Anda di halaman 1dari 18

1

SEMINAR HASIL DIPLOMA TIGA FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI MAKASSAR

NAMA : NUR ANISA FITRI


NIM : 20023005
PROGRAM STUDI : DIPLOMA TIGA FARMASI
JUDUL PENELITIAN : STANDARDISASI EKSTRAK DAUN SUKUN
(Artocarpus altilis) MENGGUNAKAN
PARAMETER SPESIFIK DAN NON SPESIFIK.
PEMBIMBING : Dr. apt. ABD. HALIM UMAR, S.FARM., M.Si
apt. HAMDAYANI L.A, S.Si., M.Si
BIDANG : BIOLOGI FARMASI
HARI/TANGGAL : JUM’AT, 14 JULI 2023
WAKTU : 09.00 – 12.00 WITA
TEMPAT : RUANG SEMINAR, LANTAI 2, GEDUNG
SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI MAKASSAR
12

STANDARDISASI EKSTRAK DAUN SUKUN (Artocarpus


altilis) MENGGUNAKAN PARAMETER SPESIFIK DAN NON
SPESIFIK.
(Standardization of Breadfruit Leaf Extract (Artocarpus altilis) Using
Specific and Non-Specific Parameters)

Nur Anisa Fitri1, Abd. Halim Umar2, Hamdayani L.A3


1
Bagian Program Studi Diploma III Farmasi, Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi
Makassar
2
Bagian Biologi Farmasi, Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Makassar
Jalan Perintis Kemerdekaan Km. 13,7 Daya, Makassar
3
Bagian Biologi Farmasi, Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Makassar
Jalan Perintis Kemerdekaan Km. 13,7 Daya, Makassar
*
Penulis Korespondensi:nur.anisa05@icloud.com

ABSTRAK
Standardisasi dalam kefarmasian merupakan serangkaian parameter
prosedur dan cara pengukuran yang hasilnya merupakan unsur-unsur terkait
paradigma mutu kefarmasian, mutunya memenuhi syarat standar (kimia, biologi
dan farmasi), termasuk jaminan (batas-batas) stabilitas sebagai produk
kefarmasian umumnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil parameter
spesifik dan non spesifik ekstrak daun sukun (A. altilis). Penelitian yang akan
dilakukan bersifat eksperimental berskala laboratorium. Hasil dari penelitian ini
yaitu ekstrak yang diperoleh memiliki persen rendemen sebesar 3,73%.
Pengukuran parameter spesifik diperoleh ekstrak berwarna hijau kehitaman,
kental memiliki bau khas dan memiliki rasa yang sedikit asam. Ekstrak daun
sukun mengandung senyawa flavonoid, tanin, dan terpenoid. Berdasarkan hasil
penelitian diperoleh kadar senyawa larut dalam air 5,34% dan kadar senyawa larut
dalam etanol 109,55%. Pengukuran parameter non spesifik diperoleh susut
pengeringan 92,85%, kadar abu sebesar 3,29%, bobot jenis sebesar 1,27 g/mL,
dan kadar air sebesar 25,21%.
Kata kunci : Daun sukun (Artocarpus altilis), Standardisasi, Spesifik dan Non
spesifik

PENDAHULUAN
Obat tradisional Indonesia telah digunakan secara meluas oleh masyarakat
dalam rangka menjaga kesehatan dan mengatasi berbagai macam penyakit sejak
berabad-abad yang lalu. Mengingat telah meluasnya pemanfaatan obat herbal di
kalangan masyarakat Indonesia, maka ke depannya diperlukan pengembangan
dalam rangka pemanfaatan obat bahan alam untuk memperoleh substansi ilmiah
yang kuat. Upaya yang paling memungkinkan untuk mendukung eksistensi obat
tradisional ini tentu saja dengan penelitian-penelitian dan standardisasi sehingga

15
13

obat tradisional Indonesia dapat diintegrasikan dalam sistem pelayanan kesehatan


nasional (Dewi et al., 2019).
Indonesia merupakan negara yang dikenal memiliki keanekaragaman
hayati yang tinggi. Penggunaan tanaman obat sebagai obat herbal diperlukan
standardisasi produk, hal ini bertujuan untuk menjamin obat herbal tersebut layak
untuk dikonsumsi. Standardisasi dalam kefarmasian merupakan serangkaian
parameter prosedur dan cara pengukuran yang hasilnya merupakan unsur-unsur
terkait paradigma mutu kefarmasian, mutunya memenuhi syarat standar (kimia,
biologi dan farmasi), termasuk jaminan (batas-batas) stabilitas sebagai produk
kefarmasian umumnya (Yasser et al., 2022).
Daun sukun (A. altilis) adalah salah satu obat tradisional yang telah
banyak dikenal masyarakat Indonesia. Flavonoid, asam hidrosianat, asetilcolin,
tannin, riboflavin, saponin, phenol, quercetin, champerol dan kalium merupakan
kandungan kimia daun sukun yang berkhasiat sebagai obat penyakit seperti ginjal,
jantung, tekanan darah tinggi, liver, pembesaran limpa, kencing manis, asma, dan
kanker (Maharani et al., 2014).
Daun sukun secara umum dikalangan masyarakat dimanfaatkan sebagai
obat herbal. Tanaman daun sukun memiliki kandungan alkaloid, flavonoid, tanin
dan saponin. Kandungan senyawa tanin dan flavonoid mempunyai aktivitas
sebagai antiseptik dan antibakteri, menurut penelitian Djamil (2017) menunjukkan
bahwa ekstrak etanol daun sukun dapat menghambat pertumbuhan
Staphylococcus aureus (Fiana et al., 2020).
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dilakukan penelitian terkait
standardisasi ekstrak daun sukun secara spesifik dan non spesifik yang dapat
bermanfaat dalam bidang farmasi.
METODE PENELITIAN

Jenis Penelitian
Penelitian yang dilakukan bersifat eksperimental berskala Laboratorium.
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada Februari hingga Juni 2023 yang
dilaksanakan di Laboratorium Biologi Farmasi dan Laboratorium Penelitian
Terpadu Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Makassar

16
14

Variabel Penelitian
Variabel penelitian terdapat variabel bebas dan variabel terikat. Variabel
bebasnya adalah ekstrak daun sukun dan variabel terikatnya adalah pengujian
ekstrak daun sukun secara spesifik dan non spesifik.
Prosedur Penelitian
Ekstraksi Sampel
Serbuk simplisia yang didapat ditimbang sebanyak 500 g lalu dimasukkan
ke dalam wadah maserasi dan ditambahkan etanol 96% sebanyak 5000 mL
sebagai pelarut. Perendaman dilakukan selama 3 hari dalam wadah maserasi yang
tertutup rapat selama proses maserasi berlangsung dan terlindung dari cahaya
sambil sesekali diaduk. Maserat yang dihasilkan kemudian disaring. Residu
diremaserasi menggunakan pelarut dan waktu yang sama. Maserat dikumpulkan
untuk dilakukan proses selanjutnya menggunakan rotavapor. Ekstrak ditimbang
lalu didapatkan hasil 18, 69 g dan disimpan di dalam desikator.
Uji Kandungan Kimia
Metode KLT
a. Pembuatan fase gerak
Pembuatan fase gerak dilakukan dengan menggunakan n-heksan 8 mL dan
etil asetat 2 mL pada perbandingan (5:1).
b. Penyiapan fase diam
Pada penyiapan fase diam ini digunakan plat KLT silica Gel F 254, plat KLT
di potong dengan ukuran 1×7 cm, kemudian di beri tanda batas bawah 2 cm dan
batas atas 1 cm di masing-masing plat.

Skrining Fitokimia
1. Identifikasi Alkaloid
Sampel ditotolkan pada plat KLT silika gel. Fase gerak yang digunakan
yaitu n-heksan dan etil asetat sebagai penampak bercak, kemudian disemprotkan
dragendroff, positif yang mengandung alkaloid jika terbentuk endapan jingga.
2. Identifikasi Flavonoid
Sampel ditotolkan pada plat KLT silika gel. Fase gerak yang digunakan
yaitu n-heksan dan etil asetat sebagai penampak bercak. Hasil positif adanya
kandungan senyawa flavonoid ditandai dengan terbentuknya bercak berwarna
kuning setelah disemprot dengan AlCl3 dan berwarna biru jika dilihat dibawah
sinar UV 254 nm (Sopiah et al., 2019).
3. Identifikasi saponin
Ekstrak 0,5 g dimasukkan kedalam tabung reaksi ditambahkan 10 mL air
panas, dinginkan kemudian kocok kuat-kuat selama 10 detik. Positif mengandung
saponin jika terbentuk busa setinggi 1-10 cm selama tidak kurang dari 10 menit
dan pada penambahan 1 tetes HCl 2N, busa tidak hilang (Maryam et al., 2020).
4. Identifikasi Tanin
Sampel ditotolkan pada plat KLT silika gel. Fase gerak yang digunakan
yaitu n-heksan dan etil asetat sebagai penampak bercak. Penyemprotan FeCl3 pada
tanin terhidrolisis ditunjukkan dengan terbentuknya bercak berwarna biru
kehitaman dan pada tanin terkondensasi ditunjukkan dengan terbentuknya bercak

16
15

berwarna hijau-kecoklatan (Sopiah et al., 2019).


5. Identifikasi Terpenoid dan Steroid
Sampel ditotolkan pada plat KLT silika gel. Fase gerak yang digunakan
yaitu n-heksan dan etil asetat dengan Lieberman burchard sebagai penampak
bercak. Hasil positif adanya kandungan senyawa terpenoid ditunjukkan dengan
terbentuknya bercak berwarna merah kecoklatan berfluoresensi hijau jika diamati
dibawah sinar UV 365 nm (Sopiah et al., 2019).
Penetapan Kadar Senyawa yang Larut dalam Air
Ekstrak sebanyak 1 g dimaserasi 24 jam dengan 100 mL air jenuh
kloroform menggunakan labu bersumbat sambil dikocok berkali-kali selama 6
jam pertama. Kemudian dibiarkan selama 18 jam kemudian disaring. Filtrat
diuapkan sebanyak 20 mL hingga kering dalam cawan dangkal beralas datar yang
telah dipanaskan 105 °C dan ditara, dipanaskan sisa pada suhu 105 °C hingga
bobot tetap. Kadar sari larut air dihitung dalam persen terhadap ekstrak awal.
berat sari air 100
% Kadar senyawa larut dalam air = × × 100%
berat ekstrak 20
Penetapan Kadar Senyawa yang Larut dalam Etanol
Ekstrak sebanyak 1 g dimaserasi 24 jam dengan 100 mL etanol 96%,
menggunakan labu bersumbat sambil dikocok berkali-kali selama 6 jam pertama.
Kemudian dibiarkan selama 18 jam kemudian disaring cepat menghindarkan
penguapan etanol. Filtrat diuapkan sebanyak 20 mL hingga kering dalam cawan
dangkal beralas datar yang telah dipanaskan 105 ℃ dan ditara, dipanaskan pada
suhu 105 °C hingga bobot tetap. Kadar sari larut etanol dihitung dalam persen
terhadap ekstrak awal.
berat sari etanol 100
% Kadar senyawa larut dalam etanol = × × 100%
berat ekstrak 20
Penetapan Susut Pengeringan
Ekstrak ditimbang sebanyak 1 g dan kemudian dimasukan ke dalam botol
timbang dangkal bertutup yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 105 ℃
selama 30 menit dan telah ditara. Sebelum ditimbang ekstrak diratakan dalam
botol timbang dengan menggoyangkan botol hingga terdapat lapisan setebal lebih
kurang 5 mm sampai 10 mm. Kemudian dimasukan ke dalam oven, buka tutupnya
keringkan pada suhu 105 ℃ selama 30 menit, dikeluarkan lalu masukan ke
desikator kemudian timbang.
W2 - W0
% Susut pengeringan ¿ × 100%
W1
Keterangan:
W0 = Bobot cawan kosong
W1 = Bobot ekstrak awal
W2 = Bobot konstan cawan + residu
Penetapan Kadar Abu Total
Ekstrak 1 g ditimbang lalu dimasukkan ke dalam krus silikat yang telah
dipijarkan dan dirata-ratakan. Pijarkan perlahan-lahan hingga arang habis,
dinginkan dan ditimbang. Kadar abu total dihitung terhadap berat ekstrak.

16
16

W2 - W0
% Kadar abu total abu total = × 100%
W1
Keterangan:
W0 = Bobot krus kosong
W1 = Bobot ekstrak awal
W2 = Bobot krus + ekstrak setelah diabukan
Penetapan Bobot jenis
Gunakan piknometer bersih, kering dan telah dikalibrasi dengan
menetapkan bobot piknometer dan bobot air yang baru didihkan pada suhu 25 °C.
Atur hingga suhu piknometer yang telah diisi dengan ekstrak hingga suhu 25 °C,
Buang kelebihan ekstrak cair dan ditimbang. Kurangkan bobot piknometer kosong
dari bobot piknometer yang telah diisi. Bobot jenis ekstrak cair adalah hasil yang
diperoleh dengan membagi bobot ekstrak dengan bobot air, dalam piknometer
pada suhu 25 °C.
W2 - W0
% Bobot Jenis = x bj air
W1 - W0
Keterangan:
W1 = Bobot pikno + Air
W0 = Bobot piknometer kosong
W2 = Bobot pikno + ekstrak
Penetapan Kadar air
Penetapan kadar air dengan destilasi toluena. Toluena yang digunakan
dijenuhkan dengan air terlebih dahulu, setelah dikocok didiamkan, kedua lapisan
air dan toluena akan memisah, lapisan air dibuang. Kemudian ditimbang ekstrak
sebanyak 2g dan dimasukkan kedalam labu alas bulat dan ditambahkan toluena
yang telah dijenuhkan dengan air. Labu dipanaskan hati-hati selama 10 menit,
setelah toluena mulai mendidih, penyulingan diatur 2 tetes/detik, lalu 4 tetes/detik.
Setelah semua toluena mendidih dilanjutkan pemanasan selama 5 menit. Biarkan
tabung menerima dingin hingga suhu kamar. Volume air dibaca sesudah toluena
dan air memisah sempurna.
A−B
% Kadar air = X 100 %
A
Keterangan : A = Bobot ekstrak awal (g)
B = Bobot Ekstrak setelah pemanasan (g)
Analisis Data
Teknik Analisa dari penelitian ini adalah kualitatif dan kuantitatif.
Kualitatif dilakukan secara deskriptif berdasarkan pengamatan hasil yang
diperoleh dari tiap parameter standardisasi dan kuantitatif dilakukan dengan cara
tabulasi data yaitu data hasil pengamatan dan data perhitungan dimasukkan dalam
tabel.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Pada penelitian ini sampel yang digunakan adalah sampel daun sukun

16
17

(Artocarpus altilis) yang diambil dari kecamatan mandalle, Kabupaten pangkep,


Provinsi Sulawesi Selatan.
Proses pengolahan sampel dilakukan dengan beberapa tahap awal
pengolahan dari bahan obat yang meliputi sortasi, pembersihan bahan, perajangan,
pengeringan dan maserasi sampel (Yunita et al., 2020). Proses pencucian sampel
ini dilakukan dengan air mengalir untuk menghilangkan tanah dan kotoran-
kotoran lainnya yang melekat pada bahan simplisia. Pengeringan merupakan
proses pengurangan kadar air atau pemisahan air dalam jumlah yang relatif sedikit
dari bahan dengan bantuan energi panas. Tujuan dari proses pengeringan yaitu
mengurangi kandungan air di dalam bahan dan tidak mudah rusak, sehingga dapat
disimpan dalam jangka waktu yang lama.
Sampel diekstraksi dengan menggunakan metode maserasi dengan
perbandingan 1:10 menggunakan pelarut etanol 96%. Maserasi adalah salah satu
metode pemisahan senyawa dengan cara perendaman menggunakan pelarut
organik pada temperatur tertentu, metode maserasi ini bertujuan untuk mengambil
komponen bioaktif yang terkandung di dalam sampel daun sukun (Fakhruzy et
al., 2020).
Hasil ekstraksi maserasi daun sukun diproleh bobot ekstrak dan nilai
rendamen. Nilai rendamen berkaitan dengan banyaknya kandungan bioaktif yang
terkandung pada tumbuhan, Semakin tinggi rendemen ekstrak maka semakin
tinggi kandungan zat yang tertarik ada pada suatu bahan baku (Senduk et al.,
2020). Berikut dapat dilihat pada tabel hasil rendamen daun sukun :
Tabel 1. Hasil Rendamen Ekstrak Daun sukun
Penimbangan Bobot (g) Rendamen (%)
Bobot simplisia 500
3,73 %
Bobot ekstrak 18,69
Adapun hasil rendamen ekstrak daun sukun dengan menggunakan metode
maserasi di proleh bobot ekstrak sebanyak 18,69 g dengan persen rendamen 3,73
%. Banyaknya rendamen yang di proleh menunjukkan kurangnya komponen yang
terekstraksi dari daun sukun dengan menggunakan pelarut etanol 96 %. Setelah
hasil ekstraksi maserasi dilanjutkan dengan pengujian parameter spesifik
(Organoleptik, Kandungan kimia, senyawa terlarut dalam pelarut tertentu) dan
non spesifik (Susut pengeringan, bobot jenis, kadar air, kadar abu) di bawah ini :
Pemeriksaan identitas bertujuan untuk memberikan identitas obyektif
nama secara spesifik (Depkes RI, 2000). Berdasarkan Farmakope Herbal
Indonesia nama identitas tanaman sukun yaitu Artocarpus altilis (Parkinson ex
F.A.Zorn) Fosberg.
Uji organoleptik merupakan pengujian yang bertujuan untuk pengenalan
awal, Uji organoleptik dilakukan dengan mengamati bentuk awal dari ekstrak
daun sukun dengan menggunakan panca indera yang mendeskripsikan bentuk,
warna, bau dan rasa, Berikut dapat dilihat pada tabel hasil organoleptik dari daun
sukun :
Tabel 2. Hasil Uji Organoleptik Ekstrak Etanol Daun Sukun
Bentuk Warna Bau Rasa
Ekstrak kental Hijau kehitaman Bau khas Sedikit asam
Adapun hasil organoleptik daun sukun diproleh ekstrak kental berwarna

16
18

hijau kehitaman, bau khas dan memiliki rasa yang sedikit asam. Menurut
penelitian (Prayoga, 2018) dari hasil pengamatan organoleptik menunjukkan
ekstrak daun sukun berbau aromatik. setelah pengujian spesifik organoleptik
dilanjutkan dengan uji kandungan kimia.
Uji kandungan kimia bertujuan untuk memberikan gambaran awal
komposisi kandungan kimia, berikut dapat dilihat pada tabel hasil uji kandungan
kimia daun sukun :

16
17

Tabel 3. Hasil Uji Kandungan Kimia


Rf Golongan Hasil (Sopiah, 2019)
0,2 Alkaloid (-) Kekuningan (+) jingga
0,1 Flavonoid (+) Biru (+) Biru, kuning
3
- Saponin (-) Buih setinggi 0,5 (+) Buih setinggi 1-10 cm
cm
0,2 Tanin (+) Biru kehitaman (+) Biru kehitaman, hijau
1 kecoklatan
0,3 Terpenoid/Steroid (+) Hijau (+) Merah kecoklatan, hijau
0
Keterangan : (-) = Tidak mengandung senyawa, (+) = mengandung senyawa
Adapun hasil uji kandungan kimia ekstrak daun sukun menggunakan
metode kromatografi Lapis Tipis diproleh ekstrak daun sukun mengandung
senyawa Flavanoid, tanin, dan terpenoid/steroid. Untuk hasil uji alkaloid tidak
menghasilkan bercak berwarna jingga setelah di semprotkan peraksi dragendorf
dan dilihat dibawah sinar UV 254 nm dan 365 nm sehingga dapat dikatakan
bahwa ekstrak daun sukun tidak mengandung alkaloid. Hasil uji flavonoid setelah
disemprotkan AlCl3 dan dilihat dibawah sinar UV 254 nm menghasilkan hasil
positif warna biru.
Hasil uji saponin menghasilkan hasil negatif, didapatkan buih setinggi 0,5
cm dimana persyaratan uji saponin dikatakan positif apabila menghasilkan buih
setinggi 1-10 cm. Hasil uji tanin menghasilkan hasil positif warna biru kehitaman
setelah disemprotkan FeCl3 dan dilihat dibawah sinar UV 254 nm dan sinar UV
365 nm. Hasil uji terpenoid/Steroid menghasilkan hasil positif warna Hijau
setelah disemprotkan pereaksi Lieberman Burchard dan dilihat dibawah sinar UV
365 nm.
Uji penetapan kadar senyawa larut dalam pelarut tertentu bertujuan untuk
mengalkulasi persentase senyawa polar, semi polar, dan non polar, Berikut dapat
dilihat pada tabel hasil penetapan kadar senyawa larut dalam pelarut tertentu :

17
18

Tabel 4. Hasil penetapan kadar senyawa larut dalam pelarut tertentu

Parameter Kadar (%)

Senyawa terlarut dalam pelarut air-kloroform 5,34%


Senyawa terlarut dalam pelarut etanol 109,55%
Adapun hasil yang diproleh dari kadar senyawa yang larut dalam air yaitu
sebesar 5,34% dan kadar senyawa yang larut dalam etanol yaitu 109,55%.
Sehingga dinyatakan bahwa ekstrak daun sukun lebih banyak terlarut dalam
etanol dibandingkan dengan air, dimana menurut penelitian (Maryam, 2020)
karena pelarut etanol merupakan pelarut universal sehingga mampu menarik
senyawa polar dan non polar sedangkan air hanya mampu menarik senyawa yang
bersifat polar. Setelah penetapan kadar senyawa dalam pelarut tertentu dilanjutkan
dengan pengujian susut pengeringan.
Penetapan susut pengeringan dilakukan dengan tujuan untuk memberikan
batas maksimal tentang besarnya senyawa yang hilang pada proses pengeringan,
Berikut dapat dilihat pada tabel hasil susut pengeringan ekstrak daun sukun :
Tabel 6. Hasil penetapan susut pengeringan
Parameter Kadar (%)
Susut pengeringan 92,85%
Hasil yang diproleh dari penetapan susut pengeringan ekstrak daun sukun
yaitu 92,85%, hal ini belum sesuai dengan persyaratan farmakope herbal
indonesia (2017) dikarenakan besarnya senyawa yang tersisa di dalam ekstrak
daun sukun. Setelah penetapan susut pengeringan dilanjutkan dengan pengujian
kadar abu.
Penetapan kadar abu bertujuan untuk memberikan gambaran kandungan
mineral internal dan eksternal. Ekstrak dipanaskan pada suhu tinggi hingga
senyawa organik dan turunannya terdestruksi dan menguap, hingga tersisa unsur
mineral dan unsur organik saja (Utami et al., 2016), Berikut dapat dilihat pada
tabel hasil penetapan kadar abu :

18
22

Tabel 7. Hasil penetapan kadar abu


Parameter Kadar (%)
Kadar abu 3,29%
Adapun hasil kadar abu yang diproleh yaitu 2,803%, menurut penelitian
(Utami et al., 2016) kadar abu yang dihasilkan menunjukkan berapa banyak
kandungan mineral didalam suatu ekstrak, karena semakin tinggi kadar abu yang
diproleh maka kandungan mineral dalam bahan juga semakin tinggi. Setelah
penetapan kadar abu dilanjutkan dengan pengujian bobot jenis.
Tujuan menentukan bobot jenis adalah mengetahui gambaran mengenai
batasan besarnya massa per satuan volume antara ekstrak cair sampai ekstrak
kental yang dapat dituangkan. Bobot jenis juga dapat memberikan gambaran
mengenai kemurnian dan kontaminasi pada bahan (Depkes, 2000), Berikut dapat
dilihat hasil bobot jenis pada tabel :
Tabel 8. Hasil penetapan bobot jenis
Parameter Kadar (%)
Bobot jenis 1,27
Adapun hasil pengukuran bobot jenis di proleh dari pengenceran ekstrak
yaitu 1,27 g/mL. Pengukuran bobot jenis ekstrak daun sukun ditentukan dengan
menggunakan piknometer. Setelah pengujian bobot jenis dilanjutkan dengan
pengujian kadar air.
Penentuan kadar air bertujuan untuk mengetahui persentase kandungan air
dalam bahan setelah proses pengeringan atau pengentalan melalui metode yang
sesuai seperti titrasi, destilasi atau gravimetri (Depkes, 2000), Berikut dapat
dilihat hasil kadar air pada tabel :
Tabel 9. Hasil penetapan kadar air
Parameter Kadar (%)
Kadar air 25,21%
Adapun hasil penetapan kadar air diproleh kadar 25,21% . Semakin besar
persentase kandungan air dalam suatu bahan maka semakin mudah suatu ekstrak
mengalami kerusakan dan pembusukan yang disebabkan oleh adanya
pertumbuhan mikroba. Kadar air yang tinggi juga dapat menyebabkan terjadinya
dekomposisi senyawa aktif dalam ekstrak akibat dari adanya aktivitas reaksi
enzimatis. Oleh sebab itu, kadar air sangat menentukan kualitas dan stabilitas
suatu ekstrak maupun pembentukan suatu sediaan ekstrak tersebut (Marpaung and
septiyani, 2020).

KESIMPULAN
Penelitian tentang standardisasi ekstrak daun sukun (Artocarpus Altilis)
secara spesifik dan non spesifik dapat disimpulkan bahwa ekstrak yang diperoleh
memiliki persen rendamen sebesar 3,73%. Pengukuran parameter spesifik
diperoleh ekstrak berwarna hijau kehitaman, kental memiliki bau khas dan
memiliki rasa yang sedikit asam. Ekstrak daun sukun mengandung senyawa
flavonoid, tanin, dan terpenoid/Steroid, kadar senyawa larut dalam air 5,34% dan
kadar senyawa larut dalam etanol 109,55%. Pengukuran parameter non spesifik
diperoleh susut pengeringan 92,85%, kadar abu sebesar 3,29%, bobot jenis
sebesar 1,27 g/mL, dan kadar air sebesar 54,78%.

22
23

SARAN
Adapun saran yang dapat diberikan untuk penelitian selanjutnya
agar perlu dilakukan pengujian cemaran mikroba dan dilakukan replikasi pada
pengujian yang memerlukan bobot konstan.

Lampiran 3. Perhitungan
a. Nilai Rendemen Ekstrak Daun Sukun
Sampel Bobot simplisia (g) Bobot ekstrak (g) Rendamen (%)
Daun sukun 500 g 18,63 g 3,73 %

bobot ekstrak yahg diperoleh


% Rendemen = X 100 %
bobot simplisia

18,6 3
% rendemen = X 100 %
500
= 3,73%
b. Perhitungan Kadar Senyawa Larut Dalam Air
berat sari air 100
% Kadar senyawa larut dalam air = × × 100%
berat ekstrak 20
0,0 106903 100
% kadar senyawa larut air = × × 100%
1 20
= 0,0106903 × 5 × 100%
= 5,34%
c. Perhitungan Kadar Senyawa Larut Etanol
berat sari etanol 100
% Kadar senyawa larut dalam air = × × 100%
berat ekstrak 20
0,2191 100
% kadar senyawa larut etanol = × × 100%
1 20
= 0,2191 × 5 × 100%
= 109,55%
d. Perhitungan Susut Pengeringan
W2 - W0
% Susut pengeringan ¿ × 100%
W1
Keterangan:
W0 = Bobot cawan kosong (g)
W1 = Bobot ekstrak awal (g)
W2 = Bobot konstan cawan + residu (g)

23
24

Penimbangan I II III
Bobot cawan kosong 29,20 g 29,20 g 29,20 g
Bobot cawan ekstrak awal 1,12 g 1,12 g 1,12 g
Bobot konstan cawan + residu 30,26 g 30,25 g 30,24 g

30 ,26−29 , 20
% susut pengeringan I = × 100%
1, 12
= 94,64 %
30 ,25−29 , 20
% susut pengeringan II = × 100%
1, 12
= 93,75 %
30 ,24−29 , 20
% susut pengeringan III = × 100%
1 ,12
= 92,85 %
e. Perhitungan Penetapan Kadar Abu
W2 - W0
% Kadar abu total abu total = × 100%
W1
Keterangan:
W0 = Bobot krus kosong (g)
W1 = Bobot ekstrak awal (g)
W2 = Bobot krus + ekstrak setelah diabukan (g)
Penimbangan I II III IV
Bobot cawan kosong 36,17 g 36,17 g 36,17 g 36,17 g
Bobot cawan ekstrak awal 1,13 g 1,13 g 1,13 g 1,13 g
Bobot konstan cawan + residu 37,36 g 37,35 g 37,33 g 37,32 g

37 ,36−36 , 17
% Kadar abu I = × 100%
1 ,13
= 3,39 %
37 ,35−36 , 17
% Kadar abu II = × 100%
1, 13
= 3,37 %
37 ,33−36 , 17
% Kadar abu III = × 100%
1, 13
= 3,31 %
37 ,32−36 , 17
% Kadar abu IV = × 100%
1 , 13
= 3,29 %
f. Perhitungan Bobot Jenis
W2 - W0
Bobot Jenis = x Bobot Jenis Air
W1 - W0

24
25

Keterangan :
W1 = Bobot pikno + Air (g)
W0 = Bobot piknometer kosong (g)
W2 = Bobot pikno + ekstrak (g)
Bobot pikno kosong Bobot pikno + air Bobot pikno + ekstrak
20,05 g 37,86 g 43,01 g
43 , 01 g−20 , 05 g
Bobot Jenis = x 1 g/mL
37 , 86 g−20 , 05 g
22 ,76 g
= x 1 g/mL
17 , 81 g
= 1,27 g/mL
g. Perhitungan Kadar Air

A−B
% Kadar air = X 100 %
A
Keterangan : A = Bobot ekstrak awal (g)
B = Bobot Ekstrak setelah pemanasan (g)
2 ,3 g−1 , 04 g
% Kadar air = X 100 %
2 ,3 g
= 54,78%

25
26

DAFTAR PUSTAKA

Badaring, D.R. (2020). Uji Ekstrak Daun Maja (Aegle marmelos L.) terhadap
Pertumbuhan Bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus,
Indonesian Journal of Fundamental Sciences, 6(1).

Bambang, Afifah. 2015. Efek Antilitas Ekstrak Air Herba Pecut Kuda
(Stachytarpheta jamaicensis L.) pada Tikus Wistar Jantan. Fakultas
Farmasi; Bandung.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI). (2000). Parameter


standar umum ekstrak tumbuhan obat. Direktorat Jenderal Pengawasan
Obat Dan Makanan. Jakarta.

Dewi, R.S., Wahyuni, Pratiwi, E., Septi, M. (2019). Penggunaan Obat Tradisional
Oleh Masyarakat Di Kelurahan Tua Karya Kota Pekan Baru. Jurnal
penelitian farmasi indonesia 8(1).

Djamil, M. I. (2017). Uji aktivitas antibakteri ekstrak Etanol Daun Sukun


(Artocarpus altilis) Terhadap Pertumbuhan Staphylococcus Aureus
Secara In Vitro. Skripsi. Program Studi Kedokteran Hewan Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar.

Fiana, F.M., Kiromah, N.Z.W. dan Purwanti, E. (2020). Aktivitas Antibakteri


Ekstrak Etanol Daun Sukun (Artocarpus altilis) Terhadap Bakteri
Staphylococcus aureus Dan Escherichia coli, Pharmacon: Jurnal Farmasi
Indonesia, pp. 10–20.

Fatimawali, Kepel, B., dan Bodhi, W. (2020). Standardisasi Parameter Spesifik


dan Non Spesifik Ekstrak Rimpang Lengkuas Merah (Alpinia purpurata
K.Schum) sebagai obat Antibakteri. Jurnal E-Biomedik, 8(1), 63-67.

Fakhruzy., Kasim, A. dan Asben, A. (2020). Optimalisasi Metode Maserasi Untuk


Ekstraksi Tanin Rendamen Tinggi, Jurnal Menara Ilmu, 14(2).

Kementerian Kesehatan RI. (2017). Farmakope Herbal Indonesia Edisi II. Jakarta

Maryam, F., Taebe, B. dan Toding, D.P. (2020). Pengukuran Parameter Spesifik
Dan Non Spesifik Ekstrak Etanol Daun Matoa (Pometia pinnata J.R &

26
27

G.Forst) , Jurnal Mandala Pharmacon Indonesia, 6(01), pp. 1–12.

Merah, L. (2020). Standarisasi Parameter Spesifik dan Non-Spesifik Ekstrak


Rimpang Lengkuas Merah (Alpinia Purpurata K. Schum) sebagai Obat
Antibakteri, eBiomedik, 8(1), pp. 63–67.

Marpaung., M.P., dan septiyani anggun. (2020). Penentuan Parameter Spesifik


Dan Nonspesifik Ekstrak Kental Etanol Batang Akar Kuning (Fibraurea
chloroleuca Miers). Journal of Pharmacopolium, Volume 3, No. 2,
Agustus 2020, 58-67.

Prayoga, D. (2018). Standardisasi Ekstrak Etanol Daun Sukun (Artocarpus


altilis) Dari Tiga Daerah Yang Berbeda. Skripsi. Fakultas Farmasi
Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya.

Penelitian, S.N. (2022). Skrining Fitokimia Senyawa Flavonoid, Alkaloid,


Saponin, Steroid Dan Terpenoid Dari Daun Kopasanda (Chromoloena
odorata L.), pp. 90–94.

Prayudo, A. (2015). Koefisien Transfer Massa Kurkumin Dari Temulawak,


Jurnal Ilmiah widya teknik, 14(1), pp. 26–31.

Rina Wahyuni, Guswandi, H.R. (2014). Pengaruh Cara Pengeringan Dengan


Oven, Kering Angin dan Cahaya Matahari Langsung Terhadap Mutu
Simplisia Herba Sambiloto, Fakultas Farmasi Universitas Andalas
(UNAND) Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi (STIFARM) Padang, 6(2), pp.
126–133.

Rukmi, I. (2009) . Simplisia jamu, Jumal Sains & Matematika (JSM), 17(2), pp.
82–89.

Sopiah, B., Muliasari, H. dan Yuanita, E. (2019). Skrining Fitokimia dan Potensi
AktivitaS Antioksidan Ekstrak Etanol Daun Hijau dan Daun Merah
Kastuba, Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia, 17(1).

Suharni. (2017). Uji konsentrasi ekstrak daun sukun (Artocarpus altilis


(parkinson) Fosberg) Terhadap pertumbuhan jamur. Fakultas ilmu
tarbiyah dan keguruan institut agama islam negri mataram.

Sumadji, A.R., Ganjari, E.L. dan Nugroho, A.C. (2022). Variasi Morfologi Sukun
(Artocarpus altilis). Jurnal Biologi dan pembelajarannya, pp. 76-85.

Senduk TW, Montolalu LA, Dotulong V. 2020. Rendemen ekstrak air rebusan
daun tua Mangrove (Sonneratia alba). Jurnal Perikanan dan Kelautan.
11(1):9-15.

Tri Wahyuni Maharani, E. (2014). Uji Fitokimia Ekstrak Daun Sukun Kering
(Artocarpus altilis) , Prosiding Seminar Nasional & Internasional.

27
28

Utami, Prapti. (2013). The Miracle of herbs, Agro Media Pustaka, Jakarta.

Utami., Y.P., Taebe, B., Fatmawati. (2016). Standardisasi Parameter Spesifik Dan
Non Spesifik Ekstrak Etanol Daun Murbei (Morus alba L.) Asal
Kabupaten Soppeng Provinsi Sulawesi Selatan. Journal of
Pharmaceutical and Medicinal Sciences 1(2): pp 48-52.

Yunita, E., Permatasari, G.D. dan Lestari, D. (2020). Antibacterial Activity Of


Moringa Leaves Extract Against Pseudomonas aeruginosa. Jurnal Ilmiah
Farmako Bahari, 11(2).

28
29

29

Anda mungkin juga menyukai