Indonesia merupakan salah satu bangsa agraris yang sebagian besar warganya
bekerja pada bidang pertanian. Salah satu komoditas pertanian terbesar di Indonesia
adalah kunyit (Rezki et al. 2015). Kunyit (Curcuma longa L.) adalah salah satu jenis
rempah-rempah yang banyak digunakan sebagai kebutuhan bumbu dalam masakan
ataupun sebagai obat herbal. Tanaman ini tumbuh berkecambah dengan tinggi 40-
100cm dengan batang yang tegak,bulat, membentuk rimpang berwarna kekuningan
dan tersusun dari pelepah daun yang cukup lunak. Tanaman ini juga sangat
berkhasiat, hal ini dibuktikan dengan banyaknya sistem pengobatan tradisional dan
lebih dari 60% produk farmasetik berasal dari kunyit (Hanjati 2009).
Kunyit dapat berkhasiat sebagai obat karena memiliki senyawa metabolit
sekunder. Metabolit sekunder merupakan senyawa yang dihasilkan melalui reaksi
sekunder dari metabolit primer seperti protein, lemak dan karbohidrat. Menurut
Kulkarni et al. (2012) terdapat lebih dari 200.000 struktur dari produk metabolit
sekunder, sehingga untuk memudahkan klasifikasi dari metabolit sekunder tersebut,
perlu di golongkan ke dalam beberapa kelompok. Salah satu jenis metabolit sekunder
secara umum terbagi menjadi fenolik, flavonoid, karotenoid, alkaloid dan terpenoid.
Senyawa-senyawa ini dapat bermanfaat bagi kesehatan, tetapi beberapa senyawanya
juga dapat bersifat toksik bagi mahluk hidup. Oleh karena itu, uji aktivasi zat aktif di
dalam kunyit harus dilakukan untuk mengetahui apakah kunyit ini memiliki manfaat
bagi kesehatan atau bersifat toksik.
Uji aktivasi yang dilakukan dapat dilakukan dengan beberapa parameter seperti
uji fitokimia, uji aktivitas antibakteri, uji toksisitas terhadap larva udang, uji
antifeedant, uji inhibitor perkecambahan, dan deteksi potensi antioksidan. Semua
parameter uji ini dilakukan dengan sampel kunyit yang telah diekstraksi dengan
pelarut metanol dan etanol. Hasil dari pengujian aktivitas ini dapat memberikan
informasi mengenai kadungan zat aktif di dalam kunyit, sehingga kunyit dapat
dijadikan sebagai bahan pengobatan yang tepat sesuai dengan jenis zat aktifnya.
Penggunan bahan alam yang tidak tepat juga dapat memberikan efek toksik terhadap
kesehatan. Oleh karena itu, pengujian aktivitas zat aktif di dalam kunyit harus
dilakukan.
1.2 Tujuan
Alat yang digunakan adalah beaker, erlenmayer, corong, pipet mohr, pipet
volumetric, pipet tetes, tabung reaksi, labu takar, batang pengaduk, kaca arloji, sudip,
multiwall, hotplate, cawan petri, kain kasa, kertas saring, pelat KLT, bejana
kromatografi, pipa kapiler, magnetic stirrer,bunsen, alumunium foil, botol semprot,
neraca analitik, hair dryer dan spektrofotometri uv-vis.
Bahan yang digunakan adalah rimpang kunyit, etanol, metanol, akuades, serbuk
Mg, HClp, amil alkohol, kloroform-ammonia (3:1), H2SO4 2M, pereaksi mayer,
dragendorf, wargner, dietil eter, pereaksi Lieberman-Buchard, FeCl 3 1%, larva udang,
larutan NaCl 2%, media agar, streptomisin, bakteri E.coli, bakteri Bacillus sp., ulat
grayak, daun talas, (BAHAN AKTIVITAS ANTI OKSIDAN SAMA
PERKECAMBAHAN BELOM).
Sampel kunyit yang diuji menghasilkan warna jingga seperti pada gambar 3,
yang menandakan adanya kandungan flavonoid. Warna yang dihasilkan tidak terlalu
pekat, sehingga menandakan kadar flavonoid di dalam sampel tidak terlalu tinggi.
berikut adalah gambar dari hasil pengujian flavonoid.
Pengujian alkaloid dilakukan dengan 3 jenis pereaksi, yaitu wagner, mayer dan
dragendroff. Langkah awal yang dilakukan untuk pengujian alkaloid ini adalah,
Sampel dilarutkan di dalam kloroform-amonia (3:1). Penambahan larutan ini
digunakan untuk mekestrak komponen aktif di dalam sampel kunyit. Kemudian
disaring untuk memisahkan ampas dengan ekstraknya. Setelah itu ditambahkan
H2SO4 untuk meningkatkan kelarutan alkaloid. Alkaloid lebih larut di dalam asam,
sehingga yang diambil adalah fase asamnya. Fase asamnya diambil, dan di teteskan
ke dalam pelat untuk diuji. Setelah itu masing-masing ekstrak ditambahkan dengan 3
jenis pereaksi.
Prinsip dari penentuan alkaloid ini adalah reaksi pengendapan yang terjadi
karena adanya pergantian ligan. Atom nitrogen yang mempunyai pasangan electron
bebas pada alkaloid dapat menggantikan ion dalam pereaksi-pereaksi yang
digunakan. Pereaksi dragendroff mengandung bismut nitrat dan kalium iodide dalam
larutan asam aseat glasial. Hasil positi pada uji ini ditandai dengan terbentuknya
endapan coklat muda sampai kuning (jingga). Endaoan tersebut adalah kalium
alkaloid. Bismuth nitrat di dalam pereaksi dragendroff dilarutkan menggunakan HCl
agar tidak terjadi hidrolisis. Garam-garam bismuth sangat mudah terhidrolisis
membentuk ion bismutil (BiO+). Berikut adalah reaksi hidrolisis bismuth.
Bi2+ + H2O BiO+ + 2H+
(Ergina et al. 2014)
Gambar 5 Reaksi hidrolisis bismuth
Proses hidrolisis ion Bi2+ ini dapat dihindari dengan penambahan larutan
asam, sehingga kesetimbagan akan bergeser ke arah kiri dan pembentukan BiO + tidak
akan terjadi. Ion Bi2+ dari bismut nitrat akan bereaksi dengan KI membentuk endapan
hitam bismut(II) iodid yang kemudian melarut dalam KI berlebih membentuk kalium
tetraiodobismutat. Pada uji alkaloid dengan pereaksi dragendorf, nitrogen digunakan
untuk membentuk ikatan kovalen koordinat dengan K+ yang merupakan ion logam.
Berikut merupakan reaksi yang terjadi.
(Ergina et al. 2014)
Gambar 5 Reaksi alkaloid dengan pereaksi dragendroff
Pereaksi lainnya yang dapat digunakan untuk uji kualitatif alkaloid adalah
pereaksi wagner. Pereaksi ini berisi iodin dan kalium iodide, di mana hasil positif dari
adanya alkaloid ditandai dengan pembentukan endapan berwarna coklat. Berikut
adalah reaksi yang terjadi.
DAFTAR PUSTAKA
Rezki RS, Anggoro D, Siswarni MZ. 2015. Ekstraksi multi tahap kurkumin dari
kunyit (Curcuma domestica Valet) menggunakan pelarut etanol. JTK. 1 (3) :
29-34
Dewatisari WF, Rumiyanti L, Rrkahmawati I. 2015. Rendemen dan skrining
firokimia pada ekstrak daun Sanseviera sp. J. Penelitian Pertanian Terapan. 17
(3) : 197-202.
Maleta HS, Indrawati R, Limantara L, Brotosudarmo THP. 2018. Ragam metode
ekstraksi karotenoid dari sumber tumbuhan dalam decade terakhir. J. Rekayasa
Kimia dan Lingkungan. 13 (1) : 40-50.
Santoso I, Sulistiawati E. 2014. Ekstraksi abu kayu dengan pelarut air menggunakan
sistem bertahap banyak beraliran silang. J. Chemica. 1 (1) : 33-39.
Hidayah N, Hisan AK, Solikin A, Irawati, Mustikaningtyas D. 2016. Uji efektivitas
ekstrak Sargassum muticum sebagai alternative obat bisul akibat aktivitas
Staphylococcus aureus. J. Creativity Student. 1 (1) : 1-9
Gafur MA, Isa IM Bialangi N. 2012. Isolasi dan identifikasi senyawa flavonoid dari
daun jamblang (Syzygium cumini). J. Kimia. 1(1) : 1-7.
Aksara R, Musa WJA, Alio L. 2014. Identifikasi senyawa alkaloid dari ekstrak
methanol kulit batang. J. Kimia. 1 (2) : 8-15.
Risky TA, Suyatno. 2014. Aktivitas antioksidan dan antikanker ektrak methanol
tumbuhan paku Adiantum philippensis L. J. Chemistry. 3 (1) : 21-28.
Purpanani YS. 2007. Isolasi dan identifikasi saponin pada kecambah kedelai
(Chyrine L.) [skripsi]. Yogyakarta (ID) : Universitas Sanata Dharma.
Malangngi LP, Sangi MS, Paendong JJE. 2010. Penentuan kandungan tannin dan uji
aktivitas antioksidan ekstrak biji buat alpukat (Persea americana M.). J.MIPA.
1(1) : 5-10
Kulkarni SJ, Maske KN, Budre KP, Mahajan RP. 2012. Extraction and Purification
of curcuminoids from Turmeric (curcuma longa L.). J. Pharmacology and
Pharmaceutical Technology. 1 (2) : 81-88.
Harjanti RS. 2009. Pemungutan kurkumin dari kunyit (Curcuma domestica val.) dan
pemakaiannya sebagai indikator analisis volumetric. Jurnal Rekayasa Proses,
2 (2) : 51-56.