa alat laboratorium bukan berbahan kaca atau keramik, tetapi berbahan plastik, logam, atau
karet.

Wadah pereaksi Kaki statif Klem Botol semprot


(Reagent reservoir) (Stand) (Clamp) (Wash bottle)

Pipet mikro 1 Pipet mikro multikanal Tips Plat mikro


kanal (Single (Multichannel (Microplate)
channel micropipette)
micropipette)
Tabung mikro Tabung sentrifuge Filler
(microcentrifuge tube) (centrifuge tube)

Gambar 2.3 Alat-alat Lain

2.4. Set aparatus

Alat-alat kaca pada laboratorium kimia dapat dirangkaikan untuk tujuan-tujuan tertentu misalnya
untuk pemisahan zat kimia, ekstraksi panas menggunakan metode refluksi atau sokletasi, mereaksikan
zat kimia, memurnikan zat kimia baik itu senyawa atau pemurnian pelarut, dan penyaringan cepat
menggunakan vakum. Rangkaian alat-alat dengan tujuan-tujuan tertentu tersebut disebut sebagai
aparatus (apparatus). Beberapa jenis aparatus yang umum pada laboratorium kimia disajikan pada
gambar-gambar di bawah ini.

Gambar 2.4 Aparatus partisi cair-cair (liquid-


Gambar 2.5 Aparatus destilasi (destilation)
liquid partition)
Fungsi ► Memurnikan suatu zat (biasanya pelarut)
Fungsi ► Memisahkan campuran kimia menggunakan menggunakan prinsip perbedaan titik didih antara zat-
dua pelarut (cair-cair) yang berbeda polaritas dengan zat dalam campuran
prinsip ‘like dissolve like’
Gambar 2.6 Aparatus refluksi (reflux) Gambar 2.7 Aparatus sokletasi (soxhlet)
Fungsi 1 ► Mereaksikan zat-zat kimia menggunakan Fungsi ► Ekstraksi sampel (misalnya tanaman) –
pemanasan tanpa mengurangi volume pelarut yang Salah satu metode ekstraksi panas (hot extraction)
digunakan akibat pemanasan (kondensasi uap pelarut
menjadi cairan)
Fungsi 2 ► Ekstraksi sampel (misalnya tanaman) – Salah
satu metode ekstraksi panas (hot extraction)

Gambar 2.8 Aparatus destilasi minyak


Gambar 2.9 Aparatus titrasi (titrasi)
atsiri (essential oil destilation)
Fungsi ► Penentuan konsentrasi larutan secara
Fungsi ► mengisolasi/mendapatkan minyak atsiri dari
titrimetri
sampel (biasanya tanaman)

Nama lain ► aparatus Dean-Stark


Gambar 2.10 Aparatus penyaringan (filtering) Gambar 2.11 Aparatus kromatografi kolom
Fungsi ► Penyaringan sampel secara cepat terbuka (open column chromatography)
menggunakan vakum
Fungsi ► memisahkan komponen-komponen
dalam suatu sampel menggunakan prinsip
kromatografi yaitu distribusi komponen dalam fasa
diam dan fasa gerak sesuai dengan arah gerak yang
ditentukan. Disini komponen bergerak dari atas ke
bawah memanfaatkan gaya gravitasi

Nama lain ► kolom gravitasi

Gambar 2.12 Aparatus kromatografi cair vakum Gambar 2.13 Aparatus reaksi (reaction)
(vacuum-liquid chromatography)
Fungsi ► untuk mereaksikan zat-zat
Fungsi ► fungsinya sama dengan kromatografi kolom. (unsur/senyawa) kimia
Perbedaan terletak pada jenis fasa diam dan dioperasikan
menggunakan vakum (pompa vakum)

Nama lain ► kromatografi kolom vakum (kkv)


2.5. Instrumen

Selain alat-alat kaca dan aparatus, laboratorium kimia juga dilengkapi dengan alat-alat moderen
dengan teknologi yang mutakhir secara elektrik dan digital dengan prinsip pengerjaan yang berbeda-
beda (misalnya tekanan, suhu, voltase, dan lain-lain) yang disebut instrumen (instrument). Instrumen
digunakan untuk mengukur atau mengontrol parameter-parameter tertentu (misalnya suhu, tekanan,
kecepatan, pH, absorbansi, dan lain-lain) secara kimia dan/atau fisika. Semua tentang pengukuran
dan/atau pengontrolan parameter-parameter menggunakan instrumen disebut instrumentasi
(instrumentation). Berikut ini disajikan beberapa instrumen pada laboratorium kimia.

Gambar 2.14 pH meter Gambar 2.15 Rotary evaporator


Fungsi ► mengukur pH (derajat keasaman) suatu
Fungsi ► menguapkan cairan dari sampel (biasanya
larutan
pelarut dalam ekstrak, partisi, hasil kromatografi, dan
sintesis)

Gambar 2.16 Centrifuge Gambar 2.17 Lampu UV


Fungsi ► memisahkan fluida (cair atau gas)
Fungsi ► visualisasi plat KLT menggunakan UV 254
berdasarkan densitas. Prinsip pemisahan mengikuti
nm dan UV 366 nm
gaya sentrifugal. Fluida yang lebih rapat
(pekat/padat) akan berada di bawah, sementara
fluida yang kurang rapat (cair/kurang padat) akan
berada di atas
Gambar 2.18 Kromatotron (chromatotron) Gambar 2.19 Spektrofotometer UV-Vis
Fungsi ► memisahkan dan/atau memurnikan
Fungsi ► mengukur absorbansi larutan yang
senyawa dari sampel menggunakan prinsip
mengandung komponen-komponen kimia tertentu
kromatografi radial
dan/atau mengukur spektrum UV-Vis suatu senyawa
Nama lain ► cyclograph murni. Absorbansi/spektrum yang diperoleh digunakan
lebih lanjut untuk analisis kualitatif dan kuantitatif

Gambar 2.20 Kromatografi cair kinerja tinggi, Gambar 2.21 Spektrometer GC-MS
KCKT (high performance liquid chromatography, (gas chromatography-mass
HPLC) spectrometry)
Fungsi ► identifikasi komponen kimia (kualitatif), Fungsi ► identifikasi komponen kimia (kualitatif),
menentukan kadar (kuantitatif), memisahkan menentukan kadar (kuantitatif), dan mengukur berat
dan/atau memurnikan (preparatif) senyawa-senyawa molekul senyawa kimia yang mudah menguap (volatil)
dari sampel menggunakan gabungan dua prinsip menggunakan dua prinsip yaitu kromatografi gas dan
yaitu kromatografi cair dan spektroskopi UV-Vis. spektroskopi massa

Gambar 2.52 Hot plate dan magnetic stirrer


Fungsi ► memanaskan dan/atau mengaduk cairan Gambar 2.53 Freeze dryer
Fungsi ► menguapkan air dalam ekstrak air/akuos
III. Pedoman Keselamatan Kerja di Laboratorium

Laboratorium merupakan tempat melaksanakan kegiatan praktikum dan penelitian yang didalamnya
terdapat bahan-bahan kimia dengan tingkat bahaya yang berbeda terhadap manusia dan lingkungan.
Pada laboratorium juga terdapat alat-alat kaca dan instrumen-instrumen yang digunakan untuk
praktikum dan penelitian. Oleh karena itu, semua pengguna laboratorium, termasuk peserta praktikum
dan instruktor/laboran wajib mengenali kelompok-kelompok bahan kimia dan alat-alat
kaca/instrumen dan cara penanganannya jika terjadi hal yang tidak diinginkan.

Komunikasi

Selama berada di dalam laboratorium, komunikasi antara peserta praktikum dan laboran wajib dijaga.
Jika ada hal-hal yang tidak dimengerti sewaktu percobaan atau terjadi kondisi yang dianggap tidak
aman, maka segera laporkan kepada laboran.

Kewaspadaan

Kenali lokasi-lokasi keselamatan darurat terutama pintu keluar ‚Exit‛ dan pintu darurat
‚Emergency Door‛. Kenali juga posisi tabung APAR (Alat Pemadam Api Ringan) sehingga jika terjadi
kebakaran kecil bisa segera dipadamkan.
Kondisi-kondisi berikut dianggap tidak aman, yaitu
 Muncul percikan api/asap pada instrumen atau pada percobaan yang sedang lakukan (jika
percobaan tersebut secara normal tidak menggunakan api)
 Terdengar bunyi-bunyian yang tidak wajar pada instrumen yang sedang digunakan
 Tercium bau hangus atau kabel terbakar
 Kesetrum listrik ketika memegang instrumen tertentu

Kesadaran Diri

 Ketika berada di laboratorium, jagalah perilaku dan tutur kata sehingga tidak menimbulkan
ketidaknyamanan peserta praktikum yang lain
 Jika ada tahapan percobaan yang tidak dipahami, maka diskusikan dengan laboran
 Jangan menggunakan perhiasan yang berlebihan terutama pada bagian tangan, misalnya jam
tangan, gelang, dan cincin
 Gunakan baju praktikum yang berlengan panjang
 Gunakan pelindung mata, masker, dan glove
 Memakai sepatu adalah wajib
 Tidak boleh memakai lensa kontak
 Rambut yang panjang wajib diikat dan dimasukkan dalam baju praktikum
 Setelah menimbang atau terpapar bahan kimia, segera cuci tangan menggunakan air yang
mengalir

Keadaan Darurat

 Terkena bahan kimia berbahaya (kulit apalagi mata)


 Tertelan bahan kimia berbahaya
 Terhirup uap asam pekat atau bahan beracun
 Merasa pusing atau mual setelah terpapar bahan kimia
 Percikan api yang memicu api besar
 Api besar yang sudah tidak dapat dikendalikan menggunakan tabung pemadam
Penanganan

 Jika ada bahan kimia yang terkena kulit atau mata, maka sesegera mungkin dibilas dengan air
mengalir dan laporkan kepada laboran untuk ditindaklanjuti
 Jika ada bahan kimia yang tertumpah (cair atau padat) segera laporkan kepada laboran untuk
ditangani
 Jika ada alat kaca yang pecah maka segera dibuang pada tempat yang telah disediakan
 Dilarang menyalakan api secara sembarangan tanpa arahan dari instruktor/laboran
 Dilarang dengan sengaja menyemprotkan bahan kimia cair dan/atau gas dan bahan padat
lainnya baik itu berbahaya maupun tidak berbahaya
IV. Percobaan Praktikum

Percobaan-percobaan yang dilakukan pada Praktikum Kimia Analisis Farmasi, yaitu:

 Percobaan 4.1. Identifikasi kation dan anion anorganik secara kualitatif


 Percobaan 4.2. Analisis garam secara kualitatif
 Percobaan 4.3. Pembuatan dan standarisasi larutan asam dan basa untuk titrasi
 Percobaan 4.4. Pembuatan kurva titrasi asam-basa
 Percobaan 4.5. Uji kemurnian asam asetilsalisilat (aspirin) menggunakan titrasi balik asam-basa
 Percobaan 4.6. Penentuan konsentrasi vitamin C menggunakan titrasi redoks
 Percobaan 4.7. Penentuan konsentrasi seng oksida (ZnO) menggunakan titrasi kompleksometri
 Percobaan 4.8. Analisis obat analgesik menggunakan kromatografi lapis tipis
 Percobaan 4.9. Analisis perbandingan komposisi antara produk herbal dan ekstrak dari tanaman
menggunakan kromatografi lapis tipis
 Percobaan 4.10. Identifikasi aspirin dalam tablet (sediaan padat) menggunakan spektrofotometri
inframerah (IR)
 Percobaan 4.11. Identifikasi fluoksetin dalam larutan oral fluoksetin hidroklorida (sediaan cair)
menggunakan spektrofotometri inframerah (IR)
 Percobaan 4.12. Identifikasi diazepam dalam tablet diazepam (sediaan padat) menggunakan
spektrofotometri UV
 Percobaan 4.13. identifikasi mikonazol dalam krim mikonazol nitrat (sediaan semi-padat)
menggunakan spektrofotometri UV.
 Percobaan 4.14. kuantifikasi parasetamol dalam tablet parasetamol (sediaan padat) menggunakan
spektrofotometri UV.
Percobaan 4.1. Identifikasi Kation dan Anion Anorganik Secara Kualitatif

Tujuan Percobaan

Percobaan ini bertujuan untuk mengidentifikasi kation dan anion anorganik secara kualitatif.

Teori Pengantar

Kimia analisis secara kualitatif bertujuan untuk mengidentifikasi identitas kimiawi suatu sampel.
Identitas kimiawi ini berupa unsur kimia, gugus fungsi, ion atau molekul. Komposisi kualitatif suatu
sampel dapat ditentukan menggunakan metode analisis secara fisik, kimia-fisika, dan kimia. Metode
analisis secara kimia didasarkan pada pengamatan terhadap perubahan yang terjadi dalam reaksi-
reaksi kimia.
Zat-zat (unsur kimia, ion, dan molekul) yang tidak dikenali dalam sampel diubah secara kimiawi
menjadi senyawa-senyawa yang dapat dikenali dengan mereaksikan/menambahkan zat-zat tertentu.
Perubahan kimiawi untuk mengenali zat-zat ini disebut reaksi analitik, sedangkan zat-zat yang
ditambahkan disebut pereaksi (reagent). Reaksi analitik merupakan reaksi pertukaran ion yang tidak
dapat balik (irreversible). Reaksi ini terjadi dalam larutan elektrolit. Hasil reaksi analitik diamati melalui
pembentukan endapan (precipitation), warna, atau adanya gas. Contoh, endapan putih barium sulfat
(BaSO4) terbentuk ketika natrium sulfat (Na2SO4) bereaksi dengan barium klorida (BaCl 2) dalam suatu
larutan sampel. Reaksi molekular BaCl2 dan Na2SO4 sebagai berikut.
BaCl2 + Na2SO4  BaSO4↓ + NaCl (simbol ↓ menunjukkan endapan)
Secara ionik, reaksi di atas adalah sebagai berikut.
Ba2+ + 2Cl- + 2Na+ + SO42-  BaSO4↓ + 2Na+ + 2Cl-
Secara singkat, reaksi ionik pembentukan endapan barium sulfat adalah sebagai berikut.
Ba2+ + SO42-  BaSO4↓
Pembentukan endapan ditentukan oleh kelarutan senyawa yang dihasilkan. Jika senyawa hasil reaksi
kurang/tidak larut dalam suatu larutan, maka cenderung membentuk endapan yang dapat diamati.
Reaksi analitik juga dapat bersifat spesifik, disebut reaksi spesifik, yaitu reaksi yang mana pereaksi
hanya bereaksi dengan satu ion atau molekul tertentu. Adanya ion-ion lain dalam larutan sampel tidak
mengganggu reaksi tersebut. Contohnya, ion NH 4+ bereaksi secara spesifik dengan NaOH. Ketika
campuran ini dipanaskan, maka hanya garam-garam amonium yang menghasilkan amonia berupa gas
yang berbau. Reaksi molekular garam NH4Cl dan NaOH sebagai berikut.
NH4Cl + NaOH  NaCl + NH3↑ + H2O (simbol ↑ menunjukkan gas)
Secara ionik, reaksi di atas adalah sebagai berikut.
NH4+ + Cl- + Na+ + OH-  Na+ + Cl- + NH3↑ + H2O
Secara singkat, reaksi ionik pembentukan gas NH3 adalah sebagai berikut.
NH4+ + OH-  NH3↑ + H2O
Selain reaksi spesifik, pereaksi yang digunakan juga dapat bersifat spesifik terhadap ion-ion tertentu
dalam suatu sampel larutan. Pereaksi ini disebut pereaksi golongan, yang dapat digunakan untuk
reaksi penggolongan. Contoh, larutan HCl bereaksi dengan kation-kation Ag +, Hg2+, Pb2+ membentuk
endapan klorida berwarna putih. Untuk membedakan kation-kation ini diperlukan lagi pereaksi organik
yang bereaksi secara spesifik hanya terhadap satu ion/senyawa saja. Contoh pereaksi organik spesifik
ini adalah oksikuinolin (C9H6NOH), alizatin [Cl 4O2(OH)2], benzidin [Cl2H8(NH)2], difenilamin [(C6H5)2NH],
dan lain-lain yang dapat digunakan untuk mendeteksi unsur-unsur mikro seperti Cu 2+, Zn2+, Co2+, Ni2+,
dan Cd2+.
Reaksi analitik tidak digunakan untuk menentukan senyawa kimia, tetapi kation dan anionnya. Hal ini
karena reaksi analitik merupakan reaksi pertukaran ion dalam larutan elektrolit. Oleh itu, hasil analisis
yang diperoleh memungkinkan kita untuk memperkirakan rumus kimia suatu senyawa. Contoh, jika ion
Fe2+ dan SO42- diidentifikasi dalam suatu larutan sampel, maka kesimpulan yang dapat diambil adalah
dalam sampel terdapat analit berupa garam FeSO4.

Alat dan Bahan

Alat Bahan
ᵜ Tabung reaksi ᵜ Sampel mengandung kation dan anion
ᵜ Rak tabung ᵜ Pereaksi: HCl, NH4OH, NH3, K3[Fe(CN)6], NH4CNS, NaOH,
ᵜ Pipet tetes BaCl2, AgNO3, FeSO4, H2SO4
ᵜ Bunsen
ᵜ Kawat
ᵜ Gegep

Prosedur Kerja

Reaksi analitik ion-ion dalam sampel menggunakan pereaksi


1. Siapkan tabung reaksi sesuai jumlah sampel pada Tabel 4.1 dan beri label sesuai nama sampel.
2. Ambil 1 mL larutan sampel yang telah disediakan dan masukkan dalam tabung reaksi masing-
masing.
Tabung 1 – 3
3. Ke dalam tabung 1 – 3, tambahkan 1 mL larutan HCl 6 N.
4. Amati perubahan yang terjadi dan catat hasil pengamatan anda.
5. Dokumentasikan hasil percobaan.
Tabung 4
6. Ke dalam tabung 4, tambahkan 1 mL larutan NH4OH, lalu kocok tabung.
7. Amati perubahan yang terjadi dan catat hasil pengamatan anda.
8. Jika endapan Cu(OH)2 terbentuk, teteskan larutan amonia untuk melarutkan endapan tersebut
dan membentuk ion tetraamonia.
9. Amati perubahan yang terjadi dan catat hasil pengamatan anda.
10. Dokumentasikan hasil percobaan.
Tabung 5 - 6
11. Ke dalam tabung 5, tambahkan 1 mL larutan K3[Fe(CN)6], lalu kocok tabung.
12. Ke dalam tabung 6, tambahkan 1 mL larutan NH4CNS, lalu kocok tabung.
13. Amati perubahan yang terjadi pada kedua tabung dan catat hasil pengamatan anda.
14. Dokumentasikan hasil percobaan.

Tabung 7
15. Ke dalam tabung 7, tambahkan 1 mL NaOH, lalu panaskan tabung.
16. Amati perubahan yang terjadi, terutama bau gas yang muncul. Catat hasil pengamatan anda.
17. Dokumentasikan hasil percobaan.
Tabung 8
18. Ke dalam tabung 8, tambahkan 1 mL larutan HCl, lalu kocok tabung.
19. Amati perubahan yang terjadi dan catat hasil pengamatan anda.
20. Dokumentasikan hasil percobaan.
Tabung 9 - 10
21. Ke dalam tabung 9 – 10, tambahkan 1 mL larutan BaCl2, lalu kocok tabung.
22. Amati perubahan yang terjadi dan catat hasil pengamatan anda.
23. Dokumentasikan hasil percobaan.
Tabung 11
24. Ke dalam tabung 11, teteskan larutan AgNO3.
25. Amati perubahan yang terjadi dan catat hasil pengamatan anda.
26. Dokumentasikan hasil percobaan.
Tabung 12
27. Ke dalam tabung 12, tambahkan sedikit padatan kristal FeSO4, lalu kocok tabung hingga padatan
kristal larut.
28. Miringkan tabung, lalu perlahan-lahan dan hati-hati, tambahkan 1 mL H2SO4 pekat.
29. Amati ‚cincin nitrat‛ berwarna cokelat kehijauan yang terbentuk dan catat hasil pengamatan anda.
30. Dokumentasikan hasil percobaan.

Uji warna nyala oleh kation


31. Siapkan tabung reaksi sesuai jumlah sampel pada Tabel 4.2 dan beri label sesuai nama sampel.
32. Ambil 1 mL larutan sampel yang telah disediakan dan masukkan dalam tabung masing-masing.
33. Celupkan kawat ke dalam larutan sampel, lalu bakar kawat pada api bunsen.
34. Amati warna nyala dan catat hasil pengamatan.
35. Dokumentasikan warna nyala.

Hasil Percobaan

Pada laporan sementara, buatlah Tabel 4.1 dan 4.2 seperti berikut ini. Beri keterangan sesuai hasil
pengamatan.
Tabel 4.1 Reaksi analitik ion-ion dan efek reaksinya
Larutan Pengamatan Efek reaksi
No. Ion yang
sampel Pereaksi LS sebelum Warna Gas
Tabung dideteksi Endapan
(LS) reaksi larutan ( × / √)
1 Ag+ AgNO3 HCl
2 2+ Hg2(NO3)2 HCl
Hg2
3 2+ Pb(NO3)2 HCl
Pb
4 Cu
2+ CuSO4 NH4OH,
NH3
5 2+ FeSO4 K3[Fe(CN)6]
Fe
6 3+ FeCl3 NH4CNS
Fe +
7 NH4 NH4Cl NaOH
8 2- K2CO3 HCl
CO3
9 2- K2CO3 BaCl2
CO3
10 2- Na2SO4 BaCl2
SO4
-
11 Cl NaCl AgNO3
(tetes)
12 NO3- NaNO3 FeSO4,
H2SO4
Tabel 4.2 Uji warna nyala oleh kation
Nomor tabung Kation Warna nyala
1 +
K +
2 Na
3 2+
Ca
4 2+
Ba
5 2+
Cu

Pada laporan lengkap, tuliskan persamaan reaksi yang terjadi (reaksi molekular, ionik, dan singkat)
pada setiap tabung untuk percobaan reaksi analitik ion-ion. Contoh, persamaan reaksi untuk Tabel 4.1,
Tabung No. 4 sebagai berikut.
Tahap 1 – Penambahan NH4OH
Reaksi molekuler: CuSO4 + 2NH4OH  Cu(OH)2↓ + (NH4)2SO4
Reaksi ionik: Cu2+ + SO42- + 2NH4+ + 2OH-  Cu(OH2)2↓ + 2NH4+ + SO42-
Reaksi singkat: Cu2+ + 2OH-  Cu(OH)2↓
Tahap 2 – Penambahan NH3
Reaksi molekuler: Cu(OH)2↓ + 4NH3  [Cu(NH3)4(OH)2
Reaksi ionik: Cu2+ + 2OH- + 4NH3  [Cu(NH3)4]2+ + 2OH-
Reaksi singkat: Cu2+ + 4NH3  [Cu(NH3)4]2+

Tugas Pendahuluan

1. Jelaskan tentang istilah anorganik.


2. Jelaskan tentang analisis secara kualitatif.
3. Jelaskan tentang kation dan anion.
4. Berikan contoh kation dan anion.
5. Jelaskan tentang uji nyala.
Percobaan 4.2. Analisis Garam Secara Kualitatif

Tujuan Percobaan

Percobaan ini bertujuan untuk menganalisis komposisi garam secara kualitatif dengan menentukan
kation dan anion penyusunnya, sehingga rumus kimia garam tersebut dapat diketahui.

Teori Pengantar

Garam mengandung kation dan anion. Garam anorganik tersusun kation dan anion anorganik,
sementara garam organik mengandung kation anorganik dan anion organik. Garam yang dihasilkan
dari reaksi antara asam kuat dan basa kuat merupakan garam netral, karena reaksinya adalah reaksi
penetralan. Contoh, NaCl dihasilkan dari reaksi antara HCl (asam kuat) dan NaOH (basa kuat).
Sementara itu, garam yang berasal dari asam lemah dan basa kuat disebut garam basa, dan bersifat
basa. Contoh, CH3COONa dihasilkan dari reaksi antara asam cuka CH 3COOH (asam lemah) dan NaOH
(basa kuat). Komponen penyusun garam dapat diketahui dengan cara mendeteksi kation dan
anionnya. Deteksi dilakukan dengan pereaksi baik itu dalam reaksi penggolongan maupun reaksi
khusus.

Alat dan Bahan

Alat Bahan
ᵜ Tabung reaksi ᵜ Sampel garam
ᵜ Rak tabung ᵜ Pereaksi: NaOH, HCl, KI, NH4OH, K3[Fe(CN)6],
ᵜ Pipet tetes NH4CNS, BaCl2, AgNO3, FeSO4, H2SO4, Na2CO3
ᵜ Bunsen
ᵜ Kawat
ᵜ Gegep

Prosedur Kerja

Kelarutan garam dalam air


1. Ambil sedikit padatan sampel garam ke dalam tabung 1 dan larutkan dalam air. Jika tidak larut,
panaskan.
2. Jika garam larut, maka siapkan larutan sampel garam dalam jumlah yang cukup untuk semua
analisis.
3. Siapkan tabung reaksi sesuai jumlah sampel pada Tabel 4.3 dan beri label sesuai nama sampel.

Penentuan kation dalam sampel garam


4. Pertama-tama, lakukan reaksi analitik terhadap ion NH 4+. Ambil 1 mL sampel ke dalam tabung 2,
lalu tambahkan 1 mL NaOH, dan panaskan tabung. Jika tercium bau gas amonia, maka ada ion
NH4+ dalam sampel garam. Sebaliknya, jika tidak tercium bau gas, maka sampel garam tidak
mengandung ion NH4+. Catat hasil percobaan.
5. Kedua, lakukan reaksi analitik ion CO 22-. Ambil 1 mL larutan sampel kedalam tabung 3, lalu
tambahkan 1 mL HCl. Amati pembentukan gas CO 22-. Jika ada gas, maka disimpulkan bahwa
sampel garam mengandung ion CO22-. Jika ada endapan putih, maka sampel mengandung kation
Ag+, Hg22+, atau Pb2+. Jika tidak ada endapan, maka ketiga kation ini tidak ada dalam sampel
garam. Catat hasil percobaan.
6. Jika kation Ag+, Hg22+, atau Pb2+ ada dalam sampel, maka perlu dilakukan uji reaksi spesifik (reaksi
khusus) untuk membedakan ion-ion tersebut (Prosedur lihat Tabel 4.1).
7. Selanjutnya, lakukan reaksi analitik untuk mendeteksi ion Fe 2+, Fe3+, dan Cu2+ (Prosedur lihat Tabel
4.1). Catat hasil percobaan dan buat kesimpulan sementara tentang ion-ion yang ada dalam
sampel garam.
8. Jika kation-kation yang telah diuji di atas tidak terdeteksi dalam sampel, maka kemungkinan
besar kation Ca2+, Ba2+, K+, atau Na+. Untuk memastikan keberadaan kation-kation ini, lakukan uji
nyala.

Penentuan anion dalam sampel garam


9. Beberapa kation dapat mengganggu analisis anion, misalnya Ag +, Hg22+, Hg2+, Pb2+, Fe2+, Fe3+,
Cu2+, Ca2+, dan Ba2+. Oleh itu, kation-kation ini harus dihilangkan dari larutan sampel. Sementara
itu, kation NH4+, K+, atau Na+ tidak mengganggu analisis anion, sehingga boleh dibiarkan dalam
sampel. Untuk menghilangkan kation pengganggu, tambahkan Na 2CO3 dalam 10 mL larutan
sampel, lalu didihkan selama 10 menit. Endapan karbonat akan terbentuk, kemudian saring.
10. Filtrat dibagi tiga bagian masing-masing 1 mL. Bagian pertama dan kedua ditambahkan HNO 3
untuk menetralkan larutan. Kemudian, pada bagian pertama tambahkan tetesan AgNO 3 untuk
mendeteksi anion Cl-. Bagian ke-dua, tambahkan 1 mL larutan BaCl2 untuk mendeteksi anion
SO4 2-. Bagian ketiga, ditambahkan HCl untuk menetralkan larutan. Larutan kemudian
ditambahkan sedikit padatan kristal FeSO 4, kocok hingga kristal larut, lalu tambahkan 1 mL H 2SO4
pekat (miringkan tabung, teteskan perlahan-lahan pada dinding tabung) untuk mendeteksi anion
NO32- yang ditandai dengan adanya lapisan ‚cincin nitrat‛ berwarna cokelat kehijauan.
11. Catat semua hasil percobaan.
12. Dokumentasikan hasil percobaan

Hasil Percobaan

Pada laporan sementara, buatlah tabel seperti berikut ini. Beri keterangan sesuai hasil pengamatan.
Tabel 4.3. Analisis garam

No.
Analisis Efek reaksi Kesimpulan
Tabung
1 Garam dilarutkan dalam air Larut / Tidak larut
2 Sampel + NaOH (dipanaskan)
3 Sampel + HCl
4 Sampel + KI
5 Sampel + NH4OH
6 Sampel + K3[Fe(CN)6]
7 Sampel + NH4CNS
8 Sampel diuji nyala
9 Sampel + AgNO3
10 Sampel + BaCl2
11 Sampel + FeSO4 + H2SO4 pekat

Kesimpulan akhir dari percobaan:


Kation:
Anion:
Rumus kimia garam adalah
Tuliskan persamaan reaksi yang terjadi.
Tugas Pendahuluan

1. Jelaskan tentang garam.


2. Berikan 5 contoh garam inorganik dan garam organik.
3. Berikan contoh obat yang mengandung garam.
4. Bagaimanakah urutan analisis kation dan anion dalam menganalisis garam?
5. Bagaimana cara menghilangkan kation yang mengganggu analisis? Senyawa kimia apa yang
digunakan untuk menetralkan larutan setelah kation penganggu dihilangkan?
Percobaan 4.3. Pembuatan dan Standarisasi Larutan Asam dan Basa untuk Titrasi

Tujuan Percobaan

Percobaan ini bertujuan untuk (1) membuat larutan HCl 0.1 M, NaOH 0.2 M, dan C 6H5COOH 0.1 M
untuk titrasi asam-basa, (2) standarisasi konsentrasi HCl 0.1 M, NaOH 0.2 M, dan C 6H5COOH 0.1 M
secara tepat menggunakan metode titrasi asam-basa.

Teori Pengantar

Titrasi merupakan metode volumetrik, yaitu pengukuran volume suatu zat (cair) yang bereaksi dengan
zat yang tidak diketahui konsentrasinya. Titrasi dapat dilakukan dalam media berair dan media tanpa
air (disebut titrasi bebas air, TBA). Komponen utama dalam melakukan titrasi adalah titran, titrat
(analit), dan indikator, serta aparatus titrasi, meliputi buret, kaki statif, dan klem. Proses titrasi dapat
menghasilkan hubungan antara pH larutan (pada labu Erlenmeyer) dan volume penitran (pada buret)
yang digunakan. Hubungan ini dapat dimasukkan dalam suatu grafik yang disebut kurva titrasi.
Ketika menganalisis sampel bahan farmasi, titran harus diketahui konsentrasinya secara pasti. Hal ini
disebut standarisasi larutan penitran. Standarisasi dilakukan menggunakan senyawa standar utama
(primary standar) yang stabil dan telah dianjurkan dalam Farmakope. Standar primer biasanya berupa
serbuk sehingga dapat ditimbang secara akurat menggunakan timbangan analitik dan stabil ketika
berada dalam larutan. Ketepatan konsentrasi larutan standar diketahui sangat tinggi. Berikut ini adalah
sifat-sifat yang perlu dimiliki oleh standar primer untuk standarisasi.
 Tingkat kemurnian tinggi (>99.95%)
 Komposisi kimiawinya diketahui dengan baik (termasuk jumlah air kristal)
 Stabilitas tinggi selama proses penyimpanan atau ketika terpapar udara dan cahaya
 Kelarutan tinggi dalam pelarut titrasi (air atau pelarut organik)
 Tidak menguap (non-volatile)
 Elektrolit kuat

Tabel 4.4 Contoh standar primer dalam Farmakope


Kalium hidrogen fthalat Na2CO3 karbonat
Natrium Kalium
KbrO3 bromat Asam benzoat
M = 204.2 g/mol M = 106.0 g/mol M = 167.0 g/mol 122.12 g/mol

Alat dan Bahan

Alat Bahan
ᵜ Labu takar 20 mL ᵜ Natrium hidroksida (NaOH), Mr. 39.99 g/mol
ᵜ Timbangan analitik ᵜ Asam hidroklorida (HCl) 37%, Mr. 36.46 g/mol
ᵜ Spatula besi ᵜ Natrium karbonat (Na2CO3), Mr 105.99 g/mol
ᵜ Buret 100 mL ᵜ Asam benzoat (C6H5COOH), Mr 122.12 g/mol
ᵜ Labu Erlenmeyer ᵜ Indikator metil merah
ᵜ Pipet ukur ᵜ Indikator fenolftalein
ᵜ Gelas ukur
Prosedur Kerja

Pembuatan larutan NaOH 0.2 M (500 mL)


𝑚𝑜𝑙
Mol NaOH = 0.2 × 0.5 𝐿 = 0.1 𝑚𝑜𝑙
𝐿
𝑔
Berat NaOH = 0.1 𝑚𝑜𝑙 × 39.99 = 3.999 𝑔 ≈ 4 𝑔
𝑚𝑜𝑙

 Timbang padatan NaOH sebanyak 4 g dalam gelas kimia menggunakan timbangan analitik.
NaOH bersifat higroskopi (mampu menarik molekul air dalam udara), sehingga lakukan
penimbangan dengan cepat dan tepat, serta tutup gelas kimia dengan kaca penutup setelah
selesai menimbang.
 Larutkan padatan NaOH tadi dengan 50 mL air destilasi bebas karbonat (sebelumnya telah
dididihkan) dan tuang larutan ke dalam labu takar 500 mL.
 Bilas gelas kimia dengan air destilasi sebanyak 3 kali, dan tuang air bilasan ke dalam labu takar
yang tadi.
 Ke dalam labu takar, tambahkan air destilasi hingga tanda tera.
 Kocok larutan sampai homogenkan.
 Simpan larutan dalam botol pereaksi dan beri label serta tanggal pembuatannya.

Pembuatan larutan HCl 0.1 M (500 mL)


37 𝑚𝐿 𝐻𝐶𝑙
HCl 37% (v/v) =
100 𝑚𝐿 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛
𝑔
Gravitasi spesifik HCl = 1.19
𝑚𝐿
Sehingga, 37 𝑚𝐿 𝑔 𝑚𝐿
× 1.19 × 1000 = 440.3 𝑔/𝐿
100 𝑚𝐿 𝑚𝐿 𝐿
440 .3 𝑔/𝐿 𝑚𝑜𝑙
Molaritas HCl 37% = = 12.08 = 12.08 𝑀
36.46 𝑔/𝑚𝑜𝑙 𝐿
0.1 𝑀 × 500 𝑚𝐿
Volume HCl yang digunakan = = 4.14 𝑚𝐿
12.08 𝑀

 Siapkan labu takar ukuran 500 mL dan isi air destilasi bebas karbonat (sebelumnya telah
dididihkan) sekitar 50 mL.
 Pipet HCl 37% sebanyak 4.14 mL menggunakan pipet ukur.
 Secara perlahan-lahan, teteskan HCl tadi ke dalam labu melalui dinding leher labu.
 Aduk perlahan-lahan dengan menggoyang labu, kemudian tambahkan air destilasi perlahan-
lahan hingga tanda tera.
 Kocok larutan sampai homogenkan.
 Simpan larutan dalam botol pereaksi dan beri label serta tanggal pembuatannya.

Pembuatan larutan C6H5COOH 0.1 M (250 mL)


𝑚𝑜𝑙
Mol C6H5 COOH = 0.1 × 0.25 𝐿 = 0.025 𝑚𝑜𝑙
𝐿
𝑔
Berat C6H5 COOH = 0.025 𝑚𝑜𝑙 × 122.12 = 3.053 𝑔
𝑚𝑜𝑙

 Timbang serbuk asam benzoat sebanyak 3.053 g dalam gelas kimia menggunakan timbangan
analitik.
 Larutkan asam benzoat dengan 25 mL air destilasi bebas karbonat (sebelumnya telah dididihkan)
dan tuang larutan ke dalam labu takar 250 mL.
 Bilas gelas kimia dengan air destilasi sebanyak 3 kali, dan tuang setiap air bilasan ke dalam labu
takar yang tadi.
 Ke dalam labu takar, tambahkan air destilasi hingga tanda tera.
 Kocok larutan sampai homogenkan.
 Simpan larutan dalam botol pereaksi dan beri label serta tanggal pembuatannya.
Standarisasi larutan HCl 0.1 M
Standarisasi larutan HCl 0.1 M dilakukan untuk menentukan konsentrasi HCl secara tepat. Gunakan
Na2CO3 sebagai standar primer.
 Secara teliti, timbang natrium karbonat 0.1006 g sebanyak 2 kali menggunakan timbangan
analitik, masing-masing dilarutkan dalam air, dan diencerkan hingga volume larutan 20 mL dalam
labu takar.
 Tuang larutan ke dalam tiga labu Erlenmeyer dan tambahkan 2-3 tetes indikator metil merah.
Larutan berwarna kuning.
 Titrasi dengan HCl 0.1 M hingga terjadi perubahan warna dari kuning menjadi merah.

 Catat volume HCl yang digunakan.


 Volume HCl yang digunakan untuk titrasi Na 2CO3 akan diperoleh sekitar 18.55 mL. Reaksi yang
terjadi adalah sebagai berikut.
2HCl + CO32-  2Cl- + H2CO3
Jumlah mol standar primer dalam larutan (nPS) dihitung sebagai berikut.
0.1006 𝑔
𝑛𝑃𝑆 = = 9.492 × 10−4 𝑚𝑜𝑙
105.99 𝑔/𝑚𝑜𝑙

Standar primer dan HCl bereaksi dengan rasio molar 1 : 2, sehingga jumlah mol ekuivalen HCl adalah 2
× 9.492 × 10-4 mol = 1.898 × 10-3 mol. Jumlah ini adalah 18.55 mL, sehingga molaritas larutan HCl
(MHCl) dihitung sebagai berikut.
1.898 × 10−3 𝑚𝑜𝑙
𝑀𝐻𝐶𝑙 = = 0.1023 𝑀
0.01855 𝑚𝐿

Standarisasi larutan NaOH 0.2 M


Standarisasi larutan NaOH 0.2 M dilakukan untuk menentukan konsentrasi NaOH secara tepat.
Gunakan larutan HCl yang telah distandarisasi sebelumnya.
 Isi buret dengan larutan HCl yang sudah distandarisasi sebelumnya.
 Siapkan tiga labu Erlenmeyer dan masing-masing isi dengan 10 mL larutan NaOH 0.2 M.
 Tambahkan 2-3 tetes indikator metil merah. Larutan berwarna kuning.
 Titrasi dengan larutan HCl yang telah distandarisasi hingga terjadi perubahan warna larutan
berwarna merah.
 Catat volume HCl yang digunakan.
 Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut.
NaOH + HCl  NaCl + H2O
NaOH dan HCl bereaksi dengan rasio molar 1 : 1, sehingga jumlah mol ekuivalen HCl sama dengan
mol ekuivalen NaOH. Volume HCl diperkirakan sekitar 20 mL untuk titrasi 10 mL NaOH 0.2 M. Mol HCl
𝑚𝑜𝑙
(nHCl) = 0.1023 𝐿
× 0.020 𝐿 = 0.002049 𝑚𝑜𝑙, sehingga molaritas larutan NaOH (MNaOH) dihitung
sebagai berikut.
0.002049 𝑚𝑜𝑙
𝑀𝑁𝑎𝑂𝐻 = = 0.2049 𝑀
0.01 𝐿
Standarisasi larutan C6H5COOH 0.1 M
Standarisasi larutan C6H5COOH 0.1 M dilakukan untuk menentukan konsentrasi C6H5COOH secara
tepat. Gunakan larutan NaOH yang telah distandarisasi sebelumnya.
 Isi buret dengan larutan NaOH yang sudah distandarisasi sebelumnya.
 Siapkan tiga labu Erlenmeyer dan masing-masing isi dengan 10 mL larutan C6H5COOH.
 Tambahkan 2-3 tetes indikator fenolftalein.
 Titrasi dengan larutan NaOH yang telah distandarisasi hingga terjadi perubahan warna larutan
berwarna merah muda pucat.

 Catat volume HCl yang digunakan.


 Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut.
C6H5COOH + NaOH  C6H5COONa + H2O
C6H5COOH dan NaOH bereaksi dengan rasio molar 1 : 1, sehingga jumlah mol ekuivalen NaOH sama
dengan mol ekuivalen NaOH. Volume larutan NaOH diperkirakan sekitar 4.9 mL untuk titrasi 10 mL
𝑚𝑜𝑙
C6H5COOH 0.01 M. Mol NaOH ( nNaOH) yang bereaksi dengan C 6H5COOH = 0.2049 𝐿 × 0.0049 𝐿 =
0.001004 𝑚𝑜𝑙, sehingga molaritas larutan C6H5COOH (MC6H5COOH) dihitung sebagai berikut.

0.001004𝑚𝑜𝑙
𝑀𝐶6 𝐻5 𝑂𝑂𝐻 = = 0.104 𝑀
0.01 𝐿
Hasil Percobaan

Pada laporan sementara, buatlah tabel-tabel seperti berikut ini dan catat hasil percobaan.
Tabel 4.5 Standarisasi larutan HCl 0.1 M oleh Na2CO3
Bacaan volume HCl 0.1 M pada buret
Pengulangan
Sebelum titrasi (mL) Setelah titrasi (mL) Volume titrasi (mL)
1
2
3

Tabel 4.6 Standarisasi larutan NaOH 0.2 M oleh HCl 0.1 M terstandarisasi
Bacaan volume NaOH 0.2 M pada buret
Pengulangan
Sebelum titrasi (mL) Setelah titrasi (mL) Volume titrasi (mL)
1
2
3

Tabel 4.7 Standarisasi larutan C6H5COOH 0.1 M oleh HCl 0.1 M terstandarisasi
Bacaan volume C6H5COOH 0.1 M pada buret
Pengulangan
Sebelum titrasi (mL) Setelah titrasi (mL) Volume titrasi (mL)
1
2
3

 Hitung konsentrasi larutan HCl secara teoritis.


 Hitung konsentrasi larutan NaOH secara teoritis.
 Hitung konsentrasi larutan C6H5COOH secara teoritis.
 Hitung konsentrasi larutan HCl hasil standarisasi dari percobaan yang dilakukan.
 Hitung konsentrasi larutan NaOH hasil standarisasi dari percobaan yang dilakukan.
 Hitung konsentrasi larutan C6H5COOH hasil standarisasi dari percobaan yang dilakukan.

Tugas Pendahuluan

1. Jelaskan pengertian larutan.


2. Jelaskan pengertian standarisasi larutan.
3. Mengapa standarisasi larutan perlu dilakukan?
4. Jelaskan pengertian titrasi dan titrasi asam-basa.
5. Mengapa pada percobaan ini digunakan indikator metil merah?
6. Hitung konsentrasi larutan NaOH jika sebanyak 8 g NaOH dilarukan dalam 500 mL air.
Percobaan 4.4. Pembuatan Kurva Titrasi Asam-Basa

Tujuan Percobaan

Percobaan ini bertujuan untuk (1) mengetahui titik ekuivalen dengan mengukur pH larutan, dan (2)
membuat kurva titrasi asam basa (asam kuat-basa kuat, basa kuat-asam kuat, asam lemah-basa kuat,
dan basa lemah-asam kuat).

Teori Pengantar

Titrasi asam basa merupakan reaksi penetralan antara asam dan basa membentuk garam dan air. Jika
asam sebagai penitran dan konsentrasi basa yang akan ditentukan, maka disebut asidimetri
(acidimetry). Sebaliknya, jika basa sebagai penitran dan konsentrasi asam yang akan ditentukan, maka
disebut alkalimetri (alkalimetry). Titrasi asam basa umumnya dilakukan terhadap spesies asam dan
basa sebagai berikut.
 Asam kuat dan basa kuat (titran)  alkalimetri
 Asam lemah dan basa kuat (titran)  alkalimetri
 Basa kuat dan asam kuat (titran)  asidimetri
 Basa lemah dan asam kuat (titran)  asidimetri
 Asam lemah dan basa lemah (titran)  alkalimetri (jarang dilakukan, prosesnya lama)
 Basa lemah dan asam kuat (titran)  asidimetri (jarang dilakukan, prosesnya lama)
Metode netralisasi merupakan metode analisis volume, berdasarkan reaksi netralisasi antara ion H+
dan OH-. Dalam proses titrasi, konsentrasi ion H + dan nilai pH mengalami perubahan. Jika netralisasi
tercapai, maka keadaan ini disebut titik ekuivalen, dan nilai pH larutan saat titik ekuivalen dapat
bernilai pH = 7, pH < 7, atau pH > 7. Hal ini bergantung pada kekuatan reaksi antara asam dan basa.
Titik ekuivalen untuk netralisasi asam kuat dan basa kuat terjadi pada pH = 7 (netral), terbentuklah
garam netral dan molekul air (H 2O). Jika yang bereaksi adalah asam lemah dan basa kuat, maka titik
ekuivalen berada pada pH > 7 (basa), terbentuk garam bersifat basa ( basic salt) dan molekul air.
Selanjutnya, jika yang bereaksi adalah asam kuat dan basa lemah, maka titik ekuivalen berada pada pH
< 7 (asam), terbentuk garam bersifat asam (acidic salt) dan molekul air. Titik ekuivalen dapat
diperkirakan dengan cara mengukur pH larutan sampel analisis. Perkiraan titik ekuivalen juga dapat
dipandu dengan mengamati titik akhir titrasi, yaitu adanya kelebihan zat penitran (asam/basa). Titik
akhir titrasi diketahui dengan bantuan indikator yang dapat berubah warna ketika ada kelebihan zat
penitran.
pH = - log [H+] | pOH = -log [OH‒] | pOH + pH = 14
Indikator merupakan asam atau basa organik lemah yang memiliki perbedaan warna antara bentuk
terdisosiasi dan tidak terdisosiasinya. Rentang pH yang mengubah warna indikator dapat dideteksi
secara visual, disebut interval perubahan warna indikator (Tabel 4.8). Indikator-indikator tersebut
sering digunakan dalam analisis bahan-bahan farmasetikal.
Tabel 4.8 Indikator, warna indikator, dan perubahan warna indikator
pH Warna
Indikator p Ka
perubahan warna Asam Basa
Metil oranye 3.5 2.5 – 4.7 Merah Kuning
Biru bromofenol 4.0 3.0 – 5.0 Kuning Ungu
Metil merah 5.1 4.1 – 6.1 Merah Kuning
Merah kresol 8.3 5.3 – 9.3 Kuning Merah
Fenolftalein 9.4 8.4 – 10.4 Tidak berwarna Merah muda
Perubahan pH selama proses tritrasi menjelaskan kurva titrasi. Pada kurva titrasi, nilai pH pada sumbu
y dan volume asam/basa penitran pada sumbu x (Gambar 4.1). Ketika larutan HCl 0.1 M dititrasi
dengan larutan NaOH 0.2 M, maka jumlah HCl secara bertahap berkurang dan setelah mencapai titik
ekuivalen (tidak ada lagi HCl), jumlah NaOH mulai bertambah (perubahan warna indikator). Kurva
titrasi juga dideskripsikan sebagai hubungan konsentrasi zat yang dianalisis terhadap volume larutan
titran yang digunakan untuk titrasi.

Gambar 4.1 Kurva titrasi asam kuat (HCl 0.1 M 50 mL) dengan asam basa kuat (NaOH 0.2 M)

Pada kurva di atas, indikator metil merah mengalami perubahan warna saat pH 4 6 mendekati titik
ekuivalen. Sementara itu, indikator fenolftalein mulai berubah warna saat pH 8  10. Fenolftalein
memiliki nilai pKa 9.4, sehingga pada pH 9.4, 50% indikator ini berada dalam bentuk asamnya dan 50%
sisanya dalam bentuk basa. Pada pH tersebut, indikator berwarna merah muda ( pink). Pada pH 8.4,
hanya sekitar 10% indikator dalam bentuk basanya, sehingga warnanya sangat merah muda.
Sementara pada pH 10.4, sekitar 90% indikator dalam bentuk basanya, sehingga warna merah muda
diamati lebih pekat.

Gambar 4.2 Indikator metil merah dalam larutan bersifat asam dan basa

Gambar 4.3 Indikator fenolftalein dalam larutan bersifat asam dan basa
Alat dan Bahan

Alat Bahan
ᵜ Labu takar 20 mL ᵜ Larutan NaOH 0.2 M terstandarisasi
ᵜ Timbangan analitik ᵜ Larutan HCl 0.1 M terstandarisasi
ᵜ Spatula besi ᵜ Larutan asam benzoat 0.1 M terstandarisasi
ᵜ Buret 100 mL ᵜ Larutan Na2CO3 0.1 M
ᵜ Labu Erlenmeyer ᵜ Kertas pH universal
ᵜ Pipet ukur ᵜ Indikator metil merah
ᵜ Gelas ukur ᵜ Indikator fenolftalein

Prosedur Kerja

Pembuatan kurva titrasi asam kuat (HCl 0.1 M) – basa kuat (NaOH 0.2 M)
Reaksi penetralan : HCl + NaOH  NaCl + H2O
Secara ionik : H+ + Cl- + Na+ + OH-  Na+ + Cl- + H+ + OH-
 Siapkan aparatus buret ukuran 100 mL.
 Isi buret dengan larutan NaOH 0.2 M hingga tanda tera 100 mL, lalu tutup buret dengan penutup
karet.
 Siapkan larutan HCl 0.1 M sebanyak 50 mL dalam labu Erlenmeyer, lalu tambahkan indikator
fenolftalein sebanyak 0.2 mL (2-3 tetes).
 Ukur pH larutan HCl sebelum titrasi (volume NaOH = 0 mL).
 Lakukan titrasi dan ukur pH larutan setiap penambahan 2.5 mL NaOH 0.2 M.
 Catat volume NaOH pada buret ketika terjadi perubahan warna larutan menjadi merah muda.
 Lanjutkan pengukuran pH larutan setiap penambahan 2.5 mL NaOH 0.2 M hingga total volume
yang digunakan adalah 50 mL.

Pembuatan kurva titrasi basa kuat (NaOH 0.2 M) – asam kuat (HCl 0.1 M)
Reaksi penetralan : NaOH + HCl  NaCl + H2O
Secara ionik : Na+ + OH- + H+ + Cl-  Na+Cl- + H+OH-
 Siapkan aparatus buret ukuran 100 mL.
 Isi buret dengan larutan HCl 0.1 M hingga tanda tera 100 mL, lalu tutup buret dengan penutup
karet.
 Siapkan larutan NaOH 0.2 M sebanyak 50 mL dalam labu Erlenmeyer, lalu tambahkan indikator
metil merah sebanyak 0.2 mL (2-3 tetes). Larutan akan berwarna kuning.
 Ukur pH larutan NaOH sebelum titrasi (volume HCl = 0 mL).
 Lakukan titrasi dan ukur pH larutan setiap penambahan 2.5 mL HCl 0.1 M.
 Catat volume HCl pada buret ketika terjadi perubahan warna larutan menjadi merah.
 Lanjutkan pengukuran pH larutan setiap penambahan 2.5 mL HCl 0.1 M hingga total volume yang
digunakan adalah 50 mL.

Pembuatan kurva titrasi asam lemah (asam benzoat 0.1 M) – basa kuat (NaOH 0.2 M)
Reaksi penetralan : C6H5COOH + NaOH  C6H5COONa + H2O
Secara ionik : C6H5COO- + H+ + Na+ + OH-  C6H5COO-Na+ + H+OH-
 Siapkan aparatus buret ukuran 100 mL.
 Isi buret dengan larutan NaOH 0.2 M hingga tanda tera 100 mL, lalu tutup buret dengan penutup
karet.
 Siapkan larutan C6H5COOH 0.1 M sebanyak 50 mL dalam labu Erlenmeyer, lalu tambahkan
indikator fenolftalein sebanyak 0.2 mL (2-3 tetes).
 Ukur pH larutan C6H5COOH sebelum titrasi (volume NaOH = 0 mL).
 Lakukan titrasi dan ukur pH larutan setiap penambahan 2.5 mL NaOH 0.2 M.
 Catat volume NaOH pada buret ketika terjadi perubahan warna larutan menjadi merah muda.
 Lanjutkan pengukuran pH larutan setiap penambahan 2.5 mL NaOH 0.2 M hingga total volume
yang digunakan adalah 50 mL.

Pembuatan kurva titrasi basa lemah (Na2CO3 0.1 M) – asam kuat (HCl 0.1 M)
Reaksi : Na2CO3 + 2HCl  2NaCl + H2O + CO2↑
Secara ionik : 2Na+ + CO32- + 2H+ + 2Cl-  2NaCl + H2O + CO2↑
 Siapkan aparatus buret ukuran 100 mL.
 Isi buret dengan larutan HCl 0.1 M hingga tanda tera 100 mL, lalu tutup buret dengan penutup
karet.
 Siapkan larutan Na2CO3 0.1 M sebanyak 25 mL dalam labu Erlenmeyer, lalu tambahkan indikator
metil merah sebanyak 0.2 mL (2-3 tetes). Larutan berwarna kuning
 Ukur pH larutan Na2CO3 sebelum titrasi (volume HCl = 0 mL).
 Lakukan titrasi dan ukur pH larutan setiap penambahan 2.5 mL HCl 0.1 M.
 Catat volume HCl pada buret ketika terjadi perubahan warna larutan menjadi merah.
 Lanjutkan pengukuran pH larutan setiap penambahan 2.5 mL HCl 0.1 M hingga total volume yang
digunakan adalah 50 mL.

Hasil Percobaan

Pada laporan sementara, buatlah tabel-tabel seperti berikut ini. Beri keterangan sesuai hasil
pengamatan.
Tabel 4.9 Titrasi 50 mL HCl 0.1 M dengan NaOH 0.2 M
Volume Volume Warna larutan
Volume Molaritas ion
NaOH total Mol H+ Mol OH- pH pada labu
HCl (mL) berlebih
(mL) (mL) Erlenmeyer
50 0 50 5.0 × 10-3 0.0 0.10 (H+) Bening
50 2.5 52.5 5.0 × 10-3 5.0 × 10-4 8.57 × 10-2 (H+)
50 5 5.0 × 10-3
50 7.5 5.0 × 10-3
50 10 5.0 × 10-3
50 12.5 5.0 × 10-3
50 15 5.0 × 10-3
50 17.5 5.0 × 10-3
50 20 5.0 × 10-3
50 22.5 5.0 × 10-3
50 25 5.0 × 10-3
50 27.5 5.0 × 10-3
50 30 5.0 × 10-3
50 32.5 5.0 × 10-3
50 35 5.0 × 10-3
50 37.5 5.0 × 10-3
50 40 5.0 × 10-3
50 42.5 5.0 × 10-3
50 45 5.0 × 10-3
50 47.5 5.0 × 10-3
50 50 5.0 × 10-3
Tabel 4.10 Titrasi 50 mL NaOH 0.2 M dengan HCl 0.1 M
Volume Volume Warna larutan
Volume Molaritas
NaOH total Mol OH- Mol H+ pH pada labu
HCl (mL) ion berlebih
(mL) (mL) Erlenmeyer
50 0 50 1.0 × 10-2 0.0 0.20 (OH-) Kuning
50 2.5 52.5 1.0 × 10-2 2.5 × 10-4 0.19 (OH-)
50 5 1.0 × 10-2
50 7.5 1.0 × 10-2
50 10 1.0 × 10-2
50 12.5 1.0 × 10-2
50 15 1.0 × 10-2
50 17.5 1.0 × 10-2
50 20 1.0 × 10-2
50 22.5 1.0 × 10-2
50 25 1.0 × 10-2
50 27.5 1.0 × 10-2
50 30 1.0 × 10-2
50 32.5 1.0 × 10-2
50 35 1.0 × 10-2
50 37.5 1.0 × 10-2
50 40 1.0 × 10-2
50 42.5 1.0 × 10-2
50 45 1.0 × 10-2
50 47.5 1.0 × 10-2
50 50 1.0 × 10-2 Merah

Tabel 4.11 Titrasi 50 mL C6H5COOH 0.1 M dengan NaOH 0.2 M


Volume Volume Volume Warna larutan
Molaritas ion
C6H5COOH NaOH total Mol H+ Mol OH- pH pada labu
berlebih
(mL) (mL) (mL) Erlenmeyer
50 0 50 5.0 × 10-3 0.0 0.10 (H+) Bening
50 2.5 52.5 5.0 × 10-3 5.0 × 10-4 8.57 × 10-2 (H+)
50 5 5.0 × 10-3
50 7.5 5.0 × 10-3
50 10 5.0 × 10-3
50 12.5 5.0 × 10-3
50 15 5.0 × 10-3
50 17.5 5.0 × 10-3
50 20 5.0 × 10-3
50 22.5 5.0 × 10-3
50 25 75 5.0 × 10-3 5.0 × 10-3 0.0 Bening
50 27.5 5.0 × 10-3
50 30 5.0 × 10-3
50 32.5 5.0 × 10-3
50 35 5.0 × 10-3
50 37.5 5.0 × 10-3
50 40 5.0 × 10-3
50 42.5 5.0 × 10-3
50 45 5.0 × 10-3
50 47.5 5.0 × 10-3
50 50 100 5.0 × 10-3 1.0 × 10-2 0.10 (OH-) Merah muda
Tabel 4.12 25 mL Na2CO3 0.1 M dengan HCl 0.1 M
Volume Volume Warna larutan
Volume Mol CO 2- Molaritas ion
Na2CO3 total 3 Mol H+ pH pada labu
HCl (mL) berlebih
(mL) (mL) Erlenmeyer
25 0 25 2.5 × 10-3 0.0 0.10 (CO32-) Kuning
25 2.5 27.5 2.5 × 10-3 2.5 × 10-4 8.2 ×10-2 (CO 32-)
25 5 30 2.5 × 10-3 5.0 × 10-4 6.67 × 10-2 (CO 32-)
25 7.5 2.5 × 10-3
25 10 2.5 × 10-3
25 12.5 2.5 × 10-3
25 15 2.5 × 10-3
25 17.5 2.5 × 10-3
25 20 2.5 × 10-3
25 22.5 2.5 × 10-3
25 25 2.5 × 10-3
25 27.5 2.5 × 10-3
25 30 2.5 × 10-3
25 32.5 2.5 × 10-3
25 35 2.5 × 10-3
25 37.5 2.5 × 10-3
25 40 2.5 × 10-3
25 42.5 2.5 × 10-3
25 45 2.5 × 10-3
25 47.5 2.5 × 10-3
25 50 2.5 × 10-3 Merah

 Pada laporan, buatlah kurva titrasi antara pH larutan dan volume titran (mL) menggunakan
aplikasi MS Excel.
 Tentukan titik ekuivalen pada setiap titrasi asam-basa yang dilakukan.
 Tentukan rentang pH larutan buffer pada titrasi asam lemah denga basa kuat dan titrasi basa
lemah dengan asam kuat.

Tugas Pendahuluan

1. Jelaskan pengertian titrasi asam-basa.


2. Jelaskan pengertian titik ekuivalen.
3. Jelaskan pengertian titik akhir titrasi.
4. Jelaskan pengertian kurva titrasi.
5. Jelaskan tentang buffer dan kaitannya dengan pH larutan.
6. Sebutkan indikator apa saja yang dapat digunakan ketika larutan asam dititrasi dengan basa.
7. Sebutkan indikator apa saja yang dapat digunakan ketika larutan basa dititrasi dengan asam.
Percobaan 4.5. Uji Kemurnian Asam Asetilsalisilat (Aspirin) Menggunakan Titrasi Balik
Asam-Basa

Tujuan Percobaan

Percobaan ini bertujuan untuk menentukan persen kemurnian asam asetilsalisilat menggunakan
metode titrasi balik asam-basa.

Teori Pengantar

Asam asetilsalisilat (AAS) mengandung satu gugus asam karboksilat yang bereaksi cepat dengan
NaOH. Namun, asam ini juga memiliki satu gugus ester yang secara lambat akan terhidrolisis menjadi
asam asetat oleh NaOH. Jika titrasi dilakukan secara langsung ( direct titration), maka total volume
titran (NaOH) yang digunakan untuk mencapai titik akhir titrasi ( endpoint) adalah (1) volume yang
digunakan untuk titrasi gugus asam karboksilat dan juga (2) volume yang digunakan untuk titrasi
jumlah ester yang terhidrolisis (jumlah ini tidak diketahui). Oleh karena itu, titrasi AAS tidak dilakukan
secara langsung, tetapi dilakukan menggunakan metode titrasi balik (back titration).

Proses titrasi balik yaitu (1) AAS direaksikan dengan NaOH dalam wadah kedap udara selama 1 jam, (2)
indikator fenoltalein ditambahkan, (3) larutan dititrasi dengan HCl, hingga warna indikator berubah
dari merah muda menjadi tidak berwarna. Pada titrasi balik juga dilakukan titrasi blangko, yaitu titrasi
tanpa AAS.
Sebagai contoh, 1.0010 g AAS ditimbang dan dilarutkan dalam 10.0 mL etanol, ditambahkan 50.0 mL
NaOH 0.5004 M dan 0.2 mL indikator fenolftalein. Setelah 1 jam reaksi, larutan dititrasi dengan HCl
0.4999 M. Hasil titrasi menunjukkan volume HCl yang digunakan sebanyak 27.96 mL.
Pada titrasi blanko, 10.0 mL etanol ditambahkan 50.0 mL NaOH 0.5004 M dan 0.2 mL indikator
fenolftalein, lalu dititrasi dengan HCl 0.4999 M. Hasil titrasi menunjukkan volume HCl yang digunakan
sebanyak 49.90 mL.
Volume HCl yang digunakan untuk blanko adalah 49.90 mL dan untuk larutan AAS adalah 27.96 mL.
Dengan demikian, jumlah mol OH- (nOH-)yang bereaksi dengan AAS dihitung sebagai berikut.
𝑛𝑂𝐻− = 49.90 − 27.96 𝑚𝐿 × 0.4999 𝑀 = 1.097 × 10 −2 𝑚𝑜𝑙
1000 𝑚𝐿/𝐿

AAS dan OH- bereaksi dengan rasio 1 : 2, sehingga jumlah mol AAS (nAAS) dihitung sebagai berikut.
𝑛𝐴𝐴𝑆 = 0.5 × 1.097 × 10−2 𝑚𝑜𝑙 = 5.484 × 10−3 𝑚𝑜𝑙
Berdasarkan jumlah mol ASA, maka berat ASA dihitung sebagai berikut.
𝑔
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐴𝑆𝐴 = 5.484 × 10−3 𝑚𝑜𝑙 × 180.158
𝑚𝑜𝑙 = 0.9880 𝑔
Kemurnian ASA dapat dihitung sebagai berikut.

0.9880 𝑔
𝐾𝑒𝑚𝑢𝑟𝑛𝑖𝑎𝑛 𝐴𝑆𝐴 = × 100% = 98.7% (𝑤/𝑤)
1.0010 𝑔
Alat dan Bahan

Alat Bahan
ᵜ Timbangan analitik ᵜ Natrium hidroksida (NaOH) 0.5 M
ᵜ Spatula besi ᵜ Asam hidroklorida (HCl) 0.5 M
ᵜ Labu Erlenmeyer ᵜ Asam asetilsalisilat (C9H8O4), Mr = 180.158 g/mL
ᵜ Buret 100 mL ᵜ Etanol (96%)
ᵜ Pipet ukur ᵜ Indikator fenolftalein
ᵜ Gelas ukur
ᵜ Klem
ᵜ Statif
ᵜ Kaca penutup

Prosedur Kerja

Titrasi asam asetil salisilat

 Timbang asam asetilsalisilat 1 g sebanyak tiga kali, masukkan dalam labu Erlenmeyer masing-
masing, dan larutkan dengan 10 mL etanol (96%).
 Tambahkan larutan NaOH 0.5 M sebanyak 50 mL. Tutup labu dengan kaca penutup dan diamkan
selama 1 jam.
 Setelah 1 jam, tambahkan indikator fenolftalein sebanyak 0.2 mL.
 Titrasi ketiga sampel menggunakan larutan HCl 0.5 M dan catat volume HCl yang digunakan
 Dokumentasikan hasil percobaan.

Titrasi blanko (tanpa asam asetil salisilat)

 Siapkan tiga labu Erlenmeyer.


 Setiap labu diisi dengan 10 mL etanol (96%) dan 50 mL NaOH 0.5M.
 Tutup labu dengan kaca penutup dan diamkan selama 1 jam.
 Setelah 1 jam, tambahkan indikator fenolftalein sebanyak 0.2 mL (2-3 tetes).
 Titrasi ketiga blanko menggunakan larutan HCl 0.5 M dan catat volume HCl yang digunakan
 Dokumentasikan hasil percobaan.

Hasil Percobaan

Pada laporan sementara, catat semua bahan yang digunakan dan konsentrasinya. Catat hasil
percobaan sebagai berikut.
Volume HCl untuk titrasi ASA = mL (1)
Volume HCl untuk titrasi ASA = mL (2)
Volume HCl untuk titrasi ASA = mL (3)
Volume HCl untuk titrasi blanko = mL (1)
Volume HCl untuk titrasi blanko = mL (2)
Volume HCl untuk titrasi blanko = mL (3)
Lakukan perhitungan sesuai langkah-langkah yang telah dijelaskan pada Landasan Teori untuk
menentukan kemurnian sampel ASA.
Kesimpulan akhir dari percobaan:
Kemurnian asam asetilsalisilat = % (1)
Kemurnian asam asetilsalisilat = % (2)
Kemurnian asam asetilsalisilat = % (3)
(𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑃𝑒𝑛𝑔𝑢𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 1)+ (𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑃𝑒𝑛𝑔𝑢𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 2)+ (𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑃𝑒𝑛𝑔𝑢𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 3)
Nilai rata-rata = 3

Tugas Pendahuluan

1. Jelaskan perbedaan titrasi langsung dan titrasi balik.


2. Gambarkan struktur asam asetilsalisilat dan tentukan gugus asam karboksilat dan gugus ester
pada struktur tersebut.
3. Mengapa asam asetilsalisilat sesuai dianalisis menggunakan titrasi balik?
4. Apa tujuan etanol pada percobaan ini?
5. Beri gambaran perubahan warna yang terjadi ketika indikator yang digunakan adalah fenolftalein.
Percobaan 4.6. Penentuan Konsentrasi Vitamin C Menggunakan Titrasi Redoks

Tujuan Percobaan

Percobaan ini bertujuan untuk (1) memahami konsep titrasi reduksi-oksidasi (redoks) dan (2)
menentukan konsentrasi vitamin C dalam sediaan tablet, minuman bervitamin C, dan buah-buahan
menggunakan metode titrasi redoks dengan larutan iodin.

Teori Pengantar

Titrasi redoks adalah titrasi berdasarkan reaksi oksidasi/reduksi. Oksidasi adalah pelepasan elektron
dari suatu spesies kimia, sedangkan reduksi adalah penangkapan elektron oleh suatu spesies kimia.
Berdasarkan jenis spesies pengoksidasi (oksidator), metode titrasi redoks dibagi menjadi beberapa
metode, yakni permanganatometri, iodometri, bromatometri, dan kromatometri.
Reaksi pada permanganatometri (oksidator KMnO 4): MnO4- + 8H+ + 5 ē  Mn2+ + 4H2O
Reaksi pada iodometri (oksidator I2): I2 + 2ē  2I-
Reaksi pada bromatometri (oksidator Br2): Br2 + 2ē  2Br-
Reaksi pada kromatometri (oksidator K2Cr2O7): Cr 2O 72- + 14H+ + 6ē  2Cr3+ + 7H2O
Dalam bidang farmasi, titrasi redoks digunakan untuk menentukan konsentrasi suatu bahan aktif
farmasi, cemaran-cemaran (impurity) dalam sediaan farmasi, dan sampel-sampel bahan alam yang
aktif/berpotensi secara farmakologi dan sebagai nutrasetikal.
Vitamin C (asam askorbat) merupakan antioksidan esensial yang diperlukan oleh tubuh manusia.
Vitamin C larut dalam air. Vitamin ini diperoleh tubuh melalui diet buah-buahan dan sayuran secara
alami serta suplemen, misalnya tablet vitamin C dan minuman bervitamin C, sehingga merupakan
antioksidan eksogen (dari luar tubuh). Antioksidan eksogen mampu menyeimbangkan radikal yang
dihasilkan oleh tubuh atau yang diperoleh dari luar tubuh melalui paparan terhadap lingkungan.
Vitamin C juga terlibat dalam pembentukan kolagen, yaitu protein pada tulang, tendon, dan ligamen,
serta mampu meningkatkan kerja sel fagosit (makrofag) dalam memakan mikroba patogen yang
menginvasi tubuh.
Konsentrasi dan/atau kemurnian vitamin C ditentukan dengan mereaksikan vitamin C dengan iodin (I 2).
Titrasi redoks vitamin C oleh iodin (I 2) menyebabkan asam askorbat (vitamin C) teroksidasi menjadi
asam dehidroaskorbat, sedangkan iodin (I 2) sendiri tereduksi menjadi ion iodida (I‾)seperti reaksi pada
sebagai berikut.

Pada reaksi di atas, iodin segera tereduksi menjadi iodida selagi masih ada asam askorbat dalam
larutan. Ketika semua asam askorbat teroksidasi, maka kelebihan iodin bereaksi dengan indikator
pati, menghasilkan kompleks iodin-pati berwarna biru kehitaman. Keadaan ini adalah titik akhir
titrasi, sehingga proses titrasi segera dihentikan. Metode titrasi redoks yang menggunakan iodin
disebut iodometri. Selain iodin, iodometri juga dilakukan menggunakan kalium iodat. Metode
iodometri sesuai digunakan untuk analisis tablet vitamin, minuman bervitamin, dan buah/sayuran.
Alat dan Bahan

Alat Bahan
ᵜ Timbangan analitik ᵜ Tablet vitamin C
ᵜ Spatula besi ᵜ Minuman bervitamin C
ᵜ Spatula kaca ᵜ Buah-buahan (jeruk dan pepaya)
ᵜ Labu Erlenmeyer ᵜ Kalium iodida (KI)
ᵜ Buret 100 mL ᵜ Iodin (I2)
ᵜ Pipet ukur ᵜ Pati
ᵜ Gelas kimia ᵜ Air destilat/akuades
ᵜ Labu takar
ᵜ Klem
ᵜ Statif
ᵜ Kaca arloji
ᵜ Lumpang dan alu
ᵜ Kertas saring/kain
ᵜ Pipet tetes

Prosedur Kerja

Pembuatan larutan iodin (0.005 M)

 Timbang serbuk kalium iodida sebanyak 2 g dalam gelas kimia 100 mL.
 Timbang padatan iodin sebanyak 1.3 g dan masukkan ke dalam gelas kimia yang sama.
 Tambahkan air destilat secukupnya (beberapa mililiter) dan aduk hingga iodin larut.
 Pindahkan larutan ke dalam labu takar 1 L.
 Bilas gelas kimia dengan air beberapa kali dan tuang air bilasan ke dalam labu takar.
 Tambahkan air dalam labu takar hingga tanda tera 1 L.
 Homogenkan larutan.

Pembuatan larutan indikator pati (0.5%)

 Timbang serbuk pati sebanyak 0.25 g dalam labu Erlenmeyer 100 mL.
 Tambahkan air destilat yang sudah dipanaskan (hampir mendidih).
 Aduk hingga seluruh pati larut, lalu dinginkan.

Preparasi sampel

Tablet vitamin C
 Ambil 1 tablet vitamin C dan larutkan dalam 20 mL air destilat dalam gelas kimia. Jika tablet
cukup keras, maka biarkan tablet terendam selama beberapa menit hingga tablet cukup lunak
untuk dihancurkan dengan spatula kaca.
 Pindahkan larutan dalam labu takar 200 mL (saring jika ada padatan yang tidak larut).
 Bilas gelas kimia dengan air destilat dan tuang semua air bilasan ke dalam labu takar.
 Tambahkan air destilat hingga tanda tera 200 mL pada labu takar.
 Homogenkan larutan.
Minuman bervitamin C
 Ambil 20 mL minuman bervitamin C dan larutkan dengan 200 mL air destilat dalam labu takar.
 Homogenkan larutan.
Buah-buahan (jeruk dan pepaya)
 Kupas kulit buah-buahan, lalu potong kecil-kecil.
 Timbang 100 g sampel buah yang sudah dipotong tadi, lalu giling dalam lumpang.
 Tambahkan 10 mL air destilat sambil dilanjutkan penggilingan.
 Pipet semua cairan dalam lumpang dan saring ke dalam labu labu takar ukuran 100 mL (gunakan
corong dan kertas saring/kain bersih/kasa).
 Ulangi penambahan air destilat sebanyak 10 mL beberapa kali dan semua cairan dimasukkan ke
dalam labu takar.
 Tahap akhir, peras sampel menggunakan kain bersih, lalu masukkan cairan perasan ke dalam labu
takar.
 Tambahkan air destilat hingga tanda tera 100 mL pada labu takar.
 Goncang labu tersebut.
Cara lain:
 Timbang sampel buah yang sudah dipotong-potong sebanyak 100 g.
 Blender dengan 50 mL air destilat.
 Peras hasil blender menggunakan kain bersih.
 Masukkan hasil perasan ke dalam labu takar ukuran 100 mL.
 Tambahkan air destilat hingga tanda tera 100 mL pada labu takar.
 Goncang labu tersebut.

Titrasi

 Siapkan aparatus titrasi.


 Isi buret dengan 100 mL larutan iodin 0.005 M.
 Untuk setiap sampel, siapkan tiga labu Erlenmeyer ukuran 250 mL.
 Ke dalam tiga labu tersebut, isi dengan larutan sampel sebanyak 20 mL.
 Tambahkan 150 mL air destilat dan 1 mL larutan indikator pati.
 Titrasi sampel dengan larutan iodin 0.005 M hingga larutan berwarna biru kehitaman yang tetap.
 Catat volume larutan iodin yang digunakan.

Hasil Percobaan

Pada laporan sementara, buatlah tabel seperti berikut dan catat hasil percobaan.
Tabel 4.13 Titrasi sampel mengandung vitamin C dengan larutan iodin 0.005 M
Bacaan volume iodin 0.005 M pada buret
Sampel Pengulangan
Sebelum titrasi (mL) Setelah titrasi (mL) Volume titrasi (mL)
1
Tablet 2
3
1
Minuman 2
3
1
Jeruk 2
3
1
Pepaya 2
3
 Hitung jumlah mol iodin yang bereaksi.
 Tentukan jumlah mol asam askorbat yang bereaksi.
 Hitung konsentrasi asam askorbat dalam larutan sampel dalam satuan mol/L.
 Hitung konsentrasi asam askorbat dalam satuan mg/100 mL dan mg/100 g asam askorbat dalam
sampel buah-buahan dan minuman bervitamin C.

Tugas Pendahuluan

1. Jelaskan tentang titrasi redoks.


2. Jelaskan prinsip kerja penentuan konsentrasi vitamin C menggunakan titrasi redoks.
3. Bagaimana cara menentukan titik akhir titrasi pada percobaan ini?
4. Beri contoh buah-buahan dan sayuran yang kaya akan vitamin C.
5. Jelaskan pengertian antioksidan endogen dan antioksidan eksogen. Berikan contoh masing-
masing antioksidan tersebut.
Percobaan 4.7. Penentuan Konsentrasi Seng Oksida (ZnO) Menggunakan Titrasi
Kompleksometri

Tujuan Percobaan

Percobaan ini bertujuan untuk (1) memahami konsep titrasi kompleksometri dan (2) menentukan
konsentrasi seng oksida dalam sediaan farmasi menggunakan titrasi kompleksometri dengan larutan
EDTA.

Teori Pengantar

Titrasi kompleksometri adalah titrasi berdasarkan reaksi pembentukan senyawa kompleks


menggunakan senyawa pengkelat (chelating agent), seperti EDTA (ethylenediaminetetraacetic acid).
Senyawa kompleks adalah senyawa yang tersusun atas atom atau ion (biasanya logam) yang
berikatan koordinasi dengan molekul atau anion (disebut ligan). Ion logam bertindak sebagai atom
pusat. Titrasi kompleksometri menggunakan EDTA sering digunakan untuk analisis kadar campuran
logam, penentuan kesadahan air (water hardness), dan analisis kalsium dalam makanan dan
suplemen.
Seng oksida (ZnO, zinc oxide) berupa serbuk putih, banyak diaplikasikan dalam produk-produk
farmasi karena berperan sebagai antiseptik, agen pengering, anti-inflamasi, deodoran, pelindung
terhadap ultraviolet, dan pereda kemerahan pada kulit. Senyawa ini juga menjadi sumber mineral
esensial seng. Namun demikian, seng dapat menjadi racun jika seseorang terpapar dalam
jumlah/konsentrasi tinggi dibandingkan dengan kebutuhan fisiologisnya. Oleh karena itu, kuantifikasi
seng dalam sediaan farmasi perlu dilakukan menggunakan metode analisis.
Beberapa metode instrumental dapat digunakan untuk menentukan kadar seng dalam sampel
farmasetikal, seperti spektrofotometri UV-Visible, spektrometri AAS, dan spektrometri massa.
Walaupun metode-metode tersebut memiliki keakuratan yang tinggi dan waktu analisis yang cepat,
namun harga, perawatan, dan penggunaan teknisnya memerlukan biaya yang mahal. Salah satu
metode konvensional yang masih digunakan untuk kontrol kualitas sediaan farmasi adalah metode
titrasi, termasuk kontrol terhadap konsentrasi/kadar seng dalam batas yang disarankan oleh
Farmakope. Metode titrasi tergolong sederhana, murah, mudah dilakukan dan akurasi analisis dapat
diterima pada sampel yang mengandung analit dengan konsentrasi tinggi. Titrasi kompleksometri
untuk sampel yang mengandung ion Zn 2+ terdiri atas larutan EDTA dan indikator (xilenol pada pH 7
dan eriochrome black-T (EBT) pada pH 10).
EDTA tergolong sebagai asam aminopolikarboksilat yang mengalami disosiasi asam secara beruntun
hingga menjadi ion bermuatan negatif

Ion EDTA mampu ‚membungkus‛ dirinya di sekitar ion logam yang positif dalam larutan air. Peristiwa
ini disebut khelasi atau pembentukan kompleks. Reaksi khelasi antara EDTA dan ion logam memiliki
konstanta kesetimbangan yang besar. Pada reaks ini, 1 mol EDTA bereaksi dengan 1 mol ion logam.

Zn2+ (aq)+ EDTA (aq)  Zn(EDTA)2- (aq)


EDTA merupakan asam yang mengalami disosiasi pada keempat gugus karboksilatnya. Hal ini
menyebabkan reaksi antara EDTA dan ion logam bergantung pada pH larutan. Ion logam yang
sangat kuat bereaksi dengan EDTA dapat dititrasi dalam larutan asam, misalnya ion Zn. Sementara itu,
ion logam yang kurang bereaksi dengan EDTA harus dititrasi dalam larutan basa, misalnya ion kalsium
(Ca) dan magnesium (Mg). Pengaturan pH larutan dilakukan menggunakan larutan penyangga
(buffer).

Alat dan Bahan

Alat Bahan
ᵜ Timbangan analitik ᵜ Standar ZnO (Mr = 81.38 g/mol)
ᵜ Spatula besi ᵜ Disodium EDTA (Mr = 336.21 g/mol)
ᵜ Spatula kaca ᵜ Amonium klorida (NH4Cl)
ᵜ Labu Erlenmeyer ᵜ Indikator EBT
ᵜ Buret 100 mL ᵜ Larutan penyangga amonia
ᵜ Pipet ukur ᵜ HCl 9%
ᵜ Gelas kimia ᵜ Dietil eter
ᵜ Labu takar ᵜ Air destilat/akuades/air deionisasi
ᵜ Klem ᵜ Larutan NaCl jenuh
ᵜ Statif ᵜ Sampel bedak tabur
ᵜ Kaca arloji ᵜ Sampel salep
ᵜ Pipet tetes

Prosedur Kerja

Ekstraksi ZnO dari sampel bedak (metode serbuk)

ZnO merupakan oksida yang bersifat amfoter, sehingga dapat bereaksi dengan asam ataupun basa.
Ketika ekstraksi ion Zn2+ dilakukan dalam media asam, maka reaksinya sebagai berikut.
ZnO (s) + 2H+ (aq)  Zn2+ (aq) + H2O (l)
 Timbang sampel bedak sebanyak 1.0 g dalam gelas kimia ukuran 250 mL.
 Tambahkan 50 mL HCl 9%.
 Aduk sampel selama 10 menit menggunakan spatula kaca.
 Masukkan sampel ke dalam labu takar 250 mL.
 Bilas gelas kimia dengan air destilat dan masukkan air bilasan dalam labu takar. Lakukan
pembilasan sampai gelas kimia bersih.
 Tambahkan air destilat hingga tanda tera pada labu takar.
 Goncang labu takar dan diamkan beberapa menit hingga terbentuk suspensi.
 Pisahkan larutan dari suspensi dengan menyaring larutan ke dalam gelas kimia ukuran 400 mL.
 Tutup gelas kimia dengan kaca arloji. Larutan ini mengandung ion Zn2+ dari sampel bedak.
Ekstraksi ZnO dari sampel salep (metode salep)

 Timbang sampel salep sebanyak 0.6 g dalam gelas kimia ukuran 250 mL.
 Tambahkan 50 mL HCl 9% dan 50 mL dietil eter (lakukan dalama lemari asam). Dietil eter
berfungsi untuk mengekstrak komponen-komponen organik dalam sampel, sehingga tidak
mengganggu ekstraksi ZnO oleh HCl 9%).
 Aduk sampel selama 1 jam menggunakan magnetic strirrer dalam lemari asam.
 Suspensi yang dihasilkan kemudian dimasukkan dalam corong pisah.
 Ambil lapisan fasa berair (aqueous phase) dan masukkan dalam labu takar 250 mL.
 Masukkan 20 mL larutan NaCl dalam corong pisah, goncang campuran dan diamkan hingga
terbentuk lapisan. Ambil lapisan fasa berair dan masukkan labu takar 250 mL. Ulangi proses ini
selama 2 kali.
 Tambahkan air destilat hingga tanda tera pada labu takar.
 Goncang labu takar. Larutan ini mengandung ion Zn2+ dari sampel salep.

Pembuatan larutan standar Zn2+ 0.006 M


𝑚𝑜𝑙
Mol Zn2+ = 0.006 × 0.5 𝐿 = 0.003 𝑚𝑜𝑙
𝐿
𝑔
Berat timbang ZnO = 0.003 𝑚𝑜𝑙 × 81.38
𝑚𝑜𝑙 = 0.2441 𝑔
 Timbang ZnO murni sebanyak 0.2441 g dalam gelas kimia ukuran 250 mL.
 Tambahkan 50 mL HCl 9%.
 Aduk sampel selama 10 menit menggunakan spatula kaca.
 Masukkan sampel ke dalam labu takar 500 mL.
 Bilas gelas kimia dengan air destilat dan masukkan air bilasan dalam labu takar. Lakukan
pembilasan sampai gelas kimia bersih.
 Tambahkan air destilat hingga tanda tera pada labu takar.
 Goncang labu takar.

Pembuatan larutan disodium EDTA 0.01 M


𝑚𝑜𝑙
Mol EDTA = 0.01 × 1 𝐿 = 0.01 𝑚𝑜𝑙
𝐿
𝑔
Berat timbang disodium EDTA = 0.01 𝑚𝑜𝑙 × 336.21
𝑚𝑜𝑙 = 3.3621 𝑔
 Timbang disodium EDTA sebanyak 3.3621 g dalam gelas kimia ukuran 250 mL.
 Tambahkan 50 mL air destilat dan aduk hingga larut (gunakan spatula kaca).
 Masukkan larutan dalam labu takar ukuran 1 L.
 Bilas gelas kimia dengan air destilat dan masukkan bilasan dalam labu takar. Ulangi tahapan ini
beberapa kali hingga gelas kimia bersih.
 Tambahkan air destilat hingga tanda tera pada labu takar.
 Goncang labu hingga larutan homogen.
 Simpan larutan dalam botol berbahan polietilen dan beri label, sertakan tanggal pembuatannya.

Pembuatan larutan penyangga amonia

 Ambil larutan amonia pekat sebanyak 142 mL dan campurkan dengan 17.5 g amonium klorida
dalam gelas kimia ukuran 500 mL.
 Encerkan dengan 250 mL air destilat.
 Hitung pH larutan menggunakan kertas pH atau pH meter (pH buffer ≈ 10).
 Simpan larutan dalam botol pereaksi dan beri label, serta tanggal pembuatannya.
Pembuatan larutan blangko (HCl 1.8%)

 Ambil air destilat sebanyak 80 mL dalam gelas kimia ukuran 250 mL.
 Tambahkan HCl 9% sebanyak 20 mL.
 Aduk larutan menggunakan spatula kaca.
 Simpan larutan dalam botol kaca, beri label, serta tanggal pembuatannya.

Titrasi

 Siapkan aparatus titrasi dan sembilan labu Erlenmeyer 250 mL (3 labu untuk sampel bedak, 3 labu
untuk sampel salep, dan 3 labu untuk blangko).
 Isi buret dengan 100 mL larutan EDTA 0.01 M.
 Tiga labu Erlenmeyer pertama, isi dengan 20 mL larutan sampel bedak. Setiap labu, tambahkan 10
mL larutan penyangga amonia (pH 10) dan 2 tetes indikator EBT.
 Tiga labu Erlenmeyer kedua, isi dengan 20 mL larutan sampel salep. Setiap labu, tambahkan 10
mL larutan penyangga amonia (pH 10) dan 2 tetes indikator EBT.
 Tiga labu Erlenmeyer ketiga, isi dengan 20 mL larutan blangko. Setiap labu, tambahkan 10 mL
larutan penyangga amonia (pH 10) dan 2 tetes indikator EBT.
 Titrasi semua labu dengan larutan EDTA 0.01 M hingga terjadi perubahan warna larutan menjadi
biru.

 Catat volume EDTA yang digunakan.


 Dokumentasikan hasil percobaan.
Hasil Percobaan

Pada laporan sementara, buatlah tabel seperti berikut dan catat hasil percobaan.
Tabel 4.14 Titrasi sampel sediaan farmasi menggunakan larutan EDTA 0.01 M
Bacaan volume iodin 0.005 M pada buret
Sampel Pengulangan
Sebelum titrasi (mL) Setelah titrasi (mL) Volume titrasi (mL)
1
Bedak 2
3
1
Salep 2
3
1
Blangko 2
3

 Hitung masa ZnO (mZnO, dalam satuan mg) menggunakan rumus berikut.
𝑉
𝑚𝑍𝑛𝑂 = 𝐶𝐸𝐷𝑇𝐴 (𝑉𝑇 − 𝑉𝐵 )𝑀𝑍𝑛𝑂
𝑉0
CEDTA: konsentrasi larutan EDTA (mol/L)
VT: Volume EDTA untuk titrasi sampel (mL)
VB: Volume EDTA untuk titrasi blanko (mL)
MZnO: massa molar ZnO (81.379 g/mol)
V: volume labu takar yang digunakan untuk pembuatan larutan sampel (mL)
V0: volume larutan sampel yang diambil untuk titrasi (mL)

Tugas Pendahuluan

1. Jelaskan tentang titrasi kompleksometri menggunakan larutan EDTA.


2. Jelaskan pengertian senyawa kompleks antara Zn dan EDTA.
3. Beri contoh-contoh penggunaan Zn dalam bidang farmasi.
4. Jelaskan efek samping penggunaan Zn secara berlebihan.
Percobaan 4.8. Analisis Obat Analgesik Menggunakan Kromatografi Lapis Tipis

Tujuan Percobaan

Percobaan ini bertujuan untuk (1) memahami prinsip dan kerja kromatografi lapis tipis dan (2)
menganalisis komponen obat analgesik dalam sediaan farmasi.

Teori Pengantar

Obat analgesik atau pereda nyeri (pain relievers /pain killers) digunakan untuk meredakan sakit
kepala, sakit otot, arthritis, atau rasa sakit lainnya. Obat pereda nyeri (analgesik) tergolong sebagai
obat bebas (over-the-counter drugs, OTC), yaitu obat yang dijual bebas di pasaran dan dapat dibeli
tanpa resep dokter. Beberapa jenis analgesik tersebut misalnya aspirin, ibuprofen, dan naproxen.
Analisis terhadap komponen obat-obat analgesik ini dalam sediaan farmasi dapat dilakukan secara
kualitatif menggunakan metode kromatografi lapis tipis.
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan metode kromatografi yang fasa diamnya dilapiskan pada
lempengan tipis berupa aluminium atau kaca. Lempengan ini disebut plat yang dapat terbuat dari
plastik, kaca, atau aluminium. Prinsip perja KLT adalah sebagai berikut.
 Distribusi komponen diantara fasa gerak dan fasa diam yang terimobilisasi pada plat tipis
(alumina, kaca, plastik) dengan arah dari bawah ke atas.
 Sampel ditotolkan pada bagian bawah plat KLT dan dielusi di dalam wadah (chamber) yang berisi
fasa gerak yang telah dijenuhkan (saturated).
 Sampel bergerak melewati fasa diam oleh pergerakan fasa gerak dari bawah ke atas hingga batas
yang telah ditentukan mengikuti gaya kapilaritas.

Gambar 4.4 Prosedur KLT: sampel ditotolkan pada plat KLT, pemisahan analit dalam chamber, dan
visualisasi (penampakan) noda analit menggunakan lampu UV dan derivatisasi menggnakan
reagen (dalam penyemprot KLT)
Distribusi noda analit pada plat KLT bergantung pada interaksi fisiknya terhadap fasa gerak dan fasa
diam, yang dinyatakan sebagai faktor retensi (Rf, retention factor).

Gambar 4.5 Parameter untuk penentuan nilai Rf


𝒂
Nilai Rf dihitung sebagai berikut: Rf = ; a adalah jarak tempuh analit dari batas bawah pelarut
𝒃
hingga titik tengah noda analit, sedangkan b adalah jarak tempuh fasa gerak dari batas bawah pelarut
sampai batas atas pelarut. Rentang nilai Rf adalah antara 0 – 1. Nilai Rf mendekati 0 menunjukkan
bahwa analit lebih berinteraksi dengan fasa diam dibandingkan dengan fasa gerak. Sebaliknya, nilai Rf
mendekati 1 menunjukkan analit lebih berinteraksi dengan fasa gerak dibandingkan fasa diam.

Alat dan Bahan

Alat Bahan
ᵜ Chamber ᵜ Plat KLT Aluminium Si-gel 60 F245
ᵜ Kaca arloji ᵜ Etanol
ᵜ Pipa kapiler ᵜ Etilasetat
ᵜ Lampu UV ᵜ Kertas saring
ᵜ Vial ᵜ Standar parasetamol (No. 1)
ᵜ Spatula kaca ᵜ Standar aspirin (No. 2)
ᵜ Cutter ᵜ Standar ibuprofen (No. 3)
ᵜ Pensil ᵜ Standar kafein (No. 4)
ᵜ Mistar besi ᵜ Sampel 1 (No. 5)
ᵜ Lumpang dan alu ᵜ Sampel 2 (No. 6)
ᵜ Gunting ᵜ Reagen serium sulfat
ᵜ Botol semprot
ᵜ Pinset

Prosedur Kerja

Preparasi larutan standar parasetamol, aspirin, ibuprofen, dan kafein

 Timbang 5 mg standar dalam vial yang sudah diberi label.


 Tambahkan 5 mL etanol dalam vial.
 Kocok vial perlahan sampai semua padatan/serbuk larut.

Preparasi larutan sampel

 Haluskan sampel tablet menggunakan lumpang dan alu.


 Masukan serbuk sampel dalam vial yang sudah diberi label.
 Tambahkan 5 mL etanol.
 Kocok vial perlahan, lalu diamkan agar suspensi mengendap.

Penotolan standar dan sampel pada plat KLT

 Potong plat KLT dengan dimensi (p × l )= 4 × 3 cm.


 Beri tanda batas atas pelarut dan batas bawah noda dengan pensil.
 Dengan pensil, beri tanda untuk penotolan standar dan sampel pada batas bawah seperti berikut.

 Totolkan standar dan sampel sesuai nomornya pada plat KLT.


 Biarkan plat beberapa menit agar etanol menguap.

KLT

 Masukkan kertas saring dalam chamber. Kertas saring menempel pada dinding chamber.
 Isi chamber dengan etilasetat dan biarkan etilasetat naik membasahi kertas saring (beberapa
menit).
 Tinggi pelarut etilasetat dalam chamber adalah sekitar 0.4 cm (tambahkan pelarut jika kurang,
dan kurangi jika tinggi pelarut lebih dari 0.4 cm)
 Masukkan plat KLT dalam chamber (gunakan pinset) dan segera tutup chamber.
 Angkat plat KLT jika pelarut (etilasetat) telah sampai pada batas atas pelarut.
 Keringkan plat KLT beberapa menit.
 Amati dan catat warna noda-noda pada cahaya tampak, lampu UV 254 nm dan 360 nm.
 Beri tanda noda menggunakan pensil (dokumentasikan noda-noda senyawa pada plat).
 Basahkan plat KLT dengan reagen serium sulfat.
 Panaskan plat KLT hingga muncul noda-noda senyawa (dokumentasikan noda-noda senyawa
pada plat).
 Catat warna setiap noda pada cahaya tampak, lampu UV 254 nm dan 360 nm.
 Dokumentasikan plat KLT untuk setiap perlakuan (Tabel 4.10).

Analisis hasil KLT

 Hitung nilai Rf noda-noda yang ada.


 Berdasarkan nilai Rf tersebut, tentukan senyawa apa saja yang ada dalam sampel 1 dan sampel 2.

Hasil Percobaan

Pada laporan sementara, buatlah tabel seperti berikut.


Tabel 4.15 Analisis obat analgesik menggunakan metode KLT
Sebelum derivatisasi Setelah derivatisasi
Nilai Rf
Standar dan Warna Warna
No. Warna Warna Warna Warna (fasa gerak
sampel (cahaya (cahaya
(UV 245) (UV 360) (UV 245) (UV 360) etilasetat)
tampak) tampak)
1 Parasetamol
2 Aspirin
3 Ibuprofen
4 Kafein
5 Sampel 1
6 Sampel 2
Tugas Pendahuluan

1. Jelaskan prinsip analisis senyawa menggunakan metode KLT.


2. Jelaskan tentang nilai Rf.
3. Bagaimana cara mengamati noda-noda senyawa pada plat KLT?
4. Gambarkan struktur obat analgesik yang digunakan pada percobaan ini.
5. Apakah fasa diam dan fasa gerak yang digunakan pada percobaan ini?
6. Beri contoh-contoh analgesik selain yang digunakan pada percobaan ini.
Percobaan 4.9. Analisis Perbandingan Komposisi antara Produk Herbal dan Ekstrak dari
Tanaman Menggunakan Kromatografi Lapis Tipis

Tujuan Percobaan

Percobaan ini bertujuan untuk (1) mengetahui cara preparasi sampel produk herbal untuk analisis
menggunakan metode KLT dan (2) membandingkan komposisi produk herbal dan ekstrak dari
tanaman menggunakan metode KLT.

Teori Pengantar

Obat tradisional merupakan warisan budaya yang digunakan selama berabad-abad secara turun-
temurun berdasarkan pengalaman (empiris). Pengunaan obat tradisional telah berkembang secara
global dan telah diakui di beberapa negara, termasuk Indonesia, China, Australia, Kanada, India, USA,
UK, dan negara-negara benua Eropa. Obat tradisional yang digunakan oleh kelompok etnik meliputi
Traditional Chinese Medicine (TCM) oleh etnik China dan Ayurvedic Medicine oleh etnik India. Jamu
sebagai obat tradisional Indonesia sudah mulai diakui oleh dunia.
Obat herbal diperkenalkan ke tingkat internasional dengan istilah ‚herbal medicine‛ (‚herbal medicinal
products‛, ‚herbal remedies‛, ‚phytomedicines‛) dan penggunaannya secara klinik yaitu ‚herbal
medicine‛ di UK dan ‚phytotherapy‛ di benua Eropa. Produk herbal merupakan produk
kesehatan berbasis tanaman. Jenis-jenis obat yang dihasilkan dari tanaman, yaitu:
1. Obat herbal yang dihasilkan dari bagian tertentu pada tanaman obat
Jenis ini sering disebut obat botanikal (botanical drugs) yang menjadi fundamental pengobatan
herbal atau fitomedisin, sebagai contoh:
 Herbal St John’s wort (Hypericum perforatum), digunakan untuk pengobatan depresi.
 Daun Gingko biloba, digunakan untuk defisiensi kognitif (sering pada lansia), meliputi gangguan
ingatan dan gejala afektif seperti gelisah.
 Kepala bunga chamomil (Chamomilla recutica), digunakan untuk keluhan gastrointestinal dan
sebagai anti-inflamasi.
 Daun dan polongan Cassia spp., digunakan untuk konstipasi.
2. Bahan alam atau senyawa murni dari tanaman
Jenis ini merupakan senyawa kimia murni yang sering digunakan dalam bentuk obat ber-lisensi.
Beberapa senyawa murni diproduksi secara sintensis dan dinyatakan sebagai ‚identik alamiah‛, tetapi
asalnya ditemukan dari tanaman obat. Contohnya:
 Morfin, dari bunga opium (Papaver somniferum), digunakan sebagai analgesik
 Digoxin dan glikosida digitalis, dari Digitalis spp., digunakan untuk pengobatan gagal jantung
 Taxol, dari Taxus brevifolia, digunakan untuk pengobatan kanker
 Quinin, dari kulit Cinchona (Cinchona spp.), digunakan untuk pengobatan malaria
 Galanthamin, dari spesies Galanthus dan Leucojum, digunakan dalam terapi gangguan kognitif
3. Nutraseutikal atau makanan fungsional (functional foods)
Jenis ini meliputi makanan yang memiliki efek-efek baik untuk kesehatan. Contohnya:
 Bawang putih, jahe, kunyit, temulawak, dan lain-lain, termasuk bumbu-bumbu masakan
 Tanaman mengandung banyak antosianin atau flavonoid seperti bluberi, coklat, dan anggur
merah
 Tanaman mengandung banyak karotenoid seperti tomat, wortel, dan sayuran lainnya.
Di Indonesia, obat tradisional telah banyak mengalami perkembangan yang mencakup aspek
pembuktian efek terapi (evidence-based efficacy), keamanan (safety), jaminan mutu (quality control),
bentuk sediaan (formulation), cara pemberian (administration route), pengemasan (packaging),
modernisasi kemasan (penampilan), dan teknologi produksi. Program pengembangan obat tradisional
di Indonesia dilakukan secara berjenjang, yaitu:
OT (obat tradisional) → Jamu → OHT (obat herbal terstandar) → FF (fitofarmaka)
Berikut ini beberapa definisi penting berdasarkan BPOM, yaitu:
1. Obat tradisional (OT) adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan
hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut, yang secara
turun temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman.
2. Jamu adalah obat tradisional Indonesia.
3. Obat herbal terstandar (OHT) adalah sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan
dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan bahan bakunya telah di standarisasi.
4. Fitofarmaka (FF) adalah sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan
khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan uji klinik, bahan baku dan produk jadinya telah
di standarisasi.
5. Sediaan galenik adalah hasil ekstraksi simplisia yang berasal dari tumbuh-tumbuhan atau hewan.
6. Obat tradisional dalam negeri adalah obat tradisional yang dibuat dan dikemas oleh industri di
dalam negeri meliputi obat tradisional tanpa lisensi, obat tradisional lisensi dan obat tradisional
kontrak.
7. Obat tradisional lisensi adalah obat tradisional yang dibuat di Indonesia atas dasar lisensi.
8. Obat tradisional kontrak, obat herbal terstandar kontrak dan fitofarmaka kontrak adalah
produk yang pembuatannya dilimpahkan kepada industri obat tradisional lain atau industri
farmasi berdasarkan kontrak.

Jamu OHT FF
Gambar 4.6 Simbol-simbol produk herbal

Alat dan Bahan

Alat Bahan
ᵜ Chamber ᵜ Simplisia kunyit (Curcuma longa)
ᵜ Kaca arloji ᵜ Simplisia temulawak (Curcuma xanthorriza )
ᵜ Pipa kapiler ᵜ Herbal 1 (sediaan tablet)
ᵜ Lampu UV ᵜ Herbal 2 (sediaan cair)
ᵜ Vial ᵜ Etanol
ᵜ Spatula kaca ᵜ Kloroform
ᵜ Lumpang dan alu ᵜ Metanol
ᵜ Pinset ᵜ Reagen serium sulfat
ᵜ Cutter, pensil, mistar besi ᵜ Plat KLT aluminum silika gel 60 F254
ᵜ Kapas
Prosedur Kerja

Pembuatan serbuk kunyit dan temulawak

 Timbang kunyit segar 100 g


 Cuci kunyit/temulawak dengan air bersih dan tiriskan.
 Kupas kulit kunyit/temulawak, potong-potong, dan keringkan dalam oven pada suhu ±40°C.
 Blender kunyit/temulawak kering agar menjadi serbuk.
 Timbang berat serbuk dan simpan dalam wadah gelap dan tertutup rapat.
 Beri label dan tanggal preparasinya.

Ekstraksi kunyit dan temulawak

 Timbang serbuk sampel sebanyak 0.5 g dalam vial.


 Tambahkan etanol dengan volume 2 x tinggi serbuk dalam vial.
 Tutup vial, kocok selama 1 menit, dan diamkan selama 15 menit.
 Suspensi akan terbentuk, gunakan cairan untuk analisis KLT.

Ekstraksi sampel analisis dari produk herbal

Sampel tablet
 Haluskan tablet dengan perkiraan berat ekstrak 10 mg.
 Larutkan serbuk dalam etanol dengan volume 2 x tinggi serbuk dalam vial
 Suspensi akan terbentuk, gunakan cairan untuk analisis KLT.
Sampel cair
 Kocok sediaan jika berupa suspensi, ambil volume sampel dengan perkiraan berat ekstrak 10 mg
dalam vial.
 Tambahkan etanol dengan volume 2 x volume sampel dalam vial, kocok vial perlahan.
 Lapisan/suspensi mungkin akan terbentuk, cairan/lapisan atas untuk analisis KLT.

Penotolan sampel pada plat KLT

 Potong plat KLT dengan dimensi (p × l )= 4 × 2.5 cm.


 Beri tanda batas atas pelarut dan batas bawah noda dengan pensil.

 Dengan pensil, beri tanda untuk penotolan standar dan sampel pada batas bawah seperti berikut.

 Totolkan standar dan sampel sesuai nomornya pada plat KLT.


 Biarkan plat beberapa menit agar etanol menguap.
KLT

 Isi chamber dengan kloroform-metanol (10:1) (tinggi fasa gerak 0.4 cm), tutup chamber, dan
biarkan beberapa menit untuk menjenuhkan fasa gerak.
 Masukkan plat KLT dalam chamber (gunakan pinset) dan segera tutup chamber.
 Angkat plat KLT jika fasa gerak telah sampai pada batas atas pelarut.
 Keringkan plat KLT beberapa menit.
 Amati dan catat warna noda-noda pada cahaya tampak, lampu UV 254 nm dan 360 nm.
 Beri tanda noda menggunakan pensil (dokumentasikan noda-noda senyawa pada plat).
 Basahkan plat KLT dengan reagen serium sulfat.
 Panaskan plat KLT hingga muncul noda-noda senyawa (dokumentasikan noda-noda senyawa
pada plat).
 Catat warna setiap noda pada cahaya tampak, lampu UV 254 nm dan 360 nm.

Analisis hasil KLT

 Hitung nilai Rf noda-noda yang ada.


 Bandingkan noda antara produk herbal dan ekstrak dari kunyit dan temulawak.
 Dokumentasikan plat KLT untuk setiap perlakuan (Tabel 4.11).

Hasil Percobaan

Pada laporan sementara, buatlah tabel seperti berikut.


Tabel 4.16 Analisis obat analgesik menggunakan metode KLT
Sebelum derivatisasi Setelah derivatisasi Nilai Rf
(fasa gerak
Sampel Noda-noda
CHCl3-
MeOH, 10:1)
Warna Warna Warna Warna Warna Warna
(cahaya (UV (UV (cahaya (UV (UV
tampak) 245) 360) tampak) 245) 360)

Ekstrak etanol
kunyit

Ekstrak etanol
temulawak
Herbal 1

Herbal 2

Tugas Pendahuluan

1. Apakah nama preparasi yang digunakan untuk sampel kunyit dan temulawak?
2. Mengapa digunakan pelarut etanol?
3. Beri contoh 3 nama dan struktur senyawa utama dalam kunyit dan temulawak.
Percobaan 4.10. Identifikasi Aspirin dalam Tablet Aspirin (Sediaan Padat)
Menggunakan Spektrofotometri Inframerah (IR)

Tujuan Percobaan

Percobaan ini bertujuan untuk (1) memahami prinsip dan kerja spektrofotometri inframerah (IR), (2)
memahami cara preparasi sampel sediaan padat untuk analisis menggunakan spektrofotometri
inframerah, dan (3) mengidentifikasi aspirin dalam tablet aspirin menggunakan spektrofotometri
inframerah.

Teori Pengantar

Spektrofotometri inframerah (IR) didasarkan pada kenyataan bahwa semua atom dalam molekul
organik selalu bergetar (vibrasi) dan berputar (rotasi) satu sama lain. Vibrasi dan rotasi ini memiliki
frekuensi. Jika frekuensi ini sebanding dengan frekuensi radiasi (sinar) IR ketika molekul disinari IR,
maka molekul menyerap radiasi IR dan radiasi ini diubah menjadi energi vibrasi molekul.
Kebanyakan senyawa aktif obat tergolong sebagai senyawa organik. Gugus fungsi mencirikan suatu
senyawa organik. Gugus fungsi merupakan kumpulan atom-atom yang memiliki sifat dan ciri khas
tertentu dalam suatu molekul organik terlepas dari atom-atom lain yang ada dalam molekul tersebut.
Analisis gugus fungsi dapat dilakukan menggunakan spektrofotometri IR.
Tabel 4.17 Karakterisitik pita absorpsi inframerah
Ikatan Gugus fungsi Bilangan gelombang (cm-1) Intensitas
C‒‒H Alkana 2850 – 2970 Kuat
1340 – 1470 Kuat
Alkena 3010 – 3095 Sedang
675 – 995 Kuat
Alkuna 3300 Kuat
Cincin aromatik 3010 – 3100 Sedang
690 – 900 Kuat
O‒‒H Alkohol, fenol 3650 – 3950 Bervariasi
Asam karboksilat 3500 – 3650 Sedang
N‒‒H Amina, amida 3300 – 3500 Sedang
C=C Alkena 1610 – 1680 Bervariasi
Cincin aromatik 1500 – 1600 Bervariasi
C‒‒N Amina, amida 1180 – 1360 Kuat
C‒‒O Alkohol, eter, ester, asam karboksilat 1050 – 1300 Kuat
C=O Alkohol, keton, ester, asam karboksilat 1690 – 1760 Kuat
NO2 Substituen nitro 1500 – 1570 Kuat

Gambar 4.7 Spektrum IR senyawa organik


Alat dan Bahan

Alat Bahan
ᵜ Spektrofotometer IR ᵜ Standar aspirin
ᵜ Timbangan analitik ᵜ Tablet aspirin
ᵜ Waterbath ᵜ Etanol
ᵜ Lumpang dan alu ᵜ KBr
ᵜ Lumpang agate ᵜ Aseton
ᵜ Pencetak disk KBr ᵜ Tissue lab
ᵜ Spatula besi
ᵜ Cawan porselin/kaca arloji
ᵜ Botol semprot

Prosedur Kerja

Preparasi sampel analisis untuk sediaan padat

 Haluskan tablet aspirin dan timbang sampel dengan perkiraan aspirin sekitar 500 mg dalam
tabung sentrifus 20 mL.
 Sentrifuge campuran.
 Ambil supernatan dan tuang dalam cawan porselin.
 Uapkan pelarut menggunakan waterbath (kristal/padatan aspirin akan terbentuk)
 Keringkan kristal/padatan aspirin lebih lanjut pada suhu 60°C dalam oven selama 1 jam.

Pembuatan disk KBr-sampel

 Timbang sampel sebanyak 2 mg dan serbuk KBr (sebelumnya telah dipanaskan selama 1 jam
pada suhu 100°C) sebanyak 300 mg.
 Haluskan sampel dan KBr menggunakan lumpang agate (sampel terdispersi dengan baik dan
campuran berbentuk tepung halus).
 Masukkan campuran pada ‚KBr die assembly‛ berikut (ikuti instruksi oleh asisten/laboran).

 Letakkan ‚KBr die assembly‛ pada pompa hidrolik dan hubungkan dengan selang vakum.
 Nyalakan vakum dan amati tekanan pada pompa hidrolik (instruksi disampaikan oleh
asisten/laboran).
 Tingkatkan tekanan hingga 15 ton (10 ton untuk ‚die‛ ukuran 13 mm) dan biarkan selama
1 menit.
 Setelah 1 menit, perlahan-lahan buka tombol lepas vakum dan biarkan hingga tekanan turun
bertahap.
 Keluarkan ‚die‛ dari pompa.
 Perlahan-lahan cungkil disk KBr dan masukkan pada ‚disk holder‛
Pembuatan disk KBr-standar

 Lakukan prosedur sama seperti pada KBr-sampel.

Analisis aspirin menggunakan spektroskopi IR

Metode disk KBr


 Lakukan uji ‚background‛ pada aplikasi IR (instruksi oleh asisten/laboran).
 Letakkan ‚disk holder‛ pada instrumen.
 Lakukan analisis IR (instruksi oleh asisten/laboran).
 Pada aplikasi pengolahan data IR, tentukan nilai panjang gelombang setiap pita yang muncul.
 Dokumentasikan spektrum yang dihasilkan.
Metode ATR (Attenuated Total Reflection)
 Ganti perangkat KBr dengan perangkat ATR.
 Lakukan uji ‚background‛ pada aplikasi IR (instruksi oleh asisten/laboran).
 Letakkan serbuk sampel/standar pada bagian sampel ATR (diamond plate).
 Lakukan analisis IR (instruksi oleh asisten/laboran).
 Pada aplikasi pengolahan data IR, tentukan nilai panjang gelombang setiap pita yang muncul.
 Dokumentasikan spektrum yang dihasilkan.

Hasil Percobaan

Pada laporan sementara, buatlah tabel seperti berikut.


Tabel 4.18 Analisis aspirin dalam tablet aspirin dengan metode disk KBr
Bilangan gelombang (υmaks, cm-1)
No Gugus Fungsi
Standar Sampel

Tabel 4.19 Analisis aspirin dalam tablet aspirin dengan metode ATR
Bilangan gelombang (υmaks, cm-1)
No Gugus Fungsi
Standar Sampel

Tugas Pendahuluan

1. Jelaskan tentang prinsip spektrofotometri inframerah.


2. Jelaskan tentang vibrasi ikatan pada suatu molekul.
3. Gambarkan struktur aspirin dan jabarkan gugus-gugus fungsinya.
4. Jelaskan prinsip identifikasi aspirin pada percobaan ini.
5. Jelaskan perbedaan metode disk KBr dan metode ATR.
Percobaan 4.11. Identifikasi Fluoksetin dalam Larutan Oral Fluoksetin Hidroklorida
(Sediaan Cair) Menggunakan Spektrofotometri Inframerah (IR)

Tujuan Percobaan

Percobaan ini bertujuan untuk (1) memahami cara preparasi sampel sediaan cair untuk analisis
menggunakan spektrofotometri inframerah dan (2) mengidentifikasi fluoksetin dalam larutan oral
fluoksetin klorida menggunakan spektrofotometri inframerah.

Teori Pengantar

Fluoksetin merupakan bahan aktif farmasi (active pharmaceutical ingredient, API) yang bersifat basa.

Gambar 4.8 Struktur fluoksetin, sifat kimia, dan spektrum IR standar fluoksetin
Preparasi sampel larutan oral dilakukan dengan metode ekstraksi cair-cair. Larutan oral dengan pH
sekitar 6 ditingkatkan menjadi basa (pH > 7) dengan tujuan mengurangi ionisasi API yang bersifat
basa. Analit kemudian diekstraksi dengan kloroform dalam corong pisah. Filtrat kloroform ini
dikeringkan dan mengandung analit yang dapat dianalisis menggunakan IR.

Alat dan Bahan

Alat Bahan
ᵜ Spektrofotometer IR ᵜ Standar fluoksetin
ᵜ Timbangan analitik ᵜ Larutan oral fluoksetin hidroklorida
ᵜ Waterbath ᵜ Air destilat
ᵜ Corong pisah ᵜ NaOH 1 M
ᵜ Cawan porselin/kaca arloji ᵜ Kloroform
ᵜ Lumpang agate ᵜ KBr
ᵜ Pencetak disk KBr ᵜ Aseton
ᵜ Spatula besi ᵜ Tissue lab
ᵜ Botol semprot

Prosedur Kerja

Preparasi sampel analisis untuk sediaan cair

 Pipet larutan oral ke dalam corong pisah, perkirakan jumlah mg fluoksetin dalam larutan
sebanyak 20 mg.
 Tambahkan 5 mL air dan 0.5 mL NaOH 1 M, kocok corong pisah.
 Tambahkan 5 mL kloroform, kocok corong pisah.
 Diamkan hingga terbentuk dua lapisan.
 Buang lapisan air, ambil lapisan organik, dan tuang dalam cawan porselin, lalu keringkan.
Pembuatan disk KBr-sampel

 Ikuti prosedur pada percobaan sebelumnya (Percobaan 4.10).

Analisis IR

 Ikuti prosedur pada percobaan sebelumnya (Percobaan 4.10).

Hasil Percobaan

Pada laporan sementara, buatlah tabel seperti berikut.


Tabel 4.20 Analisis fluoksetin dalam larutan oral fluoksetin hidroklorida dengan metode disk KBr
Bilangan gelombang (υmaks, cm-1)
No Gugus Fungsi
Standar Sampel

Tabel 4.21 Analisis fluoksetin dalam larutan oral fluoksetin hidroklorida dengan metode ATR
Bilangan gelombang (υmaks, cm-1)
No Gugus Fungsi
Standar Sampel

Tugas Pendahuluan

1. Jelaskan penggunaan klinis fluoksetin hidroklorida.


2. Gugus fungsi apa saja yang ada pada struktur fluoksetin?
3. Gunakan Tabel 4.17, prediksikan bilangan gelombang apa saja yang akan muncul pada spektrum
IR.
Percobaan 4.12. Identifikasi Diazepam dalam Tablet Diazepam (Sediaan Padat)
Menggunakan Spektrofotometri UV

Tujuan Percobaan

Percobaan ini bertujuan untuk (1) memahami cara preparasi sampel sediaan padat untuk analisis
menggunakan spektrofotometri UV dan (2) mengidentifikasi diazepam dalam sediaan tablet diazepam
menggunakan spektrofotometri UV.

Teori Pengantar

Diazepam merupakan bahan aktif farmasi (active pharmaceutical ingredient, API) yang bersifat basa
lemah.

Gambar 4.9 Struktur diazepam, sifat kimia, dan spektrum UV standar diazepam

Untuk analisis identifikasi diazepam dalam sediaan tabletnya, tablet perlu diserbukkan dan total mg
diazepam yang diperlukan adalah 10 mg. Serbuk tablet disuspensikan dalam air murni dan metanol
(pH asam) untuk melarutkan diazepam. Diazepam larut dalam metanol, namun solubilitasnya
meningkat dalam metanol bersifat asam melalui penambahan asam sulfat. Hampir semua eksipien
dalam tablet tidak larut dalam metanol yang asam, sehingga dapat dipisahkan dari diazepam dengan
penyaringan. Larutan metanol yang mengandung diazepam perlu diencerkan sebelum analisis agar
tidak terlalu pekat saat pembacaan absorbansinya oleh spektrofotometer UV. Kuvet yang digunakan
adalah kuarsa. Pembacaan spektrum dilakukan pada rentang panjang gelombang 230 – 350 nm.
Identifikasi positif diazepam diamati melalui serapan maksimum berada pada panjang gelombang 242
dan 284 nm.

Alat dan Bahan

Alat Bahan
ᵜ Spektrofotometer UV ᵜ Tablet diazepam (20 tablet  10 mg)
ᵜ Timbangan analitik ᵜ Air destilat
ᵜ Waterbath ᵜ H2SO4 0.5% dalam metanol
ᵜ Kuvet kuarsa ᵜ Tissue lab
ᵜ Pipet mikro ᵜ Kertas saring
ᵜ Gelas kimia 250 mL
ᵜ Lumpang dan alu
ᵜ Spatula besi
ᵜ Spatula kaca
ᵜ Corong
ᵜ Labu takar 50 mL
Prosedur Kerja

Preparasi sampel analisis untuk sediaan padat

 Timbang dan serbukkan 20 tablet diazepam (10 mg diazepam).


 Tambahkan 5 mL air dalam gelas kimia ukuran 250 mL, aduk, dan diamkan selama 15 menit.
 Tambahkan larutan H2SO4 0.5% dalam metanol sebanyak 70 mL, aduk kuat selama 15 menit, dan
tambahkan lagi larutan H2SO4 0.5% dalam metanol hingga total volume 100 mL.
 Saring campuran, ambil filtrat untuk analisis UV.
 Pipet 10 mL filtrat dan masukkan dalam labu takar ukuran 50 mL.
 Tambahkan larutan H2SO4 0.5% dalam metanol dalam labu takar hingga tanda tera.
 Homogenkan larutan dalam labu takar (larutan mengandung diazepam).

Analisis UV

 Nyalakan instrumen spektrometer UV, biarkan selama 15 menit.


 Bilas kuvet air destilat (ikuti instruksi asistem/laboran tentang cara mencuci kuvet dan permukaan
kuvet).
 Bilas kuvet dengan larutan sampel.
 Masukkan larutan sampel hingga batas larutan pada kuvet.
 Lakukan pengukuran blangko (ikuti instruksi asisten/laboran)
 Ukur absorbansi larutan sampel pada rentang panjang gelombang 230 – 350 nm.
 Bandingkan spektrum UV yang diperoleh dengan standar diazepam (Gambar 4.9).

Hasil Percobaan

Pada laporan sementara, buatlah catatan sebagai berikut.


Tabel 4.22 Analisis diazepam dalam tablet diazepam dengan spektrofotometri UV
Nomor Puncak Absorbansi Panjang gelombang (nm)

Tugas Pendahuluan

1. Jelaskan cara preparasi sampel untuk analisis UV jika sampel berupa sediaan padat.
2. Bagaimana cara mengidentifikasi diazepam dalam tablet diazepam menggunakan
spektrofotometri UV?
3. Jelaskan tentang absorbansi UV dan panjang gelombang maksimum.
4. Jelaskan penggunaan klinis diazepam.
Percobaan 4.13. Identifikasi Mikonazol dalam Krim Mikonazol Nitrat (Sediaan Semi-
Padat) Menggunakan Spektrofotometri UV

Tujuan Percobaan

Percobaan ini bertujuan untuk (1) memahami cara preparasi sampel sediaan semi-padat untuk analisis
menggunakan spektrofotometri UV dan (2) mengidentifikasi mikonazol dalam sediaan semi-padat
mikonazol menggunakan spektrofotometri UV.

Teori Pengantar

Diazepam merupakan bahan aktif farmasi (active pharmaceutical ingredient, API) yang bersifat basa.

Gambar 4.10 Struktur mikonazol, sifat kimia, dan spektrum UV standar mikonazol

Sampel berupa sediaan krim mikonazol dipreparasi menggunakan ekstraksi cair-cair, yang terdiri dari
fasa non-polar (heksan) dan fasa polar (metanol/asam sulfat). Eksipien yang bersifat hidrofobik (tidak
larut dengan air) diekstraksi kedalam heksan dan dapat langsung dibuang. Sementara itu, bahan aktif
mikonazol yang bersifat basa larut dalam fase polar. Eksipien yang polar juga akan tetap ada dalam
fasa polar. Namun, mikonazol dapat terpisah dari eksipien polar dengan menurunkan pH larutan
menjadi basa, sehingga mikonazol menjadi molekul yang tidak bermuatan. Pada kondisi ini, mikonazol
dapat diekstraksi dengan kloroform. Ekstrak kloroform dikeringkan dengan natrium sulfat anhidrat
untuk menghilangkan sisa air, dan pelarut kloroform diuapkan sehingga dihasilkan residu mikonazol.
Residu ini dilarutkan dalam campuran asam hidroklorida dan air untuk selanjutnya dapat diukur
absorbansinya. Mikonazol memiliki absorbansi maksimum pada panjang gelombang 264, 272, dan 280
nm. Sementara, pelarut metanol dan HCl menyerap UV pada daerah 205 nm, sehingga tidak
mengganggu serapan mikonazol.

Alat dan Bahan

Alat Bahan
ᵜ Spektrofotometer UV ᵜ Krim mikonazol nitrat (40 mg)
ᵜ Timbangan analitik ᵜ Metanol
ᵜ Kuvet kuarsa ᵜ H2SO4 1 M
ᵜ Pipet mikro ᵜ Heksana
ᵜ Gelas kimia 250 mL ᵜ Amonia 2 M
ᵜ Corong pisah 250 mL ᵜ Sodium sulfat anhidrat
ᵜ Spatula kaca ᵜ Kloroform
ᵜ HCl 0.1 M
Prosedur Kerja

Preparasi sampel analisis untuk sediaan semi-padat

Perhitungan: jika krim mengandung 2% (w/w) mikonazol nitrat (20 mg/g), maka 2.0 g krim setara
dengan 40 mg mikonazol nitrat.
 Timbang sediaan krim mikonazol nitrat dengan perkiraan jumlah mikonazol nitrat sebanyak 40
mg.
 Campur krim dengan 20 mL campuran H2SO4 1 M dan metanol (rasio 1:4) dan masukkan dalam
corong pisah.
 Tambahkan 2 x 50 mL heksana, kocok corong pisah, dan buang lapisan organik (lapisan atas).
 Lapisan air kemudian ditambahkan amonia 2 M untuk menaikkan pH larutan menjadi alkali (basa).
 Tambahkan 2 x 40 mL kloroform, kocok corong pisah, dan ambil lapisan klorofom (lapisan
bawah).
 Terhadap lapisan kloroform, tambahkan 5 g Na2SO4 anhidrat, kocok campuran, saring, dan
encerkan dengan 100 mL kloroform.
 Uapkan filtrat encer hingga volume 50 mL.
 Tambahkan 50 mL campuran HCl 0.1 M dan metanol (rasio 1:9). Sampel siap dianalisis.

Analisis UV

 Ukur absorbansi larutan sampel pada rentang panjang gelombang 230 – 350 nm.
 Bandingkan spektrum UV yang diperoleh dengan standar mikonazol (Gambar 4.10).

Hasil Percobaan

Pada laporan sementara, buatlah catatan sebagai berikut.


Tabel 4.23 Analisis mikonazol dalam krim mikonazol nitrat dengan spektrofotometri UV
Nomor Puncak Absorbansi Panjang gelombang (nm)

Tugas Pendahuluan

1. Jelaskan cara preparasi sampel untuk analisis UV jika sampel berupa sediaan semi-padat.
2. Bagaimana cara mengidentifikasi mikonazol dalam krim mikonazol nitrat menggunakan
spektrofotometri UV?
3. Jelaskan penggunaan klinis mikonazol.
Percobaan 4.14. Kuantifikasi Parasetamol dalam Tablet Parasetamol (Sediaan Padat)
Menggunakan Spektrofotometri UV

Tujuan Percobaan

Percobaan ini bertujuan untuk menentukan kadar parasetamol dalam tablet parasetamol (sediaan
padat) menggunakan spektroskopi UV.

Teori Pengantar

Parasetamol merupakan bahan aktif farmasi (active pharmaceutical ingredient, API) yang bersifat asam
lemah.

Gambar 4.11 Struktur dan sifat kimia parasetamol

Alat dan Bahan

Alat Bahan
ᵜ Spektrofotometer UV ᵜ Tablet parasetamol 500 mg
ᵜ Timbangan analitik ᵜ NaOH 0.1 M
ᵜ Kuvet kuarsa ᵜ Air destilat
ᵜ Lumpang dan alu
ᵜ Pipet tetes
ᵜ Gelas ukur 10 mL, 100 mL
ᵜ Labu takar 100 mL, 200 mL

Prosedur Kerja

Preparasi sampel parasetamol

Perhitungan: tablet parasetamol 500 mg (0.500 g). Sebanyak 20 tablet ditimbang dan misalkan
beratnya adalah 11.2644 g. Jumlah total parasetamol dalam 20 tablet dihitung sebagai berikut.
𝑔
20 𝑡𝑎𝑏𝑙𝑒𝑡 × 0.500 = 10.0 𝑔
𝑡𝑎𝑏𝑙𝑒𝑡
Serbuk tablet setara dengan 0.15 g parasetamol adalah
0.15 𝑔
× 11.2644 𝑔 = 0.17 𝑔
10.0 𝑔
Sehingga, serbuk tablet yang akan ditimbang sebanyak 0.17 g.
 Timbang berat 20 tablet parasetamol. Catat beratnya.
 Haluskan tablet-tablet tersebut dan timbang secara teliti serbuk setara dengan 0.15 g
parasetamol. Catat beratnya.
 Larutkan serbuk dalam 50 mL NaOH 0.1 M dalam labu takar ukuran 200 mL, encerkan dengan 100
mL, kocok selama 15 menit.
 Tambahkan air secukupnya hingga volume akhir 200 mL, kocok, dan saring.
 Ambil filtrat sebanyak 10 mL dan encerkan dengan air hingga volume 100 mL dalam labu takar.
 Ambil filtrat encer sebanyak 10 mL, tambahkan 10 mL NaOH 0.1 M, dan encerkan hingga volume
100 mL dalam labu takar. Larutas sampel siap dianalisis.
Analisis UV

 Ukur absorbansi larutan sampel pada panjang gelombang maksimum 257 nm.

Hasil Percobaan

Gunakan perhitungan ini untuk menghitung data hasil percobaan yang diperoleh dari praktikum.
Berikut adalah contoh perhitungan kadar parasetamol dalam tablet parasetamol berdasarkan data
yang diperoleh.
 Serbuk tablet yang ditimbang = 0.1703 g
 Absorbansi, A = 0.539
 Absorbansi spesifik, b (1%, 1 cm) = 715
 Lebar kuvet, a = 1 cm
Konsentrasi parasetamol dalam larutan akhir diukur dengan spektrofotometri UV dihitung
menggunakan hukum Beer, yaitu

𝐴 0.539
𝑐= = % (𝑤/𝑣) = 7.54 × 10−4% (𝑤/𝑣)~ 7.54 × 10−3 𝑚𝑔/𝑚𝐿
𝑎𝑏 1 × 715
Konsentrasi parasetamol dalam larutan mula-mula dihitung berdasarkan pengenceran larutan akhir,
yaitu dari 10 mL ke 100 mL, dan kemudian dari 10 mL ke 100 mL  sesuaikan dengan prosedur kerja.
100 𝑚𝐿 100 𝑚𝐿
7.54 × 10−3 𝑚𝑔/𝑚𝐿 × × = 0.754 𝑚𝑔/𝑚𝐿
10 𝑚𝐿 10 𝑚𝐿

Jumlah total parasetamol dalam larutan mula-mula dihitung dari konsentrasi dan volume (200 mL).

0.754 𝑚𝑔/𝑚𝐿 × 200 𝑚𝐿 = 151 𝑚𝑔

Jumlah parasetamol 151 mg terkandung dalam 0.1703 g serbuk tablet yang ditimbang. Massa rata-
rata setiap tablet adalah sebagai berikut.

11.2644 𝑔
20 𝑡𝑎𝑏𝑙𝑒𝑡 = 0.5632 𝑔/𝑡𝑎𝑏𝑙𝑒𝑡

Sehingga, kadar parasetamol dalam setiap tablet adalah

151 𝑚𝑔 × 0.5632 𝑔/𝑡𝑎𝑏𝑙𝑒𝑡


= 499 𝑚𝑔/𝑡𝑎𝑏𝑙𝑒𝑡
0.1703 𝑔

Deviasi kadar parasetamol berdasarkan kadar yang tertera pada label adalah

499 𝑚𝑔 − 500 𝑚𝑔
× 100% = −0.27%
500 𝑚𝑔

Nilai ini masih masuk dalam tolerasi kadar API, yaitu ±5.0% dan hasil pengujian dapat diterima.

Tugas Pendahuluan

1. Jelaskan cara preparasi parasetamol untuk analisis menggunakan spektrofotometri UV.


2. Mengapa parasetamol dilarutkan dalam larutan NaOH?
3. Hitung kadar parasetamol jika berat timbang 20 tablet parasetamol = 11.501 g dan absorbansi =
0.540.
V. Satuan (Unit)

Tabel 5.1 Satuan dasar sistem internasional (SI)


Kuantitas/Ukuran Satuan Simbol
Panjang meter M
Massa kilogram kg
Waktu second s
Suhu kelvin K
Jumlah zat mole mol
Arus listrik ampere A
Intensitas cahaya candela cd

Tabel 5.2 Prefiks (awalan) satuan

Prefiks Perkalian Simbol


6
mega 10 M
3
kilo 10 k
-1
desi 10 d
-2
senti 10 c
-3
mili 10 m
mikro 10 -6
μ
-9
nano 10 n
-12
piko 10 p

Tabel 5.3 Satuan turunan

Kuantitas/Ukuran Definisi Satuan SI

Luas Meter persegi m2


Volume Meter kubik m3

Massa jenis (density) Massa per satuan volume kg/m3


Kecepatan Jarak tempuh per satuan waktu m/s
Percepatan Perubahan kecepatan per satuan waktu m/s2
Gaya Massa x percepatan objek kg.m/s2
Tekanan Gaya per satuan luas kg/(m.s2)
Energi Gaya x jarak tempuh Kg.m2/s2
Daftar Pustaka

Chairns, D., 2008. Essentials of Pharmaceutical Chemistry, 3rd ed. Pharmaceutical Press, London.
Ebbing, D.D., Gammon, S.D., 2015. General Chemistry, 11th ed. Singapore: Cengage Learning.
Harris, D.C., 2010. Qualitative Chemical Analysis, 8th ed. W.H. Freeman and Company, New York.
Kementerian Kesehatan RI, 2020. Farmakope Indonesia, Edisi IV. Kementerian Kesehatan RI, Jakarta
Mueller-Harvey, I., Baker, R.M., 2002. Chemical Analysis in the Laboratory: A Basic Guide. Royal Society
Chemistry, Cambridge, UK.
Pedersen-Bjergaard, S., Gammelgaard, B., Halvorsen, T.G., 2019. Introduction to Pharmaceutical
Analytical Chemistry, 2nd ed. John Wiley & Sons Ltd, Hoboken, USA.
Simões, G.B., Silva Badolato, P.V., Ignácio, M.D., Cerqueira, E.C., 2020. Determination of zinc oxide in
pharmaceutical preparations by EDTA titration: a practical class for a quantitative analysis
course. Journal of Chemical Education, 97, 522-527.
Lampiran 1 – Format Laporan Praktikum

Laporan praktikum merupakan syarat utama untuk mengikuti percobaan selanjutnya. Laporan diketik
menggunakan kertas A4 (21,5 cm x 29,7 cm, 70 gram, putih polos) dan huruf Times New Roman
dengan ukuran 12 poin dan spasi 1.5 pt. Batas atas 4 cm, batas bawah 3 cm, batas kiri 4 cm, dan batas
kanan 3 cm. Laporan praktikum disusun dengan format seperti berikut ini.

SAMPUL
TUJUAN
Berisikan tujuan percobaan.
LANDASAN TEORI
Berisikan kajian kepustakaan yang mendukung percobaan. Setiap kutipan wajib
menyertakan sitasi dan pustaka.
METODE PERCOBAAN
Berisikan tempat pelaksanaan percobaan, alat, bahan, dan prosedur kerja (metode).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berisikan hasil percobaan (gambar/tabel disertakan), termasuk pengamatan. Hasil
percobaan dibahas secara apik, menarik, singkat, dan padat (sertakan sitasi).
KESIMPULAN
Kesimpulan mewakili hasil percobaan yang disampaikan secara singkat. Saran tentang
percobaan selanjutnya dapat disampaikan pada bagian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Aturan penulisan daftar pustaka dapat dilihat contohnya pada bagian Daftar Pustaka pada
penuntun ini.
LAMPIRAN
Berisikan laporan sementara dan dokumentasi pendukung yang perlu. Jika gambar sudah
ada pada Hasil dan Pembahasan, maka tidak perlu dimasukkan dalam lampiran.

Catatan: sumber pustaka yang diterima berupa monograf, jurnal, bab dalam buku ( chapter in book),
buku, dan laman resmi, misalnya WHO, IPNI, PubChem, dan PlantList. Pustaka ditolak jika
menggunakan sumber dari blog, laman tidak resmi, dan sejenisnya.
SAMPUL

4 cm

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS FARMASI I

2 x spasi 1.5

PERCOBAAN 4.1
PENGENALAN ALAT DAN INSTRUMEN LABORATORIUM

3 x spasi 1.5

Logo universitas
diameter 5.5 cm

3 x spasi 1.5

NAMA MAHASISWA
NIM

5 x spasi 1.5

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS SEMBILANBELAS
NOVEMBER KOLAKA
2021
FORMAT DIAGRAM ALIR, TABEL, DAN GAMBAR

Contoh diagram alir prosedur kerja – METODE PERCOBAAN

NaCl (s)

 Ditimbang 50 mg
 Dimasukkan dalam gelas kimia
 Ditambahkan 100 mL akuades
 Diaduk hingga homogen
 Disimpan dalam botol kaca tertutup

Larutan NaCl 50% (w/v)

Gambar 1. Diagram alir prosedur kerja percobaan X

Contoh tabel hasil percobaan – HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 4.1 Hasil pengamatan


Sampel Volume (mL)
A 10
B 5

Contoh gambar hasil pengamatan – HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 1. Hasil titrasi Zn2+ dengan larutan EDTA menggunakan indikator EBT
(kiri: sebelum titrasi; kanan: sesudah titrasi)

Anda mungkin juga menyukai