Anda di halaman 1dari 21

1

PENDAHULUAN

Pemanfaatan bahan alam sebagai obat tradisional di Indonesia akhir-akhir


ini meningkat, bahkan beberapa bahan alam telah diproduksi secara pabrikasi
dalam skala besar. Penggunaan obat tradisional dinilai memiliki efek samping
yang lebih kecil dibandingkan dengan obat yang berasal dari bahan kimia,
disamping itu harganya lebih terjangkau. Selain itu keuntungan lain penggunaan
obat tradisional adalah bahan bakunya mudah diperoleh dan harganya yang
relatif murah. Indonesia memiliki peluang yang potensial dalam pencarian
sumber obat baru dari bahan alam. Negara tropis yang kaya sumber daya
hayati ini memiliki sekitar 30.000 spesies tumbuhan dan kurang lebih 7.000
spesies di antaranya yang baru diketahui sebagai tanaman berkhasiat obat
(Bintang, 2011).
Senyawa metabolit sekunder merupakan sumber bahan kimia yang tidak
akan pernah habis, sebagai sumber inovasi dalam penemuan dan pengembangan
obat-obat baru ataupun untuk menunjang berbagai kepentingan industri.
Berbagai jenis tumbuhan seperti kedondong bangkok, sirsak, gerseng, manggis,
putri malu dan tumbuhan lainnya mengandung senyawa metabolit sekunder
seperti flavonoid, alkaloid, steroid, terpenoid, saponin, dan lain-lain. Senyawa
metabolit sekunder yang terdapat dalam tumbuhan merupakan zat bioaktif yang
berkaitan dengan kandungan kimia dalam tumbuhan, sehingga sebagian
tumbuhan dapat digunakan sebagai bahan obat (Adikara, 2013).
Tumbuhan yang mengandung flavonoid banyak dipakai dalam pengobatan
tradisional Flavonoid merupakan salah satu senyawa golongan fenol alam
terbesar yang terdapat dalam semua tumbuhan hijau. Salah satu golongan
senyawa polifenol ini diketahui memiliki sifat sebagai penangkap radikal bebas,
penghambat enzim hidrolisis, oksidatif, dan juga bekerja sebagai antiinflamasi.
Sebagian besar flavonoid memiliki aktivitas sebagai antioksidan yang
disebabkan oleh adanya gugus hidroksi fenolik dalam struktur molekulnya
(Markham, K.R 1988).
2

Berdasarkan hasil uji kualitatif dengan menggunakan kromatografi


dihasilkan bahwa fraksi air dan fraksi etanol herba Mimosa pudica L.
mengandung flavonoid (Ristiono, 2015). Putri malu merupakan salah satu
tanaman herbal yang memiliki banyak aktivitas farmakologi seperti agen, anti-
diabetes, antitoxin, antihepatoxi, antioksidan dan penyembuh luka (Azmi, Singh
& Akhtar, 2011). Pemberian ekstrak herba Mimosa pudica L. dapat
menimbulkan efek sedasi pada mencit (Arif, 2009). Menurut Parnanto tahun
2013, dalam penelitiannya bahwa aktivitas antioksidan ekstrak daun putri malu
sebesar 97,5038 % masuk kategori antioksidan kuat. Tanaman putri malu
menunjukkan aktivitas antioksidan yang tinggi yangbisa dikaitkan dengan
kandungan flavonoid dan fenol.
Terdapat beberapa teknik ekstraksi yang digunakan untuk mengisolasi
senyawa aktif dari bahan alam, diantaranya ekstraksi maserasi, sokletasi, refluks,
sonikasi, destilasi dan lain-lain. Efektivitas ekstraksi sangat bergantung pada
kondisi-kondisi percobaan yang digunakan seperti waktu ekstraksi, sampel-
pelarut, dan jenis pelarut. Optimasi pembuatan ekstrak perlu dilakukan untuk
mendapatkan kandungan zat aktif yang tinggi. Optimasi pembuatan ekstrak
salah satunya adalah metode ekstraksi (Oktavia, 2011). Metode ekstraksi akan
menentukan banyaknya zat yang dapat tersari sehingga dilakukan penelitian
untuk membandingkan kadar flavonoid pada ekstrak herba Putri malu (Mimosa
pudica L.) dengan metode maserasi dan sokletasi. Putri malu (Mimosa pudica
L.) pada penelitian ini diekstraksi dengan pelarut etanol 96% dengan metode
yang berbeda yaitu metode maserasi dan sokletasi. Berdasarkan latar belakang
tersebut maka akan diteliti Pengaruh Metode Ekstraksi Terhadap Kadar
Flavonoid Ekstrak Etanol Herba Putri Malu (Mimosa pudica L.) Dengan Metode
Spektrofotometri Uv-Vis.
BAHAN DAN METODE
1.1 Metode Penelitian
3

Jenis penelitian yang dilakukan oleh penulis yaitu pendekatan dengan


metode eksperimental. Metode eksperimental merupakan sebuah metode yang
ingin mengetahui hubungan sebab akibat pada suatu variabel.

Variabel Bebas Variabel Tergantung

1. ekstrak etanol herba


putri malu metode
maserasi Uji flavonoid metode
spektrofotometri Uv-
2. ekstrak etanol herba Vis
putri malu metode
soxhletasi

Confounding variable dikontrol:


Determinasi tanaman, pembuatan simplisia,
ekstraksi

Gambar 3.1 Bagan Kerangka Konsep Penelitian

3.1 Variabel Penelitian


Variabel bebas : ekstrak etanol herba putri malu metode maserasi dan ;
ekstrak etanol herba putri malu metode soxhletasi.
Variabel tergantung : uji flavonoid metode spektrofotometri Uv-Vis

3.2 Alat dan Bahan


3.3.1 Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah perangkat sokletasi, maserator,
neraca analitik, penangas air, seperangkat alat-alat gelas (Pyrex), cawan porselin,
plat tetes, mikro pipet, rotary evaporator (Heidolph), kuvet kuarsa,
spektofotometri UV-Vis (Shimadzu1800).
3.3.1 Bahan
4

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah herba putri malu,
Aluminium klorida, air suling, etanol (96%), kalium asetat, kertas whatman,
metanol, standar kuersetin.

3.4 Prosedur Penelitian


3.4.1 Pengumpulan Sampel
Pada penelitian ini sampel digunakan adalah herba putri malu yang
diperoleh dari Kampung Cangkudu, Desa Wargakerta, Kecamatan Sukarame,
Kabupaten Tasikmalaya. Bagian tanaman putri malu yang digunkan yaitu
seluruh bagian tanamannya mulai dari daun, batang, bunga dan akarnnya.
3.4.2 Determinasi Tanaman
Herba Putri Malu yang diteliti di determinasi di Sekolah Ilmu dan
Teknologi Hayati ITB, untuk memastikan bahwa tanaman putri malu yang
digunakan pada penelitian ini sesuai dengan jenis dan spesies dari tanaman yang
diinginknan.
3.4.3 Pembuatan Serbuk Herba Putri Malu
Herba putri malu yang diperoleh dari wilayah Kabupaten Tasikmalaya
dan telah dideterminasi, dikumpulkan kemudian disortasi dengan cara
dibersihkan dari kotoran-kotoran yang menempel lalu dicuci dengan air mengalir
sampai bersih, kemudian ditiriskan untuk menghilangkan sisa-sisa pencucian.
Daun yang telah bersih dan bebas air pencucian dikeringkan dalam oven pada
suhu 40oC-50oC, setelah kering dilakukan sortasi kering untuk menghilangkan
benda-benda asing seperti bagian tanaman yang tidak diinginkan dan pengotor
lain yang masih ada atau tertinggal pada simplisia kering. Selanjutnya diblender
hingga menjadi simplisia serbuk lalu diayak dengan mesh 40 serbuk simplisia
disimpan dalam wadah kering dan bersih (Sa’adah, 2017).

3.4.4 Ekstraksi Metode Maserai


Serbuk simplisia Herba Putri Malu ditimbang sebanyak 50 g dimasukkan
dalam wadah maserasi, dibasahkan sedikit dengan etanol 96 %, kemudian
5

ditambahkan etanol 96% hingga 300 ml dan dibiarkan selama 2 hari pada
temperatur kamar terlindung dari cahaya sambil sesekali diaduk, selanjutnya
dilakukan penyaringan. Residu dilakukan remaserasi sebanyak 2 kali. Ekstrak
cair yang diperoleh dikumpulkan, kemudian diuapkan dengan rotary evaporator,
diperoleh ekstrak kental (Depkes, 2000).
3.4.5 Ekstraksi Metode Sokletasi
Serbuk herba putri malu sebanyak 50 gram dibungkus dengan kertas saring,
ikat kedua bagian ujungnya dengan benang, dimasukan kedalam alat soklet,
masukkan pelarut etanol 96% sebanyak 500 mL ke dalam labu soklet (labu alas
bulat), dan 250mL etanol 96% ke dalam tabung soklet untuk membasahi sampel.
Lakukan sokletasi dengan suhu 70 0C sampai tetesan siklus tidak berwarna lagi.
Filtrat yang diperoleh kemudian diuapkan dengan menggunakan rotary
evaporator pada suhu tidak lebih dari 50 0C dan diuapkan hingga menjadi ekstrak
kental

3.4.6 Skrining Fitokimia


Skrining fitokimia dilakukan terhadap simplisia dan ekstrak dengan tujuan
untuk mengetahui golongan kandungan metabolit sekunder yang terdapat pada
herba putri malu.

a. Uji Flavonoid.
Timbang sebanyak 0,5 gram serbuk simplisia lalu ditambahkan 10 ml
metanol, direfluks selama 10 menit disaring panas-panas melalui kertas
saring. Filtrat diencerkan dengan 10 ml air, setelah dingin ditambahkan 5 ml
eter dikocok, lalu didiamkan sebentar. Lapisan metanolnya diambil dan
diuapkan, sisanya dilarutkan dalam 5 ml etil asetat, disaring. Filtratnya
digunakan untuk uji flavonoid dengan cara : sebanyak 1 ml larutan percobaan
diuapkan sampai kering, sisanya dilarutkan dalam 2 ml etanol lalu
ditambahkan 0,1 gram serbuk magnesium dan 10 tetes asam klorida pekat.
Uji positif terhadap flavonoid ditandai dengan munculnya warna merah,
kuning atau jingga.
6

b. Uji Alkoloid.
Sebanyak 0,5 gram ekstrak ditambah 10 ml alkohol dipanaskan 2 ml larutan
ammonia, tambahkan 5 ml koroform lalu dikocok untuk mengekstraksi
alkaloid. Pada lapisan kloroform ditambah 10 ml larutan asam asetat dikocok
untuk mengekstraksi alkaloid dalam lapisan kloroform. Larutan kloroform
ditambahkan menggunakan dengan pereaksi Mayer (Positif jika terbentuk
endapan putih), pereaksi Wagner (Positif jika terbentuk endapan cokelat) dan
pereaksi Dragendorf (Positif jika terbentuk endapan merah jingga).
c. Uji Tanin.
Sebanyak 0,1 gram ekstrak dipanaskan dengan air sebanyak 10 mL.
Selanjutnya campuran tersebut disaring dan filtratnya ditambahkan dengan
FeCl3 1%. Jika terbentuk warna biru tua atau hijau, berarti ekstrak
mengandung tanin.
d. Uji triterpenoid atau steroid
Sebanyak 1 gram serbuk simplisia disari dengan 20 mL eter selama 2 jam,
disaring kmudian dilakukan pemeriksaan pada masing-masing pereaksi
dengan prosedur :
Filtrat sebanyak 2 mL diuapkan, residu ditambahkan dengan 2 tetes
kloroform, selanjutnya ditambahkan pereaksi Lieberman Bouchard apabilat
erbentuk warna merah kecoklatan atau ungu menunjukkan adanya
triterpenoid, selanjutnya bila warna berubah menjadi biru ungu atau biru hijau
menunjukkan adanya steroida.
e. Uji Saponin.
Sebanyak 0,5 gram ekstrak masukan ke dalam tabung reaksi, lalu
ditambahkan 10 mL air panas, didinginkan, kemudian dikocok kuat-kuat
selama 10 detik. Jika terbentuk busa setinggi 1-10 cm yang stabil tidak
kurang dari 10 menit dan tidak hilang dengan penambahan 1 tetes asam
klorida 2 N menunjukan adanya saponin.

3.4.7 Penentuan Kadar Flavanoid dalam Ekstrak dengan Metode AlCl3


a. Pembuatan Larutan standar kuersetin
7

Sebanyak 50 mg kuersetin ditimbang dan dilarutkan dalam 50 ml metanol


p.a sebagai larutan stok 1000 ppm. Kemudian dibuat pengenceran
kuersetin dengan berbagai konsentrasi sebagai larutan pembanding. Lalu
dipipet 1 ml kemudian ditambahkan 1 ml AlCl3 1,2 %, diukur
absorbansinya pada panjang 400-800 nm.
a. Penentuan panjang gelombang maksimum
Larutan stok diambil sebanyak 1 ml lalu, dicukupkan volumenya
menggunakan metanol p.a hingga 10 ml. Diukur serapan dengan
spektrofotometer ultraviolet pada panjang gelombang maksimal yang
diperoleh
b. Pembuatan kurva standar kuersetin
Standar kuersetin ditimbang sebanyak 12,5 mg dan dilarutkan dalam
25 mL metanol p.a (500 ppm). Dari larutan standar kuersetin 500 ppm,
kemudian dibuat beberapa konsentrasi yaitu 10 ppm dipipet 0,1 mL, 15
ppm dipipet 0,15 mL, 20 ppm dipipet 0,2 mL, 25 ppm dipipet 0,25
mL, 30 ppm dipipet 0,3 mL, dan 35 ppm dipipet 0,35 mL. Dari masing-
masing konsentrasi larutan standar kuersetin dipipet 1 mL dan
ditambahkan 1 mL AlCl3 2% dan 1 mL kalium asetat 120 mM.
Sampel diinkubasi selama 30 menit pada suhu kamar. Absorbansi
ditentukan menggunakan metode spektrofotometri UV-Vis pada panjang
gelombang maksimum (Haeria, 2018)
a. Penetapan kadar Flavanoid total dalam ekstrak
Ditimbang 10 mg ekstrak etanol dari metode maserasi dan sokletasi.
Masing-masing sampel dilarutkan dengan 5 mL metanol p.a kedalam
beaker glass, dimasukkan kedalam labu ukur 10 mL tambahkan etanol
hingga tanda batas, kemudian disaring dengan kertas saring. Larutan
sampel dipipet sebanyak 1 mL kemudian dimasukkan kedalam labu ukur
10 mL dan ditambahkan etanol hingga tanda batas. Larutan uji diambil 0,5
mL, kemudian direaksikan dengan AlCl3, 1 mL dan 0,1 mL kalium asetat
ditambahkan 2,8 mL aquadest dan 1,5 mL etanol 96% didiamkan selama
30 menit. Larutan dibaca nilai absorbansinya pada λ maksimum. Masing-
8

masing ekstrak ditetapkan kadarnya sebanyak 3 kali replikasi. Absorbansi


rata-rata dimasukkan dalam persamaan kurva baku kuersetin sebagai
nilai y, dimana nilai x yang diperoleh merupakan ekuivalensi miligram
kuersetin dalam setiap 100 miligram sampel (Quercetin Equivalen/ QE).

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Determinasi Tanaman Putri Malu


Tahap awal yang dilakukan pada penelitian ini yaitu menetapkan
kebenaran sampel yang akan di uji dengan cara melakukan determinasi terlebih
dahulu. Determinasi dilakukan di Sekolah Tinggi dan Teknologi Hayati, ITB
Bandung. Berdasarkan hasil determinasi menunjukkan bahwa sampel yang
digunakan adalah tanaman putri malu dengan nama latin Mimosa pudica L.

4.2 Hasil Pengolahan Simplisia dan Ekstrak Putri Malu


Herba putri malu yang diolah menjadi simplisia menghasilkan serbuk herba
putri malu yang kering dan berwarna hijau sedangkan ekstrak etanol metode
maserasi yang dihasilkan adalah ekstrak kental berwarna hijau pekat, seberat
3,62 gram dengan rendemen 7,24% dan ekstrak etanol metode soxletasi yang
dihasilkan adalah ekstrak kental berwarna hijau pekat, seberat 4,13 gram dengan
rendemen 8,26% .

4.3 Hasil Karakterisasi Simplisia dan Ekstrak Herba Putri Malu


Ekstrak yang didapatkan dari simplisia kemudian dilakukan pengujian
karakterisasi simplisia dan ekstrak meliputi pengujian parameter spesifik dan
parameter non spesifik. Parameter spesifik meliputi identifikasi kandungan kimia
ekstrak sedangkan untuk parameter non spesifik meliputi susut pengeringan, kadar
air, kadar sari larut etanol dan kadar sari larut air. Karakteristik simplisia
merupakan salah satu parameter yang penting dalam menganalisis kandungan
kimia bahan alam, yang bertujuan untuk menjamin keseragaman mutu simplisia
agar memenuhi persyaratan standar simplisia dan ekstrak. Beberapa faktor yang
9

dapat mempengaruhi pemeriksaan karakteristik simplisia, diantaranya adalah


bahan baku simplisia, cara pembuatan dan penyimpanan simplisia.
Hasil identifikasi kandungan senyawa kimia serbuk dan ekstrak herba
Putri Malu dapat dilihat pada tabel 4.1
Tabel 4.1 Hasil Karakterisasi Simplisia dan Ekstrak Herba Putri Malu

Karakterisasi Simplisia Ekstrak Ekstrak


Maserasi Soxletasi
Alkaloid (+) (+) (+)
Flavonoid (+) (+) (+)
Saponin (+) (+) (+)
Polifenol (+) (+) (+)
Triterpenoid (-) (+) (+)
Susut pengeringan 4,36% 5,97% 5,72%

Kadar air 8,61 % 10,24% 14,65 %

Keterangan : (+) = terdeteksi


(-) = tidak terdeteksi
Hasil ini dapat diketahui untuk membandingkan hasil uji kualitatif yang
dilakukan dengan literatur.
Hasil uji senyawa alkaloid ditunjukan dengan adanya endapan warna
merah. Menurut Harbone (1987) apabila pada saat penambahan pereaksi
dragendrof terbentuk endapan jingga sampai merah coklat menandakan adanya
alkaloid, dan penambahan pada pereaksi wagner menghasilkan endapan coklat
muda. Hasil uji alkaloid yang telah dilakukan pada serbuk simplisia dan ekstrak,
menghasilkan endapan warna kuning saat penambahan pereaksi Dragendorf pada
serbuk simplisia, sedangkan pada ekstrak terdapat endapan coklat, dan saat
penambahan pereaksi wagner keduanya terdapat endapan coklat. Hal ini
menunjukkan hasil positif untuk golongan alkaloid. Pada uji alkaloid dengan
pereaksi wagner ditandai dengan terbentuknya endapan coklat muda hingga
kekuningan, karena pereaksi wagner terdiri dari kalium iodida (KI) dan Iodin (I 2)
sehingga ketika iodine bereaksi dengan I- dari kalium iodide menghasilkan I3
10

yang berwarna coklat, pada uji wagner ion logam K+ akan membentuk ikatan
kovalen koordinat dengan nitrogen pada alkaloid dan membentuk kompleks
kalium-alkaloid yang mengendap. Pada pereaksi dragendorff menghasilkan
endapan coklat, endapan tersebut adalah kalium alkaloid, pada uji ini nitrogen
digunakan untuk membentuk ikatan kovalen koordinat dengan K + yang
merupakan ion logam.
Hasil uji flavonoid dilakukan dengan menambahkan serbuk Mg dan HCl
pekat. Hasil uji flavonoid dengan menggunakan uji warna terbentuk warna jingga
pada serbuk simplisia, hal itu menunjukkan bahwa positif mengandung flavonoid,
sedangkan pada ekstrak menghasilkan larutan warna jingga, yang menandakan
hasilnya positif.
Hasil uji saponin yang dilakukan pada serbuk simplisia dan ekstrak
menghasilkan larutan dengan terbentuknya busa yang stabil, hal ini menandakan
bahwa ekstrak etanol Putri Malu mengandung senyawa saponin dan tidak hilang
dengan penambahan HCl 2 N. Busa yang dihasilkan disebabkan karena adanya
glikosida yang dapat membentuk busa dan air dan terhidrolisis menjadi glukosa
dan senyawa lainnya. Penambahan HCl 2 N bertujuan untuk menambah kepolaran
sehingga gugus hidrofil akan berikatan lebih stabil dan buih yang terbentuk
menjadi stabil sehingga mengakibatkan kestabilan busa semakin lama.
Hasil uji polifenol menghasilkan warna hijau kehitaman pada ekstrak dan
biru kehitaman pada serbuk simplisia. Hal itu menunjukkan keduanya positif
mengandung senyawa Tanin. Terjadinya pembentukkan warna hijau, karena
terbentuknya senyawa kompleks antara logam Fe dan polifenol. Pada penambahan
larutan FeCl3, larutan bereaksi dengan salah satu gugus hidroksil yang ada pada
senyawa polifenol.
Hasil uji triterpenoid terdapat perbedaan hasil antara serbuk simplisia
dengan ekstrak baik maserasi maupun sokletasi. Sampel hasil ekstrak maserasi
dan sokletasi menunjukkan positif triterpenoid karena pada saat proses ekstraksi
senyawa triterpenoidnya telah tertarik senyawa pelarutnya. Kloroform berfungsi
sebagai pelarut senyawa tritrpenoid karena memiliki kepolaran yang sama
11

(nonpolar), selanjutnya ditambahakan asam asetat anhidrat untuk membentuk


turunan asetil dalam kloroform, tambahan H2SO4 pekat melalui dinding tabung
reaksi mengakibatkan terjadinya reaksi antara anhidrida asetat dengan asam
sehingga atom C pada anhidrida membentuk karbokation. Karbokation yang
terbentuk bereaksi dengan atom O pada gugus –OH yang ada pada senyawa
triterpenoid. Reaksi ini merupakan reaksi esterifikasi yaitu pembentukan senyawa
ester oleh senyawa triterpenoid dengan anhidrida asetat. Hal ini dapat di buktikan
dengan terbentuknya cincin kecoklatan atau violet pada perbatasan dua pelarut
yang menunjukkan senyawa triterpenoid (Afif, 2013). Hasil pengamatan
menunjukkan ekstrak putri malu menghasilkan cincin berwarna kecoklatan yang
menunjukan adanya golongan senyawa triterpenoid. Sedangkan serbuk simplisia
hasilnya negatif triterpenoid penyebabnya karena pada serbuk simplisia
kemungkinan bertumpuknya senyawa yang ada di dalam sampel masih sangat
besar, senyawa triterpenoid dalam bentuk serbuk sulit tertarik oleh pelarut karena
triterpenoid merupakan senyawa yang bersifat non polar sehingga senyawa-
senyawa ini tidak terdeteksi dan kesalahan praktikum peneliti pada saat
menambahan H2SO4 menggunakan pipet bekas mengakibatkan tidak terjadinya
reaksi antara anhidrida asetat dengan asam sehingga atom C pada anhidrida tidak
membentuk karbokation sehingga tidak terjadi reaksi esterifikasi yang menyebkan
positif triterpenoid.
Hasil bobot penyusutan serbuk simplisia herba Putri Malu sebesar 4,36%
lebih kecil dibandingkan dengan sampel hasil ekstraksi metode maserasi sebesar
5,97% dan ekstrak dengan metode sokletasi sebesar 5,72%. Penyebabnya karena
kandungan air pada simplisa lebih sedikit diandingkan ekstrak. Pada ekstrak
kandungan airnya lebih tinggi karena dari proses pelarutan menggunakan pelarut
yaitu etanol 95% yang bersifat polar. Semua hasil data susut pengeringan
simplisia dan ekstrak herba Putri Malu masih memenuhi standar Farmakope
Herbal Indonesia. Hasil perhitungan karakterisasi serbuk simplisia dan ekstrak
dapat dilihat pada lampiran 5.
12

Susut pengeringan ini sering diidentikkan dengan kadar air, namun


bedanya jika kadar air hanya untuk mengetahui batasan maksimal air dalam
ekstrak, sedangkan susut pengeringan tidak hanya air, tetapi juga senyawa
menguap lain yang hilang. Hasil penetapan kadar air yang diperoleh pada
simplisia memenuhi persyaratan yang ditetapkan yaitu sebesar 8,61%. Kadar air
pada simplisia lebih kecil karena kandungan air pada simplisia lebih sedikit
dibandingkan pada ekstrak. Pada metode sokletasi kadar airnya lebih tinggi
dibandingkan hasil ekstraksi maserasi penyebabnya karena keefektifan proses
ekstraksi. Efektifitas proses ekstraksi dipengaruhi oleh pelarut yang digunakan,
pelarut, ukuran partikel sampel dan lamaya ekstraksi. Waktu dalam proses
maserasi lebih lama daripada proses sokletasi sehingga kadar airnya lebih sedikit.
Menurut hasil penelitian kadar air yang lebih baik didapat dengan proses maserasi
yaitu sebesar 10,24% daripada sokletasi yaitu sebesar 14,65%.

4.4 Hasil Penentuan Kadar Flavanoid


4.4.1 Pembuatan Larutan standar kuersetin
Sebanyak 50 mg kuersetin ditimbang dan dilarutkan dalam 50 ml metanol
p.a sebagai larutan stok 1000 ppm. Kemudian dibuat pengenceran
kuersetin dengan berbagai konsentrasi sebagai larutan pembanding. Lalu
dipipet 1 ml kemudian ditambahkan 1 ml AlCl3 1,2 %, diukur
absorbansinya pada panjang gelombang 400-800 nm.
4.4.2 Penentuan panjang gelombang maksimum
Penentuan panjang gelombang maksimum serapan dengan
spektrofotometer uv-vis pada panjang gelombang maksimal . Diperoleh
hasil pengukuran absorbansi larutan standar kuersetin pada pajang
gelombang maksimum 435 nm. Hasil pengukuran yang diperoleh sesuai
dengan Manik et al (2014) yang menjelaskan bahwa pengukuran panjang
gelombang maksimum dengan kuersetin terletak pada 435 nm.
Pengukuran dilakukan pada puncak kurva karena pada puncak tersebut
13

memiliki sensitivitas yang tinggi ditunjukkan dengan nilai asorbansi yang


paling tinggi.
Penentuan operating Time ditentukan dengan membaca serapan
larutan kuersetin pada konsentrasi 10 ppm pada panjang gelombang 435
nm tiap 5 menit selama 1 jam. Absorbansi yang stabil menandakan bahwa
pada waktu tersebut terjadi reaksi yang stabil antara kuersetin dengan
pereaksi aluminium klorida. Waktu pengukuran dihitung sejak
dicampurkannya larutan kuersetin dengan pereaksi aluminium klorida.
Absorbansi stabil dari larutan kuersetin dengan pereaksi aluminium klorida
pada penelitian ini terjadi pada menit ke-15. Data hasil penentuan
operating time dapat dilihat pada Tabel 4.4.
Tabel 4.4. Operating Time
Waktu (menit) Absorban (y)
5 0,235
10 0,230
15 0,221
20 0,221
25 0,223
30 0,228
35 0,230
40 0,232

Penentuan kurva baku kuersetin dilakukan dengan mengukur


larutan kuersetin pada seri konsentrasi 10, 12, 14, 16, 18 dan 20 ppm pada
panjang gelombang 435 nM. Penentuan kurva baku kuersetin dilakukan
pada seri konsentrasi tersebut karena dihasilkan absorbansi yang
memenuhi kisaran absorbansi yang baik, yaitu 0,2-0,5. Hasil penentuan
kurva baku kuersetin dapat dilihat pada Gambar 4.1.
Tabel 4.5 Pengukuran Absorbansi Quersetin Panjang Gelombang 435 nm.
Konsentrasi (ppm) Absorban (y)
10 0,228
14

12 0,278
14 0,348
16 0,392
18 0,431
20 0,501

Setelah didapatkan hasil pengukuran quersetin maka dibuat kurva


kalibrasi kuersetin. penentuan persamaan regresi linier kuersetin dapa
diliha pada Lampiran 9.
0.6

0.5
f(x) = 0.0266857142857143 x − 0.0372857142857143
R² = 0.993322857598324
0.4
absorban (nm)

0.3
y
0.2 Linear (y)

0.1

0
8 10 12 14 16 18 20 22
Konsentrasi (ppm)

Gambar 4.1 Kurva Kalibrasi Kuersetin Pada Panjang Gelombang Maksimum 435 nm

Dari kurva baku yang diperoleh digunakan untuk membuat persamaan


regresi linier, dimana diperoleh persamaan regresi linier y = 0,0267x +
0,0373 dengan nilai koefisien korelasi r = 0,9933. Nilai r yang mendekati 1
menunjukkan kurva kalibrasi linier dan terdapat hubungan antara
konsentrasi larutan kuersetin dengan nilai serapan. Persamaan regresi
linier ini digunakan untuk menghitung kandungan flavonoid total dalam
ekstrak etanol herba putri malu.
4.4.3 Hasil Penetapan Kadar Flavanoid Total Dalam Ekstrak
15

Persamaan regresi linier quersetin didapatkan hasil persamaan yaitu y =


0,0267x – 0,0373. Penetapan kadar flavonoid pada penelitian ini dilakukan
pada kedua metode ekstraksi yaitu metode maserasi dan sokletasi.

Tabel Hasil Perhitungan Kadar Flavonoid Metode Maserasi

Sampel Absorban Konsentrasi Kandungan


Flavonoid
(%)
I 0,404 2000 ppm 0,0082
II 0,391 2000 ppm 0,0081
III 0,400 2000 ppm 0,0084
Rata- rata ± SD 0,0082 ± 0,0001

Tabel Hasil Perhitungan Kadar Flavonoid Metode Sokletasi


Sampel Absorban Konsentrasi Kandungan Flavonoid
(%)
I 0,268 200ppm 0,057
II 0,221 200ppm 0,048
III 0,265 200ppm 0,056
Rata- rata ± 0,053 ±0,005
SD

Tabel 4.6 Hasil Penetapan Kadar Flavonoid Total


Metode Ekstraksi Kadar Flavonoid(%)
Maserasi 0,0082
Sokletasi 0,053

Kuersetin sebagai larutan standar (pembanding) karena merupakan


flavonoid golongan flavonol yang memiliki gugus keto pada atom C-4 dan gugus
hidroksi pada atom C-3 atau C-4 yang bertetangga dari flavon dan flavonol.
Panjang gelombang maksimum yang dihasilkan adalah 435 nm. Panjang
gelombang maksimum ini digunakan untuk mengukur serapan standar kuersetin
(Tabel 4.5) dan kurva standar kuersetin (Gambar 4.1) serta serapan ekstrak herba
Putri Malu. Dari kurva standar kuersetin diperoleh persamaan regresi linear, y =
0,0267x – 0,0373 dengan nilai koefisien korelasi (R2) = 0,9933. Hal ini berarti
kurva standar kuersetin linier dan mempunyai hubungan antara konsentrasi
16

larutan kuersetin dengan nilai serapan. Sehingga dapat digunakan untuk


menentukan kadar flavonoid total dalam ekstrak. Dalam menentukan kadar
flavonoid total dilakukan penambahan kalium asetat berfungsi untuk mengetahui
gugus 7-hidroksil. Selain penambahan kalum asetat, dilakukan inkubasi agar
reaksi berjalan sempurna, sehingga memberikan intensitas warna yang maksimal
(Azizah, 2014).
Dilihat dari nilai kadar flavonoid total dari kedua metode ekstraksi,
metode yang menghasilkan kadar flavonoid total paling besar adalah metode
sokletasi. Maserasi dan sokletasi merupakan metode yang memiliki perbedaan
pada suhu yang digunakan selama proses ekstraksi, namun maserasi dan
sokletasi sama-sama mengalami proses perendaman. Pada sokletasi proses
perendaman terjadi setelah proses kondensasi. Proses kondensasi merupakan
perubahan dari gas menjadi cair. Pelarut pada labu yang dipanaskan akan
menguap menuju kondensor kemudian berubah menjadi cair dan menetes
kedalam thimble, sehingga simplisia didalam thimble akan terendam. Pada
metode maserasi maupun sokletasi saat simplisia terendam pelarut akan
mengalami hipertonis. Hipertonis merupakan keadaan konsentrasi larutan dalam
sel lebih rendah daripada diluar sel. Dalam keadaan tersebut, air sel akan
terdorong untuk berdifusi keluar dan menembus membran disebut osmosis.
Osmosis menyebabkan sel kehilangan air (dehidrasi), sehingga membran
plasma terlepas dari dinding sel disebut peristiwa plasmolisis. Plasmolisis
menyebabkan dinding sel pecah sehingga senyawa yang ada dalam sitoplasma
akan terlarut dalam pelarut.metode sokletasi menghasilkan total flavonoid lebih
optimal dibanding metode maserasi. Total flavonoid yang dihasilkan pada
sokletasi lebih optimal karena penggunan titik didih pelarut mengurangi
tegangan permukaan dan viskositas dari pelarut, sehingga pelarut lebih mudah
masuk ke bagian aktif didalam matrik yang dapat meningkatkan senyawa yang
bisa diekstraksi. Pada metode sokletasi proses pemisahan suatu komponen yang
terdapat dalam simplisia terjadi penyaringan secara berulang-ulang.
17

Penyaringan yang berulang-ulang pada sokletasi dapat meningkatkan


senyawa yang ingin diekstrak, karena pada sokletasi dilakukan kurang lebih
sebanyak 7 siklus atau sampai tetesan siklus tidak berwarna lagi. Tetesan siklus
tidak berwarna lagi menandakan semua senyawa pada simplisia sudah
terekstraksi dengan sempurna. Penggunakan suhu yang tinggi dan pelarut pada
metode sokletasi dapat mengisolasi komponen yang diinginkan.Suhu tinggi atau
panas yang digunakan pada metode sokletasi yaitu panas yang tidak langsung.
Proses panas yang tidak langsung dimana pelarut pada labu mengalami proses
penguapan kemudian menuju kondensor dan terjadi proses kondensasi. Proses
panas yang tidak langsung inilah yang membuat tidak ada kehilangan atau
degradasi dari senyawa yang mudah menguap. Pemanasan dalam metode
sokletasi membantu mengekstraksi senyawa-senyawa yang tidak larut dalam
suhu kamar, dapat membebaskan dan mengaktifkan berat molekul rendah dari
sub unit molekul polimer yang berberat molekul tinggi sehingga aktivitas
penarikan senyawa lebih maksimal.Metode maserasi bertujuan untuk
memperluas permukaan sehingga interaksi pelarut dengan senyawa yang diambil
lebih efektif dan senyawa dapat terekstrak. Pengadukan berkala pada maserasi
bertujuan untuk menghindari memadatnya serbuk sehingga pelarut sulit
menembus bahan dan kesulitan mengambil senyawa-senyawa aktif. Hal ini
dikarenakan pada metode maserasi penggunaan suhu ruangan tidak dapat
mengekstraksi senyawa yang tidak larut dalam suhu ruangan dan proses
penyarian kurang sempurna.Proses penyarian yang kurang sempurna ini ditandai
dengan pelarut yang masih berwarna, sehingga aktivitas penarikan senyawa
tidak maksimal.Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa terdapat
perbedaan yang bermakna antara metode maserasi dan sokletasi pada ekstrak
herba putri malu. Metode sokletasi dapat menarik total flavonoid lebih optimal
dibanding metode maserasi pada ekstrak herba putri malu., hal inilah yang
mendasari mengapa kadar flavonoid total metode sokletasi lebih besar
dibandingkan metode maserasi. Selain itu kemungkinan flavonoid total yang
18

terdapat pada ekstrak herba Putri Malu lebih mudah tersari dengan metode
sokletasi dibandingkan metode maserasi.

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

1. Terdapat pengaruh antara metode ekstraksi teknik maserasi dan sokletasi


terhadap kadar flavonoid ekstrak etanol herba Putri Malu (Mimosa pudica L.)
dengan spektrofotometri Uv-Vis. menggunakan metode sokletasi lebih besar
dibandingkan metode maserasi.
2. Kadar flavonoid total dalam ekstrak etanol herba Putri Malu (Mimosa pudica
L.) dengan metode maserasi adalah 0,0082% sedangkan metode sokletasi
adalah 0,053%
5.2 Saran

Disarankan untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai kandungan


flavonoid total dengan berbagai metode ekstraksi yang lain dan menggunakan
tanaman lain yang berbeda.
19

DAFTAR PUSTAKA

Adikara . 2013. Isolasi, Identifikasi dan Uji Aktifitas Senyawa Alkaloid Daun Binahong
(Anredera cordifolia (Tenore) Steenis. Jurusan Kimia FSM Universitas Diponegoro
Semarang.Jurnal

Arif. 2019. Pengaruh Ekstrak Herba Putri Malu (Mimosa pudica Linn.) Terhadap Efek Sedasi
Pada Mencit BALB/C. Karya Tulis Ilmiah. UNDIP Semarang.

Azizah N.D., Kumolowati E., Faramayuda F. (2014). Penetapan Kadar Flavonoid Metode
AlCl3Pada Ekstrak Metanol Kulit Buah Kakao (Theobroma cacao L.) Kartika Jurnal
Farmasi, Des 2014, 2 (2), 45-49.

Azmi L, Sigh MK, dan Akhtar AK. 2011. Phamacological and Biological Over view on Mimosa
pudica Linn., Int J.Pharm Life Sci, 2(11), 1226-1234.

Badanbpom Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. Monografi Ekstrak Tumbuhan
Obat Indonesia. Volume 1. Jakarta; 2004.

Bintang. 2011. Tanaman Obat Indonesia. Jakarta: Salemba Medika.

Dalimartha S. 2003. Ramuan Tradisional untuk Pengobatan Kanker. PT Penebar Swadaya,


Jakarta.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Direktorat Pengawasan Obat Tradisional. 2000 .


Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

Gandjar, I.G., dan Rohman, A. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hal.
419, 425.

Haeria. 2018. Penentuan Kadar Flavonoid Dan Kapasitas Antioksidan Ekstrak


Etanol Kulit Batang Kelor (Moringa oleifera L) Dengan Metode DPPH,
Cuprac Dan Frap. Jurnal JF FIK UINAM Vol.6 No.2

Harbone, J.B. Metode Fitokimia, Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan. Terbitan
Kedua. Bandung: Penerbit ITB. 1987.

Hariadi, Arsyad. 2013. Prinsip Spektrofotometer-UV-VIS. Diakses tanggal 21 Februari 2020.

Manic, D.F., Hertiana, T. dan Anshory, H., 2014, Analisis Korelasi antara Kadar Flavonoid
dengan Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol dan Fraksi-fraksi Daun Kersen (Muntingia
calabura L.) terhadap Staphylococcus aureus, Khazanah, 6, 2, 1-11
20

Markham, K.R. 1988. “Cara Mengidentifikasi Flavonoid”. Penerjemah Kosasih


Padmawinata.Bandung: ITB.

McNair, H., dan Bonelli, E.J. 1988. Basic Gas Chromatography. Penerjemah: Kosasih
Padmawinata. Dasar Kromatografi Gas. Edisi V. Bandung: Penerbit ITB..

Oktavia, J.D. 2011. “Pengoptimuman Ekstraksi Flavonoid Daun Salam (Syzygium


polyanthum) dan Analisis Sidik Jari Dengan Kromatografi Lapis Tipis”.
Skripsi. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian
Bogor. Hal: 4;11

Parnanto, Nur Her Riyadi, Utami, Sutanto. 2013. Pengaruh Kemampuan Antioksidan Dan
Antibakteri Pada Ekstrak Daun Putri Malu (Mimosa pudica) Terhadap Kualitas Fillet
Ikan Tongkol (Euthynnus affinis). Jurnal Teknosains Pangan Vol 2 No 4 Oktober 2013.

Rusdi M. 2014. Perbandingan Metode Ekstraksi terhadap Kadar Flavonoid Total dan Aktivitas
Antioksidan Batang Boehmeria virgata. Jurnal Ad-Dawaa’Jour.Pharm.Sci. Vol. 1 No.

Sa’adah Hayatus,dkk. 2017. Pengaruh Metode Ekstraksi Terhadap Kadar Flavonoid Ekstrak
Etanol Umbi Bawang Dayak (Eleutherine palmifolia(L.)Merr) Dengan Metode
Spektrofotometri.
Borneo Journal of Pharmascientech, Vol 01, No. 01, Tahun 2017.

Safitri, R. 2008. “Penetapan Beberapa Parameter Spesifik dan Non Spesifik Ekstrak Etanol Daun
Alpukat (Persea americana Mill.)” (Skripsi). Jakarta : Universitas Indonesia.
Saifudin, A., V. Rahayu, dan H.Y. Teruna. 2011. Standarisasi Bahan Obat Alam Edisi Pertama.
Yogyakarta : Graha Ilmu.
Sangi, M.,dkk. 2008. “Analisis Fitokimia Tumbuhan Obat di Kabupaten Minahasa Utara”.
Chemistry Progress. Hal 47-53.
Widodo, 2011. Khasiat Tananaman Nusantara Putri Malu
Www.khasiattanamannusantara.blogspot.com. Didowload Tanggal 21 Februari 2020.

Wunas, Yeanny dan Susanti. 2011. Analisa Kimia Farmasi Kuantitatif (revisi kedua).

Yahya, Sripatundita. 2013. Jurnal Spektrofotometer-UV-VIS. Diakses tanggal 22 Februari 2020.


21

Anda mungkin juga menyukai